suatu bentuk percakapan antara dua tokoh, yakni Sansan dan Bu
Lita. Jika Anda perhatikan, di dalamnya ada tawar-menawar. Tokoh Sansan mengajukan
penawaran, yakni meminta cuti kerja kepada majikannya, Bu Lita. Namun, Bu Lita tidak langsung
menyetujui permintaan karyawannya itu.Ia pun mengajukan penawaran, yakni meminta Sansan
tidak langsung cuti. Ia berharap dua minggu lagi, karyawannya itu tetap bekerja. Kemudian, ia
akan memberi kesempatan cuti selama tiga bulan.
V Negosiasi
-- 86
Percakapan atau dialog semacam itulah yang kemudian disebut dengan negosiasi, yakni
bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk mencapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan berbeda. Dalam negosiasi, pihak-pihak ini berusaha menyelesaikan
perbedaan itu dengan berdialog. Negosiasi dilakukan karena pihak-pihak yang berkepentingan
perlu membuat kesepakatan mengenai persoalan yang menuntut penyelesaian bersama. Definisi
lainnya adalah sebagai berikut.
1. Negosiasi merupakan proses penetapan keputusan secara bersama antara beberapa pihak
yang memiliki kepentingan berbeda.
2. Negosiasi merupakan suatu cara dalam menetapkan keputusan yang dapat disepakati oleh
dua pihak atau lebih untuk mencukupi kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan.
Di dalam negosiasi, ada suatu perbedaan kepentingan di antara dua tokoh yang terlibat
(negosiator). Dengan negosiasi ini , diharapkan perbedaan-perbedaan itu dapat dikompromikan
sehingga pada akhirnya diperoleh kesepakatan-kesepakatan. Meskipun demikian, negosiasi tidak
selalu berujung pada kesepakatan-kesepakatan. Mungkin saja yang terjadi kemudian adalah
kegagalan karena masing-masing pihak tidak mencapai harapan-harapannya.
Dalam percakapan di atas, kesepakatan itu tercapai. Sansan, sebagai negosiator 1, memperoleh
persetujuan untuk cuti selama tiga bulan walaupun berlaku dua minggu kemudian. Bu Lita pun,
sebagai nego siator 2, terpenuhi kepentingannya karena Sansan mau untuk bekerja selama dua
minggu ke depan.
Perhatikan pula teks berikut.
Adam : “Kita belajar kelompok nanti malam di rumah saya!”
Hasan : “Ide bagus, tuh! Tapi, di rumah saya saja. Rumah kamu jauh!”
Adam : “Pakai motorlah. Paling gak sampai setengah jam sampai!”
Hasan : “Motornya lagi dipakai kakak. Udah, di rumah saya saja!?
Adam : “Ya, bagaimana….?”
Hasan : “Di rumah saya saja. Nanti saya sediakan makanan banyak. Kamu kan suka makan.
He….”
Adam : “Benar, nih! Akan disediakan makanan!”
Hasan : “Dijamin!”
Adam : “Baiklah kalau begitu. Nanti malam saya yang datang ke rumahmu! Tapi….”
Hasan : “Iya, makanan apa pun yang kamu inginkan akan saya sediakan. Mau kerupuk,
gorengan, lalap-lalapan. Air putih….!”
Adam : “Itu mah tidak istimewa, San! Di rumah saya juga banyak.”
Hasan : “Bercanda dong! Tenanglah, soal makanan, saya jamin. Oke, ya! Nanti malam kamu
yang datang ke rumahku!”
Adam : Siap, jangan khawatir!”
Hasan : “Sip. Terima kasih kalau begitu!”
Teks di atas bukanlah percakapan biasa. Topik yang diobrolkan memiliki arah ataupun tujuan
yang jelas. Mereka melakukan tawar menawar tempat kegiatan belajar kelompok yang akan mereka
lakukan. Adam dan Hasan memiliki keinginan masing-masing. Keinginan-keinginan itu mereka
ajukan sampai akhirnya diperoleh suatu kesepakatan.Tindakan yang dilakukan Adam dan Hasan
itulah yang berkategori sebagai negosiasi.
Negosiasi 87
Di dalam contoh ini , pihak-pihak yang berkepentingan adalah Adam dan Hasan.
Mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda, yakni ingin kegiatan belajarnya dilaksanakan
di rumah masing-masing. Keinginan itu kemudian mereka negosiasikan yang pada akhirnya
disepakati bahwa belajar kelompok itu dilakukan di rumah Hasan. Dalam hal ini Adam mengalah
ataupun mengorbankan keinginannya untuk bisa belajar kelompok di rumah sendiri. Akan tetapi,
ia mendapat kompensasi. Keinginan lain untuk bisa makan-makan saat belajar kelompok
terpenuhi. Hasan akan memenuhi keinginannya itu dengan menyediakan makanan di rumahnya.
B Fungsi, Struktur, dan Kaidah Teks Negosiasi
1. Fungsi Teks Negosiasi
Teks negosiasi tergolong ke dalam bentuk teks diskusi (discussion). Di dalamnya
membahas suatu isu tertentu dengan disertai sejumlah argumen dari dua pihak atau lebih
dengan tujuan untuk mengompromikan atau menyepakati kepentingan-kepentingan yang
berbeda. Kegiatan itu berisi adu tawar yang kemudian berujung pada kesepakatan atau
ketidaksepakatan. Istilah lain dari adu tawar keinginan itu, kita istilahkan dengan negosiasi.
Adu tawar atau negosiasi ternyata sering terjadi dalam berbagai kesempatan. Bahkan, dapat
dikatakan bahwa saat berhubungan dengan orang lain, kita tidak bisa lepas dengan proses
negosiasi, tetapi dalam bentuk dan tingkat kepentingan yang berbeda-beda.
Di dalam pergaulan sehari-hari, kecakapan bernegosiasi sangat diperlukan. Misalnya,
kecakapan bernegosiasi diperlukan untuk menentukan tempat belajar kelompok, memilih
tujuan wisata, memilih ketua kelas atau ketua OSIS. Dalam kehidupan yang lebih luas,
kecakapan ini diperlukan dalam pergaulan masyarakat, bidang pekerjaan, dan kehidupan
bernegara. Dalam bidang-bidang ini , banyak sekali kegiatan yang harus diselesaikan
melalui negosiasi-negosiasi.
Berikut contoh-contoh kegiatan lainnya yang perlu diselesaikan melalui negosiasi:
a. jual beli barang, jasa;
b. penggajian karyawan;
c. penempatan tenaga kerja;
d. penyusunan program-program organisasi;
e. pembagian warisan;
f. sengketa rumah atau tanah;
g. pembangunan fasilitas-fasilitas umum;
h. penentuan calon wakil rakyat dalam suatu partai politik.
Kecapakan bernegosiasi penting kita kuasai dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan
tertentu. Kalau tidak demikian, kita akan selalu kalah dalam proses tawar menawar. Tentu
hal itu tidak kita inginkan. saat ada kegiatan, maksud, keinginan, atau apa pun namanya
yang melibatkan orang lain, seharusnya kita selalu menjadi pemenang. Dalam hal inilah,
kecakapan bernegosiasi merupakan kuncinya.
-- 88
Ada kepentingan Melibatkan orang lain Bernegosiasilah
Dalam bidang apa pun, tidak terkecuali pula dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan
bernegosiasi tetap diperlukan selama kita ingin menjadi pemenang dalam pergaulan.
Bernegosiasi sesungguhnya merupakan strategi untuk meraih berbagai kepentingan,
memenangkan konflik, dan merupakan sarana untuk berbagai permasalahan yang berhubungan
dengan orang lain.
Karakteristik dan arti penting lainnya dari negosiasi adalah sebagai berikut.
a. Negosiasi bertujuan untuk menghasilkan kesepakatan.
b. Negosiasi bertujuan untuk menghasilkan keputusan yang saling menguntungkan.
c. Negosiasi merupakan sarana untuk mencari penyelesaian.
d. Negosiasi mengarah kepada tujuan praktis.
e. Negosiasi memprioritaskan kepentingan bersama.
• Menjual barang dengan
harga mahal
• Bisa naik jabatan
dengan cepat
• Ingin cuti kerja
• Memperoleh
kenaikan gaji
• Terabaikannya
tugas dari pimpinan
• Kenaikan gaji berlarut-larut
• Tertukar
jadwal kerja
• Salah pengertian
dalam posisi jabatan
Sarana untuk
memenangkan
persaingan
Sarana untuk
menyelesaikan
masalah
Sarana untuk
meraih berbagai
kepentingan
Sarana untuk
menyelesaikan
konflik
Empat Arti Penting Negosiasi
dalam Dunia Kerja
Negosiasi 89
2. Struktur Teks Negosiasi
Struktur adalah susunan, urutan, ataupun tahapan. Di dalam negosiasi, ada lima
tahapan yang lazim dilalui dalam proses bernegosiasi. Kelima tahapan itu adalah sebagai
berikut.
a. Negosiator 1 menyampaikan maksud bernegosiasi.
b. Negosiator 2 menyampaikan penolakan ataupun sanggahan dengan alasan-alasan.
c. Negosiator 1 mengemukakan argumentasi ataupun fakta yang memperkuat maksudnya
ini agar disetujui oleh negosiator 2.
d. Negosiator 2 kembali mengemukakan penolakan dengan sejumlah argumentasi dan fakta.
e. Terjadinya kesepakatan/ketidaksepakatan.
Argumentasi
yang
meyakinkan
Fakta yang
lengkap
dan jelas
Penting
dalam
bernegosiasi
Di dalam contoh teks negosiasi sebelumnya, yang dimaksud dengan negosiator 1
adalah Sansan dan negosiator 2 Bu Lita. Sebagai negosiator 1, Sansanlah yang pertama kali
mengajukan maksud dalam bernegosiasi ini , yakni ingin memperoleh cuti kerja.
Bu Lita tidak langsung menerima pengajuan cuti Sansan dengan alasan kehamilan Sansan
masih delapan bulan. Sansan pun mengemukakan argumentasinya bahwa ia sudah merasa
berat dengan kehamilannya itu. Ia pun khawatir akan melahirkan di luar dugaan sehingga
mengajukan cuti untuk berjaga-jaga.
Bu Lita tetap tidak menyetujuinya. Namun, ia memberi tawaran, yakni meminta
Sansan bekerja dua minggu lagi. Argumentasi yang dikemukakannya, (1) supaya cuti setelah
melahirkan lebih panjang, (2) Sansan bisa memilih pekerjaan yang ringan.
Sansan menyetujui tawaran Bu Lita karena Bu Lita menguatkan argumentasinya
lagi bahwa ia sangat membutuhkan tenaga Sansan. Bu Lita pun menjamin, berdasar
pengalamannya, Sansan tidak akan melahirkan terlalu cepat.
Akhir dari negosiasi pada contoh di atas berakhir pada suatu kesepakatan bahwa Sansan
bisa cuti selama tiga bulan, namun ia harus meneruskan pekerjaannya terlebih dahulu selama
dua minggu. Setelah itu, barulah ia bisa memperoleh cuti kerja dari Bu Lita.
-- 90
Dengan melihat contoh ini , secara umum teks negosiasi dibentuk oleh tiga bagian,
yakni pembukaan, isi, dan penutup.
a. Pembukaan berisi pengenalan isu atau sesuatu yang dianggap masalah oleh salah satu
pihak, misalnya permintaan cuti kerja karena terkait dengan kehamilan.
b. Isi berupa adu tawar dari kedua belah pihak untuk mencari penyelesaian yang saling
menguntungkan, sampai diperolehnya kesepakatan atau ketidaksepakatan. Di dalamnya
mungkin ada argumen-argumen, termasuk penentangan dan sanggahan-sanggahan.
c. Penutup berisi persetujuan dan kesepakatan kedua belah pihak. Mungkin pula di
dalamnya ada ucapan terima kasih, harapan, ataupun ungkapan lainnya sebagai penanda
kepuasan ataupun ketidakpuasan.
Struktur Negosiasi Isi
Pengajuan
Pembukaan Pengenalan isu, masalah
Penutup
Kesepakatan,
kepuasan,
ketidakpuasan
Penawaran
Struktur Teks Negosiasi
Berikut contoh analisis struktur teks negosiasi.
Teks Negosiasi Struktur Keterangan
Nana : “Maaf, Pak. Apa pekerjaan ini bisa
ditunda sekitar dua harian, Pak?”
Pendahuluan
Permintaan penundaan
pekerjaan
Pak Eko : “Mengapa, Na? Saya berbesar hati,
kamulah satu-satunya pegawai saya
yang bisa menyelesaikan pekerjaan
itu dalam waktu cepat. Makanya saya
memercayakannya pada kamu. Seka-
rang malah meminta ditunda! Ada apa?”
Nana : “Sebelumnya saya berterima kasih pada
Bapak atas keper cayaannya. Namun,
bagaimana, ya. Orangtua saya tadi
pagi masuk rumah sakit dan saya harus
menungguinya di sana.”
Negosiasi 91
Pak Eko : “O…, sakit apa, Na?”
Nana : “Kecelakaan lalu lintas, Pak.”
Pak Eko : “Bapak juga dilematis kalau begitu.
Bagaimana juga, ya?”
Nana : “Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline
pekerjaan itu memang berapa hari?”
Pak Eko : “Ya, 2-3 hari, Na. Makanya….”
Nana : “Nah, berarti ada satu hari untuk menye-
lesaikannya. Saya sanggup, Pak.”
Pak Eko : “Kalau tergesa-gesa, nanti peker jaannya
tidak sempurna, Na!”
Nana : “Saya maksimalkan, Pak. Nanti hasil-
nya bisa Bapak lihat!”
Pak Eko : “Ya, tetap saja, tidak akan semaksimal
apabila waktunya lebih leluasa, kan?”
Nana : “Atau begini saja, Pak. Bagaimana
kalau pekerjaannya saya bawa. Nanti
di rumah sakit sambil menunggu orang
tua, saya kerjakan.”
Pak Eko : “Mungkin tidak kamu bekerja sambil
menunggui orang sakit?”
Nana : “Bisa, Pak. Kan, tidak mengganggu
orang sakit atau siapa pun. Membuat
proposal bisa dikerjakan di laptop
langsung, kan, Pak.”
Pak Eko : “Bagaimana dengan berkas-berkasnya,
nanti tercecer atau hilang kalau dibawa
ke rumah sakit!”
Nana : “Saya jamin tidak, Pak. Akan saya atur-
atur agar hal itu tidak terjadi.”
Isi
Adu tawar tentang
kemungkinan-
kemungkinan
penundaan
penyelesaian
pekerjaan.
Pak Eko : “Ya, baiklah kalau begitu. Kamu bisa
tidak masuk kantor selama dua hari dan
setelah itu proposalnya sudah selesai.”
Nana : “Siap, Pak.”
Penutup
Kepuasaan,
kesepakatan kedua
belah pihak.
Perhatikan pula struktur teks negosiasi berikut.
Adam : “Kita belajar kelompok nanti malam di rumah saya!”
Hasan : “Ide bagus, tuh! Tapi, di rumah saya saja.Rumah kamu jauh!”
Adam : “Pakai motorlah. Paling gak sampai setengah jam sudah sampai!”
Hasan : “Motornya lagi dipakai kakak. Udah, di rumah saya saja!?”
-- 92
Adam : “Ya, bagaimana….?”
Hasan : “Di rumah saya saja. Nanti saya sediakan makanan banyak. Kamu kan suka
makan. He….”
Adam : “Benar, nih! Akan disediakan makanan!”
Hasan : “Dijamin!”
Adam : “Baiklah kalau begitu. Nanti malam saya yang datang ke rumahmu! Tapi….”
Hasan : “Iya, makanan apa pun yang kamu inginkan akan saya sediakan. Mau kerupuk,
gorengan, lalap-lalapan. Air putih….!”
Adam : “Itu mah tidak istimewa, San! Di rumah saya juga banyak.”
Hasan : “Bercanda dong! Tenanglah, soal makanan, saya jamin. Oke, ya! Nanti malam
kamu yang datang ke rumahku!”
Adam : Siap, jangan khawatir!”
Hasan : “Sip. Terima kasih kalau begitu!”
berdasar contoh di atas, pihak-pihak yang berkepentingan adalah Adam dan
Hasan. Mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda, yakni ingin kegiatan belajarnya
dilaksanakan di rumah masing-masing. Keinginan itu kemudian mereka negosiasikan yang
pada akhirnya disepakati bahwa belajar kelompok itu dilakukan di rumah Hasan. Dalam
hal ini Adam mengalah ataupun mengorbankan keinginannya untuk bisa belajar kelompok
di rumah sendiri. Akan tetapi, ia mendapat kompensasi. Keinginan lain untuk bisa makan-
makan saat belajar kelompok terpenuhi. Hasan akan mememenuhi keinginannya itu dengan
menyediakan makanan di rumahnya.
Adapun struktur negosiasi ini adalah sebagai berikut.
a. Negosiator 1 menyampaikan maksudnya.
Dalam contoh di atas Adam mengajak Hasan untuk belajar kelompok nanti malam.
b. Pihak mitra bicara (negosiator 2) menyanggah dengan alasan tertentu
Dalam contoh di atas Hasan menolak dengan alasan rumah Adam terlalu jauh.
c. Negosiator 1 mengemukakan argumentasi untuk mempertahankan tujuan awalnya untuk
disetujui negosiator 2.
Dalam contoh di atas meminta Hasan untuk memakai motor saja agar mudah
menjangkau rumahnya.
d. Negosiator 2 kembali mengemukakan penolakan dengan alasan tertentu pula.
Dalam contoh di atas, Hasan tetap mengatakan tidak bisa untuk belajar di rumah
Adam karena motornya dipakai kakaknya.
e. Terjadinya kesepakatan atau ketidaksepakatan
Dalam contoh di atas terjadi kesepakatan yaitu sebagai berikut.
a. Belajar kelompok dilakukan di rumah Hasan.
b. Selama belajar kelompok Hasan harus menyediakan makanan untuk Adam.
3. Kaidah Teks Negosiasi
Kaidah bernegosiasi adalah aturan ataupun kelaziman.Dalam bernegosiasi ada enam
kaidah umum yang harus kita perhatikan.
Negosiasi 93
Dalam kegiatan negosiasi terkandung aspek-aspek berikut.
a. Negosiasi selalu melibatkan dua pihak atau lebih, baik secara perorangan, kelompok,
perwakilan organisasi, ataupun perusahaan.
b. Negosiasi merupakan kegiatan komunikasi langsung atau komunikasi lisan.
c. Negosiasi terjadi karena ada perbedaan kepentingan.
d. Negosiasi diselesaikan melalui tawar-menawar atau tukar-menukar kepentingan.
e. Negosiasi menyangkut suatu rencana yang belum terjadi.
f. Negosiasi bermuara pada dua hal: sepakat atau tidak sepakat.
Kepentingan
negosiator 1
Kepentingan
negosiator 2
Kepentingan
negosiator 3 dst
Berkompromi Sepakat/ Tidak sepakat
Pada contoh di atas, proses negosiasi melibatkan dua pihak atas nama perorangan dan
perusahaan, yakni Sansan dan Bu Lita. Komunikasi terjadi secara lisan, dalam hal ini Sansan
menemui langsung Bu Lita.ada kepentingan yang berbeda di antara keduanya.
a. Sansan ingin memperoleh cuti kerja dengan segera.
b. Bu Lita tidak menyetujuinya. Ia menginginkan Sansan tidak cepat-cepat cuti.
Terjadilah tukar-menukar kepentingan di dalam percakapan ini , yakni (a) Sansan
ingin memperoleh cuti kerja, (b) Bu Lita berkepentingan pula dengan tenaga Sansan dalam
dua minggu ke depan. Kedua kepentingan itu menyangkut sesuatu yang belum terjadi.
Negosiasi bermuara pada kesepakatan jalan tengah, yakni maksud Sansan terpenuhi bisa
memperoleh cuti selama tiga bulan walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan awal
karena ia tidak langsung bisa cuti pada waktu itu juga. Ia harus menunggu dua minggu ke
depan, dengan terlebih dahulu menyelesaikan sejumlah pekerjaan.
Sementara itu, dari kaidah kebahasaannya, teks negosiasi ditandai oleh hal-hal berikut.
a. Keberadaan kalimat berita, tanya, dan perintah hampir berimbang. Hal ini terkait
dengan bentuk negosiasi yang berupa percakapan sehari-hari sehingga ketiga jenis
kalimat ini mungkin muncul secara bergantian.
1) Kalimat berita (deklaratif, statement)
Contoh:
a) Saya ingin mengajukan cuti kerja.
b) Sudah delapan bulan, Bu.
c) Kan, masih sebulan lagi.
d) Sudah terasa berat, Bu.
e) Lagi pula untuk jaga-jaga, khawatir waktunya di luar dugaan.
-- 94
2) Kalimat tanya (interogatif, question)
Contoh:
a) Bisa meminta waktu sebentar?
b) Ada apa, ya, San?
c) Sudah berapa bulan kandungannya?
d) Bapak jadi dilematis juga kalau begitu. Bagaimana juga, ya?
e) Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline pekerjaan itu memang berapa hari?
3) Kalimat perintah (imperatif, command)
Contoh:
a) Nanti saja kalau sudah dekat waktunya lahir.
b) Sekarang bekerja dulu.
c) Ya, bekerjanya jangan yang berat-berat.
d) Pilih-pilih.
e) Ya, tapi sekarang kamu jangan dulu cuti.
f) Jangan khawatir kecepetan lahir.
b. Banyak memakai kalimat yang menyatakan keinginan atau harapan. Hal ini
terkait dengan fungsi negosiasi itu, yakni untuk menyampaikan kepentingan dan
mengompromikannya dengan mitra bicara. Oleh karena itu, akan banyak kalimat yang
menyatakan maksud ini yang ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti minta,
harap, mudah‑mudahan.
Contoh:
1) Bisa meminta waktu sebentar?”
2) Mudah-mudahan selama itu, saya dan si bayi nanti sudah sehat dan kuat lagi.”
3) Mudah-mudahan, ya, Bu. Terima kasih atas kebaikan Ibu.
4) Saya pun berharap bisa menyelesaikannya dengan segera.
c. Banyak memakai kalimat bersyarat, yakni kalimat yang ditandai dengan kata-kata
jika, bila, kalau, seandainya, apabila. Ini terkait dengan sejumlah syarat yang diajukan
masing-masing pihak dalam rangkai “adu tawar” kepentingan.
Contoh:
1) Nanti saja kalau sudah dekat waktunya lahir.
2) Begini saja, bagaimana kalau menunggu dua minggu lagi supaya nanti cutinya lebih
panjang setelah melahirkan?
3) Kalau tergesa-gesa, nanti pekerjaannya tidak sempurna, Na!
4) Bagaimana kalau pekerjaannya saya bawa.
5) Bagaimana dengan berkas-berkasnya, nanti tercecer atau hilang kalau dibawa ke
rumah sakit.
6) Ya, baiklah kalau begitu.
d. Banyak memakai konjungsi penyebaban (kausalitas). Hal ini terkait dengan
sejumlah argumen yang disampaikan masing-masing. Untuk memperjelas alasan, mereka
perlu menyampaikan sejumlah alasan yang disertai penggunaan konjungsi penyebaban
karena, sebab, oleh karena itu, sehingga, akibatnya.
Negosiasi 95
Contoh:
1) O, ya. Pasti karena kehamilanmu itu, kan?”
2) Nunggu dua minggu lagilah karena memang Ibu sangat membu tuhkan tenaga kamu.
3) Dia pun pasti ngerti karena kunjungan kita ke Bima Sakti pun untuk kepentingan
perusahaan.”
Kaidah
(Karakteristik
Umum)
Negosiasi
Penyelesaian:
adu tawar,
tukar menukar
Ada konflik
Komunikasi
langsung
Tentang
sesuatu
yang belum
terjadi
Penyelesaian:
sepakat atau
tidak sepakat
Melibatkan
dua pihak
C Perbandingan Teks Negosiasi
Bernegosiasi umumnya merupakan kegiatan berbahasa lisan. Hal ini berbeda dengan
kegiatan berbahasa lainnya yang telah kita pelajari sebelumnya: penulisan anekdot, eksposisi,
laporan observasi, ataupun prosedur kompleks. Kegiatan berbahasa lisan memiliki karakteristik
tersendiri dibandingkan dengan kegiatan berbahasa tertulis, yakni sebagai berikut.
1. Kalimat-kalimatnya pendek-pendek karena banyak bagiannya yang mengalami pelesapan.
Contoh:
Bentuk Pendek Bentuk Panjang
a. Ide bagus, tuh! a. (Pernyataanmu merupakan) ide bagus, tuh!
b. Tapi, di rumah saya saja. b. Tapi, (belajar kelompoknya) di rumah saya saja.
c. Pakai motorlah. c. (Kamu ke rumah saya) memakai motorlah.
d. Ya, bagaimana….? d. Ya, (seharusnya) bagaimana…?
e. Benar, nih! e. (Janjimu itu) benar, nih!
f. Mau kerupuk, gorengan,
lalap-lalapan?
f. (Kamu) mau kerupuk, gorengan, atau lalap-
lalapan?
-- 96
g. Di rumah saya juga banyak. g. Di rumah saya (makanan-makanan itu) juga
banyak.
h. Bercanda, dong! h. Saya bercanda, dong!
i. Siap, jangan khawatir!” i. Siap, (kamu) jangan khawatir
Tampak pada kalimat-kalimat di atas bahwa pelesapan itu terjadi pada subjek. Kata ganti
untuk diri sendiri dan lawan bicara tidak disebutkan langsung dengan alasan kedua-duanya
hadir di tempat itu.
2. Banyak memakai ragam bahasa nonbaku atau bahasa populer. Perhatikan contoh-contoh
berikut.
Nonbaku Baku
a. banding-banding dibanding-banding
b. gak tidak
c. gitu begitu
d. kemahalan terlalu mahal
e. kinclong bagus
f. lagi sedang
g. nawar menawar
h. oke baiklah
i. pakai memakai
j. pinjam meminjam
k. punya mempunyai
l. segitu seperti itu
m. tapi tetapi
n. udah sudah
o. ya iya, benar
3. Banyak memakai kosakata percakapan. Dalam kedua contoh negosiasi di atas, yang
dimaksud kosakata percakapan adalah sebagai berikut.
a. tuh
b. ya
c. kan
d. nih
e. dong
f. mah
g. sip
h. iya
i. yah
j. deh
Negosiasi 97
Banyak
mengalami
pelesapan
kata
Banyak
memakai
kosakata
percakapan
Banyak
memakai
kata
nonbaku
Ragam Bahasa
dalam Bernegosiasi
• Ide bagus, tuh!
• Tapi, di rumah saya saja.
• Pakai motorlah.
• banding-banding
• gak
• gitu
• kemahalan
• kinclong
• tuh
• ya
• kan
• nih
• dong
Selain karakteristik kebahasaan yang telah dipaparkan di atas, sebagai bagian dari komunikasi
lisan, negosiasi tidak hanya mengandalkan bahasa verbal atau kata-kata, tetapi juga melibatkan
bahasa tubuh dan vokalisasi (nada suara). Ketiga unsur itu memiliki peran masing-masing di
dalam menentukan keberhasilan dalam bernegosiasi.
Sebagai bagian dari komunikasi lisan, negosiasi tidak hanya mengandalkan bahasa verbal
atau kata-kata, tetapi juga melibatkan bahasa tubuh dan vokalisasi (nada suara). Ketiga unsur itu
memiliki peran masing-masing di dalam menentukan keberhasilan dalam bernegosiasi.
Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa perkataan hanya memiliki pengaruh sekitar 7%
terhadap keputusan seorang dalam berbicara. Sementara itu, nada suara 38%, dan sebagian besar,
yakni 55%, dipengaruhi oleh bahasa tubuh. Dengan demikian, penelitian itu menunjukkan bahwa
bahasa tubuh penting pula diperhatikan pada saat bernegosiasi agar bisa berhasil secara optimal.
Tiga Faktor Penting dalam Bernegosiasi
Bahasa tubuh
55%
38%
7%
Nada suara
Perkataan
(Putra, 2008: 19)
Dalam bentuk komunikasi tertulis, bahasa tubuh dan nada suara tentu saja tidak tercakup
di dalamnya. Hanya kekuatan kata-kata, di samping ketertiban dalam penggunaan ejaan dan
tanda baca, yang perlu kita perhatikan. Akan tetapi, dalam bernegosiasi, bahasa tubuh dan nada
suara, tidak bisa dianggap enteng. Keduanya harus dikelola dengan baik karena ternyata sangat
menentukan keberhasilan bernegosiasi.
-- 98
D Menulis Teks Negosiasi
Untuk melangkah ke tahap ini, terlebih dahulu kita harus memahami kembali struktur dan
kaidah-kaidah bernegosiasi. Selain itu, kita perlu memahami pula aspek-aspek kebahasaan, yakni
ragam bahasa lisan sebagai ciri dari bahasa dalam menulis teks negosiasi.
Sebagaimana yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa struktur teks negosiasi mencakup
hal-hal berikut:
1. penyampaian maksud oleh negosiator 1;
2. penolakan ataupun sanggahan oleh negosiator;
3. penyampaian argumentasi atau fakta untuk memperkuat penyampaian maksud oleh
negosiator 1;
4. penyampaian penolakan kembali dengan argumentasi/fakta oleh negosiator 2;
5. pencapaian kesepakatan atau ketidaksepakatan antara dua belah pihak.
Secara umum, aspek-aspek itu terangkum dalam tiga bagian yakni pembukaan, isi, dan
penutup. Dengan demikian, saat kita akan menyusunnya, bagian-bagian ini harus terisi
dengan lengkap.
Bagian-bagian Negosiasi Uraian
1. Pengenalan masalah
2. Pengajuan permintaan
3. Penawaran
4. Kesepakatan
saat menyusun teks ini , kita pun perlu memerhatikan kaidah-kaidah lainnya yang
berlaku dalam bernegosiasi adalah sebagai berikut:
1. selalu melibatkan dua pihak atau lebih;
2. merupakan kegiatan komunikasi langsung atau komunikasi lisan;
3. terjadi karena ada perbedaan kepentingan;
4. diselesaikan melalui tawar-menawar atau tukar-menukar kepentingan;
5. menyangkut suatu rencana yang belum terjadi;
6. bermuara pada dua hal: sepakat atau tidak sepakat.
Dalam hal penulisan, teks negosiasi disusun dalam bentuk dialog. Dalam teks itu selalu
dihadirkan nama tokoh beserta percakapannya. Nama tokoh dengan percakapannya dipisahkan
dengan tanda titik dua (:) dan percakapannya diapit oleh tanda petik ganda (“….”). Selain itu,
negosiasi dapat disusun secara tertulis dalam bentuk surat. Misalnya dalam kegiatan perniagaan, hal
itu dikenal dengan surat permintaan, surat penawaran, surat permintaan penawaran, dan sejenisnya.
Agar proses negosiasi berlangsung dengan baik dan hasilnya sesuai dengan harapan,
sebaiknya kita melakukan sejumlah persiapan, seperti berikut.
Negosiasi 99
1. Menentukan tujuan negosiasi.
Misalnya, untuk memperoleh kenaikan gaji.
2. Menentukan pihak yang perlu dihubungi, yakni bagian kepegawaian.
3. Memilih strategi yang dipandang efektif dalam menghadapi mitra bicara, baik dalam hal
waktu maupun tempatnya.
Misalnya, di tempat kerjanya setelah makan siang.
4. Memikirkan alasan-alasan rasional yang bisa meyakinkan mitra bicara atas kepentingan itu.
Misalnya, karena masa kerja sudah lama, beban kerja pekerjaan lebih berat, UMR sudah
mengalami kenaikan.
Berikut beberapa contoh teks negosiasi lainnya.
Nana : “Maaf, Pak. Apa pekerjaan ini bisa ditunda sekitar dua harian, Pak?”
Pak Eko : “Mengapa, Na? Saya berbesar hati, kamulah satu-satunya pegawai saya yang bisa
menyelesaikan pekerjaan itu dalam waktu cepat. Makanya saya mempercayakannya
pada kamu. Sekarang malah meminta ditunda! Ada apa?”
Nana : ”Sebelumnya saya berterima kasih pada Bapak atas kepercayaannya. Saya pun
berharap bisa menyelesaikannya dengan segera. Namun, bagaimana, ya. Orangtua
saya tadi pagi masuk rumah sakit dan saya harus menungguinya di sana.”
Pak Eko : “O…, sakit apa, Na?”
Nana : “Kecelakaan lalu lintas, Pak.
Pak Eko : “Bapak jadi dilematis juga kalau begitu. Bagaimana, ya?”
Nana : “Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline pekerjaan itu memang berapa hari?”
Pak Eko : “Ya, 2-3 hari, Na. Makanya….”
Nana : “Nah, berarti ada satu hari untuk menyelesaikannya. Saya sanggup, Pak.”
Pak Eko : “Kalau tergesa-gesa, nanti pekerjaannya tidak sempurna, Na!”
Nana : “Saya maksimalkan, Pak. Nanti hasilnya bisa Bapak lihat!”
Pak Eko : “Ya, tetap saja, tidak akan semaksimal apabila waktunya lebih leluasa, kan?”
Nana : “Atau begini saja, Pak. Bagaimana kalau pekerjaannya saya bawa. Nanti di rumah
sakit sambil menunggu orangtua, saya kerjakan.”
Pak Eko : “Mungkin tidak kamu bekerja sambil menunggui orang sakit?”
Nana : “Bisa, Pak. Kan, tidak mengganggu orang sakit atau siapa pun. Membuat proposal
bisa dikerjakan di laptop langsung, kan, Pak.”
Pak Eko : “Bagaimana dengan berkas-berkasnya, nanti tercecer atau hilang kalau dibawa ke
rumah sakit!”
Nana : “Saya jamin tidak, Pak. Akan saya atur-atur agar hal itu tidak terjadi.”
Pak Eko : “Ya, baiklah kalau begitu. Kamu bisa tidak masuk kantor selama dua hari dan
setelah itu proposalnya sudah selesai.”
Nana : “Siap, Pak.”
Di dalam teks itu ada negosiasi antara Nana dan Pak Eko.Nana merupakan negosiator 1
karena dialah yang pertama kali mengajukan kepentingannya. Ia mengajukan maksud untuk
memperoleh penundaan pekerjaan selama dua hari dari Pak Eko. Sebagai negosiator 2, Pak Eko
menolak karena pekerjaan itu harus segera selesai dalam waktu 2-3 hari.
-- 100
Nana tidak putus harapan. Kemudian, ia mengemukakan argumentasi atas ajuannya itu,
yakni ia harus menunggu orangtuanya di rumah sakit. Dengan argumentasinya itu, Pak Eko agak
mengendur penolakannya. Ia mengalami dilema.
Untuk menunjukkan loyalitasnya pada Pak Eko, kemudian Nana mengajukan satu tawaran.Ia
bisa mengerjakan tugas itu dalam satu hari. Pak Eko tidak puas dengan tawaran ini karena ia
ragu pekerjaan itu bisa mencapai hasil maksimal. Nana mengajukan tawaran lagi, yakni pekerjaan
itu akan dikerjakan di rumah sakit sambil menunggui orangtuanya.
Pak Eko mulai terbuka dengan tawaran kedua itu walaupun masih ada keraguan.Ia khawatir
berkas-berkas pekerjaan itu tercecer atau hilang. Nana kembali berusaha untuk meyakinkan Pak
Eko bahwa semua kekhawatiran itu tidak akan terjadi.
Dengan berbagai argumentasi yang dikemukakan Nana, akhirnya kesepakatan terjadi. Pak
Eko mendapat jaminan bahwa pekerjaan itu bisa selesai dalam 2-3 hari dan Nana memperoleh
izin untuk tidak masuk kantor selama dua hari.
Nana
(Negosiator 1)
Pengajuan maksud:
Minta penundaan pekerjaan (cuti) dua hari
Pengajuan argumentasi I:
harus menunggu orangtua di rumah sakit
Pak Eko
(Negosiator 2)
Menolak ajuan:
Alasan pekerjaan itu harus segera selesai
Dilematis, tidak memberi keputusan
Pengajuan argumentasi II:
bisa menyelesaikannya dalam satu hari. Ragu, hasil pekerjaan tidak akan maksimal.
Pengajuan argumentasi III:
pekerjaan dibawa ke rumah sakit Ragu, pekerjaan tercecer.
Pengajuan argumentasi IV:
jaminan tidak tercecernya pekerjaan Menyetujui jaminan
Kepentigan tercapai:
Memperoleh cuti kerja selama 2 hari
Kepentingan tercapai:
Pekerjaannya selesai dalam waktu 2–3 hari
Struktur Teks Negosiasi
Negosiasi 101
berdasar kaidahnya, teks ini melibatkan dua pihak, yakni Nana dengan peran
sebagai karyawan dan Pak Eko sebagai atasan. Proses negosiasi terjadi secara langsung (tatap
muka). Masing-masing negosiator memiliki pentingan yang berbeda, yakni
1. Nana ingin mendapatkan cuti kerja selama dua hari;
2. Pak Eko menginginkan pekerjaannya selesai dalam waktu 2-3 hari.
Atas dua kepentingan yang berbeda itu, masing-masing pihak menyampaikan penawaran yang
berupa argumentasi-argumentasi. Terutama Nana yang banyak mengajukan penawaran dengan
harapan kepentingannya terkabul di samping ia ingin menunjukkan loyalitasnya pada atasannya.
Negosiasi Nana dan Pak Eko menyangkut rencana ataupun kegiatan yang belum terjadi, yakni (1)
mendapat cuti kerja dan (2) selesainya pekerjaan.
Negosiasi ini diakhiri dengan kesepakatan yang sesuai dengan harapan awal. Nana bisa
memperoleh cuti selama dua hari dan Pak Eko tetap mendapat jaminan pekerjaannya bisa selesai
selama 2-3 hari.
Soal-soal Latihan
Pilihlah jawaban yang paling benar!
(Cuplikan teks berikut dipakai untuk menjawab soal nomor 1‑2)
Penjual : “Good morning, Mam. Selamat pagi.”
Pembeli : “Selamat pagi.”
Penjual : “Mari, mau beli apa?”
Pembeli : “Ada patung Garuda Wisnu Kencana yang dibuat dari kayu?”
1. Isu yang diangkat dalam cuplikan di atas adalah ….
A. jual beli patung
B. keberadaan sebuah patung
C. bahan pembuatan patung
D. teknik pembuatan patung
E. harga sebuah patung Garuda Wisnu
2. Cuplikan ini termasuk ke dalam bagian ….
A. orientasi
B. permintaan
C. pemenuhan
D. penawaran
E. pembelian
(Teks di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 3‑4)
Penjual : “Yang ini, tidak terlalu besar. Tapi, dibuat dari kayu.Yang dari kuningan habis.”
Pembeli : “Ya, dari kayu tidak apa-apa. (Patung itu sudah di tangan pembeli dan ia mengamatinya
dengan cermat) “
Penjual : “Bagus itu, Mam. Cocok untuk dipakai sendiri atau untuk suvenir.”
-- 102
3. Kata yang mengungkapkan persetujuan dalam cuplikan di atas adalah ….
A. ya, tapi
B. ya, itu
C. bagus, ya
D. tidak, bagus
E. cocok, bagus
4. Cuplikan ini mengungkapkan ….
A. pemenuhan
B. penawaran
C. persetujuan
D. pembelian
E. persepakatan
(Cuplikan di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 5‑6)
Resepsionis : “Selamat siang. Bapak memerlukan bantuan kami?”
David : “Maaf, saya kira telah terjadi kesalahan pada tagihan kami. Kami tidak makan
malam di sini tadi malam.”
Resepsionis : “Mohon maaf, Bapak. Tagihan ini berasal dari restoran hotel ini. Di sini ada
tanda tangan Bapak.”
David : “Tetapi, itu bukan tanda tangan saya. Saya akan berbicara dengan manajer.”
5. Kata-kata penolakan dalam cuplikan di atas adalah ....
A. maaf
B. kesalahan
C. tetapi
D. bukan
E. tidak makan
6. Topik yang mendasari berlangsungnya percakapan di atas adalah ….
A. kemarahan
B. penolakan
C. kesalahpahaman
D. tuduhan
E. penipuan
(Cuplikan teks di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 7‑9)
Manajer : “Tetapi, tanda tangan (1) ini seperti tanda tangan Bapak.”
David : “Bukan (2). Ini bukan tanda tangan saya.”
Manajer : “Coba saya cek sekali lagi. Oh, maaf (3). Saya mohon maaf. Ada orang lain lagi yang
bernama David, sama dengan nama Bapak. Beliau bersama istrinya makan malam
di restoran hotel ini tadi malam. Jadi, itu (4) bukan Bapak. Saya betul-betul mohon
maaf (5) atas kesalahpahaman ini.”
Negosiasi 103
7. Kosakata percakapan dalam cuplikan di atas ditandai dengan nomor ….
A. (1)
B. (2)
C. (3)
D. (4)
E. (5)
8. Cuplikan teks di atas tergolong ke dalam bagian ….
A. pengajuan argumen
B. keraguan
C. penyadaran
D. pemahaman
E. persetujuan
9. Pernyataan David, sebagai kelanjutan yang tepat untuk cuplikan teks ini adalah ….
A. “Ya, tak apa-apa.”
B. “Saya pesan lagi satu makanan.”
C. “Bolehkah saya berkenalan dengan pimpinan Anda?”
D. “Janganlah mudah meminta maaf.”
E. “Saya rasa Anda tidak perlu meminta maaf. Anda benar!”
(Teks di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 10‑11)
Sansan : “Maaf, Bu. Bisa meminta waktu sebentar?” (1)
Bu Lita : “Ada apa, ya, San?” (2)
Sansan : “Saya ingin mengajukan cuti kerja.” (3)
Bu Lita : “O, ya. Pasti karena kehamilanmu itu, kan?” (4)
Sansan : “Betul, Bu.” (5)
Bu Lita : “Sudah berapa bulan kandungannya?”(6)
Sansan : “Sudah delapan bulan, Bu.” (7)
10. Pernyataan maksud negosiasi dinyatakan dalam nomor ….
A. (1)
B. (3)
C. (4)
D. (5)
E. (2), (3)
11. Percakapan yang dianggap menyimpang dari maksud utama negosiasi adalah ….
A. (1), (2)
B. (3), (4)
C. (2), (3)
D. (4), (5)
E. (6), (7)
-- 104
12. Berikut contoh kalimat yang berstruktur lengkap dalam percakapan itu ….
A. Betul, Bu.
B. Sudah delapan bulan, Bu
C. Bisa meminta waktu sebentar?
D. Saya ingin mengajukan cuti kerja.
E. Pasti karena kehamilanmu itu, kan?
(Teks di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 13–14)
Mina : “Pindahkan jadwal tugas saya ke Bandung itu. Memang tidak bisa, Del?”
Dela : “Terus terang saya tidak bisa menolak kalau ada tugas dari Pak Hasan. Takut tersinggung.
Kalau dengan kamu pasti tidak, kan? Makanya saya meminta jadwal kunjungan ke Bima
Sakti itu yang digeser.”
Mina : “Yah, kamu. Saya bukannya tidak memahami persoalan kamu itu. Kalau kunjungan kita
digeser akan merembet pada jadwal-jadwal yang lain. Belum lagi kita harus konfirmasi
lagi ke Bima Sakti. Itu, kan, sebuah persoalan. Belum tentu mereka menyetujuinya.
13. Contoh kalimat penolakan dalam cuplikan di atas adalah ….
A. Terus terang saya tidak bisa menolak kalau ada tugas dari Pak Hasan
B. Makanya saya meminta jadwal kunjungan ke Bima Sakti itu yang digeser.
C. Saya bukannya tidak memahami persoalan kamu itu.
D. Kalau kunjungan kita digeser akan merembet pada jadwal-jadwal yang lain.
E. Belum lagi kita harus konfirmasi lagi ke Bima Sakti.
14. Contoh kalimat yang mengandung argumentasi ….
A. Takut tersinggung.
B. Itu, kan, sebuah persoalan.
C. Pindahkan jadwal tugas saya ke Bandung itu.
D. Makanya saya meminta jadwal kunjungan ke Bima Sakti itu yang digeser.
E. Kalau kunjungan kita digeser akan merembet pada jadwal-jadwal yang lain.
(Teks di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 15‑16)
Nana : “Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, deadline pekerjaan itu memang berapa hari?” (1)
Pak Eko : “Ya, 2-3 hari, Na. Makanya….” (2)
Nana : “Nah, berarti ada satu hari untuk menyelesaikannya. Saya sanggup, Pak.” (3)
Pak Eko : “Kalau tergesa-gesa, nanti pekerjaannya tidak sempurna, Na!” (4)
Nana : “Saya maksimalkan, Pak. Nanti hasilnya bisa Bapak lihat!” (5)
15. Kalimat yang menyatakan keraguan ditandai dengan nomor ….
A. (1)
B. (2)
C. (3)
D. (4)
E. (5)
Negosiasi 105
16. Kalimat berikut bertujuan untuk memengaruhi mitra bicara. Kalimat yang dimaksud adalah
….
A. (1), (2)
B. (2), (3)
C. (3), (4)
D. (3), (5)
E. (4), (5)
(Teks percakapan di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 17‑18)
Adam : “Kita belajar kelompok nanti malam di rumah saya!” (1)
Hasan : “Ide bagus, tuh! Tapi, di rumah saya saja. Rumah kamu jauh!” (2)
Adam : “Pakai motorlah. Paling gak sampai setengah jam sampai!”(3)
Hasan : “Motornya lagi dipakai kakak. Udah, di rumah saya saja!” (4)
Adam : “Ya, bagaimana….?” (5)
17. Tujuan utama negosiasi dinyatakan dalam pernyataan ….
A. (1)
B. (2)
C. (3)
D. (4)
E. (5)
18. Pernyataan yang mengandung sanggahan ditandai dengan nomor ….
A. (1), (2)
B. (1), (3)
C. (2), (3)
D. (2), (4)
E. (3), (5)
(Teks di bawah ini dipakai untuk menjawab soal nomor 19‑20)
Adam : “Benar, nih! Akan disediakan makanan!” (1)
Hasan : “Dijamin!” (2)
Adam : “Baiklah kalau begitu. Nanti malam saya yang datang ke rumahmu! Tapi….” (3)
Hasan : “Iya, makan apa pun yang kamu inginkan akan saya sediakan. (4) Mau kerupuk,
gorengan, lalap-lalapan. Air putih….!” (5)
19. Kosakata percakapan ada dalam pernyataan ….
A. (1), (2)
B. (2), (3)
C. (3), (4)
D. (4), (5)
E. (1), (5)
-- 106
20. Ragam bahasa tidak baku ada dalam pernyataan ….
A. (1)
B. (2)
C. (3)
D. (4)
E. (5)
Cerita Pendek 107
A Pengertian Cerita Pendek
Perhatikanlah teks di bawah ini.
Tikus dan Manusia
oleh Jakob Sumardjo
Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri. Tikus
berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu
membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat (sepanjang yang
kami temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi kebun kosong
yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah tikus kebun.Tubuhnya cukup besar
dan bulunya hitam legam.
Pertama kali kami menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak
kami ingini itu, saat saya tengah menonton film-video The End of the Affair yang dibintangi
Ralph Fiennes dan Julianne Moore, seorang diri, semen tara istri telah mendengkur kecapaian
di kamar. Waktu tiba pada adegan panas pasangan selingkuh Fiennes dan Julianne, tengah
bugil di ranjang, yang membuat saya menahan napas dan pupil mata melebar, tiba-tiba kaki
saya diterjang benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya lihat tikus hitam besar itu
berlari kencang bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik ke kepala
akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas.
Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di
dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik meme gangnya dan menuju ke
arah balik rak buku.Tangan saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun, tak saya lihat
wujud benda apa pun di sana. Mungkin begejil item telah masuk rak bagian bawah di mana
ada lubang untuk me masukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk memeriksanya, saya harus
mema tikan televisi dulu yang ternyata masih menayangkan adegan panas pasangan intelektual
Inggris itu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba.
Imigran gelap rumah itu saya biarkan selamat dahulu.
Saya tidak pernah menceritakan keberadaan tikus itu kepada istri saya yang pembenci
tikus, sampai pada suatu hari istri saya yang justru memberitahukan kepada saya adanya tikus
ini . Berita itu begitu pentingnya melebihi kega watan masuknya teroris di kampung kami.
“Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”
“Di mana Mamah lihat?”
VI Cerita Pendek
-- 108
“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!” Istri saya cemas luar biasa,
menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.
“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk rumah
kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”
“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku Nietsche ke rak
buku.
“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”
Wah, situasi semakin gawat. Saya memenuhi perintah istri saya dengan menyalakan senter
ke bagian kolong kulkas. Tidak ada apa pun. Tikus keparat! Ke mana dia menghilang?
Sejak itu istri saya amat ketat menjaga kebersihan. Semua piring di rak di bungkus kain,
juga tempat sendok. Tudung saji diberati dengan ulekan agar tikus tidak bisa menerobos
masuk untuk menggasak makanan sisa. Gelas bekas saya minum nescafe‑cream malam hari
harus ditutup rapat. Tempat sampah ditutupi pengki penadah sampah sambil diberati batu.
Strategi kami adalah semua tempat makanan ditutup rapat-rapat sehingga tikus tak akan bisa
menerobos.
Istri saya memesan dibelikan lem tikus paling andal, yakni merek Fox. Selembar kertas
minyak tebal dilumuri lem tikus oleh istri saya dan di tengah-tengah lumuran lem itu ditaruh
ampela ayam bagian makan malam saya. Jebakan lem tikus ditaruh di kaki kulkas. Pada malam
itu, saat istri saya tengah asyik menonton sinetron “Cinta Kamila”, yang setiap malam
setengah sembilan selalu menangis itu, istri saya tiba-tiba berteriak memanggil saya yang
sedang mengu langi membaca Filsafat Nietsche di kamar kerja, bahwa si tikus terperangkap.
Saya segera menutup buku dan lari ke dapur menyusul istri. Benar, seekor tikus hitam sedang
meronta-ronta melepaskan diri dari kertas yang berlem itu.
“Mana pukul besi?!” saya panik mencari pukul besi yang entah disimpan di mana di dapur
itu.
“Jangan dipukul Pah!”
“Lalu bagaimana?” Saya menjawab mendongkol.
“Selimuti dengan kertas koran. Bungkus rapat-rapat. Digulung supaya se luruh lem lengket
ke badannya.”
“Lalu diapakan?” Saya semakin dongkol.
“Buang di tempat sampah!”
“Aah, mana pukul besi?”Kedongkolan memuncak.
“Nanti darahnya ke mana-mana! Bungkus saja rapat-rapat!”
Saya mengalah. saat tikus itu akan saya tutupi kertas koran, matanya kuyu penuh
ketakutan memandang saya. Ah, persetan! Saya menekan rasa belas kasihan saya. Tikus saya
bungkus rapat-rapat, lalu saya buang di tong sampah di depan rumah, sambil tak lupa memenuhi
perintah istri saya agar penutupnya diberati batu.
Cerita Pendek 109
Siang harinya sepulang dari mengajar, istri saya terbata-bata memberi tahu saya bahwa
tikus itu lepas saat Mang Maman tukang sampah mau menuangkan sampah ke gerobaknya.
Cerita Mang Maman, ada tikus meloncat dari gerobak sampahnya dan lari ke kebun sebelah
dengan terbungkus kertas coklat. Cerita lepasnya tikus ini beberapa hari kemudian diperkuat
oleh Bi Nyai, pembantu kami, bahwa dia melihat tikus hitam yang belang-belang kulitnya.
Geram juga saya, dan diam-diam saya membeli dua jebakan tikus. saat mau saya pasang
malam harinya, istri saya keberatan.
“Darahnya ke mana-mana,” katanya.
“Ah, gampang, urusan saya. Kalau kena lantai, saya akan pel pakai karbol,” jawabku.
Istri saya mengalah, dan rupanya merasa punya andil bersalah juga. Coba kalau tikus itu
dulu kupukul kepalanya, tentu beres.
Pada waktu subuh istri membangunkan saya.
“Tikusnya kena, Pah!”
Memang benar, seekor tikus hitam terjepit jebakan persis pada lehernya. Darah tak banyak
keluar. saat saya amati dari dekat, ternyata bukan tikus yang kulitnya sudah belang-gundul.
“Ini bukan tikus yang lepas itu, Mah!”
“Masa?”Ia mendekat mengamati.
“Kalau begitu ada tikus lain.”
“Mungkin ini istrinya,” celetekku.
saat mau saya lepas dari jebakan, istri saya melarangnya.
“Buang saja ke tempat sampah dengan jebakannya.”
Rasa tidak aman masih menggantung di rumah kami.Tikus belang itu masih hidup.Dendam
kami belum terbalas. Berhari-hari kemudian kami memasang lagi lem tikus dengan berganti-
ganti umpan, seperti sate ayam, sate kambing, ikan jambal kegemaran saya, sosis, namun tak
pernah berhasil menangkap si belang.
Bibi mengusulkan agar dikasih umpan ayam bakar. Saya membeli sepotong ayam bakar di
restoran padang yang paling ramai dikunjungi orang. Sepotong kecil paha ayam itu dipasang
istri saya di tengah lumuran lem Fox, sisanya saya pakai lauk makan malam.
Gagasan Bi Nyai ternyata ampuh. Seekor tikus menggeliat-geliat melepaskan diri dari
karton tebal yang dilumuri lem.Tikus itu benar-benar musuh istri saya, di beberapa bagian
badannya sudah tidak berbulu. Kasihan juga melihat sorot matanya yang memelas seolah
minta ampun.
“Mah, cepat ambil pukul besinya.”
Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. saat mau saya
hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.
“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga di bungkus koran.
Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”
Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang meronta-
ronta itu bisa lepas lagi.
“Cepat sana. Cari koran!” bentakku jengkel.
-- 110
“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, tetapi cukup
tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau dulu berpengalaman
lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.
Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang bibi
di tempat sampah.
Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa menutup
kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati tikus, tetapi sekarang
tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedama ian rumah kami mulai nampak, sampai pada
suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit bunyi bayi tikus! Inilah gejala perang
baratayuda akan dimulai lagi di rumah kami.
“Harus kita temukan sarangnya! Bayi-bayi tikus itu kelaparan ditinggal kedua orangtuanya.
Kalau mati bagaimana? Kalau mereka hidup, rumah kita menjadi rumah tikus!” kata istri.
Lalu kami melakukan pencarian besar-besaran. Bagian-bagian tersembunyi di rumah
kami obrak-abrik, namun bayi-bayi tikus tidak ketemu. Bayi-bayi itu juga tidak kedengaran
tangisnya lagi. “Mungkin ada di para-para. Tapi bagaimana naiknya?” kata saya.
“Nunggu Mang Maman kalau ambil sampah siang,” kata istri.
saat Mang Maman mau mengambil sampah di depan rumah, bibi minta kepadanya
untuk naik ke para-para mencari bayi-bayi tikus.
“Di sebelah mana, Bu?” tanya Mang Maman.
“Tadi hanya terdengar di dapur saja. Mungkin di atas dapur ini atau dekat-dekat sekitar
situ,” sahut istri saya.
Sekitar setengah jam kemudian Mang Mamang berteriak dari para-para bahwa bayi-bayi
tikus itu ditemukan. Mang Maman membawa bayi-bayi itu di kedua genggaman tangannya
sambil menuruni tangga.
“Ini Bu ada lima. Satu bayi telah mati, yang lain sudah lemas. Lihat, napas mereka sudah
tersengal-sengal.”
Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.
“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.
“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”
“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran.
“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang Maman
sambil meringis.
“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”
“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”
Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong
menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong celananya,
sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak sampahnya.
Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia. Tikus selalu mengikuti ma nusia dan
memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama perempuan,
tikus-tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak akan
pernah berakhir.
Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan terdengar teriakannya lagi oleh
penampakan tikus-tikus yang baru.*
Cerita Pendek 111
Teks yang telah kita baca itulah yang lazim disebut dengan cerita pendek (cerpen), yakni
cerita yang menurut wujudnya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang
relatif. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh
menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500–5.000 kata. Karena itu, cerita pendek sering
diungkapkan dengan cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk.
Cerita pendek pada umumnya bertema sederhana. Dalam contoh di atas, temanya tentang
berburu tikus. Demikian halnya dengan jumlah tokohnya yang terbatas. Jalan ceritanya sederhana
dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas. Dalam cerpen ini ada rangkaian
peristiwa dalam hal perburuan tikus. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang, yakni
sekitar 2-3 orang. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkung yang relatif terbatas,
yakni di seputar rumah.
B Fungsi, Struktur, dan Kaidah Teks Cerita Pendek
1. Fungsi Cerita Pendek
Teks cerita pendek termasuk ke dalam genre cerita atau naratif fiksional, seperti
halnya anekdot. Keberadaannya lebih pada kepentingan memberi kesenangan untuk para
pembacanya. Hal itu berbeda dengan teks bergenre faktual, seperti teks prosedur, laporan,
eksplanasi, negosiasi. Meskipun demikian, cerita pendek juga tidak terlepas dari kehadiran
nilai-nilai tertentu di balik kisah yang mungkin mengharukan, meninabobokan, mencemaskan,
dan yang lainnya itu. Sebuah cerpen sering kali mengandung hikmah atau nilai yang bisa kita
petik di balik perilaku tokoh ataupun di antara kejadian-kejadiannya. Hal ini karena cerpen
tidak lepas dari nilai-nilai agama, budaya, sosial, ataupun moral.
a. Nilai-nilai agama berkaitan dengan perilaku benar atau salah dalam menjalankan aturan-
aturan Tuhan.
b. Nilai-nilai budaya berkaitan dengan pemikiran, kebiasaan, dan hasil karya cipta
manusia.
c. Nilai-nilai sosial berkaitan dengan tata laku hubungan antara sesama manusia
(kemasyarakatan).
d. Nilai-nilai moral berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar
kehidupan manusia dan masyarakatnya.
Hanya saja memaknai atau menggali nilai-nilai ini kadang-kadang tidak mudah.
Kita perlu meresapi bagian demi bagian ceritanya secara lebih intensif; tidak sekadar
menikmatinya sebagai sarana penghibur diri.
Untuk memaknai nilai-nilai itu, kita dapat melakukannya dengan jalan mengajukan
sejumlah pertanyaan, seperti berikut.
a. Mengapa judul cerpen itu memakai kata “A” dan bukannya kata “B”?
b. Mengapa cerita itu berlatar padang pasir?
c. Mengapa nama tokoh itu kebarat-baratan?
Pemaknaan-pemaknaan itu akan membawa kepada kesimpulan akan nilai tertentu yang
disajikan pengarang.
-- 112
Perhatikan cuplikan cerpen berikut.
Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia
terpanggang panas, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti lagi dengan keadaan
dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka tak kurang ibadahnya dari dia
sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan
bergelar Syeh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, lalu bertanya kenapa mereka di
neraka semuanya.Tetapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun tak mengerti juga.
“Bagaimana Tuhan kita ini?” kata Haji Saleh kemudian.“Bukankah kita disuruh-Nya
taat beribadah, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita.Tapi
kini kita dimasukkan ke neraka.”
“Ya. Kami juga berpendapat demikian.Tengoklah itu, orang-orang senegeri kita
semua, dan tak kurang ketaatannya beribadah.”
“Ini sungguh tidak adil.”
“Memang tidak adil,” kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
“Kalau begitu, kita harus minta kesaksian kesalahan kita. Kita harus meng ingatkan Tuhan,
kalau-kalau ia silap memasukkan kita ke neraka ini.”
“Benar. Benar. Benar,” sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.“Kalau Tuhan tak
mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?” suatu suara melengking di dalam kelompok
orang banyak itu.
“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh.
“Apa kita revolusikan juga?” tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi
pemimpin gerakan revolusioner.
“Itu tergantung pada keadaan,” kata Haji Saleh.“Yang penting sekarang, mari kita
berdemonstrasi menghadap Tuhan.” (Cerpen “Robohnya Surau Kami”, A.A. Navis)
ada beberapa kandungan nilai di dalam cuplikan cerpen di atas. Nilai ini
berkaitan dengan masalah keagamaan, yakni ketaatan seseorang dalam beragama (ibadah
ritual) tidak menjamin seseorang terhindar dari kemungkinan masuk neraka.
Pemilihan latar neraka untuk cuplikan cerpen itu tampaknya bertujuan untuk
menyampaikan pesan-pesan seperti itu. Begitu pun dengan penggunaan Saleh untuk nama
salah seorang tokohnya, bahwa nama itu tidak selalu menggambarkan perilaku orangnya.
Antara nama dengan perilakunya bisa bertolak belakang. Hal ini seperti yang ditunjukkan
dalam kutipan cerpen itu: namanya Saleh, tetapi menurut pandangan Tuhan, tokoh itu sering
berbuat salah sehingga akhirnya masuk neraka pula.
Perhatikan pula contoh berikut.
Norhuda pusing juga. Mencari bunga mawar biru belum ketemu, tiba-tiba kini ada
orang tua gembel minta diantar pulang. Sampai rumahnya pula. Dan selama itu ia harus
menahan muntah karena bau bacin lelaki tua itu. Meski hatinya agak berat, Norhuda
terpaksa menuntun lelaki tuna netra itu. Ia harus sering-sering menahan napas untuk
menolak bau bacin tubuh lelaki tua itu.
“Bapak tinggal di kampung apa?”
“Di kampung seberang.”
“Aduh…. Bapak tadi naik apa ke sini?”
Cerita Pendek 113
“Kereta api listrik. Tadi Bapak naik dari Bogor, mau pulang, tapi kebablasan sampai
sini. Jadi, tolong diantar ya, Nak. Bapak takut kebablasan lagi.”
Norhuda terpaksa mengantar orang tua tunanetra itu, dengan naik KRL dari stasiun
Gambir. Begitu naik ke dalam gerbong, lelaki gembel itu langsung mempraktikkan
profesinya, mengemis, dan Norhuda dipaksa menuntunnya dari penumpang ke penumpang.
Maka, jadilah dia pengemis bersama tunanetra itu, dengan menahan rasa malu dan cemas
kalau-kalau kepergok kawannya.
“Maaf ya, Nak. Bapak hanya bisa meminta-minta seperti ini untuk menyambung
hidup. Tapi, Bapak rasa ini lebih baik daripada jadi maling atau koruptor. Dulu Bapak
pernah jadi tukang pijat. Tapi sekarang tidak laku lagi, karena sudah terlalu tua,” kilah
lelaki gembel itu (“Mawar Biru untuk Novia”, Ahmadun Y. Herfanda).
Dalam cuplikan di atas, pengarang memilih sosok pengemis, sebagai tokoh yang akan
“melayani” Norhuda. Maksud dari pemilihan sosok itu untuk menyampaikan nilai ataupun
pesan-pesan sosial tentang kemungkinan kita bergaul dengan orang gembel. Kita perlu
memahami kehidupannya karena suatu saat mungkin pula memerlukan kehadiran dari orang
semacam itu.
2. Struktur Cerita Pendek
Struktur cerita pendek secara umum dibentuk oleh (1) bagian pengenalan cerita, (2)
penanjakan menuju konflik, (3) puncak konflik, (4) penurunan, dan (5) penyelesaian. Bagian-
bagian itu ada yang menyebutnya dengan istilah abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi,
resolusi, dan koda.
a. Abstrak (sinopsis) merupakan bagian cerita yang menggambarkan keseluruhan isi
cerita.
Contoh:
Cerita ini mengisahkan seorang petani yang disibukkan oleh permusuhannya dengan
tikus-tikus. Energi dan otaknya dihabiskan untuk menghabisi binatang menjijikkan
itu hingga pada suatu hari ia harus dihadapkan pada apa yang disebutnya sebagai
perang Bratayuda….
Keberadaan abstrak seperti itu dalam cerpen bersifat opsional, mungkin ada dan
mungkin bisa tidak muncul. Lebih-lebih kisah dalam cerpen cenderung langsung pada
peristiwa-peristiwa penting, tidak bertele-tele, langsung terpusat pada konflik utamanya.
b. Orientasi atau pengenalan cerita, baik itu berkenaan dengan penokohan ataupun bibit-
bibit masalah yang dialaminya.
Contoh:
Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri.Tikus
berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang
mampu membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat
(sepanjang yang kami temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami
dikelilingi kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah
tikus kebun.Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam legam.
-- 114
Cuplikan ini mengenalkan masalah yang dialami tokoh, yakni dengan
banyaknya tikus di dalam rumah mereka.
c. Komplikasi atau puncak konflik, yakni bagian cerpen yang menceritakan puncak masalah
yang dialami tokoh utama. Masalah itu tentu saja tidak dikehendaki oleh sang tokoh.
Bagian ini pula yang paling menegangkan dan rasa penasaran pembaca tentang cara
sang tokoh di dalam menyelesaikan masalahnya bisa terjawab. Dalam bagian ini, sang
tokoh menghadapi dan menyelesaikan masalah itu yang kemudian timbul konsekuensi
atau akibat-akibat tertentu yang meredakan masalah sebelumnya.
Contoh:
“Mah, cepat ambil pukul besinya.”
Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. saat mau
saya hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.
“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga di bungkus
koran. Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”
Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang
meronta-ronta itu bisa lepas lagi.
“Cepat sana. Cari koran!” bentakku jengkel.
“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja,
tetapi cukup tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau
dulu berpengalaman lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.
Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya
dibuang bibi di tempat sampah.
Cuplikan ini merupakan komplikasi karena pada bagian itulah sang tokoh
utama menyelesaikan permasalahannya, yakni dengan melakukan gerakan tangkap tikus
bersama-sama istrinya. Pada bagian itu pula timbul ketegangan puncak antartokoh itu
sendiri, termasuk implikasinya pada pembaca yang turut terlibat emosi dan kepenasaran-
kepenasarannya. Kemudian, kepenasaran itu terjawab, yakni dengan terkalahkannya
tikus-tikus pembawa masalah mereka itu.
d. Evaluasi, yakni bagian yang menyatakan komentar pengarang atas peristiwa puncak
yang telah diceritakannya. Komentar yang dimaksud dapat dinyatakan langsung oleh
pengarang atau diwakili oleh tokoh tertentu. Pada bagian ini alur ataupun konflik cerita
agak mengendur, tetapi pembaca tetap menunggu implikasi ataupun konflik selanjutnya,
sebagai akhir dari ceritanya.
Contoh:
Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa
menutup kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati
tikus, tetapi sekarang tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedama ian rumah kami
mulai nampak, sampai pada suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit
bunyi bayi tikus! Inilah gejala perang baratayuda akan dimulai lagi di rumah kami.
Cerita Pendek 115
Penggalan cerita di atas merupakan akibat atau implikasi dari peristiwa puncak. Sang
istri tokoh utama tidak tegang lagi dengan ulah-ulah tikus itu, kedamaian di rumahnya
pun mulai mereka rasakan walaupun itu bukan yang terakhir karena masih ada masalah
lain yang tersisa, yakni yang disebut dengan perang Baratayuda, pencarian habis-habisan
terhadap sisa-sisa dan sarang-sarang tikus.
e. Resolusi merupakan tahap penyelesaian akhir dari seluruh rangkaian cerita. Bedanya,
dengan komplikasi, pada bagian ini ketegangan sudah lebih mereda. Dapat dikatakan
pada bagian ini hanya ada masalah-masalah kecil yang tersisa yang perlu mendapat
penyelesaian, sebagai langkah “beres-beres”.
Contoh:
Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.
“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.
“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”
“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran.
“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang
Maman sambil meringis.
“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”
“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”
Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong
menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong
celananya, sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak
sampahnya.
Cuplikan ini menceritakan penyelesaian masalah, sebagai akhir dari konflik utama,
tidak lagi ada ketegangan di dalamnya. Semua masalah pun dianggap tuntas dengan
dimasukkannya anak-anak tikus ke dalam kantong celana Mang Maman dan sebagiannya
lagi dibuang ke gerobak sampah dengan entengnya.
f. Koda merupakan komentar akhir terhadap keseluruhan isi cerita, mungkin juga diisi
dengan kesimpulan tentang hal-hal yang dialami tokoh utama kemudian.
Contoh:
Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia.Tikus selalu mengikuti ma nusia
dan memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama
perempuan, tikus-tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan
tikus ini tidak akan pernah berakhir.
Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan ter dengar teriakannya lagi
oleh penampakan tikus-tikus yang baru.*
Dalam cuplikan ini , penulisnya mengomentari bahwa perang manusia
melawan tikus tidak akan pernah berakhir. Tikus-tikus tetap akan menguntit manusia
selama makanannya itu tetap ada, tidak terkecuali pada istrinya yang pada saat-saat
tertentu akan merasa terancam lagi oleh penampakan tikus-tikus baru lainnya.
-- 116
Kompilasi
Evaluasi
Resolusi
Koda
Orientasi
Struktur Umum Cerita Pendek
Bagian-bagian cerita pendek itu merupakan bentuk struktur umum. Artinya sangat
mungkin keberadaan cerpen-cerpen lainnya tidak memiliki struktur seperti itu. Hal ini
terkait dengan kreativitas dan kebebasan yang dimiliki oleh setiap penulis dalam berkarya.
Bagian-bagian itu mungkin tidak lengkap. Misalnya, dengan tidak adanya abstrak dan
evaluasi. Mungkin pula struktur penyajiannya pindah tempat. Misalnya, resolusi mendahului
komplikasi dan beragam kemungkinan-kemungkinan lainnya.
3. Kaidah Cerita Pendek
Sebagaimana yang tampak pada contoh cerpen di atas bahwa pada umumnya teks
ini memakai bahasa tidak baku atau tidak formal. Hal demikian bisa dipahami
karena cerpen lebih banyak memotret atau mengisahkan gambaran kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, perhatikan kembali cuplikan cerpen berikut.
Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”
“Di mana Mamah lihat?”
“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!”Istri saya cemas luar biasa,
menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.
“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk
rumah kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”
“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku Nietsche ke
rak buku.
“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”
Dalam cuplikan ini , antara lain, ditemukan kata kemasukan, item, enggak sebagai
bentuk bahasa tidak baku, yang biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari. Berikut
contoh lainnya dalam cuplikan berikut ini.
Cerita Pendek 117
Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.”
“Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat itu?”
“Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.” “Negeri yang lama diperbudak orang lain itu?”
“Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah-penjajah itu, Tuhanku.”
“Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya dan diangkutnya ke negerinya,
bukan?”
“Benar Tuhanku, hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka
itu.”
“Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang
hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?”
Dalam cuplikan di atas banyak dijumpai kalimat yang tidak lengkap strukturnya; bagian-
bagiannya mengalami pelesapan. Dalam cuplikan itu dijumpai pula ragam bahasa percakapan
dan bentuk-bentuk kata yang tidak formal, seperti ya, bukan, kamu, melarat.
Susunan kalimat dan pilihan kata seperti itu dengan sengaja memperoleh penataan;
direkayasa pengarang sehingga bisa menggam barkan kehidupan sekaligus watak dari tokoh
yang ia ceritakan. Dengan cara demikian, cerita itu bisa terkesan lebih nyata, seolah-olah
benar-benar terjadi. Cerpen cenderung memakai bahasa sehari-hari atau ragam bahasa
percakapan. Seperti yang tampak pada contoh cerpen di atas, kata-kata yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
a. Kata sapaan, seperti mah, pah, bi (bibi).
b. Kata-kata tidak baku, seperti enggak, dikasih, kenapa, ketemu, nampak, kebelet.
c. Kosakata percakapan, seperti wah, sih, ah.
Selain itu, struktur kalimatnya pendek-pendek. Hal ini sebagaimana yang berlaku pada
ragam bahasa percakapan lainnya. Berikut contoh-contohnya.
a. Di mana Mamah lihat?
b. Jangan dipukul, Pah!
c. Buang di tempat sampah!
d. Cepat sana.
e. Kenapa sih marah-marah saja?
f. Di sebelah mana, Bu?
Bentuk kalimat-kalimat di atas pendek-pendek karena ada bagian-bagian yang
mengalami pelesapan. Hal itu terutama terjadi pada fungsi subjek dan pelengkapnya. Berikut
bentuk lengkap dari kalimat-kalimat yang dimaksudkan itu.
a. Di mana Mamah lihat (tikus itu)?
b. Jangan dipukul (tikus itu), Pah!
c. Buang (tikus itu) di tempat sampah!
d. Kenapa sih (papa) marah-marah saja?
e. Di sebelah mana (tikusnya), Bu?
Selain berdasar struktur dan kaidahnya, pengenalan teks cerpen dapat kita lakukan
berdasar unsur intrinsik dan unsur ektrinsik.
a. Unsur intrinsik adalah unsur yang berada langsung pada cerpen itu sendiri. Unsur
intrinsik mencakup penokohan, latar, alur, tema, dan amanat.
-- 118
b. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar cerpen, tetapi berpengaruh pada
keberadaan cerpen itu. Unsur ekstrinsik mencakup latar belakang peristiwa dan jati diri
pengarangnya.
Berikut paparan dari unsur-unsur ini .
a. Penokohan
Perhatikan cuplikan cerpen berikut.
Seperti biasa, sepulang sekolah, Boby langsung mengganti seragamnya dengan
kaos berlambang kesebelasan sepak bola dunia kegemarannya. Saat disuruh makan
oleh mamanya, Boby menolak.
“Kalau kamu sakit, kamu tak akan bisa jadi astronot. Katanya kamu ingin pergi
ke bulan,” rayu Mama Boby.
“Wah, masih lama, Ma!Boby mau main bola dulu. Dadah Mama….”
Boby langsung meninggalkan mamanya, berlari ke lapangan di dekat rumahnya.
(Cerpen “Boby Pergi ke Bulan” oleh Try Rainny Syarafani)
Cuplikan cerpen ini menceritakan tokoh Boby. Digambarkan, Boby sangat
gemar bermain bola. Sampai-sampai kaosnya pun berlambang kesebelasan sepakola
kegemarannya. Boby bandel, tidak mau menurut nasihat ibunya. Hal ini tampak saat
ia menolak saran ibunya untuk makan.
Demikianlah, bahwa setiap cerpen selalu memiliki tokoh. Seorang tokoh hadir
dengan watak atau karakter tertentu. Watak tokoh akan tergambar dari ucapan dan
perilakunya. Mungkin pula tokoh ini digambarkan langsung oleh pengarang
ataupun diceritakan oleh tokoh lainnya. Seperti tampak pada cuplikan cerita di atas,
watak Boby yang menyenangi sepakbola dan ia bandel. Watak-wataknya diceritakan
melalui perilaku dan perkataannya.
Adapun yang dimaksud dengan penokohan adalah cara pengarang dalam
menggambarkan karakter tokoh-tokoh. Ada berbagai cara untuk menggambarkan
karakter tokoh. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah cuplikan berikut.
Deg! Jantung Leya bagai berhenti berdetak, beberapa saat. Kemudian berdebur
keras, menyesakkan napasnya.Tubuhnya tegak kaku di bangkunya. Cuma matanya
berputar cepat, memandang ketiga orang yang duduk di sekitarnya dengan perasaan
campur aduk: cemas, gelisah, juga penasaran.
Sejenak muncul keraguan di hatinya, tak percaya pada apa yang ditulis gadis itu.
Tapi sikap gadis itu, ketakutan yang terpancar jelas di wajah dan matanya, menghapus
keraguan Leya. Ia yakin, sangat yakin, gadis itu benar-benar dalam bahaya. Tapi
bahaya apa? Dan, apa dia mau menolong?
Leya menundukkan kepalanya, berpura-pura membaca, lalu berusaha
menenangkan perasaannya dengan menarik napas dalam-dalam dan mencoba
memikirkan bagaimana ia harus bersikap. Seluruh kegembiraannya dalam perjalanan
liburan ini, lenyap sudah. Ketenangannya betul-betul terganggu.
Dalam cuplikan cerita ini pengarang begitu cermat menggambarkan watak
tokoh Leya sehingga pembaca mendapatkan gambaran yang sejelas-jelasnya tentang
suasana hati tokoh ini melalui gerak-geriknya. Dari penggambaran itu, dapat
diketahui sikap tokoh yang cemas, gelisah, penasaran, dan ragu-ragu.
Cerita Pendek 119
Selain dengan cara itu, dapat pula karakter seorang tokoh disebutkan langsung oleh
pengarang, juga dilukiskan melalui kebiasaan, perkataan, ataupun tindak tuturnya, pola
pikirnya, melalui tanggapan tokoh lain, juga dengan gambaran lingkungan sekitarnya.
Berikut contoh-contohnya.
Cara
Penggambaran
Tokoh
Contoh Watak
a. Disebutkan
langsung oleh
pengarang
Tono memang penyabar, walaupun dihina
temannya hampir setiap hari, ia tidak
pernah sakit hati. Ia tetap bergaul, seolah-
olah tidak ada masalah di antara mereka.
Tono: penyabar
b. Tanggapan,
penceritaan oleh
tokoh lain
Debby selalu memuji-muji adiknya, Lina,
yang menurutnya paling pintar sedunia.
“Adikku, sayang. Kamu memang pintar
dan rajin. Kakak salut, kakak bangga.
Tentu mama pun yang ada di dunia sana
bahagia melihat prestasimu itu.
Lina: pintar,
rajin
c. Dilukiskan
melalui perkataan,
pikirannya
Rere, “Aku ingin membeli pakaian yang
seperi kamu beli kemarin. Gak apa-apa
walapun harus pinjam sama kakakku. Yang
penting pakaian itu bisa kumiliki.”
Rere: berlebihan,
boros, ambisus
d. Dilukiskan
melalui
perilakunya
Radi duduk dengan santai walaupun di
hadapannya ada mertua dan adik-adiknya.
Kakinya diangkat sebelah ke tangan kursi
di sebelahnya.
Radi: tidak tahu
etika, sombong.
e. Digambarkan
melalui keadaan
lingkungannya
Bekas-bekas minuman dibiarkan
berserakan di bawah ranjangnya.
Sementara itu, bau asap rokok masih
mengepul memenuhi ruangan kamar.
Sepertinya bagi Dika kondisi kamarnya
yang seperti itu sudah biasa.
Dika: jorok,
pecandu
minuman dan
rokok
b. Latar
Sebelumnya telah kita pelajari bahwa yang dimaksud dengan latar adalah tempat,
waktu, dan suasana atas terjadinya peristiwa. Untuk lebih jelasnya perhatikan cuplikan
cerpen berikut.
Cerpen 1
Menjelang hari raya ini aku terbaring di rumah sakit. Dari jendela kamar rumah
sakit yang kudiami aku bisa melihat keluar dengan jelas. Hujan menderas, manusia-
manusia menepi pada kesunyian, lagu hujan, lagu keleneng becak. Di ruangan ini,
aku cuma berdua. Selisih satu ranjang, terbaring seorang perempuan tua. Sendiri. Tak
kulihat semenjak aku di sini, seorang pun yang menengoknya, yang mengajaknya
bercakap, kecuali dokter dan perawat yang memeriksanya. Itu pun sesuai jadwal dan
sebentar saja (Cerpen “Menjelang Hari Raya”, oleh Zakh Syairun Madjid Surono).
-- 120
Cerpen 2
Menggigil aku berjalan menyusuri perkampungan yang sudah sunyi. Sepupuku,
Riri, tampak menarik jaketnya. Ia berjalan agak merapat di sampingku. Kami berdua
sangat lelah. Seharian naik bus dan kini kemalaman tiba di Kampung Sekar. Salahnya
kami tak sempat mengabari Paman. Beginilah kalau bepergian tanpa rencana matang.
Kulirik sebentar arlojiku. Jam menunjukkan hampir pukul dua belas kurang
seperempat. Malam semakin sunyi. Apalagi, jalan yang kami lewati sangat sepi.
Hanya ada satu dua rumah penduduk. Perkampungan yang ramai masih agak jauh.
Namun, berkas-berkas sinar lampu tampak dari kejauhan. Di sanalah rumah Paman
Sukri berada.
(Cerpen “Perjalanan Malam” oleh Mas Beng).
Bila kita baca kembali cerpen “Menjelang Hari Raya”, tampaklah bahwa latar cerita
itu adalah di rumah sakit dan pada saat menjelang hari raya. Adapun cerpen “Perjalanan
Malam” latarnya adalah di suatu perkampungan yang sunyi. Waktunya pada malam
hari.
Perhatikan pula cuplikan berikut.
Menjelang hari raya ini aku terbaring di rumah sakit. Dari jendela kamar rumah
sakit yang kudiami aku bisa melihat keluar dengan jelas. Hujan menderas, manusia-
manusia menepi pada kesunyian, lagu hujan, lagu keleneng becak. Di ruangan ini, aku
cuma berdua. Selisih satu ranjang, terbaring seorang perempuan tua. Sendiri. Tak kulihat
semenjak aku di sini, seorang pun yang menengoknya, yang mengajaknya bercakap,
kecuali dokter dan perawat yang memeriksanya. Itu pun sesuai jadwal dan sebentar saja.
Apabila kita baca kembali, tampaklah bahwa latar pada cuplikan cerita itu adalah
di rumah sakit dan pada saat menjelang hari raya. Latar itu diperlukan untuk memperkuat
terjadinya peristiwa ataupun alur. Tanpa kehadiran latar, peristiwa dalam cerita itu
menjadi tidak jelas. Pembaca pun menjadi terganggu, bahkan tidak bisa menikmatinya
karena ceritanya tidak jelas keberadaannya.
c. Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang bersifat kronologis, dibangun oleh urutan waktu.
Mungkin juga dibentuk oleh urutan keruangan atau spasial. berdasar hal itu, kemudian
dikenal adanya alur progresif atau alur maju. Dalam hal ini cerita bergerak runtut dari
awal hingga akhir cerita (dari peristiwa A-B-C, dst). Ada pula cerita yang bergerak dari
akhir cerita menuju awal (flash back: peristiwa C-B-A).
Contoh:
Pagi-pagi Andra sudah siap dengan perbekalannya. Aneka makanan ringan sudah
dimasukkannya ke dalam tas besar. Begitu merasa segalanya sudah lengkap, bergegas
ia menuju ruang tengah untuk sarapan. Di sana sudah terhidang makanan kesukaannya
yang sengaja disiapkan ibunya sejak dini hari. Tanpa ba-bi-bu lagi, Andra menyikat
makanan-makanan itu. Lahap sekali. Padahal, biasanya semangat makan dia tidak
seperti itu.
Cerita Pendek 121
Peristiwa I:
Menyiapkan
perbekalan
Peristiwa II:
Menuju ruang
tengah
Peristiwa III:
Sarapan
Rangkaian Alur (Kronologis)
Selain itu, dikenal istilah plot, yakni rangkaian cerita yang mengandung unsur sebab
akibat (kausalitas). Plot inilah yang di dalam nya terkandung konflik-konflik. Konflik yang
satu meng akibat kan timbulnya konflik yang lain. Kehadiran konflik itulah menjadi
penyebab bergeraknya suatu cerita. Tanpa ada konflik, suatu cerita akan menjadi hambar.
Karena dengan adanya konflik itu pula, suatu cerita menjadi menarik, menimbulkan rasa
penasaran bagi pembacanya.
Adapun konflik itu sendiri terbagi atas beberapa macam, yakni sebagai berikut.
1) Konflik batin, yakni bentuk pertentangan dalam diri seseorang karena dihadapkan
pada dua pilihan. Misalnya, konflik dalam menentukan tempat beristirahat setelah
perjalanan jauh: apakah di rumah makan atau di arena hiburan.
2) Konflik sosial, yakni bentuk pertentangan antara dua tokoh atau lebih dalam
memperebutkan sesuatu. Misalnya, percekcokan antara dua tetangga karena
perbedaan batas halaman rumah.
Contoh:
“Engkau rela tetap melarat, bukan?”
“Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.”
“Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?”
“Sungguh pun anak cucu kami melarat, tapi mereka semua pintar mengaji.
Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala belaka.”
“Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya,
bukan?”
“Ada, Tuhanku.”
“Kalau ada, kenapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya
semua? Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk
anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling
menipu, saling memeras. Aku beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas.
Kau lebih suka beribadah saja, karena beribadah tidak mengeluarkan peluh, tidak
membanting tulang. Sementara itu, aku menyuruh engkau semuanya beramal
di samping beribadah. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin?
Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak
memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka!
Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.”
Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka
sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.
-- 122
Plot dalam cuplikan di atas ditunjukkan dengan dialog antara manusia penghuni
neraka (Haji Saleh dkk) dengan Tuhan yang kemudian menyebabkan Haji Saleh dan
teman-temannya menjadi pucat pasi. Adapun konflik yang membangun peristiwa itu
berbentuk konflik antartokoh tentang perbedaan pandangan dalam tata cara beribadah
yang diridai-Nya.
Peristiwa I
• Dialog manusia penghuni neraka
dengan Tuhan
Peristiwa II
• Tokoh manusia tersentak (pucat pasi)
Plot: Hubungan Sebab Akibat (Kausalitas)
d. Tema
Tema adalah gagasan utama atau pokok cerita. Tema cerpen yang satu dengan
cerpen lain, mungkin saja sama. Tema tentang kasih sayang, misalnya. Kita pun telah
membaca puluhan atau bahkan ratusan cerpen yang bertema ini. Namun, cerita-cerita itu
tetap membuat penasaran para pembacanya. Cerpen-cerpen itu selalu menarik karena
temanya digarap dari sudut pandang yang berlainan. Walaupun temanya sama-sama
tentang kasih sayang, mungkin saja yang satu digarap dari sudut pandang seorang anak,
ibu, nenek, bibi, pacar, dan berbagi sudut pandang lainnya.
Tema suatu cerpen dapat diketahui melalui hal-hal yang dirasakan, dipikirkan,
diinginkan, dibicarakan, atau dipertentangkan para tokohnya.Keberadaaan tema itu
kemudian diperkuat pula oleh keberadaan latar dan peran-peran para tokohnya.
Perhatikan kembali cuplikan cerpen berikut.
Udara seperti membeku di Adelweis Room, sebuah kamar rawat inap, di RS
Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring
beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali
jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati ajal yang bakal
menjemputnya.
Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukimia yang
akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru.
Ya, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat
atau sekeranjang.
Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak
yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya
tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin.
Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. Itu pun
bukan persis biru, tapi keunguan.
Cerita Pendek 123
Tema cuplikan cerpen di atas adalah tentang keinginan tokoh seorang wanita yang
terkena leukimia akut untuk mendapatkan mawar biru.Tema ini diketahui melalui
pemikiran tokoh Novia sendiri yang diceritakan secara naratif oleh pengarangnya secara
langsung.Tentang keadaan pasien itu sendiri yang tengah menderita sakit diperkuat oleh
penggunaan latar rumah sakit.
4. Amanat
Dalam cerpen, terkandung pula amanat atau pesan-pesan. Amanat suatu cerpen selalu
berkaitan dengan temanya. Cerpen yang bertema kasih sayang, amanatnya tidak akan jauh
dari pentingnya kita menebar kasih sayang kepada sesama. Cerpen yang bertema ketuhanan,
amanatnya berkisar tentang pentingnya bertakwa pada Tuhan YME. Dengan pesan-pesannya
itu, betapa berharganya cerpen. Kita memperoleh hiburan sekaligus pesan-pesan berharga
untuk bisa menjadi lebih haik dalam kehidupan.
Perhatikan kembali cuplikan berikut.
Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang
apa jalan yang diridai Allah di dunia.
Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya di dunia ini salah
atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat
yang menggiring mereka itu.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” tanya Haji
Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri.
Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan
kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka
itu kucar-kacir selamanya.. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal
engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka
sedikit pun.”
Dari dialog para tokohnya dapat diketahui bahwa cuplikan ini bertema tentang
tata cara menyembah Tuhan yang benar. Berkaitan dengan tema ini dapat diketahui
bahwa amanat cuplikan cerpen ini adalah “hendaknya menyembah Tuhan secara benar,
yakni tidak mementingkan keselamatan diri sendiri agar selamat dari neraka; harus pula ia
mempedulikan sesama.”
Amanat: tidak hanya mementingkan diri
sendiri dari ancaman api neraka, tetapi
juga perhatikan kepentingan sesama
Tema: cara menyembah Tuhan
yang benar
-- 124
5. Latar Belakang Sosial Budaya
Kelahiran cerpen sering kali dipengaruhi oleh peristiwa tertentu atau kondisi sosial
budaya saat cerpen itu dibuat. Misalnya, kondisi masyarakatnya sering terkena musibah
banjir. Kondisi ini kemudian menjadi inspirasi seorang pengarang untuk menjadikan
tema cerpennya. Kalau kita perhatikan, tidak sedikit cerita pendek yang dipengaruhi oleh
peristiwa-peristiwa tertentu, mungkin pula sosok tokoh, kondisi politik, suasana alam sekitar
lainnya.Pengaruh itu mungkin muncul pada tema, konflik, karakter tokoh, ataupun unsur-
unsur lainnya.
C Perbandingan Teks Cerita Pendek
Perbedaan dengan Cerpen Lainnya
Perhatikanlah kedua cuplikan teks berikut.
Cerpen I
Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit
Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah
peluh diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk
di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala
yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil, teronggok di
atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng peot, nyaris kosong
dari uang receh logam pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan,
mengalir kendaraan bermotor dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan
itu berlampu hijau. Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai
segerombolan domba yang terkejut oleh auman macan, saat lampu tiba-tiba berwarna
merah.
Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan “tutup praktik” saat
matahari mulai tergelincir ke Barat. Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai
hitam di pinggir jalan, mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak.
Dari dalam gerobak yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan
dekil tubuhnya, ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu
meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa kali. Seekor anjing betina kurus berwarna
hitam muncul, mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya. Ia siap berangkat,
mendorong gerobak kecilnya melawan arus kendaraan, di pinggir kanan jalan. Anjing kurus
itu melompat ke atas gerobak, tidur bagai anak balita yang merasa tenteram didorong
ayahnya.
Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para pejalan kaki
terpaksa melintas di atas aspal dengan perasaan waswas menghindari kendaraan yang
melaju. Lelaki itu lewat begitu saja mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-
buntelan kumal miliknya sambil mencari-cari puntung rokok yang masih berapi di pinggir
jalan itu, lalu mengisapnya dengan santai. Orang-orang menghindarinya sambil menutup
hidung saat berpapasan di bagian jalan tanpa tersisa secuil pun pedestrian karena telah
dicuri truk-truk itu (Cerpen “Persahabatan Sunyi” oleh Harris Effendi Thahar”).
Cerita Pendek 125
Cerpen II
Setiap melihat kepompong di daun palem di teras rumahku aku selalu ingat kata-kata
kekasihku: kita, kau dan aku, adalah kepompong, yang menunggu waktu untuk lepas dari
bungkusnya dan terbang menjadi kupu-kupu, belalang, atau mungkin burung jiwa.
“Aku lebih suka kupu-kupu. Dengan sayap-sayap bercahaya kita akan terbang ke
langit,” ujar kekasihku, penuh imajinasi.
Tetapi, aku merasa terlalu lama jiwaku tidur di dalam kepompong itu, entah berapa
abad. Namun, kekasihku yakin, makin lama kita bersemayam di dalamnya, akan makin
matanglah jiwa kita, dan makin perkasa pula raga kita. “Kalau kau jadi kupu-kupu, kau
akan jadi kupu-kupu yang kuat. Kalau kau jadi belalang, akan jadi belalang yang perkasa,”
katanya.
Tapi, bagaimana kalau kita tidak menjadi apa-apa, atau bahkan mati di dalam
kepompong itu, karena tidak punya kekuatan lagi untuk melepaskan diri dari kungkungan
derita.”Ah tidak. Kita sedang berproses,” katanya. “Kita harus jalani proses itu untuk
menjadi.”
Untuk menjadi? Menjadi apa? Aku tidak tahu jawabannya, sebab aku tidak punya
cita-cita. Aku ingin hidup mengalir saja bagai air, berembus bagai angin, menyebar bagai
pasir, meresap bagai garam, menyusup bagai rumput-rumput jiwa. Tetapi, seperti kata
kekasihku, aku jalani juga hidupku sebagai proses untuk menjadi. Aku jalani hari-hari
manis, juga hari-hari pahit, bersama orang-orang yang bersentuhan denganku, bersama
jiwa-jiwa yang bersedia berbagi. Kuliah, pacaran, bekerja, membangun karier, bertahun-
tahun, berabad-abad, sampai serasa lumutan. Tapi, aku sungguh tidak tahan menghadapi
tahapan membujang terlalu lama takut menjadi bujang lapuk. Maka, aku pun menikah
begitu menemukan gadis yang aku sukai dan bersedia berbagi meskipun lebih banyak
berbagi duka sebelum kutuntaskan cintaku padanya. Sementara, kekasihku begitu tahan
menjalani tahapan itu, membujang begitu lama, setidaknya sampai kami bertemu lagi di
Jakarta. (Cerpen “Percintaan Kepompong”, karya Ahmadun Y. Herfanda).
Kedua cuplikan di atas sama-sama diambil dari bagian awal suatu cerpen, sebagai tahap
orientasinya. Dengan kata lain, keduanya sama-sama berfungsi sebagai bagian pengenalan
cerita, terutama latar dan karakter tokoh utamanya. Meskipun demikian, kedua cuplikan itu
memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Masing-masing cuplikan ini bercerita tentang
tokoh dan tema yang berbeda.Cuplikan pertama, tentang orang lain, yakni seorang lelaki.
Cuplikan kedua, tentang dirinya sendiri dan teman dekatnya. Cuplikan pertama sepenuhnya
berupa cerita monolog; pencerita bertutur sendiri tentang orang lain. Cuplikan kedua diselingi
pula dengan dialog-dialog. Selain itu, perbedaannya juga tampak pada latar cerita. Cerita
pertama berlatar di jalan raya, sedangkan cerita kedua terjadi di halaman rumah.
Perbedaan-perbedaan itu tentu saja akan selalu dijumpai apabila kita membandingkannya
dengan cerpen yang lain. Hal ini berkaitan pula dengan karakteristik ataupun gaya masing-
masing pengarang. Walaupun temanya sama, misalnya, tentang cinta, setiap pengarang
memiliki sudut pandang dan cara bercerita yang tidak sama. Oleh karena itulah, pembaca
tidak pernah bosan-bosannya membaca banyak cerpen bertema tentang percintaan karena
perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing cerpen itu.
-- 126
berdasar kaidah kebahasaannya, secara umum, kedua teks ini memakai
bahasa sehari-hari. Hal itu sebagaimana yang tampak pada kata buntelan, dekil, mengendus‑
endus bujang lapuk. Namun, dari segi jenisnya, tampak pula perbedaannya bahwa, cerpen
pertama banyak memakai kata-kata sifat, seperti garang, dekil, kecil, deras, merah,
sehat. Hal ini sangat logis karena cuplikan awal cerpen ini berfokus pada penggambaran
latar. Oleh karena itu, banyak pula di dalamnya kata keterangan tempat, seperti yang ditandai
oleh penggunaan kata depan di.
Sementara itu, cerpen kedua berfokus pada penggambaran tindakan atau sifat tokoh.
Oleh karena itu, yang muncul kemudian adalah kata-kata kerja material, yakni kata kerja yang
bermakna tindakan, seperti melihat, menunggu, bersemayam, melepaskan. Penggunaan kata
keterangan tempat dalam cerpen ini tidak sebanyak yang ada pada cerpen sebelumnya.
Justru yang tampak dominan pada cerpen kedua adalah penggunaan konjungsi pertentangan,
seperti tetapi, tapi, dan namun.
Perhatikan pula dua cuplikan cerpen berikut.
Cerpen I
Sekarang ini yang jadi buah bibir adalah Diandra. Hari-hari di sekolah ini tiada kata
tanpa Diandra. Hari-hari tiada bicara tanpa Diandra. Begitu juga dengan sohib gue, Raya
danYus yang setiap hari nyaris ngomongin cewek bernama Diandra melulu.
“Sungguh luar biasa!” teriak Yus yang mukanya agak tirus, “Sulit untuk membandingkan
kecantikan Diandra dengan bintang sinetron atau foto model sekalipun!”
“Eh, Gibran! Lo jangan sok alim!” senggol Raya yang punya body gede.
“Gue bukannya sokalim, tapi alim beneran, tau!” balas gue seraya balik nyenggol.
“Iye, iye, gue tau. Tapi masak, sih, lo nggak naksir dia?” Gibran kembali ngincer.
“Bukannya nggak naksir, tapi caranya ngak gitu, dong. Masa anak orang saban ari
dipelototin!”
“Ya, abis mau diapain lagi?” tukas Raya ngak puas dengan jawaban gue.
Ah, sudahlah, gue paling malas berdebat ama dua sohib gue. Sebenarnya sebel juga,
sih, dengan mereka. Tapi mo gimana lagi? Gue belum bisa mengubah mereka menjadi
anak yang lebih baik (Cerpen “Doa Kecil dalam Hari Gue”, Boim Lebon).
Cerpen II
Somad tipe cowok murahan, itu kata temannya tanpa tedeng aling‑aling. Habis,
cowok itu kerjanya nggak lain nggak bukan, suka promosiin diri di depan gadis-gadis
sekitarnya. Promosi diri sendiri terus… ke mana-mana. Nggak cuma sama teman-teman
sekolahnya, tapi juga sama anak-anak cewek sekitar rumah, masjid, warteg… nggak pilih
tempat, nggak pandang bulu.
“Gue orangnya nggak som‑som, lho….”
“?”
“Maksudnya nggak doyan somay kalo dikit!Hehe.”
Biar yang diajak bicara nggak ngeladenin, biasanya Somad jalan terus tour de promo‑
nya.
Cerita Pendek 127
“Nggak, deng. Situ tahu, kan,maksud saya?”
“??”
“Beneran nggak sombong gitu, biarpun bokap saya juragan kerupuk.”
“???”
“Tahu gak omzet pedagang kerupuk tiap hari?”
“???!!???”
“Gede, lagi!”
Mata Somad menerawang, seperti menembus beratus-ratus kaleng kerupuk yang
dibayangkannya parkir di depan rumahnya. Semua kaleng kerupuk dari yang paling besar
akan dicintainya sepenuh hati. Babe‑nya yang orang kaya pasti bakal bilang, kalau udah
lulus es‑te‑em, dia boleh jadi wakil direktur di perusahaan kerupuk. Itu berarti ia bakal
megang duit jutaan tiap hari. (Cerpen “Petualangan Somad”, Asma Nadia).
Pada kedua cuplikan cerpen di atas ada beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan
yang paling tampak adalah bahasanya yang sama-sama gaul dan gaya penyampaiannya yang
kocak. Hal seperti itu wajar karena kedua cerpen ini sama-sama ditujukan untuk pembaca
remaja. Persamaan lainnya ada pada tema atau objeknya yang sama-sama menceritakan
sosok tokoh yang juga sama-sama sedang jatuh cinta. Latar juga memiliki kesamaan. Kedua
cerpen ini berlatar lingkungan sekolah.
Anda pun pasti mengetahui pula bahwa cerpen, bahkan novel dan sinetron-sinetron di televisi,
pada umumnya bertema percintaan. Akan tetapi, pembaca ataupun penontonnya tidak merasa
bosan dengan tema seperti itu, bukan? Walaupun sama-sama bertema percintaan, cerita-
cerita itu memiliki kekhasan masing-masing. Ada hal yang berbeda dari setiap karya ini
sehingga pembacanya tidak merasa bosan, selalu penasaran untuk tetap menikmatinya.
Hal itu pula yang tampak pada kedua contoh cuplikan cerpen di atas, ada pula perbedaan
pada keduanya. Perbedaannya itu, antara lain, ada pada sudut pandang penceritaannya.
Cerpen I memakai sudut pandang orang pertama. Pengarang dalam cerpen ini
terlibat sebagai pelaku. Sementara itu, Cerpen II memakai sudut pandang orang ketiga.
Pengarang berperan sebagai tukang cerita. Ia tidak terlibat dalam cerita itu secara langsung.
Selain tampak pada sudut pandang, perbedaan lain tampak pada latar dan penokohannya.
Berikut paparannya.
Aspek Cerpen I Cerpen II
1. Sudut pandang Orang pertama, pelaku sampingan Orang ketiga, serba tahu
2. Tema Remaja (pelajar laki-laki) yang
jatuh cinta pada seorang pelajar
perempuan
Pelajar yang selalu promosi
diri, ingin diperhatikan teman-
temannya
3. Latar Di sekolah Di sekolah, lingkungan tetangga
4. Penokohan Tokoh utama (Diandra), watak
digambarkan melalui percakapan
antartokoh
Tokoh utama (Somad), digambar-
kan melalui jalan pikiran tokoh
lain secara langsung dan perilaku-
nya sendiri
-- 128
Adapun berdasar kaidah kebahasaannya, keduanya memakai bahasa gaul atau
lebih tepatnya ragam bahasa remaja, yang bercampur pula dengan bahasa Betawi. Hal
itu sebagaimana yang tampak dari penggunaan kata gue, lo, promosiin, ngomongin, iye.
Keduanya juga memakai kalimat-kalimat langsung yang diselingi pula dengan kalimat
tidak lagsung sehingga menjadikan cuplikan cerpen itu lebih hidup dan terkesan nyata.
Sementara itu, perbedaannya tampak pada hal-hal berikut.
a. Kutipan cerpen I lebih menyoroti unsur alur dan latar. Oleh karena itu, cuplikan ini
banyak memakai kata keterangan waktu dan tempat, seperti sekarang ini, setiap
hari, di sekolah.
b. Kutipan cerpen II lebih banyak menyoroti unsur penokohan. Oleh karena itu, kutipan
ini lebih banyak memakai kata-kata yang menggambarkan sifat seseorang.
Kata-kata yang dimaksud, antara lain, cowok murahan, sombong, juragan kerupuk,
direktur perusahaan, promosiin diri, nggak ngeladeni.
D Menulis Cerpen
1. Menjadikan Pengalaman yang Biasa Menjadi Cerita yang Luar Biasa
Perhatikan cuplikan cerita berikut.
Pendakian ke puncak Gunung Kerinci kami mulai dari Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu
Aro, dengan waktu tempuh 10 -12 jam. Selama pendakian, kami pun melakukan kemah,
menikmati keindahan edelweis, pengamatan tumbuhan.Satwa dalam alam di sepanjang
jalan setapak. Hampir di setiap persimpangan, sudah ada papan keterangan dan petunjuk.
Jadi, selama perjalanan itu, kami tidak pernah tersesat.
Cuplikan di atas merupakan pengalaman seseorang. Hal yang dicerita kannya merupakan
sesuatu yang menarik yang pernah dialaminya. Pengalaman selama pendakian ke Puncak
Gunung Kerinci bagi penulis itu merupakan pengalaman berkesan yang perlu ia abadikan
dalam sebuah karangan.
Setiap orang tentu memiliki pengalaman serupa. Pengalaman-pengalaman itu ada
yang menyenangkan, menyedihkan, menggelikan, menakutkan, dan aneka pengalaman
berkesan lainnya. Akan sangat bemanfaat apabila pengalaman-pengalaman itu kita tuliskan.
Pengalaman-pengalaman itu akan menjadi penting untuk orang lain untuk dijadikan bahan
pelajaran.
Tuliskanlah pengalaman-pengalaman itu sesuai dengan gaya dan selera Anda.
Tuangkanlah dengan sebebas-bebasnya. Satu hal yang penting adalah pengalaman berkesan
Anda itu menjadi menarik dan perlu dibaca orang lain.
Namun, yang pasti pengalaman itu tidak harus berupa peristiwa dahsyat, pertemuan
dengan orang terkenal, ataupun sejenisnya. Peristiwa yang biasa-biasa pun, seperti ketinggalan
dompet, menemukan anak kucing di tengah jalan, ketiban buah mangga saat sedang jajan,
akan menjadi sebuah cerita menarik dan mengesankan. Syaratnya, kita harus pandai di dalam
mengolah kata-katanya sehingga pembaca menjadi penasaran dan terpesona karenanya.
Perhatikan kembali cerpen di atas. Cerpen ini menceritakan pengalaman mendaki
gunung yang merupakan hal yang biasa bagi sebagian besar orang. Namun, karena dibumbui
Cerita Pendek 129
oleh beragam imajinasi dan pengalaman-pengalaman subjektif pengarangnya, cerita itu
menjadi lebih menarik dan menegangkan, bukan?
2. Sajian Konflik Menjadikan Cerita Lebih Menarik
Konflik dapat diartikan sebagai suatu pertentangan. Bentuk-bentuk petentangan itu,
sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sangatlah bermacam-macam.
Misalnya:
a. pertentangan manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin);
b. pertentangan manusia dengan sesamanya;
c. pertentangan manusia dan lingkungannya, baik itu lingkungan alam, ekonomi, politik,
sosial, dan budaya;
d. pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.
Bentuk-bentuk konflik atau pertentangan-pertentangan semacam itulah yang menjadikan
sajian suatu cerita lebih menarik. Konflik itulah yang menggerakkan alur cerita. Karenanya,
tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa konflik merupakan inti dari sebuah cerita. Tanpa
adanya konflik, akan sangat sulit bagi terbentuknya suatu cerita. Cerita tentang putus cinta
seorang remaja, misalnya. Cerita itu tidak akan terjadi kalau tidak ada konflik-konflik yang
melatarbelakanginya.
Tentang keberadaan konflik dalam suatu cerita, mari kita pelajari penggalan cerita
berikut.
Heri menghela napas panjang. Ichennya yang sederhana yang telah merenggut seluruh
hatinya, telah berubah dan tak mau lagi mengenal dirinya. Heri merasa diombang-ambing
perasaan dan hatinya oleh permainan yang diciptakan oleh Ichen. Apakah kini ia telah
melupakan ketertarikannya pada Ichen? Atau, akan menghentikan perburuannya dengan
adanya perubahan yang telah ditunjukkan gadis itu? Ternyata tidak sama sekali. Heri
justru merasa semakin tertantang. Ia penasaran, apa yang diinginkan Ichen sebenarnya?
Lalu, siapa pria muda yang menjemputnya tadi?
Kalau dilihat dari sikapnya, jelas pria tadi sangat dekat hubungannya dengan Ichen.
Kekasihnya kah, atau tunangannya? Mereka jelas datang dari etnis yang sama.
Menyadari hal itu semua membuat Heri jadi orang linglung. Kalau pada mulanya Heri
tertarik pada Ichen karena kesederhanaan dan pesona gadis itu, kini, selain daya tarik
itu, adalah karena kepandaian gadis itu berperan. Bagaimana mungkin dalam waktu yang
begitu singkat ia bisa berubah penampilan. Siapakah Ichen sebenarnya dan apa maunya
gadis itu?
Heri baru memarkir mobil di depan rumahnya saat dirasakannya ada bayangan
yang berkelabat di belakangnya. saat menoleh, ternyata Ichen sudah berdiri di ujung
pagar rumahnya. Heri tertegun memandang Ichen. Gadis ini sekarang sudah berubah lagi
penampilannya. Tadi, di pemakaman, ia tampil modern dan modis. Kini sudah kembali
seperti pertama kali mereka bertemu: lugu dan bersahaja sekali. (“Ichen dan Ichen”,
Rosida)
Dalam cuplikan cerita di atas, cukup tergambar tentang bentuk konflik yang menggerakkan
cerita ini . Konflik-konflik ini berupa:
-- 130
a. pertentangan tokoh utama dengan Ichen, yang menjadikannya keheranan dan bertanya-
tanya;
b. pertentangan tokoh utama dengan batinnya sendiri, antara menghentikan petualangannya
memikat hati Ichen atau meneruskannya.
Kedua pertentangan atau konflik itulah yang kemudian menghidupkan alur cerita.
Bermula dari kepenasaranan dan keheranan tokoh Heri menjadikan cerita itu bergerak dan
berkembang. Cerita itu tidak sampai pada kisah Heri berkasih-kasihan dengan Ichen. Lebih
menantang lagi, adalah penyelidikan Heri terhadap wanita yang dikasihinya itu, di samping
sikap Ichen sendiri yang bersikap “aneh”, seperti memiliki kepribadian ganda atau memang
ada dua Ichen. Konflik-konflik itulah yang menjadi cerita itu menarik dan pembaca merasa
menjadikan penasaran dibuatnya.
Pengalaman yang akan dicerpenkan termasuk konflik-konflik yang akan kita bangun itu
sebaiknya dibuat terlebih dahulu kerangkanya. Adapun kerangka yang dapat kita pilih bisa
tersaji dalam bentuk peta pikiran (mind mapping), seperti di bawah ini.
(Mind mapping di atas hanya sebagai model; mohon disesuaikan lagi dalam kaitannya dengan
kepentingan menulis cerpen yang berdasar pengalaman)
Adapun langkah-langkah penulisannya adalah sebagai berikut.
a. Menyiapkan kertas kosong, spidol atau pensil berwarna-warni.
b. Menuliskan topik utama dari cerpen yang akan kita buat di tengah-tengah kertas.
Misalnya, pengalaman di pantai. Lingkarilah kata kunci itu.
c. Buat cabang utama terkait topik ini . Misalnya, tentang peristiwa-peristiwa menarik
yang dia