Induk agama Islam 2

 


g dhuahyulan kepndnku, .,, (Al-An,am: 50).

Allah memerintahkannya untuk berkata,

e S'l' "; ;ii'c,ti j.l.ji @ 6I, 1; (, K Ayfi j-L,y y

{6{r@$&,4ri

" Kntnleonlnl4 'sesungguhnya aku tidnk kuasn mendntangkan suatu

keruudnrntan pun kepadnmu dnn tidak (puln) suntu kemnnfaatnn.' Kata-

knnlnlL 'sesunggulmya aku, sekali-kali tiada seornng pun dapat melin-

Allah memerintahkannya untuk berkata,

syk;L# 3;t,ii e;i?;:t-{;1i;i} 6)+3J 3;,i<j }

dungtku dai (azab) Allah dnn seknli-kali aku ti-adn akan memperoleh tempat

berlindung selain dai padaNya.' Akan tetapi (aku hnnya) menyampaiknn

(peringatan), " (AI-Jin : 21,-23).

{1 ftecuali), yaitu  pengecualian yang munqathi' (terpisah).

Sehingga maknanya, akan tetapi aku hanyalah menyampaikan risa-

lah dari Allah.

Kesimpulannya yaitu , bahwa Muhammad hanyalah hamba

Allah, predikat beliau sebagai hamba ini mempunyai konsekuensi

bahwa beliau tidak memiliki hak sedikit pun dari hak-hakrububiyah

(ketuhanan).

Jika kedudukan Muhammad sebagai Rasulullah yaitu  demi-

kian, maka bagaimana menurut Anda dengan hamba Allah yang

lain? Jelas mereka tidak memiliki kuasa untuk mendatangkan man-

faat dan mudarat, tidak untuk diri mereka sendiri dan tidak pula

untuk orang lain, selama-lamanya. Dengan ini jelaslah bagi kita

kebodohan orang-orang yang berdoa kepada selain Allah, dari

kalangan para wali dan lain-lain.

l9l. u;-r: (Dan utusanNya) ini juga sifat yang tidak dimiliki

seorang pun setelah Rasulullah Si, karena beliau yaitu  penutup

para Nabi, beliau yaitu  utusan Allah yang mencapai suatu tempat

yang tidak dicapai oleh seorang pun, bahkan dari kalangan malaikat

sebatas pengetahuan kami kecuali para malaikat penopang Arasy.

Beliau sampai di atas langit ketujuh. Beliau sampai di tempat di

mana beliau mendengar gesekan pena takdir, yang dengannya

Allah menetapkan urusan makhlukNya. Tak seorang pun sebatas

pengetahuan kami yang sampai ke derajat ini. Allah berbicara lang-

sung dengan beliau tanpa perantara, Allah mengutusNya kepada

seluruh makhluk, mendukungnya dengan mukjizat-mukjizat agung

yang tidak diberikan kepada manusia atau seorang Rasul pun, yaitu

al-Qur'an yar.g agung ini, di mana tidak satu pun mukjizat para

Nabi terdahulu yang menandinginya.

Oleh karena itu Allah berfirman,

6-q-t $'., U.\i 4S'.*; i3-i.r" u4; J|1SAGJ Y

4,'4 t$.,t ?ii it{,; \7j-6 4 ii @ 3,;'Ai,

ffi ffi

"Dan ornngorang kafr Mal*ah berluta, ,Mengapa tidak diturunkan

lcepadanya mukjizat-mukjizat dni ruhannya?' Kataknnlart,' sesungguhnya

ntukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku

lunya seorang pentberi peingatan yang nyata.' Dan apakah tidak cukup

bagi mereka bahtuasanya Kami telah menurunknn kepndnmu al-Kitab (al-

Qur'an) sednng dia dibacskan kepada merekn?,, (Al-Ankabue 50-51).

Ini mencukupi segala sesuatu, bagi orang yangmemiliki hati

atau menggunakan pendengarannya dan dia menyaksikan. Adapun

orang yang berpaling, maka dia akan mengucapkan apa yang di-

ucapkan oleh para pendahulunya, ,,Ini yaitu  dongeng orang-orang

terdahulu."

Intinya yaitu , bahwa Muhammad yaitu  Rasulu[ah dan

penutup para Nabi. Dengan beliau Allah menutup kenabian dan

kerasulan sekaligus, karena jika kenabian yang lebih umum dari-

pada kerasulan telah tiada maka kerasulan yang lebih khusus dari-

pada kenabian otomatis juga tidak ada karena lenyapnya yang

umum berkonsekuensi kepada lenyapnya yang khusus. Rasulullah

& yaitu  penutup para Nabi.

tlOI. * br -i; Vtatna terbaik dari shalawat Allah kepada

beliau yaitu , apa yang diucapkan oleh Abul Ariyah, dia bertata,

"shalawat Auah kepada RasulNya yaitu  sanjunganNya kepadanya

di hadapan malaikat-malaikatNya yang tertinggi."

Adapun orang yang menafsirkan shalawat Allah kepada Nabi

yaitu  rahmatNya, maka pendapatrya tersebut lemah, karena rahmat

Allah untuk setiap orang. oleh karena itu para ulama bersepakat

dibolehkannya mengatakan, "semoga Allah merahmati fulan.,, pada

saat yang sama mereka berselisih tentang dibolehkannya meng-

ucapkan, "Semoga shalawat Allah tercurah kepada fulan.,' Ini me-

nunjukkan bahwa shalawat bukanlah rahmat. Ditambah lagi dengan

Firman Allah,

{is;rC;i'3fur*+f y

" Merekn itulah yang mendapat berluh yang sempurna dan rahmat

dan Rabb mereka." (Al-Baqarah: 157).

Di sini rahmat dtnthnfkan (dirangkaikan) dengan shalawat dan

athaf menunjukkan perbedaan, jadi shalawat lebih khusus daripada

rahmat, maka shalawat Allah kepada RasulNya yaitu  puiianNya

kepadanya di hadapan malaikat-malaikat yang tit ggr.

t1U. lli *JEi (Kepada keluarganya) keluarga Nabi di sini yaitu 

para pengikut agamanya. Makna ini jika disebutkan keluarga secara

sendiri atau digabung dengan sahabaU maka ia bermakna Para Peng-

ikut agamanya sejak Nabi diangkat sampai Hari Kiamat. Dalil yang

menunjukkan bahwa gi (keluarga) di sini berarti para pengikut agama,

yaitu  oleh Firman Allah,

''A 5yc 3r; 6+"s i;tti ilt i;;ir*; 63L W < uy;,6i y

{@ at:i1i

" IQpadn mereka dinrtmpal*an rcraka padn pagt dan petang, dan padn

lui terladinya Kiamat. (Dikatakan lnpodo malailat),' Masul<knnlah Fir' aun

dan kaumnya ke dalam azab yang sangat lceras' ' " (Al-Mu'minun: 46)'

Yakni orang-orang yang mengikuti agamanya.

Lain halnya jika Ji (keluarga) dirangkai dengan para pengikut

sekaligus, sebagaimana dikatakan, "Kepada keluarganya dan para

pengikutrya.,' Maka yang dimaksud dengan keluarga di sini yaitu 

Alul Bait, keluarga Rasulullah #.

Di sini syaikhul Islam tidak mencantumkan para pengikut,

dia hanya berkata, ryr !i (keluarganya dan sahabatnya). Maka

kami menyatakan bahwa keluarga beliau di sini yaitu  para Peng-

ikut agamanya. Adapun sahabat, maka dia yaitu  semua orang

yang bertemu Nabi s, beriman kepadanya dan mati di atas iman.

Dinthafkannya (diindukkannya) sahabat kepada keluarga

di sini termasuk athaf yang khusus kepada yang umum karena

sahabat tebih khusus dari sekedar pengikut.

ll2l. tu-yt-A*6i;; "Salam" mengandung keselamatan dari

segala keburukan dan musibah. Shalawat mengandung tercapai-

nya segala kebaikan. Dengan kata-kata ini syaikhul Islam mengga-

bungkan antara permohonan kepada Allah agar mewujudkan

kebaikan-kebaikan untuk NabNya -terkhusus pujiannya kepadanya

di hadapan malaikat-malaikat yang tertinggi- dan melindunginya

dari segala keburukan dan musibah. Begitu pula untuk para peng-

ikutnya.

Kata "shalawat" dan,,salam,' dari segi lafazh berbenfuk berita

akan tetapi dari segi makna berbentuk permohonan karena maksud-

nya yaitu  doa.

[15]. Ucapannya: ru-y $anglebih) artinya tambahan atau yang

lebih, maksudnya yaitu  ialam yang lebih diripada shalawat. Maka

ia yaitu  doa dengan keselamatan setelah shalawat.

Rasul menurut ulama yaitu  orang yang diwahyukan kepada-

nya dengan syariat dan diperintahkan untuk menyampaikannya.

Beliau diangkat sebagai Nabi dengan ilr aan sebagai Rasul

dengan al-Muddatstsir. Dengan Firman Allah,

'* a;ti@'if'li 4t'r;t@ *, i;rii';iI@ o" oit,t; i;fi *

(@'Ei6(;'iit;@ttu

" Bacalah dengan (menyebut) nam, Rabbmu yang menciptakan.

Dia telnh menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacal,ah, dan

Rabbmulah Ynng Paling Pemurah. yang mengajar (manusia) dengan

pernntnrann qalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang

tidnk diketahuinyn." (Al-'Alaq: L-5), beliau menjadi seorang nabi.

Dan dengan Firman Allah,

(@ ji'ti@ ,';r,tis.y

" Hai ornng yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah

peingntan!" (Al-Muddatstsir: 1.-2), beliau menjadi seorang Rasul.

ooo

'n' 1;t;46 l-lr "pl 

lu)vt$l

Amma ba'du,$l maka inl(z) 6{atah keyakinan (i'tiqad)ta) golo-

ngan(l) yang selamat(s) yang mendapat pertolongan,(6 samPai Hari

Kiamat(4; Ahlus Sunnah wal |ama'ah(a)

IU. i^i r.:i. ui (adapun), ini yaitu  pengganti isim syarat dan

fi'ilnya, asum'sinya yaitu  A;J b F-u+, (bagaimana Pun atau apa

pun urusannya).

Maka ucapan mereka "ammaba'du" berarti, bagaimanaPun

atau apa pun urusannya sesudah ini, maka ini yaitu  begini.

Berdasarkan ini, maka fu.ngsifa'yaitu  penghubung bagr kata

yang menjadi jawaban bagi ui. Dan kalimat yang jatuh sesudah/a'

berada dalam posisi jazm sebagai jawab syarat. Menurutku, ada

kemungkinan lain untuk "Amma ba'du, maka ini..." yaitu bahwa ui

sebagai huruf syarat dan tafshil (perincian) atau huruf syarat saia

tanpa tafshil, maka ucapan selengkapnya yaitu  "Adapun setelah

menyebutkan hal ini, maka aku menyebutkan yang berikut ini."

Dalam kemungkinan ini kita tidak perlu memperkirakan adanya

fi'il syarat, lalu kita katakan bahwa t-li yaitu  huruf yang berdiri

menggantikan kalimat.

t2]. rr+ (maka ini) yaitu  isyarat kepada sesuatu yang ada'

Pada waktu saya berkata, "Ini -.." berarti aku menuniuk kepada

sesuatu yang riil lagi nYata.

Di sini penulis mencantumkan khutbah (pengantar) sebelum

kitab, ia belum hadir di alam nyata. Bagaimana bisa demikian?

Aku katakan, bahwa para ulama menyatakan, jika penulis

telah menulis kitab baru, setelah itu dia menulis mukadimah dan

khutbah, maka apa yang dia tunjuk yaitu  sesuatu yang ada lagi

nyata, ini tidak ada persoalan. Jika penulis belum menulis maka

dia mengisyaratkan kepada makna-makna yang ada di benaknya

yang akan dia tulis di buku bersangkutan. Menurutku dalam hal

ini ada kemungkinan ketiga, yaitu bahwa penulis mengatakan hal

Aq J|oai3^zk)t

(')i:+li1l urugt,')lusl (t)liii ,("i^l tj1

ffi ffi

ini dengan melihat kepada keadaan lawan bicaranya, di mana penulis

tidak berbicara kepadanya kecuali kitab itu telah muncul dan lahir.

Jadi seolah-olah penulis berkata, "Maka yang ada di hadapanku

yaitu  begini dan begini..."

]adi ada tiga kemungkinan.

t3l. 3u+! (keyakinan), w azart ir.jr aa.i asal kata iiji yang berarti

mengikat dan mengencangkan. Ini dari segi pecahan kata (sharafl.

Adapun secara istilah, maka menurut mereka, i'tikad yaitu  hukum

akal yang pasti. Dikatakan tts .>t;cit (aku meyakini ini), yakni aku

memastikan ini di dalam hatiku. Jadi ia yaitu  keputusan hati yang

pasti. Jika ia sesuai dengan kenyataan, maka ia benar (shahih), jika

menyelisihinya, maka ia rusak. Keyakinan kita bahwa Allah Esa

yaitu  benar dan keyakinan orang-orang Nasrani bahwa Allah

yaitu  satu dari tiga oknum yaitu  batil, karena ia menyelisihi

kenyataan. Hubungan makna secara istilah dengan makna secara

bahasa yaitu  jelas, karena orang yang meyakini sesuatu di dalam

hatinya seolah-olah dia mengikabrya dengan kuat sehinggaia tidak

lepas darinya.

l4l. u,;J1 denganfa'dibaca kasrah, berarti golongan (ritL)i),

Firman Allah,

qW&Fi,fin*J6*

" Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di nntara mereka

bebernpa orang. " (At-Taub ah: 122).

Adapun iill dengan/a'dibaca dhammah. maka ia dari.-ir;yi

(perpecahan).

15]. L[J1: lsim fa'il dari ri;, yang bermakna selamat, yaitu di

dunia selamat dan bebas dari bid'ah dan di akhirat selamat dari api

neraka.

Makna

4a

.;j--t; Y! ;

bahwa sabda Nabi M,

,, . t Lc t

,.$y jb":rJ g)3.Jt UYt erp o;;*

'ini yaitu 

- t.

UJt ,j qs

)

.cs,t;a\, 4.1 $ v J4 *G ;ts c ,Jv tlrt Ji\ V ,e i trtt

ffi ffi

"Umnt ini nlan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, smun-

nya di neraka, kecuali slht." Mereka bertanya, " Siapa golongan itu ya

Rasulullah?" Nabi bersabdt, " Mereka yaitu  orang yang berpijak pnda

ajaran yang aku dan sahabatku pegang."l

Hadits ini menjelaskan makna i;-Ul lyang selamat). Barang-

siapa yang berpegang pada atas ajaran yang sama dengan ajaran

Nabi dan sahabat-sahabatnya, maka ia selamat dari bid'ah. Sabda-

nya, " semuanya di neraka kecuali satu," jika ia selamat dari neraka.

]adi keselamatan disini yaitu  keselamatan dari bid'ah di dunia

dan keselamatan dari api neraka di akhirat.

16l.';.,:-z:si (yang mendapat pertolongan): Penulis mengung-

kapkan dengannya karena ia sesuai dengan hadits di mana Nabi

bersabda,

.Gtv 4t -c ,*i U ekt

" Aknn sennntiasn ada sekelompok orang dai umatku yang tegnk di

atas lcebenaran dalam keadaan menang."2 Menang berarti mendapat

pertolongan berdasarkan Firman Allah ult5,

{ @ riLt;;ft eri; 

g tfr6.l16ir }

" Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman

dnlnm rnenghadapi musuh-musuh merekn, lalu mereka nunj ndi orang-orang

yang menang. " (Ash-Shaf: 14).

Yang menolongnya yaitu  Allah, para malaikat dan orang-

orang yang beriman, maka kelompok tersebut selalu diberi keme-

nangan sampai Hari Kiamat, golongan itu mendapat pertolongan

dari Allah, para malaikat dan hamba-hamba Allah yang beriman

bahkan seseorang mungkin saja ditolong dengan jin, ia fiin) meno-

longnya dan menakut-nakuti musuhnya.

l7l. ibtit aq d\ (sampai Hari Kiamat), yakni ia selalu dime-

nangkan sampai Hari Kiamat tiba.

I Diriwayatkan oleh at-T1rmidzi, Kitab al-Iman, fub Ma Ja'a Fi lftiraq Hazdihi al-Ummah, dan al'

Lalika'i dalam Syarfi ftiqad Ahlus Sunnah, no. t47 dan al-Hakim U129.

2 Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Manaqib, 1ab 1u'al al-Musyrikin an Yuiyahum an-Nabi

* ayak dan Muslim, Kitab al-Imarah, Bab Qauluhu *: La Tazalu thaifatun....'

3;i

Di sini muncul pertanyaan, yaitu bahwa Rasulullah ffi telah

mengabarkan bahwa Kiamat tiba pada waktu manusia telah menjadi

manusia buruk,l Kiamat tidak datang sehingga tidak ada lagi yang

mengucapkan, "Allah, Alla[,"2 maka bagaimana menggabungkan

hal ini dengan ucapan syaikhul Islam, "Sampai Hari Kiamat."

)awabannya: Bahwa yang dimaksud dengan "sampai Hari

Kiamat" yaitu  sampai menjelang Hari Kiamat, berdasarkan sabda

Nabi, lnr yi i..tv-,;"seiingga datanglih keputusan dni Allah." Atau mak-

sudnya yaitu , "Sampai Kiamat mereka" dan yang dimaksud de-

ngan Kiamat di sini yaitu  kematian, karena siapa yang mati maka

kiamatnya telah datang. Akan tetapi penafsiran yang pertama lebih

dekat. Jadi mereka mendapat pertolongan (kemenangan) sampai

menjelang Hari Kiamat. Kami memakai takwil ini karena adanya

dalil, dan takwil berdasarkan dalil dibolehkan, karena semuanya

yaitu  dari Allah.

t8l.sr+"lr; ;rjlt Ji;mereka dinisbatkan kepada "sunnah", karena

mereka berpegang teguh dengannya dan mereka disebut "jamaah",

karena mereka bersafu padu di atasnya.

Jika Anda mengatakan, bagaimana dikatakan Ahlus Sunnah

wal Jama'ah, karena mereka yaitu  jamaah. Bagaimana sesuatu bisa

disandarkan kepada dirinya sendiri?

)awabannya: Pada dasarnya arti kata jamaah yaitu  berkum-

pul (bersatu). Ia yaitu  isim mashdar, ini pada dasarnya, kemudian

dari dasar ini dipindah pemakaiannya menjadi kaum yang ber-

kumpul. ]adi makna Ahlus Sunnah walJama'ah yaitu  Ahlus Sunnah

wal Ijtima'. Mereka diberi nama Ahlus Sunnah, karena mereka

berpegang kepadanya dan jamaah karena mereka bersatu di atasnya.

Oleh karena itu, golongan ini tidak terpecah-belah seperti yang

terjadi pada ahli bid'ah. Kita lihat ahli bid'ah: seperti Jahmiyah,

terpecah belah, Mu'tazilah terpecah belah, Rafidhah terpecah belah,

ahli fa'tldl pun terpecah belah. Lain halnya dengan golongan ini, ia

bersatu di atas kebenaran, meskipun tetap terjadi perbedaan, akan

tetapi perbedaan yang tidak menimbulkan mudarat, ia yaitu  per-

1 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Fitan, Bab Qwbi as-Sa'ah.

2 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Ina4 Bab Dzahab al-Iman Fi Akhiri az-Zanan.

bedaan di mana sebagian tidak menyatakan sebagian yang lain sesat

karenanya. Artinya, dada mereka tetap lapang karenanya. Benar,

mereka pun berbeda pendapat dalam perkara-perkara yang ber-

kaitan dengan akidah seperti apakah Nabi melihat Allah dengan

matanya atau tidak? Atau apakah siksa kubur untuk jasad dan ruh

atau untuk ruh saja? Dan masalah-masalah yang lain di mana mereka

berbeda pendapat padanya akan tetapi ia yaitu  masalah-masalah

yang bisa dikatakan furu' (cabang) jika dibandingkan dengan yang

ushul (pokok), ia tidak termasuk ushul. Di samping itu walaupun

mereka berbeda pendapat mereka tidak saling menyatakan bahwa

penyelisihnya yaitu  sesat, lain urusannya dengan ahli bid'ah.

]adi, mereka berkumpul di atas sunnah, maka mereka yaitu 

Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Dari ucapan penulis 6,,1,r- diketahui bahwa orang yang me-

nyelisihi jalan mereka tidak termasuk ke dalam golongan Ahlus

Sururah wal Jama'ah. Asy'ariyah dan Maturidiyah misalnya mereka

tidak dianggap sebagai Ahlus Sunnah wal lama'ah dalam hal ini,

karena mereka menyelisihi ajaran Nabi dan para sahabat beliau

dalam memahami sifat-sifat Allah berdasarkan hakikat sebenamya.

Dari sini jelas tidak benar orang mengatakan bahwa Ahlus

Sunnah wal ]ama'ah yaitu  Salafiyun, Asy'ariyah dan Maturidiyah.

Ini salah. Kami katakan, mana mungkin ketiganya yaitu  Ahlus

Sururah sedangkan mereka berselisih? Bukankah sesudah kebenaran

yaitu  kesesatan? Mana mungkin mereka semua yaitu  Ahlus

Sunnah wal Jama'ah, sedangkan sebagian membantah sebagian

yang lain? Ini jelas tidak mungkin kecuali jika menggabungkan

antara dua perkarayang bertentangan yaitu  mungkin, maka itu

benar, karena jika tidak, maka Ahlus Sunnah dari mereka hanyalah

satu, siapa dia? Asy'ariyah atau Maturidiyah atau Salafiyah? Jawab-

nya, siapa ytmg sesuai dengan Sururah, maka dialah Ahlus Sunnah

dan siapa yang menyelisihinya, maka dia bukan Ahlus Sunnah.

Di sini kami katakan bahwa Salafilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah,

gelar ini tidak bisa diberikan kecuali kepada mereka selama-lamanya.

Suatu kata ditimbang dengan makna yang dikandungnya. Lihatlah,

bagaimana mungkin orang yang menyelisihi Sunnah disebut Ahlus

Sunnah? Mustahil! Bagaimana mungkin dikatakan tentang tiga

S W4a/" d Sr1"/r'l,Y a,sttAula /.,

golongan yang berselisih bahwa mereka bersatu? Mana persatuan-

nya? Ahlus Sunnah wal Jama'ah yaitu  Salaf itu sendiri dari segi

akidah. Ia mencakup orang-orang yang datang berikutnya asalkan

dia berpegang pada ajaran Nabi dan para sahabaf dia yaitu  salafi.

ooo

q g-rJt3 {')Ll3: l'ry*: ,r')c5ls.ivi ,',,.rtr ir;;yr ,j;

iu'y?, ry7,', yti)q iki)r; li,qllt

Ia (i'tiqad Ahlus Sunnah) yaitu  beriman kepada [lla}r(r),

malaikat-malaikatNya(z), kitab-kitabNya(3), rasul-rasulNya(r),

kebangkitan setelah kematian(s), dan beriman kepada qadar (o),

yang baik dan yang buruk.(z)

[1]. Pokok akidah ini diletakkan oleh Nabi ffi untuk kita

dalam jawaban beliau atas pertanyaan ]ibril yang bertanya, apa-

kah Islam? Apakah iman? Apakah ihsan? Dan kapan Kiamat? Nabi

menjawab tentang iman,

et' )'l;i,l| ,iit p$t3,*J'-:,y.:s3 ,9qs,>q qx\ by ;ti

efr

" Hendoknyn kanur beriman kepnda Allah, malnikat-malnikatNya,

kitnb-kitnbNyn, Rnsul-rnsulNya, Hari Akhir dan tskdir baik dan buruk-

fiya.tt7

et..Jkj)i (beriman kepada Allah).,, Iman dari segi bahasa me-

nurut banyak kalangan yaitu  membenarkan. Aku membenarkan

dan aku beriman yaitu  satu makna. Telah kami jelaskan dalam

tafsir bahwa pendapat ini tidak shahih. Akan tetapi yang shahih,

iman menurut bahasa yaitu  menetapkan sesuafu karena membenar-

kannya. Buktinya yaitu , bahwa Anda berkata, "Aku beriman

kepada ini, atau aku menetapkan ini atau aku membenarkan fulan,

dan Anda tidak berkata aku beriman kepada fulan.

Jadi iman mengandung arti yang lebih dari sekedar membe-

t Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Iman, Bab Bayan Arkan at-Islam wa al-Iman.

narkan. Ia yaitu  pengakuan yang berkonsekuensi kepada sikap

menerima berita dan tunduk kepada hukum. Inilah iman. Kalau

sekedar kamu beriman bahwa Allah itu ada, maka ini bukanlah

iman, sampai keimanan tersebut berkonsekuensi kepada sikap

menerima berita dan tunduk kepada hukum, jika tidak maka ia

bukan iman.

Beriman kepada Allah mengandung empat perkara:

L. Beriman kepada adanya Allah $9.

2. Beriman kepada rububiynltNya, yakni Dialah satu-satu yang

menyandang hak rububiynh.

3. Beriman kepada uluhiynhNya, yakni Dialah satu-satunyayang

berhak diibadahi.

4. Beriman kepada Asma' dan SifatNya.

Iman tidak mungkin terwujud kecuali dengan semua itu.

Barangsiapa yang tidak beriman kepada adanya Allah, maka

dia bukanlah seorang Mukmin. Siapa yang beriman kepada adanya

Allah, tetapi tidak beriman bahwa satu-satunya yang menyandang

hak rububiyah yaitu  Allah, maka dia bukan seorang Mukmin.

Barangsiapa beriman bahwa satu-satunya pemilik rububiyah yaitu 

Allah, akan tetapi tidak beriman bahwa satu-satunyayangberhak

diibadahi yaitu  Allah, maka dia bukan seorang Mukmin. Barang-

siapa beriman bahwa satu-satunya pemilik rububiynh dan ululiyah

yaitu  Allah, akan tetapi dia tidak beriman kepada Asma' dan Sifat

Allah, maka dia bukan seorang Mukmin, meskipun yang terakhir

ini bisa menghilangkan iman secara total dan bisa pula hanya meng-

hilangkan kesempurnaan iman.

Iman kepada adanya Allah:

Jika ada yang bertanya, apa dalil yang menunjukkan adanya

Allah?

Kami jawab: Dalil atas wujud Allah yaitu  akal, indra dan

syara'.

Tiga hal ini semuanya menunjukkan adanya Allah. Kalau Anda

mau, maka bisa menambahkan fitrah. Jadi bukti atas wujud Allah

ada empat: akal, indra, fitrah dan syara'. Kami menyebut syara' di

bagian akhir, bukan karena ia tidak berhak dikedepankan, akan tetapi

SWu/" dsrleh'W"cmarh

karena kita berbicara kepada orang yang tidak beriman kepada

syara'.

O Adapun dalil akal, maka kita katakan, apakah keberadaan

semua yang ada ini dengan sendirinya atau ia ada secara tiba-tiba?

Kalau Anda menjawab, ada dengan sendirinya, maka itu mus-

tahil secara akal selama ia tidak ada, mana mungkin ia ada sedang-

kan ia tidak ada? Yang tidak ada bukanlah sesuatu sehingga ia

diadakan. Jadi mustahil ia mengadakan dirinya sendiri. Kalau kamu

menjawab, ia ada secara tiba-tiba, maka itu juga mustahil. Hai orang

yang mengingkari, apakah pesawat terbang, rudal, mobil dan per-

lengkapan dengan segala macam bentuknya, apakah semua ini ada

secara tiba-tiba? Dia pasti menjawab tidak mungkin. Maka sama

halnya dengan burung-burun& gunung-gunung, matahari, rembulan,

bintang-bintang, pohon, batu, pasir, laut dan sebagainya. Tidak

mungkin ia ada secara tiba-tiba.

Dikisahkan ada sekelompok orang dari aliran (sekte) Suma-

niyah (yurg atheis) yang berasal dari India, datang kepada Imam

Abu Hanifah 

"1r,1*z, 

mereka mendebat Abu Hanifah dalam penetapan

adanya pencipta. Abu Hanifah sendiri termasuk di antara ulama

yang sangat cerdas. Dia menjanjikan agar mereka datang satu atau

dua hari mendatang. Pada hari yang disepakati mereka datang.

Mereka bertanya kepada Abu Hanifah, "Apa jawabanmu?,, Abu

Hanifah menjawab, "Aku sedang memikirkan sebuah perahu yang

sarat dengan muatan dan makanan. Ia membelah air sampai ia me-

rapat di pelabuhan. Ia pulang pergi dengan muatan yang sarat akan

tetapi tidak ada nahkodanya dan tidak ada ABKnya.

Mereka berkata, "lni y*g kamu pikirkan?" Abu Hanifah men-

jawab, "Benar." Mereka berkata, "Kalau begifu kamu tidak berakal.

Apakah masuk akal ada perahu yang datang pulang pergi tanpa

nahkoda? Ini tidak masuk akal." Abu Hanifah berkata, ,,Bagaimana

kalian tidak mengerti ini sedang kalian mengerti bahwa langit,

matahari, rembulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon,

binatang dan semua manusia tanpa pencipta?', Mereka pun tahu

bahwa Abu Hanifah berbicara kepada mereka dengan cara berpikir

mereka sendiri. Mereka pun tak mampu menjawabnya.

Seorang Arab pedalaman ditanya, "Dengan apa kamu me-

6*6

ngetahui Tuhanmu?" Dia menjawab, "Jeiak kaki yaitu  bukti adanya

orang yang pemah berjalan. Kotoran unta yaitu  bukti adanya unta.

Maka langit dengan bintang-bintangnye bumi dengan jalan-jalannya

dan laut dengan ombaknya, apakah itu tidak menunjukkan adanya

DzatyangMaha Mendengar lagi Maha Melihat?"

Oleh karena itu Allah berfirman t

{@ <,A$rifir,;;ab${Y

" Apnknh mereka diciptaknn tanpn sesuatu pun ataukah mereka yang

menciptakan (diri mereka sendii) 7" (At-Thur: 35).

Jadi secara pasti akal membuktikan adanya Allah.

O Adapun dalil indra yang menunjukkan adanya Allah yaitu 

dikabulkannya doa seseorang dimana dia berkata, "Ya Rabbi," dia

memohon sesuatu kemudian permohonarurya dikabulkan. Ini yaitu 

bukti riil, dia sendiri tidak berdoa kecuali kepada Allah lalu Allah

mengabulkan doanya dan dia melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Kita pun telah mendengar orang-orang yang telah mendahului kita

dan orang-orang di zaman ini, bahwa Allah mengabulkan doanya.

Ketika Rasulullah sedang berkhutbah, masuklah seorang Arab

badui, dia berkata, "F{arta benda telah hancur, jalan-jalan pun telah

terputus. Berdoalah kepada Allah agar menurunkan huian kepada

kami." Anas berkata, "Demi Allah, di langit tidak ada awan bahkan

secuil pun tidak ada, antara kami dengan Sala' -gunung Madinah

yang dari arahnya awan muncul- tidak ada rumah atau tempat

tinggal... sejurus setelah doa Rasulullah, muncullah awan tebal

seperti perisai. Ia naik ke langit, mengembang lalu terlihat kilat

dan terdengar guruh maka hujan pun turun. Rasulullah belumlah

turun (dari mimbar), kecuali air hujan menetes dari jenggot beliau."l

Ini yaitu  perkara 

"iil 

yang menunjukkan secara nyata adanya

pencipta dan itu yaitu  dalil indrawi.

Hal seperti ini di dalam al-Qur'an banyak didapatkan, seperti

oili Fl e5 Ai|# 5 i5 a"(';y-4. i{ry

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Istisqa', Bab al-Istisqa' Fi Khutbah al-Jum'at Muslim,

Kitab Shalat al-Istisqa' , 1ab ad-Du'a' ft al4stisqa'.

{,1i6_#:,6

"Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Rabbnya, '(Ya

Tuhnnku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau yaitu 

Rabb yang Maha Penyayang di antnra smua yangrynyayang.' Mala Kami

pun memperl<enankan seruannya itu." (Al-Anbiya': 83-84). Dan ayat-

ayat lain yang banyak.

O Adapun dalil fitrah, maka mayoritas manusia di mana fitrah

mereka tidak menyimpang, beriman kepada adanya Allah, bahkan

ternak yang bisu pun beriman kepada wujud Allah. Kisah semut

dengan Nabi Sulaiman -BW menunjukkan hal itu. Suatu kali Su-

laiman keluar untuk memohon hujan. Dia melihat seekor semut

telentang dengan mengangkat kakinya ke langit. Semut ini berkata,

"Ya Allah aku yaitu  salah satu makhlukMu, maka janganlah Engkau

menahan airMu dari kami." Sulaiman berkata, "Kita pulang, karena

kalian akan diturunkan air dengan doa selain kalian."

Fitrah (manusia) telah difitrahkan untuk mengenal dan men-

tauhidkan Allah.

Allah telah mengisyaratkan hal ini dalam FirmanNya,

5t 6 iI" i+t'#;,, ,r# ui-"|-q,u,x: A il;F

i @ :#\ii & (L Cy# it\jfi ;iq\$(J$r.

{ e=,i'n',i-i' (U) k n 6Vr.'{A try(,}t

"Dan (ingatlah), l<etika Rabbmu mengeluarkan l<eturunan atnk-annk

Adam dari stilbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiua

mereka (seraya berfirman), 'Bukankah Aku ini Rabbmu?' Mereka men-

jazoab, 'Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.' (Kami lakukan

yang demikian itu) agar di Hai Kiamat kamu tidak mengatakan, 'sesung-

guhnya kami (Bnni Adam) yaitu  orang-orang yang lengah terhadap ini

Qceesaan Allah),' atau agar kamu tidak mengatakan, 'sesungguhnya orang-

orang tua kami telah mempersekufukan Allah sejak dahulu, sedang kami

ini ndalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka,.', (Al-

A'raf:172-173).

Ayat ini menunjukkan bahwa fitrah manusia difitrahkan di

atas kesaksian terhadap adanya Allah danrububiyahnya. Sama saja,

ffi ffi

apakah kita katakan bahwa Allah mengeluarkan mereka dari pung-

gung Adam dan meminta kesaksian mereka atau kita katakan bahwa

itu yaitu  pengakuan yang Allah susun di dalam fitrahNya. Yang

jelas, ayat ini menunjukkan bahwa manusia mengenal Tuhannya

dengan fitrahnya.

O Adapun dalil syara', maka syariat Allah yang dibawa para

Rasul yang mengandung segala apa yang baik bagi manusia me-

nunjukkan bahwa yang menurunkannya yaitu  Tuhan yang Maha

Pengasih lagi Mahabijaksana, lebihJebih al-Qur'an yang mulia ini,

di mana tak seorang pun dari kalangan jin dan manusia yang mampu

menghadirkan kitab yang semisalnya.

Ini yaitu  empat dalil yang menunjukkan wujud Allah.

l2l. *.iui (malaikat-malaikatNya). is:xji yaitu  jamak dari

!J1, dan asal !J}r.; yaitu  UL karena ia dari kata is33$i yang dalam

bahasa berarti ilv)l, Firman Allah dIS,

4.'S' 3fiJ #{; r$ 16'$at yI$

"Yang menjadiknn malailat xbagai ufusan-utusan (untuk mengurus

berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada

yang) dua, tiga dan empat." (Fathir: L).

Malaikat yaitu  alam ghaib. A1lah menciptakan mereka dari

cahaya, Allah menjadikan mereka selalu taat dan tunduk kepada-

Nya. Masing-masing dari mereka memiliki tugas yang Allah khusus-

kan untuknya. Di antara tugas mereka yang kita ketahui yaitu :

Pertama, Jibril Ditugaskan mengemban wahyu, ia menyampai-

kan dari Allah kepada para Rasul.

Kedua,Israfil: Peniup sangkakala, di samping itu ia yaitu  salah

satu malaikat pemikul Arasy.

Ketiga, Mika'il: Yang ditugaskan mengurusi hujan dan tum-

buh-tumbuhan.

Ketiga malaikat ini bertugas mengurusi kehidupan. ]ibril ber-

tugas menyampaikan wahyu yang mengandung kehidupan hati.

Mikail pembagi hujan dan tumbuh-tumbuhan yang merupakan

kehidupan bumi dan Israfil peniup sangkakala yang menghidupkan

orang-orang pada Hari Kebangkitan.

Oleh karena itu Nabi bertawasul dengan rububiyah Allah ter-

hadap mereka pada doa iftitah dalam shalat malam. Nabi membaca,

# bte JLr;6 &-#.q q\U.Fr u*-;.E;l,{

"Ya Allah Rabb Jibil, Mikn'il dan lsrafl.Wahai Pencipta langit dan

bumi. Wahai Rabb yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Engkau

yang menjatuhknn hukum (untuk memutuskan) apa yang merela (orang-

orang kisten dan yahudi) pertentangknn. Tunjukknnlah aku pada lcebena-

rnn npa yang dipertentangkan dengan izin daiMu. Sesungguhnya Engkau

menunjukknn pada jalan yang lurus bagi orang yang Engkau kehendakL"l

Inilah doa yang Nabi ucapkan pada qiyamul lail dengan ber-

tawasul dengan rububiyah Allah terhadap mereka.

Kita juga mengetahui bahwa di antara malaikat ada yang di-

fugaskan mencabut nyawa manusia atau mencabut nyawa setiap

pemilik nyawa. Mereka yaitu  malaikat maut dan teman-temannya,

dan tidak perlu diberi niuna Izrarl, karena tidak ada dalil shahih dari

Nabi yang menyatakan bahwa namanya yaitu  lzrall.

Firman Allah rJtF,

( @'t tj-{ {) 6!r'Ai -!-fi\'{'A & $L{; b

" Sehingga apabila datang lcematian lcepada salah seorang di antara

kamu, ia dhuafatknn oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat

Knmi itu tidak melalaikan kezonjibannya." (Al-An'am: 61).

Juga Firman Allah ult$,

( & Ks"itngitil {'r;.:iy

" Katnknnlah, 'Malaikat maut yang diserali untuk (mencabut nya-

rua)mu nknn mematikanmu'. " (As-Sajdah: 11).

Firman Allah,

4,qt'wJ*'ii'[7-"'1 y

1 Diriwayatkan oleh Muslim, Ktab Shalat al-Musafirin, tub ad-Du'a' Fi Shalat al-Lail wa Qiyamihi.

" Allah memegang jhua (orang) ketikn matinya." (Az-Zumat: 42).

Tidak ada pertentangan di antara ketiga ayat di atas, karena

malaikat mencabut nyawa; jika malaikat maut mencabut nyawa

dari jasad, maka di sisinya ada malaikat-malaikat lain. Jika yang

bersangkutan yaitu  termasuk penduduk Surga maka para malaikat

tersebut membawa minyak wangi dan kafan dari surga. Mereka

mengambil ruh yang baik tersebut dan meletakkannya di kafan

tersebut lalu mereka naik membawanya kepada Allah sehingga

mereka tiba di hadapan Allah, kemudian Allah berfirman, "Catatlah

kitab hambaKu di llliyin (tempat tingg. dalam surga) dan kembalikanlah

ke bumi." Lalu ruh tersebut kembali ke jasadnya untuk menghadapi

ujian; siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa Nabimu? Jika

mayit tersebut bukan seorang Mukmin -naudzubillah- maka ma-

laikat maut turun difuingi malaikat dengan minyak busuk dan kafan

dari Neraka. Mereka mengambil nyawanya dan meletakkannya

di kafan tersebut, kemudian membawanya naik ke langit, akan tetapi

pintu langit ditutup di hadapannya dan ia pun dicampakkan di

bumi. Firman Allah tllS,

4@*rk

"Barangsiapa mernperykufulfin xsuafu dengan Allah, makn wolah-

olah ia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan

angin ke tempat yang jauh." (Al-Hajj: 31).

Kemudian Allah berfirman, "Tulislah kitab hambaKu di Sijjin."l

Semoga Allah memberi kita keselamatan.

Para malaikat tersebut bertugas mengambil nyawa dari ma-

laikat maut jika dia telah mencabutnya, malaikat mautlah yang

secara langsung mencabut nyawa, jadi tidak ada pertentangan dan

yang memerintahkan yaitu  Atlah. Jadi pada hakikahrya Allahlah

yang mewafatkan.

I Diriwayatkan oleh Ahmad 412871 lflu Dawud, Kbb as-Sunnah, &b Fi al-Mas'atati Fi atQabri

al-Hakim L193, dia berkata, "Shahih berdasarkan syarat asy-Syaikhain," dan disetujui oleh

adz-Dzahabi. Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Ahmad dan rawi-rawinya yaitu  rawi-

ra,wi ash-firahrh.'3149.

cAi *"# 5;;$i i3ffi ;t3i (. A;:K 4i;r33.;'y

ffi ffi

Di antara mereka terdapat malaikat-malaikat yang berkeliling

di muka bumi mencari halaqah-halaqah dzikir, jika mereka mene-

mukan halaqah dzikir dan ilmu, maka mereka pun ikut duduk.l

Ada pula malaikat-malaikat yang mencatat amal manusia,

{ @'$frv, i';.u".@ iSgtt@ :*iL'W "r1y

"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang

mengazoasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pe-

l<erjaan-peleerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu l<crjalan."

(A1-Infithar: 10-12).

(@ 3*,$ilfu$cW.vy

*Tinda suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dckat-

nya malaikat yngaruas yang selalu hadir." (Qaaf: 18).

Salah seorang sahabat dan murid Imam Ahmad datang men-

jenguk Imam Ahmad 'i;W yang sedang sakit, dia melihat Imam

Ahmad merintih karena sakit, dia berkata, "Wahai Abu Abdullah,

kamu merintih sedangkan Thawus berkata, 'sesungguhnya malaikat

menulis sampai rintihan orang sakit, karena Allah berfirman,

{@:,*$i'ifu)},t1drey

'Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ad,a di

dekatnya malaikat pengau,as yang selalu hadir." Maka Imam Ahmad

pun berhenti merintih dan menahan rasa sakitnya.

4$nL$-e) ; ,yaitu  tambahan yang berfungsi menegaskan

keumuman, artinya ucapan apa pun yang kamu katakan, ia difulis

dan dibalas dengan balasan baik atau buruk tergantung ucapan

yang dikatakan.

Ada pula malaikat yang bergiliran menjaga Bani Adam di

malam dan siang,

( fi J A :; ffi-.$:- e' n$,;.UW Ay

" Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya

' Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ad-Dabwat, tub Fadhlu dzikrilah gt; Muslim, Ktab ad-

Dabwat &ab Fadhlu Majalis adz-Dzikr.

bergiliran, di muka dan di belaknngnya, mereka menjaganya atas peintah

Allah." (Ar-Ra'd:11).

Ada pula malaikat yang ruku' dan sujud kepada Allah di

langit. Nabi bersabda,

p, ,Lr;"Jt *i

" Iangit berderit dan ia memang pantas untuk berderit."

uJ\i adatah derit pelana. Jika punggung unta sarat dengan

muatan yang berat, maka Anda akan mendengar derita akibat

beratnya beban. Rasulullah bersabda,

*3i\,W ewi gi Ui i.v ,A ui 9 bs,';w)t c-Li

l-u JI Att 31 |t1 pu *

" Langit berderit dan ia memang pantas untuk berderit; tidak ada

tempat yang lebarnya ernpat jai dainya, lcecuali padanya turdnpat mnlaikat

yangberdii, atau rukuk, atnu sujudlcepada Allah."l

Langit dengan keluasannya penuh dengan para malaikat

tersebut.

lLita

Oleh

mur yang

nYa,

i:3i34 i

karena itu Rasulultah ffi menjelaskan tentang Baitul Mak-

beliau lewati pada waktu Mi'raj. Beliau bersabda tentang-

i'r,v- u *

" la dikelilinyt (atau beliau bersabda, ia dimasuk) tujuh puluh ibu

malaikat setiap harinya kemudian mereka tidak kembali lagi lcepadanya,

karena itu yaitu kali terakhir bagi merel<n."2

Maknanya yaitu  bahwa setiap hari Baitul Makmur dikun-

jungi oleh tujuh puluh ribu malaikat selain yang mengunjunginya

kemarin, mereka tidak kembali kepadanya selama-lamanya, datang

Diriwayatkan oleh Ahmad 5/173, at-Tirmidzi, Ktab az-Zuhd, *ab Qautuhu *8, " U tr;;'l;" i

y; fS;; p;l p*a kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tettawa

sdikit)' dan lbnu Majah, Kitab az-Zuhd, tub al-Huzn wa al-Buka'.

Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Imay bab Isra'.

,Jv 3i1 y, jH

wvii4L

malaikat yang lain selain mereka. Ini menunjukkan banyaknya

jumlah malaikat. Oleh karena itu Allah berfirman,

47*y.'x'x.uiy

" Dnn tidak ada yang mengetahui tentnrn Tuhnnmu melainkan Dia

xndiri." (Al-Muddatstsir: 31).

Ada pula malaikat yang menjaga surga dan menjaga neraka.

Penjaga neraka bernama Malik. Penduduk neraka berkata,

4"6*Wcil-a#y

" Hai Malik, binrlnh Tuhnnmu ntemburuth knmi snjn." (Az-Zukh-

ruf:77).

Yakni hendaknya Dia mematikan dan membinasakan kami.

Mereka memohon kepada Allah agar mematikan mereka, karena

mereka beracla dalam azabyangtak tertahankan. Malik menjawab,

{

" Kfltnlt aknn tetnp tinggnl (di nerakn ini)." (A

Kemudian dikatakan kepada mereka,

5j$ Kyb

74.z-Zukhruf:

( @ i,L,8,.f,{isi""<$ {u &ii }

" Sesunggulmyn Knmi bennr-funnr telnh rnembntun kebennran kepadn

knnru tetnpi kebnnyaknn di nntnrn knmu benci l<epndn lcebennran ifu.,, (Az-

Zukhruf:78).

Yang penting, kita wajib beriman kepada malaikat.

Bagaimana beriman kepada malaikat?

Beriman bahwa mereka yaitu  alam ghaib yang tidak terlihat,

dan terkadang terlihat, hanya saja pada dasarnya mereka yaitu 

alam ghaib yang diciptakan dari cahaya. Mereka ditugaskan dengan

apa yang Allah bebankan kepada mereka, mereka patuh kepada

Allah secara total,

{ @ i,':ii.Y'oJ-ri i;l-u, ^i3#j 

y

"Dnn tidnk nrcndurhnkni Allnh terhndnp npn ynng dipeintahknn-

Nyn kepndn nterekn dnn selnlu mengerjakan npa ynng diperintahkan."

ffi

(At-Tahrim: 6).

Sy"ih dffaA, W a"rilrrlah

Begitu pula kita beriman kepada nama-nama malaikat yang

kita ketahui namanya, dan beriman kepada tugas-tugas mereka

yang kita ketahui. Kita harus mengimani hal itu sesuai dengan ilmu

kita.

Para malaikat yaitu  jasad, dalilnya yaitu  Firman Allah,

4.';;)-$fi 1>gt-*tY;:,$

"Yang menjadikan malaikat xbagai utusan-utusan (untuk mengurus

berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap." (Fathir: 1).

Nabi telah melihat ]ibril dalam bentuk aslinya dengan enam

ratus sayap yang memenuhi ufuk.l Ini membantah pendapat yang

berkata bahwa malaikat hanyalah ruh.

Kalau ada yang bertanya apakah malaikat berakal? Maka kami

katakan kepada si penanya, apakah kamu berakal? Pertanyaan ini

hanya diucapkan oleh orang gila. Allah berfirman,

{ @ t:ii-Y'oJ-ri "{;1 ti 

^i'";I:r 

y

"Dan tidak mendurhnksi Allah terhndap apa yang dipeintahkanNya

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-

Tahrim:6).

Apakah Allah memuji mereka dengan pujian ini sedang me-

reka tidak mempunyai akal?

{@ 'ofri{3qlb ifi ''#.y

"Meteka slalu bertasbih malam dan sinng tiada lunti-hentinya." (Al-

Anbiya':20).

Apakah kita berkata bahwa mereka tidak berakal? Mereka

melakukan dan menaati perintah Allah, mereka menyampaikan

wahyu lalu kita berkata mereka tidak berakal. Yang lebih berhak

dikatakan tidak berakal yaitu  orang yang mengatakan bahwa

malaikat tidak berakal.

t Diriwayatkan oleh al-Bukhari , Kitab Bad'i al-Khalq, tub ldza Qala Ahadukum "amin" wa ah

Mala'ikah fi as-Sama'.

lSl. *: (kitab-kitabNya), yakni kitab-kitab suci yang Allah

turunkan bersama para rasul:

Setiap rasul memiliki kitab suci, Firman Allah ullF,

4. OUi; Ai:{rt ){ {iY,4\t1.r_, (Lifi }

" Sesungguhnya Knmi telah mengutus rasul-rasul Kami dengan

membmua bukti-bukti yang nyata dnn telah Kami turunl@n bersama merekn

al-Kitnb dnn neraca (keadilan)." (Al-Hadid: 25).

Ini menunjukkan bahwa setiap rasul diberi kitab suci, hanya

saja kita tidak mengetahui semua kitab-kitab suci tersebut. Yang

kita kenal hanya suhuf lbrahim dan Musa, Taurat, Injll, Zabur dan

al-Qur'an. Semuanya yaitu  enam, karena suhuf Musa diperselisih-

kan, ada yang berpendapat bahwa ia yaitu  Taurat, ada yang

berpendapat Shuhuf Musa tersebut bukan Taurat. Jika ia yaitu 

taurat maka ia berjumlah lima, jika bukan maka ia berjumlah enam.

Walaupun demikian kita beriman kepada semua kitab yang Allah

turunkan kepada para rasuf meski kita tidak mengetahui namanya.

Kita beriman secara global.

l4l. y'rt (rasul-rasulNya). Rasul AIIah yaitu  or.u:rg-or.rn g yarrtg

diberi wahyu dengan syariat oleh Allah dan memerintahkan mereka

untuk menyampaikarurya. Rasul yang pertama yaitu  Nuh ,)SE dan

penutupnya yaitu  Muhammad &.

Dalil bahwa Nuh yaitu  Rasul pertama yaitu  Firman Allah,

4:'*":"|il;)v d lYr;i -rK,f!t':c.;t YYb

" Sesungguhnya Kami telah membeilun ruahyu kepadamu sebagai-

mana Kami telah memberikan ruahyu leepada Nuh dan nabi-nabi ynng

setelahnya." (An-Nisa': 163).

Yakni wahyu seperti yang Kami wahyukan kepada Nuh dan

nabi-nabi sesudahnya. Ia yaitu  wahyu risalah,

Dan Firman Allah,

{ @fir';j5i 4i;: a.ttl:. ) etb q &J rij y

"DAn sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan lbrahim dan

Kami jadikan kepada keturunan keduanya l<cnabian dan al-Kitab. " (A1-

Hadid:26).

"Kepada keturunan keduanya," yakni keturunan Nuh dan

Ibrahim, yang sebelum Nuh bukan dari keturunan Nuh.

Begitu juga Firman Allah,

{@ 

-&PC;"$utrLkndi};Y

"Dan (Kami membinasakan) kaum Nuh xbelum itu. Sesungguhnya

merekn yaitu  knum yang fasik." (Adz-Dzariyat: 46).

Bisa saja kita berkata bahwa FirmanNy a, " iF; " menunjuk-

kan apa yang telah dijelaskan.

Jadi dari al-Qur'an terdapat tiga dalil yang berbicara bahwa

Nuh yaitu  Rasul pertama. Adapun dari as-Sunnah, maka hadits

syafa'at menetapkan hal ini, " Orang-orang di Padang Mnhsyar berkata

kepndn Nuh, ;.it.l-i ;t itt'& )y'., iii ,;i'Engkau yaitu  Rasul pertama

yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi." 1 Ini je1as.

Sedangkan Adam hanya seorang Nabi, bukan Rasul.

Adapun Idris maka banyak ahli sejarah dan sebagian ahli tafsir

yang menyatakan bahwa dia sebelum Nuh, bahwa Idris termasuk

kakek Nuh, akan tetapi ini yaitu  pendapat yang sangat lemah,

karena al-Qur'an dan as-Sunnah membantahnya. Dan yang benar

yaitu  apa yang kami jelaskan.

Rasulullah terakhir yaitu  Muhammad ffi berdasarkan Firman

Allah elt5,

('o,,gt;iv, $i i;i,#1b

"Tetapi dia yaitu  Rasulullah dan penutup nabi-nabi." (Al-Ahzab:

40).

Allah tidak berfirman, "Dan penutup para rasul." Karena jika

kenabian ditutup, maka kerasulan lebih layak untuk ditutup.

lika Anda berkata, "Isa )pi akan turun di akhir zamanz dan

dia seorang rasul, bagaimana jawabannya?"

rDiriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab at-Tauhid, Bab Kalamullah Ma'a al-Anbiya'i Yaum ab

Qiyanak Muslim, Kitab al-Iman, Bab Adna Ahlu al-lannah manzilan.

2 Berdasarkan riwayat al-Bukhari, Kitab al-1uyu', tub Qatlu al-Khinziri, Muslim, Kitab al-Iman,

Bab Nuzul Isa bin Maryam.

Kami jawab: Isa tidak turun dengan membawa syariat baru,

akan tetapi dia berhukum dengan syariat Muhammad M.

Jika ada yang bertanya, sudah disepakati bahwa umat terbaik

setelah Nabi SB yaitu  Abu Bakar, sedangkan Isa berhakim kepada

syariat Muhammad, jadi Isa yaitu  pengikut Muhammad, bagai-

mana bisa dikatakan bahwa umat terbaik setelah Nabi yaitu  Abu

Bakar?

Jawabnya yaitu  satu dari tiga jawaban berikut:

Pertnmn: Isa yaitu  seorang Rasul tersendiri. Dia yaitu  salah

seorang Rasul Ulul Azmi. Jadi tidak terbetik di benak untuk mem-

bandingkannya dengan salah seorang dari umat ini, apalagi untuk

mengatakannya lebih utama? Dari sini maka pertanyaan di atas

gugur dengan sendirinya karena ia yaitu  mengada-ada. Orang

yang seperti ini yaitu  binasa seperti yang dikatakan oleh Nabi.1

Kedua: Dia yaitu  umat terbaik, kecuali Isa.

Ketiga: Isa bukan termasuk umat ini, tidak sah dinyatakan

bahwa Isa termasuk umat Nabi &, karena dia mendahuluinya. Akan

tetapi dia termasuk pengikutnya jika dia turun, karena syariat Nabi

tetap tegak sampai Hari Kiamat.

]ika ada yang berkata, "Bagaimana Isa menjadi pengikut se-

mentara dia membunuh babi, menghancurkan salib dan tidak me-

nerima kecuali Islam, padahal Islam mengakui ahli kitab dengan

jizyah?"

Kami jawab, pemberitahuan Nabi ffi tentang hal itu berarti

sebuah persetujuan (taqrir) untuknya, maka ia termasuk syariat

nabi dan ia sekaligus menasakh hukum Islam yang sebelumnya.

tEI. yFr L:;,*)tr Baats (kebangkitan) berarti mengeluarkan,

yaitu dikeluarkannya manusia dari kubur mereka setelah sebelum-

nya mereka mati.

Ini salah satu keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Ini yaitu  sesuatu yang pasti berdasarkan alQur'an, as-sunnah

dan kesepakatan kaum Muslimin, bahkan kesepakatan orang-orang

Yahudi dan Nasrani yang mana mereka mengakui adanya suatu

hari di mana manusia dibangkitkan untuk memperoleh balasan.

t Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Ilmu, 1ab Halaka al-Mutanaththiu'n.

ffi ffi

Dalil dari al-Qur'an yaitu  Firman Allah,

4"ga i5 cI 3,W. J ;\6{'rJ1'€t Y

"Orang-orang yang kafr mengatakan bahtoa mereka *kali-kali tidak

nknn dibangkitkan. Katnkanlah, 'Demi Tuhanku, bahkan kamu benar-benar

akan dibangkitkan'. " (At-Taghabun: 7).

Dan Firman Allah JEi,

{ @ 5F' )r$ii;- -Kt, @'r4 3{''-,:, h? Y

" Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu seknlian benar-benar

nknn mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan

(dni kuburmu) di Hari Kiamaf. " (Al-Mu'minun: 1,5-1,6).

Sedangkan dalil dari as-Sunnah terdapat hadits-hadits yang

mutawatir dari Nabi ffi tentang hal ini.

Kaum Muslimin secara pasti telah bersepakat bahwa manusia

pada Hari Kiamat akan dibangki&an, bertemu Tuhan mereka dan

dibalas sesuai dengan amal mereka,

'2;" 3u<',-' iL3-r' @ ,iis-6'i1 J6;. JLl- b:,3y

4@#.#'

" Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun,

niscayn dia nknn melihat @alasan)nya. Dan barangsiapa yflng lnenger-

jnknn kejalatnn sebesar dzarrah pun, niscayn dia akan melihat @alnsan)nya

puln. " (Az-Zalzalah: 7-8).

{ @ n# (K e: i,t bffii iaY-i q:r-b

" H ni manusia, se sungguhny a kamu telah bekerj a de ngan sungguh-

sungguh menuju Rabbmu, maka kamu pasti akan menemuiNya." (Al-

Insyiqaq: 6).

Ingatlah pertemuan yang pasti terjadi ini, agar Anda beramal

sebagai bekal untuk menghadapinya. Jangan sampai kamu berdiri

di hadapan Allah pada Hari Kiamat dengan tangan kosong sama

sekali dari amal shalih. Lihatlah aPa yang kamu lakukan untuk

Hari Perpindahan? Lihatlah aPa yang kamu lakukan untuk hari

pertemuan tersebut? Karena kebanyakan orang pada hari ini hanya

melihat apayang mereka lakukan untuk dunia, padahal dunia di

marur mereka beramal untuknya juga tidak diketahui apakah mereka

mendapatkannya atau tidak. Terkadang seseorang merencanakan

suatu pekerjaan dunia untuk besok atau lusa, akan tetapi dia tidak

sampai pada besok dan lusa. Yang bisa dipastikan yaitu  bahwa

orang-orang berada dalam kelalaian dari perkara ini. Firman Allah

Jt6,

('1( 'iir|'ifi'fy

"Tetapi luti ornng-orfing kafir itu dalam kesesatan dai (memahami

kenyntaan) lnl. " (A1-Mu'minun: 63).

Dan mengenai pekerjaan dunia Allah berfirman,

( @'oJ* ql ;1 iy' gi nW'pry

" Dan merekn banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk)

*lain daiitu, mereka tetap mengerjalunnya." (A1-Mu'minun: 63).

Di sini Altah menghadirkan jumlah ismiyah yang menunjukkan

ketetapan dan kelangsungan, yaitu "oLv U i-i ".

Dan Firman Allah titS,

" Sesungguhnya kamu berada dalam lceadaan lalai dai (hal) ini."

(Qat:22).

Yakni Hari Kiamat. Dan juga Firman Allah tlt#,

{ @ t+ 

;;11 

n;;t 1{);b- 66 GKly

u Maka Kami singkaplan dai padamu tutup Uang rnenutupi) mata-

mu, mnla rynglihatanmu pada hai itu amat tajam." (Qaf:22).

Kebangkitan ini yang telah disepakati oleh seluruh agama

langit (samawi) dan diyakini semua pemeluk agama, ini yaitu 

salah satu rukun iman yang enam, sekaligus termasuk akidah Ahlus

Sunnah wal Jama'ah, tak seorang pun yang menisbatkan dirinya

kepada agama yang mengingkarinya.

16l. t-: e* tf,\.h+)r; (beriman kepada qadar Allah, yang

baik dan yang buruk). Ini yaitu  rukun iman yang keenam. Qadar

ffi ffi

yaitu  takdir (ketetapan) Allah terhadap segala sesuatu.

Allah telah menulis takdir segala sesuatu lima puluh tahun

sebelum menciptakan langit dan bumi.l sebagaimana Firman Allah,

e .iry" LyjS.zdfsly|y!'tL [iai erl$-'S <iY 5Y

{@u_$\

" Apnknh kamu tidak mengetahui bahtua xsungguhnya Allnh menSe-

tahui apa saja yang ada di langtt dan di bumi? Bahtuasanya yang demikian

itu terdapat dalam sebuah Kitab (Lauhil Mahfuzh). sesungguhnya yang

demikian itu amat mudahbagi Allah." (Al-Hajj: 70).

[7]. Menyifati takdir dengan "baik" yaitu  jelas' Adapun

menyifati takdir dengan "buruk", maka maksudnya yaitu  kebu-

rukan yang ditakdirkan bukan keburukan takdir (qadar) itu sendiri

y*g *"*pakan perbuatan Allah, karena apa yTq {ilakukan Atlah

'uaur. 

ada yang buruk. Semua perbuatanNya yaitu  kebaikan dan

hikmah, aianietapi keburukan ada pada apa yang dikerjakan dan

ditakdirkan. Jadi keburukan di sini berdasarkan kepada aPa yang

ditakdirkan dan dilakukan. Adapun dari segi perbuatan (Allah

yangmenakdirkan), maka tidak demikian. Oleh karena itu Nabi ffi

bersabda, 

qL A ,jJrl

" Dan keburukan tidak disnndarkan kepadaMu."2

sebagai contoh, kita mendapati keburukan pada sebagian

makhluk yungditakdirkan. Ada ular, kalajengking, binatang buas,

penyakit, kemiskinan, paceklik dan lain-lain. semua itu yaitu 

turuk bagi manusia, karena ia tidak sesuai dengannya. Ada pula

kemaksiaian, dosa, kekufuran, kefasikan, pembunuhan dan seba-

gainya. Semua itu yaitu  buruk akan tetapi dari sisi penisbatannya,

affui', yaitu  baik karena Allah tidak menakdirkannya kecuali ber-

dasarkan hikmah yangagung lagi mendalam, diketahui oleh yang

mengetahui dan tidak diketahui oleh yang jahil'

1 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab abQadar, Bab Dzikn H1aji Adam wa Musa'

2 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Shalat aLMufrfiiA fub ad-Dub' Fi Shalat al-Lail wa Qryamihi

Dari sini, maka hendaknya kita mengetahui, bahwa keburu-

kan yang disandangkan kepada takdir (sebagaimana dalam hadits

dan pada matan kitab ini tadi) yaitu  berdasarkan apa yangditak-

dirkan dan dilakukan, bukan berdasarkan takdir itu sendiri yang

merupakan takdir dan perbuatan Allah.

Selanjutnya hendaknya kamu mengetahui bahwa apa yang

ditakdirkan itu bisa jadi dari sisi dirinya yaitu  buruk, akan tetapi

dari sisi yang lain ia yaitu  baik. Firman Allah tlt$,

W "!ti,A f.l.na(,s,$ 63L;!$ j$ c 3Cii-t y

4@tF;*J

"Telah nampnk kerusaknn di darat dan di laut disebnbknn knrena

perbuatnn tangnn manusia, supaya Allah merasaknn kepnda mereka se-

bnginn dni (akibat) perbuntan merel<n, agar mereka l<embali 0e jalan yang

benar)." (Ar-Rum: 41.).

Hasilnya bagus (yaitu, agar mereka kembali dari perbuatan

merusak). Jadi keburukan pada apa yang ditakdirkan itu yaitu 

nisbi bukan hakiki, karena akibat baliknya yaitu  baik.

Sebagai contoh yaitu  hukuman (had) zina, jika pelakunya

ndak muhshnnl, maka dia dicambuk seratus kali dan diasingkan dari

kotanya selama setahun. Jelas ini baginya yaitu  sesuatu yang

buruk karena ia tidak seperti yang diharapkannya, akan tetapi dari

sisi lain ia yaitu  baik karena ia yaitu  pelebur dosa baginya. Ini

jelas baik, karena hukuman dunia yaitu  lebih baik daripada hu-

kuman Akhirat. Itu lebih baik untuknya. Di antara kebaikannya

yang lain yaitu  bahwa ia merupakan ancaman bagi orang lain

sekaligus pelajaran baginya (agar tidak melakukan zrna). Jika orang

lain berpikir hendak berzina, sementara dia mengetahui bahwa

hukumannya yaitu  hukuman yang diberlakukan kepada orang

tadi, maka dia akan menahan diri, bahkan bisa jadi ia juga baik

untuknya karena bisa jadi ia menjadi penyebab tidak mengulangi

hal yang sama yang menjadi sebab ditimpakannya hukuman ter-

sebut kepadanya.

I Muhshan yaitu  seorang muslim mukallaf yang telah menikah secara sah dan berhubungan

badan secara sah dengan istrinya. Ed.

Sedangkan berkaitan dengan masalah-masalah alamiyah dalam

lingkup qadar, ada sesuatu yang merupakan keburukan dari segi

ia sebagai sesuatu yang ditakdirkan; penyakit misalnya jika manusia

sakit maka tanpa ragu ia yaitu  buruk baginya, akan tetapi sebenar-

nya ia mengandung kebaikan. Di antara kebaikannya yaitu  me-

lebur dosa-dosa, bisa jadi ada orang yang memiliki dosa-dosa yang

tidak terlebur oleh taubat dan istighfar karena adanya penghalang,

misalnya karena niatnya yang tidak benar terhadap Allah lalu dia

diserang penyakit sebagai hukuman, maka dosa-dosa tersebut ter-

leburkan.

Di antara kebaikannya juga yaitu  bahwa manusia tidak

mengetahui kadar nikmat sehat yang Allah berikan kepadanya,

kecuali pada saat dia sakit. Kita semua sekarang ini sehat dan kita

tidak mengetahui harga sehat tersebut, akan tetapi jika sakit datang,

kita baru menyadari harga sehat. Kesehatan yaitu  mahkota di

kepala orang-orangyntgsehat, ia tidak diketahui kecuali oleh orang-

orang yang sakit. Jelas ini yaitu  baik di mana kamu menyadari

harga sebuah nikmat.

Di antara kebaikan lainnya yaitu  bahwa bisa iadi penyakit

tersebut mengandung sesuatu yang justru membunuh penyakit di

dalam tubuh di mana ia tidak bisa dibunuh kecuali dengan sakit'

Para dokter menyatakan bahwa penyakit-penyakit tertentu mem-

bunuh (bakteri-bakteri bibit-bibit penyakit tertentu) di dalam tubuh

dan Anda tidak mengetahui.

Kesimpulannya yaitu :

Pertama, Keburukan yang disandangkan kepada qadar, yaitu 

keburukan dengan melihat kepada aPayang ditakdirkan Allah'

Adapun takdir Allah (baca: perbuatan Allah yang menakdirkarurya)

itu sendiri, maka ia yaitu  baik secara keseluruhan. Dalilnya yaitu 

sabda Nabi, .4 e flrj"Dan keburukan tidak dinisbatknn kepadnMu."l

Kedua, Keburukan yang ada pada aPa-aPa yang ditakdirkan

tidaklah bersilat murni (total), akan tetapi ia yaitu  keburukan yang

bisa menghasilkan perkara-perkara yar.g merupakan kebaikan,

jadi keburukannya yaitu  suatu nisbi.

t Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Shalat al-MusafrnA &ab ad-Du'a' fr Shalat al-Lail wa @yamihi.

3 W nlt s)qqria^lu Wosttlt anl,

Demikianlah, dan penulis sendiri akan menjelaskan tentang

qadar dengan panjang lebar disertai keterangan tentang tingkatan-

tingkatannya menurut Ahlus Sunnah wal ]ama'ah.

@oo

V' l"y,V ,l"\i ltru^aj e .lki)i 't"lrr! g4il bi

# f U PW)j,'o' 4f * U('i;) lei

<nt.;*;; Yj ,tu'

Termasuk iman kepada Allah (r) yaitu  beriman kepada sifat-

sifat yang Allah sandangkan pada diriNya(z) di dalam kitab-

Nya(3), dan dengan sifat-sifat yang RasulNya sandangkan pada-

Nya(r) tanpa tahrifs),tanpa fa'ffuil$), tanpa takyifz), dan tanpa

1q1n1sfl (il.

tU. rrl... ,)tijll ,yj (termasuk iman kepada Allah:1.;. di sini me-

nunjukkan arti bagian dari (nt-Tab'idh), karena seperti yang telah

kami jelaskan bahwa iman kepada Allah mengandung empat

perkara: iman kepada adanya Allah, iman bahwa Allah satu-satunya

yang menyandang rububiyah, iman bahwa Allah satu-satunya yang

menyandanguluhiyah, dan iman kepada Asma' dan sifat-silat Allah.

Jadi, maknanya yaitu  di antara iman kepada Allah yaitu  iman

kepada sifat-sifat yang Allah sandangkan pada diriNya.

[2]. Ucapannya: '^i +,,-b1ta (dengan sifat-sifat yang Allah

sandangkan pada diriNya dengannya). Di sini hendaknyu i.Iu p"-

nambahan, "Dan apa yang Allah menamakan diriNya dengannya."

Akan tetapi penulis hanya menyinggung sifat saja. Bisa jadi karena

tidak ada nama kecuali ia mengandung sifat, atau bisa jadi karena

perbedaan dalam masalah asma' Allah yaitu  perbedaan yang

lemah. Ia hanya diingkari oleh kelompok Jahmiyah dan Mu'tazilah

yang ekstrim. Mu'tazilah sendiri menetapkan nama-nama Allah,

begitu pula dengan Asy'ariyah dan Maturidiyah, akan tetapi dalam

mayoritas sifat-sifat Allah, mereka menyelisihi Ahlus sunnah wal

Jama'ah.

ffi ffi

Jadi pertanyaannya yaitu  mengaPa penulis hanya membatasi

pada, "Sifat-sifatyang Allah sandangkan pada diriNya?"

Jawabannya yaitu  karena satu dari dua perkara: Bisa karena

setiap nama mengandung sifa! bisa pula karena perbedaan dalam

masalah asma' Allah yaitu  sedikit dilihat kepada (apa yang terjadi

pada) orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam.

l5l. tE 4 (dalam kitabNya). KitabNya yakni al-Qur'an. Allah

menamakaruryi tcitaU karena ia termaktub (tertulis) di Lauh Mahfuzh,

termaktub pada suhuf yangada di tangan para malaikat yang mulia

lagi baik dan termaktub di mushaf-mushaf yang ditulis oleh kaum

Muslimin, maka ia yaitu  kitab dengan arti maktub (tertulis).

Allah menisbatkannya kepadaNya karena ia yaitu  kalamNya,

maka al-Qur'an yaitu  kalam Allah (kata-kata Allah). Dia berfirman

(berkata) dengannya secara hakiki, maka setiap huruf yaitu  dari-

Nya. Allah berfirman dengannya.

Masalah ini mengandung beberapa pembahasan:

Pertama: Bahwa termasuk iman kepada Allah yaitu  ber-

iman kepada sifat-sifat yang Allah sandangkan pada diriNya.

Hal itu karena iman kepada Allah -seperti yang telah dijelas-

kan- mengandung iman kepada Asma' dan sifat Allah. Dzat Allah

diberi nama dengan nama-nama dan disifati dengan sifat-sifat.

Adanya suatu dzatyang tidak memiliki sifat-sifat yaitu  suatu yang

mustahil. Tidak mungkin ada dzat yang sama sekali tidak memiliki

sifat. Bisa saja benak membayangkan adanya dzat yang bebas sama

sekali dari sifat, akan tetapi bayangan bukanlah sesuatu yang riil,

yakni khayalan tidak sama dengan kenyataan. Dalam dunia nyata

tidak ada dzat tanpa sifat.

Benak bisa saja membayangkan sesuatu yang memiliki seribu

mata dengan seribu warna hitam dan putih, ia memiliki seribu

kaki, masing-masing kaki dengan seribu jari, masing-masing jari

dengan seribu kuku, ia memiliki jutaan rambut, setiap helai rambut

bercabang sebanyak jutaan rambut... Begitulah ia membayangkan,

meski tidak ada kenyataannya. Apa pun dalam alam nyata tidak

ada sesuatu yangtak bersifat.

OIeh karena itu beriman kepada sifat Allah termasuk ber-

iman kepada Allah. Meskipun seandainya dari sifat-sifat Allah itu

yang ada hanyalah bahwa Dia itu ada dengan keberadaan yang

wajib, dan ini yaitu  kesepakatan manusia; berdasarkan kepada

ini saja, Allah pasti memiliki sifat.

Kedua: Bahwa Sifat-sifat Allah termasuk perkara ghaib, dan

kewajiban manusia terhadap perkara ghaib yaitu  mengimani-

nya sebagaimana adanya tanpa berpijak kepada apa pun selain

kepada dalil.

Imam Ahmad berkata, "Allah tidak disandangkan sifat, ke-

cuali sifat-sifat yang Dia sandangkan pada diriNya, atau sifat-sifat

yang disandangkan kepadaNya oleh rasulNya; tidak boleh melebihi

al-Qur'an dan hadits."

Hal ini didukung oleh al-Qur'an dan akal.

Dalam al-Qur'an Allah berfirman,

& 6ih',$('7'iji'b66W ',1I6;r;,;ii Cj i;'3f ,F }'

{ @ i;ir{C;Ii 

"Ei}fi;v(,(i7 

-4ii iY 6ugr3

"Kataknnlah, 'Tuhanku hnnya ruengharamkan perbuatan yang keji,

bnik yang nnmpak atnupun yang ter*mbunyi, dan perburttan dosa, melang-

gar hak mnnusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) memper-

sekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan lrujjah

unhtk itu dnn (mengharamkan) mengadn-adakan terludnp Allah apa yang

tidak knmu kctalrui." (Al-A'raf: 33).

Jika Anda menyandangkan suatu sifat kepada Allah dengan

sifat yang tidak Dia sandangkan pada diriNya, maka Anda telah

berkata tanpa ilmu dan itu haram menurut al-Qur'an.

{@*a

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yangkamu tidak mempunyai

pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan

hati, ymunnya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (Al-Isra': 36).

Dan Firman Allah tlt$,

;f |G$i $i;tiuV A$'€ti ty-'j+ .e16 J,\1 JIJ;$

ffi ffi

Jika kita menyandangkan suatu sifat kepada Allah yang Dia

tidak sandangkan pada dirNya, maka kita mengikuti sesuatu yang

kita tidak memiliki ilmu tentangya, kita pun jatuh ke dalam apa

yang dilarang Allah.

Adapun dalil aqli, maka karena sifat Allah termasuk perkara

ghaib yang tidak mungkin diketahui oleh akal, dalam kondisi ini

kita tidak boleh menyandangkan apa yang tidak Allah sandangkan

pada diriNya, kita juga tidak boleh menentukan cara dan bentuk

sifatNya: karena hal itu tidak mungkin.

Kita sekarang tidak mengetahui bentuk riil dari sifat surga

yang dijelaskan Allah, padahal surga yaitu  makhluk. Di surga

ada buah-buahan, pohon kurma, delima, ranjang-ranjang, gelas-

gelas dan bidadari, tetapi kita tidak mengetahui hakikat (bentuk

persis) semua itu. Kalau dikatakan kepada kita 'jelaskan sifatnya

kepada kami,' niscaya kita tidak mamPu melakukannya. Firman

Allah,

{ @'oJ3) t},(q"4; *1';} d e diu,;i {d}, }

"Tak seorang pun mengetnhui berbagai nikmat yang menanti, yang

indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka ker-

j aknn." (As-Sajd ah: 77).

Allah juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi,

r6t4tt4i3$1

. 0,t-. -.L \-I9

" Aku telnh menyiapkan untuk hambn-hambaKu yang shalih apa

(niknmt-nikmat) ynng tidnk pernnh dililmt oleh mnta, tidnk perunh didengar

oleh telinga dan tidak pernnh terlintas di benak seorang manusia."l

Jika keadaannya memiu:rg demikian padahal ini pada makhluk

yang sifat-sifatnya disebutkan dan maknanya diketahui, tapi ha-

kikahrya (bentuk persisnya) tetap tidak diketahui, maka bagaimana

dengan Allah?

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab Bad'i al-Khalqi, Bab Ma la'a Fi Shifat al-lannak Muslim,

Kitab al-lannah.

ili v; oi, ;.,r; i u

Contoh lain, manusia mempunyai ruh dan dia tidak akan hidup

kecuali dengannya. Kalau seandainya tubuhnya kosong darinya

niscaya dia tidak akan hidup dan ruh tidak bisa disifati. Kalau dia

ditanya, "Ruh yang ada padamu itu apa?" Apa itu ruh yang sean-

dainya ia dicabut darimu kamu menjadi mayat, jika ia ada, kamu

tetap menjadi manusia yang berakal mengerti dan mengetahui?

Kalau dia disodori pertanyaan seperti ini, niscaya dia akan termangu

dan merenung dan dia tidak akan mampu menyifatinya selama-

lamanya, padahal ruh itu sangat dekat darinya, di dalam dirinya,

di antara kedua sisinya, namun dia tidak mampu mengetahuinya,

padahal ia yaitu  sesuatu yang hakiki, bahkan bisa dilihat seba-

gaimana Iang diberitakan oleh Rasulullah ffi dalam sabdanya, 11

p) ^.;; .*, ttt tJgt " Iikn ruh dicabut makn in diikuti oleh penglihstan."l

Manusia dapat melihat nyawanya yang dicabut, oleh karena

itu mata tetap terbuka menyaksikan ruh yang keluar pada saat mati,

ruh ini diambil dan diletakkan di kafan lalu dibawa naik kepada

Allah. Meskipun begitu, dia tidak bisa menyifatinya padahal ia

berada dalam badannya, maka bagaimana dia bisa menyifati Allah

dengan sesuatu yang Dia sendiri tidak menyifati diriNya dengannya.

Jika demikian, maka harus dipastikan (dengan dalil) bahwa ia me-

mang benar-benar sifat Allah.

Ketiga: Bahwa kita tidak menyandangkan sifat kepada Allah

dengan sifat yang tidak Dia sandangkan pada diriNya.

Dalilnya yaitu  naqli dan aqli.

Dalil naqli telah kita cantumkan dua ayat.

Adapun dalil aqli, maka sebagaimana yang telah kami kemu-

kakan bahwa perkara ini yaitu  perkara ghaib yang tak mungkin

dijangkau (dipahami) oleh akal dan kami telah menjelaskannya

dengan dua contoh.

Keempah Kewajiban memberlakukan nash-nash yang ada

dalam al-Qur'an dan as-sunnah secara zahir, tidak lebih.

Contohnya: Manakala Allah menyifati diriNya bahwa Dia

mempunyai mata, apakah kita akan mengatakan, bahwa yang di-

I Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab at-lana'iz, Bab lghmadh at-Maryt

maksud dengan mata yaitu  penglihatan bukan mata sebenarnya?

Jika kita mengatakan itu, berarti kita tidak menyandangkan sifat

kepada Allah dengan apa yang Dia sandangkan pada diriNya.

Manakala Allah menyifati diriNya bahwa Dia memiliki dua

tangan,

gees#M$b

"Tetapi kedua tangan Allah terbuka." (Al-Ma'idah:64);

kalau kita mengatakan bahwa Allah tidak memiliki tangan yang

hakiki, akan tetapi yang dimaksud dengan tangan yaitu  nikmat-

nikmatNya yang Dia limpahkan kepada hamba-hambaNya, maka

apakah kita telah menyandangkan sifat kepada Allah dengan sifat

yang Dia sandangkan pada diriNya? Jawabannya, tidak.

Kelima: Keumuman ucap:rn penulis mencakup seluruh sifat

D z atiy ah, b aik m akn au iy ah atau khab arty ah dan s if at y'' liy ah yang

Allah sandangkan pada diriNya.

Sifat-sifat dzatiyah yaitu sifat-sifat yang senantiasa ada (dan

tersandang) pada Allah ada dua macam, yaitu maknawiyah dan

klnbniyah.

Sif.at maknaruiyah seperti al-Hayat (hidup), al-llmu (ilmu), a/-

Qudrah (kuasa), al-Hikmah (bijaksana), dan lain-lain. Ini sekedar

contoh bukan pembatasan.

Srfat klubariyah yaitu  seperti dua tangan, wajah, dua mata

dan sifat-sifat lainnya yang Allah sebutkan, yang bagi kita ia yaitu 

bagian-bagian dari diri kita.

Allah senantiasa memPunyai dua tangan, wajah dan dua mata.

Itu tidak terjadi setelah sebelumnya tidak ada dan tidak sesuatu

pun yang terhilang dariNya, sebagaimana Allah senantiasa hidup

dan akan terus hidup dan akan terus hidup. Dia senantiasa berilmu

dan akan terus berilmu. Dia senantiasa kuasa dan akan terus kuasa

dan begitu seterusnya. Yakni kehidupan Allah bukanlah sesuatu

yang baru muncul, kodratNya bukanlah sesuatu yang baru muncul

dan pendengarannya juga bukanlah sesuatu yang baru muncul, akan

tetapi Dia menyandang semua sifat-sifat itu sejak zamarl azali dan

sampai selama-lamtrtya. Silih bergantinya apa yang didengar dalam

bentuk yang baru tidak menunjukkan bahwa pendengaran yaitu 

sesuatu yang baru muncul. Sebagai contoh, saya mendengar adzan

sekarang; ini tidak berarti bahwa pendengaran saya baru muncul

sekarang. Pada waktu mendengar adzan justru ia telah ada sejak

Allah menciptakannya padaku hanya saja apa yang didengar

muncul dalam bentuk yang baru. Ini tidak berpengaruh pada sifat.

Para ulama telah menetapkan istitah atas poin ini, yaitu dmtiyah.

Kata mereka, karena sifat-sifat tersebut selalu ada bersama dzat,

tidak terpisah darinya.

Adapun sifat fi'liyah, maka ia yaitu  sifat yang berkaitan

dengan kehendakNya, dan ini ada dua macam,

Sifat yang memiliki sebab yang diketahui seperti "ridha". fika

ada penyebab ridha, maka Allah akan ridha; sebagaimana Firman-

Nyu,

{ # ejvf.fr obfui e,q b,j-$i,&,*'A syffioL }

" Jika knmu kafir mnka sesungguhnya Allah tidak memerlukan

(iman)nru dnn Dia tidnk meridhai kekafiran bagi hambaNya, dan jika

knmu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu ifu) (Az-

Zumar:7).

Sifat yang tidak memiliki sebab yang diketahui, yaitu  seperti

turun ke langit terdekat (langit dunia), ketika malam tersisa sepertiga

yang terakhir.

Di antara sifat-sifat Allah terdapat sifat dzatiyah danfi'liyah

sekaligus. Kalam (berbicara) yaitu  sifatfi'liyah dari segi satuan-

satuannya dan dari segi asalnya yaitu  slfat dzatiyalr karena Allah

senantiasa dan terus berbicara, hanya saja Dia berbicara dengan apa

yang Dia kehendaki dan kapan Dia berkehendak. Sebagaimana nanti

akan dijelaskan pada pembahasan tentang sifat kalam, insya Altah.

Para ulama meletakkan istilah untuk sifat-sifat ini dengan silat

fi'liyah karena ia termasuk perbuatan Allah.

Banyak dalil dari al-Qur'an yang menetapkannya, seperti

Firman Allah uJtS,

{@6: (titt(, ii3rE y

"Dan datanglah Tuhnnmu, sedang malaikat berbais-bans." (Al-

Fajr:22).

q fr;r1{; f '-.<4a ){#.i ft'brfr.F; }

"Yang mereka nanti-nantikan tidak lain hanyalah l<edatangm ma-

laikat lcepada mereka (untuk mencabut nyaLta mereka) atau kedatangan

Rabbmu." (Al-An'am: 158).

4;;irr;,,#,n1,*ry

" Allah idha terhadap mereka dan merekn pun idhn terhndnpNya."

(Al-Ma'idah: 119).

"ifu #qi {iti',r'z-,#'tb

"Tetnpi Allah tidnk menyukai keberangkatan mereka, mnka Allah

melemahknn kein ginan mereka. " (At-Taub ah: 46).

{@ ("#i3v\I:iiA')A*fi1 ; sy

'Ynifu l<emurkaan Allah kepadn merekn, dnn merekn aknn lcekal dalam

siksann." (Al-Ma'idah: 80).

Penetapan sifat-sifat ini bagi Allah bukan merupakan keku-

rangan bagiNya, justru hal itu termasuk kesempurnaanNya, di

mana Dia melakukan apa yang Dia inginkan.

Orang-orang yang merubah Kalamullah menyatakan bahwa

penetapan sifat-sifat ini mengandung kekurangan bagi Allah. Oleh

karena itu, mereka mengingkari seluruh sifat-sifatfi'liyah. Kata

mereka, "Allah tidak datang, Allah tidak ridha, tidak murka, tidak

benci dan tidak mencintai...." Mereka mengingkari semua itu dengan

alasan, bahwa semua sifat-sifat tersebut yaitu  sesuatu yang baru

[maksudnya, sebelumnya belum ada, pent.] dan sesuatu yang baru

tidak berdiri kecuali dengan sesuatu yang baru [padahal Allah

tidak baru, pent.]. Pendapat ini yaitu  pendapat yang batil dengan

sendirinya karena (dengan logika yang sama) perbuatan yang baru

tidak mesti menyebabkan pelaku menjadi sosok lain yang baru.

Keenam: Akal tidak berhak ikut-ikutan dalam perkara Asma'

dan Sifat.

Landasan dalam menetapkan dan menafikan Asma' dan sifat

Allah yaitu  dalil naqli, karena akal (nalar) kita sama sekali tidak

bisa menghukumi Allah, maka landasan inti atas Asma' dan sifat

yaitu  naqli. Ini menyelisihi Asy'ariyah, Mu'tazilah, Jahmiyah dan

para pendukung madzhab ta'thil lainnya, yangberdasar kepada

akal dalam menetapkan dan menafikan sifat-sifat Allah. Mereka

berkata, apa yang ditetapkan (baca: terima) akal, kami tetapkan,

tidak peduli apakah Allah menetapkannya untuk diriNya atau

tidak. sebaliknya, apayangditolak dan mesti dinafikan, maia kami

pun menafikannya (menolaknya), meskipun Allah menetapkannya.

Dan apa yang tidak ditetapkan dan tidak dinafikan oleh akal, maka

kebanyakan dari mereka menafikannya. Kata mereka, hasil daya

nalar (kesimpulan) akal yaitu  sesuatu yang positif. Jika ia meng-

haruskan menetapkan sifat, maka kami menetapkannya dan jikl

tidak, maka kami menafikannya.

Di antara mereka ada yang tidak mengambil sikap, dia tidak

menetapkannya karena akal tidak menetapkannya dan dia tidak

mengingkarinya karena akal tidak mengingkatinya, kata mereka

ini, kita tidak bersikap, karena kesimpulan akal di sini ini yaitu 

negatif.

Mereka itu menjadikan akal sebagai hakim, dalam masalah

yang wajib ditetapkan dan apa yang din-afikan bagi Allah ffi.

sebagai konsekuensi logis dari cara pandang ini yaitu  bahwa

suatu sifat yang layak disandangkan kepada Allah menurut akal,

maka Allah disifati dengannya, walaupun ia tidak ada di dalam

al-Qur'an dan sunnah. sebaliknya sifat yang menurut akal harus

dinafikan (tidak layak) bagi Allah, maka harus dinafikan walaupun

ia tercantum di dalam al-Qur'an dan Sunnah.

oleh karena itu mereka berkata, "Allah tidak memiliki mata,

wajah dan tangan, Allah tidak bersemayam di atas Arasy, Allah

juga tidak turun ke langit dunia." Ini semua sama dengan merubah

Kalamullah, pun demikian, mereka menolak menamakannya me-

rubah. Kata mereka itu yaitu  takwil, karena seandainya mereka

mengingkari secara total niscaya mereka kafir, karena mereka telah

berdusta. Mereka mengingkari dengan pengingkaran yang diberi

nama dengan takwil yang menurut kita sama dengan merubah.

ffi

S Wrrh d q.dr/"'W "sttAay 

I

Kesimpularrnya, akal tidak berhak turut campur dalam Perkara

Asma' dan Sifat Allah. Kalau Anda menyela dan mengatakan,

"Perkataan Anda ini bertentangan dengan al-Qur'an, karena Allah

berfirman,

4@;,t'ufA{ry

"Dan (hukum) sinpakah yang lebih baik danpada (httkuru) Allah,"

(Al-Ma'idah: 50),

dan pengunggulan antara satu perkara dengan perkara yang lain

berpijak kepada akal. FirmanNya,

( *vi ftii 

^iy"Dan Allah mempunycti sifat yang Mahntinggt," (An-Nahl: 60),

dan Allah juga berfirman/

{ @ iil-x t3\"?}1J ;K t4 ;A y

"Maka npakah (Allah) ynng menciptakan itu sama dengan yang

tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak meng'

ambil pelaj aran," (An-Nahl: 17),

dan ayat-ayat seperti ini di mana Altah menyandarkannya kepada

akal mengenai apa yangDia tetapkan untuk diriNya dan apa yang

Dia nafikan dari tuhan-tuhan palsu?"

Kami menjawabnya dengan mengatakan bahwa akal menge-

tahui apa yang wajib dan apa yang tidak mungkin bagi Allah secara

global bukan terperinci. Contohnya yaitu  bahwa akal mengetahui

bahwa Allah harus bersifat sempurna, akan tetapi ini tidak berarti

bahwa akal boleh menetapkan sifat tertentu atau menafikannya. Ia

hanya bisa menetapkan atau menafikan secara umum bahwa tuhan

harus memiliki sifat sempurna dan bebas dari sifat kekurangan.

Sebagai contoh: akal mengetahui bahwa Allah haruslah Maha

Mendengar dan Melihat. Nabi lbrahim }')0; berkata kepada bapak-

trYa,

4];5i'€3-'!c',.,;e,sF

"Wahai barytldctt, tflengrya lamu menyembah ssuttfu yang tidak men-

dengar dan tidak melihaf. " (Maryam: 42).

Allah haruslah Pencipta, karena Allah berfirman,

4 t#-J;K',;jL"s y

'Makn apalah (Allah) yang menciptnkan ih.r sama dengan yang tidak

dapnt menciptalan (apa apa)?" (An-Nahl: 17).

{q"'rrv-{ ;'i$ qi'}+O.55 y

"Dan berlula-berhala yang merekn sru *lain Allah, tidak daryt mem-

brnt wsrntu npapun." (An-Nahl: 20).

Akal mengetahui hal itu, dan akal juga mengetahui bahwa

tidak mungkin Allah ada setelah terlebih dahulu tidak ada, karena

itu sifat kekurangan. Allah menegakkanhujjah kepada orang-orang

yang menyembah berhala,

{@ <,;&;r-'t4";'e{ ;'i$ qi'}+o-$6 y

" Dnn berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat

membuat sesuntu apa pun, sedang berlula-berhala itu (sendiri) dibuat

orang." (An-Nahl: 20).

Jadi mustahil sang Pencipta itu ada setelah sebelumnya tidak

ada, ini berdasarkan kepada akal.

Akal juga mengetahui bahwa semua sifat kekurangan tidak

mungkin disandang Allah karena Tuhan haruslah sempurna. Akal

mengetahui bahwa kelemahan haruslah dihapus dari Allah, karena

ia yaitu  sifat kekurangan. Jika tuhan itu lemah lalu Dia didurhakai

dan Dia ingin menghukum orang yang mendurhakaiNya semen-

tara Dia tidak mampu melakukannya, ini sama sekali tidak mungkin.

Jadi akal mengetahui bahwa sifat ketuhanan tidak mungkin

disandangkan kepada Allah, begitu pula kebutaan, ketulian dan

kebodohan... begitu seterusnya. Secara umum kita mengetahui itu,

akan tetapi semua terperinci tidak mungkin kita mengetahuinya,

jadi kita harus berpijak kepada dalil naqli.

Pertanyaan: Apakah semua kesempurnaan pada kita merupa-

kan kesempurnaan bagi Allah. Apakah semua kekurangan pada

kita merupakan kekurangan bagi Allah.

|awab: Tidak, karena parameter kesempurnaan dan keku-

ffi ffi

3 y**/, d qtla/1, W a,edAr/a/,

rangiu:l tidak dari segr penisbatannya kepada manusia. Hal itu karena

ada perbedaan yang jauh antara Khalik (Pencipta) dengan makhluk,

akan tetapi dengan melihat sifat sebagai sifat, maka setiap sifat

kesempurnaan ditetapkan bagi Allah.

Makan dan minum bagi Allah yaitu  kekurangan karena

penyebabnya yaitu  kebutuhan, padahal Allah Mahakaya dari

selainNya, akan tetapi bagi makhluk, hal itu yaitu  kesempurnaan.

Oleh karena itu jika ada orang yang tidak makan, maka dia bisa

sakit atau lemah dan ini yaitu  kekurangan.

Tidur yaitu  kekurangan bagi Khalik (Allah) dan kesempur-

naan bagi makhluk. Jadi terlihatlah perbedaannya.

Takabur yaitu  kesempurnaan bagi Allah, tapi kekurangan

bagi makhluk karena keagungan dan kemuliaan tidak sempurna

kecuali dengan takabur, sehingga kekuasaannya sempurna tanpa

ada yang dapat menentangnya. Oleh karena itu, Allah mengancam

orang yang menyaingiNya dalam keagungan dan takabur. Dia

berfirman,

.'Lrib W t+l:

"Siapn yang menyaingiKu pada satu dari keduanya n

mengazabnya."t

Yang jelas, tidak semua kesempurnaan bagi makhluk yaitu 

kesempumaan bagi Allah, tidak pula semua kekurangan bagi makh-

luk yaitu  kekurangan bagi Allah jika kesempurnaan dan keku-

rangannya tidak bersifat mutlak.

Ini yaitu  enam pembahasan di bawah ucapan penulis, "Sifat

yang Allah sandangkan pada diriNya," semuanya yaitu  pemba-

hasan yang penting. Kami menghadirkarurya di sini karena apa yang

akan hadir berpijak kepadanya, insya Allah.

[4]. Ucapannya, uyt:1-'i*i?: "(Dan dengan sifat yang

RasulNya sandangkan padaNya)." Sifat yang disandangkan Rasul

ffi untuk Rabbnya terbagi menjadi tiga bagian: boleh jadi dengan

perkataan, bisa dengan perbuatan dan bisa dengan persetujuan.

*)v G

iscaya Aku

Bab Tahim al-Kbr.

Hfiffi(

I Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Bir,

Pertama, dengan perkataan, seperti sabdanya,

.G:\tS rL^ilJr j !l1dJ.i,-tt ;s,rt^At Jt

" Rabb kami Allah yang di langit, Mahasuci namaMu, peintahMu

@erlnku) di langit dan di bumi."l Dan sabdanya dalam sumpahnya,

:fil ,,1;4i

u Tidak, demi D zat y ang membolak balikkan hati. " 

2

Kedua, dengan perbuatan, ini lebih sedikit daripada dengan

perkataan seperti isyarat beliau ke langit memohon kepada Allah

agar bersaksi atas umatnya bahwa beliau telah menyampaikan

risalah. Ini terjadi di haji Wada' di Padang Arafah. Beliau berkhut-

bah di hadapan manusia dan bersabda,,ii: yii"Bukanknh aku telah

ruenyampaikan?" Mereka menjawab, "Benar." Tiga kali. Nabi ber-

sabda, iijr iixi "Ya Allah,.saksiknnlah," seraya beliau mengisyaratkan

jarinya ke langit dan membalikkannya kepada manusia.3 Nabi

mengangkat jarinya ke langit. Ini menunjukkan bahwa beliau me-

nyifati Allah dengan al-Ulutu (berada di atas sana) dengan perbuatan.

Ketika suatu kali Nabi ffi berkhutbah pada hari Jum'a! seorang

laki-laki datang dan berkata, "Ya Rasulullah harta kami telah han-

cur..., lalu Nabi mengangkat kedua tangarurya."4 Irli yaitu  penyan-

dangan sif.at al-Ulutu dari Nabi bagi Allah, dari jalan perbuatan,

dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan perbuatan Nabi

manakala beliau menyebutkan salah satu sifat Allah.

Terkadang Nabi menyebutkan salah satu sifat Allah dengan

perkataan dan beliau menegaskannya dengan perbuatan. Hal itu

ketika Nabi membaca Firman Allah dt5,

(@e;Wsg6iov.b

1 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 6/20; Abu Dawud, Kitab ath-Thib, Kaifa ar-Ruqa '; an-Nasa'i

dalam Amal al-Yaumi wa al-Lailah, hal. 299; Al-Baihaqi dalam abAsma' wa ash-Shifat2lt64;

ad-Darimi dalam ar-Rad ala al-Jahmiyah, hal. 272; al-Hakim 1/344. Syaikhul Islam berkata,

"Hadits hasan." Ia akan hadir di pembahasan tentang Penetapan Sifat al-Uluwdan Sifat-sifat

yang lain.

2 Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Qadar, Bab Yahulu Eaina al-Mar'iwa Qalbihi.

3 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab at-Haj, Bab Haj an-Nabi *.

a Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Istisqa '; Muslim, Kitab Shatat Istisqa'.

,'.it {rt gr

='. 

.J

ffi

"sesungguhnya Allnh yaitu  Malu mendengar lagi Malu Melihnt."

(An-Nisa':58).

Ketika itu Nabi meletakkan ibu jarinya di telinga kanannya

dan jari telunjuknya di matanya. Ini yaitu  penetapan pendengar-

an dan penglihatan bagi Allah dengan perkataan dan perbuatan

sekaligus.l

Jadi Rasulullah menetapkan sifat Allah, bisa dengan perkataan

saja, bisa dengan perbuatan saja, bisa pula dengan keduanya secara

bersama.

Ketiga, adapun dengan ketetapan, maka ia lebih sedikit dari-

pada yang sebelumnya, seperti misalnya ketetapan Nabi terhadap

jawaban seorang hamba sahaya wanita (ketika beliau bertanya

kepadanya), "Di nmna AIlahT" Dia menjawab, "Di langit " Nabi me-

nyetufui jawabnya dan bersabda, "Merdekakanlah dia."z

Juga seperti ketetapan Nabi terhadap seorang ulama Yahudi,

manakala dia datang dan berkata kepada Rasulullah, "Sesungguh-

nya kami mendapati bahwa Allah meniadikan langit di satu jari,

bumi di satu jari dan tanah di satu iari... dan seterusnya. Maka

Nabi tersenyum sebagai tanda persetujuannya.3 Ini yaitu  keteta-

pan beliau.

Jika ada yang bertanya, mana dalil yang mewajibkan beriman

kepada silat yang Rasulullah sandangkan kepada Allah?

Kami katakan dalilnya yaitu  Firman Allah tJtF,

4J-i3 e ii ,si ;sii, .A.i'i iiu,tfir;

( i:; uJfc$t,,f ?.s$

"Wahai orang-orang yang beiman, tetaplah beriman l<epada Allnh

dan RasulNya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada RasulNya

serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. " (An-Nisa': 136).

Setiap ayat yang menerangkan bahwa Rasul yaitu  seorang

yang menyampaikan (risalah), menunjukkan wajibnya menerima

I Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, Bab Fi al'Jahmiyah.

2 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Maajid, Bab Tahrim al-Kalam ft ash-'halah.

3 Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab at-TaFsin tub wa Ma Qadaru Nlah Haqqa Qadnhi dan

Mus,im, Kitab Sifat al-@yamah.

Yfi\;r$i&-y

sifat-sifat Allah yang diberitakan oleh Rasu1ullah, karena beliau

memberitakan dan menyampaikannya kepada manusia. Semua

yang dikabarkan olehnya yaitu  dari Allah. Iuga karena Rasul

yaitu  orang yang paling mengetahui tentang Allah, orang yang

paling tulus memberi nasihat kepada manusia, orang yang paling

jujur dalam perkataannya dan orang yang paling fasih dalam me-

nyampaikan kata-kata. Ada empat unsur yang dimiliki Rasul yang

membuat sabdanya mesti diterima: ilmu, ketulusan, kejujuran dan

penjelasan (yang akurat). Maka kita wajib menerima semua yang

Nabi beritakan tentang Rabbnya. Beliau -demi Allah- lebih fasih,

lebih tulus dan lebih mengetahui dari pada orang-orang yang di-

ikuti oleh ahli mantiq dan filsafat, meskipun demikian beliau ber-

sabda,

3-; tL $iLi .;i a* r$ 6;li.i ,elu*

"Mahnsuci Engkau, aku tidnk mampu menghitung pujian atasMu

sebngnimana Engknu memuji diiMu." 1

l5l. 4r * b,(tanPa tahrit)

Kata-kata ini yaitu  penjelasan tentang ciri keimanan Ahlus

Sunnah wal Jama'ah kepada sifat-sifat Allah. Ahlus Sunnah wal

Jama'ah beriman kepada asma' dan sifat dengan iman yang bersih

dari empat perkara ini: tahrif, ta'thil, takyif dan tamtsil.

*.F\ $nhrifl berarti merubah; bisa dari segilafazh, bisa dari

segi makna. Biasanyayang pertama tidak terjadi, kalaupun terjadi

maka ia terjadi dari orang bodoh, karena tahif dari segi lafazh ber-

arti merubah bentuk, misalnya tidak adayang membaca +t b iuii

;rlujr dengan dal dlbacafnthnh, kecuali jika dia tidak tahu. ini yang

umum.

Y*g sering dilakukan oleh banyak kalangan yaitu  tahif dari

segi makna.

Iman Ahlus Sunnah wal Jama'ah kepada sifat-sifat Allah yang

Allah sendiri sandangkan pada diriNya, bebas dari tahrifini, baik

dari segi lafazh maupun dari segi makna.

Merubah makna oleh para pelakunya mereka sebut sebagai

t Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab ash-Shalah, Bab Ma Yuqal ft ar-Ruku,wa as-Sujud.

ffi ffi

takwil, mereka sendiri menamakan diri mereka ahli takwil. Mereka

melakukan hat itu agar ucapannya diterima oleh khalayak, karena

takwil tidak dibenci dan dijauhi oleh jiwa, akan tetapi hakikat tak-

wil yang mereka lakukan yaitu  tahrif (penyelewengan makna).

Hal itu karena takwil mereka tidak didukung dalil yang shahih.

Hanya saja mereka tidak berani mengatakan tahrif (penyelewengan

makna), sebab jika mereka melakukan itu niscaya mereka sendiri

yang mengiklankan bahwa ucapan mereka tidak layak untuk di-

terima.

Dari sini maka syaikhul Islam menggunakan istilah tahrif

bukan takruil, meskipun banyak kalangan yang berbicara dalam

masalah ini menggunakan istilah takuil. Kata mereka "tanpa taktttil".

Apa yang dikatakan penulis lebih utama diterima karena emPat

alasan,

Pertama: Tahnf yaitu  lafazh yang disebutkan oleh al-Qur'an,

Firman Allah,

{+xQe'qi31?Y

" Mereka mengub ah (me nyeletuengkan) perkataan dari temp at- tem-

patnya." (An-Nisa' : 46).

Mengungkapkan dengan bahasa al-Qur'an yaitu  lebih baik

daripada selainnya karena ia lebih fokus kepada makna yang di-

maksud.

Kedua: Ia lebih terarah menunjukkan kepada keadaan (yang

sesungguhnya) dan lebih dekat kepada keadilan. Orang yang me-

lakukan taktuil tanpa dalil dari segi keadilan tidak layak dinamakan

ahh taktuil, yang adil yaitu  diberi nama sesuai dengan perbuatannya

yaitu ahli talmf.

Ketiga: Bahwa 1al<7uil tanpa dalil yaitu  batil, harus dijauhi dan

dihindari. Penggunaan kata tafuif lebih kuat pengaruhnya untuk

menghindarkan daripada takuil. Tahrif ditolak oleh siapa pun/ se-

dangkan taktuil agak lemah, ia diterima oleh jiwa dan menuntut

perincian maknanya. Adapun fuhnf, maka hanya dengan mengata-

kan, ini yaitu  taluif, maka orang-orang akan menjauhinya. Jika

demikian, maka penggunaan istilah tahif kepada penyelisih manhaj

Salaf yaitu  lebih sesuai daripada penggunaan istilah takroil.

3 Va4n^1, dCidalt'Wa tiltt lnh ffi

Keempat: Tidak semua tahuil dicela. Nabi ffi bersabda,

.i;b' *:,.i+Jr A,#@i

" Ya Allah, jadikanlah dia orang yang fakih dalam ogor*ini aon ajaitah

din tnkuil (tafsir).'t

Dan Allah rJtS berfirman,

flYa6t e6'xfipL*'&6y

"Padahal tidak ada yang mengetahui takruilnya, melainkan Allah.

Dnn ornng-orang yang mendalam ilmunya. " (Ali Imran: Z).

Allah memuji mereka karena mengetahti taktuil.

Tidak semua talquil dicela, karena ia memiliki beberapa makna,

ia bisa berarti tafsir, bisa berati akibat dan akhir dari sesuatu dan

bisa pula berarti membelokkan kata-kata dari zahirnya.

(a). Takuil berarti tafsir, tidak sedikit ahli tafsir yang berkata

pada saat menafsirkan ayat,"Takudl Firman Allah ini yaitu  begini

dan begini." Lalu mereka menyebutkan maknanya dan menamakan

tafsir dengan taktuil, karena kita pddr u!;i lmenakwilkan perkataan)

maksudnya, mengarahkannya kepada makna yang dimaksud.

(b). Tnhuil berarti akibat dari sesuatu; jika ia tercantum dalam

permintaan, maka takwilnya yaitu  pelaksanaannya jika ia ber-

bentuk perintah, jika ia berbentuk larangan maka taktuilnyayaitu 

meninggalkannya. Jika pada berita, maka takzoilnya yaitu  berita

tersebut teryadi.

Contoh pada berita, yakni Firman Allah rll$,

3i'e i # uifi oli 3;4 ,L;6 x;;&r\ syt,A.r F

4auc;tr'

" Tiadnlah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebe-

nnran) al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan al-

Qur'an itu berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu,

'Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Rabb knmi membarua yang hak, .',

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Ktab at-Wudhu', *ab Wad'u al-Ma'i ,inda at-Khala'; dan Muslim,

Kitab Fadha'il ash-Shahabah, Bab Fadhlu Abdillah ibni Abbas.

S Aanal" dg,.d"l" W a,ilkqah

Maknanya yaitu , mereka tidak menunggu kecuali akibat dan

akhir dari apa yang diberitakan kepada mereka, pada hari di mana

apa yang diberitakan itu telah tiba orang-orang yang melalaikarurya

sebelumnya berkata, "Rasul-rasul Rabb kami telah datang dengan

kebenaran."

Termasuk dalam hal ini yaitu  ucapan Yusuf, ketika kedua

orang tuanya dan saudara-saudaranya tersungkur bersujud kepa-

danya,

{ # c'a$it 1;r3'i}

"lnilah taktoil mimpiku yang dahulu itu." (Yusuf: 100).

Mimpiku menjadi kenyataan, karena hal itu diucapkan Yusuf

setelah mereka bersujud kepadanya.

Contoh pada permintaan yaitu  ucaPan Aisyah, "Setelah Allah

menurunkan,

{@ USivifr}-;r;<tiY$

'Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,' (An-

Nashr: L), kepada Nabi ffi, beliau memperbanyak membaca pada

rukuk dan sujudnya,

d. *t g.ui ,tts-,3 u|.i frlt ,!lq

" Mnhasuci Engkau ya Allah, Rabb kami, dengan mentujiMu, ya Alkh,

ampunilah aku."

Nabi menakwilkan al-Qur'an,l yakni, mengamalkannya.

(c). Takzoil berarti memalingkan (menyelewengkan) kata-kata

dari zahirnya. Ini terbagi menjadi dua: terpuji dan tercela. Jika didu-

kung dalil maka ia terpuji, ia berarti sama dengan tafsir, jika tidak

didukung dalil maka ia tercela dan ia berarti tahifbukan takroil.

Bagian yang kedua inilah yang dipegang oleh ahh tahif dalam

perkara sifat-sifat Allah.

Contohnya yaitu  Firman Allah,

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari , Kitab at-Tafsir, surat an-Nash4 dan Muslim, Kitab ash-Shalah,

tub Ma Yuqalu fi ar-Ruku'wa as-Sujud.

{@ i;J,il1ii;|f)iy

" (Yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas

Arnsy." (Thaha:5).

Zahir lafazh ayat ini menunjukkan bahwa Allah isthpa' di atas

Arasy, yakni bersemayam di atasnya. ]ika ada yang berkata, makna

;g:-i yaitu  istaula (menguasai) Arasy maka kita katakan, ini me-

nurutmu taktuil, karena kamu membelokkan lafazh dari zahirnya,

padahal sebenarnya itu yaitu  tahif, karena tidak didukung dalil,

justru dalil berseberangan dengannya sebagaimana hal ini akan

dijelaskan nanti.

Adapun Firman Allah dlS,

(t]"fr{a;'ifri


Related Posts:

  • Induk agama Islam 2 g dhuahyulan kepndnku, .,, (Al-An,am: 50).Allah memerintahkannya untuk berkata,e S'l' "; ;ii'c,ti j.l.ji @ 6I, 1; (, K Ayfi j-L,y y{6{r@$&,4ri" Kntnleonlnl4 'sesungguhnya aku tidnk kuasn mendntangkan suatukeruudnrnt… Read More