Tampilkan postingan dengan label MIHFATUL JANAH 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MIHFATUL JANAH 6. Tampilkan semua postingan

MIHFATUL JANAH 6

 


kit dari perkiraan

salat seumur hidupnya maka wasiat sepertiga harta ini  

diperbolehkan dan sah sebab   sepertiga harta ini pada

akhirnya akan diwasiatkan semua.

Walaupun sang mayit mewasiatkan para ahli waris untuk

bersedekah, namun bagi para ahli waris itu tidak menjadi wajib.

Sang mayit sendiri wajib untuk meninggalkan sepertiga hartanya

untuk dibayarkan kafarat-kafaratnya dan mewasitkan

dibayarkannya untuk kafarat ini  . Jika sepertiga harta telah

diwasiatkan untuk membayar dawr dan sisanya untuk

disedekahkan untuk para ahli waris dan yang lain maka ia telah

meninggalkan perkara wajib, yang mana itu merupakan suatu

dosa. Oleh sebab   itu tidaklah sah untuk mewasiatkan sepertiga

harta untuk dawr dan sisanya untuk mengundang orang untuk

melakukan khatam Al-Quran dan tahlil. Dan membaca Al-Quran

dengan harga tertentu pun tidaklah diperbolehkan. Bagi yang

melakukan baik mengambil atau memberi uang maka ia telah

melakukan dosa. Walaupun ada yang menyebutkan bahwa boleh

mengambil uang (pembayaran) dalam mengajar Al-Quran,

namun tidak ada yang berpendapat demikian dalam membaca

(menilawahkan) Al-Quran.

Jika ada mayit yang berwasiat, “Hendaknya salat-salatku

dilakukan oleh para ahli warisku!” dan ahli waris melakukannya

maka salat ini tidaklah sah. Namun jika seseorang

menghadiahkan pahala salat dan puasa kepada sang mayit maka

itu sah. Dan tidak diperbolehkan untuk seseorang membayar

fidyah untuk salat-salatnya ketika sakaratul maut.” Dan telah

selesailah terjemahan dari Ibnu Abidin.

Ahmad Tahtawi “rahimatullah alaih” menyebutkan dalam

catatan Merakul Falah bahwa dalam Nash (ayat-ayat Al-Quran

dan hadist-hadist) telah disebutkan untuk membayar fidyah

puasa-puasa yang tidak dilakukan. Dan juga untuk salat para alim

ulama kita telah memberitahukannya sebab   ia lebih penting dari

puasa. Jika ada ulama yang menyebutkan bahwa tidak ada yang

namanya isqath untuk salat maka ia telah mengumumkan

kebodohannya sendiri. Dan itu melawan kebijakan jumhur ulama.Jika orang yang sakit tidak bisa salat dengan isyarat kepala

maka walaupun salat yang tidak bisa dilakukan itu lebih sedikit

dari salat lima waktu ia tidak wajib menulis wasiat untuk itu. Dan

juga untuk puasa bagi orang-orang yang sedang dalam safar da

sakit maka jika ia tidak mendapatkan waktu qiyam dan kesehatan

yang cukup maka tidak wajib untuk menulis wasiat. Namun boleh

berwasiat untuk sadakah fitrah, nafkah keluarga, kejahatan yang

dilakukan setelah ihram untuk haji dan sadakah nazar. Dan

diperbolehkan bersedekah bagi ahli waris atau siapapun bagi

mayit yang tidak berwasiat. Dan bagi wakil yang akan pergi haji

sesuai wasiat mayit, maka hendaknya pergi dari kota sang mayit

ini atau dari tempat cukupnya sepertiga dari harta yang

ditinggalkan, dan jika ia sendiri bersedakah maka bisa pergi dari

tempat yang dikehendaki. Sedangkan bagi seseorang yang puasa

atau salat untuk mayit, dengan atau tanpa bayaran maka itu

tidaklah sah. Dan hadist sendiri berhukum Mansukh dalam hal ini.

Allahu te’ala akan mengampuni hutang-hutang sang mayit dengan

sedekah yang dibayarkan untuk kafarat. Imam Syafi’i dalam kitab

Anwar menyebutkan, “Tidak diwajibkan membayar fidyah untuk

salat yang tidak dilakukan mayit. Dan jika dibayarkan sekalipun

tidak akan termasuk isqath.” Kaum muslimin yang bermazhab

Maliki dan Syafi’i melakukan dawr dengan mentaklid mazhab

Hanafi.

Jika harta yang ditinggalkan tidak cukup untuk membayar

kafarat atau sepertiga dari hartany tidak juga mencukupi atau

bahkan sang mayit tidak sama sekali berwasiat maka hendaknya

dilakukan dawr agar bisa membayar seluruh hutangnya dengan

harta seseorang yang bersedekah. Dan dibayarkanlah kepada satu

fakir miskin dengan niat isqath. Dan setelah sang fakir miskin itu

mengambilnya maka ia baru bisa dihadiahkan kepada wali atau

orang lain. Dan ia wajib menggenggam tangan dan berkata, “Ini

untuk isqath hutang-hutang mayit.” Lalu disedekahkan dan

diberikan kepada fakir miskin. Dan telah selesailah terjemahan

dari Tahtawi.

PERKARA TENTANG SALAT JUM’AT

Dan juga syarat sah salat Jumat ada 7:

1. Tempat yang akan dilakukan salat mempunyai luas seperti

kota

2. Dibacakannya khutbah

3. Membaca khutbah sebelum salat

4. Imam atau seseorang yang ditunjuk oleh pemimpin negara

5. Dilakukan pada siang hari

6. Adanya jamaah. Jamaah menurut Imam Abu Hanifah dan

Imam Muhammad rahimahullahu Ta'ala adanya 3 orang laki-laki

dan menurut Imam Abu Yusuf rahimahullah Ta'ala adanya dua

orang laki-laki selain imam yang baligh dan berakal. Dan yang

paling utama ini yaitu pendapat imam yang dua.

7. Kebebasan untuk semua orang datang salat.

Dalam fatwa Hindiyye disebutkan bahwa hukum

melaksanakan salat jum'at bagi laki-laki yang bebas, sehat dan

tidak dalam perjalanan ini yaitu fardhu ain. Dan hukumnya bukan

fardu bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sakit dan

perempuan. Ketika hujan sangat deras dan juga bagi orang-orang

yang takut dari kezaliman pemerintah maka hukumnya juga tidak

fardhu. Bagi orang-orang yang bekerja pada pemerintahan tentara

atau swasta tidak terlepas dari kewajiban salat Jumat. Namun bisa

dipotong gajinya untuk salat ini. Disebutkan jika salat diimami

oleh seorang yang fasik maka seseorang yang tidak bisa

menghentikannya tidak diperbolehkan meninggalkan salat Jumat

namun harus tetap ikut salat ini  . Dan hendaknya orang

ini pergi ke masjid yang di imami oleh Imam yang sholeh dan

tidak lagi pergi ke masjid yang diimami oleh orang fasik. Dan

makruh hukumnya bagi wanita untuk pergi ke masjid dengan niat

melaksanakan salat apapun.

Menurut Imam Muhammad rahimahullah taala yang masbuk

mengikuti imam pada rukuk rakaat kedua salat Jumat maka

hendaknya ia melaksanakan salat zuhur. Dan juga menurut Imam

Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf rahimahullah ta'ala Jika ia

masbuk pada Tasyahud akhir pun hendaknya melaksanakan salat

Jumat. Jika ada seseorang yang salat Sunnah ketika khutbah

sedang dibacakan maka cukuplah mengerjakan 2 rokaat. Dan jika

itu salat sunah Jumat maka terdapat perbedaan dalam hal ini

yakni Apakah cukup 2 rakaat atau kau harus disempurnakan 4

rokaat. dan yang paling benar ini yaitu melengkapi 4 rokaat.

Ada Lima wajib Jumat:

1. Meninggalkan segala sesuatu ketika adzan

dikumandangkan.

2. Pergi ke masjid berjalan seperti sedang sa'i. Yakni seperti

berjalan pelan seperti ketika Sai dari bukit Safa dan Marwah. Dan

itu dijelaskan lebih secara rinci pada bagian ke-7 dari jilid ke-5

Kebahagiaan abadi.

3. Tidak mengerjakan salat Sunnah ketika Khatib

membacakan khutbah.

4. Tidak bercengkrama perkara dunia.

5. Berdiam yakni tidak berbicara.

Dan ada enam mustahab salat Jumat:

1. Memakai wangi-wangian.

2. Bermiswak.

3. Memakai baju yang bersih.

4. Takbir, [ yakni takbir ketika hendak pergi ke masjid untuk

salat Jumat. Pada zaman sahabat dahulu para sahabat

radhiyallahu anhum selesai salat subuh tidak keluar masjid namun

keluar masjid setelah salat Jumat. dan itulah Hal pertama yang

ditinggalkan oleh umat yakni sunnah bertakbir]

5. Mandi.

6. Membaca shalawat.

Dan ada 5 makruh salat Jumat

1. Memberi salam ketika khutbah sedang dibaca oleh khatib.

2. Membaca Alquran.

3. Menjawab yarhamukallah ketika orang sedang bersin.

4. Makan dan minum

5. Melakukan segala amal ibadah yang hukumnya makruh.

[Seorang Hatib yang memanjangkan khutbah pun termasuk

makruh]

Setelah adzan sholay Jumat pertama dikumandangkan maka

hati melaksanakan salat sunnah Jumat di samping mimbar. lalu Ia

maju ke depan mimbar membaca doa menghadap kiblat dengan

berdiri Lalu naik ke atas mimbar dan duduk menghadap jamaah

setelah itu dikumandangkan lah adzan kedua. setelah itu khatib

pun mulai membaca khutbah sambil berdiri.

[Orang-orang yang disebut dengan Wahabi bukanlah termasuk

mazhab Ahlussunnah. Mereka tidak memiliki mazhab. Mereka

disebut Wahabi atau Najdi. Wahabi didirikan oleh eh orang-orang

Inggris. Mereka mendirikannya melalui Abdul Wahab bin

Muhammad yang merupakan seorang Najid yang tidakbermartabat dan jahil. mereka menyebut orang-orang muslim

yang menganut Wahabi sebagai orang yang musyrik dan kafir.

Dan mereka memperbolehkan membunuh orang-orang seperti itu

dan mengambil perempuan anak-anak perempuan dan hartanya

sebagai ghanimah. Mereka memberikan uang yang banyak kepada

pemuka agama yang jahil lalu menjadikannya seorang wahabi

setelah itu mengirimkannya ke pusat Wahabi yang mereka buka

dipenjuru negri yang bernama Rabiatul 'Alam Islam. Mereka

menulis tulisan yang tidak sesuai dengan Islam lalu

menyebarkannya ke seluruh negara-negara Islam [sambil

menyebut bahwa itu ini yaitu fatwa dari alim ulama]. Setiap

tahunnya mereka membagikan buku ini secara gratis kepada

para jemaah haji. salah satu tulisannya menyebutkan bahwa

hukum salat jum'at bagi wanita ini yaitu fardhu. Mereka

memaksakan para wanita dan anak-anak perempuan untuk salat

Jumat. dengan begitu tu laki-laki dan wanita salat secara

bercampur. Dan dalam tulisan lainnya menyebutkan bahwa

khutbah Jumat dan hari raya harus dibaca dengan bahasa yang

dipahami oleh jamaah dan tidak harus dibaca dengan bahasa

Arab. Menghadapi fatwa-fatwa yang seperti ini para alim ulama

yang haq yang ada di negara-negara Islam memberikan jawaban

yang dibutuhkan. Salah satu jawaban yang yang tepat datang dari

ulama ahlu sunnah yang berada di beberapa tempat India.

Contohnya seperti Mufti dari Madras, Allame hibrunnihrir wal

fahhami shahibut takrir watahrir Maulana Muhammad Tamim

Bin Muhammad Madrasi "nawwarallahu markadahu" :

Membaca seluruh khutbah dengan menggunakan bahasa lain

atau setengah dengan bahasa Arab dan setengahnya lagi dengan

terjemahannya nya hukumnya ini yaitu makruh. Wajib hukumnya

untuk membaca seluruh khutbah dengan bahasa Arab. sebab  

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam selalu membaca khutbah

dengan bahasa Arab. Dalam buku Bahrur Rasiq ketika membahas

tentang salat hari raya ia menyebutkan, "Tidak ada salat sunah

yang dikerjakan secara berjamaah kecuali salat Tarawih dan salat

khusuf. sebab   selalu dikerjakan secara berjamaah maka salat 'Id

dianggap wajib dan bukan sunnah lagi." Maka dapat dilihat bahwa

ibadah-ibadah yang dilakukan secara terus menerus oleh

Rasulullah “shallallahu alaihi wassalam” selalu dianggap sebagai

wajib. Allame Zebidi “rahimahullah taala” menyebutkan dalam

penjelasan Ihyaul Ulum: “Ibadah-ibadah yang dilakukan

Rasulullah “shallallahu alaihi wassalam” secara terus menerus

akan menjadi wajib. Namun tidak berarti bahwa ibadah ini  bersifat fardhu.” Allama Mufti Abu Suud effendi menyebutkan

dalam bukunya, Fathullah Ilmuin bahwa, “Ibadah-ibadah yang

dilakukan Rasulullah “shallallahu alaihi wassalam” secara terus

menerus maka ia akan berubah menjadi wajib.” Ibnu Abidin

“rahimahullah taala” dalam Sunnah-sunnah wudhu menyebutkan,

“Ibadah yang selalu dilakukan dan tidak pernah ditinggalkan

Rasulullah “shallallahu alaihi wassalam” hukumnya bisa menjadi

Sunnah muakkad. Selain Rasulullah tidak meninggalkan ibadah

ini tetapi jika juga mengingkari siapa pun yang dia lihat

meninggalkan ibadah itu, maka itu ini yaitu wâjib. Sebab, tidak

menghalangi (seseorang dari meninggalkan ibadah) akan

ditafsirkan sebagai persetujuannya untuk meninggalkannya. Oleh

sebab   itu Abu Suud mengatakan bahwa sesuatu yang dilakukan

tanpa ditinggalkanya hukumnya ini yaitu wajib.” Maka tentang

meninggalkan kedua ini tanpa adanya uzur merupakan suatu

makruh tahrimi, ini semua disebutkan dalam akhir makruh￾makruh salat]. Dan pembacaan khutbah dengan menggunakan

Bahasa Arab yang selalu dilakukan Rasulullah “shallallahu alaihi

wasalam” menunjukkan bahwa khutbah wajib dibaca dengan

Bahasa Arab. Maka oleh sebab   itu membacanya dengan Bahasa

lain atau setengah Bahasa Arab setengahnya lagi dengan Bahasa

lain maka hukumnya ini yaitu makruh tahrimi. sebab   yang

pertama itu telah meninggalkan Bahasa Arab. Dan yang kedua itu

telah meninggalkan sesuatu yang seharusnya hanya Bahasa Arab.

Dan kedua hal ini berarti telah meninggalkan seseuatu yang

selalu dilakukan Rasulullah “shallallahu alaihi wasalam”. Dan

juga mengucapkan takbir dalam Bahasa Arab ketika akan salat

(takbir iftitah) dan mengucapkan Allahu Akbar diantaranya

ini yaitu termasuk dua hal yang berbeda. Meninggalkan salah satu

diantara keduanya termasuk makruh tahrimi. sebab   Rasulullah

“shallallahu alaihi wasalam” selalu mengatakan Allahu Akbar

maka itu menjadi wajib, dan meninggalkannya ini yaitu suatu

makruh tahrimi. Ibnu Abidin “rahimahullah taala” menyebutkan

dalam Raddul Muhtar, “Makruh ini yaitu meninggalkan suatu yang

wajib atau Sunnah. Yang pertama ini yaitu tahrimi sedangkan yang

kedua ini yaitu tanzihi.” Dan dalam Halabi Kabir disebutkan,

“Meninggalkan Sunnah berarti makruh tanzih. Sedangkan

meninggalkan wajib ini yaitu makruh tahrim.” Dalam Fatwa

Sirajiyyah juga disebutkan bahwa hukum membaca khutbah

dengan Bahasa Persia ini yaitu jaiz. Maka ini yaitu suatu kesalahan

jika dari pernyataan ini diberikan fatwa diperbolehkannya

membaca khutbah dengan menggunakan selain Bahasa Arab.sebab   pernyataan dalam Sirajiyyah berarti “menjadi sah”. Dan

itu tidak berarti bukanlah suatu hal yang makruh. Ibnu Abidin

“rahimahullah taala” menyebutkan dalam Raddul Muhtar,

“Pernyataan keabsahan ini tidak menunjukan bahwa itu

bukanlah suatu hal yang makruh.” Muhammad Abdulhay

Luknawi “rahimahullah taala” dalam kitab Umdatur Riayah

menyebutkan, “Membaca khutbah dengan Bahasa Arab tidaklah

wajib. Dan yang dimaksud dengan pernyataan diperbolehkannya

membaca khutbah dengan Bahasa Persia dan lainnya ini yaitu akan

diperbolehkannya salat jum’at ini  . Yakni sebab   syarat

pembacaan khutbah telah terlaksana maka salat Jum’at menjadi

sah. Dan itu tidak menunjukkan bahwa khutbah akan dilakukan

tanpa karahat (sesuatu yang membuat makruh). sebab  

Rasulullah “shallallahu alaihi wasalam” dan seluruh para sahabat

“radhiallahu anhum” membaca khutbah hanya dengan Bahasa

Arab selalu. Maka hukum bertindak berlawanan dengan mereka

ini yaitu makruh tahrim.” Dan para Tabii dan Tabii tabiin dimana

pun berada juga hanya membaca khutbah dengan Bahasa Arab

selalu. Dan juga tidak ada yang membaca dengan terjemahan

Arab seperti tidak adanya pembacaan dengan Bahasa selain Arab.

[Padahal para jamaah yang berasal dari Asia dan Afrika sama

sekali tidak mengetahui Bahasa Arab, dan tidak paham apa yang

disampaikan di khutbah. Dan walaupun mereka menganggap

bahwa diperlukan pembacaan terjemahan agar orang-orang

seperti mereka paham dan wajib menyampaikan dan mengajarkan

Islam kepada orang yang baru masuk Islam, tetapi mereka tidak

memandang bahwa diperbolehkannya membaca khutbah dengan

Bahasa lain selain Arab. Dan akhirnya mereka menjelaskan Islam

setelah khutbah kepada mereka. Maka agar mereka paham

khutbah dan bisa mempelajari Islam dengan baik, para alim ulama

ini memerintahkan mereka untuk belajar Bahasa Arab.

Maka kita juga harus melakukan seperti yang dilakukan oleh para

alim ulama.]

Merupakan suatu perbuatan Bid'ah yang mana bertentangan

dengan mereka dan membacakan khutbah dengan bahasa selain

Arab. Dan termasuk makruh Tahrim. Dan ini yaitu suatu kebatilan

Dengan mengatakan kasus yang pertama ini yaitu Tahrim dan yang

kedua ini yaitu Tanzih. sebab   makruh tanzih ini yaitu meninggalkan

sunnah. sebab   Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam selalu

membaca khutbah hanya dengan bahasa Arab selalu maka

hukumnya ini yaitu wajib membaca seluruh khutbah dengan bahasa

Arab. Lalu meninggalkan sesuatu yang wajib Bagaimana bisamenjadi Tanzih? Maka meninggalkan sesuatu yang makruh tahrim

ini yaitu wajib. Dalam Arkanul Arba'a Maulana Bahrul Ulum

rahimahullah Ta'ala menyebutkan bahwa "hukumnya wajib untuk

meninggalkan sesuatu yang merupakan makruh Tahrim. Maka

melakukan makruh ini termasuk perbuatan meninggalkan wajib."

Seseorang yang selalu melakukan perbuatan makruh Tahrim

ini yaitu orang yang tidak adil. Ibnu Abidin "rahimahullah ta'ala"

ketika mulai membahas wajib-wajib salat dalam Raddul Muhtar,

dengan mengambil pendapat dari Ibnu Nujeim "rahimahullah

Ta'ala" menyebutkan, "Hukum mengerjakan suatu makruh

Tahrim ini yaitu dosa kecil. Sedangkan selalu melakukan dosa kecil

bisa menghilangkan keadilan." Para khotib yang membaca

khutbahnya dari terjemahan bahasa Arab maka bisa menjadi fasik

sebab   keadilannya telah dianggap hilang. Dan salat di

belakangnya termasuk makruh Tahrim. Nurul Izzah dan Ibnu

Abidin menyebutkan, "Bagi seorang budak, orang desa dan anak

haram yang jahil atau seorang ahli bid'ah yang fasik makruh

hukumnya untuk menjadi imam, walaupun mereka telah menjadi

seorang ulama. Dan menjadikan mereka Imam ini yaitu suatu

dosa." Alim Ibrahim halabi rahimahullah ta'ala menyebutkan

dalam Halabi Kabir, "Orang-orang yang menunjuk orang fasik

untuk menjadi imam maka mereka telah melakukan perbuatan

dosa. sebab   hukum menunjuk orang fasik sebagai Imam adalah

makruh Tahrim." Dalam Marakul Falah disebutkan, "Seseorang

yang fasik walaupun dia ini yaitu alim ulama hukumnya makruh

untuk ditunjuk sebagai Imam. sebab   ia termasuk orang yang

tidak patuh terhadap ketentuan Islam. Dan wajib hukumnya

untuk mengingkari mereka. Dan menunjuknya sebagai Imam

berarti sama dengan menghormati dirinya. Dan jika ia tetap

menjadi imam dan tidak bisa dicegah maka hendaknya salat Jumat

dan salat lainnya di masjid lain." Ketika menjelaskan hal ini Alim

Tahtawi rahimahullah ta'ala menyebutkan bahwa hukum

menunjuk imam yang fasik ini yaitu makruh Tahrim.

Kita tidak seharusnya menjadi penyebab agar Imam

membacakan khutbah menggunakan bahasa selain bahasa Arab.

sebab   membantu suatu dosa sendiri ini yaitu perbuatan dosa.

Dalam radul Muchtar Ibnu Abidin rahimahullah Ta'ala

menyebutkan bahwa "Janganlah salat dibelakang imam yang

fasik. Wajib hukumnya untuk mencari imam yang tidak fasik. Dan

tidak seharusnya salat Jumat seperti itu. Jika di suatu kota

terdapat beberapa masjid dan di sana juga dilakukan salat Jumat

maka hukum melaksanakan salat Jumat di belakang imam yangfasik ini yaitu makruh. sebab   dikota itu bisa salat di belakang

imam yang lain. Dan dalam Fathul Qadir juga ditulis seperti ini."

Oleh sebab   itu janganlah salat dibelakang imam yang

membacakan khutbah selain bahasa Arab dan hendaknya mencari

imam yang hanya membaca khutbah dengan bahasa Arab dan

salat dibelakang imam. Untuk lebih jelasnya silahkan dibaca buku

At tahqiqatus saniyya fî karahat il khutbati bi ghayril ’arabiyya wa

qiraatiha bil ’arabiyyati ma’a terjamatiha bi ghayril ’arabiyyati.

Dan lengkaplah sudah terjemahan dari tulisan Alim Muhammad

Attamimi madrasi.

Dan tulisan di atas ditulis pada tahun 1349 Hijriyah [1931

masehi] yang ditulis dengan bahasa Arab di India dan benarkan

oleh 13 alim ulama besar India dan ditandatangani oleh keenamnya.

Dan bersamaan dengan fatwa yang bersejarah ini, fatwa-fatwa para

alim ulama dari Diyobend, Baqiyatus shalihat, Madras dan Haydar

Abad dicetak di Istanbul pada tahun 1396 Hijriyah [1976 masehi]

dengan bahasa Arab. Para alim ulama yang sangat berpengalaman

di dunia dan para Syeikhul Islam “rahimahullah ta'ala” yang ada di

Kekhalifahan Usmani telah mencari dan menemukan solusi agar

masyarakat memahami khutbah-khutbah yang telah dibacakan.

Mereka tidak mencari alasan untuk membacakan terjemahan

dengan bahasa Turki pada khutbah dan juga tidak memberikan izin

baginya. Dan agar bisa menjelaskan arti dari khutbah yang

dibacakan kepada Jemaat mereka menulis selebaran Jumat yang

isinya ini yaitu arti dari khutbah ini dan membagikannya

setelah salat di setiap masjid-masjid. Dan selama 600 tahun

masyarakat telah dididik dengan sistem khutbah yang seperti ini

dan dengan begitu para alim ulama ini sendiri telah mencegah

sistem agar tidak keluar dari Islam.]

Dan Takbir Zawaid dalam salat 'Id ada sembilan. Yang

pertama hukumnya fardhu. Lalu yang satu lagi sunnah. Dan sisa

yang ketujuh hukumnya wajib. Takbir Iftitah hukumnya fardhu.

Lalu takbir ruku rakaat pertama ini yaitu sunnah. Takbir zawaid

hukumnya wajib. Dan takbir pada rakaat ke-2 menjadi wajib

dengan perhitungan akhir-akhir lain yang hukumnya wajib.

MELAKSANAKAN SALAT

Disebutkan dalam buku Ni’mat Islam bahwa seorang muslim

yang berakal dan sudah baligh wajib melaksanakan salat lima

waktu. Seseorang tidak bisa salat untuk orang lain. Namun pahala

salat atau ibadah ibadah lain yang dikerjakan seseorang bisadihadiahkan kepada orang lain yang hidup atau yang sudah mati.

Pahala yang didapat sama banyak dengan orang yang

melakukannya. Sedangkan pahalanya sendiri pun tidak akan

berkurang. Seseorang tidak bisa salat dan menghadiahkan

pahalanya dengan tujuan agar hak dari yang bersangkutan

diampuni hukumnya tidak diperbolehkan. Dan seseorang yang

mempercayai bahwa salat merupakan ibadah yang wajib namun

sebab   kemalasan nya tidak mengerjakan salat padahal Ia tidak

mempunyai uzur maka ia tidak menjadi kafir. Namun menjadi

fasik. [Untuk azab satu salat yang ditinggalkan sendiri adalah

tujuh puluh ribu tahun akan dibakar di neraka.] Dan dia

hendaknya dikurung sampai ia mulai salat. Seorang anak kecil

ketika masuk umur 7 tahun hendaknya diperintahkan untuk salat.

Dan ketika mencapai umur 10 tahun Ia tidak melaksanakan salat

hendaknya dipukul dengan tangan dan tidak dengan tongkat.

Memukul dengan tongkat sendiri merupakan hukuman yang

diberikan oleh Hakim kepada orang dewasa yang melakukan

pembunuhan. Seorang suami pun hendaknya tidak memukul

istrinya dengan tongkat. [Yakni memukul kepala wajah dada

bagian depan dan perut makhluk hidup hukumnya tidak boleh.]

Seorang yang sedang sakit full wajib mengerjakan salat sekuat dan

semampunya. (Mayoritas dari jilid keempat Kebahagiaan Abadi

membahas tentang salat.)

MEMILIKI SEBUAH UZUR

Sesuatu yang keluar dari badan dan ia merusak wudhu dan

bersifat terus-menerus disebut Uzur. Seseorang yang menderita

secara terus-menerus buang air kecil diare kentut mimisan darah

yang keluar sebab   luka air mata yang keluar sebab   sakit atau

terkena gas air mata dan juga termasuk darah nifas seorang

perempuan maka mereka semua termasuk orang yang memiliki

uzur. Maka mereka wajib menghentikan hal ini dengan

metode-metode yang berbeda seperti ini mbak-nya mengobatinya

dengan obat atau salat secara duduk atau bahkan dengan isyarat.

[Seseorang laki-laki yang mudah terlepas air seninya hendaknya

menyumbat jalur air seninya dengan kapas sebesar gandum. Jika

kapas sintetis yang digunakan maka fibernya bisa masuk ke ginjal

dan menyebabkan infeksi. Ketika sedang buang air kecil maka

sumbu itu akan keluar dengan sendirinya. Dan jika air seni itu

banyak maka ia akan melewati sumbu ini dan merambas

keluar maka wudhu akan batal. Air seni yang keluar hendaknyatidak mengotori pakaian. Oleh sebab   itu tempat air seni yang

akan keluar hendaknya di pasang popok atau kain lalu popok

ini diikat dengan tali. Lalu tali ini dibuat seperti

lingkaran dan diikatkan kepada celana dalam. Dan jika memang

sangat banyak maka kapas bisa diletakkan di dalam popok

ini  . Jika lingkaran yang ada di ujung benang itu susah

dikeluarkan dari jarum maka hendaknya benang itu diikat ke

jarum lalu lingkarannya dimasukkan ke dalamnya. Maka

lingkaran akan mudah dilepaskan lalu popok hendaknya dicuci

sebanyak 3 kali. Seseorang yang mudah terlepas air seninya

hendaknya menyimpan 3 sampai 5 pokok di tasnya. Untuk

membuat popok yang bertali ini gini nih Iya menyiapkan 12 x15

cm popok yang tiap pojoknya ditekuk dan diikat 50cm benang.

Pada sebagian orang tua dan orang-orang yang sedang sakit buah

zakarnya akan mengecil dan oleh sebab   itu popok ini bisa

lepas. Maka untuk orang-orang yang seperti ini hendaknya

disiapkan kantong kecil yang didalamnya disiapkan kain sebesar

tisu lalu kemaluannya diletakkan kedalamnya. Lalu kantung

ini diikat dan jika air seni terkumpul lebih dari 1 dirham (4.8

g) maka popok harus diganti ketika akan mengambil wudhu. Dan

ketika waktu salat keluar maka wudhu orang yang memiliki unsur

ini akan batal. Jika muncul sebab tambahan lain sebagai

tambahan uzur yang sebelumnya muncul sebelum waktu salat

selesai maka wudhu pun akan batal. Contohnya ketika darah

sedang keluar dari salah satu lubang dia mengambil wudhu maka

wudhu ini akan batal jika muncul darah lagi dari lubang yang

satunya. Dalam madzhab Hanafi dan Syafi'i agar ia tetap termasuk

orang yang memiliki uzur maka sesuatu yang merusak dan

membatalkan wudhu ini harus terus berlangsung ketika

waktu salat namun jika hal ini tidak berlangsung selama

masa waktu salat setelah ia berwudhu maka ia tidak termasuk

orang yang memiliki uzur. Dan ketika seseorang telah menjadi

orang yang memiliki udzur maka dalam waktu salat setelahnya ia

akan tetap dalam kondisi ini walaupun setetes darah dan hal

lainnya muncul satu kali. Namun jika dalam waktu salat ini  

ia tidak muncul maka kondisi uzur ini telah habis. Jika najis

yang menyebabkan uzur ini mengenai pakaian sebanyak

satu dirham maka bagian yang terkena najis ini wajib dicuci

jika memang memungkinkan untuk menghindari kembali najis

ini  . Disebutkan dalam kitab Al Fiqh madzhab Al arba'ah

bahwa menurut madzhab Maliki ada dua pendapat mengenai

udzurnya seseorang yang sedang sakit: Menurut pendapatpertama sesuatu yang membatalkan wudhu ini harus terus

berlangsung lebih dari setengah waktu salat dan waktu mulai dan

berhenti unsur ini harus tidak menentu. Sedangkan menurut

pendapat kedua seorang yang sakit akan dihitung sebagai pemilik

uzur ketika mulai keluar cairan yang telah disebutkan di atas

walaupun kedua syarat yang ada di pendapat pertama tidak

terjadi. Wudhunya tidak batal. Dan ketika itu berhenti hukumnya

ini yaitu mustahab jika ia mengambil wudhu ketika akan hendak

melaksanakan salat. Orang yang sakit dan orang tua yang tidak

bisa memiliki uzur pada mazhab Hanafi dan Syafi'i bisa mengikuti

pendapat kedua yang dimiliki oleh Imam Maliki.

Ketika hendak mandi wajib bagi seseorang yang takut akan

sakit atau penyakitnya menjadi lebih keras atau kau lebih lama

maka hendaknya ia bertayamum. Dan rasa takut ini dimaklumkan

atas ucapan dokter yang adil atau seorang muslim dengan

didukung oleh pengalaman pribadinya. Ucapan seorang dokter

yang memang bukan seorang Pendosa juga dapat diterima. Tidak

menemukan tempat untuk berteduh ketika dingin atau sesuatu

yang dapat menghangatkan airnya atau uang untuk mandi bersuci

di suatu kota juga bisa menyebabkan penyakit. Dalam mazhab

Hanafi salat fardhu bisa dilakukan sebanyak yang diinginkan

dengan satu tayamum. Sedangkan dalam Syafi'i dan Maliki

tayamum harus dilakukan setiap akan salat fardhu.

Seseorang yang memiliki luka lebih banyak dari setengah

anggota tubuh yang harus dibasuh air wudhu maka hendaknya ia

bertayamum. Namun jika luka ini lebih sedikit dari setengah

maka hendaknya ia mencuci bagian yang sehat dan membasuh

bagian-bagian yang luka. Sedangkan dalam ghusl (mandi wajib),

sebab   seluruh anggota tubuh dihitung sebagai 1 bagian maka jika

luka ini lebih dari setengah seluruh badan maka hendaknya ia

bertayamum. Dan jika bagian yang luka kurang dari setengah maka

hendaknya mencuci bagian yang sehat dan membasuh bagian￾bagian yang luka. Namun jika membasuh luka ini yaitu suatu yang

berbahaya maka hendaknya membasuh bungkus dari luka ini  .

Namun jika tetap berbahaya maka hendaknya tidak membasuhnya.

Dalam wudhu dan ghusl jika membasuh kepala itu berbahaya maka

hendaknya tidak membasuhnya. Seseorang yang tidak bisa

mengambil untuk wudhu air sebab   tangannya yang cedera atau

cacat hendaknya ia bertayamum dan hendaknya ia membasuh kan

muka dan tangannya ke bata, tanah ataupun tembok. Seseorang

yang tangan dan kakinya cacat atau putus, jika ia memiliki luka di

wajah maka hendaknya salat tanpa berwudhu. Lalu seseorang yangtidak menemukan orang lain untuk mengambilkan wudhu maka

hendaknya ia bertayamum. Iya harus dibantu oleh anaknya

budaknya atau seseorang yang memang ia sewa untuk itu. Dan juga

bisa meminta tolong dari orang lain namun mereka tidak wajib

untuk membantunya. Para suami dan istri juga tidak wajib untuk

mengambilkan wudhu kepada masing-masing.

Seandainya seseorang menggunakan perban [atau plester yang

dioleskan pada kain kasa atau kapas atau salep] sebab   sebab dari

pendarahan atau pemberian lintah atau luka atau bisul atau tulang

yang patah atau terluka, maka jika dia tidak dapat mencuci bagian

(halus) dengan air dingin atau panas atau bahkan tidak bisa

membasuh bagian atasnya, maka ketika dia wudhu atau ghusl,

hendaknya ia membasuk satu kali pada lebih dari setengah bagian

itu. Jika melepas perban itu membahayakan maka janganlah

membasuh bagian bawah yang sehat. Namun bagian sehat yang

terlihat dan tidak terbalut perban bisa dibasuh. Membalut perban

dalam keadaan berwudhu tidak diwajibkan. Jika perban diganti

setelah membasuh (untuk wudhu atau tayamum), maka tidak

perlu membasuh lagi pada perban yang baru.

SALAT KETIKA SAKIT

Seseorang yang tidak bisa berdiri atau takut jika berdiri maka

sakitnya akan makin panjang hendaknya mengerjakan salat

sambil duduk dan membungkukkan sedikit badannya ketika akan

ruku. Lalu berdiri dan kemudian sujud ke tanah. Dan kembali lagi

ke posisi duduk seperti semula. Dan mereka diperbolehkan juga

untuk berlutut, duduk sila atau duduk diatas bujur mereka. Sakit

kepala, gigi dan mata juga termasuk sebuah penyakit. Takut

terlihat oleh musuh merupakan suatu uzur. Dan seseorang yang

ketika berdiri wudhunya akan batal, maka hendaknya ia duduk.

Seseorang yang bisa berdiri dengan bersandar kepada sesuatu

maka hendaknya salat sambil bersandar pada sesuatu ini  .

Sedangkan orang yang tidak bisa berdiri lama, maka hendaknya ia

takbir iftitah sambil berdiri lalu ketika sakit datang diperbolehkan

melanjutkan sambil duduk.

Seseorang yang tidak mampu sujud maka hendaknya ia

membaca ayat suci Al-Quran sambil berdiri lalu duduk untuk ruku

dan sujud sambil menggunakan isyarat. Yakni duduk lalu

membungkuk ketika akan ruku, dan membungkuk lebih kebawah

ketika akan sujud. Jika ia tidak bisa membungkukkan badan

hendaknya ia membungkukkan kepalanya. Dan tidak perlu sujuddiatas sesuatu. Ketika ia sujud lebih bungkuk dari ruku diatas

sesuatu yang telah disediakan maka ia dianggap telah salat dengan

menggunakan isyarat. Dan salatnya sah. Oleh sebab   itu

mengangkat sesuatu dengan tangan tidaklah diperlukan. Jika

memungkinkan untuk salat sambil duduk dengan bersandar, maka

tidak boleh salat sambil berbaring dengan isyarat. Rasulullah

“shallallahu alaihi wasalam” meletakkan bantal didepan orang sakit

(untuk sujud) lalu ketika Ia melihat orang sakit ini bisa sujud

maka ia ambil bantal ini  , lalu Ia kembali meletakkan kayu dan

ketika ia melihat orang ini bisa sujud ke kayu ini maka

beliau pun mengambil kayu ini dan menyingkirkannya. Dan ia

bersabda, “Sujudlah kamu ke tanah jika memang kamu mampu!

Lalu jika tidak ada kekuatanmu untuk melakukan itu baru

hendaknya kalian menggunakan isyarat untuk ruku dan sujud

yakni, membungkuk.” Dalam Bahrur Raiq (ditulis oleh Zainal

Abidin bin Ibrahim ibnu Nujaim Misri “rahimahullah taala” 926-

970 H [1562 M] di Mesir, sebagai bahasan dari Buku Kanzu Daqaiq

yang ditulis oleh Abdul Barakah Hafidhu-din Abdullah bin Ahmad

Nasafi “rahimahullah taala” yang wafat tahun 710 H [1310 M]

Baghdad.) disebutkan bahwa surah Ali Imran ayat seratus Sembilan

puluh satu menyebutkan, “Hendaknya orang yang mampu berdiri

maka salatlah sambil berdiri. Bagi yang tidak mampu hendaknya

duduk. Dan masih tidak mampu juga maka hendaknya ia salat

sambil berbaring.” Rasulullah “shallallahi alaihi wasalam”

mengatakan kepada Imran bin Husain ketika sakit, “Salatlah

dengan berdiri! Dan jika kamu tidak sanggup kerjakanlah dengan

duduk! Dan juga masih tidak mampu salatlah sambil berbaring atau

menghadap samping!” Maka dapat dipahami disini bahwa

seseorang yang tidak sanggup berdiri maka hendaknya ia duduk.

Dan jika masih tidak mampu hendaknya ia berbaring. Bagi

siapapun yang tidak sanggup duduk maka salatlah sambil berbaring.

Tidak diperbolehkan bagi orang yang salat sambil menjuntai

kakinya bagi orang bisa duduk dilantai dan yang duduk di bis dan

pesawat. Seseorang yang tidak bisa salat sambil berdiri di masjid

bersama jamaah, hendaknya salat dirumah sambil berdiri.

Seseorang yang mendapati satu hal dari dua puluh hal yang ada

maka ia mendapat uzur untuk tidak salat di masjid bersama jamaah:

hujan, cuaca dingin atau panas yang sangat, rasa takut akan

datangnya musuh yang mengincar nyawa dan hartanya, ditinggal

temannya dan takut tertinggal dijalan sendiri, langit yang sangat

gelap, rasa takut orang fakir yang akan tertangkap dan dipenjara,

buta, lumpuh hingga tidak bisa berjalan, cacat salah satu kakinya,sakit, lumpuh atau cacat, lumpur, tidak bisa berjalan, orang tua yang

tidak bisa berjalan, takut tertinggal pelajaran Fiqh yang langka,

takut ketinggalan makanan yang disukai, sedang dalam perjalanan,

perawat orang sakit yang tidak menemukan penggantinya, angina

yang sangat kuat malam hari, kebelet buang air. Rasa takut seorang

yang sakit bahwa sakitnya akan bertambah kuat atau lama dan

perawat yang tidak menemukan penggantinya untuk menjaga

pasien dan orang tua yang tidak kuat berjalan juga merupakan uzur

untuk tidak pergi salat Jum’at. Pergi dengan berjalan kaki lebih

baik dari pada pergi dengan kendaraan. Salat dengan menggunakan

isyarat sambil duduk dikursi yang ada dimasjid tidak

diperbolehkan. Beribadah dengan sesuatu yang tidak disyiarkan

oleh Islam sama dengan Bid’ah. Dan melakukan bid’ah adalah

suatu dosa besar sesuai yang tertulis di kitab-kitab Fiqh.

Bagi orang sakit yang tidak bisa menghadap kiblat maka

hendaknya melaksanakan salat ke arah yang mudah baginya. Bisa

dilakukan dengan cara berbaring lalu kepalanya diganjal dengan

sesuatu dan wajahnya dihadapkan ke arah kiblat. Jika lututnya

bisa ditekuk itu lebih baik. Dan diperbolehkan bagi orang yang

tidak bisa salat menggunakan isyarat untuk mengqadha nanti. Jika

ada orang sakit yang salat sambil duduk lalu ketika salat ia mulai

membaik dan mampu untuk berdiri maka hendaknya melanjutkan

dengan berdiri. Orang yang tidak berakal dan sakit jiwa tidak

wajib salat. Jika sebelum waktu salat lima waktu lewat ia sembuh

maka hendaknya mengqadha salat lima waktu ini  . Dan jika

sudah lewat maka tidak perlu menqhadanya.

Hukumnya fardhu untuk segera melaksanakan salat yang

belum dilaksanakan walaupun dengan isyarat. Jika kematian lebih

dulu datang sebelum ia mengqadha salat Nya maka untuk

menebus salat yang belum dilaksanakan tidak wajib baginya untuk

berwasiat memberikan fidyah dari harta yang ditinggalkan.

Namun jika ia lebih dulu sehat untuk melakukan qadha salat maka

ia wajib untuk berwasiat. Dan jika tidak berwasiat maka

diperbolehkan untuk sang wali atau bahkan orang asing

mengambil dari sebagian hartanya untuk menebus salat ini  .

Dan selesailah tulisan dari Ni’mat Islam.

Dan juga dalam Hadis disebutkan bahwa kemiskinan datang

ke manusia dalam 24 macam:

1. Buang air kecil sambil berdiri tanpa adanya hal yang darurat.

(Darurat ini yaitu situasi yang tidak bisa dikendalikan yang mana

dia mendorongmu untuk melakukan sesuatu atau tidak)2. Makan dalam keadaan junub (situasi eetika engkau perlu

mandi wajib)

3. Memandang remeh sepotong roti dan menginjaknya

4. Membakar kulit bawang bombay dan bawang putih

5. Jalan di depan orang tua

6. Memanggil nama ayah dan ibunya

7. Mengorek gigi dengan batang pohon atau sapu lidi

8. Mencuci tangan dengan Lumpur

9. Duduk di ambang pintu

10. Berwudhu di tempat ia buang air

11. Meletakkan makanan tanpa mencuci piring dan gelas

terlebih dahulu

12. Menjahit baju yang sedang dipakainya

13. Makan bawang bombay ketika lapar

14. Mengelap wajahnya dengan ujung baju atau roknya

15. Membiarkan laba-laba di rumahnya

16. Pergi tergesa-gesa dari masjid setelah salat subuh

berjamaah

17. Bersegera dalam pergi ke pasar dan lambat ketika pulang

18. Membeli roti dari orang yang miskin

19. Mendoakan sesuatu yang buruk kepada orang tuanya

20. Tidur telanjang 21 tidak menutup panci penggorengan

22. Meniup lilin

23. Melakukan sesuatu tanpa mengucapkan bismillah terlebih

dahulu

24. Memakai shalwar sambil berdiri

Jika seseorang pelajar surat Al-kautsar sebelum tidur selalu

berdoa "Ya Allah bangunkanlah aku besok untuk melaksanakan

salat subuh" maka dengan izin Allah ia akan bangun pada waktu

subuh ini  .

KEUTAMAAN SALAT

Dalam kitab Ashi’atul Lemaat (ditulis oleh Abdul Haq bin

Saifuddin Dahlawi “rahimahullah taala” 958 H [1551 M]-1052 H

[1642], Delhi) terdapat banyak hadist yang membahas keutamaansalat. Kitab ini ini yaitu uraian dari kitab Misykatul Masabih yang

berbahasa Persia (dan ditulis oleh Waliyuddin Khatib Tebrizi

Muhammad bin Abdullah “rahimahullah taala” yang wafat tahun

749 H [1348 M] sebagai uraian dan pelengkap untuk kitab

Masabih (dan ditulis oleh Imam Beghawi Huseynbin Mas’ud

Muhyis sunna “rahimahullah taala” yang wafat tahun 516 H [1122

M]). Ashi’atul Lemaat ini yaitu buku yang mempunyai empat jilid.

Dan edisi kesembilan dipublikasikan tahun 1384 H [1964 M] di

Lucknow, India.

Salat berasal dari Bahasa Arab. Dan arti asli dari salat adalah

doa, rahmat dan istighfar (memohon ampun kepada Allahu

te’ala). sebab   salat mengandung ketiga makna ini maka ia

dinamakan salat.

1- Abu Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Salat lima

waktu dan salat Jumat ini yaitu kafarat dari dosa-dosa yang

dilakukan sampai Jumat berikutnya dan puasa 30 hari dalam

bulan Ramadan ini yaitu kafarat untuk dosa-dosa yang dilakukan

hingga Ramadan berikutnya. Dan menjauhi dari perbuatan dosa

besar ini yaitu sebab di ampuni nya dosa-dosa kecil". Dan dosa￾dosa kecil yang telah dilakukan akan diampuni jika didalamnya

tidak terdapat hak manusia. Dan bagi orang-orang yang telah

diampuni dosa-dosa kecilnya maka itupun menjadi sebab untuk

diringankan azab-azab dosa-dosa besarnya dan agar dosa dosa

besar diampuni wajib hukumnya untuk bertaubat dan jika ia tidak

memiliki dosa besar maka ia menjadi sebab ditinggikan derajat

orang ini  . Hadis ini tertulis dalam Kitab Shahih Muslim.

Salat Jumat ini yaitu sebab diampuninya kesalahan-kesalahan yang

ada pada salat lima waktu. Dan jika salat Jumatnya juga memiliki

kesalahan maka puasa bulan Ramadan lah yang akan menjadi

sebab diampuni kesalahan-kesalahan ini  .

2- Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu Anhu

bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

"Seseorang yang memiliki air mengalir yang ada di depan

rumahnya nya mandi dan membersihkan diri satu hari 5 kali Maka

apakah akan ditemukan kotoran di tubuhnya?" Maka para

sahabat menjawab tidak ya Rasulullah. "Maka salat lima waktu

ini yaitu perumpamaan seperti ini. Dosa-dosa kecil yang dilakukan

oleh orang yang salat lima waktu akan diampuni oleh Allah

subhanahu wa ta'ala." Hadis ini tertulis dalam Shahih Bukhari dan

Shahih Muslim.3- Abdullah Bin Masud menyatakan bahwa ada seseorang yang

mencium perempuan yang bukan mahram baginya. Yakni

dikisahkan secara detail bahwa seorang dari kaum Anshar

menjual kurma. Lalu datang seorang perempuan yang ingin

membeli kurma ini  . Seketika itu muncullah hawa nafsu

dalam diri laki-laki ini  . Lalu ia mengatakan, "Saya memiliki

kurma yang lebih bagus di rumah. Mari kita pergi ke rumah agar

saya bisa memberikannya kepadamu. Dan ketika sampai ke

rumah ia memeluk perempuan ini  . Lalu menciumnya.

Perempuan itu pun mengatakan, "Apa yang kamu lakukan.

Takutlah kepada Allah!" Lalu ia pun menyesal dan datang kepada

Rasulullah dan menjelaskan apa yang telah dia lakukan. Namun

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak segera

menjawabnya. Beliau menunggu Wahyu dari Allah ta'ala. Lalu

laki-laki ini pergi melaksanakan salat. Dan kemudian Allah

Subhanahu Wa Ta'Ala menurunkan ayat ke 115 dari surat Hud.

Dan arti dari ayat ini ini yaitu "Salatlah pada dua sisi hari dan

ketika matahari terbenam dan kebaikan itu pasti menghapus

keburukan." Dua sisi hari ini yaitu sebelum siang dan setelah siang

yakni salat subuh Dzuhur dan Ashar. Dan salat yang dekat pada

malam hari ini yaitu salat Maghrib dan salat Isya. Dalam ayat ini

juga difirmankan bahwa salat lima waktu menjadi sebab

diampuninya dosa-dosa kecil. Lalu laki-laki ini bertanya,

"Ya Rasulullah Apakah kabar baik ini untukku sendiri atau untuk

umat juga?" maka Rasulullah bersabda, "Ini untuk seluruh umat

ku.” Dan hadis ini tertulis dalam Shahih Muslim dan Shahih

Bukhari.

4- Anas bin Malik radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa

seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam

dan berkata, “Saya telah melakukan dosa yang harus dihukum

dengan hukuman had maka berikanlah hukuman had kepadaku.

Namun Rasulullah tidak menanyakan dosa apa yang telah

dilakukannya. Kemudian masuk waktu salat dan mereka

melaksanakan salat bersama-sama. Ketika selesai salat laki-laki

ini bangkit dan berkata, “Ya Rasulullah Shallallahu Alaihi

Wasallam saya telah melakukan dosa yang harus dihukum had.

Maka hukumlah saya sesuai yang diperintahkan dalam kitab

Allah. Maka Rasulullah bersabda, “Bukankah kita telah

melaksanakan salat bersama” Lalu ia menjawab, “Ya kita telah

melaksanakan salat bersama.” Maka beliau bersabda, “Kalau

begitu janganlah bersedih. sebab   Allah telah mengampuni

dosamu.” hadis ini tertulis didalam dua buku dasar hadis. Orangini telah mengira bahwa ia telah melakukan dosa besar yang

harus dihukum had. Maka ketika dia diampuni ketika selesai salat

itu menunjukkan bahwa itu ini yaitu termasuk dosa kecil. Dan yang

dimaksud dengan pernyataan had-nya ini yaitu hukuman ta'zir yang

dilakukan ketika melakukan dosa-dosa kecil. Dan itu juga

ditunjukkan ketika Rasulullah tidak memerintahkan,

“Lakukanlah hukuman had!” pada permintaan yang kedua.

5- Abdullah bin Mas'ud radhiallahu Anhu bertanya, Amalan

apa yang paling disukai Allah ta'ala kepada Rasulullah Shallallahu

Alaihi Wasallam. Lalu Beliau menjawab, “Salat yang

dilaksanakan pada waktunya.” Sedangkan dalam beberapa hadits

sahih Allah sangat menyukai salat yang dikerjakan pada awal

waktunya. Lalu akupun bertanya lagi, “Setelah itu apa yang

disukainya lagi. Beliau pun bersabda, “Berbuat baik kepada

kedua orang tua.” Lalu apalagi yang disukainya. Beliau bersabda,

“Berjihad dijalan Allah.” Dan hadis ini tertulis dalam buku kitab

shahih dan dalam hadits lainnya. Disebutkan bahwa memberi

makan ini yaitu amalan yang paling baik. Dan di hadist lainnya,

menyebarkan salam. Dan dalam hadis lainnya ini yaitu salat malam

ketika semua orang sedang tidur. Dan di dalam Hadits Shahih

lainnya ini yaitu amal yang paling baik ini yaitu perbuatan dan

perkataan seseorang yang tidak menyakiti. Dalam salah satu hadis

jihad ini yaitu amal yang paling baik. Dan satu hadis lainnya haji

yang mabrur ini yaitu amal yang terbaik. Yakni haji yang dilakukan

tanpa ada dosa sedikitpun. Dan dalam beberapa hadits lainnya

juga disebutkan bahwa dzikir kepada Allah dan amal yang

dilakukan terus-menerus. Maka dengan begitu jawaban telah

diberikan sesuai dengan keadaan dan kondisi orang yang

bertanya. Bahkan sesuai dengan waktunya. Misalnya amal-amal

yang paling utama ini yaitu berjihad di jalan Allah, diberikan ketika

pada awal-awal Islam muncul. [Dan amal yang paling utama pada

masa kita ini yaitu membantah orang-orang yang tidak bermadzhab

dan kafir dengan tulisan dan karya-karya. Yakni menyebarkan

itikad ahlu sunnah. Maka orang-orang yang berjihad seperti ini

dan orang-orang yang membantu dengan harta dan juga raganya

mereka telah bersama-sama mendapatkan pahala yang diberikan

Allah. Ayat-ayat suci Alquran dan hadis sahih menunjukkan

bahwa salat lebih penting dari zakat dan sedekah. Namun

seseorang yang memberikan sesuatu kepada orang yang sedang

sekarat dan menyelamatkannya dari kematian, itu lebih penting

dari pada salat.

6- Jabir bin Abdullah mengabarkan bahwa Rasulullah“shallallahu alaihi wasalam bersabda, “Perbedaan antara manusia

dan kekafiran ini yaitu meninggalkan salat.” sebab   salat adalah

tirai yang menjaga manusia dari kekufuran. Jika tirai ini terangkat

maka manusia bisa tergelincir kepada kekufuran ini  . Hadist

ini tertulis di dalam shahih Muslim. Hadist ini menunjukkan

bahwa meninggalkan salat ini yaitu sesuatu yang sangat buruk.

Mayoritas dari para sahabat mengatakan bahwa seseorang yang

meninggalkan salat tanpa adanya uzur bisa menjadi kafir.

Sedangkan dalam mazhab Syafi’i dan Maliki ia tidak kafir namun

wajib dibunuh. Dan dalam mazhab Hanafi hendaknya dikurung

dan dipukul sampai ia mulai salat kembali.

7- Ubaidah bin Samit ‘radhiallahu anhu’ mengabarkan bahwa

Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Allahu te’ala

telah memerintahkan salat lima waktu. Jika seseorang mengambil

wudhu yang baik dan benar, lalu salat tepat waktu dan

mengerjakan ruku dan khusyu dengan sempurna maka Allahu

te’ala berjanji untuk mengampuninya. Dan tidak untuk yang tidak

mengerjakan salat. Dan Ia berkehendak untuk memaafkannya

ataupun menyiksanya.” Hadist ini disampaikan oleh Imam

Ahmad, Abu Daud dan Nasai. Maka dapat dipahami bahwa wajib

untuk memperhatikan syarat sah salat, ruku dan sujud. Dan

Allahu te’ala tidak akan mengingkari janjinya. Dan pasti akan

mengampuni orang yang salat lima waktu dengan baik dan benar.

8- Abu Amama Bahili ‘radhiallahu anhu’ meriwayatkan.

Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Tunaikanlah

salat lima waktu! Puasalah satu bulan (Ramadan)! Berikanlah

zakatmu! Dan patuhilah pemimpinmu! Lalu masuklah kamu

kedalam surga Tuhanmu.” Maka dapat dipahami bahwa seorang

muslim yang salat lima waktu, puasa di bulan Ramadan,

membayar zakatnya, dan mematuhi perintah pemimpin yang

sesuai dengan Islam maka ia akan masuk surga. Hadist sahih ini

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmizi.

9- Seseorang yang terkenal di kalangan para sahabat, Burayda

Eslem ‘radhiallahu anhu’ menyatakan, bahwa Rasulullah

‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Perjanjian yang ada

diantara kamu dan kita ini yaitu salat. Barang siapa yang

meninggalkan salat maka ia kafir.” Maka dapat dipahami bahwa

seseorang yang salat maka ia ini yaitu seorang muslim. Seseorang

yang meremehkan salat maka ia kafir sebab   tidak menerima

bahwasannya salat ini yaitu tugas pertama. Hadist ini diriwatkan

oleh Imam Ahmad, Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah (empat perawi

hadist besar.)10- Abu Dzar Al-Ghifari menyatakan bahwa dirinya pernah

pergi bersama Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’ dihari

musim gugur. Daun-daun berjatuhan. Lalu belian mengambil dua

dahan pohon. Maka dedaunan yang ada didahan itu langsung

berguguran. Maka ia bersabda, “Wahai Abu Dzar! Ketika seorang

muslim meniatkan salatnya hanya untuk mendapat rida Allah,

maka dosa-dosanya akan diampuni sebagaimana daun-daun ini

berguguran.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

11- Zaid bin Khalid Juhaimi mengabarkan bahwa Rasulullah

‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Seorang muslim yang

mengerjakan salat dua rakaat dengan benar dan khusyuk maka

dosa-dosanya akan diampuni.” Yakni seluruh dosa kecilnya akan

diampuni. Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad

“rahimahullahu taala”.

12- Abdullah bin Amr bin Asy mengabarkan bahwa Rasulullah

‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Seseorang yang

mengerjakan salatnya maka ia (salat) akan datang sebagai cahaya

dan burhan (tanda baik yang nyata), lalu menjadi wasilah

dijauhkannya dari neraka. Dan seseorang yang tidak menjaga

salatnya maka tidak ada cahaya dan burhan, dan juga tidak akan

ada penolong. Ia akan bersama-sama dengan Qarun, Firaun,

Haman dan Ubay bin Halaf.” Maka dapat dipahami dari sini

bahwa seseorang yang salat sesuai dengan fardhu, wajib, Sunnah

dan adab-adabnya maka itu menjadi wasilah dirinya dipenuhi

cahaya di akhirat nanti. Namun jika ia tidak melanjutkan salat

dengan cara seperti ini maka ia akan bersama-sama orang kafir di

akhirat nanti. Yakni ia akan menerima siksaan keras di neraka.

Ubay bin Halaf ini yaitu salah satu orang kafir terburuk Mekkah.

Dengan tangannya yang suci Rasulullah ‘shallallahu alaihi

wasalam’ mengirimnya ke neraka dalam perang Uhud. Hadist ini

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan Baihaqi dan Darimi.

13- Salah satu pembesar dari para Tabi, Abdullah bin Syaqiq

“rahimahullahu taala” mengatakan, “Para sahabat nabi

“radhiallahu anhum” mengatakan bahwa hanya perkara

meninggalkan salatlah yang pelakunya akan menjadi kafir dalam

perkara ibadah.” Ini disampaikan oleh Tirmizi. Dan Abdullah bin

Syaqiq meriwayatkan dari hadist-hadist Umar, Ali, Utsman dan

Aisyah “radhiallahu anhum”. Ia wafat pada tahun seratus delapan

Hijriah.

14- Abu Darda ‘radhiallahu anhu’ mengabarkan bahwa orang

yang sangat aku cinta bersabda, “Janganlah engkau sekali-kaliberbuat syirik kepada Allahu te’ala walaupun engkau dicincang

ataupun dibakar diapi! Dan janganlah meninggalkan salat!

sebab   orang yang meninggalkan salat dengan sengaja maka ia

diragukan keislamannya. Dan janganlah minum khamr! sebab   ia

ini yaitu kunci dari segala keburukan.” Dapat dipahami bahwa

orang yang meninggalkan salat kerena ketidak peduliannya, maka

ia termasuk orang kafir. Walaupun tidak membawa kepada

kekafiran tapi orang yang meninggalkan salat sebab   kemalasan

ini yaitu suatu dosa besar. Dan bukanlah suatu dosa bagi seseorang

yang tidak bisa melaksanakannya sebab   suatu uzur yang lima,

yang telah disampaikan Islam. Sedangkan khamar dan segala

macam minuman beralkohol itu dapat menghilangkan akal. Dan

orang yang hilang akalnya bisa melakukan segala sesuatu yang

buruk.

15- Ali ‘radhiallahu anhu’ mengabarkan bahwa Rasulullah

‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Wahai Ali! Tiga perkara

yang jangan sekali-kali engkau tunda: dirikanlah salat ketika

masuk waktunya! Salat mayit ketika jenazah sudah disiapkan!

Dan menikahkan seorang anak perempuan ketika kamu

ditemukan yang sekufunya!” Hadist ini diriwayatkan oleh Tirmizi

“rahimahullahu taala”. Agar salat mayit tidak tertunda maka

diperbolehkan untuk salat pada tiga waktu makruh.

[Bisa kita lihat bahwa hendaknya anak perempuan diberikan

kepada laki-laki yang sekufu, yakni setara. Arti dari sekufu

bukanlah orang kaya ataupun yang memiliki gaji besar. Tapi

seorang laki-laki yang saleh, berada dalam itikad ahli Sunnah,

melaksanakan salat, tidak minum khamar, yakni ia menghidupkan

Islam dan memiliki pendapatan yang bisa menafkahkan

keluarganya. Bagi orang tua yang hanya ingin memiliki menantu

yang kaya atau memiliki rumah, maka ia hanya akan menyeret

putrinya kedalam bencana. Atau bahkan melemparnya kedalam

api neraka tanpa disadarinya. Dan seorang wanita pun ia harus

melaksanakan salat, tidak keluar rumah dengan kepala dan tangan

yang terbuka dan berdiam diri dirumah walaupun dengan kerabat

yang bukan mahram sekalipun.]

16- Abdullah bin Umar ‘radhiallahu anhu’ mengabarkan

bahwa Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Allahu

te’ala rida kepada seseorang yang langsung mengerjakan salat

ketika masuk waktunya. Dan mengampuni orang-orang yang salat

diakhir waktu.” Hadist ini diriwayatkan oleh Tirmizi

‘rahimahullah taala’

17- Ummu Farwa ‘radhiallahu anha’ mengabarkan bahwa telah

ditanyakan kepada Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’

mengenai amal yang paling utama, beliau bersabda, “Ibadah yang

paling utama ini yaitu salat diawal waktu” Hadist ini diriwayatkan

oleh Imam Ahmad, Tirmizi dan Abu Daud “rahimahumullah

taala”. Salat ini yaitu ibadah yang paling utama. Dan ia menjadi

lebih utama ketika melaksanakannya pada awal waktu.

18- Aisyah ‘radhiallahu anha’ meriwayatkan, “Aku tidak

pernah melihat Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’ salat

diakhir waktu, melainkan hanya dua kali.”

19- Ummu Habibah ‘radhiallahu anha’ mengabarkan bahwa

Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’ bersabda, “Jika seorang

hamba muslim melakukan salat dua belas rakaat sebagai

tambahan bagi salat lima waktu maka Allahu te’ala akan

membuatkan istana baginya di surga.” Hadist ini ada dalam shahih

Muslim. Dapat dilihat bahwa Rasulullah ‘shallallahu alaihi

wasalam’ menyebut tathawwu’ yakni salat Sunnah rawatib untuk

salat yang dikerjakan dengan salat wajib lima waktu.

20- Seorang Tabi’ besar, Abdullah Syaqiq “rahimahullahu

taala” menyebutkan: Aku menayakan salat tathawwu’ yakni salat

Sunnah yang dikerjakan Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’

kepada hadrat Aisyah ‘radhiallahu anha’. Beliau menjawab,

“Beliau selalu melakukan empat rakaat sebelum dzuhur, dua

rakaat setelahnya, dua rakaat sesudah maghrib dan isya serta dua

rakaat sebelum subuh.” Informasi ini disampaikan oleh Muslim

dan Abu Daud “rahimahumallahu te’ala”.

21- Aisyah ‘radhiallahu anha’ berkata, “Ibadah Sunnah yang

selalu dikerjakan oleh Rasulullah ‘shallallahu alaihi wasalam’

ini yaitu salat Sunnah dua rakaat sebelum subuh.” Hadist ini tertulis

dalam shahih Bukhari dan Muslim. Aisyah ‘radhiallahu anha’ salat

Sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah salat fardhu adalah

salat Sunnah rawatib.

[Imam Rabbani mujaddidi alf thani Ahmad bin Abdul Ahad

Faruqi Serhendi ‘rahmatullah alaih’ da’i agama yang dipilih

Allahu te’ala dan mujahid yang melawan bid’ah-bid’ah ini

menyebutkan dalam buku yang tidak ada tandingannya dalam

agama Islam Maktubat, risalah kedua puluh Sembilan:

Perbuatan-perbuatan yang diridai Allahu te’ala adalah

perkara-perkara yang fardhu dan Sunnah. Tidak ada arti dari

perkara-perkara sunnah dihadapan yang fardhu. Salat fardhu pada

awal waktu lebih utama dari melakukan ibadah sunnah seribu

tahun tanpa berhenti. Setiap macam Sunnah selalu seperti itu,

misalnya ibadah salat sunnah, zakat, puasa, umrah, haji, dzikir dan

fikir. Bahkan melakukan salah satu dari sunnah-sunnah ini  

dan adab dari adab-adabnya ketika melakukan salat fardhu maka

ia lebih utama bertingkat-tingkat daripada sunnah-sunnah yang

lain. Amirul mukminin, Umar Al-Faruq ‘radhiallahu anhu’ ketika

selesai mengimami jamaah suatu hari menanyakan kepada jamaah

seseorang yang tidak ada dalam saf. Mereka pun menjawab bahwa

ia mungkin tertidur sebab   melakukan ibadah Sunnah sepanjang

malam. Ia pun berkata, “Alangkah lebih baik jika ia tidur

sepanjang malam dan ikut salat subuh berjamaah.” Dapat dilihat

disini bahwa melakukan adab dari adab-adab lainnya dan

menjauhi hal yang makruh ketika melakukan salat fardhu maka ia

akan jauh lebih utama dari pada dzikir, fikir dan muraqaba. Ya

jika ibadah-ibadah Sunnah ini dilakukan dengan adab dan

menjauh dari makruh maka ia akan sangat bermanfaat. Namun

jika tidak maka itu tidak memiliki arti sama sekali. Oleh sebab   itu

membayar zakat satu lira Turki (yang mana itu memiliki hukum

fardhu seperti yang dijelaskan dalam buku Kebahagiaan Abadi

jilid kelima bagian pertama) lebih berharga daripada memberi

beribu-ribu lira sedekah Sunnah. Yakni perlu memperhatikan

adab ketika memberikan satu lira ini seperti memberinya

kepada kerabat dekat, ia lebih baik bertingkat-tingkat daripada

sedekah Sunnah. [Barang siapa yang akan melaksanakan salat

tahajjud maka hendaknya ia melaksanakan salat qadha. Segala

perintah Allahu te’ala disebut dengan fardhu, larangannya disebut

haram, sedangkan perintah nabi kita ini yaitu Sunnah, dan

larangannya disebut makruh, dan itu semua disebut dengan

Hukum-hukum Islam. Memiliki akhlak yang baik dan berbuat

baik kepada manusia hukumnya ini yaitu fardhu. Bagi siapa pun

yang tidak mempercayai dan tidak suka kepada salah satu hukum￾hukum Islam maka ia kafir dan murtad. Dan yang mempercayai

semuanya disebut dengan muslim. Dan bagi muslim yang tidak

mematuhi hukum Islam kerena kemalasannya disebut dengan

fasik. Seorang fasik muslim yang tidak mematuhi suatu fardhu

atau haram maka ia akan masuk neraka. Dan segala yang

diperbuatnya itu tidak diterima dan tidak mendapat pahala.

Seseorang yang tidak membayar satu Turki lira zakat maka segala

donasi maupun sedekahnya tidak akan diterima. Dan tidak akan

diberi pahala segala bantuan berupa masjid, sekolah, rumah sakit

dan yayasan yang telah dibuat atau diberikan. Salat tarawih

seseorang yang tidak salat isya tidak akan diterima. Semua ibadahyang tidak termasuk fardhu dan wajib disebut dengan Sunnah.

Sunnah-sunnah bersifat nafilah. Maka menurut pengertian ini,

seseorang yang salat qadha maka ia sama saja dengan salat

Sunnah. Pahala dari melakukan ibadah fardhu atau menjauhkan

diri dari yang haram itu lebih banyak dari berjuta-juta pahala

nafilah. Seseorang yang tidak melakukan fardhu dan melakukan

satu perbuatan haram maka ia akan disiksa di neraka. Dan ibadah￾ibadah sunnahnya tidak akan bisa menolongnya. Dan bid’ah

ini yaitu perubahan yang terjadi dalam ibadah-ibadah. Dan

melakukan perbuatan bid’ah dalam ibadah ini yaitu haram, dan bisa

merusak ibadah ini  . [Silahkan lihat bagian pembahasan

Adzan!] Dalam hadist sahih disebutkan, “Segala ibadah-ibadah

yang dilakukan oleh pelaku bid’ah tidak akan ada yang diterima”.

Jika seorang fasiq, yakni contohnya ia memiliki istri dan anak

perempuan yang tidak memakai jilbab dengan benar; atau seorang

pelaku bid’ah, misalnya ia memakai speaker dalam ibadah￾ibadahnya; maka hendaknya kamu jangan salat dibelakang

mereka, jangan mendengar ceramah-ceramah mereka juga

janganlah membaca buku-buku mereka. Hendaknya

menampakkan wajah yang ceria dan Bahasa yang baik kepada

teman maupun musuh, dan janganlah memunculkan permusuhan

kepada siapa pun. Dalam hadist sahih dijelaskan bahwa tidak

sepatutnya meladeni orang yang idiot. Ibadah itu menjernihkan

hati. Sedangkan dosa menghitamkan hati sehingga ia tidak bisa

merasakan kenikmatan lagi. Dan ini yaitu suatu hal yang fardhu

bagi setiap muslim untuk mempelajari syarat-syarat iman, ibadah￾ibadah fardhu dan perkara haram. Dan ketidaktahuan bukanlah

sebuah uzur. Yakni seperti mengetahui namun tidak percaya.]

Kitab Maktubat ini yaitu berbahasa Persia. Dan selesailah

terjemahannya disini. Imam Rabbani wafat pada tahun 1034 H

[1624 M] di kota Serhend, India.

Dari hasil tulisan-tulisan diatas maka dapat dipahami bahwa

salat Sunnah rawatib ini yaitu salat-salat nafilah. Ia menjadi lebih

utama dari salat-salat Sunnah lain sebab   ia dilaksanakan

bersamaan dengan salat fardhu dan bisa melengkapi kekurangan

yang ada di salat-salat fardhu. Seorang muslim yang mengetahui

keutamaan salat lima waktu dan bahwa ia ini yaitu tugas pertama

baginya, namun tidak melaksanakan satu salat fardhu saja tanpa

adanya uzur maka ia telah melakukan dosa besar. Ia akan berada

di neraka bersama dengan Fir’aun dan Haman. Salat-salat nafilah,

yakni salat Sunnah tidak akan bisa menyelamatkan manusia dari

dosa dan azab yang pedih itu. Oleh sebab   itu wajib hukumnyauntuk melaksanakan salat fardhu yang ditinggalkannya terlebih

dahulu. Dan jika ia menundanya berarti ia melakukan dosa besar

lagi. Maka harus segera dihentikan dosa-dosa yang bertambah

banyak ini. Melakukan salat qadha memiliki pahala yang jauh

lebih banyak daripada pahala salat Sunnah sebab   ia merupakan

ibadah fardhu. Maka menurut hal ini dan dibolehkannya

meninggalkan salat Sunnah dengan uzur, maka setiap muslim

hendaknya melaksanakan qadha salatnya di empat waktu salat￾salat Sunnah rawatib. sebab   ada beberapa ulama yang

memfatwakan bahwa salat Sunnah qabliyah subuh ini yaitu wajib,

maka hendaknya tidak mengqadha salat-salatnya diwaktu

ini  . Dengan begitu ia bisa terselamatkan dari dosa besar ini

dengan mengqadha salat-salatnya. Lalu hendaknya ia tetap

melaksanakan salat Sunnah rawatibnya setelah salat selesai

qadha-qadhanya. sebab   bersikeras untuk tidak melaksanakan

salat Sunnah tanpa uzur ini yaitu termasuk perbuatan dosa kecil.

Dan orang-orang yang tidak peduli dengan ibadah-ibadah

sunnahnya maka ia termasuk orang-orang kafir.

Walaupun hukum menyegerakan salat yang tidak

dilaksanakan dan belum bisa terlaksana sebab   suatu uzur adalah

fardhu, namun sebab   tidak melaksanakan salat dengan adanya

uzur bukanlah sebuah dosa maka para alim ulama Hanafi

memperbolehkan untuk menunda salat qadha ini agar bisa

tetap bisa melaksanakan salat Sunnah. Namun fatwa ini tidak

diperuntukkan bagi salat yang tertinggal tanpa adanya uzur. Selain

itu artinya diperbolehkan ini yaitu wajib, bukanlah baik. Terdapat

banyak sesuatu yang diperbolehkan namun ia ini yaitu makruh.

Contohnya, memberikan sadaqa fitri kepada kafir dzimmi

diperbolehkan namun ia makruh. (Silahkan lihat Kehabagiaan

Abadi jilid kelima, bagian ketiga untuk sadaqa fitri. Dzimmi

ini yaitu sebutan untuk orang kafir yang tinggal dinegara muslim).

Dirikanlah salat, dan jagalah tanganmu dari perbuatan haram

Jangan mengira bahwa aku akan hidup lama dan dunia akan selalu ada!

Kerjakanlah salat lima waktu, selagi masih muda!

Engkau akan memetik apa yang engkau tanam, dalam surga kelak.

Dua orang tidak akan mengingatkanmu akan maut

Yang satu mengerjakan yang haram, dan yang satunya tidak mengerjakan salat!

Akan datang suatu hari, tangan ini tidak akan bisa menggenggam,

Dan mulut kaku dan tidak bisa berkata, “Allah”

MEMBAYAR ZAKAT

Dan juga dalil mengenai fardhunya membayar zakat ada dalam

surat Al-Baqarah ayat keempat puluh tiga dan seratus sepuluh.

Dan juga ada dua belas orang yang tidak diperbolehkan diberi

zakat:

Orang gila, seorang muslim yang telah wafat, orang kafir, orang

kaya, orang tua dan anak cucu, istrinya, budaknya, mukataba

[seorang budak yang akan bebas dengan membayar majikannya

dengan harga yang telah ditentukan]. Seorang mudabbera [budak

yang akan bebas ketika majikannya wafat]. Seorang wanita yang

memberikan zakat kepada suaminya ini yaitu perkara yang

diperdebatkan, namun yang lebih benar ini yaitu tidak

memberikannya.

Dan jika engkau berikan zakat kepada orang asing yang tidak

ada tali saudara denganmu lalu ternyata diketahui ia adalah

anakmu, atau orang yang kamu kira ini yaitu seorang muslim

namun ternyata ia ini yaitu orang kafir, maka jika ketika zakat

diberikan engkau tidak mengetahuinya maka pendapat yang

paling benar ini yaitu tidak perlu mengembalikan zakat ini  .

Zakat perlu diberikan kepada delapan golongan:

1- Orang miskin dalam terminology Islam (seseorang yang

tidak memiliki nafkah lebih dari satu hari),

2- Seorang fakir muslim yang pendapatannya kurang dari nisab

qurban,

3- Seorang muslim yang memiliki hutang,

4- Amil zakat,

5- Seorang fakir ditempatnya ia berada sekarang, meskipun ia

kaya ditempat asalnya,

6- Seorang muslim yang berada dijalan jihad dan haji,

7- Budak yang memerlukan uang untuk menebus dirinya

kepada majikannya,

8- Orang kafir yang disebut dengan muallafa qulub, yang mana

mereka sudah tidak ada lagi sekarang.

Seseorang yang memiliki harta yang lebih dari nafkahnya

namun lebih sedikit dari nisab qurban disebut dengan fakir (dalam

terminology Islam). Berapa pun gaji yang ia dapat, jika ia

kesulitan dalam mengurus rumahnya maka ia boleh mengambilzakat dan tidak wajib untuk berqurban dan juga membayar fitrah.

Seseoransg yang mengajar atau belajar agama berhak menerima

zakat walaupun ia memiliki harta selama empat puluh tahun.

Tidak diperbolehkan untuk membangun masjid, pergi jihad dan

pergi haji menggunakan uang zakat. Dan tidak boleh membelikan

kafan untuk mayit dengannya. Dan zakat tidak boleh diberikan

kepada anak dari orang kaya, ibu dan bapaknya, anaknya dan

istrinya. Namun memberikan kepada saudara-saudaranya,

menantu perempuan dan laki-laki, mertua perempuan dan laki￾laki, bibi, paman dari kedua belah pihak ini yaitu lebih berpahala.

Zakat diberikan lebih sedikit dari nisab kepada orang fakir.

Namun jika ia memiliki istri dan anak-anak maka hendaknya

diberikan lebih banyak dari nisab kepada mereka semua. Dan juga

hendaknya zakat tidak diberikan kepada orang yang boros

terhadap harta dan yang menggunakannya untuk hal yang haram.

sebab   para sayyid tidak bisa mengambil hak dari ganimah￾ganimah maka zakat pun boleh diberikan kepadanya. (Silahkan

cek dalam ‘Baytul mal’ bagian terakhir dari bab pertama dalam

jilid kelima Kebahagiaan Abadi.

Ada enam syarat agar seorang muslim wajib untuk membayar

zakat:

1- Muslim,

2- Baligh,

3- Berakal,

4- Merdeka,

5- Harta yang telah sampai nisabnya,

6- Memiliki harta yang lebih banyak dari keperluan dan

hutang.

[Ketika zakat sudah fardhu bagi se