Tampilkan postingan dengan label arasi singasana allah 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label arasi singasana allah 1. Tampilkan semua postingan

arasi singasana allah 2

 


iceritakan dari

Jahm serta para ateis ekstrem dan serupanya, tentang penafian

nama-nama Allah yang paling baik (Al Asma' Al Husnal, adalah

kekufuran yang nyata, dan menyelisihi apa yang secara pasti

diketahui dari agama aasrr1."69

Bagian kedua, Penafian sifat-sifat, fidak termasuk

nalna-nama

Ini pendapatnya golongan Mu'tazilah, dan mereka

disepakati oleh Ibnu Hazm Azh-ZhahiiTo, Az-Zaidiyah, Rafidhah

Imamiyah, dan lbadhiyah. Mu'tazilah sepakat menamai Allah

dengan nama, namun menafikan sifat dari-Nya.

Ibnu Al Murtadha Al Mu'tazili berkata, "Kalangan

Mu'tazilah telah sepakat, bahwa alam ini memiliki pencipta yang

6 Majmu'Al Fataun 16/135,5/355,13/131); Dar'u Ta'arudh Al Aql m

An-Nasl(3/3671.

67 Mnhai As-Sunnah (2/523, 5241.

68 Syrh Al Aqidah Al Ashfahaniyyah(hal. 67).

6e An-Nubu,nt a/ (hal. 198).

70 Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql(5/249,2501.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

67

dahulu, kuasa, berilmu, hidup, yang tidak memiliki makna-makna

...'71

Bagian ketiga: Penetapan nama-nama dan

sebagian sifat, dan penafian sebagian lainnya

Ini pendapatrya golongan Kilablnh, Asy'ariyah dan

Matr"rridiyah.

Golongan Kilabiyah dan para pendahulu Asy'ariyah

menetapkan nama-nama dan sifat-sifat selain sifat-sifat

ikhtiyariyatlz (yakni yang terkait dengan kehendak dan pilihan-

Nya). Mereka bisa menalnvilkannya atau menetapkannya dengan

anggapan bahwa ifu adalah azali. Itu karena takutnya mereka akan

batasan klaim mereka tentang masuknya hal-hal baru kepada Dzat

A[ah73, atau pun menganggapnya termasuk sifat-sifat perbuatan

yang terpisah dari Allah yang tidak berdiri dengan-Nya-74

Sedangkan kalangan Asy'ariyah Muta'akhkhir bersama

golongan Maturidiyah, mereka menetapkan narna-nama dan tujuh

dari sifat-sifat, yaihr: hidup, ilmu, kuasa, mendengar, melihat,

berkehendak, dan berbicara. Sebagian kalangan Maturidiyah

menambahkan sifat kedelapan, yaifu at-tat<wirls (penciptaan).

Mereka menafikan sifat-sifat lainnya, dan menakwilkan nash-nash

yang ada serta mengalihkan makna-maknanya.

71 Bab dzilaAt Mu'bzilahdari kitab Al Mqah,* 414ma|$al. 6l-

uh. swrh Al ushut At Khamsh (hal. 151); Maqalat Al lslamiSyin (hal. 164,

165l; Majmu'N Fatawa (5/355).

72 Maimu,N Fatawa (13/131).

73 Mauqif lbni Taimiyah min Al Aqa'inh 12/5O6I

74 tbid.lz/*41.

75 L;h. Tuhfat At Mwidlhal. 63); Iqant Al Maram (hal. 107, L74); Kitab Al

Maturidigh dimsah w:a bqwim (hal. 239h Kibb Al Maturidvah wa Mauqifuhum

min Tauhid At Asma' tn Ash-shifatl2/43o1; Manhai Ahlus sunnah wal Jama'ah

vn Manhaj Al Aqa'imh ft Tauhidillah (hal. 401).

68 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Kedua: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Al Asma' AI Husna

Pendapat pertama: Yang mengatakan bahwa

Allah tidak dinamai dengan sesuatu.

Ini pendapatnya golongan Jahmiyah para pengikut Jahm

bin Shafwan, dan para kaum ateis ekstrem, seperti Qaramithah

Bathiniyah, dan para filosof.

Golongan Mu'aththilah ini dalam ta'thil (penafian) nalna-

nama Allah, memiliki empat aliran, yaitu:

Aliran pertama: Cukup dengan menafikan penetapan.

Maka mereka mengatakan, "Dia tidak dinamai dengan

penetapan."

Aliran kedua' Dia tidak dinamai dengan penetapan dan

tidak pula dengan penafian.

Aliran ketiga: Diam dari kedua perkara ifu: penetapan dan

penafian.

Aliran keempat: Membeh.rlkan semua pendapat kendatipun

kontradiktif.

Golongan Mu'aththilah ini sepakat mengingkari semua

nama-nama, namun aliran mereka dalam pengingkamn berbeda-

beda.

1. Para penganut aliran pertama: Membatasi pada

pendapat mereka, bahwa Allah & mat memiliki nama, seperti

Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengetahui, dan serupanlp-

Sytrbhat mereka dalam hal itu:

Al Arasy (Singgasana Allah) 

69

A. Apabila Dia memiliki nama dari nama-nama ini, maka

mestilah Dia menyandang makna nama ifu, seperti hidup dan

ilmu. Lalu bila turunannya benar -yakni fun:nan dari nama, seperti

Al Aliim (Yang Maha Mengetahui)-, maka mengharuskan turunan

darinya -yakni sifatnya, yaitu a/ i/m (ilmu)-. Sedangkan itu adalah

mustahil menurut mereka.

B. Karena bila Dia dinamai dengan nama-nama ini, maka

itu adalah juga yang digunakan nama untuk selain-Nya, sedangkan

Allah Suci dari diserupai oleh selain-Ny6.76

Mereka adalah Mu'aththilah mumi -golongan yang

meniadakan nama-nama Allah-. Mereka menyebut orang yang

menamai Allah dengan nama-nama-Nya yang bagus sebagai

musyabbih (menyerupakan Allah dengan selain-Nya). Maka mereka

mengatakan, "Bila kami mengatakan: "# li tUunu Hidup lagi

Maha Mengetahui), berarti kami telah menyempakan-Nya dengan

selain-Nya yang hidup di alam. Begitu juga bila kami mengatakan:

,o , J o . . t ..

>i."CrJ F (Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat), berarti

kami telah menyempakan-Nya dengan manusia yang dapat

mendengar dan melihat. Bila kami mengatakan: i>3U\3.1 Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang), berarti kami telah

menyerupakannya dengan nabi yang pengasih lagi penyayang."

Bahkan mereka mengatakan, "Bila kami mengatakan:

|'-i'i (ada), berarti kami telah menyempakan-Nya dengan seluruh

yang ada, karena kesamaan dalam sebutan wuiud0<eberadaan)."77

Aliran ini dinisba&an kepada Jahm bin Shafwan.

76 Uh. Majmu'Al Fatawa16/35,3/L00]r' Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql

(3 / 367 | ; dan Kita b Ash -Sh a da lish (7 / 88-89, 9 6'97 l.

77 Mnhaj As-Sunnah (2/523,534).

70 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jahm mengingkari

nama-nama Allah I$, sehingga ia tidak menamai-Nya dengan

sesuatu pun, tidak dengan hidup, dan tidak pula lainnya, kecuali

dalam bentuk kiasan."78

Ini juga pendapatnya golongan Bathiniyah dari kalangan

para filosof dan Qaramithah, karena mereka mengatakan, "Kami

tidak menamainya: p {Hia"n), tidak pula ifti (Mengetahui), tidak

puh ];ti (Kuasa), dan tidak nda S3J (Berbicara), kecuali kiasan

yang bermakna pasif dan penyandangan: Yakni Dia tidak jahil, dan

tidak lemah."79 Ini juga merupakan pendapatnya hnu Sina dan

yang serupanya.8o

2. Para penganut aliran kedua, Mereka tambah

berlebihan lagi, yaitu mereka mengatakan, "Dia tidak dinamai

dengan penetapan dan tidak pula dengan penafian. Tidak

dikatakan \'i'i (ada) dan tidak pula \*71 Oauf. ada). Tidak

nula p (hidup) dan tidak nda !i I Oa* hidup). Dalam

penetapan terkandung penyerupaan dengNr al maujudat (yang

ada; makhluk), sedangkan di dalam penafian terkandung

penyerupaan dengan al ma'dumat (yang tidak ada). Semua ifu

adalah penyerupaan."

Aliran ini dinisbatkan kepada para Mu'aththilah ekstrem

dari golongan Qaramithah Bathiniyah dan para penganut

filsafat.8l

78 Majmu' Al Fabwa (12/31U.

7e Majmu' Al Fatawa (5/3551.

ao Ash-Shada fitnh (1 / 299-3OOl.

81 Majmu'Al Fatawa 16/35,3/100); Sgrh N,4shfahaniyyh (hal. 76, 80).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 71

3. Para penganut aliran ketiga. Mereka mengatakan,

"Kami tidak mengatakan: Dia ada, tidak pula tidak ada, tidak pula

hidup, tidak pula mati. Maka kami tidak menafikan dua hal yang

berlawanan, tapi kami diam dari ini dan ini, sehingga kami

menolak masing-masing dari keduanya. Kami tidak menghukumi

dengan ini dan f,dak pula dengan ini, sehingga kami tidak

mengatakan: dia ada, tidak pula tidak ada, tapi kami tidak

mengatakan: Dia ada, dan tidak pula kami mengatakan: Dia tidak

ada."

Di antara manusia ada lnng menceritakan ini dari Al Hallaj.

Hakikat pendapat ini adalah kejahilan sederhana dan kekufuran

sederhana, yang intinya adalah berpaling dari mengakui Allah,

mengenal-Nya, mencintai-Nya, menyebut-Nya, menyembah-Nya

dan menyeru-Nyu-82

Para penganut aliran ini adalah orang-orang yang masa

bodoh lagi Udak mau tahu.

Pam penganut aliran kedua adalah orang-orang yang masa

bodoh yang bersikap tawaqquf, yang mengatakan: "Kami tidak

menetapkan dan tidak pula menafikan."

Pam penganut aliran pertama adalah para pendusta lagi

menafikan (meniadakan).

Kesimpulannya, masing-masing golongan itu

menghancurkan apa yang dibangun sebelumnya. lalu ketika para

penganut aliran pertama membatasi pada penafian dan menolak

menetapkan dengan alasan, bahwa didalam penetapan terkandung

penyerupaan-Nya dengan al maujudat (yang ada; para makhluk),

muncul para penganut aliran kedua, lalu menambah sikap

82 Kibb AslTslnda{iwh(l/96-981; S5nrh Al Ashfahaniph (hal. 84).

72 - 

Al Arasy(Singgasana Allah)

berlebihannya, dan menyatakan, bahwa di dalam penafian juga

terkandung penyerupaan-Nya dengan al jamidal ftenda; para

makhluk), sehingga mereka juga menolak penafian. Kemudian

muncul para penganut aliran ketiga, lalu menuduh para penganut

aliran kedua, bahwa mereka menyerupakan-Nya dengan al

mumtani'af (yang tertolak; yakni tidak mungkin), karena pendapat

mereka bertopang pada penafian (peniadaan) dua hal yang

berlawanan, sedangkan ini tertolak (tidak mungkin).

4. Para penganut aliran keempat, yaitu aliran para

penganut paham wihdatul wujud (menyatu dengan makhluk), yang

memberikan nama-nama Allah S kepada sesuatu di alam wujud,

karena menumt mereka, keberadaan segala sesuatu adalah inti

keberadaan-Nya, tidak ada perbedaan kecuali kemutlakan dan

pembatasan.83

Inilah puncak pendapat golongan-golongan Mu'aththilah84

dan puncak paham mereka dalam masalah penetapan, yaitu:

wujud muflak, yakni wujud imajinasi di dalam benak (pikiran), atau

wujud terbatas dengan faktor-faktor ekstemal.85

!

Pendapat kedua, Allah dinamai dengan dua nama

saia, yaitu AI Khaliq (YanS Maha Pencipta) dan AI

Qadir (Yang Maha Kuasa).

Pendapat ini dinisbatkan kepada Jahm bin Sha{ruan.

Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata, "Al Jahm dan yang

senrpanya mengatakan, bahwa Allah bukanlah sesuafu.

8 SSnrh Al Qashidah An-NungnhkaryaAl Hiras (2/726I

84 Ash-shafadiwh ll /98, 991.

s *n-snafaagan 0 /1t6, ttn.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 7l

Diriwayatkan juga darinya, bahwa ia mengatakan, 'Dia tidak

dinamai dengan suafu nama yang disandangkan pula kepada

makhluk'. Maka ia tidak menamai-Nya kecuali dengan Al Khaliq

(Yang Maha Pencipta) dan Al Qadir(Yang Maha Kuasa), karena ia

seorang jabari (penganut paham jabariyah), ia memandang bahwa

hamba tidak memiliki kekuasaan (kemampuan). "85

Beliau #g berkata, "Karena ifu mereka menukil dari Jahm,

bahwa ia tidak menamai Allah dengan sesuatu. Dan mereka juga

menukil darinya, bahwa ia tidak menamai-Nya dengan nama-nama

yang juga disandangkan kepada makhluk, seperti: yang hidup,

yang berilmu, yang mendengar, yang melihat, tapi ia menamainya

dengan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pencipta. Karena

menumtnya, hamba tidak berkuasa, sebab ia adalah pentolannya

kaum Jahmiyah Jabbariysft. "87

Pendapat ketiga: Penetapan nama-nama tanpa

sifat-sifat.

Ini pendapatnya golongan Mu'tazilah, dan mereka

disepakiti oleh Ibnu Hazm Azh-Zhahiri. Dalam hal ini, golongan

Mu'tazilah diikuti oleh golongan Az-7aldiyah, Rafidhah Imamiyah

dan sebagian Khawarij.

Mu'tazilah sepakat menamai Allah dengan nama namun

menafikan sifat dari-Nya.

Ibnu Al Murtadha Al Mu'tazi berkata, "Golongan Mu'tazilah

telah sepakat, bahwa alam ini memiliki Dzat yang mengadakan

tt6 Mnhai As-Sunnah 12/526, 527); Al Ansab kartp As-Sam'ani 12/133).

$t Dar'u Tabrudh Al Aql un An-Naql(LBT; Maimu'Al Fatawa(8/M0l.

74 

Al Arasy (Singgasana Allah)

(pencipta), yang qadim, kuasa, berilmu, hidup, yang tidak memiliki

makna-makna."s

Ibnu Hazm menyepakati golongan Mu'tazilah dalam hal itu,

karena ia memandang, bahwa Al Asma' Al Husna seperti Yang

Maha Hidup, Yang Maha Mengetahui dan Yang Maha Kuasa,

sekedudukan dengan nama-nama alam yang tidak menunjukkan

kepada hidup, ilmu maupun kuasa. Dan ia berkata, "Sama sekali

tidak ada pertedaan antara yang hidup dan yang berilmu dalam

makna."89

Golongan Mu'tazilah dalam hal penafian sifat-sifat memiliki

dua alirant

Aliran pertama: Menjadikan narna-nama seperti simbol-

simbol mumi lang sinonim, lang tdak di sandangkan kepada yang

dinamainya berdasarkan makna png berdiri dengannya. Dengan

begifu mereka menganggap nama-narna ini sebagai simbol-sirnbol

mumi yang tidak menunjukkan kepada suafu sifat. Yang mumi

artinya yang khusus lagi hampa dari menunjukkan kepada sesuafu

yang lain. Maka mereka mengatakan, "sesungguh"yu i$i Uang

Maha Mengetahui) , 'Pii (Yans Maha Mengetahui) , 'e*Ai (Yang

Maha Mendengar) dan sebagainya, adalah simbol-simbol Allah

yang tidak menunjukkan kepada sifat-sifat. Itu bila dikaitkan

dengan penunjukkannya kepada safu dzat, maka itu adalah

sinonim. Yaifu seperti halnya engkau menamai safu dzat dengan:

Zaid, Amr, Muhammad dan Ali. Nama-nama ini adalah nama-

8 Kitab Dzla Al Mu'tazilah (hal. 6); Starh N Ushul Al Khamsh (hal. 151);

Maqalat Al Islamiyyin (hal. 16+165).

se Al Fashl(2/161); $arh N Ashfalnngah (hal. 76h Dar'u Tabrudh Al Aql

un A n - Naq I (5 / 249 -2501.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 75

nama sinonim, dan itu adalah simbol-simbol yang kosong, tidak

menunjukkan kepada sifat dzat yang dinamai dengan itu."90

Aliran keduar Di antara mereka ada yang mengatakan,

bahwa setiap simbol darinya tersendiri. Maka Allah dinamai W

(Maha Mengetahui) dan ;-# (Maha Kuasa), dan nama-nama ini

bukan sinonim, tapi tidak berarti bahwa di sana ada kehidupan

atau kekuaraan.gl Karena itu mereka mengatakanr gj9 LW

(Mengetahui tanpa ilmu), ,)*X.;-* (Kuasa tu.,iu k"k uruur,),

* \."#(Mendengar tanpa pnndungur*), 4. ^)-1 >i

Melihat tanpa penglihatan).

Pendapat keempat: Penetapan AI Asma' AI

Husna disertai dengan penetapan makna-makna

sebagiannya dan menyimpangkan makna-makna

sebagian lainnya.

Ini pendapakrya golongan Kilabiyah, Asy'ariyah dan

Maturidiyah.

Mereka itu walaupun menyepakati Ahlussunnah wal

Jama'ah dalam menetapkan lafazhiafazh nama-nama yang paling

baik lAl Asma' Al Husnal, tapi menyelisihi mereka dalam

menetapkan sebagian dari makna nama-nama tersebut.

Sebagaimana diketahui, bahwa setiap nama dari nama-

nama Allah mengandung sifat. Sementara golongan Kilabiyah,

Asy'ariyah dan Mafuridiyah memiliki pendapat mengenai sifaf-sifat

Snng menyelisihi pendapat Ahlussunnah wal Jama'ah. Golongan

Kilabiyah dan para pendahulu Asy'ariyah menafikan sifat-sfiat

eo at-Tuhfah Al Mahdiwh Snrh Ar-Risalah At-Tadammuriwh(1/46\.

er At-Tuhfah Al Mahditnh(l/461.

76 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

perbuatan ikhtiyanyah (yang berkaitan dengan kehendak), dan

selanjutnya mereka tidak menetapkan sifat-sifat yang dikandung

oleh nama-nama itu bila termasuk kategori ini, seperti ',i.At (Yang

Maha Pencipta), $t\".-)t (Yang Maha Pemberi rezel<rl dan

serupanya, sebagaimana yang nanti akan dijelaskan saat mengulas

tentang sikap mereka terhadap sifat-sifat ini.

Adapun, kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah disertai

golongan Maturidiyah, tidak menetapkan sifat-sifat selain tujuh

sifat, yaitu (ilmu, kuasa, hidup, mendengar, melihat, berkehendak

dan berbicara. Sebagian golongan Maturidiyah menambahkan sifat

kedelapan, yaitu at-takwin (penciptaan). Jadi menunrt mereka,

nama ifu bila menunjukkan kepada sifat-sifat yang mereka

tetapkan, maka mereka menetapkan makna yang difunjukkannya,

dan bila menunjukkan kepada selain apa yang mereka tetapkan,

maka mereka mengalihkannya dari hakikatryra dan mengganti

maknanya.

Sebagaimana diketahui, bahwa tidak ada di dalam masalah

nama-nama dari sifat-sifat yang mereka sebutkan ifu kecuali lima

saja, yaitu' d,-#ji ffang Maha Mengetahui) , ';|jiii (Yang Maha

Kuasa), !.ii lVu"g Maha Hidup), 'd"Ii (Yang Maha Mendengar),

dan '.*l-r.oii Uung Maha Melihat). Kelimanp ini mereka tetapkan

makna-maknanya, walaupun di antara mereka ada yang

mengembalikan sifat 'd..Ii (Yang Maha Mendengar), dan 'bii

Al Arasy (Sing:gasanaAllah) 

- 77

(Yang Maha Melihat) kepada pji 1ifmd, namun mayoritas mereka

menyelisihi itu.92

Nama-nama lainnya yang tidak sesuai dengan sifat-sifat

yang mereka tetapkan, maka mereka tidak menetapkan makna-

makna yang ditunjukkannya, bahkan mereka mengalihkannya,

seperti mereka mengalihkan makna'"*1i (rahmat; kasih sayang) di

dalam nama-Nya |fr,Ji (Yang Maha Pengasih) kepada, kehendak

pahala, atau kehendak memberi nikmat. Dan Sijr (kecintaan) di

dalam t\i.ii (Yang Maha Mencintai) mereka alihkan kepada:

kehendak menyampaikan kebaikan.93

Topik Ketiga: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Sifat-Sifat Allah &

Pendapat pertama: Menafikan semua sifat

Ini pendapatnya golongan Mu'athithilah ekstrem, di

antaranya adalah golongan Jahmiyah, para pengikut Jahm, dan

para filosof, baik para penganut paham filsafat mumi seperti Al

Farai, atau pun filsafat Bathiniyah Rafidhah isma'iliyah seperti Ibnu

Sina dan Ikhwan Ash-Shafa, atau pun filsafat sufiyah Ittihadiyah

seperti hnu Arabi dan lbnu Sab'in. Pendapat yang menafikan sifat-

sifat ini adalah juga pendapatnya golongan Mu'tazilah dan yang

e2 Lubb An-Mqull<arVa Al Makalati (hal. 213, 2L4l; SWrh Al Ashfahaniyah

(hal. 445); Al Musapnh karya hnu Al Hammam (hal. 57); Al MatundeiSnh

Dirasah un Taqwim (hal. 264); Al MaturidiJnh wa Mauqifuhum min Tauhid Al

Asma' on Ash-Shifat(2/4731; Manhaj Ahlis Sunnah wa Manhaj N Aqn'irah fi

At-TauhidhaL 409).

e3 Slarh Al,4sma' Al Husnakann fu-Razi hal. 2871.

78 

Al Arasy (Singgasana Allah)

mengikuti mereka, seperti golongan Zaidiyah, Rafidhah Imamiyah,

Khawarij dan lbadhiyah, dan ini juga merupakan pendapakrya An-

Najjariyah dan Adh-Dhirariyah.

Mereka semua tidak menetapkan sifat-sifat bagi Allah &.

Metode dan cara pengingkaran mereka terhadap ifu bermacam-

macam, tapi bisa dikelompokkan menjadi dua jenis, laifu:

1. Para Mu'athithilah ekstrem.

2. Mu'tazilah dan yang menyepakati mereka.

1. Golon gan Mu'athithilah Elrstrem'

Mereka menolak penetapan dengan cara apa pun. Dan

dalam penafian ini ada beberapa tingkatan pada mereka:

Tingkat pertama: Tingkat pendustaan lagi

menafikan (meniadakan).

Ini yang dianut oleh golongan Jahmiyah dan segolongan

filosoP4, dan ini juga merupakan pendapat Ibnu Sina dan yang

serupanya.95

Mereka menyifati Allah dengan sifat-sifat pasif secara detail,

dan tidak menetapkan bagi-Nya kecuali wujud mutlak yang tidak

ada hakikatrya saat terjadinya, tapi kembali kepada wujud

(keberadaan) di dalam pikiran lnng mencegah penghakikatannp

di alam nyata.% Jadi mereka menyifatinya dengan pasif dan

penyandangan-penyandangan tanpa sifat-sifat penetapan, dan

menjadikannya sebagai wujud muflak dengan sSnrat mutlak.

% Majmu' Al Fatavua pn -81.

es Ash -sha fadiph (t /299-wol.

% Maimu'Al Fatava $n\ St/afi Al Ashfalnn$ah(hal. 511; 1521.

AlArasy(SinggasanaAllah) 

79

Sementara telah diketahui dengan akal sehat, bahwa ini tidak

terjadi kecuali di dalam pikiran, tidak pada alam nyata yang keluar

darinya.9T

Tingkat kedua: Tidak peduli (masa bodoh) yang

ber-tawaqquf.

Yaitu mereka yang mengatakan: Kami tidak menetapkan

dan tidak pula menafikan. Tingkat penafian ini dinisbatkan kepada

kalangan Mu'aththilah ekskem dari kalangan qaramithan

Bathiniyah yang berfilsafat. 98

Mereka ini ekstremnya para ekstremis,99 karena mereka

menarik dari-Nya dua hal yang berlawanan, sehingga mereka

mengatakan, "'p\il-ii 13 iti'i f Oiauf mauiud(ada) dan tidak

pula ma dum (frdakad{. tf , t 7 t ffiaa. hidup dan tidak pula

mati). bE li il.ti, I ftidak berilmu dan tidak pula jahil)." Karena

mereka menyatakan, bahwa bila mereka menyifatinya dengan

penetapan, berarti menyempakannya dengan al mauiudal (yang

ada; makhluk), dan bila mereka menyifatinya dengan penafian

(peniadaan) berarti mereka menyenrpakannya dengan al ma'dumat

(yang tidak ada), karena itu mereka meniadakan dua hal yang

berlawanan. Sedangkan ini tertolak di dalam akal. Dan mereka

mengganti apa-apa yang Allah furunkan dari Al Kitab, dan apa-

apa yang dibawakan oleh Rasul is, sehingga mereka terjemmus

ke dalam hal yang lebih buruk daripada apa yang mereka hindari.

Karena mereka menyerupakannya dengan al mumtani'af (yang

tertolak; yakni tidak mungkin) ketika mereka meniadakan dua hal

e7 Maimu' Al Fabwa (3/81.

e8 Swrh Al Aqidah N Ashfahaniyah (hal. 76).

e Majmu' Al Fatawa(3/100).

80 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

yang berlawanan seperti halnya memadukan dua hal yang

berlawanan. Sedangkan keduanlra termasuk al mumtani'at

(tertolak; yakni tidak mungkin). 100

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan

Qaramithah, yaifu orang-orang yang mengatakan, 'Dia tidak

disifati bahwa Dia hidup, tidak pula mati, tidak pula berilmu, tidak

pula jahil, tidak pula kuasa, dan tidak pula lemah'. Bahkan mereka

mengatakan, 'Dia tidak disifati dengan aktif dan tidak pula dengan

pasif (tidak dengan positif dan tidak pula dengan negatif). Sehingga

tidak dikatakan: hidup lagi berilmu, dan tidak pula: tidak hidup lagi

tidak berilmu. Tidak pula dikatakan: Dia Maha Mengetahui lagi

Maha Kuasa, dan tidak pula dikatakant Dia tidak kuasa dan tidak

mengetahui. Tidak pula dikatakan: Dia berticara lagi berkehendak,

dan tidak pula dikatakan: Dia tidak berticara lagi tidak

berkehendak'. Mereka berkata, 'Karena di dalam penetapan

terkandung penyerupaan dengan apa yang ditetapkan baginya

sifat-sifat ini, dan di dalam penafian juga terkandung penyerupaan

dengan apa yang dinafikan darinya sifat-sifat irri'."101

Tingkat ketiga: Tidak peduli lagi tidak mau tahu.

Yaitu orang-orang yang mengatakan, "Kami tidak

mengatakan, cJ l:r'* It pfr li )1'. 

'1o,uJ &ukan yans

ada, dan bukan pula yang tidak ada. Bukan yang hidup dan bukan

pula yang mati). Maka kami tidak menafikan dua sifat yang

berlawanan, tapi kami diam dari ini dan ini. Maka kami menolak

masing-masing dari dua sifat yang berlau/anan. Kami Udak

menghukumi dengan ini dan tidak pula dengan ini, sehingga kami

tN Majmu' Al Fatawa (3/7 -81.

LoL S*rh 4l Aqidah Al Ashfahan$r,h11rat. 76).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 81

tidak mengatakan: ?\:r.ji lj i1.=. 

'1.J lUukan yang ada, dan

bukan pula yang tidak ada), tapi kami juga tidak mengatakan: '$

5:i7 (Dia ada), dan kami juga tidak mengatakan, ijG; 3ra pia

tidak ada).

Di antara manusia ada yang menceritakan ini dari Al Hallaj.

Dan hakikat pendapat ini adalah kejahilan sederhana dan

kekufuran sederhana, yang intinya adalah berpaling dari mengakui

Allah, mengenal-Nya, mencintai-Nya, menyebut-Nya, menyembah-

Nya dan menyeru-Nya.loz

Tingkat keempat: Para penganut wihdaful wujud

(menyatu dengan makhluk).

Yaitu mereka yang membedakan Sang Pencipta dengan

sifat-sifat yang membedakan-Nya dari para makhluk, dan mereka

mengatakan, bahwa keberadaan Pencipta adalah keberadaan

makhluk. Sebagai contoh, mereka mengatakan,bahwa Allah

adalah yang berbicara dengan segala perkataan yang ada. Dan

mengenai ini lbnu Arabi berkata,

'itb.: ;:; ri;r? ir; # [* io[,

,tt

c)eJt)i

'iq);'J'-( i\;* # gf.. lE LA,i ,r'*

" Ketahuilah, bahwa setiap ucapan di alam wujud adalah

perkataan-Nya,

baik ifu kita yang mengirzngnya maupun menryslnnya.

Ifu mencakup segala yang tercipta,

toz Ash-Shada ftyali (1 / 96-981.

82 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

karena dari-Nya permulaan dan kepada-NJn akhirvy,p-"1o3

Mereka menyatakan, bahwa Dia berbicara dengan lisan

setiap yang berbicara. Menurut mereka, tidak ada pertedaan

antara ucapan Fir'aun: Jti '$.t tJ "Akuluh fuhanmu 5nng

paling tinggt." (Qs. An-Naazi'aat l79l:241, dan: llr; n*'*li U

q-j "Aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (Qs. Al

Qashash [28]: 38), dengan ucirp.un yang didengar oleh Musa: 4l

,tf)J.iy'!a *?: r;:*tt6\tatr hr uf "saunssuhnsaAkuini

adalah Allah, tidak ada Tuhan (yan7 haq) selain ,4ku, maka

sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (Qs.

Thaahaa l2Ol: L4l.

Bahkan mereka mengatakan, bahwa Dia mengucapkan

pada segala sesuatu, sehingga tidak ada yang berbicara kectrali

Dia, dan tidak ada yang mendengar kecuali Dia, bahkan termasuk

ucapan Musailamah Al Kadz&ab (sang pendusta), Dajjal, dan

Fir'aun. Mereka menyatakan, bahwa ucapan-ucapan mereka ifu

adalah ucapan-Nya.lo4

Ini pendapatnya para penganut paham wihdatul wufi.d,

seperti Ibnu Arabi, Ibnu Sab'in, Ibnu Al Faridh dan Al AIif At-

Tilmisani.

Asal madzhab mereka adalah masing-masing dari wufud Al

Haq fi<eberadaan Dzat Yang Maha Had dan tsubut al khafu

(tetapnya ciptaan) adalah sama dengan yang lainqp dan

membutuhkan-Nya. Mengenai ini hnu fuabi berkata,

Lo3 Al Futulhat Al MakkiJryh(4/1471i terbitan Dar Shadh Bdrut.

rM kgthut Al Murtad M. 3491.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

A3

l!ze 1z lze zz tt )llolz tto.a

oJ.c+l; ,g.b_) l* oJ--el1 G.4

" Maka Dia menyembahku dan aku menyembah-Nya,

dan Dia memujiku dan aku memuji-Ny2."lo5

Ia juga berkata, "Sesungguhnya Al Haq disifati dengan

semua sifat hamba yang muhdats (yang baru; yang diadakan), dan

yang muhdals disifati dengan semua sifat Rabb, dan keduanya

adalah sesuafu yang satu, karena secara hakikat tidak ada

perbedaan wtjud dan 7tu6u7."lo6

Karena menumt mereka, Dia disifati dengan semua sifat

kekurangan, ketercelaan, kekufuran, kekejian, kedustaan, dan

kejahilan, sebagaimana Dia juga, menumt mereka, disifati dengan

sifat-sifat kemuliaan dan kesempumaan. Maka Dia adalah yang

mengetahui dan juga yang jahil, yang melihat dan juga yang buta,

yang beriman dan juga yang kafir, yang menikahi dan juga yang

dinikahi, yang sehat dan juga yang sakit, yang berdoa dan juga

yang memperkenankan, yang berbicara dan juga yang

mendengarkan. Dan menurut mereka, Dia adalah identitas alam,

tidak ada hakikatnya, terpisah dari alam. Mereka juga kadang

mengatakan, bahwa Dia bukan alam dan bukan yang lainnya.

Mereka juga kadang mengatakan, bahwa Dia alam yang juga

selainnya. Ucapan-ucapan lainnya yang seperti ini, yang

memadukan makna antara dua hal yang berlawanan disertai

penafian dua hal yang berlawanan.loT

Golongan Ittihadiyah memadukan antara penafian umum

dan penetapan umum, sehingga menurut mereka, bahwa Dzat-

ros Fushush Al Hikam (1/83).

106 gun6u1 41 Murtad hal. 397, 398).

ro7 Baghat Al Murtad hal. 4O8).

84 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Nya tidak mungkin terlihat dengan keadaan apa pun, dan Dia tidak

memiliki nama, tidak pula sifat, dan tidak pula ciri, karena Dia

adalah wujud yang mutlak yang tidak dapat dipastikan. Dan dari

sisi ini, maka Dia tidak terlihat dan tidak bemama.

Mereka juga mengatakan, bahwa Dia tampak dalam sama

benfuk. Dan menurut mereka, bahwa ifulah al wujud alismi (wujud

nama), bukan wujud dzati $mtjud dzat). Dari sisi ini, maka Dia

terlihat di segala sesuatu, dan tampak di segala yang maujud (yang

ada), tapi tidak mungkin Dia melihat diri-Nya sendiri. Bahkan

terkadang mereka mengatakan seperti yang dikatakan oleh hnu

Arabi, "Engkau melihat segala sesuatu pada-Nya."

Terkadang mereka mengatakan, "Dia terlihat di dalam

segala sesuafu, dan ifu adalah penampakkan-Nya dalam benfuk."

Terkadang juga mereka mengatakan sebagaimana yang

dikatakan oleh Ibnu Sab'in,

,s; 6 i* ai 'l Lr;t # ,s j V '-ri 6; 6 i*

" Mab tidak melihat dzat 5nng tidak terlihat,

dan dzat yang tidak dilihat mata yang melihat"

Mereka kacau, karena apa yang mereka tetapkan adalah

dzat yang tidak ada mumi, karena yang mutlak tidak ada wujudnya

di luar adalah mutlak tanpa keraguan, maka tidak ada yang tersisa

kecuali apa yang mereka sebut penampakan. Sehingga Sang

Pencipta adalah intinya para makhluk, bukan yang lainnya. Mereka

mengakui kebingungan dan kontradiksi ini kendati mereka tetap

menganut ta'thil (pernfian) dan pengingkaran. 108

108 *nhut a1 Murtad hal. 4731.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

85

Mengenai ini hnu Arabi berkata,

6:$ * t,,Au.'j';tL: # (&'.:k i;iu.'dt'ot)

aaa ara

e rtldr G w1*, # $3* * i;\t'as 

"tl,

&:; ct.r >t;r\i" fi#ky ok Lt,;yr,.i|';t

t:':i * ol ifrir ttll: # til *',;y a51rle-p

araa ///

t:&, €:; :i\i rr e # irli'; uf 'J'; ui a

"Bila engkau mengabl<an dengan penSrucian, maka engkau

membabsi,

dan bila engkau mengatakan dengan penyerupaan maka engkau

membatasi.

Bila engkau mengatakan dengan maka engkau benar,

dan engkau menjadi imam dan pemimpin dalam

pengetahuan.

Maka mengatakan penyertaan, maka ia musyrik,

dan siapa yang mengatakan kesendiian, maka ia muwahhid.

Maka hendaklah engkau menjauhi penyerupaan bila engkau

kdua,

dan hendaHah engkau menjauhi penSrucian bila engkau sendirian.

hgkau bukanlah Dia, tapi engkau adalah Dia, dan engkau

melihat-Nya

.s 9.lJ-,

85 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

di mata perkara-perkara itu secara jelas dan *erbatas."lo9

Ringkasan perkataan para mu'aththil ekstrem:

Perkataan para mu'aththil ekstrem yang telah disebutkan

berporos pada salah satu dari dua asal'

1. Asal pertama:

Penafian dan ta'thil yang berarti ketiadaan. Yaitu

menetapkan Al Haq tidak ada wujud-Nya, sama sekali tidak ada

hakikatnya di luar, dan Dia hanyalah perkara mutlak di dalam

pikiran. Inilah yang dianut para golongan pendusta yang

menafikan, golongan yang tidak peduli lagi ber-fawaqquf, dan

golongan yang tidak peduli yang tidak mau tahu.

2. Asal kedua,

Mereka menetapkan Al Haq adalah inti wujud para

makhluk, maka para makhluk tidak memiliki pencipta selainnya,

dan Dia bukan Rabb segala sesuatu dan bukan pula pemiliknya.

Inilah yang dianut oleh para ahli wihdatul wuiud al lttihadiyah (para

penganut paham menyafunya tuhan dengan makhluk) di salah safu

dari dua keadaan mereka. Jadi inilah hakikat pendapat orang-

orang itu, walaupun sebagian mereka tidak menyadari itu.

Karena itu para ekstremis dari golongan Qaramithah,

Bathiniyah, filosof, dan Ittihadiyah mempakan copian Jahmiyah

yang telah dibicarakan oleh para salaf dan para imam, namun

mereka lebih dekat kepada Islam. Karena perkataan golongan

Jahmiyah juga berotasi pada kedua asal ini, karena mereka

menunjukkan kepada manusia dan masyarakat umum, bahwa

loe Baghat Al Murtad(hal. 5271.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

gz

Allah ada dengan dzat-Nya di segala tempat, atau mereka

meyakini itu.

Dalam kenyataannya, mereka menyifatinya dengan

kepasifan yang berarti meniadakan, seperti ucapan mereka: Tidak

di dalam alam dan tidak pula di luamya. Tidak terpisah dari alam

dan tidak pula bersamanya. Tidak bersatu dengan alam dan tidak

pula terpisah darinya. Dan ucapan-ucapan sempa lainnya.

Perkataan pemula golongan Jahmiyah dan akhir mereka

berputar pada dua asal ini'

1. Penafian dan ta'thil yangmengindikasikan ketiadaannya.

2. Atau: penetapan yang mengindikasikan bahwa Dia

adalah para makhluk, atau bagian darinya, atau sifatnya.

Banyak dari mereka yang memadukan penafian dan

penetapan kedua hal yang berlawanan ini. Bila ditelisik dalam hal

itu, maka akan berkata, "ltu adalah kepasifan berdasarkan teori,

dan ini adalah penetapan berdasarkan realitas dan perasaan."

Sebagaimana diketahui, bahwa akal, dan perasaan, bila keduanya

bertentangan, maka lazimlah kebatalan keduanya atau kebatalan

salah sahrnya.llo

Ini adalah keadaan golongan Jahmiyah, mereka selalu

berbolak-balik antara penafian umum yang mutlak ini dan

penetapan umum yang mutlak. Mereka pada keduanya adalah

orang-orang yang bingung lagi sesat, tidak mengetahui Rabb yang

mana mereka diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. 1 1 1

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Jahmiyah

adalah golongan yang menafikan sifat-sifat, terkadang mereka

r1o 3rn6u1 41 Murtad hal.410), 411).

tlr Naqdh Ta'sis Al Jahmilryah (2/4671.

88 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

mengatakan apa yang berarti hulul dart ittihad (masuknya Tuhan

ke dalam makhluk dan bersatunya Tuhan dengan makhluk), atau

mereka menyatakan itu. Dan terkadang mengatakan apa yang

berarti juhud dan ta'thil (pengingkaran dan peniadaan). Maka yang

menetapkan di antara mereka tidak menyembah apa pun, dan

yang menetapkan di antara mereka menyembah segala

sesuatu."112

Tidak diragukan lagi, bahwa golongan Mu'aththilah lni,

dengan sikap mereka ini, berarti mereka telah berpaling dari

nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta ayat-ayat-Nya, dan mereka

menjadi orang-orang yang jahil mengenai-Nya, kafir kepada-Nya

dan lalai dari mengingat-Nya, serta hati mereka mati dari

mengenal-Nya, mencintai-Nya dan beribadah kepada-Nya. Ini juga

keadaan golongan Qaramithah Bathiniyah dan Mu'aththilah

dahiyah, karena mereka tetap di dalam gelapnya kejahilan

sesatnya kekufuran, mereka tidak mengenal Allah dan tidak

mengingat-Ny6.1ls

2- Mu'tazilah dan yang Sependapat dengan

Mereka

Golongan Mu'tazilah dan yang bersama mereka: golongan

Najjariyah, Dharariyah, Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, Ibadhiyah

dan lain{ain, adalah golongan yang sama dengan golongan

Jahmiyah dan para filosof dalam menafikan sifat-sifat114,

walaupun ada perbedaanlls antara golongan filosof dan

712 Majmu' Al Fatawa (6/391.

tL3 14ri-r' 41 Fatawa (6/ 481 dengan penyuntingan.

Lr4 Majmu' Al Fatawa (13/131).

rts 14ui-u' 41 Fatawa (6/511.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

89

Mu'tazilah, karena golongan Mu'tazilah bersafu di atas satu hal,

yaitu meniadakan penetapan sifat-sifat secara hakiki pada dzat dan

memisahkan darinya. Namun mereka ada dua aliran dalam sikap

mereka terhadap sifat-sifat:

Aliran pertama; Yang dianut oleh kebanyakan mereka,

yaifu menafikannya secara terang-terangan, sehingga mereka

mengatakan, bahwa Allah berilmu dengan Dzat-Nya tanpa ilmu.

Demikian juga mengenai sifat-sifat lainnya.

Aliran kedua, Yang dianut oleh sebagian mereka, yaitu

menetapkannya sebagai nama dan menafikannya sebagai

pertuatan, sehingga mereka mengatakan, bahwa Allah berilmu

dengan ilmu, dan ilmu-Nya itu adalah Dzat-Nya. Demikian juga

sifat-sifat lainnya. Maka mereka sama dengan pendapat pertama

dalam tujuannya, yaifu menafikan sifat-sifat.

Yang dimaksud dengan menafikan sifat-sifat menurut

persepsi mereka adalah meniadakan penetapannya secarcr hakiki

pada dzat dan memisahkan darinya. Demikian itu, karena mereka

menganggapnya sebagai inti dzat, sehingga Allah ifu berilmu

dengan Dzat-Nya tanpa ilmu, atau berilmu dengan ilmu namun

ilmu-Nya itu adalah Dzat-Ny6.116

Ada pandangan-pandangan lain di kalangan Mu'tazilah, tapi

semuanya satna dalam tujuannya dengan dua pendapat pertama,

yaitu berlepas dari menetapkan sifat-sifat secara hakiki pada dzat

dan memisahkan darinya. 117

tr6 4114r'1uri1u7 wa Ushuluhum Al Khamsah(hal. 100).

rr7 lbid. (hal. 101).

90 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Pandangan-pandangan Mu'tazilah ini dibawakan dari

mereka oleh golongan Zaidiyah, Rafidhah Imamiyah,ll8 lbadhiyah,

Ibnu Tumurt, 119 dan Ibnu 11urrr.12o

Jadi, Mu'tazilah memandang tidak mungkinnya berdirinya

(berlakunya) sifat-sifat pada-Nya, karena mereka meyakini bahwa

sifat-sifat adalah a'radh (bukan inti), sedangkan berdirinya

(berlakunya) a'radh (bukan inti) mengindikasikan hudut*nya (baru),

maka saat itulah mereka mengatakan, bahwa Al Qur'an adalah

makhluk, dan bahrra Allah tidak memiliki kehendak yang berdiri

dengan-Nya, tidak pula cinta, benci dan sebagainya.

Mereka mengembalikan semua yang disandangkan kepada

Allah dalam bentuk penyandangan makhluk, atau penyandangan

sifat tanpa berdirinya makna dengannya.121

An-Najjariyah

Mereka adalah para pengikut Husain bin Muhammad bin

Abdullah An-Najjar, yang meninggal kira-kira pada tahun 220 H.

Ia menyatakan, bahwa Allah S tetap pemurah dengan menafikan

kekikiran dari-Nya, dan Dia tetap berbicara dengan makna bahwa

Dia tidak lemah dari berbicara, dan bahwa perkataan Allah &

adalah muhdats (sesuatu yang baru) lagi makhluk. Ia juga

berpendapat dengan pendapatnya Mu'tazilah dalam masalah

118 p1 kalangan para pendahulu Rafidhah tidak ada yang mengatakan

penafian sifat-sifat (bahkan berlebihan dalam tajsim sangat masyhur dari para guru

mereka (seperti Hisyam bin Al Hakam dan serupanya. lstarh Al Ashfahan|nhh-

68).

119 Abu Abdullah Muhammad bin Tumur menganut madzhab Mu'tazilah

dalam menafikan sifat-sifat. (funrh Al Ashfahangah 6r. 23).

120 Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naqt(5/249,2501.

r2r 14ui-r' 41 Fatawa (6/L47, 148, 359).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

gI

tauhid, kecuali dalam masalah kehendak dan kemurahan, dan ia

menyelisihi mereka dalam masalah takdir, dan berpendapat irja'

(paham Murji'ahl.t2z

Adh-Dhariyah

Mereka adalah para penganut Dharar bin Amr Al

Ghathafani, yang meninggal kira-kira pada tahun 190 H. Ia

menyatakan, makna bahwa Allah berilmu lagi kuasa, bahwa Dia

tidak jahil dan tidak lemah. Begitu juga yang dikatakannya

mengenai semua sifat-sifat Yang Maha Pencipta mengenai diri-

Ny3.1zs

Masing-masing dari golongan Najjariyah dan Dharariyah

mengartikan nash-nash yang tsabit dengan makna-makna pasif,

sebagaimana yang dikatakan Al Baghdadi mengenai mereka,

"tanpa menetapkan makna atau faidah selain penafian penyifatan

dengan kebalikan dari sifat-sifat itu dari-Ny3."124

Golongan Jahmiyah, Mu'tazilah, Najjariyah dan Dharariyah

adalah seterus golongan Ahlussunnah pada masa fitnah pendapat

mengenai masalah bahwa Al Qur'an adalah makhluk.lzs

722 Maqalat Al Islamiyyin (l/341-3421; Ulh. Al Farq baina Al Firaq $al. 2O7l;

dan Al Mlal un An-Nihal(7/89,901.

723 714*u1u7 41 Islamijyin (l/239).

124 Al Farq baina Al firaq (hal. 215).

r25 7,4ui-u' 41 Fatawa (14/35L,352\.

92 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Pendapat Kedua, Menafikan Sifat-Sifat

Il<htiyariyah yang Berkaitan dengan Kehendak

Ini pendapatnya golongan Kilabiyah, para pengikut Abu

Muhammad Abdullah bin Sa'id bin Kilab. Juga pendapatnya Al

Harits Al Muhasibi,lz6 Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al Hasan Al

Asy'ari di fase keduanya, para pendahulu golongan Asy'ariyah

seperti Abu Al Hasan Ath-Thabari, Al Baqilani, Ibnu Faurak, Abu

Ja'far As-Samnani, dan yang terpengaruhi oleh mereka dari

kalangan Hanbali seperti Al Qadhi Abu Ya'la, Ibnu Aqil, Abu Al

Hasan bin Az-7aghuni, At-Tamimain dan lain{ain.l?7

Mereka disebut Ash-Shifatilryah, karena mereka

menetapkan sifat-sfiat Allah S dengan menyelisihi Mu'tazilah, tapi

mereka tidak menetapkan bagi Allah perbuatan-perbuatan yang

berdiri dengan-Nya yang berkaitan dengan kehendak-N5ra dan

kekuasaan-Nya, bahkan tidak pula selain perbuatan-perbuatan

yang tidak berkaitan dengan kehendak-Nya dan kelnaasaan-

Nyr6.12a

L26 Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata "Al Harits Al Muhasibi

menyepakatinya -yakni menyepakati lbnu Kilab-, kemudian dikatakan bahun ia

menarik kembali penyepakatannya. Karena Ahmad bin Hambal pernah

memerintahkan untuk mengucilkan Al Harits Al Muhasibi dan lain-lainnya dari

kalangan para sahabat Ibnu Kilabi ketika mereka menampakkan itu. Sebagaimana

png diperintahkan oleh As-Sari As-Saqthi (agar menjauhi sebagian perkataan Al

Harits. lalu mereka menyebutkan (bahwa Al Harits & bertaubat dari itu. Ia

seorang yang memiliki ilmu, keutamaan, kezuhudan dan perkataan mengenai

hakikat-hakikat yang cukup masyhur. Abu Bakar Al Kalabadzi (pengarang M4lat

Ash-Shufiyahl menuturkan ('Sesungguhnya ia mengatakan bahwa Allah berbicara

dengan suara'. Dan ini menyepakati pendapat orang ltang (bahwa ia

menarik diri dari pendapat lbnu Kilab." Majmu'Al Fatam(6/5271; (5221.

127 l42i,7tt' Al Fatawa (5/471\ (6/52 (53 14/1471; Sarn A

(tnl.78).

t28 14ui-u' 41 Fatawa (6/5201.

Al Arasy (SinggasanaAllah) 

93

Asal mereka berpendapat demikian dalam hal ini, bahwa

Allah tidak berdiri dengan-Nya apa-apa yang berkaitan dengan

kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya12e, tidak perbuatan dan tidak

pula selain perbuatan. 130

Perbedaan mereka dengan Mu'tazilah

Mu'tazilah mengatakan, "Al a'radh dan al hawadits tidak

menyafu dengan-Nya."

Golongan Mu'tazilah tidak memaksudkan al a'radh sebagai

penyakit dan cacat saja, tapi mereka memaksudkan itu sebagai

sifat. Mereka tidak memaksudkan al hawadits sebagai para

makhluk, dan tidak pula kejadian-kejadian yang terjadi dengan

tempat dan serupanya, yang biasa dimaksudkart manusia dengan

lafazh al hawadits, tapi yang mereka maksudkan adalah menafikan

apa yang terkait dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya dari

perbuatan-perbuatan dan lainnya. Sehingga mereka tidak

membolehkan berdirinya makhluk dengan-Nya, tidak pula istiwa',

tidak pula kedatangan, tidak pula pembicaraan, tidak pula

penyeman, tidak pula munajat, dan sebagainya dari apa yang

disifatkan bahwa Dia menghendakinya dan kuasa atasnya.

Tapi lbnu Kilab dan yang menyepakatinya menyelisihi

Mu'tazilah dalam pendapat mereka: " al a'radh tidak berdiri

dengan-Nya." Mereka mengatakan, "Sifat-sifat berdiri dengan-Nya,

tapi tidak disebut a'radh."

Mereka juga sependapat dengan Mu'tazilah dalam hal yang

mereka maksudkan dengan perkataan mereka: al hawadits tidak

r2e 114ui-u' 41 Fatawa (6/ 524).

t30 1,4ri*u' 41 Fatawa (6 /5221.

94 - 

Al Arasy (Sin8gasana Allah)

berdiri dengan-Nya, karena tidak ada satu perkara pun yang

berkaitan dengan kehendak-Nya, yang berdiri dengan-Nya. 131

Jadi mereka membedakan antara al a'radh -yakni sifat-

sifat- dengan al hawadits -yakni perkara-perkara yang berkaitan

dengan kehendak- 732 .L33

Golongan Kilabiyah dan yang mengikuti mereka menafikan

sifat-sifat perbuatan-Ny6,134 dan mereka berkata, "Bila itu berdiri

dengan-Nya, maka Dia menjadi tempat bagi al hawadits.

137 14ui.u'41 Fatawa (6/520,5211.

732 14ur'-u'41 Fatauta 16/525il.

133 Sebagai tambahan faidah (perlu disampaikan (bahwa perbedaan pendapat

mmgenai masalah ini ada empat pendapat:

1)- Pendapat golongan Mu'tazilah dan yang menyepakati

merekar Bahwa Allah (tidak ada sifat yang berdiri dengan-Nya (tidak pula perkara

yang berkaitan dengan kehendak-Nya dan pilihan-Nya. Inilah ucapan mereka:

"Tidak halal bagi-Nya al a'radh dan tidak pula al havndits."

2)- Pendapat golongan Kilabiyah dan yang menyepakati mereka'

Membedakan antam sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan ikhtiyanSah (yaitu mereka

menetapkan sifat-sifat dan menolak berdirinya dengan-Nya perkara yang berkaitan

dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya (baik itu perbuatan maupun bukan

perbuatan.

3). Pendapat golongan Kiramiyah dan yang menyepakati

mereka, Mereka menetapkan sifat-sifat, dan menetapkan bahwa perkara-perkara

yang berkaitan dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya berdiri dengan-Nya (tapi

ittr adalah hadits barul setelah sebelumnya tidak ada. Dan bahwa Dia menjadi

disifati dengan sesuatu yang baru dengan kekuasaan-Nya dan kehendak-Nya

setelah sebelumnya tidak demikian. Dan mereka mengatakan (bahwa tidak boleh

bergantiannya hawadits pada-Nya. Karena itu mengenai al hawadits mereka

membedakan antara pembaruannya dan kelazimannya (sehingga mereka

mengatakan dengan menafikan kelazimannya tanpa ke-hudut*annya.

4)- Pendapat Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Mereka menetapkan sifat-

sifat dan perbuatan-perbuatan ikhtiyariyah. dan bahwa Allah disifati dengan itu

sejak azali, dan bahwa sifat-sifat yang muncul dari perbuatan-perbuatan itu, dia

disilati dengan itu sejak qadim (walaupun akibat perbuatan itu muhdatsarh barul.

Dan inilah yang benar. (Majmu' Al Fatawa (6/520,5251.

134 5i1u1*11u1 filign $erbuatan) adalah yang terkait dengan kehendak-N5ra

(atau yang terpisah dari dzat (seperti istiwa' (turun (tertawa, datang (murka

(gembira. (Majmu' Al Fatawa (6/68,5/4L0).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

95

Sedangkan al hadits bila mewajibkan kesempumaan bagi-Nya,

berarti sebelumnya tidak ada, sedangkan itu adalah kekurangan.

Bila tidak mewajibkan kesempumaan bagi-Nya, maka tidak boleh

menyifati-Nya dengan iLr. " 135

Untuk menjelaskan perkataan mereka, kami katakan:

Sesungguhnya hal-hal yang disandangkan kepada Allah €E di

dalam Al Kitab dan As-Sunnah tidak terlepas dari tiga bagian:

Pertama: Menyandangkan sifat kepada yang

disifati.

Seperti firman Allah &,

*';:lorb>J'rr

" Dan mereka tidak mengetahui apa-ap dai ilmu Allah."

(Qs. Al Baqarah 12y 255\

;;.tr e.rar ,i bf;1r;?tr11.

"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi ruel<i Yang

Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Qs. Adz-Dzaariyaat

[51]' 58).

Bagian ini ditetapkan juga oleh golongan Kilabiyah, dan

mereka tidak menyelisihi Ahlussunnah dalam hal ini, sementara

golongan Mu'tazilah mengingkarinya.

Bagtan kedua: Menyandangkan makhluk.

Seperti firman Allah &:

tlrrLt 

"iur 

aiU

r* Maimu' Al Fa ta ua 16 / 691. Lih. sanggahan terhadap sg bt ini (6 / 1051.

95 - Al Arasy (Singgasana Allah)

" (Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya-" (Qs.

Asy-Syams [91]' 13)

Juga firman-Nya:

'#))")),e)*t

" Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang

thawaf." (Qs. Al Hajjl22l:26],.

Bagian ini, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan

kaum muslimin, bahwa yang di sandangkan ifu adalah makhluk.

Bagian ketiga {an ini poin yang dibicarakan di

sini-: Apa yang semakna dengan sifat dan perbuatan.

Seperti firman Allah &,

,r53 ;;\'{',

" Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung-"

(Qs. An-Nisaa' [4]: 164)

i.;vijQ ir i1

" Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menuntt

yang dikehendaki-Nya." (Qs. Al Maa'idah [5]: 1)

f JL,.*rtt'Jtl

"Karena ifu mereka mendapat murka sesudah (mendapaf

kemurkaan " (Qs. Al Baqarah [2]: 90).

Bagian ini tidak ditetapkan oleh golongan Kilabiyah dan

yang menyepakati mereka berdasarkan klaim mereka, bahwa a/

hawadits tidak menyafu dengan dzat-Nya. Maka berdasarkan ini,

Al Arasy (Singgasana Allah) 

97

menurut mereka, Dia berpadu dengan salah safu dari dua bagian

yang sebelumnya, sehingga (al hawadits itu) bisa berstatus:

t. Qadim yang berdiri dengan-Nya,

2. atau makhluk yang terpisah dari-Nya.

Menurut mereka, tidak mungkin ada sifat atau keadaan atau

perbuatan yang tidak qadim yang berdiri dengan-Nyu, dan mereka

menyebut masalah ini: "masalah masuknya al hawadits dengan

dzat-Nya."135 yuiL, seperti sifat kalam (berbicara), ridha, murka,

gembira, datang, tumn dan sebagainya. Kemudian, mereka

menalo,rilkan nash-nash yang ada mengenai ifu dengan salah safu

dari hal-hal berikut:

1. Mengembalikannya kepada sifat-sifat dzat dan

menganggapnya darinya, sehingga mereka menetapkan semua

sifat itu qadim azali. Mereka mengatakan, bahwa tumn-Nya,

datang-Nya, gembira-Nya, murka-Nya, ridha-Nya dan serupanya,

adalah qadim lagi azali.137 Sifat-sifat ini semuanya adalah sifat dzat

bagi Allah, dan bahwa itu adalah qadim lagi azali, tidak berkaitan

dengan kehendak-Nya dan pilihan-Nya. 138

2. Atau mereka menetapkannya termasuk kategoi nisbat

dan idhafah (penyandangan) mumi, yang berarti, bahwa Allah

menciptakan Arsy dengan sifat bawah, sehingga Dia menjadi ber-

istiwa' di atasnya, dan bahwa Dia menyingkapkan hijab-hijab yang

di antara diri-Nya dan para makhluk-Nya, sehingga Dia menjadi

datang kepada mereka, dan sebagainya. Dan bahwa pembicaraan

itu hanyalah memperdengarkan pihak yang diajak 61"*'u.139

136 14ui*u' 41 Fatavn (6/]4y'., 1471.

r37 Majmu' N Fatawa (5/4721.

r38 14ui-r' 41 Fa tatn (5/ 4l0l.

rse 714ui-u' 41 Fatavn (6/1491.

98 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Perkara-perkara dari sifat-sifat perbuatan ini terpisah dari

Allah, dan itu disandangkan kepada-Nya, dan bukannya sifat-sifat

yang berdiri dengan-Nya. Karena itu, banyak dari mereka

mengatakan, bahwa ini adalah ayat-ayat penyandangan dan hadits-

hadits penyandangan. Dan mereka mengingkari orang yang

mengatakan ayat-ayat sifat dan hadits-hadits .1fu1.140

3. Atau mereka menetapkannya sebagai "perbuatan-

perbuatan murni" pada para makhluk tanpa penyandangan dan

penisbatan.l4l

Seperti perkataan mereka mengenai istiwa', bahwa itu

adalah perbuatan yang dilakukan Rabb pada Arsy, yang berarti,

bahwa Dia mengadakan kedekatan pada Arty, sehingga Dia

menjadi ber-istiwa' di atasnya, tanpa berdirinya perbuatan ikhtiyari

dengan 611u1',.142

Seperti perkataan mereka mengenai furun, bahwa Dia

menciptakan a'radh (sifat; hal-hal yang bukan inti) pada sebagian

makhluk yang disebut turun.143

Golongan yang menafikan sifat-sifat ikhtiyariyah

menetapkan sifat-sifat yang mereka sebut aliyah, yaifu hidup, ilmu,

kuasa, kehendak, mendengar, melihat dan berbicara. Mereka

bersilang pendapat mengenai sifat abadi.

Secara umum, mereka menetapkan sifat-sifat khabariyah,

seperti wajah, tangan, dan mata, tapi penetapan mereka ini

terbatas pada sebagian sifat-sifat yang diberitakan Al Qur'an,

L4o 14ui-r' 41 Fatawa (5/471, 4721.

t41 14ui-r' 41 Fatawa (6/1491.

742 7,4ui-u' Al Fabwa (5/4371i Al Asma' wa Ash-Shifaf karlra Al Baihaqi

(hal. 517).

143 tr/12i1vvu' Al Fatawa (5/386).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

gg

karena penetapan sebagian mereka mengenai ifu termasuk

kategori tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah).

Adapun sifat-sifat khabanSnh yang terdapat di dalam As-

Sunnah, seperti tangan kanan, menggenggam, kaki dan jari-jari,

maka mayoritas mereka menalnvilkannya. 1&

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Bahkan para

pemuka ahli kalam (teolog) menetapkan sifat-sifat khabariyah

secara umum, walaupun dalam hal itu mereka berbeda-beda aliran,

seperti Abu Sa'id bin Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para

pemuka para sahabatnya, seperti Abu Abdullah bin Mujahid, Abu

Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al

Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak, Abu Muhammad bin Al-Labban,

Abu Ali bin Syadzan, Abu Al Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al

Baihaqi dan lain{ain. Tidak seorang pun dari mereka kecuali

menetapkan sifat-sifat khabargnh yang dikehendaki Allah is.

Sandaran madzhab menurut mereka adalah' penetapan setiap sifat

di dalam Al Qur'an.

Adapun sifat-sfiat yang disebutkan di dalam hadits, maka di

antara mereka ada yang menetapkannya, dan ada juga yang tidak

menetapkan[y6."145

14 Maimu' Al Fatavn 16/52l Maqif lbni

l3/7O34,1036).

r45 114ui-u' 41 Fabtn (4/L47, l48ll.

100 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Taimigh min Al Asrlt'irah

Pendapat Ketiga: Pendapat yang Mengatakan

Penetapan Tujuh atau Delapan Sifat Saja, dan

Menafikan yang Lainnya

Ini pendapatnya kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah dan

Maturidiyah yang tidak menetapkan sifat-sifat kecuali apa yang

ditetapkan akal saja. Adapun yang tidak dapat dicema akal

menumt mereka, maka mereka menyikapinya dengan takwil dan

ta'thil(meniadakan).

Dalam menetapkan sifat-sifat ini mereka tidak berdalih

dengan as-sam' (dalil sam'i ayat atau hadits), tapi mereka

membandingkan konotasinya dengan apa yang mereka klaim

sebagai logika.

Pendapat kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah ini mereka

dapatkan dari golonga Mu'tazilah, yaitu ketika cenderung kepada

bentuk tajahhum (paham Jahmiyah), bahkan filsafat. Dan mereka

membedakan pendapat Al Asy'ari dan para pemuka para

sahabatnya, yang tidak mengakui penyelisihan naql (dalll naql) dan

akal. Bahkan mereka mengemukakan dalil-dalil aqliyah (akal)

sesuai dengan as-sam'(dalil sam'i; dalil naql), Karena itu Al Asy'ari

menetapkan sifat-sifat khabariyah dengan as-sam' (dalil sam'i; dalil

naqli, sehingga ia tidak menetapkan dengan akal apa yang

menjadi lapangan as-sami bahkan apa yang ditetapkannya ifu

bertentangan dengan itu, dan ia menetapkan dengan as-sam'u apa

yang akal tidak mampu mencemanya.

Mereka menyelisihinya dan menyelisihi para imam para

sahabatnya dalam hal ini dan ifu, sehingga mereka tidak berdalih

dengan as-satn' (dalil naqn dalam menetapkan sifat-sifat, dan

AlArasy (SingeasanaAllah) 

101

mereka menyandingkan konotasinya dengan apa yang mereka

klaim dari logika.la6

Sifat-sifat tsubutiyah (tetap) menumt kalangan

Muta'akhkhir Asy'ariyah adalah: ,iirilis ,iriiiq ,l#,t ,;ti,ii

ilu3iq ,'':4t5 |$Jlti (hidup, ilmu, kuasa, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicar{.l42 Al Baqilani dan Imam Al

Haramain Al Juwaini menambahkan sifat kedelapan, yaitu 3lrriyi

(mengetahui).148

Sifat-sifat tsubutiyah menunrt golongan Mafuridiyahl49 u6u

delapan, ynitu: ,',-4t3 ,lglStj,iiriyii ,iruirtl ,!#tt ,;r$i

[-j33t2 ,i)(lJrt (hidup, ilmu, kuasu, b"rk"h"rdak, mendengar,

melihat, berticara dan penciptaan).lso Mereka mengkhususkan

penetapan sifat-sifat ini tanpa yang lainnya, karena inilah yang

ditunlukkan oleh akal, menumt persepsi mereka. Adapun sifat-sifat

lainnya, maka menumt mereka, Udak ditunlukkan oleh akal,

karena itu mereka berpendapat dengan menafikannya

(meniadakannyd.lsl

Mereka tidak menjadikan as-sam'u (dalil naqlllsebagai jalan

unhrk menetapkan sifat-sifat. Dan mengenai apa yang tdak

mereka tetapkan, ada dua aliran pada mereka:

7& Dar'u Ta'arudh Al Aql wa,4n-Naql(7/971.

r47 14ui-u'41Fataum (6/358, 359).

1'18 Tuhfat Al Mund (hal. 75). Sebagian Asy'arifnh bersikap tawaqquf

mengenai ini dan sebagian lainnp menafikannya.

Me 1ry*p1 N Mann (hal. 107, l74l; Jami' Al Mutun (1208h Nazhm Al

Famid(hal.24l; Al MaturidiWh Dirasah ua Taqwim (hd. 239).

150 Golongan Mahridiyah menetapkan sitat takwin (penciptaan);, dan itu

dianggap sebagai sifat qadim Srang berdiri dengan dzat Allah. Adapun golongan

As,lr'ariydh mernfikannya. [ih. Tuhfat Al MuridM.75l.

tsr Al Maturidit/ali Diraah un Tagwim(hal. 239).

102 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

1. Di antara mereka ada yang menafikannya.

2. Di antara mereka ada yang bersikap tawaqquf

mengenainya, sehingga tidak menghukumi dengan

penetapan dan tidak pula dengan penafian. Mereka

mengatakan, bahwa akal menunjukkan apa yang kami

tetapkan, dan tidak menunjukkan apa yang kami bersikap

tawaqqufrs2

Sifat-sifat yang tujuh yang mereka tetapkan itu mereka

menyebutkan sifaat al malani (sifaLsifat makna).

Tepatnya dalam istilah mereka adalah apa yang

menunjukkan kepada makna wujud yan$ berd,l 

1"."g*.!zat.,Da3

mereka tidak mengakui kecuali tujuh, yaitu: ,6)Jd, ,U1' cZ.l

i#tt ,l;lr, ,$!;tl.iirilii ftidup, ilmu, kuasa, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicara). Dan mereka menafikan sifat-

sifat makna yang lainnya, seperti: iitli 6.tu, kasih), 't;>:) 

kasih

sayang) dan iijr (kelembutan).

Sebagian mereka menambahkan apa yang termasuk sifat-

sifat hingga mencapai dua puluh sifat yang mereka bagi menjadi

empat bagian:

f . gilil,ir bt;.r, (sifat-sifat makna);

2 UFiJn bGAi (sifat-sifat maknawi);

S i[I.Jn'crtibli (sifat-sifat pasif); dan

+ ai3lt i.'.rl 1ri1u16iri1.

7s2 5*16 Al Ashfahanigh (hal. 9); Majmu'Al Fataon(6/3591.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

103

Sifat-sifat makna tadi telah dikemukakan, yaitu kadar yang

menurut mereka termasuk penetapan. Adapun tiga bagian lainnya,

maka tidak mengandung penetapan secara hakiki.

Bagian kedua: Sifat-sifat maknawi.

Yaitu hukum-hukum yang tetap bagi yang disifati

dengannya, yang disertai cela-cela yang berdiri dengan yang

disifati, yaitu keadaan-Nya: ,t:*i. ,tibi Uii:r ,t:;)i ,(A? ,b

LJ5'f ftridup, berilmu, kuasa, mendengar, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicara).

Anggapan ini tidak ada arahnya, karena secara hakiki

adalah pengulangan sifat-sifat makna yang telah disebutkan.

Kemudian, orang yang menganggapnya dari mereka, menganggap

ini berdasarkan apa yang mereka sebut L:-tXSt JJ6"J1 keadaan

maknawi), yang mereka klaim bahwa ; adalah il-,,t1

(pertengahan; tengah)yang bersifat tetap, yang tidak ?\3ii (tidak

ada) dan tidak pula \?T (add.lss

Intinya, bahwa ini adalah khurafat dan khayalan. Dan

bahwa akal sehat tidak menjadikan ilti (pertengahan; tengah) di

antara sesuatu dan kebalikannya. Karena segala varrs if'gn.'A

(udak ada) maka sudah pasti itu ?j:"i; (tidak ada), dan setiap yang

lt*.rit ttiauf. ada) sudah pasti itu 5:*V (ada). Dan tidak ada

ts3 711751 41 nfidd (hal. 771.

104 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

"+"rt (pertengahannya; tengahnya), sebagaimana hal ifu diketahui

oleh orang-orang yang berakal.1s4

3. Sifat-sifat pasif

Intinya menurut mereka adalah apa yang menunjukkan

kepasifan apa yang tidak layak bagi Allah dari Allah, tanpa

menunjukkan kepada makna wujud yang berdiri dengan dzat-

Orang-orang yang mengatakan ini menjadikan sifat-sifat

pasif ada lima, tidak ada keenamnya,lss yaitu menurut merekat

ii4ri 6iaar< berawal), lu:li luuual, ,2t:tih.'eJeJi (menyelisihi

makhluk), *:nj, (esa) dan ItJr |,|' fl.uru mutlak)yang mereka

sebut {-isli (berdiri sendiri), yaitu yang mereka maksudkan'

tidak membufuhkan pengkhususan dan tempat.ls5

Berdasarkan pengertian yang mereka sebutkan, maka

kelima ini tidak mengandung makna wujud, tapi mengandung

makna pasif, sebagai contoh:

?4i maksudnya adatah p\:*ii'/ (meniadakan

hudutsftidak baru; tidak berawal).

lgii tnuf.*dnya adalah ".' "Aipo, (meniadakan kefanaan;

yakni tidak fana; abadi).

rs4 714un1',2i wa Dinsat li Ajnt Al Asma' wa Ash-Shifalhal. 10).

i55 Sebagian mereka memandang (bahwa itu tidak terbatas hanp pada lirna

ini (hanya saja apa yang selain itu kembali kepada yang lima ini walaupun sebagai

keterkaitan (atau bahwa kelima ini adalah 1nng paling utamanya. W. Tuhfat Al

Mundhal.54l.

L56 14un6ui wa Drasat li Ajnt Al Asma' on Ash-Shifaf(hal. 8).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

l0S

-*:n"1, maksudnya adalah 'i ,S9t ',;;t $3t'4

(meniadakan penyetara yang menyamai-Nya).

{urirgii mar<sudnya adalah g :Wy i,J'bt Jt;,)). g:4\ ?e

+t/ii ,t;l :ue1,a?,i"tl.(Dia tidak membutuhkan tempat, dan tidak

membuhrhkan pengkhusus, yakni yang mengadakan).

4. Sifat diri

Yaitu setiap sifat penetapan bagi diri secara lazim selama

adanSn diri tanpa adanya cacat yang menyertai yang berdiri

dengan yang disifati.

Menurut mereka, ini hanp ada safu sifat, yaitu, i'tj:;i

(ada), yaifu menunrt mereka adalah tidak menunjukkan kepada

sesuafu yang melebihi dzat.

Pensyarah Jauharat At-Tauhidberkata, "Ketahuilah, bahwa

\"*li (ada) adalah sifat diri, dan hanya disifatkan kepada diri,

yakni dzat, karena tidak logis kecuali padanya, sehingga adalah

tidak logis jiwa kecuali dengan keberadaannya. Yang dimaksud

dengan sifat diri adalah o;i grilr ,rr-al ,b er'*lriU*.$ -+

t,,.,#" YI & (sifat tetap yang menuniukkan penyifatan itu pada

diri dzat tanpa makna yang melebihin5a).

Perkataan kami: i4f (rtfuO, adalah seperti jenis.

Perkataan kami: '"1:t (tetap), mengeluarkan yang pasif,

seperti qidam dan baqa'.

106 - 

Al Arasy(SinggasanaAllah)

Perkataan kami: ;:,rLr ; # Q',fui' ii,i gung

menunjukkan penyifatan itu pada diri dzat), urtiniu bahwa itu tidak

menunjukkan kepada sesuatu yang melebihi dzat.

Perkataan kami: t-.,# F.\ ,;6 o\\ (tanpa makna yang

melebihinya), adalah penafsiran maksud perkataan kami: ,ta tV

a

PUJI (pada diri dzat). Dengan begitu mengeluarkan *uk ,u--uk ,u,

karena ifu tidak menunjukkan kepada makna yang melebihi dzat.

Begitu i"g"'4#i (maknawi), karena melazimkan makna-makna,

sehingga menunjukkan kepada makna yang melebihi dzat karena

melazimkan makna-mololu. " 157

Dengan demikian diketahui, bahwa menunrt mereka, tidak

ada penetapan kecuali sifat-sifat yang tuiuh yang mereka sebut

sifat-sifat makna-makna, yaitu: ,6ltJlii ,iriiiq |gj$t ,;r?,ii

il,-A, ,'//lt2 ,$-;t1(hidup, ilmu, lnaasa, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicara), adapun selain ihr yang berupa

sifat-sifat tetap, mereka tidak menetapkannya. Dan mengenai

nash-nashnya, ada dua aliran di kalangan mereka, yaihr dengan

menakwilkannya atau tafwidh (menyerahkan kepada Allah).

Mengenai ini, seseorang dari mereka berkata,

d_F ?:rt'et;')l li'rf # q;3, i"r1 ,-", ,lr,''rnou, 

nash yang meng*arrkan penyerupaan,

maka takwitkannva 

:::.::,!Hy' 

dan insinkantah

penwaen.

157 nrhfat Al Muid Syarh Jauharat At-TauhidM. 541.

r58 tbid. (hat. 91).

AlArasy (Singg;asanaAllah) 

1OZ

Jadi, nash-nash tentang sifat yang menetapkan sifat-sifat

selain kefujuh sifat yang mereka tetapkan, mereka menyebutnya

sebagai nash-nash yang mengesankan penyerupaan. Maka mereka

mengalihkannya dari zhahimya. Namun terkadang mereka

menetapkan maksudnya, seperti perkataan mereka: GP\ adalah

dt-']. (menguasai). 4i maknanya nikmat dan kekuasaan.

Terkadang mereka memasrahkan, sehingga tidak membatasi

makna 5ang dimaksud, dan menyerahkan ilmu tentang itu kepada

Allah @. Tapi mereka sepakat menafikan sifat, karena penya'ir

mereka mengatakan, q-tt iji tau" inginkanlah pengrcian).

Pensyarah N Jauharahberkata, "'e? 1( latau serahkanlah

setelah tal$ril global, yang mana ini mempakan pengalihan lafazh

dari zhahimya. Karena setelah tal$il ini adalah menyerahkan apa

yang dimaksud nash lnng mengandung sangkaan itu kepada

Allah."rsg

Dengan begifu mereka sepakat menafikan sifat-sifat itu, dan

memberikan pilihan dalam membatasi makna yang dimaksud atau

diam dari itu.

Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata, "Abu Al Ma'ali dan

para pengikubrya menafikan sifat-sifat ini -yakni sifat-sifat

khabarijnlr, sepakat dengan golongan Mu'tazilah dan Jahmiyah.

Kemudian mereka memiliki dua pendapat:

Perbma, menakrryilkan nash-nashnya. Ini pendapat

pertama Abu Al Ma'ali, sebagaimana yang disebutkannya di dalam

N hsyad.

rse Tuhfat N Mund tnl. 9],)-

108 - 

AlArasy (Singg;asanaAllah)

Kdua, menyerahkan makna-maknanya kepada Rabb. Ini

pendapat lainnya dari Abu Al Ma'ali, sebagaimana yang

disebutkannya di dalam Ar-Risalah An-Nizhamiyah. la juga

menyebutkan apa yang menunjukkan bahwa para salaf sepakat,

bahwa penah,vilan itu tidak sah dan tidak wajib.

Kemudian di antara mereka ada yang menafikannya dan

berkata, 'Sesungguhnya akal sehat menafikan sifat-sifat ini'. Di

antara mereka ada yang mengatakan, 'Kami tidak punya dalil

sam'i dan tidak pula dalil aqli, baik untuk menetapkan maupun

menafikannya'. Ini jalannya Ar-Razi dan Al6*16i."160

Pasal Ketiga

Golongan Mus5Tabbihah

Mengenai ini ada dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.

Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.

t6o Drr'u Ta'arudh Al &l wa An-Naql(5/2491.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

109

PEMBAHASAN PERTAMA

Definisi Tamtsil dan Tarybih

Secara bahasa, #i adalah l#ijt1'*-3t lp"raing dan

penyetara).

ijttl.lii adalah samanya sesuatu dengan yang lainnya dari

satu sisi.

a4., llii adalah samanya sesuatu dengan yang lainnya dari

banyak sisi.

,):$3t adalah keyakinan mengenai sifat-sifat pencipta

bahwa itu seperti sifat-sifat makhluk.

Yaitu seperti ucapan seorang mumatstsil (orang yang

menyerupakan), "Dia memiliki tangan seperti tanganku, dan

110 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

mendengar seperti pendengaranku." Maha Tinggr Allah dengan

setinggi-tingginya dari ucapan mereka.

.-l-#r dan il-33i di ,ini maknanya sama, walaupun ada

perbedaan antara keduanya dalam segi asal bahasa.l61

Yang dimaksud dengan 1f.ili di sini adalah menyerupakan

pada diri banyak dzat atau dengan sifat-sifat yang berdiri dengan

banyak dzat.

Tasybih ini dinafikan dari Allah, namun golongan

musyabbihah lagi mumatstsilah yang diceritakan dicela oleh para

imam, menyelisihi ini.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad, "Al

Mus5nbbih adalah yang mengatakan: 'Dia melihat seperti

penglihatanku. Tangan seperti tanganku. Kaki seperti kakiku'.

Orang yang mengatakan ini, maka ia telah menyerupakan Allah

dengan makhluk-Nya. " 162

Setiap perkataan yang mengandung penetapan sesuafu dari

kekhususan-kekhususan makhluk kepada Allah, maka ini adalah

tasybih yang mustahil bagi Allah &.153

Perbedaan antara tamtsil dan talgif

Ada yang mengatakan, bahwa b@f adalah menjadikan

sesuatu pada hakikat tertentu tanpa membatasinya dengan yang

senrpa.la

161 Al Qawa'id Al Mutslahal.2Tl.

162 Naqdh Ta'sb Al Jahmgpnh(1/476477\.

163 por.u Tabrudh Al Aql wa An-Naql(4/1461.

164 41 gr*u'id Al Mutsla (hal. 27).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

I l l

Seperti perkataan Al Hasyimiyah, "Panjangnya adalah

sepanjang fujuh jengkal dengan jengkal dirinya." Juga ucapan

mereka: "Panjangnya seperti lebamy3. " 165

Takyif dengan definisi ini tidak mengandung pembatasan

dengan penyempa.

Sedangkan tamtsil adalah keyakinan bahwa itu menyerupai

sifat-sifat para makhluk.

Kemungkinan yang benar bahwa takyif lebih umum

daripada tamtsil, sehingga setiap tamtsil adalah taMf, karena

orang yang menyerupakan sifat-sifat Pencipta dengan sifat-sifat

para makhluk, berarti telah mem-bagaimana-kan sifat tersebut,

yakni menjadikannya memiliki hakikat tertentu yang dapat

disaksikan.

Namun tidak setiap takyif sebagai tamtsil, karena di antara

tal{yif ada yang tidak mengandung tamtsil (penyerupaan) dengan

sifat-sifat para makhluk, seperti ucapan mereka: "Panjangnya

seperti lebamya."

Makna ucap€rn Ahlussunnah: "Tanpa tamtsil dan

tanpa talryif

Yang dimaksud Ahlussunnah dengan menafikan

mumatsalah (penyerupaan) adalah, kekhususan-kekhususan Rabb

tidak disifatkan kepada suatu makhluk pun, dan tidak ada sesuatu

pun dari para makhluk yang menyempai-Nya dalam sesuatu pun

dari sifat-sifat-Nya. Inilah yang ditunjukkan oleh Al Qur'an, yang

mana Allah & berfirman,

t6s 1t4urub1n1 Iskmiyyin (hal. 31).

112 

AlArasy (SinggasanaAllah)

r,<rr, -r$J,$I

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Drb." (Qs.

Asy-Syuuraa [42]: 11).

Ini merupakan sanggahan terhadap golongan musSnbbihah

(golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk).

Siapa yang menganggap sifat-sifat Sang Pencipta seperti

sifat-sifat para makhluk, maka ia adalah musyabbih bathil lagi

tercela, dan siapa yang menganggap sifat-sifat makhluk seperti

sifat-sifat Sang Pencipta, maka ia sekutunya kaum Nashrani dalam

kekufuran mereka.156

Makna ucapan Ahlussunnah: "tanpa talgif adalah, tanpa

"bagaimana" yang dipahami oleh akal manusia- Jadi, ucapan

mereka "tanpa takyif tidak dimaksudkan bahwa mereka

menafikan "bagaimana" secara mutlak, karena segala sesuatu

harus di atas "bagaimana" tertentu, tapi maksudnya adalah mereka

menafikan ilmu mereka tentang "bagaimana" itu, karena

"bagaimana" dzat-Nya dan sifat-sifat-Nya tidak ada yang

mengetahui kecuali Allah &.167

Sebagaimana diketahui, bahwa kita tdak mengetahui

bagaimana sifat-sifat Allah &, karena Allah & mengabarkan

kepada kita tentang sifat-sifat namun tidak mengabarkan kepada

kita tentang bagaimananya. Pendalaman kita mengenai

"bagaimana" ifu adalah mengikuti apa yang kita tidak memiliki

pengetahuan tentangnVd, dan ucapan dengan apa yang tidak

memungkinkan kita mengetahuinya.

16 Syarh Ath-Thahawfiah 6rat. 99).

167 Syarh Al Aqidah Ath-Thahawiwh(hal. 21).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

113

Para ulama dalam masalah ini mengambil perkataan Imam

Malik yang berbunyi, "lstiwa' iba ma'lum ldrketahui), sedangkan

'bagaimana'nya itu majhul (tidak diketahui). Mengimaninya adalah

wajib, dan menanyakannya adalah bid'ah."

Inilah kaidah yang mereka anut dalam masalah ini.

Maksud para penyelisihi dengan menafikan

tasybih

6616 iJtidulu- pengertian para ahli kalam dan lainnya

I .'

adalah Wi (penyerupaan). pQrieiijl adalah ir)t t-:":..'ii ldua hal

yang serupa), yaifu salah satunya menyerupai yang lainnya,

menempati posisinya, dan menggantikan perannya. 168

Maksud para ahli kalam dengan menafikan tasybih adalah

tidak menetapkan bagi Allah sesuatu sifat pun, sehingga tidak

dikatakan: Dia memiliki kekuasaan, tidak pula ilmu, tidak pula

hidup, karena hamba disifati dengan sifat-sifat ini. Konsekuensi

pendapat ini adalah, tidak dikatakan bahwa Dia (Allah) hidup,

berilmu, kuasa, karena hamba disebut dengan sebutan-sebutan ini.

Begitu juga berbicara-Nya, mendengar-Nya, melihat-Nya,

berkehendak-Nya dan sebagainya. 159

Asal kesalahan dan kekeliruan ini adalah asumsi mereka,

bahwa ini adalah nama-nama yang bersifat umum lagi menyeluruh,

dimana yang dinamainya yang bersifat mutlak lagi menyeluruh

adalah dengan sendirinya tertentu di dalam ketentuan ini. Padahal

sebenamya tidak demikian karena apa yang ada di luar tidak

168 Naqdh Ta'sis Al Jahmiyah (L/4761.

r6e Syarh Al Aqidah Ath-Thahawiyah(hal. 99).

114 

Al Arasy (Singgasana Allah)

terdapat secara mutlak lagi menyeluruh, bahkan tidak terdapat

kecuali tertentu lagi khusus. Dan nama-nama ini bila disandangkan

kepada Allah, maka yang disebutnya adalah tertenfu dan khusus

dengannya.

Bila hamba dinamai dengan ini, maka yang dinamainya

menjadi khusus dengannya, sehingga wujudnya Allah dan hidup

Nya tidak disertai oleh selain-Nya. Bahkan wujudnya alam yang

tertentu ini tidak disertai oleh yang lainnya. Maka apalagi wujudnya

Sang Maha Pencipta.

Dengan ini dan yang serupanya jelaslah bagi anda, bahwa

golongan musyabbihah mengambil makna ini, lalu menambahinya

melebihi yang benar sehingga mereka sesat. Dan bahwa golongan

Mu'aththilah mengambil penafian mwnatsalah dari banyak sisi,

dan menambahinya melebihi yang benar hingga mereka sesat-

Sementara Kitabullah menunjukkan kebenaran mumi yang

kaitannya akal yang sehat, dan ifulah kebenaran yang lurus, yang

mengandung penylmpangan. 1 70

Bagian-ba$an tamtsiL,

Ibnul Qa56nm berkata, "Hakikat syirik adalah:

1. Menyerupai Pencipta; dan

2. Menyerupakan makhluk dengan-N5n.

Inilah tasybihyang sebeoamy6. " 171

Bila tasybih adalah hakikat syrik sebagaimana yang

disebutkan hnul QaWim, maka bisa dijelaskan bentuk-bentuknya

t7o -narh Ath-Thahawigh(hd. 104) dengan penyrntingan.

17t N Jaunb Al Kafi(7591.

Al Arasy (Singg;asana Allah) 

115

berdasarkan pembagian tauhid yang tiga yang sudah dikenal, yaitu

sebagai berikut:

Pertama: Tamtsil dalam segi rububiyah.

Ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

Bagian pertama, menyerupakan makhluk dengan-Nya.

Contohnya:

1. Syirik golongan Qadariyah yang mengatakan, bahwa

hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya sendiri, dan

bahwa itu terjadi tanpa kehendak dan kekuasaan Allah.

2. Syirik ektremes para penyembah kuburan yang meyakini

tentang orang-orang yang telah dikubur, bahwa mereka

berperilaku, bisa mendatangkan manfaat dan madharat tanpa

percrn Allah.

ndak diragukan lagi, bahwa kekhususan-kekhususan Rabb

adalah tersendiri dengan kepemilikan madharat, manfaat,

pemberian dan pencegahan, dan itu mewajibkan pengaitan doa,

takut, harap dan tawakkal kepada-Nya saja. Barangsiapa

mengaitkan ifu dengan makhluk, berarti ia telah menyerupakan

dengan Yang Maha Pencipta, dan menetapkan apa yang tidak ia

kuasa unfuk dirinya yang berupa madharat, manfaat, mati, hidup

dan tidak pula pembangkitan kembali -apalagi yang lainnya-,

satna dengan Dzat yang memiliki segala urusan, karena segala

urusan berada di tangan-Nya, dan kembali kepada-Nya. Apa yang

dikehendak-Nya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya

tidak teriadi. ndak ada yang dapat mencegah apa yang Dia

berikan, dan tidak ada yang memberikan apa yang Dia cegah.

116 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Tasybih yang paling buruk adalah menyenrpakan yang

lemah lagi fakir ini secara dzat dengan Yang Maha Kuasa lagi

Maha Kaya secara f,ru1-L72

Bagian kdua, menyerupai Pencipta, di antara contohnya:

1. Orang yang merasa sombong dan sombong, serta

mengajak manusia untuk melebihkannya dalam memuji dan

mengagungkan.lzs

Disebutkan di dalam Ash-Shahih hadits dari Nabi $, beliau

bersabda:

*46 ";* ,G)3t iu-;€lr: ,€:t:L ^*Ai-/-z///

,n'.. ^z lo ^, ,/

.laJeL.{u,l*l_l

" (Allah & ber{irman), 'Kagungan adalah l<ain-Ku, dan

kesombongan adalah sorban-Ku. Bamngsiapa men5ningi-Ku

dengan salah safu dari kduan5n, mal<a Aku akan

mengadzabntn'."

Kedua, Tamtsil dalam segi uluhigh.

Ini terbagi menjadi dua bagian, yaitut:

hgian perbma, menyerupakan makhhrk dengan-Nya.

Contohnya: Sujud kepada selain Allah, menyembelih unhrk selain

Allah, tobat kepada selain Allah, bersumpah dengan selain Allah.

Di antara kekhususan-kekhususan ilahiyah adalah ubudiyah

yang berdiri di atas dua tonggak yang mana ia tidak akan tegak

tanpa keduanya, yaitu:

172 41 su,*6 Al l<afi (159-7601.

173 16i6. (hat. 161).

AlArasy (SinggiasanaAllah) 

717

1. Puncak kecintaan.

2. Disertai puncak menghinakan diri sendiri.

Inilah sempumanya ubudiyah. Perbedaan kedudukan para

makhluk di dalamnya berdasarkan perbedaan mereka dalam kedua

hal dasar ini. Siapa yang memberikan kecintaannya dan

kehinaannya serta kefundukkannya kepada selain Allah, maka ia

telah menyerupakan-Nya dalam kemumian hak-Nya.

Setelah hal ini diketahui, maka di antara kekhususan-

kekhususan ilahiyah adalah sujud. Karena itu, siapa yang bersujud

kepada selain-Nya, maka ia telah menyerupakan makhluk dengan-

Nya.

Begitu juga tawakkal, siapa yang bertawakkal kepada selain

Allah $, maka ia telah menyerupakan sembahannya ifu dengan-

Nya.

Tobat pun demikian, siapa yang bertobat kepada selain

Allah S, maka ia telah menyerupakan sembahannya ifu dengan-

Nya-

Di antaranya juga adalah sumpah dengan nama-Nya

sebagai pengagungan dan pemuliaan bagi Allah S, siapa yang

bersumpah dengan selain-N1n, maka ia telah menyempakannya

dengan-Nya.174

Bagian kdua, menyerupai-Nya.

Contohnya: Orang yang mengajak manusia unfuk

mengaitkan hati kepadanya karena takut, harap, tawakkal,

berlindung dan memohon pertolongan,lTs sebagaimana yang

t74 1Y,1",*6 N Kafi A:rJ.. 160-161).

r7s lbid. (hal. 161).

118 

Al Arasy (Singgasana Allah)

dilakukan oleh sebagian guru-guru tarekat-tarekat sufi kepada

murid-murid mereka.

Bagian-bagian tamtsil dalam masalah nama-nama

dan sifat-sifat

Tamtsil dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat teftaik

menjadi dua bagian:

Bagian pertama, menyerupakan makhluk dengan Pencipta-

Ini yang diklaim oleh kaum Nashrani mengenai perihal Isa

Alaihissalam ketika mereka memberinya kekhususan-kekhususan

Pencipta @ dan menjadikannya sebagai tuhan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kaum Nashrani

menyifati makhluk dengan sifat-sifat Pencipta yang dikhususkan

bagi Nya, dan menyerupakan makhluk dengan Pencipta, yaihr

mereka mengatakan, 'sesungguhnya Allah adalah Al Masih bin

Maryam, dan sesungguhnya Allah adalah yang ketiga dari yang

tiga'. Mereka mengatakaD, 'A Masih putra 611u1','."175

Dari bagian ini juga golongan Saba'iyah777 6*i kalangan

Rafidhah ekstrem, menyerupakan Ali 4$ dengan Allah, dan

menjadikannya sebagai tuhan- Mereka mengatakan, "Engkau

adalah Allah." Hingga Ali membakar mereka, karena pada suafu

hari Ali keluar, lalu mereka bersujud kepadanp.

176 tr'417iui 4s-Sunnah (5/L691.

177 Saba'iyah adalah penisbatan kepada AMullah bin Saba' sang Yahudi

(1nng menampakkan keislaman (namun ia memendam kedengkian terhadap kaum

mwlimin. Dialah yang mengatakan kepada Ali 'Engkau adalah Allah." [jh. /4/

Fary fuLn N Firaq tal. 233); Al Milal vn An-Nihal(1/L741.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

119

Maka Ali berkata kepada mereka, "Apa ini?" Mereka

menjawab, "Engkau adalah Dia." Ali berkata, "Siapa aku?"

Mereka menjawab, "Engkau adalah Allah yang tidak ada

fuhan selain Dia."

Ali berkata, "Celaka kalian, ini kekufuran. Tariklah ucapan

kalian, jika tidak, maka akan kupenggal leher kalian." [-alu mereka

melakukan hal itu lagi terhadapnya di hari kedua, dan juga

ketiganya. lalu AIi memberi mereka tempo tiga hari -karena

orang murtad diberi tempo tiga hari-.Karena mereka tidak mau

menarik kembali, maka Ali memerintahkan dibuatkan parit-parit

dengan dikobarkan api, yang dibuatkan di pintu Kindah, lalu

melemparkan mereka ke dalam api tersebut.

Diriwayatkan dari AIi ;9, bahwa ia berkata,

t?L?;:q6',.xf #t:i;:l $1 ;\i e|a

" Tatkala aku melihat perkan ifu sebagai perkara mungkar,

aku kobarkan apiku, dan aku panggil burung b.rki*u."178

Bagian kdua, menyerupakan Pencipta dengan makhluk.

Ini yang diklaim oleh kaum Yahudi, semoga Allah

membunuh mereka, ketika mereka menyifati Sang Pencipta

dengan sebagian sifat-sifat makhluk, sebagaimana yang diceritakan

Allah & di dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah $ berfirman,

17s Mnhaj As-sunnah 17 /3071.

120 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

'r#i 

irS i,* 

^\ 

iyt:,j1i <r51 3"j,St -di rt

" Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-

orang yang mengatakan, 'sesungguhnya Allah miskin dan kami

kaya'. (Qs. Aali 'lmraan [3], 181)

Allah S berfirman,

" Orang-orang Yahudi berkata, 'Tangan Allah terbelenggu,'

sebenamya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah

yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan rfu." (Qs-

Al Maa'idah [5]: 64).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kaum Yahudi

menyifati Rabb dengan sifat-sifat kekurangan yang biasa

disandangkan kepada makhluk, sebagaimana mereka mengatakan,

bahwa Dia kikir, bahwa Dia fakir, dan bahwa ketika menciptakan

langit dan bumi, Dia kelelah*r."179

Begitu juga bahwa Dia miskin, dan dimusuhi oleh para

malaikat, dan bahwa Dia menangisi topannya Nuh

Alaihissalam.l8o

Termasuk ke dalam bagian ini adalah golongan

musyabbihah yang menetapkan dalil-dalil yang menyebutkan sifat-

sifat Allah @ serupa dan setara dengan sifat-sifat para makhluk,

seperti ucapan mereka: Dia memiliki tangan seperti tanganku, Dia

mendengar seperti pendengaranku, dan Dia melihat seperti

penglihatanku.

t?e P1175si 4s-Sunnah (5/168).

r8o Mnliaj As-sumali (2/6271.

ile qW ;r$ *'tlt ;i X:;{J $\rt

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 121

PEMBAHASAN KEDUA

Definisi Mus5nbbihah

Tauhidul asma' qtash-shifaf (pengesaan nama-nama dan

sifat-sifat) memiliki dua kebalikan, 5nitu:

! . Ta' thil (peniadaanl;

2. Tamtsil (penyerupaan).

Karena ifu para salaf dan para imam mencela golongan

Mu'aththilah yang menafikan sifat-sifat, dan juga mencela

golongan musyabbihah.

Syaikhul lslam hnu Taimiyah berkata, "Sesungguhnya para

salaf dan para imam, membanyakkan perkataan mereka dalam

mencela golongan Jahmiyah yang menafikan sifat-sifat, dan

mereka juga mencela golongan musyabbihah. Dan itu, di dalam

perkataan mereka, jauh lebih sedikit daripada mencela golongan

Jahmiyah, karena penyakit ta'thil lebih besar daripada penyakit

bsybih;'

122 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Akidah para penganut tamtsil berdiri di atas klaim mereka,

bahwa Allah & tidak berbicara kepada kita kecuali dengan apa

yang bisa dicema akal kita. Bila Dia mengabarkan kepada kita

tentang tangan, maka kita tidak memahami kecuali tangan yang

sebagai anggota tubuh ini. Karena ifu mereka menyerupakan sifat-

sifat Pencipta dengan sifat-sifat para makhluk, sehingga mereka

berkata, "Dia memiliki tangan seperti tanganku." Maha Tinggi

Allah dengan setinggi-tingginya dari itr.

Tapi golongan musyabbihah tidak menyerupakan Pencipta

dengan makhluk dari segala sisi, namun mereka mengatakan

dengan penetapan penyerupaan dari safu sisi dan pertedaan dari

sisi lainnp

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kendati ucapan

golongan musSnbbihah yang mengatakan, 'Tangan ifu seperti

tanganku, kaki ifu seperti kakiku, penglihatan ifu seperti

penglihatanku,' adalah ucapan yang sudah dikenal, dan telah

disinggung oleh para imam seperti Zaid bin Hamn, Ahmad bin

Hambal, Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain, dan mereka

mengingkarinya dan mencelanya, serta menisbatkannya kepada

orang-orang yang seperti Daud Al Jawaribi Al Bashri dan yang

serupanya, namun di samping ini, penganut ucapan ini tidak

menyerupakan-Nya dengan segala sesuatu dari hrbuh, tapi dengan

sebagiannya. Dengan begitu mereka menyerupakan penyempaan

dari satu sisi, tapi bila menetapkan dari penyerupaan ynng khusus

bagi para makhluk, mereka serta merta -"-$u6tt-r."181

Kebanyakan yang dikenal dengan ucapan tasybih adalah

para pendahulu golongan Rafidhaht

78r Dur', Ta'arudh N Aql wa An-Nqll4/1451.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 123

Yang pertama kali membicarakan tasybih adalah kelompok-

kelompok Sg'36.taz Sesungguhnya tasybih dan tajsim yang

menyelisihi akal dan naql tidak dikenal di kalangan satu kelompok

pun dari umat ini yang lebih banyak daripada mereka di kalangan

kelompok-kelompok Syi'ah.

Kitab-kitab tentang ucapan-ucapan ini semuanya

mengabarkan dari para imam Syi'ah terdahulu yang berupa

ucapan-ucapan yang menyelisihi akal dan naql dalam tasybih dan

talsim dengan apa yang tidak ada bandingannya dari seorang pun

dari kelompok-kelompok lainnya.

Para pendahulu golongan Imamiyah dan Muta'akhktrir

mereka berseberangan dalam masalah ini, karena para pendahulu

mereka berlebihan dalam tasybih dan tajsim, sedangkan

Muta'akhkhir mereka berlebihan dalam penafian dan /a'71ii1.L83

Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata, "[Jcapan-ucapan ini

yang dinukil mengenai tasybih dan tajsim, kami belum pernah

melihat manusia menukilnya dari segolongan dari kaum muslimin

yang lebih besar daripada apa yang mereka nukil dari pada

pendahulu golongan rafidhah. Kemudian golongan Rafidhah tidak

mencapai kebenaran dalam masalah ini sebagaimana mereka juga

tidak mencapai dalam hal lainnya, sehingga para pendahulu

mereka mengatakan tajsim yang merupakan perkataan golongan

mujassimah ekstrem, sementara Muta'akhkhir mereka

mengatakan ta'thil (peniadaan) sifat-sifat menyepakati golongan

Mu'aththilah ekstrem dari kalangan Mu'tazilah dan serupanya.

Ucapan-ucapan para imam mereka berputar di antara ta'thil dan

r82 Naqdli Ta 'sis Al JahmiSryh (7/541; Minhaj As-Sunnah (2/2171.

183 Mnliaj As-Sunnah (2/l03l.

124 

AI Arasy (Singgasana Allah)

tamtsil, yang tidak diketahui pada mereka ucapan tengahnya

antara ini dan ini."184

Para pendahulu mereka adalah:

1. Al Bayaniyah: dari kalangan Syi'ah radikal, yaitu para

pengikut Bayan bin Sam'an At-Taimi yang pemah mengatakan,

"sesungguhnya Allah itu berbenhrk manusia, dan sesungguhnya

Dia akan binasa seluruh-Nya kecuali wajah-Nya." Bayan

mengklaim, bahwa ia menyeru Az-Zuharah lalu ia memenuhinya,

dan bahwa ia melakukan dengan nama yang paling agung, maka

I(halid bin AMullah AI Qusairi membunuhnya.l8s

2- Al Mughiriyah: Mereka adalah para sahabat Al

Mughirah bin Sa'id. Mereka menyatakan, bahwa ia pernah

berkata, bahwa ia seorang nabi, dan bahwa ia adalah nalna Allah

Yang Maha Besar, dan bahwa sesembahan mereka adalah seorang

lelaki dari cahaya yang di atas kepalanya ada mahkota, dan dia

memiliki anggota tubuh dan benhrk seperti yang dimiliki laki-laki,

dia juga memiliki perut dan hati, yang terpancar hikmah darinya,

dan bahwa huruf-huruf abjad adalah sebanyak anggota

Mereka mengatakan, "Alif adalah letak kakinya karena

kebengkokannya-" Dan ia menyebutkan .6a', lalu berkata, 'Jika

kalian melihat tempatnya darinya, niscaya kalian melihat perkara

yang besar." Ia memperlihatkan aurat kepada mereka, dan bahwa

ia telah melihatnya. Semoga Allah melaknatnln dan

menghinakannya.136

r4 Mnhaj As-grnnah (2/ 242-2431.

185 74unu1r7 41 Islaml4tin (hal. 5); Mnhai As-Sunmh (2/fi21.

L% MuqrlutAl Iskmgryin (hal. 7); Mnhai As-Sunmh(2/503-5041.

AlArasy (Singg;asanaAllah) 

125

3. AI Hislpmiyah: Mereka disebut Hisyamiyah sebagai

penisbatan kepada Hisyam bin Al Hakam fu-Rafidhi, dan

terkadang juga dinisbatkan kepada Hisyam bin Salim Al Jawaliqi.

Keduanya dari golongan Imamiyah musyabbihah. Perlu diketahui,

bahwa Rafidhah Imamiyah, tersebar tasybih di kalangan mereka,

dan ini terjadi di awal-awal mereka.l87

4- Al Jawaribiyah: Para penEkut Daud Al Jawaribi,

yang menyifati sesembahannya, bahwa Dia memiliki semua

anggota fubuh manusia kecrrali kemaluan dan jenggot.l88

Dia berkata, "Maafkanlah aku karena kemaluan dan

jenggot, dan mintalah kepadaku apa yang selain ihr.'189

Al Asy'ari mengatakan di dalam Al Magala{ "Daud Al

Jawaribi berkata, 'Sesungguhnya Allah memiliki tubuh, dan Dia

memiliki badan, dan bahwa Dia bertenhrk manusia, memiliki

daging, darah, rambut dan fulang, serta memiliki anggota tubuh

yang berupa tangan, kaki, lisan, kepala dan dua mata- Namun

demikian Dia tidak menyerupai selain-Nya, dan selain-Nya tidak

menyerupai-Nya-"190

Diceritakan dari Daud Al Jawaribi, bahwa ia berkata,

"Sesungguhnln Dia kosong dari mulut-N5n sampai dada-Nya, dan

selain iL, ["ri.i."191

Abu Al Hasan Al Asy'ari berkata di dalam l<rtab Maqalat Al

Islami5ryin wa ll<htilaf Al Mushallin, "Golongan Rafidhah dan

rq St rh Al Ashfahantsh(hal. 65).

t8 N Fatq bina Al frtq hal. 2281; Maqalat Al Iskmijyin (1/183h Dar'u

Ta'arudh Al Aql m An-Naqll4/1451.

tBe 41 141111 *u An-NihalkaryaAsy-$nhrastani (1/105).

rn AlMasalatll/2@1.

ret MhTliai As-gnnali (2/6181.

126 - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

golongan Imamiyah berbeda paham tentang tajsim, mereka terbagi

menjadi enam kelompok:

Kelompok pertama: Al Hislramilnh, para sahabat

Hisyam bin Al Hakam Ar-Rafidhi.

Mereka menyatakan, bahwa sesembahan mereka adalah

fubuh, dan dia memiliki tapal dan batas, panjang, lebar, dan

dalam. Panjangnya seperti lebamya, lebamln seperti dalamnya,

sebagiannya tidak memenuhi sebagian lainnya. Dan mereka

menyatakan, bahwa Dia adalah cahayra yang memancar, Dia

memiliki salah safu kadar, berada di safu tempat tanpa tempat

lainnya, seperti logam yang bening, berkilauan seperti mutiara

yang bulat dari segala sisinya, memiliki urama, rasa, aroma dan

berfisik, wamanya adalah rasanya, dan rasan5a adalah aromanya.

Begifu setemsnya dikemukakan perkataan yang panjang.

Diceritakan dari Hisyam, bahwa ia berkata mengenai

Rabbnya, dalam setahun ia mengatakan lima perkataan. Ia pernah

menyatakan bahwa Dia seperti laistal, pemah juga menyatakan

bahwa Dia seperti logam, pemah juga menlntakan bahwa Dia

tidak berbenfuk, dan pemah juga menyatakan bahwa Dia tujuh

jengkal dengan jengkalnya sendiri. Kemudian ia menarik kembali

itu dan berkata, "Dia adalah tubuh seperti tubuh-tubuh lainnya."

Kelompok kedua: Dari golongan Rafidhah yans

menyatakan bahwa Rabb mereka bukan benfuk dan tidak seperti

tubuh. Mereka hanya berpendapat, bahwa Dia adalah fisik, hingga

bahwa Dia ada. Dan mereka tidak menetapkan Dzat Yang Maha

Pencipta ifu memiliki bagian-bagian yang tersusun dan bagian-

bagian yang saling menempel. Dan mereka menyatakan bahwa

Allah ber-istium' di atas Arsy tanpa bersenfuhan dan tanpa

bagaimana.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

127

Kelompok ketiga: Dari golongan Rafidhah yang

menyatakan bahwa Rabb mereka berbentuk manusia, dan mereka

menolak Dia berfisik.

Kelompok keempat: Dari golongan Rafidhah

(Hiq/amiyah), para sahabat Hisyam bin Salim Al

Jawaliqi, mereka menyatakan, bahwa Rabb mereka berbentuk

manusia, dan mereka mengingkari memiliki daging dan darah.

Dan mereka mengatakan, bahwa Dia adalah cahaya yang

meman@r berkilauan putih. Dan bahwa Dia memiliki lima indera

seperti indera manusia. Dia memiliki tangan, kaki, hidung, telinga,

mata dan mulut. Dan bahwa Dia mendengar dengan selain apa

png terlihat padanya. Begitu semua indera lainnya adalah berbeda

padanya.

Abu Isa Al Warraq menuturkan, bahwa Hisyam bin Salim

pemah menyatakan, bahwa Rabbnya memiliki fatwahlgz fiambul

atau rambut cuping) hitam, dan bahwa itu adalah cahaya hitam.

Kelompok kelima, Mereka menyatakan bahwa Rabb

seluruh alam memiliki cahaya mumi dan sinar mumi, yaitu seperti

lampu yang darimana pun engkau mendatangi-Nya maka Dia

menemuimu dengan sahr keadaan. Dia tidak memiliki bentuk dan

tidak pula anggota tubuh, serta tidak ada perbedaan pada bagian-

bagian-Nya. Mereka mengingkari Dia berbentuk manusia atau

bertenhrk suatu hewan.

Kelompok keenam' Dari golongan Rafidhah yang

mengatakan bahwa Rabb mereka bukan fisik, bukan bentuk, tidak

menyerupai apa pun, tidak bergerak dan tidak diam, dan tidak

192 Faruahadalahrambut yang berhimpun di atas kepala tambul); (atau yang

menglnns di atas telinga (atau yang meleurati cuping telinga. lAl Qamus Al

tuhitlt.

128 - 

Al Arasy(Singgasana Allah)

pula bersenfuhan. Mereka berkata mengenai tauhid dengan

perkataan Mu'tazilah dan Khawarij. Mereka adalah golongan

Muta'akhkhir mereka, adapun kalangan awal-awal mereka, maka

mereka mengatakan tasybih sebagaimana yang telah kami

kemukakan tentang mereka.

Syailfiul Islam hnu Taimiyah berkata, "Adapun kalangan

Muta'akhkhir mereka dari masa Bani Buwaih dan serupanya, di

awal-awal abad keempat dan sekitamya, ada yang sependapat

dengan Mu'tazilah dalam masalah tauhid dan keadilan mereka."l93

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata, "Kitab-kitab

Syi'ah dipenuhi dengan bersandar kepada itu -yakni masalah-

masalah sifat dan takdir- menurut tare


arasi singasana allah 1

 


Barangsiapa menempuh suatu ialanyang dengannya ia

menai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."

Allah @ berfirman,


"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-

hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir [35]: 28).

Yar,g pertama kali disampaikan kepada Rasulullah $

adalah wahyu Allah kepadanya mengenai ilmu:


" Baalah dengan (mayebu| nama Tuhanmu Yang

menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal

darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang

mengajar (manusia) dengan perantaraan qolam (pena)- Dia

mengajarkan kepada manusia aPa yang tidak dikebhuinya-" (Qs.

Al Alaq [96]: 1-5).


Al Arasy (Singglasana Allah)

" Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan

UanS Huq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi

dosamu." (Qs. Muhammad l47l: 19)

Allah & jrgu berfirman,

"Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah

ilmu pengetahuan'."(Qs. Thaahaa [20]: 114).

Kehidupan bahagia di dalam kehidupan dunia dan akhirat

tidak akan diraih kecuali dengan ilmu yang bermanfaat.

Karena ifu, pendidikan adalah fujuan terbesar bagi pendiri

Kerajaan Arab Saudi, Sang Raja Abdul Azrz g, dan anak-anaknya,

serta begifu juga yang setelahnya. Maka di masa pelayan kedua

tanah suci nan mulia -mentri pertama di kementrian pendidikan-,

perjalanan pendidikan mencapai tingkat yang tinggi, pendidikan

tinggi pun berkembang pesat dan universitas-universitas juga

meningkat. Di antara universitas-universitas besar ini adalah

Universitas Islam di Al Madinah An-Nabawiyah. Universitas ini

merupakan menara nan tinggi, yang berorientasi untuk menjadi

salah satu lembaga keilmuan dan peradaban, png bergerak di atas

pefunjuk syariat Islam, dan melaksanakan politik pendidikan

dengan memperbanyak pendidikan tingg dan riset tinggi,

membangkitkan penelitian ilmiah dan melakukan kegiatan

penulisan, penerjemahan dan penerbitan, serta melayani

masyarakat dalam bidang-bidang kekhususannya.

Dari sini, dekan penelitian ilmiph di universitas,

menyertakan aktifitas penerbitan penelitian-penelitian ilmiyah di

dalam tugas-fugasnya, yang mencerminkan salah safu poin penting

&a">r;S)

Al Arasy (Singg;asana Allah) 

-

di antara poin-poin misi universitas, yaitu membangkitkan

penelitian ilmiah dan melaksanakan kegiatan penulisan,

penerjemahan dan penerbitan.

Di antaranya adalah kitab Al Arty, karya Abu Abdullah

Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, yang dikaji dan

ditahqiq oleh Dr. Muhammad bin Khalifah bin Ali At-Tamimi-

Semoga Allah memberikan manfaat melalui itu, dan kami

memohon kepada Allah S, agar menganugerahi kita ilmu yang

bermanfaat dan amal yang shalih. Semoga shalawat serta salam

dan keberkahan, dilimpahkan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya,

Muhammad bin Abdullah, dan juga kepada keluarga dan para

sahabatnya, serta yang mengikuti jejak langkah mereka dengan

kebaikan hingga hari berbangkit.


Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya,

memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampun

kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan

jiwa kami dan dari keburukan pertuatan kami. Barangsiapa

ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan

siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat

menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain

Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa

Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya-


"Hai omngiorang yang beiman, bertakwalah kepada Nlah

sebenar-benar talotra kepada-Nya; dan ianganlah sel<ali-kali kamu

mati melainkan dalam keadaan beragama Islam-" (Qs. Aali 'lmraan

[3]: 102).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-


"Hai sel<alian manusia, bertals,rnlah kepada Tuhanmu yang

telah menciptakan kamu dari dirt Snng satu, dan daipdanya Allah

menciptakan istinya; dan daipada keduanya Allah

memperkembang biakkan taki-laki dan perempuan tnng banyak.

Dan bertakontah kepada Atlah yang dengan (mempergwakan)

nama-Nya kamu saling meminb safu sama lain, dan (pefiharalah)

hubungan silafurahmi. sesungguhnya Allah selalu meniaga dan

mengaumsi kamu." (Qs. An-Nisaa' [4]: 1).

)'

"Hai omng-omng yang beiman, bertakunlah kamu kepada

Attah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaSn Allah

memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu

dosadosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-N3m,

mal<a saungguhnya ia telah mendapt kemenangan yang besar."

(Qs. Al Ahzaab [33]: 7G71).

Arnma ba'd

Al Arasy (Singgasana Allah)

Sesungguhnya sebenar-benamya perkataan adalah

perkataan Allah, sebaik-baiknya pefunjuk adalah petunjuk

Muhammad #, du., seburuk-buruknya perkara adalah hal-hal yang

diada-adakan. Dan sesungguhnya setiap hal yang diada-adakan

adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan' Wa ba'd

Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah akidah golongan

tersisa yang mendapat pertolongan, sebagaimana yang dikabarkan

Rasulullah ,#, y*g mana beliau bersaMa,

ttlkdn tetap ada sqolongan dari umatku tnng tetap teguh

di ahs kebenamn hngga Hari Kiatnat"l


selamat, yang mengenainya



-

"Kaum Yahudi terpecah menjadi tuiuh puluh safu

kaum Nashrani terpecah meniadi tuiuh puluh dua

dan urnat ini akan terpecah meniadi tuiuh puluh tiga

golongan Wng kesemuanym di neraka keatali satu." Ditanya,

"Siapa ifu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab , li J+ ,* oC J

A);bf , i;t * (t " Yurg benda di atas seperti apa wng aku dan

pn sahabatku sekarang benda di atasn5a."z

Ciri mereka sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi S,

bahwa mereka di atas apa yang Nabi $ dan para sahabatrya

berada di atasnya. Itulah ciri yang membedakan akidah

Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak terdapat pada selain mereka.

Jadi akidah mereka diwamai oleh pokok-pokoknya yang menjadi

sandaran segala masalah dalam ilmu ini.

Al Qur'anul Karim yang merupkaan tali Allah yang kokoh,

yang tidak didatangi kebathilan bagi dari depan maupun dari

belakangnya, adalah pokok pertama dari pokok-pokok

2 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud l5/4lno. 4596 (4597); At-Tirmi&i

(5/25-26 (no.264O (26471; Ibnu Maiah (2/132 (no- 3991-3993); Ahmad 12/332

(3/L2Ol, 745 (4/120\; Al Hakim di dalam N Musbdmk ll/128, dan ia berkata,

"shahih menurut syarat Muslim." dan 2/4801, dan ia berkata, "Sanadnya

stmhih."\; Ad-Darimi (2/158 (no.252ll; Ath-Thabarani di dalam Al Kabir(8/321,

no. 8035 18/327 (no. 8051); (8/178 (no. 759, 10/271-272 (no- 211); 1272);,

dan di dalam Ash-Shaghir (l/2241i Al Aiulri di dalam Ast-Si;ari'ah (1/304-315

(no.21-291; hnu Abi Ashim di dalam As-sunrrah (L/32-351; Al-lalika'i di dalam

Slarh Ushut Al I'tiqad (1/100-102); Ath-Thabari (27/2391 lbnu Baththah di

dalam At lhnah (7/367-175 (no. 263-275); Abu Ya'la di ddam Musnadnya

l6/340-3ill2 (no. 3668); hnu Hibban di dalam Shahihnta(8/48 (no. 5214); Ibnu

Abi sgnibah di dalam Al Musharunf(lsl3o8 (no. 19738); Al Marwazi di dalam

As-SunnahhaL lS (19).

Syaik*rul Islam hnu Taimiyah berkata mengenaiq;a, "ltu hadits shahih lagi

masyhur." l.jh. Al Masail(2/831 dan Al Fatawa(3/345L

AsySyathibi sangat menyoroti di dalam Al I'tislwn Dicantumkan juga oleh

Ibnu Katsir di dalam Tafsimya (7/3901; dan dicanhrmkan juga oleh syaikh Al

Albani di dalam,4s-Silsikh,4slrShahilnh (3/ 480L

Al Arasy (Sintgasana Allah)

Ahlussunnah wal Jama'ah. Pokok kedua adalah As-Sunnah An-

Nabawigyah Ash-Shahihah yang valid dari Rasulullah S. Karena

Allah telah mewajibkan atas manusia unhrk mengikuti Rasul-

Nya # dan meniru sunnahnya. Allah S berfirman,


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.

Dan apa gng bagimu maka tinggalkanlah." (Qs. Al

Hasyr [59]: 7)

Allah & jrgu berfirman,

'

"Saungguhnya telah ada pada Hin) Rasulullah itu suri

teladan 

'mng 

baik bagimu." (Qs. Al Ahzaab [33]: 21).

Ahlussunah wal Jama'ah, pedoman mereka adalah AI Kitab

dan As-Sunnah. "Berbeda dengan ahli bid'ah dan perpecahan,

karena sandaran mereka secara batin bukan Al Qur'an dan As-

Sunnah, tapi di atas dasar-dasar yang diada-adakan oleh para guru

mereka yang dijadikan sandaran dalam tauhid, sifat-sifat, takdir,

iman kepada Rasul dan sebagainya. Kemudian apa yang mereka

kira disepakati Al Qur'an, maka mereka berhujjah dengannya, dan

apa yang menyelisihinya maka mereka menakpilkannya. Karena

itu anda dapati mereka ketika berhujjah dengan Al Qur'an dan Al

Hadits, tidak memperdulikan konotasi pendalilanngn, dan tidak

meneliti apa yang terdapat di dalam Al Qur'an dari makna ifu,

dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menyelisihi mereka, maka

mereka langsung menal$.rilkannya sebagaimana kecepatan orang

yang bermaksud menolaknya dengan cara apa pun yang

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-

memungkinkan. Jadi maksud mereka bukan memahami maksud

Allah dan maksud Rasul-Nya, tapi mendebat yang berseberangan

dengannya dari berhujjah dengannya. "3

Ahlussunnah wal Jama'ah, pokok-pokok mereka yang

menjadi sandaran mereka adalah Al Kitab dan As-Sunnah, dan

maksud mereka adalah mengikuti syariat Allah yang disyariatkan-

Nya melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad #.

Imam AsySyafi'i *s berkata, "Aku beriman kepada apa-

apa yang datang dari Allah, dan apa-apa yang datang dari

Rasulullah,$ sesuai maksud Rasulullah."4

Karena ifu, pemahaman mereka tidak berdiri sendiri, akan

tetapi dalam memahami pokok-pokok itu mereka bersandar

kepada apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi $, yang hidup

di masa turunnyra wahw, dan mengetahui maksud Allah dan

maksud Rasul-Nya $. Ini ciri kedua- Karena pokok-pokok

Ahlussunnah adalah sama, yaitu Al Kitab dan As-Sunnah, maka

demikian juga para imam Ahlussunnah, yaifu para salaf shalih dari

kalangan sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin, maka ilmu dan

pemahaman mereka itulah yang mereka anut, dan dari perkataan

mereka itulah mereka berpendapat.

Imam Ahmad &, berkata, "Pokok-pokok As-Sunnah

menunrt kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dianut

oleh para sahabat Rasulullah,#, d* mengikuti mereka dalam

meninggalkan bid'ah-bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan,

serta tidak berdebat dan bergaul dengan para penurut hawa nafsu,

dan meninggalkan percekcokan, pertikaian dan perdebatan dalam

masalah agama.

3 Majmu'Al Fabsn (13l58-59h, dengan penyrntingan.

4 Majmu'AlFabom14/21.

10 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

As-Sunnah menumt kami adalah atsar-atsar Rasulullah $-

As-Sunnah adalah tafsir Al Qur'an, dan As-Sunnah adalah dalil-

dalil Al Qur'an. Di dalam As-sunnah tidak ada qiyas, dan tidak

disandingkan dengan pemmpamaan-pemmpamaan, serta tidak

dapat dijangkau dengan akal dan kecenderungan, akan tetapi As-

Sunnah adalah mengikuti dan meninggalkan kecendemngan."s

Jadi perkara-perkara agama ini dikembalikan kepada

sandaran yang bersambung kepada Nabi $. Karena itu,

Ahlussunnah memiliki sandaran yang bersambung. Dan karena ifu

dikatakan kepada para ahli bid'ah, "lnilah pokok-pokok kami, dan

sanad-sanad kami merujuk kepada Nabi 6S." L-alu merujuk kepada

apa pokok-pokok para ahli bid'ah?

Dari logika ini, maka memperhatikan riwayat yang ma'tsur

dari pada pendahulu umat adalah salah satu ciri yang menonjol di

kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Karena ifu, karangan-

karangan mereka dipenuhi dengan riwayat-riwayat ma'tsur dari

perkataan Allah, perkataan Rasul-Nya #, dut ucapan para salaf

dari kalangan sahabat, tabiin serta orang-orang yang berjalan di

atas manhaj mereka, mengikuti jalan mereka dan menempuh cara

mereka.

Adalah hak bagi setiap Ahlussunnah unfuk bangga dengan

apa yang diwariskan oleh para ulama sunnah yang berupa warisan

peninggalan agung yang berisi manhaj Ahlul Huq, dan

mengandung ucapan para ulama dan para imam yang

menjelaskan jalan petunjuk, melindungi dan membela akidah yang

benar, agar tetap bersih lagi jemih sebagaimana ketika Nabi $

meninggalkannya untuk kita.

s Swh [Jshul I'tiqad Ahlis Sunnah, karya Al-lalika'i (1/156).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

ll

Para imam panutan ifu dibenarkan oleh apa yang

digambarkan oleh Al Imam Ahmad & Ta'ala, yang mana ia

berkata, "segala puji bagi Allah yang menjadikan di setiap masa

jeda tidak adanya para rasul, sisa-sisa dari para ahli ilmu, yang

menyeru orang yang sesat kepada pefunjuk, yang bersabar atas

penderitaan dari mereka, yang menghidupkan yang telah mati

hatinya dengan Kitabullah, dan membuat mereka yang buta dapat

melihat dengan cahaya Allah. Betapa banyak korban iblis yang

telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang sesat lagr

menyimpang yang telah mereka funjuki. Sungguh betapa baiknya

dampak mereka terhadap manusia, namun betapa buruknya

balasan manusia terhadap mereka. Mereka hilangkan dari

Kitabullah perubahan yang dilakukan orang-orang yang berlebihan,

mereka nafikan penyesatan orang-orang yang menyimpangkan,

dan mereka nafikan takwilnya omng-orang iahil, lnng

rnengibarkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan ikatan-ikatan

fitnah. Maka mereka berselisih mengenai Al Kitab lagi menyelisihi

Al Kitab, mereka mma-sama sepakat meninggalkan Al Kitab,

mengatakan terhadap Allah, mengenai Allah dan mengenai

Kitabullah, membicarakan firman-firrnan yang mutasyabih, dan

memperdayai golongan manusia yang jahil dengan apa-apa yang

samar terhadap mereka. Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-

fihah mereka lnng menyesatkan."5

Para imam ifu telah melindungi telaga-telaga agama ini, dan

melindungi jalan Allah yang lurus, serta meninggalkan unhrk kita

peninggalan agung yang di dalamnya mereka telah menuliskan

dengan pena mereka manhaj haq yang lums, dan membatalkan

syrbhat-syubhat golongan syetan yang terkufuk.

6 Ar-Radd ala Az-hnadiqah tn Al Jahnit4nh (hal. 52, di dalam ulasan

akidah para salaf.

12 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Maka dari ihr, sudah selayaknya peninggalan itu dirawat,

dikeluarkan dari lemari-lemari perpustakaan dan tempat-tempat

penyimpanan manuskripmanuskrip.

Di antara pemnggalan salaf unfuk kata yang layak

diperhatikan adalah kitab yang masih tersimpan di dalam

manuskrip dalam masa yang cukup lama, yaitu kitab Al Arcy,

karya Imam Adz-Dzahabi. Sebuah kitab berharga pada masalah

ini, di dalamnya pengarang menghimpun puluhan nash dan atsar

yang menjelaskan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai

suatu masalah di antara masalah-masalah besar dalam

mentauhidl<an asma wa sifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah),

yaitu masalah penetapan tingginya Allah di atas para makhluk-

Nya, dan istiwa:nya Allah di atas ArsyNya.

Saya terdorong untuk memelihara kitab ini dan

mengeluarkannya karena mengandung materi ilmiah penting

dalam masalah ini, dan sebagai tambahan kepada manhaj salafi

yang ditempuh oleh imam ini dalam mengakui kebenaran dan

menetapkannya.

Saya telah berusaha mengeluarkan kitab ini dalam benhrk

yang sebaik-baiknya dan penampilan yang menarik. Unfuk itu saya

menempuh metode ilmiah dalam mentahqiq nashnya dan

ketepatannya, serta men-bkhij hadits-hadits dan atsar-atar-nya,

dan biografi para tokoh yang disebutkan di dalamnya, dan juga

menjelaskan kalimat-kalimat gharibnya, serta membuatkan daftar-

daftar klasifikasi kandungannya.

Melihat pentingnya kitab ini dan topik bahasannya, maka

saya berkhidmat untuk kitab ini dengan kajian tematik png

berisikan hal-hal berilart:

Bagian pertama: Kajian tematik

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 13

Bab pertama: pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan kedua, Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai natna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal kedua' Pendapat-pendapat mutaththilah (golongan

yang meniadakan; mengingkari) tentang nama-nama dan sifat-sifat

Allah.

Pembahasan pertama: Pengertian mutaththilah.

Pengantar.

Topik pertama: Para filosof.

Topik kedua' Para teolog (ahli kalam).

Pembahasan keduar Tingkatan-tingkatan ta'thil (peniadaan;

pengingkaran) mereka.

Topik pertama: Tingkatan-tingkatan ta'thil dalam masalah

narna-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkatan-tingkatan ta'thil mereka dalam

masalah Al Asma' Al Husna (nama-nama Allah yang paling baik).

Topik ketiga: Tingkatan-tingkatan b'thil mereka dalam

masalah sifat-sifat Allah &.

Pasal ketiga: MusSnbbihah(golongan yang menyerupakan)

Pernbahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.

Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.

14 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Pasal pertama: pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi.

Pembahasan pedama: Pendapat Ahlussunnah t*al Jama'ah

dan yang menyepakati mereka.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Pasal kedua: Pendapatrpendapat mengenai sifal istium'.

Pembahasan pertama: Madzhab salaf mengerar istiura'.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Golongan pertama: Menafikan istiow'.

Golongan kedua: Pendapat bfiilidh (menyerahkan kepada

Allah).

Golongan ketiga: Pendapat musyabbihah.

Pasal ketiga: Masalah-masalah yang terkait dengan

ketinggian dan istiwa'.

Pembahasan pertama: Apakah Arsy kosong dari-Np ketika

turun-N3a.

Pembahasan keduar Masalah-masalah batas dan

persentuhan.

Topik pertama: Hukum lafazh-lafazh global.

Topik kedua: Masalah batas.

Topik ketiga: masalah persenh.rhan.

Bab ketiga: Definisi Arsy.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 15

Pembahasan pertama: Makna bahasa untuk kata Arsy.

Pembahasan keduat Ma&hab-madzhab dalam

mendeftnisikan Ars7.

Pasal kedua: Dalildalil yang menetapkan Arsy dari Al Kitab

dan As-Sunnah.

Pembahasan pertama: Dalildalil Al Qur'an yang

menetapkan Arsy.

Pembahasan kedua: Dalildalil dari As-Sunnah yang

menetapkan Ars!,.

Pasal ketiga: Sifat Arsy dan kekhususan-kekhususannya.

Pembahasan pertama: Penciptaan Arsy dan keadaannya-

Pembahasan kedua: TemPat Arslr-

Pembahasan ketiga: Kekhususan-kekhususan Arsy-

Pasal keempat: Pembicaraan mengenai para pemangku

'Aray dan Kursi.

Pembahasan pertama: Pembicaraan mengenai para

pemanglm Arsy.

Pembahasan kedua: Pembicaraan mengenai Kursi.

Bagian keduar Pengenalan pengatang dan kitabnya-

Pasal pertama: Pengenalan pengarang-

Pertama: Nama dan julukannYa-

Kedua: Asalnya.

Ketiga: NasabnYa.

Keempat: Kelahirannp.

16 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Kelima: Keluarganya.

Keenam: Perkembangannya dalam menuntut ilmu.

Ketujuh: Perjalanan-perjalanannya (dalam menunttrt ilmu).

Kedelapan: Guru-gurunya.

Kesembilan: Status keilmuannya dan pujian ulama

terhadapnya.

Kesepuluh: Akidahnya.

Kesebelas : Kamngan-karangannya.

Kedua belas: Murid-muridnya.

Ketiga trelas: Wafatqn.

Pasal kedua: Pengenalan kitabnya.

Pertama: Judul kitab.

Kdua: Kepastian penisbatan kitab ini kepada sang

pengarcmg.

Ketiga: Pe6edaan antara lstab Al,4rcydan kitab Al Uluwur.

Keempat: Sumber*umber l<tab Al r4rcy.

Kelima: Metode pengataqt dalam kitab ini.

Keenam: Urgensi iudul dan ldtab ini.

Ketuluh: lGjian naskah tr.disan tangan.

Kedelapan: Yang sap lakukan pada kitab ini.

Selanjutryra, inilah usaha sederhana yang saya

persembahkan ke hadapan pembaca yang mulia, yang dalam hal

ini saya telah mengerahkan segala daya upaya dan kemampuan

saya, maka apa yang benar di dalamnya, maka segala puji bagi

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 17

Allah atas petunjuk-Nya, dan itu adalah dari fadhilah dan

anugerah-Nya, sedangkan kebodohan, ketergelinciran atau

kesalahan di dalamnya, maka saya memohon ampun kepada Allah

dari segala dosa dan kesalahan.

Saya memohon maaf kepada pembaca yang mulia bila

menemukan kekurangan di dalam pekerjaan saya ini. Ini hanyalah

upaya manusia, maka saya harap dari setiap yang menemukan

kesalahan atau kekurangan, agar segera menyampaikan nasihat

kepada saya, dan unfuk itu saya sampaikan terima kasih, semoga

anda mendapatkan ganjaran pahala.

Hanya kepada Allah saya memohon agar memberikan

manfaat dari perbuatan ini dan memberkahinya, serta

menjadikannya amal shalih yang ikhlas unhrk wajah-Nya. Penutup

doa kami adalah, bahwa segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam-

18 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

BAGI,AN KAJI.AN

Bagian Pertama

Kajian Tematik

Terdiri dari tiga bab:

Bab pertama: Pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-narna dan sifat-sifat Allah.

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Bab ketiga: Arsy dan hal-hal5nng terkait dengannya.

Bab Pertama:

Pendapat-pendapat manusia mengenai natna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Terdiri dari tiga pasalt

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

- 19

Pasal kedua: Pendapat-pendapat Mu'athithilah mengenai

narna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal ketiga: Pendapat-pendapat musSnbbihah mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama:

Ke,yakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah.

Terdiri dari dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan keduat Kq/akinan Ahlussunnah ural Jama'ah

mengenai narna-narna dan sifat-sifat Allah.

20 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN PERTAMA: DEFINISI

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama'ah adalah:

Para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan orang-orang yang

menempuh jalan mereka, dan meniti manhaj mereka, dari

kalangan para imam petunjuk, dan yang mengikuti mereka dari

seluruh kalangan umat-

Dengan pengertian ini, maka keluarlah setiap golongan

bid'ah para pengikut hawa nafsu.

As-Sunnah di sini adalah kebalikan dari bid'ah, dan al

jama'ah di sini adalah kebalikan dari perpecahan.

Diriwayatkan dari hnu Abbas @ dalam menafsirkan firman

Allah &, t*i i,;*ft er.': |# ?7 " pud, han 5nns di waktu itu

ada muka Wng putih berceri, dan ada pula muka tnng hitam

mumnf'(Qs. Aali 'lmraan [3], 106), ia berkata, "Wajah-wajah para

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 21

Ahlussunnah menjadi putih, sedangkan wajah-wajah para ahli

bid'ah dan perpecahan menjadi hitam."7

Perlu dikemukakan di sini, bahwa kita mengetahui bahwa

ulama menggunakan ungkapan ini untuk dua makna.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, .[-afazh

Ahlussunnah dimaksudkan:

1. Orang yang menetapkan khilafah para khalifah yang

tiga. Maka dalam hal ini semua golongan tercakup kecuali

Rafidhah.s

2. Terlodang juga malsudqn adalah ahli hadits dan

sunnah secara khusus, sehingga tidak mencakup kecuali orang

]rang menetapkan sifat-sifat bagi Allah 8t, dan mengatakan,

'Ses,ngguhn3n Al Q''an bukan makhluk, dan bahwa Alrah akan

dapat dilihat di akhirat,' menetapkan adan5a takdir, dan pokok-

pokok lainnya png diketahui oleh pam ahli hadits dan sunnah."9

Yung kami maksud dengan ungkapan "Ahlussunnah,,

adalah makna kdua png disebutkan oleh $nikhul Islam lbnu

Tairni!,ah. Demikian ifu, karena Ahlussunnah mempunyai pokok-

pokok ket akinan Srang mereka sepakati dan mereka nash-kan di

dalam kitabhtab k€A/akinan png dikenal.

7 Tbfsir tbal lhmrll/gg0l.

8 qnimU Islam berkata, "Tidak lagi (bahua mereka -golongan

Rafidhah- (adalah kelompok ahli bid'ah 5nng paling iauh dari Al Kitab dan As-

smnah. Karena itu mereka dikenal di kalangan urnurn (sebagai kelompok lang

menplisihi As-srnnah. Maka mayoritas rnast/amlot urnurn tidak mengaahui

kebalilon dari golongan sunni kecuali Rafidhah. Bila seseorang berkata] ,.Aku

serrang sunni.' Maka artinya: Aku bukan rafidhi (bukan penganut Rafidhah)."

{ulajmu' Al Fa bwa 13/ 3561 -

9 Minhai As-snmh l2/2211i (terbitan universitas Ar Irnam Muhammad bin

Sa'ud.

22 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Ahlussunnah mempunyai banyak sebutan, di antaran5a:

Ahlus Hadits, Al Firqah An-Najiyah (golongan yang selamatl, N

Jama'ah, dan lain{ain.

Kaidah-kaidah manhaj Ahlussunnah bisa disimpulkan dalam

poin-poin berikut:

Pertama: Berpedoman dengan nash-nash Al Kitab dan As-

Sunnah dan memahami makna-maknanya.

Kedua: Membatasi ifu dengan riwayat-riwayat ma'tsurdai

para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin dalam makna-makna Al

Qur'an dan Al Hadits. Yaitu dengan:

A. Ijtihad dalam membedakan yang shahilnya dari yang

tidaknya.

B. Ijtihad dalam berhenti pada makna-maknanya dan

memahaminya.lo

Ketiga: Mengamalkan ifu dan konsisten di atasnya sebagai

keyakinan, pemikiran, sikap dan perkataan, dan jauh dari segala

yang menyelisihinya dan bertentangan dengannya.

Keempat: Menyeru kepada itu dengan lisan dan perilaku.

Maka dari itu, barangsiapa menerapkan kaidah-kaidah ini

dalam berkeyakinan dan perbuatan, maka ia di atas manhaj

Ahlussunnah, insya Allah.

70 Balnn Fadhl llm As-Salaf ala Al Khalat ka4n hnu Raiab (hal. 15G152h

Ushul I'tiqad,4hlis Sunnah, karya Al-Lalika'i (1/9-10).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

23

PEMBAFI,ASAN KEDUA: KEYAKINAN

AHLUSSUNNAH WAL JAY6'AH

MENGENAI NAMA.NAMA DAN SIFAT.

SIFAT ALIAH

Kq/akinan Atrlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah berdiri di atas dasar iman kepada semua

yang terdapat di dalam nash-nash Al Qur'an dan As-sunnah yang

shahih, dengan penetapan dan penafian. Maka dengan begitu

mereka:

(1) Menamai Allah dengan apa-apa frang Allah menamai

diri-\n di dalam KitabNSn, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa

menambahi ifu dan tanpa menguangrrya.

(2) Menetapkan sifat-sifat bagi A[ah & dan menyifati-Nya

dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya di dalam Kitab-

Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa Ahifl, tanpa ta'thil2,

serta tanpa bl<yifs, dan tanpa tamtsil.La

11 U-r€r s@ata bahasa adalah j*.#ri ';;At (penggantian; perubahan).

Sedangkan Liiri€t dalam masalah nar.-narna dan sifat*ifat adalah merubah

24 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

(3) Mereka menafikan (meniadakan) dari Allah apa yang

Allah nafikan dari diri-Nya di dalam Kitab-Nya, atau melalui lisan

Rasul-Nya, Muhammad #, disertai keyakinan bahwa Allah disifati

dengan kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan itu.

Ahlussunnah dalam masalah ini menempuh manhaj Al

Qur'an dan As-Sunnah yang shahih, sehingga setiap nama atau

sifat bagi Allah & yutg disebutkan di dalam Al Kitab dan As-

Sunnah yang shahih, maka itu diterima penetapannya sehingga

dengan begitu wajib menetapkannya.

Yang dimaksud dengan penafian adalah menafikan dari

Allah S segala yang bertentangan dengan kesempumaan-Nya,

dari berbagai macam aib dan kekurangan, disertai wajibnya

meyakini tetapnya kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan

itu.

Imam Ahmad berkata, "Allah tidak disifati kecuali dengan

apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya atau yang disifatkan oleh

lafazh{afazh nash nama-nama dan sifat-sifat atau makna-maknanya dari yang

dimaksudkan Allah.

rz Wr secam bahasa diambilkan dari jkir yang artinyn ':$r1 !r:;\5'jhl,

kosong; hampa; meninggalkan). Sedangkan.plSr dalam masalah nama-nama dan

sifat-sifat adalah menafikan (meniadakan) narnuHrinra dan sifat-sifat Allah atau

sebagiannya.

13 l,r=,33r secara bahasa adalah menetapkan sesuatu dalam suahr benhfi

tertentu yang diketahui. Sedangkan Ui33r dalam masalah nama-narnzr dan sifat-

sifat adalah membicarakan esensi dan bentuk sifat-siht ynng Allah tetapkan bagi

diri-Nya.

t+ j;Fr secara bahasa berasal dari jgir png artinya '#$ th (bandingan;

tandingan). Sedangkan .1$3r dalam masalah narn-nanra dan siht-sifat adalah

meyakini sifat-sifat Sang Pencipta bahwa itu seperti silatsilat makhluk.

Silakan merujuk makna-makna lahzh-lafuzh yang kami sehrtkan ini di dalam

kitab kami (Mu'taqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Tauhid N,4sma' wa ,4sh-Shifat

(hal.70-81).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

25

Rasul-Nya S kepada-Nya. Kami tidak melampaui Al Qur'an dan

As-Sunnah."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jalan para

pendahulu umat dan para imamnya, bahwa mereka menyifati

Allah dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya, dan dengan

apa yang disifatkan Rasul-Nya $ kepada-Nya, tanpa tahrif

(merubah; mengganti), tanpa ta'thil (meniadakan), tanpa tafuif

(mem-bagaimana-kan) dan tanpa tamtsil (menyerupakan). Yaifu

penetapan tanpa menyempakan, dan mensucikan-Nya tanpa

meniadakan. Penetapan sifat-sifat dan meniadakan penyempaan

dengan para makhluk.

Allah {S berfirman,

r"<r$ -16;4

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia." (Qs.

Asy-Syt ruraa I42l: tl).

Firman Allah, i":rS -rt5;.1 " Tidak ada sesuatu pun

yang serupa dengan Dia' (Qs. Asy-Sgruuraa l42l: 11!. ini adalah

sanggahan penyerupaan. Sedangkan Jrj$'d$i '.Ks " dun Diu-

lah Yang Maha Mendengar laqi Maha Melihat' (Qs. Asfsyuuraa

1421: Ltl ini adalah sanggahan peniadaan.

Pendapat mereka mengenai sifat-sifat bertopang pada dua

pokok:

Pertama, Allah S suci dari sifat-sifat kekurangan secara

mutlak, seperti menganfuk, tidur, lemah, jahil dan sebagainya.

26 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Kedua, menyandang sifat-sifat kesempurnaan yang tidak

ada kekurangan padanya, yang secara khusus merupakan sifat-

sifat bagi-Nya. Maka dari itu, tidak ada sesuatu pun dari para

makhluk yang menyerupai-Nya dalam sesuatu pun dari sifat-sifat

ifu."15

Dari sini bisa disimpulkan ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-nama Allah dalam

poin-poin berikut:

1. Mengimani penetapan narna-nama yang terbaik (Al

Asma' Al Husna) yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-

Sunnah, tanpa menambahi dan tanpa mengurangi.

2. Mengimani bahwa Allah-lah yang menamai diri-Nya, dan

tidak seorang pun dari para makhluk-Nya yang menamai-Nya.

Maka dari ifu, Allah &lah yang berbicara tentang nama-nama ini,

dan nama-nama-Nya itu dari-Nya, bukan hal baru yang diciptakan

seperti yang dinyatakan oleh golongan Jahmiyah, Mu'tazilah,

Kilabiyah, asyairah dan Maturidiyah.

3. Mengimani bahwa nama-nama ini menunjukkan kepada

makna-makna di puncak kesempumaan. Jadi itu dalam figur{igur

dan sifat-sifat, tapi tidak seperti figur{igur kaku yang tidak

diletakkan dengan berdasarkan makna-maknanya seperti yang

dinyatakan oleh golongan Mu'tazilah.

4. Menghormati makna-makna nama-nama tersebut, dan

menjaga kehormatan yang dimilikinya pada sisi ini, serta tidak

menentang makna-makna tersebut dengan merubah/mengganti

dan meniadakan sebagaimana sikap para ahli kalam (teolog).

rs Mnhaj As-Sunnah (2/523).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 27

5. Mengimani apa yang ditunfut oleh nama-nama tersebut

yang berupa hukum-hukum sebagai dampak-dampak dan

implikasi-implikasi dari nama-nama tersebut. 15

Selain ihr, bisa disimpulkan juga ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai sifat-sifat Allah dalam poin-

poin berikut:

1. Menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah fr secara hakiki

dengan bentuk yang layak bagi-Nya, dan tidak diperlakukan

dengan penaftan (peniadaan) dan pengingkaran.

2. Tidak melampaui namanya yang khusus dengan itu,

yang dengan-Nya Allah menamainya, bahkan menghormati nama

sebagaimana menghormati sifat, sehingga tidak meniadakan sifat

serta tidak merubah namanya dan menggantinya dengan nama

lain.

- Seperti golongan Jahmiyah yang meniadakan, menyebut:

mendengar-Nya, melihat-Nya, berkuasa-Nya, hidup-Nya dan

berbicara-Nya: dengart a'radh (yang tidak tetap, yang tidak berdiri

sendiri).

- Mereka menyebut wajah-Nya, tangan-Nya dan kaki-

Nya &, sebagai anggota badan dan bagian. Dan menyebut

hikmah-Nya dan inti perbuatan-Nya yang berupa permintaan

(perintah atau larangan) sebagai sebab dan a'radh.

- Mereka menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang berdiri

sendiri sebagai hal-hal yang baru.

- Mereka menyebut ketinggian-Nya di atas para makhluk-

Nya dan istiwa.Nya di atas Arsy-Nya sebagai pembatasan.

16 Uh. rincian masalah ini di dalarn kitab kami lMu'taqad Ahlis Sunnah wal

Jann'ah fi,4sma'illah Al Husna.

28 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Mereka saling mewasiatkan makar besar ini unfuk menafikan apa

yang ditunjukkan oleh wahyu, akal dan fithrah, serta dampak-

dampak perbuatan dari sifat-sifat-Nya.

Dengan nama-nama ini, mereka dan nenek moyang

mereka berusaha menafikan sifat-sifat-Nya dan hakikat-hakikat

nama-nama-Nya.

3. Tidak menyerupakannya dengan apa yang ada pada

para makhluk. Karena Allah & tidak ada sesuatu pun yang senrpa

dengan-Nya, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada sifat-sifat-Nya dan

tidak pula para perbuatan-perbuatan-Nya.

4. Berpufus asa dari mengetahui esensi-Nya dan

bagaimana-Nya. Karena akal telah berpufus asa dari mengenali

esensi sifat dan bagaimananya. Karena tidak ada yang mengetahui

bagaimana Allah kecuali Allah. Inilah arti ucapan para salaf, 

'r-t

'.i5 (tunpa mempertanyakan bagaimana wujud Allah), yakni tanpa

"bagaimana" yang dapat dicema oleh akal manusia, karena Dzat

yang tidak dapat diketahui hakikat-Nya dan esensi-Nya, bagaimana

bisa diketahui bagaimana ciri-ciri dan sifat-sifat-Nya? Namun hal ini

tidak menodai keimanan terhadapnya, dan mengetahui makna-

maknanya, karena tentang "bagaimananya" ifu hanya di balik

itu.17

5. Mengimani apa yang dituntut sifat-sifat ihr yang berupa

dampak-dampak dan hukum-hukum yang bertopang padanya.

Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah telah di paparkan pada kajian pertama

dari rangkaian Dirasat fi Mabahits Tauhid Al Asma' wa Ash-

17 Madarii As-&tikin (3/358-359).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 29

Shifat Karena itu, siapa yang ingin mendapatkan tambahan dan

keluasan, silakan merujuk kajian tersebut.

Pasal Kedua

Pendapat Golongan Mu'aththilah (Srang menafikan;

fidak memberlakukan) Nama-Narna dan Sifat-Sifat Allah

Dalam hal ini ada dua pembahasan:

Pernbahasan pertama: Defrnisi Mu bththilah

Pernbahasan kedua: Tingkatan-tingkatan h'thil

Pernbahasan pertama

Definisi Mu'aththilah

Dalam hal ini terdapat pengantar dan dua topik

Topik pertama: Ahli filsafat (filosof/filsufl

Topik kedua, Ahli kalam (teolog)

30 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PENGANTAR

Golongan Mu'aththilah dalam masalah narna-nama dan sifat-sifat

terbagi menjadi beberapa kelompok:

Ahli filsafat

(filmf/filsufl

Ahli lolam (teolos)

Frlsatat

mumi

(seperti Al

Farab)

Filsalat

bathin

Jahmi

!,ah

Mu'tazil

ah

Kihbilra

h

AsV'afuah Maturidiph

Ratithah

Isrnaililph

(seperu

Ibnu Sina

dan

ll*rurart s

hshafa)

Shufi

Itthadiy

ah

Feperd

lbnu

Arabi

dan

hnu

Sab'in)

Mutaqad

dim

Muta'alil(

hb

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 3l

Aliran Ta'thil mereka tertagi menjadi:

Tingkat Ta'thil mereka terbagi menjadi:

Penjelasannya akan dipaparkan di dalam pembahasan ini.

Aliran Tabdil

(meng$nti rnakna-

malma)

Alinn Taihil tJahil

mengenii rnakna

rnaknanlra)

Ahan

asurnsi dan

inlaiin6l

(para

fflGo0

Aliran mecubah dan

tal$ril (AhS tal$,il)

Golo,ngan yatrg

nreqntakan batrwa

yarU dlnuftgd adalalt

nrenydisihi apa yang di

tunfukkan olelt

dnhimya, dan

mernfilon ilmrpng

dirnaksd itu dari apa

prqsdahAlhh (aliran

kedua di lolangan

A+,'af6rat0

Gobngan yarE

metlratakan

mernberlahion

zhahimlp, namun

ttdak ada gnng

mengetahui

Ufutiluqn

kdraliAllah

FebagAan lrang

benfnlhsi

kepada pan

irnam yang

ernpaQ

Cotongan

Mubththihlt

el<str€rn @ng

m€nginglod

s€rnua ndna

&nsifaO

Golongan !EIIg

nrenctad<an narna-narra

dan mernffkan semn

silat (rnseka adalah

Mu'tazilali, Ralidhah

hnarnitxah Zaidilrah, dan

tUadttph dat Xhaqratj)

Golongan yang

merrdapkan silat-silat

dzat dan nreraftkan silab

sttat ildzOyatllph

(Kilablrh, pan

p€rdahulu Asy'arilrat$

Golongan grang

menetapkan narna-nama

dan tuluh silat, yaitu

(hirfup, ilrnu, kuasa,

kehendak, merdengar,

melihat dan bicara).

(Mcreka adahh golongan

Asy'ariph Muta' akhkhir

dan Maturidilrah)

Crotonganlpng

rrcndustakan

bgi meralilon.

!ETIg

mengatalon

baf$aAn h

tdd(&ila6

d€ngdr

perrtapan dan

mcdole!ilran

penafian

(latunileh dan

lbruShal

Gotrngan

dilfu-tauaqflul,rrlrg

mengatakan batilra Alah

frdak dbifati dengan

penaapan dan tildak prh

dargan p€nafrart

(Aruffnt0

Golq€anlringm6a

bodoh lagi frdalt rnau

tatq yarq n*ngatalor\

"Kanti dam dali

keauarya(dOaai

pcluapandan

p€naftan).'(A1 l{ala,

Gol{Ean lttihalilnh,

yang mengatakan

penetapan umum dan

penafian umum

32 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Pertama: Ahli Filsafat

Ahli filsafat 1i;-,''l,it) adalah sebutan jenis bagi yang

menyukai hikmah dan lebih cenderung dengan segala sesuatu yang

berbau hikmah.

Sebutan ini telah ada dalam pengetahuan manusia yang

disandangkan secara khusus kepada orang png keluar dari agama

para nabi, dan tidak bermadzhab kecuali dengan apa yang dapat

dicema akal menurut persepsinya.

Lebih khusus dari itu, bahwa dalam persepsi

Muta'akhkhirin, itu adalah sebutan bagi para pengikut fuistoteles,

dan mereka secara khusus adalah al mas5rSm 'un (Peripatetic),18

yaitu yang hnu Sina memumikan jalan mereka, membentangkan-

nya dan menetapkannya. Yaifu yang dikenalnla, bahkan udak

dikenal selainnya oleh golongan Muta'al'hLhirin dari kalangan

para ahli kalam (para teolog)."l9

Keimanan para filosof kepada Allah Yang Maha Suci lagi

Maha Tinggi hampir tidak melebihi keimanan terhadap

keberadaannya yang mutlak -yakni keberadaan-N/a di dalam

benak dan khayalan (imajinasi) tanpa hakikat-. Selain dari itu,

mereka hampir tidak pemah sepakat mengenai sesuafu.

Pembahasan tentang akidah di kalangan mereka termasuk hal

yang paling dungu dan paling merusak di anbra apa 3ang mereka

katakan.

l8 lfir adalah png banyak berialan. gtllir adalatr p€ndlon Aristotdes.

Disebut demikian, karena fuistoteles biasa mengajari muridrnr.uidnya sarnlril

berjalan. (Al Mu'jam Al Falsafr(3731.

re lghut"uh Al-I-ahfan 12 / 2571.

AlArasy(Sing;g;asanaAllah) 

- 33

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun kefuhanan,

maka integritas mereka dalam hal ini lebih merusak daripada

integritas karakter. Dan umumnya perkataan mereka mengandung

asumsi-asumsi dusta, jauh dari berupa konsep-konsep yang

benar."2o

Rusaknya keyakinan para filosof mengenai Allah akan

tampak lebih banyak ketika kami memaparkan kepada anda

ucapan-ucapan mereka mengenai Dzat dan sifat-sifat Allah.

Para filosof menyandangkan kepada Allah sebutan "Wajibul

Wujud" wajib ada, dan mengesakan wajib adanya menurut mereka

cukup dengan membayangkan-Nya (mengimajinasikan-Nya) dalam

pengetahuan dasar dengan kerusakannya.

Jadi, tauhid menurut mereka memerlukan penanggalan

segala sifat kesempumaan yang lazim bagi-Nya dari-Nya, maka

Dia tidak memiliki hidup, mati, kekuasaan, perkataan dan sifat-sifat

lainnya. Sebagai gantinya mereka mengatakan, "sesungguhnya

Dia adalah berakal, obyek akal dan akal. Lezat, yang melezatkan

dan kelezatan. Yang berilmu, yang diilmui, dan ilmu." Mereka

menjadikan semua itu sebagai hal-hal ketiadaan.

Yang mendorong mereka kepada hal itu adalah pemyataan

mereka bahwa berbilangnya sifat-sifat mengharuskan ketersusunan

(strukturisasi) pada Allah. Rusaknya pendapat ini sangat jelas.

Karena Allah menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat, dan Rasul-Nya

menyifati-Nya dengan ihr. Hal itu telah ditetapkan di dalam Al

Kitab dan As-Sunnah sebagai dalil naqli.

Sebagaimana juga akal mempersaksikan rusaknya

pendapat mereka, karena berbilangnya sifat, tidak dikatakan oleh

20 Ar-Radd ala Al Manthiqi2ryin(hal. I 14).

34 - Al Arasy (Singgasana Allah)

bahasa, syariat maupun akal yang sehat, bahwa itu menghamskan

bersusunnya hal yang disifati kecuali menurut para filosof.2l

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah

pemyataan mereka, bahwa Allah tdak mengetahui iuz'i5ryt

(parsial). Menurut mereka, Dia tidak mengetahui hakikat Musa,

tidak pula Isa, dan tidak pula Muhamrnad 'alahimus shalafu was

salam, apalagi peristivOa-peristiwa yang ditufurkan Al Qur'an, dan

perkara-perkara para makhluk lainnya. Rusaknya perkataan ini

sangat jelas menurut dalil nadi dan iuga akal.

Dalil naqlinya adalah, Allah S berfirman,

i6 1$'i Jyli5;-{ #a6 is.;#

e #1;tits-L#3i e W'^6i";{5';s

# #e$yaJ,{'{,i;i;*i6g

"Dia memiliki ilmu gaib tnng frdak ada 5nng mangetahuinya

kecuali Dia. Dia mengetahui apa tang di daratan dan di lautan,

dan tiada sehelai daun pun tnng gugur melainkan Dia

mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dakm

bumi dan tidak squafu tnng basah atau Snng kering,

melainkan tertulis dalam kiab 5nng nlmb (Iauh Mahfirzh)." (Qs. Al

An'aam [5]: 59).

Begitu juga akal menlnksikan rusaknya kq/akinan ini.

Bagaimana bisa Allah & uaak mengetahui perkara-perkara png

2r er-Radd ala Al Mankiqijryin(hal. 314).

AlArasy(SinttasanaAllah) 

- 35

dijalankan-Nya dengan perintah-Nya dan diberlakukan-Nya dengan

ketentuan-Nya, serta diberitakan-Nya di dalam Kitab-Nya. 22

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah apa

5nng mereka katakan mengenai kekuasaan Allah, yaitu bahwa

Allah adalah Pelalm secara tabiat, bukan karena keinginan sendiri.

Karena pelaku se@ra tabiat pertuatannln tertatas, sedangkan

pelaku dengan keinginan sendiri akan' beragam perbuatannya.

Mereka tidak tahu, bahwa dengan ini berarti mereka menganggap

manusia sebagai pelaku dengan keinginan sendiri lebih sempuma

daripada Allah sebagai pelaku se@ra tabiat karena terbatas

menurut persepsi mereka. Pendapat ini tertolak oleh lirman

Allah &:

ic;;{6-6i1",3,;

"Dan Tuhanmu menciptakan apa tmng Dia kehendaki dan

memilihryn." (Qs. Al Qashash [28]: 68).

Selain itu, pendapat ini iuga ditolak oleh logika, karena

Allah adalah pelaku yang paling sempurna, maka bagaimana bisa

menyerupakan pertuatan-Nya dengan perbuatan makhluk.

Para filosof konsisten dengan ihl, hingga mereka

menetapkan wajib ada, dan di samping mereka menetapkan ifu

bagi-Nya, namun menunrt mereka ihr adalah wujud mutlak, tidak

bersifat dan tidak berciri, serta tanpa perbuatan yang berdiri

sendiri, Dia tidak menciptakan langit dan bumi yang sebelumnya

tidak ada, Dia tidak memiliki kekuasaan atas suatu perbuatan, dan

tidak mengetahui sesuatu pun. Tidak diragukan lagi, bahwa yang

dianut oleh kaum musyrikin fuab dari golongan kafir Quraisy dan

22 tu-Radd ala Al Manthiqiwin(hal. 461).

36 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Iainnya adalah lebih ringan daripada ini. Karena para penyembah

berhala (kaum paganis) menetapkan Rabb sebagai pencipta, yang

berilmu, kuasa dan hidup, walaupun mereka mempersekutukan-

Nya (dengan selain-Nya) dalam ibadah (penyembahan)-

Jadi, rusaknya pendapat para filosof mengenai Allah tidak

tertandingi oleh kerusakan lainnya. Insya Allah nanti akan kami

kemukakan ucapan-ucapan mereka mengenai nalna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Ini menumt mereka mengenai khabar iman kepada

Allah &.

"Adapun iman kepada malaikat, maka mereka itu tidak

mengakui malaikat, dan tidak beriman kepada mereka. Menurut

mereka, malaikat adalah yang diimajinasikan oleh Nabi, menurut

persepsi mereka, di dalam dirinya, dari sosok-sosok cahaya, dan

itu menurut mereka adalah akal. Dan ifu hampa, fidak di dalam

alam dan tidak pula di luar, tdak di atas langit dan tidak pula di

bawahnya, juga bukan sebagai sog:ok-sosok yang bergerak, tidak

naik, tidak furun, tidak mengatur sesuaht, tidak berbicara, tidak

mencatat perbuatan-perbuatan pat?t hamba, tidak memiliki

perasaan dan tidak memilih gerakan salna sekali, serta tidak

berpindah dari satu tempat ke ternpat lainnya, tidak berbaris di

hadapan Rabbnya, tidak shalat, tdak mempunyai peran sama

sekali di alam ini, sehingga tidak ada yang namanya malaikat yang

mencabut nyawa hamba, udak pula yang menuliskan rezekinya,

ajalnya dan perbuatannya, dan ada pula yang di sebelah kanan

maupun kiri. Semua ini menurut mereka tidak ada hakikatnya

sama sekali.

Sebagian mereka ada yang lebih dekat kepada Islam, yaitu

dengan mengatakan, 'Malaikat adalah kekuatan baik lagi utama

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 37

pada diri hamba, sedangkan syetan adalah kekuatan jahat lagi

buruk'. Demikian ini bila mereka mendekat kepada Islam dan

kepada para rasul.

Tentang kitab-kitab, menumt mereka, Allah tidak memiliki

perkataan yang diturunkan-Nya ke bumi dengan perantaraan

malaikat. Karena Dia tidak mengatakan sesuafu pun, tidak

berfirman, dan tidak ada kemampuan berbicara pada-Nya.

Sedangkan para filosof yang lebih dekat kepada Islam dan para

rasul, yaitu yang dinisbatkan kepada kaum muslimin, mengatakan,

'Kitab-kitab yang diturunkan itu adalah luapan yang meluap dari

akal yang mempengaruhi jiwa yang siap, berbudi luhur lagi suci,

lalu makna-makna itu pun terbayang dan terbentuk di dalam

jiwanya yang terasumsikan sebagai suara-suara yang berbicara

kepadanya. Bahkan boleh jadi asumsi itu menguat hingga

melihatrya sebagai benfuk-benfuk cahaya yang berbicara

kepadanya dan bisa juga hal itu menguat hingga terbayang oleh

sebagian yang hadir, sehingga mereka bisa melihatnya dan

mendengar pembicaraannya, namun tidak ada hakikatnya bagi

sesuafu dari itu di luamya.

Adapun para rasul dan para nabi, menurut mereka,

kenabian memiliki tiga kekhususan, siapa yang memilikinya secara

sempuma maka ia seorang nabi:

Pertama, kekuatan inhrisi (firasat; perasaan), dapat

mengetahui tapal batas tengah secara cepat.

Kedua, kekuatan imajinasi dan pengimajinasian, yaitu

mengimajinasikan di dalam dirinya bentuk-benfuk cahaya yang

berbicara kepadanya, mendengar perkataan darinya, dan

mengimajinasikannya kepada orang lain.

38 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Ketiga, kekuatan mempengaruhi dengan sikap di alam

primer. Menurutnya, ini terjadi dengan mengosongkan jiwa dari

hubungan-hubungan dan mengaitkannya dengan hal-hal yang

terpisah, yang berupa akal dan jiwa yang kosong.

Kekhususan-kekhususan ini dicapai dengan upaya. Karena

itu, mengupayakan kenabian termasuk tasawwuf menurut

madzhab mereka, seperti Ibnu Sab'in, Ibnu Huud dan serupanya.

Kenabian menuntt mereka adalah perbuatan dan yang berbuat,

bahkan merupakan perbuatan yang paling mulia, seperti halnya

politik, bahkan itu merupakan politik umum. Banyak dari mereka

yang tidak meridhainya, dan mengatakan, 'Filsafat adalah kenabian

khusus, sedangkan kenabian adalah filsafat umum'.

Tentang iman kepada hari akhir, mereka tidak mengakui

akan pecahnya langit, berjatuhannya bintang-bintang dan kiamat

tubuh. Mereka juga tidak mengakui bahwa Allah telah

menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan mengadakan

alam ini yang sebelumnya tidak ada.

Jadi menurut mereka, tidak ada permulaan dan tidak

tempat kembali, tidak ada pembuat, tidak ada kenabian, tidak ada

kitab-kitab yang dihrrunkan dari langit yang mana Allah berbicara

dengan ifu (memfirmankannya), dan tidak ada pula malaikat yang

turun membawakan wahyu dari Allah &.

Agama Yahudi dan Nashrani setelah terjadinya

penghapusan dan penggantian (perubahan) masih lebih baik

daripada agama mereka.

Cukuplah bagimu tentang kejahilan terhadap Allah &

beserta nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya, orang

yang mengatakan, bahwa seandainya Allah S mengetahui alam

wujud, maka niscaya Dia mengalami kepenatan dan kelelahan, lalu

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 39

disempumakan oleh yang lainnya. Cukuplah menjadi kenistaan

dan kesesatan serta kebutaan untuk berjalan di belakang mereka

dan berbaik sangka terhadap mereka, dan bahwa mereka adalah

orang-orang yang berakal. "23

Yang perlu diketahui, bahwa para filosof tidak mengimani

keberadaan Allah secara hakiki, tidak pula beriman kepada wahyu,

kenabian dan kerasulan. Dan mereka mengingkari segala yang

ghaib. Dasar-dasar filsafat semuanya bertopang pada dua

landasan, yaitu:

l-andasan pertama: Asal dalam ilmu adalah akal manusia,

dan menurut mereka, ifu adalah sumber ilmu.

landasan kedua: Ilmu ifu terbatas pada hal-hal yang dapat

dirasa dan disaksikan saja.

Berdasarkan landasan pertama, mereka membatalkan

wahyu, dan berdasarkan landasan kedua, mereka membatalkan

perkara-perkara ghaib, termasuk beriman kepada Allah dan hari

akhir.

Jadi, para filosof telah menyoroti masalah-masalah

keyakinan, dan mereka menyatakan, bahwa itu hanyalah ilusi dan

imajinasi yang tidak ada hakikatnya dan tidak ada wujudnya di luar

(di alam nyata). Sehingga Allah tidak benar-benar adanya, tidak

pula kenabian secara hakiki, tidak pula malaikat, tidak pula neraka

dan surga, dan tidak pula pembangkitan kembali.

23 lsha tsah Al-l-ah fan (2 / 261 -262).

40 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Kedua: Ahli Kalam (Teolog)

Ahli kalam tidak jauh beda dengan para filosof dalam

beberapa pokok-pokok keyakinan mereka, dan mengambil dari

mereka kaidah-kaidah rasionalisme dan metode-motede teologis,

serta terpengaruh oleh itu dalam porsi yang cukup besar. Dalam

masalah-masalah akidah (keyakinan), mereka menempuh teori

rasional menunrt batas asumsi mereka. Jadi, walaupun mereka

menyelisihi pendapat para filosof, bahwa hakikat-hakikat ini hanya

sekadar asumsi dan imajinasi, namun sama dengan mereka dalam

distorsi (memutar balikkan) banyak hakikat ghaib. Di dalam kitab-

kitab para ahli kalam (teolog) dengan beragam kelompok mereka,

tidak akan ditemukan pemyataan tentang masalah-masalah

keyakinan (akidah) sebagaimana yang disebutkan oleh nash-nash

yang shahih. Sebagai ganti kalimat "Allah @ berfirman" atau

"Rasulullah $ bersabda" atau "para sahabat berkata", adalah

Anda hanya menemukan dalam kitab-kitab mereka kalimat "orang-

orang utama berkata" atau "para cendekiawan berkata" atau "para

ahli hikmah berkata". Yang mereka maksudkan itu adalah para

filosof Yunani dari kalangan kaum paganis (para penyembah

berhala). Bagaimana bisa mereka meninggalkan firman Allah dan

sabda Rasul-Nya $, lalu mengambil perkataan orang yang tidak

mengenal Allah dan tidak beriman kepada Rasul-Nya?

Orang yang mengkaji kitab-kitab para ahli kalam akan

mengetahui besarnya mudharat (bahaya) yang ditimbulkan

terhadap umat muslim. Karena kitab-kitab itu menyebabkan

manusia terhalang dari pengetahuan yang benar tentang Allah,

Rasul-Nya dan agama-Nya, sedang sebagai gantinya adalah

Al Arasy (Singgasana Allah) 

41

ucapan-ucapan ta'thil (peniadaan sifat-sifat Allah), tajhil

(pembodohan) dan takhyil (imajinasi).

Ahli kalam itu tidak hanya satu golongan (varian) saja,

bahkan mereka itu banyak golongan. Mereka adalah:

1. Jahmiyah;

2. Mu'tazilah;

3. Kilabiyah;

4. Asyairah; dan

5. Maturidiyah.

Masing-masing dari kelima golongan ini mempunyai

pendapat dan pandangan tersendiri sesuai dengan syubhat logika

yang menjadi sandarannya.

Pertama: Golongan Jahmiyah

Mereka adalah para pengikut Jahm bin Shafiuan yang

mengambil pendapat ta'thil dan AI Ja'd bin Dirham ketika

berjumpa dengannya di Kufah.2a Al Jahm menyebarkan pendapat

ta'thil dan melebihi gurunya, Al Ja'd, dengan sangat berlebih

dalam penafian, dan banyak mempopulerkan ifu dan

menyenrkannya, karena ia seorang yang pandai berbicara dan

berdebat.

Di antara keyakinan-keyakinan mereka yang paling

menonjol adalah:

1. Mengingkari semua nama dan sifat, sebagaimana yang

nanti akan dijelaskan.

24 Mul<hashar Taril<h Dimas5q(6/5Ol; Al Bidayah(9/350).

42 

Al Arasy (Singgasana Allah)

2. Dalam bab keimanan, mereka adalah Murji'ah. Mereka

mengatakan, bahwa keimanan ifu cukup hanya dengan

pengetahuan hati. Inilah pendapat sekte Murji'ah yang

paling buruk.

3. Dalam masalah takdir, mereka adalah jabariyah. Mereka

mengingkari berkemampuannya hamba dalam memilih

perbuatannya sendiri.

4. Mengingkari bahwa kelak pada Hari Kiamat para makhluk

bisa melihat Allah.

5. Mereka mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.

6. Mereka mengatakan fananya surga dan neraka.

Dan keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang dikatakan

oleh golongan Jahmiyah.

Kedua: Mu'tazilah

Mereka adalah para pengikut Washil bin Atha' dan Amr

bin Ubaid. Mereka adalah kelompok besar yang dihimpun oleh

apa yang mereka sebut pokok-pokok yang lima, yaitu:

1. Tauhid, 2. Keadilan, 3. Janji dan ancaman, 4-

Kedudukan di antara dua kedudukan, dan 5. Amar ma'ntf dan

nahi munkar.

Pada hakikatnya, golongan Mu'tazilah menganut

perpaduan pendapat-pendapat bathil yang ada di masa itu, karena

golongan Mu'tazilah memadukan paham-paham Jahmiyah,

Qadariyah, Khawarij dan Rafidhah.

Mereka sama dengan golongan Jahmiyah dalam sebagian

pokok-pokok keyakinan mereka, yaitu sama dengan mereka dalam

Al Arasy (Sintgasana Allah) 

- 43

mengingkari sifat-sifat, sehingga mereka menyatakan, bahwa Dzat

Allah tidak ada sifatnya dan tidak ada perbuatannya, sebagaimana

yang nanti akan dijelaskan. Mereka juga mengingkari bahwa kelak

pada Hari Kiamat Allah dapat dilihat. Mereka juga mengatakan,

bahwa Al Qur'an adalah makhluk, dan lain{ain.

Mereka sama dengan golongan Qadariyah dalam

mengingkari berkuasanya Allah terhadap perbuatan-perbuatan

hamba. Mu'tazilah mengambil paham dari mereka (Qadariyah),

bahwa para hamba menciptakan sendiri perbuatan-perbuatan

mereka.

Mereka sama dengan golongan Khawarij dalam masalah

keimanan, yaitu mereka mengatakan bahwa keimanan adalah

ucapan, keyakinan dan perbuatan, tidak bertambah dan tidak

berkurang. Dan bahwa bila sebagiannya hilang maka hilanglah

semuanla.

Berdasarkan ifu, mereka sama dengan Khawarij mengenai

masalah pelaku dosa besar, dimana Mu'tazilah mengatakan,

bahwa pelalru dosa besar berada di suafu kedudukan di antara dua

kedudukan di dunia. Tapi mereka sepaham dengan Khawarij yang

berpendapat, bahwa pelaku dosa besar di akhirat akan kekal

selamalamanya di neraka.

Mereka juga mengambil pandangan Khawarij dalam amar

ma'ruf nahi mungkar.

Mereka sama dengan golongan Rafidhah dalam hal

menohok para sahabat Nabi $, karena di antara perkataan

Washil bin Atha mengenai orang-orang yang ikut dalam perang

Shiffin, "Ses,rngguhnya keduanya (kedua belah pihak) adalah fasik

fidak secara pasti." Ucapannya mengenai Ali & dan

Muawiyah &, "Seandainya keduanya datang kehadapanku unfuk

44 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

bersaksi mengenai seikat sa! ran, maka aku tidak akan menerima

kesaksian mereka." Sedangkan golongan Mu'tazilah yang

belakangan lebih dekat kepada paham Syi'ah-

Syait<hul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Para pendahulu

Syi',ah menyelisihi Mu'tazilah mengenai itu (yakni masalah-masalah

sifat dan takdir), sedangkan kaum Muta'akhkhir mereka dari masa

Bani Buwaih dan sempanya dari awal-awal abad keempat dan

serupanya, maka sesungguhnya di antara mereka ada yang

menyepakati Mu'tazilah dalam hal tauhid dan keadilan mereka.

Mu'tazilah adalah gum mereka hingga muncul di dalam perkataan

Ibnu An-Nu'man Al Mufid dan dua sahabahya, Abu Ja'far Ath-

Thusi yang diberi gelar Al Murtadha (yang diridhai) dan serupanya,

adalah dari perkataan Mu'tazilah. Saat itu di kalangan Mu'tazilah

ada yang cenderung kepada paham Syi'ah, baik dengan

menyamakan Ali dengan dua khalifah, atau mengutamakannya

atas dua khalifah, atau menohok Utsman, walaupun golongan

Mu'tazilah tidak berselisih mengenai kepemimpinan Abu Bakar

dan Umar. Sementara para pendahulu Mu'tazilah, seperti Amr bin

Ubaid dan kawan-kawannSn, mereka berpaling dari Ali, sampai-

sampai mereka berkata, 'seandainya ia dan salah seorang dari

anggota pasukannya memberikan suatu kesaksian, maka kami

tidak akan menerimanya. Karena salah satunya telah fasik tapi

tidak dapat ditentukan yang mananya'. Inilah yang dianut oleh

Muta'akhkhir Syi'ah dn Mu'tazilah, berteda dengan apa yang

dianut oleh para pemimpin dan para pendahulu kedua golongan

..t2\

% Naqdh Ta'sis Al Jahmgiyahll/*551.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 45

Mereka juga mengambil dari golongan Syi'ah dan Rafidhah

sebagian besar pandangan-pandangan mereka yang khusus

mengenai imamah (kepemimpinan).

Berdasarkan ini, pemikiran-pemikiran Mu'tazilah adalah

perpaduan dari pandangan-pandangan berbagai kelompok yang

menyelisihi di masa mereka.

Pemikiran-pemikiran Mu'tazilah yang berlaku sekarang

adalah dari: Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, dan lbadhiyah, dan juga

golongan yang mereka sebut Al Aqlaniyyun (kaum rasionalis).

Ketiga: Mutakallimah As-Shi{faf (teolog sifat),

gnitu: Kilablnh, Asgrairah dan Maturidiyah.

1. Kilabiyah

Mereka adalah para pengikut Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kilab Al Qaththan25 (wafat tahun 2$ H).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Manusia sebelum

Abu Muhammad bin Kilab, ada dua golongan (yaitu)'

Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah yang menetapkan

semua yang berdiri dengan Allah ft& yung berupa sifat-sifat dan

perbuatan-perbutan yang dikehendaki-Nya dan kuasa atasnya; dan

Golongan Jahmiyah dari Mu'tazilah serta lainnya yang

mengingkari ini dan itu.

L-alu Ibnu Kilab menetapkan berlakunya sifat-sifat yang

lazim bagi-Nya, dan menafikan berlakunya perbuatan-perbuatan

dan lainnya yang berkaitan dengan kehendaknya dan kekuasaan-

26 Majmu' N Fabwa(5/555).

46 - AI Arasy (Singgasana Allah)

Nya. Hal ini disepakati oleh Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan lain-lain.

Sedangkan Al Harits Al Muhasibi, tadinya ia bemfiliasi

kepada pendapat ibnu Kilab, dan karena itu Ahmad

memerintahkan untuk mengucilkann5ra, dan Ahmad pemah

memperingatkan mengenai hnu Kilab dan para pengilnrtnya-

Kernudian dikatakan mengenai Al Harits, bahvra ia menarik

kembali pendapafuiya. "27

Paham yang dimunculkan oleh hnu Kilab ini adalah Srang

kemudian dikenal dengan paham Mutakallimah Ash-Shifat[a;ah

(puh* kaum teolog sifat). Karena hnu Kilab, jalannya cendenrng

kepada ma&hab Ahlul Hadits dan Sr.rnnah, tapi di jalannya ada

benhrk bid'ah, karena ia menetapkan berlakunya sifat-sifiat pada

&at Allah, dan tidak menetapkan berlakunlp perkara-perkara

pilihan pada dzat-Nya.

Ia pemah berusaha keras dalam menlnnggah golongan

Jahmiyah28, tapi ia mendebat mereka dengan cara qlns png di

dalamnya membiarkan mereka menganut pokok-pokok lnng

mereka mmuskan, yaitu menolak berbicaranln Allah de.ngan

huruf, menolak berlakunya sifat-sifat pilihan pada &at-Np gang

terkait dengan kehendak dan kekuasaan-N5n dari apa png berupa

perbuatan, perkataan dan sebagainya.2g Setelah ifu ia menjadi

panutan dan imam bagi yang datang setelahnSn dari golongan ini,

yang menetapkan sifat-sifat dan menggugurkan penafiannya, tapi

sama dengan mereka dalam sebagian pokok-pokok rusak mereka

yang berdampak pada rusaknya sebagian apa yang mereka

27 Dar'u Ta'arudhi Al Aql wa An-Naql(2/ll.

% Maimu' Al Fatawa (12/3661.

2e Majmu' Al Fabwa (12/379).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

47

katakan dari segi logika, dan penyelisihannya terhadap Sunnah

Rasul."3o

Jadi, Ibnu Kilab memunculkan madzhab baru, yang di

dalamnya ia menyepakati para salaf, serta di dalamnya ada juga

yang menyepakati Mu'tazilah dan Jahmiyah. Dengan begitu ia

telah merintis madrasah ketiga, yaifu madrasah "Ash-Shifati5iyah"

yang dikenal dengan sebutan madzhab ibbat

(menetapkan/mengakui sifat-sifat), tapi di dalam perkataan mereka

terdapat sesuatu dari pokok-pokok paham Jahmiyah.3l

Paham ini dianut juga oleh Al Qalanisi, Al Asy'ari, Al

Muhasibi dan lain{ain. Mereka adalah para pendahulu Asy'ari dan

golongan Ary' ariyah terdahulu.

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad

bin Kilab adalah ustadz yang diikuti Al Asy'ari dalam pahamnya,

dan juga oleh imam-imam para sahabatnya, seperti Al Harits Al

Muhasibi, Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Sulaiman Ad-Dimasyqi

dan Abu Hatim Al Busti."32

Jadi, hnu Kilab adalah imamnya golongan Asy'ariyah

pertama, dan ifu banyak menyelisihi golongan Jahmiyah, dan lebih

dekat kepada salaf daripada Al Asy'ari.33

Tapi paham Al Kilabi ini mulai menjauh sedikit demi sedikit

dari manhaj salaf, lalu menjadi lebih dekat kepada paham

Mu'tazilah, yaitu melalui paham para parruarisnya dari kalangan

fuyairah.

3o Majmu' Al Fatawa (L2/3661.

3L Majmu' N Fabwa (12/2061.

32 Mnhaj As-gnnah 12/327I

33 Maimu' Al Fabwa ll2/202 l203l.

48 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Jadi Ibnu Kilab, sebagaimana yang telah kami kemukakan,

lebih dekat kepada salaf daripada Abu Al Hasan Al Asy'ari,

sedangkan Abu Al Hasan Al Asy'ari lebih dekat kepada salaf

daripada Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani. Dan Al Qadhi Abu

Bakar dan yang sempanya lebih dekat kepada salaf daripada Abu

Al Ma'ali Al Juwaini dan para pengikutnya.34

Karena itu, di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan

lainnya dari kalangan para filosof, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Abu Al Ma'ali Al Juwaini dan kawan-

kawannya. Di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan Al Juwaini

dari kalangan madzhab yang menafikan, terdapat apa yang tidak

terdapat di dalam perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para

pendahulu para sahabatnya. Di dalam perkataan Abu Al Hasan Al

Asy'ari yang berupa penafian yang diambilnya dari golongan

Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat di dalam perkataan

Abu Muhammad bin l(lab yang mana Abu Al Hasan

mengambilnya untuk jalannya.

Di dalam perkataan hnu Kilab mengenai penafian yang di

dalamnya mendekati Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Ahlul Hadits, As-Sunnah, para salaf dan para

imam. Bila kekeliruan itu sejengkal, maka di kalangan para

pengikut menjadi sehasta, kemudian sedepa, hingga menjauh

sedemikian ilpd, sedangkan yang bahagia adalah yang menetapi

As-Sunnah.35

Golongan Kilabiyah telah lenyap sebagai safu golongan,

tapi pemikiran-pemikirannya dibawakan melalui golongan

Asy'ariyah. Karena Al Asy'ari dan para pendahulu sahabatnya

Y Majmu' Al Fatawa (12/2031.

3s Baghjat Al Murladtal. 4571.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

49

memelihara pemikiran-pemikiran Kilabiyah dan menyebarkannya.

Dengan begitu madrasah Kilabiyah tercatat dalam sejarah sebagai

yang paling dahulu muncul di kalangan Asy'ariyah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Kilabiyah

adalah para gumnya golongan Asy'ariyah. Karena Abu Al Hasan

Al Asy'ari hanya mengikuti paham Abu Muhammad bin Kilab,

sedangkan lbnu Kilab lebih dekat kepada salaf secara masa dan

paham. Abu Bakar bin Faurak (wafat tahun 406 H) telah

menghimpun perkataan Ibnu Kilab dan Al Asy'ari, lalu

menjelaskan kesamaan keduanya dalam masaalah-masalah

pokok."35

Jadi, Kilabiyah lebih dahulu muncul daripada Asy'ariyah

dan Maturidiyah. Golongan Kilabiyah muncul di pertengahan abad

ketiga, yaitu golongan Kilabiyah pertama setelah Jahmiyah dan

Mu'tazilah, karena Ibnu Kilab meninggal pada tahun243 H, dan di

permulaan abad keempat hijriyah, muncul sisa-sisa golongan ahli

kalam (para teolog), yaitu golongan Asy'ariyah yang berafiliasi

kepada Abu Al Hasan Al Asy'ari yang wafat pada tahun 324 H,

dan golongan Al Maturidiyah: para pengikut Abu Manshur Al

Maturidi yang wafat pada tahun 333 H, yaitu golongan yang

masih eksis hingga masa kita sekarang.

2- Aql'ariyah

Abu Al Hasan Al Asy'ari dianggap sebagai perpanjangan

madzhab Al Kilabi, karena Abu Al Hasan Al Asy'ari yang hidup di

masa antara tahun 260 sampai 324 H, tadinya adalah seorang

penganut Mu'tazilah hingga usia 40 tahun, yang mana ia hidup di

36 Al Isthamah (1/105).

50 

Al Arasy (Singgasana Allah)

rumah Abu Ali Al Jaba'i, syaikhnya Mu'tazilah di Bashrah.

Kemudian ia menarik diri dari madzhab Mu'tazilah, dan

menempuh jalan Ibnu Kilab. Ia banyak terpengaruh oleh itu dalam

waktu yang cukup lama. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya

adalah, di dalam kitab-kitab Ibnu Kilab dan perkataan-perkataan

terdapat apa yang diinginkannya, yaitu sanggahan terhadap

golongan Mu'tazilah dan menampakkan cela-cela mereka serta

menghancurkan tirai-tirai mereka. Ibnu Kilab telah membuat

banyak karangan yang di dalamnya menyanggah golongan

Jahmiyah, Mu'tazilah dan lain-lain. Tapi Al Asy'ari tidak sadar,

bahwa Ibnu Kilab, walaupun menyanggah golongan Mu'tazilah,

dan menyingkap kebathilan mereka, serta menetapkan sifat-sifat

yang lazim bagi Allah &, namun ia juga menyepakati mereka

dalam mengingkari sifat-sifat pilihan yang terkait dengan kehendak

dan kekuasaan Allah &. Jadi, ia menafikan sebagaimana

Mu'tazilah menafikan, bahwa Allah S berbicara dengan kehendak-

Nya dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana juga ia menafikan sifat-sifat

pilihan lain, seperti ridha, marah, benci, murka dan sebagainya.

Al Asy'ari telah melalui fase ini dengan penuh semangat, ia

mengarang, berdebat dan menyampaikan pengajaran dalam

rangka menyanggah golongan Mu'tazilah, dengan menempuh cara

ini.

Kemudian ia berjumpa dengan Zakaiya bin Yahya As-Saji,

lalu ia mengambil darinya apa yang diambilnya dari pokok-pokok

Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.37 As-Saji adalah Syaikhnya

Bashran dan hafizhnya.3s Kemudian ketika ia datang ke Bagdad,

ia mengambil perkara-perkara lain dari golongan Hambaliyah

Bagdad di akhir usianya.

37 Majmu' Al Fatawa (5/386); Tadzkimt N Huffa* (2/907).

38 Al Uluww(hal. 150); TadzkintAl Huffazh(2/9071.

AI Arasy (Singgasana Allah) 

Sl

Tapi pengetahuannya tentang teologi adalah pengetahuan

yang terperinci, sedangkan pengetahuan tentang As-Sunnah

adalah pengetahuan yang global. Karena itu ia menyepakati

Mu'tazilah dalam sebagian pokok-pokok mereka yang mereka

anut, yang karenanya menyelisihi As-Sunnah, dan ia berkeyakinan

bahwa memungkinkan unfuk memadukan antar pokok-pokok ifu

dan membela As-Sunnah, sebagaimana yang dilakukannya dalam

masalah melihat (melihat Allah kelak) dan berbicara fterbicaranya

Allah), serta sifat-sifat khabariyah dan lain{ain.39

As-Sajzi berkata mengenainya, "la menarik kembali dalam

masalah-masalah cabang, dan menetapkan dalam masalah-

masalah pokok."4o Yakni pokok-pokok Mu'tazilah yang di atas ifu

mereka menafikan sifat-sifat, seperti dalilbukan inti dan lainnya.4l

Ibnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kullab Al Bashri dan Abu Al Hasan Al Asy'ari menyelisihi

Mu'tazilah dan menyepakati Ahlussunnah dalam keglobalan

pokok-pokok As-Sunnah. Tapi karena keterbatasan keduanya

dalam ilmu As-Sunnah, dan kecendemngan keduanya terhadap

pokok-pokok yang rusak, maka di beberapa bagian perkataan

mereka terdapat bagian-bagian dari perkataan Mu'tazilah yang

dengan begihr keduanya menyelisihi As-Sunnah, walaupun

keduanya tidak secara mutlak menyepakati Mu'tazilah."42

Ia juga berkata, "Yang diingkari oleh para imam As-Sunnah

pada hnu Kilab dan Al Asy'ari adalah sisa-sisa paham Jahmiyah

dan Mu'tazilah. Seperti meyakini benamya teori bukan inti dan

tersusunnya fisik-fisik, pengingkaran disifatinya Allah dengan

3e Majmu' Al Fatawa 172/2041.

40 Ar-Radd ala Man Ankan Al Harf wa Ash-Shaut M. 168).

aL Mauqif lbni TaimiSah min Al,4sp'irah(7/367).

42 Al Istiqamah (L /2121.

52 - Al Arasy (Singgasana Allah)

perbuatan-perbuatan yang terjadi dengan kehendak-Nya dan

pilihan-Nya, dan hal-hal sempa lainnya."€

Golongan Asy'ariyah telah melalui fase-fase dan periode-

periode dimana permulaannya merupakan tambahan paham

teologis, kemudian sangat condong kepada paham Mu'tazilah, lalu

menggabungkan akidah ini dengan paham filsafat.

Golongan Asy'ariyah belakangan cendenrng kepada paham

Jahmiyah, bahkan filsafat, dan mereka membedakan pendapat Al

Asy'ari dan para imam para sahabatrya.4

Para pendahulu golongan Asy'ariyah menetapkan sifat-sifat

khabariyah secara global, seperti Abu AI Hasan Al Asy'ari, Abu

Abdullah bin Mujahid, Abu Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu

Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak,

Abu Muhammad bin Al-labban, Abu Ali bin Syadzan, Abu Al

Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al Baihaqi dan lainlain.as

Tapi Muta'akhkhimya dari para pengikut Abu Al Hasan Al

Asy'ari, seperti Abu Al Ma'ali Al Jtrwaini dan lain{ainnya, tidak

menetapkan kecuali sifat-sifat aqliyah. Sedangkan sifat-sifat

khabariyah, di antara mereka ada yang menafikannya, dan ada

yang bersikap tauaqquf dalam hal itu, seperti fu-Razi, Al Amidi

dan lain{ain.

Mereka yang menafikan sifat-sifat khabariyah, di antara

mereka ada yang menal$rilkan nash-nashn1n, dan di antara

mereka yang menyerahkan maknanya (bfudli kepada Allah &.

43 Dar'u Tabrudh NAql mAn-NqlZ/gn.

M Dar'u Tabrudh AlAql wa An-Nal(l/gn.

6 Maimu' Al Fatawa (4/147, l48;l.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

53

Yang menetapkannya, seperti Al Asy'ari dan para imam

para sahabatnya, mengatakan, "Penakwilannya dengan takrpilan

yang mengindikasikan penafiannya adalah takr,vilan yang bathil."

Mereka tidak berhenti dengan ta{widh (menyerahkan tah,rdlnya

kepada Allah), tapi membatalkan takvilan-talsuilan kalangan yang

menafikan.6

Kesimpang siuran di dalam akidah Asy'ariyah ini antara

para pendahulunya dan kalangan belakangnya (Muta'akhkhimya),

disebabkan oleh apa yang telah kami singgung di muka, yaitu

kecenderungan kaum Asy'ariyah dengan ke-Asy'ariyah-an mereka

kepada paham Mu'tazilah lebih banyak dan lebih banyak lagi,

bahkan mereka mencampur adukkannya dengan filsafat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan

Asy'ariyah, sebagian mereka menyepakati Mu'tazilah mengenai

sifat-sifat khabariyah, dan mayoritas mereka menyepakati

Mu'tazilah dalam masalah sifat-sifat haditsiyah (yang diberitakan

oleh hadits-hadits). Adapun mengenai sifat-sifat qur'aniyah (yang

diberitakan Al Qur'an), mereka memiliki dua pendapat:

AI Asy'ari, Al Baqilani dan para pendahulu mereka

menetapkannya, dan sebagian mereka mengakui sebagiannya,

namun di antara mereka ada yang menganut paham Jahmiyah

dari segi lainnya.

Karena Al Asy'ari mereguk perkataan Al Jaba'i, syaikhnya

Mu'tazilah, dan penisbatannya kepadanya dalam teologi disepakati

oleh para sahabatnya dan lainnya.

Sementara Ibnu Al Baqilani lebih banyak menetapkan

setelah Al Asy'ari, dan setelah hnu Al Baqilani adalah Ibnu

6 Mnhaj *-surnah (2/223, 2241.

54 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Faurak, karena ia menetapkan sebagian yang terdapat di dalam Al

Qur'an.

Adapun Al Juwaini dan yang menempuh jalannya,

cenderung kepada madzhab Mu'tazilah. Karena Abu Al Ma'ali

banyak mengkaji kitab-kitab Abu Hasyim, yang sedikit

pengetahuan tentang atsar, sehingga mengutamakan pemaduan

kedua perkara itu.47

Kemudian muncul Abu Bakar Al Baqilani (wafat tahun 403

FI), lalu mencapai kepemimpinan di jalan ifu, dan ia meringkasnya

dan membuatkan pendahuluan-pendahuluan logis yang bertopang

di atasnya dalil-dalil, dan menjadikan kaidah-kaidah ini sebagai

panduan untuk akidah-akidah keimanan, yaitu mewajibkan

mengimaninya48, dan memberikan konfuibusi besar dalam

menteorikan madzhab Al Asy'ari Al Kalami (asy'ari teologis) dan

menatanya, hingga menyebabkan keserupaan manhaj antara

madzhab Asy'ari dan ma&hab Mu'tazilah. Karena Al Asy'ari

menjadikan nash sebagai dasar, dan akal sebagai pengikutnya.

Sedangkan Al Baqilani, maka akidah ifu selunfinya dengan semua

masalahnya, masuk ke dalam lingkup akal.49 Al Baqilani dianggap

sebagai perintis kedua untuk madzhab Asy'ari.so

Setelahnya muncul Imam Al Haramain Al Juwaini (wafat

tahun 478 Hl, lalu ia menggunakan analogi rasionalisme dalam

mengukuhkan akidah ini. Ia menyelisihi Al Baqilani dalam banyak

kaidah yang dirumuskannya. Walaupun Al Juwaini dalam

keban5rakan paham teologi mengambil dari perkataan Al Baqilani,

47 Minhai As-Sunnah (2/223, 2241.

M Muqaddimah lbni l{haldun(hal. 465); terbitan Mr-rsthafa Muhammad.

ae Muqaddimah At-Tamhid, karya Al Baqilani (hal. 15 (tahqiq Al Khudhairi

dan Abu RaMah.

50 Nasy'atAl As7'ar&nh tn Tathauryuruha(hal. 320).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

55

namun ia menggabungkan Asy'ariyah-nya dengan sesuafu dari

paham Mu'tazilah, yang diambilnya dari perkataan Abu Hasyim Al

Jaba'i Al Mu'tazili berdasarkan pilihan-pilihannya. Dengan begitu

ia keluar dari jalan Al Qadhi dan kawan-kawannya dalam banyak

hal, dan beralih ke jalan Mu'tazilah.

Adapun perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari, tidak

diambilnya sebagai sandaran, namun hanya menukil perkataannya

dari apa yang diceritakan orang-orang darinya.Sl Atas jalan Al

Juwaini inilah kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah bertopang,

seperti Al Ghazali (wafat tahun 505 F0, dan hnu Al Khathib fu-

Razi (wafat tahun 606 I-0. mereka mencampurkan paham

Mu'tazilah yang dimasukkan oleh Al Juwaini dengan paham

filsafat. Dengan begihr, golongan Asy'ariyah semakin jauh dan

menyimpang-

Al Ghazali, paham teologinya dari perkataan gurunya, Al

Juwaini, di dalam Al lrsyad, A4rSyamil, dan lain-lain, digabung

dengan apa yang diterimanya dari Al Qadhi Abu Bakar Al

Baqilani. Sementam paham filsafatnya dari perkataan lbnu Sina-

Karena ihr dikatakan: Abu Hamid disakitkan oleh AsySyifa, dan

perkataan para penulis risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa dan

risalah-risalah Abu Hayyan At-Tauhidi, dan lain-lain.

Adapun Ar-Razi, paham teologinya dari perkataan Abu Al

Ma'ali dan Asy-Syahrastani. Asy-Syahrastani mengambilnya dari Al

Ansari An-Naisaburi dari Abu Al Ma'ali. Ia juga memiliki paham

Mu'tazilah yang kuat dari perkataan Al Hasan Al Bashri (wafat

tahun 436 H). Dalam masalah filsafat, pahamnya dari perkataan

hnu Sina, AsySyahrastani dan lain{ain.s2 Kalangan Asy'ariyah

5r Bughwt Al Murtadhal.448 (451h, dengan penyrntingan.

s2 Bughgt Al Murtad hal. 448);, dengan penyrntingan.

56 

Al Arasy (Singtasana Allah)

mayoritsnya Murji'ah dalam masalah Al Asma' (nama-nama

Allah) dan hukum-hukum, dan sebagai jabariyah dalam masalah

takdir. Adapun mengenai sifat-sifat, mereka bukan Jahmiyah

mumi, tapi ada paham Jahmiyah pada mereka. Dan mereka tidak

memandang keharusan mengangkat senjata melawan para imam,

karena mereka menyepakati Ahlul Hadits dalam hal ini. Namun

secara global, mereka adalah ahil kalam (kaum teolog) yang paling

dekat kepada Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.s3

Ada banyak faktor yang menyebabkan tersiamya paham

Asy'ariyah dan mempopulerkannya, kemungkinan di antaranya

yang paling dominan adalah,

Pertama, kemunculan madzhab ini di Bagdad yang

merupakan ibukota khilafah Abbasiyah dan pusat perhatian para

penuntut ilmu yang pergi ke sana dari berbagai penjuru. Faktor ini

berperan besar dalam membentuk sebagian dari madzhab Asy'ari

dan upaya penyebarannya ke berbagai penjuru lainnyas4

disebabkan keberadaan banyak tokoh Asy'ari di Bagdad saat itu.

Kedua, kedekatan yang terjadi antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah, dan tidaklah golongan Asy'ariyah dikenal dan populer

kecuali karena kebersamaannya dengan Hambaliyah. Seandainya

tidak demikian, niscaya keadaannya akan menjadi seperti

Mu'tazilah, dimana golongan Hambaliyah berperan besar dalam

menghadapi dan menyanggah mereka. Antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah adalah suafu bentuk pertauran dan perdamaian, dan

memang dahulunya mereka berdekatan.

Karena Abu Al Hasan Al Asy'ari hanya berafiliasi kepada

madzhab Ahlul Hadits, dan imam mereka menurutnya adalah

53 Majmu' Al Fatawa 16/ 551.

il Mauqif S5aikhul Islam lbnu Taimi5nh min Al,4sg'irah12/4991.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 57

Ahmad bin Hanbal, dan ia menganggapnya termasuk kalangan

teolog Ahlul Hadits.

Golongan Asy'ariyah dalam hal apa yang mereka tetapkan

dari As-sunnah, adalah cabang dari hambaliyah, sebagaimana

halnya para teolog hambaliyah dalam hal berhujjah dengan analogi

rasionalis adalah cabang dari mereka-

Terjadinya perpecahan disebabkan fitnah Al Qusyairi.S5 Ia

muridnya Ibnu Faurak yang berasal dari Asy'ariyah Khurasan yang

berpaling kepada ta'thil. Ketika Al Qadhi Abu Ya'la Al Hambali

mengarang kitab lbthal At-Ta'wilat, yang mana di dalamnya ia

menyanggah Ibnu Faurak, gurunya Al Qusairi, sementara khalifah

dan lainnya condong kepadanya, tatkala Al Quraisyi memiliki

kekuasaan disebabkan kelompok saljuqiyah, terjadilah fitnah

tersebut.56

Ketiga, berafiliasinya sebagian amir dan menteri kepada

madzhab Asy'ari dan dukungan mereka terhadapnya. Di antara

mereka yang paling menonjol adalah:

A. Menteri Nizhamul Malik yang menjadi menteri untuk

para sultan Saljuq, lalu menjadi menteri unhrk Alb Arsalan dan

Malkasyah selama tiga puluh tahun, yaifu dari tahun 455 sampai

485 H.

Di masanya, dirintis sekolah-sekolah Nizhamiyah,

penisbatan kepadanya, dan ihr di sejumah kota, di antaranya:

Bashrah, Ashfahan, Balkh, Harrah, Marw, Al Maushil, dan

madrasah nizhamiyah yang paling utama dan terbesar adalah yang

di Naisabur dan Bagdad.

55 Majmu' N Fatawa (6/52-531 -

% Majmu' Al Fatawa (6/52-541.

58 - 

ll fiP3r (Singgasana Allah)

Nizhamul Malik mengagungkan sufisme dan Asy'ariyah,

maka orang-orang yang menyampaikan pelajaran di sekolah-

sekolah mengajarkan ihr. Maka karena itu ia memiliki peranan

besar dalam menyebabkan pokok-pokok akidah Asy'ariyah.s7

B. Al Mahdi bin Tumurt (meninggal tahun 524 F0,

penguasa Daulah Al Muwahhidin. Namanya Abu AMullah

Muhammad bin Abdullah bin Tumurt, yang digelari Al Mahdi. Ia

telah muncul di Maghrib dari permulaan abad kelima. Ia masuk ke

negeri-negeri lrak, lalu belajar sedikit ilmu, dan ia sedikit menyukai

kezuhudan dan ibadah. lalu ketika kembali ke Maghrib, ia naik ke

pegunungan Maghrib dan menyebarkan dalnuahnya di antara

orang-orang Barbar dan lainnya dari kalangan jahil yang tidak

mengetahui agama Islam kecuali apa yang dikehendaki Allah. [-alu

ia mengajarkan kepada mereka syariaLsyariat Islam, dan ia

meminta perkenan mereka unfuk menampakkan kepada mereka

sebagai macam hal yang luar biasa, yang dengan ifu ia bisa

mengajak mereka kepada agarna- Ia mengaku bahwa dirinya

adalah Al Mahdi yang dikhabarkan oleh Rasulullah #i sebagai

kabar gembira, dan porsi terbesar para pengikukrya adalah

mengenai ini. Disebabkan oleh apa llang mereka ketahui dari

akidah asy'ari dan filsafat, mereka menghalalkan darah ribuan

muallaf dari penduduk Al Maghrib Al Malikiyah, lnng menganut

akidah Ahlussunnah. Mereka menuju para muallaf ifu dengan

kepalsuan dan kebohongan, bahwa mereka adalah kaum

musyabbihah mujassamah, padahal mereka tidak berpendapat

demikian.sS Ibnu Tumurt adalah penyebab dalam memasukkan

akidah Asy'ariyah ke negeri-negeri Maghrib lnng mana

s7 Mauqif Swil<hul Islam lbnu Taimigh ninNAq/a'inhl2/5@l-

58 Majmu' Al Fatawa (Ll/47 51.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

59

sebelumnya sunni salafi. Maka cukuplah Allah sebagai penolong

kami, dan Dialah sebaik-baik penolong.

C. Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin adalah seorang

penganut Asy'ariyah. Dari sejak masa kecilnya ia telah hafal akidah

yang dikarang untuknya oleh Quthbuddin Abu Al Ma'ali Mas'ud

bin Muhammad bin Mas'ud An-Naisaburi, salah seorang tokoh

Asy'ariyah, lalu dihafal oleh anak-anaknya yang masih kecil.

Karena itu ia dan anak-anaknya tumbuh di atas akidah asy'ari.

L-alu Shalahuddin membawa semuanya kepada akidah Abu Al

Hasan Al Asy'ari, dan keadaan pun terus berlangsung di atas itu di

semua masa para raja Bani Ayyub, kemudian di masa para maula

mereka, yaitu para raja dari Turki.59

Keadaan ini berperan besar dalam penyebaran paham

Asy'ariyah di seluruh pelosok jagat Islam. Mesir yang menrpakan

tempat kekuasaan Ayyubiyah adalah merupakan pusat keilmuan di

masa-masa ifu. Dan Al Azhar memiliki peran besar dalam

menyebarkan akidah Asy'ariyah yang di masukkan oleh

Shalahuddin ke Mesir, setelah ia membungkam kekuasaan Al

Abidiyah Al Ismailiyah. Dan semenjak zaman Shalahuddin dan Al

Azhar, akidah Asy'ariyah diakui hingga masa kita sekarang.

Golongan Asy'ariyah menyelisihi Ahlussunnah dalam

banlnk masalah akidah. Di antaranya sebagai contoh adalah:

1. Bahwa menurut mereka, sumber talaqqi dalam masalah-

masalah ketuhanan (Vakni tauhid) dan kenabian, adalah hanya

akal. Maka mereka membagi bab-bab akidah menjadi tiga bab:

ketuhanan, kenabian dan as-sam'igryat Yang mereka maksudkan

dengan as-sarn'i54nt adalah apa-apa yang berkaitan dengan

5e Al l<huhathkaryaAl Muqrizi (2/3581.

60 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

masalah-masalah hari akhir, gafu berupa pembangkitan kembali,

penghimpunan, surga, neraka dan sebagainya.

Mereka menyebutnya sam'ijryah, karena menumt mereka,

sumbemya adalah nash-nash syar'i. Adapun yang selain ifu, yakni

ketuhanan dan kenabian, maka sumber mereka adalah akal.

2. Mereka menyatakan, bahwa keimanan adalah sekadar

membenarkan. Maka mereka mengeluarkan amal dari sebutan

iman.

3. Berdasarkan definisi mereka tentang keimanan, maka

mereka telah mengeluarkan tauhid uluhiyah dari pembagian

mereka pada tauhid. Karena menumt mereka, tauhid ifu adalah

bahwa Allah itu Esa pada Dzat-Nya, tidak ada bagian pada-Nya,

Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekufu bagi-Nya,

Esa dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada yang menyetarai-Nya. Definisi

ini tidak mengisyaratkan kepada tauhid uluhiyah. Karena ifu, anda

dapati di kalangan masyarakat asy'ari hampa dari tauhid ilahiyah,

sementara pasar kesyirikan dan bid'ah sangat membahana, karena

manusia tidak diajari bahwa Allah itu Esa dalam penyembahan

kepada-Nya, tidak ada sekuhr bagi-Nya.

4. Berdasarkan definisi mereka mengenai keimanan, maka

mereka juga telah mengeluarkan itfrba' Nabi S (mengikuti

Nabi #) dari definisi mereka mengenai keimanan. Karena mereka

membatasi keimanan kepada Nabi dalam perkara-perkara

pembenaran saja. Karena ifulah tersebamya bid'ah-bid'ah di

kalangan masyarakat asy'ari.

5. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah nalna-

nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini nanti akan dijelaskan.

AlArasy(SinggasanaAllah) 

61

6. Mereka menyelisihi Ashlus Sunnah masalah takdir,

karena pendapat mereka sepaham dengan pendapat jabariyah.

7. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah melihat

allah, karena mereka mengatakan terlihat fidak di suatu tempat.

8. Mereka menyelisihi Ahlussr.mnah dalam masalah kalam

(berbicaran5ra Allah), karena mereka tidak menetapkan sifat kalam

secara hakiki, tapi mereka mengatakan al kalam an-nafsi

(perkataan jiwa). Begitu juga penyelisihan-penyelisihan lainnp-

3. Maturidi5Tah

Golongan Mahridiyah dianggap saudara kandung

Asy'ariph. Demikian ifu, karena di antara keduanya ada

kesamaan dan kesepahaman sampai-sampai seolah-olah keduanya

adalah satu golongan, dan sulit membedakan antara keduanya-

Karena ihr, masing-masing dari golongan Asy'ariyah dan

Maturidiyah menyatakan, bahwa masing-masing dari Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan Abu Manshur Al Matrrudi adalah imam

Ahlussunnah menurut anggapan mereka.5o

Kemungkinan kesamaan ini kembali kepada sebab utama,

yaihr kesamaan pemikiran-pemikiran kedua golongan ini, dan

sedikitrya masalah-masalah Lrhilafiyah di antara keduanya,

terutama dengan golongan asy'ari Muta'akhkhir (yang

belakangan). Ada sebab-sebab penting lainnSn yang menjadi

pangkalnya, dan perlu diperhatikan serta dipertimbangkan dalam

memberikan persepsi. Kemungkinan yang paling utamanya adalah

kesamaan masa kemunculan kedua golongan ini, di samping

masing-masing golongan muncul di berbagai tempat tanpa ada

60 Mfbh Dar,4s-&'adah (2/15511i G52) karya Thasy Kubra 7dah.

62 - AI Arasy (Singgasana Allah)

penentangan dari golongan lainnya, yaifu golongan Maturidiyah

tersebar di kalangan para penganut hanafi yang berada di wilayah

Timur dunia Islam dan utaranya, sehingga sedikit sekali anda

dapati orang hanafi yang menganut akidah asy'ari kecuali apa

yang disebutkan, bahwa Abu Ja'far As-Samnani -seorang

penganut madzhab hanafi- adalah seorang asy'ari.

Sementara itu kita mendapat golongan Asy'ariyah tersiar di

kalangan para penganut madzhab syafi'i dan maliki, yang sekarang

mereka berada di wilayah tengah, barat, selatan, dan tenggara

dunia Islam. Maka para penganut madzhab syafi'i dan maliki

menganut paham asy'ari. Saya tidak memaksudkan golongan

awam mereka, tapi

(berpendidikannya).

golongan berperadabannya

Golongan Maturidiyah berafiliasi kepada Abu Manshur

Muhammad bin Muhammad bin Mahmud bin Muhammad Al

Mahridi yang wafat tahun 333 H.51 Ia dianggap termasuk

kalangan ahli fikih hanafi, dan seorang ahli debat dan teolog,

namun ia tidak banyak tahu tentang Sunnah dan atsar.52 Ia

menempuh jalan teolog dalam menetapkan akidah yang sangat

mirip dengan manhaj muta'akhkhir golongan asy'ari. Ia dianggap

termasuk kalangan ahli kalam dalam masalah sifat, seperti hnu

Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan lain{ain. Al Maturidi mengikuti

Ibnu Kilab dalam sejumlah masalah sifat dan yang berkaitan

dengan itu.63

61 I-ih. biografinya di dalam kitab Al Matui4nh wa Mauqilfuhum min Tauhid

Al Asma' um ash-Shifat(L/209, karp Dr. $,amsuddin Al Afghani.

62 Al Aqidah As-SakfrWh fi l{alam Rabbit Bad/tnhA:rrt.279l kann Abdullah

bin Yusuf Al Judai'.

63 Maimu' Al Fabvn 17/4331; Kiab Al Iman 0nl. 414); Mnhai As-Sunnah

(2/362).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 63

Sebagaimana diketahui, bahwa para penganut madzhab

hanafi dan masyarakat Masyriq secara umum adalah manusia yang

paling dulu terpengaruh ilmu kalam. Permulaan Al Jahm muncul

dari wilayah itu. Mengenai ini, Imam Ahmad berkata ketika

mengemukakan pandangannya mengenai Al Jahm, "Ucapannya

diikuti oleh sejumlah orang dari para sahabat Abu Hanifah dan

para sahabat Amr bin Ubaid di Bashrah ..."64

Bisyr bin Ghiyats Al Muraisi (2281{), Al Qadhi Ahmad bin

Abu Du'ad (240 H) dan lain-lain, adalah dari kalangan hanafi.

Maka dari itu, tidak aneh seorang maturidi-hanafi dari kalangan

mereka yang membela ilmu kalam dan berusaha dalam

merintisnya dan mengeksiskannya, hingga menjadi salah satu

simbolnya dan pemilik salah satu madrasah teologi yang kelak

menjadi dikenal dengan namanya.

Al Maturidi Udak jauh berbeda dengan Abu Al Hasan Al

Asy'ari (pada fase keduanya). Karena ia adalah musuh bebuyutan

Mu'tazilah, hanya saja ia terpengaruh teori teologi yang dianut

hnu Kilab, yang bersandar kepada teori-teori teologi dalam

penetapan masalah-masalah keyakinan, yang perihalnya dalam hal

itu sama dengan Abu Al Hasan Al Asy'ari. Keduanya dianggap

perpanjangan madrasah Ibnu Kilab yang dikenal sebagai madrasah

ketiga setelah terjadinya perselisihan dengan Ahlussunnah wal

Jama'ah dari safu sisi, dan dengan Jahmiyah dan Mu'tazilah dari

sisi lainnya. I-alu muncullah hnu Kilab dan memunculkan manhaj

ketiga, Snng di dalamnya ia berusaha memadukan antara nash-

nash syar'i dengan teori-teori teologi, sebagaimana yang telah

disinggung saat mengulas tentang Kilabiyah.

$ ArRail ala Al Jahniyph(hal. 10&10$.

64 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Jadi madzhab kilabi berada di lrak, Ar-Rayy dan Khurasan,

dan tersiar di negeri-negeri seberang sungai yang terdiri dari

berbagai kelompok dan golongan.5s

Golongan Maturidiyah tidak berkembang seperti halnya

akidah Asy'ariyah, sebagaimana yang telah dijelaskan saat

mengulas Asy'ariyah. Karena Al Mahrridiyah tetap sebagaimana

mulanya.

65 /fis6p /t-Taqasiml<aryaAl Maqdisi (hal. 323).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

65

PEMBAHASAN KEDUA

Tingkat Ta'thil Mereka

Dalam hal ini ada tiga toPik:

Topik pertama: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah

nama-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah l/

Asma' Al Husna.

Topik ketiga: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah sifat-

sifat Allah &.

Topik Pertama: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Nama-Nama dan Sifat-Sifat Secara Umum

Orang yang meneliti perkataan-perkataan Ahlu Ta'thil

(golongan yang menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah) akan

mendapatinya secara umum terbagi menjadi tiga bagian:

66 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bagian pertama: Penafian semua nama-nama dan

sifat-sifat

Ini pendapat golongan Jahmiyah para pengikut Jahm bin

Shafwan66, dan para filosof, baik penganut filsafat mumi seperti Al

Farabi57, maupun filsafat Bathiniyah isma'iliyah Qaramithah

seperti Ibnu Sina,68 atau pun filsafat sufi Ittihadiyah seperti Ibnu

fuabi, Ibnu Sab'in dan Ibnu Al Faridh.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Yang benar, bahwa

tajahhum mumi (mengikuti paham Al Jahm secara mumi), yaitu

menafikan nama-nama dan sifat-sifat, sebagaimana d

















" Barangsiapa menempuh suatu ialan yang dengannya ia

menai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."

Allah @ berfirman,


"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-

hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir [35]: 28).

Yar,g pertama kali disampaikan kepada Rasulullah $

adalah wahyu Allah kepadanya mengenai ilmu:


" Baalah dengan (mayebu| nama Tuhanmu Yang

menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal

darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang

mengajar (manusia) dengan perantaraan qolam (pena)- Dia

mengajarkan kepada manusia aPa yang tidak dikebhuinya-" (Qs.

Al Alaq [96]: 1-5).


Al Arasy (Singglasana Allah)

" Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan

UanS Huq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi

dosamu." (Qs. Muhammad l47l: 19)

Allah & jrgu berfirman,

"Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah

ilmu pengetahuan'."(Qs. Thaahaa [20]: 114).

Kehidupan bahagia di dalam kehidupan dunia dan akhirat

tidak akan diraih kecuali dengan ilmu yang bermanfaat.

Karena ifu, pendidikan adalah fujuan terbesar bagi pendiri

Kerajaan Arab Saudi, Sang Raja Abdul Azrz g, dan anak-anaknya,

serta begifu juga yang setelahnya. Maka di masa pelayan kedua

tanah suci nan mulia -mentri pertama di kementrian pendidikan-,

perjalanan pendidikan mencapai tingkat yang tinggi, pendidikan

tinggi pun berkembang pesat dan universitas-universitas juga

meningkat. Di antara universitas-universitas besar ini adalah

Universitas Islam di Al Madinah An-Nabawiyah. Universitas ini

merupakan menara nan tinggi, yang berorientasi untuk menjadi

salah satu lembaga keilmuan dan peradaban, png bergerak di atas

pefunjuk syariat Islam, dan melaksanakan politik pendidikan

dengan memperbanyak pendidikan tingg dan riset tinggi,

membangkitkan penelitian ilmiah dan melakukan kegiatan

penulisan, penerjemahan dan penerbitan, serta melayani

masyarakat dalam bidang-bidang kekhususannya.

Dari sini, dekan penelitian ilmiph di universitas,

menyertakan aktifitas penerbitan penelitian-penelitian ilmiyah di

dalam tugas-fugasnya, yang mencerminkan salah safu poin penting

&a">r;S)

Al Arasy (Singg;asana Allah) 

-

di antara poin-poin misi universitas, yaitu membangkitkan

penelitian ilmiah dan melaksanakan kegiatan penulisan,

penerjemahan dan penerbitan.

Di antaranya adalah kitab Al Arty, karya Abu Abdullah

Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, yang dikaji dan

ditahqiq oleh Dr. Muhammad bin Khalifah bin Ali At-Tamimi-

Semoga Allah memberikan manfaat melalui itu, dan kami

memohon kepada Allah S, agar menganugerahi kita ilmu yang

bermanfaat dan amal yang shalih. Semoga shalawat serta salam

dan keberkahan, dilimpahkan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya,

Muhammad bin Abdullah, dan juga kepada keluarga dan para

sahabatnya, serta yang mengikuti jejak langkah mereka dengan

kebaikan hingga hari berbangkit.


Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya,

memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampun

kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan

jiwa kami dan dari keburukan pertuatan kami. Barangsiapa

ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan

siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat

menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain

Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa

Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya-


"Hai omngiorang yang beiman, bertakwalah kepada Nlah

sebenar-benar talotra kepada-Nya; dan ianganlah sel<ali-kali kamu

mati melainkan dalam keadaan beragama Islam-" (Qs. Aali 'lmraan

[3]: 102).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-


"Hai sel<alian manusia, bertals,rnlah kepada Tuhanmu yang

telah menciptakan kamu dari dirt Snng satu, dan daipdanya Allah

menciptakan istinya; dan daipada keduanya Allah

memperkembang biakkan taki-laki dan perempuan tnng banyak.

Dan bertakontah kepada Atlah yang dengan (mempergwakan)

nama-Nya kamu saling meminb safu sama lain, dan (pefiharalah)

hubungan silafurahmi. sesungguhnya Allah selalu meniaga dan

mengaumsi kamu." (Qs. An-Nisaa' [4]: 1).

)'

"Hai omng-omng yang beiman, bertakunlah kamu kepada

Attah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaSn Allah

memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu

dosadosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-N3m,

mal<a saungguhnya ia telah mendapt kemenangan yang besar."

(Qs. Al Ahzaab [33]: 7G71).

Arnma ba'd

Al Arasy (Singgasana Allah)

Sesungguhnya sebenar-benamya perkataan adalah

perkataan Allah, sebaik-baiknya pefunjuk adalah petunjuk

Muhammad #, du., seburuk-buruknya perkara adalah hal-hal yang

diada-adakan. Dan sesungguhnya setiap hal yang diada-adakan

adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan' Wa ba'd

Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah akidah golongan

tersisa yang mendapat pertolongan, sebagaimana yang dikabarkan

Rasulullah ,#, y*g mana beliau bersaMa,

ttlkdn tetap ada sqolongan dari umatku tnng tetap teguh

di ahs kebenamn hngga Hari Kiatnat"l


selamat, yang mengenainya



-

"Kaum Yahudi terpecah menjadi tuiuh puluh safu

kaum Nashrani terpecah meniadi tuiuh puluh dua

dan urnat ini akan terpecah meniadi tuiuh puluh tiga

golongan Wng kesemuanym di neraka keatali satu." Ditanya,

"Siapa ifu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab , li J+ ,* oC J

A);bf , i;t * (t " Yurg benda di atas seperti apa wng aku dan

pn sahabatku sekarang benda di atasn5a."z

Ciri mereka sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi S,

bahwa mereka di atas apa yang Nabi $ dan para sahabatrya

berada di atasnya. Itulah ciri yang membedakan akidah

Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak terdapat pada selain mereka.

Jadi akidah mereka diwamai oleh pokok-pokoknya yang menjadi

sandaran segala masalah dalam ilmu ini.

Al Qur'anul Karim yang merupkaan tali Allah yang kokoh,

yang tidak didatangi kebathilan bagi dari depan maupun dari

belakangnya, adalah pokok pertama dari pokok-pokok

2 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud l5/4lno. 4596 (4597); At-Tirmi&i

(5/25-26 (no.264O (26471; Ibnu Maiah (2/132 (no- 3991-3993); Ahmad 12/332

(3/L2Ol, 745 (4/120\; Al Hakim di dalam N Musbdmk ll/128, dan ia berkata,

"shahih menurut syarat Muslim." dan 2/4801, dan ia berkata, "Sanadnya

stmhih."\; Ad-Darimi (2/158 (no.252ll; Ath-Thabarani di dalam Al Kabir(8/321,

no. 8035 18/327 (no. 8051); (8/178 (no. 759, 10/271-272 (no- 211); 1272);,

dan di dalam Ash-Shaghir (l/2241i Al Aiulri di dalam Ast-Si;ari'ah (1/304-315

(no.21-291; hnu Abi Ashim di dalam As-sunrrah (L/32-351; Al-lalika'i di dalam

Slarh Ushut Al I'tiqad (1/100-102); Ath-Thabari (27/2391 lbnu Baththah di

dalam At lhnah (7/367-175 (no. 263-275); Abu Ya'la di ddam Musnadnya

l6/340-3ill2 (no. 3668); hnu Hibban di dalam Shahihnta(8/48 (no. 5214); Ibnu

Abi sgnibah di dalam Al Musharunf(lsl3o8 (no. 19738); Al Marwazi di dalam

As-SunnahhaL lS (19).

Syaik*rul Islam hnu Taimiyah berkata mengenaiq;a, "ltu hadits shahih lagi

masyhur." l.jh. Al Masail(2/831 dan Al Fatawa(3/345L

AsySyathibi sangat menyoroti di dalam Al I'tislwn Dicantumkan juga oleh

Ibnu Katsir di dalam Tafsimya (7/3901; dan dicanhrmkan juga oleh syaikh Al

Albani di dalam,4s-Silsikh,4slrShahilnh (3/ 480L

Al Arasy (Sintgasana Allah)

Ahlussunnah wal Jama'ah. Pokok kedua adalah As-Sunnah An-

Nabawigyah Ash-Shahihah yang valid dari Rasulullah S. Karena

Allah telah mewajibkan atas manusia unhrk mengikuti Rasul-

Nya # dan meniru sunnahnya. Allah S berfirman,


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.

Dan apa gng bagimu maka tinggalkanlah." (Qs. Al

Hasyr [59]: 7)

Allah & jrgu berfirman,

'

"Saungguhnya telah ada pada Hin) Rasulullah itu suri

teladan 

'mng 

baik bagimu." (Qs. Al Ahzaab [33]: 21).

Ahlussunah wal Jama'ah, pedoman mereka adalah AI Kitab

dan As-Sunnah. "Berbeda dengan ahli bid'ah dan perpecahan,

karena sandaran mereka secara batin bukan Al Qur'an dan As-

Sunnah, tapi di atas dasar-dasar yang diada-adakan oleh para guru

mereka yang dijadikan sandaran dalam tauhid, sifat-sifat, takdir,

iman kepada Rasul dan sebagainya. Kemudian apa yang mereka

kira disepakati Al Qur'an, maka mereka berhujjah dengannya, dan

apa yang menyelisihinya maka mereka menakpilkannya. Karena

itu anda dapati mereka ketika berhujjah dengan Al Qur'an dan Al

Hadits, tidak memperdulikan konotasi pendalilanngn, dan tidak

meneliti apa yang terdapat di dalam Al Qur'an dari makna ifu,

dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menyelisihi mereka, maka

mereka langsung menal$.rilkannya sebagaimana kecepatan orang

yang bermaksud menolaknya dengan cara apa pun yang

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-

memungkinkan. Jadi maksud mereka bukan memahami maksud

Allah dan maksud Rasul-Nya, tapi mendebat yang berseberangan

dengannya dari berhujjah dengannya. "3

Ahlussunnah wal Jama'ah, pokok-pokok mereka yang

menjadi sandaran mereka adalah Al Kitab dan As-Sunnah, dan

maksud mereka adalah mengikuti syariat Allah yang disyariatkan-

Nya melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad #.

Imam AsySyafi'i *s berkata, "Aku beriman kepada apa-

apa yang datang dari Allah, dan apa-apa yang datang dari

Rasulullah,$ sesuai maksud Rasulullah."4

Karena ifu, pemahaman mereka tidak berdiri sendiri, akan

tetapi dalam memahami pokok-pokok itu mereka bersandar

kepada apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi $, yang hidup

di masa turunnyra wahw, dan mengetahui maksud Allah dan

maksud Rasul-Nya $. Ini ciri kedua- Karena pokok-pokok

Ahlussunnah adalah sama, yaitu Al Kitab dan As-Sunnah, maka

demikian juga para imam Ahlussunnah, yaifu para salaf shalih dari

kalangan sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin, maka ilmu dan

pemahaman mereka itulah yang mereka anut, dan dari perkataan

mereka itulah mereka berpendapat.

Imam Ahmad &, berkata, "Pokok-pokok As-Sunnah

menunrt kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dianut

oleh para sahabat Rasulullah,#, d* mengikuti mereka dalam

meninggalkan bid'ah-bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan,

serta tidak berdebat dan bergaul dengan para penurut hawa nafsu,

dan meninggalkan percekcokan, pertikaian dan perdebatan dalam

masalah agama.

3 Majmu'Al Fabsn (13l58-59h, dengan penyrntingan.

4 Majmu'AlFabom14/21.

10 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

As-Sunnah menumt kami adalah atsar-atsar Rasulullah $-

As-Sunnah adalah tafsir Al Qur'an, dan As-Sunnah adalah dalil-

dalil Al Qur'an. Di dalam As-sunnah tidak ada qiyas, dan tidak

disandingkan dengan pemmpamaan-pemmpamaan, serta tidak

dapat dijangkau dengan akal dan kecenderungan, akan tetapi As-

Sunnah adalah mengikuti dan meninggalkan kecendemngan."s

Jadi perkara-perkara agama ini dikembalikan kepada

sandaran yang bersambung kepada Nabi $. Karena itu,

Ahlussunnah memiliki sandaran yang bersambung. Dan karena ifu

dikatakan kepada para ahli bid'ah, "lnilah pokok-pokok kami, dan

sanad-sanad kami merujuk kepada Nabi 6S." L-alu merujuk kepada

apa pokok-pokok para ahli bid'ah?

Dari logika ini, maka memperhatikan riwayat yang ma'tsur

dari pada pendahulu umat adalah salah satu ciri yang menonjol di

kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Karena ifu, karangan-

karangan mereka dipenuhi dengan riwayat-riwayat ma'tsur dari

perkataan Allah, perkataan Rasul-Nya #, dut ucapan para salaf

dari kalangan sahabat, tabiin serta orang-orang yang berjalan di

atas manhaj mereka, mengikuti jalan mereka dan menempuh cara

mereka.

Adalah hak bagi setiap Ahlussunnah unfuk bangga dengan

apa yang diwariskan oleh para ulama sunnah yang berupa warisan

peninggalan agung yang berisi manhaj Ahlul Huq, dan

mengandung ucapan para ulama dan para imam yang

menjelaskan jalan petunjuk, melindungi dan membela akidah yang

benar, agar tetap bersih lagi jemih sebagaimana ketika Nabi $

meninggalkannya untuk kita.

s Swh [Jshul I'tiqad Ahlis Sunnah, karya Al-lalika'i (1/156).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

ll

Para imam panutan ifu dibenarkan oleh apa yang

digambarkan oleh Al Imam Ahmad & Ta'ala, yang mana ia

berkata, "segala puji bagi Allah yang menjadikan di setiap masa

jeda tidak adanya para rasul, sisa-sisa dari para ahli ilmu, yang

menyeru orang yang sesat kepada pefunjuk, yang bersabar atas

penderitaan dari mereka, yang menghidupkan yang telah mati

hatinya dengan Kitabullah, dan membuat mereka yang buta dapat

melihat dengan cahaya Allah. Betapa banyak korban iblis yang

telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang sesat lagr

menyimpang yang telah mereka funjuki. Sungguh betapa baiknya

dampak mereka terhadap manusia, namun betapa buruknya

balasan manusia terhadap mereka. Mereka hilangkan dari

Kitabullah perubahan yang dilakukan orang-orang yang berlebihan,

mereka nafikan penyesatan orang-orang yang menyimpangkan,

dan mereka nafikan takwilnya omng-orang iahil, lnng

rnengibarkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan ikatan-ikatan

fitnah. Maka mereka berselisih mengenai Al Kitab lagi menyelisihi

Al Kitab, mereka mma-sama sepakat meninggalkan Al Kitab,

mengatakan terhadap Allah, mengenai Allah dan mengenai

Kitabullah, membicarakan firman-firrnan yang mutasyabih, dan

memperdayai golongan manusia yang jahil dengan apa-apa yang

samar terhadap mereka. Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-

fihah mereka lnng menyesatkan."5

Para imam ifu telah melindungi telaga-telaga agama ini, dan

melindungi jalan Allah yang lurus, serta meninggalkan unhrk kita

peninggalan agung yang di dalamnya mereka telah menuliskan

dengan pena mereka manhaj haq yang lums, dan membatalkan

syrbhat-syubhat golongan syetan yang terkufuk.

6 Ar-Radd ala Az-hnadiqah tn Al Jahnit4nh (hal. 52, di dalam ulasan

akidah para salaf.

12 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Maka dari ihr, sudah selayaknya peninggalan itu dirawat,

dikeluarkan dari lemari-lemari perpustakaan dan tempat-tempat

penyimpanan manuskripmanuskrip.

Di antara pemnggalan salaf unfuk kata yang layak

diperhatikan adalah kitab yang masih tersimpan di dalam

manuskrip dalam masa yang cukup lama, yaitu kitab Al Arcy,

karya Imam Adz-Dzahabi. Sebuah kitab berharga pada masalah

ini, di dalamnya pengarang menghimpun puluhan nash dan atsar

yang menjelaskan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai

suatu masalah di antara masalah-masalah besar dalam

mentauhidl<an asma wa sifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah),

yaitu masalah penetapan tingginya Allah di atas para makhluk-

Nya, dan istiwa:nya Allah di atas ArsyNya.

Saya terdorong untuk memelihara kitab ini dan

mengeluarkannya karena mengandung materi ilmiah penting

dalam masalah ini, dan sebagai tambahan kepada manhaj salafi

yang ditempuh oleh imam ini dalam mengakui kebenaran dan

menetapkannya.

Saya telah berusaha mengeluarkan kitab ini dalam benhrk

yang sebaik-baiknya dan penampilan yang menarik. Unfuk itu saya

menempuh metode ilmiah dalam mentahqiq nashnya dan

ketepatannya, serta men-bkhij hadits-hadits dan atsar-atar-nya,

dan biografi para tokoh yang disebutkan di dalamnya, dan juga

menjelaskan kalimat-kalimat gharibnya, serta membuatkan daftar-

daftar klasifikasi kandungannya.

Melihat pentingnya kitab ini dan topik bahasannya, maka

saya berkhidmat untuk kitab ini dengan kajian tematik png

berisikan hal-hal berilart:

Bagian pertama: Kajian tematik

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 13

Bab pertama: pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan kedua, Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai natna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal kedua' Pendapat-pendapat mutaththilah (golongan

yang meniadakan; mengingkari) tentang nama-nama dan sifat-sifat

Allah.

Pembahasan pertama: Pengertian mutaththilah.

Pengantar.

Topik pertama: Para filosof.

Topik kedua' Para teolog (ahli kalam).

Pembahasan keduar Tingkatan-tingkatan ta'thil (peniadaan;

pengingkaran) mereka.

Topik pertama: Tingkatan-tingkatan ta'thil dalam masalah

narna-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkatan-tingkatan ta'thil mereka dalam

masalah Al Asma' Al Husna (nama-nama Allah yang paling baik).

Topik ketiga: Tingkatan-tingkatan b'thil mereka dalam

masalah sifat-sifat Allah &.

Pasal ketiga: MusSnbbihah(golongan yang menyerupakan)

Pernbahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.

Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.

14 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Pasal pertama: pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi.

Pembahasan pedama: Pendapat Ahlussunnah t*al Jama'ah

dan yang menyepakati mereka.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Pasal kedua: Pendapatrpendapat mengenai sifal istium'.

Pembahasan pertama: Madzhab salaf mengerar istiura'.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Golongan pertama: Menafikan istiow'.

Golongan kedua: Pendapat bfiilidh (menyerahkan kepada

Allah).

Golongan ketiga: Pendapat musyabbihah.

Pasal ketiga: Masalah-masalah yang terkait dengan

ketinggian dan istiwa'.

Pembahasan pertama: Apakah Arsy kosong dari-Np ketika

turun-N3a.

Pembahasan keduar Masalah-masalah batas dan

persentuhan.

Topik pertama: Hukum lafazh-lafazh global.

Topik kedua: Masalah batas.

Topik ketiga: masalah persenh.rhan.

Bab ketiga: Definisi Arsy.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 15

Pembahasan pertama: Makna bahasa untuk kata Arsy.

Pembahasan keduat Ma&hab-madzhab dalam

mendeftnisikan Ars7.

Pasal kedua: Dalildalil yang menetapkan Arsy dari Al Kitab

dan As-Sunnah.

Pembahasan pertama: Dalildalil Al Qur'an yang

menetapkan Arsy.

Pembahasan kedua: Dalildalil dari As-Sunnah yang

menetapkan Ars!,.

Pasal ketiga: Sifat Arsy dan kekhususan-kekhususannya.

Pembahasan pertama: Penciptaan Arsy dan keadaannya-

Pembahasan kedua: TemPat Arslr-

Pembahasan ketiga: Kekhususan-kekhususan Arsy-

Pasal keempat: Pembicaraan mengenai para pemangku

'Aray dan Kursi.

Pembahasan pertama: Pembicaraan mengenai para

pemanglm Arsy.

Pembahasan kedua: Pembicaraan mengenai Kursi.

Bagian keduar Pengenalan pengatang dan kitabnya-

Pasal pertama: Pengenalan pengarang-

Pertama: Nama dan julukannYa-

Kedua: Asalnya.

Ketiga: NasabnYa.

Keempat: Kelahirannp.

16 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Kelima: Keluarganya.

Keenam: Perkembangannya dalam menuntut ilmu.

Ketujuh: Perjalanan-perjalanannya (dalam menunttrt ilmu).

Kedelapan: Guru-gurunya.

Kesembilan: Status keilmuannya dan pujian ulama

terhadapnya.

Kesepuluh: Akidahnya.

Kesebelas : Kamngan-karangannya.

Kedua belas: Murid-muridnya.

Ketiga trelas: Wafatqn.

Pasal kedua: Pengenalan kitabnya.

Pertama: Judul kitab.

Kdua: Kepastian penisbatan kitab ini kepada sang

pengarcmg.

Ketiga: Pe6edaan antara lstab Al,4rcydan kitab Al Uluwur.

Keempat: Sumber*umber l<tab Al r4rcy.

Kelima: Metode pengataqt dalam kitab ini.

Keenam: Urgensi iudul dan ldtab ini.

Ketuluh: lGjian naskah tr.disan tangan.

Kedelapan: Yang sap lakukan pada kitab ini.

Selanjutryra, inilah usaha sederhana yang saya

persembahkan ke hadapan pembaca yang mulia, yang dalam hal

ini saya telah mengerahkan segala daya upaya dan kemampuan

saya, maka apa yang benar di dalamnya, maka segala puji bagi

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 17

Allah atas petunjuk-Nya, dan itu adalah dari fadhilah dan

anugerah-Nya, sedangkan kebodohan, ketergelinciran atau

kesalahan di dalamnya, maka saya memohon ampun kepada Allah

dari segala dosa dan kesalahan.

Saya memohon maaf kepada pembaca yang mulia bila

menemukan kekurangan di dalam pekerjaan saya ini. Ini hanyalah

upaya manusia, maka saya harap dari setiap yang menemukan

kesalahan atau kekurangan, agar segera menyampaikan nasihat

kepada saya, dan unfuk itu saya sampaikan terima kasih, semoga

anda mendapatkan ganjaran pahala.

Hanya kepada Allah saya memohon agar memberikan

manfaat dari perbuatan ini dan memberkahinya, serta

menjadikannya amal shalih yang ikhlas unhrk wajah-Nya. Penutup

doa kami adalah, bahwa segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam-

18 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

BAGI,AN KAJI.AN

Bagian Pertama

Kajian Tematik

Terdiri dari tiga bab:

Bab pertama: Pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-narna dan sifat-sifat Allah.

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Bab ketiga: Arsy dan hal-hal5nng terkait dengannya.

Bab Pertama:

Pendapat-pendapat manusia mengenai natna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Terdiri dari tiga pasalt

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

- 19

Pasal kedua: Pendapat-pendapat Mu'athithilah mengenai

narna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal ketiga: Pendapat-pendapat musSnbbihah mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama:

Ke,yakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah.

Terdiri dari dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan keduat Kq/akinan Ahlussunnah ural Jama'ah

mengenai narna-narna dan sifat-sifat Allah.

20 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN PERTAMA: DEFINISI

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama'ah adalah:

Para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan orang-orang yang

menempuh jalan mereka, dan meniti manhaj mereka, dari

kalangan para imam petunjuk, dan yang mengikuti mereka dari

seluruh kalangan umat-

Dengan pengertian ini, maka keluarlah setiap golongan

bid'ah para pengikut hawa nafsu.

As-Sunnah di sini adalah kebalikan dari bid'ah, dan al

jama'ah di sini adalah kebalikan dari perpecahan.

Diriwayatkan dari hnu Abbas @ dalam menafsirkan firman

Allah &, t*i i,;*ft er.': |# ?7 " pud, han 5nns di waktu itu

ada muka Wng putih berceri, dan ada pula muka tnng hitam

mumnf'(Qs. Aali 'lmraan [3], 106), ia berkata, "Wajah-wajah para

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 21

Ahlussunnah menjadi putih, sedangkan wajah-wajah para ahli

bid'ah dan perpecahan menjadi hitam."7

Perlu dikemukakan di sini, bahwa kita mengetahui bahwa

ulama menggunakan ungkapan ini untuk dua makna.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, .[-afazh

Ahlussunnah dimaksudkan:

1. Orang yang menetapkan khilafah para khalifah yang

tiga. Maka dalam hal ini semua golongan tercakup kecuali

Rafidhah.s

2. Terlodang juga malsudqn adalah ahli hadits dan

sunnah secara khusus, sehingga tidak mencakup kecuali orang

]rang menetapkan sifat-sifat bagi Allah 8t, dan mengatakan,

'Ses,ngguhn3n Al Q''an bukan makhluk, dan bahwa Alrah akan

dapat dilihat di akhirat,' menetapkan adan5a takdir, dan pokok-

pokok lainnya png diketahui oleh pam ahli hadits dan sunnah."9

Yung kami maksud dengan ungkapan "Ahlussunnah,,

adalah makna kdua png disebutkan oleh $nikhul Islam lbnu

Tairni!,ah. Demikian ifu, karena Ahlussunnah mempunyai pokok-

pokok ket akinan Srang mereka sepakati dan mereka nash-kan di

dalam kitabhtab k€A/akinan png dikenal.

7 Tbfsir tbal lhmrll/gg0l.

8 qnimU Islam berkata, "Tidak lagi (bahua mereka -golongan

Rafidhah- (adalah kelompok ahli bid'ah 5nng paling iauh dari Al Kitab dan As-

smnah. Karena itu mereka dikenal di kalangan urnurn (sebagai kelompok lang

menplisihi As-srnnah. Maka mayoritas rnast/amlot urnurn tidak mengaahui

kebalilon dari golongan sunni kecuali Rafidhah. Bila seseorang berkata] ,.Aku

serrang sunni.' Maka artinya: Aku bukan rafidhi (bukan penganut Rafidhah)."

{ulajmu' Al Fa bwa 13/ 3561 -

9 Minhai As-snmh l2/2211i (terbitan universitas Ar Irnam Muhammad bin

Sa'ud.

22 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Ahlussunnah mempunyai banyak sebutan, di antaran5a:

Ahlus Hadits, Al Firqah An-Najiyah (golongan yang selamatl, N

Jama'ah, dan lain{ain.

Kaidah-kaidah manhaj Ahlussunnah bisa disimpulkan dalam

poin-poin berikut:

Pertama: Berpedoman dengan nash-nash Al Kitab dan As-

Sunnah dan memahami makna-maknanya.

Kedua: Membatasi ifu dengan riwayat-riwayat ma'tsurdai

para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin dalam makna-makna Al

Qur'an dan Al Hadits. Yaitu dengan:

A. Ijtihad dalam membedakan yang shahilnya dari yang

tidaknya.

B. Ijtihad dalam berhenti pada makna-maknanya dan

memahaminya.lo

Ketiga: Mengamalkan ifu dan konsisten di atasnya sebagai

keyakinan, pemikiran, sikap dan perkataan, dan jauh dari segala

yang menyelisihinya dan bertentangan dengannya.

Keempat: Menyeru kepada itu dengan lisan dan perilaku.

Maka dari itu, barangsiapa menerapkan kaidah-kaidah ini

dalam berkeyakinan dan perbuatan, maka ia di atas manhaj

Ahlussunnah, insya Allah.

70 Balnn Fadhl llm As-Salaf ala Al Khalat ka4n hnu Raiab (hal. 15G152h

Ushul I'tiqad,4hlis Sunnah, karya Al-Lalika'i (1/9-10).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

23

PEMBAFI,ASAN KEDUA: KEYAKINAN

AHLUSSUNNAH WAL JAY6'AH

MENGENAI NAMA.NAMA DAN SIFAT.

SIFAT ALIAH

Kq/akinan Atrlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah berdiri di atas dasar iman kepada semua

yang terdapat di dalam nash-nash Al Qur'an dan As-sunnah yang

shahih, dengan penetapan dan penafian. Maka dengan begitu

mereka:

(1) Menamai Allah dengan apa-apa frang Allah menamai

diri-\n di dalam KitabNSn, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa

menambahi ifu dan tanpa menguangrrya.

(2) Menetapkan sifat-sifat bagi A[ah & dan menyifati-Nya

dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya di dalam Kitab-

Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa Ahifl, tanpa ta'thil2,

serta tanpa bl<yifs, dan tanpa tamtsil.La

11 U-r€r s@ata bahasa adalah j*.#ri ';;At (penggantian; perubahan).

Sedangkan Liiri€t dalam masalah nar.-narna dan sifat*ifat adalah merubah

24 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

(3) Mereka menafikan (meniadakan) dari Allah apa yang

Allah nafikan dari diri-Nya di dalam Kitab-Nya, atau melalui lisan

Rasul-Nya, Muhammad #, disertai keyakinan bahwa Allah disifati

dengan kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan itu.

Ahlussunnah dalam masalah ini menempuh manhaj Al

Qur'an dan As-Sunnah yang shahih, sehingga setiap nama atau

sifat bagi Allah & yutg disebutkan di dalam Al Kitab dan As-

Sunnah yang shahih, maka itu diterima penetapannya sehingga

dengan begitu wajib menetapkannya.

Yang dimaksud dengan penafian adalah menafikan dari

Allah S segala yang bertentangan dengan kesempumaan-Nya,

dari berbagai macam aib dan kekurangan, disertai wajibnya

meyakini tetapnya kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan

itu.

Imam Ahmad berkata, "Allah tidak disifati kecuali dengan

apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya atau yang disifatkan oleh

lafazh{afazh nash nama-nama dan sifat-sifat atau makna-maknanya dari yang

dimaksudkan Allah.

rz Wr secam bahasa diambilkan dari jkir yang artinyn ':$r1 !r:;\5'jhl,

kosong; hampa; meninggalkan). Sedangkan.plSr dalam masalah nama-nama dan

sifat-sifat adalah menafikan (meniadakan) narnuHrinra dan sifat-sifat Allah atau

sebagiannya.

13 l,r=,33r secara bahasa adalah menetapkan sesuatu dalam suahr benhfi

tertentu yang diketahui. Sedangkan Ui33r dalam masalah nama-narnzr dan sifat-

sifat adalah membicarakan esensi dan bentuk sifat-siht ynng Allah tetapkan bagi

diri-Nya.

t+ j;Fr secara bahasa berasal dari jgir png artinya '#$ th (bandingan;

tandingan). Sedangkan .1$3r dalam masalah narn-nanra dan siht-sifat adalah

meyakini sifat-sifat Sang Pencipta bahwa itu seperti silatsilat makhluk.

Silakan merujuk makna-makna lahzh-lafuzh yang kami sehrtkan ini di dalam

kitab kami (Mu'taqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Tauhid N,4sma' wa ,4sh-Shifat

(hal.70-81).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

25

Rasul-Nya S kepada-Nya. Kami tidak melampaui Al Qur'an dan

As-Sunnah."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jalan para

pendahulu umat dan para imamnya, bahwa mereka menyifati

Allah dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya, dan dengan

apa yang disifatkan Rasul-Nya $ kepada-Nya, tanpa tahrif

(merubah; mengganti), tanpa ta'thil (meniadakan), tanpa tafuif

(mem-bagaimana-kan) dan tanpa tamtsil (menyerupakan). Yaifu

penetapan tanpa menyempakan, dan mensucikan-Nya tanpa

meniadakan. Penetapan sifat-sifat dan meniadakan penyempaan

dengan para makhluk.

Allah {S berfirman,

r"<r$ -16;4

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia." (Qs.

Asy-Syt ruraa I42l: tl).

Firman Allah, i":rS -rt5;.1 " Tidak ada sesuatu pun

yang serupa dengan Dia' (Qs. Asy-Sgruuraa l42l: 11!. ini adalah

sanggahan penyerupaan. Sedangkan Jrj$'d$i '.Ks " dun Diu-

lah Yang Maha Mendengar laqi Maha Melihat' (Qs. Asfsyuuraa

1421: Ltl ini adalah sanggahan peniadaan.

Pendapat mereka mengenai sifat-sifat bertopang pada dua

pokok:

Pertama, Allah S suci dari sifat-sifat kekurangan secara

mutlak, seperti menganfuk, tidur, lemah, jahil dan sebagainya.

26 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Kedua, menyandang sifat-sifat kesempurnaan yang tidak

ada kekurangan padanya, yang secara khusus merupakan sifat-

sifat bagi-Nya. Maka dari itu, tidak ada sesuatu pun dari para

makhluk yang menyerupai-Nya dalam sesuatu pun dari sifat-sifat

ifu."15

Dari sini bisa disimpulkan ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-nama Allah dalam

poin-poin berikut:

1. Mengimani penetapan narna-nama yang terbaik (Al

Asma' Al Husna) yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-

Sunnah, tanpa menambahi dan tanpa mengurangi.

2. Mengimani bahwa Allah-lah yang menamai diri-Nya, dan

tidak seorang pun dari para makhluk-Nya yang menamai-Nya.

Maka dari ifu, Allah &lah yang berbicara tentang nama-nama ini,

dan nama-nama-Nya itu dari-Nya, bukan hal baru yang diciptakan

seperti yang dinyatakan oleh golongan Jahmiyah, Mu'tazilah,

Kilabiyah, asyairah dan Maturidiyah.

3. Mengimani bahwa nama-nama ini menunjukkan kepada

makna-makna di puncak kesempumaan. Jadi itu dalam figur{igur

dan sifat-sifat, tapi tidak seperti figur{igur kaku yang tidak

diletakkan dengan berdasarkan makna-maknanya seperti yang

dinyatakan oleh golongan Mu'tazilah.

4. Menghormati makna-makna nama-nama tersebut, dan

menjaga kehormatan yang dimilikinya pada sisi ini, serta tidak

menentang makna-makna tersebut dengan merubah/mengganti

dan meniadakan sebagaimana sikap para ahli kalam (teolog).

rs Mnhaj As-Sunnah (2/523).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 27

5. Mengimani apa yang ditunfut oleh nama-nama tersebut

yang berupa hukum-hukum sebagai dampak-dampak dan

implikasi-implikasi dari nama-nama tersebut. 15

Selain ihr, bisa disimpulkan juga ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai sifat-sifat Allah dalam poin-

poin berikut:

1. Menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah fr secara hakiki

dengan bentuk yang layak bagi-Nya, dan tidak diperlakukan

dengan penaftan (peniadaan) dan pengingkaran.

2. Tidak melampaui namanya yang khusus dengan itu,

yang dengan-Nya Allah menamainya, bahkan menghormati nama

sebagaimana menghormati sifat, sehingga tidak meniadakan sifat

serta tidak merubah namanya dan menggantinya dengan nama

lain.

- Seperti golongan Jahmiyah yang meniadakan, menyebut:

mendengar-Nya, melihat-Nya, berkuasa-Nya, hidup-Nya dan

berbicara-Nya: dengart a'radh (yang tidak tetap, yang tidak berdiri

sendiri).

- Mereka menyebut wajah-Nya, tangan-Nya dan kaki-

Nya &, sebagai anggota badan dan bagian. Dan menyebut

hikmah-Nya dan inti perbuatan-Nya yang berupa permintaan

(perintah atau larangan) sebagai sebab dan a'radh.

- Mereka menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang berdiri

sendiri sebagai hal-hal yang baru.

- Mereka menyebut ketinggian-Nya di atas para makhluk-

Nya dan istiwa.Nya di atas Arsy-Nya sebagai pembatasan.

16 Uh. rincian masalah ini di dalarn kitab kami lMu'taqad Ahlis Sunnah wal

Jann'ah fi,4sma'illah Al Husna.

28 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Mereka saling mewasiatkan makar besar ini unfuk menafikan apa

yang ditunjukkan oleh wahyu, akal dan fithrah, serta dampak-

dampak perbuatan dari sifat-sifat-Nya.

Dengan nama-nama ini, mereka dan nenek moyang

mereka berusaha menafikan sifat-sifat-Nya dan hakikat-hakikat

nama-nama-Nya.

3. Tidak menyerupakannya dengan apa yang ada pada

para makhluk. Karena Allah & tidak ada sesuatu pun yang senrpa

dengan-Nya, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada sifat-sifat-Nya dan

tidak pula para perbuatan-perbuatan-Nya.

4. Berpufus asa dari mengetahui esensi-Nya dan

bagaimana-Nya. Karena akal telah berpufus asa dari mengenali

esensi sifat dan bagaimananya. Karena tidak ada yang mengetahui

bagaimana Allah kecuali Allah. Inilah arti ucapan para salaf, 

'r-t

'.i5 (tunpa mempertanyakan bagaimana wujud Allah), yakni tanpa

"bagaimana" yang dapat dicema oleh akal manusia, karena Dzat

yang tidak dapat diketahui hakikat-Nya dan esensi-Nya, bagaimana

bisa diketahui bagaimana ciri-ciri dan sifat-sifat-Nya? Namun hal ini

tidak menodai keimanan terhadapnya, dan mengetahui makna-

maknanya, karena tentang "bagaimananya" ifu hanya di balik

itu.17

5. Mengimani apa yang dituntut sifat-sifat ihr yang berupa

dampak-dampak dan hukum-hukum yang bertopang padanya.

Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah telah di paparkan pada kajian pertama

dari rangkaian Dirasat fi Mabahits Tauhid Al Asma' wa Ash-

17 Madarii As-&tikin (3/358-359).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 29

Shifat Karena itu, siapa yang ingin mendapatkan tambahan dan

keluasan, silakan merujuk kajian tersebut.

Pasal Kedua

Pendapat Golongan Mu'aththilah (Srang menafikan;

fidak memberlakukan) Nama-Narna dan Sifat-Sifat Allah

Dalam hal ini ada dua pembahasan:

Pernbahasan pertama: Defrnisi Mu bththilah

Pernbahasan kedua: Tingkatan-tingkatan h'thil

Pernbahasan pertama

Definisi Mu'aththilah

Dalam hal ini terdapat pengantar dan dua topik

Topik pertama: Ahli filsafat (filosof/filsufl

Topik kedua, Ahli kalam (teolog)

30 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PENGANTAR

Golongan Mu'aththilah dalam masalah narna-nama dan sifat-sifat

terbagi menjadi beberapa kelompok:

Ahli filsafat

(filmf/filsufl

Ahli lolam (teolos)

Frlsatat

mumi

(seperti Al

Farab)

Filsalat

bathin

Jahmi

!,ah

Mu'tazil

ah

Kihbilra

h

AsV'afuah Maturidiph

Ratithah

Isrnaililph

(seperu

Ibnu Sina

dan

ll*rurart s

hshafa)

Shufi

Itthadiy

ah

Feperd

lbnu

Arabi

dan

hnu

Sab'in)

Mutaqad

dim

Muta'alil(

hb

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 3l

Aliran Ta'thil mereka tertagi menjadi:

Tingkat Ta'thil mereka terbagi menjadi:

Penjelasannya akan dipaparkan di dalam pembahasan ini.

Aliran Tabdil

(meng$nti rnakna-

malma)

Alinn Taihil tJahil

mengenii rnakna

rnaknanlra)

Ahan

asurnsi dan

inlaiin6l

(para

fflGo0

Aliran mecubah dan

tal$ril (AhS tal$,il)

Golo,ngan yatrg

nreqntakan batrwa

yarU dlnuftgd adalalt

nrenydisihi apa yang di

tunfukkan olelt

dnhimya, dan

mernfilon ilmrpng

dirnaksd itu dari apa

prqsdahAlhh (aliran

kedua di lolangan

A+,'af6rat0

Gobngan yarE

metlratakan

mernberlahion

zhahimlp, namun

ttdak ada gnng

mengetahui

Ufutiluqn

kdraliAllah

FebagAan lrang

benfnlhsi

kepada pan

irnam yang

ernpaQ

Cotongan

Mubththihlt

el<str€rn @ng

m€nginglod

s€rnua ndna

&nsifaO

Golongan !EIIg

nrenctad<an narna-narra

dan mernffkan semn

silat (rnseka adalah

Mu'tazilali, Ralidhah

hnarnitxah Zaidilrah, dan

tUadttph dat Xhaqratj)

Golongan yang

merrdapkan silat-silat

dzat dan nreraftkan silab

sttat ildzOyatllph

(Kilablrh, pan

p€rdahulu Asy'arilrat$

Golongan grang

menetapkan narna-nama

dan tuluh silat, yaitu

(hirfup, ilrnu, kuasa,

kehendak, merdengar,

melihat dan bicara).

(Mcreka adahh golongan

Asy'ariph Muta' akhkhir

dan Maturidilrah)

Crotonganlpng

rrcndustakan

bgi meralilon.

!ETIg

mengatalon

baf$aAn h

tdd(&ila6

d€ngdr

perrtapan dan

mcdole!ilran

penafian

(latunileh dan

lbruShal

Gotrngan

dilfu-tauaqflul,rrlrg

mengatakan batilra Alah

frdak dbifati dengan

penaapan dan tildak prh

dargan p€nafrart

(Aruffnt0

Golq€anlringm6a

bodoh lagi frdalt rnau

tatq yarq n*ngatalor\

"Kanti dam dali

keauarya(dOaai

pcluapandan

p€naftan).'(A1 l{ala,

Gol{Ean lttihalilnh,

yang mengatakan

penetapan umum dan

penafian umum

32 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Pertama: Ahli Filsafat

Ahli filsafat 1i;-,''l,it) adalah sebutan jenis bagi yang

menyukai hikmah dan lebih cenderung dengan segala sesuatu yang

berbau hikmah.

Sebutan ini telah ada dalam pengetahuan manusia yang

disandangkan secara khusus kepada orang png keluar dari agama

para nabi, dan tidak bermadzhab kecuali dengan apa yang dapat

dicema akal menurut persepsinya.

Lebih khusus dari itu, bahwa dalam persepsi

Muta'akhkhirin, itu adalah sebutan bagi para pengikut fuistoteles,

dan mereka secara khusus adalah al mas5rSm 'un (Peripatetic),18

yaitu yang hnu Sina memumikan jalan mereka, membentangkan-

nya dan menetapkannya. Yaifu yang dikenalnla, bahkan udak

dikenal selainnya oleh golongan Muta'al'hLhirin dari kalangan

para ahli kalam (para teolog)."l9

Keimanan para filosof kepada Allah Yang Maha Suci lagi

Maha Tinggi hampir tidak melebihi keimanan terhadap

keberadaannya yang mutlak -yakni keberadaan-N/a di dalam

benak dan khayalan (imajinasi) tanpa hakikat-. Selain dari itu,

mereka hampir tidak pemah sepakat mengenai sesuafu.

Pembahasan tentang akidah di kalangan mereka termasuk hal

yang paling dungu dan paling merusak di anbra apa 3ang mereka

katakan.

l8 lfir adalah png banyak berialan. gtllir adalatr p€ndlon Aristotdes.

Disebut demikian, karena fuistoteles biasa mengajari muridrnr.uidnya sarnlril

berjalan. (Al Mu'jam Al Falsafr(3731.

re lghut"uh Al-I-ahfan 12 / 2571.

AlArasy(Sing;g;asanaAllah) 

- 33

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun kefuhanan,

maka integritas mereka dalam hal ini lebih merusak daripada

integritas karakter. Dan umumnya perkataan mereka mengandung

asumsi-asumsi dusta, jauh dari berupa konsep-konsep yang

benar."2o

Rusaknya keyakinan para filosof mengenai Allah akan

tampak lebih banyak ketika kami memaparkan kepada anda

ucapan-ucapan mereka mengenai Dzat dan sifat-sifat Allah.

Para filosof menyandangkan kepada Allah sebutan "Wajibul

Wujud" wajib ada, dan mengesakan wajib adanya menurut mereka

cukup dengan membayangkan-Nya (mengimajinasikan-Nya) dalam

pengetahuan dasar dengan kerusakannya.

Jadi, tauhid menurut mereka memerlukan penanggalan

segala sifat kesempumaan yang lazim bagi-Nya dari-Nya, maka

Dia tidak memiliki hidup, mati, kekuasaan, perkataan dan sifat-sifat

lainnya. Sebagai gantinya mereka mengatakan, "sesungguhnya

Dia adalah berakal, obyek akal dan akal. Lezat, yang melezatkan

dan kelezatan. Yang berilmu, yang diilmui, dan ilmu." Mereka

menjadikan semua itu sebagai hal-hal ketiadaan.

Yang mendorong mereka kepada hal itu adalah pemyataan

mereka bahwa berbilangnya sifat-sifat mengharuskan ketersusunan

(strukturisasi) pada Allah. Rusaknya pendapat ini sangat jelas.

Karena Allah menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat, dan Rasul-Nya

menyifati-Nya dengan ihr. Hal itu telah ditetapkan di dalam Al

Kitab dan As-Sunnah sebagai dalil naqli.

Sebagaimana juga akal mempersaksikan rusaknya

pendapat mereka, karena berbilangnya sifat, tidak dikatakan oleh

20 Ar-Radd ala Al Manthiqi2ryin(hal. I 14).

34 - Al Arasy (Singgasana Allah)

bahasa, syariat maupun akal yang sehat, bahwa itu menghamskan

bersusunnya hal yang disifati kecuali menurut para filosof.2l

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah

pemyataan mereka, bahwa Allah tdak mengetahui iuz'i5ryt

(parsial). Menurut mereka, Dia tidak mengetahui hakikat Musa,

tidak pula Isa, dan tidak pula Muhamrnad 'alahimus shalafu was

salam, apalagi peristivOa-peristiwa yang ditufurkan Al Qur'an, dan

perkara-perkara para makhluk lainnya. Rusaknya perkataan ini

sangat jelas menurut dalil nadi dan iuga akal.

Dalil naqlinya adalah, Allah S berfirman,

i6 1$'i Jyli5;-{ #a6 is.;#

e #1;tits-L#3i e W'^6i";{5';s

# #e$yaJ,{'{,i;i;*i6g

"Dia memiliki ilmu gaib tnng frdak ada 5nng mangetahuinya

kecuali Dia. Dia mengetahui apa tang di daratan dan di lautan,

dan tiada sehelai daun pun tnng gugur melainkan Dia

mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dakm

bumi dan tidak squafu tnng basah atau Snng kering,

melainkan tertulis dalam kiab 5nng nlmb (Iauh Mahfirzh)." (Qs. Al

An'aam [5]: 59).

Begitu juga akal menlnksikan rusaknya kq/akinan ini.

Bagaimana bisa Allah & uaak mengetahui perkara-perkara png

2r er-Radd ala Al Mankiqijryin(hal. 314).

AlArasy(SinttasanaAllah) 

- 35

dijalankan-Nya dengan perintah-Nya dan diberlakukan-Nya dengan

ketentuan-Nya, serta diberitakan-Nya di dalam Kitab-Nya. 22

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah apa

5nng mereka katakan mengenai kekuasaan Allah, yaitu bahwa

Allah adalah Pelalm secara tabiat, bukan karena keinginan sendiri.

Karena pelaku se@ra tabiat pertuatannln tertatas, sedangkan

pelaku dengan keinginan sendiri akan' beragam perbuatannya.

Mereka tidak tahu, bahwa dengan ini berarti mereka menganggap

manusia sebagai pelaku dengan keinginan sendiri lebih sempuma

daripada Allah sebagai pelaku se@ra tabiat karena terbatas

menurut persepsi mereka. Pendapat ini tertolak oleh lirman

Allah &:

ic;;{6-6i1",3,;

"Dan Tuhanmu menciptakan apa tmng Dia kehendaki dan

memilihryn." (Qs. Al Qashash [28]: 68).

Selain itu, pendapat ini iuga ditolak oleh logika, karena

Allah adalah pelaku yang paling sempurna, maka bagaimana bisa

menyerupakan pertuatan-Nya dengan perbuatan makhluk.

Para filosof konsisten dengan ihl, hingga mereka

menetapkan wajib ada, dan di samping mereka menetapkan ifu

bagi-Nya, namun menunrt mereka ihr adalah wujud mutlak, tidak

bersifat dan tidak berciri, serta tanpa perbuatan yang berdiri

sendiri, Dia tidak menciptakan langit dan bumi yang sebelumnya

tidak ada, Dia tidak memiliki kekuasaan atas suatu perbuatan, dan

tidak mengetahui sesuatu pun. Tidak diragukan lagi, bahwa yang

dianut oleh kaum musyrikin fuab dari golongan kafir Quraisy dan

22 tu-Radd ala Al Manthiqiwin(hal. 461).

36 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Iainnya adalah lebih ringan daripada ini. Karena para penyembah

berhala (kaum paganis) menetapkan Rabb sebagai pencipta, yang

berilmu, kuasa dan hidup, walaupun mereka mempersekutukan-

Nya (dengan selain-Nya) dalam ibadah (penyembahan)-

Jadi, rusaknya pendapat para filosof mengenai Allah tidak

tertandingi oleh kerusakan lainnya. Insya Allah nanti akan kami

kemukakan ucapan-ucapan mereka mengenai nalna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Ini menumt mereka mengenai khabar iman kepada

Allah &.

"Adapun iman kepada malaikat, maka mereka itu tidak

mengakui malaikat, dan tidak beriman kepada mereka. Menurut

mereka, malaikat adalah yang diimajinasikan oleh Nabi, menurut

persepsi mereka, di dalam dirinya, dari sosok-sosok cahaya, dan

itu menurut mereka adalah akal. Dan ifu hampa, fidak di dalam

alam dan tidak pula di luar, tdak di atas langit dan tidak pula di

bawahnya, juga bukan sebagai sog:ok-sosok yang bergerak, tidak

naik, tidak furun, tidak mengatur sesuaht, tidak berbicara, tidak

mencatat perbuatan-perbuatan pat?t hamba, tidak memiliki

perasaan dan tidak memilih gerakan salna sekali, serta tidak

berpindah dari satu tempat ke ternpat lainnya, tidak berbaris di

hadapan Rabbnya, tidak shalat, tdak mempunyai peran sama

sekali di alam ini, sehingga tidak ada yang namanya malaikat yang

mencabut nyawa hamba, udak pula yang menuliskan rezekinya,

ajalnya dan perbuatannya, dan ada pula yang di sebelah kanan

maupun kiri. Semua ini menurut mereka tidak ada hakikatnya

sama sekali.

Sebagian mereka ada yang lebih dekat kepada Islam, yaitu

dengan mengatakan, 'Malaikat adalah kekuatan baik lagi utama

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 37

pada diri hamba, sedangkan syetan adalah kekuatan jahat lagi

buruk'. Demikian ini bila mereka mendekat kepada Islam dan

kepada para rasul.

Tentang kitab-kitab, menumt mereka, Allah tidak memiliki

perkataan yang diturunkan-Nya ke bumi dengan perantaraan

malaikat. Karena Dia tidak mengatakan sesuafu pun, tidak

berfirman, dan tidak ada kemampuan berbicara pada-Nya.

Sedangkan para filosof yang lebih dekat kepada Islam dan para

rasul, yaitu yang dinisbatkan kepada kaum muslimin, mengatakan,

'Kitab-kitab yang diturunkan itu adalah luapan yang meluap dari

akal yang mempengaruhi jiwa yang siap, berbudi luhur lagi suci,

lalu makna-makna itu pun terbayang dan terbentuk di dalam

jiwanya yang terasumsikan sebagai suara-suara yang berbicara

kepadanya. Bahkan boleh jadi asumsi itu menguat hingga

melihatrya sebagai benfuk-benfuk cahaya yang berbicara

kepadanya dan bisa juga hal itu menguat hingga terbayang oleh

sebagian yang hadir, sehingga mereka bisa melihatnya dan

mendengar pembicaraannya, namun tidak ada hakikatnya bagi

sesuafu dari itu di luamya.

Adapun para rasul dan para nabi, menurut mereka,

kenabian memiliki tiga kekhususan, siapa yang memilikinya secara

sempuma maka ia seorang nabi:

Pertama, kekuatan inhrisi (firasat; perasaan), dapat

mengetahui tapal batas tengah secara cepat.

Kedua, kekuatan imajinasi dan pengimajinasian, yaitu

mengimajinasikan di dalam dirinya bentuk-benfuk cahaya yang

berbicara kepadanya, mendengar perkataan darinya, dan

mengimajinasikannya kepada orang lain.

38 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Ketiga, kekuatan mempengaruhi dengan sikap di alam

primer. Menurutnya, ini terjadi dengan mengosongkan jiwa dari

hubungan-hubungan dan mengaitkannya dengan hal-hal yang

terpisah, yang berupa akal dan jiwa yang kosong.

Kekhususan-kekhususan ini dicapai dengan upaya. Karena

itu, mengupayakan kenabian termasuk tasawwuf menurut

madzhab mereka, seperti Ibnu Sab'in, Ibnu Huud dan serupanya.

Kenabian menuntt mereka adalah perbuatan dan yang berbuat,

bahkan merupakan perbuatan yang paling mulia, seperti halnya

politik, bahkan itu merupakan politik umum. Banyak dari mereka

yang tidak meridhainya, dan mengatakan, 'Filsafat adalah kenabian

khusus, sedangkan kenabian adalah filsafat umum'.

Tentang iman kepada hari akhir, mereka tidak mengakui

akan pecahnya langit, berjatuhannya bintang-bintang dan kiamat

tubuh. Mereka juga tidak mengakui bahwa Allah telah

menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan mengadakan

alam ini yang sebelumnya tidak ada.

Jadi menurut mereka, tidak ada permulaan dan tidak

tempat kembali, tidak ada pembuat, tidak ada kenabian, tidak ada

kitab-kitab yang dihrrunkan dari langit yang mana Allah berbicara

dengan ifu (memfirmankannya), dan tidak ada pula malaikat yang

turun membawakan wahyu dari Allah &.

Agama Yahudi dan Nashrani setelah terjadinya

penghapusan dan penggantian (perubahan) masih lebih baik

daripada agama mereka.

Cukuplah bagimu tentang kejahilan terhadap Allah &

beserta nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya, orang

yang mengatakan, bahwa seandainya Allah S mengetahui alam

wujud, maka niscaya Dia mengalami kepenatan dan kelelahan, lalu

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 39

disempumakan oleh yang lainnya. Cukuplah menjadi kenistaan

dan kesesatan serta kebutaan untuk berjalan di belakang mereka

dan berbaik sangka terhadap mereka, dan bahwa mereka adalah

orang-orang yang berakal. "23

Yang perlu diketahui, bahwa para filosof tidak mengimani

keberadaan Allah secara hakiki, tidak pula beriman kepada wahyu,

kenabian dan kerasulan. Dan mereka mengingkari segala yang

ghaib. Dasar-dasar filsafat semuanya bertopang pada dua

landasan, yaitu:

l-andasan pertama: Asal dalam ilmu adalah akal manusia,

dan menurut mereka, ifu adalah sumber ilmu.

landasan kedua: Ilmu ifu terbatas pada hal-hal yang dapat

dirasa dan disaksikan saja.

Berdasarkan landasan pertama, mereka membatalkan

wahyu, dan berdasarkan landasan kedua, mereka membatalkan

perkara-perkara ghaib, termasuk beriman kepada Allah dan hari

akhir.

Jadi, para filosof telah menyoroti masalah-masalah

keyakinan, dan mereka menyatakan, bahwa itu hanyalah ilusi dan

imajinasi yang tidak ada hakikatnya dan tidak ada wujudnya di luar

(di alam nyata). Sehingga Allah tidak benar-benar adanya, tidak

pula kenabian secara hakiki, tidak pula malaikat, tidak pula neraka

dan surga, dan tidak pula pembangkitan kembali.

23 lsha tsah Al-l-ah fan (2 / 261 -262).

40 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Kedua: Ahli Kalam (Teolog)

Ahli kalam tidak jauh beda dengan para filosof dalam

beberapa pokok-pokok keyakinan mereka, dan mengambil dari

mereka kaidah-kaidah rasionalisme dan metode-motede teologis,

serta terpengaruh oleh itu dalam porsi yang cukup besar. Dalam

masalah-masalah akidah (keyakinan), mereka menempuh teori

rasional menunrt batas asumsi mereka. Jadi, walaupun mereka

menyelisihi pendapat para filosof, bahwa hakikat-hakikat ini hanya

sekadar asumsi dan imajinasi, namun sama dengan mereka dalam

distorsi (memutar balikkan) banyak hakikat ghaib. Di dalam kitab-

kitab para ahli kalam (teolog) dengan beragam kelompok mereka,

tidak akan ditemukan pemyataan tentang masalah-masalah

keyakinan (akidah) sebagaimana yang disebutkan oleh nash-nash

yang shahih. Sebagai ganti kalimat "Allah @ berfirman" atau

"Rasulullah $ bersabda" atau "para sahabat berkata", adalah

Anda hanya menemukan dalam kitab-kitab mereka kalimat "orang-

orang utama berkata" atau "para cendekiawan berkata" atau "para

ahli hikmah berkata". Yang mereka maksudkan itu adalah para

filosof Yunani dari kalangan kaum paganis (para penyembah

berhala). Bagaimana bisa mereka meninggalkan firman Allah dan

sabda Rasul-Nya $, lalu mengambil perkataan orang yang tidak

mengenal Allah dan tidak beriman kepada Rasul-Nya?

Orang yang mengkaji kitab-kitab para ahli kalam akan

mengetahui besarnya mudharat (bahaya) yang ditimbulkan

terhadap umat muslim. Karena kitab-kitab itu menyebabkan

manusia terhalang dari pengetahuan yang benar tentang Allah,

Rasul-Nya dan agama-Nya, sedang sebagai gantinya adalah

Al Arasy (Singgasana Allah) 

41

ucapan-ucapan ta'thil (peniadaan sifat-sifat Allah), tajhil

(pembodohan) dan takhyil (imajinasi).

Ahli kalam itu tidak hanya satu golongan (varian) saja,

bahkan mereka itu banyak golongan. Mereka adalah:

1. Jahmiyah;

2. Mu'tazilah;

3. Kilabiyah;

4. Asyairah; dan

5. Maturidiyah.

Masing-masing dari kelima golongan ini mempunyai

pendapat dan pandangan tersendiri sesuai dengan syubhat logika

yang menjadi sandarannya.

Pertama: Golongan Jahmiyah

Mereka adalah para pengikut Jahm bin Shafiuan yang

mengambil pendapat ta'thil dan AI Ja'd bin Dirham ketika

berjumpa dengannya di Kufah.2a Al Jahm menyebarkan pendapat

ta'thil dan melebihi gurunya, Al Ja'd, dengan sangat berlebih

dalam penafian, dan banyak mempopulerkan ifu dan

menyenrkannya, karena ia seorang yang pandai berbicara dan

berdebat.

Di antara keyakinan-keyakinan mereka yang paling

menonjol adalah:

1. Mengingkari semua nama dan sifat, sebagaimana yang

nanti akan dijelaskan.

24 Mul<hashar Taril<h Dimas5q(6/5Ol; Al Bidayah(9/350).

42 

Al Arasy (Singgasana Allah)

2. Dalam bab keimanan, mereka adalah Murji'ah. Mereka

mengatakan, bahwa keimanan ifu cukup hanya dengan

pengetahuan hati. Inilah pendapat sekte Murji'ah yang

paling buruk.

3. Dalam masalah takdir, mereka adalah jabariyah. Mereka

mengingkari berkemampuannya hamba dalam memilih

perbuatannya sendiri.

4. Mengingkari bahwa kelak pada Hari Kiamat para makhluk

bisa melihat Allah.

5. Mereka mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.

6. Mereka mengatakan fananya surga dan neraka.

Dan keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang dikatakan

oleh golongan Jahmiyah.

Kedua: Mu'tazilah

Mereka adalah para pengikut Washil bin Atha' dan Amr

bin Ubaid. Mereka adalah kelompok besar yang dihimpun oleh

apa yang mereka sebut pokok-pokok yang lima, yaitu:

1. Tauhid, 2. Keadilan, 3. Janji dan ancaman, 4-

Kedudukan di antara dua kedudukan, dan 5. Amar ma'ntf dan

nahi munkar.

Pada hakikatnya, golongan Mu'tazilah menganut

perpaduan pendapat-pendapat bathil yang ada di masa itu, karena

golongan Mu'tazilah memadukan paham-paham Jahmiyah,

Qadariyah, Khawarij dan Rafidhah.

Mereka sama dengan golongan Jahmiyah dalam sebagian

pokok-pokok keyakinan mereka, yaitu sama dengan mereka dalam

Al Arasy (Sintgasana Allah) 

- 43

mengingkari sifat-sifat, sehingga mereka menyatakan, bahwa Dzat

Allah tidak ada sifatnya dan tidak ada perbuatannya, sebagaimana

yang nanti akan dijelaskan. Mereka juga mengingkari bahwa kelak

pada Hari Kiamat Allah dapat dilihat. Mereka juga mengatakan,

bahwa Al Qur'an adalah makhluk, dan lain{ain.

Mereka sama dengan golongan Qadariyah dalam

mengingkari berkuasanya Allah terhadap perbuatan-perbuatan

hamba. Mu'tazilah mengambil paham dari mereka (Qadariyah),

bahwa para hamba menciptakan sendiri perbuatan-perbuatan

mereka.

Mereka sama dengan golongan Khawarij dalam masalah

keimanan, yaitu mereka mengatakan bahwa keimanan adalah

ucapan, keyakinan dan perbuatan, tidak bertambah dan tidak

berkurang. Dan bahwa bila sebagiannya hilang maka hilanglah

semuanla.

Berdasarkan ifu, mereka sama dengan Khawarij mengenai

masalah pelaku dosa besar, dimana Mu'tazilah mengatakan,

bahwa pelalru dosa besar berada di suafu kedudukan di antara dua

kedudukan di dunia. Tapi mereka sepaham dengan Khawarij yang

berpendapat, bahwa pelaku dosa besar di akhirat akan kekal

selamalamanya di neraka.

Mereka juga mengambil pandangan Khawarij dalam amar

ma'ruf nahi mungkar.

Mereka sama dengan golongan Rafidhah dalam hal

menohok para sahabat Nabi $, karena di antara perkataan

Washil bin Atha mengenai orang-orang yang ikut dalam perang

Shiffin, "Ses,rngguhnya keduanya (kedua belah pihak) adalah fasik

fidak secara pasti." Ucapannya mengenai Ali & dan

Muawiyah &, "Seandainya keduanya datang kehadapanku unfuk

44 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

bersaksi mengenai seikat sa! ran, maka aku tidak akan menerima

kesaksian mereka." Sedangkan golongan Mu'tazilah yang

belakangan lebih dekat kepada paham Syi'ah-

Syait<hul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Para pendahulu

Syi',ah menyelisihi Mu'tazilah mengenai itu (yakni masalah-masalah

sifat dan takdir), sedangkan kaum Muta'akhkhir mereka dari masa

Bani Buwaih dan sempanya dari awal-awal abad keempat dan

serupanya, maka sesungguhnya di antara mereka ada yang

menyepakati Mu'tazilah dalam hal tauhid dan keadilan mereka.

Mu'tazilah adalah gum mereka hingga muncul di dalam perkataan

Ibnu An-Nu'man Al Mufid dan dua sahabahya, Abu Ja'far Ath-

Thusi yang diberi gelar Al Murtadha (yang diridhai) dan serupanya,

adalah dari perkataan Mu'tazilah. Saat itu di kalangan Mu'tazilah

ada yang cenderung kepada paham Syi'ah, baik dengan

menyamakan Ali dengan dua khalifah, atau mengutamakannya

atas dua khalifah, atau menohok Utsman, walaupun golongan

Mu'tazilah tidak berselisih mengenai kepemimpinan Abu Bakar

dan Umar. Sementara para pendahulu Mu'tazilah, seperti Amr bin

Ubaid dan kawan-kawannSn, mereka berpaling dari Ali, sampai-

sampai mereka berkata, 'seandainya ia dan salah seorang dari

anggota pasukannya memberikan suatu kesaksian, maka kami

tidak akan menerimanya. Karena salah satunya telah fasik tapi

tidak dapat ditentukan yang mananya'. Inilah yang dianut oleh

Muta'akhkhir Syi'ah dn Mu'tazilah, berteda dengan apa yang

dianut oleh para pemimpin dan para pendahulu kedua golongan

..t2\

% Naqdh Ta'sis Al Jahmgiyahll/*551.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 45

Mereka juga mengambil dari golongan Syi'ah dan Rafidhah

sebagian besar pandangan-pandangan mereka yang khusus

mengenai imamah (kepemimpinan).

Berdasarkan ini, pemikiran-pemikiran Mu'tazilah adalah

perpaduan dari pandangan-pandangan berbagai kelompok yang

menyelisihi di masa mereka.

Pemikiran-pemikiran Mu'tazilah yang berlaku sekarang

adalah dari: Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, dan lbadhiyah, dan juga

golongan yang mereka sebut Al Aqlaniyyun (kaum rasionalis).

Ketiga: Mutakallimah As-Shi{faf (teolog sifat),

gnitu: Kilablnh, Asgrairah dan Maturidiyah.

1. Kilabiyah

Mereka adalah para pengikut Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kilab Al Qaththan25 (wafat tahun 2$ H).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Manusia sebelum

Abu Muhammad bin Kilab, ada dua golongan (yaitu)'

Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah yang menetapkan

semua yang berdiri dengan Allah ft& yung berupa sifat-sifat dan

perbuatan-perbutan yang dikehendaki-Nya dan kuasa atasnya; dan

Golongan Jahmiyah dari Mu'tazilah serta lainnya yang

mengingkari ini dan itu.

L-alu Ibnu Kilab menetapkan berlakunya sifat-sifat yang

lazim bagi-Nya, dan menafikan berlakunya perbuatan-perbuatan

dan lainnya yang berkaitan dengan kehendaknya dan kekuasaan-

26 Majmu' N Fabwa(5/555).

46 - AI Arasy (Singgasana Allah)

Nya. Hal ini disepakati oleh Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan lain-lain.

Sedangkan Al Harits Al Muhasibi, tadinya ia bemfiliasi

kepada pendapat ibnu Kilab, dan karena itu Ahmad

memerintahkan untuk mengucilkann5ra, dan Ahmad pemah

memperingatkan mengenai hnu Kilab dan para pengilnrtnya-

Kernudian dikatakan mengenai Al Harits, bahvra ia menarik

kembali pendapafuiya. "27

Paham yang dimunculkan oleh hnu Kilab ini adalah Srang

kemudian dikenal dengan paham Mutakallimah Ash-Shifat[a;ah

(puh* kaum teolog sifat). Karena hnu Kilab, jalannya cendenrng

kepada ma&hab Ahlul Hadits dan Sr.rnnah, tapi di jalannya ada

benhrk bid'ah, karena ia menetapkan berlakunya sifat-sifiat pada

&at Allah, dan tidak menetapkan berlakunlp perkara-perkara

pilihan pada dzat-Nya.

Ia pemah berusaha keras dalam menlnnggah golongan

Jahmiyah28, tapi ia mendebat mereka dengan cara qlns png di

dalamnya membiarkan mereka menganut pokok-pokok lnng

mereka mmuskan, yaitu menolak berbicaranln Allah de.ngan

huruf, menolak berlakunya sifat-sifat pilihan pada &at-Np gang

terkait dengan kehendak dan kekuasaan-N5n dari apa png berupa

perbuatan, perkataan dan sebagainya.2g Setelah ifu ia menjadi

panutan dan imam bagi yang datang setelahnSn dari golongan ini,

yang menetapkan sifat-sifat dan menggugurkan penafiannya, tapi

sama dengan mereka dalam sebagian pokok-pokok rusak mereka

yang berdampak pada rusaknya sebagian apa yang mereka

27 Dar'u Ta'arudhi Al Aql wa An-Naql(2/ll.

% Maimu' Al Fatawa (12/3661.

2e Majmu' Al Fabwa (12/379).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

47

katakan dari segi logika, dan penyelisihannya terhadap Sunnah

Rasul."3o

Jadi, Ibnu Kilab memunculkan madzhab baru, yang di

dalamnya ia menyepakati para salaf, serta di dalamnya ada juga

yang menyepakati Mu'tazilah dan Jahmiyah. Dengan begitu ia

telah merintis madrasah ketiga, yaifu madrasah "Ash-Shifati5iyah"

yang dikenal dengan sebutan madzhab ibbat

(menetapkan/mengakui sifat-sifat), tapi di dalam perkataan mereka

terdapat sesuatu dari pokok-pokok paham Jahmiyah.3l

Paham ini dianut juga oleh Al Qalanisi, Al Asy'ari, Al

Muhasibi dan lain{ain. Mereka adalah para pendahulu Asy'ari dan

golongan Ary' ariyah terdahulu.

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad

bin Kilab adalah ustadz yang diikuti Al Asy'ari dalam pahamnya,

dan juga oleh imam-imam para sahabatnya, seperti Al Harits Al

Muhasibi, Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Sulaiman Ad-Dimasyqi

dan Abu Hatim Al Busti."32

Jadi, hnu Kilab adalah imamnya golongan Asy'ariyah

pertama, dan ifu banyak menyelisihi golongan Jahmiyah, dan lebih

dekat kepada salaf daripada Al Asy'ari.33

Tapi paham Al Kilabi ini mulai menjauh sedikit demi sedikit

dari manhaj salaf, lalu menjadi lebih dekat kepada paham

Mu'tazilah, yaitu melalui paham para parruarisnya dari kalangan

fuyairah.

3o Majmu' Al Fatawa (L2/3661.

3L Majmu' N Fabwa (12/2061.

32 Mnhaj As-gnnah 12/327I

33 Maimu' Al Fabwa ll2/202 l203l.

48 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Jadi Ibnu Kilab, sebagaimana yang telah kami kemukakan,

lebih dekat kepada salaf daripada Abu Al Hasan Al Asy'ari,

sedangkan Abu Al Hasan Al Asy'ari lebih dekat kepada salaf

daripada Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani. Dan Al Qadhi Abu

Bakar dan yang sempanya lebih dekat kepada salaf daripada Abu

Al Ma'ali Al Juwaini dan para pengikutnya.34

Karena itu, di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan

lainnya dari kalangan para filosof, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Abu Al Ma'ali Al Juwaini dan kawan-

kawannya. Di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan Al Juwaini

dari kalangan madzhab yang menafikan, terdapat apa yang tidak

terdapat di dalam perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para

pendahulu para sahabatnya. Di dalam perkataan Abu Al Hasan Al

Asy'ari yang berupa penafian yang diambilnya dari golongan

Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat di dalam perkataan

Abu Muhammad bin l(lab yang mana Abu Al Hasan

mengambilnya untuk jalannya.

Di dalam perkataan hnu Kilab mengenai penafian yang di

dalamnya mendekati Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Ahlul Hadits, As-Sunnah, para salaf dan para

imam. Bila kekeliruan itu sejengkal, maka di kalangan para

pengikut menjadi sehasta, kemudian sedepa, hingga menjauh

sedemikian ilpd, sedangkan yang bahagia adalah yang menetapi

As-Sunnah.35

Golongan Kilabiyah telah lenyap sebagai safu golongan,

tapi pemikiran-pemikirannya dibawakan melalui golongan

Asy'ariyah. Karena Al Asy'ari dan para pendahulu sahabatnya

Y Majmu' Al Fatawa (12/2031.

3s Baghjat Al Murladtal. 4571.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

49

memelihara pemikiran-pemikiran Kilabiyah dan menyebarkannya.

Dengan begitu madrasah Kilabiyah tercatat dalam sejarah sebagai

yang paling dahulu muncul di kalangan Asy'ariyah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Kilabiyah

adalah para gumnya golongan Asy'ariyah. Karena Abu Al Hasan

Al Asy'ari hanya mengikuti paham Abu Muhammad bin Kilab,

sedangkan lbnu Kilab lebih dekat kepada salaf secara masa dan

paham. Abu Bakar bin Faurak (wafat tahun 406 H) telah

menghimpun perkataan Ibnu Kilab dan Al Asy'ari, lalu

menjelaskan kesamaan keduanya dalam masaalah-masalah

pokok."35

Jadi, Kilabiyah lebih dahulu muncul daripada Asy'ariyah

dan Maturidiyah. Golongan Kilabiyah muncul di pertengahan abad

ketiga, yaitu golongan Kilabiyah pertama setelah Jahmiyah dan

Mu'tazilah, karena Ibnu Kilab meninggal pada tahun243 H, dan di

permulaan abad keempat hijriyah, muncul sisa-sisa golongan ahli

kalam (para teolog), yaitu golongan Asy'ariyah yang berafiliasi

kepada Abu Al Hasan Al Asy'ari yang wafat pada tahun 324 H,

dan golongan Al Maturidiyah: para pengikut Abu Manshur Al

Maturidi yang wafat pada tahun 333 H, yaitu golongan yang

masih eksis hingga masa kita sekarang.

2- Aql'ariyah

Abu Al Hasan Al Asy'ari dianggap sebagai perpanjangan

madzhab Al Kilabi, karena Abu Al Hasan Al Asy'ari yang hidup di

masa antara tahun 260 sampai 324 H, tadinya adalah seorang

penganut Mu'tazilah hingga usia 40 tahun, yang mana ia hidup di

36 Al Isthamah (1/105).

50 

Al Arasy (Singgasana Allah)

rumah Abu Ali Al Jaba'i, syaikhnya Mu'tazilah di Bashrah.

Kemudian ia menarik diri dari madzhab Mu'tazilah, dan

menempuh jalan Ibnu Kilab. Ia banyak terpengaruh oleh itu dalam

waktu yang cukup lama. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya

adalah, di dalam kitab-kitab Ibnu Kilab dan perkataan-perkataan

terdapat apa yang diinginkannya, yaitu sanggahan terhadap

golongan Mu'tazilah dan menampakkan cela-cela mereka serta

menghancurkan tirai-tirai mereka. Ibnu Kilab telah membuat

banyak karangan yang di dalamnya menyanggah golongan

Jahmiyah, Mu'tazilah dan lain-lain. Tapi Al Asy'ari tidak sadar,

bahwa Ibnu Kilab, walaupun menyanggah golongan Mu'tazilah,

dan menyingkap kebathilan mereka, serta menetapkan sifat-sifat

yang lazim bagi Allah &, namun ia juga menyepakati mereka

dalam mengingkari sifat-sifat pilihan yang terkait dengan kehendak

dan kekuasaan Allah &. Jadi, ia menafikan sebagaimana

Mu'tazilah menafikan, bahwa Allah S berbicara dengan kehendak-

Nya dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana juga ia menafikan sifat-sifat

pilihan lain, seperti ridha, marah, benci, murka dan sebagainya.

Al Asy'ari telah melalui fase ini dengan penuh semangat, ia

mengarang, berdebat dan menyampaikan pengajaran dalam

rangka menyanggah golongan Mu'tazilah, dengan menempuh cara

ini.

Kemudian ia berjumpa dengan Zakaiya bin Yahya As-Saji,

lalu ia mengambil darinya apa yang diambilnya dari pokok-pokok

Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.37 As-Saji adalah Syaikhnya

Bashran dan hafizhnya.3s Kemudian ketika ia datang ke Bagdad,

ia mengambil perkara-perkara lain dari golongan Hambaliyah

Bagdad di akhir usianya.

37 Majmu' Al Fatawa (5/386); Tadzkimt N Huffa* (2/907).

38 Al Uluww(hal. 150); TadzkintAl Huffazh(2/9071.

AI Arasy (Singgasana Allah) 

Sl

Tapi pengetahuannya tentang teologi adalah pengetahuan

yang terperinci, sedangkan pengetahuan tentang As-Sunnah

adalah pengetahuan yang global. Karena itu ia menyepakati

Mu'tazilah dalam sebagian pokok-pokok mereka yang mereka

anut, yang karenanya menyelisihi As-Sunnah, dan ia berkeyakinan

bahwa memungkinkan unfuk memadukan antar pokok-pokok ifu

dan membela As-Sunnah, sebagaimana yang dilakukannya dalam

masalah melihat (melihat Allah kelak) dan berbicara fterbicaranya

Allah), serta sifat-sifat khabariyah dan lain{ain.39

As-Sajzi berkata mengenainya, "la menarik kembali dalam

masalah-masalah cabang, dan menetapkan dalam masalah-

masalah pokok."4o Yakni pokok-pokok Mu'tazilah yang di atas ifu

mereka menafikan sifat-sifat, seperti dalilbukan inti dan lainnya.4l

Ibnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kullab Al Bashri dan Abu Al Hasan Al Asy'ari menyelisihi

Mu'tazilah dan menyepakati Ahlussunnah dalam keglobalan

pokok-pokok As-Sunnah. Tapi karena keterbatasan keduanya

dalam ilmu As-Sunnah, dan kecendemngan keduanya terhadap

pokok-pokok yang rusak, maka di beberapa bagian perkataan

mereka terdapat bagian-bagian dari perkataan Mu'tazilah yang

dengan begihr keduanya menyelisihi As-Sunnah, walaupun

keduanya tidak secara mutlak menyepakati Mu'tazilah."42

Ia juga berkata, "Yang diingkari oleh para imam As-Sunnah

pada hnu Kilab dan Al Asy'ari adalah sisa-sisa paham Jahmiyah

dan Mu'tazilah. Seperti meyakini benamya teori bukan inti dan

tersusunnya fisik-fisik, pengingkaran disifatinya Allah dengan

3e Majmu' Al Fatawa 172/2041.

40 Ar-Radd ala Man Ankan Al Harf wa Ash-Shaut M. 168).

aL Mauqif lbni TaimiSah min Al,4sp'irah(7/367).

42 Al Istiqamah (L /2121.

52 - Al Arasy (Singgasana Allah)

perbuatan-perbuatan yang terjadi dengan kehendak-Nya dan

pilihan-Nya, dan hal-hal sempa lainnya."€

Golongan Asy'ariyah telah melalui fase-fase dan periode-

periode dimana permulaannya merupakan tambahan paham

teologis, kemudian sangat condong kepada paham Mu'tazilah, lalu

menggabungkan akidah ini dengan paham filsafat.

Golongan Asy'ariyah belakangan cendenrng kepada paham

Jahmiyah, bahkan filsafat, dan mereka membedakan pendapat Al

Asy'ari dan para imam para sahabatrya.4

Para pendahulu golongan Asy'ariyah menetapkan sifat-sifat

khabariyah secara global, seperti Abu AI Hasan Al Asy'ari, Abu

Abdullah bin Mujahid, Abu Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu

Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak,

Abu Muhammad bin Al-labban, Abu Ali bin Syadzan, Abu Al

Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al Baihaqi dan lainlain.as

Tapi Muta'akhkhimya dari para pengikut Abu Al Hasan Al

Asy'ari, seperti Abu Al Ma'ali Al Jtrwaini dan lain{ainnya, tidak

menetapkan kecuali sifat-sifat aqliyah. Sedangkan sifat-sifat

khabariyah, di antara mereka ada yang menafikannya, dan ada

yang bersikap tauaqquf dalam hal itu, seperti fu-Razi, Al Amidi

dan lain{ain.

Mereka yang menafikan sifat-sifat khabariyah, di antara

mereka ada yang menal$rilkan nash-nashn1n, dan di antara

mereka yang menyerahkan maknanya (bfudli kepada Allah &.

43 Dar'u Tabrudh NAql mAn-NqlZ/gn.

M Dar'u Tabrudh AlAql wa An-Nal(l/gn.

6 Maimu' Al Fatawa (4/147, l48;l.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

53

Yang menetapkannya, seperti Al Asy'ari dan para imam

para sahabatnya, mengatakan, "Penakwilannya dengan takrpilan

yang mengindikasikan penafiannya adalah takr,vilan yang bathil."

Mereka tidak berhenti dengan ta{widh (menyerahkan tah,rdlnya

kepada Allah), tapi membatalkan takvilan-talsuilan kalangan yang

menafikan.6

Kesimpang siuran di dalam akidah Asy'ariyah ini antara

para pendahulunya dan kalangan belakangnya (Muta'akhkhimya),

disebabkan oleh apa yang telah kami singgung di muka, yaitu

kecenderungan kaum Asy'ariyah dengan ke-Asy'ariyah-an mereka

kepada paham Mu'tazilah lebih banyak dan lebih banyak lagi,

bahkan mereka mencampur adukkannya dengan filsafat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan

Asy'ariyah, sebagian mereka menyepakati Mu'tazilah mengenai

sifat-sifat khabariyah, dan mayoritas mereka menyepakati

Mu'tazilah dalam masalah sifat-sifat haditsiyah (yang diberitakan

oleh hadits-hadits). Adapun mengenai sifat-sifat qur'aniyah (yang

diberitakan Al Qur'an), mereka memiliki dua pendapat:

AI Asy'ari, Al Baqilani dan para pendahulu mereka

menetapkannya, dan sebagian mereka mengakui sebagiannya,

namun di antara mereka ada yang menganut paham Jahmiyah

dari segi lainnya.

Karena Al Asy'ari mereguk perkataan Al Jaba'i, syaikhnya

Mu'tazilah, dan penisbatannya kepadanya dalam teologi disepakati

oleh para sahabatnya dan lainnya.

Sementara Ibnu Al Baqilani lebih banyak menetapkan

setelah Al Asy'ari, dan setelah hnu Al Baqilani adalah Ibnu

6 Mnhaj *-surnah (2/223, 2241.

54 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Faurak, karena ia menetapkan sebagian yang terdapat di dalam Al

Qur'an.

Adapun Al Juwaini dan yang menempuh jalannya,

cenderung kepada madzhab Mu'tazilah. Karena Abu Al Ma'ali

banyak mengkaji kitab-kitab Abu Hasyim, yang sedikit

pengetahuan tentang atsar, sehingga mengutamakan pemaduan

kedua perkara itu.47

Kemudian muncul Abu Bakar Al Baqilani (wafat tahun 403

FI), lalu mencapai kepemimpinan di jalan ifu, dan ia meringkasnya

dan membuatkan pendahuluan-pendahuluan logis yang bertopang

di atasnya dalil-dalil, dan menjadikan kaidah-kaidah ini sebagai

panduan untuk akidah-akidah keimanan, yaitu mewajibkan

mengimaninya48, dan memberikan konfuibusi besar dalam

menteorikan madzhab Al Asy'ari Al Kalami (asy'ari teologis) dan

menatanya, hingga menyebabkan keserupaan manhaj antara

madzhab Asy'ari dan ma&hab Mu'tazilah. Karena Al Asy'ari

menjadikan nash sebagai dasar, dan akal sebagai pengikutnya.

Sedangkan Al Baqilani, maka akidah ifu selunfinya dengan semua

masalahnya, masuk ke dalam lingkup akal.49 Al Baqilani dianggap

sebagai perintis kedua untuk madzhab Asy'ari.so

Setelahnya muncul Imam Al Haramain Al Juwaini (wafat

tahun 478 Hl, lalu ia menggunakan analogi rasionalisme dalam

mengukuhkan akidah ini. Ia menyelisihi Al Baqilani dalam banyak

kaidah yang dirumuskannya. Walaupun Al Juwaini dalam

keban5rakan paham teologi mengambil dari perkataan Al Baqilani,

47 Minhai As-Sunnah (2/223, 2241.

M Muqaddimah lbni l{haldun(hal. 465); terbitan Mr-rsthafa Muhammad.

ae Muqaddimah At-Tamhid, karya Al Baqilani (hal. 15 (tahqiq Al Khudhairi

dan Abu RaMah.

50 Nasy'atAl As7'ar&nh tn Tathauryuruha(hal. 320).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

55

namun ia menggabungkan Asy'ariyah-nya dengan sesuafu dari

paham Mu'tazilah, yang diambilnya dari perkataan Abu Hasyim Al

Jaba'i Al Mu'tazili berdasarkan pilihan-pilihannya. Dengan begitu

ia keluar dari jalan Al Qadhi dan kawan-kawannya dalam banyak

hal, dan beralih ke jalan Mu'tazilah.

Adapun perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari, tidak

diambilnya sebagai sandaran, namun hanya menukil perkataannya

dari apa yang diceritakan orang-orang darinya.Sl Atas jalan Al

Juwaini inilah kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah bertopang,

seperti Al Ghazali (wafat tahun 505 F0, dan hnu Al Khathib fu-

Razi (wafat tahun 606 I-0. mereka mencampurkan paham

Mu'tazilah yang dimasukkan oleh Al Juwaini dengan paham

filsafat. Dengan begihr, golongan Asy'ariyah semakin jauh dan

menyimpang-

Al Ghazali, paham teologinya dari perkataan gurunya, Al

Juwaini, di dalam Al lrsyad, A4rSyamil, dan lain-lain, digabung

dengan apa yang diterimanya dari Al Qadhi Abu Bakar Al

Baqilani. Sementam paham filsafatnya dari perkataan lbnu Sina-

Karena ihr dikatakan: Abu Hamid disakitkan oleh AsySyifa, dan

perkataan para penulis risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa dan

risalah-risalah Abu Hayyan At-Tauhidi, dan lain-lain.

Adapun Ar-Razi, paham teologinya dari perkataan Abu Al

Ma'ali dan Asy-Syahrastani. Asy-Syahrastani mengambilnya dari Al

Ansari An-Naisaburi dari Abu Al Ma'ali. Ia juga memiliki paham

Mu'tazilah yang kuat dari perkataan Al Hasan Al Bashri (wafat

tahun 436 H). Dalam masalah filsafat, pahamnya dari perkataan

hnu Sina, AsySyahrastani dan lain{ain.s2 Kalangan Asy'ariyah

5r Bughwt Al Murtadhal.448 (451h, dengan penyrntingan.

s2 Bughgt Al Murtad hal. 448);, dengan penyrntingan.

56 

Al Arasy (Singtasana Allah)

mayoritsnya Murji'ah dalam masalah Al Asma' (nama-nama

Allah) dan hukum-hukum, dan sebagai jabariyah dalam masalah

takdir. Adapun mengenai sifat-sifat, mereka bukan Jahmiyah

mumi, tapi ada paham Jahmiyah pada mereka. Dan mereka tidak

memandang keharusan mengangkat senjata melawan para imam,

karena mereka menyepakati Ahlul Hadits dalam hal ini. Namun

secara global, mereka adalah ahil kalam (kaum teolog) yang paling

dekat kepada Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.s3

Ada banyak faktor yang menyebabkan tersiamya paham

Asy'ariyah dan mempopulerkannya, kemungkinan di antaranya

yang paling dominan adalah,

Pertama, kemunculan madzhab ini di Bagdad yang

merupakan ibukota khilafah Abbasiyah dan pusat perhatian para

penuntut ilmu yang pergi ke sana dari berbagai penjuru. Faktor ini

berperan besar dalam membentuk sebagian dari madzhab Asy'ari

dan upaya penyebarannya ke berbagai penjuru lainnyas4

disebabkan keberadaan banyak tokoh Asy'ari di Bagdad saat itu.

Kedua, kedekatan yang terjadi antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah, dan tidaklah golongan Asy'ariyah dikenal dan populer

kecuali karena kebersamaannya dengan Hambaliyah. Seandainya

tidak demikian, niscaya keadaannya akan menjadi seperti

Mu'tazilah, dimana golongan Hambaliyah berperan besar dalam

menghadapi dan menyanggah mereka. Antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah adalah suafu bentuk pertauran dan perdamaian, dan

memang dahulunya mereka berdekatan.

Karena Abu Al Hasan Al Asy'ari hanya berafiliasi kepada

madzhab Ahlul Hadits, dan imam mereka menurutnya adalah

53 Majmu' Al Fatawa 16/ 551.

il Mauqif S5aikhul Islam lbnu Taimi5nh min Al,4sg'irah12/4991.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 57

Ahmad bin Hanbal, dan ia menganggapnya termasuk kalangan

teolog Ahlul Hadits.

Golongan Asy'ariyah dalam hal apa yang mereka tetapkan

dari As-sunnah, adalah cabang dari hambaliyah, sebagaimana

halnya para teolog hambaliyah dalam hal berhujjah dengan analogi

rasionalis adalah cabang dari mereka-

Terjadinya perpecahan disebabkan fitnah Al Qusyairi.S5 Ia

muridnya Ibnu Faurak yang berasal dari Asy'ariyah Khurasan yang

berpaling kepada ta'thil. Ketika Al Qadhi Abu Ya'la Al Hambali

mengarang kitab lbthal At-Ta'wilat, yang mana di dalamnya ia

menyanggah Ibnu Faurak, gurunya Al Qusairi, sementara khalifah

dan lainnya condong kepadanya, tatkala Al Quraisyi memiliki

kekuasaan disebabkan kelompok saljuqiyah, terjadilah fitnah

tersebut.56

Ketiga, berafiliasinya sebagian amir dan menteri kepada

madzhab Asy'ari dan dukungan mereka terhadapnya. Di antara

mereka yang paling menonjol adalah:

A. Menteri Nizhamul Malik yang menjadi menteri untuk

para sultan Saljuq, lalu menjadi menteri unhrk Alb Arsalan dan

Malkasyah selama tiga puluh tahun, yaifu dari tahun 455 sampai

485 H.

Di masanya, dirintis sekolah-sekolah Nizhamiyah,

penisbatan kepadanya, dan ihr di sejumah kota, di antaranya:

Bashrah, Ashfahan, Balkh, Harrah, Marw, Al Maushil, dan

madrasah nizhamiyah yang paling utama dan terbesar adalah yang

di Naisabur dan Bagdad.

55 Majmu' N Fatawa (6/52-531 -

% Majmu' Al Fatawa (6/52-541.

58 - 

ll fiP3r (Singgasana Allah)

Nizhamul Malik mengagungkan sufisme dan Asy'ariyah,

maka orang-orang yang menyampaikan pelajaran di sekolah-

sekolah mengajarkan ihr. Maka karena itu ia memiliki peranan

besar dalam menyebabkan pokok-pokok akidah Asy'ariyah.s7

B. Al Mahdi bin Tumurt (meninggal tahun 524 F0,

penguasa Daulah Al Muwahhidin. Namanya Abu AMullah

Muhammad bin Abdullah bin Tumurt, yang digelari Al Mahdi. Ia

telah muncul di Maghrib dari permulaan abad kelima. Ia masuk ke

negeri-negeri lrak, lalu belajar sedikit ilmu, dan ia sedikit menyukai

kezuhudan dan ibadah. lalu ketika kembali ke Maghrib, ia naik ke

pegunungan Maghrib dan menyebarkan dalnuahnya di antara

orang-orang Barbar dan lainnya dari kalangan jahil yang tidak

mengetahui agama Islam kecuali apa yang dikehendaki Allah. [-alu

ia mengajarkan kepada mereka syariaLsyariat Islam, dan ia

meminta perkenan mereka unfuk menampakkan kepada mereka

sebagai macam hal yang luar biasa, yang dengan ifu ia bisa

mengajak mereka kepada agarna- Ia mengaku bahwa dirinya

adalah Al Mahdi yang dikhabarkan oleh Rasulullah #i sebagai

kabar gembira, dan porsi terbesar para pengikukrya adalah

mengenai ini. Disebabkan oleh apa llang mereka ketahui dari

akidah asy'ari dan filsafat, mereka menghalalkan darah ribuan

muallaf dari penduduk Al Maghrib Al Malikiyah, lnng menganut

akidah Ahlussunnah. Mereka menuju para muallaf ifu dengan

kepalsuan dan kebohongan, bahwa mereka adalah kaum

musyabbihah mujassamah, padahal mereka tidak berpendapat

demikian.sS Ibnu Tumurt adalah penyebab dalam memasukkan

akidah Asy'ariyah ke negeri-negeri Maghrib lnng mana

s7 Mauqif Swil<hul Islam lbnu Taimigh ninNAq/a'inhl2/5@l-

58 Majmu' Al Fatawa (Ll/47 51.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

59

sebelumnya sunni salafi. Maka cukuplah Allah sebagai penolong

kami, dan Dialah sebaik-baik penolong.

C. Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin adalah seorang

penganut Asy'ariyah. Dari sejak masa kecilnya ia telah hafal akidah

yang dikarang untuknya oleh Quthbuddin Abu Al Ma'ali Mas'ud

bin Muhammad bin Mas'ud An-Naisaburi, salah seorang tokoh

Asy'ariyah, lalu dihafal oleh anak-anaknya yang masih kecil.

Karena itu ia dan anak-anaknya tumbuh di atas akidah asy'ari.

L-alu Shalahuddin membawa semuanya kepada akidah Abu Al

Hasan Al Asy'ari, dan keadaan pun terus berlangsung di atas itu di

semua masa para raja Bani Ayyub, kemudian di masa para maula

mereka, yaitu para raja dari Turki.59

Keadaan ini berperan besar dalam penyebaran paham

Asy'ariyah di seluruh pelosok jagat Islam. Mesir yang menrpakan

tempat kekuasaan Ayyubiyah adalah merupakan pusat keilmuan di

masa-masa ifu. Dan Al Azhar memiliki peran besar dalam

menyebarkan akidah Asy'ariyah yang di masukkan oleh

Shalahuddin ke Mesir, setelah ia membungkam kekuasaan Al

Abidiyah Al Ismailiyah. Dan semenjak zaman Shalahuddin dan Al

Azhar, akidah Asy'ariyah diakui hingga masa kita sekarang.

Golongan Asy'ariyah menyelisihi Ahlussunnah dalam

banlnk masalah akidah. Di antaranya sebagai contoh adalah:

1. Bahwa menurut mereka, sumber talaqqi dalam masalah-

masalah ketuhanan (Vakni tauhid) dan kenabian, adalah hanya

akal. Maka mereka membagi bab-bab akidah menjadi tiga bab:

ketuhanan, kenabian dan as-sam'igryat Yang mereka maksudkan

dengan as-sarn'i54nt adalah apa-apa yang berkaitan dengan

5e Al l<huhathkaryaAl Muqrizi (2/3581.

60 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

masalah-masalah hari akhir, gafu berupa pembangkitan kembali,

penghimpunan, surga, neraka dan sebagainya.

Mereka menyebutnya sam'ijryah, karena menumt mereka,

sumbemya adalah nash-nash syar'i. Adapun yang selain ifu, yakni

ketuhanan dan kenabian, maka sumber mereka adalah akal.

2. Mereka menyatakan, bahwa keimanan adalah sekadar

membenarkan. Maka mereka mengeluarkan amal dari sebutan

iman.

3. Berdasarkan definisi mereka tentang keimanan, maka

mereka telah mengeluarkan tauhid uluhiyah dari pembagian

mereka pada tauhid. Karena menumt mereka, tauhid ifu adalah

bahwa Allah itu Esa pada Dzat-Nya, tidak ada bagian pada-Nya,

Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekufu bagi-Nya,

Esa dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada yang menyetarai-Nya. Definisi

ini tidak mengisyaratkan kepada tauhid uluhiyah. Karena ifu, anda

dapati di kalangan masyarakat asy'ari hampa dari tauhid ilahiyah,

sementara pasar kesyirikan dan bid'ah sangat membahana, karena

manusia tidak diajari bahwa Allah itu Esa dalam penyembahan

kepada-Nya, tidak ada sekuhr bagi-Nya.

4. Berdasarkan definisi mereka mengenai keimanan, maka

mereka juga telah mengeluarkan itfrba' Nabi S (mengikuti

Nabi #) dari definisi mereka mengenai keimanan. Karena mereka

membatasi keimanan kepada Nabi dalam perkara-perkara

pembenaran saja. Karena ifulah tersebamya bid'ah-bid'ah di

kalangan masyarakat asy'ari.

5. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah nalna-

nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini nanti akan dijelaskan.

AlArasy(SinggasanaAllah) 

61

6. Mereka menyelisihi Ashlus Sunnah masalah takdir,

karena pendapat mereka sepaham dengan pendapat jabariyah.

7. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah melihat

allah, karena mereka mengatakan terlihat fidak di suatu tempat.

8. Mereka menyelisihi Ahlussr.mnah dalam masalah kalam

(berbicaran5ra Allah), karena mereka tidak menetapkan sifat kalam

secara hakiki, tapi mereka mengatakan al kalam an-nafsi

(perkataan jiwa). Begitu juga penyelisihan-penyelisihan lainnp-

3. Maturidi5Tah

Golongan Mahridiyah dianggap saudara kandung

Asy'ariph. Demikian ifu, karena di antara keduanya ada

kesamaan dan kesepahaman sampai-sampai seolah-olah keduanya

adalah satu golongan, dan sulit membedakan antara keduanya-

Karena ihr, masing-masing dari golongan Asy'ariyah dan

Maturidiyah menyatakan, bahwa masing-masing dari Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan Abu Manshur Al Matrrudi adalah imam

Ahlussunnah menurut anggapan mereka.5o

Kemungkinan kesamaan ini kembali kepada sebab utama,

yaihr kesamaan pemikiran-pemikiran kedua golongan ini, dan

sedikitrya masalah-masalah Lrhilafiyah di antara keduanya,

terutama dengan golongan asy'ari Muta'akhkhir (yang

belakangan). Ada sebab-sebab penting lainnSn yang menjadi

pangkalnya, dan perlu diperhatikan serta dipertimbangkan dalam

memberikan persepsi. Kemungkinan yang paling utamanya adalah

kesamaan masa kemunculan kedua golongan ini, di samping

masing-masing golongan muncul di berbagai tempat tanpa ada

60 Mfbh Dar,4s-&'adah (2/15511i G52) karya Thasy Kubra 7dah.

62 - AI Arasy (Singgasana Allah)

penentangan dari golongan lainnya, yaifu golongan Maturidiyah

tersebar di kalangan para penganut hanafi yang berada di wilayah

Timur dunia Islam dan utaranya, sehingga sedikit sekali anda

dapati orang hanafi yang menganut akidah asy'ari kecuali apa

yang disebutkan, bahwa Abu Ja'far As-Samnani -seorang

penganut madzhab hanafi- adalah seorang asy'ari.

Sementara itu kita mendapat golongan Asy'ariyah tersiar di

kalangan para penganut madzhab syafi'i dan maliki, yang sekarang

mereka berada di wilayah tengah, barat, selatan, dan tenggara

dunia Islam. Maka para penganut madzhab syafi'i dan maliki

menganut paham asy'ari. Saya tidak memaksudkan golongan

awam mereka, tapi

(berpendidikannya).

golongan berperadabannya

Golongan Maturidiyah berafiliasi kepada Abu Manshur

Muhammad bin Muhammad bin Mahmud bin Muhammad Al

Mahridi yang wafat tahun 333 H.51 Ia dianggap termasuk

kalangan ahli fikih hanafi, dan seorang ahli debat dan teolog,

namun ia tidak banyak tahu tentang Sunnah dan atsar.52 Ia

menempuh jalan teolog dalam menetapkan akidah yang sangat

mirip dengan manhaj muta'akhkhir golongan asy'ari. Ia dianggap

termasuk kalangan ahli kalam dalam masalah sifat, seperti hnu

Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan lain{ain. Al Maturidi mengikuti

Ibnu Kilab dalam sejumlah masalah sifat dan yang berkaitan

dengan itu.63

61 I-ih. biografinya di dalam kitab Al Matui4nh wa Mauqilfuhum min Tauhid

Al Asma' um ash-Shifat(L/209, karp Dr. $,amsuddin Al Afghani.

62 Al Aqidah As-SakfrWh fi l{alam Rabbit Bad/tnhA:rrt.279l kann Abdullah

bin Yusuf Al Judai'.

63 Maimu' Al Fabvn 17/4331; Kiab Al Iman 0nl. 414); Mnhai As-Sunnah

(2/362).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 63

Sebagaimana diketahui, bahwa para penganut madzhab

hanafi dan masyarakat Masyriq secara umum adalah manusia yang

paling dulu terpengaruh ilmu kalam. Permulaan Al Jahm muncul

dari wilayah itu. Mengenai ini, Imam Ahmad berkata ketika

mengemukakan pandangannya mengenai Al Jahm, "Ucapannya

diikuti oleh sejumlah orang dari para sahabat Abu Hanifah dan

para sahabat Amr bin Ubaid di Bashrah ..."64

Bisyr bin Ghiyats Al Muraisi (2281{), Al Qadhi Ahmad bin

Abu Du'ad (240 H) dan lain-lain, adalah dari kalangan hanafi.

Maka dari itu, tidak aneh seorang maturidi-hanafi dari kalangan

mereka yang membela ilmu kalam dan berusaha dalam

merintisnya dan mengeksiskannya, hingga menjadi salah satu

simbolnya dan pemilik salah satu madrasah teologi yang kelak

menjadi dikenal dengan namanya.

Al Maturidi Udak jauh berbeda dengan Abu Al Hasan Al

Asy'ari (pada fase keduanya). Karena ia adalah musuh bebuyutan

Mu'tazilah, hanya saja ia terpengaruh teori teologi yang dianut

hnu Kilab, yang bersandar kepada teori-teori teologi dalam

penetapan masalah-masalah keyakinan, yang perihalnya dalam hal

itu sama dengan Abu Al Hasan Al Asy'ari. Keduanya dianggap

perpanjangan madrasah Ibnu Kilab yang dikenal sebagai madrasah

ketiga setelah terjadinya perselisihan dengan Ahlussunnah wal

Jama'ah dari safu sisi, dan dengan Jahmiyah dan Mu'tazilah dari

sisi lainnya. I-alu muncullah hnu Kilab dan memunculkan manhaj

ketiga, Snng di dalamnya ia berusaha memadukan antara nash-

nash syar'i dengan teori-teori teologi, sebagaimana yang telah

disinggung saat mengulas tentang Kilabiyah.

$ ArRail ala Al Jahniyph(hal. 10&10$.

64 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Jadi madzhab kilabi berada di lrak, Ar-Rayy dan Khurasan,

dan tersiar di negeri-negeri seberang sungai yang terdiri dari

berbagai kelompok dan golongan.5s

Golongan Maturidiyah tidak berkembang seperti halnya

akidah Asy'ariyah, sebagaimana yang telah dijelaskan saat

mengulas Asy'ariyah. Karena Al Mahrridiyah tetap sebagaimana

mulanya.

65 /fis6p /t-Taqasiml<aryaAl Maqdisi (hal. 323).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

65

PEMBAHASAN KEDUA

Tingkat Ta'thil Mereka

Dalam hal ini ada tiga toPik:

Topik pertama: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah

nama-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah l/

Asma' Al Husna.

Topik ketiga: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah sifat-

sifat Allah &.

Topik Pertama: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Nama-Nama dan Sifat-Sifat Secara Umum

Orang yang meneliti perkataan-perkataan Ahlu Ta'thil

(golongan yang menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah) akan

mendapatinya secara umum terbagi menjadi tiga bagian:

66 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bagian pertama: Penafian semua nama-nama dan

sifat-sifat

Ini pendapat golongan Jahmiyah para pengikut Jahm bin

Shafwan66, dan para filosof, baik penganut filsafat mumi seperti Al

Farabi57, maupun filsafat Bathiniyah isma'iliyah Qaramithah

seperti Ibnu Sina,68 atau pun filsafat sufi Ittihadiyah seperti Ibnu

fuabi, Ibnu Sab'in dan Ibnu Al Faridh.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Yang benar, bahwa

tajahhum mumi (mengikuti paham Al Jahm secara mumi), yaitu

menafikan nama-nama dan sifat-sifat, sebagaimana d