g bahwa
mereka tidak bertobat. Hati mereka tidak tergerak oleh
semua mujizat Kristus untuk berpikir lebih baik tentang
diri-Nya atau lebih buruk tentang dosa mereka. Mereka
tidak mengeluarkan buah-buah sesuai dengan kebaik-
an-kebaikan yang telah mereka terima.
[4] Dari segi akhlak, ada cukup alasan untuk berpikir
bahwa kalau Kristus telah pergi ke Tirus dan Sidon,
kota-kota orang bukan-Yahudi, dan memberitakan
pengajaran yang sama kepada mereka serta mengerja-
kan mujizat-mujizat yang sama seperti yang dilakukan-
Nya di kota-kota orang Israel, tentunya sudah lama
mereka bertobat; secepatnya mereka langsung bertobat
dan berkabung sedalam-dalamnya. Untuk bisa mengerti
hikmat Tuhan , dalam memberikan sarana anugerah ke-
pada orang-orang yang tidak mau memanfaatkannya,
dan dalam tidak memberikannya kepada orang-orang
yang mau memanfaatkannya, kita harus menantikan
hari penghakiman yang agung itu, yang akan menying-
kapkan segalanya.
[5] Malapetaka atas orang-orang yang menyia-nyiakan anu-
gerah Tuhan seperti itu sangatlah menakutkan. Mereka
yang dinaikkan seperti itu namun tidak memanfaat-
kannya, akan diturunkan sampai ke dunia orang mati,
diturunkan dengan aib dan memalukan. Mereka akan
berusaha keras masuk ke sorga bersama-sama keru-
munan orang percaya, namun sia-sia saja. Mereka akan
diturunkan, menuju dukacita dan kekecewaan abadi, ke
dasar neraka, neraka yang teramat dahsyat.
[6] Pada hari penghakiman itu, Tirus dan Sidon akan lebih
beruntung, dan hukuman mereka akan terasa lebih
ringan dibandingkan dengan kota-kota ini.
(2) Aturan umum yang akan dipakai Kristus terhadap
orang-orang yang kepadanya Ia mengutus para pelayan-
Nya: Ia akan menganggap diri-Nya diperlakukan sama se-
perti utusan-utusan-Nya diperlakukan (ay. 16). Apa yang
diperbuat atas seorang utusan, sebenarnya sama seperti
kepada raja yang mengutusnya.
[1] “Barangsiapa mendengarkan kamu, dan memperhatikan
perkataanmu, ia mendengarkan Aku, dan dalam hal ini
mengormati Aku. namun ,”
[2] “Barangsiapa menolak kamu, ia juga telah menolak Aku,
dan akan dipandang melawan Aku. Dia bahkan telah
menolak Dia yang mengutus Aku.” Perhatikanlah, orang-
orang yang memandang rendah agama Kristen sesung-
guhnya telah memandang rendah agama alami, sebab
agama Kristen merupakan kesempurnaan dari agama
alami itu. Mereka yang menolak para pelayan Kristus
yang setia, meskipun tidak membenci atau menganiaya
mereka, namun berpikir jahat tentang mereka, meman-
dang hina mereka, dan mengabaikan pelayanan me-
reka, akan diperhitungkan sebagai orang-orang yang
menolak Tuhan dan Kristus.
Keberhasilan Ketujuh Puluh Murid
(10:17-24)
17 lalu ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata:
“Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” 18 Lalu kata
Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. 19
Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak
ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga
tidak ada yang akan membahayakan kamu. 20 Namun demikian janganlah
bersukacita sebab roh-roh itu takluk kepadamu, namun bersukacitalah
sebab namamu ada terdaftar di sorga.” 21 Pada waktu itu juga bergembiralah
Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa,
Tuhan langit dan bumi, sebab semuanya itu Engkau sembunyikan bagi
orang bijak dan orang pandai, namun Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya
Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. 22 Semua telah diserahkan kepada-
Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorang pun yang tahu siapakah Anak selain
Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepada-Nya Anak itu
berkenan menyatakan hal itu.” 23 Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada
murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat
apa yang kamu lihat. 24 sebab Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan
raja ingin melihat apa yang kamu lihat, namun tidak melihatnya, dan ingin
mendengar apa yang kamu dengar, namun tidak mendengarnya.”
Kristus mengutus ketujuh puluh murid itu saat Ia sedang ke Yeru-
salem untuk mengikuti hari raya Pondok Daun. saat itu Ia pergi ke
situ tidak terang-terangan, namun diam-diam (Yoh. 7:10), setelah meng-
utus sebagian besar dari rombongan-Nya. Dr. Lightfoot berpendapat
bahwa peristiwa pengutusan ini terjadi sebelum Ia kembali dari
perayaan itu, saat Ia masih berada di Yerusalem, atau Betania, ka-
rena masih berdekatan (sebab di situlah Ia berada, ay. 38), sehingga
mereka atau setidaknya beberapa dari mereka, bisa kembali kepada-
Nya.
Di sini dikatakan kepada kita tentang:
I. Laporan yang mereka berikan kepada-Nya mengenai keberhasilan
perjalanan mereka: ketujuh puluh murid itu kembali dengan gem-
bira (ay. 17), tanpa mengeluhkan kepenatan yang mereka rasakan
sebab perjalanan yang telah mereka lakukan, atau mengeluhkan
perlawanan dan sikap mengecilkan hati yang mereka temui. Me-
reka bersukacita sebab keberhasilan mereka, terutama dalam
mengusir roh-roh jahat: Tuhan, juga setan-setan takluk kepada
kami demi nama-Mu. Meskipun tugas yang disebutkan dalam
penugasan mereka hanyalah menyembuhkan orang-orang sakit
(ay. 9), tidak diragukan lagi bahwa mengusir setan juga termasuk
di dalamnya, dan mereka sangat berhasil dalam hal ini.
1. Mereka memberikan kemuliaan kepada Kristus atas hal ini: Ini
semua sebab demi nama-Mu. Perhatikanlah, semua keme-
nangan kita atas Iblis dicapai melalui kuasa yang diperoleh
dari Yesus Kristus. Kita harus memasuki medan pertempuran
melawan musuh-musuh rohani kita dalam nama-Nya, dan apa
pun keuntungan yang kita peroleh, Dialah yang harus menda-
patkan seluruh pujian. Jika pekerjaan itu dilakukan demi
nama-Nya, maka kehormatan itu juga harus diberikan kepada
nama-Nya.
2. Mereka bersukacita sebab penghiburan yang mereka rasa-
kan, dan membicarakannya dengan nada kegembiraan yang
meluap-luap: Juga setan-setan, musuh-musuh yang kuat itu,
takluk kepada kami. Perhatikanlah, bagi para kudus, tidak ada
sukacita atau kepuasan yang lebih besar dalam semua keme-
nangan selain daripada kemenangan atas Iblis. Jika setan-
setan saja takluk kepada kita, apa lagi yang mampu mengha-
langi kita?
II. Sambutan seperti apa yang mereka terima dari-Nya, dan bagai-
mana Ia menerima laporan ini.
1. Ia membenarkan perkataan mereka, yang juga sesuai dengan
pengamatan-Nya sendiri (ay. 18): “Hati dan mata-Ku juga me-
nyertaimu. Aku melihat keberhasilanmu, dan Aku melihat Iblis
jatuh seperti kilat dari langit.” Perhatikanlah, Iblis dan keraja-
annya jatuh di hadapan pemberitaan Injil. “Aku telah melihat
kejadiannya,” kata Kristus, “Saat kamu berpijak, Iblis pun ter-
gelincir dari pijakannya.” Dia jatuh seperti kilat dari langit,
begitu cepat, tak tertahankan, begitu nyata, hingga semua
orang bisa merasakannya dan berkata, “Lihatlah bagaimana
kerajaan Iblis menjadi goyah, lihatlah bagaimana kerajaan itu
runtuh dengan tiba-tiba.” Mereka berjaya dalam mengusir se-
tan-setan dari dalam tubuh orang-orang, namun Kristus meli-
hat dan bersukacita atas kejatuhan Iblis dari tempat cengke-
ramannya dalam jiwa-jiwa manusia, yaitu kuasanya di udara
(Ef. 6:12). Kristus telah melihat lebih dulu hal-hal yang benar-
benar akan terjadi, dan bahkan sudah mulai terjadi, yakni
kehancuran Iblis melalui hancurnya penyembahan berhala
dan kembalinya bangsa-bangsa untuk percaya kepada Kristus.
Iblis jatuh dari langit saat ia jatuh dari takhtanya di dalam
hati manusia (Kis. 26:18). Kristus juga sudah bisa melihat
sebelumnya bahwa pemberitaan Injil yang akan melayang ke-
luar seperti kilat ke seluruh dunia akan meruntuhkan kerajaan
Iblis ke mana pun Injil itu dibawa. Sekarang juga penguasa
dunia ini akan dilempar ke luar. Ada yang mengartikan hal ini
secara lain, bahwa ini mengacu kembali pada kejatuhan para
malaikat, dan dimaksudkan sebagai peringatan bagi murid-
murid ini, supaya jangan keberhasilan mereka membuat me-
reka besar kepala: “Aku melihat malaikat-malaikat berubah
menjadi setan-setan sebab kesombongan: itulah dosa yang
membuat Iblis telah jatuh dari langit, tempat ia pernah menjadi
malaikat terang. Aku melihatnya dan memperingatkanmu
supaya jangan kamu menjadi sombong dan kena hukuman
Iblis, yang jatuh sebab kesombongan” (1Tim. 3:6).
2. Ia mengulangi, menegaskan, dan menambah tugas perutusan
mereka: Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada
kamu untuk menginjak ular (ay. 19). Perhatikanlah, bagi dia
yang memiliki dan mempergunakan apa yang dimilikinya itu
dengan baik, akan diberikan lebih banyak lagi. Mereka telah
memakai kuasa yang mereka miliki untuk melawan Iblis
dengan penuh semangat, dan sekarang Kristus mempercaya-
kan kuasa yang lebih besar lagi kepada mereka.
(1) Suatu kuasa untuk menyerang, kuasa untuk menginjak
ular dan kalajengking, setan-setan dan roh-roh jahat, si
ular tua itu: “Kamu akan meremukkan kepala mereka di
dalam nama-Ku,” sesuai dengan janji pertama di dalam
Kejadian 3:15. Marilah, injaklah leher musuh-musuh ini;
kamu akan menginjak singa dan ular naga ini di mana pun
kamu berjumpa dengan mereka. Kamu akan menginjak me-
reka di bawah kakimu (Mzm. 91:13). Kamu akan menahan
kekuatan musuh, dan kerajaan Mesias akan ditegakkan di
atas puing-puing kerajaan Iblis. Sama seperti setan-setan
itu telah takluk kepadamu, begitu pulalah halnya nanti.
(2) Kuasa untuk bertahan: “Tidak ada yang akan membahaya-
kan kamu, baik ular maupun kalajengking, meskipun kamu
disiksa atau dilemparkan ke dalam penjara di bawah tanah
bersama binatang-binatang ini. Kamu tidak akan dicelaka-
kan oleh makhluk-makhluk yang paling berbisa sekalipun,”
seperti yang dialami sendiri oleh Rasul Paulus (Kis. 28:5),
dan seperti yang dijanjikan dalam Markus 16:18. “Kalau-
pun orang-orang jahat berlaku seperti ular kepadamu, dan
kamu tinggal di antara kalajengking (Yeh. 2:6), abaikan
saja amarah mereka dan injaklah mereka. Hal ini tidak per-
lu merisaukanmu, sebab mereka tidak memiliki kuasa
atasmu jika tidak diberikan dari atas. Mereka bisa saja
mendesis, namun tidak mampu menyakiti.” Kamu bisa ber-
main-main dekat liang ular tedung, sebab maut itu sendiri
tidak akan berbuat jahat atau berlaku busuk (Yes. 11:8-9;
25:8).
3. Ia mengarahkan mereka agar mengubah sukacita mereka ke
jalur yang benar (ay. 20): “Namun demikian janganlah bersuka-
cita sebab roh-roh itu takluk kepadamu, bahwa mereka pernah
takluk, dan akan tetap takluk. Janganlah hanya bersukacita
sebab hal ini merupakan penghormatan bagimu dan pene-
guhan atas pengutusanmu, dan telah menempatkanmu lebih
tinggi daripada orang-orang lain. Janganlah bersukacita hanya
sebab hal-hal ini atau terutama sebab hal-hal ini, namun
bersukacitalah sebab namamu ada terdaftar di sorga, sebab
kamu yaitu orang-orang pilihan Tuhan untuk menerima hidup
kekal dan menjadi anak-anak Tuhan melalui iman.” Kristus,
yang mengenal kebijaksanaan Tuhan dapat mengatakan kepada
mereka bahwa nama mereka ada terdaftar di sorga, sebab di
dalam kitab kehidupan dari Anak Dombalah nama mereka
terdaftar. Melalui anugerah, semua orang percaya mewarisi
hak menjadi anak-anak Tuhan dan diangkat menjadi anak-
anak-Nya, serta menerima Roh pengangkatan. Semuanya ini
memberikan bukti pewarisan itu, sehingga kita diterima dalam
keluarga-Nya. Inilah yang pantas menimbulkan sukacita,
sukacita yang lebih besar daripada mengusir setan. Perhati-
kanlah, kuasa untuk menjadi anak-anak Tuhan harus lebih di-
hargai daripada melakukan mujizat, sebab kita membaca ten-
tang orang-orang yang mengusir setan-setan demi nama
Kristus, seperti yang dilakukan Yudas, namun tidak diakui
Kristus pada hari penghakiman itu kelak. namun mereka yang
namanya ada terdaftar di sorga tidak akan pernah binasa.
Mereka yaitu domba-domba Kristus, yang kepadanya Ia akan
memberikan hidup yang kekal. Anugerah yang menyelamatkan
harus lebih membuat orang bersukacita daripada karunia-
karunia roh. Kasih yang kudus yaitu cara yang lebih unggul
daripada berbahasa lidah.
4. Ia mempersembahkan ucapan syukur yang khidmat kepada
Bapa-Nya, sebab mempekerjakan orang-orang biasa seperti
murid-murid-Nya itu merupakan suatu pelayanan yang sangat
tinggi dan terhormat (ay. 21-22). Kita sudah menemui hal ini
sebelumnya dalam Matius 11:25-27, hanya saja di sini ditam
bahkan kata-kata pada waktu itu juga bergembiralah Yesus
dalam Roh Kudus. Sudah sepantasnya bila harus diberikan
perhatian khusus kepada kata-kata pada waktu itu, sebab ke-
jadian seperti ini begitu jarang terjadi, mengingat bahwa Dia
yaitu seorang yang penuh kesengsaraan. Pada waktu itu saat
Ia melihat Iblis jatuh dan mendengar keberhasilan para pela-
yan-Nya, pada waktu itu juga bergembiralah Yesus. Perhati-
kanlah, tidak ada yang mampu membuat hati Tuhan Yesus
lebih bergembira dibandingkan dengan kemajuan penyebaran
Injil dan kejatuhan Iblis melalui pertobatan jiwa-jiwa kepada
Kristus. Kegembiraan Kristus merupakan sukacita yang pe-
nuh, suatu sukacita batiniah: Ia bergembira dalam Roh Kudus.
Namun, bagaikan air yang dalam, sukacita-Nya tidak ber-
suara. Ini yaitu sukacita yang tidak bisa diganggu orang lain.
Sebelum Ia mengucapkan syukur kepada Bapa, Ia bergembira
terlebih dahulu. Sebab sama seperti ucapan syukur merupa-
kan ungkapan sukacita kudus yang murni, begitu pula suka-
cita kudus yaitu akar dan sumber dari ucapan syukur.
Ada dua hal mengapa Ia mengucap syukur:
(1) Atas apa yang dinyatakan Bapa melalui Sang Anak: Aku
bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi (ay.
21). Saat memuja Tuhan , kita harus memandang-Nya baik
sebagai Pencipta langit dan bumi maupun sebagai Bapa
Kristus Yesus Tuhan kita, dan di dalam Dia, sebagai Bapa
kita.
Sekarang, hal yang disyukuri-Nya yaitu :
[1] Bahwa rencana Tuhan menyangkut pendamaian manusia
dengan diri-Nya sendiri dinyatakan kepada beberapa
anak manusia, yang mungkin juga pantas untuk meng-
ajar orang lain. Tuhan sendirilah yang melalui Anak-Nya
telah mengatakan hal-hal ini kepada kita, dan oleh Roh-
Nya Ia telah menyatakannya di dalam kita. Dia telah
menyatakan apa yang selama ini disembunyikan sejak
dunia dijadikan.
[2] Bahwa semua itu dinyatakan kepada orang-orang kecil,
kepada orang-orang yang rendah dalam kemampuan-
nya, yang leluhur dan pendidikannya tidak menjanjikan
sesuatu apa pun yang baik. Mereka hanyalah anak-
anak dalam pemikiran, sampai Tuhan melalui Roh-Nya
meningkatkan kemampuan mereka serta memperleng-
kapi mereka dengan pengetahuan ini dan kemampuan
untuk menyampaikannya. Kita patut bersyukur kepada
Tuhan terutama bukan atas kehormatan yang diberikan-
nya kepada orang-orang kecil, melainkan atas kehor-
matan yang diberikan-Nya kepada diri-Nya sendiri da-
lam menyempurnakan kekuatan dalam kelemahan.
[3] Bahwa pada saat yang sama saat Ia menyatakannya
kepada orang kecil, Ia menyembunyikannya bagi orang
bijak dan orang pandai, yakni para filsuf bukan-Yahudi,
dan para guru Yahudi. Ia tidak menyatakan makna Injil
kepada mereka ini, atau memakai mereka dalam mem-
beritakan kerajaan-Nya. Syukur kepada Tuhan bahwa
para rasul tidak dipilih dari sekolah-sekolah mereka,
sebab:
Pertama, mereka bisa saja mencampuradukkan ga-
gasan mereka dengan pengajaran Kristus sehingga
dengan demikian justru merusaknya, seperti yang ter-
bukti di lalu hari. Kekristenan telah banyak dice-
mari oleh filsafat Platonis di abad-abad pertama, oleh
filsafat Aristotelian di abad-abad berikutnya, serta oleh
para guru Yudaisme saat baru didirikan.
Kedua, seandainya para guru Yahudi dan para ahli
filsafat itu telah diangkat menjadi rasul, keberhasilan
Injil pasti telah dihubungkan dengan pengetahuan, ke-
pandaian, dan kekuatan pemikiran serta kefasihan
lidah mereka. Oleh sebab itulah mereka tidak boleh di-
angkat menjadi rasul supaya tidak mengambil terlam-
pau banyak bagi diri sendiri, dan orang lain pun tidak
harus menghargai mereka secara berlebihan. Mereka di-
abaikan sebab alasan yang sama yang dipakai untuk
mengurangi pasukan Gideon: Masih terlalu banyak rak-
yat (Hak. 7:4). Paulus memang dididik sebagai orang
terpelajar di antara orang bijak dan orang pandai, namun
ia menjadi orang kecil saat menjadi rasul. Ia menge-
sampingkan kata-kata hikmat manusia yang menarik
hati, melupakan semuanya itu, dan tidak memamer-
mamerkan atau menggunakan pengetahuan apa pun
selain tentang Kristus yang disalibkan (1Kor. 2:2, 4).
[4] Bahwa dengan hal ini Tuhan bertindak melalui kedaulat-
an: Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Tuhan
memang mau memberikan anugerah-Nya dan pengeta-
huan tentang Anak-Nya kepada orang-orang yang di-
anggap tidak layak menerimanya. Ia tidak akan mem-
berikannya kepada mereka yang tampaknya lebih me-
miliki segala kemampuan untuk menyampaikannya.
Inilah yang berkenan bagi Dia, yang pemikiran-Nya jauh
melebihi pikiran kita. Ia memilih untuk memercayakan
pemberitaan Injil-Nya ke dalam tangan orang-orang
yang dengan kekuatan ilahi akan memajukannya dan
bukannya ke dalam tangan mereka yang memakai ke-
ahlian manusia untuk hanya merusakkannya.
(2) Atas apa yang menjadi rahasia di antara Bapa dan Anak
(ay. 22).
[1] Keyakinan kuat Bapa terhadap Anak-Nya: Semua telah
diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku, seluruh hikmat
dan pengetahuan, seluruh kuasa dan wewenang
(otoritas), serta seluruh anugerah dan penghiburan
yang disediakan bagi sisa-sisa yang terpilih. Semua ini
diserahkan ke dalam tangan Tuhan Yesus. Di dalam
diri-Nyalah kepenuhan segala sesuatu harus berdiam,
dan dari diri-Nyalah segala kepenuhan itu diturunkan:
Dia yaitu Sang Wali agung yang mengurus semua
urusan kerajaan Tuhan .
[2] Saling pengertian mendalam yang ada di antara Bapa
dan Anak, serta kesadaran bersama yang tidak dimiliki
makhluk lainnya: tidak ada seorang pun yang tahu si-
apakah Anak itu, atau bagaimana jalan pikiran-Nya, se-
lain Bapa, yang telah menciptakan-Nya sebagai permula-
an pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-
tama dahulu kala (Ams. 8:22). Begitu pula tidak ada
yang tahu siapakah Bapa, dan segala rencana-Nya, se-
lain Anak, yang bersandar di dada-Nya sejak kekekalan
sebagai anak kesayangan-Nya, dan senantiasa bermain-
main di hadapan-Nya (Ams. 8:30), dan kepada mereka
Anak menyatakan Bapa-Nya melalui Roh. Injil yaitu
penyataan Yesus Kristus. Kepada-Nyalah kita berutang
atas semua pengungkapan yang dinyatakan kepada kita
mengenai kehendak Tuhan bagi keselamatan kita. Di sini
Ia berbicara tentang kepercayaan yang diberikan Bapa
kepada-Nya atas hal ini , sesuatu yang sangat me-
nyukakan hati-Nya dan membuat-Nya merasa bersyu-
kur kepada Bapa-Nya.
5. Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya alangkah berbahagia-
nya mereka sebab hal-hal ini dinyatakan kepada mereka (ay.
23-24). Sesudah menghadap Bapa-Nya, berpalinglah Yesus ke-
pada murid-murid-Nya, dengan tujuan membuat mereka me-
nyadari betapa berbahagianya mereka dan betapa hal itu
membawa kemuliaan dan kehormatan bagi Tuhan , bahwa mere-
ka mengetahui rahasia-rahasia kerajaan Tuhan dan dipakai un-
tuk membimbing orang lain untuk juga mengetahui segala ra-
hasia itu.
Alasannya yaitu bahwa:
(1) Hal ini sungguh merupakan suatu langkah besar menuju
sesuatu yang lebih baik. Walaupun pengetahuan semata
mengenai rahasia-rahasia kerajaan Tuhan ini tidak dapat
menyelamatkan, namun pengetahuan ini membawa kita ke
jalan menuju keselamatan itu: Berbahagialah mata yang
melihat apa yang kamu lihat. Dalam hal inilah Tuhan mem-
berkati mereka, dan jika mereka tidak melakukan kesalah-
an, ini akan menjadi keberkatan kekal bagi mereka.
(2) Hal ini sungguh merupakan langkah besar yang jauh
mengatasi apa yang dialami orang-orang yang telah men-
dahului mereka, bahkan para kudus yang hebat dan orang-
orang kesukaan Sorga sekalipun: “Banyak nabi dan orang
benar (seperti yang tertulis dalam Mat. 13:17), banyak nabi
dan raja” (seperti yang tertulis dalam Lukas di sini), “ingin
melihat dan mendengar hal-hal yang tiap hari kamu alami
secara dekat, namun tidak melihatnya dan tidak mendengar-
nya.” Kehormatan dan kebahagiaan para orang kudus dari
Perjanjian Baru jauh melebihi yang dimiliki orang-orang se-
perti para nabi dan raja-raja dari Perjanjian Lama, walau-
pun mereka pun sangat berkenan di hati Tuhan . Orang-
orang kudus Perjanjian Lama hanya memperoleh gagasan-
gagasan umum mengenai anugerah dan kemuliaan keraja-
an Mesias secara tersirat saja. Hal ini membuat mereka
sangat berharap semoga saja nasib mereka ditentukan
untuk bisa mengalami hari-hari yang penuh berkat itu, dan
supaya mereka dapat melihat hakikat yang sebenarnya dari
segala hal yang hanya mereka lihat dengan samar-samar
itu. Perhatikanlah, dengan mengingat segala keuntungan
besar yang kita dapatkan dalam terang Perjanjian Baru,
yang melebihi apa yang didapatkan mereka yang hidup di
zaman Perjanjian Lama, kita seharusnya menjadi lebih
tergugah untuk bertekun dalam terang itu. Sebab jika kita
tidak melakukannya, ini akan memperparah hukuman atas
diri kita sebab tidak memanfaatkan kesempatan ini sepe-
nuhnya.
Siapakah Sesama Kita
(10:25-37)
25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus,
katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?” 26 Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?
Apa yang kaubaca di sana?” 27 Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Tuhan mu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap ke-
kuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu ma-
nusia seperti dirimu sendiri.” 28 Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar;
perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” 29 namun untuk membenar-
kan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manu-
sia?” 30 Jawab Yesus: “yaitu seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho;
ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya
habis-habisan, namun yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi
meninggalkannya setengah mati. 31 Kebetulan ada seorang imam turun mela-
lui jalan itu; ia melihat orang itu, namun ia melewatinya dari seberang jalan. 32
Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; saat ia melihat orang itu,
ia melewatinya dari seberang jalan. 33 Lalu datang seorang Samaria, yang se-
dang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan saat ia melihat orang itu,
tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 34 Ia pergi kepadanya lalu membalut
luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemu-
dian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu
membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. 35 Keesokan harinya ia
menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah
dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku
kembali. 36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, yaitu
sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” 37 Jawab
orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata
Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
Di sini kita dapati percakapan Kristus dengan seorang ahli Taurat
menyangkut hati nurani, yang harus kita ketahui kebenarannya dari
Kristus, sekalipun pertanyaan-pertanyaan itu diajukan kepada-Nya
dengan niat yang tidak baik.
I. yaitu pantas bagi kita untuk mengetahui hal baik apa yang
harus kita lakukan dalam kehidupan ini supaya kita memperoleh
hidup yang kekal. Sebuah pertanyaan mengenai hal ini diajukan
kepada Juruselamat kita oleh seorang ahli Taurat atau ahli
hukum, hanya dengan tujuan untuk mencobai-Nya, dan bukan
dengan keinginan untuk diberi pengajaran oleh-Nya (ay. 25). Ahli
Taurat itu berdiri dan bertanya kepada-Nya, Guru, apa yang harus
kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Jika memang be-
nar Kristus memiliki suatu petunjuk khusus untuk disampai-
kan, orang itu berharap mendapatkannya dari Dia melalui perta-
nyaannya ini, dan lalu mungkin dia akan mengungkapkan
hal buruk mengenai diri-Nya dengan petunjuk-Nya itu. Namun,
jika Kristus tidak memiliki suatu petunjuk khusus, maka dia
akan menunjukkan bahwa ajaran-Nya tidak berguna, sebab
tidak mampu memberikan arahan lain untuk memperoleh ke-
bahagiaan selain yang telah mereka terima selama ini. Atau, boleh
jadi juga dia memang tidak memiliki niat jahat terhadap
Kristus seperti para ahli Taurat yang lain. Mungkin saja ia hanya
ingin berbincang-bincang sedikit dengan-Nya, sebagaimana orang-
orang pergi ke gereja untuk mendengarkan pesan yang hendak di-
sampaikan oleh hamba Tuhan. Ini benar-benar pertanyaan yang
bagus: Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal? Namun pertanyaan ini telah kehilangan sisi baiknya saat
diajukan dengan niat buruk, atau bahkan sangat jahat. Perhati-
kanlah, belumlah cukup untuk sekadar membicarakan dan meng-
ajukan pertanyaan mengenai perkara-perkara tentang Tuhan . Kita
juga harus melakukannya dengan perhatian yang semestinya.
Jika kita membicarakan hidup yang kekal dan jalan untuk mem-
perolehnya dengan cara yang ceroboh, semata-mata sebagai ba-
han percakapan biasa-biasa saja, apalagi sampai dijadikan bahan
pertengkaran, maka kita hanya akan menggunakan nama Tuhan
dengan sia-sia, sama seperti yang dilakukan si ahli Taurat ini.
Nah, sebab pertanyaan ini telah diajukan, maka amatilah:
1. Bagaimana Kristus mengarahkan si ahli Taurat itu kepada
hukum ilahi dan menyuruhnya mengikuti arahnya. Walaupun
Ia mengetahui jalan pikiran dan niat hatinya, Ia tidak menja-
wab pertanyaan itu menurut kebodohan hatinya, namun menu-
rut hikmat dan kebaikan yang terkandung dalam pertanyaan
yang diajukannya itu. Kristus menjawabnya dengan sebuah
pertanyaan: Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang
kaubaca di sana? (ay. 26). Ahli Taurat itu datang dengan mak-
sud untuk memberikan pelajaran agama kepada Kristus dan
untuk lebih mengenal-Nya. Namun, yang terjadi justru seba-
liknya, Kristuslah yang akan mengajari dia dan membuatnya
mengenal dirinya sendiri. Kristus berbicara kepadanya seperti
kepada seorang ahli hukum, seorang yang memang mengenal
hukum dengan baik. Hal-hal yang telah dipelajarinya dalam
bidang pekerjaannya itulah yang akan menjelaskan kepada-
nya. Biarlah ia berlaku sesuai dengan pengetahuannya, su-
paya dengan demikian dia tidak akan kekurangan hidup yang
kekal. Perhatikanlah, dalam perjalanan kita menuju sorga,
sungguh akan bermanfaat bagi kita untuk memikirkan apa
yang tertulis dalam hukum dan apa yang kita baca di sana.
Kita harus kembali kepada Alkitab kita, kepada hukum yang
sekarang ada di tangan Kristus, dan mengikuti jalan yang di-
tunjukkan kepada kita di sana. Sungguh rahmat yang besar
bahwa kita memiliki hukum yang tertulis, sehingga dengan
demikian kita memilikinya dengan pasti dan juga dapat me-
nyebarkannya lebih lanjut serta bertahan lebih lama. sebab
sudah tertulis, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk
membacanya, membacanya dengan penuh pengertian, dan
menyimpan apa yang kita baca itu, sehingga saat datang ke-
sempatan, kita mampu menceritakan apa yang tertulis dalam
hukum itu dan apa yang kita baca darinya. Inilah yang harus
kita kerjakan. Dengan cara inilah kita menguji pengajaran-
pengajaran hukum itu dan mengakhiri percekcokan. Inilah
yang harus menjadi jawaban kita, pegangan kita, peraturan
dan pedoman kita. Apa yang tertulis dalam hukum? Apa yang
kita baca di situ? Jika memang ada terang dalam diri kita,
maka terang itu pasti berasal dari hukum itu.
2. Betapa bagusnya penggambaran yang diberikan si ahli Taurat
ini tentang hukum itu, tentang perintah-perintah utama
dari hukum itu, yang harus kita laksanakan jika ingin mewa-
risi hidup yang kekal. Dalam memberikan jawabannya, orang
ini tidak mengacu pada adat kebiasaan tua-tua, seperti yang
biasa dilakukan orang Farisi umumnya. Sebaliknya, seperti la-
yaknya seorang ahli hukum yang baik, ia berpatokan pada
kedua perintah pertama dan terutama dalam hukum, sebab
inilah perintah-perintah yang menurutnya harus ditaati penuh
secara ketat untuk memperoleh hidup yang kekal; selain itu
perintah-perintah ini mencakup semua perintah-perintah
lainnya (ay. 27).
(1) Kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati, meman-
dang-Nya sebagai yang terbaik dari antara semua yang ada,
yang sangat ramah, dan luar biasa sempurna dan unggul.
Terhadap-Nyalah kita memiliki kewajiban-kewajiban besar,
baik dalam memberikan syukur maupun perhatian. Kita
harus menjunjung tinggi Dia dan menghargai diri sendiri
melalui sukacita kita terhadap-Nya. Kita harus bersukacita
atas diri kita sendiri di dalam Dia, serta mengabdikan diri
sepenuhnya kepada Dia. Kasih kita terhadap-Nya haruslah
tulus, sepenuh hati, dan sungguh-sungguh. Kasih kita ke-
pada-Nya harus melebihi kasih atas apa pun juga, cinta itu
kuat seperti maut, namun harus dengan penuh pengetahu-
an, supaya kita dapat mempertanggungjawabkan dasar
dan alasannya. Kasih kita kepada-Nya harus utuh. Dia ha-
rus memiliki segenap jiwa kita dan harus dilayani dengan
segala sesuatu yang ada pada diri kita. Janganlah kita
mencintai apa pun selain Dia. Apa yang kita kasihi, kita
harus kasihi demi Dia dan dalam ketaatan kepada Dia.
(2) Kita harus mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri,
dan hal ini dapat kita lakukan dengan mudah, jika kita le-
bih mengasihi Tuhan daripada diri kita sendiri. Kita harus
mengharapkan hal-hal yang baik bagi semua orang dan
tidak mengharapkan yang jahat bagi siapa pun. Di dunia
ini kita harus berbuat baik sedapat mungkin dan tidak me-
nyakiti siapa pun, dan, dengan memegangnya sebagai sua-
tu aturan, memperlakukan orang lain sama seperti kita
ingin mereka memperlakukan kita. Inilah arti mengasihi
sesama manusia seperti diri sendiri.
3. Pembenaran Kristus atas apa yang dikatakan orang itu (ay 28).
Walaupun dia datang untuk mencobai-Nya, Kristus tetap me-
muji perkataannya yang bagus itu: Jawabmu itu benar. Kristus
sendiri memegang kedua perintah ini sebagai yang ter-
utama di dalam hukum (Mat. 22:37). Jadi kedua belah pihak
sama-sama setuju dalam hal ini. Orang-orang yang berbuat
baik akan mendapatkan pujian yang sama, demikian pula
orang-orang yang mengatakan hal yang baik. Sejauh ini
semuanya berjalan dengan benar, namun masih ada bagian
tersulit yang harus dikerjakan: “Perbuatlah demikian, maka
engkau akan hidup. Engkau akan mewarisi hidup yang kekal.”
4. Upaya orang itu untuk menghindari keyakinan yang sekarang
akan diterapkan dalamnya. saat Kristus berkata, Perbuatlah
demikian, maka engkau akan hidup, orang ini mulai menyadari
bahwa Kristus bermaksud memancing pengakuannya bahwa
dia belum melakukan hal ini, dan itulah sebabnya mengapa
ada pertanyaan tentang apa yang harus dilakukannya, jalan
mana yang harus dicarinya, supaya dosa-dosanya diampuni.
Dia juga perlu mengakui bahwa dia tidak mampu melakukan
hal ini dengan sempurna dengan kekuatannya sendiri, dan
oleh sebab itu ada pertanyaan tentang cara bagaimana ia bisa
memperoleh kekuatan untuk mampu melakukannya. Namun,
ia menghindari pengakuan ini dan ingin membenarkan dirinya,
dan oleh sebab itu tidak mau melanjutkan percakapan itu.
Sama seperti yang pernah dikatakan orang lain, ia malah
berkata (Mat. 19:20), Semuanya itu telah kuturuti. Perhati-
kanlah, banyak orang mengajukan pertanyaan bagus hanya
dengan tujuan untuk membenarkan diri dan bukannya untuk
mencari penjelasan bagi diri sendiri. Dengan pongahnya
mereka hanya bermaksud untuk memamerkan kebaikan yang
ada pada diri mereka, dan bukannya dengan rendah hati
berkeinginan untuk mencari tahu apa yang buruk dalam diri
mereka.
II. Kita perlu tahu siapa sebenarnya sesama kita itu, yang menurut
perintah terutama yang kedua, wajib kita kasihi. Inilah pertanya-
an lain yang diajukan ahli Taurat itu, hanya supaya ia bisa meng
elakkan yang pertama. Ia khawatir kalau-kalau melalui pelak-
sanaan hukum itu Kristus memaksanya untuk menyalahkan diri
sendiri, padahal ia justru bertekad membenarkan diri sendiri. Peri-
hal mengasihi Tuhan , ia tidak mau membicarakannya lebih lanjut
lagi. Namun, perihal mengasihi sesama manusia, ia yakin telah
melaksanakan perintah ini, sebab ia selalu bersikap baik hati dan
hormat terhadap semua orang di sekitarnya.
Sekarang cermatilah:
1. Gagasan rusak yang dimiliki para guru Yahudi mengenai hal
ini. Dr. Lightfoot mengartikan kata-kata mereka sendiri seba-
gai berikut: “Saat mereka berkata, Kasihilah sesamamu manu-
sia, mereka mengecualikan semua orang bukan-Yahudi, sebab
mereka bukanlah sesama kita. Yang disebut sesama kita ha-
nyalah orang-orang yang sebangsa dan seagama dengan kita.”
Mereka tidak akan menghukum mati seorang Israel yang
membunuh orang bukan-Yahudi, sebab dia bukanlah sesama
manusia mereka. Mereka memang berkata bahwa mereka
tidak boleh membunuh orang bukan-Yahudi yang tidak se-
dang berperang dengan mereka. Namun, apabila mereka meli-
hat seorang bukan-Yahudi sedang sekarat, mereka tidak me-
rasa berkewajiban untuk menyelamatkan nyawanya. Begitu
jahatnya kesimpulan-kesimpulan yang mereka tarik dari per-
janjian kudus yang melaluinya Tuhan mengkhususkan dan
membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain. Namun, dengan
menyalahgunakannya seperti itu, mereka telah kehilangan hak
atasnya. Tuhan menanggapi hal ini dengan adil dan mengalih-
kan anugerah-anugerah perjanjian (kovenan) ini kepada kaum
bukan-Yahudi yang anugerah-anugerah umumnya telah
disangkal dengan kejam oleh mereka.
2. Bagaimana Kristus meluruskan gagasan yang tidak manusiawi
ini, dan menunjukkan melalui sebuah perumpamaan, bahwa
orang yang darinya kita butuh perbuatan baik mereka dan
yang siap membantu kita dengan perbuatan baiknya itu, tidak
bisa tidak harus kita anggap sebagai sesama manusia kita.
Dan sama halnya juga, kita harus memandang sebagai sesama
kita, semua orang yang memerlukan perbuatan baik kita dan
yang perlu kita bantu dengan kebaikan hati kita, meskipun
mereka bukan sebangsa dan seagama dengan kita.
Sekarang amatilah:
(1) Perumpamaan itu sendiri, yang menggambarkan kepada
kita perihal seorang Yahudi malang yang mengalami kesu-
litan, yang ditolong dan diringankan bebannya oleh seorang
Samaria yang baik hati.
Mari kita lihat di sini:
[1] Bagaimana ia dianiaya oleh para musuhnya. Laki-laki
yang tulus itu sedang melakukan perjalanan dengan te-
nang untuk melakukan kegiatan yang sah. Ia melewati
jalan raya yang terbentang dari Yerusalem ke Yerikho
(ay. 30). Disebutkannya kedua kota itu menyiratkan
bahwa ini yaitu kejadian yang nyata, bukan sebuah
perumpamaan. Boleh jadi peristiwa itu belum lama ter-
jadi, tepat seperti yang diceritakan di sini. Kejadian-
kejadian tentang pemeliharaan ilahi akan memberi kita
banyak pelajaran, asalkan kita mengamatinya dengan
saksama dan memanfaatkannya. Kejadian-kejadian se-
perti ini bisa dirancang menyerupai perumpamaan un-
tuk diberikan sebagai pelajaran, dan akan lebih me-
nyentuh. Laki-laki malang ini jatuh ke tangan penya-
mun-penyamun. Tidak jelas apakah ini orang-orang
Arab yang hidup dari barang rampasan atau penjahat
keji yang sebangsa dengannya, atau serdadu Romawi
yang meskipun terikat dengan peraturan tentara yang
keras bisa saja telah melakukan kejahatan ini. Yang
jelas, mereka ini sangat biadab. Mereka bukan saja me-
rampas uang orang itu, namun juga pakaiannya, dan su-
paya ia tidak dapat mengejar mereka, atau sekadar
untuk memuaskan nafsu jahat (sebab apakah untung-
nya kalau darahnya tertumpah?), mereka pun memukul-
nya dan pergi meninggalkannya setengah mati, sekarat
sebab luka-lukanya. Di sini kita boleh saja merasa
marah terhadap para penyamun yang sudah tidak me-
miliki perikemanusiaan sama sekali, berperilaku seperti
binatang buas, binatang-binatang pemangsa, yang ha-
nya dilahirkan untuk ditangkap dan dimusnahkan.
Namun, pada saat yang sama kita tidak bisa tidak juga
patut berbelas kasihan terhadap orang-orang yang
jatuh dalam tangan orang-orang yang begitu jahat dan
tidak berakal seperti ini. Rasanya kalau kita punya
kekuatan, kita pasti akan menolong mereka. Kita patut
bersyukur kepada Tuhan bila kita telah dipelihara-Nya
dari kejahatan para perampok!
[2] Bagaimana ia diabaikan oleh orang-orang yang seharus-
nya menjadi sahabat-sahabatnya, yang bukan saja se-
bangsa dan seagama, namun juga seorang imam dan
yang satu lagi seorang Lewi, tokoh-tokoh masyarakat
dengan kedudukan penting. Mereka bahkan dianggap
suci oleh orang. Tugas mereka mewajibkan mereka ha-
rus bersikap lemah-lembut dan penuh belas kasihan
(Ibr. 5:2). Mereka mengajar orang lain untuk membebas-
kan mereka yang diangkut untuk dibunuh, namun mereka
sendiri tidak melakukannya. Dr. Lightfoot mengatakan
kepada kita bahwa banyak kelompok imam bertempat
tinggal di Yerikho, dan dari sana mereka pergi ke Yeru-
salem saat tiba giliran mereka untuk bertugas di situ,
lalu pulang kembali. Ini artinya bahwa ada
banyak imam yang pulang pergi melalui jalan itu, beser-
ta orang-orang Lewi para pembantu mereka. Mereka
melewati jalan itu, dan melihat orang malang yang
terluka itu. Mungkin mereka mendengar rintihannya
dan tidak bisa tidak pasti tahu bahwa jika tidak segera
ditolong, ia pasti akan tewas. Orang Lewi itu bukan saja
menoleh kepadanya, namun datang ke tempat itu dan
melihat orang itu (ay. 32). Namun, keduanya melewati-
nya dari seberang jalan. saat melihat kejadian yang
menimpa orang itu, mereka menjaga jaraknya sejauh
mungkin, seakan-akan mau berdalih, “Sungguh, kami
tidak tahu hal itu.” Sungguh menyedihkan bila orang-
orang yang seharusnya menjadi teladan kemurahan
hati justru berperilaku sangat jahat. Mereka yang
seharusnya menunjukkan rahmat Tuhan dan menya-
takan belas kasihan terhadap orang lain, malah mena-
han diri.
[3] Bagaimana ia ditolong dan dirawat oleh seorang asing,
seorang Samaria, dari suku bangsa yang paling diang-
gap hina dan dibenci oleh orang-orang Yahudi yang
tidak mau berurusan dengan mereka. Orang ini masih
memiliki perikemanusiaan dalam dirinya (ay. 33). Imam
itu mengeraskan hatinya terhadap salah seorang dari
bangsanya sendiri, namun orang Samaria itu membuka
hati terhadap salah seorang dari bangsa lain. saat ia
melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan
dan sama sekali tidak mempermasalahkan kebangsa-
annya. Walaupun korbannya seorang Yahudi, dia tetap
saja seorang manusia, manusia yang berada dalam
penderitaan, dan orang Samaria itu telah diajar untuk
menghormati semua orang. Dia tidak tahu kapan
kejadian yang menimpa orang malang ini akan
menimpa dirinya sendiri. Oleh sebab itu ia menaruh iba
terhadapnya, sama seperti dia ingin dikasihani seandai-
nya mengalami kejadian seperti ini. Bahwa kasih sebe-
sar ini bisa ditemukan dalam diri seorang Samaria, bo-
leh juga dianggap sama indahnya dengan iman orang
Romawi dan wanita Kanaan yang dikagumi oleh
Kristus itu. Namun, sebenarnya bukan demikianlah
halnya, sebab rasa iba yaitu pekerjaan manusia, se-
dangkan iman yaitu pekerjaan anugerah ilahi. Belas
kasihan yang ada pada diri orang Samaria ini bukanlah
belas kasihan yang berpangku tangan. Baginya, belum-
lah cukup untuk sekadar berkata, “Semoga cepat sem-
buh, semoga ada yang menolongmu” (Yak. 2:16), namun
saat hatinya tergerak, ia mengulurkan tangannya ke-
pada orang malang yang miskin ini (Yes. 58:7,10; Ams.
31:20). Lihatlah betapa baik hatinya orang Samaria ini.
Pertama, ia pergi kepada orang yang malang itu,
yang dihindari oleh imam dan orang Lewi itu. Tidak di-
ragukan lagi bahwa orang Samaria itu menanyakan
bagaimana ia sampai berada dalam keadaan yang me-
nyedihkan itu, dan turut merasa prihatin terhadapnya.
Kedua, ia melakukan tugas seorang tabib, sebab
tidak ada lagi siapa-siapa di situ. Ia membalut luka-
lukanya, mungkin memakai kain lenannya sendiri, lalu
menyiraminya dengan minyak dan anggur, yang mung-
kin dibawa olehnya. Anggur untuk membersihkan luka-
luka, dan minyak untuk meredakan rasa sakit, dan se-
telah itu ia membalutnya. Dia berbuat sebisa-bisanya
untuk meredakan rasa sakit dan mencegah bahaya
yang disebabkan oleh luka-luka itu, sebagai seseorang
yang turut merasakan kepedihan.
Ketiga, Ia menaikkan orang itu ke atas keledai tung-
gangannya sendiri, sementara ia sendiri berjalan kaki,
dan membawanya ke tempat penginapan. Sungguh me-
rupakan rahmat bila ada tempat penginapan di ja-
lan, sehingga kita bisa memperoleh makanan dan istira-
hat dengan uang kita. Mungkin malam itu orang Sama-
ria ini bisa mengakhiri perjalanannya seandainya tidak
menjumpai rintangan ini. Namun, sebab belas kasih-
annya terhadap orang malang itu, ia turut bermalam di
penginapan. Ada yang berpendapat bahwa imam dan
orang Lewi itu beralasan tidak dapat tinggal sejenak un-
tuk menolong orang malang itu sebab mereka sedang
bergegas untuk menghadiri ibadah di Yerusalem. Na-
mun, kita juga bisa menduga bahwa orang Samaria itu
pergi untuk suatu urusan. namun , meskipun demikian,
ia mengerti bahwa baik urusan sendiri maupun mem-
berikan korban kepada Tuhan pun harus mengalah ter-
hadap tindakan belas kasihan semacam ini.
Keempat, Ia merawat orang itu di penginapan, mem-
baringkannya di tempat tidur, memberikan makanan
yang layak baginya, menemaninya, dan mungkin juga
berdoa dengannya. Dan bukan itu saja.
Kelima, Seolah-olah orang ini yaitu anaknya
sendiri atau orang yang ada di bawah pemeliharaannya,
saat berangkat keesokan paginya, ia menyerahkan uang
kepada pemilik penginapan untuk dipergunakan bagi
semua keperluan si sakit, serta menjanjikan pengem-
balian kelebihan uang yang akan dibelanjakan. Dua
dinar pada masa itu dapat dipergunakan untuk berba-
gai-bagai keperluan. Namun, di sini uang sebanyak itu
pun diperhitungkannya saja seolah-seolah bisa mencu-
kupi semua keperluan orang itu. Semuanya ini sung-
guh-sungguh merupakan kebaikan dan kemurahan hati
yang hanya bisa diharapkan bisa diperoleh dari seorang
sahabat atau saudara, padahal ini dilakukan oleh se-
orang asing yang tidak dikenal.
Sekarang, perumpamaan ini bisa juga diterapkan
untuk tujuan yang lain daripada tujuannya yang semu-
la. Tepatlah kalau perumpamaan ini dikemukakan un-
tuk menggambarkan kebaikan dan kasih Tuhan Juru-
selamat kita kepada manusia berdosa yang malang.
Dahulu kita bagaikan orang malang yang melakukan
perjalanan ini. Iblis, musuh kita, telah merampok kita
habis-habisan, dan menyakiti kita. Seperti itulah celaka
yang diakibatkan dosa terhadap kita. Pada dasarnya
kita lebih daripada sekadar setengah mati, bahkan mati
dua kali, sebab melakukan pelanggaran dan dosa. Kita
sama sekali tidak mampu menolong diri sendiri, sebab
tidak berdaya. Hukum Musa, seperti imam dan orang
Lewi itu, para pelayan hukum, hanya bisa memandang
kita, namun tidak berbelas kasihan kepada kita, tidak
memberi kita kelepasan, dan hanya melewati kita dari
seberang jalan, seakan-akan tidak memiliki rasa iba
ataupun kuasa untuk menolong kita. Namun, kemu-
dian datanglah Yesus, si orang Samaria yang baik hati
itu (dan dengan nada mencela mereka mengatai Dia:
Engkau orang Samaria). Dia menaruh belas kasihan ter-
hadap kita dan membalut luka-luka kita (Mzm. 147:3;
Yes. 61:1), dan menuangkan, bukannya minyak dan
anggur, namun yang tak terkirakan lebih berharga lagi
daripada itu, yakni darah-Nya sendiri. Ia merawat kita,
dan meminta kita memasukkan semua pengeluaran
bagi kesembuhan kita atas nama-Nya. Dan Ia melaku-
kan semua ini meskipun Ia bukan termasuk salah satu
di antara kita, bahkan Ia bersedia merendahkan diri
dengan rela, padahal kedudukan-Nya sebenarnya jauh
di atas kita. Hal ini semakin menunjukkan kedalaman
kasih-Nya dan membuat kita semua wajib berkata,
“Betapa kita ini semua sangat berutang. Apakah yang
bisa kita berikan?”
(2) Penerapan perumpamaan itu.
[1] Kebenaran yang terkandung di dalamnya ditarik dari
mulut si ahli Taurat itu sendiri. “Sekarang katakan ke-
pada-Ku,” kata Kristus, “Siapakah di antara ketiga
orang ini yaitu sesama manusia dari orang yang jatuh
ke tangan penyamun itu (ay. 36), imam, orang Lewi,
atau orang Samaria itu? Siapakah dari antara mereka
yang berlaku sebagai sesama manusia?” Ahli Taurat itu
tidak bersedia menjawab pertanyaan ini seperti yang se-
harusnya dilakukan olehnya, yakni “Tidak bisa diragu-
kan lagi, orang Samaria itulah.” Sebaliknya, ia hanya
berkata, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan
kepadanya. Tidak diragukan lagi, dialah yang menjadi
sesama yang baik, bahkan sangat baik, bagi orang itu,
dan haruslah aku katakan bahwa sungguh baiklah
perbuatannya itu dalam menyelamatkan orang Yahudi
itu dari kematian.”
[2] Kewajiban yang disimpulkan dari kata-kata tadi dita-
namkan ke dalam hati nurani si ahli Taurat itu sendiri:
Pergilah, dan perbuatlah demikian. Kewajiban dalam
berbagai hubungan sifatnya timbal balik, saling berba-
lasan. Seperti yang dikatakan Grotius, sebutan teman,
saudara, sesama manusia di sini berarti tōn pros ti –
sama-sama mengikat bagi kedua belah pihak. Jika salah
satu pihak terikat, maka pihak yang lain tidak dapat
terlepas, seperti yang disepakati dalam semua perjanji-
an. Bila seorang Samaria melakukan perbuatan baik
yang dapat menolong orang Yahudi yang berada dalam
kesukaran, sudah barang tentu seorang Yahudi tidak
berbuat baik apabila ia tidak bersedia menolong orang
Samaria yang sedang mengalami kesulitan. Petimusque
damusque vicissim – tugas-tugas yang mulia ini harus
dilakukan secara timbal balik. “Oleh sebab itu pergilah
dan perbuatlah seperti yang dilakukan orang Samaria
itu, bila mendapat kesempatan: tunjukkan belas kasih-
an kepada orang-orang yang membutuhkan pertolong-
anmu, dan lakukanlah dengan cuma-cuma, serta de-
ngan penuh kepedulian dan rasa kasih, meskipun me-
reka tidak sebangsa dan seagama denganmu, atau
sependapat dan sekelompok dalam bidang iman keper-
cayaanmu. Biarlah kemurahan hatimu meluas sebelum
engkau membangga-banggakan diri telah menjalankan
perintah utama mengasihi sesamamu manusia.” Ahli
hukum ini menilai diri sangat tinggi sebab ia belajar
serta tahu banyak tentang hukum dan menyangka da-
pat membuat Kristus kebingungan. Ternyata Kristus
menyuruhnya belajar dari seorang Samaria agar mema-
hami kewajibannya. “Pergilah, dan perbuatlah seperti
dia.” Perhatikanlah, sudah menjadi kewajiban kita se-
mua di mana pun kita berada, dan sesuai dengan ke-
mampuan kita, untuk menopang, menolong, dan mem-
bebaskan semua orang yang sedang berada dalam
kesulitan dan kekurangan, terutama para ahli hukum.
Di dalam hal ini kita harus belajar untuk mengungguli
orang-orang yang suka membangga-banggakan diri
sebagai imam dan orang Lewi.
Marta dan Maria
(10:38-42)
38 saat Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah
kampung. Seorang wanita yang bernama Marta menerima Dia di rumah-
nya. 39 wanita itu memiliki seorang saudara yang bernama Maria.
Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,
40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata:
“Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku mela-
yani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” 41 namun Tuhan menjawab-
nya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak
perkara, 42 namun hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian
yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”
Dari kisah ini dapat kita perhatikan:
I. Jamuan yang diberikan Marta kepada Kristus dan murid-murid-
Nya di rumahnya (ay. 38).
Perhatikanlah baik-baik:
1. Kedatangan Kristus ke kampung di mana Marta tinggal: saat
mereka (Yesus dan murid-murid-Nya) dalam perjalanan, Dia
dan mereka yang berada bersama-Nya tiba di sebuah kam-
pung. Kampung ini yaitu Betania, tidak jauh dari Yerusalem,
yang mau didatangi Kristus, dan untuk itu Ia mengambil jalan
ini.
Perhatikanlah:
(1) Yesus Tuhan kita berjalan berkeliling sambil berbuat baik
(Kis. 10:38) dan menebarkan berkas-berkas cahaya serta
pengaruh-Nya yang baik sebagai terang dunia yang sejati.
(2) Ke mana pun Kristus pergi, para murid-Nya ikut bersama-
Nya.
(3) Kristus memberikan kehormatan kepada kampung-kam-
pung dengan kehadiran dan berkat-Nya, jadi bukan hanya
kota-kota besar yang berpenduduk banyak. Sebab sama se-
perti Ia menginginkan kesendirian, demikian pula Ia mene-
rima kemiskinan.
2. Penerimaan terhadap-Nya di rumah Marta: Seorang wanita
yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya dan me-
nyambut Dia, sebab dialah yang mengurus rumah tangga itu.
Perhatikanlah:
(1) Saat masih hidup di dunia ini, Yesus Tuhan kita begitu
miskin hingga Ia perlu didukung teman-teman-Nya untuk
keperluan hidup sehari-hari. Walaupun Dia yaitu Raja
Sion, Dia tidak memiliki rumah sendiri, baik di Yerusalem
maupun sekitarnya.
(2) Ada beberapa orang yang merupakan teman dekat Kristus,
yang lebih dikasihi-Nya dibandingkan dengan teman-teman
lain, dan Ia paling sering mengunjungi mereka. Ia menga-
sihi keluarga ini (Yoh. 11:5), dan sering kali datang berkun-
jung. Kunjungan-kunjungan Kristus merupakan bukti ka-
sih-Nya ini (Yoh. 14:23).
(3) Ada orang-orang yang menyambut Kristus di rumah mere-
ka dengan ramah saat Ia masih hidup di bumi. Rumah
ini disebut rumah Marta, mungkin sebab dia seorang
janda dan pengurus atas rumah itu. Walaupun banyak bia-
ya yang harus dikeluarkan untuk menerima Kristus, kare-
na Dia tidak datang sendirian namun membawa serta para
murid-Nya, wanita ini tidak mau mempermasalahkan-
nya. Betapa kita harus baik-baik mempergunakan harta
kita untuk pelayanan Kristus! Terlebih lagi, di saat itu se-
makin berbahaya untuk menjamu-Nya sebab tempat itu
begitu dekat dengan Yerusalem. Walaupun begitu, wanita
ini tidak peduli dengan bahaya apa pun yang akan menim-
panya sebab nama-Nya itu. Meskipun banyak yang meno-
lak dan tidak mau menerima Dia, masih ada seorang yang
bersedia menyambut-Nya. Walaupun di mana-mana orang
berbicara buruk tentang Kristus, ternyata masih ada sisa-
sisa yang mengasihi-Nya dan dikasihi oleh-Nya.
II. Perhatian yang diberikan Maria, saudara wanita Marta, atas
perkataan Kristus (ay. 39).
1. Ia mendengarkan perkataan-Nya. Sepertinya, segera sesudah
masuk ke rumah Marta, bahkan sebelum hidangan dipersiap-
kan bagi-Nya, Yesus Tuhan kita memusatkan perhatian pada
pekerjaan-Nya yang agung, yakni memberitakan Injil. Dengan
khidmat Ia segera mengambil sebuah kursi, sebab Maria du-
duk di dekat-Nya, yang menyiratkan bahwa mereka terus ber-
bincang-bincang. Perhatikanlah, sebuah khotbah yang bagus
tidak pernah kehilangan maknanya sebab disampaikan da-
lam sebuah rumah. Kunjungan sahabat-sahabat kita haruslah
dikelola sedemikian rupa hingga menjadi bermanfaat di bidang
rohani. Maria, yang telah memahami pentingnya hal ini,
duduk mendengarkan sebaik-baiknya sebab tidak tahu ka-
pan lagi ia bisa beroleh kesempatan baik seperti ini. Mengingat
Kristus tidak segan-segan untuk berbicara, baiklah kita juga
cepat untuk mendengar.
2. Maria duduk untuk mendengar, yang menunjukkan adanya
perhatian yang penuh. Pikirannya tenang terpusat dan ia ber-
ketetapan untuk menyimak dengan baik, bukan mendengar-
kan dengan sambil lalu, namun menerima segala sesuatu yang
disampaikan oleh Kristus. Ia duduk dekat kaki Tuhan, seperti
pelajar duduk dekat kaki guru mereka saat menyampaikan pe-
lajaran. Itulah sebabnya Paulus dikatakan dididik di bawah
pimpinan Gamaliel (menurut KJV: dibesarkan pada kaki
Gamaliel). Dengan duduk dekat kaki Kristus sambil mende-
ngarkan perkataan-Nya, kita menunjukkan kesediaan untuk
menerima dan juga kepatuhan serta penyerahan diri sepenuh-
nya kepada bimbingan perkataan-Nya. Kita harus duduk dekat
kaki Kristus atau dijadikan tumpuan kaki-Nya. Namun, bila
sekarang kita duduk dekat kaki-Nya, tidak lama lagi kita akan
duduk bersama-Nya di atas takhta-Nya.
III. Kekhawatiran Marta terhadap perkara-perkara dalam rumah
tangganya: namun Marta sibuk sekali melayani (ay. 40), dan itulah
sebabnya mengapa ia tidak berada bersama Maria – untuk duduk
di dekat kaki Kristus dan mendengarkan perkataan-Nya. Marta
sedang sibuk mempersiapkan hidangan bagi Kristus dan orang-
orang yang datang bersama-Nya. Mungkin ia tidak diberi tahu
sebelumnya tentang kedatangan-Nya dan tidak memiliki per-
siapan. Ia ingin agar dalam kesempatan ini segala sesuatu berja-
lan dengan baik. Tidak setiap hari ia menerima tamu-tamu seperti
ini. Para ibu rumah tangga tahu betapa sibuknya persiapan kalau
ada jamuan besar.
Amatilah di sini:
1. Sesuatu yang patut dihargai dan tidak boleh dilewatkan.
(1) Di sini kita melihat hormat yang diberikan kepada Yesus
Tuhan kita, dan ini patut dipuji, sebab kita memiliki
alasan untuk beranggapan bahwa hormat ini bukanlah un-
tuk pamer, melainkan semata-mata untuk menyatakan
niat baik Marta kepada-Nya dengan mempersiapkan sam-
butan seperti ini. Perhatikanlah, orang-orang yang benar-
benar mengasihi Kristus akan berpikir bahwa sungguh
baik untuk memberikan segalanya demi kehormatan-Nya.
(2) Di sini kita melihat kepedulian Marta dengan perkara-per-
kara rumah tangganya, yang patut dipuji. Hal ini tampak
dari rasa hormat yang ditunjukkan orang Yahudi kepada
keluarga ini (Yoh. 11:19), bahwa mereka yaitu orang-
orang bermartabat yang patut dihormati. Namun, Marta
sendiri tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina
untuk turun tangan melayani keluarga itu bila mendapat
kesempatan. Perhatikanlah, sudah menjadi kewajiban se-
mua orang yang mengepalai rumah tangga untuk memper-
hatikan keluarga mereka. Rasa sayang akan kedudukan
dan cinta akan kesenangan membuat banyak keluarga ter-
lantar.
2. Di sini ada sesuatu yang salah dan harus kita perhatikan.
(1) Marta sibuk sekali melayani. Ia bertekad untuk menyiap-
kan jamuan yang sangat mewah dan hebat dengan jumlah,
ragam, dan kesempurnaan yang luar biasa, sesuai kebiasa-
an tempat itu. Ia bersusah payah, peri pollēn diakonian –
sibuk sekali melayani. Perhatikanlah, tidaklah baik bagi
murid-murid Kristus untuk sibuk sekali melayani, sangat
menggemari keanekaragaman, makanan lezat, serta kelim-
pahan dalam makanan dan minuman. Apa gunanya sibuk
sekali melayani jamuan bila yang mau melayani pekerjaan
Tuhan hanya sedikit?
(2) Ia sibuk sekali dengan pelayanannya. Periespato – perhati-
annya ditarik olehnya (pelayanan itu). Perhatikanlah, se-
perti apa pun bentuk pemeliharaan Tuhan atas diri kita, ja-
nganlah kita menjadi sibuk sekali dalam mengurusnya atau
menjadi gelisah dan bingung oleh sebab nya. Peduli itu
memang baik dan sudah menjadi tugas kita, namun menjadi
sibuk sekali merupakan dosa dan kebodohan.
(3) Marta sibuk sekali melayani saat ia seharusnya berada ber-
sama saudaranya, duduk dekat kaki Kristus guna mende-
ngarkan perkataan-Nya. Perhatikanlah, urusan duniawi
menjadi jerat bagi kita bila hal ini menghalangi kita mela-
yani Tuhan dan mendapatkan kebaikan bagi jiwa kita.
IV. Keluhan yang disampaikan Marta kepada Kristus perihal Maria,
saudara wanita nya, sebab tidak membantunya saat ini da-
lam pekerjaan rumah tangga (ay. 40): “Tuhan, tidakkah Engkau
peduli, bahwa saudaraku, yang juga berkepentingan seperti diriku
untuk mengerjakan segala sesuatu dengan baik, membiarkan aku
melayani seorang diri? Oleh sebab itu suruhlah dia meninggalkan-
Mu dan datang membantuku.”
Sekarang:
1. Keluhan Marta ini dapat dianggap sebagai ungkapan kedunia-
wiannya: ini yaitu ungkapan yang menyatakan kepedulian
dan kesibukannya yang berlebihan. Marta berbicara dengan
perasaan yang sangat marah terhadap saudaranya, sebab
kalau tidak, ia tidak akan mengganggu Kristus dengan masa-
lah ini. Perhatikanlah, kepedulian dan pengejaran hal-hal du-
niawi yang berlebihan sering kali menjadi penyebab gangguan
dalam keluarga dan menimbulkan ketegangan dan pertikaian
dalam hubungan dengan sesama. Terlebih lagi, orang-orang
yang mendambakan hal-hal duniawi cenderung menyalahkan
dan mengecam orang-orang yang tidak berbuat seperti mereka.
Mereka membenarkan diri dalam keduniawian mereka dan
menilai orang lain berdasarkan besarnya keuntungan duniawi
yang diperoleh mereka. sebab itulah mereka mudah menya-
lahkan orang-orang yang tekun beribadah, seolah-olah dengan
beribadah mereka hanya menyia-nyiakan kesempatan terbaik
yang ada. Marta meminta kepada Kristus untuk mengatakan
kepada saudaranya itu bahwa sudah selayaknya ia menjadi
marah. Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku
membiarkan aku melayani seorang diri? Mungkin sebab
sebelumnya Kristus kadang-kadang menyatakan keprihatinan-
Nya kepada Marta supaya ia tidak usah bersusah payah se-
perti itu, maka sekarang ia berharap supaya Kristus menyu-
ruh saudaranya itu untuk ikut membantu. Saat Marta peduli,
ia ingin agar Maria, Kristus, dan semua orang juga ikut peduli.
Bila tidak, ia merasa tidak senang. Perhatikanlah, orang-orang
yang paling berani berseru kepada Tuhan bukan selalu berarti
bahwa mereka itu sudah berbuat benar. Oleh sebab itu kita
harus berhati-hati agar jangan sampai berharap bahwa Kristus
harus mendukung percekcokan kita yang tidak benar dan tan-
pa alasan. Dengan sukacita kita boleh menyerahkan segala ke-
pedulian kita kepada-Nya, asalkan kepedulian itu berasal dari
Dia, namun tidak demikian halnya kalau kepedulian itu dise-
babkan oleh kebodohan kita. Dia akan menjadi pelindung bagi
orang yang miskin dan terluka, namun tidak bagi mereka yang
suka mengacau dan melukai.
2. Sikap Marta ini bisa mengecilkan hati Maria dalam hal kesa-
lehan dan ibadah. Seharusnya Marta memujinya sebab per-
buatannya itu. Semestinya dia mengatakan bahwa perbuatan-
nya itu benar. Namun, bukannya melakukan demikian, Marta
malah menyalahkan saudaranya itu sebab tidak melakukan
kewajibannya. Perhatikanlah, bukan merupakan hal aneh bila
orang-orang yang giat beribadah menjumpai halangan dan
cercaan yang menawarkan hati dari orang-orang di sekeliling
mereka. Bukan saja mendapat perlawanan dari musuh, namun
juga tuduhan dan kata-kata pedas dari teman-teman mereka.
Puasa yang dijalani Daud dan tariannya di hadapan tabut
Tuhan justru membuatnya dicela.
V. Teguran yang diberikan Kristus kepada Marta atas kekhawa-
tirannya yang berlebihan (ay. 41). Ia mengajukan permintaan ke-
pada-Nya, dan Ia pun menegurnya, Marta, Marta, engkau khawatir
dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, padahal hanya
satu saja yang perlu.
1. Ia menegur Marta, walaupun saat itu Ia merupakan tamunya.
Kesalahan yang dilakukan Marta yaitu kekhawatirannya
yang berlebihan dalam upaya menjamu Dia, dan berharap Dia
akan membenarkannya dalam hal ini. Namun, Ia jusrtru me-
negurnya di hadapan banyak orang. Perhatikanlah, Barangsia-
pa dikasihi Kristus, ia ditegor dan dihajar oleh-Nya. Bahkan
mereka yang dikasihi Kristus, jika ada sesuatu yang salah
dalam diri mereka, mereka pasti akan diberi tahu. namun Aku
mencela engkau.
2. Waktu menegurnya, Ia menyebut namanya, Marta; sebab
suatu teguran sangat mungkin bisa mendatangkan kebaikan
bila disampaikan secara khusus, dialamatkan kepada orang-
orang dan masalah secara khusus, seperti teguran Natan ke-
pada Daud, Engkaulah orang itu. Kristus mengulang-ulang na-
manya, Marta, Marta. Ia berbicara sebagai orang yang bersung-
guh-sungguh dan sangat memedulikan kesejahteraannya.
Orang-orang yang terbelit kekhawatiran-kekhawatiran hidup
ini tidak mudah dilepaskan dari belitan itu. Kita harus me-
nyerukan kepada mereka berulang kali, Hai negeri, negeri,
negeri! Dengarlah firman TUHAN!
3. Yang ditegur oleh-Nya yaitu sikap khawatir dan menyusah-
kan diri dengan banyak perkara. Dia tidak senang sebab
Marta menyangka bisa menyenangkan Dia dengan perjamuan
yang mewah dan hebat hingga membuat bingung diri sendiri
saat menyiapkannya. Padahal, Ia mengajar kita agar tidak me-
mentingkan kenikmatan dalam menggunakan hal-hal seperti
itu, tidak mementingkan diri sendiri sampai harus menyusah-
kan orang lain, janganlah kita hanya mementingkan kepuasan
diri sendiri dengan semuanya itu. Kristus menegur Marta, baik
sebab besarnya kekhawatiran yang dirasakannya (“engkau
khawatir dan menyusahkan diri, terpecah perhatianmu, serta
terganggu dengan banyak perkara”), maupun sebab luasnya
kekhawatiran itu, “tentang banyak perkara. Engkau meng-
inginkan banyak kesenangan, sehingga merasa khawatir kare-
na besarnya kekecewaanmu. Marta yang malang, begitu ba-
nyak hal engkau keluhkan, dan ini membuatmu kehilangan
sukacita, padahal kesibukan yang lebih sedikit pun sudah cu-
kup.” Perhatikanlah, kekhawatiran dan kesusahan berlebihan
tentang banyak hal dalam dunia ini merupakan kekeliruan
yang umum dilakukan para murid Kristus. Hal ini sangat men-
datangkan perasaan tidak senang bagi Kristus, dan sebab
itulah mereka sering ditegur oleh Tuhan Sang Pemelihara. Jika
mereka mengeluh tanpa alasan yang tepat, sudah sepantasnya
Ia mendatangkan hal yang memang patut mereka keluhkan.
4. Yang memperparah dosa dan kesalahan akibat rasa khawatir
Marta yaitu satu saja yang perlu. Beberapa orang memberi-
kan penjelasan seadanya mengenai hal ini, yaitu bahwa wa-
laupun Marta merasa khawatir dalam menyiapkan sejumlah
besar piring makanan, dia sebenarnya cukup menyiapkan
satu saja, sebab yang satu ini pun sudah cukup. Yang perlu
hanyalah satu hal – henos de esti chreia. Jika kita setuju,
maka pendapat ini memberi kita aturan mengenai penguasaan
diri untuk tidak terlampau menggemari beraneka ragam ma-
kanan lezat, melainkan merasa puas saja untuk duduk menik-
mati satu piring makanan, bahkan setengah darinya (Ams.
23:1-3). Ini yaitu penjelasan dipaksakan yang diberikan be-
berapa penulis dari zaman dahulu: namun kesatuanlah yang
perlu, sebagai lawan dari keterpecahan. Diperlukan kesatuan
hati untuk menyimak perkataan-Nya, bukan dengan perhatian
terpecah dan sibuk kian kemari seperti yang dilakukan Marta
saat itu. Yang jelas-jelas dimaksudkan dengan satu saja yang
perlu yaitu apa yang dipilih oleh Maria – duduk dekat kaki
Kristus, untuk mendengarkan perkataan-Nya. Marta meng-
khawatirkan banyak perkara, saat ia seharusnya mencurah-
kan hatinya pada satu hal saja. Kesalehan menyatukan hati
yang telah dicerai-beraikan oleh dunia. Banyak perkara yang
dikhawatirkannya itu sebenarnya tidak perlu, sementara satu
saja yang dilalaikannya justru amat perlu. Jika dikerjakan
pada saat dan tempat yang tepat, kekhawatiran dan kesibukan
Marta memang baik. Namun, saat ini ada hal lain yang harus
dikerjakannya, sesuatu yang jauh lebih perlu, dan sebab itu
harus dilakukan terlebih dahulu dan harus sangat diperhati-
kan. Marta menyangka Kristus pasti akan mempersalahkan
Maria sebab tidak melakukan tugas seperti yang dilakukan-
nya. Namun, Ia justru mempersalahkannya sebab tidak mela-
kukan seperti yang dikerjakan Maria. Dan kita tahu, hukuman
Kristus berlangsung secara adil. Suatu saat nanti, Marta akan
berandai-andai, ah, seandainya saja dahulu aku duduk di
tempat Maria berada.
VI. Pengakuan dan pujian Kristus kepada Maria atas kesalehannya itu:
Maria telah memilih bagian yang terbaik. Maria tidak mengatakan
apa pun untuk membela diri, namun mengingat Marta telah menge-
luhkannya kepada Sang Guru, ia berserah saja kepada-Nya dan
rela menerima pahala yang diberikan-Nya. Inilah pahala-Nya itu:
1. Maria telah memilih apa yang memang pantas untuk dipilih.
sebab satu saja yang perlu, dan satu hal ini telah dilakukan-
nya, yakni berserah diri kepada bimbingan Kristus, dan mene-
rima hukum dari mulut-Nya. Perhatikanlah, kesalehan yang
sungguh-sungguh merupakan suatu hal yang perlu, satu saja
yang perlu, sebab tanpa hal ini, tidak akan ada sesuatu apa
pun yang bisa membawa kebaikan bagi kita di dunia ini, dan
selain ini tidak akan ada sesuatu apa pun yang bisa kita bawa
serta ke dalam dunia yang lain.
2. Dalam hal ini Maria telah bertindak bijaksana bagi dirinya
sendiri. Kristus membenarkan Maria, terhadap tuduhan sau-
daranya. Sekeras apa pun kita dikecam dan dipersalahkan
manusia sebab kesalehan dan ketekunan kita, Yesus Tuhan
kita akan berpihak kepada kita: Engkau yang akan menjawab
bagiku, ya Tuhan. Oleh sebab itu janganlah kita menyalahkan
semangat saleh siapa pun, supaya jangan kita membuat
Kristus melawan kita. Jangan pernah berkecil hati jika kita
dikecam sebab semangat saleh kita, sebab Kristus ada di
pihak kita. Perhatikanlah, cepat atau lambat, pilihan Maria
akan dibenarkan, demikian juga semua orang yang membuat
pilihan itu serta mematuhinya. Namun, ini belum semuanya.
Kristus sangat menghargainya sebab kebijaksanaannya itu: Ia
telah memilih bagian yang terbaik, sebab ia memilih untuk ber-
ada bersama Kristus, untuk mengambil bagian bersama-Nya.
Ia telah memilih urusan yang lebih baik, kebahagiaan yang
lebih baik, dan cara yang lebih baik untuk menghormati serta
menyenangkan hati Kristus, dengan menerima perkataan-Nya
ke dalam hatinya. Lebih baik daripada cara Marta yang me-
nyiapkan jamuan di rumahnya.
Perhatikanlah:
(1) Bagian bersama Kristus yaitu bagian yang terbaik. Ini
yaitu bagian bagi jiwa dan kekekalan, bagian yang diberi-
kan Kristus kepada orang-orang yang paling dikasihi-Nya
(Yoh. 13:8), yang beroleh bagian di dalam Kristus (Ibr. 3:14),
dan mengambil bagian bersama Kristus (Rm. 8:17).
(2) Ini yaitu bagian yang tidak akan diambil dari orang-orang
yang memilikinya. Suatu bagian dari hidup ini pasti akan
diambil dari kita saat kita diambil darinya. Namun, tidak
ada apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih
Kristus dan bagian kita di dalam kasih itu. Manusia dan
setan-setan tidak akan dapat merampasnya dari kita, se-
dangkan Tuhan dan Kristus pun tidak akan melakukannya.
(3) Sudah menjadi kebijaksanaan dan kewajiban bagi setiap
kita untuk memilih bagian yang terbaik ini, untuk memilih
melayani Tuhan sebagai urusan kita, memilih anugerah
Tuhan untuk kebahagiaan kita, dan memilih untuk meng-
ikuti Kristus, sebagai urusan kita supaya kita memperoleh
kebahagiaan. Dalam setiap hal khusus kita harus memilih
mana yang memiliki kecenderungan rohaniah, dengan
memandang bahwa yang terbaik yaitu apa yang terbaik
bagi jiwa kita. Maria bisa memilih apakah ia akan turut
menyibukkan diri bersama Marta dan memperoleh pujian
sebagai pengurus rumah tangga yang baik, atau duduk
dekat kaki Kristus dan membuktikan diri sebagai seorang
murid yang penuh semangat. Dan, berdasarkan pilihannya
dalam perkara khusus ini, Kristus bisa menilai seperti apa
pilihannya secara umum.
(4) Orang-orang yang memilih bagian yang terbaik bukan saja
akan menerima apa yang mereka pilih, namun juga akan
mendapat pujian atas pilihan mereka itu pada hari agung
itu kelak.
PASAL 1 1
Dalam pasal ini,
I. Kristus mengajar para murid-Nya untuk berdoa, dan mendo-
rong serta menyemangati mereka untuk sering, tekun, dan
gigih dalam berdoa (ay. 1-13).
II. Dengan penuh ketegasan Dia menanggapi dakwaan hujat
kaum Farisi yang menuduh-Nya mengusir Setan melalui ke-
sepakatan dengan Beelzebul, si penghulu setan, dan mem-
perlihatkan keganjilan serta kekejian dakwaan ini (ay.
14-26).
III. Dia menunjukkan bahwa kehormatan yang dimiliki murid-
murid yang patuh itu lebih besar daripada kehormatan yang
dimiliki ibu-Nya sendiri (ay. 27-28).
IV. Dia mencela orang-orang dari angkatan saat itu sebab mere-
ka tidak setia dan keras kepala, kendati mereka memiliki
semua hal yang dapat meyakinkan hati mereka (ay. 29-36).
V. Dia menghardik kaum Farisi dan orang-orang yang tunduk
kepada mereka, serta mencela mereka atas kebencian dan
penganiayaan yang mereka lakukan terhadap orang-orang
yang bersaksi melawan kejahatan mereka (ay. 37-54).
Para Murid Diajar Berdoa
(11:1-13)
1 Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. saat Ia ber-
henti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan,
ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-
muridnya.” 2 Jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakan-
lah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. 3 Berikanlah
kami setiap hari makanan kami yang secukupnya 4 dan ampunilah kami
akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah
kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” 5 Lalu
kata-Nya kepada mereka: “Jika seorang di antara kamu pada tengah malam
pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pin-
jamkanlah kepadaku tiga roti, 6 sebab seorang sahabatku yang sedang ber-
ada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak memiliki apa-
apa untuk dihidangkan kepadanya; 7 masakan ia yang di dalam rumah itu
akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku ser-
ta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya
kepada saudara. 8 Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun
dan memberikannya kepadanya sebab orang itu yaitu sahabatnya, namun
sebab sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan
kepadanya apa yang diperlukannya. 9 Oleh sebab itu Aku berkata kepada-
mu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan
mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 10 sebab setiap
orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat
dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 11 Bapa manakah
di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan
ular kepada anaknya itu ganti ikan? 12 Atau, jika ia minta telur, akan mem-
berikan kepadanya kalajengking? 13 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi
pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia
akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”
Doa merupakan