ahun L497 M, ke dalam bahasa Starasburg pada tahun L532
M dan ke dalam bahasa Pal pada tahun 1541 M.
Bagian tentang pembedahan dalam buku ini diterbitkan hingga dua
kali; salah satunya dengan menggunakan bahasa Arab disertai dengan
bahasa Latin dalam dua jilid di London pada tahun 1778 M dan yang
kedua dengan menggunakan bahasa Arab di wilayah Lakno India pada
tahun 1908 M.
Sedangkan Abu Ali Al-Husain bin Abdullah bin Sina yang dijuluki
sebagai Maha Guru ketiga bagi kemanusiaan setelah Aristoteles dan AlFarabi, dilahirkan di Kharmisy yang merupakan wilayah Bukhara pada
tahun 971,H (980 M). Ibnu Sina hidup di masa kecemerlangan peradaban
Islam dalam hal ilmu pengetahuary hingga akhimya meninggal pada tahun
428H (1037 M).
Karya-karya Ibnu Sina pada umumnya bersifat mendalam, cermat,
susunannya baik, dan mudah dipahami. Karya ilmiah Ibnu Sina banyak
dan beragam, namun yang paling terkenal ini yaitu buku Al-Qanun tentang
kedokteran. Orang Arab lebih mengunggulkannya melebihi buku karangan
yang ditulis sebelumnya;karena Al-Qanun ini mencakup intisari pemikiran
Yunani dan Arab dan dianggap sebagai representasi dari apa yang telah
dicapai oleh peradaban Islam Arab dalam hal kedokteraru baik dari segi
eksperimery penukilan, koreksi dan hasil karya.
Buku AI-Qanun terdiri dari lima juz yang terdiri dari ilmu tentang
anatomi, tugas kerja anggota tubuh, karakteristik penyakit, kesehatan dan
pengobatan. Setiap juz dibagi menjadibeberapabab yang disebut oleh Ibnu
Sina dengan sebutan Funun. Funun ini terbagi menjadi beberapa Maqalah
alau T a' alim, dan T a' alim terbagi lagi menj ad i F ushul.
Olery mengkritik banyaknya pembagian dan cabang yang ada di
dalam buku ini. Sedangkan sebagian kritikus yang lain mengatakan bahwa
penulis buku Al-Qanun kurang memperhatikan penisbatan suatu pendapat
kepada pemiliknya; sehingga pendapat Ibnu Sina menjadi tercampur
dengan pendapat orang lairu berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
Ar-Razi dalam buku Al-Harul misalnya. Ar-Razi mencantumkan secara
jelas setiap pendapat kepada pemiliknya.
Namun semua kritikan ini tidak menghalangi penisbatan buku
Al-Qanun kepada Ibnu Sina sebagai karya brilian dalam hal karya tulis
dilihat dari sisi pembagian-pembagiannya, penyajian yang baik dan
logika penyusunannya, bila dibandingkan dengan buku-buku kedokteran
kontemporer.
Buku Al-Qanun ini dimulai dengan tema tentang anatomi, kemudian
tentang tugas kerja anggota tubutU disusul dengan ilmu tentang penyakit
atau Patologi dan diakhiri dengan ilmu pengobatan.
Ibnu Sina sendiri telah menjelaskan tujuan metode ini dalam
mukadimah buku Al-Qanun cetakan Roma pada tahun 1593 M. dan
menjelaskan sisi falsafi metode ini serta usaha menerapkan istilah filsafat
dalam bidang kedokteran dengan perkataannya, "Aku berpikir untuk
berbicara terlebih dahulu mengenai hal-hal yang bersifat umum pada
kedua bidang kedokteran; maksudnya ini yaitu bidang teori dan praktik.
Setelah itu, aku berbicara mengenai potensi obat secara umum kemudian
bagian-bagiannya. Setelah itu, berbicara mengenai penyakit-penyakit
yang menimpa anggota satu persatu. Pertama kali, aku mulai menjelaskan
anatomi anggota ini dan manfaatnya, kemudian setelah selesai
menjelaskan anatomi anggota tubuh tersebut, aku mulai menjelaskan
cara menjaga kesehatannya. Aku jelaskan dengan perkataan secara umum
pada segala penyakitnya, sebab-sebabnya, cara mengetahuinya, dan cara
pengobatannya, dengan bahasa yang umum juga.
Setelah aku selesai dari semua hal ini, maka aku mulai membahas
penyakit-penyakit yang bersifat parsial. Kebanyakan, terlebih dahulu
aku tunjukkan pada sesuatu yang bersifat umum, dalam hal bahayanya,
sebab-sebabnya dan hal yang menunjukkannya. Kemudian setelah itu, aku
akhiri dengan hal-hal yang bersifat parsial. Kemudian aku berikan caraumum unhrk mengobatinya, dan setelah itu aku jelaskan mengenai cara
pengobatan yang bersifat lebih kecil."
Buku Al-Qanun sangat terkenal di Eropa sampai-sampai membuat Sir
William Osler berkata tentang buku tersebrrt, "la ini yaitu Injil kedokteran
di sepanjang masa."
Terjemahan buku ini dalam bahasa Latin telah dicetak sebanyak enam
belas kali di sepertiga terakhir abad kelimabelas. Kemudian dicetak lagi
hingga dua puluh kali pada abad keenam belas.Sedangkan cetakan yang
dilakukan terhadap sebagian atau beberapa bagian dari buku ini sangat
banyak sekali dan sulit untuk dideteksi karena melebihi apa yang kita
bayangkan.
Buku Al-Qanzn diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani di Napoli pada
tahun1492M sebagaimana juga dicetak denganbahasa Arab sebanyak dua
kali; yang pertama di Roma pada tahun 1593 M dan yang kedua dicetak
di Cairo pada tahun 1877 M.
Buku Ibnu Sina tentang kedokteran menjadi rujukan dunia dalam
beberapa kurun dan dipergunakan oleh beberapa Perguruan tinggi Perancis,
Italia dan Belgia sebagai pelajaran dasar untuk pendidikannya hingga akhir
abad kedelapanbelas. Sedangkan buku karya tulis dari Yunani tentang
kedokteran hanya mendapatkan perhatian sedikit saja yang terwujud dalam
bentuk pendapat dan kata-kata hikmah dari Hippocrates dan Galinus.
Sedangkan tokoh keempat yang menduduki puncak di antara para
dokter Arab dan kaum muslimin ini yaitu Ala'uddin Abu Al-Hasan Ali bin
Abu Al-Hazm AlQurasyi yang terkenal dengan sebutan Ibnu An-Nafis
Al-Mashri (507 -696 H / 1270-1298 M).
Ibnu An-Nafis lahir di Damaskus kemudian berpindah ke Cairo dan
bekerja di rumah sakitnya hingga menjadi ketua para dokter di Mesir dan
menjadi pakar kedokteran di masanya.
Dokter yang berkebangsaan Arab dan seorang muslim ini mempunyai
keistemawaan dengan independensinya dalam berpikir dan berpendapat
dan terlepas dari hegemoni pendapat Galinus dan Ibnu Sina.Ibnu An-Nafis dengan tegas menolak segala sesuatu yang tidak dilihat
oleh kedua matanya atau dapat dibenarkan oleh pikirannya. Ibnu An-Nafis
berpegang pada akal, penelitian dan eksperimen. Sebagaimana iuga, metode
pengobatan yang dilakukannya lebih banyak mengandalkan pengaturan
pola makan dari pada penggunaan obat dan ramuan.
Buku Ibnu An-Nafis tentang kedokteran banyak sekali dan beragam,
di antaranya ini yaitu buku tentang sakit mata, makanary penjelasan buku
Hippocrates, tentang permasalahan Hanin bin Ishaq dan yang kelima
tentang penafsiran gejala munculnya penyakit, sebab-sebabnya dan
berbagai penyakit.
Karya Ibnu An-Nafis yang paling terkenal ini yaitu buku Mujiz Al-Qanun
(ringkasan Al-Qanun). Ia merupakan buku ringkasan dari buku Al-Qanun
karya Ibnu Sina. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,
Ibrani, dan Turki dan hingga sekarang masih dipelajari di India.
Dalam buku Syarhu Tasyih Al-Qanun,Ibru An-Nafis memperhatikan
bagian yang berhubungan dengan anatomi hati, tenggorokan, paru-paru
dan merambah untuk menguak sirkulasi darah.
Buku ini masih tersimpan di perpustakaan selama tujuh abad hingga
Dr. Muhyiddin Ath-Tathawi menemukannya pada tahun 1924 M di
perpustakaan Berlin kemudian dipelajarinya dan ditahqiq untuk diajukan
sebagai kelengkapan untuk meraih gelar doktor di ]erman.
Ibnu An-Nafis ini yaitu seorang yang tekun dan penuh kesabaran dalam
menulis dan mengarang. Dia mengarang ensiklopedia tentang kedokteran
yang diberi nama dengan buku Asy-Syamil fi Ath-Thib. Dia bermaksud
untukmenulis buku ini dalam tiga ratus juz, namun ajal telah terlebih
dahulu menjemputnya dan dia hanya mampu menulis delapan puluh juz
saja dari buku tersebut.
Di samping empat tokoh yang telah kami sebutkan secara singkat
di depan, terdapat juga sejumlah dokter yang berkebangsaan Arab dan
muslim yang sangat banyak yang berkompeten dalam berbagai bidang
kedokteran dan meninggalkan jejak istimewa mereka dalam berkarya dankarangan yang dipergunakan sebagai sandaran oleh bangsa Timur dan
Barat dalam kemajuan kedokteran di masa sekarang.
Btrku Zad Al-Musafir karya Ibnu Al-Jazzar, Taqwim Ash-Shihhah karya
Ibnu Bathal an, Taqwim Al-Abdan karya Ibnu J azalah, Tadzkirat Al-Yahhaliyyin
dalam kedokteran mata karya Ali bin Isa Al-Kuhhal, Al-Muntakhab fi llaj
Amradh Al-Ainkarya Ammar bin Ali Al-Maushili dan Kifayat Ath-Thabib fi
Ma Shahha min At-Tajarub karya Ali bin Ridhwan Al-Mashri, serta bukubuku lain karya Ar-Razi, Ibnu Sina, Az-Zahrawi, Ibnu Zahar, dan Ibnu
Rusyd merupakan buku-buku yang terkenal dan telah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa asing dan mempunyai peran penting pada masa
kebangkitan Eropa.
Mengenai hal ini dapat dicontohkan, ketika seorang dokter dari
Denmark yang terkenal yang bernama Hendrick Bastrank datang ke
Salerno di masa pertengahan abad ketigabelas masehi untuk menulis
ensiklopedinya tentang aliran darah dan pembedahan, yang hingga
sekarang masih tersimpan di perpustakaan negeri di Stokholm sebanyak
tujuh jilid, sumber rujukan yang dipergunakan untuk menulis buku
ensiklopedi ini ini yaitu buku-buku referensi pokokyang dikarang oleh para
dokter muslim seperti Ar-Razi, Ibnu Sina dan lainnya setelah diterjemahkan
oleh Michael Scot.
Buku-buku tentang kedokteran ini telah memberikan andil yang tidak
dapat dibantah dalam menjaga peninggalan peradaban masa lalu, bahkan
dengan memberikan tambahan dan melengkapinya. Dalam hal ini, cukup
dijadikan bukti apa yang ditemukan pada waktu akhir-akhir ini mengenai
manuskrip kuno yang menunjukkan peran orang Arab dan andil mereka
dalam ilmu kedokteran.
Buku syarah Ibnu An-Nafis terhadap bnku Al-Qanun kary a Ibnu Sina
teronggok di perpustakaan Eropa dan Arab, hingga hampir-hampir saja
dihancurkan oleh debu, andai tidak ditemukan oleh seorang peneliti dari
Mesir dan menunjukkan kepada dunia mengenai harta berharga mereka
yang dinisbatkan kepada pihak lain secara zhalim, dan bangkitlah kembali
bintang Arab yang ahli dalam pembedahary Az-Zahrawi yang mengatakaryAndai aku tidak yakin bahwa buku-bukuku ini akan hidup setelahku
selama sepuluh ribu tahun, niscaya aku tidak akan menulisnya."
2. Metode Eksperimen dalam Kedokteran
Dilihat dari berbagai karya tulis tentang kedokteran yang sampai
kepada kita dari peninggalan peradaban Arab dan Islam, maka jelaslah
bahwa metode eksperimen dalam bentuk detailnya yang kita kenal
sekarang ini, merupakan cara yang sama yang dipakai oleh para dokter
Arab dan muslim untuk melakukan praktik kedokterannya, pembelajaran
dan juga pengajarannya.
Dalam hal ini, menurut Sartoru para dokter dikelompokkan menjadi
dua bagian:
Pertama: kelompok orang-orang yang terbiasa menangani; yaitu
orang-orang yang lebih memberikan perhatian pada penyakit, pemeriksaan,
dan pengobatan dengan mengandalkan pada apa yang disaksikan dan
diperhatikarmya. Bagi mereka, filsafat merupakan sarana untuk sampai
pada tujuan. Kelompok ini diwakili oleh Abu Bakar Ar-Razi sebagai seorang
dokter dan sekaligus juga seorang ahli filsafat.
Kedua: kelompok orang-orang pendidikan; yang mempelajari
kedokteran sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang tidak dapat
ditinggalkan. Usaha mereka untuk menyempurnakan pengetahuanlah
yang mendorong mereka untuk menguasai bidang kedokteran dan
melaksanakannya secara logis. Oleh karena itu mereka dijuluki sebagai
Al-F alasifah Al-Athibb a' (para ahli fi lsafat yang menjadi dokter). Kelompok
ini diwakili oleh Ibnu Sina. Kedua kelompok ini sama-sama mengikuti
metode eksperimen, terlepas dari apakah metode ini sebagai tujuan
ataupun wasilah (sarana).
Kemajuan unfuk mencapai kebenaran atau mendekati kebenaran tidak
akan tercapai kecuali dengan eksperimen dan praktik.
Baik Ar-Razi maupun Ibnu Sina berpandangan bahwa eksperimen
merupakan suatu keilmuan yang mempunyai pangkal dan cabang dan
seorang dokter harus mengetahuinya sebelum melakukan pemeriksaan
terhadap suatu penyakit dan mengobatinya.
Metode eksperimen ini mempunyai pengaruh besar dalam membasmi
penyimpangan dan kedokteran palsu serta orang-orang yang menyimpang
yang mengaku-ngaku telah mengetahui penyakit dan mengetahui masa
depan pasien cukup hanya dengan melihat air kencingnya. Mereka
melakukan penipuannya ini dengan mengirim mata-mata untuk menguak
perihal berita pasiennya dan rahasia-rahasianya, sehingga ketika para
pasien datangkepadanya maka para dokter palsu ini membisiki para pasien
mengenai apayang diketahuinya dan mengatakanbahwa air kencing dapat
memberitahukan rahasia-rahasia yang ada.
OIeh karena itu, Ar-Razi menasehati murid-muridnya agar berhatihati dan tidak berlebihan dalam menanggapi masalah melihat air kencing
yang diwarisi dari Yunani. Ar-Razi meluruskan permasalahan mengenai
cara mengetahui penyakit pada pasien dengan melihat air kencingnya,
kotorannya, atatr denyut nadinya. Dalam hal ini disyaratkan agar air
kencing yang dijadikan sample harus diambil dari air kencing setelah pasien
bangun dari tidur panjangnya sebelum meminum sesuatu, kemudian
diletakkan di botol besar, putih dan bawahnya bulat. Setelah itu didiamkan
beberapa waktu agar mengendap sesuatu yang semestinya mengendap di
bawah.
Seorang dokter yang berpengalaman akan dapat mengetahui jenis
penyakit dari apa yang tampak dalam urine tersebut, seperti macam
endapanyang ada, bentuk, warna, kepekatan dan kejemihan; sebagaimana
juga, Ar-Razi mengharuskan seorang dokter yang mengobati harus
memahami karakter denyut normal dan membedakannya dengan denyut
yang lemah dan kuat serta mengetahui antara keras dan lembut.
Ibnu Sina menegaskan pentingnya mengikuti metode eksperimen
dan penelitian sebelum menarik kesimpulan. Ibnu Sina mengatakarl,"Kita
tidak boleh berpegang pada hasil penelitian urine kecuali beberapa syarat
berikut ini terpenuhi:
Urine yang diteliti harus urine pertama dari pasien, yaitu urine di
waktu pagi dan pasien belum minum banyak atau memakan sesuatu
yang dapat mempengaruhi warna urine, seperti Za'faran (kunyit).
- Diharuskan pula seorang pasien tidak melakukan gerakan-gerakan
tertentu atau mengikuti aturan yang tidak seperti biasanya seperti
puasa, terlambat bangun, atau sangat letih; karena semua kondisi
itu banyak mempengaruhi susunan urine, sebagaimana juga
persetubuhan yang banyak dapat mengubah warna urine. Muntah
dan wangi-wangian pun dapat mempengaruhi kondisi urine. |adi,
hasil penelitian kita terhadap urine tergantung pada wama, kepekatan,
kejernihary kekeruharu bau dan busanya.
Sedangkan mengenai pengambilan petunjuk dari kotoran berak
atas penyakit yang ada, Ibnu Sina menyampaikan beberapa komentar
yang serupa dengan apa yang dikatakannya ketika melakukan penelitian
terhadap urine. Ibnu Sina berpandangan bahwa kotoran berak dapat
diidentifikasi dengan warnanya, kadarnya, susunannya, baunya dan
waktunya.
Melakukan pemeriksaan dengan petunjuk denyut nadi, menurut Ibnu
Sina, ditunjukkan oleh sepuluh hal. Hal ini diringkas oleh Ibnu An-Nafis
di dalam Al-Miqdar dengan sembilan bagian, kemudian ditunjukkan
juga dengan adanya gerakan dilihat dari kadar kuat, lemah atau antara
keduanya; waktu gerakan, adakalanya cepat, lambat atau sedang;
kadar kelembaban dilihat dari penuh, kosong, atau sedang; dilihat dari
keteraturan dan tidaknya, dan yang terakhir ini yaitu ukuran, apakah baik
atau sebaliknya. Jadi, di setiap usia mempunyai kadar ukuran tertentu
dalam denyut nadi.
Melakukan pemeriksaan dengan denyut nadi bukanlah sesuatu yang
mudah. Hal ini membutuhkan kecakapan yang tinggi dari seorang dokter
dan menuntut adanya latihan untuk memeriksa urat serta mengenali
kondisi denyut nadi dengan sangat teliti dan menguak sesuatu yang
tersembunyi. Hal ini dapat memungkinkan seorang dokter mengetahui
detak jantung dari detak urat nadi; karena denyut merupakan petunjuk
yang tidak akan pernah berbohong.
Dalam hal ini, metode Ar-Razi tidak berbeda dengan metode
kedokteran kontemporer yang dipergunakan oleh para dokter di masa
sekarang. Ar-Razi berpandangan bahwa untuk mengetahui penyakit
tubuh bagian dalam, seorang dokter harus memahami intinya terlebih
dahulu yang tampak dalam anatomi tubuh, serta harus mengetahui posisiposisinya di dalam tubuh, fungsi (fisiology), morfologi, dan patologi atau
ilmu tentang penyakit, karena orang yang tidak menguasai hal tersebut
maka pengobatan yang dilakukan akan salah.
Ar-Razi pernah menolak operasi yang akan dilakukan di kedua
matanya ketika dia mulai kehilangan pandangan matanya di hari-hari
terakhirnya. Sikap ini diambil oleh Ar-Razi karena ketika dia bertanya
kepada dokter pembedahnya sebelum melakukan tindakan operasi
mengenai jumlah susunan anatomi mata, namun dokter pembedah
ini justeru tampak kebingungan dan terdiam, maka Ar-Razi berkata
kepadanya, "Sesungguhnya orang yang tidak dapat menjawab pertanyaan
ini, dia tidak pantas memegan g alat apa pun untuk mengoperasi mataku."
Dalam bukunya yang berjudul Al-Mursyid, Ar-Razi menjelaskan
mengenai dasar pengetahuan ilmu kedokteran. Ar-Razi membandingkan
dengan baik antara silogisme dan eksperimen dengan perkataannya/
"Untuk mahir dalam kedokteran tidak cukup hanya dengan membaca
buku-bukunya, melainkan membutuhkan pula praktik menangani pasien.
Orang yang membaca buku-buku kemudian turut serta praktik menangani
pasien akan dapat mengambil manfaat yang sangat banyak dari praktik
ini. Sedangkan orang yang menangani pasien dengan tanpa membaca
buku-buku, maka dia akan kehilangan banyak petunjuk. Dia tidak akan
dapat menemukan petunjuk ini di sepanjang hidupnya, meskipun
dia ini yaitu orang yang paling banyak menangani pasien."
Orang yang membaca buku-buku teori dengan jumlah praktik yang
sedikit, maka dia seperti gambaran orang dalam firman Allah,
"Danbanyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) dilangit dan dibumiyang
mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya. " (Yusuf: 105)Dari sisi lairy para dokter Arab dan muslim berpandangan bahwa
pemeriksaan kedokteran, mengenal sejarah penyakit, pencatatan
pemeriksaan klinis, hasil pemeriksaan, pengawasan perubahan yang ada,
merupakan sesuatu yang penting dan tidak dapat ditinggalkan.
Ar-Razi sangat pandai dan teliti dalam mempelajari kondisi gejala
penyakit dengan cara mengurainya yang mencakup sejarah terkena
penyakit dan perkembangan kondisi pasien. Sebagaimana juga dia
mencerrn karakter selera pasien, profesinya, umurnya/ jenis kelaminnya
dan memeriksa lingkungannya, pola hidup, kondisinya, penyakit-penyakit
yang pemah diidapnya di waktu sebelumnya, penyakit-penyakit turunan
di keluarganya, dan bersedia mendengarkan keluhan-keluhan pasiery serta
memberikan perhatian besar terhadap pemeriksaan hati, denyut nadi, nafas
dan berak ketika mengawasi perkembangan penyakit. Semua itu dicatat
agar dia dapat mengontrol dan memahami segala perkembangan yang
terjadi pada pasien, baik gejala perkembangan membaik atau memburuk
kondisinya.
Dalam kitabnya yang berjudul Thabaqat Al-Athibba',Ibnu Abi
Ushaibi'ah mencantumkan perkataan seorang dokter berkebangsaan Mesir
yang bernama Ali bin Ridhwan (998-1061 M) yang merupakan dokter
pribadi khalifah Al-Hakim Biamrillah. Dokter ini mengatakan,es
" LJntuk mengetahui sesuatu yang cacat ini yaitu dengan cara melihat kondisi
anggota tubuh, bentuk, warna, selera, dan sentuhan kulit. Fungsi anggota
tubuhbaik dalam danluar dapat diketahui, misaLrya dengancara dipanggil
dari jauh, maka kamu dapat mengetahui kondisi pendengarannya. Untuk
mengetahui kemampuan penglihatannya, kamu dapat mengujinya dengan
melihat sesuatu dari jarak jauh dan dekat. Lisannya dapat diketahui
fungsinya dengan cara bicara yang baik. kekuatannya dapat diketahui
dengan cara mengangkat beban, kemampuan memegang, ketangkasary
dan cara berjalan, seperti dengan cara melihat gayajalannya dari depan
atau belakang, diperintahkan untuk telentang dengan punggungnya
dengan kedua tangan direntangkan dan mengangkat kedua kakinya
dan meluruskannya. Hal ini dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi
perutnya. Sedangkan kondisi jantungnya dapat diketahui dengan denyut
dan kondisi liver dengan urine dan kondisinya. Kesehatan akal dapat
diketahui dengan ditanya tentang sesuatu dan kemampuan memahami
dan ketaatannya dapat diketahui dengan cara memberi perintah dengan
beberapa hal."
Seorang Orientalis yang bernama Zigred Hunke mengomentari hal
ini dengan mengatakan, "Terbayang dalam benak kita ketika kita
mendengarkan apa yang dikatakan oleh Ibnu Ridhwary seolah-olah kita
sedang berada di depan seorang guru besar dalam ilmu kedokteran di
masa kita sekarang ini."
Ar-Razi menasehati para dokter baru agar menggunakan tumbuhtumbuhan alami sebagaimana yang diciptakan oleh Allah untuk mengobati.
Ar-Razi mengatakary "Apabila bahan makanan dapat menyembuhkan dan
memberi manfaat, maka pergunakanlah bahan makanan tersebut, bukan
dengan obat-obatan. Apabila bahan yang sederhana sudah mencukupi,
maka pergunakanlahbahan sederhana tersebut, bukan dengan bahanyang
tersusun dari beberapa bahan rangkap."
Ar-Razi ini yaitu orangyang pertama kali melakukan uji coba pengaruh
obat-obatan baru terhadap hewan -khususnya terhadap kera-. Hal
ini dilakukannya untuk mengetahui hasil secara meyakinkan sebelum
dilakukan pengobatan terhadap manusia. Kedokteran kontemporer masih
saja menganggap penting melakukan uji coba dan riset terhadap hewan
sebelum dilakukan terhadap manusia, meskipun terkadang kondisinya
berbeda.
Ar-Razi juga melakukanuji coba sebagaimana yang kita kenal di masa
sekarang sebagai The Control Experiment (percobaan terkontrol). Dengan
cara ini, Ar-Razi melakukan uji coba pengobatan terhadap setengah
pasien dan meninggalkan setengah yang lain dibiarkan dengan sengaja
tanpa pengobatan kemudian dibandingkan pengaruhnya di antara dua
kelompok tersebut.
Belajar dari orang Arab dan kaum muslimin di masa kebangkitan
Islam mengenai pentingnya metode ilmiah dan pelajaran teori dalam
pembelajaran ilmu kedokteran serta upaya agar dapat menemukan fakta
ilmiah, orang-orang mulai menggunakan metode ujian dan pemberian
ijazah setelah mendapatkan pengalaman menangani pasien di rumah sakit
dan membandingkannya dengan teori yang mereka terima dengan praktik
di lapangan. Seorang dokter tidak akanmendapatkan surat keteranganizin
praktik kecuali telah melewati ujian spesialis di bidang yang dipilihnya
dan dia tidak boleh keluar dari batas kemampuannya ini sesuai
dengan ljazah resmi yang menunjukkan pengakuan terhadap ilmu dan
kemampuannya.
Untuk mengetahui sejauh mana keseriusan pendidikan kedokteran
dan upaya untuk menaikkan kemampuan alumninya, kami sampaikan
sebagai contoh teks ijazah yang didapatkan oleh seorang dokter Arab
dengan spesialisasi bedah kecil sebagaimana berikut ini:
Bismillahirrahmanirrahim. Dengan izin Sang Maha Pencipta yang
Maha Agung, kami mengizinkan kepadanya untuk melakukan bidang
pembedahan karena apa yang diketahuinya dengan baik dan dikuasainya
dengan baik, sehingga dia dapat sukses dan berhasil dalam pekerjaannya.
Oleh karena itu, maka dia dapat mengobati dengan pembedahan hingga
sembutu membuka urat nadi, mengangkat wasir, mencopot gigi, menjahit
luka, dan merawat bayi. Dia juga diharuskan untuk selalu berkonsultasi
dengan para pemimpinnya dan mengambil nasihat dari para gurunya yang
terpercaya dan berpengalaman."
Ar-Razi memberikanperingatan dari kesalah-pahamanpara dokteryang
bodoh terhadap filosofi metode eksperimen dan mencampuradukkannya
dengan ujicoba para pendahulu. Dalam satu surat yang diberikan kepada
salah satu muridnya, Ar-Razi mengatakary "Sesungguhnya mereka melihat
dalam buku-buku kemudian menggunakannya sebagai cara pengobatan.
Mereka tidak mengetahui bahwa apa yang ada di dalamnya tidak sama
dengan apa yang digunakan, melainkan hal ini hanyalah suatu
percontohan yang dibuat untuk diikuti."
Dalam teks ini ditunjukkan kesadaran tinggi yang dipunyai oleh ArRazi mengenai kaidah-kaidah eksperimen dan perannya dalam metode riset
kedokteran serta pemahaman yang mendalam dari Ar-Razi mengenai apa
yang harus ada dalam suatu ujicoba yaitu pentingnya keberadaan batasan
dan arahary sebagaimana kondisi metode Percobaan Terkontrol yang telah
kami sebutkan di depan.
Dalam menghadapi kondisi penyakit kronis atau operasi bedahbesar,
Ar-Razi memanggil sejumlah dokter spesialis untuk dimintai pendapa!
sebagaimana Alkonslto yang ada di masa kita sekarang ini. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kesalahan yang dapat terjadi serta upaya
agar dapat lebih teliti dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan
yang baik.
Demikianlah, dengan cara mengikuti metode eksperimen dalam
mempelajari kedokteran dan mempraktikkannya, para dokter Arab dan
muslim mampu mewujudkan penemuan-penemuan hebat dan menjadikan
kedokteran sebagai suatu cabang keilmuan dengan filosofi, metode dan
aturan-aturannya serta mampu meletakkan dasar-dasar yang menjadi
landasan berdirinya kedokteran di masa sekarang.EPeradaban Arab Islam merupakan mercusuar satu-safunya d
pertengahan yang cahayzxlya menerangi seluruh penjuru dunia. Peradaban
ini membuat silau para tokoh Barat. Para cendekiawan muslim banyak
menjadi guru bagi penduduk Eropa dalam berbagai cabang ilmu dan
pengetahuan. Bahkan karya tulis mereka yang berharga merupakan bukti
terbaik dari kemajuan yang telah mereka raih serta penemuan dan karya
cipta ilmiah asli yang terkadang dicuri, dicontek, dan diragukan di waktu
yang lain oleh orang-orang yang dengki, fanatik dan pembajak keilmuan
dan pemikiran semenjak masa sebelum renaissance Eropa hingga masa
sekarang.
Namun kerja keras orang-orang yang ikhlas dari para ulama umat
Islam dan Arab dan para budayawannya serta kejujuran sebagian tokoh
Orientalis dan sejarahwan terhadap sejarah ilmu dan kebudayaan dengan
menggalakkan riset dan penelitian terhadap peninggalan ilmiah kebudayaan
Islam Arab dan mentahqiq manuskrip-manuskripnya dengan bahasa dan
istilah kontemporer, semua itu akan membantu menguak lebih banyak lagi
kekayaan dan rahasia peninggalan ini serta dapat menggagalkan semua
upaya untuk menohok keaslian dan nilai peninggalan ini, sehingga dapat
ditunjukkan kepada generasi berikutnya dan kepada para pecinta riset
mengenai fakta sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh gerakan
ilmiah di masa kebangkitan umat Islam.
Di bidang kedokterary para cendekiawan Arab dan muslim menempati
posisi The Holy Grail (cawan suci), baik di bidang penerjemahan dan karya
tulis, mengikuti metode ilmiah yang benar, maupun dalam hal banyaknya
penemuan dan karya cipta yang dihasilkan yang hingga sekarang dunia
masih dapat menikmati buah dan manfaatnya.
Kita telah berlaku zhalim terhadap semua karya ini dan kita telah
berlaku tidak adil kepada para pemilik dan penemunya, apabila hanya
membahasnya dalam bab ini yang sangat terbatas. Namun kita akan
menyebut sebagian peninggalan saja yang berpengaruh secara langsung
dengan apa yang disebut sebagai masa kebangkitan Eropa dan menjadi
pondasi dasar ilmiah yang digunakan oleh ilmu kedokteran di masa
sekarang. Kami akan menyebutkan sebagian hal ini sebagaimana
berikut ini:
1. Mengikuti metode eksperimen, baik dalam mengarang, atau riset
dan praktik. Hal ini dapat memperkaya isi perpustakaan dengan
hasil keilmuan yang sangat banyak yang mencakup peninggalan
kebudayaan yang hebat serta ditambah lagi dengan hasil penemuan
di tangan para dokter Arab dan muslim.
2. Menerapkan pola spesialisasi dalam dunia kedokteran dan tidak
diperbolehkan melakukan praktik kecuali setelah melewati masa
ujian dalam buku-buku spesialisasi yang dikenal untuk meyakinkan
kemampuan siswa secara teori dan praktik di bidang spesialisasinya
serta agar diketahui secara pasti kemampuan dankemahirannya untuk
melakukan pemeriksaan dan pengobatan sebelum melakukan sumpah
dan mendapatkan ijasah yang di dalamnya tertulis batasan beberapa
jenis penyakit yang dapat diobatinya; dalam hal ini terdapat dokter
yang ahli di bidang bedatu khitan, operasi, bekam, mencos (dengan
besi panas), pembalut dan dokter ahli mata. Demikian juga terdapat
dokter yang ahli di bidang kedokteran gigi, kesehatan anak (pediatri),
kandungan dan kebidanan, penyakit dalam, penyakit kulit, penyakit
syaraf, penyakit jiwa dan lainnya.
Para dokter tunduk pada pengawasan pemerintah sesuai dengan
aturan khusus yang mengatur mereka mengenai cara berinteraksi dengan
masyarakat.Al-Muhtasib -dia ini yaitu pegawai tinggi di negara- mendapatkan
tugas untuk menyumpah para dokter dan menegaskan penggunaan alat
yang ada pada mereka dengan semestinya serta mengawasi ujian yang
harus mereka lewati dan para dokter tidak diperbolehkan menyerahkan
alat-alat mereka kepada dokter gadungan yang tidak mendapatkan surat
izin praktik.
3. Memperhatikan ilmu anatomi dan anatomi komparatif.
Pembelajaran bidang ini dijadikan sebagai dasar pada setiap cabang
kedokteran. Bidang ini harus dipelajari karena untuk memahami fungsifungsi dari anggota tubuh serta harus dikuasai dengan baik karena sebagai
jaminan terhadap keselamatan diagnosa dan pengobatan.
Buku karangan dari Yunani tentang anatomi bukanlah satu-satunya
sumberreferensi bagi pengetahuan Arab dan kaum muslimin, sebagaimana
anggapan sebagian orang. Namun karya cipta yang hakiki justeru dimulai
di masa kebangkitan Islam, yaitu ketika hasil karya ini disimpulkan dari
riset secara langsung dan praktik, bukan disandarkan pada pendapat para
pendahulu yang berupa teori dan filsafat.
Kesimpulan di setiap permasalahan ilmiah disandarkan pada akal,
logika, pengalaman dan eksperimen, baik kesimpulan ini sesuai
dengan pendapat para pendahulu ataupun tidak.
Abu Bakar Ar-Razi ini yaitu termasuk para dokter muslim pertama yang
membuat karya tulis dalam ilmu anatomi dengan baik. Dia menyebutkan
bahwa suatu ketika seorang lelaki terjatuh dari kendaraannya, sehingga
indera perasa jari kelingking dan jari manisnya serta separuh dari jari
tengahnya hilang dari kedua tangannya. Ketika dia mengetahui bahwa
lelaki ini terjatuh di pangkal tulang punggung di leher, maka Ar-Razi
justeru mengobati pasien ini di bagian yang berada di antara dua
bahunya; karena Ar-Razi mengetahui dari ilmu anatomi bahwa syaraf
yang keluar dari awal titik di antara dua bahu bersambung sampai pada
dua jari kelingking dan jari manis dan tersebar di kulit yang mengelilingi
dua jari ini dan juga di setengah dari kulit jari tengah.
Ketika Abdul Lathif Al-Baghdadi (11.62-1232 M) -dia ini yaitu salah
satu punggawa Shalahuddin Al-Ayyubi- mengetahui bahwa terdapat
tumpukan tulang belulang manusia di suatu tempat di Cairo, maka dia
berangkat ke sana dan meneliti ribuan tulang belulang ini dengan
teliti. Dari sini, dia melihat bentuk tulang, sendi, cara persambungannya,
keserasiannya dan letaknya yang sangat bermanfaat bagi keilmuan yang
tidak dapat ditemukan di antara lembaran-lembaran buku.
Di antara hal yang ditemukannya ini yaitu bahwa rahangbagianbawah
terdiri dari satu tulang dengan tanpa sendi, bukan terdiri dari dua tulang
yang disatukan oleh sendi, sebagaimana yang dikatakan oleh Galinus.
Ibnu An-Nafis memberikan nasehat mengenai pentingnya mempelajari
anatomi komparatif, ketika dia melihat perbedaan susunan tubuh hewan
yang berbeda-beda. Hal ini dilanjutkan dengan menguak sistem
peredaran darah kecil (mikro sirkulasi) setelah memahami anatomi
pembuluh dan urat di paru-paru.
Sebagaimana juga penelitian dilanjutkan hingga anatomi mata hewan
yang menyebutkan bahwa manfaat mata sebagai alat melihat tidak akan
dapat tercapai kecuali dengan syaraf yang datang dari otak dan menafsiri
obyek yang dilihat. Ia ini yaitu syaraf cahaya atau syaraf penglihat yang
berfungsi untuk memindahkan obyek terlihat yang ditangkap oleh jaringan
mata ke pusat penglihatan di otak, sehingga di sana dapat ditafsirkan, diurai
dan dibalas dengan jawaban dan reaksi secara langsung.
Mata pada dasarnya hanyalah alat yang digunakan oleh otak untuk
melihat segala sesuatu. Demikianlah yang ditulis oleh Ar-Razi, Ibnu Sina,
Ali bin Isa Al-Kuhhal dan lainnya dalam ilmu anatomi mengenai anatomi
mata, tingkatan-tingkatannya, kelembabannya, syaraf-sy arafny a, sumber
makanannya, dan tanda-tanda sakitnya. Mereka mengetahui bahwa
gerakan biji mata terjadi akibat dari gerakan otot mata.
Ketika ilmu anatomi mencapai puncak perkembangan di masa
kebangkitan Islam, dan berhasil mendorong berbagai macam cabang ilmu
kedokteranyang lain, di antaranya ini yaitu ilmu bedah sebagai sarana untuk
menguak lebih banyak lagi penemuan-penemuan ilmiah besar, namun disisi lain, Eropa di masa pertengahan justeru menganggap profesi kedokteran
secara umum, upaya pemeriksaan dan pembedahan, secara lebih khusus,
dianggap sebagai pekerjaan hina yang merendahkan kemuliaan jiwa dan
tubuh serta dianggap lebih banyak menambah kepedihan dibanding
dengan fungsinya untuk meringankan derita pasien.
Ajaran gereja menegaskan bahwa pengakuan pasien terhadap dosadosa mereka sajalah yang dalam melepaskan dirinya dari sakitnya ketika
pastur mereka memercikkan "air suci" kepadanya.
Anatomi tidak dianggap sebagai ilmu dasar di fakultas-fakultas
kedokteran di Eropa, kecuali setelah abad keenam belas, setelah mereka
belajar dasar-dasar kedokteran dan cabang-cabangnya dari karya-karya
tulis Arab.
4. Ilmu bedah meniadi maiu dan meniadi terangkat di antara cabangcabang bidang kedokteran karena iasa seiumlah dokter Arab dan
muslim yang lihai dalam melakukan operasi pembedahan dengan
peralatan dan perkakas yang sesuai. Mereka menggunakan benang
dari kulit dan usus kucing dan hewan lain untuk menjahit luka setelah
operasi bedah. Mereka menunjukkan kepiawaian yang tinggi dalam
melakukan pembedahan terhadap bagian-bagian kecil dari tubuh,
seperti syaraf, tulang,mata, telinga, gigi, penyakit, operasi bafu dalam
kandung kemitu operasi batu pada perempuan lewat vagina, operasi
fibroma, pemberantasan tumor ganas dan lain sebagainya.
Dalam kitab Al-Hawi, Ar-Razi menjelaskan proses pembedahan
anggota tubuh, dengan mengatakan, "Seorang dokter harus memahami
syaraf yang menghubungkan pada setiap anggota tubuh. Mana yang
termasuk syaraf perasa dan mana yang termasuk syaraf gerak. Ketika
anggota tubuh atau gerak kehilangan syaraf perasa, maka periksalah
pangkal syaraf yang datang kepadanya."
Operasi bedah besar dilakukan oleh sekelompok dokter spesialis. Salah
satu dari mereka menangani bidang pembiusan, satunya lagi mengawasi
denyut nadi, dan yang ketiga melakukan proses operasi yang dibantu oleh
seorang pembantu operasi untuk memegang letak luka dengan alat.Ali bin Al-Abbas menjelaskan salah satu proses pembedahan
pengangkatan tumor yang dapat dijadikan bukti kepiawaian mereka
yang tinggi dalam menangani pembedahan di masa kebangkitan Islam,
ketika mengajari muridnya, Ali bin Al-Abbas mengatakan, "Kamu harus
menggunting dengan tenang dan penuh perhatian. Kamu pisahkan tumor
dari sekitarnya. Berusahalah jangan sampai kamu memotong pembuluh
atau syaraf. Sebaiknya kamu melakukan pembedahan dengan cepat
kemudian kamu kembalikan pembuluhnya hingga tidak terjadi pendarahan
di tempat yang dibedah, hingga dapat mengganggu pekerjaanmu dan
menghalangi pandangarunu.
Ketika tumor sudah diangkat, maka masukkanlah jarimu di tengah
Iuka untuk merasakannya barangkali saja masih terdapat sisa tumor yang
belum terangkat dengan sangat hati-hati dan teliti.
Ketika seluruh tumor telah diangkat dan kamu telah yakin hilangnya
sisa-sisanya, maka sambungkanlah kulit dan potong kelebihan kulit yang
ada kemudian gunakan bagian dari usus untuk menjahit. Sedangkan
mengenai kangker merupakan penyakit sulit yang hanya sedikit dokter
yang mampu melakukan pengobatan dengan baik. Oleh karena itu kamu
harus mengangkat kangker ini dari akarnya hingga tidak ada sisa
sama sekali. Kemudian kamu letakkan kain yang dibasahi dengan alkohol
ke tengah lukanya agar tidak terjadi radang dan pembengkakan."
5. Penemuan peredaran darah kecil (mikro-sirkulasi) oleh Ibnu AnNafis Al-Mashri yang dituangkan dalam bukunya yang terkenal
yang bernama Sy arh T asyrth Al-Qanun,
Dalam penemuan besar ini terdapat kisah menarik yang akan
kami sampaikan dengan singkat dengan harapan barangkali saja dapat
menggugah kesadaran mengenai pentingnya menghidupkan kembali
peninggalan ilmiah dari kebudayaan Arab Islam dan berupaya untuk
menguak harta berharga yang mempunyai pengaruh besar dalam
memperkaya pengetahuan kemanusian dalam kurun delapan abad hingga
masa kita sekarang ini.
Pemahaman luas yang tersebar hitgg" masa Ibnu An-Nafis, adalah
apa yang dikatakan oleh Galinus bahwa darah dihasilkan di hati. Dari hati
berpindah ke ventrikel kanan jantung untuk dibersihkan dari segala kotoran
dengan daya panas yang ada kemudian setelah itu darah beredar di urat
menuju ke segala penjuru tubuh untuk memenuhi kebutuhannya. Dan
sebagian darah masuk ke ventrikel kiri melewati ambang pintu di selaput
pemisah antara dua ventrikel dan bercampur dengan udara yang datang
dari paru-paru yang memuat apa yang disebut dengan jiwa kehidupan yang
dimasukkan ke pembuluh menuju ke segala penjuru tubuh. Sedangkan
dari ventrikel kanan, sebagian darah yang bersih berjalan di urat paru-paru
untuk memberikan makanan kepadanya.
Tampaknya keyakinan ini disandarkan pada fakta yang menunjukkan
bahwa urat makhluk yang meninggal biasanya dipenuhi dengan darah,
sedangkan pembuluh tidak ada darahnya. Namun penafsiran mengenai
hal ini di masa sekarang menyebutkan bahwa denyut terakhir bagi
jantung dipenuhi dengan darah dari pembuluh arteri. Inilah yang tidak
diketahui oleh para dokter di masa dahulu dan masa pertengahan.
Sejarah menyebutkanbahwa setelah itu terdapat seorang dokteryang
berasal dari Spanyol yang bemama Michael Servetus menegaskan kesalahan
pemahaman dari Galinus mengenai gerakan aliran darah di tubuh. Servetus
mengumumkan penemuannya mengenai adanya peredaran darah paruparu atau peredaran darah kecil yang mana darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju ke paru-paru sehingga tercampur denganudara kemudian
kembali ke ventrikel kiri.
Teori ini dicantumkan oleh Servetus dalam bukunya yang berjudul
l' adah Bina'i Al-Masihiyyah (membangun kembali Nasrani) yang diterbitkan
sebelum kematiannya pada tahun 1553 M.
Setelah enam tahun, muncul pemikiran serupa dalam buku tentang
anatomi oleh orang Italia yang bemama Colombo kemudian muncul lagi
setelah dua puluh tahun dalam buku Caisalpino yang berkebangsaan Italia
dengan jud ul Maudhu' at Al-Masy a' in,Pada tahun 161,6 M, seorang dokter Inggris yang bernama William
Harvey mengumumkan penemuannya mengenai peredaran darah besar
pada tubuh dan diterbitkan dalam bukunya yang berjudul D irasah li Harakah
Al-Qalbiwa Ad-Dam.
Penemuan sistem peredaran darah kecil dan besar masih saja
dinisbatkan pada nama Servetus, Colombo, Caisalpino dan Harvey hingga
tahun 1924}l4 ketika takdir berkehendak untuk menunjukkan kebenaran
di tangan seorang dokter berkebangsaan Mesir yang bernama Muhyiddin
At-Tathawi yang melakukan tahqiq terhadap naskah manuskrip buku yang
berjudul SyarhTasyrih Al-Qanun karya Ibnu An-Nafis kemudian risetnya
diajukan untuk meraih gelar Doktor dari universitas Freiburg di Jerman.
Orang-orang menjadi terkejut dengan apa yang dihasilkan dalam riset
ini yang menegaskan bahwa semenjak dahulu, pakar Arab muslim,
Ibnu An-Nafis telah menolak pemahaman Galinus mengenai jantung, dan
hal ini membawanya pada penjelasan mengenai riset dan eksperimen yang
disandarkan pada pengalamannya dan apa yang disaksikannya secara
ilmiah mengenai fakta system peredaran darah kecil sebagaimana berikut
ini:
jantung disuplai dengan darah yang mengalir di urat yang tersebar
di dalam otot. Hal ini merupakan penjelasan pertama kali yang dicatat
oleh sejarah ilmu kedokteran mengenai pembuluh arteri koroner dan
cabang-cabangnya. Peredaran darah terjadi dari ventrikel kanan menuju
ke paru-paru melewati pembuluh arteri pulmonalis kemudian dari paruparu menuju ke ventrikel kiri melewati vena paru-paru.
Darah mengalir menuju ke paru-paru untuk dibersihkan dan
bercampur dengan udara dan bukan untuk mensuplai makanan. Inilah
yang ditegaskan oleh Harvey di waktu berikutnya.
Selaput pemisah antara dua ventrikel jantung tertutup dengan baik,
dan di sini tidak terdapat ambang pintu sebagaimana yang diyakini oleh
Galinus. Bahkan ketebalannya di wilayah ini sangat kuat.
Demikianlah, sejarah tentang Ibnu An-Nafis diluruskan denganmembangkitkan kembali karya-karyanya yang terkenal setelah sekian lama
terpendam dan menjadi terlupakan.
Sebagaimanapgasekali lagi terjadi pelurusan mengenai sejarah Ibnu
An-Nafis, yaitu ketika terdapat seorang dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Pago berkunjung ke Damaskus dan kemudian kembali dengan
membawa beberapa karya tulis yang di antaranya ini yaitu buku Ibnu AnNafis yang berjudul Sy arh Tasyrih Al-Qanun kemudian menerjemahkannya
dan diterbitkan dengan bahasa Latin pada tahun 1547 M.
Salah satu naskah ini jatuh ke tangan Servetus dan naskah tersebut
dinukilnya dengan tanpa memberikan catatan kepada pengarangnya.
Tampaknya takdir berkehendak untuk membela Sang dokter di
masa kebangkitan Islam ini. Servetus menjadi tersangka pelanggaran
penjiplakan pemikiran. Servetus diajukan kepada Sir Talut yang Suci.
Servetus menghabiskan setengah umurnya untuk melarikan diri dengan
menggunakan nama palsu. Namun kemudian dia berhasil ditangkap dan
dimasukkan ke dalam penjara dengan siksaan yang pedih menjadi santapan
kutu dan hawa dingin yang menusuk tulang, hingga akhirnya ia dibakar
hidup-hidup di |enewa pada tahun 1553 M dan bersamanya buku yang
berjudul I'a dahBina' Al-Masihiyyahyang di dalamnya disebutkan penemuan
palsunya mengenai peredaran darah kecil.
Berapa banyak lagi di sana orang-orang semacam Ibnu An-Nafis yang
menunggu untuk diluruskan sejarahnya di tangan para peneliti yang serius
dan terpercaya!?
6. Penemuan cacing tambang parasit (Ancylostoma) oleh Ibnu Sina
yang dijelaskannya dengan terperinci untuk pertama kalinya di bab
kelima tentang penyakit cacingan dalam bukunya yang beriudul
Al-Qanun fi Ath-Thib dan disebutnya dengan nama Ail-Dudah
Al-Mustailirah (cacing gelang). Ibnu Sina juga berbic.ra tentang
penyakit yang disebabkan oleh cacing ini.
Mengenai penemuan besar di dunia kedokteran ini, Prof. Dr.
Muhammad Khalil Abdul Khaliq menulis suatu kolom di majalah ArRisalah; "Pada tahun 192'1. M aku mendapatkan kehormatan untukmelakukan penelitian mengenai aPa yang ada dalam buku Al-Qanun fi
Ath-Thib. Aku menjadi mengerti bahwa Ad-Dudah Al-Mustadirah (cacing
gelang) yang disebut oleh Ibnu Sina ini yaitu aPa yang kita sebut sekarang
dengan nama Ancylostoma.
Dwini kembali menemukannya di Italia pada tahun L838 M yaitu
setelah kurang lebih sembilan ratus tahun Penemuan yang dilakukan
oleh Ibnu Sina. Semua pengarang mengenai ilmu tentang cacing ini
menggunakan pendapat ini dalam karangan-karangan kontemporer,
sebagaimana yayasan Rookfler di Amerika yang merupakan yayasan
yang mengumpulkan segala hal yang ditulis mengenai penyakit ini
juga menggunakan pendapat ini. Oleh karena itu, tulisan ini ditulis agar
dilihat oleh banyak orang dan menambahkan Penemuan-Penemuanyang
dilakukan oleh Ibnu Sina dengan penemuan-Penemuan besar mengenai
penyakit yang banyak tersebar di dunia sekarang ini."
7. Penemuan penyakit cacar serta cara membedakan antara penyakit
cacar dengan penyakit campak yang geialanya tampak serupa.
Ar-Razi menulis penemuan ini dalam suatu risalah yang merupakan
sesuatu yang pertama kali ditulis mengenai cacar dan campak. Ar-Razi
pun mengingatkan mengenai wabah dan dampak yang ditimbulkan oleh
kedua penyakit ini.
Penjelasan paling kuno mengenai gejala penyakit cacar disampaikan
oleh Ar-Razi, "Penyakit cacar didahului dengan munculnya demam,
punggung terasa sakit, hidung terasa gatal, tidak dapat tidur, dan suhu
tubuh yang semakin tinggi semakin menambah tersebarnya ruam yang
muncul akibat dari darah yang memanas."
Sedangkan pada penyakit campak, ruam-ruamnya tidak tampak jelas
di kulit dan tidak disertai rasa sakit pada punggunS, namun terkadang
disertai dengan ruam di dalam lambung yang diakibatkan oleh radang
lambung."
Para dokter di masa kebangkitan Islam dikenal sebagai orang yang
pertama kali mengenalkan dasar imunisasi terhadap penyakit cacar yaitu
dilakukan dengan cara memasukkan virus yang telah dilemahkan dan
menciptakan zat antibodi buatan. Mereka membedah tangan di bagian
antara pergelangan tangan danibu jari, kemudian meletakkan sedikitbisul
yang tidak meradang di atas luka."
Ibnu Ar-Rusyd mengatakan bahwa tubuh yang terkena sebagian
penyakit menular seperti cacar akan muncul antibodi di tubuhnya di
sepanjang hidup.
8. Menemukan banyak penyakit dalam, penyakit kulit, dan penyakit
menular.
Ibnu Zahar menemukan kangker lambung. Ibnu Sina menemukan
penyakit Filaria dan Antrax yang menyebabkan demam. Ath-Thabari
menemukan kuman yang menyebabkan penyakit kudis dan Ibnu Zahar
mengobatinya. Ibnu Al-Khatib menyadari bahaya penyakit yang mewabah
yang tersebar pada tahun 1M5 M. dan kemudian dia menerbitkan risalahnya
yang terkenal mengenai wabatu sebab-sebabnya, pengobatannya, dan cara
pencegahannya.
Ibnu Al-Khatib menjelaskan bahwa orang yang bercampur dengan
pasien yang terkena penyakit menular atau menggunakan bajunya maka
akan menjadi sakit. Sedangkan orang yang tidak bercampur dengan
mereka, maka akan selamat dari wabah menular ini.
Penghormatan yang sebesar-besarnya semestinya diberikan kepada
para dokter Arab muslim ketika mereka meraih kesuksesan besar dalam
melakukan diagnose komparatif terhadap penyakit yang mempunyai gejala
serupa seperti cacar dan campak sebagaimana yang telah kami sebutkan.
Sebagaimana pula radang hati, radang paru-paru, rematik, encok, batu
ginjal atau kandung kemih, nyeri lambung dan ginjal dan lainnya.
9. Perhatian terhadap penyakit syaraf dan faktor-faktor keiiwaan
dalam menyebabkan penyakit pada organ tubuh.
Abu Bakar Ar-Razi merupakan orang yang pertama kali meletakkan
dasar ilmu ini dan mengarang sebuah buku yang diberi nama Ath-Thib
Ar-Ruhani (pengobatan jiwa) agar -sebagaimana dikatakannya- dapat
melengkapi buku yang dikarang mengenai pengobatan fisik.Mengenai hal ini, Ar-Razi mengatakan, "Terkadang Pencernaan yang
buruk disebabkan oleh sesuatu selain dari hati dan limpa yangburuk, yaitu
di antaranya ini yaitu dikarenakan kondisi udara, kurang minum, banyak
mengeluarkan darah, banyak melakukan persetubuhan, dan kejiwaan
yang terganggu."
Dalam hal ini, terkadang penyakit bersifat fisik, namun penyebabnya
sebenarnya ini yaitu psikis. Inilah yang dimaksud oleh cabang ilmu
kedokteran terbaru yang disebut dengan istilah Ath-Thib An-Nafsani
(pengobatan psicosomatic).
Para pakar metodologi menganggap bahwa perkataan Ar-Razi
ini merupakan bukti bahwa Ar-Razi ini yaitu seorang dokter yang telah
menempuh metode eksperimen atau melakukan riset dari sesuatu yang
tampak (zhahir) untuk mengetahui sesuatu yang tidak tampak (batin).
Inilah yang dikatakan oleh ]ohn Stuart Mill setelah itu.
Demikian pula dengan Ibnu Sina, dia mempelajari denyut dan
kondisinya dengan seksama. Dia menjelaskan pengaruh faktor kejiwaan
dalam menyebabkan ketidakstabilan denyut.
Ibnu Sina menjelaskan secara panjang lebar mengenai riset tentang
penyakit syaraf dan ketidakstabilan jiwa kemudian mengobatinya dengan
baik dan dilandaskan pada pemahaman.
Ibnu Sina mengatakan, "seharusnya kita mengetahui bahwa pengobatan
yang terbaik ini yaitu pengobatan yang dilakukan dengan cara menguatkan
kekuatan jiwa dan rohani pasien serta mendorongnya agar mamPu untuk
melawan penyakit, memperbaiki hal-hal di sekeliling pasien dan mengisi
pendengarannya dengan sesuatu yang membuat nyaman sePerti musik dan
mengumpulkannya dengan orang-orang yang mereka cintai."
Penggunaan lagu dan musik sebagai sarana pengobatan yang
dilakukan oleh para dokter muslim bertujuan untuk menempatkan pasien
dalam suasana nyaman agar cepat sembuh. Musik mamPu mempengaruhi
perasaan dan emosi secara mendalam. Ia mamPu membuat orang berseditr,
gelisah dan kecewa menjadi bersemangat atau menjadi giat.
Ujicoba kontemporer tentang sel syaraf yang dilakukan dengan cara
mendeteksi sinyal listrik di otak menegaskan adanya pengaruh emosi dari
sel-sel ini dengan mendengarkan musik dan lagu.
Al-Kindi, sebagai seorang filusuf Arab, pakar matematika, filsafat dan
musik, menggunakan lagu sebagai sarana untuk mengobati pasiennya dan
mengembalikan ketidakseimbangan kondisi agar menjadi seimbang, baik
secara kejiwaan maupun akal, sehingga dapat kembali sehat.
Perhatian para dokter muslim terhadap akal sebagai pusat untuk
memimpin tubuh manusia, serta menguasai prilakunya dan syarafnya,
tumbuh dari keyakinan mereka mengenai berharganya kenikmatan ini yang
dikaruniakan oleh Allahterhadap manusia agar manusia dapat memahami
apa yang ada di sekitarnya dan menggunakannya untuk kemanfaatan dan
kesejahteraannya.
Ar-Razi sebagai pemimpin para dokter Arab dan kaum muslimin
menyadari fakta penting ini. Dia meminta agar kita tidak menjadikan akal
sebagai pengikut padahal ia ini yaitu sesuatu yang harus diikuti. Bahkan
semestinya segala sesuatu dikembalikan kepadanya, dan dijadikan sebagai
pegangan. Kita berbuat sebagaimana pandangannya dan berhenti ketika
dilarang olehnya. Kita tidak boleh mengotorinya dengan hawa nafsu yang
dapat membuatnya keruh, sakit dan menyimpang dari keseimbangannya.
Namun kita harus merawatnya, dan menempatkannya pada tempatnya.
Demikianlah arti pengobatan psicosomatic di masa kebangkitan
Islam, dan hal ini diterapkan di setiap rumah sakit besar untuk mengobati
penyakit syaraf dan kejiwaan dan dilakukan dengan cara pengobatanyang
manusiawi danbaik, bahkan Ibnu Hisyam menulis buku tersendiri tentang
pengaruh musik terhadap manusia dan hewan.
Namun berbeda dengan kondisi di dalam peradaban Arab dan Islam
tersebut, di sisi lain, di Eropa, para pasien diperlakukan seperti para
pelaku tindak kriminal. Mereka dipenjarakan dan disiksa karena dianggap
bahwa penyakit ini merupakan laknat dari langit yang ditimpakan
kepada pengidapnya sebagai siksa terhadapnya karena dosa yang telah
dilakukannya, menurut persangkaan mereka. Atau, setan telah merasuki
orang ini dan tidak ada cara lain untuk mengusirnya kecuali dengan
kekuatan.
Ktrurafat seperti ini masih saja tersebar di Barat hingga akhir abad
kedelapanbelas, di saat terdengar suara lantang yang mulai berani untuk
menyerukan pembebasan orang-orang gila dari penjara agff diserahkan
pada perawatan para dokter.
10. Menghasilkan penemuan-Penemuan besar dan pembaharuan
penting mengenai kedokteran kandungan (Obetetri), kebidanan
(Ginekologi) dan kesehatan anak (Pediatri).
Ibnu sina mempelajari kasus kemandulan. Dari sana diketahui,
temyata di antara penyebabnya ini yaitu karena tidak adanya kecocokan jiwa
dan tabiat antara suami dan isteri. Oleh karena sebab itu, pasangan yang
mandul ini tidak mungkin dapat melahirkan seor.rng anak kecuali mereka
berpisah dan masing-masing menikah lagi dengan Pasangan yang baru.
Ali bin Abbas Al-Majusi menegaskan kesalahan teori Hippocrates
mengenai keluarnya janin dengan sendirinya dari rahim sang ibu karena
pergerakan bayi tersebut.
Ibnu Abbas meletakkan dasar teori ilmiah pertama mengenai
kandungan yang mengatakan bahwa pergerakan rahim dari ibu yang akan
melahirkanlah yang mendorong janin keluar sebagai hasil dari kontraksi
otot-otot rahim. Ibnu Abbas juga menulis tentang kangker rahim dan
perihal rahim ibu.
Sedangkan Abu AlQas im Az-Zahrawi, yang merupakan pakar bedah
di masa kebangkitan Islam, telah mengembangkan cara Penanganan
kelahiran bayi dengan menggunakan peralatan dan pengobatan yang baru.
Abu Al-Qasim mempelajari cara melahirkan janin ketika dalam
kondisi kaki janin berada di depan dan kepalanya di bagian belakang dari
pintu rahim (sungsang), atau kepala janin maju terlebih dahulu dan tidak
dibarengi dengan anggota tubuh yang lain, dan cara melakukan operasi
pada vagina.
Abu Al-Qasim juga menciptakan alat untuk melebarkan pintu rahim
dan memberikan nasehat mengenai melahirkan dari panggul, namun proses
operasi ini kemudian dinisbatkan kepada orang lain dan lebih dikenal
dengan metode Cesar.
Para dokter Arab dan kaum muslimin memberikan perhatian besar
terhadap kedokteran bidang kesehatan anak, khususnya yang berhubungan
dengan anak-anak yang dilahirkan baru berumur tujuh bulan dan anakanak yang baru dilahirkan; bagaimana cara menghadapi kelahirannya
ketika dilahirkan dan bagaimana cara menanganinya dan memberikan
makanan kepadanya.
Para dokter sepakatbahwa air susu ibu merupakancara terbaikuntuk
memberikan asupan kepada sang anak. Mereka mewanti-wanti agar jangan
menyapih anak di musim kemarau yang panas atau di musim dingin yang
sangat. Hal ini merupakan hal yang didukung oleh para dokter modern di
masa sekarang setelah melalui proses riset yang lama.
Mereka menulis nasehat yang sangat bermanfaat yang belum pemah
ada sebelumnya dalam mengobati penyakit yang menimpa anak-anak
seperti diare, mencret, ngompol, kejang, demam dan lainnya.
11. Mendirikanrumahsakit(dahuludisebutdengannamaPemmarstanat)
Rumah sakit ini sebagai tempat mengobati para pasiery dan tempat
untuk melakukan pendidikan kedokteran. Di antara rumah sakit ini ada
yang paten dan menetap di suatu tempat tertentu dan ada yang berpindahpindah dari satu tempat ke tempat lain (klinik) bersama para khalifah atau
amir dalam perjalanan mereka atau bersama pasukan dalam perang atau
sesuai dengan kondisi penyakit dan wabah serta penyebarannya di wilayah
yang tidak ada rumah sakit yang tetap.
Klinik pertama dalam Islam ini yaitu klinik yang didirikan atas perintah
Rasulullah di saat perang Khandaq (5H/627 M) dalam bentuk tenda di
dalam masjid Nabawi untuk mengobati korban luka perang.
Sedangkan rumah sakit pertama dalam Islam ini yaitu rumah sakit yang
didirikan oleh Al-Walid bin Abdul Malik dan dia memerintahkan untukmengkarantina orang-orang yang terkena lepra agar tidak bercampur
dengan masyarakat. Inilah tempat karantina pertama di dalam Islam.
Di masa dinasti Abbasiyah, rumah sakit berkembang dengan pesat
dan jumlahnya semakin bertambah di segala penjuru dunia Islam. Di kota
Cordova saja terdapat lima puluh rumah sakit di masa pertengahan abad
kesepuluh masehi. Pemilihan letak rumah sakit dilakukan setelah riset
dan pemikiran mendalam untuk menentukan tempat paling baik bagi
kesehatan dan keindahan.
Dalam buku Thabaqat Al-Athibba' disebtttkan bahwa Adhud Ad-Daulah
meminta musyawarah kepada Ar-Razi untuk memilih tempat untuk
dibangun rumah sakit dengan menggunakan namanya, maka Ar-Razi
meminta agar digantungkan sepotong dagrng di segala penjuru Baghdad,
dan tempat dimana daging yang digantungkan ini tidak berubah
(tetap awet) maka di situlah agar rumah sakit didirikan. Ketika An-Nashir
Shalahuddin bermaksud membangun rumah sakit An-Nashiri di Cairo,
maka untuk memenuhi maksudnya ini, dia melakukan cara yang seperti
ini juga yaitu dengan membangun tempatnya yang megah yang jauh dari
kebisingan.
Setiap rumah sakit terbagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan
jenis penyakit dan masing-masing bagian terdapat bagian khusus untuk
perempuan. Cara kerja, pengobatan, kebersihan, dan pengawasan dokter
tidak berbeda dengan apa yang kita temukan sekarang di rumah sakit
paling modern.
Salah satu pasien di masa ini menceritakan salah satu rumah sakit
dalam surat yang dia kirim kepada ayahnya. Pasien ini mengatakary
"Perawat membawaku ke bagian pasien laki-laki. Dia memandikanku
dengan air hangat dan memakaikan baju bersih dari rurnah sakit.
Di waktu pagi, sebagaimana biasa, pimpinan dokter datang bersama
rombongan besar yang terdiri dari para pembantunya. Ketika dia
memeriksaku, maka pimpinan dokter ini menuliskan sesuatu yang tidak
aku pahami kepada dokter bagian. Setelah pimpinan dokter pergi, maka
dokter bagian menjelaskan kepadaku, bahwa aku sudah diperbolehkan
untuk keluar dari rumah sakit dalam waktu dekat dengan keadaan sehat
wal afiat. Segala sesuatu di sini sangat bagus dan sangat bersih; kasur
empuk, seprainya dari kain sutera putitr, dan sangat lembut. Di setiap
kamar dari kamar-kamar rumah sakit terdapat air yang mengalir yang
sangat menyegarkan. Di malam yang sangat dingin, setiap kamar terasa
hangat. Sedangkan mengenai makanan tidak mengecewakan. Di sana
terdapat ayam atau daging hewan yang disajikan setiap hari bagi orang
yanS mamPu mencernarry a." "
Di saat teks ini sudah mampu mencerminkan tingkat kebudayaan
yang dicapai oleh bangsa Arab dan kaum muslimin di masa kebangkitan
Islam, namun kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi bangsa
Barat, sebagaimana diisyaratkan oleh Max Nordo ketika menceritakan
perihal kondisi rumah sakit Hotel Dieu. Ia ini yaitu rumah sakit paling
kuno di Paris di abad pertengahan. Max Nordo mengatakary "Setumpuk
jerami yang banyak diletakkan di tanah sebagai tempat para pasien yang
saling berdesakan. Kaki-kaki sebagian mereka berada di sisi kepala pasien
yang lain. Pasien laki-laki berada di samping pasien perempuan dalam
kondisi yang sangat mengherankan. Di sana terdapat anak kecil yang
sedang sekarat menghadapi kematian, ibu hamil yang merintih menahan
sakitnya persalinan, pasien penderita TBC yang dadanya dikoyak oleh
batuk sehingga muntah darah, dan penderita penyakit kulit yang tubuhnya
dikoyak-koyak oleh kuku-kukunya sendiri karena menggaruk; makanan
buruk disajikan untuk mereka dengan jumlah sedikit dan langka. Rumah
sakit ini merupakan contoh bentuk ketidakteraturan dan sesuatu yang
jorok."
Kwantitas rumah sakit di Eropa tidak meningkat menjadi baik kecuali
di masa perang salib dan akibat perang salib. Meyerhof menyebutkan
bahwa rumah sakityang tampak di Eropa di masa abad ketigabelas Masehi
merupakan hasil meniru rumah sakit besar yang dilihat oleh pasukan salib
di wilayah Timur ketika sedang melakukan perang salib.fl
Farmasi atau apotik ini yaitu ilmu obat dengan berbagai macarnnya
yang berupa tumbuh-tumbuharu hewan, dan mineral. Untuk membuat
dan meramu obat-obat ini menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ilmu tumbuh-tumbuhary hewary mineral dan kimia.
Asal kata shaidalah (farmasi) ini yaitu dari kalimat Varmxa dari bahasa
Fir'aun yang berarti menyajikan obat dari ramuan. Sedangkan asal kata
Shaidaliyah atau Ajzakhanah (apotik) ini yaitu kata Ibotika dari bahasa Yunani
yang berarti tempat menyimpan. Ia ini yaitu nama kuno untuk wilayah Abu
Tigyangberada di MesirJautr, yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan
minyak wangi dan obat-obatan oleh bangsa Mesir kuno.
Keyakinan ini didukung dengan adanya penemuan yang menunjukkan
bahwa orang-orang Mesir kuno telah sampai pada ilmu pengetahuan
mengenai pengobatan yang berusaha dibukukan agar dapat dijadikan
sebagai dasar yang bisa digunakan oleh anak cucu. Resep obat-obatan yang
ditulis di kertas papyrus yang bertanggalkan tahun 1550 SM, merupakan
ramuan obat paling kuno yang diketahui oleh manusia dari peradaban
Mesir kuno. Tulisan ini dapat ditemukan di universitas Leipzig yang
berisi resep detail tentang obat-obatan, baik yang sederhana maupun yang
berupa kombinasi.
Di sana juga terdapat lembaran-lembaran papyrus lain yang
keseluruhannya merupakan ensiklopedia ilmiah tentang ilmu farmasi,
di antaranya ini yaitu Al-B ar diy ah Ath-Thibbiy ah (lemb aran kedokteran)yang berisi lebih dari dua ribu resep obat dan unsur-unsur yang berada
di dalamnya, lembaran Kahury Hesterbata, Berlin dan lainnya. Semuanya
menyebutkan bahwa bangsa Mesir kuno telah mengenal penggunaan obat
muntah, minumary obat kumur, salep dan menghirup obat dan uap.
Mereka juga telah mengenal Al-Uqmah, Ficus, Al-Zuqat, diuretic,
penggunaan opium, obat penenang, tembaga, minyak Jarak, jamu,
ketumbar, mint, Murr, Damar wangi, kunyit dan lainnya. Mereka juga
berhasil membuat obat dari sebagian bahan seperti muntahan liur, urine
dan kotoran berak. Sebagaimana juga mereka membuat tumbukan serbuk
dari daging cacing, sebagian macam serangga, ular dan hewan jinak.
Bagi bangsa Yunani, dikenal Veaskorivos (meninggal tahun 68 M)
dalam naungan Petolemus di universitas Alexandria. Sebagian orang
menjulukinya sebagai Bapak Farmasi dan menganggap bukunya yang
berjudul Al-Adwiyah Al-Mufradah (obat sederhana) merupakan buku
pertama tentang keilmuan ini yang mencakup resep detail terhadap
enam ratus tumbuhan disertai dengan gambaran mengenai bentuk dan
anatominya serta penjelasan mengenai manfaat dan kegunaannya.
Namun sebagian sejarahwan menegaskan bahwa pengetahuan
ini diambil dari bangsa Mesir kuno. Sejarahwan Gabin mengatakan,
"Sesungguhnya bangsa Mesir ini yaitu bangsa yang bersinar. Para pendahulu
mengambil pelajaran darinya mengenai obat-obatan dan karekteristiknya
yang disebutkan dalam karya Veaskorivos, Pliny dan lainnya.
Di China dikenal nama Shen Nang, sebagai orang yang pertama
kali melakukan penelitian tentang tabiat tumbuhan dan rerumputan
yang baik dan khasiatnya serta menguji pengaruhnya terhadap dirinya.
Dia juga berusaha mengeluarkan bahan Ephedra dari pohon Ephedra
sebagaimana yang kami sebutkan ketika menjelaskan tentang munculnya
ilmu kedokteran dan perkembangannya sebelum Islam.
Sedangkan bangsa India, mereka lebih suka melakukan pengobatan
dengan alami dan pencegahan dari penyakit. Mereka hanya menggunakan
sedikit obat dari tumbuhan dan hewani dalam kondisi mendesak. Olahraga
Yoga, bagi mereka merupakan sarana yang mereka yakini dapat merekagunakan untuk menguasai anggota tubuhnya yang dapat membantu
memperbaiki kesehatan tubuh dan menghilangkan ketidakstabilan syaraf
dan kegelisahan jiwa.
Di negeri Persia, farmasi berada di tangan para dokteryang didatangkan oleh para raja Persia dari Mesir, lndia, dan Yunani. Kondisinya tidak
jauh berbeda dengan kondisi para pendahulunya.
Sedangkan di masa Jahiliyatr, minyak wangl dan farmasi berpindah
ke Arab dengan adanya perniagaan. Mereka banyak mengetahui khasiat
tumbuh-tumbuhan dilihat dari tempat tumbuhnya, waktunya, mengetahui
perbedaan mana yang baik dan mana yang buruk, serta membedakan halhal yang serupa dan perbedaanpengaruhnya serta kekuatan penyembuhannya.
Dari sini dapat dikatakan bahwa semenjak dahulu kala, farmasi
berhubungan dengan kedokteran dan tidak dapat dipisahkan. Dalam waktu
yang sama, seorang dokter ini yaitu seorang apoteker. Dia mengumpulkan
tumbuh-tumbuhan dan bahan herbal dan menggunakannya untuk
mengobati pasiennya. Kemasyhuran seorang dokter disandarkan pada
kemujaraban pengaruh obat yang diresepkannya.
Para pemerhati obat-obatan sibuk dengan impian mereka untuk dapat
sampai pada ramuan kehidupan yang membuat seseorang menjadi sehat
dan berumur panjang. Impian ini menjadi tujuan utama di sepanjang masa
dahulu dan pertengahan, hingga datanglah Islam yang menentang khurafat
danwahm (sesuatu yang tidak jelas) ini.
Islam menyeru mereka agar menggunakan akal dan logika serta
menyandarkan sesuatu pada penelitian, eksperimen dan pemikiran untuk
sampai pada fakta ilmiah yang berhubungan dengan alam dan kehidupan.
Sedangkan mengenai umur, maka hal ini ini yaitu urusan Allah.
Farrrasi di Masa Kebangkitan Islam
Islam datang sebagai agama yang logis dan lurus untuk menyeru
manusia agar beribadah kepada Allah yang Maha Esa, memperbaiki jiwa,menyucikan badan, membangun kemanusian yang kuat yang mampu
mengembangkan kehidupannya dan mengambil manfaat dari karuniakarunia Allah yang diberikan kepada mereka di dunia.
Salahbesar apabila ada orangyang beranggapanbahwa Islam datang
untuk memisahkan manusia dari ilmu kedokteran, obat-obatan, teknik,
kimia dan lainnya. Islam datang justru untuk membebaskan akal manusia
dari belenggu sehingga dapat leluasa untuk berpikir jauh dari tekanan para
pendeta dan keyakinan yang keliru dalam mencapai kesembuhan.
Ketika Muhammad sampai ke Madinah berhijrah untuk menyebarkan
agama Islam, datanglah beberapa pasien kepadanya untuk didoakan agar
mendapatkan kesembuhan, maka Nabi Muhammad S berdoa untuk
mereka kemudian memerintahkan mereka agar pergi ke dokter.
Rasulullah bersabda, "Ya, wAhai hamba-hamba Allah, berobatlah.
Sesungguhnya Allah tidak membeikan suatu penyakit kecuali diberikan pula
kesembuhan padanya, kecuali satu penyakit; yaitu Al-Haram ftetua-rentaln),"e7
Rasulullah juga bersabda, "Setiap penyakit ada obatnya. Ketika obat
ini rnengma penyakit, maka penyakit akan sembuh dengan izin Allah."e8
Diriwayatkan dari Abu Huzamah dari ayahnya, dia berkata, "Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ruqyah yang kami pakai, obat yang
kami gunakan, dan penjagaan yang kami lakukan, apakah semua itu dapat
menolak takdir Allah?" Rasul menjawab, "la termasuk dari takdir Allah.'ry
Dalam suatu hadits disebutkan, " Sesungguhnya Allah tid* mmurunkan
suatu penyakit kecuali menurunkan obat padanya; diketahui oleh orang yang
mengetahuinya ilan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.'am
Hadits-hadits ini menunjukkan pandangan Islam secara jelas dan
gamblang mengenai pengobatan terhadap penyakit. Rasulullah tidak
berbicara berda