Induk agama Islam 3


 y

"Telah pnsti datangnya lcetetapan Allnh maka janganlah kamu

meminta ngar disegerakan (datang)nya." (An-Nahl: 1).

Maka makna lnt yr jyaitu  9t;i4.V (akan datang). Ia dengan

fi'il madhi (kata kerja lampau), akan tetapi maknanya yaitu  kata

kerja tnasa datang. Lri memalingkan lafazh dari zahirnya akan tetapi

ia didukung dalil, yaitu tlz;l;.; xl (maka janganlah kamu ineminta

disegerakan (datang)nya).

Begitu pula Firman Allah ult$,

{@$i,*Aii$\--v*"'*'("'b(:i\;6rtgy

" Apnbiln kamu membaca al-Qur'an hendsklah kamu meminta per-

lindungan kepada Allah dai setan yang terkutzk. " (An-Nahl: 98).

Kata kerja lampau, akan tetapi artinya yaitu  jika kamu hendak

membaca, bukan jika kamu selesai membaca, maka ucapkanlah

isti'ndzah. Hal itu karena kita mengetahui dari sunnah bahwa jika

Nabi hendak membaca al-Qur'an beliau beristi' adzah bukanpada

waktu selesai membaca, jadi tahuil di sini yaitu  benar (karena

didasari dalil).

Begitu pula ucapan Anas bin Malik 4a,

,g+iir ua ,!.'ipi g,L @i :Jtt ;>,At ,yt t;IM &;st os

3 W"/" d Crdall,'W r^ru/r4h

'lika Nabi masukWCbelwu membaca,'Ya Allah, sesungguhnya aku

berlindung kepndaMu dari kejalutan setan laki-laki dan setan pereru-

punn'."1 Maka !;r;lmaksudnya yaitu  J-4b\liir;1 (apabila beliau

hendak masuk), karena dzikrullah di dalam WC tidaklah layak. Oleh

karena itu kita artikan 'jika masuk' dengan'iika hendak masuk'. Ini

yaitu  tnktoil yang didukung dalil, maka ia taktuil yang shahih. Ia

tidak lebih dari tafsir.

Oleh sebab itu, menggunakan istilah tahrif untuk takruil yang

tidak didukung dalil yaitu  lebih tepat, karena ia yaitu  bahasa

al-Qur'an itu, lebih tepat bagi metode pelakunya dan lebih kuat

pengaruhnya dalam menghindarkan orang dari metode yang me-

nyelisihi metode Salaf ini. Juga karena semua tnhif yaitu  tercela,

lain halrrya dengan taktuil di mana sebagian darinya ada yang tercela

dan sebagian lagi terpuji. Jadi dari empat segi di atas menggunakan

istilah tuhnf Lebrh layak daripada taktuil.

t6l. +!ri 15, (tanpa ta'thitl

j;l$i,maknanya dan membiarkart sebagaimana

Firman Allah t lt$,

4.i'i1;-;Y

"Dan @erapa banyak pula) sumur yang telah ditinggallan." (Al-

Haji: as).

Yakni dibiarkan dan ditinggalkan.

Yang dimaksud dengan ta'thil di sini yaitu  mengingkari

Asma' dan Sifat yang Alah tetapkan untuk diriNya, baik semuanya

atau sebagian, baik dengan tahrif atau pengingkaran, semua itu

yaitu  ta'thil.

Ahlus Sunnah wal |ama'ah tidak melakukan ta'thil (baca: tidak

mengingkari) terhadap nama Allah yang mana pun, mereka juga

tidak mengingkari suatu sifat pun dari sifat-sifatNya, akan tetapi

mereka menetapkannya secara sempurna (total).

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ahWudhu, fub Ma Yuqalu Inda al-Khala'; dan Muslim,

Kibb al-Haid, Bab Ma Yuqalu idza Arada Dukhul al-Khala' .

LaIu apa perbedaan antara ta'thil dan tahifl

Kami jawab, tuhnf itu pada teks dalil, sedangkan ta'thil itn

pada kandungan teks dalil, misalnya, jika ada yang bilang yang

dimaksud oleh Firman Allah,

{ew#rt:i,i.y

"Tetapi kedua Tangan Allah terbuka" (Al-Ma'idah:54),

yaitu  kedua kekuatanNya, maka ini yaitu  tahif (penyimpangan

dalil) dan ta'thil (mengingkari) makna yang benar, karena yang

dimaksud dengan 'tangan' yaitu  arti sebenarnya. Dia telah men-

ta'tldl makna yang benar dan menghadirkan makna yangiustru salah.

Jika ada yang berkata tentang "tetapi kedua tanganNya ter-

buka", aku tidak mengerti, aku menyerahkannya kepada Allah, aku

tidak menetapkan'tangan' secara hakiki dan tidak pula tangan dengan

makna yang diselewengkan, maka kami katakan, ini yaitu  ta'thil

bukan tahif, karena dia tidak merubah makna lafazh, tidak menaf-

sirkan dengan tafsir yang tidak dimaksud, akan tetapi dia meng-

ingkari makna yang dimaksud, yaitu menetapkan tangan bagi Allah.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah berlepas diri dari kedua metode

di atas, di mana yang pertama yaitu  merubah lafazh; dengan meng-

ingkari makna yang benar lagi shahih dan mengarahkan kepada

makna yang salah yang tidak dimaksud, dan yang kedua yaitu 

metode ahli tafioidlr. Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak menyerahkan

maknanya (kepada Allah) seperti yang dilakukan ahli taftuidh, akan

tetapi mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kedua

tangan Allah yaitu  ke tangan yang sebenarnya, keduanya bukan

kekuatan dan bukan pula nikmat.

Akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah bebas dari unsur tahrif

(penyelewengan dalil) dan ta'thil (pengingkaran makna dalil).

Dari sini kita mengetahui kedustaan sekaligus kesesatan orang

yang berkata bahwa metode Salaf dalam Asma' dan Sifat yaitu 

tnfioidh. Jika mereka mengatakan itu karena mereka tidak menge-

tahui metode Salaf maka mereka tersesat. Jika mereka mengatakan

itu dengan sengaja maka mereka telah berdusta atau kita katakan

bahwa mereka telah berdusta pada kedua kemungkinan di atas

SyAru^h dqrla^A,'W aulhu1"h

menurut bahasa penduduk Hrjaz, karena dusta menurut orang-

orang Hiljaz berarti salah dan keliru.

Yang jelas, orang-orang yang mengatakan bahwa metode

Ahlus Sunnah wal Jama'ah yaitu  tafiuidh, merupakan kesalahan

yang tak ada keraguan, karena Ahlus Sunnah wal Jama'ah menetap-

kan makna dan menyerahkan cara dan bentuk sebenarnya kepada

Allah.

Hendaknya diketahui bahwa pendapat tafiuidh, seperti yang

dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, termasuk pendapat ahli

bid'ah dan orang-orang mulhid (atheis) yang paling buruk. Mana-

kala seseorang mendengar pendapat tafioidh, dia berkata, "lni yaitu 

pendapat yang baik, Iebih selamat daripada mereka dan mereka.

Aku tidak mengikuti pendapat Salaf dan tidak pula pendapat ahli

takwil. Aku mengambil jalan tengah dan aku selamat dari semua

itu dan aku katakan bahwa Allah lebih mengetahui dan kita tidak

mengetahui maknanya."

Akan tetapi Syaikhul Islam menyatakan bahwa pendapat

tafiuidh seperti ini termasuk pendapat yang paling buruk dari ahli

bid'ah dan orang-orang mulhid.

Syaikhul Islam benar, karena jika Anda merenungkan pendapat

ahli tafiuidh, maka Anda mendapatkan bahwa itu mendustakan al-

Qur'an, menganggap Rasulullah ffi bodoh dan membuka peluang

bagi ilmu filsafat.

Mendustakan al-Qur'an, karena Allah ultl berfirman,

4 r8',ft c*-'', !g\ ai" 6t5Y

"Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) untuk men-

elaskan segala sesuatu." (An-Nahl 89).

Penjelasan apakah yang menggunakan kata-kata yang artinya

tidak diketahui? Padahal ia termasuk yang tercantum di dalam al-

Qur'an dan yang paling banyak tercantum di dalamnya yaitu 

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Jika kita tidak mengetahui maknanya, maka apakah al-Qur'an

yaitu  penjelas bagi segala sesuatu? Di manakah penjelasan yang

dimaksud?

lthli tafiddh berkat+ "Sesungguhnya Rasulullah ffi Udak menge.

tahui makna-makna al-Qur'an yang terkait dengan nama dan sifat

Allah". Jika Rasulullah ffi tidak mengetahui, maka lebih-lebih yang

lain.

Lebih aneh dari itu yaitu  bahwa mereka berkata, "Rasulullah

ffi berbicara tentang sifat-sifat Allah tanpa mengetahui maknanya."

Dia bersabda, et;5t e,: thtu.'r"Tuhan lumi Allah yang ada di langit."

Jika beliau ditanya tentangnya, maka beliau menjawab, "Aku tidak

tahu." Begitu pula sabdanya, gJitr ,rc:r dlli iy."Tuhankami turun

l<e langit terdekat.u ]ika dia ditanya apa makna,'Tuhan kami turun.'

Beliau menjawab, "Tidak tahu." Dan begitu seterusnya.

Adakah pelecehan terhadap Rasulullah yang lebih berat dari-

pada ini? ]elas ini termasuk pelecehan paling besar. Seorang Rasul

dari sisi Allah diutus untuk menjelaskan kepada manusia sedangkan

dia sendiri tidak mengetahui makna ayat-ayat dan hadits-hadits

tentang sifat, akankah dia sendiri yang tidak mengetahui makna

ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sifat Allah, akan berbicara

dengan ucapan yang dia sendiri tidak mengerti makna semua itu?

Inilah dua sisi terburuk tersebut Mendustakan al-Qur'an dan

menganggap bodoh Rasulullah.

Sisi ketiga yaitu  memberi peluang kepada orang-orang

zindiq yang menyombongkan diri di hadapan ahli tafioidh. Orang-

orang zindiq tersebut berkata kepada ahli tafioidh, "Kalian tidak

mengetahui apa pun, kamilah yang mengetahui."

Lalu mereka mulai menafsirkan al-Qur'an dengan apa yang

tidak diinginkan Allah. mereka berkata, "Menetapkan makna-makna

dalil yaitu  lebih baik daripada kita menjadi orang ummi yang

tidak mengerti apa pun." Lalu mereka mulai berbicara tentang makna

kalam dan sifat Allah sesuka hati mereka. Ahli tafioidh sendiri tidak

mampu membantah apa pun, karena mereka berkata, ,'Kami tidak

mengetahui apa yang diinginkan Allah, jadi bisa saja apa yang

kalian katakan itu yaitu  makna yang diinginkan oleh Altah." Dengan

itu ahli tnfiuidh telah membuka pintu keburukan yang besar. Oleh

karena itu muncul slogan dusta yang mengatakan, "Metode Salaf

lebih selamat, dan metode khalaf lebih ilmiah dan lebih bijak."

Syaikhul Islam berkata, "Slogan ini dilontarkan oleh sebagian

or.u:lg dungu." Benar, hanya or.u:tg dungulah yang mengucapkannya.

Slogan di atas termasuk paling dusta dari segi ucapan dan

konsekuensinya. "Metode Salaf lebih selamat dan metode khalaf

lebih ilmiah dan lebih bijak." Bagaimanayffiig terakhir lebih ilmiah

dan lebih bijak sementara yang pertama lebih selamat? Padahal

selamanya tidak ada keselamatan tanpa ilmu dan hikmah. Orang

yang tidak mengetahui jalan, tidak mungkin dia selamat, karena

dia tidak mengetahui, kalau dia memiliki ilmu dan hikmah niscaya

dia selamat.Iadi tiada keselamatan kecuali dengan ilmu dan hikmah.

Kalau Anda berkata, "Sesungguhnya metode Sataf lebih selamat

"maka seharusnya kamu pun mengatakan, "Sekaligus lebih ilmiah

dan lebih bijak," karena jika tidak, maka ucapan Anda kontradiktif.

Jadi slogan yang benar yaitu , "Metode Salaf lebih selamat,

lebih ilmiah dan lebih bijak."

Metode khalaf yaitu  seperti yang diakui oleh orang berikut

ini:

Aku bersumpah aku telah berkeliling

Pada semua perguruan

Badanku bolak balik di antara bangunan-bangunan (sekolahan) itu

Namun aku tidak melilut, kecuali orangbingung yang meletakkan

Telapak tangannya di dagunya atau menggigit jan penyesalan

Inilah metode yang menurut orang tersebut yaitu  bahwa

dia tidak mendapatkan kecuali orang bingung yang meletakkan

tangan di dagunya. Ini artinya dia tidak memiliki ilmu atau orang

yang kedua yang menggigit jarinya karena dia tidak meniti ialan

keselamatan.

Salah seorang pentolan mereka, ar-Razi berkata,

Akibat dari lcelancangan alul yaitu  lcerutpetan

Kebanyakan usaha manusia yaitu  l<esesatan

Ruh lumi merasa asing dai jasad kami

Akhir dunia kami yaitu  siksa (batin) dan pikiran kacau

Kami tidak mendapat manfaat apa-apa darikajian seumur hidup

Kecunli hnnyn mengumpulkan ,'kntanyn', dan ,'katanya,,

Lanjut ar-Razi, "Aku telah mengkaji metode ahli kalam dan

cara pandang filsafat, maka aku melihatnya tidak dapat menyem-

buhkan orang sakit dan tidak pula melenyipkan dahaga. Aku men-

dapati metode terdekat yaitu  metode al-eur'an. Aku membaca

ayat yang menetapkan sifat Allah,

(@ {iie.AiJ;'F}iy

,"Tuhan yang Maha pemurah, yang bersemfiynm di atns Arasy.,,

(Thaha: 5).

4.ryi"gJi3:5. iltb

'KepndnNya-lah perkataan-perkntnan yang baik naik.,' (Fathir: 10).

Aku pun membaca ayat yang menafikan,

(@&-a1fi-fi*

"Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi (ilmu)Nya.,, (Thaha:

110).

- Siapa yang telah mencoba apa yang telah aku coba niscaya dia

akan mengetahui_apa yang aku ketahui." Apakah orang-orang

seperti mereka ini kita katakan bahwa metode mereka lebih ilmiah

dan lebih bijak? olang yang berkata, "sesungguhnya aku berharap

mati di atas akidah orang-orang lemah kota Naisabur.,, Dan oru.,g-

orang lemah yaitu  or.mg-orang awam. orang ini berharap kembali

\e-nad,a golongan orang-ora.,g biasa. oran[ seperti iniicah yang

dikatakan metodenya lebih ilmiah dan lebih Ui;ut Z

Di mana ilmu yang mereka klaim itu?

Jelaslah bahwa metode tafioidh yaitu  sarah karena ia mengan-

dung tiga akibat negatif: pertama, mendustakan ar-eur'an, kedua,

menganggap bodoh Rasulullah dan ketiga, memberi peruang (kridk)

kepada ahli filsafal. Dan orang-orang yang mengatakan bahwa

metode salaf yaitu  taftuidh, maka dia telah berd"usta atas nama

salaf, karena salaf menetapkan lafazh dan makna dan menjelas-

kannya secara memadai.

Ahlus sunnah war Jama'ah tidak mentahif (menyelewengkan

makna lafazh) dan tidak pula men ta'thil (mengingkari), mereka

memberi arti bagi dalil sesuai dengan yang diinginkan Allah.

4,'l'|1ei;J'?Y

"Lalu Diabersemayam di atas Arasy." (Al-A'raf: 54).

a;:\ yakni bersemayam bukan Jir\yilrgberarti menguasai. eg

'dengan tanganNya' yaitu  tangan secara hakiki bukan kekuatan

dan bukan pula nikmat, maka tidak ada tahif dan ta'thil bagi Ahlus

Sunnah wal Jama'ah.

l7l. r$ * :yJ, (tanpa takyifl

-[K: kata ini tidak tertera di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah,

akan tetapi terdapat dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut

dilarang.

Takyif yaitu  menyebut cara dan bentuk sifat. Anda berkata,

t;*: J*- ;$, yakni menyebutkan cara dan bentuk sifat.

Tnkyif (cara dan bentuk) biasa ditanyakan dengan -;5 @agai-

mana). Jika kamu misalnya berkata, bagaimanaZaid datang? Lalu

jawabnya yaitu , "Dengan berkendara," maka kamu telah menye-

butkan cara kedatangannya. Bagaimana warna mobil itu? Putih.

Maka Anda telah menyebut warna.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak melakukan takyif terhadap

sifat-sifat Allah; dan itu dengan berpijak kepada dalil naqli dan

dalll nqli.

Dalil naqli, seperti Firman Allah tll5,

it; ;;i A;567-iji 66c;W';n( J;-;,rt Cj i;6f ,i *

{ @ 'b$i{ti;i'i'e$$;Yr6rx" -r.ii iY 6\,18 3

" Kstaknnlah, 'Rabbku hnnyn menglurnmkan perbuatan yang keji,

bnik ynng nnmpak ataupun yang tersenfuunyi, dan perbuatnn dosn, me-

lnnggnr lrnk mnnusin tnnpn alasnn yang bennr, Qnenglurnmknn) memper-

sekutuknn Allah dengan sesuatu ynng Allah tidak menurunkan huijnlr

untuk itu dnn (menglmrnrnknn) mengndn-adakan terhndnp Allnh apa yang

tidnk knnru ketnlrui." (Al-A'raf: 33).

Inti dalil dalam ayat ini (mengenai masalah ini) terdapat pada

ffi ffi

{'olS*C;'i &ifii ltfi "On (menglnramknn) mengada-adnlan terludap

Allnh npa ynng tidnkknmu ketnhui."

Jika ada orang berkata, "sesungguhnya Allah bersemayam di

atas Arasy dengan cara begini," lalu dia menyebutkan cara tertentu,

maka kami katakan, "Orang ini telah berkata atas nama Allah tanpa

ilmu. Apakah Allah mengabarkan kepada Anda bahwa Dia berse-

mayam dengan cara tersebut? Tentu tidak. Allah hanya mengabar-

kan bahwa Dia bersemayam dan tidak mengabarkan bagaimana

cara Dia bersemayam." Kami katakan, "[ni yaitu  takyif dan berkata

atas nama Allah tanpa ilmu."

Dari sini sebagian ulama Salaf berkata, "Jika orang ]ahmiyah

berkata kepada Anda, "sesungguhnya Allah turun ke langit terdeka!

bagaimana Allah turun?" Maka jawablah bahwa Allah mengabarkan

bahwa Dia turun dan tidak mengabarkan bagaimana cara Dia turun."

Ini yaitu  kaidah yangsangat berguna.

Dalil naqli yang lain yaitu , Firman Allah slti;,

;it#Lli\

{@*^a

"Dan jangankh knmu mengikuti apn yang kamu tidak mempunyai

pen ge tnhuan tentnngny n. S e sungguhny a penden gnran, pen glihatan dan

lati, wnrunnya ifu nknn dimintn pertnnggungan j aruabny n " (Al-Isra' : 36).

Maksudnya, jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempu-

nyai pengetahuan tentangnya, " Sesunggthnyn pendengarnn, peng-

lilutan dan hnti, semuanya itu akan diminta pertanggungan jaruabnya."

(Al-Isra':36).

Adapun dalil aqli, maka kami katakan bahwa cara dan bentuk

dari sesuatu, tidak bisa diketahui, kecuali dengan satu dari tiga

perkara: pertama, menyaksikannya secara langsung, kedua, menyak-

sikan apa yang mirip dengannya atau ketiga, berita dari orang yang

jujur tentangnya. Artinya, kamu menyaksikannya sendiri dan

mengetahui cara dan bentuknya atau Anda menyaksikan sesuatu

yang serupa dengannya, seperti jika ada orang yang berkata, "Fulan

membeli mobil (Nissan) Datsun model88 nomor 2000," maka Anda

pun mengetahui bentuk mobil tersebut, karena Anda memiliki

&;tfii: AS'€a( ty-'fu-.e16 A\i Jfr't;y

S yaialv d$falt W ail/4a/"

mobil seperti itu atau ada orang jujur yang menjelaskannya kepada

Anda, di mana dia datang kepada Anda dan berkata, "Mobil fulan

cirinya begini dan begini..." lalu dia menjelaskannya dengan baik.

Dengan demikian Anda mengetahui bentuknya.

Dari sini sebagian ulama memberikan jawaban yang teliti

dengan mengatakan, "IJcapan kami 'tanpa taknltf tidak berarti bahwa

kami meyakininya tidak memiliki cara dan bentuk, justru kami

tetap meyakininya memiliki cara dan bentuk, hanya saja ilmu ten-

tang cara dan bentuk inilah yang tidak kita ketahui karena bersema-

yamnya Allah di atas Arasy tanpa ragu memiliki cara dan bentuk,

akan tetapi ia tidak diketahui. Turunnya Atlah ke langit dunia juga

memiliki cara dan bentuk, akan tetapi ia tidak diketahui, karena

tidak ada sesuatu pun yang ada, kecuali ia memiliki cara dan bentuk,

hanya saja ia bisa diketahui dan bisa pula tidak diketahui.

Imam Malik pernah ditanya tentang Firman Allah dt$,

{@ t;iJ.iiJ;'F}iy

"Allah yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arasy."

(Thaha:5).

"Bagaimana Allah bersemayam?"

Imam Malik menundukkan kepalanya sampai ia berkeringat

kemudian dia mengangkat kepalanya dan menjawab, "Bersemayam

bukanlah sesuatu yang tidak diketahui." Yakni dari segi makna ia

diketahui, karena bahasanya yaitu  bahasa Arab, bahasa kita. Di

semua tempat yang terdapat padanya kata girtyalr'tg diikuti dengan

j; berarti bersemayam. Malik menjawab, 6iut bukanlah sesuatu

yang tidak diketahui, tapi cara dan bentuknya yaitu  di luar jang-

kauan akal." Karena akal tidak akan mengetahui cara dan bentuknya.

Jika tidak ada dalil naqli dan aqli menetapkan cara dan bentuk

(dari suatu sifat) maka menahan diri yaitu  wajib. "Beriman kepa-

danya yaitu  wajib." Karena Allah menyampaikan hal itu tentang

diriNya, maka membenarkannya yaitu  wajib. "Bertanya tentangnya

yaitu  bid'ah."1 Yakni bertanya tentang cara dan bentuknya yaitu 

I Diriwayatkan oleh al-Lalika'i dalam Syarh lJshul lTiqad ahli as-Sunnah, no. 664; al-Baihaqi

dalam al-Asma' wa ash'Shifa| no. 867i Abu Nu'aim dalam al-Hilyah 61325; ad-Darimi dalam

S yonah dqtdal, W r"lt /"r/alv

bid'ah, karena orang-oran g y ang lebih bersungguh-sungguh dalam

masalah ilmu daripada kita yakni para sahabat tidak bertanya

tentangnya ketika Allah menurunkan,

iAei$y

54). Para sahabatberserunynrtt di atas Arasy."

(

(Al-A'raf:

mengetahui kebesaran Allah dan makna ,s;it. (bersemayam) di atas

Arasy, bahwa ia tidak mungkin ditanyakan dengan bagaimana

Dia bersemayam? Karena Anda tidak akan mengetahui itu. Maka

jika kita ditanya, maka kami jawab, "Pertanyaan ini yaitu  bid'ah."

Jawaban Imam Malik,i.l,u yaitu  parameter untuk seluruh sifat.

Jika ada yang berkata kepada Anda, misalnya, "Sesungguhnya Allah

turun ke langit dunia, bagaimana Dia turun?" Maka jawablah, nuzul

(turun) bukan sesuatu yang tidak diketahui, cara dan bentuknya

di luar jangkauan akal, beriman kepadanya yaitu  wajib dan ber-

tanya tentangnya yaitu  bid'ah. Orang-orang yang bertanya, bagai-

mana Allah turun sedangkan sepertiga malam A1lah berpindah-

pindah? Kami katakan pertanyaan ini yaitu  bid'ah. Bagaimana

kalian bertanya tentang apa yang tidak dipertanyakan oleh para

sahabat, padahal mereka lebih bersungguh-sungguh daripada dirimu

dalam kebaikan, lebih mengetahui tentang apa yang layak untuk

Allah, kita tidak lebih mengetahui daripada Rasulullah ffi, meskipun

demikian Nabi tidak memberitahu mereka tentangnya, maka per-

tanyaan Anda ini yaitu  bid'ah, seandainya kami tidak berbaik

sangka kepadamu niscaya kami katakan apayang layak untukmu

yaitu bahwa kamu yaitu  ahli bid'ah.

Imam Malik sendiri berkata, "Aku tidak melihatmu kecuali

ahli bid'ah." Kemudian beliau meminta agar yang bersangkutan

dikeluarkan. Hal itu karena Salaf membenci ahli bid'ah, membenci

pandangan penolakan, bantahan, dan sangkalan mereka."

Dalam bab ini wahai saudaraku, kamu wajib mengambil

ar-Rad ala al-Jahmiyah, no. 104; Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhid7lL51. Ibnu Hajar berkata,

"Sanadnya jayid." (Al-Fath L31407). Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata setelah ucapan

Imam Malik di atas, "Jawaban ini diriwayatkan secara shahih dari Rabi'ah Syaikh Imam Malik.

Jawaban ini diriwayatkan pula dari Ummu Salamah #i,, secara mauquf dan marfit'. Hanya saja

sanadnya tidak bisa dijadikan sandaran. Begitulah ucapan-ucapan mereka sesuai dengan

jawaban Imam Malik ini." Majmu' al-Fatawa 51365.

ffi ffi

sikap menerima, karena termasuk kesempurnaan penyerahan diri

kepada Allah yaitu  hendaknya kamu tidak mempersoalkan per-

kara-perkara seperti ini. Oleh karena itu, aku selalu memperinga&an

kamu agar tidak mempersoalkan Asma' dan Sifat dengan cara

mempersulit dan memaksakan diri, di mana hal itu tidak pernah

dilakukan oleh para sahabat, karena jika pintu ini kita buka di hada-

pan kita, maka pintu-pintu lainnya pun akan terbuka dan pagar-

pagar pun ikut roboh. Dalam kondisi tersebut kita akan lepas kontrol.

Oleh karena itu, katakanlah, "Kami mendengar dan menaati, kami

beriman dan membenarkan. Kami beriman dan membenarkan

berita, kami menaati perintah dan kami mendengar Firman Allah."

Lakukan itu agar Anda selamat.

Siapa pun yang bertanya tentang sesuatu dalam hal Asma'

dan Sifat Allah yang tidak ditanyakan oleh sahabat, maka katakan

kepadanya seperti yang dikatakan Imam Malik, -dalam perkara

ini kamu mempunyai pendahulu,- "Bertanya tentangnya yaitu 

bid'ah." ]ika kamu berkata demikian kepadanya maka dia tidak

akan ngeyel. Jika dia ngeyel maka katakan, "Wahai ahli bid'ah, ber-

tanya tentangnya yaitu  bid'ah, bertanyalah tentang hukum-hukum

yang memang dibebankan atasmu. Kalau Anda bertanya tentang

sesuatu yang berkaitan dengan Allah, tentang Asma' dan SifatNya

dan itu tidak dilakukan oleh para sahabat maka hal itu tidak bisa

cliterima unfuk selama-lamanya."

Terdapat ucapan dari Salaf bahwa mereka memahami makna

sifat-sifat yang Allah turunkan kepada Rasulullah, seperti yang

dinukil dari al-Auzdi dan lainnya. Telah dinukil dari mereka bahwa

mereka berkata tentang ayat-ayat dan hadits-hadits sifat Allah,

"Pahamilah ia seperti apa adanya tanpa menentukan cara dan ben-

tuknya." Ini menunjukkan bahwa mereka menetapkan maknanya

dari dua segi:

Pertnmn, bahwa mereka berkata, "Pahamilah ia seperti apa

adanya." Dan sebagaimana diketahui bahwa ia yaitu  lafazh-lafazh

yiu:rg memiliki makna, ia tidak hadir sia-sia begitu saja (tanpa makna)'

Dan apabila kita pahami sebagaimana apa adanya, itu mengharus-

kan kita untuk menetapkan bahwa semua itu memang memiliki

makna.

Kedun, ucapan mereka 'tanpa menenfukan cara dan benfuk'.

Dinafikannya cara dan bentuk menunjukkan adanya dasar makna,

karena tidak acla penafian terhadap sesuatu yang bersifat sia-sia dan

sekedar iseng.

Jadi, ucapan yang masyhur dari Salaf, menunjukkan bahwa

mereka menetapkan makna bagi dalil-dalil seperti ini.

t8]. 4# )i, (tanpa tamtsill

Ahlus Sunnah wal Jama'ah berlepas diri dari sikap tnmtsil

(memisalkan) Allah dengan makhlukNya; tidak pada DzatNya,

tidak pula pada sifatNya. Tamtsil (membuat misal) yaitu  menye-

butkan apa yang semisal bagi sesuatu.

Antara tnmtsil dengan tnkyif terdapat korelasi keumuman dan

kekhususan yang mutlak, karena setiap pelaku tamtsil yaitu 

pelaku tnkyif dan tidak semua pelaku takyif yaitu  pelaku tamtsil

karena takyif yaitu  menyebutkan cara dan bentuk tanpa disertai

dengan memisalkan dengan sesuatu. Seperti misalnya Anda berkata,

"Aku memiliki pena yang bentuknya begini dan begini." Jika kamu

sertakar-r dengan menyebut pena lain yang semisal dengannya, maka

itu yaitu  tarutsil seperti jika Anda berkata, "Aku memiliki Pena

seperti pena ini." Karena aku menyebutkan sesuatu yangmenyamai

yang lain dan aku mengetahui pena ini dengan menyebutkan per-

samaannya.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah menetapkan sifat-sifat bagi Allah

tanpa tamtsil. Mereka berkata, "Sesungguhnya Allah memiliki sifat

hayat (hidup), tapi tidak seperti kehidupan kita. Dia memiliki sifat

ilmu, tapi tidak seperti ilmu kita. Dia memiliki sifat bashnr (melihat),

tapi tidak seperti penglihatan kita. Dia memiliki wajah, tapi tidak

seperti wajah kita. Dia memiliki tangan, tapi tidak seperti tangan

kita...dan begitulah seluruh sifat-sifat Allah." Ahlus Sunnah wal

Jama'ah berkata, "Sesungguhnya Allah sama sekali tidak semisal

dengan makhlukNya dalam sifat-sifat yang Dia sandarkan pada

diriNya."

Dalam hal ini Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki dalil-dalil

naqli dan aqli:

A. Dalil naqli

Dalil ini terbagi meniadi dua: ktubar (berita) dan thnlab (tun-

ffi ffi

S raial, difah W a,stthtryah

tutan).

Di antara dalil naqli yang bersifat khabar yaitu , Firman

Allah elt5,

{I-* -#;aY

'Tidak ada sesuaht pun yang srupa dengan Dia." (Asy-Syura: 11)'

Ayat ini secara jelas menafikan tamtsil.

Dan FirmanNya,

(@u"':;fr$h

" Apakah krtmu mengetahui adn *orang yang sama dengnn Dia (yang

patut disentbah) 7" (Maryam: 65).

Meskipun ayat ini berbentuk pertanyaan, akan tetapi maknanya

yaitu  khnbnr (berita), karena ia yaitu  pertanyaan yang mengand*g

makna menolak.

Begitu pula FirmanNya,

(@ s,at?Li'i<.{iy

" Dan tidak nda xorang Pun yang stnra dengan Dia.' (Al-Ikhlas: 4).

Semua ayat ini menafikan permisalan bagi Allah dan semuanya

dalam bentuk khabar (berita).

Sedangkan dalil yang bersifat thalab (tuntutan), di antaranya

yaitu  Firman Allah tlt$,

( r,r'r,-f; ;+\;r4fiy

" Kflrena ifu jnnganlnh knmu mengadnknn xkufu-wktrtu bagi Allah."

(Al-Baqarah: 22). Yakni tandingan-tandingan dan misal-misal. Fir-

manNya,

43v'ti1\i#r,F

" Mnka jnnganlah knmu mengadakan misal-misal (sekutu-sekutu)

bngi Allah." (An-Nahl: 74).

Barangsiapa menyamakan Allah dengan makhlukNya, maka

dia telah mendustakan berita Allah dan menyelisihi perintah. Oleh

karena itu, sebagian Salaf melontarkan takfir (vonis kafir) kepada

siapa saia yang memisalkan Allah dengan makhlukNya. Nu'aim

bin Hammad al-Khuza'i, Syaikhnya al-Bukhari berkata, "Barang-

siapa menyerupakan Allah dengan makhlukNya, maka dia telah

kafir."1 Karena yang bersangkutan mendustakan berita Allah sekali-

gus menyelisihi perintah.

Adapun dalil-dalil aqli yang menunjukkan tidak mungkin

dimisalkan antara Khalik (Atlah) dengan makhluk, maka ini dari

beberapa segi,

Pertnmn, kami katakan dalam keadaan apa pun memisalkan

antara Khalik dengan makhluk yaitu  sesuatu yang tidak mungkin.

Seandainya di antara keduanya tidak terdapat perbedaan, kecuali

hanya pada dasar wujudnya (adanya), niscaya hal itu sudah cukup,

lral itu karena adanya Khalik (pencipta) yaitu  wajib, karena Dia

yaitu  azali dan abadi, sedangkan adanya makhluk yaitu  mungkin,

didahului ketiadaan dan diakhiri dengan kefanaan. Jika masing-

masing dari keduanya yaitu  demikian, maka tidak mungkin di-

katakan bahwa keduanya yaitu  semisal.

Kedun, kita menemukan perbedaan besar antara Khalik dan

makhluk pada sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya. Dalam sifat-

sifatNya, Allah dapat mendengar semua suara, meskipun ia samar

dan jauh, dan meskipun di dasar lautan, Allah .€ mendengarnya.

Allah menurunkan FirmanNya,

'K.e UKb'jii -Jt-66V,. cA* 6i ij,';i)i'e, iY

{@UU^iLL

" Senmgguhnya Allnh telah ntendengar perkntann ruanita yang meng-

njuknn gtgatan l<epadn kamu tentnng suaminya, dnn mengaduknn (ulnya)

kepnda Allah, dnn Allah mendengar soal jaruab antara kamu berdua. Se-

sungguhnyn Allah Mnlu Mendengarlagt Mahn Melilut." (Al-Mujadilah: 1).

Aisyah berkata, "Segala puji bagi Altah yang pendengaranNya

meliputi segala suara. Aku berada di kamar, sebagian dari ucapan-

nya tidak aku ketahui."2 Allah mendengarnya sementara Dia ber-

t Diriwayatkan oleh al-Lalika'i dalam Syanh, no. 936; dan adz-Dzahabi dalam al-tlluw, hal. 116.

2 DriwayaU<an oleh al-Bukhari ser;n mubllq, Kbb Tauhid, tuA Wa Kana Nlah hmi'an b$ind'

dan diriwayatkan secara maushul oleh Ahmad dalam al-Musnad, 6146; dan disebutkan oleh Ibnu

semayam cli atas ArasyNya padallal antara Ditr cL'ng.rrl pelgmprm

tersebut terbent.rng jarak yang jaul'rnva hant'a rliket.rhui oleh Allah.

Nlaka ticlali nlungkin seseorang berkata, Allah memililii Pentlengaran

seperti penclengaran kita.

Ketiga, kita mengetahui bahwa Allah berbeda dari makhluk-

Nya clengan dzatNya,

47;svr(ig\'L.f'a|y

"Kursi Allnh ntelipttti lnngit dnnbunti." (Al-Baqarah: 255).

4,iG\7=;.b:'i?y

" Pndnlml bumi seluruhnyn dnlam genggamanNyr." (Az-Zumat:

67).

Tidak seorang makhluk pun yang mamPu seperti itu. Jika Allah

berbeda dari makhluk dari segi dzatNya, maka sifat mengikui dzat,

maka ia pun berbeda dengan sifat makhluk, tidak mungkin ada per-

samaan antara makhluk dengan Khalik.

Keempat, kita menyaksikan banyak hal pada makhluk yang sama

dari segi narna, tapi berbeda sec.ua substansial. Manusia pun berbeda-

beda pada sifat mereka: Orang yang ini penglihatannya kuat, se-

dangkan yang itu lemah. Irri pendengarannya kuat, sedangkan yang

itu lemah. Ini berbadan kuat sedangkan yang itu berbadan lemah.

Ini laki-laki, itu wanita... begitulah, terdapat banyak perbedaan

antara makhluk, padahal ia satu jenis, lalu bagaimana antara makh-

luk-makhluk yang jenis-jenisnya berbeda dan beragam? Tentu

perbedaannya akan lebih jelas (lebih jauh).

Dari sini maka tidak mungkin seseorang berkata, "Aku me-

miliki tangan seperti tangan unta atau seperti tangan semut kecil

atau seperti tangan kucing. Ada manusia, unta, semut dan kucing;

masing-masing memiliki tangan yang berbeda-beda padahal nama-

nya satu, yaitu tangan. Di sini kami katakan, jika perbedaan bentuk

suatu anggota badan antara makhluk, meski dengan nama yang

satu yaitu  mungkin, maka perbedaan antara Khalik dengan makh-

luk tidak sekedar mungkin akan tetapi wajib.

Katsir, 41286 (tafsir surat al-Mujadilah ayat 1, Ed).

Jadi kita memiliki empat segi dalil aqli, semuanya menunjuk-

kan bahwa Khalik tidak sama dengan makhluk dalam kondisi apa

Pun.

Bisa pula kita katakan, ada dalil lain yaitu, dalil fitrah, hal itu

karena manusia dengan fitrahnya tanpa didikte mengetahui per-

bedaan antara Khalik dengan makhluk dan kalau bukan karena

adanya fitrah ini niscaya dia tidak berdoa kepada Khalik.

Jelaslah bahwa tanfisil (permisalan antara Allah dengan makh-

luk) sama sekali tidak mungkin berdasarkan dalil naqli, aqli dan

fitrah.

Jika ada yang berkata, "Sesungguhnya Nabi & menyampai-

kan kepada kita hadits-hadits yang samar (mutasyabih)bagikita,

apakah itu tamtsil atau bukan? Kami meletakkannya di hadapan

Anda yaitu,

Nabi #!? bersabda,

.lg3') €-ttlt-2: ti ,r!r il.| ;d JJi w fZ q;; #L

"Senmgguhnyn knmu aknn melihnt Rnbb luilinn sebngnimnnn lutlinn

melilut rentbulnn di mnlam putnnma, knlian tidnk berdesak-desaknn untuk

dapat melihatNyn."l

Nabi bersabda: t-;.3 (sebagaimana) dan knf berfunssi untuk me-

nyerupakan. Dan yang bersabda ini yaitu  Rasulullah dan dalam

prinsip kami yaitu  beriman kepada sabdanya sebagaimana kami

beriman kepada Firman Allah. Apa jawabmu tentang hadits ini?

Kami katakan, kami menjawab tentang hadits ini dan hadits

lain yang semacamnya dengan dua jawaban: yang pertama global

dan yang kedua terperinci.

Yang pertama: Tidak mungkin terjadi pertentangan antara

Firman Allah dengan sabda Rasulullah yang shahih darinya, karena

keduanya yaitu  kebenaran dan kebenaran tidak mungkin berten-

tangan. Keduanya yaitu  bersumber dari A1lah dan apa yang berasal

dari Allah tidak akan pernah bertentangan,

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab Mawaqit ash-Shalah, tub Fadhlu Shalat at-Ashrl Muslim

Kbb al-Masajid, tub Fadhlu Shalat ash-Shubuh wa al-Ashr

( @ fiiL\iri+i *bt4 6i** i t K1;y

" Knlau kiranya al-Qur'an itubukan dai sisi Allah, tentulah mereka

ntendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. " (An-Nisa': 82).

Jika teryadi, yang menurut dugaan Anda bertentangan, maka

ketahuilah bahwa hal itu bukan dari segi dalil akan tetapi dari segi

pemahaman Anda sendiri. Jika terjadi -menurut dugaan Anda-

pertentangan antara dalil-dalil al-Qur'an dan Sunnah, maka bisa

disebabkan oleh kurangnya ilmu atau minimnya pemahaman atau

karena kelalaian dalam mengkaji dan menelaah, seandainya kamu

mengkaji dan merenungkan niscaya pertentangan yang kamu duga

tersebut tidak berdasar. Mungkin hal itu karena niat dan tujuannya

sudah tidak baik di mana kamu hanya mengambil yang zahirnya

bertentangan untuk mempertentangkan, maka akibatnya taufik

dari Allah menjauhimu, seperti yang terjadi pada orang-orang yang

menyimp an g yan g hanya mengiku ti ay at- ay at yan g muta sy abiha t.

Berdasarkan jawaban yang global ini, maka wajib atasmu pada

saat terjadi ketidakjelasan, untuk mengembalikan yang mutnsyabih

kepada yang muhkam, karena ini yaitu  jalan orang-orang yang

mendalam ilmunya. Firman Allah ulE,

it$$t, $3 ;ar'll'# &e 'Lt; iz 1,$ii &c ii1 -"dt i Y

6 :*jc :,6'(, 1 -ui;6i'q'^ii( 6;i:tu +.fi C t$i c.t

4q * a ",9 -*,6; i,Jfi ut a'oil.:Ei;'xJt,';t 'Y 

'&

"Dia-lah yang ruenurunknn al-Kitnb (al-Qur-an) kepada kamu. Di

nntnra (isi)nya ada aynt-ayat yang muhkamat. ltulah pokok-pokok isi al-

Quian dnn ynng lnin (ayat-aynt) mutnsyabilmt. Adapun ornny-orang

yang dnlnnr hatinya condong kepada kesesntnn, maka merekn mengikuti

sebngian nynt-ayat yang mutasynbihat dari padanya untuk menimbulkan

fitnnh untuk mencari-cari taktoilnya, padnhal tidak ada yang mengetnhui

tnktuilnyn nrclninknn Allsh. Dan orang-orang yang mendnlam ilmunya

berknts, 'Karui beriruan kepada aynt-aynt ynng mutasynbilmt, semuanya

itu dni sisi Rabb kami'. " (Ali Imran: 7).

Mereka menafsirkan yang mutnsyabih dengan yang muhknm se-

hingga semuanya menjadi muhkam.

ffi ffi

Adapun jawaban yang terperinci, maka kita menjawab masing-

masing dalil secara tersendiri.

Sabda Nabi,

.g-3') e Jtlt;: Y,-,+lt U P

" Sesungguhnya krtlian akan melihnt Rabb knlian sebagaimana kalian

nrclihat rembulan di mnlam purnamfl, ktmu tidak akan berdesak-desakan

un tuk dnp n t ntelihntN y n. "

Hadits ini tidak menyerupakan apa yang dilihat dengan apa

yang dilihat, akan tetapi ia menyerupakan penglihatan dengan

penglihatan." ;t3; vs i3'F ", kaf pada, u ;tli Li3 ", masuk kepada

mnshdnr munllrlal, karena u yaitu  mnshdariyah. Jadi, asumsi ucapan-

nya yaitu  seperti kalian melihat terhadap rembulan di malam

purnama. Maka hadits tersebut menyerupakan penglihatan dengan

penglihatan bukan yang dilihat dengan yang dilihat. Maksudnya

yaitu  kamu melihatNya dengan jelas, seperti kamu melihat rem-

bulan di malam purnama. Oleh karena itu ia diikuti dengan "Kamlt

tidak akan berdesak-desnknn unfuk dnpat melihatNya," atau "Kamu tidak

saling menyakiti (karena berdesakan) dalam melihatNya."

Sampai di sini kesulitan terhadap hadits di atas telah hilang.

Pada hadits lain, Nabi € bersabda,

.e.t*

" Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dalam bentuknya.

Sebuah bentuk yaitu  semisal dengan yang lain, tidak bisa diba-

yangkan adanya bentuk kecuali ia menyerupai yang lain. Oleh

karena itu, jika aku menulis surat untuk Anda, lalu aku memphoto

copinya lalu hasilnya keluar, maka dikatakan, "Ini yaitu  copy dari

ini." Tidak ada perbedaan pada huruf dan kata-katanya, satu bentuk

menyerupai bentuk yang lain. Y*g bersabda, " Sesungguhnya Allah

ntenciptakan Adam dalam bentuknya,. " yaitu  Rasulullah, makhluk

paling mengetahui, paling jujur, paling tulus dan paling fasih.

Kami jawab dengan jawaban global dan terperinci.

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Isti'dzan, Bab Bad'i as-Salarry dan Muslim, Kitab al-

Bir, &ab an-Nahyu an Dharbi al-Wajh.

J3j w Si{',) J3;r #v

6G int

o

r!

I1

Jauaban yang global: Kami katakan bahwa hadits ini tidak

mungkin bertentangan dengan Firman Allah tJl5,

(:-*.#,fry

'Tidak ada sesuatu pun yang srupa denganNya. " (Asy-Syura: LL).

Jika Allah memudahkan bagi Anda untuk menggabungkannva,

maka gabungkanlah, jika tidak maka katakan,

4c;*e3-*(c$

" Kami beimnn l<epnda ayat-ayat yang mutasyabihnt, semuanya itu

dni sisiTulwnknmi." (Ali Imran: 7).

Akidah kita yaitu  bahwa tidak ada suatu Pun yang semisal

(serupa) dengan Allah, dengan ini kamu selamat di hadapan Allah

.ti3,

Jfr'

Ini yaitu  Kalamullah dan itu yaitu  sabda Rasulullah, kedua-

nya yaitu  benar, tidak mungkin sebagian mendustakan sebagian

yang lain. Semuanya yaitu  berita bukan hukum, sehingga mungkin

dikatakan mansukh. Aku katakan, Firman Allah tadi menafikan

persamaan dan sabda Nabi menetapkan bentuk, maka katakanlah,

"Sesungguhnya Allah tidak ada sesuatu Pun yang menyeruPaiNya

dan bahwa Allah menciptakan Adam dalam bentuknya'" Yang

pertama yaitu  Firman Allah, yang kedua yaitu  sabda RasulNya,

keduanya benar, kita beriman kepadanya. Kita katakan, 'Semua

dari Rabb kami', lalu kita diam. Inilah yang kita bisa.

Adapun jawaban yang terperinci maka kami katakan/ sesung-

guhnya yang bersabda, "sesungguhnyn Allnh menciptaknn Adnm dnlam

benttrknyn," yaitu  utusan dari Yang berfirman,

(:-'9"#'frY

'Tidnk ndn sesuatu pun yang sntpa denganNyn " (Asy-Syura: L1).

Rasulullah tidak mungkin berbicara dengan sesuatu yang

bertentangan dengan yang mengutusnya. Yang bersabda,

F.:* &itT 39

" Menciptnkan Adnm dnlam bentuknyn," yaitu  yang bersabda,

ffi W

t

r!.adr y": zi: iS1. r;:t t:* *

" Sesunggulmya rombongan pertama yang masuk Surga yaitu 

dalsm bentuk rembulan." 1

Apakah kamu meyakini bahwa orang-orangytrrg masuk Surga

itu sama persis dengan bentuk rembulan atau Anda meyakini

bahwa mereka tetap dalam bentuk manusia hanya saja dalam hal

keceriaan, keindahan, kebaikan, kebulatan wajah dan lain-lain seperti

rembulan dan tidak dalam segala hal? ]ika Anda meyakini yang

pertama, maka mereka masuk Surga tanpa mata, tanpa hidung dan

tanpa mulut. |ika yang kedua, maka persoalannya selesai karena

terbukti bahwa walaupun sesuatu itu dalam bentuk sesuatu yang

lain, tidak secara otomatis ia sama dengannya dari segala segi.

Jika dia menolak apa yang Anda pahami dan sama sekali tidak

mampu mencerna ini, dan ia tetap berkata kepada Anda, aku tidak

memahami kecuali bahwa itu ada permisalan, maka kami utarakan

ada jawaban yang lain, yaitu bahwa penyandaran di sini termasuk

penyandaran makhluk kepada Khaliknya. Sabda Nabi, fip;c

,"DfllambentukNya," yaitu  seperti Firman Allah tentang Adam,

4'tiI*'UJY

" Dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)Ku." (Shad:72).

Tidak mungkin Allah memberi Adam sebagian dari ruhNya,

akan tetapi ma nya yaitu  ruh yang ciptakan dan ia di-

Allah secara

_-:__

unfuk menunjukkan kemu-

liaannva seoerti

,---L+--J'--

-

a[a,r HaE-5rTtm6, Allifi'tla menc aknp

langkafu, Mus1im, Mukmin, syahid, shiddiq dan Nabi, akan tetapi

jika kita berkata Muhammad yaitu  hamba Allah, maka jelas yang

terakhir ini tidaklah sama dengan yang sebelumnya.

Sabda Nabi, F;p ;b fi At, @llah menciptakan Adam dalam

bentuknyn), yakni bentuk yang dibuat dan diciptakan oleh Allah

sebagaimana Allah berfirman,

I Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab Bad'i al-Khatqi, Bab Ma la'a Fi Shifati al-lannah wa

Annaha Makhluqah; dan Muslim, Kitab al-Jannah, Bab Fi Shifat ahlannah wa Ahliha.

S y" r^h dqtda^b'Wr"ah"7"h

{ ;:Y t'I+f -r<1t3t&'7'{si*? A;b

" sesungguhnya Kami telah menciptakrtn kamu (Adam), lalu Kami

bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, 'Bersu-

judlnh kamu kepada Adam'. " (Al-A'raf: 11).

Jadi yang dibentuk yaitu  Adam. Maka Adam dalam bentukan

Allah, maksudnya yaitu , bahwa Allah-lah yang membentuknya

dengan bentuk tersebut yang merupakan bentuk makhluk terbaik,

{@ ?'i;F:e'#ii;L'iY

" sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk

y nng sebaik-bniknya." (At-Tin: 4).

Penyandaran bentuk kepada Allah yaitu  demi memuliakan-

nya, seolah-olah Allah benar-benar memperhatikan bentuk tersebut.

Oleh karena itu ianganlah kamu memukul wajah yang bisa meng-

akibatkan cacat secara nyata. Jangan pula kamu menjelek-jelekkarurya

dengan mengatakan semoga Allah memperburuk wajahmu yang

mana hal itu mengakibatkannya cacat secara moril. Karena ia yaitu 

bentuk yang diciptakan Allah dan Dia pun menyandarkannya ke-

pada diriNya untuk menunjukkan kemuliaan dan penghormatan,

maka janganlah kamu menjelek-jelekkannya secara moril mauPun

materil.

Kemudian apakah jawaban ini dikategorikan sebagai tuhnf

atau ada hal-hal lain yang sama dengannya?

Kami katakan ia memiliki contoh lain yang sama dengannya,

seperti Baitullah, unta Allah, hamba Atlah; karena bentuk ini (yaitu,

Uentut Adam) yaitu  terpisah dan tidak bersambung dengan Allah

dan segala sesuatu yang Allah sandarkan kepada diriNya yang

terpisah dan tidak tersambung denganNya maka ia yaitu  makhluk;

maka persoalarurya selesai.

Akan tetapi jika ada yang berkata mana yang lebih selamat,

makna yang pertama atau yang kedua? Kami katakan bahwa makna

yang pertama lebih selamat, selama kita menemukan pembolehan

bagi iahir laf.azh dalam bahasa Arab dan kemungkinan secara akal,

*iku kita wajib menggiringlafazh kepadanya. Dan kita melihat

bahwa satu bentuk tidaklah harus sama dengan bentuk yang lain,

ffi ffi

maka dalam kondisi tersebut akan lebih selamat kalau kita memba-

wanya kepada zahimya.

Jika Anda berkata, Apa bentuk y*g dimiliki Altah yang dalam

bentuk tersebut Adam diciptakan?

Kami jawab: Sesungguhnya Allah memiliki wajah, mata,

tangan, dan kaki, akan tetapi tidak berarti bahwa semua itu semisal

dengan apa yang dimiliki oleh manusia. Ada segi kemiripan, akan

tetapi tidak berarti sama persis, sebagaimana rombongan Surga

pertama memiliki sisi kemiripan dengan rembulan akan tetapi tidak

berarti sama persis. Dengan ini maka ia sesuai dengan apa yang

dikatakan oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwa seluruh sifat-

sifat Allah tidaklah sama dengan sifat makhluk; tanpa tahrif dan

ta'thil tanpa takyif dan tamtsil.

Kita sering melihat kata-kata tasybih di buku-buku yang kita

baca. Penulisnya mengatakan tasybih, padahal maksudnya yaitu 

tamtsil. Manakah yang lebih baik, mengungkapkan dengan tamtsil

atau tasybih?

Kami katakan, tamtsil lebih baik karena:

Pertama, tamtsil yaitu  ungkapan al-Qur'an,

(:-,4'#AY

'Tidnk ndn sesuatu pun yang semisal (serupa) dengan Dia." (Asy-

Syura: LL).

{ r,ri-f b\}-4fiy

"Knrenn itu janganlah kamu mengadaknn tandingnn-tandingan (w-

kutu-*kuhr.) bag Allah." (Al-Baqa rah: 22).

Dan lain-lain yang diungkapkan oleh al-Qur'an yaitu  lebih

baik daripada yang lain, karena tidak ada yang lebih fasih daripada

al-Qur'an dan tidak ada yang lebih menunjukkan makna yang

dimaksud daripada al-Qur'an dan A1lah lebih mengetahui apa yang

Dia inginkan dari FirmanNya, jadi berkesesuaian dengan al-Qur'an

yaitu  yang benar, maka kita mengatakan tanpa tamtsil. Begitulah

dalam setiap tempat, berkesesuaian dengan nash dalam lafazh

yaitu  lebih baik daripada menyebutkan sinonim atau kata lain

yang mendekati maknanya.

Kedua, bahwa tasybih menurut sebagian orang berarti mene-

tapkan sifat-sifat, oleh karena itu mereka menamakan Ahlus Sunnah

wal lama'ah, al-Musyabbihah (ahli tasybih). Jlka kita katakan tanpa

tasybih lalu laki-laki tersebut hanya memahami tasybih berarti mene-

tapkan sifat, maka jadilah seolah-olah kita berkata tanpa menetapkan

sifat, akhirnya tasybih mengisyaratkan makna yar.g rusak. Oleh

karena itu, meninggalkannya yaitu  lebih baik.

Ketiga, menafikan tasybih secara mutlak tidaklah benar karena

tidak ada dua dzat atau sifat kecuali di antara keduanya terdapat

titik pertemuan dalam beberapa segi dan itu yaitu  sebuah bentuk

kemiripan, jika Anda menafikan tasybih secara mutlak, maka itu

artinya Anda telah menafikan segala sesuatu di mana Khalik dan

makhluk bertemu dalam hal tertentu.

Sebagai contoh: wujud, Khalik dan makhluk bertemu pada

dasar wujud. Ini yaitu  bentuk kesamaan dan kemiripan, hanya

saja terdapat perbedaan antara wuiud masing-masing, wujud Khalik

yaitu  wajib dan wujud makhluk yaitu  mungkin.

Begitu pula mendengar, padanya terdapat titik pertemuan.

Manusia mendengar dan Khalik mendengar, akan tetapi terdapat

perbedaan antara keduanya meskipun dasar keberadaan mendengar

dimiliki masing-masing.

Jika kita berkata tanpa tasybih dan kita menafikan tasybih secara

mutlak, maka hal itu mengandung Persoalan. Dari ketiga segi di

atas jelaslah bagi kita bahwa menggunakan istilah tamtsil yaitu 

lebih baik.

]ika kamu bertanya apa perbedaan antara takyif dan tamtsil?

]awabnya: Perbedaannya dari dua segi:

Pertama, bahwa tamtsil yaitu  menyebutkan sifat dengan

memisalkan (menyebutkan misal), kamu berkata tangan fulan

seperti tangan fulan. Sedangkan takyif yaitu  menyebutkan sifat

tanpa memisalkan. Misalnya Anda berkata tangan fulan bentuknya

seperti ini dan itu.

Dari sini kami katakan bahwa setiap pelaku tamtsil yaitu 

pelaku takyrf, dan tidak sebaliknya.

3,/" 

",/" 

d qina/"'W asiilriU"/"

Kedua, Takyif ndak terjadi kecuali pada sifat dan keada;rn, se-

dangkan tamtsil bisa terjadi pada itu dan pada bilangan, sebagaimana

yang ada pada Firman Allah,

4'L{, "i'ii ;; "y'€; 

iL,si.ti6'i y

" Allah-lnh yang rnenciptnknn tujuh langtt dnn seperti itu pulabumi."

(Ath-Thala q: 12). Yakni, pada bilangan.

o@o

:*et [Jt tiJ r,? ]# A ut;,* irr'ir\S*ii,!, Akan tetapi me-

reka beriman bahwa Allah, "Tidak ada sesuatu pun yang selupa

dengan Dia, dan D ia-lah y ang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. "

Yakni, Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengakui itu dan mem-

benarkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan Allah,

sebagaimana Allah berfirman tentang diriNya,

{@ i6ip3\Ar,-*-#,frY

'Tidnk nda sesuatu pun yang semisal dengnn Din, dnn Dialah yang

Mnlm Mendengar lngi Maha Melihat." (Asy- Syura: 11).

A1lah menafikan mumntsnlalr (dirinya dimisalkan dengan

sesuatu) kemudian menetapkan pendengaran dan penglihatan.

Dia menafikan kekurangan lalu menetapkan kesempurnaan, sebab

menafikan kekurangan sebelum menetapkan kesempurnaan yaitu 

lebih baik, oleh karena itu dikatakan dalam pepatah, "Membersihkan

diri dahulu sebelum berhias." Dimulai dulu dengan menafikan

kekurangan lalu diikuti dengan menetapkan kesempurnaan.

i-Ai,€\ ;, r,G -r6,Ay :'oiv;-tr - Ar ,1! :t*g

,,r{@

Akan tetapi mereka beriman bahwa Allah M, "Tidak ada sesuatu

pun yang semisal (senrya) dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha

Mendengar lagi Maha Melihat."

S W""/" d?,1"/" cW osit/uanh,

Kata i;-: yaitu  nakirnh dalam rangkaian kalimat negatif, maka

ia meliputi segala sesuatu, sehingga tidak ada sesuatu pun yang

semisal dengan Allah selama-lamanya. Makhluk apa pun walaupun

dia agung, dia tidak semisal dengan A1lah. Hal itu karena menyeru-

pai yang kurang berarti kurang, bahkan mencari keunggulan di

antara yang kurang dan yang sempurna menjadikan yang sem-

puma berkurang sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair,

Tidakkah kamu melihnt bnluun kelrcbatan pedang itu berkurang

Apabila dikntakan pednng lebih tnjam daripada tongkat

Seandainya di sini kita katakan bahwa ada sesuatu yang semisal

dengan Allah, niscaya hal itu mengurangi kebesaran Allah. Oleh

karena itu kami katakan, Allah menafikan dari diriNya permisalan

dengan makhluk, karena hal itu yaitu  kekurangan dan aib, karena

makhluk itu kurang, dan menyerupai yang semPurna dengan yang

kurang menjadikan yang sempurna berkurang, bahkan memban-

dingkan antara keduanya pun yaitu  suatu kekurangan, kecuali

jika dalam kondisi menantang, sebagaimana pada Firman Allah,

{@ 6tr}6N'i"u$

" Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa ynng merekn per*kutu-

kan dengan Dia?" (An-Naml: 59).

4.1at;,*rlr,$b

"Kataknnlah, 'Apaknh kamu lebih mengetahui atauknh Allah' ." (Al-

Baqarah: 140).

Firman Allah ult5,

{ I-* -^f{,AY

'Tidnk ada sesuatu pun yflng erupa dengan Dia." (Asy-Syura: 11).

Ini yaitu  bantahan yang jelas terhadap golongan mumatsi-

lahyangmenetapkan adanya sesuatu yang serupa bagi Allah.

Mereka berdalil bahwa al-Qur'an dengan bahasa Arab, Allah

berbicara kepada kita dengan apa yang kita pahami, tidak mungkin

Dia berbicara kepada kita dengan apa yang tidak kita pahami. Allah

telah berbicara kepada kita dan menyatakan bahwa Dia memiliki

wajah, mata, dua tangan dan lain-lain. Dan kami tidak memahami

dari semua itu sesuai dengan bahasa Arab kecuali seperti apa yang

kita lihat. Dari sini, maka apa yang ditunjukkan oleh kata-kata

tersebut haruslah sama dengan apa yang ditunjukkan berdasarkan

apa yang ada pada makhluk: tangan ya tangan, mata ya mata dan

wajah ya wajah dan seterusnya. Kami mengatakan hal itu karena

kami memiliki dalil.

Tanpa ragu ini yaitu  dalil yang sangat rapuh, kerapuhannya

telah dijelaskan sebagaimana pada keterangan sebelumnya di mana

tak ada sesuatu pun yang semisal dengan Allah. Kami katakan bahwa

Allah berbicara kepada kita dengan sifat-sifat yang Dia sampaikan

kepada kita, akan tetapi kita mengetahui dengan keyakinan penuh

bahwa sifat itu tergantung pemiliknya. Bukti dari itu yaitu  realita,

unta memiliki tangan dan semut kecil pun memiliki tangan dan

tidak seorang pun yang memahami dari tangan yang kita nisbatkan

kepada unta yaitu  sama dengan tangan yang kita nisbatkan kepada

semut kecil.

Lri pada sesama makhluk, lalu bagaimana jika hal itu termasuk

sifat Khalik? Tentu perbedaannya lebih jelas dan lebih nyata.

Dari sini maka pendapat golongan mumntsilah tersebut ditolak

oleh realita sebagaimana ia ditolak oleh dalil naqli.

Firman Allah rJlS,

(@ i-Ai'€i;t{-'Y

"Dan Dinlnh yang Malu Mendengar lagi Maha Melihat.', (Asy-

Syura:1L).

Allah menetapkan untuk diriNya "mendengar" dan "melihat',

untuk menjelaskan kesempurnaanNya dan kekurangan berhala-

berhala yang disembah selain Allah. Berhala-berhala yang disembah

selain Allah tidak mendengar, kalaupun ia mendengar ia tidak

menjawab, mereka juga tidak melihat sebagaimana Firman Allah,

;:L !.tA @ sj#. ert*,3re{ 

^i 

si ct;,i- <r-l\t y

{ @ (,}q:.t\5 a'\,i.t;i'g

" Dan berhaln-berlnln yang mereka seru selain Allah, tidnk dnpat

S yel"h d qrda/"'W osi.tlt u4a/u

ruembuat sesuatu apa pun, sedang berlmla-berhsln itu (sendiri) dibuat

orang. (Berhala-berhala itu) benda ruati, tidak lidup, dan berhnla-berhaln

tidak menge tahui bilakah penyembabpenyentbalmya nkan dib nngkitknn."

(An-Nahl: 20-27).

Berhala-berhala itu tidak memiliki pendengaran, tidak berakal

dan tidak memiliki penglihatan. Kalaupun misalnya memiliki, ia

tidak mampu menjawab doa para penyembahnya,

e;frl:tr! ityii i-':'r* ;6i gi o:Vii;43r5;fi Y

( @ itur:e#i

" Dan siapaknh ynng lebih sesnt daripndn orfing ynng nrcnyembah

sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat ruemperkennnkan

(doa) nya sampai Hari Kinmnt dan mereka lalni dari (memperhatikan)

doa merekaT" (Al-Ahqaf: 5).

Ahlus Sunnah wal Jama'ah beriman kepada tidak adanya per-

misalan bagi Allah karena ia berarti kekurangan dan mereka mene-

tapkan pendengaran dan penglihatan bagiNya; berdasarkan Firman

Allah,

{@ i'Ai'eaiAr:-*-#Ay

"Tidak ado sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dnn Dialah Ynng

Maha Mendengar dnn Maha Melihat." (Asy- Syura: 11).

Iman seseorang kepada hal tersebut membuahkan sikap Peng-

agungan tertinggi kepada Allah karena tidak satu pun makhluk

yang semisal denganNya. Maka Anda pun mengagungkan Allah

yang tidak tertandingi oleh siapa pun, jika tidak maka tidak ada

guna dari iman Anda bahwa, 4':-rS .# ,AY"Tidak nda sesuatu pun

yang serupa dengan Dia."

Jika Anda beriman bahwa Allah Maha Mendengar maka Anda

akan menjaga diri dari setiap ucapan yang mengundang murka

Allah, karena Anda mengetahui bahwa Dia mendengar Anda, kamu

pun takut azabNya. Semua ucapan yang merupakan kemaksiatan

kepada Allah pasti kamu hindari, karena kamu beriman bahwa

Dia Maha Mendengar. Jika iman Anda tidak memunculkan hal

itu, maka ketahuilah bahwa iman Anda bahwa Allah Maha Men-

dengar yaitu  iman yang kurang, tanpa ragu.

Jika kamu beriman bahwa Dia Maha Mendengar maka kamu

tidak akan berbicara kecuali dengan apa yang Dia ridhai lebih-

lebih jika kamu berbicara tentang syariatNya sebagai mufti atau

ustadz; ini jelas lebih berat, karena Allah berfirman,

,s *-J 6i""y * A ;"titi'M_$4 ;i,i & ii;i ;4 M'#y

u Maka siapakah yang lebih zhalim dnipada orang-orang yang mem-

bunt-buat dusta terhndap Allah untuk menyesatknn manusia tanpa penge-

tnlruan?' Sesungguhnya Allah tidak membei petunjuk k podo orang4rang

yang zhnlim." (Al-An'am: 144).

Irri jelas merupakan kezhaliman yang palim zhalim. Oleh karena

itu Allah berfirman,

{@ 'ug!^i i;rtc;{-ifraLy

" Sesungguhnya Allah tiada membei petunjuk kepnda orang-orang

ynng zhnlim." (Al-Ahqaf: 10).

Ld termasuk hukuman bagi orang yang memberi fatwa tanpa

ilmu; bahwa dia tidak akan diberi petunjuk, karena dia yaitu  orang

yang zhalim.

Berhati-hatilah saudaraku seiman, jangur, sampai Anda menga-

takan sesuatu yang tidak diridhai Allah; baik Anda mengatakannya

atas nama Allah atau dalam bentuk lain.

Buah iman bahwa Allah Maha Melihat yaitu  hendaknya

kamu tidak melakukan sesuatu yang dimurkai Allah, karena kamu

mengetahui jika seandainya kamu memandang kepada sesuatu yang

diharamkan sementara orang-orang tidak mengetahui bahwa itu

diharamkan, akan tetapi Allah melihat pandangan tersebut dan

mengetahui apa yang ada di hati Anda,

( @ StiAi oLi 6-t q:€\\ 

-^;y'F y

" Dia mengetahui (pandangnn) matn yang khiannt dnn npn ynng

disembunyiknn oleh luti.' (Al-Mu'min: 19).

Jika Anda beriman kepada hal itu, maka tidak mungkin selama-

4<A+$i;;s

lamanya Anda melakukan sesuatu yang tidak diridhaiNya.

Hendaknya kamu merasa malu kepada Allah sebagaimana

kamu merasa malu kepada orang yang paling dekat denganmu dan

paling kamu hormati.

Jadi, jika kita beriman bahwa Allah Maha Melihat, maka kamu

akan menghindari segala perbuatan yang memicu murka Allah,

karena jika tidak, berarti iman kita ini kurang. Kalau ada seseorang

berisyarat dengan jarinya atau bibirnya atau matanya atau kepalanya

kepada sesuatu yang haram dan orang-orang yang berada di seki-

tarnya tidak mengetahuinya akan tetapi Allah melihatNya, maka

hendaknya orang yang beriman kepadaNya berhati-hati terhadap

hal ini. Seandainya kita beriman kepada konsekuensi Asma' dan

Sifat Allah, niscaya kita akan melihat istiqomah yang semPurna

pada diri kita, Semoga Allah memberi pertolongan kepada kita

semua.

o@o

(t)ii 

,t;^br v lb Jfr*3

Mereka tidak menafikan dariNya sifat-sifat yang Allah sandang-

kan pada diriNya (t)

li u.-;*5u * q*.X (mereka tidak menafikan dariNya apa

yang dengannya Allah menyifati diriNya), yakni Ahlus Sururah wal

Jama'ah tidak menafikan dari Allah sifat-sifat yang Allah san-

dangkan pada diriNya, karena dalam hal menetapkan dan menafi-

kan mereka mengikuti dalil. Apa yang Allah sandangkan pada diri-

Nya, Ahlus Sunnah wal Jama'ah menetapkannya secara hakiki,

mereka tidak menafikan dari Allah sifat-sifat yang Allah sandang-

kan pada diriNya; baik sifat dzatiyah atau fi'liyalr (atau khabariyah).

Sifat-sifat dzntiynh yaitu  seperti hayat (hidup), kodrat (kuasa),

ilmu dan lain-lain. Ia terbagi menjadi dzntiynh mnknnruiyah dan

dntiyahh*abaiyah.Ia yaitu  sifat yang bagi kita diberi nama bagian-

bagian seperti tangan, wajah dan mata. Sifat-sifat ini diberi nama

oleh ulama dengan dzatiynh khabariyah. Dzatiynh, karena ia tidak

ffi ffi

terpisah dari dzat Allah, Allah telah dan akan selalu menyand*g

sifat tersebut. Khabaiyah, karena ia diambil dari khabar (dalil naqli),

akal tidak menunjukkannya. Seandainya Allah tidak menyampaikan

kepada kita bahwa Dia memiliki tangan, niscaya kita tidak menge-

tahui hal itu, akan tetapi Dia menyampaikannya kepada kita. Lain

perkaranya dengan ilmu, pendengaran dan penglihatan, kita bisa

mengetahuinya dengan akal kita ditambah petunjuk dalil naqli.

Oleh karena itu kita katakan tentang sifat-sifat seperti ini: tangan,

wajah dan yang sepertinya bahwa ia yaitu  srtatdzatiyahkhnbaiyah,

dan kita tidak mengatakan bahwa sifat-sifat itu yaitu  bagian-

bagian dan anggota-anggota tubuh, justru kata-kata seperti ini

harus kita jauhi meskipun apa yang dinamakan dengannya yaitu 

bagian dan anggota badan bagi kita, karena bagian dan anggota

yaitu  apa yang boleh (terjadi secara akal) untuk terpisah dafi dzat

intinya, dan Allah ffi sama sekali tak dapat diterima akal bahwa

salah satu dari sifat-sifat ini yang Allah sandangkan pada diriNya

seperti tangan, bisa hilang (terpisah) dariNya, karena Allah menyan-

dang sifat tersebut sejak zaman azali dan untuk selama-lamanya.

Oleh karena itu, kita tidak katakan bahwa itu yaitu  bagian dan

anggota tubuh.

Sedangkan sifatfi'liyah yaitu  sifat yang berkaitan dengan

kehendakNya. Jika Dia berkehendak maka Dia melakukannya. ]ika

tidak maka tidak. Dan telah kami jelaskan bahwa di antara sifat

fi'liyah terdapat sifat yang memiliki sebab. Ada pula yang tidak me-

miliki sebab dan ada juga yang merupakan sifat dzatiyah f'liyahber-

samaan.

@oo

"'g.uj, $t ,t-;,i j o3qi1.ie {"u,;ly * i:!t $ty.in5

Mereka tidak merubah (menyelewengkan) perkataan dari tem-

patnya (1) mereka tidak melakukan pengingkaran (ilhad) pada

nama-nama (asma') dan ayat-ayat Allah (z)

la|.*ry * &t';tiii-!1, (mereka tidak merubah (menyele-

wengkan) perkataan dari tempatnya).

1--6ji yaitu  isim,jamak darii;S, maksudnya yaitu  Firman

Altah dan sabda RasulNya. Mereka (Ahlus Sunnah) tidak merubah-

nya dari tempatrya, yakni dari makna-makna yang dituniukkannya.

Misalnya Firman Allah tll$,

{ees*n:'ii}

'$idnk demikian), tetnpi l<edun tangan Allah terbuka. " (Al-Ma'idah:

64).

Mereka (Ahlus Sunnah) berkata ia yaitu  tangan hakiki yang

Allah tetapkan untuk diriNya; tanpa takyif dan tanpa tamtsil. Lain

halnya dengan para al'rli tafuif, di mana mereka berkata, Tangan

yaitu  kekuatanNya atau nikmatNya. Ahlus Sunnah wal Jama'ah

membantah mereka dengan mengatakan bahwa kekuatan yaitu 

sesuatu dan tangan yaitu  sesuatu yang lain. Nikmat yaitu  sesuatu

dan tangan yaitu  sesuatu yang lain. Ahlus Sunnah wal Jama'ah

tidak merubah (menyelewengkan) Firman Allah dari tempatnya,

karena taldf (menyelewengkan makna Firman Allah) yaitu  karak-

ter orang-orang Yahudi,

$ -ta(; e'&i't;'* \'J,;;.'45i';,Y

uYaitu orangirang Yaludi, mereka mengtbah perkatonn dai tenryat-

tempatnya." (An-Nisa' : 46).

Siapa pun yang mentahif nash-nash al-Qur'an dan as-Sunnah,

maka dia memiliki kemiripan dengan orang-orang Yahudi. Jauhilah

hal ini, jangan sampai Anda menyamakan diri Anda dengan orang-

orang yang dimurkai, yang di antara mereka Allah telah jadikan

sebagai kera, babi dan penyembah thaghut. Jangan sekalikali me-

nyelewengkan Firman Allah dan sabda Nabi ffi, akan tetapi tafsir-

kanlah sebagaimana yang dikehendaki Allah dan RasulNya.

Imam asy-Syafi'i berkata, "Aku beriman kepada Allah dan

kepada apa yang datang dari Allah sesuai dengan yang diinginkan

Allah dan aku beriman kepada Rasulullah dan kepada aPa yang

datang dari Rasulullah sesuai dengan yang diinginkan oleh Rasu-

lullah."

127. yd:iir ,ti.li a;t:++-!5, (mereka tidak melakukan peng-

ingkaran (ilhad) pada nama-nama (asma') dan ayat-ayat AIIah).

Ucaparurya, ;t3Salii "Merekn tidak melakukan ilhad", yakni Ahlus

Sunnah walJama'ah.

llhad dalam bahasa yaitu  kecondongan. Liang di lubang kubur

dinamakan lahad karena ia miring di satu sisi, bukan di tengah.

Kalau yang ditengah dinamakan lubang, dan liang lahad tebih baik

daripada sekedar lubang.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak melakukan ilhad (penglnekar-

an) pada nama-nama Allah, dan mereka juga tidak melakukan itu

kepada ayat-ayat Allah. Syaikhul Islam memberikan faidah kepada

kita bahwa ilhnd terjadi pada dua hal: Pada nama-nama Allah dan

pada ayat-ayat Allah.

Apa yang dikatakan oleh penulis ini ditopang oleh al-Qur'an.

Firman Allah tit$,

Y i'ii# \5,:J o. 5:#-1-$ l;;i'U',;-;6 i;::rt rffii ;';y

(@ i,jq\](

" Hanya milik Allah Asmn'ul Husna, maka memohonlah kepada-

Nyn dengnn menyebut Asmn'ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-

orang yang menyimpang dari kebenaran (ilhad) dalam nanta-namaNya.

Nnnti merekn akan mendnpat balasan atas apa yang telah merekn lcerjakan."

(Al-A'raf:180).

Allah menetapk an illnd pada nama-namaNya.

Dan Firman Allah rlt$,

4W ;EJ cS); e6-t& -".ii'sL y

" Sesungguhnyn orang-ornng yang mengingkni (melakukan ilhnd)

nynt-nynt Karui, merekn tidnk tersentbunyi dni Kami," (Fushshilat 40).

Allah menetapkan illud pada ayat-ayatNya.

llhnd pada nama-nama Allah, maksudnya melakukan penyim-

pangan padanya dari apa yang semestinya, ilhnd memiliki beberapa

bentuk.

Pertama: Memberi nama untuk Allah dengan nama yang tidak

3 y" * k 9( qdaA,'lUo"itltu1o /,

Altah sandangkan pada dirNya, sebagaimana orang-orang filsafat

menamakanNya denga n illat fa' ilah (unsur yang aktif). Orang-orang

Nasrani menamakannya Tuhan bapak dan anaknya yaitu  lsa. Ini

yaitu  illmd pada nama-nama Atlah. Begitu pula seandainya Allah

diberi nama dengan nama apa pun yang tidak Dia sandangkan pada

diriNya. Pelakunya yaitu  mulhid pada nama-nama Allah.

Dalil dari keterangan ini yaitu  bahwa nama-nama Allah

bersifat tnuqifiynh (hanya didasari al-Qur'an dan as-Sunnah) dalam

arti, kita tidak bisa menetapkan nama untukNya, kecuali aPa yang

telah ditetapkan oleh dalil. Jika Anda menamakan Allah dengan

sesuatu yang tidak Dia sandangkan pada diriNya, maka kamu telah

condong dan menyimpang dari yang wajib.

Menamakan Allah dengan nama yang tidak Dia sandangkan

pada diriNya yaitu  kekurangajaran kepadaNya, kezhaliman dan

pelanggaran terhadap hakNya; karena jika ada orang yang membe-

rimu nama atau memanggilmu bukan dengan namamu tentulah

kamu menganggapnya telah berbuat lancang dan zhalim kepadamu'

Ini pada makhluk, bagaimana dengan Khalik (Pencipta)?

]adi kamu tidak memiliki otoritas dalam memberi niuna kepada

Allah dengan nama yangtidak Dia sandangkan pada diriNya. ]ika

kamu melakukan itu, berarti kamu yaitu  orang mulhid.

Kedua: Mengingkari sesuatu dari nama-nama Allah. Kebalikan

dari yang pertama, di mana ia memberi nama kepada Allah dengan

nama yang tidak Allah sandangkan diriNya. L:ri mempreteli nama-

nama Allah, yang Allah sandangkan pada diriNya. Dia meng-

ingkari nama Allah, baik sebagian atau keseluruhan, jika dia telah

mengingkari berarti dia yaitu  seorang mullid.

Mengapa sikap ini termasuk ilhad? Karena manakala Allah

menetapkan nama-nama tersebut untuk diriNya, maka kita pun

wajib menetapkannya untukNya, jika kita menafikannya, maka itu

penyelewengan dan penyimpangan dari apa yang diwajibkan.

Ada orang yang mengingkari nama-nama Allah seperti ke-

lompok ekstrim Jahmiyah. Mereka berkata, "Allah tidak memiliki

nama apa pun, karena jika Anda menetapkan nama bagi Allah,

berarti Anda menyamakanNya dengan segala macam yang ada."

ffi ffi

]elas ini yaitu  pendapat yang batil yang tidak dapat diterima.

Ketiga: Mengingkari sifat yang terkandung pada nama Allah.

Ini menetapkan nama, akan tetapi dia mengingkari sifat yang di-

kandung oleh nama tersebut. Misalnya dia berkata, "sesungguhnya

Allah Maha Mendengar tanpa pendengaran, Maha Mengetahui

tanpa ilmu, Khalik tanpa penciptaan, Maha berkuasa tanpa kekuasa-

an." Pendapat ini terkenal dari kalangan Mu'tazilah. Sebuah pen-

dapat yang tidak masuk akal.

Kemudian mereka menjadikan nama sekedar simbol yang

berbeda-beda. Kata mereka: Yang Maha Mendengar lain dengan

yang Maha Mengetahui, tetapi keduanya tidak memiliki makna.

Maha mendengar tidak menunjukkan pendengaran, Maha Menge-

tahui tidak menunjukkan ilmu. Ia hanya simbol.

Di antara mereka ada pula yang berkata, Nama-nama tersebut

yaitu  sesuatu yang satu. Maha Mendengar, Maha Mengetahui

dan Maha Melihat yaitu  satu. Perbedaannya hanyalah susunan

hurufnya. Pendapat ini menjadikan nama-narna Allah yang berbeda-

beda yaitu  satu.

Semua itu tidak masuk akal. Oleh karena itu kami (Ahlus

Sunnah) berkata, "Tidak mungkin sah iman kepada nama Allah

sebelum kamu menetapkan sifat-sifat yang dikandungnya."

Dari sini ada baiknya jika kami menjelaskan tentang dalalah

dari nama Allah, karena sebuah nama Allah memiliki tiga bentuk

dalalalu dalalah muthnbaqah, dalalah tadhamun dan dalalah iltizam.

l. Dalalah al-Muthabaqah: yaitu  kandungan makna lafazh

atas seluruh maknanya, dan dari sini maka setiap nama menunjuk-

kan kepada yang menyandang nama itu, yaitu Allah dan menun-

jukkan pula sifat yang dikandung oleh nama tersebut.

2. Dalalah at-Tadhamun: yaitu  kandungan makna Lafazh

atas sebagian maknanya, dan berdasarkan ini maka sebuah nama

digunakan untuk dzat saja atau untuk sifat yang dikandungnya saja

yaitu  termasuk dalnlah tadhamun.

3. Dalalah al-lltizam: yaitu  kandungan makna lafazh atas

suatu makna yang dipahami, tapi tidak darilafazh itu sendiri, akan

tetapi dari konsekuensinya. Oleh karena itu ia kami namakxr dnlalah

3 yo,* /, gktil, lL n b'il/*t/r/,

iltizam.

Seperti kata Khalik, nama yang menuniukkan kepad a Dzat

Allah dan menunjukkan pula sifat menciptakan.

Kalau melihat kepada kedua makna sekaligus maka ia dttlnlalt

mutlubaqah karena kata tersebut menunjukkan seluruh maknanya,

tanpa keraguan jika kamu berkata, Kha1ik (Pencipta), maka Anda

akan memahami pencipta dan penciptaan.

Kalau melihat hanya kepada Khalik (Pencipta) saja, atau hanya

kepada penciptaan saja maka ia yaitu  dalalah tadlumun, karena ia

hanya menunjukkan sebagian maknanya dan kalau melihat kepada

ilmu dan kuasa, maka ia yaitu  dalalah iltiznm karena penciptaan

tidak mungkin terjadi tanpa ilmu dan kuasa. Jadi dnlalah penciptaan

kepada ilmu dan kodrat yaitu  dalalah iltiznm.

Jetaslah dengan ini bahwa jika seseorang mengingkari satu dari

ketiga dalalahini maka dia yaitu  mulldd dalam nama-nama (asma')

Allah.

Jika dia berkata, Aku beriman bahwa Khalik menunjukkan

dzat dan aku tidak beriman bahwa ia menunjukkan sifat maka dia

yaitu  mulhid dalam asma' Allah.

Jika dia berkata, Aku beriman bahwa Khalik menunjukkan

dzat Allah dan sifat mencipta, akan tetapi Khalik tidak menunjukkan

sifat ilmu dan kodrat, maka kami katakan bahwa ini yaitu  ilhad

juga. Wajib atas kita menetapkan segala aPa yang dituniukkan oleh

nama Allah ini. Mengingkari sifat yang dikandung oleh nama ini

berarti ilhad pada nama tersebut, baik dalalahnya kepada sifat ter-

sebut dalalah mutlubaqah atau tadlmmun atauiltizam.

Agar ketiga bentuk dnlalah ini bisa lebih dipahami maka kami

menurunkan sebuah contoh konkrit. Kalau Anda berkata, "Aku

mempunyai rumah." Kata'rumah' mengandung ketiga kandungan

makna (dalalah) di atas. Kamu memahami dari 'rumah' seluruh

rumah. Ini yaitu  dalalah muthabaqah. Jika kata rumah menunjukkan

ruang tamu secara tersendiri, menunjukkan kamar mandi secara

tersendiri, menunjukkan ruang keluarga secara tersendiri maka ini

yaitu  dnlatah tadhnmun, karena semua itu yaitu  bagian dari rumah

dan pemakaian kata untuk sebagian dari maknanya yaitu  dalalah

tadhamun. Dan kata rumah menunjukkan adanya orang yang mem-

bangunnya. Ini yaitu  dalalah iltizam karena tidak ada satu rumah

pun kecuali ada yangmembangunnya.

Keempat dari bentuk ilhad (pengingkaran) atas nama-nama Allah;

yaitu  menetapkan Asma' dan Sifat Allah, akan tetapi diikuti

dengan tamtsil, yakni dia mengatakan bahwa Allah memiliki peng-

lihatan seperti penglihatan kita, memiliki ilmu seperti ilmu kita

dan ampunan seperti ampunan kita dan sebagainya. Ini juga ilhad,

karena telah menyeleweng dari apa yang semestinya, karena yang

semestinya yaitu  menetapkan asma' dan sifat tanpa tamtsil.

Kelimn: Mengalihkan nama-nama Allah untuk tuhan-tuhan

lain selain Allah atau tuhan lain selain Allah diberi nama dengan

nama yang bersumber dari nama Allah seperti menamakan sesuatu

yang disembah dengan ilah (sesembahan). Ini yaitu  ilhad atau ia

diberi nama yang bersumber dari nama Allah seperti lata dari al-

Ilah, uzza dari al-Aziz dan manat dari al-Manan. Kami katakan,

ini juga termasuk ilhad pada nama-nama Allah, karena yangwajib

atasmu yaitu  menjadikan nama-nama Allah hanya khusus untuk

Allah tidak lebih dari itu dengan memberikan nama-nama Allah

kepada sesembahan-sesembahan lain selain Allah.

Ini yaitu  bentuk-benfiik ilhad (keingkaran) pada nama-nama

Allah.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak melakukan ilhad pada nama-

nama Allah selama-lamanya. Mereka memahaminya sesuai dengan

apa yang diinginkan Allah. Mereka menetapkan bagi nama-nama

tersebut ketiga bentuk dalalah di atas, karena menurut mereka apa

yang menyelisihi hal itu yaitu  ilhad.

Adaprm ilhad pada ayat-ayat Allah, maka yang dimaksud

dengan ayat yaitu  tanda yang membedakan sesuatu dari yang

lainnya. Allah mengutus para Rasul dengan membawa ayat-ayat

bukan mukjizat. Oleh karena itu mengungkapkan dengan ayat ada-

lah lebih baik daripada mukjizat,karena'.

Pertnnm: Al-Qur'an dan Sunnah menggunakan kata ayat.

Kedun: Mukjizat bisa terjadi dari penyihir, tukang sulap dan

orang yang sepertinya karena mukjizat itu dari kata ;4 (membuat

S yrnol, dCrd./r'W*tiil" lrh

orang tidak mamPu) melakukan hal yang sama.

Ketiga: Kata ,ayat' lebih pas dari segi makna daripada mukjizat.

Ayat Allah yaitu  tanda-tanda yang menunjukkan Allah, jadi ia

khusus untukNya, kalau ia tidak khusus untukNya, maka ia bukan

ayatNya.

Ayat Allah terbagi menjadi dua bagian: Ayat kauniyah dan

ayat syar'iyah.

Ayat Kauniyah yaitu  yang berkaitan dengan penciptaan dan

pembentukan. Contohnya yaitu  Firman Allah,

{rl:ti.:ai5 

"\i\ii 

JSt r{,t; uy

"Dan di antara tandn-tanda kekuasaanNya ialah malam, siang, ma-

tahai dan bulan.." (Fush-shilat 37).

{ @ €,rfr;'ji, A$t i vG q &{L $"12t1" }; y

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialnh Dia menciptaknn

lamu dai tanah, kemudian tiba-tiba kamu (meniadi) manusia yang ber-

kembang biak." (Ar-Rum: 20).

\'Kt:V p,;-it ,i;6 ,P;rG o-yAi IL 4>); i; y

i {3cti, tVi',y\kt;4+);;,j @ |$Qi,?r5 "tj' e

ibrl -o;\; b5 @ <,'4 ",;i-ri-{ 4 c 6L\Y;

c ai+-ir :s 6;"1\ r -,r{P i( ;Ai'c W tgr 6? 35i

'.rj.,E{s {\3i ii i.!it: ij @ 6#-;A*t5!u

{ @ L;} A 14 6."ti ii;''{c' r"Yf

,'Dan di antars tanda-tanda kekuasaanNya ialah menciptakan langit

dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan ruarnn la.tlitmu. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-funar terdnpat tanda-tandn bagi orang-orang

yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNyn ialah tidurmu

di ruakn malam dan siang hai dan usahamu mencai sebagian dni knru-

niaNya. sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagt kaum yang mendengarknn. Dan di antara tanda-tanda

ffi W

kekuasaanNya, Dia memperlihatknn kilat l<epadamu untuk ( menimbulkan)

lcetakutan dnn harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit,lalu meng-

hidupknn bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang memper-

gunaknn akalnya. Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah berdiri-

nya langit dan bumi dengan iradatNya. Kemudinn apabila Dia memanggil

kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari ku-

bur)." (Ar-Rum: 22-25).

Irri yaitu  ayat-ayatlauniyah kalau kamu mau maka katakanlah

katmiyah qadariyah. kri yaitu  ayat-ayat Allah, karena tidak seorang

pun makhluk yang mampu melakukarurya. Misalnya tidak seorang

pun yang mampu menciptakan seperti matahari dan rembulan, ia

tidak mampu menghadirkan malam setelah siang atau siang setelah

malam. Semua ini yaitu  ayatkauniyah.

llhad padanya yaitu  dengan menisbatkannya kepada selain

Allah, baik secara total atau berserikat, atau partisipatif. Seperti dia

berkata, "Ini karena wali fulan atau karena nabi fulan atau nabi

fulan atau wali fulan berserikat dengan Allah dalam hal ini atau dia

berpartisipasi bersama Allah dalam hal ini." Firman Allah,

j -!-,1 JG4 <.,JL)Z-*;r e;, q Ft 6ji|-i$ F

{ @ /f d fr ;[ c, )i,tcy-'l 6, n$i,.t{, + slii

"Katakanlah, 'Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan)

selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di

langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam

(penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara merekn

yang menjadi pembantu bagiNya." (Saba-:22).

Allah menafikan segala sesuatu yang dijadikan tempat bergan-

lung oleh orang-orang musyrik, karena sesembahan-sesembahan

mereka tidak memiliki apa pun di langit dan di bumi, baik secara

murni, berserikat atau partisipasi bersama Allah. Kemudian Allah

menghadirkan yang keempat,

( ,ii 1I:;,iy;;""ilfut U\;y

"Dan tiyaitu  berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang

yang telah diizinkanNya memperoleh syafa'at itu." (Saba': 23).

Karena tidak menutup kemungkinan mereka akan berkata,

Benar bahwa berhala-berhala ini tidak memiliki, tidak berpartisipasi

dan tidak membantu, akan tetapi mereka yaitu  Pemberi syafa'at,

maka Allah membantah mereka,

{ ,!i 5t:;it,;'^-.;iai U{;Y

"Dan tiyaitu  berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang

yang telah diizinkanNya memperoleh syofo'At itu."

Dengan demikian Allah memutus segala sebab yang dijadikan

pegangan oleh orang-orang musyrik.

Bagian kedua dari ayat-ayat Allah yaitu  ayat-ayat syar'iyah.

Ia yaitu  wahyu yang dibawa oleh para Rasul seperti al-Qur'an

yang agung, ia yaitu  ayat berdasarkan Firman Allah t-Jt$,

{ @ 4gAlJ i,$i"6J\4i;ctr' ;i'\ J}i\; drl, }

"ltu yaitu  ayat-ayat dari Allah. Kami bacakan kepadamtt dengan

hak (benar) dan sesungguhnya knmu benar-benar salah seorang di antara

nabi-nabi yang diutus. " (Al-Baqarah:252).

$\'A;t i; r* lgiA$".yrg!\( *+

z 4-. /., // \

_.!jr Y;t DL;-, f

4, 4 t;!. eii itt; (fi 6 4* i5 @ -U'ri

" Dan orang-orang kafir Makkah berkata,' Mengapa tidak diturunknn

kep a d a ny a ay a t - ay a t ( mukj iz a t - mukj iz at ) dar i T uh anny a ?' Kat akanl ah,

' s esungguhny a ay at -ay at fuukj izat-mukiizat) itu terserah kepada Allah.

Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata.'

Dan apakah tidak cukup bagi merekabahwasanya Knmi telah merutrunknn

lcepadamu al-Kitab (al-Qur'an) sedang dia dibacakan kepada merekn? " (A1-

Ankabut: 50-52).

Allah menyatakannya aYat-aYat.

llhad pada ayat-ayat syar'iyah, bisa dengan mendustakannya

atau merubahnya atau menyelisihinya. Mendustakannya, seperti

misalnya dia berkata, "la bukan dari Allah." Dia mendustakannya

secara iotal atau dia mendustakan berita yang dikandungnya meski

dia tetap membenarkan pokoknya. Misalnya dia berkata kisah

ffi ffi

ffi ffi

ashhabttl kahfi tidak benar, kisah pasukan gajah tidak benar, Allah

tidak mengutus burung ababil kepada mereka.

Adapun merubahnya (at-Tahrifl, maka ia dengan merubah

lafazhnya atau membelokkan maknanya dari apa yang diinginkan

Allah dan RasulNya; seperti dia berkata, ,-;Ft Jt,-s-i.:r maknanya

Allah menguasai Arasy, dan Allah turun ke langrt dunia. Maknanya,

perintah Allah turun.

Dan menyelisihinya, dengan meninggalkan perintah-perintah

atau melakukan larangan-larangan.

Allah cJtF berfirman tentang Masjidil Haram,

( @ A vtli u;ii j4 tdb*. ;;,;'y

"Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan lcejahatan secara

zhalim, niscaya aknn Kami rasakan krpadanya sebagian siksa yang pedih."

(Al-Hajj:2s).

Semua kemaksiatan berarti ilhad terhadap ayat-ayat syar'iyah,

karena ia sama dengan keluar dari apa yang wajib untuknya, di

mana yang wajib atas kita yaitu  melaksanakan perintah dan men-

jauhi larangan, jika kita tidak melaksanakan, maka ituberarn ilhad.

ooo

it"i;E-* 'J\ {)aie :t;*iit;4 oili4i3 l',;4-15ii3

.u"l '4i5 

{""o: a-ts it {q'o) q;

Mereka (Ahlus Sunnah) tidak melakukan takyifrt mereka tidak

melakukan tamtsil terhadap sifat-sifatNya dengan sifat-sifat

makhlukNya,(2) karena Allah Yang Mahasuci(3) tidak ada yang

semisal denganNya,(el64"U ada yang setara denganNy2(s) dan

tidak ada tandingan bagiNya to)

lll. qj*-.jj (mereka tidak melakukan takyifl, yakni Ahlus

sunnah wal Jama'ah selamanya sama sekali tidak melakukan takyif;

dan telah dijelaskan bahwa takyif yaitu  menyebutkan bentuk dan

ffi

cara suatu sifat, baik Anda menyatakannya dengan lidah Anda atau

dengan hati Anda. Yakni, mereka tidak berkata, bentuk Tangan

Allah yaitu  begini-begini, tidak pula berkata bentuk wajahNya

yaitu  begini begini. Mereka tidak mentakyifnya dengan lidah juga

tidak dengan hati, artinya jiwa seseorang tidak membayangkan cara

Allah bersemayam, atau cara Allah turun, atau bentuk wajahNya,

atau bentuk tanganNya. Mencoba pun tidak boleh, karena hal itu

menggiring kepada satu dari dua perkata: tamtsil (memisalkan

Allah) atau ta'thil (mengingkari sifat Allah).

l2l. -A; q4'iq';t *J-tij, (mereka tidak melakuka n t amt sil

terhadap sifat-sifatNya dengan sifat-sifat makhlukNya)

Mereka, yakni Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tidak memisalkan

sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhlukNya. Ini yaitu  maksud

ucapan penulis sebelumnya 'tanpa tamtsil'. Dan telah kami jelaskan

kemustahilan memisalkan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk

dengan dalil naqli dan aqli, bahwa telah hadir dalil naqli, baik dalam

bentuk berita maupun perintah yang menafikan tamtsil. Ahlus sun-

nah wal |ama'ah tidak melakukantakyif dantamtsil.

t5l.iu+ d!, (karena Allah Yang Mahasuci)

.rt-*, yaitu isim masdar dari kata kerla 6;, masdarnya yaitu 

ei;iadi iu.j berarn ei bukan dengan lafazl'nya, semua kata yang

il'enunjukkan masdarlidak dengan lafazhnya ia yaitu  isim masdar

seperti iu..:-l dari p>rs r 6+ dari iy- t rs dari 6i; . l'rabnya yaitu 

sebagai maf'ul muthlaq yang manshub,karera ia sebagai mnf'ul muthlaq

dan amil (pelaku yang menjadikannya manshub) tidak disebutkan

secara Permanen.

Makna i?, para ulama berkata ;i (menyucikan), asalnya dari

gJi yakni i,Ji (jauh), seolah-olah Anda menjauhkan sifat keku-

ia.,ga., dari Allah, karena Dia tersucikan dari segala kekurangan.

l4l. u g;i (tidak memiliki saingan)

Dalilnya yaitu  Firman Allah ultF,

{ @ U"|4 fi b -\'4 ;rlSi i?:6q)tJ qj't1 o- 9i 3j }

"Rabb Qang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di

antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam ber-

,ffi ffi

ibadah kepadaNya, Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama

dengan Dia (yang patut disembah)?" (Maryam: 65).

J. yaitu  pertanyaan, akan tetapi ia mengand*g makna me-

nafikan. An-nafi (peniadaan) yang berbentuk kata tanya mengan-

dmg faidah yang besar, yaitu tantangan; karena terdapat perbeda-

an antara ucapan Allah tidak memiliki saingan dengan li;,:; )\i;

karena l*,:;)\:Ji mengandung penafian dan tantangan sekaligus,

ia mengisyaratkan makna tantangan. Ini yaitu  kaidah penting:

Setiap pertanyaan yang mengandung makna penafian berarti tan-

tangan. Seolah-olah aku berkata, "Kalau kamu benar maka datang-

kanlah yang sama (semisal) bagi Allah."

Jadi tL-,I X;.blebih mendalam (dan mantap) daripada 'tidak

ada yang sama denganNya'. 3;)i yaitu  gt-li yaitu yangmenye-

rupai.

t5]. d i-ik i:, (tidak ada yang setara denganNya)

Dalilnya yaitu  Firman Allah tl5,

{@ 5Ct$,z^it Ki{ib

"Dan tidnk adn seorang pun yang ytara dengan Dia. " (Al-Ikhlas: 4).

t6l. d ! j;, (dan tidak ada tandingan (sekutu) bagiNya)

Dalilnya yaitu  Firman Allah,

{ @ O;fi 'pt r,rJ ;,t\;L-+fiy

"Knrent itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan (se-

kutu-sekutu) bagi Allah, padahal kamu mengetahui. " (Al-Baqarah:22).

Maksudnya, kamu mengetahui bahwa Dia tidak memiliki

tandingan dan tandingan maknanya yaitu  yang sebanding.

Ketiga hal ini -yang sama, yang setara, tandingan- maknanya

sangat berdekatan, karena makna kufu' yaitu  yang setara dengan-

nya dan sesuatu tidak setara dengan sesuatu yang lain, kecuali jika

ia semisalnya, jika tidak, maka tidak setara. Jadi tidak ada yang

setara yakni tidak ada yang semisal bagi Allah.

Maksud dari peniadaan (an-Nafiy) ini yaitu  kesempurnaan

sifatnya, karena begitu sempuma sifatNya sehingga tidak ada yang

ffi

semisal denganNya.

ooo

"'Juu3 Ul;4, )+1, ,-r{lJi

Allah ilS tidak dikiaskan dengan makhlukNya tt)

)w5 ur;* 4;,1;tAJ1, (Allah Sf tiaak dikiaskan dengan makh-

lukNya)

Qiyas terbagi menjadi tiga bagian: qiyas syumul, qiyas tamtsil

dan qiyas aulawiyah. Allah tidak dikiyaskan dengan makhlukNya

dengan dua qiyas yang pertama.

1. Qiyas syumul: Ia dikenal dengan al-Am (umum) yang men-

cakup seluruh satuan-satuannya di mana setiap satuan darinya

masuk ke dalam lafazh tersebut dan maknanya, misalnya: jika kita

berkata, al-Hayat (hidup), maka hidupnya Allah tidak dikiaskan

dengan hidupnya makhluk, hanya karena keduanya sama-sama

hidup.

2. Qiyas tamtsil, yaitu mengindukkan sesuatu dengan yang

semisal dengannya, apa yang ditetapkan bagi Khalik ditetapkan

pula bagi makhluk.

3. Qiyas aulawiyah, yaitu kiyas di mana cabangnya lebih ber-

hak terhadap hukum tersebut daripada pokoknya. Dari sini para

ulama berkata, qiyas yang ketiga ini digunakan terkait dengan hak

Allah, berdasarkan Firman Allah,

"Dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi." (An-Nahl: 50).

Artinya pada setiap sifat kesempurnaan maka Allah memiliki

yang paling tinggi. Pendengaran, ilmu, kuasa, hidup, bijak dan lain-

lain dimiliki makhluk, akan tetapi yang dimiliki Allah yaitu  yang

paling tingg dan paling sempurna.

Oleh karena itu terkadang kita berdalil dengan dalil aqli dari

{ *vi Jtii;,;y

3 yo*/, dC,n"lr'W "til/rrlrh tffi

sisi qiyas aulauiyah. Sebagai contoh kita berkata, al-Uluw (ketinggian)

yaitu  sifat kesempurnaan pada makhluk. ]ika ia yaitu  sifat ke-

sempurnaan bagi makhluk, maka tentu lebih-lebih bagi Allah. Begi

tulah yang selalu kita dapati dalam ucapan para ulama.

Ucapan penulis (Syaikhul Islam), "Allah tidak diqiyaskan

dengan maklukNya," setelah ucapannya, "Tidak ada yang semisal

denganNya, tidak ada yang setara denganNya, dan tidak ada tan-

dingan bagiNya," maksudnya yaitu  qiyas yang menuntut kesa-

maan yaitu qiyas syumul dan qiyas tamtsil.

ladi, qiyas antara Allah dengan makhluk tidaklah mungkin,

karena perbedaan yang jauh di antara keduanya. ]ika dalam hukum,

kita tidak mengqiyaskan wajib dengan yang mubah atau sebaliknya,

maka lebih-lebih dalam perkara sifat antara khalik dengan makhluk.

Kalau ada yang berkata kepada Anda, "Allah ada dan manusia

juga ada, keberadaan Allah seperti keberadaan manusia; berdasar-

kan qiyas."

Maka kami katakary itu tidak benar, karena keberadaan Khalik

wajib, sedangkan keberadaan makhluk yaitu  mungkin.

Kalau dia berkata, Aku mengqiyaskan pendengaran Khalik

(Allah) dengan pendengaran makhluk.

Kami katakan: Tidak mungkin, pendengaran Khalik yaitu 

wajib bagiNya tidak tersusupi kekurangan, ia meliputi segala se-

suatu. Sedangkan pendengaran manusia yaitu  mungkin karena

bisa saja seseorang dilahirkan dalam keadaan tuli dan yang dilahir-

kan dengan pendengaran, pendengarannya bisa berkurang dan ia

terbatas.

Jadi tidak mungkin mengqiyaskan Allah dengan maktrlukNya.

Semua sifat Allah tidak mungkin diqiyaskan dengan sifat makh-

lukNya karena perbedaan yang besar antara Khaiik dengan makh-

luk.

o@@

b Ur.g [^;XO W ii]\j 9613 ,-.,;r. p*I tt;'.t, u$

,rtc

b i *,j!t g>t31 "' ;: $ 3i;; t" o 1.t;'dJ, 3 p,t "rit

.t"i";jj6. i v *

Karena Allah tk lebih mengetahui tentang diriNya dan (tentang)

selainNya, lebih benar perkataanNya dan lebih baik pembica-

raanNya daripada makhlukNyaot , kemudian Rasul-rasulNya

yaitu  orang-orang yang jujur{zr lagi dibennlftln(s) lain halnya

dengan orang-orang yang berkata atas nama Allah tanpa ilmu(4)

tU. grl b G.* Fii E oui5 ,'s1i e;4 Pi uw ij[, (karena

Allah tts lebih mengetahui tentang diriNya dan (tentang) selain-

Nya, paling jujur perkataanNya dan paling baik pembicaraanNya

daripada makhlukNya)

Penulis berkata demikian sebagai pembuka dan pengantar

bagi kewajiban menerima sifat-sifat Allah dan lainnya yang ditun-

jukkan oleh FirmanNya. Hal itu karena apa yang ditunjukkan oleh

berita wajib diterima jika ia memiliki empat kriteria.

Pertama, jika ia didasari dengan ilmu, ini diisyaratkan oleh

penulis dengan ucapannya, ,i l;lldt,* ijf (karena Allah lebih

mengetahui tentang diriNya dan selainNya).

Kedna,kejujuran, ini diisyaratkan oleh ucapan penulis, obil

g (paling jujur perkataanNya).

Keliga, jelas dan fasih, ini diisyaratkan oleh ucapan penulis,

w-.t; 5.;13 (paling baik pembicaraanNya).

Keempat, selamatnya maksud dan keinginan, di mana Pem-

bawa berita ingin memberi petunjuk kepada orang yang disampai-

kannya berita tersebut.

Dalil kriteria yang pertama yaitu ilmu, yaitu  Firman Allah

dt*j,

4"e ig ',#i ;;.61t litV;X ,>.iii)i c AM iii'Y

"Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di

bumi. Dan sesungguhnya telah Knmi lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas

t@ffi

ffi ffi

sebagian (yang lain)." (Al-Isra': 55).

Maka Allah lebih mengetahui tentang diriNya dan selainNya

daripada selainNya, Dia lebih mengetahui dirimu daripada dirimu

sendiri karena Dia mengetahui apa yang terjadi padamu di masa

datang, sedangkan kamu sendiri tidak mengetahui apa yang kamu

dapatkan esok hari.

Kata ;1;i (paling mengetahui) pada dasamya yaitu  isim tafdhil,

sebagian ulama menghindarinya dan menafsirkan ;1;i dengan ill,

(mengetahui), maka dia mengatakan tentang Firman Allah,

{ @ t"i:i5u'r;';' 4bi 4 e'ii *t6 i * :'yfi

"Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang

siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-

orang yang mendapat petunjuk. " (An-NahI: 725); bahwa yang dimaksud

dengan dlidi sini yaitu ;JE, yakni Dia mengetahui tentang orang

yang sesat dari jalanNya dan Dia mengetahui tentang orang-orang

yang mendapatkan petunjuk. Katanya, karena p;l yang merupakan

isim tafdhil berkonsekuensi kepada kesetaraan -pada level tertentu-

antara yang diunggulkan dengan yang diungguli. Ini tidak boleh

pada hak Allah, akan tetapi pt; yaitu  isim fa'il, ia tidak menun-

jukkan perbandingan dan pengunggulan.

Kami katakan kepadanya, ini keliru, karena Allah sendiri yang

mengungkapkan tentang diriNya dengan 6ui (paling mengetahui)

sedangkan kamu berkata pt.;. Jika kita menafsirkan 6i;i dengan ilE,

maka kita telah mengurangi derajat ilmu Allah karena ilr jrgq

dimiliki oleh selain Allah dengan level yang sama, akan tetapi 6i;i

berkonsekuensi kepada tidak adanya_seorang pun yang menyamai-

Nya dalam ilmu tersebut, jadi dia ;i;i dari semua yang mengetahui

dan tanpa ragu ini lebih sempurna dalam mengungkapkan sifat

Allah.

Kami tambahkan, bahwa isim fa'il dalam bahasa Arab tidak

menghalangi kesamaan dalam sifat, lain halnya dengan isim tafdhil,

ia menolak kesamaan dalam apa yang ditunjukkannya.

Kami tambahkan lagi, dalam perbandingan, tidak mengapa

kita mengatakan "paling mengetahui", yakni kamu menghadirkan

isim tafdhil meskipun yang diungguli sama sekali tidak mengandung

ffi

makna tersebut sebagaimana Firman Allah tlt$,

{@a;.4w7*4i-#Uy

"Pmghuni-penghuni surga pada hni itu pahng baik tempat tinggal-

nya dan paling indah tempat istirahatnya. " (Al-Furqan:24).

Ayat ini memakai isim tafdhil ip (paling baik), padahal yang

diungguli, yaitu penduduk neraka tidak memiliki.kebaikan sedikit

Pun.

Dalam konteks membantah dan mendebat musuh, kita bisa

menghadirkan isim tafdhil walaupun yang diungguli sama sekali

tidak memiliki makna yang dibandingkan. Firman Al


Related Posts:

  • Induk agama Islam 3 y"Telah pnsti datangnya lcetetapan Allnh maka janganlah kamumeminta ngar disegerakan (datang)nya." (An-Nahl: 1).Maka makna lnt yr jyaitu  9t;i4.V (akan datang). Ia denganfi'il madhi (kata kerja lampau), akan tetapi… Read More