Tampilkan postingan dengan label pers 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pers 7. Tampilkan semua postingan

pers 7

 



mengadu

ke Dewan Pers menjadi pilihan yang rasional, lebih baik, lebih cepat, dan

mudah-mudahan bisa adil. Dewan Pers itu independen. Misalnya, saya

bekas wartawan, menjadi anggota Dewan Pers mewakili tokoh warga .

saat  saya berbicara, tidak semata-mata sebagai wartawan. Saya

berbicara untuk kepentingan umum. Saya ingin mengatakan kepada teman-

teman pers bahwa kita harus jujur mengakui produk jurnalistik kita

merupakan representasi atau refleksi dari gagasan, pikiran, pendapat

redaktur atau ada kepentingan pemilik modal. Ada isi berita yang

merupakan refleksi dari pemilik modal, tidak semata-mata refleksi dari

pemikiran wartawan. Hal sejenis  ini bisa terjadi.

-


Tempo sudah hidup 30 tahun lebih. Dengan pengalaman sejarah

seperti itu, Tempo tidak bisa main-main. Tempo bisa hidup sebab 

kredibilitas dan kepercayaan warga . Semakin banyak Tempo digugat,

akan semakin gede.

warga  juga jangan sedikit-sedikit ke pengadilan kalau ada

preferensi lain. Preferensi apa? Dewan Pers. Para pihak juga bisa bertemu

tanpa melalui Dewan Pers.

Bagaimana sebaiknya penyelesaian kasus Upi Asmaradana

yang digugat oleh Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol. Sisno

Adiwinoto?

Dalam kasus Upi, ada soal interpretasi hukum. Semua penegak

hukum yang berpikiran normatif, bahwa hukum itu apa yang tertulis dan

sudah disahkan negara dalam bentuk UU, mereka tidak mau lari dari itu.

Sebenarnya mereka bisa pakai UU No.40/1999 sebagai preferensi, pilihan.

Di Medan, saat Kapolri Bambang Hendarso Danuri menjadi Kapolda

Sumatera Utara, ia meminta humas dan kapolres memakai  UU No.40/

1999 kalau ada kasus pengaduan terhadap pers. Saya berhadap Kapolri

Bambang Hendarso Danuri konsisten dengan sikapnya saat masih di

Sumatera Utara.

Kapolda Sulawesi Selatan berada di bawah Kapolri. Artinya, saya

berharap perspektif penegakan hukum di Kepolisian berdasar UU No.40/

1999 yang intinya tidak mengkriminalkan wartawan, tidak memenjarakan

wartawan.

Bekti: Saya setuju, pers tidak alergi dengan tuntutan dari warga .

namun , jangan memakai  KUHP dan wartawan masuk penjara.

Wartawan masuk penjara menjadi pola pikir yang tidak sesuai dengan

kemerdekaan pers. Pendidikan hukum dan politik tidak harus dengan cara

masuk penjara. Kalau banyak wartawan masuk penjara, yang rugi

warga . Tuntutan denda tidak masalah. Sebagai anggota Komisi

Pengaduan Dewan Pers, saya berharap tidak ada lagi orang yang menuntut

wartawan masuk penjara. Datanglah ke Dewan Pers sebab  kasusnya

bisa diselesaikan dengan cepat dan gratis.

| 277

Kita sama-sama menjaga kemerdekaan pers, sebab  kemerdekaan

pers diperlukan oleh warga  demokratis. Salurannya melalui UU Pers.

Persoalannya, banyak aparat penegak hukum yang lebih senang

memakai  KUHP daripada UU Pers.

Bagaimana mendorong penegak hukum agar memakai 

UU Pers?

Wikrama: Kita tidak bisa menyalahkan penegak hukum begitu saja.

Mainset penegak hukum adalah mainset orang yang berpendidikan hukum

yaitu normatif-positif. Hukum adalah apa yang tertulis sesuai UU. Mereka

jarang melakukan penafsiran atau berani memilih pilihan lain yaitu UU

No.40/1999. Sewaktu Kapolri Bambang Hendarso Danuri menjadi Kapolda,

dia melakukan diskresi atau melakukan pilihan bahwa kalau ada kasus

pers gunakan UU No.40/1999. Mudah-mudahan Kapolri atau stafnya

mendengar dan konsisten. Ini adalah perspektif pemikiran demokrasi.

Saya katakan di awal, produk jurnalistik bukanlah produk yang final,

ilmiah, yang secara metodologis hasilnya bisa dipertanggungjawabkan ke-

benarannya. Berita itu terkadang produk instan yang dikejar waktu, tapi ada

juga yang dibuat berdasar pertimbangan dan waktu lama seperti investigasi.

SMS

Adi (Pandeglang): Saya orang awam sangat mendukung

perjuangan Tempo. Tempo berjuang tidak hanya untuk pasar, namun 

untuk mencerdaskan anak bangsa.

Sumi (Jakarta Pusat): Tempo jasanya besar, menguak hal-

hal besar yang membuat bangsa ini rusak parah. Kejahatan korporasi

dan rezim sesungguhnya jauh lebih besar daripada yang diketahui.

Kita sama-sama menjaga kemerdekaan pers, sebab 

kemerdekaan pers diperlukan oleh warga 

demokratis. Salurannya melalui UU Pers.

“”

-


Wandi: TvOne dan ANTV selama ini saya amati kurang meliput

masalah lumpur lapindo. Mungkin ini terkait dengan kepemilikan

modal.

Bekti: Dari pendapat warga  di atas, terlihat warga  semakin

cerdas. Mereka mengetahui bagaimana peran Tempo dalam sejarah

perjuangan pers Indonesia. Dan juga investigasi-investigasinya dalam

mengungkap kejahatan korporasi atau pemerintah. Media sejenis  ini

harus kita kembangkan.

Kasus korupsi luar biasa banyak. Diperlukan media yang selalu

konsisten mengungkap korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

kewalahan. Mereka perlu dibantu. Kejaksaan Agung dan polisi juga begitu.

Kita berharap Jaksa, hakim, polisi, di satu pihak dan pers di sisi lain

bekerjasama memberantas korupsi.

Kalau ada wartawan tidak profesional, mari kita benahi bersama,

jangan sedikit-sedikit dipenjarakan.

Bagaimana dengan tuntutan perdata terhadap pers?

Wikrama: Tuntutan perdata sangat ”karet” sekali (Pasal 1362 dan

1365 KUHPerdata). Tempo pernah digugat Rp 3 triliun oleh Sinivasan.

Bayangkan kalau itu dikabulkan. Di perdata, dihitung kerugian materiil

dan imateriil. Sesukanya menghitung. Ini jangan dianggap remeh. sebab 

itu, kemerdekaan pers harus dilindungi dalam Konstitusi dengan apa yang

disebut hak konstitusional. Dengan begitu tidak ada lagi UU Pers dan

peraturan pers lainnya.

Jadi, harus ada amandemen UUD?

Iya. Amandemen Pasal 28 dan secara eksplisit harus mengatakan bahwa

DPR atau pembuat UU tidak boleh membuat ketentuan apapun yang

bertentangan dengan prinsip kemerdekaan pers. Dikunci di sana, sehingga

kita bisa membedakan mana yang etik mana yang hukum. Kalau menyangkut

ranah etik, ke Dewan Pers. Kalau menyangkut hukum, ke pengadilan.


Kalau ada amandemen sejenis  itu, apakah UU Pers

diperlukan lagi?

Tidak diperlukan lagi. Di Amerika atau Australia tidak ada UU Pers.

Dewan Pers juga tidak diperlukan?

Dewan Pers independen diperlukan, sebab  tidak semua pers kredibel.

Perlu kita amati baik-baik, sebab  ada peluang orang yang beritikad buruk

menyalahgunakan fungsi media. Jumlahnya banyak.

™™

Pada hari ini, Selasa, 12 Oktober 2010, bertempat di Dewan Pers

Jl. Kebon Sirih No. 32-34, Jakarta Pusat, kami yang bertandatangan

di bawah ini:

1.   Menyatakan dengan tegas menolak kriminalisasi terhadap

wartawan sebab  nyata-nyata bertentangan dengan semangat

kemerdekaan pers sebagai salah satu pilar demokrasi yang selalu

ingin ditegakkan oleh pemerintah saat ini.

2.  Pelanggaran - yang dilakukan oleh pers atau

wartawan seharusnya diselesaikan dengan memakai 

Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.

3. Kami berpendapat bahwa penerapan KUHP dan pemenjaraan

terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan sebab  bertentangan

dengan semangat kemerdekaan berekspresi dan kemerdekaan

pers. Contoh terbaru adalah pemidanaan Pemimpin Redaksi

Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada, kasus pemidanaan

yang dialami kontributor Trans TV di Pemantang Siantar, Andi

Irianto Siahaan, dan proses pemidanaan lain yang masih

berlangsung misalnya terhadap harian Radar Banyumas dan

Radar Tegal.

4.  Kami mendesak negara untuk tidak melakukan pembiaran atas

terjadinya kekerasan terhadap wartawan. Contoh pembiaran itu

adalah kadaluarsanya, pada Agustus 2010, kasus pembunuhan

wartawan Bernas, Muhamad Fuad Syafrudin (Udin).

Negara telah gagal memberi  keadilan dan kepastian hukum

terhadap kasus ini. Contoh terbaru dialami almarhum Ridwan

Salamun, wartawan SUN TV di Tual, yang ditetapkan sebagai

tersangka kasus konflik antarwarga. Padahal ia terbunuh saat meliput

konflik itu.

PERNYATAAN BERSAMA

MENYIKAPI KEKERASAN DAN PEMIDANAAN

TERHADAP WARTAWAN


Nama penandatangan/

pendukung*

1.  Abdulllah Alamudi (IPML/

     LPDS)

2.  Agus Sudibyo (Dewan Pers)

3.  Ainur Rahman (PJI)

4.  Alfred Ginring (Koran

     Jakarta)

5.  Arief Suditomo (RCTI)

6.  Atmakusumah

      Astraatmadja (LPDS)

7.  Bayu Widagdo (Harian

     Jogja/Solo Pos)

8.  Cholid Zain (TVONE)

9.  Djafar Assegaff (wartawan

     senior)

10. Don Bosco Selamun

      (SCTV)

11. Enddy Koko (Trijaya FM)

12. Endy Bayuni (The Jakarta

      Post)

13. Fikri Jufri (Tempo)

14. Fredy Batari (Jurnal

      Nasional)

15. Harfin Naqsyabandy (TPI)

16. Hari Agus (Radar

      Banyumas)

17. Hariyanto (LSM/Law Of-

fices)

18. Hendrayana (LBH Pers)

19. Ishadi SK (Trans Corp)

20. Kristanto H (Sinar

       Harapan)

21. Kurnia S (SCTV)

22.  Leo Batubara (wartawan

       senior)

23.  Margiono (PWI)

24.  Margiyono (AJI)

25. Misbahol Munir

       (okezone.com)

26.  Petrus Suryadi (LPDS)

27.  Ray Wijaya (TPI)

28.  Rosihan Anwar (wartawan

      senior)

29. Slamet Mulyadi (PRSSNI)

30.  Suryopratomo (Metro TV)

31.  Syaiful H (Antara)

32. Triandy Suyatman

       (Indosiar)

33. Uni Z Lubis (ANTV/

      Dewan Pers)

34.  Warief D Basorie (LPDS)

*(nama-nama

penandatangan/pendukung

Pernyataan Bersama

sampai hari Selasa, 12

Oktober 2010, pukul 17.00.)

-

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak

asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar

1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana warga  untuk memperoleh

informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki

dan meningkatkan kuali tas kehidupan manusia. Dalam

mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga

menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial,

keberagaman warga , dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya,

pers menghormati hak asasi setiap orang, sebab  itu pers dituntut

profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh warga .

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik

untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia

memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman

operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan

integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia

menetapkan dan menaati -:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan

berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

a.  Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai

dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan

intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

-

-


b.  Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif saat 

peristiwa terjadi.

c.  Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja

dan semata-mata untuk memicu  kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang

profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi;

c. tidak menyuap;

d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;

e.  rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar,

foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber

dan ditampilkan secara berimbang;

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam

penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan

wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk

peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.


Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,

memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta

dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga

tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck

tentang kebenaran informasi itu.

b.  Berimbang adalah memberi  ruang atau waktu pemberitaan

kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.

Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang

berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi

seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,

sadis, dan cabul.

Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya

oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta

yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara

sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

-


d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis

dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-

mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan

mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan

identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan

identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

a.  Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut

diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

b.  Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan

belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan

tidak menerima suap.

Penafsiran

a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang

mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh

saat bertugas sebelum informasi ini  menjadi

pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda

atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.


Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi

narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun

keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi

latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas

dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber

dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita

sesuai dengan permintaan narasumber.

c.  Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data

dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa

menyebutkan narasumbernya.

d. Off the record adalah segala informasi atau data dari

narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita

berdasar prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang

atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis

kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang

lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai

sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

-


Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang

kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan

berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang

dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan

publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan

memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai

dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan

atau pemirsa.

Penafsiran

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik

sebab  ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait

dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi

secara proporsional.


Penafsiran

a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang

untuk memberi  tanggapan atau sanggahan terhadap

pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan

kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang

dirinya maupun tentang orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu

diperbaiki.

 Penilaian akhir atas pelanggaran -

dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik

jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau

perusahaan pers.

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

(- ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan

Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan

Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang -

Sebagai Peraturan Dewan Pers)

-


Peraturan Dewan Pers

Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008

Tentang

Pedoman Hak Jawab

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud dari kedaulatan

rakyat berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, supremasi

hukum, dan Hak Asasi Manusia. Kemerdekaan pers perlu

dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan warga ,

bangsa, dan negara.

Pelaksanaan kemerdekaan pers dapat diwujudkan oleh pers

yang merdeka, profesional, patuh pada asas, fungsi, hak, kewajiban,

dan peranannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999

tentang Pers, serta -.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, pers wajib memberi

akses yang proporsional kepada warga  untuk ikut berpartisipasi

memelihara kemerdekaan pers dan menghormati Hak Jawab yang

dimiliki warga . Untuk itu, Pedoman Hak Jawab ini disusun:

1.  Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi

atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah

pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik

Jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang

merugikan nama baiknya kepada pers yang memublikasikan.

2. Hak Jawab berasaskan keadilan, kepentingan umum,

proporsionalitas, dan profesionalitas.

3.  Pers wajib melayani setiap Hak Jawab.

4.  Fungsi Hak Jawab adalah:

a.   Memenuhi hak warga  untuk mendapatkan informasi yang

akurat;

b.  Menghargai martabat dan kehormatan orang yang merasa

Pedoman Hak Jawab

Pedoman Hak Jawab


dirugikan akibat pemberitaan pers;

c.   Mencegah atau mengurangi  munculnya kerugian yang lebih

besar bagi warga  dan pers;

d.  Bentuk pengawasan warga  terhadap pers.

5.  Tujuan Hak Jawab untuk:

a.  Memenuhi pemberitaaan atau karya jurnalistik yang adil dan

berimbang;

b.  Melaksanakan tanggung jawab pers kepada warga ;

c.  Menyelesaikan sengketa pemberitaan pers;

d.  Mewujudkan iktikad baik pers.

6. Hak Jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang

dirugikan.

7.   Hak Jawab diajukan langsung kepada pers yang bersangkutan,

dengan tembusan ke Dewan Pers.

8.  Dalam hal kelompok orang, organisasi atau badan hukum, Hak

Jawab diajukan oleh pihak yang berwenang dan atau sesuai

statuta organisasi, atau badan hukum  bersangkutan.

9.  Pengajuan Hak Jawab dilakukan secara tertulis (termasuk digital)

dan ditujukan kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau

menyampaikan langsung kepada redaksi dengan menunjukkan

identitas diri.

10. Pihak yang mengajukan Hak Jawab wajib memberitahukan

informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian

atau secara keseluruhan dengan data pendukung.

11. Pelayanan Hak Jawab tidak dikenakan biaya.

12. Pers dapat menolak isi Hak Jawab jika:

a.  Panjang/durasi/jumlah karakter materi Hak Jawab melebihi

pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan;

b.  Memuat fakta yang tidak terkait dengan pemberitaan atau

karya jurnalistik yang dipersoalkan;



c.  Pemuatannya dapat memicu  pelanggaran hukum;

d.  Bertentangan dengan kepentingan pihak ketiga yang harus

dilindungi secara hukum.

13. Hak Jawab dilakukan secara proporsional:

a.  Hak Jawab atas pemberitaan atau karya jurnalistik yang keliru

dan tidak akurat dilakukan baik pada bagian per bagian atau

secara keseluruhan dari informasi yang dipermasalahkan;

b.  Hak Jawab dilayani pada tempat atau program yang sama

dengan pemberitaan atau karya jurnal ist ik yang

dipermasalahkan, kecuali disepakati lain oleh para pihak;

c.  Hak Jawab dengan persetujuan para pihak dapat dilayani

dalam format ralat, wawancara, profil, features, liputan,

talkshow, pesan berjalan, komentar media siber, atau for-

mat lain namun  bukan dalam format iklan;

d.   Pelaksanaan Hak Jawab harus dilakukan dalam waktu yang

secepatnya, atau pada kesempatan pertama sesuai dengan

sifat pers yang bersangkutan;

1)  Untuk pers cetak wajib memuat Hak Jawab pada edisi

berikutnya atau selambat-lambatnya pada dua edisi sejak

Hak Jawab dimaksud diterima redaksi.

2)  Untuk pers televisi dan radio wajib memuat Hak Jawab

pada program berikutnya.

e. Pemuatan Hak Jawab dilakukan satu kali untuk setiap

pemberitaaan;

f.  Dalam hal ada  kekeliruan dan ketidakakuratan fakta

yang bersifat menghakimi, fitnah dan atau bohong, pers wajib

meminta maaf.

14. Pers berhak menyunting Hak Jawab sesuai dengan prinsip-

prinsip pemberitaan atau karya jurnalistik, namun tidak boleh

mengubah substansi atau makna Hak Jawab yang diajukan.

15.  Tanggung jawab terhadap isi Hak Jawab ada pada penanggung

jawab pers yang memublikasikannya.

Pedoman Hak Jawab


16. Hak Jawab tidak berlaku lagi jika setelah 2 (dua) bulan sejak

berita atau karya jurnalistik dipublikasikan pihak yang dirugikan

tidak mengajukan Hak Jawab, kecuali atas kesepakatan para

pihak.

17. Sengketa mengenai pelaksanaan Hak Jawab diselesaikan oleh

Dewan Pers.Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999

tentang Pers, pers yang tidak melayani Hak Jawab selain

melanggar - juga dapat dijatuhi sanksi

hukum pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (Lima

ratus juta rupiah).

Jakarta, 29 Oktober 2008


Pedoman Pemberitaan Media Siber

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan

kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi

Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia

juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat,

kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.

Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan

pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara

profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode

Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers,

pengelola media siber, dan warga  menyusun Pedoman

Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:

1. Ruang Lingkup

a.  Media Siber adalah segala bentuk media yang memakai 

wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta

memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar

Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.

Lampiran:

Peraturan Dewan Pers

Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012

Tentang

Pedoman Pemberitaan Media Siber



b. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah

segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna

media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara,

video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada

media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau

pemirsa, dan bentuk lain.

2. Verifikasi dan keberimbangan berita

a.  Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.

b.  Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi

pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan

keberimbangan.

c.  Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:

1)  Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang

bersifat mendesak;

2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas

disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;

3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui

keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;

4)  Media memberi  penjelasan kepada pembaca bahwa

berita ini  masih memerlukan verifikasi lebih lanjut

yang diusaha kan dalam waktu secepatnya. Penjelasan

dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam

kurung dan memakai  huruf miring.

d.  Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib

meneruskan usaha  verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan,

hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update)

dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.


3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)

a. Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan

mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan

Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik

Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.

b. Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan

registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih

dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan

Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.

c.  Dalam registrasi ini , media siber mewajibkan pengguna

memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna

yang dipublikasikan:

1)  Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;

2) Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan

kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan

antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan

kekerasan;

3)  Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis

kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat

orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

d.  Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit

atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan

dengan butir (c).

e. Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi

Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir

(c). Mekanisme ini  harus disediakan di tempat yang

dengan mudah dapat diakses pengguna.

Pedoman Pemberitaan Media Siber


f.   Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan

tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan

dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara

proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah

pengaduan diterima.

g.  Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a),

(b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah

yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar

ketentuan pada butir (c).

h. Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna

yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah

batas waktu sebagaimana ini  pada butir (f).

4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab

a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-

Undang Pers, -, dan Pedoman Hak

Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.

b.  Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita

yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.

c.  Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan

waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab ini .

d.  Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media

siber lain, maka:

1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada

berita yang dipublikasikan di media siber ini  atau

media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;

2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber,

juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip

berita dari media siber yang dikoreksi itu;


3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media

siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang

dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita

ini , bertanggung jawab penuh atas semua akibat

hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.

e.  Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak

melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda

paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).

5. Pencabutan Berita

a.  Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut sebab 

alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali  terkait

masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman

traumatik korban atau berdasar pertimbangan khusus lain

yang ditetapkan Dewan Pers.

b.  Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita

dari media asal yang telah dicabut.

c.  Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan

dan diumumkan kepada publik.

6. Iklan

a. Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk

berita dan iklan.

b. Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi

berbayar wajib mencantumkan keterangan “advertorial”,

“iklan”, “ads”, “sponsored”, atau kata lain yang menjelaskan

bahwa berita/artikel/isi ini  adalah iklan.

Pedoman Pemberitaan Media Siber


7. Hak Cipta

Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Pencantuman Pedoman

Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan

Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.

9. Sengketa

Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan

Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan

Pers.

Jakarta, 3 Februari 2012


 Perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas

jurnalistik telah menjadi kewajiban dunia internasional. Dewan Hak

Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations

Human Rights Council) di Wina, Austria, dalam resolusi yang

disepakati seluruh anggota tanggal 27 September 2012 untuk

pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan

sebagai unsur fundamental kebebasan ekspresi.

Dalam resolusi itu, Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan

kepada negara-negara di dunia agar “mengembangkan lingkungan

yang aman bagi para wartawan yang memungkinkan mereka dapat

melaksanakan pekerjaan secara independen.” Resolusi ini juga

menyerukan pencegahan impunitas bagi pelaku kekerasan

terhadap wartawan dengan melakukan investigasi yang tidak

memihak, cepat, dan efektif.

II. Latar Belakang

 Keselamatan wartawan masih menjadi masalah serius di

Indonesia. Selama ini telah terjadi banyak kekerasan terhadap

wartawan atau media. Aspek yang menonjol dalam penanganan

kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan adalah belum adanya

pedoman tentang tahap-tahap dan mekanisme yang dapat menjadi

rujukan bagi berbagai pihak terkait. Oleh sebab  itu, perlu disusun

pedoman penanganan yang memadahi. Pedoman ini diharapkan

dapat melengkapi ketentuan yang telah ada dalam rangka

Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan

Terhadap Wartawan

Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan

menyelesaikran kasus-kasus pers berdasar semangat dan isi

UU Pers No. 40 Tahun 1999.

III. Definisi Kekerasan Terhadap Wartawan

 Keerekerasan terhadap wartawan yang dimaksud di dalam

Pedoman ini adalah kekerasan terhadap wartawan yang sedang

menjalankan pekerjeaan jurnalistik atau kekerasan akibat karya

jurnalistik.

 

IV. Bentuk Kekerasan Terhadap Wartawan

1. Kekerasan fisik, yang meliputi penganiayaan ringan,

penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan

pembunuhan.

2.  Kekerasan nonfisik, yang meliputi ancaman verbal, penghinaan,

penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.

3.  Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.

4.  usaha  menghalangi kerja wartawan mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

informasi, seperti merampas peralatan kerja wartawan atau

tindakan lain yang merintangi wartawan sehingga tidak dapat

memproses pekerjaan kewartawanannya.

5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut

dalam pedoman ini merujuk pada definisi yang diatur KUHP

dan UU HAM.

  

V. Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan

 1. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus

dilakukan atas persetujuan korban atau ahli waris.

2. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus

dilakukan secepatnya.

3. Penanganan kasus kekerasan yang berhubungan dengan

kegiatan jurnalistik menjadi tanggung jawab bersama

perusahaan pers, organisasi profesi wartawan, dan Dewan

Pers.

4. Penanganan kasus kekerasan yang tidak berhubungan

dengan kegiatan jurnalistik menjadi tanggung jawab langsung

penegak hukum.

5. Organisasi profesi wartawan dan perusahaan pers harus

bersikap adil dan memberi  sanksi tegas jika ditemukan

bukti-bukti bahwa wartawan melanggar -

dan atau turut menyebabkan terjadinya kasus kekerasan.

6.  Perusahaan pers, asosiasi perusahaan pers, dan organisasi

profesi wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk

penanganan tindak kekerasan terhadap wartawan. Dewan

Pers memfasilitasi pembentukan lumbung dana taktis ini .

7. Media massa perlu menghindari pemberitaan kasus

kekerasan terhadap wartawan yang dapat menghambat

penanganan masalah, termasuk mempersulit evakuasi dan

perlindungan korban.

VI. Langkah Penanganan

Langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap

wartawan sebagai berikut:

1.  Pengumpulan informasi, yaitu membuat kronologi,

menentukan pihak-pihak yang terlibat, baik korban dan

pelaku maupun saksi mata, serta mengumpulkan bukti-bukti.

2. Verifikasi untuk menentukan:

Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan

a) Kasus kekerasan yang terjadi berhubungan dengan

kegiatan jurnalistik atau tidak.

b) Wartawan murni menjadi korban kekerasan atau turut

berkontribusi pada terjadinya kekerasan.

3.  Identifikasi keperluan korban, antara lain kondisi kesehatan,

keselamatan, dan kemungkinan evakuasi korban atau

keluarganya.

4.  Pengambilan kesimpulan dan rekomendasi:

a) Langkah litigasi.

b) Langkah nonlitigasi.

5.  Langkah koordinasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional

yang melibatkan organisasi profesi, media tempat wartawan

bekerja, Dewan Pers, kepolisian, LSM media, atau LSM HAM.

6. Pengumpulan dana untuk penanganan jika diperlukan.

Proses evakuasi korban atau keluarga nya harus didahulukan

dalam penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan jika

kondisi mengharuskan demikian.

 VII. Tanggung Jawab Perusahaan Pers:

 1. Menjadi pihak pertama yang segera memberi  perlindungan

terhadap wartawan dan keluarga korban kekerasan, baik

wartawan yang berstatus karyawan maupun nonkaryawan.

Tanggung jawab perusahaan pers meliputi: a) menanggung

biaya pengobatan, evakuasi, dan pencarian fakta; b) berkoor-

dinasi dengan organisasi profesi wartawan, Dewan Pers, dan

penegak hukum; c) memberi  pendampingan hukum.

2. Tetap melakukan pendampingan, meskipun kasus kekerasan

terhadap wartawan telah memasuki proses hukum di

kepolisian atau peradilan.

3. Memuat di dalam kontrak kerja, kewajiban memberi 

perlindungan hukum dan jaminan keselamatan kepada

wartawan baik wartawan yang berstatus karyawan maupun

nonkaryawan.

4. Menghindari tindakan memaksa wartawan atau ahli warisnya

untuk melakukan perdamaian dengan pelaku kekerasan

ataupun untuk meneruskan kasus.

5. Menghindari perdamaian atau kesepakatan tertentu dengan

pelaku kekerasan tanpa melibatkan wartawan korban

kekerasan atau ahli warisnya.

VIII. Tanggung Jawab Organisasi Profesi Wartawan:

 1. Melakukan pendampingan terhadap wartawan dan keluarga

yang menjadi korban kekerasan, termasuk saat  kasus

kekerasan telah memasuki proses hukum. Pendampingan

mengacu kepada langkah-langkah penanganan kasus

kekerasan terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam

Bab V Pedoman ini.

2. Mengambil peran lebih besar dan bertindak proaktif untuk

melakukan advokasi terhadap wartawan korban kekerasan

atau keluarganya bagi pengurus organisasi di tingkat lokal.

3.  Turut mengusaha kan dana yang dibutuhkan untuk penanganan

kasus kekerasan terhadap wartawan.

4.  Tidak membuat pernyataan yang menyalahkan pihak tertentu

atas terjadinya kekerasan terhadap wartawan, sebelum

melakukan proses pengumpulan dan verifikasi data.

  

Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan


IX. Tanggung Jawab Dewan Pers:

 1. Mengoordinasikan pelaksanaan Pedoman Penanganan Kasus

Kekerasan Terhadap Wartawan ini dengan perusahaan pers

dan organisasi profesi wartawan.

2. Mengingatkan tanggung jawab perusahaan pers dan organisasi

profesi wartawan sebagaimana diatur dalam Pedoman ini.

3.  Turut mengusaha kan dana yang dibutuhkan untuk menangani

kasus kekerasan terhadap wartawan sampai proses hukum

dinyatakan selesai.

4. Berkoordinasi dengan penegak hukum untuk melakukan

langkah-langkah penanganan yang dibutuhkan untuk

melindungi wartawan korban kekerasan atau keluarganya,

serta memastikan penegak hukum memproses pelaku

kekerasan dan bukti-bukti tindak kekerasan.

5.  Bersama perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan

mengawal proses hukum kasus kekerasan terhadap

wartawan dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan

untuk mempercepat prosesnya.

 

X. Ketentuan Penutup

 1. Dewan Pers dan organisasi profesi wartawan membentuk

satuan tugas untuk melaksanakan Pedoman Penanganan

Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan ini.

2. Setiap kasus kekerasan terhadap wartawan akan diselesaikan

melalui litigasi. Kecekatan para penegak hukum amat penting

untuk menghindari impunitas yang menyebabkan pe-

nyelesaian kasus kekerasan terhadap wartawan dan media

pers terabaikan dalam waktu yang tidak menentu. 


3.  Penyelesaian nonlitigasi dapat dilaksanakan jika benar-benar

dikehendaki oleh korban tanpa tekanan dari pihak mana pun.

Penyelesaian nonlitigasi harus melibatkan perusahaan pers,

organisasi profesi wartawan, dan Dewan Pers.

Jakarta, 6 Desember 2012

Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan


Menimbang:

a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud

kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting

untuk menciptakan kehidupan berwarga , berbangsa dan

bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan

mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum

dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;

b. bahwa dalam kehidupan berwarga , berbangsa, dan

bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan

pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak

memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang

sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan

dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan

mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa,

penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat

melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya

dengan sebaik-baiknya berdasar kemerdekaan pers yang

profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan

perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan

paksaan dari manapun;



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 40 TAHUN 1999

TENTANG

PERS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers


d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia

yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial;

e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah

dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak

sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;

f.  bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang

tentang Pers;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28

Undang-undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERS




KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:

1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa

yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,

memperoleh, memil iki,  menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,

gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun

dalam bentuk lainnya dengan memakai  media cetak,

media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang

menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media

cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan

media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan,

menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

3.  Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media

cetak, media elektronik, atau media lainnya serta warga 

umum dalam memperoleh informasi.

4.  Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan

kegiatan jurnalistik.

5.  Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi

perusahaan pers.

6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh

perusahaan pers Indonesia.

7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh

perusahaan asing.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers


8.     Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian

atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau

disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang

bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau

kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak

berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.

9.     Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian

penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau

melawan hukum.

10. Hak Tolak adalah hak wartawan sebab  profesinya, untuk

menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya

dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.

11.  Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang

untuk memberi  tanggapan atau sanggahan terhadap

pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

12.  Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau

membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh

pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi

atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau

gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers

yang bersangkutan.

14. - adalah himpunan etika profesi

kewartawanan.



ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS

Pasal 2

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat

yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan

supremasi hukum.

Pasal 3

(1)  Pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi,

pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

(2) Disamping fungsi-fungsi ini  ayat (1), pers nasional

dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Pasal 4

(1)  Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,

pembredelan atau pelarangan penyiaran.

(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional

memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebar-

luaskan gagasan dan informasi.

(4)  Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan

hukum, wartawan memiliki Hak Tolak.

Pasal 5

(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan

opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa

kesusilaan warga  serta asas praduga tak bersalah.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers


(2)  Pers wajib melayani Hak Jawab.

(3)  Pers wajib melayani Hak Koreksi.

Pasal 6

Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut:

a.  memenuhi hak warga  untuk mengetahui;

b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong

terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia,

serta menghormat kebhinekaan;

c. mengembangkan pendapat umum berdasar informasi

yang tepat, akurat dan benar;

d.  melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;

e.  memperjuangkan keadilan dan kebenaran;


WARTAWAN

Pasal 7

(1)  Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.

(2)  Wartawan memiliki dan menaati -.

Pasal 8

Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat

perlindungan hukum.



PERUSAHAAN PERS

Pasal 9

(1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak

mendirikan perusahaan pers.

(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum

Indonesia.

Pasal 10

Perusahaan pers memberi  kesejahteraan kepada

wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham

dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

Pasal 11

Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan

melalui pasar modal.

Pasal 12

Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan

penanggung jawab secara terbuka melalui media yang

bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan

alamat percetakan.

Pasal 13

Perusahaan pers dilarang memuat iklan:

a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan

atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama,

serta bertentangan dengan rasa kesusilaan warga ;

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers


b.  minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

c.  peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Pasal 14

Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar

negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat

mendirikan kantor berita.



Pasal 15

(1) Dalam usaha  mengembangkan kemerdekaan pers dan

meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan

Pers yang independen.

(2)  Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak

lain;

b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan

pers;

c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik

Jurnalistik;

d. memberi  pertimbangan dan mengusaha kan pe-

nyelesaian pengaduan warga  atas kasus-kasus yang

berhubungan dengan pemberitaan pers;


e. mengembangkan komunikasi antara pers, warga ,

dan pemerintah;

f.   memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun

peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan

kualitas profesi kewartawanan;

g.  mendata perusahaan pers;

(3)  Anggota Dewan Pers terdiri dari :

a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;

b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi

perusahaan pers;

c. tokoh warga , ahli  di bidang pers dan atau

komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi

wartawan dan organisasi perusahaan pers;

(4)  Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh

anggota.

(5)  Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(6)  Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun

dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu

periode berikutnya.

(7)  Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:

a. organisasi pers;

b. perusahaan pers;

c.  bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers



PERS ASING

Pasal 16

Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan

pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII

PERAN SERTA warga 

Pasal 17

(1) warga  dapat melakukan kegiatan untuk

mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak

memperoleh informasi yang diperlukan.

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat

berupa:

a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pe-

langgaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang

dilakukan oleh pers;

b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers

dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers

nasional.


KETENTUAN PIDANA

Pasal 18

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja

melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau

menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan

ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima

ratus juta rupiah).

(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana

denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta

rupiah).

(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat

(2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling

banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).



KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

(1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan

perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta

badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap

menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau

belum diganti dengan yang baru berdasar undang-

undang ini.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers


(2)   Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya

undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan

undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)

tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.



Pasal 20

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:

1.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan

atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);

2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang

Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya

Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang

menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat ka-

bar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;

dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 21

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal 23 September 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

BACHARUDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 23 September 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd   

MULADI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999

NOMOR 166

Salinan sesuai dengan aslinya.

SEKRETARIAT KABINET RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II

Plt

Edy Sudibyo

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers



I. UMUM

Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan

berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media

lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan ini . Agar pers berfungsi secara

maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-undang

Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers.

Fungsi maksimal itu diperlukan sebab  kemerdekaan pers adalah

salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur

yang sangat penting dalam kehidupan berwarga , berbangsa

dan bernegara yang demokratis.

Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban

kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang

transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.

Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan

menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan

Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/

1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan

bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh


PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 40 TAHUN 1999

TENTANG

PERS


informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa

tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi : “Setiap or-

ang berhak atas kebebasan memiliki dan mengeluarkan

pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat

tanpa gangguan, dan untuk mencari,  menerima, dan

menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja

dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah”.

Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting

pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik

korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan

penyimpangan lainnya.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya,

pers menghormati hak asasi setiap orang, sebab  itu dituntut pers

yang profesional dan terbuka dikontrol oleh warga .

Kontrol warga  dimaksud antara lain : oleh setiap orang

dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-

lembaga kewarga an seperti pemantau media (media watch)

dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.

Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-

undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.



. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

332 |  -

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip

ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para

wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan

tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.

Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kemerdekaan pers dijamin

sebagai hak asasi warga negara” adalah bahwa pers

bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau

penekanan agar hak warga  untuk memperoleh

informasi terjamin.

Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai

kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum

yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab

profesi yang dijabarkan dalam - serta

sesuai dengan hati nurani insan pers.

Ayat (2)

Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan

penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media

elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari

pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan

undang-undang yang berlaku.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat

melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara

menolak menyebutkan indentitas sumber informasi.

Hal ini  dapat digunakan jika wartawan dimintai

keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi

saksi di pengadilan.

Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan

keselamatan negara atau ketertiban umum yang

dinyatakan oleh pengadilan.

Pasal 5

Ayat (1)

Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak

menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan

seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih

dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan

kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan

ini .

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 6

Pers nasional memiliki peranan penting dalam

memenuhi hak warga  untuk mengetahui dan

mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan

informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong

ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya

supremasi hukum untuk menuju warga  yang tertib.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers


Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “-” adalah

kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan

ditetapkan oleh Dewan Pers.

Pasal 8

Yang dimaksud dengan “perlindungan hukum” adalah

jaminan perlindungan Pemerintah dan atau warga  kepada

wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan

peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 9

Ayat (1)

Setiap warga negara Indonesia berhak atas

kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan Hak

Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pers nasional memiliki fungsi dan peranan yang

penting dan strategis dalam kehidupan berwarga ,

berbangsa, dan bernegara. Oleh sebab  itu, negara dapat

mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga

atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers.

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 10

Yang dimaksud dengan “bentuk kesejahteraan lainnya” adalah

peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain.

Pemberian kesejahteraan ini  di laksanakan

berdasar kesepakatan antara manajemen perusahaan

dengan wartawan dan karyawan pers.

Pasal 11

Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi

agar tidak mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 12

Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara:

a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan

penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat

percetakan;

b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan

penanggungjawabnya pada awal atau akhir setiap

siaran karya jurnalistik;

c.  media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan

karakter media yang bersangkutan.

Pengumuman ini  dimaksudkan sebagai wujud

pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau

disiarkan.

Yang dimaksud dengan “penanggung jawab” adalah

penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang

usaha dan bidang redaksi.

Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana

menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers


Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk

mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan

kualitas serta kuantitas pers nasional.

Ayat (2)

Pertimbangan atas pengaduan dari warga 

sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang

berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi dan dugaan

pelanggaran terhadap -.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Untuk melaksanakan peran serta warga 

sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat dibentuk

lembaga atau organisasi pemantau media (media watch).

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh

perusahaan pers, maka perusahaan ini  diwakili oleh

penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam

penjelasan Pasal 12.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3887

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers