at diterima oleh akal untuk dijadikan agama?!”
Sedangkan aku kini telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad yaitu utusan Allah.
Lalu Umair mulai berdakwah di Mekkah sehingga banyak orang yang
masuk Islam sebab dakwahnya. Semoga Allah Swt melipatgandakan
pahala Umair bin Wahab dan memberikan cahaya pada kuburnya.
Al Bara’ Bin Malik Al Anshary
“Janganlah Kalian Tunjuk Al Bara’ Menjadi Amir dalam Pasukan
Muslimin, sebab Dikhawatirkan Ia Dapat Mencelakakan
Tentaranya sebab Ingin Terus Maju” (Umar Bin Khattab)
Rambutnya berantakan. Badannya kurus. Tulangnya kecil. Gesit dan
sulit dilihat.
namun meski demikian ia berhasil membunuh 100 orang musyrik
dalam sekali perang, selain orang-orang yang berhasil dibunuhnya dalam
perang-perang yang diikutinya bersama para pejuang.
Dia yaitu orang yang gagah berani dan pantang mundur, demikian
tulis Umar dalam sebuah surat yang ia tujukan untuk para pembantunya:
“Janganlah ia ditunjuk sebagai pimpinan pasukan muslimin sebab
khawatir mereka semua terbunuh sebab maju terus.”
Dialah Al Bara’ bin Malik Al Anshary, saudara Anas bin Malik
pembantu Rasulullah Saw.
Jika aku paparkan semua kisah kepahlawanan Al Bara’ bin Malik pasti
akan membutuhkan banyak ruang dan halaman; sebab nya aku hanya
akan menceritakan satu kisah saja dari kepahlawanannya yang dapat
memberikan gambaran kepadamu tentang kisah kepahlawanannya yang
lain.
Kisah ini dimulai saat Rasulullah Saw wafat dan kembali ke pangkuan
Tuhannya, saat beberapa kabilah Arab keluar dari agama Allah secara
berbondong, seperti saat mereka masuk ke agama ini secara
berbondong. Sehingga yang tersisa hanyalah para penduduk Mekkah,
Madinah,Thaif dan beberapa kelompok di sana-sini yang Allah tetapkan
hatinya untuk terus beriman.
Abu Bakar As Shiddiq tetap tegar menghadapi fitnah yang merebak ini.
Ia tegar bagai gunung kokoh yang tak bergeming. Ia menyiapkan 11
pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau juga
menyiapkan 11 panji yang masing-masing dibawa oleh panglima pasukan
tadi. Ia mengutus ke sebelas pasukan tadi ke seluruh penjuru Arab untuk
mengembalikan mereka yang murtad kepada jalan petunjuk dan
kebenaran, dan untuk menggiring orang-orang yang sesat menuju jalan
yang lurus lewat sabetan pedang.
Kaum murtad yang paling kuat dan banyak pasukannya yaitu Bani
Hanifah yang menjadi para pendukung Musailamah Al Kadzab. Saat itu
Musailamah didukung oleh kaum dan sekutunya yang berjumlah 40 ribu
orang pejuang. Kebanyakan dari mereka mendukungnya sebab fanatisme
dan bukannya sebab beriman kepadanya. Sebagian dari mereka
mengatakan: “Aku bersaksi bahwa Musailamah yaitu pembohong dan
Muhammad yaitu benar. Tetapi pembohong yang berasal dari suku
Rabi’ah9 lebih kami sukai daripada orang yang benar berasal dari suku
Mudhar10.”
Musailamah berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan
pertama kaum muslimin yang dikirimkan kepadanya di bawah komando
‘Ikrimah bin Abi Jahal.11
Lalu Abu Bakar mengirimkan pasukan muslimin kedua kepada
Musailamah di bawah komando Khalid bin Walid dimana pasukan ini
dipenuhi dengan para tokoh Anshar dan Muhajirin. Salah satu dari mereka
yaitu Al Bara’ bin Malik Al Anshary, dan banyak lagi para patriot
pemberani dari kaum muslimin.
Kedua pasukan bertemu di daerah Al Yamamah di Najd. Hanya
sebentar saja maka pasukan Musailamah dan pendukungnya terlihat
unggul. Bumi yang dipijak oleh pasukan muslimin terasa berguncang saat
itu. Kaum muslimin mulai bergerak mundur dan terjepit. Sehingga para
pendukung Musailamah dapat menyusup ke tenda induk Khalid bin Walid.
Mereka mencabut tali dan tiang tenda ini , bahkan mereka hampir saja
membunuh istri Khalid kalau saja tidak ada seorang dari pasukan muslimin
yang melindunginya.
saat itu kaum muslimin merasakan bahaya yang begitu besar. Mereka
menyadari bahwa bila mereka sampai kalah oleh Musailamah maka Islam
tidak akan berdiri tegak lagi dan Allah Swt tidak akan pernah disembah lagi
di jazirah Arab.
Khalid langsung bangkit menuju pasukannya. Ia memulai mengatur
kembali pasukannya. Ia mendahulukan kaum Muhajirin di pasukan depan
dan Anshar di belakang. Dan ia menempatkan orang-orang badu’i di
barisan ini .
Khalid juga mengumpulkan anak-anak yang berasal dari satu bapak
dengan satu panji agar ia dapat mengetahui musibah yang menimpa setiap
Rabiah yaitu sebuah kabilah besar di Arab yang menjadi leluhur Musailamah
Mudhar yaitu kabilah dimana Rasul Saw berasal.
Ikrimah bin Abi Jahal dapat dilihat pada hal. 117
regu dalam peperangan ini, dan juga agar ia tahu dari sisi mana kaum
muslimin di serang.
Maka terjadilah perang di antara dua kubu yang begitu hebatnya.
Kaum muslimin belum pernah menjalani peperangan yang begitu dahsyat
seperti ini sebelumnya. Kaum Musailamah telah berdiri dengan
congkaknya di medan perang seolah mereka bagai gunung yang tak
bergeming dan mereka seolah tidak peduli akan banyaknya korban yang
mereka terima…
Dan kaum muslimin saat itu didukung oleh para pahlawan yang bila
dikumpulkan dalam tulisan maka akan menjadi sebuah kisah
kepahlawanan yang amat menarik.
Terdapat di sana Tsabit bin Qais pembawa panji Al Anshar yang telah
menyiapkan peralatan kematian, kain kafan dan menggali sendiri kuburan
untuk dirinya. Ia masuk ke dalam lobang yang digalinya ini sehingga
mencapai separuh dari betisnya. Ia berdiri tegap dalam posisinya itu. Ia
berjuang mempertahankan panji kaumnya sehingga ia binasa dan menjadi
syahid.
Adalagi Zaid bin Khattab saudara Umar bin Khattab ra yang menyeru
pasukan muslimin: “Wahai semua manusia, gigitlah kuat-kuat geraham
kalian, seranglah musuh kalian dan terus maju pantang mundur… Wahai
semua manusia, Demi Allah aku tidak akan berkata apapun lagi sesudah ini
sehingga Musailamah dapat dikalahkan atau hingga aku berjumpa Allah
dan aku akan bersaksi dihadapannya… Kemudian ia mulai menyerang
musuh dan terus berperang sehingga tewas.
Ada juga Salim budak Abu Hudzaifah yang membawa panji kaum
Muhajirin. Kaumnya khawatir akan kelemahan fisik dan rasa takut yang
dimilikinya, sehingga kaumnya berkata kepada Salim: “Kami khawatir kita
akan diserang dari arahmu.” Salim menjawab: “Jika kalian diserang musuh
dari arahku, maka seburuk-buruknya penjaga Al Qur’an yaitu aku.”
Kemudian Salim menyerang para musuh Allah dengan begitu beraninya,
sehingga ia tewas.
namun semua pahlawan tadi masih kalah dibandingkan kisah
kepahlawanan Al Bara’ bin Malik ra.
Hal itu sebab saat Khalid melihat perang berkecamuk dengan begitu
dahsyatnya, ia menoleh ke arah Al Bara’ bin Malik sambil berkata:
“Seranglah mereka, wahai pemuda Anshar!”
Maka Al Bara’ pun melihat ke arah kaumnya dan berkata: “Wahai
kaum Anshar, janganlah salah seorangpun di antara kalian berpikir untuk
kembali ke Madinah; tidak ada lagi Madinah bagi kalian sesudah hari ini…
yang ada hanyalah Allah saja… dan surga…”
Kemuian Al Bara; dan kaumnya membawa panji mereka untuk
menyerang kaum musyrikin. Dan ia terus menyerang membuka barisan
lawan. Ia menebaskan pedangnya di leher para musuh Allah sehingga
Musailamah dan pendukungnya terjepit. Mereka mundur ke sebuah taman
41
yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hadiqatul Maut (Taman
Kematian) sebab banyaknya korban yang mati di hari itu.
Hadiqatul Maut ini yaitu sebuah bidang yang luas dan memiliki
tembok yang tinggi. Musailamah dan ribuan tentaranya menutup gerbang-
gerbang taman ini . Mereka semua berlindung dengan tembok-tembok
tinggi yang ada di dalamnya. Dan mereka menembakkan anak panah
mereka dari dalam taman ini sehingga anak panah ini bagaikan
hujan yang turun dengan deras bagi kaum muslimin.
Saat itu majulah sang pejuang Islam yang gagah berani bernama Al
Bara’ bin Malik sambil berseru: “Wahai kaumku, taruhlah aku di alat
pelempar. Dan arahkanlah ke arah para pemanah itu. Lemparkanlah aku
ke dalam taman dekat gerbangnya. sebab nya, bila aku tidak mati syahid,
maka aku akan membukakan gerbang taman untuk kalian.
Dalam sekejap Al Bara’ bin Malik telah duduk di atas alat pelempar. Dia
yaitu seorang yang berbadan kurus. Maka para pejuang yang lain
mengangkat dan melemparkannya ke dalam Hadiqatul Maut di antara
ribuan pasukan Musailamah. Maka turunlah Al Bara’ di pihak musuh
seperti kilat menyambar. Ia terus menyerang mereka di depan gerbang
taman dan ia berhasil membunuh 10 orang dari mereka dan berhasil
membuka gerbang. Dan ia mengalami lebih dari 80 luka panah dan
sabetan pedang sebab nya.
Maka kaum muslimin langsung merangsek ke arah Hadiqatul Maut
dari seluruh penjuru pagar dan gerbangnya. Mereka menyabetkan pedang
ke arah leher para kelompok murtadin, sehingga tidak kurang dari 20 ribu
dari pihak mereka menjadi korban termasuk Musailamah Al Kadzab.
Al Bara’ bin Malik dibawa dengan kendaraannya untuk mendapatkan
perawatan. Khalid bin Walid merawatnya selama sebulan penuh untuk
menyembuhkan semua luka yang ada pada tubuh Al Bara hingga akhirnya
ia pun pulih kembali. Dengan keberanian Al Bara, pasukan muslimin
meraih kemenangan telak.
Al Bara telah mengobarkan semangatnya untuk mendapatkan
kesyahidan dalam peristiwa Hadiqatul Maut. Ia terus mengikuti perang
demi perang sebab ingin mewujudkan cita-citanya yang tertinggi itu dan
sebab rindu kepada Nabi Saw, sehingga pada hari penaklukan kota
Tustar12 di negeri Persia. Persia saat itu dibentengi dengan salah satu
benteng yang terletak di dataran tinggi. Kaum Muslimin telah berhasil
mengepung mereka dengan begitu ketatnya. Saat pengepungan ini
berlangsung cukup lama dan pihak Persia sudah merasa semakin terjepit
maka mereka membuat rantai besi yang mereka ulurkan dari pagar
benteng ini . Di ujung rantai digantungkan penjepit yang terbuat dari
baja yang disulut api sehingga lebih panas dari batu bara; Penjepit itu
berputar mengenai tubuh kaum muslimin dan mencomot tubuh mereka.
Pasukan Persia mengangkat tubuh kaum muslimin yang terkena jepitan
tadi ke atas baik dalam keadaan mati ataupun sekarat.
Para pasukan Persia yang bertugas menggunakan alat ini
mengarahkannya kepada Anas bin Malik –saudara Al Bara bin Malik-.
Begitu melihatnya, AL Bara langsung melompat ke arah tembok benteng
dan meraih rantai yang telah mengambil tubuh saudaranya. Al Bara
berjuang keras untuk menggoncang penjepit tadi untuk mengeluarkan
Anas dari dalamnya. Tangan Al Bara menjadi terbakar dan melepuh, ia
tidak menghentikan usahanya sehingga saudaranya terbebas, dan iapun
jatuh sesudah hanya tulang yang tersisa dari tangannya tanpa daging
sedikitpun.
Dalam peperangan ini, Al Bara bin Malik Al Anshary berdo’a kepada
Allah agar ia diberikan mati syahid. Dan Allah mengabulkan
permohonannya. Dan Al Bara akhirnya mati sebagai seorang syahid yang
amat rindu dengan perjumpaan dengan Allah Swt.
Semoga Allah Swt menyinari wajah Al Bara bin Malik di surga, dan
membuat dirinya tenang dengan hidup bersama Nabinya Muhammad Saw.
Semoga Allah meridhainya dan ia ridha kepada Tuhannya.
Tustar yaitu kota terbesar di Kazakhstan saat ini.
43
Tsumamah bin Utsal
“Melakukan Embargo Ekonomi Terhadap Kaum Quraisy”
Pada tahun 6 H Rasulullah Saw bertekad untuk memperluas daerah
dakwahnya. Beliau Saw menuliskan 8 surat yang ditujukan kepada para
raja dan penguasa Arab dan Non-Arab. Rasul Saw juga mengutus beberapa
orang yang membawa surat-surat ini untuk mengajak para raja dan
penguasa tadi untuk memeluk Islam.
Salah seorang dari penguasa yang mendapatkan surat dari Rasul Saw
yaitu Tsumamah bin Utsal Al Hanafi. Hal itu tidak mengherankan, sebab
Tsumamah yaitu salah seorang penguasa Arab pada zaman jahiliah… dan
ia termasuk salah seorang pembesar Bani Hanifah yang terpandang. Ia juga
salah seorang raja dari Yamamah yang setiap perintahnya harus ditaati.
Tsumamah menerima surat Rasul Saw dengan sikap meremehkan dan
menolak. Ia mengambilnya dengan congkak dan ia tidak mau
mendengarkan dakwah kebenaran dan kebaikan yang sampai kepadanya.
Lalu setan menyuruhnya untuk membunuh Rasulullah Saw dan
menamatkan riwayat dakwah Beliau. Maka Tsumamah mulai mencari
kesempatan terbaik untuk membunuh Rasulullah Saw saat Rasul lengah.
Hampir saja makar ini berhasil kalau saja salah seorang paman Tsumamah
memberitahukan kepada Rasul niat Tsumamah untuk membunuh Beliau.
Maka Allah Swt menyelamatkan Nabi-Nya dari kejahatan Tsumamah.
Namun, meski Tsumamah telah mengurungkan niat untuk membunuh
Rasul Saw, namun ia masih bertekad untuk membunuh para sahabat
Rasul Saw. Ia menunggu kesempatan untuk melakukan hal ini .
Akhirnya, ia berhasil menangkap beberapa orang sahabat Rasul Saw dan
membunuh mereka dengan begitu kejamnya. Maka Nabi Saw langsung
memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa Beliau Saw telah
menghalalkan darah Tsumamah untuk dibunuh.
Tidak lama berselang sejak kejadian itu, Tsumamah pun berniat untuk
melakukan umrah. Ia berangkat dari kampungnya yang bernama
Yamamah menuju Mekkah. Dalam perjalanan ia berkhayal melakukan
thawaf berkeliling Ka’bah dan melakukan penyembelihan untuk para
berhala yang ada di sana.
44
Saat Tsumamah berada di tengah perjalanan dekat dengan Madinah
maka ia mendapatkan musibah yang belum pernah dibayangkan olehnya.
Ada serombongan pasukan Rasulullah Saw yang bertugas untuk
mengintai dan mengawasi sekeliling pemukiman sebab khawatir ada
pihak musuh yang hendak menyusup dan melakukan kejahatan di
Madinah.
Maka pasukan tadi langsung menawan Tsumamah –dan pasukan ini
tidak mengenal Tsumamah- lalu membawanya ke Madinah. Rombongan
pasukan ini mengikat Tsumamah bersama dengan beberapa tawanan yang
diikat di masjid. Mereka mengikat para tawanan tadi sambil menunggu
hingga Rasul Saw sendiri yang memberi keputusan tentang para tawanan
ini.
Rasulullah Saw keluar rumah untuk pergi ke mesjid, begitu Beliau
hendak masuk ke dalamnya, Beliau melihat Tsumamah sedang diikat oleh
pasukan. Maka Rasul Saw langsung bertanya kepada para sahabatnya:
“Apakah kalian tahu siapa yang kalian tawan ini?” Para sahabat menjawab:
“Tidak, ya Rasulullah.” Rasul bersabda: “Ini yaitu Tsumamah bin Utsal Al
Hanafi. Bersikaplah yang baik terhadapnya.”
Lalu Rasulullah Saw kembali ke rumahnya lagi dan bersabda kepada
keluarganya: “Kumpulkan makanan yang ada pada kalian dan kirimkan
kepada Tsumamah bin Utsal!” Kemudian Rasul Saw memerintahkan
keluarganya untuk memeras susu unta miliknya setiap pagi dan petang dan
membawa susu ini kepada Tsumamah. Semua itu dilakukan sebelum
Tsumamah berjumpa atau berbicara kepada Rasul Saw.
Kemudian Nabi Saw mendatangi Tsumamah dengan niat mengajak
Tsumamah masuk ke dalam Islam. Beliau bertanya: “Bagaimana
keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Saya baik-baik
saja, ya Muhammad! Jika kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah
kau membunuhku sebab aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika
kau mau memaafkan, aku akan amat berterima-kasih. Jika kau
menginginkan harta, sebut saja sesukamu pasti akan diberikan.”
Lalu Rasulullah Saw membiarkan Tsumamah seperti itu selama dua
hari. Ia diberi makan dan minum dan selalu diberi susu unta. Dua hari
kemudian Rasul Saw mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana
keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Aku masih tetap
dengan apa yang telah aku katakan sebelumnya. Jika kau mau memaafkan,
aku akan amat berterima kasih. Jika kau hendak membunuhku, maka
sepantasnyalah kau membunuhku sebab aku telah banyak membunuh
sahabatmu. Jika kau menginginkan harta, minta saja sesukamu, pasti aku
akan memberikannya.”
45
Lalu Rasul Saw meninggalkannya lagi, dan pada hari keesokannya
Rasul mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana keadaanmu,
wahai Tsumamah?” Ia menjawab: “Seperti yang pernah aku katakan
kepadamu. Jika kau mau memaafkan, aku akan amat berterima kasih. Jika
kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah kau membunuhku sebab
aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika kau menginginkan harta,
minta saja sesukamu, pasti aku akan memberikannya.”
Rasul Saw langsung menoleh ke arah para sahabatnya sambil bersabda:
“Bebaskan Tsumamah!” Maka para sahabat melepas ikatan yang melilit
tubuh Tsumamah dan membebaskannya.
Tsumamah pergi meninggalkan mesjid Rasulullah Saw dan ia terus
melanjutkan perjalanannya sehingga ia tiba di sebuah pohon kurma di
ujung kota Madinah dekat dengan Baqi13- dekat pohon ini terdapat
mata air sehingga ia bisa memberi minum hewan tunggangannya. Ia
langsung mandi dengan bersih di mata air ini , lalu ia melanjutkan
perjalanannya menuju Mesjidil Haram.
Belum juga ia sampai ke Mekkah ia berjumpa dengan sekelompok
orang kaum muslimin yang berkata: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad yaitu hamba dan utusan-Nya.”
Lalu Tsumamah kembali lagi menghadap Rasulullah Saw seraya
berkata: “Ya Muhammad, Demi Allah tidak ada wajah yang paling aku
benci selain wajahmu. Kini, wajahmu menjadi wajah yang paling aku sukai
di muka bumi ini. Demi Allah, tidak ada agama di muka bumi ini yang
paling aku benci selain agamamu. Kini, ia telah menjadi agama yang paling
aku cintai. Demi Allah, tidak ada negeri yang paling aku benci selain
negerimu. Kini, ia menjadi negeri yang paling aku sayangi.” Lalu ia
menambahkan: “Aku telah banyak membunuh para sahabatmu, lalu apa
yang akan kau lakukan padaku?” Rasul Saw bersabda: “Engkau tidak akan
dicelakakan… sebab Islam telah menghapuskan kesalahan yang pernah
dilakukan oleh seseorang.” Rasul Saw memberitahukan Tsumamah akan
kebaikan yang telah Allah tetapkan pada dirinya sebab ia telah mau
memeluk Islam.
Raut muka Tsumamah langsung sumringah dibuatnya, dan ia langsung
berujar: “Demi Allah, aku akan membunuh kaum musyrikin berlipat-lipat
dari jumlah para sahabatmu yang telah aku bunuh. Aku akan menyerahkan
diriku, pedangku dan semua pengikutku untuk membela agamamu.”
Ia lalu berkata: “Ya Rasulullah, Aku tertarik dengan kudamu sebab
aku berniat melakukan umrah. Apa yang mesti aku lakukan?” Rasul Saw
bersabda: “Pergilah untuk melakukan umrah, namun harus sesuai
13
Baqi’: Sebuah dataran di ujung kota Madinah yang dipenuhi dengan pohon. Lalu dijadikan
tempat pemakaman dimana banyak dikuburkan disana para sahabat Rasul Saw.
46
dengan syariat Allah dan Rasul-Nya.” Rasul Saw lalu mengajarkan
kepadanya manasik yang mesti dilakukan.
Tsumamah pergi untuk melakukan niatnya hingga ia sampai di
Mekkah. Ia berdiri dengan meneriakkan talbiyah dengan suara kencang:
“Labbaika-llahumma labaik. Labaika la syarika laka labbaik. Innal hamda
wan nikmata laka wal mulk, la syarika lak. (Aku penuhi panggilan-Mu, Ya
Allah. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu
bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya, pujian, nikmat dan
kekuasaan yaitu milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu).” Tsumamah menjadi
muslim pertama yang masuk ke Mekkah dengan meneriakkan talbiyah.
Suku Quraisy mendengar suara talbiyah yang diteriakkan oleh
Tsumamah. Mereka menjadi berang dibuatnya. Mereka segera
menghunuskan pedang dari sarungnya, dan berlari ke arah sumber suara
untuk membunuh orang yang berani menyusup Mekkah dengan membaca
kalimat ini .
Begitu kaum Quraisy datang menghampiri Tsumamah. Ia malah
memperkeras suaranya meneriakkan talbiyah. Ia menatap ke arah suku
Quraisy dengan gagahnya. Salah seorang pemuda suku Quraisy berniat
untuk memanah Tsumamah. Lalu suku Quraisy yang lain mencegahnya
seraya berkata: “Celaka kamu, apakah kamu tidak kenal dengan orang ini?
Dia yaitu Tsumamah bin Utsal raja Yamamah. Demi Allah, jika kalian
membunuhnya, maka kaumnya tidak akan mengirimkan makanan lagi
kepada kita dan kita bisa mati kelaparan.” Kemudian suku Quraisy
mendatangi Tsumamah sesudah mereka memasukkan kembali pedang ke
dalam sarungnya. Suku Quraisy bertanya: “Ada apa denganmu, wahai
Tsumamah? Apakah engkau telah hilang kesadaran dan meninggalkan
agamamu dan agama bapak moyangmu?!!” Tsumamah menjawab: “Aku
tidak hilang kesadaran namun aku kini mengikuti agama terbaik… aku
telah mengikuti agama Muhammad.” Ia menambahkan: “Aku bersumpah
demi Tuhan Pemilik rumah ini (pent: Ka’bah), sesudah aku kembali lagi ke
Yamamah, kalian tidak akan pernah menerima kiriman gandum atau
komoditas apapun dari sana sehingga kalian semua mengikuti agama
Muhammad…”
Tsumamah bin Utsal menjalankan umrah sebagaimana yang diajarkan
Rasul Saw dihadapan para suku Quraisy… Ia menyembelih hewan
sembelihan di sana sebagai pendekatan diri kepada Allah bukan kepada
para berhala. Ia pun kembali ke negerinya dan memerintahkan kepada
penduduk Yamamah untuk menghentikan pengiriman produk kepada suku
47
Quraisy; Ia menjelaskan dengan tegas perintahnya ini dan kaumnya pun
menuruti akan titahnya. Mereka tidak mengirimkan komoditas mereka
kepada penduduk Mekkah.
Embargo yang diterapkan Tsumamah semakin terasa dampaknya oleh
suku Quraisy. Harga semakin tinggi, manusia kelaparan dan mereka
menjadi panik dibuatnya. Mereka menjadi khawatir akan keselamatan diri
dan anak-anak mereka dari bahaya kelaparan.
Dalam keadaan sedemikian genting bangsa Quraisy mengirimkan surat
kepada Rasulullah Saw yang isinya: “Salah satu perjanjian di antara kita
yaitu bahwa engkau akan tetap berusaha menjaga silaturahim… Kini,
engkau sudah memutuskan hubungan silaturahim ini; sebab engkau telah
membunuh kaum bapak kami dengan pedang dan membunuh anak-anak
kami dengan rasa lapar.
Tsumamah bin Utsal telah mengembargo produk mereka kepada kami
sehingga membuat kami dalam bahaya. Jika kau tak berkeberatan untuk
mengirimkan surat kepadanya agar ia tetap mengirimkan apa yang kami
butuhkan, maka lakukanlah!”
Lalu Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Tsumamah agar ia
mengirimkan kembali komoditinya kepada kaum Quraisy, dan Tsumamah
langsung melakukannya.
Selagi ia hidup, Tsumamah bin Utsal senantiasa memelihara agamanya
dan menjaga janjinya kepada Rasul Saw. Begitu Rasul Saw wafat, banyak
dari kalangan bangsa Arab yang keluar dari agama Allah secara bersama-
sama atau sendirian. Saat itu Musailamah Al Kadzzab melakukan dakwah
di kalangan Bani Hanifah mengajak mereka untuk beriman kepadanya.
Tsumamah yang tahu akan hal itu mendatangi Musailamah dan berkata
kepada kaumnya: “Wahai Bani Hanifah, hati-hatilah kalian dengan urusan
kegelapan yang tiada cahaya di dalamnya ini… Ketauilah, Demi Allah ini
merupakan bencana bagi orang di antara kalian yang mau mengikutinya.
Ia juga merupakan bencana bagi orang yang mentaatinya.” Ia juga
menyerukan: “Wahai, Bani Hanifah. Tidak pernah ada dua Nabi dalam
masa yang sama. Sungguh Muhammad yaitu Rasulullah dan tidak ada
Nabi sesudahnya, dan juga tidak ada Nabi yang diutus bersamaan
dengannya.” Tsumamah lalu membacakan kepada mereka:
“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur'an) dari Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui, Yang mengampuni dosa dan
menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai
karunia. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya
kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).” (QS. Ghafir [40]: 1-3)
Ia lalu berujar: “Bagaimana kalian dapat membandingkan kalam Allah
dengan ucapan Musailamah: “Wahai kodok yang bersih, alangkah
bersihnya dirimu. Tidak ada minuman yang dipantangkan bagimu, dan
tidak ada air yang kau buat keruh.”
Lalu Tsumamah bergabung dengan mereka yang tersisa dari kaumnya
yang masih memeluk Islam, dan menyerang kaum murtad sebagai jihad di
jalan Allah dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi.
Semoga Allah membalas kebaikan Tsumamah yang telah
didekasikannya kepada Islam dan kaum muslimin… Semoga Allah
memulyakannya dengan surga yang telah dijanjikan bagi orang-orang
yang bertaqwa.
Abu Ayub Al Anshary
(Khalid bin Zaid Al Najary)
“Dimakamkan di Bawah Benteng Kostantinopel”
Ini yaitu seorang sosok sahabat besar yang terkenal denga nama
Khalid bin Zaid bin Kalib dari Bani An Najar. Panggilannya yaitu Abu
Ayub, dan ia berasal dari suku Anshar.
Siapakah dari kaum muslimin yang tidak mengenal Abu Ayub Al
Anshary?
Allah telah mengharumkan namanya dari timur hingga ke barat negeri.
Allah telah meninggikan derajatnya saat Ia memilih rumah Abu Ayub
bukan rumah kaum muslimin lainnya saat sebagai tempat singgah
Rasulullah Saw saat Beliau tiba di Madinah sebagai seorang muhajir. Dan
hal ini cukup membuat bangga diri Abu Ayub.
Saat Rasulullah Saw singgah di rumah Abu Ayub ada sebuah kisah yang
amat manis dan indah untuk dikenang.
Hal itu dimulai begitu Rasulullah Saw tiba di Madinah, Beliau disambut
oleh hati terbuka para penduduknya dengan sambutan yang begitu mulia.
Mata mereka memancarkan kerinduan seorang kekasih kepada Nabi Saw.
Mereka mau membukakan pintu hati mereka bagi Beliau Saw. Mereka juga
membuka pintu mereka agar Nabi Saw mau singgah sebagai tempat
singgah yang paling mulia. namun Rasulullah Saw sempat singgah di
Quba14 sebuah dataran yang terdapat di Madinah 4 hari lamanya. Selama
itu Rasulullah sempat membangun sebuah mesjid yang kemudian menjadi
mesjid pertama yang dibangun berdasarkan tqawa.
Kemudian Beliau pergi meninggalkan Quba dengan mengendarai
untanya menuju Madinah, di tengah perjalanan para pemuka Yatsrib
menghalangi jalan Rasul Saw. Masing-masing dari mereka menginginkan
agar Rasulullah Saw berkenan singgah di rumah salah satu dari mereka…
Masing-masing mereka menarik unta Rasul sambil berkata: “Menginaplah
di rumah kami ya Rasulullah dalam penjagaan dan pengawasan yang
begitu kuat.” Rasul bersabda kepada mereka: “Biarkan unta ini berjalan,
sebab ia sudah diperintahkan.”
Unta Rasul Saw lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat
tujuan yang diikuti oleh pandangan mata dan harapan hati para penduduk
14
Quba yaitu sebuah desa dekat Madinah berjarak 2 mil darinya.
50
Madinah… Jika unta ini telah melewati sebuah rumah maka
penghuni rumah tadi menjadi sedih dan putus asa dibuatnya, pada saat
yang sama sinar pengharapan masih terus terpancar pada jiwa para
tetangganya yang belum dilewati oleh unta Rasulullah Saw.
Unta ini masih saja melakukan tugasnya dan para manusia
mengikuti jejaknya sebab mereka betapa ingin mengetahui siapa yang
akan mendapatkan keberuntungan ini; sehingga unta ini tiba di
sebuah pekarangan kosong di depan rumah Abu Ayub Al Anshary, dan
unta tadi langsung duduk di sana…
namun meski unta sudah duduk namun Rasulullah belum juga
turun dari punuknya…
Unta ini juga terus duduk di sana. Ia tidak lompat, berdiri lalu
pergi, dan Rasulullah Saw melepaskan tali kekang dari untanya. Unta
Beliau masih saja tetap di sana tanpa mengangkat kakinya lagi dan ia masih
tetap di tempat berhentinya yang semula.
Pada saat itu, terbuncah kegembiraan hati Abu Ayub Al Anshary dan ia
langsung menghambur menghampiri Rasulullah Saw untuk menyambut
Beliau. Ia membawakan barang-barang milik Rasulullah seolah ia sedang
membawa harta karun yang terkandung di seluruh dunia ini, dan ia pun
masuk ke dalam rumahnya.
Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua tingkat. Abu Ayub mengosongkan
tingkat atas dari rumahnya agar Rasulullah Saw bisa tinggal di sana.
namun Rasulullah Saw lebih memilih untuk tinggal di bawah saja.
Dan Abu Ayub pun melakukan permintaan Rasul Saw dan menempatkan
Beliau sesukanya.
Begitu malam mulai datang dan Rasul Saw sudah berada di
peraduannya. Abu Ayub dan istrinya hendak naik ke tingkat atas. Begitu
mereka baru saja mau menutup pintu, Abu Ayub menoleh ke arah istrinya
sambil berkata: “Celaka kamu, apa yang telah kita perbuat? Apakah pantas
Rasulullah Saw berada di bawah dan kita tinggal di atasnya?! Apakah kita
akan melangkah di atas tubuh Rasulullah Saw?! Apakah kita akan berjalan
di antara seorang Nabi dan wahyu?! Kita bisa celaka kalau begitu.”
Akhirnya suami-istri ini menjadi bingung dan mereka berdua
tidak tahu mau berbuat apa.
Keduanya merasa tidak tenang kecuali pada saat mereka mau ke bagian
atas rumah di mana tidak tepat berada di atas tubuh Rasulullah Saw.
Mereka berdua dengan hati-hati tidak melangkah kecuali pada sudut
pinggir yang jauh dari tengah.
Begitu menjelang pagi, Abu Ayub berkata kepada Nabi Saw: “Demi
Allah, tadi malam kami tidak bisa tertidur. Baik aku atau Ummu Ayub.”
Rasulullah Saw bertanya: “Mengapa demikian, wahai Abu Ayub?!” Ia
51
menjawab: “Aku teringat bahwa aku berada di tengah rumah dimana
Engkau berada di bawahnya, dan aku sadar bahwa jika aku bergerak pasti
akan membuat debu beterbangan dan menimpamu sehingga dapat
mengganggumu. Dan aku teringat bahwa aku akan menghalangi dirimu
dan wahyu.”
Rasulullah Saw lalu bersabda kepadanya: “Tenanglah, wahai Abu Ayub.
Aku lebih senang tinggal di bawah, sebab banyak orang yang
mengunjungiku.”
Abu Ayub berkata: “Aku melaksanakan perintah Rasulullah Saw hingga
pada suatu malam yang dingin tempat air kami pecah dan airnya tumpah
dari atas. Maka aku dan Ummu Ayub bergegas menghampiri air ini .
Kami tidak memiliki apa-apa selain selembar kain yang kami jadikan lap.
Kami mencoba mengeringkan air ini dengan lap ini sebab
khawatir dapat mengenai Rasulullah Saw.”
Begitu masuk pagi, aku datang kepada Nabi Asw dan aku berkata
kepadanya: “Demi ibu dan bapakku, aku merasa segan berada di atasmu
dan kau berada di bawahku. Dan aku ceritakan kepada Beliau tentang
tempat air yang pecah tadi. Beliau langsung memenuhi permintaanku dan
naik ke bagian atas rumah. Dan aku beserta Ummu Ayub pun pindah ke
bawah.
Nabi Saw tinggal di rumah Abu Ayub selama kira-kira 7 bulan
lamanya. Sehingga selesai pembangunan masjid Rasul di sebuah tanah
kosong yang pernah dipakai sebagai tempat pemberhentian oleh untanya.
Lalu Nabi Saw pindah ke kamar yang dibangun untuk dirinya dan para
istrinya yang berada di sekitar Masjid. Dan Nabi Saw menjadi tetangga Abu
Ayub. Alangkah mulianya kehidupan bertetangga ini.
Abu Ayub mencintai Rasulullah Saw dengan seluruh hati dan
sanubarinya. Dan Rasul Saw juga mencintai Abu Ayub dengan begitu
cintanya sehingga tak berjarak lagi. Dan Beliau menganggap bahwa rumah
Abu Ayub sudah seperti rumah Beliau.
Ibnu Abbas ra berkata: “Pada suatu siang hari yang panas Abu Bakar
datang ke mesjid dan Umar melihatnya seraya bertanya: ‘Wahai Abu Bakar,
apa yang membuatmu datang ke mesjid pada saat seperti ini?’ Abu Bakar
menjawab: ‘Yang membuatku datang ke mesjid tiada lain sebab aku
merasa amat lapar sekali.’ Umar pun bertukas: ‘Demi Allah, saya pun
keluar dari rumah sebab saya juga merasa amat lapar.’ Saat keduanya
sedang merasa amat lapar, lalu datanglah Rasulullah Saw ke arah mereka
52
sambil bertanya: ‘Apa yang membuat kalian berdua keluar pada saat seperti
ini?’ Keduanya menjawab: ‘Demi Allah, kami keluar dari rumah sebab di
rumah kami tidak terdapat apa-apa untuk di makan dan kami merasa amat
lapar.’ Rasul membalas: ‘Demi Allah, Aku pun keluar sebab hal yang
sama… kalau begitu, ikutilah aku.”
Akhirnya, mereka bertiga datang ke rumah Abu Ayub Al Anshary ra.
Abu Ayub setiap hari menyisakan makanan untuk Rasulullah Saw. Jika
Rasulullah terlambat datang atau tidak datang pada waktu makan, maka
makanan ini ia berikan kepada keluarganya.
Begitu mereka sampai di depan pintu rumah Abu Ayub, maka keluarlah
Ummu Ayub sambil berkata: “Selamat datang kepada Nabi Allah dan orang
yang bersamanya.” Lalu Nabi Saw bertanya kepadanya: “Kemana Abu
Ayub?” Abu Ayub mendengar suara Nabi Saw –saat itu sedang bekerja di
bawah pohon kurma dekat rumahnya- dan ia pun langsung datang
menghadap segera sambil berkata: “Selamat datang kepada Rasulullah dan
orang yang bersamanya.” Kemudian ia menyambung: “Wahai Nabi Allah,
ini bukanlah waktu yang biasanya Engkau datang.” Rasul Saw lalu
menjawab: “Engkau benar.” Lalu Abu Ayub berlari ke arah pohon
kurmanya dan ia memotong satu tandan yang berisikan kurma yang
matang dan belum masak.
Rasul Saw lalu bersabda: “Aku tak menginginkan dirimu untuk
memotongnya namun cukup kau petikan saja buahnya untuk kami?”
Abu Ayub menjawab: “Ya Rasulullah, aku amat ingin Engkau memakan
kurma yang masak maupun tidak dari pohon ini, dan aku akan
menyembelih hewan untukmu juga.” Rasul menjawab: ‘Jika kau ingin
menyembelih hewan, sembelihlah namun jangan yang banyak susunya!”
Maka Abu Ayub langsung mengambil seekor anak kambing lalu
menyembelihnya. Lalu ia berkata kepada istrinya: ‘Aduklah adonan dan
buatkan kami roti sebab engkau amat tahu cara membuat roti.’ Ia lalu
mengambil separuh dari anak kambing tadi dan memasaknya. Setengahnya
lagi ia panggang. Begitu makan telah masak dan telah dihidangkan
dihadapan Rasulullah Saw dan kedua sahabatnya, maka Rasulullah Saw
langsung mengambil sepotong daging dari anak kambing tadi dan Beliau
meletakkannya dalam roti. Beliau pun bersabda: “Ya Abu Ayub, Bawalah
segera potongan daging ini kepada Fathimah, sebab ia belum memakan
apapun seperti ini sejak pagi tadi.”
Begitu mereka semua telah menikmati makanan dan merasa kenyang,
Nabi Saw bersabda: “Roti, daging, kurma mentah dan kurma masak!!!” Lalu
kedua mata Rasul Saw meneteskan air mata. Beliau pun bersabda: “Demi
jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Ini yaitu kenikmatan yang
akan dipertanyakan kepada kalian di hari kiamat. Jika kalian menemukan
makanan seperti ini dan kalian sudah mulai memegangnya dengan tangan
kalian maka bacalah: Bismillah. Jika kalian sudah merasa kenyang maka
bacalah: Alhamdulillah Alladzi Huwa Asyba’na wa An’ama alaina fa
Afdhala (Segala puji bagi Allah Yang telah membuat kami merasa kenyang
53
dan telah menganugerahkan kepada kami sehingga membuat kami menjadi
mulia).
Lalu Rasulullah Saw bangkit dan berkata kepada Abu Ayub: “Datanglah
menghadap kami besok hari!”
Rasulullah Saw yaitu seorang yang bila menerima jasa baik dari orang
lain maka ia ingin membalas kebaikan ini ; namun Abu Ayub
belum pernah mendengar hal itu.
Umar lalu berkata kepada Abu Ayub: “Nabi Saw menyuruhmu untuk
mendatangi Beliau esok hari, wahai Abu Ayub!”
Abu Ayub lalu berkata: “Baik dan aku akan taati perintah Rasulullah.”
Keesokan harinya Abu Ayub datang menghadap Nabi Saw dan Nabi
memberinya seorang budak wanita kecil untuk membantu pekerjaannya.
Rasul berpesan kepada Abu Ayub: “Jagalah ia dengan baik, wahai Abu
Ayub. Tidak ada yang kami dapati darinya selain kebaikan selama ia
bersama kami.”
Abu Ayub kembali ke rumahnya bersama budak wanita kecil itu. Begitu
Ummu Ayub melihat budak tadi ia langsung bertanya: “Milik siapa budak
ini, wahai Abu Ayub?!” Ia menjawab: “Dia milik kita… Rasul Saw telah
memberikannya kepada kita.” Istrinya menjawab: “Agungkanlah orang
yang memberikannya, dan alangkah mulyanya pemberian ini.” Abu Ayub
berkata: “Rasul berpesan agar budak ini diperlakukan dengan baik.”
Istrinya bertanya: “Apa yang mesti kita lakukan untuk melaksanakan pesan
Rasul Saw?” Abu Ayub berkata: “Demi Allah, tidak aku dapati hal yang
lebih baik akan wasiat Rasul Saw daripada membebaskannya.” Istrinya
menjawab: “Engkau telah mendapatkan petunjuk ke arah kebenaran.
Engkau telah diberi taufik.” Maka akhirnya budak ini dibebaskan oleh
Abu Ayub.
Inilah sebagian kisah kehidupan Abu Ayub Al Anshary dalam kondisi
aman. Kalau anda berkesempatan untuk melihat kisah hidupnya dalam
peperangan, anda akan menjumpai sebuah keajaiban.
Abu Ayub ra mengisi hidupnya dengan berjuang di jalan Allah hingga
ada orang yang berkata: bahwa ia tidak pernah ketinggalan mengikuti
setiap peperangan yang dilakukan kaum muslimin sejak zaman Nabi Saw
hingga masa Mu’awiyah kecuali bila ada kegiatan lain.
Perang terakhir yang diikutinya yaitu saat Mu’awiyah mempersiapkan
sebuah pasukan di bawah kepemimpinan anaknya yang bernama Yazid
untuk menaklukan Konstantinopel. Pada saat itu, Abu Ayub yaitu seorang
tua renta yang berusia lebih dari 80 tahun. Namun hal itu tidak membuat
54
dirinya urung untuk bergabung dengan pasukan Yazid dan mengarungi
ombak lautan demi berjuang di jalan Allah Swt.
namun tidak lama berselang sejak pertempuran melawan musuh
Abu Ayub jatuh sakit dan tidak mampu lagi melakukan pertempuran. Maka
datanglah Yazid menjenguknya dan bertanya kepadanya: “Apakah engkau
membutuhkan sesuatu, wahai Abu Ayub?” Ia menjawab: “Sampaikan
salamku kepada para tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka:
‘Abu Ayub berpesan kepada kalian agar kalian merangsek ke barisan
musuh hingga batas terjauh. Bawalah Abu Ayub bersama kalian dan
kuburkanlah ia di bawah kaki kalian dan di bawah pagar benteng
Konstantinopel…” dan iapun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Pasukan muslimin memenuhi keinginan seorang sahabat Rasulullah
Saw ini. Mereka merangsek dan menyerang pasukan musuh sedikit demi
sedikit hingga mereka sampai di pagar benteng Konstantinopel dengan
membawa jasad Abu Ayub.
Dan disanalah mereka menggali kubur untuk Abu Ayub dan
menguruknya dengan tanah.
Semoga Allah merahmati Abu Ayub Al Anshary. Ia telah berani mati di
tanah musuh dengan berjuang di jalan Allah Swt, padahal umurnya saat itu
berkisar 80 tahun.
‘Amr Bin Al Jamuh
“Orang Tua yang Bertekad Menginjak Surga dengan Kakinya yang
Pincang”
Amr bin Jamuh yaitu salah seorang pembesar Yatsrib pada zaman
jahiliah. Dia juga merupakan pemuka Bani Salamah. Dia juga terkenal
sebagai salah satu tokoh Madinah yang penderma dan memiliki kehormtan
diri tinggi.
Salah satu kebiasaan para pembesar pada masa jahiliah yaitu bahwa
masing-masing dari mereka harus membuat sebuah berhala di rumahnya;
agar ia mendapat keberkahan dari berhala ini setiap pagi dan petang.
Pada waktu musim-musim tertentu mereka juga harus menyembelih
hewan untuk dikorbankan kepada berhala tadi, dan juga agar berhala-
berhala ini dapat menjadi pelindung mereka pada saat-saat bahaya
dan sempit.
Berhala milik Amr bin Jamuh diberi nama dengan Manat yang ia buat
dari kayu yang bagus. Amr yaitu tokoh yang amat perhatian terhadap
berhala ini dibandingkan tokoh yang lain. Ia menjaganya dan memberikan
wewangian terbaik bagi berhala ini.
Amr bin Jamuh sudah menginjak usia 60 tahun saat cahaya iman
menerangi rumah-rumah penduduk Yatsrib dengan gerakan dakwah yang
dilakukan oleh Mus’ab bin Umair. Dari tangannya telah masuk ke dalam
Islam tiga orang anak Amr bin Jamuh yang bernama: Muawwadz, Muadz
dan Khallad. Ada juga teman sebaya mereka yang masuk ke dalam Islam
bernama Muadz bin Jabal.
Bersama ketiga anaknya, telah masuk Islam juga istrinya yang bernama
Hindun. Dan Amr bin Jamuh tidak tahu bahwa mereka semua telah
beriman.
Hindun, Istri Amr bin Jamuh melihat bahwa kebanyakan penduduk
Yatsrib telah memeluk Islam; dan tidak ada seorang pembesar Madinah
pun yang tetap berada dalam kemusyrikan selain suaminya dan beberapa
orang yang mengikutinya.
Istrinya berharap agar Amr bin Jamuh mati dalam keadaan kafir dan
masuk ke dalam neraka.
Dan Amr bin Jamuh sendiri khawatir apabila anak-anaknya
meninggalkan agama nenek moyang mereka dan mengikuti dakwah yang
57
dibawa Mus’ab bin Umair yang telah berhasil mengeluarkan banyak
manusia dari agama mereka dalam waktu yang singkat, dan memasukkan
mereka ke dalam agama Muhammad.
Amr bin Jamuh lalu berkata kepada istrinya: “Ya Hindun, jagalah anak-
anakmu agar tidak berjumpa dengan pria itu (maksudnya Mus’ab bin
Umair) sehingga kita memutuskan apa yang mesti kita lakukan terhadap
orang ini.” Istrinya menjawab: ‘Baik kalau begitu. namun apakah
engkau bersedia mendengar langsung dari anakmu Muadz apa
pendapatnya tentang orang ini?” Amr berkata: “Celaka kamu! Apakah
Muadz telah keluar dari agamanya dan aku tidak mengetahui hal ini?”
Istrinya yang shalihah ini lalu berkata dengan lemah lembut kepada
suaminya yang sudah menua: “Tidak, namun ia pernah ikut beberapa
majlis yang digelar oleh orang ini, dan ia ingat akan beberapa hal yang
diucapkan oleh orang ini.” Lalu Amr berkata: “Panggilah dia untuk
menghadapku...!” Saat Muadz datang dihadapannya, Amr berkata
kepadanya: “Ceritakan kepadaku apa yang telah dikatakan oleh orang
(Mus’ab bin Umair) ini!” Maka Muadz langsung membacakan:
“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Sang Pemilik Hari Pembalasan. Hanya kepada-Mu
lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta
pertolongan. Tunjukilah kepada kami jalan yang lurus. Jalan yang
Kau berikan nikmat kepada mereka, bukanlah jalan yang Kau murkai
dan bukanlah jalan orang-orang yang sesat.”15
Lalu Amr berkata: Alangkah indahnya ucapan ini?! Apakah semua
pembicaraannya seperti ini?!” Muadz menjawab: ‘Bahkan lebih indah dari
ini, wahai ayahku. Apakah engkau mau mengikutinya. Semua kaummu
telah bersumpah setia kepada Mus’ab bin Umair!” Amr yang telah tua
berdiam diri sejenak lalu berkata: “Aku tidak akan melakukannya hingga
aku meminta pendapat kepada Manat dan aku akan melihat apa yang akan
dikatakannya.” Maka Muadz berkata: “Apa yang dapat diucapkan oleh
Manat, wahai ayahku. Dia hanyalah sebuah kayu yang tuli. Tidak dapat
berpikir dan berbicara!”
15
Surat Al Fatihah
58
Amr pun berkata dengan sengit: “Aku katakan kepadamu bahwa aku
tidak akan mengambil keputusan sebelum bermusyawarah dengannya.”
Lalu Amr bin Jamuh datang menghadap Manat. Kebiasaan mereka
kaum jahiliah yaitu jika ingin berbicara dengan berhala mereka berdiri di
belakang seorang wanita tua, sehingga wanita tua tadi akan memberikan
jawaban seperti yang diilhamkan oleh para berhala –dalam dugaan
mereka-, kali ini Amr berdiri tegak lurus di hadapan Manat. Ia
bertumpukan pada kakinya yang sehat, kaki Amr yang satunya lagi amat
pincang. Amr memuji Manat dengan pujian terindah, lalu berkata: “Ya
Manat, tidak disangsikan bahwa kau telah mengetahui orang yang datang
dari Mekah dan berdakwah di negeri kita. Tiada yang ia kehendaki selain
keburukan saja... ia datang ke sini untuk menghalangi kami dari
menyembahmu. Aku tidak mau bersumpah setia kepadanya –meski aku
mendengarkan betapa indah ucapannya- hingga aku bersyuwarah terlebih
dahulu kepadamu. Berilah pendapatmu kepadaku!” Namun Manat tidak
berkata sepatah katapun kepada Amr.
Lalu Amr berkata: “Mungkin engkau telah murka... Aku tidak akan
melakukan apapun yang dapat membahayakanmu sesudah ini. namun
tidak menjadi masalah, aku akan membiarkanmu sendiri dalam beberapa
hari ini hingga amarahmu menjadi reda.”
Anak-anak Amr bin Jamuh mengerti betapa ayah mereka begitu cinta
kepada berhalanya yang bernama Manat. Dan kecintaan ini semakin
bertambah dengan berjalannya waktu. namun mereka menyadari
bahwa ayah mereka mulai ragu akan kehebatan Manat dalam hatinya. Dan
mereka juga sadar bahwa mereka harus mengubah pengaruh Manat ini
dari hati ayahnya, dan itulah cara satu-satunya menuju iman.
Pada suatu malam, anak-anak Amr bin Jamuh bersama Muadz bin Jabal
mendatangi Manat. Mereka membawa Manat dan memasukkannya ke
dalam sebuah lubang di Bani Salamah tempat mereka membuang sampah.
Mereka pun kembali ke rumah masing-masing tanpa ada seorang pun yang
mengetahui ulah mereka. Begitu pagi datang menjelang, Amr pergi dengan
langkah pasti untuk memberikan salam kepada berhalanya, namun sayang
kali ini ia tidak menjumpainya. Ia langsung berseru: “Celaka kalian, siapa
yang telah berani berlaku nista kepada tuhan kita malam tadi?!...” Tidak
ada seorang pun yang mengaku.
Serta-merta ia mencari berhal tadi di dalam dan di luar rumah. Dia
terlihat begitu marah dan emosi. Ia mengancam dan mengecam terus-
menerus hingga ia menemukan Manat dengan kepala tersembul di lubang.
59
Maka Amr langsung mencucinya hingga bersih dan memberikan wangi-
wangiang kepadanya. Lalu ia mengembalikan Manat ke tempatnya. Ia
berkata kepada Manat: “Demi Allah, kalau saja aku tahu siapa yang
melakukan ini terhadapmu, pasti akan aku siksa dia!”
Pada malam kedua, para pemuda tadi mendatangi Manat dan
melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan padanya kemarin.
Begitu masuk pagi, Amr yang tua mencarinya lagi dan ia menemukan
Manat sedang berada di lubang dengan berlumuran kotoran. Lalu ia
mengambilnya, mencucinya dan memakaikan padanya wangi-wangian.
Dan ia menempatkan Manat kembali kepada tempatnya.
Para pemuda tadi terus saja melakukan hal yang sama setiap hari. Saat
Amr sudah merasa jengkel, ia datang menghadap Manat sebelum beranjak
tidur dengan membawa pedangnya dan pedang ini ua gantungkan ke
kepala Manat. Lalu ia berujar: “Ya Manat, Demi Allah aku tidak tahu siapa
yang melakukan hal ini sebagaimana kau melihatnya. Jika kau mampu,
tolaklah kejahatan dari dirimu ini. Bawalah pedang ini bersamamu!”
sesudah merasa nyaman. Amr pun berangkat tidur.
Begitu para pemuda tadi merasa yakin bahwa ayah mereka yang tua,
Amr sudah terlelap tidur, maka serta merta mereka langsung berhambur
menuju berhala tadi. Mereka melepas pedang dari leher berhala dan
mereka membawa keluar berhala ini . Mereka mengikatkan Manat
dengan tambang kepada seekor anjing yang telah mati. Mereka lalu
melemparkan keduanya ke dalam sumur Bani Salamah dimana mengalir
dan berkumpul di dalamnya kotoran dan sampah.
Begitu Amr yang tua terjaga dan ia tidak mendapati berhalanya, ia pun
pergi untuk mencarinya. Ia mendapati bahwa Manat sedang tertelungkup
wajahnya dalam sumur dan terikat dengan seekor anjing yang telah mati.
Pedang yang ada bersama Manat telah di ambil. Kali ini, Amr tidak
mengeluarkan Manat dari lubang, ia membiarkan Manat di tempatnya.
Lalu ia berujar:
Demi Allah, bila engkau yaitu seorang tuhan
Tidak mungkin engkau terikat bersama anjing di tengah sumur
Tidak lama kemudian ia masuk ke dalam agama Allah.
Amr bin Jamuh merasakan manisnya iman yang membuat ia menyesal
atas setiap saat yang dilaluinya dalam kemusyrikan. Ia masuk ke dalam
agama yang baru dengan jiwa dan raganya. Ia mendedikasikan jiwa, harta
dan anaknya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
60
Tidak lama berselang, maka meledaklah perang Uhud. Amr bin Jamuh
menyaksikan para putranya sedang bersiap-siap untuk menghadapi para
musuh Allah. Ia mendapati mereka setiap pagi dan petang bagaikan para
singa di tengah hutan. Mereka begitu semangat untuk mendapatkan
kesyahidan dan meraih ridha Allah. Kondisi ini membuat ia turut
bersemangat. Ia bertekad untuk berangkat bersama mereka berjihad di
bawah panji Rasulullah Saw. namun anak-anaknya bersepakat untuk
menghalangi ayah mereka untuk melaksanakan niatnya... Sebab ayahnya
yaitu seorang yang amat tua renta. Ditambah lagi, kakinya amat
pincang.Padahal Allah Swt sudah memberikan dispensasi baginya. Maka
anak-anaknya berkata kepada Amr: “Wahai ayah, Allah telah
memaafkanmu. Mengapa engkau membebani dirimu sendiri padahal Allah
sudah memaafkanmu?!”
Maka Amr yang tua renta pun menjadi amat berang. Ia langsung
datang menghadap Rasulullah Saw untuk mengadukan mereka kepada
Beliau. Ia berkata: “Wahai Nabi Allah, anak-anakku ingin melarangku
untuk melakukan kebaikan ini. Mereka beralasan sebab kakiku pincang.
Demi Allah, aku berharap dapat menginjak surga dengan kaki ku yang
pincang ini.”
Maka Rasul Saw bersabda kepada anak-anak Amr: “Biarkan ia; semoga
Allah memberikan kesyahidan baginya.”
Maka anak-anak Amr membiarkan ayah mereka sebab taat dengan
perintah Rasulullah Saw.
Begitu waktu berangkat di umumkan, maka Amr bin Jamuh
mengucapkan kata berpisah kepada istrinya seperti ucapan perpisahan
seorang yang tak akan kembali lagi. Ia lalu menghadap kiblat dan
mengangkat kedua telapak tangannya ke arah langit seraya berdoa: “Ya
Allah berikanlah aku kesyahidan dan jangan kembalikan aku kepada
keluarga lagi dengan rasa putus asa”
Lalu ia berangkat dengan dilindungi oleh ketiga anaknya dan pasukan
yang banyak dari Bani Salamah. Saat peperangan berkecamuk dengan
sengit, dan manusia sudah mulai terpisah dari barisan Rasulullah Saw, Amr
bin Jamuh terlihat pada barisan pertama. Ia melompat dengan kakinya
yang sehat sambil berseru: “Aku merindukan surga!!! Aku merindukan
surga!!!” dan dibelakangnya terlihat anaknya yang bernama Khallad.
Kedua anak beranak ini membabatkan pedang mereka seraya
melindungi Rasulullah Saw dari musuh hingga keduanya tersungkur
sebagai syahid di medan laga. Jarak kematian sang anak dari ayahnya
hanya sedikit berselang.
61
Begitu peperangan berhenti, Rasul Saw berdiri dihadapan para jenazah
untuk menguruk tanah kubur mereka. Beliau bersabda kepada para
sahabatnya: “Biarkan darah dan luka mereka, aku menjadi saksi bagi
mereka semua!” Lalu Beliau bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang
terluka di jalan Allah, kecuali pada hari kiamat ia akan datang dengan
darah mengalir yang warnanya seperti warna za’faran dan wangi seperti
wangi misyk.” Beliau juga bersabda: “Kuburkanlah Amr bin Jamuh
bersama Abdullah bin Amr; mereka berdua yaitu orang yang saling
mencinta dan satu barisan di dunia.”
Semoga Allah meridhai Amr bin Jamud dan para sahabatnya yang
menjadi Syuhada Uhud. Dan semoga Allah memberikan cahaya dikubur
mereka.
Abdullah Bin Jahsy
“Orang Pertama yang Disebut sebagai Amirul Mukminin”
Tokoh sahabat yang akan kami paparkan saat ini yaitu seseorang yang
begitu akrab dengan Nabi Saw dan salah seorang yang pertama kali
memeluk Islam.
Dia yaitu anak dari bibi (sepupu) Rasulullah Saw, sebab ibu
Abdullah yang bernama Umaimah binti Abdul Muthalib yaitu bibi
Rasulullah Saw.
Dia juga menjadi ipar Rasulullah Saw, sebab saudarinya yang
bernama Zainab binti Jahsy yaitu salah seorang istri Nabi Saw dan
menjadi salah seorang ummahatul mu’minin.
Dia yaitu orang yang pertama disematkan dengan panji Islam. Dia
juga yang merupakan orang pertama yang mendapatkan gelar Amirul
Mukminin. Dialah Abdullah bin Jahsy Al Asady
Abdullah bin Jahsy masuk Islam sebelum Nabi Saw masuk ke dalam
Darul Arqam. Dia juga termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam.
Saat Nabi Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke
Madinah untuk menyelamatkan agama mereka dari siksaan kaum Quraisy,
Abdullah bin Jahsy yaitu menjadi orang kedua kaum Muhajirin sebab
tidak ada yang mampu mendahuluinya mendapatkan kemuliaan ini selain
Abu Salamah.16
Berhijrah di jalan Allah Swt dengan meninggalkan keluarga dan tanah
air bukanlah hal yang baru bagi Abdullah bin Jahsy. Sebelumnya, ia pernah
berhijrah bersama beberapa anggota keluarganya ke Habasyah.
namun hijrahnya kali ini terasa lebih luas dan lengkap. Semua
keluarga dan kerabatnya turut berhijrah bersamanya. Tak kurang anak-
anak ayahnya baik pria maupun wanita. Tua ataupun muda, bahkan anak-
anak. Rumahnya yaitu rumah Islam dan sukunya yaitu suku iman.
16
Abu Salamah yaitu Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal Al Makhzumy Al Qurasy, salah seorang
yang pertama masuk Islam. Dia yaitu saudara sesusu dengan Nabi Saw. Ia menikahi Ummu Salamah
yang kemudian menjadi istri Nabi begitu Abu Salamah wafat. Ia meninggal di Madinah sesudah kembali
dari perang Badr… Lihat profil Ummu Salamah dalam kitab Shuwar min Hayatis Sahabiyat karya
penulis.
63
Sebelum mereka meninggalkan Mekkah, nampak kampung mereka
terlihat begitu sedih dan haru. Ia nampak kosong tak berpenghuni. Seolah
ia belum pernah terisi dan tidak pernah terjadi percakapan dalam rumah
yang ada di dalamnya.
Tidak lama berselang sejak Abdullah berhijrah bersama orang yang
mengikutinya, maka beberapa pembesar Quraisy keluar berkeliling
kampung di Mekkah untuk mengetahui siapa di antara kaum muslimin
yang telah pergi meninggalkan kampung mereka dan siapa yang masih
diam menetap.Salah seorang dari pembesar Quraisy tadi yaitu Abu Jahl
dan Utbah bin Rabiah.
Maka Utbah memandang ke arah rumah-rumah Bani Jahsy yang ditiup
angin pembawa debu dan pintu-pintu yang terbuka. Demi melihat itu
Utbah berkata: “Kampung Bani Jahsy kini menangisi penduduknya...” Abu
Jahl lansung menimpali: “Siapakah mereka sehingga kampung ini
menangisinya?!” Kemudian Abu Jahl meletakan tangannya di tembok
rumah Abdullah bin Jahsy, dan rumah ini yaitu rumah yang paling
bagus dan kaya di antara yang lainnya. Dan Abu Jahl berkuasa atas rumah
ini dan apa yang ada di dalamnya seolah ia yaitu pemiliknya.
Begitu Abdullah bin Jahsy mendengar apa yang dilakukan Abu Jahl
terhadap rumahnya, maka ia melaporkannya kepada Rasulullah Saw. Maka
Nabi Saw bertanya kepadanya: “Apakah engkau tidak rela, ya Abdullah jika
Allah Swt akan menggantikannya dengan sebuah istana di surga?” Ia
menjawab: “Tentu, saya rela ya Rasulullah!” Rasul bersabda: “Nah..
begitulah!”
Maka menjadi tenanglah jiwa dan hati Abdullah.
Hampir saja Abdullah bin Jahsy tidak sampai ke Madinah sesudah
melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan dalam hijrahnya yang
pertama dan kedua.
Hampir saja ia merasakan ketentraman di bawah naungan kaum
Anshar; sesudah ia merasakan penyiksaan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy, sehingga ia merasakan dengan izin Allah penyiksaan yang begitu
berat yang ia rasakan sepanjang hidupnya sejak ia masuk ke dalam Islam.
Marilah kita mendengarkan kisah pengalaman yang pahit dan
menyakitkan ini.
Rasulullah Saw mengirimkan 8 orang dari para sahabatnya untuk
melakukan tugas kemiliteran dalam Islam, salah seorang dari mereka
yaitu Abdullah bin Jahsy dan Sa’d bin Abi Waqash. Rasul Saw bersabda:
“Aku akan menunjuk pemimpin di antara kalian yaitu orang yang paling
kuat merasakan lapar dan haus.” Kemudian Rasul menyematkan panji
64
mereka kepada Abdullah bin Jahsy; dan sebab nya ia menjadi amir pertama
yang ditunjuk untuk memimpin sekelompok orang dari kaum mukminin.17
Rasulullah menunjukkan tujuan yang harus ditempuh oleh pasukan
Abdullah bin Jahsy dan Beliau memberikan sebuah surat kepadanya. Rasul
memerintahkan kepada Abdullah agar tidak membukanya kecuali sesudah
menyusuri perjalanan selama dua hari.
Tatkala dua hari perjalanan telah ditempuh oleh pasukan,maka
Abdullah bin Jahsy membuka surat ini , ternyata di dalamnya tertulis:
“Jika engkau telah membaca suratku ini maka berjalanlah ke arah sebuah
pohonkurma yang berada di antara Thaif dan Mekkah. Pantaulah suku
Quraisy dari sana, dan sampaikan kepada kami informasi tentang
mereka....”
Begitu Abdullah bin Jahsy selesai membaca surat ini ia langsung
berkata: “Baik, kami akan mentaati perintah Nabi Allah.”
Lalu ia berkata kepada para sahabatnya: “Rasulullah Saw
memerintahkan aku untuk pergi ke sebuah pohon kurma yang dituju agar
aku dapat memantau suku Quraisy sehingga aku dapat memberikan
informasi tentang mereka. Beliau melarangku untuk memaksa salah
seorang di antara kamu untuk pergi menemaniku. Siapa yang ingin
mendapatkan kesyahidan dan ingin melakukannya, maka silahkan
menemaniku, barang siapa yang enggan melakukannya maka silahkan
kembali dan ia tidaklah tercela.”
Kaumnya menjawab: “Kami mendengar dan taat kepada Rasulullah
Saw. Kami akan berangkat bersamamu sebagaimana Nabi menyuruhmu.”
Lalu pasukan tadi melanjutkan perjalanan mereka hingga tiba di pohon
kurma yang dimaksud dan mereka lalu mencari berita lewat kafilah yang
lewat untuk mendapatkan informasi tentang kaum Quraisy.
Mereka masih melakukan tugas hingga akhirnya mereka melihat dari
kejauhan datangya sebuah kafilah Quraisy yang terdiri dari 4 orang yaitu
Amr bin Al Hadramy, Al Hakam bin Kaisan,Utsman bin Abdullah dan
saudaranya yang bernama Al Mughirah. Mereka berempat membawa
barang dagangan suku Quraisy yang berisikan antara lain kulit, anggur
kering dan komoditas lain yang biasa diperdagangkan oleh suku Quraisy.
saat itu para sahabat Rasul tadi mulai bermusyawarah. Hari itu
yaitu hari terakhir dari bulan-bulan haram18 dimana perang dilarang.
Mereka lalu berkata: Jika kita membunuh mereka sekarang, maka kita
membunuh mereka dalam bulan haram. Dan itu berarti merusak
17
Diriwayatkan bahwa panji pertamayang disematkan dalam Islam yaitu yang diberikan
kepada Hamzah bin Abdul Muthalib ra, ada juga yang berpendapat berbeda.
18
Bulan-bulan Haram yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Bangsa Arab
melarang terjadinya perang dalam bulan-bulan ini.
65
kehormatan bulan ini dan dapat membangkitkan amarah semua bangsa
Arab... Jika kita membiarkan mereka, hingga hari ini berakhir maka
mereka akan masuk ke tanah haram19 dan mereka akan berada dalam
wilayah yang aman sehingga tidak bisa kita serang.”
Mereka terus bermusyawarah hingga mereka sepakat untuk menyerang
mereka dan membunuhnya dan merampas harta bawaan mereka sebagai
ghanimah... dalam beberapa saat saja mereka dapat membunuh salah
seorang dari mereka20, menawan 2 orang21, dan satunya lagi berhasil
melarikan diri.
Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya menggiring kedua tawanan
dan barang bawaannya menuju Madinah. Begitu mereka menghadap
Rasulullah saw dan mengetahui apa yang mereka telah lakukan maka
Rasulullah Saw langsung menolaknya dengan keras. Beliau bersabda
kepada mereka: “Demi Allah, aku tidak memerintahkan kalian untuk
berperang. Aku memerintahkan kalian untuk memberikan informasi
tentang kaum Quraisy dan mengawasi gerak-gerik mereka.”
Rasul Saw melihat kondisi kedua tawanan tadi dan memutuskan
perkara mereka... Rasul Saw menolak barang bawaan mereka dan Beliau
tidak mengambil sedikitpun darinya.
Pada saat itu Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya merasa amat
menyesal dan mereka merasa yakin bahwa mereka akan celaka sebab
melanggar perintah Rasulullah Saw.
Beban terasa semakin bertambah bagi mereka saat para sahabat mereka
yang lain mulai mencerca mereka dan menjauh saat berpapasan dengan
mereka dengan berkata: “Mereka telah melanggar perintah Rasulullah
Saw!”
Mereka semakin merasa terjepit saat mengetahui bahwa suku Quraisy
menjadikan kejadian ini sebagai preseden buruk untuk mengalahkan dan
menangkap Rasulullah Saw dan menyebarkan berita ini ke seluruh kabilah
Arab. Kaum Quraisy mengatakan: “Muhammad kini telah menghalalkan
bulan haram. Ia telah menumpahkan darah, merampas harta dan menahan
tawanan.”
Tidak usah ditanyakan betapa kesedihan yang dirasakan oleh Abdullah
bin Jahsy dan para sahabatnya akibat derita yang mereka rasakan. Dan juga
19
Maksudnya memerangi mereka yaitu tindakan yang haram sebab mereka sudah memasuki
tanah haram Mekkah.
20
Dia yaitu Amr bin Al Hadhramy
21
Salah seorang dari mereka yaitu Al Hakam bin Kaisan budak Hisyam bin Al Mughirah orang
tua Abu Jahl. Ia masuk Islam dan menjalankan keislamannya dengan baik dan ia mati syahid dalam
peristiwa Bi’ru Ma’unah.
66
sebab rasa malu mereka kepada Rasulullah Saw sebab telah membuat
Rasulullah Saw dalam kesusahan.
Saat bencana begitu besar terasa menimpa mereka, dan musibah yang
berat terasa maka datanglah sebuah kabar gembira yang mengabarkan
bahwa Allah Swt telah ridha dengan perbuatan mereka. Dan Allah telah
menurunkan sebuah ayat kepada Nabi-Nya tentang hal ini.
Janganlah ditanya betapa gembiranya mereka. Para manusia saat itu
berdatangan kepada mereka sambil memeluk dan mengucapkan selamat;
dan mereka semua membacakan ayat yang turun berkenan dengan apa
yang telah mereka perbuat yang tercantum dalam Al Qur’an Al Karim.
Telah turun kepada Nabi Saw firman Allah Swt:
“Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram.
Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu yaitu dosa besar; tetapi
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya
dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat
fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh.” (QS. Al-Baqarah,
[2] : 217)
Begitu ayat-ayat ini turun maka jiwa Rasulullah Saw menjadi tenang;
maka Rasul baru mau mengambil barang bawaan tadi sebagai ghanimah
dan meminta tebusan dari dua tawanan tadi. Dan ia pun menerima akan
tindakan yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya;
sebab perang yang mereka lakukan menjadi sebuah peristiwa besar dalam
sejarah kaum muslimin. Ghanimah dalam peristiwa ini yaitu ghanimah
pertama yang diambil dalam sejarah Islam. Musuh yang terbunuh dalam
peristiwa ini yaitu orang musyrik pertama yang ditumpahkan darahnya
oleh kaum muslimin. Kedua tawanannya yaitu tawanan pertama yang
berhasil ditangkap oleh kaum muslimin. Panji pasukan ini yaitu panji
pertama yang disematkan oleh tangan Rasulullah Saw. dan amir pasukan
ini yaitu Abdullah bin Jahsy sebagai orang pertama yang dipanggil
dengan Amirul Mukminin.
Lalu terjadilah peristiwa Badr dimana Abdullah Bin Jahsy mendapatkan
ujian yang paling terhormat yang cocok dengan keimanannya.
67
Kemudian datanglah peristiwa Uhud. Abdullah bin Jahsy dan temannya
yang bernama Sa’d bin Abi Waqash memiliki sebuah kisah yang tak
terlupakan. Sekarang kita persilahkan Sa’d untuk bercerita kisah mereka
berdua.
Sa’d bin Abi Waqash berkisah: “Saat perang Uhud, Abdullah bin Jahsy
menemuiku sambil bertanya: ‘Apakah engkau sudah berdo’a kepada Allah?’
Aku menjawab: ‘Sudah.’ Lalu kami menepi dan akupun berdo’a: “Ya Tuhan,
jika aku berjumpa dengan seorang musuh, maka pertemukanlah aku
dengan seorang yang kuat dan bengis sehingga aku memeranginya dan ia
memerangiku. Berikanlah aku kemenangan atasnya sehingga aku dapat
membunuhnya dan mengambil barang bawaannya.” Lalu Abdullah bin
Jahsy mengaminkan do’aku. Kemudian Abdullah berdo’a: “Ya Allah,
berikanlah kepadaku seorang musuh yang kuat dan bengis sehingga aku
dapat memeranginya di jalan-Mu dan ia memerangiku. Lalu ia dapat
mengalahkan aku dan mengambil hidung dan telingaku. Jika esok aku
menjumpai-Mu, Engkau akan bertanya: ‘Mengapa hidung dan telingamu
terputus?’ aku akan menjawabnya: ‘Keduanya terputus sebab berjuang di
jalan-Mu dan membela Rasul-Mu’ dan Engkau pun akan berkata: ‘Engkau
benar!’
Sa’d bin Abi Wqash berkata: “Do’a Abdullah bin Jahsy lebih baik dari
do’aku. Pada penghujung hari aku melihatnya. Ia telah terbunuh dan
tercabik-cabik. Hidung dan telinganya tergantung di sebuah pohon dengan
sebuah benang.
Allah Swt telah mengabulkan do’a Abdullah bin Jahsy dan
memuliakannya dengan mendapatkan syahadah sebagaimana Allah telah
memuliakan pamannya pemimpin para syuhada yaitu Hamzah bin Abdul
Muthalib.
Maka Rasulullah Saw menguburkan mereka berdua dalam satu kubur,
dan air mata Beliau yang suci membasahi kubur mereka yang harum
dengan semerbak bau syahadah.
Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah
(‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah)
“Setiap Ummat Memiliki Orang yang Amin (Terpercaya), dan Amin
Ummat ini yaitu Abu Ubadah” (Muhammad Rasulullah)
Dia memiliki wajah yang tenang. Paras yang berwibawa. Badan yang
kurus. Postur yang tinggi. Alis yang tipis... Sedap dipandang mata. Enak
untuk dilihat. Damai terasa di hati.
Dia juga yaitu orang yang ramah. Suka rendah hati. Pemalu. Akan
tetapi dalam situasi serius ia bagai seekor singa yang menerkam.
Dia serupa dengan mata pedang yang begitu indah dan berkarisma, dan
juga tajam dan dapat membabat layaknya pedang.
Dialah Amin ummat Muhammad, ‘Amir bin Abdullah bin Al Jarrah Al
Fihry Al Qurasy yang dipanggil dengan nama Abu Ubaidah.
Abdullah bin Umar ra pernah mendeskripsikan sosoknya dengan
ucapannya: Tiga orang dari suku Quraisy yang paling terkemuka. Memiliki
akhlak yang paling baik. Paling pemalu. Jika mereka berbicara denganmu
maka mereka tidak akan berdusta. Dan jika engkau berbicara dengan
mereka, mereka tak akan mendustaimu. Ketiganya yaitu : Abu Bakar As
Shiddiq, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah.
Abu Ubaidah yaitu termasuk orang pertama yang masuk ke dalam
Islam. Ia masuk Islam sehari sesudah Abu Bakar. Ia memeluk Islam sebab
jasa Abu Bakar. Abu Bakar mengajak Abu Ubaidah, Abdurrahman bin Auf,
Utsman bin Mazh’un22 dan Al Arqam bin Abi Al Arqam datang menghadap
Nabi Saw dan menyatakan dihadapan Beliau kalimat kebenaran. Dan
mereka semua menjadi pilar pertama tempat dibangunnya kerajaan Islam
yang agung.
22
Utsman bin Mazh’un: dia yaitu seorang ahli hikmah pada masa Jahiliyah. Ia pernah turut
serta dalam perang Badr dan wafat pada tahun 2 H. Dia termasuk orang yang pertama dari kaum
Muhajirin yang meninggal di Madinah, dan termasuk orang pertama yang dikuburkan di Baqi.
69
Abu Ubaidah mengalami pengalaman keras yang dirasakan kaum
muslimin selagi berada di Mekkah sejak pertama hingga akhir. Dia juga
merasakan penderitaan kaum muslimin pada masa-masa awal atas segala
penderitaan, sakit dan kesedihan yang tidak pernah dirasakan oleh para
pengikut agama di muka bumi ini. Namun ia tetap teguh menghadapi ujian
ini, dan senantiasa mentaati dan membenarkan Allah dan Rasul-Nya dalam
segala kondisi.
namun ujian yang diderita oleh Abu Ubaidah pada perang Badr
yaitu sebuah penderitaan yang tidak dapat digambarkan oleh siapapun.
saat perang Badr, Abu Ubaidah menyerang di antara barisan dengan
begitu berani dan tak memiliki kegentaran sedikitpun. Kaum musyrikin jadi
takut dibuatnya. Ia berputar-putar di medan laga seolah tidak takut mati.
Para penunggang kuda suku Quraisy menjadi gentar dibuatnya dan mereka