mengadu
ke Dewan Pers menjadi pilihan yang rasional, lebih baik, lebih cepat, dan
mudah-mudahan bisa adil. Dewan Pers itu independen. Misalnya, saya
bekas wartawan, menjadi anggota Dewan Pers mewakili tokoh warga .
saat saya berbicara, tidak semata-mata sebagai wartawan. Saya
berbicara untuk kepentingan umum. Saya ingin mengatakan kepada teman-
teman pers bahwa kita harus jujur mengakui produk jurnalistik kita
merupakan representasi atau refleksi dari gagasan, pikiran, pendapat
redaktur atau ada kepentingan pemilik modal. Ada isi berita yang
merupakan refleksi dari pemilik modal, tidak semata-mata refleksi dari
pemikiran wartawan. Hal sejenis ini bisa terjadi.
-
Tempo sudah hidup 30 tahun lebih. Dengan pengalaman sejarah
seperti itu, Tempo tidak bisa main-main. Tempo bisa hidup sebab
kredibilitas dan kepercayaan warga . Semakin banyak Tempo digugat,
akan semakin gede.
warga juga jangan sedikit-sedikit ke pengadilan kalau ada
preferensi lain. Preferensi apa? Dewan Pers. Para pihak juga bisa bertemu
tanpa melalui Dewan Pers.
Bagaimana sebaiknya penyelesaian kasus Upi Asmaradana
yang digugat oleh Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol. Sisno
Adiwinoto?
Dalam kasus Upi, ada soal interpretasi hukum. Semua penegak
hukum yang berpikiran normatif, bahwa hukum itu apa yang tertulis dan
sudah disahkan negara dalam bentuk UU, mereka tidak mau lari dari itu.
Sebenarnya mereka bisa pakai UU No.40/1999 sebagai preferensi, pilihan.
Di Medan, saat Kapolri Bambang Hendarso Danuri menjadi Kapolda
Sumatera Utara, ia meminta humas dan kapolres memakai UU No.40/
1999 kalau ada kasus pengaduan terhadap pers. Saya berhadap Kapolri
Bambang Hendarso Danuri konsisten dengan sikapnya saat masih di
Sumatera Utara.
Kapolda Sulawesi Selatan berada di bawah Kapolri. Artinya, saya
berharap perspektif penegakan hukum di Kepolisian berdasar UU No.40/
1999 yang intinya tidak mengkriminalkan wartawan, tidak memenjarakan
wartawan.
Bekti: Saya setuju, pers tidak alergi dengan tuntutan dari warga .
namun , jangan memakai KUHP dan wartawan masuk penjara.
Wartawan masuk penjara menjadi pola pikir yang tidak sesuai dengan
kemerdekaan pers. Pendidikan hukum dan politik tidak harus dengan cara
masuk penjara. Kalau banyak wartawan masuk penjara, yang rugi
warga . Tuntutan denda tidak masalah. Sebagai anggota Komisi
Pengaduan Dewan Pers, saya berharap tidak ada lagi orang yang menuntut
wartawan masuk penjara. Datanglah ke Dewan Pers sebab kasusnya
bisa diselesaikan dengan cepat dan gratis.
| 277
Kita sama-sama menjaga kemerdekaan pers, sebab kemerdekaan
pers diperlukan oleh warga demokratis. Salurannya melalui UU Pers.
Persoalannya, banyak aparat penegak hukum yang lebih senang
memakai KUHP daripada UU Pers.
Bagaimana mendorong penegak hukum agar memakai
UU Pers?
Wikrama: Kita tidak bisa menyalahkan penegak hukum begitu saja.
Mainset penegak hukum adalah mainset orang yang berpendidikan hukum
yaitu normatif-positif. Hukum adalah apa yang tertulis sesuai UU. Mereka
jarang melakukan penafsiran atau berani memilih pilihan lain yaitu UU
No.40/1999. Sewaktu Kapolri Bambang Hendarso Danuri menjadi Kapolda,
dia melakukan diskresi atau melakukan pilihan bahwa kalau ada kasus
pers gunakan UU No.40/1999. Mudah-mudahan Kapolri atau stafnya
mendengar dan konsisten. Ini adalah perspektif pemikiran demokrasi.
Saya katakan di awal, produk jurnalistik bukanlah produk yang final,
ilmiah, yang secara metodologis hasilnya bisa dipertanggungjawabkan ke-
benarannya. Berita itu terkadang produk instan yang dikejar waktu, tapi ada
juga yang dibuat berdasar pertimbangan dan waktu lama seperti investigasi.
SMS
Adi (Pandeglang): Saya orang awam sangat mendukung
perjuangan Tempo. Tempo berjuang tidak hanya untuk pasar, namun
untuk mencerdaskan anak bangsa.
Sumi (Jakarta Pusat): Tempo jasanya besar, menguak hal-
hal besar yang membuat bangsa ini rusak parah. Kejahatan korporasi
dan rezim sesungguhnya jauh lebih besar daripada yang diketahui.
Kita sama-sama menjaga kemerdekaan pers, sebab
kemerdekaan pers diperlukan oleh warga
demokratis. Salurannya melalui UU Pers.
“”
-
Wandi: TvOne dan ANTV selama ini saya amati kurang meliput
masalah lumpur lapindo. Mungkin ini terkait dengan kepemilikan
modal.
Bekti: Dari pendapat warga di atas, terlihat warga semakin
cerdas. Mereka mengetahui bagaimana peran Tempo dalam sejarah
perjuangan pers Indonesia. Dan juga investigasi-investigasinya dalam
mengungkap kejahatan korporasi atau pemerintah. Media sejenis ini
harus kita kembangkan.
Kasus korupsi luar biasa banyak. Diperlukan media yang selalu
konsisten mengungkap korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
kewalahan. Mereka perlu dibantu. Kejaksaan Agung dan polisi juga begitu.
Kita berharap Jaksa, hakim, polisi, di satu pihak dan pers di sisi lain
bekerjasama memberantas korupsi.
Kalau ada wartawan tidak profesional, mari kita benahi bersama,
jangan sedikit-sedikit dipenjarakan.
Bagaimana dengan tuntutan perdata terhadap pers?
Wikrama: Tuntutan perdata sangat ”karet” sekali (Pasal 1362 dan
1365 KUHPerdata). Tempo pernah digugat Rp 3 triliun oleh Sinivasan.
Bayangkan kalau itu dikabulkan. Di perdata, dihitung kerugian materiil
dan imateriil. Sesukanya menghitung. Ini jangan dianggap remeh. sebab
itu, kemerdekaan pers harus dilindungi dalam Konstitusi dengan apa yang
disebut hak konstitusional. Dengan begitu tidak ada lagi UU Pers dan
peraturan pers lainnya.
Jadi, harus ada amandemen UUD?
Iya. Amandemen Pasal 28 dan secara eksplisit harus mengatakan bahwa
DPR atau pembuat UU tidak boleh membuat ketentuan apapun yang
bertentangan dengan prinsip kemerdekaan pers. Dikunci di sana, sehingga
kita bisa membedakan mana yang etik mana yang hukum. Kalau menyangkut
ranah etik, ke Dewan Pers. Kalau menyangkut hukum, ke pengadilan.
Kalau ada amandemen sejenis itu, apakah UU Pers
diperlukan lagi?
Tidak diperlukan lagi. Di Amerika atau Australia tidak ada UU Pers.
Dewan Pers juga tidak diperlukan?
Dewan Pers independen diperlukan, sebab tidak semua pers kredibel.
Perlu kita amati baik-baik, sebab ada peluang orang yang beritikad buruk
menyalahgunakan fungsi media. Jumlahnya banyak.
™™
Pada hari ini, Selasa, 12 Oktober 2010, bertempat di Dewan Pers
Jl. Kebon Sirih No. 32-34, Jakarta Pusat, kami yang bertandatangan
di bawah ini:
1. Menyatakan dengan tegas menolak kriminalisasi terhadap
wartawan sebab nyata-nyata bertentangan dengan semangat
kemerdekaan pers sebagai salah satu pilar demokrasi yang selalu
ingin ditegakkan oleh pemerintah saat ini.
2. Pelanggaran - yang dilakukan oleh pers atau
wartawan seharusnya diselesaikan dengan memakai
Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.
3. Kami berpendapat bahwa penerapan KUHP dan pemenjaraan
terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan sebab bertentangan
dengan semangat kemerdekaan berekspresi dan kemerdekaan
pers. Contoh terbaru adalah pemidanaan Pemimpin Redaksi
Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada, kasus pemidanaan
yang dialami kontributor Trans TV di Pemantang Siantar, Andi
Irianto Siahaan, dan proses pemidanaan lain yang masih
berlangsung misalnya terhadap harian Radar Banyumas dan
Radar Tegal.
4. Kami mendesak negara untuk tidak melakukan pembiaran atas
terjadinya kekerasan terhadap wartawan. Contoh pembiaran itu
adalah kadaluarsanya, pada Agustus 2010, kasus pembunuhan
wartawan Bernas, Muhamad Fuad Syafrudin (Udin).
Negara telah gagal memberi keadilan dan kepastian hukum
terhadap kasus ini. Contoh terbaru dialami almarhum Ridwan
Salamun, wartawan SUN TV di Tual, yang ditetapkan sebagai
tersangka kasus konflik antarwarga. Padahal ia terbunuh saat meliput
konflik itu.
PERNYATAAN BERSAMA
MENYIKAPI KEKERASAN DAN PEMIDANAAN
TERHADAP WARTAWAN
Nama penandatangan/
pendukung*
1. Abdulllah Alamudi (IPML/
LPDS)
2. Agus Sudibyo (Dewan Pers)
3. Ainur Rahman (PJI)
4. Alfred Ginring (Koran
Jakarta)
5. Arief Suditomo (RCTI)
6. Atmakusumah
Astraatmadja (LPDS)
7. Bayu Widagdo (Harian
Jogja/Solo Pos)
8. Cholid Zain (TVONE)
9. Djafar Assegaff (wartawan
senior)
10. Don Bosco Selamun
(SCTV)
11. Enddy Koko (Trijaya FM)
12. Endy Bayuni (The Jakarta
Post)
13. Fikri Jufri (Tempo)
14. Fredy Batari (Jurnal
Nasional)
15. Harfin Naqsyabandy (TPI)
16. Hari Agus (Radar
Banyumas)
17. Hariyanto (LSM/Law Of-
fices)
18. Hendrayana (LBH Pers)
19. Ishadi SK (Trans Corp)
20. Kristanto H (Sinar
Harapan)
21. Kurnia S (SCTV)
22. Leo Batubara (wartawan
senior)
23. Margiono (PWI)
24. Margiyono (AJI)
25. Misbahol Munir
(okezone.com)
26. Petrus Suryadi (LPDS)
27. Ray Wijaya (TPI)
28. Rosihan Anwar (wartawan
senior)
29. Slamet Mulyadi (PRSSNI)
30. Suryopratomo (Metro TV)
31. Syaiful H (Antara)
32. Triandy Suyatman
(Indosiar)
33. Uni Z Lubis (ANTV/
Dewan Pers)
34. Warief D Basorie (LPDS)
*(nama-nama
penandatangan/pendukung
Pernyataan Bersama
sampai hari Selasa, 12
Oktober 2010, pukul 17.00.)
-
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak
asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana warga untuk memperoleh
informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki
dan meningkatkan kuali tas kehidupan manusia. Dalam
mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga
menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial,
keberagaman warga , dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya,
pers menghormati hak asasi setiap orang, sebab itu pers dituntut
profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh warga .
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik
untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia
memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan dan menaati -:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan
berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai
dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan
intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
-
-
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif saat
peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja
dan semata-mata untuk memicu kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar,
foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber
dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam
penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan
wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk
peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta
dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga
tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck
tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberi ruang atau waktu pemberitaan
kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang
berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi
seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,
sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya
oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta
yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara
sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
-
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis
dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-
mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan
mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut
diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan
belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan
tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang
mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh
saat bertugas sebelum informasi ini menjadi
pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda
atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi
latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas
dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber
dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita
sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data
dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa
menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasar prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang
atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang
lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai
sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
-
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan
berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang
dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan
publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik
sebab ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait
dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang
untuk memberi tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang
dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu
diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran -
dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik
jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
(- ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan
Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan
Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang -
Sebagai Peraturan Dewan Pers)
-
Peraturan Dewan Pers
Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008
Tentang
Pedoman Hak Jawab
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud dari kedaulatan
rakyat berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, supremasi
hukum, dan Hak Asasi Manusia. Kemerdekaan pers perlu
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan warga ,
bangsa, dan negara.
Pelaksanaan kemerdekaan pers dapat diwujudkan oleh pers
yang merdeka, profesional, patuh pada asas, fungsi, hak, kewajiban,
dan peranannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers, serta -.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya, pers wajib memberi
akses yang proporsional kepada warga untuk ikut berpartisipasi
memelihara kemerdekaan pers dan menghormati Hak Jawab yang
dimiliki warga . Untuk itu, Pedoman Hak Jawab ini disusun:
1. Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi
atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah
pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik
Jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang
merugikan nama baiknya kepada pers yang memublikasikan.
2. Hak Jawab berasaskan keadilan, kepentingan umum,
proporsionalitas, dan profesionalitas.
3. Pers wajib melayani setiap Hak Jawab.
4. Fungsi Hak Jawab adalah:
a. Memenuhi hak warga untuk mendapatkan informasi yang
akurat;
b. Menghargai martabat dan kehormatan orang yang merasa
Pedoman Hak Jawab
Pedoman Hak Jawab
dirugikan akibat pemberitaan pers;
c. Mencegah atau mengurangi munculnya kerugian yang lebih
besar bagi warga dan pers;
d. Bentuk pengawasan warga terhadap pers.
5. Tujuan Hak Jawab untuk:
a. Memenuhi pemberitaaan atau karya jurnalistik yang adil dan
berimbang;
b. Melaksanakan tanggung jawab pers kepada warga ;
c. Menyelesaikan sengketa pemberitaan pers;
d. Mewujudkan iktikad baik pers.
6. Hak Jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang
dirugikan.
7. Hak Jawab diajukan langsung kepada pers yang bersangkutan,
dengan tembusan ke Dewan Pers.
8. Dalam hal kelompok orang, organisasi atau badan hukum, Hak
Jawab diajukan oleh pihak yang berwenang dan atau sesuai
statuta organisasi, atau badan hukum bersangkutan.
9. Pengajuan Hak Jawab dilakukan secara tertulis (termasuk digital)
dan ditujukan kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau
menyampaikan langsung kepada redaksi dengan menunjukkan
identitas diri.
10. Pihak yang mengajukan Hak Jawab wajib memberitahukan
informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian
atau secara keseluruhan dengan data pendukung.
11. Pelayanan Hak Jawab tidak dikenakan biaya.
12. Pers dapat menolak isi Hak Jawab jika:
a. Panjang/durasi/jumlah karakter materi Hak Jawab melebihi
pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan;
b. Memuat fakta yang tidak terkait dengan pemberitaan atau
karya jurnalistik yang dipersoalkan;
c. Pemuatannya dapat memicu pelanggaran hukum;
d. Bertentangan dengan kepentingan pihak ketiga yang harus
dilindungi secara hukum.
13. Hak Jawab dilakukan secara proporsional:
a. Hak Jawab atas pemberitaan atau karya jurnalistik yang keliru
dan tidak akurat dilakukan baik pada bagian per bagian atau
secara keseluruhan dari informasi yang dipermasalahkan;
b. Hak Jawab dilayani pada tempat atau program yang sama
dengan pemberitaan atau karya jurnal ist ik yang
dipermasalahkan, kecuali disepakati lain oleh para pihak;
c. Hak Jawab dengan persetujuan para pihak dapat dilayani
dalam format ralat, wawancara, profil, features, liputan,
talkshow, pesan berjalan, komentar media siber, atau for-
mat lain namun bukan dalam format iklan;
d. Pelaksanaan Hak Jawab harus dilakukan dalam waktu yang
secepatnya, atau pada kesempatan pertama sesuai dengan
sifat pers yang bersangkutan;
1) Untuk pers cetak wajib memuat Hak Jawab pada edisi
berikutnya atau selambat-lambatnya pada dua edisi sejak
Hak Jawab dimaksud diterima redaksi.
2) Untuk pers televisi dan radio wajib memuat Hak Jawab
pada program berikutnya.
e. Pemuatan Hak Jawab dilakukan satu kali untuk setiap
pemberitaaan;
f. Dalam hal ada kekeliruan dan ketidakakuratan fakta
yang bersifat menghakimi, fitnah dan atau bohong, pers wajib
meminta maaf.
14. Pers berhak menyunting Hak Jawab sesuai dengan prinsip-
prinsip pemberitaan atau karya jurnalistik, namun tidak boleh
mengubah substansi atau makna Hak Jawab yang diajukan.
15. Tanggung jawab terhadap isi Hak Jawab ada pada penanggung
jawab pers yang memublikasikannya.
Pedoman Hak Jawab
16. Hak Jawab tidak berlaku lagi jika setelah 2 (dua) bulan sejak
berita atau karya jurnalistik dipublikasikan pihak yang dirugikan
tidak mengajukan Hak Jawab, kecuali atas kesepakatan para
pihak.
17. Sengketa mengenai pelaksanaan Hak Jawab diselesaikan oleh
Dewan Pers.Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers, pers yang tidak melayani Hak Jawab selain
melanggar - juga dapat dijatuhi sanksi
hukum pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (Lima
ratus juta rupiah).
Jakarta, 29 Oktober 2008
Pedoman Pemberitaan Media Siber
Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan
kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia
juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat,
kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.
Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan
pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara
profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode
Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers,
pengelola media siber, dan warga menyusun Pedoman
Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup
a. Media Siber adalah segala bentuk media yang memakai
wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta
memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar
Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
Lampiran:
Peraturan Dewan Pers
Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012
Tentang
Pedoman Pemberitaan Media Siber
b. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah
segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna
media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara,
video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada
media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau
pemirsa, dan bentuk lain.
2. Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
b. Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi
pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan
keberimbangan.
c. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang
bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas
disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui
keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberi penjelasan kepada pembaca bahwa
berita ini masih memerlukan verifikasi lebih lanjut
yang diusaha kan dalam waktu secepatnya. Penjelasan
dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam
kurung dan memakai huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib
meneruskan usaha verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan,
hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update)
dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
a. Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan
mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik
Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
b. Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan
registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih
dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan
Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
c. Dalam registrasi ini , media siber mewajibkan pengguna
memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna
yang dipublikasikan:
1) Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
2) Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan
kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan
kekerasan;
3) Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis
kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat
orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
d. Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit
atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan
dengan butir (c).
e. Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi
Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir
(c). Mekanisme ini harus disediakan di tempat yang
dengan mudah dapat diakses pengguna.
Pedoman Pemberitaan Media Siber
f. Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan
tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan
dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara
proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah
pengaduan diterima.
g. Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a),
(b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah
yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar
ketentuan pada butir (c).
h. Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna
yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah
batas waktu sebagaimana ini pada butir (f).
4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-
Undang Pers, -, dan Pedoman Hak
Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita
yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan
waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab ini .
d. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media
siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada
berita yang dipublikasikan di media siber ini atau
media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber,
juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip
berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media
siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang
dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita
ini , bertanggung jawab penuh atas semua akibat
hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak
melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda
paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
5. Pencabutan Berita
a. Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut sebab
alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait
masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman
traumatik korban atau berdasar pertimbangan khusus lain
yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita
dari media asal yang telah dicabut.
c. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan
dan diumumkan kepada publik.
6. Iklan
a. Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk
berita dan iklan.
b. Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi
berbayar wajib mencantumkan keterangan “advertorial”,
“iklan”, “ads”, “sponsored”, atau kata lain yang menjelaskan
bahwa berita/artikel/isi ini adalah iklan.
Pedoman Pemberitaan Media Siber
7. Hak Cipta
Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Pencantuman Pedoman
Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan
Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.
9. Sengketa
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan
Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan
Pers.
Jakarta, 3 Februari 2012
Perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas
jurnalistik telah menjadi kewajiban dunia internasional. Dewan Hak
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations
Human Rights Council) di Wina, Austria, dalam resolusi yang
disepakati seluruh anggota tanggal 27 September 2012 untuk
pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan
sebagai unsur fundamental kebebasan ekspresi.
Dalam resolusi itu, Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan
kepada negara-negara di dunia agar “mengembangkan lingkungan
yang aman bagi para wartawan yang memungkinkan mereka dapat
melaksanakan pekerjaan secara independen.” Resolusi ini juga
menyerukan pencegahan impunitas bagi pelaku kekerasan
terhadap wartawan dengan melakukan investigasi yang tidak
memihak, cepat, dan efektif.
II. Latar Belakang
Keselamatan wartawan masih menjadi masalah serius di
Indonesia. Selama ini telah terjadi banyak kekerasan terhadap
wartawan atau media. Aspek yang menonjol dalam penanganan
kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan adalah belum adanya
pedoman tentang tahap-tahap dan mekanisme yang dapat menjadi
rujukan bagi berbagai pihak terkait. Oleh sebab itu, perlu disusun
pedoman penanganan yang memadahi. Pedoman ini diharapkan
dapat melengkapi ketentuan yang telah ada dalam rangka
Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan
Terhadap Wartawan
Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
menyelesaikran kasus-kasus pers berdasar semangat dan isi
UU Pers No. 40 Tahun 1999.
III. Definisi Kekerasan Terhadap Wartawan
Keerekerasan terhadap wartawan yang dimaksud di dalam
Pedoman ini adalah kekerasan terhadap wartawan yang sedang
menjalankan pekerjeaan jurnalistik atau kekerasan akibat karya
jurnalistik.
IV. Bentuk Kekerasan Terhadap Wartawan
1. Kekerasan fisik, yang meliputi penganiayaan ringan,
penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan
pembunuhan.
2. Kekerasan nonfisik, yang meliputi ancaman verbal, penghinaan,
penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.
3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.
4. usaha menghalangi kerja wartawan mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi, seperti merampas peralatan kerja wartawan atau
tindakan lain yang merintangi wartawan sehingga tidak dapat
memproses pekerjaan kewartawanannya.
5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut
dalam pedoman ini merujuk pada definisi yang diatur KUHP
dan UU HAM.
V. Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
1. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus
dilakukan atas persetujuan korban atau ahli waris.
2. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus
dilakukan secepatnya.
3. Penanganan kasus kekerasan yang berhubungan dengan
kegiatan jurnalistik menjadi tanggung jawab bersama
perusahaan pers, organisasi profesi wartawan, dan Dewan
Pers.
4. Penanganan kasus kekerasan yang tidak berhubungan
dengan kegiatan jurnalistik menjadi tanggung jawab langsung
penegak hukum.
5. Organisasi profesi wartawan dan perusahaan pers harus
bersikap adil dan memberi sanksi tegas jika ditemukan
bukti-bukti bahwa wartawan melanggar -
dan atau turut menyebabkan terjadinya kasus kekerasan.
6. Perusahaan pers, asosiasi perusahaan pers, dan organisasi
profesi wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk
penanganan tindak kekerasan terhadap wartawan. Dewan
Pers memfasilitasi pembentukan lumbung dana taktis ini .
7. Media massa perlu menghindari pemberitaan kasus
kekerasan terhadap wartawan yang dapat menghambat
penanganan masalah, termasuk mempersulit evakuasi dan
perlindungan korban.
VI. Langkah Penanganan
Langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap
wartawan sebagai berikut:
1. Pengumpulan informasi, yaitu membuat kronologi,
menentukan pihak-pihak yang terlibat, baik korban dan
pelaku maupun saksi mata, serta mengumpulkan bukti-bukti.
2. Verifikasi untuk menentukan:
Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
a) Kasus kekerasan yang terjadi berhubungan dengan
kegiatan jurnalistik atau tidak.
b) Wartawan murni menjadi korban kekerasan atau turut
berkontribusi pada terjadinya kekerasan.
3. Identifikasi keperluan korban, antara lain kondisi kesehatan,
keselamatan, dan kemungkinan evakuasi korban atau
keluarganya.
4. Pengambilan kesimpulan dan rekomendasi:
a) Langkah litigasi.
b) Langkah nonlitigasi.
5. Langkah koordinasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional
yang melibatkan organisasi profesi, media tempat wartawan
bekerja, Dewan Pers, kepolisian, LSM media, atau LSM HAM.
6. Pengumpulan dana untuk penanganan jika diperlukan.
Proses evakuasi korban atau keluarga nya harus didahulukan
dalam penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan jika
kondisi mengharuskan demikian.
VII. Tanggung Jawab Perusahaan Pers:
1. Menjadi pihak pertama yang segera memberi perlindungan
terhadap wartawan dan keluarga korban kekerasan, baik
wartawan yang berstatus karyawan maupun nonkaryawan.
Tanggung jawab perusahaan pers meliputi: a) menanggung
biaya pengobatan, evakuasi, dan pencarian fakta; b) berkoor-
dinasi dengan organisasi profesi wartawan, Dewan Pers, dan
penegak hukum; c) memberi pendampingan hukum.
2. Tetap melakukan pendampingan, meskipun kasus kekerasan
terhadap wartawan telah memasuki proses hukum di
kepolisian atau peradilan.
3. Memuat di dalam kontrak kerja, kewajiban memberi
perlindungan hukum dan jaminan keselamatan kepada
wartawan baik wartawan yang berstatus karyawan maupun
nonkaryawan.
4. Menghindari tindakan memaksa wartawan atau ahli warisnya
untuk melakukan perdamaian dengan pelaku kekerasan
ataupun untuk meneruskan kasus.
5. Menghindari perdamaian atau kesepakatan tertentu dengan
pelaku kekerasan tanpa melibatkan wartawan korban
kekerasan atau ahli warisnya.
VIII. Tanggung Jawab Organisasi Profesi Wartawan:
1. Melakukan pendampingan terhadap wartawan dan keluarga
yang menjadi korban kekerasan, termasuk saat kasus
kekerasan telah memasuki proses hukum. Pendampingan
mengacu kepada langkah-langkah penanganan kasus
kekerasan terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam
Bab V Pedoman ini.
2. Mengambil peran lebih besar dan bertindak proaktif untuk
melakukan advokasi terhadap wartawan korban kekerasan
atau keluarganya bagi pengurus organisasi di tingkat lokal.
3. Turut mengusaha kan dana yang dibutuhkan untuk penanganan
kasus kekerasan terhadap wartawan.
4. Tidak membuat pernyataan yang menyalahkan pihak tertentu
atas terjadinya kekerasan terhadap wartawan, sebelum
melakukan proses pengumpulan dan verifikasi data.
Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
IX. Tanggung Jawab Dewan Pers:
1. Mengoordinasikan pelaksanaan Pedoman Penanganan Kasus
Kekerasan Terhadap Wartawan ini dengan perusahaan pers
dan organisasi profesi wartawan.
2. Mengingatkan tanggung jawab perusahaan pers dan organisasi
profesi wartawan sebagaimana diatur dalam Pedoman ini.
3. Turut mengusaha kan dana yang dibutuhkan untuk menangani
kasus kekerasan terhadap wartawan sampai proses hukum
dinyatakan selesai.
4. Berkoordinasi dengan penegak hukum untuk melakukan
langkah-langkah penanganan yang dibutuhkan untuk
melindungi wartawan korban kekerasan atau keluarganya,
serta memastikan penegak hukum memproses pelaku
kekerasan dan bukti-bukti tindak kekerasan.
5. Bersama perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan
mengawal proses hukum kasus kekerasan terhadap
wartawan dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan
untuk mempercepat prosesnya.
X. Ketentuan Penutup
1. Dewan Pers dan organisasi profesi wartawan membentuk
satuan tugas untuk melaksanakan Pedoman Penanganan
Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan ini.
2. Setiap kasus kekerasan terhadap wartawan akan diselesaikan
melalui litigasi. Kecekatan para penegak hukum amat penting
untuk menghindari impunitas yang menyebabkan pe-
nyelesaian kasus kekerasan terhadap wartawan dan media
pers terabaikan dalam waktu yang tidak menentu.
3. Penyelesaian nonlitigasi dapat dilaksanakan jika benar-benar
dikehendaki oleh korban tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Penyelesaian nonlitigasi harus melibatkan perusahaan pers,
organisasi profesi wartawan, dan Dewan Pers.
Jakarta, 6 Desember 2012
Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
Menimbang:
a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud
kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting
untuk menciptakan kehidupan berwarga , berbangsa dan
bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan
mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum
dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
b. bahwa dalam kehidupan berwarga , berbangsa, dan
bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan
pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak
memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang
sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan
dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa,
penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat
melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya
dengan sebaik-baiknya berdasar kemerdekaan pers yang
profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan
perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan
paksaan dari manapun;
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia
yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial;
e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah
dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak
sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
f. bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang
tentang Pers;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28
Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERS
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memil iki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun
dalam bentuk lainnya dengan memakai media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang
menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media
cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan,
menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media
cetak, media elektronik, atau media lainnya serta warga
umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan
kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi
perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh
perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh
perusahaan asing.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian
atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau
disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang
bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau
kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak
berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian
penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau
melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan sebab profesinya, untuk
menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya
dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang
untuk memberi tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh
pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi
atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau
gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers
yang bersangkutan.
14. - adalah himpunan etika profesi
kewartawanan.
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat
yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan
supremasi hukum.
Pasal 3
(1) Pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
(2) Disamping fungsi-fungsi ini ayat (1), pers nasional
dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4
(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan atau pelarangan penyiaran.
(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebar-
luaskan gagasan dan informasi.
(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan
hukum, wartawan memiliki Hak Tolak.
Pasal 5
(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan
opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa
kesusilaan warga serta asas praduga tak bersalah.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut:
a. memenuhi hak warga untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong
terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia,
serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasar informasi
yang tepat, akurat dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
WARTAWAN
Pasal 7
(1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
(2) Wartawan memiliki dan menaati -.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat
perlindungan hukum.
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
(1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak
mendirikan perusahaan pers.
(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum
Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberi kesejahteraan kepada
wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham
dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan
melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan
penanggung jawab secara terbuka melalui media yang
bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan
alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan
atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama,
serta bertentangan dengan rasa kesusilaan warga ;
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar
negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat
mendirikan kantor berita.
Pasal 15
(1) Dalam usaha mengembangkan kemerdekaan pers dan
meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan
Pers yang independen.
(2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak
lain;
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan
pers;
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik
Jurnalistik;
d. memberi pertimbangan dan mengusaha kan pe-
nyelesaian pengaduan warga atas kasus-kasus yang
berhubungan dengan pemberitaan pers;
e. mengembangkan komunikasi antara pers, warga ,
dan pemerintah;
f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun
peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan
kualitas profesi kewartawanan;
g. mendata perusahaan pers;
(3) Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi
perusahaan pers;
c. tokoh warga , ahli di bidang pers dan atau
komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi
wartawan dan organisasi perusahaan pers;
(4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh
anggota.
(5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun
dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu
periode berikutnya.
(7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan
pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA warga
Pasal 17
(1) warga dapat melakukan kegiatan untuk
mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak
memperoleh informasi yang diperlukan.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa:
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pe-
langgaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang
dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers
dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers
nasional.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja
melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau
menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima
ratus juta rupiah).
(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat
(1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta
rupiah).
(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat
(2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan
perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta
badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap
menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan yang baru berdasar undang-
undang ini.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
(2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya
undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan
undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan
atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang
Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya
Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang
menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat ka-
bar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 166
Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
Plt
Edy Sudibyo
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
I. UMUM
Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media
lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan ini . Agar pers berfungsi secara
maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-undang
Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers.
Fungsi maksimal itu diperlukan sebab kemerdekaan pers adalah
salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur
yang sangat penting dalam kehidupan berwarga , berbangsa
dan bernegara yang demokratis.
Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban
kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang
transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.
Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan
menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan
Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/
1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan
bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS
informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa
tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi : “Setiap or-
ang berhak atas kebebasan memiliki dan mengeluarkan
pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat
tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja
dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah”.
Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting
pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik
korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan
penyimpangan lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya,
pers menghormati hak asasi setiap orang, sebab itu dituntut pers
yang profesional dan terbuka dikontrol oleh warga .
Kontrol warga dimaksud antara lain : oleh setiap orang
dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-
lembaga kewarga an seperti pemantau media (media watch)
dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.
Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-
undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
332 | -
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip
ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para
wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan
tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kemerdekaan pers dijamin
sebagai hak asasi warga negara” adalah bahwa pers
bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau
penekanan agar hak warga untuk memperoleh
informasi terjamin.
Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai
kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum
yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab
profesi yang dijabarkan dalam - serta
sesuai dengan hati nurani insan pers.
Ayat (2)
Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan
penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media
elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari
pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan
undang-undang yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat
melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara
menolak menyebutkan indentitas sumber informasi.
Hal ini dapat digunakan jika wartawan dimintai
keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi
saksi di pengadilan.
Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan
keselamatan negara atau ketertiban umum yang
dinyatakan oleh pengadilan.
Pasal 5
Ayat (1)
Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak
menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan
seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih
dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan
kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan
ini .
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Pers nasional memiliki peranan penting dalam
memenuhi hak warga untuk mengetahui dan
mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan
informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong
ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya
supremasi hukum untuk menuju warga yang tertib.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “-” adalah
kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan
ditetapkan oleh Dewan Pers.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan “perlindungan hukum” adalah
jaminan perlindungan Pemerintah dan atau warga kepada
wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan
peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 9
Ayat (1)
Setiap warga negara Indonesia berhak atas
kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan Hak
Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pers nasional memiliki fungsi dan peranan yang
penting dan strategis dalam kehidupan berwarga ,
berbangsa, dan bernegara. Oleh sebab itu, negara dapat
mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga
atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Yang dimaksud dengan “bentuk kesejahteraan lainnya” adalah
peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain.
Pemberian kesejahteraan ini di laksanakan
berdasar kesepakatan antara manajemen perusahaan
dengan wartawan dan karyawan pers.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi
agar tidak mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara:
a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan
penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat
percetakan;
b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan
penanggungjawabnya pada awal atau akhir setiap
siaran karya jurnalistik;
c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan
karakter media yang bersangkutan.
Pengumuman ini dimaksudkan sebagai wujud
pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau
disiarkan.
Yang dimaksud dengan “penanggung jawab” adalah
penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang
usaha dan bidang redaksi.
Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana
menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk
mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kualitas serta kuantitas pers nasional.
Ayat (2)
Pertimbangan atas pengaduan dari warga
sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang
berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi dan dugaan
pelanggaran terhadap -.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk melaksanakan peran serta warga
sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat dibentuk
lembaga atau organisasi pemantau media (media watch).
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh
perusahaan pers, maka perusahaan ini diwakili oleh
penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam
penjelasan Pasal 12.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3887
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers