ukan. Najasyi berkata: "Selamat datang sahabatku. Hadiah apa yang engkau
bawa dari negerimu?" aku menjawab: "Ya, wahai raja aku hadiahkan untukmu kulit yang sangat
banyak." lalu aku dekatkan kulit ini kepadanya, dan ia pun mengaguminya dan terlihat
senang dengannya. Aku berkata: "Wahai raja, sungguh baru saja kulihat seseorang keluar dari
tempatmu yang tak lain yaitu utusan musuh kami. Serahkanlah dia padaku untuk kami bunuh, sebab
ia telah membunuh tokoh-tokoh dan orang-orang pilihan di antara kami."
Amr bin Al-Ash berkata: Najasyi marah besar. Ia mengangkat tangan dan memukulkannya ke
hidungku, aku mengira pukulan ini membuat hidungku pecah. jika bumi terbelah untukku
saat itu, aku pasti masuk ke dalamnya sebab takut akan kemarahannya. Aku berkata: "Wahai raja,
demi Allah, jika aku tahu bahwa baginda raja tidak menyukai permintaanku, pastilah aku tidak akan
mengajukannya kepadamu." Najasyi bertanya: "Pantaskah engkau meminta padaku untuk
memberi padamu utusan orang yang didatangi Malaikat Jibril yang pernah datang kepada Nabi
Musa, untuk lalu engkau bunuh utusan itu?" Aku berkata: "Wahai raja, betulkah yang engkau
katakan itu?" Najasyi berkata: "Celakalah engkau wahai Amr, taatilah aku dan ikutilah Muhammad.
Demi Allah, ia berada di atas kebenaran dan Allah pasti memenangkannya atas siapa saja yang
menentangnya, sebagaimana Allah memberi kemenangan kepada Musa atas Fir'aun dan bala
tentaranya." Aku bertanya: "Maukah engkau membaiatku masuk Islam mewakilinya?" Najasyi
menjawab: ya, lalu Najasyi mengulurkan tangannya, lalu aku berbaiat kepadanya untuk masuk
Islam. sesudah itu, aku menemui teman-temanku dengan pendapat yang berbeda dari sebelumnya.
Akupun merahasiakan keislamanku.
Amr bin Al-Ash berkata: lalu aku sengaja pergi ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
untuk memeluk Islam. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan Khalid bin Walid. Peristiwa ini terjadi
menjelang penaklukan Makkah dan saat itu Khalid bin Walid datang dari Makkah. Aku berkata: "Wahai
Abu Sulaiman, hendak pergi ke mana engkau?" Khalid bin Walid menjawab: "Demi Allah, sungguh kini
segala sesuatu telah menjadi jelas bahwa lelaki ini (Muhammad) benar-benar seorang nabi. Aku akan
pergi menemuinya untuk masuk Islam. Lalu engkau sendiri sampai kapan akan terus memusuhinya?"
Aku menjawab: "Demi Allah, tidaklah aku datang ke tempat ini kecuali untuk masuk Islam." Kami
berdua tiba di Madinah, di tempat kediaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Khalid bin Walid
maju ke depan lalu masuk Islam dan berbaiat. lalu aku mendekat kepada Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata kepada beliau: " Wahai Rasulullah, aku akan berbaiat
kepadamu dengan syarat dosa-dosa masa laluku diampuni." Aku tidak menyebutkan dosa-dosaku
pada masa mendatang. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Amr, berbaiatlah,
sebab Islam dan hijrah itu menghapuskan dosa-dosa masa lalu."139 Aku pun berbaiat kepada
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu segera mohon diri untuk pulang.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku bahwa Utsman bin
Thalhah bin Abu Thalhah juga masuk Islam bersamaan dengan Amr bin Al-Ash dan Khalid bin Walid.
Penaklukan Bani Quraizhah terjadi pada bulan Dzulqa'dah dan awal bulan Dzulhijjah. Saat itu, masih
orang-orang musyrik Makkah yang menangani urusan para jamaah haji.
Perang Bani Lahyan
Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al- Bakkai berkata kepadaku dari Muhammad bin Ishaq Al-
Muththallabi yang berkata: sesudah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah
selama bulan Dzulhijjah, Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal, dan Rabi'ul Akhir. Pada bulan Jumadil Ula,
enam bulan sesudah penaklukan Bani Quraizhah, beliau keluar dari Madinah menuju Bani Lahyan untuk
mencari para sahabat yang dikirim ke Ar-Raji' yaitu Khubaib bin Adi dan yang lainnya. Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam terlihat seperti hendak pergi ke Syam agar bisa menyerang Bani Lahyan
dengan tanpa diduga sebelumnya.
Ibnu Hisyam berkata: Beliau menunjuk Ibnu Ummi Maktum untuk sementara sebagai imam di
Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan melintasi Ghurab, gunung di
Madinah, dengan tujuan Syam, melintasi Makhidh, Al-Batra', belok kiri ke Dzatu Al-Masar, lalu keluar
di Bain, lalu melintasi Shukhairatul Yamam, berjalan lurus menuju Al-Mahajjah dari jalur
Makkah, lalu meningkatkan ritme perjalanan hingga turun di Ghuran, lembah tempat tinggal
Bani Lahyan. Ghuran yaitu lembah yang berada di antara Amaj dengan Usfan, yang mengarah ke
daerah yang bernama Sayah. Di sana Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendapati orang-orang
Bani Lahyan dalam keadaan siap siaga dengan berlindung di puncak gunung.
Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam turun di Sayah dan berencana menyerang Bani
Lahyan dengan tanpa diduga, beliau mengalami kegagalan, lalu beliau bersabda: "Seandainya kita
turun ke Usfan, orang-orang Makkah pasti melihat kita dan akan mengira kita hendak mendatangi
mereka." sesudah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melanjutkan perjalanan bersama dengan
dua ratus pejalan kaki dari para sahabatnya hingga turun di Usfan. Beliau mengutus dua penunggang
kuda dari para sahabat hingga keduanya tiba di Kural Ghamim dan Kura. Sedangkan Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam sendiri memilih pulang ke Madinah.
Jabir bin Abdullah berkata: Tatkala Rasulullah hendak pulang ke Madinah, aku mendengar Rasulullah
bersabda: "Mereka yaitu orang-orang yang kembali, dan orang-orang yang bertaubat insya Allah
mereka juga merupakan orang-orang yang selalu memuji Tuhan. Aku berlindung diri dari kesulitan
perjalanan, sedihnya kepulangan, penglihatan buruk terhadap keluarga dan harta."140
Hadits tentang Perang Bani Lahyan yaitu berasal dari Ashim bin Umar bin Saadah dan Abdullah bin
Abu Bakr dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik.
Perang Dzu Qarad
Ibnu Ishaq berkata: lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali pulang ke Madinah dan
hanya menetap beberapa malam di sana. sebab tak lama sesudah itu, Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah
bin Badr Al-Fazari bersama pasukan berkuda yang berasal dari Ghathafan menyerang unta-unta hamil
milik rasulullah di Al-Ghabah. Di Al Ghabah itu ada seseorang lelaki dari Bani Ghifar dan seorang
istrinya. Uyainah bin Hishn membunuh lelaki ini dan membawa istrinya dengan meletakkannya
di unta hamil ini .
Ujian Bin al-Akwa’ di Perang Ini
lbnu ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah dan Abdullah bin Abu Bakr serta orang yang tidak
aku ragukan integritasnya menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik. Mereka semua
hanya menceritakan sebagian Perang Dzu Qarad. Mereka berkata: "Orang yang pertama kali melihat
kedatangan Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr Al-Fazari beserta pasukannya yaitu Salamah
bin Amr bin Al Akwa' As-Sulami. Ia pergi ke Al-Ghabah pada waktu pagi dengan membawa busur
lengkap dengan anak panahnya, dia ditemani seorang budak milik Thalhah bin Ubaidillah yang
menuntun kudanya. saat Salamah bin Amr berada di atas Tsaniyyatul Wada', ia melihat sebagian
kuda-kuda Uyainah bin Hishn, kemdudian dia mendaki Sal'u untuk mengintainya lalu dia berteriak:
"Hai orang-orang yang terjaga di pagi hari!" lalu Salamah bin Amr bergerak menelusuri jejak
Uyainah bin Hishn. Dalam kondisi seperti itu Salamah bin Amr laksana binatang buas. ia terus mengejar
hingga berhasil mendekati mereka, lalu menyerang mereka dengan anak panah. Setiap kali ia
memanah, ia berkata: "Rasakanlah anak panah ini, aku anak Al-Akwa! Hari ini hari kematian orang
jahat."
Jika pasukan berkuda Uyainah bin Hishn berlari ke arahnya, ia melarikan diri dan menjauhi mereka.
Jika terbuka kesempatan untuk memanah, ia memanah mereka sambil berkata: "Rasakanlah anak
panah ini, aku yaitu anak Al-Akwa! Hari ini hari kematian orang jahat."
Demikianlah yang terjadi hingga salah seorang dari anak buah Uyainah bin Hishn berkata: "Alangkah
buruknya nasib kita sejak berseru di Madinah: Bergeslah! Bergegaslah!. Para sahabat penunggang
kuda memacu kudanya menuju Rasulullah. Penunggang kuda yang pertama kali tiba di tempat beliau
yaitu Al-Miqdad bin Amr. Dialah sahabat yang dikenal dengan nama Al-Miqdad bin Al Aswad sekutu
Bani Zuhrah. Sedangkan orang kedua yang tiba di tempat beliau sesudah Al-Miqdad bin Amr ialah
Abbad bin Bisyr bin Waqasy bin Zughbah bin Zaura' salah seorang warga Bani Abdul Asyhal dari
kalangan Anshar, lalu Sa'ad bin Zaid salah seorang warga Bani Ka'ab bin Abdul Asyhal, lalu Usaid
bin Dhuhair saudara Bani Haritsah bin Al-Hari- tsah, namun riwayat tentangnya diragukan, lalu
Ukkasyah bin Mihshan saudadra Bani Asad bin Khuzaimah, lalu Muhriz bin Nadhlah saudara Bani Asad
bin Khuzaimah, lalu Abu Qatadah Al-Harits bin Rib'i saudara Bani Salamah, dan Ayyas alias Abu Ubaid
bin Zaid bin Ash-Shamit saudara Bani Zuraiq.
Pada saat para sahabat penunggang kuda berkumpul di tempat Rasulullah, beliau menunjuk Sa'ad bin
Zaid sebagai pemimpin pasukan, lalu beliau bersabda: "Kejarlah kaum ini hingga kalian
bertemu dengan mereka." Sebelumnya, Rasulullah bersabda kepada Abu Ayyas, "Wahai Abu Ayyas,
apa pendapatmu jika kudamu engkau serahkan kepada orang lain yang lebih pintar daripada engkau
dalam menunggang kuda, hingga ia mampu mengejar musuh?" Abu Ayyas berkata: "Wahai Rasulullah,
aku yaitu orang yang paling pintar mengendarai kuda." Kata Abu Ayyas: Usai mengatakan itu, aku
lantas memukul kudaku. Demi Allah, kuda ini baru saja berlari sejauh lima puluh hasta, aku
terjatuh. Aku merasa terinat akan sabda Rasulullah tadi: "Bagaimana kalau kudamu engkau serahkan
kepada orang lain yang lebih pintar mengendarai kuda?" Dan aku menjawab: "Aku yaitu orang yang
paling pintar mengendarai kuda." Orang-orang Bani Zuraiq mengatakan bahwa Rasulullah
memberi kuda Abu Ayyas kepada Muadz bin Ma'ish atau Aidz bin Ma'ish bin Qais bin Khaladah
penungang kuda kedelapan. Sebagian ahli sejarah memasukkan Salamah bin Amr bin Al Akwa sebagai
salah satu dari kedelapan penunggang kuda dan menghapus Usaid Dhuhair dari Bani Haritsah. Wallahu
a 'lam mana pendapat yang paling benar dalam masalah ini.
Pada saat itu, sebenarnya Salamah bin Amr bukan seorang penunggang kuda, akan namun ia yaitu
merupakan orang yang pertama kali mengejar Uyainah bin Hishn dan rombongannya dengan berjalan
kaki. lalu pasukan berkuda keluar untuk mengejar mereka sampai akhirnya mereka saling
berpapasan.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah menceritakan padaku bahwa penunggang kuda yang
pertama kali mengejar Uyainah bin Hishn dan rombongannya yaitu Muhriz bin Nadhlah dari Bani
Asad bin Khuzaimah. Ia dikenal dengan panggilan Al-Akhram atau Qumair.
Pada saat Rasulullah berteriak: berge-gaslah, bergegaslah! kuda jinak milik Mahmud bin Maslamah
berjalan di pekarangan, para wanita Bani Abdul Asyhal berkata kepada Muhriz bin Nadhlah saat
mereka melihat kuda ini berjalan di pekarangan sedang menanggut pelapah kurma yang
diikatkan di punggungnya,: "Wahai Qumair, apakah engkau siap menunggang kuda seperti ini agar
kamu dapat menyusul Rasulullah dan kaum Muslimin?" Muhriz bin Nadhlah menjawab: "Ya!"
lalu merekapun memberi kuda ini kepada Muhriz bin Nadhlah, lalu dia pun menaiki
kuda itu. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, kuda itu mampu menyusul kuda-kuda lainnya dan
akhirnya dapat mengejar Uyainah bin Hishn dan rombongannya.
Muhriz bin Nadhlah berdiri di hadapan rombongan Uyainah dan berkata kepada mereka: "Berhentilah
kalian, tunggulah di situ hingga kalian ditemui oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang berada di
belakang kalian!" Kemudia seorang lelaki dari rombongan Uyainah bin Hishn naik ke kuda Muhriz bin
Nadhlah lalu membunuhnya. Kuda Muhriz bin Nadhlah mengamuk lalu lari hingga tiba di tempat
diikatnya kuda-kuda di Bani Abdul Asyhal. Dalam kejadian ini hanya Muhriz bin Nadhlah yang gugur
dari kaum Muslimin.
Ibnu Hisyam berkata: Dalam peristiwa itu, selain Muhriz bin Nadhlah gugur pula Waqqash bin Mujazziz
Al-Mudliji dari kaum muslimin, seperti dikatakan kepadaku oleh beberapa ulama ahli sejarah.
Julukan Kuda-kuda Kaum Muslimin
Ibnu Ishaq berkata: Kuda milik Mahmud bin Maslamah benama Dzu Al Limmah.
Ibnu Hisyam berkata: Kuda milik Sa'ad bin Zaid berjuluk Lahiq. Kuda milik Al-Miqdad berjuluk Ba'zajah.
Namun ada pula ulama yang menyebutkan kudanya berjuluk Sabhah. Kuda milik Ukkasyah bin
Mihshan berjuluk Dzu Al-Limmah. Kuda milik Abu Qatadah berjuluk Hazrah. Kuda milik Abbad bin Bisyr
berjuluk Lama'. Kuda milik Usaid bin Dhuhair berjuluk Masnun. Dan kuda milik Abu Ayyas berjuluk
Julwah.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya menceritakan kepadaku dari Abdullah
bin Ka'ab bin Malik, ia berkata bahwa Muhriz bin Nadhlah menunggangi kuda milik Ukkasyah bin
Mihshan yang berjuluk Al-Junah, Muhriz bin Nadhlah gugur dibunuh oleh salah seorang anak buah
Uyainah bin Hishn sementara kuda yang ditungganginya dirampas.
Orang-orang yang Tewas dari Kaum Musyrikin
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat pasukan kuda kaum Muslimin berdatangan, Abu Qatadah alias Al-Harits
bin Rib'i saudara Bani Salamah membunuh Habib bin Uyainah bin Hishn dan menutupi jasadnya
dengan kain burdah. lalu beliau mengejar pasukan musuh yg lain dan di sana beliau bergabung
dengan Rasulullah dan kaum Muslimin.
Ibnu Hisyam berkata: Pada saat itu, Ibnu Ummi Maktum ditunjuk oleh Rasulullah untuk menjadi imam
sementara di Madinah.
Ibnu Ishak berkata: Tatkala kaum muslimin menemukan sesesok jasad ditutup dengar kain burdah
milik Abu Qatadah, mereka meminta pulang. Kaum Muslimin berkata: "Abu Qatadah telah terbunuh."
Rasulullah bersabda: "Ini bukan jasad Abu Qatadah, melainkan jasad orang yang dibunuh oleh Abu
Qatadah. Dia sengaja menutup jasad itu dengan burdahnya agar kalian tahui bahwa dialah yang telah
membunuhnya."
Ukkasyah bin Mihshan mampu mengejar Awbar dan anaknya, Amr bin Awbar, yang keduanya menaiki
satu unta secara bersama. Ukkasyah bin Mihshar menusuk keduanya hingga tewas dengan tombak
milikinya. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil merebut kembali beberapa unta yang sedang hamil yang
telah dirampas oleh pasukan Uyainah bin Hishn.
Rasulullah terus berjalan hingga melintasi gunung dari Dzu Qarad. Di sana, beliau bertemu dengan
kaum muslimin yang lain. Rasulullah berkemah di tempat itu selama sehari semalam. lalu
Salamah bin Al-Akwa' berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, jika engkau mengirimku bersama
seratus orang, aku pasti mampu menyelamatkan sisa-sisa unta hamil yang belum berhasil
diselamatkan dan aku penggal para musuh itu." Rasulullah bersabda, seperti diriwayatkan kepadaku:
"Saat ini mereka sedang diberi jamuan sore di Ghathafan."
lalu Rasulullah membagi-bagikan unta, untuk setiap seratus sahabat diberi satu ekor unta dan
mereka berpesta dengan daging unta. sesudah itu, Rasulullah dan kaum muslimin kembali pulang ke
Madinah.
Salah seorang sahabat wanita dari Bani Ghifar datang dengan menunggangi salah satu unta milik
Rasulullah. sesudah dia mencertikan kronologi kejadian ini kepada Rasulullah, Lalu dia berkata: "Wahai
Rasulullah, aku telah bernazar untuk menyembelih unta ini jika Allah menyelamatkanku
dengannya." Rasulullah pun tersenyum, lalu bersabda: "Alangkah buruknya balas budimu. Allah
menyelamatkanmu di atasnya lalu engkau akan menyembelihnya? Sungguh itu merupakan nazar
dalam kemaksiatan kepada Allah dan engkau bernadzar dengan sesuatu yang bukan milikmu.
Sebetulnya unta ini milikku. Maka pulanglah kepada keluargamu, semoga Allah memberkahimu."
Hadits tentang wanita dari Bani Ghifar ini dan tentang ceritanya itu merupakan riwayat dari Abu
Zubair Al-Makki dari jalan Al-Hasan bin Abu Al Hasan Al-Bashri.
Perang Bani Mushthaliq
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah beberapa hari dari
bulan Jumadil Akhir dan Rajab. Sesudah itu, Nabi menyerbu Bani Mushthaliq pada bulan Syaban tahun
keenam Hijriyah.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Abu Dzar Al-Ghifari sebagai
iniam sementara di Madinah. Pendapat lain mengatakan bahwa yang ditunjuk sebagai imam
sementara saat itu yaitu Numailah bin Abdullah Al-Laitsi.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah, Abdullah bin Abu Bakr, dan Mu¬hammad bin Yahya
bin Hibban menceritakan kepadaku. Mereka semuanya hanya menceritakan sebagian tentang
peristiwa Perang Bani Al-Mushthaliq kepadaku, mereka mengatakan: Rasulullah mendapat berita
bahwa Bani Al-Mushthaliq bersatu untuk memeranginya, sedangkan panglima perang mereka yaitu
Al-Harits bin Abu Dhirar ayah Juwairiyah binti Al-Harits istri Rasulullah.
sesudah mendengar rencana mereka ini , Rasulullah berangkat hingga bertemu mereka di sebuah
sumur yang bernama Al-Muraisi'. Dari arah Qudaid ke Sahi. Di sana, kedua belah pihak saling serang
dan bertempur hingga akhirnya Allah mengalahkan Bani Mushthaliq. Banyak pasukan dari mereka
yang tewas, dan Rasulullah pun menguasai anak-anak, istri-istri, dan kekayaan mereka. Allah
memberi fay'i kepada Rasulullah berupa mereka (anak-anak, para istri dan harta mereka).
Pada perang ini, salah seorang dari kaum muslimin yang berasal dari Bani Kalb bin Auf bin Amir bin
Laits bin Bakr yang bernama Hisyam bin Shubabah gugur. Ia dibunuh oleh salah seorang dari kaum
Anshar yaitu kabilah Ubadah bin Ash-Shamit sebab ia mengairanya musuh.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di dekat sumur Al-
Muraisi', orang-orang dan pekerja Umar bin Khaththab dari Bani Ghifar bernama Jahjah bin Mas'ud
yang menuntun kuda datang ke sumur ini . Di sana, Jahjah bin Mas'ud berebut air dengan Sinan
bin Wabar Al-Juhani sekutu Bani Auf bin Khazraj hingga keduanya terlibat perkelahian. Sinan bin
Wabar Juhani berteriak: "Wahai orang-orang Anshar." Sedangkan Jahjah berteriak: "Wahai orang-
orang Muhajirin."
Ibnu Ishaq berkata: Akibat peristiwa di itu, Abdullah bin Ubay bin Salul yang saat itu bersama beberapa
orang dari kaumnya, di antaranya Zaid bin Arqam -anak muda - marah besar lalu berkata:
"Sungguh mereka telah melakukannya. Mereka mengalahkan dan mengungguli kita di negeri kita.
Demi Allah, aku tidak mengibaratkan apa yang dilakukan orang-orang hina Quraisy ini melainkan
hal ini seperti kata pepatah neneng moyang dahulu: 'Gemukkan anjingmu niscaya ia memakanmu.'
Demi Allah, jika kita sampai di Madinah, orang-orang mulia di sana akan mengusir orang-orang hina."
Abdullah bin Ubay bin Salul menemui beberapa orang dari kaumnya yang berada di sana. lalu
berkata kepada mereka: "Inilah yang kalian perbuat terhadap diri kalian. sesudah kalian memberi
tempat mereka di negeri kalian dan membagi harta kalian untuk mereka. Demi Allah, andai kalian
tidak memberi harta kepada mereka, mereka akan minggat ke negeri yang lain."
Ibnu Ishaq berkata: Zaid bin Arqam mendengar hasutan Abdullah bin Ubay bin Salul itu, lalu ia pergi
kepada Rasulullah. Kejadian ini terjadi sesudah Rasulullah berhasil menaklukkan musuhnya. Zaid bin
Arqam melaporkan ucapan Abdullah bin Ubay bin Salul kepada Rasulullah yang kala itu tengah
bersama Umar bin Khaththab. Maka Umar berkata kepada Rasulullah: "Perintahkanlah Abbad bin
Bisyr untuk membunuhnya." Rasulullah kepada kepada Umar bin Khattab: "Bagaimana pendapatmu
wahai Umar, jika orang-orang mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.
Tidak, namun perintahkanlah agar semua orang pulang." saat itu Rasulullah tidak pulang ke
Madinah, namun para sahabat pulang.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Abdullah bin Ubai bin Salul mengetahui bahwa Zaid bin Arqam
melaporkan hasutannya kepada Rasulullah Shallallah 'Alaihi wa Sallam, ia pergi menghadap Rasulullah
dan bersumpah dengan nama Allah seraya berkata: "Aku tidak mengatakan apa yang dilaporkan Zaid
bin Arqam." Abdullah bin Ubay bin Salul merupakan salah seorang tokoh penting di tengah kaumnya.
Seorang sahabat Anshar berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, bisa jadi anak muda ini
(Zaid bin Arqam) salah tanggap dan tidak hafal seluruh perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul." Dia
mengatakan itu demi melindungi Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ibnu Ishaq berkata: Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Rasulullah bertemu dengan Usaid bin
Hudhair. Ia mengucapkan salam, dan berkata: "Wahai Nabi Allah, demi Allah sungguh engkau pulang
pada saat yang tidak menyenangkan, yang tidak pernah engkau lakukan sebelum ini." Rasulullah
bersabda kepada Usaid bin Hudhair: "Apakah engkau telah mendengar apa yang dikatakan oleh
sahabat kalian?"
Usaid bin Hudhair berkata: "Siapa yang engkau maksud, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda:
"Abdullah bin Ubai bin Salul." Usaid bin Hudhair berkata: "Apa yang ia katakan?" Rasulullah bersabda,
"Ia menyangka bahwa jika ia tiba di Madinah, orang mulia di dalamnya akan mengusir orang hina."
Usaid bin Hudhair berkata: "Wahai Rasulullah, engkaulah yang akan mengusirnya dari Madinah, bila
engkau menghendakinya. Demi Allah, dialah orang yang hina sedangkan engkau orang yang mulia."
Usaid bin Hudhair berkata lagi: "Wahai Rasulullah, bersikap lembutlah kepadanya. Demi Allah, pada
saat engkau datang kepada kami, saat itu kaumnya meminta pendapatnya dalam posisinya sebagai
raja dan kini ia beranggapan bahwa engkau telah merampas kekuasaannya."
Perjalanan Rasulullah untuk Menjauhkan Mereka dari Kasak Kusuk Fitnah
Ibnu Ishaq berkata: lalu Rasulullah berjalan bersama kaum Muslimin pada siang hari itu hingga
menjelang sore, dan pada malam harinya hingga pagi hari berikutnya, serta awal pagi hari berikutnya
hingga terik matahari. lalu , beliau dan kaum muslimin berhenti. Tak lama lalu mereka
mengantuk dan tertidur. Rasulullah beristirahat agar kaum Muslimin melupakan pembicaraan tentang
hasutan Abdullah bin Ubay bin Salul yang terjadi pada hari kemarin.
Berita Dari Rasulullah tentang Kematian Rifa'ah
lalu Rasulullah meneruskan perjalanan bersama kaum Muslimin hingga melewati Hijaz dan
singgah di sebuah sumur yang ada di Hijaz bernama Baq'a. Pada saat berjalan, tiba-tiba angin
kencang bertiup ke arah kaum Muslimin hingga mereka jatuh sakit dan menjadikan mereka dilanda
rasa takut. Rasulullah bersabda: "Janganlah kalian takut akan angin kencang ini. Ini bertiup sebab
kematian seorang pembesar orang-orang kafir." Saat kaum Muslimin tiba di Madinah, mereka
mendengar Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut salah seorang warga Bani Qainuqa yang merupakan pemuka
orang-orang Yahudi dan pelindung orang-orang munafik meninggal tapat pada hari bertiupnya angin
kencang ini .
lalu turunlah surat Al-Qur'an, dida- lamnya Allah menceritakan orang-orang munafik yaitu
Abdullah bin Ubay bin Salul dan mereka yang memiliki kesamaan sifat dengannya. saat surat itu
diturunkan, Rasulullah memegang telinga Zaid bin Arqam lalu bersabda: "Inilah orang yang
menepati janji kepada Allah dengan telinganya." Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul mendengar
masalah yang terjadi pada ayahnya.
Permintaan Anak Abdullah bin Ubay Salul untuk Menjadikan Dirinya orang yang Membunuh
Ayahnya dan Pemaafan Rasul
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah menceritakan kepadaku bahwa Abdullah bin
Abdullah bin Ubay bin Salul menghadap Rasulullah lalu berkata: "Wahai Rasulullah, aku mendengar
rencana engkau hendak membunuh ayahku sebab ucapannya. Jika itu harus dilakukan, izinkan aku
untuk membunuhnya, niscaya aku akan bawa kepalanya ke hadapanmu. Demi Allah, seluruh orang
Khazraj mengetahui dengan baik bahwa di kalangan mereka tidak ada anak yang lebih berbakti kepada
orang tuanya selain aku. Aku khawatir engkau menyuruh orang lain untuk membunuhnya. Maka
jangan biarkan diriku melihat pembunuh ayahku berada di sekitar kita lalu aku membunuhya.
Jika itu terjadi, berarti aku membunuh orang Mukmin yang telah membunuh orang kafir. sebab itu
akan menyebabkanku masuk neraka.
Rasulullah bersabda: Kita akan bersikap lembut dan bermu'amalah dengan baik selama ia hidup
berdampingan bersama kita.
sesudah peristiwa itu, jika Abdullah bin Ubay bin Salul mengerjakan kesalahan, maka kaumnya sendiri
yang mengecamnya, menindak, dan memarahinya.
Rasulullah bersabda kepada Umar bin Khaththab saat mendengar sikap kaum Abdullah bin Ubay bin
Salul seperti itu: "Bagaimana pendapatmu wahai Umar?. Demi Allah, jika aku membunuhnya saat
engkau memintaku untuk membunuhnya, niscaya beritanya akan menggemparkan. Namun, jika
sekarang engkau memintaku untuk membunuhnya, aku pasti akan membunuhnya." Umar bin
Khaththab berkata: "Demi Allah, aku tahu bahwa perintah Rasulullah Shalla- lahu 'alaihi wa Sallam itu
lebih agung keberkahannya daripada perintahku."
Tentang Miqyas bin Shubabah dan Tipu Muslihatnya dalam Balas Dendam atas Kematian
Saudaranya dan Syair yang Dilantunkannya
Ibnu Ishaq berkata: Miqyas bin Shubabah datang dari Makkah ke Madinah dengan dengan penampilan
seolah-olah dia telah masuk Islam. Ia berkata: "Wahai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, aku
menghadap kepadamu dalam keadaan Muslim dan bertujuan untuk meminta diyat atas saudaraku. Ia
dibunuh sebab salah sasaran." Rasulullah pun memerintahkan sahabat untuk membayar diyat
kepadanya. Miqyas bin Shubabah tinggal di Madinah dalam waktu singkat, lalu mengintai
sahabat yang telah membunuh saudaranya dan membunuhnya, lalu , ia pulang ke Makkah
dalam keadaan murtad.
Ibnu Hisyam berkata: Selogan perang kaum Muslimin di Perang Bani Al-Mushthaliq yaitu ya
manshuur amit, amit (wahai orang yang menang, bunuhlah, bunuhlah).
Korban-korban tewas dari Bani AI-Mushthaliq
Ibnu Ishaq: Korban dari Bani AI-Mushthaliq banyak sekali. Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu
membunuh dua orang, mereka adlah Malik dan anaknya. Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu Anhu
membunuh seorang penunggang kuda dari mereka yang bernama Ahmar atau Uhaimar.
Pada perang ini Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menawan banyak sekali dari orang-orang Bani
Al- Mushthaliq lalu seluruh tawanan ini dibagikan kepada kaum Muslimin secara merata. Dan
Juwairiyah binti Al-Harits bin Abu Dhirar saat itu termasuk di antara daftar nama-nama tawanan
wanita Bani Al-Mushthaliq yang akhirnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memperistrinya.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari
Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membagi-
bagi para tawanan wanita dari Bani Al-Mushthaliq kepada para Shahabat, Juwairiyah binti Al-Harits
masuk ke dalam bagian Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas atau anak pamannya, lalu ia menebus dirinya
dengan cara mencicil. Ia wanita yang manis cantik nan rupawan. Siapapun yang melihatnya, pasti
kepincut kepadanya. Pada suatu saat , ia menemui Rasulullah untuk meminta bantuan beliau dalam
penebusan dirinya. Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Demi Allah, aku melihat dia berdiri di depan
pintu kamarku dan aku sangat membencinya. Aku tahu bahwa Rasulullah akan melihat
kecantik¬annya sebagaimana aku telah melihatnya. Ia pun masuk menemui Rasulullah lalu berkata:
"Wahai Rasulullah, aku Juwairiyah binti Al-Harits bin Abu Dhirar dan ayahku yaitu seorang pemimpin
di tengah kaumnya. Aku tertimpa musibah dan engkau pasti mengetahuinya aku masuk kedalam
bagian yang menjadi jatah Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas atau anak pamannya, lalu aku menebus
diriku dengan cara mencicil. Dan saat ini aku menemuimu untuk meminta bantuanmu dalam
pembayaran cicilan ini ." Rasulullah bersabda: "Apakah engkau menginginkan sesuatu yang lebih
baik dari itu?" Ia berkata: "Apakah yang kau maksud wahai Rasulullah?' Rasulullah bersabda: "Aku
bantu kamu lunasi cicilan pembebasanmu dan menikahimu." Ia menjawab: "Ya, wahai Rasulullah."
Rasulullah bersabda: "Itu telah aku lakukan."
Aisyah berkata: Berita pun menyebar bahwa Rasulullah menikah dengan Juwairiyah binti Al-Harits.
Mereka berkata: "Ia menjadi keluarga Rasulullah." Mereka kirim apa yang ada di tangan mereka.
Dengan pernikahan ini, seratus keluarga dari Bani Al-Mushthaliq dibebaskan. Aku tidak tahu ada
wanita yang lebih berkah di antara kaumnya daripada Juwairiyah binti Al Harits.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan bahwa saat tiba di Dzatul Jaisy, Rasulullah yang pada
waktu itu dalam perjalanan pulang dari perang Bani Al-Mushthaliq dan di sertai Juwairayah binti Al
Haris, beliau menitipkan Juwairiyah binti Al-Harits kepada salah seorang dari kaum Anshar dan
menyuruhnya untuk menjaganya sesudah itu beliau melanjutkan perjalanan hingga sampai di
Madinah. lalu datanglah ayah Juwairiyah, Al-Harits bin Abu Dhirar, dengan maksud menebus
putrinya. Pada saat ia berada di Al-Aqiq, ia mengamati unta-unta yang ia siapkan sebagai tebusan bagi
putrinya dan ia pun tertarik dengan dua unta dari unta-unta yang ada. Dan ia menyembunyikannya di
salah satu lembah di Al-Aqiq. Sesudah itu ia datang menemui Rasulullah dan berkata: "Wahai
Muhammad, engkau tawan putriku dan ini sebagai tebusannya." Rasulullah bersabda: "Lalu mana dua
unta yang engkau sembunyikan di salah satu lembah di Al-Aqiq?" Al Harits bin Abu Dhirar berkata:
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad yaitu
utusan Allah. Demi Allah, tidak ada yang melihat kedua unta ini kecuali Allah." Maka Al-Harits
masuk Islam yang diikuti dua anaknya dan sejumlah orang dari kaumnya. lalu dia menyuruh
seseorang untuk mengambil dua unta yang dia sembunyikan, yang lalu dibawa ke tempat dia
berada dan diserahkan kepada Rasulullah, dan putrinya, Juwairiyah binti Al-Harits diserahkan
kepadanya. Juwairiyah binti Al-Harits masuk Islam dan keislamannya sangat baik. Lalu Rasulullah
melamar beliau kepada ayahnya lalu ayahnya menikahkan beliau dengan Juwairiyah dengan
mahar empat ratus dirham. Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman menuturkan kepadaku bahwa sesudah
masuk orang-orang Bani Al-Mushthaliq masuk Islam, Rasulullah mengutus Al-Walid bin Uqbah bin Abu
Mu'aith kepada mereka. Mereka mendengar kedatangan Al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aith. Mereka
berangkat kepadanya. Namun saat Al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aith mendengar keberangkatan
mereka, ia takut kepada mereka, oleh sebab itu ia pulang kepada Rasulullah dan melaporkan bahwa
mereka hendak membunuhnya dan mencegahnya untuk mengambil zakat dari mereka. Banyak di
antara kaum muslimin yang mengusulkan agar mereka diperangi. Hingga Rasulullah pun berniat untuk
menyerang mereka. Pada saat kaum muslimin telah siap, tiba-tiba datanglah utusan mereka kepada
Rasulullah seraya berkata: "Wahai Rasulullah, kami telah mendapat kabar tentang kedatangan
utusanmu kepada kami. sebab itulah, kami keluar kepadanya untuk menghormati dan menyerahkan
zakat kepadanya, tapi ia buru-buru dan langsung kembali ke Madinah. lalu , kami mendapat
kabar dia melaporkan padamu bahwa kami akan membunuhnya. Demi Allah, kami tidak memiliki
niatan untuk tujuan itu."
Mengenai Al Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aith dan delegasi Bani Al-Mushthaliq tadi, Allah Ta'ala
menurunkan firman-Nya berikut:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Dan ketahuilah
olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa
urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan namun Allah menjadikan kamu cinta kepada
keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada
kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus
(QS. al-Hujuraat: 6-7).
Rasulullah meneruskan perjalanan dari tempat ini , seperti dituturkan kepadaku oleh orang yang
tidak aku ragukan integritasnya, dari jalan Az-Zuhri dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Radhiyallahu
Anha. Pada saat Rasulullah tiba di dekat Madinah, dimana saat itu Aisyah bersama beliau, orang-orang
mengatakan berita bohong tentang Aisyah Radhiyallahu Anha.
Berita Bohong Yang Menghebohkan pada Bani al-Mushtaliq Tahun Ke enam Hijriyah: Aisyah Difitnah
Berselingkuh
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Alqamah bin Waqqash, Sa'id bin Jubair, dan
Urwah bin Zubair dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah. Mereka semua mengisahkan sebagian berita
ini kepadaku dan sebagian dari mereka lebih menguasai dari sebagian lain, dan aku telah
mengumpulkan seluruh berita ini .
Muhammad bin Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari
ayahnya dari Aisyah. Abdullah bin Abu Bakar juga meriwayatkan kepadaku dari Amrah binti
Abdurrahman dari Aisyah sendiri saat orang-orang menyebarkan kebohongan tentang dirinya.
Mereka semua membahas kabar tentang Aisyah dari Aisyah sendiri; sebagian dari mereka
meriwayatkan apa yang tidak diriwayatkan oleh yang lain. Mereka yang meriwayatkan hadits ini
dari Aisyah yaitu orang-orang yang sangat kredibel dan masing-masing meriwayatkan apa yang
mereka dengar langsung dari Aisyah.
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: jika Rasulullah hendak melakukan perjalanan, beliau selalu
mengadakan undian di antara istri-istrinya. Isteri yang namanya keluar dalam undian itu, dialah yang
berhak menemaninya dalam perjalanan. Pada Perang Bani Al-Mushthaliq, Rasulullah mengundi istri-
istrinya sebagaimana yang biasa dilakukannya. Dalam undian kali ini, namakulah yang keluar. Maka
aku yang beliau bawa dalam perjalanan itu.141
Pada masa itu, kebiasaan makan para wanita hanya beberapa suap saja, sehingga bobot badan mereka
tidak berat. saat untaku sudah disiapkan, aku duduk di dalam sekedup, lalu orang-orang
datang untuk membawaku. Mereka mengangkat sekedup itu dengan memegang bagian bawahnya,
lalu me- letekannya di atas punggung unta dan meng-ingatnya, lalu mereka memegang tali
kendali unta ini lalu berangkat dengannya.
sesudah permasalahan Bani Al-Mushthaliq selesai, Rasulullah pun kembali ke Madinah. Sesampainya
di dekat Madinah, beliau ber¬henti di suatu tempat untuk istirahat malam. lalu memerintahkan
kaum Muslimin untuk melanjutkan kembali perjalanan. Mereka pun berangkat, sedang aku saat itu
keluar untuk membuang hajat dengan mengenakan kalung yang padanya ada batu akik dari kota
Zhifar. saat selesai membuang hajat, ternyata kalung yang aku pakai terlepas tanpa aku sadari. Aku
pun kembali ke tempat pemberhentian rombongan yang tadi untuk mencari kalungku, tapi sayang
sekali aku tidak berhasil menemukannya. Pada waktu itu, kaum Muslimin mulai bergerak
meninggalkan tempat untuk melanjutkan perjalanan. Aku pergi lagi ke tempat aku membuang hajat
untuk mencari kalungku yang jatuh sampai aku menemukannya. lalu , datanglah orang-orang
yang menyiapkan unta untukku lalu langsung mengangkat sekedup sebab mengira aku berada di
dalamnya. Mereka mengangkat sekedup itu dan mengikatkannya ke atas unta sebab mereka yakin
bahwa aku telah berada di dalamnya. lalu mereka berjalan menuntun untanya.
saat aku kembali lagi ke tempat pemberhentian rombongan tak ada seorang pun di sana, sebab
semuanya telah berangkat. lalu aku menutup diriku dengan jilbab dan tertidur di tempat
ini . Aku merasa yakin, bila mereka sadar dan tahu diriku tidak dalam rombongan, pasti mereka
kembali ke tempat ini. Demi Allah, saat aku tidur, tiba-tiba saja Shafwan bin Al-Muaththal As-Sulami
berjalan melintas. Dia memang sengaja berjalan di belakang kaum Muslimin untuk memenuhi salah
satu kebutuhannya. lalu dia melihat bayangan hitam diriku lalu menghampiriku. Dia pernah
melihat wajahku pada saat hijab belum diwajibkan. Pada saat dia melihatku, dia pun berkata: "Inna
lillahi wa inna Ilaihi raaji'uun. Ini yaitu istri Rasulullah!! Aku pun langsung menutup diriku dengan
jilbab. Shafwan bin Al-Muaththai As-Sulami bertanya: "Mengapa engkau tertinggal?" Aku tidak
menjawab pertanyaannya. lalu dia mendekatkan untanya kepadaku seraya berkata: "Naiklah
ke punggung unta ini." Lalu, dia menjauh dariku dan aku pun segera menaikinya. sesudah aku berada
di atas'unta, dia memegang tali kendali unta lalu berjalan dengan cepat dengan tujuan bisa menyusul
kaum Muslimin. Demi Allah, kami tidak berhasil menyusul mereka dan kaum Muslimin tidak sadar
akan kehilangan diriku hingga hari berikutnya, bahkan hingga tiba di Madinah.
Pada saat mereka sedang istirahat di Madinah, Shafwan bin Al-Muaththal As-Sulami datang dengan
menuntun unta yang membawa diriku. Maka saat itulah para penyebar berita bohong mengatakan
perkataan mereka. Maka terjadilah kegemparan di Madinah. Sementara itu, demi Allah, aku tidak
mendengar apa-apa tentang kabar yang menggemparan ini .
Tak lama sesudah kami tiba di Madinah aku sakit. Selama itu, aku tidak pernah mendapat berita yang
menyebar di tengah masyarakat. Berita tentang diriku juga terdengar oleh Rasulullah dan kedua orang
tuaku, namun mereka tidak menceritakannya kepadaku. Tapi ada sesuatu yang tidak biasa, dimana
aku tidak lagi merasakan keramahan beliau. Sebab, biasanya jika aku sakit, beliau menyayangiku dan
sangat ramah kepadaku. Namun kali kini, itu semua tidak beliau berikan kepadaku. Saat itu, jika
beliau masuk ke kamarku dan di sampingku ada ibuku yang sedang merawatku beliau hanya sekedar
berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Tidak lebih dari itu.
Ibnu Hisyam berkata: Ibu Aisyah yaitu Ummu Ruman. Ia bernama asli Zainab binti Abdu Duhman
salah seorang dari Bani Faras bin Ghanm bin Malik bin Kinanah.
Diriku dibuat sedih sebab nya. Aku ber-kata tatkala merasakan ketidakramahan beliau: "Wahai
Rasulullah, apakah engkau mengizinkanku pulang ke rumah ibuku sehingga aku dirawat olehnya?"
Rasulullah menjawab: "Silahkan, tidak apa-apa." Maka akupun pulang ke rumah ibuku dan sama sekali
tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi sampai aku sembuh dari sakitku selama dua puluh hari lebih.
Kami yaitu orang Arab yang memiliki adat kebiasaan tidak membuat WC di dalam rumah, tidak
seperti yang dilakukan oleh orang-orang non-Arab, sebab kami tidak menyukainya dan lebih terbiasa
pergi ke pa- dang pasir di Madinah. jika para wanita hendak buang hajat, mereka keluar rumah
pada malam hari. Suatu malam, aku keluar rumah untuk membuang hajat dan ditemani oleh Ummu
Misthah binti Abu Ruhm bin Al-Muthalib bin Abdu Manaf. Ibu Misthah yaitu putri Shakhr bin Amir
bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim dan Ummu Misthar yaitu bibi ayahku dari garis keturunan ibu. Demi
Allah, Ummu Misthah yang berjalan bersamaku, tiba-tiba jatuh sebab pakaiannya tersangkut. Ia
berkata: "Celakalah Misthah." Misthah merupakan julukan, sedangkan nama aslinya yaitu Auf. Aku
berkata: "Demi Allah sungguh jelek perkataanmu terhadap salah seorang dari Muhajirin yang ikut
terjun Perang Badar." Ummu Misthah berkata: "Apakah engkau tidak mendengar kabar ini
wahai putri Abu Bakar?' Aku bertanya: "Berita apakah itu?" Ummu Misthah pun menceritakan padaku
apa yang diucapkan oleh para penyebar berita bohong. Aku bertanya lagi kepada Ummu Misthah:
"Apakah kabar ini telah menyebar luas?" beliau menjawab: "Ya betul, demi Allah." Demi Allah, akupun
tidak jadi buang hajat dan segera kembali ke rumah. Demi Allah, aku terus menerus menangis hingga
aku mengira tangisanku akan menghentikan detak jantung-ku. Aku berkata kepada ibuku: "Semoga
Allah mengampunimu, orang-orang ramai membicarakan diriku, namun mengapa engkau tidak
bercerita apapun kepadaku?" Ibuku berkata: "Putriku, janganlah engkau menganggap apa yang
menimpamu ini sebagai masalah yang berat. Demi Allah, jika ada seorang istri cantik yang dicintai
suaminya, sedangkan suaminya itu memiliki istri yang lain, niscaya mereka dan orang lain akan
banyak membincangkan istri yang cantik itu."
Rasulullah berkhutbah kepada para sahabat tanpa sepengetahuanku. Beliau memuji Allah dan
mengagungkan-Nya. lalu , beliau bersabda: "Wahai manusia, mengapa orang-orang
menyakitiku dengan jalan menyakiti keluargaku dan menyebarkan berita tidak benar tentang mereka.
Demi Allah, yang aku ketahui, keluargaku yaitu orang baik. Kenapa pula mereka mengatakan yang
tidak benar tentang seorang laki-laki yang aku tidak dapatkan padanya kecuali kebaikan dan dia tidak
pernah sama sekali masuk salah satu rumahku kecuali bersamaku."
Aisyah berkata: Orang yang paling gencar menyebarkan berita bohong ini yaitu Abdullah bin Ubay
bin Salul. Ia menyebarkannya di perkumpulan orang-orang Khazraj bersama Misthah dan Hamnah
binti Jahsy. Hamnah binti Jahsy turut menyebarkan berita bohong ini sebab saudarinya, Zainab binti
Jahsy yaitu istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan dia merupakan satu-satunya istri beliau
yang menyaingi kedudukanku di sisi Rasulullah. Sedangkan Zainab binti Jahsy sendiri, Allah Ta'ala
melindunginya dan tidak mengatakan apapun kecuali yang baik-baik. Sedang Hamnah binti Jahsy ikut
menyebar luaskan berita bohong ini dan konfrontasi denganku sebab ingin membela saudarinya.
Maka merugilah dia.
Sesudah Rasulullah mengatakan ungkapan di atas Usaid bin Hudhair berkata: "Wahai Rasulullah, jika
orang yang menyakitimu yaitu dari kabilah Al-Aus, kami akan melindungimu dari mereka. Jika yang
engkau maksud yaitu orang-orang Khazraj, maka kami akan melaksanakan apa yang engkau
perintahkan, sebab demi Allah, leher mereka layak untuk dipenggal." Aisyah berkata: Maka berdirilah
Sa'ad bin Ubadah, sebelum itu ia terlihat sebagai sosok yang shalih, lalu berkata kepada Usaid
bin Hudhair: "Demi Allah, engkau telah berdusta, janganlah engkau memenggal leher mereka. Demi
Allah, engkau mengatakan demikian, sebab engkau telah mengetahui bahwa yang menyebarkan
berita bohong itu yaitu orang-orang Khazraj. Akan namun jika mereka berasal dari kaummu, pastilah
engkau tidak akan mengatakan semua tadi." Usaid bin Hudhair berkata kepada Sa'ad bin Ubadah:
"Demi Allah, engkau telah berdusta, dan engkau seorang munafik yang membela orang-orang
munafik." Orang-orang pun terpancing amarahnya hingga hampir saja perang meletus antara kedua
kabilah ini : Aus dan Khazraj.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam turun dari mimbar lalu masuk ke dalam rumahnya. Aisyah
Radhiyallahu Anha berkata: Beliau memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid Radhiyallahu
Anhuma untuk meminta pendapat dari keduanya. Adapun Usamah bin Zaid, ia memujiku dan berkata
baik tentang diriku. Usamah bin Zaid berkata: "Wahai Rasulullah, ia istrimu dan kami tidak dapatkan
darinya kecuali yang baik-baik dan engkau juga tidak dapatkan darinya kecuali yang baik-baik saja. Ini
yaitu sebuah kebohongan dan kebatilan." Sedangkan Ali bin Abu Thalib berkata: "Wahai Rasulullah,
Sebetulnya masih banyak wanita lain dan engkau mampu mencari wanita yang menggantikannya.
Maka tanyakanlah hal ini kepada budak wanita, pasti ia akan membenarkanmu."
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memanggil Barirah untuk bertanya kepadanya tentang masalah
ini. Ali bin Abu Thalib berdiri dan menghampiri Barirah lalu memukulnya dengan pukulan keras
seraya berkata: "Katakanlah dengan jujur kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." Barirah
berkata: "Demi Allah, aku tidak dapatkan pada Aisyah kecuali yang baik-baik saja. Aku tidak pernah
mencela sesuatu apapun pada Aisyah melainkan satu hal dimana aku pernah membuat adonan roti
lalu menyuruhnya untuk menjaganya tapi ia tertidur hingga akhirnya kambing datang dan memakan
adonan roti itu.142
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Rasulullah masuk ke dalam kamarku. Saat itu aku sedang ditemani
kedua orang tuaku dan salah seorang wanita dari kalangan Anshar. Aku menangis dan wanita dari
Anshar ini ikut pula menangis. Rasulullah duduk, memuji Allah, mengagungkan-Nya, lalu
bersabda: "Hai Aisyah, engkau telah mendengar gunjingan orang tentang dirimu, maka bertakwalah
kepada Allah. Dan jika engkau telah melakukan kesalahan, maka bertaubatlah kepada Allah, sebab
Allah maha menerima taubat hamba-hamba-Nya."
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Demi Allah, tidaklah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
bersabda seperti itu, kecuali air mataku jatuh tercurah dari kelopak mataku tanpa kusadari. Dan aku
menunggu kedua orang tuaku menjawab pernyataan beliau untuk mewakiliku, namun keduanya tidak
berbicara apapun. Demi Allah, aku merasa terlalu kecil dan tak berarti kalau Allah menurunkan ayat
Al-Qur'an tentang diriku dan itu dibaca di masjid-masjid dan dibaca pada saat shalat. Namun, tetap
ada harapan, semoga Rasulullah melihat sesuatu dalam mimpinya dimana Allah tidak membenarkan
ucapannya, sebab Allah Mahamengetahui akan kesucian diriku atau Allah memberitahukan sesuatu
kepada beliau. Adapun Al-Qur'an yang diturunkan tentang diriku, demi Allah itu sesuatu yang tidak
mungkin terjadi, sebab diriku bukan siapa-siapa.
saat kuperhatikan kedua orang tuaku tidak juga berbicara, aku bertanya kepada mereka: "Mengapa
kalian tidak menjawab pertanyaan Rasulullah?" Mereka menjawab: "Demi Allah, kami tidak tahu harus
menjawab apa." Demi Allah, aku tidak tahu ada keluarga yang ditimpa musibah melebihi apa yang
menimpa keluarga Abu Bakar saat itu.
Pada saat kedua orang tuaku tutup mulut tentang diriku, aku sangat sedih dan tangisanku meledak.
Aku berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Demi Allah, aku tidak akan bertaubat
kepada Allah selama-lamanya dari apa yang engkau katakan itu. Demi Allah, bila aku mengakui apa
yang diomongkan oleh orang-orang, sementara Allah Mahamengetahui akan diriku yang jauh dari
kebenaran omongan itu, maka itu berarti bahwa aku mengatakan sesuatu yang tidak terjadi. Dan bila
aku mengingkari apa yang mereka katakan, pasti kalian tidak akan mempercayaiku." Aku mengingat-
ingat nama Ya'qub, namun tidak mampu mengingatnya. Maka aku katakan: "Tapi aku akan
mengatakan sebagaimana yang pernah dikatakan ayah Nabi Yusuf:
"Maka kesabaran yang baik itulah (kesabar- anku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya
terhadap apa yang kamu ceritakan. " (QS. Yusuf: 18).
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Sebelum beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba Rasulullah tidak
sadarkan diri. Lalu beliau diselimuti dengan pakaiannya sementara bantal dari kulit diletakkan di
bawah kepalanya. Walaupun melihat kejadian ini , demi Allah, aku tidak merasa gentar dan tidak
mempedulikannya, sebab aku merasa suci bersih dan bebas dari tuduhan itu dan Allah tidak akan
mendzalimi diriku. Sedang kedua orang tuaku, -demi jiwa Aisyah yang berada ditangan-Nya,-
keduanya terlihat tidak menyukai apa yang terjadi pada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga
aku berkeyakinan bahwa keduanya akan meninggal sebab khawatir datang sesuatu dari Allah yang
membenarkan apa yang digunjingkan oleh orang-orang. Lalu kedua orangtuaku terlihat gembira saat
melihat keadaan Rasulullah sadar dan kembali duduk. Keringat mengucur dari tubuh Rasulullah seperti
biji intan berlian di musim hujan. Beliau mengusap keringat dari keningnya, lalu bersabda: "Wahai
Aisyah. Bergembiralah engkau, sebab Allah telah menurunkan ayat tentang kesucian dirimu'
Aku langsung berkata alhamdulillah, dan beliau keluar untuk menemui orang-orang, lalu berkhutbah
di hadapan mereka serta membacakan ayat Al Quran yang diturunkan Allah kepada beliau tentang
masalah ini. sesudah itu, beliau meminta untuk dipanggilkan Misthah bin Atsatsah, Hassan bin Tsabit,
dan Hamnah binti Jahys yang telah ikut menyebarluaskan berita bohong tentang diriku, lalu mereka
dikenakan hukuman had.143
Abu Ayyub dan Ucapannya tentang Bebasnya Diri Aisyah dari Tuduhan
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar meriwayatkan kepadaku dari beberapa orang dari Bani An-
Najjar yang menceritakan bahwa Abu Ayyub bin Khalid bin Zaid ditanya oleh istrinya, Ummu Ayyub:
"Wahai Abu Ayyub, apakah engkau tidak mendengar apa yang dikatakan orang-orang tentang
Aisyah?" Abu Ayyub bin Khalid bin Zaid menjawab, "Ya, aku mendengarnya dan itu semua bohong.
Wahai Ummu Ayyub apakah engkau melakukan hal sepereti itu?" Ummu Ayyub menjawab: "Tidak,
demi Allah, sebab tidak selayaknya aku untuk melakukan hal itu." Abu Ayyub bin Khalid bin Zaid
berkata: "Demi Allah, Aisyah jauh lebih baik dari dirimu."
Ayat Al-Quran yang Turun Mengenai Hal Ini
Aisyah melanjutkan: saat ayat Al-Qur'an turun dan menyebutkan orang yang menceritakan berita
bohong itu. Allah Ta'ala berfirman:
Sebetulnya orang-orang yang membawa berita bohong itu yaitu dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia yaitu baik bagi kamu.
Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara
mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang
besar. (QS. an-Nuur: 11).
Pelakunya yaitu Hassan bin Tsabit dan para sahabatnya.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat yang mengatakan bahwa mereka yang dimaksud yaitu Abdullah
bin Ubay bin Salul dan para sahabatnya. Orang yang memiliki peran besar pada penyebaran berita
bohong itu yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul dan itu telah disebutkan Ibnu Ishaq pada pemaparan
peristiwa di atas.
Lalu Allah berfirman:
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bo-hong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak
bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, yakni mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh
Abu Ayyub dan isterinya, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini yaitu suatu berita bohong yang nyata."
(QS. an-Nuur: 12).
Lalu Allah berfirman:
(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan
mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitjuga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal itu di pada sisi Allah yaitu besar. (QS. an-Nuur: 15).
Pada saat ayat di atas diturunkan untuk Aisyah dan orang-orang yang telah menggunjingnya, Abu
Bakar yang sebelumnya menafkah Misthah sebab ada hubungan kerabat dan juga ia miskin, berkata:
"Demi Allah, aku tidak akan memberinya lagi suatu kepada Misthah untuk selama-lamanya sesudah ia
berkata sesuatu yang tidak benar tentang Aisyah dan memasukkan musibah kepada kita." lalu
Allah menurunkan ayat tentang perkataan Abu Bakar itu dalam firman-Nya:
Dan janganlah orang-orang yang memiliki kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah
bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin
dan orang-orangyang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah yaitu Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. an-Nuur: 22).
Abu Bakar berkata: "Ya, demi Allah, aku ingin Allah mengampuni diriku." Usai mengatakan itu, ia
kembali menafkahi Misthah seperti yang dia lakukan sebelumnya dan berkata: "Demi Allah, aku tidak
akan menghentikan pemberian nafkah kepadanya selama-lamanya."
Ibnu Ishaq berkata: "Shafwan bin Al-Muaththal datang kepada Hassan bin Tsabit dengan membawa
pedang, ini terjadi sesudah dia mendengar ucapan Hassan bin Tsabit tentang dirinya. Sebelum itu,
Hassan bin Tsabit mengatakan syair dan dalam syairnya, Hassan bin Tsabit menyindir Shafwan bin Al-
Muaththal dan orang-orang Arab dari Mudhar yang masuk Islam.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi menceritakan kepadaku bahwa
Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas melompat ke arah Shafwan bin Al-Muaththal sesudah ia memukul
Hassan bin Tsabit. lalu mengikat kedua tangannya ke leher lalu membawanya ke Bani Al-Harits
bin Al-Khazra. Dalam perjalanannya, Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas bertemu dengan Abdullah bin
Rawahah yang bertanya: "Apa yang terjadi dengan ini semua?" Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas
berkata: "Tidakkah engkau merasa heran. Dia telah memukul Hassan bin Tsabit dengan pedang. Demi
Allah, aku berpendapat ia pantas untuk dibunuh." Abdullah bin Rawahah berkata kepada Tsabit bin
Qais bin Asy-Syammas: "Apakah Rasulullah telah mengetahui apa yang engkau lakukan ini?" Tsabit bin
Qais Asy-Syammas menjawab:
"Demi Allah, Tidak!" Abdullah bin Rawahah berkata: "Engkau telah melakukan sesuatu di luar batas.
Lepaskanlah lelaki itu!!" Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas melepas Shafwan bin Al-Muaththal.
lalu para sahabat datang kepada Rasulullah dan menceritakan kejadian di atas kepada beliau.
Lalu beliau memang- gil Hassan bin Tsabit dan Shafwan bin Al- Muaththal.
Shafwan bin Al-Muaththal berkata: "Wahai Rasulullah, Hassan bin Tsabit menyakiti dan menghinaku
lalu emosi kemarahanku mendorongku untuk memukulnya." Rasulullah bersabda: "Wahai
Hassan, berbuat baiklah, apakah engkau hendak meremehkan kaumku, padahal Allah telah memberi
mereka petunjuk kepada Islam?" Rasulullah bersabda lagi kepada Hassan bin Tsabit: "Wahai Hassan,
berbuat baiklah kepada orang yang telah memukulmu!" Hassan bin Tsabit berkata: "Aku akan
menaatimu wahai Rasulullah!"
Ibnu Hisyam berkata: Apakah kalian melakukan ini sesudah Allah memberi petunjuk kepada kalian
dengan agama Islam?
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah memberi
Hassan bin Tsabit 'iwadh (ganti rugi) berupa Bayruha' yaitu istana Bani Hudailah di Madinah. Awalnya,
Bayruha' ini yaitu milik Thaihah bin Sahl, namun dia menghadiahkannya kepada Rasulullah,
lalu beliau memberi nya kepada Hassan bin Tsabit atas pemukulan itu. Selain itu, beliau
memberi Sirin, budak wanita dari Mesir, kepada Hassan bin Tsabit yang lalu darinya lahir
putranya yang diberi nama Abdurrahman bin Hassan.
Aisyah berkata: Orang-orang bertanya tentang keadaan Shafwan bin Al-Muaththal, dan ternyata
mereka mendapatinya seorang yang memiliki penyakit impotensi yang tidak mampu menggauli
wanita. Tak lama kemu-dian, Shafwan bin Al-Muaththal meninggal sebagai syahid.
Hassan bin Tsabit meminta maaf atas ucapan yang pernah diucapkannya tentang Aisyah dalam sebuah
syair:
la suci, teguh, dan tidak layak untuk dituduh
Serta tidak berkata batil tentang wanita yang suci yang terhindar dari kesia-siaan
Orang mulia dari kampungdari Luay bin Ghalib
Usaha mereka mulia dan kejayaannya lestari
la terdidik, Allah mempercantik wataknya
Dan menyucikannya dari semua keburukan dan kebathilan
Jika aku telah mengatakan sesuatu yang kalian sangka
Cemeti pukulan terhadapku itu tidak naik ke ujung jemariku
Bagaimana tidak kecintaan dan pertolonganku selama hidupku
Kepada keluarga Rasulullah hiasan para pasukan
Beliau berkedudukan tinggi atas para manusia
Kehebatan lompatan tetap tidak mampu mendekatinya
Apa yang telah dikatakan itu tak akan dapat menempel
Dia hanya kata dari orang yang menebar kabar bohong
Ibnu Hisyam berkata: Bait,'Orang mulia dari kampung, dan sesudah nya dan bait,'Beliau memiliki
kedudukan yang tinggi,' berasal dari riwayat Abu Zaid Al-Anshari.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah menceritakan kepadaku bahwa seorang memuji putri Hassan bin
Tsabit di hadapan Aisyah:
la suci, teguh, dan tidak layak dituduh
Tiada berkata batil tentang wanita yang suci
Aisyah berkata: "Justru ayahnya-lah yang harus dicurigai."
Ibnu Ishaq berkata: Salah seorang dari kaum Muslimin berkata tentang hukuman terhadap Hassan bin
Tsabit dan kedua temannya sebab berita bohongnya terhadap Aisyah.
Ibnu Hisyam berkata: Orang ini berkata tentang hukuman terhadap Hassan bin Tsabit dan dua
sahabatnya.
Hassan telah merasakan rajam sebab ia pantas mendapatkannya
Juga Hamnah dan Misthah
saat mereka menduga kotor tentang istri Nabinya
Mereka terkena murka Pemilik Arasy yang Mulia
Mereka telah menyakiti Rasul sebab nya Yang menyebar di tengah manusia dan mereka dilanda
kesedihan
Dan diliputi dengan kehinaan abadi
Cambukan dikenakan atas mereka
Laksana hujan yang tercurah dari ketinggian
Perjanjian Hudaibiyah Pada Akhir Tahun Keenam Hijriyah dan Peristiwa Baiatur Ridhwan Serta
Perjanjian Antara Rasulullah dan Sahl bin Amr
Ibnu Ishaq berkata: lalu , Rasulullah menetap di Madinah sepanjang bulan Ramadhan dan
Syawal. Pada bulan Dzulqa'dah beliau keluar dari Madinah untuk untuk melaksanakan umrah dan
bukan untuk perang.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah meminta Numailah bin Abdullah AI-Laitsi sebagai imam di Madinah
untuk sementara waktu.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyeru orang-orang Arab dan Badui yang
ada di sekitarnya untuk pergi bersama beliau, sebab khawatir orang-orang Quraisy akan memerangi
atau menghalanginya berkunjung ke Baitullah. Tak sedikit orang Badui yang menampik ajakannya.
Walau demikian, Rasulullah tetap berangkat bersama para sahabat dari kaum Muhajirin, kaum
Anshar, dan orang-orang Arab lainnya. Rasulullah membawa hewan sembelihan dan berpakaian ihram
untuk umrah agar orang-orang Quraisy merasa aman dan mengetahui bahwa kedatangannya untuk
mengunjungi Baitullah dan untuk mengagungkannya.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Urwah
bin Zubair dari Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al Hakam yang keduanya berkata: "Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada Tahun Hudaibiyah pergi untuk mengunjungi Baitullah, bukan untuk
berperang, beliau membawa tujuh puluh unta untuk di sembelih. Jumlah sahabat yang ikut
bersamanya yaitu tujuh ratus ekor orang. Sehingga satu unta untuk sepuluh orang."144
Sedangkan Jabir bin Abdullah, sebagaimana diriwayatkan kepadaku bertutur bahwa jumlah para
sahabat yang ikut serta ke Al-Hudaibiyah yaitu empat ratus orang.
Sementara itu Az-Zuhri berkata: Rasulullah berjalan dan pada saat beliau tiba di Usfan, berjumpa
dengan Bisyr bin Sufyan Al-Ka'bi.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan namanya Busyr. Bisyr bin Sufyan berkata kepada
Rasulullah: Wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mengetahui keberangkatanmu, sebab nya
mereka keluar bersama para isteri dan anak-anak mereka dengan mengenakan kulit-kulit dari harimau
dan berkumpul di Dzu Thawa. Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa engkau tidak boleh
masuk ke daerah mereka untuk selama-lamanya. lalu Khalid bin Walid dengan pasukan
berkudanya telah mereka kerahkan ke Kuraul Ghamim.
Rasulullah bersabda: "Celakalah orang-orang Quraisy itu, sungguh mereka telah dimakan api perang.
Apa salahnya jika mereka membiarkan aku berinteraksi dengan semua orang Arab. Jika orang-
orang Arab ini mengalahkanku, memang sepeti itulah yang mereka harapkan. Namun, jika Allah
memenangkanku atas mereka, maka mereka akan masuk Islam dengan berbondong-bondong. Dan
bila mereka tidak masuk Islam mereka akan berperang sebab mereka memiliki kekuatan. Demi
Allah, orang-orang Quraisy janganlah berperasangka salah, Sebetulnya aku tidak pernah berhenti
memperjuangkan risalah yang aku bawa dari Allah hingga Dia memenangkannya atau aku mati
sebab nya." Rasulullah melanjutkan sabdanya: "Siapakah yang mengetahui jalan lain untuk kita lalui
selain jalan yang akan dihadang oleh mereka?"145 ibid
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa seseorang dari Aslam
berkata: "Aku, wahai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." lalu orang ini berjalan
bersama kaum Muslimin melewati jalan yang penuh dengan pepohonan di antara jalan-jalan menuju
gunung sehingga sulit dilalui. Pada saat mereka keluar dari jalan ini dalam keadaan lelah dan kini
mereka berada di tanah datar di ujung lembah, Rasulullah bersabda: "Katakanlah kami memohon
ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya." Para sahabatpun mengucapkannya. Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda lagi: "Demi Allah, itulah perkataan (hiththah) yang dulu pernah
ditawarkan oleh Allah kepada Bani Israel, namun mereka enggan untuk mengatakannya."
Az-Zuhri berkata: lalu Rasulullah memberi perintah kepada kaum Muslimin seraya bersabda:
"Hendaklah kalian berjalan melewati Dzatul Yamin. Dzatul Yamin terletak di antara tepi Al Hamsy jalan
yang mengeluarkan kalian di Tsaniyyatul Mirar, tem- pat pemberhentian di Al-Hudaibiyah, dari bawah
Kota Makkah." Mereka pun berjalan melewati jalan ini . Pada saat pasukan berkuda Quraisy
melihat kepulan debu dari jalan yang berbeda dengan jalan yang sedang mereka lalui, mereka segera
pulang menemui orang-orang Quraisy.
Pada saat yang sama, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam terus melanjutkan perjalan dan saat
berjalan di Tsaniyyatul Mirar, tiba-tiba unta beliau berhenti dan para sahabat berkata: "Unta ini tidak
mau berjalan." Rasulullah bersabda: "Bukannya ia tidak mau berjalan sebab yang demikian ini bukan
kebiasaannya, tapi ia ditahan oleh Dzat yang dulu pernah menahan gajah untuk sampai di Makkah.
jika pada hari ini orang-orang Quraisy mengajakku menjalin kembali hubungan kekerabatan, pasti
aku menyepakatinya." Beliau melanjutkan sabdanya: "Berhentilah kalian." Salah seorang sahabat
berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, di lembah ini tidak ada mata air. Maka janganlah kita
berhenti di tempat ini." lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengeluarkan anak panah
dari tabungnya lalu memberi nya kepada salah seorang sahabat, lalu dia turun dengan membawa
anak panah ini ke sebuah sumur yang ada di sekitar situ, lalu dia menancapkan anak panah
itu ke dalamnya. Air pun memancar dari sumur itu hingga tanah di sekitarnya menjadi basah, lalu
mereka beristirahat di sana.
Sahabat Yang Mencari Air Dengan Anak Panah Dari Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama menceritakan kepadaku dari seorang yang berasal dari Aslam
bahwa sahabat yang turun ke sumur dengan membawa anak panah dari Rasulullah yaitu Najiyah bin
Jundab bin Umair bin Ya'mur bin Darim bin Amr bin Watsilah bin Sahm bin Mazin bin Salaman bin
Aslam bin Afsha bin Abu Haritsah. Dialah orang yang menuntun unta Rasulullah.
Ibnu Hisyam berkata: Afsha yaitu anak Haritsah.
Ibnu Ishaq berkata: Dan beberapa ulama menceritakan kepadaku bahwa Al-Barra' bin Azib pernah
berkata: "Aku orang yang turun membawa panah Rasulullah." Wallahu a 'lam mana yang benar di
antara kedua riwayat ini .
Orang-orang dari Aslam membacakan bait-bait syair yang pernah di lantunkan oleh Najiyah bin Jundab
dan saya mengira dialah orang yang turun membawa panah Rasulullah. Orang-orang Aslam
berpendapat bahwa budak wanita dari Anshar datang dengan membawa timba, sedang Najiyah bin
Jundab memenuhi timba orang-orang yang datang ini dengan air. Budak wanita ini
berkata:
Ku lihat orang-orang memujimu
Wahai pengisi timba timbaku ada di dekatmu
Mereka menyanjungmu dengan baik dan memuliakanmu
Ibnu Hisyam berkata diriwayatkan:
Ku lihat orang-orang memujimu
Najiyah bin Jundab yang mengisi timba di sumur berkata:
Budak wanita asal Yaman tahu akulah pengisi timba dan aku bernama Najiyah
Aku tusukkan sumur pada dada orang-orang yang memusuhi
Tusukan yang dalam dan lebar
Az-Zuhri berkata dalam haditsnya: "Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam istirahat Budail bin
Warqa' Al-Khuzai dan bersama beberapa orang dari Khuza'ah datang menemui Rasulullah. Mereka
berbicara dan menanyakan apa alasan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam datang ke Makkah.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjelaskan pada mereka bahwa kedatangannya bukan untuk
tujuan perang, akan namun untuk berziarah ke Baitullah dan mengagungkannya, lalu beliau
bersabda kepada mereka seperti yang beliau sabdakan kepada Bisyr bin Sufyan. sesudah mendapatkan
klarifikasi, Budail bin Warqa' Al-Khuzai dan anak buahnya kembali ke tempat orang-orang Quraisy lalu
berkata: Wahai orang-orang Quraisy, Sebetulnya kalian terlalu tergesa-gesa terhadap Muhammad.
Ketahuilah bahwa Sebetulnya dia datang bukan untuk tujuan perang, dia datang untuk
mengunjungi Baitullah. Namun orang-orang Quraisy curiga dan menolak mereka dengan kata-kata
kasar. Orang-orang Quraisy berkata: Jika ia datang untuk tujuan ini dan bukan untuk tujuan
perang, maka janganlah dia masuk ke tempat kita dengan kekerasan untuk selama-lamanya, bila tidak
maka orang-orang Arab akan mengatakan bahwa kita telah dikalahkan."146 ibid
Az-Zuhri berkata: Orang-orang Khuzaah, baik yang Muslim atau yang kafir yaitu sahabat dekat
Rasulullah yang tidak menyembunyikan apapun yang terjadi di Makkah pada Rasulullah.
Mikraz Utusan Quraisy Menemui Rasulullah
Az-Zuhri berkata: kemudin Mereka mengutus Mikraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf dari Bani Amir bin Luay
kepada Rasulullah. Di saat Rasulullah melihat kedatangannya beliau bersabda: "Orang ini
pengkhianat" Di saat Mikraz bin Hafsh tiba di hadapan Rasulullah dan berbicara padanya, beliau
bersabda sebagaimana yang disabdakan kepada Budail bin Warqa' dan teman-temanya. lalu
Makraz bin Hafsh pun kembali kepada orang-orang Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa
yang disabdakan Rasulullah.147 ibid
Al-Hulais bin Alqamah Utusan Quraisy kepada Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata: Orang-orang Quraisy mengirim Al-Hulais bin Alqamah atau bin
Zabban kepada Rasulullah. Saat itu, Al-Hulais bin Alqamah yaitu pemimpin orang-orang Ahabisy (non
Arab) dan warga Bani Al-Harits bin Abdu Manat bin Kinanah. Tatkala melihat kedatangannya,
Rasulullah bersabda: "Orang ini berasal dari kaum yang taat beribadah maka tempatkan hewan
sembelihan di hadapannya agar ia bisa melihatnya. Tatkala Al-Husail bin Alqamah melihat hewan
sembelihan berdatangan kepadanya dari sisi samping lembah dengan kalung di lehernya sebagai
tanda akan disembelih dan bulu-bulunya telah habis akibat terlalu lama berada di tempat untuk
disembelih, ia bergegas kembali kepada orang-orang Quraisy dan tidak jadi menemui Rasulullah
sebab hormat terhadap apa yang dia saksikan. Ia ceritakan apa yang dilihatnya kepada orang-orang
Quraisy, lalu orang-orang Quraisy berkata kepadanya: "Duduklah, sebab engkau orang Arab
pedalaman yang tidak tau banyak ilmu."148 ibid
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr berkata kepadaku bahwa Al-Hulais bin Alqamah marah
besar saat mendengar perkataan orang-orang Quraisy. la berkata: "Hai orang-orang Quraisy, demi
Allah, kami bersepakat dan mengikat perjanjian dengan kalian bukan untuk hal seperti ini. Pantaskah
kalian larang orang yang bermaksud mengagungkan Baitullah? Demi Dzat yang jiwa Al-Hulais berada
di tangan-Nya, kalian izinkan Muhammad mengunjungi Baitullah atau aku keluar dari kalian bersama
orang-orang Ahabisy secara serentak." Orang-orang Quraisy berkata kepada Al-Hulais bin Alqamah:
"Sabarlah wahai Al-Hulais, sampai kami bisa mengambil keputusan yang terbaik bagi kami."
Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi Utusan Quraisy kepada Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata dalam haditsnya: sesudah itu orang-orang Quraisy mengutus
Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi untuk berjumpa dengan Rasulullah. Urwah bin Mas'ud berkata: "Hai
orang-orang Quraisy sungguh aku tahu kata-kata kasar dan buruk yang kalian sampaikan kepada
Muhammad melalui orang-orang yang kalian utus. Kalian tahu bahwa kalian yaitu orang tuaku
sedang aku anakmu, Urwah yaitu anak Subai'ah binti Abdu Sy'ams. Aku mendengar apa yang telah
menimpa kalian, maka aku kumpulkan orang-orang yang taat dari kaumku kepadaku, lalu aku
datang untuk membantu kalian dengan diriku sendiri." Orang-orang Quraisy berkata: "Benar. Engkau
bukanlah orang yang tertuduh di tempat kami." sesudah itu, Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi berangkat
ke tempat Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam. Pada saat tiba di hadapan Rasulullah, ia duduk
dihadapan beliau seraya berkata: "Hai Muhammad, apakah engkau kumpulkan orang banyak untuk
membunuh keluarga besarmu? Sungguh orang-orang Quraisy telah keluar dengan membawa alat
pelindung serta mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit-kulit harimau. Mereka bersumpah untuk
melarangmu masuk ke tempat mereka selama-lamanya. Demi Allah, sepertinya kami lihat pengikut
kalian akan meninggalkanmu besok pagi."
Abu Bakar Ash-Shiddiq yang duduk di belakang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata:
"Lancang sekali kau. Apakah kamu mengira kami akan meninggalkan beliau?" Urwa bin Mas'ud Ats-
Tsaqafi berkata: "Siapa dia, wahai Muhammad?" Beliau menjawab: "Dia anak Abu Quhafah."
Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi berkata: "Demi Allah, andai aku tidak memiliki hutang budi padanya,
pasti aku balas ucapannya dengan ucapan yang jauh lebih menyakitkan, namun perkataanku ini sudah
kuanggap cukup." Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi berusaha memegang jenggot Rasulullah Shallalahu
'alaihi wa Sallam sambil berbicara dengan beliau. Al-Mughirah bin Syu'bah yang tatkala itu berada di
depan Rasulullah berupaya menghalau tangan Urwah bin Masud dengan memukulkan pedang ke
tangannya, seraya berkata: "Turunkan tanganmu dari wajah Rasulullah sebelum pedang ini
mengenaimu." Urwah bin Mas'ud Ats Tsaqafi berkata: "Celakalah engkau. Alangkah kasarnya engkau!"
Rasulullah tersenyum. Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi berkata kepada beliau: "Siapakah dia, hai
Muhammad?" Rasulullah menjawab: Dia anak saudaramu, yaitu Al-Mughirah bin Syu'bah." Urwah bin
Masud berkata: "Hai pengkhianat, bukankah aku baru membersihkan aibmu kemarin."149 ibid
Ibnu Hisyam berkata: Dengan perkataan itu, Urwah bin Mas'ud Ats Tsaqafi hendak menjelaskan
bahwa Al-Mughirah bin Syu-bah sebelum masuk Islam telah membunuh tiga belas orang dari keluarga
Tsakif keturunan Bani Malik. Akibatnya kabilah Bani Malik yang tidak lain yaitu keluarga korban dan
kabilah A1 Ahlaf keluarga Al-Mughirah bin Syu'bah marah, lalu Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi
memberi diyat kepada ketiga belas keluarga korban dan persoalanpun tuntas.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata: lalu Rasulullah menjelaskan kepada Urwah bin Mas'ud
Ats-Tsaqafi seperti yang telah beliau jelaskan kepada teman-teman Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi
sebelumnya bahwa beliau datang bukan untuk tujuan perang. lalu Urwah bin Mas'ud Ats-
Tsaqafi beranjak dari tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam namun sebelum itu, ia menyak
sikan apa yang dilakukan oleh para sahabat t