Home »
keluaran imamat 22
» keluaran imamat 22
keluaran imamat 22
Januari 28, 2025
keluaran imamat 22
ada baiknya untuk tidak banyak bicara.
(2) Bagaimana Harun menjadikan penderitaannya sebagai
alasan mengapa ia menyimpang dari ketetapan mengenai
korban penghapus dosa. Harun tidak akan mampu mema-
kan korban penghapus dosa dengan rasa sedih di dalam
hatinya dan rasa sesak di dalam jiwanya. Jadi mungkinkah
ia bisa berkenan bila ia makan dengan cara ini? Ia tidak
beralasan bahwa hatinya sangat dipenuhi kepedihan se-
hingga ia tidak bernafsu memakan korban penghapus
dosa. Ia hanya takut jangan sampai ia tidak berkenan ke-
pada Tuhan dengan cara demikian. Perhatikan,
[1] Penerimaan oleh Tuhan merupakan sesuatu yang agung
yang harus kita dambakan dan upayakan di dalam se-
tiap ibadah kita, khususnya di dalam perjamuan kudus
Tuhan, saat kita memakan korban penghapus dosa.
[2] Dukacita duniawi merupakan sesuatu yang sangat
menghalangi kita dalam melaksanakan semua kewajib-
712
an kudus yang berkenan bagi Allah, sebab selain
mengusik diri kita, juga merampas roda-roda kereta kita
sehingga kita sangat berat untuk maju (1Sam. 1:7-8).
Dan hal ini tidaklah menyenangkan hati Allah, yang
menghendaki agar kita melayani-Nya dengan hati gem-
bira (Ul. 12:7). Roti perkabungan yaitu roti yang najis
(Hos. 9:4). Lihat Maleakhi 3:14.
3. Musa menyetujui alasan ini : Ia menyetujuinya (ay. 20). Ia
mungkin berpikir bahwa apa yang diungkapkan Harun mem-
benarkan apa yang telah mereka perbuat. Tuhan sudah mene-
tapkan bahwa apa yang tidak dapat dimakan, haruslah diba-
kar. Ketidaklayakan kita untuk mengerjakan suatu tanggung
jawab, bila hal itu disebabkan oleh sesuatu yang alamiah dan
bukan sebab dosa, akan diperbolehkan, dan Tuhan akan ber-
belas kasih serta tidak menuntut korban. Setidaknya Musa
berpikir bahwa penjelasan Harun ini sangat meringan-
kan kesalahan yang mereka perbuat: roh memang penurut,
tetapi daging lemah. Melalui Musa, Tuhan menunjukkan bahwa
Ia peduli akan keadaan Harun. Tampaknya Harun dengan
tulus berupaya memperoleh penerimaan Allah, dan memang
siapa pun yang dengan tulus berupaya demikian, akan mene-
mukan bahwa Dia tidak mengingat-ingat kesalahan. Kita pun
juga tidak harus keras menyalahkan diri atas setiap kesalahan
yang kita perbuat, sambil menjaga diri kita sendiri, supaya kita
juga jangan kena pencobaan.
PASAL 1 1
ukum Taurat yang penuh dengan tata acara dan upacara, di-
gambarkan oleh sang rasul (Ibr. 9:9-10) tidak hanya mengan-
dung “korban dan persembahan,” yang sejauh ini dibahas dalam
kitab ini, melainkan juga “makanan, minuman, dan pelbagai macam
pembasuhan” dari kenajisan yang diakibatkan sebab melanggar
ketetapan. Hukum-hukum tentang makanan, minuman, dan pelbagai
macam pembasuhan ini mulai dijelaskan dalam pasal ini, yang mem-
buat pembedaan antara jenis-jenis daging yang satu dan jenis-jenis
daging yang lain, dengan memperbolehkan sebagian daging untuk
dimakan sebagai makanan yang halal, dan melarang sebagian yang
lain sebagai makanan yang haram. “Hanya ada satu jenis daging
manusia.” Alam merasa ngeri membayangkan memakan daging ini,
dan tak seorang pun melakukannya kecuali orang-orang yang sudah
sampai pada puncak kebiadaban, dan tinggal selangkah lagi menjadi
binatang. Oleh sebab itu, tidak perlu hukum untuk melarangnya.
Tetapi ada jenis-jenis daging yang lain, yaitu “daging binatang,” yang
tentangnya hukum memberi aturan di sini (ay. 1-8), “daging ikan”
(ay. 9-12), “daging burung” (ay. 13-19), dan “daging binatang-bina-
tang merayap,” yang dibedakan menjadi dua macam, binatang-bina-
tang yang merayap dan bersayap (ay. 20-28) dan binatang-binatang
yang merayap dan berkeriapan di atas bumi (ay. 29-43). Dan hukum
itu ditutup dengan aturan umum tentang kekudusan, dan alasan-
alasan untuknya (ay. 44, dst.).
Pembedaan Daging-daging Binatang
(11:1-8)
1 Lalu TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun, kata-Nya kepada mereka:
2 “Katakanlah kepada orang Israel, begini: Inilah binatang-binatang yang
H
714
boleh kamu makan dari segala binatang berkaki empat yang ada di atas
bumi: 3 setiap binatang yang berkuku belah, yaitu yang kukunya bersela
panjang, dan yang memamah biak boleh kamu makan. 4namun inilah yang
tidak boleh kamu makan dari yang memamah biak atau dari yang berkuku
belah: unta, sebab memang memamah biak,namun tidak berkuku belah;
haram itu bagimu. 5 Juga pelanduk, sebab memang memamah biak,namun
tidak berkuku belah; haram itu bagimu. 6 Juga kelinci, sebab memang me-
mamah biak,namun tidak berkuku belah, haram itu bagimu. 7 Demikian juga
babi hutan, sebab memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang,
tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. 8 Daging binatang-binatang
itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram
semuanya itu bagimu.
sebab sekarang Harun ditahbiskan menjadi imam besar atas rumah
Allah, maka Tuhan berbicara kepadanya dengan Musa, dan menetap-
kan mereka berdua sebagai pengemban tugas bersama untuk me-
nyampaikan kehendak-Nya kepada bangsa Israel. Ia berbicara baik
kepada Musa maupun Harun tentang perkara ini. Sebab dituntut
secara khusus dari para imam bahwa mereka harus membuat per-
bedaan antara yang halal dan yang haram, dan mengajar umat untuk
melakukannya. sesudah air bah, saat Tuhan mengadakan perjanjian
dengan Nuh dan anak-anaknya, Ia membiarkan mereka makan
daging (Kej. 9:13), sementara sebelumnya mereka hanya boleh makan
dari hasil-hasil bumi.namun kebebasan yang diberikan untuk anak-
anak Nuh di sini dibatasi untuk anak-anak Israel. Mereka boleh ma-
kan daging,namun tidak semua jenis daging. Sebagian daging harus
mereka pandang haram dan terlarang bagi mereka, dan sebagian
yang lain halal dan diperbolehkan untuk mereka. Hukum mengenai
perkara ini sangat terinci dan sangat ketat.namun apa alasan yang
bisa diberikan untuk hukum ini? Mengapa umat Tuhan tidak boleh
memakai semua makhluk ciptaan dengan bebas seperti orang
lain?
1. Cukup beralasan bahwa Tuhan menghendaki demikian. Sama
seperti kehendak-Nya memadai, untuk menjadi hukum, demikian
pula alasan bagi hukum-Nya itu. Sebab kehendak-Nya yaitu
hikmat-Nya. Ia memandang sebagai hal yang baik untuk menguji
dan melatih ketaatan umat-Nya seperti itu, bukan hanya dalam
upacara-upacara di mezbah-Nya, melainkan juga dalam hal-hal
yang terjadi sehari-hari di meja mereka sendiri, supaya mereka
ingat bahwa mereka berada di bawah wewenang-Nya. Demikian
pula Tuhan telah menguji ketaatan manusia dalam keadaannya
yang tidak berdosa, dengan melarangnya memakan buah dari
satu pohon tertentu.
Kitab Imamat 11:1-8
715
2. Sebagian besar dari daging-daging yang dilarang sebagai makanan
yang haram yaitu daging-daging yang sebenarnya tidak menye-
hatkan, dan tidak pantas untuk dimakan. Dan daging-daging
yang menurut kita cukup menyehatkan, dan kita pakai dengan
semestinya, seperti marmut, kelinci, dan babi, mungkin di negeri-
negeri itu, dan bagi tubuh mereka, dapat merugikan. Dan dengan
begitu Tuhan dalam hukum ini hanya berbuat kepada mereka
seperti yang diperbuat oleh ayah yang bijak dan pengasih kepada
anak-anaknya, yang melarang mereka memakan apa yang dia
ketahui akan membuat mereka sakit. Perhatikanlah, Tuhan itu
untuk tubuh, dan bukan hanya kebodohan, melainkan juga dosa
terhadap Allah, untuk merusak kesehatan kita demi menyenang-
kan nafsu makan kita.
3. Tuhan dengan demikian ingin mengajar umat-Nya untuk mem-
bedakan diri mereka dari orang lain, bukan hanya dalam ibadah
keagamaan mereka, melainkan juga dalam tindakan-tindakan
biasa dalam hidup. Demikianlah Ia hendak menunjukkan kepada
mereka bahwa mereka tidak boleh terhitung di antara bangsa-
bangsa. Tampaknya sudah ada, sebelum ini, sedikit banyak per-
bedaan antara orang Ibrani dan bangsa-bangsa lain dalam ma-
kanan mereka, yang dipertahankan oleh adat istiadat. Sebab
orang Mesir dan orang Ibrani tidak mau makan bersama-sama
(Kej. 43:32). Dan bahkan sebelum air bah, sudah ada suatu pem-
bedaan antara binatang-binatang yang halal dan yang haram (Kej.
7:2).namun lalu pembedaan itu hilang sama sekali, bersama
banyak kegiatan agama, di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Tetapi oleh hukum ini, pembedaan itu dijadikan sebagai suatu
kepastian, dan diperintahkan untuk dipertahankan di antara
orang-orang Yahudi. Supaya dengan demikian, dengan memiliki
aturan makanan yang khas bagi diri mereka sendiri, mereka
dapat dijauhkan dari pergaulan yang akrab dengan tetangga-
tetangga mereka yang menyembah berhala. Dan supaya mereka
dapat melambangkan Israel rohani milik Allah, yang bukan dalam
hal-hal kecil ini, melainkan dalam tabiat roh mereka, dan jalan
hidup mereka, mereka diatur oleh keutuhan hati dan penguasaan
diri, dan tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Para sarjana
mengamati lebih jauh, bahwa sebagian besar makhluk yang oleh
hukum ini harus dipandang jijik sebagai binatang yang haram
yaitu binatang-binatang yang dipuja dan ditinggikan di antara
716
orang-orang kafir, bukan sebagai makanan, melainkan terlebih
sebagai ramalan dan korban bagi dewa-dewa mereka. Dan sebab
itu di sini disebutkan binatang-binatang yang dipandang haram,
dan merupakan kejijikan, yang sekalipun demikian mereka tidak
akan tergoda sama sekali untuk memakannya. Ini bertujuan
supaya mereka dapat memelihara kejijikan yang penuh kesalehan
terhadap apa yang dianggap memiliki nilai takhayul oleh bangsa-
bangsa bukan Yahudi. Babi, oleh bangsa-bangsa bukan Yahudi
yang hidup pada zaman belakangan, dipandang suci bagi dewi
Venus, burung hantu bagi dewi Minerva, burung elang bagi dewa
Yupiter, anjing bagi dewi Hekate, dst., dan semuanya di sini di-
jadikan sebagai binatang yang haram. Berkenaan dengan bina-
tang-binatang, ada peraturan umum yang ditetapkan, bahwa
binatang-binatang yang berkuku belah dan juga memamah biak
itu halal, dan hanya binatang-binatang itu saja. Binatang-bina-
tang ini disebutkan secara khusus dalam pengulangan hukum ini
(Ul. 14:4-5). Di dalamnya tampak bahwa orang Israel diperboleh-
kan makan daging yang cukup beragam, dan mereka tidak perlu
mengeluh tentang pembatasan yang mengurung mereka. Bina-
tang-binatang yang tidak memamah biak dan berkuku belah itu
haram, yang oleh aturan ini daging babi, kelinci, dan marmut
dilarang bagi mereka, meskipun biasanya digunakan di antara
kita. Oleh sebab itu, khususnya saat memakan salah satu dari
daging binatang-binatang ini, kita harus mengucap syukur atas
kemerdekaan yang diberikan kepada kita dalam perkara ini oleh
Injil, yang mengajar kita bahwa semua yang diciptakan Tuhan itu
baik, dan kita tidak boleh menyebut apa pun najis atau tidak tahir.
Sebagian orang mencermati arti dalam aturan yang ditetapkan di
sini, yaitu supaya mereka dapat membuat pembedaan berdasar-
kan aturan itu, atau setidak-tidaknya berpikir bahwa aturan itu
dapat dirujuk. Merenung, dan tindakan-tindakan ibadah lain yang
dilakukan oleh manusia batiniah yang tersembunyi, dapat dilam-
bangkan dengan memamah biak, mencerna makanan rohani kita.
Keadilan dan kasih terhadap manusia, dan tindakan-tindakan
dari perilaku yang baik, dapat dilambangkan dengan berkuku
belah. Nah, yang satu tanpa yang lain tidak akan dapat membuat
kita berkenan pada Allah,namun keduanya harus berjalan ber-
sama-sama, yaitu perasaan-perasaan yang baik dalam hati dan
perbuatan-perbuatan baik dalam hidup. Jika salah satunya tidak
Kitab Imamat 11:9-19
717
ada, maka kita menjadi najis, pasti kita menjadi najis. Dari semua
makhluk yang di sini dilarang sebagai binatang yang haram, tak
ada yang lebih ditakuti dan dibenci oleh orang-orang Yahudi yang
saleh dibandingkan daging babi. Banyak orang dihukum mati oleh
Antiokhus sebab mereka tidak mau memakannya. Daging inilah,
mungkin, yang paling mengancam akan menggoda mereka, dan
sebab itu mereka menanamkan pada diri mereka sendiri dan
anak-anak mereka suatu kebencian tertentu terhadapnya, dengan
menyebutnya bukan dengan nama yang sebenarnya, melainkan
barang yang aneh. Tampaknya bangsa-bangsa bukan Yahudi
memakai daging ini secara takhayul (Yes. 65:4), mereka me-
makan daging babi. Dan sebab itu kepada umat-Nya Tuhan mela-
rang segala penggunaannya, supaya mereka tidak belajar dari
tetangga-tetangga mereka untuk memakai nya dengan salah.
Sebagian orang mengemukakan bahwa larangan terhadap bina-
tang-binatang ini sebagai binatang haram dimaksudkan sebagai
peringatan kepada bangsa itu akan sifat-sifat buruk dari makh-
luk-makhluk ini. Kita tidak boleh kotor atau berkubang dalam
tanah yang berlumpur seperti babi, juga tidak boleh penakut dan
lemah hati seperti kelinci, atau tinggal di dalam tanah seperti
marmut. Janganlah manusia yang terhormat menjadikan dirinya
seperti binatang-binatang yang binasa ini. Hukum melarang,
bukan hanya memakan binatang-binatang itu,namun juga bahkan
menyentuhnya. Sebab orang-orang yang mau dijauhkan dari dosa
apa saja harus berhati-hati menghindari semua godaan terhadap-
nya, dan segala sesuatu yang melihat ke arahnya atau menuntun
kepadanya.
Aturan Umum tentang Ikan dan Burung
(11:9-19)
9 Inilah yang boleh kamu makan dari segala yang hidup di dalam air: segala
yang bersirip dan bersisik di dalam air, di dalam lautan, dan di dalam sungai,
itulah semuanya yang boleh kamu makan. 10namun segala yang tidak bersirip
atau bersisik di dalam lautan dan di dalam sungai, dari segala yang ber-
keriapan di dalam air dan dari segala makhluk hidup yang ada di dalam air,
semuanya itu kejijikan bagimu. 11 Sesungguhnya haruslah semuanya itu
kejijikan bagimu; dagingnya janganlah kamu makan, dan bangkainya harus-
lah kamu jijikkan. 12 Segala yang tidak bersirip dan tidak bersisik di dalam
air, yaitu kejijikan bagimu. 13 Inilah yang harus kamu jijikkan dari burung-
burung, janganlah dimakan, sebab semuanya itu yaitu kejijikan: burung
rajawali, ering janggut dan elang laut; 14 elang merah dan elang hitam menu-
718
rut jenisnya; 15 setiap burung gagak menurut jenisnya; 16 burung unta,
burung hantu, camar dan elang sikap menurut jenisnya; 17 burung pungguk,
burung dendang air dan burung hantu besar; 18 burung hantu putih, burung
undan, burung ering; 19 burung ranggung, bangau menurut jenisnya, mera-
gai dan kelelawar.
Di sini ada,
1. Aturan umum tentang kelompok ikan, mana yang halal dan mana
yang haram. Semua yang bersirip dan bersisik boleh mereka
makan, dan hanya jenis-jenis binatang air yang aneh, yang tidak
bersirip dan bersisik, yang dilarang (ay. 9-10). Orang-orang zaman
dulu menganggap ikan sebagai makanan yang paling lezat (jauh
bagi mereka untuk memperbolehkannya pada saat puasa, atau
menjadikan makan ikan sebagai contoh dari mati raga). Oleh
sebab itu Tuhan tidak terlalu membatasi umat-Nya dalam mema-
kan ikan. Sebab Ia yaitu Tuan yang memperbolehkan hamba-
hamba-Nya makan bukan hanya apa yang dibutuhkan, melainkan
juga apa yang nikmat. Mengenai ikan yang terlarang dikatakan,
semuanya itu kejijikan bagimu (ay. 10-12), yaitu, “Kamu harus
memandangnya haram, dan bukan hanya tidak memakannya,
tetapi juga menjauh darinya.” Perhatikanlah, apa saja yang haram
haruslah menjadi kejijikan bagi kita. Janganlah menjamah apa
yang najis.namun amatilah, itu harus menjadi kejijikan hanya bagi
orang-orang Yahudi. Bangsa-bangsa sekitar sama sekali tidak ter-
ikat kewajiban-kewajiban ini, tidak pula ikan-ikan ini harus men-
jadi kejijikan bagi kita orang-orang Kristen. Orang-orang Yahudi
diberi kehormatan dengan hak-hak istimewa tertentu, dan sebab
itu, supaya mereka tidak menyombongkan diri dengan hak-hak
istimewa itu, transeunt cum onere – mereka juga dibatasi dengan
kekangan-kekangan tertentu. Dengan demikian, sama seperti Israel
rohani milik Tuhan ditinggikan derajatnya di atas orang lain oleh
perjanjian Injil yang mengangkat mereka sebagai anak dan teman,
demikian pula mereka harus bermati raga melebihi orang lain oleh
perintah-perintah Injil untuk menyangkal diri dan memikul salib.
2. Mengenai burung-burung, tidak ada aturan umum yang diberikan
di sini, kecuali burung-burung yang disebutkan secara khusus
yang tidak boleh mereka makan sebagai makanan yang haram,
yang menyiratkan bahwa semua burung lain boleh dimakan. Para
penafsir di sini memiliki setumpuk pekerjaan untuk mencari
tahu apa makna sebenarnya dari kata-kata Ibrani yang digunakan
di sini, yang sebagian di antaranya tetap tidak pasti, sebab
Kitab Imamat 11:9-19
719
beberapa jenis burung khas untuk beberapa negeri. Seandainya
hukum itu berlaku sekarang, kita berkepentingan untuk menge-
tahui dengan pasti apa yang dilarang olehnya. Dan mungkin jika
kita mengetahuinya, dan mengenal dengan lebih baik sifat bu-
rung-burung yang disebutkan di sini, maka kita akan mengagumi
pengetahuan Adam, dengan memberi mereka nama yang meng-
ungkapkan sifat-sifat mereka (Kej. 2:20).namun sebab hukum itu
dicabut, dan pengetahuan tentangnya banyak yang hilang, maka
cukup bagi kita untuk mengamati bahwa dari burung-burung
yang dilarang di sini,
(1) Sebagian yaitu burung-burung pemangsa, seperti burung
rajawali, burung elang merah, dst., dan Tuhan ingin supaya
umat-Nya membenci segala sesuatu yang biadab dan kejam,
dan tidak hidup dengan darah dan rampasan. Burung merpati
yang dimangsa pantas dijadikan makanan untuk manusia dan
persembahan kepada Allah.namun elang hitam dan elang
sikap yang memangsanya harus dipandang sebagai kejijikan
bagi Tuhan dan manusia. Sebab keadaan orang-orang yang
dianiaya sebab kebenaran tampak lebih baik dalam segala hal
bagi mata iman dibandingkan keadaan orang-orang yang meng-
aniaya mereka.
(2) Sebagian yang lain dari burung-burung itu yaitu burung-
burung yang hidup sendirian, yang tinggal di tempat-tempat
yang gelap dan sepi, seperti burung pungguk dan burung un-
dan (Mzm. 102:7), dan burung dendang air dan burung gagak
(Yes. 34:11). Sebab Israel milik Tuhan tidak boleh menjadi umat
yang bermuram durja, juga tidak boleh dihanyutkan terus-
menerus oleh kesedihan dan kesendirian.
(3) Sebagian lagi memakan apa yang najis, seperti burung rang-
gung memakan ular, dan burung-burung yang lain memakan
cacing. Dan kita bukan hanya harus menjauhkan diri kita sen-
diri dari segala kenajisan,namun juga dari persekutuan dengan
orang-orang yang membiarkan diri mereka di dalamnya.
(4) Sebagian yang lain lagi digunakan oleh orang Mesir dan bang-
sa-bangsa bukan Yahudi lain dalam tenung-tenung mereka.
Sebagian burung dianggap membawa keberuntungan, dan se-
bagian yang lain membawa kemalangan. Dan ahli-ahli nujum
mereka memberi perhatian yang besar pada terbangnya
burung-burung ini, yang sebab itu semuanya harus menjadi
720
kejijikan bagi umat Allah, yang tidak boleh mempelajari cara
bangsa kafir.
Tentang Serangga dan Binatang yang Merayap;
Aturan Kenajisan
(11:20-42)
20 Segala binatang yang merayap dan bersayap dan berjalan dengan keempat
kakinya yaitu kejijikan bagimu. 21namun inilah yang boleh kamu makan
dari segala binatang yang merayap dan bersayap dan yang berjalan dengan
keempat kakinya, yaitu yang memiliki paha di sebelah atas kakinya untuk
melompat di atas tanah. 22 Inilah yang boleh kamu makan dari antaranya:
belalang-belalang menurut jenisnya, yaitu belalang-belalang gambar menurut
jenisnya, belalang-belalang kunyit menurut jenisnya, dan belalang-belalang
padi menurut jenisnya. 23 Selainnya segala binatang yang merayap dan
bersayap dan yang berkaki empat yaitu kejijikan bagimu. 24 Semua yang
berikut akan menajiskan kamu – setiap orang yang kena kepada bangkainya,
menjadi najis sampai matahari terbenam, 25 dan setiap orang yang ada mem-
bawa dari bangkainya haruslah mencuci pakaiannya, dan ia menjadi najis
sampai matahari terbenam –, 26 yakni segala binatang yang berkuku belah,
tetapi tidak bersela panjang, dan yang tidak memamah biak; haram semua-
nya itu bagimu dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis.
27 Demikian juga segala yang berjalan dengan telapak kakinya di antara
segala binatang yang berjalan dengan keempat kakinya, semuanya itu haram
bagimu; setiap orang yang kena kepada bangkainya, menjadi najis sampai
matahari terbenam. 28 Dan siapa yang membawa bangkainya, haruslah men-
cuci pakaiannya dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. Haram
semuanya itu bagimu. 29 Inilah yang haram bagimu di antara segala binatang
yang merayap dan berkeriapan di atas bumi: tikus buta, tikus, dan katak
menurut jenisnya 30 dan landak, biawak, dan bengkarung, siput dan bung-
lon. 31 Itulah semuanya yang haram bagimu di antara segala binatang yang
mengeriap. Setiap orang yang kena kepada binatang-binatang itu sesudah
binatang-binatang itu mati, menjadi najis sampai matahari terbenam. 32 Dan
segala sesuatu menjadi najis, kalau seekor yang mati dari binatang-binatang
itu jatuh ke atasnya: perkakas kayu apa saja atau pakaian atau kulit atau
karung, setiap barang yang dipergunakan untuk sesuatu apa pun, haruslah
dimasukkan ke dalam air dan menjadi najis sampai matahari terbenam,
lalu menjadi tahir pula. 33 Kalau seekor dari binatang-binatang itu
jatuh ke dalam sesuatu belanga tanah, maka segala yang ada di dalamnya
menjadi najis dan belanga itu harus kamu pecahkan. 34 Dalam hal itu segala
makanan yang boleh dimakan, kalau kena air dari belanga itu, menjadi najis,
dan segala minuman yang boleh diminum dalam belanga seperti itu, menjadi
najis. 35 Kalau bangkai seekor dari binatang-binatang itu jatuh ke atas
sesuatu benda, itu menjadi najis; pembakaran roti dan anglo haruslah
diremukkan, sebab semuanya itu najis dan haruslah najis juga bagimu;
36namun mata air atau sumur yang memuat air, tetap tahir, sedang siapa
yang kena kepada bangkai binatang-binatang itu menjadi najis. 37 jika
bangkai seekor dari binatang-binatang itu jatuh ke atas benih apa pun yang
akan ditaburkan, maka benih itu tetap tahir. 38namun jika benih itu telah
dibubuhi air, lalu ke atasnya jatuh bangkai seekor dari binatang-binatang
itu, maka najislah benih itu bagimu. 39 jika mati salah seekor binatang
yang menjadi makanan bagimu, maka siapa yang kena kepada bangkainya
Kitab Imamat 11:20-42
721
menjadi najis sampai matahari terbenam. 40 Dan siapa yang makan dari
bangkainya itu, haruslah mencuci pakaiannya, dan ia menjadi najis sampai
matahari terbenam; demikian juga siapa yang membawa bangkainya harus-
lah mencuci pakaiannya, dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam.
41 Segala binatang yang merayap dan berkeriapan di atas bumi, yaitu
kejijikan, janganlah dimakan. 42 Segala yang merayap dengan perutnya dan
segala yang berjalan dengan keempat kakinya, atau segala yang berkaki
banyak, semua yang termasuk binatang yang merayap dan berkeriapan di
atas bumi, janganlah kamu makan, sebab semuanya itu yaitu kejijikan.
Di sini ada hukum,
1. Mengenai serangga-serangga yang bersayap, seperti lalat, tawon,
lebah, dst. Binatang-binatang ini tidak boleh mereka makan (ay.
20), dan memang binatang-binantang itu tidak pantas untuk
dimakan.namun ada beberapa jenis belalang yang di negeri-negeri
itu merupakan makanan yang sangat baik, dan banyak diguna-
kan. Yohanes Pembaptis hidup dengan memakannya di padang
gurun, dan binatang-binatang itu di sini diperbolehkan untuk
mereka (ay. 21-22).
2. Mengenai binatang-binatang yang merayap di atas tanah. Semua
binatang ini dilarang (ay. 29-30, dan lagi, ay. 41-42). Sebab meru-
pakan kutuk kepada ular bahwa dengan perutnyalah ia akan men-
jalar, dan sebab itu di antara ular dan manusia diadakan per-
musuhan (Kej. 3:15), yang dipertahankan oleh hukum ini. Debu
yaitu makanan binatang-binatang yang merayap, dan sebab nya
binatang-binatang itu tidak pantas dijadikan makanan manusia.
3. Mengenai bangkai-bangkai dari semua binatang haram ini.
(1) Setiap orang yang menyentuhnya akan menjadi najis sampai
matahari terbenam (ay. 24-28). Hukum ini sering kali diulangi,
untuk menanamkan pada mereka suatu kengerian terhadap
segala sesuatu yang dilarang, meskipun tidak ada alasan
khusus untuk larangan itu yang benar-benar tampak, selain
bahwa itu hanya kehendak sang Pembuat hukum. Bukan
berarti bahwa binatang-binatang itu harus dipandang sebagai
binatang yang mencemarkan hati nurani, atau bahwa merupa-
kan dosa terhadap Tuhan untuk menyentuhnya, kecuali itu di-
lakukan dengan menghina hukum Taurat. Dalam banyak
keadaan, seseorang pasti perlu menyentuhnya, untuk memin-
dahkannya.namun kenajisan yang berhubungan dengan upa-
caralah yang kena kepada mereka, yang untuk sementara
waktu melarang mereka untuk masuk ke dalam Kemah Suci,
atau makan dari makanan-makanan yang kudus, atau bahkan
722
sekadar bergaul akrab dengan tetangga-tetangga mereka. Te-
tapi kenajisan itu berlangsung hanya sampai petang hari, un-
tuk menandakan bahwa semua kecemaran yang berhubungan
dengan upacara akan berakhir dengan kematian Kristus pada
petang hari dunia ini. Dan kita harus belajar, dengan setiap
hari memperbaharui pertobatan kita tiap malam atas dosa-
dosa kita sepanjang hari, untuk membersihkan diri kita dari
kecemaran yang kena kepada kita oleh dosa-dosa itu, supaya
kita tidak berbaring dalam kenajisan kita. Bahkan ada bina-
tang-binatang haram yang bisa mereka sentuh selagi hidup
tanpa melanggar kenajisan yang berhubungan dengan tata
ibadah dan upacara, seperti kuda dan anjing, sebab mereka
diperbolehkan memakai nya untuk melayani mereka. Te-
tapi mereka tidak boleh menyentuhnya saat binatang-bina-
tang itu mati, sebab mereka tidak boleh memakan dagingnya.
Dan apa yang tidak boleh dimakan tidak boleh disentuh (Kej.
3:3).
(2) Bahkan perkakas-perkakas, atau barang-barang lain yang di
atasnya binatang-binatang itu jatuh, dengan begitu menjadi
najis sampai matahari terbenam (ay. 32), dan jika itu yaitu
belanga-belanga tanah, maka belanga-belanga itu harus dipe-
cahkan (ay. 33). Hal ini mengajar mereka untuk berhati-hati
menghindari segala sesuatu yang mencemarkan, bahkan da-
lam tindakan-tindakan mereka yang biasa. Bukan hanya per-
kakas-perkakas tempat kudus, melainkan juga setiap kuali di
Yerusalem dan Yehuda, harus menjadi kudus bagi TUHAN (Za.
14:20-21). Hukum-hukum yang menyangkut hal-hal ini
sangatlah ketat, dan pelaksanaannya akan sulit, kita pikir,
jika segala sesuatu yang di atasnya bangkai curut atau tikus,
misalnya, jatuh, harus menjadi najis. Dan jika itu yaitu pem-
bakaran roti, atau anglo, maka semuanya itu harus diremuk-
kan (ay. 35). Pengecualiannya juga sangatlah terinci (ay. 36,
dst.). Semua ini dirancang untuk melatih mereka agar terus-
menerus hati-hati dan teliti dalam ketaatan mereka, dan
untuk mengajar kita, yang oleh Kristus dimerdekakan dari
upacara-upacara yang memberatkan ini, untuk tidak kurang
waspada dalam perkara-perkara hukum yang lebih berat. Kita
harus sama tekunnya menjaga jiwa kita yang berharga dari
kecemaran-kecemaran dosa, dan sama cepatnya membersih-
Kitab Imamat 11:43-47
723
kannya saat tercemar, seperti mereka menjaga dan member-
sihkan tubuh mereka dan barang-barang rumah tangga mere-
ka dari kecemaran-kecemaran yang berhubungan dengan upa-
cara ibadah.
Tujuan dari Hukum tentang Makanan
(11:43-47)
43 Janganlah kamu membuat dirimu jijik oleh setiap binatang yang merayap
dan berkeriapan dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya
itu, sehingga kamu menjadi najis sebab nya. 44 Sebab Akulah TUHAN,
Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu
kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan
setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. 45 Sebab Akulah
TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi
Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus. 46 Itulah hukum tentang bina-
tang berkaki empat, burung-burung dan segala makhluk hidup yang berge-
rak di dalam air dan segala makhluk yang mengeriap di atas bumi, 47 yakni
untuk membedakan antara yang najis dengan yang tahir, antara binatang
yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak boleh dimakan.”
Di sini ada,
I. Penjelasan dari hukum ini, atau kunci untuk membuka artinya
bagi kita. Hukum itu tidak sekadar dimaksudkan sebagai daftar
makanan, atau sebagai petunjuk-petunjuk seorang tabib tentang
aturan makan bagi mereka,namun Tuhan dengan ini hendak meng-
ajar mereka untuk menyucikan diri mereka dan supaya mereka
menjadi kudus (ay. 44). Yaitu,
1. Mereka dengan ini harus belajar untuk membuat perbedaan
antara yang baik dan yang buruk, dan untuk memandang
bahwa tidak mungkin apa yang mereka lakukan itu sama saja,
sebab apa yang mereka makan pun tidaklah sama.
2. Untuk menjaga pelaksanaan hukum ilahi secara terus-mene-
rus, dan untuk mengatur diri mereka dengan hukum ilahi itu
dalam semua tindakan mereka, bahkan tindakan-tindakan
yang biasa, yang harus dilakukan dengan suatu cara yang
berkenan kepada Tuhan (3Yoh. 6). Bahkan makan dan minum
harus dilakukan dengan aturan, dan untuk kemuliaan Tuhan
(1Kor. 10:31).
3. Untuk membedakan diri mereka dari semua tetangga mereka,
sebagai umat yang dipisahkan bagi Allah, dan berkewajiban
724
untuk tidak hidup seperti bangsa-bangsa kafir. Dan semuanya
ini yaitu kekudusan. Demikianlah unsur-unsur dunia ini
menjadi pengajar dan pengatur mereka (Gal. 4:2-3, KJV), untuk
membawa mereka kepada apa yang akan menghidupkan kem-
bali keadaan kita yang pertama dalam Adam, dan jaminan dari
keadaan kita yang terbaik bersama Kristus, yaitu kekudusan,
yang tanpanya tak seorang pun akan melihat Tuhan. Ini
memang merupakan rancangan agung dari semua ketetapan,
supaya dengannya kita dapat menyucikan diri kita sendiri dan
belajar untuk menjadi kudus. Bahkan hukum tentang makan-
an mereka ini, yang tampaknya turun begitu rendah, ber-
tujuan setinggi itu, sebab merupakan ketetapan hukum sorga,
di bawah Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru, bahwa
tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan. Oleh
sebab itu, peringatan yang diberikan (ay. 43) yaitu , janganlah
kamu membuat dirimu jijik. Perhatikanlah, dengan bersekutu
dengan dosa, yang merupakan kejijikan, kita membuat diri
kita menjadi jijik. Sungguh sengsara orang yang menjijikkan
dalam pandangan Allah. Dan tak seorang pun menjijikkan
selain orang-orang yang menjadikan diri mereka sendiri demi-
kian. Para penulis Yahudi sendiri mengemukakan bahwa
maksud dari hukum ini yaitu untuk melarang mereka dari
semua persekutuan melalui pernikahan, atau melalui cara
lain, dengan bangsa kafir (Ul. 7:2-3). Dan dengan demikian,
apa yang menyangkut tindakan baik dan buruk dalam hukum
itu bersifat wajib bagi kita, dengan melarang kita untuk turut
mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang
tidak berbuahkan apa-apa. Dan, tanpa kekudusan yang nyata
dalam hati dan hidup, orang mempersembahkan korban sajian
seolah-olah ia mempersembahkan darah babi (Yes. 66:3). Dan,
jika begitu menyulut murka bagi manusia sendiri untuk ma-
kan daging babi, jauh terlebih lagi untuk mempersembahkan
darah babi di mezbah Allah. Lihat Amsal 15:8.
II. Alasan-alasan dari hukum ini. Dan semua alasan itu bersumber
dari sang Pembuat hukum itu sendiri, yang kepada-Nya kita ha-
rus memberi penghormatan dalam semua tindakan ketaatan.
1. Akulah TUHAN, Allahmu (ay. 44). “Oleh sebab itulah engkau
harus berbuat demikian, dalam ketaatan semata-mata.” Ke-
Kitab Imamat 11:43-47
725
daulatan Tuhan atas kita, dan kepemilikan-Nya atas diri kita,
mewajibkan kita untuk melakukan apa saja yang diperintah-
kan-Nya kepada kita, betapapun itu bertentangan dengan
kecenderungan-kecenderungan kita.
2. Aku ini kudus (ay. 44), dan lagi, (ay. 45). Jika Tuhan itu kudus,
kita pun harus demikian, sebab kalau tidak, kita tidak dapat
berharap akan berkenan pada-Nya. Kekudusan-Nya yaitu
kemuliaan-Nya (Kel. 15:11), dan sebab itu bait-Nya layak
kudus untuk sepanjang masa (Mzm. 93:5). Perintah agung ini,
yang ditegaskan seperti itu, meskipun ditempatkan di sini di
tengah-tengah hukum-hukum yang dibatalkan, dikutip dan
ditandai sebagai perintah Injil (1Ptr. 1:16). Dalam Surat Petrus
disiratkan bahwa semua kekangan yang berhubungan dengan
upacara ini dirancang untuk mengajar kita, bahwa kita tidak
boleh menuruti hawa nafsu yang menguasai kita pada waktu
kebodohan kita (1Ptr. 1:14).
3. Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah
Mesir (ay. 45). Inilah alasan mengapa mereka harus tunduk
dengan gembira pada hukum-hukum yang membedakan-
bedakan itu, sebab belum lama ini derajat mereka ditinggikan
secara ajaib dengan perkenanan-perkenanan yang membeda-
kan. Dia yang telah berbuat lebih banyak untuk mereka dari-
pada untuk kaum mana saja sudah sewajarnya mengharap-
kan yang lebih dari mereka.
III. Penutup dari ketetapan ini: Itulah hukum tentang binatang berkaki
empat, burung-burung, dst. (ay. 46-47). Hukum ini bagi mereka
yaitu ketetapan untuk selama-lamanya, yaitu, selama masa
penyelenggaraan itu berlangsung.namun di bawah Injil kita menda-
patinya dicabut secara jelas oleh suara dari sorga kepada Petrus
(Kis. 10:15), seperti sebelumnya hukum itu sebenarnya sudah
disingkirkan oleh kematian Kristus, bersama dengan ketetapan-
ketetapan lain yang binasa oleh pemakaian: Jangan jamah ini,
jangan kecap itu, jangan sentuh ini (Kol. 2:21-22). Dan sekarang
kita yakin bahwa makanan tidak membawa kita lebih dekat
kepada Tuhan (1Kor. 8:8), dan bahwa tidak ada sesuatu yang najis
dari dirinya sendiri (Rm. 14:14), dan juga bukan yang masuk ke
dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan apa yang keluar
dari hati (Mat. 15:11). Oleh sebab itu, marilah kita,
726
1. Bersyukur kepada Tuhan bahwa kita tidak berada di bawah kuk
ini,namun bahwa bagi kita semua makhluk Tuhan diperboleh-
kan sebagai makanan yang baik, dan tak satu pun boleh
ditolak.
2. Berdiri teguh dalam kemerdekaan yang dengannya Kristus
telah memerdekakan kita, dan berjaga-jaga terhadap ajaran-
ajaran yang melarang orang makan daging, dan dengan demi-
kian hendak menghidupkan Musa kembali (1Tim. 4:3-4).
3. Menguasai diri secara ketat dan dengan kesadaran hati nurani
dalam memakai makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang
baik yang diperbolehkan untuk kita. Jika hukum Tuhan telah
memberi kita kemerdekaan, maka marilah kita menaruh ke-
kangan-kekangan pada diri kita sendiri, dan janganlah pernah
makan tanpa rasa takut, supaya jangan sampai meja kita
menjadi suatu jerat bagi kita. Taruhlah sebuah pisau pada
lehermu, bila besar nafsumu! Dan jangan ingin akan makanan
yang lezat atau beraneka ragam (Ams. 23:2-3). Alam puas
dengan sedikit, anugerah dengan yang kurang,namun nafsu
tidak puas dengan apa pun.
PASAL 12
etelah hukum-hukum tentang makanan yang halal dan haram,
sekarang ada hukum-hukum tentang orang-orang yang tahir dan
najis. Dan yang pertama dalam pasal ini yaitu tentang kenajisan
kaum perempuan sesudah melahirkan, menurut peraturan upacara
(ay. 1-5). Dan tentang pentahiran mereka dari kenajisan itu (ay. 6,
dst.).
Pentahiran Perempuan yang Baru Melahirkan
(12:1-5)
1 TUHAN berfirman kepada Musa, demikian: 2 “Katakanlah kepada orang
Israel: jika seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki,
maka najislah ia selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia bercemar
kain ia najis. 3 Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit
khatan anak itu. 4 Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu
harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena
kepada sesuatu apa pun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat
kudus, sampai sudah genap hari-hari pentahirannya. 5namun jikalau ia
melahirkan anak perempuan, maka najislah ia selama dua minggu, sama
seperti pada waktu ia bercemar kain; selanjutnya enam puluh enam hari
lamanya ia harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas.
Di sini hukum Taurat menyatakan bahwa perempuan yang baru
melahirkan yaitu najis menurut peraturan upacara. Orang-orang
Yahudi berkata, “Hukum itu meluas bahkan sampai pada penggugur-
an kandungan, jika janin sudah terbentuk dengan begitu rupa hingga
jenis kelaminnya dapat diketahui.”
1. Ada pemisahan yang ketat selama beberapa waktu segera sesudah
melahirkan, yang berlanjut selama tujuh hari untuk anak laki-
laki dan empat belas hari untuk anak perempuan (ay. 2, 5).
Selama waktu itu, ia dipisahkan dari suami dan teman-temannya,
dan orang-orang yang harus mengurusnya menjadi najis menurut
S
728
peraturan upacara. Inilah salah satu alasan mengapa anak laki-
laki tidak disunat sebelum hari kedelapan, sebab anak itu ikut
terkena kecemaran ibunya selama waktu pemisahannya.
2. Juga ada waktu yang lebih lama yang ditetapkan untuk pentahir-
an mereka. Tiga puluh tiga hari lagi (empat puluh hari seluruh-
nya) jika anak yang dilahirkan yaitu laki-laki, dan dua kali lipat
dari itu jika anaknya perempuan (ay. 4-5). Selama waktu ini,
mereka hanya dipisahkan dari tempat kudus dan dilarang makan
dari makanan Paskah, atau korban keselamatan, atau, jika ia
yaitu seorang istri imam, ia dilarang makan dari sesuatu apa
pun yang kudus bagi Tuhan. Mengapa waktu untuk pemisahan
dan pentahiran dua kali lipat lebih lama untuk anak perempuan
dibandingkan untuk anak laki-laki? Saya tidak bisa memberi
alasan apa pun untuk itu kecuali bahwa itu yaitu kehendak
sang Pembuat hukum. Dalam Kristus Yesus tidak ada pembedaan
antara laki-laki dan perempuan (Gal. 3:28; Kol. 3:11).namun kena-
jisan menurut peraturan upacara yang dikenakan oleh hukum
Taurat kepada perempuan yang bersalin yaitu untuk melam-
bangkan kecemaran dosa yang di dalamnya kita semua dikan-
dung dan dilahirkan (Mzm. 51:7). Sebab, jika akarnya tidak
murni, maka demikian juga dengan rantingnya. Siapa dapat
mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seandainya dosa tidak
masuk, maka tidak ada hal lain selain kemurnian dan kehor-
matan yang menyertai semua hasil perkembangbiakan dari berkat
yang agung itu, yaitu beranakcuculah dan bertambah banyak.
Tetapi sebab sekarang kodrat manusia merosot, maka pengem-
bangbiakkan kodrat itu berada di bawah tanda-tanda kehinaan
ini, sebab dosa dan kebobrokan yang dikembangbiakkan bersa-
manya, dan sebagai ingatan akan kutukan terhadap perempuan
yang pertama kali melakukan pelanggaran. Bahwa dengan kesa-
kitan (dan kepadanya ditambahkan lebih jauh di sini, dengan
kehinaan) ia akan melahirkan anaknya. Sang perempuan dikucil-
kan selama berhari-hari dari tempat kudus, dan dari semua
keikutsertaan dalam segala sesuatu yang kudus. Ini menandakan
bahwa kebobrokan kita yang semula (dosa yang memicu
dosa lain, yang kita bawa ke dalam dunia bersama kita) akan
mengucilkan kita untuk selama-lamanya dari kesempatan untuk
menikmati Tuhan dan perkenanan-perkenanan-Nya, seandainya Ia
tidak dengan penuh rahmat menyediakan pentahiran bagi kita.
Kitab Imamat 12:6-8
729
Korban bagi Perempuan yang Sudah Melahirkan
(12:6-8)
6 Bila sudah genap hari-hari pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau
anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun
sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung
tekukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan, dengan
menyerahkannya kepada imam. 7 Imam itu harus mempersembahkannya ke
hadapan TUHAN dan mengadakan pendamaian bagi perempuan itu. Demi-
kianlah perempuan itu ditahirkan dari leleran darahnya. Itulah hukum
tentang perempuan yang melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan.
8namun jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan seekor kambing atau
domba, maka haruslah ia mengambil dua ekor burung tekukur atau dua
ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai korban bakaran dan yang
seekor lagi sebagai korban penghapus dosa, dan imam itu harus mengada-
kan pendamaian bagi perempuan itu, maka tahirlah ia.”
Seorang perempuan yang sudah melahirkan, saat waktu yang
ditetapkan baginya untuk kembali ke tempat kudus telah tiba, tidak
boleh datang ke sana dengan tangan hampa,namun harus membawa
persembahan-persembahannya (ay. 6), berupa
1. Korban bakaran. Seekor domba jika ia mampu, dan jika ia miskin,
seekor merpati. Korban ini harus dipersembahkannya dengan
penuh syukur kepada Tuhan atas belas kasihan-Nya kepada dia,
dalam membawanya dengan selamat melewati rasa sakit saat
mengandung dan segala bahaya dalam persalinan. Dengan kor-
ban itu pula ia mengucap syukur dengan menaikkan keinginan
dan harapan-harapan akan perkenanan Tuhan untuk selanjutnya
bagi dia maupun bagi anaknya. saat seorang anak lahir, ada
sukacita dan ada harapan, dan sebab itu pantaslah untuk mem-
bawa persembahan ini, yang biasa dilakukan semua orang. Sebab
saat ada yang membuat kita bersukacita, maka kita harus
bersyukur untuk itu, dan saat ada yang kita harapkan, maka
haruslah kita doakan.namun , di samping korban ini,
2. Ia harus mempersembahkan korban penghapus dosa, yang harus
sama untuk orang miskin dan orang kaya, yaitu seekor burung
tekukur atau seekor anak burung merpati. Sebab, perbedaan apa
pun yang mungkin ada antara orang kaya dan orang miskin dalam
korban-korban pengakuan, korban penebusan yaitu sama untuk
kedua-duanya. Korban penghapus dosa ini dimaksudkan,
(1) Untuk merampungkan pentahirannya dari kenajisan menurut
peraturan upacara, yang meskipun tidak mengandung dosa di
730
dalam dirinya sendiri, namun merupakan perlambang dari
kecemaran kesusilaan. Atau,
(2) Untuk membuat penebusan atas apa yang benar-benar meru-
pakan dosa, apakah itu keinginan yang berlebihan akan ber-
kat untuk mendapat anak, ataupun ketidakpuasan atau keti-
daksabaran dalam menanggung rasa sakit saat melahir-
kan. Hanya oleh Kristuslah, sang korban penghapus dosa yang
agung, kebobrokan kodrat kita dihapuskan, dan berkat korban
itulah kita tidak dikucilkan selama-lamanya dari tempat ku-
dus, dan dari memakan sesuatu apa pun yang kudus. Menu-
rut hukum ini, kita mendapati bahwa ibu dari Tuhan kita yang
terpuji, meskipun Tuhan kita tidak dikandung dalam dosa
seperti orang lain, menggenapi hari-hari pentahirannya. Dan
lalu ia mempersembahkan anaknya kepada Tuhan,
sebagai anak sulung, dan membawa persembahannya sendiri,
yaitu sepasang burung tekukur (Luk. 2:22-24). Begitu miskin-
nya orangtua Kristus hingga mereka tidak mampu membawa
seekor domba sebagai korban bakaran. Dan begitu sejak dini
Kristus takluk kepada hukum Taurat, untuk menebus mereka
yang takluk kepada hukum Taurat. Ajaran tentang kebajikan
dalam hukum ini mewajibkan kaum perempuan yang telah
menerima belas kasihan Allah, dalam melahirkan anak, untuk
mengakui dengan segenap rasa syukur kebaikan Tuhan kepada
mereka, dengan mengakui bahwa mereka tidak layak untuk
mendapat kebaikan itu. Dan (yang merupakan pentahiran ter-
baik untuk kaum perempuan yang sudah diselamatkan dalam
melahirkan anak [1Tim. 2:15]), mereka berkewajiban untuk
bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala
kesederhanaan. Sebab hal ini akan lebih berkenan kepada
Tuhan dibandingkan burung tekukur atau anak burung merpati.
PASAL 1 3
enajisan menurut peraturan upacara berikutnya yaitu penyakit
kusta. Mengenai hal ini, hukumnya sangat luas dan terperinci.
Kita bisa mendapati uraiannya dalam pasal ini, dan uraian tentang
pentahiran penderita kusta di pasal berikutnya. Hampir tidak ada hal
lain di seluruh hukum Lewi yang mengambil tempat penjelasan seba-
nyak penyakit ini.
I. Di sini diberikan peraturan yang harus digunakan imam un-
tuk menilai apakah seseorang menderita kusta atau tidak,
sesuai gejala yang terlihat.
1. Jika gejalanya berupa pembengkakan, bintil-bintil atau
bercak panau (ay. 1-17).
2. Jika gejalanya berupa barah (ay. 18-23).
3. Jika gejalanya berupa lecur atau peradangan (ay. 24-28).
4. Jika penyakit itu ada pada kepala atau janggut (ay.
29-37).
5. Jika gejalanya berupa panau (ay. 38-39).
6. Jika gejala itu ada pada kepala yang botak (ay. 40-44).
II. Petunjuk diberikan tentang bagaimana penderita kusta itu
harus diasingkan (ay. 45-46).
III. Peraturan perihal penyakit kusta yang menempel pada pakai-
an (ay. 47, dst.)
Hukum tentang Penyakit Kusta
(13:1-17)
1 TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: 2 “jika pada kulit badan
seseorang ada bengkak atau bintil-bintil atau panau, yang mungkin menjadi
penyakit kusta pada kulitnya, ia harus dibawa kepada imam Harun, atau
K
732
kepada salah seorang dari antara anak-anaknya, imam-imam itu. 3 Imam ha-
ruslah memeriksa penyakit pada kulit itu, dan kalau bulu di tempat penyakit
itu sudah berubah menjadi putih, dan penyakit itu kelihatan lebih dalam dari
kulit, maka itu penyakit kusta; kalau imam melihat hal itu, haruslah ia
menyatakan orang itu najis. 4namun jikalau yang ada pada kulitnya itu
hanya panau putih dan tidak kelihatan lebih dalam dari kulit, dan bulunya
tidak berubah menjadi putih, imam harus mengurung orang itu tujuh hari
lamanya. 5 Pada hari yang ketujuh haruslah imam memeriksa dia; bila
menurut penglihatannya penyakit itu masih tetap dan tidak meluas pada
kulit, imam harus mengurung dia tujuh hari lagi untuk kedua kalinya.
6 lalu pada hari yang ketujuh haruslah imam memeriksa dia untuk
kedua kalinya; bila penyakit itu menjadi pudar dan tidak meluas pada kulit,
imam harus menyatakan dia tahir; itu hanya bintil-bintil. Orang itu harus
mencuci pakaiannya dan ia menjadi tahir. 7namun jikalau bintil-bintil itu
memang meluas pada kulit, sesudah ia minta diperiksa oleh imam untuk
dinyatakan tahir, haruslah ia minta diperiksa untuk kedua kalinya. 8 Kalau
menurut pemeriksaan imam bintil-bintil itu meluas pada kulit, imam harus
menyatakan dia najis; itu penyakit kusta. 9 jika seseorang kena kusta, ia
harus dibawa kepada imam. 10 Kalau menurut pemeriksaan imam pada
kulitnya ada bengkak yang putih, yang mengubah bulunya menjadi putih,
dan ada daging liar timbul pada bengkak itu, 11 maka kusta idapanlah yang
ada pada kulitnya. Imam harus menyatakan dia najis dengan tidak usah
mengurung dia, sebab orang itu memang sudah najis. 12 Jikalau kusta itu
timbul di mana-mana pada kulit, sehingga menutupi seluruh kulit orang
sakit itu, dari kepala sampai kakinya, seberapa dapat dilihat oleh imam, 13
dan kalau menurut pemeriksaannya kusta itu menutupi seluruh tubuh
orang itu, maka ia harus dinyatakan tahir oleh imam; ia seluruhnya telah
berubah menjadi putih, jadi ia tahir. 14namun pada waktu ada tampak daging
liar padanya, najislah ia. 15 Kalau daging liar itu dilihat oleh imam, ia harus
menyatakan orang itu najis, sebab daging liar itu najis, dan itu penyakit
kusta. 16 Atau jika daging liar itu susut dan berubah menjadi putih,
haruslah orang itu datang kepada imam. 17 Kalau menurut pemeriksaannya
penyakit itu telah berubah menjadi putih, haruslah imam menyatakan orang
itu tahir; memang ia tahir.
I. Mengenai tanda kusta ini , kita dapat mengamati secara
umum,
1. Bahwa tanda ini lebih berupa kenajisan dibandingkan penyakit.
Atau, setidaknya, hukum menganggapnya demikian, dan oleh
sebab itu tidak dibutuhkan tabibnamun imam untuk mena-
nganinya. Kristus dikatakan mentahirkan penderita kusta dan
bukan menyembuhkan mereka. Kita tidak mendengar perihal
siapa pun yang meninggal akibat penyakit kusta. Mereka lebih
bisa disebut terkubur hidup-hidup oleh penyakit ini, sebab
membuat mereka tidak layak bergaul dengan siapa pun selain
dengan orang-orang yang juga menderita penyakit itu. Akan
tetapi, ada cerita turun temurun bahwa Firaun, yang berusaha
membunuh Musa, merupakan orang pertama yang terkena
penyakit ini, dan akhirnya meninggal sebab nya. Disebutkan
Kitab Imamat 13:1-17
733
bahwa penyakit ini pertama muncul di Mesir, dan dari sana
menyebar ke Aram. Musa juga sangat tahu tentang penyakit
ini. saat ia memasukkan tangan ke balik bajunya lalu
mengeluarkannya lagi, tangan itu sudah terkena kusta.
2. Bahwa tanda penyakit ini langsung terjadi sebab perbuatan
tangan Allah, dan bukan sebab penyebab alami seperti hal-
nya penyakit-penyakit lain, dan sebab itu harus ditangani
sesuai hukum ilahi. Penyakit kusta yang diderita Miryam,
Gehazi, dan raja Uzia, merupakan hukuman atas dosa-dosa
tertentu. Jika secara umum memang demikian halnya, maka
tidaklah mengherankan jika begitu banyak perhatian dicu-
rahkan untuk membedakannya dari suatu penyakit menular
lain yang umum terjadi. Tujuannya yaitu supaya tidak se-
orang pun dianggap tertimpa murka ilahi, selain mereka yang
memang benar-benar tertimpa.
3. Bahwa penyakit itu tidak dikenal di dunia dewasa ini. Apa
yang biasa kita sebut penyakit kusta sekarang, cukup berbeda
dengan yang disebut di sini. Sepertinya kusta zaman dulu ini
ada sebagai hukuman khusus bagi orang-orang berdosa pada
masa dan tempat-tempat dulu itu. Orang Yahudi memelihara
kebiasaan menyembah berhala yang mereka pelajari di Mesir,
dan oleh sebab itu Tuhan dengan adil menyebabkan kusta ini
bersama penyakit-penyakit lainnya dari Mesir juga mengikuti
mereka. Namun demikian, kita membaca tentang Naaman,
orang Aram, yang juga terkena kusta (2Raj. 5:1).
4. Bahwa ada gejala-gejala lain di tubuh yang sangat mirip
dengan penyakit kustanamun ternyata bukan, yang dapat
membuat orang merasa kesakitan dan tampak menjijikkan,
namun tidak dinyatakan najis menurut peraturan upacara
ibadah. Memang tepat jika tubuh kita disebut tubuh yang
kotor, sebab di dalamnya ada benih-benih dari berbagai
penyakit yang menyebabkan begitu banyak orang hidup dalam
kepahitan.
5. Bahwa pemeriksaan penyakit ini diserahkan kepada para
imam. Pada masa dulu itu, penderita kusta dipandang sebagai
orang yang ternoda oleh keadilan Allah, dan oleh sebab itu
diserahkan kepada hamba-hamba-Nya, yakni para imam, yang
dapat dianggap paling mengenali tanda-Nya, untuk menyata-
kan siapa yang menderita kusta dan siapa yang tidak. Semua
734
orang Yahudi berkata, “Setiap imam, yang meskipun tidak
mampu melayani tempat kudus sebab menderita cacat, boleh
menilai penyakit kusta, asalkan cacat itu tidak ada pada
matanya.” Menurut mereka, “Ia juga boleh mengajak orang
awam untuk membantunya dalam melakukan penilaian itu,
tetapi sang imam sendirilah yang harus menyampaikan peni-
laiannya itu.“
6. Bahwa penyakit ini merupakan perlambangan dari pencemar-
an akhlak pada akal budi manusia oleh sebab dosa, yang
merupakan penyakit kusta pada jiwa, yang mengotori hati
nurani, yang hanya dapat ditahirkan oleh Kristus. Sebab,
dalam hal ini kuasa kasih karunia-Nya melebihi kuasa
keimaman yang hanya ditetapkan menurut hukum Taurat.
Imam hanya dapat menyatakan penderita kusta itu bersalah
(sebab melalui hukumlah orang tahu tentang dosa),namun
Kristus mampu menyembuhkan si penderita kusta dan meng-
hapus dosanya. Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan
aku, hal yang lebih dari apa yang mampu dilakukan para
imam (Mat. 8:2). Ada yang berpendapat penyakit kusta itu
tidak menandakan apa yang secara umum disebut dosa, yang
memisahkan manusia dari Tuhan (sebab bercak noda mereka
bukanlah bercak anak-anak Allah), dan apa yang disebut dosa
memalukan sehingga manusia harus diasingkan dari kumpul-
an orang beriman. Menilai keadaan rohani kita sungguh meru-
pakan hal yang sangat penting namun juga sangat sulit.
Sungguh sangat beralasan bagi kita untuk menaruh curiga
pada diri sendiri dan menyadari adanya luka dan noda pada
diri kita. Namun persoalannya yaitu , apakah hal itu menan-
dakan kenajisan atau tidak. Seseorang bisa saja menderita
bintil-bintil (ay. 6), namun dinyatakan tahir, sebab orang-
orang terbaik pun memiliki kelemahan masing-masing. Na-
mun, sebagaimana ada tanda-tanda yang menunjukkan
adanya penyakit kusta, demikian juga ada sifat pahit
seperti pada empedu. Dan tugas para pelayan Allah-lah untuk
menyampaikan penilaian perihal penyakit kusta itu dan mem-
bantu mereka yang merasa dirinya menghadapi pencobaan
menyangkut keadaan rohani mereka, untuk memohon ampun
atas dosanya atau terus ada dalam dosa itu. Itulah sebabnya
dikatakan bahwa kunci kerajaan sorga diberikan kepada para
Kitab Imamat 13:1-17
735
pelayan Allah, sebab merekalah yang memisahkan antara hal
yang berharga dan yang kotor; menilai siapa saja yang layak
disebut tahir sehingga dapat mengambil bagian dalam hal-hal
kudus dan siapa yang disebut najis sehingga harus dipisahkan
dari hal-hal yang kudus itu.
II. Di sini beberapa peraturan ditetapkan untuk menjadi petunjuk
bagi imam.
1. Jika bercaknya tidak kelihatan lebih dalam dari kulit, diharap-
kan bahwa ia tidak menderita penyakit kusta (ay. 4). Namun,
jika kelihatan lebih dalam dari kulit, maka orang itu harus
dinyatakan najis (ay. 3). Kelemahan yang disertai kasih karu-
nia tidak akan menembus ke dalam jiwa,namun akal budi ma-
sih melayani hukum Allah, sedang batin suka akan hukum
Tuhan (Rm. 7:22, 26). Namun, bila masalahnya lebih parah
dibandingkan yang terlihat, dan bagian dalam sudah terjangkit,
maka keadaannya sungguh parah.
2. Jika penyakit itu masih tetap dan tidak meluas, maka itu bu-
kanlah penyakit kusta (ay. 4-5). Sebaliknya, jika penyakit itu
memang meluas pada kulit, dan terus seperti itu sesudah
diperiksa beberapa kali, maka keadaannya memang parah (ay.
7-8). Jika manusia tidak menjadi bertambah buruk dan per-
jalanan dosa serta kecemaran mereka dihentikan, maka diha-
rapkan mereka akan menjadi bertambah baik. Sebaliknya, bila
dosa menjadi hal biasa dan semakin buruk saja, maka mereka
akan semakin merosot.
3. Bila ada daging liar timbul pada bengkak itu, imam tidak
perlu menunggu lebih lama lagi, sebab itu memang benar
penyakit kusta (ay. 10-11). Demikianlah, tidak ada tanda yang
lebih pasti mengenai keburukan rohani seseorang dibandingkan
hati yang membengkak menjadi sombong, menjadi percaya
pada kedagingan, serta menolak teguran firman Tuhan dan
upaya keras Roh Kudus.
4. jika gejala kusta itu menutupi seluruh kulit orang sakit itu,
mulai dari kepala sampai kaki, maka itu bukanlah penyakit
kusta (ay. 12-13). Sebab, sudah terbukti bahwa bagian-bagian
tubuh terpenting ternyata sehat dan kuat, dan alam ikut
bekerja membuang segala sesuatu yang bersifat membebani
dan merusak. Masih ada harapan jika penyakit cacar
736
seseorang sembuh. Jadi jika manusia mengakui dosa-
dosanya dengan jujur dan tidak menyembunyikannya, maka
tidak ada bahaya bagi orang itu dibandingkan dengan orang
yang menutup-nutupi dosa mereka. Beberapa orang menarik
kesimpulan dari hal ini, bahwa ada lebih banyak harapan bagi
orang duniawi dibanding bagi orang munafik. Para pemungut
cukai dan perempuan sundal memasuki kerajaan sorga men-
dahului para ahli Taurat dan orang Farisi. Dalam satu hal,
letupan gairah yang terjadi tiba-tiba, meskipun cukup buruk,
tidak begitu berbahaya seperti halnya kebencian yang ditutup-
tutupi. Ada pula yang menafsirkan, bahwa jika kita meng-
hakimi diri sendiri, maka kita tidak akan dihakimi. Bila kita
melihat dan mengakui bahwa tidak ada yang sehat pada
daging kita sebab dosa, maka kita akan mendapat kasih
TUHAN.
5. Imam harus mengambil waktu dalam membuat penilaiannya,
dan tidak memutuskan dengan gegabah. Jika gejalanya tam-
pak mencurigakan, ia harus mengurung orang itu tujuh hari
lamanya, dan lalu tujuh hari lagi, supaya penilaiannya
dapat berlangsung secara jujur. Hal ini mengajari semua orang,
baik hamba Tuhan maupun umat, agar tidak terburu-buru
mengecam orang, ataupun menghakimi sebelum waktunya.
Jika dosa beberapa orang seakan-akan mendahului mereka ke
pengadilan, maka dosa-dosa orang lain baru menjadi nyata
lalu , dan begitu pula perbuatan baik mereka. Oleh kare-
na itu, jangan biarkan apa pun dikerjakan dengan segera
(1Tim. 5:22, 24-25).
6. jika orang yang diduga sakit kusta itu ternyata tahir, ia
tetap harus mencuci pakaiannya (ay. 6), sebab ia telah dicuri-
gai, dan di dalam dirinya ada alasan yang mendasari
kecurigaan tadi. Bahkan orang hukuman yang telah dibebas-
kan pun harus berlutut. Kita perlu disucikan dari noda kita di
dalam darah Kristus, meskipun ini bukanlah noda penyakit
kusta. Sebab siapa yang dapat berkata, aku tidak berbuat
dosa? meskipun ada juga yang sebab kasih karunia menjadi
tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar.
Kitab Imamat 13:18-37
737
Hukum tentang Penyakit Kusta
(13:18-37)
18 jika pada kulit seseorang ada barah yang telah sembuh, 19namun di
tempat barah itu timbul bengkak yang putih atau panau yang putih keme-
rah-merahan, haruslah orang itu minta diperiksa oleh imam. 20 Kalau menu-
rut pemeriksaannya panau itu kelihatan lebih dalam dari pada kulit dan
bulunya telah berubah menjadi putih, maka imam harus menyatakan orang
itu najis, sebab penyakit kustalah yang timbul di dalam barah itu. 21namun
jikalau panau itu diperiksa oleh imam dan ternyata tidak ada bulu yang
putih padanya, dan tidak lebih dalam dari pada kulit, malahan pudar, imam
harus mengurung orang itu tujuh hari lamanya. 22 Dan jikalau panau itu
memang meluas pada kulit, imam harus menyatakan dia najis; itu penyakit
kusta. 23namun jikalau panau itu masih tetap dan tidak meluas, maka itu
bekas barah, dan imam harus menyatakan orang itu tahir. 24 Atau jika
pada kulit seseorang ada lecur sebab api dan daging liar yang timbul pada
lecur itu menjadi panau yang putih kemerah-merahan atau putih, 25 maka
imam harus memeriksa panau itu; bila ternyata bulu pada panau itu
berubah menjadi putih dan panau itu kelihatan lebih dalam dari kulit, maka
yang timbul di dalam lecur itu yaitu penyakit kusta, dan imam harus
menyatakan orang itu najis; itu penyakit kusta. 26namun jikalau menurut
pemeriksaannya tidak ada pada panau itu bulu yang putih dan panau itu
tidak lebih dalam dari pada kulit, malahan pudar, imam harus mengurung
orang itu tujuh hari lamanya. 27 Pada hari yang ketujuh imam harus meme-
riksa lagi dia; jikalau panau itu memang meluas pada kulit, maka haruslah
imam menyatakan dia najis, itu penyakit kusta. 28namun jikalau panau itu
masih tetap dan tidak meluas pada kulit, malahan pudar, maka itu bengkak
lecur dan imam harus menyatakan dia tahir, sebab itu bekas lecur. 29 jika
seorang laki-laki atau perempuan mendapat penyakit pada kepala atau pada
janggut, 30 imam harus memeriksa penyakit itu; bila itu kelihatan lebih
dalam dari kulit, dan ada padanya rambut halus yang kuning, maka imam
harus menyatakan orang itu najis, sebab itu kudis kepala, yakni kusta
kepala atau kusta janggut. 31 Dan jika menurut pemeriksaannya penyakit
kudis itu tidak kelihatan lebih dalam dari kulit dan tidak ada padanya
rambut yang hitam, maka imam harus mengurung orang yang kena penyakit
kudis itu tujuh hari lamanya. 32 Pada hari yang ketujuh imam harus
memeriksa penyakit itu; bila ternyata kudis itu tidak meluas dan tidak ada
rambut yang kuning padanya, dan kudis itu tidak kelihatan lebih dalam dari
kulit, 33 maka orang itu harus bercukur, hanya tempat kudis itu tidak boleh
dicukurnya. Lalu imam harus mengurung orang yang kena kudis itu untuk
kedua kalinya tujuh hari lagi. 34 lalu pada hari yang ketujuh imam
harus memeriksa lagi kudis itu; bila ternyata, kudis itu tidak meluas pada
kulit, dan tidak kelihatan lebih dalam dari kulit, maka imam harus menyata-
kan orang itu tahir, dan ia harus mencuci pakaiannya dan ia menjadi tahir.
35namun jikalau kudis itu memang meluas pada kulit, sesudah ia dinyatakan
tahir, 36 dan menurut pemeriksaan imam kudis itu meluas pada kulit, maka
imam tidak usah lagi mencari rambut yang kuning, memang orang itu najis.
37namun jikalau menurut penglihatan imam kudis itu masih tetap, dan ada
rambut hitam tumbuh pada kudis itu, maka kudis itu sudah sembuh, dan
orang itu tahir, dan imam harus menyatakan dia tahir.
Di sini imam diberi petunjuk tentang penilaian apa yang harus di-
buatnya jika terlihat gejala penyakit kusta,
738
1. Baik berupa barah lama maupun bisul yang sudah sembuh (ay.
18, dst.). jika barah lama yang tampaknya sudah sembuh
muncul kembali, maka dikhawatirkan bahwa di dalamnya ada
penyakit kusta. Demikian juga ada bahaya jika orang
yang telah melepaskan diri dari kecemaran dunia,namun terlibat
lagi di dalamnya. Atau,
2. Berupa luka bakar, sebab ini sepertinya penyakit kusta (ay. 24,
dst.). Panasnya perselisihan dan perbantahan sering kali meng-
akibatkan munculnya serta pecahnya kecemaran yang memper-
lihatkan kepada orang bahwa mereka cemar.
3. Berupa kudis. Dalam hal ini, biasanya penilaian diarahkan ke-
pada gejala yang tampak sangat sepele. Jika rambut yang tumbuh
di bagian itu hitam, itu merupakan tanda bahwa orang ini
sehat. Bila berwarna kuning, ini merupakan gejala penyakit kusta
(ay. 30-37). Aturan-aturan lain dalam kejadian-kejadian ini sama
dengan yang sudah disebutkan sebelum ini. Sementara membaca
berbagai jenis penyakit ini, alangkah baiknya jika kita,
1. Meratapi keadaan hidup manusia yang penuh dengan bencana
dan terpapar pada begitu banyak kepedihan. Betapa banyak
penyakit yang merundung kita dari mana-mana, dan semua
ini masuk dalam hidup kita oleh sebab dosa.
2. Mengucap syukur kepada Tuhan jika Ia tidak pernah merun-
dung kita dengan penyakit-penyakit yang pedih ini. Jika ke-
adaan jasmani dalam keadaan sehat, dan tubuh bugar dan
nyaman, sudah sepatutnya kita memuliakan Tuhan dengan
tubuh kita.
Hukum tentang Penyakit Kusta
(13:38-46)
38 jika pada kulit seorang laki-laki atau perempuan ada panau-panau,
yakni panau-panau yang putih, 39 imam harus melakukan pemeriksaan; bila
ternyata pada kulitnya ada panau-panau pudar dan putih, maka hanya
kuraplah yang timbul pada kulitnya dan orang itu tahir. 40 jika rambut
kepala seorang laki-laki meluruh, dan ia hanya menjadi botak, ia tahir.
41 Jikalau rambutnya meluruh pada sebelah mukanya, dan ia menjadi botak
sebelah depan, ia tahir. 42namun jika pada kepala yang botak itu, sebelah
atas atau sebelah depan, ada penyakit yang putih kemerah-merahan, maka
penyakit kustalah yang timbul pada bagian kepala yang botak itu. 43 Lalu
imam harus memeriksa dia; bila ternyata bahwa bengkak pada bagian kepala
yang botak itu putih kemerah-merahan, dan kelihatannya seperti kusta pada
kulit, 44 maka orang itu sakit kusta, dan ia najis, dan imam harus menyata-
Kitab Imamat 13:38-46
739
kan dia najis, sebab penyakit yang di kepalanya itu. 45 Orang yang sakit
kusta harus berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia
harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis! 46 Selama ia
kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing,
di luar perkemahan itulah tempat kediamannya.
Di sini ada ,
I. beberapa ketentuan supaya jangan sampai kurap ataupun kepala
yang botak keliru disangka penyakit kusta (ay. 38-41). Setiap
kelainan tidak boleh langsung disebut sebagai najis menurut
upacara keagamaan. Elisa pernah diejek sebab kepalanya yang
botak (2Raj. 2:23). Namun, anak-anak Betel itu tidak tahu tentang
hukuman Allah, yang menganggap ejekan itu sebagai celaan
terhadap diri-Nya.
II. Gejala tertentu yang menentukan penyakit kusta jika pada suatu
saat muncul pada kepala yang botak, maka imam harus menya-
takan dia najis, sebab penyakit yang di kepalanya itu (ay. 44).
jika kusta dosa telah merasuki kepala, jika kemampuan un-
tuk menilai yang baik dan tidak baik sudah cemar, dan asas-asas
kejahatan yang menyetujui dan mendukung perbuatan jahat
dipeluk, maka ini benar-benar merupakan kenajisan, yang dari-
nya hanya ada sedikit orang saja yang sungguh-sungguh ditahir-
kan. Bila iman sehat walafiat, maka itu mencegah kusta mema-
suki kepala, dan mencegah hati nurani menjadi rusak.
III. Pengarahan mengenai apa yang harus dilakukan terhadap orang
yang dinilai menderita sakit kusta. sesudah dengan pertimbangan
yang matang imam menyatakan seseorang najis, maka
1. Orang itu juga harus menyatakan dirinya sendiri najis (ay. 45).
Ia harus bersikap sebagai orang yang berduka dan berseru-
seru, Najis! Najis! Penyakit kusta itu sendiri bukanlah dosa,
melainkan sebuah tanda menyedihkan dari kegusaran Tuhan
dan penderitaan mendalam bagi orang yang menderita penya-
kit itu. Hal ini merupakan aib bagi namanya, menghentikan
kegiatannya di dunia, menjauhkannya dari hubungan dengan
teman-teman dan kerabatnya. Ia dibuang sampai ia tahir
kembali, serta dikucilkan dari tempat kudus. Sebagai akibat-
nya, ini menghancurkan seluruh kesenangan yang bisa diper-
olehnya di dunia ini. Heman sepertinya menderita penyakit
740
kusta atau mengalami keadaan memilukan dari seorang pen-
derita kusta (Mzm. 88:9, dst.) Oleh sebab itu, si penderita
kusta harus,
(1) Merendahkan diri di bawah tangan perkasa Allah, dan
tidak bersikeras bahwa ia tahir, saat imam telah me-
nyatakan dirinya najis. Sebaliknya, ia harus membenarkan
Tuhan atas keadaannya itu dan menanggung kesalahannya
sendiri. Ia harus menyatakan hal ini dengan berpakaian
yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia harus
menutupi mukanya. Semua ini merupakan tanda aib dan
keadaan yang tidak waras, rasa jijik luar biasa terhadap
diri sendiri dan rasa rendah diri. Semuanya ini merupakan
pengungkapan dari penghakiman diri. Demikianlah kita
harus menanggung aib diri sendiri, dan dengan hancur hati
menyebut diri Najis! Najis, hati najis, hidup najis, najis
sebab kecemaran asali, najis sebab pelanggaran yang
diperbuat sendiri. Kita harus menyebut diri sendiri najis,
dan sebab itu kita pantas dijauhkan dari persekutuan
dengan Tuhan dan seluruh pengharapan akan kebahagiaan
di dalam Dia. Demikianlah kami sekalian seperti seorang
najis (Yes. 64:6), najis, dan oleh sebab itu juga binasa,
seandainya rahmat yang tak terbatas itu tidak menengahi.
(2) Orang sakit kusta itu harus memperingatkan orang lain
agar jangan mendekatinya. Ke mana pun ia pergi, ia harus
berseru-seru kepada orang-orang yang dilihatnya di ke-
jauhan, “Aku najis, najis, jangan menyentuhku.” Tidak
berarti bahwa penyakit kusta mudah menular,namun kalau
bersentuhan dengan penderita kusta, maka orang menjadi
najis menurut upacara keagamaan. Oleh sebab itu, semua
orang harus berhati-hati untuk menghindarinya. Orang
sakit kusta itu sendiri harus memperingatkan orang lain
akan bahaya ini . Dan hanya inilah yang dapat dilaku-
kan hukum Taurat, yaitu tidak berdaya terhadap daging.
Hukum Taurat hanya bisa mengajar si penderita kusta
untuk berseru, Najis, najis. Akannamun , Injil telah menaruh
seruan berbeda di dalam mulut si penderita kusta (Luk.
17:12-13), di mana kita membaca tentang sepuluh orang
sakit kusta yang berseru-seru dengan nyaring, Yesus,
Guru, kasihanilah kami! Hukum Taurat hanya menunjuk-
Kitab Imamat 13:47-59
741
kan penyakit kita, sedang Injil menunjukkan kepada
kita pertolongan di dalam Kristus.
2. Sesudah itu si penderita kusta harus dikucilkan dari perke-
mahan. Di lalu hari, saat bangsa Israel tiba di Kanaan,
orang sakit kusta harus keluar dari kota, atau desa tempat ia
tinggal, dan tinggal terasing (ay. 46), tidak bergaul dengan
siapa pun selain dengan sesama penderita kusta seperti diri-
nya. saat raja Uzia terkena kusta, ia dikucilkan dari istana-
nya dan tinggal dalam sebuah rumah pengasingan (2Taw.
26:21). Baca juga Kitab 2 Raja-raja 7.
3. Hal ini melambangkan kesucian yang harus dipelihara di da-
lam jemaat Injili, melalui pengucilan para pendosa memalukan
yang tidak mau diperbaharui dari antara himpunan orang ber-
iman. Pengucilan ini harus dilakukan dengan sungguh-sung-
guh dan berwibawa. Usirlah orang yang melakukan kejahatan
dari tengah-tengah kamu (1Kor. 5:13).
Hukum tentang Penyakit Kusta
(13:47-59)
47 jika pada pakaian ada tanda kusta, pada pakaian bulu domba atau
pakaian lenan, 48 entah pada benang lungsin atau benang pakannya, entah
pada kulit atau sesuatu barang kulit, 49 – kalau tanda pada barang-barang
itu sudah kemerah-merahan warnanya, maka itu kusta – hal itu harus di-
periksakan kepada imam. 50 Kalau tanda itu telah diperiksa oleh imam, ia
harus mengasingkan yang memiliki tanda itu tujuh hari lamanya. 51 Pada
hari yang ketujuh ia harus memeriksa tanda itu lagi; jika tanda itu
meluas pada pakaian atau benang lungsin atau benang pakan atau pada
kulit, entah untuk barang apapun kulit itu dipakai, maka itu yaitu kusta
yang jahat sekali, dan barang itu najis. 52 Ia harus membakar barang-barang
yang memiliki tanda itu, sebab itu kusta yang jahat sekali; barang-
barang itu harus dibakar habis. 53namun jikalau menurut pemeriksaan imam
tanda itu tidak meluas pada barang-barang itu, 54 maka imam harus meme-
rintahkan orang mencuci barang yang memiliki tanda itu, lalu ia harus
mengasingkannya tujuh hari lagi untuk kedua kalinya. 55 lalu sesudah
barang itu dicuci, imam harus memeriksa tanda itu lagi; bila ternyata rupa
tanda itu tidak berubah, biarpun itu tidak meluas, maka barang itu najis,
dan engkau harus membakarnya habis, sebab tanda itu semakin mendalam
pada sebelah belakang atau sebelah muka. 56 Dan jikalau menurut pemerik-
saan imam tanda itu menjadi pudar sesudah dicuci, maka ia harus mengo-
yakkannya dari barang-barang itu. 57namun jikalau tanda itu tampak pula
pada barang-barang itu, maka itu kusta yang sedang timbul; barang yang
memiliki tanda itu, haruslah kaubakar habis. 58namun barang-barang
yang telah kaucuci, sehingga tanda itu lenyap dari padanya, haruslah dicuci
untuk kedua kalinya, barulah menjadi tahir. 59 Itulah hukum tentang kusta
yang ada pada pakaian bulu domba atau lenan atau pada benang lungsin
742
atau pada benang pakan atau pada setiap barang kulit, untuk menyatakan
tahir atau najisnya.”
Ini merupakan hukum tentang penyakit kusta yang menempel pada
pakaian, baik yang terbuat dari kain lenan maupun bulu domba.
Penyakit kusta yang tampak pada pakaian dapat dilihat dengan
tanda-tanda tertentu. Warna pakaiannya berubah sebab penyakit
itu, pakaiannya menjadi aus, benang-benangnya putus. Bila semua
tanda ini ada pada bagian tertentu pakaian ini , lalu
semakin bertambah dan tidak hil
Related Posts:
keluaran imamat 22enderitaan,namun ada baiknya untuk tidak banyak bicara. (2) Bagaimana Harun menjadikan penderitaannya sebagai alasan mengapa ia menyimpang dari ketetapan mengenai korban penghapus dosa. Harun t… Read More