tri *3 5,>. 5i3i
ffi ffi
[1]. Ayat ketuiuh dan kedelaPan: FirmanNya,
,lv ii'"ii@ fi5 <r-iiil.'"k q* & 'otlii ti
"tr
i iJGy
,ti,'b:ti' 4fi cAlA K{":* +-i $ n:'i'ti ,>.5i1i
{@'Jr;i6
"Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur'an)
tcepada hambaNya, agar dia menjadi pembei peingatan lnpodo wluruh
alam, yang kepunyaanNya-tah l<erajaan langit d"an bumi, dan Dia tidak
*r*prryoi anak, dan tidak ada sekutubagiNya d.alamlekuasaan-(Nya),
dan Dia telah menciptalun segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-
ukur anny a dengan ser api-r apiny a. " (Al-Furqan: L -2)'
4 XJ:CY artinya, Mahatinggi dan Mahaagung.
4 -r;;'ib'o(ji,li"ii* "Yang telah menurunknn al'Furqan (al-
Qur- afi bpodn lambaNya!' yaitu Allah.
FirmanNyu, { 5u}i} "Al-Furqan" yaitu al-Qur'an, karena
ia membedakan aniar u yinghak dengan yang batil, antara Muslim
dengan kafir, antara orang baik dan orang jaha! antara yang ber-
bahaya dan yang berguna dan lain-lain; semuanya yaitu furqan
(pembeda).
$..roli$ "Xrpodn hambaNya," yaitu Muhammad &. Allah
menyifati beliau sebagai hamba dalam konteks pembicaraan tentang
diturunkarmya al-Qur'an kepada beliau, dan konteks ini termasuk
konteks termulia bagi Nabi #.
Oleh karena itu, Allah menyifatinya sebagai hamba dalam
konteks diturunkannya al-Qur'an kepada beliau seperti pada ayat
ini dan juga pada FirmanNya,
4 6:5rt,)* tt iJ
"
ii i+Xli}
" Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan lccpada hambaNya
al-Kitab (al-Qu' ran). " (Al-Kahfi: 1).
Allah juga menyifatinya sebagai hamba dalam konteks pem-
belaan untuk beliau dan tantangan,
4e;f$6!q?qiLurrF
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qu'ran yang
Kami ruahyukan l<epada hamba Kami (Muhammad)." (Al-Baqarah: 23).
Allah menyifati beliau sebagai seoriu:rg hamba dalam konteks
pemuliaanNya kepada beliau dengan mi'raj,
4 rVJi )+3i <ii'i.e;)i, €-ta$tl*y
"Mahssuci Allah, yang telah numryrjalanlan hambaNya pada suatu
malam dai al-Masjidil Haram..." (Al-Isra': 1).
Dalam surat an-Najm Allah berfirman,
(@;Jc -'#6t*i6b
"Ialu din runyampailun lcepada lwmbaNya (Mulummad) apa yang
telah Allah wahyukan." (An-Najm: 10).
Semua itu menunjukkan bahwa sifat penghambaan manusia
kepada Allah yaitu kesempumaan, karena kemerdekaan sebenar-
nya ada pada penghambaan kepada Allah. Siapa yang tidak meng-
hambakan diri kepadaNya, maka dia akan menghambakan diri
kepada selainNya.
Ibnul Qayyim berkata,
Mereka lari dai penglambaan yang menjadi tujunn mereka di-
ffi ffi
ciptakan
dan mereka justru tertimpapenghambaankepada nafsu dan setan
Penghambaan yang menjadi tuiuan mereka diciptakan yaitu
penghambaan kepada Allah, tetapi mereka justru menjadi hamba-
hamba nafsu dan setan. Tidak ada seorang pun yang berlari dari
penghambaan kepada Allah, kecuali dia terjerumus ke dalam peng-
hambaan kepada hawa nafsu dan setan. Allah tlt$ berfirman,
il, g'iffii\, {; {A,Jni c} {;;ifi
uMaka pernahkah lumu nulilut orang yang menjadikan harua naf-
sunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-
(Nya)." (Al-|atsiyah: 23).
FirmanNy", {0.i 6ir;V'"K4b "Agar dia menjadi pembei pe-
ingatan kepada seluruh alam." Lam di sini berfungsi menjelaskan
alasan, dan kata ganti pada (ihb kembali kepada Nabi #,
karena dialah yang disebut paling dekat dan karena Allah berfir-
man/
{+3#b
" Supaya lamu membei peingatan dengan Kitab ifu Qcepada orang
*"fir1." (Al-A'raf:2).
Dan Allah juga berfirman,
{dv;.rIiit$
"Supaya dengannya Aku membei ryingatan kepadamu dan kepadn
orangqrang yang sampai al-Qur'an (l<epadanya). " (Al-An'am: L9).
Pemberi peringatan (dalam ayat di atas) yaitu Rasulullah
#.
FirmanNy a, { 6-44\ " Seluruh Alam," meliputi jin dan ma-
nusia.
FirmanNy u, { *.'\iA qifri,iii ii,"i( } " Y ang lcepuny aanN y atah
leeraj aan lnngit dan bumi, " maknanya telah dijelaskan.
FirmanNya, 4 etfiaiblt Ktt tX +:; $> " DAn Dia tidak
numpunyai anak, dan tidak ad.a *kutu bagiNya dalam lcekuasaan(Nya),"
maknanya telah dijelaskan, keduanya yaitu sfiat salbiyah.
FirmanNy
", {tX f'$ ,t; lUtq;* ', Dan Dia telah mencipta-
egala sesuatu, dan Dia menetapkai ukuran-ukurannua denoankan s atu, t kai y g
wrapi-rapinya." Mencipta yaitu mengadakan dalam bentuk tertentu.
Dan takdir artinya yaitu menyempurnakan atau berarti menetap-
kan di zaman azali, yang pertama lebih shahih, hal itu didukung
oleh Firman Allah,
{@;;tiioiip,
"Yang menciptakan, dnn menyempurnnkan (penciptaanNya).,
(Al-A'la: 2).
Berdasarkan makna ini, maka ayat ini berurutan dari segi
lafazh dan makna, dan berdasarkan makna yang kedua, maka ia
berurutan secara laf azh.
Faldah yang klta petlk darl segl perllaku darl ayat-
ayat lnl:
Bahwa kita wajib mengetahui keagungan Allah dan menyu-
cikanNya dari segala kekurangan. Apabila kita mengetahui itu,
maka pengagungan dan kecintaan kita akan bertambah.
Dari dua ayat di surat al-Furqan tadi kita mengetahui penje_
lasan al-Qur'an yang mulia ini, bahwa ia yaitu rujukan bagi ma-
nusia, bahwa jika manusia ingin mencari kejelasan dalam segala
urusan maka hendaknya dia kembali kepada aleur'an karena Allah
menamakannya al-Furqan,
('r;'- ii"oeii ily
'Dia telah menurunkan al-Furqan (al-eur'an) bprd" hambaNya.',
(Al-Furqan:1).
Kita juga memetik faidah dari segi perilaku pendidikan, yakni
hendaknya kecintaan kita kepada Rasulullah ffi semakin kuat dan
bertambah, di mana dia yaitu hamba Allah yang bertugas menyam-
paikan isalah dan memberi peringatan kepada manusia.
Kita juga mendapat faidah bahwa Muhammad yaitu Rasul
terakhir, maka kita tidak percaya kepada klaim kenabian apapun
sesudah beliau. Hal itu berdasarkan FirmanNya, {($i$* ^*rpoa"
ffi ffi
seluruh alam." Seandainya ada Rasul setelahnya niscaya isalahnya
terhenti padanya dan bukan seluruh alam.
ooo
[1J. Ayat kesembilan dan kesepuluh: FirmanNya,
{$ ;i,q *%l $t *i ra <,u 65 li efr 'Gic y
t:^\3:5,-3i,+t @ <ii;- g
iifr G$'d; t9 #
(@6'L*git1
,,Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada
fuhan (yang lain) be*rtaNya, lalau ada fuhan besertaNya, masing-masing
tuhan itu alcan membarua makhluk yang diciptakannya, dan sebagian
dai tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci
Allah dai apa yang mereka sifatlan itu, Yang mengetahui semua yang
ghaib dan semua yang nampak, maka Mahatinggtlah Dia dai apa yang
mereka persekutukan. " (Al-Mu' minun: 91'-92).
Dalam ayat ini Allah menafikan kepemilikan anak dari diriNya
dan sekutu. Penafian ini ditegaskan dengan (
")
pada FirmanNya
ii-q * k;it $t rtti,i!, <,@ 6 $ n'ii Gic y
t1\3G ;*rfrd6 @ <,t.9 ;it&|# rt, #Y'
{@ 6,2-Ag6t1
,,Allah sekali-kali tidak mempunyai anah dan sekali-kali tidak
ada tuhan (yang lain) besertaNya, kalau ada tuhan besertaNya,
masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang ilicip-
takannya, dan sebagian dai tuhan-tuhan itu akan mengalahkan
sebagian yang lain. Mahasuci Allah dai apa yanS mereka sifat-
kan itu, Yang mengetahui semua yang ghaib dan semua yang
nampak, maka Mahatinggilah Dia dari apa yang mereka Perse-
kutukan." (A1-Mu'minun: 9L-92). Q)
ffi W
4 i;*y dan FirmanNya { ,rtt}, karena tambahan hutuf jar
dalam'kalimat negatif dan sdpertiriya memberi makna Penegasan.
FirmanNy",4. )rn'ii'GtC$ ^eUan sekali-kali tidak mempu-
nyai anak," yakni Allah tidak memilih seorang pun untuk menjadi
anakNya, tidak lJzair, tidak al-Masih, tidak malaikat dan tidak pula
selainnya, karena Dia tidak memerlukan selainNya.
Jika Allah tidak mungkin mempunyai anak maka Dia lebih
berhak lagi tidak mempunyai bapak.
.. FirmanNya, (At) ' ($Jl) artinya yaitu yang dituhankan
(;rt) seperti;u yakni, yang dibanf ( ,*). ;rii yakni, yang diham-
parkan (;:;u ). Jadi d.Jr berarti Ejl;jr yakni,yffiBdisembah dan yang
dipatuhi.
Yakni tiada tuhan-tuhan yang berhak disembah bersamaNya.
Kalau fuhan-tuhan palsu, maka ia ada, karena ia palsu, maka ang-
gaplah tidak ada. |adi sah dikatakan, tidak ada tuhan bersama
Allah.
( Q), yakni kalau ada tuhan bersamaNya'
* * * Uii; i{-qfl ?;Sy " Masing-masing tuhan itu
aknn iembarua makhluk yang diciptakhnnya, dan sebagian dai tuhan-
tuhanifu aknn mengalahkan sebagianyanglain." Seandainya ada tuhan
lain setara dengan Allah niscaya Dia mempunyai kerajaan khusus
dan Allah juga mempunyai kerajaan khusus, yakni masing-masing
akan membawa makhluk yang diciptakannya. Dia berkata: Ini cip-
taanku dan yang lain juga demikian.
Dalam kondisi tersebut masing-masing dari keduanya pasti ber-
ambisi untuk menguasai yang lain seperti yang telah menjadi ke-
biasaan. Raja-raja dunia berambisi menguasai yang lain sehingga
kekuasaan menjadi miliknya. Dalam kondisi ini ada kemungkinan
keduanya sama-sama tidak mau (ngotot), yang satu tidak mampu
mengalahkan yang lain begitu pula sebaliknya. Jika demikian, maka
keduanya sama-sama tidak layak menjadi tuhan, karena tuhan tidak
mungkin tidak mampu.
Kemungkinan lain salah satunya mengalahkan yang lain,
maka yang menang itulah yang menjadi tuhan.
Persoalannya kembali lagi kepada kenyataan bahwa alam
semesta hanya mempunyai satu tuhan, tidak mungkin ada dua
tuhan di alam ini, karena persoalannya tidak lepas dari dua kemung-
kinan yang telah dijelaskan.
Apabila kita menyaksikan alam semesta atas dan bawah, maka
kita mendapati bahwa ia yaitu alam yang ditata oleh pengatur
yang satu, karena jika tidak, niscaya terjadi benturan, salah satu
tuhan misalnya berkata, "Aku mau matahari terbit dari barat." Se-
mentara yang kedua berkata, "Aku ingin matahari terbit dari timur."
Kesamaan dua keinginan sangat tidak mungkin, lebih-lebih konteks-
nya yaitu konteks kekuasaan, masing-masing ingin menjalankan
keinginannya.
Telah dimaklumi saat ini kita tidak menyaksikan matahari
terbit satu hari mengikuti keinginan tuhan yang pertama dan di
hari lain mengikuti keinginan tuhan yang kedua atau satu hari
matahari tertunda, karena tuhan yang kedua menahannya atau
suatu hari matahari mendahului waktu terbitnya, karena tuhan
yang pertama menyuruh tuhan yang kedua mengeluarkannya. Ini
tidak kita lihat, yang kita lihat yaitu alam yang satu, serasi dan
rapi, hal mana itu menunjukkan secara nyata bahwa penatanya
yaitu satu, yaitu Allah.
AUah menjelasktrn secara logis bahwa tuhan lebih dari satu
yaitu mustahil, karena jika itu mungkin niscaya aPa yang kami
sebutkan pasti terjadi, masing-masing akan memisahkan diri dari
yang lain, masing-masing tuhan akan membawa aPa yang dicipta-
kannya. Dalam kondisi ini ada kemungkinan keduanya sarna-sama
kalah dan ada kemungkinan pula yang menang yaitu satu. ]ika
yang pertama maka keduanya tidak layak menjadi tuhan dan jika
yang kedua maka yang menang itulah yang menjadi tuhan, jadi
tuhan hanyalah satu.
Kalau ada yang berkata, Apakah tidak mungkin keduanya
berdamai dengan masing-masing menguasai ciptaannya sendiri-
sendiri?
|awab: Kalau itu mungkin niscaya tatanan alam akan rusak.
Kemudian perdamaian di antara keduanya tidak terjadi ke-
cuali karena salah satunya takut kepada yang lain. Dalam kondisi
ini maka yang takut itu tidak berhak dituhankan karena dia tidak
mampu melawan yang lain.
Kemudian Allah berfirman, {Aii*(1fi'#Y "Mahasuci
Allah dni apayangmerela sifatkan itu.'i Maksudnya, penyucian Allah
dari sifat-sifat yang dinisbatkan kepada Allah oleh orang-orang
musyrik anti tuhan yang berbicara tentang Allah dengan aPa yang
tidak layak bagiNya.
4*<Ai;,-*31',&*"Yang mengetahui semua yang ghaib dan
wmun ynng rnmpok." Ghaib yaitu yang tidak tampak oleh manusia
dan yang nyata (syahadah) yaitu aPa yang dilihat oleh mereka'
{ <,bi.g {t;iy 4. Jfiy, berarti Mahatinggi, Mahasuci
dan Mahamulia.
$ Aiur-ii-(5$ "Dai apa yang mereka persekutukan," yaitu ber-
hala-berhala yang dituhankan bersama Allah.
sifat-sifat nafi yang ada di kedua ayat ini yaitu kesucian Auah
dari kepemilikan terhadap anak, yang disandangkan kepadaNya
oleh orang-orang kafir dan suci dari sekutu dalam uluhiyah yang
dengannya orang-orang musyrik menyekutukanNya.
Penafian ini karena kesempurnaan kekayaan, rububiyah dan
uluhiyahNya.
Dari segi perilaku kita mengambil faidah dari keduanya, yaitu
bahwa iman kepada hal ini membawa seseorang kepada ikhlas ke-
pada Allah.
ooo
4'";t- J 3\ )iri ifiC;i a\j,,ar F
"Maka ianganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah'
Sesungl;uhnya Allah mengetahtti, sedang kamu tidak mengetahui."
(An-Nahl: 74) $)
lu. Ayat kesebelas: FirmanNYa,
{ @ 'o}\;{ 5?)i';ii,iY3l;i a\}'r$ll}
"Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah.
Sesunggulrnya Allah mengetahui, sedang knmu tidak mengetahui." (An-
Nahl: 74).
Yakni, janganlah kamu membuat perumpamaan bagi Allah,
kamu mengatakan perumpamaan Allah yaitu seperti ini dan ini
atau kamu mengangkat sekuhr bagiNya dalam ibadah.
('ol:i'i ;;V )4';i'1 ";,,y\ " s e sun g guhny a Atl ah Me n ge t ahui, se dan g
kamu tidak mengetahui," yakni Allah mengetahui bahwa Dia tidak
memiliki misal (perumpamaan), Dia telah mengabarkan kepadamu
bahwa Dia tidak memiliki tandingan, ialah pada FirmanNya,
{:-'3"#;rY
"Tidak ada ssuafu pun ynng yrury dengan Dia." (Asy-Syura: 11).
(@'G$Lfr)f-1-;i3Y
" Dan tidak ada xorang ?un yang stara dengan Dia. " (Al-Ikhlas: 4).
(@q"':;fii"F
" Apalah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia
(yangpatut disembah)? " (Maryam: 65).
Dan banyak ayat-ayat lain yang senada. Allah mengetahui
sedangkan kamu tidak mengetahui.
Mungkin pula dikatakan bahwa kalimat ini mengandung dalil
yang jelas bahwa Allah tidak memiliki misal (banding) dan bahwa
ia sama dengan membuat perumpamaan pada saat tidak mungkin-
nya membuat perumpamaan, karena kita tidak mengetahui semen-
tara Allah mengetahui. Jika ilmu tidak kita miliki dan ia dimiliki
oleh Allah lalu di mana kesamaannya? Adakah si bodoh menyamai
si alim?
Bukti terbatasnya ilmu kita yaitu bahwa manusia tidak me-
ngetahui apa yang dia kerjakan di hari esok,
{til ay-#$vgi,qJ\6y
"Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang aknn diusahakannyabesok." (Luqman: 34).
Bahkan manusia tidak mengetahui letak ruhnya yang ada di
tubuhnya,
4;; ju'r!ti$ d;t*<ilu" y
"Dan merekn bertanya kepadamu tcntang ruh. Kataknnlah, 'Ruh ifu
termasuk urusan Rabbku'. " (Al-Isra': 85).
Orang-orang filsafat dan orang-orang yang sok filsafat masih
terus mencari hakikat ruh ini dan mereka belum mencapainya pada-
hal ia yaitu asal usul kehidupan. Lri yaitu bukti kekurangan ilmu
manusia. Karena itu, Allah berfirman,
(@ r+Jr ;;i'dh-ju;y
tidaklah kamu diben pengetahuan melainkan sedikit." (Al-
Isra'
Apabila kamu berkata: Bagaimana menggabungkan ayat ini,
{ @'bi:"! ;;V fi-';il iY3u;'li a'tir$ rE Y
uMakn janganlah kamu nrcngadakan *kutu-sekutu bagi Allah.
Sesungguhnya Allah mengetahui, sednng kamu tidak mengetahui" (An-
NahL 74) dengan Firman Allah,
{ @ <-,;fr '3t r,t:t -1 i.l}:i+<tsy
" Karena itu janganlah kamu nungadnkan *h.ttu-sekutu bagi Allah,
p adahal kamu menge tahul " (Al-Baq ar ah: 22)?
|awab: Ayat yang kedua berbicara kepada orang-orang yang
menyekutukan Allah pada uluhiyah. Dia berfirman, ;".lj$f,>
( r,rl.t "Knrena itu janganlah kamu mengadakan *kutu-*lcutu bagt Allah,u
dalam ibadah dan uluhiyah, 43;7i??t* "Wdohal lamu mengetahui,"
bahwa Dia tidak memiliki tandingan dalam rububiyah; berdasar-
kan dalil FirmanNya,
6;;3,# -# q ri\'&,siri'Fr1' #i"eurr \aE- F
"Hni manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan
orangirflng yang sebelummu, agar kamubertaktua, Dialah yang meniadi-
'o.*,3 /.y;Ai 'vdii qr,t::.tii6g "ilit,fi J:. eit
( @ <r;i,3'3t rs:ti ;t\fu|<t 3"'F 6':r'?(At
kanbumi sebagaihamparanbagimu danlangit sebagni atap, dan Dia me-
nurunkan air (hujan) dai langit, lalu Dia menghnsilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai izki untukmu; karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. " (Al-
Baqarah: 21.-22).
Sementara ayat pertama yaitu tentang sifat, { 3$'ii;t\}fi>ib
uMaka janganlah kamu mengadakan misal-misal (sekutu-sekutu) bagi
Allah." Di mana kamu berkata, Sebagai contoh: Tangan Allah seperti
tangan ini, Wajah Allah seperti wajah itu dan Dzat Allah seperti
dzat fulan dan lainJain, karena Atlah mengetahui sedangkan kalian
tidak mengetahui dan Dia telah mengabarkan bahwa Dia tidak ter-
tandingi.
Bisa dikatakan bahwa penetapan ilmu kepada mereka ada-
lah khusus dalam urusan rububiyah dan penafiannya dari mereka
yaitu dalam urusan uluhiyah di mana mereka menyekutukan Allah
padanya, maka mereka menemPati kedudukan orang-orang yang
jahil.
Kesempurnaan yang dikandung ayat ini yaitu kesempumaan
sifat A1lah, di mana Dia tidak memiliki misal.
Faidah dari segi perilaku yang diambil dari ayat ini yaitu
kesempurnaan pengagungan kita kepada Allah, karena apabila
kita mengetahui bahwa Dia tidak memiliki misal, maka kita akan
bergantung kepadaNya dengan harapan dan rasa takut dan kita
pun mengagungkanNya. Kita mengetahui bahwa Dia tidak mung-
kin ditandingi oleh sultan, raja, menteri dan pemimpin sebesar apa
pun kekuasaan, kerajaan dan kepemimpinannya, karena Allah {6
tidak memiliki tandingan.
ooo
ffi
fi {-Ji b,'ji!6 i,iji 6$ 6 $',1i, t1 ;>iti o; ;t CsL:i Y
4:rfi { (, ;^l iF i}};,J; ('(C -n i$i V 6\lgrs
"Katakanlah, 'Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang
keii, baik yang nampak ataupun yang tercembunyi, dan perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (meng-
haramkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan huiiah untuk itu dan (mengharamkan) ka-
lian berkata atas nama Allah apa yang tidak kamu ketahui'."
(Al-A'raf: 33).0)
[1]. Ayat kedua belas: Firman Allah tltS,
fi 6ih'-i!67'ijt trrc;(r'fi,6;r;;riCj i;6f.i F
( @ 'b$\{ 6'l ',Yl};i ;V( '(Y-ni$ iY ;"\rg}
"Katalunlah, 'Rabbku hanya mengharamlun perbuatan yang lceji,
baik yang nampak ataupun yang terxmbrny, dan perbuatan dom, melang-
gar lwk manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) memperse-
kutuknn Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah
untuk itu dan (mengharamkan) kamu berlcata-atas nama Allah apa yang
tidak kamu ketahui'. " (Al-A'raf: 33).
{,f } "Katakanlah" ini dituiukan kepada Nabi #, yakni rumun-
kanlah kepada manusia.
{,ft} yaitu perangkat kalimat untuk membatasi, hal ini
untuk menghadapi orang yang mengharamkan apa yang Allah
halalkan.
4;';yartinya mencegah. Asal kata (r menunjukkan makna
mencegah. Dikatakan 4t f-f yaitu, tanah yang melindungi sumur
di sekitarnya, karena ia mencegah pelanggaran orang lain kepada-
nya.
{,J9;ij;i! yaitu jamak dari L-6, yaitu dosa yang buruk
sekali seperti zina dan homoseksual.
Allah berfirman tentang zina,
4'"1a.\ i'f tty"oli Vi{j }
"Dan janganlahkamu nundelati zina; sesungguhnya zina itu ada-
lah suafu perbuatan yang lceji." (Al-Isra': 32).
Allah berfirman tentang homoseksual, mengabadikan perka-
taan Nabi Luth kepada kaumnya,
('zbill'rilfy
" Mengapa kamu mengerjalan perbuatan l(eii itu?' (Al-A'raf: 80).
Termasuk zina yaitu seseorang menikahi wanita yang tidak
halal untuk dinikahi olehnya karena sebab kekerabatan atau suzuan
atau hubungan pernikahan. Firman Allah t'l$,
,t3y'Sti 33(Jy,:4i (; €i6r1'&C1;*{; }
{@ Wirliw3{Lti,u
"Dan janganlah kamu lanoini ruanita-toanita yang tulah dikaruini
oleh ayahmu, terl<ecuali pada mnsa yang telah lampau. Sesungguhnya per-
buatan itu amat keji, dan dibenci Allah, dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh)." (An-Nisa- : 22).
Bahkan ini lebih berat daripada zina, karena Allah menyifati-
nya dengan tiga sifat: keji, dimurkai dan jalan yang buruk, semen-
tara Allah hanya menyifati zina dengan dua sifat:
{@ W"\73'e}$i'{xYfi
" sesungguhnya zina itu yaitu suatu perbrntan yang keii. dnn suatu
jalan yangburuk." (Al-Isra': 32).
FirmanNya, $,A6*';SVV "Baik yang nampak atau tersem-
bunyi." Ada yang bLrkata, Makn6nya yaitu aPa yang keburukan-
nya jelas dan apa yang samar. Ada yang berkata, Apa yang nampak
bagi manusia dan aPa yang tidak nampak bagi mereka, dari segi
perbuatan pelaku, bukan dari segi perbuatan itu sendiri, yakni apa
yang dinampakkan oleh seseorang kepada manusia dan apa yang
disimpannya.
FirmanNyu, 4jijli hi;Jtif6) "Perbuatan dosa dan melang-
gar hak manusia tan)a alasan yang beiar" yakni, Dia mengharamkan
ffi
perbuatan dosa dan pelanggaran terhadap hak orang lain tanpa
alasan yang benar.
Yang dimaksud dengan dosa yaitu kemaksiatan yang men-
jadi sebabnya.
;!1r yaitu melanggar hak (melampaui batas) terhadap ma-
nusia,
4*i i**-f,i y'rfrIi ittii;'tti i'SiSWiqF
" Sesungguhnya dosa itu atas oranS-orang yang berbuat zhalim
kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak." (Asy-
Syura: 42).
FirmanNyu, $,Fi i+:ffl* "Pelanggaran tanpa alasan yang
benar," menunjuktan Uatrwa setihp pelanggaran yaitu terjadi tanpa
alasan yang benar bukan berarti pelanggaran terbagi menjadi dua:
pelanggaran dengan alasan yang benar dan pelanggaran tanpa
alasan yang benar, karena semua pelanggaran yaitu tanpa alasan
yang benar.
Berdasarkan ha1 ini, maka sifat di sini dikenal dengan sifat
kasytfah yakni, sifat yang menjelaskan, ia berfungsi sebagai penjelas
illatbagi kata yang disifati.
FirmanNy a, $
('CA.nifuY ;"tW 6r$ " Mr*perxkutukan Allah
dengan sesuatu yang Allan Hdak menurunkan hujiah untuk itu," ini
satu rangkaian dengan ucaptu:l sebelumnya yakni Rabbku meng-
haramkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu di mana Dia
tidak menurunkanhujjah atasnya. Hujjah disebut dengan sulthan,
karena ia yaitu sulthan (kekuatan) atas orang yang ditegakkan
kepadanya.
Pembatasan ini, $\iLy" .r,iiiVb "Dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan hujjah untuknya," [renjelasannya sama dengan
penjelasan yang kami kemukakan tadi pada pelanggaran tanpa
alasan yang benar. Yakni slfatkasyifah, karena siapa Pun yang me-
nyekutukan Allah, maka dia tidak mempunyaihujjah atas perbuat-
annya.
FirmanNya, {i'!ii{C,;'1'&i$i&\ "Dan lcamu berkata atns ram^a
Allah apa yang tidak kamu ketahui" yakni, Allah mengharamkan ber-
bicara atas nama Allah tanpa ilmu. Haram atas kita berbicara atas
ffi ffi
nama Allah tanpa ilmu, baik pada DzatNya atau nama-namaNya
atau sifat-sifatNya atau perbuatan-perbuatanNya atau hukum-
hukumNya.
Lima perkara ini Allah haramkan atas kita.
Ayat ini mengandung bantahan kepada or;U:rg-or€rng musyrik
yangmengharamkan apa yang tidak Allah haramkan.
Apabila ada yang bertanya, "Mana srtat salbiyah dalam ayat
ini?"
Kami katakan ia yaitu ;i,l'&ijfi J3(!jj';r7 .+ii iY ;'\\gri ,lry
{'oi,A{( "Mempersekutuknn Allah dengan sesuatu yang Allah tidak
menurunknn hujjah untuk itu dan (mengharamkan) kamu berbicara atas
nama Allah apa yang tidak kamu lcetahui." Keduanya termasuk sifat-
sif at salbiy ah 4gr3 olr}. " Kolion memper sekutukan," yakni janganlah
kalian menjadikan sekutu bagiNya, karena kesempurnaanNya.
{'r{,;t{(.;'1&l};;6iy "Dan kamu berkata atas nama Allah apa yang
tidak kamu ketahui," demikian pula karena kesempurnaanNya, ka-
rena kesempurnaan kekuasaanNya sehingga tidak seorang pun
yang boleh berkata atas namaNya tanpa ilmu.
Faidah dari ayat ini dari segi perilaku yaitu menjauhi lima
perkara di mana Allah secara tegas mengharamkannya.
Para ulama berkata, Lima perkara yang diharamkan ini ter-
masuk perkara yang disepakati keharamannya oleh seluruh syariat.
Termasuk ke dalam berkata atas nama Allah tanpa ilmu ada-
lah menyelewengkan nash-nash al-Qur'an dan Sunnah tentang
sifat-sifat Atlah dan lainnya. Apabila seseorang merubah dalil-dalil
sifat seperti dia mengatakan, yang dimaksud dengan kedua tangan
yaitu nikmat, maka dia telah berkata atas nama Allah tanpa ilmu
dari dua segi.
Pertama, menafikan zahirlafazh tanpa ilmu.
Kedua, menetapkan lawannya bagi Allah tanpa dalil.
Dia berkata, Maksud Allah bukan ini, akan tetapi itu. Kami
katakan, datangkanlah dalil bahwa Dia tidak bermaksud ini akan
tetapi itu. Apabila kamu tidak mendatangkan dalil berarti kamu
telah berkata atas nama Allah tanpa ilmu.
,4iiiq;rJ;'",:i,ry
" (Yaitu) Yang Maha Pemurah, yangbercenayam di atas Arasy."
"Lalu Dia bersemayam di atas Arasy."
,sii'ii13jrr6Ly ,i$ ,;tg\t;:-r-, ,t Uty w \i
"'4 d,fi iY t;3? 16* ,t,i'i';,>-iai'iL
Ada tujuh tempat yang berada dalam Surat al-A'raf, FirmanNy+
"sesungguhnya tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
Arasy." (Al-A'raf: 54).01
,4. i,A iY {;r:J?Y
ffi
ATIAH BERSE}IAYA}I DI ATAS ARASY
[1]. Penulis menetapkan istiwa' (bersemayamnya) Allah
di atas ArasyNya dan itu terdapat pada tuiuh tempat di dalam
al-Qur'an.
Tempat Pertama, FirmanNya dalam surat al-A'raf,
',F {;J? ,6 *? *1 ,, ,t,i.it; +it$i',trL "51X't-g
5t* i ai 'ri'6$
Lb
4,;"-,fr
" Sesungguhnya tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptaknn
langtt dan bumi dalam enam hai (masa), lalu Dia bersemayam di atas
Arasy." (Al-A'raf: 54).
('51) yaitu khabar { gt}
{ $}it; +Uei',;ir| " Mencip tnlan langit dan bumi " ; artinya meng-
adakan keduanya dari ketiadaan dengan sangatbaik dan sempurna.
{*1t e\ "Dalam enam masa." Yakni hari, lamanya hari-
hari ini sama dengan hari-hari yang kita kenal, karena Allah me-
nyebutkannya nakirah, maka ia ditafsiri dengan apa yang telah di-
ketahui.
ffi ffi
Hari pertamanya yaitu Ahad dan terakhirnya yaitu Jum'at.
Empat hari untuk bumi dan dua hari untuk langit sebagaimana
Allah merinci hal itu dalam surat Fushshilat.
lr,^ftYG,{'o}:ij *i c F;-ii i{; l,i\ 51K3,# :iy
y:1 eq';{,
"te ri, W {jj e-},r qi, V'b;r@,lrlai
{@;*W"Tt1'r6
"Katakanlah, 'Sesungguhnya patutkah knmu kafr kepada yang men-
ciptakan bumi dalam dua hai (masa) dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu yaitu Rabb semesta alam.' Dan
Dia menciptaknn di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menenh.tlun padanya kadar makanan-maknnan
(rynghuni)nya dalam empat hai (masa). (Penjelasan itu *bagai jaruaban)
bagi orang-orang yang bertanya. " (Fushshilat 9-10).
maka ia menjadi empat
4*;-etfi-€t-Li#i@ A#
"Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu
masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, 'Da-
tanglah kamu berdua menurut peintahKu dengan suka hnti atau ter-
paksa' . Keduanya menjaruab, 'Kami datang dengan suka hati.' Maka Dia
menj adikanny a tuj uh langtt dalam dua hai (masa) . " (Fushshilat 1 1-1 2).
FirmanNy
", {,iA & t;il7},: { 'l} menunjukkan urutan.
( oJF artinya bersemayam.
{ A-li}, Atap yang melingkupi seluruh makhluk. Dan kita
tidak tahu dari bahan apa Arasy ini, karena tidak ada hadits shahih
dari Nabi yang menjelaskan dari apa Arasy ini diciptakan, akan
tetapi kita mengetahui bahwa ia yaitu makhluk terbesar yang kita
kenal.
Asal Arasy secara etimologi yaitu singgasanaruia dan sudah
dimaklumi bahwa singgasana raia pastilah besar dan agung, tak
tertandingi.
ql -66
65 s\ 6iL $i,-?.iy$ tL, J6'ig, ;i -.lei Jycj; ? b
Ayat ini mengandung beberapa sifat Allah, akan tetapi penu-
lis menurunkannya untuk menetapkan satu sifat yaitu bersema-
yamnya Allah di atas Arasy.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah beriman bahwa Allah bersemayam
di atas ArasyNya sesuai dengan keagunganNya dan tidak menye-
rupai bersemayamnya makhluk.
Apabila anda bertanya, Apa makna istiwa' menurut mereka?
Terdapat empat makna yang hadir dari Salaf tentang makna
ej:\yutu, pertama: >u (berada di atas), kedua: ei' (ai ketinggian),
ketiga, i;-." (naik) dan keempat "y'2:'t (menetap).
Tiga yang pertama artinya sama, sedangkan yang terakhir
berbeda.
Dalil mereka dalam hal ini yaitu dalam seluruh pemakaian
bahasa Arab, kata ini tidak hadir kecuali dengan makna tersebut
jika dia muta'addi (transitif) dengan kata bantu,ri;:
Firman Allah,
4#t,Y6:3;fiJA;16lr)
" Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di
atas bahtern lfu. " (Al-Mu'minun: 28).
Firman A1lah,
Wr'i.r.fi & t:;ra. @'t;Si v, ;:'i 5 (Mi G K'&:'b
4r{''i!;3 rit {$ '*.
"Dan menjndikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu
tunggangi supaya kamu duduk di ntas punSSungnya, kemudian kamu
ingat nikmat Rabbmu apabilakamu telah duduk di atasnya." (Az-Zukh-
ruf:12-13)
Ahli fa'thil menafsirkan t*)i (bersemayam) dengan ;'>q;;Ji
(menguasai). Kata mereka makna,
4.';'{7'iY t;':r?Y
"l-alu Diabersemayam di atas Arasy" (Al-A'raf: 5a) yaitu j;-rt
ci; (menguasiiny6).'
ffi ffi
Mereka berdalil membela penyelewengan mereka ini dengan
dalil aktif dan dalil pasif.
Mereka berkata tentang dalil
dengan ucapan seorang PenYair:
-. . . o?$k ?,t 31 4; * b *
Bisyr menguasai lrak
yang pertama, kami berdalil
Tanpa pedang dan pertumpahan darah
Bisyr di sini yaitu Bisyr bin Marwan, 6i:t atinla j.pt (me-
nguasai) Irak.
Kata mereka ini yaitu bait syair dari penyair Arab asli. Tidak
mungkin yang dimaksud dengan 4t'7Jrt,* 6,r*'r yaitu berada di
atasnya, lebih-lebih pada waktu itu belum ada pesawat terbang
yang membuabrya bisa berada di atas Irak.
Dalil kedua: mereka berkata, Kalau kita menetapkan bahwa
Allah bersemayam (e-r*\) di atas ArasyNya sebagaimana makna
menurut kalian yaitu, ketinggian dan bersemayam, maka itu ber-
arti Allah membutuhkan Arasy. Ini jelas mustahil dan kemustahilan
konsekuensi menunjukkan kemustahilan pandangan tersebut. ]uga
hal itu berarti Allah yaitu jasad karena bersemayamnya sesuatu
di atas sesuatu, dalam arti ia berada di atasnya, berarti ia yaitu
jasad. Juga hal itu berarti Allah menjadi terbatas, karena yang ber-
semayam di atas sesuatu yaitu dibatasi. Jika anda berada di atas
unta, maka kamu dilingkupi di tempat tertentu pada unta tersebut
dan berada di atas sesuatu yang terbatas pula.
Menurut mereka ketiga perkara ini merupakan konsekuensi
dari penetapan isthua'dengan makna ketinggian ( Iit)'
Bantahan kepada mereka dari beberapa segi:
Pertama, tafsir kalian ini menyelisihi tafsir Salaf yang mereka
sepakati. Dalil ijma' mereka yaitu tidak adanya penukilan dari
mereka yang menyelisihi zahir lafazh. Seandainya mereka ber-
pendapat tidak sesuai dengan zahirlafazh, niscaya ia telah dinukil
kepada kita. Tidak seorang pun dari mereka yang berkata: .e;'*t
(bersemayam) makn any a yaitu J rtl (menguasai).
Kedua, pendapat kalian menyelisihi zahir laf.azh, karena kata
q,t?Jt * *,sE;t$
,si)\ yang muta'addi dengan kata bantu ,r.i; menunjukkan makna
lJr (ketinggian) dan it.fuy (menetapi). Inilah zahir lalazh. Dan ini-
lah penggunaannya di dalam al-Qur'an dan bahasa Arab.
Ke tiga, pendapat kalian menyeret kepada konsekuensi-konse-
kuensi yang batil:
A). Bahwa ketika Allah menciptakan langit dan bumi Dia
tidak menguasai Arasy karena Allah berfirman,
4 ,t-,,fr iY {;:i? *1r, O,;,.Jtt,liai';{,y
"Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hai (masa),
talu Diabersemayam di atas Arasy." (Al-A'raf: 54). Kata {'l} menun-
jukkan urutan. Jadi sebelum penciptaan langit dan bumi Arasy ini
bukan milik Allah.
B). Kata Jtr\ biasanya teriadi setelah saling mengalahkan
padahal tak seorang pun yang dapat mengalahkan Allah.
'
Kemanakah tempatberlai sedangkan Allah terus mencai
Sementara al-Asyram yanglcnlah, buknn dia yang menang
C). Termasuk konsekuensi batil bahwa kita boleh mengatakan
bahwa Allah bersemayam (.sFD di atas tanah, pohon dan gunung
karena Dia menguasainya.
Semua ini yaitu konsekuensi batil dan kebatilan konsekuensi
yaitu bukti kebatilan suatu pandangan.
Adapun bantahan atas bait syair yang mereka jadikan sebagai
dalil, maka kami katakan,
1). Buktikan kepada kami sanad bait tersebut dan bahwa rawi-
rawinya yaitu tsiqah dan mereka tidak akan mampu.
2). Siapa yang mengucapkarurya? Bukankah mungkin bait ter-
sebut diucapkan setelah terjadinya perubahan pada lisan arabi?
Semua ucapan yang dijadikan dalil dalam bahasa Arab setelah
terjadinya perubahan tersebut bukanlah merupakan dalil. HaI itu
karena bahasa Arab berubah setelah meluasnya penaklukan negeri-
negeri dan orang-orang ajam (non Arab) bersinggungan dengan
orang-orang Arab akibatrya yaitu terjadinya pengaruh pada lisan
arabi, dari sini maka ada kemungkinan bait tersebut diucapkan
setelah berubahnya bahasa Arab oleh pengaruh luar.
3). Tafsir kalian terhadap 6,-!tr.dengffi Jrrt pulu bait tersebut
yaitu tafsir yang didukung oleh indikator, karena jelas tidak mung-
kin Bisyr nait te atas kota Irak lalu bersemayam di atasnya seperti
dia bersemayam di atas singgasana atau di atas Punggung hewan
tunggangat. Ol"n karena itu ia ditafsirkan dengan Ji;\'
Kami katakan demikian semata-mata untuk menuruti pen-
dapat kalian, karena jika tidak maka kami memiliki jawaban yang
lain.
Kami katakan, kata t64itdalam bait syair tersebut berarti iijr
(berada di atas), karena 3ljr ada dua macam:
f). iiir secara riil seperti kita berada di atas ranjang'
2). :*Ljt secara maknawi yang berarti menguasai dan menak-
lukkan.
Jadi makn a",et)t & '* 6,i)t t'\ yaitu sama dengan lkjr dalam
arti, menguasai dan menaklukkan'
Kemudian kalian mengatakan, Menafsirkan 6,i*|dengan fir
(berada di atas) mengandung konsekuensi bahwa Allah itu yaitu
jasmani (fisik).
Kami jawab,segala sesuatu yang merupakan konsekuensi dari
kitabullah dan Sunnah RasulNya yaitu kebenaran, kita harus
memegangnya dengan catatan bahwa hal itu benar-benar merupa-
kan konsekuensi diri kalam Allah dan Rasu1Nya, karena bisa jadi
ia bukan merupakan konsekuensi, kalau memang telah terbukti
secara shahih bahwa ia yaitu konsekuensi, maka begitulah dan
tidak masalah bagi kita untuk mengatakarmya'
Kami katakan, Apa yang kalian maksud dengan iasad yang
tidak mungkin?
Kalau maksud kalian yaitu bahwa Allah tidak memiliki
d.zatyangmemiliki sifat-sifat yang lazim dan layak bagiNya maka
penaupu[ kahan ini yaitu batil karena Allah mempunyai dzat
yang hakiki yang memiliki sifat-sifat, Dia memiliki wajah, tangan,
mati dan kaki. selanjutnya katakan aPa yang kalian mau dari kon-
sekuensi-konsekuensi yang merupakan konsekuensi kebenaran.
Kemudian apa yang kalian maksud dengan fisik (asmani)
yang tidak mungkin bagi Allah?
ffi
Kalau maksud kalian dengan jasad yang tidak mungkin ada-
lah Allah memiliki jasad yang tersusun dari tulang-tulang, daging,
darah dan lain-lain, maka itu memang tidak mungkin bagi Allah
dan ini bukan merupakan konsekuensi dari pendapat bahwa makna
isthua'Allah di atas Arasy yaitu bersemayamnya Dia di atasnya.
Ucapan mereka, Konsekuensinya yaitu bahwa Allah ter-
batas.
]awabnya yaitu dengan perincian. Apa yang kalian maksud
dengan batas?
Kalau maksud kalian bahwa Allah terbatas yaitu bahwa Dia
berbeda dan terpisah dari makhluk, seperti halnya tanah milik Zaid
dan tanah lain milik lJmat, maka tanahnya tertentu, terbatas, tetapi
terpisah. Dari ini, maka ini benar tidak ada kekurangan sedikit pun.
Kalau maksud kalian bahwa Allah terbatas yaitu bahwa
Arasy meliputiNya, maka ini yaitu batil dan bukan merupakan
konsekuensi. Allah bersemayam di atas ArasyNya, meskipun Allah
lebih besar daripada Arasy dan selain Arasy, tidak berarti Arasy
meliputiNya bahkan tidak mungkin ia meliputiNya, karena Allah
lebih besar dan lebih agung dari segala sesuatu. Semua bumi berada
dalam genggamanNya pada Hari Kiamat dan langit-langit tergu-
lung di Tangan KananNya.
Ucapan mereka: Konsekuensi lain yaitu Allah membutuh-
kan Arasy.
Kami katakan, Tidak harus demikian, karena makna berse-
mayam di atas Arasy yaitu bahwa Dia di atas Arasy, akan tetapi
ia yaitu "berada di atas" secara khusus, bukan berarti Allah mem-
butuhkan Arasy, tidak demikian, Allah tidak membutuhkan Arasy
dan juga tidak membutuhkan langit. Konsekuensi yang kalian klaim
ini tidak mungkin, karena bagi Allah ia merupakan kekurangan dan
bukan merupakan konsekuensi dari 6;*t (bersemayam) yang hakiki,
karena kami tidak mengatakan bahwa makna 4e;rti9tiJ\Wr-
smayam di atas Arasy yaitu bahwa Allah membutuhkan Arasy dan
Arasy memikulNya. Arasy sendiri diusung,
{@ U s;'#;,a;"tri,tiy
ffi ffi
"Dan pada hari itu delapan orang malailat menjunjung Arasy Rabb-
mu di atas Qcepala) mereka," (A1-Haqqah:17).
Ia sekarang dipikul oleh para malaikat, tetapi Arasy tidak me-
mikul Allah, karena Allah tidak memerlukannya dan tidak mem-
butuhkannya. Dengan ini batallahhujjah pasif mereka.
Ringkasan bantahan kami terhadap pendapat mereka yaitu
dari beberapa segi.
Pertama, pendapat mereka menyelisihi zahh dalil.
Kedua, pendapat mereka menyelisihi ijma' sahabat dan ijma'
Salaf seluruhnya.
Ketiga, dalam bahasa Arab tidak ada kata .5;31 dengan makna
Jf:.\(menguasai). Dan bait syair yang mereka jadikan dalil dalam
masalah ini tidak layak untuk dijadikan sebagai dalil.
Keempat, pendapat tersebut menyeret kepada konsekuensi-
konsekuensi yang batil, di antaranya:
1. Sebelum penciptaan langit dan bumi Arasy bukanlah milik
Allah.
2. Kata J*t\ mengandung makna perebutan antara Allah
dengan selainNya lalu Allah menang dan menguasai.
3. Menurut pendapat kalian boleh kita katakan, bahwa Allah
bersemayam di atas tanah, pohon, gunung, manusia dan unta,
karena Dia menguasai semua itu. ]ika kata Jir\boleh digunakan
untuk sesuatu, maka sama halnya dengan kata 6,is,t, karena kedua
kata ini menurut kalian yaitu sinonim.
Dengan poin-poin ini, terbuktilah bahwa tafsir mereka yaitu
batil.
Manakala Abul Ma'ali al-Juwaini -semoga Allah memaafkan-
nya- menetapkan madzhab Asy'ariyah dan mengingkari berse-
mayamnya Allah di atas Arasy, bahkan ia mengingkari keberadaan
Allah di atas sana dengan DzatNya dia berkata, "yaitu Allah telah
ada dan tidak ada sesuatu yang ada selainNya dan Dia sekarang
tetap dalam keadaanNya semu1a." Dia ingin dengan ucapannya
ini mengingkari bersemayamnya Allah di atas Arasy, yakni Allah
telah ada dan Arasy belum ada dan Dia sekarang tetap berada da-
ffi ffi
lam keadaanNya semula, jadi Allah tidak bersemayam di atas Arasy.
Maka Abul A'la al-Hamadzani menyela, "Hai Ustadz, kita
lupakan Arasy dan bersemayamnya Allah di atas Arasy -yakni,
karena dalilnya yaitu naqli, kalau Allah tidak memberitahu tentu
kita tidak mengetahui- sekarang katakan kepada kami tentang apa
yang pasti ada dalam jiwa kami, yaitu bahwa tidak ada seorang
pun yang mengenal Allah yang mengatakan, 'Ya Allah', kecuali di
hatinya terdapat sesuatu yang membimbingnya untuk menghadap
ke atas, maka Abul Ma'ali terperanjat dan menepuk kepalanya s:rm-
bil berkata, "Al-Hamadzani membuatku bingung, al-Hamadzani
membuatku bingung." Itu karena hal ini yaitu dalil fitrah, tidak
seorang pun mengingkarinya.
ooo
[1]. Tempat kedua: dalam surat Yunus. Allah tJtS berfirman,
4 q;;i g tfi" i rt!'* a 6i5 o. itst iL s it\'ai KSLLY
"Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam hari (masa), kemudian Dia bersemayam di atas
Arasy." (Yunus: 3).
Penjelasannya sama dengan penjelasan ayat pertama.
[2]. Tempat ketiga: dalam surat ar-Ra'd. Allah tlt$ berfirman,
O 6'i5r.iai'iL,s1i'ai(5fu ) :a4l; 'pl ttr e iu5
,s$|ffib ,*9t ,ilt e J$s u'(,f:f,
:9 t;r:",'? ,6 lt-,
u'
$;A&, {;a7 U;; r Ao. *\ iy
Firman Allah dalam surat Yunus, "Sesungguhnya Rabbmu
ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hai
(masa), kemudianDiabersemayam di atas Arasy."(l) Dan Firman-
Nya dalam surat ar-Ra'd, "Allah-lah yang meninggikan langit
tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia ber-
setnayam di atas Arasy,"(2|
ffi ffi
{aii& i;;i? U;; yA+.i:riflaittNy
" Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang
knmulihat, kemudian Diabersemayam di atas Arasy." (Ar-Ra'd: 2)'
4r*i;i$tti[r]: { ;;;",Y "tanpa tiang" yakni, "tanpa penyanS-
ga. " Apakah benai-benar tidik bertiang? Ataukah bertiang tetapi
tidak kelihatan?
Terdapat perbedaan di kalangan ahli tafsir, di antara mereka
ada yang berpendapat bahwa kalimat {U;iY 'yang kamu lihnt' ada-
lah sifat bagi ( Si,y'tiang'. Jadi maknanya, tanpa tiang yang terli-
hat olehmu padahal ia bertiang. Ada pula yang berpendapat bahwa
kalimat 'yong kamu lihat' yaitu kalimat baru. ]adi artinya, yang
kamu lihat tanpa [ang. Pendapat yang kedua ini lebih dekat. Langit
tidak bertiang, baik yang terlihat atau yang tidak terlihat. Kalau ia
memiliki tiang biasanya ia terlihat meskipun terkadang Allah me-
nyembunyikan dari kita sebagian makhlukNya karena hikmah
yang diinginkanNya.
FirmanNy", $;i$,i;ii?b"I(emudian Dia bersemayam di atas
Arasy." Inilah inti'ayat yang b6rkait dengan topik pembahasan.
Penjelasannya sama dengan sebelumnya.
ooo
"' 4 t;;\,-t;si &'r;)iy*b b :-' €. Jt; :
FirmanNya dalam surat Thaha, "Allah yang Maha Pemurah,
Yangbersemayam di atas Arasy." 0l
"'4 iiSii e;i e i;J )iy,)tiy;il rtt- e Jr;s
FirmanNya di surat al-Furqan, "Kemudian Dia betsemayam di
atas Arasy, (Dialah) Yang Maha psrnu7th.t' (21
VJ,i:,i'15 e}iSi j* uiili,( F ,ii;;l lT ,iy e iss
4,#g{;r'ir6tuoQ1;i.
FirmanNya di surat Alif Lam Mim as-Sajdah, ,,Allah-lah yang
menciptakan langit danbumi dan apa yang ada di antara kedua-
nya dalam enam hari (rnasa), kemudian Dia bersemayam di atas
AtasY." (31
[1]. Tempat keempat: dalam surat Thaha. FirmanNya,
{@ {;J\,#ii;"#s}
" Allah yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas Arasy.,,
(Thaha:5).
*;;i|ib didahutukan atas {{;jY, padahal ia yaitu obyek-
nya; fungsinya yaitu untuk menunjtikkan makna pembatasan
dan pengkhususan serta penjelasan bahwa Allah tidak bersemayam
kecuali di atas Arasy.
Dan disebutkannya { ;UipVung Maha Pemurah di sini me-
rupakan isyarat bahwa meskipun Dia Mahatinggi lagi Mahaagung
Dia tetap memiliki sifat rahmat.
[2]. Tempat kelima: dalam surat al-Furqan. FirmanNya,
4g;r,rAe6J''fy
"Kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, (Dialah) yang Maha
Pemurah." (Al-Furqan: 59)
(;;,!iF Y*g Maha Pemurah yaitu subyek duri { ti:ifiaer-
semayam,
(5). Tempat keenam: dalam surat as-Sajdah. Firman Allah tlt$,
:F i;,:;,, "j ,6 fu Oq;i.yJ,rtrG esfri ,!*
"i,iin( F
4.,#
" Allah-lah yang menciptakan langrt dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya dalam enam hai (masa), kemudian Dia bersemayam di
atas Arasy." (As-Sajdah: 4).
Penjelasannya sama dengan penjelasan pada dua ayat sebe-
lumnya, yaitu ayat dalam surat al-A'raf dan ayat dalam surat Yunus,
dengan tambahan:
4 tti{.YJ* " Apa yang di antara lceduanya" yaitu, di antara
langittan buriri. Yang ada di antara keduanya yaitu makhluk-
mukhlrk yang agung yang berhak disejajarkan dengan langit dan
bumi, makhluk-makhluk yang agung ini ada yang kita ketahui
seperti matahari, rembulan, bintang-bintang awan dan ada pula
yang belum kita ketahui sampai saat ini.
oo@
[1]. Tempat ketuiuh: dalam surat al-Hadid. Firman Allah
i)w,
{ *A e i'ri i r6'tu o. A\ii + iAi'JL,, 5i ;y
"Dialah yang menciptakanlangit danbumi dalam enamhai (masa),
kemudian Diabersemayam di atas Arasy." (Al-Hadid: 4).
Ini yaitu tujuh tempat dalam al-Qur'an di mana padanya
Allah menyebutkan kata ei*\ YanE muta'addi (transitif) dengan
kata bantu (.f ).
Setelah keterangan ini, maka (perlu diketahui bahwa) para
ulama berkata, Asal usul kata ini.5r," menunjukkan kesempumaan,
{@ t;.l':i;-,siiy
" Y ang mencip takan dan menyemPurnakan (pencip taanN y a). " (Al-
A'la: 2).
Yakni, menyemPurnakan aPa yang Dia ciptakan, maka asal
materi dasar sin, rualutt, danya'menunjukkan makna kesempurna-
an.
,JJ1'+r, e;":'iii o.i$i 5a,sii iF '*+r.l' ,r:*'
ft;aiaifiii
FirmanNya dalam surat al-Hadid, "Dialah yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam hai (masa), kemudian Dia berse-
mayam di atas Arasy." (Al-Hadid:4).tt)
e jvt
Kemudian dalam bahasa Arab ia dipakai dalam empat ben-
tuk kalima t: pertama, muta' addi dengan )1, kedua, muta'addi dengan
j; dirangkaikan dengan u,aunt dan berdiri sendiri tanpa kata bantu
sesudahnya.
.
Yang muta'addi dengan i yaitu seperti,
$;Ail;afi"Y
"Diabersemayam di atas Arasy," (al-Hadid:4), maknanya yaitu
tinggi dan bersemayam.
Yang muta'addi dengan jlyaitu seperti,
4 *'*'&ihfi;A\ lYt;;;;iib
"Dan Dia berlcelundak (menciptakan) langit, lalu diiadiknnNya
tuj uh langif . " (al-Baqarah: 29)
Apakah maknanya sama dengan sebelumnya yang muta' addi
dengan i?
Terdapat perselisihan di kalangan ahli tafsir.
Di antara mereka ada yang berkata: Makna keduanya yaitu
satu. Ini yaitu zahir tafsir Ibnu ]arir'i;t#.Jadi, makna {$af$tt;iz;i\
yakni, naik ke langit.
Di antara mereka ada yang berkata, dengan ,,Jlmaknanya ada-
lah tujuan yang sempurna.ladi tail ,4*r.yaitu, menuju kepadanya
dengan sempurna. Pemilik pendapat ini mendukung tafsir mereka
bahwa ia dimuta'addi dengan kata bantu yang menunjukkan makna
ini, yaitu j1. Ini yaitu pendapat Ibnu Katsir J;W. Jadi, dia menaf-
sirkan Firman Allah, $.gi Jtt;;lij) dengan menuiu ke langit,
katanya e i-\ di sini mbngandung makna menuju dan datang ke-
pada, karena kata ini dimuta'addikan dengan Jl.
Yang dirangkaikan dengan utaluLt sesudahnya seperti ucaPan
mereka t*itt L\)16;;l.artinya, air dan kayu yaitu sama, dan yang
tanpa disertai kata bantu yaitu seperti Firman Allah,
{d;rbifii:65y
"Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya," (al-Qa-
shash: 14) dan artinya yaitu sempurna.
X#ffii(
Catatan:
Apabila kita katakan bahwa Atlah bersemayam di atas Arasy,
maka di sini timbul pertanyaan yaitu bahwa Allah menciptakan
langit kemudian bersemayam di atas Arasy; apakah ini berarti bah-
wa sebelum itu Dia tidak Mahatinggi?
]awab: Tidak berarti begitu, karena Allah bersemayam di atas
Arasy lebih khusus dari sekedar bertempat. Ia yaitu bersemayam
yang khusus bagiNya dan keberadaan Allah di atas itu sendiri men-
cakup di atas seluruh makhluk. Jadi uluto Allah tetap dimilikinya
secara azali dan abadi. Dia Mahatinggl di atas segala sesuatu sebe-
lum menciptakan Arasy. Tidak bersemayamnya Altah di atas Arasy
tidak berarti bahwa Dia tidak Mahatinggi, Dia senantiasa Maha-
tingg dan kemudian setelah menciptakan langrt dan bumi Dia ber-
semayam secara khusus di atas ArasyNya.
Apabila anda berkata: Kami memahami dari ayat yang mulia
ini bahwa ketika A1lah menciptakan langit dan bumi, Dia tidak ber-
semayam di atas Arasy. Apakah sebelum Dia menciptakan langit
dan bumi Dia bersemayam di atas Arasy atau tidak?
lawab: Allah lebih mengetahui tentang itu.
Apabila anda berkata: Allah bersemayam di atas Arasy, apa-
kah itu sifatfi'liyah atau dzatiyah?
fawab: termasuk srfatf'liyah, karena ia berkaitan dengan ke-
hendakNya. Semua sifat yang berkaitan dengan kehendakNya ber-
arti sifatf 'liyah.
ooo
4eY(a516;;r u#.fi:dvs
FirmanNya, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan
kamu kepada akhir aialmu dan mengangkat kamu kepadaKu."
(1)
ITIENETAPKAN UI.UW ALLAH ATAS
I}IAK H [U K. }TAK H I.U KNYA
[1]. Penulis (Syaikhul Islam) menyebutkan enam ayat ten-
tang tingginya Allah atas makhluk-makhlukNya.
Ayat pertama: Firman A1lah,
{5ti&5iZq;: u#-fi
"Hai lsa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkatkamukepadaKu." (Ali Imran: 55).
Ayat ini ditujukan kepada Isa putra Maryam yang Allah cip-
takan melalui seorang ibu tanpa bapak. Oleh karenatrya, dia dina-
sabkan kepada ibunya, Isa putra Maryam.
Allah berfirman, {qli$, puru ulama menyatakan bahwa
pada masalah ini terdapat tiga pendapat,
Pertama,4. q3) maknanya yaitu memegangmu. Mereka
berkata, * jE yakni, memegang haknya.
Kedua, 4
g3) maknanya yaitu menidurkanmu, karena
tidur yaitu wafat.'4.irauE;v'r6j r43;"rii;ry
4"1:JMdi).
"Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hai dan Dia me-
ngetnhui apa yang kamu l<erjalan di siang hai, l<emudian Dia membangun-
kan kamu pada siang hai untuk disempurnakan umur(mu) yang telah
ditentukan " (Al-An'am: 60),
Ketiga, 4 q.;) maknanya yaitu mematikanmu. Contoh-
nya yaitu firman Allah,
6t
, glt
v-' )
ffi ffi
4,qt w *'iig;r.6\ y
"Allah memegang jhua (orang) l<etika matinyn." (Az-Zumar:42).
Pendapat ketiga ini jauh dari kebenaran, karena Isa belum
mati dan dia akan turun di akhir zaman. Firman Allah,
$.ni ;i -*.ii{ il+#i *1 a uv b
'Tidak nda seorang pun dari ahli kitab, kecuali akan berintan kepa-
danya (lsa) sebelum lcematiannya." (An-Nisa': 159).
Yakni, sebelum kematian Isa menurut salah satu dari dua pen-
dapat dan hal itu manakala dia turun di akhir zaman. Ada yang
berkata, Sebelum kematian satu orang, maksudnya yaitu tidak
ada seorang pun dari ahli kitab apabila kematian menghadirinya,
kecuali dia beriman kepada Isa bahkan seorang Yahudi pun. Hanya
saja pendapat terakhir ini lemah.
Sekarang tinggal membandingkan antara pendapat pertama
dan pendapat kedua. Kami katakan, keduanya mungkin digabung-
kan. Allah memegangnya pada waktu dia tidur yakni, Allah meni-
durkannya, kemudian mengangkatnya. Tidak ada tabrakan antara
kedua perkara tersebut.
FirmanNy a, $ 3y(igftt$ " Dan mengangkatmu kepadaKrz. " Inilah
inti masalah yang Berkaitari dengan tema pembahasan. 4 iy* "tr-
padaKu", menunjukkan batas akhir dan FirmanNy", {eL&17}' "Dan
mengangkatmu kepadaKz, " menunjukkan bahwa Dzat di mana Isa
diangkat kepadaNya yaitu Mahatinggi. Ini menunjukkan tinggi-
nya Allah ffi.
Kalau ada yang berkata bahwa maksudnya yaitu mengang-
katmu dari segi kedudukan sebagaimana Allah berfirman,
{ @ 'u;}3i'eiia$6vtri c$b
" seorang terkemuka di dunia dan di Akhirat dan termasuk orang-
orang yang didekatkan (l<epada Allah)." (Ali Imran: 45).
Kami katakan, Ini tidak benar, karena kata gr (mengangkat)
di sini dimuta'addikan (transitif) dengan kata bantu yang meng-
khususkan makna fauqiyah (ketinggian), yaitu mengangkat jasad
bukan kedudukan.
Ketahuilah bahwa ketinggian Allah terbagi menjadi dua: ke-
tinggian maknawi dan ketinggian dzati.
Yang pertama dimiliki secara pasti oleh Allah berdasarkan
kesepakatan seluruh kaum Muslimin, yakni dengan ijma'dari ahli
bid'ah dan ahli sururah. Mereka semua meyakini bahwa Allah Maha-
tinggi secara maknawi.
Yang kedua ditetapkan oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah ke-
pada Allah dan tidak ditetapkan oleh ahli bid'ah, kata mereka: Allah
tidak tinggi dari segi DzatNya.
Kita mulai terlebih dahulu dengan dalil-dalil Ahlus Sunnah
wal Jama'ah atas tingginya dzatbagi Allah. Kami katakan, Ahlus
Sunnah wal Jama'ah berdalil kepada al-Qur'an, Sunnah, ijma', akal
dan fitrah, semuanya menetapkan tingginya Allah secara dzat.
Pertama: Beragam petunjuk dalam al-Qur'an tentang ti.ggi-
nya Allah. Terkadang dengan menyebut j,ujt, terkadang dengan
menyebut fauqiyah, terkadang dengan menyebutkan turunnya per-
kara-perkara dariNya, terkadang dengan menyebutkan naiknya
perkara-perkara kepadaNya dan terkadang dengan menyatakan
bahwa Dia di langit.
A). Dengan kata ii;,jt, seperti FirmanNya,
{@ i-6fi;Fi;5y
" Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. " (Al-Baqarah: 255).
{@ J}ii43';1#y
" Suciknnlah nama Rabbmu Yang Mahatinggi. " (Al-A'la: L).
B). Dengan kata fauqiyah, seperti FirmanNya,
{ 'nQe;' b(ni;X$
" Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hambaNya." (Al-
An'am:18)
{@ 'b;;i(,'o;{"{i 4i nfi"r;t1y
" Mereka takut l<epada Rabb mereka yang di atas mereka dan melak-
sanakan apa yang dipeintahkan Q<epada mereka)." (An-NahL 50).
S yaral" g{ Cd"}r'lU *utAaah
C). Turunnya perkara-perkara dariNya' sePerti FirmanNya'
d oj*i ,ll,:sai c'i^l\YiF
"Din mengatur urusan dai langtt ke bumi'" (As-Sajdah: 5)'
4 5:tiffi 3i'1t F
,,
Se sungguhny a Kamil ah y an g me nurunkan al- Qur- arr.,, (Al-Hijr :
9). Dan lain-lain.
D). Naiknya perkara-perkara kepadaNya' seperti FirmanNya'
4.,frj UAi J:;:V | ".a(EJi fr.#l}
,,KepadnNyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang
shalih dinaikkanNya. " (Fathir: L0)'
4lt'cii;i"-'LiaAY
,Malaiknt-malaiknt dan Jibil naik (menghadap) lcepadnNya'" (A1-
Ma'arij:4).
E). Dia di langit, seperti FirmanNya'
4 C:'.it'q,Li. J ;3i A J i-t;y
"Apalah kamu merasa aman terhndap Allah yiiq li-langit
bahttta
dia akan,menjungkir balikkan bumi bersama kamu.,' (Al-Mulk: 16).
Kedua:As-SunnahtelahhadirsecaramutawatirdariNabiffi
dari perkataan, perbuatan dan ketetapanNya'
1). Dari Perkataan Rasulullah ffi:
Ia hadir menyebutk anulurtt d'anfauqiyalr !aU{a Nabi'.;i 5rp
;a\t(MahasuciAllahyangMahatingSi)]Sabdanyaketikamenyinggung
langit. Upt eifuj (Allah di atas Arasy)'2
Perkataan Nabi ffi hadir dengan menyebutkan bahwa Allah
t Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Shalatal-Musaftrin, tub IstihbabTathwil al-Qur'an fi Shalat
al-Lail.
2 Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kbb at-Tauhid t1244, al:laliLa'i dalam 5yatfi Ushul
al-I,tiqad, no. 659, dan at-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir91228. Al-Haitsami dalam a/-
Majna, u85 berkata, "Diriwayatkan oleh at-Thabrani dan rawi-rawinya yaitu rawi-rawi ash-
Shahih;'
berada di langit seperti sabda beliau,
.qLi-1J1, ),tt,:*i ui i,i'#U i\e u bilelJ rlY
" Mengapa kalian tidak mempercayaiku, padalul nku ad"alah orang
kepercayaan yang di langit."t
2). Dari perbuatan Nabi # yaitu seperti beliau mengangkat
telunjuknya ke langit pada saat beliau berkhutbah di hari Arafah
di hadapan orang yang sangat banyak pada saat Haji Wada'. Para
sahabat tidak pernah berkumpul dalam jumlah yang lebih besar
dari itu, karena peserta haji bersama Nabi ffi sekitar seratus ribu
orang dan Nabi wafat sementara mereka berjumlah sekitar seratus
dua puluh empat ribu orang, ini berarti bahwa mayoritas kaum
Muslimin hadir di perkumpulan tersebut. Nabi ffi bersabda,
:rir,i rgt
"1""
ri .iij :trti r.*ii j, ii .r,'Uy rjlt ;l^ ii
JL&-t**:u,(rL^ilJl iL#),-r;jt &ili '$+:tq p
.d\l
"Bukankah aku telah menyampaikan?" Mereka menjautab, "Ya."
Nabi mengulang, "Bukankah aku telah menyampaikan?" Merelca men-
jawab, uYa.u Nabi mengulang, "Bulunkah aku telah menyampaikan?"
Mereka menjaruab, uYa.u Nabi bersabdn, uYa Allah, saksikanlah," (sambil
beliau menunjuk) dengan jainya ke langit dan mengarahkannya kepada
hadiin."2
Termasuk dalam hal ini yaitu kedua tangan beliau mengarah
ke langit pada saat berdoa.
Ini yaitu penetapan ketinggian bagi Atlah dengan perbuatan.
3. Dari ketetapan Nabi # yaitu hadits Muawiyah bin al-
Hakam S bahwa dia datang kepada Nabi dengan membawa
hamba sahaya perempuannya yang ingin dia merdekakan. Nabi
bertanya kepada hamba sahaya tersebut,
I Diriwayatkan oleh al-Bukhari , Ktab al-Maghazi, tub Ba'tsu Ali wa Khalid lla al-Yaman, dan
Muslim, Ktab az-Zakat, Bab Sifat al-Khawarij.
2 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Haj, tub Haj an-Nabi*.
XHffiI(
6':Jlal&?1'jti t+r j*; ,&iti tt;i .rl^Al up :t)l; tirr 5.i
Qttwy
" Di mara Allah?" Dia menjatttab, " Di langit." Nabi bertanya, " Sinpa
aku7" Dia menjaurab, "Rasulullah.' Nabi bersabda Qcepada Muaruiyah),
u Merdelakan dia karena dia seorang Mukmin."l
Hamba sahaya ini tidak belajar, dan biasanyaparahamba sa-
haya yaitu orang-orang yang bodoh,lebih-lebih dia tidak merdeka,
tidak memiliki dirinya. Meskipun demikian, dia mengetahui bahwa
Tuhannya di langit. Pada saat yang sama terdapat manusia-manu-
sia sesat yang mengingkari bahwa Allah di langit, kata mereka:
Dia tidak di atas alam, tidak di bawah, tidak di kanan dan tidak di
kirinya atau Dia di segala tempat.
Ini semua yaitu dalil-dalil dari al-Qur'an dan Sunnah.
Ketiga: Dari ijma', Salaf telah berijma' bahwa Allah dengan
DzatNya yaitu di langit sejak masa Rasulullah ffi sampai hari kita
ini.
Kalau kamu berkata, bagaimana mereka berijma'?
Kami iawab, Mereka memberlakukan ayat-ayat dan hadits-
hadits dengan makna (zahir) seperti ini, padahal uluttt, fauqiyah,
turunnya perkara-perkara dariNya dan naiknya ia kepadaNya,
diulang-ulang di dalamnya tanpa mereka hadirkan makna yang
menyelisihi, ini yaitu merupakan ijma' dari mereka atas makna
zahir yang dimaksud.
Oleh karena itu Syaikhul Islam berkata, "Salaf telah berijma'
atas hal itu." Dia juga mengatakan, "Tidak dinukil dari salah seorang
pun di antara mereka bahwa Allah tidak di langrt atau Allah di bumi
atau Allah tidak di dalam alam, tidak di luar alam, tidak bersam-
bung tidak terpisah atau menunjuk dengan isyarat riil kepadanya,
ini tidak boleh."
Keempah Adapun dalil akal, maka kami katakan tanpa tago,
bahwa Allah mungkin di atas dan mungkin di bawah, yang kedua
ini mustahil karena ia yaitu kekurangan yang berarti makhluk
I Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-lilasaiid, Bab Tahim ahKalam fi ash-Shalat
berada di atasNya, maka Dia tidak memiliki ketinggian yang sem-
purna, kekuasaan yang sempurna dan kekuatan yang sempurna
pula. Jika yang kedua mustahil, maka yang pertama yaitu ke-
mungkinan yang wajib.
Ada dalil aqli lain yaitu kita katakan, bahwa al-Ulutu (keting-
gian) yaitu sifat kesempurnaan berdasarkan kesepakatan orang-
orang berakal. Kalau memang ia yaitu sifat kesempurnaan, maka
harus ditetapkan kepada Allah, karena setiap sifat kesempurnaan
yang mutlak yaitu tetap bagi Allah.
Kami katakan, 'mutlak' untuk menghindari kesempurnaan
yang relatif, yang merupakan kesempurnaan dalam satu kondisi
dan kekurangan dalam kondisi yang lain. Tidur misalnya yaitu
kekurangan, akan tetapi bagi yang memerlukannya untuk memu-
lihkan kekuatannya yaitu kesempurnaan.
Kelima: Adapun dalil fitrah, maka ia yaitu perkara yang
tidak mungkin diperdebatkan dan diingkari, karena setiap manu-
sia telah difitrahkan bahwa Allah memang di langit. Oleh karena
itu, ketika kamu dihadapkan kepada suatu persoalan yang tidak
mungkin kamu hadapi dan kamu menghadap kepada Allah untuk
menghadapinya, maka hatimu mengarah ke langit. Bahkan orang-
orang yang mengingkari keberadaan Dzat Allah di atas sana, tidak
mampu mencegah kedua tangannya (menghadap ke langit) lalu
menghadapkannya ke bumi.
Ini yaitu fitrah yang tidak mungkin diingkari.
Bahkan mereka berkata: Sebagian makhluk yang tidak ber-
bicara mengetahui bahwa Allah di langit, sebagaimana di dalam
hadits yang meriwayatkan bahwa sulaiman bin Dawud ary keruar
memohon hujan bersama or6rng-orang. Ketika beliau keluar, beliau
melihat seekor semut terlentang mengangkat kakinya ke langi!
semut itu berkata, "Ya Allah, kami yaitu makhlukMu dan kami
selalu membufuhkan airMu." sulaiman berkata, "pulanglah karian,
karena kalian akan diberi hujan dengan doa selain kalian." Ini ada-
lah ilham fitri.
Kesimpulannya yaitu bahwa masalah Allah di langit adarah
perkara yang maklum oleh fitrah.
bukan karena
XHffifi
Demi Allah, kalau rusaknya fitrah para peng-
ffi
ingkar tersebut, tanpa membuka kitab pun niscaya mereka menge-
tahui bahwa Allah di langit karena perkaranya yang ditetapkan
oleh fitrah tidak perlu mengkaji kitab-kitab'
Orang-orang yang mengingkari tingginya Allah dengan DTat'
Nya berkati, xakru-Auah berada di atas sana dengan DzatNya, ber-
u*i e[ut di suatu arah. Jika Dia di suatu arah, berarti Dia terbatas
(oleh ruang) dan Dia yaitu jasad, dan ini yaitu mustahil.
Jawaban atas ucapan mereka bahwa hal itu berarti Allah ter-
batas dan jasad yaitu :
Pertama: Tidak boleh menolak petunjuk dalil-dalil dengan
alasan-alasan seperti ini. Kalau ini boleh, niscaya siapa Pun yang
ingin menolak aan aia bisa melakukan hal yang sama, menolak-
nya dengan alasan yang dibuat-buat seperti ini'
Jika Allah telah menetapkan sifat ketinggian untuk diriNya
dan Rasulullah ffi juga menetapkannya serta Salaf pun menetap-
karurya juga, maka iiupu pun yang datang dan-berkata, Tidak mung-
krn yang
*climaksud
dengan ketinggian tersebut yaitu DzatNya.
Kaliu Uigitu, maka maksudnya yaitu begini, ini tidak diterima.
Kedua: Kalau apa yang kalian katakan itu yaitu konsekuensi
yang shahih dari penetipan srtat _al-Llluto,
maka kami pun tidak
*"r[Ukrya, karena koniekuensi kalam Allah dan RasulNya
-ada-
lah keben aran, karena Allah mengetahui konsekuensi dari kalam-
Nya. Seandainya dalil-dalil ulurp menyeret f"-p?d.u
konsekuensi
yingbatil, niscaya Dia menjelaskannya, ini yaitu bukti bahwa ia
memang tidak berkonsekuensi batil.
Ketiga: Kami bertanya, "APa itu 'batas' dan 'jasad' di mana
kalian *".yeru.g kami dengannya dengan mengerahkan segala
kengototan"
Apakah yang kalian maksud dengan batas yaitu sesuatu
dari makhluk yanf meHputi Allah? Kalau ini, maka jelas batil dan
harus ditiadakan dari Allah, serta bukan merupakan konsekuensi
dari penetapan sifat al-Llluto bagi Allah. Atau yang_ kalian maksud
dengan batis yaitu bahwa Allah terlepas dari makhlukNya tidak
berdta pada mereka? Kalau ini, maka ielas benar dari segi makna'
Hanya iaja kita tidak memakainya, baik untuk menetapkan atau
*"rrufikurr, karena ia tidak tercantum di dalam al-Qur'an dan Sun-
nah.
Adapun "jasad", maka kami bertanya, Apayang kalian mak-
sud dengan jasad? Apakah maksud kalian yaitu jasad yang ter-
susun dari tulang, dagpng, kulit dan sebagainya? Ini batil dan tidak
dinisbatkan kepada Allah, karena tidak ada sesuatu pun yang me-
nyamai Atlah dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Atau-
kah yang kalian maksud dengan jasad yaitu dzat yang berdiri
sendiri yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Kalau ini yang
kamu maksud maka ia benar dari segi makna hanya saja kita tidak
memakainya, baik untuk menafikan atau menetapkan karena alasan
ya gsama.
Hal yang sama kami katakan tentang arah. Apakah maksud
kalian yaitu bahwa Allah memiliki arah yang meliputiNya? Ini
batil dan bukan merupakan konsekuensi dari penetapan sif.at al-
Uluru. Atau yang kalian maksud yaitu arah atas yang tidak me-
liputi Allah? Maka ini benar tidak boleh dinafikan dari Allah.
[1]. Ayat kedua: Firman Allah,
(by'ailliSy
"Tetnpi (yang xfurwrnya), Allah telah mengangkat lsa lcepadaNya.u
(An-Nisa':158).
{J} (Akan tetapi) yaitu untuk mengatihkan dan memba-
talkan, yakni membatalkan ucapan mereka,
,l'^*,,ss;lK"vitj,i '"3 i}i,;-e'$Uf (lF
ct>
{r},SS; I K" vi t },i tii ;'i J;3'i'; Gi,A*-'e,ix gi
fuY; ",Pi'U{4 jt u., r{'(,1i*-,1 *+lfi;Ji'ujii,tFltl i/-)r i!;4.,1 / 1,? .- .ifi ;"#i tltt '
4lyxl)3iSy
"Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-
Nya." (An-Nisa': 158) G)
( @ &ri-r'a $sby'fu\'fr3 S.@ W
ffi
"sesungguhnya lami telah membunuh al-Masih, lsa putra Maryam,
Rasul Allah", padahal merekn tidak membunuhnya dan tidak (pula) me-
nyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan
dengan lsa bagi mereka. Sesungguhnya oranSorang yang furxlisih palam
tentang (pembunuhan) lsa, benar-benar dalam lceragu-raguan tentang
yang dibunuh itu. Merel<a tidak mempunyai l<eyakinan tentang siapa
yang dibunuh itu, l<ccuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak
(pula) yakin bahrua yang merel<a bunuh itu yaitu lsa. Tetapi (yang se-
benarnya), Allah telah menganglat ln l<epadaNya. Dan Allah Mahaperlan
lagi Mahabijaksana." (An-Nisa': 157-158).
Allah menyatakan mereka berdusta dengan,
{*yxtl;iS@V-:Juri,y
" Mereka tidak (pula) yakin bahrua yang mereka bunuh itu yaitu
lsa, tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat lsa kepadaNya."
Yang berkait dengan topik ini yaitu , $iiy'i'1',;3,f.\"Tetapi
(yang sebenarnya), Allah telah mengangkat lsa kepadaNya. " Ia secara
jelas menetapkan bahwa Allah Mahatinggi dengan DzatNya, karena
diangkatnya sesuatu kepadaNya menunjukkan bahwa Dia yaitu
tioggi.
ooo
,',{,iLi &i J36 $)\'EJi fr.{l}
"KepadaNyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal
yang shalih dinaikkanNya." (Fathir: 10) (1)
'# o. SAi ci;l@D +#"Vi &1
-,P r:-f 4,i Lt#-y
",{6d+Atri oLj c;} $y{y
"Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi
supaya aku sampai ke pintu'pintu, (yaitu) pintu-pintu langit,
supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku
memandangry a seorang pendusta," (Al-Mu' mtn: 36-37)Q)
XEffifi
[1]. Ayat ketiga: Firman Allah,
4.,ru1 &i J35 $\'EJ\
"iJ;
iltb
uKepadnNyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang
shalih dinaikkanNya. " (Fathir: 10).
( 1ll} "KepadaNy4" maksudnya, kepada A1lah,J8.
4$i'Ftl;y,4X.ti> yaitu jo*\. Kata tunggalnya ada-
lah 'us din jamak Lrs ailahh iuE dan i+r#3r meliputi semua
kata-kata yang mendekatkan kepada Allah, seperti membaca al-
Qur'an, dziT<t, ilmu, amar ma'ruf dan nahi mungkar. Semua kalimat
yang mendekatkan kepada A1lah yaitu kalimat thayyibah, ia naik
dan sampai kepada Allah dan Allah juga mengangkat amal shalih
kepadaNya.
Kalimat naik kepada Allah dan Allah mengangkat amal shalih;
ini membuktikan bahwa Allah Mahatinggi dengan DzatNya karena
perkara-perkara naik dan terangkat kepadaNya.
[2]. Ayat keempat: Firman Allah,
6j *ftdy
'# eitai A*1@ ;s"ViU-,F,9, 4 d'br#.y
469tL1iov
"Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi su-
paya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku
dapat melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku memandangnya se-
orang pendusta." (Al-Mu' mn: 36-37).
Haman yaitu menteri Fir'aun dan Fir'aunlah yang meme-
rintah untuk membuat bangunan.
{Wy yakni, bangunan yang titggi.
{ o;;I.tia*it@ ;q:Vi g-if} " supaya aku sampai ke pintu-
pintu, yaitu pintu-pintu langit," yakni agar aku bisa mencapai jalan
yang menyampaikanku kepada langit.
{ej rly$*tb "supaya atu dopat ruetihat Tuhan Mux," yakni
memandang kepadaNya dan sampai kepadaNya secara langsung,
karena Musa berkata kepada Fir'aun bahwa Allah di langit. Lalu
Fir'aun hendak mendustai kaumnya dengan memerintahkan mem-
ffi ffi
bangun bangunan yang tioggr lalu dia memanjatnya kemudian
berkata, Aku tidak menemukan siapa pun. Ada kemungkinan
Fir'aun mengucapkan secara ngawur, dia berkata: Sesungguhnya
Musa berkata bahwa Tuhannya di langit, bawalah kami naik agar
kami bisa melihatnya. Ini yaitu ucaPan asal-asalan.
Apapun, yang jelas Fir'aun telah berkata, 46b';Ari i.Llb
"Dan aku memandangnya seorang pendusta." Ini dia ucapan untuk
mengelabui kaumnya, karena jika tidak, maka dia sendiri menge-
tahui bahwa Musa yaitu benar. Musa telah berkata kepadanya,
4.';.F *''li: o. i$i 5 it ;S* iiY Lry :6y
" Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahtua tiada yang menu-
runkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan
bumi sebagai bukti-bukti yang nyata." (Al-Isra': L02)'
Musa tidak berkata, Kamu tidak mengetahui, akan tetapi dia
membuatrya mengakui berita ini yang ditegaskan dengan lnm,"qad"
dan sumpah. Di ayat lain Allah berfirman,
$,WJ 6L #t1'+:; i ;6 q.'\';;.-'y
"Dan mereka ruengingkainya karena kezhaliman dan kesombongan
(merekn) padahal hati nureka meyakini Qcebenaran)nya." (An-NamL 14)'
Inti masalah yang berkaitan dengan topik ini yaitu perin-
tah Fir'aun membangun bangunan yang tinggi yang dengannya
dia bisa melihat Tuhan Musa; menunjukkan bahwa Musa telah
berkata kepada Fir'aun dan pengikubrya bahwa Allah di langit.
Jadi mengenai Allah berada di atas sana dengan DzatNya telah
ditetapkan pula oleh syariat-syariat terdahulu.
ooo
ffi ffi
[1]. Ayat kelima dan keenam: Firman Allah,
c,; iI @ j; CtiyJ,i'lr &,,* 6 $i e J i-J;y
(@ ,.* S{l$"r*c{.{ J;i.6;3i
"Apakah kamu merasa Aman tcrhadap Allah yang @erkuasa) di la-
ngit baluoa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga
dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kamu merasa aman
terhndap Allah yang fuerkuasa) di langit bahrua Dia akan mengiimkan
badai yang berbatu? Maka lcelak kamu alan mengetahui bagaimara (akibat
mendustakan) peingatanKu." (Al-Mulk 1,6-17).
Yang di langit (dalam ayat ini) yaitu Allah, akan tetapi Dia
menyebutkan hal itu dengan kinayah, karena konteksnya yaitu
konteks menunjukkan keagunganNya dan bahwa Dia di atas me-
reka, menguasai mereka dan berwenang atas mereka karena yang
tinggi mempunyai kekuasaan atas yang ada di bawahnya.
43;3 36$\"sehingga tiba-tiba bumi itu berguncang," yakni,
bergetar kuat.
]awabannya: Demi Allah, kita tidak merasa aman. Kita takut
apabila dosa-dosa kita menumpuk, bumi akan menenggelamkan
kita.
Amblasnya lempengan bumi atau gunung meletus dan se-
bagainya, itulah yang dengannya Allah mengancam kita di sini,
cn rt,I@ 3; O6ge:.ii'6!s} 6 -.faic;
41y
('
X @ $,;{sit::; "r*c
{1c J;i.6 13i
"Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di
langit bahuta Dia akan meniungkir balikkan bumi bersama kamu,
sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah
kamu merasa amtn terhadap Allah yang (berkuasa) di langit
bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Maka kelak
kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) pe-
in g a t anKz. " (Al-Mu lk: 1. 6-17){t)
akan tetapi mereka memakai kata-kata lembut demi meringankan
bebannya dari orang-orang umum.
I /-Jt$ yakni, akan tetapi apakah kamu merasa aman? 1l di
sini geirhakna
"1,
(tetapi) dan ditambahhamzah sehingga bermakna
{eii"ti}
4 t*C'S*j;:S$ "Bahtoa Dia akan mengiim badai yang ber-
batu,'yuit" uriU y*g toirrr dari atas seperti yang terjadi pada orang-
orang sebelum mereka seperti kaum Luth dan pasukan gaiah.Kalau
dari bawah disebut .-lS.jr (penenggelaman).
Allah mengurncam kita dari atas dan dari bawah. Firman Allah,
X:fr :; ,#3*L *{"(;:'5'i ri4:;4ffi :/'1y
{Wt # ,i:;aiii 4t4i1l J Arr;4i
uMala masing-masing (merela itu) Kami siksa disebabkan dosanya,
maka di antara mereka ada yang IQmi timpakan leepadanya huian bafu
kcnkil dnn di antara mereka ada yang ditimpa suara lceras yang menS-
guntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi,
dan di antara merela ada yang lumi tenggelamknn." (Al-Ankabut 40).
Empat macam azab; dan di sini disebutkan dua macam, yaitu
azab dari atas, yaitu huian batu kerikil dan azab dati bawah, yaitu
dibenamkan ke dalam bumi.
Yang berkait dari ayat ini dengan topik yaitu 4;ZiA;y
"Yang di langit," yaitu Allah. Ini yaitu dalil yang mei-runjukkan
tingginya Allah dengan DzatNYa.
Tetapi di sini terdapat permasalahan, yaitu bahwa ; ber-
fungsi sebagai zharaf (keterangan tempat). Jika Allah di langit dan
.t (di) sebagai zharaf, maka tempat meliputi yang bertempat. Sean-
dainya kamu berkata, Air di gelas, maka gelas itu meliputi air.{a1
ia le-bih luas daripada air. llka eUafr berfirman, {iuiieip;\
" Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit," *1ku
zahirnya yaitu bahwa langit meliputi Allah. Dan zahir ini yaitu
batil, jika zalir ini yaitu batil, maka kita mengetahui dengan yakin
bahwa itu bukan yang dimaksud oleh Allah, karena tidak mung-
kin zahir al-Qur'an dan Sunnah yaitu sesuatu yang batil.
Apakah jawaban dari permasalahan ini?
ffi ffi
Para ulama berkata, Menjawab ini kita bisa menempuh salah
satu jalan:
1). Kita mengartikan langit dengan al-Uwu (tinggr) dan langit
dengan makna ini ada dalam bahasa Arab bahkan di dalam al-
Qur'an.
Allah tilt$ berfirman,
46r+'U66ic )15Ct;y
" Allah telah menurunkan air fuujan) dai langit, malu mengalirlah
air di lembah-lembah menurut ukurannya. " (Ar-Ra'd: L7).
Yang dimaksud dengan langit di sini yaitu di atas, karena
hujan turun dari awan bukan dari langit yang merupakan atap
yang dibuat Allah dan awan ini tinggi di antara langit dan bumi.
FirmanNya,
4 eilis,iai'6 ;.a\ vt;eiiy
"Dan pengisaran angin dnn awan yang dil<endalikan antara langit
dan bumi." (Al-Baqarah: 164).
Jadi makna 4.giaJb 'Allah yang di langitu, yakni, Allah yang
tinggr di atas sana.
Tidak ada permasalahan setelah ini. Jadi, Dia di atas sana,
tidak didekati oleh sesuatu dan tidak ada sesuatu pun di atasNya.
2). Atau kita menjadikan ";" dengan makna ",rji', dan langit
yaitu langit yang dikenal yaitu atap yang terjaga. ,,;,' Dengin
makna ",ri;" yaitu shahih di dalam bahasa Arab bahkan di dalam
al-Qur'an. Fir'aun berkata kepada tukang-tukang sihirnya yang
beriman,
4)"3ieic@^i;b
"Dan aku sesungguhnya akan menyalib lumu seknlian pada pang-
kal kurma," (Thaha: 71) yakru di atas batang pohon kurma.
Jadi makna {-S:ai4s.\"'Allah yang di langit,', yaitu Allah
yang di atas langit. Setelah ini tidak ada lagi permasalahan.
Apabila anda berkata, Bagaimana kamu menggabungkan an-
tara ayat ini dengan Firman Allah,
{ tr -;}A * 1\l:at'i"$\ ji'b
"Dan Dialah Tuhnn (yang disembah) di langtt dan Tuhan (yang
disembah) dibumi." (Az-Zukhruf: 84) dengan FirmanNya,
4 {g'{aU"*;'.ii oi +''iAi a'ai 't;fi
"Dan Dialah Allah (yang di*mbah), baik di langit mauPun dibumi;
Dia mengetnhui apa yang lamu rahasialan dan apa yang kamu lahirknn."
(Al-An'am: 3)?
|awab: Ayat pertama AUah berfirman, {.t1f;Ll:ata,slijitl
4 Ut--;fli "Dan Dialah Tulun (yang disembah) di langit dan Tuhan
(iony disembah) di bumi.' Zharaf (keterangan tempat) ini yaitu un-
tuk uluhiyahNya yakni uluhiyahNya (statusNya sebagai satu-satunya
yang disembah) berlaku di langit dan bumi, sebagaimana anda ber-
kata, Fulan yaitu amir di Madinah dan Makkah, dirinya berada
di salah satu dari keduanya dan keamirannya berlaku di keduanya
dengan kepemimpinan dan kekuasaannya. Jadi uluhiyah Allah di
langit dan di bumr, adapun Allah sendiri, maka Dia berada di langit.
Adapun ayat kedua, 6A;'ii t; '2yi3i a'a\ Tjh " Dan Dialah Allah
(yang di*mbah), baik di langti mr,upun dibumi," maka penjelasan kami
*-u dengan penjelasan pada ayat pertattu, {!8|. "Drn Dialah
Allah," yakni Dialah Tuhan yanguluhiyahNya di langit dan di bumi.
Adapun Dia sendiri maka Dia berada di langit jadi artinya yaitu
Dlalah yang dituhankan di langit dan dituhankan di bumi; uluhi-
yahNyadi langit dan di bumi. ]adi tafsir ayat ini sama dengan ayat
sebelumnya.
Ada yang berkata makna, 4 +'ti::ti c;o\';t}t " _Dialah
Allah di
langit," kemudian kamu toaqaf (beihenti) lalu anda lanjutkan, jj)
4 k*;31'J;--;ji " dnn di bumi, Dia mengetahui apa yang kamu raha-
tirt on dan apa yang kamu tampakkan " Yakni, Dia sendiri di langit
dan Dia mengetahui rahasia dan yang terang-terangan dari kamu
di bumi. KeberadaanNya di langit dengan ketinggianNya tidak
menghalangiNya mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa
yangkamu tampakkan di bumi.
Hanya saja makna ini mengandung kelemahan karena ia meng-
haruskan memenggal ayat dan meniadikannya tidak berkait. Yang
",iA & a$'if ,6 *),-t"8\i +ti3i iL,sii )b ,uy
u'( @ U3;*' v-":;1$'rKc'6
FirmanNya, "Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam
enam hai (masa). KemudianDiabersanayam di atas Arasy, Dia
mengetahtti apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
dai padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepailaNya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.
Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (Al-Hadid:
4)0)
K1, 'fi ue'eYj "@i
'u 3*v' v '&vi ,rj'.ji c Av );.
ffi
benar yaitu yangpertama. Kami katakan,
4i;*ittnt -tia';rirt:\"Diatah Allah (yang dixmbah) di langit
dan di bumi." Yakni, Dia disembah dan dituhankan di langit dan di
bumi. ]adi ayat ini tidak bertabrakan dengan yang lain.
Di antara faidah dari segi perilaku dalam ayat-ayat ini:
Apabila seseorang mengetahui bahwa Allah di atas segala
sesuafu maka dia mengetahui kadar kekuasaan dan penguasaan-
Nya atas makhlukNya, dalam kondisi tersebut dia akan mengagung-
kanNya dan takut kepadaNya. Jika sudah demikian maka dia ber-
takwa kepadaNya, menjalankan kewajiban dan menjauhi yang di-
haramkan.
ooo
DIE NETApKAN tllA'ryArr AII.AH (KESE RTAAN
AttAH) BAGI MAKHT,UKNyA
[1]. Penulis mulai menyebutkan dalil-dalil bahwa Allah be-
serta makhlukNya. Pembahasan ini diletakkan setelah pembahasan
tentang al-Uluto, ini sesuai, karena bisa iadi seseorang memahami
ffi ffi
adanya kontradiksi antara Allah di atas segala sesuatu dengan
Allah bersama hambaNya. Maka sangat pas sekali apabila penulis
menyebutkan ayat-ayat yang menetapkan kebersertaan Allah de-
ngan makhluk setelah ayat-ayat yang menetapkan bahwa Dia di
atas sana.
Terdapat beberapa poin pembahasan terkait dengan ma'iyah
Allah terhadap makhluknya:
Pembahasan pertama: tentang pembagiannya:
Ma'iyah Atlah terbagi menjadi dua: umum dan khusus.
Y*g umum meliputi siapapun: Mukmin dan kafir, orang baik
dan pendosa. Dalilnya yaitu Firman Allah,
4,|3('$K11'fry
" Dan Dia bersama lumu di mana saja lamu berada." (Al-Hadid: 4)
Yang khusus yaitu yang terkait dengan kriteria tertentu, se-
perti Firman Allah,
{ @ 6;* i Clr;'\r,rli'...;ii'{^i'oL- Y
" Sesungguhnya Allah bexrtn orang4rang yang bertaktoa dan oranS-
orang yangberbuat kebaikan " (An-NahL 128).
Ada pula yang terkait dengan pribadi tertentu seperti Firman
Allah,
4 tz 1,,'fit 5t, d;iJ .ry.-A- 3Ai \Ly
"Di ruaktu dia berknta kepada temannya, 'langanlah kamu berduka
cita, se sunggulmya Allah beserta kita' .u (At-Taubah: 40).
Dan FirmanNya kepada Musa dan Harun,
{@ i;6$\-\:'4',rl}
" sesungguhnya Aku beserta kamu furdua, Aku mendengar dan me-
lihat." (Thaha:46).
Yang ini lebih khusus daripada yang sebelumnya.
Maka kebersertaan Allah dengan makhlukNya ada beberapa
derajat Umum mutlak, khusus terkait dengan kriteria tertentu dan
ffi W
khusus terkait dengan pribadi tertentu.
Yang paling khusus yaitu yang terkait dengan pribadi ter-
tentu, kemudian yaflg terkait dengan kriteria tertentu, dan yang
bersifat umum.
Kebersertaan Allah dengan makhlukNyayffig umum menun-
tut jangkauanNya yang menyeluruh terhadap makhlukNya dari
segi ilmu, kodrat, pendengaran, penglihatan, kekuasaan dan makna-
makna rububiyah yang lain, sedangkan yang khusus dengan kedua
macarnnya melahirkan adanya dukungan dan kemenangan.
Pembahasan kedua: Apakah ma'iyah bersifat hakiki atau
sekedar kinayah tentang ilmu Allah, pendengaran, penglihatan,
kodrat, kekuasaan dan makna-makna rububiyahNya yang lain?
Kebanyakan ungkapan Salaf menyatakan ma'iyah yaitu kina-
yah dari ilmu, pendengaran, penglihatan, kodrat dan lain-lain, me-
nurut mereka makna, 4:9';;}. "Dan Diabersamamu." Yakni Dia
mengetahuimu, mendengar ucdpanmu, melihat perbuatanmu, ber-
kuasa atasmu, menetapkan hukum di antaramu... begitulah me-
reka menafsirkannya dengan konsekuensinya.
Syaikhul Islam di buku ini dan lainnya memilih bahwa mn'iyah
Allah yaitu hakiki, Dia bersama kita yaitu benar secara hakiki
hanya saja ma'iyahNya tidak sama dengan ma'iyah manusia terha-
dap manusia yang memungkinkan bersamanya di segala tempat,
hal itu karena ma'iyah Allah yaitu sifat yang shahih bagiNya se-
mentara Dia tetap dengan uluruNya. Dia bersama kita sekaligus
tinggi di ArasyNya di atas segala sesuatu dan tidak mungkin dalam
kondisi apapun Dia bersama kita di tempat-tempat di mana kita
berada di sana.
Dari sini maka ia harus digabungkan dengan uluro.
Penulis sendiri telah menurunkan pasal khusus tentangnya
yang nanti akan hadir penjelasannya insya Allah, dia menjelaskan
bahwa tidak ada pertentangan antara uluru dsrrgan ma'iyah karena
tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah dalam seluruh
sifatNya, Dia Tinggi dalam kedekatannya, dekat dalam ketinggian-
Nyu.
Syaikhul Islam menurunkan contohnya yaitu rembulan, kata-
nya sah dikatakan, 'Kami terus berjalan sementara rembulan ber-
ffi ffi
sama kami', padahal rembulan berada di langit dan ia termasuk
makhluk Allah yang kecil. Bagaimana khalik tidak bersama makh-
luk, di mana jika makhluk dibandingkan denganNya tidak ada apa-
apanya sedangkan Dia di atas langit?
Apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam mengandung ban-
tahan kepada ahli ta'thil yang befiuiiah atas Ahlus Sunnah wal
Jama'ah, kata mereka, Kalian melarang takwil, sedangkan kalian
sendiri melakukannya pada srtat al-Ma'iyah. Kalian berkata, Ma'iyah
berarti ilmu, pendengaran, penglihatan, kodrat dan kekuasaaan
dan lain-lain.
Kami jawab: Ma,iyah yaitu benar secara hakiki akan tetapi
tidak dengan pengertian yang dipahami oleh ]ahmiyah dan orang-
orang seperti mereka bahwa Allah bersama manusia di segala tem-
pat. Dan tafsir Salaf terhadap ma'iyah dengan ilmu dan semisalnya
yaitu tafsir dengan makna yang lazim.
Pembahasan ketiga: Apakah al-Ma'iyaft termasuk sifat ilza-
tiyah atatfi'liyah.
Terdapat perincian:
Al-Ma'iyah yang umum yaitu srtat dzatiyah; karena Allah
telah dan senantiasa meliputi makhlukNya dengan ilmu, kodrat,
kekuasaan dan makna-makna rububiyah yang lain.
Al-Ma' iynh yangkhusus yaitu srtat fi'liyah; karena ia meng-
ikuti kehenaat Allah, semua sifat yang berkait dengan sebab, maka
ia termasuk srtat fi'liyah. Dan telah diielaskan bahwa ridha terma-
suk sifatf 'liyah karena ia terkait dengan sebab, jika sebab ridha ada
maka ada pula ridha, siuna halrrya dengan al-Ma'iyah yang khusus.
Jika ada takwa atau sebab-sebabnya pada orang tertentu maka Allah
bersamanya.
Pembahasan keempat Apakah ia hakiki atau bukan?
Kami telah jelaskan bahwa di antara salaf ada yang menaf-
sirkannya dengan konsekuensinya, di mana seseorang hampir tidak
berpendapat selairurya. Dan di antara mereka ada yang berpendapat
bahwa ia yaitu hakiki, hanya saja ia yaitu al-Ma'iyah khusus yang
layak bagi Allah.
Pendapat yang kedua ini yaitu ucaPan yang jelas dari pe-
nulis di buku ini dan lainnya, akan tetapi ia harus dilindungi dari
dugaan-dugaan dusta seperti dipahami bahwa Allah bersama kita
di bumi dan sebagainya, karena ini yaitu mustahil lagi batil.
Pembahasan kelima: Apakah antara al-Ma'iyah d,engan al-
Uhtw terdapat pertentangan?
Tidak, berdasarkan tiga alasan:
Pertnma, Ailah menggabungkan keduanya dalam sifat yang
Dia sandangkan pada diriNya, kalau keduanya bertentangan nis-
caya tidak sah Allah menyifati diriNya dengan keduanya.
Kedua, antara al-Liluto dengan al-Ma'iyah tidak ada perten-
tangan sama sekali, karena mungkin saja sesuatu itu tinggi dan ia
bersama anda. Orang-orang Arab berkata, "Rembulan itu bcrsama
kami sementara kami berjalan. Matahari bersama kami sementara
kami berjalan. Bintang itu bersama kami sementara kami berjalan."
Padahal bulan, matahari dan bintang semuanya di langit. JIka al-
Ulutu dan al-Ma'iyah munskin berkumpul pada makhluk, maka
berkumpulnya keduanya pada Khalik yaitu lebih pantas.
Bayangkan seorang laki-laki di atas gunung yang tinggi. Dia
berkata kepada tentaranya, "Berangkatlah ke tempat perang yang
jauh, aku bersama kalian." Dia sendiri meneropong melihat mereka
dari jauh. Dia bersama mereka karena dia sekarang melihat mereka
seolah-olah mereka ada di depannya, padahal dia jauh dari mereka.
Jadi perkara ini mungkin pada makhluk, bagaimana ia tidak mung-
kin pada Khalik?
Ketign, kalaupun seandainya ia tidak mungkin pada diri makh-
luk belum tentu ia tidak mungkin pada Diri Khalik, karena Allah
lebilr agung dan lebih mulia, sifat-sifat Khalik tidak bisa disamakan
dengan sifat-sifat makhluk, karena perbedaan yang jelas antara
Khalik dengan makhluk.
Rasulullah ffi bersabda dalam perjalanannya,
J^"vr ; e.;llt3 -&l A
a), +6tai gssr
"Ya Allalt, Engkau adalnh katoan dalam perjalanan dan pengganti
(Yang menjaga dan mengurusi) keluarga, "l Nabi menggabungkan an-
tara Dia sebagai kawan di perjalanan dan pengganti bagi keltrarga,
padahal hal tersebut tidak mungkin bagi makhluk. Tidak mungkin
seseorang menjadi kawan perjalanan anda sekaligus pengganti anda
untuk mengurusi dan menjaga keluarga anda.
Diriwayatkan dalam hadits shahih,2 "Apabila orang shalat
mengucapkan, { @ <^r:.:ri r';'}3iY maka Allah berfirman, ++
,s,t:t'HambaKu nimujiKtt'." Berapa banyak orang yang shalat meng-
ucapkan { e <,.aa -r' i.l;rlrib? Tidak terhitung' Berapa banyak
orang shalit, yang satu membica ( @ <+iai * +.;.=)tfi yang ke-
dua membaca { @ J-J 1(.v'^*'iui}. Masing-masing bacaanny.a
memiliki jawaban dari Allah, kepada yang membaca 4 i";zlty
4 O <,.+cil Allah menjawab, e* 4+ "HambaKu memujiKu." Ke-
pada yang membaca 4e:"+ ai:5'^5i(1$, Rllah menjawab, tL
i,,-h),:* ,;r ,#."lni antara Aku danhambaKL; setengah-setengah'"
Jadi, mungkin sekali Allah benar-benar bersama kita, semen-
tara Dia benar-benar di atas ArasyNya di langit dan tidak seorang
pun memahaminya bertabrakan, kecuali orang yang hendak me-
nyamakan Allah dengan makhlukNya dan menjadikan ma'iyah
Allah sama dengan ma'iyah makhluk.
Kami telah jelaskan bahwa menggabungkan dalil-da1il al-Ulutu
dengan dalil-dalil al-Ma'iyah yaitu mungkin. Jika memang telah
jelas, maka al-hamdulillah, itulah ydng seharusnya/ jiki'tidak, maka
wajib atas hamba untuk berkata, Aku beriman kepada Allah dan
RasulNya. Aku membenarkan apa yang Allah firmankan tentang
diriNya dan RasulNya. ]angan berkata, "Mana mungkin," untuk
mengingkarinya.
Apabila dia berkata, "Mana mungkin?" Maka kami katakan
bahwa pertanyaanmu ini yaitu bid'ah. Para sahabat tidak berta-
nya tentangnya padahal mereka lebih baik dari anda, orang yang
mereka tanya lebih mengetahui, lebih benar, lebih fasih dan lebih
tulus daripada orang yang anda tanya, maka percayalah dan jangan
Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Haj, Bab Ma Yaqulu ldza Rakiba lla Safari al-Haj wa
Ghairihi.
Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab ash-9halah, Bab Wujub Qlra'ah al-Fatihah Fi Kulli Rak'ah.
ffi
bertanya, "Bagaimana?" "Mengapa?", akan tetapi terimalah dengan
lapang dada.
Perhatikanlah ayat ini, kamu lihat semua dhamir (kata ganti)
kembali kepada Allah, {ofi" i 16 ** a,15\g o- fri JLb " Mencip-
takan langit dan bumi dalam enam hai (masa), kemudian Dia bersema-
ynm." 4 ,rlltC'J.V',L,-$ 'Oia mengetnhui apa yang masuk l<e bumi." Begihr
pula kita gunt-,, {fu';tb"Dnn Diabersamnmu."
Kita wajib beriman kepada zahir ayat yang mulia. Kita me-
ngetahui secara yakin bahwa ma'iyah ini tidak berarti bahwa Allah
bersama kami di bumi. Dia bersama kita dengan isflrrra'Nya di atas
ArasyNya. Ma'iyah ini, apabila kita beriman kepadanya, maka ia
akan membawa kita kepada takwa dan rasa takut kepada Allah.
Oleh karena itu, sebuah hadits berkata,
#L\re)r
" Sebaik-baik iman yaitu kamu mengetahui bafuua Allah bersamamu
di mana pun kamu berada."1
Al-Hululiyahberkata, Allah bersama kita dengan DzatNya di
tempat kita berada. Kalau anda di masjid, maka Allah bersama
anda di masjid, orang-orang yang di pasar, Allah bersama mereka
di pasar, orang-orangyangdi kamar mandi Allah bersama mereka
di kamar mandi.
Mereka tidak menyucikan Allah dari kotoran dan bau busuk.
Mereka tidak menyucikan Allah dari tempat-tempat jorok dan ti-
dak layak.
Pembahasan keenam: Syubhat orang-orang yang berkata
bahwa Allah bersama kita di tempat kita berada dan bantahan-
nya.
Syubhat mereka yaitu bahwa itulah zahir lafazh, 4K11';,3Y
"Dan Dia bersamamu." Karena semua kata ganti kembali kepada
Allah. 4 5rr,slti .3y" oialah yang menciptakan."
e;; irt oijl t.ni
,J$l
Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim, 61L24, dan disebutkan oleh al-Haitsami dalam al-Maima',
u60.
3 W*h dsdah nl ositAif.l"
4 i;;1ib " Kemudian bersemayan,. " { tr;} "Dia mengetnhui."
4 K';r*"bin Dia bersarnnnru." Apabila Dia 6e.sa*a kita, maka
v)ng kanii pahami dari kebersamaan itu hanyalah berada dan ber-
sama di tempat tersebut.
Bantahan terhadap syubhat ini dari beberapa segi:
Pertnnm, zahirnya tidak seperti yang kalian klaim, karena ka-
lau zahirnya yaitu seperti yang kalian klaim, niscaya terjadi ben-
turan pada ayat. Dia bersemayam di atas Arasy, sekaligus bersama
semua manusia di mana pun. Pertentangan pada kalam Allah ada-
lah mustahil.
Kedua, ucapan kalian, "Yang dipahami dari kebersamaan ha-
nyalah berbaur dan bersama di tempat tersebut." Ucapan ini salah,
karena ma'iyah dalam bahasa Arab yaitu kata yang menunjukkan
kebersamaan secara mutlak, kandungannya lebih luas dari apa yang
kalian klaim, ia bisa berkonsekuensi kebersamaan di tempat dan
bisa pula ber