berusaha menjauhi diri dari Abu Ubaidah setiap kali bertemu.
namun ada seorang di antara mereka yang senantiasa mengajak
duel Abu Ubaidah ke mana saja ia pergi, dan Abu Ubaidah senidiri selalu
menjauhkan diri darinya.
Orang ini terus mendesak dan menyerang, sementara Abu
Ubaidah selalu menjauh darinya. Orang ini akhirnya menutup semua
jalan bagi Abu Ubaidah, dan berdiri membatasi ruang gerak Abu Ubaidah
sehingga tidak dapat membunuh musuh Allah lainnya.
Saat Abu Ubaidah sudah merasa geram, maka Abu Ubaidah
melayangkan pedangnya ke arah kepala orang tadi sehingga terbelah dua;
dan akhirnya orang itu tewas dihadapan Abu Ubaidah.
Tidak usah Anda –wahai pembaca yang budiman- menebak siapakah
orang yang tewas ini.
Bukankah sudah aku katakan bahwa pengalaman keras yang
dirasakannya sudah tak terbayangkan lagi?
Engkau akan pusing dibuatnya jika engkau mengetahui bahwa orang
yang tewasw yaitu Abdullah bin Al Jarrah ayah dari Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah tidak membunuh ayahnya, namun ia membunuh
kemusyrikan yang berada dalam diri ayahnya.
Maka Allah Swt menurunkan sebuah ayat tentang Abu Ubaidah dan
ayahnya yang berbunyi:
70
ω ߉ÅgrB $ YΒ öθ s% šχθ ãΖÏΒ ÷σム«!$ Î/ ÏΘöθ u‹ø9$#uρ ÌÅz Fψ$# šχρ–Š!#uθ ムô⎯tΒ ¨Š!$ ym ©!$#
…ã& s!θ ß™ u‘ uρ öθ s9uρ (#þθ çΡ% Ÿ2 öΝèδ u™!$ t/# u™ ÷ρ r& öΝèδ u™!$ oΨ ö/r& ÷ρ r& óΟßγ tΡ≡uθ ÷z Î) ÷ρ r& öΝåκsEuϱtã 4
y7 Íׯ≈ s9'ρ é& |=tFŸ2 ’ Îû ãΝÍκÍ5θ è= è% z⎯≈ yϑƒ M}$# Νèδy‰−ƒ r&uρ 8yρ ãÎ/ çµ÷Ψ ÏiΒ ( óΟßγ è= Åz ô‰ãƒ uρ ;M≈̈Ζy_
“ ÌøgrB ⎯ÏΒ $ pκÉJ øt rB ã≈ yγ ÷ΡF{$# t⎦⎪ Ï$ Î#≈ yz $ yγ‹ Ïù 4 š_ ÅÌu‘ ª!$# öΝåκ÷]tã (#θ àÊ u‘ uρ çµ ÷Ψtã 4
y7 Íׯ≈ s9'ρ é& Ü> ÷“Ïm «!$# 4 Iω r& ¨βÎ) z>÷“ Ïm «!$# ãΝèδ tβθ ßs Î= øçRùQ$# ∩⊄⊄∪
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang
datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan
Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah
golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah [58] : 22)
Bagi Abu Ubaidah ini bukanlah sebuah hal yang menakjubkan.
Kekuatan imannya kepada Allah dan pembelaannya kepada agama, dan
amanah kepada ummat Muhammad telah mencapai sebuah posisi yang
dicita-citakan oleh sebuah jiwa yang besar di sisi Allah.
Muhammad bin Ja’far berkisah: Sebuah rombongan Nasrani datang
kepada Nabi Saw dan mereka berkata: “Wahai Abu Qasim, utuslah kepada
kami salah seorang sahabatmu yang kau sukai untuk memutuskan sebuah
perkara tentang harta kami yang membuat kami menjadi berselisih, sebab
kalian wahai kaum muslimin yaitu orang-orang yang kami sukai.”
Rasulullah Saw langsung menjawab: “Datanglah kepadaku malam hari,
nanti aku akan mengirimkan seorang yang kuat dan terpercaya kepada
kalian.” Umar bin Khattab berkata: “Maka aku pergi berangkat shalat
Zhuhur lebih awal. Dan aku tidak pernah berharap mendapatkan jabatan
pada hari itu kecuali pada hari itu agar aku menjadi orang yang ditunjuk
untuk menyelesaikan perkara ini. Begitu Rasulullah Saw menyelesaikan
shalat Zhuhurnya, Beliau melihat ke kanan dan ke kiri. Aku berusaha
meninggikan badanku agar terlihat olehnya. Ia tetap saja menyisirkan
pandangannya kepada kami sehingga Beliau melihat ke arah Abu Ubaidah
bin Al Jarrah. Beliau langsung memanggilnya seraya bersabda: ‘Pergilah
71
kepada mereka. Putuskanlah perkara yang tengah mereka perselisihkan
dengan benar!’ dan akhirnya Abu Ubaidah pergi ke tempat mereka.”
Abu Ubaidah bukan saja merupakan orang yang amanah, namun ia
juga merupakan orang yang sanggup mengkombinasikan kekuatan dengan
amanah. Kekuatan yang dimilikinya ini sering kali muncul dalam banyak
kesempatan:
Suatu hari Rasulullah Saw mengutus sekelompok orang dari para
sahabatnya untuk mencegat sebuah kafilah suku Quraisy. Dan Rasulullah
Saw menunjuk sebagai Amir (pemimpin) mereka yaitu Abu Ubaidah ra.
Rasulullah membekali mereka dengan sekantong kurma saja. Abu Ubaidah
memberikan hanya satu kurma saja kepada masing-masing sahabatnya
dalam sehari. Maka setiap orang menghisap kurma ini sebagaimana
seorang bayi menghisap payudara ibunya, kemudian mereka meminum air.
Dan semuanya merasa cukup dengan makanan seperti itu hingga malam
hari.
Dalam perang Uhud saat kaum muslimin mengalami kekalahan dan
kaum musyrikin mulai meneriakkan: “Tunjukkan kepadaku dimana
Muhammad! Tunjukkan kepadaku dimana Muhammad! Saat itu Abu
Ubaidah yaitu salah seorang dari jamaah yang melindungi Rasulullah
Saw dengan dada mereka dari serangan tombok musyrikin.
Saat perang sudah usai, gigi geraham Rasulullah pecah. Kening Beliau
memar. Dan di pipi Beliau ada dua buah biji baja yang menempel. Maka
Abu Bakar As Shiddiq datang menghampiri Rasulullah Saw untuk
mencabut kedua biji bahwa ini dari pipi Beliau. Maka Abu Ubaidah
berkata kepada Abu Bakar: “Aku bersumpah kepadamu, biarkan aku saja
yang melakukannya.” Maka Abu Bakar pun membiarkan Abu Ubaidah
melakukannya. Lalu Abu Ubaidah merasa khawatir jika ia mencabut
dengan tangannya maka akan membuat Rasulullah Saw merasa sakit. Maka
Abu Ubaidah menggigit salah satu biji baja tadi dengan gigi serinya dengan
bergitu kuat. Ia berhasil mengeluarkan biji baja ini dan satu gigi
serinya pun ikut tanggal… Kemudian ia menggigit biji baja yang kedua
dengan gigi serinya yang lain, kali ini ia pun berhasil mengeluarkannya
dan satu giginya lagi-lagi ikut tanggal.
Abu Bakar berkata: “Abu Ubaidah yaitu manusia yang paling bagus
dalam menanggalkan giginya.”
Abu Ubaidah turut serta bersama Rasulullah Saw semua peperangan
sejak ia mengenal Rasul hingga Beliau wafat.
72
Saat hari Tsaqifah23, Umar berkata kepada Abu Ubaidah: “Ulurkan
tanganmu agar dapat aku bai’at, sebab aku pernah mendengar Rasulullah
Saw bersabda: ‘Setiap ummat memiliki seorang Amin (orang yang
dipercaya), dan engkau yaitu Amin ummat ini).”
Abu Ubaidah menjawab: “Aku tidak akan maju di hadapan seorang pria
yang diperintahkan Rasulullah Saw untuk menjadi imam kita dalam shalat,
dan kita mempercayainya sehingga Rasulullah Saw wafat.”
Kemudian Abu Bakar pun di bai’at. Dan Abu Ubaidah yaitu penasihat
dan kawan Abu Bakar yang terbaik dalam masalah kebenaran.
Kemudian Abu Bakar menyerahkan khilafah sesudah nya kepada Umar
bin Khattab. Abu Ubaidah juga tunduk dan taat kepada Umar. Ia tidak
pernah melanggar perintah Umar kecuali satu kali saja.
Apakah engkau tahu masalah apakah yang membuat Abu Ubaidah
melanggar perintah khalifah?!
Hal itu terjadi saat Abu Ubaidah bin Al Jarrah sedang memimpin
pasukan muslimin di negeri Syam dari satu kemenangan ke kemenangan
yang lain, sehingga Allah berkenan untuk menaklukkan semua daerah
Syam di bawah komandonya.
Pasukan yang dipimpinnya berhasil menaklukkan sungai Eufrat di
daerah timur dan Asia kecil di utara.
Pada saat itu di negeri Syam sedang mewabah penyakit Thaun yang
belum pernah diketahui oleh manusia saat itu sebelumnya; Penyakit
ini berhasil membunuh banyak manusia. Maka Umar bin Khattab
berinisiatif untuk mengutus seorang utusan kepada Abu Ubaidah dengan
membawa sebuah surat yang berbunyi: “Aku memerlukan bantuanmu
tanpa interupsi sedikitpun darimu. Jika suratku ini datang kepadamu pada
malam hari, maka dengan segera aku memintamu untuk datang kepadaku
tanpa perlu menunggu datangnya shubuh. Jika suratku ini datang
kepadamu pada waktu siang. Aku meminta segera kepadamu untuk datang
kepadaku tanpa perlu menunggu hingga senja tiba.”
Begitu Abu Ubaidah menerima surat dari Umar Al Faruq, ia berkata:
“Aku mengerti kepentingan Amirul Mukminin terhadap diriku. Ia
menginginkan agar aku tetap hidup meski yang lainnya binasa.” Lalu ia
menuliskan sebuah surat kepada Amirul Mukminin yang berbunyi: “Wahai
Amirul Mukminin, Aku mengerti kepentinganmu terhadap diriku. Aku kini
sedang bersama para tentara muslimin dan aku tidak ingin menjaga diriku
agar terhindar dari penyakit yang mereka derita. Aku tidak ingin
meninggalkan mereka sehingga Allah menentukan keputusannya bagi
diriku dan mereka. Jika suratku ini telah sampai kepadamu, maka
biarkanlah aku, dan izinkan aku untuk tetap tinggal di sini.”
23
Yang dimaksud dengan hari Tsaqifah yaitu hari dimana Abu Bakar ra di baiat menjadi
khalifah. Pembaiatan ini terjadi di Tsaqifah Bani Sa’idah
73
Begitu Umar membaca surat Abu Ubaidah, maka ia langsung menangis
dan matanya langsung sembab. Maka orang yang berada di sekelilingnya
bertanya –sebab merasa heran dengan tangis Umar yang begitu keras-:
“Apakah Abu Ubaidah telah meninggal, wahai Amirul Mukminin?” Ia
menjawab: “Tidak, namun kematian telah mengintainya.”
Benar dugaan Umar, sebab tidak lama kemudian Abu Ubaidah terkena
Thaun. Begitu ia menjelang kematian ia berwasiat kepada tentaranya: “Aku
berwasiat kepada kalian, jika kalian menerimanya kalian akan senantiasa
berada dalam kebaikan: Dirikanlah shalat, tunaikan zakat, jalankan puasa
Ramadhan, bersedekahlah, berhaji dan berumrahlah, saling wasiat, dan
taatlah kepada pemimpin kalian dan jangan kalian melanggarnya!
Janganlah dunia membuat kalian lalai. sebab meski seseorang diberi
umur 1000 tahun maka pastilah ia akan merasakan kondisi seperti yang
kalian lihat pada diriku ini.
Allah telah menetapkan kematian kepada anak Adam dan mereka
semua akan mati. Yang paling bijak di antara mereka yaitu yang paling
taat kepada Tuhannya, dan yang paling mengerti akan hari pembalasan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.”
Kemudian ia menoleh ke arah Muadz bin Jabal seraya berkata: “Ya
Muadz, imamilah manusia untuk shalat!”
Begitu ia menghembuskan nafas terakhirnya, maka Muadz pun berdiri
dan berseru: “Wahai manusia, kalian telah dibuat kaget oleh seorang pria
yang demi Allah aku tidak pernah tahu bahwa aku pernah melihat seorang
pria yang begitu lapang dadanya, senantiasa menjauhi kedengkian, dan
amat berpesan tentang ummat ini yang lebih baik darinya. Maka mohonlah
rahmat Allah baginya dan semoga Allah merahmati kalian!”
Abdullah Bin Mas’ud
Orang Pertama yang Berani Membaca Al Qur’an dengan Jahr (Keras)
sesudah Rasulullah Saw
“Barang Siapa yang Suka Membaca Al Qur’an Sesegar Seperti Baru
Turun, Maka Bacalah dengan Bacaan Ibnu Ummi Abd” (Muhammad
Rasulullah)
Saat itu ia yaitu seorang anak kecil yang belum juga sampai pada usia
baligh. Ia tumbuh di sebuah lereng Mekkah yang jauh dari keramaian
manusia. Ia memiliki domba yang ia gembalakan milik salah seorang
pembesar Quraisy yang bernama Uqbah bin Abi Muayyath.24
Kebanyakan orang memanggilnya dengan Ibnu Ummi Abdin. Nama
sebenarnya yaitu Abdullah. Nama ayahnya yaitu Mas’ud.
Bocah ini mendengar kisah Nabi Saw yang tersiar di kalangan
kaumnya, namun ia tidak perduli dengan berita ini sebab saat itu ia
masih kecil dari satu sisi, dan sebab ia terisolir jauh dari masyarakat
Mekkah dari sisi lain. Ia terbiasa untuk keluar rumah pada pagi hari
dengan menggembala domba milik Uqbah, dan tidak kembali kecuali bila
malam sudah tiba.
Pada suatu hari bocah yang bernama Abdullah bin Mas’ud ini melihat
ada 2 orang pria dewasa yang sedang berjalan ke arahnya dari jauh.
Keduanya terlihat letih. Mereka amat kehausan sehingga kedua bibir dan
tenggorokan mereka kering.
Begitu keduanya berdiri di hadapan bocah ini maka mereka
mengucapkan salam kepadanya dan berkata: “Wahai ananda, tolong
peraskan susu domba-domba ini untuk menghilangkan rasa haus kami dan
membasahi tenggorokan kami.” Maka bocah tadi berkata: “Aku tidak akan
melakukannya. Domba-domba ini bukan milikku. Aku hanya dipercayakan
untuk menggembalanya saja!” Kedua pria tadi tidak memungkiri apa yang
24
Dia yaitu Uqbah bin Aban bin Dzakwan bin Ummayyah bin Abdus Syams, salah seorang
pembesar Quraisy pada masa jahiliyah. Panggilannya yaitu Abul Walid dan panggilan ayahnya yaitu
Abu Muayyath dan dengan nama panggilan ini yang lebih masyhur di kalangan manusia. Dia yaitu
orang yang amat menentang Rasulullah Saw dan menyiksa kaum muslimin. Ia terbunuh sesudah perang
Badr.
75
dikatakan oleh bocah ini, dan nampak dari kedua wajah mereka bahwa
mereka menerima apa yang dikatakannya. Kemudian salah seorang di
antara mereka berkata kepada bocah tadi: “Tunjakan kepadaku seekor
domba jantan!” Maka bocah ini menunjuk ke arah seekor domba kecil
yang ada di dekatnya. Lalu pria tadi menghampiri dan menangkapnya. Ia
mengusap puting kambing dengan tangannya sambil membaca nama
Allah. Bocah tadi melihat apa yang dilakukan pria ini dengan amat heran.
Ia berkata dalam dirinya: “Bagaimana bisa seekor domba jantan kecil dapat
mengeluarkan susu?!”
namun puting susu kambing tadi menggelembung, dan lalu mulai
keluarlah susu dengan begitu banyaknya. Lalu pria yang satunya lagi
mengambil sebuah batu kering dari tanah. Kemudian batu ini ia isi
dengan susu. Dan keduanya minum dari batu ini .Lalu keduanya
memberikan susu ini kepadaku untuk diminum, dan aku hampir saja
tidak mempercayai apa yang baru saja aku lihat.
Begitu kami sudah merasa puas. Pria yang mendapatkan berkah dengan
susu kambing tadi berkata: “Berhentilah!” Maka berhentilah susu ini
sehingga puting kambing kembali seperti sediakala.
Pada saat itu, aku berkata kepada manusia yang penuh berkah tadi:
“Ajarkan aku ucapan yang kau baca tadi!” Ia menjawab: “Engkau yaitu
seorang bocah yang terpelajar!”
Peristiwa ini yaitu awal kisah Abdullah bin Mas’ud dengan
Islam. sebab pria yang penuh berkah tadi tiada lain yaitu Rasulullah
Saw, dan sahabat yang menyertainya saat itu yaitu Abu Bakar As Shiddiq
ra.
Mereka berdua pada hari itu pergi menuju lereng-lereng Mekkah,
sebab menghindari penyiksaan yang akan ditujukan kepada mereka oleh
suku Quraisy.
Sebagaimana bocah tadi begitu mencintai Rasulullah Saw dan
sahabatnya tadi. Maka bocah tadi juga telah membuat Rasul dan
sahabatnya merasa takjub sehingga keduanya memberikan amanat yang
besar dan mengawasi perkembangan kebaikan pada dirinya.
Tidak berselang lama sejak itu maka Abdullah bin Mas’ud menyatakan
masuk Islam dan menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw untuk
membantu Beliau. Maka Rasulullah Saw menjadikan dia sebagai
pembantunya.
76
Sejak saat itu bocah yang beruntung ini berpindah jabatan dari tadinya
sebagai penggembala domba dan kini menjadi seorang pembantu
pemimpin seluruh makhluk dan ummat.
Abdullah bin Mas’ud terus mendampingi Rasulullah Saw seperti sebuah
bayangan. Ia terus menemani Rasulullah Saw baik dalam kondisi menetap
atau saat bepergian. Ia juga mendampingi Rasulullah Saw baik di dalam
maupun di luar rumah.
Dialah yang membangunkan Rasulullah Saw saat Beliau tidur. Dia yang
menutupi Rasul bila Beliau sedang mandi. Dia yang memakaikan sandal,
bila Rasul hendak keluar. Dan melepaskannya lagi bila Rasulullah Saw
hendak masuk ke rumah. Dia yang membawa tongkat dan siwak Rasul.
Dan dialah yang masuk ke dalam kamar Rasulullah bila Beliau hendak
tidur.
Bahkan Rasulullah Saw mengizinkan Abdullah bin Masud untuk masuk
ke rumahnya kapan saja ia berkehendak. Dan Rasul Saw membiarkan
Abdullah mengetahui rahasia Beliau tanpa pernah merasa resah, sehingga
ia dikenal dengan sebutan ‘penjaga rahasia Rasulullah Saw.’
Abdullah bin Mas’ud di bina di rumah Rasulullah Saw sehingga ia
dapat menyerap petunjuk yang diberikan Rasul dan berakhlak seperti
akhlak Beliau. Ia mengikuti jejak Rasul dalam setiap gerak-geriknya,
sehingga ada yang mengatakan: ‘Dia yaitu manusia yang paling dekat
kepada Rasul dalam menerima petunjuk dan akhlaknya!”
Abdullah bin Mas’ud belajar langsung di bawah bimbingan Rasulullah
Saw sehingga ia menjadi sahabat yang paling paham akan bacaan Al
Qur’an. Yang paling mengerti akan maknanya dan paling tahu akan syariat
Allah.
Tidak ada kisah yang paling menunjukkan hal ini kecuali cerita seorang
pria yang datang kepada Umar bin Khattab saat ia sedang wukuf di Arafah.
Maka pria ini berkata kepada Umar: “Wahai Amirul Mukminin, aku
datang dari Kufah, di sana ada seorang pria yang mendiktekan mushaf Al
Qur’an dari luar kepalanya (Pent. Begitu hapalnya). Maka Umar langsung
marah dengan begitu kerasnya, jarang Umar marah seperti ini. Ia langsung
naik pitam sehingga seolah ia membesar memenuhi ruas badan
tunggangannya. Ia berkata: “Celaka kamu, siapakah dia?!” Pria tadi
menjawab: “Abdullah bin Mas’ud.”
Amarah Umar langsung beringsut dan ia kembali lagi dalam kondisi
semula. Lalu ia beujar: “Celaka kamu, Demi Allah aku tidak tahu ada orang
77
yang masih tersisa yang lebih berhak dalam urusan ini selain dia. Aku akan
bercerita kepadamu akan hal ini.”
Umar memulai pembicaraannya:
“Suatu malam Rasulullah Saw sedang berbicara dan bermusyawarah
dengan Abu Bakar ra seputar permasalahan kaum muslimin.Saat itu aku
bersama mereka. Kemudian Rasulullah Saw keluar dan kami ikut keluar
bersamanya. Ternyata kami dapati ada seorang pria yang sedang shalat di
mesjid dan kami tidak tahu siapa dia sebenarnya. Rasul Saw diam sejenak
untuk mendengarkan bacaannya. Kemudian Beliau menoleh ke arah kami
sambil bersabda: “Siapa yang ingin membaca Al Qur’an yang segar seperti
baru diturunkan, maka bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abdin!”
Kemudian terlihat Abdullah bin Mas’ud duduk dan berdo’a. Maka
Rasulullah Saw langsung bersabda kepadanya: “Mintalah pasti engkau
akan diberi! Mintalah pasti engkau akan diberi!”
Lalu Umar meneruskan kisahnya:
“Aku berkata dalam diri: Demi Allah, besok pagi aku akan mendatangi
Abdullah bin Mas’ud dan aku akan menyampaikan kabar gembira bahwa
Rasulullah Saw mengaminkan do’anya. Keesokan harinya aku datang
kepada Abdullah untuk menyampaikan kabar gembira ini, namun aku
temui Abu Bakar telah mendahuluiku untuk memberi kabar gembira ini
kepadanya.
Demi Allah, tidak pernah aku mengalahkan Abu Bakar dalam kebaikan,
pasti ia sudah lebih dahulu melakukannya!”
Ilmu Abdullah bin Mas’ud tentang Kitabullah telah sampai pada
tingkatan sebagaimana yang ia katakan:
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. Tidak ada satu ayatpundari
Kitabullah yang turun kecuali aku mengetahui dimana ia diturunkan, dan
aku mengetahui dalam peristiwa apa ia diturunkan. Jika aku tahu ada
seseorang yang lebih mengerti Kitabullah dariku, jika mungkin untuk
ditempuh pasti akan ku datangi ia.
Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan saat ia berkata tentang dirinya.
Inilah kisah Umar bin Khattab ra yang berjumpa dengan sebuah kafilah
dalam sebuah perjalanan, dan malam sudah meliputi siang sehingga
membuat kafilah tadi kegelapan.
Dalam kafilah ini terdapat Abdullah bin Mas’ud. Maka Umar bin
Khattab memerintahkan seseorang untuk memanggil mereka: “Dari mana
kafilah ini?” Maka Abdullah bin Mas’ud menjawab: “Minal fajjil amiq
(Dari lembah yang jauh)!’ Umar bertanya: “Hendak kemana kalian?”
78
Abdullah menjawab: “Al Baital atiq (Ke rumah tua / Ka’bah)!” Maka Umar
berkata: “Dalam kafilah ini ada seorang yang Alim… dan Umar
memerintahkan seseorang untuk bertanya: “Ayat Al Qur’an mana yang
paling agung?” Maka Abdullah menjawab: “Allahu La Ilaaha illa Huwa Al
Hayyu Al Qayyum, La Takhudzuhu sinatun wa la naum (Allah, tiada Tuhan
selai Dia Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri. Ia tidak pernah merasa
ngantuk dan tertidur.”
Umar memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka ayat Al Qur’an mana
yang paling bijak?” Maka Abdullah menjawab: “Inna Allaha ya’muru bil
adli wal ihsan wa iitai dzil qurba (Sungguh Allah memerintahkan untuk
berbuat adil, baik dan memberikan bantuan kepada kerabat terdekat).”
Umar lalu memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an
mana yang paling lengkap?” Abdullah menjawab: “Fa man ya’mal mitsqala
dzarratin khayran yarahu, wa man ya’mal mitsqala dzarratin syarran
yarahu (Siapa orang yang melakukan kebaikan seberat biji dzarrah maka ia
akan melihatnya. Siapa orang yang melakukan keburukan seberat biji
dzarrah maka ia akan melihatnya.”
Umar memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana
yang paling membuat takut?” Abdullah menjawab: “Laisa bi amaniyikum
wa la amaniyi ahlil kitab man ya’mal suu’an yujza bihi wa la yajid lahu min
duunillahi waliyyan wa la nashiran ((Pahala dari Allah) itu bukanlah
menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-
angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan
diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung
dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah).”
Umar lalu memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an
mana yang paling memberi harapan?” Abdullah menjawab: “Qul ya
ibadiya alladzina asrafu ala anfusihim wa la taqnatuu min rahmatillah
Innallaha yaghfiru Adz dzuuuba jamiian. Innahu Huwa Al Ghafuur Al
Rahiim (Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat
Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).”
Umar memerintahkan: “Apakah ada Abdullah bin Mas’ud bersama
kalian?” Maka rombongan ini serempak menjawab: “Benar!”
Abdullah bin Mas’ud tidak hanya pandai, mengerti Al Qur’an, taat
beribadah dan zuhud saja; namun ia bahkan yaitu sosok yang kuat,
tegar, mujahid yang pantang mundur jika berperang.
Dalam hal ini sebagi buktinya cukup dengan pernyataan bahwa dia
yaitu muslim pertama di muka bumi sesudah Rasul Saw yang berani
membacakan Al Qur’an dengan terang-terangan.
79
Pada suatu hari para sahabat Rasulullah Saw tengah berkumpul di
Mekkah. Saat itu mereka yaitu kelompok minoritas yang selalu tertindas.
Mereka berkata: “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Al
Qur’an dibacakan dengan keras kepada mereka. Siapakah orang yang
berani membacakannya kepada mereka?!”
Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku yang akan membacakan Al
Qur’an kepada mereka!”
Maka para sahabat tadi menukas: “Kami khawatir mereka akan
mencelakaimu. Yang kami inginkan yaitu seseorang yang memiliki
keluarga besar yang dapat melindungi dan menjaganya dari kejahatan
mereka bila mereka berniat melakukannya.”
Abdullah menjawab: “Biarkan aku melakukannya, sebab Allah akan
menjaga dan melindungiku!”
Kemudian ia pergi ke Masjidil Haram dan ia berjalan ke arah maqam
Ibrahim pada waktu dhuha. Saat itu suku Quraisy sedang duduk di
sekeliling Ka’bah. Abdullah lalu berdiri di depan Maqam Ibrahim dan
membacakan dengan suara keras: “Bismillahirrahmanirrahim, Ar Rahman,
Allamal Qur’an, Khalaqal Insana, Allamahul Bayan. ((Tuhan) Yang Maha
Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur'an. Dia menciptakan manusia,
Mengajarnya pandai berbicara).” Ia masih meneruskan bacaannya. Maka
suku Quraisy mulai meresapi bacaannya. Mereka berkata: “Apa yang
sedang dibacakan oleh Ibnu Ummi Abdin? Celaka dia! Dia sedang
membaca sebagian ayat yang dibawa oleh Muhammad!”
Maka mereka langsung menghampiri Abdullah dan memukuli
wajahnya dan ia masih saja meneruskan bacaannya sehingga batas yang
Allah tentukan. Kemudian ia datang menghadap para sahabatnya dan
darah mengalir dari tubuhnya. Para sahabatnya berkata: “Inilah yang kami
khawatirkan pada dirimu!”
Abdullah menjawab: “Demi Allah, para musuh Allah tidak ada yang
lebih berat dari mereka mulai saat ini. Jika kalian mau, besok pagi aku akan
membuat mereka semua seperti ini!” Para sahabat menjawab: “Jangan,
cukuplah sebab engkau telah berani membacakan kepada mereka apa
yang mereka benci!”
Abdullah bin Mas’ud masih hidup hingga masa khilafah Utsman bin
Affan ra. Saat ia sudah mendekati ajalnya, Utsman menjenguknya lalu
bertanya: “Apa yang kau keluhkan?” Ia menjawab: “Dosa-dosaku.” Utsman
bertanya: “Apa yang kau inginkan?” Ia menjawab: “Rahmat Tuhanku.”
Utsman bertanya: “Apakah engkau menginginkan jatahmu yang selalu kau
tolak sejak bertahun-tahun lalu?” Ia menjawab: “Aku tidak
memerlukannya.” Utsman berkata: “Itu akan bermanfaat bagi anak-anak
putrimu sepeninggalmu nanti” Ia menjawab: “Apakah engkau khawatir
anak-anakku menjadi faqir? Aku telah memerintahkan mereka untuk
80
membaca surat Al Waqiah setiap malam. Dan aku pernah mendengar
sabda Rasul Saw: ‘Siapa yang membaca surat Al Waqiah setiap malam,
maka ia tidak akan terkena kefakiran untuk selamanya.”
Begitu malam tiba, Abdullah bin Mas’ud kembali kepangkuan
Tuhannya. Lisannya basah dengan dzikir kepada Allah, dan penuh dengan
aya-ayat Allah yang jelas.
Jenazahnya dishalatkan oleh ribuan kaum muslimin; termasuk
didalamnya Zubeir bin Awwam.
Kemudian ia dimakamkan di Baqi. Semoga Allah merahmatinya.
Salman Al Farisi
“Kalau Saja Iman Berada di Bintang, Pasti Akan Dicapai Oleh Orang-
Orang Ini” (Diucapkan Rasulullah Saw Sambil Meletakkan
Tangannya pada Tubuh Salman)
Kisah kita kali ini yaitu kisah seseorang yang berusaha mencari
hakikat, mencari Allah Swt. Ini yaitu kisah Salman Al Farisi ra.
Kita akan membiarkan Salman Al Farisi bercerita tentang kisahnya
sendiri. Sebab saat mengalami kisah ini , perasaannya begitu hidup
dan penyampaiannya akan terasa lebih jujur dan lengkap.
Salman berkata: “Aku yaitu seorang pemuda dari Persia penduduk
Isfahan25 dari sebuah kampung yang akrab dikenal dengan Jayyan. Ayahku
yaitu kepala kampung dan merupakan orang yang paling kaya dan
terhormat disana. Aku yaitu manusia yang paling ia cintai sejak aku lahir.
Kecintaannya semakin bertambah kepadaku hari demi hari sehingga ia
mengurungku di dalam rumah sebab merasa khawatir terhadapku. Aku
dipingit seperti layaknya seorang gadis.
Dengan sungguh-sungguh aku menganut agama Majusi26, sehingga
aku ditunjuk sebagai penyala api yang kami sembah. Aku dipercaya untuk
menyulutnya sehingga tidak boleh padam sesaat pun baik pada waktu
malam maupun siang.
Ayahku memiliki sebuah lahan yang besar yang memberi kami hasil
yang banyak. Ayah selalu mengawasinya, dan memetik hasilnya. Pada suatu
saat ayahku memiliki kesibukan lain sehingga ia tidak bisa datang ke
lahannya. Ia berkata: “Wahai anakku, Aku ada kesibukan lain sehingga
tidak bisa mengawasi perkebunan kita. Pergilah ke sana dan awasilah
kebun kita hari ini sebagai penggantiku!” Aku pun berangkat untuk
melihat kebun kami. Begitu aku sudah berada di sebuah jalan, aku
melewati sebuah gereja kaum Nashrani. Aku mendengar suara mereka dari
luar saat mereka sedang melakukan kebaktian. Hal itu telah menarik
perhatianku.
Aku tidak pernah tahu sedikitpun tentang kaum Nashrani atau agama
lainnya sebab begitu lama ayah memingitku agar tidak berinteraksi
25
Isfahan yaitu sebuah kota di Iran tengah. Terletak di antara Teheran dan Syairaz
26
Sebuah agama dimana para penganutnya menyembah api atau matahari
82
sesama manusia. Saat aku mendengar mereka, aku pun masuk mendatangi
mereka untuk melihat apa yang sedang mereka kerjakan.
Saat aku merenungi apa yang mereka lakukan, aku menjadi tertarik
dengan kebaktian yang mereka laksanakan, dan aku ingin masuk ke dalam
agama mereka. Aku berkata:
“Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kami anut. Demi Allah, aku
tidak meninggalkan mereka hingga matahari terbenam. Aku tidak jadi ke
kebun milik ayah. Lalu aku bertanya kepada mereka: “Darimana asal
agama ini?” Mereka menjawab: “Dari negeri Syam.”
Begitu malam tiba, aku kembali ke rumah dan aku berjumpa dengan
ayah yang menanyakan apa yang telah aku lakukan seharian. Aku
menjawab: “Ayah, aku berjumpa dengan sekelompok manusia yang sedang
melakukan kebaktian di gereja. Aku merasa tertarik begitu mengenal
agama mereka. Aku terus bersama mereka hingga matahari terbenam.”
Ayahku langsung sengit dengan apa yang telah aku lakukan sambil
berkata: “Hai anakku, dalam agama itu sedikitpun tidak ada kebaikan.
Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik dari agama itu!”
Aku menjawab: “Tidak. Demi Allah, agama mereka lebih baik dari
agama kita.” Maka ayah menjadi khawatir akan apa yang telah aku
katakan. Ia khawatir bila aku keluar dari agamaku. Ia memingitku lagi di
dalam rumah dengan membuat sebuah ikatan pada kakiku.
Begitu aku memiliki kesempatan, maka aku pergi kepada kaum
Nashrani dan aku berkata kepada mereka: “Jika ada rombongan yang
datang kepada kalian hendak melakukan perjalanan ke negeri Syam,
beritahukanlah kepadaku!”
Tidak lama berselang, maka datanglah sebuah rombongan kepada
mereka yang akan menuju ke negeri Syam. Mereka lalu memberitahukan
kepadaku hal ini . Aku lalu berusaha membuka ikatan kakiku sehingga
terlepas. Lalu aku berangkat bersama mereka dengan mengendap-endap
hingga kami akhirnya tiba di negeri Syam.
Begitu kami tiba di sana, aku bertanya: “Siapa orang yang paling utama
dalam urusan agama ini?” Mereka menjawab: “Dialah Uskup27 yang
memimpin gereja.” Lalu aku mendatanginya sambil berkata: “Aku tertarik
dengan agama Nashrani. Aku ingin mendampingi dan membantumu. Aku
mau belajar darimu dan melakukan kebaktian bersama penganut Nashrani
yang lainnya.”
Ia menjawab: “Masuklah!” dan akupun masuk ke dalam gereja mulai
saat itu aku menjadi pembantunya.
Masa terus berlalu, hingga aku mengetahui bahwa orang ini
sebenarnya yaitu orang yang buruk. Ia pernah menyuruh para
27
Sebuah jabatan bagi tokoh agama Nashrani di atas pendeta dan di bawah Paus.
83
pengikutnya untuk membayar sedekah dan menjanjikan kepada mereka
pahala yang akan mereka dapat jika mereka membayar sedekah ini di
jalan Allah. Uskup tadi malah menyimpan uang ini untuk dirinya
sendiri dan tidak pernah diberikan kepada kaum fakir dan miskin
sedikitpun juga. Sehingga ia berhasil mengumpulkan 7 bejana besar emas.
Aku menjadi benci sekali saat melihatnya. Tidak lama kemudian ia mati
dan orang-orang Nashrani berkumpul untuk menguburnya. Aku katakan
kepada mereka: “Sahabat kalian ini yaitu orang yang jahat. Ia pernah
memerintahkan kalian untuk membayar sedekah dan menjanjikan kepada
kalian pahala yang akan diterima. Begitu kalian membayarkannya, ia
malah menyimpannya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia tidak
memberikannya kepada kaum miskin sedikitpun dari harta ini .”
Mereka bertanya: “Dari mana engkau tahu hal ini ?” Aku jawab:
“Aku akan menunjukkan kalian tempat penyimpanannya!”
Mereka berkata: “Ya, tunjukkanlah kepada kami!” Maka aku tunjukkan
kepada mereka tempat penyimpanannya dan dari tempat ini mereka
mengeluarkan 7 bejana besar yang dipenuhi dengan emas dan perak.
Begitu mereka melihatnya mereka berkata: “Demi Allah, kami tidak akan
menguburkannya!” Lalu mereka mensalibnya lalu melemparnya dengan
batu.
Tidak lama sesudah itu, mereka mengangkat seseorang untuk
menggantikan posisinya. Maka akupun menjadi pendamping dan
pembantunya. Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih zuhud
darinya. Tidak ada seorangpun yang mengalahkannya dalam urusan
akhirat. Tidak ada yang melewatinya dalam masalah ibadah sepanjang
malam dan siang. Aku amat mencintainya. Aku tinggal bersamanya untuk
beberapa lama. Saat ia menjelang ajal, aku bertanya kepadanya: “Ya fulan,
kepada siapa kau akan mewasiatkan aku. Berilah nasehat kepadaku akan
orang yang perlu aku ikuti sesudah kau tiada?”
Ia menjawab: “Anakku, Aku tidak mengenal orang yang kau cari
kecuali ada seorang yang tinggal di Mosul28. Dia yaitu orang yang tidak
pernah membuat-buat dan tidak pernah mengganti agama. Maka carilah
ia!”
Begitu sahabatku meninggal, maka aku mencari orang yang berada di
Mosul tadi. Begitu aku berjumpa dengannya, aku menceritakan kisahku
kepadanya. Aku katakan: “Si fulan berwasiat kepadaku menjelang wafatnya
bahwa aku disuruh mencarimu. Ia mengatakan bahwa engkau yaitu
orang yang berpegang teguh dengan kebenaran.” Ia menjawab:
“Tinggallah bersamaku!” Aku pun tinggal bersamanya dan aku
mengenalnya sebagai sosok yang selalu benar.
Namun tidak lama kemudian, ajalnya tiba. Akupun berkata kepadanya:
“Ya fulan, engkau mengetahui bahwa ketentuan Allah akan berlaku pada
28
Sebuah kota tua yang terletak dekat sungai Dajlah di Irak.
84
dirimu dan engkau mengetahui kondisi diriku. Kepada siapa kau
mewasiatkan aku? Siapakah yang harus aku ikuti nanti?”
Ia menjawab: “Wahai anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui
manusia yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Nasibin29.
Dia yaitu fulan, maka carilah dia!”
Begitu ia dikuburkan, aku pergi mencari orang yang tinggal di Nasibin.
Kepadanya aku ceritakan kisahku dan apa yang diperintahkan sahabatku
tadi kepadaku. Lalu ia berkata: “Tinggalah bersama kami!” Maka akupun
tinggal bersamanya. Dia yaitu orang baik seperti kedua sahabatnya tadi.
Demi Allah, kematian akhirnya berlaku juga pada dirinya. Begitu ajalnya
tiba aku bertanya kepadanya: “Engkau tahu bagaimana kondisiku. Kepada
siapa engkau hendak mewasiatkan aku?”
Ia menjawab: “Hai Anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui manusia
yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Amuriyah30. Dia
yaitu fulan, maka carilah dia!” Aku pun mencarinya dan aku ceritakan
padanya kisahku. Ia pun berkata: “Tinggallah bersamaku... Aku pun tinggal
bersama seorang pria yang demi Allah menganut agama yang sama dengan
para sahabatnya tadi. Selama aku tinggal bersamanya aku berhasil memiliki
banyak sapi dan kambing.
Lalu ia pun wafat menyusul para sahabatnya. Begitu ajal tiba, aku
bertanya kepadanya: “Engkau tahu kondisiku, lalu kepada siapa kau
mewasiatkan aku? Apa yang ingin aku perbuat?”
Ia menjawab: “Anakku, demi Allah aku tidak mengetahui adanya
seseorang yang masih menganut agama yang kita ikuti. namun
sebentar lagi akan muncul di tanah Arab seorang Nabi yang di utus dengan
membawa agama Ibrahim. Kemudian ia berhijrah dari negerinya ke sebuah
negeri yang memiliki banyak pohon kurma di antar dua buah lembah
berbatu. Dia memiliki tanda-tanda yang jelas. Ia menerima hadiah dan
menolak sedekah. Di antara kedua pundaknya terdapat tanda kenabian.
Jika kau mampu datang ke negeri ini , maka lakukanlah!”
Kemudian ajal menjemputnya. sesudah ia wafat, aku masih tinggal di
Amuriyah beberapa lama hingga sekelompok pedagang Arab dari kabilah
Kalb datang.
Aku katakan kepada mereka: “Jika kau membawaku ke tanah Arab,
maka aku akan memberikan semua sapi dan kambingku ini!” Mereka
menjawab: “Baik, kami akan membawamu!” Maka aku berikan semua
hewan ternakku kepada mereka, dan mereka membawaku hingga kami
29
Sebuah kota yang sering dilintasi oleh para kafilah dari kota Mosul menuju Syam. Jaraknya 6
hari perjalanan dari Mosul
30
Lihat letak kota Amuriyah dalam buku Hadatsa fi Ramadhan karya penulis
85
tiba di Wadi Al Qura31. Sesampai di sana mereka mengkhianatiku dan
menjualku kepada seorang Yahudi. Maka akupun menjadi pembantunya.
Tidak lama kemudian ada sepupu majikanku dari Bani Quraidzah yang
mengunjunginya dan ia pun membeliku darinya. Ia membawaku ke
Yatsrib, dan aku melihat di sana pepohonan kurma seperti yang diceritakan
oleh sahabatku di Amuriyah. Aku tersadar bahwa ini yaitu Madinah yang
ia gambarkan itu. Lalu aku pun tinggal di sana bersamanya.
Saat itu, Nabi Saw sedang berdakwah kepada kaumnya di Mekkah.
namun aku tidak pernah mengetahui kabar Beliau sebab aku sibuk
dengan tugasku sebagai seorang budak.
Sesudah lama berselang maka Nabi Saw berhijrah ke Yatsrib. Demi
Allah saat itu aku sedang berada di atas pohon kurma tuanku sambil
mengerjakan beberapa tugas. Tuanku saat itu sedang duduk di bawahnya
saat seorang sepupunya datang sambil mengatakan: “Semoga Allah
membinasakan Bani Qailah32. Demi Allah, mereka kini sedang berkumpul
di Quba33 untuk menyambut seorang pria yang datang dari mereka dan
mengaku sebagai Nabi.
Begitu aku mendengar apa yang diucapkannya, maka aku seperti
langsung demam dan aku menjadi terguncang. Sehingga aku khawatir
akan jatuh menimpa tuanku. Aku segera turun dari pohon kurma, dan aku
berkata kepada pria tadi: “Apa yang kau ucapkan?! Ceritakan kembali
berita tadi kepadaku!!” Maka tuanku langsung emosi dan meninjuku
dengan begitu keras. Ia berkata kepadaku: “Apa urusanmu dengan berita
ini?! Kembalilah lagi untuk meneruskan pekerjaanmu!”
Begitu hari menjelang petang. Aku mengambil beberapa kurma yang
aku kumpulkan dan aku bawa ke tempat Rasulullah Saw menginap. Aku
masuk menghadapnya dan aku berkata: “Aku mendengar bahwa engkau
yaitu orang yang shalih, dan kau membawa para sahabat yang
membutuhkan bantuan. Ini yaitu sedikit barang yang dapat aku
sedekahkan. Menurutku kalian lebih pantas untuk menerima ini dari
lainnya.” Kemudian aku mendekat ke arah Beliau. Beliau lalu bersabda
kepada para sahabatnya: “Makanlah oleh kalian!” Ia tidak menggerakkan
tangannya dan memakan kurma bawaanku. Aku berkata dalam hati:
“Inilah sebuah tandanya!” Kemudian aku kembali ke rumah dan aku
kumpulkan beberapa buah kurma. Begitu Rasulullah Saw berangkat dari
31
Sebuah lembah yang terletak antara Madinah dan Syam, dan dia lebih dekat ke Madinah
32
Bani Qailah yaitu suku Aus dan Khajraj
33
Nama sebuah sumur dekat Madinah
86
Quba menuju Madinah aku menghampiri Beliau sambil berkata: “Aku
perhatikan bahwa engkau tidak makan harta sedekah dan ini yaitu
hadiah yang aku bawakan buatmu.” Lalu Beliau memakannya dan
menyuruh para sahabatnya untuk makan bersama Beliau. Lalu aku berkata
dalam diri: “Inilah tanda yang kedua!”
Lalu aku mendatangi Rasulullah Saw yang saat itu sedang berada di
Baqi Al Gharqad34 untuk menguburkan para sahabatnya. Aku dapati Beliau
sedang duduk dengan memakai dua buah kain kasar. Aku memberikan
salam kepadanya, kemudian aku berputar untuk melihat punggung Beliau.
Dan benar, aku melihat tanda seperti yang diceritakan oleh sahabatku yang
berada di Amuriyah.
Begitu Rasulullah Saw melihatku sedang memperhatikan punggungnya,
Beliau mengetahui maksudku. Kemudian Beliau melepaskan selendang dari
punggungnya. Maka aku memperhatikan dan aku melihat tanda itu. Aku
semakin yakin dan akupun langsung tersungkur, mencium tangannya dan
aku menangis.
Maka Rasulullah Saw bertanya kepadaku: “Apakah ceritamu ini?”
Aku pun menceritakan kisahku kepadanya dan Beliau merasa kagum
mendengarnya. Beliau kemudian berkeinginan agar para sahabatnya juga
mendengar kisahku ini. Maka aku pun menceritakan kepada mereka.
Mereka begitu kagum mendengarnya. Mereka semua menjadi begitu
bahagia.
Selamat atas Salman Al Farisi saat ia mulai mencari kebenaran di setiap
tempat.
Selamat atas Salman Al Farisi saat ia mengetahui kebenaran, lalu
beriman kepadanya dengan sebaik-baiknya.
Selamat atasnya pada hari ia wafat, dan pada saat ia dibangkitkan
untuk hidup kembali.
Ikrimah Bin Abi Jahal
“Ikrimah Akan Datang kepada Kalian Sebagai Orang yang Beriman &
Berhijrah, Janganlah Kalian Mencerca Ayahnya! Sebab Mencerca
Orang yang Sudah Mati Akan Menyakiti Orang yang Masih Hidup
Padahal Cercaan Itu Tidak Sampai Kepada Si Mayit.” (Muhammad
Rasulullah)
Selamat datang kepada Sang Penunggang yang Berhijrah!
Saat usianya sudah memasuki kepala 3 dan saat Nabi mulai melakukan
dakwah kebenarannya dengan terang-terangan.
Saat itu, ia yaitu salah seorang anggota suku Quraisy yang terpandang
nasabnya, dan yang paling banyak harta.
Sepantasnya ia memeluk Islam sebagaimana para sahabatnya seperti
Sa’d bin Abi Waqash, Mus’ab bin Umair dan lainnya yang termasuk anak-
anak orang terpandang di Mekkah.
Lalu siapakah ayahnya, kalau engkau mengetahuinya?
Dia yaitu tokoh Mekkah yang paling bengis, pemimpin tindakan
kemusyrikan nomer 1, sosok penyiksa yang dengan ulahnya Allah mencoba
keimanan kaum mukminin dan ternyata mereka tegar menghadapinya.
Lewat makarnya, Allah menguji kesetiaan kaum mukminin dan
ternyata mereka benar-benar setia.
Dialah Abu Jahl!
Itulah ayahnya. Sedangkan Ikrimah bin Abu Jahl Al Makhzumy yaitu
seorang di antara beberapa suku Quraisy yang pemberani dan salah
seorang tokoh penunggang kuda yang terpandang.
Ikrimah bin Abu Jahl merasa harus menuruti kepemimpinan ayahnya
untuk memusuhi Muhammad Saw; sehingga ia sendiri begitu benci kepada
Rasul Saw. Ia juga menyiksa para sahabat Beliau dengan kejam. Ia
melakukan penyiksaan kepada Islam dan kaum muslimin sehingga
membuat ayahnya senang.
Begitu ayahnya memimpin pasukan musyrikin dalam perang Badar, ia
bersumpah dengan Lata dan Uzza bahwa ia tidak akan kembali ke Mekkah
kecuali bila Muhammad sudah kalah. Ia sempat menginap di Badr selama 3
89
hari dan menyembelih unta, meminum khamr dan menikmati musik yang
dimainkan oleh para pemainnya.
Saat Abu Jahl memimpin peperangan ini, Ikrimah anaknya menjadi
pegangannya tempat ia bersandar dan menjadi tangannya di mana ia
menggenggam.
namun Lata dan Uzza tidak menjawab seruan Abu Jahl sebab
keduanya tidak bisa mendengar. Keduanya tidak bisa menolong Abu Jahl
sebab mereka tidak mampu melakukan apapun.
Akhirnya Abu Jahl mati di Badr dan anaknya Ikrimah menyaksikan
peristiwa ini dengan kedua matanya. Tombak-tombak kaum muslimin
menghisap darahnya. Ikrimah juga mendengar dengan kedua telinganya
saat Abu Jahl melepaskan nafas terakhirnya yang membuat kedua bibirnya
menganga.
Ikrimah kembali ke Mekkah sesudah ia meninggalkan jasad pemimpin
bangsa Quraisy tadi di Badr. Kekalahan telah membuatnya gentar sehingga
tidak dapat membawa jasad ayahnya kembali ke Mekkah. Ia lebih memilih
membiarkan jasad ayahnya tertinggal sehingga di buang oleh kaum
muslimin di sebuah tempat bernama Al Qalib35 bersama dengan puluhan
korban dari pihak kaum musyrikin. Kaum muslimin lalu menguruk mereka
dengan pasir.
Sejak hari itu, Ikrimah bin Abi Jahl memiliki pandangan lain tentang
Islam. Ia begitu benci kepada Islam sebab dendam atas pembunuhan
ayahnya; dan hari ini ia akan membalaskan dendamnya.
Oleh sebab nya, ikrimah dan beberapa orang yang ayahnya terbunuh
pada perang Badr menyalakan api permusuhan di dada kaum musyrikin
untuk melawan Muhammad Saw. Mereka juga menyulut kobaran amarah
di hati suku Quraisy yang kehilangan anggota keluarganya saat perang
Badr. Sehingga usaha mereka menyulut terjadi perang Uhud.
Ikrimah bin Abu Jahl berangkat menuju perang Uhud bersama istrinya
yang bernama Ummu Hakim agar ia beserta para wanita lain yang
kehilangan keluarganya saat perang Badr berdiri di belakang pasukan
kaum pria. Para wanita tadi bertugas memukulkan genderang untuk
memberi semangat kepada kaum Quraisy untuk meneruskan peperangan,
35
Sebuah sumur tempat dibuangnya bangkai kaum musyrikin korban perang Badr
90
dan memberikan semangat kepada pasukan berkuda agar tidak lari dari
medan laga.
Bangsa Quraisy kali ini di pimpin oleh pasukan berkuda di bawah
komando Khalid bin Walid, dan pasukan infantry di bawah komando
Ikrimah bin Abu Jahl. Kedua komandan kaum musyrikin tadi telah berhasil
membuat kemenangan di pihak mereka atas Muhammad dan para
sahabatnya. Kaum musyrikin saat itu telah membuktikan kemenangan yang
besar, sehingga Abu Sufyan berseru: “Inilah balasan dari perang Badr!”
Pada perang Khandaq, kaum musyrikin mengepung kota Madinah
beberapa hari lamanya sehingga habislah kesabaran Ikrimah bin Abi Jahl.
Ia begitu gemas dengan pengepungan ini. Ia melihat ke sebuah tempat yang
sempit di dalam parit. Ia memaksakan kudanya untuk masuk ke dalamnya
sehingga ia dapat menerobos. Kemudian di belakangnya menyusul ikut
menerobos serombongan orang yang sedang berpetualang dan menjadi
salah satu korbannya yaitu Amr bin Abdu Wuddin Al Amiry.36
Pada hari penaklukkan kota Mekkah, kaum Quraisy berpendapat
bahwa mereka tidak mampu melawan Muhammad dan para sahabatnya.
Mereka memutuskan untuk membiarkan Muhammad datang ke Mekkah.
Mereka menderita akibat keputusan yang mereka ambil sesudah mereka
tahu bahwa Rasulullah Saw memerintahkan para panglima muslimin
untuk tidak memerangi penduduk Mekkah kecuali bila para penduduknya
melakukan penyerangan.
namun Ikrimah bin Abu Jahl dan beberapa orang lainnya tidak
sepakat dengan keputusan kaum Quraisy ini. Mereka berani untuk
menghadapi pasukan yang besar ini. Maka Khalid bin Walid menyerang
kaum muslimin dalam sebuah perang kecil di mana terbunuh beberapa
orang dari mereka. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk melarikan
diri selagi memungkinkan. Salah seorang dari mereka yang berhasil lolos
yaitu Ikrimah bin Abu Jahal.
Amr bin Abdu Wuddin Al Amiry Al Qurasy yaitu salah seorang penunggang kuda terkenal di
masa jahiliyah. Begitu ia menerobos Khandaq, ia dihalau oleh Ali bin Abi Thalib hingga akhirnya tewas
terbunuh.
saat itu Ikrimah merasa menyesal. Mekkah kini sudah tunduk
dihadapan kaum muslimin. Rasulullah Saw telah memaafkan segala
kesalahan kaum Quraisy yang pernah mereka lakukan kepada Beliau dan
para sahabatnya. namun ada beberapa nama yang tidak Rasul Saw
maafkan. Rasul memerintahkan para sahabatnya untuk membunuh nama-
nama ini, meskipun mereka mendapatinya sedang berada di bawah tembok
Ka’bah. Salah seorang dari nama yang dicari oleh kaum muslimin tadi
yaitu Ikrimah bin Abu Jahl. Oleh sebab nya, ia menyusup dengan
sembunyi-sembunyi untuk keluar dari Mekkah, dan ia hendak pergi
melarikan diri ke Yaman, sebab ia tidak menemukan ada tempat
perlindungan lain baginya kecuali di sana.
Saat itu Ummu Hakim istri Ikrimah bin Abu Jahl dan Hindun bin
Utbah37 datang ke rumah Rasulullah Saw diiringi dengan sepuluh wanita
lainnya untuk menyatakan sumpah setia kepada Nabi Saw. Mereka semua
masuk ke dalam rumah Nabi Saw. Saat itu Rasul Saw sedang ditemani oleh
dua istrinya dan anaknya yang bernama Fathimah38 dan beberapa wanita
dari Bani Abdul Muthalib. Maka berbicaralah Hindun yang pada
kesempatan itu ia mengenakan niqab39: “Ya Rasulullah, segala puji bagi
Allah yang telah memenangkan agama yang dipilih-Nya. Dan aku berharap
engkau dapat memperlakukan aku dengan baik sebab adanya hubungan
kerabat di antara kita. Aku kini yaitu wanita yang beriman dan
membenarkan ajaran agama ini.” Lalu ia membuka niqab dari
wajahnya,lalu berkata: “Saya yaitu Hindun binti Utbah, Ya Rasulullah!”
Maka Rasulullah Saw menjawabnya: “Selamat datang kepadamu!” Hindun
meneruskan: “Demi Allah ya Rasulullah, tidak ada satupun di muka bumi
ini rumah yang lebih aku sukai untuk merendahkan diri kecuali rumahmu
ini. Dan aku tidak ingin rumahku dan semua rumah di muka bumi ini
lebih mulia dari rumahmu.”
Lalu Rasulullah Saw bersabda: “Ada lagi yang mau menambahkan?”
Lalu berdirilah Ummu Hakim istri Ikrimah bin Abu Jahl yang telah
masuk Islam. Ia berkata: “Ya Rasulullah Saw, Ikrimah telah lari darimu
menuju Yaman sebab merasa takut akan kau bunuh. Berilah rasa aman
baginya! Semoga Allah memberikan keamanan kepadamu.” Lalu Rasulullah
Saw menjawab: “Dia sekarang sudah aman.”
Lalu Ummu Hakim keluar dari rumah Rasulullah sesudah mengajukan
permintaannya. Saat itu ia sedang didampingi oleh seorang budaknya yang
Hindun binti Utbah yaitu istri Abu Sufyan dan ia yaitu ibu dari Muawiyah ra.
Fathimah Al Zahra: lihat profilnya dalam buku Shuwar min Hayatis Shahabiyah karya penulis.
Maksudnya ia mengenakan niqab sebab merasa malu kepada Rasulullah sebab telah
membunuh paman Nabi Saw yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib pada perang Uhud.
berasal dari bangsa Romawi. Begitu keduanya sedang berjalan cepat, lalu
budaknya mencoba untuk menggoda Ummu Hakim. Maka Ummu Hakim
berusaha untuk mengulur-ulur waktu dan menjanjikannya di tempat lain.
Sehingga ia sampai di sebuah perkampungan bangsa Arab. Sesampainya di
sana, Ummu Hakim meminta pertolongan suku ini dari kejahatan
budaknya, maka suku ini mengikat budak Romawi tadi dan
menawannya bersama mereka.
Ummu Hakim meneruskan perjalanannya sehingga ia berjumpa
dengan Ikrimah di tepi pantai di daerah Tihamah40. Saat itu Ikrimah
sedang berbicara dengan seorang nelayan muslim di atas perahunya.
Nelayan itu berkata kepada Ikrimah: “Menyerahlah, sehingga aku dapat
membawamu turut serta!” Ikrimah bertanya: “Bagaimana aku
melakukannya?” Nelayan menjawab: “Ucapkan bahwa aku bersaksi tiada
Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu utusan Allah.” Ikrimah
menjawab: “Aku kabur ke sini sebab kalimat itu!”
Selagi mereka meneruskan pembicaraan, maka datanglah Ummu
Hakim menemui Ikrimah, lalu ia berkata: “Wahai sepupuku. Aku baru saja
datang dari manusia yag paling baik, berbudi dan paling bijak. Aku baru
saja datang dari Muhammad bin Abdullah. Aku telah meminta jaminan
keamanan bagimu darinya. Dan ia telah memberikan jaminan keamanan
bagimu. Maka janganlah engkau menyusahkan dirimu lagi!” Ikrimah
bertanya: “Engkau berbicara dengannya?” Ummu Hakim menjawab:
“Benar. Aku telah berbicara dengannya dan ia memberikan jaminan
keamanan bagimu.”
Ummu Hakim terus-menerus meyakinkan dan membuat tenang
Ikrimah sehingga ia mau turut ikut bersama Ummu Hakim.
Kemudian di tengah jalan Ummu Hakim menceritakan kepada Ikrimah
kisah budaknya yang berbangsa Romawi dan apa yang telah ia lakukan
kepada Ummu Hakim. Mendengar itu Ikrimah mendatanginya lalu
membunuhnya sebelum ia masuk Islam.
Begitu keduanya singgah di suatu tempat, Ikrimah merasa berhasrat
kepada istrinya dan ia ingin melakukan hubungan biologis dengannya.
Maka Ummu Hakim menolaknya dengan keras seraya berkata: “Saya kini
sudah menjadi muslimah dan engkau masih musyrik.”
Maka Ikrimah merasa heran dan berkata: “Sesuatu yang
menghalangiku untuk menggaulimu pasti yaitu hal yang besar!”
Begitu Ikrimah mulai memasuki kota Mekkah, Rasulullah Saw bersabda
kepada para sahabatnya: “Sebentar lagi akan datang kepada kalian Ikrimah
bin Abu Jahl sebagai seorang mukmin yang berhijrah. Janganlah kalian
mencerca ayahnya; Sebab mencerca orang yang sudah mati akan melukai
Tihamah yaitu sebuah pantai di jazirah Arab yang sejajar dengan Laut Merah, terletak di
antara Laut Merah dan Pegunungan Sarah
orang yang masih hidup padahal cercaan itu tidak berarti apa-apa bagi si
mayit.”
Tidak lama berselang maka tibalah Ikrimah dan istrinya ke tempat di
mana Rasulullah Saw duduk. Begitu Rasulullah Saw melihatnya maka
Beliau langsung melompat tanpa sempat lagi mengenakan sorbannya
sebab merasa begitu senang.
Begitu Rasulullah Saw kembali duduk, Ikrimah masih berdiri di
hadapan Rasulullah Saw lalu berkata: “Ya Muhammad, Ummu Hakim
memberitahukanku bahwa engkau telah menjamin keamanan untukku.”
Nabi langsung menjawab: “Ia benar, dan engkau sekarang aman!” Ikrimah
bertanya: “Engkau mengajakku untuk apa, Ya Muhammad?” Rasul
menjawab: “Aku mengajakmu untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan bahwa aku yaitu hamba Allah dan Rasul-Nya, mendirikan
shalat, membayar zakat…” dan Rasul menyebutkan rukun Islam semuanya.
Ikrimah menjawab: “Demi Allah, engkau mengajak tiada lain untuk
menuju kebenaran. Engkau hanya menyuruh hal yang tiada lain yaitu
kebaikan.”
Kemudian ia menambahkan: “Demi Allah, dulunya bagi kami sebelum
berdakwah seperti sekarang engkau yaitu orang yang paling jujur saat
berbicara dan orang yang paling baik.” Lalu ia mengulurkan tangannya
sambil berkata: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku
bersaksi bahwa Engkau yaitu hamba Allah dan Rasul-Nya.” Lalu ia
berkata lagi: “Ya Rasulullah, ajarkan hal terbaik yang mesti aku ucapkan!”
Rasul menjawab: “Ucapkanlah: Asyhadu an La ilaha illa-llahu, wa anna
Muhammadan abduhu wa Rasuluhu!”
Ikrimah bertanya: “Lalu apa lagi?”
Rasul menjawab: “Ucapkanlah:Aku mempersaksikan kepada Allah dan
kepada orang yang hadir pada saat ini bahwa aku yaitu seorang muslim,
mujahid dan muhajir!” Lalu Ikrimah pun mengucapkannya.
Begitu usai mengucapkannya, Rasul Saw langsung bersabda: “Sejak saat
ini, setiap kau meminta sesuatu yang aku berikan kepada orang lain, pasti
akan aku berikannya juga kepadamu.” Ikrimah berkata: “Aku memintamu
untuk memintakan ampunan bagiku atas setiap permusuhan yang pernah
aku lakukan terhadapmu, atau setiap perjalanan perang yang aku lakukan
untuk menyerangmu, atau tempat perang di mana aku memerangimu, atau
setiap perkataan yang aku pernah ucapkan dihadapanmu atau di
belakangmu!”
Rasulullah Saw lalu berdo’a: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya atas
setiap permusuhan yang pernah ia lakukan terhadapku. Atas setiap
perjalanan perang yang pernah ia lakukan untuk memadamkan cahaya-
Mu. Dan ampunilah ia atas apa yang pernah ia lakukan terhadap
kehormatanku saat berhadapan denganku ataupun saat aku sedang tidak
ada.”
Maka wajah Ikrimah langsung cerah dan ia berkata: “Demi Allah ya
Rasulullah, semua harta yang pernah aku berikan untuk menghalangi jalan
Allah, maka akan aku berikan lagi berlipat ganda di jalan Allah. Dan setiap
korban yang pernah aku bunuh dalam menghalangi jalan Allah, maka aku
akan membunuh jumlah yang berlipat ganda di jalan Allah!”
Mulai hari itu, Ikrimah bergabung dengan pasukan dakwah sebagai
seorang penunggang kuda yang berani di medan laga. Dia menjadi seorang
yang amat kuat beribadah, selalu membaca Kitabullah di mesjid-mesjid.Ia
pernah menaruh AlQur’an di wajahnya sambil berkata: “Inilah kitab
Tuhanku… kalam Tuhanku.. dan ia menangis sebab takut kepada Allah.
Ikrimah memenuhi janjinya kepada Rasulullah Saw. Setiap kali kaum
muslimin melakukan perang pasti ia ikut bersama mereka. Tidak pernah
ada rombongan yang di utus Rasulullah Saw untuk berperang, kecuali
Ikrimah sudah ada di barisan terdepan mereka.
Pada perang Yarmuk, Ikrimah melakukan duel dengan Iqbal Al
Zhami’di sebuah genangan air yang dingin pada saat hari begitu panas.
Pada suatu kesempatan kaum muslimin terjepit. Ikrimah turun dari
kudanya dan mematahkan sarung pedangnya. Ia menerobos barisan bangsa
Romawi. Khalid bin Walid langsung mengejarnya dan berkata: “Jangan kau
lakukan hal ini, ya Ikrimah! Jika engkau tewas maka hal ini akan membuat
barisan muslimin menjadi lemah.”
Ia menjawab: “Biarkan aku, ya Khalid! Engkau sudah lama bergaul dan
mengenal Rasulullah Saw. Sedang aku dan ayahku, kami yaitu orang-
orang yang dulunya amat memusuhi Beliau. Biarkan aku menebus segala
kesalahanku yang terdahulu.” Lalu ia berkata: “Dulu aku sering berperang
melawan Rasulullah Saw, apakah hari ini aku mesti berpaling untuk
melawan bangsa Romawi?! Ini tidak boleh terjadi!”
Lalu ia berseru kepada pasukan muslimin: “Siapa yang bersedia untuk
rela mati?” Maka pamannya Al Harits bin Hisyam, Dhirar bin Al Azwar dan
400 orang lagi dari pasukan muslimin yang bersedia melakukannya.
Akhirnya mereka semua berperang di bawah kepemimpinan Khalid bin
Walid ra dengan begitu semangatnya dan mereka melindungi Khalid
dengan begitu hebatnya.
Peperangan Yarmuk semakin menghebat dan kemenangan berpihak
pada pasukan muslimin, dan di tanah Yarmuk kini terdapat 3 orang
mujahidin yang menderita luka parah. Ketiganya yaitu : Al Harits bin
Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan Ikrimah bin Abu Jahl. Al Harits
berteriak meminta minum. Begitu air minum dibawakan kepadanya, ia
menoleh ke arah Ikrimah… lalu berkata: “Berikan air ini kepadanya!”
Begitu air dibawakan kepada Ikrimah, ia menoleh ke arah Ayyasy dan
95
berkata: “Berikan air ini kepadanya!” Begitu mereka membawakan air
kepada Ayyasy, rupanya Ayyasy sudah tewas. Begitu mereka kembali lagi
kepada Al Harits dan Ikrimah, rupanya keduanya pun sudah tiada. Semoga
Allah Swt meridhai mereka semua dan memberikan kepada mereka
minuman dari telaga Al Kautsar yang tidak pernah merasakan haus lagi
untuk selamanya dan menganugerahkan mereka dengan lebatnya kebun
Firdaus sebagai tempat mereka menetap.
Zaid Al Khair
“Alangkah Banyaknya Kebaikanmu, Ya Zaid. Manusia Seperti Apa
Engkau Ini?” (Muhammad Rasulullah)
Manusia bagai barang tambang; Mereka yang terbaik pada masa
jahiliah yaitu mereka yang terbaik pada masa Islam.
Inilah 2 kisah seorang sahabat Rasul yang terkenal. Kisah pertama
yaitu saat ia masih berada pada masa jahiliah, dan satunya lagi saat ia
sudah mengecap indahnya Islam.
Sahabat Rasul ini bernama Zaid Al Khail41 sebagaimana Rasul
memanggilnya sesudah ia masuk Islam.
Kisah ia saat Jahiliah dituliskan dalam beberapa buku sastra:
Al Syaibani mengisahkan dari seorang syeikh dari Bani ‘Amir yang
berkata: Kami pernah mengalami satu tahun kemarau yang telah membuat
tanaman tidak tumbuh dan hewan tidak dapat mengeluarkan susu. Maka
ada seorang di antara kami yang membawa keluarganya ke Al Hirah42 dan
meninggalkan mereka di sana. Ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah
aku di sini, hingga aku kembali lagi!”
Kemudian ia bersumpah kepada mereka bahwa ia tidak akan kembali
menemui mereka lagi kecuali bila ia sudah mendapatkan uang atau ia mati.
Kemudian ia mempersiapkan bekal dan berangkat seharian penuh.
Begitu malam tiba ia mendapati di hadapannya ada sebuah tenda dan dekat
tenda ini ada seekor kuda yang sedang terikat. Maka ia langsung
berujar: “Inilah ghanimah pertama!” dan ia berjalan ke arah kuda ini
dan melepaskan ikatannya. Begitu ia ingin menungganginya ia mendengar
sebuah suara yang memanggilnya: “Tinggalkan kuda itu, dan carilah harta
lain untuk di ambil!” Maka ia pun meninggalkan kuda tadi dan
melanjutkan perjalanannya.
Kemudian ia berjalan lagi selama 7 hari hingga ia sampai pada sebuah
tempat penggembalaan unta. Di sebelah padang tadi terdapat sebuah tenda
besar yang padanya ada sebuah kubah yang terbuat dari kulit menandakan
kekayaan dan kenikmatan. Maka orang ini berujar dalam hati: “Padang ini
pasti ada untanya, dan pasti tenda ini ada pemiliknya.”
dinamakan Al Kail sebab ia banyak memiliki unta
Sebuah kota di Iraq terletak di antara Najf dan Kufah
Kemudian ia melihat ke dalam tenda –dan saat itu matahari sudah
hampir tenggelam- ia melihat ada seorang berusia tua berada di dalam
tenda. Maka ia duduk di belakang orang tua itu dan si orang tua tidak
merasakan kehadirannya.
Tidak lama kemudian maka tenggelamlah matahari. Lalu datanglah
seorang penunggang kuda yang belum pernah terlihat ada penunggang
kuda yang lebih besar darinya yang mengenakan sadel begitu tinggi. Di
sekelilingnya terdapat duaorang budak yang berjalan di sebelah kanan dan
kirinya. Ia membawa kira-kira 100 unta bersamanya. Pada barisan
terdepan ada unta pejantan yang begitu besar. Lalu berhentilah unta
pejantan tadi dan berhenti juga unta-unta yang lain di sekelilingnya.
Sejurus kemudian, penunggang kuda tadi berkata kepada salah seorang
budaknya:
“Peraslah susu unta ini –ia menunjuk ke arah seekor unta betina yang
gemuk- dan berilah susu ini kepada orang tua itu!” Maka budak tadi
memeras susu unta sehingga sampai satu bejana penuh. Lalu ia meletakkan
susu ini di hadapan orang tua tadi lalu mundur ke belakang untuk
pamit. Lalu orang tua tadi meminumnya seteguk atau dua teguk, lalu
menaruh kembali susu tadi… Maka orang yang menyelinap tadi berkata:
“Lalu aku mengendap ke arahnya dan aku mengambil bejana susu. Aku
meminum semua susu yang tersisa.” Lalu budak tadi datang lagi dan
mengambil bejana susu. Ia langsung berteriak: “Tuanku, orang tua ini telah
meminum susu yang diberikan!” Langsung saja penunggang kuda tadi
bergembira dan berkata: “Peraslah susu unta ini –ia menunjuk seekor unta
lainnya- dan taruhlah bejana susu di depan orang tua!” Maka budak
itupun melaksanakan apa yang diperintahkan. Lalu orang tua tadi
meminumnya satu atau dua teguk lalu menaruh kembali bejananya.
Akupun mengambilnya lagi dan aku meminum separuhnya. Aku tidak mau
meminum semua susu sebab khawatir akan membuat curiga si
penunggang kuda.
Kemudian si penunggang kuda memerintahkan budaknya yang kedua
untuk menyembelih seekor domba. Lalu budak tadi menyembelihnya. Lalu
si penunggang kuda memanggang daging domba tadi dan memberikannya
kepada orang tua sehingga ia merasa kenyang. Lalu si penunggang kuda
memakan sisa kambing tadi bersama kedua budaknya.
Tidak lama kemudian maka semuanya tertidur dengan begitu lelapnya
dengan suara mendengkur.
Pada saat itu aku menuju ke unta jantan tadi dan aku melepaskan
ikatannya lalu menungganginya. Unta pejantan itupun bangun dan diikuti
oleh semua unta yang lain. Aku berangkat malam itu juga. Begitu siang
mulai datang menjelang, aku melihat ke sekeliling penjuru dan aku tidak
melihat siapapun yang mengikutiku. Akupun meneruskan perjalanan
hingga hari semakin siang.
Kemudian aku menoleh dan aku melihat ada seekor burung elang atau
seekor burung yang besar. Ia selalu terbang dekatku hingga aku tersadar
bahwa ada seorang penunggang kuda yang sedang duduk di atas kudanya.
Ia lalu datang ke arahku sehingga aku mengenalinya bahwa ia yaitu
pemilik unta-unta ini yang mencari unta miliknya.
Saat itu, aku mengikatkan unta pejantan tadi, dan aku mengeluarkan
anak panah dari sarungnya dan aku letakkan pada busurnya. Aku berdiri
di depan unta-unta tadi. Lalu si penunggang kuda berhenti dengan jarak
sedikit jauh dariku. Ia berkata: “Lepaskan ikatan unta jantanku!” Aku
menjawab: “Tidak! Aku telah meninggalkan banyak wanita yang sedang
kelaparan di Al Hirah. Aku berjanji kepada mereka bahwa aku tidak akan
kembali kepada mereka kecuali bila aku sudah membawa harta atau aku
mati.”
Ia menjawab: “Kalau demikian, kau akan mati. Lepaskan ikatan unta
itu. Sial kamu!” Aku menjawab: “Aku tidak akan melepaskannya!” Ia
berkata: “Celaka kamu. Engkau masih saja berkeras!”
Lalu ia berkata: “Tunjukkan kepadaku tali kendali unta –dan pada tali
kendali ini terdapat tiga ikatan- kemudian ia bertanya kepadaku pada
ikatan yang mana aku menginginkan ia mengarahkan anak panahnya.
Kemudian aku menunjuk ke arah ikatan yang ada di tengah. Kemudian ia
melepaskan anak panahnya, dan ia berhasil memasukkannya ke dalam
ikatan tadi seolah ia menaruhnya dengan tangan. Kemudian ia melepaskan
anak panahnya ke arah ikatan kedua dan ketiga.
Begitu melihat hal ini, aku menaruh kembali anak panahku ke
tempatnya dan aku berdiri seraya menyerah. Lalu ia menghampiriku dan
mengambil pedang serta busur panahku. Ia berkata: “Naiklah
dibelakangku!” Aku pun ikut naik di belakangnya. Ia bertanya:
“Menurutmu apa yang akan aku lakukan kepadamu?”
Aku menjawab: “Aku menduga hal yang paling buruk bakal terjadi
padaku.”
Ia bertanya: “Mengapa demikian?”
Aku menjawab: “sebab apa yang telah aku lakukan padamu, dan
sebab aku telah menyusahkanmu dan Allah telah membuatmu dapat
menangkapku.”
Ia berkata: “Apakah engkau mengira bahwa aku akan menyiksamu
padahal engkau telah minum dan makan bersama bapakku, dan engkau
telah membuatnya bersedih pada malam itu?!!”
Begitu aku mendengar nama bapaknya maka aku langsung bertanya:
“Apakah engkau yaitu Zaid Al Khail?” Ia menjawab: “Benar!” Aku
berkata kepadanya: “Kalau demikian, jadilah engkau sebaik-baiknya orang
yang menawan!” Ia menjawab: “Tidak masalah.” Iapun membawa aku ke
tempatnya. Ia berkata kepadaku: “Demi Allah, kalau saja unta-unta ini
yaitu milikku pasti aku berikan ini semua kepadamu. namun unta-
unta ini milik saudariku. Tinggalah bersama kami selama beberapa hari!
Sebab aku sebentar lagi akan ikut perang dan bisa jadi aku pulang dengan
membawa ghanimah.”
Hanya tiga hari sesudah itu, ia pergi berperang melawan Bani Numair.
Dan ia mendapatkan ghanimah hampir mencapai 100 unta dan ia
memberikannya kepadaku. Ia pun mengutus beberapa orang untuk
melindungiku hingga tiba di Al Hirah.
Itulah cerita Zaid al Khail saat ia masih dalam masa jahiliah. Sedangkan
kisahnya saat ia masuk Islam tercantum dalam kitab-kitab sirah sebagai
berikut:
Begitu telinga Zaid Al Khail mendengar kisah Nabi Saw, ia langsung
menyiapkan kendaraannya. Ia juga mengajak beberapa orang pembesar
kaumnya untuk datang ke Yatsrib43 dan menjumpai Nabi Saw. Maka
berangkatlah ia bersama dengan rombongan yang banyak yang terdiri dari
Zur bin Sadus, Malik bin Jubair, Amir bin Juwain dan lainnya. Begitu
mereka sampai di Madinah, mereka menuju ke Masjid Nabawi dan
memberhentikan unta mereka di depan pintu masjid.
Saat mereka masuk, Rasulullah Saw sedang berkhutbah di hadapan
kaum muslimin dari atas mimbar. Pembicaraan Rasul saat itu memukau
mereka. Dan mereka merasa takjub dengan sikap kaum muslimin yang
begitu patuh dengan Beliau. Mereka begitu mendengarkan, dan menyerap
apa yang Beliau sabdakan.
Saat Rasululla