lukas 13-24 3


 a, 30 sambil berkata: Orang itu mulai mendiri-

kan, namun  ia tidak sanggup menyelesaikannya. 31 Atau, raja manakah yang 

kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk 

mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup mengha-

dapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? 32 Jikalau 

tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk mena-

nyakan syarat-syarat perdamaian. 33 Demikian pulalah tiap-tiap orang di 

antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak da-

pat menjadi murid-Ku. 34 Garam memang baik, namun  jika garam juga men-

jadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? 35 Tidak ada lagi gunanya baik un-

tuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja. Siapa 

mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” 

Injil Lukas 14:25-35 

 539 

Lihatlah bagaimana Kristus dalam pengajaran-Nya menyesuaikan diri 

dengan orang-orang yang sedang diajak-Nya berbicara, Ia memberi-

kan makanan kepada setiap orang sesuai bagiannya. Kepada orang-

orang Farisi Ia mengajarkan kerendahan hati dan kasih, sementara 

dalam perikop ini Dia mengarahkan perkataan-Nya kepada orang ba-

nyak yang sedang berduyun-duyun mengikuti-Nya, tampaknya mere-

ka sangat bersemangat. Kepada mereka ini Ia menasihati agar mere-

ka memahami syarat-syarat untuk menjadi murid-Nya sebelum mere-

ka membuat suatu pengakuan, dan agar mereka mempertimbangkan 

apa yang mereka lakukan itu. Lihatlah di sini,  

I.   Bagaimana bersemangatnya orang banyak dalam mengikuti Kris-

tus (ay. 25): Banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus. Ba-

nyak yang mengikuti-Nya sebab  kasih, dan lebih banyak lagi 

yang hanya sekadar mengikuti-Nya, sebab bila ada banyak, pasti 

ada lebih banyak lagi. Di sini ada campuran macam-macam orang, 

seperti kumpulan macam-macam orang yang mengikuti Israel 

keluar dari Mesir. Demikian pula yang kita harus sadar ada dalam 

jemaat, dan sebab  itu penting bagi para hamba Tuhan untuk 

memisahkan dengan hati-hati apa yang berharga dan apa yang 

hina.   

II.  Betapa Ia meminta mereka untuk penuh pertimbangan di dalam 

semangat mereka itu. Orang yang ingin mengikuti Kristus harus 

mempertimbangkan apa yang terburuk dan bersiap-siap mengha-

dapinya.  

1.  Ia memberi tahu mereka hal terburuk apa yang harus mereka 

hadapi, hampir sama dengan apa yang telah dilalui-Nya sebe-

lum mereka dan untuk mereka. Ia tahu bahwa mereka mau 

menjadi murid-murid-Nya supaya bisa memenuhi syarat untuk 

memperoleh kedudukan dalam kerajaan-Nya. Mereka berharap 

bahwa Ia akan berkata, “Jikalau seorang datang kepada-Ku 

dan ingin menjadi murid-Ku, ia akan mendapatkan kekayaan 

dan kehormatan yang berlimpah. Biarlah Aku sendiri yang 

akan menjadikannya orang hebat.” Namun Ia justru memberi 

tahu mereka hal yang sebaliknya.     

(1) Mereka harus rela melepaskan apa yang sangat mereka ka-

sihi, dan sebab  itu mereka harus datang kepada-Nya sesu-


 

 540

dah benar-benar terlepas dari segala kenyamanan dunia, 

dan mati terhadapnya. Mereka harus benar-benar merasa 

gembira untuk memilih berpisah dari semuanya itu dari-

pada harus melepaskan keinginan mereka untuk mengikuti 

Kristus (ay. 26). Tidak ada orang yang bisa menjadi murid 

Kristus jika ia tidak membenci bapanya, ibunya, dan bah-

kan nyawanya sendiri. Ia tidaklah tulus, dan juga tidak 

akan setia dan tekun, jika ia tidak mengasihi Kristus lebih 

daripada apa pun di dunia ini. Ia harus rela melepaskan 

apa yang dapat dan harus ia tinggalkan, baik sebagai suatu 

pengorbanan, yang dengannya Kristus akan dipermuliakan 

(seperti para martir yang tidak menyayangkan nyawa mere-

ka sendiri), ataupun sebagai suatu godaan, yang bila dile-

paskan, kita semakin lebih mampu dalam melayani 

Kristus. Demikianlah Abraham meninggalkan bangsanya 

sendiri, dan Musa meninggalkan istana Firaun. Di sini 

tidak disebutkan tentang rumah dan tanah. Filsafat meng-

ajar kita untuk memandang hina keduanya, namun  Kekris-

tenan berbuat lebih mulia daripada itu.  

[1] Setiap orang yang baik pasti mengasihi sanak saudara-

nya, akan namun , jika ia mau menjadi murid Kristus, ia 

harus membenci mereka dalam pengertian tertentu. Ia 

tidak boleh mengasihi mereka lebih daripada Kristus, 

seperti Lea yang dikatakan dibenci sedangkan Rahel 

lebih dikasihi. Ini tidak berarti bahwa kita harus 

membenci orangnya, melainkan bahwa rasa nyaman 

dan kepuasan kita terhadap mereka harus dihilangkan 

dan tertelan habis oleh kasih kita kepada Kristus, se-

perti orang Lewi yang berkata tentang ayahnya, aku 

tidak mengindahkannya (Ul. 33:9). jika  kewajiban 

kita terhadap orangtua jelas-jelas bersaing dengan 

kewajiban kita terhadap Kristus, maka kita harus lebih 

mengutamakan Kristus. Jika kita harus memilih antara 

menyangkal Kristus atau diusir dari keluarga dan kaum 

kerabat (seperti yang banyak dialami oleh jemaat 

Kristen mula-mula), maka kita harus lebih memilih ke-

hilangan hubungan dengan mereka daripada kehilang-

an kebaikan Kristus. 

Injil Lukas 14:25-35 

 541 

[2] Setiap orang pasti mengasihi nyawanya sendiri, belum 

pernah ada orang yang membencinya. Namun, kita ti-

dak dapat menjadi murid-murid Kristus jika kita tidak 

mengasihi-Nya sebegitu rupa lebih daripada nyawa kita 

sendiri, sampai bersedia hidup sengsara di bawah keke-

jaman, bahkan sampai nyawa diambil melalui kematian 

yang keji, daripada harus menghina Kristus atau me-

ninggalkan kebenaran-Nya dan jalan-jalan-Nya. Penga-

laman kehidupan rohani yang menyenangkan dan iman 

pengharapan akan kehidupan kekal akan membuat per-

kataan yang keras ini menjadi ringan. jika  penderi-

taan dan penganiayaan datang sebab  firman, maka 

ujian yang utama yaitu , siapakah yang lebih kita 

kasihi, Kristus atau sanak saudara dan nyawa kita. Na-

mun demikian, bahkan dalam masa-masa tenang pun 

ujian ini terkadang datang juga. Orang yang menolak 

melayani Kristus dan tidak mau memanfaatkan kesem-

patan untuk mengenal-Nya, serta malu untuk meng-

akui-Nya sebab  takut menyinggung perasaan saudara 

atau teman, atau kehilangan pelanggan, menunjukkan 

tanda-tanda bahwa ia lebih mengasihi mereka daripada 

Kristus.      

(2) Bahwa mereka harus rela menanggung beban yang sangat 

berat (ay. 27): Barangsiapa tidak memikul salibnya, tidak 

mau menjalaninya seperti orang yang dihukum salib, yang 

menerima hukuman itu dan menantikan pelaksanaannya, 

dan mengikut Aku ke mana pun Aku membawanya, ia tidak 

dapat menjadi murid-Ku. Maksudnya, menurut Dr. 

Hammond, ia bukanlah bagian-Ku, dan pelayanan-Ku, 

yang pasti akan mendatangkan penganiayaan, bukanlah 

bagiannya. Meskipun tidak semua murid Kristus disalib-

kan, mereka semua memikul salib mereka, seolah-olah 

sedang menunggu disalib. Mereka harus tahan dikata-katai 

orang dan dicerca secara keji dan menjijikkan, sebab tidak 

ada nama lain yang lebih tercela daripada Furcifer – peng-

gotong tiang gantungan. Ia harus memikul salibnya dan 

mengikut Kristus. Maksudnya, ia harus memikul salib itu 

saat  sedang melaksanakan kewajibannya, kapan pun ia 

menjumpainya. Ia harus memikulnya jika  Kristus me-


 

 542

manggilnya untuk salib itu, dan saat  memikulnya, mata-

nya harus tertuju pada Kristus dan meminta dorongan 

dari-Nya, serta hidup dalam pengharapan akan mendapat 

imbalan bersama-Nya. 

2. Ia meminta mereka untuk menghitung-hitung hal ini, lalu me-

nimbang-nimbang. sebab  Ia sudah begitu adil terhadap kita 

dengan memberitahukan secara terus terang kesulitan-kesulit-

an apa yang akan kita hadapi dalam mengikuti-Nya, maka ma-

rilah kita bersikap adil terhadap diri kita sendiri dengan mem-

pertimbangkan masalah ini masak-masak sebelum kita me-

milih hidup beriman. Yosua menyuruh orang Israel memper-

timbangkan apa yang mereka lakukan saat  mereka berjanji 

untuk melayani Tuhan (Yos. 24:19). Lebih baik tidak pernah 

memulai sama sekali daripada nanti tidak sanggup melanjut-

kan, dan oleh sebab  itu, sebelum kita memulai kita harus 

benar-benar mengetahui apa yang akan dituntut dari kita 

untuk selanjutnya. Dalam hal ini kita bertindak dengan akal 

sehat, dan memang demikianlah seharusnya manusia bertin-

dak, seperti juga dalam hal-hal lainnya. Perkara Kristus yang 

kuat boleh diuji terlebih dahulu. Iblis hanya memperlihatkan 

yang terbaik, namun menyembunyikan yang terburuk, sebab  

apa yang terbaik darinya tidak sebanding dengan apa yang ter-

buruk yang ditimbulkannya; namun , Kristus akan mengim-

banginya secara berkelimpahan. Pertimbangan seperti ini sa-

ngatlah penting supaya kita bisa tabah, terutama dalam masa-

masa penderitaan. Juruselamat kita di sini menggambarkan 

pentingnya masalah ini dengan dua perumpamaan. Perumpa-

maan yang pertama menunjukkan bahwa kita harus memper-

hitungkan harga yang harus kita bayar dalam hidup beriman, 

sementara yang kedua menunjukkan bahwa kita harus mem-

pertimbangkan bahaya-bahaya yang akan mengancam kita.       

(1) saat  kita memilih hidup beriman, kita seperti orang yang 

mau mendirikan sebuah menara, dan sebab  itu kita harus 

memperhitungkan anggaran biayanya (ay. 28-30): Siapa-

kah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah 

menara, atau rumah megah untuk dirinya sendiri, tidak 

duduk dahulu membuat anggaran biayanya? Di samping 

itu, ia pun harus menyediakan anggaran yang jauh lebih 

Injil Lukas 14:25-35 

 543 

banyak daripada yang dikatakan para pekerjanya. Biarlah 

ia membandingkan terlebih dulu biaya yang diperlukannya 

dengan uang yang ada di dompetnya, sebab kalau tidak, ia 

akan ditertawakan, sebab  ia mulai mendirikan, namun  tidak 

sanggup menyelesaikannya.  

Perhatikanlah:  

[1]  Setiap orang yang menjalani kehidupan beriman sedang 

mendirikan sebuah menara, bukan seperti menara Babel 

yang menentang Sorga dan sebab  itu tidak terselesai-

kan, melainkan menara yang taat kepada Sorga dan ka-

rena itu akan menjadi batu utama. Mulailah dari bawah, 

dan letakkanlah dasarnya di tempat yang dalam. Letak-

kanlah dasarnya di atas batu karang, lalu pastikan se-

muanya baik, dan dirikanlah setinggi langit.  

[2] Orang-orang yang berniat mendirikan menara ini harus 

duduk dahulu membuat anggaran biayanya. Biarlah me-

reka tahu bahwa mereka harus bayar harga dengan me-

nanggalkan dosa-dosa mereka, bahkan nafsu-nafsu 

yang paling mereka cintai. Mereka harus bayar harga 

dengan hidup menyangkal diri dan waspada, dan terus 

menjalankan kewajiban-kewajiban suci. Mereka juga 

mungkin harus mempertaruhkan nama baik mereka di 

hadapan semua orang, atau kehilangan harta milik dan 

kebebasan mereka, dan segala sesuatu yang mereka 

sayangi di dunia ini, bahkan nyawa mereka sendiri. Dan 

bila kita harus membayar semuanya ini, bagaimana 

bandingannya dengan apa yang dibayar Kristus untuk 

menebus segala keuntungan bagi iman kita, yang di-

berikan kepada kita secara cuma-cuma tanpa bayaran?  

[3] Banyak orang yang mulai mendirikan menara ini kemu-

dian tidak melanjutkannya atau bertekun di dalamnya, 

dan itu merupakan kebodohan mereka sendiri. Mereka 

tidak mempunyai keberanian dan keteguhan hati, tidak 

memiliki prinsip-prinsip hidup yang berurat akar, se-

hingga tidak dapat mewujudkan sesuatu apa pun. Me-

mang benar bahwa kita tidak mempunyai suatu apa 

pun dalam diri kita yang cukup untuk menyelesaikan 

menara ini, namun  Kristus telah berkata, “Cukuplah ka-


 

 544

sih karunia-Ku bagimu”, dan kasih karunia itu tidak 

akan kurang dalam diri kita, jika kita berusaha men-

carinya dan memanfaatkannya.  

[4] Tidak ada yang lebih memalukan daripada orang yang 

sudah memulai dengan baik dalam hidup beriman, 

namun kemudian putus di tengah jalan. Semua orang 

pasti akan mengejek dia sebagai orang yang kehilangan 

segala jerih payahnya sebab  tidak tekun. Kita kehilang-

an apa yang telah kita kerjakan (2Yoh. 1:8), dan segala 

sesuatu yang kita alami sia-sia belaka (Gal. 3:4).   

(2) saat  kita memilih untuk menjadi murid-murid Kristus, 

kita seperti orang yang hendak pergi berperang, dan sebab  

itu kita harus mempertimbangkan risikonya, serta kesulit-

an-kesulitan apa yang akan dihadapi (ay. 31-32). Raja yang 

ingin menyatakan perang melawan raja lain pasti memper-

timbangkan terlebih dulu apakah ia mempunyai cukup ke-

kuatan yang akan membawa kebaikan kepada pihaknya, 

dan jika tidak, maka ia akan membatalkan rencananya un-

tuk berperang.  

Perhatikanlah:  

[1]  Orang Kristen di dunia ini diumpamakan sedang dalam 

keadaan perang. Bukankah kehidupan kristiani itu me-

rupakan peperangan? Ada banyak hal yang merintangi 

jalan kita, yang harus kita tebas dengan sebilah pedang. 

Bahkan, kita harus berperang setiap kali kita melang-

kah, sebab musuh-musuh rohani kita terus melawan 

tanpa kenal lelah.  

[2] Kita harus mempertimbangkan apakah nanti kita sang-

gup bertahan dalam kesusahan, yang harus dihadapi 

oleh setiap serdadu Yesus Kristus yang baik, sebelum 

kita bergabung dan maju di bawah panji-panji-Nya; 

apakah kita mampu menghadapi kekuatan neraka dan 

dunia, yang menyerang kita dengan kekuatan dua puluh 

ribu orang.  

[3] Melihat semua itu, lebih baik kita benar-benar memikir-

kan sekarang apa yang sebaiknya kita lakukan terha-

dap dunia, daripada kita mengaku meninggalkannya, 

namun  kemudian, saat  pencobaan dan penganiayaan 

Injil Lukas 14:25-35 

 545 

datang sebab  firman, kita berbalik lagi kepadanya. 

Orang muda itu, yang tidak rela meninggalkan harta 

kekayaanya demi Kristus, memang lebih baik pergi dari 

hadapan-Nya dengan sedih daripada tinggal bersama-

Nya dengan menyesal.   

Perumpamaan ini juga bisa dilihat dengan cara lain, 

yaitu sebagai pedoman yang mengajar kita untuk me-

mulai hidup beriman dengan segera, dan bukan dengan 

hati-hati, dan mungkin mempunyai maksud yang sama 

dengan yang tertulis dalam Matius 5:25, segeralah ber-

damai dengan lawanmu. Perhatikanlah, pertama, orang 

yang terus-menerus berbuat dosa berarti mengadakan 

peperangan melawan Tuhan , yang sungguh tidak pada 

tempatnya dan paling tidak dapat dibenarkan. Mereka 

memberontak melawan Penguasa mereka yang sah, 

yang pemerintahan-Nya sungguh teramat adil dan be-

nar. Kedua, pendosa yang paling sombong dan berani 

sekalipun bukanlah tandingan Tuhan . Dalam hal ini, ke-

kuatan dari kedua pihak sangatlah tidak seimbang, le-

bih daripada yang digambarkan di sini, yaitu antara 

sepuluh ribu orang dan dua puluh ribu orang. Maukah 

kita membangkitkan cemburu Tuhan? Apakah kita lebih 

kuat dari pada Dia? Tentu saja tidak, siapakah yang 

tahu kekuatan murka-Nya? sebab  itu, kalau menim-

bang-nimbang hal ini, lebih untung kalau kita berdamai 

dengan Dia. Kita tidak perlu menanyakan syarat-syarat 

perdamaiannya. Semua syarat itu sudah ditawarkan 

kepada kita, tanpa pengecualian, dan sangat mengun-

tungkan kita. Marilah kita pelajari syarat-syarat-Nya itu 

baik-baik dan buatlah perdamaian dengan-Nya. Laku-

kanlah ini selagi masih ada waktu, selama musuh masih 

jauh, sebab akan sangat berbahaya jika ditunda-tunda, 

dan akan jauh lebih menyulitkan bila dilakukan sesudah  

itu.  

Namun demikian, penerapan dari perumpamaan ini 

di sini (ay. 33) yaitu  mengenai pertimbangan yang ha-

rus kita buat dalam kehidupan iman kita. Salomo ber-

kata, “Berperanglah dengan siasat” (Ams. 20:18). Orang 

yang menarik pedang pasti membuang sarungnya, demi-


 

 546

kian pula dengan siasat yang baik dalam menjalani ke-

hidupan beriman. Kita tahu bahwa jika kita tidak mem-

buang segala yang kita miliki, maka kita tidak akan da-

pat menjadi murid-murid Kristus. Maksudnya, kita harus 

mau dan bersedia untuk meninggalkan semuanya itu, 

sebab semua orang yang ingin hidup saleh dalam 

Kristus Yesus harus menderita penganiayaan, dan ha-

rus terus hidup saleh.   

3. Ia menyuruh mereka waspada terhadap kemurtadan dan ke-

merosotan dalam semangat serta tingkah laku kristiani yang 

sejati, sebab ini akan membuat mereka tidak berguna sama 

sekali (ay. 34-35).  

(1) Orang-orang Kristen yang baik, terutama hamba-hamba 

Tuhan yang baik (Mat. 5:13), yaitu  garam dunia, dan ga-

ram ini memang baik serta sangat berguna. Dengan peng-

ajaran dan teladan mereka, orang-orang Kristen memberi-

kan penyedap rasa kepada semua orang yang bergaul de-

ngan mereka, mencegah mereka dari kebusukan, serta 

menyegarkan dan menyedapkan mereka.  

(2) Orang-orang Kristen yang merosot akhlaknya, yang lebih 

memilih meninggalkan jalan kesalehan daripada harus me-

lepaskan apa yang mereka miliki di dunia ini, dan yang 

tentu saja kemudian hidup menurut nafsu duniawi, dan 

sama sekali tidak mempunyai roh kristiani lagi, yaitu  se-

perti garam yang menjadi tawar, yang oleh para ahli kimia 

disebut caput mortuum, garam yang kadar keasinannya 

sudah terkikis habis. Garam seperti ini merupakan barang 

yang paling tidak berguna dan paling tidak berharga di 

dunia. Tidak ada lagi nilai di dalamnya, tidak ada gunanya 

lagi untuk disimpan.  

[1] Garam itu tidak dapat dipulihkan lagi: Dengan apakah 

ia diasinkan? Pasti tidak bisa. Ini menunjukkan bahwa 

sangatlah sulit, bahkan hampir mustahil, untuk mem-

pertobatkan kembali orang yang sudah murtad (Ibr. 6:4-

6). Jika Kekristenan tidak dapat menyembuhkan manu-

sia dari nafsu duniawinya, jika obat itu sudah dicoba 

namun sia-sia, maka mereka sudah tidak bisa disem-

buhkan lagi.  

Injil Lukas 14:25-35 

 547 

[2] Garam itu tidak ada gunanya lagi, tidak cocok baik un-

tuk tanah maupun untuk pupuk, tidak seperti kotoran 

hewan, dan juga tidak akan ada manfaatnya jika di-

buang di antara kotoran sampah sampai membusuk, 

sebab  tidak ada lagi yang bisa didapat darinya. Orang 

yang mengaku beragama namun pikiran dan tingkah 

lakunya rusak yaitu  binatang yang sungguh paling 

tawar. Jika ia membicarakan hal-hal tentang Tuhan , 

yang sedikit banyak diketahuinya, ia melakukannya 

dengan begitu canggung sehingga tidak ada orang yang 

dapat dibangun olehnya. Ini seperti amsal di mulut 

orang bebal.  

[3] Garam itu dicampakkan: orang membuangnya saja, 

seperti barang yang sudah tidak diperlukan lagi. Orang-

orang munafik yang memalukan ini harus dikeluarkan 

dari antara jemaat, bukan hanya sebab  mereka telah 

menyia-nyiakan kehormatan dan keistimewaan yang 

telah mereka terima sebagai anggota jemaat, melainkan 

juga sebab  ada bahaya orang lain akan tertular oleh 

mereka. Juruselamat kita mengakhiri perkataan-Nya di 

sini dengan suatu panggilan kepada semua orang untuk 

memperhatikan masalah ini baik-baik, dan untuk men-

camkan apa yang telah diperingatkan-Nya: Siapa mem-

punyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mende-

ngar. Nah, dengan cara apa lagi indra pendengaran kita 

ini dapat digunakan dengan lebih baik selain untuk 

mendengarkan firman Kristus, terutama untuk men-

dengarkan peringatan-peringatan-Nya kepada kita akan 

bahaya yang dapat membawa kita kepada kemurtadan, 

dan akan bahaya yang dapat menyusahkan kita sendiri 

sebab  kemurtadan?      

  

 PASAL 1 5  

ata orang, perilaku buruk melahirkan hukum yang baik. Begitu 

pula dalam pasal ini, sungut-sungut para ahli Taurat dan orang 

Farisi terhadap anugerah Kristus dan kebaikan-Nya kepada para 

pemungut cukai dan orang berdosa memberikan kesempatan bagi 

terjadinya pengungkapan anugerah yang lebih penuh lagi. Kalau 

tidak demikian, mungkin kita tidak akan pernah mengetahui kepe-

nuhan anugerah itu dalam ketiga perumpamaan yang diketengahkan 

dalam pasal ini, yang semuanya bertujuan sama, yaitu untuk mem-

perlihatkan bukan hanya apa yang telah dikatakan dan dijanjikan 

Tuhan  dalam Perjanjian Lama, bahwa Ia tidak berkenan kepada 

kematian orang fasik, melainkan berkenan kepada pertobatan orang 

fasik itu dari kelakuannya, dan bersukacita dengan memberikan 

penghiburan-Nya kepada mereka pada saat mereka bertobat. Dalam 

pasal ini, kita melihat: 

I. Bagaimana kesalnya orang-orang Farisi terhadap Kristus 

sebab  Ia bergaul dengan orang-orang kafir dan para pemu-

ngut cukai dan memberitakan Injil-Nya kepada mereka (ay. 

1-2).  

II. Bagaimana Kristus membenarkan perbuatan-Nya itu, de-

ngan menunjukkan rancangan dan kuasa yang ingin dica-

pai-Nya dengan berbuat demikian, yang sudah memengaruhi 

banyak orang, yaitu membuat mereka bertobat dan memper-

baharui hidup mereka. Tidak ada ibadah lain yang lebih 

berkenan dan lebih menyenangkan hati Tuhan  daripada ini. 

Hal ini ditunjukkan-Nya dalam perumpamaan-perumpama-

an:  

1.  Tentang domba yang hilang, yang dibawa pulang dengan 

sukacita (ay. 4-7).  


 550

2.  Tentang uang dirham yang hilang, yang ditemukan kem-

bali dengan sukacita (ay. 8-10).  

3.  Tentang anak yang hilang, yang hidup berfoya-foya, 

namun  kemudian kembali ke rumah ayahnya, dan di sana 

ia disambut dengan penuh sukacita, meskipun kakak-

nya, seperti para ahli Taurat dan orang Farisi, menjadi 

marah sebab nya (ay. 11-32). 

Domba dan Uang Dirham yang Hilang 

(15:1-10) 

1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada 

Yesus untuk mendengarkan Dia. 2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang 

Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan 

makan bersama-sama dengan mereka.” 3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan 

ini kepada mereka: 4 “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus 

ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggal-

kan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari 

yang sesat itu sampai ia menemukannya? 5 Dan kalau ia telah menemukan-

nya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, 6 dan setibanya di 

rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta ber-

kata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dom-

baku yang hilang itu telah kutemukan. 7 Aku berkata kepadamu: Demikian 

juga akan ada sukacita di sorga sebab  satu orang berdosa yang bertobat, 

lebih dari pada sukacita sebab  sembilan puluh sembilan orang benar yang 

tidak memerlukan pertobatan.” 8 “Atau perempuan manakah yang mempu-

nyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menya-

lakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia 

menemukannya? 9 Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil saha-

bat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah ber-

sama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. 10 

Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-

malaikat Tuhan  sebab  satu orang berdosa yang bertobat.” 

Dalam perikop di atas kita melihat:  

I.   Kegigihan para pemungut cukai dan orang berdosa mengikuti 

Kristus dalam pelayanan-Nya. Dalam pasal sebelumnya, banyak 

orang Yahudi berduyun-duyun mengikuti Yesus (14:25), dengan 

penuh keyakinan bahwa mereka akan diterima dalam Kerajaan 

Tuhan , sehingga Kristus merasa wajib mengatakan kepada mereka 

hal-hal yang akan mengguncangkan harapan mereka yang sia-sia. 

namun  di sini, kita melihat banyak pemungut cukai dan orang 

berdosa berbondong-bondong datang kepada-Nya, dengan perasa-

an rendah hati dan takut akan ditolak oleh-Nya, sehingga Kristus

Injil Lukas 15:1-10 

 551 

merasa perlu memberikan dorongan kepada mereka, terutama 

sebab  ada orang-orang tertentu yang dengan sombong dan 

angkuh suka memandang rendah mereka. Para pemungut cukai, 

yang mengumpulkan upeti yang dibayar masyarakat kepada pe-

merintah Romawi, mungkin sebagiannya memang orang-orang 

jahat, namun, akibat prasangka buruk bangsa Yahudi terhadap 

tugas mereka itu, mereka semua dipandang jahat. Kadang-kadang 

mereka disamakan dengan perempuan-perempuan sundal (Mat. 

21:32), sementara di sini dan dalam bacaan-bacaan lain, mereka 

disamakan dengan orang-orang berdosa, yang berbuat tidak seno-

noh secara terang-terangan, berzinah dengan perempuan-perem-

puan sundal, yang sangat dikenal sebagai orang-orang tidak ber-

moral. Sebagian orang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan 

orang-orang berdosa di sini yaitu  orang-orang kafir, dan bahwa 

Kristus pada waktu itu sedang berada di seberang sungai Yordan, 

atau di Galilea wilayah bangsa-bangsa lain. Orang-orang seperti 

ini datang kepada-Nya, sementara mungkin banyak orang Yahudi 

lain yang tadinya berbondong-bondong mengikuti-Nya sekarang 

mundur (oleh sebab  perkataan-Nya dalam bagian penutup pasal 

sebelumnya). Dengan demikian, sekarang giliran bangsa-bangsa 

bukan-Yahudilah yang mendengarkan para rasul, sesudah  orang-

orang Yahudi menolak mereka. Mereka datang kepada-Nya, namun  

mereka takut melangkah terlalu dekat kepada-Nya, jadi mereka 

hanya mendekat supaya bisa mendengarkan-Nya. Mereka datang 

kepada-Nya, bukan untuk meminta kesembuhan, seperti yang 

dilakukan sebagian orang, melainkan untuk mendengarkan ajar-

an-Nya yang sangat bagus. Perhatikanlah, saat  kita datang 

mendekat kepada Kristus kita harus selalu mencamkan hal ini, 

yaitu bahwa kita ingin mendengarkan-Nya, mendengarkan perin-

tah-perintah yang diberikan-Nya kepada kita dan jawaban-jawab-

an-Nya atas doa-doa kita.   

II.  Kejengkelan para ahli Taurat dan orang Farisi terhadap-Nya ka-

rena hal ini. Mereka bersungut-sungut, dan menegur Yesus Tuhan 

kita sebab  perbuatan-Nya itu: Ia menerima orang-orang berdosa 

dan makan bersama-sama dengan mereka (ay. 2).  

 1. Mereka marah sebab  para pemungut cukai dan orang-orang 

bukan-Yahudi diberi sarana untuk menikmati anugerah, di-

panggil untuk bertobat, dan didorong untuk mengharapkan 


 552

pengampunan pada saat bertobat. Bagi para ahli Taurat dan 

orang Farisi, orang-orang ini sudah tidak mempunyai harapan 

lagi. Mereka pikir tidak ada orang lain lagi kecuali mereka 

sendiri yang memiliki keistimewaan untuk bertobat dan men-

dapatkan pengampunan, padahal dulu para nabi sudah mem-

beritakan pertobatan kepada bangsa-bangsa lain, khususnya 

Daniel memberitakannya kepada Nebukadnezar.  

 2. Menurut mereka, Kristus hanya merendahkan diri-Nya sendiri 

dengan berbuat demikian, dan juga sangat tidak sesuai de-

ngan martabat-Nya jika Ia bergaul dekat dengan orang-orang 

semacam itu, menyambut mereka ke dalam kawanan-Nya, dan 

makan bersama-sama dengan mereka. sebab  malu mereka 

tidak bisa mencela-Nya atas perbuatan-Nya memberitakan Injil 

kepada orang-orang itu, meskipun justru itulah yang sebenar-

nya membuat mereka paling marah. Oleh sebab itu, mereka 

cuma bisa menegur-Nya sebab  makan bersama-sama dengan 

orang-orang berdosa, yang lebih jelas bertentangan dengan 

adat istiadat leluhur mereka. Perhatikanlah, kecaman akan 

menimpa, bukan hanya terhadap orang yang paling tidak ber-

dosa dan paling baik, melainkan juga terhadap perbuatan yang 

paling tidak berdosa dan paling baik, dan janganlah kita heran 

akan hal itu.     

III. Kristus membenarkan diri-Nya dalam hal ini, dengan menunjuk-

kan bahwa semakin jahat orang-orang yang di-Injili-Nya, semakin 

besar pula kemuliaan yang akan diberikan kepada Tuhan , dan 

semakin besar pula sukacita yang akan ada di sorga, jika dengan 

pemberitaan-Nya mereka menjadi bertobat. Di mata sorga, akan 

lebih menyenangkan melihat bangsa-bangsa bukan-Yahudi berba-

lik dan beribadah kepada Tuhan  yang benar, daripada melihat 

orang-orang Yahudi terus menjalankan ibadah mereka. Dan akan 

lebih menyenangkan melihat para pemungut cukai dan orang-

orang berdosa menjalani hidup yang sesuai aturan, daripada 

melihat ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus menjalani 

cara hidup mereka. Hal ini digambarkan-Nya di sini dengan dua 

perumpamaan, yang keduanya mempunyai penjelasan yang sama.   

1.  Perumpamaan tentang domba yang hilang. Perumpamaan 

yang serupa sudah kita lihat dalam Matius 18:12. Dalam Kitab 

Matius, perumpamaan ini  dirancang untuk menunjuk-

Injil Lukas 15:1-10 

 553 

kan pemeliharaan Tuhan  atas orang-orang kudus, dan oleh 

sebab nya kita tidak boleh berbuat jahat terhadap mereka, 

sedangkan di sini perumpamaan ini  dirancang untuk 

menunjukkan betapa senangnya Tuhan  dengan pertobatan 

orang-orang berdosa, dan oleh sebab  itu kita juga harus ber-

sukacita dengan pertobatan mereka itu.  

Di sini kita melihat:  

(1) Keadaan orang berdosa yang terus hidup di dalam dosa. Ia 

seperti domba yang hilang, domba yang tersesat. Ia tersesat 

dari Tuhan , yang seharusnya mendapatkan kehormatan dan 

pengabdian darinya. Ia tersesat dari kawanannya, yang ti-

dak lagi berkumpul bersamanya. Ia juga tersesat dari diri-

nya sendiri. Ia tidak tahu di mana dirinya berada, ia berja-

lan ke sana kemari tanpa tujuan, terus-menerus terancam 

binatang-binatang buas, selalu merasa takut dan ngeri, 

jauh dari perlindungan gembalanya, dan selalu haus akan 

padang rumput nan hijau. Ia juga tidak bisa menemukan 

sendiri jalan yang dapat membawanya kembali ke kawan-

annya.        

(2) Pemeliharaan Tuhan  atas orang berdosa yang malang dan 

tersesat. Domba-domba yang tidak tersesat terus dipeliha-

ra-Nya, dan mereka tetap aman di padang gurun. namun  

domba yang hilang ini harus diberi perhatian khusus, kare-

na walaupun Ia mempunyai seratus ekor domba, kawanan 

yang sangat besar, Ia tidak mau kehilangan seekor domba 

pun. Sebaliknya, Ia pergi mencarinya dan menunjukkan 

perhatian-Nya yang sangat besar:  

[1]  Untuk menemukannya. Ia mengikutinya, bertanya-ta-

nya tentangnya, dan mencari-carinya sampai Ia mene-

mukannya. Tuhan  terus mengikuti orang-orang berdosa 

yang berbalik dari-Nya dengan panggilan firman-Nya 

dan dengan kuasa Roh-Nya, hingga pada akhirnya me-

reka berpikir untuk kembali lagi kepada-Nya.  

[2] Untuk membawanya pulang. Walaupun Ia mendapati 

domba itu kelelahan, dan mungkin cemas serta letih 

sesudah  berjalan ke sana kemari, dan tidak kuat lagi 

untuk berjalan pulang, Ia tidak membiarkannya binasa 

begitu saja lalu berkata, “Ia tidak layak dibawa pulang,” 


 554

melainkan meletakkannya di atas bahu-Nya dan, de-

ngan penuh kelembutan dan perhatian, membawanya 

kembali ke kawanannya. Gambaran ini juga sangat bisa 

diterapkan pada penebusan agung yang dikerjakan-Nya 

bagi kita. Umat manusia dulu tersesat (Yes. 53:6). Har-

ga seluruh umat manusia bagi Tuhan  tidaklah semahal 

harga seekor domba bagi gembala yang mempunyai 

seratus ekor domba. Berapa sih kerugian atau kehilang-

an yang akan dirasakan Tuhan  seandainya seluruh mere-

ka itu dibiarkan binasa? Dia masih memiliki suatu du-

nia yang penuh dengan malaikat-malaikat kudus, ba-

gaikan kesembilan puluh sembilan ekor domba itu, dan 

mereka ini suatu kawanan yang mulia. Namun demi-

kian, Tuhan  mengutus Anak-Nya untuk mencari dan me-

nyelamatkan yang hilang (19:10). Kristus dikatakan 

menghimpun kawanan domba dalam tangan-Nya, dan 

membawa mereka ke dalam pangkuan-Nya, yang meng-

gambarkan belas kasihan dan kelembutan-Nya terha-

dap orang-orang berdosa. Di sini dikatakan bahwa Ia 

meletakkan mereka di atas bahu-Nya, yang menggam-

barkan kuasa yang dengannya Ia menguatkan dan me-

nopang mereka. Mereka yang dipikul di atas bahu-Nya 

pasti tidak akan binasa.  

(3) Perasaan senang Tuhan  saat  melihat orang berdosa berba-

lik dan bertobat. Ia meletakkannya di atas bahu-Nya de-

ngan gembira sebab  pencarian-Nya tidaklah sia-sia. Suka-

cita-Nya itu bertambah besar sebab  sebelumnya Ia sudah 

mulai kehilangan harapan untuk menemukannya. sebab  

itulah, Ia pun memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-

tetangga-Nya, para gembala di sekitarnya yang menjaga 

domba-domba mereka, dan berkata kepada mereka, “Ber-

sukacitalah bersama-sama dengan Aku.” Mungkin dulu ada 

sebuah kidung gembala yang biasa dinyanyikan oleh para 

gembala pada saat-saat seperti ini, yang salah satu liriknya 

berbunyi demikian, “Bersukacitalah bersama-sama dengan 

aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.” 

Rasanya mereka tidak akan bernyanyi, “Bersukacitalah ber-

sama-sama dengan aku sebab aku tidak kehilangan seekor 

domba pun.” Amatilah, Tuhan  menyebut domba itu sebagai 

Injil Lukas 15:1-10 

 555 

domba-Nya, meskipun domba itu sudah tersesat dan ber-

keluyuran ke mana-mana. Ia berhak atas domba itu (se-

mua jiwa Aku punya), dan Ia akan menuntut milik kepu-

nyaan-Nya sendiri serta meminta kembali hak-hak-Nya. 

Oleh sebab  itu, Ia mencarinya sendiri: Aku telah menemu-

kannya. Ia tidak mengutus hamba-Nya melainkan Anak-

Nya sendiri, Sang Gembala yang agung dan baik, yang 

akan menemukan apa yang dicari-Nya, dan yang akan dite-

mukan oleh orang-orang yang tidak mencari-Nya.   

2.  Perumpamaan tentang dirham yang hilang.  

(1)  Di sini orang yang kehilangan itu digambarkan sebagai se-

orang perempuan, yang mungkin akan merasa lebih sedih 

sebab  kehilangan uang itu dan lebih bersukacita saat  

menemukannya kembali dibandingkan dengan seorang 

laki-laki. sebab  itu gambaran seorang perempuan ini da-

pat memenuhi tujuan perumpamaan ini  dengan lebih 

baik. Ia mempunyai sepuluh dirham, dan hanya kehilangan 

salah satunya. Kiranya hal ini mengingatkan kita terus be-

tapa tingginya kebaikan ilahi itu memandang kita. Kendati 

dunia umat manusia ini penuh dengan keberdosaan dan 

kesengsaraan, Ia masih melihat bahwa ada sembilan diban-

ding satu, bahkan dalam perumpamaan sebelumnya ada 

sembilan puluh sembilan dibanding satu, dari ciptaan 

Tuhan  yang tetap hidup dalam kebajikan, yang melalui me-

reka Tuhan  dipuji dan tidak pernah mendapat cela. Oh, 

sungguh tidak terhitung makhluk-makhluk, dari semua 

makhluk yang kita ketahui, yang tidak pernah tersesat 

ataupun menyimpang dari hukum-hukum dan tujuan-

tujuan penciptaan mereka!  

(2) Yang hilang yaitu  satu dirham, drachmēn – seperempat 

syikal. Jiwa yaitu  dirham, yang terbuat dari perak, yang 

sangat bernilai dan berharga, bukan dari logam dasar se-

perti besi atau timah, melainkan dari perak, yang digali 

dari tambang kerajaan. Kata perak dalam bahasa Ibrani 

diambil dari kata yang menggambarkan sifat pesona yang 

dimiliki oleh perak itu. Dirham di sini yaitu  uang perak, 

yang dicap dengan gambar dan tulisan Tuhan , dan sebab  

itu harus diberikan kepada-Nya. Namun demikian, nilainya 


 556

bisa dikatakan kecil, hanya sekitar tujuh ratus lima puluh 

rupiah. Ini menunjukkan bahwa jika orang-orang berdosa 

binasa, Tuhan  tidak akan rugi sama sekali. Dirham ini hi-

lang di tempat yang kotor. Jiwa yang terjerumus ke dalam 

dunia dan dikuasai oleh cinta serta kekhawatiran duniawi 

yaitu  seperti sekeping uang yang jatuh di tempat yang 

kotor. Orang-orang akan berkata, “Sungguh sayang uang 

itu tergeletak di sana.”  

(3) Inilah perhatian dan usaha besar yang dilakukan untuk 

mencarinya. Perempuan itu menyalakan pelita, untuk men-

carinya di balik pintu, di bawah meja, dan di setiap sudut 

rumah. Ia menyapu rumah, serta mencarinya dengan cer-

mat sampai ia menemukannya. Ini menggambarkan berba-

gai sarana dan cara yang dipakai Tuhan  untuk membawa 

jiwa-jiwa yang terhilang kembali kepada-Nya. Ia telah me-

nyalakan pelita Injil, bukan untuk menunjukkan jalan 

bagi-Nya agar dapat mendatangi kita, melainkan untuk me-

nunjukkan jalan bagi kita agar dapat mendatangi-Nya, agar 

kita dapat menemukan diri kita sendiri. Ia telah menyapu 

rumah dengan kebenaran-kebenaran yang meyakinkan me-

lalui firman-Nya. Ia mencari dengan cermat, hati-Nya selalu 

menginginkannya, untuk membawa jiwa-jiwa yang terhi-

lang kembali kepada-Nya.  

(4) Inilah sukacita besar atas ditemukannya uang itu: Ber-

sukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku 

yang hilang itu telah kutemukan (ay. 9). Orang yang ber-

sukacita pasti ingin agar orang lain juga bersukacita bersa-

manya, dan orang yang bergembira pasti ingin agar orang 

lain juga bergembira bersamanya. Ia senang sebab  ia 

sudah menemukan sekeping uang itu, meskipun sekarang 

ia harus menggunakannya untuk menghibur orang-orang 

yang dipanggilnya untuk bersukacita bersama-sama de-

ngannya. Perasaan senang yang mengejutkan itu kini 

membuatnya serasa melayang-layang, heureka, heureka – 

aku telah menemukannya, aku telah menemukannya; begi-

tulah bahasa sukacita itu.   

3.  Maksud kedua perumpamaan ini sama (ay. 7, 10): Akan ada 

sukacita pada malaikat-malaikat Tuhan  sebab  satu orang ber-

dosa yang bertobat, lebih daripada sukacita bagi banyak orang 

Injil Lukas 15:1-10 

 557 

benar yang tidak memerlukan pertobatan. Ini terjadi bila para 

pemungut cukai dan orang berdosa itu bertobat, setidaknya 

sebagian dari mereka (dan bahkan bila hanya satu dari mereka 

yang bertobat, Kristus tidak akan menganggapnya sia-sia).  

Perhatikanlah:  

(1) Pertobatan dan berbaliknya orang-orang berdosa kepada 

Tuhan  di bumi merupakan suatu hal yang membawa suka-

cita dan kegembiraan di sorga. Sangatlah mungkin bahwa 

para pendosa terbesar sekalipun bisa dituntun untuk ber-

tobat. Selagi masih ada nyawa pasti masih ada harapan, 

dan orang-orang yang paling jahat tidak boleh dianggap 

tidak mempunyai harapan lagi untuk bertobat. Para pen-

dosa besar, jika mereka bertobat dan berbalik kepada 

Tuhan , pasti akan mendapatkan belas kasihan. Akan namun , 

ini belum semuanya,  

[1] Tuhan  dengan suka hati akan menunjukkan belas kasih-

an-Nya kepada mereka, dan Ia akan memandang perto-

batan mereka sebagai hasil atas segala usaha yang te-

lah dilakukan-Nya bagi mereka. Selalu ada sukacita di 

sorga. Tuhan  bersukacita dalam segala karya-Nya, namun  

terutama dalam pekerjaan-pekerjaan anugerah-Nya. De-

ngan segenap hati dan jiwa-Nya Ia bersukacita saat  Ia 

berbuat baik kepada orang-orang berdosa yang berto-

bat. Ia bersukacita bukan hanya dalam pertobatan gere-

ja-gereja dan bangsa-bangsa, melainkan bahkan dalam 

satu orang berdosa yang bertobat, meskipun hanya 

satu.  

[2] Para malaikat yang baik akan senang melihat orang-

orang itu mendapat belas kasihan. Mereka sama sekali 

tidak bersungut sebab nya, meskipun sebagian dari 

mereka sendiri yang berdosa dibiarkan binasa, dan ti-

dak mendapat belas kasihan sedikit pun, dan meskipun 

orang-orang berdosa yang bertobat, yang begitu hina 

dan sudah begitu jahat, pada waktu bertobat malah di-

bawa ke dalam persekutuan bersama mereka, dan akan 

segera dibuat menyerupai mereka, bahkan menyamai 

mereka. Pertobatan orang-orang berdosa yaitu  suka-

cita bagi para malaikat, dan malaikat-malaikat ini de-


 558

ngan senang hati akan menjadi roh-roh yang melayani 

mereka demi kebaikan mereka, pada saat mereka ber-

tobat. Penebusan umat manusia merupakan suatu hal 

yang membawa sukacita bagi para malaikat, sebab me-

reka bernyanyi, “Kemuliaan bagi Tuhan  di tempat yang 

mahatinggi” (2:14).  

(2)  Ada lebih banyak sukacita sebab  satu orang berdosa ber-

tobat, yang berubah menjadi saleh dari kehidupan dulu 

yang sangat tercela dan keji, melebihi sukacita bagi sembi-

lan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan per-

tobatan.  

[1] Ada sukacita yang besar saat  manusia yang jatuh itu 

ditebus dan diselamatkan. Sukacita ini lebih besar dari-

pada saat  malaikat-malaikat yang setia, yang memang 

tidak membutuhkan pertobatan, dipelihara dan dite-

guhkan oleh Tuhan .  

[2] Ada sukacita yang lebih besar atas pertobatan orang-

orang bukan-Yahudi yang berdosa, dan atas pertobatan 

para pemungut cukai yang sekarang sedang mende-

ngarkan Kristus mengajar, daripada atas segala pujian 

dan ibadah serta segala doa “Aku mengucap syukur 

kepada-Mu ya Tuhan ” dari orang-orang Farisi dan orang-

orang Yahudi lain yang merasa diri benar dan merasa 

tidak memerlukan pertobatan. Orang-orang Farisi dan 

Yahudi ini mengira Tuhan  sangat bersukacita dan ber-

bangga hati dengan mereka, dan memandang mereka 

sebagai orang-orang yang telah memberi-Nya kehormat-

an yang paling besar. Akan namun , Kristus justru ber-

kata sebaliknya kepada mereka, bahwa Tuhan  lebih di-

puji di dalam, dan berkenan dengan satu orang berdosa 

yang bertobat sebab  remuk hatinya, walaupun dia 

begitu direndahkan dan dihina. Tuhan  lebih dipuji mela-

lui si petobat ini daripada dengan doa-doa panjang yang 

biasa diucapkan para ahli Taurat dan orang Farisi, yang 

tidak bisa melihat suatu kesalahan apa pun dalam diri 

mereka sendiri. Bahkan,  

[3] Ada sukacita yang lebih besar sebab  pertobatan satu 

orang yang sangat berdosa, seperti Paulus si orang Fa-

risi dulu, daripada sukacita sebab  pertobatan biasa 

Injil Lukas 15:1-10 

 559 

dari seseorang yang selalu bersikap baik dan terpuji, 

dan yang boleh dikatakan tidak memerlukan pertobatan, 

tidak memerlukan perubahan hidup secara menyeluruh 

seperti yang diperlukan oleh orang-orang yang sangat 

berdosa. Memang paling baik jika kita tidak pernah 

tersesat sama sekali. Namun demikian, anugerah Tuhan , 

baik dalam kuasa maupun dalam belas kasihannya, 

lebih dinyatakan dalam berkurangnya orang-orang yang 

sangat berdosa daripada dalam dituntunnya orang-

orang yang tidak pernah tersesat. Dan sering kali orang-

orang yang dulunya sangat berdosa sebelum mereka 

bertobat terbukti kemudian menjadi orang-orang baik 

yang luar biasa menonjol dan menyala-nyala, yang sa-

lah satu contohnya yaitu  Paulus, dan oleh sebab  itu 

di dalam dia Tuhan  sangat dimuliakan (Gal. 1:24). Orang 

yang banyak diampuni pasti akan banyak mengasihi. 

Hal ini memang sesuai dengan perilaku manusia. Kita 

lebih tergerak oleh perasaan sukacita atas ditemukan-

nya apa yang hilang daripada atas terus dinikmatinya 

apa yang selalu kita nikmati selama ini. Kita lebih ber-

sukacita sebab  sehat sesudah sakit daripada sebab  

sehat tanpa sakit. Rasanya seperti hidup dari antara 

orang mati. Terus-menerus hidup sesuai dengan pera-

turan agama mungkin dengan sendirinya yaitu  hal 

yang lebih berharga, namun  berbalik sesaat  dari jalan 

yang jahat dan berdosa biasanya dapat memberikan ke-

nikmatan yang lebih mengejutkan. Nah, jika ada suka-

cita di sorga yang sedemikian besar sebab  pertobatan 

orang-orang berdosa, maka orang-orang Farisi ini sung-

guh sangat tidak memiliki keinginan sorgawi, sebab  

mereka justru berbuat sebisa mungkin untuk mengha-

lang-halangi pertobatan itu dan merasa berduka kare-

nanya. Mereka sangat marah kepada Kristus saat  Ia 

justru melakukan suatu perbuatan yang paling berke-

nan dan menyukakan Sorga.  


 560

Anak yang Hilang 

(15:11-32) 

11 Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12 Kata 

yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik 

kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu 

di antara mereka. 13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual selu-

ruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan 

harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. 14 sesudah  dihabiskannya se-

muanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai 

melarat. 15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. 

Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16 Lalu ia ingin 

mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, namun  tidak 

seorang pun yang memberikannya kepadanya. 17 Lalu ia menyadari keadaan-

nya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-lim-

pah makanannya, namun  aku di sini mati kelaparan. 18 Aku akan bangkit dan 

pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terha-

dap sorga dan terhadap bapa, 19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; 

jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20 Maka bangkitlah ia 

dan pergi kepada bapanya. saat  ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, 

lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapat-

kan dia lalu merangkul dan mencium dia. 21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, 

aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi 

disebutkan anak bapa. 22 namun  ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: 

Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan 

kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23 Dan ambillah 

anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan ber-

sukacita. 24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah 

hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25 namun  

anaknya yang sulung berada di ladang dan saat  ia pulang dan dekat ke 

rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26 Lalu ia 

memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya 

itu. 27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyem-

belih anak lembu tambun, sebab  ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28 

Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya ke-

luar dan berbicara dengan dia. 29 namun  ia menjawab ayahnya, katanya: 

Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar 

perintah bapa, namun  kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak 

kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30 namun  baru saja 

datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-

sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun 

itu untuk dia. 31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-

sama dengan aku, dan segala kepunyaanku yaitu  kepunyaanmu. 32 Kita pa-

tut bersukacita dan bergembira sebab  adikmu telah mati dan menjadi hidup 

kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.” 

Di sini kita melihat perumpamaan tentang anak yang hilang, yang 

tujuannya sama dengan kedua perumpamaan sebelumnya, yaitu un-

tuk menunjukkan betapa senangnya Tuhan  dengan pertobatan orang-

orang yang berdosa, bahkan yang sangat berdosa sekalipun, dan be-

tapa Ia siap menerima dan menjamu mereka pada saat mereka berto-

bat. Namun keadaan yang melatarbelakangi perumpamaan ini meng-

Injil Lukas 15:11-32 

 561 

gambarkan kekayaan-kekayaan anugerah Injil secara lebih luas dan 

menyeluruh daripada kedua perumpamaan sebelumnya. Perumpa-

maan ini sudah, dan selama dunia masih berputar, akan terus mem-

berikan manfaat yang tak terkira kepada orang-orang berdosa yang 

malang, untuk membimbing maupun mendorong mereka untuk ber-

tobat dan berbalik kepada Tuhan . Nah,      

I.  Perumpamaan ini menggambarkan Tuhan  sebagai Bapa bagi selu-

ruh umat manusia, bagi seluruh keluarga Adam. Kita semua 

yaitu  keturunannya, kita semua mempunyai satu Bapa, dan satu 

Tuhan  menciptakan kita (Mal. 2:10). Dari-Nyalah kita ada, di dalam 

Dialah kita tetap ada, dan oleh-Nyalah kita terus dipelihara. Dia-

lah Bapa kita, sebab Dia memberikan didikan dan bagian kepada 

kita, dan akan menyertakan kita dalam perjanjian-Nya, atau 

mengeluarkan kita darinya, tergantung apakah kita anak-anak-

Nya yang patuh kepada-Nya atau tidak. Juruselamat kita dengan 

demikian menunjukkan kepada orang-orang Farisi yang sombong 

itu bahwa para pemungut cukai dan orang berdosa, yang begitu 

mereka rendahkan, yaitu  saudara-saudara mereka, yang mem-

punyai sifat kemanusiaan yang sama. sebab  itu, sepatutnya me-

reka senang dengan segala kebaikan yang ditujukan kepada para 

pemungut cukai dan orang berdosa itu. Tuhan  bukanlah hanya 

Tuhan  orang Yahudi saja, melainkan juga Tuhan  bangsa-bangsa lain 

(Rm. 3:29): Tuhan  yang satu itu yaitu  Tuhan dari semua orang, 

kaya akan belas kasihan bagi semua orang yang berseru kepada-

Nya. 

II.  Perumpamaan ini menggambarkan anak-anak manusia sebagai 

orang yang berbeda-beda tabiatnya, walaupun semuanya mempu-

nyai hubungan dengan Tuhan  sebagai Bapa mereka. Ia mempunyai 

dua anak, yang satu seorang yang tegas dan serius, pendiam dan 

keras, dan berpembawaan tenang, namun sama sekali tidak ra-

mah terhadap orang-orang di sekelilingnya. Orang seperti ini bia-

sanya memegang teguh segala didikan yang telah diterimanya, 

dan tidak akan mudah tergoda untuk menjauh darinya. Sedang-

kan yang lain yaitu  seorang yang mudah bimbang dan sering 

berubah-ubah pendirian, yang tidak mau dikekang, suka ber-

petualang dan mencoba-coba berbagai hal yang baru, dan jika 


 562

terjerumus ke dalam pergaulan yang buruk, kemungkinan besar 

ia akan menjadi orang yang tidak bermoral, kendati dengan pen-

didikan baik yang sudah diterimanya selama ini. Nah, orang yang 

kedua ini mewakili para pemungut cukai dan orang berdosa, yang 

hendak dipertobatkan oleh Kristus, dan orang-orang bukan-Ya-

hudi, yang kepada mereka para rasul diutus untuk memberitakan 

pertobatan. Orang yang pertama mewakili orang Yahudi pada 

umumnya, dan terutama orang-orang Farisi, yang hendak dida-

maikan oleh Kristus dengan anugerah Tuhan  yang sudah ditawar-

kan dan dianugerahkan kepada orang-orang berdosa.   

Anak bungsu yaitu  anak yang hilang, yang tabiat dan perka-

ranya di sini menggambarkan tabiat dan keadaan orang-orang 

berdosa, tabiat dan keadaan kita semua secara alami, namun  ter-

utama keadaan sebagian orang. Sekarang mari kita amati si anak 

bungsu ini.    

1.  Kehidupan foya-foya dan petualangannya saat  dia terhilang, 

dan segala kemewahan serta kesengsaraan yang dialaminya.  

Kita diceritakan tentang:  

(1) Apa permintaannya kepada bapanya (ay. 12): kata yang 

bungsu kepada ayahnya, dengan angkuh dan kurang ajar, 

“Bapa, berikanlah kepadaku” – sebenarnya ia bisa saja me-

nambahkan sedikit lagi perkataan yang baik, dan berkata, 

“Tolong berikanlah kepadaku,” atau, “Bapa, kalau boleh, 

tolong berikanlah kepadaku,” namun  dengan angkuhnya ia 

menuntut, “Berikanlah kepadaku bagian harta milik kita 

yang menjadi hakku, bukan yang menurutmu sesuai untuk 

diberikan kepadaku, melainkan apa yang menjadi hakku.” 

Perhatikanlah, sungguh tidak baik, dan akan menjurus 

pada kejahatan, jika manusia melihat karunia-karunia 

Tuhan  sebagai utang. “Berikanlah kepadaku bagianku, se-

mua bagianku sebagai anak, bagian yang menjadi hakku,” 

bukan, “Coba berikan sedikit saja dulu, dan kita lihat nanti 

bagaimana aku dapat mengaturnya, dan kalau berhasil, 

percayakanlah kepadaku lebih banyak lagi,” namun  “Beri-

kanlah kepadaku semua milikku sekarang, dan aku tidak 

akan mengharapkan lagi sisanya, apa pun sesudah  ini.” Per-

hatikanlah, kebodohan besar orang-orang berdosa, yang 

menghancurkan mereka sendiri, yaitu  keinginan untuk 

Injil Lukas 15:11-32 

 563 

mendapatkan semua bagian mereka di tangan mereka. Me-

reka ingin agar sekarang ini juga di dalam kehidupan ini 

mereka menerima hal-hal yang baik. Mereka hanya melihat 

hal-hal yang tampak, yang sementara, dan hanya meng-

inginkan kepuasan sesaat, dan tidak mau peduli dengan 

kebahagiaan besar di masa nanti, saat  kesenangan du-

niawi habis dan lenyap. Dan mengapakah ia ingin menda-

patkan bagiannya di tangannya sekarang juga? Apakah 

sebab  ia ingin mendirikan suatu usaha dan berdagang, 

sehingga ia akan mendapatkan keuntungan yang lebih ba-

nyak? Tidak, ia sama sekali tidak berpikiran seperti itu.  

namun  sebab :  

[1] Ia muak dengan perintah ayahnya, dengan segala per-

aturan dan disiplin yang baik dalam keluarganya, dan 

lebih mendambakan apa yang dengan keliru disebut 

sebagai kebebasan, yang  sebetulnya justru merupakan 

perbudakan terbesar, sebab demikianlah adanya kebe-

basan untuk berdosa itu. Lihatlah kebodohan banyak 

orang muda, yang terdidik dalam agama, namun  tidak 

mau dikungkung dalam aturannya. Mereka merasa be-

lum menjadi tuan atas diri sendiri, penguasa atas diri 

mereka sendiri, sebelum memutuskan semua belenggu 

Tuhan , dan membuang tali-tali-Nya dari mereka. Dan 

sebagai gantinya, mereka membelenggu diri sendiri de-

ngan tali-tali hawa nafsu mereka. Inilah awal mula 

mengapa orang-orang berdosa menjadi murtad dan ber-

paling dari Tuhan . Mereka tidak mau dibelenggu oleh 

aturan-aturan pemerintahan Tuhan , mereka ingin men-

jadi ilah-ilah bagi diri mereka sendiri. Bagi mereka tidak 

ada yang namanya baik atau buruk, yang ada hanyalah 

apa yang dapat menyenangkan hati mereka.  

[2]  Ia ingin menjauh dari pandangan mata ayahnya, sebab 

mata itu sering mengawasinya. Keengganan terhadap 

Tuhan  dan keinginan untuk tidak memercayai kemaha-

tahuan-Nya merupakan penyebab utama orang-orang 

jahat berbuat jahat.  

[3] Ia tidak memercayai pengaturan ayahnya. Ia mengingin-

kan bagian harta miliknya sendiri, sebab ia berpikir 


 564

bahwa ayahnya ingin mengumpulkan uang untuknya di 

kemudian hari, dan sebab  itu ayahnya akan memba-

tasi pengeluarannya pada saat ini, dan ia tidak menyu-

kai hal ini.  

[4] Ia bangga akan dirinya sendiri, dan dengan angkuh ber-

pikir bahwa dirinya sudah mapan. Ia berpikir bahwa 

jika ia mendapatkan bagiannya di tangannya sendiri, 

maka ia dapat mengaturnya dengan lebih baik daripada 

ayahnya, dan bahkan akan membuat jumlahnya ber-

tambah banyak. Banyak anak muda dihancurkan oleh 

kesombongan daripada oleh nafsu-nafsu lain. Orangtua 

kita yang pertama menghancurkan diri mereka sendiri 

dan semua kepunyaan mereka dengan ambisi bodoh 

untuk berdiri sendiri, dan tidak ingin bergantung kepa-

da pemeliharaan Tuhan . Demikianlah yang menjadi pe-

nyebab orang-orang berdosa terus hidup dalam dosa 

mereka – mereka ingin menentukan segala sesuatu bagi 

diri mereka sendiri. 

(2) Betapa baiknya ayahnya kepadanya: ia membagi-bagikan 

harta kekayaan itu di antara mereka. Ia menghitung apa 

yang harus dibagikannya kepada kedua anaknya, dan 

memberi anak bungsunya apa yang telah menjadi bagian-

nya, dan menawarkan bagian lain lagi kepada anak su-

lungnya, yang jumlahnya mungkin, seperti yang seharus-

nya, dua kali lipat. namun  tampaknya si anak sulung ini 

ingin agar ayahnya tetap menyimpan bagiannya itu, dan 

lihatlah apa yang didapatnya kemudian (ay. 31): segala 

kepunyaanku yaitu  kepunyaanmu. Ia mendapatkan se-

muanya dengan menunggu bagiannya pada saat yang 

tepat. Sang ayah memberi anak bungsunya apa yang di-

mintanya, dan ia sama sekali tidak mempunyai alasan un-

tuk mengeluh bahwa ayahnya membagi-bagikan hartanya 

dengan tidak adil, sebab ia sudah mendapatkan apa yang 

diharapkannya, bahkan mungkin lebih.  

[1] Jadi, sebenarnya ia sudah bisa melihat kebaikan ayah-

nya sekarang, betapa ayahnya ingin menyenangkannya 

dan memudahkan hidupnya, dan ia bukanlah ayah 

Injil Lukas 15:11-32 

 565 

yang tidak baik seperti yang dibayangkannya saat  ia 

mencari-cari alasan untuk pergi.  

[2] Jadi, sebentar lagi ia akan melihat kebodohannya sen-

diri, bahwa ia bukanlah pengelola yang bijak bagi diri-

nya sendiri seperti yang diyakininya. Perhatikanlah, 

Tuhan  yaitu  Bapa yang baik bagi semua anak-Nya, dan 

Ia memberi mereka semua kehidupan, nafas, dan segala 

sesuatu, bahkan kepada orang-orang yang jahat dan 

tidak tahu bersyukur, dieilen autois ton bion – Ia mem-

bagi-bagikan kehidupan kepada mereka. Dengan mem-

beri kehidupan kepada kita, Tuhan  memampukan kita 

untuk melayani dan memuliakan Dia.   

(3) Bagaimana ia mengatur dirinya sendiri saat  ia sudah 

mendapatkan semua bagiannya itu. Ia segera menghabis-

kan bagiannya itu secepat mungkin, dan seperti orang yang 

suka berfoya-foya pada umumnya, dalam waktu singkat ia 

pun membuat dirinya menjadi pengemis: beberapa hari 

kemudian (ay. 13). Perhatikanlah, seandainya Tuhan  seben-

tar saja membiarkan kita berbuat semaunya, maka kita 

pasti akan segera meninggalkan-Nya. jika  kekang anu-

gerah dilepaskan, maka kita akan segera binasa. Yang di-

inginkan si anak bungsu itu yaitu  cepat-cepat pergi, dan 

untuk itu, ia mengumpulkan semua harta kekayaannya. 

Orang-orang berdosa yang tersesat dari Tuhan  mempertaruh-

kan segala sesuatu yang mereka miliki.      

Nah, keadaan si anak hilang dalam petualangannya ini 

menggambarkan kepada kita suatu keadaan dosa, keadaan 

yang menyedihkan itu, yang ke dalamnya manusia telah 

jatuh. 

[1] Keadaan dosa yaitu  suatu keadaan di mana kita me-

ninggalkan Tuhan  dan menjauhkan diri dari-Nya. Per-

tama, hakikat dosa yaitu  meninggalkan Tuhan . Ia pergi 

dan berjalan menjauh dari rumah ayahnya. Orang-orang 

berdosa melarikan diri dari Tuhan . Mereka meninggalkan 

Dia dan pergi melacurkan diri; mereka memberontak 

menjadi tidak setia terhadap-Nya, seperti seorang ham-

ba yang melarikan diri dari tugasnya, atau istri yang 

berkhianat meninggalkan suaminya. Mereka berkata ke-


 566

pada Tuhan , “Enyahlah.” Mereka pergi dari-Nya sejauh 

mungkin. Dunia yaitu  negeri jauh tempat mereka ting-

gal, di situ mereka merasa seperti di rumah sendiri, dan 

untuk melayani serta menikmatinya mereka menghabis-

kan semua yang mereka miliki. Kedua, yang membuat 

orang-orang berdosa sengsara yaitu  bahwa mereka 

jauh dari Tuhan , dari Dia yang yaitu  Sumber segala ke-

baikan. Mereka menderita sebab  semakin hari semakin 

jauh mereka daripada-Nya. Apa sebenarnya neraka itu, 

selain daripada berada sangat jauh dari Tuhan ?    

[2] Keadaan dosa yaitu  keadaan di mana kita menghabis-

kan segala sesuatu: di sana ia memboroskan harta milik-

nya itu dengan hidup berfoya-foya (ay. 13), mengha-

biskannya bersama-sama dengan pelacur (ay. 30), dan 

sebentar saja sudah dihabiskannya semuanya (ay. 14). 

Ia membeli pakaian yang bagus-bagus, menghabiskan 

banyak uang untuk membeli makanan dan minuman, 

bergaya hidup mewah, dan bergaul dengan orang-orang 

yang membantu menghabiskan apa yang dimilikinya 

dalam waktu sekejap. Dalam kehidupan di dunia ini, 

orang yang hidup berfoya-foya menghabiskan apa yang 

mereka miliki, dan mereka akan dimintai banyak per-

tanggungjawaban, sebab  mereka menghabiskannya 

untuk memuaskan hawa nafsu mereka sendiri, padahal 

seharusnya semua itu disediakan guna memenuhi ke-

butuhan pokok mereka dan keluarga mereka sendiri. 

Namun demikian, hal ini haruslah diartikan secara 

rohani. Orang-orang yang dengan sengaja berdosa mem-

boroskan warisan mereka, sebab mereka menyalahgu-

nakan segala pikiran dan kekuatan jiwa mereka, serta 

menyia-nyiakan segala waktu dan kesempatan mereka. 

Mereka tidak saja menguburkan, namun  juga menyalah-

gunakan talenta-talenta yang seharusnya mereka guna-

kan untuk kehormatan Tuan mereka. Dan pemberian-

pemberian Tuhan , yang dimaksudkan untuk memampu-

kan mereka melayani-Nya dan berbuat kebajikan, dija-

dikan sebagai makanan dan bahan bakar untuk me-

muaskan hawa nafsu mereka. Jiwa yang dijadikan bu-

dak, entah bagi dunia ataupun bagi nafsu kedagingan, 

Injil Lukas 15:11-32 

 567 

memboroskan harta miliknya dan hidup berfoya-foya. 

Satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal 

yang baik (Pkh. 9:18). Barang yang dihancurkannya ini 

sangatlah berharga, dan sama sekali bukan kepunyaan-

nya sendiri. Barang-barang Tuannyalah yang diboros-

kannya, dan sebab  itu harus dipertanggungjawabkan-

nya.    

[3] Keadaan dosa yaitu  keadaan yang serba kekurangan: 

sesudah  dihabiskannya semuanya untuk pelacur-pela-

curnya, mereka pun meninggalkan dia, untuk mencari 

korban lain yang serupa. Lalu timbullah bencana kela-

paran di dalam negeri itu, semuanya menjadi serba ja-

rang dan mahal, dan ia pun mulai melarat (ay. 14). Per-

hatikanlah, kehidupan yang boros mengakibatkan ke-

melaratan. Hidup yang foya-foya pada akhirnya, mung-

kin dalam waktu singkat, akan membuat orang kelapar-

an mencari sesuap nasi, terutama jika  masa-masa 

kering datang secara mendadak akibat gagal panen. Ini 

menggambarkan kesengsaraan orang-orang berdosa, 

yang telah menerima namun  kemudian membuang sega-

la berkat, karunia Tuhan , bagian mereka dalam Kristus, 

kuasa Roh, dan teguran-teguran suara hati. Semuanya 

ini mereka buang demi kenikmatan badani dan kekaya-

an duniawi, dan kemudian mereka akan segera binasa 

sebab  kehabisan hal-hal ini . Orang-orang ber-

dosa kekurangan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi 

jiwa mereka, mereka tidak mempunyai makanan atau-

pun pakaian untuk jiwa mereka, ataupun perbekalan 

untuk kehidupan yang akan datang. Keadaan dosa 

yaitu  seperti negeri yang dilanda kelaparan, kelaparan 

besar, sebab  langit menjadi seperti tembaga (embun-

embun kebaikan Tuhan  dan berkat-berkat-Nya tertahan, 

dan pasti kita tidak akan mendapatkan hal-hal yang 

baik jika Tuhan  menahannya dari kita). Bumi menjadi 

seperti besi (hati orang berdosa, yang seharusnya me-

ngeluarkan hal-hal yang baik, menjadi kering dan 

tandus, dan tidak ada yang baik di dalamnya). Orang-

orang berdosa sungguh sangat melarat, dan yang lebih 

buruk lagi, mereka sendirilah yang mengakibatkan 


 568

keadaan itu, dan terus tinggal di dalamnya dengan me-

nolak menerima segala bantuan yang ditawarkan.   

[4] Keadaan dosa yaitu  keadaan perbudakan dan kece-

maran. saat  kehidupan boros anak muda ini mem-

buatnya kelaparan, kelaparannya membawanya pada 

perbudakan. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang 

majikan di negeri itu (ay. 15). Kehidupan jahat yang 

sama yang sebelumnya digambarkan dengan kehidupan 

foya-foya, sekarang digambarkan di sini dengan kehi-

dupan perbudakan, sebab orang-orang berdosa yaitu  

budak dalam arti yang sesungguhnya. Iblis yaitu  ma-

jikan di negeri itu, sebab ia berada baik di wilayah per-

kotaan maupun pedesaan. Orang-orang berdosa meng-

gabungkan dirinya sendiri kepadanya, menyewa diri 

sendiri untuk melayaninya, untuk melakukan peker-

jaannya, bersedia disuruh-suruh olehnya, dan bergan-

tung padanya untuk mendapatkan pemeliharaan dan 

bagian upah. Orang yang berbuat dosa yaitu  hamba 

dosa (Yoh. 8:34). Lihatlah bagaimana si tuan muda ini 

merendahkan dan menghina dirinya dengan menyewa 

dirinya sendiri untuk melayani dan diperintah oleh ma-

jikan yang demikian! Ia menyuruhnya ke ladang, bukan 

untuk memberi makan domba (pekerjaan ini masih 

sedikit bernilai; Yakub, Musa, dan Daud menjaga dom-

ba), melainkan untuk menjaga babi. Pekerjaan hamba-

hamba Iblis yaitu  merawat tubuh untuk memuaskan 

keinginannya, dan ini sama saja buruknya dengan 

memberi makan babi yang rakus, kotor, dan gaduh. 

Bagaimana mungkin jiwa yang berakal dan kekal ini 

begitu merendahkan dirinya seperti ini?        

[5] Keadaan dosa yaitu  keadaan yang selalu tidak puas. 

saat  anak yang hilang itu mulai kelaparan, ia berpikir 

untuk menolong dirinya dengan bekerja, dan ia harus 

puas dengan persediaan yang tersedia, bukan oleh tuan 

rumah, melainkan oleh ladang tempat kerjanya. Akan 

namun , persediaan ini pun sungguh sangat sedikit: ia 

ingin mengisi perutnya, memuaskan rasa laparnya, dan 

memberi makan tubuhnya, dengan ampas yang menjadi 

makanan babi itu (ay. 16). Sungguh malang jalan yang 

Injil Lukas 15:11-32 

 569 

telah ditempuh oleh tuan muda ini sampai ia menjadi 

senasib dengan kawanan babi! Perhatikanlah, apa yang 

diidam-idamkan orang-orang berdosa akan membawa 

kepuasan, saat  mereka pergi meninggalkan Tuhan , pas-

ti akan mengecewakan mereka. Mereka berjerih payah 

untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan (Yes. 55:2). 

Batu sandungan yang menjatuhkan mereka ke dalam 

kesalahan itu tidak akan dapat mengenyangkan jiwa 

mereka atau mengisi perut mereka (Yeh. 7:19). Ampas 

yaitu  makanan untuk babi, bukan manusia. Kekaya-

an duniawi dan kenikmatan jasmani memang akan me-

muaskan tubuh, namun  apa gunanya bagi jiwa-jiwa yang 

berharga? Semua itu tidak sesuai dengan hakikat jiwa, 

dan tidak akan memuaskan keinginan-keinginannya 

ataupun memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Orang 

yang mengejar-ngejar semua itu hanyalah mengejar 

angin (Hos. 12:2) dan sibuk dengan abu belaka (Yes. 

44:20). 

[6] Keadaan dosa yaitu  keadaan di mana kita tidak bisa 

mengharapkan penghiburan dari makhluk mana pun. 

Anak yang hilang ini, saat  tidak bisa mendapat ma-

kanan dengan bekerja, ia meminta-minta. namun  tidak 

seorang pun memberi makanan kepadanya, sebab  me-

reka tahu bahwa ia sendirilah yang mengakibatkan ke-

sengsaraan ini pada dirinya, dan sebab  ia yaitu  orang 

yang tidak bermoral, yang selalu membangkitkan ama-

rah semua orang. Orang miskin seperti itu pasti tidak 

akan dikasihani. Dengan menerapkan perumpamaan 

tadi, hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang me-

ninggalkan Tuhan  pasti tidak dapat ditolong oleh siapa 

pun. Sia-sialah kita berseru kepada dunia dan keda-

gingan (ilah-ilah yang telah kita layani itu), sebab  me-

reka hanya bisa meracuni jiwa, namun  tidak bisa mem-

berinya makan dan membuatnya tumbuh. Jika engkau 

menolak pertolongan Tuhan , makhluk mana lagi yang 

akan menolongmu?     

[7] Keadaan dosa yaitu  keadaan mati: anakku ini telah 

mati (ay. 24, 32). Orang yang berdosa bukan hanya mati 

secara hukum, sebab  ia ada di bawah hukuman mati, 


 570

melainkan juga sedang dalam keadaan mati, mati dalam 

segala pelanggaran dan dosa, dan miskin akan kehidup-

an rohani. Ia tidak bersekutu bersama Kristus, tidak 

ada kepekaan rohani, tidak hidup bagi Tuhan , dan kare-

na itu ia mati. Anak hilang di negeri yang jauh itu mati 

bagi ayahnya dan keluarganya, terpisah dari mereka, 

seperti tangan yang terpisah dari tubuhnya atau cabang 

dari pohonnya, dan sebab  itu mati, dan ini yaitu  

perbuatannya sendiri.      

[8] Keadaan dosa yaitu  keadaan terhilang: anakku ini te-

lah hilang, hilang dari segala sesuatu yang baik, hilang 

dari segala kebajikan dan kehormatan, hilang dari ru-

mah ayahnya, dan keluarganya pun tidak bersukacita 

sebab nya. Jiwa-jiwa yang terpisah dari Tuhan  yaitu  

jiwa-jiwa yang terhilang, hilang seperti seorang pelan-

cong yang tersesat, dan seandainya tidak dicegah oleh 

belas kasihan yang kekal, mereka akan segera lenyap 

seperti kapal yang tenggelam di dasar laut, hilang le-

nyap dan tidak dapat ditemukan kembali.      

[9] Keadaan dosa yaitu  keadaan yang gila dan kacau-ba-

lau. Ini ditunjukkan dalam ungkapan di ayat 17 lalu ia 

menyadari keadaannya, yang menunjukkan bahwa se-

belumnya ia tidak sadar. Pasti begitulah keadaan diri-

nya saat  ia meninggalkan rumah ayahnya, dan keada-

annya bertambah parah saat  ia pergi dan bekerja 

pada seorang majikan di negeri itu. Kebebalan dikata-

kan ada dalam hati orang-orang berdosa (Pkh. 9:3). Iblis 

telah merasuki jiwa, dan kita sudah melihat betapa ga-

nasnya orang yang kerasukan Legion! Orang-orang ber-

dosa, seperti orang gila, menghancurkan diri mereka 

sendiri dengan hawa nafsu yang bodoh, dan pada saat 

yang sama pula mereka menipu diri mereka dengan ha-

rapan-harapan yang dungu. Dibandingkan dengan se-

mua orang sakit, mereka ini yang paling menjadikan 

diri mereka sendiri sebagai musuh besar atas kesem-

buhan mereka sendiri.     

2. Di sini kita melihat kepulangannya dari petualangan ini, kepu-

langannya dengan rasa menyesal kepada ayahnya. saat  ke-

adaannya sudah sangat parah, ia merasa sungguh ingin pu-

Injil Lukas 15:11-32 

 571 

lang kembali ke rumahnya. Perhatikanlah, kita tidak boleh 

putus asa menghadapi keadaan yang paling buruk, sebab se-

lagi masih ada hidup, masih ada harapan. Anugerah Tuhan  da-

pat melembutkan hati yang paling keras, dan membalikkan 

arus kejahatan yang paling kuat ke arah yang membahagia-

kan.  

Sekarang perhatikanlah di sini:      

(1) Apa yang membuatnya kembali dan bertobat. Yang mem-

buatnya kembali dan bertobat yaitu  penderitaannya. Ke-

tika ia berkekurangan, ia menyadari dirinya. Perhatikanlah, 

penderitaan, jika  dikuduskan oleh anugerah ilahi, pasti 

akan menjadi sarana yang membahagiakan untuk memba-

likkan orang-orang berdosa dari jalan-jalan mereka yang 

salah. Dengan penderitaan, telinga menjadi terbuka terha-

dap kedisiplinan dan hati menjadi condong menerima pe-

rintah-perintah. Penderitaan juga merupakan bukti nyata 

akan kesia-siaan dunia dan kejahatan dosa. Coba kita te-

rapkan hal ini secara rohani. saat  kita menyadari keti-

dakmampuan makhluk-makhluk ciptaan untuk membuat 

kita bahagia, dan sudah mencoba semua cara lain untuk 

menghibur jiwa kita namun sia-sia, maka itulah saatnya 

kita harus berpikir untuk kembali kepada Tuhan . saat  kita 

melihat betapa menyedihkannya orang-orang lain yang 

seharusnya menghibur kita, dan betapa tidak bergunanya 

dokter-dokter yang seharusnya menyembuhkan kita, beta-

pa sia-sianya mereka semua bagi jiwa yang merintih dalam 

rasa bersalah dan kuasa dosa, dan tidak seorang pun dapat 

memberi kita apa yang kita perlukan, kecuali Kristus, maka 

pada saat itulah kita pasti akan berserah diri kepada Yesus 

Kristus.    

(2) Apa yang dipersiapkannya supaya bisa kembali. Yang di-

persiapkannya yaitu  pertimbangan. Ia berkata dalam hati, 

ia bertanya-tanya sendiri, saat  akal budinya kembali pu-

lih, betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlim-

pah-limpah makanannya! Perhatikanlah, pertimbangan 

yaitu  langkah awal menuju pertobatan (Yeh. 18:28). Ia 

insaf dan bertobat. Mempertimbangkan berarti berdiam 

diri, merenungi diri sendiri, membandingkan hal yang satu 


 572

dengan yang lain, dan mengambil keputusan yang sesuai. 

Sekarang amatilah apa yang dipertimbangkannya.  

[1] Ia mempertimbangkan betapa buruknya keadaannya: 

aku di sini mati kelaparan. Bukan hanya, “Aku lapar,” 

namun , “Aku mati kelaparan, sebab  aku tidak melihat 

satu cara pun untuk menolong diriku.” Perhatikanlah, 

orang-orang berdosa biasanya baru akan datang mela-

yani Kristus kalau mereka sudah sadar bahwa mereka 

akan segera binasa jika terus-menerus melayani ke-

inginan dosa. Kesadaran akan binasa itu seharusnya 

mendorong kita untuk datang kepada Kristus. Tuhan, 

tolonglah, kita binasa. Dan meskipun kita dihalau untuk 

datang kepada Kristus dengan paksaan seperti ini, Ia 

tidak akan menolak kita ataupun merasa direndahkan, 

melainkan akan merasa terhormat jika orang berserah 

kepada-Nya dalam keputusasaan.    

[2]  Ia berpikir betapa akan jauh lebih baik keadaannya jika 

ia kembali: betapa banyaknya orang upahan bapaku, 

orang-orang yang paling rendah dalam keluarganya, 

yang bekerja sebagai buruh harian, berlimpah-limpah 

makanannya. Betapa baiknya rumah yang dijaga bapa-

ku! Perhatikanlah, pertama, dalam rumah Bapa kita ada 

banyak makanan untuk seluruh keluarga-Nya. Hal ini 

diajarkan melalui dua belas ketul roti pajangan, yang 

selalu ada di atas mezbah di dalam ruang mahakudus, 

satu ketul untuk setiap suku. Kedua, ada makanan 

yang berlimpah, yang cukup untuk semua, cukup un-

tuk setiap orang, cukup untuk disisakan bagi orang-

orang yang akan bergabung dalam keluarga-Nya, dan 

cukup ada sisa untuk diberikan sebagai sedekah. namun  

masih ada lagi, ada remah-remah yang jatuh dari meja-

Nya, yang akan diterima dengan senang hati dan ucap-

an syukur oleh banyak orang. Ketiga, bahkan orang-

orang upahan dalam keluarga Tuhan  terpelihara dengan 

baik. Orang paling hina yang ingin bekerja dalam ke-

luarga-Nya, untuk melakukan pekerjaan-Nya, dan ber-

gantung pada upah-Nya, akan dipelihara dengan baik. 

Keempat, pemikiran akan hal ini seharusnya membuat 

orang-orang berdosa, yang sudah tersesat dari Tuhan , 

Injil Lukas 15:11-32 

 573 

merasa terdorong untuk kembali kepada-Nya. Demi-

kianlah si perempuan pezinah itu berkata-kata dalam 

hatinya, saat  ia kecewa dengan kekasih-kekasih baru-

nya: aku akan pulang kembali kepada 


Related Posts:

  • lukas 13-24 3 a, 30 sambil berkata: Orang itu mulai mendiri-kan, namun  ia tidak sanggup menyelesaikannya. 31 Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangka… Read More