teladan sahabat nabi 11



membenarkan Nabi-Nabi yang diutus sebelumnya dan sekaligus menjadi 

pamungkas risalah Tuhannya?!” 

Aku menjawab: “Benar!” Ia berkata: “Baiklah kalau begitu!” 

Sesegera mungkin aku pergi untuk menjumpai Rasulullah Saw. Aku 

dapati manusia sedang berdesakan di depan pintu rumah tempat Beliau 

singgah. Aku lalu menyelinap di antara kerumunan orang sehingga aku 

begitu dekat dengan Beliau. 

Hal pertama yang aku dengar dari Beliau yaitu  sabdanya: “Wahai 

manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, shalatlah pada malam hari di 

                                                    

 Quba yaitu  sebuah desa yang berjarak dua mil dari Madinah 


kala manusia tertidur, maka kalian akan masuk ke dalam surga dengan 

selamat!” 

Aku begitu memperhatikan Beliau dengan seksama, dan aku semakin 

yakin bahwa wajah Beliau bukanlah tampang seorang pendusta. 

Kemudian aku mendekat ke arahnya dan aku bersaksi bahwa tiada 

Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  utusan Allah. 

Kemudian Beliau menoleh ke arahku dan bertanya: “Siapa namamu?!” 

Aku menjawab: “Al Hushain bin Salam!” Beliau bersabda: “Bukan, tapi 

namamu sekarang yaitu  Abdullah bin Salam.” Aku pun berkata: “Benar, 

Abdullah bin Salam… Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, 

aku tidak ingin mendapatkan nama lain sesudah  hari ini!” 

Kemudian aku segera pamit kepada Rasulullah untuk kembali ke rumah 

dan untuk mengajak istri, anak-anakku dan seluruh keluargaku untuk 

masuk Islam. Mereka semuanya masuk ke dalam Islam, termasuk bibiku 

yang bernama Khalidah padahal saat itu ia sudah amat tua. Kemudian aku 

berkata kepada mereka: “Rahasiakan keislamanku dan kalian semua 

kepada kaum Yahudi sehingga aku izinkan!” Mereka menjawab: “Baiklah!” 

Kemudian aku kembali menemui Rasulullah Saw dan aku berkata 

kepada Beliau: “Ya Rasulullah, kaum Yahudi yaitu  sebuah kaum yang 

suka berbohong dan berdusta. Aku ingin sekali mengajak para pembesar 

mereka untuk menghadapmu, kemudian Engkau menyembunyikan aku di 

salah satu kamar rumahmu lalu tanyakanlah kepada mereka kedudukanku 

di sisi mereka sebelum mereka mengetahui keislamanku. Lalu ajaklah 

mereka untuk memeluk Islam! Jika mereka mengetahui bahwa aku telah 

masuk Islam, pasti mereka akan mencercaku dan mereka akan 

memfitnahku dengan kebohongan.” 

Kemudian Rasulullah Saw memasukkan aku ke sebuah kamar di 

rumahnya, lalu Beliau mengundang para pembesar Yahudi untuk bertemu 

dengan Beliau dan Beliau pun meminta mereka untuk masuk Islam dan 

beriman. Rasul pun tak lupa mengingatkan mereka tentang kabar 

kedatangan Beliau dalam kitab-kitab suci Yahudi. 

Maka serta-merta para pembesar Yahudi tadi berselisih pendapat 

dengan Nabi dan mereka menolak kebenaran yang Beliau bawa. Aku 

mendengarkan semua kejadian itu. Begitu Rasulullah Saw merasa putus asa 

untuk mengajak mereka beriman, lalu Beliau bertanya kepada mereka: 

“Apa kedudukan Hushain bin Salam di sisi kalian?” Mereka menjawab: 

“Dia yaitu  pemimpin kami, anak pemimpin kami. Dia juga yaitu  orang 

berilmu yang kami miliki dan anak dari orang berilmu yang kami miliki.” 

Rasul bertanya: “Jika ia telah masuk Islam, apakah kalian akan masuk 

Islam juga?!” 

Mereka menjawab: “Allah akan melarangnya! Tidak mungkin ia akan 

masuk Islam. Allah akan melindunginya agar ia tidak masuk Islam.” 

 334

Lalu aku keluar untuk menemui mereka, dan aku berkata: “Wahai 

bangsa Yahudi, bertaqwalah kalian kepada Allah dan terimalah apa yang 

dibawa Muhammad kepada kalian! Demi Allah, sungguh kalian sudah 

mengetahui bahwa dia yaitu  Rasulullah. Engkau sudah mendapati bahwa 

nama dan sifatnya telah tertulis di Taurat. Aku bersaksi bahwa dia yaitu  

Rasulullah. Aku beriman, percaya dan mengenal Beliau.” 

Mereka langsung berkata: “Engkau berdusta! Demi Allah, engkau 

yaitu  orang jahat dan anak orang jahat. Engkau yaitu  orang bodoh dan 

anak orang bodoh!” Mereka tidak berhenti untuk terus mencercaku. 

Aku pun berkata kepada Rasulullah Saw: “Bukankah telah aku katakan 

kepadamu bahwa Yahudi yaitu  kaum yang berdusta dan bathil. Mereka 

yaitu  orang yang suka berkhianat dan berbuat dosa?” 


Abdullah bin Salam menerima Islam bagai orang yang kehausan 

mendapatkan minuman segar. Dia begitu cinta kepada Al Qur’an. Lisannya 

tidak pernah lelah untuk membaca ayat-ayat Al Qur’an yang jelas. Ia begitu 

dekat dengan Nabi Saw sehingga ia bagaikan bayangan Beliau yang selalu 

menyertai. 

Ia bernazar atas dirinya bahwa ia akan mengerjakan amalan untuk 

mengejar surga sehingga Rasulullah Saw memberikan kabar gembira 

kepadanya bahwa ia berhak masuk surga dan kabar ini tersebar ramai di 

kalangan para sahabat. 

Mengenai kabar gembira ini ada sebuah kisah yang akan disampaikan 

oleh Qais bin Abbad dan lainnya. 

Qais berkisah:  

Aku sedang duduk pada sebuah halaqah ilmu (majlis ilmu) di masjid 

Rasulullah Saw di Madinah. 

Di dalam halaqah ini  terdapat seorang tua yang begitu tenang. 

Kemudian orang tua ini  menyampaikan sebuah pembicaraan kepada 

manusia yang hadir dengan begitu indah dan membekas. 

Begitu ia bangun dari tempatnya maka orang-orang berkata: “Siapa 

yang ingin melihat seorang penghuni surga maka lihatlah orang ini!” 

Aku pun bertanya: “Siapakah dia?” Mereka menjawab: “Dialah 

Abdullah bin Salam!” 

Aku berkata dalam hati: “Demi Allah, aku akan mengikutinya!” Aku 

pun mulai mengikutinya… Kemudian ia pergi sehingga hampir keluar dari 

kota Madinah. Kemudian ia masuk ke dalam rumahnya… kemudian aku 

pun meminta izin untuk masuk. Lalu ia mengizinkan aku. 

Ia bertanya: “Apa yang engkau butuhkan, wahai keponakanku?” Aku 

berkata kepadanya: “Aku mendengar orang-orang berbicara tentangmu –

saat kau keluar dari masjid-: “Siapa yang ingin melihat seorang ahli surga, 

maka lihatlah orang ini! Maka aku pun mengikutimu untuk mengetahui 

kebenaran berita ini, dan agar aku mengetahui bagaimana orang-orang 

bisa tahu bahwa engkau yaitu  ahli surga.” 

Ia berkata: “Allah lebih mengetahui tentang ahli surga, wahai ananda!” 

Aku berkata: “Benar, namun  pasti ada sebab yang membuat mereka 

berkata demikian.” Ia berkata: “Aku akan menceritakan kepadamu 

mengenai penyebabnya.” Aku berkata: “Ceritakanlah! Semoga Allah akan 

membalas kebaikanmu.” 

Ia berkata: “Saat aku sedang tertidur di suatu malam pada masa 

Rasulullah Saw, maka datanglah seseorang kepadaku dan berkata: 

‘Bangunlah!’ aku pun langsung bangun. Ia kemudian menarik tanganku. 

Kemudian aku berada di jalan di sebelah kiri dan aku hendak 

menyusurinya. Kemudian ia berkata kepadaku: “Tidak usah kau jalan di 

sebelah situ, sebab itu bukan untukmu!” Kemudian aku tersadar bahwa aku 

sudah berada di sebelah kanan jalan yang begitu terang. Kemudian pria 

tadi berkata: “Susurilah jalan ini!” Maka aku pun menyusurinya sehingga 

aku tiba di sebuah taman yang rindang dan amat luas. Taman ini  

begitu hijau dan sejuk dipandang. 

Di tengah taman ini  terdapat tiang yang terbuat dari besi. Akarnya 

berada di bumi dan ujungnya berada di langit. Di bagian atas tiang ini  

ada sebuah ikatan yang terbuat dari emas. 

Kemudian pria tadi berkata: “Naiklah dan ambillah emas ini !” Aku 

menjawab: “Aku tidak bisa melakukannya.” 

Kemudian ia mengambilkan seorang pembantu untukku yang 

menolongku untuk naik. Maka aku pun mulai memanjat sehingga aku tiba 

di ujung tiang ini . Maka akupun mengambil ikatan emas ini  

dengan tanganku. Aku terus bergantungan di tiang tersbeut hingga pagi. 

Keesokan paginya aku menghadap Rasulullah Saw dan aku 

menceritakan mimpiku kepada Beliau. Beliau lalu bersabda: “Jalanan yang 

kau lihat dalam mimpi berada di sebelah kirimu, jalanan ini  yaitu  

jalanan Ashabus Syimal (golongan kiri) dari penghuni neraka. Sedangkan 

jalan yang kau lihat dalam mimpi berada di kananmu, maka jalan ini  

yaitu  jalan Ashabul Yamin (golongan kanan) dari ahli surga. 

Adapun taman yang rimbun dan rindang itu yaitu  Islam. Tiang yang 

berada di tengahnya yaitu  tiang agama. Sedangkan ikatannya yaitu  Al 

Urwah Al Wutsqa (Tali yang Kuat). Engkau senantiasa akan memegangnya 

hingga engkau wafat!” 


Khalid Bin Said Bin Al Ash 

“Ayahku yaitu  Orang Kelima. Dia yaitu  Orang Pertama yang 

Menuliskan Bismillahirrahmanirrahim.” (Putri Khalid) 

 

Pada suatu sore yang tenang dan damai di Mekkah, berangkatlah Said 

bin Al Ash bin Umayyah yang dijuluki dengan Abu Uhaihah dari rumahnya 

di dataran tinggi Al Hajun153 untuk menuju Masjidil Haram. Ia sudah 

mengenakan sorban merah yang amat mahal di kepalanya. 

Ia menyingsingkan di bahunya sebuah selendang yang menjadi salah 

satu perhiasan para raja Yaman, yang dipenuhi dengan benang emas. 

Di depannya ada sebuah rombongan berjalan yang terdiri dari para 

budak yang digiring dengan pedang. Di sebelah kanannya terdapat 

beberapa orang putranya, salah satu dari mereka bernama Khalid. 

Di sebelah kirinya terdapat beberapa orang pria dari kaumnya Bani 

Abdi Syamsin dan mereka mengenakan pakaian dan perhiasan yang terbuat 

dari sutra. 

Begitu nampak kedatangan Abu Uhaihah di sekitar Masjidil Haram, 

maka para penduduk berkata: “Sang Pemilik Mahkota sudah tiba!” Para 

penduduk Mekkah memberikan gelar kepadanya seperti itu sebab  jika 

kepalanya sudah mengenakan sorban, maka tidak ada seorang pun dari 

Quraisy yang akan mengenakan sorban dengan warna serupa kecuali ia 

akan melepaskannya. 

Para penduduk akan memberikan jalan kepadanya beserta 

rombongannya sehingga ia menempati sebuah tempat tepat di bawah 

Ka’bah. 

Lalu datanglah menghadapnya Abu Sufyan bin Harb, Utbah bin Rabiah, 

Abu Jahl bin Hisyam dan para pemuka Quraisy lainnya. Ia lalu bertanya 

kepada mereka: “Benarkah kabar yang aku dengar bahwa Sa’d bin Abi 

Waqash telah mengikuti jejak Muhammad?! Dan bahwa dia telah berani 

menyerang seorang pria dari suku Quraisy, yang telah ia pecahkan 

kepalanya sehingga darah bercucuran. Sebab pria tadi telah berani 

melarangnya untuk shalat kepada selain berhala kita?” Kemudian ia 

berkata: “Demi Lata dan Uzza, Jika kalian masih terus mengalah terhadap 

Muhammad bin Abdullah sebab  memandang bahwa ia masih termasuk 

keluarga Bani Hasyim, maka aku sendiri yang akan menghadapinya. Dan 

                                                     

153

 Al Hajun yaitu  sebuah tempat di Mekkah dekat dari Masjidil Haram. 

 

 

 338

aku akan menghalangi Tuhan anak Abi Kabasyah154 untuk disembah di 

Mekkah.” 

Kemudian ia kembali dengan rombongannya seperti ia datang tadi. 

Tidak ada yang tertinggal selain anaknya yang bernama Khalid. 


Khalid bin Said bin Al Ash tinggal di Masjidil Haram dengan berpindah 

dari majlis yang satu ke majlis lainnya demi mencari berita tentang 

Muhammad dan untuk mendengarkan kisah tentang dakwahnya. 

Namun dari berita yang ia dapatkan tentang Rasulullah Saw tidak ada 

yang membenarkan kedengkian yang telah ia lihat dari ayahnya kepada 

Muhammad dan para sahabatnya. Atau ada hal yang dapat membuktikan 

kebenaran kedengkian yang ada pada diri pemuka Quraisy. 


Begitu malam tiba, Khalid bin Said kembali ke rumahnya. Ia langsung 

menuju kamarnya tanpa melewati kamar ayahnya untuk menyampaikan 

ucapan selamat malam sebagaimana yang biasa ia lakukan setiap hari. 

Kemudian ia langsung menuju pembaringannya yang empuk untuk tidur. 

namun  matanya malam itu tidak bisa terpejam. Ia merasa ada 

sesuatu yang membuat matanya tidak bisa tertidur. 

Yang membuat hatinya menjadi resah pada malam itu yaitu  tentang 

Muhammad dan apa yang ia dakwahkan. Ia merasa khawatir jika ayahnya 

akan menyiksa Muhammad dengan begitu kejam. 


Pada bagian malam terakhir, rasa kantuk membuat ia terlelap dan 

akhirnya ia pun menyerah tak kuasa menahan keinginan untuk tidur. 

Tidak lama kemudian ia langsung bangkit dengan rona wajah yang 

berubah. Ia seperti terkaget dengan apa yang baru saja ia impikan. 

Tubuhnya berguncang menahan apa yang baru saja ia alami, dan ia 

berkata: “Aku bersumpah demi Allah, mimpi yang baru saja aku alami 

yaitu  benar. Aku tidak melihat bahwa mimpi ini  yaitu  dusta.” 


Khalid telah melihat dalam mimpinya bahwa ia berdiri di tepi sebuah 

lembah neraka jahannam yang amat dalam. Tidak ada yang tahu berapa 

jauh kedalamannya. Di dalam lembah ini  terdapat api yang berkobar 

                                                     

154

 Abu Kabasyah: yaitu  Al Harits bin Abdul Uzza bin Rifa’ah Al Sa’di yaitu suami Halimatus 

Sa’diyah yaitu seorang ibu yang telah menyusui Rasul Saw. 

  339

dan menyala yang menimbulkan suara lolongan dan rintihan yang 

membuat hati dan jiwa terasa copot ketakutan. 

Begitu ia ingin mencoba untuk menjauhkan diri dari tepi lembah 

ini , rupanya ayahnya menghalangi jalan untuknya. Ayahnya mencoba 

dengan sekuat tenaga untuk mendorongnya masuk ke dalam lembah api. 

Maka Khalid pun berusaha menghadapi ayahnya sekuat mungkin. 

Khalid bergumul dengan ayahnya sampai ia merasa kelelahan, dan 

hampir saja ia terjerumus ke dalam lembah neraka.  

Lalu tiba-tiba datanglah Muhammad bin Abdullah menarik tubuhnya 

dengan kedua tangan Beliau. Ia menarik Khalid ke arahnya dan 

menolongnya agar tidak jatuh ke dalam lubang api neraka. 


Belum juga pagi mulai terang benderang saat Khalid bin Said datang ke 

rumah Abu Bakar As Shiddiq ra. Hal itu dilakukannya, sebab Khalid telah 

mengenal dan percaya kepada Abu Bakar. 

Khalid menceritakan kepada Abu Bakar tentang mimpinya. Abu Bakar 

lalu berkata: “Allah Swt telah menginginkan kebaikan atasmu, ya Khalid! 

Sebab Allah Swt telah mengutus Muhammad bin Abdullah dengan agama 

petunjuk dan kebenaran. Dan agama ini akan mengungguli semua agama 

yang ada meski para musyrikin membencinya. Ikutilah jejak Beliau, ya 

Khalid! Jika engkau mau mengikutinya, maka pintu surga akan dibukakan 

untukmu. Dan engkau akan terhijab dari api neraka. Sedangkan ayahmu 

akan masuk ke dalam neraka, tempat yang ia ingin kau masuk ke 

dalamnya.”   


Khalid bin Said berangkat untuk menemui Rasulullah Saw. Pada saat itu 

Rasulullah Saw sedang beribadah kepada Allah secara sembunyi-sembunyi 

di Ajyad155. Lalu Khalid mengucapkan salam kepada Beliau dan berkata: 

“Apa yang hendak kau dakwahkan kepada kami, ya Muhammad?” 

Beliau bersabda: “Aku mengajak kalian untuk beriman kepada Allah 

Yang tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa aku yaitu  hamba dan Rasul-Nya. 

Dan agar kalian meninggalkan penyembahan kepada batu yang tidak dapat 

melihat dan mendengar. Tidak dapat mendatangkan mudharat atau 

manfaat. Yang tidak mampu membedakan orang yang datang untuk 

beribadah kepadanya, dan orang yang akan membawa kecelakaan 

baginya.” 

Maka merekahlah kebahagiaan di wajah Khalid, dan ia berkata: 

“Asyhadu an la ilaha illa-Llahu wa annaka Abdullahi wa Rasuluhu.” 

                                                     

155

 Ajyad atau Jiyad yaitu  sebuah jalan di Mekkah dan hingga kini masih ada dan terletak di 

sebelah Masjid Al Haram 

 340

Maka Khalid bin Said Al Ash yaitu  orang kelima atau keenam yang 

masuk Islam di muka bumi. sebab  tidak ada orang yang mendahuluinya 

untuk mendapatkan kemuliaan yang agung ini selain Khadijah binti 

Khuwailid, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As Shiddiq, dan 

Sa’d bin Abi Waqash ra. 


Khalid bin Said meninggalkan istana ayahnya yang tinggi yang terletak 

di dataran tinggi Al Hajun, dan ia meninggalkan kehidupannya yang 

mewah dan nikmat. 

Ia menghapalkan ayat-ayat Al Qur’an yang turun kepada Nabi Saw, dan 

ia beribadah kepada Allah secara sembunyi sebab  khawatir akan aniaya 

Quraisy. 

Begitu Khalid telah lama menghilang dari rumah, maka ayahnya 

mencari-cari dimana keberadaannya, namun ia tidak dapat menjumpainya. 

Maka ayahnya mengutus beberapa orang untuk mencari informasi tentang 

keberadaan anaknya. Akhirnya ayahnya mendapatkan berita bahwa 

anaknya telah masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad. 


Maka menjadi kalutlah sang pemimpin Mekkah ini. Sebab ia tidak 

pernah menduga bahwa salah seorang putranya akan berani keluar dari 

asuhannya, berpaling dari Lata dan Uzza lalu menjadi pengikut 

Muhammad. 

Maka ayahnya mengutus seorang budaknya yang bernama Rafi’ dan 

kedua saudaranya yang bernama Aban dan Umar. Ketiganya berhasil 

menemukan Khalid yang sedang melakukan shalat di sebuah jalan yang 

membuat hati dan jiwa mereka menjadi damai. 

Ketiganya lalu berkata kepada Khalid: “Ayahmu memanggilmu untuk 

segera menemuinya. Ia menjadi marah sebab  engkau telah berani 

meninggalkan rumah tanpa seizinnya.” 

Maka berangkatlah Khalid bersama ketiganya. Dan saat  ia sudah 

bertemu dengan ayahnya, Khalid mengucapkan salam Islam kepadanya. 

Ayahnya berkata kepadanya: “Celaka kamu. Apakah engkau telah 

keluar dari agamamu, agama ayahmu dan agama kakekmu lalu kini kau 

mengikuti Muhammad?!” 

Khalid menjawab: “Aku tidak keluar, namun  aku beriman kepada 

Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku percaya dengan kenabian 

Rasul-Nya yang bernama Muhammad Saw. dan aku menyingkirkan segala 

berhala yang kalian sembah selain Allah.” 

Ayahnya langsung berkata: “Celaka kamu! Apakah engkau mengatakan 

bahwa engkau telah percaya kepada orang yang mengaku Nabi ini?” 

  341

Khalid menjawab: “Dia bukanlah orang yang mengaku Nabi, namun  

dia yaitu  orang yang jujur yang menyampaikan risalah Tuhannya. Ia 

bertugas untuk memberi nasehat bagiku, bagimu dan bagi semua 

manusia.” 

Ayahnya berkata: “Engkau harus berpaling darinya dan 

mendustakannya!” Khalid menjawab: “Aku tidak akan melakukannya selagi 

di dalam tubuhku ada darah yang mengalir.” Ayahnya berkata: “Kalau 

demikian, aku tidak akan memberi rizqiku kepadamu!” Khalid menjawab: 

“Itu yaitu  hal yang lebih rendah dari perkiraanku. Dan Allah yaitu  

pemberi rizqi kepadamu dan kepadaku.” 

Maka timbullah amarah pemuka Bani Abdi Syamsin ini terhadap 

anaknya. Kemudian ia mendekat ke arah anaknya dengan membawa 

sebuah tongkat besar yang telah ia siapkan. Lalu ayahnya memukulkan 

tongkat ini  ke kepala Khalid, lalu mengalirlah darah merah 

berhamburan. 

Ayahnya tidak berhenti memukulkan tongkat ke kepala dan tubuh 

Khalid, sehingga darah terus mengalir. 

Kemudian ayahnya memerintahkan agar Khalid diikat dengan tali dan 

ia dikurung di sebuah kamar yang gelap. Ia tidak diberi makan dan minum 

selama 3 hari. 

Kemudian pada hari keempat datanglah beberapa orang dari anggota 

keluarganya dan berkata: “Bagaimana kondisimu, ya Khalid?” Ia 

menjawab: “Aku senantiasa berada dalam kenikmatan dari Allah Azza wa 

Jalla.” Mereka bertanya: “Bukankah tepat kiranya bila kau kembali 

menggunakan akal sehatmu dan mentaati ayahmu?!” Ia menjawab: “Akal 

sehatku tidak pernah pergi dariku dan akupun tidak pernah 

meninggalkannya. Dan aku tidak akan mentaati ayahku selagi ia 

bermaksiat kepada Allah Swt.” 

Mereka berkata kepadanya: “Katakan sebuah ucapan tentang Lata dan 

Uzza yang dapat membuat ayahmu senang, maka ia akan mengurangi 

penderitaanmu!” Khalid menjawab: “Lata dan Uzza yaitu  dua batu yang 

tuli dan bisu. Dan aku tidak akan mengatakan ucapan tentang keduanya 

kecuali ucapan yang dapat membuat Allah dan Rasul-Nya ridha kepadaku. 

Meski ayah akan melakukan apa saja yang ia suka kepadaku.” 


Abu Uhaihah semakin mengencangkan tali pengikat pada diri Khalid. Ia 

memerintahkan para pembantunya untuk mengeluarkan Khalid setiap hari 

pada waktu siang ke padang pasir Mekkah. Para pembantu tadi 

diperintahkan untuk melemparkan Khalid di antara bebatuan sehingga ia 

akan terbakar oleh terik matahari.  

Setiap kali mereka membawa Khalid lalu melemparkannya di terik 

matahari, ia akan berkata: “Segala puji bagi Allah Yang telah memuliakan 

aku dengan iman dan islam. Ini semua bagiku lebih ringan dari pada sesaat

teradzab di api neraka jahannam sebagaimana yang ayahku inginkan 

untuk menjerumuskan aku ke dalamnya. Semoga Allah akan membalas 

kebaikan Nabi-Nya atas jasa Beliau kepadaku dan kepada kaum muslimin 

dengan balasan yang paling mulia.” 

Suatu hari Khalid mempunyai kesempatan untuk melarikan diri dari 

kurungan ayahnya dan pergi menemui Nabi Saw. 

Tidak lama kemudian kedua saudaranya yang bernama Umar dan Aban 

bergabung bersamanya dalam rombongan kebaikan dan cahaya. Di saat 

itulah Abu Uhaihah semakin geram dan ia berkata: “Demi Lata dan Uzza, 

aku akan pergi jauh dari Mekkah dengan membawa hartaku, dan itu lebih 

baik untukku. Dan aku akan meninggalkan mereka semua yang telah 

meninggalkan agama, mereka yang telah mencela berhalaku!” 

Kemudian ia pindah ke sebuah desa di Thaif, dan ia menetap di sana 

sehingga ia mati dalam kesedihan dan kemusyrikan. 


Begitu Rasulullah Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah 

ke Habasyah, maka Khalid bin Said bin Al Ash ini berangkat ke sana 

bersama istrinya yang bernama Aminah binti Khalaf Al Khuza’iyah. Ia 

menetap di sana lebih dari 10 tahun menjadi seorang da’I ila-Llah. Ia tidak 

meninggalkan negeri Habasyah menuju Madinah kecuali sesudah  Allah 

menaklukkan Khaibar bagi kaum muslimin. 

Maka gembiralah hati Rasulullah Saw dengan kedatangannya, dan 

Beliau memberikan jatah ghanimah Khaibar kepadanya sebagaimana 

Beliau membagikannya kepada para pejuang. 

Kemudian Beliau mengangkatnya sebagi wali di Yaman. Dan Khalid 

terus menjabat sebagai wali Yaman sehingga Rasulullah Saw wafat. 


Pada masa khalifah Abu Bakar As Shiddiq ra, Khalid bergabung di 

bawah panji pasukan yang menuju ke negeri Syam untuk berperang 

melawan bangsa Romawi. Dia begitu semangat berperang di tengah medan 

laga seolah dia yaitu  seorang ksatria pemberani yang amat gagah. 

Sebelum terjadinya perang Marjis Shuffar yang terletak dekat dengan 

Damaskus, Khalid meminang Ummu Hakim binti Al Harits156 dan 

melakukan akad nikah kepadanya. Saat Khalid hendak meminangnya, 

Ummu Hakim berkata: “Ya Khalid, alangkah baiknya kalau engkau 

menunda pernikahan ini hingga orang-orang telah kembali dari 

peperangan ini , sebab  aku tahu bahwa mereka akan berangkat ke 

                                                   

 Ummu Hakim sebelumnya yaitu  istri Ikrimah bin Abu Jahal 

sana.” Khalid berkata: “Hatiku mengatakan bahwa aku akan menjadi 

syahid dalam perang ini .” 

Kemudian Khalid menikahi Ummu Hakim. 

Pada pagi hari dimana ia hendak mengadakan walimah bagi para 

sahabatnya, belum lagi para muslimin menyelesaikan makanan mereka 

namun bangsa Romawi telah menyiapkan pasukan yang begitu banyak dan 

kuat. 

Salah seorang dari ksatria Romawi keluar dari barisan untuk 

menantang duel. Maka tampillah Habib bin Salamah untuk 

menghadapinya, dan Habib berhasil membunuhnya. 

Salah seorang ksatria dari pihak Romawi tampil lagi untuk menantang 

duel. Maka majulah Khalid bin Said untuk menghadapinya. 

Kedua ksatria ini  mulai saling melompat dan menyerang. Masing-

masing dari mereka mengarahkan pukulan yang mematikan ke arah 

musuhnya. Pedang ksatria Romawi tadi rupanya tepat mengenai sasaran, 

namun pedang Khalid meleset dari sasaran. Maka terjerembablah tubuh 

Khalid di atas tanah. Ia mati sebagai syahid. 

Lalu kedua pasukan pun bertemu. Berlangsung antara mereka sebuah 

peperangan yang dahsyat. Tidak ada suara yang terdengar selain pukulan 

pedang pada kepala manusia. 

Pada saat itu, melompatlah Ummu Hakim bagai seekor singa betina 

yang kehilangan anaknya.  

Ia melepaskan gaun pengantinnya, dan ia mencabut tiang tenda yang 

akan menjadi kemah malam perkawinannya. Ia turut-serta dalam 

peperangan dengan para prajurit muslimin lainnya. 

Ummu Hakim berhasil membunuh 7 orang penunggang kuda dari 

pasukan Romawi. 

Ia terus saja menghadapi musuh sehingga peperangan berakhir dengan 

kemenangan telak di pihak Islam dan muslimin. 


Harga yang harus dibayar untuk mencapai kemenangan ini yaitu  

arwah yang suci yang kembali kepada Tuhannya dengan ridha dan 

diridhai. 

Dan di antara para arwah tadi, terdapat ruh Khalid bin Said bin Al Ash 

yang terbang kegirangan. 

Orang yang membunuh Khalid melihat dengan mata kepalanya ada 

sebuah cahaya yang bersinar di langit, kemudian menari-nari di atas tubuh 

Khalid dan dihadapannya. Lalu orang yang membunuh Khalid tadi merasa 

begitu menyesal telah membunuhnya. 

Dan itu menjadi penyebab dirinya masuk ke dalam agama Allah 

bersama orang-orang lain. 

Suraqah Bin Malik 

“Bagaimana Pendapatmu, Ya Suraqah Bila Engkau Mengenakan 

Gelang-Gelang Kisra?!” (Muhammad Rasulullah) 

 

Suatu pagi, bangsa Qurasiy terlihat begitu geram. Di tempat berkumpul 

mereka telah tersiar kabar bahwa Muhammad telah berhasil pergi 

meninggalkan Mekkah di tengah kegelapan malam. Para pembesar Quraisy 

tidak mampu untuk mempercayai hal ini… 

Mereka lalu mulai mencari Nabi Saw di setiap rumah anggota keluarga 

Bani Hasyim juga rumah para sahabat Beliau. Hingga mereka mendatangi 

rumah Abu Bakar, lalu keluarlah putri Abu Bakar yang bernama Asma157. 

Abu Jahl bertanya kepada Asma: “Dimana ayahmu, wahai putri?” Asma 

menjawab: “Aku tidak tahu dimana ia berada sekarang.”  

Lalu Abu Jahl mengangkatkan tangannya ke arah wajah Asma lalu 

menempeleng pipinya yang membuat Asma terhuyung jatuh ke tanah. 


Para pemuka Quraisy bertambah gusar saat mereka merasa yakin 

bahwa Muhammad telah pergi meninggalkan Mekkah. Mereka kemudian 

menyiapkan beberapa orang yang memiliki keahlian untuk mencari jejak 

agar dapat menunjukkan jalan yang disusuri oleh Muhammad. Para 

pemuka Quraisy ini  berangkat bersama para pencari jejak. Dan saat 

mereka tiba di gua Tsur salah seorang pencari jejak tadi berkata kepada 

para pembesar Quraisy: “Demi Allah, orang yang kalian cari belum 

melewati gua ini!” 

Pendapat para pencari jejak tadi tidak keliru atas apa yang mereka 

ucapkan kepada para pembesar Quraisy. Benar, rupanya Muhammad dan 

Abu Bakar berada di dalam gua. Dan para pemuka Quraisy itu berdiri tepat 

di atas kepala mereka. Bahkan Abu Bakar As Shiddiq melihat dengan mata 

kepalanya sendiri bahwa kaki mereka bergerak di atas gua, dan hal itu 

membuat kedua matanya meneteskan air mata. 

Maka Rasulullah Saw yang menyaksikan perubahan rona wajah Abu 

Bakar menatapnya dengan pandangan yang penuh kasih sayang dan 

kelembutan. Abu Bakar lalu berbisik kepada Nabi Saw: “Demi Allah, aku 

                                                    

 Asma binti Abu Bakar; Lihatlah profilnya dalam buku Shuwar min Hayatis Shahabiyat karya 

penulis. 


tidak menangisi diriku. namun  aku takut bila aku melihat keburukan 

akan menimpamu, ya Rasulullah!” 

Maka Rasulullah Saw bersabda dengan tenang kepada Abu Bakar: 

“Janganlah bersedih, ya Abu Bakar. Sebab Allah Swt bersama kita.” 

Maka Allah Swt menurunkan kedamaian di hati Abu Bakar, dan ia 

meneruskan lagi untuk melihat kaki para pemuka Quraisy tadi. 

Kemudian Abu Bakar berkata: “Ya Rasulullah, bila salah seorang dari 

mereka melihat ke telapak kaki mereka, pasti mereka akan dapat melihat 

kita. Rasulullah Saw lalu menjawab: “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu 

duga terhadap dua orang, maka Allah akan menjadi pihak yang ketiga?!!” 

Pada saat itulah Nabi Saw dan Abu Bakar mendengar seorang pemuda 

Quraisy berkata kepada lainnya: “Marilah kita melihat dan memeriksa gua 

itu!” 

Lalu Umayyah bin Khalaf berkata dengan nada meremehkan: “Apakah 

engkau tidak melihat laba-laba yang membuat sarang di mulut gua 

ini ?!! Demi Allah, sarang ini , lebih dulu ada sebelum 

Muhammad lahir.” 

namun  Abu Jahl berkata: “Demi Lata dan Uzza, Aku menduga 

bahwa Muhammad berada di dekat kita. Ia dapat mendengar apa yang kita 

katakan, dan melihat apa yang kita perbuat. namun  sihirnya telah 

menutupi mata kita.” 


namun  usaha Quraisy untuk menemukan dan mengejar 

Muhammad tidak berhenti sampai di situ. Mereka mengumumkan kepada 

semua kabilah yang berada di sepanjang Mekkah ke Madinah bahwa siapa 

yang berhasil membawa Muhammad hidup atau mati maka ia akan 

mendapatkan seratus unta terbaik. 


Suraqah bin Malik Al Mudlajy saat itu sedang berada di sebuah 

perkumpulan kaumnya di Qudaid yang berada dekat dari Mekkah. 

Lalu datanglah seorang utusan Quraisy yang datang kepada mereka 

memberitahukan tentang hadiah besar yang diberikan oleh bangsa Quraisy 

bagi siapa saja yang mampu untuk menangkap Muhammad hidup atau 

mati. 

Begitu Suraqah mendengar hadiah 100 unta ini , maka sifat 

serakahnya timbul. namun  ia masih mampu untuk menahan diri dan 

tidak berkata satu katapun. Sehingga ia tidak membangkitkan keserakahan 

orang lain yang ada saat itu. 

Sebelum Suraqah pergi meninggalkan perkumpulannya, ia melihat ada 

seorang dari kaumnya yang datang dan berkata: “Demi Allah, aku baru saja 

berpapasan dengan 3 orang. Aku menduga mereka yaitu  Muhammad, 

Abu Bakar dan seorang penunjuk jalan.” 

Suraqah lalu menukas: “Bukan, mereka yaitu  Bani Fulan yang 

mencari unta mereka yang tersesat!” Salah seorang dari mereka berkata: 

“Mungkin saja begitu!” Kemudian ia pun terdiam. 

Kemudian Suraqah duduk lagi sebentar di majlis kaumnya sehingga 

tidak membuat seorangpun yang berada di perkumpulan ini  merasa 

curiga. 

Begitu kaumnya telah membicarakan topik lain, Suraqah dengan 

mengendap-endap meninggalkan majlis lalu pulang ke rumah. Ia 

memberitahukan kepada budaknya dengan nada lirih untuk menyiapkan 

kudanya tanpa sepengetahuan orang lain dan diikatkan di tengah lembah. 

Ia juga menyuruh budak tadi untuk membawa senjatanya dan keluar 

dari belakang rumah sehingga tidak terlihat oleh orang lain. Lalu 

meletakkan senjata ini  dekat dengan tempat kuda diikatkan. 


Suraqah telah mengenakan pakaian perangnya. Ia menyandang 

senjatanya. Menunggangi kudanya. Lalu pergi menyusuri jalan untuk 

mendapatkan Muhammad sebelum kedahuluan oleh orang lain yang dapat 

memenangkan hadiah Quraisy. 


Suraqah bin Malik yaitu  seorang penunggang kuda yang ternama. Ia 

memiliki tubuh yang tinggi, postur yang besar. Ia amat hebat dalam 

mencari jejak dan amat tangguh menghadapi segala rintangan di 

perjalanan. 

Di samping itu ia yaitu  orang yang cerdas dan juga seorang penyair. 

Kudanya pun yaitu  sebuah kuda asli bukan peranakan. 


Berangkatlah Suraqah menyusuri bumi. Tidak lama berjalan maka 

kudanya tersandung yang membuat Suraqah terjatuh dari pelana. Hal itu 

membuat Suraqah menjadi pesimis. Ia berkata: “Apa ini?! Celaka kamu 

kuda!” Ia lalu berniat untuk kembali ke rumah. namun  niatnya untuk 

kembali ke rumah menjadi urung oleh bayangan hadiah seratus unta. 

Tidak jauh dari tempat kudanya terjatuh, Suraqah melihat Muhammad 

dan kedua sahabatnya. Maka Suraqah segera mengambil busur panahnya, 

namun  tubuhnya membeku dan tidak mampu bergerak dari tempatnya. 

Hal itu disebab kan ia melihat kaki-kaki kudanya terbenam di dalam 

tanah. Sementara ada asap yang mengepul di hadapan kuda ini  yang 

menutupi kedua mata Suraqah dan mata kudanya. 

Suraqah mencoba untuk mendorong kuda ini , namun  rupanya 

ia telah tertancap di tanah seolah telah terpantek dengan sebuah paku besar 

dari besi. 

Maka Suraqah segera melihat ke arah Rasulullah dan sahabatnya, lalu 

ia berteriak sekuat mungkin: “Hei, tolonglah kalian berdo’a kepada Tuhan 

kalian untuk melepaskan kaki kudaku! Dan aku akan membiarkan kamu 

pergi.” 

Maka Rasulullah Saw segera berdo’a kepada Allah, dan Allah Swt 

melepaskan kaki kuda Suraqah. 

namun  keserakahannya timbul lagi. Ia segera menghentakkan 

kudanya untuk berlari mengejar Rasul Saw dan Abu Bakar. Maka sontaklah 

kaki kuda Suraqah terbenam lagi ke tanah lebih dalam dari sebelumnya. 

Lagi-lagi Suraqah meminta tolong kepada Rasul dan Abu Bakar seraya 

berkata: “Kalian boleh mengambil bekal, barang dan senjataku. Kalian 

dapat memegang janji Allah, bahwa aku akan menghalangi orang yang 

akan mengejar kalian di belakangku.” 

Maka Rasulullah Saw dan Abu Bakar berkata kepadanya: “Kami tidak 

membutuhkan barang dan bekalmu. namun  suruhlah manusia yang 

mengejar kami untuk kembali!” 

Kemudian Rasulullah Saw berdo’a dan akhirnya kuda Suraqah dapat 

terlepas. 

Begitu Suraqah hendak kembali pulang, ia memanggil Rasul Saw dan 

Abu Bakar sambil berkata: “Sebentar! aku mau berbicara kepada kalian. 

Demi Allah, aku tidak akan berbuat kejahatan kepada kalian.” Rasul dan 

Abu Bakar bertanya: “Apa yang engkau inginkan dari kami?!” Suraqah 

menjawab: “Demi Allah, ya Muhammad. Aku yakin bahwa agamamu akan 

muncul dan urusanmu akan unggul. Berjanjilah kepadaku bahwa engkau 

akan memuliakan aku bila aku datang ke dalam kekuasaanmu. Tuliskan 

janji ini kepadaku!” 

Maka Rasulullah Saw meminta Abu Bakar untuk menuliskan janji 

ini  pada sebuah tulang, kemudian tulang ini  diserahkan kepada 

Suraqah. Begitu Suraqah hendak kembali pulang, Nabi Saw bersabda 

kepadanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai Suraqah bila engkau 

mengenakan gelang-gelang Kisra?!” Suraqah bertanya keheranan: “Apakah 

Kisra putra Hurmuz yang kau maksud?!” Rasul menjawab: “Benar, Kisra 

putra Hurmuz!” 

 


Kembalilah Suraqah ke kampungnya dengan menyusuri jalan. Ia 

mendapati banyak orang yang sedang mencari-cari Rasulullah Saw. Ia pun 

berkata kepada mereka: “Aku telah mencarinya di seluruh penjuru bumi 

jengkal demi jengkal. Kalian sudah tahu akan kemampuanku dalam 

mencari jejak.” Maka sesudah  mendengar ucapan Suraqah, mereka semua 

kembali ke rumah. 

Suraqah menyembunyikan kisahnya dengan Muhammad dan 

sahabatnya sehingga ia merasa yakin bahwa keduanya telah tiba di 

Madinah dan sudah aman dari ancaman Quraisy. Pada saat itulah Suraqah 

baru menceritakannya. Begitu Abu Jahl mendengar kisah Suraqah dengan 

Nabi Saw dan apa yang telah diperbuatnya, Abu Jahl mencemooh 

kebodohan, ketakutan dan sikap Suraqah yang telah menyia-nyiakan 

kesempatan. Maka Suraqah pun menjawaab cemoohan ini  dengan 

syair: 

Wahai Abu Hakam, Demi Allah jika engkau menyaksikan kudaku yang 

terbenam kakinya 

Engkau akan mengetahui tanpa ragu bahwa Muhammad yaitu  

seorang Rasul yang membawa kebenaran. Lalu siapakah yang mampu 

menghadapinya?! 


Hari terus berganti… Sehingga Muhammad yang dahulu pergi 

meninggalkan Mekkah sebab  terusir dan keluar meninggalkannya secara 

sembunyi di tengah kegelapan malam, kini ia telah kembali datang sebagai 

seorang pemimpin dan penakluk yang dikelilingi oleh para pendukungnya 

yang menghunuskan pedang dan menyiapkan panah. 

Para pembesar Quraisy yang dahulunya menghiasi muka bumi dengan 

kesombongan dan keangkuhan, kini mereka mendatangi Muhammad 

dengan rasa takut dan penuh harap. Mereka meminta belas kasih kepada 

Muhammad dengan berkata: “Apa yang akan engkau perbuat terhadap 

kami?!” Nabi Saw bersabda kepada mereka dengan kelembutan seorang 

Nabi: “Pergilah, sebab  kalian semua bebas merdeka!” 

Pada saat itulah, Suraqah bin Malik menyiapkan kendaraannya dan 

pergi berangkat menuju Rasulullah Saw untuk mengumumkan 

keislamannya di hadapan Beliau. Ia pun membawa perjanjiannya dengan 

Nabi yang pernah dituliskan 10 tahun sebelumnya. 

Suraqah berkata: “Aku mendatangi Nabi Saw yang berada di 

Ji’ranah158. Aku pun masuk dalam barisan rombongan orang-orang 

Anshar. Orang-orang Anshar ini  lalu memukuliku dengan bagian 

                                                   

 Sebuah tempat yang terletak antara Mekkah dan Thaif, namun ia lebih dekat ke Mekkah 

letaknya. 


belakang anak panah sambil berkata: “Hei, apa yang kamu inginkan?!” Aku 

terus saja menerobos barisan mereka sehingga aku berada di dekat Nabi 

Saw dan Beliau sedang berada di atas untanya. Aku pun segera mengangkat 

surat perjanjian ini  dan aku berkata: “Ya Rasulullah, Saya yaitu  

Suraqah bin Malik. Inilah perjanjianmu denganku.” 

Rasulullah Saw bersabda: “Mendekatlah kepadaku, wahai Suraqah. 

Sebab ini yaitu  hari untuk menepati janji dan menunaikan kebaikan.” 

Aku pun mendekat ke arah Beliau dan aku nyatakan keislamanku 

dihadapan Beliau. 

Aku mendapatkan kebaikan dan kebajikan Beliau. 


Hanya beberapa bulan berselang sejak Suraqah bin Malik berjumpa 

dengan Nabi Saw sehingga Rasulullah Saw kembali ke pangkuan 

Tuhannya. 

Suraqah menjadi begitu sedih dengan kematian Beliau. Ia terus 

mengenang hari di mana dirinya berniat untuk membunuh Beliau sebab  

ingin mendapatkan 100 unta. Dan bagi dirinya kini bahwa semua unta di 

dunia ini tidak akan mampu menandingi seujung kukupun dari diri 

Rasulullah Saw. 

Suraqah terus-menerus mengulangi sabda Nabi Saw kepadanya: 

“Bagaimana pendapatmu, ya Suraqah bila engkau mengenakan gelang-

gelang Kisra?!” Dia terus mengucapkan sabda Beliau tanpa ada keraguan 

sedikitpun dalam dirinya. 


Hari silih berganti sehingga semua urusan kaum muslimin dipercaya 

dan diamanahkan kepada Umar Al Faruq ra.  

Pada masa kepemerintahannya, berangkatlah banyak rombongan 

pasukan muslimin untuk menaklukkan kerajaan Kisra bagaikan angin yang 

bertiup kencang. 

Pasukan muslimin tadi mulai membombardir benteng-benteng. 

Mengalahkan pasukan musuh. Mengguncang kekuasaan. Dan menyita 

harta ghanimah. Sehingga Allah menghancurkan seluruh kekuasaan Kisra 

di bawah kekuatan pasukan muslimin. 

Pada sautau hari di hari-hari terakhir kekhilafahan Umar ra, datanglah 

beberapa orang utusan Sa’d bin Abi Waqash ke Madinah untuk 

menyampaikan kabar gembira penaklukan kepada Khalifah dengan 

membawa seperlima harta fai’ yang berhasil didapatkan oleh para pejuang 

muslimin di jalan Allah. 

Begitu harta-harta ghanimah diserahkan di hadapan Khalifah; Beliau 

menatapnya dengan keheranan. 

Di antara harta ghanimah ini  terdapat mahkota Kisra yang 

berhiaskan dengan permata. Juga ada pakaiannya yang dijahit dengan 

benang emas. Kalung yang dipenuhi dengan berlian. Dan dua gelang 

miliknya yang tidak pernah dilihat oleh mata manusia sebelumnya. Dan 

banyak lagi perhiasan milik Kisra yang tidak dapat dihitung. 

Umar lalu membolak-balikkan harta yang berharga ini  dengan 

tongkat yang ada di tangannya. 

Kemudian ia menoleh ke arah orang-orang di sekelilingnya sambil 

berkata: “Ada sekelompok orang yang memberikan harta ini kepada para 

pemimpinnya!” 

Ali bin Abi Thalib yang kebetulan hadir pada saat itu berkata: “Hal itu 

terjadi sebab  engkau mampu menahan kehormatan diri, maka para 

rakyatmu pun juga mampu menahan diri mereka, ya Amirul Mukminin. 

Kalau kau suka memakan harta, mereka pun juga akan suka memakan 

harta sepertimu.” 

Pada saat itulah Umar Al Faruq ra memanggil Suraqah bin Malik lalu 

memakaikan kepadanya pakaian dan celana Kisra. Ia juga memakaikan 

kepada Suraqah sepatu milik Kisra. Ia menyandangkan ke tubuh Suraqah 

pedang dan sabuknya. Umar meletakkan di atas kepala Suraqah mahkota 

milik Kisra. Dan Umar juga memakaikan ke tubuh Suraqah 2 gelang milik 

Kisra…. Benar, dua gelang milik Kisra! 

Pada saat itulah kaum muslimin berseru: 

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar! 

Kemudian Umar memandang ke arah Suraqah dan berkata: “Bakhin, 

Bakhin!159 Seorang Badui dari Bani Madlaj mengenakan mahkota Kisra di 

kepalanya, dan mengenakan kedua gelang Kisra di tangannya!!” 

Kemudian Umar ra mengangkat kepalanya ke arah langit dan berdo’a: 

Ya Allah, Engkau telah menghalangi harta ini dari Rasul-Mu padahal ia 

yaitu  orang yang lebih Engkau cintai dan lebih mulia daripadaku. 

Engkau juga telah menghalangi harta ini dari Abu Bakar padahal ia 

yaitu  orang yang lebih Engkau cintai dan lebih mulia daripadaku. 

Namun Engkau memberikannya kepadaku, aku berlindung kepada-Mu 

bila harta ini Kau berikan untuk menghukum diriku.” 

Lalu Umar tidak meninggalkan tempatnya sehingga ia membagikan 

harta ini  kepada seluruh kaum muslimin. 


Fairuz Al Dailamy 

“Fairuz yaitu  Seorang yang Diberkahi dari Keluarga yang 

Diberkahi” (Muhammad Rasulullah) 

 

Begitu Rasulullah Saw mengeluhkan sakitnya sesudah  ia menunaikan 

Haji Wada dan berita tentang sakit yang Beliau derita telah menyebar ke 

seantero jazirah Arab, maka Al Aswad Al Ansy yang berada di Yaman mulai 

keluar dari Islam. Langkahnya juga diikuti oleh Musailamah Al Kadzzab 

yang ada di Yamamah, Thulaihah Al Asady yang berada di negeri Asad. 

Ketiga orang tadi mengaku bahwa mereka yaitu  para Nabi yang diutus 

masing-masing kepada kaumnya, sebagaimana Muhammad bin Abdullah 

diutus kepada kaum Quraisy. 


Al Aswad Al Ansy yaitu  seorang dukun yang selalu mengenakan 

sarung tangan, berkulit hitam, senantiasa berbuat jahat, memiliki tenaga 

yang kuat dan badan yang besar. 

Lebih dari itu, ia yaitu  orang yang amat pandai bersilat lidah. Seorang 

yang cerdas dan mampu membingungkan akal manusia dengan 

kebohongannya. Ia juga mampu memperdaya kalangan tertentu dengan 

harta, kedudukan dan jabatan. 

Ia tidak pernah berjumpa langsung dengan manusia kecuali dengan 

menggunakan topeng demi menjaga penyamaran diri dan kewibawaannya. 


namun  pada saat itu keturunan Al Abna memiliki pengaruh di 

Yaman. Yang menjadi pemuka keturunan Al Abna tadi yaitu  Fairuz Al 

Dailamy salah seorang sahabat Rasulullah Saw. 

Al Abna yaitu  sebuah nama yang mereka sematkan kepada sebuah 

kelompok manusia dimana para ayah mereka yaitu  orang Persia yang 

mengungsikan diri ke Yaman, dan ibu mereka berasal dari bangsa Arab. 

Pemimpin mereka bernama Badzan160 yang pada saat Islam muncul, dia 

yaitu  seorang raja Yaman dari pihak Kisra, pemimpin Persia. Begitu ia 

mengetahui kebenaran dan keagungan dakwah Rasulullah Saw, maka 

Badzan meninggalkan ketaatannya kepada Kisra dan masuk ke dalam 

                                                    

 Lihat kisah keislamannya dalam cerita Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy 

 

 

agama Allah bersama seluruh kaumnya. Maka Nabi Saw menyuruhnya 

untuk meneruskan kegiatannya sebagai raja Yaman. Dan ia terus menetap 

di Yaman sehingga ia wafat sesaat sebelum munculnya Al Aswad Al Ansy. 


Yang menjadi pengikut Aswad Al Ansy pertama yaitu  kaumnya 

sendiri yaitu Bani Madzhij. Maka Aswad berangkat bersama kaumnya ke 

San’a lalu membunuh gubernur San’a yang bernama Syahra bin Badzan. Ia 

pun menikahi istri Syahra yang bernama Adzad. 

Kemudian ia terus berangkat dari San’a ke beberapa wilayah lain. 

Semua wilayah dengan begitu cepatnya tunduk di bawah kekuasaan Aswad 

sehingga semua negeri yang terletak antara Hadramaut hingga Thaif 

tunduk kepadanya, dan juga negeri-negeri yang terdapat antara Bahrain 

dan Al Ahsan hingga Adan. 


Yang membuat Aswad Al Ansy dapat menipu semua manusia tadi dan 

membuat mereka takluk kepadanya yaitu  kelicikan yang tiada batas. Ia 

mengaku dihadapan para pengikutnya bahwa ia mempunyai seorang 

malaikat yang terus membawakan wahyu kepadanya untuk 

memberitahukan hal-hal ghaib. 

Demi mewujudkan kebenaran pengakuannya, ia mengirimkan 

beberapa orang mata-mata ke seluruh penjuru. Para mata-mata tadi 

ditugaskan untuk memberitahukan kepadanya informasi dan rahasia 

terkini tentang semua manusia. Para mata-mata tadi juga diminta untuk 

mencari tahu akan kesulitan hidup manusia serta angan dan cita-cita yang 

mereka pendam, lalu mereka diperintahkan untuk menyampaikan semua 

informasi ini  kepadanya secara diam-diam. 

Setiap ada orang yang hendak menyampaikan hajatnya, Aswad sudah 

mengetahuinya terlebih dahulu. Bila ada orang yang hendak 

memberitahukan kesulitannya, Aswad sudah lebih dahulu 

menceritakannya. Ia mampu memberitahukan hal-hal aneh dan 

mengagumkan yang dapat membuat orang bingung keheranan. Itu semua 

berlangsung, sehingga ia semakin kuat dan dakwahnya terus merambat 

bagaikan api yang menyulut dedaunan kering. 


Begitu Nabi Saw mendengar berita kemurtadan Aswad Al Ansy dan 

penaklukan yang ia lakukan atas negeri Yaman; maka Nabi Saw 

memberangkatkan sekitar 10 orang sahabatnya dengan membawa surat 

untuk disampaikan kepada orang-orang yang diharapkan mampu 

mengemban kebaikan dari para orang-orang Yaman yang telah lebih 

dahulu memeluk Islam. Rasulullah Saw menyeru mereka untuk 

menghadapi fitnah buta terhadap keimanan ini. Dan Rasul Saw juga 

meminta mereka untuk segera menuntaskan Aswad Al Ansy dengan cara 

apapun juga. 

Tidak ada orang yang menerima surat Rasulullah, kecuali mereka 

segera mengerjakan perintah Beliau. Salah seorang yang paling segera 

menyambut perintah Rasulullah Saw yaitu  tokoh kisah ini yang bernama 

Fairuz Al Dailamy dan beberapa orang pendukungnya dari keturunan Al 

Abna. 

Kita akan mempersilahkan Fairuz untuk menyampaikan kisahnya yang 

amat menarik. Fairuz berkata: 

Saya dan beberapa orang dari Al Abna tidak pernah merasa ragu 

sedikitpun akan agama Allah. Dan tidak pernah terbersit di hati salah 

seorang di antara kami untuk memberikan pembenaran terhadap musuh 

Allah. Kami selalu menanti saat yang tepat untuk mengalahkan musuh 

Allah ini dengan cara apapun. 

Begitu kami dan beberapa orang yang terdahulu masuk Islam 

menerima surat dari Rasulullah Saw, maka kami saling mendukung dan 

masing-masing melakukan tugasnya. 


Aswad Al Ansy sudah kerasukan rasa sombong dan takabur sebab  

telah merasa sukses. Maka ia merasa angkuh dihadapan panglima 

pasukannya yang bernama Qais bin Abdi Yaguts. Perlakuan Aswad kepada 

Qais telah berubah sehingga Qais merasa tidak aman dari kejahatan Aswad. 

Aku pun dan sepupuku yang bernama Dadzawaih mendatangi Qais. 

Kami menyampaikan surat Nabi Saw kepadanya, lalu kami mengajaknya 

untuk menumpas Aswad sebelum ia menumpas kita. 

Maka Qais menerima ajakan kami dengan lapang dada. Ia 

menceritakan semua rahasia Aswad kepada kami. Ia menganggap bahwa 

kami yaitu  utusan langit yang turun kepadanya. 

Maka kami bertiga berjanji untuk menghadapi si murtad pendusta ini 

dari dalam, sebagaimana para rekan-rekan kami yang lain akan 

menghadapinya dari luar. 

Rencana kami semakin mantap saat dengan keikut sertaan sepupuku 

yang bernama Adzad yang diperistri oleh Aswad sesudah  suaminya Syahra 

bin Badzan terbunuh. 


Aku berangkat ke istana Aswad Al Ansy dan aku bertemu dengan 

sepupuku yang bernama Adzad dan aku berkata kepadanya: “Wahai 

sepupuku, engkau telah mengetahui keburukan dan kejahatan yang telah 

dilakukan oleh orang ini. Ia telah membunuh suamimu, memperkosa 

wanita dari kaummu, mencelakakan banyak kaum pria dan merebut 

kekuasaan dari mereka. 

Dan inilah surat Rasulullah Saw yang ditujukan kepada kita secara 

khusus dan kepada penduduk Yaman secara umum agar kita dapat 

menuntaskan fitnah yang merebak ini. 

Apakah engkau akan menolong kami untuk melakukannya?!” 

Adzad bertanya: “Apa yang harus aku lakukan untuk menolong 

kalian?!” Aku menjawab: “Engkau dapat menolong kami untuk 

mengeluarkannya!” Ia berkata: “Bahkan, aku dapat menolong kalian untuk 

membunuhnya.” Aku menjawab: “Demi Allah, aku tidak menginginkan hal 

yang lebih dari itu. namun  aku khawatir untuk memintamu melakukan 

pembunuhan terhadap dirinya.” 

Ia langsung berseru: “Demi Dzat Yang telah mengutus Muhammad 

dengan membawa kebaikan sebagai seorang Rasul yang menyampaikan 

kabar gembira dan peringatan, aku tidak pernah ragu terhadap agamaku 

sesaatpun. Allah Swt tidak menciptakan seorang manusia yang lebih aku 

benci daripada ‘setan’ ini. 

Tidak aku ketahui apapun tentang dirinya selain bahwa dia yaitu  

orang yang durjana, pendosa, tidak memimpin dengan baik, dan tidak 

berhenti berbuat jahat!” 

Aku bertanya: “Bagaimana kami dapat membunuhnya?!” Ia menjawab: 

“Dia yaitu  orang yang selalu membuat perlindungan bagi dirinya. Tidak 

ada tempat di istana ini yang tidak dikelilingi oleh para penjaga kecuali 

kamar yang tersembunyi ini. Muka kamar ini akan terlihat di tempat ini 

(Pent;ia menyebutkan sebuah lokasi). Jika sudah malam, datanglah ke 

kamar ini  di tengah kegelapan. Di dalamnya kalian akan mendapati 

senjata dan lentera. Kalian akan menemuiku di sana untuk menanti 

kedatangan kalian. Kemudian kalian dapat menyusup ke dalam 

ruangannya dan kalian dapat membunuhnya.” 

Aku berkata: “namun  untuk membuka kamar seperti yang terdapat 

dalam istana ini bukanlah perkara yang mudah. Bisa jadi ada orang yang 

mendapati kami kemudian berteriak memberitahu kepada para penjaga… 

dan itu akan membawa akibat yang buruk bagi diri kami.” 

Ia berkata: “Engkau tidak keliru, dan aku punya sebuah pendapat untuk 

kalian.” Aku bertanya: “Apa itu?!” Ia berkata: “Suruhlah salah seorang 

yang engkau percaya untuk menemuiku dengan menyaru sebagai seorang 

tukang. Nantinya aku akan menyuruh dia untuk membuka kamar ini  

dari dalam sehingga jendela kamar ini  dapat dibuka dengan mudah 

sesudah  itu. Kemudian pada malam harinya, kalian akan meneruskan 

pencongkelan jendela ini  pada malam hari dengan amat mudah.” 

Aku berkata: “Bagus sekali pendapatmu.” 

Kemudian akupun kembali dan memberitahukan kepada kedua 

sahabatku apa yang baru saja telah kami sepakati, dan mereka berdua turut 

menyepakatinya. Dan kami pun sejak saat itu mulai mempersiapkan segala 

sesuatu yang dibutuhkan. 

Kemudian rencana ini  kami ceritakan secara rahasia kepada orang 

mukmin pendukung kami, dan kami meminta mereka untuk siaga. Dan 

kami merencanakan bersama mereka untuk melakukan aksi pada waktu 

fajar keesokan harinya. 

Begitu malam dan waktu yang telah ditentukan telah tiba aku pun 

berangkat bersama kedua sahabatku ke tempat penyusupan. Kami berhasil 

menemukan jendela ini  dan kamipun berhasil masuk ke dalam kamar 

yang telah ditentukan. Kami juga menemukan senjata dan lentera yang 

dijanjikan. Kami pun terus menuju istana Aswad musuh Allah. Ternyata 

sepupuku sudah berdiri menunggu di depan gerbang istana. Ia 

memberikan isyarat kepadaku dan aku pun memasuki kamar yang ia 

tunjukkan. Begitu kami memasukinya, ternyata Aswad sedang tertidur 

dengan mendengkur. 

Maka aku pun melayangkan pedang tepat di atas lehernya. Maka ia 

terhuyung bagaikan kerbau dan unta yang disembelih. 

Begitu para penjaga mendengar jeritannya, maka mereka segera 

mendatangi kamar Aswad dan bertanya: “Ada apa gerangan?!” Sepupuku 

Adzad berkata: “Kembalilah kalian dengan tenang! Nabi Allah (Aswad yang 

mengaku Nabi) sedang menerima wahyu.” Maka para penjaga itu pun 

kembali ke tempat mereka. 


Kami terus berada di istana Aswad sehingga terbitnya fajar. Kemudian 

aku berdiri di salah satu temboknya dengan berseru: “Allahu Akbar, Allahu 

Akbar!!” aku terus mengumandangkan adzan sehingga aku sampai pada 

bacaan: “Asyhadu an la ilaha illa-Llahu wa anna muhammadan Rasulullah. 

Wa asyhadu annal aswad al ansy kadzzab. (Aku bersaksi bahwa tiada 

Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  Rasulullah, dan aku 

bersaksi bahwa Aswad al Ansy yaitu  pendusta.” 

Dan ini yaitu  kalimat rahasia. 

Maka berdatanganlah kaum muslimin ke istana dari segala arah. Para 

penjaga menjadi ketakutan begitu mereka mendengarkan adzan. Dan 

bertemulah kedua belah pihak untuk saling mengalahkan. 

Aku lalu melemparkan kepala Aswad ke arah mereka dari atas tembok 

istana. 

Begitu para pendukung Aswad melihat kepalanya yang telah terpotong, 

maka mereka langsung melemah dan kehilangan semangat. Begitu pasukan 

muslimin melihat hal ini, mereka langsung bertakbir dan menyerang 

musuh mereka. Dan mereka berhasil mengalahkan musuh sebelum 

terbitnya matahari. 

 358


Begitu siang menjelang, kami mengirimkan sebuah surat kepada 

Rasulullah Saw yang memberitahukan Beliau akan berita terbunuhnya 

musuh Allah. Begitu utusan yang bertugas membawa kabar gembira 

ini  tiba di Madinah, mereka mendapati bahwa Nabi Saw telah wafat 

tadi malam. 

namun  tidak lama kemudian mereka mengetahui bahwa wahyu 

Allah telah memberitahukan Beliau akan terbunuhnya Aswad Al Ansy pada 

malam dimana Aswad terbunuh. 

Maka Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya: “Aswad Al 

Ansy telah terbunuh semalam. Dia telah terbunuh oleh seorang yang 

diberkahi dari keluarga yang diberkahi.” 

Ada yang bertanya kepada Beliau: “Siapakah orangnya, ya 

Rasulullah?!” Rasul menjawab: “Dialah Fairuz. Beruntung Fairuz!” 

Tsabit Qais Al Anshary 

“Tidak Ada Wasiat Yang Boleh Diberikan sesudah  Kematian Pemilik 

Hartanya Kecuali Wasiat Tsabit Bin Qais” 

 

Tsabit bin Qais Al Anshary yaitu  seorang pemuka suku Khajraj161 yang 

terpandang. Dan ia juga salah seorang pemuka kota Yatsrib. 

Lebih dari itu ia yaitu  orang yang memiliki akal yang cerdas, 

berpikiran cerdas, pandai berbicara, dan bersuara lantang. Jika ia 

berbicara, maka ia akan mengalahkan semua lawan bicaranya. Jika ia 

berkhutbah, maka ia mampu untuk menyihir para pendengarnya. 

Dia yaitu  salah seorang penduduk Yatsrib yang lebih dahulu masuk 

Islam. sebab  begitu ia mendengar ayat-ayat Dzikrul Hakim (Al Qur’an) 

yang dibacakan oleh seorang da’I muda dari Mekkah yang bernama Mus’ab 

bin Umair dengan suara dan intonasinya yang tenang, bacaan ini  

membuat telinganya tertegun mendengarkan keindahan susunannya. 

Hatinya terpaut dengan kehebatan penjelasannya. Sanubarinya terenggut 

oleh semua petunjuk dan syariat yang ada di dalamnya. 

Maka Allah Swt melapangkan dada Tsabit untuk menerima iman, 

kemudian Ia meninggikan posisi dan sebutan namanya dengan mengajak 

diri Tsabit untuk bergabung di bawah panji Nabi Al Islam. 


Begitu Rasulullah Saw tiba di Madinah sebagai seorang muhajir, Tsabit 

bin Qais menyambut Beliau bersama dengan serombongan besar 

penunggang kuda dari kaumnya dengan sebuah penyambutan yang mulia. 

Tsabit menyambut Rasul dan Abu Bakar dengan cara yang paling indah. 

Tsabit lalu berkhutbah dengan begitu cakap dihadapan Rasul Saw yang ia 

mulai dengan memuji Allah dan shalawat serta salam kepada Nabi-Nya… 

kemudian ia menutup khutbahnya dengan berkata: “Kami berjanji 

kepadamu, ya Rasulullah untuk melindungi dirimu sebagaimana kami 

melindungi diri kami, anak-anak kami dan istri-istri kami. Apa balasannya 

bagi kami?” 

Rasul Saw lansung menjawab: “Balasannya yaitu  surga.” 

                                                    

 Khajraj yaitu  sebuah kabilah yang berasal dari Yaman yang datang ke Madinah dan 

menetap di sana. Kabilah ini dan kabilah Aus yaitu  dua kabilah terbesar di Madinah. 

Begitu kata ‘surga’ hinggap di telinga mereka, maka menjadi cerialah 

wajah mereka sebab  merasa bahagia, dan mereka berkata:“Kami rela, ya 

Rasulullah… Kami rela, ya Rasulullah!” 

Sejak saat itu Rasulullah Saw menjadikan Tsabit bin Qais menjadi 

khatib Beliau, sebagaimana Beliau juga menjadikan Hassan bin Tsabit 

sebagai penyair Beliau. 

Maka jika Rasul Saw kedatangan para utusan bangsa Arab untuk 

mengajak Rasul Saw bertanding dengan bahasa Arab yang fashih lewat 

para orator dan penyair mereka, maka Rasulullah Saw akan meminta Tsabit 

bin Qais untuk berhadapan dengan para orator tadi, sedangkan Hassan bin 

Tsabit untuk menghadapi para penyairnya. 


Tsabit bin Qais yaitu  seorang yang memiliki iman yang mendalam, 

memiliki ketaqwaan yang sesungguhnya. Amat takut kepada Tuhannya. 

Amat khawatir terhadap segala hal yang dapat mendatangkan murka Allah 

Swt. 

Rasulullah Saw pernah mendapatinya suatu hari sedang ketakutan 

dengan dadanya yang gemetar. Rasul Saw bertanya kepadanya: “Apa yang 

terjadi denganmu, wahai Abu Muhammad (pent. Panggilan Tsabit bin 

Qais)?” Ia menjawab: “Aku takut kalau aku binasa, ya Rasulullah.” Rasul 

bertanya: “Memangnya kenapa?” Ia menjawab: “Allah Swt telah melarang 

kita untuk suka dipuji atas apa yang belum kita perbuat. Dan aku 

mendapati diriku yaitu  orang yang suka dipuji. Ia juga melarang kita 

untuk sombong, dan aku mendapati diriku yaitu  orang yang terlalu 

percaya diri.” 

Rasul terus berusaha untuk menenangkan kesedihan Tsabit sehingga 

Beliau bersabda: “Ya Tsabit, apakah engkau tidak rela bila engkau akan 

hidup mulya, mati sebagai syahid dan masuk surga?” 

Maka berserilah wajah Tsabit dengan kabar gembira ini, ia langsung 

berkata: “Tentu aku rela, ya Rasulullah… Tentu aku rela, ya Rasulullah!” 

Rasulullah Saw bersabda: “Engkau akan mendapatkannya.” 


Saat firman Allah Swt turun yang berkenaan tentang diri Tsabit dan 

berbunyi: 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan 

suaramu lebih dari suara Nabi, dam janganlah kamu berkata 

padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) 

sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus 

(pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. Al-

Hujurat [49] : 2) 

Tsabit langsung menghindari majlis Rasulullah Saw –meskipun ia amat 

cinta kepada Beliau- ia terus berada di rumahnya sehingga ia hampir tidak 

pernah meninggalkan rumah ini  kecuali untuk menunaikan shalat 

berjamaah. 

Rasul Saw merasa kehilangan Tsabit dan Beliau bersabda: “Siapa yang 

dapat membawa kabar tentang Tsabit kepadaku?” 

Salah seorang dari suku Anshar: “Saya yang akan melakukannya, ya 

Rasulullah!” 

Maka orang ini  mendatangi rumah Tsabit dan mendapati Tsabit 

sedang berada di dalam rumah sambil bersedih dan menundukkan 

kepalanya. Orang Anshar ini  bertanya kepada Tsabit: “Apa kabar, 

wahai Abu Muhammad?” Tsabit menjawab: “Kabar buruk.” 

Orang Anshar tadi bertanya: “Mengapa demikian?”  Tsabit menjawab: 

“Engkau sudah tahu bahwa aku yaitu  orang yang bersuara keras. 

Seringkali suaraku melewati suara Rasulullah Saw, sedangkan Al Qur’an 

telah menurunkan ayat tentang hal ini sebagaimana engkau ketahui. Aku 

menduga bahwa seluruh amalku telah terhapus dan aku termasuk ahli 

neraka.” 

Orang Anshar ini  kembali menemui Rasulullah Saw dan 

menceritakan kepada Beliau apa yang telah ia lihat dan ia dengar. Maka 

Rasul Saw bersabda: “Pergi dan temuilah dia dan katakan padanya bahwa 

engkau bukanlah ahli neraka namun  engkau ahli surga.” 

Dan inilah kabar gembira terhebat yang pernah didengar oleh Tsabit 

yang senantiasa ia harapkan semasa hidupnya. 


Tsabit bin Qais turut serta dalam setiap peperangan yang dilakukan 

Rasulullah Saw selain Badr. Ia menyeburkan dirinya di medan perang demi 

mencari syahadah sebagaimana yang telah dijanjikan Rasulullah Saw 

kepadanya. namun  ia selalu tidak menemukannya, padahal jaraknya 

dengan kematian sudah amat dekat. 

Hingga terjadilah peperangan melawan kemurtadan antara pasukan 

muslimin dan Musailamah Al Kadzzab pada masa Abu Bakar As Shiddiq ra. 

Pada perang ini  Tsabit bin Qais menjadi amir pasukan suku 

Anshar, Salim budak Abu Hudzaifah menjadi amir pasukan suku Muhajirin 

sedangkan yang menjadi panglima pasukan yaitu  Khalid bin Walid. Ia 

 362

menjadi panglima pasukan atas semua golongan baik Anshar, Muhajirin 

maupun orang-orang badui. 

Pada saat itu pasukan Musailamah mendapatkan keunggulan atas 

pasukan muslimin. Sehingga mereka mampu merebut kemah Khalid bin 

Walid dan berniat untuk membunuh istri Khalid yang bernama Ummu 

Tamim. Mereka berhasil memutuskan semua tali tenda kemudian merobek-

robek tenda ini  dengan cara yang amat bengis. 

Pada saat itu Tsabit bin Qais melihat kelemahan barisan muslimin yang 

membuat hatinya merasa sedih dan apatis. Ia mendengarkan cercaan yang 

mereka saling lemparkan sehingga hatinya bertambah gundah. 

Para orang-orang kota menuduh para orang-orang kampung sebagai 

penakut. Sedang orang-orang kampung mengatakan bahwa orang-orang 

kota tidak becus berperang. 

Pada saat itulah Tsabit bin Qais memakaikan minyak kematian pada 

tubuhnya dan ia mengenakan kain kafan. Dia berdiri dengan dipandangi 

oleh orang disekelilingnya sambil berkata: “Wahai seluruh muslimin, 

bukan begini cara kita dulu berperang bersama Rasulullah Saw. Alangkah 

buruk tindakan kalian yang telah membuat musuh berani berhadapan 

dengan kalian. Alangkah buruk tindakan kalian yang takluk dihadapan 

para musuh.” 

Kemudian ia mengangkat pandangannya ke langit dan berkata: “Ya 

Allah, aku terlepas dari kemusyrikan yang mereka kerjakan (maksudnya 

yaitu  Musailamah dan kaumnya), dan aku juga terlepas dari apa yang 

diperbuat oleh mereka ini (maksudnya yaitu  kaum muslimin).” 

Kemudian ia menyerang bagai seekor singa buas berjibaku dengan para 

pejuang sejati lainnya, diantaranya yaitu : Al Bara’ bin Malik Al Anshary, 

Zaid bin Al Khattab saudara Amirul Mukminin Umar bin Khattab, Salim 

budak Abu Hudzaifah, dan beberapa orang lainnya yang termasuk kaum 

mukminin yang terdahulu. 

Ia menyerang pasukan musuh dengan gagah berani yang menimbulkan 

semangat bagi pasukan muslimin dan membuat gentar pasukan musyrikin. 

Ia terus menebaskan pedangnya ke setiap arah sehingga ia terjerembab 

sebab  luka yang ada. Ia pun tersungkur di medan laga dengan bola mata 

yang tenang, gembira dengan apa yang Allah tetapkan baginya sebagai 

orang yang mati syahid sebagaimana yang telah diberitakan oleh 

kekasihnya yaitu Rasulullah Saw. dan ia pun bangga dengan kemenangan 

yang Allah tetapkan bagi pasukan muslimin. 


Pada saat itu Tsabit membawa sebuah baju besi yang bagus. Salah 

seorang prajurit muslim menjumpai tubuh Tsabit lalu mengambil baju 

ini  untuk ia kenakan. 

Pada keesokan hari sesudah  Tsabit gugur, salah seorang prajurit 

bermimpi melihat Tsabit yang berkata kepadanya: “Saya yaitu  Tsabit bin 

Qais, apakah engkau mengenalku?” prajurit ini  menjawab: “Ya, aku 

mengenalmu.” 

Tsabit berkata: “Aku akan memberimu wasiat. Jangan kau katakan 

bahwa ini yaitu  mimpi sebab  itu akan membuatnya sia-sia. Kemarin saat 

aku telah terbunuh, ada seorang prajurit muslim yang menemui tubuhku 

dengan sifat ini dan itu. Kemudian ia mengambil baju besiku dan 

membawanya ke arah kemahnya yang terletak di perkemahan terjauh di 

arah fulan. Kemudian ia meletakkannya di bawah tungku miliknya. Dan ia 

meletakkan pelana di atas tungku ini . 

Temuilah Khalid bin Walid dan katakan kepadanya agar ia 

mengirimkan seorang utusan kepada orang yang mengambil baju besi 

ini , selagi masih ada di tempat itu. 

Aku juga berwasiat hal lain kepadamu. Janganlah engkau katakan 

bahwa ini yaitu  sebuah mimpi bunga tidur, sebab itu akan membuatnya 

menjadi sia-sia. Katakanlah kepada Khalid: ‘Jika engkau menghadap 

Khalifah Rasulullah Saw di Madinah sampaikan kepadanya bahwa Tsabit 

bin Qais masih memiliki hutang sejumlah ini dan itu… dan fulan dan fulan 

budak Tsabit akan dibebaskan , asalkan dapat membayarkan hutangku 

maka kedua budak ini  akan bebas merdeka.” 

Orang ini  terbangun. Kemudian ia menghadap Khalid bin Walid 

dan menyampaikan apa yang telah ia dengar dan lihat. 

Maka Khalid mengutus orang yang akan mengambil baju besi ini  

dari orang yang telah mengambilnya. Ternyata utusan ini  mendapati 

baju besi ini  tepat berada di tempat yang diceritakan kemudian ia 

membawanya sebagaimana adanya. 

Begitu Khalid kembali ke Madinah, ia menceritakan kepada Abu Bakar 

ra tentang kisah Tsabit bin Qais dan wasiatnya. Abu Bakar pun 

memperkenankan semua wasiat Tsabit. 

Tidak ada orang sebelum dan sesudah Tsabit yang wasiatnya 

diperbolehkan sesudah  kematiannya. 

Semoga Allah Swt meridhai Tsabit bin Qais, dan menjadikannya 

termasuk orang yang berada pada surga tertinggi. 

Thalhah bin Ubaidillah Al Taimy 

“Siapa yang Ingin Melihat Orang yang Berjalan di Muka Bumi dan 

Telah Meninggal Dunia, Maka Lihatlah Thalhah bin Ubaidillah” 

(Muhammad Rasulullah) 

 

Thalhah bin Ubaidillah berangkat bersama sebuah rombongan bangsa 

Quraisy dalam sebuah ekspedisi perdagangan ke Syam. Sesampainya 

kafilah ini  di kota Bushra162, beberapa orang pemuka dari pedagang 

Quraisy tadi langsung menuju pasar yang ramai di sana untuk melakukan 

transaksi jual-beli. 

Meski Thalhah masih berusia muda dan belum memiliki pengalaman 

dagang seperti yang mereka miliki, namun  ia memiliki kecerdikan dan 

insting bisnis yang dapat membuat dirinya mengalahkan mereka semua 

khususnya dalam mendapatkan transaksi perdagangan yang paling besar. 

Saat Thalhah sedang hilir-mudik di pasar yang sesak oleh orang-orang 

yang berdatangan dari segala penjuru, tiba-tiba ia mengalami sebuah 

peristiwa yang tidak hanya merubah jalan hidupnya saja, namun  

merupakan sebuah berita gembira yang telah merubah catatan sejarah 

seluruhnya. 

Kita akan mempersilahkan Thalhah bin Ubaidillah untuk menceritakan 

kepada kita kisahnya yang berkesan ini. 


Thalhah berkata: “Saat kami sedang berada di pasar Bushra, tiba-tiba 

ada seorang Rahib163 berteriak menyeru manusia: “Wahai semua pedagang. 

Tanyakanlah kepada orang yang datang pada musim dagang ini, adakah di 

antara mereka salah seorang penduduk tanah Haram (Mekkah)?” 

Saat itu aku berada di dekatnya, maka aku segera menanggapi dan aku 

berkata: “Benar, aku berasal dari penduduk tanah Haram.” 

Ia bertanya: “Apakah telah muncul di negeri kalian seorang yang 

bernama Ahmad?” Aku bertanya: “Siapakah Ahmad itu?!” Ia menjawab: 

“Putra Abdullah bin Abdul Muthalib. Inilah bulan di mana ia akan muncul 

dan dia yaitu  Nabi terakhir. Dia akan muncul di negeri kalian yaitu 

                                                     

162

 Bushra yaitu  sebuah kota di negeri Syam, saat ini kota ini  termasuk dalam wilayah 

provinsi Hawran di Syiria. Kota ini dikenal di kalangan bangsa Arab dengan istana-istana yang banyak 

terdapat di dalamnya.

 Pemuka agama agama Nashrani 


Haram, dan kemudian ia akan berhijrah ke sebuah negeri yang memiliki 

bebatuan berwarna hitam, banyak korma, garam dan air yang berlimpah. 

Jangan sampai kau kedahuluan, wahai pemuda!” 

Thalhah berujar: 

Ucapannya begitu berkesan di hatiku. Aku segera menghampiri untaku, 

dan aku letakkan semua perlengkapannya. Aku segera meninggalkan 

kafilah yang bersamaku, dan aku segera berangkat menuju Mekkah. 

Begitu aku tiba di Mekkah, aku bertanya kepada keluargaku: “Apakah 

ada suatu kejadian sesudah  kepergian kami di Mekkah ini?” 

Mereka menjawab: “Benar, Muhammad bin Abdullah mengaku bahwa 

dirinya yaitu  seorang Nabi. Ibnu Abi Quhafah (maksudnya yaitu  Abu 

Bakar) menjadi pengikutnya.”  

Thalhah berujar: “Aku mengenal Abu Bakar sebagai orang yang 

pemurah, penyayang, sopan terhadap orang lain dari kaumnya.” 

Dia juga seorang pedagang yang berbudi dan istiqamah. Kami 

menyukainya, senang bergaul dengannya, sebab  ia memiliki banyak 

informasi tentang bangsa Quraisy dan ia hapal benar tentang urutan nasab 

Quraisy. Aku pun berangkat menemuinya dan bertanya kepadanya: 

“Apakah benar apa yang dibicarakan orang bahwa Muhammad bin 

Abdullah diutus sebagai Nabi, dan engkau menjadi pengikutnya?” Ia 

menjawab: “Benar.” Kemudian ia mengisahkan kepadaku ceritanya dan ia 

mengajakku untuk masuk Islam bersamanya. Aku juga memberitahukan 

kepadanya tentang cerita Rahib, kemudian ia terkejut dan berkata: “Mari 

ikut den


Related Posts:

  • teladan sahabat nabi 11membenarkan Nabi-Nabi yang diutus sebelumnya dan sekaligus menjadi pamungkas risalah Tuhannya?!” Aku menjawab: “Benar!” Ia berkata: “Baiklah kalau begitu!” Sesegera mungkin aku pergi untuk menjumpai Rasulullah … Read More