ng
tidak jelas."2
Kedua; pernyaraan Abu Hanifah di atas sesuai dengan rulisan pada
ahli sejarah terkait masalah ini. Adz-Dzahabi menyeburkan, diriwayatkan
dari Muhammad bin Sy.rjd,dia berkata, "Aku mendengar Hasan binZiyad
AI-Lu'lu'i, Aku bersama Hammad bin Abu Hanifah mendatangi Dawud
Ath-Tha'i, saat itu terjadi suaru percakapan lalu Dawud berkata kepada
Hammad, Abu Ismail, apapun yang dikatakan oleh ahli ilmu kalam dengan
harapan bisa selamat, jangan sampai membicarakan renrang AI-Qur'an
selain yang disampaikan Allah terkait itu, karena aku pernah mendengar
ayahmu menyatakan, 'Allah memberitahukan kepada kita, Al-Qur'an
I
)
Abu Hanifah, I l-Fiq h Al-Akbar,hlm. I 80.
Abu Hanifah Zahrah, Abu Hanifah, hlm. 183, Al-Intiqa', hlm. 166.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lD 233
adalah kalam-Nya, karena itu barangsiapa yang mengamalkannya sePerti
yang Allah ajarkan padanya, berarti dia telah berpegangan pada tdi yang
kuat. Tidak ada lagi hal lain setelah berpegangan pada tali erat selain jatuh
dalam kebinasaan.' Hammad berkata,'semoga Allah berkenan memberikan
bdasan baik padamu, bagus sekdi penjelasanmu''"r
Juga diperkuat kesalsian Imam Ahmad bin Hambal saat menya-
takan, menurut kami tidak benar jika Abu Hanifah menyatakan Al-Qur'an
makhluk.2 Dengan demikian jelas seperti apa pandangan Abu Hanifah
dalam masalah ini.
Terkait tuduhan bahwa Abu Hanifah menyatakan Al-Qur'an
makhluk dan diminta bertaubat sebanyak dua kali,3 kemungkinan terdapat
ketidakjelasan bagi para penulis dalam hd ini, sePerti Abul Hasan Al-fuy'ari
karena sebagian pengikutnya menjadikan Abu Hanifah sebagai kambing
hitam atas pendapar di atas, dan disebarluaskan sebagai pendapat Abu
Hanifah oleh para pembenci atau pihak-pihakyang mengerukkeuntungan
seperri telah disinggung sebelumnya. Penjelasan dalam Thrihh Bnghd"n
menguarkan pernyataan; terkait pendapat yang menyatakan Al-Qur'an
makhluk, Abu Hanifah tidak pernah berpendapat seperti itu.a Al-Khatib
Al-Baghdadi kembali menegaskan, Abu Hanifah tidak pernah menyatakan
seperti itu, tidak juga Abu Hanifah, Zufar, Muhammad atauPun murid-
muridnya. Yang menyatakan seperti itu adalah Bisyr Al-Marisi dan Ibnu
Abi Dawud. Mereka adalah orang-orangyengmembenci para murid Abu
Hanifah. 5 Ath-Thahawi menj elaskan dalam Al- Aq idah As -Sahf'yyah' Abu
Hanifah tidak menyatakan AI-Q"t
Perbuatan Manusia
Perdebatan sePutar masalah
topik sifat-sifat Allah merupakan
an makhluk.6
perbuatan-perbuatan manusia dalam
perdebatan terbesar dan krusial bagi
1 Adz-Dzahebi,Al-Manaqib,hlm.23.
2 lbid,hlm.27.
J ar-e"i-t ,AlJbanahf UhulAd-Dlanah,Jami'ahAl-ImamMuhammadibn Sud,l403 'Madkbalih
Madzhab Al-Imo* ib*od bio Hoibol,hl^. 42, ditelaah oleh DR. Abdullah At-Turki' Halb, Jami'ah
Al-Imam Muhammad Ibn Saud' 140 I'
4 TdikhBaghdad(131377).
5 lbidr3l378.
6 Shadruddin Ali bin Ali bin Muhammad bin Abu'Izz Al-Henefr, $arh Ath-Thahawiytah, hlm' 120'
ditelaah oleh Ahmad Syakir, Jami'ah Al-Imam Muhammad ibn Setd' 1396'
234 @ eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
akidah kaum muslimin dan selanjutnya berimbas pada kehidupan dan sikap
dalam memakmurkan jagad raya, karena masalah ini terkait erat dengan
tanggung jawab yang akan memunculkan hal positif dan kebangkitan kaum
muslimin untuk mengemban khihfth dengan berpegang teguh pada ryariat,
di samping menjaga, membela dan menyebarkannya untuk seluruh alam.r
Untuk menangkal syubhat yang dikaitkan dengan Abu Hanifah
terkait masalah ini, berikut kami sampaikan pandangan Abu Hanifah
tentang perbuatan manusia secara ringkas:
Perbuatan Manusia dan Pandangan Seputar Topik ini
Telah dijelaskan sebelumnya, keyakinan-keyakinan yang menyatukan
barisan Mutazilah meski sekte dan kelompok mereka beragam, juga prinsip
keadilan yang menyatukan mereka di antaranya adalah; semua sekte dan
kelompok Mutazilah sepakat, Allah tidak menciptakan amal perbuatan
manusia ataupun tindak tanduk makhluk hidup secara keseluruhan. Mereka
menyatakan, manusialah yang memiliki kemampuan untuk melakukan
semua perbuatan tanpa qrmpur tangan Allah, seperti itu juga dengan tindak-
tanduk semua makhluk hidup, semua berlaku tanpa penciptaan ataupun
takdir.2 Sebagai kebalikan dari kalangan yang menyatakan Allah sama sekdi
tidak menciptakan amal perbuatan manusia, ada sekelompok ekstrim lain,
kelompok ini adalah murid-muridJahm bin Shafwan yang disebut sebagai
kelompok Jabariyah. Mereka berpandangan, manusia tidak memiliki kuasa
apa pun, tidak disebut memiliki kemampuan, manusia dipaksa dalam
melakukan semua tindakan, manusia tidak memiliki kemampuan, kehendak
dan hak pilih, Allah menciptakan semua amal perbuatan manusia, tidak
ubahnya seperti benda-benda mati, amal perbuatan hanya disandarkan
kepada manusia secara ma;jaz.3
Di antara kedua kelompok elstrim tersebut ada kelompok lain yang
menilai, Allah menciptakan amal perbuatan manusia dan manusia yang
berbuat sesuai apa yang diciptakan Allah dengan membedakan entare.
perbuatan-perbuatan yang bersifat palsaan dan yang ada hak pilihnya.
Abu Hanifah tidak suka berbicara atau mendalami masalah takdir
dan amal perbuatan manusia. Abu Hanifah menilai, masdah-masalah
seperti ini sulit bagi kebanyakan orang, Abu Hanifah menyebutnya
gembok yang hilang kuncinya, dan kuncinya hanya diketahui berdasarkan
i.rr;el"san Aff"fr. Abu Hanifah juga menyatakan pada sebagian pengikut
Qadariyah,siapapunyangmemperhatikanmasalahiniddakubahnya
,|.rti -"rrrandang obor, semakin dipandang akan semakin membuat
bingung. Meski demikian, Abu Hanifah tetap mendebat dan membantah
p*-d*g",, Qadariyah untuk memutuskan jalan kelompok ini dan menjaga
kaum muslimin dari pemikiran sesat mereka'r
Meskimeningkatkanagartidakmendalammasalahini,namunAbu
Hanifah memiliki pandangan dan keyakinan terkait masalah ini sesuai
Al-eur.an dan sunnah. AL" Hanifah beriman pada qadha-qadar, baik
*".rfo, buruknya, beriman padacakupan ilmu' kehendakdan kuasaAllah
untuk semua yang ada, tidak ada satu pun perbuatan manusia terjadi tanPa
kehendak Allah. Amal ibadah dan kemaksiatan dikaitkan pada manusia
sebagai hak pilih, dengan demikian manusia dihisab, tidak dianiaya sedikit
porr"",", t .u"it
"r,
dan keburukan yang dilakukan. Allah menciptakan segala
,.ro"r,, setelah sebelumnya tidak ada, Allah mengetahui segala sesuatu
sebelum ada sejak zfimanazali, Allah menentukan dan menakdirkan segala
sesuatu, tidak ada sesuatu pun di dunia dan akhirat yang teriadi tanpa
kehendak, ilmu, qadha dan qadar-Nya. Allah menciptakan manusia ddam
kondisi steril dari kekafiran dan keimanan, selanjutnyaAllah menyampaikan
pesan kepada manusia, memerintah dan melarang mereka, setelah itu ada
y*g k.fi, dan mengingkari kebenaran karena diabaikan Allah, semua itu
-*.rri" lakukan berda""rkat, tindakannya sendiri secara suka rela' Ada
juga yang beriman, mengakui dan membenarkan karena pertolongan yang
ai[.rit
"n
etlah padanya, ini juga manusia lakukan berdasarkan tindakannya
sendiri seq,a r,rk" ,.i". Allah sama sekali tidak memaksa manusia untuk
kafir ataupun beriman, Allah tidalc menciptakan manusia dalam keadaan
beriman
",".rp.rn
kafir, Allah hanya menciptakan manusia dalam wujud
seperri y"rrg Ji[h"t, iman dan kekafiran adalah perbuatan manusia, Allah
-.r,g.t"huisiapasajayangkafirsaatmelakukankekafiran'kemudian
I Abu Zahrah,Abu Hanifah,hlm' 179'
236 Setiaah Islam Menurut Empat Madzhab
ketika yang bersangkutan beriman setelah itu, Allah mengetahui dia orang
mukmin saat beriman dan menyukainya. Semua perbuatan manusia seperti
gerakan dan diam adalah amal perbuatan yang sesungguhnya, Allah yang
menciptakannya, semua terjadi berdasarkan kehendak, ilmu, kuasa, qadha
dan qadar-Nya. Semua amal ibadah hukumnyawajib berdasarkan perinah,
cinta, keridhaan, ilmu, kehendak, qadha dan qadar-Nya, dan semua
kemal,rsiatan terjadi berdasarkan ilmu, qadha, qadar dan kehendak Allah,
namun Allah tidak menyukai, meridhai dan memerintahkan seperti itu.r
Tanggung jawab atas amd perbuatan manusia bersumber dari prinsip
bahwa kemampuan yang digunakan manusia untuk melakukan kemaksiatan
addah kemampuan yang sama yang bisa digunakan untuk ibadah, manusia
mendapat hukuman karena menggunakan kemampuan yang diciptakan
Allah namun didihkan untuk kemaksiatan, Allah memerintahkan agar
kemampuan digunakan untuk beribadah, bukan untuk kemaksiatan.2
Penjelasan yang diriwayatkan dari Abu Hanifah terkait masalah ini
adalah rangkaian dari sejumlah pertanyaan dan bantahan yang intinya telah
kami sebutkan di atas. Itulah akidah Abu Hanifah dalam masalah qadha dan
qadar meski Abu Hanifah mengingatkan dengan tegas agar tidak mendalami
masalah ini.3 Perlu disampaikan, saat membahas masalah sifat-sifat Allah,
sebagian kata-kata Abu Hanifah sedikit menyinggung hal-hd terkait akidah
yang tidak menyimpang dari pandangan Ahlu Sunnah wal Jamaah, seperti
Allah dilihat di akhirat, surga dan neraka ddak fana, menafikan rata cara
dan tempat terkait Allah. Karena Abu Hanifah tidak membahas masalah-
masalah dengan rinci secara tersendiri, kami menilai penjelasan-penjelasan
seperti ini hanyalah bahasan sepintas lalu dari sisi, si samping karena Abu
Hanifah hanya menyampaikan seperti yang disampaikan salaf ash-shalih
dari sisi lain.
Paldangan Salaf tentang Masdah-masalah Sifat dan Hal-hal kin
yang Berkaitan
Penulis mungkin ddak bisa menyampaikan pandangan Ahlu Sunnah
wal Jamaah secara detail terkait masalah-masalah ini, karena hal ini
mengharuskan untuk menyatukan semua pandangan mereka yang tertata
rapi sesuai urutan sejarah dan tematik terkait jawaban atas Pertanyaan-
peftanyaan yang disampaikan, dialog antar dua pendapat, atau bantahan
atas sryubhar (kerancuan) yang disebarluaskan oleh kalangan dengan
kecenderungan pemikiran menyimPang saat itu dalam masalah akidah
secara umum dan masalah sifat secara khusus. Semua masalah-masdah
tersebut dan juga lainnya sulit diteliti, faktor utamanya addah sebagian
besar pandangan terkait masalah ini tidak sampai ke tangan kita secara
rinci sepertiyangkami singgung sebelumnya. Berikut ada dua poin yang
perlu kami sampaikan;
Pertama, keberadaan kelompok yang berpedoman pada nash-nash
terkait sifat-sifat Allah dalam menghadapi kelompok yang menyimpang
adalah fakta, bahkan kelompok Pertama menyandang nama sesuai metode
yang digunakan adalah berpedoman pada penjelasan Rasulullah # yaJllg
dinukil oleh sahabat dan tabi'in. Kelompok ini disebut Ahlu Sunnah wd
Jamaah, seperti disebutkan dalam tulisan Abu Hanifah saat menjelaskan
pandangannya tentang sifat-sifat Allah. Mereka inilah yang disebut oleh
generasi selanjutnya sebagai salaf ash-shalih, kebalikan dari hhalaf
Kedua, masalah-masalah akidah mendapat perhatian tersendiri ddam
pemikiran Islam meski dengan cabangan yang beragam, dan menjelaskan
mana pendapat yang benar dan pendapat yang keliru dalam hal ini
merupakan fokus utama sebagian besar ulama dengan spesialisasi keilmuan
yang berbeda. Inilah faktor yang membuat pandangan salaf dan Ahlu
Sunnah wal Jamaah dalam masalah-masdah akidah terjaga dan tersimpan
rapi, dimulai dari abad ke-3 Hijriyah yang dinilai sebagai era perkembangan
karya tulis, dan rerus berlangsung hingga saat ini meldui dalsvah-dalsvah
salafi (dakwah yang memperlihatkan pandangan-pandangan salaf dalam
masalah akidah) setelah sebelumnya terjadi penyimpangan, seolah-olah
hal serupa mempersiapkan dirinya sendiri karena adanyakesamaan kondisi
sepefti yang pernah terjadi pada era pertama dari sisi perhelatan pemikiran
dan tersebarnya berbagai penyimpangan di bidang akidah dan akhlak.
Inilah yang mengharuskan kebatilan harus dihadapi dengan pandangan
yang benar, yaitu pandangan Ahlu Sunnah wal Jamaah'
Siapa pun yang meneliti pandangan salaf terkait sifat-sifat Allah
238 E n ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
tidak akan menemukan kesulitan jika hanya mengacu pada satu atau
dua karya tulis ahli fikih, hadits atau ushul yang secara khusus masalah
masalah-masalah pokok agama atau penjelasan tentang berbagai sekte
dan kelompok keagamaan. Redaksi mereka hampir sama saat membahas
masalah ini. Penjelasan palingdahulu ada terkait masalah ini adalah riwayat
Imam fuy-Syaukani saat menafsirkan ayat-ayat sifat Allah. fuy-Syaukani
menjelaskan, Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari Ummu Salamah terkair
6rman Allah, "Lalu Dia bersemayam di atas Arsy." (Al-Araf: 54). Ummu
Salamah berkata, "Tata cara (Allah bersemayam) tidak bisa dipahami akal,
bersemayam adalah hal lazim, mengakui hal itu adalah keimanan dan
mengingkarinya adalah kekafi ran.
Al-Kasa'i meriwayatkan dari Imam Malik, suatu ketika Malik ditanya
tentang ta;ta cara Allah bersemayam di atas 'Arsy, Malik menjawab, "Thta
cara (Allah bersemayam) tidak bisa dipahami akal, bersemayam itu sudah
maklum adanya, tata caranya tidak diketahui, dan menanyakan hal itu
addah bid'ah."r Inilah yang mendorong Abu Hanifah dan ketiga imam
madzhab berikutnya -akan dijelaskan lebih lanjut- menyebut pandangan-
pandangan mereka terkait sifat Allah sebagai pandangan Ahlu Sunnah wal
Jamaah, inilah yang disebut khalaf sebagai pandangan salaf. Ini tidak berarti,
ulama menerima pandangan salaf dalam hal akidah hanya bersumber dari
kedua teks ini saja, tapi nash-nash Al-Qur'an yang menyebut sifat-sifat
Allah dan hadits-hadits nabawi yang menjelaskan sifat-sifat Allah menjadi
rujukan utama pemahaman ulama. Hd ini dijelaskan dalam sejumlah karya
tulis, sepert i Kita b At- Thu h i d wa I ts b at S h ifat Ar- Ra b b. Buku ini menj elaskan
sifat-sifat yang Allah sebutkan dalam Al-Qur'an melalui lisan nabi-Nya,
dan yang dijelaskan Rasulullah meldui hadits-hadits shahih, diriwayatkan
oleh perawi-perawi adil dari perawi-perawi adil sepertinya tanpa adanya
rangkaian sanad yang terputus dan tidak ada seorang perawi pun yang
dikoreksi.2 Metode yang sama juga diterapkan Al-Baihaqi dalam kedua
karya tulisnya; Al-,*ma' wa Ash-Shiftt dan Al-I'tiqad.3
Asy-Syaukani, FzthAl-Qadir(2121 1). DR Muhammadbin HasanAI:Umari,Al-ImamAsy-Syarbani,
hlm. 180, Darfuy-Syuruq,Jeddah, 1400 H.
Ibnu Khuzaimah (m.3ll), KitabArThuhidwa bsbatShifttAr-Rabb. hlm.7, 16,23 dan seterusnya,
murajalah olehMuhammad Khdil Harras, Dar Al-Kutub Al-'Ilmiyah, Beirut, Cet. 1398 H.
Al-Baihaqi (m.458),Al-Ikqad,hlm.15,25,40 danseterusnya, As-SalamAl-Alamiyyah liAn-Nasyr,
Mesir, 1983.
Seperti itu juga dengan Al-Asy'ari dalam Al'Ibanah dan Ath-
Thahawi dalam Al-Aqidah -keduanya wafat pada 300-an Hijriyah-
yang menggunakan metode bantahan terhadap semua kalangan yang
menyimpang saar menjelaskan akidah sdaf melalui ayat-aytt Al-Qur'an
dan hadits Rasulullah.l Sementara itu Al-Baghdadi (w. 429 H) dalam
bt*unyaAl-Farq bainAl-Flrahdan jugalbnu Hazm Azh-Zhahiri (w.456 H)
daLarn Al-Fashl sama-sama menuturkan sejarah berbagai kelompok dengan
pandangannya masing-masing, setelah itu baru menjelaskan pandangan
Ahlu Sunnah wd Jamaah terkait masalah yang dibahas, meski Al-Baghdadi
membahas akidah kelompok yang selamat (Ahlu Sunnah wal Jamaah) dalam
sebuah buku tersendiri.
selanjutnya pada abad ke-8 Hijriyah, di sana ada syaikhul Islam Ibnu
timiyah yang membaca dan mempela,iari tulisan keempat imam madzhab
dan juga ulama lain yang memiliki karya tulis di bidang akidah, selanjutnya
Ibnu Thimiyah sampaikan ddam bentuk yang jelas dalam dakwah yang
berpondasi pada perbaikan. Banyak sekali tulisan-tulisan Ibnu timiyah
berisi penjelasan tentang hal ini. Berikut kami pilih sebagian di antaranya
yang menjelaskan pandangan salaf tentang sifat-sifat Allah, di samping
menjelaskan kesamaan pandangan tersebut dengan pandangan Abu Hanifah
dan imam-imam madzhab lain setelahnya.
Termasuk beriman kepada Allah adalah beriman dengan sifat-sifat
yang Dia sebur untuk diri-Nya dalam Al-Qur'an ranpa diubah ataupun
dinafikan, ranpa ditanya seperti apa tata carenya atauPun diserupakan,
beriman bahwa tidak ada sesuatu pun yang menyeruPai Allah, Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat, tidak menafikan sifat-sifat yang Allah
sebut untuk diri-Nya, tidak mengubah kata dari makna yang benar,
tidak mengingkari nama-nama dan tanda-tanda kebesaran Allah, ddak
menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk karena Allah
ddak memiliki sekutu dan tandingan.2
Termasuk beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya addah beriman
bahwa Al-Qur'an adalah kdam Allah yang diturunkan. Al-Qur'an bukan
makhluk, dari Allah-lah Al-Qur'an bermula dan kepada-Nya jugaa Al-
I Al-Asy'ari, Al-Ibanah, hlm. 45, 51, 56, Syarh Ath-Thahzwiyah, hlm. 67 -7 0.
Z lbnu'i6miyah,Al-'AqidahAl-Wasithiyah, hlm.394, diberipenjclasanoleh MuhammadKhdil Harras'
DarAl-Ifta', tuab Saudi, 1402 I 1982.
2m l& et ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
Qur'an berpulang. Allah berbicara melalui Al-Qur'an secara hakiki.
AI-Qur'an yang Allah turunkan kepada Muhammad addah kalam Allah
yang hakiki, bukan perkataan selain-Nya, tidak boleh dinyatakan bahwaAl-
Qur'an addah tiruan kdam Allah, jika dibaca atau ditulis dalam lembaran,
hal itu ddaklah membuat Al-Qur'an bukan sebagai kalam Allah secara
hakiki, sebab perkataan secara hakiki hanya disandarkan pada siapa yang
mengucapkannya pertama kdi, bukan kepada siapa yang menyamPaikan.t
Terkait perbuatan manusia, Syaikhul Islam Ibnutimiyah menyatakan
saat menjelaskan akidah kelompok yang selamat (Ahlu Sunnah walJamaah);
manusia melakukan perbuatan secara hakiki, Allah yang menciptakan amal
perbuatan manusia, manusia ada yang beriman dan ada jugeyaLngkafir, ada
yang berbakti dan ada jugayangkeji, ada yang puasa dan shalat, manusia
memiliki kemampuan dan kehendak untuk berbuat. Allah menciptakan
manusia, menciptakan kemampuan dan kehendak manusia sePerti yang
Dia sampaikan,
" (Yaita) bagi siapa di antara kamu lang rnau rnenempah jahn yng
lurus. Dan kamu tidah dapat menghendahi (menernpuh jahn iru) keanli
apabih dikehendahl Alhh, Tuhan sernesta ahrn " (At-Th.kwirz 28-29)
Inilah takdir yang diingkari oleh sebagian besar kdangan Qadariyah
yang oleh Nabi disebut sebagai Majusi umat ini. Namun pada sisi lain ada
kelompok yang berlebihan dalam mengakui takdir hingga tidak meyakini
adanya kehendak dan hak pilih manusia, semua perbuatan manusia murni
sebagai perbuatan Allah.
Langkah Ibnu Thimiyah dalam menegaskan akidah diikuti oleh
sejumlah ulama salaf lain yang juga membahas nash-nash terkait akidah,
seperti Imam fuy-Syaukani, Syaikh fuy-Syanqithi dan lainnya'.z
Seperti itulah pandangan-pandangan Abu Hanifah dalam sejumlah
Ibnu Thimiyah, ,{ l-Aqidzh Al-lVasith\tah,hlm. 400-401 , diberi pcnjelasan oleh Muhammad Khdil
Harras, Dar AI-Ifta', fuab Saudi, 1402 I 1982.
Asy-Syanqithi (m. I 393 ), Adhua' Al-Bayn f Tafiir Al-Qur'an bi Al-Qur'an (21272), edisi khusus
yang dicetak dengan biaya dari Ahmad bin Abdul Aziz.
masalah akidah, sebagian di antaranya kami sebutkan teks-teksnya yang
kami temukan yang memperjelas seperti apa pandangannya secara ringkas.
Melalui semua penjelasan kami sebelumnya dapat diketahui dengan jelas
seperti apa kerangka pemikiran atau metode yang digunakan Abu Hanifah
dalam masalah-masalah akidah. Tidaklah berlebihan j ika kita katakan bahwa
Abu Hanifah adalah sosok paling menonjol -jika bukan yang terdepan-
yang memperkokoh manhaj salaf di bidang akidah. Peninggalan Abu
Hanifah di bidang ini memiliki pengaruh terhadap sebagian besar ulama
yang mengikuti madzhabnya.r Masalah ini memerlukan riset tersendiri
dengan perbandingan dan penilaian tentunya, namun itu bukan tujuan
kami. Para pemimpin madrasah salafi yang menganur dan berpedoman
pada pandangan-pandangan Abu Hanifah di berbagai masalah akidah, itu
sudah cukup bagi kita.
Ketiga; Pengaruh Abu Hanifah yang BegituJelas
Pengaruh tersebut terlihat jelas bagi kalangan peneliti atau pensyarah
yang mengikuti madzhab Abu Hanifah, seperti Ath-Thahawi (w. 321 H)
yang menjelaskan dalam At-Aqidah. Dalam karyanya ini, Ath-Thahawi
menyebut akidah salaf dan menyampaikan pandangan-pandangannya
saar menukil riwayat Abu Hanifah dan kedua muridnya; Abu Yusuf dan
Muhammad bin Hasan fuy-syaibani. Ath-Thahawi menuturkan seperti apa
pandangan salaf, menukil keyakinan Imam Abu Hanifah An-An-Numan
bin Tsabit Al-Kufi dan kedua muridnya; Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim
Al-Himyari Al-Anshari dan Muhammad bin Hasan fuy-Syaibani dalam
masalah-masalah pokok agarma.z
Pengaruh yang sama juga terlihat pada sosokAbu Manshur Al-Maturidi
(w.333 H), salah satu ulama ahli ilmu kalam bermadzhab Ahlu Sunnah wd
Jamaah dalam sejumlah pendapatnya. Al-Maturidi bermadzhab Hanafi,
memiliki banyak kesempatan untuk membaca tulisan-tulisan peninggalan
Abu Hanifah yang sarat berisi pandangan-pandangannya dalam berbagai
masalah akidah. Al-Maturidi terpengaruh oleh aPa yang dia baca dengan
Sebagian di antaranya adalah Al-Jashshash,,4 hkam Al-Qar an' Ath-Thahawi dalam Al-'Aqidah Ath'
Thaiauiyyah, N-Maturidi Al-Hana6 dalam sejumlah pandangannya dalam membela Ahlu Sunnah
wal Jamaah, dan masih banyak ulama lain.
SyarbAth-Tbahauiy,ahf,l,i-'Aqid,h,4s-Sahfyyah,hlm.lT,tabqiqolehAhmadSyakir, 1396.Jami'ah
AI-Imam Muhammad bin Sa'ud.
242 E ataa"l Islam Menurut Empat Madzhab
penguasaan dan pemahaman, seperti yang disampaikan oleh salah seorang
ulama kontemporer saat membahas tentang Al-Maturidi sebagai berikut;
Melalui sejumlah perbandingan ilmiah antara pandangan-pandangan
yang diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah, guru fuqaha Irak dan
pandangan-pandangan yang dikemukakan Abu Manshur Al-Maturidi
dalam sejumlah karya tulisnya dapat diketahui, sebagian besar asasnya
memiliki kesamaan. Lebih dari itu, Al-Maturidi tidak membuat kita harus
letih mencari-cari sejauh mana hubungan antara pandangan-pandangannya
dengan pandangan-pandangan Abu Hanifah, karena Al-Maturidi sendiri
seqrra tegas menyatakan saat meriwayatkan tulisan-tulisan Abu Hanifah
seperri Al-Fiqh Al-Absath, Ar-Risahh ila'Utsrnan Al-Batti, Al-Alim uta Al-
Muta'allim, Al-\Yashiyyat ih Yusuf Ibn Khalid, Al-Maturidi meriwayatkan
buku-buku tersebut dari gurunya, Abu Nashr Ahmad bin Abbas Al-Balkhi,
Ahmad bin Ishaq Al-Jauramani dan Nashr bin Yahya Al-Balkhi, semua
guru Al-Maturidi ini meriwayatkan dari Abu Sulaiman Musa Al-Jauramani,
murid Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, sementara Al-Maturidi sendiri
meriwayatkan dari Muhammad bin Hasan fuy-Syaibani.t
Syarh Al-Fiqh Al-Akbar karya Imam Abu Hanifah oleh Al-Maturidi
menjelaskan sejauh mana Al-Maturidi terpengaruh oleh pandangan-
pandangan Abu Hanifah dalam akidah.'z
Jika Ath-Thahawi dan Al-Maturidi secara terus terang menyebut
pengaruh Abu Hanifah dalam pemikiran akidah, lain halnya dengan
Abu Bakar Al-Jashshash (w. 370 H) yang menyebut pengaruh tersebut
di sejumlah kesempatan dalam buku karyanya, Ahkam Al-Qur'an meski
tidak secara terus terang menyatakan seperti itu. Setiap membahas ayat
dan menjelaskan hukum, Al-Jashshash membantah pandangan kelompok-
kelompok yang menyimpang dari kebenaran terkait masalah-masalah akidah
yang diyakini oleh Ahlu Sunnah wal Jamaah bersumber dari AI-Qur'an
dan sunnah.
Al-Jashshash membantah pandangan Jabariyah yang menyatakan,
Allah mema}sakan apayangberada di luar kemampuan manusia, manusia
AbuZahrah, TaihhAl-Mad.zthibAlJshmiyyah(11197),DarAl-FikrAl-'Arabi,tt.
Abu Manshur Al-Maturidi, SyarH Al-Fiqh Al-Ahbar, dicetak dengan biaya Biro Keagamaan Qatar,
mumja'ah oleh /'},dullah bin Ibrahim Al-Anshari.
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 243
tidak memiliki kemampuan untuk berbuat, juga membantah pandangan
mereka bahwa Allah tidak memberi petunjuk orang-orang kafir. Dalilnya,
Allah memberi petunjuk seluruh mukallafi, seperti yang Dia sampaikan
ddam ayat puasa,
'D\4ir
{ rro :;r } @ LC;$$ e"4i G #t
" (Beberapa hariyangditmruhan iru iahh) bulzn Ramadhan, bulznyang
d.i dalamnrya diruranhan (permuhan) Al-Qur'an sebagai perunjuh bagt
manusi.a dan penjelzsan-penjelzsan mengenai petunjuh itu dan pembeda
(antara yang haq dzn Tang bathil)," (Al-Baqarah: 185)'
Dan yang Dia sampaikan di ayat lain: "Dan adnpun haum Tiamud'
rnaha rnereka telah Karni beri petunjuh tetapi mereha lebih rnenyuhai
buta (kesesatan) d.aripada petunju[," (Fushshilatz l7). Demikian yang
disampaikan Al-Jashshash saat menafsirkan tyat-ayat puasa' I
Al-Jashshash juga membantah kelompok atheis lain, di samping
membantah kalangan sufi bersumber dari nash Al-Qur'an berdasarkan
pemahaman Rasulullah dan para sahabat. Al-Jashshash menyebut pandangan
Abu Hanifah saat menjelaskan tentang hukum'2
Pandangan-pandangan yang dinukil oleh para murid Abu Hanifah
di bidang akidah secara khusus ini jelas diketahui oleh ulama yang fokus
-..ry.rr.rk"n kembali ke akidah dan perilaku sdaf ash-shalih, mereka anut
sebagian besar di antaranya dan mereka ingatkan, meski kadang terlihat ada
p.rb-.d""r, pandangan antara Abu Hanifah dan Ahlu Sunnah wd Jamaah,
.r"rrr.m er.rrri perbedaan tersebut tidak ada dan hanya bersifat literd semata'
seperti yrr,g Jiirrg"tkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di sejumlah
tulisannya, seperti yang telah kami singgung sebelumnya' \Yalhhu a'km'
B. Imam Malik bin Anas
Sebagai Penegasan terhadap sudut pandang kami yang kami terapkan
dalam bahasan ini, maka kami menetapkan bahwa pembicaraan yang
I Al-Jashshash,AhhanAt-Qur'an, lll79,'lhr;Uahlstanbul'
i tou tttzo9,3l8,404'21108,325,328).Ini hanya sekedar contoh saja
2M l& et ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
-s'i b:.$i ,+. Jj Grii'ot6:' ;i
menjadi perhatian kami di sini tentang Imam Malik bin Anas bukanlah
pembicaraan tentang sisi keutamaan bukan pula biografi yang dicatat,
karena dua sisi ini telah dipaparkan oleh para pengamat dan ulama baik
dulu maupun sekarang.t Pembicaraan di sini hanya berupa penjelasan sikap
yang mengungkap lebih terang tentang manhajnya dalam menanggapi
dan menyelesaikan masdah-masalah akidah yang muncul pada masanya,
menjabarkan upayedan karyanya dalam mengendkan kepada umat-pada
masanya dan setelahnya- tentang manhaj salaf dalam membahas masalah-
masdah akidah. Maka dari itu bahasan-bahasan yang kami paparkan dalam
bab ini -menurut pandangan kami- mengantarkan pada apa yang kami
malsudkan sebagaimanayaing telah kami sinyalir. Begitu kami berbicara
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya dari para
syaikh yang mengajarinya dan kondisi umum yang mengelilinginya maka
yang kami maksudkan addah memunculkan faktor yang berpengaruh ini
dalam pembangunan manhajnya yang didasarkan pada pemikirannya secara
umum, termasuk bahasan tentang masalah-masalah akidah.
Begitu kami membicarakan tentang pengaruh Malik pada kehidupan
di sekiarnya, maka sebenarnya kami hendak menetapkan responsibilitasnya
dan bahwa dia tidak mengabaikan hal-hal yang terjadi di sekelilingnyaytng
membangkitkan semangat seorang ulama seperti Malik bin Anas.
Dan begitu kami berbicara tentang manhajnya dalam pemikiran
serta tentang pemahamannya terhadap makna fikih, maka ini mengungkap
tentang pemahaman kami terhadap pengaruh manhajnya yang terbentuk
dari faktor-faktor yang mempengaruhi, sebagaimana yang telah kami
sebutkan, terhadap manhajnya terkait bahasan-bahasan akidah. Sebab,
seorang ulama yang menjadi rujukan (yang memiliki pandangan orisinil)
memiliki manhaj yang menjadi acuan pemikirannya pada seluruh sisi
bahasannya, di samping itu kami juga mengapresiasi tema-tema bahasan
yang biasa dipaparkannya baik dia sependapat maupun tidak sependapat.
Malik bin Anas - sebagaimene.yengakan kita lihat - adalah teladan yang
Secara berurutan kami menycbutkan di sini, yaituAl'Madaihkarya Al-Qadhi lydh, Ad-Dibaj Al-
Mdzthhabkzryalbnu Frahun,l/-lztiqa'bryalbmAbdil Barr, sebagaimana kami scbutkan pula
terkait Mdik bin Anas bcrupa biograf yang ditulis oleh Amin AI-Kh auli, Malik Haltanbu ua fubrahu
karya Syekh Muhammad AbuZahtah, ditambah lagi dengan buku-buku biografi dan tingkatan
generasi ulama pada masa yang sama.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 245
bagus bagi sosok ulama yang meniadi rujukan dengan pandangannyay{rg
orisinil ddam keterkaitannya dengan manhajnya serta PeneraPannya yang
konsisten dan selaras.
Jika kita mengamati bahasan-bahasan tentang akidah itu sendiri
dengan pendapat-pendapat yang kita peroleh serta ijtihad-ijtihad yang
menjelaskan manhajnya, maka pembicaraan tentang buah dari asumsi-
asumsi utama yang telah disebutkan di atas tidak dapat dilalui sebelum
membicarakan tentang Malik dan bahasan-bahasan tentang akidah. Itu
semua dibahas dengan minimnya perkataan-perkataan yang dinisbatkan
kepadanya, dan tidak sampainya kepada kita buku-buku yang dinisbatkan
kepadanya tentang bahasan-bahasan akidah.
Saya sangat berharap dapat mewujudkan aPayang menjadi rujuan saya
dengan sebaik-baiknya, sebagaimana saya juga berharap bahwa pandangan
terhadap tpa.yangsayasampaikan renumg imam yarrg agung yaitu Malik bin
Anas melalui manhaj yang telah saya tetapkan sendiri, menurut keyakinan
saya adalah pandangan yang benar. Hanya kepada Allah saya memohon
pertolongan.
khir danVafat
Imam Malik tidak berbeda dengan banyak ulama lainnya terkait
adanya. perbedaan pendapat di antara ahli sejarah dan periwayat sePutar
tanggal kelahirannya ke dunia dan tanggal meninggal dunia. Ini hanya
karena seorang ulama saat dilahirkan juga dipandang sebagai bayi seperti
bayi-bayi yang lain. Maka dari itu tidak ada seorang pun -khususnya pada
z:rman-zaman dulu- yang mengetahui dengan pasti kelahirannya dan waktu
tepatnya serta hd-hal lain yang terkait dengannya. Begitu dibutuhkan maka
perbedaan pendapat yang terjadi terkait hal ini pun didasarkan pada hal-hal
terkait atau riwayat-riwayat yang ada. Pada akhirnya al<tn tiba waktunya
untuk menerima batasan-batasan penetaPan dari yang lain'r
Barangkali Al-Qadhi Iyadh adalah orang yang paling mendetail dalam
menggambarkan hal ini kepada kita. Dia adalah rujukan yang orisinil ddam
hd ini, dan dia mengatakan, 'Terjadi banyak perbedaan pendapat terkait
kelahiran Malik bin Anas .#. Namun yang paling masyhur terkait riwayatnya
I Amin Al-Kh :lulli, Malik binAnas; Tarjanah Muhanarah (lll9), Darul Kutub Al-Haditsah, Mesir,
r370H-195t.
246 I& eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
adalah perkataan Yahya bin Bukair; dia lahir pada tahun 93 Hijriyah pada
masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan.
Muhammad bin Abdul Hakam menyatakan, reparnya pada tahun
94 H. Diriwayatkan dari Muhammad bin Abdul Hakam bahwa dia lahir
pada tahun 93 atau94.
Abu Muslim menyatakan, pada tahun 90 H. Ada yang mengatakan,
pada tahun 96 H. Pendapat yang lain mengatakan pada tahun 97 H.
Abu Dawud fu-Sijistani mengatakan, pada tahun 93 H.
Abu Ishaq Asy-Syairazi menyebutkan, tahun 95 H.l
Jika Al-Qadhi Iyadh tidak memastikan satu pendapat yang kuat,
namun yang masyhur menurutnya adalah pada rahun 93 H ymg juga
diterima oleh banyak ulama dan pengamat. Karena dia menegaskan
riwayatnya bahwa Imam Malik sendiri mengatakan itu. Adz-Dzahabi
meriwayatkan, "Adapun Yahya bin Bukair, dia mengatakan, Aku mendengar
dia berkata, 'Aku lahir pada tahun 93 H.'" Ini adalah pendapat yang paling
shahih."2 Dengan riwayat-riwayat lain yang bersesuaian dengan tanggal ini,
meskipun ada faktor yang memunculkan pertanyaan; mengapa Al-Qedhi
tidak menyebutkan riwayat seperti ini padahal dia sangat memperhatikan
tema yang dibahas? Jika kita merujuk pada tanggal wafat Imam Malik, maka
kita dapati Al-Qadhi Iyadh mengatakan, "Adapun wafatnya maka yang
shahih adalah pendapat yang dianut oleh mayoritas penganut madzhabnya,
generasi hafizh setelah mereka, ulama atsar, dan banyak kdangan lainnya
yang tak terhitung jumlahnya, bahwa dia wafat pada tahun 179 H."3
Dan dia menyampaikan berbagai perbedaan pendapat terkait bulan
dan hari wafatnya, kemudian mengarakan, "Dalam hal ini, Habib, juru
tulisnya, tidak sependapat dengan semuanya, dan juga Mutharrif dalam
pernyataan yang disebutkan darinya, keduanya menyatakan pada tahun
180 H.
Al-Farwi juga tidak sependapat dalam riwayar darinya yang
disampaikan oleh Ibnu Samnun dan Abu Arab At-Thmimi bahwa Malik
Al-Qadhi Iyadh,TartibAl-Mddazt(l/118), mhqiqoleh Muhammad binThwitAth-Thanji,Thab ah
\Tizarah Al-AuqafAl-Maghribiyyah, 1384 I 1965.
Adz-Dzahabi, 7b a baq an I Hufazh ( I / I 98), Thaba' AI-Hind.
Tdrti b Al-Mad4i k ( I / I I 9).
wafat pada tahun 98 H. Namun ini tidak tePat, dan yang shahih adalah
pendapat pertama."r
Pendapat yang shahih ini dianut oleh banyak ahli sejarah setelah
Al-Qadhi Iyadh, meskipun di antara mereka ada ya;ng menetapkan
permulaan yang lain sehingga usia Malik bin Anas 85 tahun, bukan 86
tahun sebagaiman a. ytn1akan dipaparkan nanti, insy a Alkh.2 Jika pendapat
ini yang lebih dekat pada kebenaran, maka di antara para ahli sejarah ada
yang menganut pendapat yang berbeda sama sekali bahkan tidak mendekati
tanggd ini. fu-suyuthi menyebutkan bahwa Malik wafat pada tahun 169
Hijriyah. Barangkali hanya fu-Suyuthi yang berpendapat demikian, akan
tetapi yang mengherankan adalah fu-Suyuthi menyebutkan bahwa Malik
lahir pada tahun 93 H dan ada yang berpendapat 90 H, dan ada yang
mengatakan yang lain, dan dia menyebutkan bahwa Malik wafat ddam
usia 87 tahun.3
Sumbernya adalah adanya perbedaan pada tahun wafatnya. Di antara
mereka ada yang mengatakan pada usia 85 tahun, ada yang mengatakan 90
tahun, adayangmengatakan 87 tahun, edayangmengatakan 89 tahun, dan
tdayangmengatakan 92 tahun. Akan tetapi setelah memaparkan ini semua,
Al-Qadhi Iyadh berkata, '.Abu Muhammad Adh-Dharrab mengatakan
bahwa ini sdah, dan yang benar adalah 86 tahun, dan inilah yang lebih
selaras dengan pendapat Ibnu Qasim menurut pendapat yang paling shahih
terkait kelahiran dan wafat Imam Malik."4
Jika perbedaan pendapat sePutar kelahiran dan wafat Imam Malik
begitu banyak, maka sedikit sekdi adanya. perbedaan pendapat seputar
kedudukan tokoh kita ini dan ilmunya. Hd inilah yang menjadi perhatian
terbesar kami, meskipun kami juga tidak mengabaikan masalah PenetaPan
kevdidan berbagai peristiwa dan urgensinya.
Imam Malik da. Faktor-faktor Pembentuk Intelel$ualitasnya
Tidaklah mudah bagi penulis untuk merangkum semua faktor
yang mempengaruhi pembentukan sosok seorang ulama. Khususnya jika
bahasannya dilakukan setelah masanya dengan terpaut waktu berabad-abad
sepeninggalnya. Ini karena sumber-sumber yang menjadi rujukan penulis
hanya sebatas yang didapatkannya berupa riwayat-riwayat dan teks-teks
yang bisa jadi belum dapat dikatakan mencukupi dari satu sisi, sebagaimana
lantaran dalam satu masdah terdapat berbagai riwayat dengan adanya
kesulitan untuk mendalaminya dan menetapkan riwayat yang paling kuat
sehingga membuat hal tersebut menjadi ddak mudah.
Ini dari satu sisi. Adapun dari sisi lain, penulis yang menghimpun
berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sisi intelektualitas
mengacu pada apa yang dipaparkan oleh para ahli sejarah, penulis tokoh-
tokoh terkemuka lintas zeman, dan penulis rentang keutamaan para
tokoh, yang bisa jadi yang ini atau yang itu terluputkan dari faktor-faktor
tersembunyi yang mempengaruhi intelektualitas yang dijadikan bahan
k4i*.
Lantaran sebab-sebab ini dan lainnya maka saya menetapkan bahwa
maksud dari bahasan ini hanyalah menghimpun faktor-faktor yang paling
menonjol yang mempengaruhi sosok Imam Malik dari sisi keilmuan, dan
perhatian kami terhadap sisi ini didasarkan pada keterhubungannya dengan
manhajnya tentang pemikiran secara umum, dan masalah-masalah akidah
secara khusus.
Pertama: Bimbingan Keluarga
Lar,im diketahui bahwa faktor pertama yang berperan dalam
mengarahkan kehidupan anak adalah rumah dengan anggota-anggora
keluarga yang ada di dalamnya. Tingkat perhatian kedua orangrua terhadap
urgensi bimbingan ini turut mempengaruhi tingkat pembentukan dan
kesiapan anak-anak. Allah telah menakdirkan Imam Malik memiliki
kedua orangtua yang saling menopang ddam mengarahkannya pada apa
yang telah dicapainya berupa ilmu dan farwa serta epa-^peyang berkaitan
dengan keduanya.
Ibu mengetahui apa yang perlu dipersiapkan baginya untuk
mendapatkan ilmu, sebagaimana ibu pun mengetahui nilai adab seorang
yang berilmu dan kedudukannya dalam memberikan pengaruh.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 249
Mutharrif mengatakan, Imam Malik berkata, "Aku berkata kepada
ibuku, 'Aku akan pergi untuk menulis ilmu.' Ibuku menjawab, 'Kemarilah,
kenakan pakaian ilmu.' Dia pun mengenakan pakaian yang tersingsingkan
padaku, dan meletakkan meja di atas kepalaku, serta mengenakan sorban
padaku di atasnya kemudian berkata, 'Pergilah untuk menulis sekarang."'
Imam Malik mengatakan, "Ibuku memberitahukan kepadaku
dengan berkata, 'Pergilah kepada Rabiah lalu pelajarilah adabnya sebelum
ilmunya."'r
cukup jelas bahwa ibunda Malik bin Anas mengetahui banyak hal
rentang ulama Madinah pada saat itu serta kemasyhuran masing-masing
dari mereka. Jika tidak demikian, lantas apa malsudnya menetaPkan Rabiah
saja, dan apa artinya dia mengatakan, "Belajarlah dari adabnya, sebelum
ilmunya."2
Ayah Malik tidaklah kurang kepedulian tidak pula Pengetahuannya
dibanding ibu Malik rentang nilai ilmu, bahkan ayah Malik memahami
apa yang diperlukan oleh Malik dalam menghafal hadits, yaitu mesti
menghindari orang-orang dan menjauhi hiruk-pikuk mereka. Saat
Malik mencari ilmu, dia mencari tempat teduh di bawah pohon untuk
memfokuskan diri pada apa yang diinginkannya. Saudara PeremPuannya
berkata kepada ayahnya, "Ini saudaraku ddak bergaul dengan orang-oran8'
Ayahnya menjawab, "Hai putriku, dia menghafalkan hadits Rasulullah 6."3
Jika ibunda Malik telah mempersiapkan dan mengarahkannya saat
hendak mencari ilmu, maka tyahnyamengkondisikannya agar ddak terlibat
dalam permainan yang sia-sia pada masa kanak-kanak tapi mendoron8nya
untuk serius ddam mencari ilmu. Malik mengatakan, "Aku mempunyai
saudara seusia Ibnu Syihab. Pada suatu hari, ayahku menyamPaikan suatu
masalah yang ditanggapi dengan benar oleh saudaraku sementara aku
salah. Ayahku berkata kepadaku, 'Tempat mandi itu melengahkanmu dari
mencari ilmu.'Aku pun jengkel dan memfokuskan diri pada Ibnu Hurmuz
selama tujuh tahun, dalam riwayat lain delapan ahun, tanPa melibatkan
diri dalam majlis yang lain. Aku menyimpan korma di lengan bajuku ldu
aku suapkan pada anak-anaknya, dan aku berkata kepada mereka; jika ada
orang yang bertanya kepada kalian tentang Syaikh (Ibnu Hurmuz) maka
jawablah, 'Sibuk."'r
Demikianlah keluarga mengarahkan Malik agar mencari ilmu dari
tokoh yang menjadi rujukan, dan ini mengantarkannya menjadi orang
yang mendambakan ilmu hingga rela menjual atap rumahnya demi ilmu.
Dia pun berpendapat bahwa mengorbankan apa saja demi mendapatkan
ilmu adalah hal yang dianjurkan meskipun itu menyebabkan kemiskinan.2
Kedua: Imam Malik Belaiar dari Para Syaikh pada Masanya
Yang kami maksud dengan para syaikh di sini adalah syaikh-syaikh
yang paling menonjol yang mengajari Malik bin Anas, dan mereka
berpengaruh dalam pembentukannya secara keilmuan. Malik mendapatkan
kesempatan untuk tinggal dan belajar pada para syaikh dengan beragam
spesifikasi keilmuan mereka serta berbagai bidang mereka dalam kehidupan.
Dengan demikian kondisi ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan
pada tokoh kita ini, pada manhaj pemikirannya, dan jugasikapnya terhadap
kehidupan di sekitarnya.
Saat masih kecil, Malik belajar pada Rabiah bin Abu Abdurrahman
Farukh yang terkenal dengan nama Rabiah Ar-Ra'yi.3 Yang paling
menonjol pada diri Rabiah Ar-Ra'yi adalah dua hal; kebersahajaannya dan
kecerdasannya. Rabiah adalah sosok terkemuka pada masanya yang dikend
sebagai ahli ibadah, narnun kemudian dia beralih dari hal itu dan melibatkan
diri dalam majelis-majelis masyarakat pada umumnya. Dia berbicara dengan
didasari kecerdasan, intelektuditas yang tinggi, dan kejeniusan, sementara
rivalnya sering terlibat dalam masalah dengan mereka. Saya mengira bahwa
dia disebut "Rabiah Ar-Ra'yi" tidak lain sebagaimana Mughirah bin Syu'bah
fuh-Shahabi sebelumnya juga disebut "Mughirah Ar-Ra'yi", lantaran dia
termasuk tokoh Arab yang sangat jenius. Tidak ada satu hal pun yang
dihadapi melainkan dia mendapatkan jdan keluarnya, dan tidak ada dua
hd yang rancu di hadapannya melainkan dia memiliki pendapat yang lebih
dominan pada sdah satunya."r
Ungkapan Malik keharuman 6kih telah sirna sejak kematian Rabiah
bin Abdurrahman,2 dan permohonannya kepada syaikhnya, Rabiah fu-
Ra'yi, unruk duduk sebagai pemberi fanva dalam majlis tersen&ri,3 dua
hal ini menguatkan bahwa Malik mempelajari fikih dari Rabiah Ar-Ra'yi,
sebagaimana dia pun mempelajari hadits darinya, karena dia meriwayatkan
darinya dalam Al-Muuath tha' dua belas hadits yeng di antaranya musnad,
mursd, dan balagh (tiga tingkatan hadits).4
Akan tetapi sebagian penulis yang mencatat sejarah kehidupan Imam
Malik berpendapat bahwa pengaruh itu melampaui fikih dan hadits hingga
menjangkau pola pemikiran, dan pembawaan diri, bahkan turut membuat
beliau memperhatikan penampilan yang elegan.5
Kami condong kepada kesimpulan ini dan menguatkannya dengan
riwayat vdid yang menyatakan bahwa Malik belajar pada syaikhnya,
Rabiah, cukup lama, dan bahwa ini terjadi pada usia yang masih belia dari
kehidupan Malik. "Az-Zubairi mengatakan, "Aku melihat Malik berada
di majelis Rabiah sementara di telinganya terdapat anting-andng (tanda
masih kecil)."6 Ditambah lagi dengan riwayat-riwayat yang disampaikan
yang menegaskan bahwa Malik duduk untuk memberi famra saat dia masih
berusia 17 tahun, dan riwayat yang menyebutkan bahwa Malik senantiasa
menjdin hubungan dengan syaikhnya, Rabiah Ar-R"')n.
Demikian pula kesimpulan tersebut diperkuat dengan sifat yang
diketahui pada kehidupan RabiahAr-Ra'yi seperti bersahaja dan bertalcwa,
serta cerdas, cerdik, dan pintar. Barangkdi inilah yang membuat ibunda
Mdik mengarahkannya ke majlis Rabiah Ar-Ra' yi sambil berkata kepadanya,
"Pergilah kepada Rabiah ldu belajarlah dari adabnya sebelum ilmunya."T
Setelah begitu lama Mdik belajar pada syaikhnya, Rabiah fu-Ra'yi,
maka tidaklah aneh biladia terpengaruhi oleh qraikhnyaddam mengenakan
I AminAl-Khauli, Malih bin Anas Thrjamah Mfiarmrah,hlm. 64.
2 Al-KhathibAl-Baghdadi, Tarihh Baghdad(8/421, Mcsir,Al-Khanji, t.t.
3 TdrtibAl-Mddank0ll40).
4 IbnuAbdulBan, TajndAt-Tamhid li naf Al-Muuathtba' minAl-,4sanid(184).
5 Al-Khauli , Malik bin Anas Tarjanah Muhanarah (65 , 66) .
6 TdrnbAl-Mad4nkOl133).
7 Ibid l/130.
252 tE eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
pakaian. Malik berkata, "Aku tidak pernah mengetahui seorang Pun yang
mengenakan pakaian yang tipis ini, sebenarnya mereka mengenakan
pakaian yang halus, selain Rabiah, dia mengenakan pakaian seperti ini -dia
menunjuk bajunya."l
Bila riwayat ini dipertentangkan dengan riwayat lain tentang Malik
yang menetapkan bahwa ulama Madinah suka memilih pakaian yang
pding bagus, maka indikasi riwayat ini dalam hadits Malik dari syaikhnya
dan pakaian bagus yang dikenakannya masih tetap berada dalam pengaruh
syaikh terhadap Malik ddam kebanyakan sisi.
Demikian pula kesaksian Rabiah untuk Malik; bahwa dia suka
menghafal dan giat belajar, serta memperkenankan Malik untuk menyam-
paikan fatwa, benar-benar menunjukkan pada besarnya kepercayaan yang
tidak akan lahir kecuali dari waktu yang lama dalam kebersamaan, dan
masing-masingdari keduanya meninggdkan pengaruhnya pada jiwa murid
sebagaiman t yang terjadi pada Malik.
Adapun pengaruh Ibnu Hurmuz Abu Bakar Abdullah bin Yazid yang
wafat pada tahun 148 H Al-fuhamm Syadidush Shamam (dia mengalami
ketulian yang parah),2 pengaruhnya akan tampak jelCI bila kita mengeahui
bahwa Malik menyatakan bahwa dia memfokuskan diri di majelisnya saja
selama 7 ahun, dalam riwayat lain 8 tahun, dan kurun waktu ini bukan satu-
satunya kurun waktu yang digunakannya untuk menuntut ilmu pada Ibnu
Hurmuz, bahkan dia juga menyebutkan bahwa dia mengikuti majlisnya
selama 13 tahun, atau 15 tahun. Lebih dari itu dia berkata, "Sungguh ada
orang yang mendatangi syaikh seqra rutin selama 30 tahun untuk belajar
darinya." Al-Qadhi lyadh menafsirkan riwayat ini dengan mengatakan,
"Kita dapat mengerti bahwa yang dimalsud adalah dirinya sendiri (Malik)
bersama Ibnu Hurmuz."3 Tidak ada kontradiksi di antara riwayat-riwayat
ini, karena pada sebagian riwayat dinyatakan bahwa Malik memfokuskan
diri di majlis Ibnu Hurmuz tanpa membaurkannya dengan syaikh yang lain,
sementara ddam riwayat-riwayat lainnya Malik menggabungkan antara
Ad- D i b aj Al- Mudzzh h a b (l 9)
Namanya dipcnclisii*an rp&h Abdullah atau Abu Abdullah, &n sctiap pcnulis biografinp mcngacu
pada pcndapat rerscndiri. Pcrbedaan pcndapat ini diulas lcbih jauh olch Syckh Amin Al-Khauli dalam
Makh bin Anas Tarjamah Mubarnrah 67, aatan Wi no. l.
Tdrnb Al-Mddzik, hlm I 3 l.
I
)
Ibnu Hurmuz dan Nafi' atau Ibnu Syihab atau ryaikh-syaikhnya yang lain.
Adapun terkait riwayat waktu 30 tahun maka ini merupakan hubungan yang
berlangsung antara murid dan ryaikhnya hingga sekdipun kemudian murid
telah menjadi syaikh yang memiliki murid-murid dan di majlis tersendiri.r
Pengaruh-pengaruh yang pding menonjol selama menjadi murid atau
selama hubungan yang lama ini terangkum dalam dua hal:
A. Dalam manhaj. Yaitu selain mempelajari fikih pada Ibnu Hurmuz
-karena dia termasuk ulama fikih terkemuka di Madinah- Malik juga
menerapkan sikap hati-hati dalam berpendapat dan memastikan kevalidan
sebelum memberikan fanva terkait suatu masalah.
Ibnu Malik berkata, "Aku mendengar Ibnu Hurmuz mengatakan:
Seorang ulama mesti mewariskan kepada murid-murid di majlisnya
perkataan aku tidak tahu, sampai itu menjadi identik dengan jawaban yang
mereka gunakan. Jika di antara mereka eda,yang ditanya tentang sesuatu
yang tidak diketahuinya maka dia pun menjawab aku tidak tahu."2
Malik mendapatkan kesa.lsian positif dari banyak ulama semasanya
bahwa dia menerapkan manhaj ini dalam jawaben-jawabannya dan
mengajarkannya kepada murid-murid di majlisnya.3
B. Yaitu pengaruh yang berkaitan dengan kelebihan yang dimiliki
oleh Ibnu Hurmuz berupa kepiawaiannya dalam menyanggah kalangan
yang memiliki pemikiran menyimpang dan bid'ah, dan menjelaskan
penyimpangan pemikiran yang diperselisihkan berbagai kalangan ini,
dan bahwasanya dia menjadi sosok yang menanggulangi kalangan yang
memiliki pemikiran menyimpang. Jika ada kalangan y^ng berpendapat
bahwa Malik tidak meninggalkan disiplin ilmu ini lantaran dia mengetahui
bahwa disiplin ilmu ini berlaku bagi kalangan khusus, namun pengaruhnya
tampak jelas pada sikap-sikap Malik dalam menghadapi kalangan yang
memiliki pemikiran menyimpang, dan juga dalam risalahnya tentang
sanggahan terhadap golongan Qadariyah. Dengan demikian Ibnu Hurmuz
telah memberikan pengaruhnyay^ngbaik pada sosok muridnya terkait sisi
yang penting dalam manhaj dan bidangnya, sebagaimana yang dikatakan
ibundanya, "Belajarlah dari adabnya sebelum ilmunya." Dan ayah Malik
tidak kurang peduli dalam hal ini.
Adapun Ibnu Syihab Az-Zuhri yang nama aslinya Abu Bakar
Muhammad bin Muslim Al-Madini dari Zahrah bin Kilab dari Quraisy,
dia termasuk ulama fikih yang menguasai hadits dan memiliki kedudukan
dalam bidang sejarah ilmu hadits hingga dijuluki Alamul Huffazh (penghafd
hadits yang pding luas ilmunya). Dia mengatakan, 'Tidak ada seorang pun
yang bersabar atas ilmu sebagaimana kesabaranku, dan tidak ada seorang
pun yang menyebarkannya sebagaimana penyebaran yang aku lakukan."2
Adapun terkait ilmu ini, Imam Malik bersama reman-temannya
telah terbiasa membahasnya, "Ibnu Abdul Hakam mengatakan, 'Malik
berkata kepadaku: kami mendatangi Ibnu Syihab di rumahnya di antara
Bani Dail, dia mempunyai papan di depan pintu yang bagus yang kami
jadikan tempat untuk duduk. Jika kami masuk untuk menemuinya maka
kami saling dorong."'3
Bahkan dia sulit mengelak dari keinginan untuk belajar secara
tersendiri dengan Ibnu Syihab demi menggapai hadits yang ada padanya, dan
keinginan untuk belajar lebih lama dengannya. Keinginan ini - sebagaimana
yang disinyalir riwayat di atas- mengantarkan pada apa yang menjadi
tujuan Malik, sebagaimana dia pun diperkenankan atau mendapat ija?ah
dari Ibnu Syihab dalam menghafal dan meriwayatkan. fuwayat berikut ini
kami nukil -dengan kandungannyayangcukup panjang- agar kita dapat
mengetahui dengan jelas indikasi-indikasi tersebut.
Malik mengatakan, "Aku mengikuti shalat hari raya. Aku berkata,
'Hari ini adalah hari saat Ibnu Syihab menyendiri. Aku pun bergegas dari
tempat shalat menuju rumahnya. Saat aku duduk di depan pintunya, aku
mendengar dia berkata kepada pembantunya, 'Lihatlah siapa yang di depan
pintu? Pembantunya pun melihat dan aku mendengarnya berkata, 'Tuanmu
Al-Asyqar Malik.' Ibnu Syihab berkata, 'Suruh dia masuk.'
Setelah aku masuk, dia berkata, 'Thmpaknya engkau belum pulang ke
rumahmu.'Aku menjawab, 'Belum.' Dia bertanya, Apakah engkau sudah
makan?' Aku menjawab,'Belum.'
Dia wafat pada mhun 123 atau 124 atau 125 H, Ibnu Khalkan. Al-lVafyat (l 17 52), Cer. Btlaq.
A&-Dzhabi, Thd.zhirah Al-Huffazh (l/103), Cet. AI-Hind.
Tartib Al-Madank O I 132) .
'Makanlah,' kata Ibnu Syihab. Aku menjawab, 'Aku tidak butuh
makanan.'
'L.antas apa yang engkau inginkan?' tanya Ibnu Syihab' Aku berkata,
.Engkau menyampaikan 17 hadits kepadaku.' Kemudian dia berkata,
Apa gunanya bila aku menyampaikan hadits kepadamu namun kamu
tidak menghafalnya.' Aku berkata, 'Jika engkau mau, maka aku akan
mengulanginya kepadarnu. "'
Aku pun mengulangi hadits-hadits itu kepadanya. Dalam riwayat
lain, dia berkata kepadaku, "Berikan." Aku pun mengeluarkan lembaran-
lembaranku. Dia menyampaikan kepadaku 40 hadits. Aku berkata,
,.Thmbahkan lagi untukku." Dia berkata kepadaku, "cukup untukmu.
Jika engkau meriwayarkan hadits-hadits ini, maka engkau termasuk
sebagai at-bafizh(ahli hadits)." Aku berkata, "Aku telah meriwayatkannya."
Dia menarik lembaran-lembaran itu dari tanganku kemudian berkata,
,.Sampaikan." Aku pun menyampaika" hadits-hadits tersebut kepadanya.
Setelah mengembalikan lembaran-lembaran kepadaku, dia berkata,
"Bangkirlah, engkau adalah orang yang luas ilmunya." Atau dia mengatakan,
"Engkau benar-benar sebagai pengemban ilmu yang terbaik""
Tidak aneh setelah ini bila Malik sangat antusias dalam belajar
hingga mengikarkan benang dengan satu simpul setiap kdi Ibnu Zthri
menyampaikan hadits, dan ddak aneh pula bila Malik sangat antusias
menclrat di lembaran-lembarannya di samping ingatannya yang kuat. Ini
semua disertai dengan adab dalam mencari hadits, lantaran menyadari
urgensi bidang ini khususnya bagi orangyang berkecimpung dalam bidang
fikih dan masalah-masalahnya.2
Sebagaimana Malik belajar dari karakteristik Ibnu Syihab dalam
keilmuan yang kemudian menempati sisi penting dari sisi-sisi ilmu syar'i,
Malik juga belajar dari sejumlah kebiasaan gurunya, maka jadilah dia sebagai
sosok yang dermawan dan pemurah hingga dikatakan tentang dia, "Dinar
&n dirham tidak lebih mudah untuk diberikan oleh seorang Pun daripada
yang ada pada. Az-Zahri."'
I rbid(l/134).
2 TdrtibAl-Mdaib(rl133-136).
3 TadzLirahAl-Hufazh(lll03).
256 lpaua"l Islam Menurut Empat Madzhab
Sifat-sifat ini tampak begitu jelas pada sosok Malik bagi orang yang
membaca perjalanan hidupnya dengan tahapan-tahapannya. I Ini merupakan
pengaruh yang bagus, karena pemberian itu menyeluruh tanpa terbagi-bagi,
dan pada dasarnya seorang ulama addah sosok yang suka memberi.
Lantaran keinginan Malikyang begitu tinggi dan agar pengetahuan-
pengetahuannya memiliki keterkaitan dengan pokok-pokoknya berdasarkan
syariat baik terkait ketentuan maupun ijtihad, maka Malik rajin belajar
pada ahlul fikih Madinah, Nafi', ymgjugesebagai pembantu Abdullah bin
Umaf yang telah melayaninya selama 30 tahun, dan dia menjadi rujukan
banyak ilmu.
Malik mendatanginya saat Malik masih kecil hingga pada batas
pencapaian bahwa Na6' turun dari suatu tingkaannya lantas duduk bersama
Malik (sejajar).3
Malik juga menuntun Nafi'-setelah penglihatannya tidak berfungsi
lagi- dari rumahnya ke masjid.a
Malik mengatakan, 'hku mendaangi Nafi' pada tengah hari, semenara
tidak ada pohon yang menaungiku dari terik matahari, aku menantikan
saat dia keluar rumah. Begitu dia keluar, maka aku membiarkannya sesaat
seakan-akan aku tidak melihatnya, kemudian aku menghampirinya dan
mengucapkan sdam kepadanya lantas meninggalkannya, hingga begitu dia
memasuki teras masjid, aku bermnya kepadanya; bagaimana yang dikatakan
Ibnu Umar mengenai ini dan itu? dia pun menjawabku, dan pada dirinya
terdapat karakter yang kuat.t
Dengan demikian Malik mendapatkan sunnah dan 6kih lantaran
Nafi'. DilrmAl-Muudththa'dia memuat 80 hadits atau lebih sebagaimana
yang diperselisihkan.
Barangkali ini memperjelas malaud dari perkataan Mdik, Jika aku
mendengar hadits Nafi' dari Ibnu Umar maka aku tidak peduli lagi bila
tidak mendengarnya dari yang lun.
Malik tidak membatasi majlis-majlis yang diikutinya pada syaikh-
ryaikh dari kalangan Ahlu Sunnah, akan tetapi dia juga mengikuti majlis
ImamJa',farfuh-shadiq bin Muhammad binAli bin Husain binAli binAbi
Thalib,r dia dikenal sebagai sosok yang bertalcrva, bersahaja, dan berlapang
dada. Malik mengikuti majlisnya itu bukanlah hal yang mengherankan,
lantaran Ja'far fuh-Shadiq memiliki nasab terhormat dan prilaku yang
lurus. Hal itu pula yang rurur mempengaruhi kepribadian Malik dalam
pembentukannya khusus dari segi akhlak. Diriwayatkan dari Malik bahwa
dia mengatakan, "Aku melihat Ja'far bin Muhammad, dia suka berkelakar
dan tersenyum. Namun begitu nama Nabi disebutkan prdtnya maka
raurnya berubah menjadi hijau dan kuning (hormat dan bersimpati).
Aku sering menemuinya selama beberapa lama, dan aku tidak pernah
melihatnya melainkan dalam tiga kondisi; sedang shalat, berpuasa, atau
sedang membaca Al-Qur'an. Aku tidak pernah sama sekali melihatnya
berbicara tentang Rasulullah 6 melainkan dalam keadaan bersuci, dan dia
tidak berbicara tentang hal-hal yang ddak berguna baginya. Dia termasuk
ulama, ahli ibadah, dan zuhud,yungtakut kepadaAllah. Aku tidak pernah
mendatanginya sama sekali melainkan dia mengeluarkan bantal dari
bawahnya lantas meletakkannya di bawahku."2
Barangkali pengaruh ini ditambah dengan yang sebelumnya dapat
disimpulkan sebagai proses pembentukan pribadi Malik yang dipengaruhi
oleh kegiatannya di majlis para ryaikh dengan berbagai macam Pengetahuan
mereka dan beragam Pengutamaan mereka terhadap murid-murid mereka.
Kami pun menyatakan bahwa para syaikh Malik yang kami sebutkan
hanyalah sebagai contoh saja, karena menyebutkan keseluruhannya -di
samping sulit dilakukan- bukanlah dalam agenda kami, khususnya lantaran
para syaikh yang menjadi rujukan periwayatan Malik bin Anas telah
ditetapkan berjumlah 900 orang, dan pada tataran tertentu mereka semua
dianggap sebagai syaikh.3
I Wafatpadatahun 142 H, Ibnu Khalkan,ll-lYafyat(lll30)'
2 Az-T,awawi,Manaqib Malik33,334.
3 Al-Khauli ,Malih binAnalhrjamahMubanarah63. ?'hmadAmin, DbahaAlJshn(31262),Cet.l0'
Darul Kutub Al-Arabi, Beirut, t.t.
258 6ekia*, Islam Menurut Empat Madzhab
Ketiga: Malik Tinffial di Madinah dan Kesadarannya terhadap
Kehidupan Intelelrtualitas d"., Keagamaan di Madinah
Karena Imam Malik tinggal di Madinah didasari dengan rasa cinra
dan iman, karena keutamaan yang dimiliki Madinah, maka pengaruh
hal ini tampak jelas pada pokok-pokok ilmu fikihnya dan pada paparan
bahasannya, sebagaimana tampak pula pada keselarasannya y^ng positif
dengan kehidupan di sekitarnya.
Mengenai kecintaan Malik terhadap Madinah dan penghormatannya
terhadap penduduknya, dapat dirunjukkan dengan hadits-hadirs yang
diriwayatkannya tentang keutamaan Madinah, kemudian ijma' penduduk
Madinah yang dijadikan sebagai hujah. Malik menggambarkan kecin-
taannya kepada Madinah dalam perkataannya yeng diriwayatkan oleh
AI-Qadhi Iyadh yang mengatakan, "Malik bin Anas berkata, 'Madinah
dikelilingi orang-orang yang mati syahid, di lorong-lorongnya terdapat
malaikat-malaikat yang menj aga nya, D aljal tidak memasukinya tidak pula
penyakit lepra, dia addah negeri hijrah dan sunnah, dan di sana terdapat
manusia-manusia pilihan setelah Rasulullah, tempar hijrah Rasulullah dan
sahabat-sahabat beliau. Allah memilihnya bagi beliau setelah beliau wafar,
maka di sanalah beliau dimakamkan, dan di sandah terdapat taman dari
taman-taman surga, juga mimbar Rasulullah. Semua itu tidak terdapat di
negeri yang lainnya."l
Jika mengembara merupakan sdah satu jdan ilmu yang telah dikenal
luas pada masa Mdik, maka Malik telah mendapatkan kesempatan lantaran
keberadaannya di Hijaz sudah membuatnya dapat bertemu dengan ulama
berbagai negeri yang datangkeHijaz untuk menunaikan ibadah haji atau
berziarah. Maka dari itu Malik meriwayatkan dari para ulama yang nama-
namanya tidak berasd dari penduduk Hijaz.'z
Kedudukan dan keutamaan Madinah yang didapatkan Malik terkait
bidang ilmu syariat inilah yang membuatnya menolak pergi ke Baghdad
saat ada khalifah yang menawarkan kepadanye - dengan perbedaan pada
riwayatnya - untuk menyertainya ke Baghdad, bahkan Malik menyertai
Tanib Al-Madarik (t I 34, 35).
N-K\euli, Malih bin An* Tarjamah Mthanarah hlm. 105.
I
)
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... E 259
penolakan tersebut dengan sabda Rasulullah ffi: "Dan Madinab hbih baih
bagi mereha seandainya rnereha menyadai'"]
Bahkan sejumlah buku tentang keutamaan tokoh meriwayatkan
bahwa tidak adanya keinginan Malik untuk pergi ke Irak itu merujuk pada
pendapatnya rentang penduduknya, "Adapun penduduk Irak adalah orang-
or".rg y"rrg s,-,k" p"d" kedustaan, kebatilan, dan kebohongan' Sedangkan
p.r,a".ra.rt Sy"rr, "aA*,
orang-oran 8 y$gsuka berjihad' namun mereka
iid"k ,rr.-punyai banyak ilmu. Adapun penduduk Hijaz di antara mereka
ada ilmu yang diPenahankan."2
Riwayat-riwayat ini dan banyak lagi riwayat seruPa' semuanya
menyatakan bahwa keberadaan Malik di Madinah mempengaruhi
pembentukan pribadinya dalam keilmuan'
Pengaruh Madinah terhadap pembentukan sosok tokoh kita ini
juga berkaitan dengan dinamika perpolitikan dan pemikiran-pemikiran
k."g"-o,diMadinahymgterjldidisekelilingnya.Adapuntentang
p"rlr"-p.rk ra politik di Madinah, pembaca cukup mengetahui bahwa
Malik hidup pada bagian akhir dari pemerintahan Dinasti Umayah,
sebagaimana juga semasa dengan pemerintahan Dinasti Abbasiyah I' Malik
j,rg"=r"-".a dengan Dawud bin Ali Paman fu-Saffah yang membunuh
orang-oran g yan1 ditangkapnye d*i Bani Umayah di Makkah dan
Madinah.3 sebagaimana Malik juga menyaksikan adanya pergolakan pada
tradisi yang menyertai kondisi tersebut'
Pada masa itu, Malik menyalsikan berbagai dinamika politik yang
didominasi oleh satu kelompokyang berkuasa, satu kelompok oposisi yaitu
kalangan Alawiyyun, dan kelompok yang menentang setiap pendapat'
k*.." mereka berpandangan bahwa orang-orang Bani Umayah dan Bani
Abbasiyah sama saja terkait tidak diterapkannya idealisme yang sesuai
dengan pendapat kelompok ini, yaitu kelompok Khawarij'
Dinamika-dinamika ini tidak berhubungan dengan kehidupan selain
ulama saja, akan tetapi dalam kehidupan perpolitikan pada masa hidup
Imam Malik tersebut terjadi tarik menarik di antara berbagai kepentingan
I Az-Zzwwi,ManaqibMalik,hlm' 23-30'
2 lbid,hlm.25'52.
3 IbnulAaitAl-Ihnil(51168)' 1303 H' Mesir'
260 lD et ia*t Islam Mcnurut Empat Madzhab
yang bermacam-macam yang juga berhubungan dengan kehidupan
ulama sebagaimana keterkaitannya dengan kehidupan kalangan yang
lain, bahkan hubungannya dengan tokoh-tokoh agama justru lebih kuat
dibanding dengan kalangan yang lain, karena penguasa pada masa itu selalu
membutuhkan dukungan dari kdangan yang memiliki ororitas keagamaan. t
Jika ini merupakan tabiat rarnan, maka Madinah kota Rasulullah
pun tidak luput dari dinamika-dinamika ini. Sejarah menyebutkan bahwa
sekitar tiga tahun sebelum berakhirnya Dinasti Umayah orang Khawarij
yang bernamaAbu Hamzah Al-Khariji Al-Ibadhi berkuasa di wilayah yang
mencakup Makkah dan Madinah setelah membunuh banyakpenduduknya.2
Ini ditambah lagi dengan peristiwa yang terjadi pada masa Al-
Manshur tahun 145 H saat dia mendapat penentangan di Madinah dari
Muhammad bin Abdullah An-Nafs Az-Zal<ryyah,saudara kandung Ibrahim
bin Abdullah yang menentang hukum di Bashrah.
Ibnu Hurmuz dan Syaikh Malik, keluar bersama Muhammad bin
Abdullah, lantas ada yang berkata kepadanya, "Tidak ada masalah padamu."
Dia menjawab, "Aku tahu, tapi dia memandang aku bodoh, namun dia
mengikutiku."3
Lazim diketahui bahwa Malik mendorong orang-orang untuk keluar
bersama An-Nafs Az-Zakiyyah. Saat orang-orang meminta fatwa kepadanya
terkait hal ini lantaran mereka berhujah bahwa mereka masih terikat
dengan baiat terhadap N-Manshur, Malik berkata, "sebenarnya kdian
melakukan baiat dengan terpaksa, semenrara orang yang terpaksa tidak
ada (tanggungan) sumpah padanya." Orang-orang pun segera bergabung
dengan Muhammad semenrara Malik bertahan di rumahnya.a
. 9iklp yang diambilnya ini dan periwayatannya terhadap hadits
:#. o* | , 'Tidah dda ukh pada orangyang dipahsa,'adalahsebab rerkait
' ..
ujian yang menimpanya, sebagaimaneyangtelah kami paparkan di atas.5
Adapun masa itu yang identik dengan sisi keagamaan dan keberadaan
golongan-golongan, maka yang selaras untuk mengungkapkan hal ini adalah
apa yang kami paparkan dalam bahasan kami tentang Abu Hanifah, akan
tetapi di sini kami hanya mensinydir bahwa Madinah tidak luput sama sekdi
dari dinamika-dinamika pemikiran ddam hal akidah, meskipun tidak ddam
benruk yang terjadi di Irak dengan berbagai golongan yanS mengitarinya
disertai perselisihan dan perdebatan. lbnu Thimiyah menyebutkan bahwa
kalangan Qadariyah sering memperbincangkannya di Bashrah, syam, dan
sebagiannya di Madinah.t
Al-Khathib Al-Baghdadi mengamkan bahwa pada masa Al-Mahdi,
dia melakukan tindakan terhadap golongan Qadariyah di Madinah,
menghukum mereka, dan mengusir mereka.2
Sebagaimana Ath-Thabari menyebutkan bahwa Al-Mahdi menulis
surat kepada pejabatnya di Madinah, Ja'fu bin Sulaiman, agar dia membawa
kepadanya orang-orang yang dituduh sebagai golongan Qadariyah. Mereka
pun dibawa menghadap Al-Mahdi yang lanras berdialog dengan mereka.3
Barangkali inilah yang membuat Imam Malik menulis surat
terkait sanggahan terhadap golongan Qadariyah sebagaimana yang akan
disampaikan kemudian, insya Allah.
Jika paparan di atas kita tambah dengan riwayat yang mengungkapkan
pengetahuann)ra tentang sebagian sisi golongan sufi dan perbuatan-perbuatan
mereka, serta penolakannya terhadap hal ini, maka kita dapat mengetahui
bagaimana komparasi-komparasi pemikiran ini memiliki pengaruh ddam
pembentukan pemikiran dan manhajnya yang tamPak menonjol pada
ilmunya khususnya pada manhajnya terkait bahasan-bahasan akidah.
Demikianlah berbagai faktor pendukung bangunan pemikiran
terhimpun pada diri Malik yang membuamya menjadi sosok yang matang
dan layak mendapatkan kesalsian dari kalangan ulama dengan berbagai
mac.rm bidang keilmuan mereka, sebagaiman^ytngdiungkap dalam buku-
buku sejarah dan buku-buku tentang keutamaan Para tokoh'{
Keluarga yang peduli telah mengarahkannya pada aPa yang Pantas
untuk dijadikan tujuan pencapaian, sebagaimana dia pun mengikuti
majlis para syaikh yang masing-masing dari mereka memiliki kelebihan
pada karakteristik tertenru pada pribadinya, dan manhaj yang diterapkan
ddam keilmuannya. Malik menghimpun itu semua dari mereka sebagai
rangkuman bagi pendapat dan ilmunya, demikian pula Madinah dengan
posisinya terkait pemikiran dan politik menggambarkan bagaimana sikap
SyriLh Malik yang matang dan didasari pemahaman yang mendalam dengan
pengaruhnya tersendiri.
Pengaruh-pengaruh Pembentukan
Kondisi-kondisi yang dihadapi oleh Malik tersebut membuatnya
menjadi sosok yang menonjol dalam berbagai bidang yang rerpenting di
antaranya adalah:
l. Bidang ilmu 6kih, hadits, dan pokok-pokok akidah.
2. Bidang reformasi, yaitu dengan ilmu dan kedudukannya Malik
melakukan perbaikan kehidupan yang menjangkau para pemimpin
dan ralqyat semampunya dan sesuai dengan ijtihadnya dalam hal ini.
Masing-masing dari bidang ini akan kami bahas tersendiri dan secara
global sebagaiman a yang diperlukan meski tidak terperinci.
Adapun yang berkaitan dengan kedudukannya dalam fugilrnuan,
kesalsian-kesaksian dalam hd ini terlalu banyak untuk dibahas di sini, maka
dari itu kami memaparkan sebagiannya dan selebihnya kami arahkan pada
bahasan-bahasan pihak yang berkompeten dalam pencermatan terhadap
hal ini, dan karena penulis Tartib Al-Madarih menghimpun banyak hd
dari sini, maka kami memaparkan sebagian yang diriwayatkan terkait hd
ini meskipun selain penulis Tartib Al-Madarih rclahmendahuluinya terkait
apa yengdinukilnya sendiri dari mereka. I
Pada suatu hari, Ibnu Hurmuz bertanya kepada pembantunya,
"Siapa yang di depan pintu?" Begitu melihat Malik, maka pembanrunya
mengatakan yang dia lihat kepadanya. Ibnu Hurmus berkata, "Panggil dia,
sesungguhnya dia seorang ulama."
I Penjelasanlebih lanjut, silakan brcaHilyatAl-Aulua' (61316) densctelahnya.
Ibnu Syihab berkata kepadanya, "Engkau salah seorang ulama yang
luas ilmunya, atau engkau benar-benar seorang ulama gudang ilmu"'r
Suftan bin uyainah berkata; kami bukannya berada di tempat Malik?
Akan tetapi kami mengikuti jejak-iejak Malik'
Dia mengarakan, "Malik adalah seorang imam." Dia melanjutkan,
"Malik adalah alim penduduk Hijaz." Dia juga mengatakan, "siapa yang
seperti Malik yang mengikuti jejak para pendahulu disertai intelektualitas
dan adab."2
Imam fuy-syaf i mengarakan, "Jika ulama disebutkan, maka Malik
adalah bintang. Dan ddak ada seorang pun yang memiliki pencapaian ddam
ilmu, sebagaimana yang dicapai Malik. Karena dia menghapal' menekuni'
dan menjaganya. Dan siapa yang menghendaki hadits shahih maka dia
harus belajar pada Malik."
Dia melanjutkan, "MalikbinAnas addah pengajarku." Ddam riwayat
lain: "(Jsradzku, dan tidak ada seorang Pun yang lebih nyaman bagiku
daripada Malik, darinya kami mempelajari ilmu, dan aku hanyalah salah
satu pembantu Mdik."3
Imam fuy-Syaf i mengatakan, "Pada suatu hari, aku berdiskusi
dengan Muhammad bin Hasan. Dia berkata, kepadaku, 'Guru kami,
yakni Abu Hanifah, lebih berilmu daripada guru kalian, yakni Malik.'
Aku bertanya kepadanya, 'Yang engkau inginkan penilaian adil atau hanya
membanggakan diri saja?' Dia menjawab,'Penilaian yang adil''
Aku berkata, 'Aku memohon dengan nama Allah yang tidak ada
TLhan selain Dia, siapa yang lebih tahu tentang Kitab Allah beserta nasikh
dan mansukhnya?' Dia menjawab, 'Ya Allah, guru kdian.'Aku bertanya
kepadanya, 'Siapa yang lebih tahu tentang sunnah Rasulullah dB?' Dia
menjawab, 'Ya Allah, guru kalian.'
Aku bertanya kepadanya, 'Siapa yang lebih mengetahui perkataan Para
sahabat Rasulullah?' Dia meniawab, 'YaAllah, guru kalian.'Aku bertanya
kepadanya, 'Yang rersisa hanya qiyas.' Dia berkata, 'Guru kami lebih tahu
,.rr,"rrg qiyas.'Aku katakan, 'Qiyas hanya didasarkan pada hal-hal tersebut
(pengetahuan tentang Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya), lantas epeyen1
menjadi dasar qiyasnya? Sementara kami dapat mengklaim itu pada guru
kami namun kalian tidak dapat mengklaimnya pada guru kalian.'
Dalam riwayat lain: "Guru kami tidak menggunakan qiyas dalam
pendapatnya, akan tetapi dia berhati-hati dan mengamati. Maksudnya
meneladani para pendahulunya." I
laits mengatakan, "Aku bertemu Malik di Madinah, aku pun berkata
kepadanya, 'Aku melihat engkau mengusap keringat dari dahimu.'
Dia menjawab, 'Aku berkeringat saat bersama Abu Hanifah, dia
benar-benar pakar fikih, wahai orang Mesir.'
Kemudian aku bertemuAbu Hanifah, dan aku pun berkata,'Betapa
bagus perkataan orang itu tentangmu.'
Abu Hanifah berkata, 'Demi Allah, aku belum pernah melihat orang
yang lebih cepat darinya ddam menyampaikan jawab^n yang benar dan
kezuhudan yang total.'2
Ibnu Hambal berkata, 'Malik adalah seorang yang berwibawa di
majelisnya, tidak ada yang membalas perkataannya lantaran penghormatan
kepadanya."'
Ada yang mengatakan, Ats-tauri berada di majelis Malik. Begitu
melihat orang-orang sangat menghormati Mdik sementara Malik sangat
menghargai ilmu, dia pun melantunkan syair:
Jawaban disampaikan tan?d adz horehsi hntaran heseganan
Orang-orang yang bertanya temrnduk dahm pengholrnatan
Menilihi adab terhormat dan hemuliaan pengaruh ketahwaan
Maha diahh sosoh yang berutibaua meshipun tidah rnemilihi heuasaan
Ini hanya sinyalemen untuk mengungkap berbagai hal yang
menunjukkan kedudukan Imam Malik di antara para ulama pada masanya,
syaikh-syaikhnya dan rekan-rekannya. Bahkan setelah masanya; yaitu
mereka yang belajar kepadanya atau mengambil pelajaran darinya, mereka
mengetahui kapasitas dan keilmuannya.
ArTanib (r I 15 r), Al-Hifiab (61 329).
rbid (l/152).
I
)
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lf 265
Karena penetapan ini dibangun berdasarkan aspek perilaku yang
juga diwarisi oleh ulama generasi sahabat dan tabi'in, maka Mdik pun
mengetahui kapasitas keilmuan dan tanggung jawabnya. Maka dari itu
dia tidak menerima bila Al-Muudththa' ditetapkan di berbagai negeri,
sebagaiman a yangdisinyalir oleh Al-Khalifah -dengan terdapat perbedaan
pada batasannyar- dan dia berkata sebagaiman^ yang diungkap dalam
riwayat Abu Nud im kepada Al-Makmun, "Engkau ddak dapat melakukan
itu, karena para sahabat Nabi sepeninggd beliau tersebar di berbagai negeri
lalu mereka menyampaikan hadits, sehingga di setiap penduduk negeri
terdapat ilmu."2
Kita cukupkan sekian pembahasan yang menjelaskan pengaruh
pembentukan kedudukan ilmiah Imam Malik..
Adapun pembicaraan rentang Imam Malik sebagai seorang
ulama reformis, tidak jauh keterkaitannya dengan keunggulannya dan
kedudukannya dalam keilmuan. Yaitu lantaran ilmu dan pengetahuannya
dengan kewajiban yang mesri ditunaikannya terhadap umatnya baik
pemimpin maupun rakyat adalah yang mendorongnya untuk meretas
jalan dalam reformasi, sebagaimana dia telah meretas manhaj dalam
mencari ilmu dan menekuni pengajaran, khususnya saat kondisi masa
itu membuat para ulama sePerti Imam Malik mendapatkan kedudukan
tersendiri di hadapan para penguasa, sehingga ketentuan hukum mereka
dapat diterima di masyarakat, dan kedudukan seruPa di antara ralqyat dengan
pertimbangan bahwa para ulama itulah yang menjadi tempat bernaung
untuk menanyakan perkara-perkara agama mereka, serta masalah-masalah
kehidupan mereka, dan barangkdi kedudukan Para ulama di mata rdqyat
itulah yang membuat para penguasa antusias dalam meminta pendapat
mereka, bahkan kadang para Penguasa berkata kepada pejabaapejab^tnyai
Janganlah engkau menetapkan saru pendapar pun sebelum bermusyawarah
dengan ulama ini atau itu.3
Ibnul Muqaffd menjelaskan hd ini ddam suratnya Fi,*h-Shahabat
(Generasi Sahabao yang ditujukan kepada Al-Manshur. Dia beberapa kali
Bahasan lebih jauh tentang perbedaan yang berkaitan dengan masalah ini terdapat dalam buku Al-
Y:haull Tarj anah M uh anara h (120).
2 Al-Hibah(61331).
3 Al-Khauli,MalikTarjanahMuhanarah303-325-
26 t&ekia*, Islam Menurut Empat Ma&hab
membicarakan tentang urgensi ulama dalam kehidupan, dia mengatakan,
"Penduduk setiap negeri, atau pasukan, atau wilayah perbatasan, membu-
tuhkan ulama yang memahami fikih, sunnah, sirah (sejarah), dat nasihat
bagi mereka, melaksanakan dan meluruskan, mereka menyebutkan dan
mengingatkan adanya kesalahan, menasihati agar menjauhi kebodohan,
melarang perbuatan bid'ah, mewaspadai fitnah, mencermati perkara-perkara
umum yang terjadi di tengah-tengah mereka, hingga tidak ada hal penting
yang tidak mereka ketahui, kemudian memperbaikinya, dan menyelesaikan
arpa yang menjadi persoalan bagi mereka dengan pendapat yang tePat,
empati, elegan, dan menyampaikan yang tidak mamPu mereka selesaikan
kepada yang memiliki kapasitas melebihi mereka, merasakan keamanan
dalam menjalani dan menjagtnya, memiliki pemahaman mendalami
terkait pendapat yang disampaikan, dan sangat cermat sePerti dokter yang
mengangkat pokok permasalahan hingga akar-akarnya sebelum menjalar. I
Matik d".. Reformasi Kehidupan dan Kekuasaan
Riwayat-riwayatyang disampaikan terkait sikap Imam Malik dan
pendapatnya bahwa dia tidak melakukan penentangan terhadap penguasa
meskipun zhalim, dan bahwa dia menerima pemberian-pemberian Penguasa
sementara ulama mempermasalahkan pemberian penguasa, serta riwayat
yang menyebutkan bahwa Imam Malik tidak suka bila hal itu tampak
menunjukkan kecondongan politik tertentu, hingga dia mengizinkan
kepada murid-murid untuk masuk dengan menengokkan kepda sampai
mereka duduk di tempat mereka masing-masing karena kepeduliannya
untuk tidak menunjukkan kepada seorang murid pun di majelis yang
dapat dipahami murid tersebut bahwa dia lebih condong kepadanya
daripada murid yang lain, serta riwayat yang menyebutkan pembicara:rnnya
tentang Khulafaur Rasyidin dan pendap etnyttentang keutamaan sebagian
dari mereka atas yang lain,2 maka saya mengatakan, "Riwayat-riwayat ini
semuanya mengindikasikan adanya kekurangan pada responsibilitas tokoh
tersebut terhadap upaya pelurusan para penguasa, akan tetapi dugaan ini
akan tidak dapat dipertahankan jika kita memahami hd-hal berikut:
Muhamnad ha Rdd hhJami Rasail Al-Bthghd' (130),Thab'ah Al-Hdabi, 321 H.
Baca riwayat-riwayat tetscbut di buku Al-Khauli dcngan judtl Tarjamah Muharunb (306, 508, 530) .
TzrtibAl-Madaik(2lll5),}$uZahrah, TarilzhAl-JzdaldanMalik(56-60),danTaikhAl-Mddzthib
Al-Ishniyah(lllO4).
I
.,
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...O 267
Pertdma, sebelum Malik, telah ada seorang imam terkemuka yang
mengambil sikap yang sama yaitu Hasan Al-Bashri (110 H), dia adalah
seorang ulama yang ddak dipungkiri kesahajaannya dan seruan-seruan
pun ddak dapat diingkari terhadap para Penguasa baik berupa nasihat
maupun kritik bila dia melihat ada penguasayang berbuat zhalim. Meskipun
demikian Hasan Al-Bashri tidak mengambil sikap Penentangan terhadap
orang-orang Umawiyah (kalangan penguasa), meskipun dia melihat
kezhaliman mereka. Sikap ini diambil lantaran sebab-sebab tertentu yang
di antaranya adalah:
l. Penentangan dapat membatalkan batasan-batasan dan menghan-
curkan pilar-pilar Islam, karena kerusakan yang diyakini akan timbul
lebih besar daripada kezhdiman yang terjadi.
2. Banyaknya penentangan melemahkan negara Islam dan memberi
kesempatan kepada musuh Islam disebabkan adanya perpecahan.
3. Darahyangditumpahkan dalampenenrrngan anaradapatdibenarkan
dan tidak dapat dibenarkan, sementara kesudahannya tidak diketahui.
4. Jalan untuk perbaikan malsudnya adalah perbaikan keadaan para
penguasa dan ralryat, karena umat meruPakan bagian terkait di antara
keduanya.t
Tidak salah bila Imam Malik memiliki pandangan sePerti itu, atau dia
relah melakukan pertimbangan hingga mencapai kesimpulan sebagaimana
yang telah dicapai oleh Hasan Al-Bashri.
Kedua, jika Imam Malik berpendapat untuk tidak melakukan
penentangan terhadap penguasa, dan juga tidak menunjukkan arah
politik terrentu terhadap ulama, maka ini tidak menghdanginya unuk
menyampaikan pendapatnya yang diyakininya bahwa itu benar selama
perkaranya menuntut itu. Hd ini tampak cukup jelas saat orang-orang
bertanya kepadanya tentang Penentangan bersama An-Nafs Az-7-al<ryyth
sementara mereka masih terikat dengan baiat kepada Al-Manshur. Dia
menjawab, "sebenarnya kdian melakukan baiat dengan terpaksa, sementara
tidak ada baiat bagi orang yang terpaksa." Demikian pula dia tidak
menyembunyikan ilmu saat diminta untuk tidak berbicara tentang hadits,
I AbuZahrah,Malik(56).
268 0 efia"l Islam Menurut Empat Ma&hab
'Tidak ada tahh bagi orang yng urpahsa," dengan pertimbangan bahwa
pernyataan ini menguatkan tercabutnya baiat dari tanggungan orang-orang.
Hal inilah yang membuatnya harus menanggung penderitaan dan ujian
sebagaimanayangtelah kami sinyalir di atas.r
Kaiga, sudah lazim dinyatakan dalam semua riwayat bahwa dia
menyampaikan nasihat kepada para khalifah dan melakukan surat menyurat
dengan mereka. Ini merupakan indikasi yang paling menonjol terkait
pemahamannya tentang reformasi.
Al-Qadhi Iyadh memaparkan satu bab terkait riwayat-riwayat tentang
Imam Malik bersamaparu raja dan nasihatnya bagi mereka yang sebagiannya
kami sampaikan sebagai berikut:
"Isa bin Umar Al-Madini ditanya, Apakah Malik berhubungan dekat
dengan para penguasa?' Dia menjawab, 'Tidak, hanya saja mereka mengirim
utusan kepadanya lantas dia mendatangi mereka.' Malik ditanya, hpakah
engkau menemui para penguasa sementara mereka berbuat zhalim dan
sewenang-wenang?' Dia menjawab, 'Semoga Allah merahmatimu, lantas
di mana kebenaran dapat disampaikan?'
Malik mengatakan, 'Adalah tugas setiap muslim atau orang yang
di dalam hatinya Allah memberikan suatu ilmu dan pemahaman untuk
menemui penguasa dan menyuruhnya pada kebaikan dan melarangnya
berbuat keburukan, menasehatinya hingga jelaslah bagaimana seorang yang
berilmu menemui yang lainnya, karena orang berilmu hanya menemui
penguasa untuk keperluan itu. Jika demikian yang terjadi maka itu
merupakan keutamaan yang sangat luhur.'2 Terlepas dari Malik menemui
penguasa lantaran permintaan penguasa atau inisiatifnya sendiri, maka
hal itu terjadi dalam batas-batas yang dapat dipahami terkait misi ulama
yaitu kewajiban menyuruh para penguasa -dan lainnya- pada kebaikan
dan mencegah mereka dari keburukan, khususnya jil<a kita mengetahui
bahwa institusi dan birokrasi yang mengitari penguasa terbuka terang unruk
mempercayai misinya.
Al-Hasan mengatakan, "Aku mendengar Malik bersumpah dengan
Baca bahasan tentang kedudukan ulama 6kih dalam pemikiran Islam, dari buku ini.
nama Allah: 'Bahwa tidaklah aku menemui seorang pun dari mereka
-maksudnya penguasa- melainkan Allah menghilangkan keseganan
terhadapnya dari hatiku hingga aku mengatakan kebenaran kepa&nya."r
Malik menemui penguasa bukanlah untuk keperluan duniawi yang
ada pada mereka, akan tetapi dia memposisikan diri ddam hd ini dengan
tujuan agar dapat menyampaikan nasihat, dan sunnah pun dapat ditegaklsn.
Khalaf bin Umar berkata, "Aku bertanya pada Mdik; orang-orang sering
membicarakan bahwa engkau mendatangi para Penguasa. Dia menjawab,
'Itu lanraran inisiatif dariku, lantaran bisa jadi Penguasa meminta pendapat
dari orang yang tidak layak dimintai pendapat.' Malik berkata kepada yang
lain, 'seandainya aku tidak mendatangi mereka, maka aku tidak melihat
ada sunnah Nabi yang diamalkan di kota Madinah ini""z
Jadi, manhajnya jelas dan tujuannya pun terukur dengan jelas oleh
Imam Malik.
Jika yang dipaparkan di atas merupakan semacam dorongan dan
tujuan di balik hubungan Imam Malik dengan Para Penguasa, maka di sini
kami menyebutkan beberapa sikap yang menunjukkan PeneraPan manhaj
ini dalam upaya perbaikan.
Yaisy bin Hisyam Al-Khaburi mengatakan, "Saat itu aku bersama
Malik, tibat-tiba urusan Al-Makmun bernama Ar-Rasyid datang, ini
shahih, lantas melarangnya berbicara tentang hadits Muawiyah tentang
buah safarjal (quince)." Yaisy mengatakan, "Malik membaca firman Allah:
"sesungguhnld orang-ordng ldng Tnenlembunyikan a?a-d?a yng lhrni
ttt ranhan,' (Al-Baqarah: I 59). Kemudian berkata,' Demi Allah, aku benar-
benar menyampaikannya di ruang ini.' Dengan sigap Malik mengatakan,
'Nafi' menyampaikan kepada kami dari Ibnu Umar: 'Aku bersama Rasulullah
yang saat itu mendapat hadiah berupa buah safarjd, lalu beliau memberi
sahabat-sahabat beliau satu satu, dan memberi Muawiyah tiga buah safarjd'
Dia berkata, 'Masukkanlah aku ke dalam surga dengannya. Rasulullah
bersabda,' Buah safarj al rnengh i hnghan,heterrutupan hati' 3
Demikian pula Imam Malik menyadari keterhormatan dirinya
I rbid(2t96).
2 tbid(2196).
3 TartibAl-Madaik(2197).
?.7O 6 aUarit Islam Menurut Empat Madzhab
di majlis-majlis para pejabat atau khdifah. Ketika Al-Mahdi datang ke
Madinah, orang-orang menghampiri seraya mengucapkan salam kepadanya.
Begitu mereka telah berada di majlis mereka, Malik meminta izin. Orang-
orang berkata, 'Hari ini Malik duduk di tempat yang paling belakang.
Saat sudah dekat, dia melihat orang-orang telah memenuhi majlis, dan
berkata, ''Wahai Amirul Mukminin, di mana syaikhmu Malik duduk?'
Al-Mahdi menjawab, 'Di sisiku, wahai Abu Abdillah.' Imam Malik pun
berjalan melewati orang-orangyang duduk hingga hingga sampai ke sisi
Al-Mahdi yang lantas mengangkat lutut kanannya dan memberi tempat
duduk kepada Malik."t
Nasehat Malik kepada Al-Manshur dan Ar-Rasyid serta gubernur
Madinah, Abdul Malik bin Shalih, serta ketidaksetujuannya terhadap
diadakannya beberapa hal seperti pembongkaran Ka'bah dan mengem-
balikannya pada kondisi semula, dan pembongkaran mimbar Rasulullah
serra mengembdikannya pa& kondisi semula, dan hal-hal linnya,z ini semua
diungkapkan dalam berbagai riwayat dan memberikan indikasi-indikasinya
tersendiri terkait responsibilitas dan reformasi yang diupayakannya.
Hal ini menjadi semakin jelas saat kita mengetahui bahwa Malik tidak
membatasi nasihatnya bagi para khalifah atau pejabat yang ditemui saja,
akan tetapi dia berpendapat bahwa pemberian nasehat yang berkelanjutan
dan penyampaiannya kepada orang yang memiliki jarak dengannya adalah
kewajiban yang ditetapkan demi kemaslahatan umat Islam. Maka dari itu
Malik mengirim surat-suratnya kepada sejumlah khalifah untuk menasihati
mereka dengan kandungan nasihat yang mendekatkan keserupaannya
dengan Hasan Al-Bashri dalam suratnya tentang pemimpin yang adil kepada
Umar bin Abdul Aziz, meskipun surat-surat Malik diriwayatkan kepada
kita tanpa ada penjelasan yang menetapkan kepada siapa saja surat-surat
itu dikirimkan.
Di antara surat-surat itu adalah: Said bin Abu Zinbar mengatakan,
"Malik menulis surat kepada seorang khalifah untuk menasihatinya: Amma
baldu, ahu menulis surat hepadamu tdnpd ,nenutu?-nufi4pi bimbingan padarya
tidah puh menyirnpan nasihat di dthrnnya. Tbrdapat pujian hepada Alhh
rbid (2/98).
rbid (2/99-l06).
I
)
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...l& 27t
di dzhrnnya, dan adab Rasul-Nya. Renungkanhh itu sernua dengan ahalmu,
cerrnatihh dengan seksama, dan perhatikan dzngan sebaik-baikrya. I{arena di
dahmnya terhandung heutarnaan di dunia, dan pahala terbaib dzri Alhh di
ahhirat. Ingathan dirirnu pada saharail maut d.engan hepedihannya, dan apa
yang menimparilu., serta hond;si rnenentuhan yang ahan kamu hadapi setelah
hematian yain dihadaphan Alhh hemudian perhitungan amal hemudian
heabadian setehh perhitungan arnal, ke surga atau he neraha.
Seandainya enghau melihat orang-orang lang tdd.t kepada Allah,
kemuliaan dzri Alhh yang mereka dapatkan, keduduhan mereka di sanping
kedekatan mereka dengan Alhh, heceriaan wajah rnereha, cahaya di raut
mereka, kegembiraan rnereha saat meliltat-Nla, teTnPat mereha di sisi-Nya,
dan heduduhan mereka di hadapan-Nya, di sarn?ing kedehatan rnereha
dzngan-Nya, niscaya karnu memandang betapa kecil pencapaian duniawi
yang kamu cari.
Maha berhati-hatilzh dzkm mmgarahhan diri tanpa heterpedayan, dzn
segerahh rnenernpa diri sebelum terlambat dan penyesahn yang ditingalhan
saat datangnla ajal, hadaphan dirimu kepada Alkh dengan perkhan,
sementard harnu fungan izinAlhh rnarilPrt untuh mengapai rnanfaat unfi4h
dirirnu, dan menghindarkan hujah yang mernberatkan dari dirimu, sebelum
Alhh mehhukan perhitungan arnal urhadap dirimu, hemudian harna tidak
rnarn?u menghindarkan petaka dari dirimu, tidak puh mengapai rnanfaat
untuh dirimu.
Luangkan waktumu untuk Alhh di wahtu rnalam dan siang hari,
harena usiamu berkurang seiring dzngan perjalanan wakru mahm dzn siang,
hamu berada di atas bumi sementara waktu terus mernbaw*rnu berjahn.
Setiap kali satu waktu berhlu dari usiamu, sernentara malaikat pengrtwas
tidak hlai dalnrn rnenutat amalrnu yng kecil rnau?un yang besat hingga
mernenuhi catatan amalrnu yang ditetapkan oleh Allzh bagimu, maka hamu
harus menyehmathan dirimu jiha kamu benar-benar rnencintdi dirimu.
Jauhihh apa-apa ldng diperingathan oleh Alkh antuk diiauhi, harena Alhh
berf.rman, "Dan Alhh memperingatkan hamu ahan diri (sihsa)-Nya." (Ali
Imran: 30). Jangan meremehhan dosa hecil sementArut hamu sudah mengetahui
frman Alhh, "Maka siapa yang rnengerjahan kebaikan seberat z'arrah, niscaya
dia ahan rnelihat (balzsan)nya. Dan barangsiapa mengerjahan kejahatan
272 E eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
seberat znrrah, niscaya dia ahan rnelihat (balasan)nya." (Az-Zalzala.b: 7-8).
Dan f.rman-Nya, "Tidah ada suatu hata yang diucapkannya melainkan
adz di sisinya rnakihat pengauas yang sehlu siap (mencatat)," (Qilfi I8).
Tunai hanlah dengan honsisten keutaj i ban- hewaj i ban hepadz Alkh, j auhi hh
murha Alhh, hati-hatihh terhadap doa oranglang dizbalimi, d.an tahathh
pada hari saat harnu hembali kEadaAllzh.'Vassakm.'1
Barangkali kajian terhadap surat-surat seperti ini mengungkap banyak
hal terkait kecerdikan Imam Malik dalam upayanya untuk mengarahkan
para penguasa ke jalan yang lurus melalui penyadaran hati mereka dan
membuat mereka takut kepada kematian beserta kejadian-kejadian
setelahnya. Inilah jalanyangditempuhnya di samping sikapnya yang kuat
dalam menolak ap ey^ngdipandangnya sebagai kemungkaran pada mereka,
atau menyeru mereka kepada kebenaran dalam berbagai pertemuan yang
diadakan antara dia dan sebagian dari mereka.
Adapun reformasi yang dilakukan Imam Malik di antara kalangan
masyarakat pada umumnya maka tidaklah perlu dipertanyakan lagi, karena
Malik adalah sosok pengajar dan mufti serta ahlul hadits. Malik diserahi
wewenang oleh Al-Manshur untuk mengurus jal,annya berbagai hal di
Madinah. Jika dia melihat ada pejabat yang zhalim, atau keadaan rakyat
yang buruk, maka dia diminta untuk menulis surat kepada Khalifah untuk
menyampaikan hal itu, serta memberitahukan kepada pejabat terkait dan
menyampaikan perbaikan yang dipandangnya perlu untuk disampaikan, dan
mereka pun -menurut perintah Khalifah kepada mereka- harus mengikuti
pendapatnye yang disampaikannya semata-mata untuk mendapatkan
ridha Allah. Pembicaraan tentang akhlaknya, pergaulannya yang baik,
kecintaannya kepada ilmu, penghormatannya kepada para ulama seniot dan
fakta-fakta sejarah lainnya tentang Malik, ini semua menunjukkan bahwa
dia adalah sosokyang dipercaya oleh berbagai kalangan dan sebagai tempat
bernaung setelah Allah saat mereka mengalami hd-hal yang meresahkan.2
Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa Malik benar-benar
mendapatkan penempaan pemikiran secara khusus, dan pengaruhnya
tampak pada kedudukannya di antara ulama baik pada masanya maupun
Tartib Al-Mddank (21 106, r07).
At-Tartib (1 17 5), dan Al-Khauli, Malih Tad