sirah nabawiyah 17

 


ur'an turun membawa hal ini , dan Allah menghilangkan gundah gulana yang 

dialami kaum Muslimin. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersedia untuk menerima unta dan 

kedua tawanan perang ini . lalu  orang-orang Quraisy mengirim perwakilan mereka untuk 

menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menebus Utsman bin Abdullah dan Al-Hakam 

bin Kaisan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kami tidak akan menyerahkan keduanya 

pada kalian sampai dua sahabat kami datang yakni Sa'ad bin Abu Waqqash dan Utbah bin Ghazwan. 

Kami khawatir kalian berbuat sesuatu yang tidak wajar terhadap mereka. Jika ternyata kalian 

membunuh mereka berdua, maka dua sahabat kalian ini akan kami bunuh pula." Tak lama lalu , 

Sa'ad bin Abu Waqqash dan Utbah bin Ghazwan tiba di Madinah, lalu  Rasulullah Shallalahu 

'alaihi wa Sallam menyerahkan dua tawanan tadi kepada perwakilan Quraisy. 

Sedangkan Al-Hakam bin Kaisan, ia masuk Islam dengan amat baik. Dia tetap tinggal bersama 

Rasulullah di Madinah hingga terbunuh sebagai seorang syahid pada Perang Bi'ru Ma unah. Sementara 

Utsman bin Abdullah pulang kembali ke Makkah dan mati dalam kondisi kafir. 

Tatkala gundah gulana telah hilang dari pasukan Abdullah bin Jahsy sesudah  Al-Qur'an turun, maka 

para sahabat berobsesi besar untuk mendapatkan pahala. Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, 

bolehkan kita menginginkan perang, yang dengan perang itu kita memperoleh pahala para 

mujahidin?" Allah Yang Mahaagung menurunkan firman-Nya: 

 Sebetulnya  orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, 

mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. al-

Baqarah: 218). Allah memposisikan mereka pada harapan tertinggi. 

Hadits tentang hal ini berasal dari Az- Zuhri dan Yazid bin Ruman dari Urwah bin Zubair. 

Ibnu Ishaq berkata: Sebagian keluarga Abdullah bin Jahsy berkata bahwa Allah membaginya dengan 

cara fay' (rampasan tanpa pertempuran), sesudah  Dia menghalalkannya, yakni empat perlima bagi 

yang mendapatkannya sedangkan seperlima yaitu  bagian untuk Allah dan Rasul-Nya. Artinya, ini 

selaras dengan kebijakan yang diambil Abdullah bin Jahsy pada unta yang mereka dapatkan dari 

kafilah dagang Quraisy ini . 

Ibnu Hisyam berkata: Itulah rampasan perang pertama yang diperoleh kaum Muslimin. Sedangkan 

Amr bin Al-Hadhrami yaitu  orang yang pertama kali dibunuh oleh kaum Muslimin sementara Utsman 

bin Abdullah dan Al-Hakam bin Kaisan yaitu  orang yang pertama kali menjadi tawanan kaum 

Muslimin. 

Ibnu Ishaq berkata: Abu Bakar Ash-Shid- diq berkata mengenai ekspedisi Abdullah bin Jahsy, walaupun 

ada juga yang mengatakan bahwa perkataan ini dikatakan oleh Abdullah bin Jashy tatkala orang-orang 

Quraisy berkata: "Muhammad dan sahabat-sahabatnya menghalalkan bulan-bulan haram, 

menumpahkan darah, merampas harta di dan menawan orang-orang di dalamnya." 

 

 

Perubahan Arah Kiblat ke Ka'bah 

 

Ibnu Ishaq berkata: Ada yang berpendapat bahwa perubahan arah kiblat ke Ka'bah terjadi pada bulan 

Sya'ban, delapan belas bulan sesudah  Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah. 

 

 

Perang Badar Kubra 

 

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar berita bahwa Abu Sufyan bin 

Harb baru saja tiba dari Syam bersama dengan kafilah dagang Quraisy yang membawa sejumlah besar 

kekayaan dan barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Kafilah ini terdiri dari tiga puluh atau empat 

puluh orang Quraisy. Di antara mereka ada Makhramah bin Naufal bin Uhaib bin Abdu Manaf bin 

Zuhrah dan Amr bin Al-Ash bin Wail bin Hisyam. 

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berkata bahwa Amr yaitu  anak dari Wail bin Hasyim. 

Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, Ashim bin Umar bin Qatadah, Abdullah bin Abu 

Bakr, Yazid bin Ruman, dan ulama-ulama lain berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Ibnu Abbas 

Radhiyallahu Anhuma. Mereka Semua mengatakan beberapa hadits dalam redaksi sama tentang 

Perang Badar. 

Mereka berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar Abu Sufyan bin Harb 

tiba dari Syam, beliau mengajak kaum Muslimin keluar dari Madinah dan bersabda: "Inilah kafilah 

dagang Quraisy. Di dalamnya yaitu  harta kekayaan mereka. Oleh sebab itu, pergilah kalian kepada 

mereka! Semoga Allah memberi  kekayaan mereka kepada kalian!" Kaum Muslimin menanggapi 

cepat seruan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sebagian mereka merasa ringan tanpa beban 

untuk berangkat dan sebagian lainnya merasa berat hati untuk berangkat, sebab  mereka tidak 

mengira Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam akan mendapatkan perlawanan perang. 

Pada saat mendekati Hijaz, Abu Sufyan mengorek berita dan bertanya kepada musafir yang ia temui, 

sebab  khawatir mendapat serangan tak terduga. Akhirnya dia mendapatkan berita dari salah seorang 

musafir yang mengatakan kepadanya: "Sebetulnya  Muhammad telah mengirim sahabat-

sahabatnya untuk menyerangmu dan kafilah dagang yang kamu pimpin." sebab  berita ini , Abu 

Sufyan bersikap ekstra hati-hati. Ia menyewa Dhamdham bin Amr Al-Ghifari untuk pergi ke Makkah 

dan memerintahkannya untuk mendatangi orang-orang Quraisy serta mendesak mereka untuk 

menyelamatkan harta kekayaan mereka, dan memberi tahu mereka bahwa Muhammad kini telah 

menghadangnya bersama para sahabatnya. Dhamdham bin Amr Al-Ghifari segera meluncur ke 

Makkah. 

 

 

Mimpi Atikah Binti Abdul Muthalib 

 

Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku dari Ikrimah dari 

Ibnu Abbas, dan Yazid bin Ruman dari Urwah bin Zubair mereka berdua berkata: Tiga malam sebelum 

kedatangan Dhamdham bin Amr Al-Ghifari di Makkah, Atikah binti Abdul Muthalib melihat mimpi yang 

sangat mengerikan. Ia pun pergi menemui saudaranya, Al-Abbas bin Abdul Muthalib sambil bertutur: 

"Saudaraku, demi Allah, semalam aku melihat mimpi yang demikian mengerikan. Aku khawatir 

keburukan dan musibah akan menimpa kaummu. Maka rahasiakanlah apa yang aku akan katakan 

padamu nanti." Al-Abbas bin Abdul Muthalib bertanya kepada Atikah binti Abdul Muthalib: "Mimpi 

apakah yang engkau lihat?" Atikah binti Abdul Muthalib menjawab: "Dalam mimpiku aku melihat 

seorang musafir datang dengan menunggang unta. Ia berdiri di sebuah tanah lembah nan lapang. Lalu 

ia berteriak dengan suara sangat lantang: "Ketahuilah, wahai orang-orang Ghudar, berangkatlah kalian 

ke ladang kematian kalian dalam jangka tiga hari." Aku lihat manusia berhimpun pada musafir 

ini , lalu  ia masuk ke masjid di ikuti banyak orang. saat  mereka berada di sekelilingnya, 

musafir ini  berdiri di atas untanya di depan Ka'bah, lalu berteriak dengan suara sangat lantang: 

"Ketahuilah, wahai orang-orang Ghudar, berangkatlah kalian ke ladang kematian kalian dalam jangka 

tiga hari." lalu  musafir ini  berdiri di atas untanya di atas Abu Qubais, dan berteriak dengan 

teriakan yang sama lantangnya. Musafir ini  mengambil batu besar lalu melemparkannya. Batu 

besar itu meluncur jatuh. Tatkala batu ini  sampai di bawah gunung, ia pecah berkeping-keping. 

Tidak ada satupun rumah di Makkah, kecuali diterjang pecahan batu besar ini ." 

Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata: "Demi Allah, inilah mimpi yang sebenarnya. Saya berpesan 

padamu agar merahasiakan mimpimu ini, dan janganlah sekali-kali kau menceritakannya kepada siapa 

pun" 

lalu  Al-Abbas bin Abdul Muthalib keluar dan bertemu dengan Al-Walid bin Utbah bin Rabi'ah 

seorang sahabat dekat Al-Abbas bin Abdul Muthalib. Lalu Al-Abbas bin Abdul Muthalib menceritakan 

mimpi Atikah binti Abdul Muthalib kepadanya, dan meminta Al-Walid merahasiakan rapat-rapat 

mimpi ini . Sayang sekali Al-Walid tak mampu menahan rahasia dan ia menceritakan mimpi 

ini  kepada ayahnya, Utbah bin Rabi'ah. Hasilnya, berita tentang mimpi ini  pun menyebar 

luas ke seantero Makkah dan menjadi bahan pembicaraan hangat di antara orang-orang Quraisy di 

tempat pertemuan mereka. 

Al-Abbas berkata: Lalu aku pergi untuk thawaf di Baitullah. Saat itu, Abu Jahal sedang berkumpul 

bersama beberapa orang Quraisy membincangkan serius tentang mimpi Atikah binti Abdul Muthalib. 

Pada saat Abu Jahal melihatku, ia berkata: "Wahai Abu AI-Fadhl, jika  telah selesai thawaf, harap 

engkau datang ke tempat kami!" Seusai thawaf, aku datang dan duduk bersama mereka. Abu Jahal 

berkata kepadaku: "Wahai Bani Abdul Muthalib, sejak kapan ada nabi wanita di tengah kalian?" Aku 

bertanya: "maksudnya apa itu ?" Abu Jahal berkata: "Mimpi yang dilihat Atikah." Aku bertanya: 

"Bermimpi apakah Atikah?" Abu Jahal berkata: "Wahai Bani Abdul Muthalib, bukankah kalian senang 

ada seorang laki-laki di antara kalian yang mengaku sebagai seorang nabi, lalu  wanita kalian juga 

mengaku sebagai nabi? Atikah mengaku bahwa dalam mimpinya, orang ini  berkata: 'Pergilah 

kalian dalam tiga hari ini! Kami akan menunggu apa yang akan terjadi pada kalian dalam jangka waktu 

tiga hari ini! jika  apa yang dikatakan Atikah benar, maka dia akan terjadi. Jika telah berjalan tiga 

hari, namun tidak terjadi sesuatupun, kami akan menulis bahwa kalian yaitu  warga Baitullah yang 

paling pendusta di seluruh dunia Arab." 

Al-Abbas berkata: Demi Allah, di mataku Abu Jahal bukanlah apa-apa, aku bisa melakukan apa saja 

atasnya. Namun, aku sengaja mengingkari mimpi ini , pura-pura tidak mengetahuinya. sesudah  

itu kami bubar. 

Pada sore harinya, tidak seorangpun wanita Bani Abdul Muthalib kecuali pasti datang menemuiku. 

Setiap wanita Bani Abdul Muthalib berkata: "Mengapa engkau biarkan begitu saja orang fasik dan 

kotor ini menyerang orang laki-laki kita, dan menyinggung perasaan wanita-wanita kita? Sementara 

engkau mendengar jelas ucapannya, namun engkau tidak merasa gerah atas ucapan yang engkau 

dengar." Al-Abbas berkata: "Demi Allah, aku akan melakukannya. Abu Jahal itu bukan apa-apa di 

mataku, dan aku bisa melakukan apa saja atasnya. Aku bersumpah kepada Allah, aku akan hadapi dia. 

Jika ia mengulangi perbuatannya, aku pasti melakukan perlindungan terhadap kalian dari perilaku 

jahatnya." 

Al-Abbas berkata: "Tiga hari sesudah  mimpi Atikah binti Abdul Muthalib, aku keluar rumah dalam 

keadaan marah besar. Aku mengira bahwa aku telah kehilangan momen besar yang seharusnya aku 

lakukan. Aku masuk masjid, dan melihat Abu Tahal di dalamnya. Demi Allah, aku berjalan ke arahnya 

untuk menghadapinya, agar ia menahan sebagian ucapannya, dan aku bisa membungkamnya. Abu 

Jahal yaitu  orang yang ringan, wajahnya keras, mulutnya dan pandangannya tajam. Tiba-tiba Abu 

Jahal buru-buru keluar menuju pintu masjid. Aku berkata dalam diri ku: "Ada apa dengan orang yang 

dikutuk Allah ini?" Apakah ia takut aku akan mencercanya?" Ternyata Abu Jahal telah mendengar apa 

yang tidak aku dengar, yaitu suara Dhamdham bin Amr Al-Ghifari di tengah lembah sambil berdiri di 

atas untanya yang hidungnya sudah dipotong. Ia putar pelana untanya dalam posisi terbalik, dan 

merobek-robek bajunya. Dhamdham bin Amr Al-Ghifari berkata: "Hai orang-orang Quraisy, unta, dan 

harta kekayaan kalian yang sedang dibawa Abu Sufyan dihadang oleh Muhammad bersama para 

sahabatnya. Aku kira kalian tidak bisa menyelamatkannya. Bantulah mereka dan selamatkanlah 

meraka" 

Al-Abbas berkata: "Aku lebih fokus dengan berita Dhamdham, hingga tak mempedulikan Abu Jahal. 

Demikian pula halnya dengan Abu Jahal, dia fokus pada kabar itu dan tidak memperhatikan saya." 

Orang-orang Quraisy cepat-cepat melakukan persiapan. Mereka berkata: "Apakah Muhammad dan 

sahabat-sahabatnya menyangka bahwa nasib kafilah dagang Abu Sufyan akan mengalami nasib serupa 

dengan nasib kafilah dagang Ibnu Al-Hadhrami? Tidak, demi Allah, dia pasti akan mengetahui, bahwa 

kafilah dagang Abu Sufyan tidak akan mengalami nasib serupa dengan kafilah dagang Ibnu Al-

Hadhrami." Orang-orang Quraisy terbagi ke dalam dua kelompok. Ada yang keluar sendiri untuk 

menghadapi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dan ada yang cukup dengan mengutus seseorang 

sebapai pengganti dirinya. Orang-orang Quraisy sepakat untuk perang. Tidak ada seorang pun dari 

tokoh-tokoh utama mereka yang ketinggalan, kecuali Abu Lahab bin Abdul Muthalib. Ia tidak ikut serta 

dan hanya mengutus Al-Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah sebagai pengganti dirinya. Awalnya Al-Ashi 

bin Hisyam bin Al-Mughirah tidak akan ikut terjun dalam kecamuk perang sebab  ia memiliki  

hutang sebesar empat ribu dirham kepada Abu Lahab. Al-Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah bangkrut 

dalam perdagangannya. Maka iapun di kontrak Abu Lahab dengan nilai sebesar hutangnya. Akhirnya, 

ia ikut perang menggantikan posisi Abu Lahab. 

Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku bahwa Umayyah bin Khalaf memutuskan 

tidak ikut perang. Ia sudah sangat tua dan terhormat, gemuk, dan berbadan berat. Uqabah bin Mu'aith 

datang menemui Umayyah bin Khalaf yang pada saat itu duduk di masjid bersama kaumnya. Ia 

membawa anglo tempat membakar kemenyan dan dupa. Uqbah bin Abu Mu'aith meletakkan anglo 

dan dupa ini  di depan Umayyah bin Khalaf seraya berkata: "Wahai Abu Ali, hiasilah dirimu 

dengan dupa ini, sebab  engkau laksana seorang perempuan." Umayyah bin Khalaf menjawab: 

"Semoga Allah memburukkanmu dan memburukkan apa yang engkau bawa!" sebab  tersinggung 

Umayyah bin Khalaf segeraber siap-siap dan ikut perang bersama pasukan lainnya. 

 

 

Perang Antara Kinanah dan Quraisy dan Persekutuan Mereka di Perang Badar 

 

Ibnu Ishaq berkata: Pada saat orang-orang Quraisy mengadakan persiapan perang, dan akan 

berangkat, tiba-tiba memori mereka terbang pada perang yang terjadi antara mereka melawan Bani 

Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Mereka berkata: "Kita khawatir orang-orang Bani Bakr akan 

menohok kita dari belakang." 

Seseorang dari Bani Amir bin Luay berkata kepadaku dari Muhammad bin Sa'id bin Al-Musayyib yang 

berkata bahwa anak Hafsh bin Al-Akhyaf salah seorang dari Bani Ma'ish bin Amir bin Luay keluar untuk 

mencari untanya yang hilang di Dhajnan. Anak Hafsh itu terbilang masih sangat muda, rambutnya 

memakai ikatan, mengenakan perhiasan demikian tampan dan bersih. Anak Hafsh ini  berjalan 

melewati Amir bin Yazid bin Amir Al-Mulawwah, salah seorang dari Bani Ya'mur bin Auf bin Ka'ab bin 

Amir bin Laits bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah di Dhajnan. Pada saat itu Amir bin Yazid yaitu  

seorang pemimpin kaumnya. Pada saat meli- hat anak Hafsh, ia terpikat kepadanya. Ia bertanya 

kepada anak Hafsh: "Siapa engkau ini wahai anak muda?" Anak Hafsh menjawab: "Aku anak Hafsh bin 

Al-Akhyaf Al-Qurasyi." Tatkala anak Hafsh itu berpaling dari Amir bin Al-Akhyaf, ia berkata: "Wahai 

Bani Bakr, apakah kalian punya utang darah pada Quraisy?" Mereka menjawab: "Ya, kita punya utang 

darah pada mereka." Amir bin Yazid berkata: "jika  salah seorang di antara kalian membunuh anak 

muda ini, berarti ia telah menunaikan hutang darahnya." 

Salah seorang dari Bani Bakr bergerak untuk membunuh anak Hafsh lalu ia membunuhnya sebagai 

pembalasan darah yang ada pada Quraisy. Orang-orang Quraisy geger membicarakan pembunuhan 

terhadap anak Hafsh itu. Amir bin Yazid berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, kalian memiliki utang 

darah pada kami. Apakah yag menjadi keinginan kalian? jika  mau, silahkan bayar hutang kalian 

pada kami sebelumnya, niscaya kami bayar lunas utang kami pada kalian sebelum ini. Jika mau, maka 

ini yaitu  darah satu orang dibalas dengan darah satu orang pula. Oleh sebab  itu, silakan kalian 

membayar hutang kalian sebelumnya pada kami, niscaya kami bebaskan hutang kalian atas kami 

sebelumnya. Anak Hafsh ini  dianggap tidak ada harganya di perkampungan orang-orang 

Quraisy." Orang-orang Quraisy berkata: "Benar, satu orang dibalas dengan satu orang pula." Maka 

mereka tidak menuntut apa pun atas darah anak Hafsh. 

Tatkala saudara korban Makraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf berjalan melintas di Marr Adh-Dhahran, ia 

melihat Amir bin Yazid bin Amir bin Al-Mulawwah sedang menunggang unta. Tatkala Makraz bin Hafsh 

melihatnya, ia mendekat kepadanya dan mendudukkan untanya. saat  itu Amir bin Yazid menghunus 

pedang dan Makraz bin Hafsh menyerangnya dengan pedangnya hingga tewas. Lalu Makraz bin Hafsh 

merobek perutnya lalu membawanya ke Makkah, dan menggantungkannya suatu malam pada kain 

Ka'bah. saat  orang-orang Quraisy melihat pedang Amir bin Yazid bin Amr menggantung di kain 

Ka'bah keesokan mereka pun mengenalinya. Mereka berkata: "Ini pasti pedang Amir bin Yazid. Ia 

diserang Makraz bin Hafsh dan lalu  membunuhnya." Demikianlah apa yang terjadi antara orang-

orang Quraisy dengan Bani Bakr. 

Pada saat mereka berada pada situasi perang demikian, datanglah Islam menengahi perselisihan itu 

dan mereka melupakan yang lain, hingga orang Quraisy memutuskan untuk berangkat ke Badar. Lalu 

memori kembali muncul tentang perseteruannya dengan Bani Bakr dan mereka was-was Bani Bakr 

menyerang. 

Makraz bin Hafsh berkata dalam untaian syair tentang pembunuhannya terhadap Amir bin Yazid: 

Kala ku lihat bahwa dia yaitu  Amir 

Aku ingat akan daging mengelupas saudara tercintaku 

Aku bergumam dalam diriku, 'Dia itu Amir, Janganlah takut padanya dan lihatlah tunggangan apa 

saja 

Aku yakin aku kuasa memukulnya dengan pedang, dan ia pasti binasa Saat menghadapinya, aku 

kendalikan rasa takutku 

Dan kudorongkan dadaku pada pahlawan si penghunus pedang yang kenyangpengalaman Tatkala 

kekhawatiran telah bertemu untuk perang 

Aku tidak tampakkan diriku sebagai anak dua orang tua yang bodoh 

Aku mengendurkan anak panahku, dan aku tak pernah melupakan balas dendamnya jika  orang 

yang lemah akalnya lupa pada dendamnya 

 

Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman menuturkan kepadaku dari Urwah bin Zubair yang berkata: 

Tatkala orang-orang Quraisy telah memutuskan berangkat perang, mereka ingat konfliknya dengan 

Bani Bakr. Memori tentang konflik ini hampir saja menggagalkan keberangkatan mereka. Namun iblis 

terkutuk menampakkan diri kepada mereka dalam rupa Suraqah bin Malik bin Ju'syum Al-Mudliji. 

Suraqah bin Malik yaitu  salah seorang tokoh utama Bani Kinanah. Iblis berkata kepada orang-orang 

Quraisy: "Aku memberi  garansi kepada mereka bahwa orang-orang Kinanah tidak akan menohok 

kalian dari belakang dengan hal-hal yang kalian tidak sukai." Maka merekapun berangkat dengan 

segera. 

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari Madinah bersama para 

sahabatnya sesudah  Ramadhan berlalu beberapa hari. 

Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari Madinah pada hari Senin 

tanggal 8 Ramadhan, dan mengangkat Amr bin Ummu Maktum sebagai pengganti sementara beliau 

untuk menjadi imam shalat di Madinah. Ada juga yang berpendapat bahwa nama Amr yaitu  Abdullah 

bin Ummu Maktum, saudara Bani Amir bin Luay. Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menarik 

pulang Abu Lubabah dari Ar-Rauha, dan mengangkatnya sebagai penggantinya di Madinah selama 

kepergiannya keluar kota. 

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyerahkan panji perang kepada Mush'ab 

bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar. 

Ibnu Hisyam berkata: Panji yang Rasulullah serahkan itu berwarna putih. 

Ibnu Ishaq berkata: Di depan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ada dua panji hitam; salah satunya 

dipegang Ali bin Abu Thalib. Panji itu bernama Al-'Uqab. Sementara yang satunya lagi dipegang oleh 

salah seorang dari kaum Anshar. 

Ibnu Ishaq berkata: Jumlah unta sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat  itu 

yaitu  tujuh puluh ekor, dan mereka mengendarainya secara bergantian. Rasulullah Shallalahu 'alaihi 

wa Sallam, Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi mengendarai satu unta secara 

bergiliran. Hamzah bin Abdul Muthalib, Zaid bin Haritsah, Abu Kabsyah dan Anasah keduanya mantan 

budak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menaiki satu dengan cara bergantian. Abu Bakar, Umar 

bin Khaththab dan Abdurrahman bin Auf juga mengendarai satu unta secara bergiliran. 

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memilih Qais bin Abu Shasha'ah saudara 

Bani Mazin bin An-Najjar sebagai komandan pasukan sayap belakang. 

Panji perang kaum Anshar dipegang Sa'ad bin Muadz sebagaimana dituturkan Ibnu Hisyam. 

 

 

Perjalanan Kaum Muslimin ke Badar 

 

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menempuh perjalanannya dari Madinah ke 

Makkah dengan melewati jalur atas Madinah, lalu ke Al-Aqiq, terus ke Dzi Al-Hulaifah dan melewati 

Ulatul Jaisy. 

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Dzatul Jaisy, lalu  ke Turban, lalu Malal, lalu Ghamis 

AI-Hamam dari Marayain, lalu melewati Shukhairatul Yamam, lalu  melewati As-Sayyalah, terus 

Fajji Ar-Rauha', terus Syanukah. Inilah jalur normal yang biasa dilalui manusia umumnya. 

Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabat tiba di Irqi Adz-

Dzubyah atau Adz-Dzabyah, versi Ibnu Hisyam, mereka berpapasan dengan salah seorang Arab 

pedalaman. Para sahabat menanyakan kepadanya tentang berita orang-orang Quraisy. Sayang 

mereka tidak berhasil mengorek berita apa pun dari orang Arab pedalaman itu. Para sahabat berkata 

kepada orang Arab pedalaman itu: "Katakanlah ucapan salam kepada Rasulullah!” Orang Arab dusun 

ini  bertanya: " Apakah di tengah rombongan kalian ada seorang utusan Allah?" Para sahabat 

menjawab: "Benar!!." Orang Arab pedalaman itu pun menguluk salam kepada Rasulullah Shallalahu 

'alaihi wa Sallam, dan berkata kepada: "Jika engkau memang seorang utusan Allah, mala 

beritahukanlah kepadaku apa saja yang ada di dalam perut untaku ini. Salamah bin Salamah bin 

Waqasy berkata kepada orang Arab dusun ini : "Jangan bertanya demikian kepada Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tapi berpalinglah kepadaku niscaya aku berikan jawabannya kepadamu. 

Engkau telah menggauli untamu dan kini di dalam perutnya ada anak unta hasil hubungannya 

denganmu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Stop!!, engkau mengatakan perkataan 

yang kotor kepada orang ini." lalu  Rasulullah pergi meninggalkan Salamah. 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhenti di Sajsaj, sebuah sumur di Ar-Rauha. Beliau pergi 

meninggalkan tempat itu. saat  sampai di Al-Munsharif, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak 

menempuh perjalanan ke Makkah dari sisi kiri, beliau menempuhnya dari sisi kanan dengan melewati 

An-Naziyah dengan tujuan Badar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menempuh perjalanan 

darinya, hingga melintasi Lembah Rahqan antara An-Naziyah dengan jalan kecil Ash-Shafra', lalu  

berjalan melewati jalan kecil itu lalu turun darinya. saat  tiba di dekat Ash-Shafra', Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Basbas bin Al-Juhani sekutu Bani Sa'idah, dan Adi bin Abu Az-

Zaghba Al-Juhani sekutu Bani An-Najjar untuk pergi ke Badar guna memburu berita tentang Abu 

Sufyan bin Harb beserta anak buahnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sendiri meneruskan 

perjalanannya sesudah  mengutus kedua sahabatnya di atas. Pada saat berjalan menghadap Ash-Shafra, 

sebuah desa yang berada di antara dua gunung, beliau menanyakan nama kedua gunung di desa itu. 

Para sahabat menjawab bahwa salah satu dari gunung ini  bernama Muslih, dan yang satu lagi 

bernama Mukhzi'. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga bertanya tentang warga  kedua 

gunung ini  dan para sahabat menjawab: "Salah satu warga  gunung ini  ialah Bani An-

Naar (neraka), dan warga  gunung satunya ialah Bani Huraq(terbakar). Keduanya kabilah dari Bani 

Ghifar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak menyukai kedua warga  ini  dan menolak 

melewatinya. Beliau tidak menyukai nama gunung ini  beserta warga nya. Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak melewati kedua gunung ini , dan tidak belok ke kiri ke Ash-

Shafra'. Beliau belok kanan melewati sebuah lembah yang disebut Dzafiran, lalu  berjalan turun 

melintasinya. 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memperoleh berita tentang keberangkatan orang-orang 

Quraisy untuk melindungi unta-unta mereka. Maka Rasulullah segera meminta pandangan sahabat-

sahabatnya dan memberitahukan tentang orang-orang Quraisy itu. Abu Bakar berdiri, dan 

mengatakan sesuatu dengan baik. Umar bin Khaththab juga berdiri, dan mengatakan sesuatu dengan 

baik. Al-Miqdad bin Amr berdiri dan berkata "Wahai Rasulullah, lanjutkan perjalanan sebagaimana 

yang Allah perlihatkan kepadamu kami pasti ikut bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata 

kepadamu sebagaimana apa yang pernah diucapkan Bani Israel kepada Musa:  

 

"Pergilah engkau dan Tuhanmu, lalu  berperanglah, Sebetulnya  kami duduk di sini. (QS. al-

Ma'idah: 24). Namun pergilah engkau dan Tuhanmu untuk berperang niscaya kami ikut perang 

bersamamu, dan bersama Allah. Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika 

engkau berjalan bersama kami ke Barki Al-Ghimad (sebuah kawasan di Yaman), kami akan bersabar 

de- nganmu hingga engkau sampai di sana." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada 

Al-Miqdad bin Amr dengan baik dan berdoa kepada Allah untuknya.81 

  

Rasulullah Meminta Pendapat Kaum Anshar 

 

Ibnu Ishaq berkata: sesudah  itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " Wahai manusia, 

sampaikanlah pandangan kalian kepadaku!" Yang dimaksud Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam 

dengan manusia dalam sabdanya yaitu  kalangan Anshar, sebab mereka yaitu  bagian dari manusia, 

dan saat  mereka berbaiat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Al-Aqabah,mereka 

berkata: "Wahai Rasulullah, Sebetulnya  kami tidak bertanggung jawab atas keselamatanmu hingga 

engkau tiba di negeri kami. jika  telah tiba di negeri kami, maka engkau berada dalam perlindungan 

kami. Kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi anak-anak dan wanita-wanita kami." 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam khawatir jika  kaum Anshar berpandangan bahwa 

pertolongan mereka kepada beliau itu hanya diberikan tatkala musuh yang datang menyerang 

Madinah, dan mereka tidak mau berang- kat bersama beliau jika  musuh berada di luar Madinah. 

Seusai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda seperti itu, Sa'ad bin Muadz berkata kepada 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, tampaknya engkau menginginkan kami 

yang angkat bicara?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Benar sekali." Sa'ad bin Muadz 

berkata: "Kami telah beriman kepadamu, membenarkanmu dan bersaksi bahwa apa yang engkau 

bawa yaitu  benar, berjanji dan bersumpah untuk mendengar dan taat. Wahai Rasulullah, kerjakan 

apa yang engkau inginkan, kami senantiasa akan tetap bersamamu. Demi Dzat yang mengutusmu 

dengan membawa kebenaran, jika engkau menyuruh kami menyelami laut ini, lalu  engkau 

menyelaminya, kami pasti menyelaminya bersamamu, dan tidak akan engkau dapatkan seorang pun 

di antara kami yang tidak ikut menyelam. Mudah-mudahan Allah memperlihatkan dari kami apa yang 

menyejukkan matamu. Berangkatlah bersama kami bersamaaan dengan berkah Allah." Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam sangat gembira dengan ucapan Sa'ad bin Muadz dan menjadikannya 

semakin bersemangat. Beliau bersabda: "Berangkatlah, dan bergembiralah kalian, sebab  sesungguh- 

nya Allah telah menjanjikan dua kelompok kepadaku. Demi Allah, kini aku bagaikan melihat tempat 

kematian kaum itu." 

Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat dari Dzafiran, melewati bukit yang bernama Al-

Ashafir, lalu turun darinya menuju daerah Ad-Dabbah. Beliau membiarkan Al-Hannan di sisi kanan, 

sebab  Al-Hannan yaitu  sebuah bukit berpasir sebagaimana gunung besar. Beliau berhenti di dekat 

Badar, lalu  meneruskan perjalanan dengan salah seorang sahabatnya. 

Ibnu Hisyam berkata:Sahabat yang dimakasudkana yaitu  Abu Bakar. 

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan hingga bertemu dengan salah 

seorang tua dari Arab, sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Muhammad bin Yahya bin Habban. 

Beliau menanyakan kepadanya mengenai orang-orang Quraisy, Muhammad serta para sahabatnya, 

dan berita lain tentang mereka yang sempat ia terima padanya. Orang tua Arab ini  menjawab: 

"Sekali-kali aku tidak akan memberi kabar kepada kalian berdua, hingga kalian berdua memberi tahu 

aku tentang siapa sebenarnya kalian berdua ini!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 

"Jika engkau mengatakan kepada kami siapa sebenarnya ini, kami akan katakan siapa kami berdua 

sebenarnya kepadamu!" Orang tua Arab ini  berkata: "Adakah itu dibalas dengan itu pula?" 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Benar!." Orang tua Arab ini  berkata: "Telah 

sampai kepadaku kabar, bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya berangkat pada hari ini dan itu. 

Bila berita yang disampaikan kepadaku benar, maka berarti pada hari ini mereka berada di tempat ini 

dan itu - maksudnya tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kini berada. Telah pula sampai 

berita kepadaku, bahwa orang-orang Quraisy berangkat pada hari ini dan itu. jika  orang yang 

membawa berita padaku itu jujur berarti pada hari ini mereka berada di tempat ini dan itu." Yang ia 

maksud tempat orang-orang Quraisy. Orang tua Arab ini  bertanya: "Lalu kalian berdua ini 

berasal dari mana?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Kami berasal dari Air." 

lalu  Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi dari hadapan orang tua Arab ini . Orang 

tua Arab ini  bertanya-tanya dalam hatinya: Air manakah yang mereka berdua maksud? Apakah 

dari air yang berada di Irak?" 

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menga- takan bahwa orang tua Arab ini  yaitu  Sufyan Adh-

Dhamari. 

Ibnu Ishaq berkata: sesudah  itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali kepada para 

sahabatnya. Pada senja hari itu, beliau mengutus Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin 

Abu Waqqash bersama beberapa sahabat pergi ke air Badar untuk mencari berita tentang air untuk 

beliau. Demikian yang terjadi sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Yazid bin Ruman dari Urwah bin 

Zubair. Mereka berhasil menangkap unta milik orang-orang' Quraisy dan pada unta itu ada Aslam 

budak Bani Al-Hajjaj, dan Aridh Abu Yasar budakBani Al-Ashbin Said. Sahabat-sahabat Rasulullah 

membawa keduanya dan mengorek berita dari mereka berdua. Sementara itu Rasulullah Shallalahu 

'alaihi wa Sallam sedang berdiri melakukan shalat. Kedua orang ini  menjawab: "Kami berdua 

hanyalah petugas pengambil air orang-orang Quraisy. Mereka mengirim kami untuk mengangkut air 

dari air Badar." Para sahabat tidak puas dengan jawaban yang diberikan kedua orang ini . Sebab 

mereka mengira mereka yaitu  milik Abu Sufyan. lalu  para sahabat memukuli kedua orang 

ini . Akhirnya sesudah  para sahabat memukul mereka berdua berkali-kali, keduanya berucap: 

"Benar, kami milik Abu Sufyan." sesudah  keduanya berkata seperti itu para sahabat melepaskannya, 

sedangkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ruku' lalu sujud dua kali lalu  mengucapkan 

salam lalu  bersabda: "Pada saat kedua orang ini berkata dengan jujur kepada kalian, kalian 

justru memukulinya namun tatkala mereka berdua berdusta kalian malah membiarkan keduanya. 

Demi Allah, dua orang ini berkata benar bahwa keduanya yaitu  milik orang-orang Quraisy." 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada kedua orang itu: "Jelaskanlah kepada kami 

berita tentang orang-orang Quraisy." Kedua orang ini  menjawab: "Demi Allah, mereka berada 

di balik bukit pasir yang terlihat itu. Tepatnya mereka berada di tepi lembah yang jauh dari Madinah." 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya: "Berapa jumlahnya?", "Jumlah mereka banyak." 

Jawab kedua orang itu. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kembali: "Apa saja 

persenjataan yang mereka miliki?" Mereka menjawab: "Kalau ini kami tidak tahu." Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada keduanya: "Berapa hewan yang mereka sembelih setiap 

sehari?" Mereka menjawab: "Setiap hari sembilan ekor dan kadang sepuluh ekor." Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika demikian berarti jumlah mereka berada pada kisaran 

antara sembilan ratus hingga seribu." Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada kedua 

orang ini : "Siapa sajakah para pentolan Quraisy yang ikut bersama mereka?" Mereka menjawab: 

"Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Al-Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin 

Khuwailid, Al-Harits bin Amir bin Naufal, Thuaimah bin Adi bin Naufal, An-Nadhr bin Al-Harits, Zam'ah 

bin Al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Nubaih bin Al-Hajjaj, Munabbih bin Al-Hajjaj, 

Suhail bin Amr, dan Amr bin Abdu Wudd." 

lalu  Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menemui para sahabat dan bersabda: "Ini dia 

Makkah, kini melemparkan potongan-potongan hatinya kepada kalian." 

lbnu Ishaq berkata: Basbas bin Amr dan Adi bin Abu Az-Zaghba pergi hingga berhenti di Badar, dan 

menderumkan untanya di anak bukit yang berdekatan dengan mata air. Lalu mereka mengambil 

tempat air dari kulit untuk diisi air. saat  itu, Majdi bin Amr sedang berada di air ini . Tiba-tiba 

Adi dan Basbas mendengar suara dua perempuan milik mereka yang ada di air itu. Keduanya sedang 

saling menagih utang. Budak perempuan yang ditagih berkata kepada budak yang menagihnya: 

"Kafilah dagang itu akan sampai besok atau lusa. jika  mereka telah tiba aku akan bekerja pada 

mereka, dan uang hasil kerjaku akan aku bayarkan kepadamu." Majdi bin Amr Al-Juhani berkata 

kepada budak perempuan yang ditagih: "Engkau benar." Majdi bin Amr Al-Juhani membebaskan 

keduanya dan kejadian ini terdengar oleh Adi dan Basbas. Adi dan Basbas duduk di atas untanya, lalu 

kembali pulang hingga tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka memberi 

tahukan kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam tentang apa yang mereka dengar tadi." 

 

 

Kehati-hatian Abu Sufyan dan Pelarian Dirinya bersama Kafilah Dagangnya 

 

Tak lama sesudah  itu datanglah Abu Sufyan bin Harb dengan ekstra hati-hati. Hingga kafilahnya berada 

demikian dekat dengan air Badar. Abu Sufyan bin Harb bertanya kepada Majdi bin Amr Al-Juhani: 

"Apakah engkau punya rasa curiga bahwa di sini ada seseorang?" Majdi bin Amr Al-Juhani menjawab: 

"Aku tidak melihat seseorang yang aku curigai. Tapi tadi aku melihat dua musafir berhenti dengan 

untanya di bukit pasir ini, mereka mengisi tempat air kulit mereka dengan air, lalu pergi." 

Abu Sutyan bin Harb pergi ke tempat pemberhentian unta kedua orang yang disebut- kan Majdi bin 

Amr al-Juhani. Ia ambil kotoran unta keduanya, meremasnya kuat-kuat. Ternyata di dalamnya 

ada  biji kurma. Ia berkata: "Demi Allah, ini kotoran binatang orang-orang Yatsrib." Abu Sufyan 

bin Harb segera menemui sahabat-sahabatnya lalu  dengan sigap mengubah arah perjalanannya 

dengan melewati pantai dan membiarkan Badr ada di sisi kirinya lalu berangkat dengan cepat. 

Ibnu Ishaq berkata: Pada waktu yang bersamaan, orang-orang Quraisy terus berjalan. Tatkala mereka 

berhenti di Al-Juhfah, Juhaim bin Ash-Shalt bin Makhramah bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf 

bermimpi dalam tidurnya. Juhaim bin Ash-Shalt berkata: "Aku bermimpi layaknya orang tidur 

bermimpi. Aku berada dalam kondisi antara tidur dan jaga, tiba-tiba aku melihat seseorang datang 

dengan menunggang seekor kuda bersama dengan untanya lalu berhenti seraya berkata: "Akan 

terbunuh Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Al-Hakam bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, si Fulan, 

dan si Fulan -sambil menyebutkan pentolan-pentolan Quraisy yang tewas pada Perang Badar. Aku 

lihat orang ini  memukul dada untanya, lalu  mengirimkannya ke kemah-kemah dan 

seluruh kemah terkena percikan darahnya." Tatkala mimpiku aku ceritakan kepada Abu Jahal ia 

berkata: "Walah, ini dia nabi yang lain lagi dari Bani Abdul Muthalib. Besok akan tampak siapa 

sebenarnya yang terbunuh, jika kami telah berhadap-hadapan." 

Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Abu Sufyan bin Harb telah berhasil menyelamatkan diri dan kafilah 

dagangnya, ia menulis surat kepada orang-orang Quraisy yang isinya: "Sebetulnya  kalian keluar 

dari Makkah untuk melindungi unta-unta, orang-orang dan harta kekayaan kalian. Kini Allah telah 

menyelamatkan itu semua. Oleh sebab itulah, kembalilah kalian." Abu Jahal berkata: "Demi Allah, kita 

tidak akan kembali pulang hingga kita sampai di Badar. Badar saat itu merupakan salah satu tempat 

pertemuan orang-orang Arab, di sana ada pasar tahunan dan kita tinggal di sana selama tiga hari. Di 

sana kita memotong unta, memberi makan orang-orang, minum minuman keras, budak-budak wanita 

bernyanyi untuk kita, orang-orang Arab mendengar kita, perjalanan dan kekompakan kita, agar 

selamanya mereka takut kepada kita. Terus sajalah kalian berangkat." 

Al-Akhnas bin Syariq bin Amr bin Wahb Ats-Tsaqafi sekutu Bani Zuhrah berkata pada saat mereka 

sedang berada di Al-Juhfah: 'Hai orang-orang Bani Zuhrah, Allah telah menyelamatkan harta kekayaan 

dan sahabat kalian, Makhramah bin Naufal. Kalian berangkat untuk melindunginya dan melindungi 

harta kekayaan kalian. Aku tidak khawatir dianggap sebagai seorang pengecut. Pulanglah, sebab  

kalian tidak boleh keluar tanpa ada sebab, tidak seperti yang dikatakan orang ini - yakni Abu Jahal." 

Mereka pun kembali pulang maka tidak ada seorang pun dari Bani Zuhrah yang ikut serta dalam 

Perang Badar. Mereka taat kepada Al-Akhnas bin Syariq bin Amr, sebab  ia orang yang mereka segani 

dan patuhi. 

Ibnu Ishaq berkata: Tidak ada satu kabi- lah pun di Quraisy, melainkan di antara mereka ada yang 

berangkat kecuali Bani Adi. Tak ada seorang pun dari mereka yang berangkat ke Badar. 

Bani Zuhrah pulang bersama Al-Akhnas bin Syariq. Dengan demikian tidak ada seorang pun dari kedua 

kabilah tadi yang ikut terjun dalam Perang Badar, sedangkan kabilah-kabilah Quraisy tetap berangkat 

ke Badar. 

Telah 'terjadi dialog antara Thalib bin Abu Thalib yang sedang berada di tengah-tengah orang-orang 

Quraisy dengan sebagian orang-orang Quraisy. Mereka berkata kepada Thalib bin Abu Thalib: "Demi 

Allah, wahai Bani Hasyim, Sebetulnya  walaupun kalian keluar bersama kami, tapi sebenarnya hati 

kalian tertaut pada Muhammad." Maka Thalib bin Abu Thalib kembali ke Makkah bersama orang-

orang yang kembali pulang. Thalib bin Abu Thalib berkata: 

Ya Allah, bila Thalib menuju perang dengan enggan 

Di dalam pasukan perang ini 

Jadikanlah dia orang yang dirampas bukan yang merampas 

Orang yang dikalahkan bukan yang mengalahkan 

 

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair,' Jadikan dia orang yang dirampas bukan yang merampas. Orang yang 

dikalahkan bukan yang mengalahkan, berasal dari banyak perawi syair. 

 

 

Persinggahan Orang-orang Quraisy di Tepi Lembah yang Jauh dari Kaum Muslimin di Badar 

 

Ibnu Ishiiq berkata: Orang-orang Quraisy terus bergerak hingga tiba di tepi lembah yang jauh (Al-

'Udwatul Qushwa), di belakang Al-Aqanqal, di lembah utama yaitu Yalyal yang terletak di antara Badar 

dan Al-Aqanqal. Bukit pasir berada di belakang orang-orang Quraisy, sedangkan Sumur Badar terletak 

di lembah yang dekat dengan kabilah Yalyal menuju Madinah. lalu  Allah menurunkan hujan. 

Lembah itu bertanah lembek. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya 

mendapatkan air hujan yang membuat tanah menjadi padat, yang tidak membuat perjalanan mereka 

tersendat. Sementara itu orang-orang Quraisy mendapatkan air yang membuat mereka tidak bisa 

melanjutkan perjalanan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba lebih awal daripada orang-orang 

Quraisy tiba di lembah ini . Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di air yang paling 

defeat dengan Badar, barulah beliau berhenti di sana. 

Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu oleh beberapa orang dari Bani Salamah yang berkata bahwa Al-

Hubab bin Al-Muhdzir bin Al-Jamuh berkata: "Wahai Rasulullah, apakah ini telah ditentukan Allah 

sehingga kita tidak boleh memajukan atau mengundurkannya. Ataukah tempat ini hanya sebuah 

strategi dan taktik perang semata?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: Ini hanyalah 

sebuah strategi dan taktik perang.'Al-Hubab bin Al-Mundzir berkata: "Wahai Rasulullah, jika demikian 

ini bukanlah tempat yang tepat. Pergilah bersama para sahabatmu hingga tiba di air yang paling dekat 

dengan orang-orang Quraisy. Lalu berhentilah di sana, lalu  kita menutup dan menimbunnya, 

membangun kolam dan memenuhi dengan air barulah kita berperang melawan orang-orang Quraisy 

dalam keadaan kita bisa Iftinum sementara mereka tidak bisa seperti itu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi 

wa Sallam bersabda: "Pendapatmu sungguh sangat tepat." lalu  Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa 

Sallam dan para sahabat pergi. 

Tatkala sudah tiba di air yang dekat dengan orang-orang Quraisy, beliau berhenti. Beliau perintahkan 

air sumur dialirkan, lalu  membangun kolam di dekat sumur itu dan memenuhinya dengan air. 

Para sahabat melemparkan tempat-tempat air mereka ke dalam kolam itu. 

Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku bahwa ia diberi tahu Saad bin Muadz 

Radhiyallahu Anhu yang berkata: "Wahai Nabi Allah, tidakkah kita bikinkan bilik khusus untukmu dan 

kau tinggal di sana lalu kita persiapkan kendaraan untukmu lalu  kita bertempur melawan 

musuh-musuh kita? jika  Allah memuliakan dan memenangkan kita atas musuh-musuh kita, maka 

itulah yang kita harapkan. Namun jika  yang terjadi yaitu  sebaliknya, tetaplah engkau duduk di 

atas kendaraanmu dan menyusul kaum kami yang ada di belakang kami, sebab  kaum ini  

berjalan di belakang. Wahai Nabi Allah, Sebetulnya  kita lebih mencintaimu daripada mereka. Jika 

mereka melihat engkau mendapatkan perlawanan, mereka tidak akan tinggal diam. Allah akan 

melindungi dirimu dengan mereka; mereka akan memberi nasihat padamu dan berjihad bersamamu." 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memuji Sa'ad bin Muadz dengan baik lalu mendoakannya. 

lalu  bilik dibangun untuk beliau maka beliau menetap di dalamnya. 

Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy terus melanjutkan perjalanan. Mereka tiba keesokan 

harinya. Begitu melihat mereka turun dari bukit pasir, beliau bersabda: "Ya Allah, inilah orang-orang 

Quraisy datang dengan kecongkakan dan arogansinya memusuhi-Mu, dan mendustakan Rasul-Mu. Ya 

Allah, berikan pertolongan-Mu yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkan mereka pagi 

hari ini." 

Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat Utbah bin Rabi'ah menunggang unta merahnya 

bersama dengan orang-orang Quraisy, beliau bersabda: "jika  pada kaum itu ada  kebaikan, 

niscaya kebaikan itu ada pada pemilik unta merah itu. Jika mereka taat kepadanya, mereka pasti akan 

mendapatkan petunjuk." 

Khufaf bin Aima' bin Rahadhah Al-Ghi- fari atau ayahnya, Aima' bin Rahadhah Al- Ghifari mengutus 

anaknya untuk membawa hewan sembelihan sebagai hadiah untuk me¬reka, pada saat kaum Quraisy 

melewatinya. Ia berkata kepada mereka: "jika  kalian ingin kami membantu kalian dengan senjata 

dan pasukan, kami akan melakukannya." Orang- orang Quraisy mengirim utusan bersama anaknya 

dengan membawa pesan: "Engkau telah menyambung hubungan sanak kerabat, dan menunaikan 

kewajibanmu. Kami ber- sumpah, jika kami berperang melawan ma- nusia, kami tidak lemah untuk 

menghadapi mereka. Namun jika kita memerangi Allah seperti yang dikatakan Muhammad, maka 

siapa pun tidak memiliki daya untuk mela¬wan Allah. 

Tatkala orang-orang Quraisy telah ber- henti, beberapa orang dari mereka termasuk Hakim bin Hizam 

pergi hingga tiba di kolam Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa 

Sallam bersabda: "Biarkan saja mereka." Tidak seorang pun yang meminum air kolam ini  pada 

saat itu, melainkan ia dibunuh, kecuali Hakim bin Hizam. Ia tidak dibunuh dan lalu  hari dia masuk 

Islam, dengan keislaman yang baik. Jika ia bersumpah, ia selalu mengatakan: "Tidak, demi Dzat yang 

menyelamatkanku pada saat Perang Badar." 

Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar dan kalangan ulama lainnya berkata kepadaku dari tetua kaum 

Anshar yang berkata: sesudah  suasana tenang, orang-orang Quraisy mengirim Umair bin Wahb Al-

Jumahi. Mereka berkata kepada Umair bin Wahb Al-Jumahi: Hitunglah jumlah sahabat Muhammad!'" 

Umair bin Wahb Al-Jumahi berjalan mengelilingi perkemahan pasukan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa 

Sallam dan para sahabatnya dengan menunggang kudanya lalu pulang menemui orang-orang Quraisy, 

dan berkata: "Jumlah sahabat Muhammad kurang lebih tiga ratus orang. Namun berilah aku jeda 

waktu hingga aku melihat kembali apakah mereka memiliki  kekuatan tersembunyi atau bala 

bantuan yang lain." Umair bin Wahb Al-Jumahi kembali berjalan mengelilingi lembah hingga jauh, 

namun ia tidak melihat apa-apa. Maka iapun pulang menemui orang-orang Quraisy dan berkata: "Aku 

tidak mendapatkan apapun. Namun ketahuilah wahai kaum Quraisy, aku melihat musibah-musibah 

yang membawa kematian. Unta-unta Yatsrib datang membawa kematian yang begitu mengerikan. 

Mereka kaum yang tidak memiliki  perlindungan, dan tempat bersandar kecuali pedang-pedang 

yang mereka miliki. Demi Allah, aku tidak melihat seorang pun dari mereka akan terbunuh, kecuali 

sebelumnya ia telah berhasil membunuh salah seorang dari kalian. Jika mereka membunuh kalian 

dengan jumlah sama dengan jumlah mereka, lalu apa artinya hidup sesudah  itu? Bagaimaan pendapat 

kalian?" 

Mendengar ucapan Umair bin Wahb Al- Jumahi, maka Hakim bin Hizam berjalan orang-orang Quraisy. 

Ia bertemu Utbah bin Rabi'ah dan berkata: "Wahai Abu Al-Walid, engkau pemuka dan pemimpin serta 

sekaligus orang yang ditaati oleh Quraisy. Mengapa dirimu tidak berkeingin untuk dikenang baik 

sepanjang zaman?" Utbah bin Rabi'ah berkata: "Apa maksud ucapanmu itu, wahai Hakim?" Hakim bin 

Hizam berkata: "Pulanglah bersama orang-orang dan kau tanggung persoalan sekutumu, Amr bin Al-

Hadhrami." Utbah bin Rabi'ah berkata: "Ya, aku akan melakukannya. Engkau sama denganku dalam 

hal ini. Amr bin Al-Hadhrami yaitu  sekutuku, dan aku berhak menanggung ganti ruginya dan harta 

yang diambil darinya. Pergilah kepada anak Al-Hanzhaliyah!' 

Ibnu Hisyam berkata: Al-Hanzhaliyah yaitu  ibu Abu Jahal. Ia bernama lengkap Asma' binti 

Mukharribah, salah seorang Bani Nahsyal bin Darim bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manat 

bin Tamim. 

sebab  tidak merasa khawatir akan ada manusia yang menentang hal ini, kecuali Abu Jahal maka 

Utbah bin Rabi'ah berdiri berpida- to: "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, kalian tidak akan 

mampu mengerjakan apa- apa, jika kalian bertemu dengan Muhammad dan sahabat-sahabatnya. 

Demi Allah, jika kalian bisa mengalahkannya, ia akan tetap memandang wajah orang lain dengan 

wajah tidak suka. Ia telah membunuh saudara sepupunya dari jalur ayahnya, atau sepupunya dari jalur 

ibunya, atau salah seorang dari keluarganya. Pulanglah kalian, dan biarkanlah Muhammad dengan 

seluruh orang Arab. jika  mereka berhasil mengalahkannya memang itulah yang kalian dambakan. 

Namun jika  itu tidak terjadi, ia dapatkan kalian tidak berusaha melakukan apapun padanya sesuai 

niat yang kalian ingin lakukan padanya." 

Hakim bin Hizam berkata: lalu  aku pergi menemui Abu Jahal. Aku lihat dia mengeluarkan baju 

besi dari kantong kulitnya dan mengecatnya dengan minyak yang diendapkan. Aku berkata: "Wahai 

Abu Al-Hakam, Sebetulnya  Utbah bin Rabi'ah menyuruhku datang menemuimu dengan membawa 

pesan ini dan itu." Abu Jahal berkata: "Demi Allah, paru-paru Utbah telah mengembung (sindiran sinis 

bahwa dia pengecut), saat  ia melihat Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Tidak, demi Allah kita 

tidak akan pernah pulang hingga Allah memutuskan masalah kita dengan Muhammad. Utbah bin 

Rabi'ah tidak yakin apa yang dia katakan, namun ini dia lakukan sebab  ia sudah tahu bahwa 

Muhammad dan sahabat-sahabatnya yaitu  para pemakan satu unta yang disembelih, dan sebab  

anak kandungnya ada pada mereka. sebab nya ia takut anaknya termasuk yang terbunuh." 

Abu Jahal pergi menemui Amir bin Al-Hadhrami dan berkata kepadanya: "Ini dia sekutumu hendak 

pulang ke Makkah bersama orang-orangnya. Sungguh aku lihat dendammu pada kedua matamu. 

Berdirilah, lalu  perintahkan orang-orang Quraisy untuk memenuhi janji kepadamu dan tempat 

kematian saudaramu!" Amir bin Al-Hadhrami berdiri lalu  menampakkan diri dan berteriak 

keras: "Wahai Amr. wahai Amr, perang telah bergolak, persoalan manusia telah memanas, mereka 

sepakat terhadap keburukannya, lalu semuanya dihancurkan oleh pendapat Utbah bin Rabi'ah." 

saat  Utbah bin Rabi'ah mendengar perkataan Abu Jahal yang mengatakan bahwa paru-parunya 

telah mengembung (pengecut), ia berkata: "Orang yang melumuri bokongnya dengan za'faron 

(maksudnya Abu Jahal) akan tahu siapa yang pengecut: aku atau dia!!." 

Lalu Utbah bin Rabi'ah mencari topi baja, namun ia tidak berhasil mendapatkan topi baja yang cocok 

dengan ukuran kepalanya sebab  kepalanya terlalu besar. Sebagai ganti maka ia menggunakan kain 

sebagai sorban pengikat kepalanya. 

 

 

Terbunuhnya Aswad al-Makhzumi 

 

Ibnu Ishaq berkata: Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi ikut terjun ke Perang Badar. Ia yaitu  

seorang yang bengis dan berakhlak sangat buruk. Ia berkata: "Aku bersumpah dengan nama Allah, aku 

pasti minum dari kolam mereka, menghancurkannya atau mati sebelum sampai ke sana." saat  Al-

Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi telah keluar, Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu juga 

keluar untuk berduel perang dengannya. Tatkala keduanya telah bertatapan muka, Hamzah bin Abdul 

Muthalib memukul Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi, dan menebas kakinya hingga separuh 

bagian betisnya pada saat ia mau pergi ke kolam. Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi terjengkang 

jatuh dengan kaki penuh lumuran darah saat dia berusaha dia menuju sahabat-sahabatnya. Maka dia 

pun berjalan sambil merayap ke kolam itu hanya demi untuk memenuhi sumpahnya. Namun Hamzah 

membuntutinya lalu memukulnya hingga ia tewas di kolam ini . 

Ibnu Ishaq berkata: sesudah  itu Utbah bin Rabi'ah bersama saudaranya Syaibah bin Rabi'ah dan anak 

Utbah sendiri, Al-Walid bin Utbah keluar dari barisan kaumnya dan menantang perang tanding. Tiga 

pemuda Anshar, yaitu Auf bin Al-Harits, Muawwidz bin Al-Harits, dan Abdullah bin Rawahah keluar 

menyongsong untuk menghadapi mereka bertiga. Ketiga orang Quraisy ini  bertanya: "Siapakah 

kalian!?" Ketiga orang dari kaum Anshar ini  menjawab: "Kami orang-orang Anshar." Ketiga orang 

Quraisy ini  berkata: "Kami tidak ada sangkut-paut apapun dengan kalian!" Penyeru orang-orang 

Quraisy berseru: "Wahai Muhammad, keluarkan orang-orang dari kaum kami yang selevel dengan 

kami!" Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Majulah engkau wahai Ubaidah bin Al-Harits! 

Majulah engkau wahai Hamzah! Majulah engkau wahai Ali!" saat  ketiga sahabat ini  telah 

bangkit dan 

mendekat kepada tiga orang Quraisy ini , mereka bertanya: "Siapakah kalian?" Ubaidah 

menjawab: Ubaidah! Hamzah menjawab, "Hamzah." Ali menjawab: "Ali." Ketiga orang Quraisy 

ini  berkata: "Benar, kalian memang orang-orang mulia yang selevel dengan kami." lalu  

Ubaidah -sahabat paling senior di antara mereka bertiga- duel melawan Utbah bin Rabi'ah, Hamzah 

melawan Syaibah bin Rabi'ah, dan Ali melawan Al-Walid bin Utbah. Hamzah tidak membutuhkan 

banyak waktu untuk menekuk Syaibah bin Rabi'ah, demikian pula halnya Ali yang berhasil membunuh 

Al-Walid dengan mudah. Sedangkan Ubaidah dan Utbah bin Rabi'ah mereka berdua saling memukul 

lawannya dengan pukulan yang ganas dan tepat. Hamzah dan Ali memukulkan kedua pedangnya 

kepada Utbah bin Rabi'ah. Hamzah, dan Ali membantu Ubaidah membunuh lawannya, lalu  

membawa Ubaidah ke tempat para sahabat. 

Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa Utbah bin Rabi'ah berkata 

kepada tiga pemuda Anshar: "Kalian ini orang-orang mulia yang selevel dengan kami, hanya saja kami 

ingin duel dengan kaum kami sendiri." 

Ibnu Ishaq berkata: lalu  kedua belah pihak saling mendekat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa 

Sallam melarang para sahabat menyerang, kecuali sesudah  ada perintah dari beliau. Beliau bersabda: 

" Jika mereka telah berkumpul dekat kalian, seranglah mereka dengan anak panah."saat  itu, beliau 

berada di bilik didampingi Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. 

Perang Badar terjadi di waktu pagi di hari Jum'at tanggal 17 Ramadhan. Sebagaimana dituturkan 

kepadaku oleh Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Al-Husain. Ibnu Ishaq berkata: Habban bin Wasi' bin 

Habban berkata kepadaku dari sesepuh kaumnya yang berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa 

Sallam meluruskan barisan para sahabat pada Perang Badar dengan menggunakan anak panah di 

tangannya. Beliau berjalan melewati Sawwad bin Ghaziyyah sekutu Bani Adi bin An-Najjar yang sedikit 

maju keluar dari barisan lalu menusuk perut Sawwad bin Ghaziyyah dengan anak panah ini  

sambil bersabda: "Luruskan barisanmu wahai Sawwad!" Sawwad bin Ghaziyyah berkata: "Wahai 

Rasulullah, engkau menyakitiku, padahal engkau diutus Allah dengan membawa kebenaran dan 

keadilan. Aku meminta qishas atasmu." Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam membuka perutnya, 

dan bersabda kepada Sawwad bin Ghaziyyah: "Silahkan lakukan qishas." Sawwad bin Ghaziyyah 

merangkul Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan mencium perut beliau. Rasulullah Shalallahu 

'alaihi wa Sallam bersabda kepada Sawwad bin Ghaziyyah: "Mengapa engkau melakukan ini semua, 

wahai Sawwad?" Sawwad bin Ghaziyyah menjawab: "Wahai Rasulullah, aku hadir di sini sebagaimana 

yang engkau saksikan. Aku bertekad menjadikan akhir jumpaku denganmu dalam keadaan kulitku 

bersentuhan dengan kulitmu." Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam mendoakan kebaikan untuk 

Sawwad bin Ghaziyyah. 

 

 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Bermunajat Meminta Pertolongan kepada Allah Subhanahu 

wa Ta'ala 

 

Ibnu Ishaq berkata: lalu  Rasululah meluruskan barisan para sahabat, dan sesudah  itu kembali ke 

biliknya. Beliau memasuki bilik ditemani Abu Bakar dan tidak ada seorang pun selain meraka berdua. 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bermunajat kepada Allah, dan meminta pertolongan yang 

dijanjikan kepadanya. Dalam munajatnya Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam berdoa: "Ya Allah, 

bila kelompok ini (kaum muslimin) kalah pada hari ini, maka Engkau tidak akan lagi disembah." Abu 

Bakar berkata: "Wahai Nabi Allah, tahanlah munajatmu kepada Tuhanmu. Sebetulnya  Allah pasti 

menepati janji-Nya kepadamu." 

lalu  Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam tertidur sejenak di bilik, lalu terbangun dan 

bersabda: "Bergembiralah wahai Abu Bakar, telah datang pertolongan Allah kepadamu. Inilah Jibril 

seraya memegang kendali kuda sambil menuntun kuda ini  sementara pada gigi depannya ada 

debu." 

Ibnu Ishaq berkata: Mihja', mantan budak Umar bin Khaththab terkena serangan anak panah dan ia 

pun meninggal dunia. Dengan demikian dialah orang pertama yang syahid dari kaum Muslimin. 

lalu  Haritsah bin Suraqah, salah seorang dari Bani Adi bin An-Najjar yang pada saat itu sedang 

minum air kolam terkena lemparan anak panah pada bagian lehernya, hingga meninggal dunia. 

Ibnu Ishaq berkata: lalu  Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari biliknya menuju 

sahabat-sahabatnya, dan memotivasi mereka untuk perang. Beliau bersabda: "Demi jiwa Muhammad 

yang berada dalam genggaman Tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari kalian yang memerangi 

mereka dengan sabar, mengharap ridha Allah, dan maju tanpa berpaling pada hari ini melainkan Allah 

akan memasukkannya ke dalam surga." Umair bin Al-Humam, saudara Bani Salimah berkata sambil 

memegang beberapa kurma yang hendak ia makan: "Wah, luar biasa! Wah, luar biasa! Tidak ada jarak 

antara aku dan masuk surga kecuali mereka mem bunuhku." Umair bin Al-Humam membuang kurma 

dari tangannya lalu  mengambil pedangnya dan bertempur melawan musuh hingga gugur 

sebagai syahid." 

Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa Auf bin Al- Harits anak Afra' 

berkata: "Wahai Rasulullah, apa yang membuat Tuhan suka dan ridha pada hamba-Nya?" Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "la tancapkan tangannya pada musuh tanpa menggunakan baju 

besi." Maka Auf bin Al-Harits pun melepas baju besinya, membuangnya, lalu  mengambil 

pedangnya dan bertempur melawan musuh hingga gugur sebagai syahid. 

Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri berkata kepadaku dari Abdullah bin 

Tsa'labah bin Shu'air Al-'Udzri sekutu Bani Zuhrah yang berkata padanya bahwa ia diberi tahu, saat  

kedua pasukan saling berhadapan dan saling mendekat, maka Abu Jahal bin Hisyam berkata: "Ya Allah, 

orang yang paling banyak memutus hubungan silaturahim di antara kami, datang kepada kami dengan 

sesuatu yang tidak dikenal, hancurkanlah dia esok hari!" Dialah yang menjadi hakim dalam doanya itu. 

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengambil segenggam kerikil, lalu  

berjalan ke arah orang-orang Quraisy dan bersabda: "Wajah-wajah kaum nan buruk." Beliau meniup 

mereka dengan kerikil ini  sambil bersabda kepada para sahabatnya: "Kencangkan serangan 

kalian!" Maka kekalahan itu terjadi. Allah membinasakan pemuka-pemuka Quraisy yang terbunuh dan 

menawan pemuka-pemuka mereka yang lainnya. 

Tatkala para sahabat sedang istirahat sesudah  berhasil menawan orang-orang Quraisy, dan Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di dalam bilik, tiba-tiba Sa'ad bin Muadz berdiri di depan pintu bilik 

ini  dengan menghunus pedang bersama beberapa orang dari kaum Anshar guna menjaga 

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka khawatir kemungkinan adanya serangan balik dari 

musuh. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat ketidaksenangan di wajah Sa'ad bin Muadz atas 

apa yang dilakukan oleh sahabat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Wahai 

Sa'ad, tampaknya engkau tidak begitu senang atas apa yang dilakukan oleh orang-orang itu?" Sa'ad 

bin Muadz menjawab: '"Benar, wahai Rasulullah. Ini perang pertama melawan orang-orang musyrik 

yang Allah kehendaki. Oleh sebab itu, pembunuhan terhadap mereka lebih aku sukai daripada 

menyisakan orang-orang ini ." 

Ibnu Ishaq berkata: Al-Abbas bin Abdullah bin Ma'bad berkata kepadaku dari salah seorang 

keluarganya dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhumz bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam 

bersabda kepada para sahabat: "Aku tahu, bahwa ada  banyak orang-orang dari Bani Hasyim 

maupun selain Bani Hasyim yang keluar untuk berperang sebab  terpaksa. Mereka tidak ada keperluan 

berperang dengan kita. Oleh sebab itulah, sia- papun diantara kalian yang bertemu dengan salah 

seorang dari Bani Hasyim, maka jangan bunuh dia. Barangsiapa bertemu dengan Abu Al-Bakhtari bin 

Hisyam bin Al-Harits bin Asad, jangan bunuh dia. Barangsiapa bertemu dengan Al-Abbas bin Abdul 

Muthalib paman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam jangan bunuh dia, sebab  ia didesak keluar 

untuk berperang." 

Abu Hudzaifah berkata: "Apakah kita bunuh ayah-ayah dan anak-anak kita, saudara-saudara dan 

keluarga kita, lalu sesudah  itu kita biarkan Al-Abbas melenggang hidup bebas begitu saja? Demi Allah, 

jika bertemu 

dengannya, niscaya aku membunuhnya." Apa yang diucapkan Abu Hudzafah ini didengar Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam, lalu  beliau bersabda kepada Umar bin Khaththab: "Wahai Abu 

Hafsh!" Umar bin Khaththab berkata: "Demi Allah, itulah saat pertama kalinya Rasulullah Shallalahu 

'alaihi wa Sallam memanggilku dengan sebutan Abu Hafsh" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam 

melanjutkan sabdanya: "Bolehkah wajah paman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ditebas 

dengan pedang?" Umar bin Khaththab menjawab: "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal 

leher orang itu! Demi Allah, sungguh dia telah munafik." Abu Hudzaifah berkata: "Dari saat itulah, aku 

merasa tidak aman dengan ucapanku ini . Ada ketakutan yang menghantui diriku disebabkan 

oleh ucapanku itu, namun aku senantiasa berharap ucapanku bisa tertebus dengan mati syahid." Abu 

Hudzaifah gugur sebagai salah syahid pada Perang Yamamah. 

Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang pembunuhan terhadap Abu Al-

Bakhtari, sebab  dialah orang yang paling bisa menahan diri untuk tidak mengganggu Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat beliau berada di Makkah. Ia tidak pernah menyakiti Rasulullah 

Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan tidak pula pernah melontarkan ucapan yang menyakitkan hati beliau. 

Ia termasuk salah orang yang membatalkan shahifah yang diberlakukan orang-orang Quraisy terhadap 

Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib. Pada Perang Badar, Al-Mujadzdzar bin Dziyad Al-Balawi sekutu 

kaum Al-Anshar, lalu  dari Bani Salim bin Auf bertemu dengan Abu Al-Bakhtari dan berkata 

kepadanya: "Sebetulnya  Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarangku membunuhmu." Saat 

itu Abu Al-Bakhatari sedang berdua dengan temannya yang keluar bersamanya dari Makkah, yaitu 

Junadah bin Mulaihah binti Zuhair bin Al-Harits bin Asad. Junadah berasal dari Bani Laits. Abu Al-

Bakhtari bernama asli Al-Ash. Abu Al-Bakhtari bertanya kepada Al-Mujadzdzar: "Apakah ini berlaku 

buat temanku juga?" Al-Mujadzdzar menjawab: "Tidak. Demi Allah, kami tidak akan membiarkan 

temanmu, sebab  Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang pembunuhan hanya terhadap 

dirimu!" Abu Al-Bakhtari berkata: "Tidak. Demi Allah, kalau begitu, aku lebih baik mati bersamanya, 

agar wanita-wanita Quraisy tidak mengunjingku bahwa aku membiarkan temanku dibunuh sementara 

aku lebih menyukai hidup untuk diriku sendiri." 

lalu  Abu Al-Bakhtari bertempur melawan Al-Mujadzdzar. Al-Mujadzdzar berhasil 

membunuhnya. 

Ibnu Ishaq berkata: Lalu Al-Mujadzdzar pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan 

berkata: "Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawaa kebenaran, aku sudah berusaha 

menjadikannya sebagai tawanan dan membawanya kepadamu, sayang ia tidak mau dan memilih 

bertempur melawanku. Lalu aku bertempur melawannya, dan akhirnya aku pun berhasil 

membunuhnya." 

Ibnu Hisyam berkata: Abu Al-Bakhtari ialah Al-Ash bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad. 

 Umayyah bin Khalaf Terbunuh 

 

Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku dari ayahnya. Ibnu 

Ishaq juga berkata bahwa Abdullah bin Abu Bakar berkata kepada keduanya dan kepada selain 

keduanya dari Abdurrahman bin Auf ia berkata: "Umayyah bin Khalaf yaitu  sahabat dekatku di 

Makkah. Nama asliku Abdu Amr. Sesudah masuk Islam, aku mengganti namaku dengan nama baru, 

yaitu Abdurrahman. Ini terjadi saat  kami masih berada di Makkah. Sewaktu masih di Makkah, 

Umayyah bin Khalaf sering datang kepadaku dan berkata: "Wahai Abdu Amr, apakah engkau 

membenci nama yang diberikan oleh kedua orang tuamu? Aku menjawab: "Ya, betul." Umayyah bin 

Khalaf berkata: "Aku tidak kenal dengan Ar-Rahman. Oleh sebab itulah, buatkan nama yang 

dengannya aku memanggilmu dengan nama ini ! Engkau jangan menjawab panggilanku jika aku 

memanggilmu dengan nama pertamamu, aku juga tidak akan memanggilmu dengan nama yang tidak 

aku ketahui." 

Abdurrahman bin Auf berkata: Jika ia memanggilku dengan panggilan: "Wahai Abdu Amr aku tidak 

menjawabnya. Aku berkata kepada Umayyah bin Khalaf: "Wahai Abu Ali, panggillah aku sesukamu!" 

Umayyah bin Khalaf berkata: "Engkau aku panggil dengan nama Abdul Ilah." Aku berkata: "Itu pun 

boleh juga!" Sejak saat itu, jika aku berjalan melewati Umayyah bin Khalaf, ia memanggilku, "Wahai 

Abdullah!' Aku menjawab panggilannya dan akupun berbincang dengannya. Pada Perang Badar, aku 

berjalan melewati Umayyah bin Khalaf yang pada saat itu sedang berdiri bersama anaknya yang 

bernama Ali bin Umayyah sambil memegang tangan anaknya. Saat itu, aku membawa beberapa baju 

besi yang berhasil aku rampas dari orang-orang Quraisy. Begitu melihatku, ia berkata: "Wahai Abdu 

Amr!" Aku sengaja tidak menjawab pang-gilannya. Umayyah bin Khalaf memanggilku lagi: "Wahai 

Abdullah?" Aku menimpali: "Ya." Umayyah bin Khalaf berkata: "Apakah engkau tertarik untuk 

menjadikanku sebagai tawanan, sebab  aku lebih baik daripada baju besi yang ada berada bersamamu 

itu?" Aku berkata: "Ya." Maka aku buang baju-baju besi dari tanganku, dan aku pegang tangan erat 

Umayyah bin Khalaf dan tangan anaknya. Umayyah bin Khalaf berkata: "Aku belum pernah melihatmu 

seperti sekarang ini! Apakah engkau menginginkan susu?" lalu  aku berjalan keluar dengan 

membawa keduanya. 

Ibnu Hisyam berkata: Yang dimaksud Umayyah bin Khalaf dengan susu ialah bahwa siapa saja yang 

menawan diriku, aku akan menebus diriku dengan unta yang air susunya melimpah. 

Ibnu Ishaq berkata: Abdul Wahid bin Abu Aun berkata kepadaku dari Said bin Ibrahim dari ayahnya 

dari Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu Anhu yang berkata:Umayyah bin Khalaf berkata kepadaku 

pada saat aku memegang tangannya dan tangan anaknya: " Wahai Abdullah, siapakah di antara kalian 

yang memakai tanda di dadanya dari bulu unta?" Aku menjawab: "Dialah Hamzah bin Abdul Mutha- 

lib." Umayyah bin Khalaf berkata: "Orang itulah yang melakukan hal-hal buruk terhadap kami." Demi 

Allah, aku terus menuntun Umayyah bin Khalaf dan anaknya, Ali bin Umayyah. Tiba-tiba Bilal melihat 

Umayyah bin Khalaf yang sedang bersamaku. Umayyah bin Khalaf yaitu  orang yang menyiksa Bilal di 

Makkah supaya Bilal meninggalkan Islam. Umayyah bin Khalaf membawa Bilal ke padang pasir Makkah 

yang sedang panas sedang terik membara, membaringkannya, lalu meletakkan batu besar di atas 

dadanya. Umayyah bin Khalaf berkata kepada Bilal: "Apakah engkau ingin terus berada dalam keadaan 

seperti ini atau engkau meninggalkan agama Muhammad!" Bilal menjawab: "Ahad (Esa), Ahad (Esa)." 

Pada saat Bilal melihat Umayyah bin Khalaf, ia berkata: Inilah dia otak kekafiran, Umayyah bin Khalaf. 

Aku tidak akan merasa dalam keadaan selamat bila dia selamat." Aku berkata kepada Bilal: "Wahai 

Bilal, bukankah dua orang ini tawananku?'" Bilal berkata: "Aku tidak akan merasa selamat bila dia 

selamat." 

Aku berkata kepada Bilal: "Apakah engkau tidak mendengar suaraku, wahai anak Si Hitam?" Bilal 

berkata: "Aku tidak akan merasa selamat bila dia selamat" Bilal berteriak dengan suara yang paling 

kencang: "Wahai para penolong Allah, ini dia otak kekafiran. Aku tidak akan merasa selamat bila dia 

selamat." Abdurrahman bin Auf berkata: Lalu para sahabat mengepung kami, hingga mereka 

menjadikan kami seperti berada di dalam sebuah lingkaran. Aku masih tetap berusaha melindungi 

Umayyah bin Khalaf. Seseorang menghunus pedang dari sarungnya, dan pada saat yang bersamaan 

seseorang memukul anak Umayyah bin Khalaf sampai ia jatuh terkapar. Melihat anaknya jatuh 

terkapar, Umayyah bin Khalaf berteriak sangat keras yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Aku 

berkata kepada Umayyah bin Khalaf: "Selamatkan dirimu, sebab  tidak ada keselamatan bagimu. Demi 

Allah, sedikitpun aku tidak kuasa melindungimu." Para sahabat memotong keduanya dengan pedang 

hingga tewas. Abdurrahman bin Auf berkata: "Semoga Allah merahmati Bilal. Baju besiku hilang dan 

ia menyakitiku dengan tawananku." 

Ibnu lshaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku, bahwa ia diberitahu oleh Ibnu Abbas 

yang berkata bahwa salah seorang dari Bani Ghifar berkata kepadaku: Aku dan saudara sepupuku naik 

ke atas gunung, hingga kami bisa melihat Badar. Saat itu kami masih dalam keadaan musyrik. Kami 

menunggu hasil akhir peperangan, siapakah yang kalah hingga lalu  kami bisa mengambil 

rampasan perang bersama yang lain. Tatkala kami berada di atas gunung itulah, tiba-tiba ada awan 

mendekat ke arah kami berada. Kami mendengar ringkikan kuda di celah awan itu, dan ada orang yang 

berkata: "Majulah wahai Haizum (Haizum yaitu  nama kuda Malaikat Jibril)!"Sepupuku tidak kuat 

jantungnya atas apa yang dia lihat dan dengar sehingga ia mendadak mati saat itu di tempat itu. Aku 

sendiri nyaris meninggal dunia, namun aku berusaha menahan diri sekuat tenaga. 

Ibnu lshaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku dari seseorang dari Bani Sa'idah dari 

Abu Usaid Malik bin Rabi'ah yang ikut hadir pada Perang Badar. sesudah  matanya buta, ia berkata: 

jika  hari ini aku berada di Badar dan masih bisa melihat, aku pasti memperlihatkan pada kalian 

jalan tempat munculnya para malaikat. Aku tidak ragu tentangnya dan tidak mengada-ada dalam hal 

ini. 

Ibnu lshaq berkata: Abu lshaq bin Yasar berkata kepadaku dari orang-orang Bani Mazin bin An-Najjar 

dari Abu Daud Al-Mazini yang ikut Perang Badar ia berkata: saat  aku mengintai salah seorang 

musyrik pada Perang Badar untuk menebasnya, tiba-tiba kepalanya jatuh terkulai sebelum pedangku 

menyentuhnya. Aku pun sadar bahwa kepala orang ini  telah ditebas pihak lain. 

Ibnu lshaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan kejujurannya berkata kepadaku dari Miqsam 

mantan budak Abdullah bin Al- Harits dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma. berkata: "Ciri-

ciri para malaikat pada Perang Badar ialah sorban putih yang mereka julurkan di punggung mereka. 

Pada Perang Hunain, mereka memakai sorban merah." 

Ibnu lshaq berkata: Beberapa ulama berkata kepadaku bahwa Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu 

berkata: Sorban yaitu  mahkota utama orang-orang Arab. Pada Perang Badar ciri-ciri para malaikat 

yaitu  memakai sorban putih yang mereka julurkan hingga punggung mereka, kecuali Malaikat Jibril 

yang mengenakan sorban kuning. 

Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan kejujurannya berkata kepadaku dari Miqsam dari 

Ibnu Abbas Radhiyallahu Arthurm ia berkata: Para malaikat tidak ikut perang secara langsung pada 

selain Perang Badar. Selain Perang Badar, mereka menjadi penambah jumlah dan tidak langsung ikut 

bertempur. 

Ibnu Ishaq berkata: Sambil bertempur Abu Jahal melantunkan untaian syair: 

Perang sengit bukanlah balas dendam kepadaku 

Aku telah kuat bagaikan unta dua tahun yang telah muncul giginya 

Memang untuk inilah, ibuku melahirkanku 

 

Ibnu Hisyam berkata: Sandi perang sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Perang 

Badar ialah, Ahad (Esa). Ahad (Esa)'. " 

Ibnu Ishaq berkata: Sesudah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa 

Sallam memerintahkan mereka untuk mencari Abu Jahal di antara korban-korban perang. Orang yang 

pertama kali menemukan Abu Jahal -sebagimana dituturkan Tsaur bin Zaid kepadak

Related Posts:

  • sirah nabawiyah 17 ur'an turun membawa hal ini , dan Allah menghilangkan gundah gulana yang dialami kaum Muslimin. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersedia untuk menerima unta dan kedua tawanan perang ini . lalu  or… Read More