keluaran imamat 22


enderitaan,namun  
ada baiknya untuk tidak banyak bicara.  
(2) Bagaimana Harun menjadikan penderitaannya sebagai 
alasan mengapa ia menyimpang dari ketetapan mengenai 
korban penghapus dosa. Harun tidak akan mampu mema-
kan korban penghapus dosa dengan rasa sedih di dalam 
hatinya dan rasa sesak di dalam jiwanya. Jadi mungkinkah 
ia bisa berkenan bila ia makan dengan cara ini? Ia tidak 
beralasan bahwa hatinya sangat dipenuhi kepedihan se-
hingga ia tidak bernafsu memakan korban penghapus 
dosa. Ia hanya takut jangan sampai ia tidak berkenan ke-
pada Tuhan dengan cara demikian. Perhatikan, 
[1] Penerimaan oleh Tuhan merupakan sesuatu yang agung 
yang harus kita dambakan dan upayakan di dalam se-
tiap ibadah kita, khususnya di dalam perjamuan kudus 
Tuhan, saat  kita memakan korban penghapus dosa. 
[2] Dukacita duniawi merupakan sesuatu yang sangat 
menghalangi kita dalam melaksanakan semua kewajib-

 712
an kudus yang berkenan bagi Allah, sebab  selain 
mengusik diri kita, juga merampas roda-roda kereta kita 
sehingga kita sangat berat untuk maju (1Sam. 1:7-8). 
Dan hal ini tidaklah menyenangkan hati Allah, yang 
menghendaki agar kita melayani-Nya dengan hati gem-
bira (Ul. 12:7). Roti perkabungan yaitu  roti yang najis 
(Hos. 9:4). Lihat Maleakhi 3:14. 
3. Musa menyetujui alasan ini : Ia menyetujuinya (ay. 20). Ia 
mungkin berpikir bahwa apa yang diungkapkan Harun mem-
benarkan apa yang telah mereka perbuat. Tuhan sudah mene-
tapkan bahwa apa yang tidak dapat dimakan, haruslah diba-
kar. Ketidaklayakan kita untuk mengerjakan suatu tanggung 
jawab, bila hal itu disebabkan oleh sesuatu yang alamiah dan 
bukan sebab  dosa, akan diperbolehkan, dan Tuhan akan ber-
belas kasih serta tidak menuntut korban. Setidaknya Musa 
berpikir bahwa penjelasan Harun ini  sangat meringan-
kan kesalahan yang mereka perbuat: roh memang penurut, 
tetapi daging lemah. Melalui Musa, Tuhan menunjukkan bahwa 
Ia peduli akan keadaan Harun. Tampaknya Harun dengan 
tulus berupaya memperoleh penerimaan Allah, dan memang 
siapa pun yang dengan tulus berupaya demikian, akan mene-
mukan bahwa Dia tidak mengingat-ingat kesalahan. Kita pun 
juga tidak harus keras menyalahkan diri atas setiap kesalahan 
yang kita perbuat, sambil menjaga diri kita sendiri, supaya kita 
juga jangan kena pencobaan. 
 
 
 
PASAL 1 1  
ukum Taurat yang penuh dengan tata acara dan upacara, di-
gambarkan oleh sang rasul (Ibr. 9:9-10) tidak hanya mengan-
dung “korban dan persembahan,” yang sejauh ini dibahas dalam 
kitab ini, melainkan juga “makanan, minuman, dan pelbagai macam 
pembasuhan” dari kenajisan yang diakibatkan sebab  melanggar 
ketetapan. Hukum-hukum tentang makanan, minuman, dan pelbagai 
macam pembasuhan ini mulai dijelaskan dalam pasal ini, yang mem-
buat pembedaan antara jenis-jenis daging yang satu dan jenis-jenis 
daging yang lain, dengan memperbolehkan sebagian daging untuk 
dimakan sebagai makanan yang halal, dan melarang sebagian yang 
lain sebagai makanan yang haram. “Hanya ada satu jenis daging 
manusia.” Alam merasa ngeri membayangkan memakan daging ini, 
dan tak seorang pun melakukannya kecuali orang-orang yang sudah 
sampai pada puncak kebiadaban, dan tinggal selangkah lagi menjadi 
binatang. Oleh sebab itu, tidak perlu hukum untuk melarangnya. 
Tetapi ada jenis-jenis daging yang lain, yaitu “daging binatang,” yang 
tentangnya hukum memberi  aturan di sini (ay. 1-8), “daging ikan” 
(ay. 9-12), “daging burung” (ay. 13-19), dan “daging binatang-bina-
tang merayap,” yang dibedakan menjadi dua macam, binatang-bina-
tang yang merayap dan bersayap (ay. 20-28) dan binatang-binatang 
yang merayap dan berkeriapan di atas bumi (ay. 29-43). Dan hukum 
itu ditutup dengan aturan umum tentang kekudusan, dan alasan-
alasan untuknya (ay. 44, dst.). 
Pembedaan Daging-daging Binatang 
(11:1-8)  
1 Lalu TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun, kata-Nya kepada mereka: 
2 “Katakanlah kepada orang Israel, begini: Inilah binatang-binatang yang 

 714
boleh kamu makan dari segala binatang berkaki empat yang ada di atas 
bumi: 3 setiap binatang yang berkuku belah, yaitu yang kukunya bersela 
panjang, dan yang memamah biak boleh kamu makan. 4namun  inilah yang 
tidak boleh kamu makan dari yang memamah biak atau dari yang berkuku 
belah: unta, sebab  memang memamah biak,namun  tidak berkuku belah; 
haram itu bagimu. 5 Juga pelanduk, sebab  memang memamah biak,namun  
tidak berkuku belah; haram itu bagimu. 6 Juga kelinci, sebab  memang me-
mamah biak,namun  tidak berkuku belah, haram itu bagimu. 7 Demikian juga 
babi hutan, sebab  memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, 
tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. 8 Daging binatang-binatang 
itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram 
semuanya itu bagimu. 
sebab  sekarang Harun ditahbiskan menjadi imam besar atas rumah 
Allah, maka Tuhan berbicara kepadanya dengan Musa, dan menetap-
kan mereka berdua sebagai pengemban tugas bersama untuk me-
nyampaikan kehendak-Nya kepada bangsa Israel. Ia berbicara baik 
kepada Musa maupun Harun tentang perkara ini. Sebab dituntut 
secara khusus dari para imam bahwa mereka harus membuat per-
bedaan antara yang halal dan yang haram, dan mengajar umat untuk 
melakukannya. sesudah  air bah, saat  Tuhan mengadakan perjanjian 
dengan Nuh dan anak-anaknya, Ia membiarkan mereka makan 
daging (Kej. 9:13), sementara sebelumnya mereka hanya boleh makan 
dari hasil-hasil bumi.namun  kebebasan yang diberikan untuk anak-
anak Nuh di sini dibatasi untuk anak-anak Israel. Mereka boleh ma-
kan daging,namun  tidak semua jenis daging. Sebagian daging harus 
mereka pandang haram dan terlarang bagi mereka, dan sebagian 
yang lain halal dan diperbolehkan untuk mereka. Hukum mengenai 
perkara ini sangat terinci dan sangat ketat.namun  apa alasan yang 
bisa diberikan untuk hukum ini? Mengapa umat Tuhan tidak boleh 
memakai  semua makhluk ciptaan dengan bebas seperti orang 
lain?  
1. Cukup beralasan bahwa Tuhan menghendaki demikian. Sama 
seperti kehendak-Nya memadai, untuk menjadi hukum, demikian 
pula alasan bagi hukum-Nya itu. Sebab kehendak-Nya yaitu  
hikmat-Nya. Ia memandang sebagai hal yang baik untuk menguji 
dan melatih ketaatan umat-Nya seperti itu, bukan hanya dalam 
upacara-upacara di mezbah-Nya, melainkan juga dalam hal-hal 
yang terjadi sehari-hari di meja mereka sendiri, supaya mereka 
ingat bahwa mereka berada di bawah wewenang-Nya. Demikian 
pula Tuhan telah menguji ketaatan manusia dalam keadaannya 
yang tidak berdosa, dengan melarangnya memakan buah dari 
satu pohon tertentu.  
Kitab Imamat 11:1-8 
 715 
2. Sebagian besar dari daging-daging yang dilarang sebagai makanan 
yang haram yaitu  daging-daging yang sebenarnya tidak menye-
hatkan, dan tidak pantas untuk dimakan. Dan daging-daging 
yang menurut kita cukup menyehatkan, dan kita pakai dengan 
semestinya, seperti marmut, kelinci, dan babi, mungkin di negeri-
negeri itu, dan bagi tubuh mereka, dapat merugikan. Dan dengan 
begitu Tuhan dalam hukum ini hanya berbuat kepada mereka 
seperti yang diperbuat oleh ayah yang bijak dan pengasih kepada 
anak-anaknya, yang melarang mereka memakan apa yang dia 
ketahui akan membuat mereka sakit. Perhatikanlah, Tuhan itu 
untuk tubuh, dan bukan hanya kebodohan, melainkan juga dosa 
terhadap Allah, untuk merusak kesehatan kita demi menyenang-
kan nafsu makan kita.  
3. Tuhan dengan demikian ingin mengajar umat-Nya untuk mem-
bedakan diri mereka dari orang lain, bukan hanya dalam ibadah 
keagamaan mereka, melainkan juga dalam tindakan-tindakan 
biasa dalam hidup. Demikianlah Ia hendak menunjukkan kepada 
mereka bahwa mereka tidak boleh terhitung di antara bangsa-
bangsa. Tampaknya sudah ada, sebelum ini, sedikit banyak per-
bedaan antara orang Ibrani dan bangsa-bangsa lain dalam ma-
kanan mereka, yang dipertahankan oleh adat istiadat. Sebab 
orang Mesir dan orang Ibrani tidak mau makan bersama-sama 
(Kej. 43:32). Dan bahkan sebelum air bah, sudah ada suatu pem-
bedaan antara binatang-binatang yang halal dan yang haram (Kej. 
7:2).namun  lalu  pembedaan itu hilang sama sekali, bersama 
banyak kegiatan agama, di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi. 
Tetapi oleh hukum ini, pembedaan itu dijadikan sebagai suatu 
kepastian, dan diperintahkan untuk dipertahankan di antara 
orang-orang Yahudi. Supaya dengan demikian, dengan memiliki 
aturan makanan yang khas bagi diri mereka sendiri, mereka 
dapat dijauhkan dari pergaulan yang akrab dengan tetangga-
tetangga mereka yang menyembah berhala. Dan supaya mereka 
dapat melambangkan Israel rohani milik Allah, yang bukan dalam 
hal-hal kecil ini, melainkan dalam tabiat roh mereka, dan jalan 
hidup mereka, mereka diatur oleh keutuhan hati dan penguasaan 
diri, dan tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Para sarjana 
mengamati lebih jauh, bahwa sebagian besar makhluk yang oleh 
hukum ini harus dipandang jijik sebagai binatang yang haram 
yaitu  binatang-binatang yang dipuja dan ditinggikan di antara 

 716
orang-orang kafir, bukan sebagai makanan, melainkan terlebih 
sebagai ramalan dan korban bagi dewa-dewa mereka. Dan sebab  
itu di sini disebutkan binatang-binatang yang dipandang haram, 
dan merupakan kejijikan, yang sekalipun demikian mereka tidak 
akan tergoda sama sekali untuk memakannya. Ini bertujuan 
supaya mereka dapat memelihara kejijikan yang penuh kesalehan 
terhadap apa yang dianggap memiliki nilai takhayul oleh bangsa-
bangsa bukan Yahudi. Babi, oleh bangsa-bangsa bukan Yahudi 
yang hidup pada zaman belakangan, dipandang suci bagi dewi 
Venus, burung hantu bagi dewi Minerva, burung elang bagi dewa 
Yupiter, anjing bagi dewi Hekate, dst., dan semuanya di sini di-
jadikan sebagai binatang yang haram. Berkenaan dengan bina-
tang-binatang, ada peraturan umum yang ditetapkan, bahwa 
binatang-binatang yang berkuku belah dan juga memamah biak 
itu halal, dan hanya binatang-binatang itu saja. Binatang-bina-
tang ini disebutkan secara khusus dalam pengulangan hukum ini 
(Ul. 14:4-5). Di dalamnya tampak bahwa orang Israel diperboleh-
kan makan daging yang cukup beragam, dan mereka tidak perlu 
mengeluh tentang pembatasan yang mengurung mereka. Bina-
tang-binatang yang tidak memamah biak dan berkuku belah itu 
haram, yang oleh aturan ini daging babi, kelinci, dan marmut 
dilarang bagi mereka, meskipun biasanya digunakan di antara 
kita. Oleh sebab itu, khususnya saat  memakan salah satu dari 
daging binatang-binatang ini, kita harus mengucap syukur atas 
kemerdekaan yang diberikan kepada kita dalam perkara ini oleh 
Injil, yang mengajar kita bahwa semua yang diciptakan Tuhan itu 
baik, dan kita tidak boleh menyebut apa pun najis atau tidak tahir. 
Sebagian orang mencermati arti dalam aturan yang ditetapkan di 
sini, yaitu supaya mereka dapat membuat pembedaan berdasar-
kan aturan itu, atau setidak-tidaknya berpikir bahwa aturan itu 
dapat dirujuk. Merenung, dan tindakan-tindakan ibadah lain yang 
dilakukan oleh manusia batiniah yang tersembunyi, dapat dilam-
bangkan dengan memamah biak, mencerna makanan rohani kita. 
Keadilan dan kasih terhadap manusia, dan tindakan-tindakan 
dari perilaku yang baik, dapat dilambangkan dengan berkuku 
belah. Nah, yang satu tanpa yang lain tidak akan dapat membuat 
kita berkenan pada Allah,namun  keduanya harus berjalan ber-
sama-sama, yaitu perasaan-perasaan yang baik dalam hati dan 
perbuatan-perbuatan baik dalam hidup. Jika salah satunya tidak
Kitab Imamat 11:9-19 
 717 
 ada, maka kita menjadi najis, pasti kita menjadi najis. Dari semua 
makhluk yang di sini dilarang sebagai binatang yang haram, tak 
ada yang lebih ditakuti dan dibenci oleh orang-orang Yahudi yang 
saleh dibandingkan  daging babi. Banyak orang dihukum mati oleh 
Antiokhus sebab  mereka tidak mau memakannya. Daging inilah, 
mungkin, yang paling mengancam akan menggoda mereka, dan 
sebab  itu mereka menanamkan pada diri mereka sendiri dan 
anak-anak mereka suatu kebencian tertentu terhadapnya, dengan 
menyebutnya bukan dengan nama yang sebenarnya, melainkan 
barang yang aneh. Tampaknya bangsa-bangsa bukan Yahudi 
memakai  daging ini secara takhayul (Yes. 65:4), mereka me-
makan daging babi. Dan sebab  itu kepada umat-Nya Tuhan mela-
rang segala penggunaannya, supaya mereka tidak belajar dari 
tetangga-tetangga mereka untuk memakai nya dengan salah. 
Sebagian orang mengemukakan bahwa larangan terhadap bina-
tang-binatang ini sebagai binatang haram dimaksudkan sebagai 
peringatan kepada bangsa itu akan sifat-sifat buruk dari makh-
luk-makhluk ini. Kita tidak boleh kotor atau berkubang dalam 
tanah yang berlumpur seperti babi, juga tidak boleh penakut dan 
lemah hati seperti kelinci, atau tinggal di dalam tanah seperti 
marmut. Janganlah manusia yang terhormat menjadikan dirinya 
seperti binatang-binatang yang binasa ini. Hukum melarang, 
bukan hanya memakan binatang-binatang itu,namun  juga bahkan 
menyentuhnya. Sebab orang-orang yang mau dijauhkan dari dosa 
apa saja harus berhati-hati menghindari semua godaan terhadap-
nya, dan segala sesuatu yang melihat ke arahnya atau menuntun 
kepadanya. 
Aturan Umum tentang Ikan dan Burung  
(11:9-19) 
9 Inilah yang boleh kamu makan dari segala yang hidup di dalam air: segala 
yang bersirip dan bersisik di dalam air, di dalam lautan, dan di dalam sungai, 
itulah semuanya yang boleh kamu makan. 10namun  segala yang tidak bersirip 
atau bersisik di dalam lautan dan di dalam sungai, dari segala yang ber-
keriapan di dalam air dan dari segala makhluk hidup yang ada di dalam air, 
semuanya itu kejijikan bagimu. 11 Sesungguhnya haruslah semuanya itu 
kejijikan bagimu; dagingnya janganlah kamu makan, dan bangkainya harus-
lah kamu jijikkan. 12 Segala yang tidak bersirip dan tidak bersisik di dalam 
air, yaitu  kejijikan bagimu. 13 Inilah yang harus kamu jijikkan dari burung-
burung, janganlah dimakan, sebab  semuanya itu yaitu  kejijikan: burung 
rajawali, ering janggut dan elang laut; 14 elang merah dan elang hitam menu-

 718
rut jenisnya; 15 setiap burung gagak menurut jenisnya; 16 burung unta, 
burung hantu, camar dan elang sikap menurut jenisnya; 17 burung pungguk, 
burung dendang air dan burung hantu besar; 18 burung hantu putih, burung 
undan, burung ering; 19 burung ranggung, bangau menurut jenisnya, mera-
gai dan kelelawar.  
Di sini ada,  
1.  Aturan umum tentang kelompok ikan, mana yang halal dan mana 
yang haram. Semua yang bersirip dan bersisik boleh mereka 
makan, dan hanya jenis-jenis binatang air yang aneh, yang tidak 
bersirip dan bersisik, yang dilarang (ay. 9-10). Orang-orang zaman 
dulu menganggap ikan sebagai makanan yang paling lezat (jauh 
bagi mereka untuk memperbolehkannya pada saat puasa, atau 
menjadikan makan ikan sebagai contoh dari mati raga). Oleh 
sebab itu Tuhan tidak terlalu membatasi umat-Nya dalam mema-
kan ikan. Sebab Ia yaitu  Tuan yang memperbolehkan hamba-
hamba-Nya makan bukan hanya apa yang dibutuhkan, melainkan 
juga apa yang nikmat. Mengenai ikan yang terlarang dikatakan, 
semuanya itu kejijikan bagimu (ay. 10-12), yaitu, “Kamu harus 
memandangnya haram, dan bukan hanya tidak memakannya, 
tetapi juga menjauh darinya.” Perhatikanlah, apa saja yang haram 
haruslah menjadi kejijikan bagi kita. Janganlah menjamah apa 
yang najis.namun  amatilah, itu harus menjadi kejijikan hanya bagi 
orang-orang Yahudi. Bangsa-bangsa sekitar sama sekali tidak ter-
ikat kewajiban-kewajiban ini, tidak pula ikan-ikan ini harus men-
jadi kejijikan bagi kita orang-orang Kristen. Orang-orang Yahudi 
diberi kehormatan dengan hak-hak istimewa tertentu, dan sebab  
itu, supaya mereka tidak menyombongkan diri dengan hak-hak 
istimewa itu, transeunt cum onere – mereka juga dibatasi dengan 
kekangan-kekangan tertentu. Dengan demikian, sama seperti Israel 
rohani milik Tuhan ditinggikan derajatnya di atas orang lain oleh 
perjanjian Injil yang mengangkat mereka sebagai anak dan teman, 
demikian pula mereka harus bermati raga melebihi orang lain oleh 
perintah-perintah Injil untuk menyangkal diri dan memikul salib.  
2. Mengenai burung-burung, tidak ada aturan umum yang diberikan 
di sini, kecuali burung-burung yang disebutkan secara khusus 
yang tidak boleh mereka makan sebagai makanan yang haram, 
yang menyiratkan bahwa semua burung lain boleh dimakan. Para 
penafsir di sini memiliki  setumpuk pekerjaan untuk mencari 
tahu apa makna sebenarnya dari kata-kata Ibrani yang digunakan 
di sini, yang sebagian di antaranya tetap tidak pasti, sebab  
Kitab Imamat 11:9-19 
 719 
beberapa jenis burung khas untuk beberapa negeri. Seandainya 
hukum itu berlaku sekarang, kita berkepentingan untuk menge-
tahui dengan pasti apa yang dilarang olehnya. Dan mungkin jika 
kita mengetahuinya, dan mengenal dengan lebih baik sifat bu-
rung-burung yang disebutkan di sini, maka kita akan mengagumi 
pengetahuan Adam, dengan memberi mereka nama yang meng-
ungkapkan sifat-sifat mereka (Kej. 2:20).namun  sebab  hukum itu 
dicabut, dan pengetahuan tentangnya banyak yang hilang, maka 
cukup bagi kita untuk mengamati bahwa dari burung-burung 
yang dilarang di sini,  
(1) Sebagian yaitu  burung-burung pemangsa, seperti burung 
rajawali, burung elang merah, dst., dan Tuhan ingin supaya 
umat-Nya membenci segala sesuatu yang biadab dan kejam, 
dan tidak hidup dengan darah dan rampasan. Burung merpati 
yang dimangsa pantas dijadikan makanan untuk manusia dan 
persembahan kepada Allah.namun  elang hitam dan elang 
sikap yang memangsanya harus dipandang sebagai kejijikan 
bagi Tuhan dan manusia. Sebab keadaan orang-orang yang 
dianiaya sebab  kebenaran tampak lebih baik dalam segala hal 
bagi mata iman dibandingkan  keadaan orang-orang yang meng-
aniaya mereka.  
(2) Sebagian yang lain dari burung-burung itu yaitu  burung-
burung yang hidup sendirian, yang tinggal di tempat-tempat 
yang gelap dan sepi, seperti burung pungguk dan burung un-
dan (Mzm. 102:7), dan burung dendang air dan burung gagak 
(Yes. 34:11). Sebab Israel milik Tuhan tidak boleh menjadi umat 
yang bermuram durja, juga tidak boleh dihanyutkan terus-
menerus oleh kesedihan dan kesendirian.  
(3) Sebagian lagi memakan apa yang najis, seperti burung rang-
gung memakan ular, dan burung-burung yang lain memakan 
cacing. Dan kita bukan hanya harus menjauhkan diri kita sen-
diri dari segala kenajisan,namun  juga dari persekutuan dengan 
orang-orang yang membiarkan diri mereka di dalamnya.  
(4) Sebagian yang lain lagi digunakan oleh orang Mesir dan bang-
sa-bangsa bukan Yahudi lain dalam tenung-tenung mereka. 
Sebagian burung dianggap membawa keberuntungan, dan se-
bagian yang lain membawa kemalangan. Dan ahli-ahli nujum 
mereka memberi  perhatian yang besar pada terbangnya 
burung-burung ini, yang sebab  itu semuanya harus menjadi 

 720
kejijikan bagi umat Allah, yang tidak boleh mempelajari cara 
bangsa kafir. 
Tentang Serangga dan Binatang yang Merayap;  
Aturan Kenajisan  
(11:20-42) 
20 Segala binatang yang merayap dan bersayap dan berjalan dengan keempat 
kakinya yaitu  kejijikan bagimu. 21namun  inilah yang boleh kamu makan 
dari segala binatang yang merayap dan bersayap dan yang berjalan dengan 
keempat kakinya, yaitu yang memiliki  paha di sebelah atas kakinya untuk 
melompat di atas tanah. 22 Inilah yang boleh kamu makan dari antaranya: 
belalang-belalang menurut jenisnya, yaitu belalang-belalang gambar menurut 
jenisnya, belalang-belalang kunyit menurut jenisnya, dan belalang-belalang 
padi menurut jenisnya. 23 Selainnya segala binatang yang merayap dan 
bersayap dan yang berkaki empat yaitu  kejijikan bagimu. 24 Semua yang 
berikut akan menajiskan kamu – setiap orang yang kena kepada bangkainya, 
menjadi najis sampai matahari terbenam, 25 dan setiap orang yang ada mem-
bawa dari bangkainya haruslah mencuci pakaiannya, dan ia menjadi najis 
sampai matahari terbenam –, 26 yakni segala binatang yang berkuku belah, 
tetapi tidak bersela panjang, dan yang tidak memamah biak; haram semua-
nya itu bagimu dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis.  
27 Demikian juga segala yang berjalan dengan telapak kakinya di antara 
segala binatang yang berjalan dengan keempat kakinya, semuanya itu haram 
bagimu; setiap orang yang kena kepada bangkainya, menjadi najis sampai 
matahari terbenam. 28 Dan siapa yang membawa bangkainya, haruslah men-
cuci pakaiannya dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. Haram 
semuanya itu bagimu. 29 Inilah yang haram bagimu di antara segala binatang 
yang merayap dan berkeriapan di atas bumi: tikus buta, tikus, dan katak 
menurut jenisnya 30 dan landak, biawak, dan bengkarung, siput dan bung-
lon. 31 Itulah semuanya yang haram bagimu di antara segala binatang yang 
mengeriap. Setiap orang yang kena kepada binatang-binatang itu sesudah 
binatang-binatang itu mati, menjadi najis sampai matahari terbenam. 32 Dan 
segala sesuatu menjadi najis, kalau seekor yang mati dari binatang-binatang 
itu jatuh ke atasnya: perkakas kayu apa saja atau pakaian atau kulit atau 
karung, setiap barang yang dipergunakan untuk sesuatu apa pun, haruslah 
dimasukkan ke dalam air dan menjadi najis sampai matahari terbenam, 
lalu  menjadi tahir pula. 33 Kalau seekor dari binatang-binatang itu 
jatuh ke dalam sesuatu belanga tanah, maka segala yang ada di dalamnya 
menjadi najis dan belanga itu harus kamu pecahkan. 34 Dalam hal itu segala 
makanan yang boleh dimakan, kalau kena air dari belanga itu, menjadi najis, 
dan segala minuman yang boleh diminum dalam belanga seperti itu, menjadi 
najis. 35 Kalau bangkai seekor dari binatang-binatang itu jatuh ke atas 
sesuatu benda, itu menjadi najis; pembakaran roti dan anglo haruslah 
diremukkan, sebab  semuanya itu najis dan haruslah najis juga bagimu;  
36namun  mata air atau sumur yang memuat air, tetap tahir, sedang  siapa 
yang kena kepada bangkai binatang-binatang itu menjadi najis. 37 jika  
bangkai seekor dari binatang-binatang itu jatuh ke atas benih apa pun yang 
akan ditaburkan, maka benih itu tetap tahir. 38namun  jika  benih itu telah 
dibubuhi air, lalu ke atasnya jatuh bangkai seekor dari binatang-binatang 
itu, maka najislah benih itu bagimu. 39 jika  mati salah seekor binatang 
yang menjadi makanan bagimu, maka siapa yang kena kepada bangkainya
Kitab Imamat 11:20-42 
 721 
menjadi najis sampai matahari terbenam. 40 Dan siapa yang makan dari 
bangkainya itu, haruslah mencuci pakaiannya, dan ia menjadi najis sampai 
matahari terbenam; demikian juga siapa yang membawa bangkainya harus-
lah mencuci pakaiannya, dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam.  
41 Segala binatang yang merayap dan berkeriapan di atas bumi, yaitu  
kejijikan, janganlah dimakan. 42 Segala yang merayap dengan perutnya dan 
segala yang berjalan dengan keempat kakinya, atau segala yang berkaki 
banyak, semua yang termasuk binatang yang merayap dan berkeriapan di 
atas bumi, janganlah kamu makan, sebab  semuanya itu yaitu  kejijikan.     
Di sini ada hukum,  
1. Mengenai serangga-serangga yang bersayap, seperti lalat, tawon, 
lebah, dst. Binatang-binatang ini tidak boleh mereka makan (ay. 
20), dan memang binatang-binantang itu tidak pantas untuk 
dimakan.namun  ada beberapa jenis belalang yang di negeri-negeri 
itu merupakan makanan yang sangat baik, dan banyak diguna-
kan. Yohanes Pembaptis hidup dengan memakannya di padang 
gurun, dan binatang-binatang itu di sini diperbolehkan untuk 
mereka (ay. 21-22).  
2. Mengenai binatang-binatang yang merayap di atas tanah. Semua 
binatang ini dilarang (ay. 29-30, dan lagi, ay. 41-42). Sebab meru-
pakan kutuk kepada ular bahwa dengan perutnyalah ia akan men-
jalar, dan sebab  itu di antara ular dan manusia diadakan per-
musuhan (Kej. 3:15), yang dipertahankan oleh hukum ini. Debu 
yaitu  makanan binatang-binatang yang merayap, dan sebab nya 
binatang-binatang itu tidak pantas dijadikan makanan manusia.  
3. Mengenai bangkai-bangkai dari semua binatang haram ini. 
(1) Setiap orang yang menyentuhnya akan menjadi najis sampai 
matahari terbenam (ay. 24-28). Hukum ini sering kali diulangi, 
untuk menanamkan pada mereka suatu kengerian terhadap 
segala sesuatu yang dilarang, meskipun tidak ada alasan 
khusus untuk larangan itu yang benar-benar tampak, selain 
bahwa itu hanya kehendak sang Pembuat hukum. Bukan 
berarti bahwa binatang-binatang itu harus dipandang sebagai 
binatang yang mencemarkan hati nurani, atau bahwa merupa-
kan dosa terhadap Tuhan untuk menyentuhnya, kecuali itu di-
lakukan dengan menghina hukum Taurat. Dalam banyak 
keadaan, seseorang pasti perlu menyentuhnya, untuk memin-
dahkannya.namun  kenajisan yang berhubungan dengan upa-
caralah yang kena kepada mereka, yang untuk sementara 
waktu melarang mereka untuk masuk ke dalam Kemah Suci, 
atau makan dari makanan-makanan yang kudus, atau bahkan 

 722
sekadar bergaul akrab dengan tetangga-tetangga mereka. Te-
tapi kenajisan itu berlangsung hanya sampai petang hari, un-
tuk menandakan bahwa semua kecemaran yang berhubungan 
dengan upacara akan berakhir dengan kematian Kristus pada 
petang hari dunia ini. Dan kita harus belajar, dengan setiap 
hari memperbaharui pertobatan kita tiap malam atas dosa-
dosa kita sepanjang hari, untuk membersihkan diri kita dari 
kecemaran yang kena kepada kita oleh dosa-dosa itu, supaya 
kita tidak berbaring dalam kenajisan kita. Bahkan ada bina-
tang-binatang haram yang bisa mereka sentuh selagi hidup 
tanpa melanggar kenajisan yang berhubungan dengan tata 
ibadah dan upacara, seperti kuda dan anjing, sebab  mereka 
diperbolehkan memakai nya untuk melayani mereka. Te-
tapi mereka tidak boleh menyentuhnya saat  binatang-bina-
tang itu mati, sebab  mereka tidak boleh memakan dagingnya. 
Dan apa yang tidak boleh dimakan tidak boleh disentuh (Kej. 
3:3).  
(2) Bahkan perkakas-perkakas, atau barang-barang lain yang di 
atasnya binatang-binatang itu jatuh, dengan begitu menjadi 
najis sampai matahari terbenam (ay. 32), dan jika itu yaitu  
belanga-belanga tanah, maka belanga-belanga itu harus dipe-
cahkan (ay. 33). Hal ini mengajar mereka untuk berhati-hati 
menghindari segala sesuatu yang mencemarkan, bahkan da-
lam tindakan-tindakan mereka yang biasa. Bukan hanya per-
kakas-perkakas tempat kudus, melainkan juga setiap kuali di 
Yerusalem dan Yehuda, harus menjadi kudus bagi TUHAN (Za. 
14:20-21). Hukum-hukum yang menyangkut hal-hal ini 
sangatlah ketat, dan pelaksanaannya akan sulit, kita pikir, 
jika segala sesuatu yang di atasnya bangkai curut atau tikus, 
misalnya, jatuh, harus menjadi najis. Dan jika itu yaitu  pem-
bakaran roti, atau anglo, maka semuanya itu harus diremuk-
kan (ay. 35). Pengecualiannya juga sangatlah terinci (ay. 36, 
dst.). Semua ini dirancang untuk melatih mereka agar terus-
menerus hati-hati dan teliti dalam ketaatan mereka, dan 
untuk mengajar kita, yang oleh Kristus dimerdekakan dari 
upacara-upacara yang memberatkan ini, untuk tidak kurang 
waspada dalam perkara-perkara hukum yang lebih berat. Kita 
harus sama tekunnya menjaga jiwa kita yang berharga dari 
kecemaran-kecemaran dosa, dan sama cepatnya membersih-
Kitab Imamat 11:43-47 
 723 
kannya saat  tercemar, seperti mereka menjaga dan member-
sihkan tubuh mereka dan barang-barang rumah tangga mere-
ka dari kecemaran-kecemaran yang berhubungan dengan upa-
cara ibadah. 
Tujuan dari Hukum tentang Makanan  
(11:43-47) 
43 Janganlah kamu membuat dirimu jijik oleh setiap binatang yang merayap 
dan berkeriapan dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya 
itu, sehingga kamu menjadi najis sebab nya. 44 Sebab Akulah TUHAN, 
Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu 
kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan 
setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. 45 Sebab Akulah 
TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi 
Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus. 46 Itulah hukum tentang bina-
tang berkaki empat, burung-burung dan segala makhluk hidup yang berge-
rak di dalam air dan segala makhluk yang mengeriap di atas bumi, 47 yakni 
untuk membedakan antara yang najis dengan yang tahir, antara binatang 
yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak boleh dimakan.”     
Di sini ada,  
I. Penjelasan dari hukum ini, atau kunci untuk membuka artinya 
bagi kita. Hukum itu tidak sekadar dimaksudkan sebagai daftar 
makanan, atau sebagai petunjuk-petunjuk seorang tabib tentang 
aturan makan bagi mereka,namun  Tuhan dengan ini hendak meng-
ajar mereka untuk menyucikan diri mereka dan supaya mereka 
menjadi kudus (ay. 44). Yaitu,  
1. Mereka dengan ini harus belajar untuk membuat perbedaan 
antara yang baik dan yang buruk, dan untuk memandang 
bahwa tidak mungkin apa yang mereka lakukan itu sama saja, 
sebab apa yang mereka makan pun tidaklah sama.  
2. Untuk menjaga pelaksanaan hukum ilahi secara terus-mene-
rus, dan untuk mengatur diri mereka dengan hukum ilahi itu 
dalam semua tindakan mereka, bahkan tindakan-tindakan 
yang biasa, yang harus dilakukan dengan suatu cara yang 
berkenan kepada Tuhan (3Yoh. 6). Bahkan makan dan minum 
harus dilakukan dengan aturan, dan untuk kemuliaan Tuhan 
(1Kor. 10:31).  
3. Untuk membedakan diri mereka dari semua tetangga mereka, 
sebagai umat yang dipisahkan bagi Allah, dan berkewajiban 

 724
untuk tidak hidup seperti bangsa-bangsa kafir. Dan semuanya 
ini yaitu  kekudusan. Demikianlah unsur-unsur dunia ini 
menjadi pengajar dan pengatur mereka (Gal. 4:2-3, KJV), untuk 
membawa mereka kepada apa yang akan menghidupkan kem-
bali keadaan kita yang pertama dalam Adam, dan jaminan dari 
keadaan kita yang terbaik bersama Kristus, yaitu kekudusan, 
yang tanpanya tak seorang pun akan melihat Tuhan. Ini 
memang merupakan rancangan agung dari semua ketetapan, 
supaya dengannya kita dapat menyucikan diri kita sendiri dan 
belajar untuk menjadi kudus. Bahkan hukum tentang makan-
an mereka ini, yang tampaknya turun begitu rendah, ber-
tujuan setinggi itu, sebab merupakan ketetapan hukum sorga, 
di bawah Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru, bahwa 
tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan. Oleh 
sebab itu, peringatan yang diberikan (ay. 43) yaitu , janganlah 
kamu membuat dirimu jijik. Perhatikanlah, dengan bersekutu 
dengan dosa, yang merupakan kejijikan, kita membuat diri 
kita menjadi jijik. Sungguh sengsara orang yang menjijikkan 
dalam pandangan Allah. Dan tak seorang pun menjijikkan 
selain orang-orang yang menjadikan diri mereka sendiri demi-
kian. Para penulis Yahudi sendiri mengemukakan bahwa 
maksud dari hukum ini yaitu  untuk melarang mereka dari 
semua persekutuan melalui pernikahan, atau melalui cara 
lain, dengan bangsa kafir (Ul. 7:2-3). Dan dengan demikian, 
apa yang menyangkut tindakan baik dan buruk dalam hukum 
itu bersifat wajib bagi kita, dengan melarang kita untuk turut 
mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang 
tidak berbuahkan apa-apa. Dan, tanpa kekudusan yang nyata 
dalam hati dan hidup, orang mempersembahkan korban sajian 
seolah-olah ia mempersembahkan darah babi (Yes. 66:3). Dan, 
jika begitu menyulut murka bagi manusia sendiri untuk ma-
kan daging babi, jauh terlebih lagi untuk mempersembahkan 
darah babi di mezbah Allah. Lihat Amsal 15:8. 
II. Alasan-alasan  dari hukum ini. Dan semua alasan itu bersumber 
dari sang Pembuat hukum itu sendiri, yang kepada-Nya kita ha-
rus memberi  penghormatan dalam semua tindakan ketaatan.  
1. Akulah TUHAN, Allahmu (ay. 44). “Oleh sebab itulah engkau 
harus berbuat demikian, dalam ketaatan semata-mata.” Ke-
Kitab Imamat 11:43-47 
 725 
daulatan Tuhan atas kita, dan kepemilikan-Nya atas diri kita, 
mewajibkan kita untuk melakukan apa saja yang diperintah-
kan-Nya kepada kita, betapapun itu bertentangan dengan 
kecenderungan-kecenderungan kita.  
2. Aku ini kudus (ay. 44), dan lagi, (ay. 45). Jika Tuhan itu kudus, 
kita pun harus demikian, sebab kalau tidak, kita tidak dapat 
berharap akan berkenan pada-Nya. Kekudusan-Nya yaitu  
kemuliaan-Nya (Kel. 15:11), dan sebab  itu bait-Nya layak 
kudus untuk sepanjang masa (Mzm. 93:5). Perintah agung ini, 
yang ditegaskan seperti itu, meskipun ditempatkan di sini di 
tengah-tengah hukum-hukum yang dibatalkan, dikutip dan 
ditandai sebagai perintah Injil (1Ptr. 1:16). Dalam Surat Petrus 
disiratkan bahwa semua kekangan yang berhubungan dengan 
upacara ini dirancang untuk mengajar kita, bahwa kita tidak 
boleh menuruti hawa nafsu yang menguasai kita pada waktu 
kebodohan kita (1Ptr. 1:14).  
3. Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah 
Mesir (ay. 45). Inilah alasan mengapa mereka harus tunduk 
dengan gembira pada hukum-hukum yang membedakan-
bedakan itu, sebab  belum lama ini derajat mereka ditinggikan 
secara ajaib dengan perkenanan-perkenanan yang membeda-
kan. Dia yang telah berbuat lebih banyak untuk mereka dari-
pada untuk kaum mana saja sudah sewajarnya mengharap-
kan yang lebih dari mereka. 
III. Penutup dari ketetapan ini: Itulah hukum tentang binatang berkaki 
empat, burung-burung, dst. (ay. 46-47). Hukum ini bagi mereka 
yaitu  ketetapan untuk selama-lamanya, yaitu, selama masa 
penyelenggaraan itu berlangsung.namun  di bawah Injil kita menda-
patinya dicabut secara jelas oleh suara dari sorga kepada Petrus 
(Kis. 10:15), seperti sebelumnya hukum itu sebenarnya sudah 
disingkirkan oleh kematian Kristus, bersama dengan ketetapan-
ketetapan lain yang binasa oleh pemakaian: Jangan jamah ini, 
jangan kecap itu, jangan sentuh ini (Kol. 2:21-22). Dan sekarang 
kita yakin bahwa makanan tidak membawa kita lebih dekat 
kepada Tuhan (1Kor. 8:8), dan bahwa tidak ada sesuatu yang najis 
dari dirinya sendiri (Rm. 14:14), dan juga bukan yang masuk ke 
dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan apa yang keluar 
dari hati (Mat. 15:11). Oleh sebab itu, marilah kita,  

 726
1.  Bersyukur kepada Tuhan bahwa kita tidak berada di bawah kuk 
ini,namun  bahwa bagi kita semua makhluk Tuhan diperboleh-
kan sebagai makanan yang baik, dan tak satu pun boleh 
ditolak.  
2. Berdiri teguh dalam kemerdekaan yang dengannya Kristus 
telah memerdekakan kita, dan berjaga-jaga terhadap ajaran-
ajaran yang melarang orang makan daging, dan dengan demi-
kian hendak menghidupkan Musa kembali (1Tim. 4:3-4).  
3. Menguasai diri secara ketat dan dengan kesadaran hati nurani 
dalam memakai  makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang 
baik yang diperbolehkan untuk kita. Jika hukum Tuhan telah 
memberi kita kemerdekaan, maka marilah kita menaruh ke-
kangan-kekangan pada diri kita sendiri, dan janganlah pernah 
makan tanpa rasa takut, supaya jangan sampai meja kita 
menjadi suatu jerat bagi kita. Taruhlah sebuah pisau pada 
lehermu, bila besar nafsumu! Dan jangan ingin akan makanan 
yang lezat atau beraneka ragam (Ams. 23:2-3). Alam puas 
dengan sedikit, anugerah dengan yang kurang,namun  nafsu 
tidak puas dengan apa pun. 
 
 
 
 
PASAL 12  
etelah hukum-hukum tentang makanan yang halal dan haram, 
sekarang ada hukum-hukum tentang orang-orang yang tahir dan 
najis. Dan yang pertama dalam pasal ini yaitu  tentang kenajisan 
kaum perempuan sesudah  melahirkan, menurut peraturan upacara 
(ay. 1-5). Dan tentang pentahiran mereka dari kenajisan itu (ay. 6, 
dst.). 
Pentahiran Perempuan yang Baru Melahirkan 
(12:1-5)  
1 TUHAN berfirman kepada Musa, demikian: 2 “Katakanlah kepada orang 
Israel: jika  seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki, 
maka najislah ia selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia bercemar 
kain ia najis. 3 Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit 
khatan anak itu. 4 Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu 
harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena 
kepada sesuatu apa pun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat 
kudus, sampai sudah genap hari-hari pentahirannya. 5namun  jikalau ia 
melahirkan anak perempuan, maka najislah ia selama dua minggu, sama 
seperti pada waktu ia bercemar kain; selanjutnya enam puluh enam hari 
lamanya ia harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas. 
Di sini hukum Taurat menyatakan bahwa perempuan yang baru 
melahirkan yaitu  najis menurut peraturan upacara. Orang-orang 
Yahudi berkata, “Hukum itu meluas bahkan sampai pada penggugur-
an kandungan, jika janin sudah terbentuk dengan begitu rupa hingga 
jenis kelaminnya dapat diketahui.”  
1.  Ada pemisahan yang ketat selama beberapa waktu segera sesudah  
melahirkan, yang berlanjut selama tujuh hari untuk anak laki-
laki dan empat belas hari untuk anak perempuan (ay. 2, 5). 
Selama waktu itu, ia dipisahkan dari suami dan teman-temannya, 
dan orang-orang yang harus mengurusnya menjadi najis menurut 

 728
peraturan upacara. Inilah salah satu alasan mengapa anak laki-
laki tidak disunat sebelum hari kedelapan, sebab  anak itu ikut 
terkena kecemaran ibunya selama waktu pemisahannya.  
2. Juga ada waktu yang lebih lama yang ditetapkan untuk pentahir-
an mereka. Tiga puluh tiga hari lagi (empat puluh hari seluruh-
nya) jika anak yang dilahirkan yaitu  laki-laki, dan dua kali lipat 
dari itu jika anaknya perempuan (ay. 4-5). Selama waktu ini, 
mereka hanya dipisahkan dari tempat kudus dan dilarang makan 
dari makanan Paskah, atau korban keselamatan, atau, jika ia 
yaitu  seorang istri imam, ia dilarang makan dari sesuatu apa 
pun yang kudus bagi Tuhan. Mengapa waktu untuk pemisahan 
dan pentahiran dua kali lipat lebih lama untuk anak perempuan 
dibandingkan  untuk anak laki-laki? Saya tidak bisa memberi  
alasan apa pun untuk itu kecuali bahwa itu yaitu  kehendak 
sang Pembuat hukum. Dalam Kristus Yesus tidak ada pembedaan 
antara laki-laki dan perempuan (Gal. 3:28; Kol. 3:11).namun  kena-
jisan menurut peraturan upacara yang dikenakan oleh hukum 
Taurat kepada perempuan yang bersalin yaitu  untuk melam-
bangkan kecemaran dosa yang di dalamnya kita semua dikan-
dung dan dilahirkan (Mzm. 51:7). Sebab, jika akarnya tidak 
murni, maka demikian juga dengan rantingnya. Siapa dapat 
mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seandainya dosa tidak 
masuk, maka tidak ada hal lain selain kemurnian dan kehor-
matan yang menyertai semua hasil perkembangbiakan dari berkat 
yang agung itu, yaitu beranakcuculah dan bertambah banyak. 
Tetapi sebab  sekarang kodrat manusia merosot, maka pengem-
bangbiakkan kodrat itu berada di bawah tanda-tanda kehinaan 
ini, sebab  dosa dan kebobrokan yang dikembangbiakkan bersa-
manya, dan sebagai ingatan akan kutukan terhadap perempuan 
yang pertama kali melakukan pelanggaran. Bahwa dengan kesa-
kitan (dan kepadanya ditambahkan lebih jauh di sini, dengan 
kehinaan) ia akan melahirkan anaknya. Sang perempuan dikucil-
kan selama berhari-hari dari tempat kudus, dan dari semua 
keikutsertaan dalam segala sesuatu yang kudus. Ini menandakan 
bahwa kebobrokan kita yang semula (dosa yang memicu  
dosa lain, yang kita bawa ke dalam dunia bersama kita) akan 
mengucilkan kita untuk selama-lamanya dari kesempatan untuk 
menikmati Tuhan dan perkenanan-perkenanan-Nya, seandainya Ia 
tidak dengan penuh rahmat menyediakan pentahiran bagi kita. 
Kitab Imamat 12:6-8 
 729 
Korban bagi Perempuan yang Sudah Melahirkan  
(12:6-8) 
6 Bila sudah genap hari-hari pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau 
anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun 
sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung 
tekukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan, dengan 
menyerahkannya kepada imam. 7 Imam itu harus mempersembahkannya ke 
hadapan TUHAN dan mengadakan pendamaian bagi perempuan itu. Demi-
kianlah perempuan itu ditahirkan dari leleran darahnya. Itulah hukum 
tentang perempuan yang melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan.  
8namun  jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan seekor kambing atau 
domba, maka haruslah ia mengambil dua ekor burung tekukur atau dua 
ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai korban bakaran dan yang 
seekor lagi sebagai korban penghapus dosa, dan imam itu harus mengada-
kan pendamaian bagi perempuan itu, maka tahirlah ia.” 
Seorang perempuan yang sudah melahirkan, saat  waktu yang 
ditetapkan baginya untuk kembali ke tempat kudus telah tiba, tidak 
boleh datang ke sana dengan tangan hampa,namun  harus membawa 
persembahan-persembahannya (ay. 6), berupa  
1.  Korban bakaran. Seekor domba jika ia mampu, dan jika ia miskin, 
seekor merpati. Korban ini harus dipersembahkannya dengan 
penuh syukur kepada Tuhan atas belas kasihan-Nya kepada dia, 
dalam membawanya dengan selamat melewati rasa sakit saat  
mengandung dan segala bahaya dalam persalinan. Dengan kor-
ban itu pula ia mengucap syukur dengan menaikkan keinginan 
dan harapan-harapan akan perkenanan Tuhan untuk selanjutnya 
bagi dia maupun bagi anaknya. saat  seorang anak lahir, ada 
sukacita dan ada harapan, dan sebab  itu pantaslah untuk mem-
bawa persembahan ini, yang biasa dilakukan semua orang. Sebab 
saat  ada yang membuat kita bersukacita, maka kita harus 
bersyukur untuk itu, dan saat  ada yang kita harapkan, maka 
haruslah kita doakan.namun , di samping korban ini,  
2. Ia harus mempersembahkan korban penghapus dosa, yang harus 
sama untuk orang miskin dan orang kaya, yaitu seekor burung 
tekukur atau seekor anak burung merpati. Sebab, perbedaan apa 
pun yang mungkin ada antara orang kaya dan orang miskin dalam 
korban-korban pengakuan, korban penebusan yaitu  sama untuk 
kedua-duanya. Korban penghapus dosa ini dimaksudkan,  
(1) Untuk merampungkan pentahirannya dari kenajisan menurut 
peraturan upacara, yang meskipun tidak mengandung dosa di 

 730
dalam dirinya sendiri, namun merupakan perlambang dari 
kecemaran kesusilaan. Atau,  
(2) Untuk membuat penebusan atas apa yang benar-benar meru-
pakan dosa, apakah itu keinginan yang berlebihan akan ber-
kat untuk mendapat anak, ataupun ketidakpuasan atau keti-
daksabaran dalam menanggung rasa sakit saat  melahir-
kan. Hanya oleh Kristuslah, sang korban penghapus dosa yang 
agung, kebobrokan kodrat kita dihapuskan, dan berkat korban 
itulah kita tidak dikucilkan selama-lamanya dari tempat ku-
dus, dan dari memakan sesuatu apa pun yang kudus. Menu-
rut hukum ini, kita mendapati bahwa ibu dari Tuhan kita yang 
terpuji, meskipun Tuhan kita tidak dikandung dalam dosa 
seperti orang lain, menggenapi hari-hari pentahirannya. Dan 
lalu  ia mempersembahkan anaknya kepada Tuhan, 
sebagai anak sulung, dan membawa persembahannya sendiri, 
yaitu sepasang burung tekukur (Luk. 2:22-24). Begitu miskin-
nya orangtua Kristus hingga mereka tidak mampu membawa 
seekor domba sebagai korban bakaran. Dan begitu sejak dini 
Kristus takluk kepada hukum Taurat, untuk menebus mereka 
yang takluk kepada hukum Taurat. Ajaran tentang kebajikan 
dalam hukum ini mewajibkan kaum perempuan yang telah 
menerima belas kasihan Allah, dalam melahirkan anak, untuk 
mengakui dengan segenap rasa syukur kebaikan Tuhan kepada 
mereka, dengan mengakui bahwa mereka tidak layak untuk 
mendapat kebaikan itu. Dan (yang merupakan pentahiran ter-
baik untuk kaum perempuan yang sudah diselamatkan dalam 
melahirkan anak [1Tim. 2:15]), mereka berkewajiban untuk 
bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala 
kesederhanaan. Sebab hal ini akan lebih berkenan kepada 
Tuhan dibandingkan  burung tekukur atau anak burung merpati. 
 
 
 
PASAL 1 3  
enajisan menurut peraturan upacara berikutnya yaitu  penyakit 
kusta. Mengenai hal ini, hukumnya sangat luas dan terperinci. 
Kita bisa mendapati uraiannya dalam pasal ini, dan uraian tentang 
pentahiran penderita kusta di pasal berikutnya. Hampir tidak ada hal 
lain di seluruh hukum Lewi yang mengambil tempat penjelasan seba-
nyak penyakit ini. 
I.  Di sini diberikan peraturan yang harus digunakan imam un-
tuk menilai apakah seseorang menderita kusta atau tidak, 
sesuai gejala yang terlihat. 
1. Jika gejalanya berupa pembengkakan, bintil-bintil atau 
bercak panau (ay. 1-17). 
2.  Jika gejalanya berupa barah (ay. 18-23). 
3.  Jika gejalanya berupa lecur atau peradangan (ay. 24-28). 
4.  Jika penyakit itu ada pada kepala atau janggut (ay. 
29-37). 
5.  Jika gejalanya berupa panau (ay. 38-39). 
6.  Jika gejala itu ada pada kepala yang botak (ay. 40-44). 
II. Petunjuk diberikan tentang bagaimana penderita kusta itu 
harus diasingkan (ay. 45-46). 
III. Peraturan perihal penyakit kusta yang menempel pada pakai-
an (ay. 47, dst.) 
Hukum tentang Penyakit Kusta 
(13:1-17) 
1 TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: 2 “jika  pada kulit badan 
seseorang ada bengkak atau bintil-bintil atau panau, yang mungkin menjadi 
penyakit kusta pada kulitnya, ia harus dibawa kepada imam Harun, atau 

 732
kepada salah seorang dari antara anak-anaknya, imam-imam itu. 3 Imam ha-
ruslah memeriksa penyakit pada kulit itu, dan kalau bulu di tempat penyakit 
itu sudah berubah menjadi putih, dan penyakit itu kelihatan lebih dalam dari 
kulit, maka itu penyakit kusta; kalau imam melihat hal itu, haruslah ia 
menyatakan orang itu najis. 4namun  jikalau yang ada pada kulitnya itu 
hanya panau putih dan tidak kelihatan lebih dalam dari kulit, dan bulunya 
tidak berubah menjadi putih, imam harus mengurung orang itu tujuh hari 
lamanya. 5 Pada hari yang ketujuh haruslah imam memeriksa dia; bila 
menurut penglihatannya penyakit itu masih tetap dan tidak meluas pada 
kulit, imam harus mengurung dia tujuh hari lagi untuk kedua kalinya.  
6 lalu  pada hari yang ketujuh haruslah imam memeriksa dia untuk 
kedua kalinya; bila penyakit itu menjadi pudar dan tidak meluas pada kulit, 
imam harus menyatakan dia tahir; itu hanya bintil-bintil. Orang itu harus 
mencuci pakaiannya dan ia menjadi tahir. 7namun  jikalau bintil-bintil itu 
memang meluas pada kulit, sesudah ia minta diperiksa oleh imam untuk 
dinyatakan tahir, haruslah ia minta diperiksa untuk kedua kalinya. 8 Kalau 
menurut pemeriksaan imam bintil-bintil itu meluas pada kulit, imam harus 
menyatakan dia najis; itu penyakit kusta. 9 jika  seseorang kena kusta, ia 
harus dibawa kepada imam. 10 Kalau menurut pemeriksaan imam pada 
kulitnya ada bengkak yang putih, yang mengubah bulunya menjadi putih, 
dan ada daging liar timbul pada bengkak itu, 11 maka kusta idapanlah yang 
ada pada kulitnya. Imam harus menyatakan dia najis dengan tidak usah 
mengurung dia, sebab  orang itu memang sudah najis. 12 Jikalau kusta itu 
timbul di mana-mana pada kulit, sehingga menutupi seluruh kulit orang 
sakit itu, dari kepala sampai kakinya, seberapa dapat dilihat oleh imam, 13 
dan kalau menurut pemeriksaannya kusta itu menutupi seluruh tubuh 
orang itu, maka ia harus dinyatakan tahir oleh imam; ia seluruhnya telah 
berubah menjadi putih, jadi ia tahir. 14namun  pada waktu ada tampak daging 
liar padanya, najislah ia. 15 Kalau daging liar itu dilihat oleh imam, ia harus 
menyatakan orang itu najis, sebab  daging liar itu najis, dan itu penyakit 
kusta. 16 Atau jika  daging liar itu susut dan berubah menjadi putih, 
haruslah orang itu datang kepada imam. 17 Kalau menurut pemeriksaannya 
penyakit itu telah berubah menjadi putih, haruslah imam menyatakan orang 
itu tahir; memang ia tahir. 
I. Mengenai tanda kusta ini , kita dapat mengamati secara 
umum, 
1. Bahwa tanda ini lebih berupa kenajisan dibandingkan  penyakit. 
Atau, setidaknya, hukum menganggapnya demikian, dan oleh 
sebab  itu tidak dibutuhkan tabibnamun  imam untuk mena-
nganinya. Kristus dikatakan mentahirkan penderita kusta dan 
bukan menyembuhkan mereka. Kita tidak mendengar perihal 
siapa pun yang meninggal akibat penyakit kusta. Mereka lebih 
bisa disebut terkubur hidup-hidup oleh penyakit ini, sebab  
membuat mereka tidak layak bergaul dengan siapa pun selain 
dengan orang-orang yang juga menderita penyakit itu. Akan 
tetapi, ada cerita turun temurun bahwa Firaun, yang berusaha 
membunuh Musa, merupakan orang pertama yang terkena 
penyakit ini, dan akhirnya meninggal sebab nya. Disebutkan 
Kitab Imamat 13:1-17 
 733 
bahwa penyakit ini pertama muncul di Mesir, dan dari sana 
menyebar ke Aram. Musa juga sangat tahu tentang penyakit 
ini. saat  ia memasukkan tangan ke balik bajunya lalu  
mengeluarkannya lagi, tangan itu sudah terkena kusta. 
2. Bahwa tanda penyakit ini langsung terjadi sebab  perbuatan 
tangan Allah, dan bukan sebab  penyebab alami seperti hal-
nya penyakit-penyakit lain, dan sebab  itu harus ditangani 
sesuai hukum ilahi. Penyakit kusta yang diderita Miryam, 
Gehazi, dan raja Uzia, merupakan hukuman atas dosa-dosa 
tertentu. Jika secara umum memang demikian halnya, maka 
tidaklah mengherankan jika  begitu banyak perhatian dicu-
rahkan untuk membedakannya dari suatu penyakit menular 
lain yang umum terjadi. Tujuannya yaitu  supaya tidak se-
orang pun dianggap tertimpa murka ilahi, selain mereka yang 
memang benar-benar tertimpa. 
3. Bahwa penyakit itu tidak dikenal di dunia dewasa ini. Apa 
yang biasa kita sebut penyakit kusta sekarang, cukup berbeda 
dengan yang disebut di sini. Sepertinya kusta zaman dulu ini 
ada sebagai hukuman khusus bagi orang-orang berdosa pada 
masa dan tempat-tempat dulu itu. Orang Yahudi memelihara 
kebiasaan menyembah berhala yang mereka pelajari di Mesir, 
dan oleh sebab itu Tuhan dengan adil menyebabkan kusta ini 
bersama penyakit-penyakit lainnya dari Mesir juga mengikuti 
mereka. Namun demikian, kita membaca tentang Naaman, 
orang Aram, yang juga terkena kusta (2Raj. 5:1). 
4. Bahwa ada gejala-gejala lain di tubuh yang sangat mirip 
dengan penyakit kustanamun  ternyata bukan, yang dapat 
membuat orang merasa kesakitan dan tampak menjijikkan, 
namun tidak dinyatakan najis menurut peraturan upacara 
ibadah. Memang tepat jika  tubuh kita disebut tubuh yang 
kotor, sebab di dalamnya ada benih-benih dari berbagai 
penyakit yang menyebabkan begitu banyak orang hidup dalam 
kepahitan. 
5. Bahwa pemeriksaan penyakit ini diserahkan kepada para 
imam. Pada masa dulu itu, penderita kusta dipandang sebagai 
orang yang ternoda oleh keadilan Allah, dan oleh sebab  itu 
diserahkan kepada hamba-hamba-Nya, yakni para imam, yang 
dapat dianggap paling mengenali tanda-Nya, untuk menyata-
kan siapa yang menderita kusta dan siapa yang tidak. Semua 

 734
orang Yahudi berkata, “Setiap imam, yang meskipun tidak 
mampu melayani tempat kudus sebab  menderita cacat, boleh 
menilai penyakit kusta, asalkan cacat itu tidak ada pada 
matanya.” Menurut mereka, “Ia juga boleh mengajak orang 
awam untuk membantunya dalam melakukan penilaian itu, 
tetapi sang imam sendirilah yang harus menyampaikan peni-
laiannya itu.“ 
6. Bahwa penyakit ini merupakan perlambangan dari pencemar-
an akhlak pada akal budi manusia oleh sebab  dosa, yang 
merupakan penyakit kusta pada jiwa, yang mengotori hati 
nurani, yang hanya dapat ditahirkan oleh Kristus. Sebab, 
dalam hal ini kuasa kasih karunia-Nya melebihi kuasa 
keimaman yang hanya ditetapkan menurut hukum Taurat. 
Imam hanya dapat menyatakan penderita kusta itu bersalah 
(sebab melalui hukumlah orang tahu tentang dosa),namun  
Kristus mampu menyembuhkan si penderita kusta dan meng-
hapus dosanya. Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan 
aku, hal yang lebih dari apa yang mampu dilakukan para 
imam (Mat. 8:2). Ada yang berpendapat penyakit kusta itu 
tidak menandakan apa yang secara umum disebut dosa, yang 
memisahkan manusia dari Tuhan (sebab  bercak noda mereka 
bukanlah bercak anak-anak Allah), dan apa yang disebut dosa 
memalukan sehingga manusia harus diasingkan dari kumpul-
an orang beriman. Menilai keadaan rohani kita sungguh meru-
pakan hal yang sangat penting namun juga sangat sulit. 
Sungguh sangat beralasan bagi kita untuk menaruh curiga 
pada diri sendiri dan menyadari adanya luka dan noda pada 
diri kita. Namun persoalannya yaitu , apakah hal itu menan-
dakan kenajisan atau tidak. Seseorang bisa saja menderita 
bintil-bintil (ay. 6), namun dinyatakan tahir, sebab  orang-
orang terbaik pun memiliki kelemahan masing-masing. Na-
mun, sebagaimana ada tanda-tanda yang menunjukkan 
adanya penyakit kusta, demikian juga ada sifat pahit 
seperti pada empedu. Dan tugas para pelayan Allah-lah untuk 
menyampaikan penilaian perihal penyakit kusta itu dan mem-
bantu mereka yang merasa dirinya menghadapi pencobaan 
menyangkut keadaan rohani mereka, untuk memohon ampun 
atas dosanya atau terus ada dalam dosa itu. Itulah sebabnya 
dikatakan bahwa kunci kerajaan sorga diberikan kepada para 
Kitab Imamat 13:1-17 
 735 
pelayan Allah, sebab  merekalah yang memisahkan antara hal 
yang berharga dan yang kotor; menilai siapa saja yang layak 
disebut tahir sehingga dapat mengambil bagian dalam hal-hal 
kudus dan siapa yang disebut najis sehingga harus dipisahkan 
dari hal-hal yang kudus itu.  
II. Di sini beberapa peraturan ditetapkan untuk menjadi petunjuk 
bagi imam. 
1. Jika bercaknya tidak kelihatan lebih dalam dari kulit, diharap-
kan bahwa ia tidak menderita penyakit kusta (ay. 4). Namun, 
jika  kelihatan lebih dalam dari kulit, maka orang itu harus 
dinyatakan najis (ay. 3). Kelemahan yang disertai kasih karu-
nia tidak akan menembus ke dalam jiwa,namun  akal budi ma-
sih melayani hukum Allah, sedang  batin suka akan hukum 
Tuhan (Rm. 7:22, 26). Namun, bila masalahnya lebih parah 
dibandingkan  yang terlihat, dan bagian dalam sudah terjangkit, 
maka keadaannya sungguh parah. 
2. Jika penyakit itu masih tetap dan tidak meluas, maka itu bu-
kanlah penyakit kusta (ay. 4-5). Sebaliknya, jika penyakit itu 
memang meluas pada kulit, dan terus seperti itu sesudah 
diperiksa beberapa kali, maka keadaannya memang parah (ay. 
7-8). Jika manusia tidak menjadi bertambah buruk dan per-
jalanan dosa serta kecemaran mereka dihentikan, maka diha-
rapkan mereka akan menjadi bertambah baik. Sebaliknya, bila 
dosa menjadi hal biasa dan semakin buruk saja, maka mereka 
akan semakin merosot. 
3. Bila ada  daging liar timbul pada bengkak itu, imam tidak 
perlu menunggu lebih lama lagi, sebab  itu memang benar 
penyakit kusta (ay. 10-11). Demikianlah, tidak ada tanda yang 
lebih pasti mengenai keburukan rohani seseorang dibandingkan  
hati yang membengkak menjadi sombong, menjadi percaya 
pada kedagingan, serta menolak teguran firman Tuhan dan 
upaya keras Roh Kudus. 
4. jika  gejala kusta itu menutupi seluruh kulit orang sakit itu, 
mulai dari kepala sampai kaki, maka itu bukanlah penyakit 
kusta (ay. 12-13). Sebab, sudah terbukti bahwa bagian-bagian 
tubuh terpenting ternyata sehat dan kuat, dan alam ikut 
bekerja membuang segala sesuatu yang bersifat membebani 
dan merusak. Masih ada harapan jika  penyakit cacar 

 736
seseorang sembuh. Jadi jika  manusia mengakui dosa-
dosanya dengan jujur dan tidak menyembunyikannya, maka 
tidak ada bahaya bagi orang itu dibandingkan dengan orang 
yang menutup-nutupi dosa mereka. Beberapa orang menarik 
kesimpulan dari hal ini, bahwa ada lebih banyak harapan bagi 
orang duniawi dibanding bagi orang munafik. Para pemungut 
cukai dan perempuan sundal memasuki kerajaan sorga men-
dahului para ahli Taurat dan orang Farisi. Dalam satu hal, 
letupan gairah yang terjadi tiba-tiba, meskipun cukup buruk, 
tidak begitu berbahaya seperti halnya kebencian yang ditutup-
tutupi. Ada pula yang menafsirkan, bahwa jika  kita meng-
hakimi diri sendiri, maka kita tidak akan dihakimi. Bila kita 
melihat dan mengakui bahwa tidak ada yang sehat pada 
daging kita sebab  dosa, maka kita akan mendapat kasih 
TUHAN. 
5. Imam harus mengambil waktu dalam membuat penilaiannya, 
dan tidak memutuskan dengan gegabah. Jika gejalanya tam-
pak mencurigakan, ia harus mengurung orang itu tujuh hari 
lamanya, dan lalu  tujuh hari lagi, supaya penilaiannya 
dapat berlangsung secara jujur. Hal ini mengajari semua orang, 
baik hamba Tuhan maupun umat, agar tidak terburu-buru 
mengecam orang, ataupun menghakimi sebelum waktunya. 
Jika dosa beberapa orang seakan-akan mendahului mereka ke 
pengadilan, maka dosa-dosa orang lain baru menjadi nyata 
lalu , dan begitu pula perbuatan baik mereka. Oleh kare-
na itu, jangan biarkan apa pun dikerjakan dengan segera 
(1Tim. 5:22, 24-25). 
6. jika  orang yang diduga sakit kusta itu ternyata tahir, ia 
tetap harus mencuci pakaiannya (ay. 6), sebab ia telah dicuri-
gai, dan di dalam dirinya ada alasan yang mendasari 
kecurigaan tadi. Bahkan orang hukuman yang telah dibebas-
kan pun harus berlutut. Kita perlu disucikan dari noda kita di 
dalam darah Kristus, meskipun ini bukanlah noda penyakit 
kusta. Sebab siapa yang dapat berkata, aku tidak berbuat 
dosa? meskipun ada juga yang sebab  kasih karunia menjadi 
tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar. 
 
Kitab Imamat 13:18-37 
 737 
Hukum tentang Penyakit Kusta 
(13:18-37)  
18 jika  pada kulit seseorang ada barah yang telah sembuh, 19namun  di 
tempat barah itu timbul bengkak yang putih atau panau yang putih keme-
rah-merahan, haruslah orang itu minta diperiksa oleh imam. 20 Kalau menu-
rut pemeriksaannya panau itu kelihatan lebih dalam dari pada kulit dan 
bulunya telah berubah menjadi putih, maka imam harus menyatakan orang 
itu najis, sebab  penyakit kustalah yang timbul di dalam barah itu. 21namun  
jikalau panau itu diperiksa oleh imam dan ternyata tidak ada bulu yang 
putih padanya, dan tidak lebih dalam dari pada kulit, malahan pudar, imam 
harus mengurung orang itu tujuh hari lamanya. 22 Dan jikalau panau itu 
memang meluas pada kulit, imam harus menyatakan dia najis; itu penyakit 
kusta. 23namun  jikalau panau itu masih tetap dan tidak meluas, maka itu 
bekas barah, dan imam harus menyatakan orang itu tahir. 24 Atau jika  
pada kulit seseorang ada lecur sebab  api dan daging liar yang timbul pada 
lecur itu menjadi panau yang putih kemerah-merahan atau putih, 25 maka 
imam harus memeriksa panau itu; bila ternyata bulu pada panau itu 
berubah menjadi putih dan panau itu kelihatan lebih dalam dari kulit, maka 
yang timbul di dalam lecur itu yaitu  penyakit kusta, dan imam harus 
menyatakan orang itu najis; itu penyakit kusta. 26namun  jikalau menurut 
pemeriksaannya tidak ada pada panau itu bulu yang putih dan panau itu 
tidak lebih dalam dari pada kulit, malahan pudar, imam harus mengurung 
orang itu tujuh hari lamanya. 27 Pada hari yang ketujuh imam harus meme-
riksa lagi dia; jikalau panau itu memang meluas pada kulit, maka haruslah 
imam menyatakan dia najis, itu penyakit kusta. 28namun  jikalau panau itu 
masih tetap dan tidak meluas pada kulit, malahan pudar, maka itu bengkak 
lecur dan imam harus menyatakan dia tahir, sebab itu bekas lecur. 29 jika  
seorang laki-laki atau perempuan mendapat penyakit pada kepala atau pada 
janggut, 30 imam harus memeriksa penyakit itu; bila itu kelihatan lebih 
dalam dari kulit, dan ada padanya rambut halus yang kuning, maka imam 
harus menyatakan orang itu najis, sebab  itu kudis kepala, yakni kusta 
kepala atau kusta janggut. 31 Dan jika  menurut pemeriksaannya penyakit 
kudis itu tidak kelihatan lebih dalam dari kulit dan tidak ada padanya 
rambut yang hitam, maka imam harus mengurung orang yang kena penyakit 
kudis itu tujuh hari lamanya. 32 Pada hari yang ketujuh imam harus 
memeriksa penyakit itu; bila ternyata kudis itu tidak meluas dan tidak ada 
rambut yang kuning padanya, dan kudis itu tidak kelihatan lebih dalam dari 
kulit, 33 maka orang itu harus bercukur, hanya tempat kudis itu tidak boleh 
dicukurnya. Lalu imam harus mengurung orang yang kena kudis itu untuk 
kedua kalinya tujuh hari lagi. 34 lalu  pada hari yang ketujuh imam 
harus memeriksa lagi kudis itu; bila ternyata, kudis itu tidak meluas pada 
kulit, dan tidak kelihatan lebih dalam dari kulit, maka imam harus menyata-
kan orang itu tahir, dan ia harus mencuci pakaiannya dan ia menjadi tahir. 
35namun  jikalau kudis itu memang meluas pada kulit, sesudah ia dinyatakan 
tahir, 36 dan menurut pemeriksaan imam kudis itu meluas pada kulit, maka 
imam tidak usah lagi mencari rambut yang kuning, memang orang itu najis. 
37namun  jikalau menurut penglihatan imam kudis itu masih tetap, dan ada 
rambut hitam tumbuh pada kudis itu, maka kudis itu sudah sembuh, dan 
orang itu tahir, dan imam harus menyatakan dia tahir. 
Di sini imam diberi petunjuk tentang penilaian apa yang harus di-
buatnya jika  terlihat gejala penyakit kusta, 

 738
1.  Baik berupa barah lama maupun bisul yang sudah sembuh (ay. 
18, dst.). jika  barah lama yang tampaknya sudah sembuh 
muncul kembali, maka dikhawatirkan bahwa di dalamnya ada 
penyakit kusta. Demikian juga ada bahaya jika  orang 
yang telah melepaskan diri dari kecemaran dunia,namun  terlibat 
lagi di dalamnya. Atau, 
2. Berupa luka bakar, sebab ini sepertinya penyakit kusta (ay. 24, 
dst.). Panasnya perselisihan dan perbantahan sering kali meng-
akibatkan munculnya serta pecahnya kecemaran yang memper-
lihatkan kepada orang bahwa mereka cemar. 
3. Berupa kudis. Dalam hal ini, biasanya penilaian diarahkan ke-
pada gejala yang tampak sangat sepele. Jika rambut yang tumbuh 
di bagian itu hitam, itu merupakan tanda bahwa orang ini  
sehat. Bila berwarna kuning, ini merupakan gejala penyakit kusta 
(ay. 30-37). Aturan-aturan lain dalam kejadian-kejadian ini sama 
dengan yang sudah disebutkan sebelum ini. Sementara membaca 
berbagai jenis penyakit ini, alangkah baiknya jika  kita, 
1. Meratapi keadaan hidup manusia yang penuh dengan bencana 
dan terpapar pada begitu banyak kepedihan. Betapa banyak 
penyakit yang merundung kita dari mana-mana, dan semua 
ini masuk dalam hidup kita oleh sebab  dosa. 
2. Mengucap syukur kepada Tuhan jika Ia tidak pernah merun-
dung kita dengan penyakit-penyakit yang pedih ini. Jika ke-
adaan jasmani dalam keadaan sehat, dan tubuh bugar dan 
nyaman, sudah sepatutnya kita memuliakan Tuhan dengan 
tubuh kita. 
Hukum tentang Penyakit Kusta 
(13:38-46) 
38 jika  pada kulit seorang laki-laki atau perempuan ada panau-panau, 
yakni panau-panau yang putih, 39 imam harus melakukan pemeriksaan; bila 
ternyata pada kulitnya ada panau-panau pudar dan putih, maka hanya 
kuraplah yang timbul pada kulitnya dan orang itu tahir. 40 jika  rambut 
kepala seorang laki-laki meluruh, dan ia hanya menjadi botak, ia tahir.  
41 Jikalau rambutnya meluruh pada sebelah mukanya, dan ia menjadi botak 
sebelah depan, ia tahir. 42namun  jika  pada kepala yang botak itu, sebelah 
atas atau sebelah depan, ada penyakit yang putih kemerah-merahan, maka 
penyakit kustalah yang timbul pada bagian kepala yang botak itu. 43 Lalu 
imam harus memeriksa dia; bila ternyata bahwa bengkak pada bagian kepala 
yang botak itu putih kemerah-merahan, dan kelihatannya seperti kusta pada 
kulit, 44 maka orang itu sakit kusta, dan ia najis, dan imam harus menyata-
Kitab Imamat 13:38-46 
 739 
kan dia najis, sebab  penyakit yang di kepalanya itu. 45 Orang yang sakit 
kusta harus berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia 
harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis! 46 Selama ia 
kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, 
di luar perkemahan itulah tempat kediamannya. 
Di sini ada , 
I. beberapa  ketentuan supaya jangan sampai kurap ataupun kepala 
yang botak keliru disangka penyakit kusta (ay. 38-41). Setiap 
kelainan tidak boleh langsung disebut sebagai najis menurut 
upacara keagamaan. Elisa pernah diejek sebab  kepalanya yang 
botak (2Raj. 2:23). Namun, anak-anak Betel itu tidak tahu tentang 
hukuman Allah, yang menganggap ejekan itu sebagai celaan 
terhadap diri-Nya. 
II. Gejala tertentu yang menentukan penyakit kusta jika pada suatu 
saat  muncul pada kepala yang botak, maka imam harus menya-
takan dia najis, sebab  penyakit yang di kepalanya itu (ay. 44). 
jika  kusta dosa telah merasuki kepala, jika kemampuan un-
tuk menilai yang baik dan tidak baik sudah cemar, dan asas-asas 
kejahatan yang menyetujui dan mendukung perbuatan jahat 
dipeluk, maka ini benar-benar merupakan kenajisan, yang dari-
nya hanya ada sedikit orang saja yang sungguh-sungguh ditahir-
kan. Bila iman sehat walafiat, maka itu mencegah kusta mema-
suki kepala, dan mencegah hati nurani menjadi rusak. 
III. Pengarahan mengenai apa yang harus dilakukan terhadap orang 
yang dinilai menderita sakit kusta. sesudah  dengan pertimbangan 
yang matang imam menyatakan seseorang najis, maka 
1. Orang itu juga harus menyatakan dirinya sendiri najis (ay. 45). 
Ia harus bersikap sebagai orang yang berduka dan berseru-
seru, Najis! Najis! Penyakit kusta itu sendiri bukanlah dosa, 
melainkan sebuah tanda menyedihkan dari kegusaran Tuhan 
dan penderitaan mendalam bagi orang yang menderita penya-
kit itu. Hal ini merupakan aib bagi namanya, menghentikan 
kegiatannya di dunia, menjauhkannya dari hubungan dengan 
teman-teman dan kerabatnya. Ia dibuang sampai ia tahir 
kembali, serta dikucilkan dari tempat kudus. Sebagai akibat-
nya, ini menghancurkan seluruh kesenangan yang bisa diper-
olehnya di dunia ini. Heman sepertinya menderita penyakit 

 740
kusta atau mengalami keadaan memilukan dari seorang pen-
derita kusta (Mzm. 88:9, dst.) Oleh sebab itu, si penderita 
kusta harus, 
(1) Merendahkan diri di bawah tangan perkasa Allah, dan 
tidak bersikeras bahwa ia tahir, saat  imam telah me-
nyatakan dirinya najis. Sebaliknya, ia harus membenarkan 
Tuhan atas keadaannya itu dan menanggung kesalahannya 
sendiri. Ia harus menyatakan hal ini dengan berpakaian 
yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia harus 
menutupi mukanya. Semua ini merupakan tanda aib dan 
keadaan yang tidak waras, rasa jijik luar biasa terhadap 
diri sendiri dan rasa rendah diri. Semuanya ini merupakan 
pengungkapan dari penghakiman diri. Demikianlah kita 
harus menanggung aib diri sendiri, dan dengan hancur hati 
menyebut diri Najis! Najis, hati najis, hidup najis, najis 
sebab  kecemaran asali, najis sebab  pelanggaran yang 
diperbuat sendiri. Kita harus menyebut diri sendiri najis, 
dan sebab  itu kita pantas dijauhkan dari persekutuan 
dengan Tuhan dan seluruh pengharapan akan kebahagiaan 
di dalam Dia. Demikianlah kami sekalian seperti seorang 
najis (Yes. 64:6), najis, dan oleh sebab  itu juga binasa, 
seandainya rahmat yang tak terbatas itu tidak menengahi. 
(2) Orang sakit kusta itu harus memperingatkan orang lain 
agar jangan mendekatinya. Ke mana pun ia pergi, ia harus 
berseru-seru kepada orang-orang yang dilihatnya di ke-
jauhan, “Aku najis, najis, jangan menyentuhku.” Tidak 
berarti bahwa penyakit kusta mudah menular,namun  kalau 
bersentuhan dengan penderita kusta, maka orang menjadi 
najis menurut upacara keagamaan. Oleh sebab itu, semua 
orang harus berhati-hati untuk menghindarinya. Orang 
sakit kusta itu sendiri harus memperingatkan orang lain 
akan bahaya ini . Dan hanya inilah yang dapat dilaku-
kan hukum Taurat, yaitu tidak berdaya terhadap daging. 
Hukum Taurat hanya bisa mengajar si penderita kusta 
untuk berseru, Najis, najis. Akannamun , Injil telah menaruh 
seruan berbeda di dalam mulut si penderita kusta (Luk. 
17:12-13), di mana kita membaca tentang sepuluh orang 
sakit kusta yang berseru-seru dengan nyaring, Yesus, 
Guru, kasihanilah kami! Hukum Taurat hanya menunjuk-
Kitab Imamat 13:47-59 
 741 
kan penyakit kita, sedang  Injil menunjukkan kepada 
kita pertolongan di dalam Kristus. 
2. Sesudah itu si penderita kusta harus dikucilkan dari perke-
mahan. Di lalu  hari, saat  bangsa Israel tiba di Kanaan, 
orang sakit kusta harus keluar dari kota, atau desa tempat ia 
tinggal, dan tinggal terasing (ay. 46), tidak bergaul dengan 
siapa pun selain dengan sesama penderita kusta seperti diri-
nya. saat  raja Uzia terkena kusta, ia dikucilkan dari istana-
nya dan tinggal dalam sebuah rumah pengasingan (2Taw. 
26:21). Baca juga Kitab 2 Raja-raja 7. 
3. Hal ini melambangkan kesucian yang harus dipelihara di da-
lam jemaat Injili, melalui pengucilan para pendosa memalukan 
yang tidak mau diperbaharui dari antara himpunan orang ber-
iman. Pengucilan ini harus dilakukan dengan sungguh-sung-
guh dan berwibawa. Usirlah orang yang melakukan kejahatan 
dari tengah-tengah kamu (1Kor. 5:13). 
Hukum tentang Penyakit Kusta 
(13:47-59) 
47 jika  pada pakaian ada tanda kusta, pada pakaian bulu domba atau 
pakaian lenan, 48 entah pada benang lungsin atau benang pakannya, entah 
pada kulit atau sesuatu barang kulit, 49 – kalau tanda pada barang-barang 
itu sudah kemerah-merahan warnanya, maka itu kusta – hal itu harus di-
periksakan kepada imam. 50 Kalau tanda itu telah diperiksa oleh imam, ia 
harus mengasingkan yang memiliki  tanda itu tujuh hari lamanya. 51 Pada 
hari yang ketujuh ia harus memeriksa tanda itu lagi; jika  tanda itu 
meluas pada pakaian atau benang lungsin atau benang pakan atau pada 
kulit, entah untuk barang apapun kulit itu dipakai, maka itu yaitu  kusta 
yang jahat sekali, dan barang itu najis. 52 Ia harus membakar barang-barang 
yang memiliki  tanda itu, sebab  itu kusta yang jahat sekali; barang-
barang itu harus dibakar habis. 53namun  jikalau menurut pemeriksaan imam 
tanda itu tidak meluas pada barang-barang itu, 54 maka imam harus meme-
rintahkan orang mencuci barang yang memiliki  tanda itu, lalu ia harus 
mengasingkannya tujuh hari lagi untuk kedua kalinya. 55 lalu  sesudah 
barang itu dicuci, imam harus memeriksa tanda itu lagi; bila ternyata rupa 
tanda itu tidak berubah, biarpun itu tidak meluas, maka barang itu najis, 
dan engkau harus membakarnya habis, sebab  tanda itu semakin mendalam 
pada sebelah belakang atau sebelah muka. 56 Dan jikalau menurut pemerik-
saan imam tanda itu menjadi pudar sesudah dicuci, maka ia harus mengo-
yakkannya dari barang-barang itu. 57namun  jikalau tanda itu tampak pula 
pada barang-barang itu, maka itu kusta yang sedang timbul; barang yang 
memiliki  tanda itu, haruslah kaubakar habis. 58namun  barang-barang 
yang telah kaucuci, sehingga tanda itu lenyap dari padanya, haruslah dicuci 
untuk kedua kalinya, barulah menjadi tahir. 59 Itulah hukum tentang kusta 
yang ada pada pakaian bulu domba atau lenan atau pada benang lungsin 

 742
atau pada benang pakan atau pada setiap barang kulit, untuk menyatakan 
tahir atau najisnya.” 
Ini merupakan hukum tentang penyakit kusta yang menempel pada 
pakaian, baik yang terbuat dari kain lenan maupun bulu domba. 
Penyakit kusta yang tampak pada pakaian dapat dilihat dengan 
tanda-tanda tertentu. Warna pakaiannya berubah sebab  penyakit 
itu, pakaiannya menjadi aus, benang-benangnya putus. Bila semua 
tanda ini ada pada bagian tertentu pakaian ini , lalu  
semakin bertambah dan tidak hil

Related Posts:

  • keluaran imamat 22enderitaan,namun  ada baiknya untuk tidak banyak bicara.  (2) Bagaimana Harun menjadikan penderitaannya sebagai alasan mengapa ia menyimpang dari ketetapan mengenai korban penghapus dosa. Harun t… Read More