Tampilkan postingan dengan label MIHFATUL JANAH 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MIHFATUL JANAH 7. Tampilkan semua postingan

MIHFATUL JANAH 7


 orang muslim namun ia

tidak membayarkannya kepada orang fakir atau seseorang yang

masih memiliki hutang namun ia melakukan donasi dan sedekah

maka mereka tidak mendapatkan pahala melainkan dosa. Mereka

harus terlebih dahulu membayar zakat atau hutangnya.

Disebutkan dalam Hadiqa jilid kedua halaman ke-635 dan Beriqa

halaman ke-1369 bahwa tidak diperbolehkan untuk membayar

zakat atau memberi sedekah kepada orang-orang yang

menghabiskan harta dalam perkara haram atau ia bersifat boros.

sebab   hukum menolong sesuatu yang haram ini yaitu haram.]

Bagi pembayar zakat hendaknya ia tidak mencari keuntunganatasnya. Jika suami-istri saling memberikan zakat satu sama lain

maka keuntungan itu tidak terputus sepenuhnya. Sama seperti

ibadah-ibadah yang lain dalam berzakat pun diperlukan niat.

Harta yang dimiliki harus lebih banyak daripada hutangnya dan

lebih banyak daripada kebutuhan aslinya dan juga harta ini  

harus mencapai ukuran nisabnya. Ukuran nisab emas ini yaitu 20

mitsqal [yakni 96 gram, 13,3 emas lira.] sedangkan nisab perak

ini yaitu 200 dirham [672 gram] Agar hukum zakat menjadi fardhu

maka harta yang akan di zakatkan ini harus ada pada orang

ini selama 1 tahun setelah penuh ukuran nisabnya. Menurut

Imam Muhammad hukumnya makruh untuk melakukan hile-i

syariyyah (trik hukum) sebelum lengkap satu tahun masa zakat

menjadi fardhu. Sedangkan menurut Imam Abu Yusuf tidaklah

makruh. sebab   ketika sudah menjadi fardhu lalu tidak

mentaatinya maka itu ini yaitu sebuah dosa. Dan ia menyebut

bahwa berlindung dari dosa disebut sebagai ketaatan. Sedangkan

fatwa ulama sependapat dengan perkataan Imam Muhammad.

Arti harta zakat ini yaitu harta yang bertambah dan berlipat.

Dan itu ada 4 macam: hewan berkaki empat yang diternak

dipadang rerumputan dalam waktu setengah tahun lebih dengan

bercampur betina dan jantan, atau hanya betina saja itu disebut

dengan hewan saima, harta jual beli, emas dan perak, dan pangan

yang keluar dari tanah (pertanian). Sedangkan bagi yang hanya

memiliki sapi jantan dan keledai saja maka tidak perlu diberikan

zakatnya. Dan untuk anak unta, sapi, kambing yang bersama-sama

dengan hewan-hewan dewasa maka itu digabungkan kedalam

perhitungan zakat. Sebagai pengganti harta yang harus dibayarkan

sebagai zakat, ushr, kaffarat dan sedekah fitr, maka diperbolehkan

untuk membayar nilai yang setara dalam nilai mereka. Dalam

mazhab Syafii tidak diperbolehkan. Dan jika harta rusak setelah

zakat telah berhukum fardhu, maka ia terbebas dari zakat

ini  . Namun jika pemiliknya ini sengaja merusaknya

maka ia harus tetap membayar zakatnya ini  .

Pemberian kepada delapan atau beberapa mustahik zakat dari

sebagian harta milik seorang muslim yang baligh dan berakal, yang

umur hartanya telah mencapai satu tahun setelah ukurannya

mencapai kewajiban ukuran zakat, itu disebut dengan zakat.

Orang-orang yang menerima hendaknya seorang muslim. Yang

dimaksud dengan kepemilikan penuh ini yaitu harta yang bisa dan

boleh digunakan. Walaupun harta yang telah dibeli telah

berpindah kepemilikan namun sebab   sebelum diterima ia belum

bisa digunakan maka ia belum menjadi kepemilikan penuh.Sedangkan Harta khabits (buruk) ini yaitu harta yang didapati

dengan jalan yang buruk, seperti harta yang diambil dengan

kedzaliman, paksa, curian dan bunga, judi, korupsi, upah menyanyi

dan penjualan minuman-minuman keras dan sebagainya. Maka

harta semacam ini tidak diambil zakatnya. sebab   itu bukanlah

harta yang pengambilnya. Dan harus diberikan kepada pemiliknya,

jika pemiliknya sudah meninggal maka para ahli warisnya, jika

tidak ada maka para kaum muslimin yang fakir. Dan jika harta

khabits ini bercampur dengan harta-harta yang halal maka

walaupun hasil percampuran ini menjadi kepemilikan pun ia

menjadi mulku khabits. Dan memberi atau menggunakan harta

seperti ini hukumnya ini yaitu haram. Dan sebab   bukan

kepemilikan penuh ia tidak boleh dizakatkan. Penggunaan mulku

khabits bisa menjadi halal dan dimasukkan kedalam perhitungan

zakat ketika hasil perkalian lipatnya, atau jika tidak ada maka

harganya dipisahkan dari harta halal (yang bisa dizakatkan) lalu

dibayarkan hutangnya kepada pemilik aslinya. Dan jika harta

halalnya tidak cukup untuk membayarkannya maka hendaknya

mencari pinjaman. Walaupun menggunakan dan memberikan

mulku khabits kepada orang lain ini hukumnya ini yaitu haram

namun jika ia menjual atau menghadiahkan kepada orang maka itu

tidaklah haram bagi yang mengambilnya. Jika sang pemilik atau

ahli warisnya tidak diketahui atau harta itu bercampur dan menjadi

mulku khabits sebab   beberapa hal, maka seluruh hartanya

ini harus disedekahkan kepada kaum fakir muslimin.

Jika seorang fakir miskin yang mengambil haknya ini  

kembali memberikan atau menghadiahkannya maka

diperbolehkan bagi sang pemberi untuk mengambilnya kembali.

Emas dan perak tidak bisa digunakan dalam keadaan asli

(murni) mereka. Jika itu lebih dari setengah maka zakatnya akan

diberikan dengan perhitungan beratnya. Jika terdapat dua macam

semen dipasar maka bagi yang terdapat lebih banyak emas

murninya disebut Jayyid. Sedangkan yang lebih sedikit disebut

zuyuf. Jika kurang dari setengah emas murninya dan digunakan

dalam perdagangan maka ketika harganya telah sampai seperti

harga emas dan perak ia akan wajib dibayarkan zakatnya.

Jika produksi dari tanah yang diairi dengan air hujan atau air

sungai itu sedikit atau sayuran dan buahnya cepat busuk dan rusak

maka sepersepuluhnya harus diberikan kepada petugas ushr. Lalu

para petugas ini menjualnya dan uang hasil penjualannya

diletakkan ke brankas yang disebut dengan Baitul mal. Buah yang

sudah muncul dan matang maka disebutkan ia wajib diberikanketika sudah dipanen. Jika tanah diairi dengan hewan, pompa,

mesin atau motor maka dibayarkanlah seperdua puluh. Dan itu

harus dibayarkan sebelum keluar pengeluaran. Dan tidak

diperbolehkan bagi pemerintah untuk menyumbangkan ushr

kepada pemiliknya, atau memaafkan dan membatalkannya. Ushr

juga dibayarkan untuk madu yang diambil dari gunung atau tanah

dengan ushr itu sendiri.

Zakat tidak diberikan kepada dzimmi. Namun fitrah, kafarat,

nazar dan sedekah boleh diberikan. Seorang non-muslim yang

bukan dzimmi tidak berhak menerima sedekah yang bersifat

fardhu, wajib atau pun Sunnah walaupun ia dalam keadaan

mu’tamin (orang yang hidup sementara dinegara muslim) atau

dalam keadaan harbi (orang yang hidup dinegara non-muslim).

Sedangkan memberikan zakat atau beberapa  nisab kepada orang

kafir yang mempunyai hutang lebih bersifat makruh. Dan

diperbolehkan untuk memberikan lebih sedikit dari jumlah nisab

kepada tiap anak-anak orang kafir.

Diperbolehkan untuk menjual harta kekayaan dengan fulus

yang beredar di pasar. Fulus artinya koin (uang) yang terbuat dari

kertas atau besi yang bukan emas atau perak, sebab   digunakan

sebagai harga maka tidak perlu untuk menta’yin atau

menunjukannya. Jika fulus menjadi kasid, yakni tidak berharga

atau tidak digunakan lagi di pasaran maka jual beli yang telah

dilakukan menjadi batal menurut imam A’zam Abu Hanifah

‘rahimahullahu taala’. Dan menurut imam yang dua, imam Abu

Yusuf dan imam Muhammad ‘rahimahumullah taala’ jual beli tidak

batal. Namun hendaknya diberikan uang sebesar harganya

ini  . Jika fulus menjadi kasid (tidak punya harga di pasar)

setelah dipinjamkan maka menurut imam Abu Hanifah,

hendaknya ia membayar dengan sebanyak yang ia ambil.

Sedangkan menurut imam yang dua hendaknya membayar sebesar

harganya. Wajib hukumnya untuk menunjukan fulus untuk

melakukan jual beli jika fulus tidak ada nilainya lagi. Barang yang

sudah ditunjukkan maka ia yang harus diberikan. Yakni haru

memberikan barang ini  . Bukan yang mirip dengannya. Jika

ada seseorang yang hendak menukarkan peraknya yang sebesar

satu dirham lalu meminta untuk menukarkan dengan setengahnya

uang dan setengahnya lagi perak ukuran setengah dirham maka

hukum jual beli ini batal. Seandainya seseorang memberikan uang

kepada money changer perak yang beratnya satu dirham dan

meminta yang terakhir untuk memberinya setengah untuk

setengah dirham itu dan perak yang beratnya habba lebih ringandari setengah dirham untuk sisa setengahnya, jual beli akan

menjadi fâsid. sebab  , itu ini yaitu tindakan faidh (bunga) untuk

menjual setengah dirham perak dengan imbalan perak yang

beratnya kurang dari setengah dirham. (Habba ini yaitu satuan berat

yang sama dengan sebutir gandum). Jika dia berkata, "Beri aku

setengah untuk ini dan beri aku perak yang beratnya habba lebih

ringan dari setengah dirham untuk setengah sisanya," penjualan

fulus akan sahih (valid). Jika dia berkata, “Beri aku seharga

setengah setengah dirham dan perak yang memiliki berat habba

lebih ringan dari setengah dirham sebagai imbalan untuk dirham

perak yang satu ini” maka kedua penjualan ini akan sahih.

sebab   perak yang berbobot habba ringan akan dijual dengan

imbalan perak dengan bobot yang sama dan setengah dirham ful

akan dijual dengan imbalan perak yang berat habba lebih berat

daripada setengah dirham perak. Meskipun fulus dan perak yang

diberikan sebagai imbalan untuk itu berbeda dalam berat,

penjualan diizinkan sebab   mereka berbeda dalam jenis juga.

Dalam Bedayius sanayi fi tartibish sharayi disebutkan, “Harta

yang harus dibayarkan zakat haruslah harta yang sama atau harta

zakat dari jenis yang berbeda.” [Dan tidak diperbolehkan untuk

memberi kepada fakir miskin pakaian, sepatu, gandum, minyak

dan sejenisnya untuk pengganti emas.] Harta zakat itu bisa berupa

‘ayn atau dayn. Harta zakat yang merupakan 'ayn dapat diukur,

oleh berat atau volume, atau sesuatu yang tidak diukur. Jika itu

ini yaitu sesuatu yang tidak diukur, itu ini yaitu binatang saima, atau

komersial ’uruz, (yaitu harta tetap selain hewan.) Jika itu adalah

binatang saima; ketika hewan itu sendiri harus diberikan, sesuai

apa yang didefinisikan dalam nash (ayat Al-Quran dan hadist

dengan makna yang jelas), maka yang ukurannya sedang

diberikan. Ketika hewan yang kecil diberikan, maka perbedaan

dengan yang ukuran sedang harus diimbangi dengan memberikan

emas atau perak sama dengan perbedaan nilainya. Ketika nilai

hewan itu diberikan maka nilai hewan ukuran sedang diberikan

juga. Ketika nilai yang kecil diberikan, maka perbedaannya

diimbangi dengan menambahkan emas atau perak. Sebagai

pengganti dua domba sedang, diizinkan untuk memberi satu

domba gemuk yang setara dengan jumlah nilainya. sebab   nilai

yang dipertimbangkan dengan harta yang rentan terhadap faiz

(bunga). Dari ‘uruz komersial, satu per empat puluh dari harta

yang disebutkan dalam Nash dibayarkan (sebagai zakat). Dalam

hal harta lain dari jenis yang sama harus dibayar, pembayaran

sesuatu dengan kualitas sedang atau lebih rendah memerlukanmengimbangi perbedaan (dalam kualitas atau nilai). Sebab, 'uruz

berarti harta yang tidak diukur berdasarkan berat atau kapasitas.

Dengan uruz, perbedaan kuantitas tidak menyebabkan bunga.

Misalnya, dua setelan pakaian dengan kualitas rendah dapat

diberikan sebagai pengganti satu setelan berkualitas baik. Ketika

harta lainnya berbeda jenis dibayar, pembayaran sesuatu di bawah

jumlah yang jauh mengharuskan mengimbangi perbedaan. Ketika

harta zakat ini yaitu sesuatu yang diukur berdasarkan berat atau

kapasitas, satu per empat puluh dari harta itu dibayar sendiri. Jika

seseorang harus membayar harta zakat dari jenis yang berbeda,

maka seseorang harus membayar jumlah yang nilainya sama. Jika

seseorang harus membayar harta lain dari jenis yang sama, maka

seseorang membayar jumlah yang sama, bukan jumlah dengan

nilai yang sama menurut Shaikhayn, (yaitu Imam A'zam Abu

Hanifa dan muridnya Imam Abu Yusuf,) 'rahima-humallâhu

taala. Misalnya seandainya nilai dua ratus kilogram gandum

berkualitas baik ini yaitu dua ratus dirham perak maka diizinkan

untuk membayar lima kilogram gandum berkualitas rendah

sebagai zakatnya. Demikian pula sebagai pengganti lima dirham

perak jayyid (kualitas tinggi) sebagai zakat dari dua ratus dirham

perak jayyid, lima dirham zuyuf (kualitas rendah) dapat

dibayarkan. Aturan ini berlaku dalam hal-hal yang menyangkut

nazar.

“Emas dan perak memiliki themens (harga) yang mutlak.

Mereka diciptakan sebagai themens. Seorang manusia tidak bisa

memenuhi kebutuhannya hanya dengan menggunakan dirinya

sendiri. Mereka perlu membeli barang kebutuhan primer mereka.

Dan barang kebutuhan diciptakan sebagai themens dan untuk

digunakan.” Selesailah terjemahan dari Bedayi.

Barang-barang yang dibutuhkan manusia untuk hidup nyaman

dan sesuai dengan tuntunan Islam disebut dengan kebutuhan vital.

Silahkan lihat bagian kesepuluh dari buku Etika Islam!

Kebutuhan vital berubah sesuai dengan keadaan manusia dan

waktu. Sedangkan barang-barang yang digunakan untuk

mengumpulkan kesenangan, perhiasan dan kehormatan agar

hidup tenang disebut dengan benda hias (zinet). Emas dan perak

bukanlah kebutuhan vital tapi benda hias. Diperbolehkan untuk

berhias dengan barang-barang yang mubah bagi laki-laki dirumah

dan dijalanan, sedangkan perempuan boleh dirumah saja.

Dapat dilihat bahwa uang saat ini selalu menjadi barang

komersial. Ketika nilainya telah mencapai ukuran nisab menurut

sesuatu yang nilainya lebih kecil dari satu lira emas maka ia wajibdibayarkan zakatnya. sebab   menurut imam yang dua

‘rahimahumullah taala’ nisab dari barang komersial dihitung

dengan barang yang lebih suka digunakan dipasar dari pada emas

dan perak. Dan zakatnya diberikan dengan uang yang telah

dihitung nilainya atau satu per empat pulluh dari barang ini  .

Lalu sang fakir miskin akan menggunakan ini sebagai kebutuhan

vital. Fulus, selain dari emas dan perak maka artinya ini yaitu uang.

Bisa dibuat dari tembaga, perunggu dan perpaduan material lain

atau juga dari kertas. Yakni uang kertas lira termasuk fulus. Maka

wajib membayarkan zakatnya. Namun nilai dari uang ini  

berbeda dengan nilai hakiki yang dimiliki oleh emas dan perak. Ia

ini yaitu Nilai nominal. Nilai yang ditentukan oleh pemerintah. Dan

juga nilai yang bisa mereka kembalikan lagi. Dan ketika ia

memiliki nilai nominal maka ia tidak termasuk themens. Maka ia

bukan termasuk harta zakat. Ibnu Abidin menjelaskan, “Nilai

harta komersial dihitung dengan koin emas atau perak yang telah

dicetak sebagai unit moneter dan yang sering digunakan untuk

tujuan komersial. Misalkan nilai harta tertentu sama dengan dua

ratus empat puluh dirham perak ketika dihitung dengan perak dan

dua puluh mithqal emas ketika dihitung dengan emas, nilainya

ini yaitu jumlah nisab dalam kedua kasus; Namun, harta itu harus

dihitung berdasarkan perak. Sebab, pemilik harta harus

memberikan enam dirham perak atau setengah mithqal emas,

yang setara dengan nilai lima dirham perak, yang mana akan

kurang menguntungkan bagi orang miskin. [sebab   dua puluh

mithqal emas dan dua ratus dirham perak memiliki hisab yang

sama maka nilai keduanya pun sama.] Uang emas seberat satu

mithqal disebut dengan dinar. [Seluruh lima emas memiliki berat

sebesar setengah mithqal, yakni 7,2 gr.] Zakat fulus yang memiliki

nilai wajib diberikan dengan emas dan perak yang sudah dihitung

nisabnya. Maka dapat dipahami bahwa nisab uang kertas perlu

dihitung dengan nilai terendah uang emas yang ada di pasar, lalu

hendaknya membayarkan zakatnya dengan emas. sebab  

sekarang perak sama sekali tidak digunakan sebagai uang. Nisab

zakat lira kertas diberikan dengan metal, yakni emas yang

digunakan dalam perhitungannya. Dan tidak bisa dibayarkan

dengan lira kertas satu per empat puluh darinya. sebab   lira

kertas sendiri tidak bisa digunakan sebagai kebutuhan vital. Akan

sangat boros untuk menggunakan tagihan kertas sebagai

pengganti kertas bekas yang tersedia. Dan boros merupakan

perbuatan haram. Dan tidak diperbolehkan untuk membayarkan

zakat uang dengan menggunakan uang. sebab   agar bisadigunakan sebagai uang maka harus diberikan emas yang memiliki

nilai hakiki dan selamanya.

Emas bisa diberikan dalam bentuk uang ataupun bentuk

lainnya. Yang ada setiap waktu dan setiap tempat. Bagi yang tidak

menemukan emas dikotanya sendiri maka hendaknya

mengirimkan uang kepada temannya yang tinggal ditempat yang

dijual emas-emas, lalu menulis kepadanya bahwa ia akan

membayarkan zakatnya dengan emas yang dibelinya. Lalu

diperbolehkan untuk membayarkan uangnya nanti. Dan ketika

pembayaran zakat uang-uang itu begitu mudah, maka tidak

dibenarkan untuk melanggar apa yang ada di kitab-kitab fiqih dan

memberikan uang-uang yang memiliki nilai nominal sebagai

pengganti emas. Dan bagi orang-orang yang tidak mau mengikuti

apa yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih lalu melakukan setiap

ibadah sesuai dengan pemahaman sendiri yang didapat dari Al￾Quran, mereka disebut sebagai Orang tak bermazhab atau zindik.

Maka perlu dikatakan kepadanya, “Saya melakukan segala ibadah

sesuai apa yang telah disampaikan oleh para imam mazhab dari

Al-Quran dan hadist-hadist sahih, bukan sesuai apa yang kamu

pahami.” Dan kitab-kitab yang ditulis oleh para imam mazhab

disebut dengan Kitab Fiqih.

Dalam buku Kitabul fiqh ala Mazhabil arba’a yang ditulis oleh

kumpulan para alim ulama yang diketuai oleh salah satu pengajar

dari Jami’atul Azhar, Abdurrahman Jazira tertulis ulasan

mengenai empat mazhab secara terpisah-pisah. Buku ini memiliki

lima bagian dan semuanya dicetak di Kairo tahun 1392 H dan 1972

M. Dan bagian ‘Zakat untuk awraq Maliyah (banknote)’

menyebutkan, “Para alim ulama menyatakan bahwa wajib

hukumnya untuk membayarkan zakat awraq maliyah, yakni uang

kertas.” sebab   uang digunakan dalam jual beli sebagai pengganti

emas dan perak. Dan selalu dapat dengan mudah ditukarkan

dengan emas dan perak. Maka jika seseorang yang memiliki

banyak uang tidak memasukkan nisab zakat emas dan perak, dan

juga tidak membayarkan zakatnya ini yaitu sesuatu yang tidak

masuk akal. Oleh sebab   itu para ulama fiqih tiga mazhab

bersepakat bersama memutuskan bahwa memberikan zakat uang

ini ini yaitu wajib. Hanya mazhab Hambali saja yang berbeda

disini. Alim ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa uang kertas

ini yaitu dayni qawi dan seketika bisa diganti dengan emas dan

perak. Oleh sebab  nya mereka mengatakan bahwa wajib untuk

membayarkan zakatnya segera. sebab   memberikan zakat hutang

yang hendak diambil menjadi fardhu ketika emas dan perak sudahdidapat. Dan walaupun zakat menjadi fardhu sebelum diambil,

tapi hukum membayarkannya belumlah fardhu.” Dan jika mau

maka ia bisa menunggu sebanyak yang bisa ia ambil lalu

membayarkan zakat-zakat yang tahun lalu, atau membayar

zakatnya setiap tahun dengan ‘ayn dari emas dan perak. Kamu

tidak dapat membayar uang yang kamu miliki sebab   zakat dari

koin emas berhutang kepada kamu, ketika kamu mengumpulkan

koin emas dan perak yang tertulis pada surat promes dari debitur

itu menjadi fardhu bagi kamu untuk memisahkan satu per empat

puluh dari mereka untuk masing-masing tahun yang berlalu dan

membagikannya kepada orang miskin. Dengan cara yang sama,

uang tidak dapat dibayarkan sebagai zakat. Yang harus dilakukan

ini yaitu membeli koin emas dengan nilai terendah dari money

changer atau dengan membelanjakan seperempat puluh darinya

dan mengeluarkan koin yang telah Anda beli, atau cincin emas

dan / atau gelang dengan berat total sama dengan koin, ke miskin.

Dan tidak diperbolehkan untuk membayar zakat kepada

seseorang yang berhutang pada kita, lalu dengan niat

membantunya keluar dari hutang itu kita membayarkan zakat

dengan mengurangi hutangnya itu kepada kita. Namun orang

ini haruslah membayarkannya kepada sang fakir miskin

ini lalu sang fakir miskin ini kembali

mengembalikannya apa yang diambilnya sebagai tebusan hutang.

Bagi pemberi hutang yang tidak yakin bahwa sang penghutang

ini akan segera membayarkan hutangnya maka ada teknik

yang disarankan dalam bagian terakhir dari jilid keenam buku

Fatawayi Hindiyya: “Sang pemberi hutang menunjuk seseorang

yang dipercayainya lalu membawanya kehadapan penghutang lalu

menjadikannya wakil untuk membayarkan zakat dan pembayaran

hutang. Dengan begitu sang penghutang menjadikannya wakil.

Lalu setelah wakil ini menerima zakat maka itu menjadi

milik sang penghutang. Lalu penghutang membayarkan

hutangnya dengan mengembalikan apa yang diambilnya ini  .

Jika ada fakir yang berhutang kepada dua orang, lalu salah

satunya ingin menyelamatkannya dari hutang ini maka sang

pemberi hutang memberikan zakat sebesar hutang ini  .

Dengan begitu ia mensedekahkan hutangnya. Yakni

menghalalkan dan menyumbangkannya. Lalu sang fakir

menghadiahkan apa yang ada ditangannya ini kepada

pemberi hutang ini  . Atau sang fakir bisa juga meminjam

emas sebanyak hutangnya dari seseorang dan menghadiahkannya

kepada orang kaya ini (sang pemberi hutang). Dan orangkaya kembali memberikannya kepada sang fakir dengan niat

zakat. Dengan begitu orang kaya membebaskan sang fakir dari

hutangnya, yang berarti memaafkannya. Kemudian sang fakir

kembali memberikan emas kepada orang yang dipinjami barusan.

Sumbangan dana mal tidak bisa dilakukan dari harta yang

diterima dari zakat atau harta yang diterima dari nazar. Agar bisa

tetap dilakukan maka hendaknya memberikan kepada orang

fakir, lalu orang fakir ini  lah yang menjadi wasilah perbuatan

amal ini  .” Dari sini dapat dipahami agar dapat membayar

zakat dengan uang maka hendaknya meminjam emas perhiasan

seberat emas lira seharga uang yang akan diberikan, dari istri atau

dari kerabat kenalan. Dan memberikan emas dari kerabat atau

kenalan ini kepada orang fakir dengan niat zakat. Dengan

begitu zakat uang telah diberikan. Kemudian orang fakir

menghadiahkan emas-emas ini kepada orang kaya yang

nantinya akan mengembalikan kepada pemiliknya. sebab  

zakatnya telah diberikan maka orang kaya memberikan sebagian

uang yang telah ia sisipkan untuk zakat ini kepada orang

fakir ini  . Dan sisanya bisa disumbangkan untuk kegiatan

amal dan lain-lain. Dan jika orang fakir ini juga berkeinginan

ikut dalam kegiatan amal dan kebaikan ini bisa menjual

kembali emas-emas yang diambil kepada orang kaya. Lalu

menunjuk orang kaya ini untuk menjadi wakilnya untuk

kegiatan ini dan memberikan uang (hasil penjualan emas)

kepada orang kaya ini  .

Seorang alim ulama yang ahli dalam ilmu-ilmu emapat

mazhab, sayyid Abdul hakim Arwasi ‘rahimahullahi alaih’

menjelaskan, “Nilai uang kertas ini yaitu nilai nominal. Ketika

nominalnya jatuh maka nilainya akan hilang. Oleh sebab   itu

tidak diperbolehkan untuk membayar zakat dengan menggunakan

uang. Zakat yang telah dibayarkan dengan menggunakan uang

harus diqadha dan diganti dengan emas. Selain haji, qadha ibadah￾ibadah harta bisa dilakukan dengan cara dawr.

Dalam Darul Muhtar disebutkan bahwa jika Bhagi, yakni

orang-orang muslim yang mengambil alih pemerintahan dengan

cara kudeta dan raja muslim yang zalim mengumpulkan zakat￾zakat hewan dan pertanian ushr lalu membagikannya ke orang￾orang yang diperintahkan Allahu te’ala, maka harta-harta ini  

ini yaitu termasuk zakat. Namun jika mereka membagikannya

keorang-orang lain maka apa yang telah diambil tidaklah akan

termasuk zakat. Dan harus membayarkan zakat-zakat pemilik

harta ini kepada orang-orang fakir kembali. Jika merekamengumpulkan zakat dari harta bisnis dan zakat uang maka

menurut mayoritas ulama, itu bukanlah termasuk zakat. Dan

fatwanya juga seperti itu. Sedangkan menurut beberapa alim

ulama, sebab   raja yang zalim ini yaitu orang Islam dan sebab  

mereka dihitung sebagai orang fakir sebab   harta-harta yang ada

pada mereka itu ini yaitu hak milik rakyat, maka apa yang

dibayarkan itu akan termasuk zakat dengan diniatkan zakat

kepada mereka. Ibnu Abidin juga menjelaskan, “Aturan ini

berlaku juga untuk harta dan uang yang dikumpulkan sebagai

pajak atau bea atau dalam nomenklatur lainnya. Dan perkataan

orang-orang yang menyatakan bahwa itu tidak termasuk zakat

walaupun diniatkan sekalipun juga benar. Yakni tidak ada hak

bagi para pemimpin muslim zalim untuk mengumpulkan zakat

harta-harta ini  .” Dapat dilihat bahwa agar zakat hewan dan

ushr sahih maka ia harus dikumpulkan oleh pemerintahan yang

muslim dan apa yang telah dikumpulkan ini harus

disebarkan oleh bendahara negara yang disebut Baitul Mal dari

empat macam kepada yang berhak menerima. Segala macam

pajak yang diberikan kepada pemerintah tidah bisa dijadikan

zakat jual beli dan uang menurut pendapat mayoritas ulama. Dan

walaupun sebagian ulama menyatakan bahwa diperbolehkan

membayarkan zakat cukup dengan mengetahui bahwa pemerintah

yang mengumpulkan ini ini yaitu muslim dan meniatkan harta

dan uang ini dengan niat zakat, perkataan ini bersifat lemah.

Ayo, saudaraku, miliki alasan dan selesaikan kebodohan ini!

Hidup Anda sangat berharga, jangan sia-siakan dalam hal yang berlebihan!

Lindungi hatimu dari keinginan nafs!

Biarkan bagian dalam anda, seperti bagian luar Anda, mencapai kemurnian!

Ketika emas dicampur dengan tembaga,

Akankah money changer menerimanya dengan senang?

Jangan membanggakan diploma anda dari sekolah tinggi!

Pikirkan sebelum anda berbicara, jangan sampai anda terlibat dalam keanehan!

Temukan seseorang dari ma'ârif dan dengarkan dia!

Sehingga dari Haqq anda mendapatkan kebaikan begitu banyak!

Pergi ke lautan Hakikat dan menyelamlah di dalamnya,

Dan datang dengan sesuatu yang luar biasa dalam kualitas!

Jangan biarkan lulusan yang bodoh menyesatkan Anda!

Para sarjana awal menunjukkan kepada anda jalan menuju kesucian!

BAB PUASA

Ada tiga fardhu puasa:

1- Niat.

2- Berniat diantara waktu mulainya puasa dan akhirnya.

3- Berlindung dari sesuatu yang dapat merusak puasa dari

nahari syari’, yakni waktu imsak sampai terbenamnya matahari.

Waktu imsak ini yaitu waktu dimana cahaya putih yang disebut

fajar sadiq telah terlihat digaris ufuk dzahiri. Barang siapa

menjauhakan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa namun

tidak berniat puasa, maka ia tidak termasuk berpuasa. Maka perlu

mengqadha hari ini  .

Ada tujuh syarat fardhu bagi seseorang untuk puasa:

1- Muslim. 2- Baligh. Sah bagi seorang anak kecil untuk puasa.

3- Berakal. 4- Bagi seorang yang tinggal di darul harb, harus

mendengar bahwa hukumnya fardhu untuk puasa Ramadan. 5-

Bermuqim. 6- Tidak dalam keadaan haid. 7- Tidak dalam keadaan

nifas.

Ada enam perkara yang merusak puasa: makan makanan,

minum sesuatu dari yang bisa diminum, berjima’, haid, nifas,

muntah banyak. Berbohong, ghibah, namimah atau adu domba,

bersumpah diatas kebohongan tidaklah membatalkan puasa.

Namun ia menghilangkan pahala puasa ini  .

Dan juga ada tujuh golongan yang berhak tidak melanjutkan

puasa:

1- Orang yang sakit, 2- Safar, 3- Haid, 4- Nifas, 5- Seorang

perempuan hamil yang tidak kuat, 6- Jika berbahaya bagi anak

yang sedang disusui, 7- Seorang yang sudah tua dan tidak mampu

puasa.

Dan juga wajib untuk niat puasa setiap harinya. Dalam

Hindiyya disebutkan, “Niat dilakukan dengan hati. Bangun untuk

sahur juga merupakan suatu niat.” Ada dua macam niat pada

puasa: Yang pertama niyyat yang dibuat setiap hari di bulan

Ramadan, atau untuk puasa yaitu nafilah atau untuk puasa yang

dilakukan untuk memenuhi sumpah tertentu, dan niat itu harus

dilakukan antara matahari terbenam hari sebelumnya dan waktu

hari saat (disebut dengan Dahwa-i-kubr). Waktu Dahwai Kubr

ini yaitu setengah dari waktu siang hari syariah, yakni waktu

berpuasa, atau dengan waktu adzan,

Fajar + 24 – Fajar

atau Fajar + 12 – Fajar = 12 + Fajar –––––––––– , – ––––– ––––––

2 2 2

Itu berarti bahwa waktu dahwa-i-kubra ini yaitu setengah dari

angka yang menunjukkan waktu fajar dalam hal waktu adzan. Dan

itu sebelum zawal (tengah hari) selama perbedaan antara setengah

siang hari syari dan siang hari matahari dalam hal waktu standar;

perbedaan itu sama dengan setengah hissa-i-fajr, yang pada

gilirannya ini yaitu durasi waktu antara matahari terbit dan fajar,

atau waktu imsak. Anda berpuasa dengan membuat niat hingga

saat Dahwai-kubrâ - jika anda belum makan atau minum apapun

(setelah waktu imsak). Tidak diperbolehkan untuk melakukan

niat pada waktu Dahwa. Niat yang dibuat sebelum fajar harus

sebagai berikut: "Saya berniat untuk puasa besok," sedangkan niat

yang dibuat setelah fajar harus: "Saya berniat untuk puasa hari

ini."

Jenis niat kedua ini yaitu untuk qadha atau untuk kafarat atau

untuk nazar mutlaq. Ketiga jenis puasa ini membutuhkan jenis niat

yang sama, yaitu jenis niat kedua ini. Waktu yang paling awal

ini yaitu matahari terbenam hari sebelumnya, dan waktu terbaru

ini yaitu tepat sebelum fajar sadiq, yaitu sebelum garis putih di

cakrawala terlihat. Niat setelah fajar untuk salah satu dari tiga

jenis puasa ini tidak diizinkan. Itu ditulis dalam Ibni Abidin, di

bagian akhir bab dimana salat qadha dibahas, bahwa ketika anda

membuat qadha puasa beberapa hari yang tidak dilakukan di

bulan Ramadan tahun lalu hendaknya tidak harus menentukan

hari-hari berkaitan dengan nama atau urutan prioritasnya. Ada

tiga tingkatan puasa tergantung pada orang yang berpuasa: puasa

orang yang tidak belajar; puasa orang yang telah belajar; dan

puasa dilakukan oleh anbiya (Nabi) dan oleh awliya (orang-orang

yang diberkati yang telah mencapai cinta Allahu te’ala). Ketika

orang yang tidak belajar berpuasa, mereka tidak makan atau

minum atau melakukan hubungan seksual. Tetapi mereka

melakukan tindakan salah lainnya. Orang terpelajar juga tidak

melakukan tindakan salah lainnya. Enbiya dan Awliya

menghindari segala macam tindakan syubhat saat mereka

berpuasa.

Ada tiga jenis hari raya orang-orang yang berpuasa: hari rayaorang-orang jahil, hari raya para alim ulama dan hari raya para

anbiya dan awliya. Hari raya orang-orang jahil ini yaitu mereka

beriftar ketika sudah masuk maghrib. Dan mereka makan dan

minum semua yang mereka inginkan lalu mengatakan, “Ini adalah

hari raya kami.” Hari raya para alim ulama ini yaitu mereka beriftar

setelah masuk maghrib. Lalu mengatakan, “Jika Allahu te’ala

menerima puasa yang kita lakukan maka ini ini yaitu hari raya kami.

Namun jika tidak celakalah kami dan kami perlu bertafakur.”

Namun hari raya para anbiya dan awliya ini yaitu perjumpaan dan

dapat melihat Allah. Mereka ini yaitu orang-orang yang patut

menerima ridho Allahu te’ala.

Dan juga hari raya seluruh umat mukmin ada lima macam:

Yang pertama ini yaitu ketika malaikat pencatat amal buruk

yang ada disebelah kiri tidak dapat menemukan sesuatu untuk

ditulis.

Yang kedua ini yaitu ketika datang malaikat pembawa kabar

gembira ketika sakaratul maut dan mengatakan, “Selamat datang

wahai orang mukmin! Engkau ini yaitu ahli surga.”

Yang ketiga ini yaitu ketika muncul taman dari taman-taman

surga didalam kubur.

Yang keempat ini yaitu ketika berada dalam satu naungan

bersama anbiya, awliya, ulama dan sholihin dibawah Arsy Ar￾Rahman.

Yang kelima ini yaitu ketika seorang mukmin dapat menjawab

dari tujuh tempat yang harus ia ditanya diatas jembatan shirat

yang lebih tipis dari bulu, lebih tajam dari pedang, lebih gelap dari

kegelapan malam, dan yang memiliki seribu tahun kebawah,

seribu tahun keatas dan seribu tahun lurus. Namun jika ia tidak

bisa menjawab, maka azab seribu tahun akan menunggunya di

setiap tempat. Dan tujuh pertanyaan ini  : Pertama adalah

dari perkara iman, kedua perkara salat. Ketiga perkara puasa.

Keempat perkara haji. Kelima perkara zakat. Keenam perkara

hak manusia. Dan ketujuh ini yaitu perkara ghusl, istinja dan

wudhu.

Dan juga ketika seseorang niat puasa sebelum masuk waktu

imsak lalu membatalkan puasa Ramadannya dengan sengaja

maka ia harus membayar kafarat dan juga mengqadha puasa

ini  . Sedangkan dalam puasa Sunnah dan qadha tidak ada

kafarat.

Untuk kafarat maka ia harus membebaskan seorang budakNamun jika ia tidak mampu hendaknya berpuasa selama enam

puluh hari tanpa terputus diluar bulan Ramadan dan lima hari

yang dilarang berpuasa didalamnya. Lalu kemudian ia pun harus

mengqadha puasa sebanyak puasa yang ditinggalkannya ini  .

[Puasa pada hari raya Idul fitri pertama, empat hari hari raya Idul

adha hukumnya ini yaitu haram.] Dan jika ia tidak mampu juga

maka hendaknya memberi makan enam puluh fakir dalam satu

hari atau satu fakir dua kali selama enam puluh hari. Dan

banyaknya beberapa  dengan ukuran fitrah setiap kalinya.

Untuk satu hari puasa qadha maka hendaknya puasa satu hari.

Ada lima orang yang tidak diwajibkan kafarat. Pertama orang

yang sakit. Kedua orang yang safar. Ketiga wanita menyusui yang

takut membahayakan anaknya. Keempat orang tua yang sudah

tidak mampu. Kelima seseorang yang takut akan mati disebabkan

kelaparan dan kehausan.

Ketika uzurnya sudah selesai maka hendaknya mengqadha

puasa per harinya.

Dan juga ada beberapa macam niat pada hari syak:

diperbolehkan dengan karahah untuk niat berpuasa Ramadan

atau berpuasa lain yang bersifat wajib atau niat berpuasa

Ramadha jika itu Ramadan, atau niat berpuasa Sunnah jika itu

bukan Ramadan. Jenis niyyat lainnya ini yaitu niat tanpa kerahah

dan dibuat untuk puasa saja atau untuk puasa Sya’ban, yang

berarti membuat niat untuk puasa Sunnah.

Jenis puasa yang tidak diperbolehkan ini yaitu yang dilakukan

dengan membuat niat seperti ini: “Saya berniat untuk puasa jika

bulan ini ini yaitu Ramadan dan jika tidak saya tidak berniat.”

Jika seseorang dalam bulan Ramadan tidak niat berpuasa

sampai terbitnya fajar lalu maka sebelum siang hari maka menurut

imam Hanafi tidak wajib kafarat. Namun menurut imam yang dua

wajib untuk bayar kafarat. sebab   niat dan puasa baginya masih

memungkinkan dan bisa dilakukan namun ia tetap makan. Dan

jika makannya setelah lewat siang hari maka wajib membayar

kafarat menurut jumhur ulama.

Dan juga jika ada seseorang yang membatalkan puasa

Ramadannya dua atau tiga hari maka tiap harinya harus dibayar

kafaratnya atau hanya perlu membayar satu kafarat untuk semua

kafarat ini  ? Dalam masalah ini terdapat perbedaan. Akan

lebih bijaksana untuk membayarkan kafarat untuk tiap-tiap

harinya. Dan siapapun yang memiliki hutang puasa Ramadannya

lalu ia tidak mengqadhanya dan sudah lebih dari satu tahun makamenurut penjelasan beberapa imam, ia telah berdosa.

Dan juga jika seseorang yang sedang membayar kafaratnya

datang bulan Ramadan atau hari raya Idul Adha, maka ia harus

mengulangnya lagi dari awal setelah Ramadan dan hari raya

ini  . Dan puasa yang telah dijalaninya tidak dihitung.

Dan juga seseorang membatalkan puasanya tanpa ada niat

untuk safar lalu setelahnya ia baru niat safar dan pergi maka ia

wajib mengqadha dan juga membayar kafarat. Safar tidak

memubahkan untuk membatalkan puasa. Seseorang yang hendak

safar tidak wajib untuk membatalkan puasanya. Maka seseorang

yang niat puasa dalam jangka waktu dahvi, tidak halal baginya

untuk membatalkan puasa. Dan jika ia membatalkannya ia wajib

menggantinya. Safar membuat puasa menjadi mubah.

Dan juga jika seseorang kehilangan akal sehat ketika Ramadan

dan dia tidak bisa berpuasa. Lalu ia kembali sehat setelahnya

maka hendaknya mengqadha puasa di hari-hari ketika ia tidak

bisa berpuasa. Namun jika kehilangan akal sehatnya itu sepanjang

Ramadan maka ia terbebas kewajiban puasa.

Dan jika seseorang melakukan sesuatu yang membatalakan

puasa sedang dia lupa maka puasanya tidaklah batal. Dan jika ia

ingat bahwa dirinya berpuasa lalu ia melanjutkan makannya

sebab   berfikir bahwa puasanya telah batal, maka ia wajib qadha

namun tidak wajib kafarat. Namun jika ia tetap melanjutkan

makan padahal tahu bahwa puasanya tidak batal maka ia wajib

qadha dan kafarat.

Jika orang yang berpuasa menelan keringatnya sendiri atau

mengunyah pewarna seutas tali dan kemudian menelan pewarna

di atasnya atau menelan air liur orang lain atau menelan air liurnya

sendiri setelah mengeluarkan dari mulutnya atau menelan sisa

makanan di antara giginya dan lebih besar dari buncis atau

menyuntikkan dirinya dengan obat hipodermik maka puasanya

menjadi batal dan dia perlu membuat qadha.

Jika seseorang makan selembar kertas atau segenggam garam,

sebutir gandum atau beras mentah maka puasanya menjadi batal.

Namun ia hanya perlu melakukan qadha. sebab   memakan

segenggam garam, baik sebagai makanan, maupun sebagai obat

bukanlah sebuah kebiasaan. Yakni itu seperti segenggam tanah.

Di sisi lain jika garam yang dimakan dalam jumlah kecil maka

kafarat juga akan diperlukan. Ini ditulis dalam buku berjudul

Eshbah. sebab   sedikit garam itu digunakan baik sebagai

makanan maupun sebagai obat.

Jika seorang pekerja tahu bahwa dia akan jatuh sakit ketika dia

bekerja untuk mencari nafkah, itu (masih) tidak diperbolehkan

baginya untuk berbuka puasa sebelum dia menjadi sakit. Jika dia

berbuka puasa (sebelum waktu berbuka puasa), dia harus

membuat kafarat. Untuk menghindari (harus membuat) kafarat,

ia harus menelan selembar kertas terlebih dahulu, (yaitu sebelum

makan sesuatu). Jika seorang wanita hamil atau wanita menyusui

merasa terlalu lemah (untuk berpuasa dan akan merasakan

kelaparan, haus, dan lain-lain) maka dia hanya perlu melakukan

qadha. Seseorang yang makan dan minum dengan sembrono

tanpa uzur pada hari dari bulan Ramadan maka ia menjadi

murtad. (Fatwai Faiziyya.)

Jika seseorang mengunyah satu biji sawi maka puasa tidak

menjadi batal. Namun jika itu tertelan baik sudah dikunyah atau

belum maka puasanya batal. Dan wajib diqadha.

Dan juga puasa ada lima belas macam: tiga diantaranya fardhu,

tiga wajib, lima haram dan empat diantaranya Sunnah. Puasa yang

hukumnya fardhu ini yaitu puasa Ramadan, qadha dan kafarat.

Puasa yang hukumnya wajib ini yaitu puasa untuk nazar

mu’ayan, puasa untuk nazar mutlak dan puasa untuk melanjutkan

puasa Sunnah yang telah dimulai.

Puasa yang hukumnya haram ini yaitu puasa pada hari pertama

Idul Fitri dan empat hari Idul Adha. Hukumnya haram untuk

puasa disalah satu dari lima hari ini.

Puasa yang hukumnya Sunnah ini yaitu puasa ayyamul bidh,

puasa Daud, puasa senin dan kamis, puasa asyura, puasa Arafah

dan hari-hari yang semisalnya. Puasa tanggal empat belas, lima

belas dan enam belas dibulan-bulan Hijriah disebut dengan

Ayyamul Bidh. Dan puasa selang seling, satu hari puasa

keesokannya tidak lalu puasa dihari berikutnya disebut dengan

puasa Daud. (Puasa Asyura ini yaitu puasa dihari kesepuluh bulan

Muharam, bulan pertama dalam tahun Hijriah. Puasa Arafah

ini yaitu puasa tanggal Sembilan dibulan Dzulhijjah, yakni satu hari

sebelum Idul Adha)

Dan juga ada sebelas manfaat berpuasa:

1- Menjadi perisai dari neraka.

2- Menjadi wasilah dikabulkannya ibadah-ibadah lain yang

dilakukan.

3- Ia menjadi dzikirnya badan.4- Mematahkan kesombongan.

5- Mematahkan ujub.

6- Menambah kekhusu’an.

7- Pahalanya akan masuk ketimbangan mizan.

8- Mendapat ridho Allahu te’ala.

9- Menjadi wasilah untuk segera masuk kedalam surga jika ia

wafat dalam keimanan.

10- Memberi cahaya kedalam hati.

11- Menerangi akal.

Pada hari kedua puluh sembilan di bulan Syakban hukumnya

ini yaitu wajib untuk melihat hilal Ramadan diufuk barat. Ketika

seorang muslim ahli Sunnah yang adil, yakni ia tidak pernah

melakukan dosa besar melihat hilal dilangit yang tertutup maka

wajib menginformasikan kepada hakim atau pemerintah. Jika itu

diterima maka Ramadan telah dimulai. Ramadan akan segera

dimulai ketika seorang muslim melihat hilal ditempat yang tidak

terdapat hakim dan pemerintah. Dan informasi yang disampaikan

oleh ahli bid’ah tidaklah diterima. Dan diperlukan beberapa saksi

jika langit cerah. Jika hilal tidak terlihat maka itu dianggap hari

ketiga puluh bulan Sya’ban dan lusa barulah Ramadan. Ramadan

tidak bisa ditentukan oleh kalender atau perhitungan astronomi.

Disebutkan dalam Bahr, Hindiyya dan Qadihan, “Jika seorang

budak yang tinggal di Darul harb dan ia tidak mengetahui tentang

awal Ramadan maka hendaknya menggunakan informasi pada

kalender lalu puasa selama satu bulan, dan ia mungkin sudah

mulai berpuasa satu hari lebih awal dari hari pertama Ramadan

atau pada hari kedua atau bahkan pada hari pertama Ramadan itu

sendiri. Dalam kasus pertama, dia telah berpuasa sehari sebelum

Ramadan dan merayakan idul fitri pada hari terakhir Ramadan.

Dalam kasus kedua, dia tidak melakukan puasa pada hari pertama

Ramadan dan melakukan puasa pada hari ‘id dengan niat puasa

pada hari terakhir Ramadan. Dalam kasus kedua itu ia telah

melakukan puasa selama dua puluh delapan hari Ramadan sebab  

itu dia harus berpuasa selama dua hari dengan tujuan qadha

setelah 'id. Dalam kasus ketiga, diragukan apakah hari-hari

pertama dan terakhir dalam sebulan di mana ia telah menjalani

puasa bertepatan dengan Ramadan. sebab   puasa yang dijalani

pada hari-hari yang meragukan berada dalam Ramadan tidak

akan menjadi sah maka ia harus membuat qadha puasa selama dua

hari dalam kasus ini juga.” Oleh sebab   itu dapat dipahami bahwaorang yang memulai berpuasa Ramadan bukan setelah dia hilal

tetapi menurut kalender yang disiapkan sebelumnya harus maka

mereka hendaknya berpuasa selama dua hari dengan tujuan

qadha setelah 'idul fitri. Bagaimana cara menghitung hari pertama

Ramadan telah dijelaskan secara rinci di bab kesepuluh dari jilid

keempat Kebahagiaan Abadi.

[Ibnu Abidin rahima-hullâhu ta 'menyatakan: “Dalam cuaca

mendung iftar tidak boleh dilakukan, (yaitu puasa tidak boleh

dilanggar,) kecuali seseorang yakin bahwa Matahari telah

terbenam, bahkan jika adzan (untuk mengumumkan waktu salat

sore dan waktu shalat) telah dikumandangkan. Selama seseorang

membuat iftar sebelum waktu ishtibakun nujum, yaitu pada saat

sebagian besar bintang muncul di langit, seseorang telah

melakukan tindakan mustahab yang disebut takjil (dan yang

berarti menyegerakan iftar). Saat matahari terbenam diamati dan

iftar dilakukan di lokasi tertentu, seseorang yang berada di tempat

yang tinggi, contohnya orang yang menggunakan menara, tidak

boleh iftar kecuali dia tahu bahwa matahari telah terbenam.

Aturan ini berlaku juga untuk salat subuh dan sahur.” Dalam

daftar tabulasi buku-buku Tamkin tentang Astronomi, tinggi

ini yaitu salah satu variabel dari lamanya waktu yang disebut

tamkin, (ini didefinisikan dan dijelaskan secara rinci dalam bab

kesepuluh dari jilid keempat Kebahagiaan Abadi.) sebab   semua

waktu salat telah dihitung, satu kali tamkin digunakan untuk

lokasi tertentu, yaitu waktu tamkin sepadan dengan tempat

tertinggi di lokasi itu. (Silakan lihat lampiran V dari jilid keempat

Kebahagiaan Abadi untuk tabel tamkin.) Kalender yang disiapkan

tanpa periode tamkin yang diperhitungkan memberikan waktu

matahari terbenam beberapa menit sebelumnya (dari waktu

matahari terbenam dalam perhitungan yang periode tamkin telah

dipertimbangkan). Matahari tampaknya tidak terbenam pada saat

matahari terbenam (tertulis di kalender itu). Puasa yang dilakukan

oleh orang-orang yang membuat iftar sesuai dengan kalender

tanpa tamkins menjadi batal.]


TIGA SYARAT BERQURBAN

1- Muslim yang berakal dan baligh.

2- Orang yang bermukim.

3- Dapat memenuhi ukuran nisab qurban.

Rukun untuk qurban ini yaitu seekor domba atau kambing atau

unta atau sejenis sapi (banteng, sapi atau lembu), seekor unta atau

sapi bisa dilakukan untuk tujuh qurban, yakni tujuh orang bisa

berqurban bersama-sama untuk satu sapi atau sejenisnya. Jika ada

seseorang yang mengatakan bahwa dirinya mau ikut bergabung

maka qurban yang kedelapan hukumnya batal. Nisab qurban sama

dengan nisab fitri.

[Seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Abidin ‘rahimahullahu

taala’ jika bagian dari salah satu mereka kurang dari satu pertujuh,

tidak satu pun dari qurban ini diperbolehkan. Oleh sebab  

itu diperbolehkan bagi yang kurang dari tujuh orang untuk

berkumpul bersama untuk qurban. Sah hukumnya untuk

berpartisipasi selama pembelian. Meskipun sah untuk

berpartisipasi setelah pembelian juga namun lebih baik

berpartisipasi sebelum pembelian. Seseorang dapat melakukan

qurban dalam kemitraan dengan orang lain dengan membeli dari

satu-tujuh ke enam-tujuh dari sapi jantan (atau lembu) yang

dimiliki oleh orang yang terakhir. Mereka berbagi daging dalam

rasio langsung dengan mitranya ini  . Jika salah satu dari mitra

meninggal, hukumnya sah jika ahli warisnya mengatakan (kepada

mitra lain), "Lakukan Qurban atas namanya dan atas anda

sendiri." sebab   itu merupakan tindakan Qurbat untuk

melakukan Qurban atas nama seorang Muslim yang sudah mati.

Jika ahli waris tidak mengatakan demikian, qurban mitra yang

telah wafat tidak akan menjadi qurbat dan tidak ada mitra qurban

yang akan menjadi sah. Jika salah satu mitra itu kafir atau jika ia

bergabung dengan kemitraan (hanya) untuk daging, maka tidak

ada mitra qurban yang diperbolehkan. sebab   masing-masing

pasangan harus membuat niat untuk Qurbat. Niat orang yang

tidak beriman ini yaitu batil (batal dan tidak berlaku). Dan untuk

membuat niat hanya untuk makanan, maka di sisi lain itu

bukanlah (tindakan) qurban. Demikian juga jika salah satu mitra

membuat niat untuk Qurban tahun ini dan yang lain membuat niat

untuk qurban tahun depan, maka niat yang lain hukumnya batil

(batal demi hukum) dan daging yang jatuh kemereka menjadi

tetawwu '[sedekah], dan mereka harus membagikannya kepada

orang miskin. Niat yang dibuat oleh orang yang pertama

hukumnya ini yaitu sah, tetapi kemudian dia tidak bisa memakan

dagingnya. sebab   daging harus disalurkan sebagai sedekah telah

menyebar ke seluruh daging. Qurbat yang telah diniatkan tidak

harus menjadi qurbat yang wajib. Qurbat yang bersifat sunnah

atau nafila pun bisa dilakukan. Atau mungkin juga qurbat yang

terdiri dari berbagai tindakan wajib. Juga diperbolehkan untuk

menjadi aqiqah untuk anak kecil atau orang dewasa. (Silakan lihat

paragraf terakhir dari bab keempat dari jilid kelima dari

Kebahagiaan Abadi Aqiqah.) sebab   aqiqah ini yaitu qurban

seorang yang dilakukan sebagai tanda terima kasih sebab   telah

diberkati dengan bayi yang baru lahir. Selain itu perjamuan makan

malam di mana umat Islam dihibur untuk merayakan kinerja

nikah (kontrak pernikahan dibuat dengan cara yang ditentukan

oleh Islam, dan yang dijelaskan secara rinci dalam bab kedua belas

dari jilid kelima Kebahagiaan Abadi) ini yaitu semacam terima

kasih dan qurbat yang sunnat. Hal paling baik yang harus

dilakukan ini yaitu agar semua mitra membuat niat untuk qurban

‘id. Membunuh binatang untuk aqiqah bukanlah tindakan sunnah

di Mazhab Hanafî. Ini ini yaitu mustahab atau mubah. Tindakan

mustahab ini yaitu qurbat. Tindakan mubah juga merupakan qurbat

ketika dilakukan dengan niat dari ucapan syukur. Ada banyak

tindakan adat lain yang menjadi tindakan ibadah sebab   niat.

Mubah juga menjadi tindakan taat ketika niat seseorang dibuat

itu. Buku-buku berbahasa Arab yang berjudul 'Uqudud durriyya

dan Durrul mukhtar memberikan informasi terperinci tentang

membunuh (dengan jugulasi) seekor hewan untuk Aqiqah.]




RUKUN HAJI ADA TIGA:

1- Niat melakukan haji ketika masuk ihram.

2- Bermuqim di Arafah.

3- Melaksanakan tawaf ziyarat di Ka’bah.

Awal waktu untuk bermuqim di Arafah ini yaitu antara siang

hari tanggal sembilah Dzulhijjah sampai pagi. [Jika anda

bermuqim satu hari lebih awal atau satu hari lebih lebih lama

maka haji anda akan menjadi batil. Para wahabi merayakan Idul

Adha qurban satu hari lebih awal tanpa melihat hilal sebelumnya.

Barang siapa yang tidak melaksanakan waqaf di Arafah pada

waktu yang telah dilakukan maka haji ini tidaklah sah.]

Ada tujuh macam tawaf di Ka’bah:

Pertama, Tawaf ziarah.

Kedua, tawaf umrah, (dua diatas ini hukumnya fardhu).

Ketiga, tawaf qudum yang bersifat Sunnah.

Keempat, tawaf wada’.

Kelima, nazar tawaf yang hukumnya wajib.

Keenam, tawaf nafilah.

Ketujuh, tawaf tatawu’ yang hukumnya mustahab.

Berniat ihram untuk melaksanakan haji hukumnya adalah

fardhu. Dan memakai kain ihram hukumnya Sunnah. Dan

diwajibkan untuk menjauhi pakaian-pakaian yang berjahit.

Dan juga ada delapan syarat agar haji menjadi fardhu:

1- Muslim.

2- Baligh.

3- Berakal.

4- Sehat.

5- Bukan seorang budak.

6- Harta yang ada lebih dari keperluan primer.

7- Datangnya waktu haji. Waktu haji ini yaitu hari Arafah dan

empat hari ‘id. Waktu perjalanan hendaknya dihitung juga.

8- Adanya seorang suami atau orang yang haram dinikahkan

baginya yakni mahram untuk wanita yang sedang safar. [seseorang

yang memiliki kedelapan syarat ini maka hukumnya fardhu untuk

pergi haji minimal satu kali seumur hidup. Dan jika telah pergibeberapa kali maka sisanya itu hukumnya nafilah. Arti dari

Ibadah Nafilah ini yaitu ibadah yang dilakukan atas kehendak

sendiri meskipun bukan merupakan fardhu atau Sunnah. Pahala

ibadah nafilah ini yaitu sebesar setetes air yang ada disamping laut

yang merupakan pahala. Para alim ulama tidak memperbolehkan

bagi seseorang yang tinggal di negara jauh untuk pergi haji lagi.

Abdullah Dahlawi ‘quddisa sirruh’ menjelaskan dalam maktub

keenam puluh tiga, “Dalam perjalanan yang untuk melakukan

haji, sebagian besar mustahil untuk melakukan tindakan ibadah

dengan sangat benar. Dalam hal ini, Imam Rabbani 'rahmatullâhi'

alaih 'menyatakan dalam seratus dua puluh tiga dan seratus dua

puluh empat suratnya (dalam volume pertama dari karyanya yang

diberkati berjudul Maktubat) bahwa ia tidak setuju untuk pergi

(dalam perjalanan) untuk tujuan membuat umrah atau nafila

haji."

LIMA PULUH EMPAT FARDHU

Seorang anak menjadi seorang Muslim ketika ia mencapai usia

pubertas, dan begitu juga seorang non-Muslim yang mengucapkan

Kalimat tauhid, yaitu, “Laa ilaha illAllah Muhammadur

rasulullah" serta percaya apa yang dimaksud dengan ucapannya.

Semua dosa yang dilakukan oleh non Muslim sampai saat itu

diampuni seketika oleh Allahu te’ala. Namun kedua orang ini,

seperti halnya Muslim lainnya, harus menghafal keenam dasar

iman yang disebut Amantu (rukun iman) secara menyeluruh, lalu

setiap mereka ada waktu hendaknya mempelajari makna dan

mempercayainya, lalu berkata, “Saya percaya (fakta) bahwa

seluruh Islam, yaitu semua perintah dan larangan (secara

menyeluruh) telah dinyatakan oleh Allahu te’ala.” Kemudian

setiap kali mereka memiliki waktu dan keadaan yang

menguntungkan, mereka juga perlu mempelajari yang farz, yakni

perintah, dan yang haram, yakni larangan di antara semua ajaran

Islam yang berkaitan dengan perilaku etis dan perilaku dan situasi

baru yang mereka hadapi. Jika mereka menyangkal, tidak

mempercayai atau mengolok-olok fakta bahwa masih perlu

mempelajari ajaran-ajaran ini dan bahwa itu semua ini yaitu fardhu

untuk melakukan salah satu dari ibadah ini dan untuk

menghindari salah satu dari yang haram, maka mereka akan

menjadi murtad (pemberontak, murtad). Dengan kata lain

seseorang yang mengejek salah satu dari ajaran ini, contohnya

para wanita menutupi diri mereka (dengan cara yang diajarkanoleh Islam, maka mereka menjadi seorang murtad. Selama

seorang yang murtad ini tidak bertaubat dari sesuatu yang

membuat kemurtadan mereka, maka tidak akan menjadi seorang

muslim dengan mengatakan, “La ilaha illAllah” lalu dengan

melakukan beberapa perintah Islam seperti melakukan salat,

puasa, pergi haji atau dengan melakukan perbuatan baik atau

tindakan amal. Mereka juga tidak akan menuai manfaat atas

perbuatan baik mereka nanti di akhirat. Mereka harus menyesali

dan bertaubat dari apa-apa yang mereka tolak percayai.

Para alim ulama telah menentukan lima puluh empat ibadah

fardhu yang harus setiap muslim pelajari, percayai dan ikuti,

Lima puluh empat fardhu-fardhu itu adalah:

1- Mengetahui bahwa Allahu te’ala itu satu, dan tidak

melupakan hal ini  .

2- Makan dan minum dari sesuatu yang halal.

3- Berwudhu.

4- Mengerjakan salat lima waktu ketika masuk waktunya.

5- Mandi wajib dari haid atau junub ketika akan melaksanakan

salat.

6- Mempercayai bahwa rejeki seseorang ditanggung Allahu

te’ala.

7- Memakai pakaian bersih yang halal.

8- Bekerja dan bertawakal kepada Allah.

9- Berbuat qonaah.

10- Bersyukur kepada Rabb atas nikmat yang telah diberikan.

Yakni menggunakan nikmat-nikmat ini pada tempat-tempat

yang telah diperintahkan.

11- Menerima segala qadha yang telah ditentukan Allahu te’ala.

12- Bersabar atas ujian dan cobaan. Yakni tidak berontak.

13- Bertaubat dari segala dosa. [Beristighfar setiap hari]

14- Beribadah dengan ikhlas.

15- Mengetahui manusia dan jin setan ini yaitu musuh.

16- Memegang Al-Quran al-Karim sebagai pedoman. Meridhoi

segala hukum yang ditentukan.

17- Mengetahui bahwa kematian ini yaitu benar dan

mempersiapkannya.

18- Mencintai apa yang dicintai Allahu te’ala dan menjauhi apa-apa yang dibencinya. [Ini disebut Hubb fillah dan bughdi fillah]

19- Berbuat baik kepada kedua orang tua.

20- Amar ma’ruf nahiy munkar.

21- Berkunjung ke saudara kerabat.

22- Tidak berkhianat kepada amanah.

23- Selalu menjauhi perbuatan-perbuatan haram dan takut

kepada Allahu te’ala.

24- Mentaati Allahu te’ala dan rasul-Nya. Yakni melaksanakan

segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.

25- Menjauhi segala perbuatan dosa dan sibuk dengan ibadah.

26- Tidak melawan pemimpin dan hukum-hukum yang

berlaku.

27- Bertafakur dari alam.

28- Bertafakur atas adanya Allahu te’ala, yakni melalui sifat￾sifat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya.

29- Menjaga lisan dari perkataan haram dan buruk.

30- Menjernihkan hati dari kecintaan dunia.

31- Tidak mengejek siapapun.

32- Tidak melihat sesuatu yang haram.

33- Jujur dalam setiap perkataan.

34- Menjaga telinga dari mendengarkan sesuatu yang dosa

seperti perkataan-perkataan buruk dan musik-musik instrument.

35- Belajar segala sesuatu yang fardhu dan haram.

36- Jujur dalam menggunakan timbangan dan alat-alat

sejenisnya.

37- Selalu takut bahwa kita belum bebas dari azab Allahu te’ala.

38- Memberikan zakat kepada fakir miskin yang muslim dan

membantunya.

39- Tidak putus asa atas rahmat Allahu te’ala.

40- Tidak mengikuti hawa nafsu, yakni keinginan yang haram.

41- Memberi makan kepada seseorang yang kelaparan dan

mengharapkan ridho-Nya.

42- Bekerja untuk mendapatkan rejeki yan cukup [yakni

sandang, pangan dan papan]

43- Membayarkan zakat hartanya dan ushr dari pertaniannya.

44- Tidak berjimak ketika sedang haid dan nifas45- Mensucikan hati dari dosa-dosa.

46- Menjauhi dari sifat sombong.

47- Menjaga harta yatim yang belum baligh.

48- Tidak mendekati anak-anak muda.

49- Melaksanakan salat lima waktu tepat waktu dan tidak

meninggalkannya untuk diqadha. (tidak menundanya hingga akhir

waktu)

50- Tidak mengambil dengan dzalim harta seseorang.

[Memberikan uang mahar kepada wanita yang diceraikannya

pun merupakan hak dari seseorang. Jika tidak memberikannya

maka azab didunia dan di akhirat akan keras. Hak seseorang yang

paling penting dan azabnya paling besar (jika tidak dilaksanakan)

ini yaitu tidak berbuat amar ma’ruf kepada sanak saudara dan

orang-orang dibawah tanggungannya. Yakni tidak mengajarkan

Islam kepada mereka. Dan barang siapa yang menjegahnya dari

belajar agamanya dan agama seluruh muslim dan juga menjegah

ibadah-ibadah yang hendak dilakukan dengan siksaan atau

penipuan maka diketahui bahwa orang ini ini yaitu kafir. Dan

begitu juga perusakan yang dilakukan orang-orang yang tidak

bermazhab dan para ahli bid’ah kepada itikad ahli Sunnah.]

51- Tidak berbuat syirik kepada Allahu te’ala

52- Menjauhi dari perbuatan zina.

53- Tidak minum anggur dan minuman beralkohol.

54- Tidak bersumpah pada kebohongan.

[Wine, anggur dan semua minuman beralkohol lainnya adalah

qaba najasat, (salah satu dari dua jenis najâsat yang didefinisikan

dan dijelaskan secara terperinci dalam bab keenam dari jilid

keempat buku Kebahagiaan Abadi.) Hal ini ditulis dalam buku￾buku berjudul Bahr-ur-raiq dan Ibni Abidin bahwa ketika air dan

tanah bercampur satu sama lain maka lumpur yang dihasilkan

akan bersih ketika salah satu dari dua bahan itu bersih, dan ini

ini yaitu perkataan yang sahih, dan bahwa fatwa konklusif itu sesuai

dengan ijtihâd ini. Meskipun ada ulama yang berpendapat bahwa

fatwa itu dzaif, dan tertulis dalam Ibnu Abidin dan dalam Hadiqah

bahwa dalam pendapat itu mungkin terdapat haraj (kesulitan).

Oleh sebab   itu jika zat dicampur dengan alkohol untuk

mendapatkan bahan yang bertujuan seperti colgone, pernis, obat￾obatan beralkohol dan pewarna itu bersih, maka campurannya

juga akan bersih. Itu ditulis dalam komentar yang dibuat olehSuleymhan bin Abdullah Shi'ridi ‘rahmatullahi taala'alaih' ke

Molla Halil Shi'ridi 'rahmatullâhi taala' buku berjudul al￾Ma'fuwatthat yang berlaku dalam mazhab Syafii juga. Mereka

tidak akan mencegah salat (dari menjadi sah) jika ada haraj dalam

membersihkannya. Secara teoritis bersihnya cairan ini sebab  

haraj (dalam membersihkannya), tidak diperbolehkan

meminumnya kecuali ada lebih baik untuk melakukannya.

Minuman beralkohol tidak pernah bersih. sebab   alkohol dalam

minuman ini telah dicampur dengan bahan lain bukan untuk

memenuhi kebutuhan tetapi untuk kesenangan. Apa pun yang

diolesi dengannya menjadi najis juga. Hukumnya selalu haram

untuk minum tanpa adanya darurat.]

PERKARA DOSA-DOSA BESAR

Dan juga ada banyak jenis dosa-dosa besar. Berikut adalah

tujuh puluh dua diantaranya:

1- Membunuh seseorang secara tidak adil.

2- Berzina.

3- Sodomi, haram di setiap agama.

4- Minum anggur dan minuman beralkohol sejenisnya.

5- Mencuri.

6- Memakai narkotika untuk kesenangan.

7- Mengambil harta orang lain dengan paksa. Melakukan

pemerasan.

8- Bersyahadat diatas kebohongan.

9- Makan didepan orang muslim yang sedang puasa Ramadan

tanpa adanya uzur.

10- Memakan riba, yakni mengambil bunga.

11- Banyak bersumpah.

12- Berbuat buruk dan melawan kedua orang tua.

13- Memutus tali silaturrahmi dari saudara kandung dan

saudara.

14- Kabur dari musuh dan meninggalkan medan perang.

15- Memakan harta anak yatim tanpa izin. Dinyatakan sebagai

berikut menjelang akhir dua ratus dan halaman keenam puluh

enam (edisi kesepuluh) dari jilid kelima buku Kebahagiaan Abadi:

“Pengurus anak yatim tidak dapat membayar hutang almarhumdengan harta yatim ini  . Dia juga tidak dapat membayar zakat

fitrah anak yatim piatu atau melakukan Qurban untuk anak yatim

(diluar dari wilayah anak yatim). Tapi ayah (anak yatim) ini  

bisa. Jika pengurus menjadi membutuhkan, ia dapat

memanfaatkan harta anak yatim, tetapi ia tidak dapat

menyumbangkannya kepada orang lain. "

16- Tidak mengukur timbangan dan ukurannya dengan benar.

17- Salat sebelum masuk waktu atau setelah keluar waktu.

18- Membuat patah hati seorang mukmin.

19- Mengatakan perkataan yang tidak disampaikan Rasulullah

‘shallallahu alaihi wasalam’ dan bersandar kepadanya.

20- Mengambil suap.

21- Menjauhkan persaksian yang jujur.

22- Tidak membayarkan zakat hartanya dan ushrnya.

23- Tidak mencegah perbuatan munkar, orang yang sedang

melakukan dosa ketika ia punya kesempatan.

24- Membakar hewan hidup diatas api.

25- Lupa cara membaca Al-Quran setelah ia mempelajarinya.

26- Berputus asa dari rahmat Allahu te’ala.

27- Berkhianat kepada manusia, baik itu muslim atau kafir.

28- Makan daging babi, hukumnya haram.

29- Tidak mencintai dan menyukai salah satu dari sahabat

Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’.

30- Melanjutkan makan ketika perut sudah kenyang,

hukumnya haram.

31- Untuk para wanita, menjauh dari suami (tanpa ada alasan

yang baik).

32- Untuk para wanita, berkunjung kesuatu tempat tanpa izin

suami.

33- Mengatakan sesuatu yang buruk kepada wanita yang baik￾baik.

34- Mengadu domba.

35- Menampakkan auratnya kepada orang lain yang bukan

mahram. [Untuk laki-laki antara perut dan lutut. Dan untuk

perempuan, seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah.]

Juga melihat aurat orang lain.

36- Memakan atau memberi makan bangkai hewan. Hewanyang dipotong tidak sesuai dengan yang diajarkan agama juga

merupakan bangkai.

37- Berkhianat kepada amanah.

38- Ghibah terhadap muslim.

39- Dengki dan iri.

40- Berbuat syirik terhadap Allahu te’ala.

41- Berbohong.

42- Sombong, melihat suci terhadap diri sendiri.

43- Bagi orang yang sedang sekarat, mencabut hak waris dari

seseorang.

44- Pelit.

45- Cinta kepada dunia (kepada sesuatu yang haram).

46- Tidak takut kepada azab Allahu te’ala.

47- Tidak mengharamkan sesuatu yang haram.

48- Tidak menghalalkan sesuatu yang halal.

49- Percaya kepada peramal tentang keberuntungan dan hal￾hal yang gaib.

50- Murtad.

51- Melihat ke wanita dan perempuan lain tanpa ada uzur.

52- Memakai pakaian laki-laki bagi perempuan.

53- Memakai pakaian perempuan bagi laki-laki.

54- Berbuat dosa di Ka’bah.

55- Mengumandangkan adzan dan salat sebelum masuk

waktunya.

56- Tidak patuh dan melawan kepada perintah dan aturan￾aturan pemerintah.

57- Menyamakan anggota tubuh istri dengan anggota tubuh

ibunya.

58- Menyumpahi ibu dari istri.

59- Mentargetkan senjata kepada seseorang.

60- Makan dan minum sisa anjing.

61- Menjelekkan seseorang tentang kebaikan yang pernah

dibuat.

62- Memakai sutera bagi laki-laki.

63- Bersikeras diatas kebodohan. [Tidak mau mempelajariitikad ahli Sunnah, fardhu-fardhu, haram-haram dan ilmu yang

penting lainnya.]

64- Bersumpah diatas sesuatu selain Allahu te’ala atau selain

nama yang diajarkan oleh Islam.

65- Menjauhi ilmu.

66- Tidak memahami bahwa kebodohan ini yaitu sebuah

musibah.

67- Terus menerus melakukan dosa-dosa kecil.

68- Tertawa terbahak-bahak.

69- Masih dalam keadaan junub ketika waktu salat sudah akan

selesai.

70- Mencampuri istrinya yang sedang haid atau nifas.

71- Bernyanyi. Bernyanyi nyanyian yang buruk. Menggunakan

alat-alat musik.

Mirzâ Mazhari Jani Janan ‘rahimahullahu taala’, salah satu dari

ulama Islam terbesar India, dalam bukunya yang berjudul

Kalimati tayyibat dalam bahasa Persia menyatakan sebagai

berikut: “(Oleh para ulama Islam) ini yaitu pernyataan yang jelas

bahwa haram hukumnya untuk memainkan segala jenis alat musik

atau mendengarkannya. Ada pernyataan ilmiah bahwa seruling

ini yaitu satu-satunya instrumen yang makruh untuk dimainkan,

sedangkan hukumnya mubah (diizinkan) untuk bermain drum di

sebuah pesta pernikahan. [sebab   Al-Qur'an al-kerim sedang

dibaca atau dibaca dengan merdu atau adzan dilakukan dengan

merdu, itu haram jika artinya diubah atau fonem diulangi

(sehingga mengubah artinya). Hal ini dinyatakan sebagai berikut

dalam buku yang berjudul al-Fiqhu 'alal Mazhabul arba'a:

“ini yaitu haram untuk melakukan adzan dengan melodi. Tidak

diperbolehkan mendengarkan pertunjukan seperti itu.” Itu

disebut taghanni atau sima’ untuk membaca (atau melafalkan)

ucapan yang proporsional dengan suara yang proporsional.

Taghanni ini yaitu membaca sesuatu dengan melodi yang indah

didengar. Ada dua macam taghanni untuk membaca Al-Quran al￾Karim, adzan, maulid dan nasyid-nasyid lain:

1- Yang hukumnya Sunnah, taghanni yang ada pahalanya.

Membaca sesuai hukum tajwid. Taghanni yang seperti ini

memberikan kekuatan kepada hati dan ruh.

2- Yang terlarang, taghanni yang haram. Dan ini dilakukan

dengan tangga-tangga melodi dan musik. Taghanni seperti inimerusak huruf dan kalimatnya. Dan juga mengubah maknanya.

Melodi yang dibawakan memang indah dan disukai oleh nafsu.

Dan bisa membuat sedih atau membuat lompat orang-orang yang

mendengarnya. Dan mereka tidak paham dengan artinya. Hati

dan ruhnya tidak terlepas dari gaflet dan penyakit.

Dalam Targibus salat halaman ke 162 dan Bariqa jilid kedua

halaman 1342 dan Hadiqa jilid kedua halaman 589 disebutkan,

“Jangalah engkau menaiki hewan yang dihiasi dengan bel dengan

tujuan untuk kesenangan diri sendiri, dan hukumnya adalah

makruh. sebab   bel ini yaitu instrument musik setan. Malaikat

rahmat tidak akan mendekati karapan yang dipasangi bel.” Dan

boleh memasangnya dengan tujuan bisnis atau kemaslahatan.

Menurut jumhur ulama hukumnya ini yaitu haram jika laki-laki

atau perempuan membaca puisi-puisi yang tidak sesuai dengan

agama dan akhlaq, dan juga membaca puisi yang sesuai dengan

keduanya namun ditempat dimana laki-laki dan perempuan

bercampur dengan adanya minuman alkohol dan musik-musik,

atau juga diradio atau type (hukumnya sama). Puisi-puisi yang

sesuai agama dan akhlaq hendaknya dibaca ditempat-tempat yang

sesuai juga. Ketika itu membawa kelembutan kepada hati maka

menjadi sebab turunnya rahmat Allahu te’ala. Beberapa alim

ulama juga tidak menginginkan nyanyian yang mubah. Walaupun

mereka tidak menyukainya sebab   tidak cocok dengan sifat alami

mereka dan tidak bisa menikmatinya sekalipun, tapi mereka tidak

melarang dan mengingkari nyanyian ini  . Membaca Al￾Quran, maulid, nasyid dan salawat di tempat-tempat yang buruk

hukumnya ini yaitu haram. Se