teks 3

 



 suatu bentuk percakapan antara dua tokoh, yakni Sansan dan Bu 

Lita. Jika Anda perhatikan, di dalamnya ada  tawar-menawar. Tokoh Sansan mengajukan 

penawaran, yakni meminta cuti kerja kepada majikannya, Bu Lita. Namun, Bu Lita tidak langsung 

menyetujui permintaan karyawannya itu.Ia pun mengajukan penawaran, yakni meminta Sansan 

tidak langsung cuti. Ia berharap dua minggu lagi, karyawannya itu tetap bekerja. Kemudian, ia 

akan memberi  kesempatan cuti selama tiga bulan.

V Negosiasi

-- 86

Percakapan atau dialog semacam itulah yang kemudian disebut dengan negosiasi, yakni 

bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk mencapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang 

mempunyai kepentingan berbeda. Dalam negosiasi, pihak-pihak ini  berusaha menyelesaikan 

perbedaan itu dengan berdialog. Negosiasi dilakukan karena pihak-pihak yang berkepentingan 

perlu membuat kesepakatan mengenai persoalan yang menuntut penyelesaian bersama. Definisi 

lainnya adalah sebagai berikut.

1. Negosiasi merupakan proses penetapan keputusan secara bersama antara beberapa pihak 

yang memiliki kepentingan berbeda. 

2. Negosiasi merupakan suatu cara dalam menetapkan keputusan yang dapat disepakati oleh 

dua pihak atau lebih untuk mencukupi kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan.

Di dalam negosiasi, ada  suatu perbedaan kepentingan di antara dua tokoh yang terlibat 

(negosiator). Dengan negosiasi ini , diharapkan perbedaan-perbedaan itu dapat dikompromikan 

sehingga pada akhirnya diperoleh kesepakatan-kesepakatan. Meskipun demikian, negosiasi tidak 

selalu berujung pada kesepakatan-kesepakatan. Mungkin saja yang terjadi kemudian adalah 

kegagalan karena masing-masing pihak tidak mencapai harapan-harapannya.

Dalam percakapan di atas, kesepakatan itu tercapai. Sansan, sebagai negosiator 1, memperoleh 

persetujuan untuk cuti selama tiga bulan walaupun berlaku dua minggu kemudian. Bu Lita pun, 

sebagai nego siator 2, terpenuhi kepentingannya karena Sansan mau untuk bekerja selama dua 

minggu ke depan. 

Perhatikan pula teks berikut.

Adam : “Kita belajar kelompok nanti malam di rumah saya!”

Hasan : “Ide bagus, tuh! Tapi, di rumah saya saja. Rumah kamu jauh!”

Adam : “Pakai motorlah. Paling gak sampai setengah jam sampai!”

Hasan : “Motornya lagi dipakai kakak. Udah, di rumah saya saja!?

Adam : “Ya, bagaimana….?”

Hasan : “Di rumah saya saja. Nanti saya sediakan makanan banyak. Kamu kan suka makan. 

He….”

Adam : “Benar, nih! Akan disediakan makanan!”

Hasan : “Dijamin!”

Adam : “Baiklah kalau begitu. Nanti malam saya yang datang ke rumahmu! Tapi….”

Hasan : “Iya, makanan apa pun yang kamu inginkan akan saya sediakan. Mau kerupuk, 

gorengan, lalap-lalapan. Air putih….!”

Adam : “Itu mah tidak istimewa, San! Di rumah saya juga banyak.”

Hasan : “Bercanda dong! Tenanglah, soal makanan, saya jamin. Oke, ya! Nanti malam kamu 

yang datang ke rumahku!”

Adam : Siap, jangan khawatir!”

Hasan : “Sip. Terima kasih kalau begitu!”

Teks di atas bukanlah percakapan biasa. Topik yang diobrolkan memiliki arah ataupun tujuan 

yang jelas. Mereka melakukan tawar menawar tempat kegiatan belajar kelompok yang akan mereka 

lakukan. Adam dan Hasan memiliki keinginan masing-masing. Keinginan-keinginan itu mereka 

ajukan sampai akhirnya diperoleh suatu kesepakatan.Tindakan yang dilakukan Adam dan Hasan 

itulah yang berkategori sebagai negosiasi.

Negosiasi 87

Di dalam contoh ini , pihak-pihak yang berkepentingan adalah Adam dan Hasan. 

Mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda, yakni ingin kegiatan belajarnya dilaksanakan 

di rumah masing-masing. Keinginan itu kemudian mereka negosiasikan yang pada akhirnya 

disepakati bahwa belajar kelompok itu dilakukan di rumah Hasan. Dalam hal ini Adam mengalah 

ataupun mengorbankan keinginannya untuk bisa belajar kelompok di rumah sendiri. Akan tetapi, 

ia mendapat kompensasi. Keinginan lain untuk bisa makan-makan saat  belajar kelompok 

terpenuhi. Hasan akan memenuhi keinginannya itu dengan menyediakan makanan di rumahnya.

B Fungsi, Struktur, dan Kaidah Teks Negosiasi

1. Fungsi Teks Negosiasi

Teks negosiasi tergolong ke dalam bentuk teks diskusi (discussion). Di dalamnya 

membahas suatu isu tertentu dengan disertai sejumlah argumen dari dua pihak atau lebih 

dengan tujuan untuk mengompromikan atau menyepakati kepentingan-kepentingan yang 

berbeda. Kegiatan itu berisi adu tawar yang kemudian berujung pada kesepakatan atau 

ketidaksepakatan. Istilah lain dari adu tawar keinginan itu, kita istilahkan dengan negosiasi. 

Adu tawar atau negosiasi ternyata sering terjadi dalam berbagai kesempatan. Bahkan, dapat 

dikatakan bahwa saat  berhubungan dengan orang lain, kita tidak bisa lepas dengan proses 

negosiasi, tetapi dalam bentuk dan tingkat kepentingan yang berbeda-beda.

Di dalam pergaulan sehari-hari, kecakapan bernegosiasi sangat diperlukan. Misalnya, 

kecakapan bernegosiasi diperlukan untuk menentukan tempat belajar kelompok, memilih 

tujuan wisata, memilih ketua kelas atau ketua OSIS. Dalam kehidupan yang lebih luas, 

kecakapan ini  diperlukan dalam pergaulan masyarakat, bidang pekerjaan, dan kehidupan 

bernegara. Dalam bidang-bidang ini , banyak sekali kegiatan yang harus diselesaikan 

melalui negosiasi-negosiasi.

Berikut contoh-contoh kegiatan lainnya yang perlu diselesaikan melalui negosiasi:

a. jual beli barang, jasa;

b. penggajian karyawan;

c. penempatan tenaga kerja;

d. penyusunan program-program organisasi;

e. pembagian warisan;

f. sengketa rumah atau tanah;

g. pembangunan fasilitas-fasilitas umum; 

h. penentuan calon wakil rakyat dalam suatu partai politik.

Kecapakan bernegosiasi penting kita kuasai dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan 

tertentu. Kalau tidak demikian, kita akan selalu kalah dalam proses tawar menawar. Tentu 

hal itu tidak kita inginkan. saat  ada kegiatan, maksud, keinginan, atau apa pun namanya 

yang melibatkan orang lain, seharusnya kita selalu menjadi pemenang. Dalam hal inilah, 

kecakapan bernegosiasi merupakan kuncinya.

-- 88

Ada kepentingan Melibatkan  orang lain Bernegosiasilah

Dalam bidang apa pun, tidak terkecuali pula dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan 

bernegosiasi tetap diperlukan selama kita ingin menjadi pemenang dalam pergaulan. 

Bernegosiasi sesungguhnya merupakan strategi untuk meraih berbagai kepentingan, 

memenangkan konflik, dan merupakan sarana untuk berbagai permasalahan yang berhubungan 

dengan orang lain.

Karakteristik dan arti penting lainnya dari negosiasi adalah sebagai berikut.

a. Negosiasi bertujuan untuk menghasilkan kesepakatan.

b. Negosiasi bertujuan untuk menghasilkan keputusan yang saling menguntungkan.

c. Negosiasi merupakan sarana untuk mencari penyelesaian.

d. Negosiasi mengarah kepada tujuan praktis.

e. Negosiasi memprioritaskan kepentingan bersama.

•  Menjual barang dengan  

   harga mahal

• Bisa naik jabatan  

  dengan cepat

• Ingin cuti kerja

• Memperoleh  

kenaikan gaji

• Terabaikannya  

  tugas dari pimpinan

• Kenaikan gaji berlarut-larut

• Tertukar  

jadwal kerja

• Salah pengertian  

dalam posisi jabatan

Sarana untuk 

memenangkan 

persaingan

Sarana untuk 

menyelesaikan 

masalah

Sarana untuk 

meraih berbagai 

kepentingan

Sarana untuk 

menyelesaikan 

konflik

Empat Arti Penting Negosiasi

dalam Dunia Kerja

Negosiasi 89

2. Struktur Teks Negosiasi

Struktur adalah susunan, urutan, ataupun tahapan. Di dalam negosiasi, ada  lima 

tahapan yang lazim dilalui dalam proses bernegosiasi. Kelima tahapan itu adalah sebagai 

berikut.

a. Negosiator 1 menyampaikan maksud bernegosiasi.

b. Negosiator 2 menyampaikan penolakan ataupun sanggahan dengan alasan-alasan.

c. Negosiator 1 mengemukakan argumentasi ataupun fakta yang memperkuat maksudnya 

ini  agar disetujui oleh negosiator 2.

d. Negosiator 2 kembali mengemukakan penolakan dengan sejumlah argumentasi dan fakta.

e. Terjadinya kesepakatan/ketidaksepakatan.

Argumentasi  

yang  

meyakinkan

Fakta yang 

lengkap  

dan jelas

Penting  

dalam 

bernegosiasi

Di dalam contoh teks negosiasi sebelumnya, yang dimaksud dengan negosiator 1 

adalah Sansan dan negosiator 2 Bu Lita. Sebagai negosiator 1, Sansanlah yang pertama kali 

mengajukan maksud dalam bernegosiasi ini , yakni ingin memperoleh cuti kerja.

Bu Lita tidak langsung menerima pengajuan cuti Sansan dengan alasan kehamilan Sansan 

masih delapan bulan. Sansan pun mengemukakan argumentasinya bahwa ia sudah merasa 

berat dengan kehamilannya itu. Ia pun khawatir akan melahirkan di luar dugaan sehingga 

mengajukan cuti untuk berjaga-jaga. 

Bu Lita tetap tidak menyetujuinya. Namun, ia memberi  tawaran, yakni meminta 

Sansan bekerja dua minggu lagi. Argumentasi yang dikemukakannya, (1) supaya cuti setelah 

melahirkan lebih panjang, (2) Sansan bisa memilih pekerjaan yang ringan. 

Sansan menyetujui tawaran Bu Lita karena Bu Lita menguatkan argumentasinya 

lagi bahwa ia sangat membutuhkan tenaga Sansan. Bu Lita pun menjamin, berdasar  

pengalamannya, Sansan tidak akan melahirkan terlalu cepat.

Akhir dari negosiasi pada contoh di atas berakhir pada suatu kesepakatan bahwa Sansan 

bisa cuti selama tiga bulan, namun ia harus meneruskan pekerjaannya terlebih dahulu selama 

dua minggu. Setelah itu, barulah ia bisa memperoleh cuti kerja dari Bu Lita.

-- 90

Dengan melihat contoh ini , secara umum teks negosiasi dibentuk oleh tiga bagian, 

yakni pembukaan, isi, dan penutup.

a. Pembukaan berisi pengenalan isu atau sesuatu yang dianggap masalah oleh salah satu 

pihak, misalnya permintaan cuti kerja karena terkait dengan kehamilan.

b. Isi berupa adu tawar dari kedua belah pihak untuk mencari penyelesaian yang saling 

menguntungkan, sampai diperolehnya kesepakatan atau ketidaksepakatan. Di dalamnya 

mungkin ada  argumen-argumen, termasuk penentangan dan sanggahan-sanggahan.

c. Penutup berisi persetujuan dan kesepakatan kedua belah pihak. Mungkin pula di 

dalamnya ada ucapan terima kasih, harapan, ataupun ungkapan lainnya sebagai penanda 

kepuasan ataupun ketidakpuasan.

Struktur Negosiasi Isi

Pengajuan

Pembukaan Pengenalan isu, masalah

Penutup

Kesepakatan, 

kepuasan, 

ketidakpuasan

Penawaran

Struktur Teks Negosiasi

  Berikut contoh analisis struktur teks negosiasi.

Teks Negosiasi Struktur Keterangan

Nana : “Maaf, Pak. Apa pekerjaan ini bisa 

ditunda sekitar dua harian, Pak?”

Pendahuluan

Permintaan penundaan 

pekerjaan

Pak Eko : “Mengapa, Na? Saya berbesar hati, 

kamulah satu-satunya pegawai saya 

yang bisa menyelesaikan pekerjaan 

itu dalam waktu cepat. Makanya saya 

memercayakannya pada kamu. Seka-

rang malah meminta ditunda! Ada apa?”

Nana : “Sebelumnya saya berterima kasih pada 

Bapak atas keper cayaannya. Namun, 

bagaimana, ya. Orangtua saya tadi 

pagi masuk rumah sakit dan saya harus 

menungguinya di sana.”

Negosiasi 91

Pak Eko : “O…, sakit apa, Na?”

Nana : “Kecelakaan lalu lintas, Pak.”

Pak Eko : “Bapak juga dilematis kalau begitu. 

Bagaimana juga, ya?”

Nana : “Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline 

pekerjaan itu memang berapa hari?”

Pak Eko : “Ya, 2-3 hari, Na. Makanya….”

Nana : “Nah, berarti ada satu hari untuk menye-

lesaikannya. Saya sanggup, Pak.”

Pak Eko : “Kalau tergesa-gesa, nanti peker jaannya 

tidak sempurna, Na!”

Nana : “Saya maksimalkan, Pak. Nanti hasil-

nya bisa Bapak lihat!”

Pak Eko : “Ya, tetap saja, tidak akan semaksimal 

apabila waktunya lebih leluasa, kan?”

Nana : “Atau begini saja, Pak. Bagaimana 

kalau pekerjaannya saya bawa. Nanti 

di rumah sakit sambil menunggu orang 

tua, saya kerjakan.”

Pak Eko : “Mungkin tidak kamu bekerja sambil 

menunggui orang sakit?”

Nana : “Bisa, Pak. Kan, tidak mengganggu 

orang sakit atau siapa pun. Membuat 

proposal bisa dikerjakan di laptop 

langsung, kan, Pak.”

Pak Eko : “Bagaimana dengan berkas-berkasnya, 

nanti tercecer atau hilang kalau dibawa 

ke rumah sakit!”

Nana : “Saya jamin tidak, Pak. Akan saya atur-

atur agar hal itu tidak terjadi.”

Isi

Adu tawar tentang 

kemungkinan-

kemungkinan 

penundaan 

penyelesaian 

pekerjaan.

Pak Eko : “Ya, baiklah kalau begitu. Kamu bisa 

tidak masuk kantor selama dua hari dan 

setelah itu proposalnya sudah selesai.”

Nana : “Siap, Pak.”

Penutup

Kepuasaan, 

kesepakatan kedua 

belah pihak.

Perhatikan pula struktur teks negosiasi berikut.

Adam : “Kita belajar kelompok nanti malam di rumah saya!”

Hasan : “Ide bagus, tuh! Tapi, di rumah saya saja.Rumah kamu jauh!”

Adam : “Pakai motorlah. Paling gak sampai setengah jam sudah sampai!”

Hasan : “Motornya lagi dipakai kakak. Udah, di rumah saya saja!?”

-- 92

Adam : “Ya, bagaimana….?”

Hasan : “Di rumah saya saja. Nanti saya sediakan makanan banyak. Kamu kan suka 

makan. He….”

Adam : “Benar, nih! Akan disediakan makanan!”

Hasan : “Dijamin!”

Adam : “Baiklah kalau begitu. Nanti malam saya yang datang ke rumahmu! Tapi….”

Hasan : “Iya, makanan apa pun yang kamu inginkan akan saya sediakan. Mau kerupuk, 

gorengan, lalap-lalapan. Air putih….!”

Adam : “Itu mah tidak istimewa, San! Di rumah saya juga banyak.”

Hasan : “Bercanda dong! Tenanglah, soal makanan, saya jamin. Oke, ya! Nanti malam 

kamu yang datang ke rumahku!”

Adam : Siap, jangan khawatir!”

Hasan : “Sip. Terima kasih kalau begitu!”

berdasar  contoh di atas, pihak-pihak yang berkepentingan adalah Adam dan 

Hasan. Mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda, yakni ingin kegiatan belajarnya 

dilaksanakan di rumah masing-masing. Keinginan itu kemudian mereka negosiasikan yang 

pada akhirnya disepakati bahwa belajar kelompok itu dilakukan di rumah Hasan. Dalam 

hal ini Adam mengalah ataupun mengorbankan keinginannya untuk bisa belajar kelompok 

di rumah sendiri. Akan tetapi, ia mendapat kompensasi. Keinginan lain untuk bisa makan-

makan saat  belajar kelompok terpenuhi. Hasan akan mememenuhi keinginannya itu dengan 

menyediakan makanan di rumahnya.

Adapun struktur negosiasi ini  adalah sebagai berikut.

a. Negosiator 1 menyampaikan maksudnya.

Dalam contoh di atas Adam mengajak Hasan untuk belajar kelompok nanti malam.

b. Pihak mitra bicara (negosiator 2) menyanggah dengan alasan tertentu 

Dalam contoh di atas Hasan menolak dengan alasan rumah Adam terlalu jauh.

c. Negosiator 1 mengemukakan argumentasi untuk mempertahankan tujuan awalnya untuk 

disetujui negosiator 2.

Dalam contoh di atas meminta Hasan untuk memakai  motor saja agar mudah 

menjangkau rumahnya.

d. Negosiator 2 kembali mengemukakan penolakan dengan alasan tertentu pula.

Dalam contoh di atas, Hasan tetap mengatakan tidak bisa untuk belajar di rumah 

Adam karena motornya dipakai kakaknya.

e. Terjadinya kesepakatan atau ketidaksepakatan

Dalam contoh di atas terjadi kesepakatan yaitu sebagai berikut.

a. Belajar kelompok dilakukan di rumah Hasan.

b. Selama belajar kelompok Hasan harus menyediakan makanan untuk Adam.

3. Kaidah Teks Negosiasi

Kaidah bernegosiasi adalah aturan ataupun kelaziman.Dalam bernegosiasi ada  enam 

kaidah umum yang harus kita perhatikan.

Negosiasi 93

Dalam kegiatan negosiasi terkandung aspek-aspek berikut.

a. Negosiasi selalu melibatkan dua pihak atau lebih, baik secara perorangan, kelompok, 

perwakilan organisasi, ataupun perusahaan.

b. Negosiasi merupakan kegiatan komunikasi langsung atau komunikasi lisan.

c. Negosiasi terjadi karena ada  perbedaan kepentingan.

d. Negosiasi diselesaikan melalui tawar-menawar atau tukar-menukar kepentingan.

e. Negosiasi menyangkut suatu rencana yang belum terjadi.

f. Negosiasi bermuara pada dua hal: sepakat atau tidak sepakat.

Kepentingan  

negosiator 1

Kepentingan  

negosiator 2

Kepentingan  

negosiator 3 dst

Berkompromi Sepakat/ Tidak sepakat

Pada contoh di atas, proses negosiasi melibatkan dua pihak atas nama perorangan dan 

perusahaan, yakni Sansan dan Bu Lita. Komunikasi terjadi secara lisan, dalam hal ini Sansan 

menemui langsung Bu Lita.ada  kepentingan yang berbeda di antara keduanya.

a. Sansan ingin memperoleh cuti kerja dengan segera.

b. Bu Lita tidak menyetujuinya. Ia menginginkan Sansan tidak cepat-cepat cuti.

Terjadilah tukar-menukar kepentingan di dalam percakapan ini , yakni (a) Sansan 

ingin memperoleh cuti kerja, (b) Bu Lita berkepentingan pula dengan tenaga Sansan dalam 

dua minggu ke depan. Kedua kepentingan itu menyangkut sesuatu yang belum terjadi.

Negosiasi bermuara pada kesepakatan jalan tengah, yakni maksud Sansan terpenuhi bisa 

memperoleh cuti selama tiga bulan walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan awal 

karena ia tidak langsung bisa cuti pada waktu itu juga. Ia harus menunggu dua minggu ke 

depan, dengan terlebih dahulu menyelesaikan sejumlah pekerjaan.

Sementara itu, dari kaidah kebahasaannya, teks negosiasi ditandai oleh hal-hal berikut.

a. Keberadaan kalimat berita, tanya, dan perintah hampir berimbang. Hal ini  terkait 

dengan bentuk negosiasi yang berupa percakapan sehari-hari sehingga ketiga jenis 

kalimat ini  mungkin muncul secara bergantian.

1) Kalimat berita (deklaratif, statement)

Contoh:

a) Saya ingin mengajukan cuti kerja.

b) Sudah delapan bulan, Bu.

c) Kan, masih sebulan lagi.

d) Sudah terasa berat, Bu. 

e) Lagi pula untuk jaga-jaga, khawatir waktunya di luar dugaan.

-- 94

2) Kalimat tanya (interogatif, question)

Contoh:

a) Bisa meminta waktu sebentar?

b) Ada apa, ya, San?

c) Sudah berapa bulan kandungannya?

d) Bapak jadi dilematis juga kalau begitu. Bagaimana juga, ya?

e) Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline pekerjaan itu memang berapa hari?

3) Kalimat perintah (imperatif, command)

Contoh:

a) Nanti saja kalau sudah dekat waktunya lahir.

b) Sekarang bekerja dulu.

c) Ya, bekerjanya jangan yang berat-berat.

d) Pilih-pilih.

e) Ya, tapi sekarang kamu jangan dulu cuti. 

f) Jangan khawatir kecepetan lahir.

b. Banyak memakai  kalimat yang menyatakan keinginan atau harapan. Hal ini 

terkait dengan fungsi negosiasi itu, yakni untuk menyampaikan kepentingan dan 

mengompromikannya dengan mitra bicara. Oleh karena itu, akan banyak kalimat yang 

menyatakan maksud ini  yang ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti minta, 

harap, mudah‑mudahan.

Contoh:

1) Bisa meminta waktu sebentar?”

2) Mudah-mudahan selama itu, saya dan si bayi nanti sudah sehat dan kuat lagi.”

3) Mudah-mudahan, ya, Bu. Terima kasih atas kebaikan Ibu.

4) Saya pun berharap bisa menyelesaikannya dengan segera.

c. Banyak memakai  kalimat bersyarat, yakni kalimat yang ditandai dengan kata-kata 

jika, bila, kalau, seandainya, apabila. Ini terkait dengan sejumlah syarat yang diajukan 

masing-masing pihak dalam rangkai “adu tawar” kepentingan.

Contoh:

1) Nanti saja kalau sudah dekat waktunya lahir.

2) Begini saja, bagaimana kalau menunggu dua minggu lagi supaya nanti cutinya lebih 

panjang setelah melahirkan?

3) Kalau tergesa-gesa, nanti pekerjaannya tidak sempurna, Na!

4) Bagaimana kalau pekerjaannya saya bawa.

5) Bagaimana dengan berkas-berkasnya, nanti tercecer atau hilang kalau dibawa ke 

rumah sakit.

6) Ya, baiklah kalau begitu.

d. Banyak memakai  konjungsi penyebaban (kausalitas). Hal ini terkait dengan 

sejumlah argumen yang disampaikan masing-masing. Untuk memperjelas alasan, mereka 

perlu menyampaikan sejumlah alasan yang disertai penggunaan konjungsi penyebaban 

karena, sebab, oleh karena itu, sehingga, akibatnya.

Negosiasi 95

Contoh:

1) O, ya. Pasti karena kehamilanmu itu, kan?”

2) Nunggu dua minggu lagilah karena memang Ibu sangat membu tuhkan tenaga kamu.

3) Dia pun pasti ngerti karena kunjungan kita ke Bima Sakti pun untuk kepentingan 

perusahaan.”

Kaidah 

(Karakteristik 

Umum) 

Negosiasi

Penyelesaian: 

adu tawar, 

tukar menukar

Ada konflik

Komunikasi 

langsung

Tentang 

sesuatu  

yang belum 

terjadi

Penyelesaian: 

sepakat atau 

tidak sepakat

Melibatkan 

dua pihak

C Perbandingan Teks Negosiasi

Bernegosiasi umumnya merupakan kegiatan berbahasa lisan. Hal ini  berbeda dengan 

kegiatan berbahasa lainnya yang telah kita pelajari sebelumnya: penulisan anekdot, eksposisi, 

laporan observasi, ataupun prosedur kompleks. Kegiatan berbahasa lisan memiliki karakteristik 

tersendiri dibandingkan dengan kegiatan berbahasa tertulis, yakni sebagai berikut.

1. Kalimat-kalimatnya pendek-pendek karena banyak bagiannya yang mengalami pelesapan.

Contoh:

Bentuk Pendek Bentuk Panjang

a. Ide bagus, tuh! a. (Pernyataanmu merupakan) ide bagus, tuh!

b. Tapi, di rumah saya saja. b. Tapi, (belajar kelompoknya) di rumah saya saja.

c. Pakai motorlah. c. (Kamu ke rumah saya) memakai motorlah.

d. Ya, bagaimana….? d. Ya, (seharusnya) bagaimana…?

e. Benar, nih! e. (Janjimu itu) benar, nih!

f. Mau kerupuk, gorengan, 

lalap-lalapan?

f. (Kamu) mau kerupuk, gorengan, atau lalap-

lalapan?

-- 96

g. Di rumah saya juga banyak. g. Di rumah saya (makanan-makanan itu) juga 

banyak.

h. Bercanda, dong! h. Saya bercanda, dong!

i. Siap, jangan khawatir!” i. Siap, (kamu) jangan khawatir

Tampak pada kalimat-kalimat di atas bahwa pelesapan itu terjadi pada subjek. Kata ganti 

untuk diri sendiri dan lawan bicara tidak disebutkan langsung dengan alasan kedua-duanya 

hadir di tempat itu.

2. Banyak memakai  ragam bahasa nonbaku atau bahasa populer. Perhatikan contoh-contoh 

berikut.

Nonbaku Baku

a. banding-banding dibanding-banding

b. gak tidak

c. gitu begitu

d. kemahalan terlalu mahal

e. kinclong bagus

f. lagi sedang

g. nawar menawar

h. oke baiklah

i. pakai memakai

j. pinjam meminjam

k. punya mempunyai

l. segitu seperti itu

m. tapi tetapi

n. udah sudah

o. ya iya, benar

3. Banyak memakai  kosakata percakapan. Dalam kedua contoh negosiasi di atas, yang 

dimaksud kosakata percakapan adalah sebagai berikut.

a. tuh 

b. ya 

c. kan 

d. nih 

e. dong 

f. mah

g. sip

h. iya

i. yah

j. deh

Negosiasi 97

Banyak 

mengalami 

pelesapan  

kata

Banyak 

memakai  

kosakata 

percakapan

Banyak 

memakai  

kata  

nonbaku

Ragam Bahasa 

dalam Bernegosiasi

• Ide bagus, tuh!

• Tapi, di rumah saya saja.

• Pakai motorlah.

• banding-banding

• gak

• gitu

• kemahalan

• kinclong

• tuh

• ya

• kan

• nih

• dong

Selain karakteristik kebahasaan yang telah dipaparkan di atas, sebagai bagian dari komunikasi 

lisan, negosiasi tidak hanya mengandalkan bahasa verbal atau kata-kata, tetapi juga melibatkan 

bahasa tubuh dan vokalisasi (nada suara). Ketiga unsur itu memiliki peran masing-masing di 

dalam menentukan keberhasilan dalam bernegosiasi.

Sebagai bagian dari komunikasi lisan, negosiasi tidak hanya mengandalkan bahasa verbal 

atau kata-kata, tetapi juga melibatkan bahasa tubuh dan vokalisasi (nada suara). Ketiga unsur itu 

memiliki peran masing-masing di dalam menentukan keberhasilan dalam bernegosiasi.

Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa perkataan hanya memiliki pengaruh sekitar 7% 

terhadap keputusan seorang dalam berbicara. Sementara itu, nada suara 38%, dan sebagian besar, 

yakni 55%, dipengaruhi oleh bahasa tubuh. Dengan demikian, penelitian itu menunjukkan bahwa 

bahasa tubuh penting pula diperhatikan pada saat bernegosiasi agar bisa berhasil secara optimal.

Tiga Faktor Penting dalam Bernegosiasi

Bahasa tubuh

55%

38%

7%

Nada suara

Perkataan

(Putra, 2008: 19)

Dalam bentuk komunikasi tertulis, bahasa tubuh dan nada suara tentu saja tidak tercakup 

di dalamnya. Hanya kekuatan kata-kata, di samping ketertiban dalam penggunaan ejaan dan 

tanda baca, yang perlu kita perhatikan. Akan tetapi, dalam bernegosiasi, bahasa tubuh dan nada 

suara, tidak bisa dianggap enteng. Keduanya harus dikelola dengan baik karena ternyata sangat 

menentukan keberhasilan bernegosiasi.

-- 98

D Menulis Teks Negosiasi

Untuk melangkah ke tahap ini, terlebih dahulu kita harus memahami kembali struktur dan 

kaidah-kaidah bernegosiasi. Selain itu, kita perlu memahami pula aspek-aspek kebahasaan, yakni 

ragam bahasa lisan sebagai ciri dari bahasa dalam menulis teks negosiasi.

Sebagaimana yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa struktur teks negosiasi mencakup 

hal-hal berikut:

1. penyampaian maksud oleh negosiator 1;

2. penolakan ataupun sanggahan oleh negosiator; 

3. penyampaian argumentasi atau fakta untuk memperkuat penyampaian maksud oleh 

negosiator 1;

4. penyampaian penolakan kembali dengan argumentasi/fakta oleh negosiator 2;

5. pencapaian kesepakatan atau ketidaksepakatan antara dua belah pihak.

Secara umum, aspek-aspek itu terangkum dalam tiga bagian yakni pembukaan, isi, dan 

penutup. Dengan demikian, saat  kita akan menyusunnya, bagian-bagian ini  harus terisi 

dengan lengkap.

Bagian-bagian Negosiasi Uraian

1. Pengenalan masalah

2. Pengajuan permintaan

3. Penawaran

4. Kesepakatan

saat  menyusun teks ini , kita pun perlu memerhatikan kaidah-kaidah lainnya yang 

berlaku dalam bernegosiasi adalah sebagai berikut:

1. selalu melibatkan dua pihak atau lebih;

2. merupakan kegiatan komunikasi langsung atau komunikasi lisan;

3. terjadi karena ada  perbedaan kepentingan;

4. diselesaikan melalui tawar-menawar atau tukar-menukar kepentingan;

5. menyangkut suatu rencana yang belum terjadi;

6. bermuara pada dua hal: sepakat atau tidak sepakat.

Dalam hal penulisan, teks negosiasi disusun dalam bentuk dialog. Dalam teks itu selalu 

dihadirkan nama tokoh beserta percakapannya. Nama tokoh dengan percakapannya dipisahkan 

dengan tanda titik dua (:) dan percakapannya diapit oleh tanda petik ganda (“….”). Selain itu, 

negosiasi dapat disusun secara tertulis dalam bentuk surat. Misalnya dalam kegiatan perniagaan, hal 

itu dikenal dengan surat permintaan, surat penawaran, surat permintaan penawaran, dan sejenisnya.

Agar proses negosiasi berlangsung dengan baik dan hasilnya sesuai dengan harapan, 

sebaiknya kita melakukan sejumlah persiapan, seperti berikut. 

Negosiasi 99

1. Menentukan tujuan negosiasi.

Misalnya, untuk memperoleh kenaikan gaji.

2. Menentukan pihak yang perlu dihubungi, yakni bagian kepegawaian.

3. Memilih strategi yang dipandang efektif dalam menghadapi mitra bicara, baik dalam hal 

waktu maupun tempatnya.

Misalnya, di tempat kerjanya setelah makan siang.

4. Memikirkan alasan-alasan rasional yang bisa meyakinkan mitra bicara atas kepentingan itu.

 Misalnya, karena masa kerja sudah lama, beban kerja pekerjaan lebih berat, UMR sudah 

mengalami kenaikan.

Berikut beberapa contoh teks negosiasi lainnya.

Nana : “Maaf, Pak. Apa pekerjaan ini bisa ditunda sekitar dua harian, Pak?”

Pak Eko : “Mengapa, Na? Saya berbesar hati, kamulah satu-satunya pegawai saya yang bisa 

menyelesaikan pekerjaan itu dalam waktu cepat. Makanya saya mempercayakannya 

pada kamu. Sekarang malah meminta ditunda! Ada apa?”

Nana : ”Sebelumnya saya berterima kasih pada Bapak atas kepercayaannya. Saya pun 

berharap bisa menyelesaikannya dengan segera. Namun, bagaimana, ya. Orangtua 

saya tadi pagi masuk rumah sakit dan saya harus menungguinya di sana.”

Pak Eko : “O…, sakit apa, Na?”

Nana : “Kecelakaan lalu lintas, Pak. 

Pak Eko : “Bapak jadi dilematis juga kalau begitu. Bagaimana, ya?”

Nana : “Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline pekerjaan itu memang berapa hari?”

Pak Eko : “Ya, 2-3 hari, Na. Makanya….”

Nana : “Nah, berarti ada satu hari untuk menyelesaikannya. Saya sanggup, Pak.”

Pak Eko : “Kalau tergesa-gesa, nanti pekerjaannya tidak sempurna, Na!”

Nana : “Saya maksimalkan, Pak. Nanti hasilnya bisa Bapak lihat!”

Pak Eko : “Ya, tetap saja, tidak akan semaksimal apabila waktunya lebih leluasa, kan?”

Nana : “Atau begini saja, Pak. Bagaimana kalau pekerjaannya saya bawa. Nanti di rumah 

sakit sambil menunggu orangtua, saya kerjakan.”

Pak Eko : “Mungkin tidak kamu bekerja sambil menunggui orang sakit?”

Nana : “Bisa, Pak. Kan, tidak mengganggu orang sakit atau siapa pun. Membuat proposal 

bisa dikerjakan di laptop langsung, kan, Pak.”

Pak Eko : “Bagaimana dengan berkas-berkasnya, nanti tercecer atau hilang kalau dibawa ke 

rumah sakit!”

Nana : “Saya jamin tidak, Pak. Akan saya atur-atur agar hal itu tidak terjadi.”

Pak Eko : “Ya, baiklah kalau begitu. Kamu bisa tidak masuk kantor selama dua hari dan 

setelah itu proposalnya sudah selesai.”

Nana : “Siap, Pak.”

Di dalam teks itu ada negosiasi antara Nana dan Pak Eko.Nana merupakan negosiator 1 

karena dialah yang pertama kali mengajukan kepentingannya. Ia mengajukan maksud untuk 

memperoleh penundaan pekerjaan selama dua hari dari Pak Eko. Sebagai negosiator 2, Pak Eko 

menolak karena pekerjaan itu harus segera selesai dalam waktu 2-3 hari.

-- 100

Nana tidak putus harapan. Kemudian, ia mengemukakan argumentasi atas ajuannya itu, 

yakni ia harus menunggu orangtuanya di rumah sakit. Dengan argumentasinya itu, Pak Eko agak 

mengendur penolakannya. Ia mengalami dilema.

Untuk menunjukkan loyalitasnya pada Pak Eko, kemudian Nana mengajukan satu tawaran.Ia 

bisa mengerjakan tugas itu dalam satu hari. Pak Eko tidak puas dengan tawaran ini  karena ia 

ragu pekerjaan itu bisa mencapai hasil maksimal. Nana mengajukan tawaran lagi, yakni pekerjaan 

itu akan dikerjakan di rumah sakit sambil menunggui orangtuanya.

Pak Eko mulai terbuka dengan tawaran kedua itu walaupun masih ada keraguan.Ia khawatir 

berkas-berkas pekerjaan itu tercecer atau hilang. Nana kembali berusaha untuk meyakinkan Pak 

Eko bahwa semua kekhawatiran itu tidak akan terjadi. 

Dengan berbagai argumentasi yang dikemukakan Nana, akhirnya kesepakatan terjadi. Pak 

Eko mendapat jaminan bahwa pekerjaan itu bisa selesai dalam 2-3 hari dan Nana memperoleh 

izin untuk tidak masuk kantor selama dua hari.

Nana 

(Negosiator 1)

Pengajuan maksud:

Minta penundaan pekerjaan (cuti) dua hari

Pengajuan argumentasi I:

harus menunggu orangtua di rumah sakit

Pak Eko 

(Negosiator 2)

Menolak ajuan:

Alasan pekerjaan itu harus segera selesai

Dilematis, tidak memberi keputusan

Pengajuan argumentasi II:

bisa menyelesaikannya dalam satu hari. Ragu, hasil pekerjaan tidak akan maksimal.

Pengajuan argumentasi III:

pekerjaan dibawa ke rumah sakit Ragu, pekerjaan tercecer.

Pengajuan argumentasi IV:

jaminan tidak tercecernya pekerjaan Menyetujui jaminan

Kepentigan tercapai:

Memperoleh cuti kerja selama 2 hari

Kepentingan tercapai:

Pekerjaannya selesai dalam waktu 2–3 hari

Struktur Teks Negosiasi

Negosiasi 101

berdasar  kaidahnya, teks ini  melibatkan dua pihak, yakni Nana dengan peran 

sebagai karyawan dan Pak Eko sebagai atasan. Proses negosiasi terjadi secara langsung (tatap 

muka). Masing-masing negosiator memiliki pentingan yang berbeda, yakni

1. Nana ingin mendapatkan cuti kerja selama dua hari;

2. Pak Eko menginginkan pekerjaannya selesai dalam waktu 2-3 hari.

Atas dua kepentingan yang berbeda itu, masing-masing pihak menyampaikan penawaran yang 

berupa argumentasi-argumentasi. Terutama Nana yang banyak mengajukan penawaran dengan 

harapan kepentingannya terkabul di samping ia ingin menunjukkan loyalitasnya pada atasannya. 

Negosiasi Nana dan Pak Eko menyangkut rencana ataupun kegiatan yang belum terjadi, yakni (1) 

mendapat cuti kerja dan (2) selesainya pekerjaan.

Negosiasi ini  diakhiri dengan kesepakatan yang sesuai dengan harapan awal. Nana bisa 

memperoleh cuti selama dua hari dan Pak Eko tetap mendapat jaminan pekerjaannya bisa selesai 

selama 2-3 hari.

Soal-soal Latihan

Pilihlah jawaban yang paling benar!

(Cuplikan teks berikut dipakai  untuk menjawab soal nomor 1‑2)

Penjual  : “Good morning, Mam. Selamat pagi.”

Pembeli  : “Selamat pagi.”

Penjual  : “Mari, mau beli apa?”

Pembeli  : “Ada patung Garuda Wisnu Kencana yang dibuat dari kayu?”

1. Isu yang diangkat dalam cuplikan di atas adalah ….

A. jual beli patung

B. keberadaan sebuah patung

C. bahan pembuatan patung

D. teknik pembuatan patung

E. harga sebuah patung Garuda Wisnu

2. Cuplikan ini  termasuk ke dalam bagian ….

A. orientasi

B. permintaan

C. pemenuhan

D. penawaran

E. pembelian

(Teks di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 3‑4)

Penjual  :  “Yang ini, tidak terlalu besar. Tapi, dibuat dari kayu.Yang dari kuningan habis.”

Pembeli  :  “Ya, dari kayu tidak apa-apa. (Patung itu sudah di tangan pembeli dan ia mengamatinya 

dengan cermat) “

Penjual  :  “Bagus itu, Mam. Cocok untuk dipakai sendiri atau untuk suvenir.”

-- 102

3. Kata yang mengungkapkan persetujuan dalam cuplikan di atas adalah ….

A. ya, tapi

B. ya, itu

C. bagus, ya

D. tidak, bagus

E. cocok, bagus

4. Cuplikan ini  mengungkapkan ….

A. pemenuhan

B. penawaran

C. persetujuan

D. pembelian

E. persepakatan

(Cuplikan di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 5‑6)

Resepsionis  :  “Selamat siang. Bapak memerlukan bantuan kami?”

David  : “Maaf, saya kira telah terjadi kesalahan pada tagihan kami. Kami tidak makan 

malam di sini tadi malam.”

Resepsionis  : “Mohon maaf, Bapak. Tagihan ini berasal dari restoran hotel ini. Di sini ada  

tanda tangan Bapak.”

David  : “Tetapi, itu bukan tanda tangan saya. Saya akan berbicara dengan manajer.”

5. Kata-kata penolakan dalam cuplikan di atas adalah ....

A. maaf

B. kesalahan

C. tetapi

D. bukan

E. tidak makan

6. Topik yang mendasari berlangsungnya percakapan di atas adalah ….

A. kemarahan

B. penolakan

C. kesalahpahaman

D. tuduhan

E. penipuan

(Cuplikan teks di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 7‑9)

Manajer  : “Tetapi, tanda tangan (1) ini seperti tanda tangan Bapak.”

David  : “Bukan (2). Ini bukan tanda tangan saya.”

Manajer  : “Coba saya cek sekali lagi. Oh, maaf (3). Saya mohon maaf. Ada orang lain lagi yang 

bernama David, sama dengan nama Bapak. Beliau bersama istrinya makan malam 

di restoran hotel ini tadi malam. Jadi, itu (4) bukan Bapak. Saya betul-betul mohon 

maaf (5) atas kesalahpahaman ini.”

Negosiasi 103

7. Kosakata percakapan dalam cuplikan di atas ditandai dengan nomor ….

A. (1)    

B. (2) 

C. (3)  

D. (4) 

E. (5)  

8. Cuplikan teks di atas tergolong ke dalam bagian ….

A. pengajuan argumen

B. keraguan

C. penyadaran

D. pemahaman

E. persetujuan

9. Pernyataan David, sebagai kelanjutan yang tepat untuk cuplikan teks ini  adalah ….

A. “Ya, tak apa-apa.”

B. “Saya pesan lagi satu makanan.”

C. “Bolehkah saya berkenalan dengan pimpinan Anda?”

D. “Janganlah mudah meminta maaf.”

E. “Saya rasa Anda tidak perlu meminta maaf. Anda benar!”

(Teks di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 10‑11)

Sansan : “Maaf, Bu. Bisa meminta waktu sebentar?” (1)

Bu Lita : “Ada apa, ya, San?” (2)

Sansan : “Saya ingin mengajukan cuti kerja.” (3)

Bu Lita : “O, ya. Pasti karena kehamilanmu itu, kan?” (4)

Sansan : “Betul, Bu.” (5)

Bu Lita : “Sudah berapa bulan kandungannya?”(6)

Sansan : “Sudah delapan bulan, Bu.” (7)

10. Pernyataan maksud negosiasi dinyatakan dalam nomor ….

A. (1)  

B. (3)  

C. (4) 

D. (5)  

E. (2), (3)

11. Percakapan yang dianggap menyimpang dari maksud utama negosiasi adalah ….

A. (1), (2) 

B. (3), (4)  

C. (2), (3) 

D. (4), (5)

E. (6), (7)

-- 104

12. Berikut contoh kalimat yang berstruktur lengkap dalam percakapan itu ….

A. Betul, Bu.

B. Sudah delapan bulan, Bu

C. Bisa meminta waktu sebentar?

D. Saya ingin mengajukan cuti kerja.

E. Pasti karena kehamilanmu itu, kan?

(Teks di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 13–14)

Mina : “Pindahkan jadwal tugas saya ke Bandung itu. Memang tidak bisa, Del?”

Dela : “Terus terang saya tidak bisa menolak kalau ada tugas dari Pak Hasan. Takut tersinggung. 

Kalau dengan kamu pasti tidak, kan? Makanya saya meminta jadwal kunjungan ke Bima 

Sakti itu yang digeser.”

Mina : “Yah, kamu. Saya bukannya tidak memahami persoalan kamu itu. Kalau kunjungan kita 

digeser akan merembet pada jadwal-jadwal yang lain. Belum lagi kita harus konfirmasi 

lagi ke Bima Sakti. Itu, kan, sebuah persoalan. Belum tentu mereka menyetujuinya.

13. Contoh kalimat penolakan dalam cuplikan di atas adalah ….  

A. Terus terang saya tidak bisa menolak kalau ada tugas dari Pak Hasan

B. Makanya saya meminta jadwal kunjungan ke Bima Sakti itu yang digeser.

C. Saya bukannya tidak memahami persoalan kamu itu. 

D. Kalau kunjungan kita digeser akan merembet pada jadwal-jadwal yang lain.

E. Belum lagi kita harus konfirmasi lagi ke Bima Sakti. 

14. Contoh kalimat yang mengandung argumentasi ….

A. Takut tersinggung. 

B. Itu, kan, sebuah persoalan. 

C. Pindahkan jadwal tugas saya ke Bandung itu. 

D. Makanya saya meminta jadwal kunjungan ke Bima Sakti itu yang digeser.

E. Kalau kunjungan kita digeser akan merembet pada jadwal-jadwal yang lain. 

(Teks di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 15‑16)

Nana : “Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline pekerjaan itu memang berapa hari?” (1)

Pak Eko : “Ya, 2-3 hari, Na. Makanya….” (2)

Nana : “Nah, berarti ada satu hari untuk menyelesaikannya. Saya sanggup, Pak.” (3)

Pak Eko : “Kalau tergesa-gesa, nanti pekerjaannya tidak sempurna, Na!” (4)

Nana : “Saya maksimalkan, Pak. Nanti hasilnya bisa Bapak lihat!” (5)

15. Kalimat yang menyatakan keraguan ditandai dengan nomor ….

A. (1)    

B. (2) 

C. (3) 

D. (4)

E. (5)

Negosiasi 105

16. Kalimat berikut bertujuan untuk memengaruhi mitra bicara. Kalimat yang dimaksud adalah 

….

A. (1), (2) 

B. (2), (3) 

C. (3), (4)

D. (3), (5)

E. (4), (5)

(Teks percakapan di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 17‑18)

Adam : “Kita belajar kelompok nanti malam di rumah saya!” (1)

Hasan : “Ide bagus, tuh! Tapi, di rumah saya saja. Rumah kamu jauh!” (2)

Adam : “Pakai motorlah. Paling gak sampai setengah jam sampai!”(3)

Hasan : “Motornya lagi dipakai kakak. Udah, di rumah saya saja!” (4)

Adam : “Ya, bagaimana….?” (5)

17. Tujuan utama negosiasi dinyatakan dalam pernyataan ….

A. (1)   

B. (2)  

C. (3)     

D. (4) 

E. (5) 

18. Pernyataan yang mengandung sanggahan ditandai dengan nomor ….

A. (1), (2) 

B. (1), (3) 

C. (2), (3)

D. (2), (4)

E. (3), (5)

(Teks di bawah ini dipakai  untuk menjawab soal nomor 19‑20)

Adam : “Benar, nih! Akan disediakan makanan!” (1)

Hasan : “Dijamin!” (2)

Adam : “Baiklah kalau begitu. Nanti malam saya yang datang ke rumahmu! Tapi….” (3)

Hasan : “Iya, makan apa pun yang kamu inginkan akan saya sediakan. (4) Mau kerupuk, 

gorengan, lalap-lalapan. Air putih….!” (5)

19. Kosakata percakapan ada  dalam pernyataan ….

A. (1), (2) 

B. (2), (3) 

C. (3), (4) 

D. (4), (5)

E. (1), (5)  

-- 106

20. Ragam bahasa tidak baku ada  dalam pernyataan ….

A. (1) 

B. (2) 

C. (3)    

D. (4) 

E. (5) 

Cerita Pendek 107

A Pengertian Cerita Pendek

Perhatikanlah teks di bawah ini.

Tikus dan Manusia

oleh Jakob Sumardjo

Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri. Tikus 

berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu 

membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat (sepanjang yang 

kami temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi kebun kosong 

yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah tikus kebun.Tubuhnya cukup besar 

dan bulunya hitam legam.

Pertama kali kami menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak 

kami ingini itu, saat  saya tengah menonton film-video The End of the Affair yang dibintangi 

Ralph Fiennes dan Julianne Moore, seorang diri, semen tara istri telah mendengkur kecapaian 

di kamar. Waktu tiba pada adegan panas pasangan selingkuh Fiennes dan Julianne, tengah 

bugil di ranjang, yang membuat saya menahan napas dan pupil mata melebar, tiba-tiba kaki 

saya diterjang benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya lihat tikus hitam besar itu 

berlari kencang bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik ke kepala 

akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas. 

Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di 

dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik meme gangnya dan menuju ke 

arah balik rak buku.Tangan saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun, tak saya lihat 

wujud benda apa pun di sana. Mungkin begejil item telah masuk rak bagian bawah di mana 

ada  lubang untuk me masukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk memeriksanya, saya harus 

mema tikan televisi dulu yang ternyata masih menayangkan adegan panas pasangan intelektual 

Inggris itu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba.

Imigran gelap rumah itu saya biarkan selamat dahulu.

Saya tidak pernah menceritakan keberadaan tikus itu kepada istri saya yang pembenci 

tikus, sampai pada suatu hari istri saya yang justru memberitahukan kepada saya adanya tikus 

ini . Berita itu begitu pentingnya melebihi kega watan masuknya teroris di kampung kami.

“Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”

“Di mana Mamah lihat?”

VI Cerita Pendek

-- 108

“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!” Istri saya cemas luar biasa, 

menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.

“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk rumah 

kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”

“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku Nietsche ke rak 

buku.

“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”

Wah, situasi semakin gawat. Saya memenuhi perintah istri saya dengan menyalakan senter 

ke bagian kolong kulkas. Tidak ada apa pun. Tikus keparat! Ke mana dia menghilang?

Sejak itu istri saya amat ketat menjaga kebersihan. Semua piring di rak di bungkus kain, 

juga tempat sendok. Tudung saji diberati dengan ulekan agar tikus tidak bisa menerobos 

masuk untuk menggasak makanan sisa. Gelas bekas saya minum nescafe‑cream malam hari 

harus ditutup rapat. Tempat sampah ditutupi pengki penadah sampah sambil diberati batu. 

Strategi kami adalah semua tempat makanan ditutup rapat-rapat sehingga tikus tak akan bisa 

menerobos. 

Istri saya memesan dibelikan lem tikus paling andal, yakni merek Fox. Selembar kertas 

minyak tebal dilumuri lem tikus oleh istri saya dan di tengah-tengah lumuran lem itu ditaruh 

ampela ayam bagian makan malam saya. Jebakan lem tikus ditaruh di kaki kulkas. Pada malam 

itu, saat  istri saya tengah asyik menonton sinetron “Cinta Kamila”, yang setiap malam 

setengah sembilan selalu menangis itu, istri saya tiba-tiba berteriak memanggil saya yang 

sedang mengu langi membaca Filsafat Nietsche di kamar kerja, bahwa si tikus terperangkap. 

Saya segera menutup buku dan lari ke dapur menyusul istri. Benar, seekor tikus hitam sedang 

meronta-ronta melepaskan diri dari kertas yang berlem itu.

“Mana pukul besi?!” saya panik mencari pukul besi yang entah disimpan di mana di dapur 

itu.

“Jangan dipukul Pah!”

“Lalu bagaimana?” Saya menjawab mendongkol.

“Selimuti dengan kertas koran. Bungkus rapat-rapat. Digulung supaya se luruh lem lengket 

ke badannya.”

“Lalu diapakan?” Saya semakin dongkol.

“Buang di tempat sampah!”

“Aah, mana pukul besi?”Kedongkolan memuncak.

“Nanti darahnya ke mana-mana! Bungkus saja rapat-rapat!”

Saya mengalah. saat  tikus itu akan saya tutupi kertas koran, matanya kuyu penuh 

ketakutan memandang saya. Ah, persetan! Saya menekan rasa belas kasihan saya. Tikus saya 

bungkus rapat-rapat, lalu saya buang di tong sampah di depan rumah, sambil tak lupa memenuhi 

perintah istri saya agar penutupnya diberati batu.

Cerita Pendek 109

Siang harinya sepulang dari mengajar, istri saya terbata-bata memberi tahu saya bahwa 

tikus itu lepas saat  Mang Maman tukang sampah mau menuangkan sampah ke gerobaknya. 

Cerita Mang Maman, ada tikus meloncat dari gerobak sampahnya dan lari ke kebun sebelah 

dengan terbungkus kertas coklat. Cerita lepasnya tikus ini beberapa hari kemudian diperkuat 

oleh Bi Nyai, pembantu kami, bahwa dia melihat tikus hitam yang belang-belang kulitnya.

Geram juga saya, dan diam-diam saya membeli dua jebakan tikus. saat  mau saya pasang 

malam harinya, istri saya keberatan.

“Darahnya ke mana-mana,” katanya.

“Ah, gampang, urusan saya. Kalau kena lantai, saya akan pel pakai karbol,” jawabku.

Istri saya mengalah, dan rupanya merasa punya andil bersalah juga. Coba kalau tikus itu 

dulu kupukul kepalanya, tentu beres.

Pada waktu subuh istri membangunkan saya.

“Tikusnya kena, Pah!”

Memang benar, seekor tikus hitam terjepit jebakan persis pada lehernya. Darah tak banyak 

keluar. saat  saya amati dari dekat, ternyata bukan tikus yang kulitnya sudah belang-gundul. 

“Ini bukan tikus yang lepas itu, Mah!”

“Masa?”Ia mendekat mengamati. 

“Kalau begitu ada tikus lain.” 

“Mungkin ini istrinya,” celetekku.

saat  mau saya lepas dari jebakan, istri saya melarangnya.

“Buang saja ke tempat sampah dengan jebakannya.”

Rasa tidak aman masih menggantung di rumah kami.Tikus belang itu masih hidup.Dendam 

kami belum terbalas. Berhari-hari kemudian kami memasang lagi lem tikus dengan berganti-

ganti umpan, seperti sate ayam, sate kambing, ikan jambal kegemaran saya, sosis, namun tak 

pernah berhasil menangkap si belang.

Bibi mengusulkan agar dikasih umpan ayam bakar. Saya membeli sepotong ayam bakar di 

restoran padang yang paling ramai dikunjungi orang. Sepotong kecil paha ayam itu dipasang 

istri saya di tengah lumuran lem Fox, sisanya saya pakai lauk makan malam.

Gagasan Bi Nyai ternyata ampuh. Seekor tikus menggeliat-geliat melepaskan diri dari 

karton tebal yang dilumuri lem.Tikus itu benar-benar musuh istri saya, di beberapa bagian 

badannya sudah tidak berbulu. Kasihan juga melihat sorot matanya yang memelas seolah 

minta ampun.

“Mah, cepat ambil pukul besinya.”

Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. saat  mau saya 

hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.

“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga di bungkus koran. 

Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”

Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang meronta-

ronta itu bisa lepas lagi.

“Cepat sana. Cari koran!” bentakku jengkel.

-- 110

“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, tetapi cukup 

tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau dulu berpengalaman 

lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.

Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang bibi 

di tempat sampah.

Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa menutup 

kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati tikus, tetapi sekarang 

tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedama ian rumah kami mulai nampak, sampai pada 

suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit bunyi bayi tikus! Inilah gejala perang 

baratayuda akan dimulai lagi di rumah kami. 

“Harus kita temukan sarangnya! Bayi-bayi tikus itu kelaparan ditinggal kedua orangtuanya.

Kalau mati bagaimana? Kalau mereka hidup, rumah kita menjadi rumah tikus!” kata istri.

Lalu kami melakukan pencarian besar-besaran. Bagian-bagian tersembunyi di rumah 

kami obrak-abrik, namun bayi-bayi tikus tidak ketemu. Bayi-bayi itu juga tidak kedengaran 

tangisnya lagi. “Mungkin ada di para-para. Tapi bagaimana naiknya?” kata saya.

“Nunggu Mang Maman kalau ambil sampah siang,” kata istri.

saat  Mang Maman mau mengambil sampah di depan rumah, bibi minta kepadanya 

untuk naik ke para-para mencari bayi-bayi tikus. 

“Di sebelah mana, Bu?” tanya Mang Maman. 

“Tadi hanya terdengar di dapur saja. Mungkin di atas dapur ini atau dekat-dekat sekitar 

situ,” sahut istri saya.

Sekitar setengah jam kemudian Mang Mamang berteriak dari para-para bahwa bayi-bayi 

tikus itu ditemukan. Mang Maman membawa bayi-bayi itu di kedua genggaman tangannya 

sambil menuruni tangga.

“Ini Bu ada lima. Satu bayi telah mati, yang lain sudah lemas. Lihat, napas mereka sudah 

tersengal-sengal.”

Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.

“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.

“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”

“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran. 

“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang Maman 

sambil meringis.

“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”

“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”

Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong 

menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong celananya, 

sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak sampahnya.

Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia. Tikus selalu mengikuti ma nusia dan 

memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama perempuan, 

tikus-tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak akan 

pernah berakhir. 

Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan terdengar teriakannya lagi oleh 

penampakan tikus-tikus yang baru.* 

Cerita Pendek 111

Teks yang telah kita baca itulah yang lazim disebut dengan cerita pendek (cerpen), yakni 

cerita yang menurut wujudnya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang 

relatif. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh 

menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500–5.000 kata. Karena itu, cerita pendek sering 

diungkapkan dengan cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk.

Cerita pendek pada umumnya bertema sederhana. Dalam contoh di atas, temanya tentang 

berburu tikus. Demikian halnya dengan jumlah tokohnya yang terbatas. Jalan ceritanya sederhana 

dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas. Dalam cerpen ini  ada  rangkaian 

peristiwa dalam hal perburuan tikus. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang, yakni 

sekitar 2-3 orang. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkung yang relatif terbatas, 

yakni di seputar rumah.

B Fungsi, Struktur, dan Kaidah Teks Cerita Pendek

1. Fungsi Cerita Pendek

Teks cerita pendek termasuk ke dalam genre cerita atau naratif fiksional, seperti 

halnya anekdot. Keberadaannya lebih pada kepentingan memberi kesenangan untuk para 

pembacanya. Hal itu berbeda dengan teks bergenre faktual, seperti teks prosedur, laporan, 

eksplanasi, negosiasi. Meskipun demikian, cerita pendek juga tidak terlepas dari kehadiran 

nilai-nilai tertentu di balik kisah yang mungkin mengharukan, meninabobokan, mencemaskan, 

dan yang lainnya itu. Sebuah cerpen sering kali mengandung hikmah atau nilai yang bisa kita 

petik di balik perilaku tokoh ataupun di antara kejadian-kejadiannya. Hal ini karena cerpen 

tidak lepas dari nilai-nilai agama, budaya, sosial, ataupun moral. 

a. Nilai-nilai agama berkaitan dengan perilaku benar atau salah dalam menjalankan aturan-

aturan Tuhan.

b. Nilai-nilai budaya berkaitan dengan pemikiran, kebiasaan, dan hasil karya cipta 

manusia.

c. Nilai-nilai sosial berkaitan dengan tata laku hubungan antara sesama manusia 

(kemasyarakatan).

d. Nilai-nilai moral berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar 

kehidupan manusia dan masyarakatnya.

Hanya saja memaknai atau menggali nilai-nilai ini  kadang-kadang tidak mudah. 

Kita perlu meresapi bagian demi bagian ceritanya secara lebih intensif; tidak sekadar 

menikmatinya sebagai sarana penghibur diri.

Untuk memaknai nilai-nilai itu, kita dapat melakukannya dengan jalan mengajukan 

sejumlah pertanyaan, seperti berikut.

a. Mengapa judul cerpen itu memakai  kata “A” dan bukannya kata “B”?

b. Mengapa cerita itu berlatar padang pasir?

c. Mengapa nama tokoh itu kebarat-baratan? 

Pemaknaan-pemaknaan itu akan membawa kepada kesimpulan akan nilai tertentu yang 

disajikan pengarang.

-- 112

Perhatikan cuplikan cerpen berikut.

Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia 

terpanggang panas, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti lagi dengan keadaan 

dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka tak kurang ibadahnya dari dia 

sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan 

bergelar Syeh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, lalu bertanya kenapa mereka di 

neraka semuanya.Tetapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun tak mengerti juga.

“Bagaimana Tuhan kita ini?” kata Haji Saleh kemudian.“Bukankah kita disuruh-Nya 

taat beribadah, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita.Tapi 

kini kita dimasukkan ke neraka.”

“Ya. Kami juga berpendapat demikian.Tengoklah itu, orang-orang senegeri kita 

semua, dan tak kurang ketaatannya beribadah.”

“Ini sungguh tidak adil.”

“Memang tidak adil,” kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.

“Kalau begitu, kita harus minta kesaksian kesalahan kita. Kita harus meng ingatkan Tuhan, 

kalau-kalau ia silap memasukkan kita ke neraka ini.”

“Benar. Benar. Benar,” sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.“Kalau Tuhan tak 

mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?” suatu suara melengking di dalam kelompok 

orang banyak itu.

“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh.

“Apa kita revolusikan juga?” tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi 

pemimpin gerakan revolusioner.

“Itu tergantung pada keadaan,” kata Haji Saleh.“Yang penting sekarang, mari kita 

berdemonstrasi menghadap Tuhan.” (Cerpen “Robohnya Surau Kami”, A.A. Navis)

ada  beberapa kandungan nilai di dalam cuplikan cerpen di atas. Nilai ini  

berkaitan dengan masalah keagamaan, yakni ketaatan seseorang dalam beragama (ibadah 

ritual) tidak menjamin seseorang terhindar dari kemungkinan masuk neraka. 

Pemilihan latar neraka untuk cuplikan cerpen itu tampaknya bertujuan untuk 

menyampaikan pesan-pesan seperti itu. Begitu pun dengan penggunaan Saleh untuk nama 

salah seorang tokohnya, bahwa nama itu tidak selalu menggambarkan perilaku orangnya. 

Antara nama dengan perilakunya bisa bertolak belakang. Hal ini seperti yang ditunjukkan 

dalam kutipan cerpen itu: namanya Saleh, tetapi menurut pandangan Tuhan, tokoh itu sering 

berbuat salah sehingga akhirnya masuk neraka pula.

Perhatikan pula contoh berikut.

Norhuda pusing juga. Mencari bunga mawar biru belum ketemu, tiba-tiba kini ada 

orang tua gembel minta diantar pulang. Sampai rumahnya pula. Dan selama itu ia harus 

menahan muntah karena bau bacin lelaki tua itu. Meski hatinya agak berat, Norhuda 

terpaksa menuntun lelaki tuna netra itu. Ia harus sering-sering menahan napas untuk 

menolak bau bacin tubuh lelaki tua itu. 

“Bapak tinggal di kampung apa?” 

“Di kampung seberang.”

“Aduh…. Bapak tadi naik apa ke sini?”

Cerita Pendek 113

“Kereta api listrik. Tadi Bapak naik dari Bogor, mau pulang, tapi kebablasan sampai 

sini. Jadi, tolong diantar ya, Nak. Bapak takut kebablasan lagi.”

Norhuda terpaksa mengantar orang tua tunanetra itu, dengan naik KRL dari stasiun 

Gambir. Begitu naik ke dalam gerbong, lelaki gembel itu langsung mempraktikkan 

profesinya, mengemis, dan Norhuda dipaksa menuntunnya dari penumpang ke penumpang. 

Maka, jadilah dia pengemis bersama tunanetra itu, dengan menahan rasa malu dan cemas 

kalau-kalau kepergok kawannya.

“Maaf ya, Nak. Bapak hanya bisa meminta-minta seperti ini untuk menyambung 

hidup. Tapi, Bapak rasa ini lebih baik daripada jadi maling atau koruptor. Dulu Bapak 

pernah jadi tukang pijat. Tapi sekarang tidak laku lagi, karena sudah terlalu tua,” kilah 

lelaki gembel itu (“Mawar Biru untuk Novia”, Ahmadun Y. Herfanda).

 Dalam cuplikan di atas, pengarang memilih sosok pengemis, sebagai tokoh yang akan 

“melayani” Norhuda. Maksud dari pemilihan sosok itu untuk menyampaikan nilai ataupun 

pesan-pesan sosial tentang kemungkinan kita bergaul dengan orang gembel. Kita perlu 

memahami kehidupannya karena suatu saat mungkin pula memerlukan kehadiran dari orang 

semacam itu.

2. Struktur Cerita Pendek

Struktur cerita pendek secara umum dibentuk oleh (1) bagian pengenalan cerita, (2) 

penanjakan menuju konflik, (3) puncak konflik, (4) penurunan, dan (5) penyelesaian. Bagian-

bagian itu ada yang menyebutnya dengan istilah abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, 

resolusi, dan koda.

a. Abstrak (sinopsis) merupakan bagian cerita yang menggambarkan keseluruhan isi 

cerita.

Contoh:

Cerita ini mengisahkan seorang petani yang disibukkan oleh permusuhannya dengan 

tikus-tikus. Energi dan otaknya dihabiskan untuk menghabisi binatang menjijikkan 

itu hingga pada suatu hari ia harus dihadapkan pada apa yang disebutnya sebagai 

perang Bratayuda….

Keberadaan abstrak seperti itu dalam cerpen bersifat opsional, mungkin ada dan 

mungkin bisa tidak muncul. Lebih-lebih kisah dalam cerpen cenderung langsung pada 

peristiwa-peristiwa penting, tidak bertele-tele, langsung terpusat pada konflik utamanya.

b. Orientasi atau pengenalan cerita, baik itu berkenaan dengan penokohan ataupun bibit-

bibit masalah yang dialaminya.

Contoh:

Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri.Tikus 

berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang 

mampu membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat 

(sepanjang yang kami temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami 

dikelilingi kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah 

tikus kebun.Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam legam.

-- 114

Cuplikan ini  mengenalkan masalah yang dialami tokoh, yakni dengan 

banyaknya tikus di dalam rumah mereka.

c. Komplikasi atau puncak konflik, yakni bagian cerpen yang menceritakan puncak masalah 

yang dialami tokoh utama. Masalah itu tentu saja tidak dikehendaki oleh sang tokoh. 

Bagian ini pula yang paling menegangkan dan rasa penasaran pembaca tentang cara 

sang tokoh di dalam menyelesaikan masalahnya bisa terjawab. Dalam bagian ini, sang 

tokoh menghadapi dan menyelesaikan masalah itu yang kemudian timbul konsekuensi 

atau akibat-akibat tertentu yang meredakan masalah sebelumnya.

Contoh:

“Mah, cepat ambil pukul besinya.”

Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. saat  mau 

saya hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.

“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga di bungkus 

koran. Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”

Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang 

meronta-ronta itu bisa lepas lagi.

“Cepat sana. Cari koran!” bentakku jengkel.

“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, 

tetapi cukup tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau 

dulu berpengalaman lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.

Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya 

dibuang bibi di tempat sampah.

Cuplikan ini  merupakan komplikasi karena pada bagian itulah sang tokoh 

utama menyelesaikan permasalahannya, yakni dengan melakukan gerakan tangkap tikus 

bersama-sama istrinya. Pada bagian itu pula timbul ketegangan puncak antartokoh itu 

sendiri, termasuk implikasinya pada pembaca yang turut terlibat emosi dan kepenasaran-

kepenasarannya. Kemudian, kepenasaran itu terjawab, yakni dengan terkalahkannya 

tikus-tikus pembawa masalah mereka itu.

d. Evaluasi, yakni bagian yang menyatakan komentar pengarang atas peristiwa puncak 

yang telah diceritakannya. Komentar yang dimaksud dapat dinyatakan langsung oleh 

pengarang atau diwakili oleh tokoh tertentu. Pada bagian ini alur ataupun konflik cerita 

agak mengendur, tetapi pembaca tetap menunggu implikasi ataupun konflik selanjutnya, 

sebagai akhir dari ceritanya.

Contoh:

Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa 

menutup kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati 

tikus, tetapi sekarang tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedama ian rumah kami 

mulai nampak, sampai pada suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit 

bunyi bayi tikus! Inilah gejala perang baratayuda akan dimulai lagi di rumah kami. 

Cerita Pendek 115

Penggalan cerita di atas merupakan akibat atau implikasi dari peristiwa puncak. Sang 

istri tokoh utama tidak tegang lagi dengan ulah-ulah tikus itu, kedamaian di rumahnya 

pun mulai mereka rasakan walaupun itu bukan yang terakhir karena masih ada masalah 

lain yang tersisa, yakni yang disebut dengan perang Baratayuda, pencarian habis-habisan 

terhadap sisa-sisa dan sarang-sarang tikus.

e. Resolusi merupakan tahap penyelesaian akhir dari seluruh rangkaian cerita. Bedanya, 

dengan komplikasi, pada bagian ini ketegangan sudah lebih mereda. Dapat dikatakan 

pada bagian ini hanya ada  masalah-masalah kecil yang tersisa yang perlu mendapat 

penyelesaian, sebagai langkah “beres-beres”.

Contoh:

Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.

“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.

“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”

“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran. 

“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang 

Maman sambil meringis.

“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”

“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”

Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong 

menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong 

celananya, sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak 

sampahnya.

Cuplikan ini  menceritakan penyelesaian masalah, sebagai akhir dari konflik utama, 

tidak lagi ada ketegangan di dalamnya. Semua masalah pun dianggap tuntas dengan 

dimasukkannya anak-anak tikus ke dalam kantong celana Mang Maman dan sebagiannya 

lagi dibuang ke gerobak sampah dengan entengnya.

f. Koda merupakan komentar akhir terhadap keseluruhan isi cerita, mungkin juga diisi 

dengan kesimpulan tentang hal-hal yang dialami tokoh utama kemudian.

Contoh:

Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia.Tikus selalu mengikuti ma nusia 

dan memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama 

perempuan, tikus-tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan 

tikus ini tidak akan pernah berakhir. 

Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan ter dengar teriakannya lagi 

oleh penampakan tikus-tikus yang baru.* 

 Dalam cuplikan ini , penulisnya mengomentari bahwa perang manusia 

melawan tikus tidak akan pernah berakhir. Tikus-tikus tetap akan menguntit manusia 

selama makanannya itu tetap ada, tidak terkecuali pada istrinya yang pada saat-saat 

tertentu akan merasa terancam lagi oleh penampakan tikus-tikus baru lainnya.

-- 116

 

Kompilasi

Evaluasi

Resolusi

Koda

Orientasi

Struktur Umum Cerita Pendek

Bagian-bagian cerita pendek itu merupakan bentuk struktur umum. Artinya sangat 

mungkin keberadaan cerpen-cerpen lainnya tidak memiliki struktur seperti itu. Hal ini 

terkait dengan kreativitas dan kebebasan yang dimiliki oleh setiap penulis dalam berkarya. 

Bagian-bagian itu mungkin tidak lengkap. Misalnya, dengan tidak adanya abstrak dan 

evaluasi. Mungkin pula struktur penyajiannya pindah tempat. Misalnya, resolusi mendahului 

komplikasi dan beragam kemungkinan-kemungkinan lainnya.

3. Kaidah Cerita Pendek

Sebagaimana yang tampak pada contoh cerpen di atas bahwa pada umumnya teks 

ini  memakai  bahasa tidak baku atau tidak formal. Hal demikian bisa dipahami 

karena cerpen lebih banyak memotret atau mengisahkan gambaran kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh, perhatikan kembali cuplikan cerpen berikut.

Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”

“Di mana Mamah lihat?”

“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!”Istri saya cemas luar biasa, 

menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.

“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk 

rumah kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”

“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku Nietsche ke 

rak buku.

“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”

Dalam cuplikan ini , antara lain, ditemukan kata kemasukan, item, enggak sebagai 

bentuk bahasa tidak baku, yang biasa dipakai  dalam percakapan sehari-hari. Berikut 

contoh lainnya dalam cuplikan berikut ini.

Cerita Pendek 117

Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.”

“Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat itu?”

“Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.” “Negeri yang lama diperbudak orang lain itu?” 

“Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah-penjajah itu, Tuhanku.”

“Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya dan diangkutnya ke negerinya, 

bukan?”

“Benar Tuhanku, hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka 

itu.”

“Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang 

hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?”

Dalam cuplikan di atas banyak dijumpai kalimat yang tidak lengkap strukturnya; bagian-

bagiannya mengalami pelesapan. Dalam cuplikan itu dijumpai pula ragam bahasa percakapan 

dan bentuk-bentuk kata yang tidak formal, seperti ya, bukan, kamu, melarat.

Susunan kalimat dan pilihan kata seperti itu dengan sengaja memperoleh penataan; 

direkayasa pengarang sehingga bisa menggam barkan kehidupan sekaligus watak dari tokoh 

yang ia ceritakan. Dengan cara demikian, cerita itu bisa terkesan lebih nyata, seolah-olah 

benar-benar terjadi. Cerpen cenderung memakai  bahasa sehari-hari atau ragam bahasa 

percakapan. Seperti yang tampak pada contoh cerpen di atas, kata-kata yang dimaksud adalah 

sebagai berikut.

a. Kata sapaan, seperti mah, pah, bi (bibi).

b. Kata-kata tidak baku, seperti enggak, dikasih, kenapa, ketemu, nampak, kebelet.

c. Kosakata percakapan, seperti wah, sih, ah.

Selain itu, struktur kalimatnya pendek-pendek. Hal ini sebagaimana yang berlaku pada 

ragam bahasa percakapan lainnya. Berikut contoh-contohnya.

a. Di mana Mamah lihat? 

b. Jangan dipukul, Pah! 

c. Buang di tempat sampah! 

d. Cepat sana.

e. Kenapa sih marah-marah saja? 

f. Di sebelah mana, Bu? 

Bentuk kalimat-kalimat di atas pendek-pendek karena ada  bagian-bagian yang 

mengalami pelesapan. Hal itu terutama terjadi pada fungsi subjek dan pelengkapnya. Berikut 

bentuk lengkap dari kalimat-kalimat yang dimaksudkan itu.

a. Di mana Mamah lihat (tikus itu)? 

b. Jangan dipukul (tikus itu), Pah! 

c. Buang (tikus itu) di tempat sampah! 

d. Kenapa sih (papa) marah-marah saja? 

e. Di sebelah mana (tikusnya), Bu? 

Selain berdasar  struktur dan kaidahnya, pengenalan teks cerpen dapat kita lakukan 

berdasar  unsur intrinsik dan unsur ektrinsik.

a. Unsur intrinsik adalah unsur yang berada langsung pada cerpen itu sendiri. Unsur 

intrinsik mencakup penokohan, latar, alur, tema, dan amanat.

-- 118

b. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar cerpen, tetapi berpengaruh pada 

keberadaan cerpen itu. Unsur ekstrinsik mencakup latar belakang peristiwa dan jati diri 

pengarangnya.

Berikut paparan dari unsur-unsur ini .

a. Penokohan

Perhatikan cuplikan cerpen berikut.

Seperti biasa, sepulang sekolah, Boby langsung mengganti seragamnya dengan 

kaos berlambang kesebelasan sepak bola dunia kegemarannya. Saat disuruh makan 

oleh mamanya, Boby menolak.

“Kalau kamu sakit, kamu tak akan bisa jadi astronot. Katanya kamu ingin pergi 

ke bulan,” rayu Mama Boby.

“Wah, masih lama, Ma!Boby mau main bola dulu. Dadah Mama….”

Boby langsung meninggalkan mamanya, berlari ke lapangan di dekat rumahnya.

(Cerpen “Boby Pergi ke Bulan” oleh Try Rainny Syarafani)

Cuplikan cerpen ini  menceritakan tokoh Boby. Digambarkan, Boby sangat 

gemar bermain bola. Sampai-sampai kaosnya pun berlambang kesebelasan sepakola 

kegemarannya. Boby bandel, tidak mau menurut nasihat ibunya. Hal ini tampak saat  

ia menolak saran ibunya untuk makan. 

Demikianlah, bahwa setiap cerpen selalu memiliki tokoh. Seorang tokoh hadir 

dengan watak atau karakter tertentu. Watak tokoh akan tergambar dari ucapan dan 

perilakunya. Mungkin pula tokoh ini  digambarkan langsung oleh pengarang 

ataupun diceritakan oleh tokoh lainnya. Seperti tampak pada cuplikan cerita di atas, 

watak Boby yang menyenangi sepakbola dan ia bandel. Watak-wataknya diceritakan 

melalui perilaku dan perkataannya.

Adapun yang dimaksud dengan penokohan adalah cara pengarang dalam 

menggambarkan karakter tokoh-tokoh. Ada berbagai cara untuk menggambarkan 

karakter tokoh. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah cuplikan berikut.

Deg! Jantung Leya bagai berhenti berdetak, beberapa saat. Kemudian berdebur 

keras, menyesakkan napasnya.Tubuhnya tegak kaku di bangkunya. Cuma matanya 

berputar cepat, memandang ketiga orang yang duduk di sekitarnya dengan perasaan 

campur aduk: cemas, gelisah, juga penasaran.

Sejenak muncul keraguan di hatinya, tak percaya pada apa yang ditulis gadis itu. 

Tapi sikap gadis itu, ketakutan yang terpancar jelas di wajah dan matanya, menghapus 

keraguan Leya. Ia yakin, sangat yakin, gadis itu benar-benar dalam bahaya. Tapi 

bahaya apa? Dan, apa dia mau menolong? 

Leya menundukkan kepalanya, berpura-pura membaca, lalu berusaha 

menenangkan perasaannya dengan menarik napas dalam-dalam dan mencoba 

memikirkan bagaimana ia harus bersikap. Seluruh kegembiraannya dalam perjalanan 

liburan ini, lenyap sudah. Ketenangannya betul-betul terganggu.

Dalam cuplikan cerita ini  pengarang begitu cermat menggambarkan watak 

tokoh Leya sehingga pembaca mendapatkan gambaran yang sejelas-jelasnya tentang 

suasana hati tokoh ini  melalui gerak-geriknya. Dari penggambaran itu, dapat 

diketahui sikap tokoh yang cemas, gelisah, penasaran, dan ragu-ragu.

Cerita Pendek 119

Selain dengan cara itu, dapat pula karakter seorang tokoh disebutkan langsung oleh 

pengarang, juga dilukiskan melalui kebiasaan, perkataan, ataupun tindak tuturnya, pola 

pikirnya, melalui tanggapan tokoh lain, juga dengan gambaran lingkungan sekitarnya.

Berikut contoh-contohnya.

Cara 

Penggambaran 

Tokoh

Contoh Watak

a. Disebutkan 

langsung oleh 

pengarang

Tono memang penyabar, walaupun dihina 

temannya hampir setiap hari, ia tidak 

pernah sakit hati. Ia tetap bergaul, seolah-

olah tidak ada masalah di antara mereka.

Tono: penyabar

b. Tanggapan, 

penceritaan oleh 

tokoh lain

Debby selalu memuji-muji adiknya, Lina, 

yang menurutnya paling pintar sedunia. 

“Adikku, sayang. Kamu memang pintar 

dan rajin. Kakak salut, kakak bangga. 

Tentu mama pun yang ada di dunia sana 

bahagia melihat prestasimu itu.

Lina: pintar, 

rajin

c. Dilukiskan 

melalui perkataan, 

pikirannya

Rere, “Aku ingin membeli pakaian yang 

seperi kamu beli kemarin. Gak apa-apa 

walapun harus pinjam sama kakakku. Yang 

penting pakaian itu bisa kumiliki.”

Rere: berlebihan, 

boros, ambisus

d. Dilukiskan 

melalui 

perilakunya

Radi duduk dengan santai walaupun di 

hadapannya ada mertua dan adik-adiknya. 

Kakinya diangkat sebelah ke tangan kursi 

di sebelahnya.

Radi: tidak tahu 

etika, sombong.

e. Digambarkan 

melalui keadaan 

lingkungannya

Bekas-bekas minuman dibiarkan 

berserakan di bawah ranjangnya. 

Sementara itu, bau asap rokok masih 

mengepul memenuhi ruangan kamar. 

Sepertinya bagi Dika kondisi kamarnya 

yang seperti itu sudah biasa.

Dika: jorok, 

pecandu 

minuman dan 

rokok

b. Latar

Sebelumnya telah kita pelajari bahwa yang dimaksud dengan latar adalah tempat, 

waktu, dan suasana atas terjadinya peristiwa. Untuk lebih jelasnya perhatikan cuplikan 

cerpen berikut.

Cerpen 1

Menjelang hari raya ini aku terbaring di rumah sakit. Dari jendela kamar rumah 

sakit yang kudiami aku bisa melihat keluar dengan jelas. Hujan menderas, manusia-

manusia menepi pada kesunyian, lagu hujan, lagu keleneng becak. Di ruangan ini, 

aku cuma berdua. Selisih satu ranjang, terbaring seorang perempuan tua. Sendiri. Tak 

kulihat semenjak aku di sini, seorang pun yang menengoknya, yang mengajaknya 

bercakap, kecuali dokter dan perawat yang memeriksanya. Itu pun sesuai jadwal dan 

sebentar saja (Cerpen “Menjelang Hari Raya”, oleh Zakh Syairun Madjid Surono).

-- 120

Cerpen 2

Menggigil aku berjalan menyusuri perkampungan yang sudah sunyi. Sepupuku, 

Riri, tampak menarik jaketnya. Ia berjalan agak merapat di sampingku. Kami berdua 

sangat lelah. Seharian naik bus dan kini kemalaman tiba di Kampung Sekar. Salahnya 

kami tak sempat mengabari Paman. Beginilah kalau bepergian tanpa rencana matang.

Kulirik sebentar arlojiku. Jam menunjukkan hampir pukul dua belas kurang 

seperempat. Malam semakin sunyi. Apalagi, jalan yang kami lewati sangat sepi.

Hanya ada satu dua rumah penduduk. Perkampungan yang ramai masih agak jauh. 

Namun, berkas-berkas sinar lampu tampak dari kejauhan. Di sanalah rumah Paman 

Sukri berada. 

(Cerpen “Perjalanan Malam” oleh Mas Beng).

Bila kita baca kembali cerpen “Menjelang Hari Raya”, tampaklah bahwa latar cerita 

itu adalah di rumah sakit dan pada saat menjelang hari raya. Adapun cerpen “Perjalanan 

Malam” latarnya adalah di suatu perkampungan yang sunyi. Waktunya pada malam 

hari.

Perhatikan pula cuplikan berikut.

Menjelang hari raya ini aku terbaring di rumah sakit. Dari jendela kamar rumah 

sakit yang kudiami aku bisa melihat keluar dengan jelas. Hujan menderas, manusia-

manusia menepi pada kesunyian, lagu hujan, lagu keleneng becak. Di ruangan ini, aku 

cuma berdua. Selisih satu ranjang, terbaring seorang perempuan tua. Sendiri. Tak kulihat 

semenjak aku di sini, seorang pun yang menengoknya, yang mengajaknya bercakap, 

kecuali dokter dan perawat yang memeriksanya. Itu pun sesuai jadwal dan sebentar saja.

Apabila kita baca kembali, tampaklah bahwa latar pada cuplikan cerita itu adalah 

di rumah sakit dan pada saat menjelang hari raya. Latar itu diperlukan untuk memperkuat 

terjadinya peristiwa ataupun alur. Tanpa kehadiran latar, peristiwa dalam cerita itu 

menjadi tidak jelas. Pembaca pun menjadi terganggu, bahkan tidak bisa menikmatinya 

karena ceritanya tidak jelas keberadaannya.

c. Alur

Alur adalah rangkaian cerita yang bersifat kronologis, dibangun oleh urutan waktu. 

Mungkin juga dibentuk oleh urutan keruangan atau spasial. berdasar  hal itu, kemudian 

dikenal adanya alur progresif atau alur maju. Dalam hal ini cerita bergerak runtut dari 

awal hingga akhir cerita (dari peristiwa A-B-C, dst). Ada pula cerita yang bergerak dari 

akhir cerita menuju awal (flash back: peristiwa C-B-A). 

Contoh:

Pagi-pagi Andra sudah siap dengan perbekalannya. Aneka makanan ringan sudah 

dimasukkannya ke dalam tas besar. Begitu merasa segalanya sudah lengkap, bergegas 

ia menuju ruang tengah untuk sarapan. Di sana sudah terhidang makanan kesukaannya 

yang sengaja disiapkan ibunya sejak dini hari. Tanpa ba-bi-bu lagi, Andra menyikat 

makanan-makanan itu. Lahap sekali. Padahal, biasanya semangat makan dia tidak 

seperti itu.

Cerita Pendek 121

Peristiwa I: 

Menyiapkan 

perbekalan

Peristiwa II: 

Menuju ruang 

tengah

Peristiwa III: 

Sarapan

Rangkaian Alur (Kronologis)

Selain itu, dikenal istilah plot, yakni rangkaian cerita yang mengandung unsur sebab 

akibat (kausalitas). Plot inilah yang di dalam nya terkandung konflik-konflik. Konflik yang 

satu meng akibat kan timbulnya konflik yang lain. Kehadiran konflik itulah menjadi 

penyebab bergeraknya suatu cerita. Tanpa ada konflik, suatu cerita akan menjadi hambar. 

Karena dengan adanya konflik itu pula, suatu cerita menjadi menarik, menimbulkan rasa 

penasaran bagi pembacanya.

Adapun konflik itu sendiri terbagi atas beberapa macam, yakni sebagai berikut.

1) Konflik batin, yakni bentuk pertentangan dalam diri seseorang karena dihadapkan 

pada dua pilihan. Misalnya, konflik dalam menentukan tempat beristirahat setelah 

perjalanan jauh: apakah di rumah makan atau di arena hiburan.

2) Konflik sosial, yakni bentuk pertentangan antara dua tokoh atau lebih dalam 

memperebutkan sesuatu. Misalnya, percekcokan antara dua tetangga karena 

perbedaan batas halaman rumah.

Contoh:

“Engkau rela tetap melarat, bukan?”

“Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.”

“Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?”

“Sungguh pun anak cucu kami melarat, tapi mereka semua pintar mengaji.

Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala belaka.”

“Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, 

bukan?”

“Ada, Tuhanku.”

“Kalau ada, kenapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya 

semua? Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk 

anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling 

menipu, saling memeras. Aku beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. 

Kau lebih suka beribadah saja, karena beribadah tidak mengeluarkan peluh, tidak 

membanting tulang. Sementara itu, aku menyuruh engkau semuanya beramal 

di samping beribadah. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin? 

Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak 

memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka! 

Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.”

Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka 

sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.

-- 122

Plot dalam cuplikan di atas ditunjukkan dengan dialog antara manusia penghuni 

neraka (Haji Saleh dkk) dengan Tuhan yang kemudian menyebabkan Haji Saleh dan 

teman-temannya menjadi pucat pasi. Adapun konflik yang membangun peristiwa itu 

berbentuk konflik antartokoh tentang perbedaan pandangan dalam tata cara beribadah 

yang diridai-Nya.

Peristiwa I

•  Dialog manusia penghuni neraka  

   dengan Tuhan

Peristiwa II

•  Tokoh manusia tersentak (pucat pasi)

Plot: Hubungan Sebab Akibat (Kausalitas)

d. Tema 

Tema adalah gagasan utama atau pokok cerita. Tema cerpen yang satu dengan 

cerpen lain, mungkin saja sama. Tema tentang kasih sayang, misalnya. Kita pun telah 

membaca puluhan atau bahkan ratusan cerpen yang bertema ini. Namun, cerita-cerita itu 

tetap membuat penasaran para pembacanya. Cerpen-cerpen itu selalu menarik karena 

temanya digarap dari sudut pandang yang berlainan. Walaupun temanya sama-sama 

tentang kasih sayang, mungkin saja yang satu digarap dari sudut pandang seorang anak, 

ibu, nenek, bibi, pacar, dan berbagi sudut pandang lainnya.

Tema suatu cerpen dapat diketahui melalui hal-hal yang dirasakan, dipikirkan, 

diinginkan, dibicarakan, atau dipertentangkan para tokohnya.Keberadaaan tema itu 

kemudian diperkuat pula oleh keberadaan latar dan peran-peran para tokohnya.

Perhatikan kembali cuplikan cerpen berikut.

Udara seperti membeku di Adelweis Room, sebuah kamar rawat inap, di RS 

Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring 

beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali 

jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati ajal yang bakal 

menjemputnya. 

Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukimia yang 

akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru. 

Ya, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat 

atau sekeranjang.

Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak 

yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya 

tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. 

Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. Itu pun 

bukan persis biru, tapi keunguan.

Cerita Pendek 123

Tema cuplikan cerpen di atas adalah tentang keinginan tokoh seorang wanita yang 

terkena leukimia akut untuk mendapatkan mawar biru.Tema ini  diketahui melalui 

pemikiran tokoh Novia sendiri yang diceritakan secara naratif oleh pengarangnya secara 

langsung.Tentang keadaan pasien itu sendiri yang tengah menderita sakit diperkuat oleh 

penggunaan latar rumah sakit.

4. Amanat

Dalam cerpen, terkandung pula amanat atau pesan-pesan. Amanat suatu cerpen selalu 

berkaitan dengan temanya. Cerpen yang bertema kasih sayang, amanatnya tidak akan jauh 

dari pentingnya kita menebar kasih sayang kepada sesama. Cerpen yang bertema ketuhanan, 

amanatnya berkisar tentang pentingnya bertakwa pada Tuhan YME. Dengan pesan-pesannya 

itu, betapa berharganya cerpen. Kita memperoleh hiburan sekaligus pesan-pesan berharga 

untuk bisa menjadi lebih haik dalam kehidupan.

Perhatikan kembali cuplikan berikut.

Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang 

apa jalan yang diridai Allah di dunia.

Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya di dunia ini salah 

atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat 

yang menggiring mereka itu.

“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” tanya Haji 

Saleh.

“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. 

Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan 

kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka 

itu kucar-kacir selamanya.. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal 

engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka 

sedikit pun.”

Dari dialog para tokohnya dapat diketahui bahwa cuplikan ini  bertema tentang 

tata cara menyembah Tuhan yang benar. Berkaitan dengan tema ini  dapat diketahui 

bahwa amanat cuplikan cerpen ini  adalah “hendaknya menyembah Tuhan secara benar, 

yakni tidak mementingkan keselamatan diri sendiri agar selamat dari neraka; harus pula ia 

mempedulikan sesama.”

Amanat: tidak hanya mementingkan diri 

sendiri dari ancaman api neraka, tetapi 

juga perhatikan kepentingan sesama

Tema: cara menyembah Tuhan  

yang benar

-- 124

5. Latar Belakang Sosial Budaya

Kelahiran cerpen sering kali dipengaruhi oleh peristiwa tertentu atau kondisi sosial 

budaya saat  cerpen itu dibuat. Misalnya, kondisi masyarakatnya sering terkena musibah 

banjir. Kondisi ini  kemudian menjadi inspirasi seorang pengarang untuk menjadikan 

tema cerpennya. Kalau kita perhatikan, tidak sedikit cerita pendek yang dipengaruhi oleh 

peristiwa-peristiwa tertentu, mungkin pula sosok tokoh, kondisi politik, suasana alam sekitar 

lainnya.Pengaruh itu mungkin muncul pada tema, konflik, karakter tokoh, ataupun unsur-

unsur lainnya.

C Perbandingan Teks Cerita Pendek

 Perbedaan dengan Cerpen Lainnya  

Perhatikanlah kedua cuplikan teks berikut.

Cerpen I

Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit 

Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah 

peluh diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk 

di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala 

yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil, teronggok di 

atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng peot, nyaris kosong 

dari uang receh logam pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan, 

mengalir kendaraan bermotor dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan 

itu berlampu hijau. Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai 

segerombolan domba yang terkejut oleh auman macan, saat  lampu tiba-tiba berwarna 

merah.

Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan “tutup praktik” saat  

matahari mulai tergelincir ke Barat. Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai 

hitam di pinggir jalan, mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak. 

Dari dalam gerobak yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan 

dekil tubuhnya, ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu 

meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa kali. Seekor anjing betina kurus berwarna 

hitam muncul, mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya. Ia siap berangkat, 

mendorong gerobak kecilnya melawan arus kendaraan, di pinggir kanan jalan. Anjing kurus 

itu melompat ke atas gerobak, tidur bagai anak balita yang merasa tenteram didorong 

ayahnya.

Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para pejalan kaki 

terpaksa melintas di atas aspal dengan perasaan waswas menghindari kendaraan yang 

melaju. Lelaki itu lewat begitu saja mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-

buntelan kumal miliknya sambil mencari-cari puntung rokok yang masih berapi di pinggir 

jalan itu, lalu mengisapnya dengan santai. Orang-orang menghindarinya sambil menutup 

hidung saat  berpapasan di bagian jalan tanpa tersisa secuil pun pedestrian karena telah 

dicuri truk-truk itu (Cerpen “Persahabatan Sunyi” oleh Harris Effendi Thahar”).

Cerita Pendek 125

Cerpen II

Setiap melihat kepompong di daun palem di teras rumahku aku selalu ingat  kata-kata 

kekasihku: kita, kau dan aku, adalah kepompong, yang menunggu waktu untuk lepas dari 

bungkusnya dan terbang menjadi kupu-kupu, belalang, atau mungkin burung jiwa. 

“Aku lebih suka kupu-kupu. Dengan sayap-sayap bercahaya kita akan terbang ke 

langit,” ujar kekasihku, penuh imajinasi.

Tetapi, aku merasa terlalu lama jiwaku tidur di dalam kepompong itu, entah berapa 

abad. Namun, kekasihku yakin, makin lama kita bersemayam di dalamnya, akan makin 

matanglah jiwa kita, dan makin perkasa pula raga kita. “Kalau kau jadi kupu-kupu, kau 

akan jadi kupu-kupu yang kuat. Kalau kau jadi belalang, akan jadi belalang yang perkasa,” 

katanya.

Tapi, bagaimana kalau kita tidak menjadi apa-apa, atau bahkan mati di dalam 

kepompong itu, karena tidak punya kekuatan lagi untuk melepaskan diri dari kungkungan 

derita.”Ah tidak. Kita sedang berproses,” katanya. “Kita harus jalani proses itu untuk 

menjadi.” 

Untuk menjadi? Menjadi apa? Aku tidak tahu jawabannya, sebab aku tidak punya 

cita-cita. Aku ingin hidup mengalir saja bagai air, berembus bagai angin, menyebar bagai 

pasir, meresap bagai garam, menyusup bagai rumput-rumput jiwa. Tetapi, seperti kata 

kekasihku, aku jalani juga hidupku sebagai proses untuk menjadi. Aku jalani hari-hari 

manis, juga hari-hari pahit, bersama orang-orang yang bersentuhan denganku, bersama 

jiwa-jiwa yang bersedia berbagi. Kuliah, pacaran, bekerja, membangun karier, bertahun-

tahun, berabad-abad, sampai serasa lumutan. Tapi, aku sungguh tidak tahan menghadapi 

tahapan membujang terlalu lama takut menjadi bujang lapuk. Maka, aku pun menikah 

begitu menemukan gadis yang aku sukai dan bersedia berbagi meskipun lebih banyak 

berbagi duka sebelum kutuntaskan cintaku padanya. Sementara, kekasihku begitu tahan 

menjalani tahapan itu, membujang begitu lama, setidaknya sampai kami bertemu lagi di 

Jakarta. (Cerpen “Percintaan Kepompong”, karya Ahmadun Y. Herfanda).

Kedua cuplikan di atas sama-sama diambil dari bagian awal suatu cerpen, sebagai tahap 

orientasinya. Dengan kata lain, keduanya sama-sama berfungsi sebagai bagian pengenalan 

cerita, terutama latar dan karakter tokoh utamanya. Meskipun demikian, kedua cuplikan itu 

memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Masing-masing cuplikan ini  bercerita tentang 

tokoh dan tema yang berbeda.Cuplikan pertama, tentang orang lain, yakni seorang lelaki.

Cuplikan kedua, tentang dirinya sendiri dan teman dekatnya. Cuplikan pertama sepenuhnya 

berupa cerita monolog; pencerita bertutur sendiri tentang orang lain. Cuplikan kedua diselingi 

pula dengan dialog-dialog. Selain itu, perbedaannya juga tampak pada latar cerita. Cerita 

pertama berlatar di jalan raya, sedangkan cerita kedua terjadi di halaman rumah.

Perbedaan-perbedaan itu tentu saja akan selalu dijumpai apabila kita membandingkannya 

dengan cerpen yang lain. Hal ini berkaitan pula dengan karakteristik ataupun gaya masing-

masing pengarang. Walaupun temanya sama, misalnya, tentang cinta, setiap pengarang 

memiliki sudut pandang dan cara bercerita yang tidak sama. Oleh karena itulah, pembaca 

tidak pernah bosan-bosannya membaca banyak cerpen bertema tentang percintaan karena 

perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing cerpen itu.

-- 126

berdasar  kaidah kebahasaannya, secara umum, kedua teks ini  memakai  

bahasa sehari-hari. Hal itu sebagaimana yang tampak pada kata buntelan, dekil, mengendus‑

endus bujang lapuk. Namun, dari segi jenisnya, tampak pula perbedaannya bahwa, cerpen 

pertama banyak memakai  kata-kata sifat, seperti garang, dekil, kecil, deras, merah, 

sehat. Hal ini sangat logis karena cuplikan awal cerpen ini  berfokus pada penggambaran 

latar. Oleh karena itu, banyak pula di dalamnya kata keterangan tempat, seperti yang ditandai 

oleh penggunaan kata depan di.

 Sementara itu, cerpen kedua berfokus pada penggambaran tindakan atau sifat tokoh. 

Oleh karena itu, yang muncul kemudian adalah kata-kata kerja material, yakni kata kerja yang 

bermakna tindakan, seperti melihat, menunggu, bersemayam, melepaskan. Penggunaan kata 

keterangan tempat dalam cerpen ini  tidak sebanyak yang ada pada cerpen sebelumnya. 

Justru yang tampak dominan pada cerpen kedua adalah penggunaan konjungsi pertentangan, 

seperti tetapi, tapi, dan namun.

Perhatikan pula dua cuplikan cerpen berikut.

Cerpen I

Sekarang ini yang jadi buah bibir adalah Diandra. Hari-hari di sekolah ini tiada kata 

tanpa Diandra. Hari-hari tiada bicara tanpa Diandra. Begitu juga dengan sohib gue, Raya 

danYus yang setiap hari nyaris ngomongin cewek bernama Diandra melulu.

“Sungguh luar biasa!” teriak Yus yang mukanya agak tirus, “Sulit untuk membandingkan 

kecantikan Diandra dengan bintang sinetron atau foto model sekalipun!”

“Eh, Gibran! Lo jangan sok alim!” senggol Raya yang punya body gede.

“Gue bukannya sokalim, tapi alim beneran, tau!” balas gue seraya balik nyenggol.

“Iye, iye, gue tau. Tapi masak, sih, lo nggak naksir dia?” Gibran kembali ngincer.

“Bukannya nggak naksir, tapi caranya ngak gitu, dong. Masa anak orang saban ari 

dipelototin!”

“Ya, abis mau diapain lagi?” tukas Raya ngak puas dengan jawaban gue.

Ah, sudahlah, gue paling malas berdebat ama dua sohib gue. Sebenarnya sebel juga, 

sih, dengan mereka. Tapi mo gimana lagi? Gue belum bisa mengubah mereka menjadi 

anak yang lebih baik (Cerpen “Doa Kecil dalam Hari Gue”, Boim Lebon).

Cerpen II

Somad tipe cowok murahan, itu kata temannya tanpa tedeng aling‑aling. Habis, 

cowok itu kerjanya nggak lain nggak bukan, suka promosiin diri di depan gadis-gadis 

sekitarnya. Promosi diri sendiri terus… ke mana-mana. Nggak cuma sama teman-teman 

sekolahnya, tapi juga sama anak-anak cewek sekitar rumah, masjid, warteg… nggak pilih 

tempat, nggak pandang bulu.

“Gue orangnya nggak som‑som, lho….”

“?”

“Maksudnya nggak doyan somay kalo dikit!Hehe.”

Biar yang diajak bicara nggak ngeladenin, biasanya Somad jalan terus tour de promo‑

nya.

Cerita Pendek 127

“Nggak, deng. Situ tahu, kan,maksud saya?”

“??”

“Beneran nggak sombong gitu, biarpun bokap saya juragan kerupuk.”

“???”

“Tahu gak omzet pedagang kerupuk tiap hari?”

“???!!???”

“Gede, lagi!”

Mata Somad menerawang, seperti menembus beratus-ratus kaleng kerupuk yang 

dibayangkannya parkir di depan rumahnya. Semua kaleng kerupuk dari yang paling besar 

akan dicintainya sepenuh hati. Babe‑nya yang orang kaya pasti bakal bilang, kalau udah 

lulus es‑te‑em, dia boleh jadi wakil direktur di perusahaan kerupuk. Itu berarti ia bakal 

megang duit jutaan tiap hari. (Cerpen “Petualangan Somad”, Asma Nadia).

Pada kedua cuplikan cerpen di atas ada  beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan 

yang paling tampak adalah bahasanya yang sama-sama gaul dan gaya penyampaiannya yang 

kocak. Hal seperti itu wajar karena kedua cerpen ini  sama-sama ditujukan untuk pembaca 

remaja. Persamaan lainnya ada pada tema atau objeknya yang sama-sama menceritakan 

sosok tokoh yang juga sama-sama sedang jatuh cinta. Latar juga memiliki kesamaan. Kedua 

cerpen ini  berlatar lingkungan sekolah.

Anda pun pasti mengetahui pula bahwa cerpen, bahkan novel dan sinetron-sinetron di televisi, 

pada umumnya bertema percintaan. Akan tetapi, pembaca ataupun penontonnya tidak merasa 

bosan dengan tema seperti itu, bukan? Walaupun sama-sama bertema percintaan, cerita-

cerita itu memiliki kekhasan masing-masing. Ada hal yang berbeda dari setiap karya ini  

sehingga pembacanya tidak merasa bosan, selalu penasaran untuk tetap menikmatinya.

Hal itu pula yang tampak pada kedua contoh cuplikan cerpen di atas, ada  pula perbedaan 

pada keduanya. Perbedaannya itu, antara lain, ada  pada sudut pandang penceritaannya. 

Cerpen I memakai  sudut pandang orang pertama. Pengarang dalam cerpen ini  

terlibat sebagai pelaku. Sementara itu, Cerpen II memakai  sudut pandang orang ketiga. 

Pengarang berperan sebagai tukang cerita. Ia tidak terlibat dalam cerita itu secara langsung. 

Selain tampak pada sudut pandang, perbedaan lain tampak pada latar dan penokohannya. 

Berikut paparannya.

Aspek Cerpen I Cerpen II

1.  Sudut pandang Orang pertama, pelaku sampingan Orang ketiga, serba tahu

2.  Tema Remaja (pelajar laki-laki) yang 

jatuh cinta pada seorang pelajar 

perempuan

Pelajar yang selalu promosi 

diri, ingin diperhatikan teman-

temannya

3.  Latar Di sekolah Di sekolah, lingkungan tetangga

4.  Penokohan Tokoh utama (Diandra), watak 

digambarkan melalui percakapan 

antartokoh 

Tokoh utama (Somad), digambar-

kan melalui jalan pikiran tokoh 

lain secara langsung dan perilaku-

nya sendiri

-- 128

Adapun berdasar  kaidah kebahasaannya, keduanya memakai  bahasa gaul atau 

lebih tepatnya ragam bahasa remaja, yang bercampur pula dengan bahasa Betawi. Hal 

itu sebagaimana yang tampak dari penggunaan kata gue, lo, promosiin, ngomongin, iye.

Keduanya juga memakai  kalimat-kalimat langsung yang diselingi pula dengan kalimat 

tidak lagsung sehingga menjadikan cuplikan cerpen itu lebih hidup dan terkesan nyata.

Sementara itu, perbedaannya tampak pada hal-hal berikut.

a. Kutipan cerpen I lebih menyoroti unsur alur dan latar. Oleh karena itu, cuplikan ini  

banyak memakai  kata keterangan waktu dan tempat, seperti sekarang ini, setiap 

hari, di sekolah.

b. Kutipan cerpen II lebih banyak menyoroti unsur penokohan. Oleh karena itu, kutipan 

ini  lebih banyak memakai  kata-kata yang menggambarkan sifat seseorang. 

Kata-kata yang dimaksud, antara lain, cowok murahan, sombong, juragan kerupuk, 

direktur perusahaan, promosiin diri, nggak ngeladeni.

D Menulis Cerpen 

1. Menjadikan Pengalaman yang Biasa Menjadi Cerita yang Luar Biasa

Perhatikan cuplikan cerita berikut.

Pendakian ke puncak Gunung Kerinci kami mulai dari Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu 

Aro, dengan waktu tempuh 10 -12 jam. Selama pendakian, kami pun melakukan kemah, 

menikmati keindahan edelweis, pengamatan tumbuhan.Satwa dalam alam di sepanjang 

jalan setapak. Hampir di setiap persimpangan, sudah ada papan keterangan dan petunjuk.

Jadi, selama perjalanan itu, kami tidak pernah tersesat.

Cuplikan di atas merupakan pengalaman seseorang. Hal yang dicerita kannya merupakan 

sesuatu yang menarik yang pernah dialaminya. Pengalaman selama pendakian ke Puncak 

Gunung Kerinci bagi penulis itu merupakan pengalaman berkesan yang perlu ia abadikan 

dalam sebuah karangan.

Setiap orang tentu memiliki pengalaman serupa. Pengalaman-pengalaman itu ada 

yang menyenangkan, menyedihkan, menggelikan, menakutkan, dan aneka pengalaman 

berkesan lainnya. Akan sangat bemanfaat apabila pengalaman-pengalaman itu kita tuliskan. 

Pengalaman-pengalaman itu akan menjadi penting untuk orang lain untuk dijadikan bahan 

pelajaran. 

Tuliskanlah pengalaman-pengalaman itu sesuai dengan gaya dan selera Anda. 

Tuangkanlah dengan sebebas-bebasnya. Satu hal yang penting adalah pengalaman berkesan 

Anda itu menjadi menarik dan perlu dibaca orang lain.

Namun, yang pasti pengalaman itu tidak harus berupa peristiwa dahsyat, pertemuan 

dengan orang terkenal, ataupun sejenisnya. Peristiwa yang biasa-biasa pun, seperti ketinggalan 

dompet, menemukan anak kucing di tengah jalan, ketiban buah mangga saat  sedang jajan, 

akan menjadi sebuah cerita menarik dan mengesankan. Syaratnya, kita harus pandai di dalam 

mengolah kata-katanya sehingga pembaca menjadi penasaran dan terpesona karenanya.

Perhatikan kembali cerpen di atas. Cerpen ini  menceritakan pengalaman mendaki 

gunung yang merupakan hal yang biasa bagi sebagian besar orang. Namun, karena dibumbui 

Cerita Pendek 129

oleh beragam imajinasi dan pengalaman-pengalaman subjektif pengarangnya, cerita itu 

menjadi lebih menarik dan menegangkan, bukan?

2. Sajian Konflik Menjadikan Cerita Lebih Menarik

Konflik dapat diartikan sebagai suatu pertentangan. Bentuk-bentuk petentangan itu, 

sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sangatlah bermacam-macam. 

Misalnya:

a. pertentangan manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin);

b. pertentangan manusia dengan sesamanya;

c. pertentangan manusia dan lingkungannya, baik itu lingkungan alam, ekonomi, politik, 

sosial, dan budaya;

d. pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.

Bentuk-bentuk konflik atau pertentangan-pertentangan semacam itulah yang menjadikan 

sajian suatu cerita lebih menarik. Konflik itulah yang menggerakkan alur cerita. Karenanya, 

tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa konflik merupakan inti dari sebuah cerita. Tanpa 

adanya konflik, akan sangat sulit bagi terbentuknya suatu cerita. Cerita tentang putus cinta 

seorang remaja, misalnya. Cerita itu tidak akan terjadi kalau tidak ada konflik-konflik yang 

melatarbelakanginya. 

Tentang keberadaan konflik dalam suatu cerita, mari kita pelajari penggalan cerita 

berikut.

Heri menghela napas panjang. Ichennya yang sederhana yang telah merenggut seluruh 

hatinya, telah berubah dan tak mau lagi mengenal dirinya. Heri merasa diombang-ambing 

perasaan dan hatinya oleh permainan yang diciptakan oleh Ichen. Apakah kini ia telah 

melupakan ketertarikannya pada Ichen? Atau, akan menghentikan perburuannya dengan 

adanya perubahan yang telah ditunjukkan gadis itu? Ternyata tidak sama sekali. Heri 

justru merasa semakin tertantang. Ia penasaran, apa yang diinginkan Ichen sebenarnya? 

Lalu, siapa pria muda yang menjemputnya tadi?

Kalau dilihat dari sikapnya, jelas pria tadi sangat dekat hubungannya dengan Ichen.

Kekasihnya kah, atau tunangannya? Mereka jelas datang dari etnis yang sama.

Menyadari hal itu semua membuat Heri jadi orang linglung. Kalau pada mulanya Heri 

tertarik pada Ichen karena kesederhanaan dan pesona gadis itu, kini, selain daya tarik 

itu, adalah karena kepandaian gadis itu berperan. Bagaimana mungkin dalam waktu yang 

begitu singkat ia bisa berubah penampilan. Siapakah Ichen sebenarnya dan apa maunya 

gadis itu?

Heri baru memarkir mobil di depan rumahnya saat dirasakannya ada bayangan 

yang berkelabat di belakangnya. saat  menoleh, ternyata Ichen sudah berdiri di ujung 

pagar rumahnya. Heri tertegun memandang Ichen. Gadis ini sekarang sudah berubah lagi 

penampilannya. Tadi, di pemakaman, ia tampil modern dan modis. Kini sudah kembali 

seperti pertama kali mereka bertemu: lugu dan bersahaja sekali. (“Ichen dan Ichen”, 

Rosida)

Dalam cuplikan cerita di atas, cukup tergambar tentang bentuk konflik yang menggerakkan 

cerita ini . Konflik-konflik ini  berupa:

-- 130

a. pertentangan tokoh utama dengan Ichen, yang menjadikannya keheranan dan bertanya-

tanya;

b. pertentangan tokoh utama dengan batinnya sendiri, antara menghentikan petualangannya 

memikat hati Ichen atau meneruskannya. 

Kedua pertentangan atau konflik itulah yang kemudian menghidupkan alur cerita. 

Bermula dari kepenasaranan dan keheranan tokoh Heri menjadikan cerita itu bergerak dan 

berkembang. Cerita itu tidak sampai pada kisah Heri berkasih-kasihan dengan Ichen. Lebih 

menantang lagi, adalah penyelidikan Heri terhadap wanita yang dikasihinya itu, di samping 

sikap Ichen sendiri yang bersikap “aneh”, seperti memiliki kepribadian ganda atau memang 

ada dua Ichen. Konflik-konflik itulah yang menjadi cerita itu menarik dan pembaca merasa 

menjadikan penasaran dibuatnya.

Pengalaman yang akan dicerpenkan termasuk konflik-konflik yang akan kita bangun itu 

sebaiknya dibuat terlebih dahulu kerangkanya. Adapun kerangka yang dapat kita pilih bisa 

tersaji dalam bentuk peta pikiran (mind mapping), seperti di bawah ini.

(Mind mapping di atas hanya sebagai model; mohon disesuaikan lagi dalam kaitannya dengan  

kepentingan menulis cerpen yang berdasar  pengalaman)

Adapun langkah-langkah penulisannya adalah sebagai berikut.

a. Menyiapkan kertas kosong, spidol atau pensil berwarna-warni.

b. Menuliskan topik utama dari cerpen yang akan kita buat di tengah-tengah kertas. 

Misalnya, pengalaman di pantai. Lingkarilah kata kunci itu.

c. Buat cabang utama terkait topik ini . Misalnya, tentang peristiwa-peristiwa menarik 

yang dia