teladan sahabat nabi 3



berusaha menjauhi diri dari Abu Ubaidah setiap kali bertemu. 

namun  ada seorang di antara mereka yang senantiasa mengajak 

duel Abu Ubaidah  ke mana saja ia pergi, dan Abu Ubaidah senidiri selalu 

menjauhkan diri darinya. 

Orang ini  terus mendesak dan menyerang, sementara Abu 

Ubaidah selalu menjauh darinya. Orang ini  akhirnya menutup semua 

jalan bagi Abu Ubaidah, dan berdiri membatasi ruang gerak Abu Ubaidah 

sehingga tidak dapat membunuh musuh Allah lainnya. 

Saat Abu Ubaidah sudah merasa geram, maka Abu Ubaidah 

melayangkan pedangnya ke arah kepala orang tadi sehingga terbelah dua; 

dan akhirnya orang itu tewas dihadapan Abu Ubaidah. 

Tidak usah Anda –wahai pembaca yang budiman- menebak siapakah 

orang yang tewas ini. 

Bukankah sudah aku katakan bahwa pengalaman keras yang 

dirasakannya sudah tak terbayangkan lagi? 

Engkau akan pusing dibuatnya jika engkau mengetahui bahwa orang 

yang tewasw yaitu  Abdullah bin Al Jarrah ayah dari Abu Ubaidah. 


Abu Ubaidah tidak membunuh ayahnya, namun  ia membunuh 

kemusyrikan yang berada dalam diri ayahnya. 

Maka Allah Swt menurunkan sebuah ayat tentang Abu Ubaidah dan 

ayahnya yang berbunyi:  

 70

ω ߉ÅgrB $ YΒ öθ s% šχθ ãΖÏΒ ÷σム«!$ Î/ ÏΘöθ u‹ø9$#uρ ÌÅz Fψ$# šχρ–Š!#uθ ムô⎯tΒ ¨Š!$ ym ©!$# 

…ã& s!θ ß™ u‘ uρ öθ s9uρ (#þθ çΡ% Ÿ2 öΝèδ u™!$ t/# u™ ÷ρ r& öΝèδ u™!$ oΨ ö/r& ÷ρ r& óΟßγ tΡ≡uθ ÷z Î) ÷ρ r& öΝåκsEuϱtã 4 

y7 Íׯ≈ s9'ρ é& |=tFŸ2 ’ Îû ãΝÍκÍ5θ è= è% z⎯≈ yϑƒ M}$# Νèδy‰−ƒ r&uρ 8yρ ãÎ/ çµ÷Ψ ÏiΒ ( óΟßγ è= Åz ô‰ãƒ uρ ;M≈̈Ζy_ 

“ ÌøgrB ⎯ÏΒ $ pκÉJ øt rB ã≈ yγ ÷ΡF{$# t⎦⎪ Ï$ Î#≈ yz $ yγ‹ Ïù 4 š_ ÅÌu‘ ª!$# öΝåκ÷]tã (#θ àÊ u‘ uρ çµ ÷Ψtã 4 

y7 Íׯ≈ s9'ρ é& Ü> ÷“Ïm «!$# 4 Iω r& ¨βÎ) z>÷“ Ïm «!$# ãΝèδ tβθ ßs Î= øçRùQ$# ∩⊄⊄∪     

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada 

Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang 

yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu 

bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun 

keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah 

menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang 

datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga 

yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di 

dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas 

terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan 

Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah 

golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah [58] : 22) 


Bagi Abu Ubaidah ini bukanlah sebuah hal yang menakjubkan. 

Kekuatan imannya kepada Allah dan pembelaannya kepada agama, dan 

amanah kepada ummat Muhammad telah mencapai sebuah posisi yang 

dicita-citakan oleh sebuah jiwa yang besar di sisi Allah. 

Muhammad bin Ja’far berkisah: Sebuah rombongan Nasrani datang 

kepada Nabi Saw dan mereka berkata: “Wahai Abu Qasim, utuslah kepada 

kami salah seorang sahabatmu yang kau sukai untuk memutuskan sebuah 

perkara tentang harta kami yang membuat kami menjadi berselisih, sebab  

kalian wahai kaum muslimin yaitu  orang-orang yang kami sukai.” 

Rasulullah Saw langsung menjawab: “Datanglah kepadaku malam hari, 

nanti aku akan mengirimkan seorang yang kuat dan terpercaya kepada 

kalian.” Umar bin Khattab berkata: “Maka aku pergi berangkat shalat 

Zhuhur lebih awal. Dan aku tidak pernah berharap mendapatkan jabatan 

pada hari itu kecuali pada hari itu agar aku menjadi orang yang ditunjuk 

untuk menyelesaikan perkara ini. Begitu Rasulullah Saw menyelesaikan 

shalat Zhuhurnya, Beliau melihat ke kanan dan ke kiri. Aku berusaha 

meninggikan badanku agar terlihat olehnya. Ia tetap saja menyisirkan 

pandangannya kepada kami sehingga Beliau melihat ke arah Abu Ubaidah 

bin Al Jarrah. Beliau langsung memanggilnya seraya bersabda: ‘Pergilah 

  71

kepada mereka. Putuskanlah perkara yang tengah mereka perselisihkan 

dengan benar!’ dan akhirnya Abu Ubaidah pergi ke tempat mereka.” 


Abu Ubaidah bukan saja merupakan orang yang amanah, namun  ia 

juga merupakan orang yang sanggup mengkombinasikan kekuatan dengan 

amanah. Kekuatan yang dimilikinya ini sering kali muncul dalam banyak 

kesempatan:  

Suatu hari Rasulullah Saw mengutus sekelompok orang dari para 

sahabatnya untuk mencegat sebuah kafilah suku Quraisy. Dan Rasulullah 

Saw menunjuk sebagai Amir (pemimpin) mereka yaitu  Abu Ubaidah ra. 

Rasulullah membekali mereka dengan sekantong kurma saja. Abu Ubaidah 

memberikan hanya satu kurma saja kepada masing-masing sahabatnya 

dalam sehari. Maka setiap orang menghisap kurma ini  sebagaimana 

seorang bayi menghisap payudara ibunya, kemudian mereka meminum air. 

Dan semuanya merasa cukup dengan makanan seperti itu hingga malam 

hari. 


Dalam perang Uhud saat kaum muslimin mengalami kekalahan dan 

kaum musyrikin mulai meneriakkan: “Tunjukkan kepadaku dimana 

Muhammad! Tunjukkan kepadaku dimana Muhammad! Saat itu Abu 

Ubaidah yaitu  salah seorang dari jamaah yang melindungi Rasulullah 

Saw dengan dada mereka dari serangan tombok musyrikin. 

Saat perang sudah usai, gigi geraham Rasulullah pecah. Kening Beliau 

memar. Dan di pipi Beliau ada dua buah biji baja yang menempel. Maka 

Abu Bakar As Shiddiq datang menghampiri Rasulullah Saw untuk 

mencabut kedua biji bahwa ini  dari pipi Beliau. Maka Abu Ubaidah 

berkata kepada Abu Bakar: “Aku bersumpah kepadamu, biarkan aku saja 

yang melakukannya.” Maka Abu Bakar pun membiarkan Abu Ubaidah 

melakukannya. Lalu Abu Ubaidah merasa khawatir jika ia mencabut 

dengan tangannya maka akan membuat Rasulullah Saw merasa sakit. Maka 

Abu Ubaidah menggigit salah satu biji baja tadi dengan gigi serinya dengan 

bergitu kuat. Ia berhasil mengeluarkan biji baja ini  dan satu gigi 

serinya pun ikut tanggal… Kemudian ia menggigit biji baja yang kedua 

dengan gigi serinya yang lain, kali ini ia pun berhasil mengeluarkannya 

dan satu giginya lagi-lagi ikut tanggal. 

Abu Bakar berkata: “Abu Ubaidah yaitu  manusia yang paling bagus 

dalam menanggalkan giginya.” 


Abu Ubaidah turut serta bersama Rasulullah Saw semua peperangan 

sejak ia mengenal Rasul hingga Beliau wafat. 

 72

Saat hari Tsaqifah23, Umar berkata kepada Abu Ubaidah: “Ulurkan 

tanganmu agar dapat aku bai’at, sebab aku pernah mendengar Rasulullah 

Saw bersabda: ‘Setiap ummat memiliki seorang Amin (orang yang 

dipercaya), dan engkau yaitu  Amin ummat ini).” 

Abu Ubaidah menjawab: “Aku tidak akan maju di hadapan seorang pria 

yang diperintahkan Rasulullah Saw untuk menjadi imam kita dalam shalat, 

dan kita mempercayainya sehingga Rasulullah Saw wafat.” 

Kemudian Abu Bakar pun di bai’at. Dan Abu Ubaidah yaitu  penasihat 

dan kawan Abu Bakar yang terbaik dalam masalah kebenaran. 

Kemudian Abu Bakar menyerahkan khilafah sesudah nya kepada Umar 

bin Khattab. Abu Ubaidah juga tunduk dan taat kepada Umar. Ia tidak 

pernah melanggar perintah Umar kecuali satu kali saja. 

Apakah engkau tahu masalah apakah yang membuat Abu Ubaidah 

melanggar perintah khalifah?! 

Hal itu terjadi saat Abu Ubaidah bin Al Jarrah sedang memimpin 

pasukan muslimin di negeri Syam dari satu kemenangan ke kemenangan 

yang lain, sehingga Allah berkenan untuk menaklukkan semua daerah 

Syam di bawah komandonya. 

Pasukan yang dipimpinnya berhasil menaklukkan sungai Eufrat di 

daerah timur dan Asia kecil di utara. 

Pada saat itu di negeri Syam sedang mewabah penyakit Thaun yang 

belum pernah diketahui oleh manusia saat itu sebelumnya; Penyakit 

ini  berhasil membunuh banyak manusia. Maka Umar bin Khattab 

berinisiatif untuk mengutus seorang utusan kepada Abu Ubaidah dengan 

membawa sebuah surat yang berbunyi: “Aku memerlukan bantuanmu 

tanpa interupsi sedikitpun darimu. Jika suratku ini datang kepadamu pada 

malam hari, maka dengan segera aku memintamu untuk datang kepadaku 

tanpa perlu menunggu datangnya shubuh. Jika suratku ini datang 

kepadamu pada waktu siang. Aku meminta segera kepadamu untuk datang 

kepadaku tanpa perlu menunggu hingga senja tiba.” 

Begitu Abu Ubaidah menerima surat dari Umar Al Faruq, ia berkata: 

“Aku mengerti kepentingan Amirul Mukminin terhadap diriku. Ia 

menginginkan agar aku tetap hidup meski yang lainnya binasa.” Lalu ia 

menuliskan sebuah surat kepada Amirul Mukminin yang berbunyi: “Wahai 

Amirul Mukminin, Aku mengerti kepentinganmu terhadap diriku. Aku kini 

sedang bersama para tentara muslimin dan aku tidak ingin menjaga diriku 

agar terhindar dari penyakit yang mereka derita. Aku tidak ingin 

meninggalkan mereka sehingga Allah menentukan keputusannya bagi 

diriku dan mereka. Jika suratku ini telah sampai kepadamu, maka 

biarkanlah aku, dan izinkan aku untuk tetap tinggal di sini.” 

                                                     

23

 Yang dimaksud dengan hari Tsaqifah yaitu  hari dimana Abu Bakar ra di baiat menjadi 

khalifah. Pembaiatan ini terjadi di Tsaqifah Bani Sa’idah 

  73

Begitu Umar membaca surat Abu Ubaidah, maka ia langsung menangis 

dan matanya langsung sembab. Maka orang yang berada di sekelilingnya 

bertanya –sebab  merasa heran dengan tangis Umar yang begitu keras-: 

“Apakah Abu Ubaidah telah meninggal, wahai Amirul Mukminin?” Ia 

menjawab: “Tidak, namun  kematian telah mengintainya.”  

Benar dugaan Umar, sebab  tidak lama kemudian Abu Ubaidah terkena 

Thaun. Begitu ia menjelang kematian ia berwasiat kepada tentaranya: “Aku 

berwasiat kepada kalian, jika kalian menerimanya kalian akan senantiasa 

berada dalam kebaikan: Dirikanlah shalat, tunaikan zakat, jalankan puasa 

Ramadhan, bersedekahlah, berhaji dan berumrahlah, saling wasiat, dan 

taatlah kepada pemimpin kalian dan jangan kalian melanggarnya! 

Janganlah dunia membuat kalian lalai. sebab  meski seseorang diberi 

umur 1000 tahun maka pastilah ia akan merasakan kondisi seperti yang 

kalian lihat pada diriku ini. 

Allah telah menetapkan kematian kepada anak Adam dan mereka 

semua akan mati. Yang paling bijak di antara mereka yaitu  yang paling 

taat kepada Tuhannya, dan yang paling mengerti akan hari pembalasan. 

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.” 

Kemudian ia menoleh ke arah Muadz bin Jabal seraya berkata: “Ya 

Muadz, imamilah manusia untuk shalat!”  

Begitu ia menghembuskan nafas terakhirnya, maka Muadz pun berdiri 

dan berseru: “Wahai manusia, kalian telah dibuat kaget oleh seorang pria 

yang demi Allah aku tidak pernah tahu bahwa aku pernah melihat seorang 

pria yang begitu lapang dadanya, senantiasa menjauhi kedengkian, dan 

amat berpesan tentang ummat ini yang lebih baik darinya. Maka mohonlah 

rahmat Allah baginya dan semoga Allah merahmati kalian!” 


Abdullah Bin Mas’ud 

Orang Pertama yang Berani Membaca Al Qur’an dengan Jahr (Keras) 

sesudah  Rasulullah Saw 

“Barang Siapa yang Suka Membaca Al Qur’an Sesegar Seperti Baru 

Turun, Maka Bacalah dengan Bacaan Ibnu Ummi Abd” (Muhammad 

Rasulullah) 

 

Saat itu ia yaitu  seorang anak kecil yang belum juga sampai pada usia 

baligh. Ia tumbuh di sebuah lereng Mekkah yang jauh dari keramaian 

manusia. Ia memiliki domba yang ia gembalakan milik salah seorang 

pembesar Quraisy yang bernama Uqbah bin Abi Muayyath.24 

Kebanyakan orang memanggilnya dengan Ibnu Ummi Abdin. Nama 

sebenarnya yaitu  Abdullah. Nama ayahnya yaitu  Mas’ud. 


Bocah ini mendengar kisah Nabi Saw yang tersiar di kalangan 

kaumnya, namun ia tidak perduli dengan berita ini  sebab  saat itu ia 

masih kecil dari satu sisi, dan sebab  ia terisolir jauh dari masyarakat 

Mekkah dari sisi lain. Ia terbiasa untuk keluar rumah pada pagi hari 

dengan menggembala domba milik Uqbah, dan tidak kembali kecuali bila 

malam sudah tiba. 


Pada suatu hari bocah yang bernama Abdullah bin Mas’ud ini melihat 

ada 2 orang pria dewasa yang sedang berjalan ke arahnya dari jauh. 

Keduanya terlihat letih. Mereka amat kehausan sehingga kedua bibir dan 

tenggorokan mereka kering.  

Begitu keduanya berdiri di hadapan bocah ini maka mereka 

mengucapkan salam kepadanya dan berkata: “Wahai ananda, tolong 

peraskan susu domba-domba ini untuk menghilangkan rasa haus kami dan 

membasahi tenggorokan kami.” Maka bocah tadi berkata: “Aku tidak akan 

melakukannya. Domba-domba ini bukan milikku. Aku hanya dipercayakan 

untuk menggembalanya saja!” Kedua pria tadi tidak memungkiri apa yang 

                                                     

24

 Dia yaitu  Uqbah bin Aban bin Dzakwan bin Ummayyah bin Abdus Syams, salah seorang 

pembesar Quraisy pada masa jahiliyah. Panggilannya yaitu  Abul Walid dan panggilan ayahnya yaitu  

Abu Muayyath dan dengan nama panggilan ini yang lebih masyhur di kalangan manusia. Dia yaitu  

orang yang amat menentang Rasulullah Saw dan menyiksa kaum muslimin. Ia terbunuh sesudah  perang 

Badr. 

 

 

  75

dikatakan oleh bocah ini, dan nampak dari kedua wajah mereka bahwa 

mereka menerima apa yang dikatakannya. Kemudian salah seorang di 

antara mereka berkata kepada bocah tadi: “Tunjakan kepadaku seekor 

domba jantan!” Maka bocah ini  menunjuk ke arah seekor domba kecil 

yang ada di dekatnya. Lalu pria tadi menghampiri dan menangkapnya. Ia 

mengusap puting kambing dengan tangannya sambil membaca nama 

Allah. Bocah tadi melihat apa yang dilakukan pria ini dengan amat heran. 

Ia berkata dalam dirinya: “Bagaimana bisa seekor domba jantan kecil dapat 

mengeluarkan susu?!” 

namun  puting susu kambing tadi menggelembung, dan lalu mulai 

keluarlah susu dengan begitu banyaknya. Lalu pria yang satunya lagi 

mengambil sebuah batu kering dari tanah. Kemudian batu ini  ia isi 

dengan susu. Dan keduanya minum dari batu ini .Lalu keduanya 

memberikan susu ini  kepadaku untuk diminum, dan aku hampir saja 

tidak mempercayai apa yang baru saja aku lihat. 

Begitu kami sudah merasa puas. Pria yang mendapatkan berkah dengan 

susu kambing tadi berkata: “Berhentilah!” Maka berhentilah susu ini  

sehingga puting kambing kembali seperti sediakala. 

Pada saat itu, aku berkata kepada manusia yang penuh berkah tadi: 

“Ajarkan aku ucapan yang kau baca tadi!” Ia menjawab: “Engkau yaitu  

seorang bocah yang terpelajar!” 


Peristiwa ini  yaitu  awal kisah Abdullah bin Mas’ud dengan 

Islam. sebab  pria yang penuh berkah tadi tiada lain yaitu  Rasulullah 

Saw, dan sahabat yang menyertainya saat itu yaitu  Abu Bakar As Shiddiq 

ra. 

Mereka berdua pada hari itu pergi menuju lereng-lereng Mekkah, 

sebab   menghindari penyiksaan yang akan ditujukan kepada mereka oleh 

suku Quraisy. 


Sebagaimana bocah tadi begitu mencintai Rasulullah Saw dan 

sahabatnya tadi. Maka bocah tadi juga telah membuat Rasul dan 

sahabatnya merasa takjub sehingga keduanya memberikan amanat yang 

besar dan mengawasi perkembangan kebaikan pada dirinya. 


Tidak berselang lama sejak itu maka Abdullah bin Mas’ud menyatakan 

masuk Islam dan menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw untuk 

membantu Beliau. Maka Rasulullah Saw menjadikan dia sebagai 

pembantunya. 

 76

Sejak saat itu bocah yang beruntung ini berpindah jabatan dari tadinya 

sebagai penggembala domba dan kini menjadi seorang pembantu 

pemimpin seluruh makhluk dan ummat. 


Abdullah bin Mas’ud terus mendampingi Rasulullah Saw seperti sebuah 

bayangan. Ia terus menemani Rasulullah Saw baik dalam kondisi menetap 

atau saat bepergian. Ia juga mendampingi Rasulullah Saw baik di dalam 

maupun di luar rumah. 

Dialah yang membangunkan Rasulullah Saw saat Beliau tidur. Dia yang 

menutupi Rasul bila Beliau sedang mandi. Dia yang memakaikan sandal, 

bila Rasul hendak keluar. Dan melepaskannya lagi bila Rasulullah Saw 

hendak masuk ke rumah. Dia yang membawa tongkat dan siwak Rasul. 

Dan dialah yang masuk ke dalam kamar Rasulullah bila Beliau hendak 

tidur. 

Bahkan Rasulullah Saw mengizinkan Abdullah bin Masud untuk masuk 

ke rumahnya kapan saja ia berkehendak. Dan Rasul Saw membiarkan 

Abdullah mengetahui rahasia Beliau tanpa pernah merasa resah, sehingga 

ia dikenal dengan sebutan ‘penjaga rahasia Rasulullah Saw.’ 


Abdullah bin Mas’ud di bina di rumah Rasulullah Saw sehingga ia 

dapat menyerap petunjuk yang diberikan Rasul dan berakhlak seperti 

akhlak Beliau. Ia mengikuti jejak Rasul dalam setiap gerak-geriknya, 

sehingga ada yang mengatakan: ‘Dia yaitu  manusia yang paling dekat 

kepada Rasul dalam menerima petunjuk dan akhlaknya!” 


Abdullah bin Mas’ud belajar langsung di bawah bimbingan Rasulullah 

Saw sehingga ia menjadi sahabat yang paling paham akan bacaan Al 

Qur’an. Yang paling mengerti akan maknanya dan paling tahu akan syariat 

Allah. 

Tidak ada kisah yang paling menunjukkan hal ini kecuali cerita seorang 

pria yang datang kepada Umar bin Khattab saat ia sedang wukuf di Arafah. 

Maka pria ini berkata kepada Umar: “Wahai Amirul Mukminin, aku 

datang dari Kufah, di sana ada seorang pria yang mendiktekan mushaf Al 

Qur’an dari luar kepalanya (Pent. Begitu hapalnya). Maka Umar langsung 

marah dengan begitu kerasnya, jarang Umar marah seperti ini. Ia langsung 

naik pitam sehingga seolah ia membesar memenuhi ruas badan 

tunggangannya. Ia berkata: “Celaka kamu, siapakah dia?!” Pria tadi 

menjawab: “Abdullah bin Mas’ud.” 

Amarah Umar langsung beringsut dan ia kembali lagi dalam kondisi 

semula. Lalu ia beujar: “Celaka kamu, Demi Allah aku tidak tahu ada orang 

  77

yang masih tersisa yang lebih berhak dalam urusan ini selain dia. Aku akan 

bercerita kepadamu akan hal ini.” 

Umar memulai pembicaraannya:  

“Suatu malam Rasulullah Saw sedang berbicara dan bermusyawarah 

dengan Abu Bakar ra seputar permasalahan kaum muslimin.Saat itu aku 

bersama mereka. Kemudian Rasulullah Saw keluar dan kami ikut keluar 

bersamanya. Ternyata kami dapati ada seorang pria yang sedang shalat di 

mesjid dan kami tidak tahu siapa dia sebenarnya. Rasul Saw diam sejenak 

untuk mendengarkan bacaannya. Kemudian Beliau menoleh ke arah kami 

sambil bersabda: “Siapa yang ingin membaca Al Qur’an yang segar seperti 

baru diturunkan, maka bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abdin!” 

Kemudian terlihat Abdullah bin Mas’ud duduk dan berdo’a. Maka 

Rasulullah Saw langsung bersabda kepadanya: “Mintalah pasti engkau 

akan diberi! Mintalah pasti engkau akan diberi!” 

Lalu Umar meneruskan kisahnya: 

“Aku berkata dalam diri: Demi Allah, besok pagi aku akan mendatangi 

Abdullah bin Mas’ud dan aku akan menyampaikan kabar gembira bahwa 

Rasulullah Saw mengaminkan do’anya. Keesokan harinya aku datang 

kepada Abdullah untuk menyampaikan kabar gembira ini, namun aku 

temui Abu Bakar telah mendahuluiku untuk memberi kabar gembira ini 

kepadanya. 

Demi Allah, tidak pernah aku mengalahkan Abu Bakar dalam kebaikan, 

pasti ia sudah lebih dahulu melakukannya!” 


Ilmu Abdullah bin Mas’ud tentang Kitabullah telah sampai pada 

tingkatan sebagaimana yang ia katakan: 

“Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. Tidak ada satu ayatpundari 

Kitabullah yang turun kecuali aku mengetahui dimana ia diturunkan, dan 

aku mengetahui dalam peristiwa apa ia diturunkan. Jika aku tahu ada 

seseorang yang lebih mengerti Kitabullah dariku, jika mungkin untuk 

ditempuh pasti akan ku datangi ia. 


Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan saat ia berkata tentang dirinya. 

Inilah kisah Umar bin Khattab ra yang berjumpa dengan sebuah kafilah 

dalam sebuah perjalanan, dan malam sudah meliputi siang sehingga 

membuat kafilah tadi kegelapan. 

Dalam kafilah ini  terdapat Abdullah bin Mas’ud. Maka Umar bin 

Khattab memerintahkan seseorang untuk memanggil mereka: “Dari mana 

kafilah ini?” Maka Abdullah bin Mas’ud menjawab: “Minal fajjil amiq 

(Dari lembah yang jauh)!’ Umar bertanya: “Hendak kemana kalian?” 

 78

Abdullah menjawab: “Al Baital atiq (Ke rumah tua / Ka’bah)!” Maka Umar 

berkata: “Dalam kafilah ini ada seorang yang Alim… dan Umar 

memerintahkan seseorang untuk bertanya: “Ayat Al Qur’an mana yang 

paling agung?” Maka Abdullah menjawab: “Allahu La Ilaaha illa Huwa Al 

Hayyu Al Qayyum, La Takhudzuhu sinatun wa la naum (Allah, tiada Tuhan 

selai Dia Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri. Ia tidak pernah merasa 

ngantuk dan tertidur.” 

Umar memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka ayat Al Qur’an mana 

yang paling bijak?” Maka Abdullah menjawab: “Inna Allaha ya’muru bil 

adli wal ihsan wa iitai dzil qurba (Sungguh Allah memerintahkan untuk 

berbuat adil,  baik dan memberikan bantuan kepada kerabat terdekat).” 

Umar lalu memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an 

mana yang paling lengkap?” Abdullah menjawab: “Fa man ya’mal mitsqala 

dzarratin khayran yarahu, wa man ya’mal mitsqala dzarratin syarran 

yarahu (Siapa orang yang melakukan kebaikan seberat biji dzarrah maka ia 

akan melihatnya. Siapa orang yang melakukan keburukan seberat biji 

dzarrah maka ia akan melihatnya.” 

Umar memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana 

yang paling membuat takut?”  Abdullah menjawab: “Laisa bi amaniyikum 

wa la amaniyi ahlil kitab man ya’mal suu’an yujza bihi wa la yajid lahu min 

duunillahi waliyyan wa la nashiran ((Pahala dari Allah) itu bukanlah 

menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-

angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan 

diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung 

dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah).”  

Umar lalu memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an 

mana yang paling memberi harapan?” Abdullah menjawab: “Qul ya 

ibadiya alladzina asrafu ala anfusihim wa la taqnatuu min rahmatillah 

Innallaha yaghfiru Adz dzuuuba jamiian. Innahu Huwa Al Ghafuur Al 

Rahiim (Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas 

terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat 

Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. 

Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” 

Umar memerintahkan: “Apakah ada Abdullah bin Mas’ud bersama 

kalian?” Maka rombongan ini  serempak menjawab: “Benar!” 


Abdullah bin Mas’ud tidak hanya pandai, mengerti Al Qur’an, taat 

beribadah dan zuhud saja; namun  ia bahkan yaitu  sosok yang kuat, 

tegar, mujahid yang pantang mundur jika berperang. 

Dalam hal ini sebagi buktinya cukup dengan pernyataan bahwa dia 

yaitu  muslim pertama di muka bumi sesudah  Rasul Saw yang berani 

membacakan Al Qur’an dengan terang-terangan. 

  79

Pada suatu hari para sahabat Rasulullah Saw tengah berkumpul di 

Mekkah. Saat itu mereka yaitu  kelompok minoritas yang selalu tertindas. 

Mereka berkata: “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Al 

Qur’an dibacakan dengan keras kepada mereka. Siapakah orang yang 

berani membacakannya kepada mereka?!” 

Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku yang akan membacakan Al 

Qur’an kepada mereka!” 

Maka para sahabat tadi menukas: “Kami khawatir mereka akan 

mencelakaimu. Yang kami inginkan yaitu  seseorang yang memiliki 

keluarga besar yang dapat melindungi dan menjaganya dari kejahatan 

mereka bila mereka berniat melakukannya.” 

Abdullah menjawab: “Biarkan aku melakukannya, sebab  Allah akan 

menjaga dan melindungiku!” 

Kemudian ia pergi ke Masjidil Haram dan ia berjalan ke arah maqam 

Ibrahim pada waktu dhuha. Saat itu suku Quraisy sedang duduk di 

sekeliling Ka’bah. Abdullah lalu berdiri di depan Maqam Ibrahim dan 

membacakan dengan suara keras: “Bismillahirrahmanirrahim, Ar Rahman, 

Allamal Qur’an, Khalaqal Insana, Allamahul Bayan. ((Tuhan) Yang Maha 

Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur'an. Dia menciptakan manusia, 

Mengajarnya pandai berbicara).” Ia masih meneruskan bacaannya. Maka 

suku Quraisy mulai meresapi bacaannya. Mereka berkata: “Apa yang 

sedang dibacakan oleh Ibnu Ummi Abdin? Celaka dia! Dia sedang 

membaca sebagian ayat yang dibawa oleh Muhammad!” 

Maka mereka langsung menghampiri Abdullah dan memukuli 

wajahnya dan ia masih saja meneruskan bacaannya sehingga batas yang 

Allah tentukan. Kemudian ia datang menghadap para sahabatnya dan 

darah mengalir dari tubuhnya. Para sahabatnya berkata: “Inilah yang kami 

khawatirkan pada dirimu!” 

Abdullah menjawab: “Demi Allah, para musuh Allah tidak ada yang 

lebih berat dari mereka mulai saat ini. Jika kalian mau, besok pagi aku akan 

membuat mereka semua seperti ini!” Para sahabat menjawab: “Jangan, 

cukuplah sebab  engkau telah berani membacakan kepada mereka apa 

yang mereka benci!” 


Abdullah bin Mas’ud masih hidup hingga masa khilafah Utsman bin 

Affan ra. Saat ia sudah mendekati ajalnya, Utsman menjenguknya lalu 

bertanya: “Apa yang kau keluhkan?” Ia menjawab: “Dosa-dosaku.” Utsman 

bertanya: “Apa yang kau inginkan?” Ia menjawab: “Rahmat Tuhanku.” 

Utsman bertanya: “Apakah engkau menginginkan jatahmu yang selalu kau 

tolak sejak bertahun-tahun lalu?” Ia menjawab: “Aku tidak 

memerlukannya.” Utsman berkata: “Itu akan bermanfaat bagi anak-anak 

putrimu sepeninggalmu nanti” Ia menjawab: “Apakah engkau khawatir 

anak-anakku menjadi faqir? Aku telah memerintahkan mereka untuk 

 80

membaca surat Al Waqiah setiap malam. Dan aku pernah mendengar 

sabda Rasul Saw: ‘Siapa yang membaca surat Al Waqiah setiap malam, 

maka ia tidak akan terkena kefakiran untuk selamanya.” 


Begitu malam tiba, Abdullah bin Mas’ud kembali kepangkuan 

Tuhannya. Lisannya basah dengan dzikir kepada Allah, dan penuh dengan 

aya-ayat Allah yang jelas. 

Jenazahnya dishalatkan oleh ribuan kaum muslimin; termasuk 

didalamnya Zubeir bin Awwam. 

Kemudian ia dimakamkan di Baqi. Semoga Allah merahmatinya. 


Salman Al Farisi 

“Kalau Saja Iman Berada di Bintang, Pasti Akan Dicapai Oleh Orang-

Orang Ini” (Diucapkan Rasulullah Saw Sambil Meletakkan 

Tangannya pada Tubuh Salman) 

 

Kisah kita kali ini yaitu  kisah seseorang yang berusaha mencari 

hakikat, mencari Allah Swt. Ini yaitu  kisah Salman Al Farisi ra.  

Kita akan membiarkan Salman Al Farisi bercerita tentang kisahnya 

sendiri. Sebab saat mengalami kisah ini , perasaannya begitu hidup 

dan penyampaiannya akan terasa lebih jujur dan lengkap. 

Salman berkata: “Aku yaitu  seorang pemuda dari Persia penduduk 

Isfahan25 dari sebuah kampung yang akrab dikenal dengan Jayyan. Ayahku 

yaitu  kepala kampung dan merupakan orang yang paling kaya dan 

terhormat disana. Aku yaitu  manusia yang paling ia cintai sejak aku lahir. 

Kecintaannya semakin bertambah kepadaku hari demi hari sehingga ia 

mengurungku di dalam rumah sebab  merasa khawatir terhadapku. Aku 

dipingit seperti layaknya seorang gadis. 

Dengan sungguh-sungguh aku menganut agama Majusi26, sehingga 

aku ditunjuk sebagai penyala api yang kami sembah. Aku dipercaya untuk 

menyulutnya sehingga tidak boleh padam sesaat pun baik pada waktu 

malam maupun siang. 

Ayahku memiliki sebuah lahan yang besar yang memberi kami hasil 

yang banyak. Ayah selalu mengawasinya, dan memetik hasilnya. Pada suatu 

saat  ayahku memiliki kesibukan lain sehingga ia tidak bisa datang ke 

lahannya. Ia berkata: “Wahai anakku, Aku ada kesibukan lain sehingga 

tidak bisa mengawasi perkebunan kita. Pergilah ke sana dan awasilah 

kebun kita hari ini sebagai penggantiku!” Aku pun berangkat untuk 

melihat kebun kami. Begitu aku sudah berada di sebuah jalan, aku 

melewati sebuah gereja kaum Nashrani. Aku mendengar suara mereka dari 

luar saat mereka sedang melakukan kebaktian. Hal itu telah menarik 

perhatianku. 


Aku tidak pernah tahu sedikitpun tentang kaum Nashrani atau agama 

lainnya sebab  begitu lama ayah memingitku agar tidak berinteraksi 

                                                     

25

 Isfahan yaitu  sebuah kota di Iran tengah. Terletak di antara Teheran dan Syairaz 

26

 Sebuah agama dimana para penganutnya menyembah api atau matahari 

 

 

 82

sesama manusia. Saat aku mendengar mereka, aku pun masuk mendatangi 

mereka untuk melihat apa yang sedang mereka kerjakan. 

Saat aku merenungi apa yang mereka lakukan, aku menjadi tertarik 

dengan kebaktian yang mereka laksanakan, dan aku ingin masuk ke dalam 

agama mereka. Aku berkata:  

“Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kami anut. Demi Allah, aku 

tidak meninggalkan mereka hingga matahari terbenam. Aku tidak jadi ke 

kebun milik ayah. Lalu aku bertanya kepada mereka: “Darimana asal 

agama ini?” Mereka menjawab: “Dari negeri Syam.” 

Begitu malam tiba, aku kembali ke rumah dan aku berjumpa dengan 

ayah yang menanyakan apa yang telah aku lakukan seharian. Aku 

menjawab: “Ayah, aku berjumpa dengan sekelompok manusia yang sedang 

melakukan kebaktian di gereja. Aku merasa tertarik begitu mengenal 

agama mereka. Aku terus bersama mereka hingga matahari terbenam.” 

Ayahku langsung sengit dengan apa yang telah aku lakukan sambil 

berkata: “Hai anakku, dalam agama itu sedikitpun tidak ada kebaikan. 

Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik dari agama itu!” 

Aku menjawab: “Tidak. Demi Allah, agama mereka lebih baik dari 

agama kita.” Maka ayah menjadi khawatir akan apa yang telah aku 

katakan. Ia khawatir bila aku keluar dari agamaku. Ia memingitku lagi di 

dalam rumah dengan membuat sebuah ikatan pada kakiku. 

Begitu aku memiliki kesempatan, maka aku pergi kepada kaum 

Nashrani dan aku berkata kepada mereka: “Jika ada rombongan yang 

datang kepada kalian hendak melakukan perjalanan ke negeri Syam, 

beritahukanlah kepadaku!” 

Tidak lama berselang, maka datanglah sebuah rombongan kepada 

mereka yang akan menuju ke negeri Syam. Mereka lalu memberitahukan 

kepadaku hal ini . Aku lalu berusaha membuka ikatan kakiku sehingga 

terlepas. Lalu aku berangkat bersama mereka dengan mengendap-endap 

hingga kami akhirnya tiba di negeri Syam. 

Begitu kami tiba di sana, aku bertanya: “Siapa orang yang paling utama 

dalam urusan agama ini?” Mereka menjawab: “Dialah Uskup27 yang 

memimpin gereja.” Lalu aku mendatanginya sambil berkata: “Aku tertarik 

dengan agama Nashrani. Aku ingin mendampingi dan membantumu. Aku 

mau belajar darimu dan melakukan kebaktian bersama penganut Nashrani 

yang lainnya.” 

Ia menjawab: “Masuklah!” dan akupun masuk ke dalam gereja mulai 

saat itu aku menjadi pembantunya. 

Masa terus berlalu, hingga aku mengetahui bahwa orang ini  

sebenarnya yaitu  orang yang buruk. Ia pernah menyuruh para 

                                                     

27

 Sebuah jabatan bagi tokoh agama Nashrani di atas pendeta dan di bawah Paus. 

  83

pengikutnya untuk membayar sedekah dan menjanjikan kepada mereka 

pahala yang akan mereka dapat jika mereka membayar sedekah ini  di 

jalan Allah. Uskup tadi malah menyimpan uang ini  untuk dirinya 

sendiri dan tidak pernah diberikan kepada kaum fakir dan miskin 

sedikitpun juga. Sehingga ia berhasil mengumpulkan 7 bejana besar emas. 

Aku menjadi benci sekali saat melihatnya. Tidak lama kemudian ia mati 

dan orang-orang Nashrani berkumpul untuk menguburnya. Aku katakan 

kepada mereka: “Sahabat kalian ini yaitu  orang yang jahat. Ia pernah 

memerintahkan kalian untuk membayar sedekah dan menjanjikan kepada 

kalian pahala yang akan diterima. Begitu kalian membayarkannya, ia 

malah menyimpannya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia tidak 

memberikannya kepada kaum miskin sedikitpun dari harta ini .” 

Mereka bertanya: “Dari mana engkau tahu hal ini ?” Aku jawab: 

“Aku akan menunjukkan kalian tempat penyimpanannya!”  

Mereka berkata: “Ya, tunjukkanlah kepada kami!” Maka aku tunjukkan 

kepada mereka tempat penyimpanannya dan dari tempat ini  mereka 

mengeluarkan 7 bejana besar yang dipenuhi dengan emas dan perak. 

Begitu mereka melihatnya mereka berkata: “Demi Allah, kami tidak akan 

menguburkannya!” Lalu mereka mensalibnya lalu melemparnya dengan 

batu. 

Tidak lama sesudah  itu, mereka mengangkat seseorang untuk 

menggantikan posisinya. Maka akupun menjadi pendamping dan 

pembantunya. Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih zuhud 

darinya. Tidak ada seorangpun yang mengalahkannya dalam urusan 

akhirat. Tidak ada yang melewatinya dalam masalah ibadah sepanjang 

malam dan siang. Aku amat mencintainya. Aku tinggal bersamanya untuk 

beberapa lama. Saat ia menjelang ajal, aku bertanya kepadanya: “Ya fulan, 

kepada siapa kau akan mewasiatkan aku. Berilah nasehat kepadaku akan 

orang yang perlu aku ikuti sesudah  kau tiada?” 

Ia menjawab: “Anakku, Aku tidak mengenal orang yang kau cari 

kecuali ada seorang yang tinggal di Mosul28. Dia yaitu  orang yang tidak 

pernah membuat-buat dan tidak pernah mengganti agama. Maka carilah 

ia!” 

Begitu sahabatku meninggal, maka aku mencari orang yang berada di 

Mosul tadi. Begitu aku berjumpa dengannya, aku menceritakan kisahku 

kepadanya. Aku katakan: “Si fulan berwasiat kepadaku menjelang wafatnya 

bahwa aku disuruh mencarimu. Ia mengatakan bahwa engkau yaitu  

orang yang berpegang teguh dengan kebenaran.” Ia menjawab: 

“Tinggallah bersamaku!” Aku pun tinggal bersamanya dan aku 

mengenalnya sebagai sosok yang selalu benar. 

Namun tidak lama kemudian, ajalnya tiba. Akupun berkata kepadanya: 

“Ya fulan, engkau mengetahui bahwa ketentuan Allah akan berlaku pada 

                                                     

28

 Sebuah kota tua yang terletak dekat sungai Dajlah di Irak. 

 84

dirimu dan engkau mengetahui kondisi diriku. Kepada siapa kau 

mewasiatkan aku? Siapakah yang harus aku ikuti nanti?” 

Ia menjawab: “Wahai anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui 

manusia yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Nasibin29. 

Dia yaitu  fulan, maka carilah dia!” 

Begitu ia dikuburkan, aku pergi mencari orang yang tinggal di Nasibin. 

Kepadanya aku ceritakan kisahku dan apa yang diperintahkan sahabatku 

tadi kepadaku. Lalu ia berkata: “Tinggalah bersama kami!” Maka akupun 

tinggal bersamanya. Dia yaitu  orang baik seperti kedua sahabatnya tadi. 

Demi Allah, kematian akhirnya berlaku juga pada dirinya. Begitu ajalnya 

tiba aku bertanya kepadanya: “Engkau tahu bagaimana kondisiku. Kepada 

siapa engkau hendak mewasiatkan aku?” 

Ia menjawab: “Hai Anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui manusia 

yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Amuriyah30. Dia 

yaitu  fulan, maka carilah dia!”  Aku pun mencarinya dan aku ceritakan 

padanya kisahku. Ia pun berkata: “Tinggallah bersamaku... Aku pun tinggal 

bersama seorang pria yang demi Allah menganut agama yang sama dengan 

para sahabatnya tadi. Selama aku tinggal bersamanya aku berhasil memiliki 

banyak sapi dan kambing. 

Lalu ia pun wafat menyusul para sahabatnya. Begitu ajal tiba, aku 

bertanya kepadanya: “Engkau tahu kondisiku, lalu kepada siapa kau 

mewasiatkan aku? Apa yang ingin aku perbuat?” 

Ia menjawab: “Anakku, demi Allah aku tidak mengetahui adanya 

seseorang yang masih menganut agama yang kita ikuti. namun  

sebentar lagi akan muncul di tanah Arab seorang Nabi yang di utus dengan 

membawa agama Ibrahim. Kemudian ia berhijrah dari negerinya ke sebuah 

negeri yang memiliki banyak pohon kurma di antar dua buah lembah 

berbatu. Dia memiliki tanda-tanda yang jelas. Ia menerima hadiah dan 

menolak sedekah. Di antara kedua pundaknya terdapat tanda kenabian. 

Jika kau mampu datang ke negeri ini , maka lakukanlah!” 

Kemudian ajal menjemputnya. sesudah  ia wafat, aku masih tinggal di 

Amuriyah beberapa lama hingga sekelompok pedagang Arab dari kabilah 

Kalb datang. 

Aku katakan kepada mereka: “Jika kau membawaku ke tanah Arab, 

maka aku akan memberikan semua sapi dan kambingku ini!” Mereka 

menjawab: “Baik, kami akan membawamu!” Maka aku berikan semua 

hewan ternakku kepada mereka, dan mereka membawaku hingga kami 

                                                     

29

 Sebuah kota yang sering dilintasi oleh para kafilah dari kota Mosul menuju Syam. Jaraknya 6 

hari perjalanan dari Mosul 

30

 Lihat letak kota Amuriyah dalam buku Hadatsa fi Ramadhan karya penulis 

  85

tiba di Wadi Al Qura31. Sesampai di sana mereka mengkhianatiku dan 

menjualku kepada seorang Yahudi. Maka akupun menjadi pembantunya. 

Tidak lama kemudian ada sepupu majikanku dari Bani Quraidzah yang 

mengunjunginya dan ia pun membeliku darinya. Ia membawaku ke 

Yatsrib, dan aku melihat di sana pepohonan kurma seperti yang diceritakan 

oleh sahabatku di Amuriyah. Aku tersadar bahwa ini yaitu  Madinah yang 

ia gambarkan itu. Lalu aku pun tinggal di sana bersamanya. 

Saat itu, Nabi Saw sedang berdakwah kepada kaumnya di Mekkah. 

namun  aku tidak pernah mengetahui kabar Beliau sebab  aku sibuk 

dengan tugasku sebagai seorang budak. 


Sesudah lama berselang maka Nabi Saw berhijrah ke Yatsrib. Demi 

Allah saat itu aku sedang berada di atas pohon kurma tuanku sambil 

mengerjakan beberapa tugas. Tuanku saat itu sedang duduk di bawahnya 

saat  seorang sepupunya datang sambil mengatakan: “Semoga Allah 

membinasakan Bani Qailah32. Demi Allah, mereka kini sedang berkumpul 

di Quba33 untuk menyambut seorang pria yang datang dari mereka dan 

mengaku sebagai Nabi. 

Begitu aku mendengar apa yang diucapkannya, maka aku seperti 

langsung demam dan aku menjadi terguncang. Sehingga aku khawatir 

akan jatuh menimpa tuanku. Aku segera turun dari pohon kurma, dan aku 

berkata kepada pria tadi: “Apa yang kau ucapkan?! Ceritakan kembali 

berita tadi kepadaku!!” Maka tuanku langsung emosi dan meninjuku 

dengan begitu keras. Ia berkata kepadaku: “Apa urusanmu dengan berita 

ini?! Kembalilah lagi untuk meneruskan pekerjaanmu!” 


Begitu hari menjelang petang. Aku mengambil beberapa kurma yang 

aku kumpulkan dan aku bawa ke tempat Rasulullah Saw menginap. Aku 

masuk menghadapnya dan aku berkata: “Aku mendengar bahwa engkau 

yaitu  orang yang shalih, dan kau membawa para sahabat yang 

membutuhkan bantuan. Ini yaitu  sedikit barang yang dapat aku 

sedekahkan. Menurutku kalian lebih pantas untuk menerima ini dari 

lainnya.” Kemudian aku mendekat ke arah Beliau. Beliau lalu bersabda 

kepada para sahabatnya: “Makanlah oleh kalian!” Ia tidak menggerakkan 

tangannya dan memakan kurma bawaanku. Aku berkata dalam hati: 

“Inilah sebuah tandanya!” Kemudian aku kembali ke rumah dan aku 

kumpulkan beberapa buah kurma. Begitu Rasulullah Saw berangkat dari 

                                                     

31

 Sebuah lembah yang terletak antara Madinah dan Syam, dan dia lebih dekat ke Madinah 

32

 Bani Qailah yaitu  suku Aus dan Khajraj 

33

 Nama sebuah sumur dekat Madinah 

 86

Quba menuju Madinah aku menghampiri Beliau sambil berkata: “Aku 

perhatikan bahwa engkau tidak makan harta sedekah dan ini yaitu  

hadiah yang aku bawakan buatmu.” Lalu Beliau memakannya dan 

menyuruh para sahabatnya untuk makan bersama Beliau. Lalu aku berkata 

dalam diri: “Inilah tanda yang kedua!” 

Lalu aku mendatangi Rasulullah Saw yang saat itu sedang berada di 

Baqi Al Gharqad34 untuk menguburkan para sahabatnya. Aku dapati Beliau 

sedang duduk dengan memakai dua buah kain kasar. Aku memberikan 

salam kepadanya, kemudian aku berputar untuk melihat punggung Beliau. 

Dan benar, aku melihat tanda seperti yang diceritakan oleh sahabatku yang 

berada di Amuriyah. 

Begitu Rasulullah Saw melihatku sedang memperhatikan punggungnya, 

Beliau mengetahui maksudku. Kemudian Beliau melepaskan selendang dari 

punggungnya. Maka aku memperhatikan dan aku melihat tanda itu. Aku 

semakin yakin dan akupun langsung tersungkur, mencium tangannya dan 

aku menangis. 

Maka Rasulullah Saw bertanya kepadaku: “Apakah ceritamu ini?” 

Aku pun menceritakan kisahku kepadanya dan Beliau merasa kagum 

mendengarnya. Beliau kemudian berkeinginan agar para sahabatnya juga 

mendengar kisahku ini. Maka aku pun menceritakan kepada mereka. 

Mereka begitu kagum mendengarnya. Mereka semua menjadi begitu 

bahagia. 


Selamat atas Salman Al Farisi saat ia mulai mencari kebenaran di setiap 

tempat. 

Selamat atas Salman Al Farisi saat ia mengetahui kebenaran, lalu 

beriman kepadanya dengan sebaik-baiknya. 

Selamat atasnya pada hari ia wafat, dan pada saat ia dibangkitkan 

untuk hidup kembali. 


Ikrimah Bin Abi Jahal 

“Ikrimah Akan Datang kepada Kalian Sebagai Orang yang Beriman & 

Berhijrah, Janganlah Kalian Mencerca Ayahnya! Sebab Mencerca 

Orang yang Sudah Mati Akan Menyakiti Orang yang Masih Hidup 

Padahal Cercaan Itu Tidak Sampai Kepada Si Mayit.”  (Muhammad 

Rasulullah) 

 

Selamat datang kepada Sang Penunggang yang Berhijrah! 

Saat usianya sudah memasuki kepala 3 dan saat Nabi mulai melakukan 

dakwah kebenarannya dengan terang-terangan. 

Saat itu, ia yaitu  salah seorang anggota suku Quraisy yang terpandang 

nasabnya, dan yang paling banyak harta. 

Sepantasnya ia memeluk Islam sebagaimana para sahabatnya seperti 

Sa’d bin Abi Waqash, Mus’ab bin Umair dan lainnya yang termasuk anak-

anak orang terpandang di Mekkah. 

Lalu siapakah ayahnya, kalau engkau mengetahuinya? 

Dia yaitu  tokoh Mekkah yang paling bengis, pemimpin tindakan 

kemusyrikan nomer 1, sosok penyiksa yang dengan ulahnya Allah mencoba 

keimanan kaum mukminin dan ternyata mereka tegar menghadapinya. 

Lewat makarnya, Allah menguji kesetiaan kaum mukminin dan 

ternyata mereka benar-benar setia. 

Dialah Abu Jahl! 

Itulah ayahnya. Sedangkan Ikrimah bin Abu Jahl Al Makhzumy yaitu  

seorang di antara beberapa suku Quraisy yang pemberani dan salah 

seorang tokoh penunggang kuda yang terpandang. 


Ikrimah bin Abu Jahl merasa harus menuruti kepemimpinan ayahnya 

untuk memusuhi Muhammad Saw; sehingga ia sendiri begitu benci kepada 

Rasul Saw. Ia juga menyiksa para sahabat Beliau dengan kejam. Ia 

melakukan penyiksaan kepada Islam dan kaum muslimin sehingga 

membuat ayahnya senang. 

Begitu ayahnya memimpin pasukan musyrikin dalam perang Badar, ia 

bersumpah dengan Lata dan Uzza bahwa ia tidak akan kembali ke Mekkah 

kecuali bila Muhammad sudah kalah. Ia sempat menginap di Badr selama 3 

 

 

  89

hari dan menyembelih unta, meminum khamr dan menikmati musik yang 

dimainkan oleh para pemainnya. 

Saat Abu Jahl memimpin peperangan ini, Ikrimah anaknya menjadi 

pegangannya tempat ia bersandar dan menjadi tangannya di mana ia 

menggenggam. 

namun  Lata dan Uzza tidak menjawab seruan Abu Jahl sebab  

keduanya tidak bisa mendengar. Keduanya tidak bisa menolong Abu Jahl 

sebab  mereka tidak mampu melakukan apapun. 

Akhirnya Abu Jahl mati di Badr dan anaknya Ikrimah menyaksikan 

peristiwa ini  dengan kedua matanya. Tombak-tombak kaum muslimin 

menghisap darahnya. Ikrimah juga mendengar dengan kedua telinganya 

saat Abu Jahl melepaskan nafas terakhirnya yang membuat kedua bibirnya 

menganga. 


Ikrimah kembali ke Mekkah sesudah  ia meninggalkan jasad pemimpin 

bangsa Quraisy tadi di Badr. Kekalahan telah membuatnya gentar sehingga 

tidak dapat membawa jasad ayahnya kembali ke Mekkah. Ia lebih memilih 

membiarkan jasad ayahnya tertinggal sehingga di buang oleh kaum 

muslimin di sebuah tempat bernama Al Qalib35 bersama dengan puluhan 

korban dari pihak kaum musyrikin. Kaum muslimin lalu menguruk mereka 

dengan pasir. 


Sejak hari itu, Ikrimah bin Abi Jahl memiliki pandangan lain tentang 

Islam. Ia begitu benci kepada Islam sebab  dendam atas pembunuhan 

ayahnya; dan hari ini ia akan membalaskan dendamnya.  

Oleh sebab nya, ikrimah dan beberapa orang yang ayahnya terbunuh 

pada perang Badr menyalakan api permusuhan di dada kaum musyrikin 

untuk melawan Muhammad Saw. Mereka juga menyulut kobaran amarah 

di hati suku Quraisy yang kehilangan anggota keluarganya saat perang 

Badr. Sehingga usaha mereka menyulut terjadi perang Uhud. 


Ikrimah bin Abu Jahl berangkat menuju perang Uhud bersama istrinya 

yang bernama Ummu Hakim agar ia beserta para wanita lain yang 

kehilangan keluarganya saat perang Badr berdiri di belakang pasukan 

kaum pria. Para wanita tadi bertugas memukulkan genderang untuk 

memberi semangat kepada kaum Quraisy untuk meneruskan peperangan, 

                                                     

35

 Sebuah sumur tempat dibuangnya bangkai kaum musyrikin korban perang Badr 

 90

dan memberikan semangat kepada pasukan berkuda agar tidak lari dari 

medan laga. 


Bangsa Quraisy kali ini di pimpin oleh pasukan berkuda di bawah 

komando Khalid bin Walid, dan pasukan infantry di bawah komando 

Ikrimah bin Abu Jahl. Kedua komandan kaum musyrikin tadi telah berhasil 

membuat kemenangan di pihak mereka atas Muhammad dan para 

sahabatnya. Kaum musyrikin saat itu telah membuktikan kemenangan yang 

besar, sehingga Abu Sufyan berseru: “Inilah balasan dari perang Badr!” 


Pada perang Khandaq, kaum musyrikin mengepung kota Madinah 

beberapa hari lamanya sehingga habislah kesabaran Ikrimah bin Abi Jahl. 

Ia begitu gemas dengan pengepungan ini. Ia melihat ke sebuah tempat yang 

sempit di dalam parit. Ia memaksakan kudanya untuk masuk ke dalamnya 

sehingga ia dapat menerobos. Kemudian di belakangnya menyusul ikut 

menerobos serombongan orang yang sedang berpetualang dan menjadi 

salah satu korbannya yaitu  Amr bin Abdu Wuddin Al Amiry.36 


Pada hari penaklukkan kota Mekkah, kaum Quraisy berpendapat 

bahwa mereka tidak mampu melawan Muhammad dan para sahabatnya. 

Mereka memutuskan untuk membiarkan Muhammad datang ke Mekkah. 

Mereka menderita akibat keputusan yang mereka ambil sesudah  mereka 

tahu bahwa Rasulullah Saw memerintahkan para panglima muslimin 

untuk tidak memerangi penduduk Mekkah kecuali bila para penduduknya 

melakukan penyerangan. 


namun  Ikrimah bin Abu Jahl dan beberapa orang lainnya tidak 

sepakat dengan keputusan kaum Quraisy ini. Mereka berani untuk 

menghadapi pasukan yang besar ini. Maka Khalid bin Walid menyerang 

kaum muslimin dalam sebuah perang kecil di mana terbunuh beberapa 

orang dari mereka. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk melarikan 

diri selagi memungkinkan. Salah seorang dari mereka yang berhasil lolos 

yaitu  Ikrimah bin Abu Jahal. 

                                                     

 Amr bin Abdu Wuddin Al Amiry Al Qurasy yaitu  salah seorang penunggang kuda terkenal di 

masa jahiliyah. Begitu ia menerobos Khandaq, ia dihalau oleh Ali bin Abi Thalib hingga akhirnya tewas 

terbunuh. 

 



saat  itu Ikrimah merasa menyesal. Mekkah kini sudah tunduk 

dihadapan kaum muslimin. Rasulullah Saw telah memaafkan segala 

kesalahan kaum Quraisy yang pernah mereka lakukan kepada Beliau dan 

para sahabatnya. namun  ada beberapa nama yang tidak Rasul Saw 

maafkan. Rasul memerintahkan para sahabatnya untuk membunuh nama-

nama ini, meskipun mereka mendapatinya sedang berada di bawah tembok 

Ka’bah. Salah seorang dari nama yang dicari oleh kaum muslimin tadi 

yaitu  Ikrimah bin Abu Jahl. Oleh sebab nya, ia menyusup dengan 

sembunyi-sembunyi untuk keluar dari Mekkah, dan ia hendak pergi 

melarikan diri ke Yaman, sebab  ia tidak menemukan ada tempat 

perlindungan lain baginya kecuali di sana. 


Saat itu Ummu Hakim istri Ikrimah bin Abu Jahl dan Hindun bin 

Utbah37 datang ke rumah Rasulullah Saw diiringi dengan sepuluh wanita 

lainnya untuk menyatakan sumpah setia kepada Nabi Saw. Mereka semua 

masuk ke dalam rumah Nabi Saw. Saat itu Rasul Saw sedang ditemani oleh 

dua istrinya dan anaknya yang bernama Fathimah38 dan beberapa wanita 

dari Bani Abdul Muthalib. Maka berbicaralah Hindun yang pada 

kesempatan itu ia mengenakan niqab39: “Ya Rasulullah, segala puji bagi 

Allah yang telah memenangkan agama yang dipilih-Nya. Dan aku berharap 

engkau dapat memperlakukan aku dengan baik sebab  adanya hubungan 

kerabat di antara kita. Aku kini yaitu  wanita yang beriman dan 

membenarkan ajaran agama ini.” Lalu ia membuka niqab dari 

wajahnya,lalu berkata: “Saya yaitu  Hindun binti Utbah, Ya Rasulullah!” 

Maka Rasulullah Saw menjawabnya: “Selamat datang kepadamu!” Hindun 

meneruskan: “Demi Allah ya Rasulullah, tidak ada satupun di muka bumi 

ini rumah yang lebih aku sukai untuk merendahkan diri kecuali rumahmu 

ini. Dan aku tidak ingin rumahku dan semua rumah di muka bumi ini 

lebih mulia dari rumahmu.” 

Lalu Rasulullah Saw bersabda: “Ada lagi yang mau menambahkan?” 

Lalu berdirilah Ummu Hakim istri Ikrimah bin Abu Jahl yang telah 

masuk Islam. Ia berkata: “Ya Rasulullah Saw, Ikrimah telah lari darimu 

menuju Yaman sebab  merasa takut akan kau bunuh. Berilah rasa aman 

baginya! Semoga Allah memberikan keamanan kepadamu.” Lalu Rasulullah 

Saw menjawab: “Dia sekarang sudah aman.” 

Lalu Ummu Hakim keluar dari rumah Rasulullah sesudah  mengajukan 

permintaannya. Saat itu ia sedang didampingi oleh seorang budaknya yang 

                                                   

 Hindun binti Utbah yaitu  istri Abu Sufyan dan ia yaitu  ibu dari Muawiyah ra. 

 Fathimah Al Zahra: lihat profilnya dalam buku Shuwar min Hayatis Shahabiyah karya penulis. 

 Maksudnya ia mengenakan niqab sebab  merasa malu kepada Rasulullah  sebab  telah 

membunuh paman Nabi Saw yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib pada perang Uhud.  

berasal dari bangsa Romawi. Begitu keduanya sedang berjalan cepat, lalu 

budaknya mencoba untuk menggoda Ummu Hakim. Maka Ummu Hakim 

berusaha untuk mengulur-ulur waktu dan menjanjikannya di tempat lain. 

Sehingga ia sampai di sebuah perkampungan bangsa Arab. Sesampainya di 

sana, Ummu Hakim meminta pertolongan suku ini  dari kejahatan 

budaknya, maka suku ini  mengikat budak Romawi tadi dan 

menawannya bersama mereka.  

Ummu Hakim meneruskan perjalanannya sehingga ia berjumpa 

dengan Ikrimah di tepi pantai di daerah Tihamah40. Saat itu Ikrimah 

sedang berbicara dengan seorang nelayan muslim di atas perahunya. 

Nelayan itu berkata kepada Ikrimah: “Menyerahlah, sehingga aku dapat 

membawamu turut serta!” Ikrimah bertanya: “Bagaimana aku 

melakukannya?” Nelayan menjawab: “Ucapkan bahwa aku bersaksi tiada 

Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  utusan Allah.” Ikrimah 

menjawab: “Aku kabur ke sini sebab  kalimat itu!” 

Selagi mereka meneruskan pembicaraan, maka datanglah Ummu 

Hakim menemui Ikrimah, lalu ia berkata: “Wahai sepupuku. Aku baru saja 

datang dari manusia yag paling baik, berbudi dan paling bijak. Aku baru 

saja datang dari Muhammad bin Abdullah. Aku telah meminta jaminan 

keamanan bagimu darinya. Dan ia telah memberikan jaminan keamanan 

bagimu. Maka janganlah engkau menyusahkan dirimu lagi!” Ikrimah 

bertanya: “Engkau berbicara dengannya?” Ummu Hakim menjawab: 

“Benar. Aku telah berbicara dengannya dan ia memberikan jaminan 

keamanan bagimu.” 

Ummu Hakim terus-menerus meyakinkan dan membuat tenang 

Ikrimah sehingga ia mau turut ikut bersama Ummu Hakim. 

Kemudian di tengah jalan Ummu Hakim menceritakan kepada Ikrimah 

kisah budaknya yang berbangsa Romawi dan apa yang telah ia lakukan 

kepada Ummu Hakim. Mendengar itu Ikrimah mendatanginya lalu 

membunuhnya sebelum ia masuk Islam. 

Begitu keduanya singgah di suatu tempat, Ikrimah merasa berhasrat 

kepada istrinya dan ia ingin melakukan hubungan biologis dengannya. 

Maka Ummu Hakim menolaknya dengan keras seraya berkata: “Saya kini 

sudah menjadi muslimah dan engkau masih musyrik.” 

Maka Ikrimah merasa heran dan berkata: “Sesuatu yang 

menghalangiku untuk menggaulimu pasti yaitu  hal yang besar!” 

Begitu Ikrimah mulai memasuki kota Mekkah, Rasulullah Saw bersabda 

kepada para sahabatnya: “Sebentar lagi akan datang kepada kalian Ikrimah 

bin Abu Jahl sebagai seorang mukmin yang berhijrah. Janganlah kalian 

mencerca ayahnya; Sebab mencerca orang yang sudah mati akan melukai 

                                                   

 Tihamah yaitu  sebuah pantai di jazirah Arab yang sejajar dengan Laut Merah, terletak di 

antara Laut Merah dan Pegunungan Sarah 

 

orang yang masih hidup padahal cercaan itu tidak berarti apa-apa bagi si 

mayit.” 

Tidak lama berselang maka tibalah Ikrimah dan istrinya ke tempat di 

mana Rasulullah Saw duduk. Begitu Rasulullah Saw melihatnya maka 

Beliau langsung melompat tanpa sempat lagi mengenakan sorbannya 

sebab  merasa begitu senang. 

Begitu Rasulullah Saw kembali duduk, Ikrimah masih berdiri di 

hadapan Rasulullah Saw lalu berkata: “Ya Muhammad, Ummu Hakim 

memberitahukanku bahwa engkau telah menjamin keamanan untukku.” 

Nabi langsung menjawab: “Ia benar, dan engkau sekarang aman!” Ikrimah 

bertanya: “Engkau mengajakku untuk apa, Ya Muhammad?” Rasul 

menjawab: “Aku mengajakmu untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain 

Allah dan bahwa aku yaitu  hamba Allah dan Rasul-Nya, mendirikan 

shalat, membayar zakat…” dan Rasul menyebutkan rukun Islam semuanya. 

Ikrimah menjawab: “Demi Allah, engkau mengajak tiada lain untuk 

menuju kebenaran. Engkau hanya menyuruh hal yang tiada lain yaitu  

kebaikan.” 

Kemudian ia menambahkan: “Demi Allah, dulunya bagi kami sebelum 

berdakwah seperti sekarang engkau yaitu  orang yang paling jujur saat 

berbicara dan orang yang paling baik.” Lalu ia mengulurkan tangannya 

sambil berkata: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku 

bersaksi bahwa Engkau yaitu  hamba Allah dan Rasul-Nya.” Lalu ia 

berkata lagi: “Ya Rasulullah, ajarkan hal terbaik yang mesti aku ucapkan!” 

Rasul menjawab: “Ucapkanlah: Asyhadu an La ilaha illa-llahu, wa anna 

Muhammadan abduhu wa Rasuluhu!” 

Ikrimah bertanya: “Lalu apa lagi?” 

Rasul menjawab: “Ucapkanlah:Aku mempersaksikan kepada Allah dan 

kepada orang yang hadir pada saat ini bahwa aku yaitu  seorang muslim, 

mujahid dan muhajir!” Lalu Ikrimah pun mengucapkannya. 

Begitu usai mengucapkannya, Rasul Saw langsung bersabda: “Sejak saat 

ini, setiap kau meminta sesuatu yang aku berikan kepada orang lain, pasti 

akan aku berikannya juga kepadamu.” Ikrimah berkata: “Aku memintamu 

untuk memintakan ampunan bagiku atas setiap permusuhan yang pernah 

aku lakukan terhadapmu, atau setiap perjalanan perang yang aku lakukan 

untuk menyerangmu, atau tempat perang di mana aku memerangimu, atau 

setiap perkataan yang aku pernah ucapkan dihadapanmu atau di 

belakangmu!” 

Rasulullah Saw lalu berdo’a: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya atas 

setiap permusuhan yang pernah ia lakukan terhadapku. Atas setiap 

perjalanan perang yang pernah ia lakukan untuk memadamkan cahaya-

Mu. Dan ampunilah ia atas apa yang pernah ia lakukan terhadap 

kehormatanku saat berhadapan denganku ataupun saat aku sedang tidak 

ada.” 

Maka wajah Ikrimah langsung cerah dan ia berkata: “Demi Allah ya 

Rasulullah, semua harta yang pernah aku berikan untuk menghalangi jalan 

Allah, maka akan aku berikan lagi berlipat ganda di jalan Allah. Dan setiap 

korban yang pernah aku bunuh dalam menghalangi jalan Allah, maka aku 

akan membunuh jumlah yang berlipat ganda di jalan Allah!” 


Mulai hari itu, Ikrimah bergabung dengan pasukan dakwah sebagai 

seorang penunggang kuda yang berani di medan laga. Dia menjadi seorang 

yang amat kuat beribadah, selalu membaca Kitabullah di mesjid-mesjid.Ia 

pernah menaruh AlQur’an di wajahnya sambil berkata: “Inilah kitab 

Tuhanku… kalam Tuhanku.. dan ia menangis sebab  takut kepada Allah. 


Ikrimah memenuhi janjinya kepada Rasulullah Saw. Setiap kali kaum 

muslimin melakukan perang pasti ia ikut bersama mereka. Tidak pernah 

ada rombongan yang di utus Rasulullah Saw untuk berperang, kecuali 

Ikrimah sudah ada di barisan terdepan mereka.  

Pada perang Yarmuk, Ikrimah melakukan duel dengan Iqbal Al 

Zhami’di sebuah genangan air yang dingin pada saat hari begitu panas. 

Pada suatu kesempatan kaum muslimin terjepit. Ikrimah turun dari 

kudanya dan mematahkan sarung pedangnya. Ia menerobos barisan bangsa 

Romawi. Khalid bin Walid langsung mengejarnya dan berkata: “Jangan kau 

lakukan hal ini, ya Ikrimah! Jika engkau tewas maka hal ini akan membuat 

barisan muslimin menjadi lemah.” 

Ia menjawab: “Biarkan aku, ya Khalid! Engkau sudah lama bergaul dan 

mengenal Rasulullah Saw. Sedang aku dan ayahku, kami yaitu  orang-

orang yang dulunya amat memusuhi Beliau. Biarkan aku menebus segala 

kesalahanku yang terdahulu.” Lalu ia berkata: “Dulu aku sering berperang 

melawan Rasulullah Saw, apakah hari ini aku mesti berpaling untuk 

melawan bangsa Romawi?! Ini tidak boleh terjadi!”  

Lalu ia berseru kepada pasukan muslimin: “Siapa yang bersedia untuk 

rela mati?” Maka pamannya Al Harits bin Hisyam, Dhirar bin Al Azwar dan 

400 orang lagi dari pasukan muslimin yang bersedia melakukannya. 

Akhirnya mereka semua berperang di bawah kepemimpinan Khalid bin 

Walid ra dengan begitu semangatnya dan mereka melindungi Khalid 

dengan begitu hebatnya. 

Peperangan Yarmuk semakin menghebat dan kemenangan berpihak 

pada pasukan muslimin, dan di tanah Yarmuk kini terdapat 3 orang 

mujahidin yang menderita luka parah. Ketiganya yaitu : Al Harits bin 

Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan Ikrimah bin Abu Jahl. Al Harits 

berteriak meminta minum. Begitu air minum dibawakan kepadanya, ia 

menoleh ke arah Ikrimah… lalu berkata: “Berikan air ini kepadanya!” 

Begitu air dibawakan kepada Ikrimah, ia menoleh ke arah Ayyasy dan 

  95

berkata: “Berikan air ini kepadanya!” Begitu mereka membawakan air 

kepada Ayyasy, rupanya Ayyasy sudah tewas. Begitu mereka kembali lagi 

kepada Al Harits dan Ikrimah, rupanya keduanya pun sudah tiada. Semoga 

Allah Swt meridhai mereka semua dan memberikan kepada mereka 

minuman dari telaga Al Kautsar yang tidak pernah merasakan haus lagi 

untuk selamanya dan menganugerahkan mereka dengan lebatnya kebun 

Firdaus sebagai tempat mereka menetap. 

Zaid Al Khair 

“Alangkah Banyaknya Kebaikanmu, Ya Zaid. Manusia Seperti Apa 

Engkau Ini?”  (Muhammad Rasulullah) 

 

Manusia bagai barang tambang; Mereka yang terbaik pada masa 

jahiliah yaitu  mereka yang terbaik pada masa Islam. 

Inilah 2 kisah seorang sahabat Rasul yang terkenal. Kisah pertama 

yaitu  saat ia masih berada pada masa jahiliah, dan satunya lagi saat ia 

sudah mengecap indahnya Islam. 

Sahabat Rasul ini bernama Zaid Al Khail41 sebagaimana Rasul 

memanggilnya sesudah  ia masuk Islam. 

Kisah ia saat Jahiliah dituliskan dalam beberapa buku sastra: 

Al Syaibani mengisahkan dari seorang syeikh dari Bani ‘Amir yang 

berkata: Kami pernah mengalami satu tahun kemarau yang telah membuat 

tanaman tidak tumbuh dan hewan tidak dapat mengeluarkan susu. Maka 

ada seorang di antara kami yang membawa keluarganya ke Al Hirah42 dan 

meninggalkan mereka di sana. Ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah 

aku di sini, hingga aku kembali lagi!” 

Kemudian ia bersumpah kepada mereka bahwa ia tidak akan kembali 

menemui mereka lagi kecuali bila ia sudah mendapatkan uang atau ia mati. 

Kemudian ia mempersiapkan bekal dan berangkat seharian penuh. 

Begitu malam tiba ia mendapati di hadapannya ada sebuah tenda dan dekat 

tenda ini  ada seekor kuda yang sedang terikat. Maka ia langsung 

berujar: “Inilah ghanimah pertama!” dan ia berjalan ke arah kuda ini  

dan melepaskan ikatannya. Begitu ia ingin menungganginya ia mendengar 

sebuah suara yang memanggilnya: “Tinggalkan kuda itu, dan carilah harta 

lain untuk di ambil!” Maka ia pun meninggalkan kuda tadi dan 

melanjutkan perjalanannya.  

Kemudian ia berjalan lagi selama 7 hari hingga ia sampai pada sebuah 

tempat penggembalaan unta. Di sebelah padang tadi terdapat sebuah tenda 

besar yang padanya ada sebuah kubah yang terbuat dari kulit menandakan 

kekayaan dan kenikmatan. Maka orang ini berujar dalam hati: “Padang ini 

pasti ada untanya, dan pasti tenda ini ada pemiliknya.” 

                                                    

 dinamakan Al Kail sebab  ia banyak memiliki unta 

 Sebuah kota di Iraq terletak di antara Najf dan Kufah 

 


Kemudian ia melihat ke dalam tenda –dan saat itu matahari sudah 

hampir tenggelam- ia melihat ada seorang berusia tua berada di dalam 

tenda. Maka ia duduk di belakang orang tua itu dan si orang tua tidak 

merasakan kehadirannya. 

Tidak lama kemudian maka tenggelamlah matahari. Lalu datanglah 

seorang penunggang kuda yang belum pernah terlihat ada penunggang 

kuda yang lebih besar darinya yang mengenakan sadel begitu tinggi. Di 

sekelilingnya terdapat duaorang budak yang berjalan di sebelah kanan dan 

kirinya. Ia membawa kira-kira 100 unta bersamanya. Pada barisan 

terdepan ada unta pejantan yang begitu besar. Lalu berhentilah unta 

pejantan tadi dan berhenti juga unta-unta yang lain di sekelilingnya. 

Sejurus kemudian, penunggang kuda tadi berkata kepada salah seorang 

budaknya: 

“Peraslah susu unta ini –ia menunjuk ke arah seekor unta betina yang 

gemuk- dan berilah susu ini  kepada orang tua itu!” Maka budak tadi 

memeras susu unta sehingga sampai satu bejana penuh. Lalu ia meletakkan 

susu ini  di hadapan orang tua tadi lalu mundur ke belakang untuk 

pamit. Lalu orang tua tadi meminumnya seteguk atau dua teguk, lalu 

menaruh kembali susu tadi… Maka orang yang menyelinap tadi berkata:  

“Lalu aku mengendap ke arahnya dan aku mengambil bejana susu. Aku 

meminum semua susu yang tersisa.” Lalu budak tadi datang lagi dan 

mengambil bejana susu. Ia langsung berteriak: “Tuanku, orang tua ini telah 

meminum susu yang diberikan!” Langsung saja penunggang kuda tadi 

bergembira dan berkata: “Peraslah susu unta ini –ia menunjuk seekor unta 

lainnya- dan taruhlah bejana susu di depan orang tua!” Maka budak 

itupun melaksanakan apa yang diperintahkan. Lalu orang tua tadi 

meminumnya satu atau dua teguk lalu menaruh kembali bejananya. 

Akupun mengambilnya lagi dan aku meminum separuhnya. Aku tidak mau 

meminum semua susu sebab  khawatir akan membuat curiga si 

penunggang kuda. 

Kemudian si penunggang kuda memerintahkan budaknya yang kedua 

untuk menyembelih seekor domba. Lalu budak tadi menyembelihnya. Lalu 

si penunggang kuda memanggang daging domba tadi dan memberikannya 

kepada orang tua sehingga ia merasa kenyang. Lalu si penunggang kuda 

memakan sisa kambing tadi bersama kedua budaknya. 

Tidak lama kemudian maka semuanya tertidur dengan begitu lelapnya 

dengan suara mendengkur. 

Pada saat itu aku menuju ke unta jantan tadi dan aku melepaskan 

ikatannya lalu menungganginya. Unta pejantan itupun bangun dan diikuti 

oleh semua unta yang lain. Aku berangkat malam itu juga. Begitu siang 

mulai datang menjelang, aku melihat ke sekeliling penjuru dan aku tidak 

melihat siapapun yang mengikutiku. Akupun meneruskan perjalanan 

hingga hari semakin siang. 

Kemudian aku menoleh dan aku melihat ada seekor burung elang atau 

seekor burung yang besar. Ia selalu terbang dekatku hingga aku tersadar

bahwa ada seorang penunggang kuda yang sedang duduk di atas kudanya. 

Ia lalu datang ke arahku sehingga aku mengenalinya bahwa ia yaitu  

pemilik unta-unta ini yang mencari unta miliknya. 

Saat itu, aku mengikatkan unta pejantan tadi, dan aku mengeluarkan 

anak panah dari sarungnya dan aku letakkan pada busurnya. Aku berdiri 

di depan unta-unta tadi. Lalu si penunggang kuda berhenti dengan jarak 

sedikit jauh dariku. Ia berkata: “Lepaskan ikatan unta jantanku!” Aku 

menjawab: “Tidak! Aku telah meninggalkan banyak wanita yang sedang 

kelaparan di Al Hirah. Aku berjanji kepada mereka bahwa aku tidak akan 

kembali kepada mereka kecuali bila aku sudah membawa harta atau aku 

mati.” 

Ia menjawab: “Kalau demikian, kau akan mati. Lepaskan ikatan unta 

itu. Sial kamu!” Aku menjawab: “Aku tidak akan melepaskannya!” Ia 

berkata: “Celaka kamu. Engkau masih saja berkeras!”  

Lalu ia berkata: “Tunjukkan kepadaku tali kendali unta –dan pada tali 

kendali ini  terdapat tiga ikatan- kemudian ia bertanya kepadaku pada 

ikatan yang mana aku menginginkan ia mengarahkan anak panahnya. 

Kemudian aku menunjuk ke arah ikatan yang ada di tengah. Kemudian ia 

melepaskan anak panahnya, dan ia berhasil memasukkannya ke dalam 

ikatan tadi seolah ia menaruhnya dengan tangan. Kemudian ia melepaskan 

anak panahnya ke arah ikatan kedua dan ketiga. 

Begitu melihat hal ini, aku menaruh kembali anak panahku ke 

tempatnya dan aku berdiri seraya menyerah. Lalu ia menghampiriku dan 

mengambil pedang serta busur panahku. Ia berkata: “Naiklah 

dibelakangku!” Aku pun ikut naik di belakangnya. Ia bertanya: 

“Menurutmu apa yang akan aku lakukan kepadamu?” 

Aku menjawab: “Aku menduga hal yang paling buruk bakal terjadi 

padaku.” 

Ia bertanya: “Mengapa demikian?” 

Aku menjawab: “sebab  apa yang telah aku lakukan padamu, dan 

sebab  aku telah menyusahkanmu dan Allah telah membuatmu dapat 

menangkapku.” 

Ia berkata: “Apakah engkau mengira bahwa aku akan menyiksamu 

padahal engkau telah minum dan makan bersama bapakku, dan engkau 

telah membuatnya bersedih pada malam itu?!!” 

Begitu aku mendengar nama bapaknya maka aku langsung bertanya: 

“Apakah engkau yaitu  Zaid Al Khail?” Ia menjawab: “Benar!” Aku 

berkata kepadanya: “Kalau demikian, jadilah engkau sebaik-baiknya orang 

yang menawan!” Ia menjawab: “Tidak masalah.” Iapun membawa aku ke 

tempatnya. Ia berkata kepadaku: “Demi Allah, kalau saja unta-unta ini 

yaitu  milikku pasti aku berikan ini semua kepadamu. namun  unta-

unta ini milik saudariku. Tinggalah bersama kami selama beberapa hari! 

Sebab aku sebentar lagi akan ikut perang dan bisa jadi aku pulang dengan 

membawa ghanimah.” 

 

Hanya tiga hari sesudah  itu, ia pergi berperang melawan Bani Numair. 

Dan ia mendapatkan ghanimah hampir mencapai 100 unta dan ia 

memberikannya kepadaku. Ia pun mengutus beberapa orang untuk 

melindungiku hingga tiba di Al Hirah. 


Itulah cerita Zaid al Khail saat ia masih dalam masa jahiliah. Sedangkan 

kisahnya saat ia masuk Islam tercantum dalam kitab-kitab sirah sebagai 

berikut:  

Begitu telinga Zaid Al Khail mendengar kisah Nabi Saw, ia langsung 

menyiapkan kendaraannya. Ia juga mengajak beberapa orang pembesar 

kaumnya untuk datang ke Yatsrib43 dan menjumpai Nabi Saw. Maka 

berangkatlah ia bersama dengan rombongan yang banyak yang terdiri dari 

Zur bin Sadus, Malik bin Jubair, Amir bin Juwain dan lainnya. Begitu 

mereka sampai di Madinah, mereka menuju ke Masjid Nabawi dan 

memberhentikan unta mereka di depan pintu masjid. 

Saat mereka masuk, Rasulullah Saw sedang berkhutbah di hadapan 

kaum muslimin dari atas mimbar. Pembicaraan Rasul saat itu memukau 

mereka. Dan mereka merasa takjub dengan sikap kaum muslimin yang 

begitu patuh dengan Beliau. Mereka begitu mendengarkan, dan menyerap 

apa yang Beliau sabdakan. 

Saat Rasululla


Related Posts:

  • teladan sahabat nabi 3berusaha menjauhi diri dari Abu Ubaidah setiap kali bertemu. namun  ada seorang di antara mereka yang senantiasa mengajak duel Abu Ubaidah  ke mana saja ia pergi, dan Abu Ubaidah senidiri selalu menja… Read More