teladan sahabat nabi 2

 


at diterima oleh akal untuk dijadikan agama?!” 

Sedangkan aku kini telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan 

bahwa Muhammad yaitu  utusan Allah. 


Lalu Umair mulai berdakwah di Mekkah sehingga banyak orang yang 

masuk Islam sebab  dakwahnya. Semoga Allah Swt melipatgandakan 

pahala Umair bin Wahab dan memberikan cahaya pada kuburnya. 


Al Bara’ Bin Malik Al Anshary 

“Janganlah Kalian Tunjuk Al Bara’ Menjadi Amir dalam Pasukan 

Muslimin, sebab  Dikhawatirkan Ia Dapat Mencelakakan 

Tentaranya sebab  Ingin Terus Maju” (Umar Bin Khattab) 

 

Rambutnya berantakan. Badannya kurus. Tulangnya kecil. Gesit dan 

sulit dilihat. 

namun  meski demikian ia berhasil membunuh 100 orang musyrik 

dalam sekali perang, selain orang-orang yang berhasil dibunuhnya dalam 

perang-perang yang diikutinya bersama para pejuang. 

Dia yaitu  orang yang gagah berani dan pantang mundur, demikian 

tulis Umar dalam sebuah surat yang ia tujukan untuk para pembantunya: 

“Janganlah ia ditunjuk sebagai pimpinan pasukan muslimin sebab  

khawatir mereka semua terbunuh sebab  maju terus.” 

Dialah Al Bara’ bin Malik Al Anshary, saudara Anas bin Malik 

pembantu Rasulullah Saw. 

Jika aku paparkan semua kisah kepahlawanan Al Bara’ bin Malik pasti 

akan membutuhkan banyak ruang dan halaman; sebab nya aku hanya 

akan menceritakan satu kisah saja dari kepahlawanannya yang dapat 

memberikan gambaran kepadamu tentang kisah kepahlawanannya yang 

lain. 


Kisah ini dimulai saat Rasulullah Saw wafat dan kembali ke pangkuan 

Tuhannya, saat beberapa kabilah Arab keluar dari agama Allah secara 

berbondong, seperti saat mereka masuk ke agama ini  secara 

berbondong. Sehingga yang tersisa hanyalah para penduduk Mekkah, 

Madinah,Thaif dan beberapa kelompok di sana-sini yang Allah tetapkan 

hatinya untuk terus beriman. 


Abu Bakar As Shiddiq tetap tegar menghadapi fitnah yang merebak ini. 

Ia tegar bagai gunung kokoh yang tak bergeming. Ia menyiapkan 11 

pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau juga 

menyiapkan 11 panji yang masing-masing dibawa oleh panglima pasukan 

tadi. Ia mengutus ke sebelas pasukan tadi ke seluruh penjuru Arab untuk 

mengembalikan mereka yang murtad kepada jalan petunjuk dan 

kebenaran, dan untuk menggiring orang-orang yang sesat menuju jalan 

yang lurus lewat sabetan pedang. 

Kaum murtad yang paling kuat dan banyak pasukannya yaitu  Bani 

Hanifah yang menjadi para pendukung Musailamah Al Kadzab. Saat itu 

Musailamah didukung oleh kaum dan sekutunya yang berjumlah 40 ribu 

orang pejuang. Kebanyakan dari mereka mendukungnya sebab  fanatisme 

dan bukannya sebab  beriman kepadanya. Sebagian dari mereka 

mengatakan: “Aku bersaksi bahwa Musailamah yaitu  pembohong dan 

Muhammad yaitu  benar. Tetapi pembohong yang berasal dari suku 

Rabi’ah9 lebih kami sukai daripada orang yang benar berasal dari suku 

Mudhar10.” 

Musailamah berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan 

pertama kaum muslimin yang dikirimkan kepadanya di bawah komando 

‘Ikrimah bin Abi Jahal.11 

Lalu Abu Bakar mengirimkan pasukan muslimin kedua kepada 

Musailamah di bawah komando Khalid bin Walid dimana pasukan ini  

dipenuhi dengan para tokoh Anshar dan Muhajirin. Salah satu dari mereka 

yaitu  Al Bara’ bin Malik Al Anshary, dan banyak lagi para patriot 

pemberani dari kaum muslimin. 


Kedua pasukan bertemu di daerah Al Yamamah di Najd. Hanya 

sebentar saja maka pasukan Musailamah dan pendukungnya terlihat 

unggul. Bumi yang dipijak oleh pasukan muslimin terasa berguncang saat 

itu. Kaum muslimin mulai bergerak mundur dan terjepit. Sehingga para 

pendukung Musailamah dapat menyusup ke tenda induk Khalid bin Walid. 

Mereka mencabut tali dan tiang tenda ini , bahkan mereka hampir saja 

membunuh istri Khalid kalau saja tidak ada seorang dari pasukan muslimin 

yang melindunginya. 

saat  itu kaum muslimin merasakan bahaya yang begitu besar. Mereka 

menyadari bahwa bila mereka sampai kalah oleh Musailamah maka Islam 

tidak akan berdiri tegak lagi dan Allah Swt tidak akan pernah disembah lagi 

di jazirah Arab. 

Khalid langsung bangkit menuju pasukannya. Ia memulai mengatur 

kembali pasukannya. Ia mendahulukan kaum Muhajirin di pasukan depan 

dan Anshar di belakang. Dan ia menempatkan orang-orang badu’i di 

barisan ini . 

Khalid juga mengumpulkan anak-anak yang berasal dari satu bapak 

dengan satu panji agar ia dapat mengetahui musibah yang menimpa setiap 

                                                    

 Rabiah yaitu  sebuah kabilah besar di Arab yang menjadi leluhur Musailamah 


 Mudhar yaitu  kabilah dimana Rasul Saw berasal. 

 Ikrimah bin Abi Jahal dapat dilihat pada hal. 117 

regu dalam peperangan ini, dan juga agar ia tahu dari sisi mana kaum 

muslimin di serang. 

Maka terjadilah perang di antara dua kubu yang begitu hebatnya. 

Kaum muslimin belum pernah menjalani peperangan yang begitu dahsyat 

seperti ini sebelumnya. Kaum Musailamah telah berdiri dengan 

congkaknya di medan perang seolah mereka bagai gunung yang tak 

bergeming dan mereka seolah tidak peduli akan banyaknya korban yang 

mereka terima… 

Dan kaum muslimin saat itu didukung oleh para pahlawan yang bila 

dikumpulkan dalam tulisan maka akan menjadi sebuah kisah 

kepahlawanan yang amat menarik. 

Terdapat di sana Tsabit bin Qais pembawa panji Al Anshar yang telah 

menyiapkan peralatan kematian, kain kafan dan menggali sendiri kuburan 

untuk dirinya. Ia masuk ke dalam lobang yang digalinya ini  sehingga 

mencapai separuh dari betisnya. Ia berdiri tegap dalam posisinya itu. Ia 

berjuang mempertahankan panji kaumnya sehingga ia binasa dan menjadi 

syahid. 

Adalagi Zaid bin Khattab saudara Umar bin Khattab ra yang menyeru 

pasukan muslimin: “Wahai semua manusia, gigitlah kuat-kuat geraham 

kalian, seranglah musuh kalian dan terus maju pantang mundur… Wahai 

semua manusia, Demi Allah aku tidak akan berkata apapun lagi sesudah  ini 

sehingga Musailamah dapat dikalahkan atau hingga aku berjumpa Allah 

dan aku akan bersaksi dihadapannya… Kemudian ia mulai menyerang 

musuh dan terus berperang sehingga tewas. 

Ada juga Salim budak Abu Hudzaifah yang membawa panji kaum 

Muhajirin. Kaumnya khawatir akan kelemahan fisik dan rasa takut yang 

dimilikinya, sehingga kaumnya berkata kepada Salim: “Kami khawatir kita 

akan diserang dari arahmu.” Salim menjawab: “Jika kalian diserang musuh 

dari arahku, maka seburuk-buruknya penjaga Al Qur’an yaitu  aku.” 

Kemudian Salim menyerang para musuh Allah dengan begitu beraninya, 

sehingga ia tewas. 

namun  semua pahlawan tadi masih kalah dibandingkan kisah 

kepahlawanan Al Bara’ bin Malik ra. 

Hal itu sebab  saat Khalid melihat perang berkecamuk dengan begitu 

dahsyatnya, ia menoleh ke arah Al Bara’ bin Malik sambil berkata: 

“Seranglah mereka, wahai pemuda Anshar!” 

Maka Al Bara’ pun melihat ke arah kaumnya dan berkata: “Wahai 

kaum Anshar, janganlah salah seorangpun di antara kalian berpikir untuk 

kembali ke Madinah; tidak ada lagi Madinah bagi kalian sesudah  hari ini… 

yang ada hanyalah Allah saja… dan surga…” 

Kemuian Al Bara; dan kaumnya membawa panji mereka untuk 

menyerang kaum musyrikin. Dan ia terus menyerang membuka barisan 

lawan. Ia menebaskan pedangnya di leher para musuh Allah sehingga 

Musailamah dan pendukungnya terjepit. Mereka mundur ke sebuah taman 

  41

yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hadiqatul Maut (Taman 

Kematian) sebab  banyaknya korban yang mati di hari itu. 


Hadiqatul Maut ini yaitu  sebuah bidang yang luas dan memiliki 

tembok yang tinggi. Musailamah dan ribuan tentaranya menutup gerbang-

gerbang taman ini . Mereka semua berlindung dengan tembok-tembok 

tinggi yang ada di dalamnya. Dan mereka menembakkan anak panah 

mereka dari dalam taman ini  sehingga anak panah ini  bagaikan 

hujan yang turun dengan deras bagi kaum muslimin.  

Saat itu majulah sang pejuang Islam yang gagah berani bernama Al 

Bara’ bin Malik sambil berseru: “Wahai kaumku, taruhlah aku di alat 

pelempar. Dan arahkanlah ke arah para pemanah itu. Lemparkanlah aku 

ke dalam taman dekat gerbangnya. sebab nya, bila aku tidak mati syahid, 

maka aku akan membukakan gerbang taman untuk kalian. 


Dalam sekejap Al Bara’ bin Malik telah duduk di atas alat pelempar. Dia 

yaitu  seorang yang berbadan kurus. Maka para pejuang yang lain 

mengangkat dan melemparkannya ke dalam Hadiqatul Maut di antara 

ribuan pasukan Musailamah. Maka turunlah Al Bara’ di pihak musuh 

seperti kilat menyambar. Ia terus menyerang mereka di depan gerbang 

taman dan ia berhasil membunuh 10 orang dari mereka dan berhasil 

membuka gerbang. Dan ia mengalami lebih dari 80 luka panah dan 

sabetan pedang sebab nya. 

Maka kaum muslimin langsung merangsek ke arah Hadiqatul Maut 

dari seluruh penjuru pagar dan gerbangnya. Mereka menyabetkan pedang 

ke arah leher para kelompok murtadin, sehingga tidak kurang dari 20 ribu 

dari pihak mereka menjadi korban termasuk Musailamah Al Kadzab. 


Al Bara’ bin Malik dibawa dengan kendaraannya untuk mendapatkan 

perawatan. Khalid bin Walid merawatnya selama sebulan penuh untuk 

menyembuhkan semua luka yang ada pada tubuh Al Bara hingga akhirnya 

ia pun pulih kembali. Dengan keberanian Al Bara, pasukan muslimin 

meraih kemenangan telak. 


Al Bara telah mengobarkan semangatnya untuk mendapatkan 

kesyahidan dalam peristiwa Hadiqatul Maut. Ia terus mengikuti perang 

demi perang sebab  ingin mewujudkan cita-citanya yang tertinggi itu dan 

sebab  rindu kepada Nabi Saw, sehingga pada hari penaklukan kota 

Tustar12 di negeri Persia. Persia saat itu dibentengi dengan salah satu 

benteng yang terletak di dataran tinggi. Kaum Muslimin telah berhasil 

mengepung mereka dengan begitu ketatnya. Saat pengepungan ini  

berlangsung cukup lama dan pihak Persia sudah merasa semakin terjepit 

maka mereka membuat rantai besi yang mereka ulurkan dari pagar 

benteng ini . Di ujung rantai digantungkan penjepit yang terbuat dari 

baja yang disulut api sehingga lebih panas dari batu bara; Penjepit itu 

berputar mengenai tubuh kaum muslimin dan mencomot tubuh mereka. 

Pasukan Persia mengangkat tubuh kaum muslimin yang terkena jepitan 

tadi ke atas baik dalam keadaan mati ataupun sekarat. 

Para pasukan Persia yang bertugas menggunakan alat ini  

mengarahkannya kepada Anas bin Malik –saudara Al Bara bin Malik-. 

Begitu melihatnya, AL Bara langsung melompat ke arah tembok benteng 

dan meraih rantai yang telah mengambil tubuh saudaranya. Al Bara 

berjuang keras untuk menggoncang penjepit tadi untuk mengeluarkan 

Anas dari dalamnya. Tangan Al Bara menjadi terbakar dan melepuh, ia 

tidak menghentikan usahanya sehingga saudaranya terbebas, dan iapun 

jatuh sesudah  hanya tulang yang tersisa dari tangannya tanpa daging 

sedikitpun. 

Dalam peperangan ini, Al Bara bin Malik Al Anshary berdo’a kepada 

Allah agar ia diberikan mati syahid. Dan Allah mengabulkan 

permohonannya. Dan Al Bara akhirnya mati sebagai seorang syahid yang 

amat rindu dengan perjumpaan dengan Allah Swt. 

Semoga Allah Swt menyinari wajah Al Bara bin Malik di surga, dan 

membuat dirinya tenang dengan hidup bersama Nabinya Muhammad Saw. 

Semoga Allah meridhainya dan ia ridha kepada Tuhannya. 


 Tustar yaitu  kota terbesar di Kazakhstan saat ini. 

  43

Tsumamah bin Utsal 

“Melakukan Embargo Ekonomi Terhadap Kaum Quraisy” 

 

Pada tahun 6 H Rasulullah Saw bertekad untuk memperluas daerah 

dakwahnya. Beliau Saw menuliskan 8 surat yang ditujukan kepada para 

raja dan penguasa Arab dan Non-Arab. Rasul Saw juga mengutus beberapa 

orang yang membawa surat-surat ini  untuk mengajak para raja dan 

penguasa tadi untuk memeluk Islam. 

Salah seorang dari penguasa yang mendapatkan surat dari Rasul Saw 

yaitu  Tsumamah bin Utsal Al Hanafi. Hal itu tidak mengherankan, sebab  

Tsumamah yaitu  salah seorang penguasa Arab pada zaman jahiliah… dan 

ia termasuk salah seorang pembesar Bani Hanifah yang terpandang. Ia juga 

salah seorang raja dari Yamamah yang setiap perintahnya harus ditaati. 


Tsumamah menerima surat Rasul Saw dengan sikap meremehkan dan 

menolak. Ia mengambilnya dengan congkak dan ia tidak mau 

mendengarkan dakwah kebenaran dan kebaikan yang sampai kepadanya. 

Lalu setan menyuruhnya untuk membunuh Rasulullah Saw dan 

menamatkan riwayat dakwah Beliau. Maka Tsumamah mulai mencari 

kesempatan terbaik untuk membunuh Rasulullah Saw saat Rasul lengah. 

Hampir saja makar ini berhasil kalau saja salah seorang paman Tsumamah 

memberitahukan kepada Rasul niat Tsumamah untuk membunuh Beliau. 

Maka Allah Swt menyelamatkan Nabi-Nya dari kejahatan Tsumamah. 

Namun, meski Tsumamah telah mengurungkan niat untuk membunuh 

Rasul Saw, namun  ia masih bertekad untuk membunuh para sahabat 

Rasul Saw. Ia menunggu kesempatan untuk melakukan hal ini . 

Akhirnya, ia berhasil menangkap beberapa orang sahabat Rasul Saw dan 

membunuh mereka dengan begitu kejamnya. Maka Nabi Saw langsung 

memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa Beliau Saw telah 

menghalalkan darah Tsumamah untuk dibunuh. 


Tidak lama berselang sejak kejadian itu, Tsumamah pun berniat untuk 

melakukan umrah. Ia berangkat dari kampungnya yang bernama 

Yamamah menuju Mekkah. Dalam perjalanan ia berkhayal melakukan 

thawaf berkeliling Ka’bah dan melakukan penyembelihan untuk para 

berhala yang ada di sana. 

 

 

 44


Saat Tsumamah berada di tengah perjalanan dekat dengan Madinah 

maka ia mendapatkan musibah yang belum pernah dibayangkan olehnya. 

Ada serombongan pasukan Rasulullah Saw yang bertugas untuk 

mengintai dan mengawasi sekeliling pemukiman sebab  khawatir ada 

pihak musuh yang hendak menyusup dan melakukan kejahatan di 

Madinah. 

Maka pasukan tadi langsung menawan Tsumamah –dan pasukan ini 

tidak mengenal Tsumamah- lalu membawanya ke Madinah. Rombongan 

pasukan ini mengikat Tsumamah bersama dengan beberapa tawanan yang 

diikat di masjid. Mereka mengikat para tawanan tadi sambil menunggu 

hingga Rasul Saw sendiri yang memberi keputusan tentang para tawanan 

ini. 

Rasulullah Saw keluar rumah untuk pergi ke mesjid, begitu Beliau 

hendak masuk ke dalamnya, Beliau melihat Tsumamah sedang diikat oleh 

pasukan. Maka Rasul Saw langsung bertanya kepada para sahabatnya: 

“Apakah kalian tahu siapa yang kalian tawan ini?” Para sahabat menjawab: 

“Tidak, ya Rasulullah.” Rasul bersabda: “Ini yaitu  Tsumamah bin Utsal Al 

Hanafi. Bersikaplah yang baik terhadapnya.” 

Lalu Rasulullah Saw kembali ke rumahnya lagi dan bersabda kepada 

keluarganya: “Kumpulkan makanan yang ada pada kalian dan kirimkan 

kepada Tsumamah bin Utsal!” Kemudian Rasul Saw memerintahkan 

keluarganya untuk memeras susu unta miliknya setiap pagi dan petang dan 

membawa susu ini  kepada Tsumamah. Semua itu dilakukan sebelum 

Tsumamah berjumpa atau berbicara kepada Rasul Saw. 


Kemudian Nabi Saw mendatangi Tsumamah dengan niat mengajak 

Tsumamah masuk ke dalam Islam. Beliau bertanya: “Bagaimana 

keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Saya baik-baik 

saja, ya Muhammad! Jika kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah 

kau membunuhku sebab  aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika 

kau mau memaafkan, aku akan amat berterima-kasih. Jika kau 

menginginkan harta, sebut saja sesukamu pasti akan diberikan.” 

Lalu Rasulullah Saw membiarkan Tsumamah seperti itu selama dua 

hari. Ia diberi makan dan minum dan selalu diberi susu unta. Dua hari 

kemudian Rasul Saw mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana 

keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Aku masih tetap 

dengan apa yang telah aku katakan sebelumnya. Jika kau mau memaafkan, 

aku akan amat berterima kasih. Jika kau hendak membunuhku, maka 

sepantasnyalah kau membunuhku sebab  aku telah banyak membunuh 

sahabatmu. Jika kau menginginkan harta, minta saja sesukamu, pasti aku 

akan memberikannya.” 

  45

Lalu Rasul Saw meninggalkannya lagi, dan pada hari keesokannya 

Rasul mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana keadaanmu, 

wahai Tsumamah?” Ia menjawab: “Seperti yang pernah aku katakan 

kepadamu. Jika kau mau memaafkan, aku akan amat berterima kasih. Jika 

kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah kau membunuhku sebab  

aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika kau menginginkan harta, 

minta saja sesukamu, pasti aku akan memberikannya.” 

Rasul Saw langsung menoleh ke arah para sahabatnya sambil bersabda: 

“Bebaskan Tsumamah!” Maka para sahabat melepas ikatan yang melilit 

tubuh Tsumamah dan membebaskannya. 


Tsumamah pergi meninggalkan mesjid Rasulullah Saw dan ia terus 

melanjutkan perjalanannya sehingga ia tiba di sebuah pohon kurma di 

ujung kota Madinah dekat dengan Baqi13- dekat pohon ini  terdapat 

mata air sehingga ia bisa memberi minum hewan tunggangannya. Ia 

langsung mandi dengan bersih di mata air ini , lalu ia melanjutkan 

perjalanannya menuju Mesjidil Haram. 

Belum juga ia sampai ke Mekkah ia berjumpa dengan sekelompok 

orang kaum muslimin yang berkata: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah 

dan aku bersaksi bahwa Muhammad yaitu  hamba dan utusan-Nya.” 

Lalu Tsumamah kembali lagi menghadap Rasulullah Saw seraya 

berkata: “Ya Muhammad, Demi Allah tidak ada wajah yang paling aku 

benci selain wajahmu. Kini, wajahmu menjadi wajah yang paling aku sukai 

di muka bumi ini. Demi Allah, tidak ada agama di muka bumi ini yang 

paling aku benci selain agamamu. Kini, ia telah menjadi agama yang paling 

aku cintai. Demi Allah, tidak ada negeri yang paling aku benci selain 

negerimu. Kini, ia menjadi negeri yang paling aku sayangi.” Lalu ia 

menambahkan: “Aku telah banyak membunuh para sahabatmu, lalu apa 

yang akan kau lakukan padaku?” Rasul Saw bersabda: “Engkau tidak akan 

dicelakakan… sebab  Islam telah menghapuskan kesalahan yang pernah 

dilakukan oleh seseorang.” Rasul Saw memberitahukan Tsumamah akan 

kebaikan yang telah Allah tetapkan pada dirinya sebab  ia telah mau 

memeluk Islam. 

Raut muka Tsumamah langsung sumringah dibuatnya, dan ia langsung 

berujar: “Demi Allah, aku akan membunuh kaum musyrikin berlipat-lipat 

dari jumlah para sahabatmu yang telah aku bunuh. Aku akan menyerahkan 

diriku, pedangku dan semua pengikutku untuk membela agamamu.” 

Ia lalu berkata: “Ya Rasulullah, Aku tertarik dengan kudamu sebab  

aku berniat melakukan umrah. Apa yang mesti aku lakukan?” Rasul Saw 

bersabda: “Pergilah untuk melakukan umrah, namun  harus sesuai 

                                                     

13

 Baqi’: Sebuah dataran di ujung kota Madinah yang dipenuhi dengan pohon. Lalu dijadikan 

tempat pemakaman dimana banyak dikuburkan disana para sahabat Rasul Saw. 

 46

dengan syariat Allah dan Rasul-Nya.” Rasul Saw lalu mengajarkan 

kepadanya manasik yang mesti dilakukan. 


Tsumamah pergi untuk melakukan niatnya hingga ia sampai di 

Mekkah. Ia berdiri dengan meneriakkan talbiyah dengan suara kencang: 

“Labbaika-llahumma labaik. Labaika la syarika laka labbaik. Innal hamda 

wan nikmata laka wal mulk, la syarika lak. (Aku penuhi panggilan-Mu, Ya 

Allah. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu 

bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya, pujian, nikmat dan 

kekuasaan yaitu  milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu).” Tsumamah menjadi 

muslim pertama yang masuk ke Mekkah dengan meneriakkan talbiyah. 


Suku Quraisy mendengar suara talbiyah yang diteriakkan oleh 

Tsumamah. Mereka menjadi berang dibuatnya. Mereka segera 

menghunuskan pedang dari sarungnya, dan berlari ke arah sumber suara 

untuk membunuh orang yang berani menyusup Mekkah dengan membaca 

kalimat ini . 

Begitu kaum Quraisy datang menghampiri Tsumamah. Ia malah 

memperkeras suaranya meneriakkan talbiyah. Ia menatap ke arah suku 

Quraisy dengan gagahnya. Salah seorang pemuda suku Quraisy berniat 

untuk memanah Tsumamah. Lalu suku Quraisy yang lain mencegahnya 

seraya berkata: “Celaka kamu, apakah kamu tidak kenal dengan orang ini? 

Dia yaitu  Tsumamah bin Utsal raja Yamamah. Demi Allah, jika kalian 

membunuhnya, maka kaumnya tidak akan mengirimkan makanan lagi 

kepada kita dan kita bisa mati kelaparan.” Kemudian suku Quraisy 

mendatangi Tsumamah sesudah  mereka memasukkan kembali pedang ke 

dalam sarungnya. Suku Quraisy bertanya: “Ada apa denganmu, wahai 

Tsumamah? Apakah engkau telah hilang kesadaran dan meninggalkan 

agamamu dan agama bapak moyangmu?!!” Tsumamah menjawab: “Aku 

tidak hilang kesadaran namun  aku kini mengikuti agama terbaik… aku 

telah mengikuti agama Muhammad.” Ia menambahkan: “Aku bersumpah 

demi Tuhan Pemilik rumah ini (pent: Ka’bah), sesudah  aku kembali lagi ke 

Yamamah, kalian tidak akan pernah menerima kiriman gandum atau 

komoditas apapun dari sana sehingga kalian semua mengikuti agama 

Muhammad…” 


Tsumamah bin Utsal menjalankan umrah sebagaimana yang diajarkan 

Rasul Saw dihadapan para suku Quraisy… Ia menyembelih hewan 

sembelihan di sana sebagai pendekatan diri kepada Allah bukan kepada 

para berhala. Ia pun kembali ke negerinya dan memerintahkan kepada 

penduduk Yamamah untuk menghentikan pengiriman produk kepada suku 

  47

Quraisy; Ia menjelaskan dengan tegas perintahnya ini dan kaumnya pun 

menuruti akan titahnya. Mereka tidak mengirimkan komoditas mereka 

kepada penduduk Mekkah. 


Embargo yang diterapkan Tsumamah semakin terasa dampaknya oleh 

suku Quraisy. Harga semakin tinggi, manusia kelaparan dan mereka 

menjadi panik dibuatnya. Mereka menjadi khawatir akan keselamatan diri 

dan anak-anak mereka dari bahaya kelaparan. 

Dalam keadaan sedemikian genting bangsa Quraisy mengirimkan surat 

kepada Rasulullah Saw yang isinya: “Salah satu perjanjian di antara kita 

yaitu  bahwa engkau akan tetap berusaha menjaga silaturahim… Kini, 

engkau sudah memutuskan hubungan silaturahim ini; sebab  engkau telah 

membunuh kaum bapak kami dengan pedang dan membunuh anak-anak 

kami dengan rasa lapar. 

Tsumamah bin Utsal telah mengembargo produk mereka kepada kami 

sehingga membuat kami dalam bahaya. Jika kau tak berkeberatan untuk 

mengirimkan surat kepadanya agar ia tetap mengirimkan apa yang kami 

butuhkan, maka lakukanlah!” 

Lalu Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Tsumamah agar ia 

mengirimkan kembali komoditinya kepada kaum Quraisy, dan Tsumamah 

langsung melakukannya. 


Selagi ia hidup, Tsumamah bin Utsal senantiasa memelihara agamanya 

dan menjaga janjinya kepada Rasul Saw. Begitu Rasul Saw wafat, banyak 

dari kalangan bangsa Arab yang keluar dari agama Allah secara bersama-

sama atau sendirian. Saat itu Musailamah Al Kadzzab melakukan dakwah 

di kalangan Bani Hanifah mengajak mereka untuk beriman kepadanya. 

Tsumamah yang tahu akan hal itu mendatangi Musailamah dan berkata 

kepada kaumnya: “Wahai Bani Hanifah, hati-hatilah kalian dengan urusan 

kegelapan yang tiada cahaya di dalamnya ini… Ketauilah, Demi Allah ini 

merupakan bencana bagi orang di antara kalian yang mau mengikutinya. 

Ia juga merupakan bencana bagi orang yang mentaatinya.” Ia juga 

menyerukan: “Wahai, Bani Hanifah. Tidak pernah ada dua Nabi dalam 

masa yang sama. Sungguh Muhammad yaitu  Rasulullah dan tidak ada 

Nabi sesudahnya, dan juga tidak ada Nabi yang diutus bersamaan 

dengannya.” Tsumamah lalu membacakan kepada mereka:  


“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur'an) dari Allah Yang Maha 

Perkasa lagi Maha Mengetahui, Yang mengampuni dosa dan 

menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai 

karunia. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya 

kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).” (QS. Ghafir [40]: 1-3) 

Ia lalu berujar: “Bagaimana kalian dapat membandingkan kalam Allah 

dengan ucapan Musailamah: “Wahai kodok yang bersih, alangkah 

bersihnya dirimu. Tidak ada minuman yang dipantangkan bagimu, dan 

tidak ada air yang kau buat keruh.” 

Lalu Tsumamah bergabung dengan mereka yang tersisa dari kaumnya 

yang masih memeluk Islam, dan menyerang kaum murtad sebagai jihad di 

jalan Allah dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi.  

Semoga Allah membalas kebaikan Tsumamah yang telah 

didekasikannya kepada Islam dan kaum muslimin… Semoga Allah 

memulyakannya dengan surga yang telah dijanjikan bagi orang-orang 

yang bertaqwa. 


Abu Ayub Al Anshary           

(Khalid bin Zaid Al Najary) 

“Dimakamkan di Bawah Benteng Kostantinopel” 

 

Ini yaitu  seorang sosok sahabat besar yang terkenal denga nama 

Khalid bin Zaid bin Kalib dari Bani An Najar. Panggilannya yaitu  Abu 

Ayub, dan ia berasal dari suku Anshar. 

Siapakah dari kaum muslimin yang tidak mengenal Abu Ayub Al 

Anshary? 

Allah telah mengharumkan namanya dari timur hingga ke barat negeri. 

Allah telah meninggikan derajatnya saat Ia memilih rumah Abu Ayub 

bukan rumah kaum muslimin lainnya saat sebagai tempat singgah 

Rasulullah Saw saat Beliau tiba di Madinah sebagai seorang muhajir. Dan 

hal ini cukup membuat bangga diri Abu Ayub. 

Saat Rasulullah Saw singgah di rumah Abu Ayub ada sebuah kisah yang 

amat manis dan indah untuk dikenang. 

Hal itu dimulai begitu Rasulullah Saw tiba di Madinah, Beliau disambut 

oleh hati terbuka para penduduknya dengan sambutan yang begitu mulia. 

Mata mereka memancarkan kerinduan seorang kekasih kepada Nabi Saw. 

Mereka mau membukakan pintu hati mereka bagi Beliau Saw. Mereka juga 

membuka pintu mereka agar Nabi Saw mau singgah sebagai tempat 

singgah yang paling mulia. namun  Rasulullah Saw sempat singgah di 

Quba14 sebuah dataran yang terdapat di Madinah 4 hari lamanya. Selama 

itu Rasulullah sempat membangun sebuah mesjid yang kemudian menjadi 

mesjid pertama yang dibangun berdasarkan tqawa. 

Kemudian Beliau pergi meninggalkan Quba dengan mengendarai 

untanya menuju Madinah, di tengah perjalanan para pemuka Yatsrib 

menghalangi jalan Rasul Saw. Masing-masing dari mereka menginginkan 

agar Rasulullah Saw berkenan singgah di rumah salah satu dari mereka… 

Masing-masing mereka menarik unta Rasul sambil berkata: “Menginaplah 

di rumah kami ya Rasulullah dalam penjagaan dan pengawasan yang 

begitu kuat.” Rasul bersabda kepada mereka: “Biarkan unta ini berjalan, 

sebab  ia sudah diperintahkan.”  

Unta Rasul Saw lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat 

tujuan yang diikuti oleh pandangan mata dan harapan hati para penduduk 

                                                     

14

 Quba yaitu  sebuah desa dekat Madinah berjarak 2 mil darinya. 

 

 

 50

Madinah… Jika unta ini  telah melewati sebuah rumah maka 

penghuni rumah tadi menjadi sedih dan putus asa dibuatnya, pada saat 

yang sama sinar pengharapan masih terus terpancar pada jiwa para 

tetangganya yang belum dilewati oleh unta Rasulullah Saw. 

Unta ini  masih saja melakukan tugasnya dan para manusia 

mengikuti jejaknya sebab  mereka betapa ingin mengetahui siapa yang 

akan mendapatkan keberuntungan ini; sehingga unta ini  tiba di 

sebuah pekarangan kosong di depan rumah Abu Ayub Al Anshary, dan 

unta tadi langsung duduk di sana… 

namun  meski unta sudah duduk namun Rasulullah belum juga 

turun dari punuknya… 

Unta ini  juga terus duduk di sana. Ia tidak lompat, berdiri lalu 

pergi, dan Rasulullah Saw melepaskan tali kekang dari untanya. Unta 

Beliau masih saja tetap di sana tanpa mengangkat kakinya lagi dan ia masih 

tetap di tempat berhentinya yang semula. 

Pada saat itu, terbuncah kegembiraan hati Abu Ayub Al Anshary dan ia 

langsung menghambur menghampiri Rasulullah Saw untuk menyambut 

Beliau. Ia membawakan barang-barang milik Rasulullah seolah ia sedang 

membawa harta karun yang terkandung di seluruh dunia ini, dan ia pun 

masuk ke dalam rumahnya. 


Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua tingkat. Abu Ayub mengosongkan 

tingkat atas dari rumahnya agar Rasulullah Saw bisa tinggal di sana. 

namun  Rasulullah Saw lebih memilih untuk tinggal di bawah saja. 

Dan Abu Ayub pun melakukan permintaan Rasul Saw dan menempatkan 

Beliau sesukanya. 

Begitu malam mulai datang dan Rasul Saw sudah berada di 

peraduannya. Abu Ayub dan istrinya hendak naik ke tingkat atas. Begitu 

mereka baru saja mau menutup pintu, Abu Ayub menoleh ke arah istrinya 

sambil berkata: “Celaka kamu, apa yang telah kita perbuat? Apakah pantas 

Rasulullah Saw berada di bawah dan kita tinggal di atasnya?! Apakah kita 

akan melangkah di atas tubuh Rasulullah Saw?! Apakah kita akan berjalan 

di antara seorang Nabi dan wahyu?! Kita bisa celaka kalau begitu.” 

Akhirnya suami-istri ini  menjadi bingung dan mereka berdua 

tidak tahu mau berbuat apa. 

Keduanya merasa tidak tenang kecuali pada saat mereka mau ke bagian 

atas rumah di mana tidak tepat berada di atas tubuh Rasulullah Saw. 

Mereka berdua dengan hati-hati tidak melangkah kecuali pada sudut 

pinggir yang jauh dari tengah. 

Begitu menjelang pagi, Abu Ayub berkata kepada Nabi Saw: “Demi 

Allah, tadi malam kami tidak bisa tertidur. Baik aku atau Ummu Ayub.” 

Rasulullah Saw bertanya: “Mengapa demikian, wahai Abu Ayub?!” Ia 

  51

menjawab: “Aku teringat bahwa aku berada di tengah rumah dimana 

Engkau berada di bawahnya, dan aku sadar bahwa jika aku bergerak pasti 

akan membuat debu beterbangan dan menimpamu sehingga dapat 

mengganggumu. Dan aku teringat bahwa aku akan menghalangi dirimu 

dan wahyu.” 

Rasulullah Saw lalu bersabda kepadanya: “Tenanglah, wahai Abu Ayub. 

Aku lebih senang tinggal di bawah, sebab  banyak orang yang 

mengunjungiku.” 


Abu Ayub berkata: “Aku melaksanakan perintah Rasulullah Saw hingga 

pada suatu malam yang dingin tempat air kami pecah dan airnya tumpah 

dari atas. Maka aku dan Ummu Ayub bergegas menghampiri air ini . 

Kami tidak memiliki apa-apa selain selembar kain yang kami jadikan lap. 

Kami mencoba mengeringkan air ini  dengan lap ini  sebab  

khawatir dapat mengenai Rasulullah Saw.” 

Begitu masuk pagi, aku datang kepada Nabi Asw dan aku berkata 

kepadanya: “Demi ibu dan bapakku, aku merasa segan berada di atasmu 

dan kau berada di bawahku. Dan aku ceritakan kepada Beliau tentang 

tempat air yang pecah tadi. Beliau langsung memenuhi permintaanku dan 

naik ke bagian atas rumah. Dan aku beserta Ummu Ayub pun pindah ke 

bawah. 

Nabi Saw tinggal di rumah Abu Ayub selama kira-kira 7 bulan 

lamanya. Sehingga selesai pembangunan masjid Rasul di sebuah tanah 

kosong yang pernah dipakai sebagai tempat pemberhentian oleh untanya. 

Lalu Nabi Saw pindah ke kamar yang dibangun untuk dirinya dan para 

istrinya yang berada di sekitar Masjid. Dan Nabi Saw menjadi tetangga Abu 

Ayub. Alangkah mulianya kehidupan bertetangga ini. 


Abu Ayub mencintai Rasulullah Saw dengan seluruh hati dan 

sanubarinya. Dan Rasul Saw juga mencintai Abu Ayub dengan begitu 

cintanya sehingga tak berjarak lagi. Dan Beliau menganggap bahwa rumah 

Abu Ayub sudah seperti rumah Beliau. 


Ibnu Abbas ra berkata: “Pada suatu siang hari yang panas Abu Bakar 

datang ke mesjid dan Umar melihatnya seraya bertanya: ‘Wahai Abu Bakar, 

apa yang membuatmu datang ke mesjid pada saat seperti ini?’ Abu Bakar 

menjawab: ‘Yang membuatku datang ke mesjid tiada lain sebab  aku 

merasa amat lapar sekali.’ Umar pun bertukas: ‘Demi Allah, saya pun 

keluar dari rumah sebab  saya juga merasa amat lapar.’ Saat keduanya 

sedang merasa amat lapar, lalu datanglah Rasulullah Saw ke arah mereka 

 52

sambil bertanya: ‘Apa yang membuat kalian berdua keluar pada saat seperti 

ini?’ Keduanya menjawab: ‘Demi Allah, kami keluar dari rumah sebab  di 

rumah kami tidak terdapat apa-apa untuk di makan dan kami merasa amat 

lapar.’ Rasul membalas: ‘Demi Allah, Aku pun keluar sebab  hal yang 

sama… kalau begitu, ikutilah aku.” 

Akhirnya, mereka bertiga datang ke rumah Abu Ayub Al Anshary ra. 

Abu Ayub setiap hari menyisakan makanan untuk Rasulullah Saw. Jika 

Rasulullah terlambat datang atau tidak datang pada waktu makan, maka 

makanan ini  ia berikan kepada keluarganya. 

Begitu mereka sampai di depan pintu rumah Abu Ayub, maka keluarlah 

Ummu Ayub sambil berkata: “Selamat datang kepada Nabi Allah dan orang 

yang bersamanya.” Lalu Nabi Saw bertanya kepadanya: “Kemana Abu 

Ayub?” Abu Ayub mendengar suara Nabi Saw –saat itu sedang bekerja di 

bawah pohon kurma dekat rumahnya- dan ia pun langsung datang 

menghadap segera sambil berkata: “Selamat datang kepada Rasulullah dan 

orang yang bersamanya.” Kemudian ia menyambung: “Wahai Nabi Allah, 

ini bukanlah waktu yang biasanya Engkau datang.” Rasul Saw lalu 

menjawab: “Engkau benar.” Lalu Abu Ayub berlari ke arah pohon 

kurmanya dan ia memotong satu tandan yang berisikan kurma yang 

matang dan belum masak.  

Rasul Saw lalu bersabda: “Aku tak menginginkan dirimu untuk 

memotongnya namun  cukup kau petikan saja buahnya untuk kami?” 

Abu Ayub menjawab: “Ya Rasulullah, aku amat ingin Engkau memakan 

kurma yang masak maupun tidak dari pohon ini, dan aku akan 

menyembelih hewan untukmu juga.” Rasul menjawab: ‘Jika kau ingin 

menyembelih hewan, sembelihlah namun jangan yang banyak susunya!” 

Maka Abu Ayub langsung mengambil seekor anak kambing lalu 

menyembelihnya. Lalu ia berkata kepada istrinya: ‘Aduklah adonan dan 

buatkan kami roti sebab engkau amat tahu cara membuat roti.’ Ia lalu 

mengambil separuh dari anak kambing tadi dan memasaknya. Setengahnya 

lagi ia panggang. Begitu makan telah masak dan telah dihidangkan 

dihadapan Rasulullah Saw dan kedua sahabatnya, maka Rasulullah Saw 

langsung mengambil sepotong daging dari anak kambing tadi dan Beliau 

meletakkannya dalam roti. Beliau pun bersabda: “Ya Abu Ayub, Bawalah 

segera potongan daging ini kepada Fathimah, sebab  ia belum memakan 

apapun seperti ini sejak pagi tadi.”  

Begitu mereka semua telah menikmati makanan dan merasa kenyang, 

Nabi Saw bersabda: “Roti, daging, kurma mentah dan kurma masak!!!” Lalu 

kedua mata Rasul Saw meneteskan air mata. Beliau pun bersabda: “Demi 

jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Ini yaitu  kenikmatan yang 

akan dipertanyakan kepada kalian di hari kiamat. Jika kalian menemukan 

makanan seperti ini dan kalian sudah mulai memegangnya dengan tangan 

kalian maka bacalah: Bismillah. Jika kalian sudah merasa kenyang maka 

bacalah: Alhamdulillah Alladzi Huwa Asyba’na wa An’ama alaina fa 

Afdhala (Segala puji bagi Allah Yang telah membuat kami merasa kenyang 

  53

dan telah menganugerahkan kepada kami sehingga membuat kami menjadi 

mulia). 

Lalu Rasulullah Saw bangkit dan berkata kepada Abu Ayub: “Datanglah 

menghadap kami besok hari!”  

Rasulullah Saw yaitu  seorang yang bila menerima jasa baik dari orang 

lain maka ia ingin membalas kebaikan ini ; namun  Abu Ayub 

belum pernah mendengar hal itu. 

Umar lalu berkata kepada Abu Ayub: “Nabi Saw menyuruhmu untuk 

mendatangi Beliau esok hari, wahai Abu Ayub!” 

Abu Ayub lalu berkata: “Baik dan aku akan taati perintah Rasulullah.” 

Keesokan harinya Abu Ayub datang menghadap Nabi Saw dan Nabi 

memberinya seorang budak wanita kecil untuk membantu pekerjaannya. 

Rasul berpesan kepada Abu Ayub: “Jagalah ia dengan baik, wahai Abu 

Ayub. Tidak ada yang kami dapati darinya selain kebaikan selama ia 

bersama kami.” 


Abu Ayub kembali ke rumahnya bersama budak wanita kecil itu. Begitu 

Ummu Ayub melihat budak tadi ia langsung bertanya: “Milik siapa budak 

ini, wahai Abu Ayub?!” Ia menjawab: “Dia milik kita… Rasul Saw telah 

memberikannya kepada kita.” Istrinya menjawab: “Agungkanlah orang 

yang memberikannya, dan alangkah mulyanya pemberian ini.” Abu Ayub 

berkata: “Rasul berpesan agar budak ini diperlakukan dengan baik.” 

Istrinya bertanya: “Apa yang mesti kita lakukan untuk melaksanakan pesan 

Rasul Saw?” Abu Ayub berkata: “Demi Allah, tidak aku dapati hal yang 

lebih baik akan wasiat Rasul Saw daripada membebaskannya.” Istrinya 

menjawab: “Engkau telah mendapatkan petunjuk ke arah kebenaran. 

Engkau telah diberi taufik.” Maka akhirnya budak ini  dibebaskan oleh 

Abu Ayub. 


Inilah sebagian kisah kehidupan Abu Ayub Al Anshary dalam kondisi 

aman. Kalau anda berkesempatan untuk melihat kisah hidupnya dalam 

peperangan, anda akan menjumpai sebuah keajaiban. 

Abu Ayub ra mengisi hidupnya dengan berjuang di jalan Allah hingga 

ada orang yang berkata: bahwa ia tidak pernah ketinggalan mengikuti 

setiap peperangan yang dilakukan kaum muslimin sejak zaman Nabi Saw 

hingga masa Mu’awiyah kecuali bila ada kegiatan lain. 

Perang terakhir yang diikutinya yaitu  saat Mu’awiyah mempersiapkan 

sebuah pasukan di bawah kepemimpinan anaknya yang bernama Yazid 

untuk menaklukan Konstantinopel. Pada saat itu, Abu Ayub yaitu  seorang 

tua renta yang berusia lebih dari 80 tahun. Namun hal itu tidak membuat 

 54

dirinya urung untuk bergabung dengan pasukan Yazid dan mengarungi 

ombak lautan demi berjuang di jalan Allah Swt. 

namun  tidak lama berselang sejak pertempuran melawan musuh 

Abu Ayub jatuh sakit dan tidak mampu lagi melakukan pertempuran. Maka 

datanglah Yazid menjenguknya dan bertanya kepadanya: “Apakah engkau 

membutuhkan sesuatu, wahai Abu Ayub?” Ia menjawab: “Sampaikan 

salamku kepada para tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka: 

‘Abu Ayub berpesan kepada kalian agar kalian merangsek ke barisan 

musuh hingga batas terjauh. Bawalah Abu Ayub bersama kalian dan 

kuburkanlah ia di bawah kaki kalian dan di bawah pagar benteng 

Konstantinopel…” dan iapun menghembuskan nafasnya yang terakhir. 


Pasukan muslimin memenuhi keinginan seorang sahabat Rasulullah 

Saw ini. Mereka merangsek dan menyerang pasukan musuh sedikit demi 

sedikit hingga mereka sampai di pagar benteng Konstantinopel dengan 

membawa jasad Abu Ayub. 

Dan disanalah mereka menggali kubur untuk Abu Ayub dan 

menguruknya dengan tanah. 


Semoga Allah merahmati Abu Ayub Al Anshary. Ia telah berani mati di 

tanah musuh dengan berjuang di jalan Allah Swt, padahal umurnya saat itu 

berkisar 80 tahun. 


‘Amr Bin Al Jamuh 

“Orang Tua yang Bertekad Menginjak Surga dengan Kakinya yang 

Pincang” 

 

Amr bin Jamuh yaitu  salah seorang pembesar Yatsrib pada zaman 

jahiliah. Dia juga merupakan pemuka Bani Salamah. Dia juga terkenal 

sebagai salah satu tokoh Madinah yang penderma dan memiliki kehormtan 

diri tinggi. 

Salah satu kebiasaan para pembesar pada masa jahiliah yaitu  bahwa 

masing-masing dari mereka harus membuat sebuah berhala di rumahnya; 

agar ia mendapat keberkahan dari berhala ini  setiap pagi dan petang. 

Pada waktu musim-musim tertentu mereka juga harus menyembelih 

hewan untuk dikorbankan kepada berhala tadi, dan juga agar berhala-

berhala ini  dapat menjadi pelindung mereka pada saat-saat bahaya 

dan sempit. 

Berhala milik Amr bin Jamuh diberi nama dengan Manat yang ia buat 

dari kayu yang bagus. Amr yaitu  tokoh yang amat perhatian terhadap 

berhala ini dibandingkan tokoh yang lain. Ia menjaganya dan memberikan 

wewangian terbaik bagi berhala ini. 


Amr bin Jamuh sudah menginjak usia 60 tahun saat cahaya iman 

menerangi rumah-rumah penduduk Yatsrib dengan gerakan dakwah yang 

dilakukan oleh Mus’ab bin Umair. Dari tangannya telah masuk ke dalam 

Islam tiga orang anak Amr bin Jamuh yang bernama: Muawwadz, Muadz 

dan Khallad. Ada juga teman sebaya mereka yang masuk ke dalam Islam 

bernama Muadz bin Jabal. 

Bersama ketiga anaknya, telah masuk Islam juga istrinya yang bernama 

Hindun. Dan Amr bin Jamuh tidak tahu bahwa mereka semua telah 

beriman. 

Hindun, Istri Amr bin Jamuh melihat bahwa kebanyakan penduduk 

Yatsrib telah memeluk Islam; dan tidak ada seorang pembesar Madinah 

pun yang tetap berada dalam kemusyrikan selain suaminya dan beberapa 

orang yang mengikutinya. 

Istrinya berharap agar Amr bin Jamuh mati dalam keadaan kafir dan 

masuk ke dalam neraka. 

Dan Amr bin Jamuh sendiri khawatir apabila anak-anaknya 

meninggalkan agama nenek moyang mereka dan mengikuti dakwah yang 

 

 

  57

dibawa Mus’ab bin Umair yang telah berhasil mengeluarkan banyak 

manusia dari agama mereka dalam waktu yang singkat, dan memasukkan 

mereka ke dalam agama Muhammad. 

Amr bin Jamuh lalu berkata kepada istrinya: “Ya Hindun, jagalah anak-

anakmu agar tidak berjumpa dengan pria itu (maksudnya Mus’ab bin 

Umair) sehingga kita memutuskan apa yang mesti kita lakukan terhadap 

orang ini.” Istrinya menjawab: ‘Baik kalau begitu. namun  apakah 

engkau bersedia mendengar langsung dari anakmu Muadz apa 

pendapatnya tentang orang ini?” Amr berkata: “Celaka kamu! Apakah 

Muadz telah keluar dari agamanya dan aku tidak mengetahui hal ini?” 

Istrinya yang shalihah ini lalu berkata dengan lemah lembut kepada 

suaminya yang sudah menua: “Tidak, namun  ia pernah ikut beberapa 

majlis yang digelar oleh orang ini, dan ia ingat akan beberapa hal yang 

diucapkan oleh orang ini.” Lalu Amr berkata: “Panggilah dia untuk 

menghadapku...!” Saat Muadz datang dihadapannya, Amr berkata 

kepadanya: “Ceritakan kepadaku apa yang telah dikatakan oleh orang 

(Mus’ab bin Umair) ini!” Maka Muadz langsung membacakan:  


“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Yang Maha Pengasih lagi 

Maha Penyayang. Sang Pemilik Hari Pembalasan. Hanya kepada-Mu 

lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta 

pertolongan. Tunjukilah kepada kami jalan yang lurus. Jalan yang 

Kau berikan nikmat kepada mereka, bukanlah jalan yang Kau murkai 

dan bukanlah jalan orang-orang yang sesat.”15 

Lalu Amr berkata: Alangkah indahnya ucapan ini?! Apakah semua 

pembicaraannya seperti ini?!” Muadz menjawab: ‘Bahkan lebih indah dari 

ini, wahai ayahku. Apakah engkau mau mengikutinya. Semua kaummu 

telah bersumpah setia kepada Mus’ab bin Umair!” Amr yang telah tua 

berdiam diri sejenak lalu berkata: “Aku tidak akan melakukannya hingga 

aku meminta pendapat kepada Manat dan aku akan melihat apa yang akan 

dikatakannya.” Maka Muadz berkata: “Apa yang dapat diucapkan oleh 

Manat, wahai ayahku. Dia hanyalah sebuah kayu yang tuli. Tidak dapat 

berpikir dan berbicara!” 

                                                     

15

 Surat Al Fatihah 

 58

Amr pun berkata dengan sengit: “Aku katakan kepadamu bahwa aku 

tidak akan mengambil keputusan sebelum bermusyawarah dengannya.” 


Lalu Amr bin Jamuh datang menghadap Manat. Kebiasaan mereka 

kaum jahiliah yaitu  jika ingin berbicara dengan berhala mereka berdiri di 

belakang seorang wanita tua, sehingga wanita tua tadi akan memberikan 

jawaban seperti yang diilhamkan oleh para berhala –dalam dugaan 

mereka-, kali ini Amr berdiri tegak lurus di hadapan Manat. Ia 

bertumpukan pada kakinya yang sehat, kaki Amr yang satunya lagi amat 

pincang. Amr memuji Manat dengan pujian terindah, lalu berkata: “Ya 

Manat, tidak disangsikan bahwa kau telah mengetahui orang yang datang 

dari Mekah dan berdakwah di negeri kita. Tiada yang ia kehendaki selain 

keburukan saja... ia datang ke sini untuk menghalangi kami dari 

menyembahmu. Aku tidak mau bersumpah setia kepadanya –meski aku 

mendengarkan betapa indah ucapannya- hingga aku bersyuwarah terlebih 

dahulu kepadamu. Berilah pendapatmu kepadaku!” Namun Manat tidak 

berkata sepatah katapun kepada Amr.  

Lalu Amr berkata: “Mungkin engkau telah murka... Aku tidak akan 

melakukan apapun yang dapat membahayakanmu sesudah  ini. namun  

tidak menjadi masalah, aku akan membiarkanmu sendiri dalam beberapa 

hari ini hingga amarahmu menjadi reda.” 


Anak-anak Amr bin Jamuh mengerti betapa ayah mereka begitu cinta 

kepada berhalanya yang bernama Manat. Dan kecintaan ini  semakin 

bertambah dengan berjalannya waktu. namun  mereka menyadari 

bahwa ayah mereka mulai ragu akan kehebatan Manat dalam hatinya. Dan 

mereka juga sadar bahwa mereka harus mengubah pengaruh Manat ini 

dari hati ayahnya, dan itulah cara satu-satunya menuju iman. 


Pada suatu malam, anak-anak Amr bin Jamuh bersama Muadz bin Jabal 

mendatangi Manat. Mereka membawa Manat dan memasukkannya ke 

dalam sebuah lubang di Bani Salamah tempat mereka membuang sampah. 

Mereka pun kembali ke rumah masing-masing tanpa ada seorang pun yang 

mengetahui ulah mereka. Begitu pagi datang menjelang, Amr pergi dengan 

langkah pasti untuk memberikan salam kepada berhalanya, namun sayang 

kali ini ia tidak menjumpainya. Ia langsung berseru: “Celaka kalian, siapa 

yang telah berani berlaku nista kepada tuhan kita malam tadi?!...” Tidak 

ada seorang pun yang mengaku. 

Serta-merta ia mencari berhal tadi di dalam dan di luar rumah. Dia 

terlihat begitu marah dan emosi. Ia mengancam dan mengecam terus-

menerus hingga ia menemukan Manat dengan kepala tersembul di lubang. 

  59

Maka Amr langsung mencucinya hingga bersih dan memberikan wangi-

wangiang kepadanya. Lalu ia mengembalikan Manat ke tempatnya. Ia 

berkata kepada Manat: “Demi Allah, kalau saja aku tahu siapa yang 

melakukan ini terhadapmu, pasti akan aku siksa dia!” 

Pada malam kedua, para pemuda tadi mendatangi Manat dan 

melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan padanya kemarin. 

Begitu masuk pagi, Amr yang tua mencarinya lagi dan ia menemukan 

Manat sedang berada di lubang dengan berlumuran kotoran. Lalu ia 

mengambilnya, mencucinya dan memakaikan padanya wangi-wangian. 

Dan ia menempatkan Manat kembali kepada tempatnya. 

Para pemuda tadi terus saja melakukan hal yang sama setiap hari. Saat 

Amr sudah merasa jengkel, ia datang menghadap Manat sebelum beranjak 

tidur dengan membawa pedangnya dan pedang ini  ua gantungkan ke 

kepala Manat. Lalu ia berujar: “Ya Manat, Demi Allah aku tidak tahu siapa 

yang melakukan hal ini sebagaimana kau melihatnya. Jika kau mampu, 

tolaklah kejahatan dari dirimu ini. Bawalah pedang ini bersamamu!” 

sesudah  merasa nyaman. Amr pun berangkat tidur. 

Begitu para pemuda tadi merasa yakin bahwa ayah mereka yang tua, 

Amr sudah terlelap tidur, maka serta merta mereka langsung berhambur 

menuju berhala tadi. Mereka melepas pedang dari leher berhala dan 

mereka membawa keluar berhala ini . Mereka mengikatkan Manat 

dengan tambang kepada seekor anjing yang telah mati. Mereka lalu 

melemparkan keduanya ke dalam sumur Bani Salamah dimana mengalir 

dan berkumpul di dalamnya kotoran dan sampah. 

Begitu Amr yang tua terjaga dan ia tidak mendapati berhalanya, ia pun 

pergi untuk mencarinya. Ia mendapati bahwa Manat sedang tertelungkup 

wajahnya dalam sumur dan terikat dengan seekor anjing yang telah mati. 

Pedang yang ada bersama Manat telah di ambil. Kali ini, Amr tidak 

mengeluarkan Manat dari lubang, ia membiarkan Manat di tempatnya. 

Lalu ia berujar: 

Demi Allah, bila engkau yaitu  seorang tuhan  

Tidak mungkin engkau terikat bersama anjing di tengah sumur 

Tidak lama kemudian ia masuk ke dalam agama Allah. 


Amr bin Jamuh merasakan manisnya iman yang membuat ia menyesal 

atas setiap saat yang dilaluinya dalam kemusyrikan. Ia masuk ke dalam 

agama yang baru dengan jiwa dan raganya. Ia mendedikasikan jiwa, harta 

dan anaknya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. 


 60

Tidak lama berselang, maka meledaklah perang Uhud. Amr bin Jamuh 

menyaksikan para putranya sedang bersiap-siap untuk menghadapi para 

musuh Allah. Ia mendapati mereka setiap pagi dan petang bagaikan para 

singa di tengah hutan. Mereka begitu semangat untuk mendapatkan 

kesyahidan dan meraih ridha Allah. Kondisi ini membuat ia turut 

bersemangat. Ia bertekad untuk berangkat bersama mereka berjihad di 

bawah panji Rasulullah Saw. namun  anak-anaknya bersepakat untuk 

menghalangi ayah mereka untuk melaksanakan niatnya... Sebab ayahnya 

yaitu  seorang yang amat tua renta. Ditambah lagi, kakinya amat 

pincang.Padahal Allah Swt sudah memberikan dispensasi baginya. Maka 

anak-anaknya berkata kepada Amr: “Wahai ayah, Allah telah 

memaafkanmu. Mengapa engkau membebani dirimu sendiri padahal Allah 

sudah memaafkanmu?!” 

Maka Amr yang tua renta pun menjadi amat berang. Ia langsung 

datang menghadap Rasulullah Saw untuk mengadukan mereka kepada 

Beliau. Ia  berkata: “Wahai Nabi Allah, anak-anakku ingin melarangku 

untuk melakukan kebaikan ini. Mereka beralasan sebab  kakiku pincang. 

Demi Allah, aku berharap dapat menginjak surga dengan kaki ku yang 

pincang ini.” 

Maka Rasul Saw bersabda kepada anak-anak Amr: “Biarkan ia; semoga 

Allah memberikan kesyahidan baginya.” 

Maka anak-anak Amr membiarkan ayah mereka sebab  taat dengan 

perintah Rasulullah Saw. 


Begitu waktu berangkat di umumkan, maka Amr bin Jamuh 

mengucapkan kata berpisah kepada istrinya seperti ucapan perpisahan 

seorang yang tak akan kembali lagi. Ia lalu menghadap kiblat dan 

mengangkat kedua telapak tangannya ke arah langit seraya berdoa: “Ya 

Allah berikanlah aku kesyahidan dan jangan kembalikan aku kepada 

keluarga lagi dengan rasa putus asa” 

Lalu ia berangkat dengan dilindungi oleh ketiga anaknya dan pasukan 

yang banyak dari Bani Salamah. Saat peperangan berkecamuk dengan 

sengit, dan manusia sudah mulai terpisah dari barisan Rasulullah Saw, Amr 

bin Jamuh terlihat pada barisan pertama. Ia melompat dengan kakinya 

yang sehat sambil berseru: “Aku merindukan surga!!! Aku merindukan 

surga!!!” dan dibelakangnya terlihat anaknya yang bernama Khallad. 

Kedua anak beranak ini  membabatkan pedang mereka seraya 

melindungi Rasulullah Saw dari musuh hingga keduanya tersungkur 

sebagai syahid di medan laga. Jarak kematian sang anak dari ayahnya 

hanya sedikit berselang. 


  61

Begitu peperangan berhenti, Rasul Saw berdiri dihadapan para jenazah 

untuk menguruk tanah kubur mereka. Beliau bersabda kepada para 

sahabatnya: “Biarkan darah dan luka mereka, aku menjadi saksi bagi 

mereka semua!” Lalu Beliau bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang 

terluka di jalan Allah, kecuali pada hari kiamat ia akan datang dengan 

darah mengalir yang warnanya seperti warna za’faran dan wangi seperti 

wangi misyk.” Beliau juga bersabda: “Kuburkanlah Amr bin Jamuh 

bersama Abdullah bin Amr; mereka berdua yaitu  orang yang saling 

mencinta dan satu barisan di dunia.” 


Semoga Allah meridhai Amr bin Jamud dan para sahabatnya yang 

menjadi Syuhada Uhud. Dan semoga Allah memberikan cahaya dikubur 

mereka. 


Abdullah Bin Jahsy 

“Orang Pertama yang Disebut sebagai Amirul Mukminin” 

 

Tokoh sahabat yang akan kami paparkan saat ini yaitu  seseorang yang 

begitu akrab dengan Nabi Saw dan salah seorang yang pertama kali 

memeluk Islam. 

Dia yaitu  anak dari bibi (sepupu) Rasulullah Saw, sebab  ibu 

Abdullah yang bernama Umaimah binti Abdul Muthalib yaitu  bibi 

Rasulullah Saw. 

Dia juga menjadi ipar Rasulullah Saw, sebab  saudarinya yang 

bernama Zainab binti Jahsy yaitu  salah seorang istri Nabi Saw dan 

menjadi salah seorang ummahatul mu’minin. 

Dia yaitu  orang yang pertama disematkan dengan panji Islam. Dia 

juga yang merupakan orang pertama yang mendapatkan gelar Amirul 

Mukminin. Dialah Abdullah bin Jahsy Al Asady 


Abdullah bin Jahsy masuk Islam sebelum Nabi Saw masuk ke dalam 

Darul Arqam. Dia juga termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam. 

Saat Nabi Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke 

Madinah untuk menyelamatkan agama mereka dari siksaan kaum Quraisy, 

Abdullah bin Jahsy yaitu  menjadi orang kedua kaum Muhajirin sebab  

tidak ada yang mampu mendahuluinya mendapatkan kemuliaan ini selain 

Abu Salamah.16 

Berhijrah di jalan Allah Swt dengan meninggalkan keluarga dan tanah 

air bukanlah hal yang baru bagi Abdullah bin Jahsy. Sebelumnya, ia pernah 

berhijrah bersama beberapa anggota keluarganya ke Habasyah. 

namun  hijrahnya kali ini terasa lebih luas dan lengkap. Semua 

keluarga dan kerabatnya turut berhijrah bersamanya. Tak kurang anak-

anak ayahnya baik pria maupun wanita. Tua ataupun muda, bahkan anak-

anak. Rumahnya yaitu  rumah Islam dan sukunya yaitu  suku iman. 

                                                     

16

 Abu Salamah yaitu  Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal Al Makhzumy Al Qurasy, salah seorang 

yang pertama masuk Islam. Dia yaitu  saudara sesusu dengan Nabi Saw.  Ia menikahi Ummu Salamah 

yang kemudian menjadi istri Nabi begitu Abu Salamah wafat. Ia meninggal di Madinah sesudah  kembali 

dari perang Badr… Lihat profil Ummu Salamah dalam kitab  Shuwar min Hayatis Sahabiyat karya 

penulis. 

 

 

  63

Sebelum mereka meninggalkan Mekkah, nampak kampung mereka 

terlihat begitu sedih dan haru. Ia nampak kosong tak berpenghuni. Seolah 

ia belum pernah terisi dan tidak pernah terjadi percakapan dalam rumah 

yang ada di dalamnya. 

Tidak lama berselang sejak Abdullah berhijrah bersama orang yang 

mengikutinya, maka beberapa pembesar Quraisy keluar berkeliling 

kampung di Mekkah untuk mengetahui siapa di antara kaum muslimin 

yang telah pergi meninggalkan kampung mereka dan siapa yang masih 

diam menetap.Salah seorang dari pembesar Quraisy tadi yaitu  Abu Jahl 

dan Utbah bin Rabiah. 

Maka Utbah memandang ke arah rumah-rumah Bani Jahsy yang ditiup 

angin pembawa debu dan pintu-pintu yang terbuka. Demi melihat itu 

Utbah berkata: “Kampung Bani Jahsy kini menangisi penduduknya...” Abu 

Jahl lansung menimpali: “Siapakah mereka sehingga kampung ini 

menangisinya?!” Kemudian Abu Jahl meletakan tangannya di tembok 

rumah Abdullah bin Jahsy, dan rumah ini  yaitu  rumah yang paling 

bagus dan kaya di antara yang lainnya. Dan Abu Jahl berkuasa atas rumah 

ini  dan apa yang ada di dalamnya seolah ia yaitu  pemiliknya. 

Begitu Abdullah bin Jahsy mendengar apa yang dilakukan Abu Jahl 

terhadap rumahnya, maka ia melaporkannya kepada Rasulullah Saw. Maka 

Nabi Saw bertanya kepadanya: “Apakah engkau tidak rela, ya Abdullah jika 

Allah Swt akan menggantikannya dengan sebuah istana di surga?” Ia 

menjawab: “Tentu, saya rela ya Rasulullah!” Rasul bersabda: “Nah.. 

begitulah!” 

Maka menjadi tenanglah jiwa dan hati Abdullah. 


Hampir saja Abdullah bin Jahsy tidak sampai ke Madinah sesudah  

melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan dalam hijrahnya yang 

pertama dan kedua. 

Hampir saja ia merasakan ketentraman di bawah naungan kaum 

Anshar; sesudah  ia merasakan penyiksaan yang dilakukan oleh kaum 

Quraisy, sehingga ia merasakan dengan izin Allah penyiksaan yang begitu 

berat yang ia rasakan sepanjang hidupnya sejak ia masuk ke dalam Islam. 

Marilah kita mendengarkan kisah pengalaman yang pahit dan 

menyakitkan ini. 


Rasulullah Saw mengirimkan 8 orang dari para sahabatnya untuk 

melakukan tugas kemiliteran dalam Islam, salah seorang dari mereka 

yaitu  Abdullah bin Jahsy dan Sa’d bin Abi Waqash. Rasul Saw bersabda: 

“Aku akan menunjuk pemimpin di antara kalian yaitu orang yang paling 

kuat merasakan lapar dan haus.” Kemudian Rasul menyematkan panji 

 64

mereka kepada Abdullah bin Jahsy; dan sebab nya ia menjadi amir pertama 

yang ditunjuk untuk memimpin sekelompok orang dari kaum mukminin.17 


Rasulullah menunjukkan tujuan yang harus ditempuh oleh pasukan 

Abdullah bin Jahsy dan Beliau memberikan sebuah surat kepadanya. Rasul 

memerintahkan kepada Abdullah agar tidak membukanya kecuali sesudah  

menyusuri perjalanan selama dua hari. 

Tatkala dua hari perjalanan telah ditempuh oleh pasukan,maka 

Abdullah bin Jahsy membuka surat ini , ternyata di dalamnya tertulis: 

“Jika engkau telah membaca suratku ini maka berjalanlah ke arah sebuah 

pohonkurma yang berada di antara Thaif dan Mekkah. Pantaulah suku 

Quraisy dari sana, dan sampaikan kepada kami informasi tentang 

mereka....” 

Begitu Abdullah bin Jahsy selesai membaca surat ini  ia langsung 

berkata: “Baik, kami akan mentaati perintah Nabi Allah.” 

Lalu ia berkata kepada para sahabatnya: “Rasulullah Saw 

memerintahkan aku untuk pergi ke sebuah pohon kurma yang dituju agar 

aku dapat memantau suku Quraisy sehingga aku dapat memberikan 

informasi tentang mereka. Beliau melarangku untuk memaksa salah 

seorang di antara kamu untuk pergi menemaniku. Siapa yang ingin 

mendapatkan kesyahidan dan ingin melakukannya, maka silahkan 

menemaniku, barang siapa yang enggan melakukannya maka silahkan 

kembali dan ia tidaklah tercela.” 

Kaumnya menjawab: “Kami mendengar dan taat kepada Rasulullah 

Saw. Kami akan berangkat bersamamu sebagaimana Nabi menyuruhmu.” 

Lalu pasukan tadi melanjutkan perjalanan mereka hingga tiba di pohon 

kurma yang dimaksud dan mereka lalu mencari berita lewat kafilah yang 

lewat untuk mendapatkan informasi tentang kaum Quraisy. 

Mereka masih melakukan tugas hingga akhirnya mereka melihat dari 

kejauhan datangya sebuah kafilah Quraisy yang terdiri dari 4 orang yaitu 

Amr bin Al Hadramy, Al Hakam bin Kaisan,Utsman bin Abdullah dan 

saudaranya yang bernama Al Mughirah. Mereka berempat membawa 

barang dagangan suku Quraisy yang berisikan antara lain kulit, anggur 

kering dan komoditas lain yang biasa diperdagangkan oleh suku Quraisy. 

saat  itu para sahabat Rasul tadi mulai bermusyawarah. Hari itu 

yaitu  hari terakhir dari bulan-bulan haram18 dimana perang dilarang. 

Mereka lalu berkata: Jika kita membunuh mereka sekarang, maka kita 

membunuh mereka dalam bulan haram. Dan itu berarti merusak 

                                                     

17

 Diriwayatkan bahwa panji pertamayang disematkan dalam Islam yaitu  yang diberikan 

kepada Hamzah bin Abdul Muthalib ra, ada juga yang berpendapat berbeda. 

18

 Bulan-bulan Haram yaitu  Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Bangsa Arab 

melarang terjadinya perang dalam bulan-bulan ini. 

  65

kehormatan bulan ini dan dapat membangkitkan amarah semua bangsa 

Arab... Jika kita membiarkan mereka, hingga hari ini berakhir maka 

mereka akan masuk ke tanah haram19 dan mereka akan berada dalam 

wilayah yang aman sehingga tidak bisa kita serang.” 

Mereka terus bermusyawarah hingga mereka sepakat untuk menyerang 

mereka dan membunuhnya dan merampas harta bawaan mereka sebagai 

ghanimah... dalam beberapa saat saja mereka dapat membunuh salah 

seorang dari mereka20, menawan 2 orang21, dan satunya lagi berhasil 

melarikan diri. 


Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya menggiring kedua tawanan 

dan barang bawaannya menuju Madinah. Begitu mereka menghadap 

Rasulullah saw dan mengetahui apa yang mereka telah lakukan maka 

Rasulullah Saw langsung menolaknya dengan keras. Beliau bersabda 

kepada mereka: “Demi Allah, aku tidak memerintahkan kalian untuk 

berperang. Aku memerintahkan kalian untuk memberikan informasi 

tentang kaum Quraisy dan mengawasi gerak-gerik mereka.” 

Rasul Saw melihat kondisi kedua tawanan tadi dan memutuskan 

perkara mereka... Rasul Saw menolak barang bawaan mereka dan Beliau 

tidak mengambil sedikitpun darinya. 

Pada saat itu Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya merasa amat 

menyesal dan mereka merasa yakin bahwa mereka akan celaka sebab  

melanggar perintah Rasulullah Saw. 

Beban terasa semakin bertambah bagi mereka saat para sahabat mereka 

yang lain mulai mencerca mereka dan menjauh saat berpapasan dengan 

mereka dengan berkata: “Mereka telah melanggar perintah Rasulullah 

Saw!” 

Mereka semakin merasa terjepit saat mengetahui bahwa suku Quraisy 

menjadikan kejadian ini sebagai preseden buruk untuk mengalahkan dan 

menangkap Rasulullah Saw dan menyebarkan berita ini ke seluruh kabilah 

Arab. Kaum Quraisy mengatakan: “Muhammad kini telah menghalalkan 

bulan haram. Ia telah menumpahkan darah, merampas harta dan menahan 

tawanan.” 

Tidak usah ditanyakan betapa kesedihan yang dirasakan oleh Abdullah 

bin Jahsy dan para sahabatnya akibat derita yang mereka rasakan. Dan juga 

                                                     

19

 Maksudnya memerangi mereka yaitu  tindakan yang haram sebab  mereka sudah memasuki 

tanah haram Mekkah. 

20

 Dia yaitu  Amr bin Al Hadhramy 

21

 Salah seorang dari mereka yaitu  Al Hakam bin Kaisan budak Hisyam bin Al Mughirah orang 

tua Abu Jahl. Ia masuk Islam dan menjalankan keislamannya dengan baik dan ia mati syahid dalam 

peristiwa Bi’ru Ma’unah. 

 66

sebab  rasa malu mereka kepada Rasulullah Saw sebab  telah membuat 

Rasulullah Saw dalam kesusahan. 


Saat bencana begitu besar terasa menimpa mereka, dan musibah yang 

berat terasa maka datanglah sebuah kabar gembira yang mengabarkan 

bahwa Allah Swt telah ridha dengan perbuatan mereka. Dan Allah telah 

menurunkan sebuah ayat kepada Nabi-Nya tentang hal ini. 

Janganlah ditanya betapa gembiranya mereka. Para manusia saat itu 

berdatangan kepada mereka sambil memeluk dan mengucapkan selamat; 

dan mereka semua membacakan ayat yang turun berkenan dengan apa 

yang telah mereka perbuat yang tercantum dalam Al Qur’an Al Karim. 

Telah turun kepada Nabi Saw firman Allah Swt: 

 “Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. 

Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu yaitu  dosa besar; tetapi 

menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, 

(menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya 

dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat 

fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh.” (QS. Al-Baqarah, 

[2] : 217) 

Begitu ayat-ayat ini turun maka jiwa Rasulullah Saw menjadi tenang; 

maka Rasul baru mau mengambil barang bawaan tadi sebagai ghanimah 

dan meminta tebusan dari dua tawanan tadi. Dan ia pun menerima akan 

tindakan yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya; 

sebab  perang yang mereka lakukan menjadi sebuah peristiwa besar dalam 

sejarah kaum muslimin. Ghanimah dalam peristiwa ini yaitu  ghanimah 

pertama yang diambil dalam sejarah Islam. Musuh yang terbunuh dalam 

peristiwa ini yaitu  orang musyrik pertama yang ditumpahkan darahnya 

oleh kaum muslimin. Kedua tawanannya yaitu  tawanan pertama yang 

berhasil ditangkap oleh kaum muslimin. Panji pasukan ini yaitu  panji 

pertama yang disematkan oleh tangan Rasulullah Saw. dan amir pasukan 

ini yaitu  Abdullah bin Jahsy sebagai orang pertama yang dipanggil 

dengan Amirul Mukminin. 

Lalu terjadilah peristiwa Badr dimana Abdullah Bin Jahsy mendapatkan 

ujian yang paling terhormat yang cocok dengan keimanannya. 

  67


Kemudian datanglah peristiwa Uhud. Abdullah bin Jahsy dan temannya 

yang bernama Sa’d bin Abi Waqash memiliki sebuah kisah yang tak 

terlupakan. Sekarang kita persilahkan Sa’d untuk bercerita kisah mereka 

berdua. 

Sa’d bin Abi Waqash berkisah: “Saat perang Uhud, Abdullah bin Jahsy 

menemuiku sambil bertanya: ‘Apakah engkau sudah berdo’a kepada Allah?’ 

Aku menjawab: ‘Sudah.’ Lalu kami menepi dan akupun berdo’a: “Ya Tuhan, 

jika aku berjumpa dengan seorang musuh, maka pertemukanlah aku 

dengan seorang yang kuat dan bengis sehingga aku memeranginya dan ia 

memerangiku. Berikanlah aku kemenangan atasnya sehingga aku dapat 

membunuhnya dan mengambil barang bawaannya.” Lalu Abdullah bin 

Jahsy mengaminkan do’aku. Kemudian Abdullah berdo’a: “Ya Allah, 

berikanlah kepadaku seorang musuh yang kuat dan bengis sehingga aku 

dapat memeranginya di jalan-Mu dan ia memerangiku. Lalu ia dapat 

mengalahkan aku dan mengambil hidung dan telingaku. Jika esok aku 

menjumpai-Mu, Engkau akan bertanya: ‘Mengapa hidung dan telingamu 

terputus?’ aku akan menjawabnya: ‘Keduanya terputus sebab  berjuang di 

jalan-Mu dan membela Rasul-Mu’ dan Engkau pun akan berkata: ‘Engkau 

benar!’ 

Sa’d bin Abi Wqash berkata: “Do’a Abdullah bin Jahsy lebih baik dari 

do’aku. Pada penghujung hari aku melihatnya. Ia telah terbunuh dan 

tercabik-cabik. Hidung dan telinganya tergantung di sebuah pohon dengan 

sebuah benang. 


Allah Swt telah mengabulkan do’a Abdullah bin Jahsy dan 

memuliakannya dengan mendapatkan syahadah sebagaimana Allah telah 

memuliakan pamannya pemimpin para syuhada yaitu Hamzah bin Abdul 

Muthalib. 

Maka Rasulullah Saw menguburkan mereka berdua dalam satu kubur, 

dan air mata Beliau yang suci membasahi kubur mereka yang harum 

dengan semerbak bau syahadah. 


Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah    

(‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah) 

“Setiap Ummat Memiliki Orang yang Amin (Terpercaya), dan Amin 

Ummat ini yaitu  Abu Ubadah” (Muhammad Rasulullah) 

 

Dia memiliki wajah yang tenang. Paras yang berwibawa. Badan yang 

kurus. Postur yang tinggi. Alis yang tipis... Sedap dipandang mata. Enak 

untuk dilihat. Damai terasa di hati. 

Dia juga yaitu  orang yang ramah. Suka rendah hati. Pemalu. Akan 

tetapi dalam situasi serius ia bagai seekor singa yang menerkam. 

Dia serupa dengan mata pedang yang begitu indah dan berkarisma, dan 

juga tajam dan dapat membabat layaknya pedang. 

Dialah Amin ummat Muhammad, ‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah Al 

Fihry Al Qurasy yang dipanggil dengan nama Abu Ubaidah. 

Abdullah bin Umar ra pernah mendeskripsikan sosoknya dengan 

ucapannya: Tiga orang dari suku Quraisy yang paling terkemuka. Memiliki 

akhlak yang paling baik. Paling pemalu. Jika mereka berbicara denganmu 

maka mereka tidak akan berdusta. Dan jika engkau berbicara dengan 

mereka, mereka tak akan mendustaimu. Ketiganya yaitu : Abu Bakar As 

Shiddiq, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah. 


Abu Ubaidah yaitu  termasuk orang pertama yang masuk ke dalam 

Islam. Ia masuk Islam sehari sesudah  Abu Bakar. Ia memeluk Islam sebab  

jasa Abu Bakar. Abu Bakar mengajak Abu Ubaidah, Abdurrahman bin Auf, 

Utsman bin Mazh’un22 dan Al Arqam bin Abi Al Arqam datang menghadap 

Nabi Saw dan menyatakan dihadapan Beliau kalimat kebenaran. Dan 

mereka semua menjadi pilar pertama tempat dibangunnya kerajaan Islam 

yang agung. 


                                                     

22

 Utsman bin Mazh’un: dia yaitu  seorang ahli hikmah pada masa Jahiliyah. Ia pernah turut 

serta dalam perang Badr dan wafat pada tahun 2 H. Dia termasuk orang yang pertama dari kaum 

Muhajirin yang meninggal di Madinah, dan termasuk orang pertama yang dikuburkan di Baqi. 

 

 

  69

Abu Ubaidah mengalami pengalaman keras yang dirasakan kaum 

muslimin selagi berada di Mekkah sejak pertama hingga akhir. Dia juga 

merasakan penderitaan kaum muslimin pada masa-masa awal atas segala 

penderitaan, sakit dan kesedihan yang tidak pernah dirasakan oleh para 

pengikut agama di muka bumi ini. Namun ia tetap teguh menghadapi ujian 

ini, dan senantiasa mentaati dan membenarkan Allah dan Rasul-Nya dalam 

segala kondisi. 

namun  ujian yang diderita oleh Abu Ubaidah pada perang Badr 

yaitu  sebuah penderitaan yang tidak dapat digambarkan oleh siapapun. 


saat  perang Badr, Abu Ubaidah menyerang di antara barisan dengan 

begitu berani dan tak memiliki kegentaran sedikitpun. Kaum musyrikin jadi 

takut dibuatnya. Ia berputar-putar di medan laga seolah tidak takut mati. 

Para penunggang kuda suku Quraisy menjadi gentar dibuatnya dan mereka


Related Posts:

  • teladan sahabat nabi 2 at diterima oleh akal untuk dijadikan agama?!” Sedangkan aku kini telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  utusan Allah. Lalu Umair mulai berdakwah di Mekkah sehingga b… Read More