b tidak ada satu kesalah-
an pun yang kudapati pada-Nya. Kamu semua juga tidak dapat
membuktikan segala yang telah kamu tuduhkan pada-Nya.”
II. Dia menyinggung-nyinggung tanggapan Herodes mengenai Kristus
(ay. 15): “Aku menyuruh kamu pergi kepada Herodes, yang lebih
mengenal Dia daripada aku sendiri, dan Herodes telah mengirim-
kan Dia kembali, tanpa dakwaan apa pun terhadap-Nya, atau pun
pesan yang tidak menyenangkan mengenai Dia. Menurut penda-
pat Herodes, kesalahan-Nya tidaklah berat. Dia memang menerta-
wakan-Nya sebagai orang yang lemah, namun tidak menganggap
Dia sebagai orang yang berbahaya.” Menurut Herodes, Yesus lebih
pantas dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa daripada dikirim
ke tiang gantungan.
III. Pilatus mengusulkan supaya Yesus dibebaskan, bila mereka juga
setuju akan hal itu. Padahal, seharusnya dia melakukan hal itu
tanpa perlu minta izin mereka, Fiat justitia, ruat cœlum – keadilan
harus tetap dijalankan sekalipun langit runtuh. namun sayangnya,
banyak orang terjebak dalam perangkap ini. Saat keadilan harus
ditegakkan dan kebenaran jelas-jelas terpampang, mereka justru
berlaku tidak adil, bahkan melawan hati nurani mereka sendiri,
sebab rasa takut terhadap manusia membuat mereka tidak berani
menentang arus. Pilatus menyatakan bahwa Kristus tidak ber-
salah, namun , demi menyenangkan hati orang banyak,
1. Dia berencana untuk melepaskan Kristus dengan tetap mem-
perlakukan-Nya sebagai seorang penjahat, sebab ia wajib mele-
paskan seorang (ay. 17). Jadi, sekalipun Kristus seharusnya
dilepaskan dengan sebuah tindakan keadilan, Dia malah hen-
dak dibebaskan dengan sebuah tindakan pengampunan, wa-
laupun Dia tidak bersalah pada siapa-siapa dan tidak ber-
utang budi pada orang banyak sebab itu.
2. Sebelum melepaskan-Nya, Pilatus hendak menghajar Dia ter-
lebih dahulu. Jika tidak kedapatan satu kesalahan pun pada-
Nya, mengapa Dia harus dihajar? Menyesah seorang yang ti-
dak bersalah sama tidak adilnya dengan menyalibkan orang
itu. Anggapan bahwa tindakan ini akan meredakan keri-
cuhan orang banyak justru keliru. Sama sekali tidak dapat di-
benarkan bahwa Ia harus dikasihani, sebab Ia tidak pantas
untuk dianiaya. Kita tetap tidak boleh berbuat jahat, sekalipun
dengan maksud untuk mendatangkan kebaikan.
IV. Orang banyak malah lebih memilih untuk melepaskan Barabas,
padahal dia seorang yang amat jahat, yang tidak memiliki apa
pun selain kejahatannya yang amat brutal. Dia dipenjarakan ka-
rena suatu pemberontakan yang telah terjadi di dalam kota dan
sebab pembunuhan (yang merupakan kejahatan yang paling
tidak layak untuk diampuni), namun mereka justru lebih memilih
dia daripada Kristus: Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi
kami (ay. 18). Tidaklah mengherankan rasanya, kalau seorang
pemberontak yang jahat menjadi kesayangan kumpulan orang
yang sama jahatnya, dan lebih dipilih daripada Dia yang setia dan
yang telah dituduh memberontak.
V. Saat Pilatus mendesak supaya Kristus dibebaskan untuk yang ke-
dua kalinya, mereka justru berteriak, Salibkanlah Dia! Salibkan-
lah Dia! (ay. 21). Mereka tidak hanya menginginkan Dia mati,
namun juga ingin supaya kematian-Nya itu terjadi dengan cara
yang mengerikan. Tidak ada hal lain yang mereka inginkan ke-
cuali penyaliban-Nya: Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!
VI. Saat Pilatus mendebat mereka lagi untuk yang ketiga kalinya, de-
ngan maksud untuk menyadarkan mereka atas kekeliruan dan
ketidakadilan perlakuan mereka itu, mereka justru menjadi ber-
sikukuh dan semakin marah (ay. 22): “Kejahatan apa yang sebe-
narnya telah dilakukan orang ini? Coba sebutkan. Tidak ada suatu
kesalahan pun yang kudapati pada-Nya yang setimpal dengan hu-
kuman mati, dan kamu pun tidak bisa menyebutkan alasan apa
yang membuat-Nya pantas mati. Jadi, jika kamu setuju, aku akan
menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.” Akan namun , kemarahan
massa biasanya semakin menjadi-jadi jika diindahkan. Mereka
pun berteriak, menjerit dan gaduh, bukan meminta, namun menun-
tut, supaya Ia disalibkan, seakan-akan di hari raya ini mere-
ka memiliki hak untuk menuntut penyaliban seorang yang tidak
bersalah sebagai ganti pembebasan orang lain yang bersalah.
VII. Pilatus akhirnya mengalah pada desakan orang banyak itu. Sua-
ra orang banyak dan para imam kepala itulah yang akhirnya me-
nang dan mampu mengendalikan Pilatus melawan keyakinan
dan kehendaknya sendiri. Dia tidak berani melawan arus yang
begitu kuat, sehingga ia pun memutuskan supaya tuntutan me-
reka dikabulkan (ay. 24). Di sini terlihat bahwa hukum telah
terdesak ke belakang, dan keadilan berdiri jauh-jauh, akibat ke-
takutan terhadap kemarahan orang banyak. Kebenaran tersan-
dung di tempat umum dan ketulusan ditolak orang (Yes. 59:14).
Dinanti-Nya keadilan, namun hanya ada kelaliman, dinanti-Nya
kebenaran namun hanya ada keonaran (Yes. 5:7). Hal yang sama
terulang di ayat 25, dengan memanasnya tekanan untuk mele-
paskan Barabas: Ia melepaskan orang yang dimasukkan ke da-
lam penjara sebab pemberontakan dan pembunuhan itu sesuai
dengan tuntutan mereka yang dihasilkan dengan suara bulat.
Dengan begitu, dia pasti akan menjadi semakin degil dan ber-
buat lebih banyak lagi kejahatan. namun Yesus diserahkannya
kepada mereka untuk diperlakukan semau-maunya. Dengan ber-
buat begitu, Pilatus telah melakukan suatu perbuatan yang
paling kejam dengan menyerahkan Kristus kepada mereka untuk
diperlakukan semau-maunya, padahal ia tahu bahwa mereka itu
betul-betul membenci Dia dan tidak mengenal belas kasihan
sama sekali.
Yesus Dibawa untuk Disalibkan
(23:26-31)
26 saat mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama
Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu
di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus. 27 Sejumlah be-
sar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi
dan meratapi Dia. 28 Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: “Hai pu-
teri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah
dirimu sendiri dan anak-anakmu! 29 Sebab lihat, akan tiba masanya orang
berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah
melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. 30 Maka orang akan
mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan
kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! 31 Sebab jikalau orang berbuat de-
mikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?”
Di sini diceritakan tentang bagaimana Yesus yang terkasih, Anak
Domba Tuhan itu, digiring untuk dikorbankan seperti anak domba
yang dibawa ke pembantaian. Kecepatan mereka dalam melangsung-
kan rangkaian persidangan itu juga amat mencengangkan. Bagai-
mana mungkin mereka bisa melakukan begitu banyak hal dalam
tempo sesingkat itu, apalagi mereka harus menghadap banyak pem-
besar yang biasanya membutuhkan waktu lama untuk bisa berurus-
an dengan mereka. Kristus dibawa menghadap imam-imam kepala
sesudah pagi menyingsing (22:66), baru sesudah itu Ia dibawa ke ha-
dapan Pilatus, kemudian Herodes, lalu kembali lagi ke Pilatus. Lalu
terjadi perdebatan yang kelihatannya cukup panjang antara Pilatus
dan orang banyak itu mengenai Dia. Dia disesah, lalu dimahkotai
duri dan dihina habis-habisan, dan semua itu dilakukan dalam
kurun waktu empat atau lima jam, paling lama mungkin enam jam,
sebab Dia disalibkan antara jam sembilan sampai dua belas. Para
pendakwa Kristus memang bertekad untuk tidak membuang waktu
sedikit pun, sebab mereka takut kawan-kawan Kristus dari daerah
lain akan mengetahui apa yang sedang mereka perbuat, lalu bangkit
untuk menolong-Nya. Belum pernah ada orang dienyahkan dari
dunia ini seperti Kristus saat itu. namun , Ia sendiri memang pernah
berkata, “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku.” Memang
waktu-Nya sungguh singkat. Kini, saat mereka menggiring-Nya me-
nuju lembah maut, kita mendapati:
I. Seorang yang menjadi pemikul salib-Nya, yang bernama Simon
dari Kirene. Dia mungkin seorang kawan Kristus, dan orang me-
ngetahuinya, sehingga hal itu dilakukan sebagai celaan bagi dia.
Mereka meletakkan salib Kristus di bahunya, supaya dipikulnya
sambil mengikuti Yesus (ay. 26), sebab mereka tidak mau Yesus
sampai pingsan dan mati sesaat di sana, sebab hal itu akan
menggagalkan rancangan jahat mereka berikutnya. Kelihatannya,
mereka memang berbelas kasihan pada Kristus, namun belas
kasihan mereka itu kejam.
II. Banyak juga orang yang berkabung dengan sungguh-sungguh,
yang mengikuti Dia sambil menangisi dan meratapi Dia. Mereka
bukan saja kawan-kawan dan orang yang bersimpati pada-Nya,
namun juga ada orang-orang awam yang tidak memusuhi-Nya, dan
terharu oleh belas kasihan yang mereka rasakan untuk-Nya, se-
bab mereka telah mendengar tentang kemasyuran nama-Nya, ser-
ta bagaimana Ia dulu banyak menolong orang, sehingga mereka
pun berpendapat bahwa hukuman seperti itu tidak layak dijatuh-
kan pada-Nya. Hal itu menyebabkan orang banyak berbondong-
bondong mengikuti Dia, seperti yang lazim terjadi saat sebuah
penghukuman akan dilaksanakan, terutama jika yang terhukum
yaitu orang-orang yang begitu dikenal: Sejumlah besar orang
mengikuti Dia, kebanyakan dari mereka yaitu perempuan (ay.
27). Sebagian dari mereka tergerak oleh rasa iba, namun ada juga
yang hanya sebab penasaran, namun semuanya menangisi dan
meratapi Dia (seperti yang dilakukan oleh kenalan dan kawan-
kawan setia-Nya). Meskipun banyak yang mencela dan menghina
Dia, masih ada yang menghargai dan merasa iba pada-Nya, se-
hingga mereka merasa amat sedih dan turut ambil bagian dalam
penderitaan-Nya itu. Tuhan Yesus yang sedang meregang nyawa
pasti membuat orang-orang jatuh iba, sekalipun mereka biasanya
tidak mudah tergerak seperti itu. Di antara orang yang menangisi-
Nya, bahkan ada beberapa yang tidak percaya pada-Nya, dan di
antara yang meratapi-Nya mungkin ada yang tidak mengasihi Dia
lebih dari segalanya. Nah, sekarang kepada kita diceritakan me-
ngenai apa yang dikatakan Kristus kepada orang-orang yang ber-
kabung itu. Tak seorang pun akan menyalahkan Kristus jika Ia
hanya memedulikan apa yang sedang terjadi pada diri-Nya saat
itu, namun ternyata Ia masih punya waktu dan perhatian untuk
memperhatikan air mata duka mereka. Kristus mati diiringi ratap-
an, dan Dia memiliki bejana untuk menampung air mata mereka
yang meratapi-Nya itu. Ia berpaling kepada mereka, walaupun me-
reka mungkin tidak mengenal-Nya secara pribadi, dan menyuruh
mereka supaya tidak menangisi-Nya, melainkan menangisi diri me-
reka sendiri. Dia mengalihkan perhatian mereka untuk meratapi
hal lain (ay. 28).
1. Dia memberi mereka nasihat yang berkaitan dengan ratapan
mereka itu: Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu mena-
ngisi Aku. Ia tidak bermaksud menyalahkan mereka sebab
menangisi-Nya, namun sebaliknya, Ia sedang memuji mereka.
Hanya hati yang benar-benar keras saja yang tidak akan ter-
pengaruh melihat penderitaan seorang yang begitu dalam se-
perti itu. Namun, mereka hendaknya tidak menangisi Dia saja
(sebab air mata yang mereka cucurkan bagi Dia tidak ada gu-
nanya), namun biarlah mereka juga menangisi diri mereka sen-
diri dan anak-anak mereka, sebab kebinasaan akan menimpa
Yerusalem, dan beberapa dari mereka mungkin akan menyak-
sikan dan mengalami penderitaan itu, atau, setidaknya, anak-
anak merekalah yang akan mengalaminya. sebab itu, mereka
harus merasa prihatin dengan nasib anak-anak mereka. Per-
hatikan, saat kita memandang Kristus yang tersalib dengan
mata iman kita, kita harus menangis. Bukan menangis untuk
Dia, namun bagi diri kita sendiri. Kita tidak boleh merasa sedih
atas kematian Kristus seperti atas kematian orang lain yang
terkena bencana, atau seperti saat kawan kita sendiri mening-
gal dunia. Kematian Kristus yaitu sebuah kejadian yang isti-
mewa, sebab hal itu yaitu kejayaan dan kemenangan-Nya
melawan musuh-musuh-Nya. Kematian-Nya yaitu kelepasan,
penebusan kehidupan kekal bagi kita. Jadi, mari menangislah
kita, namun bukan bagi Dia, melainkan bagi dosa-dosa kita dan
dosa-dosa anak-anak kita yang menyebabkan Dia dihukum
mati. Menangislah sebab rasa takut (dengan air mata yang di-
kehendaki-Nya di sini) akan kesengsaraan yang bisa menimpa
kita jika kita meremehkan kasih-Nya dan menolak kasih ka-
runia-Nya seperti yang dilakukan oleh bangsa Yahudi, yang
mendatangkan kehancuran bagi mereka seperti yang telah
diramalkan di sini. Saat kerabat atau teman baik kita mening-
gal di dalam Kristus, kita tidak punya alasan untuk menangisi
mereka, sebab mereka telah melepaskan segala beban keda-
gingan dan disempurnakan dalam kesucian, masuk dalam
peristirahatan dan sukacita sempurna. Kita justru harus me-
nangisi diri kita sendiri dan anak-anak kita yang ditinggalkan
di dunia yang penuh dosa, dukacita, dan perangkap ini.
2. Dia mengemukakan sebuah alasan khusus mengapa mereka
harus menangisi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka:
“Sebab lihatlah, masa-masa kesukaran akan segera mengham-
piri kotamu. Kotamu akan dihancurkan, dan kamu akan ambil
bagian dalam kebinasaan itu.” Saat murid-murid Kristus me-
rasakan dukacita yang menurut kehendak Tuhan sebab Ia akan
meninggalkan mereka, Dia menghapus air mata mereka dengan
sebuah janji bahwa Dia akan melihat mereka lagi, dan mereka
akan bergembira (Yoh. 16:22). Namun, saat puteri-puteri Yeru-
salem menangisi-Nya hanya dengan dukacita dunia, Dia pun
mengalihkan air mata mereka supaya dicurahkan bagi hal lain,
dan memberi tahu mereka apa yang sebenarnya harus mereka
tangisi. Biarlah mereka menyadari kemalangan mereka, berdu-
kacita dan meratap (Yak. 4:9). Belum lama sebelum itu, Dia
sendiri menangisi Yerusalem, dan kini Dia meminta mereka
untuk berbuat sama. Air mata Kristus harus membuat kita me-
nangis juga. Biarlah puteri-puteri Sion yang mengakui Kristus
sebagai raja mereka bersukacita di dalam Dia, sebab Dia da-
tang untuk menyelamatkan mereka. namun , hendaklah puteri-
puteri Yerusalem, yang hanya menangisi-Nya tanpa menerima-
Nya sebagai raja, berdukacita dan gemetar ketakutan memikir-
kan kedatangan-Nya untuk menghakimi mereka. Di sini, kebi-
nasaan Yerusalem diungkapkan melalui dua peribahasa yang
sangat cocok: tidak memiliki anak dan dikubur hidup-hidup. Ke-
duanya terdengar sangat mengerikan, supaya orang yang men-
dengarnya menjadi tergerak oleh rasa takut.
(1) Lebih baik mereka berharap tidak memiliki anak. Padahal,
biasanya wanita-wanita mandul merasa iri pada wanita
yang memiliki anak, seperti Rahel cemburu terhadap Lea.
namun pada saat itu, mereka yang memiliki anak akan lebih
sulit meloloskan diri, sebab anak-anak itu menjadi beban
bagi mereka. Saat itu, melihat anak-anak mereka sendiri
menderita kelaparan atau mati disabet pedang merupakan
kedukaan yang tak terkira bagi mereka, sehingga mereka
akan berkata, “Berbahagialah perempuan mandul dan yang
rahimnya tidak pernah melahirkan,” sehingga mereka tidak
punya anak untuk diserahkan kepada si pembunuh, atau
untuk direnggut dari tangan mereka. Masa itu bukan saja
akan penuh dengan celaka bagi mereka yang sedang hamil
atau yang menyusukan bayi, seperti yang Kristus pernah
katakan (Mat. 24:19), namun juga mengerikan bagi mereka
yang sudah memiliki anak dan pernah menyusui mereka.
Lihatlah bagaimana lemahnya makhluk ciptaan dan tidak
menentunya kegembiraan yang mereka bawa, sebab Tuhan
bisa saja mengubah hal-hal yang sekarang kita nikmati
sebagai berkat terbesar menjadi beban, kekhawatiran dan
dukacita hebat (Hos. 9:11-14).
(2) Mereka akan meminta dikubur hidup-hidup: Maka orang
akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah me-
nimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! (ay.
30). Hal ini juga mengacu kepada sebuah perikop mengenai
nubuat yang sama seperti yang telah diutarakan sebelum-
nya (Hos. 10:8). Mereka ingin bersembunyi di gua yang pa-
ling gelap supaya tidak lagi mendengar bunyi malapetaka
yang mengerikan itu. Mereka mencari-cari perlindungan
apa saja, tidak peduli bagaimana syaratnya, sekalipun un-
tuk itu tubuh harus remuk. Ini terutama akan terlontar
dari mulut para pembesar dan penguasa (Why. 6:16).
Orang yang tidak mau berlari meminta perlindungan ke-
pada Kristus akan berseru-seru pada bukit-bukit dan gu-
nung-gunung yang tidak akan mampu menyelamatkan me-
reka dari murka-Nya.
3. Dia menunjukkan bahwa sebenarnya masuk akal bagi mereka
untuk membayangkan malapetaka itu melalui penderitaan-
Nya sekarang ini. Sebab jikalau orang berbuat demikian de-
ngan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu ke-
ring? (ay. 31). Beberapa orang berpendapat bahwa perkataan
ini diambil dari Yehezkiel 20:47: Api yang sedang bernyala-
nyala akan memakan habis setiap pohon yang hidup padamu
dan setiap pohon yang layu kering.
Perkataan itu dapat diterapkan:
(1) Secara khusus pada kehancuran Yerusalem yang kini di-
nubuatkan Kristus, dan yang ditimpakan bangsa Yahudi
atas diri mereka sendiri dengan membunuh Kristus: “Sebab
jikalau orang (yaitu bangsa Yahudi dan penghuni kota
Yerusalem) berbuat demikian dengan kayu hidup, jika orang
yang baik dan tidak berdosa saja sudah mereka sesah se-
demikian rupa sebab hal-hal baik yang diperbuat-Nya,
maka apakah yang mereka harapkan akan diperbuat Tuhan
terhadap mereka sebagai balasan atas perbuatan mereka
yang telah menjadikan mereka seperti sebatang kayu ke-
ring, angkatan yang bobrok dan jahat, serta tiada gunanya
sama sekali? Kalau sudah sedemikian hebatnya dosa me-
reka itu, kira-kira, menurutmu, hukuman seperti apa yang
akan dijatuhkan kepada mereka?” Atau, coba pikirkan se-
perti ini, “Jika Aku saja, yang sama sekali tidak pernah me-
nentang mereka, dan yang dianggap mereka sebagai kayu
hidup yang menjadi sasaran kemarahanmu, sudah begitu
dilecehkan oleh mereka (orang Romawi, hakim-hakim dan
para tentara mereka), bagaimana pula jadinya nanti de-
ngan Yerusalem dan bangsa Yahudi, yang begitu menen-
tang mereka? Apalagi, dengan menentang orang Romawi,
bangsa Yahudi menjadi seperti kayu kering yang akan me-
ngobarkan api kebencian lawan. Jika Tuhan mengizinkan
hal-hal seperti ini terjadi kepada-Ku, apa yang akan Dia
timpakan pada pohon-pohon yang tidak mengasilkan buah
itu, yang telah sering dikatakan supaya ditebang dan di-
buang ke dalam api?” (Mat. 3:10; 7:19).
(2) Secara lebih umum lagi, perkataan tadi dapat diterapkan
pada semua pewahyuan tentang murka Tuhan terhadap
dosa dan orang-orang yang melakukannya: “Jika Tuhan me-
nyerahkan Aku ke dalam penderitaan ini sebab Aku di-
jadikan korban penebus dosa, apa yang akan Ia lakukan
terhadap para pendosa itu sendiri?” Kristus yaitu kayu
hidup yang berbuah dan berkembang. Nah, jika kekejian
seperti itu dilakukan terhadap-Nya, maka kita dapat mem-
bayangkan apa yang akan menimpa seluruh umat manusia
jika saja Ia tidak ikut campur tangan; apa yang akan me-
nimpa mereka yang terus saja menjadi kayu kering, sekali-
pun telah banyak hal yang dilakukan untuk membuat me-
reka berbuah. Jika Tuhan tega melakukan ini kepada Anak
yang sangat Ia kasihi oleh sebab Ia harus menanggung
dosa-dosa itu, apa yang akan Tuhan lakukan terhadap ge-
nerasi yang membuat-Nya murka, saat Ia mendapati dosa
merajalela dalam diri mereka? Jika Bapa tidak keberatan
melakukan hal itu terhadap kayu hidup, mengapa Ia harus
segan melakukannya terhadap kayu kering? Perhatikan,
ingatan akan pahitnya penderitaan yang harus dialami
Yesus Tuhan kita harus membuat kita terpana dalam kesa-
daran mengenai keadilan Tuhan , dan menjadi takut akan
Dia. Orang-orang kudus yang terbaik sekalipun hanya se-
perti kayu kering jika dibandingkan dengan Kristus. sebab
itu, jika Dia saja menderita, mengapa mereka tidak menya-
dari bahwa mereka juga bisa mengalami hal yang sama?
Dan kalau orang-orang kudus saja sudah begini, apa ge-
rangan jadinya nanti dengan penghukuman yang akan di-
jatuhkan bagi orang-orang berdosa?
Yesus Disalibkan
(23:32-43)
32 Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk dihukum
mati bersama-sama dengan Dia. 33 saat mereka sampai di tempat yang ber-
nama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang
penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah
kiri-Nya. 34 Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak
tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk mem-
bagi pakaian-Nya. 35 Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pe-
mimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: “Orang lain Ia selamatkan, biarlah
sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia yaitu Mesias, orang
yang dipilih Tuhan .” 36 Juga prajurit-prajurit mengolok-olokkan Dia; mereka
mengunjukkan anggur asam kepada-Nya 37 dan berkata: “Jika Engkau ada-
lah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!” 38 Ada juga tulisan di atas
kepala-Nya: “Inilah raja orang Yahudi”. 39 Seorang dari penjahat yang di gan-
tung itu menghujat Dia, katanya: “Bukankah Engkau yaitu Kristus? Sela-
matkanlah diri-Mu dan kami!” 40 namun yang seorang menegor dia, katanya:
“Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Tuhan , sedang engkau menerima
hukuman yang sama? 41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita
menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, namun orang ini
tidak berbuat sesuatu yang salah.” 42 Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan
aku, jika Engkau datang sebagai Raja.” 43 Kata Yesus kepadanya: “Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-
sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Dalam perikop ini diceritakan tentang:
I. Beberapa penggalan kisah mengenai penderitaan Kristus yang
juga ada dalam Injil Matius dan Injil Markus, yaitu bahwa:
1. Ada juga dua orang lain, yaitu dua penjahat yang digiring
bersama-sama dengan Dia ke tempat pelaksanaan hukuman.
Kedua penjahat ini mungkin telah dijatuhi hukuman
mati sejak beberapa waktu yang lalu, dan pelaksanaannya
jatuh pada hari itu. Hal ini mungkin juga merupakan alasan
mengapa mereka begitu terburu-buru menyelesaikan persi-
dangan Kristus, supaya Dia dan kedua penjahat itu dapat di-
hukum mati bersama-sama sekaligus dalam satu pelaksanaan
hukuman.
2. Ia disalibkan di tempat yang dinamakan Kalvari, atau Kranion,
bahasa Yunani untuk Golgota, yang berarti tempat tengkorak,
sebuah tempat yang kotor dan menjijikkan, untuk menambah
penghinaan pada kesengsaraan-Nya, namun justru memiliki
makna tersendiri, sebab di sanalah Ia berhasil mengalahkan
maut dengan telak. Dia disalibkan. Tangan dan kaki-Nya dipa-
kukan di kayu salib yang tergeletak di tanah, kemudian kayu
itu diangkat tinggi dan dipancangkan ke perut bumi, atau ke
dalam lubang yang sudah dipersiapkan untuk itu. Kematian
seperti itu luar biasa menyakitkan dan memalukan, melebihi
kematian dengan cara lain mana pun.
3. Dia disalibkan di antara kedua penjahat itu, seolah-olah Dialah
yang terburuk dari ketiganya. Dengan begitu, Dia bukan saja
diperlakukan sebagai seorang pemberontak, melainkan juga
terhitung di antara mereka, malah yang terburuk.
4. Para tentara yang bertugas melaksanakan penghukuman itu
merampas jubah-Nya sebagai upah mereka, lalu membuang
undi bagi jubah itu: Dan mereka membuang undi untuk mem-
bagi pakaian-Nya. Jubah itu hampir tidak punya harga sama
sekali, apalagi kalau sampai dibagi-bagi, sebab itu, mereka
pun membuang undi untuk menentukan siapa yang berhak
mendapatkan-Nya.
5. Saat diangkat di atas kayu salib itu, Ia dihina dan dicerca,
diperlakukan serendah-rendahnya dengan segala cara yang
bisa dipikirkan orang. Betapa mengherankannya melihat ke-
biadaban seperti itu bisa ditemukan dalam sifat manusia:
Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya, tidak me-
rasa prihatin sama sekali, malahan senang melihat tontonan
seperti itu. Kemudian, para pemimpin, yang dianggap terhor-
mat dan bermoral sebab jabatan mereka, justru ikut ambil
bagian dengan komplotan itu, dan mengejek Dia, memberi con-
toh pada orang-orang di sekeliling mereka untuk berbuat sa-
ma, dengan berkata, “Orang lain Ia selamatkan, biarlah se-
karang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri.” Dengan begitu, Ia
dicela sebab perbuatan baik yang Ia lakukan, seakan-akan
itulah yang menyebabkan mereka menyalibkan-Nya. Mereka
berlagak di hadapan-Nya, seakan-akan mereka itu telah me-
naklukkan Dia, padahal Dia lebih dari seorang pemenang.
Mereka menantang-Nya untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri
dari kayu salib, saat Dia justru sedang menyelamatkan orang
lain melalui salib itu. Jika Ia yaitu Mesias, orang yang dipilih
Tuhan , biarlah Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri. Mereka tahu
bahwa Kristus yaitu orang yang dipilih Tuhan , yang diutus dan
dikasihi-Nya. “Jika Ia, sebagai Kristus, akan menyelamatkan
bangsa kita dari orang-orang Romawi (sebab hanya itu yang
dapat mereka pikirkan tentang Mesias), biarlah Dia menyela-
matkan diri-Nya sendiri dari orang-orang Romawi yang kini se-
dang menguasai-Nya.” sebab itulah, para pemimpin Yahudi
mengejek-Nya sebab Ia justru sepertinya menyerah di tangan
orang Romawi, bukannya mengalahkan mereka. Para prajurit
Romawi pun mengejek-Nya sebagai Raja orang Yahudi: “Pan-
taslah jika orang-orang seperti mereka memiliki raja seperti
ini, dan pantaslah raja seperti ini bagi orang-orang seperti itu.”
Mereka pun mengolok-olok Dia (ay. 36-37). Mereka memper-
mainkan-Nya dan menjadikan penderitaan-Nya itu sebagai bu-
lan-bulanan. Saat mereka minum anggur asam yang biasanya
memang menjadi bagian mereka, dengan sombong mereka pun
bertanya kepada-Nya apakah Dia ingin bergabung untuk mi-
num bersama-sama dengan mereka. Lalu mereka berkata,
“Jika Engkau yaitu raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-
Mu,” sebab orang Romawi memang menghukum-Nya dengan
alasan bahwa Dia telah mengaku-ngaku sebagai raja, seperti
juga orang Yahudi menghukum Dia sebab menganggap-Nya
mengaku-ngaku sebagai Mesias.
6. Tulisan yang ada di atas kepala-Nya, yang menunjukkan keja-
hatan-Nya, yaitu Inilah raja orang Yahudi (ay. 38). Maksud
mereka, Dia dihukum mati sebab mengaku-ngaku sebagai ra-
ja orang Yahudi. Akan namun , Tuhan memaksudkan hal itu se-
bagai pernyataan mengenai siapa Dia sesungguhnya, walau-
pun keadaan-Nya saat itu sangat hina. Dialah raja orang Ya-
hudi, raja jemaat-Nya, dan salib itu yaitu jalan menuju
mahkota kehidupan-Nya. Kalimat itu ditulis dalam tiga bahasa
yang dipelajari orang saat itu, yaitu Yunani, Latin dan Ibrani,
sebab mereka yang telah mengenal Kristuslah yang menjadi
orang-orang yang terpelajar. Kalimat itu ditulis dalam ketiga
bahasa ini agar dapat diketahui dan dibaca oleh semua
kalangan, namun Tuhan merancangkannya sebagai lambang
bahwa Injil Kristus harus dikabarkan kepada segala bangsa,
mulai dari Yerusalem, dan dibaca dalam segala bahasa. Filsa-
fat orang-orang bukan Yahudi memasyhurkan bahasa Yunani,
hukum dan pemerintahan Romawi membuat bahasa Latin ter-
kenal, namun bahasa Ibrani mengungguli keduanya sebab ba-
hasa itulah yang dipakai dalam Perjanjian Lama. Dalam ketiga
bahasa inilah Yesus dinobatkan sebagai raja. Oleh sebab itu,
para cendekiawan muda yang bersusah payah mempelajari
ketiga bahasa itu harus bertekad untuk mengenal Kristus
secara lebih mendalam lagi melalui penguasaan mereka akan
bahasa-bahasa ini .
II. Dalam Injil Lukas ini ada perkataan luar biasa yang tidak kita
dapati sebelumnya dalam dua kitab lain.
1. Doa Kristus bagi para musuh-Nya (ay. 34): Ya Bapa, ampuni-
lah mereka. Ada tujuh perkataan luar biasa yang diucapkan
Kristus sesudah Ia dipakukan di kayu salib dan sebelum Ia
mati, dan inilah perkataan yang pertama. Salah satu alasan
mengapa Dia harus mati di kayu salib yaitu supaya Ia dapat
terus berkhotbah sampai akhir hayat-Nya, sehingga Dia bisa
memuliakan Bapa-Nya dan membangun iman mereka yang
ada di sekeliling-Nya. Dia mengucapkan doa ini , segera
sesudah Ia dipakukan di kayu salib, atau mungkin saat mereka
masih memakukan-Nya.
Di dalam doa itu terkandung:
(1) Sebuah permintaan: Ya Bapa, ampunilah mereka. Orang
pasti mengira Ia seharusnya berdoa demikian, “Bapa, ha-
bisilah mereka. Kiranya Tuhan melihat semuanya ini, dan
membalaskannya.” Dosa yang mereka lakukan ini memang
layak untuk tidak diampuni dan tidak pantas mendapat
belas kasihan. Namun, nyatanya, mereka justru malah di-
doakan secara khusus. Dia berdoa untuk para pemberon-
tak, seperti sudah dinubuatkan sebelumnya (Yes. 53:12).
Ditambah dengan doanya yang lain dalam Yohanes 17, ma-
ka kedua doa ini menyempurnakan contoh doa syafaat
yang Ia panjatkan: di Injil Yohanes Ia berdoa bagi para
orang kudus, dan di sini untuk orang-orang berdosa. Per-
kataan yang diucapkan Kristus di atas kayu salib memiliki
makna yang lebih dalam daripada yang tampak dari luar,
sebagaimana juga penderitaan yang dialami-Nya. Perkataan
itu merupakan kalimat perantara yang menerangkan mak-
sud dan makna kematian-Nya: “Ya Bapa, ampunilah me-
reka, bukan hanya orang-orang ini, namun juga semua orang
yang akan bertobat dan percaya pada Injil,” dan Dia mak-
sudkan bahwa pengampunan diberikan hanya dengan sya-
rat-syarat ini saja. “Bapa, Aku menderita dan mati supaya
orang-orang berdosa yang malang ini dapat diampuni.”
Perhatikan:
[1] Hal luar biasa yang dibayar dan diperoleh dengan susah
payah oleh Kristus melalui kematian-Nya yaitu peng-
ampunan dosa bagi kita.
[2] Inilah mengapa Kristus berdoa bagi semua orang yang
bertobat dan percaya kepada apa yang dilakukan-Nya.
Darah-Nya berteriak, Ya Bapa, ampunilah mereka.
[3] Orang yang paling berdosa sekalipun dapat mengharap-
kan belas kasihan melalui Kristus, jika mereka berto-
bat. Sekalipun mereka itu yang menganiaya dan mem-
bunuh Dia, Dia tetap berdoa supaya Bapa mengampuni
mereka.
(2) Sebuah pembelaan: sebab mereka tidak tahu apa yang
mereka perbuat, sebab jika mereka tahu, mereka tidak akan
menyalibkan Dia (1Kor. 2:8). Ada sebuah tabir yang menye-
lubungi kemuliaan-Nya dan sebuah lagi menghalangi peng-
ertian mereka, jadi bagaimana mungkin mereka bisa meli-
hat melalui dua tabir ini ? Mereka menanggungkan
darah-Nya pada diri mereka sendiri dan anak-anak mereka,
namun , jika saja mereka tahu apa yang telah mereka per-
buat, mereka pasti menyesalinya.
Perhatikan:
[1] Orang-orang yang menyalibkan Kristus tidak tahu apa
yang mereka perbuat. Mereka yang menjelek-jelekkan
agama tidak tahu apa yang mereka katakan, dan hal itu
terjadi sebab mereka memang tidak bersedia mengeta-
huinya.
[2] ada ketidaktahuan yang boleh dikatakan bisa me-
ngurangi tingkat kesalahan sebuah dosa, yaitu kebo-
dohan yang diakibatkan kurangnya sarana pengetahu-
an atau kemampuan untuk menerima pengarahan, ka-
rena kurangnya pendidikan atau kelalaian. Orang-orang
yang menyalibkan Kristus sengaja dibiarkan dalam ke-
adaan seperti itu oleh para pemimpin mereka, dan telah
dicekoki dengan prasangka buruk terhadap Kristus, se-
hingga mereka menyangka bahwa mereka berbuat bakti
bagi Tuhan (Yoh. 16:2) dengan melakukan apa yang kini
mereka perbuat terhadap Kristus dan ajaran-Nya. Mere-
ka patut dikasihani dan didoakan. Tak lama kemudian,
doa Kristus ini pun terjawab, sebab banyak dari antara
mereka yang ikut terlibat dalam kematian Kristus ke-
mudian bertobat sesudah mendengarkan khotbah Petrus.
Hal ini dicatat supaya menjadi teladan bagi kita juga.
Pertama, kita harus memanggil Tuhan sebagai Bapa
dalam setiap doa kita, dan datang kepada-Nya dengan
hormat dan percaya, layaknya seorang anak terhadap
ayahnya. Kedua, hal besar yang harus kita minta kepa-
da Tuhan yaitu pengampunan dosa, baik bagi kita sen-
diri maupun bagi orang lain. Ketiga, kita harus berdoa
bagi musuh-musuh kita, dan bagi mereka yang mem-
benci dan menganiaya kita dengan tidak membesar-be-
sarkan kesalahan mereka seperti yang seharusnya kita
lakukan dengan kesalahan-kesalahan kita (mereka ti-
dak tahu apa yang mereka perbuat, mungkin saja hal itu
tidak disengaja). Kita juga harus bersungguh-sungguh
berdoa kepada Tuhan untuk meminta pengampunan bagi
dosa-dosa yang telah mereka perbuat terhadap kita.
Inilah contoh yang diperagakan Kristus sendiri sesuai
dengan aturan yang diberikan-Nya (Mat. 5:44-45, ka-
sihilah musuh-musuhmu). Dan aturan-Nya ini semakin
dipertegas lagi di sini, sebab jika Kristus saja mengasihi
dan berdoa bagi musuh-musuh-Nya yang keji seperti
itu, bagaimana mungkin kita tidak mau mengasihi dan
berdoa bagi musuh-musuh kita?
2. Pertobatan seorang penjahat di kayu salib, yang merupakan
contoh gemilang dari kemenangan Kristus atas pemerintah-pe-
merintah dan penguasa-penguasa, bahkan di saat Dia kelihat-
annya justru sudah dikalahkan oleh mereka. Kristus disalib-
kan di antara dua orang penjahat, dan setiap penjahat itu
menggambarkan dua dampak berbeda yang ditimbulkan salib
Kristus terhadap anak-anak manusia yang mendengar pembe-
ritaan Injil. Mereka berdua yaitu penjahat yang sama-sama
bersalah di hadapan Tuhan . Nah, salib Kristus memang bukan
hanya dapat menjadi bau kehidupan yang menghidupkan bagi
sebagian orang, namun juga bau kematian yang mematikan bagi
sebagian orang yang lain. Bagi mereka yang binasa, hal itu
memang merupakan suatu kebodohan, namun bagi mereka
yang diselamatkan, hal itu yaitu hikmat dan kekuatan Tuhan .
(1) Salah satu dari kedua penjahat itu berkeras hati sampai
pada kesudahannya. Di sana, di dekat salib Kristus, ia
malah menghujat Dia, seperti yang dilakukan orang-orang
lainnya (ay. 39): Katanya, bukankah Engkau yaitu Kristus
seperti yang dikatakan mereka tentang-Mu? Selamatkanlah
diri-Mu dan kami. Meskipun ia kini sedang mengalami
kesakitan dan ada dalam bayang-bayang lembah maut, dia
tetap tidak mau merendahkan rohnya yang sombong, dan
tidak mau berbicara baik-baik dengan rekan sepende-
ritaannya. Tidak, tidak demikian halnya dengan rekan yang
satu ini. Sekalipun engkau menumbuk orang bodoh dalam
lesung, kebodohannya tidak akan lenyap dari padanya.
Tidak ada satu kesusahan pun yang mampu mengubah
hati orang fasik, bahkan terkadang kesusahan itu justru
mengobarkan kejahatan mereka, dan bukannya memati-
kannya. Dia menantang Kristus untuk menyelamatkan diri-
Nya sendiri dan juga mereka. Perhatikan, memang ada
orang-orang yang masih bisa-bisanya berharap untuk
diselamatkan oleh Kristus, padahal mereka telah berbuat
kurang ajar dengan menghujat-Nya; bahkan lebih dari itu,
sangka mereka, bila Kristus tidak menyelamatkan mereka,
Dia tidaklah layak dipandang sebagai Juruselamat.
(2) Penjahat yang satunya lagi justru dilembutkan hatinya pa-
da saat-saat terakhirnya. Dalam Matius dan Markus dika-
takan bahwa kedua penjahat itu, yaitu mereka yang disa-
libkan bersama-sama dengan Dia, mencela Dia juga. Seba-
gian orang berpendapat, hal itu hanya dimaksudkan untuk
salah satu di antaranya. Namun, menurut sebagian orang
lagi, pada awalnya, kedua penjahat itu sama-sama men-
cela-Nya, sampai salah satu di antara mereka diubahkan
hatinya dengan cara yang ajaib, sehingga perkataannya
pun sesaat berubah. Penjahat ini diselamatkan di detik-
detik terakhir saat dia hampir jatuh dalam cengkeraman
tangan Iblis, dan menjadi bukti dari belas kasih dan ka-
runia ilahi. Iblis pun gigit jari, mengaum marah bagaikan
singa yang baru saja kehilangan mangsanya. Akan namun ,
hal ini tidak dimaksudkan untuk mendorong siapa pun un-
tuk menunda-nunda pertobatan dan berharap akan mem-
peroleh belas kasih saat mereka mendekati ajal, sebab,
sekalipun tidak pernah ada istilah terlambat untuk berto-
bat, pertobatan yang lambat itu pun jarang sekali yaitu
pertobatan yang benar. Belum tentu setiap orang akan
memiliki kesempatan untuk bertobat sesaat sebelum mere-
ka mati. Semua pasti tidak akan mendapatkan kesempatan
seperti yang didapat oleh penjahat yang bertobat ini, sebab
kesempatan yang dikaruniakan kepadanya memang sangat
istimewa. Dia tidak pernah mendapatkan penawaran kasih
karunia Kristus sebelumnya, namun kini dia dijadikan con-
toh untuk memperlihatkan kuasa kasih karunia Kristus,
justru pada saat Dia disalibkan dalam kelemahan. sesudah
Kristus menaklukkan Iblis melalui kebinasaan Yudas dan
pemeliharaan-Nya atas Petrus, Ia pun sekali lagi memamer-
kan kemenangan-Nya atas Iblis melalui pertobatan penja-
hat ini, sebagai contoh dari apa yang akan Ia lakukan. Kita
bisa melihat bahwa kejadian ini memang luar biasa, jika
kita memperhatikan:
[1] Karya kasih karunia Tuhan yang luar biasa dalam diri
penjahat itu, yang tampak dari apa yang ia katakan. Di
sini banyak sekali bukti mengenai pertobatan yang ter-
jadi dalam diri orang itu dalam jangka waktu yang ter-
amat singkat.
Pertama, lihat apa yang ia katakan kepada penjahat
yang satunya lagi (ay. 40-41).
1. Dia menegurnya sebab menghujat Kristus, sebagai
orang yang tidak takut kepada Tuhan dan tidak me-
miliki kesadaran mengenai agama sedikit pun: Ti-
dakkah engkau takut, juga tidak kepada Tuhan ? Kali-
matnya itu menyiratkan bahwa rasa takut terhadap
Tuhan -lah yang mengekangnya untuk tidak ikut-ikut-
an orang banyak dalam melakukan hal keji itu. “Aku
takut kepada Tuhan , sehingga aku tidak mau melaku-
kannya, tidakkah engkau juga demikian?” Semua
orang yang dapat melihat menganggap sikap itu se-
bagai kejahatan terburuk orang-orang fasik, yaitu
bahwa mereka sama sekali tidak memiliki rasa takut
akan Tuhan . “Jika engkau memiliki sedikit saja rasa
kemanusiaan dalam dirimu, maka engkau tidak
akan tega menghina orang yang sama-sama sedang
menderita bersamamu, sebab engkau pun ada dalam
keadaan yang sama. Engkau juga sekarat. sebab
itu, tidak pantas bagimu untuk menghina orang lain
yang juga hampir mati, apa pun yang dicontohkan
orang-orang jahat itu.”
2. Dia mengakui bahwa dia layak menerima penghu-
kuman itu: Kita memang selayaknya dihukum. Mere-
ka berdua mungkin dihukum sebab suatu kejahat-
an yang sama, sehingga dia pun bisa berkata dengan
yakin, “Kita menerima balasan yang setimpal dengan
perbuatan kita.” Perbuatannya yang istimewa ini se-
makin memperbesar makna kasih karunia ilahi.
Kedua orang ini telah menjadi rekan dalam
perbuatan dosa dan derita, namun hanya satu yang
diselamatkan, sementara yang lainnya binasa. Ke-
duanya selalu bersama-sama, namun kini, yang
seorang dibawa dan yang lain ditinggalkan. Dia tidak
berkata, “Engkau layak dihukum,” melainkan “kita.”
Perhatikan, orang yang benar-benar bertobat meng-
akui keadilan Tuhan dalam hukuman yang mereka
terima atas dosa mereka. Tuhan telah melakukan hal
yang benar, dan kitalah yang berbuat jahat.
3. Dia percaya bahwa Kristus tidak sepantasnya dihu-
kum seperti itu. Meskipun Ia didakwa dalam dua
sidang pengadilan dan diperlakukan layaknya se-
orang penjahat bejat, namun, melalui tindak tan-
duk-Nya dalam penderitaan-Nya, penjahat yang ber-
tobat ini yakin bahwa Yesus tidak berbuat sesuatu
yang salah, ouden atopon – sesuatu yang ganjil atau
yang menyalahi tabiat-Nya. Imam-imam kepala
menginginkan supaya Ia disalibkan di antara dua
orang penjahat, sebagai salah satu dari antara mere-
ka, namun penjahat ini justru memiliki kesadaran
yang lebih besar dari mereka, dan mengakui bahwa
Kristus bukanlah salah satu dari mereka. Tidak dise-
butkan di sini apakah dia pernah mendengar ten-
tang Kristus dan pekerjaan-Nya yang ajaib, namun
Roh kasih karunia mencerahinya dengan pengeta-
huan ini dan membuat dia bisa berkata, “Orang ini
tidak berbuat sesuatu yang salah.”
Kedua, lihatlah apa yang ia katakan kepada Tuhan
kita Yesus: Tuhan, ingatlah akan aku, jika Engkau
datang sebagai Raja (ay. 42). Inilah doa dari seorang
pendosa yang hampir mati kepada sang Juruselamat
yang juga ada di ambang kematian. Bagi Kristus, ada-
nya orang yang masih berdoa memohon kepada-Nya
meskipun Dia sedang dihina dan direndahkan di kayu
salib merupakan sebuah kehormatan. Bagi si penjahat,
berdoa kepada-Nya merupakan sebuah sukacita.
Mungkin dia tidak pernah berdoa sebelumnya, namun
kini dia didengar dan diselamatkan di saat-saat ter-
akhir. Selama kita masih hidup, selalu ada pengharap-
an, dan selama masih ada pengharapan, selalu ada
ruang untuk berdoa.
1. Perhatikan imannya dalam doa itu. Dalam pengaku-
an dosanya (ay. 41), dia bertobat terhadap Tuhan . Ke-
mudian, dalam permintaan selanjutnya, dia mene-
mukan iman terhadap Tuhan Yesus Kristus. Dia
mengakui-Nya sebagai Tuhan yang memiliki keraja-
an, dan percaya bahwa Dia sedang memasuki ke-
rajaan itu, dan memiliki kuasa di dalamnya, dan
mereka yang dikasihi-Nya akan berbahagia. Pada sa-
at-saat seperti itu, percaya dan mengakui semua ini
yaitu sebuah hal yang amat mulia. Saat itu,
Kristus ada dalam keadaan yang begitu hina: diting-
galkan para murid-Nya, dicaci oleh bangsa-Nya sen-
diri, menderita sebagai seorang pendusta, dan tidak
ditolong oleh Bapa-Nya sendiri. Penjahat itu meng-
akui imannya ini bahkan sebelum segala peristiwa
ajaib yang memuliakan Kristus dalam penderitaan-
Nya terjadi, sebelum peristiwa yang mencengangkan
si kepala pasukan itu. Sesungguhnya iman sebesar
ini tidak pernah kita jumpai pada seorang pun di
antara orang Israel. Penjahat ini percaya akan kehi-
dupan sesudah mati, dan menginginkan kebahagia-
an dalam kehidupan itu. Tidak seperti penjahat yang
satunya lagi yang ingin diselamatkan dari kayu
salib, ia justru ingin tetap ada dalam pemeliharaan
ilahi sesudah kayu salib selesai menimpakan hal yang
terburuk kepadanya.
2. Perhatikan kerendahan hatinya dalam doa itu. Dia
hanya minta supaya Tuhan mengingatnya. Dia tidak
berdoa, “Tuhan, pilihlah aku” (seperti yang diperbuat
para murid dalam Mat. 20:21), sekalipun dia sebe-
narnya memiliki kehormatan yang tidak dimiliki mu-
rid-murid Kristus, sebab dia telah minum dari
cawan Kristus dan dibaptis oleh-Nya dalam penderi-
taan-Nya, entah dengan tangan kanan atau tangan
kiri-Nya, saat murid-murid Kristus sendiri justru
telah meninggalkan-Nya. Jadi, rasanya wajar kalau
dia berani bertanya mengenai siapa yang akan
duduk di sisi kanan dan kiri-Nya sebagaimana yang
pernah ditanyakan para murid-Nya. Orang yang
sepenanggungan dan sependeritaan biasanya men-
dapatkan hak istimewa seperti itu (Yer. 52:31-32).
Namun, hal itu sama sekali jauh dari pikiran penja-
hat ini. Ia hanya memohon, Tuhan, ingatlah aku,
sambil menunjukkan dalam keadaan seperti apa ia
ingin diingat oleh Kristus. Permintaan seperti itu
juga diminta Yusuf kepada juru minuman istana,
ingatlah aku (Kej. 40:14), namun yang ini malah
dikabulkan lebih cepat. Juru minuman itu melupa-
kan Yusuf, namun Kristus mengingat si penjahat ini.
3. Ada keteguhan dan kesungguhan dalam doa itu,
sebab dia sedang meregang nyawanya saat memo-
hon, “Tuhan, ingatlah aku, dan itu saja cukup un-
tukku. Aku tidak mau apa-apa lagi. Ke dalam ta-
ngan-Mu aku serahkan perkaraku.” Perhatikan, kita
harus sungguh-sungguh ingin dan berdoa supaya
Kristus mengingat kita, sebab kini Ia ada dalam
kerajaan-Nya, dan hal itu pun cukup untuk mem-
buat kita ada dalam damai sejahtera, baik waktu
kita masih hidup maupun sesudah kita mati. Kristus
ada dalam kerajaan-Nya dan berdoa syafaat bagi
kita. “Tuhan, ingatlah aku, dan jadilah perantaraku.”
Dia sedang berkuasa dalam kerajaan-Nya. “Tuhan,
ingatlah aku, dan berkuasalah dalam diriku melalui
Roh-Mu.” Dia sedang mempersiapkan tempat bagi
umat kepunyaan-Nya. “Tuhan, ingatlah aku, dan
persiapkanlah sebuah tempat bagiku. Ingatlah aku
waktu aku mati, ingatlah aku saat hari kebangkitan
tiba” (Ayb. 14:13).
[2] Berkat istimewa yang diberikan Kristus baginya. Kata
Yesus kepadanya, sebagai jawaban atas doanya, “Aku
berkata kepadamu, Aku yang yaitu Ya dan Amin,
Saksi yang setia, aku berkata amin mengenai doa ini
dan mengesahkannya, bahkan engkau akan mendapat-
kan lebih dari apa yang tadi engkau minta. Sesungguh-
nya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama de-
ngan Aku di dalam Firdaus” (ay. 43).
Perhatikan:
Pertama, kepada siapa kalimat ini ditujukan:
kepada si penjahat yang bertobat itu, dan bukan kepa-
da temannya yang satunya lagi. Kristus yang ada di ka-
yu salib bertindak sama seperti Kristus yang duduk di
atas takhta, sebab sekarang berlangsung penghakiman
atas dunia ini: yang seorang pergi dengan kutukan, se-
dangkan yang lainnya memperoleh berkat. Meskipun
saat itu Kristus sedang mengalami kesakitan yang luar
biasa, Ia masih punya kata-kata penghiburan bagi
orang bertobat yang telah menyerahkan dirinya kepada
Dia. Perhatikan, pendosa yang terbesar sekalipun tidak
saja akan mendapatkan pengampunan dari dosa mere-
ka, namun juga akan mendapat sebuah tempat di taman
firdaus Tuhan melalui Kristus (Ibr. 9:15), jika mereka
sungguh-sungguh bertobat. Hal ini semakin memu-
liakan kekayaan kasih karunia yang diberikan dengan
cuma-cuma, yaitu bahwa para pemberontak dan peng-
khianat yang bertobat bukan saja hanya akan diam-
puni, namun juga akan diberkati.
Kedua, oleh siapa kalimat ini diucapkan. Kali-
mat itu merupakan kalimat syafaat lainnya yang diu-
capkan Kristus. Meskipun diucapkan dalam suatu ke-
adaan khusus, sesungguhnya di dalamnya terkandung
sebuah tujuan umum yang menerangkan maksud dan
makna sebenarnya dari penderitaan-Nya, yaitu bahwa
Ia mati untuk membayar pengampunan dosa bagi kita
(ay. 34), serta untuk menebus hidup yang kekal bagi
kita. Dengan kata-kata ini , kita telah dibuat meng-
erti bahwa Yesus Kristus mati untuk membuka pintu ke-
rajaan sorga bagi semua orang percaya yang sudah ber-
tobat dan berubah menjadi taat.
1. Di sini, Kristus memberi tahu kita bahwa Dia sendiri
sedang menuju firdaus, yaitu hades – dunia yang
tidak kelihatan. Jiwanya sebagai manusia sedang di-
pindahkan ke suatu tempat yang dihuni oleh jiwa-
jiwa yang telah terpisah dari raga mereka. Bukan ke
tempat jiwa-jiwa yang terkutuk dibuang, melainkan
ke dalam firdaus, yaitu tempat mereka yang terber-
kati berada. Dengan ini, Dia meyakinkan kita bahwa
pengorbanan-Nya telah diterima dan Bapa sangat
berkenan kepada-Nya, sebab kalau tidak begitu, Dia
pasti tidak akan bisa pergi ke firdaus. Hal itu me-
rupakan awal dari sukacita yang terbentang di ha-
dapan-Nya. Pandangan yang tertuju kepada sukacita
inilah yang membuat hati-Nya menjadi terhibur. Dia
pergi menuju takhta-Nya melalui salib, sehingga kita
pun tidak boleh berharap untuk menempuh jalur
yang sebaliknya, atau ingin disempurnakan tanpa
mengalami penderitaan.
2. Dia memberi tahu semua orang percaya yang telah
bertobat bahwa mereka akan bersama-sama dengan
Dia di tempat itu. Kini, sebagai seorang imam, Dia
sedang mempersiapkan kebahagiaan ini untuk me-
reka. Sedangkan sebagai seorang raja, Dia telah siap
untuk menganugerahkan sukacita besar itu saat
mereka telah siap menerimanya. Lihatlah bagaimana
sukacita sorga telah dipersiapkan bagi kita.
(1) Tempat itu yaitu firdaus, taman yang penuh
dengan kesenangan, Taman Firdaus Tuhan (Why.
2:7) merujuk kepada taman Eden, tempat di ma-
na nenek moyang kita pernah ditempatkan se-
waktu mereka belum berdosa. Melalui Adam
yang kedua, kita dikaruniai kembali segala yang
telah hilang akibat dosa Adam yang pertama, ma-
lahan lebih dari itu, kita boleh masuk ke firdaus
sorgawi, dan bukan hanya sekadar firdaus yang
ada di bumi.
(2) Kita akan bersama-sama dengan Kristus di sana.
Itulah kebahagiaan sorgawi, yaitu bisa melihat
Kristus, duduk bersama-Nya, dan menikmati ke-
muliaan-Nya (Yoh. 17:24).
(3) Hal itu terjadi segera sesudah kita mati: Hari ini
juga engkau akan ada bersama-sama dengan
Aku, malam ini, sebelum besok tiba. Jiwa-jiwa
orang yang setia, sesudah mereka dibebaskan dari
beban kedagingan, akan segera berada dalam su-
kacita dan kebahagiaan. Roh orang benar lang-
sung disempurnakan. Lazarus mati dan segera
dihiburkan. Paulus juga mati dan langsung ber-
sama-sama dengan Kristus (Flp. 1:23).
Yesus Mati
(23:44-49)
44 saat itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi selu-
ruh daerah itu sampai jam tiga, 45 sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir
Bait Suci terbelah dua. 46 Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya
Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata
demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. 47 saat kepala pasukan melihat apa
yang terjadi, ia memuliakan Tuhan , katanya: “Sungguh, orang ini yaitu orang
benar!” 48 Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di
situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sam-
bil memukul-mukul diri. 49 Semua orang yang mengenal Yesus dari dekat,
termasuk perempuan-perempuan yang mengikuti Dia dari Galilea, berdiri
jauh-jauh dan melihat semuanya itu.
Ada tiga hal yang diceritakan dalam ayat-ayat di atas, yaitu:
I. Proses kematian Kristus dipermuliakan melalui kejadian-kejadian
mengherankan yang mengiringinya: Di sini hanya disebutkan dua
hal saja, yang telah kita dapati dalam kisah Injil sebelumnya.
1. Matahari yang tidak bersinar pada tengah hari. Saat itu sudah
mencapai jam keenam, atau kita-kira jam dua belas siang ber-
dasarkan penghitungan kita, dan kegelapan meliputi seluruh
daerah itu sampai jam tiga. Saat itu ada gerhana matahari,
dan langit pun tertutup awan mendung. Kedua peristiwa ter-
sebut mengakibatkan terjadinya gelap gulita di daerah itu se-
perti yang pernah terjadi di Mesir, namun selama tiga jam, bu-
kan tiga hari.
2. Terbelahnya tabir di Bait Suci. Keajaiban yang pertama terjadi
di atas langit, namun yang ini terjadi di dalam Bait Suci, sebab
kedua tempat ini yaitu kediaman Tuhan , sehingga pada waktu
Anak Tuhan dilecehkan, kediaman Tuhan pun bisa merasakan
derita-Nya dan menunjukkan kemarahan-Nya melalui peris-
tiwa-peristiwa ini . Terbelahnya tabir ini melambangkan
tercabutnya hukum upacara yang sudah lama menjadi dinding
pemisah antara orang Yahudi dan bukan-Yahudi, dan antara
segala kesulitan dan ketidakmampuan kita untuk mendekat
kepada Tuhan , sehingga kini kita dapat menghampiri takhta
kasih karunia dengan penuh keberanian.
II. Kematian Kristus dijelaskan melalui perkataan yang keluar dari
mulut-Nya saat Dia melepaskan nyawa-Nya (ay. 46). Sebelumnya,
Kristus telah berseru dengan suara nyaring saat Ia berkata,
“Mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Begitulah yang diceritakan
dalam Matius dan Markus, dan sepertinya, di sini pun Ia berseru
dengan suara nyaring untuk menunjukkan kesungguhan-Nya, su-
paya orang-orang memperhatikan hal itu. Inilah yang Ia katakan,
“Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”
1. Dia mengutip kata-kata bapa leluhur-Nya, Daud (Mzm. 31:6),
bukan sebab Dia tidak bisa mengucapkan kata-kata-Nya sen-
diri, namun sebab Ia memilih untuk memakai kata-kata Daud
untuk menunjukkan bahwa Roh Kristuslah yang telah disaksi-
kan para nabi dalam Perjanjian Lama, dan bahwa Ia telah da-
tang untuk menggenapi firman itu. Kristus mati sambil meng-
ucapkan firman Tuhan . Dengan begitu, Ia telah mengajari kita
untuk selalu memakai firman saat menghadap Tuhan .
2. Dia memanggil Tuhan sebagai Bapa. Saat Dia mengeluh sebab
ditinggalkan, Dia berseru, “Eli, Eli, Tuhan ku, Tuhan ku.” namun ,
untuk menunjukkan bahwa penderitaan jiwa-Nya yang menge-
rikan itu kini telah berakhir, Dia pun memanggil Tuhan sebagai
Bapa. Saat Ia menyerahkan hidup dan jiwa-Nya bagi kita, Dia
melakukannya bagi kita dengan memanggil Tuhan sebagai
Bapa, supaya melalui Dia kita bisa diangkat menjadi anak-
anak Tuhan .
3. Kristus sengaja memakai kalimat itu untuk menunjukkan
peran-Nya sebagai Perantara. Kini Ia hendak menyerahkan
diri-Nya sebagai korban penebus salah bagi kita (Yes. 53:10),
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang (Mat. 20:28), yang oleh Roh yang kekal telah memper-
sembahkan diri-Nya sendiri (Ibr. 9:14). Dia yaitu Imam dan
sekaligus Korban persembahan itu. Jiwa kita ada di bawah
hukuman, dan jiwa-Nya harus dijadikan tebusan untuk mele-
paskan penghukuman itu. Harga mahal harus dibayarkan ke
tangan Tuhan , sebagai pihak yang dirugikan oleh pelanggaran
dosa itu. Dialah yang membayar lunas semuanya itu kepada
Tuhan . Dengan kalimat itu, Ia pun mempersembahkan korban,
seolah-olah Ia mengulurkan tangan-Nya ke atas kepala korban
itu dan menyerahkannya; tithemi – “Aku meletakkannya, mem-
bayarkannya ke dalam tangan-Mu. Ya Bapa, terimalah nyawa-
Ku dan jiwa-Ku sebagai ganti nyawa dan jiwa para pendosa
yang Kutebus melalui kematian-Ku.” Orang yang mempersem-
bahkan korban harus memiliki animus offerentis – niat baik
dari si pemberi, supaya persembahannya itu diterima. Di sini
Kristus mengungkapkan kerelaan-Nya untuk mempersembah-
kan diri-Nya sendiri, seperti yang ditunjukkan-Nya pertama
kali saat hal itu diajukan kepada-Nya (Ibr. 10:9-10), “Sung-
guh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu,” yang oleh-
nya kita dikuduskan.
4. Dengan demikian, Kristus memperlihatkan bagaimana Ia ber-
sandar kepada Tuhan untuk dibangkitkan kembali oleh-Nya,
melalui penyatuan kembali jiwa dan raga-Nya. Dia menyerah-
kan Roh-Nya ke dalam tangan Bapa-Nya untuk diterima di ta-
man Firdaus, dan dikembalikan lagi pada hari yang ketiga. Me-
lalui itu semua, Tuhan kita Yesus memperlihatkan bahwa Dia
benar-benar memiliki sebuah tubuh jasmani, dan juga jiwa,
yang terpisah dari tubuh manusiawi-Nya. Demikianlah Ia dijadi-
kan serupa dengan saudara-saudara-Nya yang lain. Ia menye-
rahkan jiwa-Nya itu ke dalam tangan Bapa-Nya, di bawah per-
lindungan-Nya, untuk beristirahat dalam pengharapan bahwa
jiwa-Nya tidak akan dibiarkan terus di dalam dunia orang mati
(hades) saat terpisah dari tubuh-Nya. Tidak, Dia tidak dibiarkan
di sana lama-lama sampai tubuh-Nya membusuk.
5. Kristus telah memberi kita contoh dengan menerapkan kata-ka-
ta Daud itu untuk menunjukkan maksud kematian para orang
kudus, dan menyucikan kata-kata ini untuk digunakan
sebagaimana mestinya. Saat ajal mendekat, jiwa kitalah yang
harus lebih diperhatikan, dan hal terbaik yang dapat kita la-
kukan bagi jiwa kita yaitu menyerahkannya sekarang ke da-
lam tangan Tuhan , sebagai Sang Bapa, untuk disucikan dan di-
kuasai oleh Roh dan kasih karunia-Nya, dan nanti, saat ajal kita
datang, kita harus menyerahkan jiwa kita ke dalam tangan-Nya
untuk disempurnakan di dalam kekudusan dan kebahagiaan.
Kita harus menunjukkan kerelaan hati kita untuk mati, dan
percaya dengan sungguh-sungguh akan kehidupan sesudah ke-
matian, serta menginginkan kehidupan itu, dengan berkata, “Ya
Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”
III. Kematian Kristus sangat berkesan dalam diri orang-orang yang
menyaksikannya.
1. Kepala pasukan yang berkuasa atas para penjaga sangat ter-
sentuh dengan semua yang dilihatnya (ay. 47). Dia seorang
Romawi, seorang bukan-Yahudi, seorang yang asing dengan
perkara penghiburan bagi Israel. Namun, ia memuliakan Tuhan .
Dia belum pernah menyaksikan contoh kuasa ilahi yang be-
nar-benar menakjubkan seperti itu, sehingga Ia pun memakai
kesempatan itu untuk menyembah Tuhan sebagai Yang Maha
Kuasa. sebab itulah, ia memberi kesaksian mengenai Dia
yang telah menderita dengan sabar itu: “Sungguh, orang ini
yaitu orang benar, dan Dia tidak layak dihukum mati.” Cara
nyata Tuhan dalam memperlihatkan kuasa-Nya untuk memu-
liakan Kristus saat itu yaitu bukti kuat mengenai ketidak-
bersalahan Kristus. Dalam Injil Matius dan Markus, kesaksian
kepala pasukan itu lebih jauh lagi: Sungguh, Ia ini yaitu
Anak Tuhan . namun inti dan maknanya sama saja. Sebab, jika
Kristus itu yaitu orang benar, maka Ia pasti tidak berdusta
sewaktu Ia mengaku bahwa Dia yaitu Anak Tuhan , sehingga
kesaksian-Nya mengenai diri-Nya sendiri itu harus diakui,
sebab jika tidak begitu, Kristus pasti tidak akan disebutnya
sebagai orang benar.
2. Para penonton yang semula tak acuh kini menjadi prihatin.
Hal ini hanya dicatat di sini saja (ay. 48), Seluruh orang
banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu,
seperti yang biasa terjadi setiap kali ada peristiwa seperti itu,
melihat apa yang terjadi itu, dan menjadi gelisah sebab nya,
siapa pun mereka itu, sehingga mereka pun pulang sambil me-
mukul-mukul diri.
(1) Saat itu, hati mereka benar-benar terpukul. Mereka meng-
anggap hukuman mati yang telah dijatuhkan kepada
Kristus itu yaitu sebuah hal yang teramat jahat, sehingga
mereka pun resah memikirkan penghakiman Tuhan atas
bangsa mereka sebab tindakan jahat yang telah mereka
lakukan itu. Mungkin saja mereka ini yaitu orang-orang
yang sebelumnya berteriak, “Salibkanlah Dia, salibkanlah
Dia,” lalu ikut mencaci dan menghujat-Nya saat Ia dipaku-
kan di kayu salib. namun kini, mereka sangat ketakutan
melihat kegelapan, gempa bumi, serta cara kematian-Nya
yang luar biasa. Bukan hanya mulut mereka saja yang ter-
nganga, namun hati nurani mereka juga ikut tertegun, se-
hingga mereka pun memukul-mukul diri, memukul-mukul
dada mereka, seperti yang dilakukan si pemungut cukai
itu, untuk menunjukkan bahwa mereka merasa marah ke-
pada diri mereka sendiri. Beberapa orang berpendapat,
tindakan ini merupakan sebuah langkah awal yang mem-
bahagiakan, sebab ada kebaikan yang kemudian bekerja
dalam diri mereka, saat hati mereka merasa sangat ter-
haru (Kis. 2:37).
(2) Namun kelihatannya, rasa haru itu kemudian luntur.
Pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri. Mereka tidak
menindaklanjuti kejadian itu dengan terus memperlihatkan
rasa hormat terhadap Kristus, atau melakukan tindakan
apa pun untuk mengenal-Nya lebih dalam lagi, namun mere-
ka malah terus pulang ke rumah. Maka, wajar saja kalau
kita khawatir bahwa mereka akan melupakan semua itu
dalam waktu singkat. Begitulah, ada banyak orang yang
ikut menyaksikan Kristus disalibkan melalui firman dan
sakramen dan merasa sedikit tersentuh, namun hal itu tidak
terus berlanjut. Mereka memukul-mukul diri, lalu kemu-
dian pulang. Mereka melihat wajah Kristus dalam ibadah
dan semua ketetapan-Nya dan mengagumi Dia, namun ke-
mudian mereka pergi menjauh dan segera lupa bagaimana
rupa-Nya, dan tidak ingat lagi alasan mengapa mereka se-
harusnya mengasihi Dia.
3. Kawan-kawan dan pengikut Kristus yang lain masih menjaga
jarak dari-Nya, namun mereka mencoba mendekat sebisa
mungkin, untuk melihat apa yang terjadi (ay. 49): Semua orang
yang mengenal Yesus, yang mengenal-Nya dan dikenal oleh-
Nya, berdiri jauh-jauh, sebab mereka takut ditangkap sebagai
orang yang memihak Kristus, jika mereka berada terlalu dekat
dengan Dia. Ini memang sudah menjadi bagian dari pende-
ritaan Kristus, seperti juga yang pernah dirasakan Ayub (Ayb.
19:13): Saudara-saudaraku dijauhkan-Nya dari padaku, dan
kenalan-kenalanku tidak lagi mengenal aku (lih. Mzm. 88:19).
Perempuan-perempuan yang mengikuti Dia dari Galilea melihat
semuanya itu, namun tidak tahu harus berbuat apa, dan tidak
siap untuk menganggap semuanya itu sebagai awal dari ke-
bangkitan-Nya, seperti yang seharusnya mereka lakukan. Itu-
lah saatnya Kristus membuat suatu tanda yang menimbulkan
perbantahan, seperti yang pernah dinubuatkan oleh Simeon,
supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang (2:34-35).
Yesus Dikuburkan
(23:50-56)
50 yaitu seorang yang bernama Yusuf. Ia anggota Majelis Besar, dan seorang
yang baik lagi benar. 51 Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis
itu. Ia berasal dari Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menanti-nantikan
Kerajaan Tuhan . 52 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. 53
Dan sesudah ia menurunkan mayat itu, ia mengapaninya dengan kain lenan,
lalu membaringkannya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, di
mana belum pernah dibaringkan mayat. 54 Hari itu yaitu hari persiapan dan
sabat hampir mulai. 55 Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-
sama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu
dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan. 56 Dan sesudah pulang, mereka
menyediakan rempah-rempah dan minyak mur. Dan pada hari Sabat mereka
beristirahat menurut hukum Taurat.
Di sini diceritakan mengenai penguburan Kristus, sebab Dia tidak
hanya harus mati, namun juga harus diletakkan dalam debu maut
(Mzm. 22:16), sesuai dengan penghukuman yang telah dijatuhkan,
yaitu (Kej. 3:19), engkau akan kembali menjadi debu.
Perhatikanlah:
I. Siapa yang menguburkan Kristus. Semua kenalan-Nya berdiri
jauh-jauh. Mereka tidak memiliki uang untuk membiayai pengu-
buran-Nya ataupun keberanian untuk menentang kebencian me-
reka yang tidak ingin Dia dikuburkan dengan layak. Namun, Tuhan
menggerakkan seorang yang memiliki keduanya, yaitu seorang
yang bernama Yusuf (ay. 50). Ia yaitu seorang yang baik, lagi
benar dan memiliki reputasi bersih sebab kebajikan dan kesaleh-
annya. Dia tidak hanya benar di dalam segala hal, namun juga baik
terhadap semua orang yang membutuhkannya (dan kepedulian
untuk menguburkan orang mati, sebab pengharapan akan ke-
bangkitan orang mati, yang merupakan sebuah contoh kebaikan
dan kemurahan hati). Dia juga seorang yang terhormat, seorang
penasihat, seorang anggota Majelis, anggota Mahkamah Agama
(Sanhedrin), salah seorang penatua dalam jemaat Yahudi. Lagi
pula, meskipun ia termasuk anggota majelis yang telah menjatuh-
kan hukuman mati kepada Kristus, ia tidak setuju dengan putus-
an dan tindakan Majelis itu (ay. 51). Meskipun keputusan itu di-
ambil oleh sebagian besar anggota majelis, dia tetap menentang
keputusan itu dan tidak ikut berbuat jahat seperti yang dilakukan
orang banyak. Perhatikan, keputusan dan tindakan jahat yang
tidak kita setujui tidak akan dijadikan tanggung jawab kita. Yusuf
bukan saja menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap para mu-
suh Kristus secara terang-terangan, namun juga diam-diam memi-
hak kawan-kawan Kristus: ia menanti-nantikan Kerajaan Tuhan .
Dia percaya akan nubuat-nubuat mengenai Mesias dan kerajaan-
Nya yang tertulis dalam Perjanjian Lama, dan menanti-nantikan
penggenapan semua nubuat ini . Melihat apa yang dilaku-
kannya itu, nyata benar bahwa ia yaitu orang yang begitu meng-
hormati Tuhan Yesus. Perhatikan, ada banyak orang yang ber-
sungguh-sungguh mengasihi Kristus dalam hati mereka, meski-
pun mereka tidak menunjukkan hal itu dengan terang-terangan.
Akan namun , biasanya merekalah yang justru lebih siap untuk
melayani Dia saat kesempatan untuk itu tiba, dibanding dengan
orang lain yang kelihatannya lebih berani dan terang-terangan
mengakui Dia.
II. Apa yang dilakukan Yusuf untuk menguburkan Kristus.
1. Ia pergi menghadap Pilatus, hakim yang telah menghukum
Kristus, untuk meminta mayat Yesus, sebab hal itu ada di ba-
wah kekuasaan Pilatus. Yusuf bisa saja menghasut orang ba-
nyak untuk membawa mayat Yesus dengan paksa, namun dia
memilih untuk melakukannya dengan cara resmi yang tidak
menimbulkan kericuhan.
2. Ia menurunkan mayat itu, sepertinya dengan tangannya sendiri,
lalu mengapaninya dengan kain lenan. Bangsa Yahudi memiliki
kebiasaan untuk membebat mayat dengan kain, seperti yang
kita lakukan saat membungkus tubuh bayi yang masih kecil.
Maka dari itu, kain lenan yang mahal itu dipotong-potong
Yusuf menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk membebat
mayat Yesus. Ini seperti yang dikatakan mengenai Lazarus,
bahwa kaki dan tangannya masih terikat (Yoh. 11:44). Bagi pa-
ra orang kudus, kain kapan bagaikan kain pembungkus bayi
yang kemudian akan mereka lepaskan waktu mereka tumbuh,
yaitu saat mereka menjadi manusia yang sempurna.
III. Di mana Kristus dikuburkan, yaitu di dalam kubur yang digali di
dalam bukit batu, supaya kuburan itu menjadi seperti penjara
yang kuat, sebagaimana gereja yang dirintangi jalannya dengan
batu pahat (Rat. 3:2, 9), sewaktu ia dibawa ke dalam kegelapan.
Belum pernah dibaringkan mayat di dalam kubur itu, sebab
Kristus dikuburkan dengan cara yang tidak sama dengan siapa
pun juga yang pernah dikuburkan sebelumnya, sebab pada hari
yang ketiga Dia akan bangkit kembali dengan kuasa-Nya sendiri.
Dia akan mengalahkan kuasa maut, dan hal itu tidak pernah dila-
kukan oleh siapa pun juga selain Dia.
IV. Kapan Kristus dikuburkan, yaitu pada hari persiapan saat Sabat
hampir mulai (ay. 54). Itulah yang menjadi alasan mengapa me-
reka begitu terburu-buru melakukan penguburan itu, sebab hari
Sabat hampir mulai, dan mereka harus melakukan banyak hal un-
tuk mempersiapkan dan menyambutnya. Perhatikan, dukacita ti-
dak boleh menghambat pelaksanaan tugas penting kita yang lain.
Walaupun mereka sedang bersedih sebab kematian Kristus, me-
reka tetap harus melakukan tugas mereka dalam menguduskan
hari Sabat, sehingga saat saat itu hampir mulai, persiapan pun
harus segera dilakukan. Urusan pekerjaan kita di dunia harus di-
atur dengan cermat sehingga hal itu tidak menghambat kita da-
lam mengerjakan ibadah Sabat. Kasih kita dalam melakukan iba-
dah Sabat harus dipenuhi dengan gairah yang besar, sehingga
kita mau terus melakukannya dengan senang hati.
V. Siapa yang menghadiri penguburan itu. Tidak satu pun dari mu-
rid-murid-Nya hadir di sana, melainkan hanya perempuan-perem-
puan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea (ay.
55). Mereka telah setia berada di dekat-Nya saat Ia menderita di
atas kayu salib, dan kini mereka pun masih terus mengikuti Dia,
pastinya dengan cucuran air mata, untuk melihat kubur itu, bagai-
mana jalan menuju ke sana, dan bagaimana mayat-Nya dibaring-
kan di sana. Semuanya ini mereka lakukan bukan untuk meme-
nuhi rasa ingin tahu, melainkan sebab mereka mengasihi Tuhan
Yesus dengan cinta yang kuat seperti maut dan yang tidak bisa di-
padamkan dengan banyak air sekalipun. Upacara penguburan-
Nya sepi tanpa kekhidmatan upacara religius, namun, peristira-
hatan-Nya itu sungguh mulia.
VI. Persiapan apa yang dilakukan untuk membalsem mayat Yesus
sesudah Ia dikuburkan (ay. 56): Dan sesudah pulang, mereka menye-
diakan rempah-rempah dan minyak mur, yang lebih menunjukkan
kasih mereka daripada iman mereka, sebab jika saja mereka ingat
dan percaya akan apa yang dulu sering Ia katakan pada mereka,
yaitu bahwa Ia akan bangkit lagi pada hari ketiga, mereka pasti ti-
dak akan repot-repot melakukan hal itu, sebab mereka pasti me-
ngetahui bahwa dalam waktu dekat, tubuh-Nya itu akan diper-
muliakan dengan kemuliaan kebangkitan-Nya yang lebih besar
bahkan daripada minyak mur termahal yang mereka miliki. Na-
mun, sesibuk apa pun mereka dengan segala persiapan pengu-
buran-Nya itu, mereka tetap beristirahat pada hari Sabat, bukan
saja untuk menaati kebiasaan bangsa mereka, namun juga sesuai
dengan hukum Taurat Tuhan mereka, yang sampai sekarang masih
tetap berlaku sekalipun harinya telah diubah, yaitu, Ingatlah dan
kuduskanlah hari Sabat.
PASAL 24
uhan kita Yesus memasuki lembah maut dengan cara yang mu-
lia, meskipun para musuh yang mendengki-Nya berusaha keras
untuk membuat kematian-Nya berlangsung secara memalukan. Ma-
lah lebih dari itu, Dia bahkan bangkit lagi dengan cara yang lebih
mulia. Pasal ini menceritakan semuanya ini. Di sini, Lukas memapar-
kan bukti-bukti kebangkitan Kristus dengan lebih saksama daripada
yang dicatat oleh Matius dan Markus. Dalam pasal ini ada :
I. Penegasan yang diberikan oleh dua malaikat kepada para
wanita yang menengok kuburan-Nya, bahwa Tuhan Yesus
sudah bangkit dari orang mati, sesuai dengan perkataan
Yesus sendiri (ay. 1-7), dan dilaporkannya kejadian ini
kepada para rasul (ay. 8-11).
II. Kunjungan Petrus ke kuburan itu, dan apa yang ditemu-
kannya di sana (ay. 12).
III. Percakapan Kristus dengan dua orang murid dalam perja-
lanan mereka ke Emaus, dan bagaimana Ia menyatakan
diri-Nya kepada mereka (ay. 13-35).
IV. Penampakan Kristus kepada sebelas orang murid-Nya pada
malam hari itu juga (ay. 36-49).
V. Kata-kata perpisahan-Nya kepada mereka, kenaikan-Nya ke
sorga, serta sukacita dan pujian dari para murid yang di-
tinggalkan-Nya (ay. 50-53).
Kebangkitan Yesus
(24:1-12)
1 namun pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu mereka pergi ke kubur
membawa rempah-rempah yang telah disediakan mereka. 2 Mereka men-
dapati batu sudah terguling dari kubur itu, 3 dan sesudah masuk mereka
tidak menemukan mayat Tuhan Yesus. 4 Sementara mereka berdiri ter-
mangu-mangu sebab hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka
memakai pakaian yang berkilau-kilauan. 5 Mereka sangat ketakutan dan me-
nundukkan kepala, namun kedua orang itu berkata kepada mereka: “Mengapa
kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? 6 Ia tidak ada di sini, Ia
telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, saat Ia ma-
sih di Galilea, 7 yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan
orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang
ketiga.” 8 Maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu. 9 Dan sesudah
mereka kembali dari kubur, mereka menceriterakan semuanya itu kepada
kesebelas murid dan kepada semua saudara yang lain. 10 Perempuan-perem-
puan itu ialah Maria dari Magdala, dan Yohana, dan Maria ibu Yakobus. Dan
perempuan-perempuan lain juga yang bersama-sama dengan mereka mem-
beritahukannya kepada rasul-rasul. 11 namun bagi mereka perkataan-perkata-
an itu seakan-akan omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perem-
puan-perempuan itu. 12 Sungguhpun demikian Petrus bangun, lalu cepat-ce-
pat pergi ke kubur itu. saat ia menjenguk ke dalam, ia melihat hanya kain
kapan saja. Lalu ia pergi, dan ia bertanya dalam hatinya apa yang kiranya
telah terjadi.
Bagaimana tepatnya jiwa dan tubuh Yesus dapat bersatu kembali
yaitu suatu misteri. Ini yaitu salah satu hal-hal tersembunyi yang
bukan hak kita untuk mengetahuinya. Akan namun , bukti yang tidak
dapat disanggah lagi mengenai kebangkitan-Nya, bahwa Dia benar-
benar telah bangkit dari antara orang mati dan membuktikan diri-
Nya sebagai Anak Tuhan , merupakan hal-hal yang dinyatakan bagi
kita dan anak-anak kita