m buku Zewajir seratus delapan puluh tujuh ketika
sedang menjelaskan tentang dosa, Ibnu Hajar Mekki
“rahimahullah” menyebutkan dalam tafsir surat Al-Baqarah ayat
seratus delapan puluh delapan “Wahai para mukmin! Janganlah
kalian memakan harta sesama kalian dari jalan yang batil!”. Jalan
yang batil itu ini yaitu bunga, judi, pemerasan, kecurangan, khianat
dan persaksian bohong. Dalam hadits shahih dijelaskan “Orang
muslim yang makan sesuatu yang halal, mengerjakan yang
fardhu, menjauhi yang haram dan tidak merugikan manusia maka
ia akan masuk surga” dan “badan yang memakan sesuatu yang
haram maka akan dibakar di neraka” dan “barang siapa yang
tidak yakin dengan bahaya dan keburukan makanan ini
maka agamanya, salatnya, zakatnya tidak akan bermanfaat
baginya” dan “seorang laki-laki yang jilbabnya terdapat sesuatu
yang haram maka salatnya tidak diterima”. [Jilbab ini yaitu kain
panjang dan besar yang dipakai oleh para wanita. Namun ia juga
termasuk jubah panjang untuk laki-laki. Menurut orang-orang
yang menyatakan bahwa jilbab ini yaitu pakaian wanita yang
terdiri dari dua kain, mereka memberi tahu bahwa dalam hadist
shahih pun pakaian ini dipakai oleh para laki-laki. Pernyataan ini
jelas ini yaitu kepercayaan yang salah, jahil dan lucu]. Dan dalam
hadist yang disebutkan ketika menjelaskan dosa ke dua ratus
“Barang siapa yang menjual dagangannya dengan kecurangan
maka bukan termasuk golongan kami dan neraka ini yaitu tempat
kembalinya”. Hadist dalam dosa ke dua ratus sepuluh disebutkan
bahwa “Barang siapa yang banyak salat, puasa dan sedekahnya
namun melukai hati tetangganya dengan lidahnya maka neraka
ini yaitu tempat kembalinya”. Maka wajib untuk tidak melukai hatitetangga yang kafir, berbuat baik dan berbuat ihsan kepada
mereka. Hadist dalam dosa ke tiga ratus tujuh belas menyebutkan
lagi “Barang siapa yang berbuat zalim kepada manusia, maka ia
akan mendapatkan azab pada hari kiamat”. Termasuk berbuat
zalim kepada orang yang bukan muslim. Hadist dalam dosa ke
tiga ratus lima puluh menyebutkan “Ada tiga orang yang doanya
makbul: orang yang terdzolimi, Misafir dan doa orang tua” dan
“walaupun ia kafir, tetap doa orang yang terdzolimi tidak akan
ditolak”. Dan hadist dalam dosa ke empat ratus dua
menyebutkan “Dan yang membunuh temannya yang kafir juga
bukan termasuk golongan kami” dan dalam dosa yang ke empat
ratus sembilan “Diantara dosa-dosa yang paling cepat dihisab
ini yaitu berkhianat kepada pemerintahnya”. Lengkap sudah
terjemahan daari Zawajir. Wahai para muslimin ! Jika engkau
menginginkan ridha Allahu te’ala dan diterimanya segala amal
ibadahmu maka hendaknya engkau menanamkan dalam hatimu
apa yang telah disampaikan dalam hadist-hadist shahih diatas.
Janganlah menyerang nyawa atau mengambil harta baik itu milik
muslimin atau kafirin ! Jangan menyakiti siapapun! Bayarlah hak
semua orang! Membayar mahar untuk wanita yang engkau
ceraikan juga termasuk dalamnya. Akan ada ganjaran yang besar
di dunia dan di akhirat jika tidak dibayarkan. Hak dari orangorang yang paling utama dan azabnya paling besar ini yaitu tidak
mengajarkan ajaran Islam kepada kerabatnya dan orang-orang
yang berada dalam tanggung jawabnya. Dan orang-orang yang
menindas, menipu dan juga menghalangi manusia untuk belajar
agama Islam dan beribadah maka dapat dipahami bahwa ia kafir
dan seorang musuh Islam. Penyataan dan tulisan-tulisan para ahli
bid’ah dan orang yang tidak bermazhab itu berhubungan dengan
perubahan yang mereka lakukan terhadap ajaran Islam dan
perusakan terhadap agama dan iman. Jangan melawan
pemerintah dan undang-undangnya. Bayarlah pajak. Di dalam
Barika disebutkan bahwa melawan pemerintahan baik itu zalim
atau fasik ini yaitu dosa. Dalam darul harabah atau negara kafir
pun jangan melawan peraturan dan perintahnya! Jangan
menyebarkan fitnah! Jangan berteman dengan orang yang
menyerang Islam, para ahli bid’ah dan orang yang tidak
bermazhab! Jangan membaca buku dan koran-koran mereka!
Jangan memasukkan radio dan televisi mereka kedalam
rumahmu! Lakukan amal ma’ruf kepada orang-orang yangmendengarkan kata-katamu! Yakni nasihatilah dengan wajah
yang ramah dan kata-kata yang indah! Tunjukan keindahan dan
kehormatan Islam dengan akhlakul karimahmu!
Ibnu Abidin[1] “rahimahullah” menyebutkan dalam jilid
pertama bahwa “saw’atayn, yakni daerah genital dan anal adalah
aurat besar dalam mazhab yang empat. Telah disepakati oleh
empat mazhab menutupinya ini yaitu fardhu.
[2] Barang siapa yang
mengacuhkan untuk menutupinya maka termasuk orang kafir.
Laki-laki yang terbuka lututnya wajib dinasihati “amal ma’ruf”
untuk menutupinya. Tentu saja dengan kata-kata yang baik. Jika
ia keras kepala maka jawablah dengan diam. Namun jika laki-laki
yang membuka auratnya sampai ke paha maka wajib diperingati
dengan keras. Dan barang siapa yang saw’atayn-nya terbuka
maka dilaporkan ke hakim dan akan dipaksa dengan hukuman
penjara untuk menutupnya. Maka dosa seorang laki-laki yang
melihat ke tempat aurat akan bertambah sesuai urutannya. Dan
dalam empat mazhab bahwa wajib bagi wanita muslim untuk
menutup seluruh tubuhnya, kaki, tangan dan rambutnya, kecuali
telapak tangan dan wajahnya, lalu tidak menunjukkanya kepada
laki-laki asing dan perempuan kafir. Bahkan dalam Syafii
diwajibkan untuk menutupi wajahnya. Jika ia sendiri, ayahnya
atau suaminya mengacuhkan ini maka mereka dapat menjadi
kafir. Termasuk dosa besar bagi para anak laki-laki yang menari
atau bermain dalam keadaan betis dan kaki mereka terbuka, dan
juga para perempuan yang terbuka rambut dan tangan mereka.
Itu juga berlaku bagi siapapun yang menontonya. Seorang muslim
jangan sampai menghabiskan waktu luangnya dengan bermain
dan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, ia harus
memanfaatkannya dengan menuntut ilmu dan mendirikan salat.
Dalam Kimya Sa’adah dijelaskan bahwa “Diharamkan untukpara perempuan dan wanita berpakaian tertutup namun tipis,
ketat, penuh riasan dan berwangi semerbak harum, sebagaimana
mereka diharamkan untuk membuka kepala, rambut, tangan dan
kaki mereka ketika keluar rumah. Bagi orang tua, suami, saudara
yang mengijinkan dan meridhai mereka melakukan itu maka ia
bersama-sama dalam dosa dan azabnya”. Yakni mereka akan
diazab bersama-sama di neraka. Jika mereka bertaubat maka
akan diampuni, dan tidak akan diazab. Allahu te’ala menyukai
orang-orang yang bertaubat.
ISTRI-ISTRI DAN PERANG NABI
Rasulullah “shallallahu alaihi wassalam” menerima wahyu
melewati perantara malaikat Jibril pada usia empat puluh tahun.
Tiga tahun setelahnya ia mengumumkan bahwasannya beliau nabi
di kota Mekkah. Tahun ini disebut tahun Bi’tsah. Beliau
melakukan jihad sebanyak dua puluh tujuh. Sembilan diantaranya
beliau ikut menyerang sendiri juga. Dan juga menjadi pemimping
perang di delapan belas perang ini . Beliau mempunyai
empat anak laki-laki, empat anak peremuan, sebelas istri, dua
belas paman dan bibi. Pada usia ke dua puluh lima beliau menikah
dengan Khadijah. Ketika Khadijah wafat pada usia Rasulullah
yang ke lima puluh, beliau menikah dengan Aisyah putri Abu
Bakar “radhiallahu anhu” atas perintah Allahu te’ala. Ketika
berumur 63 tahun beliau wafat dikamarnya yang berdampingan
dengan masjidnya di Madinah. Dan dimakamkan di kamar
ini . Abu Bakar dan Umar pun dimakamkan di kamar ini.
Ketika masjid diperbesar maka kamar ini masuk kedalam masjid.
Pada tahun ketujuh beliau menikah dengan Ummu Habibah yang
merupakan putri dari Abu Sofyan bin Harbin, pemimping kafir
Quraisy. Abu Sofyan merupakan ayah dari Muawwiyah
“radhiallah anhu”. Ia beriman ketika Fathul Makkah. Pada tahun
ketiga Rasulullah menikah dengan Hafsah, putri dari Umar bin
Khattab. Pada tahun ke lima Hijriyyah diantara para tawanan
perang Bani Mustalak ia membeli Juwayriyyah yang merupakan
putri dari pemimpin-pemimpinya lalu membebaskan dan
menikahinya. Beliau pun menikah dengan Ummu Salamah,
Sawda, Zaynab binti Huzaimah, Maymunah, Safiyyah
“radhiallahu anhunna” disebab kan sebab agama. Pernikahan
dengan putri bibinya, Zainab ini yaitu perbuatan Allahu te’ala.
Jibril alaihissalam telah turun sebanyak dua puluh empat ribukali. Pada usia lima puluh dua beliau diangkat ke miraj.
[1]
Pada usia
lima puluh tiga dilakukanlah perjalanan hijrah dari Makkah ke
Madinah. Beliau bermalam di gua Tsur selama tiga hari bersama
Abu Bakar dan pada senin malam mereka melanjutkan
perjalanan. Mereka tiba di desa Kuba, Madinah pada hari senin
tanggal duapuluh September setelah seminggu perjalanan. Lalu
pada hari Jumat mereka masuk Madinah.
Tahun kedua Hijriah pada hari Jumat di bulan Ramadan
terjadilah perang Badar. Pasukan muslim ada tiga ratus tiga belas
pasukan, dan delapan diantaranya bertugas di beberapa tempat
lain. Pasukan Quraisy ada seribu tentara. Ada tiga belas sahabat
yang wafat. Sedangkan Abu Jahal dan tujuh puluh orang kafir
meninggal.
Tahun ke tiga Hijriah pecah perang Uhud pada bulan Syawal.
Pasukan muslim terdiri dari tujuh ratus tentara, dan tentara kafir
berjumlah tiga ribu. Tujuh puluh sahabat wafat. Empat bulan
setelah perang Uhud dikirimlah tujuh puluh pemuda untuk
mengajak masuk Islam kepada penduduk Nejd. Namun ketika
mereka sampai ketempat yang bernama Biri Ma’una mereka
diserang dan wafat kecuali dua sahabat.
Pada tahun kelima Hijriah terjadi perang Khandaq. Tentara
kafir sebanyak sepuluh ribu dan muslimin tiga ribu. Mereka
mengepung Madinah. Dan kaum muslimin menggali parit di
sekitar Madinah. Satu tahun sebelum perang Haybar Baiatur
ridwan dilakukan di Hudaybiyyah. Perang Mut’ah ini yaitu jihad
yang terjadi antara muslimin dengan pasukan Hiraklius Romawi.
Muslimin berjumlah tiga ribu tentara. Sedangkan pasukan
Romawi seratus ribu tentara. Ja’far Tayyar “radhiallah anhu”
wafat dalam perang ini. Khalid bin Walid memenangkan
peperangan ini. Pada tahun ke delapan Mekkah dibebaskan.
Hunain ini yaitu peperangan yang besar. Dan diakhiri dengan
kemenangan. Khaybar dikenal sebagai benteng Yahudi. Dan
Rasulullah menaklukanya dengan mengirim sayyidina Ali. Pada
suatu kepulangan setelah suatu peperang Aisyah difitnah.
Rasulullah dibuat sangat sedih olehnya. Lalu turun ayat Al-Quran
al-Karim dan menyatakan bahwa itu suatu kebohongan.
Kemenangan Thaif juga terkenal.Wahai pemuda, jika engkau menginginkan kebahagiaan
Maka peganglah Islam setiap waktu
Ialah fardhu dan wajib, sunnah mandub
Dan juga amal ma’ruf
Lakukanlah terus janganlah kau tinggalkan
Jangan katakan ini kecil itu besar
Hindarilah baik yang haram ataupun makruh
Apalagi terhadar hak seseorang
Belajarlah dari para ahlu sunnah segera
Dan beramallah dengan ilmu
PERIHAL TENTANG DETAIL IMAN
Detail iman ada dua belas: Rabb-ku, ini yaitu Allahu te’ala.
Dalilku, surah Al-Baqarah ayat keseratus enam puluh tiga. Nabiku, ini yaitu Muhammad “shallallahu alaihi wassalam”. Dalilku,
surah Fath ayat kedua puluh delapan dan dua puluh sembilan.
Agamaku, ini yaitu agama Islam. Dalilku, surah Ali Imran ayat
kesembilan belas. Kitabku, ini yaitu Al-Quran al-Karim. Dalilku,
surah Al-Baqarah ayat kedua. Kiblatku, ini yaitu Ka’bah. Dalilku
ini yaitu surah Al-Baqarah ayat keseratus empat puluh empat.
Dalam beritikad mazhabku ini yaitu Ahlu sunnah wal jamaah.
Dalilku, surah Al-An’am ayat keseratus lima puluh tiga.
Nenek moyangku ini yaitu nabi Adam “alaihissalam”. Dalilku,
surah Al-Araf ayat keseratus tujuh puluh dua.
Millatku ini yaitu millat Islam. Dalilku, surah Ali Imran ayat
keseratus sepuluh.
Saya ini yaitu seorang mukmin yang haqqan. Dalilku, surah
Anfal ayat keempat. Alhamdulillah ala tawfiqihi wa astaghfirullah
min kulli taksiriin.
Ada lima penyebab ilmu lebih afdhal dari amal. sebab ilmu
itu tergantung dimana amal tergantung padanya. Ilmu itu
diperlukan, sedangkan amal tidak terpisahkan darinya. Ilmu itu
bermanfaat walaupun ia berdiri sendiri, sedangkan amal tidak
bermanfaat tanpa ilmu.
Ilmu lebih utama daripada akal. sebab ia abadi sedangkan
akal tidak “ia muncul dari ketiadaan menjadi ada”.Perhiasan manusia ini yaitu ikhlas. Perhiasan ikhlas ini yaitu iman.
Perhiasan iman ini yaitu surga. Perhiasan surga ini yaitu bidadari,
ghilman, dan juga melihat Jamalullah. “melihat Allah adalah
sesuatu yang tidak bisa digambarkan dan dijelaskan”.
Dan juga bila amal ini yaitu bagian dari iman, maka perempuan
yang sedang haid tidak akan dibebaskan dari salat fardhu. sebab
iman tidak bisa terbebaskan.
Membaca kalimat syahadat setidaknya satu kali dalam hidup
itu fardhu. Dalilnya ada di surat Muhammad ayat ke sembilan
belas.
Ada empat syarat membaca kalimat syahadat: ketika
mengucapkan dengan lidah maka hati harus siap. Mengetahui
makna-maknanya. Mengucapkan dengan keikhlasan hati. Dan
mengucapkan dengan ketulusan.
Ada setidaknya seratus tiga puluh faidah membaca kalimat
syahadat. Namun jika ada satu dari empat ini maka faidahnya
akan hilang. Ke empat hal itu ini yaitu syirik, shek, tasybih dan ta’til.
Syirik ini yaitu menyembah kepada zat selain Allahu te’ala. Shek
ini yaitu berhenti dari agama. Tasybih ini yaitu menyandingkan
Allahu te’ala dengan makhluk-makhluk. Dan Ta’til adalah
menyatakan bahwa Allahu te’ala tidak punya wewenang terhadap
alam semesta, semuanya terjadi dengan sendirinya.
Dan juga dari seratus tiga puluh manfaat, maka akan
disebutkan tiga puluh manfaatnya di bagian ini : Dari tiga puluh
ini , lima ada di dunia, lima ada ketika mati, lima ada di
kubur, lima ada di Arasat, lima ada di neraka dan lima lagi ada di
surga nanti.
Lima manfaat ketika di dunia:
1- Namanya indah dipanggil.
2- Hukum-hukum Islam menjadi wajib atasnya.
3- Lehernya terselamatkan dari pedang
4- Ia diridhai oleh Allahu te’ala.
5- Seluruh mukmin menjadi cinta kepadanya.
Lima manfaat ketika mati:
1- Malaikat Izrail akan menghampirinya dengan wajah yang
indah.2- Ruhnya akan lepas dari jasadnya seperti menarik bulu
minyak.
3- Bisa mencium bau surga.
4- Ia akan pergi ke surga Illiyin, dan datang padanya malaikat
pembawa kabar gembira.
5- Ia akan disapa “Selamat datang wahai mukmin! Kau adalah
penghuni surga.
Lima manfaat dalam kubur:
1- Kuburnya akan luas.
2- Malaikat Munkar dan Nakir akan datang dengan wajah yang
indah.
3- Satu malaikat akan datang mengajari yang tidak diketahui.
4- Allahu te’ala akan mengilhamkan sesuatu yang tidak
diketahuinya.
5- Ia akan dibawa ketempatnya yang ada di surga.
Lima manfaat dalam Arasat:
1- Ia akan dimudahkan dalam pertanyaan dan pertanggung
jawabannya.
2- Akan diberikan kitabnya dari sebelah kanan.
3- Mizannya berat dengan pahala.
4- Ia akan berteduh di bawah Ars rahman.
5- Ia akan melewati siraat dengan secepat kilat.
Lima manfaat ketika masih di neraka:
1- Jika ia masuk neraka maka matanya tidak akan menjadi
abu-abu seperti para penghuni neraka.
2- Tidak akan berkelahi dengan setan.
3- Tangannya tidak akan diborgol yang berasal dari api dan
juga lehernya tidak akan dirantai.
4- Tidak akan minum dari air Hamim.
5- Tidak akan kekal di dalam neraka.
Lima manfaat didalam surga:
1- Seluruh malaikat akan memberi salam padanya.2- Akan ditempatkan bersama orang-orang yang siddiq.
3- Akan kekal dalam surga.
4- Allahu te’ala akan ridha padanya.
5- Allahu te’ala akan ditampakkan padanya.
Dalam Amantu Syarhi Qadi-zada Ahmed Efendi “1133-1197
[1783 AD] “Faraaidhul Faraaidh” menjelaskan bahwa neraka ada
tujuh lapisan. Bertingkat kebawah. Api setiap lapisan lebih
dahsyat dari lapisan atasnya. Orang-orang mukmin yang dosanya
belum terampuni ada di lapisan pertama, dosa-dosanya akan
dibakar lalu diangkatlah mereka dan dimasukkan ke dalam surga.
Dan enam sisa lainnya diperuntukkan untuk macam-macam orang
kafir, mereka akan kekal didalamnya. Orang-orang munafik akan
dibakar di lapisan ketujuh, paling bawah yang merupakan azab
paling pedih. Mereka ini yaitu orang-orang kafir bermuka dua yang
mengatakan beriman dengan lisannya dan juga membanggabanggakannya namun di hatinya tidak ada keimanan sedikit pun.
Ketika orang-orang kafir itu dibakar dan menjadi debu maka ia
akan dihidupkan ulang lalu akan dibakar kembali, terus menerus
seperti itu dan akan dibakar secara kekal. Surga dan neraka
sekarang pun sudah ada. Menurut beberapa ulama letak neraka
belum diketahui. Menurut beberapa yang lainnya, ia ada di bawah
tujuh lapisan tanah. Maksud dari pernyataan mereka ini
bukannlah bumi. sebab bumi, matahari dan seluruh bintang yang
ada di langit lapisan pertama maka dimana pun kita berada ada
langit di tujuh lapisan dibawah tanah. Itu berarti neraka terletak
disalah satu lapisan langit yang tujuh.
BAB GHUSL
Fardhu dalam ghusl ada tiga di imam Hanafi, lima di imam
Maliki, dua di imam Syafii dan satu di imam Hambali. Dalam
imam Hanafi:
1- Memasukkan air kedalam mulut sekali. Membasahi celahcelah gigi dan gusi dalam ini yaitu fardhu. [Seseorang yang
mengikuti mazhab imam Hanafi, seseorang tidak akan menambal
dan melapisinya dalam keadaan tidak darurat. Tapi ia akan
memasang gigi palsu dan ketika ia akan berwudhu maka akan
dilepas lalu berwudhu. Namun jika dalam keadaan darurat maka
boleh menambal atau melapis giginya. Namun baginya wajib
untuk berniat “Aku mengikuti mazhab imam Syafii dan Maliki”
ketika hendak mandi dan berwudhu.]
2- Memasukkan air kedalam hidung sekali.
3- Membasahi seluruh badan satu kali. Membasuh anggota
tubuh yang tidak ada uzur merupakan fardhu. Jika salah satu
anggota tubuh yang berhalangan yakni dengan suatu sebab tidak
terbasuh maka itu dimaafkan dan mandinya pun shahih.
Dalam Darul Muhtar disebutkan bahwa makanan-makanan
yang tersisa diantara gigi atau rongga gigi tidak akan menghalangi
keshahihan ghusl ini . Fatwanya seperti ini. sebab bagian
bawahnya itu sudah basah. Namun jika yang tersisa itu sesuatu
yang padat maka bisa menghalangi keshahihannya. Dan inilah
yang benar. Ketika menjelaskan perkara ini Ibnu Abidin
“rahimahullah taala” berkata dalam buku Hulasah bahwa itu tidak
menghalanginya. sebab air itu mengalir maka berarti ia masuk
kebawah makanan ini . Namun jika diketahui bahwa air
ini tidak masuk maka menurut beberapa ulama itu baru
menghalangi keshahihan ghusl ini . Buku Hilyah menjelaskan
gamblang tentang ini. Jika makanan yang tertinggal dimulut itu
menjadi keras maka ghusl menjadi tidak shahih sebab air tidak
bisa menembusnya. sebab disitu tidak ada hal yang dharuri.
[Yakni bukan sesuatu yang berasal dari dirinya sendiri.] Dan juga
tidak ada haraj dalam membersihkan bagian ini atau badan.
Halabi saghir menyatakan jika diantara gigi seseorang ada roti,
makanan atau sesuatu yang lain lalu ia mengambil wudhu ghusl,
maka menurut fatwa-fatwa gushlnya shahih walaupun ada
keraguan bahwa airnya masuk kebawah makanan ini .sebab air itu mengalir maka ia akan melewati dasarnya. Fatwa ini
tertulis di Hulasa. Menurut beberapa alim ulama jika yang
tertinggal itu sesuatu yang keras maka ghuslnya tidak sah. Seperti
yang ditulis dalam buku Zahira. Dan inilah yang lebih benar.
sebab ia tidak melewati bawah sesuatu ini . Dan juga tidak
terdapat dharuri dan haraj.
Dalam Darul Muntaqa dijelaskan bahwa ada alim ulama yang
menyatakan bahwa ketika ada sisa makanan dilubang gigi
seseorang maka ghusl-nya sah, tapi ada juga yang menyatakan
tidak sah. Agar lebih baik maka makanan itu harus dikeluarkan
terlebih dahulu. Sebagaimana komentar Tahtawi dalam Maraqil
Falah disebutkan bahwa jika ada sisa makanan dilubang gigi atau
diantara gigi maka ghusl orang ini sah. sebab air itu
mengalir maka ia merembas kesemua tempat. Namun jika sisa
makanan ini menjadi keras maka ia bisa menghalangi ghusl.
Dan inilah yang ditulis didalam Fathul Qadir.
Sedangkan dalam Bahrur Raiq dijelaskan bahwa jika ada sisa
makanan dilubang gigi atau diantara gigi maka ghusl orang
ini sah. sebab air itu lembut maka ia merembas kesemua
tempat. Dan inilah yang ditulis didalam Tajnis. Syadrusyahid
Husamuddin menyatakan bahwa ghusl-nya tidak sah. Ia harus
dikeluarkan dahulu lalu disiram air bagian dalam gigi ini .
Mengeluarkannya lalu menyiramnya akan lebih baik.
Dalam Fatawa Hindiyyah dijelaskan juga bahwa pernyataan
“jika ada sisa makanan dilubang gigi atau diantara gigi maka ghusl
orang ini sah” ini lebih benar. Dan inilah yang ditulis
didalam Zahidi. Namun mengeluarkannya lalu menyiramnya akan
lebih baik. Kadihan juga mengatakan bahwa dalam Natifi ghusl
yang dilakukan ketika masih ada makanan sisa di gigi tidak akan
sempurna. Harus mengeluarkannya lalu menyiram bagian
bawahnya.
Dalam Al Majmu’ah Zuhudiyyah juga mengatakan bahwa
makan yang tertinggal dicelah-celah gigi itu baik itu sedikit atau
banyak telah mengeras seperti adonan yang menghalangi air,
maka ia pun menghalangi ghusl ini . Itu tertulis dalam Halabi.
Tidak bisa dikatakan “Tidak ada halangan dan kesulitan dalam
mengeluarkan makanan yang tersisa ini . Sedangkan
tambalan dan lapisan itu tidak bisa dilepas. Ada halangan untuk
melepaskannya”. Benar ada halangan. Namun jika perbuatan
yang dilakukan menyebabkan halangan maka ini menjadi uzuruntuk mengikuti mazhab yang lain. Tidak ada uzur untuk
meninggalkan fardhu. Agar fardhu ini terlaksana tidak harus
mengikuti mazhab yang lain tapi cukup dengan adanya dharuri
dan halangan disaat yang bersamaan. Jika dikatakan “Menambal
dan menutup gigi ini yaitu untuk mencegah sakit dan kerusakan
gigi. Untuk itu apakah tidak ada dharuri ?”, maka jawaban kita
ini yaitu syarat untuk sesuatu yang dharuri ini yaitu tidak mengikuti
mazhab yang lain.
Pernyataan “Hukum menyiram gigi ketika sedang ghusl adalah
dengan menyiram bagian luarnya saja” ini yaitu pernyataan yang
tidak sesuai dengan Islam. Tahtawi dalam buku Imdad
mengatakan bahwa “Seseorang yang sudah berwudhu lalu
menggunakan khuf, dan beberapa saat kemudian wudhunya batal.
Maka batalnya wudhu itu bukan ke kaki lagi, melainkan khufnya”. Penyataan yang dimaksudkan kepada wudhu dan khuf
dalam kitab-kitab ini dijadikan fatwa tiruan untuk pembungkusan
gigi dan ghusl menurut pendapat mereka sendiri. Padahal
menyamakan gigi yang ditambal dan dibungkus dengan jenggot
yang lebat itu tidaklah benar. sebab ketika berwudhu tidak wajib
untuk mengusap kulit yang berada dibawah jenggot yang lebat,
sedangkan dalam ghusl itu wajib untuk mencuci kulit yang ada
dibawah itu. Bagi seseorang yang mengatakan bahwa “mencuci
kulit jenggot yang lebat saat mengambil wudhu itu tidak fardhu
maka dalam ghusl pun juga begitu”, maka ia tidak akan mencuci
bagian bawah jenggotnya ini ketika ghusl. Dengan begitu
ghusl orang-orang yang melakukan dan mempercayai hal ini
tidaklah sah, maka salatnya pun tidak sah.
Menyamakan pembungkusan dan penambalan dengan
pemolesan krim di kaki yang terluka atau bahkan pembalut dari
kayu atau gips yang dipasangkan ditempat yang luka atau patah,
itu tidak sesuai dengan apa yang ada di buku-buku fiqih. sebab
melepaskan itu dari bagian tubuh yang luka atau patah itu
merupakan suatu halangan dan kerugian maka ia tidak perlu
mengikuti mazhab yang lain. Maka sebab tiga sebab ini mencuci
bagian bawahnya saja sudah sah.
sebab manusia bebas untuk menentukan untuk tidak mau
mencabut gigi yang membuat sangat sakit, atau menggantinya
dengan gigi tiruan yang bisa dikeluarkan atau bahkan memasang
gigi palsu setengah ataupun seluruhnya, tapi malah mau
menambal atau memasang gigi bungkus atau gigi sambung, namunitu semua bukanlah hal yang dharuri. Mengatakan bahwa itu
ini yaitu dharuri pun tidak menjadi penyebab cukupnya terlaksana
dengan hanya membasahi bawahnya saja. sebab mereka
mungkin untuk mengikuti mazhab lain. Maka siapapun tidak
berhak untuk menghina orang yang mengatakan bahwa ini hal
dharuri lalu mengambil dasar dari kitab-kitab fiqih dan mengikuti
imam Syafii dan imam Maliki.
Penyebab utama yang membuat manusia melakukan sesuatu,
yakni sebab yang diluar kemampuan manusia ini disebut
dengan Dharuri. Keharusan dalam perintah dan larangan Islam,
luka yang sangat berbahaya atau bahkan masalah hidup dan mati
dan juga rasa tidak bisa berbuat apa-apa, semua itu adalah
dharuri. Dan Haraj ini yaitu kesulitan yang didapat dari sesuatu
yang menghalangi suatu fardhu atau menyebabkan untuk
melakukan sesuatu yang haram. Perintah dan larangan Allahu
te’ala disebut juga dengan Hukum-hukum Islam. Ketika akan
ditentukan suatu hukum dari hukum-hukum Islam ini, yakni
ketika seseorang melaksanakan perintah atau berlindung dari
perbuatan yang haram maka ia harus mengikuti hukum yang telah
ditentukan oleh imam mazhabnya. Jika disebab kan suatu sebab
orang itu kesulitan dalam melaksanakannya maka ia harus
mengikuti perkataan yang paling lemah dari ulama mazhab. Jika
itupun membuatnya kesulitan maka hukumnya dilakukan dengan
cara mengikuti mazhab yang lain. Dan jika tetap merasa tidak
mampu untuk mengikuti mazhab lain juga maka dilihat apakah
ada dharuri didalamnya atau tidak dalam pengerjaan sesuatu yang
menyebabkan haraj ini :
1- Jika terdapat dharuri dalam pengerjaan sesuatu yang
menyebabkan haraj itu maka ia tidak wajib melaksanakan fardhu
itu.
2- Jika tidak terdapat dharuri dalam pengerjaan sesuatu yang
menyebabkan haraj itu [seperti kutek] atau ketika dharuri masih
bisa melakukan sesuatu namun ia malah memilih untuk
melakukan pekerjaan dalam haraj ini maka ibadah itu tidak
sah. Maka ia harus melakukan ibadah yang tidak terdapat haraj
didalamnya agar fardhu itu terlaksana dengan sah. Walaupun ia
bersifat dharuri atau tidak sebab haraj itu mengandung kesulitan
yang sangat maka didalam Fatawal hadisiyyah, Hulasatut tahqiq,
Meraqul falah karya Tahtawi “rahimahullah” dan Ma’fuwat karya
Halil As’irdin “rahimahullah” dikatakan agar mengikuti mazhablain. Molla Halil “Es’irdi” wafat pada tahun 1259 H “1843 M”.
Bagi muslim yang bermazhab Hanafi yang tidak mau memasang
gigi tiruan dan palsu untuk giginya yang sakit dan rusak, tapi
malah memilih untuk menambal dan membungkus giginya maka
ia harus mengikuti mazhab Syafii atau Maliki ketika melakukan
ghusl. sebab dua mazhab ini tidak mewajibkan untuk mencuci
mulut dan hidung ketika ghusl. Dan untuk mengikuti mazhab
Syafii dan Maliki tergolong mudah. Ia bisa niat untuk mengikuti
mazhab imam Syafii atau Maliki dalam ghusl, wudhu atau ketika
hendak salat, atau jika ia lupa maka ia bisa melakukannya setelah
salat ketika ingat, yakni meniatkannya dalam hati. Namun wudhu,
ghusl dan salat orang ini harus sesuai dengan mazhab imam Syafii
atau Maliki terlebih dahulu. Dan shahih menurut mazhab imam
Syafii ini yaitu kita harus mengambil wudhu ulang ketika kulit kita
menyentuh kulit wanita lain yang berumur lebih dari delapan
belas tahun yang haram kita nikahi atau ketika telapak tangan kita
menyentuh aurat kita sendiri, dan juga membaca Al-Fatiha dalam
hati dibelakang imam ketika salat berjamaah. Lihat bagian ke
enam di jilid ke empat dari buku Kebahagiaan Abadi untuk cara
mengikuti mazhab imam Maliki. Mengikuti mazhab yang lain
bukan berarti mengganti identitas mazhab kita. Yakni orang yang
bermazhab Hanafi yang mengikuti mazhab lain maka tidak keluar
dari mazhab Hanafi. Dia hanya akan ikut fardhu dan mufsid dari
ibadah-ibadah dalam mazhab ini . Namun untuk yang wajib,
makruh dan sunnahnya ia tetap dalam mazhab sebelumnya.
Diketahui bahwa ada orang-orang yang mencoba untuk
menyelesaikan masalah gigi ini dengan tulisan-tulisan orang-orang
yang tidak bertanggung jawab dan tidak bermazhab, padahal
fatwa dari para alim ulama fiqih telah ada. Mereka menyebutkan
bahwa keabsahan dari penambalan gigi itu sudah dijelaskan dalam
fatwa yang tertulis dalam permasalahan di jurnal Sabilur Rasyad
tahun 1332 H “1913 M”. Maka pertama-tama perlu kami
informasikan bahwa jurnal ini penuh dengan tulisan para reformis
dan orang-orang yang tidak bermazhab. Salah satunya adalah
biarawan Ismail Hakki, dia ini yaitu seorang freemason keji. Lalu
ada Ismail Hakki dari Izmir, seorang mufti Kairo yang masonik,
yang tertipu oleh seorang reformis, Muhammad Abduh. Ia
menyelesaikan pendidikan SMA di Izmir. Lalu menyelesaikan
sekolah keguruan di Istanbul. Namun pendidikan dan budaya
agamanya lemah. Dengan bersikap ramah kepada para alim ulamaia menjadi guru di madrasah-madrasah, dan dalam kitab dan
pelajaran-pelajarannya ia mencoba untuk menyebarkan
pemikiran-pemikiran pemecah belah milik sang reformis Abduh.
Sanjungan yang ditulis oleh salah satu murid yang telah ia racuni
dan sesatkan, Hamdi Akseki dalam Talfiq Mazhab dan dalam
buku terjemahan dari orang Mesir yang tidak bermazhab, Rasyid
Ridha, telah membuka aib Ismail Hakki ini .
Inilah Ismail Hakki, dalam jurnal yang didalamnya
menjelaskan tentang keabsahan mengkawat gigi dengan emas
ini ia menjelaskan perbedaan pendapat para alim ulama
dengan lengkap dan menyimpulkan bahwa permasalahan gigi ini
ini yaitu hal yang dharuri berdasarkan penjelasan dalam salah satu
kitab yakni, Siyar Kabir yang didalamnya terdapat kesepakatan
para alim ulama dalam perkara kedharurian memasang kawat gigi
dengan kawat emas sebagai ganti kawat perak. Padahal
pertanyaan yang diajukan kepadanya ini yaitu apakah sah ghusl
seseorang yang menambal atau membungkus giginya, bukan
perkara masalah pemasangan kawat emas atau perak. Orang
Izmir, Ismail Hakki justru menulis sesuatu yang tidak ditanyakan
padanya dengan panjang lebar, dan kesimpulannya dijadikan
jawaban dari pertanyaan aslinya. Perbuatan ini merupakan
penyesatan dalam ilmu pengetahuan. Ia mencoba menulis
pendapat-pendapatnya sendiri seolah itu ini yaitu fatwa dari para
alim ulama. Tidak cukup sampai disini, ia pun menjiplak
pendapatnya yang diambil dari tulisan para alim ulama mengenai
ghusl. Contonya, ia menyebutkan bahwa “Menurut penyataan
yang ada di buku Bahr, membasuh air pada anggota tubuh yang
sulit dijangkau itu bukanlah sebuah kewajiban”. Padahal dalam
buku Bahr itu ditulis “Anggota tubuh yang sulit dijangkau
“dibasuh” oleh air”. Ia menyamakan suatu perkara dharuri yang
harus dilakukan seseorang dengan sesuatu yang dharuri yang ada
pada seseorang. Penjelasan dalam Durrul Muhtar mengenai
bolehnya seorang wanita tidak membasuh kepalanya jika
mengakibatkan masalah ia jadikan dalil keabsahan ghusl dalam
diperbolehkannya menambal gigi, ini merupakan perbuatannya
yang salah. sebab dalam kasus membasuh kepala ini adanya
penyakit dalam tubuh. Sedangkan membungkus gigi dan
penambalan ini merupakan sesuatu yang lumrah dilakukan
manusia. Oleh sebab itu dalam Durrul Muhtar juga menjelaskan
perkara sah atau tidaknya ghusl seseorang yang masih terdapatmakanan dalam lubang giginya.
Tidak merasa puas dengan kecurangan dan kebohongan yang
dilakukannya, Ismail Hakki mengatakan, “Membasuh dasar gigi
yang ditutup dan ditambal dengan emas atau perak tidaklah wajib.
Para ulama bersepakat bahwa dalam masalah gigi terdapat
kedharurian dan oleh sebab nya tidak wajib membasuh bagianbagian yang terdapat kedharurian” dan juga ia tidak malu lagi
untuk menunjuk para alim ulama yang menuding kebohongannya.
Tidak ada satu pun ulama fiqih Hanafi yang menyebutkan bahwa
menambal dan membungkus gigi ini yaitu suatu yang dharuri. Dan
juga pada zaman alim ulama ini belumlah ada penambalan
dan pembungkusan gigi. Pada halaman keenam puluh empat
didalam terjemahan Siyer Kabir, Imam Muhammad Syaibani
menyebutkan bahwa tidaklah diperbolehkan bagi seseorang yang
giginya telah copot dan menggantinya dengan gigi dari emas atau
menyambungkannya dengan kawat emas. Dan membungkus gigi
juga tidak tertulis disana. Namun Ismail Hakki ari Izmir
menulisnya. Lalu orang-orang yang telah diketahui setelahnya
sebagai ulama masonik, orang yang menyimpang dan tidak
bermazhab melakukan segala kecurangan untuk menipu dan
memecah belah kaum muslim. Mereka menulis sesuatu yang salah
dan rusak.
Imam Muhammad “rahimahullah taala” menyampaikan
bahwa diperbolehkannya menyambungkan gigi yang goyang
dengan kawat emas seperti diperbolehkannya menyambungkan
dengan perak. Namun ia tidak menyebutkan diperbolehkannya
membungkus dan menambal dengan emas. Itu ini yaitu pernyataanpernyataan yang ditambahkan Ismail Hakki.
Para mufti dan ulama pada zaman itu telah memberikan
jawaban dan menyampaikan kebenaran atas tulisan-tulisan Ismail
Hakki yang salah dan penuh dengan tipuan ini. Salah satu dari
mereka ini yaitu Yunus-zade Ahmed Wahbi Efendi “rahimahullah”
dari Bolvadin “Afyon, Turki”. Ulama yang memiliki pengetahuan
agama yang luas ini telah membuktikan sepakatnya para ulama
atas ghusl seseorang yang memiliki gigi yang telah ditambal
tidaklah sah.
Jurnal Sabilur Rasyad mengetahui bahwa tulisan dari orang
Izmir ini ini yaitu merupakan kesalahan dan kecurangan, oleh
sebab nya ia merasa perlu untuk menambahkan fatwa tentang
keabsahan ghusl sebagai dokumen kedalam kitab fatwa cetakankedua yang berjudul Majmu’a Jadidah 1329 H “1911 M”. Padahal
fatwa ini tidak ada dalam cetakan pertama yang keluar tahun 1299
H. Dan pada cetakan kedua fatwa ini ditambahkan oleh seorang
syeh Islam, Musa Kazim. Jurnal Sebilur Rasyad membuktikan
tulisan reformis melalui tulisan seorang masonis. Tidak ada
seorang alim ulama pun yang menyatakan bahwa membungkus
dan menambal gigi ini yaitu sebuah kedharurian. Hal ini hanya
disampaikan dan ditulis oleh para masonis dan reformis agama,
orang yang tidak bermazhab dan juga orang-orang jahil yang telah
tertipu oleh pemikiran menyimpang wahabi.
Ahmed Tahtawu “rahimahullah taala” menyatakan dalam
Merakil Falah “Agar seseorang yang berjamaah dengan seorang
imam yang mengikuti mazhab lain itu sah, maka sesuai mazhab
yang memang ia ikuti, tidak boleh ada sesuatu yang membatalkan
salat terdapat pada imam ini , dan kalaupun ada maka orang
ini tidak boleh mengetahuinya. Inilah pendapat yang dapat
dipercaya. Sedangkan pendapat kedua ini yaitu jika salat imam
ini sah menurut mazhabnya, maka akan tetap sah untuk
mengikutinya walaupun salatnya itu terlihat tidak sah dalam
mazhabnya sendiri”. Dan begitu pulalah yang tertulis di Ibnu
Abidin. Dari pernyataan Tahtawi dan Ibnu Abidin
“rahimahumullahu taala” dapat dipahami bahwa ada dua
perbedaan fatwa para alim ulama dalam permasalahan seorang
hanafi yang tidak mempunyai tambalan atau bungkusan gigi, yang
berjamaah dengan imam yang mempunyainya. Yang pertama,
seorang hanafi yang tidak mempunyai tambalan atau bungkusan
gigi tidak sah untuk berjamaah dengan imam yang
mempunyainya. sebab salat imam ini tidaklah sah menurut
mazhab imam Hanafi. Yang kedua, sebaliknya yakni jika imam
ini mengikuti mazhab imam Syafii atau Maliki maka seorang
hanafi ini sah untuk mengikuti imam ini . Imam Hinduwani
“rahimahullah” pun berijtihad pada pendapat ini. Begitu pula
dengan mazhab imam Malik. Seorang hanafi yang tidak memiliki
tambalan dan sebagainya pada giginya harus tetap berjamaah
dengan imam yang shalih selama tidak diketahui bahwa ia
mengikuti mazhab imam Syafii atau Maliki. Dan juga tidak
diperbolehkan untuk menanyakan apakah ia bermazhab Syafii
atau Maliki. Walaupun pernyataan kedua ini lemah, namun dalam
kondisi-kondisi haraj maka diharuskan beribadah sesuai dengan
pernyataan yang lemah itu telah disampaikan diatas. Dan itu puntertulis dalam Hadika bahwa beribadah dengan fatwa yang lemah
dilakukan agar menghalangi fitnah-fitnah. Barang siapa yang tidak
menghargai mazhab-mazhab yang ada dan beribadah tidak sesuai
dengan yang diajarkan dalam kitab-kitab fiqih maka telah jelas
bahwa ia bukanlah ahlu sunnah. Dan orang yang bukan ahlu
sunnah ialah merupakan ahli bid’ah, menyimpang dan bahkan
orang murtad yang imannya telah hilang. Kami tidak
mengatakan,”Jangan kalian menambal dan membungkus gigi
kalian!”. Kami hanya menunjukkan jalan kepada saudara-saudara
kami yang telah melakukannya agar ibadah-ibadahnya diterima.
Dan juga menunjukkan kemudahan-kemudahan yang ada.
Ghusl ada lima belas macam: lima fardhu, lima wajib, empat
sunnah dan satunya mustahab. Ghusl yang fardhu, wanita yang
telah selesai masa haid dan nifasnya, setelah jima, keluar air mani
disertai syahwat, mimpi basah yang disertai dengan mani maka
ghusl fardhu bagi mereka sebelum keluar waktu salat yang
terakhir.
Sedangkan yang wajib: memandikan mayat, ketika seorang
anak kecil menjadi baligh, dan ketika ada mani terlihat diantara
pasangan yang tidur namun tidak diketahui darimana asalnya
maka keduanya ghusl dan ghusl ketika ada air mani walaupun
tidak diketahui kapan terjadinya. Dan ghusl ketika seorang wanita
melahirkan walaupun tidak disertai dengan darah. “Jika keluar
darah maka ghusl menjadi fardhu”
Dan yang termasuk sunnah ini yaitu : pada hari Jum’at, hari
raya, pada waktu ihram –dengan niat apapun- dan ghusl sebelum
keluar dari Arafah. Sedangkan ghusl yang mustahab ini yaitu ketika
seorang yang kafir masuk Islam –jika sebelum masuk Islam dalam
keadaan junub maka ghusl menjadi fardhu, namun jika tidak
dalam keadaan junub maka hukumnya mustahab.
Ada tiga hal yang haram dalam ghusl:
1. Diharamkan untuk menunjukkan aurat masing-masing dari
bawah perut hingga bawah lutut antara laki-laki dengan laki-laki
atau perempuan dengan perempuan.
2. Menurut salah satu qaul, diharamkan untuk seorang
perempuan muslim memperlihatkan auratnya kepada wanita
kafir. “Aturan ini harus diperhatikan di waktu lain juga”
3. Menggunakan air dengan boros.Dalam Hanafi terdapat tiga belas sunnah dalam ghusl:
1. Melakukan istinja dengan air. Yakni mencuci anus dan
kelamin.
2. Mencuci tangan hingga ke pergelangan tangan.
3. Menghilangkan najis yang terlihat jika ada.
4. Melakukan mazmaza dan istinsyaq dengan benar. “Mazmaza
berarti berkumur, sedangkan istinsyaq menghirup air kedalam
hidung” sebab jika ada bagian kecil sedikit pun yang tidak
terbasuh dari mulut dan hidung maka ghusl nya tidak sah.
Mengambil wudhu sebelum mulai ghusl.
5. Berniat untuk ghusl.
6. Membasuh dengan tangan seluruh anggota tubuh.
7. Menyiram kepala pertama kali, lalu punggung kanan dan kiri
sebanyak tiga siraman.
8. Membasuh jari jemari.
9. Tidak menghadapkan bujur atau kelamin kearah kiblah.
10. Tidak berbicara sesuatu yang berbau dunia ketika ghusl.
11. Berkumur dan istinsyaq sebanyak tiga kali.
12. Memulai dengan bagian yang kanan dari setiap angoota
tubuh.
13. Tidak buang air kecil. Dan ada sunnah yang lain dari yang
telah disebutkan.
DOA TAUHID
Yâ Allah, yâ Allah. Lâ ilâha il-l-Allah Muhammadun
Rasûlullah. Yâ Rahmân, yâ Rahîm, yâ ’afuwwu yâ Kerîm, fa’fu
’annî wa-r-hamnî yâ enham-er-râhimîn! Tawaffanî musliman wa
alhiqnî bi-s-sâlihîn. allâhummaghfilî wa li-âbâî wa ummahâtî wa li
âbâ-i wa ummahât-i-zawjâti wa li-ajdâdî wa jaddâtî wa l-ebnâî wa
benâtî wa li-ihwatî wa ahawâtî wa li-a’mâmî wa ammâtî wa li
ahwâlî wa hâlâtî wa li ustâzî ’Abd-ul-Hakîm-i-Arwâsî wa li-kâffatilmu’minîna wa-l-mu’minât. ‘Rahmatullâhi ta’âlâ ’alaihim
ajma’în’.
BAGIAN HAID DAN NIFAS
Waktu haid yang paling sedikit ini yaitu tiga hari sedangkan
yang paling banyak ini yaitu sepuluh hari. Untuk waktu nifas tidak
ada batasannya, kapan pun itu selesai maka perlu ghusl, salat dan
berpuasa. Yang paling banyak ini yaitu empat puluh hari. Jika ada
darah haid yang berhenti keluar kurang dari tiga hari maka maka
itu bukanlah haid, dan jika ia tidak salat dalam jangka waktu itu
maka perlu mengqadhanya. Dan tidak wajib ghusl. Tapi jika
haidnya selesai ketika tepat tiga hari maka wajib ghusl dan salat.
Selesai atau tidaknya haid pada hari kesepuluh maka wajib ghusl
dan salat. Untuk nifas yang telah selesai empat puluh hari maka
ia wajib salat walaupun darahnya sudah berhenti atau belum.
Cairan yang keluar pada hari-hari haid dan nifas itu dianggap
sebagai darah. “Baik itu berwarna kuning ataupun samar atau
kabur”.
Jika darah tidak keluar dalam sepuluh hari haid atau empat
puluh hari nifas maka itu harus dianggap selesai “haid dan
nifasnya” lalu ia ghusl dan berpuasa, namun jika darah keluar lagi
dalam masa yang sama maka ia harus mengganti puasanya
ini . Dan ketika sudah berhenti keluar darahnya maka wajib
ghusl. Jika darahnya berhenti sebelum selesai waktunya, namun
tiga hari setelahnya keluar lagi maka ia harus ghusl dan salat.
Namun jika tidak keluar lagi maka dipersilahkan untuk
berhubungan dengan suaminya. Begitu pula dengan nifas. Jika
darahnya berhenti lebih dari waktunya namun dalam sepuluh hari
atau kurang dari itu darahnya berhenti maka itu ini yaitu haid. Jika
darah terus keluar setelah lebih dari sepuluh hari maka
kedepannya itu bukanlah haid dan salat-salatnya harus diqodho.
Empat puluh hari nifas identik dengan sepuluh hari menstruasi.
Ketika setelah fajar muncul dalam bulan Ramadan darah haid
dan nifas berhenti sedangkan ia belum sahur. Maka hendaknya ia
tidak berpuasa. Dan menggantinya dihari lain. Dan jika darah
keluar setelah fajar muncul namun baru disadari ketika memasuki
waktu ashar, maka hendaknya ia makan dan minum secara
sembunyi-sembunyi. Pada umumnya seorang wanita yang melihat
darah maka ia tidak boleh salat dan puasa. Dan jika darah
berhenti sebelum tiga hari maka hendaknya ia bersabar hingga
akhir waktu salat, dan jika darah keluar maka hendaknya ia tidak
salat, namun jika tidak terlihat darah maka hendaknya ia
berwudhu dan salat, namun sekali lagi jika terlihat darah maka iaharus berhenti dari salatnya. Dan jika ini terus terjadi dalam tiga
hari ini maka hendaknya ia mengulang perkara ini
sampai tiga hari ini , dan ghusl tidak fardhu kepadanya.
Cukup baginya untuk berwudhu saja. Dan jika sudah lewat dari
tiga hari hendaknya menunggu hingga akhir waktu salat dan jika
tidak telihat darah maka ghusl dan mendirikan salat namun jika
terlihat darah maka janganlah salat. Dan sebagai qiyas jika sudah
selesai sepuluh hari maka hendaknya ia ghusl dan salat walaupun
darah terlihat. Begitu juga dalam nifas. Dan hendaknya ia ghusl
setiap darah berhenti. Dan juga ketika darah berhenti
sepenuhnya. Dalam bulan Ramadan jika darah berhenti ketika
sebelum muncul fajar hendaknya ia niat dan puasa. Dan jika pada
waktu dhuha atau ashar darah kembali terlihat maka puasa itu
tidak dihitung sebagai puasa. Maka hari itu dan yang setelahnya
harus diqadha.
Dan jika terjadi keguguran dan anak ini nampak jelas
jarinya, rambutnya, mulut dan hidungnya maka itu seperti
melahirkan anak normal. Namun jika tidak maka tidak wajib nifas
padanya. Namun jika darah keluar selama tiga hari atau lebih
maka itu dihitung haid. Jika darah mengalir lima belas hari atau
lebih sejak haid berhenti maka itu keguguran, namun jika darah
berhenti sebelum tiga hari atau lima belas hari sejak haid berhenti
maka itu bukan haid. Itu hanya seperti darah mimisan. Ia wajib
salat. Dan berpuasa. Dan juga tidak wajib mandi sebelum tidur
dengan suaminya.
[Seorang alim ulama yang besar, “Zainuddin” Muhammad
Birgivi “rahimahullah taala” “lahir 928 H “1521M” Balikesir –
wafat 981 H “1573M” Aydin, Turki” menulis dalam bukunya yang
terkenal Zuhrul Mutaahhilin perkara-perkara nifas dan haid
menurut mazhab imam Hanafi. Buku ini berbahasa arab.
Allâma Shâmî Sayyid Muhammad Emîn “atau Amîn” bin ’Umar
bin ’Abd-ul-’Azîz Ibni ’Âbidîn ‘rahima-hullâhu ta’âlâ’”1198 H
[1784 M], Damaskus – 1252 H [1836 M], tempat yang sama”
memperkaya buku ini dan memberi nama Menhel-ulwaridin. Imam Bigivi wafat pada tahun 981 H “1573” di desa
Odenmisin Birgi, Anatolia. Sedangkan Ibnu Abidin wafat di Syam
tahun 1252 H “1836 M”. Disebutkan dalam Manhal bahwa ulama
telah bersepakat, seorang laki-laki maupun perempuan wajib
belajar ilmu agama. Oleh sebab itu wajib bagi para perempuan
dan suami-suami untuk mengetahui perkara haid dan nifas ini.
Para suami harus mengajari para istrinya, jika ia sendiri tidak tahumaka harus diizinkan agar ia belajar dari perempuan lain yang
tahu. Perempuan yang tidak diberi izin oleh suaminya maka harus
pergi tanpa izin suaminya. Ilmu yang dikhususkan untuk para
perempuan ini seperti terlupakan, bagaikan alim ulama yang
besar. Para alim ulama pada zaman dahulu tidak bisa
membedakan darah haid, nifas dan istihada. Tidak ada buku yang
menjelaskan perkara ini secara rinci. Dan kalau ada orang-orang
yang memiliki bukunya, mereka kesulitan membaca dan
memahaminya. sebab memang sulit untuk memahami perkara
ini. sebab sebelum itu harus belajar perkara darah mengenai
wudhu, salat, Al-Quran al-Karim, puasa, itikaf, haji, baligh,
menikah, cerai, waktu idah perempuan, istibra dan beberapa ilmu
lainnya. Aku menghabiskan separuh umurku untuk memahami
perkara ini. Aku akan mencoba menjelaskan apa yang telak aku
pelajari kepada saudara-saudara seimanku secara ringkas dan
jelas:
“Haid” darah yang keluar dari seorang gadis sehat yang telah
berumur lebih dari delapan tahun atau darah wanita yang muncul
sebelum menstruasi penuhnya, dan darah itu keluar lebih dari tiga
hari lamanya. Darah ini juga disebut Darah shahih. Jika dalam
lima belas hari atau lebih setelah waktu menstruasi tidak terlihat
adanya darah dan hari-hari itu diantara hari-hari haid maka itu
disebut Kemurnian shahih. Lalu jika terdapat darah fasad dalam
lima belas hari atau lebih sebelum atau setelah hari bersih, atau
diantara dua kemurnian shahih maka hari-hari itu disebut
kemurnian hukmi atau kemurnian fasid. Hari-hari yang tidak
terlihat darah selama kurang dari lima belas hari disebut
kemurnian fasid. Kemurnian shahih dan kemurnian hukmi disebut
juga dengan kemurnian penuh. Untuk darah yang terlihat setelah
dan sebelum kemurnian penuh yang berlangsung selama tiga hari
terbagi menjadi dua macam haid. Darah yang berwarna selain
putih dan buram disebut darah haid.
Seorang gadis ketika mulai melihat haid maka ia menjadi
baligh. Yakni ia mulai menjadi wanita. Waktu ketika pertama
terlihat darah sampai berhenti maka hari-hari ini disebut
masa menstruasi. Masa menstruasi paling banyak sepuluh hari.
Paling sedikit tiga hari. Dalam mazhab Syafii dan Hambali paling
banyak lima belas dan paling sedikit satu hari.
Darah haid tidak selamanya harus mengalir terus menerus.
Darah yang terlihat pertama kali bisa berhenti dan beberapa hari
kemudian kembali terlihat, maka jarak yang bersih selama kurangdari tiga hari ini disepakati oleh para ulama bahwa darah itu selalu
mengalir. Jika kesucian yang terjadi selama lebih dari tiga hari
atau lebih ini selesai sebelum hari kesepuluh maka menurut imam
Muhammad “rahimahullah taala” yang diriwayatkan dari imam
Abu Hanifah “rahimahullah taala” bahwa ia dianggap mengalir
selalu selama sepuluh hari. Ada riwayat lain dari imam
Muhammad. Menurut imam Abu Yusuf “rahimahullah taala”
hari-hari kesucian yang habis sebelum hari kelima belas itu
dianggap selalu mengalir. Menurut imam Abu Yusuf, seorang
gadis yang melihat darah pada hari pertama lalu bersih selama
empat belas hari kemudian kembali melihat darah, dan seorang
wanita yang melihat darah lalu bersih selama sepuluh hari
kemudian kembali melihat darah, atau bisa diumpamakan tiga
hari darah terlihat lalu lima hari bersih kemudian satu hari darah
kembali, maka sepuluh hari pertama gadis ini itu adalah
haid. Masa menstruasi perempuan pertama itu menjadi haid dan
hari-hari setelahnya menjadi istihadhah. Dalam kasus perempuan
yang kedua itu sembilan hari semuanya itu merupakan haid.
Menurut riwayat pertama imam Muhammad “rahimahullah taala”
sembilan hari perempuan ini ini yaitu haid. Sedangkan dalam
riwayat yang kedua, tiga hari pertama perempuan ini adalah
haid dan sisanya bukan haid. Dan kami menerjemahkan buku
kami ini dari Multeka, dan menulis ilmu ini menurut riwayat
imam Muhammad yang pertama. Satu hari sama dengan dua
puluh empat jam. Memakai pembalut normal atau kapas dan
memberinya parfum hukumnya ini yaitu mustahab untuk wanita
perawan selama masa haid dan untuk yang sudah menikah setiap
hari. Dan meletakkan itu kedalam vagina ini yaitu makruh.
Perempuan yang melihat darah diatas pembalutnya ini
selama berbulan-bulan, maka sepuluh hari pertamanya itu
dianggap haid dan dua puluh hari selanjutnya dianggap dalam
keadaan istihadhah. Kondisinya akan tetap seperti itu sampai
darah yang dianggap sebagai istimrar itu berhenti. Jika seorang
gadis melihat darah selama tiga hari, lalu tidak melihatnya satu
hari, lalu melihat kembali satu hari, dan tidak melihatnya selama
dua hari, lalu melihat lagi satu hari dan tidak melihat hari
berikutnya, dan lalu melihat satu hari lagi maka sepuluh hari itu
semua ini yaitu haid. Setiap bulan akan terjadi berulang seperti itu
atau terus menerus maka ia wajib meninggalkan salat dan
puasanya. Lalu ghusl dan salat pada hari setelahnya [Masail sharh
wikayah]. Darah yang keluar dalam periode kurang dari tiga hariyakni tujuh puluh dua jam kurang dari lima menit pun atau
sepuluh hari itu termasuk banyak bagi yang baru pubersitas, atau
setelah hari kesepuluh dan bagi yang sudah lama itu masa
menstruasinya lebih banyak dan melebihi sepuluh hari yakni
darahnya terlihat setelah masa menstruasi itu maka darah itu
bukanlah darah haid, begitu pula berlaku untuk wanita hamil,
wanita berumur “ihtiyar” dan gadis yang lebih muda dibawah
sembilan tahun. Itu disebut darah istihadhah atau darah fasid.
Wanita yang telah berumur lima puluh lima tahun maka ia
termasuk ikhtiyar. Wanita yang masa menstruasi yang lima hari
dan yang darahnya berhenti keluar ketika matahari muncul dua
pertiga pada hari kesebelas yakni melewati beberapa menit dari
hari kesepuluh, maka itu termasuk istihadhah. sebab telah
melewati hari dan malam kesepuluh dari satu per enam terbitnya
matahari. Ketika selesai sepuluh hari maka hendaknya ghusl dan
menqodho salat-salatnya pada hari setelah menstruasi.
Wanita yang berada dalam masa istihadhah mendapatkan uzur
layaknya seseorang yang tidak bisa menahan air kecilnya dan
mimisan. Ia wajib salat dan berpuasa dan juga diperbolehkan
bersetubuh.
Menurut pendapat imam Muhammad seorang gadis yang baru
pertama kali haid, jika dihari pertama ia melihat darah lalu
delapan hari setelahnya tidak melihatnya dan dihari terakhir yang
kesepuluh melihatnya maka sepuluh hari semua itu dianggap haid.
Namun jika dihari pertama terlihat darah, lalu sembilan hari tidak
dan dihari yang kesepuluh melihat darah lagi maka ia tidak
dianggap haid seluruhnya. Dua hari pertama yang terlihat darah
itu menjadi istihadhah. sebab sebelumnya telah disebutkan
bahwa hari bersih yang terlihat sebelum darah setelah hari
kesepuluh tidak dihitung sebagai haid. Jika melihat darah pada
hari kesepuluh dan kesebelas maka hari bersih yang ada
diantaranya dihitung sebagai haid, yakni sepuluh hari haid dan
hari kesebelas istihadhah.
Darah istihadhah ini yaitu pertanda sebuah penyakit. Jika ia
keluar dalam waktu yang lama bisa berbahaya. Dianjurkan untuk
pergi ke dokter. Jika ia makan obat merah yang disebut dengan
“Sangdragon” pagi dan malam masing-masing dengan satu gram
air maka darahnya akan berhenti. Bisa diambil lima gram per hari.
Seorang wanita bisa meminumnya yang banyak pada saat haid dan
bersih dan digunakan pada jumlah hari yang sama setiap
bulannya. Maksud dari satu bulan disini ini yaitu jarak antara haidsatu dengan haid setelahnya. Seorang wanita harus mengingat
jumlah hari dan jam dari haid dan bersihnya, yakni masa
menstruasinya. Masa itu tidak banyak berubah tiap tahunnya.
Walaupun berubah maka ia hanya tinggal perlu menghafalny
masa, yakni haid dan kesuciannya yang baru.
Buku Menhel menjelaskan perubahan masa menstruasi seperti
berikut: jika seorang wanita melihat darah keluar sesuai dengan
tanggal dan jumlah menstruasi sebelumnya maka dipahami bahwa
waktu haid tidak berubah. Namun jika tidak sesuai maka
dipahami bahwa ia telah berubah, dan dibawah ini akan dijelaskan
macam-macamnya. Ketika tidak sesuai satu kali pun maka
menstruasi disetujui telah berubah. Dan beginilah fatwanya. Jika
ia melihat darah dihari keenam dalam kemurnian shahih yang
masa menstruasinya lima hari, maka enam hari itu menjadi haid
baru dan masa menstruasi yang baru. Jumlah hari bersih pun
berubah satu kali. Ketika ia berubah maka masa menstruasi pun
ikut berubah. Ketika masa menstruasinya lima hari terlihat darah
dan dua puluh lima harinya bersih, jika pada waktunya ia menjadi
tiga hari terlihat darah dan dua puluh lima bersih atau bahkan lima
hari terlihat darah dan dua puluh tiga bersih maka dikasus
pertama hari darahnya berubah dan dikasus kedua hari bersihnya
yang berubah. Dan kasus yang mirip seperti ini jika ada darah
yang fasid yang melebihi sepuluh hari dan jika ada darah yang
terlihat setelah tiga hari atau lebih dari masa menstruasi
sebelumnya dan juga jika hari terakhir dari masa menstruasi
sebelum terlihat pada kemurnian shahih yang baru maka hari-hari
ini termasuk masa menstruasi yang baru. Yakni masa
haidnya telah berubah. Ketika masa menstruasinya lima hari lalu
jika darah terlihat tujuh hari sebelum habis masa bersihnya dan
berlanjut selama sebelas hari, maka darah itu menjadi darah fasih
disebab kan telah lewat dari sepuluh hari. Darah yang lebih dari
tiga hari yakni empat hari berada dalam masa menstruasi yang
sebelumnya dan satu hari lebih dari masa menstruasi sebelumnya
berada dalam kesucian shahih yang baru. Jadi masa menstruasinya
tidak berubah, masih tetap empat hari. Mari kita pahami
perubahan masa menstruasi dalam dua bentuk ini:
Hari-hari darah yang berbeda dengan jumlah sebelumnya, bisa
berjumlah lebih dari sepuluh hari dan jika tiga atau lebih harinya
tidak berada dalam hari-hari menstruasi sebelumnya maka berarti
masa menstruasinya berubah. Jika tidak berubah maka ia akan
mulai dari hari pertama terlihatnya darah. Wanita yang memilikimasa menstruasi lima hari, jika ia tidak melihat darah pada lima
hari ini atau ia tidak melihat pada tiga hari awalnya tapi ia
melihatnya sebelas hari setelahnya maka haidnya berubah lima
hari dan dimulai dari awal terlihatnya darah. Jika tiga atau lebih
hari darah berada dalam hari-hari menstruasi sebelumnya maka
hari-hari ini menjadi haid dan sisanya istihadhah. Jika ia melihat
darah lima hari sebelum masa haidnya dan namun tidak
melihatnya pada masa haidnya dan melihatnya satu hari setelah
haidnya maka menurut imam Abu Yusuf lima hari bersih yang ada
diantaranya menjadi haid dan masanya tidak berubah. Jika ia
melihat darah pada tiga hari terakhir dalam masa haidnya dan
delapan hari setelahnya maka tiga hari awal ini menjadi haid dan
jumlahnya telah berubah. Dan apabila hari-hari darah yang
setelahnya tidak lebih dari sepuluh hari dan setelahnya hari bersih
maka semuanya itu ini yaitu haid. Namun jika setelahnya itu bersih
yang fasid maka masa haidnya tidak berubah. Ketika masa
haidnya lima hari namun ia melihat darah dalam enam hari lalu
empat belas harinya bersih lalu satu hari terlihat lagi darahnya
maka masa haidnya itu tidak berubah. Agar dapat dipahami
dengan baik apa-apa yang telah dijelaskan diatas maka mari kita
beri sebelas perumpamaan pada wanita yang memiliki lima hari
haid dan lima puluh lima hari bersih.:
1- Jika wanita ini haid lima hari, lalu bersih dalam lima belas
hari dan sebelas hari melihat darah, maka darah tidak akan
terlihat dalam haid sebelumnya sebab darah haidnya terjadi
setelah lima puluh lima hari. Maka masa haidnya berubah namun
jumlahnya tidak. Lima hari pertama dari sebelas harinya menjadi
haid.
2- Untuk lima hari darah, empat puluh hari bersih dan sebelas
hari darah, jika dua hari terakhir dari sebelas hari ini tidak
berada dalam masa haid sebelumnya maka jumlah masa haidnya
tidak berubah sebab kurang dari tiga hari. Hanya waktunya yang
berubah.
3- Jika lima hari darah, empat puluh delapan bersih dan dua
belas hari darah maka tujuh hari dari dua belas hari ini
ini yaitu masa bersih dan lima hari haid, dan tidak terjadi
perubahan.
4- Jika lima hari darah, lima puluh empat bersih, satu hari
darah dan empat belas hari bersih dan satu hari darah maka satu
hari yang ada ditengah-tengah itu merupakan hari akhir dari haribersih. sebab untuk masa bersih empat belas hari itu kurang
maka ia menjadi hari darah dan lima hari pertamanya ini yaitu haid.
Waktu dan jumlah haidnya tidak berubah.
5- Jika lima hari darah, lima puluh tujuh hari bersih, tiga hari
darah, empat belas hari bersih dan satu hari darah, maka tiga hari
darah ini terjadi pada masa haidnya. Empat belas hari
setelahnya ini dianggap hari darah, dan jumlah haidnya
berubah sebab lewat dari sebelas hari.
6- Jika lima hari darah, lima puluh lima hari bersih dan
sembilan hari darah, dan setelahnya itu bersih yang shahih maka
sembilan hari ini menjadi haid. Dan hanya jumlahnya yang
berubah. Ada tiga hari lebih pada masanya dan setelahnya.
7- Jika lima hari darah, lima puluh hari bersih, sepuluh hari
darah, maka sepuluh hari itu ini yaitu haid. Dan hari bersihnya
ini yaitu lima puluh. Hari-hari darahnya ada pada waktu dan jumlah
haidnya.
8- Jika lima hari darah, lima puluh empat hari bersih dan
delapan hari darah, maka delapan hari itu haid dan berada tiga
hari lebih dalam masa haid. Jumlah haid dan bersihnya berubah
satu hari.
9- Jika lima hari darah, lima puluh hari bersih dan tujuh hari
darah, maka tujuh hari ini haid, jumlah nisabnya sebelum
haid dan kurang dari tiga ini ada dalam haidnya. Waktu dan
jumlah haidnya berubah sesuai jumlah hari bersihnya.
10- Jika lima hari darah, lima puluh delapan hari bersih dan
tiga hari darah, maka tiga hari itu menjadi haid, dua harinya
berada dalam masa haidnya dan satu hari sisanya ada setelahnya.
Waktu dan jumlah haidnya berubah sesuai jumlah hari bersihnya.
11- Jika lima hari darah, enam puluh empat hari bersih, dan
tujuh atau sebelas hari darah, maka pada yang pertama itu tujuh
hari menjadi haid, jumlah dan masanya berubah. Sedangkan pada
yang kedua, lima hari pertama dari sebelas hari itu ini yaitu haid dan
enam harinya ini yaitu istihadhah. Hanya waktu haidnya yang
berubah. sebab jumlahnya lebih dari sepuluh hari maka ia
berubah. Dan jumlah hari bersihnya berubah.
Imam Fahruddin Osman Zeylai “rahimahullah taala”
menyebutkan dalam kitab Tabyin Hakaaik dan dalam catatan
Ahmed Syilbin “rahimahullah taala” bahwa “Jika ia melihat darah
satu hari sebelum haidnya, lalu bersih selama sepuluh hari danmelihat darah satu hari berikutnya, maka menurut imam Abu
Yusuf “rahimahullah taala” haid dimulai dengan sepuluh hari
yang tidak ada darah dan berlanjut selama haid biasanya. Haid
baru biasanya tidak terlihat darah pada hari pertama dan
akhirnya. sebab darah terlihat sebelum haid dan sepuluh hari
setelahnya, hari bersih fasid yang ada diantaranya tidaklah
dihitung. Menurut imam Muhammad “rahimahullah taala” tidak
ada haid dalamnya. Seorang wanita yang memiliki lima hari haid
dan dua puluh lima hari bersih:
1- Berdarah sehari sebelumnya dan lalu bersih satu hari,
kemudian darah lanjut keluar dan melebihi sepuluh hari maka
menurut Abu Yusuf lima hari menstruasinya menjadi haid. Harihari sebelum dan sesudahnya menjadi istihadhah. Sedangkan
menurut imam Muhammad tiga hari darah yang bertemu pada
masa menstruasinya menjadi haid. Dan itu ini yaitu hari-hari kedua,
ketiga dan keempat. sebab pada hari pertama menstruasinya
tidak melihat darah. Dan hari kelima yang dia lihat darah itu
berada diluar masa menstruasi.
2- Jika ia melihat darah pada hari pertama menstruasinya, lalu
bersih satu hari kemudian darah lanjut keluar melebihi sepuluh
hari maka menurut kesepakan ulama lima hari ini adalah
haid. sebab hari pertama dan terakhirnya keluar darah.
3- Jika pada tiga hari awal masa menstruasinya melihat darah
dan dua hari sisanya bersih, lalu darah berlanjut dan lebih dari
sepuluh hari maka menurut Abu Yusuf, lima hari yang merupakan
menstruasinya ini yaitu haid. Sedangkan menurut imam
Muhammad tiga hari pertama menstruasinya ini yaitu haid. sebab
menurut imam Muhammad hari pertama dan terakhir haid
haruslah terlihat darah”.
Dijelaskan didalam Bahr dan Darul Muntaqa bahwa “darah
yang telah melewati masa menstruasi dan berhenti pada hari
kesepuluh, dan setelah berhenti darah itu tidak datang lagi maka
menurut kesepakatan, itu akan menjadi haid pada hari diman
darah itu keluar banyak. Maka dengan begitu hari menstruasi
telah berubah. Apabila darah kembali datang dalam lima belas
hari dan malam, maka darah yang telah melampaui masa
menstruasinya tidak menjadi haid, melainkan istihadhah. Dan jika
diketahui bahwa itu merupakan istihadhah maka ia wajib
menqodho salat yang telah tertinggal”. Merupakan suatu yang
mustahab baginya untuk menunggu hingga akhir waktu salat yangterjadi setelah menstruasi dan sebelum sepuluh hari. Lalu ia ghusl
dan mendirikan salat yang ada pada waktu ini . Dan jima’
menjadi diperbolehkan. Jika ketika sedang menunggu ia
melewatkan salat dan ghusl maka diperbolehkan berjima’ tanpa
ghusl ketika waktu salat selesai.
Ketika darah yang terlihat pertama kali untuk gadis dan lima
belas hari setelah menstruasi untuk wanita itu terputus sebelum
tiga hari maka mereka harus menunggu sampai akhir waktu salat.
Lalu berwudhu tanpa ghusl dan salat serta mengqadha salat-salat
yang tertinggal. Setelah melaksanakan salat itu kembali darah
terlihat, maka hendaknya tidak salat lagi. Dan jika darah kembali
berhenti maka hendaknya ia kembali wudhu pada waktu akhir
salat, lalu kembali salat dan mengqadha salat-salat lain.
Hendaknya terus melakukan seperti ini sampai lengkap tiga hari.
Walaupun mereka ghusl jima’ tidak menjadi halal baginya.
Jika darah sudah keluar lebih dari tiga hari, dan berhenti
keluar sebelum masa menstruasinya maka jima’ tidak halal
walaupun ia ghusl sampai masa menstruasinya terlewat. Namun
jika ia tidak melihat noda darah sampai akhir waktu salat maka
hendaknya ia ghusl dan melaksanakan salat. Juga mengqadha
salat-salat yang telah terlewat. Dan boleh berpuasa. Jika darah
tidak kembali datang selama lima belas hari setelah hari dimana
darah berhenti, maka hari dimana darah berhenti itu menjadi
akhir masa menstruasi yang baru. Namun jika darah kembali
datang, maka hendaknya tidak melaksanakan salat. Dan
mengqadha puasa yang telah dijalaninya setelah Ramadan. Dan
jika kembali berhenti maka kembali berwudhu diakhir-akhir
waktu salat, lalu melaksanakan salatnya. Dan kembali berpuasa.
Terus berlangsung selama sepuluh hari. Dan setelah sepuluh hari
jika ia melihat darah maka hendaknya salat tanpa ghusl dan
sebelum ghusl jima’ menjadi halal. Namun mengambil wudhu
menjadi mustahab baginya sebelum jima’. Jika darah berhenti
sebelum fajar, namun jika hanya ada waktu untuk ghusl dan
berpakaian dan juga tidak banyak waktu untuk mengucapkan
“Allahu Akbar” sekalipun maka hendaknya ia hanya berpuasa
hari itu. Dan ia tidak wajib mengqadha salat isyanya. Namun jika
masih ada waktu untuk mengucapkan “Allahu Akbar” “salat”
maka hendaknya mengqadha salat isyanya. Jika haid mulai
sebelum iftar maka puasanya batal. Dan hendaknya menggantinya
setelah Ramadan. Dan jika haid muncul ketika sedang salat maka
salatnya pun batal. Dan tidak wajib mengganti salat fardhu hinggabersih. Namun bisa mengganti salat nafilahnya. Jika ia melihat
darah pada pembalutnya ketika bangun dari tidur setelah terbit
fajar maka mulai saat itu ia dalam keadaan haid. Barang siapa
yang tidak melihat darah di pembalutnya ketika ia bangun maka
ketika ia tidur ia selamat dari keadaan haid. Pada kedua keadaan
ini salat isya ini yaitu tetap menjadi fardhu. sebab syarat salat
menjadi fardu ini yaitu harus dalam keadaan bersih sampai akhir
waktu salat ini . Barang siapa yang haid sebelum
melaksanakan salat, maka salatnya tidak wajib diqhodo.
Kemurnian “kesucian” penuh wajib ada diantara dua haid.
Jika kesucian penuh ini ini yaitu kesucian shahih, maka menurut
kesepakatan para ulama, darah yang keluar sebelum dan
sesudahnya itu ini yaitu haid yang terpisah. Hari-hari bersih yang
berada diantara hari-hari yang terlihat darah selama sepuluh hari
masa haid, disepakati sebagai hari haid, dan hari-hari istihadhah
yang ada setelah sepuluh hari ini ini yaitu hari bersih. Jika
seorang gadis melihat darah selama tiga hari lalu tidak melihatnya
lagi selama lima belas hari, lalu sehari melihat darah dan sehari
tidak, lalu setelahnya melihat darah selama tiga hari, maka pada
tiga hari pertama dan terakhir ini yaitu haid mereka yang terpisah.
sebab masa menstruasinya ini yaitu tiga hari, maka haid ked