a, 30 sambil berkata: Orang itu mulai mendiri-
kan, namun ia tidak sanggup menyelesaikannya. 31 Atau, raja manakah yang
kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk
mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup mengha-
dapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? 32 Jikalau
tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk mena-
nyakan syarat-syarat perdamaian. 33 Demikian pulalah tiap-tiap orang di
antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak da-
pat menjadi murid-Ku. 34 Garam memang baik, namun jika garam juga men-
jadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? 35 Tidak ada lagi gunanya baik un-
tuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja. Siapa
mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
Injil Lukas 14:25-35
539
Lihatlah bagaimana Kristus dalam pengajaran-Nya menyesuaikan diri
dengan orang-orang yang sedang diajak-Nya berbicara, Ia memberi-
kan makanan kepada setiap orang sesuai bagiannya. Kepada orang-
orang Farisi Ia mengajarkan kerendahan hati dan kasih, sementara
dalam perikop ini Dia mengarahkan perkataan-Nya kepada orang ba-
nyak yang sedang berduyun-duyun mengikuti-Nya, tampaknya mere-
ka sangat bersemangat. Kepada mereka ini Ia menasihati agar mere-
ka memahami syarat-syarat untuk menjadi murid-Nya sebelum mere-
ka membuat suatu pengakuan, dan agar mereka mempertimbangkan
apa yang mereka lakukan itu. Lihatlah di sini,
I. Bagaimana bersemangatnya orang banyak dalam mengikuti Kris-
tus (ay. 25): Banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus. Ba-
nyak yang mengikuti-Nya sebab kasih, dan lebih banyak lagi
yang hanya sekadar mengikuti-Nya, sebab bila ada banyak, pasti
ada lebih banyak lagi. Di sini ada campuran macam-macam orang,
seperti kumpulan macam-macam orang yang mengikuti Israel
keluar dari Mesir. Demikian pula yang kita harus sadar ada dalam
jemaat, dan sebab itu penting bagi para hamba Tuhan untuk
memisahkan dengan hati-hati apa yang berharga dan apa yang
hina.
II. Betapa Ia meminta mereka untuk penuh pertimbangan di dalam
semangat mereka itu. Orang yang ingin mengikuti Kristus harus
mempertimbangkan apa yang terburuk dan bersiap-siap mengha-
dapinya.
1. Ia memberi tahu mereka hal terburuk apa yang harus mereka
hadapi, hampir sama dengan apa yang telah dilalui-Nya sebe-
lum mereka dan untuk mereka. Ia tahu bahwa mereka mau
menjadi murid-murid-Nya supaya bisa memenuhi syarat untuk
memperoleh kedudukan dalam kerajaan-Nya. Mereka berharap
bahwa Ia akan berkata, “Jikalau seorang datang kepada-Ku
dan ingin menjadi murid-Ku, ia akan mendapatkan kekayaan
dan kehormatan yang berlimpah. Biarlah Aku sendiri yang
akan menjadikannya orang hebat.” Namun Ia justru memberi
tahu mereka hal yang sebaliknya.
(1) Mereka harus rela melepaskan apa yang sangat mereka ka-
sihi, dan sebab itu mereka harus datang kepada-Nya sesu-
540
dah benar-benar terlepas dari segala kenyamanan dunia,
dan mati terhadapnya. Mereka harus benar-benar merasa
gembira untuk memilih berpisah dari semuanya itu dari-
pada harus melepaskan keinginan mereka untuk mengikuti
Kristus (ay. 26). Tidak ada orang yang bisa menjadi murid
Kristus jika ia tidak membenci bapanya, ibunya, dan bah-
kan nyawanya sendiri. Ia tidaklah tulus, dan juga tidak
akan setia dan tekun, jika ia tidak mengasihi Kristus lebih
daripada apa pun di dunia ini. Ia harus rela melepaskan
apa yang dapat dan harus ia tinggalkan, baik sebagai suatu
pengorbanan, yang dengannya Kristus akan dipermuliakan
(seperti para martir yang tidak menyayangkan nyawa mere-
ka sendiri), ataupun sebagai suatu godaan, yang bila dile-
paskan, kita semakin lebih mampu dalam melayani
Kristus. Demikianlah Abraham meninggalkan bangsanya
sendiri, dan Musa meninggalkan istana Firaun. Di sini
tidak disebutkan tentang rumah dan tanah. Filsafat meng-
ajar kita untuk memandang hina keduanya, namun Kekris-
tenan berbuat lebih mulia daripada itu.
[1] Setiap orang yang baik pasti mengasihi sanak saudara-
nya, akan namun , jika ia mau menjadi murid Kristus, ia
harus membenci mereka dalam pengertian tertentu. Ia
tidak boleh mengasihi mereka lebih daripada Kristus,
seperti Lea yang dikatakan dibenci sedangkan Rahel
lebih dikasihi. Ini tidak berarti bahwa kita harus
membenci orangnya, melainkan bahwa rasa nyaman
dan kepuasan kita terhadap mereka harus dihilangkan
dan tertelan habis oleh kasih kita kepada Kristus, se-
perti orang Lewi yang berkata tentang ayahnya, aku
tidak mengindahkannya (Ul. 33:9). jika kewajiban
kita terhadap orangtua jelas-jelas bersaing dengan
kewajiban kita terhadap Kristus, maka kita harus lebih
mengutamakan Kristus. Jika kita harus memilih antara
menyangkal Kristus atau diusir dari keluarga dan kaum
kerabat (seperti yang banyak dialami oleh jemaat
Kristen mula-mula), maka kita harus lebih memilih ke-
hilangan hubungan dengan mereka daripada kehilang-
an kebaikan Kristus.
Injil Lukas 14:25-35
541
[2] Setiap orang pasti mengasihi nyawanya sendiri, belum
pernah ada orang yang membencinya. Namun, kita ti-
dak dapat menjadi murid-murid Kristus jika kita tidak
mengasihi-Nya sebegitu rupa lebih daripada nyawa kita
sendiri, sampai bersedia hidup sengsara di bawah keke-
jaman, bahkan sampai nyawa diambil melalui kematian
yang keji, daripada harus menghina Kristus atau me-
ninggalkan kebenaran-Nya dan jalan-jalan-Nya. Penga-
laman kehidupan rohani yang menyenangkan dan iman
pengharapan akan kehidupan kekal akan membuat per-
kataan yang keras ini menjadi ringan. jika penderi-
taan dan penganiayaan datang sebab firman, maka
ujian yang utama yaitu , siapakah yang lebih kita
kasihi, Kristus atau sanak saudara dan nyawa kita. Na-
mun demikian, bahkan dalam masa-masa tenang pun
ujian ini terkadang datang juga. Orang yang menolak
melayani Kristus dan tidak mau memanfaatkan kesem-
patan untuk mengenal-Nya, serta malu untuk meng-
akui-Nya sebab takut menyinggung perasaan saudara
atau teman, atau kehilangan pelanggan, menunjukkan
tanda-tanda bahwa ia lebih mengasihi mereka daripada
Kristus.
(2) Bahwa mereka harus rela menanggung beban yang sangat
berat (ay. 27): Barangsiapa tidak memikul salibnya, tidak
mau menjalaninya seperti orang yang dihukum salib, yang
menerima hukuman itu dan menantikan pelaksanaannya,
dan mengikut Aku ke mana pun Aku membawanya, ia tidak
dapat menjadi murid-Ku. Maksudnya, menurut Dr.
Hammond, ia bukanlah bagian-Ku, dan pelayanan-Ku,
yang pasti akan mendatangkan penganiayaan, bukanlah
bagiannya. Meskipun tidak semua murid Kristus disalib-
kan, mereka semua memikul salib mereka, seolah-olah
sedang menunggu disalib. Mereka harus tahan dikata-katai
orang dan dicerca secara keji dan menjijikkan, sebab tidak
ada nama lain yang lebih tercela daripada Furcifer – peng-
gotong tiang gantungan. Ia harus memikul salibnya dan
mengikut Kristus. Maksudnya, ia harus memikul salib itu
saat sedang melaksanakan kewajibannya, kapan pun ia
menjumpainya. Ia harus memikulnya jika Kristus me-
542
manggilnya untuk salib itu, dan saat memikulnya, mata-
nya harus tertuju pada Kristus dan meminta dorongan
dari-Nya, serta hidup dalam pengharapan akan mendapat
imbalan bersama-Nya.
2. Ia meminta mereka untuk menghitung-hitung hal ini, lalu me-
nimbang-nimbang. sebab Ia sudah begitu adil terhadap kita
dengan memberitahukan secara terus terang kesulitan-kesulit-
an apa yang akan kita hadapi dalam mengikuti-Nya, maka ma-
rilah kita bersikap adil terhadap diri kita sendiri dengan mem-
pertimbangkan masalah ini masak-masak sebelum kita me-
milih hidup beriman. Yosua menyuruh orang Israel memper-
timbangkan apa yang mereka lakukan saat mereka berjanji
untuk melayani Tuhan (Yos. 24:19). Lebih baik tidak pernah
memulai sama sekali daripada nanti tidak sanggup melanjut-
kan, dan oleh sebab itu, sebelum kita memulai kita harus
benar-benar mengetahui apa yang akan dituntut dari kita
untuk selanjutnya. Dalam hal ini kita bertindak dengan akal
sehat, dan memang demikianlah seharusnya manusia bertin-
dak, seperti juga dalam hal-hal lainnya. Perkara Kristus yang
kuat boleh diuji terlebih dahulu. Iblis hanya memperlihatkan
yang terbaik, namun menyembunyikan yang terburuk, sebab
apa yang terbaik darinya tidak sebanding dengan apa yang ter-
buruk yang ditimbulkannya; namun , Kristus akan mengim-
banginya secara berkelimpahan. Pertimbangan seperti ini sa-
ngatlah penting supaya kita bisa tabah, terutama dalam masa-
masa penderitaan. Juruselamat kita di sini menggambarkan
pentingnya masalah ini dengan dua perumpamaan. Perumpa-
maan yang pertama menunjukkan bahwa kita harus memper-
hitungkan harga yang harus kita bayar dalam hidup beriman,
sementara yang kedua menunjukkan bahwa kita harus mem-
pertimbangkan bahaya-bahaya yang akan mengancam kita.
(1) saat kita memilih hidup beriman, kita seperti orang yang
mau mendirikan sebuah menara, dan sebab itu kita harus
memperhitungkan anggaran biayanya (ay. 28-30): Siapa-
kah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah
menara, atau rumah megah untuk dirinya sendiri, tidak
duduk dahulu membuat anggaran biayanya? Di samping
itu, ia pun harus menyediakan anggaran yang jauh lebih
Injil Lukas 14:25-35
543
banyak daripada yang dikatakan para pekerjanya. Biarlah
ia membandingkan terlebih dulu biaya yang diperlukannya
dengan uang yang ada di dompetnya, sebab kalau tidak, ia
akan ditertawakan, sebab ia mulai mendirikan, namun tidak
sanggup menyelesaikannya.
Perhatikanlah:
[1] Setiap orang yang menjalani kehidupan beriman sedang
mendirikan sebuah menara, bukan seperti menara Babel
yang menentang Sorga dan sebab itu tidak terselesai-
kan, melainkan menara yang taat kepada Sorga dan ka-
rena itu akan menjadi batu utama. Mulailah dari bawah,
dan letakkanlah dasarnya di tempat yang dalam. Letak-
kanlah dasarnya di atas batu karang, lalu pastikan se-
muanya baik, dan dirikanlah setinggi langit.
[2] Orang-orang yang berniat mendirikan menara ini harus
duduk dahulu membuat anggaran biayanya. Biarlah me-
reka tahu bahwa mereka harus bayar harga dengan me-
nanggalkan dosa-dosa mereka, bahkan nafsu-nafsu
yang paling mereka cintai. Mereka harus bayar harga
dengan hidup menyangkal diri dan waspada, dan terus
menjalankan kewajiban-kewajiban suci. Mereka juga
mungkin harus mempertaruhkan nama baik mereka di
hadapan semua orang, atau kehilangan harta milik dan
kebebasan mereka, dan segala sesuatu yang mereka
sayangi di dunia ini, bahkan nyawa mereka sendiri. Dan
bila kita harus membayar semuanya ini, bagaimana
bandingannya dengan apa yang dibayar Kristus untuk
menebus segala keuntungan bagi iman kita, yang di-
berikan kepada kita secara cuma-cuma tanpa bayaran?
[3] Banyak orang yang mulai mendirikan menara ini kemu-
dian tidak melanjutkannya atau bertekun di dalamnya,
dan itu merupakan kebodohan mereka sendiri. Mereka
tidak mempunyai keberanian dan keteguhan hati, tidak
memiliki prinsip-prinsip hidup yang berurat akar, se-
hingga tidak dapat mewujudkan sesuatu apa pun. Me-
mang benar bahwa kita tidak mempunyai suatu apa
pun dalam diri kita yang cukup untuk menyelesaikan
menara ini, namun Kristus telah berkata, “Cukuplah ka-
544
sih karunia-Ku bagimu”, dan kasih karunia itu tidak
akan kurang dalam diri kita, jika kita berusaha men-
carinya dan memanfaatkannya.
[4] Tidak ada yang lebih memalukan daripada orang yang
sudah memulai dengan baik dalam hidup beriman,
namun kemudian putus di tengah jalan. Semua orang
pasti akan mengejek dia sebagai orang yang kehilangan
segala jerih payahnya sebab tidak tekun. Kita kehilang-
an apa yang telah kita kerjakan (2Yoh. 1:8), dan segala
sesuatu yang kita alami sia-sia belaka (Gal. 3:4).
(2) saat kita memilih untuk menjadi murid-murid Kristus,
kita seperti orang yang hendak pergi berperang, dan sebab
itu kita harus mempertimbangkan risikonya, serta kesulit-
an-kesulitan apa yang akan dihadapi (ay. 31-32). Raja yang
ingin menyatakan perang melawan raja lain pasti memper-
timbangkan terlebih dulu apakah ia mempunyai cukup ke-
kuatan yang akan membawa kebaikan kepada pihaknya,
dan jika tidak, maka ia akan membatalkan rencananya un-
tuk berperang.
Perhatikanlah:
[1] Orang Kristen di dunia ini diumpamakan sedang dalam
keadaan perang. Bukankah kehidupan kristiani itu me-
rupakan peperangan? Ada banyak hal yang merintangi
jalan kita, yang harus kita tebas dengan sebilah pedang.
Bahkan, kita harus berperang setiap kali kita melang-
kah, sebab musuh-musuh rohani kita terus melawan
tanpa kenal lelah.
[2] Kita harus mempertimbangkan apakah nanti kita sang-
gup bertahan dalam kesusahan, yang harus dihadapi
oleh setiap serdadu Yesus Kristus yang baik, sebelum
kita bergabung dan maju di bawah panji-panji-Nya;
apakah kita mampu menghadapi kekuatan neraka dan
dunia, yang menyerang kita dengan kekuatan dua puluh
ribu orang.
[3] Melihat semua itu, lebih baik kita benar-benar memikir-
kan sekarang apa yang sebaiknya kita lakukan terha-
dap dunia, daripada kita mengaku meninggalkannya,
namun kemudian, saat pencobaan dan penganiayaan
Injil Lukas 14:25-35
545
datang sebab firman, kita berbalik lagi kepadanya.
Orang muda itu, yang tidak rela meninggalkan harta
kekayaanya demi Kristus, memang lebih baik pergi dari
hadapan-Nya dengan sedih daripada tinggal bersama-
Nya dengan menyesal.
Perumpamaan ini juga bisa dilihat dengan cara lain,
yaitu sebagai pedoman yang mengajar kita untuk me-
mulai hidup beriman dengan segera, dan bukan dengan
hati-hati, dan mungkin mempunyai maksud yang sama
dengan yang tertulis dalam Matius 5:25, segeralah ber-
damai dengan lawanmu. Perhatikanlah, pertama, orang
yang terus-menerus berbuat dosa berarti mengadakan
peperangan melawan Tuhan , yang sungguh tidak pada
tempatnya dan paling tidak dapat dibenarkan. Mereka
memberontak melawan Penguasa mereka yang sah,
yang pemerintahan-Nya sungguh teramat adil dan be-
nar. Kedua, pendosa yang paling sombong dan berani
sekalipun bukanlah tandingan Tuhan . Dalam hal ini, ke-
kuatan dari kedua pihak sangatlah tidak seimbang, le-
bih daripada yang digambarkan di sini, yaitu antara
sepuluh ribu orang dan dua puluh ribu orang. Maukah
kita membangkitkan cemburu Tuhan? Apakah kita lebih
kuat dari pada Dia? Tentu saja tidak, siapakah yang
tahu kekuatan murka-Nya? sebab itu, kalau menim-
bang-nimbang hal ini, lebih untung kalau kita berdamai
dengan Dia. Kita tidak perlu menanyakan syarat-syarat
perdamaiannya. Semua syarat itu sudah ditawarkan
kepada kita, tanpa pengecualian, dan sangat mengun-
tungkan kita. Marilah kita pelajari syarat-syarat-Nya itu
baik-baik dan buatlah perdamaian dengan-Nya. Laku-
kanlah ini selagi masih ada waktu, selama musuh masih
jauh, sebab akan sangat berbahaya jika ditunda-tunda,
dan akan jauh lebih menyulitkan bila dilakukan sesudah
itu.
Namun demikian, penerapan dari perumpamaan ini
di sini (ay. 33) yaitu mengenai pertimbangan yang ha-
rus kita buat dalam kehidupan iman kita. Salomo ber-
kata, “Berperanglah dengan siasat” (Ams. 20:18). Orang
yang menarik pedang pasti membuang sarungnya, demi-
546
kian pula dengan siasat yang baik dalam menjalani ke-
hidupan beriman. Kita tahu bahwa jika kita tidak mem-
buang segala yang kita miliki, maka kita tidak akan da-
pat menjadi murid-murid Kristus. Maksudnya, kita harus
mau dan bersedia untuk meninggalkan semuanya itu,
sebab semua orang yang ingin hidup saleh dalam
Kristus Yesus harus menderita penganiayaan, dan ha-
rus terus hidup saleh.
3. Ia menyuruh mereka waspada terhadap kemurtadan dan ke-
merosotan dalam semangat serta tingkah laku kristiani yang
sejati, sebab ini akan membuat mereka tidak berguna sama
sekali (ay. 34-35).
(1) Orang-orang Kristen yang baik, terutama hamba-hamba
Tuhan yang baik (Mat. 5:13), yaitu garam dunia, dan ga-
ram ini memang baik serta sangat berguna. Dengan peng-
ajaran dan teladan mereka, orang-orang Kristen memberi-
kan penyedap rasa kepada semua orang yang bergaul de-
ngan mereka, mencegah mereka dari kebusukan, serta
menyegarkan dan menyedapkan mereka.
(2) Orang-orang Kristen yang merosot akhlaknya, yang lebih
memilih meninggalkan jalan kesalehan daripada harus me-
lepaskan apa yang mereka miliki di dunia ini, dan yang
tentu saja kemudian hidup menurut nafsu duniawi, dan
sama sekali tidak mempunyai roh kristiani lagi, yaitu se-
perti garam yang menjadi tawar, yang oleh para ahli kimia
disebut caput mortuum, garam yang kadar keasinannya
sudah terkikis habis. Garam seperti ini merupakan barang
yang paling tidak berguna dan paling tidak berharga di
dunia. Tidak ada lagi nilai di dalamnya, tidak ada gunanya
lagi untuk disimpan.
[1] Garam itu tidak dapat dipulihkan lagi: Dengan apakah
ia diasinkan? Pasti tidak bisa. Ini menunjukkan bahwa
sangatlah sulit, bahkan hampir mustahil, untuk mem-
pertobatkan kembali orang yang sudah murtad (Ibr. 6:4-
6). Jika Kekristenan tidak dapat menyembuhkan manu-
sia dari nafsu duniawinya, jika obat itu sudah dicoba
namun sia-sia, maka mereka sudah tidak bisa disem-
buhkan lagi.
Injil Lukas 14:25-35
547
[2] Garam itu tidak ada gunanya lagi, tidak cocok baik un-
tuk tanah maupun untuk pupuk, tidak seperti kotoran
hewan, dan juga tidak akan ada manfaatnya jika di-
buang di antara kotoran sampah sampai membusuk,
sebab tidak ada lagi yang bisa didapat darinya. Orang
yang mengaku beragama namun pikiran dan tingkah
lakunya rusak yaitu binatang yang sungguh paling
tawar. Jika ia membicarakan hal-hal tentang Tuhan ,
yang sedikit banyak diketahuinya, ia melakukannya
dengan begitu canggung sehingga tidak ada orang yang
dapat dibangun olehnya. Ini seperti amsal di mulut
orang bebal.
[3] Garam itu dicampakkan: orang membuangnya saja,
seperti barang yang sudah tidak diperlukan lagi. Orang-
orang munafik yang memalukan ini harus dikeluarkan
dari antara jemaat, bukan hanya sebab mereka telah
menyia-nyiakan kehormatan dan keistimewaan yang
telah mereka terima sebagai anggota jemaat, melainkan
juga sebab ada bahaya orang lain akan tertular oleh
mereka. Juruselamat kita mengakhiri perkataan-Nya di
sini dengan suatu panggilan kepada semua orang untuk
memperhatikan masalah ini baik-baik, dan untuk men-
camkan apa yang telah diperingatkan-Nya: Siapa mem-
punyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mende-
ngar. Nah, dengan cara apa lagi indra pendengaran kita
ini dapat digunakan dengan lebih baik selain untuk
mendengarkan firman Kristus, terutama untuk men-
dengarkan peringatan-peringatan-Nya kepada kita akan
bahaya yang dapat membawa kita kepada kemurtadan,
dan akan bahaya yang dapat menyusahkan kita sendiri
sebab kemurtadan?
PASAL 1 5
ata orang, perilaku buruk melahirkan hukum yang baik. Begitu
pula dalam pasal ini, sungut-sungut para ahli Taurat dan orang
Farisi terhadap anugerah Kristus dan kebaikan-Nya kepada para
pemungut cukai dan orang berdosa memberikan kesempatan bagi
terjadinya pengungkapan anugerah yang lebih penuh lagi. Kalau
tidak demikian, mungkin kita tidak akan pernah mengetahui kepe-
nuhan anugerah itu dalam ketiga perumpamaan yang diketengahkan
dalam pasal ini, yang semuanya bertujuan sama, yaitu untuk mem-
perlihatkan bukan hanya apa yang telah dikatakan dan dijanjikan
Tuhan dalam Perjanjian Lama, bahwa Ia tidak berkenan kepada
kematian orang fasik, melainkan berkenan kepada pertobatan orang
fasik itu dari kelakuannya, dan bersukacita dengan memberikan
penghiburan-Nya kepada mereka pada saat mereka bertobat. Dalam
pasal ini, kita melihat:
I. Bagaimana kesalnya orang-orang Farisi terhadap Kristus
sebab Ia bergaul dengan orang-orang kafir dan para pemu-
ngut cukai dan memberitakan Injil-Nya kepada mereka (ay.
1-2).
II. Bagaimana Kristus membenarkan perbuatan-Nya itu, de-
ngan menunjukkan rancangan dan kuasa yang ingin dica-
pai-Nya dengan berbuat demikian, yang sudah memengaruhi
banyak orang, yaitu membuat mereka bertobat dan memper-
baharui hidup mereka. Tidak ada ibadah lain yang lebih
berkenan dan lebih menyenangkan hati Tuhan daripada ini.
Hal ini ditunjukkan-Nya dalam perumpamaan-perumpama-
an:
1. Tentang domba yang hilang, yang dibawa pulang dengan
sukacita (ay. 4-7).
K
550
2. Tentang uang dirham yang hilang, yang ditemukan kem-
bali dengan sukacita (ay. 8-10).
3. Tentang anak yang hilang, yang hidup berfoya-foya,
namun kemudian kembali ke rumah ayahnya, dan di sana
ia disambut dengan penuh sukacita, meskipun kakak-
nya, seperti para ahli Taurat dan orang Farisi, menjadi
marah sebab nya (ay. 11-32).
Domba dan Uang Dirham yang Hilang
(15:1-10)
1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada
Yesus untuk mendengarkan Dia. 2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan
makan bersama-sama dengan mereka.” 3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan
ini kepada mereka: 4 “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus
ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggal-
kan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari
yang sesat itu sampai ia menemukannya? 5 Dan kalau ia telah menemukan-
nya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, 6 dan setibanya di
rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta ber-
kata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dom-
baku yang hilang itu telah kutemukan. 7 Aku berkata kepadamu: Demikian
juga akan ada sukacita di sorga sebab satu orang berdosa yang bertobat,
lebih dari pada sukacita sebab sembilan puluh sembilan orang benar yang
tidak memerlukan pertobatan.” 8 “Atau perempuan manakah yang mempu-
nyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menya-
lakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia
menemukannya? 9 Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil saha-
bat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah ber-
sama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. 10
Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-
malaikat Tuhan sebab satu orang berdosa yang bertobat.”
Dalam perikop di atas kita melihat:
I. Kegigihan para pemungut cukai dan orang berdosa mengikuti
Kristus dalam pelayanan-Nya. Dalam pasal sebelumnya, banyak
orang Yahudi berduyun-duyun mengikuti Yesus (14:25), dengan
penuh keyakinan bahwa mereka akan diterima dalam Kerajaan
Tuhan , sehingga Kristus merasa wajib mengatakan kepada mereka
hal-hal yang akan mengguncangkan harapan mereka yang sia-sia.
namun di sini, kita melihat banyak pemungut cukai dan orang
berdosa berbondong-bondong datang kepada-Nya, dengan perasa-
an rendah hati dan takut akan ditolak oleh-Nya, sehingga Kristus
Injil Lukas 15:1-10
551
merasa perlu memberikan dorongan kepada mereka, terutama
sebab ada orang-orang tertentu yang dengan sombong dan
angkuh suka memandang rendah mereka. Para pemungut cukai,
yang mengumpulkan upeti yang dibayar masyarakat kepada pe-
merintah Romawi, mungkin sebagiannya memang orang-orang
jahat, namun, akibat prasangka buruk bangsa Yahudi terhadap
tugas mereka itu, mereka semua dipandang jahat. Kadang-kadang
mereka disamakan dengan perempuan-perempuan sundal (Mat.
21:32), sementara di sini dan dalam bacaan-bacaan lain, mereka
disamakan dengan orang-orang berdosa, yang berbuat tidak seno-
noh secara terang-terangan, berzinah dengan perempuan-perem-
puan sundal, yang sangat dikenal sebagai orang-orang tidak ber-
moral. Sebagian orang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
orang-orang berdosa di sini yaitu orang-orang kafir, dan bahwa
Kristus pada waktu itu sedang berada di seberang sungai Yordan,
atau di Galilea wilayah bangsa-bangsa lain. Orang-orang seperti
ini datang kepada-Nya, sementara mungkin banyak orang Yahudi
lain yang tadinya berbondong-bondong mengikuti-Nya sekarang
mundur (oleh sebab perkataan-Nya dalam bagian penutup pasal
sebelumnya). Dengan demikian, sekarang giliran bangsa-bangsa
bukan-Yahudilah yang mendengarkan para rasul, sesudah orang-
orang Yahudi menolak mereka. Mereka datang kepada-Nya, namun
mereka takut melangkah terlalu dekat kepada-Nya, jadi mereka
hanya mendekat supaya bisa mendengarkan-Nya. Mereka datang
kepada-Nya, bukan untuk meminta kesembuhan, seperti yang
dilakukan sebagian orang, melainkan untuk mendengarkan ajar-
an-Nya yang sangat bagus. Perhatikanlah, saat kita datang
mendekat kepada Kristus kita harus selalu mencamkan hal ini,
yaitu bahwa kita ingin mendengarkan-Nya, mendengarkan perin-
tah-perintah yang diberikan-Nya kepada kita dan jawaban-jawab-
an-Nya atas doa-doa kita.
II. Kejengkelan para ahli Taurat dan orang Farisi terhadap-Nya ka-
rena hal ini. Mereka bersungut-sungut, dan menegur Yesus Tuhan
kita sebab perbuatan-Nya itu: Ia menerima orang-orang berdosa
dan makan bersama-sama dengan mereka (ay. 2).
1. Mereka marah sebab para pemungut cukai dan orang-orang
bukan-Yahudi diberi sarana untuk menikmati anugerah, di-
panggil untuk bertobat, dan didorong untuk mengharapkan
552
pengampunan pada saat bertobat. Bagi para ahli Taurat dan
orang Farisi, orang-orang ini sudah tidak mempunyai harapan
lagi. Mereka pikir tidak ada orang lain lagi kecuali mereka
sendiri yang memiliki keistimewaan untuk bertobat dan men-
dapatkan pengampunan, padahal dulu para nabi sudah mem-
beritakan pertobatan kepada bangsa-bangsa lain, khususnya
Daniel memberitakannya kepada Nebukadnezar.
2. Menurut mereka, Kristus hanya merendahkan diri-Nya sendiri
dengan berbuat demikian, dan juga sangat tidak sesuai de-
ngan martabat-Nya jika Ia bergaul dekat dengan orang-orang
semacam itu, menyambut mereka ke dalam kawanan-Nya, dan
makan bersama-sama dengan mereka. sebab malu mereka
tidak bisa mencela-Nya atas perbuatan-Nya memberitakan Injil
kepada orang-orang itu, meskipun justru itulah yang sebenar-
nya membuat mereka paling marah. Oleh sebab itu, mereka
cuma bisa menegur-Nya sebab makan bersama-sama dengan
orang-orang berdosa, yang lebih jelas bertentangan dengan
adat istiadat leluhur mereka. Perhatikanlah, kecaman akan
menimpa, bukan hanya terhadap orang yang paling tidak ber-
dosa dan paling baik, melainkan juga terhadap perbuatan yang
paling tidak berdosa dan paling baik, dan janganlah kita heran
akan hal itu.
III. Kristus membenarkan diri-Nya dalam hal ini, dengan menunjuk-
kan bahwa semakin jahat orang-orang yang di-Injili-Nya, semakin
besar pula kemuliaan yang akan diberikan kepada Tuhan , dan
semakin besar pula sukacita yang akan ada di sorga, jika dengan
pemberitaan-Nya mereka menjadi bertobat. Di mata sorga, akan
lebih menyenangkan melihat bangsa-bangsa bukan-Yahudi berba-
lik dan beribadah kepada Tuhan yang benar, daripada melihat
orang-orang Yahudi terus menjalankan ibadah mereka. Dan akan
lebih menyenangkan melihat para pemungut cukai dan orang-
orang berdosa menjalani hidup yang sesuai aturan, daripada
melihat ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus menjalani
cara hidup mereka. Hal ini digambarkan-Nya di sini dengan dua
perumpamaan, yang keduanya mempunyai penjelasan yang sama.
1. Perumpamaan tentang domba yang hilang. Perumpamaan
yang serupa sudah kita lihat dalam Matius 18:12. Dalam Kitab
Matius, perumpamaan ini dirancang untuk menunjuk-
Injil Lukas 15:1-10
553
kan pemeliharaan Tuhan atas orang-orang kudus, dan oleh
sebab nya kita tidak boleh berbuat jahat terhadap mereka,
sedangkan di sini perumpamaan ini dirancang untuk
menunjukkan betapa senangnya Tuhan dengan pertobatan
orang-orang berdosa, dan oleh sebab itu kita juga harus ber-
sukacita dengan pertobatan mereka itu.
Di sini kita melihat:
(1) Keadaan orang berdosa yang terus hidup di dalam dosa. Ia
seperti domba yang hilang, domba yang tersesat. Ia tersesat
dari Tuhan , yang seharusnya mendapatkan kehormatan dan
pengabdian darinya. Ia tersesat dari kawanannya, yang ti-
dak lagi berkumpul bersamanya. Ia juga tersesat dari diri-
nya sendiri. Ia tidak tahu di mana dirinya berada, ia berja-
lan ke sana kemari tanpa tujuan, terus-menerus terancam
binatang-binatang buas, selalu merasa takut dan ngeri,
jauh dari perlindungan gembalanya, dan selalu haus akan
padang rumput nan hijau. Ia juga tidak bisa menemukan
sendiri jalan yang dapat membawanya kembali ke kawan-
annya.
(2) Pemeliharaan Tuhan atas orang berdosa yang malang dan
tersesat. Domba-domba yang tidak tersesat terus dipeliha-
ra-Nya, dan mereka tetap aman di padang gurun. namun
domba yang hilang ini harus diberi perhatian khusus, kare-
na walaupun Ia mempunyai seratus ekor domba, kawanan
yang sangat besar, Ia tidak mau kehilangan seekor domba
pun. Sebaliknya, Ia pergi mencarinya dan menunjukkan
perhatian-Nya yang sangat besar:
[1] Untuk menemukannya. Ia mengikutinya, bertanya-ta-
nya tentangnya, dan mencari-carinya sampai Ia mene-
mukannya. Tuhan terus mengikuti orang-orang berdosa
yang berbalik dari-Nya dengan panggilan firman-Nya
dan dengan kuasa Roh-Nya, hingga pada akhirnya me-
reka berpikir untuk kembali lagi kepada-Nya.
[2] Untuk membawanya pulang. Walaupun Ia mendapati
domba itu kelelahan, dan mungkin cemas serta letih
sesudah berjalan ke sana kemari, dan tidak kuat lagi
untuk berjalan pulang, Ia tidak membiarkannya binasa
begitu saja lalu berkata, “Ia tidak layak dibawa pulang,”
554
melainkan meletakkannya di atas bahu-Nya dan, de-
ngan penuh kelembutan dan perhatian, membawanya
kembali ke kawanannya. Gambaran ini juga sangat bisa
diterapkan pada penebusan agung yang dikerjakan-Nya
bagi kita. Umat manusia dulu tersesat (Yes. 53:6). Har-
ga seluruh umat manusia bagi Tuhan tidaklah semahal
harga seekor domba bagi gembala yang mempunyai
seratus ekor domba. Berapa sih kerugian atau kehilang-
an yang akan dirasakan Tuhan seandainya seluruh mere-
ka itu dibiarkan binasa? Dia masih memiliki suatu du-
nia yang penuh dengan malaikat-malaikat kudus, ba-
gaikan kesembilan puluh sembilan ekor domba itu, dan
mereka ini suatu kawanan yang mulia. Namun demi-
kian, Tuhan mengutus Anak-Nya untuk mencari dan me-
nyelamatkan yang hilang (19:10). Kristus dikatakan
menghimpun kawanan domba dalam tangan-Nya, dan
membawa mereka ke dalam pangkuan-Nya, yang meng-
gambarkan belas kasihan dan kelembutan-Nya terha-
dap orang-orang berdosa. Di sini dikatakan bahwa Ia
meletakkan mereka di atas bahu-Nya, yang menggam-
barkan kuasa yang dengannya Ia menguatkan dan me-
nopang mereka. Mereka yang dipikul di atas bahu-Nya
pasti tidak akan binasa.
(3) Perasaan senang Tuhan saat melihat orang berdosa berba-
lik dan bertobat. Ia meletakkannya di atas bahu-Nya de-
ngan gembira sebab pencarian-Nya tidaklah sia-sia. Suka-
cita-Nya itu bertambah besar sebab sebelumnya Ia sudah
mulai kehilangan harapan untuk menemukannya. sebab
itulah, Ia pun memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-
tetangga-Nya, para gembala di sekitarnya yang menjaga
domba-domba mereka, dan berkata kepada mereka, “Ber-
sukacitalah bersama-sama dengan Aku.” Mungkin dulu ada
sebuah kidung gembala yang biasa dinyanyikan oleh para
gembala pada saat-saat seperti ini, yang salah satu liriknya
berbunyi demikian, “Bersukacitalah bersama-sama dengan
aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.”
Rasanya mereka tidak akan bernyanyi, “Bersukacitalah ber-
sama-sama dengan aku sebab aku tidak kehilangan seekor
domba pun.” Amatilah, Tuhan menyebut domba itu sebagai
Injil Lukas 15:1-10
555
domba-Nya, meskipun domba itu sudah tersesat dan ber-
keluyuran ke mana-mana. Ia berhak atas domba itu (se-
mua jiwa Aku punya), dan Ia akan menuntut milik kepu-
nyaan-Nya sendiri serta meminta kembali hak-hak-Nya.
Oleh sebab itu, Ia mencarinya sendiri: Aku telah menemu-
kannya. Ia tidak mengutus hamba-Nya melainkan Anak-
Nya sendiri, Sang Gembala yang agung dan baik, yang
akan menemukan apa yang dicari-Nya, dan yang akan dite-
mukan oleh orang-orang yang tidak mencari-Nya.
2. Perumpamaan tentang dirham yang hilang.
(1) Di sini orang yang kehilangan itu digambarkan sebagai se-
orang perempuan, yang mungkin akan merasa lebih sedih
sebab kehilangan uang itu dan lebih bersukacita saat
menemukannya kembali dibandingkan dengan seorang
laki-laki. sebab itu gambaran seorang perempuan ini da-
pat memenuhi tujuan perumpamaan ini dengan lebih
baik. Ia mempunyai sepuluh dirham, dan hanya kehilangan
salah satunya. Kiranya hal ini mengingatkan kita terus be-
tapa tingginya kebaikan ilahi itu memandang kita. Kendati
dunia umat manusia ini penuh dengan keberdosaan dan
kesengsaraan, Ia masih melihat bahwa ada sembilan diban-
ding satu, bahkan dalam perumpamaan sebelumnya ada
sembilan puluh sembilan dibanding satu, dari ciptaan
Tuhan yang tetap hidup dalam kebajikan, yang melalui me-
reka Tuhan dipuji dan tidak pernah mendapat cela. Oh,
sungguh tidak terhitung makhluk-makhluk, dari semua
makhluk yang kita ketahui, yang tidak pernah tersesat
ataupun menyimpang dari hukum-hukum dan tujuan-
tujuan penciptaan mereka!
(2) Yang hilang yaitu satu dirham, drachmēn – seperempat
syikal. Jiwa yaitu dirham, yang terbuat dari perak, yang
sangat bernilai dan berharga, bukan dari logam dasar se-
perti besi atau timah, melainkan dari perak, yang digali
dari tambang kerajaan. Kata perak dalam bahasa Ibrani
diambil dari kata yang menggambarkan sifat pesona yang
dimiliki oleh perak itu. Dirham di sini yaitu uang perak,
yang dicap dengan gambar dan tulisan Tuhan , dan sebab
itu harus diberikan kepada-Nya. Namun demikian, nilainya
556
bisa dikatakan kecil, hanya sekitar tujuh ratus lima puluh
rupiah. Ini menunjukkan bahwa jika orang-orang berdosa
binasa, Tuhan tidak akan rugi sama sekali. Dirham ini hi-
lang di tempat yang kotor. Jiwa yang terjerumus ke dalam
dunia dan dikuasai oleh cinta serta kekhawatiran duniawi
yaitu seperti sekeping uang yang jatuh di tempat yang
kotor. Orang-orang akan berkata, “Sungguh sayang uang
itu tergeletak di sana.”
(3) Inilah perhatian dan usaha besar yang dilakukan untuk
mencarinya. Perempuan itu menyalakan pelita, untuk men-
carinya di balik pintu, di bawah meja, dan di setiap sudut
rumah. Ia menyapu rumah, serta mencarinya dengan cer-
mat sampai ia menemukannya. Ini menggambarkan berba-
gai sarana dan cara yang dipakai Tuhan untuk membawa
jiwa-jiwa yang terhilang kembali kepada-Nya. Ia telah me-
nyalakan pelita Injil, bukan untuk menunjukkan jalan
bagi-Nya agar dapat mendatangi kita, melainkan untuk me-
nunjukkan jalan bagi kita agar dapat mendatangi-Nya, agar
kita dapat menemukan diri kita sendiri. Ia telah menyapu
rumah dengan kebenaran-kebenaran yang meyakinkan me-
lalui firman-Nya. Ia mencari dengan cermat, hati-Nya selalu
menginginkannya, untuk membawa jiwa-jiwa yang terhi-
lang kembali kepada-Nya.
(4) Inilah sukacita besar atas ditemukannya uang itu: Ber-
sukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku
yang hilang itu telah kutemukan (ay. 9). Orang yang ber-
sukacita pasti ingin agar orang lain juga bersukacita bersa-
manya, dan orang yang bergembira pasti ingin agar orang
lain juga bergembira bersamanya. Ia senang sebab ia
sudah menemukan sekeping uang itu, meskipun sekarang
ia harus menggunakannya untuk menghibur orang-orang
yang dipanggilnya untuk bersukacita bersama-sama de-
ngannya. Perasaan senang yang mengejutkan itu kini
membuatnya serasa melayang-layang, heureka, heureka –
aku telah menemukannya, aku telah menemukannya; begi-
tulah bahasa sukacita itu.
3. Maksud kedua perumpamaan ini sama (ay. 7, 10): Akan ada
sukacita pada malaikat-malaikat Tuhan sebab satu orang ber-
dosa yang bertobat, lebih daripada sukacita bagi banyak orang
Injil Lukas 15:1-10
557
benar yang tidak memerlukan pertobatan. Ini terjadi bila para
pemungut cukai dan orang berdosa itu bertobat, setidaknya
sebagian dari mereka (dan bahkan bila hanya satu dari mereka
yang bertobat, Kristus tidak akan menganggapnya sia-sia).
Perhatikanlah:
(1) Pertobatan dan berbaliknya orang-orang berdosa kepada
Tuhan di bumi merupakan suatu hal yang membawa suka-
cita dan kegembiraan di sorga. Sangatlah mungkin bahwa
para pendosa terbesar sekalipun bisa dituntun untuk ber-
tobat. Selagi masih ada nyawa pasti masih ada harapan,
dan orang-orang yang paling jahat tidak boleh dianggap
tidak mempunyai harapan lagi untuk bertobat. Para pen-
dosa besar, jika mereka bertobat dan berbalik kepada
Tuhan , pasti akan mendapatkan belas kasihan. Akan namun ,
ini belum semuanya,
[1] Tuhan dengan suka hati akan menunjukkan belas kasih-
an-Nya kepada mereka, dan Ia akan memandang perto-
batan mereka sebagai hasil atas segala usaha yang te-
lah dilakukan-Nya bagi mereka. Selalu ada sukacita di
sorga. Tuhan bersukacita dalam segala karya-Nya, namun
terutama dalam pekerjaan-pekerjaan anugerah-Nya. De-
ngan segenap hati dan jiwa-Nya Ia bersukacita saat Ia
berbuat baik kepada orang-orang berdosa yang berto-
bat. Ia bersukacita bukan hanya dalam pertobatan gere-
ja-gereja dan bangsa-bangsa, melainkan bahkan dalam
satu orang berdosa yang bertobat, meskipun hanya
satu.
[2] Para malaikat yang baik akan senang melihat orang-
orang itu mendapat belas kasihan. Mereka sama sekali
tidak bersungut sebab nya, meskipun sebagian dari
mereka sendiri yang berdosa dibiarkan binasa, dan ti-
dak mendapat belas kasihan sedikit pun, dan meskipun
orang-orang berdosa yang bertobat, yang begitu hina
dan sudah begitu jahat, pada waktu bertobat malah di-
bawa ke dalam persekutuan bersama mereka, dan akan
segera dibuat menyerupai mereka, bahkan menyamai
mereka. Pertobatan orang-orang berdosa yaitu suka-
cita bagi para malaikat, dan malaikat-malaikat ini de-
558
ngan senang hati akan menjadi roh-roh yang melayani
mereka demi kebaikan mereka, pada saat mereka ber-
tobat. Penebusan umat manusia merupakan suatu hal
yang membawa sukacita bagi para malaikat, sebab me-
reka bernyanyi, “Kemuliaan bagi Tuhan di tempat yang
mahatinggi” (2:14).
(2) Ada lebih banyak sukacita sebab satu orang berdosa ber-
tobat, yang berubah menjadi saleh dari kehidupan dulu
yang sangat tercela dan keji, melebihi sukacita bagi sembi-
lan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan per-
tobatan.
[1] Ada sukacita yang besar saat manusia yang jatuh itu
ditebus dan diselamatkan. Sukacita ini lebih besar dari-
pada saat malaikat-malaikat yang setia, yang memang
tidak membutuhkan pertobatan, dipelihara dan dite-
guhkan oleh Tuhan .
[2] Ada sukacita yang lebih besar atas pertobatan orang-
orang bukan-Yahudi yang berdosa, dan atas pertobatan
para pemungut cukai yang sekarang sedang mende-
ngarkan Kristus mengajar, daripada atas segala pujian
dan ibadah serta segala doa “Aku mengucap syukur
kepada-Mu ya Tuhan ” dari orang-orang Farisi dan orang-
orang Yahudi lain yang merasa diri benar dan merasa
tidak memerlukan pertobatan. Orang-orang Farisi dan
Yahudi ini mengira Tuhan sangat bersukacita dan ber-
bangga hati dengan mereka, dan memandang mereka
sebagai orang-orang yang telah memberi-Nya kehormat-
an yang paling besar. Akan namun , Kristus justru ber-
kata sebaliknya kepada mereka, bahwa Tuhan lebih di-
puji di dalam, dan berkenan dengan satu orang berdosa
yang bertobat sebab remuk hatinya, walaupun dia
begitu direndahkan dan dihina. Tuhan lebih dipuji mela-
lui si petobat ini daripada dengan doa-doa panjang yang
biasa diucapkan para ahli Taurat dan orang Farisi, yang
tidak bisa melihat suatu kesalahan apa pun dalam diri
mereka sendiri. Bahkan,
[3] Ada sukacita yang lebih besar sebab pertobatan satu
orang yang sangat berdosa, seperti Paulus si orang Fa-
risi dulu, daripada sukacita sebab pertobatan biasa
Injil Lukas 15:1-10
559
dari seseorang yang selalu bersikap baik dan terpuji,
dan yang boleh dikatakan tidak memerlukan pertobatan,
tidak memerlukan perubahan hidup secara menyeluruh
seperti yang diperlukan oleh orang-orang yang sangat
berdosa. Memang paling baik jika kita tidak pernah
tersesat sama sekali. Namun demikian, anugerah Tuhan ,
baik dalam kuasa maupun dalam belas kasihannya,
lebih dinyatakan dalam berkurangnya orang-orang yang
sangat berdosa daripada dalam dituntunnya orang-
orang yang tidak pernah tersesat. Dan sering kali orang-
orang yang dulunya sangat berdosa sebelum mereka
bertobat terbukti kemudian menjadi orang-orang baik
yang luar biasa menonjol dan menyala-nyala, yang sa-
lah satu contohnya yaitu Paulus, dan oleh sebab itu
di dalam dia Tuhan sangat dimuliakan (Gal. 1:24). Orang
yang banyak diampuni pasti akan banyak mengasihi.
Hal ini memang sesuai dengan perilaku manusia. Kita
lebih tergerak oleh perasaan sukacita atas ditemukan-
nya apa yang hilang daripada atas terus dinikmatinya
apa yang selalu kita nikmati selama ini. Kita lebih ber-
sukacita sebab sehat sesudah sakit daripada sebab
sehat tanpa sakit. Rasanya seperti hidup dari antara
orang mati. Terus-menerus hidup sesuai dengan pera-
turan agama mungkin dengan sendirinya yaitu hal
yang lebih berharga, namun berbalik sesaat dari jalan
yang jahat dan berdosa biasanya dapat memberikan ke-
nikmatan yang lebih mengejutkan. Nah, jika ada suka-
cita di sorga yang sedemikian besar sebab pertobatan
orang-orang berdosa, maka orang-orang Farisi ini sung-
guh sangat tidak memiliki keinginan sorgawi, sebab
mereka justru berbuat sebisa mungkin untuk mengha-
lang-halangi pertobatan itu dan merasa berduka kare-
nanya. Mereka sangat marah kepada Kristus saat Ia
justru melakukan suatu perbuatan yang paling berke-
nan dan menyukakan Sorga.
560
Anak yang Hilang
(15:11-32)
11 Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12 Kata
yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik
kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu
di antara mereka. 13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual selu-
ruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan
harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. 14 sesudah dihabiskannya se-
muanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai
melarat. 15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu.
Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16 Lalu ia ingin
mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, namun tidak
seorang pun yang memberikannya kepadanya. 17 Lalu ia menyadari keadaan-
nya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-lim-
pah makanannya, namun aku di sini mati kelaparan. 18 Aku akan bangkit dan
pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terha-
dap sorga dan terhadap bapa, 19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa;
jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20 Maka bangkitlah ia
dan pergi kepada bapanya. saat ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya,
lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapat-
kan dia lalu merangkul dan mencium dia. 21 Kata anak itu kepadanya: Bapa,
aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi
disebutkan anak bapa. 22 namun ayah itu berkata kepada hamba-hambanya:
Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan
kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23 Dan ambillah
anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan ber-
sukacita. 24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah
hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25 namun
anaknya yang sulung berada di ladang dan saat ia pulang dan dekat ke
rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26 Lalu ia
memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya
itu. 27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyem-
belih anak lembu tambun, sebab ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28
Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya ke-
luar dan berbicara dengan dia. 29 namun ia menjawab ayahnya, katanya:
Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar
perintah bapa, namun kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak
kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30 namun baru saja
datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-
sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun
itu untuk dia. 31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-
sama dengan aku, dan segala kepunyaanku yaitu kepunyaanmu. 32 Kita pa-
tut bersukacita dan bergembira sebab adikmu telah mati dan menjadi hidup
kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.”
Di sini kita melihat perumpamaan tentang anak yang hilang, yang
tujuannya sama dengan kedua perumpamaan sebelumnya, yaitu un-
tuk menunjukkan betapa senangnya Tuhan dengan pertobatan orang-
orang yang berdosa, bahkan yang sangat berdosa sekalipun, dan be-
tapa Ia siap menerima dan menjamu mereka pada saat mereka berto-
bat. Namun keadaan yang melatarbelakangi perumpamaan ini meng-
Injil Lukas 15:11-32
561
gambarkan kekayaan-kekayaan anugerah Injil secara lebih luas dan
menyeluruh daripada kedua perumpamaan sebelumnya. Perumpa-
maan ini sudah, dan selama dunia masih berputar, akan terus mem-
berikan manfaat yang tak terkira kepada orang-orang berdosa yang
malang, untuk membimbing maupun mendorong mereka untuk ber-
tobat dan berbalik kepada Tuhan . Nah,
I. Perumpamaan ini menggambarkan Tuhan sebagai Bapa bagi selu-
ruh umat manusia, bagi seluruh keluarga Adam. Kita semua
yaitu keturunannya, kita semua mempunyai satu Bapa, dan satu
Tuhan menciptakan kita (Mal. 2:10). Dari-Nyalah kita ada, di dalam
Dialah kita tetap ada, dan oleh-Nyalah kita terus dipelihara. Dia-
lah Bapa kita, sebab Dia memberikan didikan dan bagian kepada
kita, dan akan menyertakan kita dalam perjanjian-Nya, atau
mengeluarkan kita darinya, tergantung apakah kita anak-anak-
Nya yang patuh kepada-Nya atau tidak. Juruselamat kita dengan
demikian menunjukkan kepada orang-orang Farisi yang sombong
itu bahwa para pemungut cukai dan orang berdosa, yang begitu
mereka rendahkan, yaitu saudara-saudara mereka, yang mem-
punyai sifat kemanusiaan yang sama. sebab itu, sepatutnya me-
reka senang dengan segala kebaikan yang ditujukan kepada para
pemungut cukai dan orang berdosa itu. Tuhan bukanlah hanya
Tuhan orang Yahudi saja, melainkan juga Tuhan bangsa-bangsa lain
(Rm. 3:29): Tuhan yang satu itu yaitu Tuhan dari semua orang,
kaya akan belas kasihan bagi semua orang yang berseru kepada-
Nya.
II. Perumpamaan ini menggambarkan anak-anak manusia sebagai
orang yang berbeda-beda tabiatnya, walaupun semuanya mempu-
nyai hubungan dengan Tuhan sebagai Bapa mereka. Ia mempunyai
dua anak, yang satu seorang yang tegas dan serius, pendiam dan
keras, dan berpembawaan tenang, namun sama sekali tidak ra-
mah terhadap orang-orang di sekelilingnya. Orang seperti ini bia-
sanya memegang teguh segala didikan yang telah diterimanya,
dan tidak akan mudah tergoda untuk menjauh darinya. Sedang-
kan yang lain yaitu seorang yang mudah bimbang dan sering
berubah-ubah pendirian, yang tidak mau dikekang, suka ber-
petualang dan mencoba-coba berbagai hal yang baru, dan jika
562
terjerumus ke dalam pergaulan yang buruk, kemungkinan besar
ia akan menjadi orang yang tidak bermoral, kendati dengan pen-
didikan baik yang sudah diterimanya selama ini. Nah, orang yang
kedua ini mewakili para pemungut cukai dan orang berdosa, yang
hendak dipertobatkan oleh Kristus, dan orang-orang bukan-Ya-
hudi, yang kepada mereka para rasul diutus untuk memberitakan
pertobatan. Orang yang pertama mewakili orang Yahudi pada
umumnya, dan terutama orang-orang Farisi, yang hendak dida-
maikan oleh Kristus dengan anugerah Tuhan yang sudah ditawar-
kan dan dianugerahkan kepada orang-orang berdosa.
Anak bungsu yaitu anak yang hilang, yang tabiat dan perka-
ranya di sini menggambarkan tabiat dan keadaan orang-orang
berdosa, tabiat dan keadaan kita semua secara alami, namun ter-
utama keadaan sebagian orang. Sekarang mari kita amati si anak
bungsu ini.
1. Kehidupan foya-foya dan petualangannya saat dia terhilang,
dan segala kemewahan serta kesengsaraan yang dialaminya.
Kita diceritakan tentang:
(1) Apa permintaannya kepada bapanya (ay. 12): kata yang
bungsu kepada ayahnya, dengan angkuh dan kurang ajar,
“Bapa, berikanlah kepadaku” – sebenarnya ia bisa saja me-
nambahkan sedikit lagi perkataan yang baik, dan berkata,
“Tolong berikanlah kepadaku,” atau, “Bapa, kalau boleh,
tolong berikanlah kepadaku,” namun dengan angkuhnya ia
menuntut, “Berikanlah kepadaku bagian harta milik kita
yang menjadi hakku, bukan yang menurutmu sesuai untuk
diberikan kepadaku, melainkan apa yang menjadi hakku.”
Perhatikanlah, sungguh tidak baik, dan akan menjurus
pada kejahatan, jika manusia melihat karunia-karunia
Tuhan sebagai utang. “Berikanlah kepadaku bagianku, se-
mua bagianku sebagai anak, bagian yang menjadi hakku,”
bukan, “Coba berikan sedikit saja dulu, dan kita lihat nanti
bagaimana aku dapat mengaturnya, dan kalau berhasil,
percayakanlah kepadaku lebih banyak lagi,” namun “Beri-
kanlah kepadaku semua milikku sekarang, dan aku tidak
akan mengharapkan lagi sisanya, apa pun sesudah ini.” Per-
hatikanlah, kebodohan besar orang-orang berdosa, yang
menghancurkan mereka sendiri, yaitu keinginan untuk
Injil Lukas 15:11-32
563
mendapatkan semua bagian mereka di tangan mereka. Me-
reka ingin agar sekarang ini juga di dalam kehidupan ini
mereka menerima hal-hal yang baik. Mereka hanya melihat
hal-hal yang tampak, yang sementara, dan hanya meng-
inginkan kepuasan sesaat, dan tidak mau peduli dengan
kebahagiaan besar di masa nanti, saat kesenangan du-
niawi habis dan lenyap. Dan mengapakah ia ingin menda-
patkan bagiannya di tangannya sekarang juga? Apakah
sebab ia ingin mendirikan suatu usaha dan berdagang,
sehingga ia akan mendapatkan keuntungan yang lebih ba-
nyak? Tidak, ia sama sekali tidak berpikiran seperti itu.
namun sebab :
[1] Ia muak dengan perintah ayahnya, dengan segala per-
aturan dan disiplin yang baik dalam keluarganya, dan
lebih mendambakan apa yang dengan keliru disebut
sebagai kebebasan, yang sebetulnya justru merupakan
perbudakan terbesar, sebab demikianlah adanya kebe-
basan untuk berdosa itu. Lihatlah kebodohan banyak
orang muda, yang terdidik dalam agama, namun tidak
mau dikungkung dalam aturannya. Mereka merasa be-
lum menjadi tuan atas diri sendiri, penguasa atas diri
mereka sendiri, sebelum memutuskan semua belenggu
Tuhan , dan membuang tali-tali-Nya dari mereka. Dan
sebagai gantinya, mereka membelenggu diri sendiri de-
ngan tali-tali hawa nafsu mereka. Inilah awal mula
mengapa orang-orang berdosa menjadi murtad dan ber-
paling dari Tuhan . Mereka tidak mau dibelenggu oleh
aturan-aturan pemerintahan Tuhan , mereka ingin men-
jadi ilah-ilah bagi diri mereka sendiri. Bagi mereka tidak
ada yang namanya baik atau buruk, yang ada hanyalah
apa yang dapat menyenangkan hati mereka.
[2] Ia ingin menjauh dari pandangan mata ayahnya, sebab
mata itu sering mengawasinya. Keengganan terhadap
Tuhan dan keinginan untuk tidak memercayai kemaha-
tahuan-Nya merupakan penyebab utama orang-orang
jahat berbuat jahat.
[3] Ia tidak memercayai pengaturan ayahnya. Ia mengingin-
kan bagian harta miliknya sendiri, sebab ia berpikir
564
bahwa ayahnya ingin mengumpulkan uang untuknya di
kemudian hari, dan sebab itu ayahnya akan memba-
tasi pengeluarannya pada saat ini, dan ia tidak menyu-
kai hal ini.
[4] Ia bangga akan dirinya sendiri, dan dengan angkuh ber-
pikir bahwa dirinya sudah mapan. Ia berpikir bahwa
jika ia mendapatkan bagiannya di tangannya sendiri,
maka ia dapat mengaturnya dengan lebih baik daripada
ayahnya, dan bahkan akan membuat jumlahnya ber-
tambah banyak. Banyak anak muda dihancurkan oleh
kesombongan daripada oleh nafsu-nafsu lain. Orangtua
kita yang pertama menghancurkan diri mereka sendiri
dan semua kepunyaan mereka dengan ambisi bodoh
untuk berdiri sendiri, dan tidak ingin bergantung kepa-
da pemeliharaan Tuhan . Demikianlah yang menjadi pe-
nyebab orang-orang berdosa terus hidup dalam dosa
mereka – mereka ingin menentukan segala sesuatu bagi
diri mereka sendiri.
(2) Betapa baiknya ayahnya kepadanya: ia membagi-bagikan
harta kekayaan itu di antara mereka. Ia menghitung apa
yang harus dibagikannya kepada kedua anaknya, dan
memberi anak bungsunya apa yang telah menjadi bagian-
nya, dan menawarkan bagian lain lagi kepada anak su-
lungnya, yang jumlahnya mungkin, seperti yang seharus-
nya, dua kali lipat. namun tampaknya si anak sulung ini
ingin agar ayahnya tetap menyimpan bagiannya itu, dan
lihatlah apa yang didapatnya kemudian (ay. 31): segala
kepunyaanku yaitu kepunyaanmu. Ia mendapatkan se-
muanya dengan menunggu bagiannya pada saat yang
tepat. Sang ayah memberi anak bungsunya apa yang di-
mintanya, dan ia sama sekali tidak mempunyai alasan un-
tuk mengeluh bahwa ayahnya membagi-bagikan hartanya
dengan tidak adil, sebab ia sudah mendapatkan apa yang
diharapkannya, bahkan mungkin lebih.
[1] Jadi, sebenarnya ia sudah bisa melihat kebaikan ayah-
nya sekarang, betapa ayahnya ingin menyenangkannya
dan memudahkan hidupnya, dan ia bukanlah ayah
Injil Lukas 15:11-32
565
yang tidak baik seperti yang dibayangkannya saat ia
mencari-cari alasan untuk pergi.
[2] Jadi, sebentar lagi ia akan melihat kebodohannya sen-
diri, bahwa ia bukanlah pengelola yang bijak bagi diri-
nya sendiri seperti yang diyakininya. Perhatikanlah,
Tuhan yaitu Bapa yang baik bagi semua anak-Nya, dan
Ia memberi mereka semua kehidupan, nafas, dan segala
sesuatu, bahkan kepada orang-orang yang jahat dan
tidak tahu bersyukur, dieilen autois ton bion – Ia mem-
bagi-bagikan kehidupan kepada mereka. Dengan mem-
beri kehidupan kepada kita, Tuhan memampukan kita
untuk melayani dan memuliakan Dia.
(3) Bagaimana ia mengatur dirinya sendiri saat ia sudah
mendapatkan semua bagiannya itu. Ia segera menghabis-
kan bagiannya itu secepat mungkin, dan seperti orang yang
suka berfoya-foya pada umumnya, dalam waktu singkat ia
pun membuat dirinya menjadi pengemis: beberapa hari
kemudian (ay. 13). Perhatikanlah, seandainya Tuhan seben-
tar saja membiarkan kita berbuat semaunya, maka kita
pasti akan segera meninggalkan-Nya. jika kekang anu-
gerah dilepaskan, maka kita akan segera binasa. Yang di-
inginkan si anak bungsu itu yaitu cepat-cepat pergi, dan
untuk itu, ia mengumpulkan semua harta kekayaannya.
Orang-orang berdosa yang tersesat dari Tuhan mempertaruh-
kan segala sesuatu yang mereka miliki.
Nah, keadaan si anak hilang dalam petualangannya ini
menggambarkan kepada kita suatu keadaan dosa, keadaan
yang menyedihkan itu, yang ke dalamnya manusia telah
jatuh.
[1] Keadaan dosa yaitu suatu keadaan di mana kita me-
ninggalkan Tuhan dan menjauhkan diri dari-Nya. Per-
tama, hakikat dosa yaitu meninggalkan Tuhan . Ia pergi
dan berjalan menjauh dari rumah ayahnya. Orang-orang
berdosa melarikan diri dari Tuhan . Mereka meninggalkan
Dia dan pergi melacurkan diri; mereka memberontak
menjadi tidak setia terhadap-Nya, seperti seorang ham-
ba yang melarikan diri dari tugasnya, atau istri yang
berkhianat meninggalkan suaminya. Mereka berkata ke-
566
pada Tuhan , “Enyahlah.” Mereka pergi dari-Nya sejauh
mungkin. Dunia yaitu negeri jauh tempat mereka ting-
gal, di situ mereka merasa seperti di rumah sendiri, dan
untuk melayani serta menikmatinya mereka menghabis-
kan semua yang mereka miliki. Kedua, yang membuat
orang-orang berdosa sengsara yaitu bahwa mereka
jauh dari Tuhan , dari Dia yang yaitu Sumber segala ke-
baikan. Mereka menderita sebab semakin hari semakin
jauh mereka daripada-Nya. Apa sebenarnya neraka itu,
selain daripada berada sangat jauh dari Tuhan ?
[2] Keadaan dosa yaitu keadaan di mana kita menghabis-
kan segala sesuatu: di sana ia memboroskan harta milik-
nya itu dengan hidup berfoya-foya (ay. 13), mengha-
biskannya bersama-sama dengan pelacur (ay. 30), dan
sebentar saja sudah dihabiskannya semuanya (ay. 14).
Ia membeli pakaian yang bagus-bagus, menghabiskan
banyak uang untuk membeli makanan dan minuman,
bergaya hidup mewah, dan bergaul dengan orang-orang
yang membantu menghabiskan apa yang dimilikinya
dalam waktu sekejap. Dalam kehidupan di dunia ini,
orang yang hidup berfoya-foya menghabiskan apa yang
mereka miliki, dan mereka akan dimintai banyak per-
tanggungjawaban, sebab mereka menghabiskannya
untuk memuaskan hawa nafsu mereka sendiri, padahal
seharusnya semua itu disediakan guna memenuhi ke-
butuhan pokok mereka dan keluarga mereka sendiri.
Namun demikian, hal ini haruslah diartikan secara
rohani. Orang-orang yang dengan sengaja berdosa mem-
boroskan warisan mereka, sebab mereka menyalahgu-
nakan segala pikiran dan kekuatan jiwa mereka, serta
menyia-nyiakan segala waktu dan kesempatan mereka.
Mereka tidak saja menguburkan, namun juga menyalah-
gunakan talenta-talenta yang seharusnya mereka guna-
kan untuk kehormatan Tuan mereka. Dan pemberian-
pemberian Tuhan , yang dimaksudkan untuk memampu-
kan mereka melayani-Nya dan berbuat kebajikan, dija-
dikan sebagai makanan dan bahan bakar untuk me-
muaskan hawa nafsu mereka. Jiwa yang dijadikan bu-
dak, entah bagi dunia ataupun bagi nafsu kedagingan,
Injil Lukas 15:11-32
567
memboroskan harta miliknya dan hidup berfoya-foya.
Satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal
yang baik (Pkh. 9:18). Barang yang dihancurkannya ini
sangatlah berharga, dan sama sekali bukan kepunyaan-
nya sendiri. Barang-barang Tuannyalah yang diboros-
kannya, dan sebab itu harus dipertanggungjawabkan-
nya.
[3] Keadaan dosa yaitu keadaan yang serba kekurangan:
sesudah dihabiskannya semuanya untuk pelacur-pela-
curnya, mereka pun meninggalkan dia, untuk mencari
korban lain yang serupa. Lalu timbullah bencana kela-
paran di dalam negeri itu, semuanya menjadi serba ja-
rang dan mahal, dan ia pun mulai melarat (ay. 14). Per-
hatikanlah, kehidupan yang boros mengakibatkan ke-
melaratan. Hidup yang foya-foya pada akhirnya, mung-
kin dalam waktu singkat, akan membuat orang kelapar-
an mencari sesuap nasi, terutama jika masa-masa
kering datang secara mendadak akibat gagal panen. Ini
menggambarkan kesengsaraan orang-orang berdosa,
yang telah menerima namun kemudian membuang sega-
la berkat, karunia Tuhan , bagian mereka dalam Kristus,
kuasa Roh, dan teguran-teguran suara hati. Semuanya
ini mereka buang demi kenikmatan badani dan kekaya-
an duniawi, dan kemudian mereka akan segera binasa
sebab kehabisan hal-hal ini . Orang-orang ber-
dosa kekurangan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi
jiwa mereka, mereka tidak mempunyai makanan atau-
pun pakaian untuk jiwa mereka, ataupun perbekalan
untuk kehidupan yang akan datang. Keadaan dosa
yaitu seperti negeri yang dilanda kelaparan, kelaparan
besar, sebab langit menjadi seperti tembaga (embun-
embun kebaikan Tuhan dan berkat-berkat-Nya tertahan,
dan pasti kita tidak akan mendapatkan hal-hal yang
baik jika Tuhan menahannya dari kita). Bumi menjadi
seperti besi (hati orang berdosa, yang seharusnya me-
ngeluarkan hal-hal yang baik, menjadi kering dan
tandus, dan tidak ada yang baik di dalamnya). Orang-
orang berdosa sungguh sangat melarat, dan yang lebih
buruk lagi, mereka sendirilah yang mengakibatkan
568
keadaan itu, dan terus tinggal di dalamnya dengan me-
nolak menerima segala bantuan yang ditawarkan.
[4] Keadaan dosa yaitu keadaan perbudakan dan kece-
maran. saat kehidupan boros anak muda ini mem-
buatnya kelaparan, kelaparannya membawanya pada
perbudakan. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang
majikan di negeri itu (ay. 15). Kehidupan jahat yang
sama yang sebelumnya digambarkan dengan kehidupan
foya-foya, sekarang digambarkan di sini dengan kehi-
dupan perbudakan, sebab orang-orang berdosa yaitu
budak dalam arti yang sesungguhnya. Iblis yaitu ma-
jikan di negeri itu, sebab ia berada baik di wilayah per-
kotaan maupun pedesaan. Orang-orang berdosa meng-
gabungkan dirinya sendiri kepadanya, menyewa diri
sendiri untuk melayaninya, untuk melakukan peker-
jaannya, bersedia disuruh-suruh olehnya, dan bergan-
tung padanya untuk mendapatkan pemeliharaan dan
bagian upah. Orang yang berbuat dosa yaitu hamba
dosa (Yoh. 8:34). Lihatlah bagaimana si tuan muda ini
merendahkan dan menghina dirinya dengan menyewa
dirinya sendiri untuk melayani dan diperintah oleh ma-
jikan yang demikian! Ia menyuruhnya ke ladang, bukan
untuk memberi makan domba (pekerjaan ini masih
sedikit bernilai; Yakub, Musa, dan Daud menjaga dom-
ba), melainkan untuk menjaga babi. Pekerjaan hamba-
hamba Iblis yaitu merawat tubuh untuk memuaskan
keinginannya, dan ini sama saja buruknya dengan
memberi makan babi yang rakus, kotor, dan gaduh.
Bagaimana mungkin jiwa yang berakal dan kekal ini
begitu merendahkan dirinya seperti ini?
[5] Keadaan dosa yaitu keadaan yang selalu tidak puas.
saat anak yang hilang itu mulai kelaparan, ia berpikir
untuk menolong dirinya dengan bekerja, dan ia harus
puas dengan persediaan yang tersedia, bukan oleh tuan
rumah, melainkan oleh ladang tempat kerjanya. Akan
namun , persediaan ini pun sungguh sangat sedikit: ia
ingin mengisi perutnya, memuaskan rasa laparnya, dan
memberi makan tubuhnya, dengan ampas yang menjadi
makanan babi itu (ay. 16). Sungguh malang jalan yang
Injil Lukas 15:11-32
569
telah ditempuh oleh tuan muda ini sampai ia menjadi
senasib dengan kawanan babi! Perhatikanlah, apa yang
diidam-idamkan orang-orang berdosa akan membawa
kepuasan, saat mereka pergi meninggalkan Tuhan , pas-
ti akan mengecewakan mereka. Mereka berjerih payah
untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan (Yes. 55:2).
Batu sandungan yang menjatuhkan mereka ke dalam
kesalahan itu tidak akan dapat mengenyangkan jiwa
mereka atau mengisi perut mereka (Yeh. 7:19). Ampas
yaitu makanan untuk babi, bukan manusia. Kekaya-
an duniawi dan kenikmatan jasmani memang akan me-
muaskan tubuh, namun apa gunanya bagi jiwa-jiwa yang
berharga? Semua itu tidak sesuai dengan hakikat jiwa,
dan tidak akan memuaskan keinginan-keinginannya
ataupun memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Orang
yang mengejar-ngejar semua itu hanyalah mengejar
angin (Hos. 12:2) dan sibuk dengan abu belaka (Yes.
44:20).
[6] Keadaan dosa yaitu keadaan di mana kita tidak bisa
mengharapkan penghiburan dari makhluk mana pun.
Anak yang hilang ini, saat tidak bisa mendapat ma-
kanan dengan bekerja, ia meminta-minta. namun tidak
seorang pun memberi makanan kepadanya, sebab me-
reka tahu bahwa ia sendirilah yang mengakibatkan ke-
sengsaraan ini pada dirinya, dan sebab ia yaitu orang
yang tidak bermoral, yang selalu membangkitkan ama-
rah semua orang. Orang miskin seperti itu pasti tidak
akan dikasihani. Dengan menerapkan perumpamaan
tadi, hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang me-
ninggalkan Tuhan pasti tidak dapat ditolong oleh siapa
pun. Sia-sialah kita berseru kepada dunia dan keda-
gingan (ilah-ilah yang telah kita layani itu), sebab me-
reka hanya bisa meracuni jiwa, namun tidak bisa mem-
berinya makan dan membuatnya tumbuh. Jika engkau
menolak pertolongan Tuhan , makhluk mana lagi yang
akan menolongmu?
[7] Keadaan dosa yaitu keadaan mati: anakku ini telah
mati (ay. 24, 32). Orang yang berdosa bukan hanya mati
secara hukum, sebab ia ada di bawah hukuman mati,
570
melainkan juga sedang dalam keadaan mati, mati dalam
segala pelanggaran dan dosa, dan miskin akan kehidup-
an rohani. Ia tidak bersekutu bersama Kristus, tidak
ada kepekaan rohani, tidak hidup bagi Tuhan , dan kare-
na itu ia mati. Anak hilang di negeri yang jauh itu mati
bagi ayahnya dan keluarganya, terpisah dari mereka,
seperti tangan yang terpisah dari tubuhnya atau cabang
dari pohonnya, dan sebab itu mati, dan ini yaitu
perbuatannya sendiri.
[8] Keadaan dosa yaitu keadaan terhilang: anakku ini te-
lah hilang, hilang dari segala sesuatu yang baik, hilang
dari segala kebajikan dan kehormatan, hilang dari ru-
mah ayahnya, dan keluarganya pun tidak bersukacita
sebab nya. Jiwa-jiwa yang terpisah dari Tuhan yaitu
jiwa-jiwa yang terhilang, hilang seperti seorang pelan-
cong yang tersesat, dan seandainya tidak dicegah oleh
belas kasihan yang kekal, mereka akan segera lenyap
seperti kapal yang tenggelam di dasar laut, hilang le-
nyap dan tidak dapat ditemukan kembali.
[9] Keadaan dosa yaitu keadaan yang gila dan kacau-ba-
lau. Ini ditunjukkan dalam ungkapan di ayat 17 lalu ia
menyadari keadaannya, yang menunjukkan bahwa se-
belumnya ia tidak sadar. Pasti begitulah keadaan diri-
nya saat ia meninggalkan rumah ayahnya, dan keada-
annya bertambah parah saat ia pergi dan bekerja
pada seorang majikan di negeri itu. Kebebalan dikata-
kan ada dalam hati orang-orang berdosa (Pkh. 9:3). Iblis
telah merasuki jiwa, dan kita sudah melihat betapa ga-
nasnya orang yang kerasukan Legion! Orang-orang ber-
dosa, seperti orang gila, menghancurkan diri mereka
sendiri dengan hawa nafsu yang bodoh, dan pada saat
yang sama pula mereka menipu diri mereka dengan ha-
rapan-harapan yang dungu. Dibandingkan dengan se-
mua orang sakit, mereka ini yang paling menjadikan
diri mereka sendiri sebagai musuh besar atas kesem-
buhan mereka sendiri.
2. Di sini kita melihat kepulangannya dari petualangan ini, kepu-
langannya dengan rasa menyesal kepada ayahnya. saat ke-
adaannya sudah sangat parah, ia merasa sungguh ingin pu-
Injil Lukas 15:11-32
571
lang kembali ke rumahnya. Perhatikanlah, kita tidak boleh
putus asa menghadapi keadaan yang paling buruk, sebab se-
lagi masih ada hidup, masih ada harapan. Anugerah Tuhan da-
pat melembutkan hati yang paling keras, dan membalikkan
arus kejahatan yang paling kuat ke arah yang membahagia-
kan.
Sekarang perhatikanlah di sini:
(1) Apa yang membuatnya kembali dan bertobat. Yang mem-
buatnya kembali dan bertobat yaitu penderitaannya. Ke-
tika ia berkekurangan, ia menyadari dirinya. Perhatikanlah,
penderitaan, jika dikuduskan oleh anugerah ilahi, pasti
akan menjadi sarana yang membahagiakan untuk memba-
likkan orang-orang berdosa dari jalan-jalan mereka yang
salah. Dengan penderitaan, telinga menjadi terbuka terha-
dap kedisiplinan dan hati menjadi condong menerima pe-
rintah-perintah. Penderitaan juga merupakan bukti nyata
akan kesia-siaan dunia dan kejahatan dosa. Coba kita te-
rapkan hal ini secara rohani. saat kita menyadari keti-
dakmampuan makhluk-makhluk ciptaan untuk membuat
kita bahagia, dan sudah mencoba semua cara lain untuk
menghibur jiwa kita namun sia-sia, maka itulah saatnya
kita harus berpikir untuk kembali kepada Tuhan . saat kita
melihat betapa menyedihkannya orang-orang lain yang
seharusnya menghibur kita, dan betapa tidak bergunanya
dokter-dokter yang seharusnya menyembuhkan kita, beta-
pa sia-sianya mereka semua bagi jiwa yang merintih dalam
rasa bersalah dan kuasa dosa, dan tidak seorang pun dapat
memberi kita apa yang kita perlukan, kecuali Kristus, maka
pada saat itulah kita pasti akan berserah diri kepada Yesus
Kristus.
(2) Apa yang dipersiapkannya supaya bisa kembali. Yang di-
persiapkannya yaitu pertimbangan. Ia berkata dalam hati,
ia bertanya-tanya sendiri, saat akal budinya kembali pu-
lih, betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlim-
pah-limpah makanannya! Perhatikanlah, pertimbangan
yaitu langkah awal menuju pertobatan (Yeh. 18:28). Ia
insaf dan bertobat. Mempertimbangkan berarti berdiam
diri, merenungi diri sendiri, membandingkan hal yang satu
572
dengan yang lain, dan mengambil keputusan yang sesuai.
Sekarang amatilah apa yang dipertimbangkannya.
[1] Ia mempertimbangkan betapa buruknya keadaannya:
aku di sini mati kelaparan. Bukan hanya, “Aku lapar,”
namun , “Aku mati kelaparan, sebab aku tidak melihat
satu cara pun untuk menolong diriku.” Perhatikanlah,
orang-orang berdosa biasanya baru akan datang mela-
yani Kristus kalau mereka sudah sadar bahwa mereka
akan segera binasa jika terus-menerus melayani ke-
inginan dosa. Kesadaran akan binasa itu seharusnya
mendorong kita untuk datang kepada Kristus. Tuhan,
tolonglah, kita binasa. Dan meskipun kita dihalau untuk
datang kepada Kristus dengan paksaan seperti ini, Ia
tidak akan menolak kita ataupun merasa direndahkan,
melainkan akan merasa terhormat jika orang berserah
kepada-Nya dalam keputusasaan.
[2] Ia berpikir betapa akan jauh lebih baik keadaannya jika
ia kembali: betapa banyaknya orang upahan bapaku,
orang-orang yang paling rendah dalam keluarganya,
yang bekerja sebagai buruh harian, berlimpah-limpah
makanannya. Betapa baiknya rumah yang dijaga bapa-
ku! Perhatikanlah, pertama, dalam rumah Bapa kita ada
banyak makanan untuk seluruh keluarga-Nya. Hal ini
diajarkan melalui dua belas ketul roti pajangan, yang
selalu ada di atas mezbah di dalam ruang mahakudus,
satu ketul untuk setiap suku. Kedua, ada makanan
yang berlimpah, yang cukup untuk semua, cukup un-
tuk setiap orang, cukup untuk disisakan bagi orang-
orang yang akan bergabung dalam keluarga-Nya, dan
cukup ada sisa untuk diberikan sebagai sedekah. namun
masih ada lagi, ada remah-remah yang jatuh dari meja-
Nya, yang akan diterima dengan senang hati dan ucap-
an syukur oleh banyak orang. Ketiga, bahkan orang-
orang upahan dalam keluarga Tuhan terpelihara dengan
baik. Orang paling hina yang ingin bekerja dalam ke-
luarga-Nya, untuk melakukan pekerjaan-Nya, dan ber-
gantung pada upah-Nya, akan dipelihara dengan baik.
Keempat, pemikiran akan hal ini seharusnya membuat
orang-orang berdosa, yang sudah tersesat dari Tuhan ,
Injil Lukas 15:11-32
573
merasa terdorong untuk kembali kepada-Nya. Demi-
kianlah si perempuan pezinah itu berkata-kata dalam
hatinya, saat ia kecewa dengan kekasih-kekasih baru-
nya: aku akan pulang kembali kepada