Tampilkan postingan dengan label keilmuan islam 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keilmuan islam 1. Tampilkan semua postingan

keilmuan islam 1


 Bahasa Arab klasik senantiasa mengiringi pergerakan kebangkitan

ilmiah dan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan penyebaran

Islam di seluruh penjuru dunia. Al-Qur'an diturunkan dengan

menggunakan bahasa Arab sebagai komunikasinya untuk memuliakan

dan meninggikannya atas bahasa-bahasa yang lain. Hal ini sebagaimana

yang disebutkan dalam firman Allah,

"Kami menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab agar kamu mengerti."

(Az-Zukhruf:3)

Dalam pemerintahan Bani Abbasiyah terdapat sekelompok pakar

bahasa yang sangat menguasai bahasa Arab dan juga bahasa daerah mereka.

Karena ifu, maka memudahkan mereka menyebarkan dakwah Islam ke

seluruh penduduk bumi dan menyebarkan prinsip-prinsip dan ajaran

agama yang suci ini kepada seluruh bangsa dengan keragaman bahasa

mereka. Musa bin Sayyar Al-Aswari -misab:rya- dianggap sebagai keajabaian

dunia karena popularitas dan kecakapannya dalam berkomunikasi dengan

bahasa Arab dan bahasa Persia; dimana orang-orang Arab terbiasa duduk di

sebelah kanannya sedangkan orang-orang Persia duduk di sebelah kirinya

seraya membaca Al-Qur'an lalu menjelaskannya dengan menggunakan

bahasa Arab kepada masyarakat Arab dan kemudian menjelaskannya

dengan menggunakan bahasa Persia hingga tiada diketahui manakah dari

kedua bahasa itu yang menjadi unggulan dalam penguasaannya.

Tidak berapa lama negara-negEua dan daerah yang berhasil ditakluk￾kan bangsa Arab meninggalkan bahasa daerah masing-masing dan

menggunakan bahasa Arab dengan baik sebagai bahasa komunikasinya,

yang kemudian menjelma sebagai bahasa internasional berkat keutamaan

Al-Qur'an yang menjamin keterjagaannya dan menjaga pengertian￾pengertian yang terkandung di dalamnya dengannya.

Konsekwensi logis dari semua itu ini yaitu bahwasanya bahasa Arab

mampu membuka kunci-kunci rahasia warisan budaya yang ditinggalkan

ortrng-orang zamar. dahulu dan menjaganya. Kaum intelektual muslim

dari kalangan bekas sahaya lebih senang menuliskan buku-buku karya

mereka dengan menggunakan bahasa Arab tersebut. Bahkan Abu Ar￾Raihan Al-Bairuni -yang menguasai beberapa bahasa asing- menulis

sebagian besar karya tulisnya yang berjumlah kurang lebih seratus buku

dengan menggunakan bahasa Arab. Dalam hal ini, Al-Bairuni berkata,

"sesungguhnya sindiran dengan menggunakan bahasa Arab lebih aku

sukai dibandingkan pujian dengan bahasa Persia."

Sebagian orang menyebut bahwa bukwrya At-TaJhim li Awa'il Shina' ah

At-Tanjim, mempunyai gaya bahasa yang lembut dan halus, serta bersih

dari pembengkokan. Sehinga para pembaca mendapatkan dua kekayaan

sekaligus: Sastra dan ilmiah. Di samping itu, pembacanya juga dapat

merasakan dua kenyamanan sekaligus, yaitu kenyamanan dengan gaya

bahasa ilmiahnya dan kenyamanan atau kekayaan materi ilmiah.

Sebagian pembaca juga memuji gaya bahasa Al-Khawarizmi dalam

Al-labr wa Al-Muqabalah dan mereka menyebutnya sebagai gaya bahasa

menarik, tidak miskin, dan tidak rumit, yang tumbuh dari sastra dan

penguasaan yang tinggi dan teliti.

Berbagai studi analisis dan penelitian terhadap bahasa ilmiah

memperlihatkan bahwa perjalanan istilah ilmiah dalam sejarah bahasa

Arab berhutang budi kepada upaya keras Hunain bin Ishaq, Abu Bakar

Ar-Razi, Abu Abdullah Al-Kha warizmi,Maha C.r*71b.r, Sir,u, dun pu.u

cendekiawan lainnya. Semua itu berkat berbagai karya ilmiah yang berhasil

mereka persembahkan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai media

komunikasinya dan mendobrak ilmu-ilmu antropologi ketika itu dengan

berbagai keragaman sumbemya, mulai dari lndia hingga Suryani, Yunani,

dan Persia.

Di samping itu, bahasa Arab memiliki keistimewaan tertentu

bagi oran g-or{hg asing yang mentransformasi ilmu-ilmu Arab

dan menerjemahkannya. Mereka menyatakan kemudahan dalam

mempelajarinya dan berkomunikasi dengannya, serta membaca karya￾karya tulis tokoh-tokoh intelektualnya. Bahkan Roger Bacon, yang dianggap

sebagai tokoh terkemuka di antara mereka yang mempelajari ilmu-ilmu

Arab dan mentransformasikannya kepada generasi muda Eropa, merasa

heran terhadap orang yang belajar filsafat padahal ia tidak memahami

bahasa Arab. Di samping itu, ia juga mengakui bahwa buku-buku Arab￾Islam merupakan sumber dan referensi utama bagi ilmu pengetahuan

pada masanya dan memonopoli atau mendominasi karya-karya tulis

ilmiah sebagai bahasa intemasional. Karena itu, hampir tiada buku yang

diterbitkan kecuali dengan menggunakan bahasa Arab. Ia juga mengakui

bahwa karya-karya tulis Aristoteles tidak bisa dipahami dan tidak diterima

dengan gegap gempita di Barat hingga dijelaskan oleh buku-buku yang

ditulis Ibnu Sina Ibnu Rusyd, dan Al-Kindi, serta yang lainnya.

Pengaruh bahasa Arab juga berdampak pada bahasa-bahasa lain,

dimana kamus bahasa Ing gnsWebster -misalnya- memiliki ratusan kata dan

berbagai istilah yang dikutip dari bahasa Arab. Bagi pembaca yang berkenan

mencermati pengaruh bahasa Arab terhadap bahasa-bahasa lainnya, maka

dapat menelusuri berbagai petilasan di Spanyol, Portugal, Prancis, Jerman,

bahasa-bahasa Germanicle asli seperti Belanda dan Skotlandia di Eropa

Utara, Rusia, Polandia, bahasa-bahasa Ash-Shaqaliyyah, dan Italia.

Di samping itu, penemuan para archeolog di Eropa Utara menemukan

percetakan mata uang Arablslam bekas peninggalan para saudagar muslim

yang pemah singgah di daerah tersebut.

Hingga periode setelah penerjemahan ilmu-ilmu Arab ke dalam

bahasa Latin, sebagian ilmuwan Barat masih mengajarkan bahasa Arab

untuk mempelajari berbagai buku dari referensi utamanya yang berbahasa

Arab. Mereka tidak hanya mempelajarinya dengan bahasa-bahasa Latin

setelah penerjemahannya.

Prof. G.A. Russel dari Institute Welcome, Fakultas Sejarah dan

Kedokteran,di London, dalan Mu' j am Li T aikh Al-Ulum, L981 M mencatat

petunjuk-petunjuk penting tentang esksistensi ilmu Arab. Kemudian ia

berkata, "Bahasa Arab ketika itu merupakan piranti utama dalam aktifitas

ilmiah ini secara keseluruhan. Ketika bahasa Arab menjadi bahasa Al￾Qur'an, maka ia memiliki kedudukan tersendiri dalam Islam. Di samping

pada dasarnya bahasa Arab itu sendiri memiliki peran vital; fleksibilitasnya

yang luar biasa memungkinkan para penerjemah menampilkan kosakata￾kosakata yang cermat dan akurat bagi beberapa istilah ilmiah dan teknik,

ataupun inovasinya. Beginilah bahasa syair, menjadi menjadi bahasa ilmu

pengetahuan dan peradaban intemasional."

Pernyataan Russel berkaitan dengan universalitas bahasa ilmu

pengetahuan mengarah pandangan kita pada keutamaan bahasa Arab.

Pemyataan ini dipertegas para pakar sejarah ilmu pengetahuan dan peneliti,

akan tetapi banyak diabaikan orang.m

Beginilah realitanya, hingga benarlah sebuah ungkapan yang

menyatakan, "Ketika ilmu pengetahuan berbahasa Arab, maka ilmuwan

pun berbahasa Arab." Sungguh tepatlah orang yang menyatakan demikian,

yang sekarang menyerukan realisasi keunggulan ilmiah berkat bahasa

Arab; Bahasa yang memberikan pengaruh universal terhadap peradaban

ilmu pengetahuan dan teknologi kontemporer."



Perhatian umat Islam dalam periode pertama -terutama periode

Dinasti Bani Umayyah- hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama dan bahasa

yang dikenal dengan Al-Ulum An-Naqliyyaft (ilmu-ilmu naqli) untuk

membedakannya dengan ilmu-ilmu logika yang menjadi fokus perhatian

dan aktifitas pemikiran umat Islam pada masa Dinasti Bani Abbasiyah

setelah urusan pemerintahan stabil, peperangan dan berbagai penaklukan

berkurang, harta kekayaan melimpah, aktifitas perdagangan ramai, banyak

pelajar yang menuntut ilmu, dan mulai terjadi interaksi kebudayaan dengan

bangsa-bangsa yang memiliki peradaban klasik. Sehingga merupakan

suatu kewajaran jika terjadi gerakan ilmiah pada masa Islam dengan

mentransformasi ilmu-ilmu pengetahuan bangsa-bangsa terdahulu.

Karena itu, para ilmuwan bersemangat dalam menerjemahkan buku-buku

karangan bangsa Yunani, Suryani, EWpt, Persia, India, dan lainnya.

Ketelitiaru kecermatan, dan tanggungjawab ilmiah dalam proses

penerjemahan bertumpu pada kompetensi penerjemah dalam memahami

dan menguasai penerjemahan dari bahasa Arab dan profesionalitas mereka

memahami bahasa-bahasa asing yang mereka terjemahkan. Di antara

mereka yang populer dalam penerjemahan ini ini yaitu Keluarga Masir

Jawaih yang beragama Yahudi, keluarga Bouktichua, keluarga Hunainbin Ishaq yang beragama Kristen, dan keluarga Tsabit bin Qurrah yang

beragama Ash-Shabi'ah (kaum Saba').21

Di antara buku-buku klasik yang paling banyak diterjemahkan ke dalam

bahasa Arab dan memberikan pengaruh signifikan pada para Ilmuwan

Arab'muslim ini yaitu Ushul Al-Handnsah, karya Euclides (Euklides), Almajest

(Al-Kitab Al-Mjisti, yang berarti Buku Besar), karya Ptolemeus, As-Shindu

Hanta atauAs-SindHind, dan beberapa buku karya Galinus dan Abucirath

dalam bidang kedokteran dan anatomi, serta beberapa manuskrip Aristoteles

dalam bidang filsafat dan metafisika.

Para ilmuwan menerima buku-buku terjemahan dengan senang

hati dan muka yang berseri-seri. Mereka mendalami semua materi yang

terkandung di dalamnya. Setelah itu mereka mulai menyeleksi, menertibkan

ilmu-ilmu dan pembahasmnya, menjelaskan, dan mengomentariny& serta

membuang materi-materi yang tidak mampu dipahami oleh akal dan

pemikiran mereka. Di samping itu, mereka juga menambahkan beberapa

pengalaman dan pengetahuan mereka di dalamnya.

Di sana terdapat sejumlah orang yang mencela penerjemahan

bangsa Arab terhadap ilmu-ilmu pengetahuan para ilmuwan klasik dan

merendahkan arti penting berbagai kontribusi yang mereka tambahkan

pada ilmu-ilmu tersebut. Untuk menjawab tuduhan mereka itu, maka kami

perlu menghadirkan penelitian sejarah peradaban-peradaban pada berbagai

masa yang berbeda; terutama pada abad kebangkitan bangsa Eropa

Modem yang dimulai dari menghidupkan kembali warisan budayanya dan

warisan budaya bangsa-bangsa maju yang berinteraksi dengannya. Dan

itu merupakan jalan yang sam& yang ditempuh semua bangsa di dunia

yang senantiasa mengumpulkan sejarah ilmu pengetahuan, meneliti, dan

menyeleksi warisan budaya bangsa-bangsa terdahulu.

Bukanlah kebijakan yang baik jika di suatu tempat terdapat

pengetahuan ilmiah, akan tetapi penduduknya tidalynemanlaatkannya

dan bahkan menjauhkan diri darinya.Di samping itu, memperluas transformasi dan penerjemahan juga

dimaksudkan untuk menjaga warisan budaya umat manusia. Kalaulah

warisan budaya ini tidak ditransformasikan ke dalam bahasa Arab pada

masa kejayaan Islam, maka tenfu lah hilang sama sekali atau manusia akan

mengalami kemu#duran selama beberapa abad lamanya. Adapun berbagai

kontribusi yang ditambahkan para ilmuwan dan umat Islam memang

sangat terbatas jika dibandingkan dengan standar pencapaian pengetahuan

dalam peradaban-peradaban Eropa Modern hingga sekarang.

Pernyataan ini memang benar dan wajar. Akan tetapi kontribusi

dan persembahan bangsa Arab dan umat Islam ini dengan gerakan

penerjemahan, perdebatan, dan pencarian ilmu pengetahuan pada

masa-masa kejayaan Islam merupakan kebangkitan besar dalam standar

intemasional kontemporer pada saat itu dan merupakan sumber daya dan

materi yang mempermudah pencapaian ilmu pengetahuan dibandingkan

dengan semua bangsa dan negara-negara di sekitarnya.

Ketika pengaruh dan wilayah kekuasaan negara Islam semakin luas

karena berbagai penaklukan yang dilancarkan hingga terjadilah hubungan

interaksi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa yang mengalami

berbagai pengalaman peradaban yang beragam di sepanjang sejarahnya,

maka hubungan interaksi ini memicu munculnya peradaban Islam

yang maju; dimana puncak kejayaannya tercapai pada masa pemerintahan

Dinasti Abbasiyah terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan masa

pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia.

Gerakan ilmiah pun berubah dari yang sifatrya penerjemahan dan

pemahaman atau pendalaman terhadap ilmu-ilmu pengetahuan klasik

menjadi penulisan ilmiah, inovasi, melakukan berbagai penelitian dan

uji coba, menganalisa hasil-hasil dan hukum-hukum atau rumusan￾rumusannya berdasarkan metode eksperimen ilmiah, yang menjadikan

ilmu dan teknologi modern dan kontemporer berhutang budi kepadanya.

Sangat sulit membatasi hasil-hasil ilmiah yang melimpah, yang

membedakan periode emas peradaban Islam ini dengan yang lain. Di

samping itu, sulit juga obyektifitas para ilmuwan pada masa ini untukmelakukan intervensi terhadap terjemahan-terjemahan, kontribusi, ataupun

tulisan-tulisan mereka meskipun secara global. sehingga memungkinkan

mereka yang ingin mendapatkan informasi lebih mendetail dapat merujuk

pada buku-buku terjemahan mereka yang memenuhi perpustakaan￾perpustakaan Arab; Dimana para dokter bisa mendapatkan buku-buku

terjemahan yang menjadi referensi mereka, para sastrawan dan pakar

bahasa mendapatkan kamus-kamus yang mereka butuhkan, dan para

ulama dan atrli fikih mendapatkan madzhab-madzhab dan biografi mereka.

Di samping klasifikasi ilmiah ini, di sana juga terdapat klasifikasi

lain yang berkaitan dengan periode, seperti Ad-Durar Al-Kaminah fi A'yan

Al-Mi'ah Ats-Tsaminah, Adh-Dhnu- Al-Lami' fi A'yan Al-Qarn At-Tasi', Al￾Kawakib As-sa'irah fi Tarajum aama- Al-Mi' ah Al-Asytrah, IQulashalt Al-Atsar

fiTarajum Ulama' Al-Qarn Al-Hadia Asyar, Salak Ad-Durar fi A'yan Al-earn

At-Tsani Asyar, danbeberapa karya tulis lainnya.

Di sana juga terdapat buku-buku lainnya yang memuat petunjuk￾petunjuk ilmiah dan sangat berguna dari para ulama pada masa tersebut,

seperti Wafayat Al-A'yan, karya: Ibnu Khalkart,IWtbar Al-Hukama', karya:

Al-Q#athi, Uyun Al-Anba', karya: Ibnu Abi Ushaiba'ah, dan Al-Fahrasat,

karya: Ibnu An-Nadim, dan lainnya.

Para orientalis mengakui bahwa seiumlah buku terjemaan intelektual

muslim terbilang luar biasa dan mengagumkan dengan jumlahnya yang

banyak dan teliti dengan berbagai materi yang mereka kumpulkan, dan

bahwasanya para ilmuwan Barat pada abad pertengahan tidak memiliki

karya yang dapat disandingkan atau diperbandingan dengan hasil-hasil

ilmu pengetahuan ilmuwan yang hidup sezaman dengan mereka pada

periode kebangkitan Islam.

Disamping itu, buku-buku yang menjadi referensi dan rujukan utama

yang terdapat di berbagai perpustakaan dunia dan menjadi tumpuhan

atau pedomana utama berbagai universitas di Ergn hingga beberapa

tahun lalu merupakan bukti kongkret tentang arti penting warisan ilmiah

peradaban Islam dan kontribusi serta pengaruhnya dalam merumuskan

prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan modem, y.rng kita petik buahnya

seperti sekarang ini dan menjadi tumpuhan manusia dalam membangun

harapan masa depan mereka dengan kebaikan, kebahagiaan, kemakmuran,

dan kesejahteraan.

Di antara buku-buku dan artikel ilmiah yang dipersembahkan para

Ilmuwan dal* S.uauUun Islam ini yaitu Al-Hmri,karya: Abu Bakar Ar-Razl

Al-Qanun, karya: Ibnu Sina, Syarh Tasyih Al-Qanun, karya: Ibnu An-Nafis,

Az-Zij Ash-Shabiyy, karya: Al-Battani, Al-lami' li Shifat Asytat An-Nabat,

karya: Al-Idrisi, Al-labr wa Al-Muqabalah, karya: Al-Khawarizmi, Al-Qanun

Al-Mas' udi, karya: Al-Bairuni, Al-Ifodah wa AI-I' tibar, karya: Al-Baghdadi,

Ktab An-Nabat,karya: Dinwari, dan lainnya yang sangat banyak.

Kami akan mengemukakan dan membahas beberapa karya tulis ini

dengan lebih mendetail dalam beberapa pasal berikuhrya dan menjelaskan

metode penulisan ilmiah dan riset yang dilakukan para ilmuwan Arab￾muslim.

Adapun aktivitas klasifikasi bersama transliterasi dan penulisan, maka

merupakan pondasi utama pembangunan teori ilmu keislaman; dimana

dengan teori ini para ilmuwan dan filosof dalam peradaban Islam

melakukan berbagai studi dan penelitian yang benar demi mendapatkan

pengetahuan-pengetahuanbaru sesuai dengan metode ilmiah yang benar

hingga menghasilkan hukum-hukum dan rumusan yang benar dan

dipercaya dengan mempertimbangkan realita ilmu pengetahuan yang

senantiasa tumbuh dan berkembang. Di sana muncul berbagai buku￾buku yangberkaitan dengan klasifikasi ilmu pengetahuan dalam warisan

budaya Islam, sehingga aktivitas mereka sejak dini ini berimplikasi pada

universalitas pemikiran ilmiah demi mengetahui batasan-batasan ilmu

pengetahuan yang beragam dan hubungan keterkaitannya antara yang satu

dengan yang lain dan sebagai ungkapan tentang arah-arah pemikiran baru

yang dilalui ilmu-ilmu pengetahuan ini dalam realita yang terus berubah

dan berevolusi; terkadang mengambil sebagian dari akademi Yunani dan

akademi Alexandria dari satu sisi dan dari India, Persia, dan juga lainnya

di sisi yang lain. Kesemua akademi dan pergerakan pemikiran tersebut

melebur dalam sebuah pergerakan ilmiah yang baru yang dikehendaki

realita Islam dan yang dicanangkannya.

Dari kenyataan inilah, dapat dikatakan bahwa tiga serangkai ini;

transliterasi, penulisan, dan klasifikasi ilmu pengetahuan, menjadi salah satu

sisi penting teori ilmu pengetahuan umat Islam secara umum. Ketiganya

merupakanpirantiutama kerjasamayangsalingmembangun

antar peradaban. Hal ini berarti, kebudayaan manusia memiliki berbagai

sumber daya yang beragam antara Timur dan Barat, saling mendukung dan

memperkuat antara yang satu dengan yang lain tanpa ada dinding pemisah

yang menghambat hubungan interaksi ini dari satu sisi. Dari sisi yang

lain, masing-masing budaya dapat menjaga identitas dan karakternya dan

masing-masing peradaban dapat mempertahankan karakter dan sendi￾sendi yang membedakannya dengan yang lain.z[J





Zarnan keemasan peradaban Islam memiliki

banyak khalifah dan pemimpin pemerintahan yang mendukung dan

mencanangkan gerakan ilmialu dengan menciptakan situasi dan kondisi

yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi

para ilmuwannya. Karena itu, mereka membangun berbagai lembaga

pendidikan, perpustakaan, pusat-pusat kajian ilmu pengetahuan, dan

melakukan pencarian terhadap buku-buku dan berbagai manuskrip

ilmiah serta mendapatkannya dari berbagai sumber. Dalam hal ini, mereka

berlomba-lomba dalam memuliakan ilmu pengetahuan dan menarik

perhatian para ulama.

Di samping itu, kemakmuran hidup yang ketika itu menghiasi

pemerintahan Islam sangat memungkinkan para penguasa dan pemimpin

negara serta para hartawan untuk membelanjakan harta benda mereka

dengan senang hati; baik karena kecintaan mereka terhadap ilmu

pengetahuan ataupun untuk menghiasi forum-forum Pertemuan mereka

dengan para ilmuwan. Misalnya, khalifah Al-Makmun memberikan

hadiah kepada Hunain bin Ishaq berupa emas seberat buku-buku yang

berhasil diterjemahkannya dan bahwasanya Sultan Mas'ud Al4haznawi

mengirimkan tiga ekor unta lengkap dengan barang-barang bawaannya

seperti emas dan perak sebagai kompensasi atas karyanya Al'Qanun Al￾Mas'udi. Akan tetapi Al-Bairuni enggan menerima hadiah-hadiah tersebut

karena keyakinannya bahwa mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan

bukan kepada harta.

Di antara faktor-faktor yang mendukung tercapainya kebangkitan

ilmiah pada masa kejayaan peradaban Islam, maka kita dapat mengemuka￾kan perpustakaan-perpustakaan besar yang bermunculan pada masa

Bani Abbasiyah. Para khalifah dan walikota berlomba-lomba untuk

membangun dan melengkapinya dengan semua karya tulis yang berhasil

dipersembahkan para ilmuwan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.

Kita dapat mengenal Perpustaka an Al-AzizBillah Al-Fathimi di cairo

yang memiliki koleksi buku sebanyak satu juta enam ratus jilid lengkap

dengan daftar koleksinya. Begitu juga dengan perpustakaan D arul Hikmah

di Cairo yang memiliki koleksi buku sebanyak seratus ribu jilid; enam

ribu di antaranya berupaya manuskrip dalam bidang matematika dan

astronomi. Hal yang sama juga terjadi pada perpustakaan Darul Kutub

di Cordova yang memiliki koleksi buku sebanyak empat ratus ribu jilid,

dimana daftar bukunya mencapai empat puluh empat jilid.

Ash-shahib bin Abbad ini yaitu salah seorang yang memiliki sebuah

perpustakaan pribadi yang besar. Ketika sang sultan memintanya untuk

menjabat sebagai salah satu menterinya, maka ia enggan menerima

permintaan ini dan meminta maaf karena ia harus menjaga dan

merawat buku-buku ilmiah yang tidak mampu dibawa oleh empat ratus

ekor unta atau lebih dari itu. Daftar bukunya sendiri mencapai sepuluh jilid.

Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan rindu terhadap buku￾bukunya tidaklah terbatas pada para khalifah dan walikotanya atau

bahkan terbatas pada segelintir ilmuwan saja melainkan juga menjadi

hoby masyarakatnya dengan keragaman jenis mereka.

salah seorang orientalis menyebutkan bahwa perpustakaan

pribadi masyarakat Arab yang berukuran sedang pada abad kesepuluh

Masehi memiliki koleksi buku lebih besar dibandingkan koleksi buku

perpustakaan-perpustakaan Barat secara keseluruhan.

situasi dan kondisi ini tentunya berbanding terballterhadap kondisi

bangsa Eropa pada abad pertengahart yang membuktikan sejauhmana

ketertinggalannya dengan dunia Arab-Islam. Hal ini dipertegas

dengan pemyataan para pakar sejarah tentang sikap dan gaya hidup mereka

yang tenggelam dalam gelapnya kebodohan, sihir, dan mistis.

Berbagai perpustakaan besar tersebar di seluruh negara Islam. Semua

masjid raya dilengkapi dengan sebuah perpustakaan besar, yang menjadi

referensi dan trlfuan utama para penuntut ilmu dari segala penjuru

negeri. Para ulama dan pelajar dari perpustakaan-perpustakaan ini sering

mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan dan memperdebatkan

berbagai isu dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.

Kita dapat melihat dan merasakan sejauhmana penderitaan yang

mereka hadapi dalam membangun dan mendirikan perpustakaan￾perpustakaan sebesar ini pada suatu masa yang belum mengenal percetakan

dan distribusi. Yang ada di sana hanyalah para penulis, or:rng-orang yang

menyalin dan pembaca. Kaum hartawan meminta kepada para penyalin

untuk mengkopi buku-buku yang mereka kehendaki. Sedangkan kaum

fakir hanya menyalin untuk diri mereka sendiri. Bahkan Al-Hasan bin Al￾Haitsam mengandalkan sumber penghidupan dan mata pencahariannya

pada penyalinan buku-buku ilmiah dan menjualnya di sepanjang hidupnya.

Para ilmuwan menikmati perlindungan dan kebebasan dalam

komunitas masyarakat muslim tanpa terpengaruh oleh konflik politik

dan sektarian. Keamanan dan stabilitas yang dirasakan para ulama

dalam beraktivitas merupakan salah safu fenomena terpenting dalam

pergerakan ilmiah pada masa kejayaan peradaban Islam. Ketika Al-Hasan

bin Al-Haitsam bermigrasi dari tempat tinggalnya di Al-Bashrah di bawah

pemerintahan khalifah Bani Abbasiyah menuju pesaingnya Al-Hakim

Biamrillah dari Dinasti Al-Fathimi, maka ia percaya akan mendapatkan

penghormatan dan perlindungan meskipun terjadi konflik politik dan

sektarian, yang intensitasnya tidak lebih kecil dibandingkan hari ini. Di

samping itu, para ilmuwan Kristeru Yahudi, dan Saba' serta lainnya juga

mendapatkan penghormatan dari para pemimpin dan masyarakat dimana

dan kapan saja mereka berada.

Sangatlah wajar jika faktor-faktor dan situasi serta kondisi seperti ini

berpotensi membentuk lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan

perkembangan ilmu pengetahuan, menambah kerinduan terhadapnya dan

semakin banyak penuntut ilmu.

Para penuntut ilmu berkelana ke daerah-daerah Arab-Islam yang

memiliki peradaban maju demi mendalami ilmu pengetahuan. Apabila

mereka bermalam di suatu wilayah asing, maka mereka pun mendapatkan

tempat berlindung, makanan, dan ilmu pengetahuan, yang dapat mereka

peroleh secara gratis dari para ilmuwan dan ulama terkemuka. Masjid

Raya Al-Azhar di Cairo, Masjid Raya Al-Manshur di Baghdad, dan Masjid

Raya Al-Qairawan di Maroko, serta Masjid Raya Cordova di Andalusia

merupakan salah satu dari beberapa masjid raya yang menjadi tujuan

para pelajar dan kaum intelektual dari berbagai penjuru negeri yang jauh.

Dalam lingkungan ilmiah yang luar biasa ini muncullah ratusan

ilmuwan yang mampu menggoreskan nama-nama mereka di ufuk

cakrawala peradaban Islam dengan tinta emas.

Jika negara-negara maju sekarang ini membanggakan eksistensinya

karena telah mencapai puncak kejayaan peradabannya karena para

ilmuwannya yang mampu menjelaskan tentang anatomi atom dan biji￾bijian, meluncurkan revolusi transportasi dan informatika, menjelajah

ruang angkasa dengan harapan dapat membangun peradaban-peradaban

di planet-planetlainnya sebagaimana yangmereka bangun di permukaan

planet bumi; jika ilmuwan yang berperadaban sekarang ini bersenandung

gembira karena kemampuan mereka menguasai dan mengendalikan

fenomena-fenomena alam serta mendalami hukum-hukum alam, maka

pencapaian ini tidak serta merta menjadikan kita menutup mata atas

keterbelakangan mereka dalam bidang etika dan menjauh dari nilai￾nilai dan prinsip-prinsip yang dianggap sebagai sendi-sendi utama bagi

kebangkitan peradaban.

Nilai-nilai yang pada masa sekarang tercermin dalam para ulama

dan ilmuwan Arab-Muslim, dimana mereka adglah orang-orang

yang mengemban tugas dan tanggungjawab untulimenyalakan ilmu

pengetahuan dan peradaban pada masa kebangkitan peradaban Islam.

Agar nilai-nilai idealisme yang kita tempatkan di depan mata kita

dan keteladanan yang baik yang kita upayakan untuk meraihnya, maka

kita perlu untuk mengemukakan gambaran singkat tentang tanda-tanda

kepribadian ilmiah dan menikmati nilai-nilai peradaban pada masa

kejayaan peradalihn Islam. Hal itu kita lakukan ag.u generasi bangsa kita

dapat memanfaatkannya demi kemajuan mereka.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Dan katakanlah, "Wahai Tuhanku, tambahkanlah ilmuku."E

Pandangan pertama yang memperlihatkan keagungan para ilmuwan

dalam peradaban Islam ini yaitu berbagai studi dan penelitian, artikel, dan

buku-buku yang mereka tulis. Sebab seorang ilmuwan dari mereka lebih

mirip dengan ensiklopedia yang mencakup lebih dari satu spesialisasi

cabang ilmu pengetahuan. Mereka menggoreskan pena-perul eruts dalam

karya-karya ilmiah mereka dengan tehnik dan strategi pengajaran yang luar

biasa sehingga pembactrnya merasa berada di hadapan sebuah pelajaran

ilmiah yang hidup dan disampaikan seorang guru besar yang berkompeten.

Sebagian dari mereka menyampaikan pelajarartnya dengan strategi dan cara￾cara khusus yang menambahkan materi ini lebih jelas dan lebih mudah.

Di sana terdapat sebagian orang yang bertanya-tanya dengan penuh

keheranan, "Bagaimana kehidupan orang-orang ini menguasai

pengetahuan yang sangat luas ini dan mampu menelurkan karya-karya

ilmiah yang besar dengan pengayaan materi, teliti, dan mendalam, yang

menj adi keistimewa anrry a? "

Ibnu Sina mewariskan karya-karya ilmiahnya sebanyak lebih dari dua

ratus buah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. |abir bin Hayyan

menulis lebih dari delapan puluh buah buku. SedangkEt buku-buku yang

ditulis Al-Hasan bin Al-Haitsam mencapai dua ratus 6uah, yang sebagian

besamya dalam bidang ilmu-ilmu filsafat, matematika, biologt, disamping

karya tulis dalam bidang kedokteran yang mencapai tiga puluh juz."

Kita dapat mempersepsikan bagaimana para ilmuwan tersebut

mengalami kesulitan dan menghadapi perjuangan berat dalam memper￾sembahkan karya-karya tulis yang besar ini sebelum alat-alat percetakan

ditemukan. Sangatlah aneh dalam bidang ini jika mengemukakan komentar

Ibnu An-Nadirrulahm Al-Fahrasat, terhadap sekelompok orang yang

menolak eksistensi seorang pakar kimia muslim bemama Iabir bin Hayyan.

Penulis Al-Fahrasat ini berkata, "Sesungguhnya seorang tokoh

terkemuka yang duduk hingga lelah untuk menulis sebuah buku yang

mencapai dua ribu halaman hingga karakter dan pikirannya menjadi

lelah untuk mempersembahkannya. Tangan dan tubuhnya lelah dalam

mentranskipnya. lalu ia menyeleksinya untuk orang lain -baik ada ataupun

tidak ada- tanpa memandang siapa mereka."

Sebagian besar Ilmuwan dalam peradaban Islam belajar beberapa

bahasa asing dan berupaya mendalaminya. Abu Ar-Rihan Al-Bairuni

merupakan salah seorang ilmuwan yang mampu berkomunikasi dengan

beberapa bahasa seperti Persia, Yunani, Suryani, dan Al-Khawarizmi.

Akan tetapi lebih mengutamakan bahasa Arab sebagai bahasa dalam karya

tulisnya. Tsabit bin Qurrah menguasai transliterasi dari bahasa Suryani,

Yunani, dan lbrani ke dalambahasa Arab.

Pakar sejarah ilmu pengetahuan bernama George Sarton menobat￾kannya sebagai penerjemah terbesar dalam kejayaan peradaban Islam.

Hunain bin Ishaq dapat berbahasa Yunani, Persia, Suryani, dan Persia

serta bahasa-bahasa yang lain dengan baik. Meskipun sebagian orang

menganggapnya mustahil jika ia menguasai lebih dari tujuh puluh ribu

dibandingkan sebagai realita sejarah yang cermat.

Secara umum, para penerjemah berupaya menjaga kebenaran

penerjemahan dengan menghadirkan pengertian dalam pemikiran lalu

mengekspresikannya dengan sebuah ungkapan yang sesuai dengan bahasa

lainnya. Hasil terjemahan tidak dipublikasikan kepada masyarakat umum,

kecuali setelah diteliti ulang secara cermat dan mendalam. Semua itu

berpotensi membantu memunculkan berbagai istilah ilmiah dan filsafat,

yang menegaskan elastisitas bahasa Arab dan kompetensinya dalam

mengikuti pergerakan pemikfuan ilmiah dan mampu mentrnpung semua

aspirasi pemikiran manusia dari ilmu-ilmu pengetahuan dan nama-nama

tersebut.

Para ilmuwan dalam peradaban Islam memiliki keistimewaan

dibandingkan yang lain, yaitu bahwasanya mereka menghiasi pengetahuan

mereka dengan segala sesuatu yang baik dan terpuji. Karena itu, mereka

menjadi teladan dalam hal kecintaan mereka terhadap ilmu pengetahuan,

bersabar dan tabah dalam mencari dan menuntut ilmu, menjauhkan diri

dari perkara-perkara kecil, bersungguh-sungguh dalam beraktivitas,

menghindarkan diri dari kecongkakan dan kesombongan, berpegang teguh

pada tanggungjawab dan amanatr, zuhud dalam harta dan kekuasaan.

Bisa jadi karakter-karakter ini merupakan karakter ilmiah terpentingyang

dimiliki para ilmuwan dalam masa kejayaan peradaban Islam. Kesemuanya

itu berimplikasi pada orisinalitas karya-karya yang mereka persembahkan,

dengan berbagai studi dan penelitian, inovasi-inovasi, banyaknya

spesialisasi dan luasnya ilmu dan pengetahuan mereka. Mereka memiliki

karakter, metode, dan strategi tersendiri. Mereka memiliki kepribadian

unik, yang tidak dimiliki para ilmuwan lainnya di sepanjang sejarah.

Adapun mengenai kecintaary kesabaran, dan ketabahan mereka

dalam menuntut ilmu, maka dapat dilihat dengan jelas melalui berbagai

perjalanan dan petualangan ilmiah yang berat dan melelahkan, yang sering

mereka lakukan. Bahkan salah seorang Ilmuwan dari antara mereka harus

menempuh perjalanan ribuan mil jauhnya demi bertemu dengan seorang

guru atau menyelesaikan suafu masalah ilmiah atau mengetahui isi suatu

buku ataupun mendapatkan manuskrip langka.

Jika banyak di antara kita mendengar petualangan ilmiah Imam Al￾Bukhari dalam mengumpulkan dan menyeleksi hadits-hadits Rasulullatu

maka hanya sedikit sekali dari mereka yang mengetahui bahwa kondisi

yang sama juga terjadi pada mereka yang mendalami ilmu-ilmu alam.

Para generasi Arab-Islam kita seperti sekarang ini safigat membutuhkan

pengetahuan tentang petualangan ilmiah Hunain bin Ishaq, seorang

pakar medis yang berupaya mendapatkan bukrt Al-Burhan,karya:Galinus

Galenos); Hunain bin Ishaq harus menempuh perjalanan ke seluruh

Irak, Syiria, Palestina, dan Mesir hingga mendapatkan separoh dari

keseluruhan karya monumental tersebut. Di samping itu, para generasi ini

juga mengetahui bahwa Abu Ar-Raihan Al-Bairuni menghabiskan waktu

dalam perjalanarulehma empat puluh tahun demi mendapatkan naskah

Safar Al-Asfar y{rg diselimuti kebohongan. Hal itu dilakukannya untuk

menemukan sebuah kebenartur mengenai informasi yang bohong dari Abu

Bakar Ar-Razi. Pada akhimya, Abu Raihan Al-Bairuni mencapai sebuah

kesimpulan bahwa Ar-Razi telah ditipu dengan apa yang dipelajarinya

dan dia sendiri bukanlah penipu.

Dari sisi lain, situasi dan kondisi ilmiah yang sehat dan mendukung

ketika itu untuk menuntut ilmu dan menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan. Abu Al-Hasan Ali bin Ridhwan Al-Mashri, bercerita bahwa

ia diciptakan untuk menjadi seorang dokter meskipun ia tumbuh dan

berkembang dalam komunitas masyarakat fakir dan miskin. Hanya saja

kepercayaan dirinya, mendorongnya mencapai kecerdasannya dalam

mempelajari kedokteran hingga menjabat sebagai kepala para dokter

di lingkungan istana pemerintahan Al-Hakim Biamrillah. Al-Farabi

memiliki perhatian luar biasa selama beberapa tahun dalam hidupnya

untuk mempelajari ilmu-ilmu agama dan bahasa. Akan tetapl, setelah

itu perhatiannya tertarik untuk mempelajari ilmu-ilmu logika seperti

matematika, filsafat, silogisme, musik, dan lainnya. Dengan ketekunan

dan kerja kerasnya, maka ia layak mendapat julukanFailusuf Al-Arab, atau

Filosuf Arab dan Al-Mu'allim Ats-Tsani li Al-lnsaniyyah atau guru kedua

bagi kemanusiaan setelah Aristoteles.

Komunitas-komunitas ilmiah memenuhi seluruh penjuru dunia

setelah seribu tahun meninggalrrya Al-Farobi ini, yaitu pada lima puluhan

abad yang lalu.

Adapun mengenai sikap para ilmuwan dalam peradaban Islam yang

menghindarkan diri dari perkara-perkara kecil dan menjauhkan diri dari

harta, maka teladan yang dapat dipresentasikan dalam hal ini adalah

kisah Al-Hasan bin Al-Haitsam bersama walikotany a, y m1menyerahkan

upah pengaiarannya kepadanya. Akan tetapi Al-Hasan bin Al-Haitsam

berkata, "Ambillah harta-bendamu seluruhnya karena kamu lebih

membutuhkannya dibandingkan aku ketika kamu kembali pada kerajaan

dan tempat kelahiranmu. Dan ketahuilah bahwa tidak ada upah, suap, dan

tidak pula hadiah dalam menegakkan kebaikan."

Al-Hasanbin Al-Haitsam tidak makankecuali dari hasil keringahrya

sendiri. Dalam hidupnya, ia hidup dari penjualan buku-buku ilmiah yang

ditranskipnya.

Hal yang sama juga dilakukan Abu Ar-Raihan Al-Bairuni ketika

menolak hadiah Sang Sultan atas sebuah buku karyanya. Dengan alasan

bahwa ia mengabdikan hidupnya demi ilmu pengetahuan dan bukan harta.

Begitu juga dengan sikap Al-Kindi, yang meyakini bahwa pengetahuan

tidak terbatas, dan menyatakan bahwa orang yang berilmu ini yaitu mereka

yang meyakini bahwa di atas ilmunya terdapat ilmu lainnya. Dengan

keyakinannya itu, maka ia senantiasa bersikap rendah hati dengan

tambahan ilmu pengetahuannya. Sedangkan orang yang bodoh adalah

mereka yang meyakini bahwa ilmu dan pengetahuannya telah mencapai

tingkat tertinggi sehingga jiwanya menjadi berontak karenanya. Ia juga

meyakini bahwa kebenaran tidak bisa dibeli dan tidak merendahkan orang

yang mencarinya sama sekali. Karena seseorang tidak akan malu mengakui

dan mendalaminya dari mana pun sumbernya yang datang kepada kita.

Para ilmuwan berkeyakinan bahwa tugas dan tanggungjawab ilmiah

mereka ini yaitu dalam konteks prinsip-prinsip Islam dan ajaran-ajarannya

yang mulia. Inilah Ibnu An-Nafis yang bertekad mempersembahkan

ensiklopedinya dalam bidang kedokteran yang dalam perhitungannya

mencapai tiga ratus juz. Akan tetapi kematian telah mendahuluinya,

sehingga ia tidak berhasil mempersembahkannya kecuali delapan puluh

juz saja. Para tabib dan ilmuwan membuat resep dan menyarankannya

agar meminum An-Nabidz atau jus anggur ketika mgrderita sakit. Akan

tetapi ia menolak mengkonsumsinya karena takut ji(a harus berhadapan

dengan Allah sedangkan dalam tubuhnya terkandung minuman keras.Inilah Abu Abdullah Al-Qazwaini, yang nasabnya sampai pada

Anas bin Malik. Abu Abdullah Al-Qazwaini sangat mencintai ilmu

Astronomi, Fisika, Taksonomi atau ilmu tentang tumbuh-tumbuhan,

Biologi, dan Geologi. Ia juga mempercayai seruan dakwah AlQur'an, yang

menyerukan kepfoa umatnya untuk memperhatikan kerajaan-kerajaan

langit dan bumi demi mendapatkan petunjuk dan keyakinan yang kuat.

Untuk itu, ia mencatat segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya, dan

kesimpulan akal dan pemikirannya terhadap hukum-hukum dan aturan

yang mengagumkan serta fenomena-fenomena aneh karena khawatir akan

hilang atau tercerai-berai.

Mereka yang mempersembahkan hidupnya dalam menekuni ilmu

pengetahuan menyarankan agar kita tidak tergesa-gesa menyimpulkan

sesuatu dan hendaknya memastikan kebenarannya. Salah seorang di

antara mereka berkata "|anganlah kamu keliru atau tersesat. Jika tidak

mendapatkan kebenaran dalam satu kali atau dua kali, maka bisa jadi

karena tidak terpenuhinya kriteria-kriterianya atau adanya sesuatu yang

menghalangyu. Jika kamu melihat besi magnet tidak dapat menarik besi,

maka janganlah kamu mengingkari spesifikasinya dan curahkan segenap

perhatiannya untuk meneliti hal-hal yang melingkupinya hingga kamu

mengetahui rahasianya dengan jelas."

Perhatian ilmuwan muslim juga terfokus pada agama mereka yang

suci; Mereka memanfaatkan ilmu pengetahuan sebagai pengabdian

untuk menyelesaikan berbagai persoalan keagamaan, memudahkan

dalam menunaikan kewajiban-kewajiban, ibadah, dan manasik haji,

mengembangkan,metode silogisme dan hisab untuk menentukan arah

kiblat, memastikan awal-awal bulan dan posisi planet, mengetahui waktu￾waktu shalat, haji, perhitungan harta warisan, wasiat-wasiat, muamalah,

dan lairrnya. Mereka menelurkan banyak karya itmiah dalam masalah￾masalah tersebut, baik berupa buku-buku maupun artikel yang banyak

dimanfaatkan umat Islam.

Para ilmuwan muslim tidak pernah meninggalkan suatu kesempatan

pun dalam karya-karya tulis mereka yang beragam kecuali memperlihatkan

keagungan Sang Pencipta dan kekuasaan-Nya. Mereka juga senantiasa

mengingatkan masyarakat agar memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk

mengungkap rahasia-rahasia Al-Qur'an, menjelaskan ayat-ayatnya tanpa

diselimuti fanatisme dan pengingkaran.

Misalnya, kita dapat memilih naskah dari Al-Atsar Al-Baqiyyah min

Al-Qurun Al-Ktaliyyah, yang ditulis oleh Al-Bairuni pada permulaan abad

kesebelas Masehi. Dalam buku tersebut, Al-Bairuni mengemukakan hakikat

bulan-bulan dan tahun serta menjelaskan kisah An-Nasi' dalam firman

Allah dalam surat At-Taubah,

"Sesungguhnya penguflduran (bulan haram) itu hanya menambah

kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka

menghnlalkannya suatu talrun dan mengharamkannya paila suatu tahun yang

lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan

Allah, sekaligus merekn menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan)

dij adikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. D an

Allah tidak membei petunj uk kepada orang-orang y ang kaft." (At-Taubah:

3n

Al-Bairuni memulainya dengan mendefiniskan pengertian tahun,

yaitu, "Kembalinya matahari dalam orbit gugusan bintang-bintang jika

bergerak tidak sesuai atau berlawanan (memutar) dengan gerakan semua

benda langit ke titik manapun permulaan geraknya. Dengan demikian,

terpenuhilah empat musim yang kita kenal yaitu musim semi, musim

pa.nas, musim gugur dan musim dingin, dan mengandung empat sifatnya

dan berakhir di mana ia dimulai.

Pada periode ini, maksud saya, ini yaitu kembalinya matahari dalam

orbit gugusan bintang-bintang, maka rembulan mencapai dua belas putilan

dan kurang setengah putaran, serta muncul sebanyak dua belas kali.

Kemudian periode tersebut, maksud saya, kembalinya rembulan dengan

memenuhi dua belas kali putaran pada orbit gugusan bintang-bintang

dalam tahun rembulan dalam terminologi dan menggugurkan kekurangan

dimana kurang lebih sebanyak sebelas hari, hingga akhimya masyarakat

mengenal tahun terbagi dalam dua jenis: tahun Syamsiyyah atau tahun

matahari (Kalender Solar) dan tahun Qamariyyah atau tahun rembulan

(Kalender Lunar)."8

Kemudian Al-Bairuni menjelaskan metode perhitungan bulan dan

tahun bangsa Romawi, Suryani, Kaldania, Mesir Kuno, dan Persia. Lalu ia

mengatakan 2a "Adapun bangsa Ibrani, Yahudi, semua Bani Israel, Kaum

Saba', dan Haran, maka mereka menggunakan dua pendapat Mereka

menghitung tahunnya berdasarkan perputaran matahari sedangkan bulan￾bulannya berdasarkan perputaran bulan. Hal itu mereka lakukan demi

menjaga hari-hari raya dan puasa mereka tetap berdasarkan perhitungan

perputaran bulan. Dengan demikiaru maka bulan-bulan mereka tetap

menjaga waktu-waktunya dalam setahun. Mereka pun mengakhirkan setiap

sembilan belas tahun Bulan ftalender lunar) sebanyak tujuh belas bulan

(tambahan sebanyak tujuh belas bulan pada kalender matahari, penerjemah).

Perhitungan mereka ini diikuti oleh kaum Kristen. Sebab urusan mereka

banyak mengikuti tradisi kaum Yahudi. Akan tetapi kaum Kristen ini sedikit

berbeda dengan mereka dalam penggunaan bulan-bulan. Dalam hal ini,

kaum Kristen mengikuti pola perhitungan kalender Romawi dan Suryani.

Begitu juga dengan bangsa Arab pada masa Jahiliyah; mereka melihat

perbedaan waktu antara perhitungan tahun mereka dan tahun matahari

-yaitu kurang lebih sepuluh hari, dua puluh satu jam, L2 menit-. Karena

itu, mereka menambahkan satu bulan penuh padanya setiap tahun. Akan

tetapi mereka menyatakan bahwa tambahan ini sebanyak sepuluh

hari dan dua puluh jam. Tambahan ini mereka pelajari dari Kinanah.

Hanya saja mereka mengakhirkan sembilan bulan setiap dua puluh empat

tahun lunar.

Dengan demikian, maka bulan-bulan dalam perhitungan tahun

mereka tetap berjalan dalam satu rel dan tidak terlambat dari waktunya atau

maju hingga Rasulullah menunaikan ibadah haji wada' dan diturunkannya

firman Allah, " Sesun gguhny a putgunduran (bulnn har am) itu hany a menamb ah

kekaftran,"himggaakhirayat3TdarisuratAt-Taubah. Setelahitu, Rasulullah

menyampaikan ceramahnya, dengan mengatakan, "Sesungguhnya masa

itu terus berputar seperti semula ketika Allnh menciptakan beberapa langit dan

bumi."2s Setelah itu beliau membacakan ayat yang menjelaskan tentang

pengharaman An-Nasi', yaitu penundaan atau pengunduran bulan haram.

Inilah Al-Kabsu, atau himpitan. Ketika itulah mereka mengundurkannya.

Bulan-bulan mereka menjadi hilang atau terhapuskan sehingga nama￾rurmanya tidak menunjukkan pengertiannya. Maksudnya, bulan Ar-Rabi'

atau musim semi, terjadi pada musim semi dan Ramadhan terjadi pada

musim panas. Kemudian bulan-bulan hijriyah terjadi pada selain musim￾musim tersebut, yang tidak jatuh pada musim-musim yang dituniukkan

dengan narna-nama tersebut.

Bangsa Arab pada masa Jahiliyah ingin menunaikan ibadah haji

pada waktu mereka mendapatkan komoditi mereka dan hendaknya hal

itu terjadi pada satu posisi dan waktu terbaik, serta kondisi alam paling

subur. Karena itu, mereka belajar menunda atau mengundurkan bulan

haram ini dari kaum Yahudi yang berdampi.g* dengan mereka. Dan

mereka menamainy a An-N asi'.Sebab mereka mengakhirkan atau menunda

permulaan tahun setiap dua tahun atau tiga puluh bulan berdasarkan

kemajuan dan pengundurannya. Kemudian datanglah Islam dan

mengharamkan pengunduran bulan haram ini, serta menentukan bulan

dalam setahun dalam jumlah dua belas. Dan tiada suatu bangsa pun yang

berbeda dengan bangsa lain berkaitan dengan tahun kabisat.

Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah,

"Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan,

(sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit

dan bumi, di antaranya ada anpat bulanharam. Itulah (ketetapan) agama yang

lurus, maka janganlahkamu menzalimi diimu dalam (bulan yang empat)

itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun

memerangi knmu emunny a. D an lcetnluilah balnoa Allah beser ta orang-orang

y ang talatsa." (At-Taubah: 36)


Karakter utama yang membedakan antara ilmuwan dalam kejayaan

peradaban Islam ini yaitu bahwasanya mereka berupaya menjaga kejujuran

dalam menulis dan bertanggungjawab dalam melakukan pengutipan. Sikap

dan kebijakan ini tentunya sangat berbeda dengan situasi dan kondisi yang

berkembang pada generasi para ilmuwan dalam periode kebangkitan Eropa.

Tanggungjawab ilmiah para imuwan Arab-muslim ini tercermin

dalam pernyataan Ibnul Al-Haitsam, Jika Anda mendapati pernyataan

yang baik dari orang lairu maka janganlah Anda menisbatkannya pada

diri sendiri dan cukuplah bagi Anda memanfaatkannya saja. Sebab anak

itu dinisbatkan kepada orang tuanya dan pendapat itu dinisbatkan kepada

orang yang melontarkannya. "

Apabila Ibnul Haitsam mencapai kesimpulan dalam sebuah

permasalahan yang belum pernah dicapai seorang pun sebelumnya, maka

ia berkata dengan penuh kerendahan, 'Dan kami tidak mendapati ilmuwan

klasik maupun kontemporer yang menjelaskan pengertian ini. Dan kami

juga tidak mampu menemukannya dalam buku-buku."

Begitu juga dengan Al-Bairuni, yang menisbatkan teori-teori teknik

kepada penemunya. Adapun pemikiran-pemikirannya sendiri, maka ia

mengemukakannya dalam kedudukannya sebagai inspirasi yang dititiskan

kepadanya atau hujah yang terlintas pada pemikirannya. Apabila salah

seorang di antara mereka melakukan sebuah kesalaharu maka ia tidak

segan-segan mengakui kesalahan ini dan meminta maaf.

Di samping itu, Al-Hasan bin Al-Haitsam tidak segan-segan mengakui

kesalahan dan kegagalannya dalam merealisasikan ide dan pemikiranya

yang telah dijanjikannya kepada Al-Hakim Biamrillah At-Fathimi meskipun

ia terkenal sebagai orang yang memiliki reputasi luar biasa. Hal itu

terjadi ketika ia menyatakan, "Kalaulah aku di Mesir, maka tentulah aku

akan melakukan suatu kreativitas yang bermanfaat bagi siapa pun dan

kapanpun." Kemudian ia meminta maaf kepada Al-Hakim Biamrillah

Al-Fathimi atas kesalahannya; karena ide dan pemikiran geometris yang

sempat terlintas dalam benaknya menyimpang dari realita.Beginilah etika para ilmuwan dan kepribadian mereka pada masa

kejayaan peradaban lslam. Sehingga wajarlah jika kemudian kita mendengar

bahwa para pemimpin dan khalifah berlombalomba menarik perhatian

para ilmuwan dan memperbanyak jumlah dan kehadiran mereka dalam

ruang-ruang pertemuan. Hal itu mereka lakukan karena para ilmuwan

ini memiliki kedudukan sosial yang tingg.

Dalam kesempatan ini, kami dapat mengemukakan kisah khalifah Bani

Abbasiyah bemama Al-Mu'tadhid Billah, ketika bersandar pada pundak

Al-Allamah Tsabit bin Qurrah, ketika berbincang-bincang dengannya di

taman istana. Ketika Al-Mu'tadhid menyadari hal itu secara tiba-tiba, maka

ia menarik tangannya dengan cepat seraya meminta maaf, "Wahai Abu

Al-Hasary aku terlupa sehingga kuletakkan tanganku pada pundakmu.

Padahal tidak seharusnya hal itu terjadi. Karena sesungguhnya para

ilmuwan itu tinggi dan tiada yang lebih tinggi darinya."

Dari gambaran yang kompleks mengenai romern-roman kepribadian

ilmiah yang menjadi karakter utama ilmuwan dalam peradaban lslam

ini, maka jelas dan layaklah jika mereka kemudian memiliki kedudukan

ilmiah dan sosial. Pujian yang dilontarkan terhadap mereka oleh para

sejarawan ilmu pengetahuan dan peradaban tidak berdampak kecuali

semakin membuat para pakar sejarah itu kagum terhadap tokoh-tokoh

yang kehidupannya bagaikan legenda, karya-karya mereka penuh dengan

berbagai inovasi dan teori, menikmati waktu untuk memperdalam ilmu

pengetahuan, dan dalam mengungkap kebenaran serta mencarinya melalui

berbagai riset dan studi ilmiah yang benar.

Seluruh pakar sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban hampir

bersepakat bahwa kalaulah bukan karena persembahan para ilmuwan

dalam peradaban Islam, maka tenfulah perjalanan peradaban umat manusia

akan terhenti atau mundur beberapa abad lamanya. Dan tentunya para

ilmuwan dalam kebangkitan peradaban Eropa terpaksa memulai kerja

mereka sebagaimana para ilmuwan Arab yang melestarikan warisan ilmiah

dan kemudian menumbuhkan dan mengembangkannya hingga mereka

mampu berinovasi dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan seni danmenggunakan metode ilmiah yang benar, sehingga para ilmuwan Eropa

dapat mentransformasikannya.

Akan tetapi sebagian besar orisinalitas pendapat dan inovasi ilmiah

mereka dinisbatkan secara zhalim kepada orang lain meskipun kemudian

sejarah mengakui legalitas sebagian hak-hak mereka karena obyektifitas

mereka. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Ibnu An-Nafis dalam

penemuan-penemuannya tentang teori sirkulasi darah, Ibnu Al-Haitsam

yang merumuskan dasar-dasar ilmu optic, Al-Khawarizmi dan Umar

Al-Khayyam dalam merumuskan beberapa teori matematika, Al-Bairuni,

Ibnu Sina, dan Al-Hamdani, dalam menemukan prinsip-prinsip hukum

mekanika klasik.

Dari realita ini, kita harus membangunkan dan menyadarkan

para ilmuwan Arab-Islam dalam semua spesialisasinya agar mampu

membangkitkan studi dan penelitian secara disiplin dalam warisan

peradaban Islam serta memperlihatkan peran dan kontribusi nenek

moyang mereka demi memajukan roda peradaban dan mempersiapkan

akal-pemikiran untuk berpikir ilmiah kontemporer.

Sesungguhnya tanggungjawab ilmiah mengharuskan.kita menata

ulang perjalanan sejarah ilmu pengetahuan dan tidak senantiasa menjadi

mangsa empuk bagi buku-buku asing, yang berusaha menghancurkan

sendi-sendi peradaban Islam yang maju.

Saya sendiri pernah membaca sebuah buku yang baru terbit beberapa

waktu yang lalu berjudul Al-Fiziyn-, yang ditulis dua Guru Besar di sebuah

universitas di Eropa yang intinya menyatakan, "Pada awalnya, Archimedes

merupakan ilmuwan jenius dalam bidang matematika dan ilmiah yang

tiada bandingnya hingga muncullah Sir Isaac Newton di kemudian hari

setelah dua ribu tahun dari kematiannya."

Beginilah kedua penulis ini memperkenalkan kepada pembaca seorang

ilmuwan asal Yunani bernama Archimedes dan ilmuwan Inggris Sir Isaac

Newton. Saya tidak memahami, bagaimana kedua penulis terkemuka

ini mengabaikan peran peradaban Islam dalam menjembatani dunia

peradaban klasik dengan peradaban kontemporer. Bagaimana nama-nama

para ilmuwan muslim seperti Al-Khawarizmi, Al-Bairuni, Al-Khaziru Tsabit

bin Qurrah, Bani Musa bin Syakir, dan Abu Al-Wafa' Al-Buzajani, serta

lainnya terhapus dari ingatan kedua profesor ini.

Sungguh saya bingung dengan hak para ilmuwan yang berkontribusi

dalam memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan studi

dan penelitian mereka gurul mencapai kebenaran dan ketelitian ilmiah serta

mengajarkannya kepada generasi berikutrya.

Seorang orientalis berkebangsaan Jerman bemama Zigred Hunke,%

yang membantah pernyataan para ilmuwan yang beruPaya menghapuskan

peran dan kontribusi bangsa Arab dan Islam dalam memajukan Penge￾tahuan manusia dengan mengatakan, "Sungguh kami telah membaca

sembilan puluh delapan dari seratus buku, akan tetapi kami tidak

mendapatkan tulisan yang menyatakan keutamaan bangsa Arab dan ilmu

pengetahuan yang telah mereka bangun. Sungguh sikap semacam itu

merupakan penghinaan jika para pakar dan ilmuwan Eropa itu mengetahui

bahwa bangsa Arab merupakan pioner kebangkitan peradaban manusia

yang belum pernah dikenal manusia sebelumnya, dan bahwasanya

kebangkitan ini melampaui atau mengungguli peninggalan bangsa

Yunani ataupun Romawi. Akan tetapi mereka tidak mengakuinya.

Sesungguhnya pandangan bangsa Eropa ini membuktikan sempitnya

pandangan dan cakrawala pengetahuan bangsa Barat dan ketakutan

mereka dalam mengungkapkan fakta dan realita kebenaran serta mengakui

keutamaan bangsa Arab dalam mengubah wajah dunia yang kita hidup

di dalamnya seperti sekarang ini. Tepatnya, ketika mereka (bangsa Arab)

mempersempahkan ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan peradaban selama

delapan abad lamanya kepada dunia."

Dalam menanggapi komentar ini, kami menambahkan sejumlah

pertanyaan mengenai sejauhmana kebutuhan kita bangsa Arab dan umat

Islam pada masa ilmu dan teknologi seperti sekarang ini untuk meneladani

nenek moyang kita sebagai mercusuar peradabary hingga setelah mereka

meninggalkan kita lebih dari seri tahun yang lalu?E



Para ilmuwan dalam peradaban Islam merupakan pioner

menggunakan metode ilmiah dalam berbagai riset dan studi mereka.

Mereka memanfaatkan akal dan pemikiran semaksimal mungkin. Apabila

mereka mendapatkan kesimpulan yang berbeda dengan para pendahulu

mereka, maka mereka berani menyatakan pendapatnya itu dengan penuh

percaya diri dan keberanian. Mereka mempergunakan metode eksperimen

sebagai prinsip dasar riset dan studi yang sehat. Dan ini merupakan

dasar-dasar terpentingbagi kebangkitan ilmiah pada masa kejayaan

peradaban Islam. Bahkan peradaban dunia modern dan kontemporer

secara keseluruhan bertumpu padanya; sebab ilmu-ilmu alam dan praktis

yang berkaitan langsung dengan kemajuan suatu peradaban memiliki

keistimewaan karena ilmu-ilmu realistis atau pasti dan eksperimen.

Ketika perhatian manusia sejak masa lalu terfokus pada alam

raya dan fenomena-fenomenanya, maka ia tercengang dengan langit

bersama bintang-bintang dan planetnya dan bumi dengan berbagai

sumber daya, gunung-gunun& dan laubrya. Ia pun berupaya semaksimal

mungkin untuk menafsirkan fenomena-fenomena alam dan mengenali

hakikatnya, lalu berusaha menguasai dan memanfaatkannya. Sepanjang

sejarahnya, manusia mampu menyingkap beberapa rahasia alam raya

dengan menggunakan pengamatan dan eksperimery serta memanfaatkan

beberapa piranti dan peralatan hingga pada akhirnya memungkinkannya

merumuskan prinsip-prinsip dasar ilmu alam dan membangun istana

ilmu-ilmu praktis serta teknologi kontemporer. Peradaban umat manusiadari generasi ke generasi mampu membangun istana tersebut. Akan tetapi

kontribusi para ilmuwanpada masa kejayaanperadaban Islam merupakan

yang paling berpengaruh dan banyak memberikan kontribusinya; Sebab

peradaban Islam menjamin konsistensi kemajuan ilmu pengetahuan

pada masa kebangkitan kontemporer dan mendorong perjalanan dan

perkembangannya hingga sekarang.

Ketika para ilmuwan Eropa mentransformasi ilmu-ilmu Arab dan

mendalaminya, maka mereka berhasil mengungkap kenyataan bahwa

rahasia di balik perkembangan ilmu-ilmu dan kejayaannya ini terfokus

pada penggunaan metode ilmiah yang benar, penggunaan alat-alat dan

berbagai fasilitas untuk mengungkap berbagai fenomena alam. Karena itu,

mereka mampu menafsirkan atau menjelaskan berbagai persoalan yang

tidak mampu diatasi para Ilmuwan klasik. Mereka berhasil membuka ufuk

dan cakrawala baru di berbagai bidang ilmu dan pengetahuan.

Dari realita ini, maka kita harus memperlihatkan peran Islam dalam

mengingatkan penggunaan teknologi di samping ilmu pengetahuan. Kita

setuju dengan pakar fisika kontemporer DR. Muhammad Abdussalam,

peraih Hadiah Nobel dalam bidang teori Fisika tahun 1979 M, yang

menyatakary "Al-Qur'an telah memberikan penekanan dalam porsi yang

sama antara pemanfaatan teknologi dan berpikir ilmiah. Maksudnya,

memberikan perhatian dan dorongan yang sama untuk memanfaatkan

sumber daya alam melalui pengetahuan ilmiah. Al-Qur'an memperlihatkan

contohkepada kita pada kisah Nabi Dawud danSulaiman atas penguasaan

mereka terhadap teknologi yang berkembang pada masanya, yang

mampu memanfaatkan besi dan angin, serta menguasai sumber daya dan

kekayaan alam untuk memproduksi bebatuan yang bisa dimanfaatkan

untuk mendirikan bangunan-bangunan megah seperti istana, bendungan,

dan bungker-bungker. Al-Qur'an juga mengingatkan kepada kita

tentang Dzulqarnain; bagaimana ia memanfaatkan potongan-potongan

besi dan tembaga yang besar dan kuat untuk membangun pertahanan￾pertahanannya."

Jadi, fokus Al-Qur'an yang menyajikan contoh semacam ini

kepada kita dimaksudkan untuk memotivasi kita agar berpikir tentang

pemanfaatan sumber daya alam dan kekayaannya untuk kebutuhan

manusia. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allatu

"Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar

mereka berpikir." (Al-Hasyr: 2L)

Dalam ayat lain, Allah berfirman,

"Dan perurnpamaanAerumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak

ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu." (Al-Ankabut:

431

Dari sisi lain, nampak jelas bahwa strategiyang digunakan umat Islam

untuk menyeleksi hadits-hadits Rasulullah dan membedakan antara yang

shahih dan yang palstl sangat berpengaruh pada metode para ilmuwan dan

menjelaskan kepada mereka mengenai arti penting penggunaan metode

yang benar yang mampu mengantarkan pada kebenaran. Di samping

mempersembahkan dan menjelaskan kepada mereka sebuah metode yang

cermat untuk mendapatkan hakikat dan kebenaran realita, informasi, dan

berbagai pendapat. Di samping itu, metode-metode yang dipergunakan

para ilmuwan kontemporer memiliki jasa dan kontribusi yang besar kepada

sejarafu karena menggunakan metode penelitian ilmiah dan kaidah-kaidah

dan prinsip yang mereka pergunakan dalam mencari kebenaran menjadi

tumpuan para pakar sejarah kontemporer dan point penghormatan dan

kekaguman mereka.

Tidak diragukan lagi bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi akan terus berlangsung di masa depan selama manusia mau

melakukan pengamatan, eksperimen, dan memperhatikan dengan seksama

tanda-tanda kekuasaan Allah dan berbagai keajaiban ciptaan-ciptaanNya

di langitJangit maupun di bumi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa eksperimen ilmiah yang

bertumpu pada prinsip ilmiah yang benar merupakan modal dasar

membangun pengetahuan. Upaya para pakar eksperimen untuk selalu

cermat dalam melakukan eksperimen sangat berguna untuk menguji

kebenaran pemikiran teoritis. Ketika eksperimen ini memberikan

hasil-hasil yang berbeda dengan teori, maka akan menuntunnya

menemukan teori-teori dan penemuan-penemuan baru. Di sana terdapat

banyak contoh tentang masalah tersebut.

Dalam bidang ilmu kimia, sebelum tahun 1894 M berkembang

keyakinan bahwa hawa di udara mengandung oksigen dan nitrogery

dan ditambah dengan sejumlah uap air yang selalu berubah dan sisa-sisa

karbondioksida, hidrogen dan lainnya. Ketika Riley melakukan eksperimen

yang cermat, terungkaplah bahwa intensitas gas yang tersisa setelah

penghapusan oksigen meningkat sekitar setengah persen dari kepadatan

output sisa nitrogen senyawa amonia. Dan ini menyebabkan penemuan

gas Argon Inert yang sekarang dikenal sebagai komponen sekitar satu

persen dari atmosfer."

Penemuan Datriom merupakan contoh lain bagi arti penting

pengukuran secara cermat dan akurat, dimana diperoleh perbedaan

antara prosentasi perhitungan blok atau kelompok atom hidrogen dengan

kelompok atom oksigen melalui kalkulasi kimia terhadap berat atom dan

menggunakan alat-alat bernama Spectroscope (alat untuk memeriksa

spektrum sinar dari berbagai sumber).

Sekarang, agar kami dapat menjelaskan keteladanan bangsa Arab

dalam menggunakan metode eksperimen dalam riset ilmiah, maka kita harus

mengetahui elemenyang terkandung dalam metode ini sebagaimana

yang kita pahami pada masa sekarang. Kemudian memperbandingkannya

dengan metode yang sama yang dipergunakan para ilmuwan pada masa

kejayaan peradaban Islam.

Para Ilmuwan kontemporer telah memahami bahwa metode

kontemporer yang dipergunakan para peneliti dalam bidang ilmu-ilmu

alam mengharuskan peneliti ini untuk memulai penelitiannya dengan

mempelajari berbagai persoalan dan fenomena alam sebagaimana adanya

melalui pengamatan-pengamatan terhadapnya dan melakukan berbagai

eksperimen jika memungkinkan. Setelah itu mengumpulkan berbagai bukti

realistis lalu mengklasifikasikan dan menertibkannya secara berurutan dan

sistematis untuk diteliti, guna mencari korelasi antara realita-realita tersebut

dengan gambaran teoritis ataupun aturan alam. Semua itu memungkinkan

si peneliti untukmenguasai alam dan menundukkan atau mengendalikan

berbagai fenomena dan sumber-sumbernya demi merealisasikan

kemakmuran dan kenyamanan hidup manusia. Setelah mencapai hukum

atau teori maka memungkinkan mengambil kesimpulan hasil-hasilnya

yang mudah dipertanggungjawabkan kebenarannya dan realistis melalui

eksperimen. Dan tidak jarang menggunakan perumpamaan, yaitu

menganalogkan sesuatu yang tidak ada dengan realita yang sudah ada.

Tidak ada strategi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan alam

dengan semua persepsinya tanpa menggunakan metode ilmiah i.i, yarg

biasa disebut dengan nama Al-Manhaj Al-Istiqra'i At-Tajribi, atau Metode

Eksperimen Induktif, yang pada dasamya bertumpu pada pengamatan

dan percobaan.

Banyak ilmuwan Barat berpendapat bahwa metode eksperimen

dengan pengertiannya seperti sekarang ini, muncul pertama kali pada

masa kebangkitan peradaban Barat oleh seorang ilmuwan Inggris bemama

Francis BacorL yang pada abad ketujuh belas Masehi menulis bukunya

yang terkenal The New Organon, yang berarti bahwa metode riset dan

eksperimen ini berkontradiksi dengan metode yang dikembangkan

Aristoteles dalam The Otd Organon (Organon Lama).

Kesimpulan isi dari kedua buku ini menyatakan bahwa Aristoteles

berupaya menjelaskan fenomena-fenomena alam dengan menggunakan

silogisme teoritis karena.meyakini bahwa realita yang bisa dirasakan

dan pengalarnan praktis tidak berbeda dengan keyakinan. Keyakinan ini

tentunya menimbulkan tumbuhnya filsafat teoritis di kalangan bangsa

Yunani danmunculnya ilmu-ilmu matematika pada masa Phitagoras dan

Euclides.

Dari sisi yang lain, Francis Bacon berkata "Sesungguhnya metode

ilmiah, dimulai dengan sebuah fase yang dinamakan At-Tarikh Ath￾Thabi'i, atau sejarah alam. Dalam fase ini, seorang peneliti diharuskan

mengumpulkan berbagai bukti yang berkaitan dengan fenomena-fenomena

yang ingin diketahui hukum-hukum atau aturan yang berlaku di dalamnya.

Setelah itu melakukan klasifikasi di antara bukti-bukti ini untuk

menjelaskan fenomena-fenomena tersebut.

Dari keterangan ird, maka jelaslah bahwa kedua logika yang dikemu￾kakan Aristoteles dan Francis Bacon jauh dari metode ilmiah dengan

pengertiannya sekarang. Sebagian orang berpendapat bahwa metode yang

dikembangkanFrancis Bacon dipengaruhi metode riset yang dikembang￾kan para ilmuwan dalam peradaban Islam dalam studi dan eksperimen

mereka. Hanya saja teori yang dikembangkannya terbatas pada riset ilmiah

terhadap pengamatan, eksperimen, dan pengumpulan bukti-bukti dari

hasil eksperimen. Metode ini membatasi pemikiran peneliti pada sekadar

pengumpulan bukti-bukti realistis dan mengklasifikasikannya.

Masalah terpenting yang berkaitan dengan metode dan teori yang

dikembangkan ini yaitu bahwasanya para pengkritik teori Francis Bacon

berkesimpulan bahwa Francis Bacon tidak konsisten dengan metode

penelitiannya.

Pengamatan induktif sejarah pemikiran manusia membuktikan

keunggulan dan keteladanan para ilmuwan pada masa kejayaan peradaban

Islam dalam mengkritik Logika Aristoteles dibandingkan ilmuwan Barat

serta menciptakan metode eksperimen yang benar dengan semua prosesnya

dan fase-fasenya beberapa abad sebelum Francis Bacon muncul. Mereka

mampu membedakan antara karakter fenomena akal mumi dari satu sisi

dan fenomena-fenomena materi dari sisi yang lain. Mereka juga mengetahui

bahwa piranti atau alat yang dipergunakan untuk meneliti fenomena￾fenomena ini haruslah berbeda-beda tergantung karakter masing-maisng.

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah merupakan salah seorang ulama

terkemuka Arab yang paling awal melontarkan kdtikan terhadap Logika

Teoritis Aristoteles dan ia menyerangnya dengan keras dalam Naqd Al￾Manthiq, serta menyerukan penelitian realitis yang mampu menghadirkan

pengetahuan-pengetahuan baru dan layak untuk mengamati dan meneliti

fenomena-fenomena alam; Sebab metode ilmiah yang benar itulah yang

berhak menciptakan pengetahuan.

Para Ilmuwan dalam peradaban Islam cenderung menggunakan

metode baru ini, yang bertumpu pada pengamatan dan eksperimen dalam

mempelajari fenomena-fenomena alam serta bersepakat untuk merumus￾kan rumusan-rumus€rn umum dalam menjelaskan hakikat alam raya ini.

Karenanya, kita melihat mereka berhasil menorehkan kemajuan gemilang

dalam berbagai bidang ilmu alam, yang tidak bisa dicapai para Ilmuwan

Yunani.

Kami telah berupaya menjelaskan pengetahuan-pengetahuan tersebut

dengan cermat melalui pasal-pasal berikut dari buku ini.

Di antara pioner terkemuka dalam menggunakan metode tersebut,

maka kami dapat menyebutkan Jabir bin Hayyan dalam bidang Kimia,

Abu Bakar Ar-Razi dalam bidang kedokteran, Al-Hasan bin Al-Haitsam

dalam bidang Fisika, Al-Bairuni dalam bidang Astronomi dan Ilmu-ilmu

Bumi, dan para ilmuwan lainnya yang sangat banyak.

- Inilah Jabir bin Hayyan, yang berpesan kepada murid-muridnya agar

memperhatikan penggunaan eksperimen dan tidak bergantung kecuali

kepadanya yang disertai dengan ketelitian, pengamatan yang cermat,

berhati-hati, dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpuan Dalam

masalah ini, Jabir bin Hayyan berkata, "Langkah pertama yang harus

Anda lakukan adalahberbuat danbereksperimen; Sebab orang yang tidak

beraktifitas dan tidak pula melakukan eksperimen tidak akan mencapai

keyakinan sedikit pun. Wahai puteraku, hendaklah Anda bereksperimen

untuk mendapatkan pengetahuan itu."

- Inilah Abu Bakar Ar-Razi, yang mengkorelasikan antara Kimia,

Kedokteran, menjelaskan pengobatan melalui interaksi kimia yang terjadi

pada tubuh. Di samping itu, ia juga mengajukan kriteria ilmiah yang cermat

lebih dari dua puluh sistem ilmiah yang dikenal pada masanya.

- Untuk menjelaskan keteladanan bangsa Arab dan umat Islam dalam

merumuskan metode ilmiah yang benar dan aplikasinya, kami cukup

mengemukakan sebagian alenia yang terdapat dalam Kitab Al-Manazhit

(Book of Optics), karya: Al-Hasan bin Al-Haitsam tentang ilmu Optick uMarilah kita melanjutkan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip awal

dan premisnya. Kita mulai melakukan penelitian dengan men