insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu; jika engkau
telah dipulihkan oleh anugerah Tuhan dan dibawa pada perto-
batan, lakukanlah yang dapat kamu lakukan untuk memulih-
kan orang lain. Bila engkau telah memelihara imanmu agar
tidak gugur, berusahalah menguatkan dan membangun iman
orang lain juga. Jika engkau telah memperoleh belas kasihan
Tuhan bagi dirimu sendiri, doronglah orang lain untuk tetap
berharap bahwa mereka juga akan memperoleh belas kasih-
an.”
Perhatikanlah:
(1) Orang-orang yang telah jatuh dalam dosa harus diubahkan
untuk beralih dari dosa. Mereka yang telah menyimpang ha-
rus kembali. Mereka yang telah meninggalkan kasih yang
mula-mula harus melakukan pekerjaan-pekerjaan mereka
yang mula-mula.
(2) Mereka yang melalui anugerah telah diinsyafkan dari dosa
harus melakukan apa saja yang dapat mereka lakukan
untuk menguatkan saudara-saudara mereka yang masih
bertahan dan mencegah kejatuhan mereka (Mzm. 51:13-15;
1Tim. 1:13).
4. Petrus menyatakan keteguhan hatinya untuk tetap bersama-
sama Kristus, apa pun yang harus ia hadapi (ay. 33): Tuhan,
aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan
Engkau. Ini perkataan yang hebat, dan saya percaya bahwa ia
sungguh bermaksud begitu pada saat itu, dan dapat melaku-
kannya. Meskipun sering diperingatkan, sejauh ini Yudas
tidak pernah memberikan komentar soal menyangkali Kristus,
sebab hatinya telah dipenuhi dengan kejahatan. Sebaliknya
hati Petrus tidak ingin menyangkali-Nya. Perhatikanlah, se-
mua murid Kristus yang sejati dengan tulus hati merindukan
dan ingin untuk mengikut Dia, ke mana saja Ia pergi, dan ke
mana pun Ia memimpin mereka, meskipun mereka harus
masuk penjara atau mati.
5. Kristus bernubuat mengenai penyangkalan Petrus (ay. 34):
“Aku berkata kepadamu, Petrus (engkau tidak mengenal hati-
mu sendiri, jadi janganlah percaya begitu saja dengan kehen-
dak hatimu), hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum eng-
kau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku.” Per-
hatikanlah, Kristus mengenal diri kita jauh lebih baik daripada
kita mengenal diri sendiri. Ia mengetahui kejahatan yang ada
di dalam diri kita, dan kejahatan yang akan kita lakukan, yang
kita sendiri tidak sadari. Sangat baik bagi kita kalau Kristus
mengenal kelemahan kita lebih baik daripada kita, sehingga
kita dapat datang kepada-Nya untuk mendapatkan anugerah
yang perlu. Sangat baik jika Ia mengetahui sejauh mana pen-
cobaan itu akan memengaruhi kita, sehingga kita dapat me-
ngetahui bilamana harus berkata, “Sampai di sini boleh engkau
datang, jangan lewat.”
IV. Perihal keadaan semua murid.
1. Dengan sungguh-sungguh Kristus mengingatkan mereka ten-
tang apa yang telah mereka alami bersama-sama (ay. 35). Ia
telah mengakui bahwa selama ini mereka telah menjadi pela-
yan-pelayan yang setia bagi-Nya. Sekarang, pada saat perpi-
sahan, Ia mengharapkan agar mereka tahu bahwa selama ini
Ia telah menjadi seorang Guru yang baik dan penuh perhatian
sejak mereka meninggalkan semuanya untuk mengikut Dia:
saat Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-
pundi, adakah kamu kekurangan apa-apa?
(1) Ia mengakui bahwa Ia telah mengutus mereka dalam ke-
adaan yang sangat miskin dan kekurangan, dengan kaki
telanjang, dan tanpa uang dalam pundi-pundi mereka, ka-
rena mereka akan pergi ke tempat yang tidak terlampau
jauh dan sebentar saja. Dengan itu Ia ingin mengajar mere-
ka untuk bergantung pada pemeliharaan Tuhan dan pada
pemeliharaan-Nya melalui kebaikan sahabat-sahabat mere-
ka. Jika Tuhan mengutus kita ke dunia, hendaknya kita
ingat baik-baik bahwa kita telah memulainya dari yang se-
dikit.
(2) Sekarang Ia ingin agar mereka mengakui bahwa meskipun
keadaan mereka seperti itu, mereka tidak kekurangan apa-
apa. Mereka kemudian hidup dengan limpah dan nyaman
seperti biasa, dan mereka mengakui hal ini, “Suatu pun
tidak; aku memiliki segalanya, dan berlimpah.”
Perhatikanlah:
[1] Sangat baik bagi kita untuk sering-sering meninjau
ulang pemeliharaan Tuhan bagi kita selama ini serta
mengamati bagaimana kita telah mampu melampaui
semua kesesakan dan kesulitan yang kita jumpai.
[2] Kristus seorang Guru yang baik, dan pelayanan-Nya
yaitu pelayanan yang baik. sebab itu, walaupun ada-
kalanya mereka dibawa-Nya ke dalam keadaan yang
rendah, namun Ia tetap akan menolong mereka. Meski-
pun Ia menguji mereka, Ia tidak akan pernah mening-
galkan mereka. Jehovah jireh.
[3] Kita harus puas bila semuanya baik-baik saja dengan
kita, dan tidak boleh berkeluh kesah. Sebaliknya, kita
harus bersyukur bila kita sudah memiliki secukupnya
apa yang kita butuhkan untuk hidup, meskipun tidak
mewah dan berlebihan, meskipun hidup kita hanya dari
sehari ke sehari dan hanya bergantung dari kebaikan
hati sahabat-sahabat kita. Murid-murid hidup dari ber-
bagai pemberian orang, namun mereka tidak mengeluh
bahwa hidup mereka tidak menentu. Mereka malah
mengakui, bahwa berkat Guru mereka, mereka terpeli-
hara dengan cukup. Mereka tidak kekurangan suatu
apa pun.
2. Kristus memberi tahu mereka bahwa sebentar lagi keadaan
mereka akan sangat berbeda.
sebab :
(1) Ia yang yaitu Guru mereka sekarang sedang memasuki
penderitaan yang harus ditanggung-Nya, sesuatu yang te-
lah sering Ia katakan sebelumnya (ay. 37): “Bahwa seka-
rang nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku, dan salah
satu di antaranya yaitu , Ia akan terhitung di antara pem-
berontak-pemberontak. Ia harus menderita dan mati seba-
gai seorang penjahat bersama beberapa penjahat yang pa-
ling biadab. Inilah yang sekarang akan digenapi, dan sete-
lah yang lainnya lagi digenapi, maka segala sesuatu menge-
nai Aku, yaitu semua hal yang tertulis tentang Aku, akan
selesai, dan kemudian Aku akan berkata, Sudah genap.”
Perhatikanlah, merupakan penghiburan bagi orang-orang
Kristen yang menderita, bahwa seperti penderitaan Kristus,
penderitaan mereka juga telah dinubuatkan sebelumnya
dan telah ditetapkan dalam rancangan sorga, namun pen-
deritaan itu akan segera berakhir dalam sukacita sorga.
Ada tertulis tentang segala penderitaan mereka itu, bahwa
semuanya akan berakhir, dan akan berakhir baik, untuk
selama-lamanya.
(2) Oleh sebab itu, mereka harus menyadari bahwa mereka
akan menghadapi banyak masalah. Sekarang mereka tidak
boleh beranggapan akan menjalani kehidupan yang mudah
dan nyaman seperti yang pernah mereka alami. Tidak bo-
leh, sebab keadaan akan berubah. Sekarang, pada tingkat
tertentu, mereka akan turut menderita dengan Guru mere-
ka, dan sesudah Ia pergi naik ke surga, mereka harus siap
menderita seperti Dia. Seorang hamba tidaklah lebih baik
daripada tuannya.
[1] Sekarang mereka tidak boleh mengharapkan bahwa sa-
habat-sahabat mereka akan bersikap baik dan bermu-
rah hati kepada mereka seperti sebelumnya. Oleh kare-
na itu, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah
ia membawanya, sebab sekarang ia mungkin akan me-
merlukannya, juga untuk keperluan rumah tangganya.
[2] Sekarang mereka harus sadar bahwa musuh-musuh
mereka akan menjadi lebih beringas daripada sebelum-
nya, jadi mereka perlu senjata dan perbekalan: yang
tidak mempunyai pedang untuk mempertahankan diri
terhadap penyamun dan pembunuh (2Kor. 11:26) akan
tahu bahwa ia sangat membutuhkannya. Pada suatu
saat nanti, jubah pun akan dijualnya untuk membeli
pedang. Hal ini dimaksudkan untuk sekadar menun-
jukkan bahwa saat itu keadaan telah berubah menjadi
sangat berbahaya, sampai-sampai orang merasa tidak
aman lagi jika ia tidak menyandang pedang di pinggang-
nya. Akan namun , senjata yang harus disandang murid-
murid Kristus yaitu pedang Roh. sebab Kristus telah
menderita penderitaan badani bagi kita, kita harus mem-
persenjatai diri dengan pikiran yang demikian (1Ptr.
4:1). Mempersenjatai diri supaya siap untuk mengha-
dapi masalah, sehingga masalah itu tidak akan menge-
jutkan kita. Kita harus berserah sepenuhnya pada ke-
hendak Tuhan supaya kita bisa bersedia menerima sega-
la penderitaan itu. Dengan demikian kita akan lebih
siap dibandingkan dengan menjual jubah untuk mem-
beli sebilah pedang. sesudah itu, murid-murid itu mulai
mengukur kekuatan mereka dan menemukan bahwa di
antara mereka ada dua bilah pedang (ay. 38), satu di
antaranya yaitu pedang milik Petrus. Pada umumnya
orang-orang Galilea selalu bepergian dengan membawa
pedang. Kristus sendiri tidak membawa pedang, namun
Ia tidak melarang murid-murid-Nya menyandang pe-
dang. Namun, Ia menunjukkan kepada mereka bahwa
Ia tidak mau mereka bergantung pada pedang, saat Ia
berkata, “Sudah cukup.” Bagi sebagian orang, ini seperti
berolok-olok saja, “Dua bilah pedang untuk dua belas
orang! Kamu memang benar-benar pemberani. Bagai-
mana kalau sampai gerombolan musuh tiba-tiba datang
menyerang kita dengan sebilah pedang di tangan setiap
orang!” Namun, dua bilah pedang sudah cukup bagi
mereka yang tidak membutuhkan sebilah pun, sebab
Tuhan sendiri yang akan menjadi perisai pertolongan dan
pedang kejayaan mereka (Ul. 33:29).
Ketakutan Kristus yang Mendalam
di Taman Getsemani
(22:39-46)
39 Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit
Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia. 40 sesudah tiba di tempat itu Ia
berkata kepada mereka: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam
pencobaan.” 41 Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelem-
par batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya: 42 “Ya Bapa-Ku,
jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; namun bukanlah ke-
hendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” 43 Maka seorang ma-
laikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan
kepada-Nya. 44 Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa.
Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. 45 Lalu
Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada murid-murid-Nya, namun Ia
mendapati mereka sedang tidur sebab dukacita. 46 Kata-Nya kepada mereka:
“Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh
ke dalam pencobaan.”
Di sini kita membaca kisah yang mengerikan perihal ketakutan
Kristus yang mendalam di Taman Getsemani, beberapa saat sebelum
Ia diserahkan. Kisah ini sebagian besar telah disebutkan juga oleh
para penulis Injil lainnya. Dalam ketakutan ini Kristus menempatkan
diri-Nya sendiri pada bagian yang harus Ia laksanakan, dan Ia sedang
memasukinya sekarang – untuk menyerahkan diri-Nya sebagai korban
penebus salah. Ia merelakan jiwa-Nya diliputi kepedihan, akibat me-
nanggung dosa seluruh umat manusia serta merasakan murka Tuhan .
Manusia membuat dirinya sendiri menjijikkan akibat dosa yang
diperbuatnya itu. namun Ia bersedia menerima aib itu dan dibakar
sebagai korban dengan api dari sorga, untuk memberi tanda bahwa
pengorbanan-Nya itu diterima Tuhan . Dalam pengorbanan ini Kristus
bertempur dengan kuasa-kuasa kegelapan, memberi peluang kepada
mereka, namun tetap menghancurkan mereka.
I. Hal-hal dalam perikop ini yang pernah kita baca sebelumnya ada-
lah:
1. Bahwa saat Kristus pergi keluar, sekalipun di tengah kege-
lapan malam dan harus berjalan cukup jauh, murid-murid-Nya
(berjumlah sebelas orang, sebab Yudas telah meninggalkan
mereka dengan diam-diam) tetap mengikuti Dia. sesudah selama
ini tetap bersama-sama dengan Dia, sekarang, dalam mengha-
dapi pencobaan-pencobaan yang harus dihadapiNya, mereka
juga tidak ingin meninggalkan Dia.
2. Bahwa Ia pergi ke tempat yang biasa Ia kunjungi sendirian,
yang menunjukkan bahwa Kristus membiasakan diri untuk
menyendiri dan berdoa seperti yang sering dilakukan-Nya
guna mengajar kita untuk berlaku seperti itu supaya kita
bebas bercakap-cakap dengan Tuhan dan hati kita sendiri. Wa-
laupun Kristus tidak memiliki tempat yang nyaman untuk me-
nyendiri dan berdoa selain sebuah taman, ia tetap berusaha
menyendiri untuk berdoa. Secara khusus hal ini hendaknya
juga menjadi kebiasaan kita sesudah mengambil bagian dalam
perjamuan Tuhan, sebab masih ada yang harus kita lakukan
sesudah itu, yang menghendaki kita untuk menyendiri dan ber-
doa.
3. Bahwa Ia mendesak murid-murid-Nya untuk berdoa. Sekali-
pun ujian yang sedang mendekat itu tidak dapat dihindari,
mereka tidak boleh jatuh dalam pencobaan dan berbuat dosa.
saat mereka berada dalam ketakutan dan bahaya sangat
dahsyat, mereka tidak boleh berkeinginan meninggalkan
Kristus, apalagi sampai melakukannya: “Berdoalah supaya
kamu terhindar dari dosa.”
4. Bahwa Ia menjauhkan diri dari murid-murid-Nya dan berdoa
sendirian. Mereka telah melaksanakan tugas mereka di hadap-
an takhta anugerah, dan Ia juga telah melaksanakan bagian-
Nya, sebab itu, sangat tepat bila mereka berdoa secara terpi-
sah, seperti yang kadang-kadang juga mereka lakukan untuk
berdoa bersama-sama jika mereka melaksanakan tugas ber-
sama-sama. Ia menjauhkan diri dari mereka sekitar sepelem-
par batu agak jauh ke dalam taman, yang diperkirakan oleh
beberapa orang sekitar lima puluh atau enam puluh langkah
jauhnya, dan di sanalah Ia berlutut (seperti yang dimaksudkan
dalam Lukas) begitu saja di atas tanah. Namun, para penulis
Injil lainnya menulis bahwa sesudah itu Ia bersujud, dan di
sanalah Ia berdoa, bahwa jika memang kehendak Tuhan , biar-
lah cawan penderitaan, cawan kepahitan itu berlalu dari-Nya.
Ini yaitu bahasa orang tidak bersalah yang menghadapi ke-
ngerian penderitaan yang besar. Ia tidak dapat meninggalkan
sifat kemanusiaan-Nya sebab Ia juga manusia yang sebenar-
benarnya.
5. Dengan menyadari bahwa sudah menjadi kehendak Bapa bila
Ia harus menderita dan mati, bahwa hal itu penting bagi perto-
batan dan keselamatan kita, Ia segera menarik permohonan-
Nya dan menyerahkan diri-Nya pada kehendak Bapa Sorgawi-
Nya: “namun bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu-
lah yang terjadi, bukan kehendak sifat kemanusiaan-Ku, namun
kehendak Tuhan seperti yang ada tertulis tentang Aku dalam
gulungan kitab, yang Aku suka melakukannya, biarlah itu
yang terjadi” (Mzm. 40:8-9).
6. Bahwa murid-murid-Nya tertidur saat Ia sedang berdoa,
padahal mereka sendiri juga harus berdoa (ay. 45). saat Ia
bangkit dari doa-Nya, Ia mendapati mereka sedang tidur, tidak
memedulikan penderitaan-Nya. namun lihatlah, ada alasan
yang sangat baik yang diberikan di sini, yang tidak kita temu-
kan dalam kitab-kitab Injil lainnya – mereka sedang tidur kare-
na dukacita. Dukacita besar yang mereka dapatkan sebab
ucapan perpisahan yang menyedihkan dari Guru mereka pada
petang tadi telah meletihkan jiwa mereka, membuat mereka
merasa lunglai dan berat hati, sehingga (ditambah hari yang
sudah larut malam) mereka jatuh tertidur. Hal ini mengajar-
kan kita untuk mempertimbangkan baik-baik segala keku-
rangan saudara-saudara kita, supaya kita berlaku kasih ter-
hadap mereka bila memang ada alasan yang baik untuk itu.
7. Bahwa Ia membangunkan mereka, kemudian mendesak me-
reka untuk berdoa (ay. 46): “Mengapa kamu tidur? Mengapa
kamu membiarkan dirimu tertidur? Bangunlah dan berdoalah.
Tanggalkan rasa kantukmu, supaya kamu dapat berdoa, ber-
doalah untuk anugerah supaya kamu mampu mengusir rasa
kantukmu.” Kejadian ini mirip dengan perintah nakhoda ke-
pada Yunus di tengah angin ribut (Yun. 1:6): Bangunlah, ber-
serulah kepada Tuhan mu. Bila oleh suatu sebab dari luar atau
dari dalam diri kita sendiri, kita merasa akan jatuh ke dalam
pencobaan, segeralah bangun dan berdoa, “Tuhan tolonglah
aku dalam saat kesesakan ini.” Selain hal-hal di atas,
II. ada tiga hal dalam perikop ini yang tidak dicatat oleh penulis
Injil lainnya:
1. Bahwa saat Kristus sedang berada dalam ketakutan yang
mendalam, seorang malaikat dari langit menampakkan diri
kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya (ay. 43).
(1) Hal itu merupakan contoh penghinaan luar biasa yang di-
alami Tuhan kita Yesus sehingga Ia membutuhkan bantuan
seorang malaikat, dan Ia bersedia menerimanya. Pada saat
itu, pengaruh sifat ilahi-Nya menarik diri, sedangkan me-
ngenai sifat manusiawi-Nya, pada waktu yang singkat Ia
dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat, se-
hingga Ia dapat menerima bantuan dari para malaikat itu.
(2) Meskipun tidak dibebaskan dari kesengsaraan-Nya, Ia di-
kuatkan dan didukung oleh malaikat itu; jadi samalah itu
bagi Dia. Jika Tuhan menetapkan bahu untuk menanggung
beban, kita tidak mempunyai alasan untuk mengeluhkan
apa pun yang akan Ia letakkan di atas bahu kita. Daud
mengakui kebenaran ini sebagai jawaban atas seruan doa-
nya pada hari kesesakan, bahwa Tuhan menambahkan ke-
kuatan dalam jiwanya, dan begitu pulalah yang terjadi
pada anak Daud (Mzm. 138:3).
(3) Malaikat-malaikat melayani Tuhan Yesus dalam kesengsa-
raan-Nya. Sebenarnya bisa saja Ia memerintahkan sepa-
sukan malaikat untuk menyelamatkan diri-Nya. Oh, tidak,
satu malaikat yang ini pun sudah cukup, ia mampu me-
ngejar dan mengalahkan gerombolan manusia yang datang
menangkap-Nya. Namun, Tuhan Yesus hanya mengguna-
kan pelayanan malaikat untuk menguatkan Dia. Kunjungan
malaikat ini sungguh tepat pada waktunya, yaitu saat Ia
sedang dalam penderitaan-Nya, saat musuh-musuh-Nya
sedang terjaga dan sahabat-sahabat-Nya justru sedang
tertidur. Kunjungan ini merupakan bukti betapa pertolong-
an ilahi itu datang tepat pada waktunya untuk menguat-
kan Dia. Ini masih belum semuanya: kemungkinan besar
malaikat itu juga mengatakan sesuatu untuk menguatkan
Dia, mengingatkan Dia bahwa kesengsaraan-Nya ini yaitu
untuk mempermuliakan Bapa-Nya, untuk kemuliaan-Nya
sendiri, dan untuk keselamatan orang-orang yang diberi-
kan kepada-Nya. Malaikat itu juga mungkin menggambar-
kan sukacita yang tersedia bagi-Nya, yaitu untuk melihat
kumpulan pengikut yang akan menjadi jemaat-Nya. Semua
ini dan semua nasihat lain bertujuan untuk menguatkan
Dia agar terus berjalan dengan penuh sukacita. Sesuatu
yang bersifat menghibur akan menguatkan. Mungkin ma-
laikat ini juga melakukan sesuatu untuk menguatkan Dia,
menghapus keringat dan air mata-Nya, mungkin melayani
dengan hangat dan bersahabat, seperti yang dilakukannya
sesudah Ia dicobai di padang gurun. Atau, mungkin juga
malaikat ini memegang lengan-Nya dan membantu-Nya
berdiri, atau menyadarkan-Nya saat Ia mulai kehilangan
kesadaran. Dalam pelayanan malaikat ini, Roh Kudus
sedang enischyōn auton – memberikan kekuatan kepada-
Nya; sebab itulah yang ditunjukkan dalam firman Tuhan.
Sudikah Ia mengadakan perkara dengan aku dalam kema-
hakuasaan-Nya? Tidak, Ia akan menaruh perhatian kepa-
daku (Ayb. 23:6), seperti yang telah dijanjikan-Nya (Mzm.
89:22; Yes. 49:8; 50:7).
2. Bahwa dalam ketakutan yang sangat Ia makin bersungguh-
sungguh berdoa (ay. 44). Sementara penderitaan dan kesusah-
an semakin bertambah di dalam diri-Nya, Ia semakin teguh di
dalam doa. Bukan berarti sebelum itu doa-doa-Nya dingin dan
tidak bersungguh-sungguh, namun sekarang doa-doa-Nya men-
jadi semakin kuat dan teguh, yang dinyatakan dalam suara
dan sikap tubuh-Nya. Perhatikanlah, meskipun tidak pernah
kenal waktu, doa itu terutama sangat menyentuh bila dinaik-
kan saat kita sedang berada dalam ketakutan yang sangat.
Semakin hebat ketakutan kita, semakin hidup dan kerap doa-
doa kita seharusnya. Sekarang inilah Kristus mempersembah-
kan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan,
dan sebab kesalehan-Nya Ia telah didengarkan (Ibr. 5:7), dan
dalam ketakutan-Nya, Ia bergumul, seperti Yakub dengan ma-
laikat.
3. Bahwa dalam ketakutan yang mendalam itu, peluh-Nya men-
jadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. Peluh da-
tang ke dunia ini bersama-sama dengan dosa, dan menjadi
bagian dari kutuk (Kej. 3:19). Oleh sebab itu, saat Kristus
menjadi dosa dan kutuk bagi kita, Ia berpeluh dengan sangat,
penuh kepedihan. Peluh dari wajah-Nya itulah yang membuat
kita mendapatkan makanan kita, dan supaya Ia bisa mengu-
duskan dan memaniskan semua pencobaan kita. Ada perbeda-
an pendapat di antara para kritikus mengenai keringat ini.
Apakah keringat ini hanya dibandingkan seolah-olah seperti
tetesan darah, sebab lebih tebal daripada tetesan keringat
pada umumnya saat pori-pori tubuh terbuka lebih lebar
daripada biasa, ataukah memang benar-benar darah yang
mengalir keluar dari pembuluh darah dan bercampur dengan
keringat, sehingga berwarna seperti darah dan sebab itu
dapat benar-benar disebut keringat yang berdarah. Masalah
ini bukanlah masalah yang besar. Beberapa orang mengang-
gap bahwa saat itu yaitu salah satu saat di mana Kristus
menumpahkan darah-Nya bagi kita, sebab tanpa penum-
pahan darah tidak ada pengampunan. Setiap pori seolah-olah
menjadi luka yang berdarah, dan darah-Nya menodai seluruh
pakaian-Nya. Hal ini menunjukkan kesusahan jiwa-Nya. Seka-
rang Ia sedang berada di udara terbuka, di musim dingin, di
atas tanah yang dingin, di malam yang telah larut, dan ini cu-
kuplah mengejutkan kalau Ia bisa sampai berkeringat. Na-
mun, sekarang keringat-Nya bercucuran, yang menunjukkan
betapa dalamnya ketakutan yang Ia rasakan.
Kristus Diserahkan
(22:47-53)
47 Waktu Yesus masih berbicara datanglah serombongan orang, sedang mu-
rid-Nya yang bernama Yudas, seorang dari kedua belas murid itu, berjalan di
depan mereka. Yudas mendekati Yesus untuk mencium-Nya. 48 Maka kata
Yesus kepadanya: “Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan
ciuman?” 49 saat mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa
yang akan terjadi, berkatalah mereka: “Tuhan, mestikah kami menyerang
mereka dengan pedang?” 50 Dan seorang dari mereka menyerang hamba
Imam Besar sehingga putus telinga kanannya. 51 namun Yesus berkata: “Su-
dahlah itu.” Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya. 52
Maka Yesus berkata kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal
Bait Tuhan serta tua-tua yang datang untuk menangkap Dia, kata-Nya: “Sang-
kamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan
pentung? 53 Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu di dalam
Bait Tuhan , dan kamu tidak menangkap Aku. namun inilah saat kamu, dan
inilah kuasa kegelapan itu.”
sesudah gagal dalam usahanya untuk membuat Tuhan Yesus ketakut-
an dan kehilangan kendali atas jiwa-Nya, kini Iblis pun, sesuai de-
ngan caranya yang lazim, mulai memaksa dan menggunakan cara
kekerasan dengan membawa kaki tangannya untuk menangkap Dia,
dan Iblis ada di dalam mereka.
Inilah yang terjadi:
I. Tanda pengenal yang diberikan Yudas mengenai Yesus. Di sini
ada serombongan orang yang banyak jumlahnya, dan Yudas ber-
jalan di depan mereka, sebab ia menjadi pemandu mereka yang
akan menangkap Yesus. Mereka tidak tahu tempat di mana dapat
menemukan Yesus, dan ia membawa mereka ke sana. saat
mereka sudah berada di sana, mereka tidak dapat mengenali yang
mana yaitu Yesus, namun Yudas berkata kepada mereka bahwa
orang yang akan diciumnya, itulah Dia. Maka berjalanlah Yudas
mendekati Yesus untuk mencium-Nya, sesuai dengan kebebasan
dan keakraban yang biasa diberikan Yesus kepada murid-murid-
Nya. Lukas, penulis Injil ini, menaruh perhatian pada pertanyaan
yang diajukan Kristus kepada Yudas, pertanyaan yang tidak kita
temukan di dalam tulisan penulis Injil lainnya: Hai Yudas, engkau
menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman? Apa? Inikah isyarat-
nya? (ay. 48). Haruskah Anak manusia diserahkan (KJV: dikhia-
nati) dengan cara seperti ini, seolah-olah segala sesuatu itu ter-
sembunyi dari Dia, dan persengkongkolan yang dilakukan terha-
dap Dia tidak diketahui oleh-Nya? Haruskah salah seorang murid-
Nya sendiri mengkhianati Dia, seolah-olah Ia telah menjadi Guru
yang keras terhadap mereka, atau layak mereka sakiti? Haruskah
Ia dikhianati dengan sebuah ciuman? Haruskan tanda persaha-
batan ini dipakai untuk mengkhianati? Adakah suatu tanda kasih
pernah direndahkan dan dilecehkan sedemikian rupa seperti ini?
Perhatikanlah, tidak ada yang lebih menyakitkan atau menyedih-
kan bagi Tuhan Yesus daripada dikhianati, apa lagi dikhianati
dengan sebuah ciuman, dan dilakukan oleh orang yang mengaku
memiliki hubungan dengan Dia dan mengasihi Dia. Mereka yang
berbuat seperti itu, berpura-pura giat meninggikan Dia, namun
menganiaya pelayan-pelayan-Nya. Mereka pura-pura mengasihi,
namun kehidupan dan tingkah lakunya tidak kudus. Banyak con-
toh yang menunjukkan bagaimana Kristus diserahkan dengan se-
buah ciuman, dilakukan oleh orang-orang yang bersembunyi di
balik kesalehan, namun tidak mau hidup sungguh-sungguh dalam
kesalehan. Orang-orang seperti ini seharusnya ditanyai oleh hati
nurani mereka sendiri dengan pertanyaan Kristus itu, “Engkau
menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?” Akankah Ia tidak
merasa terusik dan pahit dengan perlakuan ini? Tidakkah Ia akan
membalas perbuatan ini?
II. Upaya yang dilakukan murid-murid-Nya untuk melindungi Dia
(ay. 49): saat mereka melihat apa yang akan terjadi, bahwa
orang-orang bersenjata itu akan menangkap Dia, berkatalah me-
reka: “Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?
Engkau telah memperbolehkan kami membawa dua bilah pedang,
apakah sekarang kami bisa menggunakannya? Belum pernah ada
kesempatan seperti ini, lagi pula apa gunanya kami membawa-
bawa pedang jika kami tidak dapat menggunakannya?” Mereka
mengajukan pertanyaan seolah-olah mereka tidak akan menghu-
nus pedang tanpa perintah dari Guru mereka, namun mereka
terlampau panas hati dan tidak mau bersabar lagi untuk menung-
gu jawaban. namun , Petrus yang menaksir kepala salah seorang
hamba Imam Besar gagal menetakkan pedangnya dan hanya
berhasil memutus telinga kanan orang itu. sebab Kristus menun-
jukkan bahwa Ia dapat melakukan sesuatu terhadap mereka de-
ngan membuat mereka jatuh ke tanah, begitu juga Petrus dengan
perbuatannya yang meledak-ledak ini mau memperlihatkan bah-
wa ia pun dapat melakukan sesuatu seperti itu jika diizinkan.
Penulis Injil lainnya memberi tahu kita tentang bagaimana Kristus
menegur Petrus atas perbuatannya itu.
namun di sini, Lukas memberi tahu kita:
1. Bagaimana Kristus minta maaf untuk tebasan pedang Petrus
itu: Sudahlah itu (ay. 51). Menurut Dr. Whitby, Kristus menga-
takan hal itu kepada musuh-musuh-Nya yang datang untuk
menangkap Dia. Maksud-Nya untuk menenangkan mereka,
supaya mereka tidak terpancing menyerang murid-murid-Nya,
yang ada di bawah tanggung jawab-Nya: “Abaikan kecelakaan
dan serangan ini. Tindakan itu dilakukan tanpa seizin-Ku, dan
tidak akan ada serangan pedang lagi.” Meskipun memiliki kua-
sa untuk memukul jatuh mereka dan memukul mati mereka,
Kristus tetap berbicara dengan ramah kepada mereka, dan
selanjutnya meminta maaf atas serangan yang dilakukan oleh
salah satu pengikut-Nya. Hal itu dimaksudkan untuk meng-
ajar kita supaya berbicara dengan kata-kata yang baik bahkan
juga kepada musuh-musuh kita.
2. Bagaimana Ia menyembuhkan luka yang diderita hamba Imam
Besar itu, yang lebih dari sekadar ganti kerugian atas luka-
lukanya itu: Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuh-
kannya, melekatkan telinganya kembali, sehingga ia tidak per-
gi begitu saja dalam keadaan terhina, meskipun ia layak mem-
perolehnya.
Dengan ini Kristus ingin memberikan bukti kepada mereka:
(1) Tentang kuasa-Nya. Kalau Ia berkenan, Ia yang dapat me-
nyembuhkan juga dapat menghancurkan. Ini seharusnya
menggugah minat mereka untuk menerima dan menyerah-
kan diri kepada-Nya. Seandainya mereka membalas se-
rangan Petrus, Ia juga akan menyembuhkan dia dengan
segera. Jadi, apa lagi yang tidak bisa dilakukan suatu pa-
sukan kecil yang memiliki seorang tabib seperti ini, yang
segera bisa menolong anggotanya yang sakit dan terluka?
(2) Tentang belas kasihan dan kebaikan-Nya. Kristus di sini
memberikan contoh nyata tentang peraturan-Nya sendiri,
yaitu untuk berbuat baik kepada orang yang membenci kita.
Contoh yang sama diberikan-Nya juga kemudian, yaitu
mendoakan orang yang mencaci kita. Mereka yang memba-
las kejahatan dengan kebaikan telah melakukan sesuatu
seperti yang dilakukan Kristus. Orang akan mengira bahwa
sepenggal kebaikan ini dapat menguasai hati mereka, se-
perti bara api yang ditumpukkan di atas kepala dapat me-
lumerkan hati, sehingga mereka tidak perlu membelenggu
Dia seperti seorang penjahat, sebab Ia telah menunjukkan
bahwa sesungguhnya Ia yaitu seorang yang baik hati.
Namun, hati mereka telah mengeras.
III. Kristus menegur keras para pemimpin gerombolan yang datang
untuk menangkap Dia, bahwa tidak masuk akal sama sekali me-
reka melakukan semuanya itu dengan ribut-ribut seperti itu (ay.
52-53). Matius menulis bahwa perkataan ini dikatakan kepada
orang banyak. Lukas memberi tahu kita di sini bahwa hal itu
dikatakan kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal
Bait Tuhan . Yang disebut terakhir ini menjalankan beberapa perin-
tah langsung dari imam-imam, dan sebab itu mereka ditempat-
kan di antara imam kepala dan tua-tua. Mereka semua yaitu pe-
jabat-pejabat di Bait Tuhan yang bertugas mengatur ibadah. Na-
mun, seperti tampak dalam peristiwa penangkapan ini, beberapa
di antara mereka yang termasuk pejabat tinggi justru merendah-
kan derajatnya sendiri dengan perbuatan mereka.
Sekarang lihatlah di sini:
1. Bagaimana Kristus mendebat mereka perihal tindakan mereka.
Ada apa sebenarnya di sana sampai mereka mau datang di
malam buta seperti ini, lengkap dengan pedang dan pentung?
(1) Mereka tahu Ia tidak akan melawan, ataupun menggerak-
kan orang banyak untuk melawan mereka. Ia tidak akan
pernah melakukan hal-hal semacam ini. Jadi mengapa ka-
mu datang seperti hendak menangkap seorang penyamun?
(2) Mereka tahu Ia tidak akan pernah melarikan diri diam-
diam, sebab tiap-tiap hari Ia ada bersama mereka di da-
lam Bait Tuhan , di tengah-tengah mereka, dan tidak pernah
berusaha menyembunyikan diri, dan mereka sendiri juga
tidak melakukan apa-apa terhadap Dia. Sebelum waktu-
Nya tiba, sungguh bodohlah kalau mereka sampai berpikir
untuk menangkap Dia; dan saat waktu-Nya tiba, sung-
guh bodohlah mereka sampai membuat ribut seperti ini
untuk menangkap Dia.
2. Bagaimana Ia setuju saja dengan perbuatan mereka itu, dan
hal ini tidak kita temukan dalam kitab-kitab Injil sebelumnya:
“namun inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu.
Betapa berat rasanya Aku harus berhadapan dengan perbuat-
an seperti ini, namun, biarlah Aku menerimanya, sebab ini
telah ditetapkan. Inilah saatnya kamu dibiarkan untuk mela-
kukan keinginanmu terhadap Aku. Ada waktu yang telah dite-
tapkan bagi-Ku untuk menanggungnya. Sekarang kuasa kege-
lapan, si Iblis, penguasa dunia yang gelap ini, diizinkan mela-
kukan kejahatan terburuknya, untuk menghancurkan tumit
keturunan perempuan itu, dan Aku menetapkan hati-Ku un-
tuk menerima. Biarlah ia melakukan kejahatannya itu. “Tuhan
menertawakan orang fasik itu, sebab Ia melihat harinya, saat-
nya, sudah dekat (Mzm. 37:13). Hendaklah hal ini membuat
kita diam di bawah kekuasaan musuh-musuh jemaat; hendak-
lah hal ini membuat kita diam pada saat-saat yang memati-
kan, sebab
(1) Ini hanyalah sepenggal waktu yang diizinkan untuk keme-
nangan musuh-musuh kita, saat yang singkat, saat yang
terbatas.
(2) Inilah saat mereka, yang ditetapkan bagi mereka, di mana
mereka diizinkan untuk mencoba kekuatan mereka supaya
Yang Mahakuasa lebih dipermuliakan dengan kejatuhan
mereka.
(3) Kuasa kegelapanlah yang mengendalikan mereka, dan ke-
gelapan harus memberi jalan kepada terang. Inilah saatnya
penguasa kegelapan dibuat tunduk terhadap penguasa te-
rang. Kristus bersedia menunggu kemenangan-Nya sampai
peperangan-Nya diselesaikan, dan kita juga harus demi-
kian.
Petrus Menyangkal Yesus
(22:54-62)
54 Lalu Yesus ditangkap dan dibawa dari tempat itu. Ia digiring ke rumah
Imam Besar. Dan Petrus mengikut dari jauh. 55 Di tengah-tengah halaman
rumah itu orang memasang api dan mereka duduk mengelilinginya. Petrus
juga duduk di tengah-tengah mereka. 56 Seorang hamba perempuan melihat
dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya lalu berkata: “Juga orang ini
bersama-sama dengan Dia.” 57 namun Petrus menyangkal, katanya: “Bukan,
aku tidak kenal Dia!” 58 Tidak berapa lama kemudian seorang lain melihat dia
lalu berkata: “Engkau juga seorang dari mereka!” namun Petrus berkata: “Bu-
kan, aku tidak!” 59 Dan kira-kira sejam kemudian seorang lain berkata de-
ngan tegas: “Sungguh, orang ini juga bersama-sama dengan Dia, sebab ia
juga orang Galilea.” 60 namun Petrus berkata: “Bukan, aku tidak tahu apa
yang engkau katakan.” Sesaat itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah
ayam. 61 Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah
Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok
pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.” 62 Lalu ia pergi ke luar
dan menangis dengan sedihnya.
Di sini kita membaca kisah yang memilukan perihal bagaimana
Petrus menyangkal Gurunya, saat Yesus berada di hadapan Imam
Besar dan mereka yang akan menjadi saksi dusta, yang telah siap-
siap menelan mangsa mereka itu dengan menyiapkan bukti-bukti un-
tuk mendakwa Dia segera sesudah hari siang, di hadapan Mahkamah
Agama (ay. 66). namun , dalam Injil ini tidak dicatat bahwa Kristus
diperiksa di hadapan Imam Besar, seperti halnya dengan kitab-kitab
Injil lainnya. Yang disebutkan hanyalah bahwa Ia digiring ke rumah
Imam Besar (ay. 54). Namun, dari cara penungkapan Lukas, ada se-
suatu yang dapat diamati di sini. Mereka menangkap Dia, membawa
Dia, dan menggiring Dia, yang menurut pendapat saya mirip seperti
yang terjadi dengan Saul (1Sam. 15:12): ia pergi, ia balik, dan ia
mengambil arah ke Gilgal, yang menunjukkan bahwa meskipun me-
reka telah menangkap mangsa mereka, mereka dilanda kebingungan,
dan sebab mereka takut pada orang banyak, atau lebih merasa ngeri
di dalam hati mereka sendiri perihal apa yang telah mereka lihat dan
dengar, mereka membawa-Nya jauh-jauh. Atau mungkin juga mereka
tidak tahu harus membawa Dia ke mana, sebab begitu bingung di
dalam hati mereka sendiri.
Sekarang perhatikanlah:
I. Kejatuhan Petrus.
1. Kejatuhannya itu dimulai dengan tindakan mengikuti dengan
sembunyi-sembunyi. Ia mengikuti Kristus saat Ia digiring
pergi sebagai seorang tahanan. Tindakan ini baik dan menun-
jukkan kepeduliannya untuk Gurunya. namun ia mengikuti
dari jauh, supaya jauh dari bahaya. Ia berusaha menjaga kese-
lamatan dirinya dalam masalah itu, yakni mengikuti Kristus,
supaya bisa memuaskan nuraninya, namun hanya dari jauh
saja, supaya dengan demikian ia tetap bisa melindungi kehor-
matan dirinya dan tetap aman.
2. Tindakannya ini dilanjutkan dengan tetap menjaga jarak dan
mencoba bergaul dengan hamba-hamba Imam Besar, semen-
tara seharusnya ia berada di pihak Gurunya. Di tengah-tengah
halaman rumah itu orang-orang itu memasang api dan mereka
duduk mengelilinginya, dan berbicara soal serangan malam
yang baru mereka lakukan. Mungkin Malkhus juga ada di te-
ngah-tengah mereka, dan Petrus juga duduk di tengah-tengah
mereka, seolah-olah ia yaitu salah satu dari mereka, setidak-
nya orang akan menyangka demikian. Kejatuhannya sendiri
yaitu menolak untuk mengakui semua pengenalan dan hu-
bungannya dengan Kristus. Ia tidak mau mengakui Dia sebab
sekarang Ia sedang sangat menderita serta berada dalam ba-
haya. Ia dituduh oleh seorang hamba perempuan biasa yang
bekerja di rumah itu, bahwa ia salah seorang pengikut Yesus
ini, yang mengenai-Nyalah segala keributan ini sekarang ter-
jadi. Dengan penuh perhatian si hamba perempuan ini meng-
amat-amati Petrus yang sedang duduk dekat api, hanya sebab
Petrus seorang asing, seorang yang tidak pernah ia lihat sebe-
lumnya. sebab berpikir bahwa orang ini bukan salah seorang
pengawal Imam Besar dan tidak mungkin ada orang lain lagi
yang hadir malam-malam begini, ia lantas menyimpulkan bah-
wa Petrus ini salah seorang pengiring Yesus ini. Atau mungkin
juga satu hari perempuan ini pernah berada di Bait Tuhan lalu
melihat Yesus dan Petrus ada bersama-Nya, jadi sekarang
begitu ingat, ia pun langsung menegurnya, orang ini bersama-
sama dengan Dia. Dan Petrus yang tidak berani mengakui
tuduhan ini menjadi mati akal dan tidak bisa mencari jalan
untuk mengelak, dan langsung saja menyangkal tanpa pikir
panjang, “Bukan, aku tidak kenal Dia.”
3. Kejatuhannya terulang untuk kedua kalinya (ay. 58): Tidak be-
rapa lama kemudian (ay. 58), sebelum ia sempat memulihkan
pikirannya, seorang lain melihat dia lalu berkata, “Engkau juga
seorang dari mereka, dengan diam-diam engkau duduk me-
nyusup di antara hamba-hamba Imam Besar.” “Bukan,” kata
Petrus, “aku tidak.”
4. Pada kali yang ketiga, kira-kira sejam kemudian (sebab peng-
goda itu berkata, “saat ia lelah, dan menjadi semakin lelah,
biarlah kita lanjutkan serangan kita, sampai ia mengingat
kembali apa yang dikatakannya”), seorang lain dengan penuh
keyakinan berkata dengan tegas, “Sungguh, orang ini juga ber-
sama-sama dengan Dia, biarlah ia menyangkal kalau bisa,
sebab kamu semua bisa melihat ia seorang Galilea.” namun
orang yang sudah pernah berdusta, akan sangat tergoda un-
tuk melakukan dusta lagi; permulaan dosa itu yaitu ibarat
membiarkan kebocoran kecil yang dapat menenggelamkan se-
buah perahu. Sekarang Petrus bukan saja menyangkal bahwa
ia yaitu seorang murid Kristus, namun juga bahwa ia tidak
tahu apa-apa mengenai Dia (ay. 60): “Aku tidak tahu apa yang
engkau katakan. Aku tidak pernah mendengar apa-apa ten-
tang Yesus ini.”
II. Kesadaran Petrus kembali. Lihatlah betapa bahagianya Petrus da-
pat memulihkan kesadarannya kembali, atau tepatnya anugerah
Tuhan memulihkan dia.
Lihatlah bagaimana terjadinya pemulihan ini:
1. Ayam jantan berkokok persis saat ia sedang menyangkal un-
tuk ketiga kalinya bahwa ia tidak mengenal Kristus. Kokok
ayam ini mengejutkan dia dan membuatnya tersadar. Perhati-
kanlah, kejadian-kejadian kecil dapat berakibat besar.
2. Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Kejadian ini tidak
kita temukan dalam tulisan penulis Injil lainnya, namun sung-
guh luar biasa. Di sini Kristus disebut Tuhan, sebab begitu
banyak pengetahuan, kuasa, dan anugerah ilahi muncul da-
lam kejadian ini. Perhatikanlah, meskipun Kristus sekarang
sedang membelakangi Petrus dan sedang menghadapi peme-
riksaan pengadilan (saat Ia mungkin saja sedang memikir-
kan suatu hal lain), tetap saja Ia mengetahui segala sesuatu
yang dikatakan Petrus. Perhatikanlah, Kristus memperhatikan
apa yang kita katakan dan lakukan lebih daripada apa yang
kita duga. Meskipun Petrus menyangkal Kristus, Kristus tidak
menyangkal dia. Sebenarnya wajar saja kalau Kristus mem-
biarkan dia dan tidak menghiraukannya lagi, dan menyangkal-
nya di hadapan Bapa-Nya. Berbahagialah kita ini, bahwa
Kristus tidak memperlakukan kita seperti kita memperlakukan
Dia. Kristus memandang Petrus, Ia yakin Petrus pasti segera
menyadari bahwa ia sedang dipandang oleh-Nya, sebab Ia
tahu benar bahwa meskipun Petrus telah menyangkal-Nya
dengan bibirnya, matanya tetap tertuju kepada-Nya. Amatilah,
meskipun sekarang Petrus bersalah atas pelanggaran yang sa-
ngat besar dan sangat mendatangkan murka, Kristus tidak
meneriaki dia, supaya tidak mempermalukannya atau mem-
buka kedoknya. Ia hanya memandangnya, dan hanya Petrus
seorang yang tahu apa artinya ini.
Pandangan ini sungguh sangat berarti:
(1) Pandangan ini meyakinkan hatinya. Tadi Petrus berkata
bahwa ia tidak mengenal Kristus. Sekarang Kristus ber-
paling dan memandang Petrus, seakan-akan Ia hendak ber-
kata, “Engkau tidak mengenal Aku, Petrus? Pandanglah
wajah-Ku, dan katakan sekali lagi.”
(2) Pandangan itu yaitu pandangan yang mencela. Kita bisa
menduga bagaimana Ia memandang Petrus dengan dahi
yang berkernyit, atau dengan cara lain yang menunjukkan
ketidaksenangan-Nya. Jadi, bayangkanlah bagaimana ma-
rahnya raut wajah Kristus memandang kita saat kita
berbuat dosa.
(3) Pandangan itu yaitu pandangan yang menunjukkan tegur-
an: “Apa, Petrus? Engkaukah orangnya yang menyangkal
Aku sekarang, saat seharusnya engkau datang dan ber-
saksi untuk-Ku? Murid macam apa engkau ini? Bukankah
engkau yang paling pertama mengakui Aku sebagai Anak
Tuhan dan dengan sungguh-sungguh berjanji tidak akan
pernah menyangkal Aku?”
(4) Pandangan itu yaitu pandangan yang penuh belas kasih-
an. Ia memandang Petrus dengan lembut. “Petrus yang ma-
lang, betapa lemah hatimu! Bagaimana engkau tidak jatuh
dan gagal jika Aku tidak menolongmu!”
(5) Pandangan itu yaitu pandangan yang mengarahkan.
Kristus membimbing Petrus dengan pandangan-Nya. De-
ngan kedipan mata-Nya Ia memberi isyarat supaya Petrus
keluar dari kumpulan orang malang itu, untuk menyepi
dan merenungkan keadaan dirinya barang sebentar, supa-
ya dengan begitu Petrus tahu apa yang harus dilakukan-
nya.
(6) Pandangan itu penuh arti. Pandangan yang membawa anu-
gerah pada hati Petrus, dan memampukan dia untuk berto-
bat. Kokok ayam jantan itu tidak akan membawanya pada
pertobatan jika tanpa diiringi dengan pandangan seperti
ini. Hal-hal lahiriah tidak akan berarti tanpa kasih karunia
yang bekerja secara khusus. Ada kuasa yang berjalan se-
iring dengan pandangan ini, untuk mengubah hati Petrus
dan membawa Petrus kembali kepada dirinya, kepada
pikirannya yang benar.
3. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepada-
nya. Perhatikanlah, anugerah Tuhan bekerja di dalam dan me-
lalui Firman Tuhan . Jadi bawalah firman ini ke dalam pikiran,
dan biarkanlah firman menetap dalam hati nurani, maka jiwa
pun akan berbahagia. Tolle et lege – Ambillah Firman itu dan
bacalah.
4. Lalu Petrus pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya. Satu
pandangan dari Kristus mencairkan hatinya menjadi air mata
kudus yang meratapi dosanya. Lilin itu baru saja padam dan
kemudian sebuah nyala kecil menghidupkannya kembali.
Kristus memandang imam-imam kepala, namun tidak mem-
berikan kesan seperti yang Ia lakukan terhadap Petrus, yang
telah memiliki benih-benih ilahi yang akan bekerja di dalam
hatinya. Bukan pandangan Kristus yang membuat Petrus di-
pulihkan, namun anugerah Tuhan yang mengiringi pandangan
itulah yang membawanya pada kebenaran.
Kristus Mengaku Bahwa Ia yaitu Anak Tuhan
(22:63-71)
63 Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memu-
kuli-Nya. 64 Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: “Cobalah katakan
siapakah yang memukul Engkau?” 65 Dan banyak lagi hujat yang diucapkan
mereka kepada-Nya. 66 Dan sesudah hari siang berkumpullah sidang para tua-
tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka
menghadapkan Dia ke Mahkamah Agama mereka, 67 katanya: “Jikalau Eng-
kau yaitu Mesias, katakanlah kepada kami.” Jawab Yesus: “Sekalipun Aku
mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya; 68 dan se-
kalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan men-
jawab. 69 Mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Tuhan
Yang Mahakuasa.” 70 Kata mereka semua: “Kalau begitu, Engkau ini Anak
Tuhan ?” Jawab Yesus: “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Tuhan .”
71 Lalu kata mereka: “Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita ini telah men-
dengarnya dari mulut-Nya sendiri.”
Dalam ayat-ayat ini, seperti juga dalam Injil-Injil sebelumnya, kita di-
ceritakan mengenai:
I. Bagaimana Yesus Tuhan kita dihujat oleh hamba-hamba Imam
Besar. Orang-orang asing yang tidak dikenal, yaitu hamba-hamba
yang kasar dan biadab itu, berkerumun melawan Dia. Mereka
yang telah menangkap Yesus dan yang menahan-Nya sampai si-
dang mahkamah berkumpul, mereka itulah yang mengolok-olok-
kan Dia dan memukuli-Nya (ay. 63). Mereka tidak membiarkan Dia
beristirahat barang satu menit pun, sekalipun Ia belum tidur se-
malam-malaman. Mereka juga tidak membiarkan Dia menenang-
kan diri, meskipun Ia akan segera diadili. Ia juga tidak diberi wak-
tu untuk mempersiapkan diri menghadapi sidang mahkamah itu.
Mereka menjadikan Dia bahan lawakan mereka. Malam yang me-
nyengsarakan diri-Nya ini akan menjadi malam sukacita bagi me-
reka. Yesus yang terkasih ini, seperti Simson, dijadikan bahan
lawakan. Mereka menutupi muka-Nya, dan sesuai dengan kebia-
saan permainan itu, orang-orang muda yang ada di antara mereka
akan terus memukuli wajah-Nya sampai Ia dapat menyebutkan
nama orang yang memukul-Nya (ay. 64). Hal ini dilakukan untuk
memperolokkan jabatan kenabian-Nya, bahwa Ia bisa bernubuat
dan memiliki pengetahuan tentang hal-hal rahasia seperti yang
dikatakan orang mengenai diri-Nya. Kita tidak membaca apakah
Ia mengatakan sesuatu, namun Ia menanggung segala sesuatu.
Neraka dibiarkan terbuka, dan Ia menderita kejahatannya sejadi-
jadinya. Pelecehan yang lebih hebat lagi sudah tidak dapat ditim-
pakan lagi ke atas Yesus yang terberkati ini. Walaupun begitu, ini
hanyalah salah satu contoh saja, sebab banyak lagi hujat yang
diucapkan mereka kepada-Nya (ay. 65). Sesungguhnya, mereka
yang mendakwa Dia sebagai seorang penghujat, mereka sendirilah
yang merupakan penghujat-penghujat, malah yang terkeji yang
pernah ada.
II. Bagaimana Ia dituduh dan dihukum oleh Mahkamah Agama yang
terdiri atas para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala
dan ahli-ahli Taurat, yang cepat-cepat dipanggil untuk berkumpul
bersama-sama segera sesudah hari siang, sekitar pukul lima pagi
hari itu, untuk memeriksa perkara itu. Orang-orang ini meren-
canakan kejahatan ini di tempat tidurnya dan melakukannya di
waktu fajar (Mi. 2:1). Mereka tidak akan pernah bangun sepagi itu
untuk melakukan pekerjaan baik. Di sini kita hanya mendapati
catatan singkat tentang pemeriksaan pengadilan-Nya di hadapan
Mahkamah Agama mereka.
1. Mereka berkata kepada-Nya, “Jikalau Engkau yaitu Mesias,
katakanlah kepada kami.” Secara umum Ia dipercaya oleh
pengikut-pengikut-Nya sebagai Mesias, namun anggota mah-
kamah ini tidak dapat membuktikan bahwa Ia pernah berkata
demikian totidem verbis – dalam banyak perkataan, dan oleh
sebab itu mereka mendesak Dia untuk mengakui hal itu di
hadapan mereka (ay. 67). Seandainya saja mereka menanya-
kan pertanyaan ini dengan keinginan untuk mengakui bahwa
Ia yaitu Mesias dan mau menerima-Nya jika Ia dapat mem-
berikan bukti yang cukup tentang hal itu, tentunya tindakan
mereka itu baik adanya, dan selamanya akan baik bagi mere-
ka. Namun, mereka menanyakan hal itu bukan dengan tekad
untuk memercayai-Nya, melainkan justru untuk menjerat-
Nya.
2. Kristus hanya mengeluhkan perlakuan mereka yang tidak adil
dan tidak benar mengenai diri-Nya (ay. 67-68). Sebagai orang
Yahudi, mereka semua mengaku menanti-nantikan Sang
Mesias, dan mengharapkan Dia pada saat ini. Selama ini tidak
ada orang lain yang muncul, atau telah muncul dan mengaku
diri sebagai Mesias. Ia tidak mempunyai pesaing dan tampak-
nya juga tidak akan pernah ada. Ia telah memberikan bukti-
bukti yang menakjubkan tentang kuasa ilahi yang menyertai
diri-Nya, sehingga pernyataan-Nya sangat tidak layak untuk
dipertanyakan seperti itu. Pemimpin-pemimpin bangsa Yahudi
ini membawa Dia ke hadapan Mahkamah Agama hanya untuk
memeriksa Dia sebagai calon Mesias dan bukan diadili sebagai
seorang pelaku kejahatan.
“namun ,” Ia berkata:
(1) “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, bahwa Aku
yaitu Mesias, dan terus memberikan bukti-bukti yang
meyakinkan mengenai hal itu, kamu sudah berketetapan
hati untuk tidak mau percaya. Untuk apa lagi perkara ini
dibawa ke hadapan kamu? Kamu kan sudah mempunyai
prasangka buruk mengenai perkara ini dan telah berke-
tetapan hati, tidak peduli benar atau salah, untuk memu-
tuskan perkara itu dan menyalahkannya?”
(2) “Jika Aku bertanya kepada kamu, apa keberatan kamu ter-
hadap bukti-bukti yang Aku berikan, kamu pun tidak akan
menjawab Aku.” Di sini Ia menunjuk pada sikap diam
mereka saat Ia bertanya kepada mereka. Saat itu mereka
diam, sebab tidak mau mengakui wewenang yang dimiliki-
Nya (20:5-7). Mereka bukanlah hakim yang adil, juga
bukan pendebat yang adil. Jika terjepit sewaktu berdebat,
mereka lebih memilih diam daripada mengakui diri salah:
“Kamu tidak akan menjawab dan tidak mau melepaskan
Aku. Jika Aku bukan Mesias, kamu harus memberi alasan
untuk menggugurkan semua bukti yang telah Aku tunjuk-
kan bahwa Aku yaitu Mesias. Jika Aku yaitu Dia, kamu
harus melepaskan Aku; namun ini pun tidak akan kamu
lakukan.”
3. Ia menyinggung mengenai hal kedatangan-Nya yang kedua
kali, yang merupakan bukti penuh mengenai keberadaan-Nya
sebagai Mesias, untuk membingungkan mereka, sebab seka-
rang ini mereka tidak mau mengakui bukti yang telah ada me-
ngenai keberadaan-Nya sebagai Mesias (ay. 69): “Mulai seka-
rang Anak Manusia sudah duduk, dan akan dilihat sedang
duduk di sana, di sebelah kanan Tuhan Yang Mahakuasa, dan
kamu tidak perlu bertanya lagi apakah Ia Mesias atau bukan.”
4. Dengan pernyataan ini mereka menyimpulkan bahwa Ia meng-
angkat diri-Nya sebagai Anak Tuhan dan bertanya kepada-Nya
apakah Ia memang Anak Tuhan atau bukan (ay. 70): Engkau ini
Anak Tuhan ? Ia menyebut diri-Nya Anak Manusia, dengan me-
rujukku pada penglihatan Daniel tentang anak manusia yang
datang kepada Yang Lanjut Usianya itu (Dan. 7:13-14). Dan
mereka sangat memahami tentang hal itu dan tahu jika me-
mang Ia yaitu Sang Anak Manusia itu sendiri, maka pastilah
Ia juga Anak Tuhan . Engkau ini Anak Tuhan ? Dengan ini tampak
jelas bahwa menurut iman jemaat Yahudi, Mesias itu haruslah
Anak Manusia dan sekaligus juga Anak Tuhan .
5. Ia mengakui diri-Nya sendiri sebagai Anak Tuhan : Kamu sendiri
mengatakan, bahwa Akulah Anak Tuhan ; artinya, “Aku yaitu
Anak Tuhan , seperti yang kamu katakan.” Bandingkanlah hal
ini dengan Markus 14:62, Jawab Yesus, Akulah Dia. Hal ini
menegaskan kesaksian Yesus tentang diri-Nya sendiri bahwa
Ia yaitu Anak Tuhan . Ia berpegang teguh pada pernyataan itu,
meskipun Ia tahu bahwa Ia akan menderita sebab nya.
6. Berdasarkan pernyataan ini mereka menjatuhkan hukuman-
Nya (ay. 71): Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Memang
benar, mereka tidak memerlukan kesaksian lebih lanjut lagi
untuk membuktikan bahwa Ia mengatakan diri-Nya Anak
Tuhan . Mereka telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri.
namun , tidak perlukah mereka membuktikan bahwa Ia bukan
Mesias saat mereka mendakwa Dia sebagai seorang penghu-
jat yang mengaku diri Mesias? Tidak bisakah mereka menim-
bang bahwa mungkin saja Ia Anak Tuhan , dan bila seandainya
benar, betapa mengerikannya kesalahan yang akan ditimpa-
kan mereka ke atas diri sendiri dengan menjatuhkan hukum-
an mati ke atas-Nya? Tidak, mereka tidak tahu dan tidak meng-
erti apa-apa. Mereka tidak dapat berpikir bahwa mungkin saja
Ia itu Mesias, padahal telah terbukti bahwa Ia begitu dipenuhi
dengan kuasa dan anugerah ilahi, walaupun Ia memang tidak
tampil dalam kemegahan dan kemewahan duniawi seperti
yang mereka harapkan. Mata mereka telah dibutakan dengan
perkara-perkara duniawi itu, dan bergegas menjatuhkan pu-
tusan hukuman yang berbahaya ini, seperti kuda yang mence-
burkan diri ke dalam pertempuran.
PASAL 23
asal ini melanjutkan dan mengakhiri kisah penderitaan dan ke-
matian Kristus. Di sini diceritakan tentang:
I. Bagaimana Ia disidangkan di hadapan Pilatus, gubernur Ro-
mawi (ay. 1-5).
II. Pemeriksaan terhadap-Nya oleh Herodes, wali negeri Galilea,
yang juga berada di bawah pemerintahan Romawi (ay. 6-12).
III. Pergulatan Pilatus melawan orang banyak, sebab ia hendak
melepaskan Yesus; kesaksiannya berulang kali mengenai
ketidakbersalahan Yesus, namun akhirnya menyerah pada
desakan mereka untuk menyalibkan-Nya (ay. 13-25).
IV. Peristiwa-peristiwa yang terjadi saat mereka menggiring-Nya
untuk disalibkan, serta perkataan-Nya kepada orang-orang
yang mengikuti di belakang (ay. 26-31).
V. Peristiwa yang terjadi di tempat pelaksanaan hukuman, ser-
ta penghinaan yang dilakukan terhadap-Nya di sana (ay.
32-38).
VI. Pertobatan salah satu dari dua penjahat saat Kristus ter-
gantung di kayu salib (ay. 39-43).
VII. Kematian Kristus dan keajaiban yang mengiringinya (ay. 44-
49).
VIII. Penguburan-Nya (ay. 50-56).
Kristus di Hadapan Pilatus dan Herodes;
Kristus Dituduh dan Dihina
(23:1-12)
1 Lalu bangkitlah seluruh sidang itu dan Yesus dibawa menghadap Pilatus 2
Di situ mereka mulai menuduh Dia, katanya: “Telah kedapatan oleh kami,
bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami, dan melarang membayar pajak
kepada Kaisar, dan tentang diri-Nya Ia mengatakan, bahwa Ia yaitu Kristus,
yaitu Raja.” 3 Pilatus bertanya kepada-Nya: “Engkaukah raja orang Yahudi?”
Jawab Yesus: “Engkau sendiri mengatakannya.” 4 Kata Pilatus kepada imam-
imam kepala dan seluruh orang banyak itu: “Aku tidak mendapati kesalahan
apa pun pada orang ini.” 5 namun mereka makin kuat mendesak, katanya: "Ia
menghasut warga dengan ajaran-Nya di seluruh Yudea, Ia mulai di Galilea
dan sudah sampai ke sini.” 6 saat Pilatus mendengar itu ia bertanya, apa-
kah orang itu seorang Galilea. 7 Dan saat ia tahu, bahwa Yesus seorang
dari wilayah Herodes, ia mengirim Dia menghadap Herodes, yang pada waktu
itu ada juga di Yerusalem. 8 saat Herodes melihat Yesus, ia sangat girang.
Sebab sudah lama ia ingin melihat-Nya, sebab ia sering mendengar tentang
Dia, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu
tanda. 9 Ia mengajukan banyak pertanyaan kepada Yesus, namun Yesus tidak
memberi jawaban apa pun. 10 Sementara itu imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat maju ke depan dan melontarkan tuduhan-tuduhan yang berat terha-
dap Dia. 11 Maka mulailah Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-
olokkan Dia, ia mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya lalu mengirim Dia
kembali kepada Pilatus. 12 Dan pada hari itu juga bersahabatlah Herodes dan
Pilatus; sebelum itu mereka bermusuhan.
Tuhan kita Yesus didakwa sebagai seorang penghujat dalam Mahka-
mah Agama, namun kedengkian yang mengendalikan persidangan
ini tidak mampu menghasilkan apa-apa, sehingga mereka men-
cari cara lain sebab mereka tahu betul bahwa dakwaan mereka itu ti-
daklah cukup untuk dapat menjatuhkan hukuman mati terhadap-Nya.
I. Mereka mendakwa-Nya di hadapan Pilatus. Lalu bangkitlah selu-
ruh sidang itu untuk membawa-Nya menghadap Pilatus, sesudah
mereka tahu bahwa mereka tidak mampu lagi mendakwa Dia
lebih lanjut di persidangan yang mereka adakan. Mereka tetap
membawa-Nya pada Pilatus, sekalipun saat itu bukanlah hari
persidangan, tidak ada rapat atau sidang apa pun yang dijalankan
hari itu. Kali ini, mereka tidak menuntut-Nya sebagai penghujat
(sebab Pilatus tidak mengurusi kejahatan semacam itu), melain-
kan sebagai seorang yang menentang pemerintahan Romawi, yang
sebenarnya sama sekali tidak mereka anggap sebagai kejahatan.
Kalau menyinggung mengenai menentang pemerintahan Romawi,
justru merekalah yang sebenarnya lebih layak didakwa sebab hal
ini daripada Dia. Semua itu hanyalah alasan yang dipakai
untuk menjalankan rencana dan maksud jahat mereka. Kejahat-
an palsu yang mereka tuduhkan kepada Dia itu, yang mereka
pakai untuk memanfaatkan kekuasaan Romawi untuk menghan-
curkan Kristus, justru merupakan kejahatan mereka yang sebe-
narnya, yang membuat penguasa Romawi kemudian menghancur-
kan mereka tidak lama sesudah itu.
1. Di sini diceritakan tentang dakwaan yang ditimpakan kepada-
Nya (ay. 2), yang mereka lontarkan hanya untuk menjilat Pila-
tus dengan berpura-pura setia terhadap Kaisar. Padahal, hal
itu semata-mata disebabkan oleh kedengkian yang mereka ra-
sakan terhadap Kristus.
Mereka memfitnah Dia dengan menuduh-Nya:
(1) Mencoba memengaruhi warga supaya memberontak ter-
hadap Kaisar. Memang benar bahwa warga merasa resah
di bawah kuk kekuasaan Romawi dan mereka tidak sabar
menanti-nantikan kesempatan untuk melepaskan diri dari
kekuasaan Romawi ini . Pilatus sendiri pun tahu betul
akan hal itu. Dan sekarang mereka mencoba meyakinkan-
nya bahwa Yesus giat memanas-manasi ketidakpuasan ma-
syarakat itu. namun , jika memang hal itu benar, pastilah
mereka akan menolong dan mendukung-Nya. Mereka
mengadu, telah kedapatan oleh kami, bahwa orang ini me-
nyesatkan bangsa kami, seakan-akan mempertobatkan se-
buah bangsa untuk kembali ke dalam pemerintahan Tuhan
itu sama dengan menyesatkan mereka dari pemerintahan
sipil; padahal tidak ada hal lain yang bisa membuat ma-
nusia menjadi warga negara yang baik selain menjadikan
mereka pengikut Kristus yang setia. Sebelumnya, secara
khusus Kristus telah mengajari mereka untuk membayar
pajak kepada Kaisar, sekalipun Ia tahu bahwa ada bebe-
rapa pihak yang akan tersinggung dengan ajaran-Nya itu,
namun kini Ia malah dituduh telah melarang membayar pa-
jak kepada Kaisar. Kebenaran memang tidak dapat meng-
hindar dari fitnahan.
(2) Bersaing dengan Kaisar, meskipun alasan utama penolak-
an mereka untuk mengakui-Nya sebagai Mesias justru ada-
lah sebab Ia tidak tampil dalam kebesaran dan kuasa du-
niawi, dan tidak berperan sebagai seorang raja duniawi,
serta tidak melakukan apa pun untuk melawan Kaisar. Na-
mun kini, justru mereka mendakwa Dia bahwa Dia menga-
takan dirinya sebagai Kristus dan raja. Dia memang pernah
berkata bahwa Dia yaitu Kristus, yang juga berarti raja,
836
namun bukan dalam artian seorang raja yang akan menen-
tang kuasa Kaisar. Saat para pengikut-Nya hendak men-
jadikan Dia raja (Yoh. 6:15), Ia bahkan menolaknya, walau-
pun sudah jelas, dengan banyak mujizat yang telah Ia
perbuat, pastilah Kaisar tidak bisa berbuat banyak bila Ia
memang hendak menyainginya.
2. Jawaban yang Ia berikan terhadap tuduhan yang dijatuhkan
ke atas-Nya. Pilatus bertanya kepada-Nya, "Engkaukah raja
orang Yahudi?" (ay. 3), yang kemudian dijawab-Nya, “Engkau
sendiri mengatakannya.” Hal ini berarti, "Benar seperti yang
engkau katakan, bahwa Aku berhak atas pemerintahan bang-
sa Yahudi, namun bukan melawan Kaisar yang hanya mena-
ngani kepentingan sipil mereka, melainkan melawan para ahli
Taurat dan orang-orang Farisi yang memperbudak mereka da-
lam bidang agama.” Kerajaan Kristus sepenuhnya bersifat ro-
hani dan tidak akan mencampuri kedaulatan Kaisar. Kalimat
itu juga mungkin berarti: “Engkau sendiri mengatakannya, na-
mun dapatkah kau membuktikannya? Bukti apa yang kau pu-
nya mengenai hal itu?” Semua orang yang mengenal-Nya me-
ngetahui kebalikannya, yaitu bahwa Ia tidak pernah mengaku-
ngaku sebagai raja orang Yahudi untuk menentang Kaisar se-
bagai penguasa tertinggi, atau melawan para wali negeri yang
diutus oleh Kaisar, melainkan sebaliknya.
3. Pernyataan Pilatus mengenai ketidakbersalahan Kristus (ay.
4): Kata Pilatus kepada imam-imam kepala dan seluruh orang
banyak yang sepertinya telah bergabung di pihak mereka da-
lam persidangan melawan Kristus itu, "Aku tidak mendapati
kesalahan apa pun pada orang ini. Apa pun pelanggaran yang
dilakukan-Nya terhadap hukum kalian, aku tidak mau mem-
pertanyakannya, namun aku tidak mendapati suatu bukti apa
pun yang membuat-Nya layak dihukum dalam persidangan
kami.”
4. Desakan dan kemarahan para penuntut yang terus berlanjut,
(ay. 5). Bukannya menjadi lebih tenang sesudah mendengar
pernyataan Pilatus mengenai ketidakbersalahan Kristus dan
merenungkan apakah mereka tidak sedang menimpakan
darah orang yang tidak berdosa terhadap diri mereka sendiri,
seperti yang seharusnya mereka perbuat, mereka justru malah
semakin beringas dan ganas. Kita tidak melihat mereka memi-
Injil Lukas 23:1-12
837
liki fakta tertentu yang bisa mereka kemukakan, apalagi bukti
untuk memperkuatnya. namun , sekalipun begitu, mereka tetap
saja bertekad meneruskan tuntutan itu melalui keributan dan
segala cara untuk meyakinkan orang, sekalipun mereka tidak
bisa membuktikannya, yaitu bahwa Ia menghasut warga
dengan ajaran-Nya di seluruh Yudea, mulai di Galilea dan
sudah sampai ke sini. Ia memang mengguncangkan orang ba-
nyak, namun bukan untuk memberontak atau menentang pe-
merintahan, namun untuk hal-hal yang benar dan mulia. Dia
juga memang mengajar, namun mereka tidak bisa menuduh-
Nya telah menyebarkan ajaran yang mengganggu keamanan
umum atau menyebabkan pemerintah terancam.
II. Mereka mendakwa-Nya di hadapan Herodes.
1. Pilatus mengirim Dia beserta dengan perkara-Nya ke pengadi-
lan Herodes. Para pendakwa itu menyebutkan nama Galilea,
daerah di sebelah utara Kanaan. “Apakah Dia berasal dari da-
erah Galilea? Ia orang Galilea?” tanya Pilatus (ay. 6). “Ya,” ja-
wab mereka. “Itulah markas-Nya. Di sanalah Dia menghabis-
kan sebagian besar waktu-Nya." “Kalau begitu, mari kita kirim
Dia kepada Herodes,” kata Pilatus, “Sebab Herodes kebetulan
sedang ada di kota ini, dan dia layak menangani perkara ini
sebab orang itu ada di bawah peradilan Herodes.” Pilatus sebe-
narnya sudah muak dengan perkara itu sehingga ia pun ingin
segera melepaskan diri, dan sepertinya hal itu yaitu alasan
utama mengapa dia mengirim Kristus ke hadapan Herodes.
Namun Tuhan merancang semuanya itu supaya menjadi bukti
nyata untuk menggenapi firman, seperti yang tertulis dalam
Kisah Para Rasul 4:26-27, yang mengutip perkataan Daud
(Mzm. 2:2), Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar ber-
mufakat bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapi-Nya,
yang kini tergenapi melalui Herodes dan Pontius Pilatus.
2. Herodes bersedia melakukan pemeriksaan terhadap Yesus (ay.
8): saat dia melihat Yesus, ia sangat girang, dan mungkin
merasa lebih senang lagi sebab melihat Dia sebagai tawanan
yang terbelenggu. Ia sering mendengar tentang Dia di Galilea,
sebab mujizat-mujizat-Nya telah lama menjadi buah bibir di
daerah itu. Herodes sudah lama ingin melihat-Nya, bukan ka-
rena dia tertarik pada Kristus ataupun ajaran-Nya, namun
semata-mata hanya sebab penasaran saja. Ia mengharapkan
melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda supaya
rasa ingin tahunya terpuaskan, dan supaya dia dapat meng-
gembar-gemborkannya sepanjang hidupnya. sebab itulah ia
mengajukan banyak pertanyaan kepada Yesus supaya bisa
membuat-Nya melakukan sesuatu untuk menunjukkan kua-
sa-Nya. Mungkin Herodes mencecar-Nya dengan berbagai per-
tanyaan yang bersifat rahasia, atau hal-hal yang akan terjadi
di masa mendatang, atau mengenai penyembuhan penyakit.
namun Yesus tidak memberi jawaban apa pun, atau memuas-
kan rasa penasaran Herodes dengan membuat suatu mujizat
di hadapannya. Si pengemis yang sangat melarat itu sama se-
kali tidak ditolak saat ia meminta mujizat berkenaan dengan
kebutuhannya, namun si raja angkuh ini, yang meminta muji-
zat semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahunya, justru
ditolak. Herodes bisa saja melihat Kristus dan perbuatan-
perbuatan-Nya yang ajaib di Galilea, namun ia tidak mau mela-
kukan itu, jadi, adil saja kalau dikatakan bahwa, kini ia ingin
melihatnya, namun tidak dapat; semuanya disembunyikan dari
matanya, sebab dia tidak mengetahui saat Tuhan melawatnya.
Pikir Herodes, dia bisa menyuruh Kristus melakukan suatu
mujizat, sebab kini Ia yaitu tawanannya. Namun, mujizat
tidak boleh disepelekan seperti itu, dan kuasa ilahi tidak bisa
disetir oleh penguasa dunia yang terhebat sekalipun.
3. Para pendakwa Kristus tampil juga di hadapan Herodes, sebab
mereka tidak bisa tinggal diam dan ingin terus menuntut-Nya.
Mereka maju ke depan dan melontarkan tuduhan-tuduhan yang
berat terhadap Dia (ay. 10), dengan kurang ajar dan sangat be-
rani, begitulah artinya. Mereka juga ingin membuat Herodes
percaya bahwa Ia telah meracuni Galilea dengan hasutan-ha-
sutan-Nya. Perhatikan, bukan hal yang aneh lagi jika para
hamba Tuhan dan orang-orang benar yang merupakan kawan
sejati yang berguna bagi pemerintahan sipil, malah dituduh
sebagai penghasut dan pemberontak, serta musuh pemerin-
tah.
4. Herodes memperlakukan Dia dengan semena-mena. Ia, dengan
pasukannya, para pengawal, bawahan dan penguasa lainnya,
sama sekali tidak memandang Dia bahkan dengan sebelah
mata pun. Mereka memperlakukan Dia seperti sesuatu yang
sama sekali tidak ada; begitulah arti perkataan itu. Sungguh
kejahatan yang menjijikkan! Dia yang menciptakan segala
sesuatu itu malah dipandang seperti tidak ada. Mereka mener-
tawakan-Nya sebagai orang tolol, sebab mereka tahu Dia telah
menolong orang banyak melalui mujizat-mujizat yang telah Ia
lakukan, jadi mengapa kini Ia tidak mau melakukan satu
mujizat pun untuk menolong diri-Nya sendiri? Atau mungkin
mereka menertawakan Dia sebagai seorang yang telah kehi-
langan kuasa-Nya, dan telah menjadi lemah seperti orang lain-
nya. Herodes, yang sudah mengenal Yohanes Pembaptis dan
lebih mengetahui tentang Kristus daripada yang diketahui
Pilatus, justru memperlakukan Kristus lebih kasar daripada
yang diperbuat Pilatus, sebab pengetahuan tanpa disertai ka-
sih karunia membuat manusia malah bertambah jahat. Hero-
des mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya, yaitu sehelai
kain berwarna yang indah, sebagai raja jadi-jadian. Tindakan
tidak terpuji Herodes itu kemudian dicontoh oleh tentara
Pilatus yang juga melakukan penghinaan yang sama terhadap
Kristus.
5. Herodes mengirim Dia kembali kepada Pilatus, dan peristiwa
itu pun membuat mereka bersahabat, padahal sebelumnya
mereka berseteru. Meski Herodes tidak berhasil menyaksikan
satu mujizat pun dari Kristus, dia tetap tidak bersedia
mendakwa-Nya sebagai seorang penjahat, dan sebab itulah,
ia pun mengirim Dia kembali kepada Pilatus (ay. 11). Dengan
begitu, Herodes telah membalas budi Pilatus, bersikap sopan
dan menaruh hormat kembali kepadanya dengan cara mengi-
rimkan si tawanan itu kepadanya. Kewajiban timbal balik,
disertai saling pesan di antara keduanya, telah memperdalam
saling pengertian yang sebelumnya tidak ada di antara mereka
(ay. 12). Sebelum itu mereka justru bermusuhan, mungkin
sebab Pilatus telah membunuh orang-orang Galilea yang
merupakan warga daerah kekuasaan Herodes (Luk. 13:1), atau
sebab pertentangan lain yang lazim terjadi di antara para raja
dan penguasa. Perhatikan bagaimana kedua pihak yang tadi-
nya bermusuhan itu kini bersatu melawan Kristus, seperti hal-
nya Gebal, Amon, dan Amalek yang bersekutu melawan Israel
milik Tuhan (Mzm. 83:7), sekalipun sebelumnya mereka itu
terpecah-belah. Kristus yaitu sang pembawa damai yang
agung; Pilatus dan Herodes sama-sama mengakui bahwa Ia
tidak bersalah, dan kesamaan pandangan ini pun meredam
pertentangan mereka dalam hal-hal lainnya.
Yesus Kembali di Hadapan Pilatus:
Barabas Dibebaskan
(23:13-25)
13 Lalu Pilatus mengumpulkan imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin
serta warga , 14 dan berkata kepada mereka: “Kamu telah membawa orang ini
kepadaku sebagai seorang yang menyesatkan warga . Kamu lihat sendiri
bahwa aku telah memeriksa-Nya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu
tuduhkan kepada-Nya tidak ada yang kudapati pada-Nya. 15 Dan Herodes
juga tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya
tidak ada suatu apa pun yang dilakukan-Nya yang setimpal dengan hukum-
an mati. 16 Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.” 17 (Sebab ia
wajib melepaskan seorang bagi mereka pada hari raya itu.) 18 namun mereka
berteriak bersama-sama: “Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi kami!”
19 Barabas ini dimasukkan ke dalam penjara berhubung dengan suatu
pemberontakan yang telah terjadi di dalam kota dan sebab pembunuhan. 20
Sekali lagi Pilatus berbicara dengan suara keras kepada mereka, sebab ia
ingin melepaskan Yesus. 21 namun mereka berteriak membalasnya, katanya:
“Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!" 22 Kata Pilatus untuk ketiga kalinya
kepada mereka: “Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini?
Tidak ada suatu kesalahan pun yang kudapati pada-Nya, yang setimpal
dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.”
23 namun dengan berteriak mereka mendesak dan menuntut, supaya Ia
disalibkan, dan akhirnya mereka menang dengan teriak mereka. 24 Lalu Pila-
tus memutuskan, supaya tuntutan mereka dikabulkan. 25 Dan ia melepas-
kan orang yang dimasukkan ke dalam penjara sebab pemberontakan dan
pembunuhan itu sesuai dengan tuntutan mereka, namun Yesus diserahkan-
nya kepada mereka untuk diperlakukan semau-maunya.
Di sini diceritakan bagaimana Yesus yang terkasih digiring oleh orang
banyak dan diseret menuju kayu salib dalam suasana yang kacau
balau dan dalam kericuhan massa, yang timbul akibat kedengkian
dan muslihat para imam kepala yang telah menjadi kaki tangan
penguasa di udara.
I. Pilatus menyanggah pendapat orang, sebab dia percaya bahwa
Kristus tidak melakukan apa pun yang setimpal dengan hukuman
mati atau hukuman penjara. namun , jika betul demikian, maka se-
harusnya ia langsung melepaskan-Nya saat itu juga. Bukan hanya
itu saja, ia juga seharusnya melindungi Kristus dari kemarahan pa-
ra imam dan komplotan mereka, serta menyuruh para pendakwa
Kristus itu berhenti berbuat onar. namun dia tidak memiliki kasih
terhadap Kristus, sebab ia sendiri yaitu orang jahat. Apalagi, dia
juga tidak mau mengecewakan Kaisar dan warga nya sebab takut
menjadi sasaran kemarahan mereka. Sebagai bukti lebih lanjut
dari sifatnya yang tidak benar, dia justru mengumpulkan imam-
imam kepala dan pemimpin-pemimpin serta warga (yang seharus-
nya telah dia bubarkan sebagai kumpulan perusuh dan penghasut,
dan melarang mereka untuk ada di dekat-dekat dia), dan mau
mendengarkan pendapat mereka, di saat ia seharusnya meng-
abaikan perkataan mereka, sebab ia telah melihat apa yang sebe-
narnya menggerakkan mereka untuk berbuat demikian (ay. 14):
Katanya, “Kamu telah membawa orang ini kepadaku, dan sebab
aku menghormati kamu, maka seperti yang telah kamu lihat sen-
diri, aku pun telah memeriksa-Nya serta mendengar segala kesalah-
an yang kamu tuduhkan kepada-Nya. Akan namun , aku tidak bisa
berbuat apa-apa dengan semua itu, seba