lukas 13-24 4


 suamiku yang 

pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia dari 

pada sekarang (Hos. 2:6).    

(3) Apa tujuan dari semua pertimbangannya itu. sebab  keada-

annya sudah sedemikian buruk, dan mungkin hanya akan 

menjadi lebih baik jika ia kembali kepada ayahnya, akhir-

nya pertimbangannya itu membawanya pada suatu kepu-

tusan: aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku. Perhati-

kanlah, tujuan yang baik memang baik, namun  yang terbaik 

dari semuanya yaitu  bertindak. 

[1]  Ia memutuskan apa yang akan dilakukannya: aku akan 

bangkit dan pergi kepada bapaku. Ia tidak mau berlam-

bat-lambat, namun  segera bangkit dan pergi. Meskipun 

ia berada di negeri yang jauh, sangat jauh dari rumah 

ayahnya, sejauh apa pun itu, ia tetap akan kembali pu-

lang. Setiap langkah yang menjauh dari Tuhan  harus 

menjadi setiap langkah untuk kembali kepada-Nya. 

Meskipun ia bekerja pada seorang majikan di negeri itu, 

ia tidak merasa kesulitan memutuskan pekerjaannya 

dengan majikannya. Kita bukanlah orang-orang yang 

berutang kepada daging, kita sama sekali tidak berke-

wajiban memberi tahu majikan-majikan kita di Mesir 

terlebih dulu, kita bisa berhenti bekerja kapan saja kita 

mau. Amatilah tekadnya saat  ia berkata, “Aku akan 

bangkit dan pergi kepada bapaku. Aku sudah bertekad 

untuk pergi, apa pun yang akan terjadi nanti, daripada 

tinggal di sini dan mati kelaparan.”   

[2] Ia menentukan apa yang akan dikatakannya nanti. Per-

tobatan yang sejati yaitu  bangkit dan datang kepada 

Tuhan : inilah kami, kami datang kepada-Mu. Akan namun , 

apakah yang akan kita katakan nanti? Di sini ia memi-

kir-mikirkan apa yang akan dikatakannya. Perhatikan-

lah, dalam semua permohonan kita kepada Tuhan , 

alangkah baiknya jika kita memikirkan terlebih dulu 

apa yang akan kita katakan, sehingga kita bisa mema-


 574

parkan perkara kita di hadapan-Nya, dan memenuhi mu-

lut kita dengan kata-kata pembelaan. Kita diberi kebe-

basan berbicara, dan kita harus memikirkan dengan 

sungguh-sungguh bagaimana kita dapat menggunakan 

kebebasan itu sepenuhnya, tanpa menyelewengkannya. 

Marilah kita lihat sekarang apa yang ingin dikatakan-

nya.     

Pertama, ia akan mengakui kesalahan dan kebodoh-

annya: aku telah berdosa. Perhatikanlah, sebab  kita 

semua telah berdosa, penting bagi kita, dan sudah men-

jadi keharusan bagi kita, untuk mengakui bahwa kita 

telah berdosa. Pengakuan dosa merupakan hal yang di-

haruskan dan sangat ditekankan, sebagai syarat pen-

ting untuk mendapatkan damai sejahtera dan pengam-

punan. Jika kita mengaku tidak berdosa, kita akan di-

dakwa dengan kovenan kesucian, yang pasti akan me-

nyatakan kita bersalah. Sedangkan jika kita mengaku 

berdosa, dengan hati menyesal, bertobat, dan taat, 

maka kita membuka diri pada kovenan anugerah, yang 

menawarkan pengampunan bagi orang-orang yang 

mengakui dosa-dosa mereka.     

Kedua, ia sungguh akan menyatakan betapa besar 

dosanya, tidak akan memperingankannya, dan bersedia 

menanggung bebannya: aku telah berdosa terhadap 

sorga dan terhadap bapa. Biarlah mereka yang tidak 

patuh kepada orangtua mereka di dunia ini memikirkan 

hal ini, bahwa mereka berdosa terhadap sorga dan di 

hadapan Tuhan . Pelanggaran terhadap orangtua yaitu  

pelanggaran terhadap Tuhan . Marilah kita semua memi-

kirkannya, sebab  inilah yang membuat dosa kita luar 

biasa besar, dan oleh sebab itu kita harus sangat ber-

duka sebab nya.  

1.  Dosa diperbuat dengan menghina wewenang Tuhan  

atas diri kita: kita telah berdosa terhadap Sorga. Di 

sini Tuhan  disebut Sorga, untuk menunjukkan betapa 

jauh ditinggikannya Dia di atas kita, dan betapa be-

sar kekuasaan-Nya atas diri kita, sebab Sorgalah 

yang mengatur segala-galanya. Kejahatan dosa 

mengarah tinggi ke atas, menentang Sorga. Orang 

Injil Lukas 15:11-32 

 575 

yang berani berdosa dikatakan membuka mulut me-

reka melawan langit (Mzm. 73:9). Namun demikian, 

dosa yaitu  kejahatan yang tidak berdaya, sebab 

kita tidak dapat menyakiti sorga. Bahkan, terlebih 

lagi, dosa yaitu  kejahatan yang bodoh, sebab apa 

yang ditembakkan melawan sorga akan kembali me-

nimpa kepala orang yang menembakkannya (Mzm. 

7:17). Dosa yaitu  penghinaan terhadap Tuhan  di 

sorga, dosa menghilangkan kemuliaan dan sukacita 

sorgawi, dan bertentangan dengan rancangan-ran-

cangan Kerajaan Sorga.  

2.  Dosa diperbuat dengan menghina pengawasan Tuhan  

terhadap diri kita: “Aku telah berdosa terhadap sor-

ga, dan di hadapan-Mu, di depan mata-Mu.” Tidak 

ada lagi penghinaan yang lebih besar daripada ini. 

Ketiga, ia akan menghakimi dan mempersalahkan 

dirinya sendiri atas semua dosa itu, dan mengaku bah-

wa ia telah menyia-nyiakan segala hak istimewa yang 

diterimanya dari keluarganya: aku tidak layak lagi dise-

butkan anak bapa (ay. 19). Ia tidak menyangkal hu-

bungannya dengan ayahnya (sebab hanya itu sajalah 

yang harus diandalkannya), namun  ia mengakui bahwa 

ayahnya bisa saja dengan adil menyangkal hubungan 

itu, dan menutup pintu baginya. Atas permintaannya 

sendiri, ia telah mendapatkan semua bagian yang men-

jadi haknya, dan tidak mempunyai alasan untuk me-

minta lagi. Perhatikanlah, sudah seharusnya orang-

orang berdosa mengakui diri mereka tidak layak mene-

rima kebaikan apa pun dari Tuhan . Mereka harus meren-

dahkan diri dan bersimpuh di hadapan-Nya.    

Keempat, namun demikian ia akan memohon su-

paya diterima kembali ke dalam keluarganya, meskipun 

harus tinggal di tempat yang paling hina di sana: “Jadi-

kanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa, itu su-

dah cukup baik, malah terlalu baik bagiku.” Perhatikan-

lah, para petobat sejati pasti sangat menghargai rumah 

Tuhan , beserta segala hak istimewa yang ada di dalam-

nya, dan akan senang tinggal di tempat mana saja, mes-

kipun hanya sebagai penjaga pintu (Mzm. 84:11). Sekali-


 576

pun didudukkan bersama orang-orang upahan, ia tidak 

saja akan menyanggupinya, malah lebih menyukainya, 

daripada harus hidup dengan keadaannya yang se-

karang. Orang-orang yang berbalik kepada Tuhan , yang 

terhadap-Nya mereka telah memberontak, pasti ingin 

dipekerjakan oleh Dia sebagai apa saja. Mereka ingin 

digunakan untuk melayani dan memuliakan nama-Nya: 

“Jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa, 

supaya aku bisa menunjukkan cintaku pada rumah 

ayahku sebesar yang telah aku sia-siakan saat  meng-

abaikannya dulu.”   

Kelima, dalam melakukan semuanya ini ia meman-

dang ayahnya sebagai seorang ayah: Aku akan bangkit 

dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya, 

“Bapa.” Perhatikanlah, memandang Tuhan  sebagai Bapa, 

Bapa kita, sangatlah besar manfaatnya saat  kita ber-

tobat dan kembali kepada-Nya. Hal ini akan membuat 

kita sungguh-sungguh menyesali dosa kita, menguat-

kan ketetapan hati kita untuk melawan dosa, dan men-

dorong kita untuk mengharapkan pengampunan. Tuhan  

senang dipanggil Bapa, baik oleh orang-orang yang ber-

tobat maupun yang memohon. Anak kesayangankah 

gerangan Efraim?       

(4)  Apa yang dilakukannya untuk menindaklanjuti rencana ini: 

maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketetapan 

hatinya yang baik itu segera dilaksanakannya tanpa di-

tunda-tunda. Ia menempa besi selagi panas, ia mengambil 

kesempatan pada saat itu juga, dan tidak menunda-nunda 

menunggu waktu yang lebih enak. Perhatikanlah, kita ha-

rus secepat mungkin menindaklanjuti apa yang sudah kita 

tetapkan. Sudahkah kita berkata bahwa kita akan bangkit 

dan pergi? Kalau begitu marilah kita segera bangkit dan 

pergi. Ia tidak pergi dengan setengah hati, lalu berpura-

pura kelelahan dan tidak bisa berjalan lagi, melainkan, 

meskipun merasa lemah dan letih, ia melakukannya 

sampai tuntas. Jika engkau mau kembali, hai Israel, kem-

balilah engkau kepada-Ku, dan lakukanlah lagi apa yang 

semula engkau lakukan.     

Injil Lukas 15:11-32 

 577 

3.  Di sini kita melihat dia diterima dan dihibur oleh ayahnya: ia 

pergi kepada bapanya. namun , apakah ia disambut di sana? Ya 

benar, ia disambut dengan penuh rasa haru. Dan, omong-

omong, ini juga merupakan contoh bagi para orangtua yang 

anak-anaknya sudah berbuat bodoh dan tidak patuh, bahwa 

jika mereka berbalik dan berserah diri, janganlah berlaku ka-

sar dan kejam terhadap mereka, melainkan haruslah mengen-

dalikan diri dengan hikmat yang dari atas, dengan lemah-lem-

but dan tenang. Biarlah orang-orang tua mengikut Tuhan , pe-

nuh belas kasih seperti Dia. Namun kisah ini terutama 

dirancang untuk menunjukkan anugerah dan belas kasihan 

Tuhan  terhadap orang-orang berdosa yang malang yang berto-

bat dan kembali kepada-Nya, dan kesediaan-Nya untuk meng-

ampuni mereka.  

Sekarang perhatikanlah di sini:    

(1) Kasih sayang yang besar dari sang ayah saat  ia menerima 

kembali anaknya: saat  ia masih jauh, ayahnya telah 

melihatnya (ay. 20). Ia mengungkapkan kebaikannya sebe-

lum anaknya mengungkapkan penyesalannya, sebab Tuhan  

bertindak mendahului kita dengan berkat-berkat kebaikan-

Nya. Bahkan sebelum kita berseru-seru Ia sudah menjawab, 

sebab Ia tahu apa yang ada dalam hati kita. Aku akan 

mengakui pelanggaran-pelanggaranku, dan Engkau meng-

ampuni kesalahanku. Sungguh hidup gambaran-gambaran 

yang diperlihatkan di sini!  

[1] Inilah mata yang penuh belas kasihan, dan cepat me-

lihat: saat  ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, 

sebelum anggota keluarga yang lain mengetahui keda-

tangannya, seolah-olah dari puncak menara yang tinggi 

ia selalu melihat ke arah anaknya pergi, sambil berpikir, 

“Oh, semoga saja di kejauhan sana aku bisa melihat 

anakku sedang kembali menuju ke sini!” Ini menunjuk-

kan keinginan Tuhan  akan pertobatan orang-orang ber-

dosa, dan kesediaannya untuk menemui mereka yang 

datang kepada-Nya. Ia memperhatikan umat manusia, 

saat  mereka tersesat dari-Nya, dan melihat apakah 

mereka akan kembali kepada-Nya. Ia peduli agar mere-

ka kembali kepada-Nya.  


 578

[2] Inilah hati yang penuh dengan belas kasihan, dan hati 

itu bergejolak di dalam dirinya, rindu begitu melihat 

anaknya: lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 

Kesengsaraan memerlukan belas kasihan, bahkan ke-

sengsaraan orang berdosa. Meskipun kita sendiri yang 

mengakibatkannya, Tuhan  tetap berbelas kasihan, hati-

Nya berduka sebab  kesengsaraan Israel (Hos. 11:8; 

Hak. 10:16).  

[3] Inilah kaki yang penuh dengan belas kasihan, dan ke-

dua kaki itu cepat melangkah: ia berlari. Ini menunjuk-

kan betapa siap dan sigapnya Tuhan  dalam menunjuk-

kan belas kasihan-Nya kepada kita. Anak yang hilang 

itu datang dengan lunglai, terbeban oleh rasa malu dan 

takut, namun sang ayah yang lemah lembut itu berlari 

menemuinya dan memberinya semangat.  

[4] Inilah lengan yang penuh dengan belas kasihan, dan 

kedua lengan itu terentang lebar untuk memeluknya: 

dia merangkul anaknya. Meskipun anaknya bersalah 

dan pantas dipukul, meskipun ia kotor dan baru saja 

memberi makan babi, sampai orang yang tidak mempu-

nyai belas kasihan yang kuat dan lembut seperti se-

orang ayah pasti akan jijik menyentuhnya, ia tetap 

merangkul anaknya, membawanya ke dalam pelukan-

nya. Begitu dikasihinya para petobat yang sejati oleh 

Tuhan , begitu disambutnya mereka oleh Tuhan Yesus.  

[5] Inilah bibir yang penuh dengan belas kasihan, dan bibir 

itu manis seperti madu: ia menciumnya. Ciuman ini 

membuatnya yakin bahwa ia tidak saja disambut namun  

juga diampuni. Semua kebodohannya yang telah lalu 

kini diampuni, dan tidak akan diungkit-ungkit lagi un-

tuk melawannya, dan di sini tidak ada sepatah kata pun 

yang diucapkan untuk mencelanya. Ini seperti ciuman 

Daud terhadap Absalom (2Sam. 14:33). Ini juga menun-

jukkan betapa Tuhan Yesus bersedia, bebas, dan berse-

mangat menerima serta menghibur para pendosa ma-

lang yang bertobat, sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. 

(2) Penyesalan dan penyerahan diri anak yang hilang itu ter-

hadap ayahnya (ay. 21): kata anak itu kepadanya: Bapa, 

aku telah berdosa. Kebaikan sang ayah patut dipuji sebab  

Injil Lukas 15:11-32 

 579 

ia menunjukkannya kepada anaknya sebelum ia mengung-

kapkan penyesalannya. Demikian pula penyesalan sang 

anak layak dipuji sebab  ia mengungkapkannya sesudah  

ayahnya menunjukkan kebaikan yang begitu besar kepada-

nya. Walaupun sudah menerima ciuman sebagai tanda 

pengampunan, ia tetap berkata, “Bapa, aku telah berdosa.” 

Perhatikanlah, bahkan orang-orang yang sudah menerima 

pengampunan atas dosa-dosa mereka, dan sudah merasa 

tenang dengan pengampunan itu, harus benar-benar me-

nyesali dosa mereka di dalam hati mereka, dan harus 

mengakuinya secara tulus dengan mulut mereka, bahkan 

untuk dosa-dosa yang mereka harap sudah diampuni. 

Daud menulis Mazmur 51 sesudah  Natan berkata kepada-

nya, “TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak 

akan mati.” Bahkan, rasa tenang sebab  pengampunan 

dosa haruslah menambah dukacita kita terhadap dosa itu, 

dan dukacita yang bertambah sebab  merenungkan dosa 

yaitu  dukacita yang sungguh-sungguh injili: dan dengan 

itu engkau akan teringat-ingat yang dulu dan merasa malu, 

sehingga mulutmu terkatup sama sekali sebab  nodamu, 

waktu Aku mengadakan pendamaian bagimu (Yeh. 16:63). 

Semakin sering kita melihat kesediaan Tuhan  untuk meng-

ampuni kita, semakin sulit seharusnya kita mengampuni 

diri kita sendiri. 

(3) Persediaan berlimpah yang diberikan ayah yang baik hati 

ini untuk menyambut kepulangan anaknya yang hilang itu. 

Anak itu terus berkata-kata dalam penyesalannya, namun 

ada satu perkataan yang berniat disampaikannya (ay. 19), 

namun  tidak kita lihat benar-benar disampaikannya (ay. 21), 

yaitu, jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 

Kita tidak mungkin menganggap bahwa ia sudah melupa-

kannya, apalagi sampai berubah pikiran, bahwa sekarang 

ia sudah tidak begitu ingin lagi berada bersama keluarga-

nya atau tidak lagi bersedia dijadikan orang upahan seperti 

yang direncanakannya sebelumnya. Yang terjadi, ayahnya 

menyela, mencegahnya berkata demikian, “Sudahlah anak-

ku, janganlah berbicara lagi tentang ketidaklayakanmu, 

engkau kusambut dengan senang hati, dan meskipun eng-

kau tidak layak disebut anak bapa, engkau akan kuperla-


 580

kukan sebagai anak kesayangan, sebagai anak yang me-

nyenangkan hati.” Orang yang sudah disambut seperti ini 

tidak perlu lagi meminta dijadikan sebagai orang upahan. 

Demikian pula halnya, saat  Efraim meratap, Tuhan  meng-

hiburnya (Yer. 31:18-20). Aneh bahwa di sini tidak ada 

sepatah kata teguran pun: “Mengapa engkau tidak tinggal 

bersama-sama dengan pelacur-pelacur dan babi-babimu 

itu? Engkau pasti tidak akan pulang sebelum tongkatmu 

sendiri yang memukulmu ke sini.” Tidak, di sini tidak ada 

sepatah kata pun seperti itu, dan ini menunjukkan bahwa 

saat  Tuhan  mengampuni dosa-dosa para petobat sejati, Ia 

melupakan semua dosa mereka, Ia tidak mengingat-ingat-

nya lagi, segala durhaka yang mereka buat tidak akan 

diingat-ingat lagi terhadap mereka (Yeh. 18:22). Namun ini 

belum semuanya, di sini kita akan melihat persiapan be-

sar-besaran dan berlimpah-ruah yang dibuat untuk me-

nyambutnya, sebagai seorang anak di dalam keluarga itu, 

jauh melampaui apa yang telah dan dapat diharapkannya. 

Ia pasti menganggapnya sudah cukup, dan akan sangat 

berterima kasih, jika ayahnya mau memerhatikan dia, dan 

memintanya pergi ke dapur, lalu makan bersama hamba-

hambanya. namun  apa yang diperbuat Tuhan  terhadap 

orang-orang yang kembali melakukan kewajiban mereka 

dan menyerahkan diri pada belas kasihan-Nya, jauh me-

lampaui apa yang dapat mereka minta atau pikirkan. Si 

anak hilang itu pulang dengan harap-harap cemas, takut 

akan ditolak dan berharap untuk diterima. Namun, ayah-

nya bukan saja tidak segarang seperti yang dicemaskan-

nya, ia bahkan berbuat melebihi apa yang diharapkannya –

ayahnya tidak saja menerimanya, namun  juga menerimanya 

dengan segala kehormatan.   

[1] Ia pulang dengan pakaian compang-camping, namun  

ayahnya tidak hanya memberinya pakaian, bahkan juga 

mendandaninya. Ia berkata kepada hamba-hambanya, 

yang selalu mematuhi perintah tuan mereka, sesudah  

melihat anaknya datang, “Lekaslah bawa ke mari jubah 

yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya.” Pakaian 

usang yang paling jelek pun sebenarnya bisa dipakai-

kan kepadanya, dan ini sudah cukup baik untuknya; 

Injil Lukas 15:11-32 

 581 

namun ayahnya malah tidak menyuruh mengambilkan 

baju, melainkan jubah, pakaian para raja dan penguasa, 

jubah yang terbaik – teń stolēn tēn prōtēn. Ada penekan-

an ganda di sini: “Jubah itu, jubah yang terbaik itu, ka-

mu tahu jubah mana yang kumaksudkan”. Jubah yang 

pertama (begitulah kita bisa mengartikannya), jubah 

yang dipakainya sebelum ia pergi berpetualang. saat  

orang-orang yang menjauh dari Tuhan  kembali bertobat 

dan melakukan lagi apa yang semula mereka lakukan, 

mereka akan diterima dan dipakaikan jubah yang 

pertama. “Bawalah ke mari jubah itu, dan kenakanlah 

padanya. Ia akan malu mengenakannya, dan berpikir 

bahwa jubah itu tidak pantas untuknya yang pulang 

dalam keadaan kotor dan kumal seperti itu. namun  pa-

kaikanlah itu kepadanya, dan jangan hanya menawar-

kannya, dan kenakanlah cincin pada jarinya, cincin cap 

keluarganya, sebagai tanda bahwa ia diakui sebagai 

anggota keluarga.” Orang kaya biasanya memakai cin-

cin, dan dengan mengenakan cincin kepadanya, sang 

ayah menunjukkan bahwa meskipun anaknya sudah 

menghabiskan sebagian warisannya, ia berencana mem-

berikan bagian yang lain lagi kepadanya sebab  perto-

batannya itu. Ia pulang tanpa alas kaki, mungkin kaki-

nya sudah melepuh sesudah  menempuh perjalanan yang 

demikian jauh, dan sebab  itu, “Kenakanlah sepatu 

pada kakinya, agar ia merasa nyaman.” Demikian ber-

limpahnya anugerah yang disediakan Tuhan  bagi para 

petobat sejati. Pertama, kebenaran Kristus yaitu  jubah 

itu, jubah yang utama itu, yang dikenakan kepada mere-

ka. Mereka mengenakan Tuhan Yesus Kristus, dan dise-

lubungi oleh Sang Surya kebenaran. Jubah kebenaran 

yaitu  pakaian keselamatan (Yes. 61:10). Sifat yang 

baru dalam diri kita yaitu  jubah yang terbaik, para 

petobat yang sejati dipakaikan jubah ini, dikuduskan 

seluruh jiwa raganya. Kedua, kesungguhan Roh, yang 

dengannya kita dimeteraikan sampai hari penebusan, 

yaitu  cincin pada jari kita. sesudah  kita percaya, kita 

dimeteraikan. Orang yang dikuduskan pasti didandani 

dan dihormati, dan juga diberi kuasa, seperti Yusuf 


 582

yang diberi cincin oleh Firaun: “Kenakanlah cincin pada 

jarinya, untuk terus mengingatkannya akan kebaikan 

ayahnya, agar ia tidak pernah melupakannya”. Ketiga, 

pemberitaan Injil damai sejahtera yaitu  seperti kasut 

bagi kaki kita (Ef. 6:15), yang, dibandingkan dengan 

kisah ini, menandakan (menurut Grotius) bahwa Tuhan , 

saat  Ia menerima para petobat sejati ke dalam rah-

mat-Nya, memakai mereka untuk meyakinkan dan 

mempertobatkan orang lain melalui pemberitaan mere-

ka, atau setidaknya melalui teladan mereka. Daud, saat 

diampuni, akan mengajarkan jalan-jalan Tuhan  kepada 

orang-orang berdosa, dan Petrus, pada saat bertobat, 

akan menguatkan saudara-saudaranya. Atau, hal ini 

menunjukkan bahwa mereka akan terus berbahagia, 

dan bertekad akan tetap berjalan dalam jalan agama, 

seperti orang yang berjalan dengan memakai sepatu, 

melebihi apa yang dapat mereka lakukan jika  ber-

jalan tanpa alas kaki.    

[2] Ia pulang dengan merasa lapar, dan ayahnya tidak ha-

nya memberinya makan, namun  juga mengadakan pesta 

untuknya (ay. 23): “Ambillah anak lembu tambun itu, 

yang sudah diberi makan di kandangnya dan disimpan 

untuk saat-saat istimewa, lalu sembelihlah dia, supaya 

anakku bisa menikmati apa yang terbaik yang kita 

miliki.” Daging yang sudah dingin, atau sisa-sisa ma-

kanan, sebenarnya sudah cukup untuknya. Namun, 

sekarang ia akan makan daging segar dan hangat, dan 

inilah saat yang cocok untuk menyajikan anak lembu 

tambun itu. Perhatikanlah, ada makanan istimewa yang 

disediakan Bapa kita di sorga bagi semua orang yang 

bangkit dan datang kepada-Nya. Kristus sendiri yaitu  

Roti Kehidupan, daging-Nya yaitu  benar-benar ma-

kanan, dan darah-Nya yaitu  benar-benar minuman. 

Di dalam Dia ada pesta bagi jiwa-jiwa, pesta daging-

daging tambun. Ini merupakan suatu perubahan besar 

bagi si anak hilang, yang sebelumnya ingin mengisi pe-

rutnya dengan ampas. Betapa manisnya persedian-per-

sediaan yang ada dalam kovenan baru, dan kenikmat-

an-kenikmatan yang ditawarkannya, bagi mereka yang 

Injil Lukas 15:11-32 

 583 

sudah berusaha dengan sia-sia untuk mendapatkan ke-

puasan dari makhluk-makhluk ciptaan! Sekarang ia 

pun bisa membuktikan kebenaran kata-katanya sendiri, 

bahwa di rumah bapaku ada makanan yang berlimpah-

limpah.  

(4)  Sukacita dan kegembiraan besar yang ditimbulkan sebab  

kepulangannya. Anak lembu tambun yang dibawa itu tidak 

hanya disembelih sebagai pesta untuknya, melainkan juga 

sebagai perayaan besar bagi seluruh keluarganya: “Marilah 

kita makan dan bersukacita, sebab ini hari yang baik. 

Anakku ini telah mati, saat  ia pergi berpetualang, namun  

kepulangannya ini bagaikan hidup dari antara orang mati, 

ia menjadi hidup kembali. Kita pikir ia telah mati, sebab  

sudah lama tidak mendengar kabar apa-apa darinya, namun  

lihatlah ia hidup. Ia telah hilang, kita sudah menyerah 

bahwa ia hilang, kita putus harapan tidak akan mendengar 

kabar darinya lagi, namun  ia ditemukan kembali.”  

Perhatikanlah: 

[1]  Pertobatan satu jiwa dari dosa kepada Tuhan  merupakan 

kebangkitan jiwa itu dari kematian menuju kehidupan, 

ditemukannya kembali apa yang tampak telah hilang. 

Ini suatu perubahan yang besar, menakjubkan, dan 

membahagiakan. Apa yang sudah mati kini menjadi 

hidup kembali, yang telah hilang dari Tuhan  dan gereja-

Nya kini didapatkan kembali, yang dulu tidak berguna 

kini menjadi sangat berguna (Flm. 1:11). Perubahan ini 

seperti perubahan rupa bumi saat  datang musim 

semi.  

[2] Pertobatan orang-orang berdosa sangatlah menyenang-

kan hati Tuhan  di sorga, dan semua yang termasuk di 

dalam keluarga-Nya patutlah bersukacita bersama-Nya. 

Jika mereka yang ada di sorga bersukacita, maka mere-

ka yang ada di bumi pun layaklah demikian. Amatilah, 

ayahnyalah yang pertama-tama bergembira, dan mem-

buat semua orang lain bersukacita bersamanya. Oleh 

sebab  itu, kita haruslah senang dengan pertobatan 

orang-orang berdosa, sebab  dengan demikian rencana 

Tuhan  menjadi terlaksana. Pertobatan berarti membawa 


 584

kembali kepada Kristus orang-orang yang telah diberi-

kan Tuhan  kepada-Nya, dan di dalam merekalah Ia akan 

selalu dipermuliakan. Kami bersukacita sebab  kamu, di 

hadapan Tuhan  kita, dengan pandangan yang tertuju 

kepada-Nya (1Tes. 3:9), dan kamulah sukacita kami di 

hadapan Yesus, Tuhan kita, yang yaitu  Kepala keluar-

ga (1Tes. 2:19). Seluruh keluarga itu seturut dengan 

tuan mereka: maka mulailah mereka bersukaria. Per-

hatikanlah, anak-anak dan hamba-hamba Tuhan  harus 

turut merasakan apa yang dirasakan-Nya.    

4.  Di sini kita melihat keluhan dan kedengkian si anak sulung, 

yang digambarkan untuk menegur ahli-ahli Taurat dan orang-

orang Farisi, dan menunjukkan kepada mereka betapa bodoh 

dan jahatnya ketidaksenangan mereka terhadap pertobatan 

dan kembalinya para pemungut cukai dan orang berdosa, dan 

terhadap kebaikan yang ditunjukkan Kristus kepada mereka. 

Ia menggambarkannya tanpa membesar-besarkan masalah-

nya, namun  membiarkan mereka melihat hak-hak istimewa 

yang masih dimiliki si anak sulung. Orang-orang Yahudi me-

miliki segala hak istimewa itu (walaupun orang-orang bukan-

Yahudilah yang akhirnya lebih disukai), sebab pemberitaan 

Injil harus dimulai dari Yerusalem. Kristus, saat  menegur 

para ahli Taurat dan orang Farisi sebab  kesalahan-kesalahan 

mereka, melakukannya dengan lembut, agar mereka mau ber-

sikap baik terhadap para pemungut cukai yang malang. Na-

mun demikian, yang digambarkan dengan si anak sulung di 

sini dapat kita pahami sebagai orang-orang yang sungguh-

sungguh baik, yang selalu berperilaku demikian semenjak 

masa mudanya, dan yang tidak pernah tersesat ke jalan kehi-

dupan yang rusak, yang boleh dikatakan tidak memerlukan 

pertobatan. Kepada orang-orang seperti inilah perkataan da-

lam bagian penutup perikop ini, anakku, engkau selalu ber-

sama-sama dengan aku, dapat langsung diterapkan begitu 

saja, namun  tidak demikianlah halnya kepada ahli-ahli Taurat 

dan orang-orang Farisi.  

Nah, mengenai si anak sulung ini, perhatikanlah: 

(1) Betapa bodoh dan marahnya dia saat  adiknya diterima 

kembali di rumahnya, dan betapa jijiknya dia dengan se-

Injil Lukas 15:11-32 

 585 

muanya itu. Tampaknya dia sedang bekerja di ladang, di 

desanya, saat  adiknya datang, dan pada waktu dia pu-

lang kegembiraan itu sudah dimulai. saat  ia pulang dan 

dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian 

tari-tarian, entah saat  acara makan segera dimulai, atau 

malah sesudah  mereka makan dan sudah kenyang (ay. 25). 

Ia bertanya apa arti semuanya itu (ay. 26), dan diberi tahu 

bahwa adiknya sudah kembali, dan ayahnya mengadakan 

pesta untuk menyambutnya pulang, dan ada kegembiraan 

besar di sana sebab ayahnya telah mendapatkan adiknya 

itu kembali dengan sehat (ay. 27). Dalam bahasa aslinya 

hanya ada satu kata, ia mendapatnya kembali hygiainonta 

– dengan sehat, baik dalam tubuh maupun pikiran. Ia 

mendapatkannya dalam keadaan sehat bukan hanya dalam 

tubuh, melainkan juga dalam pikirannya yang sudah kem-

bali ke keadaannya yang benar dan penuh dengan rasa se-

sal. Ia sudah didamaikan dengan rumah ayahnya, disem-

buhkan dari segala sifatnya yang jahat dan tidak bermoral, 

sebab kalau tidak demikian maka tidak akan dikatakan di 

sini bahwa ia didapati dalam keadaan sehat. Nah, ini mem-

buat si anak sulung sangat tersinggung sejadi-jadinya: 

maka marahlah anak sulung itu, dan ia tidak mau masuk 

(ay. 28), bukan hanya sebab  ia memang tidak mau ikut 

bergabung dalam kegembiraan itu, namun  juga sebab  ia 

ingin menunjukkan ketidaksenangannya akan hal itu, dan 

ingin memperlihatkan kepada ayahnya bahwa seharusnya 

ia tidak membiarkan adiknya masuk. Hal ini menunjukkan 

apa yang sudah menjadi kesalahan umum:     

[1] Dalam keluarga manusia. Anak yang selalu membaha-

giakan orangtuanya biasanya berpikir bahwa ia berhak 

hanya sepenuh-penuhnya untuk mendapat segala ke-

baikan orangtuanya. Ia cenderung bersikap terlalu keras 

terhadap saudara-saudaranya yang sudah melanggar 

peraturan, dan marah atas kebaikan orangtuanya ke-

pada mereka. 

[2]  Dalam keluarga Tuhan . Orang yang boleh dikatakan 

tidak bersalah jarang betul memahami bagaimana mere-

ka harus berbelas kasihan terhadap orang yang sung-

guh-sungguh bertobat. Bahasa yang digunakan orang-


 586

orang seperti itu dapat kita lihat di sini, dalam perkata-

an si anak sulung (ay. 29-30), dan ini ditulis sebagai 

peringatan bagi mereka yang oleh anugerah Tuhan  telah 

dijaga dari dosa yang keji, dan dipelihara dalam jalan 

kebajikan dan ketenangan, agar mereka tidak berbuat 

dosa yang sama seperti yang diperlihatkan di sini. Mari-

lah kita amati dosa-dosa apa itu. Pertama, ia bangga diri 

akan kebaikan dan ketaatannya sendiri. Ia bukan saja 

belum pernah meninggalkan rumah ayahnya, seperti 

yang dilakukan adiknya, namun  juga terus melayani di 

situ, dan sudah lama berbuat demikian: telah bertahun-

tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melang-

gar perintah bapa. Perhatikanlah, orang yang lebih baik 

daripada sesamanya terlalu sering membangga-bangga-

kan kebaikan mereka, bahkan di hadapan Tuhan  sendiri, 

seolah-olah Ia berutang kepada mereka atas segala 

kebaikan mereka itu. Saya cenderung berpikir bahwa si 

anak sulung ini sudah berlebihan saat  ia berkata de-

ngan sombong bahwa ia belum pernah melanggar perin-

tah bapanya, sebab jika memang demikian ia pasti 

tidak akan keras kepala menentang permohonan-permo-

honan ayahnya seperti sekarang ini. Namun demikian, 

kita boleh mengakui sedikit banyak kebenaran perkata-

annya, bahwa ia belum pernah berlaku tidak taat seper-

ti adiknya. Oh, betapa perlunya orang-orang baik bersi-

kap waspada terhadap kesombongan, sebab  kejahatan 

ini biasanya mulai muncul saat  kejahatan-kejahatan 

lain sudah diampuni! Orang-orang yang sudah lama 

melayani Tuhan , dan yang sudah dijaga dari dosa yang 

besar, harus banyak bersyukur dengan rendah hati dan 

tidak perlu membangga-banggakan apa pun. Kedua, ia 

mengeluhkan ayahnya, seolah-olah ayahnya selama ini 

tidak berlaku baik seperti seharusnya kepadanya, yang 

sudah begitu taat: belum pernah bapa memberikan se-

ekor kambing untuk bersukacita dengan sahabat-saha-

batku. Dia sedang kesal sekarang, sehingga mengeluh 

seperti itu. Sebenarnya seandainya dia meminta kam-

bing kapan saja, permintaanya itu mungkin akan segera 

dikabulkan. Jadi kita bisa menduga bahwa sebenarnya 

Injil Lukas 15:11-32 

 587 

dia tidak menginginkan seekor kambing pun. Disem-

belihnya anak lembu tambun itulah yang sebenarnya 

membuat dia jengkel dan bersungut-sungut. jika  

orang sedang emosi, pikirannya tidak menentu, tidak 

seperti saat  sedang dalam keadaan tenang. Ia selalu 

makan bersama-sama dengan ayahnya, dan sudah ber-

kali-kali bersukaria bersama dia dan keluarganya, na-

mun ayahnya bahkan belum pernah memberinya seekor 

kambing pun sebagai tanda sayang, yang bahkan tidak 

sebanding dengan anak lembu tambun. Perhatikanlah, 

orang-orang yang memandang tinggi diri mereka dan 

pelayanan mereka cenderung memikirkan hal-hal yang 

kejam atau keras mengenai perilaku tuan mereka. Me-

reka hampir tidak menghargai kebaikan-kebaikan tuan-

nya. Selayaknya kita mengakui bahwa kita sama sekali 

tidak layak mendapatkan belas kasih yang menurut 

Tuhan  pantas diberikan kepada kita, apalagi belas kasih-

an yang menurut-Nya tidak layak diberikan kepada 

kita. sebab  itu, janganlah kita mengeluh. Ia ingin me-

nyembelih seekor kambing, untuk bersukacita dengan 

sahabat-sahabatnya di luar, namun  ia sangat kesal 

dengan diberikannya anak lembu tambun kepada adik-

nya, untuk bersukacita, bukan dengan sahabat-saha-

batnya di luar, melainkan dengan keluarganya di ru-

mah. Kegembiraan anak-anak Tuhan  haruslah dibagi 

dengan ayah dan seluruh keluarga, dalam persekutuan 

dengan Tuhan  dan orang-orang kudus-Nya, bukan de-

ngan teman-teman lain. Ketiga, ia sangat jengkel terha-

dap adiknya, dan pikiran serta kata-katanya kasar ten-

tang dia. Sebagian orang baik cenderung dikuasai oleh 

kesalahan semacam ini, bahkan mereka membiarkan 

diri berlama-lama di dalamnya. Mereka memandang 

rendah orang-orang yang tidak menjaga nama baik me-

reka seperti yang mereka lakukan, dan memasang 

muka masam dan muram terhadap mereka, sekalipun 

mereka ini telah benar-benar bertobat dan membaharui 

hidup mereka. Ini bukanlah Roh Kristus, melainkan roh 

orang-orang Farisi. Marilah kita perhatikan contoh-

contoh kesalahan demikian.  


 588

1.  Ia tidak mau masuk, kecuali adiknya diusir keluar. Ia 

tidak bisa tinggal serumah dengan adiknya sendiri, 

bahkan di dalam rumah ayahnya sendiri. Bahasa 

seperti ini biasa diucapkan oleh orang-orang Farisi 

(Yes. 65:5): “Menjauhlah, janganlah meraba aku, 

sebab aku ini lebih kudus daripada engkau” (KJV), 

dan: “Aku tidak sama seperti semua orang lain, bu-

kan juga seperti pemungut cukai ini” (18:11). Perhati-

kanlah, walaupun kita harus menghindari diri dari 

kalangan pendosa yang oleh mereka kita bisa tertu-

lar, kita tidak boleh malu berteman dengan para 

pendosa yang bertobat, yang oleh mereka kita bisa 

menjadi baik. Ia melihat bahwa ayahnya sudah 

membawanya ke dalam rumah, namun ia tidak mau 

masuk menemuinya. Perhatikanlah, kita meman-

dang diri terlalu baik jika kita tidak bisa membuka 

hati untuk menerima orang-orang yang telah dite-

rima Tuhan . Demikian pula halnya jika kita tidak mau 

bersahabat dan bersekutu dengan orang-orang yang 

kita tahu sudah diundang Tuhan  untuk bersahabat 

dan bersekutu dengan-Nya.  

2.  Ia tidak mau memanggilnya adik, melainkan anak 

bapa, yang terdengar angkuh, dan terasa sebagai 

teguran bagi ayahnya, seolah-olah adiknya menjadi 

nakal sebab  dimanja olehnya: “Itulah anakmu, 

anak kesayanganmu.” Perhatikanlah, melupakan 

hubungan kita dengan saudara-saudara kita, atau 

tidak mengakui hubungan itu, merupakan segala 

penyebab mengapa kita mengabaikan kewajiban kita 

terhadap mereka dan melakukan hal-hal yang justru 

bertentangan dengan kewajiban itu. Marilah kita 

memanggil saudara-saudara kita, baik saudara me-

nurut daging maupun saudara dalam Tuhan, de-

ngan nama yang benar. Biarlah yang kaya memang-

gil yang miskin saudaranya, dan biarlah yang tidak 

berbuat dosa memanggil para petobat demikian juga.  

3. Ia membesar-besarkan dan menjelek-jelekkan kesa-

lahan adiknya, berusaha memanas-manasi ayahnya 

supaya marah terhadap adiknya: ia anak bapa yang 

Injil Lukas 15:11-32 

 589 

telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-

sama dengan pelacur-pelacur. Memang benar bahwa 

ia begitu bodoh telah menghabiskan bagian warisan-

nya (entah bersama-sama dengan pelacur atau tidak 

kita tidak diberi tahu sebelumnya, mungkin ini ha-

nyalah perkataan kakaknya yang sedang iri dan 

kesal), namun  tidaklah benar bahwa ia menghabiskan 

seluruh harta kekayaan bapanya. Ayahnya masih 

mempunyai banyak harta. Nah, ini menunjukkan 

betapa gegabahnya kita dalam menegur saudara-

saudara kita, mencari-cari kesalahan dalam segala 

hal, dan terlalu menjelek-jelekkan mereka. Dengan 

demikian, kita tidak berbuat terhadap orang lain 

seperti kita ingin orang lain perbuat terhadap kita, 

dan ini juga tidak seperti apa yang diperbuat Bapa 

kita di sorga terhadap kita, yang tidak menunjukkan 

kesalahan-kesalahan kita sampai sedemikian rupa.  

4. Ia marah kepada adiknya sebab  kebaikan yang 

ditunjukkan ayahnya kepadanya: bapa menyembelih 

anak lembu tambun itu untuk dia, seolah-olah dialah 

anak yang berbakti. Perhatikanlah, sungguh keliru 

jika kita iri hati terhadap para petobat sebab  me-

reka mendapatkan anugerah Tuhan , dan memandang 

mereka dengan jahat sebab  Ia baik. Seperti halnya 

kita tidak boleh iri terhadap orang-orang yang paling 

berdosa sebab  mereka ikut menikmati pemelihara-

an ilahi (janganlah hatimu iri kepada orang-orang 

yang berdosa), begitu pula kita tidak boleh iri terha-

dap orang-orang yang dulu hidup sangat berdosa 

namun sekarang menikmati anugerah-anugerah ko-

venan kasih pada saat mereka bertobat. Kita tidak 

boleh iri terhadap mereka sebab  mereka menerima 

pengampunan, pendamaian, dan penghiburan, bah-

kan karunia besar yang telah dianugerahkan Tuhan  

kepada mereka, yang membuat mereka sangat ber-

kenan dan berguna. Paulus, sebelum pertobatannya, 

yaitu  anak yang hilang, yang menghabiskan harta 

kekayaan Bapanya di sorga dengan membawa mala-

petaka pada gereja. Namun demikian, sesudah  perto-


 590

batannya ia diberi anugerah dan kehormatan yang 

lebih besar dari para rasul yang lain, yang yaitu  

anak sulung, yang telah melayani Kristus saat  

Paulus menganiaya Dia, dan yang tidak pernah me-

langgar perintah-Nya, rasul-rasul ini tidak iri terha-

dap Paulus sebab  ia diberi berbagai penglihatan 

dan pewahyuan, atau peranan yang jauh lebih luas; 

sebaliknya, rasul-rasul justru memuliakan Tuhan  ka-

rena dia. Ini haruslah menjadi contoh bagi kita, 

sebagai kebalikan dari perbuatan si anak sulung ini.    

(2) Sekarang kita lihat betapa baik dan ramahnya sang ayah 

bersikap terhadap anak sulungnya, meskipun anaknya itu 

sudah berlaku masam dan muram seperti itu. Hal ini sama 

mengejutkannya seperti sebelumnya. Menurut saya, belas 

kasihan dan anugerah Tuhan  dalam Kristus dalam perlaku-

an-Nya yang lemah lembut terhadap orang-orang kudus-

Nya yang uring-uringan, yang di sini digambarkan dengan 

si anak sulung, mungkin bersinar hampir sama terangnya 

seperti saat  Ia menyambut orang-orang berdosa yang 

hilang pada saat mereka bertobat, yang di sini digambar-

kan dengan si anak bungsu. Para murid Kristus sendiri 

mempunyai banyak kelemahan, dan seperti orang lain 

mereka juga mudah tergoda oleh perasaan-perasaan yang 

serupa, namun Kristus bersabar terhadap mereka, seperti 

seorang pengasuh terhadap anak-anaknya (lih. 1Tes. 2:7).  

[1] saat  ia tidak mau masuk, ayahnya keluar dan ber-

bicara dengan dia, membujuknya dengan lembut, mena-

sihatinya, dan mengajaknya masuk. Sebenarnya layak 

saja bagi sang ayah untuk berkata, “Jika dia tidak mau 

masuk, biarkan saja dia di luar, tutup pintu, dan suruh 

dia mencari tempat tinggal sendiri. Ini kan rumahku 

sendiri? Bukankah aku bisa berbuat sesukaku di sini? 

Bukankah anak lembu tambun itu milikku sendiri? Dan 

bukankah aku bisa berbuat sesukaku dengan anak 

lembu itu?” namun , tidak. Sama seperti sebelumnya ia 

menemui si anak bungsu, demikian pula sekarang ia 

pergi keluar menemui si anak sulung. Ia tidak menyu-

ruh hambanya keluar untuk berbicara baik-baik kepa-

Injil Lukas 15:11-32 

 591 

danya, melainkan pergi sendiri menemuinya. Nah, per-

tama, hal ini dirancang untuk menunjukkan kebaikan 

Tuhan  kepada kita, betapa menakjubkannya sikap-Nya 

itu, yang lembut dan menyenangkan terhadap orang-

orang yang luar biasa durhaka dan telah membangkit-

kan amarah-Nya. Ia bertanya kepada Kain: “Mengapa 

hatimu panas?” Ia sabar terhadap tingkah laku bangsa 

Israel di padang gurun (Kis. 13:18). Betapa lembutnya 

Tuhan  bertanya kepada Elia, saat  ia mulai merasa 

gusar (1Raj. 19:4-6), dan terutama kepada Yunus, yang 

masalahnya sangat serupa dengan yang digambarkan di 

sini, sebab ia merasa kesal dengan pertobatan orang-

orang Niniwe, dan belas kasihan yang ditunjukkan 

kepada mereka, seperti halnya si anak sulung di sini. 

Dan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Layakkah engkau 

marah?” dan “Bagaimana tidak Aku akan sayang ke-

pada Niniwe?” mirip dengan bujukan-bujukan sang 

ayah terhadap anak sulungnya di sini. Kedua, hal ini 

berguna untuk mengajar para atasan atau orang-orang 

yang lebih tua agar mereka bersikap lembut terhadap 

bawahan mereka atau orang-orang muda, sekalipun 

mereka bersalah dan suka membenarkan diri sendiri, 

sehingga menjengkelkan kita. Dalam semuanya ini, ja-

nganlah bapa-bapa membangkitkan amarah di dalam 

hati anak-anak mereka, biarlah para majikan bersabar 

hati menghadapi ancaman-ancaman, dan biarlah se-

muanya bersikap lemah lembut.   

[2] Ayahnya meyakinkan dia bahwa penghiburan yang di-

berikannya kepada adiknya tidak akan berpengaruh 

apa-apa atau merugikan dia (ay. 31): “Keadaanmu tidak 

akan bertambah buruk sebab nya, dan milikmu tidak 

akan berkurang sedikit pun. Anakku, engkau selalu ber-

sama-sama dengan aku; dengan menerima dia tidaklah 

berarti bahwa aku menolak engkau, dan apa yang dibe-

rikan kepadanya tidaklah mengurangi apa yang hendak 

kuberikan kepadamu. Engkau masih berhak mendapat-

kan pars enitia (demikianlah hukum kita menyebutnya), 

dua bagian (demikianlah hukum Yahudi menyebutnya); 

engkaulah yang beroleh hæres ex asse (demikianlah 


 592

hukum Romawi menyebutnya), segala kepunyaanku 

yaitu  kepunyaanmu, dengan hak mutlak.” Memang 

ayahnya belum pernah memberikan seekor kambing 

untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatnya, namun 

ia sudah membiarkannya makan roti bersamanya setiap 

hari. Lebih baik berbahagia bersama Bapa kita di sorga 

daripada bersukacita bersama-sama teman mana pun 

yang kita miliki di dunia ini. Perhatikanlah, pertama, 

kebahagiaan tiada taranya bagi semua anak Tuhan , yang 

terus berada dekat dengan rumah Bapa mereka, yaitu  

bahwa mereka selalu, dan akan selalu, berada bersama-

sama dengan-Nya. Mereka bersama-sama dengan Dia di 

dunia ini melalui iman, dan mereka juga akan bersama-

sama dengan Dia di dunia yang akan datang melalui 

buah-buah yang mereka hasilkan, dan segala kepunya-

an-Nya yaitu  kepunyaan mereka, sebab jika kita 

yaitu  anak, maka kita juga yaitu  ahli waris (Rm. 

8:17). Kedua, oleh sebab  itu, kita tidak boleh iri terha-

dap orang lain sebab  mereka mendapatkan anugerah 

Tuhan , sebab kita tidak akan menderita kekurangan apa-

apa jika  mereka ikut berbagian dalam anugerah itu. 

Jika kita ini orang-orang percaya yang sejati, maka 

segala keberadaan atau keadaan Tuhan , dan segala ke-

punyaan-Nya, yaitu  kepunyaan kita. Dan jika orang 

lain menjadi orang percaya sejati, maka segala keber-

adaan atau keadaan Tuhan , dan segala kepunyaan-Nya, 

yaitu  kepunyaan mereka juga. Sekalipun demikian, 

milik kita tetap tidak berkurang, seperti halnya kalau 

kita berjalan dalam terang dan kehangatan sinar mata-

hari, semua orang mendapatkan keuntungan yang bisa 

mereka dapatkan dari matahari tanpa mengurangi apa 

yang bisa didapat orang lain. Keberadaan Kristus di 

dalam gereja sama seperti apa yang dikatakan tentang 

jiwa di dalam tubuh, yaitu tota in toto – keseluruhan di 

dalam seluruhnya, namun juga tota in qualibet parte – 

keseluruhan di dalam setiap bagiannya.

[3] Bapaknya memberikan alasan yang baik kepadanya 

mengapa sukacita yang mereka alami saat ini sangatlah 

luar biasa: Kita patut bersukacita dan bergembira (ay. 

Injil Lukas 15:11-32 

 593 

32). Bisa saja ia memaksakan wewenangnya yang ia 

miliki: “Kehendakkulah agar keluarga ini bersukacita 

dan bergembira.” Stat pro ratione voluntas – Alasanku 

ialah, aku menghendakinya demikian. Akan namun , 

tidaklah patut bagi orang-orang yang memiliki wewe-

nang tertentu untuk selalu menyeru-nyerukannya dan 

memaksakannya pada setiap kesempatan, yang hanya 

akan membuatnya terkesan murahan dan pasaran. Le-

bih baik memberikan alasan yang meyakinkan, seperti 

yang diberikan sang bapak di sini: Kita patut, dan sa-

ngat pantas, bersukacita dan bergembira atas kembali-

nya si anak hilang, lebih daripada atas terpeliharanya si 

anak patuh. Sebab, walaupun terpeliharanya si anak 

patuh merupakan berkat yang besar bagi keluarga, na-

mun kembalinya si anak hilang mendatangkan kese-

nangan yang lebih memuaskan hati. Keluarga mana 

saja akan jauh lebih hanyut dalam sukacita atas ke-

bangkitan anak yang sudah mati, atau atas pulihnya si 

anak dari penyakit yang dianggap mematikan, daripada 

atas kesehatan dan kehidupan baik-baik dari anak-

anak lainnya. Perhatikanlah, Tuhan  akan dibenarkan da-

lam setiap firman-Nya, dan semua yang bernyawa, ce-

pat atau lambat, akan diam di hadapan-Nya. Kita tidak 

mendapati sang kakak memberikan tanggapan apa pun 

terhadap apa yang dikatakan bapaknya, yang menun-

jukkan bahwa ia betul-betul puas, dan menerima ke-

hendak bapaknya, dan berdamai penuh dengan sauda-

ranya yang terhilang itu. Bapaknya mengingatkan dia 

bahwa ia yaitu  saudaranya: Ini adikmu. Perhatikanlah, 

orang baik, meskipun tidak selalu bisa menguasai diri 

sendiri dan menjaga perasaan dan kelakuannya, namun, 

dengan anugerah Tuhan , bisa kembali pada perasaan dan 

kelakuannya yang baik. jika  ia jatuh, tidaklah sampai 

tergeletak. namun  ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, 

yang terutama hendak ditegur melalui perumpamaan ini, 

seperti yang kita lihat, terus saja tidak mau mengasihani 

para pendosa dari kalangan orang-orang bukan-Yahudi. 

Mereka juga tidak senang dengan Injil Kristus, sebab  

Injil diberitakan kepada orang-orang bukan-Yahudi. 

 PASAL 16  

aksud dari pengajaran Kristus dalam pasal ini yaitu  untuk 

menyadarkan dan mendorong kita semua untuk memanfaatkan 

dunia ini tanpa menyalahgunakannya. Hal ini berarti mengelola se-

mua milik kita dan kegunaannya sedemikian rupa sehingga menyela-

matkan kita, dan bukan untuk melawan kita di dunia yang lain. Dan 

ini bergantung dari bagaimana kita memanfaatkan milik kita seka-

rang ini di dunia ini.  

I.  Jika kita memperlakukan segala yang kita miliki dengan 

baik, dan memakainya untuk perbuatan saleh dan amal, 

kita akan menuai keuntungan dari perbuatan kita itu di du-

nia yang akan datang. Yesus menjelaskan hal ini melalui 

perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur, yang 

telah menangani harta milik tuannya dengan cerdik sehing-

ga saat  dipecat dari jabatannya, ia tetap dapat menjalani 

hidupnya dengan berkecukupan dan nyaman. Perumpama-

an itu sendiri dikisahkan dalam ayat 1-8, sedangkan penje-

lasan dan maksudnya diberikan dalam ayat 9-13. Kemudian 

dalam ayat 14-18 kita membaca mengenai cemooh yang di-

lontarkan orang-orang Farisi terhadap ajaran yang Kristus 

khotbahkan kepada mereka, sebab  dengan tajam Ia mene-

gur mereka dengan ajaran-Nya ini, dengan menambah lagi 

beberapa perkataan keras terhadap mereka.  

II.  Jika kita tidak menggunakan segala milik duniawi dengan 

sebaik mungkin, dan sebaliknya menjadikannya sebagai ma-

kanan dan minuman yang semata-mata hanya untuk meme-

nuhi nafsu kita, kemewahan dan kesenangan kita, dan tidak 

mengindahkan orang-orang miskin, maka kita pasti akan 

binasa selamanya. Dan semua yang ada di dunia ini yang 


 596

disalahgunakan hanya akan menambah penderitaan dan 

kesengsaraan kita. Hal ini dijelaskan Yesus melalui perum-

pamaan lain yaitu tentang orang kaya dan Lazarus yang 

miskin, yang juga memiliki maksud yang lebih jauh, yaitu 

untuk menyadarkan kita agar memperhatikan peringatan 

yang telah diberikan kepada kita secara tertulis, dan supaya 

kita tidak berharap pada pesan-pesan yang langsung disam-

paikan dari dunia lain (ay. 19-31). 

Perumpamaan tentang Bendahara yang Tidak Jujur 

(16:1-9) 

1 Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mem-

punyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa benda-

hara itu menghamburkan miliknya. 2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan 

berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertang-

gungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai 

bendahara. 3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku 

perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencang-

kul aku tidak dapat, mengemis aku malu. 4 Aku tahu apa yang akan aku per-

buat, supaya jika  aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada 

orang yang akan menampung aku di rumah mereka. 5 Lalu ia memanggil 

seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang 

pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? 6 Jawab orang itu: Seratus 

tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, 

duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.  

7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? 

Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah 

surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. 8 Lalu tuan 

itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, sebab  ia telah bertindak dengan 

cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari 

pada anak-anak terang. 9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan 

dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu 

tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”  

Setia dalam Perkara yang Kecil; Nasihat 

(16:10-18) 

10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam per-

kara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara ke-

cil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. 11 Jadi, jikalau kamu ti-

dak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan memperca-

yakan kepadamu harta yang sesungguhnya? 12 Dan jikalau kamu tidak setia 

dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri 

kepadamu? 13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Kare-

na jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, 

atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.

Injil Lukas 16:1-18 

 597 

Kamu tidak dapat mengabdi kepada Tuhan  dan kepada Mamon.” 14 Semuanya 

itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka 

mencemoohkan Dia. 15 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan 

diri di hadapan orang, namun  Tuhan  mengetahui hatimu. Sebab apa yang 

dikagumi manusia, dibenci oleh Tuhan . 16 Hukum Taurat dan kitab para nabi 

berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Tuhan  

diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya. 17 Lebih 

mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum Taurat batal. 

18 Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan 

lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang dice-

raikan suaminya, ia berbuat zinah.”         

Kelirulah jika kita membayangkan bahwa tujuan dari ajaran Kristus 

dan agama suci yaitu  untuk menyenangkan hati kita dengan gagas-

an-gagasan tentang berbagai misteri ilahi atau untuk menghibur kita 

dengan gagasan-gagasan tentang belas kasih ilahi. Tidak, wahyu ilahi 

yang ingin disampaikan melalui ajaran Kristus dan agama suci dalam 

Injil yaitu  untuk melibatkan dan mendorong kita untuk melakukan 

kewajiban-kewajiban kita sebagai orang Kristen, dan sebagaimana 

halnya dengan kewajiban lainnya, semampu mungkin melakukan ke-

wajiban untuk berbuat baik dan memberi pertolongan bagi mereka 

yang memerlukan dengan cara memberikan apa yang kita miliki atau 

melakukan apa yang dapat kita lakukan untuk mereka. Hal inilah 

yang ditekankan oleh Juruselamat kita untuk kita lakukan, yaitu de-

ngan cara mengingatkan kita bahwa kita hanya yaitu  bendahara-

bendahara dari kasih karunia Tuhan  yang melimpah. Mengingat dalam 

banyak hal kita sering tidak setia sehingga kita kehilangan belas ka-

sihan Tuhan, maka alangkah bijaknya bila kita memikirkan cara ter-

tentu, bagaimana kita bisa membuat apa yang kita miliki di dunia ini 

dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Perumpamaan tidak bo-

leh diartikan secara paksa di luar maksud utamanya. Oleh sebab itu 

kita tidak boleh mengambil kesimpulan bahwa siapa atau apa saja 

boleh menjadi teman kita walaupun kita menyakiti hati Tuhan. Ti-

dak, sebaliknya, secara umum kita harus merelakan apa yang kita 

miliki dengan berbuat saleh dan amal, supaya kita boleh mendapat-

kannya kembali nanti dengan penuh penghiburan di balik kematian 

dan kuburan sana. Jika kita ingin bertindak bijaksana, kita harus 

rajin dan tekun memanfaatkan kekayaan kita dengan banyak ber-

buat saleh dan amal supaya terjaminlah masa depan dan kesejah-

teraan kekal kita. Jangan berlaku seperti orang-orang duniawi yang 

menggunakan harta kekayaan mereka hanya untuk mencari keun-

tungan sementara sebesar-besarnya. Mereka bersahabat dengan har-


 598

ta itu dan menjaminkan kepentingan-kepentingan duniawi lainnya 

dengan harta itu. Demikian menurut Dr. Clarke.   

Sekarang mari kita pikirkan baik-baik:  

I.   Perumpamaan itu sendiri, yang di dalamnya semua anak manusia 

digambarkan sebagai bendahara dari apa yang mereka miliki di 

dalam dunia ini, dan begitu juga, kita pun tiada lain daripada 

bendahara-bendahara. Apa pun yang kita miliki, semuanya itu 

yaitu  milik Tuhan. Kita hanya memanfaatkannya, dan itu pun 

harus sesuai dengan petunjuk Tuhan kita yang agung, dan hanya 

untuk kehormatan-Nya.  Rabi Kimchi, sebagaimana dikutip oleh 

Dr. Lightfoot, berkata, “Dunia ini ibarat sebuah rumah. Sorga 

yaitu  atapnya, bintang-bintang yaitu  lampu-lampunya, dan 

bumi dengan buah-buahnya yaitu  mejanya yang terbentang. 

Tuan dari rumah itu yaitu  Tuhan  yang suci dan terpuji, sedang-

kan manusia yaitu  bendaharanya, yang ke dalam tangannyalah 

segala isi rumah ini diserahkan. Jika bendahara ini  berlaku 

baik, ia akan mendapat tempat di mata Tuannya, namun  jika tidak, 

ia akan dipecat dari jabatannya sebagai bendahara.”  Sekarang,  

1.  Beginilah ketidakjujuran si bendahara ini. Ia menghamburkan 

milik tuannya, mencurinya, menyalahgunakannya, atau de-

ngan kecerobohannya ia menyebabkan harta tuannya hilang 

atau rusak. sebab  semua inilah ia diadukan kepada tuannya 

(ay. 1).  Kita semua rentan dengan tuduhan serupa. Kita belum 

memanfaatkan sebaik-baiknya apa yang telah Tuhan  percaya-

kan kepada kita di dunia ini. Sebaliknya, kita membelokkan 

tujuan-Nya. Supaya kita tidak dihakimi oleh Tuhan kita atas 

tuduhan itu, sebaiknya kita menghakimi diri kita sendiri.  

2.  Bendahara ini  diberhentikan dari pekerjaannya. Tuannya 

memanggil dia, dan berkata, “Apakah yang kudengar tentang 

engkau? Aku sebenarnya mengharapkan hal-hal yang lebih 

baik dari engkau.” Tuan ini  berkata dengan rasa kecewa, 

dan ia merasa perlu untuk mengenyahkan bendahara itu dari 

pekerjaannya. Kabar mengenai bendahara itu sangat meng-

ganggu tuan ini . Si bendahara tidak dapat menyangkal 

tuduhan itu, dan oleh sebab itu, tidak ada kesempatan lagi 

untuk memperbaiki kesalahannya, ia harus mempertanggung-

Injil Lukas 16:1-18 

 599 

jawabkan perbuatannya, dan sebentar lagi ia akan enyah (ay. 

2).  

Nah, perumpamaan ini dimaksudkan untuk mengajarkan kita:  

(1) Bahwa kita semua dalam waktu singkat akan dibebaskan 

dari jabatan kita selaku bendahara di dunia ini. Kita tidak 

boleh selalu menikmati semua hal yang sedang kita nik-

mati saat ini. Kematian akan datang menjemput dan me-

misahkan kita dari jabatan kita selaku bendahara, akan 

melucuti dari kita segala kemampuan dan kesempatan yang 

kita miliki sekarang ini untuk berbuat baik, dan orang lain 

akan datang menempati posisi kita, dan mereka juga akan 

mengalami keadaan yang sama.  

(2)  Bahwa berhentinya kita dari jabatan kita selaku bendahara 

pada saat kematian memang adil, dan itulah ganjaran yang 

sepantasnya kita terima, sebab  kita telah menghambur-

kan semua kepunyaan Tuhan sehingga melenyapkan ke-

percayaan-Nya terhadap diri kita. Maka dari itu, kita tidak 

pantas mengeluh atas terjadinya hal-hal buruk dalam hi-

dup kita.  

(3) Bahwa saat  jabatan kita diambil dari kita, maka kita 

harus mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan kita: 

sesudah  kematian, ada penghakiman. Secara adil kita telah 

diperingatkan baik mengenai berhentinya kita dari jabatan 

kita maupun mengenai pertanggungjawaban kita, dan kita 

harus sesering mungkin memikirkan kedua hal ini .  

3.  Hikmat sang bendahara sesudah  ia diberhentikan. Sekarang 

bendahara itu mulai mempertimbangkan, Apa yang harus aku 

perbuat (ay. 3)? Seharusnya ia sudah mempertimbangkan ma-

sak-masak tentang hal ini sebelum berbuat bodoh sampai me-

ngeluarkan dirinya sendiri dari tempat kerjanya yang baik 

dengan ketidakjujurannya itu. namun , memang lebih baik ter-

lambat daripada tidak pernah membuat pertimbangan sama 

sekali. Perhatikan, mengingat kita semua telah menerima 

peringatan bahwa tidak lama lagi kita pun akan menanggalkan 

jabatan kita, maka kita perlu memikirkan apa yang harus kita 

perbuat. Bendahara ini  harus hidup sesudah  ia dipecat. 

Cara apa yang akan ia tempuh untuk melangsungkan kehi-

dupannya sehari-hari?  


 600

(1)  Ia tahu bahwa dirinya tidak punya kemampuan yang cu-

kup untuk menjalani hidupnya dengan bekerja. “Mencang-

kul aku tidak dapat. Aku tidak dapat mencari makan de-

ngan bekerja keras.” namun  mengapa ia tidak dapat men-

cangkul? Tidak tampak bahwa ia sudah tua ataupun cacat. 

Jadi, sesungguhnya ia ini seorang yang malas. Sebenarnya 

bukannya ia tidak dapat, namun  memang ia tidak mau. Ia 

tidak mau mengerjakan pekerjaan yang rendah, bukan 

sebab  secara badaniah ia tidak mampu, melainkan sebab  

dalam hatinya memang ia enggan bekerja. Seandainya sete-

lah memecatnya dari pekerjaannya sebagai bendahara, lalu 

tuannya menerima dia kembali untuk bekerja sebagai bu-

ruh, maka pastilah tuannya itu akan menyuruh dia men-

cangkul. Namun, ia tidak dapat mencangkul sebab  tidak 

biasa mengerjakan pekerjaan itu. Hal ini menunjukkan 

bahwa kita tidak dapat mengerjakan suatu pekerjaan apa 

pun untuk menghidupi jiwa kita di dunia ini dengan ke-

mampuan kita sendiri. Kita tidak dapat melakukan apa-apa 

yang baik untuk jiwa kita.  

(2) Ia tahu bahwa ia tidak bisa merendahkan diri sampai harus 

mencari nafkah dengan cara mengemis: Mengemis aku 

malu. Inilah tanda kesombongannya, yang merupakan 

pangkal kemalasannya. Mereka yang sebab  rencana peme-

liharaan Tuhan  tidak mampu untuk menolong diri mereka 

sendiri, seharusnya tidak perlu malu untuk meminta ban-

tuan orang lain. Seharusnya bendahara ini lebih merasa 

malu untuk menipu tuannya daripada malu mengemis un-

tuk mendapat makan.  

(3) Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk berteman dengan 

orang yang berutang kepada tuannya atau yang menyewa 

ladang tuannya dan belum melunasi sewa mereka. Jadi, ia 

pun membuat catatan baru mengenai utang-utang mereka. 

“Aku tahu apa yang akan aku perbuat (ay. 4). Tuanku 

mengusir aku dari rumahnya. Aku sama sekali tidak punya 

tempat tinggal. Aku mengenal dengan baik para penyewa 

ladang tuanku, dan aku telah banyak berbuat baik kepada 

mereka, dan sekarang aku akan berbuat baik sekali lagi 

kepada mereka supaya mereka merasa berutang budi dan 

bersedia menyambut aku di rumah mereka, serta menjamu 

Injil Lukas 16:1-18 

 601 

aku dengan layanan terbaik yang dapat mereka berikan. 

Selama aku hidup, setidaknya sampai aku bisa mengurus 

diri sendiri, aku akan menginap dengan mereka dan ber-

pindah dari rumah bagus yang satu ke yang lainnya.” 

Sekarang, cara yang digunakan bendahara ini  untuk 

menjadikan mereka teman-temannya yaitu  dengan me-

ngurangi sejumlah besar utang-utang mereka kepada tuan-

nya, dan hanya memberikan jumlah yang sangat sedikit 

kepada tuannya.  sebab  itu, ia memanggil orang yang ber-

utang kepada tuannya seharga seratus tempayan minyak 

(orang ini  membayar utangnya dengan minyak): Inilah 

surat utang mu, kata bendahara itu kepadanya, ini dia, 

duduklah, dan buat surat utang  lain sekarang juga: lima 

puluh tempayan minyak (ay. 6). Demikianlah ia mengurangi 

utang  orang itu hingga setengahnya. Perhatikan, benda-

hara ini  dalam keadaan terburu-buru saat  mengu-

rangi utang  orang itu, “Duduklah cepat-cepat (demikian 

terjemahan KJV), dan lakukanlah, jangan sampai kita keta-

huan berbuat curang dan dicurigai.” Kemudian ia memang-

gil yang lain, yang berutang  kepada tuannya seratus pikul 

gandum, dan dari tagihan orang itu ia memangkas seper-

limanya, dan menyuruh orang itu menulis sendiri delapan 

puluh pikul (ay. 7). Kemungkinan ia juga melakukan hal 

yang sama terhadap orang-orang lain, mengurangi utang 

lebih banyak atau lebih sedikit sesuai dengan kebaikan 

yang ia harapkan dari mereka kelak. Lihatlah betapa tidak 

pastinya milik kita di dunia ini, terutama bagi mereka yang 

mempunyainya dalam jumlah banyak dan menyerahkan-

nya kepada orang lain untuk diawasi, sebab  dengan demi-

kian mereka memberikan orang lain kuasa untuk menipu 

mereka, sebab mata tidak akan tahan melihatnya. Lihat 

juga betapa ketidaksetiaan itu bisa ditemukan di mana 

saja, bahkan di antara mereka yang diberi kepercayaan. 

Betapa sulitnya untuk menemukan orang yang benar-

benar dapat dipercaya! Hanya Tuhanlah yang benar, se-

dangkan semua orang yaitu  pembohong (Rm. 3:4). Meski-

pun bendahara ini  dipecat sebab  bertindak tidak 

jujur, ia tetap meneruskan perbuatannya. Sangat jarang 


 602

orang mau memperbaiki kesalahannya, meskipun mereka 

akan menderita sebab nya. 

4. Pujian atas perbuatan si bendahara ini: Tuan itu memuji ben-

dahara yang tidak jujur itu, sebab  ia telah bertindak dengan 

cerdik (ay. 8). Kalimat ini mungkin mengenai perkataan dari 

tuannya, yaitu majikan dari si bendahara ini , yang mes-

kipun tidak dapat berbuat apa-apa selain marah terhadap 

hambanya yang tidak jujur itu, namun tetap memuji akal dan 

pikiran si bendahara itu untuk dirinya sendiri. Namun, dengan 

melihat artinya yang demikian, tampaknya bagian akhir dari 

ayat ini pastilah berasal dari Tuhan kita, dan sebab  itu saya 

kira seluruh ayat ini dimaksudkan sebagai perkataan menge-

nai Kristus. Kristus benar-benar berkata, “Aku memuji orang 

yang seperti ini, yang tahu bagaimana melakukan apa yang 

baik untuk dirinya sendiri, bagaimana memanfaatkan peluang 

yang ada saat ini, dan bagaimana menyiapkan apa yang perlu 

bagi masa depannya.” Yesus tidak memuji bendahara ini  

sebab  ia telah melakukan kesalahan terhadap tuannya, namun  

sebab  ia telah bertindak bijaksana untuk dirinya sendiri. 

Mungkin saja dengan perbuatannya ini ia telah melakukan 

sesuatu yang baik bagi tuannya, dan sekaligus juga bagi para 

penyewa itu. Ia menyadari betapa berat harga yang telah ia te-

tapkan bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat membayar 

sewa mereka; sesudah  diperlakukan dengan kejam, mereka 

mengalami kesulitan melunasi utang-utang mereka sehingga 

mereka dengan keluarga mereka hampir bangkrut. sebab  

mengingat hal ini, sekarang, saat  akan berhenti, ia melaku-

kan apa yang semestinya ia lakukan dengan adil dan murah 

hati, bukan hanya dengan meringankan beban utang-utang 

mereka, melainkan juga mengurangi banyak beban utang  me-

reka di masa depan. Berapakah utangmu?  bisa berarti “Bera-

pa sewa yang ditetapkan bagimu? Kemarilah, aku akan mem-

beri harga yang lebih mudah, lebih ringan dibandingkan de-

ngan apa yang ditetapkan sebelumnya bagimu.” Ia telah lama 

bekerja untuk tuannya, namun baru sekarang ia mulai mem-

perhatikan nasib para penyewa ini, dengan maksud supaya ia 

boleh mendapat kebaikan hati mereka nantinya saat  ia su-

dah tidak memperolehnya lagi dari tuannya. Pengurangan 

utang ini merupakan kebaikan yang tidak akan terlupakan, 

Injil Lukas 16:1-18 

 603 

dan tampaknya kejadian ini akan semakin mempererat hu-

bungan di antara mereka. Nah, bagaimana ia dapat memenuhi 

kebutuhan hidupnya dengan nyaman di dunia ini seharusnya 

membuat kita malu akan kekurangpedulian kita akan kebu-

tuhan hidup kita untuk dunia lain: Anak-anak dunia ini, yang 

memilih dan memiliki bagiannya di dunia ini, lebih bijak untuk 

sesamanya, dan mereka bertindak dengan lebih penuh perhi-

tungan, serta lebih baik dalam mengurus kepentingan dan 

keuntungan duniawi mereka daripada anak-anak terang, yang 

menikmati Injil, di antara sesamanya, dalam kaitannya de-

ngan jiwa dan kekekalan mereka (ay. 8).  

Perhatikan:  

(1) Hikmat orang-orang duniawi dalam menghadapi dunia ini, 

perlu kita tiru dalam menangani jiwa kita: pegangan me-

reka yaitu : memanfaatkan dan mengembangkan kesem-

patan-kesempatan yang mereka miliki, mengerjakan apa 

yang paling dibutuhkan terlebih dahulu pada musim panas 

dan musim panen sebagai persiapan untuk menghadapi 

musim dingin, menerima penawaran yang baik saat  dita-

warkan kepada mereka, memercayai orang yang setia dan 

bukan yang fasik. Oh, seharusnya kita menjadi bijak se-

perti ini dalam perkara-perkara rohani.  

(2) Anak-anak terang pada umumnya kalah cerdik dibanding-

kan dengan anak-anak dunia ini. Bukan sebab  anak-anak 

dunia ini cerdik dalam segala hal. Mereka lebih cerdik ha-

nya terhadap sesamanya saja. Namun demikian, dalam hal 

ini pun mereka lebih cerdik daripada anak-anak terang ter-

hadap sesama mereka. sebab , meskipun kita diperingat-

kan bahwa kita harus segera berhenti dari kewajiban kita 

selaku bendahara, kita tidak mau bersiap-siap saat  ada 

di sini dan bersikap seolah-olah tidak ada kehidupan lain 

lagi sesudah ini. Kita tidak begitu khawatir seperti benda-

hara ini  mengenai apa yang harus dilakukan untuk 

masa akan datang. Sebagai anak-anak terang, yang oleh 

Injil menuntun kita kepada hidup dan kekekalan, kita 

sungguh bisa melihat dunia lain di hadapan kita. Namun, 

dalam kenyataannya, kita tidak mau menyiapkan diri un-

tuk dunia lain itu. Kita tidak melakukan atau menunjuk-


 604

kan perasaan apa-apa terhadap dunia lain itu seperti yang 

seharusnya.  

II.  Penerapan dari perumpamaan ini, dan pelajaran yang dapat dipe-

tik darinya (ay. 9): “Aku berkata kepadamu, kalian murid-murid-

Ku,” (sebab  kepada merekalah perumpamaan ini ditujukan (ay. 

1)), “Meskipun kamu hanya memiliki sedikit saja di dalam dunia 

ini, pergunakanlah yang sedikit itu sebaik mungkin.”  

Perhatikan baik-baik:  

1.  Apa yang dinasihati oleh Yesus Tuhan kita untuk kita laku-

kan. Supaya kita boleh menikmati kebahagiaan di dunia lain, 

pergunakanlah baik-baik segala milik dan segala apa yang kita 

nikmati di dunia ini. “Ikatlah persahabatan dengan memper-

gunakan Mamon yang tidak jujur, seperti yang dilakukan oleh 

bendahara ini  terhadap semua milik tuannya sehingga 

akhirnya ia membuat orang-orang yang berutang pada tuan-

nya menjadi sahabat-sahabatnya.” Inilah hikmat orang-orang 

dunia ini dalam mengelola keuangan mereka sehingga mereka 

mendapat keuntungan dari uang ini  kelak, dan bukan 

hanya untuk kepentingan saat ini saja. Oleh sebab itu mereka 

menjalankan uang itu untuk mendapat bunga, membeli tanah, 

menjalankan uang itu dalam berbagai bentuk dana. Begitulah 

juga, kita harus belajar dari mereka bagaimana  memanfaat-

kan uang kita sehingga kita mendapat yang lebih baik kelak di 

dunia yang lain, sebagaimana mereka juga berharap-harap 

untuk mendapatkan yang lebih baik kelak di dunia ini. sebab  

itu, lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapat-

nya kembali lama sesudah  itu (Pkh. 11:1). Dan dalam kasus 

kita, meski apapun yang kita miliki yaitu  milik Tuhan kita, 

namun, selama kita menaburnya di antara para pengikut 

Tuhan kita untuk kepentingan mereka, hal ini bukanlah tin-

dakan yang salah di mata Tuhan kita. Sebaliknya, itu yaitu  

kewajiban yang harus kita lakukan bagi-Nya dan sudah men-

jadi ketetapan bagi diri kita sendiri.  

Perhatikanlah:  

(1) Harta benda dunia ini yaitu  Mamon yang tidak jujur, atau 

Mamon yang salah, bukan saja sebab  sering kali harta 

benda ini  diperoleh dengan menipu dan tidak jujur, 

Injil Lukas 16:1-18 

 605 

namun  juga sebab  mereka yang memercayakan diri kepada-

nya untuk mendapat kepuasan dan kesenangan pasti akan 

terkecoh; sebab  harta kekayaan akan lenyap sehingga 

akan mengecewakan orang-orang yang menaruh harapan 

besar padanya.  

(2) Meski Mamon yang tidak jujur ini tidak boleh dipercaya se-

bagai sarana untuk memperoleh kebahagiaan, namun 

Mamon ini  dapat dan harus dimanfaatkan untuk 

membantu kita mencapai apa yang kita inginkan, yaitu 

kebahagiaan kita. Meskipun kita tidak dapat menemukan 

kebahagiaan sejati di dalamnya, namun kita dapat meng-

ikat persahabatan dengannya, bukan dengan cara menge-

jar-ngejarnya, namun  menghargainya. Demikianlah halnya, 

kita dapat menjadikan Tuhan  dan Kristus sebagai sahabat 

kita, para malaikat yang baik dan para orang suci menjadi 

teman-teman kita, dan orang-orang miskin menjadi teman-

teman kita; dan sangatlah dikehendaki agar kita menjadi 

sahabat dalam memikirkan keuntungan dan keadaan kita 

di masa akan datang.  

(3) Pada saat kematian kita semua selesai, hotan eklipete –

saat  kamu menderita tidak berdaya. Kematian membuat 

kita tidak berdaya. Seorang pedagang dikatakan tidak 

dapat ditolong lagi saat  ia bangkrut. Kita sekalian tak 

lama lagi juga tidak dapat ditolong. Kematian akan menu-

tup usaha, membelenggu tangan kita. Semua kenyamanan 

dan kesenangan kita di bumi tidak akan ada apa-apanya 

lagi bagi kita. Tubuh dan jantung berhenti berfungsi.  

(4) Sudah semestinya kita memberi perhatian penuh untuk 

memastikan bagi diri kita sendiri, bahwa saat  kita selesai 

pada saat kematian nanti, kita bisa diterima ke dalam tem-

pat kediaman abadi di sorga. Tempat kediaman di sorga 

abadi, tidak dibuat oleh tangan manusia, melainkan kekal 

(2Kor. 5:1). Kristus telah pergi mendahului kita untuk me-

nyiapkan tempat kediaman bagi orang-orang yang menjadi 

milik-Nya, dan Ia menanti di sana, siap untuk menerima 

mereka semua. Pangkuan Abraham siap untuk menerima 

mereka, dan saat  sekumpulan malaikat penjaga mengi-

ring mereka menuju sorga, sebuah paduan suara malaikat 

telah siap menyambut mereka di sana. Orang-orang kudus 


 606

yang miskin yang telah lebih dulu pergi kepada kemuliaan 

itu akan menyambut orang-orang yang semasa hidup di 

dunia ini telah menyumbang bagi kebutuhan mereka.  

(5) sebab  itu, baiklah bagi kita untuk menggunakan milik 

kita di dunia ini demi kemuliaan Tuhan  dan untuk kebaikan 

saudara-saudara seiman kita, supaya dengan demikian 

bersama-sama dengan mereka kita bisa mengumpulkan 

suatu harta yang baik, suatu jaminan yang baik, suatu 

dasar yang baik untuk waktu yang akan datang, untuk 

mencapai kekekalan yang akan datang (1Tim. 6:17-19). 

2.  Alasan-alasan yang dipakai Kristus untuk menekankan pen-

tingnya nasihat-Nya ini, yaitu agar kita kaya dalam kebajikan, 

suka memberi dan membagi:  

(1)  Jika kita tidak menggunakan karunia-karunia pemeliharaan 

Tuhan  dengan benar, bagaimana mungkin kita bisa berha-

rap Dia akan memberi kita segala penghiburan pada saat 

ini dan di masa akan datang, yang merupakan karunia dari 

anugerah rohani-Nya? Sang Penyelamat kita di sini mem-

bandingkan masalah kesetiaan dan ketidaksetiaan kita. Ia 

menunjukkan bahwa meskipun kesetiaan kita dalam 

menggunakan harta milik dunia ini belum bisa membuat 

kita layak untuk menerima kasih karunia dari Tuhan . Keti-

daksetiaan kita pun bisa membuat kita kehilangan kasih 

karunia-Nya, yang sungguh perlu bagi kita untuk memper-

oleh kemuliaan. Inilah yang diperlihatkan oleh Juruselamat 

kita di sini (ay. 10-14).   

[1] Harta duniawi yaitu  perkara kecil, sedangkan kasih 

karunia dan kemuliaan yaitu  perkara yang lebih be-

sar. Sekarang, jika kita tidak setia dalam perkara kecil, 

jika kita menggunakan apa yang ada di dunia ini untuk 

tujuan yang lain daripada yang dimaksudkan untuk 

kita, maka pantaslah untuk dikhawatirkan bahwa kita 

pun akan melakukan hal yang sama terhadap segala 

pemberian kasih karunia Tuhan . Dengan demikian, kita 

menerima kasih karunia itu dengan sia-sia saja, dan 

kita akan disangkal dari segala pemberian itu: Barang-

siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga da-

lam perkara-perkara besar. Ia yang melayani Tuhan  dan 

Injil Lukas 16:1-18 

 607 

berbuat baik dengan uangnya, ia juga akan melayani 

Tuhan  dan berbuat baik dengan talenta-talenta hikmat 

dan kasih karunia yang lebih mulia dan lebih bernilai, 

dengan karunia-karunia rohani, dan kekayaan sorgawi. 

Sebaliknya, ia yang mengubur satu talenta kekayaan 

duniawi miliknya tidak akan pernah mengembangkan 

lima talenta kekayaan rohani. Sungguh, Tuhan  menahan 

kasih karunia-Nya untuk diberikan kepada orang-orang 

duniawi yang rakus, jauh melebihi apa yang kita ba-

yangkan.  

[2] Harta kekayaan dunia ini sifatnya menipu dan tidak 

pasti. Ia yaitu  Mamon yang tidak jujur. Ia bergerak ce-

pat meninggalkan kita, dan jika kita ingin memanfaat-

kannya, kita harus ber


Related Posts:

  • lukas 13-24 4 suamiku yang pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia dari pada sekarang (Hos. 2:6).    (3) Apa tujuan dari semua pertimbangannya itu. sebab  keada-annya sudah sedemikian buruk, dan mu… Read More