Konflik berkepanjangan dan tsunami yang terjadi, baik
di Aceh, di negara kita atau ditempat lain di belahan dunia,
telah menimbulkan luka paling dalam kepada jutaan orang
terutamanya yaitu remaja. Pengalaman mengerikan yang
dialami ketika konflik dan tsunami merupakan pengalaman
traumatis bagi setiap orang, dan sangat sulit untuk dapat
dilupakan, sehingga berdampak kepada perilaku yang kadang-
kadang tidak wajar dan sering menimbulkan kecemasan bagi
orang orang terdekatnya.
Menurut Sondang Irene E, dan kawan-kawan
bahwa pengalaman traumatis menggoncangkan
dan melemahkan pertahanan individu dalam menghadapi
tantangan hidup sehari-hari1. Gejala-gejala ini sangat wajar
muncul pada orang-orang yang mengalami peristiwa ini .
Artinya bahwa siapapun berkemungkinan untuk menampilkan
reaksi berlebihan akibat pengalaman yang begitu mengejutkan,
menakutkan, mengamcam, menyedihkan sehingga
menimbulkan stres dan trauma.
Pertama, Stres merupakan salah satu luka psikologis
yang akan membekas hingga waktu yang tidak dapat ditentukan
oleh siapapun, apalagi tanpa pengawalan dan penanganan
serta pemulihan dari berbagai pihak yang berkepentingan.
Remaja yaitu masa depan bangsa, bila ia berada dalam
keadan stres dan trauma maka akan berakibat pada daya fikir,
daya rasa dan daya tindak dalam menjalani sisi kehidupannya.
Remaja sering dikatakan yaitu penerus setiap generasi, oleh
sebab itu kekuatan, kecakapan dan kesehatan jasmani dan
rohani merupakan hal terpenting dalam meneruskan tugas dan
fungsinya. Jadi bila remaja berada dalam keadaan yang tidak
seimbang emosionalnya, maka akan sulit untuk menguatkan
nilai intelektual dan keterampilannya dalam melihat semua
problema kehidupan.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Departemen
Pendidikan Nasional bahwa, stres itu berpengaruh
terhadap dinamika perilaku manusia, baik secara fisik maupun
secara mental. Stres yang di alami seseorang akan tergantung
pada bagaimana orang ini menghadapi kondisi yang
menyebabkan munculnya stres, dengan demikian reaksinya
sangat bervariasi antara orang yang satu dengan orang yang
lainnya baik dalam jenis maupun intensitasnya2. Secara umum
stres dapat mempengaruhi aspek psikologis, (mental), fisik,
perilaku dan lingkungan.
Pada aspek psikologis pengaruh stres yang kuat dapat
dilihat dari adanya kegajala kecendrungan sebagai berikut: (1)
cepat marah, (2) frustasi, (3) kecemasan, (4) agresi, (5) gugub,
(6) panic. Selain daripada itu sering juga timbul kebosanan,
apatis, depresi, tidak bergairah, dan kehilangan kepercayaan
diri. Pada aspek fisik, pengaruh stres sering muncul perubahan
sirkulasi hormonal, tekanan darah tinggi, meningkatnya denyut
jantung, kasusulitan pernafasan, gangguan pencernaan, syaraf
dan lain-lain. Pada aspek perilaku biasanya yaitu pengaruh
kombinasi antara aspek fisik dan mental seperti susah
menetapkan keputusan, cepat lupa, sangat sensitif atau peka,
aktivitas berkurang, cenderung tidak bertanggung jawab atau
tidak berani menanggung resiko, acuh tak acuh dan sebagainya.
Sedangkan pada aspek lingkungan sering membuat orang-
orang sekitar tidak harmonis, tempat pekerjaan tidak produktif
sehingga lingkungan merasa tidak tentram.
Kedua, trauma juga merupakan salah satu luka psikologis
yang sangat berbahaya bagi kehidupan warga terutamanya
remaja, sebab dapat menurunkan daya intelektual, emosional,
dan perilaku. Trauma biasanya terjadi bila dalam kehidupan
seseorang sering mengalami peristiwa yang traumatis seperti
kekerasan, perkosaan, ancaman yang datang secara individual
atau juga secara massal seperti konflik bersenjata dan bencana
alam tsunami. Trauma bisa menimpa siapa saja dan kapan saja
tanpa memandang ras, umur dan waktu. Stres dan trauma yang
dialami akibat kejadian hebat menimbulkan perasaan sakit
pada seseorang, baik fisik maupun mental, dan bahkan sering
menyebabkan beberapa gangguan emosional atau psikologis
dikemudian hari; yang disebut dengan “post traumatic stress
disorder” (PTSD) atau gangguan stress pasca trauma. Orang
yang mengalami PTSD umumnya “dihantui” pengalaman
traumatis yang mereka alami baik langsung maupun tidak
langsung. Seperti halnya para remaja awal korban tsunami,
mereka selalui dihantui ketakutan yang dalam, bila mendengar
suara gemuruh, suara dentuman bahkan suara angin yang
menderu. sebab suara-suara ini mengingatkan mereka
kepada kejadian masa lalu yang pernah dialaminya seperti,
kontak senjata pada waktu konflik, gempa dan tsunami 26
Desember tahun 2004 yang lalu, yang telah memisahkam
mereka dari orang-orang yang mencintainya.
Stres dan trauma akibat konflik, gempa disertai tsunami
yang dialami warga Aceh, secara berkepanjangan akan
meninggal perasaan sakit yang dalam dan berdampak kepada
perkembangan remaja, baik perkembangan fisik, maupun
mentalnya. Cavanagh, trauma yaitu suatu
peristiwa yang luar biasa, yang menimbulkan luka atau perasaan
sakit3. Dalam Mental Health Channel, trauma di artikan sebagai
suatu luka atau perasaan sakit ’berat’ akibat suatu kejadian
‘luar biasa’ yang menimpa seseorang, langsung maupun tidak,
baik luka fisik maupun psikis atau kombinasi keduanya. Berat
ringannya suatu peristiwa akan dirasakan berbeda oleh setiap
orang, sehingga pengaruh dari peristiwa itu terhadap prilaku
juga berbeda antara seseorang dengan orang lain.4
Pada saat kejadian traumatis dialami seseorang, ia
akan merespon dan mengatasi nya dengan mekanisme
rekoveri yang dimilikinya sehingga tidak berdampak negatif
pada waktu kemudian. Namun pada orang–orang tertentu
tidak terselesaikan dengan tuntas yang akan membekaskan
luka atau sakit, dalam jangka waktu yang cukup lama yang
kemudian berpengaruh terhadap prilakunya, orang-orang
ini lah yang dikatakan mengalami stress pasca traumatic
(Post Traumatic Stress Dissorder), dalam keadaan yang demikian
seseoarang memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami
gangguan kasusehatan mental seperti fobia, panic, depresi,
kebingungan, keresahan (anxiety), dan obsesif-kompulsif.
Dalam Kompas Cyber Media dinyatakan Gangguan
stress pasca trauma merupakan keadan depresi, cemas, dan
mati rasa yang mengikuti berbagai peristiwa traumatis yang
terjadi akibat perang, perkosaan, bencana alam, kematian
akibat kekerasan yang menimpa orang-orang tercinta, dan
sebagainya. Gangguan pasca trauma bisa dialami segera
setelah peristiwa traumatis terjadi, dan bisa juga dialami secara
tertunda sampai beberapa tahun sesudahnya. Korban biasanya
mengeluh tegang, insomnia (sulit tidur), sulit berkonsentrasi,
dan berilusi dan halusinasi seperti ada yang mengatur hidupnya,
dan bahkan ada juga yang merasa kehilangan makna hidup5.
Suatu kejadian traumatis akan kembali muncul manakala
ada suatu pemicu yang memunculkan kembali ingatan
terhadap kejadian itu, seperti kesamaan tempat, warna, suara,
setting peristiwa dan sebagainya. Orang-orang yang mengalami
gangguan pasca traumatik biasanya berada pada keadaan stress
yang berkepanjangan, sehingga dapat berakibat munculnya
gangguan otak, berkurangnya kemampuan intelektual,
gangguan emosional, maupun gangguan kemampuan social.
Jadi oleh sebab itu, bila seseorang mengalami stres
pasca trauma, maka harus segera di tangani sesuai prosedur
yang berlaku, apa lagi bila remaja yang mengalami trauma, hal
ini akan berakibat fatal sebab dapat merugikan berbagai
pihak dalam perkembangannya, sebab remaja yaitu aset
negara, jadi bila mereka selalu trauma dengan apa yang dialami
pada masa lalu dan masih dirasakan hingga saat ini, maka yang
akan datang mereka akan suram, hal ini disebab kan remaja
akan menjadi penerus bangsa, penerus generasi dan juga
harapan bagi keluarganya. Oleh sebab itu mereka dituntut
untuk sigap dan prima baik fisik maupun mental.
Memahami Stres
dan Trauma
Pada Remaja
Dalam sub bagian ini akan dibahas enam aspek yang
terkait dengan stress dan trauma yaitu: (1) pengertian stress,
(2) factor-faktor penyebab stress, (3) pengertian trauma, (4)
jenis-jenis trauma, (5) symptom trauma, (6) remaja.
Jordan bahawa, stres yaitu setiap
perubahan dalam diri baik secara internal maupun eksternal
yang menimbulkan reaksi dari individu. Ada juga yang
menyebutkan stres sebagai reaksi tubuh terhadap situasi yang
menekan, atau mengancam seseorang6. Chaplin
stres yaitu suatu keadaan tertekan, baik secara fisik mahpun
psikologis. Reaksi seseorang dapat berbeda-beda terhadap
stres, namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: menghadapinya atau lari dari situasi ini . bila
ia menghadapinya, maka ada dua kemungkinan yaitu bila
berhasil stres akan terlewati dan berakhir. Tetapi bila stres
itu sendiri terlalu berat, berterusan, atau ia memilih untuk
menghadapinya namun gagal, maka dapat terjadi gangguan
fisik, perubahan psikologi (depresi), perubahan sikap yang
timbul dapat menambah kecemasan, kemudian meningkat
menjadi stres
Stres yang muncul dapat berkaitan dengan kurangnya
rasa keselamatan dalam diri, rasa rendah diri, dll. Misalnya saja
pada anak-anak korban penjualan anak (trafficking), mereka
mungkin merasakan kurangnya rasa aman terhadap masa
depan mereka, atau takut akan terjadi lagi penjualan ini
pada diri mereka. Dalam sebuah sesi kaunseling tentang
penganiayaan atau trauma tertentu dapat juga timbul stres.
Maka dari itu seorang kaunselor perlu mengawasi tanda-tanda
stres dalam diri lawan bicaranya dan merespon secepatnya,
contohnya berhenti sejenak dan melaksanakan teknik relaksasi.
Stres dapat digolongkan dalam 3 jenis, yaitu: Pertama,
stres yang positif, jenis ini dapat mencetuskan reaksi untuk
menyesuaikan diri ke arah yang lebih baik dan menyebabkan
perkembangan yang baik dalam diri. Stres seperti ini diperlukan
keberadaannya sesekali dalam hidup seseorang agar tidak
membosankan. Contohnya: akan menghadapi ujian, memulai
hidup baru dengan perkahwinan. Kedua, stres yang negatif,
yaitu stres yang menimbulkan kesusahan negatif terhadap
individu. Tanda-tanda mengalami stres ini yaitu perasaan
tegang, perasaan tidak enak seperti ketakutan, gugup, sedih,
dan bingung. Contohnya: gagal dalam ujian, bercerai dan
kesehatan yang buruk. Ketiga, stres akibat trauma, jenis ini
biasanya disebabkan oleh kejadian atau beberapa seri kejadian
yang tiba-tiba, tidak disangka, dan fatal, serta tidak biasanya
dialami oleh manusia. Kejadian ini sifatnya mengancam nyawa,
sehingga korbannya dapat menjadi syok, hilang kontrol atas
dirinya dan sering mengurangi kemampuan korbannya untuk
menyesuaikan diri dan juga mengatasi stres.
Kriteria stres akibat trauma yaitu : (1) Biasanya tiba-
tiba dan tidak disangka, (2) Tidak biasa dialami manusia
(abnormal circumstances), (3) Menyebabkan seseorang merasa
tidak berdaya, tidak dapat tertolong dan hilang kontrol, dan
(4) dapat mengancam nyawa. Stres dan trauma ini biasanya
berdampak negatif kepada: Pertama, pada Fisik gejala-gejala
stres negatif yaitu : (1) Pusing, (2) Sakit kepala, (3) Sulit
tidur, (4) Sakit perut, (5) Jantung berdebar, ( 6) Tekanan darah
tinggi, (7) Bernafas dengan cepat. Kedua, pada Kelakuan (apa
yang ditunjukkan) antara lain: (1) mengkonsumsi alkohol, (2)
kebanyakan / kurang makan, (3) sering bersikap gugup, (4)
ceroboh, (5) agresif, (6) tiba-tiba menangis. Ketiga, pada Emosi
(apa yang kita rasakan) antara lain: (1) cemas, (2) sedih, (3)
marah, (4) frustasi, (5) takut, (6) gugup, (7) tegang. Keempat,
pada Kognitif (apa yang kita fikirkan atau yang ada di fikiran)
antara lain: (1) gangguan konsentrasi, (2) fikiran pesimis,
(3) kehilangan rasa percaya diri, (4) kesulitan mengambil
keputusan, (5) banyak bermimpi.
Sondang Irene E Sidabutar membuat suatu bagan untuk
membedakan stres biasa dengan stres pasca trauma8.
Reaksi stres seseorang dapat berbeda terhadap suatu
kejadian, hal ini berkaitan dengan persepsi yang dimiliki. Persepsi
yaitu cara melihat, memahami dan mengertikan sebuah
situasi.Chaplin ada lima pengertian perception
(persepsi)yaitu: (1) proses mengetahui atau mengenali objek
dan kejadian objektif dengan bantuan indera; (2) kesadaran
dari proses-proses organis; (3) sekelompok penginderaan
dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman
dimasa lalui; (4) variable yang menghalangi atau ikut campur
tangan ,yang berasal dari kemampuan organism untuk
melakukan pembedaaan di anatara perangsang-perangsang;
dan (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau
keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu9.
Selanjutnya dalam psikologi kontemporer persepsi
diartikan sebagai tahap kedua dalam upaya mengamati dunia
kita, mencakup pemahaman dan mengenali atu mengetahui
objek-objek serta kejadian-kejadian. Jadi bila satu kejadian
yang masuk dalam pengindraan seperti suatu ancaman, maka
melalui pengalamannya akan membuat persepsi benar salah
dan ketidaksesuaian persepsi akan berdampak stres dan akan
membahayakan individu, sebab itu orang akan merespon
terhadap stres dengan berbagai cara yang berbeda. Secara garis
besar cara mengatasinya (coping) terbagi kepada dua yaitu sadar
(coping mechanism) dan tidak sadar (defense mechanism).
Pertama, Secara sadar (coping mechanism), yaitu
orang yang menghadapi stres dapat memilih strategi tertentu
untuk mengatasi stresnya itu. Para peneliti membagi strategi
ini menjadi 3 jenis utama, yaitu: (1) Usaha untuk mengubah
situasinya, dimana seseorang akan berusaha menyingkirkan
penyebab stresnya, waktu merancang untuk menyelesaikan
atau berusaha mendapatkan nasihat atau bantuan dari orang
lain untuk mengubah situasinya. Orang dengan kemampuan
untuk menyelesaikan waktu yang baik terbukti mengalami
stres lebih sedikit dan gangguan kejiwaan yang lebih sedikit;
(2) Usaha untuk mengubah persepsinya terhadap waktu,
yaitu seseorang menghadapi stres dengan melihat dari sudut
pandang lain yang poisitif, hingga dirasa waktunya tidak terlalu
mengancam; (3) Usaha untuk mengurangkan emosi yang
dirasakan, yaitu dengan minum obat penenang, bermain muzik
atau menari untuk melepaskan emosi.
Kedua, secara tidak sadar (defense mechanism) yaitu
proses mental yang bertujuan untuk melindungi seseorang
dari merasakan emosi yang tidak menyenangkan. Yang paling
banyak digunakan yaitu penindasan. Penindasan maksudnya
yaitu mekanisme secara tidak sadar untuk menyembunyikan
atau menekan ingatan atau fikiran yang tidak menyenangkan.
Mekanisme lain yang dapat digunakan yaitu : (1) denial /
penyangkalan, yaitu bila seseorang menolak untuk menerima
kenyataan, (2) Projection; yaitu bila seseorang melemparkan
kegagalan dirinya pada orang lain hampir seperti mencari
kambing hitam, (3) reaction formation (Pembentukan reaksi)
yaitu ketika seseorang melakukan apa yang tidak diterimanya,
padahal ia secara sadar penolakannya terhadap
hal ini . Misalnya seseorang yang mengatakan seks itu
kotor dan sangat menolaknya, ternyata ia masih menggunakan
prostitusi juga. Kenyataannya penolakannya itu menutupi
kebutuhan yang besar akan hal ini , (4) sublimasi, yaitu
ketika seseorang menukar dorongan seksual atau sikap
agresifnya menjadi sesuatu yang lebih diterima di warga .
Misalnya seseorang yang sangat ingin mengalahkan saudaranya,
menjadikan keinginan itu sebagai dorongan untuk berhasil di
dimasa depan, (5) rasionalisasi, yaitu pembenaran, yaitu bila
seseorang membenarkan (dengan persepsinya) kasusalahan
yang dilakukannya. Ini dilakukan untuk mengurangi perasaan
bersalah atau malu. Misalnya mahasiswa yang mencontek
saat ujian mengatakan bahwa dengan kelulusannya ia dapat
membantu ramai orang.
Anisman et al. memperlihatkan tiga gambar respon
stres dalam, periode singkat atau berkelanjutan. Stres
biasanya dikaitkan dengan tingkat peningkatan baik cortisol,
corticotropin dan releasing factor yang digambarkan dalam
setiap panel ketebalan interkoneksi panah, akan menunjukkan
besarnya respon biologis.
Stres sering terjadi akibat individu tidak mampu
mengendalikan suatu peristiwa (stressor) yang sedang
dialaminya. Ketidak berdayaan inilah yang cendrung membuat
korban terkena gangguan stress pasca trauma. Pernyataan
Krystal yang dikutip oleh Goleman dengan memberi
perumpamaan akan ketidakberdayaan seseorang dalam
menghadapi suatu peristiwa tragis, seperti diserang dengan
sebilah pisau, tetapi tidak tahu mengatasinya, atau hanya dapat
berfikir matilah aku, orang yang tidak berdaya seperti itulah
mudah terkena Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau
stres setelah terjadinya suatu tragedi yang menyakitkan yang
dapat membuat korban sakit secara fisik dan mental11. Harris
& Harris stres ialah satu proses yang mana otak
serta tubuh bertindak menghadapi tekanan yang datang dari
luar12. Wann pula sebagai satu respon yang tidak
emosional dari lingkungan sekitar13. Sementara itu Hackfort &
Spielberger merujuk stres sebagai proses psikobiologikal yang
pada umumnya diransangkan oleh situasi dan keadaan yang
dianggap atau di interpretasikan sebagai suatu yang berbahaya,
berpotensi untuk mencederakan atau menghampakan.14
Mirkin & Hoffman menjelaskan beberapa gejala stres
yaitu otot-otot menegang serta letih-lesue, pening kepala,
hilang selera makan, badan cepat letih, sembelit atau diare,
kegugupan, kemurungan, tidak bisa tenang, daya kerja
menurun dan lain-lain. Suatu pristiwa atau kejadian (stressor)
yang dapat dikendalikan (controllability) dan diramalkan
(predictability) cenderung akan menghindari dari trauma. Akan
tetapi, sebaliknya, bila suatu kejadian ini tidak dapat
dikawal dan dijangka, besar kemungkinan menjadi potensi
ancaman bagi diri. Ancaman ini pada akhirnya akan
melahirkan trauma.
Atkinson bahwa jika suatu peristiwa tidak
dapat dianggarkan dan tidak dapat dikawal seperti media,
bising, dan kemungkinan bahaya dipinggir jalan raya, maka
kita akan merasakannya sebagai sesuatu yang mengancam15.
American Psychiatric Association dalam Everly et al.,
bahawa peristiwa traumatik mungkin timbul bila seseorang
individu berhadapan dengan kematian atau ancaman,
kecederaan serius atau beberapa ancaman lain terhadap
integritas fisik seseorang, atau juga terjadi hanya dengan
menyaksikan peristiwa-peristiwa ini kepada orang lain16.
Untuk membantu orang lain mengatasi stresnya, yang
terpenting yaitu memberikan social support, intinya yaitu
memberi sokongan. Ada dua anggapan mengenai kasus positif
dari sokongan sosial. Yang pertama yaitu mengurangkan
dampak berbahaya dari stres yang tinggi, sedangkan yang
kedua membuat seseorang lebih menghindari untuk tidak
terkena stres. Misalnya saja pasangan yang saling membantu
satu sama lain akan menekankan bahwa pasangannya mampu
menghadapi sebuah tantangan, untuk menjadikannya lebih
kuat.
Selain daripada itu, Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama Depnas mengartikan Stres sebagai reaksi fisikal
dan emosional terhadap suatu peristiwa psikologis.
Ketika seseorang mengalami stress, secara biologis terjadi
perubahan-perubahan hormonal, dan secara emosional sering
memperlihatkan perasaan takut, marah dan sebagainya. Selain
itu, stres juga umum diartikan sebagai suatu ketegangan atau
tekanan yang dialami seseorang, baik pada aspek fisik maupun
psikis, dalam menghadapi tuntutan atau suatu beban tertentu
yang datang dari lingkungan atau dari dalam diri individu yang
nyata maupun yang imajiner. Seseorang yang mengalami stress
dapat dilihat dari tanda-tanda yang muncul dari 4 aspek, yaitu:
(1) aspek fisik, (2) aspek kognitif, (3) emosional, dan (4) aspek
prilaku
Pertama, aspek fisik. Pada faktor biologis/fisik,
seseorang yang mengalami stress ditandai dengan mudah
lelah atau lesu, sering mual, muntah-muntah, gemetaran,
kejang-kejang, sakit atau pegal-pegal di daerah pundak, susah
bernapas, sering berdebar atau tekanan darah tinggi, sakit
pencernaan, penglihatan kabur, kehausan (yang tidak wajar),
gigi gemeretak, merasa sakit di bagian tubuh tertentu, sering
buang air kecil, sakit kepala, dan sebagainya.
Kedua, aspek kognitif. Dalam aspek ini dapat ditandai
dengan salah menuju atau mengenal seseorang, kebingungan,
kurang perhatian, lambat atau tidak dapat mengambil
keputusan, kurang atau terlalu siaga, kurang kosentrasi,
mudah lupa, mudah curiga, kasusulitan mengidentifikasikan
objek, tidak dapat memecahkan masalah, kurang mampu
berpikir abstrak, lupa waktu/tempat, sering mimpi buruk dan
sebagainya.
Ketiga, emosional. Seseorang yang mengalami stress
mudah mengalami kecemasan, memiliki perasaan bersalah,
sedih, berduka, memiliki sikap menolak, mudah panik,
ketakutan, shock, perasaan tidak menentu, kurang mengontrol
emosi, depresi, melakukan respon yang kurang tepat, perasaan
yang meluap-luap, sering nampak prihatin, gampang marah,
gampang menyerang, dan sebagainya.
Keempat, dari aspek prilaku. Orang yang stress nampak
sering atau mudah melakukan perubahan dalam kegiatan
(kebiasaan), perobahan pola bicara (seperti gagap atau
nyerocos), menarik diri mengasingkan diri, memperlihatkan
ledakan emosional, penuh curiga (menyelidik), perubahan
dalam pola komunikasi, kehilangan gairah makan atau
gairah makan berlebihan, mengkonsumsi narkoba, merokok
berlebihan, tidak dapat beristirahat, melakukan kegiatan
anti social, mengalami keluhan fisik yang tidak jelas, sangat
sensitive terhadap lingkungan, mondar mandir (melakukan
gerakan yang tidak menentu), mengalami perubahan fungsi
seksual, dan sebagainya.
. Pengertian Trauma
Shapiro trauma merupakan pengalaman
hidup yang mengganggu kasuseimbangan biokimia dari sistem
informasi pengolohan psikologi otak. Kasuseimbangan ini
menghalang pemprosesan informasi untuk meneruskan proses
ini dalam mencapai suatu adaptif, sehingga persepsi,
emosi, keyakinan dan makna yang diperoleh dari pengalaman
ini “terkunci” dalam sistem saraf18. Jarnawi
bahawa trauma merupakan gangguan psikologi yang sangat
berbahaya dan mampu merosakkan kasuseimbangan kehidupan
manusia.Cavanagh dalam Mental Health Channel
tentang pengertian trauma yaitu suatu peristiwa yang luar
biasa yang menimbulkan luka dan perasaan sakit, tetapi juga
sering diertikan sebagai suatu luka atau perasaan sakit berat
akibat sesuatu kejadian luar biasa yang menimpa seseorang
langsung atau tidak langsung baik luka fisik maupun luka psikis
atau kombinasi kedua-duanya. Berat ringannya suatu peristiwa
akan dirasakan berbeda oleh setiap orang, sehingga pengaruh
dari peristiwa ini terhadap perilaku juga berbeda
antara seseorang dengan orang lain. American Psychiatric
Association (APA) dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM.IV-TR), ledakan trauma
merangkumi salah satu atau dua daripada berikut, yaitu: (1)
seseorang yang mengalami, menyaksikan atau berhadapan
dengan kejadian ngeri yang menyebabkan kematian, kecederaan
serius atau mengancam fisik diri atau orang lain, (2) respon
individu terhadap ketakutan, rasa tidak ada harapan, horror
(kanak-kanak mungkin mengalami kecelaruan tingkahlaku).
Begitu juga hal nya dengan gejala trauma. Cavanagh,
dalam Mental Health Channel, mendefinisikan trauma yaitu
suatu peristiwa yang luar biasa, yang menimbulkan luka atau
perasaan sakit: namun juga sering diartikan sebagai suatu luka
atau perasaan sakit “berat” akibat suatu kejadian “luar bisa” yang
menimpa sesorang, secara langsung maupun tidak langsung,
baik luka fisik maupun psikis atau kombinasi dari keduanya.
Berat ringannya suatu peristiwa akan dirasakan berbeda oleh
setiap orang, sehingga pengaruh dari peristiwa itu terhadap
perilaku juga berbeda atara seorang dengan yang lainnya.19
Trauma bisa saja melanda siapa saja yang mengalami
suatu peristiwa yang luar biasa seperti perang, terjadi perkosaan,
kematian akibat kekerasan pada orang-orang tercinta, dan juga
bencana alam seperti gempa dan tsunami. Gangguan pasca
trauma bisa dialami segera setelah peristiwa traumatis terjadi,
bisa juga dialami secara tertunda sampai beberapa tahun
sesudahnya. Korban biasanya mengeluh tegang, insomnia
(sulit tidur), sulit berkonsentrasi dan ia merasa ada yang
mengatur hidupnya, bahkan yang bersangkutan kehilangan
makna hidupnya. Lebih parah lagi, orang yang mengalami
gangguan pasca traumatic berada pada keadaan stress yang
berkepanjangan, yang dapat berakibat munculnya gangguan
otak, berkurangnya kemapuan intelektual, gamgguan
emosional, maupun gangguan kemampuan social. Selanjutnya
Cavanagh membagi trauma ke dalam empat tipe yaitu: (1)
trauma situasional, (2) trauma perkembangan, (3) trauma
intrapsikis, dan (4) trauma eksistensial. Yang keempat tipe ini
berbeda dari sisi kejadian dan juga dari sisi tingkat traumanya.
Pertama, trauma situasional sering terjadi akibat
bencana alam, kecelakaan kenderaan, kebakaran, perampokan,
perkosaan perceraian, kehilangan pekerjaan, ditinggal mati
oleh orang yang dicintai, kegagalan dalam bisnis, tidak naik
kelas bagi beberapa siswa, dan sebagainya. Kedua, trauma
perkembangan sering terjadi pada setiap tahap perkembangan,
seperti penolakan teman sebaya, kelahiran yang tidak
dikehendaki, peristiwa yang berhubungan dengan kencan,
berkeluarga dan sebagainya. Ketiga, trauma intrapsikis,
trauma ini sering terjadi akibat kejadian internal seseorang
yang memenculkan perasaan cemas yang sangat kuat, seperti
munculnya homo seksual, munculnya perasaan benci pada
seseorang yang seharusnya dicintai, dan sebagainya. Keempat,
trauma eksistensional, trauma ini sering terjadi akibat
munculnya kekurang berartian dalam kehidupan.
Webb bahawa: (1) trauma dinyatakan
sebagai kesakitan yang dialami oleh seseorang yang dapat
memberi karusakan kepada fisik dan psikologi sehingga
membawa kesusahan kepada kehidupan seperti menurunnya
tingkat produktifitas dan aktivitas keseharian, (2) trauma
terjadi sebab peristiwa pahit pada fisik dan mental yang
menyebabkan kerusakan serta merta kepada tubuh atau kejutan
pada otak, (3) trauma terjadi sebab ada kebimbangan yang
melampau atau kebimbangan yang traumatik oleh kerusakan
fisik dan psikis yang dapat menyebabkan gangguan emosi
yang dicetuskan oleh peristiwa pahit yang akut, (4) trauma
yaitu peningkatan gejala tekanan (stress) yang menyebabkan
gangguan emosi kepada kanak-kanak atau pelajar sekolah,
sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku, emosi dan
pemikiran, (5) trauma juga dikatakan sebagai kecederaan tubuh
yang disebabkan oleh tegangan fisik dari luar seperti tembakan,
kebakaran, kemalangan, tikaman senjata tajam, luka akibat
berkelahi, diperkosa, kelalaian teknologi dan sebagainya.20
Sementara itu seorang psikiater di Jakarta, Roan
trauma berarti cidera, kerusakan jaringan, luka
atau shock. Sedangkan trauma psikis dalam psikologi diartikan
sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa
dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya
untuk bertahan, mengatasi atau menghindar.21 Everly &Lating
bahwa trauma yaitu peristiwa-peristiwa di
luar kebiasaan pengalaman manusia pada umumnya, yang
terlihat sangat nyata dan jelas dan menyedihkan, sehingga
menimbulkan reaksi ketakutan yang hebat, ketidak berdayaan,
seram dan lain-lain. Ketegangan trauma biasanya seperti
ancaman intergritas fisik yang dirasa seseorang dari seseorang
yang sangat dekat. Pasca peristiwa traumatik, kejutan-kejutan
yang keras akan menyebabkan terjadinya tekanan traumatik,
dan mekanisme tekanan ini akan menguasai individu sehingga
merasakan sesuatu tanpa pengharapan.
Menurut MSF- Holland mengartikan trauma yaitu
suatu peristiwa yang bersifat mengejutkan dan tidak disangka,
situasi yang tidak biasa (diluar keseharian), menimbulkan
rasa tidak berdaya, mengancam kehidupan, baik secara
fisik mahupun emosional.23 Sedangkan peristiwa traumatis
menurut Vikram yaitu suatu peristiwa yang menyebabkan
ketakutan dalam kehidupan seseorang dan menimbulkan
stress yang negatif.24 Yule memaknai peristiwa traumatik
sebagai “.... an event that is outside the range of usual human
experience and that would be markedly distressing to almost
anyone, ...”. Selanjutnya Yule dan Hughes menjelaskan bahwa
peristiwa yang dapat mencetuskan terjadinya trauma yaitu
ancaman serius terhadap kehidupan seseorang atau ancaman
terhadap fisiknya. Ancaman ini terjadi secara alamiah
atau sebab ulah manusia seperti kecelakaan kapal terbang,
tabrakan kereta api, kerusuhan dalam suatu pertandingan olah
raga, atau peristiwa yang mengancam keselamatan anak-anak,
isteri, suami, maupun kerabat dekat, pemusnahan secara tiba-
tiba terhadap rumah, atau melihat orang lain yang menjadi
korban, atau bisa juga melihat terbunuhnya seseorang akibat
suatu peristiwa, atau kekerasan.
Rohmad Sarman bahwa trauma berasal
dari kata Greek yaitu “tramatos” yang berarti luka dari sumber
luar. Tetapi kata trauma dapat juga luka dari sumber dalaman
yaitu luka emosi, rohani dan fisik yang disebabkan oleh
keadaan yang mengancam diri seseorang. Gejala akibat trauma
sangat beragam dan mengelirukan. Trauma menimbulkan
kepedihan dan penderitaan yang dapat berpanjangan. Jika
orang mengalami trauma sebab faktor luaran, maka analisis
dan diagnosis proses penyembuhannya relatif lebih mudah
dan cepat. Seperti contoh luka bakar, kepedihan dan sakitnya
relatif mudah dirawat. Sekalipun luka itu yang kemudian
akan berdampak pada dalaman diri orang yang terbakar, ada
perasaan ketakutan yang menghantui ketika melihat api. Untuk
lebih jelas lihat beberapa kasus di bawah ini:
Pertama, Rizal yaitu seorang pemuda berusia 22
tahun yang tinggal di suatu daerah konflik perkauman. Dalam
suatu pertengkaran 5 tahun yang lalu, Rizal melihat ayah
dan kakak lelaki tertuanya dibunuh dengan cara dipenggal
kepalanya, kemudian dipertontonkan di pasar. Pada waktu
peristiwa ini terjadi ia bersembunyi ketika rumah mereka
diserbu. Sejak itu, Rizal selalu dihantui mimpi buruk tentang
kematian ayah dan kakaknya, setiap kali melewati pasar
ini , ia selalu merasa ketakutan dan berkeringat dingin
mengingati ditempat itulah dulu kepala ayah dan kakaknya
dipertontonkan. Akibatnya Rizal selalu mengelak pasar dan
berbagai pusat keramaian lain yang dapat mengingatkannya
kembali akan peristiwa ini .
Kedua, Vienna yaitu seorang wanita berusia 25 tahun.
Datang kepada psikolog sebab ingin membunuh diri. Saat
berusia 10 tahun, ia mengalami peristiwa perkosaan yang
dilakukan oleh kakak kandungnya. Itu yaitu rahasia yang
disimpannya sendiri selama bertahun-tahun. Setelah peristiwa
itu terjadi, ia melarikan diri dari rumahnya dan tinggal
dengan neneknya, dengan harapan dapat melupakan peristiwa
ini . Akan tetapi semua itu tidak dapat ia lupakan, Vienna
tidak pernah berhenti merasa kotor dan berdosa, sehingga
perlu dibersihkan. sebab itu, setiap harinya ia mandi berkali-
kali dan menutup diri dari pergaulan dengan dunia luar. Setiap
kali ada laki-laki yang datang bertamu kerumah neneknya
(keluarga dan kerabat yang lain) akan membuatnya histeris dan
menangis semalaman.
Ketiga, pada tahun 2004, Doddy mengalami luka parah
akibat letusan bom yang menyebabkan dia kehilangan mata
kirinya dan perlu menggunakan bola mata palsu. Sejak saat
itu, ianya selalu merasa ketakutan setiap kali mendengar suara
keras dan mudah merasa terkejut. Hal-hal kecil yang tidak
disukainya dapat membuatnya marah dengan merentak rentak.
Ia tidak dapat tidur pada malam hari sebab sering bermimpi
buruk. Bila sedang sendiri, ia sering merasa mengalami kilas
balik peristiwa letusan yang dialaminya ini . Pada suatu
hari, ia ketakutan dan histeris, sebab mencium bau masakan
isterinya yang hangus. Ia merasa teringat kembali dengan
tubuh-tubuh korban bom yang hangus terbakar, akhirnya ia
mendatangi psikolog. Ketiga kasus ini , merupakan contoh
trauma yang dialami korban, setelah peristiwa traumatik itu
terjadi, dalam waktu yang lama mereka masih mengingat dan
merasakan peristiwa ini se akan-akan kejadian itu baru
saja mereka alami dalam kehidupannya. Bila hal ini terjadi
berkepanjangan, maka secara fisik dan mental akan merubah
perilaku seseorang, oleh sebab itu harus ada penanganan yang
serius dan berterusan dalam rangka pemulihan trauma.
Brewin et al. faktor-faktor yang berisiko
untuk mengalami PTSD yaitu hidup dalam peristiwa trauma
dan bahaya, mempunyai sejarah sakit mental, mendapat
cedera, melihat orang cedera atau terbunuh, perasaan seram,
tidak berdaya, atau ketakutan yang melampau, tidak mendapat
dukungan sosial setelah peristiwa ini , berurusan
dengan tekanan tambahan setelah peristiwa itu, seperti
kesakitan kehilangan orang yang dikasihi, dan kecederaan,
atau kehilangan kerja atau rumah.26 Gurvits, et al.
faktor alam sekitar, seperti trauma kanak-kanak, kecederaan
kepala, atau sejarah penyakit mental, dapat meningkatkan
lagi risiko pada seseorang yang mempengaruhi pertumbuhan
otak awal.27 Sementara itu, Charney faktor yang
dapat mengurangkan resiko PTSD yaitu : Mencari dukungan
daripada orang lain, seperti rekan-rekan dan keluarga, mencari
group yang mendukung setelah peristiwa traumatik, perasaan
yang baik mengenai tindakan sendiri dalam menghadapi
bahaya, mempunyai strategi menghadapi keadaan yang
buruk, atau mendapatkan pembelajaran dari padanya, sebab
sebagian mampu untuk bertindak dan merespon setiap kasus
walaupun perasaan takut. Everly berpendapat bahawa untuk
benar-benar memahami sifat trauma psikologi dan PTSD,
seseorang perlu mengkaji wujud dua faktor pilihan psikologi
dan fenomena biologi.
Flannery tiga fungsi domain manusia
yang menyumbang kepada kesehatan baik fisik dan mental:
penguasaan yang baik, menyanyangi orang lain, menentukan
tujuan hidup yang bermakna dan penguasaan lingkungan yang
baik dengan merujuk kepada keupayaan untuk membentuk
dan memenuhi kebutuhan seseorang. Beberapa pakar
bahwa trauma psikologis mengacu pada dampak
dari stressor ekstrem dan insiden kritis pada fungsi biologis
dan psikologis individu. Proses dan akibatnya menjadi subyek
yang memiliki pengawasan ekstensif selama lima tahun
terakhir.
Spencer Eth, seorang psikiater anak yang mengambil
pakar PTSD anak, (dalam Goleman) bahwa,
trauma itu yaitu masuknya ingatan tentang keganasan yang
menjadi focus utama, berupa pukulan, tusukan sebilah pisau,
tembakan senjata. Ingatan merupakan pengalaman persepsi
yang hebat terhadap penampakan. Sehingga korban yang
kadang diam, tiba-tiba histeria bila mendengar bunyi, atau bau
mesiu, jeritan, muncratnya darah, mahupun terdengar sirene
polisi. Selain itu juga, gangguan psikologi akibat kejadian
traumatik, pada dasarnya timbul sebab terlalu mudahnya
amigdala tergugah (stelan amigdala yang terlalu rendah).31
Chaplin menjelaskan bahwa amigdala merupakan
suatu zat abu-abu yang ada dalam otak besar, fungsinya
berasosiasi dengan pengawal terhadap tingkah laku agresif.32
Selanjutnya Goleman menyebutkan bahwa penderita trauma
mengalami perubahan litar limbic yang terpusat pada amigdala,
mempunyai lokus seruleus yang di dalamnya ada
katekolamin yang mengandungi dua jenis bahan kimia yaitu:
adrenalin dan noradrenalina. Dua zat kimia ini berfungsi sebagai
mobilisasi tubuh untuk menghadapi keadaan kecemasan
(bertempur atau lari). Jadi pada pesakit trauma, sistem
pada amigdala sangat aktif sehingga membuat katekolamin
melepaskan bahan kimia otak dengan dosis yang berlebihan
untuk memberi respons situasi-situasi yang terkadang tidak
kecemasan atau tidak mengancam.
Dalam NN Fisiologi Kodokteran yang dikutip Jarnawi
bahwa bila amigdala di hapuskan maka
manusia akan fasif atau terlalu berani. Percobaan ini pernah
dilakukan pada seekor monyet. Pada dasarnya monyet sangat
takut pada ular, akan tetapi ketika amigdalanya di rusak,
monyet tidak takut lagi pada ular, malah menghampiri dan
memegang ular ini , bahkan ia memakannya.34 Jadi dapat
dikatakan bahwa amigdala juga berfungsi sebagai pemberi
isyarat rasa takut. Atau amigdala berperanan sebagai pemberi
isyarat tanda bahaya yang membuat manusia mengeluarkan
respon pertahanan dirinya melalui mengelak atau melawan.
bila amigdala terlalu cepat tergugah, maka manusia menjadi
terlalu waspada, penakut atau sangat agresif. Sebaliknya
bila amigdala terlalu lambat memberikan isyarat, manusia
akan tidak waspada, atau terlalu berani, yang pada akhirnya
membawa kasus buruk yang dapat mencelakakannya.
Individu dalam keadaan normal mempunyai reaksi
amigdala yang stabil (tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu
lambat), berbeda dengan halnya individu yang telah mengalami
trauma akibat peristiwa yang sangat mengguncang dan
menyakitkan, maka respon amigdala terlalu cepat tergugah dan
memberikan isyarat tanda bahaya berlebihan. Sehingga dengan
kasus yang kecil saja akan dipersepsikan sebagai sesuatu yang
mengancam. Sebagai contoh kasus seorang tentera Amerika
veteran perang Vitnam, yang dikisahkan bahwa walaupun
perang telah lama berakhir, setiap saat bayangan pahit yang
terjadi dalam peperangan terus menghantuinya, maka ia sering
mengalami “flash back” oleh suatu perisitiwa yang mirip pada
waktu perang.
Contohnya ketika ada seseorang yang membanting
pintu yang sedikit keras, langsung saja ia merunduk dengan
penuh ketakutan, dan tubuhnya langsung mengeluarkan
keringat dingin. Disini amigdalanya terlalu cepat tergugah oleh
suatu momen yang mirip, sehingga suara dentuman pintu ia
mentafsirkan sebagai suara letusan bom pada saat perang,
sehingga ia memberikan respon menunduk sambil ketakutan
dan keluar keringat dingin, sebab ia merasakan seolah-
olah letusan bom itu mengenainya. Kasus ini sangat berbeda
dengan individu yang normal, ia akan memberi respon suara
bantingan keras pintu dengan persepsi yang berbeda, yaitu ia
akan bertanya suara apa itu, kemudian suara itu akan dicerna
melalui fikiran dan akan meresponnya dengan melihat untuk
memberi jawapan. Jadi bila di amati respon seseorang dalam
menanggapi sesuatu peristiwa atau kejadian terlebih dahulu
melalui beberapa tahapan proses.
Sredling & Scott ada lima ladders (tahapan)
proses yang terjadi pada individu yang normal, yaitu: bermula
dari suatu peristiwa yang ditangkap oleh pancaindera,
kemudian masuk ke thalamus (saraf mesej) yang menghantar
informasi secara bersamaan ke amygdala dan hippocampus,
yaitu: bahagian Cortex otak yang bertanggung jawab dalam
penempatan peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan memberi
jarak serta perbandingan mengenai peristiwa yang disimpan.
Individu yang mengalami gangguan stress pasca trauma
akan menunjukkan penurunan pada polume hippocampal
yang ada dalam hippocampus. Fungsinya akan melemah
meskipun tidak kekal. Kemudian hippocampus memberikan
penafsiran terhadap suatu peristiwa dan memberikan
informasi yang betul pada amygdala, lalu memberikan respons
perlu tidaknya isyarat bahaya dihidupkan, akhirnya terjadilah
respons emosional atau perilaku untuk menangapi suatu
peristiwa atau kejadian tertentu.
Suatu kejadian yang tertangkap melalui indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan sentuhan
yang masuk ke dalam thalamus, yang berfungsi sebagai
pemancar lalu dengan pantas dan bersamaan menghantarnya
ke amygdala dan hippocampus. Di dalam hippocampus informasi
diproses secara perlahan, dan kemudian membuat tafsiran
yang benar tentang apa yang terjadi, lalu di hantar ke amygdala,
dan kemudian direspon sesuai dengan informasi yang dihantar
oleh hippocampus. Bila informasi ini mengandungi
unsur-unsur berbahaya, maka amygdala akan mengeluarkan
“penggerak tanda bahaya” berupa adrenalin dan noradrenalina,
dan jika informasi itu tidak berbahaya, maka amygdala secara
automatik memadamkan penggerak tanda bahaya dan akhirnya
terjadilah respons berupa menghindar atau melawan.
Pada individu yang mengalami trauma, fungsi
hippocampus telah mengalami kerusakan sehingga tidak dapat
memproses informasi secara tepat, maka informasi yang
diberikan kepada amygdala juga akan salah, dan amygdala
juga akan merespon secara salah dengan menghidupkan
penggerak bahaya yang berupa adrenalin dan noradrenalin
dalam dosis yang berlebihan, untuk menyahut satu perkara
yang tidak begitu mengancam, sebab itu seseorang yang
sudah mengalami peristiwa traumatik, ia akan bertindak balas
dengan tidak wajar, dalam menyikapi suatu kejadian, seperti
yang terjadi pada korban kekerasan di Bosnia, Nazi German,
veteran perang Vitnam, dan lain-lain.
. Jenis-Jenis Trauma
Vikram ada beberapa jenis trauma yang
dikenali, yaitu: (1) trauma personal (korban perkosaan,
kematian orang tercinta, korban kejahatan, dll) Perang dan
keganasan, (2) trauma mayor (bencana alam, kebakaran, dll),
trauma mayor umumnya menyebabkan trauma pada sejumlah
besar orang pada waktu yang sama. Cavanagh mengelompokkan
trauma Berdasar kejadian traumatik yaitu: trauma
situasional, perkembangan, intrapsikis dan eksistensional:
(1) Trauma situasional yaitu trauma yang disebabkan oleh
situasi seperti bencana alam, perang, kemalangan kenderaan,
kebakaran, rompakan, perkosaan, perceraian, kehilangan
pekerjaan, ditinggal mati oleh orang yang dicintai, gagal
dalam perniagaan, tidak naik kelas bagi beberapa pelajar, dan
sebagainya; (2) Trauma perkembangan yaitu trauma dan stres
yang terjadi pada setiap tahap pekembangan, seperti penolakan
dari teman sebaya, kelahiran yang tidak diingini, peristiwa
yang berhungan dengan kencan, bekeluarga, dan sebagainya;
(3) Trauma intrapsikis yaitu trauma yang disebabkan kejadian
dalaman seseorang yang memunculkan perasaan cemas yang
sangat kuat seperti perasaan homo seksual, benci kepada
orang yang seharusnya di cintai, dan sebagainya; (4) Trauma
eksistensial yaitu trauma yang diakibatkan sebab kurang
berhasil dalam hidup.
Selain daripada itu pengelompokan lain di lakukan
mengikut pada jenis kejadiannya seperti kekerasan baik
seksual maupun perkataan, bencana alam, serangan binatang
maupun manusia, konflik atau peperangan. Ada juga yang
mengelompokkan mengikut rentang waktu peristiwa yang di
alami seseorang seperti one-time trauma yaitu trauma yang
disebabkan satu kali peristiwa yang menyakitkan seperti
bencana alam, perkosaan, perampokan, kecelakaan lalu lintas,
dan sebagainya. Prolong trauma, di akibatkan oleh tebusan,
penculikan, pemenjaraan atau penyekapan. Penggolongan lain
juga ada Berdasar pada munculnya kejala-gejala gangguan
stres pasca trauma, yaitu: acute PTSD bila gejala muncul di
bawah tiga bulan setelah terjadi peristiwa troumatik, cronic
PTSD bila gejala muncul setelah tiga bulan dari waktu terjadi
peritiwa traumatik, dan delayed onset PTSD bila gejala muncul
setelah enam bulan dari waktu terjadi trauma.
Chaplin beberapa istilah yang berkaitan
dengan trauma yaitu: (1) trauma, plural traumata yaitu satu
luka baik yang bersifat fisik ataupun psikologis; (2) traumatic
dilirium (delirium traumatik) yaitu satu keadaan delirium
yang disebakan luka di otak; (3) traumatic neurosis (neurosa
traumatik) yaitu satu neurosa disebabkan oleh suatu
pengalaman yang luar biasa menyakitkan hati (4) traumatic
psychosis (psikosa traumatik) yaitu satu keadaan psikotis yang
ditimbulkan oleh luka di otak. Orang-orang yang hidup dengan
pengalaman traumatik akan sering mengalami perasaan flash
back daripada peristiwa yang terjadi.
Oleh sebab itu, trauma ini dapat dikatakan sangat
berbahaya bila di derita oleh individu, kelompok maupun
bangsa.Orang-orang yang mengalami keadaan ini akan
mempunyai risiko yang sangat tinggi kepada kesehatan fisik
dan mental, serta pada perilaku dan daya kreativitasnya,
dan bila tidak mendapatkan bantuan dan penanganan yang
profesional, dan berkelanjutan,maka penderita akan terus
mengalami trauma berkepanjangan. Bila trauma ini diderita
oleh anak-anak, maka ia akan sulit beradaptasi ketika remaja.
Dan bila di derita oleh remaja, maka ia akan sulit memasuki
dunia kerja yang penuh tantangan. Dan bila trauma ini di derita
oleh orang dewasa, maka ia akan sulit berinteraksi dengan
kelompok sosialnya, dan bila trauma ini di alami oleh manula,
maka ia akan sulit menata hidup di hari tuanya.
. Symptom Trauma
Everly et al. bahwa ada beberapa gejala yang
umum dari trauma psikologis dan PTSD.39 yaitu: Pertama,
Intrusive Symptoms (gejala yang mengganggu) antara lain:
(a) dapat mengalami kembali peristiwa dalam gambaran,
pikiran, kenangan, lamunan dan mimpi buruk, (b) bertindak
dan merasa seolah –olah peristiwa ini datang kembali,
(c)secara simbolis mengingat kembali penderitaan yang di
hadapi. Kedua, Avoidance Symptoms (gejala penghindaran)
antara lain: (a) menghindari tempat dan pikiran simbolis dari
trauma, (b) berpanjangan dalam mengingat suatu peristiwa, (c)
kehilangan minat dalam aktivitas yang penting, (d) membatasi
emosi, (e) merasa tidak ada waktu depan. Ketiga, Arousal
Symptoms antara lain: (a) hyper vigilance, (b) respon kaget
berlebihan, (c) gangguan tidur, (d) kesulitan berkonsentrasi,
dan (e) Cepat marah atau ledakan marah.
Wiliams & Poijula beberapa gejala
PTSD yaitu: Jika reaksi terhadap peristiwa trauma tetap ada
berterusan beberapa waktu atau terjadi setidaknya 6 bulan
setelah individu mengalami peristiwa, artinya ia mengalami
gangguan PTSD. Selanjutnya gejala-gejala lain ia telah
mengadap tasikan dengan DSM-IV yang dikeluarkan APA,
yaitu :
Pertama individu dikatakan mengalami peristiwa
trauma bila dari dua hal berikut terjadi, ia merasakan, menjadi
saksi, dikonfrontasi dengan peristiwa, terlibat ancaman
kematian atau kecelakaan serius, atau ancaman terhadap
fisik seseorang atau orang lain. Responnya yaitu ketakutan,
perasaan tidak tertolong, kengerian atau persepsi dari peristiwa
ini membuat seseorang dalam emosi.
Kedua bila Individu mengalami kembali peristiwa
ini secara berulang sehingga terbayang kembali koleksi
kejadian yang menyedihkan, tergambar dalam pikiran dan
persepsi. Sering mengalami mimpi yang berulang dan membuat
stres. Bertingkah seolah-olah peristiwa trauma datang kembali,
dan hidup melalui halusinasi atau flashback.
Ketiga individu terus-terusan menolak benda/peristiwa
yang berhubungan dengan peristiwa trauma, sehingga berusaha
sungguh-sungguh untuk menghindari pemikiran, perasaan
dan percakapan yang berhubungan dengan trauma, atau juga
menghindari tempat, aktivitas yang dapat mengingatkan
kembali pada trauma. Selain itu juga individu tidak dapat
mengingat kembali aspek penting dari dirinya, ketertarikan,
partisipasi dan aktiviti menjadi berkurang, dan merasa terlepas
dan terasing dari orang lain.
Yahuda karakteristik untuk menentukan
telah mengalami peristiwa traumatik bila dapat
mencetuskan ketakutan, tidak berdaya, seram yang dapat
mengakibatkan respon kepada ancaman kecederaan dan
kematian. Orang-orang yang dihadapkankepada peristiwa-
peristiwa ini berisiko tinggi untuk PTSD, terutamanya
kemurungan, gangguan panik,gangguan keresahan, dan
penderaan berbanding dengan mereka yang tidak mengalami
peristiwa traumatik. Selain itu juga akan mengalami gejala
somatik dan penyakit fisik, terutamanya hipertensi,asma, dan
sindrom kasakitan kronik.42 Dalam Dianostic and Statistical
Manual (DSM IV) dirumuskan oleh APA, (dalam Stradling
& Scot) yaitu, ada sejumlah kriteria yang dapat dilihat pada
penderita gangguan stress pasca trauma dalam jadual 2.1
berikut ini:
Carter & Byrne (tt) bahawa PTSD
yaitu suatu gangguan yang mengikuti trauma berat yang
dialami oleh sesorang yang dalam usahanya untuk pulih,
mengembangkan gejala-gejala re-experiencing (mengalami
kembali), Avoidance(menghindar) dan arousal (dengan terkejut).
Walaupun gejala-gejala ini merupakan sebahagian
daripada proses pemulihan, namun bila berlangsung dalam
jangka waktu yang panjang, dapat menjadi maladaptif bagi
seseorang yang mengalaminya dan lingkungan sekitarnya.
NIMH PTSD yaitu penyakit yang rel. Orang dapat
mendapatkan PTSD setelah hidup melaluisatu pengalaman
yang mengganggu atau menakutkan.
Seseorang dapat mendapatkan PTSD setelah ia
mengalami peristiwa seperti: Diperkosa atau didera secara
seksual; Hit atau dirusakkan oleh seseorang dalam keluarga anda
atau seorang korban penganiayaan ganas; Dalam kecelakaan
kapal terbang atau kereta; Dalam ribut taufan, puting beliung,
atau kebakaran; Dalam peperangan; Dalam peristiwa di mana
anda fikir anda mungkin akan dibunuh, atau Setelah anda telah
melihat mana-mana peristiwa-peristiwa. Jika anda mempunyai
PTSD, anda sering mempunyai mimpi buruk atau pemikiran
menakutkan tentang pengalaman yang di lalui. Anda coba
untuk menjauhkan diri daripada apa-apa yang mengingatkan
anda mengenai pengalaman anda dan mungkin merasa marah
dan tidak mempercayai atau mengambil berat tentang orang
lain. Anda sentiasa dapat berada dimana saja untuk untuk
mendapatkan bahaya. Anda dapat merasa sangat kecewa
bila sesuatu yang terjadi tiba-tiba atau tanpa peringatan.
Kasus Trauma Yang Sering Muncul Pada Korban
Trauma yang berpanjangan dialami seseorang dapat
mengakibatkan beberapa reaksi pada penderitanya, iatu: (1)
PTSR (Post-Traumatic Stress Reaction) atau Reaksi Stres Pasca
Peristiwa Traumatik), (2) PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
. Post-Traumatic Stress Reaction (PTSR)
Secara umum stres disebabkan oleh beberapa perkara.
Untuk anak-anak dan remaja mengikut buku Seri Latihan
Sokongan Psikososial tentang Manual Teknisi Intervensi Krisis
yang di Keluarkan PMI secara umum stress itu
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) kematian orang
yang disayangi, (2) luka fisik atau cacat, (3) berfikir akan terjadi
(terulang kembali) suatu bencana atau krisis, (4) orang yang
disayangi terluka atau cacat fisik, (5) kehilangan mainan / benda
kasusukaan, (6) perkelahian orang tua, (7) kemiskinan, (8)
ujian, (9) hukuman fisik dari guru, dan (10) jauh dari rumah.
Selain itu juga mengenal pasti reaksi stress dan intervensi
yang dapat dilakukan Berdasar tingkat usia terhadapfisik,
mental, emosional, dan perilaku seseorang. Pertama, reaksi
pada fisik, yaitu gangguan yang dialami dalam fungsi tubuh
seperti: mati rasa (lumpuh, tidak dapat merasakan sensasi
sakit), sukar tidur, gangguan pernafasan, jantung berdebar,
kencing di tempat tidur. Kedua, Reaksi pada mental yaitu
gangguan yang terjadi lebih pada proses berfikir, di mana
sering terjadi, mimpi berulang tentang kejadian traumatik yang
dialami, selalu teringat akan kejadian ini , tidak mengingat
aspek penting yang berkaitan dengan kejadian, kehilangan
minat terhadap aktiviti seharian, tidak percaya diri, merasa
tidak berdaya dan putus asa terhadap waktu hadapan.
Ketiga, reaksi pada emosional, dalam aspek ini, reaksi
yang terjadi yaitu gangguan pada alam perasaan seperti:
cemas, takut, gugup, marah dan merasa bersalah, merasakan
kembali ketakutan setelah beberapa waktu berlalu, dengan
teringat oleh hal-hal kecil sehingga mengalami stress negatif,
kesepian bahkan ketika sedang bersama-sama orang lain,
kehilangan emosi, terutama emosi positif seperti cinta dan
bahagia. Keempat, Reaksi pada perilaku, yang terjadi yaitu
mengelakkan situasi yang dapat mengingatkan pada kejadian,
dan dapat menghidupkan lagi peristiwa traumatik ini ,
dengan marah dan agresif, perubahan perilaku yang draktis
dan kadang-kadang bertahan lama setelah kejadian.
Sedangkan untuk reaksi umum pada waktu pasca trauma
sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek, seperti: Jenis peristiwa
traumatik yang dialami, usia seseorang pada saat mengalami
peristiwa traumatik, kepribadian seseorang, darajat ancaman
bahaya terhadap kehidupan seseorang mahupun orang lain
disekelilingnya, yang berkaitan erat dengannya dukungan
yang tersedia dan didapati oleh seseorang. Terkait dengan ini,
ada dua tahapan usia yang paling rentan terjadi trauma, yaitu
(1) usia kanak-kanak berisiko tinggi terhadap kemungkinan
munculnya gejala trauma, (2) pada usia remaja, kerentanan
yang ditimbulkan jauh lebih tinggi, berbanding dengan kanak-
kanak yang lebih muda. sebab pada waktu ini yaitu waktu
peralihan yang dialami dimana ketika anak mulai melepaskan
diri dari orang tuanya dan mula ingin berdikari.
Wiliams & Poijula reaksi trauma yaitu:
seseorang dapat merasa shok, merasa di teror atau merasa
nyata atau tidak nyata; Merasa mati rasa, kaku seperti seolah-
olah tubuh merasa tertinggal; Tidak dapat mengingat dengan
detail perisitiwa yang telah terjadi; Jika selamat dari peristiwa
yang berpanjangan reaksinya akan berbeda: selalu merasa
seolah-olah hidup dizona perang sepanjang hidupnya, selalu
merasa diawasi, selalu siap diserang kapanpun, tidak mengenal
diri sendiri.
bahwa faktor-
faktor yang membuat reaksi atau respons seseorang terhadap
peristiwa trauma, yaitu: (1) umur (umur yang lebih muda
bereaksi lebih signifikan berbanding yang tua), (2) jumlah waktu
persiapan yang dia punya sebelum peristiwa terjadi seperti
terjadi badai beberapa hari sudah ada peringatan sedangkan
gempa bumi tidak, (3) jumlah kerusakan yang terjadi pada
seseorang (secara fisik, emosional, dan spritual) atau barang-
barang, (4) jumlah kematian dan kerusakan yang menyebabkan
anda bertanggung jawab ke atasnya atau tidak dapat mencegah
peristiwa itu terjadi.
. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Penggunaan istilah PTSD ini dapat digolongkan dari
gejala: (1) sifat yang terlalu berlebihan dan mudah terkejut, (2)
penghindaran dan menarik diri, (3) pengalaman berulang, atau
memori yang mengganggu menyangkut peristiwa trauma atau
yang berhubungan dengan trauma, (4) jangka waktu paling
sedikit satu bulan, dan (5) menyebabkan rasa bersalah yang
signifikan. Harvey& Bryant dalam bulan pertama
setelah pengalaman traumatik, orang dapat memenuhi kriteria
diagnostik gangguan tekanan trauma akut. walau puntekanan
gangguan akut tidak sentiasa diikuti oleh PTSD, Ia dikaitkan
dengan risiko peningkatan PTSD.
National Institute of Mental Health (tt) PTSD
yaitu gangguan kebimbangan setelah orang-orang melihat
atau hidup dalam keadan yang membahaya.49 Lise (2007)
PTSD yaitu gangguan tekanan setelah trauma
yang membangun gejala dan ciri-ciri yang bertahan selama
lebih dari 1 bulan, beserta kasus ukaran berfungsi setelah
pendedahan kepada pengalaman yang mengancam nyawa.
Atkinson et al. PTSD disebabkan oleh trauma fisik
atau trauma psikologi atau trauma sebab keduanya, sebab
manusia mengalami peritiwa seperti perkosaan, perang atau
serangan pengganas, atau bencana alam. Pada kanak-kanak
kemungkinan mengalami trauma di sebab kan menyaksikan
penderaan fisik, emosi dan seksual atau menyaksikan
peristiwa yang dianggap sebagai mengancam nyawa seperti
serangan fisik, serangan seksual, kemalangan, kecanduan
narkoba, penyakit, komplikasi perobatan, atau pekerjaan
dalam pekerjaan yang dihadapkan kepada peperangan (seperti
militer) atau bencana.51 Holland bahawa seseorang
dikatakan mengalami PTSD bila ia masih mengalami reaksi
pasca peristiwa traumatis setelah lebih dari 6 minggu dengan
intensitas dan jangka waktu yang lama, serta menyebabkan
adanya gangguan dalam kehidupannya sehari-hari.52
Tinjauan terakhir dari beberapa pakar yaitu:
mereka telah menetapkan
bahwa fisiologi trauma dan PTSD yaitu suatu respon tubuh
yang terpisah yang berbeda dari bagian wilayah depresi berat
dan fisiologis tubuh secara umum terhadap stresor respon
kehidupan rutin. Adrenalin dilepaskan dari kelenjar adrenal
dan menjadi epinefrin dalam tubuh. Neurotransmiter ini
memobilisasi sistem respon darurat tubuh yang meliputi detak
jantung diperkuat, respirasi lebih baik, pelepasan gula untuk
energi lebih besar ke dalam darah. Ketika endorfin secara bebas
beredar pada peristiwa noncritical, orang merasa tenang dan
santai. Namun selama insiden kritis, muncul endorfin untuk
bertindak sebagai analgesik sehingga perhatian orang ini
tidak terganggu oleh rasa sakit dan menderita maka berupaya
untuk tetap hidup.
Kedua kimia otak terbaik norepinefrin dan endorfin
tampaknya terlibat dalam gejala yang mengganggu
pengembangan, dan dapat mewakili untuk mengingat peristiwa
traumatis dan menanggapi bagaimana mereka harus ditemui
lagi. Akhirnya, kehadiran norepinefrin, atau neurotransmiter
lain di otak, seperti glutamat, berulang kali atau untuk periode
waktu berpanjangan dapat mengakibatkan perubahan pada
sistem saraf, terutama dalam sistem limbik
Dalam bahaya orang merasa takut itu yaitu reaksi
alamiah, namun keraguan akan terpecah dan membuat
perubahan dalam tubuh mempertahankan atau mengelak respon
terhadap bahaya yaitu reaksi sehat yang bertujuan untuk
melindungi seseorang daripada bahaya. Tetapi didalam PTSD
respon ini diubah atau dirusak. Orang-orang yang menpunyai
PTSD mungkin merasa tertekan atau takut walaupun mereka
tidak lagi dalam keadaan bahaya. Seperti contoh gangguan
tekanan setelah trauma (PTSD) telah dilaporkan secara meluas
pada kanak-kanak dan remaja yang dihadapkan kepada perang
di Balkan
Pertanyaanya yaitu siapakah yang mendapat PTSD?.
NIMH (tt) siapa saja yang mendapatkan PTSD
pada sebarang usia. Ini termasuk veteran perang selamat
dari serangan fisik dan seksual, penderaan, kemalangan,
bencana, dan banyak lain-lain peristiwa yang serius. Tidak
semua orang dengan PTSD telah melalui peristiwa berbahaya.
Setengah orang mendapatkan PTSD setelah rakan atau ahli
keluarga mengalami pengalaman berbahaya atau menganiaya
atau kematian orang yang tersayang secara tiba-tiba tidak
disangka, ini dapat menyebabkan PTSD.55 Sementara itu, Lise
orang-orang yang beresiko terkena PTSD yaitu :
(1) Orang yang mempunyai pengalaman tempur tentera atau
orang awam yang telah dirusak sebab perang; (2) Orang yang
telah diperkosa, didera secara seksual, atau didera secara fisik;
(3) Orang yang telah terlibat dalam atau yang telah menyaksikan
peristiwa yang mengancam nyawa; (4) Orang-orang yang telah
terlibat dalam bencana alam, seperti puting beliung atau gempa
bumi.56
Kriteria diagnosis PTSD mengikut DSM-IV (Diagnostic
and Statistical Manual edisi-IV), (dalam Holland, 2001) ada
tiga kriteria yaitu: Exposure (pendedahan), Re-experiencing
(mengalami kembali), Persistent Avoidance (menghindar).
Pertama, Exposure (pendedahan) yaitu mengalami sendiri
peristiwa traumatik, menyaksikan orang lain terluka parah
atau kematian, mengalami kehidupan yang terancam bahaya,
mengalami ketakutan terus-menerus sehingga mengalami
ketidakupayaan. Kedua, Re-experiencing (mengalami
kembali) yaitu flashback, mimpi buruk, hal-hal kecil dengan
mencetuskan ingatan akan peristiwa traumatik yang dialami.
Ketiga, Persistent Avoidance (menghindar), yaitu upaya
menghindar yang dilakukan oleh korban.57 Jarnawi
PTSD yaitu suatu gangguan emosional yang tidak wajar, yang
berbeda dengan gangguan lain seperti depresi dan gangguan
panic. PTSD tidak mudah untuk disimpulkan, bila hanya
dari gejala-gejala yang ditimbulkan.58 NIMH (tt) merumuskan
tiga symptom orang yang mengalami PTSD yaitu:
Pertama, Re-experiencing symptoms yaitu: Imbasan
kasusan trauma berlebihan, termasuk gejala fisik seperti pompa
jantung atau berpeluh, mimpi buruk, pikiran menakutkan. Atau
mengalami kembali gejala-gejala yang dapat menyebabkan
masalah dalam rutinitas seseorang. Mereka dapat bermula dari
pemikiran sendiri dan perasaan orang. Perkataan, objek, atau
situasi yang mengingat kan kembali juga dapat mencetuskan
kembali PTSD;
Kedua, Avoidance symptoms yaitu: Tinggal jauh dari
tempat, peristiwa, atau objek yang dapat mengingatkan
kembali pengalaman ini , perasaan kebas, merasa bersalah
yang kuat, kemurung