suamiku yang
pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia dari
pada sekarang (Hos. 2:6).
(3) Apa tujuan dari semua pertimbangannya itu. sebab keada-
annya sudah sedemikian buruk, dan mungkin hanya akan
menjadi lebih baik jika ia kembali kepada ayahnya, akhir-
nya pertimbangannya itu membawanya pada suatu kepu-
tusan: aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku. Perhati-
kanlah, tujuan yang baik memang baik, namun yang terbaik
dari semuanya yaitu bertindak.
[1] Ia memutuskan apa yang akan dilakukannya: aku akan
bangkit dan pergi kepada bapaku. Ia tidak mau berlam-
bat-lambat, namun segera bangkit dan pergi. Meskipun
ia berada di negeri yang jauh, sangat jauh dari rumah
ayahnya, sejauh apa pun itu, ia tetap akan kembali pu-
lang. Setiap langkah yang menjauh dari Tuhan harus
menjadi setiap langkah untuk kembali kepada-Nya.
Meskipun ia bekerja pada seorang majikan di negeri itu,
ia tidak merasa kesulitan memutuskan pekerjaannya
dengan majikannya. Kita bukanlah orang-orang yang
berutang kepada daging, kita sama sekali tidak berke-
wajiban memberi tahu majikan-majikan kita di Mesir
terlebih dulu, kita bisa berhenti bekerja kapan saja kita
mau. Amatilah tekadnya saat ia berkata, “Aku akan
bangkit dan pergi kepada bapaku. Aku sudah bertekad
untuk pergi, apa pun yang akan terjadi nanti, daripada
tinggal di sini dan mati kelaparan.”
[2] Ia menentukan apa yang akan dikatakannya nanti. Per-
tobatan yang sejati yaitu bangkit dan datang kepada
Tuhan : inilah kami, kami datang kepada-Mu. Akan namun ,
apakah yang akan kita katakan nanti? Di sini ia memi-
kir-mikirkan apa yang akan dikatakannya. Perhatikan-
lah, dalam semua permohonan kita kepada Tuhan ,
alangkah baiknya jika kita memikirkan terlebih dulu
apa yang akan kita katakan, sehingga kita bisa mema-
574
parkan perkara kita di hadapan-Nya, dan memenuhi mu-
lut kita dengan kata-kata pembelaan. Kita diberi kebe-
basan berbicara, dan kita harus memikirkan dengan
sungguh-sungguh bagaimana kita dapat menggunakan
kebebasan itu sepenuhnya, tanpa menyelewengkannya.
Marilah kita lihat sekarang apa yang ingin dikatakan-
nya.
Pertama, ia akan mengakui kesalahan dan kebodoh-
annya: aku telah berdosa. Perhatikanlah, sebab kita
semua telah berdosa, penting bagi kita, dan sudah men-
jadi keharusan bagi kita, untuk mengakui bahwa kita
telah berdosa. Pengakuan dosa merupakan hal yang di-
haruskan dan sangat ditekankan, sebagai syarat pen-
ting untuk mendapatkan damai sejahtera dan pengam-
punan. Jika kita mengaku tidak berdosa, kita akan di-
dakwa dengan kovenan kesucian, yang pasti akan me-
nyatakan kita bersalah. Sedangkan jika kita mengaku
berdosa, dengan hati menyesal, bertobat, dan taat,
maka kita membuka diri pada kovenan anugerah, yang
menawarkan pengampunan bagi orang-orang yang
mengakui dosa-dosa mereka.
Kedua, ia sungguh akan menyatakan betapa besar
dosanya, tidak akan memperingankannya, dan bersedia
menanggung bebannya: aku telah berdosa terhadap
sorga dan terhadap bapa. Biarlah mereka yang tidak
patuh kepada orangtua mereka di dunia ini memikirkan
hal ini, bahwa mereka berdosa terhadap sorga dan di
hadapan Tuhan . Pelanggaran terhadap orangtua yaitu
pelanggaran terhadap Tuhan . Marilah kita semua memi-
kirkannya, sebab inilah yang membuat dosa kita luar
biasa besar, dan oleh sebab itu kita harus sangat ber-
duka sebab nya.
1. Dosa diperbuat dengan menghina wewenang Tuhan
atas diri kita: kita telah berdosa terhadap Sorga. Di
sini Tuhan disebut Sorga, untuk menunjukkan betapa
jauh ditinggikannya Dia di atas kita, dan betapa be-
sar kekuasaan-Nya atas diri kita, sebab Sorgalah
yang mengatur segala-galanya. Kejahatan dosa
mengarah tinggi ke atas, menentang Sorga. Orang
Injil Lukas 15:11-32
575
yang berani berdosa dikatakan membuka mulut me-
reka melawan langit (Mzm. 73:9). Namun demikian,
dosa yaitu kejahatan yang tidak berdaya, sebab
kita tidak dapat menyakiti sorga. Bahkan, terlebih
lagi, dosa yaitu kejahatan yang bodoh, sebab apa
yang ditembakkan melawan sorga akan kembali me-
nimpa kepala orang yang menembakkannya (Mzm.
7:17). Dosa yaitu penghinaan terhadap Tuhan di
sorga, dosa menghilangkan kemuliaan dan sukacita
sorgawi, dan bertentangan dengan rancangan-ran-
cangan Kerajaan Sorga.
2. Dosa diperbuat dengan menghina pengawasan Tuhan
terhadap diri kita: “Aku telah berdosa terhadap sor-
ga, dan di hadapan-Mu, di depan mata-Mu.” Tidak
ada lagi penghinaan yang lebih besar daripada ini.
Ketiga, ia akan menghakimi dan mempersalahkan
dirinya sendiri atas semua dosa itu, dan mengaku bah-
wa ia telah menyia-nyiakan segala hak istimewa yang
diterimanya dari keluarganya: aku tidak layak lagi dise-
butkan anak bapa (ay. 19). Ia tidak menyangkal hu-
bungannya dengan ayahnya (sebab hanya itu sajalah
yang harus diandalkannya), namun ia mengakui bahwa
ayahnya bisa saja dengan adil menyangkal hubungan
itu, dan menutup pintu baginya. Atas permintaannya
sendiri, ia telah mendapatkan semua bagian yang men-
jadi haknya, dan tidak mempunyai alasan untuk me-
minta lagi. Perhatikanlah, sudah seharusnya orang-
orang berdosa mengakui diri mereka tidak layak mene-
rima kebaikan apa pun dari Tuhan . Mereka harus meren-
dahkan diri dan bersimpuh di hadapan-Nya.
Keempat, namun demikian ia akan memohon su-
paya diterima kembali ke dalam keluarganya, meskipun
harus tinggal di tempat yang paling hina di sana: “Jadi-
kanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa, itu su-
dah cukup baik, malah terlalu baik bagiku.” Perhatikan-
lah, para petobat sejati pasti sangat menghargai rumah
Tuhan , beserta segala hak istimewa yang ada di dalam-
nya, dan akan senang tinggal di tempat mana saja, mes-
kipun hanya sebagai penjaga pintu (Mzm. 84:11). Sekali-
576
pun didudukkan bersama orang-orang upahan, ia tidak
saja akan menyanggupinya, malah lebih menyukainya,
daripada harus hidup dengan keadaannya yang se-
karang. Orang-orang yang berbalik kepada Tuhan , yang
terhadap-Nya mereka telah memberontak, pasti ingin
dipekerjakan oleh Dia sebagai apa saja. Mereka ingin
digunakan untuk melayani dan memuliakan nama-Nya:
“Jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa,
supaya aku bisa menunjukkan cintaku pada rumah
ayahku sebesar yang telah aku sia-siakan saat meng-
abaikannya dulu.”
Kelima, dalam melakukan semuanya ini ia meman-
dang ayahnya sebagai seorang ayah: Aku akan bangkit
dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya,
“Bapa.” Perhatikanlah, memandang Tuhan sebagai Bapa,
Bapa kita, sangatlah besar manfaatnya saat kita ber-
tobat dan kembali kepada-Nya. Hal ini akan membuat
kita sungguh-sungguh menyesali dosa kita, menguat-
kan ketetapan hati kita untuk melawan dosa, dan men-
dorong kita untuk mengharapkan pengampunan. Tuhan
senang dipanggil Bapa, baik oleh orang-orang yang ber-
tobat maupun yang memohon. Anak kesayangankah
gerangan Efraim?
(4) Apa yang dilakukannya untuk menindaklanjuti rencana ini:
maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketetapan
hatinya yang baik itu segera dilaksanakannya tanpa di-
tunda-tunda. Ia menempa besi selagi panas, ia mengambil
kesempatan pada saat itu juga, dan tidak menunda-nunda
menunggu waktu yang lebih enak. Perhatikanlah, kita ha-
rus secepat mungkin menindaklanjuti apa yang sudah kita
tetapkan. Sudahkah kita berkata bahwa kita akan bangkit
dan pergi? Kalau begitu marilah kita segera bangkit dan
pergi. Ia tidak pergi dengan setengah hati, lalu berpura-
pura kelelahan dan tidak bisa berjalan lagi, melainkan,
meskipun merasa lemah dan letih, ia melakukannya
sampai tuntas. Jika engkau mau kembali, hai Israel, kem-
balilah engkau kepada-Ku, dan lakukanlah lagi apa yang
semula engkau lakukan.
Injil Lukas 15:11-32
577
3. Di sini kita melihat dia diterima dan dihibur oleh ayahnya: ia
pergi kepada bapanya. namun , apakah ia disambut di sana? Ya
benar, ia disambut dengan penuh rasa haru. Dan, omong-
omong, ini juga merupakan contoh bagi para orangtua yang
anak-anaknya sudah berbuat bodoh dan tidak patuh, bahwa
jika mereka berbalik dan berserah diri, janganlah berlaku ka-
sar dan kejam terhadap mereka, melainkan haruslah mengen-
dalikan diri dengan hikmat yang dari atas, dengan lemah-lem-
but dan tenang. Biarlah orang-orang tua mengikut Tuhan , pe-
nuh belas kasih seperti Dia. Namun kisah ini terutama
dirancang untuk menunjukkan anugerah dan belas kasihan
Tuhan terhadap orang-orang berdosa yang malang yang berto-
bat dan kembali kepada-Nya, dan kesediaan-Nya untuk meng-
ampuni mereka.
Sekarang perhatikanlah di sini:
(1) Kasih sayang yang besar dari sang ayah saat ia menerima
kembali anaknya: saat ia masih jauh, ayahnya telah
melihatnya (ay. 20). Ia mengungkapkan kebaikannya sebe-
lum anaknya mengungkapkan penyesalannya, sebab Tuhan
bertindak mendahului kita dengan berkat-berkat kebaikan-
Nya. Bahkan sebelum kita berseru-seru Ia sudah menjawab,
sebab Ia tahu apa yang ada dalam hati kita. Aku akan
mengakui pelanggaran-pelanggaranku, dan Engkau meng-
ampuni kesalahanku. Sungguh hidup gambaran-gambaran
yang diperlihatkan di sini!
[1] Inilah mata yang penuh belas kasihan, dan cepat me-
lihat: saat ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya,
sebelum anggota keluarga yang lain mengetahui keda-
tangannya, seolah-olah dari puncak menara yang tinggi
ia selalu melihat ke arah anaknya pergi, sambil berpikir,
“Oh, semoga saja di kejauhan sana aku bisa melihat
anakku sedang kembali menuju ke sini!” Ini menunjuk-
kan keinginan Tuhan akan pertobatan orang-orang ber-
dosa, dan kesediaannya untuk menemui mereka yang
datang kepada-Nya. Ia memperhatikan umat manusia,
saat mereka tersesat dari-Nya, dan melihat apakah
mereka akan kembali kepada-Nya. Ia peduli agar mere-
ka kembali kepada-Nya.
578
[2] Inilah hati yang penuh dengan belas kasihan, dan hati
itu bergejolak di dalam dirinya, rindu begitu melihat
anaknya: lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Kesengsaraan memerlukan belas kasihan, bahkan ke-
sengsaraan orang berdosa. Meskipun kita sendiri yang
mengakibatkannya, Tuhan tetap berbelas kasihan, hati-
Nya berduka sebab kesengsaraan Israel (Hos. 11:8;
Hak. 10:16).
[3] Inilah kaki yang penuh dengan belas kasihan, dan ke-
dua kaki itu cepat melangkah: ia berlari. Ini menunjuk-
kan betapa siap dan sigapnya Tuhan dalam menunjuk-
kan belas kasihan-Nya kepada kita. Anak yang hilang
itu datang dengan lunglai, terbeban oleh rasa malu dan
takut, namun sang ayah yang lemah lembut itu berlari
menemuinya dan memberinya semangat.
[4] Inilah lengan yang penuh dengan belas kasihan, dan
kedua lengan itu terentang lebar untuk memeluknya:
dia merangkul anaknya. Meskipun anaknya bersalah
dan pantas dipukul, meskipun ia kotor dan baru saja
memberi makan babi, sampai orang yang tidak mempu-
nyai belas kasihan yang kuat dan lembut seperti se-
orang ayah pasti akan jijik menyentuhnya, ia tetap
merangkul anaknya, membawanya ke dalam pelukan-
nya. Begitu dikasihinya para petobat yang sejati oleh
Tuhan , begitu disambutnya mereka oleh Tuhan Yesus.
[5] Inilah bibir yang penuh dengan belas kasihan, dan bibir
itu manis seperti madu: ia menciumnya. Ciuman ini
membuatnya yakin bahwa ia tidak saja disambut namun
juga diampuni. Semua kebodohannya yang telah lalu
kini diampuni, dan tidak akan diungkit-ungkit lagi un-
tuk melawannya, dan di sini tidak ada sepatah kata pun
yang diucapkan untuk mencelanya. Ini seperti ciuman
Daud terhadap Absalom (2Sam. 14:33). Ini juga menun-
jukkan betapa Tuhan Yesus bersedia, bebas, dan berse-
mangat menerima serta menghibur para pendosa ma-
lang yang bertobat, sesuai dengan kehendak Bapa-Nya.
(2) Penyesalan dan penyerahan diri anak yang hilang itu ter-
hadap ayahnya (ay. 21): kata anak itu kepadanya: Bapa,
aku telah berdosa. Kebaikan sang ayah patut dipuji sebab
Injil Lukas 15:11-32
579
ia menunjukkannya kepada anaknya sebelum ia mengung-
kapkan penyesalannya. Demikian pula penyesalan sang
anak layak dipuji sebab ia mengungkapkannya sesudah
ayahnya menunjukkan kebaikan yang begitu besar kepada-
nya. Walaupun sudah menerima ciuman sebagai tanda
pengampunan, ia tetap berkata, “Bapa, aku telah berdosa.”
Perhatikanlah, bahkan orang-orang yang sudah menerima
pengampunan atas dosa-dosa mereka, dan sudah merasa
tenang dengan pengampunan itu, harus benar-benar me-
nyesali dosa mereka di dalam hati mereka, dan harus
mengakuinya secara tulus dengan mulut mereka, bahkan
untuk dosa-dosa yang mereka harap sudah diampuni.
Daud menulis Mazmur 51 sesudah Natan berkata kepada-
nya, “TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak
akan mati.” Bahkan, rasa tenang sebab pengampunan
dosa haruslah menambah dukacita kita terhadap dosa itu,
dan dukacita yang bertambah sebab merenungkan dosa
yaitu dukacita yang sungguh-sungguh injili: dan dengan
itu engkau akan teringat-ingat yang dulu dan merasa malu,
sehingga mulutmu terkatup sama sekali sebab nodamu,
waktu Aku mengadakan pendamaian bagimu (Yeh. 16:63).
Semakin sering kita melihat kesediaan Tuhan untuk meng-
ampuni kita, semakin sulit seharusnya kita mengampuni
diri kita sendiri.
(3) Persediaan berlimpah yang diberikan ayah yang baik hati
ini untuk menyambut kepulangan anaknya yang hilang itu.
Anak itu terus berkata-kata dalam penyesalannya, namun
ada satu perkataan yang berniat disampaikannya (ay. 19),
namun tidak kita lihat benar-benar disampaikannya (ay. 21),
yaitu, jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
Kita tidak mungkin menganggap bahwa ia sudah melupa-
kannya, apalagi sampai berubah pikiran, bahwa sekarang
ia sudah tidak begitu ingin lagi berada bersama keluarga-
nya atau tidak lagi bersedia dijadikan orang upahan seperti
yang direncanakannya sebelumnya. Yang terjadi, ayahnya
menyela, mencegahnya berkata demikian, “Sudahlah anak-
ku, janganlah berbicara lagi tentang ketidaklayakanmu,
engkau kusambut dengan senang hati, dan meskipun eng-
kau tidak layak disebut anak bapa, engkau akan kuperla-
580
kukan sebagai anak kesayangan, sebagai anak yang me-
nyenangkan hati.” Orang yang sudah disambut seperti ini
tidak perlu lagi meminta dijadikan sebagai orang upahan.
Demikian pula halnya, saat Efraim meratap, Tuhan meng-
hiburnya (Yer. 31:18-20). Aneh bahwa di sini tidak ada
sepatah kata teguran pun: “Mengapa engkau tidak tinggal
bersama-sama dengan pelacur-pelacur dan babi-babimu
itu? Engkau pasti tidak akan pulang sebelum tongkatmu
sendiri yang memukulmu ke sini.” Tidak, di sini tidak ada
sepatah kata pun seperti itu, dan ini menunjukkan bahwa
saat Tuhan mengampuni dosa-dosa para petobat sejati, Ia
melupakan semua dosa mereka, Ia tidak mengingat-ingat-
nya lagi, segala durhaka yang mereka buat tidak akan
diingat-ingat lagi terhadap mereka (Yeh. 18:22). Namun ini
belum semuanya, di sini kita akan melihat persiapan be-
sar-besaran dan berlimpah-ruah yang dibuat untuk me-
nyambutnya, sebagai seorang anak di dalam keluarga itu,
jauh melampaui apa yang telah dan dapat diharapkannya.
Ia pasti menganggapnya sudah cukup, dan akan sangat
berterima kasih, jika ayahnya mau memerhatikan dia, dan
memintanya pergi ke dapur, lalu makan bersama hamba-
hambanya. namun apa yang diperbuat Tuhan terhadap
orang-orang yang kembali melakukan kewajiban mereka
dan menyerahkan diri pada belas kasihan-Nya, jauh me-
lampaui apa yang dapat mereka minta atau pikirkan. Si
anak hilang itu pulang dengan harap-harap cemas, takut
akan ditolak dan berharap untuk diterima. Namun, ayah-
nya bukan saja tidak segarang seperti yang dicemaskan-
nya, ia bahkan berbuat melebihi apa yang diharapkannya –
ayahnya tidak saja menerimanya, namun juga menerimanya
dengan segala kehormatan.
[1] Ia pulang dengan pakaian compang-camping, namun
ayahnya tidak hanya memberinya pakaian, bahkan juga
mendandaninya. Ia berkata kepada hamba-hambanya,
yang selalu mematuhi perintah tuan mereka, sesudah
melihat anaknya datang, “Lekaslah bawa ke mari jubah
yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya.” Pakaian
usang yang paling jelek pun sebenarnya bisa dipakai-
kan kepadanya, dan ini sudah cukup baik untuknya;
Injil Lukas 15:11-32
581
namun ayahnya malah tidak menyuruh mengambilkan
baju, melainkan jubah, pakaian para raja dan penguasa,
jubah yang terbaik – teń stolēn tēn prōtēn. Ada penekan-
an ganda di sini: “Jubah itu, jubah yang terbaik itu, ka-
mu tahu jubah mana yang kumaksudkan”. Jubah yang
pertama (begitulah kita bisa mengartikannya), jubah
yang dipakainya sebelum ia pergi berpetualang. saat
orang-orang yang menjauh dari Tuhan kembali bertobat
dan melakukan lagi apa yang semula mereka lakukan,
mereka akan diterima dan dipakaikan jubah yang
pertama. “Bawalah ke mari jubah itu, dan kenakanlah
padanya. Ia akan malu mengenakannya, dan berpikir
bahwa jubah itu tidak pantas untuknya yang pulang
dalam keadaan kotor dan kumal seperti itu. namun pa-
kaikanlah itu kepadanya, dan jangan hanya menawar-
kannya, dan kenakanlah cincin pada jarinya, cincin cap
keluarganya, sebagai tanda bahwa ia diakui sebagai
anggota keluarga.” Orang kaya biasanya memakai cin-
cin, dan dengan mengenakan cincin kepadanya, sang
ayah menunjukkan bahwa meskipun anaknya sudah
menghabiskan sebagian warisannya, ia berencana mem-
berikan bagian yang lain lagi kepadanya sebab perto-
batannya itu. Ia pulang tanpa alas kaki, mungkin kaki-
nya sudah melepuh sesudah menempuh perjalanan yang
demikian jauh, dan sebab itu, “Kenakanlah sepatu
pada kakinya, agar ia merasa nyaman.” Demikian ber-
limpahnya anugerah yang disediakan Tuhan bagi para
petobat sejati. Pertama, kebenaran Kristus yaitu jubah
itu, jubah yang utama itu, yang dikenakan kepada mere-
ka. Mereka mengenakan Tuhan Yesus Kristus, dan dise-
lubungi oleh Sang Surya kebenaran. Jubah kebenaran
yaitu pakaian keselamatan (Yes. 61:10). Sifat yang
baru dalam diri kita yaitu jubah yang terbaik, para
petobat yang sejati dipakaikan jubah ini, dikuduskan
seluruh jiwa raganya. Kedua, kesungguhan Roh, yang
dengannya kita dimeteraikan sampai hari penebusan,
yaitu cincin pada jari kita. sesudah kita percaya, kita
dimeteraikan. Orang yang dikuduskan pasti didandani
dan dihormati, dan juga diberi kuasa, seperti Yusuf
582
yang diberi cincin oleh Firaun: “Kenakanlah cincin pada
jarinya, untuk terus mengingatkannya akan kebaikan
ayahnya, agar ia tidak pernah melupakannya”. Ketiga,
pemberitaan Injil damai sejahtera yaitu seperti kasut
bagi kaki kita (Ef. 6:15), yang, dibandingkan dengan
kisah ini, menandakan (menurut Grotius) bahwa Tuhan ,
saat Ia menerima para petobat sejati ke dalam rah-
mat-Nya, memakai mereka untuk meyakinkan dan
mempertobatkan orang lain melalui pemberitaan mere-
ka, atau setidaknya melalui teladan mereka. Daud, saat
diampuni, akan mengajarkan jalan-jalan Tuhan kepada
orang-orang berdosa, dan Petrus, pada saat bertobat,
akan menguatkan saudara-saudaranya. Atau, hal ini
menunjukkan bahwa mereka akan terus berbahagia,
dan bertekad akan tetap berjalan dalam jalan agama,
seperti orang yang berjalan dengan memakai sepatu,
melebihi apa yang dapat mereka lakukan jika ber-
jalan tanpa alas kaki.
[2] Ia pulang dengan merasa lapar, dan ayahnya tidak ha-
nya memberinya makan, namun juga mengadakan pesta
untuknya (ay. 23): “Ambillah anak lembu tambun itu,
yang sudah diberi makan di kandangnya dan disimpan
untuk saat-saat istimewa, lalu sembelihlah dia, supaya
anakku bisa menikmati apa yang terbaik yang kita
miliki.” Daging yang sudah dingin, atau sisa-sisa ma-
kanan, sebenarnya sudah cukup untuknya. Namun,
sekarang ia akan makan daging segar dan hangat, dan
inilah saat yang cocok untuk menyajikan anak lembu
tambun itu. Perhatikanlah, ada makanan istimewa yang
disediakan Bapa kita di sorga bagi semua orang yang
bangkit dan datang kepada-Nya. Kristus sendiri yaitu
Roti Kehidupan, daging-Nya yaitu benar-benar ma-
kanan, dan darah-Nya yaitu benar-benar minuman.
Di dalam Dia ada pesta bagi jiwa-jiwa, pesta daging-
daging tambun. Ini merupakan suatu perubahan besar
bagi si anak hilang, yang sebelumnya ingin mengisi pe-
rutnya dengan ampas. Betapa manisnya persedian-per-
sediaan yang ada dalam kovenan baru, dan kenikmat-
an-kenikmatan yang ditawarkannya, bagi mereka yang
Injil Lukas 15:11-32
583
sudah berusaha dengan sia-sia untuk mendapatkan ke-
puasan dari makhluk-makhluk ciptaan! Sekarang ia
pun bisa membuktikan kebenaran kata-katanya sendiri,
bahwa di rumah bapaku ada makanan yang berlimpah-
limpah.
(4) Sukacita dan kegembiraan besar yang ditimbulkan sebab
kepulangannya. Anak lembu tambun yang dibawa itu tidak
hanya disembelih sebagai pesta untuknya, melainkan juga
sebagai perayaan besar bagi seluruh keluarganya: “Marilah
kita makan dan bersukacita, sebab ini hari yang baik.
Anakku ini telah mati, saat ia pergi berpetualang, namun
kepulangannya ini bagaikan hidup dari antara orang mati,
ia menjadi hidup kembali. Kita pikir ia telah mati, sebab
sudah lama tidak mendengar kabar apa-apa darinya, namun
lihatlah ia hidup. Ia telah hilang, kita sudah menyerah
bahwa ia hilang, kita putus harapan tidak akan mendengar
kabar darinya lagi, namun ia ditemukan kembali.”
Perhatikanlah:
[1] Pertobatan satu jiwa dari dosa kepada Tuhan merupakan
kebangkitan jiwa itu dari kematian menuju kehidupan,
ditemukannya kembali apa yang tampak telah hilang.
Ini suatu perubahan yang besar, menakjubkan, dan
membahagiakan. Apa yang sudah mati kini menjadi
hidup kembali, yang telah hilang dari Tuhan dan gereja-
Nya kini didapatkan kembali, yang dulu tidak berguna
kini menjadi sangat berguna (Flm. 1:11). Perubahan ini
seperti perubahan rupa bumi saat datang musim
semi.
[2] Pertobatan orang-orang berdosa sangatlah menyenang-
kan hati Tuhan di sorga, dan semua yang termasuk di
dalam keluarga-Nya patutlah bersukacita bersama-Nya.
Jika mereka yang ada di sorga bersukacita, maka mere-
ka yang ada di bumi pun layaklah demikian. Amatilah,
ayahnyalah yang pertama-tama bergembira, dan mem-
buat semua orang lain bersukacita bersamanya. Oleh
sebab itu, kita haruslah senang dengan pertobatan
orang-orang berdosa, sebab dengan demikian rencana
Tuhan menjadi terlaksana. Pertobatan berarti membawa
584
kembali kepada Kristus orang-orang yang telah diberi-
kan Tuhan kepada-Nya, dan di dalam merekalah Ia akan
selalu dipermuliakan. Kami bersukacita sebab kamu, di
hadapan Tuhan kita, dengan pandangan yang tertuju
kepada-Nya (1Tes. 3:9), dan kamulah sukacita kami di
hadapan Yesus, Tuhan kita, yang yaitu Kepala keluar-
ga (1Tes. 2:19). Seluruh keluarga itu seturut dengan
tuan mereka: maka mulailah mereka bersukaria. Per-
hatikanlah, anak-anak dan hamba-hamba Tuhan harus
turut merasakan apa yang dirasakan-Nya.
4. Di sini kita melihat keluhan dan kedengkian si anak sulung,
yang digambarkan untuk menegur ahli-ahli Taurat dan orang-
orang Farisi, dan menunjukkan kepada mereka betapa bodoh
dan jahatnya ketidaksenangan mereka terhadap pertobatan
dan kembalinya para pemungut cukai dan orang berdosa, dan
terhadap kebaikan yang ditunjukkan Kristus kepada mereka.
Ia menggambarkannya tanpa membesar-besarkan masalah-
nya, namun membiarkan mereka melihat hak-hak istimewa
yang masih dimiliki si anak sulung. Orang-orang Yahudi me-
miliki segala hak istimewa itu (walaupun orang-orang bukan-
Yahudilah yang akhirnya lebih disukai), sebab pemberitaan
Injil harus dimulai dari Yerusalem. Kristus, saat menegur
para ahli Taurat dan orang Farisi sebab kesalahan-kesalahan
mereka, melakukannya dengan lembut, agar mereka mau ber-
sikap baik terhadap para pemungut cukai yang malang. Na-
mun demikian, yang digambarkan dengan si anak sulung di
sini dapat kita pahami sebagai orang-orang yang sungguh-
sungguh baik, yang selalu berperilaku demikian semenjak
masa mudanya, dan yang tidak pernah tersesat ke jalan kehi-
dupan yang rusak, yang boleh dikatakan tidak memerlukan
pertobatan. Kepada orang-orang seperti inilah perkataan da-
lam bagian penutup perikop ini, anakku, engkau selalu ber-
sama-sama dengan aku, dapat langsung diterapkan begitu
saja, namun tidak demikianlah halnya kepada ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi.
Nah, mengenai si anak sulung ini, perhatikanlah:
(1) Betapa bodoh dan marahnya dia saat adiknya diterima
kembali di rumahnya, dan betapa jijiknya dia dengan se-
Injil Lukas 15:11-32
585
muanya itu. Tampaknya dia sedang bekerja di ladang, di
desanya, saat adiknya datang, dan pada waktu dia pu-
lang kegembiraan itu sudah dimulai. saat ia pulang dan
dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian
tari-tarian, entah saat acara makan segera dimulai, atau
malah sesudah mereka makan dan sudah kenyang (ay. 25).
Ia bertanya apa arti semuanya itu (ay. 26), dan diberi tahu
bahwa adiknya sudah kembali, dan ayahnya mengadakan
pesta untuk menyambutnya pulang, dan ada kegembiraan
besar di sana sebab ayahnya telah mendapatkan adiknya
itu kembali dengan sehat (ay. 27). Dalam bahasa aslinya
hanya ada satu kata, ia mendapatnya kembali hygiainonta
– dengan sehat, baik dalam tubuh maupun pikiran. Ia
mendapatkannya dalam keadaan sehat bukan hanya dalam
tubuh, melainkan juga dalam pikirannya yang sudah kem-
bali ke keadaannya yang benar dan penuh dengan rasa se-
sal. Ia sudah didamaikan dengan rumah ayahnya, disem-
buhkan dari segala sifatnya yang jahat dan tidak bermoral,
sebab kalau tidak demikian maka tidak akan dikatakan di
sini bahwa ia didapati dalam keadaan sehat. Nah, ini mem-
buat si anak sulung sangat tersinggung sejadi-jadinya:
maka marahlah anak sulung itu, dan ia tidak mau masuk
(ay. 28), bukan hanya sebab ia memang tidak mau ikut
bergabung dalam kegembiraan itu, namun juga sebab ia
ingin menunjukkan ketidaksenangannya akan hal itu, dan
ingin memperlihatkan kepada ayahnya bahwa seharusnya
ia tidak membiarkan adiknya masuk. Hal ini menunjukkan
apa yang sudah menjadi kesalahan umum:
[1] Dalam keluarga manusia. Anak yang selalu membaha-
giakan orangtuanya biasanya berpikir bahwa ia berhak
hanya sepenuh-penuhnya untuk mendapat segala ke-
baikan orangtuanya. Ia cenderung bersikap terlalu keras
terhadap saudara-saudaranya yang sudah melanggar
peraturan, dan marah atas kebaikan orangtuanya ke-
pada mereka.
[2] Dalam keluarga Tuhan . Orang yang boleh dikatakan
tidak bersalah jarang betul memahami bagaimana mere-
ka harus berbelas kasihan terhadap orang yang sung-
guh-sungguh bertobat. Bahasa yang digunakan orang-
586
orang seperti itu dapat kita lihat di sini, dalam perkata-
an si anak sulung (ay. 29-30), dan ini ditulis sebagai
peringatan bagi mereka yang oleh anugerah Tuhan telah
dijaga dari dosa yang keji, dan dipelihara dalam jalan
kebajikan dan ketenangan, agar mereka tidak berbuat
dosa yang sama seperti yang diperlihatkan di sini. Mari-
lah kita amati dosa-dosa apa itu. Pertama, ia bangga diri
akan kebaikan dan ketaatannya sendiri. Ia bukan saja
belum pernah meninggalkan rumah ayahnya, seperti
yang dilakukan adiknya, namun juga terus melayani di
situ, dan sudah lama berbuat demikian: telah bertahun-
tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melang-
gar perintah bapa. Perhatikanlah, orang yang lebih baik
daripada sesamanya terlalu sering membangga-bangga-
kan kebaikan mereka, bahkan di hadapan Tuhan sendiri,
seolah-olah Ia berutang kepada mereka atas segala
kebaikan mereka itu. Saya cenderung berpikir bahwa si
anak sulung ini sudah berlebihan saat ia berkata de-
ngan sombong bahwa ia belum pernah melanggar perin-
tah bapanya, sebab jika memang demikian ia pasti
tidak akan keras kepala menentang permohonan-permo-
honan ayahnya seperti sekarang ini. Namun demikian,
kita boleh mengakui sedikit banyak kebenaran perkata-
annya, bahwa ia belum pernah berlaku tidak taat seper-
ti adiknya. Oh, betapa perlunya orang-orang baik bersi-
kap waspada terhadap kesombongan, sebab kejahatan
ini biasanya mulai muncul saat kejahatan-kejahatan
lain sudah diampuni! Orang-orang yang sudah lama
melayani Tuhan , dan yang sudah dijaga dari dosa yang
besar, harus banyak bersyukur dengan rendah hati dan
tidak perlu membangga-banggakan apa pun. Kedua, ia
mengeluhkan ayahnya, seolah-olah ayahnya selama ini
tidak berlaku baik seperti seharusnya kepadanya, yang
sudah begitu taat: belum pernah bapa memberikan se-
ekor kambing untuk bersukacita dengan sahabat-saha-
batku. Dia sedang kesal sekarang, sehingga mengeluh
seperti itu. Sebenarnya seandainya dia meminta kam-
bing kapan saja, permintaanya itu mungkin akan segera
dikabulkan. Jadi kita bisa menduga bahwa sebenarnya
Injil Lukas 15:11-32
587
dia tidak menginginkan seekor kambing pun. Disem-
belihnya anak lembu tambun itulah yang sebenarnya
membuat dia jengkel dan bersungut-sungut. jika
orang sedang emosi, pikirannya tidak menentu, tidak
seperti saat sedang dalam keadaan tenang. Ia selalu
makan bersama-sama dengan ayahnya, dan sudah ber-
kali-kali bersukaria bersama dia dan keluarganya, na-
mun ayahnya bahkan belum pernah memberinya seekor
kambing pun sebagai tanda sayang, yang bahkan tidak
sebanding dengan anak lembu tambun. Perhatikanlah,
orang-orang yang memandang tinggi diri mereka dan
pelayanan mereka cenderung memikirkan hal-hal yang
kejam atau keras mengenai perilaku tuan mereka. Me-
reka hampir tidak menghargai kebaikan-kebaikan tuan-
nya. Selayaknya kita mengakui bahwa kita sama sekali
tidak layak mendapatkan belas kasih yang menurut
Tuhan pantas diberikan kepada kita, apalagi belas kasih-
an yang menurut-Nya tidak layak diberikan kepada
kita. sebab itu, janganlah kita mengeluh. Ia ingin me-
nyembelih seekor kambing, untuk bersukacita dengan
sahabat-sahabatnya di luar, namun ia sangat kesal
dengan diberikannya anak lembu tambun kepada adik-
nya, untuk bersukacita, bukan dengan sahabat-saha-
batnya di luar, melainkan dengan keluarganya di ru-
mah. Kegembiraan anak-anak Tuhan haruslah dibagi
dengan ayah dan seluruh keluarga, dalam persekutuan
dengan Tuhan dan orang-orang kudus-Nya, bukan de-
ngan teman-teman lain. Ketiga, ia sangat jengkel terha-
dap adiknya, dan pikiran serta kata-katanya kasar ten-
tang dia. Sebagian orang baik cenderung dikuasai oleh
kesalahan semacam ini, bahkan mereka membiarkan
diri berlama-lama di dalamnya. Mereka memandang
rendah orang-orang yang tidak menjaga nama baik me-
reka seperti yang mereka lakukan, dan memasang
muka masam dan muram terhadap mereka, sekalipun
mereka ini telah benar-benar bertobat dan membaharui
hidup mereka. Ini bukanlah Roh Kristus, melainkan roh
orang-orang Farisi. Marilah kita perhatikan contoh-
contoh kesalahan demikian.
588
1. Ia tidak mau masuk, kecuali adiknya diusir keluar. Ia
tidak bisa tinggal serumah dengan adiknya sendiri,
bahkan di dalam rumah ayahnya sendiri. Bahasa
seperti ini biasa diucapkan oleh orang-orang Farisi
(Yes. 65:5): “Menjauhlah, janganlah meraba aku,
sebab aku ini lebih kudus daripada engkau” (KJV),
dan: “Aku tidak sama seperti semua orang lain, bu-
kan juga seperti pemungut cukai ini” (18:11). Perhati-
kanlah, walaupun kita harus menghindari diri dari
kalangan pendosa yang oleh mereka kita bisa tertu-
lar, kita tidak boleh malu berteman dengan para
pendosa yang bertobat, yang oleh mereka kita bisa
menjadi baik. Ia melihat bahwa ayahnya sudah
membawanya ke dalam rumah, namun ia tidak mau
masuk menemuinya. Perhatikanlah, kita meman-
dang diri terlalu baik jika kita tidak bisa membuka
hati untuk menerima orang-orang yang telah dite-
rima Tuhan . Demikian pula halnya jika kita tidak mau
bersahabat dan bersekutu dengan orang-orang yang
kita tahu sudah diundang Tuhan untuk bersahabat
dan bersekutu dengan-Nya.
2. Ia tidak mau memanggilnya adik, melainkan anak
bapa, yang terdengar angkuh, dan terasa sebagai
teguran bagi ayahnya, seolah-olah adiknya menjadi
nakal sebab dimanja olehnya: “Itulah anakmu,
anak kesayanganmu.” Perhatikanlah, melupakan
hubungan kita dengan saudara-saudara kita, atau
tidak mengakui hubungan itu, merupakan segala
penyebab mengapa kita mengabaikan kewajiban kita
terhadap mereka dan melakukan hal-hal yang justru
bertentangan dengan kewajiban itu. Marilah kita
memanggil saudara-saudara kita, baik saudara me-
nurut daging maupun saudara dalam Tuhan, de-
ngan nama yang benar. Biarlah yang kaya memang-
gil yang miskin saudaranya, dan biarlah yang tidak
berbuat dosa memanggil para petobat demikian juga.
3. Ia membesar-besarkan dan menjelek-jelekkan kesa-
lahan adiknya, berusaha memanas-manasi ayahnya
supaya marah terhadap adiknya: ia anak bapa yang
Injil Lukas 15:11-32
589
telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-
sama dengan pelacur-pelacur. Memang benar bahwa
ia begitu bodoh telah menghabiskan bagian warisan-
nya (entah bersama-sama dengan pelacur atau tidak
kita tidak diberi tahu sebelumnya, mungkin ini ha-
nyalah perkataan kakaknya yang sedang iri dan
kesal), namun tidaklah benar bahwa ia menghabiskan
seluruh harta kekayaan bapanya. Ayahnya masih
mempunyai banyak harta. Nah, ini menunjukkan
betapa gegabahnya kita dalam menegur saudara-
saudara kita, mencari-cari kesalahan dalam segala
hal, dan terlalu menjelek-jelekkan mereka. Dengan
demikian, kita tidak berbuat terhadap orang lain
seperti kita ingin orang lain perbuat terhadap kita,
dan ini juga tidak seperti apa yang diperbuat Bapa
kita di sorga terhadap kita, yang tidak menunjukkan
kesalahan-kesalahan kita sampai sedemikian rupa.
4. Ia marah kepada adiknya sebab kebaikan yang
ditunjukkan ayahnya kepadanya: bapa menyembelih
anak lembu tambun itu untuk dia, seolah-olah dialah
anak yang berbakti. Perhatikanlah, sungguh keliru
jika kita iri hati terhadap para petobat sebab me-
reka mendapatkan anugerah Tuhan , dan memandang
mereka dengan jahat sebab Ia baik. Seperti halnya
kita tidak boleh iri terhadap orang-orang yang paling
berdosa sebab mereka ikut menikmati pemelihara-
an ilahi (janganlah hatimu iri kepada orang-orang
yang berdosa), begitu pula kita tidak boleh iri terha-
dap orang-orang yang dulu hidup sangat berdosa
namun sekarang menikmati anugerah-anugerah ko-
venan kasih pada saat mereka bertobat. Kita tidak
boleh iri terhadap mereka sebab mereka menerima
pengampunan, pendamaian, dan penghiburan, bah-
kan karunia besar yang telah dianugerahkan Tuhan
kepada mereka, yang membuat mereka sangat ber-
kenan dan berguna. Paulus, sebelum pertobatannya,
yaitu anak yang hilang, yang menghabiskan harta
kekayaan Bapanya di sorga dengan membawa mala-
petaka pada gereja. Namun demikian, sesudah perto-
590
batannya ia diberi anugerah dan kehormatan yang
lebih besar dari para rasul yang lain, yang yaitu
anak sulung, yang telah melayani Kristus saat
Paulus menganiaya Dia, dan yang tidak pernah me-
langgar perintah-Nya, rasul-rasul ini tidak iri terha-
dap Paulus sebab ia diberi berbagai penglihatan
dan pewahyuan, atau peranan yang jauh lebih luas;
sebaliknya, rasul-rasul justru memuliakan Tuhan ka-
rena dia. Ini haruslah menjadi contoh bagi kita,
sebagai kebalikan dari perbuatan si anak sulung ini.
(2) Sekarang kita lihat betapa baik dan ramahnya sang ayah
bersikap terhadap anak sulungnya, meskipun anaknya itu
sudah berlaku masam dan muram seperti itu. Hal ini sama
mengejutkannya seperti sebelumnya. Menurut saya, belas
kasihan dan anugerah Tuhan dalam Kristus dalam perlaku-
an-Nya yang lemah lembut terhadap orang-orang kudus-
Nya yang uring-uringan, yang di sini digambarkan dengan
si anak sulung, mungkin bersinar hampir sama terangnya
seperti saat Ia menyambut orang-orang berdosa yang
hilang pada saat mereka bertobat, yang di sini digambar-
kan dengan si anak bungsu. Para murid Kristus sendiri
mempunyai banyak kelemahan, dan seperti orang lain
mereka juga mudah tergoda oleh perasaan-perasaan yang
serupa, namun Kristus bersabar terhadap mereka, seperti
seorang pengasuh terhadap anak-anaknya (lih. 1Tes. 2:7).
[1] saat ia tidak mau masuk, ayahnya keluar dan ber-
bicara dengan dia, membujuknya dengan lembut, mena-
sihatinya, dan mengajaknya masuk. Sebenarnya layak
saja bagi sang ayah untuk berkata, “Jika dia tidak mau
masuk, biarkan saja dia di luar, tutup pintu, dan suruh
dia mencari tempat tinggal sendiri. Ini kan rumahku
sendiri? Bukankah aku bisa berbuat sesukaku di sini?
Bukankah anak lembu tambun itu milikku sendiri? Dan
bukankah aku bisa berbuat sesukaku dengan anak
lembu itu?” namun , tidak. Sama seperti sebelumnya ia
menemui si anak bungsu, demikian pula sekarang ia
pergi keluar menemui si anak sulung. Ia tidak menyu-
ruh hambanya keluar untuk berbicara baik-baik kepa-
Injil Lukas 15:11-32
591
danya, melainkan pergi sendiri menemuinya. Nah, per-
tama, hal ini dirancang untuk menunjukkan kebaikan
Tuhan kepada kita, betapa menakjubkannya sikap-Nya
itu, yang lembut dan menyenangkan terhadap orang-
orang yang luar biasa durhaka dan telah membangkit-
kan amarah-Nya. Ia bertanya kepada Kain: “Mengapa
hatimu panas?” Ia sabar terhadap tingkah laku bangsa
Israel di padang gurun (Kis. 13:18). Betapa lembutnya
Tuhan bertanya kepada Elia, saat ia mulai merasa
gusar (1Raj. 19:4-6), dan terutama kepada Yunus, yang
masalahnya sangat serupa dengan yang digambarkan di
sini, sebab ia merasa kesal dengan pertobatan orang-
orang Niniwe, dan belas kasihan yang ditunjukkan
kepada mereka, seperti halnya si anak sulung di sini.
Dan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Layakkah engkau
marah?” dan “Bagaimana tidak Aku akan sayang ke-
pada Niniwe?” mirip dengan bujukan-bujukan sang
ayah terhadap anak sulungnya di sini. Kedua, hal ini
berguna untuk mengajar para atasan atau orang-orang
yang lebih tua agar mereka bersikap lembut terhadap
bawahan mereka atau orang-orang muda, sekalipun
mereka bersalah dan suka membenarkan diri sendiri,
sehingga menjengkelkan kita. Dalam semuanya ini, ja-
nganlah bapa-bapa membangkitkan amarah di dalam
hati anak-anak mereka, biarlah para majikan bersabar
hati menghadapi ancaman-ancaman, dan biarlah se-
muanya bersikap lemah lembut.
[2] Ayahnya meyakinkan dia bahwa penghiburan yang di-
berikannya kepada adiknya tidak akan berpengaruh
apa-apa atau merugikan dia (ay. 31): “Keadaanmu tidak
akan bertambah buruk sebab nya, dan milikmu tidak
akan berkurang sedikit pun. Anakku, engkau selalu ber-
sama-sama dengan aku; dengan menerima dia tidaklah
berarti bahwa aku menolak engkau, dan apa yang dibe-
rikan kepadanya tidaklah mengurangi apa yang hendak
kuberikan kepadamu. Engkau masih berhak mendapat-
kan pars enitia (demikianlah hukum kita menyebutnya),
dua bagian (demikianlah hukum Yahudi menyebutnya);
engkaulah yang beroleh hæres ex asse (demikianlah
592
hukum Romawi menyebutnya), segala kepunyaanku
yaitu kepunyaanmu, dengan hak mutlak.” Memang
ayahnya belum pernah memberikan seekor kambing
untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatnya, namun
ia sudah membiarkannya makan roti bersamanya setiap
hari. Lebih baik berbahagia bersama Bapa kita di sorga
daripada bersukacita bersama-sama teman mana pun
yang kita miliki di dunia ini. Perhatikanlah, pertama,
kebahagiaan tiada taranya bagi semua anak Tuhan , yang
terus berada dekat dengan rumah Bapa mereka, yaitu
bahwa mereka selalu, dan akan selalu, berada bersama-
sama dengan-Nya. Mereka bersama-sama dengan Dia di
dunia ini melalui iman, dan mereka juga akan bersama-
sama dengan Dia di dunia yang akan datang melalui
buah-buah yang mereka hasilkan, dan segala kepunya-
an-Nya yaitu kepunyaan mereka, sebab jika kita
yaitu anak, maka kita juga yaitu ahli waris (Rm.
8:17). Kedua, oleh sebab itu, kita tidak boleh iri terha-
dap orang lain sebab mereka mendapatkan anugerah
Tuhan , sebab kita tidak akan menderita kekurangan apa-
apa jika mereka ikut berbagian dalam anugerah itu.
Jika kita ini orang-orang percaya yang sejati, maka
segala keberadaan atau keadaan Tuhan , dan segala ke-
punyaan-Nya, yaitu kepunyaan kita. Dan jika orang
lain menjadi orang percaya sejati, maka segala keber-
adaan atau keadaan Tuhan , dan segala kepunyaan-Nya,
yaitu kepunyaan mereka juga. Sekalipun demikian,
milik kita tetap tidak berkurang, seperti halnya kalau
kita berjalan dalam terang dan kehangatan sinar mata-
hari, semua orang mendapatkan keuntungan yang bisa
mereka dapatkan dari matahari tanpa mengurangi apa
yang bisa didapat orang lain. Keberadaan Kristus di
dalam gereja sama seperti apa yang dikatakan tentang
jiwa di dalam tubuh, yaitu tota in toto – keseluruhan di
dalam seluruhnya, namun juga tota in qualibet parte –
keseluruhan di dalam setiap bagiannya.
[3] Bapaknya memberikan alasan yang baik kepadanya
mengapa sukacita yang mereka alami saat ini sangatlah
luar biasa: Kita patut bersukacita dan bergembira (ay.
Injil Lukas 15:11-32
593
32). Bisa saja ia memaksakan wewenangnya yang ia
miliki: “Kehendakkulah agar keluarga ini bersukacita
dan bergembira.” Stat pro ratione voluntas – Alasanku
ialah, aku menghendakinya demikian. Akan namun ,
tidaklah patut bagi orang-orang yang memiliki wewe-
nang tertentu untuk selalu menyeru-nyerukannya dan
memaksakannya pada setiap kesempatan, yang hanya
akan membuatnya terkesan murahan dan pasaran. Le-
bih baik memberikan alasan yang meyakinkan, seperti
yang diberikan sang bapak di sini: Kita patut, dan sa-
ngat pantas, bersukacita dan bergembira atas kembali-
nya si anak hilang, lebih daripada atas terpeliharanya si
anak patuh. Sebab, walaupun terpeliharanya si anak
patuh merupakan berkat yang besar bagi keluarga, na-
mun kembalinya si anak hilang mendatangkan kese-
nangan yang lebih memuaskan hati. Keluarga mana
saja akan jauh lebih hanyut dalam sukacita atas ke-
bangkitan anak yang sudah mati, atau atas pulihnya si
anak dari penyakit yang dianggap mematikan, daripada
atas kesehatan dan kehidupan baik-baik dari anak-
anak lainnya. Perhatikanlah, Tuhan akan dibenarkan da-
lam setiap firman-Nya, dan semua yang bernyawa, ce-
pat atau lambat, akan diam di hadapan-Nya. Kita tidak
mendapati sang kakak memberikan tanggapan apa pun
terhadap apa yang dikatakan bapaknya, yang menun-
jukkan bahwa ia betul-betul puas, dan menerima ke-
hendak bapaknya, dan berdamai penuh dengan sauda-
ranya yang terhilang itu. Bapaknya mengingatkan dia
bahwa ia yaitu saudaranya: Ini adikmu. Perhatikanlah,
orang baik, meskipun tidak selalu bisa menguasai diri
sendiri dan menjaga perasaan dan kelakuannya, namun,
dengan anugerah Tuhan , bisa kembali pada perasaan dan
kelakuannya yang baik. jika ia jatuh, tidaklah sampai
tergeletak. namun ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
yang terutama hendak ditegur melalui perumpamaan ini,
seperti yang kita lihat, terus saja tidak mau mengasihani
para pendosa dari kalangan orang-orang bukan-Yahudi.
Mereka juga tidak senang dengan Injil Kristus, sebab
Injil diberitakan kepada orang-orang bukan-Yahudi.
PASAL 16
aksud dari pengajaran Kristus dalam pasal ini yaitu untuk
menyadarkan dan mendorong kita semua untuk memanfaatkan
dunia ini tanpa menyalahgunakannya. Hal ini berarti mengelola se-
mua milik kita dan kegunaannya sedemikian rupa sehingga menyela-
matkan kita, dan bukan untuk melawan kita di dunia yang lain. Dan
ini bergantung dari bagaimana kita memanfaatkan milik kita seka-
rang ini di dunia ini.
I. Jika kita memperlakukan segala yang kita miliki dengan
baik, dan memakainya untuk perbuatan saleh dan amal,
kita akan menuai keuntungan dari perbuatan kita itu di du-
nia yang akan datang. Yesus menjelaskan hal ini melalui
perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur, yang
telah menangani harta milik tuannya dengan cerdik sehing-
ga saat dipecat dari jabatannya, ia tetap dapat menjalani
hidupnya dengan berkecukupan dan nyaman. Perumpama-
an itu sendiri dikisahkan dalam ayat 1-8, sedangkan penje-
lasan dan maksudnya diberikan dalam ayat 9-13. Kemudian
dalam ayat 14-18 kita membaca mengenai cemooh yang di-
lontarkan orang-orang Farisi terhadap ajaran yang Kristus
khotbahkan kepada mereka, sebab dengan tajam Ia mene-
gur mereka dengan ajaran-Nya ini, dengan menambah lagi
beberapa perkataan keras terhadap mereka.
II. Jika kita tidak menggunakan segala milik duniawi dengan
sebaik mungkin, dan sebaliknya menjadikannya sebagai ma-
kanan dan minuman yang semata-mata hanya untuk meme-
nuhi nafsu kita, kemewahan dan kesenangan kita, dan tidak
mengindahkan orang-orang miskin, maka kita pasti akan
binasa selamanya. Dan semua yang ada di dunia ini yang
M
596
disalahgunakan hanya akan menambah penderitaan dan
kesengsaraan kita. Hal ini dijelaskan Yesus melalui perum-
pamaan lain yaitu tentang orang kaya dan Lazarus yang
miskin, yang juga memiliki maksud yang lebih jauh, yaitu
untuk menyadarkan kita agar memperhatikan peringatan
yang telah diberikan kepada kita secara tertulis, dan supaya
kita tidak berharap pada pesan-pesan yang langsung disam-
paikan dari dunia lain (ay. 19-31).
Perumpamaan tentang Bendahara yang Tidak Jujur
(16:1-9)
1 Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mem-
punyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa benda-
hara itu menghamburkan miliknya. 2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan
berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertang-
gungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai
bendahara. 3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku
perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencang-
kul aku tidak dapat, mengemis aku malu. 4 Aku tahu apa yang akan aku per-
buat, supaya jika aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada
orang yang akan menampung aku di rumah mereka. 5 Lalu ia memanggil
seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang
pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? 6 Jawab orang itu: Seratus
tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu,
duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.
7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu?
Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah
surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. 8 Lalu tuan
itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, sebab ia telah bertindak dengan
cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari
pada anak-anak terang. 9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan
dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu
tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”
Setia dalam Perkara yang Kecil; Nasihat
(16:10-18)
10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam per-
kara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara ke-
cil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. 11 Jadi, jikalau kamu ti-
dak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan memperca-
yakan kepadamu harta yang sesungguhnya? 12 Dan jikalau kamu tidak setia
dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri
kepadamu? 13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Kare-
na jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain,
atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.
Injil Lukas 16:1-18
597
Kamu tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dan kepada Mamon.” 14 Semuanya
itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka
mencemoohkan Dia. 15 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan
diri di hadapan orang, namun Tuhan mengetahui hatimu. Sebab apa yang
dikagumi manusia, dibenci oleh Tuhan . 16 Hukum Taurat dan kitab para nabi
berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Tuhan
diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya. 17 Lebih
mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum Taurat batal.
18 Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan
lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang dice-
raikan suaminya, ia berbuat zinah.”
Kelirulah jika kita membayangkan bahwa tujuan dari ajaran Kristus
dan agama suci yaitu untuk menyenangkan hati kita dengan gagas-
an-gagasan tentang berbagai misteri ilahi atau untuk menghibur kita
dengan gagasan-gagasan tentang belas kasih ilahi. Tidak, wahyu ilahi
yang ingin disampaikan melalui ajaran Kristus dan agama suci dalam
Injil yaitu untuk melibatkan dan mendorong kita untuk melakukan
kewajiban-kewajiban kita sebagai orang Kristen, dan sebagaimana
halnya dengan kewajiban lainnya, semampu mungkin melakukan ke-
wajiban untuk berbuat baik dan memberi pertolongan bagi mereka
yang memerlukan dengan cara memberikan apa yang kita miliki atau
melakukan apa yang dapat kita lakukan untuk mereka. Hal inilah
yang ditekankan oleh Juruselamat kita untuk kita lakukan, yaitu de-
ngan cara mengingatkan kita bahwa kita hanya yaitu bendahara-
bendahara dari kasih karunia Tuhan yang melimpah. Mengingat dalam
banyak hal kita sering tidak setia sehingga kita kehilangan belas ka-
sihan Tuhan, maka alangkah bijaknya bila kita memikirkan cara ter-
tentu, bagaimana kita bisa membuat apa yang kita miliki di dunia ini
dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Perumpamaan tidak bo-
leh diartikan secara paksa di luar maksud utamanya. Oleh sebab itu
kita tidak boleh mengambil kesimpulan bahwa siapa atau apa saja
boleh menjadi teman kita walaupun kita menyakiti hati Tuhan. Ti-
dak, sebaliknya, secara umum kita harus merelakan apa yang kita
miliki dengan berbuat saleh dan amal, supaya kita boleh mendapat-
kannya kembali nanti dengan penuh penghiburan di balik kematian
dan kuburan sana. Jika kita ingin bertindak bijaksana, kita harus
rajin dan tekun memanfaatkan kekayaan kita dengan banyak ber-
buat saleh dan amal supaya terjaminlah masa depan dan kesejah-
teraan kekal kita. Jangan berlaku seperti orang-orang duniawi yang
menggunakan harta kekayaan mereka hanya untuk mencari keun-
tungan sementara sebesar-besarnya. Mereka bersahabat dengan har-
598
ta itu dan menjaminkan kepentingan-kepentingan duniawi lainnya
dengan harta itu. Demikian menurut Dr. Clarke.
Sekarang mari kita pikirkan baik-baik:
I. Perumpamaan itu sendiri, yang di dalamnya semua anak manusia
digambarkan sebagai bendahara dari apa yang mereka miliki di
dalam dunia ini, dan begitu juga, kita pun tiada lain daripada
bendahara-bendahara. Apa pun yang kita miliki, semuanya itu
yaitu milik Tuhan. Kita hanya memanfaatkannya, dan itu pun
harus sesuai dengan petunjuk Tuhan kita yang agung, dan hanya
untuk kehormatan-Nya. Rabi Kimchi, sebagaimana dikutip oleh
Dr. Lightfoot, berkata, “Dunia ini ibarat sebuah rumah. Sorga
yaitu atapnya, bintang-bintang yaitu lampu-lampunya, dan
bumi dengan buah-buahnya yaitu mejanya yang terbentang.
Tuan dari rumah itu yaitu Tuhan yang suci dan terpuji, sedang-
kan manusia yaitu bendaharanya, yang ke dalam tangannyalah
segala isi rumah ini diserahkan. Jika bendahara ini berlaku
baik, ia akan mendapat tempat di mata Tuannya, namun jika tidak,
ia akan dipecat dari jabatannya sebagai bendahara.” Sekarang,
1. Beginilah ketidakjujuran si bendahara ini. Ia menghamburkan
milik tuannya, mencurinya, menyalahgunakannya, atau de-
ngan kecerobohannya ia menyebabkan harta tuannya hilang
atau rusak. sebab semua inilah ia diadukan kepada tuannya
(ay. 1). Kita semua rentan dengan tuduhan serupa. Kita belum
memanfaatkan sebaik-baiknya apa yang telah Tuhan percaya-
kan kepada kita di dunia ini. Sebaliknya, kita membelokkan
tujuan-Nya. Supaya kita tidak dihakimi oleh Tuhan kita atas
tuduhan itu, sebaiknya kita menghakimi diri kita sendiri.
2. Bendahara ini diberhentikan dari pekerjaannya. Tuannya
memanggil dia, dan berkata, “Apakah yang kudengar tentang
engkau? Aku sebenarnya mengharapkan hal-hal yang lebih
baik dari engkau.” Tuan ini berkata dengan rasa kecewa,
dan ia merasa perlu untuk mengenyahkan bendahara itu dari
pekerjaannya. Kabar mengenai bendahara itu sangat meng-
ganggu tuan ini . Si bendahara tidak dapat menyangkal
tuduhan itu, dan oleh sebab itu, tidak ada kesempatan lagi
untuk memperbaiki kesalahannya, ia harus mempertanggung-
Injil Lukas 16:1-18
599
jawabkan perbuatannya, dan sebentar lagi ia akan enyah (ay.
2).
Nah, perumpamaan ini dimaksudkan untuk mengajarkan kita:
(1) Bahwa kita semua dalam waktu singkat akan dibebaskan
dari jabatan kita selaku bendahara di dunia ini. Kita tidak
boleh selalu menikmati semua hal yang sedang kita nik-
mati saat ini. Kematian akan datang menjemput dan me-
misahkan kita dari jabatan kita selaku bendahara, akan
melucuti dari kita segala kemampuan dan kesempatan yang
kita miliki sekarang ini untuk berbuat baik, dan orang lain
akan datang menempati posisi kita, dan mereka juga akan
mengalami keadaan yang sama.
(2) Bahwa berhentinya kita dari jabatan kita selaku bendahara
pada saat kematian memang adil, dan itulah ganjaran yang
sepantasnya kita terima, sebab kita telah menghambur-
kan semua kepunyaan Tuhan sehingga melenyapkan ke-
percayaan-Nya terhadap diri kita. Maka dari itu, kita tidak
pantas mengeluh atas terjadinya hal-hal buruk dalam hi-
dup kita.
(3) Bahwa saat jabatan kita diambil dari kita, maka kita
harus mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan kita:
sesudah kematian, ada penghakiman. Secara adil kita telah
diperingatkan baik mengenai berhentinya kita dari jabatan
kita maupun mengenai pertanggungjawaban kita, dan kita
harus sesering mungkin memikirkan kedua hal ini .
3. Hikmat sang bendahara sesudah ia diberhentikan. Sekarang
bendahara itu mulai mempertimbangkan, Apa yang harus aku
perbuat (ay. 3)? Seharusnya ia sudah mempertimbangkan ma-
sak-masak tentang hal ini sebelum berbuat bodoh sampai me-
ngeluarkan dirinya sendiri dari tempat kerjanya yang baik
dengan ketidakjujurannya itu. namun , memang lebih baik ter-
lambat daripada tidak pernah membuat pertimbangan sama
sekali. Perhatikan, mengingat kita semua telah menerima
peringatan bahwa tidak lama lagi kita pun akan menanggalkan
jabatan kita, maka kita perlu memikirkan apa yang harus kita
perbuat. Bendahara ini harus hidup sesudah ia dipecat.
Cara apa yang akan ia tempuh untuk melangsungkan kehi-
dupannya sehari-hari?
600
(1) Ia tahu bahwa dirinya tidak punya kemampuan yang cu-
kup untuk menjalani hidupnya dengan bekerja. “Mencang-
kul aku tidak dapat. Aku tidak dapat mencari makan de-
ngan bekerja keras.” namun mengapa ia tidak dapat men-
cangkul? Tidak tampak bahwa ia sudah tua ataupun cacat.
Jadi, sesungguhnya ia ini seorang yang malas. Sebenarnya
bukannya ia tidak dapat, namun memang ia tidak mau. Ia
tidak mau mengerjakan pekerjaan yang rendah, bukan
sebab secara badaniah ia tidak mampu, melainkan sebab
dalam hatinya memang ia enggan bekerja. Seandainya sete-
lah memecatnya dari pekerjaannya sebagai bendahara, lalu
tuannya menerima dia kembali untuk bekerja sebagai bu-
ruh, maka pastilah tuannya itu akan menyuruh dia men-
cangkul. Namun, ia tidak dapat mencangkul sebab tidak
biasa mengerjakan pekerjaan itu. Hal ini menunjukkan
bahwa kita tidak dapat mengerjakan suatu pekerjaan apa
pun untuk menghidupi jiwa kita di dunia ini dengan ke-
mampuan kita sendiri. Kita tidak dapat melakukan apa-apa
yang baik untuk jiwa kita.
(2) Ia tahu bahwa ia tidak bisa merendahkan diri sampai harus
mencari nafkah dengan cara mengemis: Mengemis aku
malu. Inilah tanda kesombongannya, yang merupakan
pangkal kemalasannya. Mereka yang sebab rencana peme-
liharaan Tuhan tidak mampu untuk menolong diri mereka
sendiri, seharusnya tidak perlu malu untuk meminta ban-
tuan orang lain. Seharusnya bendahara ini lebih merasa
malu untuk menipu tuannya daripada malu mengemis un-
tuk mendapat makan.
(3) Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk berteman dengan
orang yang berutang kepada tuannya atau yang menyewa
ladang tuannya dan belum melunasi sewa mereka. Jadi, ia
pun membuat catatan baru mengenai utang-utang mereka.
“Aku tahu apa yang akan aku perbuat (ay. 4). Tuanku
mengusir aku dari rumahnya. Aku sama sekali tidak punya
tempat tinggal. Aku mengenal dengan baik para penyewa
ladang tuanku, dan aku telah banyak berbuat baik kepada
mereka, dan sekarang aku akan berbuat baik sekali lagi
kepada mereka supaya mereka merasa berutang budi dan
bersedia menyambut aku di rumah mereka, serta menjamu
Injil Lukas 16:1-18
601
aku dengan layanan terbaik yang dapat mereka berikan.
Selama aku hidup, setidaknya sampai aku bisa mengurus
diri sendiri, aku akan menginap dengan mereka dan ber-
pindah dari rumah bagus yang satu ke yang lainnya.”
Sekarang, cara yang digunakan bendahara ini untuk
menjadikan mereka teman-temannya yaitu dengan me-
ngurangi sejumlah besar utang-utang mereka kepada tuan-
nya, dan hanya memberikan jumlah yang sangat sedikit
kepada tuannya. sebab itu, ia memanggil orang yang ber-
utang kepada tuannya seharga seratus tempayan minyak
(orang ini membayar utangnya dengan minyak): Inilah
surat utang mu, kata bendahara itu kepadanya, ini dia,
duduklah, dan buat surat utang lain sekarang juga: lima
puluh tempayan minyak (ay. 6). Demikianlah ia mengurangi
utang orang itu hingga setengahnya. Perhatikan, benda-
hara ini dalam keadaan terburu-buru saat mengu-
rangi utang orang itu, “Duduklah cepat-cepat (demikian
terjemahan KJV), dan lakukanlah, jangan sampai kita keta-
huan berbuat curang dan dicurigai.” Kemudian ia memang-
gil yang lain, yang berutang kepada tuannya seratus pikul
gandum, dan dari tagihan orang itu ia memangkas seper-
limanya, dan menyuruh orang itu menulis sendiri delapan
puluh pikul (ay. 7). Kemungkinan ia juga melakukan hal
yang sama terhadap orang-orang lain, mengurangi utang
lebih banyak atau lebih sedikit sesuai dengan kebaikan
yang ia harapkan dari mereka kelak. Lihatlah betapa tidak
pastinya milik kita di dunia ini, terutama bagi mereka yang
mempunyainya dalam jumlah banyak dan menyerahkan-
nya kepada orang lain untuk diawasi, sebab dengan demi-
kian mereka memberikan orang lain kuasa untuk menipu
mereka, sebab mata tidak akan tahan melihatnya. Lihat
juga betapa ketidaksetiaan itu bisa ditemukan di mana
saja, bahkan di antara mereka yang diberi kepercayaan.
Betapa sulitnya untuk menemukan orang yang benar-
benar dapat dipercaya! Hanya Tuhanlah yang benar, se-
dangkan semua orang yaitu pembohong (Rm. 3:4). Meski-
pun bendahara ini dipecat sebab bertindak tidak
jujur, ia tetap meneruskan perbuatannya. Sangat jarang
602
orang mau memperbaiki kesalahannya, meskipun mereka
akan menderita sebab nya.
4. Pujian atas perbuatan si bendahara ini: Tuan itu memuji ben-
dahara yang tidak jujur itu, sebab ia telah bertindak dengan
cerdik (ay. 8). Kalimat ini mungkin mengenai perkataan dari
tuannya, yaitu majikan dari si bendahara ini , yang mes-
kipun tidak dapat berbuat apa-apa selain marah terhadap
hambanya yang tidak jujur itu, namun tetap memuji akal dan
pikiran si bendahara itu untuk dirinya sendiri. Namun, dengan
melihat artinya yang demikian, tampaknya bagian akhir dari
ayat ini pastilah berasal dari Tuhan kita, dan sebab itu saya
kira seluruh ayat ini dimaksudkan sebagai perkataan menge-
nai Kristus. Kristus benar-benar berkata, “Aku memuji orang
yang seperti ini, yang tahu bagaimana melakukan apa yang
baik untuk dirinya sendiri, bagaimana memanfaatkan peluang
yang ada saat ini, dan bagaimana menyiapkan apa yang perlu
bagi masa depannya.” Yesus tidak memuji bendahara ini
sebab ia telah melakukan kesalahan terhadap tuannya, namun
sebab ia telah bertindak bijaksana untuk dirinya sendiri.
Mungkin saja dengan perbuatannya ini ia telah melakukan
sesuatu yang baik bagi tuannya, dan sekaligus juga bagi para
penyewa itu. Ia menyadari betapa berat harga yang telah ia te-
tapkan bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat membayar
sewa mereka; sesudah diperlakukan dengan kejam, mereka
mengalami kesulitan melunasi utang-utang mereka sehingga
mereka dengan keluarga mereka hampir bangkrut. sebab
mengingat hal ini, sekarang, saat akan berhenti, ia melaku-
kan apa yang semestinya ia lakukan dengan adil dan murah
hati, bukan hanya dengan meringankan beban utang-utang
mereka, melainkan juga mengurangi banyak beban utang me-
reka di masa depan. Berapakah utangmu? bisa berarti “Bera-
pa sewa yang ditetapkan bagimu? Kemarilah, aku akan mem-
beri harga yang lebih mudah, lebih ringan dibandingkan de-
ngan apa yang ditetapkan sebelumnya bagimu.” Ia telah lama
bekerja untuk tuannya, namun baru sekarang ia mulai mem-
perhatikan nasib para penyewa ini, dengan maksud supaya ia
boleh mendapat kebaikan hati mereka nantinya saat ia su-
dah tidak memperolehnya lagi dari tuannya. Pengurangan
utang ini merupakan kebaikan yang tidak akan terlupakan,
Injil Lukas 16:1-18
603
dan tampaknya kejadian ini akan semakin mempererat hu-
bungan di antara mereka. Nah, bagaimana ia dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan nyaman di dunia ini seharusnya
membuat kita malu akan kekurangpedulian kita akan kebu-
tuhan hidup kita untuk dunia lain: Anak-anak dunia ini, yang
memilih dan memiliki bagiannya di dunia ini, lebih bijak untuk
sesamanya, dan mereka bertindak dengan lebih penuh perhi-
tungan, serta lebih baik dalam mengurus kepentingan dan
keuntungan duniawi mereka daripada anak-anak terang, yang
menikmati Injil, di antara sesamanya, dalam kaitannya de-
ngan jiwa dan kekekalan mereka (ay. 8).
Perhatikan:
(1) Hikmat orang-orang duniawi dalam menghadapi dunia ini,
perlu kita tiru dalam menangani jiwa kita: pegangan me-
reka yaitu : memanfaatkan dan mengembangkan kesem-
patan-kesempatan yang mereka miliki, mengerjakan apa
yang paling dibutuhkan terlebih dahulu pada musim panas
dan musim panen sebagai persiapan untuk menghadapi
musim dingin, menerima penawaran yang baik saat dita-
warkan kepada mereka, memercayai orang yang setia dan
bukan yang fasik. Oh, seharusnya kita menjadi bijak se-
perti ini dalam perkara-perkara rohani.
(2) Anak-anak terang pada umumnya kalah cerdik dibanding-
kan dengan anak-anak dunia ini. Bukan sebab anak-anak
dunia ini cerdik dalam segala hal. Mereka lebih cerdik ha-
nya terhadap sesamanya saja. Namun demikian, dalam hal
ini pun mereka lebih cerdik daripada anak-anak terang ter-
hadap sesama mereka. sebab , meskipun kita diperingat-
kan bahwa kita harus segera berhenti dari kewajiban kita
selaku bendahara, kita tidak mau bersiap-siap saat ada
di sini dan bersikap seolah-olah tidak ada kehidupan lain
lagi sesudah ini. Kita tidak begitu khawatir seperti benda-
hara ini mengenai apa yang harus dilakukan untuk
masa akan datang. Sebagai anak-anak terang, yang oleh
Injil menuntun kita kepada hidup dan kekekalan, kita
sungguh bisa melihat dunia lain di hadapan kita. Namun,
dalam kenyataannya, kita tidak mau menyiapkan diri un-
tuk dunia lain itu. Kita tidak melakukan atau menunjuk-
604
kan perasaan apa-apa terhadap dunia lain itu seperti yang
seharusnya.
II. Penerapan dari perumpamaan ini, dan pelajaran yang dapat dipe-
tik darinya (ay. 9): “Aku berkata kepadamu, kalian murid-murid-
Ku,” (sebab kepada merekalah perumpamaan ini ditujukan (ay.
1)), “Meskipun kamu hanya memiliki sedikit saja di dalam dunia
ini, pergunakanlah yang sedikit itu sebaik mungkin.”
Perhatikan baik-baik:
1. Apa yang dinasihati oleh Yesus Tuhan kita untuk kita laku-
kan. Supaya kita boleh menikmati kebahagiaan di dunia lain,
pergunakanlah baik-baik segala milik dan segala apa yang kita
nikmati di dunia ini. “Ikatlah persahabatan dengan memper-
gunakan Mamon yang tidak jujur, seperti yang dilakukan oleh
bendahara ini terhadap semua milik tuannya sehingga
akhirnya ia membuat orang-orang yang berutang pada tuan-
nya menjadi sahabat-sahabatnya.” Inilah hikmat orang-orang
dunia ini dalam mengelola keuangan mereka sehingga mereka
mendapat keuntungan dari uang ini kelak, dan bukan
hanya untuk kepentingan saat ini saja. Oleh sebab itu mereka
menjalankan uang itu untuk mendapat bunga, membeli tanah,
menjalankan uang itu dalam berbagai bentuk dana. Begitulah
juga, kita harus belajar dari mereka bagaimana memanfaat-
kan uang kita sehingga kita mendapat yang lebih baik kelak di
dunia yang lain, sebagaimana mereka juga berharap-harap
untuk mendapatkan yang lebih baik kelak di dunia ini. sebab
itu, lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapat-
nya kembali lama sesudah itu (Pkh. 11:1). Dan dalam kasus
kita, meski apapun yang kita miliki yaitu milik Tuhan kita,
namun, selama kita menaburnya di antara para pengikut
Tuhan kita untuk kepentingan mereka, hal ini bukanlah tin-
dakan yang salah di mata Tuhan kita. Sebaliknya, itu yaitu
kewajiban yang harus kita lakukan bagi-Nya dan sudah men-
jadi ketetapan bagi diri kita sendiri.
Perhatikanlah:
(1) Harta benda dunia ini yaitu Mamon yang tidak jujur, atau
Mamon yang salah, bukan saja sebab sering kali harta
benda ini diperoleh dengan menipu dan tidak jujur,
Injil Lukas 16:1-18
605
namun juga sebab mereka yang memercayakan diri kepada-
nya untuk mendapat kepuasan dan kesenangan pasti akan
terkecoh; sebab harta kekayaan akan lenyap sehingga
akan mengecewakan orang-orang yang menaruh harapan
besar padanya.
(2) Meski Mamon yang tidak jujur ini tidak boleh dipercaya se-
bagai sarana untuk memperoleh kebahagiaan, namun
Mamon ini dapat dan harus dimanfaatkan untuk
membantu kita mencapai apa yang kita inginkan, yaitu
kebahagiaan kita. Meskipun kita tidak dapat menemukan
kebahagiaan sejati di dalamnya, namun kita dapat meng-
ikat persahabatan dengannya, bukan dengan cara menge-
jar-ngejarnya, namun menghargainya. Demikianlah halnya,
kita dapat menjadikan Tuhan dan Kristus sebagai sahabat
kita, para malaikat yang baik dan para orang suci menjadi
teman-teman kita, dan orang-orang miskin menjadi teman-
teman kita; dan sangatlah dikehendaki agar kita menjadi
sahabat dalam memikirkan keuntungan dan keadaan kita
di masa akan datang.
(3) Pada saat kematian kita semua selesai, hotan eklipete –
saat kamu menderita tidak berdaya. Kematian membuat
kita tidak berdaya. Seorang pedagang dikatakan tidak
dapat ditolong lagi saat ia bangkrut. Kita sekalian tak
lama lagi juga tidak dapat ditolong. Kematian akan menu-
tup usaha, membelenggu tangan kita. Semua kenyamanan
dan kesenangan kita di bumi tidak akan ada apa-apanya
lagi bagi kita. Tubuh dan jantung berhenti berfungsi.
(4) Sudah semestinya kita memberi perhatian penuh untuk
memastikan bagi diri kita sendiri, bahwa saat kita selesai
pada saat kematian nanti, kita bisa diterima ke dalam tem-
pat kediaman abadi di sorga. Tempat kediaman di sorga
abadi, tidak dibuat oleh tangan manusia, melainkan kekal
(2Kor. 5:1). Kristus telah pergi mendahului kita untuk me-
nyiapkan tempat kediaman bagi orang-orang yang menjadi
milik-Nya, dan Ia menanti di sana, siap untuk menerima
mereka semua. Pangkuan Abraham siap untuk menerima
mereka, dan saat sekumpulan malaikat penjaga mengi-
ring mereka menuju sorga, sebuah paduan suara malaikat
telah siap menyambut mereka di sana. Orang-orang kudus
606
yang miskin yang telah lebih dulu pergi kepada kemuliaan
itu akan menyambut orang-orang yang semasa hidup di
dunia ini telah menyumbang bagi kebutuhan mereka.
(5) sebab itu, baiklah bagi kita untuk menggunakan milik
kita di dunia ini demi kemuliaan Tuhan dan untuk kebaikan
saudara-saudara seiman kita, supaya dengan demikian
bersama-sama dengan mereka kita bisa mengumpulkan
suatu harta yang baik, suatu jaminan yang baik, suatu
dasar yang baik untuk waktu yang akan datang, untuk
mencapai kekekalan yang akan datang (1Tim. 6:17-19).
2. Alasan-alasan yang dipakai Kristus untuk menekankan pen-
tingnya nasihat-Nya ini, yaitu agar kita kaya dalam kebajikan,
suka memberi dan membagi:
(1) Jika kita tidak menggunakan karunia-karunia pemeliharaan
Tuhan dengan benar, bagaimana mungkin kita bisa berha-
rap Dia akan memberi kita segala penghiburan pada saat
ini dan di masa akan datang, yang merupakan karunia dari
anugerah rohani-Nya? Sang Penyelamat kita di sini mem-
bandingkan masalah kesetiaan dan ketidaksetiaan kita. Ia
menunjukkan bahwa meskipun kesetiaan kita dalam
menggunakan harta milik dunia ini belum bisa membuat
kita layak untuk menerima kasih karunia dari Tuhan . Keti-
daksetiaan kita pun bisa membuat kita kehilangan kasih
karunia-Nya, yang sungguh perlu bagi kita untuk memper-
oleh kemuliaan. Inilah yang diperlihatkan oleh Juruselamat
kita di sini (ay. 10-14).
[1] Harta duniawi yaitu perkara kecil, sedangkan kasih
karunia dan kemuliaan yaitu perkara yang lebih be-
sar. Sekarang, jika kita tidak setia dalam perkara kecil,
jika kita menggunakan apa yang ada di dunia ini untuk
tujuan yang lain daripada yang dimaksudkan untuk
kita, maka pantaslah untuk dikhawatirkan bahwa kita
pun akan melakukan hal yang sama terhadap segala
pemberian kasih karunia Tuhan . Dengan demikian, kita
menerima kasih karunia itu dengan sia-sia saja, dan
kita akan disangkal dari segala pemberian itu: Barang-
siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga da-
lam perkara-perkara besar. Ia yang melayani Tuhan dan
Injil Lukas 16:1-18
607
berbuat baik dengan uangnya, ia juga akan melayani
Tuhan dan berbuat baik dengan talenta-talenta hikmat
dan kasih karunia yang lebih mulia dan lebih bernilai,
dengan karunia-karunia rohani, dan kekayaan sorgawi.
Sebaliknya, ia yang mengubur satu talenta kekayaan
duniawi miliknya tidak akan pernah mengembangkan
lima talenta kekayaan rohani. Sungguh, Tuhan menahan
kasih karunia-Nya untuk diberikan kepada orang-orang
duniawi yang rakus, jauh melebihi apa yang kita ba-
yangkan.
[2] Harta kekayaan dunia ini sifatnya menipu dan tidak
pasti. Ia yaitu Mamon yang tidak jujur. Ia bergerak ce-
pat meninggalkan kita, dan jika kita ingin memanfaat-
kannya, kita harus ber