as kaki sendiri (bekerja secara mandiri). Untuk
menentukan kwalifikasi lulusan bisa ditentukan oleh
kebijakan yang disesuaikan dengan kebutuhan latihan .
Jika digambar dalam bentuk bagan sistim pelatihan
ini dapat dibuat sebagai berikut :
Konsentrasi dalam bahasan ini terfokus pada pelatihan
yang dapat membentuk outcome. Jadi didalam pelatihan
sasarannya mengubah dari output menjadi outcome . Dari
dua keluaran ini memiliki perbedaan yang
signifikan antara lain :
bahwa output , merupakan keluaran dari proses pelatihan
yang belum mencerminkan kebutuhan warga .
Msayarakat belum membutuhkan karena beberapa hal
misalnya kualitas lulusan belum memenuhi apa yang
diharapkan oleh warga . Kemudian sebagai tolok
keberhasilan diukur dari jumlah lulusan. Umumnya
peserta latihan termotivasi karena ikut-ikutan , karena
menganggur, sehingga setelah selesai latihan tetap
menganggur lagi. Kalau outcome keluar dari latihan
langsung bekerja.
Masyarakat yang mencari, warga yang
membutuhkan. Tolok keberhasilannya diukur dari
jumlah yang dibutuhkan oleh warga , atau
pengguna yang menfaatkan lulusan. Mampu melakukan
pekerjaan dari hasil pelatihan baik secara mandiri
maupun bekerja ditempat orang lain.
menjelaskan tentang kebutuhan output dan outcome:
kebutuhan output yaitu kebutuhan yang
menyangkut peningkatan penyerahan berbagai produksi
pendidikan kepada warga . Kalau kebutuhan outcome
menyangkut dampak output pendidikan
terhadap warga misal menurunkan jumlah
pengangguran, usaha meningkatkan kerajinan rumah
tangga di warga .
Dari dua jenis kebutuhan ini telah
menunjukkan perbedaan,kalau output terfokus pada
mempersiapkan hasil latihan yang belum bisa dinikmati
hasilnya oleh peserta yang berkepentingan terhadap
pelatihan. Namun kalau outcome terfokus pada hasil
latihan yang sesungguhnya, yang dapat dinikmati hasil
lulusan ini kepada diri sendiri dan warga . Jadi
warga langsung bisa menggunakan ketrampilannya
sesuai dengan permintaan warga atau pengguna.
Sebagai salah satu contoh perwujutan outcome
adalah setelah selesai latihan dan dinyatakan lulus
(merupakan output) setelah itu lulusan ini mampu
melakukan kerja usaha mandiri yang sesuai dengan
bidang pelatihannya, maka usaha ini merupakan
outcome dari pelatihan.
Jadi yang dimaksud usaha mandiri disini adalah
jenis pekerjaan, artinya bekerja diatas kaki sendiri ( Bung
Karno).
menyatakan :
Usaha mandiri adalah bekerja atas usaha sendiri,
tidak untuk orang lain atau dikerjakan orang lain. Bekerja
mandiri artinya sebagai pribadi bertanggung jawab
sepenuhnya atas pengelolaan usaha dengan atau tanpa
bantuan orang lain. Sebabitu, untuk mampu bekerja
mandiri, seseorang harus memilki sikap dan kemampuan
kewirausahaan.
berdasar dua pernyataan di atas, untuk
melakukan usaha mandiri, seseorang harus memiliki
kemampuan wirausaha.
Maksudnya kalau ingin membuka usaha mandiri
paling tidak mengetahui tentang merencanakan usaha,
mengolah usaha, menjual hasil usaha, memasarkan, dan
mencari modal usaha.
Selalu berjiwa inofatif, dinamis memikirkan
perkembangan usahanya untuk maju dan berkembang
dengan usaha yang baru.
Jadi sasaran outcome disini adalah dapat
melakukan usaha mandiri dari hasil pelatihan . Pada
umumnya jenis usahanya berkaitan dengan pekerjaan
teknis teknis , Simanjuntak (1988) menyebutkan yang
termasuk usaha mandiri yaitu: bengkel mobil, servis
televisi, instalatir listrik, tukang sepatu, tukang jahit,
instalasi pipa air, tukang perbaikan rumah, dan servis
dinamo motor.
G. PELATIHAN DENGAN MEMBENTUK OUTCOME
1. Perencanaan
Untuk mengawali pelatihan ini lebih dahulu harus
berangkat dari tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang
ingin dicapai sesuai dengan harapkan peserta latihan.
Maka kondisi yang seperti ini tidak lepas dari pengaruh
kehendak peserta pelatihan dan kebijakan penyelenggara
pelatihan. Dari kebijakan ini lalu dipersiapkan
perencanaan operasionalnya sebagai berikut:
Hurley (1987) menjelaskan bahwa aktivitas
perencanaan trainingdinyatakan sebagai berikut :
“(1). identification of training needs, (2). identification of
trainee specifications, (3). preparation of Training obyective,
(4). planning of
training programme, (5). identification of strategies and
resources, (6). preparation of learning strategy, (7).
implementation of evaluation criteria “.
a. Identifikasi Kebutuhan Latihan
Dalam mengidentifikasi kebutuhan latihan
disesuaikan dengan kebutuhan yang diharap oleh peserta
latihan yang disebut dengan kebutuhan latihan tingkat
individu. Disamping itu ada pula kebutuhan pelatihan
yang diperlukan oleh perusahaan serta kebutuhan latihan
yang digunakan peningkatan jabatan artinya latihan
diberikan karena untuk mengisi lowongan jabatan yang
ada di atasnya.
bila selisih antara pengetahuan dan
ketrampilan yang dipersyaratkan bernilai sama berarti
peserta latihan tidak perlu dilatih karena pengetahuan
yang hendak dicapai sama dengan kemampuan peserta
pelatihan.
b. Kebutuhan latihan yang lebih spesifik
Yaitu kebutuhan yang mengarah kepada
kebutuhan yang spesifik, artinya kebutuhan latihan yang
mengarah kepada keperluan yang lebih ideal yaitu ide
yang dicita-citakan sebagai harapan yang terbaik. Dalam
hal ini yaitu dengan harapan setelah selesai latihan bisa
membuka usaha mandiri.
c. Obyektivitas persiapan latihan.
Yang dimaksud obyektivitas persiapan latihan,
yaitu persiapan yang seharusnya ada. Menurut Lancaster
(1992 : 1.13) persiapan latihan selalu berkembang sesuai
kebutuhan, diantaranya : “ (a) people, (b) time and place,(c)
operation, (d) trainers, (e) optimum length of time”
Kebutuhan ini dipersiapkan mulai peserta
latihan, dalam merekrut peserta latihan hendaknya
disesuaikan dengan kulaifikasi yang dikehendaki.
Caranya dengan dengan mengadakan koordinasi
kepada Kepala Desa mencari peserta latihan yang memang
betul-betul ada keinginan untuk latihan usaha mandiri .
Bisa dilakukan dengan tes awala atau wawancara , untuk
meyakinkan kemauan sebagai peserta pelatihan. Sebagai
persyaratan latihan antara lain : usia, jenis kelamin, kondisi
fisik, pendidikan. Waktu dan tempat harus jelas, dimana
tempat latihan, kapan dimulai pendaftaran , kapan mulai
latihan dan kapan latihan berakhir. Untuk perangkat
pelaksanaan latihan apakah sudah sesuai yang terdiri dari
kurikulum dan silabus, instruktur, adminstrasi latihan, Job
sheet serta peralatan yang digunakan selama proses
latihan.
Pelatihnya atau disebut instruktur apakah cukup
menguasai materi bidang kejuruannya, sifat ketauladanan,
kewibawaan, simpatik, disiplin dan tanggung jawab. Lama
latihan yang ditetapkan, sesuai dengan kebutuhan latihan,
berapa jam perhari, berapa jam perminggu, berapa
jam perbulan dirinci sampai latihan selesai, biasanya
tertuang didalam matrik latihan, metodologi latihan serta
manajernya atau penanggung jawabnya.
Sebagai penanggung jawab latihan diserahkan
kepada bidang pelatihan mulai dari reqruitmen siswa
sampai kepada penyelenggaraan latihan dan evaluasi
latihan . Balai Latihan Kerja Industri didalam
pengelolaanya diserahkan kepada beberapa bidang seksi
antara lain : (a) bidang latihan memiliki tugas mulai
dari reqruitmen siswa , pelaksanaan sampai kepada
evaluasi, (b) bidang pemasaran bertugas untuk
mengenalkan latihan kepada warga , kepada
perusahaan maupun sekolah, (c) bidang bursa kerja
khusus bertugas untuk penempatan dan melayani
permintaan tenaga kerja (d) bidang pengembangan
latihan bertugas untuk mengembangkan program
latihan, metodologi latihan, teknologi baru serta
permintaan latihan yang sesuai dengan keinginannya,
(e) koordinator Instruktur bertugas untuk mengatur tugas
Instruktur.
Dari semua personil ini diatas bekerja sesuai
dengan bidangnya masing-masing terfokus dengan satu
tujuan yang sama yaitu untuk menghantarkan para peserta
latihan dapat melakukan usaha mandiri.
d. Rencana program latihan.
Penyusunan program latihan pada dasarnya suatu
usaha untuk merumuskan referensi pelaksanaan program
latihan. Menurut Naheson (1987) rumusan program
latihan meliputi : (a) rekruitmen siswa, (b) Seleksi calon
siswa, (c) penyusunan bahan latihan, (d) penyusunan
jadwal, (e) penentuan instruktur, (f) penentuan alat yang
diperlukan, (g) merencanakan biaya, (h) menyusunrencana
evaluasi latihan.
Didalam program latihan harus memiliki tujuan
yang pasti dan keberhasilan hasil latihan harus bisa diukur
melalui evaluasi latihan. Untuk mendapatkan hasil latihan
yang sesuai dengan kebutuhan latihan dapat dilakukan
sebagai berikut:
1) Rekruitmen siswa dan seleksi, diperlukan persyaratan
yang sesuai dengan program latihan. Tidak semua
orang dapat mengikuti program latihan , namun
diperlukan persyaratan yang sesuai dengan macam
programnya meliputi tingkat pendidikan, usia, jenis
kelamin, fisik. Seleksi siswa hendaknya mencerminkan
beberapa faktor, menurut Yesilmen dan kawan-kawan
(1988) menyebutkan faktor - faktor sebagai
beriku (a). tingkat atau derajat kepentingan, (b)
adanya kebutuhan individu , (c) tingkat harapan
2) Penyusunan Bahan latihan lebih dahulu harus
memperhatikan kurikulum latihan dan silabus.
Untuk penyusunan silabus diperlukan landasan
pelaksanaan tugas yang terkait dengan ketrampilan
yang mencerminkan elemen-elemen belajar ataupun
langkah-langkah pengajaran. Semakin jelas uraian
penyajian latihan secara otomatis akan mudah
mengarahkan pencapaian tujuan atau sasaran latihan .
Lester D.Crow dalam Nasution (1993),
hubungan kurikulum hendaknya: “(a) disesuaikan
dengan keadaan perkembangan anak, (b) mencakup
ketrampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat
digunakan anak dalam pengalamannya sekarang dan
juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya masa
datang
Rachman (1993) pola standart kurikulum
latihan kerja antara lain memuat :”nama latihan, kode
jabatan, uraian jabatan, tujuan pelatihan, persyaratan
latihan, lama latihan, silabus latihan, evaluasi latihan,
sertifikasi latihan.”
Ismail Sumaryo (1992) kurukulum hendaknya
disesuaikan dengan standart latihan kerja yang terdiri
dari : (1) mata latihan umum yang berisikan mata
latihan dasar, bertujuan untuk memberi landasan
ketahanan fisik dan mental yang sesuai dengan
falsafah bangsa Indonesia serta pengetahuan dasar
motivasi kerja dan hubungan kerja (2). mata latihan
inti, yang berisikan tentang mata latihan yang terkait
langsung dengan bidang kejuruan yang akan
memberi dasar pengetahuan, kemampuan dan
ketrampilan, (3). Mata latihan penunjang, berisi mata
latihan yang menunjang kelompok inti yang terkait
agar peserta latihan tidak hanya terampil secara teknis
semata, tetapi juga didukung dengan keselamatan
kerja, pengetahuan usaha mandiri dan motivasi
kerja, (4) job training, yaitu prkatek kerja sekaligus
mengamati apa yang terjadi dikalangan perusahaan
besar , maupun industri kecil (5) tes akhir merupakan
kegiatan evaluasi terhadap kemampuan pengetahuan
dan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti
proses latihan.
Dalam menentukan bahan latihan dapat
digolongkan menjadi dua yaitu bahan habis sekali
pakai dan bahan yang tidak habis pakai , bahan ini
masih bisa dipakai untuk kegiatan latihan yang
berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebutuhan bahan latihan menurut Tarigan (1987)
antara lain menyebutkan : (1) tingkat kualitas, (2)
kurikulum dan silabus, (3) sifat latihan, (4) jumlah
siswa, (5) fasilitas latihan.
Cara menentukan kriteria bahan yang
dibutuhkan menurut Nasution (1993) menyatakan
bahwa : (1) bahan harus sesuai dengan kebutuhan
belajar, (2). bahan pelajaran harus harus dapat
disesuikan kemampuan murid, (3) validitas bahan, (4)
bahan harus relevan dengan kenyataan.
Cara menentukan jumlah bahan yang
dibutuhkan , menurut Pusdiklat Departemen Tenaga
Kerja Kerja antara lain mencantumkan ketentuan
dalam material latihan yang isinya : (1).berdasar
uraian kurikulum, (2) menentukan lebih dahulu urutan
mata latihan dan perhatikan hubungan masing-masing
dalam kaitannya dengan pemakaian bahan , (3)
tentukan pemakaian bahan untuk tiap-tiap kegiatan
praktek setiap peserta latihan kemudian dikalikan
jumlah siswa, (4) tentukan kapan bahan harus diterima
Cara menghitung biaya bahan latihan, Hurley
(1987) mengatakan : “material cost refer to the sofware
associated with the design, development, reproduction,
distribution, implementation, and evaluation of training,
together with all types of consumable training items”.
Yang perlu dihitung seluruh bahan yang digunakan
untuk latihan termasuk ikut dihitung dalam kalkulasi
biaya latihan. Menurut Ismal, bahan ini dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut : rumus ‹ (P x R)
+ (Q x S) ›
x Y = Biaya Bahan
P = jumlah jam teori pada pogram
Q = jumlah jam praktek pada program
R = indek biaya bahan teori perjam siswa
S = indek biaya bahan praktek perjam siswa
Y = jumlah siswa per group
Indek biaya bahan adalah:
siswa jamjumlah
groupper latihan bahan biayaJumlah
Jumlah jam siswa = jumlah jam teori & praktek X
jumlah siswa
3) Rencana jumlah pengajar latihan (Instruktur)
Lancaster (1992) merumuskan berapa jumlah
instruktur yang harus disediakan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
ASH
AIH x ACS SSR
SSR = Student Staft Ratio, ACS = Average Class Size,
AIH = Average Instructor Class Contact Hours, ASH =
Average Student Hours Taught
Dari rumus diatas misal materi teknik elektro
jumlah kelas ada 3 paket setiap harinya materi ini
diajarkan 6 jam latihan beban mengajar instruktur
perhari 10 jam latih maka jumlah instruktur yang harus
disediakan perhari = 18 / 10 = 1,8 jadi setiap hari harus
tersedia instruktur elekro 2 orang.
Sebagai pengajar atau instruktur merupakan
tenaga fungsional yang memiliki tugas untuk
menyampaikan materi latihan kepada siswa.
Instruktur sebagai seorang guru
Melihat dari apa yang disampaikan Davies
seorang instruktur memiliki tugas yang cukup berat
dia memiliki tugas merencanakan pelajaran dan
menyampaikan materi seobyektif mungkin, efisien
artinya menyampaikan materi sesuai dengan rencana
pelajaran.
Disamping memberi motivasi kepada peserta
latihan semua itu harus dilakukan sebagai seorang
instruktur sehingga tujuan latihan bisa dicapai dengan
berhasil.
4) Penentuan Jadwal Latihan,
Untuk membuat jadwal latihan lebih dahulu
dibuat matrik rencana pelaksanaan latihan yang
memuat tentang nama instruktur, materi yang
diajarkan hari yang diperlukan, jumlah jam dan
jumlah waktu yang diperlukan. Dari data ini maka
disusunlah jadwal latihan.
5) Rencana Alat latihan
Disesuaikan dengan rencana pelajaran yang
dituangkan kedalam job sheet. Alat latihan yang
dibutuhkan harus ditentukan, jumlah alat, jenis alat,
tipe alat, ukuran alat, mutu alat cocok apa tidak untuk
latihan.
6) Rencana Biaya latihan
Besar biaya latihan yang dibutuhkan
mencakup biaya bahan latihan, biaya instruktur
merupakan biaya tetap, kemudian biaya lain-lain
merupakan biaya tidak tetap.
Menurut Jamison (1977) TC (n) = F + V (n), TC
= Total Cost ,
F = Fixed cost, V = Variable cost,
Kemudian untuk menghitung taraf perimbangan
antara biaya training dengan output training (rate of
return) dapat dilakukan dengan taksiran antara invest
latihan dengan beberapa factor perbandingan antara
lain Woodhall (1980) menjelaskan tentang
pertimbangan biaya latihan :
(1) to compare the relative profitability of training and
other forms of social investmen,
(2) to compare the relative profitability af defferent
type or level training,
(3) to compare the social rate of return to training in
one country with another,
(4) to compare the relative
(5) profitability of training society and to the
individual, by comparing social and private
(6) rate of return,
(7) to compare the rate of return to training at different
points in time
7) Rencana evaluasi latihan
Didalam merencanakan evaluasi latihan yang
harus diperhatikan antara lain :
a) Tujuan evaluasi , menurut Pusdiklat Depnaker
(1993) yaitu : untuk mengetahui persiapan
program latihan, untuk mengetahui keberhasilan
pada setiap tahap pelaksanaan, untuk mengetahui
relevansi hasil latihan.
b) Syarat evaluasi, memiliki sifat valid, obyektiv,
komprehenship, simple.
c) Sasaran evaluasi, diarahkan kepada : program
latihan yang terdiri dari (metode, alat, instruktur,
siswa, fasilitas, administrasi dan bahan latihan),
kegiatan latihan , hasil latihan.
Tahapan evaluasi terdiri dari evaluasi pra
latihan, evaluasi selama latihan dan evaluasi pasca
latihan.
2. Pelaksanaan
a. Mengadakan koordinasi antar institusi
Tujuan koordinasi adalah untuk mengadakan
penyatuan pendapat didalam menentukan program
latihan yang akan dilaksanakan, serta pembagian tugas
dari masing-masing anggota.
Pada tahap ini anggota team mencoba untuk
memahami tujuan team sampai kepada tahap deferensiasi
dan tahap kolaborasi atau komitmen didalam pelaksanaan
pelatihan usahamandiri.
Kurdi (1998) menjelaskan bahwa koordinasi
ini dapat diwujutkan :” (1) dalam bentuk team, (2)
musyawarah dan mufakat, (3) peran serta semua fihak,(4)
kesepakatan kualitas.”
Tugas ini antara lain :
1) Balai Latihan Kerja Industri bertugas sebagai
penyelenggara latihan sekaligus dengan penunjang
dananya, yang berasal APBD maupun APBN.
2) Balai Produktivitas dan Pelatihan Usaha Mandisri
Sektor Informal (BPP UMSI) bertugas sebagai
pengelola ketrampilan usaha, dengan dana dari APBD
maupun APBN.
3) Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kodya , yang
memiliki wilayah untuk dilaksanakan pelatihan,
4).Dewan Kerja Daerah , yang menyiapkan dana untuk
permodalan, 5).Gabungan Pengusaha Indonesi
(GAPENSI), Dinas Indagkop sebagai team monitor 6).
BLKI, BPP UMSI, Pemkot sebagai team Evaluasi.
b. Pelaksanaan pelatihan
Dalam pelaksanaan pelatihan yang dipersiapkan
Instruktur antara lain,: (a). mempersiapkan matrik latihan,
(b) Mempersiapkan jobs sheet, ( c ). mempersiapkan
peralatan latihan dan bahan latihan.
Richter (1986) latihan mandiri yang dicanangkan
sebaiknya memperhatikan :
(a)the determination of order of magnitude of the various
categories of manpower to be trained, (b) the determination and
quantitification of the input in terms of training structure,
equipmen, manpower resources and finance required for
undertaking training activities to satisfy the identified training
need.
Latihan yang dicanangkan betul-betul merupakan
kebutuhan yang diperlukan oleh peserta training, sehingga
kesiapan training ini mendukung aktivitas
berlangsungnya keperluan training.
Mulai perangkat fasilitasnya, sumber tenaga
manusianya, sampai struktur organisasi yang terlibat
dalam pelaksanaan pelatihan.
Pelaksanaannya dibantu oleh asisten
instruktur yaitu untuk membantu pelaksanaan praktek
serta penyiapan perangkat alat untuk praktek
Urut-urutan mengajar selalu berawal dari materi
umum terdiri dari mata latihan Keselamatan kerja,
motivasi kerja dan hubungan industrial kemudian
dilanjutkan materi inti yang terdiri dari mata latihan
kejuruan yang berupa ketrampilan teknis kemudian
dilanjutkan dengan kelompok penunjang yang terdiri dari
mata latihan kewirausahaan yang mengarah kepada usaha
mandiri, terakhir melaksanakan on the job training di
perusahaaan.
Salah satu materi penunjang yaitu pengetahuan
kewirausahaan yang dapat digunakan sebagai
pengetahuan bekal untuk usaha mandiri antara lain
mencakup materi latihan tentang :(a) pengertian usaha
mandiri dan usaha kecil (b) bentuk-bentuk usaha kecil, (c)
langkah-langkah dalam usaha kecil (d) ciri-ciri usaha
kecil, (e) syarat-syarat menjadi pengusaha kecil, (f) sikap
sebagai pengusaha kecil, (g) cara mencari modal untuk
usaha kecil. Pada materi diatas diharap peserta latihan
dapat mengaplikasikan ke dalam usaha mandiri dan
pengetahuan ini dapat dipelajari, sesuai dengan yang
pernah disampaikan oleh Direktorat Tenaga Kerja
Depnaker (1996) : “ wirausaha atau usaha mandiri dapat
dipelajari dan dipahami secara mandiri
“Simanjuntak (1988) :” menyatakan untuk mampu
bekerja mandiri, seseorang harus memiliki sikap dan
kemampuan kewirausahaan.”
Setelah proses latihan seperti acuan diatas selesai ,
maka tugas team evaluasi mengadakan evaluasi, menurut
Thomason (1980) factor yang harus diperhatikan dalam
evaluasi: Skill, effort, responsibility dan working condition.
Anggotanya terdiri dari lembaga latihan, Balai
Produktivitas dan Pelatihan Usaha Mandiri Sector
Informal ( BPP UMSI), Depnaker, dan Pemkot.
c. Pembentukan kelompok usaha
Sesuai dengan program pelatihan, peserta pelatihan
ini diwajibkan untuk melakukan on the job training
ditempat-tempat pengusaha selama 2 bulan.
Selesai melakukan on the job training, lulusan
(output ) ini dari masing-masing kelompok maupun
individual untuk mencari lahan usaha.
Menentukan kelompok usaha, hasilnya
disampaikan kepada penyandang dana. Menurut Perda
nomer 4 tahun 1991 tentang wajib latih tenaga kerja
bagi perusahaan, maka setiap perusahaan diwajibkan
untuk membayar iuran kepada Dewan Latihan Kerja
Daerah yang ada di Pemerintah Daerah Tingkat I
d. Monitoring dan pengembangannya
Setelah uasaha ini berjalan, kegiatannya
dipantau oleh team monitoring yang terdiri Dinas
perburuhan sesuai dengan Perda Nomer 4 tahun 1991
yang berbunyi “ mengendalikan dan memantau latihan”
disampaing itu ditambah dari Depnaker yang
disampaikan oleh Dirjen Binapenta yang anggotanya
terdiri dari Kanwil Depnaker, Kandepnaker dan Balai
Latihan Kerja serta dibantu oleh BPP-UMSI.
Rachman (1994). menjelaskan tujuan monitoring :
“adalah untuk memperoleh data jumlah penempatan
lulusan atau usaha mandiri lulusan Balai Latihan Kerja
(BLK), Kursus Latihan Kerja (KLK) secara terus menerus
serta mendapatkan informasi tentang kwalifikasi, sikap,
mental kerja yang diharapkan oleh pengguna tenaga kerja
sebagai umpan balik dalam penyempurnaan program
latihan. Proses Pelaksanaannya dilakukan dengan tiga
tahap yaitu : (1) pengumpulan data, (2) pengolahan data,
(3) pembuatan laporan”
Didalam pelaksanaan monitoring tugas team
memantau dan mengarahkan bidang usaha. Menurut
Kurdi ( 1999) hal-hal yang diperlukan dalam bidang usaha:
“ (1) Siapa konsumennya, (2) apa yang diinginkan mereka
dari barang atau jasa, (3) bagaimana seharusnya dilakukan
agar usaha berkembang.”
Berikutnya mengurus Surat Ijin Usaha sesuai
dengan Keputusan Menteri Perdagangan NO: 372/KP/XI/
1988, yaitu bagi pengusaha di sector usaha atau
perdagangan diwajibkan memilki ijin usaha. Namun bagi
pengusaha yang lemah dan kecil tidak diharuskan
memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan. Disamping itu
memberi pengarahan yang terkait dengan
pengembangan modal menurut Keputusan Presiden
No.29 dan No. 30 tahun 1984 pemerintah memberi
kemudahan pinjaman modal melalui
KIK (Kredit Investasi Kecil ) sebesar 50 juta
kebawah, 100 juta untuk usaha menengah dan 100
juta keatas untuk usaha besar.
Disamping untuk mengembangkan usaha
diupayakan untuk mencari partner kerja. Menurut Alma
(2001) ada empat bentuk dalam partner yaitu : (1) silent
partne,r (2) scret partner, (3) nominal partner, (4) general
partner
Maksudnya adalah silent partner teman ini
sengaja diketahui orang lain, namun tidak ada peran
dalam pengelolaannya, hanya menerima keuntungannya
saja. Scret partner adalah teman usaha tidak mau
menyatakan dirinya sebagai pemilik kepada umum.
Nominal partner adalah teman usaha yang seharusnya
diajak kerjasama. General partner artinya teman usaha
yang sudah lama kerjasama dan ikut memikirkan nasib
usahanya.
Pemantauan ini dilaksanakan terus menerus selama
usahanya belum berjalan dengan stabil.
a. Pengertian Karir
Sebelum manajemen karir dibahas, sangat penting
untuk memahami terlebih dahulu apa yang disebut karir.
Menurul Greenhaus (1987:5) ada dua cara pendekatan
untuk memahami makna karir.
Pendekatan pertama memandang karir sebagai
pemilikan (a property) dan/atau dari occupation atau
organisasi. Sebagai contoh, karir di bidang hokum
merupakan sebuah urutan dari beberapa tahapan dimana
seseorang menjalankan beberapa kegiatan dan kemudian
menduduki posisi tertentu yang bersifat berjenjang mulai
dari peran sebagai mahasiswa fakultas hukum, menjadi
pegawai magang di kantor hukum, menjadi anggota
senior, menjadi hakim, dan akhirnya pensiun.
Dengan peridekatan pertama ini , karir dapat
pula dilihat sebagai jalur mobilitas di dalam organisasi
yang tunggal seperti jalur karir di dalam fungsi marketing
berikut ini: menjadi ‘sales representative, manajer produk,
manajer marketing distrik, manajel marketing regional,
dan wakil presiden divisional marketing dengan berbagai
macam tugas dan fungsi pada setiap jabatan.
Peridekatan kedua memandang karir sebagai suatu
properti atau kualitas inidvidual dan bukan okupasi atau
organisasi. Setelah setiap individu mengakumulasikan
serangkaian jabatan, posisi dan pangalaman tertentu,
pendekatan ini mengakui kemajuan karir yang telah
dicapai setiap orang.
berdasar kedua pendekatan ini ,
Greenhaus mendefinisikan karir sebagai pola pengalaman
berdasar pekerjaan (work-related experiences) yang
merentang sepanjang perjalanan yang dialami seseorang.
Greenhaus menambahkan bahwa work-related
experiences secara luas dapat dirinci ke dalam objective
events atau situasi seperti misalnya serangkaian posisi
jabatan/pekerjaan, tugas atau kegiatan pekerjaan, dan
keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan (work-related
decisions), intepretasi subyektif tentang peristiwa yang
berkaitan dengan pekerjaan (work-related events) baik pada
masa lalu, kini dan mendatang seperti aspirasi pekerjaan,
harapan, nilai, kebutuhan dan perasaan tentang
pengalaman pekerjaan tertentu.
Definisi karir ini meliputi elemen-elemen
obyektif dan subyektif. Elemen obyektif berkenaan dengan
kebijakan-kebijakan pekerjaan atau posisi jabatan yang
ditentukan organisasi. Sementara elemen subyektif
menunjuk pada kemampuan seseorang dalam mengelola
karir dengan mengubah lingkungan obyektif (misalnya
dengan mengubah pekerjaan/jabatan) atau memodifikasi
persepsi subyektif tentang suatu situasi (misalnya dengan
mengubah harapan).
Ditambahkan pula bahwa definsi karir seperti di
atas tidak mensyaratkan bahwa peran pekerjaan seseorang
haruslah sebuah fungsi profesional, stabil dalam pekerjaan
atau organisasi tertentu, atau selalu dikaitkan dengan
karakteristik mobilitas ke atas (upward mobility). Sekalipun
demikian definisi ini juga membenarkan adanya seseorang
yang bekerja di dalam organisasi menganggap bahwa karir
adalah mobilitas ke atas.
b. Manajemen Karir
Seperti konsep karir, pengertian manajemen karir
juga dapat didefinisikan dalam berbagai bentuk.
Greenhaus (op cit:7) mendefinisikan manajemen karir
sebagai sebuah proses untuk mengembangkan,
mengimplementasikan dan memonitor tujuan dan strategi
karir individual.
Greenhaus menambahkan bahwa manajemen karir
secara singkat dapat diuraikan sebagai proses dimana
individu dapat:
1. Mengumpulkan informasi yang relevan tentang
kemajuan dirinya dan dunia kerjanya;
2. Mengembangkan gambaran secara akurat tentang
bakat, interes, nilai dan gaya hidup yang diinginkan
sebagaimana juga tentang pekerjaan alternatif, jabatan
dan organisasi;
3. Mengembangkan tujuan karir yang realistis
berdasar informasi dan gambaran yang telah
diperolehnya;
4. Mengembangkan dan mengimplementasikan strategi
yang dirancang untuk mencapai tujuan;
5. Memperoleh umpan balik tentang efektifitas strategi
dan tujuan yang relevan.
c. Efektifitas Manajemen Karir
Efektifitas manajemen karir tergantung
sepenuhnya pada sikap (kesadaran) manajer untuk
mengakui peran penting perencanaan dan pengembangan
karir dalam upaya memuaskan kebutuhan individu dan
organisasi. Jika manajer dan departemen SDM memiliki
kesadaran yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan jangka
panjang organisasi, maka kesempatan karir dan peluang
untuk program pelatihan dan pengembangan akan dibuka
lebarlebar bagi seluruh pekerja.
Manajer dan departemen SDM dapat mencapai
efektifitas manajemen karir dengan memberi pendidikan
yang berkaitan dengan karir, petunjuk keahlian, konseling
karir, peluang on the job training dan pilihan (opsi) karir
yang tersedia, serta melalui publikasi program pelatihan
dan pengembangan.
Dengan memberi dukungan terhadap
perencanaan dan pengembangan karir, manajer SDM
dapat memperoleh sejumlah keuntungan seperti berikut
ini:
a.Menyatukan strategi dengan permintaan stafing internal.
bMengembangkan pekerja sedemikian rupa sehingga
dapat dipromosikan.
c.Memfasilitasi penempatan pekerja.
d.Membantu menciptakan keragaman pekerjaan.
e.Memperkecil perpindahan (turnover).
f.Memperoleh pekerja yang berpotensi.
g.Memajukan pertumbuhan individu.
h.Mengurangi kesalahan dalam penempatan.
i.Memuaskan kebutuhan individu.
j.Membantu rencana tindakan afirmatif.
d. Model Manajemen Karir
Dalam ilmu-ilmu sosial sebuah model dapat
dipahami sebagai gambaran atau representasi dari sebuah
kenyataan. Di dalam sebuah model ada seperangkat
variabel yang saling berkaitan dalam pola hubungan
tertentu sehingga realitas yang ada dapat dipahami secara
rinci.
Model manajemen karir secara normatif
dimaksudkan sebagai uraian tentang bagaimana seseorang
dapat mengelola karirnya. Dalam hal ini tidaklah setiap
orang harus mengelola karirnya, namun sejumlah kegiatan
yang direpresentasikan di dalam model ini dapat
mengarahkan pada outcome yang dikehendaki untuk setiap
individu.
Greenhaus (op cit:18) telah mernbuat sebuah model
siklus karir manajemen seperti dapat dilihat pada gambar
2. berikut ini:
Jika dilakukan secara : tepat, eksplorasi karir dapat
ditindaklanjuti dengan kesadaran diri dan lingkungan.
Mariajer dapat memperoleh informasi tentang nilai,
interes, bakat, pilihan pekerjaan, peiuang serta hambatan
yang dihadapi dalam lingkungan kerja. (B)
Kesadaran yang semakin besar tentang diri
individu dan lingkungan dapat membantu menajer untuk
menetapkan pilihan tujuan yang hendak diraih. Tujuan
dalam hal ini dapat diperoleh dari berbagai macam posisi
yang tersedia. (C)
Penetapan tujuan yang realistis dapat memfasilitasi
pengembangan (D) dan implementasi (E) strategi karir,
yaitu rencana kegiatan yang dirancang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Implementasi strategi karir dapat menghasilkan
kemajuan menuju tujuan karir yang telah ditentukan (F).
Kemajuan menuju tujuan dapat dicapai atau tidak,
implementasi strategi karir dapat memberi umpan
balik yang berguna bagi setiap individu. Umpan balik ini
berkaitan dengan sumber-sumber yang berasal dari
pekerjaan maupun non pekerjaan (G) yang
memungkinkan manajer dapat melakukan penilaian atas
karir pekerja (H). Informasi tambahan yang diperoleh dari
penilaian karir menjadi sarana lain dalam elcsplorasi karir
(lihat panah dari H ke A) yang menunjukkan adanya
siklus dalam model manajemen karir.
Greenhaus menambahkan pula bahwa siklus
manajemen karir merupakan problem solving sekaligus
merupakan proses pengambilan keputusan. Sebagaimana
dapat dilihat pada gambar 2. eksplorasi, penetapan tujuan,
strategi dan umpan balik acap tergantung pada bantuan
yang diperoleh dari beragam individu dan organisasi.
Sebagai contoh, program internship dan konseling yang
diberikan oleh organisasi, penilaian kinerja, workshop self-
asessment, serta program pelatihan yang ditawarkan
organisasi, dukungan dari keluarga dan lain-lain dapat
memberi sumbangan yang efektif bagi manajemen karir.
Efektifitas aplikasi model manajemen karir,
bagaimanapun juga, tergantung pada kemauan dan
kemampuan organisasi untuk berbagi informasi dengan
pekerja, membuatnya sebagai sumber informasi berarti
yang ketersediannya dapat diakses, dan mendukung
pekerja dalam upaya untuk mengelola karir mereka.
Perencanaan karir yang efektif dan realistis mendorong
para pekerja dapat lebih proaktif dan dapat
merigantisipasi setiap masalah dan tantangan secara
lebih baik.
Sekalipun manajenlen karir seharusnya secara
terintegrasi berkaitan derigan perencanaan SDM, di
beberapa organisasi kedua aktivitas ini acap
saling terpisah.
ada dua cara pendekatan untuk memahami
makna karir. Pendekatan pertarna memandang karir
sebagai pemilikan (a property) dan/atau dari occupation
atau organisasi. Pendekatan kedua memandang karir
sebagai suatu properti atau kualitas inidvidual dan
bukan okupasi atau organisasi.
berdasar kedua pendekatan ini , Greenhaus
mendefenisikan karir sebagai pola pengalaman
berdasar pekerjaan (work-related experiences) yang
merentang sepanjang perjalanan pekerjaan yang
dialami seseorang.
Manajemen karir sebagai sebuah proses untuk
mengembangkan, mengimplementasikan dan
memonitor tujuan dan strategi karir individual.
Efektifitas manajemen karir tergantung sepenuhnya
pada sikap (kesadaran) manajer untuk mengakui peran
penting perencanaan dan pengembangan karir dalam
upaya memuaskan kebutuhan individu dan organisasi.
Dalam ilmu-ilmu sosial sebuah model dapat dipahami
sebagai gambaran atau representasi dari sebuah
kenyataan.
Model manajernen karir secara normatif dimaksudkan
sebagai uraian terrtang bagaimana seseorang dapat
mengelola karirnya.
Di dalam MSDM ada sebuah model siklus
manajemen karir. Efektifitas aplikasi model manajemen
karir, bagaimanapun juga, tergantung pada kemauan
dan kemampuan organisasi untuk berbaui informasi,
dengan pekerja, membuatnya sebagai sumber
informasi berarti yang ketersediannya dapat diakses,
dan mendukung pekerja dalam upaya untuk
mengelola karir mereka..
1. Promosi
Salah satu dorongan seseorang bekerja pada suatu
organisasi atau perusahaan adalah adanya kesempatan
untuk maju. Sudah menjadi sifat dasar manusia pada
umumnya untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi
yang dipunyai pada saat ini.
Kesempatan untuk maju di dalam organisasi sering
disebut sebagai promosi (naik pangkat). Suatu promosi
berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang
memiliki status dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
Biasanya perpindahan ke jabatan yang lebih tinggi disertai
dengan peningkatan gaji/upah dan hak-hak lainnya.
Walaupun demikian ada promosi yang tidak disertai
dengan peningkatan gaji, yang disebut sebagai promosi
”kering”. Promosi dibedakan dengan transfer, karena
transfer hanya menyangkut kepindahan jabatan ke jabatan
yang sama dalam arti status, tanggung jawab dan gaji.
Meskipun di muka telah disinggung bahwa manusia
pada umumnya menginginkan kemajuan dalam hidupnya;
tidak berarti bahwa esmua orang (pekerja ) mau
dinaikkan pangkatnya. Ada pekerja yang tidak mau
diangkat menjai ”supervisor” misalnya. Beberapa sebab
bisa disebutkan di sini mengapa seseorang menolak untuk
dinaikkan pangkat. Pertama, perbedaan gaji yang diterima
mungkin dianggap tidak seimbang dengan tambahan
tanggung jawab. Kedua, mereka merasa segan
meninggalkan kelompok lamanya untuk masuk ke
kelompok baru yang belum pasti sikap penerimaannya.
Seorang pekerja yang diangkat menjadi mandor
misalnya, terpaksa harus meninggalkan rekan-rekan
lamanya (bagaimanapun kedudukan dia sekarang menjadi
”lain”), untuk masuk ke kelompok baru (dalam hal ini
mandor). Ketiga, adalah faktor ”keamanan” yang
dirasakan oleh pekerja yang dipromosikan. Pekerjaan
yang baru selalu menyangkut perubahan. Pada pekerjaan
lama, mereka (pekerja ) telah memiliki keahlian dan
menguasainya, sedangkan pada pekerjaan yang baru,
selalu ada faktor-faktor ketidak pastian.
Meskipun tidak semua pekerja mau
dipromosikan, tetapi pada umumnya para pekerja
menginginkan promosi ini. Karena itu di dalam organisasi
perlu dibuat program promosi ini yang menyangkut,
pertama, ke arah mana suatu jabatan akan menuju ?
Jabatan apa yang menjadi jenjang akhir suatu jabatan ?
Kedua, kriteria apa yang akan dipakai untuk menentukan
orang (pejabat) yang akan dipromosikan ?
Sebagaimana dikemukakan bahwa analisa jabatan
memberi informasi dasar yang diperlukan untuk
menggambarkan jalan promosi di dalam suatu organisasi.
Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya berada pada pikiran
para (calon) pekerja adalah menuju jabatan apa jabatan
ini? Dari jabatan apa kita akan dipromosikan ke jabatan
ini? Karena itu peencanaan yang jelas tentang jalur
promosi ini perlu dilakukan. Seringkali jalur promosi ini
terbatas pada suatu departemen/bagian saja. Jadi seorang
pejabat di bagioan produksi, misalnya maksimum hanya
bisa naik pangkat sampai direktur produksi.
a. Pengertian Promosi
Promosi adalah perpindahan yang memperbesar
authority pekerja ke jabatan yang lebih tinggi di dalam
satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status dan
penghasilannya semakin besar.
Flippo (1982) menjelaskan promosi adalah
perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang
memiliki status dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
Biasanya perpindahan ke jabatan yang lebih tinggi ini
disertai dengan peningkatan gaji/upah lainnya, walaupun
tidak selalu demikian.
Sikula menjelaskan bahwa promosi adalah suatu
perpindahan di dalam suatu organisasi dari satu posisi ke
posisi lainnya yang melibatkan baik peningkatan upah
maupun status.
Promosi memberi peranan penting bagi
pekerja bahkan hampir menjadi idaman setiap
pekerja . Adanya kesempatan untuk dipromosikan juga
akan mendorong penarikan (recruiting), pelamar semakin
banyak memasukkan lamarannya yang pada gilirannya
juga berdampak pada pengadaan (procurement) relatif lebih
mudah. Sebaliknya bila promosi jarang dilakukan maka
semangat kerja, disiplin kerja dan prestasi kerja pekerja
akan menurun, yang kesemuanya itu berdampak pada
recruitmen dan procurement pekerja .
Begitu besarnya peranan promosi bagi pekerja ,
maka sudah seharusnya bila manajer personalia
menetapkan program promosi serta menginformasikannya
kepada para pekerja .
b. Dasar Pelaksanaan Promosi
Ada dua dasar yang dapat dipakai untuk
menentukan promosi, yaitu (1) kecakapan kerja dan (2)
senioritas. Pihak manajemen biasanya menyenangi dasar
kecakapan kerja (”merif”) untuk dipakai sebagai dasar
promosi. Mereka berpendapat bahwa kompetensi adalah
dasar untuk kemajuan. Sebaliknya pihak pekerja
menghendaki unsur senioritas lebih ditekankan dalam
penentuan promosi ini. Sebab mereka berpendapat bahwa
dengan makin lama masa kerja, makin berpengalaman
seseorang sehingga diharapkan kecakapan kerja mereka
makin baik.
biasanya mereka yang menyetujui dasar
senioritas ini adalah memang para pekerja yang sudah
”senior”. Alasan lain adalah lama kerja seseorang juga
mencerminkan kesetiaan mereka kepada perusahaan.
Mereka juga berpendapat bahwa pengukuran senioritas
adalah hal yang paling mudah dan objektif. Sedangkan
pengukuran kecakapan kerja sedikit banyak memiliki
unsur ”judgement” dan subjektifitas.
Meskipun pengukuran senioritas dikatakan paling
obyektif, tetapi ternyata juga tidak semudah yang
disangka dalam penentuan lama kerja seseorang. Sebagai
misal, apakah seniorits seseorang diukur dari lama kerja
terus menerus dalam organisasi ini ? Bagaimanakah
kalau suatu ketika dia berhenti (karena permintaan sendiri
atua karena terpaksa oleh keputusan perusahaan), dan
aktif kembali? Apakah masa kerja sebelum dia berhenti itu
dihitung dalam penentuan seniorita, ataukah hanya masa
kerja setelah dia aktif kembali. Masalah ini timbul
terutama bagi pekerja yang di ”lay off” kan
(diberhentikan sementara karena kondisi perusahaan yang
sedang tidak menguntungkan).
Penentuan senioritas in disamping untuk penentu
usul promosi, juga menyangkut masalah-masalah
kepegawaian (personalia) yang lain seperti (1) ”lay off”, (2)
transfer , (3) penentuan giliran kerja, (4) penentuan hari
libur, (5) penentuan jenis pekerjaan dan sebagainya.
Berbagai argumentasi tentang kebaikan kecakapan
kerja maupun senioritas sering tidak bis diputuskan untuk
memilih mana yang lebih baik. Sebagai misal, memang
diakui bahwa semakin lama seorang bekerja pada suatu
organisasi, semakin berpengalaman dia. Tetapi apakah
kecakapanya akan selalu meningkat dengan meningkatnya
pengalaman.
Masalah seperti ini menjadi lebih sulit,. bila
organisasi dihadapkan pada suatu situasi sehingga
memerlukan perubahan (perubahan cara kerja, organisasi
atau hubungan kerja). Mereka yang lebih senior sering
justru sulit untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
ini . Mereka sudah terlampau terbiasa dengan cara
kerja lama misalnya, sehingga sulit memahami cara kerja
baru.
Promosi yang di dasarkan pada senioritas biasanya
di dasari pertimbanan sebagai penghargan atas jasa
seseorang paling sedikit dilihat dari segi loyalitasnya
kepada organisasi.
Sebaliknya pemakaian dasar kecakapan kerja akan
menjamin bahwa hanya mereka yang cakaplah yang bisa
dipromosikan. Penggunaan dasar ini sebagai penghargaan
organisasi kepada pekerja yang berprestasi. Penggunaan
dasar inipun sering menghadapi kendala karena
kadangkala yang bersangkutan sudah mencapai puncak
kompetensinya sehingga tidak lagi mampu berprestasi bila
menduduki jabatan yang lebih tinggi. Karena itu dalam
penentuan promosi sering digunkan suatu kompromi
antara dasar kecakapan kerja dan senioritas.
c. Tujuan promosi
1) Untuk memberi pengakuan, jabatan dan imbalan
jasa yang semakin besar kepada pekerja yang
berprestasi.’
2) Menimbulkan kepuasan dan kebanggaan pribadi,
status sosial yang semakin tinggi dan penghasilan yang
semakin besar.
3) Untuk merangsang pekerja agar lebih bergairah
dalam bekerja, berdisiplin tinggi dan penghasilan yang
semakin besar.
4) Untuk menjamin stabilitas kepegawaian dengan
penilaian yang jujur dan adil
5) Memberi kesempatan kepada pekerja untuk
mengembangkan kreativitas dan inovasinya yang lebih
baik.
6) Untuk mengisi kekosongan jabatan akibat ada pejabat
yang berhenti
7) Mempermudah recruitment
8) Memperbaiki status pekerja
Selain itu ternyata promosi juga memberi
manfaat kepada organisasi dan juga pekerja karena : (1)
Promosi memungkinkan perusahaan mendayagunakan
keahlian dan kemampuan pekerja setinggi mungkin (2)
Promosi sering kali diberikan untuk memberi imbalan
kinerja pekerja yang sangat baik. pekerja yang
menghargai promosi akan termotivasi bekerja lebih baik.
(3) Ada korelasi yang signifikan antara kesempatan untuk
promosi dan tingkat kepuasan kerja.
d. Syarat pekerja yang Dipromosikan
Selain di dasarkan pada senioritas dan kecakapan,
pelaksanaan promosi dapat dilakukan dengan alasan
pegawai yang dipromosikan memenuhi syarat sebagai
berikut :
1) Jujur
2) Disiplin
3) Prestasi kerja baik
4) Memiliki kerja sama yang baik
5) Kecakapan kerja baik
6) Loyal kepada organisasi
7) Sikap kepemimpinan yang baik
8) Komunikatif
9) Tingkat pendidikan memadai
e. Jenis-jenis promosi
1) Promosi sementara merupakan pemberian kenaikan
jabatan kepada pekerja untuk sementara waktu
karena ada jabatan yang lowong dan harus segera diisi.
2) Promosi tetap adalah menaikkan jabatan pekerja
menjadi lebih tinggi dari sebelumnya karena yang
bersangkutan telah memenuhi syarat untuk
dipromosikan.
3) Promosi kecil, adalah menaikkan jabatan seseorang
pekerja dari jabatan yang tidak sulit ke jabatan yang
sulit yang meminta keterampilan tertentu, tetapi tidak
disertai peningkatan wewenang dan tanggung jawab
serta gaji.
4) Promosi kering, adalah menaikkan jabatan seorang
pekerja dengan disertai tanggung jawab, wewenang,
tetapi tidak disertai kenaikan upah/gaji.
f. Demosi
Organisasi perusahaan maupun organisasi non-profil
selalu menuntut agar setiap pekerja senantiasa
melaksanakan tugasnya dengan baik. Jika pekerja tidak
melaksanakan pekerjaan dengan baik maka kemungkinan
akan dilakukan demosi atau pemberhentian. Ini karena
perusahaan yang penting pekerja harus bekerja dengan
baik agar tujuan organisasi tercapai. Semuanya itu dapat
terjadi bila pekerja bekerja dengan seoptimal mungkin.
Masalah ”demotion” (penurunan pangkat) juga sering
mempertimbangkan unsur senioritas ini. Masalah
”demotion”, merupakan pemindahan seorang pekerja ke
jabatan lain yang lebih rendah, dengan wewenang lebih
rendah serta gaji/upah lebih rendah pula.
Demosi merupakan salah satu bentuk pendisiplinan
yang masih dipertanyakan unsur pendidikannya. Dengan
kata lain demosi sebenarnya merupakan bentuk hukuman
terhadap pekerja yang tidak mampu mengerjakan
tugasnya.
Untuk masalah-masalah diatas, perlulah bagi
perusahaan untuk membuat pedoman pelaksanaannya
(”policy”) sehingga untuk setiap persoalan perusahaan
memiliki perlakuan yang sama, berdasar yang baik,
tidak perlu menggunakan pendekatan kasus per kasus.
Demosi dapat terjadi karena alasan-alasan di luar
kendali para pekerja . Perubahan organisasional utama
seperti reorganisasi, merger perusahaan, atau penurunan
bisnis dapat berakibat pada perampingan dalam pekerjaan
yang pada gilirannya memaksa pekerja untuk menerima
posisi yang lebih rendah.
2. Perencanaan Karier
Setiap sumber daya manusia sebagai seorang
pekerja , pada awal mulai bekerja akan terus bekerja
hingga yang bersangkutan memasuki usia pensiun, ini
berarti yang bersangkutan ingin meniti karier dalam
organisasi yang bersangkutan.
Berangkat dari asumsi ini maka merupakan suatu
yang logis bila dalam kehidupan kekaryaannya seseorang
menanyakan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan
kariernya. Misalnya: (1) Kemampuan, pengetahuan dan
keterampilan apa yang harus dikuasai pekerja agar
meraih kemajuan dalam kariernya?, (2) Sistem promosi
apa yang berlaku dalam organisasi?, (3) Bagaimana model
pendidikan dan pelatihan bagi pekerja yang
dipromosikan dilaksanakan oleh organisasi?, (4)
keuntungan apa yang diperoleh bila menduduki jabatan
tertentu?
Jika seseorang berbicara tentang karier dalam
kehidupan organisasi, biasanya yang dimaksud adalah
keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang
dipangku oleh seseorang selama dia bekerja. Prestasi kerja,
pengalaman, pelatihan dan pengembangan sangat
berperan penting dalam menempuh berbagai jalur karier
yang dapat ditempuh seseorang.
Dengan kata lain agar mengetahui pola karier yang
terbuka baginya seorang pekerja perlu memahami (1)
sasaran karier, (2) perencanaan karier, dan (3) kesediaan
mengambil langkah dalam pengembangan karier.
Pengembangan karier (career development)
didefinisikan sebagai : an organized, planned effort comprised
of structured activities or processes that result in a mutual career
plotting effort between employees and the organization
(Gutteridge & Otte, 1983).
Betatapun baiknya suatu rencana karier yang telah
dibuat oleh seorang pekerja disertai oleh suatu tujuan
kariernya yang wajar dan realistik, rencana ini tidak
akan menjadi kenyataan tanpa adanya pengembangan
karier yang sistematik dan programmatik
Pekerja merupakan orang yang paling
berkepentingan dalam pengembangan karier, karena
dialah yang akan menikmati hasilnya, dan ini merupakan
salah satu prinsip pengembangan karier yang sangat
fundamental, meskipun kepentingan organisasi juga tidak
begitu saja dapat diabaikan.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam rangka pengembangan karier yaitu :
a. Prestasi kerja yang memuaskan
b. Pengenalan oleh fihak lain
c. Kesetiaan pada organisasi
d. Pemanfaatan mentor dan sponsor
e. Dukungan dari bawahan
f. Pemanfaatan kesempatan untuk bertumbuh
g. Berhenti atas permintaan sendiri
Dalam usaha menentukan tujuan, jalur, rencana dan
pengembangan kariernya, seorang pegawai berangkat dari
keinginan untuk memuaskan kebutuhannya. Sehingga
bagaimanapun juga salah satu pertimbangan seseorang
meniti kariernya adalah sampai seberapa besar kebutuhan
dan kepentingan pribadinya dapat terpenuhi, tidak
semata-mata karena kepentingan perusahaan (organisasi).
Jalur karier adalah suatu lini progresi yang fleksibel
mana kala seorang pekerja bergerak sepanjang
kepegawaiannya dalam suatu organisasi (perusahaan).
Mengikuti jalur karier yang disusun pekerja dapat
melakukan pengembangan karier dengan bantuan
perusahaan.
Pengembangan karier adalah pendekatan formal
yang diambil organisasi untuk memastikan bahwa orang
dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat, tersedia
pada saat dibutuhkan.
Perencanaan karier adalah proses berkelanjutan.
Perencanaan ini memperhitungkan perubahan yang terjadi
di dalam diri orang dan organisasi.
Kenyataan inilah yang harus diperhatikan bagian
kepegawaian untuk bersikap proaktif dalam
pengembangan karier para anggotanya.
Dengan sikap ini paling tidak dapat :
a. Membantu para pegawai dalam pengembangan karier
yang pada gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas
karena yang bersangkutan merasa dibantu meraih
kemajuan.
b. Tersedianya sekelompok pekerja yang memiliki
potensi dan kemampuan untuk dipromosikan di masa
yang akan datang
c. Membantu pimpinan/instruktur dalam
mengidentifikasi kebutuhan pegawai dalam pelatihan
dan pengembangan.
d. Perbaikan dalam prestasi kera, peningkatan loyalitas
dan penumbuhan motivasi di kalangan para pegawai.
e. Meningkatkan produktivitas dan mutu kekaryaan para
pegawai.
Agar berbagai sasaran ini dapat tercapai, para
manajer mutlak perlu member