Tampilkan postingan dengan label sumber daya manusia 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sumber daya manusia 5. Tampilkan semua postingan

sumber daya manusia 5



 as kaki sendiri (bekerja secara mandiri). Untuk 

menentukan kwalifikasi lulusan bisa ditentukan oleh 

kebijakan yang disesuaikan dengan kebutuhan latihan . 

Jika digambar dalam bentuk bagan sistim pelatihan 

ini  dapat dibuat sebagai berikut : 


Konsentrasi dalam bahasan ini terfokus pada pelatihan 

yang dapat membentuk outcome. Jadi didalam pelatihan 

sasarannya mengubah dari output  menjadi outcome . Dari 

dua keluaran ini  memiliki  perbedaan yang 

signifikan antara lain :  


bahwa output , merupakan keluaran dari proses pelatihan 

yang belum mencerminkan kebutuhan warga . 

Msayarakat belum membutuhkan karena beberapa hal 

misalnya kualitas lulusan belum memenuhi apa yang 

diharapkan oleh warga . Kemudian sebagai tolok 

keberhasilan diukur dari jumlah lulusan. Umumnya 

peserta latihan termotivasi karena ikut-ikutan , karena 

menganggur, sehingga setelah selesai latihan tetap 

menganggur lagi. Kalau outcome keluar dari latihan 

langsung bekerja.  

Masyarakat yang mencari, warga  yang 

membutuhkan. Tolok keberhasilannya diukur   dari  

jumlah   yang  dibutuhkan   oleh  warga ,   atau  

pengguna   yang menfaatkan lulusan. Mampu melakukan   

pekerjaan  dari hasil pelatihan  baik secara mandiri 

maupun bekerja ditempat orang lain.   

menjelaskan tentang kebutuhan output dan outcome:  

kebutuhan output yaitu kebutuhan yang 

menyangkut peningkatan penyerahan berbagai produksi 

pendidikan kepada warga . Kalau kebutuhan outcome 

menyangkut dampak output pendidikan  

terhadap warga  misal menurunkan jumlah 

pengangguran, usaha meningkatkan kerajinan rumah 

tangga di warga . 

Dari dua jenis kebutuhan ini  telah 

menunjukkan perbedaan,kalau output  terfokus pada 

mempersiapkan hasil latihan yang belum bisa dinikmati 

hasilnya oleh peserta yang berkepentingan terhadap 

pelatihan. Namun kalau outcome terfokus pada hasil 

latihan yang sesungguhnya, yang dapat dinikmati hasil 

lulusan ini  kepada diri sendiri dan warga . Jadi 

warga  langsung bisa menggunakan ketrampilannya 

sesuai dengan permintaan warga  atau pengguna.      

Sebagai salah satu contoh perwujutan outcome 

adalah setelah selesai latihan dan dinyatakan lulus 

(merupakan output) setelah itu lulusan ini  mampu 

melakukan kerja usaha mandiri yang sesuai dengan 

bidang  pelatihannya, maka usaha ini  merupakan 

outcome dari pelatihan. 

Jadi  yang dimaksud usaha mandiri disini adalah 

jenis pekerjaan, artinya bekerja diatas kaki sendiri ( Bung 

Karno). 

menyatakan : 

Usaha mandiri adalah bekerja atas usaha sendiri, 

tidak untuk orang lain atau dikerjakan orang lain. Bekerja 

mandiri artinya sebagai pribadi bertanggung jawab 

sepenuhnya atas pengelolaan usaha dengan atau tanpa 

bantuan orang lain. Sebabitu, untuk mampu bekerja 

mandiri, seseorang harus memilki sikap dan kemampuan 

kewirausahaan.   

berdasar  dua pernyataan di atas, untuk 

melakukan usaha mandiri, seseorang harus memiliki  

kemampuan wirausaha.  

Maksudnya kalau ingin membuka usaha mandiri 

paling tidak mengetahui tentang merencanakan usaha, 

mengolah usaha, menjual hasil usaha, memasarkan, dan 

mencari modal usaha.                                                                                                       

Selalu berjiwa  inofatif, dinamis memikirkan 

perkembangan usahanya untuk maju dan berkembang 

dengan usaha yang baru.    

            Jadi sasaran outcome disini adalah dapat 

melakukan usaha mandiri dari hasil pelatihan . Pada 

umumnya jenis usahanya berkaitan dengan pekerjaan 

teknis teknis , Simanjuntak (1988) menyebutkan yang 

termasuk usaha mandiri yaitu: bengkel mobil, servis 

televisi, instalatir listrik, tukang sepatu, tukang jahit, 

instalasi pipa air, tukang perbaikan rumah, dan servis 

dinamo motor.   

  

G. PELATIHAN DENGAN MEMBENTUK OUTCOME 

1. Perencanaan            

Untuk mengawali pelatihan ini lebih dahulu harus 

berangkat dari tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang 

ingin dicapai sesuai dengan harapkan peserta latihan. 

Maka kondisi yang seperti ini tidak lepas dari pengaruh 

kehendak peserta pelatihan dan kebijakan penyelenggara 

pelatihan. Dari kebijakan ini lalu dipersiapkan 

perencanaan operasionalnya  sebagai berikut:  

Hurley (1987) menjelaskan bahwa aktivitas 

perencanaan trainingdinyatakan sebagai berikut :  

“(1). identification of training needs,  (2). identification of 

trainee specifications, (3).  preparation of Training obyective,  

(4). planning  of  

training programme, (5). identification of strategies and 

resources, (6). preparation of learning strategy, (7). 

implementation of evaluation criteria “. 

 

a. Identifikasi Kebutuhan Latihan  

Dalam mengidentifikasi kebutuhan latihan 

disesuaikan dengan kebutuhan yang diharap oleh peserta 

latihan yang disebut dengan kebutuhan latihan tingkat 

individu. Disamping itu ada pula kebutuhan pelatihan 

yang diperlukan oleh perusahaan serta kebutuhan latihan 

yang digunakan  peningkatan jabatan artinya latihan 

diberikan karena untuk mengisi lowongan jabatan yang 

ada di atasnya.  

bila  selisih antara pengetahuan dan 

ketrampilan yang dipersyaratkan   bernilai   sama   berarti  

peserta latihan tidak perlu dilatih karena  pengetahuan 

yang  hendak dicapai sama dengan kemampuan peserta 

pelatihan. 

 


 

b. Kebutuhan latihan yang lebih spesifik 

Yaitu kebutuhan yang  mengarah kepada 

kebutuhan yang spesifik, artinya kebutuhan latihan yang 

mengarah kepada  keperluan   yang  lebih  ideal  yaitu  ide 

yang dicita-citakan sebagai harapan yang terbaik. Dalam 

hal ini yaitu dengan harapan setelah selesai latihan bisa 

membuka usaha mandiri. 

 

c. Obyektivitas persiapan latihan. 

Yang dimaksud obyektivitas persiapan latihan, 

yaitu persiapan yang seharusnya ada. Menurut Lancaster 

(1992 : 1.13) persiapan latihan selalu berkembang sesuai 

kebutuhan, diantaranya : “ (a) people,  (b) time and place,(c) 

operation, (d) trainers, (e) optimum length of time”       

Kebutuhan ini   dipersiapkan  mulai   peserta   

latihan,   dalam   merekrut peserta   latihan   hendaknya   

disesuaikan  dengan  kulaifikasi  yang dikehendaki.  

Caranya dengan dengan mengadakan koordinasi 

kepada Kepala Desa mencari peserta latihan yang memang 

betul-betul ada keinginan untuk latihan usaha mandiri . 

Bisa dilakukan dengan tes awala  atau  wawancara , untuk  

meyakinkan kemauan sebagai peserta pelatihan. Sebagai 

persyaratan latihan antara lain : usia, jenis kelamin, kondisi 

fisik, pendidikan.  Waktu dan tempat harus jelas, dimana 

tempat latihan, kapan dimulai pendaftaran , kapan mulai 

latihan dan kapan latihan berakhir. Untuk perangkat 

pelaksanaan latihan apakah sudah sesuai yang terdiri dari 

kurikulum dan silabus, instruktur, adminstrasi latihan, Job 

sheet serta peralatan yang digunakan selama proses 

latihan.  

Pelatihnya atau disebut instruktur apakah cukup 

menguasai materi bidang kejuruannya, sifat ketauladanan, 

kewibawaan, simpatik, disiplin dan tanggung jawab. Lama 

latihan yang ditetapkan, sesuai dengan kebutuhan latihan, 

berapa          jam perhari, berapa jam perminggu, berapa 

jam perbulan  dirinci sampai latihan selesai, biasanya 

tertuang didalam matrik latihan,  metodologi latihan serta 

manajernya atau penanggung jawabnya. 

Sebagai penanggung jawab latihan diserahkan 

kepada bidang pelatihan mulai dari reqruitmen siswa 

sampai kepada penyelenggaraan latihan dan evaluasi 

latihan . Balai Latihan Kerja Industri didalam 

pengelolaanya diserahkan kepada beberapa bidang seksi 

antara lain : (a) bidang latihan memiliki  tugas mulai 

dari reqruitmen siswa , pelaksanaan sampai kepada 

evaluasi, (b) bidang pemasaran bertugas  untuk 

mengenalkan latihan kepada warga , kepada 

perusahaan maupun sekolah, (c) bidang bursa kerja 

khusus bertugas  untuk penempatan dan melayani 

permintaan tenaga kerja  (d) bidang pengembangan  

latihan bertugas untuk mengembangkan  program   

latihan,   metodologi   latihan, teknologi   baru   serta   

permintaan   latihan   yang sesuai  dengan keinginannya, 

(e) koordinator Instruktur bertugas untuk mengatur tugas 

Instruktur.  

Dari semua personil ini  diatas bekerja sesuai 

dengan bidangnya masing-masing terfokus dengan satu 

tujuan yang sama yaitu untuk menghantarkan para peserta 

latihan  dapat melakukan usaha mandiri. 

 

d. Rencana program latihan. 

Penyusunan program latihan pada dasarnya suatu 

usaha untuk  merumuskan  referensi pelaksanaan program 

latihan.  Menurut Naheson (1987) rumusan program 

latihan meliputi : (a) rekruitmen siswa, (b) Seleksi calon 

siswa, (c) penyusunan bahan latihan,   (d) penyusunan 

jadwal,   (e) penentuan instruktur, (f) penentuan alat yang 

diperlukan, (g) merencanakan biaya, (h) menyusunrencana 

evaluasi latihan. 

Didalam program latihan harus memiliki  tujuan 

yang pasti dan keberhasilan hasil latihan harus bisa diukur 

melalui evaluasi latihan. Untuk mendapatkan hasil latihan 

yang sesuai dengan kebutuhan latihan dapat dilakukan 

sebagai berikut:  

1) Rekruitmen siswa dan seleksi, diperlukan persyaratan 

yang sesuai dengan  program latihan. Tidak semua 

orang dapat mengikuti program latihan , namun 

diperlukan persyaratan yang sesuai dengan macam 

programnya meliputi tingkat pendidikan, usia, jenis 

kelamin, fisik. Seleksi siswa hendaknya mencerminkan 

beberapa faktor, menurut Yesilmen dan kawan-kawan 

(1988) menyebutkan faktor -               faktor sebagai 

beriku (a). tingkat atau derajat kepentingan, (b)  

adanya kebutuhan individu , (c) tingkat harapan 

2) Penyusunan Bahan latihan lebih dahulu harus 

memperhatikan kurikulum latihan dan silabus.     

Untuk    penyusunan     silabus    diperlukan   landasan    

pelaksanaan   tugas yang terkait dengan ketrampilan 

yang mencerminkan elemen-elemen belajar ataupun 

langkah-langkah pengajaran. Semakin jelas uraian 

penyajian  latihan secara otomatis akan mudah 

mengarahkan  pencapaian tujuan atau sasaran latihan . 

Lester D.Crow dalam Nasution (1993), 

hubungan kurikulum hendaknya: “(a) disesuaikan 

dengan keadaan perkembangan anak, (b) mencakup 

ketrampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat 

digunakan anak dalam pengalamannya sekarang dan 

juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya masa 

datang 

Rachman (1993) pola standart kurikulum 

latihan kerja antara lain memuat :”nama latihan, kode 

jabatan, uraian jabatan, tujuan pelatihan, persyaratan 

latihan, lama latihan, silabus latihan, evaluasi latihan, 

sertifikasi latihan.”   

Ismail Sumaryo (1992) kurukulum hendaknya  

disesuaikan dengan standart latihan kerja yang  terdiri  

dari : (1)  mata  latihan  umum  yang berisikan mata 

latihan dasar, bertujuan untuk memberi  landasan 

ketahanan fisik dan mental yang sesuai dengan 

falsafah bangsa Indonesia serta pengetahuan dasar 

motivasi kerja dan hubungan kerja (2). mata latihan 

inti, yang berisikan tentang mata latihan yang terkait 

langsung dengan bidang kejuruan yang akan 

memberi  dasar pengetahuan, kemampuan dan 

ketrampilan,   (3). Mata latihan penunjang,  berisi mata 

latihan yang menunjang kelompok inti yang terkait 

agar peserta latihan tidak hanya terampil secara teknis 

semata, tetapi juga didukung dengan keselamatan  

kerja,   pengetahuan    usaha   mandiri   dan  motivasi  

kerja, (4)  job training, yaitu prkatek kerja sekaligus 

mengamati apa yang terjadi dikalangan perusahaan  

besar , maupun industri kecil   (5) tes akhir merupakan 

kegiatan evaluasi terhadap kemampuan pengetahuan 

dan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti 

proses latihan. 

Dalam menentukan bahan latihan dapat 

digolongkan menjadi dua yaitu bahan habis sekali 

pakai dan bahan yang tidak habis pakai , bahan ini 

masih bisa dipakai untuk kegiatan latihan yang 

berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi 

kebutuhan bahan latihan  menurut  Tarigan (1987) 

antara lain menyebutkan : (1) tingkat kualitas, (2) 

kurikulum dan silabus, (3) sifat latihan, (4) jumlah 

siswa, (5) fasilitas latihan.  

Cara menentukan kriteria bahan yang 

dibutuhkan menurut Nasution (1993) menyatakan 

bahwa : (1) bahan harus sesuai dengan kebutuhan 

belajar, (2). bahan pelajaran harus harus dapat 

disesuikan kemampuan murid, (3) validitas bahan, (4) 

bahan harus relevan dengan kenyataan.   

Cara menentukan jumlah bahan yang 

dibutuhkan , menurut Pusdiklat Departemen Tenaga 

Kerja Kerja  antara lain mencantumkan ketentuan 

dalam material latihan yang isinya : (1).berdasar  

uraian kurikulum, (2) menentukan lebih dahulu urutan 

mata latihan dan perhatikan hubungan masing-masing 

dalam kaitannya dengan pemakaian bahan , (3)  

tentukan pemakaian bahan untuk tiap-tiap kegiatan 

praktek setiap peserta latihan kemudian dikalikan 

jumlah siswa, (4) tentukan kapan bahan harus diterima 

Cara menghitung biaya bahan latihan, Hurley 

(1987) mengatakan : “material cost refer to the sofware 

associated with the design, development, reproduction, 

distribution, implementation, and evaluation of training, 

together with all types of consumable training items”.  

Yang perlu dihitung seluruh bahan yang digunakan 

untuk latihan termasuk ikut dihitung dalam kalkulasi 

biaya latihan. Menurut Ismal,  bahan ini  dapat 

dihitung dengan cara sebagai berikut : rumus  ‹ (P x R) 

+ (Q x S) ›  

x Y  =  Biaya Bahan 

P  =  jumlah jam teori pada pogram 

Q =  jumlah jam praktek pada program 

R  = indek biaya bahan teori perjam siswa 

S  =  indek biaya bahan praktek perjam siswa 

Y =  jumlah siswa per group 

 

Indek biaya bahan adalah:   

siswa  jamjumlah  

groupper  latihan  bahan    biayaJumlah   

Jumlah jam siswa  = jumlah jam teori & praktek  X  

jumlah siswa 

3) Rencana  jumlah pengajar latihan (Instruktur) 

Lancaster (1992) merumuskan berapa jumlah 

instruktur yang harus disediakan dengan 

menggunakan rumus sebagai berikut: 

ASH

AIH x ACS  SSR 

 

 

SSR = Student Staft Ratio,  ACS = Average Class Size,   

AIH = Average Instructor Class Contact Hours,    ASH = 

Average Student Hours Taught  

Dari rumus diatas misal materi teknik elektro 

jumlah kelas ada 3 paket setiap harinya materi ini  

diajarkan 6 jam latihan beban mengajar instruktur 

perhari 10 jam latih maka jumlah instruktur yang harus 

disediakan perhari = 18 / 10  = 1,8  jadi setiap hari harus 

tersedia instruktur elekro 2 orang. 

Sebagai pengajar atau instruktur merupakan 

tenaga fungsional  yang memiliki  tugas untuk 

menyampaikan materi latihan kepada siswa. 

Instruktur sebagai seorang guru 

Melihat dari apa yang disampaikan Davies 

seorang instruktur memiliki  tugas yang cukup berat 

dia memiliki  tugas merencanakan pelajaran  dan 

menyampaikan materi seobyektif mungkin, efisien 

artinya menyampaikan materi sesuai dengan  rencana 

pelajaran.  

Disamping memberi motivasi kepada peserta 

latihan semua itu harus dilakukan sebagai seorang 

instruktur sehingga tujuan latihan bisa dicapai dengan 

berhasil. 

4) Penentuan Jadwal Latihan,  

Untuk membuat jadwal latihan lebih dahulu 

dibuat matrik rencana pelaksanaan latihan yang 

memuat tentang nama instruktur, materi yang 

diajarkan hari  yang diperlukan, jumlah jam dan 

jumlah waktu yang diperlukan. Dari data ini maka 

disusunlah jadwal latihan. 

5) Rencana Alat latihan 

Disesuaikan dengan rencana pelajaran  yang 

dituangkan kedalam job sheet. Alat latihan yang 

dibutuhkan harus ditentukan, jumlah alat, jenis alat, 

tipe alat, ukuran alat,  mutu alat cocok apa tidak untuk 

latihan. 

6) Rencana Biaya latihan  

Besar  biaya latihan yang dibutuhkan 

mencakup biaya bahan latihan, biaya instruktur 

merupakan biaya tetap, kemudian biaya lain-lain 

merupakan biaya tidak tetap.  

Menurut Jamison (1977)    TC (n) = F + V (n), TC 

= Total Cost ,  

F = Fixed  cost,  V = Variable  cost, 

 

Kemudian untuk menghitung taraf perimbangan 

antara biaya training dengan output training (rate of 

return)  dapat dilakukan dengan  taksiran antara invest 

latihan dengan beberapa factor perbandingan antara 

lain Woodhall (1980)  menjelaskan tentang 

pertimbangan biaya latihan :  

(1) to compare the relative profitability of training and 

other forms of social investmen,  

(2) to compare the relative profitability af defferent 

type or level training,  

(3) to compare the social rate of return to training in 

one country with another,  

(4) to compare the relative  

(5) profitability of training society and to the 

individual, by comparing social and private  

(6) rate of return,  

(7) to compare the rate of return to training at different 

points in time  

  

7) Rencana evaluasi latihan 

Didalam merencanakan evaluasi latihan yang 

harus diperhatikan  antara lain :   

a) Tujuan evaluasi , menurut Pusdiklat Depnaker 

(1993) yaitu : untuk   mengetahui persiapan 

program latihan, untuk mengetahui keberhasilan 

pada setiap tahap pelaksanaan, untuk mengetahui 

relevansi hasil latihan. 

b) Syarat evaluasi, memiliki  sifat valid, obyektiv, 

komprehenship, simple. 

c) Sasaran evaluasi, diarahkan kepada : program 

latihan yang terdiri dari   (metode, alat, instruktur, 

siswa, fasilitas, administrasi dan bahan latihan), 

kegiatan latihan , hasil latihan. 

 

Tahapan evaluasi terdiri dari evaluasi pra 

latihan, evaluasi selama latihan dan evaluasi pasca 

latihan. 

                                                             

2. Pelaksanaan 

a. Mengadakan koordinasi antar institusi 

Tujuan koordinasi adalah untuk mengadakan 

penyatuan pendapat didalam menentukan program 

latihan yang akan dilaksanakan, serta pembagian tugas 

dari masing-masing anggota.  

Pada tahap ini anggota team mencoba untuk 

memahami tujuan team sampai kepada tahap deferensiasi  

dan tahap kolaborasi atau komitmen didalam pelaksanaan 

pelatihan usahamandiri. 

Kurdi (1998) menjelaskan bahwa koordinasi 

ini  dapat diwujutkan :” (1) dalam bentuk team, (2) 

musyawarah dan mufakat, (3) peran serta semua fihak,(4) 

kesepakatan kualitas.” 

Tugas ini  antara lain : 

1) Balai Latihan Kerja Industri bertugas sebagai 

penyelenggara latihan sekaligus dengan penunjang 

dananya, yang berasal APBD maupun APBN.  

2) Balai Produktivitas dan Pelatihan Usaha Mandisri 

Sektor Informal (BPP UMSI) bertugas sebagai 

pengelola ketrampilan usaha, dengan dana dari APBD 

maupun APBN. 

3) Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kodya , yang 

memiliki  wilayah untuk dilaksanakan pelatihan, 

4).Dewan Kerja Daerah , yang menyiapkan dana untuk 

permodalan, 5).Gabungan Pengusaha Indonesi 

(GAPENSI), Dinas Indagkop sebagai team monitor 6). 

BLKI, BPP UMSI, Pemkot sebagai team Evaluasi. 

  

b. Pelaksanaan pelatihan 

Dalam pelaksanaan pelatihan  yang dipersiapkan 

Instruktur antara lain,: (a). mempersiapkan matrik latihan,  

(b) Mempersiapkan jobs sheet, ( c ). mempersiapkan 

peralatan latihan dan bahan latihan. 

Richter (1986) latihan mandiri yang dicanangkan 

sebaiknya  memperhatikan :  

(a)the determination of order of magnitude of the various 

categories of manpower to be trained, (b) the determination and 

quantitification of the input in terms of training structure, 

equipmen, manpower resources and finance required for 

undertaking training activities to satisfy the identified training 

need. 

 

Latihan yang dicanangkan betul-betul merupakan 

kebutuhan yang diperlukan oleh peserta training, sehingga 

kesiapan training ini  mendukung aktivitas 

berlangsungnya keperluan training.  

Mulai perangkat fasilitasnya, sumber tenaga 

manusianya, sampai struktur organisasi yang terlibat 

dalam pelaksanaan pelatihan.  

Pelaksanaannya  dibantu   oleh    asisten    

instruktur  yaitu untuk membantu pelaksanaan praktek 

serta penyiapan  perangkat  alat  untuk  praktek   

Urut-urutan mengajar selalu berawal dari  materi 

umum terdiri dari mata latihan Keselamatan kerja, 

motivasi kerja dan hubungan industrial kemudian 

dilanjutkan materi inti yang terdiri dari mata latihan 

kejuruan yang berupa ketrampilan teknis kemudian 

dilanjutkan dengan kelompok penunjang yang terdiri dari 

mata latihan kewirausahaan yang mengarah kepada usaha 

mandiri, terakhir melaksanakan on the job training di 

perusahaaan.        

Salah satu materi penunjang yaitu pengetahuan 

kewirausahaan yang dapat digunakan sebagai 

pengetahuan bekal untuk usaha mandiri  antara lain 

mencakup materi latihan tentang :(a) pengertian  usaha 

mandiri dan usaha kecil  (b) bentuk-bentuk usaha kecil, (c) 

langkah-langkah dalam usaha kecil  (d) ciri-ciri usaha 

kecil, (e) syarat-syarat menjadi pengusaha kecil, (f) sikap 

sebagai pengusaha kecil, (g) cara mencari modal untuk 

usaha kecil. Pada materi diatas diharap peserta latihan 

dapat mengaplikasikan ke dalam usaha mandiri dan 

pengetahuan ini  dapat dipelajari, sesuai dengan yang 

pernah disampaikan oleh   Direktorat  Tenaga Kerja 

Depnaker (1996) : “ wirausaha atau usaha mandiri dapat 

dipelajari dan dipahami secara mandiri  

“Simanjuntak (1988) :” menyatakan untuk mampu 

bekerja mandiri, seseorang harus memiliki sikap dan 

kemampuan kewirausahaan.” 

Setelah proses latihan seperti acuan diatas selesai , 

maka tugas team evaluasi mengadakan evaluasi, menurut 

Thomason (1980) factor yang harus diperhatikan dalam 

evaluasi: Skill, effort, responsibility dan working condition. 

Anggotanya terdiri dari lembaga latihan, Balai 

Produktivitas dan Pelatihan Usaha Mandiri Sector 

Informal ( BPP UMSI), Depnaker, dan Pemkot. 

c. Pembentukan  kelompok  usaha 

Sesuai dengan program pelatihan, peserta pelatihan 

ini  diwajibkan untuk  melakukan  on the job training 

ditempat-tempat pengusaha selama 2 bulan.   

Selesai melakukan on the job training, lulusan 

(output ) ini  dari masing-masing kelompok maupun 

individual untuk mencari lahan usaha. 

Menentukan kelompok usaha, hasilnya 

disampaikan kepada penyandang dana. Menurut Perda 

nomer 4 tahun 1991  tentang wajib  latih    tenaga  kerja  

bagi perusahaan, maka setiap perusahaan diwajibkan 

untuk membayar iuran   kepada Dewan Latihan Kerja 

Daerah yang ada di Pemerintah Daerah Tingkat I    

 

d. Monitoring dan pengembangannya          

Setelah uasaha ini  berjalan, kegiatannya 

dipantau oleh team monitoring yang terdiri Dinas 

perburuhan sesuai dengan Perda Nomer 4 tahun 1991  

yang berbunyi  “ mengendalikan dan memantau latihan” 

disampaing itu ditambah dari Depnaker yang 

disampaikan oleh Dirjen Binapenta yang anggotanya 

terdiri dari Kanwil Depnaker, Kandepnaker dan Balai 

Latihan Kerja serta dibantu oleh BPP-UMSI. 

Rachman (1994). menjelaskan tujuan monitoring : 

“adalah untuk memperoleh data jumlah penempatan 

lulusan atau usaha mandiri lulusan Balai Latihan Kerja 

(BLK),  Kursus Latihan Kerja (KLK) secara terus menerus 

serta mendapatkan informasi tentang kwalifikasi, sikap, 

mental kerja yang diharapkan oleh pengguna tenaga kerja 

sebagai umpan balik dalam penyempurnaan program 

latihan. Proses Pelaksanaannya dilakukan dengan tiga 

tahap yaitu : (1) pengumpulan data,  (2) pengolahan data, 

(3) pembuatan laporan” 

Didalam pelaksanaan monitoring tugas team 

memantau dan mengarahkan bidang usaha. Menurut 

Kurdi ( 1999) hal-hal yang diperlukan dalam bidang usaha: 

“ (1) Siapa konsumennya, (2) apa yang diinginkan mereka 

dari barang atau jasa, (3) bagaimana seharusnya dilakukan 

agar usaha berkembang.” 

Berikutnya mengurus Surat Ijin Usaha sesuai 

dengan Keputusan Menteri Perdagangan NO: 372/KP/XI/ 

1988, yaitu bagi pengusaha di sector usaha atau 

perdagangan diwajibkan memilki ijin usaha. Namun bagi 

pengusaha yang lemah dan kecil tidak diharuskan 

memiliki  Surat Ijin Usaha Perdagangan. Disamping itu 

memberi  pengarahan yang terkait dengan 

pengembangan modal  menurut Keputusan Presiden 

No.29 dan No. 30 tahun 1984 pemerintah   memberi   

kemudahan pinjaman modal melalui  

KIK (Kredit Investasi Kecil ) sebesar 50 juta 

kebawah,  100 juta    untuk  usaha   menengah  dan  100 

juta  keatas  untuk  usaha besar.                

Disamping untuk mengembangkan usaha 

diupayakan untuk mencari partner kerja. Menurut Alma 

(2001) ada empat bentuk dalam partner yaitu : (1) silent 

partne,r  (2)  scret partner,  (3)  nominal partner,  (4)  general 

partner   

Maksudnya  adalah silent partner teman  ini  

sengaja diketahui orang lain,  namun tidak ada peran 

dalam pengelolaannya, hanya menerima keuntungannya 

saja. Scret partner adalah teman usaha tidak mau  

menyatakan dirinya sebagai pemilik kepada umum. 

Nominal partner adalah teman    usaha yang seharusnya   

diajak   kerjasama.  General partner artinya teman usaha 

yang sudah lama kerjasama dan ikut memikirkan nasib 

usahanya.  

Pemantauan ini dilaksanakan terus menerus selama 

usahanya belum berjalan dengan stabil.   

a. Pengertian Karir 

Sebelum manajemen karir dibahas, sangat penting 

untuk memahami terlebih dahulu apa yang disebut karir. 

Menurul Greenhaus (1987:5) ada  dua cara pendekatan 

untuk memahami makna karir. 

Pendekatan pertama memandang karir sebagai 

pemilikan (a property) dan/atau dari occupation atau 

organisasi. Sebagai contoh, karir di bidang hokum 

merupakan sebuah urutan dari beberapa tahapan dimana 

seseorang menjalankan beberapa kegiatan dan kemudian 

menduduki posisi tertentu yang bersifat berjenjang mulai 

dari peran sebagai mahasiswa fakultas hukum, menjadi 

pegawai magang di kantor hukum, menjadi anggota 

senior, menjadi hakim, dan akhirnya pensiun. 

Dengan peridekatan pertama ini , karir dapat 

pula dilihat sebagai jalur mobilitas di dalam organisasi 

yang tunggal seperti jalur karir di dalam fungsi marketing 

berikut ini: menjadi ‘sales representative, manajer produk, 

manajer marketing distrik, manajel marketing regional, 

dan wakil presiden divisional marketing dengan berbagai 

macam tugas dan fungsi pada setiap jabatan. 

Peridekatan kedua memandang karir sebagai suatu 

properti atau kualitas inidvidual dan bukan okupasi atau 

organisasi. Setelah setiap individu mengakumulasikan 

serangkaian jabatan, posisi dan pangalaman tertentu, 

pendekatan ini mengakui kemajuan karir yang telah 

dicapai setiap orang. 

berdasar  kedua pendekatan ini , 

Greenhaus mendefinisikan karir sebagai pola pengalaman 

berdasar  pekerjaan (work-related experiences) yang 

merentang sepanjang perjalanan yang dialami seseorang. 

Greenhaus menambahkan bahwa work-related 

experiences secara luas dapat dirinci ke dalam objective 

events atau situasi seperti misalnya serangkaian posisi 

jabatan/pekerjaan, tugas atau kegiatan pekerjaan, dan 

keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan (work-related 

decisions), intepretasi subyektif tentang peristiwa yang 

berkaitan dengan pekerjaan (work-related events) baik pada 

masa lalu, kini dan mendatang seperti aspirasi pekerjaan, 

harapan, nilai, kebutuhan dan perasaan tentang 

pengalaman pekerjaan tertentu.  

Definisi karir ini  meliputi elemen-elemen 

obyektif dan subyektif. Elemen obyektif berkenaan dengan 

kebijakan-kebijakan pekerjaan atau posisi jabatan yang 

ditentukan organisasi. Sementara elemen subyektif 

menunjuk pada kemampuan seseorang dalam mengelola 

karir dengan mengubah lingkungan obyektif (misalnya 

dengan mengubah pekerjaan/jabatan) atau memodifikasi 

persepsi subyektif tentang suatu situasi (misalnya dengan 

mengubah harapan). 

Ditambahkan pula bahwa definsi karir seperti di 

atas tidak mensyaratkan bahwa peran pekerjaan seseorang

haruslah sebuah fungsi profesional, stabil dalam pekerjaan 

atau organisasi tertentu, atau selalu dikaitkan dengan 

karakteristik mobilitas ke atas (upward mobility). Sekalipun 

demikian definisi ini juga membenarkan adanya seseorang 

yang bekerja di dalam organisasi menganggap bahwa karir 

adalah mobilitas ke atas. 

 

b. Manajemen Karir 

Seperti konsep karir, pengertian manajemen karir 

juga dapat didefinisikan dalam berbagai bentuk. 

Greenhaus (op cit:7) mendefinisikan manajemen karir 

sebagai sebuah proses untuk mengembangkan, 

mengimplementasikan dan memonitor tujuan dan strategi 

karir individual. 

Greenhaus menambahkan bahwa manajemen karir 

secara singkat dapat diuraikan sebagai proses dimana 

individu dapat: 

 

1. Mengumpulkan informasi yang relevan tentang 

kemajuan dirinya dan dunia kerjanya; 

2. Mengembangkan gambaran secara akurat tentang 

bakat, interes, nilai dan gaya hidup yang diinginkan 

sebagaimana juga tentang pekerjaan alternatif, jabatan 

dan organisasi; 

3. Mengembangkan tujuan karir yang realistis 

berdasar  informasi dan gambaran yang telah 

diperolehnya; 

4. Mengembangkan dan mengimplementasikan strategi 

yang dirancang untuk mencapai tujuan; 

5. Memperoleh umpan balik tentang efektifitas strategi 

dan tujuan yang relevan. 

c. Efektifitas Manajemen Karir 

Efektifitas manajemen karir tergantung 

sepenuhnya pada sikap (kesadaran) manajer untuk 

mengakui peran penting perencanaan dan pengembangan 

karir dalam upaya memuaskan kebutuhan individu dan 

organisasi. Jika manajer dan departemen SDM memiliki 

kesadaran yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan jangka 

panjang organisasi, maka kesempatan karir dan peluang 

untuk program pelatihan dan pengembangan akan dibuka 

lebarlebar bagi seluruh pekerja. 

Manajer dan departemen SDM dapat mencapai 

efektifitas manajemen karir dengan memberi pendidikan 

yang berkaitan dengan karir, petunjuk keahlian, konseling 

karir, peluang on the job training dan pilihan (opsi) karir 

yang tersedia, serta melalui publikasi program pelatihan 

dan pengembangan. 

Dengan memberi  dukungan terhadap 

perencanaan dan pengembangan karir, manajer SDM 

dapat memperoleh sejumlah keuntungan seperti berikut 

ini: 

a.Menyatukan strategi dengan permintaan stafing internal. 

bMengembangkan pekerja sedemikian rupa sehingga 

dapat dipromosikan. 

c.Memfasilitasi penempatan pekerja. 

d.Membantu menciptakan keragaman pekerjaan. 

e.Memperkecil perpindahan (turnover). 

f.Memperoleh pekerja yang berpotensi. 

g.Memajukan pertumbuhan individu. 

h.Mengurangi kesalahan dalam penempatan. 

i.Memuaskan kebutuhan individu. 

j.Membantu rencana tindakan afirmatif.  

d. Model Manajemen Karir 

Dalam ilmu-ilmu sosial sebuah model dapat 

dipahami sebagai gambaran atau representasi dari sebuah 

kenyataan. Di dalam sebuah model ada  seperangkat 

variabel yang saling berkaitan dalam pola hubungan 

tertentu sehingga realitas yang ada dapat dipahami secara 

rinci. 

Model manajemen karir secara normatif 

dimaksudkan sebagai uraian tentang bagaimana seseorang 

dapat mengelola karirnya. Dalam hal ini tidaklah setiap 

orang harus mengelola karirnya, namun sejumlah kegiatan 

yang direpresentasikan di dalam model ini  dapat 

mengarahkan pada outcome yang dikehendaki untuk setiap 

individu. 

Greenhaus (op cit:18) telah mernbuat sebuah model 

siklus karir manajemen seperti dapat dilihat pada gambar 

2. berikut ini: 

 

Jika dilakukan secara : tepat, eksplorasi karir dapat 

ditindaklanjuti dengan kesadaran diri dan lingkungan. 

Mariajer dapat memperoleh informasi tentang nilai, 

interes, bakat, pilihan pekerjaan, peiuang serta hambatan 

yang dihadapi dalam lingkungan kerja. (B) 

Kesadaran yang semakin besar tentang diri 

individu dan lingkungan dapat membantu menajer untuk 

menetapkan pilihan tujuan yang hendak diraih. Tujuan 

dalam hal ini dapat diperoleh dari berbagai macam posisi 

yang tersedia. (C) 

Penetapan tujuan yang realistis dapat memfasilitasi 

pengembangan (D) dan implementasi (E) strategi karir, 

yaitu rencana kegiatan yang dirancang untuk mencapai 

tujuan yang diinginkan. 

Implementasi strategi karir dapat menghasilkan 

kemajuan menuju tujuan karir yang telah ditentukan (F). 

Kemajuan menuju tujuan dapat dicapai atau tidak, 

implementasi strategi karir dapat memberi  umpan 

balik yang berguna bagi setiap individu. Umpan balik ini 

berkaitan dengan sumber-sumber yang berasal dari 

pekerjaan maupun non pekerjaan (G) yang 

memungkinkan manajer dapat melakukan penilaian atas 

karir pekerja (H). Informasi tambahan yang diperoleh dari 

penilaian karir menjadi sarana lain dalam elcsplorasi karir 

(lihat panah dari H ke A) yang menunjukkan adanya 

siklus dalam model manajemen karir. 

Greenhaus menambahkan pula bahwa siklus 

manajemen karir merupakan problem solving sekaligus 

merupakan proses pengambilan keputusan. Sebagaimana 

dapat dilihat pada gambar 2. eksplorasi, penetapan tujuan, 

strategi dan umpan balik acap tergantung pada bantuan 

yang diperoleh dari beragam individu dan organisasi. 

Sebagai contoh, program internship dan konseling yang 

diberikan oleh organisasi, penilaian kinerja, workshop self-

asessment, serta program pelatihan yang ditawarkan 

organisasi, dukungan dari keluarga dan lain-lain dapat 

memberi sumbangan yang efektif bagi manajemen karir. 

Efektifitas aplikasi model manajemen karir, 

bagaimanapun juga, tergantung pada kemauan dan 

kemampuan organisasi untuk berbagi informasi dengan 

pekerja, membuatnya sebagai sumber informasi berarti 

yang ketersediannya dapat diakses, dan mendukung 

pekerja dalam upaya untuk mengelola karir mereka. 

   Perencanaan karir yang efektif dan realistis mendorong 

para pekerja dapat lebih proaktif dan dapat 

merigantisipasi setiap masalah dan tantangan secara 

lebih baik. 

   Sekalipun manajenlen karir seharusnya secara 

terintegrasi berkaitan derigan perencanaan SDM, di 

beberapa organisasi kedua aktivitas ini  acap 

saling terpisah. 

   ada  dua cara pendekatan untuk memahami 

makna karir. Pendekatan pertarna memandang karir 

sebagai pemilikan (a property) dan/atau dari occupation 

atau organisasi. Pendekatan kedua memandang karir 

sebagai suatu properti atau kualitas inidvidual dan 

bukan okupasi atau organisasi. 

   berdasar  kedua pendekatan ini , Greenhaus 

mendefenisikan karir sebagai pola pengalaman 

berdasar  pekerjaan (work-related experiences) yang 

merentang sepanjang perjalanan pekerjaan yang 

dialami seseorang. 

   Manajemen karir sebagai sebuah proses untuk 

mengembangkan, mengimplementasikan dan 

memonitor tujuan dan strategi karir individual. 

   Efektifitas manajemen karir tergantung sepenuhnya 

pada sikap (kesadaran) manajer untuk mengakui peran 

penting perencanaan dan pengembangan karir dalam 

upaya memuaskan kebutuhan individu dan organisasi. 

   Dalam ilmu-ilmu sosial sebuah model dapat dipahami 

sebagai gambaran atau representasi dari sebuah  

kenyataan. 

   Model manajernen karir secara normatif dimaksudkan 

sebagai uraian terrtang bagaimana seseorang dapat 

mengelola karirnya. 

   Di dalam MSDM ada  sebuah model siklus 

manajemen karir. Efektifitas aplikasi model manajemen 

karir, bagaimanapun juga, tergantung pada kemauan 

dan kemampuan organisasi untuk berbaui informasi, 

dengan pekerja, membuatnya sebagai sumber 

informasi berarti yang ketersediannya dapat diakses, 

dan mendukung pekerja dalam upaya untuk 

mengelola karir mereka.. 

 

1. Promosi 

Salah satu dorongan seseorang bekerja pada suatu 

organisasi atau perusahaan adalah adanya kesempatan 

untuk maju. Sudah menjadi sifat dasar manusia pada 

umumnya untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi 

yang dipunyai pada saat ini. 

Kesempatan untuk maju di dalam organisasi sering 

disebut sebagai promosi (naik pangkat). Suatu promosi 

berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang 

memiliki  status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. 

Biasanya perpindahan ke jabatan yang lebih tinggi disertai 

dengan peningkatan gaji/upah dan hak-hak lainnya. 

Walaupun demikian ada promosi yang tidak disertai 

dengan peningkatan gaji, yang disebut sebagai promosi 

”kering”. Promosi dibedakan dengan transfer, karena 

transfer hanya menyangkut kepindahan jabatan ke jabatan 

yang sama dalam arti status, tanggung jawab dan gaji. 

Meskipun di muka telah disinggung bahwa manusia 

pada umumnya menginginkan kemajuan dalam hidupnya; 

tidak berarti bahwa esmua orang (pekerja ) mau 

dinaikkan pangkatnya. Ada pekerja  yang tidak mau 

diangkat menjai ”supervisor” misalnya. Beberapa sebab 

bisa disebutkan di sini mengapa seseorang menolak untuk 

dinaikkan pangkat. Pertama, perbedaan gaji yang diterima 

mungkin dianggap tidak seimbang dengan tambahan 

tanggung jawab. Kedua, mereka merasa segan 

meninggalkan kelompok lamanya untuk masuk ke 

kelompok baru yang belum pasti sikap penerimaannya. 

Seorang pekerja  yang diangkat menjadi mandor 

misalnya, terpaksa harus meninggalkan rekan-rekan 

lamanya (bagaimanapun kedudukan dia sekarang menjadi 

”lain”), untuk masuk ke kelompok baru (dalam hal ini 

mandor). Ketiga, adalah faktor ”keamanan” yang 

dirasakan oleh pekerja  yang dipromosikan. Pekerjaan 

yang baru selalu menyangkut perubahan. Pada pekerjaan 

lama, mereka (pekerja ) telah memiliki  keahlian dan 

menguasainya, sedangkan pada pekerjaan yang baru, 

selalu ada faktor-faktor ketidak pastian. 

Meskipun tidak semua pekerja  mau 

dipromosikan, tetapi pada umumnya para pekerja  

menginginkan promosi ini. Karena itu di dalam organisasi 

perlu dibuat program promosi ini yang menyangkut, 

pertama, ke arah mana suatu jabatan akan menuju ? 

Jabatan apa yang menjadi jenjang akhir suatu jabatan ? 

Kedua, kriteria apa yang akan dipakai untuk menentukan 

orang (pejabat) yang akan dipromosikan ? 

Sebagaimana dikemukakan bahwa analisa jabatan 

memberi  informasi dasar yang diperlukan untuk 

menggambarkan jalan promosi di dalam suatu organisasi. 

Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya berada pada pikiran 

para (calon) pekerja  adalah menuju jabatan apa jabatan 

ini? Dari jabatan apa kita akan dipromosikan ke jabatan 

ini? Karena itu peencanaan yang jelas tentang jalur 

promosi ini perlu dilakukan. Seringkali jalur promosi ini 

terbatas pada suatu departemen/bagian saja. Jadi seorang 

pejabat di bagioan produksi, misalnya maksimum hanya 

bisa naik pangkat sampai direktur produksi. 

 

a. Pengertian Promosi 

Promosi adalah perpindahan yang memperbesar 

authority pekerja  ke jabatan yang lebih tinggi di dalam 

satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status dan 

penghasilannya semakin besar. 

Flippo (1982) menjelaskan promosi adalah 

perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang 

memiliki  status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. 

Biasanya perpindahan ke jabatan yang lebih tinggi ini 

disertai dengan peningkatan gaji/upah lainnya, walaupun 

tidak selalu demikian. 

Sikula menjelaskan bahwa promosi adalah suatu 

perpindahan di dalam suatu organisasi dari satu posisi ke 

posisi lainnya yang melibatkan baik peningkatan upah 

maupun status. 

Promosi memberi  peranan penting bagi 

pekerja  bahkan hampir menjadi idaman setiap 

pekerja . Adanya kesempatan untuk dipromosikan juga 

akan mendorong penarikan (recruiting), pelamar semakin 

banyak memasukkan lamarannya yang pada gilirannya 

juga berdampak pada pengadaan (procurement) relatif lebih 

mudah. Sebaliknya bila promosi jarang dilakukan maka 

semangat kerja, disiplin kerja dan prestasi kerja pekerja  

akan menurun, yang kesemuanya itu berdampak pada 

recruitmen dan procurement pekerja . 

Begitu besarnya peranan promosi bagi pekerja , 

maka sudah seharusnya bila manajer personalia 

menetapkan program promosi serta menginformasikannya 

kepada para pekerja . 

 

b. Dasar Pelaksanaan Promosi 

Ada dua dasar yang dapat dipakai untuk 

menentukan promosi, yaitu (1) kecakapan kerja dan (2) 

senioritas. Pihak manajemen biasanya menyenangi dasar 

kecakapan kerja (”merif”) untuk dipakai sebagai dasar 

promosi. Mereka berpendapat bahwa kompetensi adalah 

dasar untuk kemajuan. Sebaliknya pihak pekerja  

menghendaki unsur senioritas lebih ditekankan dalam 

penentuan promosi ini. Sebab mereka berpendapat bahwa 

dengan makin lama masa kerja, makin berpengalaman 

seseorang sehingga diharapkan kecakapan kerja mereka 

makin baik. 

 

biasanya mereka yang menyetujui dasar 

senioritas ini adalah memang para pekerja  yang sudah 

”senior”. Alasan lain adalah lama kerja seseorang juga 

mencerminkan kesetiaan mereka kepada perusahaan. 

Mereka juga berpendapat bahwa pengukuran senioritas 

adalah hal yang paling mudah dan objektif. Sedangkan 

pengukuran kecakapan kerja sedikit banyak memiliki  

unsur ”judgement” dan subjektifitas. 

Meskipun pengukuran senioritas dikatakan paling 

obyektif, tetapi ternyata juga tidak semudah yang 

disangka dalam penentuan lama kerja seseorang. Sebagai 

misal, apakah seniorits seseorang diukur dari lama kerja 

terus menerus dalam organisasi ini ? Bagaimanakah 

kalau suatu ketika dia berhenti (karena permintaan sendiri 

atua karena terpaksa oleh keputusan perusahaan), dan 

aktif kembali? Apakah masa kerja sebelum dia berhenti itu 

dihitung dalam penentuan seniorita, ataukah hanya masa 

kerja setelah dia aktif kembali. Masalah ini timbul 

terutama bagi pekerja  yang di ”lay off” kan 

(diberhentikan sementara karena kondisi perusahaan yang 

sedang tidak menguntungkan). 

Penentuan senioritas in disamping untuk penentu 

usul promosi, juga menyangkut masalah-masalah 

kepegawaian (personalia) yang lain seperti (1) ”lay off”, (2) 

transfer , (3) penentuan giliran kerja, (4) penentuan hari 

libur, (5) penentuan jenis pekerjaan dan sebagainya. 

Berbagai argumentasi tentang kebaikan kecakapan 

kerja maupun senioritas sering tidak bis diputuskan untuk 

memilih mana yang lebih baik. Sebagai misal, memang 

diakui bahwa semakin lama seorang bekerja pada suatu 

organisasi,  semakin berpengalaman dia. Tetapi apakah 

kecakapanya akan selalu meningkat dengan meningkatnya 

pengalaman. 

Masalah seperti ini menjadi lebih sulit,. bila  

organisasi dihadapkan pada suatu situasi sehingga 

memerlukan perubahan (perubahan cara kerja, organisasi 

atau hubungan kerja). Mereka yang lebih senior sering 

justru sulit untuk menyesuaikan diri dengan perubahan 

ini . Mereka sudah terlampau terbiasa dengan cara 

kerja lama misalnya, sehingga sulit memahami cara kerja 

baru. 

Promosi yang di dasarkan pada senioritas biasanya 

di dasari pertimbanan sebagai penghargan atas jasa 

seseorang paling sedikit dilihat dari segi loyalitasnya 

kepada organisasi. 

Sebaliknya pemakaian  dasar kecakapan kerja akan 

menjamin bahwa hanya mereka yang cakaplah yang bisa 

dipromosikan. Penggunaan dasar ini sebagai penghargaan 

organisasi kepada pekerja  yang berprestasi. Penggunaan 

dasar inipun sering menghadapi kendala karena 

kadangkala yang bersangkutan sudah mencapai puncak 

kompetensinya sehingga tidak lagi mampu berprestasi bila 

menduduki jabatan yang lebih tinggi. Karena itu dalam 

penentuan promosi sering digunkan suatu kompromi 

antara dasar kecakapan kerja dan senioritas. 

 

c. Tujuan promosi 

1) Untuk memberi  pengakuan, jabatan dan imbalan 

jasa yang semakin besar kepada pekerja  yang 

berprestasi.’ 

2) Menimbulkan kepuasan dan kebanggaan pribadi, 

status sosial yang semakin tinggi dan penghasilan yang 

semakin besar. 

3) Untuk merangsang pekerja  agar lebih bergairah 

dalam bekerja, berdisiplin tinggi dan penghasilan yang 

semakin besar. 

4) Untuk menjamin stabilitas kepegawaian dengan 

penilaian yang jujur dan adil 

5) Memberi kesempatan kepada pekerja  untuk 

mengembangkan kreativitas dan inovasinya yang lebih 

baik. 

6) Untuk mengisi kekosongan jabatan akibat ada pejabat 

yang berhenti 

7) Mempermudah recruitment 

8) Memperbaiki status pekerja  

Selain itu ternyata promosi juga memberi  

manfaat kepada organisasi dan juga pekerja  karena : (1) 

Promosi memungkinkan perusahaan mendayagunakan 

keahlian dan kemampuan pekerja  setinggi mungkin (2) 

Promosi sering kali diberikan untuk memberi imbalan 

kinerja pekerja  yang sangat baik. pekerja  yang 

menghargai promosi akan termotivasi bekerja lebih baik. 

(3) Ada korelasi yang signifikan antara kesempatan untuk 

promosi dan tingkat kepuasan kerja. 

 

d. Syarat pekerja  yang Dipromosikan  

Selain di dasarkan pada senioritas dan kecakapan, 

pelaksanaan promosi dapat dilakukan dengan alasan 

pegawai yang dipromosikan memenuhi syarat sebagai 

berikut : 

1) Jujur 

2) Disiplin 

3) Prestasi kerja baik 

4) Memiliki kerja sama yang baik 

5) Kecakapan kerja baik 

6) Loyal kepada organisasi 

7) Sikap kepemimpinan yang baik 

8) Komunikatif 

9) Tingkat pendidikan memadai 

 

e. Jenis-jenis promosi 

1) Promosi sementara merupakan pemberian kenaikan 

jabatan kepada pekerja  untuk sementara waktu 

karena ada jabatan yang lowong dan harus segera diisi. 

2) Promosi tetap adalah menaikkan jabatan pekerja  

menjadi lebih tinggi dari sebelumnya karena yang 

bersangkutan telah memenuhi syarat untuk 

dipromosikan. 

3) Promosi kecil, adalah menaikkan jabatan seseorang 

pekerja  dari jabatan yang tidak sulit ke jabatan yang 

sulit yang meminta keterampilan tertentu, tetapi tidak 

disertai peningkatan wewenang dan tanggung jawab 

serta gaji. 

4) Promosi kering, adalah menaikkan jabatan seorang 

pekerja  dengan disertai tanggung jawab, wewenang, 

tetapi tidak disertai kenaikan upah/gaji. 

 

f. Demosi 

Organisasi perusahaan maupun organisasi non-profil 

selalu menuntut agar setiap pekerja  senantiasa 

melaksanakan tugasnya dengan baik. Jika pekerja  tidak 

melaksanakan pekerjaan dengan baik maka kemungkinan 

akan dilakukan demosi atau pemberhentian. Ini karena 

perusahaan yang penting pekerja  harus bekerja dengan 

baik agar tujuan organisasi tercapai. Semuanya itu dapat 

terjadi bila pekerja  bekerja dengan seoptimal mungkin. 

Masalah ”demotion” (penurunan pangkat) juga sering 

mempertimbangkan unsur senioritas ini. Masalah 

”demotion”, merupakan pemindahan seorang pekerja  ke 

jabatan lain yang lebih rendah, dengan wewenang lebih 

rendah serta gaji/upah lebih rendah pula. 

Demosi merupakan salah satu bentuk pendisiplinan 

yang masih dipertanyakan unsur pendidikannya. Dengan 

kata lain demosi sebenarnya merupakan bentuk hukuman 

terhadap pekerja  yang tidak mampu mengerjakan 

tugasnya. 

Untuk masalah-masalah diatas, perlulah  bagi 

perusahaan untuk membuat pedoman pelaksanaannya 

(”policy”) sehingga untuk setiap persoalan perusahaan 

memiliki  perlakuan yang sama, berdasar  yang baik, 

tidak perlu menggunakan pendekatan kasus per kasus. 

Demosi dapat terjadi karena alasan-alasan di luar 

kendali para pekerja . Perubahan organisasional utama 

seperti reorganisasi, merger perusahaan, atau penurunan 

bisnis dapat berakibat pada perampingan dalam pekerjaan 

yang pada gilirannya memaksa pekerja  untuk menerima 

posisi yang lebih rendah. 

 

2. Perencanaan Karier 

Setiap sumber daya manusia sebagai seorang 

pekerja , pada awal mulai bekerja akan terus bekerja 

hingga yang bersangkutan memasuki usia pensiun, ini 

berarti yang bersangkutan ingin meniti karier dalam 

organisasi yang bersangkutan. 

Berangkat dari asumsi ini maka merupakan suatu 

yang logis bila dalam kehidupan kekaryaannya seseorang 

menanyakan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan 

kariernya. Misalnya: (1) Kemampuan, pengetahuan dan 

keterampilan apa yang harus dikuasai pekerja  agar 

meraih kemajuan dalam kariernya?, (2)  Sistem promosi 

apa yang berlaku dalam organisasi?, (3) Bagaimana model 

pendidikan dan pelatihan bagi pekerja  yang 

dipromosikan dilaksanakan oleh organisasi?, (4) 

keuntungan apa yang diperoleh bila menduduki jabatan 

tertentu? 

Jika seseorang berbicara tentang karier dalam 

kehidupan organisasi, biasanya yang dimaksud adalah 

keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang 

dipangku oleh seseorang selama dia bekerja. Prestasi kerja, 

pengalaman, pelatihan dan pengembangan sangat 

berperan penting dalam menempuh berbagai jalur karier 

yang dapat ditempuh seseorang. 

Dengan kata lain agar mengetahui pola karier yang 

terbuka baginya seorang pekerja perlu memahami (1) 

sasaran karier, (2) perencanaan karier, dan (3) kesediaan 

mengambil langkah dalam pengembangan karier. 

Pengembangan karier (career development) 

didefinisikan sebagai : an organized, planned effort comprised 

of structured activities or processes that result in a mutual career 

plotting effort between employees and the organization 

(Gutteridge & Otte, 1983). 

Betatapun baiknya suatu rencana karier yang telah 

dibuat oleh seorang pekerja disertai oleh suatu tujuan 

kariernya yang wajar dan realistik, rencana ini  tidak 

akan menjadi kenyataan tanpa adanya pengembangan 

karier yang sistematik dan programmatik 

Pekerja merupakan orang yang paling 

berkepentingan dalam pengembangan karier, karena 

dialah yang akan menikmati hasilnya, dan ini merupakan 

salah satu prinsip pengembangan karier yang sangat 

fundamental, meskipun kepentingan organisasi juga tidak 

begitu saja dapat diabaikan. 

 

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan 

dalam rangka pengembangan karier yaitu : 

a. Prestasi kerja yang memuaskan 

b. Pengenalan oleh fihak lain 

c. Kesetiaan pada organisasi 

d. Pemanfaatan mentor dan sponsor 

e. Dukungan dari bawahan 

f. Pemanfaatan kesempatan untuk bertumbuh 

g. Berhenti atas permintaan sendiri 

 

Dalam usaha menentukan tujuan, jalur,  rencana dan 

pengembangan kariernya, seorang pegawai berangkat dari 

keinginan untuk memuaskan kebutuhannya. Sehingga 

bagaimanapun juga salah satu pertimbangan seseorang 


meniti kariernya adalah sampai seberapa besar kebutuhan 

dan kepentingan pribadinya dapat terpenuhi, tidak 

semata-mata karena kepentingan perusahaan (organisasi). 

Jalur karier adalah suatu lini progresi yang fleksibel 

mana kala seorang pekerja  bergerak sepanjang 

kepegawaiannya dalam suatu organisasi (perusahaan). 

Mengikuti jalur karier yang disusun pekerja  dapat 

melakukan pengembangan karier dengan bantuan 

perusahaan. 

Pengembangan karier adalah pendekatan formal 

yang diambil organisasi untuk memastikan bahwa orang 

dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat, tersedia 

pada saat dibutuhkan. 

Perencanaan karier adalah proses berkelanjutan. 

Perencanaan ini memperhitungkan perubahan yang terjadi 

di dalam diri orang dan organisasi. 

Kenyataan inilah yang harus diperhatikan bagian 

kepegawaian untuk bersikap proaktif dalam 

pengembangan karier para anggotanya. 

Dengan sikap ini paling tidak dapat : 

a. Membantu para pegawai dalam pengembangan karier 

yang pada gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas 

karena yang bersangkutan merasa dibantu meraih 

kemajuan. 

b. Tersedianya sekelompok pekerja  yang memiliki 

potensi dan kemampuan untuk dipromosikan di masa 

yang akan datang 

c. Membantu pimpinan/instruktur dalam 

mengidentifikasi kebutuhan pegawai dalam pelatihan 

dan pengembangan. 

d. Perbaikan dalam prestasi kera, peningkatan loyalitas 

dan penumbuhan motivasi di kalangan para pegawai. 

e. Meningkatkan produktivitas dan mutu kekaryaan para 

pegawai. 

Agar berbagai sasaran ini  dapat tercapai, para 

manajer mutlak perlu member