(\ EGAI-A puji bagi Allah Segda puji bagi Allah yang memerintahkan
JU," untuk memegang teguh La Ilaha Illallah dan melarang kita untuk
berlepas darinya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah ShdallahuAlaihi wa Sallam yang memberikan teladan berjihad
di jalan Allah untuk menumpaskan segda bentuk kesyirikan, pun demikian
kepada para sahabat dan pengikut beliau yang setia hingga Hari Kiamat
kelak.
Sejatinya agame Islam merupakan kesatuan antara akidah, syariat,
dan akhlak. landasan akidah Islam adalah keimanan teguh kepada Allah,
para malaikat-Ny*, kitab-Nya, segenap rasul-Nya, HariAkhir, dan beriman
kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Akidah adalah fondasi dan
akar yang menjadi substansi beragama. Kesatuan pemahaman akidah
menurut Al-Qur'an dan fu-sunnah addah sebuah keniscayaan. Untuk
itulah segenap manusia dan ulama saleh terdahulu mengupayakan penjelasan
dan pemahaman yang bermuara pada keseragaman keyakinan berdasarkan
Al-Qur'an dan fu-Sunnah. Tidak terkecudi juga keempat imam madzhab
fikih Islam; ImamAbu Hanifah, Imam Malik, Imamfuy-Sya6'i, dan Imam
Ahmad.
Mengingat pentingnya akidah dalam konstelasi ajaran Islam,
perbedaan di dalamnya sejatinya merupakan sesuatu yang tabu dan dilarang.
Berbeda halnya dengan permasalahan fikih yang meniscryakan toleransi
dalam perbedaan pendapat, selama masih bersandar kepada dalil-dalil sahih
lagi kuat.
Namun sayangnya, banyak dari umat Islam yang menganggap bahwa
perbedaan pendapat fikih di antara keempat imam madzhab diiringi pula
dengan perbedaan keyakinan dan akidah di antara mereka. Bahkan parahnya
lagi, tidak sedikit para pengikut pendapat fikih imam empat madzhab,
Pengantar Penerbit 6 vrr
narnun mereka menyimpang d"ti akidah yang dianut oleh keempatnya.
Padahal, para imam itu memiliki akidah yang sama; yaitu akidah Ahlu
Sunnah wal Jama'ah, biarpun pendapat fikih mereka acapkali berbeda.
Namun yang sangat disayangkan addah mayoritas kaum muslimin ddak
mengetahui hal ini.
Hd ini addah kesalahan yang harus dibenarkan terkait kesatuan
akidah para ulama. Anggapan bahwa beragamnya madzhab (pendapat
yang diikuti) dalam masalah fikih, berard beragamnya pemahaman akidah
para imam madzhab. Anggapan ini jelas keliru. Ketika Syaikhul Islam Ibnu
Thimiyah mempertontonkan akidah Ahlu Sunnah wal Jamdah, orang-
orang menuduhnya menyebarkan alddah Imam Ahmad bin Hambal. Ibnu
Taimiyah menjawab, "Ini adalah akidah seluruh imam-imam darnh,rum sahf
(para pendahulu yang saleh) umat ini. Mereka mengambilnya dari Nabi
Muhammad. Jadi ini adalah akidah Nabi Muhammad."
Akidah imam empat madzhabh fikih; Abu Hanifth, Malik, fuy-
Syaf i, dan Ahmad adalah yang dituturkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah
Rasulullah, sesuai dengan apa yang meniadi Pegangan para sahabat dan
tabi'in. Tidak ada perbedaan di antara mereka dalam ushuluil.in (persoalan
pokok agama). Mereka justru sepakat untuk beriman kepada sifat-siftt Allah,
bahwaAl-Qur'an itu ddam Kdam Allah, bukan makhluk dan bahwa iman
itu memerlukan pembenaran dalam hati dan lisan.
Ketika ditanya mengenai akidah Imam fuy-Sya6'i, IbnuThimiyfah
menerangkan lebih lanjut, "Alddah Imam Asy-Syaf i dan akidah para
ulama sdaf seperti Imam Malik, Imam Ats-Tsauri, Imam Al-Auza'i, Imam
Ibnul Mubarak, Imam Ahmad bin Hambd, dan Imam Ishaq bin Rahawaih
adalah seperti akidah para imam Panutan umat yang lain; seperti Imam
Al-Fudhd bin 'Iyadh, Imam Abu Sulaiman Ad-Darani, Sahl bin Abdullah
At-Tusturi, dan lain-lain. Mereka tidak berbeda pendapat ddam ushuhilin
(masalah akidah). Begitu pula Imam Abu Hanifah, keyakinan tetap beliau
ddam persoalan tauhid, qadar,dan sebagainya adalah sama dengan akidah
para imam tersebut di atas. Dan akidah para imam itu adalah sama dengan
akidah para sahabat dan tabi'in, yaitu sesuai dengan aPa yang dituturkan
oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah."
Jika kita mengetahui bahwa akidah keempat imam madzhab itu
viii $ et ia* Islam Mcnurut Empat Ma&hab
tidak berbeda, maka sepantasnya orang-oran g yang mendeklarasikan diri
mengikuti imam-imam tersebut dalam masalah fikih, juga mengikuti
mereka dalam masalah akidah. Dengan begitu mereka akan bersatu di
atas kebenaran. Untuk irulah buku ini hadir di tengah pembaca sekalian.
Buku ini mencoba untuk memberikan PemaParan dan penjelasan sePutar
kesatuan akidah para imam madzhab fikih, dengan harapan kita semua
dapat bersatu padu berjalan di atas rel kebenaran dan ketaatan, hingga tiba
di surge Allah Sfit.
\ZANG palingdikend dari paraahli fikih dalam ruanglingkup pemikiran
I Irh- adalah fokus untuk menarik kesimpulan hukum-hukum syar'i
dari dalil-dalil rincinya. Karena itulah, buku-buku tentang tingkatan ahli
fikih lintas mazhab penuh berisi tentang kehidupan dan pemikiran mereka,
jarang sekali ada masalah-masalah lain di luar fikih dan ushul fikih yang
ditulis secara panjang lebar dalam biogra6 mereka.
Pemikiran ini -meski benar- namun tertutupi oleh pemikiran lain
yang tidak kdah pentingnya, yaitu permasalahan-permasalahan akidah,
politik dan akhlak yang disampaikan oleh fuqaha dan memiliki ikatan erat
dengan pemikiran fikih para pakar fikih. Saya tidak menyatakan masalah ini
benar-benar diabaikan karena sebagian peneliti masih membahas masalah
tersebut dalam buku-buku yang mereka tulis tentang ulama ahli fikih, hanya
saja perhatian yang diberikan kurang sepadan dari satu sisi, dari sisi lain
pembahasan masalah ini disebutkan dalam kitab-kitab fikih dan sejarah,
inilah faktor yang menjauhkan permasalahan akidah, politik dan akhlak
dari ruang lingkup yang sebenatny^.
Pembahasan tentang jerih payah para fakih dalam ruang lingkup
akidah, politik dan akhlak dimalsudkan untuk menempatkan mereka
secua laik di bidang pemikiran dan kemasyarakatan agar tidak ada ytng
mengira bahwa para fakih hanya menghabiskan seluruh tenaga untuk
menarik kesimp ulan hukum-huk um an- s ic h dan mengeluarkan fanva yang
jauh dari perang pemikiran yang ada di sekitar mereka, di samping agar
sikap-sikap yang membuat mereka menghadapi berbagai macam cobaan
dijelaskan secara layak sesuai dengan posisi pemikiran dan kemasyarakatan
yang mereka punya.
Terakhir, penjelasan sisi-sisi terkait masalah akidah, politik, den akhlak
menurur para ahli fikih tidak lain bertujuan untuk mempererat ikatan
pemikiran Islam satu sama lain, di samping berusaha untuk memperkokoh
manhaj salafyang diusung oleh para ahli fikih kontemPorer yang sebelumnya
telah dilakukan para imam fikih di tiga abad permulaan.
Berikut beberapa faktor yang mendorong kami untuk menaruh
perhatian di bidang ini:
Pertama, kita harus tahu, fikih dalam pengertian etimologis berarti
pemahaman dan kecerdasan. Pengertian ini secara umum sejalur dengan
pengertian secara terminologi yangberbeda-beda menurut setiaP fuqaha.
Fikih secara terminologi menurut Imam Juwaini (w. 487 H) adalah
mengetahui hukum-hukum syar'i melalui ijtihad.t Menurut Imam Al-
Ghazali (w. 505 H), fikih adalah mengetahui hukum-hukum syar'i yang
berkenaan dengan perbuatan-perbuatan manusia.2 Dan masih banyak lagi
definisi-definisi lain yang dijelaskan dalam kitab-kitab ushul fikih.
Pengertian fikih secara umum adalah segala sesuaru yang diwajibkan
bagi seorang muslim dalam agama, mencakup akidah, ibadah, akhlak dan
muamalat. Inilah yang disampaikan dalam Al-Qur'an dan sunnah. Allah
dE berfirman,
"Tidah sepatutlrla bagi rnuhminin itapagi senuanla (ke medanpaanp'
Mengapa tidah pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereha beberapa
orang unah memperdahm pengetahuan mereka tentang agama dan
unruh memberi peingdtdn hqodo kaumnya apabila mereha kernbali
hepadanya, suPala mereka iru dapat menjaga dirinya." (At-Thubah:
122).
Rasulullah ffi. bersabda,
ffibahasdalamsejumlahkitabbiografiumum,sepertill.A'hm,karya
Az-Zarlsli dan semacamnya .iuga dibahas dalam kitab-kitab lain sc perti Hi$a*l-Auh1a' , kzrya N'
fuhfahani, kitab ini membahas teshdihan dan keakwaan yang dikenal dari para ahli 6ki
Al-Mu*s hfa, 7 I 4, cet. I .
lSaUa*, Islam Menurut Empat Ma&habxll
&FrSin*'t*
.,r-i, '&-q;
^.,'it itri ;
"Barangsiapa d.ihehendaki baih Alkh, Dia ahan d.l.brrl pr*haman
mendahm dakrn agArna." I
Makna menyeluruh inilah yang difahami oleh para tabiin. Jika Hasan
Al-Bashri di awal abadke-2 Hijriyah hanya membatasi makna fikih pada
sisi akhlak, namun Abu Hanifah mendefinisikan 6kih dengan pengertian
luas dan cakupan akidah serta masalah-masalah lainnya.
Dalam menanggapi pernyataan Farqadfu-Subkhi (w. 131 H), Hasan
Al-Bashri (w. 110 H) menyatakan, "Ahli fikih sejati adalah orang yang
zuhud (sederhana) di dunia, cinta akhirat, memiliki pamahaman mendalam
ddam agama, senantiasa beribadah, bersikap ward,z menahan diri dari
membicarakan harga diri kaum muslimin, menahan diri dari mengambil
harta orang lain dan senantiasa memberi nasehat kepada jamaah."
Abu Hanifah mendefinisikan fikih, "Fikih adalah mengetahui hak
dan kewajiban jiwa."3 Salah seorang penulis menjelaskan definisi Abu
Hanifah tersebut sebagai berikut, definisi yang disampaikan oleh Imam besar
Abu Hanifah tersebut mencakup seluruh hukum-hukum akidah, akhlak,
amal perbuatan, perintah dan larangan. Dengan demikian, definisi fikih
mencakup Islam secara keseluruhan, karena Islam menjelaskan hak dan
kewajiban manusia, apa yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan.a
Berdasarkan pengertian makna fikih yang disampaikan oleh para
fuqaha di atas, kita harus tahu bahwa para ahli fikih tidak tinggd diam
saat perdebatan terjadi di sekitar mereka sePutar masalah-masalah akidah
yang memiliki jangkauan luas, karena mereka sePerti yang kita tahu adalah
orang-orangyffiggigih memberi nasehat dan rela tidak tidur demi kebaikan
kaum muslimin.
Imam Al-Auza'i, seorang ahli fikih dari Syam mengeluarkan fanva
untuk menghukum mati Ghailan Ad-Dimasyqi karena Pernyataannya
Abu Hanifah memiliki sejumlah sikap tegas terkait masalah ini, seperti
itu juga Asy-Syaf i dalam sejumlah dialognya, Ahmad juga memiliki banyak
sekali bantahan terhadap kalan gan Jahmiyah saat sej umlah ayat AI-Qur' an
tidak mereka pahami dengan jelas.l
Dengan demikian, para ahli fikih memberi pengaruh dan juga
terpengaruh oleh kondisi pada masanya. Pandangan mereka terkait masalah-
masdah rumit dan kondisi mereka ketika menghadapi saat-saat sulit dalam
sejarah Islam mencerminkan sebuah benteng tangguh. Pandangan dan sikap
mereka bukan sekedar dialog logika semata, namun memiliki pengaruh
dalam pandangan-pandangan ushul serta perannya terhadap hukum-
hukum fikih yang mereka sampaikan.2 Arahan yang diajukan oleh para
ahli 6kih kepada para penguasa, dan bantahan-bantahan yang disampaikan
secara rinci terhadap kalangan yang menyimpang merupakan bukti yang
memperkuat peran mereka di masa itu serta pengaruh yang mereka berikan
di sana. Berikut akan kami sebutkan beberapa contoh namun tidak secara
panjanglebarkarenamasalah ini akan dibahas di bahasan berikutnya. Hasan
Al-Bashri menjelaskan ciri pemimpin adil untuk Umar bin Abdul Aziz,
sikap-sikap Imam fuy-Syaf i terhadap KhafiAh Harun Ar-Rasyid, Ibnu
Hazm Azh-Zhahiridalam bantahannya terhadap kdangan ateis dan lainnya.
Seperti itu juga IbnulJauzi, IbnuThimiyah dan Ibnu QayyimAl-Jauziyyah.3
Kedua, pada dasarnya, seorang ulama fikih memiliki perhatian
terhadap sisi pengetahuan dalam kehidupan kaum muslimin, dan menjadi
rujukan hukum syar'i terkait apa pun yang hendak dilakukan atau
ditinggalkan. Faktor ini kadang membuat banyak orang dekat dengan
seorang ulama fikih, di samping membuar ahli fikih bisa memahami
kebutuhan banyak orang serta bagaimana cara mereka dalam memahami
berbagai permasalahan di bidang fikih, akidah atau yang lain. Ketika
muncul permasalahan-permasalahan akidah atau akhlak, penj elasan terkait
masdah tersebut disampaikan dalam tulisan-tulisan di luar lingkup fikih,
sesuai dengan metode ilmiah yang dimiliki serta pemahaman atas aPayang
dibutuhkan banyak orang. Inilah yang membuat bahasan-bahasan para
ulama fikih dalam berbagai masalah tidak hanya sekedar untuk memuaskan
pemikiran semata, atau hanya untuk memberi andil dalam perdebatan yang
terjadi saat itu.
Mereka tahu, jdan yang benar -seperti yang disampaikan Ibnul Jauzi-
bukanlah ialan para ahli ilmu logika, bul€n pula jalan para pengikut di bidang
ushul 6kih. Jdan yang benar adalah mengikuti aiaran Rasulullah &, ialart
para sahabat dan para pengikut mereka dengan benar dengan menegaskan
keberadaan Allah flilf, menegaskan sifat-sifat Allah yang disebutkan di dalam
Al-Qur'an dan hadits tanpa penafsiran ataupun riset yang memang berada di
luar kemampuan manusia.r Karena mereka tahu dan memahami penjelasan
Umar bin Abdul Aziz: "Jika engkau melihat sekelompok kaum berbisik-
bisik dalam urusan agamatanpa melibatkan kaum muslimin secara umum,
ketahuilah bahwa mereka tengah membangun kesesatan."2
Diriwayatkan dari Sufran Ats-Tsauri, "Lakukan sePerti yang
dikerjakan oleh para tukang panggul, kaum wanita dan anak-anak di rumah
dalam hd membacakan, dan mengamalkan isi AI-Qur'an."3
Metode ilmiah tersebut membuat pandangan-pandangan mereka
dalam masalah akidah sebagai kebutuhan dami, bukan dibuat-buat. Ini
bukan karena mereka lemah, tapi mereka tahu benar nilai praktek jauh
lebih baik dari kekacauan debat. Ibnul Jauzi menjelaskan metode ini
sebagai berikut: Jika ada yang mengatakan, "Sikap seperti itu merupakan
sikap lemah, bukan sikap ksatria.," jawaban untuk Pernyataan ini sudah
disampaikan sebelumnya dan di sana telah kami sampaikan bahwa
membatasi diri pada tataran praktik penting nilainya, sementara mencapai
alasan yang bisa menenangkan akd merupakan suatu hal yang ddak bisa
dicapai oleh kalangan ahli logika dan tidak mereka temukan dalam lautan
ilmu logika, karena itu mereka diperintahkan untuk berhend di pantai
seperti yang kami sebutkan sebelumnya."a
Ketigajika kita gabungkan dengan referensi fuqaha -Al-Qur'an dan
sunnah- dan kita ketahui adanya ikatan ilmiah dan akhlak di antara mereka
(inilah faktor yang membuat mereka saling memuji satu sama lain khususnya
bagi empat imam yang memiliki ikatan ilmiah satu sama lain baik secara
langsung araupun tidak),r setelah itu kita ketahui adanya kesamaan metode
sequa umum yang memberikan perhatian terhadap redita hidup serta asas
manhat bagi kehidupan setiaP muslim yang jauh dari berbagai asumsi dan
anggapan khususnya ddam masdah-masalah akidah dan politik Islam, jika
semua itu kita ketahui seqra keseluruhan, kita akan tahu dengan jelas,
bahasan fuqaha bertujuan unruk menjelaskan kebenaran bagi siapapun yang
mencarinya dan menangkal kebatilan. Mencari kebenaran yang menjadi
ciri bersama di kalangan fuqaha menjauhkan mereka dari sikap fanatisme
dan berlebihan dalam mengagungkan fikiran dan ego pribadi sePerti yang
dialami oleh banyak sekali kalangan dan sekte di masa yang sama yang
mengingkari kebenaran hanya karena kebenaran diutarakan oleh kubu
lawan, seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, insya Allah'
Ketiga faktor di atas dan faktor-faktor pendukung lainnya itulah -
menurur hemat kami- yang memberikan perhatian terhadap jerih payah para
ulama 6kih di bidang akidah dan akhlak sebagai salah satu bagian Penting
dalam pemikiran Islam, di samping mencerminkan sisi kecenderungan
ilmiah dalam kapasitas besar serta penolakan terhadap perdebatan yang
dijadikan sebagai langkah untuk memperddam keimanan ddam jiwa para
pengikut metode ilmu logika, terlebih seruan kdangan non muslim menuju
Islam dengan cara yang sama.
selanjutnya ada kata kunci; kiu tahu adanya ikatan antara fikih dan
hadits. Tidak sedikit ahli fikih yang memiliki fokus luar biasa di bidang
hadits, sebut saja Al-Muwaththa' karya Imam Malik, Al-Musnad v.arry*
Imam Ahmad, Al-Musnadkarya Imam Asy-Syaf i, Jani' Al-Masanidl<arya
Imam Abu Hanifah, dan lainnYa.
Kita juga tahu, sebagian ahli sejarah menemPatkan fuqaha dan ahli
hadits sebagai representasi sejati Ahlu sunnah wal jamaah.t
Di sinilah kami membatasi bahwa yang kami malsud ulama ahli fikih
adalah mereka yang lebih dikenal dengan fikih-nya, baik yang memiliki
hadits seperti yang telah disebutkan di atas atauPun tidak memiliki hadits
seperri Ibnu Hazm misalnya. Terkait para ahli hadits yang menulis bahasan-
bahasan akidah seperti Ibnu Khuzaimah dalam Shtfat Ar-Rnbb Jalh wa
Ah, N-Baihaqi dalam,4 l-,4srna' wa,4s h-S hifui dan lainnya, ddak menutup
kemungkinan memiliki tulisan tersendiri terkait masalah-masalah akidah,
politik ataupun akhlak.
Semoga Allah berkenan memberi kami kemudahan ilmu yang Dia
ridhai. Allah-lah sebaik-baik dzar yang memperkenankan permohonan.
EGENAP puji penulis haturkan untukAllah tlii, atas seluruh kebaikan-
Nya, baikyang diketahui mauPun tidak. Atas seluruh nikmat-Nya, baik
yangdiketahui maupun tidak, dan untukseluruh makhluk-Nya, baikyang
diketahui maupun tidak.
Shalawat teriring sdam penulis haturkan untuk PenutuP para rasul-
Nya, Muhammad, keluarga, Para.sahabat dan seluruh pengikutnya hingga
Hari Pembalasan.
Di antara bukti pding menonjol ddam kehidupan manusia adalah
tidak bisa terlepas dari keyakinan yang memunculkan pemikiran dan
perilaku, tanpa memandang kebenaran keyakinan yang dianut. Itulah
karakter perilaku manusia. trGrena itu peradaban modern manePun tidaklah
terlepas dari keyakinan dalam bentuk tertentu.
Mengingat Islam sebagai aE mayangbenar di sisi Allah ihr, di samping
mengandung keyakinan-keyakinan yang benar tentang Allah, para mdaikat,
kitab, rasul, hari akhir, qadha dan qadar, kita bisa melihat dengan adanya
perhatian yang jelas terhadap masalah-masalah akidah dalam Al-Qur'an
dan sunnah. Metode Al-Qur'an dan sunnah sudah mencukupi kaum
muslimin terkait masalah ini. Mereka memahami inti yang dimaksud dan
mereka amalkan. Inilah yang membuat para sahabat tidak berbeda pendapat
dalam masalah-masalah akidah laiknya perbedaan pendapat ddam masdah-
masalah fikih.
Sayangnya, kondisi ini tidak berlangsung lama meski eduryareferensi
Al-Qur'an dan sunnah karenanya munculnya beragam situasi dan peristiwa
yang memicu perdebatan seputar masalah-masalah akidah yarng a,dt ptda
saat itu dan setelahnya.
Pasca peristiwa whkirn (pemutusan perkara berdasarkan Al-Qur'an),
muncul kelompok Khawarij, Syiah, dan Murjiah. Selanjutnya selang berapa
Mukadimah$ I
lama muncul kelompok-kelompok lain seperti Mutazilah dan fuyariyah.
Sejak munculnya perpecahan Pertama, pembicaraan sePutar masalah-
masalah akidah mulai muncul, sePerti hukum pelaku dosa besar, hak pilih
dan palsaan dalam perilaku manusia terkait takdir, dan semacamnya.
Di samping itu, masyarakat Islam juga bergesekan dengan sekte dan
agama-agama lain seperti Persia, Yahudi, Nasrani dan beragam keraguan
yang mereka sebarkan.
serelah itu kaum muslimin mengenal buku-buku terjemahan
dengan kandungan berbagai maciun istilah dan keraguan yang bersentuhan
dengan masalah-masalah akidah. Ini semua menciptakan iklim baru dan
memerlukan penjelasan untuk masalah-masalah yang dihembuskan. Inilah
yang melararbelakangi seruan untuk kembdi kepada akidah yang jernih
seperti yang disampaikan AI-Qur'an dan sunnah. Fuqaha dan para ahli
hadits merupakan kalangan terdepan yang memasuki arena ini mereka
kita tahu tidak suka berdebat, karena menjelaskan hal-hal sePerti ini bagi
mereka merupakan suatu kewajiban, terlebih fuqaha menilai bahwa ilmu
terbesar adalah itmu akidah. Hal tersebut terlihat dengan jelas sejak zaman
Imam Abu Hanifah An-Numan (w. 150 H) dan diteruskan oleh kdangan
fuqaha (ahli fikih) setelahnya.
Perhatian fuqaba terlcaitmasalah ini memberikan penjelasan terhadap
sejumlah kerancuan dalam pemahaman sebagian kalangan kala membaca
fatwa sebagian ahli fikih yang mencela ilmu kalam dan larangan berdebat,
karena para ahli fikih sendiri membedakan antara debat sebagai jalan mencari
ilmu dengan debat yang dimaksudkan untuk mencari kemenangan.
Penulis mendapati bahwa riset-riset yang membahas jerih payah
para ahli fikih dalam masalah ini, sungguh banyak dan berserakan dalam
inti berbagai topik masalah hingga tidak terlihat secara spesifik. Inilah
faktor yang mendorong saya untuk membahas masdah yang hendak saya
persembahkan untuk para pembaca dan pengajar ini.
Saya menemukan kesulitan untuk mengumPulkan tulisan emPat
fuqaha terkait masalah-masalah akidah karena tidak adanya kesimpulan dari
masing-masing fuqaha dari satu sisi, dan pandangan-pandangan mereka
yang tersebar di berbagai buku biografi dan tingkatan Para ahli fikh dari sisi
lain. Meski demikian, saya tetaP berusaha sekuat tenaga untuk menyatukan
2 lD aUa*, Islam Menurut Empat Ma&hab
metode tertentu yang dimiliki setiap fakih, dan mengumpulkan sejumlah
permasalahan yang dibicarakan di mana pandangan tersebut memberikan
pengaruh tersendiri.
Pada mulanya, tulisan ini diterbitkan dalam dua buku, setiap bagian
membahas pemahaman dua di antara empat imam besar. Setelah itu saya
menilai untuk menyatukan empat imam dalam satu buku (Abu Hanifah,
Malik, Asy-Syaf i dan Ahmad) dengan tujuan memberikan perbandingan
dan agar terlihat berseri demi kepentingan manhaj salaf ash-shalih.
Selanjutnya buku ini terbagi menjadi beberapa bab, yaitu mencakup
beberapa pasd dengan sejumlah pendahuluan penting dan masalah-masalah
metode secara umum. Selanjutnya berisi sejumlah pasal tentang fikih akidah
menurut emPat imam.
SemogaAllah iH berkenan menjadikan amal ini ikhlas dan diterima.
Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.
Pemikiran Islam di Era Fuqaha
A. Kedudukan Fuqaha dalam Pemikdran Islamr
Sebelumnya perlu ditegaskan, adanya ikatan kuat antara kedudukan
sosial fuqahayangmembuat mereka mendapat kepercayaan banyak orang
dengan posisi pemikiran yang membuat mereka dipercaya oleh para ulama.
Ikatan ini sepenuhnya muncul karena kalangan umum terkait dengan fuqaha
karena kegigihan fuqaha yang mereka lihat untuk menjaga dan mengajari
kewajiban setiap muslim terkait akidah, ibadah, muamalat, dan etika yang
disampaikan secara ilmiah dan terjangkau oleh daya nalar masyarakat
umum. Proses inilah yang membuat fuqaha memiliki andil ilmiah menurut
pandangan ahlul ilmi.Aktivitas keilmuan fuqaha merupakan langkah praktis
yang terkait dengan dunia nyar^,jauh dari ilusi dan abstraksi pemikiran.
Posisi tersebut dikuatkan oleh berbagai fenomena, di samping
memiliki faktor pemicu.
Faktor-faktor yang Melejitkan (edgd'kan Para Fakih
Kedudukan yang diraih para fakih akan kita fokuskan pada beberapa
faktor berikut:
Pertama: sikap para fakih terhadap para penguasa demi membela
kebenaran dan mengarahkan menuiu kehidupan Islami
Sikap yang ditempuh para fakih membuat mereka menghadapi
beragam ujian dan cobaan, kesulitan dan penyiksaan, meski demikian
mereka tidak melunak sebagai bentuk jihad dan pengharapan akan pahala
Bahasan ini secara lengkap diangkat di majal& Adhwa' Asy-$anbh, Fakultas Syariat fuyadh, edisi
17, tahun 1404H1 1985.
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha @
di sisi Allah. Sejarah pemikiran Islam mengabadikan ujian-ujian tersebut
dengan berbagai kondisi dan akibat yang ditimbulkan. Inilah di antara sdah
satu faktor yang membuat ahli fikih tetap abadi di sanubari dan akal secara
bersamaan. Berikut beberapa contoh yang memPerkuat penjelasan di atas:
Cobaan yangMenimpalmamAbu Hanifah (w. 150 H)
Imam Abu Hanifah mendapat ujian berbagai tipu daya oleh kdangan
yang berseberangan pendapat, di samping mendapat ujian dari para
pemimpin dan khalifah karena berseberangan dengan langkah politikyang
diambil unruk rakyat. Inilah yang kami malsudkan dalam topik ini.
Di era Bani Umayah, Imam Abu Hanifah mendapat ujian saat
kalangan Umawiyah merasa Abu Hanifah bersikap loyal terhadap Alawiyin
(para pengikut Ali bin Abi lhalib) karena Abu Hanifah menyamPaikan aib
dan kezhaliman-kezhaliman penguasa Umawiyah. Al-Makki menuturkan
ujian ini sebagai berikut:
Ibnu Hubairah menjabat sebagai gubernur Kufah di masa Bani
Umayah. Saat itu muncul berbagai fitnah (penyimpangan) di Irak.
Kemudian para ahli fikih Irak mengadakan perkumpulan, di antara mereka
terdapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Subrumah, dan Dawud bin Abu Hind. Setelah
itu mereka semua pulang dan mengingkari langkah yang diambil Ibnu
Hubairah. Dia kemudian mengirim utusan untuk menemui Abu Hanifah
dengan malsud menyerahkan wewenang kepadanya, keputusan aPa Pun
ddak akan dilaksanakan tanPa seizin Abu Hanifah, ddak boleh ada sepeser
pun uang dari Baitul Mal keluar tanPa seizinnya.
Namun Abu Hanifah menolak tawaran itu kemudian Ibnu Hubairah
bersumpah untuk menyiksanya jika tidak mau menerima tawaran tersebut'
Para ulama fikih itu berkata kepada Abu Hanifah, "Kami menyumpahmu
dengan nama Allah, jangan engkau binasakan dirimu, kami semua
saudaramu. Kami semua tidak menyukai hal ini, namun engkau tidak
memiliki pilihan lain."
Abu Hanifah menimpali, "Andai pun dia memintaku membuatkan
pintu-pintu masjid untuknya, tidak akan aku lakukan hal itu, lantas
L"g"i-r.r" jika dia menginginkanku memutuskan untuk membunuh
seseorang lalu aku stempel Putusan tersebut. Demi Allah aku tidak akan
melakukan hd itu selamanya."
6 tS aua*, Islam Menurut Empat Madzhab
IbnuAbi l,aila berucap, "Biarkan kawan kalian ini, dia benar dan yang
lain salah." AkhirnyaAbu Hanifah ditahan dan disiksa selama beberapa hari
tanpa hend, setelah itu si tukang pukul mendatangi Ibnu Hubairah dan
melaporkan, "Orang itu tidak berguna." Ibnu Hubairah menginstrulsikan,
"Sampaikan padanya agar dia tidak terkena sumpah kami." Si tukang pukul
menyampaikan hal itu kepada Abu Hanifah dan dijawab sebagai berikut,
'hndai pun dia memintaku untuk membuatkan pintu-pintu masjid,
tidak akan aku lakukan." Setelah itu si tukang pukul sepakat, dan Ibnu
Hubairah berkata, 'Adakah orang yang bisa memberi nasehat padanya agar
kematiannya disegerakan?! "
Abu Hanifah diberitahu tentang rencana itu, Abu Hanifah menyahut,
"Biarkan aku meminta pendapar teman-remanku, setelah itu aku baru
memutuskan tawaran tersebur." Ibnu Hubairah memerintahkan agar Abu
Hanifah dilepaskan, Abu Hanifah selanjutnya naik kuda lalu melarikan diri
ke Makkah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 130 H. Abu Hanifah tinggal
di Makkah hingga tampuk khilafah beralih ke tangan Bani Abbasiyah.
Setelah itu Abu Hanifah datang kembali ke Kufah pada masa Abu Ja'far
Al-Manshur.t
Riwayat Al-Makki di atas menjelaskan, penolakan Abu Hanifah
untuk menerima tawaran Ibnu Hubairah sepenuhnya dilakukan karena
enggan untuk jatuh sampai pada titik nadir atau pun hanya sekedar sebagai
"tameng" seperti yang dilakukan oleh sebagian ulama pada saat itu. Riwayat
ini juga menjelaskan seperti apa kesabaran dan jihad yang ditempuh Abu
Hanifah demi kebenaran yang dia anut, menjelaskan kedudukan dan posisi
yang dimiliki Abu Hanifah karena Ibnu Hubairah berharap Abu Hanifah
menerima pekerjaan yang dia tawarkan sebagai jaminan atas keabsahan
kekuasaan yang dia miliki. Jika tidak seperti itu berarti permasalahan yang
Dia hadapi akan sulit. Ibnu Hubairah menempuh cara berlebihan ddam
bersumpah, menahan dan menyiksaAbu Hanifah hingga berharap adrnya
jalan keluar atas permasdahan yang dia hadapi.2
Perlu disampaikan, Abu Hanifah mendapat ujian jauh lebih berat
dan menyakitkan di masa Daulah Abbasiyah meski pada mulanya Abu
Manaq i b Abu Hanifah (l I 23 -24).
Abu7.afuah, Abu Hanifih, hlm. 35-36, Dar N-Filr Al-'Arabi, m.
7
I
)
Bab 1: Pemikiran Islam di Era Fuqaha S
Hanifah sedikit merasa nyarnan, seperti yang ditunjukkan dalam sebuah
khutbah atas nama ulama yangdiasampaikan di hadapan Abul Abbas, As-
saffah.r Takdir menentukan, Abu Hanifah menyamPaikan pandangan yang
dia yakini benar. pandangan inilah yang menyulut kemarahan kalangan
Abbasiyah khususnya Ab u Jd far Al-Manshur. Rangkaian uj ian pun dimulai
yang menyebabkan Abu Hanifah meninggal dunia. Ujian dan cobaan
dimulai saat Abu Hanifah memperlihatkan sikap penentangan terhadap
kalangan Abbasiyah karena membela keturunan Ali bin Abi Thalib. Hal
itu dia sampaikan di majelis-majelis keilmuan. AbuJa'farAl-Manshur tahu
nalnun dia biarkan karena berharap masalahnya tidak lebih dari kemarahan
terhadap Dinasti Abbasiyah, namun Abu Hanifah melangkah terlalu jauh
dan sama sekali tidak pernah dibayangkan khalifah Al-Manshur.
Muhammad An-Nafs Az-2il<ryah membelot diri dari kekuasaan
Abu Ja'far Al-Manshur di Madinah pada tahun 145 H.Imam Malik
memfatwakan, boleh membelot bersama Muhammad. orang-orang
menyamkan, "Kami pernah membaiat Al-Manshur." Imam Malik berkata,
"Kalian melakukan hal tersebut karena kalian dipaksa, tidak ada baiat bagi
orang yang dipaksa." Akhirnya orang-orang pun membaiat Muhammad
An-Nafs Az-zal<ryyahberdasarkan pernyaraan Imam Malik, Imam Malik
pun konsisten membaiatnya.2 SikapAbu Hanifah dalam hal ini lebih tegas.
Secara rerang-terangan Abu Hanifah membela Muhammad bin Abdullah
An-Nafs Az- zal<tyahdalam berbagai pelajaran yang dia sampaikan, bahkan
Abu Hanifah berhasil mengendurkan semangat salah satu pemimpin
pasukan Al-Manshur untuk menyerang Muhammad An-Nafs Az -2il<ryyah
di Madinah.3
Abu Ja'far ingin menguji loyalitas Abu Hanifah, Abu Jifar
menginginkan agarAbu Hanifah menerima jabatan sebagai hakim, namun
dia menolaknya. Dia mengetahui malsud Al-Manshur, kemudian dikatakan,
'hpa dia ingin mengembalikan batu pertama Baghdad?! Silakan Abu
Jdfar Al-Manshur memenuhi sumpahnya." Demikianlah keterangan yang
ditunjukkan oleh sejumlah tiwayat.a
t Al-Manaqrr,Al-Makki(2lt5l).
2 Ibnu Kats\r, Al-Bida1,ah utaAn-Nibayah (10184) '
3 l,buTehrah,Abu Haniftb, hlm.40.
4 Taihh lbnu l(ttsir(10197).
8 lS aua*t Islam Menurut Empat Madzhab
Abu Ja'far tidak percaya sepenuhnya kepada Abu Hanifah, pun
demikian Abu Hanifah yang ddak cukup hanya menyampaikan kebenaran
saja. Saat ditanya tentang penduduk Mosul -mereka sebelumnya membuat
syarat, Abu Ja'far Al-Manshur boleh membunuh mereka jika mereka
membelot- para ahli fikih sebelumnya menyatakan, Abu Ja'far Al-Manshur
boleh membunuh mereka kecuali jika mereka diampuni. Saat itu Abu
Hanifah mengatakan kepada Al-Manshur, "Mereka membuat syarar yang
tidak mereka miliki untukmu, maka engkau pun memberlakukan syarat
yang tidak engkau miliki untuk mereka. Darah seorang muslim tidak
halal kecuali karena salah satu dari tiga hal. Jika engkau menumpahkan
darah mereka, maka engkau telah mengambil sesuatu yang tidak halal.
Syarat Allah lebih layak untuk engkau runaikan." Akhirnya Al-Manshur
memerintahkan para hadirin untuk pergi, mereka pun bergegas pergi,
setelah itu Al-Manshur memanggil Abu Hanifah, "Hai syaikh, apa yang
engkau katakan benar! Pulanglah ke negerimu dan jangan mengeluarkan
fanva apa pun yang mencela pemimpinmu, karena engkau akan membantu
kalangan Khawarij."l
Abu Hanifah juga pernah menolak hadiah yang diberikan Abu Ja'far
Al-Manshur berupa 10.000 Dirham dan seorang budak wanita dengan
alasan harta tersebut berasd dari Baitul MaI milik kaum muslimin, Abu
Ja'far Al-Manshur sedikit pun ddak memiliki hak terhadap harta tersebut.
Abu Hanifah tidak menerima budak wanita karena dia lemah dan tidak
ada minat untuk menjualnya.
Kecerdasan yang dimiliki Abu Hanifah membantunya unruk
menampakkan kebenaran meski terlihat seolah-olah tidak memusuhi
penguasa. Disebutkan dalam Thrihh Baghdad, Abul Abbas Ath-Thusi
memiliki pandangan tidak baik mengenai Abu Hanifah, akan tetapi Abu
Hanifah mengetahui hd tersebut. Suatu ketika Abu Hanifah bertamu ke
kediaman Abu Jdfar Al-Manshur, orang-orang pun berdatangan, lalu Ath-
Thusi mengatakan, 'Kali ini aku akan menghabisi Abu Hanifah."
Ath-Thusi menghampiri Abu Hanifah, lalu mengatakan, "Abu
Hanifah, Amirul Mukminin memerintahkan seseorang di antara kita untuk
I ManaqibAbiHanifih,lbnuN-Bazzazi,2l17.
9Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha @
menebas leher seseorang, sementarayeng diperintah tidak tahu perintah
yang dibebankan padanya, bolehkan dia menebas leher orang tersebur?"
Abu Hanifah balik bertanya, "'Wahai Abul Al-Abbas, Amirul
Mukminin memerintahkan kebenaran atau kebatilan? "
"Kebenaran," jawab Abul Al-Abbas.
Abu Hanifah berucap, "Lalsanakan kebenaran dalam kondisi sePerti
apa pun tanpa perlu engkau tanyakan."
Abu Hanifah pun berkata kepada orang yang ad,a di dekatnya,
"Dia -Abul Abbas Ath-Thusi- ingin menjebakku, justru dia yang masuk
perangkap."r
Abu Ja'far Al-Manshur menjadikan segenaP sikap Abu Hanifah
seperti di atas dan juga sikap lainnya sePerti dijelaskan dalam kitab-kitab
sejarah sebagai justifikasi untuk menyakiti, menahan, dan mencambuk
Abu Hanifah lebih dari seratus kali, memenjarakan dan mempersulitnya
hingga meninggal dunia. Kita tidak perlu mencermati perbedaan berbagai
riwayat mengenai hal ini, tapi cukup untuk kita sampaikan bahwa Abu
Hanifah tidakmenggunakan triksebagai jdan keluar atas berbagai masalah
yang dia hadapi. Dia menyampaikan kebenaran apa.adanytdengan berani
ranpa mempedulikan risiko apa pun, Abu Hanifah justru menanti dan
sabar menghadapi. Abu Hanifah menolakmenerima jabatan sebagai hakim,
menolak menyampaikan fanva tanpa trik apa pun, secara tegas menolak
hadiah pemberian khalifah Al-Manshur dengan alasan hadiah tersebut
berasal dari Baitul Mal kaum muslimin, dan tidak halal hukumnya bagi
khalifah untuk berlaku seperti itu. Semua itu Abu Hanifah lakukan demi
mengharap pahala dan Allah Sti juga yang akan memberi balasan.2 Beragam
ujian dan cobaan tidak mampu menggoyahkan semangat Abu Hanifah ddam
menyampaikan kebenaran. Sampai-sampai saat sekarat dia berwasiat egar
jenazahnyadimakamkan di tanah yang baik bukan hasil rampasan, jangan
sampai dimakamkan di suatu tempat di mana Penguasanya dituduh telah
merampas tempat tersebut. Konon, saat Abu Ja'far Al-Manshur mengetahui
wasiat itu, dia berkata, "Siapa yang bisa memaafkanku atas sikapku terhadap
Abu Hanifah saat dia masih hidup mauPun setelah meninggal."3
Tai k h Baghdad, (r 3 I 366)
Itbu Z.ahr ah, Abu H a n ifa h, hlm. 5 I .
Ibid, hlm.53.
6 et ia* Islam Menurut Empat Madzhab
I
)
3
10
Cobaa. yang Menimpa Imam Malik (w. f 79 H)
Imam Malik bin Anas hidup pada penghujung masa kekuasaan
Dinasti Umayah dan pada permulaan masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Takdir menentukan Imam Malik untuk melihat berbagai maciun kekisruhan
berupa kezhaliman luar biasa melampaui kezhaliman penguasa paling lalim
sekdipun. Menurut Imam Malik, peraturan penguasa yang ada saar iru
sangat tidak memihak kepentingan ralryat. Pada permulaan masa kekuasaan
Bani Abbasiyah, Imam Malik pernah ditanya perihal memberontak kepada
Daulah Abbasiyah bersama para pemberontak; apakah orang-orang harus
berperang bersama mereka (para pemberontak) ataukah bersama khalifah?
Imam Malik menjawab, "Jika mereka memberontak kepada penguasa seperti
sosok Umar bin Abdul ,\ziz, maka perangi mereka. Namun jika bukan
seperti itu, biarkan Allah ik membalas mereka dengan mengutus orang
ldim untuk menyerang orang lalim, tapi setelah itu Allah akan membalas
keduanya."r
Pemahaman Imam Malik terhadap realita urnar saar itu adalah
pandangan realistis yang selaras dengan penuturan sebagian besar fakih (ahli
fikih) saat itu, yaitu mengaitkan anrara kelaliman penguasa dengan kondisi
rakyat. Adalah tidak mungkin jika penguasa bersikap lalim terhadap ralryat
yang berlaku adil terhadap diri sendiri maupun terhadap sesarna, rakyat
yang mengerti hak dan kewajiban untuk memberi nasehat dan pengarahan,
serta ralryat yang memahami bahwa solusi atas berbagai masalah bukanlah
dengan membelot dari kekuasaan pemerintah. Namun dengan merubah
kemungkaran, memerintahkan penguasa untuk berlaku baik, mencerahkan,
dan membangkitkan ralryat dari kebodohan, memberitahukan apa saja hak
dan kewajiban yang harus ditunaikan.2
Sebagai efek dari pandangan tersebut, Imam Malik bin Anas tidak
terjun di bidang politik, tidak memprovokasi melakukan revolusi dan
tidak merelakan terjadinya berbagai kekacauan. Namun demikian, Imam
Maliktidak jemu untukmenasehati parakhalifah dan pemimpin. Mungkin
ada yang mengira sikap seperti Imam Malik ini menjauhkan orang dari
sikap represif penguasa atau tidak akan terkena ujian apa pun, namun
Abu Zahrah, Tdnkh Al-Mddzahib AlJshmiyyah, 21 302, Dar N-Fikr Al-'tuaby, m.
rbid,(2t204).
I
2
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha @ l1
f
4
I
;
kenyaraannya ddak seperti itu. Imam Malik mendapat ujian, padahd dia
hanya menyampaikan ilmu dan mendidik sanubari umat dengan Proses yang
terlihat hanya sekedar menyamPaikan fawa atas Pertanyaan yang diajukan.
Namun penguasa memahami keyakinan Imam Malik tersebut secara berbeda
dan ditafsirkan menurut pandangan Penguasa dan politik pribadi.
Para ahli sejarah menyebut sejumlah faktor pemicu ujian yang
menimpa Imam Malik. sebagian menyebutnya secara terpisah-pisah,
selanjumya menguatkan satu faktor yang kami sepakati dengan alasan faktor
tersebut sesuai dengan rangkaian sejumlah kejadian sejarah yang terjadi
saat itu. Inilah alasan yang mendorong kami untuk menyebut faktor ujian
tersebut secara tersendiri di sini.l
Ahmad bin Ishaq memberitahukan kepada kami, Abu Bakar bin
Muhammad bin Ahmad bin Rasyid memberitahukan kepada kami, dia
berkata, "Saya mendengar Abu Dawud berkata, 'Jifaf bin Sulaiman
menghukum cambuk Imam Malik bin Anas karena masalah talak orang
yang dipaksa. Salah saru reman Ibnu vahab menyampaikan kepada saya
dari Ibnu'Wahab, saat dihukum, Imam Malik digunduli dan dibawa di
atas seekor unta. Ada yang mengatakan kepadanya, 'Perkenalkan dirimu.'
Imam Malik berkata, 'Siapa pun yang mengenal saya Pasti tahu, dan bagi
yang ddak rahu, saya adalah Malik bin Anas bin Abu Amir Al-fuhbahi, saya
menyampaikan bahwa talak orang yang dipat<sa sama sekali tidak berlaku.'
Mendengar hal itu, Ja'far bin Sulaiman memerintahkan untuk menyusul
dan menurunkan Imam Malili."
Abu Muhammad bin Hayyan memberitahukan kepada kami,
Muhammad bin Ahmad bin Amr memberitahukan kepada kami, Abdullah
bin Ahmad bin Kulaib memberitahukan kepada kami, dari Fadhl binziyad
Al-Qaththan, dia berkata, "Aku bertanya kepada Ahmad bin Hambal,
'Siapa yang menyiksa Malik bin Anas?'Ahmad bin Hambal menjawab,
'Dia dihukum oleh salah seorang penguasa, tapi saya tidak tahu siapa
orangnya. Dia dihukum karena masalah tdak orang yang dipaksa, Malik
tidak membolehkan hal itu, dia pun dihukum lantaran hal itu'."2
untuk lebih ielasnya silakan baca l$uZahroh, Malik, hlm. 60-64, Tankh Al-Madzahib AlJslamiylah'
21203-207.
Abu Nu aim Al-Ashbahani, Al-Maliyyah, 61 316.
lE et ia"n Ishm Menurut Empat Ma&hab
I
.,
t2
Riwayat di atas selaras dengan riwayat masyhur yang disampaikan
Abu Nuaim yang menyebutkan bahwa Imam Malik menyatakan, tidak
sah talak yang dijatuhkan orang yang dipalsa. Ini terjadi saat Muhammad
bin Abdullah bin Hasan yang dijuluki sebagai An-Nafs Az-2il<ryah (iiwa.
yang suci) membelot terhadap Daulah Abbasiyah. Saat itu Para Penentang
kebenaran menemukan kesempatan untuk meyakinkan Khalifah Al-
Manshur bahwa konteks fama tersebut boleh membelot dari baiat terhadap
penguasa. Salah satu riwayat menyebutkan, Khalifah Al-Manshur melarang
Imam Malik untuk menyampaikan hal tersebut, selanjutnya Al-Manshur
mengirim dan menyusupkan seseorang untuk menanyakan hal itu, Imam
Malik tentunya menjawab dengan benar di hadapan khdayak ramai sesuai
yang dia yakini.
Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam kitab sejarahnya dan Ibnu Katsir
dalam Al-Bidayah wa An-NihayaD mengaitkan antara kejadian dan fatwa
yang dikeluarkan Imam Malik dengan pemahaman banyak orang bahwa
membelot dari pembaiatan Al-Manshur hukumnya boleh. Lebih dari itu,
Ath-Thabari dan Ibnu Katsir meriwayatkan, Imam Malik memfatwakan
kaum muslimin agar membaiat Muhammad An-Nafs Az-zaL<ryyah. orang-
orang menyatakan, "Kami pernah membaiat Al-Manshur," Imam Malik
menyarakan, "Kalian melakukan hal tersebut karena kalian dipaksa, ddak
ada baiat bagi orang yang dipaksa." Akhirnya orang-orang pun membaiat
Muhammad An-Nafs Az-zak<tyah berdasarkan pernyataan Imam Malik.
Kemudian Imam Malik Pun tetaP berdiam di rumahnya. 1
Abu Zahrah menilai, kejadian tersebut dan hal lain yang terkait
seperti pemahaman orang atau fanva yang disampaikan Imam Malik inilah
penyebab ujian sebenarnya. Hanya saja Abu Zahrah tidak menilai fawa
tersebut sebagai seruan untuk membelot terhadap Penguasa karena Imam
Malik tetap berada di rumah dan tidak ikut campur ddam kekacauan yang
terjadi.2 Meski kami sepakat dengan pendapat Abu Zahrah bahwa langkah
tersebut merupakan langkah politik Imam Malik, namun tidak mustahil
menurut hemat kami langkah tersebut dimalsudkan Imam Malik unruk
membuat perubahan dengan cara membentuk opini publik terkait hak
lbnu Katsir, Al- Bidal,ah wa An-Nibalah (1 O I 84)' Taikh Ath' Thabai (l 0 I 84)'
AbuT-ehteh, Malik, hlm. 63.
I
a
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha $ L3
dan kewajiban rakyat. Itutah tugas ulama bahkan menurut mereka yang
ddak sependapat untuk turut serta datam kekacauan. Singkat kata, Imam
Malik tidak cukup hanya menyamPaikan kata-kata tersebut semata, karena
menurutnya hal tersebut termasuk menyembunyikan ilmu, meski gubernur
Madinah, Ja'far bin Sulaiman dan Khalifah Abu Jdfar memiliki pendapat
berbeda dalam menyikapi masalah tersebut.
ujian yang diterima Imam Malik adalah hukuman cambuk dan
kedua rangannya dibentangkan hingga kulit pundaknya terkelupas.r Apakah
ujian diberlakukan oleh Ja'far bin Sulaiman gubernur Madinah sendiri
ataupun berdasarkan instruksi Khalifah Al-Manshur dengan bersembunyi
di balik gubernurnya, toh aJ<rbatnya sama; Imam Malik mendapat ujian
karena mengungkapkan kebenaran berdasarkan nash dan fatwa yang dia
sampaikan sebagai jawaban aras pertanyaan yang diajukan. Penguasa yang
lebih memenringkan kekuasaan hetimbang kebenaran menafsirkan ilmu
yang disampaikan ulama sebagai hasutan unruk melawan penguasa dan
pembelotan. Terkait efek ujian ini kami bahas di tempat berbeda, di sana
kami kumpulkan sejumlah atsar dan kami jelaskan berdasarkan realita
sejarah.
Cobarn yang Menimpa Imam Asy-Syaf i (w.}O4II)
Imam fuy-syaf i menghadapi beragam situasi sulit yang justru saat
itu ilmu dan keutamuannyamendatangkan manfaat, di antaranya;
Disebutkan dalam Manaqib AsY-sYaf i, Abul Hasan mengabarkan
kepada kami, Abu Muhammad mengabarkan kepada kami, Ahmad bin
(Jtsman An-Nahwi An-Nasawi mengabarkan kepada kami, dia berkata,
,,Saya mendengar Abu Muhammad -reman dekat fuy-Syaf i- berkata,
,Saya mendengar Ibrahim bin Muhammad Asy-Syaf i berkata, 'Asy-
Syaf i dipenjara bersama sekelompok kaum Syiah, suatu hari dia datang
menghampiri saya lalu menyatakan, 'Thdi malam, saya bermimpi, sepertinya
,"y" dirrlib di atas kayu bersamaAli binAbi Thalib.' Ibrahim bin Muhammad
menyarakan, 'Jika mimpimu benar, kau akan dikend dan masalah yang
kau hadapi akan tersebar luas.' Akhirnya fuy-Syaf i dibawa bersama yang
ebuz"hoh, TankhAl-MadzbhibAlJshmiylab(21206)DadN-FikrAl-tuabi,n.,AbuHadmtu-Razi'
dd"i,qEstrl,t wa Mana4ibubu,hlm. zol-zoq, tehqiq oleh syaikh Abdul Ghani Abdul Khaliq, cet.
pertama, Maktabah At-Tirraa Al-Islami, Hdab, m'
t4 tlp et ia*, Islam Menurut Empat Ma&hab
lain ke hadapan Khalifah fu-Rasyid. Kemudian Ibrahim bin Muhammad
menyampaikan sebagian pembicaraan rahasia yang disampaikan fuy-Syaf i
kepadanya, Khalifah fu-Rasyid kemudian melepaskan Asy-Sya6'i'." I
Abu Nu'aim meriwayatkan, Asy-Syaf i pergi ke Yaman setelah
Imam Malik meninggal dunia. Di sana dia menemukan seorang Khawarij
yang membelot rerhadap Khdifah Harun Ar-Rasyid. Asy-Syaf i mencela
orang Khawari.i tersebut hingga dia ditangkap dan hampir dibunuh. Saat
mengetahui keutamaan dan ilmu yang dimiliki fuy-Syaf i, orang Khawarij
itu memaafkannya dan menawarkan posisi sebagai hakim Yaman, namun
Asy-Syaf i menolaknya. Takdir menenrukan, orang Khawarij dan Asy-Sya6'i
ditangkap dan dibawake hadapan Khalifahfu-Rasyid. Asy-syaf i meminta
waktu dan menjelaskan duduk perkara sebenarnya dengan bahasa yang fasih
dan etika yang membuat Ar-Rasyid berdoa semoga keturunan Asy-Syaf i
memunculkan banyak orang sepertinya. Itulah awal pertemuan fuy-Syaf i
dengan sahabat Abu Hanifah; Muhammad bin Hasan.2
Berikut dua ujian paling menonjol yang dihadapi fuy-Syaf i, karena
kebenaran yang dia sampaikan secara teranS-terangan;
Pertama, suatu ketika Pertanyaan dari Harun Ar-Rasyid datang.
Sang khalifah menyerukan rdryat untukhal itu. Fuqaha menyembunyikan
permasalahan tersebut, mereka hanya bisa menerimanya secara terpalsa.
Akhirnya permasalahan tersebut datang di hadapan fuy-Syaf i. Setelah
mempertimbangkan masak-masak, fuy-Syaf i menyatakan, "Demi Allah,
Amirul Mukminin melalaikan kebenaran dan salah jalan dalam masalah ini.
Hak Allah lebih wajib kita tunaikan dari hak Amirul Mukminin." Itulah
yang Asy-Syaf i tulis dalam sebuah surat untuk Khalifah Harun Ar-Rasyid.
fuy-syaf i dibawa untuk menghadap khalifah dalam keadaan terikat.3
Abu Nu aim meriwayatkan, Ar-Rasyid berkata kepada Muhammad
bin Hasan dan Bisyr Al-Marisi, "Orang Quraisy yang ddak sependapat
dengan kita dalam masalah kita ini mendatangi kediaman kami dalam
keadaan rerikar." Ar-Rasyid kemudian meminta pandangan Muhammad
bin Hasan dan BisyrAl-Marisi, keduanya menyamPaikan pandangan keliru.
Ibid, hlm. 78,1l-Hilyah (91r25).
Al-Hibah(9181).
rbid (9/82).
I
')
3
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha $ 15
Setelah itu terjadi perdebatan antara Asy-Sya6'i dengan Bisyr Al-Marisi
seputar masalah-masalah akidah, danAsy-Syaf i berhasil mengalahkan Bisyr.
Ar-Rasyid pun menempa&an Asy-Syaf i di dekatnya, sepertinya sebagai
ungkapan permintaan maaf atas apayan1pernah terjadi.
Kedua, inilah yang dikenal sebagai ujian paling berat bagi Imam Asy-
Sya6'i, penyebabnya adalah kegigihan Asy-Syaf i untuk menyampaikan
keadilan dan nasehat kebenaran yang dia sampaikan kepada penguasa. fuy-
Syaf i pergi ke Najran, Yaman. Di sana Asy-Syaf i menegakkan keadilan
dan memberantas sikap pura-pura dan kemunafikan.t Najran saat itu
dikuasai oleh gubernur ldim. fuy-Syaf i berhasil mencegah kelalimannya,
bahkan dia kritisi dengan kata-kata. Si gubernur Yaman memendam
masalah ini dan memfitnah Asy-Syaf i melalui celah kelemahan pada diri
penguasa-penguasa Bani Abbasiyah karena menurut mereka musuh yang
paling kuat adalah kalangan Bani Alawiyah mengingat nasab mereka sama
seperti nasab Bani Abbas. S*g gubernur menuduh fuy-Syaf i bersama
barisan kalangan Alawiyah dan mengirim surat kepada Khalifah fu-Rasyid
bahwa ada sembilan orang Alawiyah tengah mengatur pergerakan. Dalam
surat itu, sang gubernur Yaman menyebutkan kekhawatirannya jangan-
j"tg", kesembilan orang tersebut akan membelot, dan di Yaman terdapat
seorang kerurunan Syaf i Al-Muthallibi, dia tidak memiliki kuasa untuk
memerintah ataupun melarangnya. Riwayat lain menyebutkan, gubernur
Yaman menuturkan tentangAsy-Syaf i kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid,
dengan lisannya dia mampu melakukan ape,yengtidak bisa dilakukan oleh
seorang pembunuh dengan pedangnya. Sebagai respon atas surat itu, Ar-
Rasyid mengirim utusan untuk mendatangkan kesembilan orang tersebut
dan juga Asy-Syaf i.2 fuy-Syaf i selamat dengan kekuatan argumen yang
dia miliki. Dia bertanya kepada Ar-Rasyid, "'Wahai Amirul Mukminin,
bagaimana pandangan Anda terhadap dua orang; salah satunya menilai
saya sebagai saudaranya sementara yang lain menilai saya sebagai budaknya,
mana yang lebih saya suka?'Ar-Rasyid menjawab, 'Yang menganggapmu
sebagai saudaranya.'fuy-Syafi'i mengatakan, 'Dia sama seperti Anda, wahai
Amirul Mukminin, kalian keturunan Abbas, mereka keturunan Ali dan kami
I Adab@-qaf i uzManaqibuhu, fu-Razi,hlm.32.
2 Abu Zahrah,Asy-$afi,hlm.23, Tdikh Al-Madzihib Al-Ishniyyah (21233),Dat N-FiluAl-'Arabi,
t6 6 eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
adalah keturunan Muththallib. Kalian wahai keturunan Abbas menganggap
kami sebagai saudara, sementara mereka menganggaP kami sebagai budak'."
Sepertinya yang dimaksud fuy-Syaf i adalah tuduhan kalangan
Syiah terhadap Alawiynrn, karena sebenarnya tidak seperti itu.l Kesalsian
Muhammad bin Hasan -saar iru dia berada di majlis Ar-Rasyid- juga
memiliki pengaruh karenaAsy-Syaf i menggunakan hujah tersebut sebagai
landasan sehingga keilmuannya Pun diakui. Kemungkinan fuy-Syaf i
mengetahui hujah (argumentasi) tersebut dari majlis Imam Malik sebelum
wafat.
Apakah Asy-Syaf i datang dari Yaman atauPun Makkah sePerti yang
disebutkan sebagian riwayat, kesimpulannya tetaP sama. Bahkan riwayat
fu-Razi yang menyebutkan bahwa Asy-Sya6' i bekerj a sebagai pemimpin adil
menuturkan, keadilanfuy-Syaf i menyebabkan sebagian orang menghasut
dan melaporkannya ke khalifah yangtda'di Irak.2
Serangkaian cobaan yang menimpa Imam Asy-Syafi'i menjadi
pendorong kuat baginya untuk berkonsentrasi dan mendapatkan
keunggulan dalam keilmuan.
Qe$arn yang Menimpa Imam Ahmad bin Hamb.l (*. 241H,)
Ujian, mungkin itulah yang paling erat dengan kehidupan Imam
Ahmad bin Hambal. Ujian tersebut menggambarkan manhaj (metode)
yang dia terapkan, menggambarkan ciri kepribadiannya seclra umum dari
satu sisi, di samping menggambarkan bagaimana Penguasa tersesat dari
jalan kebenaran saat tunduk pada pemikiranyang mengarahkan dari sisi
lain. Ujian-ujian yang dihadapi Imam Ahmad bin Hambal disebabkan oleh
sejumlah faktor yang saling terkait untuk membentuk sikap yang tegas dan
terbilang aneh bagi kebanyakan orang. Imam Ahmad memiliki kepribadian
tenang, zuhud, jauh dari hingar-bingar kekuasaan, konsentrasi mempelajari
dan mengajarkan ilmu, seperri yang dikuatkan oleh kesaksian kdangan lain
yang semasa.
Sulaiman bin Ahmad memberitahukan kepada kami, Ahmad bin
Muhammad Al-Qadhi memberitahukan kepada kami, dia berkata, "Saya
mendengarAbu Dawudfu-sijistani berkata, 'Saya telah menemui 200 guru,
Ibid, hIm.234.
Abu Nu'aim,l/- Hibah (91164).
I
2
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha $ 17
narnun saya belum pernah melihat sosok guru seperti Ahmad bin Hambal.
Dia sama sekali tidak pernah membahas masalah dunia, saat terinp.t ilmu dia
baru bicard."r Sosok dengan ciri seperti ini lazimnya kurang berkecimpung
dalam berbagai peristiwa yang terjadi saat itu.
Berita tentang Mutazilah -kalangan yang banyak tersebar saat itu-
menguatkan sisi kebebasan yang tercermin dalam kebebasan manusia
atau perbuatan manusia. Siapa pun yang memberlakukan hukum dengan
mengacu pada sisi ini selaiknya tidak boleh memaksa orang lain untuk
menerima pendapatnya tanpa menerima pendapat mereka meski memiliki
dalil, meski masalah ijtihad bisa ,iadi salah. Saat terjadi silang pendapat,
misdnya ada yang menilai paham kebebasan sebagai paham pdsu atau
minimal rancu, di tengah-tengah situasi seperti inilah cobaan Imam
Ahmad bin Hambal muncul. Cobaan tersebut seperti mengeluarkan
tembaga murni laksana emas setelah dimasukkan ke dalam api. Sulaiman
bin Ahmad memberitahukan kepada kami, Qais bin Muslim Al-Bukhari
memberitahukan kepada kami, dia berkata, "Saya mendengar Ali bin
Khasyram berkata, 'Saya mendengar Bisyr bin Harits berkata, Ahmad bin
Hambal dimasukkan dalam ubupan api lalu keluar lalsana emas meralt'."2
Kami tidak bermalsud membahas ujian yang dialami Imam Ahmad bin
Hambal secara rinci karena itu bukan tujuan kami. Namun kami akan
menyampaikan sejumlah hd untuk menjelaskan bahwa sikap para ahli fikih
dan ujian serta cobaan yang mereka hadapi merupakan faktor utama atas
penghargaan dan posisi laik yang diberikan untuk mereka.
Ujian yang menimpa Imam Ahmad bin Hambal disebabkan oleh
pernyataan Mutazilah bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Sebenarnya
pandangan seperti ini tidak dibutuhkan dalam akidah sebatas untuk
membela suatu pendapat ataupun untuk mengalahkan pendapat lain,
meski dalam lingkup kebebasan berijtihad dan memahami. Buktinya
adalah pernyataan di atas disampaikan oleh Mutazilah secara tidak terang-
terangan. Ketika mengetahui Bisyr Al-Marisi menyatakan pandangan
tersebut, Kha[Ah Harun Ar-Rasyid berkata, "Saya dengar Bisyr Al-Marisi
menyatakan Al-Qur'an itu makhluk. Jika berhasil menangkapnya, aku
AdabAs1-Slaf i waManaqibuhu. fu-Razi, hlm.34.
Abu Nu aim,l/- Hibah (91170).
@ eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
1
2
t8
akan bunuh dia dengan carayangbelum pernah aku lakukan kepada siapa
p,rrr."' Bisyr Al-Marisi bersembunyi hingga Ar-Rasyid mangkat, setelah
itu dia kembali mengemukakan pendapatnya itu. Tidak ada bukti kuat
yang menyatakan orang-orang di masaAr-Rasyid memiliki keyakinan dan
keimanan yang lemah.
Ujian yang menimpa Imam Ahmad terus berlangsung sejak era Al-
Makmun yang mengobarkan kedengkiannya karena paham Mutazilah
yang dia anut, di samping karena menunjukAhmad bin Abu Dawud, salah
seorang tokoh Mutazilah sebagai corong paham ini. Di masanya, para ahli
fikih dan para ahli hadits mendapat ujian berupa pendapat yang menyatakan
bahwa Al-Q,rr'an adalah makhluk. Beragam hukuman diberlakukan
rerhadap para fakih dan para ahli hadits, dimulai dari tidak diterimanya
kesaksian mereka di hadapan hakim, tidak bisa menjadi pejabat negara,
dan berujung pada penjara dan penyiksaan. Kondisi ini terus berlangsung
karena instrulsi yang disampaikan Al-Makmun untuk Penerusnya, yaitu
Al-Mutashim, bahkan kondisinya lebih buruk dari sebelumnya. kondisi
seperri ini terus berlangsung hingga akhir era Al-\(i'atsiq yang konon dia
bertaubat dari pendap aty^ngmenyatakan bahwa Al-Qur'an makhluk. Dia
tidak lagi menyiksa para fakih karena pandangan tersebut setelah terjadinya
debat yang dia hadiri, di sana dia menemukan kebenaran terkait masalah
tersebur. Setelah itu muncul Al-Mutawakkil, dialah yang menghidupkan
sunnah dan memberangus bid'ah.2
Seperti itulah ujian dan cobaan terus berlangsung, dan sejauh mana
ujian yang dialami Imam Ahmad bin Hambal juga terlihat.3
Ujian dan cobaan mendera banyak ulama. Sebagian besar di antara
mereka merespons, namun tidak kuat pada akhirnya, kecuali Muhammad
bin Nuh danAhmad bin Hambal. Muhammad bin Nuh meninggal dunia
saat keduanya tengah berada dalam perjalanan menuju Al-Makmun yang
juga meninggal dunia sebelum Ahmad bin Hambal tiba. Meski sebagian
di antara ulama merespons ujian sebagai tameng untuk melindungi
keselamatan diri, namun perhatian tetap tertuju kepada Imam Ahmad bin
lbnulJajrlzi,ManaqibAl-IrnamAhmad,hlm.385,Cet. Pertama, 1399Hl 1979 M, NasyrAl-Khaniji,
Mesir, tahqiq oleh DR. Abdullah At-Tirrki, DR. Ali Muhammad Umar.
Ibid,hlm.4323-437.
ltbt 7.ahrah, Ahmad bin Hanbal,hlm. 46-7 5, DarAI-Fikr Al-'Arabi, ft.
I
)
3
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha @ L9
Hambal, karena mereka tahu Imam Ahmad merupakan Panutan banyak
orang.
Ibnul Jauzi meriwayatkan dari Ahmad bin Hambal, dia berkata,
"Saya tidak pernah melihat seorang pun sePerti Muhammad bin Nuh,
meski masih belia dan belum banyak menimba ilmu, namun dia begitu
kokoh ddam menunaikan perintah Allah. Saya berharaP semoga Allah Sg
menutup usianya dengan kebaikan. Suatu ketika dia menyatakan kepada
saya, Abu Abdullah, engkau tidak seperti aku, engkau menjadi Panutan
banyak orang, mereka tunduk padamu karena aPayang engkau miliki.
Karena im bertakrvalah kepada Allah ik,, teguhlah terhadap perintah Allah
d8,' atau kata-kata semacam itu. Saya kagum atas dorongan semangat dan
nasehat yang dia berikan kepada saya. Perhatikanlah bagaimana dia wafat.
Dia meninggal dunia ketika berada di tengah perjalanan. Saya menyalatkan
jenazthnyadan saya memakamkannya." Ibnul Jauzi menyatakan, "Saya pikir
Ahmad bin Hambal menyatakan, "Saya makamkan ienaz,ahnyadi kawasan
Anah." Ahmad bin Ali Tsabit berkata, "Muhammad bin Nuh meninggal
dunia pada tahun 218 Hijriyah."t
Mengingat sosok Ahmad bin Hambal sebagai Panutan banyak
orang, dia dihukum cambuk, diikat lebih dari sekali. Namun hal itu tidak
membuatnya bersikap lunak dan menarik kembali pandangannya bahwa
Al-Qur'an adalah kalam Atlah 06, bukan yanglainnye. Inilah pandangan
para sahabat dan tabi'in. Menurutnya, membahas masdah ini terlalu dalam
akan membuka pintu keburukan yang sama sekali ddak berguna bagi umat.
Perhatikan, bagaimana orang-orang menilai Imam Ahmad bin
Hambal sebagai ulama salaf yang meniti kebenaran, karena itu mereka
nttirjadikannya sebagai teladan. Anda bisa mengetahui hd tersebut saat
membaca riwayat berikut; Abdullah bin Ahmad berkata, "Mereka yang
sibuk mengumpulkan dan meriwayatkan hadits mengirim surat kePada
Ahmad bin Hambal; jika kau menarik pandanganmu, kami akan murtad
meninggalkan Islam."z Meski kata-kata yang disampaikan ini terlalu
berlebihan dan perlu dipertanyakan.
Ujian yang menimpa Imam Ahmad bin Hambal terkait pandangan
lbn'i Jauzi, Mana4ib Abmad bin Hanbal, hlm. 393.
Ibid, hlm.4l9.
tr& et ia* Islam Menurut Empat Madzhab
I
2
20
v
bahwa Al-Qur'an adalah makhluk tidak terbatas pada penyiksaan dan
penjara semata. Setelah semua berldu, ujian lain datang berselang akibat
makar yang direncanakan para pengikut hawa nafsu demi menyenangkan
Al-Mutawakkil, dan agar bisa dekat dengannya. Musuh-musuh Imam
Ahmad membuat fitnah dan menyampaikan kepadaAl-Mutawakkil bahwa
Ahmad bin Hambal menyembunyikan seorang pengikut Ali bin Abi Thalib
di rumahnya. Al-Mutawakkil pun datang sendiri ke rumah Imam Ahmad
bin Hambal dan memeriksa namun tidak menemukan orangyang disebut-
sebut sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib. Saat mereka tidak menemukan
adanya orang-orangymg disebut dan Ahmad bin Hambd terbebas dari
tuduhan itu, Ali binJahm mengirim surat berisi; "Amirul Mukminin telah
membuktikan bahwa kau tidak seperti yang dituduhkan banyak orang.
Para ahli bid'ah senantiasa mengawasimu, narnun segala puji bagi Allah S#
yang tidak membuat mereka senang. Sekarang Amirul Mukminin sudah
mengizinkanmu keluar rumah -sebelumnyaAhmad bin Hambd dilarang
keluar rumah bahkan untuk shalat Jumat dan shalat berjamaah sekdipun.
Mohonlah ampunan atau mintalah hartamu kembali.l
Qs$aan dan KedudukanAhli Fikih
Sikap ahli fikih dalam membela kebenaran dan di jalan Allah tll*
merupakan faktor utama yang menyebabkan mereka tertimPa banyak sekali
ujian dan cobaan, dan faktor ini juga yang membuat mereka memiliki
tempat di hati kdangan umum dan khusus. Akan lebih jelas lagi jika kita
sampaikan sikap masyarakat dan banyak orang terhadap ahli fikih saat
cobaan menimpa, ataupun masa setelahnya.
Abu Hanifah An-Nu'man; tidak sedikit orang menghargai ilmu,
agama dan akhlaknya, mereka tidak peduli sikap Para Penguasa terhadap
Abu Hanifah. Saat meninggal dunia, seluruh rakyat Baghdad melepas
kepergian jenazah faqih Irak ini. Jumlah orang yang menyalatiienazahnya
mencapai 50.000 orang. Konon, Abu Ja'far Al-Manshur sendiri menydati
jenu.ahnyadi atas makam setelah dikubur. Abu Zahrah menyatakan, kita
tidak tahu apakah Al-Manshur melakukan hal tersebut sebagai pengakuan
atas nilai akhlak, agarinadan ketakwaan Abu Hanifah ataukah demi mencari
simpati ralryat? Sepertinya Al-Manshur menyatukan kedua kemungkinan
lbnulJaazi, Manaqib Ahmad bin Hanbal, hlm. 443.
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha $ 2L
tersebut karena Abu Hanifah memang sosok agung.l Dengan penafsiran
seperti apa pun atas tindakan yang dilakukan Al-Manshur, tohhel tersebut
menunjukkan wibawa dan penghargaan sebenarnya bagi Abu Hanifah.
Malik bin Anas; permintaan maaf yang disampaikan Al-Manshur
kepada Malik bin Anas atas semua ujian dan cobaan yang menimPanya
sudah cukup menunjukkan wibawa dan kedudukan yang dimiliki Imam
Matik. Imam Malik menuturkan, "Saat saya bertamu ke kediaman Abu
Ja'farAl-Manshur, dan saya memang sudah berjanji untuk menemuinya di
musim haji, dia menyatakan, 'Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya,
aku tidak memerintahkan apa yang telah terjadi dan aku juga tidak tahu
itu. Penduduk Haramain senantiasa baik selama engkau berada di tengah-
tengah mereka. Menurutku, kau adalah jaminan aman bagi mereka dari
siksa. Karena keberadaanmu, Allah 06 menangkal siksa, karena mereka
adalah orang-orangytngcepat sekali membuat fitnah. Demi Allah, aku
sebelumnya diperintahkan untuk mendatangkanmu secepatnya dari
Madinah ke Irak, aku diperintahkan untuk memasukkanmu ke penjara
dan menyilsamu, karena itu Allah pasti akan menurunkan siksa berlipat
dari apa yang engkau dapatkan."
Saya mengatakan, "semoga Allah memaafkan dan menemPatkan
Amirul Mukminin di tempat kembali yang baik, aku telah memaafkannya
karena dia masih kerabat Rasulullah 6 dan juga kerabatmu." Al-
Manshur berucap, "semoga Allah juga memaafkanmu dan menyambung
kekerabatanmu."2
Ahmad bin Hambal; selain memiliki kedudukan di kalangan ulama
dan masyarakat umum seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya,
sebagaiman a jtgadisebu&an riwayat Ibnul Jauzi yang menyebutkan ketika
ulama datang menemui Ahmad bin Hambal pasca ujian yang menimpa,
untuk memberikan penghargaan atas sikap yang dia ambil serta pujian atas
kesabarannya menanggung derita di jalan Allah d#, berikut kami sampaikan
penuturan Maimun bin fuhbagh, "Suatu ketika saya berada di Baghdad,
saya mendengar suara gaduh, saya bertanya' suara apa itu? orang-orang
menjawab, "Ahmad bin Hambal sedang disiksa." Saya lantas pulang ke
Irbu 7.ahnh, Ab u H an ifa b, hlm. 5 3.
ltbuT.ahreh, Malik, hlm. 64.
@ ef.ia"f, Islam Menurut Empat Ma&hab
I
2
22
rumah lalu mengambil sejumlah uang untuk saya berikan kepada orang
yang bisa membawa saya masuk ke tempat Ahmad bin Hambal tengah
disilsa. Ternyata di sana pedang-pedang sudah dihunus, tombak-tombak
siap dipasang, tameng-tameng telah disiapkan dan cambuk-cambuk telah
dijulurkan. Mereka memakaikan pakaian panjang berwarna hitam dan
sabuk kepada saya, kemudian memberi saya pedang. Mereka menemparkan
saya di suatu sudut di mana saya bisa mendengar percakapan yang terjadi.
Tidak lama setelah itu Amirul Mukminin datang lalu duduk di atas kursi,
kemudian Ahmad bin Hambal datang, Amirul Mukminin berujar, "Demi
kekerabatanku dengan Rasulullah ffi, aku akan mencambukmu atau
ucapkan seperti ep^ yangaku katakan."
Saya pun mengungkapkan, 'hpakah mobilisasi sebesar ini hanya
sekedar untuk memaksakan suatu pendapat pada orang berwibawa dan
berpengaruh yang enggan mengemukakan seperti itu?!"r
Hal tersebut akan terlihat jelas melalui riwayat berikut; Al-Marrudzi
menuturkan tentang ujian yang dihadapi Ahmad bin Hambal saat dia berada
di antara dua kuda, Marrudzi menyatakan, "IJstadz, Allah t6 berfirman,
'Dan jangankh hamu rnembunuh dirirnu,'(An-Nisaa't 29)'Ahmad bin
Hambd mengomentari, ''Wahai Marrudzi, keluarlah dan perhatikan apa
yang engkau lihat.'Aku keluar ke halaman kediaman kha[Ah, di sana
aku melihat banyak sekali orang, hanya Allah 06 yang rahu berapa jumlah
mereka, lembaranJembaran kertas berada di tangan mereka, pena dan tinta
berada di dekat siku mereka. Aku bertanya kepada mereka, 'Kalian sedang
belajar apa?' mereka berkata, 'Kami menunggu a;payangakan diucapkan
Ahmad lalu akan kami tulis.'Al-Marrudzi menyatakan, 'Tetaplah berada di
tempat kalian.'Aku pun memasuki kediaman Ahmad bin Hambal saat dia
tengah berdiri di antara dua kuda, aku sampaikan, Aku melihat sekelompok
orang yang tengah membawa lembaran-lembaran kerras, mereka menanti
apayang akan engkau ucapkan lalu mereka tulis.'Ahmad bin Hambal
menyatakan, Apakah aku menyesarkan mereka semua?! Lebih baik aku
membunuh diriku sendiri daripada menyesatkan mereka semua'."2
Meski Imam Adz-Dzahtbi memiliki pandangan berbeda terhadap
Ibid, hlm.409,410.
Al-Manaq ib, hlm. 408-409.
I
2
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha S 23
riwayat ini dan penelaah kitab Ibnul Jatziiugatidak memberikan komentar
apa pun terkait riwayat ini, namun ada riwayat seruPa dari Abu Nu aim
pemilik kitab berjudul Al-Hillah, riwayat Abu Nu aim tersebut memperkuat
riwayat di atas. Seperti itu juga riwayat sebelumnya yang dikuatkan oleh
Ibnul Jauzi terkait pernyataan kalangan yang sibuk mengumPulkan dan
meriwayatkan hadits, "Jika engkau menarik pandanganmu, kami akan
murtad meninggalkan Islam."r Riwayat ini sudah cukup dan tidak perlu
lagi penjelasan panjang lebar. Isyarat dan penjelasan singkat sudah cukup.
B. Eksistensi Intelektual Para Fakih di antara Beragam
Aliran Pemikiran yang Ada
Pada masa Umawiyah dan Abbasiyah pertama, muncul beragam
trend pemikiran yang ditumbulkan oleh berbagai macam situasi -masalah
ini akan kita bahas selanjutnya. Di tengah-tengah trend pemikiran ini,
fuqaha dengan segenap tenaga berusaha untuk menjernihkan pemikiran
dari berbagai hal yang merusak akidah kaum muslimin atau yang bisa
menjauhkan mereka dari manhaj salaf ash-shalih dalam memahami Islam
sebagai keyakinan dan perilaku.
Semangat fuqaha ini didorong oleh pemahaman akan misi seorang
muslim yang berilmu untuk mengajari dan mengarahkan kehidupan
manusia sesuai dengan tuntunan wahyu dengan cara sederhana dan realistis
ranpa mengabaikan realita yang terjadi. Ini dikuatkan oleh ikatan erat dan
kepercayaan masyarakat terhadap para fakih, karena mereka adalah satu-
satunya kalangan dengan nama yang diambil dari akar kata dalam Al-Qur' an
(fhih),di samping pemahaman mereka rentang fikih mencakup semua lini
kehidupan. Sikap ini membuat mereka bersinggungan dengan trend-trend
pemikiran yang arda saat itu, dan di antara yang paling menonjol adalah
kelompok-kelompok sesat dan para ahli ilmu kalam yang dimotori oleh
Mutazilah dan para su6.
l. Fuqaha dan Mu'tazilah
Persaingan paling menonjol yang ada di masa ini adalah sikap fuqaha
dan para ahli hadits terhadap kalangan Mutazilah, tanPa mengabaikan
Ibid, hlm.419.
lS ataa"l Islam Menurut Empat Madzhab24
kelompok-kelompok sesat lain yangada saat itu seperti Syiah, Khawarij,
dan Jahmiyah. Karena Mutazilah, menurut pandangan fuqaha, mewakili
kubu yang meresahkan kehidupan kaum muslimin di bidang politik dan
lainnya, di samping mereka merupakan kelompok paling terang-terangan
mencela fuqaha, bahkan membuat makar hingga sampai pada tingkat
konspirasi seperti yang pernah dialami Imam Ahmad bin Hambd. Inilah
yang membuat fuqaha -seperti yang dijelaskan Abu Zahrah- mendorong
untuk melancarkan serangan terhadap Mutazilah. Perdebatan dan didog
yang disampaikan fuqaha penuh berisi celaan terhadap Mutazilah. JikaAnda
mendengar Abu Yusu[ Muhammad, Asy-Syaf i, Ahmad bin Hambal dan
lainnya mencela ilmu kalam dan siapa pun yang menimba ilmu melalui
metode para ahli ilmu kalam, yang mereka maksud tidak bukan dan
tidak lain adalah mencela Mutazilah.t Fuqaha melancarkan permusuhan
sedemikian rupa terhadap kalangan Mutazilah bukan disebabkan alasan
lain selain demi menjaga kaum muslimin, karena Mutazilah menyalahi
manhaj salaf ash-shalih dalam memahami akidah-akidah agama yang lurus,
mengingat Al-Qur' an bagi sdaf merupakan sumber dan referensi, Al-Qur' an
menjadi titik tolak dan penentu hukum dalam batasan-batasan pemahaman
mereka terhadap fikih dan asas menarik suatu hukum di bawah arahan
sunnah saat diperlukan adanya penjelasan. Berbeda dengan Mutazilah yang
berpedoman pada akd, menjadikan akal sebagai asas seluruh pembahasan
akidah secra khusus. Kondisi inilah yang mempersiapkan fuqaha untuk
menyerang Mutazilah demi menjaga pemikiran Islam sebelum segalanya.
Kritik yang disampaikan fuqaha terhadap metode Mutazilah bukan
karena dorongan untuk menyepelekan akal, karena fuqaha tahu benar nilai
dan urgensi akal. Namun fuqaha mengkritisi sikap berlebihan terhadap nilai
salah satu organ yang terpengaruh oleh sehat dan sakitnya ra1a, marah dan
senangnya emosi. Fuqaha mengkritisi mereka karena tertipu oleh indera
yang memiliki keterbatasan.
Serangan tanpa pandang bulu yang dilancarkan Mutazilah terhadap
tokoh-tokoh umat yang memiliki kedudukan itu mengharuskan kita tahu
bahwa fuqaha begitu gigih dalam mencermati dan menjelaskan kerusakan
metode Mutazilah.
I Abu Zahrah,Abu Hanifab,hlm.l52.
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha $ 25
Di samping itu, fuqaha juga mengetahui Mutazilah sebagai tempat
berlindung mereka yang menyimpang, seperti Ibnu Rawandi dan lainnya
yang dituduh membuat-buat ajaran baru dalam Islam. Meski pada akhirnya
Mutazilah berlepas tangan dari orang-orang menyimpang seperti itu,
namun pada awalnya mereka berangkat dari metode yang dianut Mutazilah
(kebebasan akal).
Pembelaan para penguasa terhadap Mutazilah dan mau mendengarkan
kata-kata mereka meski keliru memicu fuqaha menyerang Mutazilah melalui
kata-kata. Inilah yang mendorong Muhammad bin Hasan fuy-Syaibani
memfatwakan siapapun yang shalat diimami orang Mu'tazilah harus
mengulang shalatnya, Imam Malik menolak kesaksian orang Mutazilah,
dan sikap fuy-Syaf i serta Imam Ahmad terhadap Mutazilah lebih tegas
lagi.t Seperti itulah keberadaan fuqaha dalam rnenghadapi kecenderungan
pemikiran Mutazilah karena dorongan pemahaman terhadap misi seorang
muslim yang berilmu.
2. Fuqaha dan Tasawuf
Istilah tasawuf mulai dikenal pada awd abad ketiga Hijriyah. Zuhud
saat itu berubah menjadi sebuah fenomena sosial setelah sebelumnya hanya
bersifat pribadi karena dipicu oleh kondisi di era Dinasti Abbasiyah di mana
saat itu kemewahan dan kesombongan tersebar luas, di samping adanya
faktor-faktor lain.2 Sebagai akibat dari semua faktor tersebut muncullah
majlis-majlis tasawuf, di sana seorang guru duduk mengajarkan etika
menempuh jalan ibadah, hakikat perilaku, peran kepribadian tasawuf dan
lainnya kepada para murid. Majlis-majlis ini menyaingi majlis fuqaha yang
banyak dikelilingi orang. Inilah yang menimbulkan adanya, persinggungan
antara fuqaha dan guru-guru tasawuf.
Konsentrasi terhadap fikih jelas lebih banyak dan lebih dulu ada,
karena dengan mempelajari 6kih masyarakat memiliki pemahaman dan
ilmu daripada harus menyibukkan diri dengan tasawuf3 Syaikhul Islam
Ibnu timiyah menyebutkan keberadaan tasawuf di sekitar fu qaha, masing-
AbuZ.ahr$, A:y-Syaf i,hlm. 126, Ahmad bin Hanbal,hlm. l?7 , Tarikh Al-Madzahib Al-Ishniyyah
(urr2).
AbuYazidAl-Ajami,Al-\YijhabAl-AkbkqiyyahliAt-TashauatufAl-khmi,hlm.5-l3,Tesistahun I977
M, Darul-Ulum, Mesir.
AbuAIla' ltfifr,At-TashawuufwaAts-TiaurahAr-Ruhiyyahf AJ-Ishm,hlm.l 1 l-l 12, 1963 M, Mesir.
6 aru*, Islam Menurut Empat Madzhab
I
1
3
26
masing serius dalam bidang yang ditekuni. Ibnu Thimiyah menyatakan,
aktivitas tasawuf dengan pengertian adanya tambahan dalam ibadah
dan berbagai macam amal keluar dari Bashrah, setelah itu orang berbeda
pendapat terkait mereka yang menambahkan berbagai macam kondisi
zuhud, wara' dan ibadah melebihi yang dikenal dari kondisi para sahabat
Rasulullah ffi. Sebagian ada yang mencela dan ada juga yang menyatakan
cara tersebut lebih sempurna dan lebih luhur. Yang benar dalam hal ini,
kaum sufi bersungguh-sungguh dalam ibadah, seperti halnya tetangga
mereka orang-orang Kufah juga bersungguh-sungguh dalam masalah
hukum, kepemimpinan dan semacamnya.r
Sikap berlebihan tersebut menimbulkan efek terhadap relasi antara
fuqaha dan tasawuf, Fuqaha mengkhawatirkan adanya kelemahan dalam
akidah dan di saat yang bersarnaan adanya sikap berlebihan ddam beribadah,
di samping paham tasawuf mendorong untuk menjauhi kehidupan andai
semua orang memeluk pemahaman seperti itu, meski kalangan sufi sendiri
memiliki bantahan terhadap pernyataan fuqaha.
Terlepas dari penilaian terhadap pertikaian antara fuqaha dengan
tasawuf, yang jelas fuqaha tidak menguras tenaga untuk memerangi sisi
tersebut, puncaknya hanyalah menggiring sebagian besar sufi ke peradilan
atas tuduhan kekafiran dan atheisme. Tekanan yang dilancarkan fuqaha
terhadap tasawuf muncul secara lebih keras, seperti yang diketahui terkait
ujian yang menimpa tasawuf di Baghdad, ujian yang menimpa Ghulam
Khalil yang membuat Abu Sdid Al-Hazzaz melarikan diri ke Mesir. Di
Baghdad terdapat sekitar tujuh puluh sufi yang dituduh berpaham atheis, di
antaranyaAl-Junaid dan An-Nuri. Mereka semua dieksekusi mati. Namun
kalangan tasawuf tidak tinggal diam, mereka membela diri dan berhasil
selamat.2
Perlu disampaikan, fuqaha tidak melancarkan serangan terhadap
semua tasawuf karena mereka tahu siapa Al-Junaid dan Ats-Tsauri di
bidang fikih, namun meski demikian mereka mengkhawatirkan masyarakat
umum dari efek-efek sikap berlebihan dalam ajaran tasawuf,, meski ada
Ibnu Taimiyah, Risahh Asb-Sbufiyyah ua Al-Fuqara', hlm. 15, Kairo, tt., Da'irah Al-Ma'arifAl-
Ishniylah (5 I 279) Ta'liq oleh Syukh Musthafa Ab dwrazzeq.
Ahmtd, Amin, Zhabaru Al-Islam (2/76) , Al-Qusyai ri, Ar-Risahh (21 503) .
I
)
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha @ 27
di antara sufi yang bersifat obyektif. Pandangan kami ini dikuatkan oleh
sikap Imam et -"a bin Hambal terhadap Harits Al-Muhasibi. Ibnul Jauzi
meriwayatkan, suatu ketika Imam Ahmad mendengar penjelasan Harits Al-
Uuhasibi di majlisnya secara bersembunyi' Imam Ahmad menangis karena
terpengaruh oleh penjelasan yang dia sampaikan. Hanya saja ketika ditanya,
"Menurutm.r, -.r.lo bagaimana wahai Abu Abdullah?" Imam Ahmad
menjawab, "Saya tidak pernah melihat kaum seperti mereka itu, saya tidak
pernah mendengar..rri",,g ilmu hakikat seperti yang disamPaik'" orang
,,.r, ,"y" luga tiJak tahu seperti apa sikap saya terhadap mereka' namun
menurutku kamu jangan berteman dengan mereka"' setelah itu Imam
Ahmad berdiri dan Pergi.l
Singkatkata,fuqahaselaluadadimedanpemikiranuntukmemberikan
keseimbangan anrara kalangan yang mengagungkan akal (Mutazilah) dan
kelompok yang mengedepankan Perasaan (tasawuf) karena semangat
-.rr.r"pk r, -.tod. pl"ti,-""tistis dalam memahami akidah' mengetahui
y*g h.l"l dan yang hrr"-. Peran initah yang membuat fuqaha mencapai
kedudukan tinggi ii rn"," para khalifah dan penguasayangmenimpakan
beragam ujian dan cobaan kepada mereka'
3. \ffarisan Ilmiah Fuqaha
Faktor ketiga yang mengabadikan kedudukan fuqaha dan membuat
mereka menjadi pusat perhatian para peneliti dan penafsir dahulu maupun
sekarang adalah warisan ilmiah yang mereka tinggalkan di perpustakaan-
p"rp*.lk * Islam di beragam spesialisasi dan disiplin ilmu. Kami tidak
Lerm"L.ud membahas buku-buku peninggalan fuqaha se*ra detail karena
sudah tertera dalam kitab-kitab biografi, catatan kaki dan sejarah ilmu'
Namun lsmi akan menyebut sebagian karyatulis fuqahadi luardisiplin fikih'
Imam Abu Hanifah memiliki sejumlah kitab tentang akidah sesuai
manhaj salaf ash-shalih, sejuml ah rnusnad. (kitab hadits) dan axar (riwayat)'
,,p,,ti' Al-Alim wa Al-Muta'allim, Risatab ila ,Uts.ma1!l-n.atti' Al.Fiqh Al.
Absath,, Al-Fiqh Al-Akbar yang di-s\arah olehAbu Manshur Al-Maturidi
dan Ahmad bin Muhammad Al-Maqnisawi.3 Kemudian elda' \Yashiyat
ItnAy*i, Uonaqib AJJmam Ahmad bin Hanbal'hlm' 240'
il,s; k*;; i;,;i;;,"k"" aJ"- *i";ila . Tahqiq (relaah) oleh Muhammad Zahid Al-Kautsari'1
.,
3
28
tvtadb"'"h Al-A"*ar, Kairo, Mesir, I 368
Dicetak oleh Mathba'ah As-Sdadah, Mesir' 1325
I0 eUa*, Islam Menurut EmPat Madzhab
Al-Imam Abi Hdnifah ik.,*hhabihi bi Luzurni Thariq Ahl,4s-Sunnah wa
AQama'ah yang dia tulis saat sakit.
Di bidang hadits, Imam Abu Hanifah juga memiliki sejumlah musnad
yang dikump"lk"" ddam dua jilid oleh Abu Muayyid Muhammad bin
Mahmud Al-Khawarizmi (w. 665 H)t
Abu Hanifah juga memberikan pengaruh besar terhadap Abu Ja'far
Ath-Thahawi (w.321H) yang mempersembahkan akidah salaf untuk kaum
muslimin melalui tulisan-tulisan warisan Abu Hanifah seperti informasi
yang sampai pada kami maupun yang sampai pada orang lain -yang tidak
sampai pada kami.2 Dengan demikian, Abu Hanifah meninggalkan warisan
ilmiah di luar bidang fikih menurut pengertian terminologi fikih, meski
termasuk ddam pengertian fikih menurut istilah Al-Qur'an seqrra umum.
Inilah yang menjadikan Abu Hanifah sebagai sosok agung dan berwibawa.
Peninggalan Imam Malik yang pding berh arga adalah Al-Muwaththa'
yang menyatukan hadits dengan fikih. Kitab-kitab biografi juga tidak
terlepas dari pandangan-pandangan Imam Malik di bidang akidah,3 meski
tidak ada satu pun kitab khusus karya Imam Malik yang sampai ke tangan
kita terkait masdah akidah.
Imam fuy-Syaf i adalah pionir di bidang metode pembahasan, seperti
yang dia tuangkan ddam sebuah kitab yang mendapat pujian ulama di
masanya. Dilanjutkan oleh generasi selanjutnya yang membuat metode
konsolidasi riset islami. Di bidang hadits, fuy-Syafi'i memiliki Musnad.a
Meski demikian bukan berarti fuy-Syaf i tidak memiliki pandang"n di
bidang akidah seperti yang kita tahu melalui riwayat.s Imam Ahmad tidak
memiliki karya tulis secara khusus di bidang akidah yang sampai ke kita,
namun ulama umat mengetahui hal im melalui riwayatdari ImamAhmad.6
Musnad Imam Ahmad terldu terkenal untuk dijelaskan nilainya di
Diterbitkan di India, Hyderabad, 1332
SyarhAl-iAqilkhAtb-Tbahawiyah, IbnuAbi IzzAl-Hanafi, hlm.69,Al-MakabAl-Islami, Cet. Ke-4,
Tahun 1391
ALHibdh, 61 327 dan seterusnya, Manaqib Ary-ffii hlm. 195.
Ar-Risahh ThhqQ olch lthmad Muhammad Sfakir, diterbirkan di Mesir, Tahun 1358 I 1940., Mr.t tad
AlJrun Asy-$af i, $rirkah Al-Mathbu'ah Al:Ilmiryah, 1367
Ar-Razi (w. 327 ), Adab Al-Slaf i wa Matuqibuht, hlm. 182-193.
lbnulJauzi, Manqib Ahtnad,hlm.2Ol-229, ubqiq oleh DR. Abdullah At-Tirrh. Al-Madlhal Ih
Madz.habAlhnamAHma[lbruBadranAd-Dimasyqi,blm.Sl,tahqiqoleh DR AMullahAt-Tirrki.
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha | 29
I
.,
3
4
5
6
antarawafisan peninggalan ilmiah islami lain. Setelah emPat imam tersebut,
masih ada sejuml"h i,rqrh" sebagai kepanjangan tangan pemikiran dan
metode keempat imam tersebut di bidang akidah dan lainnya, seperti fuy-
Syahrastani (w. 548 H) dalam Al-Milzl waAn-Nihal, Ibnu Hazm (w' 456
H) dalam,4 l- Fas h l,Ibnu Thimiyah (w. 7 28 H) dalam Dar' u Th'aradh Al- Aq I
wa An-Naql, dan masih banyak lagi fuqaha lain'
' Mereka menilai, keilmuan saling menyambung karena metode
sekolah fikih pertam tyangtercermin pada sosok keemPat imam dan mereka
yang semasa, karena metode tulisan-tulisan fuqaha di bidang akhlak yang
i"y"k,r.r,.rk dipelajari dan direnungkan.r Dari sini dapat kita simpulkan,
persinggungan anrara fuqaha dengan para ahli ilmu kalam atauPun tasarvuf
iia"f.,"-p"i pada batas membuat mereka terhalang untuk meneruskan
riset dan mempelajari disiplin ilmu lain yang kadang dikira berada di luar
kosentrasi fuqaha di bidang menarik hukum, meski seperti yang senantiasa
kami tegaskan, semua disiplin ilmu yang dipelajari dan disampaikan fuqaha
memiliki kaitan erat dengan fikih menurut pemahamanAl-Qur'an' dengan
pengertian sebagai pemahaman untuk melayani problematika Islam sebagai
risalah bersama.
Semua faktor di atas dan juga faktor-faktor lain membuat fuqaha
memiliki temPat di hati kalangan awam dan khusus 'yadrtgmana
kedudukan
tersebut memiliki fenomena tersendiri yang akan kita bahas ddam topik
berikutnya, insYa Allah.
Kedudukan Fuqaha dalam Pemikiran Islam
Siapa Pun yang membahas tentang kepribadian seorang ulama
muslim akan mene-,rk"n sejumlah sifat yang terkandung di sela kitab-
kitab tentang akhlak, bahkan sebagian ulama ada yang membahas masdah
ini dalam topik tersendiri. Sifat-sifat atau unsur kepribadian yang dimiliki
sosok alim muslim tersebur menempati tingkat teratas. Bahkan tidak
berlebihan jika kita katakan, apabila l<aa alim disebut maka pemahaman
kita langsung beralih pada faqih baik menurut ulama mauPun kalangan
umum. Makna tersebut bagi kalangan ulama disebabkan karena tingkatan
ilmu yang mereka pahami -seperti yang akan diielaskan selanjutnya, insya
ffi wa Ad-Din. rbnuHazm, Alakh laq ua,4s-siyr f. Mudawat An-Nufu.
Al-Ghazal i, Ifua'tllumiddia' Ibnul Qayyim '
Madatii '*-Salikin'
30 t& aua*t Islam Menurut Empat Madzhab
r
Allah. Sementara bagi masyarakat umum, karena fuqaha adalah kalangan
yang dekat dengan berbagai permasdahan mereka, di samping karena fuqaha
mendapat kehormatan dengan mengusung nama yang disebut dalam Al-
Qur'an dengan kandungan kecerdasan dan pemahaman.l
Terkait sifat-sifat fuqaha, berikut kami sampaikan penjelasan Al-
Junaid Al-Baghdadi (w. 298 H): "Saat bicara, mereka berbicara dengan
kekuatan ilmu. Saat diam, mereka diam dengan tenang, saat memberi
penjelasan, penjelasannya bisa dipahami. Saat banyak orang mendekat,
mereka senang untuk bisa berbagai manfaat. Mereka menyampaikan ilmu
yang dimiliki untu[ banyak orang dengan bahasa fasih, penjelasan yang
tepat, hati tulus untuk memberi nasehat, tidak terburu-buru memberi
penilaian terhadap orang yang tidak tahu, tidak membalas kesalahan orang
dengan kesalahan serupa, memaafkan orang yang berlaku lalim, berbagi
dengan orang yang tidak pernah memberi, memperlakukan orang yang
berbuat keburukan dengan kebaikan, memaafkan siapa pun yang memusuhi,
tidak mengharapkan upah apa pun atas setiap tindakan yang mereka lakukan
untuk sesama, tidak mengharapkan pujian dan sanj ungan, beramal dengan
keikhlasan untuk Atlah d6 dan mengharapkan ridha-Nya dari semua amal
perbuatan yang dilakukan."2
Semua sifat tersebut muncul dari kepribadian fuqaha, seperri yang
terlihat jelas melalui sejarah mereka. Tidak sedikit ulama yang membahas
masalah ini3 demi menghidupkan kepribadian sosok yang berilmu seperri
yang tercermin dalam diri para fuqaha sekaligus imam, karena mereka
tahu kaum muslimin sangat memerlukan ulama seperti itu, sosok ulama
yang lemah lembut, sopan, suka memberi nasehat, sayang dan seterusnya.
ltu semua tidak lain karena Allah ik memberikan pemahaman menddam
kepada orang yang berilmu dan membuat perjanjian dengan mereka agar
tidak menyembunyikan ilmu yang dimiliki, harus dijelaskan dan disebarkan
untuk sesama.4
DR MuhammadAsy-Syarqawi, lVasa'ilAl-Idrahf Al-Qar'an,hlm.l5,AlamAl-Kutub, Riyadh, 1403
H/ r983.
Al-JunaidA.l-Baghdrdi, Rasa'ilAlfunaid,lim.2l,disuntingoleh DR AIi HusainAbdul Qadir, 1966,
Mesir.
tu-RaghibAl-Ashfahani (m.502 ),Ad*Dzaiah ih MakaimAsl-gaibh,hlm.240-250, nhqiqoleh
Abu Yazid Al-hjami, Dar Ash-Shahwah, I 405 / I 98 5.
Al-Junaid Al-Bagh dadi (m. 463 ) , Rasa' il Al-lunaid, hlm. 28 .
I
2
3
4
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha @ 3l
Sifat-sifat tersebut begitu erat dengan fuqaha karena fuqaha memiliki
kaitan erat dengan ilmu, di mana dari akar kata itulah nalna mereka berasal,
karena kedudukan yang mereka miliki di antara ilmu-ilmu syariat bahkan
disiplin ilmu umum, dan juga di antara ilmu para pemeluk tiga agama;
ilmu tertinggi, pertengahan dan ilmu terendah.
Ilmu tertinggi bagi mereka adalah ilmu agama di mana siapa pun
tidak boleh berbicara rentang ilmu ini tanpa dalil yang diturunkan Allah
tIg ddam kitab-Nya, dan tanpa penjelasan para nabi.
Ilmu pertengahan adalah pengetahuan tentang dunia dengan
mengetahui segala sesuatu melalui padanannya, sePerti ilmu kedokteran
dan arsitektur.
Ilmu terendah adalah pengetahuan tentang pekerjaan dan jenis-
jenisnya, seperti renang, berkuda, menjahit dan pekerjaan lain yang terlalu
banyak untuk dijelaskan dalam sebuah buku.l Ini tidak hanya sekedar
tentang klasifikasi dan tingkatan ilmu sebatas pemahaman yang bersumber
pada nash Islam saja, karena terdapat banyak sekali riwayat hadits yang
menguatkan pemahaman ini dalam kapasitas besar, seperti diriwayatkan
melalui beberapa sanad dari Ibnu Mas'ud, dia berkata, "Rasulullah 6
bersabda, '\Yahai lbnu MAs'ad,''Baik Rasulullah,' sahutku, beliau bertanya,
'Tahuhah engkau, siapa manu"sia yng paling utarna?' Saya jawab, 'Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu.' Beliau meneruskan ,'Manusia paling utama adahh
yang amahnnya paling uuma jiha mereha memiliki pemabaman mmdalam
dahm agama.'Rasulullah 6 kembali bersabda, 'W'ahai lbnu Mas'ad,' 'Baik
Rasulullah,' sahutku, beliau bertanya, 'Thhuhah enghau, siapa rnanusia
yangpaling berilmu? saya jawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Beliau
meneruskan ,'Manusia lang paling berilmu ddakh mereha yang paling tahu
kebenaran stut manasia saling berbeda pendnpat, rneshi amahnnya sedihit,
meski dia berjalan dzngan maangkak'." Abu Yusuf menyatakan, inilah sifat
fuqaha.2
Jika Abu Yusuf membatasi sifat fuqaha adalah memiliki ilmu yang
mendalam, namun AIi bin Abi Thdib meriwayatkan, Rasulullah 6 bersabda,
IbnuAbdil Barr, Jami'BaynAl:IbtuaFadbkhh,2l37, DarAI-KutubAl-'Ilmiyah' Beirut, 1398 H/
r978.
tbid,2143.
I eUa"l Islam Menurut Empat Madzhab
I
)
32
'Mauhah halian ahu beritahuhan siapa sebenarnya orang lang mendahm
ilrnunya? Para sahabat menjawab, 'Tentu.' Beliau bersabda, '(Diahh) orung
yng tidah rnernbuat ordng hin merasa ?utus asa dari rahmat Alhh, tidzh
membuat rnereha Aman dari rencana Alhh, tidah rneningalkan Al-Qur'an
dan baalih padayang hin. Ingat, tidak ada baihnya ibadah tanpapemahaman,
tidah ada ilrnu tanpa pemahaman, dan tidzh adz bacaan tan?a renungnn'."
Abu Umar menyampaikan, hanya sanad ini yang menyebut hadits di
atas secara rnarfu', sebagian besar sanad menyebut sanad hadits ini hanya
sampai pada Ali bin Abi Thalib.t Hadits-hadits yang menjelaskan tentang
kedudukan orang yang berilmu dan seperti apa bahayanya bagi setan
memperkuat makna di atas, seperti yang diriwayatkan dari Mujahid dari
IbnuAbbas, dia berkata, "Rasulullah 6 bersabda, 'SAfii oranglangrnmdzhm
ilrnunya lebih berat bagi setan melebihi seribu ahli ibadzh'."z
Atha' bin Yasar meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau
bersabda, 'Segah sesaAtu itu memilihi tiang, dan tiang agama ini adzkh
pemahaman yang mendalarn, tidah ddz ibadah yang lebih utarna melzbihi
pemahaman yang mmdzkm dalzm agama, sunguh satu ordng ydng mendalam
ilrnunya bbih berat bagi setan meltbihi seibu ahli ibadah."3
Teks-tels di atas dan juga tels serupa lainnya berdasarkan pemahaman
kita menyatakan bahwa kepribadian sosok yang berilmu tercermin dalam
diri fuqaha. Di samping itu, makna pemahaman yang dibahas di sini lebih
luas dari makna pemahaman menurut disiplin ilmu fikih berdasarkan
penjelasan penggunaan akar lcata fkih yang disebutkan dalam berbagai
hadits dan atsar. Lebih dari itu, makna pemahaman juga mencakup apa pun
yang mendekatkan orang pada lingkup amal pekerjaan dan menjauhkan
diri untuk itu tenggelam dalam perdebatan. Ini terlihat dengan jelas dalam
bab akidah dan perilaku sesuai manhaj para sahabat terkait masdah ini.
Kedudukan fuqaha dalam pemikiran Islam tidak semata karena
dorongan kemuliaan ilmu ataupun adanya pernyataan yang memperkuat
hal itu saja, tapi kedudukan sosial yang dimiliki fuqaha juga berpengaruh
Ibnu Abdilbarr,/zmi'Bayan Al-'Ilm urd F*dhlilib,2144-45,Dar N-Krtub Al-'Ilmiyah, Beirut, 1398
Hlt978.
HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, dari riwayat Rauh bin Junah, hanya Mujahid yang
meriwayatkan hadits ini dari Rauh binJanah
Ibnu Abdilbarr,/z mi' Bayn Al-'Ilm ua Fadhlihi (l I 26).
I
2
3
Bab l: Pemikiran Islam di Era Fuqaha $ 33
penting terhadap kedudukan mereka dalam pemikiran Islam, karena
pengaruh mereka begitu terlihat jela