lukas 1-12 12


 g bahwa 

mereka tidak bertobat. Hati mereka tidak tergerak oleh 

semua mujizat Kristus untuk berpikir lebih baik tentang 

diri-Nya atau lebih buruk tentang dosa mereka. Mereka 

tidak mengeluarkan buah-buah sesuai dengan kebaik-

an-kebaikan yang telah mereka terima.  

[4] Dari segi akhlak, ada  cukup alasan untuk berpikir 

bahwa kalau Kristus telah pergi ke Tirus dan Sidon, 

kota-kota orang bukan-Yahudi, dan memberitakan 

pengajaran yang sama kepada mereka serta mengerja-

kan mujizat-mujizat yang sama seperti yang dilakukan-

Nya di kota-kota orang Israel, tentunya sudah lama 

mereka bertobat; secepatnya mereka langsung bertobat 

dan berkabung sedalam-dalamnya. Untuk bisa mengerti 

hikmat Tuhan  , dalam memberikan sarana anugerah ke-

pada orang-orang yang tidak mau memanfaatkannya, 

dan dalam tidak memberikannya kepada orang-orang 

yang mau memanfaatkannya, kita harus menantikan 

hari penghakiman yang agung itu, yang akan menying-

kapkan segalanya.  

[5] Malapetaka atas orang-orang yang menyia-nyiakan anu-

gerah Tuhan   seperti itu sangatlah menakutkan. Mereka 

yang dinaikkan seperti itu namun tidak memanfaat-

kannya, akan diturunkan sampai ke dunia orang mati, 

diturunkan dengan aib dan memalukan. Mereka akan 

berusaha keras masuk ke sorga bersama-sama keru-

munan orang percaya, namun  sia-sia saja. Mereka akan 

diturunkan, menuju dukacita dan kekecewaan abadi, ke 

dasar neraka, neraka yang teramat dahsyat.  

[6] Pada hari penghakiman itu, Tirus dan Sidon akan lebih 

beruntung, dan hukuman mereka akan terasa lebih 

ringan dibandingkan dengan kota-kota ini. 

(2) Aturan umum yang akan dipakai  Kristus terhadap 

orang-orang yang kepadanya Ia mengutus para pelayan-

Nya: Ia akan menganggap diri-Nya diperlakukan sama se-

perti utusan-utusan-Nya diperlakukan (ay. 16). Apa yang 

diperbuat atas seorang utusan, sebenarnya sama seperti 

kepada raja yang mengutusnya.  

[1]  “Barangsiapa mendengarkan kamu, dan memperhatikan 

perkataanmu, ia mendengarkan Aku, dan dalam hal ini 

mengormati Aku. namun ,”  

[2]  “Barangsiapa menolak kamu, ia juga telah menolak Aku, 

dan akan dipandang melawan Aku. Dia bahkan telah 

menolak Dia yang mengutus Aku.” Perhatikanlah, orang-

orang yang memandang rendah agama Kristen sesung-

guhnya telah memandang rendah agama alami, sebab  

agama Kristen merupakan kesempurnaan dari agama 

alami itu. Mereka yang menolak para pelayan Kristus 

yang setia, meskipun tidak membenci atau menganiaya 

mereka, namun berpikir jahat tentang mereka, meman-

dang hina mereka, dan mengabaikan pelayanan me-

reka, akan diperhitungkan sebagai orang-orang yang 

menolak Tuhan   dan Kristus. 

Keberhasilan Ketujuh Puluh Murid  

(10:17-24) 

17 lalu   ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: 

“Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” 18 Lalu kata 

Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. 19 

Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak 

ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga 

tidak ada yang akan membahayakan kamu. 20 Namun demikian janganlah 

bersukacita sebab  roh-roh itu takluk kepadamu, namun  bersukacitalah 

sebab  namamu ada terdaftar di sorga.” 21 Pada waktu itu juga bergembiralah 

Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, 

Tuhan langit dan bumi, sebab  semuanya itu Engkau sembunyikan bagi 

orang bijak dan orang pandai, namun  Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya 

Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. 22 Semua telah diserahkan kepada-

Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorang pun yang tahu siapakah Anak selain 

Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepada-Nya Anak itu 

berkenan menyatakan hal itu.” 23 Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada 

murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat 

apa yang kamu lihat. 24 sebab  Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan 

raja ingin melihat apa yang kamu lihat, namun  tidak melihatnya, dan ingin 

mendengar apa yang kamu dengar, namun  tidak mendengarnya.” 

Kristus mengutus ketujuh puluh murid itu saat  Ia sedang ke Yeru-

salem untuk mengikuti hari raya Pondok Daun. saat  itu Ia pergi ke 

situ tidak terang-terangan, namun  diam-diam (Yoh. 7:10), setelah meng-

utus sebagian besar dari rombongan-Nya. Dr. Lightfoot berpendapat 

bahwa peristiwa pengutusan ini terjadi sebelum Ia kembali dari 

perayaan itu, saat  Ia masih berada di Yerusalem, atau Betania, ka-

rena masih berdekatan (sebab  di situlah Ia berada, ay. 38), sehingga 

mereka atau setidaknya beberapa dari mereka, bisa kembali kepada-

Nya.  

Di sini dikatakan kepada kita tentang: 

I.   Laporan yang mereka berikan kepada-Nya mengenai keberhasilan 

perjalanan mereka: ketujuh puluh murid itu kembali dengan gem-

bira (ay. 17), tanpa mengeluhkan kepenatan yang mereka rasakan 

sebab  perjalanan yang telah mereka lakukan, atau mengeluhkan 

perlawanan dan sikap mengecilkan hati yang mereka temui. Me-

reka bersukacita sebab  keberhasilan mereka, terutama dalam 

mengusir roh-roh jahat: Tuhan, juga setan-setan takluk kepada 

kami demi nama-Mu. Meskipun tugas yang disebutkan dalam 

penugasan mereka hanyalah menyembuhkan orang-orang sakit 

(ay. 9), tidak diragukan lagi bahwa mengusir setan juga termasuk 

di dalamnya, dan mereka sangat berhasil dalam hal ini.  

1.  Mereka memberikan kemuliaan kepada Kristus atas hal ini: Ini 

semua sebab  demi nama-Mu. Perhatikanlah, semua keme-

nangan kita atas Iblis dicapai melalui kuasa yang diperoleh 

dari Yesus Kristus. Kita harus memasuki medan pertempuran 

melawan musuh-musuh rohani kita dalam nama-Nya, dan apa 

pun keuntungan yang kita peroleh, Dialah yang harus menda-

patkan seluruh pujian. Jika pekerjaan itu dilakukan demi 

nama-Nya, maka kehormatan itu juga harus diberikan kepada 

nama-Nya.  

2.  Mereka bersukacita sebab  penghiburan yang mereka rasa-

kan, dan membicarakannya dengan nada kegembiraan yang 

meluap-luap: Juga setan-setan, musuh-musuh yang kuat itu, 

takluk kepada kami. Perhatikanlah, bagi para kudus, tidak ada 

sukacita atau kepuasan yang lebih besar dalam semua keme-

nangan selain daripada kemenangan atas Iblis. Jika setan-

setan saja takluk kepada kita, apa lagi yang mampu mengha-

langi kita? 

II. Sambutan seperti apa yang mereka terima dari-Nya, dan bagai-

mana Ia menerima laporan ini. 

1.  Ia membenarkan perkataan mereka, yang juga sesuai dengan 

pengamatan-Nya sendiri (ay. 18): “Hati dan mata-Ku juga me-

nyertaimu. Aku melihat keberhasilanmu, dan Aku melihat Iblis 

jatuh seperti kilat dari langit.” Perhatikanlah, Iblis dan keraja-

annya jatuh di hadapan pemberitaan Injil. “Aku telah melihat 

kejadiannya,” kata Kristus, “Saat kamu berpijak, Iblis pun ter-

gelincir dari pijakannya.” Dia jatuh seperti kilat dari langit, 

begitu cepat, tak tertahankan, begitu nyata, hingga semua 

orang bisa merasakannya dan berkata, “Lihatlah bagaimana 

kerajaan Iblis menjadi goyah, lihatlah bagaimana kerajaan itu 

runtuh dengan tiba-tiba.” Mereka berjaya dalam mengusir se-

tan-setan dari dalam tubuh orang-orang, namun  Kristus meli-

hat dan bersukacita atas kejatuhan Iblis dari tempat cengke-

ramannya dalam jiwa-jiwa manusia, yaitu kuasanya di udara 

(Ef. 6:12). Kristus telah melihat lebih dulu hal-hal yang benar-

benar akan terjadi, dan bahkan sudah mulai terjadi, yakni 

kehancuran Iblis melalui hancurnya penyembahan berhala 

dan kembalinya bangsa-bangsa untuk percaya kepada Kristus. 

Iblis jatuh dari langit saat  ia jatuh dari takhtanya di dalam 

hati manusia (Kis. 26:18). Kristus juga sudah bisa melihat 

sebelumnya bahwa pemberitaan Injil yang akan melayang ke-

luar seperti kilat ke seluruh dunia akan meruntuhkan kerajaan 

Iblis ke mana pun Injil itu dibawa. Sekarang juga penguasa 

dunia ini akan dilempar ke luar. Ada yang mengartikan hal ini 

secara lain, bahwa ini mengacu kembali pada kejatuhan para 

malaikat, dan dimaksudkan sebagai peringatan bagi murid-

murid ini, supaya jangan keberhasilan mereka membuat me-

reka besar kepala: “Aku melihat malaikat-malaikat berubah 

menjadi setan-setan sebab  kesombongan: itulah dosa yang 

membuat Iblis telah jatuh dari langit, tempat ia pernah menjadi 

malaikat terang. Aku melihatnya dan memperingatkanmu 

supaya jangan kamu menjadi sombong dan kena hukuman 

Iblis, yang jatuh sebab  kesombongan” (1Tim. 3:6). 

2.  Ia mengulangi, menegaskan, dan menambah tugas perutusan 

mereka: Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada 

kamu untuk menginjak ular (ay. 19). Perhatikanlah, bagi dia 

yang memiliki dan mempergunakan apa yang dimilikinya itu 

dengan baik, akan diberikan lebih banyak lagi. Mereka telah 

memakai kuasa yang mereka miliki untuk melawan Iblis 

dengan penuh semangat, dan sekarang Kristus mempercaya-

kan kuasa yang lebih besar lagi kepada mereka.  

(1) Suatu kuasa untuk menyerang, kuasa untuk menginjak 

ular dan kalajengking, setan-setan dan roh-roh jahat, si 

ular tua itu: “Kamu akan meremukkan kepala mereka di 

dalam nama-Ku,” sesuai dengan janji pertama di dalam 

Kejadian 3:15. Marilah, injaklah leher musuh-musuh ini; 

kamu akan menginjak singa dan ular naga ini di mana pun 

kamu berjumpa dengan mereka. Kamu akan menginjak me-

reka di bawah kakimu (Mzm. 91:13). Kamu akan menahan 

kekuatan musuh, dan kerajaan Mesias akan ditegakkan di 

atas puing-puing kerajaan Iblis. Sama seperti setan-setan 

itu telah takluk kepadamu, begitu pulalah halnya nanti.  

(2) Kuasa untuk bertahan: “Tidak ada yang akan membahaya-

kan kamu, baik ular maupun kalajengking, meskipun kamu 

disiksa atau dilemparkan ke dalam penjara di bawah tanah 

bersama binatang-binatang ini. Kamu tidak akan dicelaka-

kan oleh makhluk-makhluk yang paling berbisa sekalipun,” 

seperti yang dialami sendiri oleh Rasul Paulus (Kis. 28:5), 

dan seperti yang dijanjikan dalam Markus 16:18. “Kalau-

pun orang-orang jahat berlaku seperti ular kepadamu, dan 

kamu tinggal di antara kalajengking (Yeh. 2:6), abaikan 

saja amarah mereka dan injaklah mereka. Hal ini tidak per-

lu merisaukanmu, sebab  mereka tidak memiliki  kuasa 

atasmu jika tidak diberikan dari atas. Mereka bisa saja 

mendesis, namun  tidak mampu menyakiti.” Kamu bisa ber-

main-main dekat liang ular tedung, sebab maut itu sendiri 

tidak akan berbuat jahat atau berlaku busuk (Yes. 11:8-9; 

25:8). 

3.  Ia mengarahkan mereka agar mengubah sukacita mereka ke 

jalur yang benar (ay. 20): “Namun demikian janganlah bersuka-

cita sebab  roh-roh itu takluk kepadamu, bahwa mereka pernah 

takluk, dan akan tetap takluk. Janganlah hanya bersukacita 

sebab  hal ini merupakan penghormatan bagimu dan pene-

guhan atas pengutusanmu, dan telah menempatkanmu lebih 

tinggi daripada orang-orang lain. Janganlah bersukacita hanya 

sebab  hal-hal ini atau terutama sebab  hal-hal ini, namun  

bersukacitalah sebab  namamu ada terdaftar di sorga, sebab  

kamu yaitu  orang-orang pilihan Tuhan   untuk menerima hidup 

kekal dan menjadi anak-anak Tuhan   melalui iman.” Kristus, 

yang mengenal kebijaksanaan Tuhan   dapat mengatakan kepada 

mereka bahwa nama mereka ada terdaftar di sorga, sebab di 

dalam kitab kehidupan dari Anak Dombalah nama mereka 

terdaftar. Melalui anugerah, semua orang percaya mewarisi 

hak menjadi anak-anak Tuhan   dan diangkat menjadi anak-

anak-Nya, serta menerima Roh pengangkatan. Semuanya ini 

memberikan bukti pewarisan itu, sehingga kita diterima dalam 

keluarga-Nya. Inilah yang pantas menimbulkan sukacita, 

sukacita yang lebih besar daripada mengusir setan. Perhati-

kanlah, kuasa untuk menjadi anak-anak Tuhan   harus lebih di-

hargai daripada melakukan mujizat, sebab kita membaca ten-

tang orang-orang yang mengusir setan-setan demi nama 

Kristus, seperti yang dilakukan Yudas, namun  tidak diakui 

Kristus pada hari penghakiman itu kelak. namun  mereka yang 

namanya ada terdaftar di sorga tidak akan pernah binasa. 

Mereka yaitu  domba-domba Kristus, yang kepadanya Ia akan 

memberikan hidup yang kekal. Anugerah yang menyelamatkan 

harus lebih membuat orang bersukacita daripada karunia-

karunia roh. Kasih yang kudus yaitu  cara yang lebih unggul 

daripada berbahasa lidah. 

4. Ia mempersembahkan ucapan syukur yang khidmat kepada 

Bapa-Nya, sebab  mempekerjakan orang-orang biasa seperti 

murid-murid-Nya itu merupakan suatu pelayanan yang sangat 

tinggi dan terhormat (ay. 21-22). Kita sudah menemui hal ini 

sebelumnya dalam Matius 11:25-27, hanya saja di sini ditam

bahkan kata-kata pada waktu itu juga bergembiralah Yesus 

dalam Roh Kudus. Sudah sepantasnya bila harus diberikan 

perhatian khusus kepada kata-kata pada waktu itu, sebab ke-

jadian seperti ini begitu jarang terjadi, mengingat bahwa Dia 

yaitu  seorang yang penuh kesengsaraan. Pada waktu itu saat 

Ia melihat Iblis jatuh dan mendengar keberhasilan para pela-

yan-Nya, pada waktu itu juga bergembiralah Yesus. Perhati-

kanlah, tidak ada yang mampu membuat hati Tuhan Yesus 

lebih bergembira dibandingkan dengan kemajuan penyebaran 

Injil dan kejatuhan Iblis melalui pertobatan jiwa-jiwa kepada 

Kristus. Kegembiraan Kristus merupakan sukacita yang pe-

nuh, suatu sukacita batiniah: Ia bergembira dalam Roh Kudus. 

Namun, bagaikan air yang dalam, sukacita-Nya tidak ber-

suara. Ini yaitu  sukacita yang tidak bisa diganggu orang lain. 

Sebelum Ia mengucapkan syukur kepada Bapa, Ia bergembira 

terlebih dahulu. Sebab sama seperti ucapan syukur merupa-

kan ungkapan sukacita kudus yang murni, begitu pula suka-

cita kudus yaitu  akar dan sumber dari ucapan syukur.  

Ada dua hal mengapa Ia mengucap syukur:  

(1) Atas apa yang dinyatakan Bapa melalui Sang Anak: Aku 

bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi (ay. 

21). Saat memuja Tuhan  , kita harus memandang-Nya baik 

sebagai Pencipta langit dan bumi maupun sebagai Bapa 

Kristus Yesus Tuhan kita, dan di dalam Dia, sebagai Bapa 

kita.  

Sekarang, hal yang disyukuri-Nya yaitu :  

[1]  Bahwa rencana Tuhan   menyangkut pendamaian manusia 

dengan diri-Nya sendiri dinyatakan kepada beberapa 

anak manusia, yang mungkin juga pantas untuk meng-

ajar orang lain. Tuhan   sendirilah yang melalui Anak-Nya 

telah mengatakan hal-hal ini kepada kita, dan oleh Roh-

Nya Ia telah menyatakannya di dalam kita. Dia telah 

menyatakan apa yang selama ini disembunyikan sejak 

dunia dijadikan.  

[2] Bahwa semua itu dinyatakan kepada orang-orang kecil, 

kepada orang-orang yang rendah dalam kemampuan-

nya, yang leluhur dan pendidikannya tidak menjanjikan 

sesuatu apa pun yang baik. Mereka hanyalah anak-

anak dalam pemikiran, sampai Tuhan   melalui Roh-Nya 

meningkatkan kemampuan mereka serta memperleng-

kapi mereka dengan pengetahuan ini dan kemampuan 

untuk menyampaikannya. Kita patut bersyukur kepada 

Tuhan   terutama bukan atas kehormatan yang diberikan-

nya kepada orang-orang kecil, melainkan atas kehor-

matan yang diberikan-Nya kepada diri-Nya sendiri da-

lam menyempurnakan kekuatan dalam kelemahan.  

[3] Bahwa pada saat yang sama saat  Ia menyatakannya 

kepada orang kecil, Ia menyembunyikannya bagi orang 

bijak dan orang pandai, yakni para filsuf bukan-Yahudi, 

dan para guru Yahudi. Ia tidak menyatakan makna Injil 

kepada mereka ini, atau memakai mereka dalam mem-

beritakan kerajaan-Nya. Syukur kepada Tuhan   bahwa 

para rasul tidak dipilih dari sekolah-sekolah mereka, 

sebab:  

Pertama, mereka bisa saja mencampuradukkan ga-

gasan mereka dengan pengajaran Kristus sehingga 

dengan demikian justru merusaknya, seperti yang ter-

bukti di lalu   hari. Kekristenan telah banyak dice-

mari oleh filsafat Platonis di abad-abad pertama, oleh 

filsafat Aristotelian di abad-abad berikutnya, serta oleh 

para guru Yudaisme saat baru didirikan.  

Kedua, seandainya para guru Yahudi dan para ahli 

filsafat itu telah diangkat menjadi rasul, keberhasilan 

Injil pasti telah dihubungkan dengan pengetahuan, ke-

pandaian, dan kekuatan pemikiran serta kefasihan 

lidah mereka. Oleh sebab  itulah mereka tidak boleh di-

angkat menjadi rasul supaya tidak mengambil terlam-

pau banyak bagi diri sendiri, dan orang lain pun tidak 

harus menghargai mereka secara berlebihan. Mereka di-

abaikan sebab  alasan yang sama yang dipakai untuk 

mengurangi pasukan Gideon: Masih terlalu banyak rak-

yat (Hak. 7:4). Paulus memang dididik sebagai orang 

terpelajar di antara orang bijak dan orang pandai, namun  

ia menjadi orang kecil saat  menjadi rasul. Ia menge-

sampingkan kata-kata hikmat manusia yang menarik 

hati, melupakan semuanya itu, dan tidak memamer-

mamerkan atau menggunakan pengetahuan apa pun 

selain tentang Kristus yang disalibkan (1Kor. 2:2, 4).  

[4] Bahwa dengan hal ini Tuhan   bertindak melalui kedaulat-

an: Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Tuhan   

memang  mau memberikan anugerah-Nya dan pengeta-

huan tentang Anak-Nya kepada orang-orang yang di-

anggap tidak layak menerimanya. Ia tidak akan mem-

berikannya kepada mereka yang tampaknya lebih me-

miliki segala kemampuan untuk menyampaikannya. 

Inilah yang berkenan bagi Dia, yang pemikiran-Nya jauh 

melebihi pikiran kita. Ia memilih untuk memercayakan 

pemberitaan Injil-Nya ke dalam tangan orang-orang 

yang dengan kekuatan ilahi akan memajukannya dan 

bukannya ke dalam tangan mereka yang memakai ke-

ahlian manusia untuk hanya merusakkannya. 

(2) Atas apa yang menjadi rahasia di antara Bapa dan Anak 

(ay. 22).  

[1] Keyakinan kuat Bapa terhadap Anak-Nya: Semua telah 

diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku, seluruh hikmat 

dan pengetahuan, seluruh kuasa dan wewenang 

(otoritas), serta seluruh anugerah dan penghiburan 

yang disediakan bagi sisa-sisa yang terpilih. Semua ini 

diserahkan ke dalam tangan Tuhan Yesus. Di dalam 

diri-Nyalah kepenuhan segala sesuatu harus berdiam, 

dan dari diri-Nyalah segala kepenuhan itu diturunkan: 

Dia yaitu  Sang Wali agung yang mengurus semua 

urusan kerajaan Tuhan  .  

[2] Saling pengertian mendalam yang ada di antara Bapa 

dan Anak, serta kesadaran bersama yang tidak dimiliki 

makhluk lainnya: tidak ada seorang pun yang tahu si-

apakah Anak itu, atau bagaimana jalan pikiran-Nya, se-

lain Bapa, yang telah menciptakan-Nya sebagai permula-

an pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-

tama dahulu kala (Ams. 8:22). Begitu pula tidak ada 

yang tahu siapakah Bapa, dan segala rencana-Nya, se-

lain Anak, yang bersandar di dada-Nya sejak kekekalan 

sebagai anak kesayangan-Nya, dan senantiasa bermain-

main di hadapan-Nya (Ams. 8:30), dan kepada mereka 

Anak menyatakan Bapa-Nya melalui Roh. Injil yaitu  

penyataan Yesus Kristus. Kepada-Nyalah kita berutang 

atas semua pengungkapan yang dinyatakan kepada kita 

mengenai kehendak Tuhan   bagi keselamatan kita. Di sini 

Ia berbicara tentang kepercayaan yang diberikan Bapa 

kepada-Nya atas hal ini , sesuatu yang sangat me-

nyukakan hati-Nya dan membuat-Nya merasa bersyu-

kur kepada Bapa-Nya. 

5. Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya alangkah berbahagia-

nya mereka sebab  hal-hal ini dinyatakan kepada mereka (ay. 

23-24). Sesudah menghadap Bapa-Nya, berpalinglah Yesus ke-

pada murid-murid-Nya, dengan tujuan membuat mereka me-

nyadari betapa berbahagianya mereka dan betapa hal itu 

membawa kemuliaan dan kehormatan bagi Tuhan  , bahwa mere-

ka mengetahui rahasia-rahasia kerajaan Tuhan   dan dipakai un-

tuk membimbing orang lain untuk juga mengetahui segala ra-

hasia itu.  

Alasannya yaitu  bahwa:  

(1) Hal ini sungguh merupakan suatu langkah besar menuju 

sesuatu yang lebih baik. Walaupun pengetahuan semata 

mengenai rahasia-rahasia kerajaan Tuhan   ini tidak dapat 

menyelamatkan, namun pengetahuan ini membawa kita ke 

jalan menuju keselamatan itu: Berbahagialah mata yang 

melihat apa yang kamu lihat. Dalam hal inilah Tuhan   mem-

berkati mereka, dan jika mereka tidak melakukan kesalah-

an, ini akan menjadi keberkatan kekal bagi mereka.  

(2) Hal ini sungguh merupakan langkah besar yang jauh 

mengatasi apa yang dialami orang-orang yang telah men-

dahului mereka, bahkan para kudus yang hebat dan orang-

orang kesukaan Sorga sekalipun: “Banyak nabi dan orang 

benar (seperti yang tertulis dalam Mat. 13:17), banyak nabi 

dan raja” (seperti yang tertulis dalam Lukas di sini), “ingin 

melihat dan mendengar hal-hal yang tiap hari kamu alami 

secara dekat, namun  tidak melihatnya dan tidak mendengar-

nya.” Kehormatan dan kebahagiaan para orang kudus dari 

Perjanjian Baru jauh melebihi yang dimiliki orang-orang se-

perti para nabi dan raja-raja dari Perjanjian Lama, walau-

pun mereka pun sangat berkenan di hati Tuhan  . Orang-

orang kudus Perjanjian Lama hanya memperoleh gagasan-

gagasan umum mengenai anugerah dan kemuliaan keraja-

an Mesias secara tersirat saja. Hal ini membuat mereka 

sangat berharap semoga saja nasib mereka ditentukan 

untuk bisa mengalami hari-hari yang penuh berkat itu, dan 

supaya mereka dapat melihat hakikat yang sebenarnya dari 

segala hal yang hanya mereka lihat dengan samar-samar 

itu. Perhatikanlah, dengan mengingat segala keuntungan 

besar yang kita dapatkan dalam terang Perjanjian Baru, 

yang melebihi apa yang didapatkan mereka yang hidup di 

zaman Perjanjian Lama, kita seharusnya menjadi lebih 

tergugah untuk bertekun dalam terang itu. Sebab jika kita 

tidak melakukannya, ini akan memperparah hukuman atas 

diri kita sebab  tidak memanfaatkan kesempatan ini sepe-

nuhnya. 

Siapakah Sesama Kita  

(10:25-37) 

25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, 

katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang 

kekal?” 26 Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? 

Apa yang kaubaca di sana?” 27 Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Tuhan  mu, 

dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap ke-

kuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu ma-

nusia seperti dirimu sendiri.” 28 Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; 

perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” 29 namun  untuk membenar-

kan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manu-

sia?” 30 Jawab Yesus: “yaitu  seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; 

ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya 

habis-habisan, namun  yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi 

meninggalkannya setengah mati. 31 Kebetulan ada seorang imam turun mela-

lui jalan itu; ia melihat orang itu, namun  ia melewatinya dari seberang jalan. 32 

Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; saat  ia melihat orang itu, 

ia melewatinya dari seberang jalan. 33 Lalu datang seorang Samaria, yang se-

dang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan saat  ia melihat orang itu, 

tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 34 Ia pergi kepadanya lalu membalut 

luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemu-

dian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu 

membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. 35 Keesokan harinya ia 

menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah 

dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku 

kembali. 36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, yaitu  

sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” 37 Jawab 

orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata 

Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

Di sini kita dapati percakapan Kristus dengan seorang ahli Taurat 

menyangkut hati nurani, yang harus kita ketahui kebenarannya dari 

Kristus, sekalipun pertanyaan-pertanyaan itu diajukan kepada-Nya 

dengan niat yang tidak baik. 

I.   yaitu  pantas bagi kita untuk mengetahui hal baik apa yang 

harus kita lakukan dalam kehidupan ini supaya kita memperoleh 

hidup yang kekal. Sebuah pertanyaan mengenai hal ini diajukan 

kepada Juruselamat kita oleh seorang ahli Taurat atau ahli 

hukum, hanya dengan tujuan untuk mencobai-Nya, dan bukan 

dengan keinginan untuk diberi pengajaran oleh-Nya (ay. 25). Ahli 

Taurat itu berdiri dan bertanya kepada-Nya, Guru, apa yang harus 

kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Jika memang be-

nar Kristus memiliki  suatu petunjuk khusus untuk disampai-

kan, orang itu berharap mendapatkannya dari Dia melalui perta-

nyaannya ini, dan lalu   mungkin dia akan mengungkapkan 

hal buruk mengenai diri-Nya dengan petunjuk-Nya itu. Namun, 

jika Kristus tidak memiliki  suatu petunjuk khusus, maka dia 

akan menunjukkan bahwa ajaran-Nya tidak berguna, sebab  

tidak mampu memberikan arahan lain untuk memperoleh ke-

bahagiaan selain yang telah mereka terima selama ini. Atau, boleh 

jadi juga dia memang tidak memiliki  niat jahat terhadap 

Kristus seperti para ahli Taurat yang lain. Mungkin saja ia hanya 

ingin berbincang-bincang sedikit dengan-Nya, sebagaimana orang-

orang pergi ke gereja untuk mendengarkan pesan yang hendak di-

sampaikan oleh hamba Tuhan. Ini benar-benar pertanyaan yang 

bagus: Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang 

kekal? Namun pertanyaan ini telah kehilangan sisi baiknya saat 

diajukan dengan niat buruk, atau bahkan sangat jahat. Perhati-

kanlah, belumlah cukup untuk sekadar membicarakan dan meng-

ajukan pertanyaan mengenai perkara-perkara tentang Tuhan  . Kita 

juga harus melakukannya dengan perhatian yang semestinya. 

Jika kita membicarakan hidup yang kekal dan jalan untuk mem-

perolehnya dengan cara yang ceroboh, semata-mata sebagai ba-

han percakapan biasa-biasa saja, apalagi sampai dijadikan bahan 

pertengkaran, maka kita hanya akan menggunakan nama Tuhan   

dengan sia-sia, sama seperti yang dilakukan si ahli Taurat ini.  

Nah, sebab  pertanyaan ini telah diajukan, maka amatilah: 

1. Bagaimana Kristus mengarahkan si ahli Taurat itu kepada 

hukum ilahi dan menyuruhnya mengikuti arahnya. Walaupun 

Ia mengetahui jalan pikiran dan niat hatinya, Ia tidak menja-

wab pertanyaan itu menurut kebodohan hatinya, namun  menu-

rut hikmat dan kebaikan yang terkandung dalam pertanyaan 

yang diajukannya itu. Kristus menjawabnya dengan sebuah 

pertanyaan: Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang 

kaubaca di sana? (ay. 26). Ahli Taurat itu datang dengan mak-

sud untuk memberikan pelajaran agama kepada Kristus dan 

untuk lebih mengenal-Nya. Namun, yang terjadi justru seba-

liknya, Kristuslah yang akan mengajari dia dan membuatnya 

mengenal dirinya sendiri. Kristus berbicara kepadanya seperti 

kepada seorang ahli hukum, seorang yang memang mengenal 

hukum dengan baik. Hal-hal yang telah dipelajarinya dalam 

bidang pekerjaannya itulah yang akan menjelaskan kepada-

nya. Biarlah ia berlaku sesuai dengan pengetahuannya, su-

paya dengan demikian dia tidak akan kekurangan hidup yang 

kekal. Perhatikanlah, dalam perjalanan kita menuju sorga, 

sungguh akan bermanfaat bagi kita untuk memikirkan apa 

yang tertulis dalam hukum dan apa yang kita baca di sana. 

Kita harus kembali kepada Alkitab kita, kepada hukum yang 

sekarang ada di tangan Kristus, dan mengikuti jalan yang di-

tunjukkan kepada kita di sana. Sungguh rahmat yang besar 

bahwa kita memiliki hukum yang tertulis, sehingga dengan 

demikian kita memilikinya dengan pasti dan juga dapat me-

nyebarkannya lebih lanjut serta bertahan lebih lama. sebab  

sudah tertulis, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk 

membacanya, membacanya dengan penuh pengertian, dan 

menyimpan apa yang kita baca itu, sehingga saat  datang ke-

sempatan, kita mampu menceritakan apa yang tertulis dalam 

hukum itu dan apa yang kita baca darinya. Inilah yang harus 

kita kerjakan. Dengan cara inilah kita menguji pengajaran-

pengajaran hukum itu dan mengakhiri percekcokan. Inilah 

yang harus menjadi jawaban kita, pegangan kita, peraturan 

dan pedoman kita. Apa yang tertulis dalam hukum? Apa yang 

kita baca di situ? Jika memang ada terang dalam diri kita, 

maka terang itu pasti berasal dari hukum itu. 

2.  Betapa bagusnya penggambaran yang diberikan si ahli Taurat 

ini  tentang hukum itu, tentang perintah-perintah utama 

dari hukum itu, yang harus kita laksanakan jika ingin mewa-

risi hidup yang kekal. Dalam memberikan jawabannya, orang 

ini tidak mengacu pada adat kebiasaan tua-tua, seperti yang 

biasa dilakukan orang Farisi umumnya. Sebaliknya, seperti la-

yaknya seorang ahli hukum yang baik, ia berpatokan pada 

kedua perintah pertama dan terutama dalam hukum, sebab  

inilah perintah-perintah yang menurutnya harus ditaati penuh 

secara ketat untuk memperoleh hidup yang kekal; selain itu 

perintah-perintah ini  mencakup semua perintah-perintah 

lainnya (ay. 27).  

(1) Kita harus mengasihi Tuhan   dengan segenap hati, meman-

dang-Nya sebagai yang terbaik dari antara semua yang ada, 

yang sangat ramah, dan luar biasa sempurna dan unggul. 

Terhadap-Nyalah kita memiliki kewajiban-kewajiban besar, 

baik dalam memberikan syukur maupun perhatian. Kita 

harus menjunjung tinggi Dia dan menghargai diri sendiri 

melalui sukacita kita terhadap-Nya. Kita harus bersukacita 

atas diri kita sendiri di dalam Dia, serta mengabdikan diri 

sepenuhnya kepada Dia. Kasih kita terhadap-Nya haruslah 

tulus, sepenuh hati, dan sungguh-sungguh. Kasih kita ke-

pada-Nya harus melebihi kasih atas apa pun juga, cinta itu 

kuat seperti maut, namun  harus dengan penuh pengetahu-

an, supaya kita dapat mempertanggungjawabkan dasar 

dan alasannya. Kasih kita kepada-Nya harus utuh. Dia ha-

rus memiliki segenap jiwa kita dan harus dilayani dengan 

segala sesuatu yang ada pada diri kita. Janganlah kita 

mencintai apa pun selain Dia. Apa yang kita kasihi, kita 

harus kasihi demi Dia dan dalam ketaatan kepada Dia.  

(2) Kita harus mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, 

dan hal ini dapat kita lakukan dengan mudah, jika kita le-

bih mengasihi Tuhan   daripada diri kita sendiri. Kita harus 

mengharapkan hal-hal yang baik bagi semua orang dan 

tidak mengharapkan yang jahat bagi siapa pun. Di dunia 

ini kita harus berbuat baik sedapat mungkin dan tidak me-

nyakiti siapa pun, dan, dengan memegangnya sebagai sua-

tu aturan, memperlakukan orang lain sama seperti kita 

ingin mereka memperlakukan kita. Inilah arti mengasihi 

sesama manusia seperti diri sendiri. 

3.  Pembenaran Kristus atas apa yang dikatakan orang itu (ay 28). 

Walaupun dia datang untuk mencobai-Nya, Kristus tetap me-

muji perkataannya yang bagus itu: Jawabmu itu benar. Kristus 

sendiri memegang kedua perintah ini  sebagai yang ter-

utama di dalam hukum (Mat. 22:37). Jadi kedua belah pihak 

sama-sama setuju dalam hal ini. Orang-orang yang berbuat 

baik akan mendapatkan pujian yang sama, demikian pula 

orang-orang yang mengatakan hal yang baik. Sejauh ini 

semuanya berjalan dengan benar, namun masih ada bagian 

tersulit yang harus dikerjakan: “Perbuatlah demikian, maka 

engkau akan hidup. Engkau akan mewarisi hidup yang kekal.” 

4.  Upaya orang itu untuk menghindari keyakinan yang sekarang 

akan diterapkan dalamnya. saat  Kristus berkata, Perbuatlah 

demikian, maka engkau akan hidup, orang ini mulai menyadari 

bahwa Kristus bermaksud memancing pengakuannya bahwa 

dia belum melakukan hal ini, dan itulah sebabnya mengapa 

ada pertanyaan tentang apa yang harus dilakukannya, jalan 

mana yang harus dicarinya, supaya dosa-dosanya diampuni. 

Dia juga perlu mengakui bahwa dia tidak mampu melakukan 

hal ini dengan sempurna dengan kekuatannya sendiri, dan 

oleh sebab  itu ada pertanyaan tentang cara bagaimana ia bisa 

memperoleh kekuatan untuk mampu melakukannya. Namun, 

ia menghindari pengakuan ini dan ingin membenarkan dirinya, 

dan oleh sebab itu tidak mau melanjutkan percakapan itu. 

Sama seperti yang pernah dikatakan orang lain, ia malah 

berkata (Mat. 19:20), Semuanya itu telah kuturuti. Perhati-

kanlah, banyak orang mengajukan pertanyaan bagus hanya 

dengan tujuan untuk membenarkan diri dan bukannya untuk 

mencari penjelasan bagi diri sendiri. Dengan pongahnya 

mereka hanya bermaksud untuk memamerkan kebaikan yang 

ada pada diri mereka, dan bukannya dengan rendah hati 

berkeinginan untuk mencari tahu apa yang buruk dalam diri 

mereka.  

II.  Kita perlu tahu siapa sebenarnya sesama kita itu, yang menurut 

perintah terutama yang kedua, wajib kita kasihi. Inilah pertanya-

an lain yang diajukan ahli Taurat itu, hanya supaya ia bisa meng

elakkan yang pertama. Ia khawatir kalau-kalau melalui pelak-

sanaan hukum itu Kristus memaksanya untuk menyalahkan diri 

sendiri, padahal ia justru bertekad membenarkan diri sendiri. Peri-

hal mengasihi Tuhan  , ia tidak mau membicarakannya lebih lanjut 

lagi. Namun, perihal mengasihi sesama manusia, ia yakin telah 

melaksanakan perintah ini, sebab ia selalu bersikap baik hati dan 

hormat terhadap semua orang di sekitarnya.  

Sekarang cermatilah: 

1.  Gagasan rusak yang dimiliki para guru Yahudi mengenai hal 

ini. Dr. Lightfoot mengartikan kata-kata mereka sendiri seba-

gai berikut: “Saat mereka berkata, Kasihilah sesamamu manu-

sia, mereka mengecualikan semua orang bukan-Yahudi, sebab 

mereka bukanlah sesama kita. Yang disebut sesama kita ha-

nyalah orang-orang yang sebangsa dan seagama dengan kita.” 

Mereka tidak akan menghukum mati seorang Israel yang 

membunuh orang bukan-Yahudi, sebab dia bukanlah sesama 

manusia mereka. Mereka memang berkata bahwa mereka 

tidak boleh membunuh orang bukan-Yahudi yang tidak se-

dang berperang dengan mereka. Namun, apabila mereka meli-

hat seorang bukan-Yahudi sedang sekarat, mereka tidak me-

rasa berkewajiban untuk menyelamatkan nyawanya. Begitu 

jahatnya kesimpulan-kesimpulan yang mereka tarik dari per-

janjian kudus yang melaluinya Tuhan   mengkhususkan dan 

membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain. Namun, dengan 

menyalahgunakannya seperti itu, mereka telah kehilangan hak 

atasnya. Tuhan   menanggapi hal ini dengan adil dan mengalih-

kan anugerah-anugerah perjanjian (kovenan) ini kepada kaum 

bukan-Yahudi yang anugerah-anugerah umumnya telah 

disangkal dengan kejam oleh mereka. 

2.  Bagaimana Kristus meluruskan gagasan yang tidak manusiawi 

ini, dan menunjukkan melalui sebuah perumpamaan, bahwa 

orang yang darinya kita butuh perbuatan baik mereka dan 

yang siap membantu kita dengan perbuatan baiknya itu, tidak 

bisa tidak harus kita anggap sebagai sesama manusia kita. 

Dan sama halnya juga, kita harus memandang sebagai sesama 

kita, semua orang yang memerlukan perbuatan baik kita dan 

yang perlu kita bantu dengan kebaikan hati kita, meskipun 

mereka bukan sebangsa dan seagama dengan kita.  

Sekarang amatilah: 

(1) Perumpamaan itu sendiri, yang menggambarkan kepada 

kita perihal seorang Yahudi malang yang mengalami kesu-

litan, yang ditolong dan diringankan bebannya oleh seorang 

Samaria yang baik hati.  

Mari kita lihat di sini: 

[1] Bagaimana ia dianiaya oleh para musuhnya. Laki-laki 

yang tulus itu sedang melakukan perjalanan dengan te-

nang untuk melakukan kegiatan yang sah. Ia melewati 

jalan raya yang terbentang dari Yerusalem ke Yerikho 

(ay. 30). Disebutkannya kedua kota itu menyiratkan 

bahwa ini yaitu  kejadian yang nyata, bukan sebuah 

perumpamaan. Boleh jadi peristiwa itu belum lama ter-

jadi, tepat seperti yang diceritakan di sini. Kejadian-

kejadian tentang pemeliharaan ilahi akan memberi kita 

banyak pelajaran, asalkan kita mengamatinya dengan 

saksama dan memanfaatkannya. Kejadian-kejadian se-

perti ini bisa dirancang menyerupai perumpamaan un-

tuk diberikan sebagai pelajaran, dan akan lebih me-

nyentuh. Laki-laki malang ini jatuh ke tangan penya-

mun-penyamun. Tidak jelas apakah ini orang-orang 

Arab yang hidup dari barang rampasan atau penjahat 

keji yang sebangsa dengannya, atau serdadu Romawi 

yang meskipun terikat dengan peraturan tentara yang 

keras bisa saja telah melakukan kejahatan ini. Yang 

jelas, mereka ini sangat biadab. Mereka bukan saja me-

rampas uang orang itu, namun  juga pakaiannya, dan su-

paya ia tidak dapat mengejar mereka, atau sekadar 

untuk memuaskan nafsu jahat (sebab  apakah untung-

nya kalau darahnya tertumpah?), mereka pun memukul-

nya dan pergi meninggalkannya setengah mati, sekarat 

sebab  luka-lukanya. Di sini kita boleh saja merasa 

marah terhadap para penyamun yang sudah tidak me-

miliki perikemanusiaan sama sekali, berperilaku seperti 

binatang buas, binatang-binatang pemangsa, yang ha-

nya dilahirkan untuk ditangkap dan dimusnahkan. 

Namun, pada saat yang sama kita tidak bisa tidak juga 

patut berbelas kasihan terhadap orang-orang yang 

jatuh dalam tangan orang-orang yang begitu jahat dan 

tidak berakal seperti ini. Rasanya kalau kita punya 

kekuatan, kita pasti akan menolong mereka. Kita patut 

bersyukur kepada Tuhan   bila kita telah dipelihara-Nya 

dari kejahatan para perampok! 

[2] Bagaimana ia diabaikan oleh orang-orang yang seharus-

nya menjadi sahabat-sahabatnya, yang bukan saja se-

bangsa dan seagama, namun  juga seorang imam dan 

yang satu lagi seorang Lewi, tokoh-tokoh masyarakat 

dengan kedudukan penting. Mereka bahkan dianggap  

suci oleh orang. Tugas mereka mewajibkan mereka ha-

rus bersikap lemah-lembut dan penuh belas kasihan 

(Ibr. 5:2). Mereka mengajar orang lain untuk membebas-

kan mereka yang diangkut untuk dibunuh, namun  mereka 

sendiri tidak melakukannya. Dr. Lightfoot mengatakan 

kepada kita bahwa banyak kelompok imam bertempat 

tinggal di Yerikho, dan dari sana mereka pergi ke Yeru-

salem saat  tiba giliran mereka untuk bertugas di situ, 

lalu   pulang kembali. Ini artinya bahwa ada 

banyak imam yang pulang pergi melalui jalan itu, beser-

ta orang-orang Lewi para pembantu mereka. Mereka 

melewati jalan itu, dan melihat orang malang yang 

terluka itu. Mungkin mereka mendengar rintihannya 

dan tidak bisa tidak pasti tahu bahwa jika tidak segera 

ditolong, ia pasti akan tewas. Orang Lewi itu bukan saja 

menoleh kepadanya, namun  datang ke tempat itu dan 

melihat orang itu (ay. 32). Namun, keduanya melewati-

nya dari seberang jalan. saat  melihat kejadian yang 

menimpa orang itu, mereka menjaga jaraknya sejauh 

mungkin, seakan-akan mau berdalih, “Sungguh, kami 

tidak tahu hal itu.” Sungguh menyedihkan bila orang-

orang yang seharusnya menjadi teladan kemurahan 

hati justru berperilaku sangat jahat. Mereka yang 

seharusnya menunjukkan rahmat Tuhan   dan menya-

takan belas kasihan terhadap orang lain, malah mena-

han diri. 

[3] Bagaimana ia ditolong dan dirawat oleh seorang asing, 

seorang Samaria, dari suku bangsa yang paling diang-

gap hina dan dibenci oleh orang-orang Yahudi yang 

tidak mau berurusan dengan mereka. Orang ini masih 

memiliki perikemanusiaan dalam dirinya (ay. 33). Imam 

itu mengeraskan hatinya terhadap salah seorang dari 

bangsanya sendiri, namun  orang Samaria itu membuka 

hati terhadap salah seorang dari bangsa lain. saat  ia 

melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan 

dan sama sekali tidak mempermasalahkan kebangsa-

annya. Walaupun korbannya seorang Yahudi, dia tetap 

saja seorang manusia, manusia yang berada dalam 

penderitaan, dan orang Samaria itu telah diajar untuk 

menghormati semua orang. Dia tidak tahu kapan 

kejadian yang menimpa orang malang ini  akan 

menimpa dirinya sendiri. Oleh sebab itu ia menaruh iba 

terhadapnya, sama seperti dia ingin dikasihani seandai-

nya mengalami kejadian seperti ini. Bahwa kasih sebe-

sar ini bisa ditemukan dalam diri seorang Samaria, bo-

leh juga  dianggap sama indahnya dengan iman orang 

Romawi dan wanita  Kanaan yang dikagumi oleh 

Kristus itu. Namun, sebenarnya bukan demikianlah 

halnya, sebab rasa iba yaitu  pekerjaan manusia, se-

dangkan iman yaitu  pekerjaan anugerah ilahi. Belas 

kasihan yang ada pada diri orang Samaria ini bukanlah 

belas kasihan yang berpangku tangan. Baginya, belum-

lah cukup untuk sekadar berkata, “Semoga cepat sem-

buh, semoga ada yang menolongmu” (Yak. 2:16), namun  

saat hatinya tergerak, ia mengulurkan tangannya ke-

pada orang malang yang miskin ini (Yes. 58:7,10; Ams. 

31:20). Lihatlah betapa baik hatinya orang Samaria ini.  

Pertama, ia pergi kepada orang yang malang itu, 

yang dihindari oleh imam dan orang Lewi itu. Tidak di-

ragukan lagi bahwa orang Samaria itu menanyakan 

bagaimana ia sampai berada dalam keadaan yang me-

nyedihkan itu, dan turut merasa prihatin terhadapnya.  

Kedua, ia melakukan tugas seorang tabib, sebab  

tidak ada lagi siapa-siapa di situ. Ia membalut luka-

lukanya, mungkin memakai kain lenannya sendiri, lalu 

menyiraminya dengan minyak dan anggur, yang mung-

kin dibawa olehnya. Anggur untuk membersihkan luka-

luka, dan minyak untuk meredakan rasa sakit, dan se-

telah itu ia membalutnya. Dia berbuat sebisa-bisanya 

untuk meredakan rasa sakit dan mencegah bahaya 

yang disebabkan oleh luka-luka itu, sebagai seseorang 

yang turut merasakan kepedihan.  

Ketiga, Ia menaikkan orang itu ke atas keledai tung-

gangannya sendiri, sementara ia sendiri berjalan kaki, 

dan membawanya ke tempat penginapan. Sungguh me-

rupakan rahmat bila ada  tempat penginapan di ja-

lan, sehingga kita bisa memperoleh makanan dan istira-

hat dengan uang kita. Mungkin malam itu orang Sama-

ria ini bisa mengakhiri perjalanannya seandainya tidak 

menjumpai rintangan ini. Namun, sebab  belas kasih-

annya terhadap orang malang itu, ia turut bermalam di 

penginapan. Ada yang berpendapat bahwa imam dan 

orang Lewi itu beralasan tidak dapat tinggal sejenak un-

tuk menolong orang malang itu sebab  mereka sedang 

bergegas untuk menghadiri ibadah di Yerusalem. Na-

mun, kita juga bisa menduga bahwa orang Samaria itu 

pergi untuk suatu urusan. namun , meskipun demikian, 

ia mengerti bahwa baik urusan sendiri maupun mem-

berikan korban kepada Tuhan   pun harus mengalah ter-

hadap tindakan belas kasihan semacam ini.  

Keempat, Ia merawat orang itu di penginapan, mem-

baringkannya di tempat tidur, memberikan makanan 

yang layak baginya, menemaninya, dan mungkin juga 

berdoa dengannya. Dan bukan itu saja.  

Kelima, Seolah-olah orang ini yaitu  anaknya 

sendiri atau orang yang ada di bawah pemeliharaannya, 

saat berangkat keesokan paginya, ia menyerahkan uang 

kepada pemilik penginapan untuk dipergunakan bagi 

semua keperluan si sakit, serta menjanjikan pengem-

balian kelebihan uang yang akan dibelanjakan. Dua 

dinar pada masa itu dapat dipergunakan untuk berba-

gai-bagai keperluan. Namun, di sini uang sebanyak itu 

pun diperhitungkannya saja seolah-seolah bisa mencu-

kupi semua keperluan orang itu. Semuanya ini sung-

guh-sungguh merupakan kebaikan dan kemurahan hati 

yang hanya bisa diharapkan bisa diperoleh dari seorang 

sahabat atau saudara, padahal ini dilakukan oleh se-

orang asing yang tidak dikenal.  

Sekarang, perumpamaan ini bisa juga diterapkan 

untuk tujuan yang lain daripada tujuannya yang semu-

la. Tepatlah kalau perumpamaan ini dikemukakan un-

tuk menggambarkan kebaikan dan kasih Tuhan   Juru-

selamat kita kepada manusia berdosa yang malang. 

Dahulu kita bagaikan orang malang yang melakukan 

perjalanan ini. Iblis, musuh kita, telah merampok kita 

habis-habisan, dan menyakiti kita. Seperti itulah celaka 

yang diakibatkan dosa terhadap kita. Pada dasarnya 

kita lebih daripada sekadar setengah mati, bahkan mati 

dua kali, sebab  melakukan pelanggaran dan dosa. Kita 

sama sekali tidak mampu menolong diri sendiri, sebab  

tidak berdaya. Hukum Musa, seperti imam dan orang 

Lewi itu, para pelayan hukum, hanya bisa memandang 

kita, namun tidak berbelas kasihan kepada kita, tidak 

memberi kita kelepasan, dan hanya melewati kita dari 

seberang jalan, seakan-akan tidak memiliki rasa iba 

ataupun kuasa untuk menolong kita. Namun, kemu-

dian datanglah Yesus, si orang Samaria yang baik hati 

itu (dan dengan nada mencela mereka mengatai Dia: 

Engkau orang Samaria). Dia menaruh belas kasihan ter-

hadap kita dan membalut luka-luka kita (Mzm. 147:3; 

Yes. 61:1), dan menuangkan, bukannya minyak dan 

anggur, namun  yang tak terkirakan lebih berharga lagi 

daripada itu, yakni darah-Nya sendiri. Ia merawat kita, 

dan meminta kita memasukkan semua pengeluaran 

bagi kesembuhan kita atas nama-Nya. Dan Ia melaku-

kan semua ini meskipun Ia bukan termasuk salah satu 

di antara kita, bahkan Ia bersedia merendahkan diri 

dengan rela, padahal kedudukan-Nya sebenarnya jauh 

di atas kita. Hal ini semakin menunjukkan kedalaman 

kasih-Nya dan membuat kita semua wajib berkata, 

“Betapa kita ini semua sangat berutang. Apakah yang 

bisa kita berikan?” 

(2)  Penerapan perumpamaan itu.  

[1] Kebenaran yang terkandung di dalamnya ditarik dari 

mulut si ahli Taurat itu sendiri. “Sekarang katakan ke-

pada-Ku,” kata Kristus, “Siapakah di antara ketiga 

orang ini yaitu  sesama manusia dari orang yang jatuh 

ke tangan penyamun itu (ay. 36), imam, orang Lewi, 

atau orang Samaria itu? Siapakah dari antara mereka 

yang berlaku sebagai sesama manusia?” Ahli Taurat itu 

tidak bersedia menjawab pertanyaan ini seperti yang se-

harusnya dilakukan olehnya, yakni “Tidak bisa diragu-

kan lagi, orang Samaria itulah.” Sebaliknya, ia hanya 

berkata, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan 

kepadanya. Tidak diragukan lagi, dialah yang menjadi 

sesama yang baik, bahkan sangat baik, bagi orang itu, 

dan haruslah aku katakan bahwa sungguh baiklah 

perbuatannya itu dalam menyelamatkan orang Yahudi 

itu dari kematian.”  

[2] Kewajiban yang disimpulkan dari kata-kata tadi dita-

namkan ke dalam hati nurani si ahli Taurat itu sendiri: 

Pergilah, dan perbuatlah demikian. Kewajiban dalam 

berbagai hubungan sifatnya timbal balik, saling berba-

lasan. Seperti yang dikatakan Grotius, sebutan teman, 

saudara, sesama manusia di sini berarti tōn pros ti – 

sama-sama mengikat bagi kedua belah pihak. Jika salah 

satu pihak terikat, maka pihak yang lain tidak dapat 

terlepas, seperti yang disepakati dalam semua perjanji-

an. Bila seorang Samaria melakukan perbuatan baik 

yang dapat menolong orang Yahudi yang berada dalam 

kesukaran, sudah barang tentu seorang Yahudi tidak 

berbuat baik apabila ia tidak bersedia menolong orang 

Samaria yang sedang mengalami kesulitan. Petimusque 

damusque vicissim – tugas-tugas yang mulia ini harus 

dilakukan secara timbal balik. “Oleh sebab itu pergilah 

dan perbuatlah seperti yang dilakukan orang Samaria 

itu, bila mendapat kesempatan: tunjukkan belas kasih-

an kepada orang-orang yang membutuhkan pertolong-

anmu, dan lakukanlah dengan cuma-cuma, serta de-

ngan penuh kepedulian dan rasa kasih, meskipun me-

reka tidak sebangsa dan seagama denganmu, atau 

sependapat dan sekelompok dalam bidang iman keper-

cayaanmu. Biarlah kemurahan hatimu meluas sebelum 

engkau membangga-banggakan diri telah menjalankan 

perintah utama mengasihi sesamamu manusia.” Ahli 

hukum ini menilai diri sangat tinggi sebab  ia belajar 

serta tahu banyak tentang hukum dan menyangka da-

pat membuat Kristus kebingungan. Ternyata Kristus 

menyuruhnya belajar dari seorang Samaria agar mema-

hami kewajibannya. “Pergilah, dan perbuatlah seperti 

dia.” Perhatikanlah, sudah menjadi kewajiban kita se-

mua di mana pun kita berada, dan sesuai dengan ke-

mampuan kita, untuk menopang, menolong, dan mem-

bebaskan semua orang yang sedang berada dalam 

kesulitan dan kekurangan, terutama para ahli hukum. 

Di dalam hal ini kita harus belajar untuk mengungguli 

orang-orang yang suka membangga-banggakan diri 

sebagai imam dan orang Lewi. 

Marta dan Maria  

(10:38-42) 

38 saat  Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah 

kampung. Seorang wanita  yang bernama Marta menerima Dia di rumah-

nya. 39 wanita  itu memiliki  seorang saudara yang bernama Maria. 

Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, 

40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: 

“Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku mela-

yani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” 41 namun  Tuhan menjawab-

nya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak 

perkara, 42 namun  hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian 

yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”  

Dari kisah ini dapat kita perhatikan: 

I.  Jamuan yang diberikan Marta kepada Kristus dan murid-murid-

Nya di rumahnya (ay. 38).  

Perhatikanlah baik-baik: 

1.  Kedatangan Kristus ke kampung di mana Marta tinggal: saat  

mereka (Yesus dan murid-murid-Nya) dalam perjalanan, Dia 

dan mereka yang berada bersama-Nya tiba di sebuah kam-

pung. Kampung ini yaitu  Betania, tidak jauh dari Yerusalem,  

yang mau didatangi Kristus, dan untuk itu Ia mengambil jalan 

ini.  

Perhatikanlah:  

(1)  Yesus Tuhan kita berjalan berkeliling sambil berbuat baik 

(Kis. 10:38) dan menebarkan berkas-berkas cahaya serta 

pengaruh-Nya yang baik sebagai terang dunia yang sejati.  

(2)  Ke mana pun Kristus pergi, para murid-Nya ikut bersama-

Nya.  

(3) Kristus memberikan kehormatan kepada kampung-kam-

pung dengan kehadiran dan berkat-Nya, jadi bukan hanya 

kota-kota besar yang berpenduduk banyak. Sebab sama se-

perti Ia menginginkan kesendirian, demikian pula Ia mene-

rima kemiskinan. 

2.  Penerimaan terhadap-Nya di rumah Marta: Seorang wanita  

yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya dan me-

nyambut Dia, sebab  dialah yang mengurus rumah tangga itu.  

Perhatikanlah: 

(1) Saat masih hidup di dunia ini, Yesus Tuhan kita begitu 

miskin hingga Ia perlu didukung teman-teman-Nya untuk 

keperluan hidup sehari-hari. Walaupun Dia yaitu  Raja 

Sion, Dia tidak memiliki rumah sendiri, baik di Yerusalem 

maupun sekitarnya.  

(2)  Ada beberapa orang yang merupakan teman dekat Kristus, 

yang lebih dikasihi-Nya dibandingkan dengan teman-teman 

lain, dan Ia paling sering mengunjungi mereka. Ia menga-

sihi keluarga ini (Yoh. 11:5), dan sering kali datang berkun-

jung. Kunjungan-kunjungan Kristus merupakan bukti ka-

sih-Nya ini (Yoh. 14:23).  

(3) Ada orang-orang yang menyambut Kristus di rumah mere-

ka dengan ramah saat  Ia masih hidup di bumi. Rumah 

ini disebut rumah Marta, mungkin sebab  dia seorang 

janda dan pengurus atas rumah itu. Walaupun banyak bia-

ya yang harus dikeluarkan untuk menerima Kristus, kare-

na Dia tidak datang sendirian namun  membawa serta para 

murid-Nya, wanita  ini tidak mau mempermasalahkan-

nya. Betapa kita harus baik-baik mempergunakan harta 

kita untuk pelayanan Kristus! Terlebih lagi, di saat itu se-

makin berbahaya untuk menjamu-Nya sebab  tempat itu 

begitu dekat dengan Yerusalem. Walaupun begitu, wanita 

ini tidak peduli dengan bahaya apa pun yang akan menim-

panya sebab  nama-Nya itu. Meskipun banyak yang meno-

lak dan tidak mau menerima Dia, masih ada seorang yang 

bersedia menyambut-Nya. Walaupun di mana-mana orang 

berbicara buruk tentang Kristus, ternyata masih ada sisa-

sisa yang mengasihi-Nya dan dikasihi oleh-Nya. 

II. Perhatian yang diberikan Maria, saudara wanita  Marta, atas 

perkataan Kristus (ay. 39).  

1.  Ia mendengarkan perkataan-Nya. Sepertinya, segera sesudah 

masuk ke rumah Marta, bahkan sebelum hidangan dipersiap-

kan bagi-Nya, Yesus Tuhan kita memusatkan perhatian pada 

pekerjaan-Nya yang agung, yakni memberitakan Injil. Dengan 

khidmat Ia segera mengambil sebuah kursi, sebab  Maria du-

duk di dekat-Nya, yang menyiratkan bahwa mereka terus ber-

bincang-bincang. Perhatikanlah, sebuah khotbah yang bagus 

tidak pernah kehilangan maknanya sebab  disampaikan da-

lam sebuah rumah. Kunjungan sahabat-sahabat kita haruslah 

dikelola sedemikian rupa hingga menjadi bermanfaat di bidang 

rohani. Maria, yang telah memahami pentingnya hal ini, 

duduk mendengarkan sebaik-baiknya sebab  tidak tahu ka-

pan lagi ia bisa beroleh kesempatan baik seperti ini. Mengingat 

Kristus tidak segan-segan untuk berbicara, baiklah kita juga 

cepat untuk mendengar.  

2.  Maria duduk untuk mendengar, yang menunjukkan adanya 

perhatian yang penuh. Pikirannya tenang terpusat dan ia ber-

ketetapan untuk menyimak dengan baik, bukan mendengar-

kan dengan sambil lalu, namun  menerima segala sesuatu yang 

disampaikan oleh Kristus. Ia duduk dekat kaki Tuhan, seperti 

pelajar duduk dekat kaki guru mereka saat menyampaikan pe-

lajaran. Itulah sebabnya Paulus dikatakan dididik di bawah 

pimpinan Gamaliel (menurut KJV: dibesarkan pada kaki 

Gamaliel). Dengan duduk dekat kaki Kristus sambil mende-

ngarkan perkataan-Nya, kita menunjukkan kesediaan untuk 

menerima dan juga kepatuhan serta penyerahan diri sepenuh-

nya kepada bimbingan perkataan-Nya. Kita harus duduk dekat 

kaki Kristus atau dijadikan tumpuan kaki-Nya. Namun, bila 

sekarang kita duduk dekat kaki-Nya, tidak lama lagi kita akan 

duduk bersama-Nya di atas takhta-Nya. 

III. Kekhawatiran Marta terhadap perkara-perkara dalam rumah 

tangganya: namun  Marta sibuk sekali melayani (ay. 40), dan itulah 

sebabnya mengapa ia tidak berada bersama Maria – untuk duduk 

di dekat kaki Kristus dan mendengarkan perkataan-Nya. Marta 

sedang sibuk mempersiapkan hidangan bagi Kristus dan orang-

orang yang datang bersama-Nya. Mungkin ia tidak diberi tahu 

sebelumnya tentang kedatangan-Nya dan tidak memiliki  per-

siapan. Ia ingin agar dalam kesempatan ini segala sesuatu berja-

lan dengan baik. Tidak setiap hari ia menerima tamu-tamu seperti 

ini. Para ibu rumah tangga tahu betapa sibuknya persiapan kalau 

ada jamuan besar.  

Amatilah di sini: 

1.  Sesuatu yang patut dihargai dan tidak boleh dilewatkan.  

(1) Di sini kita melihat hormat yang diberikan kepada Yesus 

Tuhan kita, dan ini patut dipuji, sebab kita memiliki  

alasan untuk beranggapan bahwa hormat ini bukanlah un-

tuk pamer, melainkan semata-mata untuk menyatakan 

niat baik Marta kepada-Nya dengan mempersiapkan sam-

butan seperti ini. Perhatikanlah, orang-orang yang benar-

benar mengasihi Kristus akan berpikir bahwa sungguh 

baik untuk memberikan segalanya demi kehormatan-Nya.  

(2) Di sini kita melihat kepedulian Marta dengan perkara-per-

kara rumah tangganya, yang patut dipuji. Hal ini tampak 

dari rasa hormat yang ditunjukkan orang Yahudi kepada 

keluarga ini (Yoh. 11:19), bahwa mereka yaitu  orang-

orang bermartabat yang patut dihormati. Namun, Marta 

sendiri tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina 

untuk turun tangan melayani keluarga itu bila mendapat 

kesempatan. Perhatikanlah, sudah menjadi kewajiban se-

mua orang yang mengepalai rumah tangga untuk memper-

hatikan keluarga mereka. Rasa sayang akan kedudukan 

dan cinta akan kesenangan membuat banyak keluarga ter-

lantar. 

2.  Di sini ada  sesuatu yang salah dan harus kita perhatikan.  

(1)  Marta sibuk sekali melayani. Ia bertekad untuk menyiap-

kan jamuan yang sangat mewah dan hebat dengan jumlah, 

ragam, dan kesempurnaan yang luar biasa, sesuai kebiasa-

an tempat itu. Ia bersusah payah, peri pollēn diakonian – 

sibuk sekali melayani. Perhatikanlah, tidaklah baik bagi 

murid-murid Kristus untuk sibuk sekali melayani, sangat 

menggemari keanekaragaman, makanan lezat, serta kelim-

pahan dalam makanan dan minuman. Apa gunanya sibuk 

sekali melayani jamuan bila yang mau melayani pekerjaan 

Tuhan hanya sedikit?  

(2) Ia sibuk sekali dengan pelayanannya. Periespato – perhati-

annya ditarik olehnya (pelayanan itu). Perhatikanlah, se-

perti apa pun bentuk pemeliharaan Tuhan   atas diri kita, ja-

nganlah kita menjadi sibuk sekali dalam mengurusnya atau 

menjadi gelisah dan bingung oleh sebab nya. Peduli itu 

memang baik dan sudah menjadi tugas kita, namun  menjadi 

sibuk sekali merupakan dosa dan kebodohan.  

(3) Marta sibuk sekali melayani saat ia seharusnya berada ber-

sama saudaranya, duduk dekat kaki Kristus guna mende-

ngarkan perkataan-Nya. Perhatikanlah, urusan duniawi 

menjadi jerat bagi kita bila hal ini menghalangi kita mela-

yani Tuhan   dan mendapatkan kebaikan bagi jiwa kita.  

IV. Keluhan yang disampaikan Marta kepada Kristus perihal Maria, 

saudara wanita nya, sebab  tidak membantunya saat ini da-

lam pekerjaan rumah tangga (ay. 40): “Tuhan, tidakkah Engkau 

peduli, bahwa saudaraku, yang juga berkepentingan seperti diriku 

untuk mengerjakan segala sesuatu dengan baik, membiarkan aku 

melayani seorang diri? Oleh sebab itu suruhlah dia meninggalkan-

Mu dan datang membantuku.”  

Sekarang:  

1. Keluhan Marta ini dapat dianggap sebagai ungkapan kedunia-

wiannya: ini yaitu  ungkapan yang menyatakan kepedulian 

dan kesibukannya yang berlebihan. Marta berbicara dengan 

perasaan yang sangat marah terhadap saudaranya, sebab  

kalau tidak, ia tidak akan mengganggu Kristus dengan masa-

lah ini. Perhatikanlah, kepedulian dan pengejaran hal-hal du-

niawi yang berlebihan sering kali menjadi penyebab gangguan 

dalam keluarga dan menimbulkan ketegangan dan pertikaian 

dalam hubungan dengan sesama. Terlebih lagi, orang-orang 

yang mendambakan hal-hal duniawi cenderung menyalahkan 

dan mengecam orang-orang yang tidak berbuat seperti mereka. 

Mereka membenarkan diri dalam keduniawian mereka dan 

menilai orang lain berdasarkan besarnya keuntungan duniawi 

yang diperoleh mereka. sebab  itulah mereka mudah menya-

lahkan orang-orang yang tekun beribadah, seolah-olah dengan 

beribadah mereka hanya menyia-nyiakan kesempatan terbaik 

yang ada. Marta meminta kepada Kristus untuk mengatakan 

kepada saudaranya itu bahwa sudah selayaknya ia menjadi 

marah. Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku 

membiarkan aku melayani seorang diri? Mungkin sebab  

sebelumnya Kristus kadang-kadang menyatakan keprihatinan-

Nya kepada Marta supaya ia tidak usah bersusah payah se-

perti itu, maka sekarang ia berharap supaya Kristus menyu-

ruh saudaranya itu untuk ikut membantu. Saat Marta peduli, 

ia ingin agar Maria, Kristus, dan semua orang juga ikut peduli. 

Bila tidak, ia merasa tidak senang. Perhatikanlah, orang-orang 

yang paling berani berseru kepada Tuhan   bukan selalu berarti 

bahwa mereka itu sudah berbuat benar. Oleh sebab  itu kita 

harus berhati-hati agar jangan sampai berharap bahwa Kristus 

harus mendukung percekcokan kita yang tidak benar dan tan-

pa alasan. Dengan sukacita kita boleh menyerahkan segala ke-

pedulian kita kepada-Nya, asalkan kepedulian itu berasal dari 

Dia, namun  tidak demikian halnya kalau kepedulian itu dise-

babkan oleh kebodohan kita. Dia akan menjadi pelindung bagi 

orang yang miskin dan terluka, namun  tidak bagi mereka yang 

suka mengacau dan melukai. 

2. Sikap Marta ini bisa mengecilkan hati Maria dalam hal kesa-

lehan dan ibadah. Seharusnya Marta memujinya sebab  per-

buatannya itu. Semestinya dia mengatakan bahwa perbuatan-

nya itu benar. Namun, bukannya melakukan demikian, Marta 

malah menyalahkan saudaranya itu sebab  tidak melakukan 

kewajibannya. Perhatikanlah, bukan merupakan hal aneh bila 

orang-orang yang giat beribadah menjumpai halangan dan 

cercaan yang menawarkan hati dari orang-orang di sekeliling 

mereka. Bukan saja mendapat perlawanan dari musuh, namun  

juga tuduhan dan kata-kata pedas dari teman-teman mereka. 

Puasa yang dijalani Daud dan tariannya di hadapan tabut 

Tuhan   justru membuatnya dicela. 

V. Teguran yang diberikan Kristus kepada Marta atas kekhawa-

tirannya yang berlebihan (ay. 41). Ia mengajukan permintaan ke-

pada-Nya, dan Ia pun menegurnya, Marta, Marta, engkau khawatir 

dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, padahal hanya 

satu saja yang perlu.  

1.  Ia menegur Marta, walaupun saat itu Ia merupakan tamunya. 

Kesalahan yang dilakukan Marta yaitu  kekhawatirannya 

yang berlebihan dalam upaya menjamu Dia, dan berharap Dia 

akan membenarkannya dalam hal ini. Namun, Ia jusrtru me-

negurnya di hadapan banyak orang. Perhatikanlah, Barangsia-

pa dikasihi Kristus, ia ditegor dan dihajar oleh-Nya. Bahkan 

mereka yang dikasihi Kristus, jika ada  sesuatu yang salah 

dalam diri mereka, mereka pasti akan diberi tahu. namun  Aku 

mencela engkau. 

2. Waktu menegurnya, Ia menyebut namanya, Marta; sebab  

suatu teguran sangat mungkin bisa mendatangkan kebaikan 

bila disampaikan secara khusus, dialamatkan kepada orang-

orang dan masalah secara khusus, seperti teguran Natan ke-

pada Daud, Engkaulah orang itu. Kristus mengulang-ulang na-

manya, Marta, Marta. Ia berbicara sebagai orang yang bersung-

guh-sungguh dan sangat memedulikan kesejahteraannya. 

Orang-orang yang terbelit kekhawatiran-kekhawatiran hidup 

ini tidak mudah dilepaskan dari belitan itu. Kita harus me-

nyerukan kepada mereka berulang kali, Hai negeri, negeri, 

negeri! Dengarlah firman TUHAN! 

3. Yang ditegur oleh-Nya yaitu  sikap khawatir dan menyusah-

kan diri dengan banyak perkara. Dia tidak senang sebab  

Marta menyangka bisa menyenangkan Dia dengan perjamuan 

yang mewah dan hebat hingga membuat bingung diri sendiri 

saat menyiapkannya. Padahal, Ia mengajar kita agar tidak me-

mentingkan kenikmatan dalam menggunakan hal-hal seperti 

itu, tidak mementingkan diri sendiri sampai harus menyusah-

kan orang lain, janganlah kita hanya mementingkan kepuasan 

diri sendiri dengan semuanya itu. Kristus menegur Marta, baik 

sebab  besarnya kekhawatiran yang dirasakannya (“engkau 

khawatir dan menyusahkan diri, terpecah perhatianmu, serta 

terganggu dengan banyak perkara”), maupun sebab  luasnya 

kekhawatiran itu, “tentang banyak perkara. Engkau meng-

inginkan banyak kesenangan, sehingga merasa khawatir kare-

na besarnya kekecewaanmu. Marta yang malang, begitu ba-

nyak hal engkau keluhkan, dan ini membuatmu kehilangan 

sukacita, padahal kesibukan yang lebih sedikit pun sudah cu-

kup.” Perhatikanlah, kekhawatiran dan kesusahan berlebihan 

tentang banyak hal dalam dunia ini merupakan kekeliruan 

yang umum dilakukan para murid Kristus. Hal ini sangat men-

datangkan perasaan tidak senang bagi Kristus, dan sebab  

itulah mereka sering ditegur oleh Tuhan   Sang Pemelihara. Jika 

mereka mengeluh tanpa alasan yang tepat, sudah sepantasnya 

Ia mendatangkan hal yang memang patut mereka keluhkan. 

4. Yang memperparah dosa dan kesalahan akibat rasa khawatir 

Marta yaitu  satu saja yang perlu. Beberapa orang memberi-

kan penjelasan seadanya mengenai hal ini, yaitu bahwa wa-

laupun Marta merasa khawatir dalam menyiapkan sejumlah 

besar piring makanan, dia sebenarnya cukup menyiapkan 

satu saja, sebab  yang satu ini pun sudah cukup. Yang perlu 

hanyalah satu hal – henos de esti chreia. Jika kita setuju, 

maka pendapat ini memberi kita aturan mengenai penguasaan 

diri untuk tidak terlampau menggemari beraneka ragam ma-

kanan lezat, melainkan merasa puas saja untuk duduk menik-

mati satu piring makanan, bahkan setengah darinya (Ams. 

23:1-3). Ini yaitu  penjelasan dipaksakan yang diberikan be-

berapa penulis dari zaman dahulu: namun  kesatuanlah yang 

perlu, sebagai lawan dari keterpecahan. Diperlukan kesatuan 

hati untuk menyimak perkataan-Nya, bukan dengan perhatian 

terpecah dan sibuk kian kemari seperti yang dilakukan Marta 

saat itu. Yang jelas-jelas dimaksudkan dengan satu saja yang 

perlu yaitu  apa yang dipilih oleh Maria – duduk dekat kaki 

Kristus, untuk mendengarkan perkataan-Nya. Marta meng-

khawatirkan banyak perkara, saat  ia seharusnya mencurah-

kan hatinya pada satu hal saja. Kesalehan menyatukan hati 

yang telah dicerai-beraikan oleh dunia. Banyak perkara yang 

dikhawatirkannya itu sebenarnya tidak perlu, sementara satu 

saja yang dilalaikannya justru amat perlu. Jika dikerjakan 

pada saat dan tempat yang tepat, kekhawatiran dan kesibukan 

Marta memang baik. Namun, saat ini ada hal lain yang harus 

dikerjakannya, sesuatu yang jauh lebih perlu, dan sebab  itu 

harus dilakukan terlebih dahulu dan harus sangat diperhati-

kan. Marta menyangka Kristus pasti akan mempersalahkan 

Maria sebab  tidak melakukan tugas seperti yang dilakukan-

nya. Namun, Ia justru mempersalahkannya sebab  tidak mela-

kukan seperti yang dikerjakan Maria. Dan kita tahu, hukuman 

Kristus berlangsung secara adil. Suatu saat nanti, Marta akan 

berandai-andai, ah, seandainya saja dahulu aku duduk di 

tempat Maria berada. 

VI. Pengakuan dan pujian Kristus kepada Maria atas kesalehannya itu: 

Maria telah memilih bagian yang terbaik. Maria tidak mengatakan 

apa pun untuk membela diri, namun  mengingat Marta telah menge-

luhkannya kepada Sang Guru, ia berserah saja kepada-Nya dan 

rela menerima pahala yang diberikan-Nya. Inilah pahala-Nya itu: 

1.  Maria telah memilih apa yang memang pantas untuk dipilih. 

sebab  satu saja yang perlu, dan satu hal ini telah dilakukan-

nya, yakni berserah diri kepada bimbingan Kristus, dan mene-

rima hukum dari mulut-Nya. Perhatikanlah, kesalehan yang 

sungguh-sungguh merupakan suatu hal yang perlu, satu saja 

yang perlu, sebab tanpa hal ini, tidak akan ada sesuatu apa 

pun yang bisa membawa kebaikan bagi kita di dunia ini, dan 

selain ini tidak akan ada sesuatu apa pun yang bisa kita bawa 

serta ke dalam dunia yang lain. 

2.  Dalam hal ini Maria telah bertindak bijaksana bagi dirinya 

sendiri. Kristus membenarkan Maria, terhadap tuduhan  sau-

daranya. Sekeras apa pun kita dikecam dan dipersalahkan 

manusia sebab  kesalehan dan ketekunan kita, Yesus Tuhan 

kita akan berpihak kepada kita: Engkau yang akan menjawab 

bagiku, ya Tuhan. Oleh sebab itu janganlah kita menyalahkan 

semangat saleh siapa pun, supaya jangan kita membuat 

Kristus melawan kita. Jangan pernah berkecil hati jika kita 

dikecam sebab  semangat saleh kita, sebab  Kristus ada di 

pihak kita. Perhatikanlah, cepat atau lambat, pilihan Maria 

akan dibenarkan, demikian juga semua orang yang membuat 

pilihan itu serta mematuhinya. Namun, ini belum semuanya. 

Kristus sangat menghargainya sebab  kebijaksanaannya itu: Ia 

telah memilih bagian yang terbaik, sebab ia memilih untuk ber-

ada bersama Kristus, untuk mengambil bagian bersama-Nya. 

Ia telah memilih urusan yang lebih baik, kebahagiaan yang 

lebih baik, dan cara yang lebih baik untuk menghormati serta 

menyenangkan hati Kristus, dengan menerima perkataan-Nya 

ke dalam hatinya. Lebih baik daripada cara Marta yang me-

nyiapkan jamuan di rumahnya.  

Perhatikanlah:  

(1) Bagian bersama Kristus yaitu  bagian yang terbaik. Ini 

yaitu  bagian bagi jiwa dan kekekalan, bagian yang diberi-

kan Kristus kepada orang-orang yang paling dikasihi-Nya 

(Yoh. 13:8), yang beroleh bagian di dalam Kristus (Ibr. 3:14), 

dan mengambil bagian bersama Kristus (Rm. 8:17).  

(2) Ini yaitu  bagian yang tidak akan diambil dari orang-orang 

yang memilikinya. Suatu bagian dari hidup ini pasti akan 

diambil dari kita saat kita diambil darinya. Namun, tidak 

ada apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih 

Kristus dan bagian kita di dalam kasih itu. Manusia dan 

setan-setan tidak akan dapat merampasnya dari kita, se-

dangkan Tuhan   dan Kristus pun tidak akan melakukannya.  

(3) Sudah menjadi kebijaksanaan dan kewajiban bagi setiap 

kita untuk memilih bagian yang terbaik ini, untuk memilih 

melayani Tuhan   sebagai urusan kita, memilih anugerah 

Tuhan   untuk kebahagiaan kita, dan memilih untuk meng-

ikuti Kristus, sebagai urusan kita supaya kita memperoleh 

kebahagiaan. Dalam setiap hal khusus kita harus memilih 

mana yang memiliki  kecenderungan rohaniah, dengan 

memandang bahwa yang terbaik yaitu  apa yang terbaik 

bagi jiwa kita. Maria bisa memilih apakah ia akan turut 

menyibukkan diri bersama Marta dan memperoleh pujian 

sebagai pengurus rumah tangga yang baik, atau duduk 

dekat kaki Kristus dan membuktikan diri sebagai seorang 

murid yang penuh semangat. Dan, berdasarkan pilihannya 

dalam perkara khusus ini, Kristus bisa menilai seperti apa 

pilihannya secara umum.  

(4) Orang-orang yang memilih bagian yang terbaik bukan saja 

akan menerima apa yang mereka pilih, namun  juga akan 

mendapat pujian atas pilihan mereka itu pada hari agung 

itu kelak. 

PASAL 1 1  

Dalam pasal ini,  

I. Kristus mengajar para murid-Nya untuk berdoa, dan mendo-

rong serta menyemangati mereka untuk sering, tekun, dan 

gigih dalam berdoa (ay. 1-13).  

II. Dengan penuh ketegasan Dia menanggapi dakwaan hujat 

kaum Farisi yang menuduh-Nya mengusir Setan melalui ke-

sepakatan dengan Beelzebul, si penghulu setan, dan mem-

perlihatkan keganjilan serta kekejian dakwaan ini  (ay. 

14-26).  

III. Dia menunjukkan bahwa kehormatan yang dimiliki murid-

murid yang patuh itu lebih besar daripada kehormatan yang 

dimiliki ibu-Nya sendiri (ay. 27-28).  

IV. Dia mencela orang-orang dari angkatan saat itu sebab  mere-

ka tidak setia dan keras kepala, kendati mereka memiliki 

semua hal yang dapat meyakinkan hati mereka (ay. 29-36).  

V. Dia menghardik kaum Farisi dan orang-orang yang tunduk 

kepada mereka, serta mencela mereka atas kebencian dan 

penganiayaan yang mereka lakukan terhadap orang-orang 

yang bersaksi melawan kejahatan mereka (ay. 37-54). 

Para Murid Diajar Berdoa  

(11:1-13) 

1 Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. saat  Ia ber-

henti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, 

ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-

muridnya.” 2 Jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakan-

lah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. 3 Berikanlah 

kami setiap hari makanan kami yang secukupnya 4 dan ampunilah kami 

akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah 

kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” 5 Lalu 

kata-Nya kepada mereka: “Jika seorang di antara kamu pada tengah malam 

pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pin-

jamkanlah kepadaku tiga roti, 6 sebab seorang sahabatku yang sedang ber-

ada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak memiliki  apa-

apa untuk dihidangkan kepadanya; 7 masakan ia yang di dalam rumah itu 

akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku ser-

ta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya 

kepada saudara. 8 Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun 

dan memberikannya kepadanya sebab  orang itu yaitu  sahabatnya, namun 

sebab  sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan 

kepadanya apa yang diperlukannya. 9 Oleh sebab  itu Aku berkata kepada-

mu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan 

mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 10 sebab  setiap 

orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat 

dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 11 Bapa manakah 

di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan 

ular kepada anaknya itu ganti ikan? 12 Atau, jika ia minta telur, akan mem-

berikan kepadanya kalajengking? 13 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi 

pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia 

akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” 

Doa merupakan


Related Posts:

  • lukas 1-12 12 g bahwa mereka tidak bertobat. Hati mereka tidak tergerak oleh semua mujizat Kristus untuk berpikir lebih baik tentang diri-Nya atau lebih buruk tentang dosa mereka. Mereka tidak mengeluarkan buah-bu… Read More