terkait
kedua jenazah itu aku katakan seperti yang dikatakan Nabi Ibrahim tenrang
kaum yang dosanya jauh lebih besar dari kedua jenazah itu,
,r",,,,r ) @ U'jf, ityaW J'r"A fr|,# u
{t.
'Maha barangsiapa yng mengihatihu, maka sesungguhryn orang itu
termasuh gohnganhu, dan barangsiapd ldng mendurhahai ahu, maha
sesungguhnya Enghau, Maha Pengarnpun lagi Maha Penyayang.'
(Ibrahim:36)
Kedua jenazah itu seperti yang dikatakan Nabi Isa tentang kaum yang
dosanya jauh lebih besax
gr,iJia:r'g# b
fi,$ni1iYfr$"Y
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 193
-44q$
NY
'Jika Enghau menyihsa mereka, maka sesungguhryta mereha adalah
hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau rnengarnpani mereka, rnaha
s esunguhnya Engkau hh yang Mabap erkasa kgi Mahabii ahsana.' (N'
Ma'idah: ll8).
Kedua jenazah itu seperti yang dikatakan Naibullah Nuh ketika
kaumnya berkata padanya,
5F-;-'j,?q * (ri6 @'oj:dni,;i,3\3 61 i,.6
w:)i pE(t-|a@ t;5 i i, ti, * tr;r, 4 @
{lrt- rtl:,r;rr} @
'Apahab kami ahan beriman hepadamu, padahal yang rnengihuti
hamu ialah orang-orung yang hina?' Nuh menjawab: 'Bagairnana
aku mengetahui apa yang tekh mereha herjakan? Perhitungan (amal
perbuatan) rnereha tidzh hin hanyahh kepada Thbanhu, hahu kamu
menyadari. Dan ahu sehali-hali tidak akan mengusir orang-orunglang
beriman. ' (Asy-Syrt'ara' : I I 1- I l4).
Kedua jenazah itu seperti yang dikatakan Nabi Nuh,
&
ti,Ifuxiffi_J gs;1i C.;t 35{iW
{ * :,e} @ a4,6i,} 6ysyipJe6,#
'Dan tidah juga ahu mengatakan hepada orang-orangyang dipandzng
hina oleh penglihatanmu: 'sehali-hali Alkh tidak ahan mendntangkan
kebaihan hepada rnereha.'Alhh bbih mengetabui apa yang ada pada
diri mereka. Sesunguhnlta ahu, haku begitu benar-benar termasuh
orang-orang yang zhalirn '(Hud: 3l).
Mendengar penjelasan itu, kaum Khawarij pun membuang senjatd."r
Di samping itu, Abu Hanifah juga memberikan sumbangsih pemi-
kiran dalam masalah-masdah politik dengan maksud sebagai perbaikan
1 AbuZahrah,Abu Hanifah,hlm.25.
194 I ataa"i, Islam Menurut Empat Ma&hab
oL35'{; :# ,6 ^{; ;i'l;i!? G;;o- dl 3'^Y;
dan diarahkan menuju kebenaran. Inilah yang membuat berbagai macam
ujian silih berganti menerpaAbu Hanifah, meski seperti itu dia tetap tidak
bergeming. Dengan demikian kita bisa mengetahui sikap Abu Hanifah
terhadap berbagai orientasi pemikiran politik dan ilmiah yang ada di
masanya, kita juga bisa mengetahui realita Abu Hanifah yang selalu mencari
dan membela kebenaran sesuai manhaj salaf murni.r
Pemahaman Abu Hanifah dalam Persoalan Alddah
Sebelum memaparkan penjelasan-penjelasan Abu Hanifah dalam
bidang akidah dan akar manhaj sdaf di mata Abu Hanifah, ada baiknya
kita jelaskan terlebih dahulu beberapa hal terkait dengan hal tersebut:
Pertarua, melalui penjelasan sebelumnya dapat diketahui, Abu
Hanifah memiliki keahlian debat agama dan tidak pernah terlepas dari
aktivitas ini bahkan setelah fokus di bidang fikih sekalipun. Abu Hanifah
tetap mengikuti perdebatan di bidang akidah saat hal itu menjadi kewajiban
syar i. Juga diketahui melalui penjelasan sebelumnya, Abu Hanifah melarang
murid-muridnya untuk berdebat dan mendalami masalah-masalah ilmu
kalam yang menjadi tren saat itu. Sikap Abu Hanifah yang masih menekuni
perdebatan namun melarang murid-muridnya untuk berdebat mungkin
menimbulkan kesan kontradiktif terhadap perdebatan dan ilmu kalam,
terlebih Abu Hanifah memiliki sejumlah karya tulis di bidang ini.
Namun jika diperhatikan melalui rangkaian tulisan Abu Hanifah di
bidang akidah dan ilmu kalam kita akan tahu, perdebatan dan ilmu kdam
yang ditekuni Abu Hanifah berbeda dengan hal serupa yang dia larang.
Perdebatan dan ilmu kalam yang dilarang oleh Abu Hanifah bagi
murid-muridnya adalah perdebatan dengan tujuan untuk menggelincirkan
dan menyalahkan kawan bukan karena kebenaran tidak berada di pihak
kawan, namun untuk memperlihatkan kemenangan, menghukumi lawan
kafir, fasik atau durhaka.2
Cara seperti ini jelas menyia-nyiakan akal, menyalahi metode
Islam dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Orang menyatakan,
Ujian-ujian yang dialami Abu Hanifah karena masalah politik dan sikapnya sudah dijelaskan
sebelumnya, tidak akan diulang lagi di sini karena kerangka buku ini bukan untuk menjelaskan semua
topik secara rinci, cukup yang singkat-singkat saja.
M a naq i b Ab i H a n ifa h, Ib nul Bazz.ni, (l I | 2 l).
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... Itr 195
,.Kenali kebenaran niscaya kau kend para pengikutnya."r Terlebih cara ini
menyesatkan dan mengelabuhi banyak orang'
sementara perdebatan dan ilmu kalam yang ditekuni Abu Hanifah
adalah perdebatan yang masuk dalam kategori menjelaskan kebenaran
d"r, *.l.rry"pkan kesamaran. Langkah yang ditempuh Abu Hanifah ini
didorong oleh dua hd berikut:
PertArnA, Abu Hanifah menilai, masalah-masalah akidah meru-
pakan fikih terbesar, seperti yang disebutkan dalam salah satu judul
Lrya tulisnya dengan nama yang sama Qat-Fiqh At4hbar). Abu Hanifah
-.rr,.l".k rr, -.rrr"h"rrri agama lebih utama daripada memahami hukum'
dan mengetahui cara menyembah Rabb itu lebih baik daripada mengoleksi
banyak ilmu.
Abu Muthi' bertanya, "Izntas apa ilmu yang paling utama?' Abu
Hanifah menj awab,' Mempelajari keimanan kepada Allah, syariat, sunnah,
hukum, perbedaan pendapat dan kesepakatan ulama''"2
Kedua, Abu Hanifah menilai, mengetahui siapa yang salah dan
siapa yang benar di masanya -era perdebatan dan pergolakan pemikiran-
adalah sesuatu yang diperlukan bagi yang ingin menjaga akidahnya tetap
bersih tanpa terkotori oleh rasa kagum terhadap perdebatan yang justru
akan menyimpang dari kebenaran. Abu Hanifah mengerti, orang dengan
pemikiran kacau dan juga orang-orang serupa lain jelas membela keyakinan
y*g -.r.k anut. Karena itu tidak dibenarkan jika hanya bersikap diam
saja dan tidak menggunakan senjata yang sama dalam menghadapi lawan-
lawan akidah d.rrg* dalih karena perdebatan tidak ada di masa sahabat'
Abu Hanifah menyampaikan, kami mendapat cobaan berupa kelompok
yang mencela kami, menghalalkan darah kami,3 kami tidak bisa berbuat
"p"
pr'rn selain memilah siapa yang benar dan siapa yang salah' kami harus
membela diri dan kehormatan kami. Sahabat-sahabat Nabi laksana suatu
kaum tanPa adanya orang atau kelompok yang memerangi' sehingga tidak
perlu memanggul senlata. Berbeda dengan kita yang diuji dengan kelompok
Nahj Al-Bahghah, hlm. 4l 5''i;qbi_iz**,
auu g*ial, riwayatAbuMuthi" hlm.40, diselascjumlah risdahyangditahqiq
oleh ZahidAl-Kautsari, Cet. 1368 H'
M;;;k; Abt H"rrifah -.nii',ggu"g k""^ Khawarij yang mcngkanrkan dan menghaldkan darah
pelaku dosa besar.
I
.,
3
196 t& etia*, Islam Menurut Empat Madzhab
yang mencela dan menghddkan &rah kami, padahal jika dia menahan
lisan untuk membahas masalah-masalah yang diperdebatkan, meski seperti
itu hatinya t€tap ddak akan bisa diam, karena hati pasti membenci salah
satu dari dua hal yang diperdebatkan, atau keduanya sekaligus. Mustahil
jika dia menyukai kedua hal tersebut padahd keduanya berseberangart'."r
Mengacu pada pemahaman akan pentingnya turut berperan ddam
memahami agama, sikap dan metode Abu Hanifah bertujuan mencapai
kebenaran. Karena itu sikap Abu Hanifah terhadap berbagai kelompok
dan keyakinan-keyakinan mereka adalah memuji bagian yang perlu dipuji
dan menangkal syubhat yang harus ditepis. Mutazilah sebagai contohnya,
mereka adalah kelompok yang paling berbahaya saat itu, bahkan Syaikh
Abu Zahrah menyatakan, jika Anda mengetahui Abu Hanifah, Malik,
Asy-Syaf i, Ahmad atau ulama fikih lain mencela ilmu kalam,ytngmereka
malsud adalah Mu'tazilah.2
Abu Hanifah bukannya memusuhi kelompok-kelompok tersebut
dengan mengingkari keutamaan yang mereka miliki, tapi yang dilakukan
Abu Hanifah addah menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu
salah. Di sela tulisan-tulisan peninggalan Abu Hanifah terdapat bantahan
terhadap pandangan Mu'tazilah tenang sifat-sifat Allah, hukum pelaku
dosa besar, pandangan yang menyatakan Al-Qur'an makhluk, perbuatan-
perbuatan manusia, dan pandangan-pandangan lain. Abu Hanifah
bersikap keras dalam menyampaikan kebenaran terhadap kelompok ini,
bahkan Al-Baghdadi menyatakan, Abu Hanifah dalam bukunya Al-Fihih
Al-Ahbar menyerang Mu'tazilah habis-habisan, membela pandangan Ahlu
Sunnah terkait pendapat Mutazilah yang menyatakan Al-Qur'an makhluk,
kemampuan menyertai perbuatan, dan pandangan lain.3
Saat ditanya apakah sebagian di antara kalangan Mutazilah lebih
baik dari yang lain terkait pandangan mereka terhadap ahli kiblat, Abu
Hanifah menjawab, merekayang bersikap adil sepakat dalam mengagungkan
laranganJarangan Allah, hanya saja sebagian di antara mereka lebih baik dari
yanglain ddam hal ilmu dan hujah ddam mengagungkan larangan-larangan
Al-'Alim ua Al-Muu'alli m, hlm. 9.
t$t7-ahnh, Abu Hanifah,hlm. 152.
Abu ManshurAbdul Qahir bin ThahirAl-Baghdadi (m. 429 ), Uhildin,hllll 212, DarAl-Kutub
AI-'Ilmiyah, Bcirut.
I
)
3
Bab 5: EmpatUlamaAhli Fikih... A D7
Allah, menyeru menuiu Allah, memikul beban karena-Nya, perhatian
terhadap kerusakan umat yang ter.iadi, dan membela harga diri umat,
sama seperd pasukan di hadapan musuh. Seluruh pasukan bersatu padu
menghadapi musuh dan mereka semua salna, hanya saja sebagian di antara
mereka lebih unggul dari yang lain pada sisi ilmu perang, mengorbankan
harta dan senjata, dan mendorong kawan-kawan untuk perang.r
Yang dimalcudAbu Hanifah addah perdebatan Mutazilah terhadap
Yahudi, Nasrani dan para pemeluk agama lain, seperti yang telah disinggung
sebelumnya.
Seperti itu juga sikap Abu Hanifah terhadap Khawarij -akan dije-
laskan selanjutnya- hanya sajaAbu Hanifah tidak mengkafirkan kelompok
ini. Disebutkan dalam Al-Fiqh Al-Absath, Abu Muthi'Al-Balkhi berkata,
"Aku bertanya kepada Abu Hanifah, 'Bagaimana pandanganmu terhadap
Khawarij Muhkamah?'2 Abu Hanifah menjawab, 'Mereka adalah kelompok
Khawarij paling keji.'Abu bertanya, 'Kita kafirkan mereka?'Abu Hanifah
menjawab, 'Tidak, tapi kita perangi mereka seperri yang dilakukan oleh
para imam yang baik, seperti Ali dan Umar bin Abdul Azil."3 Abu Hanifah
tidak mengkafirkan mereka, karena menurutnya kekafiran mereka adalah
kufur nikmat, bukan kufur syirik.
Abu Hanifah melarang mempelajari ilmu kalam. Ini manhaj salaf
ash-shalih seperti yang disampaikan Ibnu Thimiyah, salaf tidak mencela
jenis kalam, karena setiaP manusia berbicara. Salafjuga tidak mencela cara
pengambilan dalil, perenungan dan perdeb atan yang diperintahkan Allah
dan rasul-Nya, mengambil dalil sePerti yang dijelaskan Allah dan rasul-
Nya. Lebih dari itu, salaf tidak mencela kdam yang benar, yang mereka
cela adalah kalam yang batil, menyalahi Al-Qur'an dan sunnah, di samping
berseberangan dengan akd sehat. Inilah kdam yang batil
Singkat kata, kalam yang dicela salaf adalah kalam yang batil,
Al- Alim wa Al-Muuh llim, hlm. | 8.
Salah satu sekte Khawari,i, mereka menyebut sebagai Al-Haruriyah dan Asy-Syarara._ Dijelaskan di
dalam Al-Farq bain Al-Firah, mercka memiliki keyakinan mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Utsman
bin Affan, dan para sahabat yang ikut dalam PerangJdam, juga Mu'awiyah dan para pengikutnya,
serta siapa pun yang menerima pritus an (uhkim) ymgterjadi dalam Perang shiffin, juga mengkafirkan
,i"p"pun y"rrg-"tiliki dor"d- berbuat maksiat.Baca:Al-Farq bainAl-Flrak,hlm.8l, tahqiq oleh
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Dar Al-Ma'rifat, Libanon.
Al- Fi q h Al-Absath, hlm. 44.
I
)
198 {& et ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
berseberangan dengan syariat dan akal sehat. Hanya saja banyak orang tidak
mengetahui kebatilan kalam yang keliru.t
Kedua, referensi pandangan-pandangan Abu Hanifah terkait masalah-
masalah akidah tersebar di berbagai tulisan dan maran terkait masalah ini
yang disebut-sebut bersumber darinya, sema yang tertera dalam buku-buku
rnanaqib (keutamaan), thabaqat (tingkatan) dan buku-buku sejarah umum.
Ada sejumlah peninggalan ilmiah yang disebut-sebut berasal dari Abu
Hanifah, namun korektor seperti Al-Kautsari menyatakan, sanad riwayat
peninggalan-peninggalan ilmiah tersebut benar terkait dengan Abu Hanifah.
Penjelasan ini sesuai dengan sumber-sumber lain.
Syaikh Abu Zahrah menilai, Al-Fiqh Al-Ahbar riwayat Hammad bin
Abu Hanifah yang disebut bersumber dari Abu Hanifah tidak disepakati
ulama. Abu Zahrah juga menyatakan, dalam buku ini terdapat sejumlah
kepalsuan yang tidak tenar saat itu, seperti karamah para wali dan bedanya
dengan yang dialami orang-orang kafir. Buku ini juga menyebutkan urutan
Khulafaur Rasyidin yang disebut Abu Hanifah namun dengan versi yang
tidak masyhur karena menyebut LJtsman terlebih dahulu sebelum Ali.2
Kami menguatkan pendapat yang menyebut Al-Fiqh Al-Ahbar sebagai
karya Abu Hanifah karena isinya sesuai dengan sebagian besar buku-buku
karyaAbu Hanifah lainnya, seperti itu juga tulisan-tulisan yang dinukil oleh
para murid-murid Abu Hanifah seperti Abu Ja'far Ath-Thahawi (w. 321
H).3 Ini dikuatkan oleh penjelasan Al-Baghdadi dalam Uhuluddin bahwa
ddam maran buku tersebut Abu Hanifah membela akidah Ahlu Sunnah.
Abu Hanifah dalam bukunya Al-Fiqh AlAkbar menyerang Mutazilah habis-
habisan, membela pandangan Ahlu Sunnah terkait pendapat Mutazilah yang
menyatakan Al-Qur' an adalah makhluk, kemampuan menyemai perbuatan,
dan pandangan lain.a Pernyataan Abu Zahrah terkait hal ini perlu dikaji
lebih lanjut, karena tidak menutup kemungkinan Abu Hanifah mengubah
IbnuThimiyah,ll-Furqan bainAl-Haqq waAl-Bathil,hlm. ll0, Majmu'atAr-Rzsa'il, jilidpercmra,
Shubaih, Mesir.
Abu Hanifah,hlm. l7l, DarAl-Kutub Al-'Ilmiyah, Beirut, 1981.
Abu ManshurAbdul Qahir bin ThahirAl-Baghdadi (m.429), Usbaluddin,hlm.3l2, DarAl-Kutub
Al-'Ilmiyah, Beirur.
Abu ManshurAbdul Qahir bin ThahirAl-Baghdadi(m.429), Ushuluddin,hlm. 212, DarAl-Kurub
AI-'Ilmiyah, Beirut.
I
2
3
4
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr r99
sebagian pandangan berdasarkan ilmu yang dia dapatkan, entah berupa dalil
atau perubahan pemahaman.
Kesimpulan, sejumlah warisan ilmiah yang ditinggalkan Abu
Hanifah untuk kita, yang disampaikan murid-muridnya dan data-data
yang disebutkan dalam buku-buku biografi dan sejarah sudah cukup untuk
menggambarkan berbagai permasalahan yang dibahas Abu Hanifah dengan
pemahaman nye' yang mendalam.
Ketiga, sumbangsih yang diberikan Abu Hanifah di bidang fikih
bukan bersumber dari pemikiran kelompok tertentu atau loyalitas
terhadap madzhab tertentu, meski kecenderungan Abu Hanifah terhadap
ahlul bait terlihat jelas meldui pandangan-pandangan politik dan di sela
sebagian pertemuannya dengan sebagian kalangan Syiah. Namun hal itu
tidak membuat Abu Hanifah menyimpang dari sikap proporsiond dari
satu sisi. Hal tersebut juga tidak membuat Abu Hanifah menyimpang
dari tujuan dalam membela akidah manhaj salaf ash-shalih, mengingat
akidah merupakan fikih terbesar dari sisi lain. Titik tolak pertama Abu
Hanifah adalah untuk membela agama sesuai manhaj sdaf ash-shalih yang
menyaksikan kebenaran dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya secara
langsung. Karena itu saat ditanya tentang berbagai kelompok keagamaan
yang ada, Abu Hanifah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas ud, dia
berkata, "Rasulullah 6 bersabda ,'Barangsiapa rnernbuat'buat sesuafit' dahrn
Ishrn, dia binasa, barangsiapammcipuhan bid'uh, diasesat, dan barangsiapa
sesttt, teTnPdtnya di ne/dha'."\
Keempat, permasalahan-permasalahan akidah yang disampaikan Abu
Hanifah memiliki tingkat pengaruh beragam, namun secara keseluruhan
mencerminkan topik yang mengemuka saat itu, berikut di antaranya;
l. Bukti keberadaan Allah, sebagai bantahan terhadap Dahriyah dan
kelompok lain yang sePaham.
2. Iman, pengertian dan hubungannya dengan amal. Penjelasan Abu
Hanifah terkait topik ini mengundang tuduhan Abu Hanifah
berpaham Murjiah, meski perbedaan pandangan kalangan yang
melontarkan tuduhan sePerti itu hanya bersifat literal. Penjelasan
@,riwayatAbuMuthi',hlm.52,disclasejumlahrisalahyangditahqiq
oleh Zahid Al-Kautsari, CctakanThhun 1368 H
2OO t& at ia*t Islam Menurut Empat Madzhab
tenumg imar jrg" membatasi sejumlah pengertian, seperti kafir, nifaq,
penjelasan tentang sikap kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa
besar.
3. Penjelasan tentang sifat-sifat ilahi di mana berbagai kelompok telpecah
dengan pandangan dan pengertian masing-masing, sebagian adayang
benar namun sebagian besar keliru.
4. Penjelasantentangperbuatan-perbuatanmanusia. Masdahinimenjadi
topik penting pemikiran saat itu antara Mutazilah dan Jabariyah. Salaf
dalam hal ini memiliki pandangan islami yang dikaitkan dengan
realita, dan perbuatan manusia tidak jauh dari sifat-sifat ketuhanan.
5. Penjelasan seputar pandangan Al-Qur'an makhluk. Awal mula
pandangan ini muncul di eraAbu Hanifah, pandangan ini selanjutnya
menjadi benih yang menimbulkan pergolakan pemikiran dan politik
di era Imam Ahmad bin Hambal.
Di samping topik-topik penting tersebut, Abu Hanifah juga
menyinggung sejumlah topik lain seqra ringkas, seperti surga dan neraka,
dan melihat Allah di akhirat yang inrya Allah akan dibahas berikutnya.
Setelah pendahuluan ini, selanjutnya kita akan membahas tentang
Abu Hanifah serta topik-topik sebelumnya secara rinci.
Pembuktian Eksistensi Allah
Mengingat masalah-masalah iman, sifat-sifat Allah, dan masalah
alddah lain berakar dari keimanan akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa
yang menyandang sifat-sifat mulia dan luhur, maka pembuktian keberadaan
Allah merupakan topik paling penting yang dibahas ulama dalam akidah.
Ulama berbagai kelompok Islam termasuk filosof dan para ulama fikih
-yang mewakili akar manhaj salaf- menyepakati urgensi topik ini, meski
setiap kelompok memiliki perbedaan ddam metode penarikan ddil dan
jenis dalil yang digunakan, ada yang sesuai dan ada juga yangjauh dari
manhaj Al-Qur'an.t
Meski meyakini madzhab yang berbeda-beda, perhatian ulama
I DR. Yahya Hasyim Farghal , Al-Usrc Al-Manhajiyah li Bina' Al-Aqidah Al-Ishmiyyah, hlm. 2945,
Mesir, 1978. DR. Abdul HamidMadkw, Mud.zakkiratf 'Iln Al-Ikhn,hlm.7l-77,1985, DarAl-
'Ulum.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikh...lE 201
terhadap topik seperti ini bukan muncul karena omong kosong belaka.
Pembuktian yang mereka sampaikan juga bukan sebagai bantahan atas
pandangan asumsi semata, tapi sebagai bantahan atas sekelompok orang
yang percaya bahwa alam ini menciptakan dirinya sendiri, bukan dibuat
Sang Pencipta. Meski kalangan yang menyerukan pandangan sePerti ini
terbilang sedikit sebelum Islam datang di Jazirah Arab secara khusus, narnun
setelah Islam datang terdapat kelompok-kelompok yang bersandar pada
pendapat ini dan dikuatkan oleh berbagai macam hujah hingga dibantah
oleh ulama dengan dalil-dalil akal maupun nash.
Ibnu Hazm menuturkan, alam tidak terlepas dari dua kemungkinan;
sudah ada sejak dulu kala, atau bersifat baru (diciptakan) setelah sebelumnya
tidak ada. Sekelompok berpendapat, alam sudah ada sejak dulu kala.
Kelompok yang berpandangan seperri ini Dahriyah. Sementara semua orang
berpendapat alam ini bersifat baru (diciptakan). Selanjutnya -dengan daya
dan kekuatan Allah- kami akan menyebutkan hujah-hujah kdangan yang
menyatakan bahwa alam ini sudah ada sejak dulu kala, selanjutnya akan
kita bantah dan akan kami jelaskan bahwa hujah-hujah tersebut tidak benar.
Setelah pandangan yang menyatakan alam ini sudah ada sejak dulu kala
runtuh, berarti wajib dikatakan bahwa alam ini bersifat baru (diciptakan).1
Ibnu Hazm menyebutkan dalil-dalil yang dikemukakan kelompok
Ad-Dahriyah (atheis), selanjutnya dibahas dan dibantah hingga sampai
pada kebenaran yang dia anut.
Ad-Dahriyah bukanlah satu-satunya kelompok yang memiliki satu
pandangan saja seperti yang disinggung Ibnu Hazm, di luar sana terdapat
banyak sekali kelompok dan pendapat. Sekelompok Dahriyah yang kafir
menyatakan, semua yang ada muncul dengan sendirinya, bukan diciptakan
oleh Pencipta. Mereka menyebutnya sebagai buah yang muncul dari pohon.
Mereka akui hal itu namun mereka mengingkari adanya pencipta atauPun
sifat. Kelompok lain menyarakan, buah bersifat baru (diciptakan) namun
bukan berasal dari Pencipta. Kelompok ini menyebutkan adanya pelaku bagi
sifat. Kdangan Dahriyah lain menyatakan, alam itu sendiri yang berbuat,
namun alam tidak memiliki sifat Pencipta, Hidup, Kuasa, Mengetahui dan
lainnya. Kelompok ini juga termasuk mereka yang mengingkari Pencipta.2
1 IbnuHazm,Al-Fashl(ll9).
2 Al-Baghdedi, Ilshuluddin, hlm.68-69, DarAl-KutubAl-'Ilmiyah, Beirut, 1981., IbnuThimiyah,
2O2 & eua*r Islam Menurut Empat Madzhab
AI-Qur'an mengisahkan perkataan salah satu kelompok melalui
firman-Nya,
{ (.,"r:di I TK*c, (53; (di Gt? $ ;16 6(,
{rt ,ur+ } @ S;J;-J$ rL:*r{41,
"DAn merehA berkata: 'Kehidupan ini tidak hin hanyakh hehidupan
di dunia saja, hha mati dan hita hidup dan tidak ada yang ahan
rnembinasahan hita selain rndsa,' dan mereka sehali-hall tldah
rnernpunyai pengetahuan tentdng itu, mereha tidah lain hanyahh
m enduga-duga s aj a' (N-Jatsiyab 24).
Sebagian penelaah menyebutkan, pandangan kelompok ini bersumber
dari luar kehidupan nonislami. Sebagian lain menyebutkan, pandangan
tersebut berakar dari orang-orang Persia karena pandangan seperd itu
tersebar luas di sana, bahkan sebagai keyakinan yang diperlihatkan secara
terang-terangan oleh banyak orang di masa Raja Yazdegerd II, Kerajaan
Sasania (438-457 H). Para sastrawan dan filosof kagum pada pandangan ini.t
Sebagian lain berpendapat, pandangan ini bersumber dari diran
filsafatYunani kuno. Pandangan ini tersebar di Irakdan lainnyahinggaAn-
Nazham harus mengkhususkan buku tebal untuk membantah pandangan
ini.2
Berakar dari manapun pandangan ini tidaklah penting, yang penting
adalah tidak ada perbedaan pendapat bahwa pandangan ini berbahaya
meski hanya dianut sebagian kelompok saja. Permasalahan yang dibahas
pandangan ini bisa saja menyeret banyak orang ke berbagai jenis atheisme
lain. Karena itu tidak aneh jika para ahli fikih -seperti Abu Hanifah, ahli
fikih Irak- terjun langsung dalam pertarungan pemikiran ini dengan metode
yang mereka yakini benar.
Abu Hanifah dan Pembuktian F.ksistensiAllah
Abu Hanifah memiliki akal kuat, hafal Al-Qur'an, periwayar sunnah,
Dar' * Thbrudh Al- Aq I ua An- Naq I (L I 103, 337, 338), (3 I 7 5), (9 I 25 5, 25 6).
T. J. De Boer, Thc History of Phihsplry in Ishm,hlm.53-153, diterjemahkan oleh DR. Muhammad
Abdul Hadi Abu Raidah, I 957.
Ahmad Amin, DD *ha Is hm (3 I | 3 l), Dar Al-Kiab Al-'Arabi, Beirur, Cet. I 0.
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... S 2O3
hidup di tengah kondisi masa yang kacau, berpedoman pada metode
yang berakar kuar dalam menghafal dan memaharni Al-Qur'an, serta
menjelaskan sunnah. Karena iru dalam disebutkan ddam sebuah riwayat,
dalam membuktikan keberadaan Allah, Abu Hanifah menyebut makna
^yat-ayatAl-Qur'an,
berbeda dengan metode yang digunakan para ahli
ilmu kalam yang didominasi argumen abstralsi dari satu sisi, di samping
bersandar pada mukadimah-mukadimah tidak pasti dari sisi lain, seperti
ynglazimdiketahui oleh siapa pun yang mempelaiari dalil-dalil para ahli
ilmu kdam dan filosof.t
Ada dua kisah diriwaya&an dari Abu Hanifah. Riwayat pertama; Abu
Hanifah mendebat Dahriyah dan mengarahkan mereka pada keberadaan
pencipta alam. Abu Hanifah berkata, "Bagaimana pandangan kalian tenBng
,.r.or"rrg yang bilang pada kalian, 'Aku melihat sebuah kapd penuh berisi
penumpang, penuh dengan barang bawaan, kapd itu mengarungi bahtera
menerjang gelombang dan angin kencang, kapal itu beqjalan lurus tanpa
adanya nakhoda yang memegang kendali k"p"l, tanpa pendayung yang
mendorong kapal berlabuh,' Apakah hd itu bisa diterima akal?' Mereka
serentak menjawab, "Tidak, tidak masuk akal.' Abu Hanifah lantas
menyatakan,'subhanalkh, jika adanya kapal yang berjalan lurus tanpa
pendanrng dan orang yang menjalankan tidak masuk akd' lantas masuk
akalkah jika dunia dengan kondisi yang beragam, segda sesuarunya yang
berubah-ubah dan begitu luas ini ada tanpa Pencipta dan Penjaga?"2
Riwayat kedua: seseorang datang menemuiAbu Haniah dan berkata,
iA,pa bukti keberadaan PenciPta?'
Abu Hanifah menjawab,'Bukti pding menakiubkan adalah nutfah
yang ada di dalam rahim dan janin yang ada di Perut, Allah menciptakannya
dalam kegelapan perur, rahim dan ari-ari. Jika yang dikatakan fuistoteles
si atheis itu benar bahwa di dalam perut ada cetakan yang membentuk
.ianin, berarti cetakan tersebut ada yang berbentuk lelaki dan eda yang
berbentuk wanita karena pada dasarnya sama. Namun kenyataan berkata
lain, ada wanita yang kadang melahirkan bayi lelaki, kadang melahirkan
bayi perempuan, kadang melahirkan bayi kembar dua, tiga atau lebih, ada
I
)
OR. abdU g"- id,Madku, Mudzalkirat f 'Ilm Al-IGhm,hlm'7 5' 1945' DarAl-'ulum'
N-Mal{<r, Manaqib Abi Hailfah, hlm. 17 8.
2O4 tS eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
yang ingin Punya anak tapi ddak kunjung Punya anak' yang lain ingin
,ia"t p""y" *ak tapi punya anak juga, adayangmenginginkan anak lelaki
tapi yang lahir peremPuan, adayangingin anak PeremPuan tapi yang lahir
lelaki tidak seperti yang diinginkan kedua orangua. Dengan demikian kita
tahu, itu semua adalah kemampuan Yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana.
Para filosof diseru dari tempat jauh, 'Mereka binasa.' Demi Allah mereka
kafir atau jatuh dalam lembah hawa nafsu. celaka orang yang mengakui
mengerti padahal sebenarnya buta'." I
Tidak menurup kemungkinan Abu Hanifah memiliki dalil-dalil
1"in drlam hal ini. Tidaklah berlebihan kami menduga seperti itu pada
sosok yang rumbuh berkembang di tengah lingkungan yang ahli berdebat,
mampu membantah pandangan-pandangan yang menyimPang' di samping
Abu Hanifah juga memiliki kekuaran akd dan pikiran, mamPu membuat
pertimbangan. Hanya saja yang sampai ke tangan kita hanya riwayat-riwayat
yang kami sebut di atas, juga riwayat-riwayat seruPa lainnya'
Jika IbnuThimiyah mengkritisi para ahli kalam dan filosof karena ddil
dan metode mereka tidak sesuai dengan metode Al-Qur'an dan daLwah
yang disampaikan Nabi 6,2 sebelum itu Abu Hanifah menggunakan
metode Al-Qur'an dari sisi bukti nyata dan keyakinan yang diakui oleh
akal dan nash secara bersamaan seperti yang terlihat dengan jelas melalui
jawaban aras pertanyaan renrang Pencipta sebelumnya. Ini mengisyaratkan
petunj uk sej umlah
^yat-ayatAl-Qur'
an, seperti ^y*
y{rg membahas cara
penciptaan manusia, Allah menjaga kita dalam tiga lapis kegelapan, Allah
kuasa unruk memberikan anak lelaki atau PeremPuan bagi siapa Pun yang
dia kehendaki, dan membuat siapa pun yang dia kehendaki mandul, dan
inti ayat-ayat lain yang menyebu&an Allah Pencipta segala sesuatu, Dia
Maha Mengetahui segalanya. Metode Abu Hanifah untuk membuktikan
keberadaan Allah berbeda dengan metode para ahli ilmu kdam di masanya
yang terlalu hanyut dalam berbagai cara namun tidak mamPu mengantar
sampai ke tujuan yang diharapkan karena menggunakan dalil-ddil yang
tidak pasti. Ini disebabkan karena para ahli ilmu kalam tidak berangkat dari
prinsip bahwa mengetahui Allah adalah hd 6trah dalam jiwa. Mereka tidak
Al-Khawarizmi, Mufd Al:Illum wa Mubid Al-Humtm' llm' 12'
'M;;;fq.rSl*r*.il'Utq"tliStah'!,.A1-!I:y':l(y20),.catatankaki Minhaj'4s'Sunnah'C*L1321'
Baca jl$: Al-Us*s ,l'l-Uaihaityah, hlm. 41, Yahya Hasyim'
I
2
11.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 2O5
rahu, dalil-dalil abstraksi logika sulit dipahami banyak orang, di samping
bukan metode yang diserukan para rasul melalui Al-Qur'an menujuTirhan
Yang Esa. Semua itu membuat metode pengambilan dalil para ahli ilmu
kalam mendapat banyak sekali catatan yang tidak bisa dijelaskan di sini.l
Abu Hanifah menggunakan nash dalam lingkup akal, langkah ini
memiliki ciri istimewa dari sisi Penguat dan landasan, juga istimewa karena
jelas dan aksioma (tidak memerlukan dalil). Inilah yang pada akhirnya
disebut oleh Syaikhul Islam Ibnu timiyah.
Metode para nabi dalam menyimpulkan keberadaan Allah adalah
dengan menyebutkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Jika pun harus
menggunakan qiyas, yang mereka gunakan adalah qiycu auh,2 bukan qiyas
menyeluruh yang sama semua bagian-bagiannya, atauPun qiyas hanya
sekedar contoh saja.
Allah tidak memiliki tandingan, Allah tidak menyatu bersama yang
lain ddam kesatuan yang sama semua bagian-bagiannya. Jika selain Allah
memiliki kesempurnaan tanPa cela, berarti Allah lebih utama untuk itu.
Jika selain Allah jauh dari kekurangan, berard Allah lebih utama untuk itu.
Seperti itulah analogi-analogi akal yang disebutkan dalam AI-Qur'an, di
samping menyebutkan bukti-bukti rububiyah, uluhiyah, keesaan, ilmu dan
kuasa Allah, kepastian adanyakebangkitan dan lainnya.3
Dengan demikian Abu Hanifah selamat dari kesalahan-kesalahan
para filosof dan ahli ilmu kalam dalam masalah ini, menempuh metode
Al-Qur'an yang dianut oleh generasi khalaf yang ada di masanya dan juga
generasi berikutnya dengan mengacu pada manhaj salaf.
Iman
Kaum muslimin pada masa Rasulullah 6 menimba pemahaman dari
wahyu, menempuh petunjukwahyu tanpa perdebatan atauPun kekacauan.
Pemahaman-pemahaman tentang akidah, Islam, iman dan ihsan mereka
pelajari di majlis rempar MalaikatJibril turun di sana dalam wu.iud manusia,
Jibril bertanya kepada Rasulullah tenmng Islam, iman dan ihsan. Beliau
I DRAbdul Hamid Madkur,Mudzakhiratf 'IlmAl-IQhm,hlm.77,l985,DarAl-'Ulum.
2 Seperti yangdigunakanAbu Hanifah saat menyontohkan bahtera'
3 Ibnu Thim iyah, M"htasba, Nashihah Ahl At-Imdn f Ar-Rdd bh Manthiq Al-Yunaz, diringkas oleh
As-Suyuthi, hlm.252-255.,telc ditahqiq berdasarkan sumber asli, diterbitkan oleh Dar As-Sdadah,
Kairo.
zOG E eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
menjawab, dan dibenarkan olehJibril dengan berkata, "Engkau benar." Para
sahabat yang ada di sekitar merasa heran pada sosok orang yang bertanya
lalu membenarkan jawaban beliau.
Rasulullah ,ffi selanjutnya menepis rasa heran para sahabat setelah
si penanya pergi. Beliau menjelaskan, dia adalah Jibril yang datang untuk
mengajarkan masalah-masalah agama. I
Kaum muslimin tetap memiliki pemahaman seperti itu hingga
muncul bid'ah yang dosanya ditanggung oleh pemimpinnya saat membelot
terhadap [mam Ali bin Abi Thalib pasca putusan untuk merujuk ke Al-
Qur'an dalam peristiwa yang terjadi antara Ali dengan Mu awiyah, meski
mereka menilai putusan ini sebagai jalan keluar atas pertikaian yang
terjadi. Mereka itulah yang menamakan diri sebagai Khawarij. Umat Islam
terpengaruh oleh pemikiran mereka di bidang akidah, atau dalam aspek
pemberontakan terhadap pemimpin muslim.
Di antara bid'ah yang mereka ciptakan adalah mengarahkan fokus
berlebih pada definisi keimanan untuk dijadikan asas hukum syar'i yang
berbahaya. Mereka mengkafirkan Umawiyah, Ali dan siapa pun yang loyal
pada kedua sahabat ini. Pandangan ini tidak lain karena mengacu pada
prinsip Khawarij tentang pelaku dosa besar. Mereka menghalalkan darah
dan harta orang-orang kafir itu -menurut pandangan mereka. Menyeru
untuk membelot terhadap kekuasaan mereka atas nama memerintahkan
kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Ibnu Thimiyah menyatakan, kekeliruan Mutazilah ini disebabkan
karena tidak memahami Al-Qur'an sehingga mendorong mereka untuk
menyimpulkan sejumlah hal yang tidak bisa diterima. Jika pun memahami,
pemahaman mereka tidak seperti yang ditunjukkan Al-Qur'an, sehingga
mengira orang-orang yang berdosa harus dikafirkan karena orang mukmin
adalah orang yang berbakti dan bertalnva. Orang yang ddak berbakti dan
tidak bertalcrva, dia ka6r dan kekal selamanya di neraka. Mereka menyatakan,
Umawiyah, Ali dan siapa pun yang loyal pada keduanya bukan orang-orang
mukmin karena mereka memutuskan hukum dengan selain hukum yang
diturunkan Allah. Dengan demikian, bid'ah mereka dalam hal ini memiliki
dua pendahuluan. Pertama; orang yang beramal atau berpendapat menydahi
Kisah hadiaJibril, HR. Al-Bukhari dan Muslim.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... Itr 207
Al-Qur'an, dia kafir. Kedua; IJtsman, Ali dan siapa pun yang loyal pada
keduanya adalah orang-orang sePerti itu.t Kesalahan nyata Khawarij adalah
menumpahkan darah, merampas dan membelot dengan segenaP kekuatan.2
Mutazilah selanjutnya menddami hd iru hingga memiliki kesamaan
pandangan dengan Khawarij bahwa pelaku dosa sama sekali tidak memiliki
iman dan Islam, diakekal di neraka. Bedanya, Mutazilah tidakmengkafirkan
pelaku dosa besar, tapi berada di tengah dua tempat. Itulah awal mula
kelompok ini memisahkan diri dari Hasan Al-Bashri dan murid-muridnya. 3
Mutazilah ddaksetuju dengan Khawarij dalam hd menghddkan darah dan
harta. Orang-orang selanjutnya berbeda pendapat tentang sejumlah istilah
dan hukum, maksudnya istilah-istilah agama sePerti muslim, mukmin, kafir
dan fasik, serta hukum masing-masing di dunia dan akhirat. Mutazilah
sepakat dengan Khawarij tentang hukum pelaku dosa besar di akhirat,
sementara hukum di dunia berbeda menurut keduanya. Mutazilah tidak
menghalalkan darah dan harta pelaku dosa besar, berbeda dengan Khawarij.
Terkait istilah, Mutazilah membuat nama satu tempat di antara dua temPat.4
Pemahaman Khawarij dan Mutazilah didasarkan pada prinsip bahwa
iman addah perkataan dan perbuatan, keduanya tidak bisa &pisahkan, iman
tidak terbagi. Karena itu orang yang melakukan dosa, sebagian imannya
hilang, karena itu imannya seqra keseluruhan hilang, dia kekal di neraka.
Hanya saja Mutazilah tidak sependapat meski berpandangan ekstrim ddam
hd lain. Murjiah dan Jahmiyah berpendapat, pelaku dosa besar tidak kekd
di neraka, dia bukan kafir ataupun murtad, dia tetap muslim. Pandangan
ini didasarkan pada pengerrian iman kedua kelompok ini yang berbeda
dengan pemahaman Khawarij dan Mutazilah. Terkait iman, Murjiah
terbagi menjadi tiga golongan. Ulama dan para imam memiliki pandangan
terbaik, yaitu iman adalah pembenaran hati dan perkataan lisan. Jahmiyah
berpendapat, iman addah pembenaran hati saja. Yang lain berpendapat,
iman adalah ucapan lisan saja. Dengan demikian siapa pun yang mengatakan
beriman berarti dia mukmin yang sempurna imannya. Jika hatinya yakin,
dia rermasuk penghuni surga, dan jika hatinya mendustakan, dia orang
I IbnuThimiyah,Al-turqaa bainAl'Haqq uaAl'Batbil,hlm.22.
2 lbi4hlm.24.
3 lbid.
4 Ibid, hlm.28.
208 OaUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
munafik narnun masih beriman, dia termasuk penghuni neraka. Pendapat
ini hanya dikemukakan oleh Al-IGramiyah, tidak ada seorang pun yang
mengemukakan pendapat seperti itu sebelumnya. Itulah pendapat terakhir
tentang iman.l
Pembahasan terkait iman menjadi bagian penting dalam pem-
bahasan-pembahasan akidah baik bagi sdaf maupun yang lain, seperti
yang disampaikan Ibnutimiyah, iman merupakan pusat agama, tidak ada
istilah lain terkait kebahagiaan dan kesengsaraan, pujian dan celaan, pahda
dan siksa melebihi istilah iman dan kafir, karena itu asas ini disebut sebagai
masdah istilah dan hukum.2
Abu Hanifah hidup di Irak, tempat berbagai paham dan kelompok,
tempat aliran dan sekte-sekte keagamaan. Abu Hanifah mendapat
kesempatan untuk mengend sejumlah pandangan, dialog dan debat sebagian
besar di antara kelompok yangada, termasuk pandangan-pandangan yang
telah disinggung sebelumnya, seperti pandangan Khawarij dan Mutazilah
yang terldu berlebihan dalam menilai dosa, juga pandangan Murjiah yang
membuka lebarlebar pintu kefasikan dan kemaksiatan, karena kelompok
ini menyatakan, iman -dengan lisan atau hati- yang disertai kemalsiatan
tidaklah bermasalah, seperti halnya ketaatan tidak berguna jika disertai
kekafiran. Di tengah kondisi seperti itu, pemahaman Abu Hanifah terhadap
iman dan hal-hal lain yang terkait bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah,
seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, insya Allah
Definisi Iman
Saat ditanya tentang iman, Abu Hanifah menjawab, "Iman adalah
percaya, tahu, yakin, mengakui dan berserah diri." Abu Hanifah menilai,
kata-kata tersebut memang berbeda namun intinya sama, yaitu iman, karena
orang yang beriman tentu mengakui Allah sebagai Rabb, perceya bahwa
Allah addah Rabb, yakin bahwaAllah adalah Rab, tahu bahwaAllah addah
Rabb. Semua kata-kata itu memang berbeda namun maknanya sarna, sarna
seperti orang yang disebut manusia, fulan, seseorang dan lain sebagainya.
IbnuTaimiyah,,{l-Rtrqan bainAl-Haqq uaAl-Bathil"hlm.42. N-Baghdadi,Al-Faq bainAl-Flrah,
hlm. 202, tahqiq oleh Muhyiddin Abdul Hamid, DarAl-Ma'rifat, Libanon.
Ibnu Thimiyah,,{ l-Furqan bain Al- Ha4q ua Al-Bathil, hlm. 43.
I
')
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...6 2O9
Orang yang menyebut seperti itu maksudnya sama, yaitu menyebut
seseorang meski dipanggil dengan sebutan berbeda.t
Ddam hal ini, manusia terbagi menjadi tiga golongan; sebagian di
anrara mereka beriman kepada Allah dan wahyu yang berasal dari-Nya
dengan hati dan lisan, golongan berikutnya beriman dengan lisan namun
hatinya mendustakan, golongan selanjutnya beriman dengan hati namun
lisannya mendustakan.
Golongan pertama beriman menurut Allah dan manusia, golongan
kedua kafir menurutAllah dan beriman menurut manusia, golongan ketiga
kafir menurut manusia namun beriman menurut Allah
'?
Terkait hubungan amal dengan iman, Abu Hanifah menilai amal
merupakan konselavensi dan buah keimanan, hanya saja amal berbeda
dengan iman dalam pengertian Perc.aya dan yakin.
Kita bisa mengetahui pemahaman Abu Hanifah tersebut dengan jelas
saat dia mendefinisikan Islam sebagai berikut;
Islam adalah berserah diri, dan tunduk pada perintah-perintah Allah
Dari sisi bahasa, iman dan Islam berbeda, namun iman tanpa Islam tidak
ada nilainya, sebaliknya tidak ada Islam tanpa iman. Iman dan Islam ibarat
punggung dan perut. Agama adalah sebutan untuk iman, Islam dan semua
ryariat.3 Setelah kita tahu bahwa Islam setelah tauhid addah mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji di mana semuanya
merupakan amalan, dan kita juga tahu ikatan antara Islam dengan iman
menururAbu Hanifah, dengan demikian jelas bahwaAbu Hanifah menilai
amal merupakan konsekrvensi keyakinan, kepercayaan, Pengetahuan dan
pengakuan.a
Pemahaman ini dikua&an oleh penjelasan Abu Hanifah berikut;
Allah membedakan antara iman dengan amal, Allah berfirman,
v El *'lL\,rrr;41\ ij13 rfii; A5( ;5i
I Al-Alim rtaAl-Muta'allim,hlm. L4. untuk mengetahui pendapatAbu Hanifah secara detil dalam
masdah ini, silakan Anda baca pasd khusus pada buku ini, bab kedua.
Ibid, hlm. 13.
Mean Al-Fiqh Al-Akbar,hlm. I 82, disertakan bersama Syarh l/- Fiqh AlAhbax
Itb t 7.ahr ah, A b u H a n ifa h, hlm. I 7 l .
)
t
4
2to @ efia"l Islam Menurut Empat Ma&hab
u $t t; ilrll,g J3 nw|i riu"y6u fi?;
Ai:<y1y;l+.;ij@ -rA\'!geGi
{ro:;trl @ 5t\9Q
"Dan sarnpaikankh berita gembira hepada mereha yang beriman dan
berbuat baih, bahwa bagi mereha disediahan surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dahmnya. Setiap rnereha diberi rezehi buah-buahan
dalam sargd-surga itu, mereha mengatahan: 'Inilah yang pernah
diberihan htpofu harni dahulu.' Mereha dibei buah-buahan yang smtpa
dan unruh mereha di dalarnnya adz istri-istri yang suci dan maeka hekal
di dalamnya. " (Al-Baqarah: 25).
Allah berfirman,
{5 -i; 5r2 lA,{$'Lni';, ;tt,i4-;, {6 J e
{ r rr,;;.rr} @'o3;gl{5 W 3?
' (Tidzk dtrni k ian) b ah kan barangs iap a ldng menlerah han diri hep ada
Allzh, sedzng dia berbuat hebajikan, maha baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidah ada hekhawatiran terhadap mereka dan tidah
(patzl rnereka bersedih hati.' (Al-Baqarahz ll2)
Allah berfirman,
,14i8 U;'; tG:" u g; iJ--*it i6 #3
{rr:"r-y}.@t<E A&'6tL
"Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan ahhirat dan berusaha
he arah iru dtngan sunguh-sungguh sedangdia adakh rnuhmin, rnaka
mereha itu adahb ordng-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.'
(Al-Isra': 19)
Allah membedakan anrara iman dengan amal. Karena keimanan
kepada Allah, orang-orang mukmin menunaikan shalat, zakat, puasa, haj i,
mengingat shalat, namun tidak sebdiknya; karena shalat, zakrt,puasa, haji,
Bab 5: Empat Ulama Ahli fit it... lB 2tt
mereka beriman, karena iman harus didahulukan sebelum amal. Dengan
demikian, menunaikan kewajiban-kewajiban disebabkan karena iman,
bukan beriman karena menunaikan amalan-amalan wajib.l
AbuHanifahmembagidefinisiimansebagaiberikut:
Pertatna, karena iman adalah keyakinan, Pengetahuan, kepercayaan
dan pengakuan, berarti iman kita seperti iman malaikat, karena kita
percrlya f,..r""r, Rabb; rububiyah dan kuasa-Nya; percaya pada apa pun
y"ng di.ampaikan dari-Nya seperti yang diakui dan dipercayai oleh para
-"l"ik"t, nabi, dan rasul. Karena itu kita katakan, iman kita seperti iman
para malaikat karena kita mempe rcayasemua yang diimani para malaikat,
,.-,r" tanda-tanda kebesaran Allah yang dilihat oleh para malaikat nalnun
tidak kita lihat.2 Keyakinan adalah salah satu tingkatan iman yang tidak
terbagi. Karena itu Abu Hanifah membantah Pernyataan bahwa kesalahan
disebabkan lemahnya keyakinan, karena yakin itu tidak ragu dan ragu adalah
kebalikan yakin, keduanya tidak bertemu'3
Ked.ua, iman bertambah dan berkurang dari sisi amal dan pahala,
bukan dari sisi asas keyakinan, karena itu para nabi dan malaikat adalah
makhluk yang paling beriman karena mereka paling takut kepada Allah,
lebih taat sehingga p"t a" mereka lebih besar. Mereka diberi kelebihan sifat-
sifat tertentu yang memberikan efek pada amal. Meski asas keyakinan mereka
sama, namun tidak harus sama pahalanya, karena Allah memberikan hak
kita dari amal yang kita lakukan, sementara Allah melebihi pahala mereka
karena karunia yarrgdia'berikan pada siapa Pun yang Dia kehendaki'a
Ketiga, kemaksiatan tidak mengeluarkan orang mukmin dari
keimananmenujukekafiran,sePertiyangdikemukakanKhawarij'atau
mengeluarkan orang mukmin ke satu di antara dua tempat seperti yang
dikatakan Mutazilah. orang yang durhaka tetap disebut mukmin namun
beralih ke sifat lain bersamaan dengan iman, dengan demikian disebut
mukmin fasik. Sesuai pendapat ini, yang bersangkutan tidak kekal di
neraka seperti yang dikemukakan Khawarij dan Mutazilah, tapi disiksa
Allah di neraka k r rdi* dikeluarkan dari sana. Abu Hanifah menyatakan,
Al-Alim w a Al-M utab I lim' hlm. 12.
Ibid, hlm. 14'
Ibid.
if riil,aUt tor, hlm. 182, Al-Alim ua Al-Muuhllim'hlm' 15'16'
I
2
3
4
212 6 eUa* Islam Menurut EmPat Madzhab
barangsiapa membunuh nyawa secrra tidak benar, mencuri, merampok,
berbuatkeji, fasik, berzina, minum khamr, dan mabuk-mabukan, diaaddah
mukmin yang fasik, bukan kafir, dia disiksa di neraka karena perbuatan
yang dilakukan kemudian dikeluarkan karena iman.r
Dengan demikian jelas, Abu Hanifah dan kalangan yang sepaham di
bidang akidah seperti Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan tidak berbeda
dengan pandangan Ahlu Sunnah ddam hd ini kecuali dari sisi redalsi
semata. Mereka tidak bermaksud menyebut iman kita seperti iman malaikat
kecuali kesamaan pada sesuatu yang diyakini saja. Terkait perbedaan amal
dan pahala, memang ada nash yang menjelaskan seperti itu dan sesuai
dengan kenyataan. Ibnu Thimiyah meriwayatkan riwayat dari Ibnu Abi
Mulaikah, dia menjelaskan, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad
tidak suka jika orang berkata, "Imanku seperti iman Jibril dan Mikail."
Muhammad bin Hasan berkata, "Karena keyakinan malaikat lebih baik,"
atau mengatakan, "Imanku seperti iman Jibril, imanku seperti iman Abu
Bakar," dan semacamnya, seharusnya yang dikatakan adalah, "Aku beriman
pada, apa yang diimani Jibril, Abu Bakar dan sererusrrya."'
Pemahaman inilah yang ditegaskan Abu Hanifah saat membedakan
antara apayeng kita imani dan apa yang kita lakukan karena dorongan
iman. Abu Yusuf menjelaskan, barangsiapa mengatakan, "Imanku seperti
iman Jibril," dia berbuat bid'ah.3 Inilah yang dimaksud Abu Hanifah dan
yang ditegaskan Muhammad bin Hasan fuy-Syaibani.
Abu Hanifah tidak mengka6rkan pelaku dosa, tidak seperti pandangan
Khawarij dan Mutazilah. Berikut penjelasan Abu Hanifah:
Kami tidak mengkafirkan seorang muslim pun karena suatu dosa
meski dosa besar jika tidak laik untuk dikafirkan karena dosa tersebut, kami
tidak melenyapkan sebutan iman dari yang bersangkutan.a
Pernyataan Abu Hanifah di atas sesuai dengan janji dan anqrman
Al-Qur'an, di samping dianut oleh ulama dan fuqaha. Malik sependapat
dengan Abu Hanifah dalam hal ini. Diriwayatkan bahwa Umar bin
Hammad bin Abu Hanifah berkata, "Aku bertemu Mdik bin Anas, aku
I Abu Hanifah,Al-FiqhAl-Absath, riwayatlbu Muthi'dari Abu Hanifah, hlm.47.
2 IbnuThimiyrt, Al-turqan bain Al-Haqq waAl-Bathil,hlm. 47.
3 Adz-D?Ahabi,ManaqibAbi Hanifah waShahibaihi,hlm.4S.
4 N-FiqhAl-Ahbar,hlm.r8r.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lD 213
singgah di rumahnya, aku mendengar ilmunya, kemudian setelah keperluan
.rr"i-d* hendak pergi, aku bilang padanya, 'Aku tidak bisa memastikan
jika ada musuh dan orang-orang dengki menyebut-nyebut yang tidak benar
renrangAbu Hanifah di hadapanmu, aku ingin menyampaikan kepadamu
y".rg r.b.rr^rnya,jika kau senang, itulah yang diharapkan, dan jika kau
memiliki sesuaru yang lebih baik, beritahukan padaku.'Anas bin Malik
berkata,'Sampaikan.' Aku menj elaskan, Abu Hanifah tidak mengkafi rkan
orang -.rk-in karena dosa.' Anas menyatakan, 'Bagus,' atau, 'Benar.'
Aku menjelaskan, Abu Hanifah menyatakan yang lebih besar dari itu, dia
menyatakan, 'Meski orang melakukan kekejian, aku tidak mengkafirkannya.'
Anas menyahut, "Bagus,' atau, 'Benar.'Aku menjelaskan' Abu Hanifah
menyatakan yang lebih besar dari itu,'
Anas bertanya, Apa itu?',Aku menjawab, 'Meski dia membunuh orang
dengan sengaja, aku tidak mengkafirkannya.' Anas menyatakan, 'Bagus,'
arau, 'Benar.'Aku menjelaskan, 'Itulah pandangan Abu Hanifah, jika ada
yang memberitahukan pendapat Abu Hanifah selain itu, i-g* dipercayd
"'r
Meski pandangan Abu Hanifah ini sesuai dengan pandangan yang
dianut generasi terakhir salaf, namun Abu Hanifah dituduh memiliki Paham
Murjiah seperti yang akan kami jelaskan selanjutnya. Tirduhan ini hanya
syubhat yang bisa ditepis dengan sedikit merenungkan sikap Abu Hanifah
terhadap Murjiah dan pandangan Ahlu Sunnah terkait masdah ini' karena
memang sama-sama merujuk pada satu sumber yang sama' yaituAl-Qur''an
dan sunnah.
IbnuThimiyah menjelaskan, salah satu asas Ahlu Sunnah wal Jamaah
menyebutkan, agama dan iman adalah perkataan dan amal, perkataan hati
dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota badan, iman bertambah dengan
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan, meski seperti ituAhlu Sunnah
wal Jamaah tidak mengkafirkan orang muslim karena kemalsiatan atau
dosa-dosa besar seperti pandangan Khawarij, karena persaudaraan keimanan
masih ada meski disertai kemaksiatan sePerti yang Allah sampaikan,
AL',6 +rivgs':* # :r ll'& ";'L zn,
,'J-..tL
Y j-2
I Al-Manaqib(1177),N-M^l&i.
214 t& aUa"l Islam Menurut Empat Madzhab
c tr/..
!iJu.5l
66iw{ifi,F t+-,:L
6t;5 U -X iy?$V ) $, W i,M; Lrt
{r:.rry'r}@
"Daru hahu ada dua gohngan dai mereha yang beriman itu berperang
hendakhh kamu damaikan antara heduanya! Thpi haku ldng sata
rnehngar perjanjian terhadap yang lain, hendahhh yang mehngar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut hernbali pada perintah Alkh.
I{alau dia tekh surut, damaikanhh antara heduanya menurut headihn,
dan hendahhh harnu berlahaadil; sesungguhnyaAllah mencintai orang-
oranglang berhhu adil.' (Al-Hujurar 9).
Allah menyatakan,
'rj;j{,r:-rrtw5"KJi;,w6
'Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaihankh (perbaihikh hubungan) antara hedua saudaramu itu
dnn tahutkh terhadap Alkh, supdya hamu mendapat rahmat.'(Al-
Huiurat l0).
Ahlussunnah wal Jamaah ddak menyatakan orang fasik terlepas dari
Islam secara total, tidak menyatakan kekal di neraka seperti yang dikatakan
Mutazilah, orang fasik masih termasuk dalam nama iman secara mutlak,
seperti disebutkan ddam firman Allah,
"Maka barangsiapa yang mendapat suata pernaafan dari saudaranya,
hendahkh (yang memaafhan) mengihuti dengan cara lang baik, dan
hendakhh (yang diberi rrlaaf) rnembayar (dia) kepada yang memberi
maaf dengan caralang baih (pah)."(Al-Baqarah: f78).
Allah berfirman juga,
6Lyw\,#i
ogTij $yrrs&
'u-*51 {, eG'}E "$
'AthirrGy
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr 215
:,r*:r). @ =^li1 dy'ela?rS #t )333;i
{.t
"Maha (hendahlah si pembunuh) memba\ar diat Tang diserahhan
hrpofu heluarganya (si terbunuh) sertd Tne,nerdthakan harnba saha,a
yang berirnaz. " (An-Nisa': 92)'
Dan kadang tidak termasuk ddam nama iman sequa mutlak, seperti
disebutkan dalam 6rman Allah,
s$\1fi';ifi ${fis} <,;iI\
tr, 'l*1,;, @
(i'y{;yi2$i
'br'fr ,+; iF cL-\ rt;6'*:; fr|;
" Sesunguhnya orumfordngldng beriman iahh ruereha yng bik disebut
unna-Alkh gemetarlah hati mereha, dan apabih dibacahan dlat-
ayt-Nya berumbahhh iman rnereha (harenanya), dan hanya h'pofo
Thhanhh rnereha bertawahhal. " (Al-Anfal : 2)'
Rasulullah ffi bersabda,
)
r) bn.1. | .o. .
-*: q*- e
^:;:
+-i\ \, ui ',:At J'*-
I
)
.^X\ J.$ e;
"Tidahhh beriman orung lang berzind sdat *rtoputon perzinaan,
tid,aklab beriman ordng lang n encuri saat melahuhan pencurian,
ildahtah beriman otang lang rneninurn khamr sdat meminumnya'
dan tidahlah berinan ordng merdrnPas (harta) lang bernihi saat
rnerd.inPdsnla hak orang-orang menaup han pandangan hepadanya
"'
I
Orang seperti itu orang mukmin yang imannya kurang' atau mukmin
karena imannya dan fmik karena dosa besar yang dilakukan, tidak disebut
mukmin seqrra mutlak, namun kata iman juga tidak dicabut secara mudak'2
HR. Al-Bukhari dan Muslim
ii"ria^iy"f, zl- Aqidah At-t7asithiyah,hlm.l60-164, diberi penjelasan oleh Muhammad Khdil
216 tf aUa*, Islam Menurut EmPat Ma&hab
Sikap Abu Hanifah tidak menyimpang dari pemahaman sdaf sesuai
Al-Qur'an dan sunnah, sesuai pandangan Ahlu Sunnah wd Jar"rh.
Meski terlihat adanya, perbedaan antara Abu Hanifah dengan ketiga
imam madzhab lain seputar pengertian iman dari sisi definisi, di mana
menurut tiga imam madzhab iman adalah membenarkan di hati, mengakui
dengan lisan dan mengamdkan dengan anggota badan. Meski terlihar
seperti itu, namun jika direnungkan lebih ddam akan terlihat, perbedaan
pendapat ini hanya bersifat literd saja, karena Imam Abu Hanifah menilai
iman dari sisi hakikat bahasa dikuatkan dalil-dalil syar'i, semenrara ketiga
imam lain menilai iman dari sisi pengertian syariat, di mana otoritas syariat
menambahkan sejumlah sifat dan syarat di samping pembenaran di hati,
sama seperti syarat-syarat shdat, puasa, haji dan ibadah lain.t
Setelah menyebutkan pendapat Thahawi bahwa seseorang tidak
dikafirkan karena dosa yang dilakukan selama pelakunya tidak laik
mendapat julukan tersebut, selanjutnya pen-syarah (pemberi penjelasan)
Ath-Tltahawiyah menjelaskan, seseorang tidak keluar dari ranah iman
kecudi jika mengingkari sesuatu yang membuatnya masuk dalam kekafiran.
Pernyataan di atas jelas sebagai bantahan terhadap pandangan
Khawarij dan Mutazilah yang menyatakan, seseorang keluar dari ranah iman
karena dosa besar yang dilakukan. Juga bisa diketahui, perbedaan anrara
Abu Hanifah dan ketiga imam madzhab lain tidak lain hanya perbedaan
literal semata yang bisa ditepis dengan hanya sedikit memahami hakikat
berbagai hal.
Perbedaan pendapat antara Abu Hanifah dan imam-imam Ahlu
Sunnah lain adalah perbedaan literal, karena amal anggota badan merupakan
konsekwensi iman di hati atau bagian dari keimanan. Semuanya sepakat,
pelaku dosa besar tidak membuatnya keluar dari ranah iman, dia berada
dalam kehendakAllah, jika berkehendakAllah akan menyiksanya dan jika
berkehendak lain Allah akan mengampuni. Ini hanya perbedaan literd (kata)
yang tidak berimbas pada kerusakan akidah. Kalangan yang mengkafirkan
orang yang tidak shdat menyebutkan sejumlah dalil lain di samping asas
Harras, DarAllfta', Arab Saudi , 1402 11982.
I Shadruddin Ali bin Ali bin Muhammad bin Abu 'lzz N-Hanafi, $arh Ath-Tbahaatiylab, hlm. 289,
tahqiq olehAhmad Syakir, Universitas Imam Muhammad bin Saud,, 1396.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr 217
pendapar ini, karena Nabi sendiri menafikan iman dari orang yang berzina,
mencuri, meminum khamr dan merampas harta milik orang lain, meski
demikian tetap tidak menghilangkan iman dari pelaku-pelaku dosa besar
secara keseluruhan.r
Abu Hanifah dan Paham Muriiah
Abu Hanifah meyakini konsep keimanan dan posisi amal yang telah
menyeremya terjebak ke dalam tuduhan paham murjiah yang dialamatkan
kepadanya. Meski Imam Malik sependapat dengan Abu Hanifah dalam
hal ini, seperri itu juga dengan pengakuan Ibnu Taimiyah terhadap konsep
tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Munculnya tuduhan tersebut -menurur hemat kami- disebabkan
dua hal:
Pertama, tidak adanya definisi istilah irja' secaraspesifik dan adanya
berbagai kelompok dengan pandangan berbeda seputar pelaku dosa besar.
Inilah pemicu awal munculnya istilah irja' seperti yang lazim dikenal
dalam sejarah pemikiran Islam. Khawarij dan Mutazilah -dengan sedikit
perbedaan pandangan di antara keduanya- misdnya, menilai pelaku dosa
besar bukan orang mukmin. Ada j uga kelompok lain bernama Murj iah yang
menyatakan, keimanan yang disertai kemaksiatan tidaklah bermasalah, Allah
mengampuni semua dosa. Selain itu ada juga jumhur ulama yang menilai,
pelaku dosa besar tidak ka6r, kebaikan dilipatgandakan 10 kali, keburukan
dibalas satu keburukan serupa, amPunan Allah tidak ada batasnya, Abu
Hanifah termasuk di dalamnya.2
Inilah yang membuat Ibnu Hazm menilai adanya kelompok Murjiah
Ahlu Sunnah, dan menururnya Abu Hanifah serta kalangan yang sepaham
termasuk dalam kelompok ini. Kelompok-kelompok Murjiah yang mirip
Ahlu Sunnah adalah mereka yang memiliki pendapat sePerti pandangan
Al-Faqih Abu Hanifah yang menilai iman addah pembenaran lisan dan
hati secara bersamaan, sedangkan amal tidak lain hanyalah syariat dan
kewajiban iman semata.3
Asy-Syahrastani juga memiliki pemahaman serupa saat mendefinisikan
I Ibid, hlm.285.
2 AbuZrtrah,AbuHanifih,hlm. 178.
3 Al-Fashl(2/11 t), IbnuHazm, DarAl-Ma'rifat, Libanon, 1975'
218 {B aUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
atau meriwayatkan pendapat tentang irja', hanya saja dia menambahkan
penjelasan lain sebagai berikut;
Ada yang menyatakan , irja' tdalah paham yang menempatkan Ali bin
Abi Thalib di urutan keempat padahd seharusnya berada di urutan pertama.
Inilah pandangan Murji'ah dan Syiah, dua kelompok yang berbeda.r
Irja' dengan definisi seperti apa pun, baik didefinisikan sebagai
menunda tingkatan amal, memberi harapan syafaat dan ampunan, ataupun
menempatkan tidak pada urutan yang sebenarnya,yangjelas semua definisi
ini menunjukkan tidak adanya kesepakatan dalam mendefinisikan istilah
irja' .Karena itu Abu Hanifah masuk ke ranah ini melalui cara yang direstui
jumhur ulama kaum muslimin.2
Kedua, faktor kedua yang membuat Abu Hanifah dituduh memiliki
paham irja' adalah kegemaran sejumlah kelompok dalam menyebarkan
pemikiran-pemikiran tercela dan tertolak yang disebut-sebut bersumber
dari mayoritas fuqaha. Inilah yang membuat banyak kalangan menyebut
Abu Hanifah termasuk di dalamnya. Syaikh Abu Zahrah menukil tels dari
Al-Khairat Al-Hisanyang menjurus pada kesimpulan tersebut: sekelompok
mengira bahwa Abu Hanifah termasuk golongan Murjiah, namun dugaan
itu tidak benar karena beberapa dasan.
Pertama, pensyarah buku berjud ul Al-Mawaqifmeryelxkan, Ghassan
salah seorang Murjiah menuturkan, paham irja' yangdia anut bersumber
dari Abu Hanifah dan tokoh-tokoh Murjiah setelahnya. Ini kebohongan
terhadap Abu Hanifah karena Ghassan bertujuan untuk menyebarluaskan
paham yang dianut dengan mengaitkan paham tersebut pada imam yang
terkenal.
IGdua,Al-Amidi menyatakan, mungkin alasan orang yang menyebut
Abu Hanifah sebagai Murjiah Ahlu Sunnah addah karena Mutazilah yang
ada di masa awal Islam menyebut kdangan yang tidak sepaham dengan
istilah Murjiah, atau mungkin ketikaAbu Hanifah menyatakan iman tidak
bertambah dan berkurang, oleh sebagian orang pernyataan ini dinilai sebagai
Asy-Syaharstani, Al-Mihl wa An-Nihal (l I 186), Dar Al-Ma'rifat, Beirut, tt.
Abu Bakar Ahmad bin Husain A.l-Baihaqi (458), Al-I'tiqad hh Madzbab,*-SahfAhlis*nnah ua
AQana'ah, hlm. I 08, As-Salam, Mesir, 1984.
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 2r9
paham Murjiah karena menunda amal setelah iman' padahal ddak seperti
itu, karena sePerti yang diketahui, Abu Hanifah sangat gigih beramd'
K,tiga,IbnuAbdilBarrmenjelaskan,AbuHanifahmembuatbanyak
orang iri hingga hal-hal yang tidak benar dikai*an dengannya, kebohongan-
kebohongan yang ddak laik juga dikaitkan dengannya'r
Demikian penjelasan sePutar tuduhan paham Murjiah yang
dialamatkan kepada Abu Hanifah. semua ini secara tidak langsung
memberitahukan kelebihan yang dimiliki Imam Abu Hanifah dan
keteguhannya dalam berpedoman pada Al-Qur'an dan sunnah. Selanjutnya
ada dua Pertanyaan y",,g -""tul; bukankah Abu Hanifah memiliki
pandangan dalam hal ini? Bagaimana sikap ulama salaf terhadap paham
irja' seperriyang dipahami Abu Hanifah?
Abu Hanifah pernah ditanya tentang asal usul dan penjelasan paham
irja', dbmenjawab:
Irja, beruwal dari malaikat saat Allah memberitahukan nama.nama
benda kepada mereka,2 setelah ituAllah berfirman, " sebuthanhh kepada-I{u
nama benda-bcnda itu iika kamu Tndmbng benar orung-orhng Tang benar!"
(Al.Baqarah:31).Paramalaikattakutsdahjikamenjawabtanpailmu,
mereka pun meminta maaf dan tidak menjawab seraya berkata,
*Maharuci
Engkau' ddah ada yang kami keuhui selain dai apa yng tekh Engkau ajarkan
dra, h0rni,,, (Al_B.q"r"h z 32). para malaikar tidak membuat-buar hal
baru, tidak seperti or"irg yang ketika ditanya tentang sesuatu yang ddak
dia ketahui retap dijawab r*p; perduli. Jika tidak b enat, toh dia tetap salah
karena tidak didasari ilmu, dan jika pun benar tetap tidak terpuji' Karena
itu Allah berfirman kepada Nabi-Nya, "Dan ianganhh kamu mengikuti
apa lang karnu tidak menpunryai pengetabuan tentdngnld. sesungguhnYa
;*dr"grrrn, penglihaan dan hati, sernuanya iru akan diminu perungangan
'iawabnya,"(Al-Isra':36).
Allah tidak memberi keringanan sedikit pun bagi
Rasul-Nya untuk berbicara, menentang, atau menuduh siapa pun dengan
dusta berdasarkan prasangka tanPa didasari keyakinan'3
Selanjutnya Abu Hanifah menerapkan pemahaman ini dalam
I AbuZahrah,AbuHanifih,hlm' 178'
2 RtuahhAt"AlimuaAl-Mtu'allim'
J au,rx"rrifah, RbahhAl'AlimunAl'Mtu'allim'hlm'22-23'
22O {E at ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
menafsirkan pengertinr irja'. Irja' rdalah tidak terburu-buru (baca:
menunda) untuk menghukumi para pelaku dosa besar, kami tidak
menyatakan mereka penghuni neraka ataupun penghuni surga, karena
manusia menurut kami terbagi menjadi tiga golongan; para nabi termasuk
penghuni surga dan siapa pun yang dinyatakan para nabi sebagai penghuni
surga, dia termasuk penghuni surga.
Kedudukan kedua ditempati orang-orang musyrik yang dipastikan
sebagai penghuni neraka. Kedudukan ketiga ditempati para ahli suhid. Kita
tidak bisa memutuskan dan memasdkan golongan ini termasuk penghuni
surga ataukah penghuni neraka, nalnun kita harapkan sebagai penghuni
surga dan kita khawatirkan masuk neraka. Kita katakan sePerti yangAllah
sampaikan,
{ifi ;b V ?I;;WSGW A.}\VA',,i1;:;
{, . r :rr } @'d3i;b';lLf& 3. ;-;\
"Dan (ada puh) orang-orang hin lang rnengakui dasa-dosa rnerekA,
mereka mencampurbaurhan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan
lain yang buruh. Mudah-mudahan Alhh menerima taubat rnereha.
Sesungguhnya Alkh Maha Pengampun hgi Maha Penyalang" (At-
Thubah:102).
Kita berharap semoga Allah mengampuni mereka, karena Allah
berfirman, "sesungahnya Alkh tidah akan mengdrnPuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segak dosa yng sehin dari (slirih) iru, bagi siapa yng
dihehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang mernpersehutukan Alhh, maha
sungguh dia tehh berbuat dosa yang besar." (An-Nisa': 48). Namun kita
khawatirkan mereka atas dosa dan kesdahan-kesalahan yang diperbuat.l
Melalui penjelasan di atas jelas bahwa Abu Hanifah memahami
irja' dengan arti tidak menghukumi apa pun yang tidak kita ketahui,
sepenuhnya kita serahkan kepada kehendak Allah Tidak ada satu pun
penjelasan Abu Hanifah yang mengindikasikan bahwa hja' menurutnya
I lbid, hlm. 23, Abu Bakar Ahmad bin Husain Al-Baiha.qi, Al-I'tiqad hh Madzhab ,*-SahfAhli ,*'
Sunnah wa Al-Janalah,hlm, 109, As-Sdam, Mesir, 1984.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...lE 221
adalah menemparkan amal tidak pada kedudukannya, menyepelekan amal,
arau makna lain seperti yang dikatakan kelompok lain tentang makna iria' .
Pembelaan yang dilakukan Abu Hanifah atas tuduhan pahem iria'
terhadap dirinya tertera dalam surat yang dia tujukan pada Utsman Al-
Batti, guru Bashrah. Utsman Al-Batti sebelumnya mengirim surat berisi
pemberitahuan kepada Abu Hanifah bahwa orang-orang menuduhnya
sebagai Murjiah dan disebut sebagai mukmin sesat, tuduhan ini sangat
menyakitkan bagi Utsman Al-Batti.
Abu Hanifah membdas isi surat Utsman Al-Batti secara rinci dan
kami ringkas sebagai berikut:
Pertama, hukum atas segda sesuaru merujuk pada Al-Qur'an, sunnah
dan kesepakatan para sahabat. Semua hal didasarkan pada penjelasan
Al-Qur.an, yang diserukan Muhammad dan para sahabat, hingga kaum
muslimin terpecah belah, selain itu bid'ah dan hal yang dibuat-buat.r
Kedua; Abu Hanifah menjelaskan pemahamannya tentang iman,
percaya mengharuskan amal, namun yang tersesat adalah kepercayaan
yang tidak bersumber dari iman dan amal yang ddak bersumber dari iman.
Allah berfirman terkait penjelasan tentang amalan-amalan wajib, "Allzh
meneranghan (huhum ini) hepadarna, su?ala hamu tidak sesat. Dan Alhh
Maba Mengetahui segak sesilatu."(An-Nisa' z 176) Allah berfirman," supala
jiha seorang lupa rnaka yang seorang mengingathannlA." (Al-Baqaraht 282)
Allah berfirman melalui lisan Musa $,"Aku tekh mehhukannya, sedang
ahu di wahru itu krrnasuh orang-orang lang khilaf,," (Asy-sydara': 20).
Yaitu, termasuk orang-orangyang tidak tahu. Berhujah dari Al-Qur'an
dan sunnah atas kebenaran hal itu lebih jelas, bukankah engkau menyebut
mukmin zhalim, mukmin pendosa, mukmin bersalah. Anak-anak Ya'qub
berkata kepada sang ayah, "Derni Alkh, sesungahnya hamu masih dahm
heheliraanma lang dahulu. " (Yusufr 95)
Apakah menururmu mereka bermalsud sungguh kamu masih berada
dalam kekafiran lamamu? Tidak mungkin engkau memahami sePerti itu
karena engkau tahu betul Al-Qur'an.2
I AbuHanifah , Risahbih'UunanAl-Batti, hlm.35, disusun dan ditelaah olehSyaikhZhidAl-Kautsari
(1368).
2 Abu Hani fah, Risahhih'UtsnanAl-futti, hlm.36, disusun dan ditelaah olehSyaikh ZhidAl-Kautsari
(1368).
222 E et ia"l Islam Menurut Empat Madzhab
Ketiga, selanjutnya Abu Hanifah menegaskan sikapnya terhadap
pelaku dosa besar, dia menyatakan bahwa ahli kiblat adalah orang-orang
mukmin, mereka tidak keluar dari wilayah iman karena melalaikan suaru
kewajiban. Jika seorang mukmin melalaikan suatu kewajiban, putusannya
sepenuhnya berada di tangan Allah. Jika berkehendak, Allah akan
menyilsanya, dan jika berkehendak lain, Dia akan mengampuninya.
Selanj utnya Abu Hanifah menegaskan sikapnya terhadap perselisihan
di antara para sahabat, Abu Hanifah hanya menyatakan, "Vl'alhhu A'km."
Utsman Al-Batti selanjumya menyatakan, "Saya yakin itu adalah pendapatmu
terkait ahli kiblat, karena itulah pendapat para sahabat Rasulullah, pendapat
para pengusung sunnah dan fikih.t Saudaramu, Atha' bin Abu Rabbah
berpandangan seperti itu saat kami menyampaikan permasalahan itu
padanya. Atha' menyatakan, inilah pandangan para sahabat Rasulullah
6. Saudaramu, Nafi'menyatakan seperti itu, dia tidak sependapat dengan
Ibnu Umar dalam hal ini. Salim meriwayatkan dari Sa'id bin Jabir bahwa
irulah pendapat para sahabat Muhammad Saudaramu, Nafi' menyatakan,
inilah pendapat Abdullah bin Umar.
Abdul Karim juga meriwayatkan pendapat serupa dari Thawus dari
IbnuAbbas, dia menyatakan bahwa itulah pandangannya. Saya mendengar
riwayat dari Ali bin Abi Thalib, saat menetapkan putusan, dia menyebut
kedua kubu yang saling bermusuhan sebagai orang-orang mukmin. Hal
serupa juga dikemukakan Umar bin Abdul Aziz seperti yangdiriwayatkan
oleh salah seorang saudaramu yang bertemu denganku terkait pendapat
yang aku dengar darimu.2
Keempat, pada bagian akhir banrahannya,Abu Hanifah menyarakan
kepada guru Bashrah, (Jtsman Al-Batti; terkait nama Murjiah yang engkau
sebut itu, apa salah suatu kaum yang berbicara secara adil lantas disebut
oleh ahli bid'ah dengan nama itu? Mereka addah orang-orang adil, Ahlu
Sunnah, dan nama itu hanya disebut oleh orang-orang yang benci.3
Sepertinya Abu Hanifah menyinggung pembelaan sebagian ulama
terhadap dirinya atas tuduhan berpaha.m irja', juga terhadap Ahlu
Ibid,hlm.37.
Abu Hanifah, Ri.ra hh ;h'Utsman Al-Batti,hlm. 37.
Ibid, hlm.38.
I
2
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... I& 223
Sunnah termasuk para sahabat Rasulullah, tuduhan itu semata dipicu oleh
kedengkian, tipu daya dan konspirasi.
Kelirna, berdasarkan hal itu, pemahaman Abu Hanifah terhadap
istilah irja' adalahpemahaman dari sisi bahasa dan ryar'i melalui sejumlah
nash yang kuat dan pemahaman yang bersandar. Karena itu pemahaman
ifua'
^bu*anifah
berbeda dengan yang dipahami oleh Mur.iiah-Ibahiyah
karena sama sekali tidak bersandar pada pengertian bahasa atauPun
pengertian syar'i, tapi hanya bersandar pada hawa nafsu belaka. untuk itu
Abu Hanifah membantah pandangan mereka sebagai berikut; Kami tidak
menyatakan bahwa dosa tidak bermasalah bagi orang mukmin, kami tidak
menyatakan orang mukmin tidak masuk neraka, kami tidak menyatakan
orang mukmin kekal di neraka meski fmik setelah keluar meninggdkan
dunia dalam keadaan mukmin, kami tidak menyatakan kebaikan-kebaikan
diterima dan keburukan-keburukan diampuni seperti pandangan Murjiah,
tapi pandangan kami adalah barangsiapa melakukan amal baik dengan
memenuhi semua persyararannya, jauh dari semua kekurangan yang bisa
merusak dan hal-hal lain yang bisa membatdkan, tidak dibatdkan dengan
kekafiran dan kemurradan hinggayang bersangkutan meninggalkan dunia
ini dalam keadaan mukmin, Allah tidak akan menyia-nyiakan amd baik
tersebut. Allah menerima dan memberi bdasannya, sementara amal-amal
buruk selain kesyirikan dan kekafiran, dan pelakunya tidak bertaubat
hingga meninggal dunia dalam keadaan mukmin, Putusannya berada
d"l; kehendakAllah. Jika berkehendak, Dia akan menyilsanya, dan jika
berkehendak lain, Dia akan mengampuninya tanPa disilsa sama sekdi di
neraka.r
Di samping membantah pandangan Murjiah, Abu Hanifah juga
membantah pandangan Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar
dan hukum-hukum lain dalam pemahaman mereka terkait masalah ini,
juga membanEh mereka yang mencela sebagian sahabat sePerti Syiah dan
lainnya, karenaAbu Hanifah tahu bahwa permasdahan iria'menurut Para
ahli bid'ah adalah menunda purusan dosa yang dilakukan sebagian orang
terkait sahabat dan ulama besar.2 Seperti itu juga dengan permasalahan
I AbuHanihh,Al-FiqhAl-Akbar,llm. l8l-182'
2 Al-Fiqh Al-Absath,hlm. 24,2r' 40, 44,55.
224 e eua*t lslam Menurut Empat Madzhab
mengkafirkan kaum muslimin sebagai penundaan atas sebagian seruan yang
menjadi pijakan musuh-musuh Islam dalam melancarkan tipu daya ddam
bentuk apa pun. Inilah yang membuat Abu Hanifah fokus menjelaskan
pengertian ka6r dan bagaimana seseorang atau kelompok bisa dihukumi
kafir, juga menjelaskan pengertian nifaq berdasarkan nash-nash Al-Qur'an
dan sunnah. Ini semua untuk menjelaskan pengertian iman dan hal-hal
terkait lainnya sesuai manhaj salaf yang harus bisa menjadi pelajaran oleh
generasi selanjutnya.t
Seperti itu pandangan Abu Hanifah tentang iman dan irja', selan-
jutnya seperti apa pandangan sdaf?
Mengingat Abu Hanifah mendasarkan konsep keimanan, posisi
amd terhadap iman dan paham irja' pa.da Al-Qur'an dan sunnah, dan
menyampaikan bahwa seperti itulah pemahaman para sahabat Rasulullah.
Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa seqra logika kita bisa menemukan
rekomendasi Ibnu Thimiyah dan madras"h.y" terhadap pemahaman Abu
Hanifah ini, untuk menjelaskan sikap Abu Hanifah terhadap paham-paham
lain. Inilah yang ditegaskan Ibnu Thimiyah dalam Al-Furqan bain Al-Hoq q
wa Al- Bathil sebagai berikut:
Murjiah muncul, sebagian besar di Kufah. Murid-muridAbdullah bin
Umar tidak ada yang berpaham Murjiah, tidak juga Ibrahim, An-Nakhdi
dan juga yang lainnya. Mereka berseberangan dengan paham Khawarij
dan Mutazilah, mereka menyatakan, amal bukan bagian dari iman. Bid'ah
ini tidaklah seberapa karena yang diperdebatkan hanya dari sisi literal
semata, bukan dari sisi hukumnya.2 Sebab para ulama fikih yang disebut-
sebut berpaharn irja' seperti Hammad bin Abu Sulaiman, Abu Hanifah,
dan kdangan Ahlu Sunnah lainnya sepakat menyatakan, Allah menyiksa
para pelaku dosa besar di neraka seperti yang dia kehendaki, setelah itu
mengeluarkan mereka dari sana dengan ryafaat seperti disebutkan dalam
hadits-hadits shahih, iman harus dinyatakan dengan lisan, amal wajib adalah
konsekuensi iman, meninggalkan kewajiban laik mendapat cela dan siksa.
Apakah amal termasuk bagian dari iman? Seperti itu juga pengecudian
ddam iman, ini semua hanya perbedaan pandangan yang bersifat literal
Al-'Alim ua Al-Muu'allim, hlm. 19, 21, 22, 27, 29.
Silakan Anda bandingan pcnjclasan ini dengan pcnjelasan Ath-Thahawi, Al:Aqidzh Ath-Thabawiyah,
hlm.285.
1
)
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikh... O 225
semata, sebab ketika iman disebut, amal sudah termasuk di sana berdasarkan
sabda Nabi: "fFnan itu (terdiri dari) enampuluh sekian atau tujuh puluh
sekian bagian, yang paling tinggi anfuhh ucapan 'La ilaha ilkllah' dan yang
paling rendah ddatnh rnenyingkirhan gmgudn dari jahn, dan malu adalah
bagian dari iman."
Abu Hanifah dan murid-muridnya tidak membolehkan pengecualian
dalam iman mengingar amal adalah bagian dari iman. Mereka mencela
Murjiah yang menurut mereka tidak mewajibkan kewajiban dan tidak
menjauhi larangan, cukup dengan iman saja.r
IbnuThimiyah menyebutkan alasan Abu Hanifah dan para muridnya,
pengecualian dalam iman sama seperti iman yang dikaitkan dengan syarat,
ini tidak bisa terwujud dan menghilangkan pembenaran di hati. Selanjutnya
Ibnu Taimiyah menuturkan, sebagian salaf ada yang mengecudikan iman
dengan menyatakan, "Aku mukmin, insya Allah." Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menjelaskan, maksud Abu Hanifah menafikan pengecualian
dalam iman adalah pengecualian sebagai pemberitahuan, misalkan seseorang
berkata pada yang lain, "Berimanlah," lalu dia menjawab, "Aku beriman'
insyaAllah." MalsudAbu Hanifah ini sesuai dengan pandangan salafdalam
mengecualikan iman sebagai pemberitahuan yang bersumber dari keyakinan.
IbnuThimiyah melanjutkan, perbedaan ini hanya bersifat literal atau
berlainan sisi seperti istilah para ahli logika. Dengan demikian jelas, larangan
mengecualikan iman yang dikemukakan Abu Hanifah dan murid-muridnya
bukan yang dianjurkan atau yang diperintahkan salaf. Bagi kalangan yang
memastikan, artinya memasdkan berdasarkan kondisi yang ada di hati.
Ini benar, tidak menafikan syarat kesempurnaan dan resiko. Hanya saja
menurut mereka, amal bukan bagian dari iman, karena itu iman itulah
Islam menurut mereka.2
Dengan dernikian, tuduhan paham irja' yang dilancarkan para
pengikut hawa nafsu terhadap Abu Hanifah tidak benar berdasarkan
pemahaman bersandar pada Al-Qur'an dan sunnah yang Abu Hanifah
sampaikan, seperti itu juga pemahaman murid-murid dan para pengikutnya,
I
2
IbnuTaimiyah,l l-Furqan bainAl-Haqq waAl-Bathit,hlm.29-32,MajmubtAr-Rasa'il"jilid pertama,
Shubaih, Mesir.
Ibnu Taimiyah, I l-Furqan bain Al-Hdqq wa Al-Bathil, hlm. 32, Majmu'at Ar-Rasa' il, iilid pertama,
Shubaih, Mesir.
226 @eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
di samping rekomendasi ulama salaf yang memuji para imam madzhab
karena mendasarkan masalah-masdah akidah sesuai madzhab para pengikut
kebenaran, Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Abu Hanifah dan Pembahasan Sifat-sifat Ketuhanan
Seperti yang diketahui, pembahasan tentang sifat-sifat ilahi memicu
perdebatan yang terjadi antar berbagai kelompok keagamaan dari satu sisi,
dan kalangan Ahlu Sunnah wal Jamaah dari sisi lain, karena keyakinan tentang
sifat-sifat ilahi dalam skda tertentu -baik benar atau ddak- menimbulkan
banyak pandangan terkait masalah-masalah akidah yang disebabkan oleh
asas akidah tentang sifat-sifat ilahi, seperti pandangan Al-Qur'an makhluk
bagi yang berpendapat seperti itu, munculnya berbagai penafsiran terhadap
masalah perbuatan-perbuatan manusia dan semacamnya.
Kita di sini tidak mempelajari masalah ini dalam pemikiran Islam,
kita cukup mengiryaratkan penyimpangan-penyimpangan pemikiran pding
menonjol yang terjadi agar sikap Abu Hanifah terlihat jelas serta sejauh
mana konsistensinya dalam menerapkan manhajAhlu Sunnah walJamaah.
Berikut kami ringkas dalam beberapa poin di bawah ini;
Pertama, Penyimpangan-penyimpangan Terhadap Manhai Al-
Q*'"o dan Sunnah yang Pding Menonjol
Sekelompok kaum bersikap ekstrim, menafikan sifat-sifat azali,
menakwilkan sifat-sifat lain tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Islam
ddam hal akidah, kelompok lain juga bersikap serupa, menyamakan sifac-
sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Sikap-sikap elstrim ini disebabkan
oleh penyimpangan dan paham atheisme, Mahadnggi Allah dari apa yang
mereka katakan.
Kelompok yang menafikan sifat-sifat ilahi diwakili Mutazilah dan
Jahmiyah. Mutazilah meski terpecah menjadi banyak sekdi sekte dan aliran
di samping terjadi sejumlah perbedaan pandangan, namun parar ahli sejarah
aliran dan sekte keagamaan menyebutkan, mereka semua sepakat dalam
sejumlah hal, di antaranya;
Pertama, menafikan semua sifat-sifat arali Allah, Allah tidak memiliki
ilmu, kuasa, kehidupan, pendengaran, penglihatan araupun sifat-sifat azali
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lS 227
lain. Lebih dari itu mereka menyatakan, di masa azali Allah tidak memiliki
narna ataupun sifat.
Kedua, mereka menyatakan, mustahil melihat Allah dengan mata
kepala. Mereka menyatakan, Allah tidak bisa melihat diri-Nya sendiri
dan tidak bisa dilihat oleh yang lain. Namun mereka berbeda pendapat,
apakah Allah memperlihatkan diri-Nya padtymglain atau tidak? Sebagian
memungkinkan hal tersebut, sebagian lainnya menyatakan tidak mungkin.
Keriga, mereka sepakat menyatakan, kalam Allah bersifat baru
(diciptakan), seperti itu juga perintah, larangan dan berita-Nya. Mereka
semua menyatakan, kalam Allah bersifat baru (diciptakan), dan sebagian
besar dari mereka saat ini -di masa Al-Baghdadi, penulis teks- menyebut
kalam Allah makhluk.
Keempat, mereka semua sepakat berpendapat, Allah tidak mencip-
takan perbuatan manusia ataupun tindak tanduk makhluk hidup. Mereka
menyatakan, manusia sendiri yang menciPtakan amd perbuatannya, Allah
tidak memiliki campur tangan dalam amal perbuatan manusia dan juga
tindak tanduk semua makhluk hidup lain. Karena pandangan inilah kaum
muslimin menyebut mereka Qadariyah.t
Ayat-tyetyang menyebut sifat-sifat Allah mereka talnvilkan dengan
makna-makan sesuai pandangan mereka. Mereka mewajibkan menalsvilkan
zryat-;ryzrt matdtldbihd, tentang sifat-sifat Allah. Ini mereka sebut sebagai
tauhid.2
Jahmiyah sependapat dengan Mu'tazilah ddam hal ini, hanya saja
Jahmiyah menambahkan banyak hal, di antaranyaAllah tidak memiliki siftt
seperti sifat makhluk karena menurut mereka hal itu menyeruPakan Allah
dengan makhluk. Karena ituJahmiyah menafikan sifat hidup, mengetahui
dan lain sebagainya, natnun mereka menyatakan Allah Mahakuasa, pelaku
dan pencipta karena makhluk tidak memiliki sifat seperti itu.3 Dan pendapat
lain yang membuat mereka sama-sama bersifat ekstrim sePerti Mutazilah.
Inilah yang membuat IbnuTaimiyah dan lainnya menilai kedua kelompok
tersebut (Mutazilah dan Jahmiyah) sebagai satu golongan dalam masalah
I Al-Baghdadi,Al-Farq bainAl-Flrah,hlm.l 14-l 15.
2 Asy-syaharsta i,Al-MihludAn-Nihal(1117), DarAl-Ma'riftt, Beirut, tt'
3 lbid,tlto9
228 tD eUa* Islam Menurut Empat Madzhab
sifat-sifat ilahi. Jahmiyah dan Mutazilah sarna-sarna menafikan sifat-sifat
Allah '
Sementara kelompok-kelompok Musyabbihah (menyamakan Allah
dengan makhluk), mereka bukan satu golongan. Golongan ini terbagi
menjadi dua kubu, setiap kubu terdiri dari banyak sekali sekte. Sebagian
menyamakan Dzat Allah dengan dzat lain-Nya. Golongan ini menyebut
Allah memiliki tangan, mara, tubuh, rambut dan hal-hal lain sepemi
halnya manusia. Lebih dari itu mereka menyatakan, Allah menids dalam
diri manusia dan mendorong mereka beribadah.2 Pandangan ini cukup
menunjukkan penyimpangan mereka.
Kelompok yang menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat
makhluk terdiri dari berbagai sekte, ada yang menyamakan kehendak
Allah dengan kehendak makhluk. Pandangan ini dikemukakan Mutazilah
Bashrah. Kalangan ini menyatakan, Allah menginginkan sesuaru dengan
kehendak yang bersifat baru (diciptakan), dan kehendak Allah sama seperti
kehendak kita.
Ada juga yang menyamakan kalam Allah dengan kalam makhluk.
Kalangan ini menyatakan, kalam Allah berupa suara dan huruf, sama seperti
suara dan huruf manusia.
Ada juga, yan g di seb ut Zur ariy ah, pen gikut Zur ar ah b i n A yun tokoh
Rafidhah yang menyatakan semua sifatAllah bersifat baru (diciptakan), sifat-
sifat Allah sama seperri sifat-sifat manusia, dizamanazali Allah belum hidup,
tahu, kuasa, berkehendak, mendengar dan melihat, Allah baru menyandang
sifat-sifat tersebut saat menciptakan kuasa, kehidupan, ilmu, kehendak,
pendengaran dan penglihatan untuk diri-Nya, seperti halnya manusia yang
baru disebut hidup, kuasa, mendengar, melihat dan berkehendak ketika
sudah hidup, mampu, berkehendak, tahu, mendengar dan melihat.
Kalangan Rafidhah menyatakan, Allah baru mengetahui sesuatu
setelah sesuatu ada dan terjadi. Kdangan ini mengharuskan ilmu Allah
bersifat baru, sama seperti ilmu manusia.3
Ibnu Taimiyah, ,4 l-Furqan bain Al-Haqq wa Al-Bathil, hlm. 98, Majmrbt Ar-Rasa' il, jilid pcnama,
Shubaih, Mesir.
N-Baghd^di,Al-Farq bainAl-FIrah, hlm. 226. Asy-Syahxstni,Al-Mihl uaAn-Nihal(tlt3lg),Dar
Al-Matiftt, Beirut, tt.
N-Baghdadi, Al- Farq bain Al-FIrah, hlm. 230.
I
2
3
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... lE 229
Meski penyimpangan-penyimpangan dalam hal sifat-sifat ilahi ini
rerrera dalam buku-buku sejarah aliran dan kelompok keagamaan ddam
kapasitas besar, namun sebagian besar ulama ushuluddin membantah
penyimpangan-penyimpangan ini demi menjelaskan madzhab Ahlu Sunnah
wal Jamaah. Usaha keras ini membuahkan hasil karena banyak sekali
karya tulis tercipta, sebagian di antaranya secara khusus untuk membahas
masalah ini, sebagian lainnya tercakup di antara bahasan-bahasan utama'
Kerya-karya.tulis ini memiliki urgensi karena menjelaskan penyimpangan-
penyimpangan yang bukan berasal dari kesdahan ijtihad karena membela
orientasi keyakinan nonislami. Kita akan membahas secara singkat perhatian
ulama ini saat memaparkan tentang akidahAhlu Sunnah wdJamaah dalam
topik sifat-sifat ilahi.
Kedua, Abu Hanifah dan Sifat-sifat Ketuhanan
Abu Hanifah tidak menghindari perdebatan sePutar masdah sifat-sifat
ilahi, juga tidak kuasa -berdasarkan konstruksi pemikiran dan pendidikan
yang dienyam- untuk bersiap diam atas penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi. Inilah yang membuat Abu Hanifah dan juga para ulama 6kih
lain terjun dalam perdebatan dan dialog yang telah disinggung sebelumnya.
Kondisi yang kacau ini mendorong Abu Hanifah untuk menegaskan
kebenaran yang dia anut dalam hal akidah agar selalu menjadi bukti
bahwa dia menganut manhaj rrl"[ di samping untuk membela madzhab
Ahlu Sunnah wal Jamaah, selanjutnya agar ditransformasikan oleh murid-
muridnya sepeninggalnya nanti untuk menjaga agar ddak banyak yang
jauh dalam kesesatan-kesesatan Mu',aththilah, Musyabbihah, Mujassimah
dan kelompok-kelompok lain yang sepaham.t
Abu Hanifah menegaskan sikapnya rentang sifat-sifat ilahi dalam
Al-Fiqh Al-Ahbarriwayat Hammad bin Abu Hanifah, dan dalam Al-Fikih
Al-Absath riwayat Abu Murhi'Al-Balkhi murid Abu Hanifah. Pandangan
keduanya sama meski dengan redaksi yang berbeda. Disebutkan dalm Al-
Fiqh Alhkbar asas tauhid dan keabsahan akidah adalah wajib menyatakan
b.ri-"r, kepadaAllah, para malaikat, semua kitab, rasul, kebangkitan setelah
kematian, takdir baik-buruknya, hisab (perhitungan), mizan (timbangan
Abu Hanifah, va$iy1at Al-Imam ih,Ashhabihi bi Luzum Ahli As-sunnah ua Al-lama'ah'hlm. l'2'
manuskrip nomor 78, Dar A1-Kutub Al-'Ilmiyah
23O 6eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
pahala), surga dan neraka, semuanya benar, Allah Esa bukan dari segi
bilangan araupun karena tidak memiliki sekutu. "Katakanhh: 'Dia-hh
Alhh, yng Maha Esa. Alkh anahh Tahan yang bergantung kepada-Nya
segah sesuatu. Dia tiada beranah dan tidah puh diperanakkan. Dan tidah
ada seorangpun ldng setara d.engan Dia.' (Al-Ikhlashz l-4)
Allah tidak menyerupai makhluk, tidak ada makhluk yang
menyerupai-Nya, terap menyandang nama-nama dan sifat-sifat dzatiyah
(esensi) danf'liyah (perbuatan). Sifat-sifat dzatiyah adalah seperti hidup,
kuasa, mengerahui, berbicara, mendengar, melihat, berkehendak, semenrara
sifat-sifat y''liyah adalah seperti menciptakan, memberi rezeki, membuar,
membentuk dan sifat-sifat pekerjaan lainnya. Allah retap menyandang
narna-narna dan sifat-sifat-Nya, tidak ada narna arau sifat yang bersifat baru,
Allah tetap mengetahui dengan ilmu-Nya, dan ilmu adalah sifat azdi, Allah
tetap kuasa dengan kekuasaan-Nya, dan kuasaAllah adalah sifat azali, Allah
tetap berbicara dengan kalam-Nya dan kalam adalah sifat azali, Allah tetap
menciptakan dan menciptakan adalah sifat azali, Allah tetap melakukan
pekerjaan dan perbuatan-Nya adalah sifat azali, yang berbuat adalah Allah
sementara perbuatannya adalah sifat azdi, yang dikerjakan adalah makhluk
dan perbuatan Allah bukanlah makhluk, sifat-sifat Allah sudah ada sejak
zamaLn azali, tidak bersifat baru dan tidak pula diciptakan. Karena itu siapa
pun yang bilang sifat Allah bersifat baru, bersikap abstain arau ragu berarti
dia kafir. Allah adalah sesuaru tapi tidak sama seperti yang lain. Sesuatu
bagi Allah artinya mengakui keberadaan-Nya tanpa mareri, inti, sifat, baras,
tandingan araupun persamaan.
Allah memiliki tangan, wajah, dan jiwa seperti yang disebutkan
Allah dalam Al-Qur'an. vajah, tangan dan jiwa yang disebutAllah dalam
Al-Qur'an berarti sifat-Nya ranpa ditanya seperti apa. Thngan tidak boleh
diartikan kekuasaan atau nikmat, karena penafsiran ini menafikan sifat. Ini
pandangan Qadariyah dan Mutazilah. Thngan Allah adalah sifat-Nya ranpa
perlu ditanya seperti apa dan bagaimana. Marah dan ridha Allah adalah
sifat tersendiri bagi Allah, ranpa perlu ditanya seperti apa dan bagaimana.r
Abu Hanifah sangat gigih untuk bergabung dalam barisan Ahlu
I AbuHanifrh,Al-FiqhAl-Ahbar,hlm. 180-lSl,terlampirdalam syarhAl-FiqhAl-AhbdrkaryaN-eri.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 23t
Sunnah wal Jamaah, seperti yang dia ungkapkan dalam Al-Fiqh Al-Absath,
dalam buku ini Abu Hanifah menuangkan pandangannya tentang sifat-
sifat Allah:
Allah tidak disebut dengan sifat-sifat makhluk, marah dan ridha
Allah adalah sifat tersendiri bagi Allah, tanPa perlu ditanya seperti apa dan
bagaimana. Inilah pandangan Ahlu Sunnah wal Jamaah. Allah marah dan
,idh". Marah Allah bukanlah silsa-Nya dan ridha Allah bukanlah pahda-
Nya, kita menyebut sifat Allah seperti sifat-sifat yang Dia sebutkan untuk
diri-Nya, Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu, tidak beranak dan
tidak pula diperanakkan, tidak ada sesuatu Pun yang setara dengan-Nya,
Mahahidup, tiada henti mengurus makhluk, Mahakuasa, mendengar,
melihat, -.rrg.trh.ri. tngan Allah di atas angan mereka namun ddak
seperti Engan makhluk, bukan anggota badan, Pencipta semua tangan'
*"j"tr-Ny" tidak seperti wajah makhluk, jiwa-Nya tidak sama seperti jiwa
makhluk, Pencipta semua iiwa, " Tidak ada sesuaru Pun ldng serupa dntgan
Dia, dan Dia-kh yang Maha Mendtngar dan Melihar. " (Asy-Syura: 11)
Dengan demikian jelas, Abu Hanifah menyebut sifat-sifat Allah
seperti yrrr! di..b,rt dalam Al-Qur'an dan sunnah, dia tahu Pasti itulah
sifat-sifat ilahi. Karena Dia semara yang memili]ro uluhiyah,Diajauh dari
kesamaan dan keserupaan, bahkan meski secara literal sifat-sifat-Nya sama
seperti sifat-sifat makhluk. Dengan sikapnya ini, Abu Hanifah jauh dari
penakwilan, menyerupakan atau menjelmakan Allah dengan makhluk.
Lebih dari itu kita tahu, Abu Hanifah membantah berbagai penyimpangan
kelompok-kelompok Musyabbihah, Mujassimah, Mu'aththilah dan
lainnya saat menegaskan pandangan dan pemahamannya tentang sifat-
sifat ilahi. Pemikiran inilah yang menjadi landasan sebagian besar ulama
sepeninggalnya untuk menjelaskan akidah Ahlu Sunnah wal J"t""h.
Al-Qur'an Makhluld
Asas yang ditegaskan Abu Hanifah terkait masdah sifat-sifat Allah
sudah cukup menjelaskan pandangannya tentang apakah Al-Qur'an
makhluk. Namun karena pihak-pihakyang benciAbu Hanifah atau mereka
yang ingin menyebarluaskan pandangan dengan mendompleng di balik
nama Abu Hanifah menuduhnya menyatakan bahwa Al-Qur' an makhluk.
Metode ilmiah yang kita gunakan berdasarkan teks-teks yang menunjukkan
232 6 eUa* Islam Menurut EmPat Madzhab
pandangan Abu Hanifah sudah cukup untuk membantah kebohongan ini
dan mengungkap apa saja motif di baliknya.
Perrama, Abu Hanifah menyebutkan dalam Al-Fiqh Al-Ahbar, N-
Qur'an kalamAllah tertulis dalam lembaran-lembaran, terpelihara di dada,
tulisan Al-Qur'an makhluk, bacaan Al-Qur'an juga makhluk, diturunkan
kepada Nabi Muhammad, penururan lafal Al-Qur'an adalah makhluk,
bacaan Al-Qur'an juga makhluk, namun AI-Qur'an bukan makhluk. Kita
berbicara dengan dat dan huruf sementara Allah berbicara tanpa alat dan
hurufi, huruf adalah makhluk dan kalam Allah bukanlah makhluk.t
Lebih dari itu, Abu Hanifah juga mengetahui bahaya pandangan
yang menyatakan Al-Qur'an makhluk. Suatu ketika ada seseorang datang
ke masjid Kufah untuk menanyakan masalah ini, murid-murid Abu
Hanifah tidak memberi jawaban, saar itu Abu Hanifah tengah berada di
Makkah. Setelah kembali, murid-muridAbu Hanifah menyampaikan hal iru
kepadanya, dia khawatir jika murid-muridnya mengatakan sesuaru renrang
masalah ini, setelah tahu murid-muridnya tidak ada yang mengatakan
apapun terkait masalah ini, Abu Hanifah menyatakan, "semoga Allah
berkenan memberi balasan baik pada kalian, jagalah wasiatku; jangan
pernah membicarakan &n membicarakan masalah ini selamanya, cukuplah
pada batas akhir bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah, itu saja dan jangan
ditambahi meski satu huruf pun. Menururku, masalah ini tidak akan
berakhir hingga kaum muslimin jatuh dalam suatu permasalahan ya