satu orang pun yang baik dari antara seribu. Dalam
hati dan hidup kita, paling-paling hanya tampak sedikit
kebaikan, namun kadang-kadang tidak ada sama sekali.
Tak diragukan lagi bahwa ini tidak dimaksudkan seba-
gai celaan terhadap kaum wanita secara umum.
Ada kemungkinan bahwa dari dulu pastilah ada dan
sekarang pun ada lebih banyak wanita yang baik
daripada laki-laki yang baik (Kis. 17:4, 12). Salomo ha-
nya merujuk pada pengalamannya sendiri yang menye-
dihkan. Dan mungkin ada hal ini yang lebih jauh di
dalamnya: ia, dalam amsal-amsalnya, memperingatkan
kita terhadap jerat laki-laki jahat maupun wanita
jalang (Ams. 2:12, 16; 4:14; 5:3). Sekarang ia sudah
mengamati bahwa jalan-jalan wanita jahat lebih
menipu dan berbahaya daripada jalan-jalan laki-laki
jahat, bahwa lebih sulit menyingkapkan penipuan-
penipuan mereka dan menghindari jerat-jerat mereka.
164
Oleh sebab itu, ia membandingkan dosa dengan
wanita pezinah (Ams. 9:13), dan menyadari bahwa
ia tidak dapat mencari tahu kelicikan hatinya sendiri
sama seperti ia juga tidak dapat mencari tahu kelicikan
hati wanita asing, yang jalan-jalannya berpindah-
pindah, sehingga engkau tidak dapat mengetahuinya.
[3] Oleh sebab itu, ia menelusuri semua aliran sungai pe-
langgaran yang dilakukan kepada sumber kebobrokan
yang semula. Sumber dari segala kebodohan dan kegila-
an yang ada di dalam dunia yaitu kemurtadan manu-
sia dari Tuhan dan kemerosotannya dari kelurusan mo-
ralnya yang semula (ay. 20): “Lihatlah, hanya ini yang
kudapati. Walaupun aku tidak bisa menemukan hal-hal
yang terinci, namun penjelasan umumnya sudah cu-
kup jelas. Sudah terang benderang seperti matahari
bahwa manusia itu bobrok dan memberontak, dan tidak
seperti saat ia dijadikan.” Amatilah, pertama, bagai-
mana manusia dijadikan oleh hikmat dan kebaikan
Tuhan : Tuhan telah menjadikan manusia yang jujur. Adam
manusia pertama, demikian dalam Alkitab bahasa
Aram. Tuhan menjadikan dia, dan Ia menjadikannya
jujur, seperti yang seharusnya. sebab dijadikan sebagai
makhluk yang berakal, maka ia, dalam segala hal,
harus menjadi sebagaimana makhluk berakal seharus-
nya, jujur, tanpa menyimpang. Pada awal mula itu tidak
ada yang dapat menemukan kesalahan dalam dirinya.
Kala itu ia jujur, yaitu, menetapkan hati untuk Tuhan
saja, bertentangan dengan banyak dalih (KJV: banyak
temuan) yang ia reka-rekakan sesudah ia bobrok. Ma-
nusia, sewaktu ia diciptakan dari tangan Tuhan , yaitu
(seperti yang dapat kita katakan) gambaran kecil dari
Penciptanya, yang baik dan benar. Kedua, bagaimana ia
dirusak, dan sebagai akibatnya binasa, oleh kebodohan
dan kejahatannya sendiri: Mereka mencari banyak dalih,
yaitu mereka, orangtua pertama kita, atau seluruh
bangsa manusia, mereka semua secara umum dan
setiap orang secara khusus. Mereka mencari temuan-
temuan besar (demikian menurut sebagian penafsir),
temuan-temuan untuk menjadi besar seperti para Tuhan
Kitab Pengkhotbah 7:23-29
165
(Kej. 3:5), atau temuan-temuan dari orang-orang besar
(demikian menurut sebagian penafsir lain), temuan-
temuan para malaikat yang jatuh, orang-orang terke-
muka, atau banyak temuan. Manusia, bukannya merasa
tenteram dalam apa yang sudah ditemukan Tuhan un-
tuknya, malah berusaha untuk membuat dirinya lebih
baik, seperti si anak hilang yang meninggalkan rumah
ayahnya untuk mencari peruntungannya. Bukannya
ingin satu, ia ingin banyak. Bukannya menyokong kete-
tapan-ketetapan Tuhan , ia menyokong temuan-temuan-
nya sendiri. Hukum ciptaan-Nya tidak akan menahan
dia, sebaliknya, ia ingin bertindak semaunya sendiri
dan mengikuti perasaan-perasaan dan kecenderungan-
kecenderungan hatinya sendiri. Orang congkak ingin
menjadi bijak (Ayb. 11:12, KJV), lebih bijak daripada
Penciptanya. Kepalanya pening dan ia merasa gelisah
dalam pencarian-pencariannya, dan sebab itu mem-
punyai banyak dalih. Orang-orang yang meninggalkan
Tuhan mengembara tanpa henti. Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan manusia berlipat ganda. Salomo tidak
dapat mencari tahu berapa banyak pelanggaran-pelang-
garan itu (ay. 28). namun ia mendapati bahwa pelanggar-
an-pelanggaran itu sangat banyak. Banyak macam dosa,
dan dosa-dosa itu sering diulang-ulang. Dosa-dosa itu
lebih besar jumlahnya dari rambut di kepala kita (Mzm.
40:13).
PASAL 8
alomo, dalam pasal ini, mengambil kesempatan untuk menganjur-
kan hikmat kepada kita sebagai penangkal yang paling ampuh
melawan godaan-godaan maupun kesusahan-kesusahan yang ditim-
bulkan oleh kesia-siaan dunia. Di sini ada,
I. Manfaat hikmat dan pujian terhadapnya (ay. 1).
II. Beberapa contoh khusus tentang hikmat disodorkan kepada
kita.
1. Kita harus tetap tunduk seperti seharusnya kepada peme-
rintah yang telah ditetapkan Tuhan atas kita (ay. 2-5).
2. Kita harus siap menghadapi berbagai malapetaka yang
datang tiba-tiba, dan terutama kematian yang datang
tiba-tiba (ay. 6-8).
3. Kita harus mempersenjatai diri kita melawan godaan yang
timbul akibat perbuatan pemerintah yang menindas dan
tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang mengheran-
kan (ay. 9-10). Kebal dari hukuman membuat para penin-
das semakin berani (ay. 11), namun pada akhirnya orang be-
nar akan hidup bahagia dan orang fasik tidak akan beroleh
kebahagiaan (ay. 12-13). Oleh sebab itu, kemujuran orang
fasik dan penderitaan-penderitaan orang benar pada saat
ini janganlah menjadi batu sandungan bagi kita (ay. 14).
4. Kita harus memanfaatkan pemberian-pemberian dari pe-
nyelenggaraan Tuhan dengan hati yang gembira (ay. 15).
5. Kita harus menerima kehendak Tuhan dengan kepasrahan
yang sepenuhnya, dan, tanpa mengaku-ngaku sudah me-
mahaminya dalam-dalam, kita harus dengan rendah hati
dan tenang memuja kedalaman putusan-putusan hikmat-
S
168
Nya yang tak terselami, dengan meyakini bahwa semua
keputusan-Nya itu bijak, adil, dan baik (ay. 16-17).
Keunggulan Hikmat; Kewajiban Rakyat
(8:1-5)
1 Siapakah seperti orang berhikmat? Dan siapakah yang mengetahui kete-
rangan setiap perkara? Hikmat manusia menjadikan wajahnya bercahaya
dan berubahlah kekerasan wajahnya. 2 Patuhilah perintah raja demi sum-
pahmu kepada Tuhan . 3 Janganlah tergesa-gesa pergi dari hadapannya, ja-
nganlah bertahan dalam perkara yang jahat, sebab ia berbuat apa yang di-
kehendakinya. 4 sebab titah raja berkuasa; siapakah yang akan mengatakan
kepadanya: “Apakah yang baginda buat?” 5 Siapa yang mematuhi perintah
tidak akan mengalami perkara yang mencelakakan, dan hati orang berhikmat
mengetahui waktu pengadilan,
Di sini ada,
I. Sebuah pujian terhadap hikmat (ay. 1), yaitu, kesalehan yang
sejati, yang dibimbing dalam semua perbuatannya oleh kebijak-
sanaan dan kehati-hatian. Orang bijak yaitu orang baik, yang
mengenal Tuhan dan memuliakan Dia, yang mengenal dirinya sen-
diri dan berbuat baik bagi dirinya. Hikmatnya yaitu kebahagiaan
yang besar untuknya, sebab,
1. Hikmat mengangkatnya di atas sesamanya, dan membuatnya
lebih unggul daripada mereka: Siapakah seperti orang berhik-
mat? Perhatikanlah, hikmat sorgawi akan membuat manusia
menjadi orang yang tiada banding. Tak seorang pun yang
tanpa anugerah, sekalipun ia terpelajar, atau terhormat, atau
kaya, dapat dibandingkan dengan orang yang memiliki anuge-
rah sejati, yang sebab itu berkenan kepada Tuhan .
2. Hikmat membuatnya bermanfaat di antara para sesamanya
dan sangat berguna bagi mereka: Siapakah selain orang ber-
hikmat yang mengetahui keterangan setiap perkara? Yaitu,
yang mengerti masa dan peristiwa-peristiwanya, dan saat-saat
gentingnya, hingga dapat mengarahkan apa yang harus diper-
buat orang Israel (1Taw. 12:32).
3. Hikmat memperindah manusia di mata teman-temannya: Hik-
mat manusia menjadikan wajahnya bercahaya, seperti wajah
Musa saat ia turun dari gunung. Hikmat memberikan kehor-
matan kepada manusia dan kemilau dalam seluruh perkata-
Kitab Pengkhotbah 8:1-5
169
annya, membuatnya dianggap dan diperhatikan, dan dihor-
mati (seperti Ayb. 29:7, dst.). Hikmat membuatnya menarik
dan ramah, dan menjadikannya kesayangan serta berkat dari
negerinya. Kekuatan wajahnya, kemasaman dan kekerasan
wajahya (demikian sebagian orang memahami kalimat terak-
hir), akan diubah oleh hikmat menjadi manis dan ramah.
Bahkan orang-orang yang berpembawaan kasar dan murung,
oleh hikmat diubah secara mengherankan. Mereka menjadi
lemah lembut, dan tahu bagaimana terlihat menyenangkan.
4. Hikmat membuat orang berani melawan musuh-musuhnya,
upaya-upaya mereka dan cemoohan mereka. Keberanian wa-
jahnya akan dibuat berlipat ganda oleh hikmat. Hikmat akan
sangat banyak menambah keberaniannya dalam memperta-
hankan kelurusan hatinya pada saat ia bukan hanya mem-
punyai perkara yang benar untuk dibelanya, namun juga oleh
hikmatnya ia akan tahu bagaimana mengaturnya dan di mana
harus menemukan keterangan setiap perkara. Ia tidak akan
mendapat malu, jika ia berbicara dengan musuh-musuh di
pintu gerbang.
II. Contoh khusus dari hikmat ditekankan kepada kita, yaitu tunduk
kepada pihak yang berwenang, dan bertekun dengan patuh dan
tenang dalam kesetiaan kita terhadap pemerintah yang telah
ditetapkan Tuhan sang pemelihara atas kita. Amatilah,
1. Bagaimana kewajiban rakyat digambarkan di sini.
(1) Kita harus mematuhi peraturan dan hukum. Dalam semua
hal di mana kekuatan negara turun tangan, apakah itu
mengatur dengan hukum atau mengadakan peradilan,
maka kita harus tunduk pada perintah dan undang-un-
dangnya: Aku menasihati engkau (KJV). Bisa juga ditambah-
kan, aku memerintahkan engkau, bukan hanya sebagai
raja, melainkan juga sebagai pengkhotbah: ia dapat mela-
kukan keduanya. “Aku menganjurkan ini kepadamu seba-
gai sebuah contoh hikmat. Aku berkata, apa pun yang
dikatakan orang-orang yang ingin mengadakan perubahan,
patuhilah perintah raja. Di mana pun kekuasaan yang ber-
daulat, tunduklah kepadanya. Patuhi mulut raja” (demikian
bunyi anak kalimat itu). “Katakan seperti yang dia katakan,
170
lakukanlah seperti yang dimintanya darimu. Hendaklah
perkataannya menjadi hukum, atau lebih tepatnya biarlah
hukum yaitu perkataannya.” Sebagian orang memahami
kalimat berikutnya sebagai batasan dari ketaatan ini: “Pa-
tuhilah perintah raja, namun lakukanlah itu sedemikian rupa
hingga engkau mengindahkan sumpahmu kepada Tuhan , ya-
itu, dengan tetap mempertahankan hati nurani dan tidak
melanggar kewajiban-kewajibanmu terhadap Tuhan , yang
mendahului dan mengatasi kewajiban-kewajibanmu terha-
dap raja. Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu
berikan kepada Kaisar, namun lakukanlah itu sedemikian
rupa hingga engkau tetap murni dan utuh melakukan apa
yang wajib kamu berikan kepada Tuhan .”
(2) Kita tidak boleh terlalu mencari-cari kesalahan pemerintah
dalam mengatur jalannya pemerintahan, atau berselisih de-
ngan segala sesuatu yang tidak adil menurut pikiran kita,
atau meninggalkan tempat tugas kita di bawah pemerintah,
dan mencampakkannya, setiap kali kita merasa tidak puas
(ay. 3): “Janganlah tergesa-gesa pergi dari hadapannya,
saat ia marah terhadapmu (10:4), atau saat engkau
marah terhadapnya. Janganlah kabur dalam amarah, atau
memendam kecemburuan-kecemburuan terhadapnya yang
begitu rupa hingga akan menggodamu untuk tidak lagi
mengakui istana atau meninggalkan kerajaan.” Rakyat Sa-
lomo, segera sesudah kepalanya tertunduk layu, melakukan
tindakan yang langsung bertentangan dengan aturan ini,
saat sesudah mendengar jawaban kasar dari Rehabeam,
mereka tergesa-gesa pergi dari hadapannya, tidak mau
mengambil waktu sejenak untuk berpikir dua kali atau
menerima usulan-usulan untuk berdamai, namun malah ber-
teriak, ke kemahmu, hai orang Israel! “Mungkin ada alasan
yang tepat untuk pergi dari hadapannya. namun janganlah
tergesa-gesa melakukannya. Bertindaklah dengan penuh
pertimbangan.”
(3) Kita tidak boleh bersikeras dalam suatu kesalahan saat
kesalahan itu ditunjukkan kepada kita: “Janganlah berta-
han dalam perkara yang jahat. Dalam pelanggaran apa saja
yang telah engkau lakukan terhadap rajamu, rendahkanlah
dirimu, dan jangan membenarkan dirimu sendiri, sebab hal
Kitab Pengkhotbah 8:1-5
171
itu akan membuat pelanggaranmu itu semakin besar.
Dalam setiap rancangan jahat yang engkau buat, sebab
suatu ketidakpuasan, yang direncanakan melawan rajamu,
janganlah lanjutkan itu. namun bila engkau menyombong-
kan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan
pada mulut” (Ams. 30:32). Perhatikanlah, meskipun kita
bisa saja tanpa disangka-sangka terseret ke dalam suatu
perkara yang jahat, namun kita tidak boleh bertahan di
dalamnya, namun segera mundur darinya begitu perkara itu
tampak jahat bagi kita.
(4) Kita harus dengan bijak menyesuaikan diri dengan kesem-
patan-kesempatan kita, baik untuk membebaskan diri kita
sendiri dari masalah, jika kita merasa dijahati, maupun
untuk meluruskan masalah-masalah umum: Hati orang
berhikmat mengetahui waktu pengadilan (ay. 5). Berhikmat-
lah rakyat, saat mereka berurusan dengan raja mereka,
untuk menanyakan dan mempertimbangkan kapan dan
bagaimana mereka dapat melakukan dengan paling baik
dan paling berhasil, untuk meredakan amarahnya, menda-
pat perkenanannya, atau memperoleh pencabutan hukum-
an berat apa saja yang sudah ditetapkan. Ester, saat
menghadapi Ahasyweros, bersusah payah untuk mengeta-
hui waktu pengadilan, dan ia bekerja dengan cepat seperti
yang seharusnya. Ini dapat diambil sebagai aturan hikmat
secara umum, bahwa segala sesuatu harus dilakukan tepat
pada waktunya. Dan usaha-usaha kita kemungkinan akan
berhasil pada saat itu, saat kita memanfaatkan kesem-
patan yang tepat untuk itu.
2. Alasan-alasan apa yang dipakai di sini untuk menggugah kita
supaya tunduk pada kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi.
Alasan-alasan itu banyak sama dengan yang dipakai oleh
Rasul Paulus (Rm. 13:1, dst.).
(1) Kita perlu menaklukkan diri, oleh sebab suara hati kita,
dan itu yaitu dasar pegangan yang paling kuat untuk
tunduk. Kita harus tunduk demi sumpah kepada Tuhan ,
sumpah setia yang telah kita ucapkan untuk setia kepada
pemerintah, perjanjian antara raja dan segenap rakyat
(2Taw. 23:16). Daud mengadakan perjanjian, atau persepa-
172
katan, dengan tua-tua Israel, meskipun ia yaitu raja mela-
lui ketetapan ilahi (1Taw. 11:3). “Patuhilah perintah raja,
sebab ia telah bersumpah untuk memerintah engkau da-
lam takut akan Tuhan , dan engkau telah bersumpah, dalam
rasa takut itu, untuk setia kepadanya.” Sumpah itu disebut
sumpah kepada Tuhan , sebab Ia yaitu saksi atas sumpah
itu dan akan membalaskan pelanggaran terhadapnya.
(2) Oleh sebab kemurkaan Tuhan , oleh sebab pedang yang
disandang raja dan kekuasaan yang dipercayakan kepada-
nya, yang membuatnya menakutkan: Ia berbuat apa yang
dikehendakinya. Ia mempunyai wewenang yang besar dan
kemampuan yang besar untuk menyokong wewenang itu
(ay. 4): Di mana ada titah raja, yang memberikan perintah-
perintah untuk menangkap orang, di situ ada kuasa. Ada
banyak orang yang akan melaksanakan perintah-perintah-
nya, yang membuat kemarahan raja, atau pemerintahan
tertinggi, seperti raung singa muda dan bentara maut. Sia-
pakah yang akan mengatakan kepadanya: “Apakah yang
baginda buat?” Orang yang menentangnya, dia sendiri yang
akan terancam bahaya. Para raja tidak akan tahan jika
perintah-perintah mereka dibantah, namun menuntut untuk
ditaati. Singkatnya, sungguh berbahaya berseteru dengan
pemerintah yang berdaulat, dan itu sudah disesali oleh
banyak orang. Rakyat bukanlah tandingan yang sepadan
untuk raja. Dia yang dapat memerintah banyak pasukan,
dapat memerintah aku.
(3) Demi penghiburan diri kita sendiri: Siapa yang mematuhi
perintah, dan menjalankan kehidupan yang tenang dan
damai, tidak akan mengalami perkara yang mencelakakan.
Itulah jawaban dari pertanyaan sang rasul (Rm. 13:3),
maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Per-
buatlah apa yang baik, seperti yang sepatutnya diperbuat
rakyat yang patuh dan setia, dan kamu biasanya akan
beroleh pujian dari padanya. Orang yang tidak melakukan
kejahatan tidak akan merasakan kejahatan, dan tidak
perlu takut terhadap siapa pun.
Kitab Pengkhotbah 8:6-8
173
Pastinya Kematian
(8:6-8)
6 sebab untuk segala sesuatu ada waktu pengadilan, dan kejahatan manu-
sia menekan dirinya. 7 Sesungguhnya, ia tak mengetahui apa yang akan ter-
jadi, sebab siapakah yang akan mengatakan kepadanya bagaimana itu akan
terjadi? 8 Tiada seorang pun berkuasa menahan angin dan tiada seorang pun
berkuasa atas hari kematian. Tak ada istirahat dalam peperangan, dan ke-
fasikan tidak melepaskan orang yang melakukannya.
Salomo sudah berkata (ay. 5) bahwa hati orang berhikmat mengetahui
waktu pengadilan, yaitu, hikmat manusia akan melihat jauh ke
depan, oleh berkat Tuhan , dalam memberikan perkiraan-perkiraan
yang berkaitan dengan baik buruknya perilaku manusia. namun di
sini ia menunjukkan bahwa sedikit orang memiliki hikmat itu, dan
bahwa bahkan yang paling berhikmat sekalipun bisa saja dikejutkan
oleh malapetaka yang tidak mereka perkirakan sama sekali. Oleh
sebab itu, berhikmatlah kita jika kita yakin akan kedatangan dan
menantikan serta bersiap-siap menghadapi perubahan-perubahan
yang datang tiba-tiba. Amatilah,
1. Semua peristiwa yang menyangkut kita, dengan waktunya yang
tepat, ditentukan dan ditetapkan dalam maksud dan rencana
Tuhan , dan semua itu di berdasarkan hikmat: Untuk segala sesua-
tu ada waktu yang sudah ditetapkan, dan itu yaitu waktu yang
terbaik. Sebab itu yaitu waktu dan pengadilan, waktu yang
ditetapkan baik dalam hikmat maupun kebenaran. Ketetapan itu
tidak dapat dituduh sebagai kebodohan atau kejahatan.
2. Kita ada dalam kegelapan yang pekat mengenai peristiwa-peris-
tiwa di masa depan, serta masa dan waktunya: Manusia sendiri
tak mengetahui apa yang akan terjadi. Dan siapakah yang akan
mengatakan kepadanya bagaimana itu akan terjadi? (ay. 7). Itu
tidak dapat diperkirakan atau diramalkan olehnya. Bintang-
bintang tidak dapat meramalkan kepada manusia apa yang akan
terjadi, tidak pula ilmu-ilmu nujum. Tuhan telah, dalam hikmat,
menyembunyikan dari kita pengetahuan tentang peristiwa-peris-
tiwa di masa depan, supaya kita bisa selalu siap menghadapi
perubahan-perubahan.
3. yaitu ketidakbahagiaan dan kesengsaraan kita yang besar bah-
wa, sebab kita tidak dapat memperkirakan suatu kejahatan, kita
tidak tahu bagaimana harus menghindarinya, atau berjaga-jaga
terhadapnya. Dan, sebab kita tidak sadar akan waktu yang tepat
dan untuk bertindak dengan semestinya, maka kita kehilangan
174
kesempatan-kesempatan dan tersesat di jalan: sebab untuk se-
gala sesuatu hanya ada satu jalan, satu cara, satu kesempatan
yang tepat, maka kejahatan manusia menekan dirinya. sebab
begitu sulit untuk meraihnya, dan hanya ada satu di antara
seribu, maka dia kehilangan kesempatan itu. Sebagian besar dari
kesengsaraan-kesengsaraan yang menindih manusia akan dapat
dicegah seandainya itu dapat diperkirakan, dan waktu yang
membahagiakan dapat disingkapkan untuk menghindarinya. Ma-
nusia sengsara sebab mereka tidak cukup cerdik dalam menilai
dan kurang perhatian.
4. Apa pun kejahatan-kejahatan lain yang dapat dihindari, kita se-
mua mau tidak mau pasti akan mati (ay. 8).
(1) saat jiwa diminta, jiwa itu harus diserahkan, dan tidak ada
gunanya untuk membantahnya, dengan senjata atau dengan
alasan, oleh kita sendiri, atau oleh seorang teman: Tiada se-
orang pun berkuasa atas rohnya sendiri (KJV), untuk menahan-
nya, saat rohnya dipanggil untuk kembali kepada Tuhan yang
memberikannya. Rohnya tidak bisa terbang ke mana pun di
luar wilayah kekuasaan maut, atau menemukan suatu tempat
di mana kuasa maut tidak ada. Roh itu tidak bisa melarikan
diri hingga terluput dari mata maut, meskipun ia tersembunyi
dari mata semua orang hidup. Orang tidak mempunyai kuasa
untuk menunda hari kematiannya, tidak pula ia dengan doa-
doa atau uang suap bisa mendapat penangguhan. Tidak ada
jaminan yang akan diterima, tidak ada alasan, perlindungan,
atau rundingan, yang diperbolehkan. Kita tidak berkuasa atas
roh seorang teman, untuk menahannya. Raja, dengan semua
wewenangnya, tidak bisa memperpanjang hidup rakyatnya
yang paling berharga sekalipun. Tidak pula tabib dengan obat-
obatan dan cara kerjanya, atau tentara dengan kekuatannya,
atau ahli pidato dengan kefasihan berbicaranya, atau orang
kudus yang terbaik dengan doa-doa syafaatnya. Serangan
maut sama sekali tidak dapat disingkirkan saat hari-hari
kita sudah diputuskan, dan saat saat yang ditetapkan untuk
kita telah tiba.
(2) Maut yaitu musuh yang harus dihadapi kita semua, cepat
atau lambat: Tak ada istirahat dalam peperangan itu, tak ada
pengecualian darinya, baik untuk orang giat maupun yang
takut-takut, seperti yang ada di antara orang-orang Yahudi
Kitab Pengkhotbah 8:9-13
175
(Ul. 20:5, 8). Selama kita hidup, kita bergumul dengan maut,
dan kita tidak akan pernah melepaskan tali kekang itu sampai
kita menanggalkan raga kita, tidak pernah mendapat istirahat
sampai maut memperoleh kekuasaan atas kita. Yang paling
muda tidak akan dibebaskan seperti prajurit muda, tidak pula
yang paling tua seperti miles emeritus – prajurit yang jasa-jasa-
nya membuat dia berhak dibebaskan dari tugas. Maut yaitu
pertempuran yang harus dijalani, tidak bisa mengirim orang
lain ke peperangan itu (demikian sebagian orang membacanya),
tidak bisa menggantikan diri kita dengan orang lain untuk
bergabung dengan pasukan, tidak ada juara yang diperboleh-
kan untuk bertempur bagi kita. Kita sendiri yang harus ter-
libat, dan kita berkepentingan untuk bersiap-siap sebagai-
mana mestinya, seperti untuk sebuah pertempuran.
(3) Kefasikan manusia, yang olehnya mereka sering kali menghin-
dar atau menantang keadilan sang raja, tidak bisa mengaman-
kan mereka dari sergapan maut, tidak pula para pendosa yang
paling keras kepala sekalipun dapat mengeraskan hatinya me-
lawan kengerian-kengerian itu. Meskipun ia berlindung begitu
kuat pada tindakan penghancurannya (Mzm. 52:9), maut akan
terlalu kuat baginya. Kefasikan yang paling licik sekalipun
tidak dapat mengecoh maut, tidak pula kefasikan yang paling
lancang dapat bertindak lebih lancang daripada maut. Bah-
kan, kefasikan yang kepadanya orang telah menyerahkan diri-
nya, sama sekali tidak akan melepaskan mereka dari maut,
namun justru akan menyerahkan mereka ke dalam maut.
Kejahatan Para Penguasa yang Penindas
(8:9-13)
9 Semua ini telah kulihat dan aku memberi perhatian kepada segala perbuat-
an yang dilakukan di bawah matahari, saat orang yang satu menguasai
orang yang lain hingga ia celaka. 10 Aku melihat juga orang-orang fasik yang
akan dikuburkan boleh masuk, sedangkan orang yang berlaku benar harus
pergi dari tempat yang kudus dan dilupakan dalam kota. Inipun sia-sia.
11 Oleh sebab hukuman terhadap perbuatan jahat tidak segera dilaksana-
kan, maka hati manusia penuh niat untuk berbuat jahat. 12 Walaupun orang
yang berdosa dan yang berbuat jahat seratus kali hidup lama, namun aku
tahu, bahwa orang yang takut akan Tuhan akan beroleh kebahagiaan, sebab
mereka takut terhadap hadirat-Nya. 13 namun orang yang fasik tidak akan
beroleh kebahagiaan dan seperti bayang-bayang ia tidak akan panjang umur,
sebab ia tidak takut terhadap hadirat Tuhan .
176
Salomo, dalam permulaan pasal ini, sudah memperingatkan kita
supaya tidak berurusan dengan rakyat yang menghasut. Di sini,
dalam ayat-ayat ini, ia memberi kita dorongan, terkait kejahatan para
penguasa yang lalim dan menindas, seperti yang telah dia keluhkan
sebelumnya (3:16; 4:1).
1. Ia sudah mengamati banyak penguasa seperti itu (ay. 9). sesudah
ia dengan sungguh-sungguh mengamati dan mengamati kembali
anak-anak manusia dan keadaan mereka, ia mencermati bahwa
berkali-kali orang yang satu menguasai orang yang lain hingga ia
celaka. Yaitu,
(1) Hingga yang diperintah mendapat celaka (banyak orang mema-
haminya demikian). Padahal mereka seharusnya menjadi ham-
ba-hamba Tuhan bagi rakyat mereka untuk kebaikan mereka
(Rm. 13:4). Mereka seharusnya menegakkan keadilan, dan me-
melihara ketenteraman dan ketertiban umum, namun mereka
menggunakan kekuasaan mereka untuk mencelakai rakyat,
untuk menyerang harta milik mereka, melanggar kebebasan
mereka, dan mengayomi tindakan-tindakan yang tidak adil.
Sungguh menyedihkan bagi rakyat jika orang-orang yang
seharusnya melindungi agama mereka dan hak-hak mereka
justru berusaha menghancurkan keduanya.
(2) Hingga para penguasa mendapat celaka (demikian kita meng-
artikannya), hingga mereka celaka, yaitu hingga mereka men-
jadi sombong dan tamak, memuaskan nafsu dan balas den-
dam, sehingga dengan begitu mereka memenuhi takaran dosa-
dosa mereka dan mempercepat serta memperparah kehancur-
an mereka. Agens agendo repatitur – Kejahatan yang dilakukan
orang terhadap orang lain akan kembali, pada akhirnya, men-
celakai diri mereka sendiri.
2. Salomo sudah mengamati bahwa para penguasa makmur dan
berkembang dalam menyalahgunakan kekuasaan mereka (ay. 10):
Aku melihat juga para penguasa fasik itu masuk dan pergi dari
tempat yang kudus, pergi dalam kebesaran dan kembali dalam
kemegahan dari tempat peradilan (yang disebut sebagai tempat
Yang Mahakudus, sebab pengadilan yaitu kepunyaan Tuhan (Ul.
1:17), dan Ia berdiri dalam sidang ilahi (Mzm. 82:1), dan ada
beserta mereka, bila mereka memutuskan hukum (2Taw. 19:6).
Dan mereka terus memangku jabatan mereka sepanjang hidup
Kitab Pengkhotbah 8:9-13
177
mereka, tidak pernah dimintai perhitungan atas penyelewengan
mereka, dan malah meninggal secara terhormat dan dimakamkan
dengan megah. Jabatan mereka berlangsung durante vitâ – sepan-
jang hidup, dan bukan quamdiu se bene gesserint – sepanjang
perilaku baik. Dan mereka dilupakan dalam kota. Perbuatan-
perbuatan mereka yang fasik tidak diingat melawan mereka bagi
cela dan aib mereka sesudah mereka tiada. Atau, lebih tepatnya,
itu menandakan kesia-siaan martabat dan kekuasaan mereka,
sebab itulah yang dikatakan Salomo tentangnya dalam penutup
ayat ini: Ini pun sia-sia. Mereka bangga akan kekayaan, kekuasa-
an, dan kehormatan mereka, sebab mereka duduk di tempat yang
kudus. namun semuanya ini tidak dapat melindungi,
(1) Tubuh mereka dari dikubur di dalam debu. Aku melihat mere-
ka dibaringkan di dalam kubur. Dan kemegahan mereka, mes-
kipun menyertai mereka ke sana, tidak dapat turun mengikuti
mereka (Mzm. 49:18).
(2) Atau tidak dapat melindungi nama mereka dari dikubur dalam
kelupaan. Sebab mereka dilupakan, seolah-olah mereka tidak
pernah ada.
3. Salomo sudah mencermati bahwa kemakmuran mereka mengeras-
kan mereka dalam kefasikan mereka (ay. 11). Benar untuk semua
orang berdosa secara umum, dan untuk para penguasa yang fasik
secara khusus, bahwa, sebab hukuman terhadap perbuatan jahat
tidak segera dilaksanakan, mereka berpikir bahwa hukuman itu
tidak akan pernah dilaksanakan. Oleh sebab itu, mereka mem-
bangkang terhadap hukum dan hati mereka penuh niat untuk ber-
buat jahat. Mereka berani melakukan kejahatan yang jauh lebih
besar, melangkah semakin jauh dalam rancangan-rancangan me-
reka yang fasik, dan merasa aman dan tak kenal takut dalam
menjalankannya, dan melakukan pelanggaran dengan tangan
yang teracung. Amatilah,
(1) Hukuman dijatuhkan terhadap perbuatan-perbuatan jahat
dan para pembuat kejahatan oleh Hakim yang benar atas sor-
ga dan bumi. Hal ini bahkan berlaku juga terhadap perbuatan-
perbuatan jahat para raja dan orang-orang besar, dan juga
orang-orang yang lebih rendah kedudukannya.
178
(2) Pelaksanaan hukuman ini sering kali ditunda untuk waktu
yang lama, dan si pendosa terus hidup, bukan saja tanpa di-
hukum, namun juga dengan makmur dan berhasil.
(3) Kebal dari hukuman mengeraskan para pendosa dalam kedur-
hakaan, dan kesabaran Tuhan disalahgunakan secara memalu-
kan oleh banyak orang yang, bukannya dipimpin untuk ber-
tobat oleh kesabaran itu, namun justru dikuatkan olehnya dalam
ketidakbertobatan mereka.
(4) Para pendosa dalam hal ini menipu diri mereka sendiri, sebab,
meskipun hukuman tidak segera dilaksanakan, hukuman itu
akan dilaksanakan dengan lebih berat pada akhirnya. Pem-
balasan datang secara perlahan-lahan, namun datang secara
pasti, dan murka untuk sementara waktu ditimbun untuk hari
murka.
4. Salomo sudah melihat akhir dari semuanya ini dengan begitu
rupa hingga cukup untuk menjaga kita supaya tidak berseteru
dengan tindakan penyelenggaraan ilahi berkaitan dengan semua-
nya itu. Ia menganggap bahwa penguasa yang fasik akan melaku-
kan hal yang tidak adil seratus kali, dan bahwa sekalipun begitu,
hukumannya ditangguhkan. Dan kesabaran Tuhan terhadapnya
menjadi lebih lama, jauh melebihi apa yang diharapkan, dan hari-
hari kekuasaannya bertambah panjang, sehingga ia terus-mene-
rus menindas. Namun Salomo mengisyaratkan bahwa kita tidak
boleh berkecil hati.
(1) Umat Tuhan pasti merupakan umat yang berbahagia, meskipun
mereka ditindas: “Orang yang takut akan Tuhan akan beroleh
kebahagiaan, aku katakan ini bersama semua orang, hanya
orang-orang yang takut terhadap hadirat-Nya.” Perhatikanlah,
[1] yaitu tabiat umat Tuhan bahwa mereka takut akan Tuhan ,
mempunyai rasa hormat terhadap-Nya dalam hati mereka
dan menjalankan kewajiban mereka dengan kesadaran hati
nurani. Ini disebabkan mereka melihat bahwa mata-Nya
selalu tertuju pada mereka dan mereka tahu bahwa sudah
menjadi kepentingan mereka untuk mengusahakan diri
mereka agar layak di hadapan-Nya. saat mereka bergan-
tung pada belas kasihan para penindas yang congkak,
mereka takut akan Tuhan lebih daripada mereka takut
terhadap para penindas itu. Mereka tidak berseteru dengan
Kitab Pengkhotbah 8:9-13
179
tindakan penyelenggaraan Tuhan , namun berserah kepada-
nya.
[2] yaitu kebahagiaan semua orang yang takut akan Tuhan ,
bahwa pada saat-saat terburuk mereka akan beroleh keba-
hagiaan. Kebahagiaan mereka dalam perkenanan Tuhan tidak
bisa dirusakkan, dan persekutuan mereka dengan Tuhan
tidak dapat diganggu, oleh kesusahan-kesusahan mereka.
Mereka berada dalam keadaan yang baik, sebab mereka di-
jaga dalam perilaku yang baik di bawah kesusahan-kesusah-
an mereka. Dan pada akhirnya mereka akan dibebaskan
dengan berkat dari kesusahan-kesusahan mereka itu, di-
sertai upah yang berlimpah. Oleh sebab itu “pasti aku tahu,
aku mengetahuinya melalui janji Tuhan , dan pengalaman
semua orang kudus, bahwa, apa pun yang terjadi dengan
orang lain, mereka akan beroleh kebahagiaan.” Segalanya
baik bila berakhir dengan baik.
(2) Orang-orang fasik pasti merupakan kaum yang sengsara. Mes-
kipun mereka makmur, dan mujur, untuk sementara waktu,
namun kutuk pasti datang bagi mereka sepasti berkat bagi
orang-orang benar: Orang yang fasik tidak akan beroleh keba-
hagiaan, seperti disangka orang, yang menghakimi menurut
penampilan lahiriah, dan seperti yang diharapkan sendiri oleh
orang-orang fasik. Bahkan, celakalah orang fasik! Malapetaka
akan menimpanya (Yes. 3:10-11). Mereka akan dimintai perhi-
tungan atas semua kejahatan yang telah mereka lakukan. Tak
satu pun yang menimpa mereka yang akan benar-benar
membahagiakan bagi mereka. Nihil potest ad malos pervenire
quod prosit, imo nihil quod non noceat – Tak ada peristiwa yang
menimpa orang fasik akan membawa kebaikan bagi mereka,
malah sebaliknya justru tak ada peristiwa yang tidak akan
mencelakakan mereka (oleh Seneca). Perhatikanlah,
[1] Hari-hari orang fasik yaitu seperti bayang-bayang, bukan
hanya tidak pasti dan menghilang, seperti hari-hari semua
orang, namun juga sama sekali tidak bermanfaat. Hari-hari
orang baik berisi, ia hidup untuk tujuan yang baik. Hari-
hari orang fasik semuanya seperti bayang-bayang, hampa
dan tidak bernilai.
180
[2] Hari-hari ini tidak akan dibuat lebih lama seperti yang
dijanjikan orang fasik kepada dirinya sendiri. Ia tidak akan
mencapai setengah umurnya (Mzm. 55:24). Meskipun ada
kemungkinan mereka hidup lebih lama (ay. 12) melebihi
apa yang disangkakan orang lain, namun harinya untuk
jatuh akan tiba. Ia akan gagal mencapai hidup kekal, maka
pada saat itu hidupnya yang panjang di bumi tidak ada
artinya.
[3] Perseteruan besar Tuhan dengan orang-orang fasik yaitu
sebab mereka tidak takut terhadap hadirat-Nya. Itulah
yang mendasari kefasikan mereka, dan memutus mereka
dari semua kebahagiaan.
Rahasia-rahasia Penyelenggaraan Ilahi
(8:14-17)
14 Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang benar,
yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada
orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang
benar. Aku berkata: “Inipun sia-sia!” 15 Oleh sebab itu aku memuji kesukaan,
sebab tak ada kebahagiaan lain bagi manusia di bawah matahari, kecuali
makan dan minum dan bersukaria. Itu yang menyertainya di dalam jerih
payahnya seumur hidupnya yang diberikan Tuhan kepadanya di bawah
matahari. 16 saat aku memberi perhatianku untuk memahami hikmat dan
melihat kegiatan yang dilakukan orang di dunia tanpa mengantuk siang
malam, 17 maka nyatalah kepadaku, bahwa manusia tidak dapat menyelami
segala pekerjaan Tuhan , yang dilakukan-Nya di bawah matahari. Bagaimana-
pun juga manusia berlelah-lelah mencarinya, ia tidak akan menyelaminya.
Walaupun orang yang berhikmat mengatakan, bahwa ia mengetahuinya,
namun ia tidak dapat menyelaminya.
Orang-orang yang bijak dan baik, sejak dari dulu, sudah dibuat
bingung oleh kesulitan ini, bagaimana kemakmuran orang fasik dan
kesusahan-kesusahan orang benar dapat didamaikan dengan keku-
dusan dan kebaikan Tuhan yang mengatur dunia. Mengenai hal ini,
Salomo di sini memberikan nasihatnya kepada kita.
I. Ia tidak ingin kita dibuat terkejut olehnya, seolah-olah sesuatu
yang mengherankan telah terjadi, sebab ia sendiri melihatnya
semasa hidupnya (ay. 14).
1. Ia melihat ada orang-orang benar, yang menerima ganjaran
yang layak untuk perbuatan orang fasik, yang, kendati dengan
kebenaran mereka, menderita kesusahan-kesusahan yang sa-
Kitab Pengkhotbah 8:14-17
181
ngat berat, dan terus demikian untuk waktu yang lama, se-
olah-olah mereka harus dihukum sebab suatu kefasikan yang
besar.
2. Ia melihat ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang
layak untuk perbuatan orang benar, makmur secara luar biasa
seolah-olah mereka diberi upah atas suatu perbuatan baik,
dan pahala itu datang dari mereka sendiri, dari Tuhan , dan dari
manusia. Kita melihat orang benar ditimpa kesusahan dan
kebingungan dalam pikiran mereka, sementara orang fasik
merasa tenang, tak kenal takut, dan aman. Orang benar ditim-
pa kemalangan dan penderitaan oleh tindakan penyelenggara-
an ilahi, sementara orang fasik makmur, berhasil, dan men-
dapat senyuman. Orang benar dikecam, dicela, dan digilas
oleh kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi, sementara orang
fasik diberi pujian dan lebih disukai.
II. Ia ingin supaya kita mengambil kesempatan dari sini, bukan un-
tuk mendakwa Tuhan melakukan kejahatan, namun mendakwa
dunia dengan kesia-siaan. Tidak ada kesalahan yang dapat dite-
mukan dalam Tuhan . namun , berkenaan dengan dunia, ini yaitu
suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi. Dan sekali lagi, inipun
sia-sia, yaitu, ini merupakan bukti yang pasti bahwa perkara-
perkara dunia ini bukanlah perkara-perkara yang terbaik, dan
tidak pernah pula dirancang sebagai bagian dan kebahagiaan
untuk kita. Sebab, seandainya demikian, Tuhan tidak akan mem-
bagikan begitu banyak kekayaan dunia ini kepada musuh-musuh
terburuk-Nya, dan membagikan begitu banyak kesusahan dunia
ini kepada sahabat-sahabat terbaik-Nya. Oleh sebab itu, pasti
ada kehidupan lain sesudah ini, yang sukacita dan dukacitanya
pasti nyata dan sejati, dan mampu membuat orang benar-benar
bahagia atau benar-benar sengsara, sebab dunia ini tidak dapat
melakukan keduanya.
III. Ia tidak ingin kita dibuat kesal dan bingung sendiri sebab nya,
atau membuat diri kita tidak tenang. Sebaliknya kita harus
menikmati dengan gembira apa yang telah diberikan Tuhan kepada
kita di dunia. Kita harus merasa puas dengan pemberian Tuhan itu
dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, meskipun orang
lain mendapatkan yang jauh lebih baik, dan yang tidak seharus-
182
nya mereka dapatkan menurut kita (ay. 15): Oleh sebab itu aku
memuji kesukaan, rasa aman yang kudus dan ketenangan pikir-
an, yang timbul dari keyakinan di dalam Tuhan , dan di dalam
kuasa-nya, penyelenggaraan-Nya, dan janji-Nya. sebab tak ada
kebahagiaan lain bagi manusia di bawah matahari (meskipun
orang yang baik memiliki hal-hal yang jauh lebih baik di atas
matahari) kecuali makan dan minum, yaitu, memanfaatkan de-
ngan bersahaja dan penuh syukur hal-hal dalam hidup ini sesuai
dengan kedudukan kita, dan bersukaria, apa pun yang terjadi,
sebab itu yang menyertainya di dalam jerih payahnya. Itu sajalah
buah yang didapatnya bagi dirinya sendiri atas jerih payah yang
diperbuatnya dalam urusan dunia. Oleh sebab itu, biarlah dia
mengambilnya, dan semoga itu dapat membawa banyak kebaikan
untuknya. Dan janganlah ia menolak buah itu, oleh sebab rasa
tidak puas yang disertai kemarahan akibat dunia tidak berjalan
seperti yang diinginkannya. Itu yang menyertainya seumur hidup-
nya yang diberikan Tuhan kepadanya di bawah matahari. Kehidup-
an kita pada saat ini yaitu kehidupan di bawah matahari, namun
kita menantikan kehidupan di dunia yang akan datang, yang akan
dimulai dan terus berlanjut saat matahari akan berubah menjadi
gelap gulita dan tidak bersinar lagi. Kehidupan pada saat ini
harus dihitung menurut hari. Kehidupan ini diberikan kepada
kita, dan hari-harinya ditetapkan untuk kita, oleh putusan hik-
mat Tuhan . Oleh sebab itu, sementara kehidupan ini berjalan, kita
harus menyesuikan diri kita dengan kehendak Tuhan dan ber-
usaha memenuhi tujuan-tujuan hidup.
IV. Salomo tidak ingin kita berusaha memberikan suatu alasan untuk
apa yang dilakukan Tuhan , sebab jalan-Nya melalui laut dan lorong-
Nya melalui muka air yang luas, tak terselami. Oleh sebab itu, kita
harus dengan rasa puas dan saleh menerima ketidaktahuan kita
tentang maksud dari cara-cara kerja Tuhan dalam mengatur dunia
(ay. 16-17). Di sini Salomo menunjukkan,
1. Bahwa baik dia sendiri maupun banyak orang lain sudah
mempelajari hal ini dengan sangat teliti, dan mencari dalam-
dalam tentang alasan-alasan dari kemakmuran orang fasik
dan penderitaan-penderitaan orang benar. Ia, dari pihaknya
sendiri, sudah memberi perhatiannya untuk memahami hikmat
ini, dan melihat kegiatan yang dilakukan, oleh penyelenggara-
Kitab Pengkhotbah 8:14-17
183
an ilahi, di dunia, untuk mengetahui apakah ada suatu mak-
sud tertentu, suatu aturan atau cara yang tetap, yang olehnya
perkara-perkara dunia bawah ini dijalankan. Apakah ada cara
pemerintahan yang sepasti dan semantap seperti cara alam,
sehingga melalui apa yang dilakukan sekarang, kita dapat
dengan pasti memperkirakan apa yang akan dilakukan selan-
jutnya. Seperti melalui perubahan bulan pada saat ini, kita
dapat memperkirakan kapan akan terjadi bulan purnama. Hal
ini ingin sekali diketahuinya. Orang lain juga telah menetap-
kan diri untuk melakukan penyelidikan ini dengan perhatian
yang sedemikian teliti hingga mereka tidak mempunyai waktu
untuk tidur, siang atau malam, atau menemukan tempat da-
lam hati mereka untuk tidur, sebab mereka begitu dipenuhi
kecemasan tentang hal-hal ini. Sebagian orang berpendapat
bahwa Salomo berbicara tentang dirinya sendiri, bahwa ia
begitu bersemangat dalam menjalankan penyelidikan besar-
besaran ini hingga ia tidak bisa tidur sebab memikirkannya.
2. Bahwa semuanya itu yaitu usaha yang sia-sia (ay. 17). Ke-
tika kita memandang segala pekerjaan Tuhan dan penyelengga-
raan-Nya, dan membandingkan satu bagian dengan bagian
lain, kita tidak bisa menemukan bahwa ada satu cara tertentu
yang olehnya pekerjaan yang dilakukan di bawah matahari
diarahkan. Kita tidak dapat menemukan suatu kunci untuk
menguraikan sifatnya, tidak pula dengan mempelajari lebih
dulu peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya kita bisa
mengetahui cara dan kebiasaan pengadilan ini, atau apa
penghakiman yang akan dijatuhkan.
[1] Bagaimanapun juga tekunnya manusia, meskipun ia ber-
lelah-lelah mencarinya.
[2] Meskipun ia begitu cerdik, walaupun ia orang yang berhik-
mat dalam hal-hal lain, dan dapat memahami rencana-
rencana para raja sendiri dan melacaknya melalui jejak-
jejak langkah mereka. Bahkan,
[3] Sekalipun ia sangat yakin akan berhasil, meskipun ia me-
ngatakan, bahwa ia mengetahuinya, namun ia tidak akan
mengetahuinya. Ia tidak dapat menyelaminya. Jalan-jalan
Tuhan mengatasi jalan-jalan kita, dan Ia tidak terikat de-
ngan jalan-jalan-Nya yang sebelumnya. Sebaliknya, hu-
kum-Nya bagaikan samudera raya yang hebat.
PASAL 9
alomo, dalam pasal ini, untuk membuktikan lebih jauh kesia-sia-
an dunia ini, memberi kita empat pengamatan yang dibuatnya
atas keadaan anak-anak manusia di dalam dunia:
I. Ia mengamati bahwa pada umumnya, menyangkut hal-hal
lahiriah, orang baik dan orang jahat bernasib sama (ay. 1-3).
II. Bahwa kematian mengakhiri semua pekerjaan dan kesukaan
kita di dunia ini (ay. 4-6). Dari sini Salomo menyimpulkan
bahwa berhikmatlah bagi kita untuk menikmati penghibur-
an-penghiburan hidup dan memikirkan perkara hidup, sela-
ma hidup masih berlangsung (ay. 7-10).
III. Bahwa penyelenggaraan Tuhan sering kali bersimpangan dengan
kemungkinan-kemungkinan yang paling indah dan penuh
harapan dari upaya-upaya manusia, dan malapetaka-mala-
petaka besar sering kali mengejutkan orang sebelum mereka
sadar (ay. 11-12).
IV. Bahwa hikmat sering kali membuat orang menjadi sangat ber-
guna, namun demikian sedikit dihormati, sebab orang-orang
yang berjasa besar diremehkan (ay. 13-18). Dan jika demikian
adanya, ada apa gerangan di dalam dunia ini yang sampai
membuat kita menyukainya?
Berbagai Misteri dalam Penyelenggaraan Ilahi
(9:1-3)
1 Sesungguhnya, semua ini telah kuperhatikan, semua ini telah kuperiksa,
yaitu bahwa orang-orang yang benar dan orang-orang yang berhikmat dan
perbuatan-perbuatan mereka, baik kasih maupun kebencian, ada di tangan
Tuhan ; manusia tidak mengetahui apapun yang dihadapinya. 2 Segala sesuatu
sama bagi sekalian; nasib orang sama: baik orang yang benar maupun orang
S
186
yang fasik, orang yang baik maupun orang yang jahat, orang yang tahir
maupun orang yang najis, orang yang mempersembahkan korban maupun
yang tidak mempersembahkan korban. Sebagaimana orang yang baik, begitu
pula orang yang berdosa; sebagaimana orang yang bersumpah, begitu pula
orang yang takut untuk bersumpah. 3 Inilah yang celaka dalam segala
sesuatu yang terjadi di bawah matahari; nasib semua orang sama. Hati anak-
anak manusiapun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati
mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati.
Sudah sejak lama telah diamati tentang orang-orang yang berlagak
memburu jawaban atas berbagai perkara dunia ini bahwa, meskipun
mereka tidak pernah bisa menemukan apa yang mereka cari, namun
dalam pencarian itu mereka malah mendapatkan banyak penemuan
dan pengamatan lain yang bermanfaat. Demikian pula Salomo, saat
ia, dalam penutup pasal sebelumnya, menujukan perhatiannya untuk
memahami pekerjaan Tuhan , dan bersusah payah untuk menyelidiki-
nya. Meskipun ia putus asa untuk bisa menemukannya, namun ia
menemukan apa yang memberinya imbalan yang berlimpah atas
penyelidikan itu, dan memberinya kepuasan tertentu, yang di sini
diberitahukannya kepada kita. Inilah alasan mengapa semua ini telah
dia perhatikan, dan dia pertimbangkan dengan hati-hati, yaitu su-
paya ia dapat menyatakannya demi kebaikan orang lain. Perhatikan-
lah, apa yang hendak kita nyatakan, harus kita pertimbangkan terle-
bih dahulu. Berpikirlah dua kali sebelum kita berbicara satu kali.
Dan apa yang sudah kita pertimbangkan haruslah kita nyatakan. Aku
percaya, itulah sebabnya aku berkata.
Kesulitan besar yang dijumpai Salomo dalam mempelajari kitab
penyelenggaraan ilahi yaitu bahwa hanya ada sedikit perbedaan di
antara orang baik dan orang jahat dalam mendapat penghiburan dan
mengalami kemalangan, dan dalam peristiwa-peristiwa yang menim-
pa mereka. Hal ini sudah lama membingungkan pikiran banyak
orang bijak dan para pemikir. Salomo berbicara tentang perkara ini
dalam ayat-ayat ini, dan, meskipun ia tidak berusaha mencari tahu
pekerjaan Tuhan ini, namun ia mengatakan sesuatu yang dapat men-
cegah perkara ini menjadi batu sandungan bagi kita.
I. Sebelum menggambarkan besarnya kekuatan godaan, ia meletak-
kan dulu sebuah kebenaran agung dan tak terbantahkan, yang
dengan bulat hati dipegangnya. Dan kebenaran itu, jika dipercayai
dengan teguh, akan cukup untuk mematahkan kekuatan dari
godaan itu. Ini sudah menjadi cara umat Tuhan dalam bergumul
dengan kesulitan ini. Ayub, sebelum berbicara tentang perkara
Kitab Pengkhotbah 9:1-3
187
ini, menyodorkan ajaran tentang kemahatahuan Tuhan (Ayb. 24:1),
Yeremia ajaran tentang kebenaran-Nya (Yer. 12:1), nabi lain lagi
ajaran tentang kekudusan-Nya (Hab. 1:13), dan sang pemazmur
ajaran tentang kebaikan-Nya dan perkenanan-Nya yang istimewa
terhadap umat-Nya sendiri (Mzm. 73:1). Dan itulah yang ditegas-
kan kuat-kuat oleh Salomo di sini dan yang dengan bulat hati
dipegang-Nya, bahwa, meskipun kebaikan dan keburukan tampak
menimpa tanpa membeda-bedakan orang, namun Tuhan mempu-
nyai kepedulian dan perhatian khusus terhadap umat-Nya sen-
diri. Orang-orang yang benar dan orang-orang yang berhikmat, dan
perbuatan-perbuatan mereka, ada di tangan Tuhan , di bawah per-
lindungan dan bimbingan-Nya yang istimewa. Semua perkara
mereka diatur oleh-Nya untuk kebaikan mereka. Semua tindakan
mereka yang bijak dan benar ada di tangan-Nya, untuk diberi
imbalan di dunia lain, meskipun tidak di dunia ini. Mereka
tampak seolah-olah diserahkan ke dalam tangan musuh-musuh
mereka, namun tidak demikian halnya. Manusia tidak mempunyai
kuasa apa pun terhadap mereka, jikalau kuasa itu tidak diberikan
kepadanya dari atas. Peristiwa-peristiwa yang menimpa mereka
tidak terjadi secara kebetulan, namun semuanya terjadi menurut
kehendak dan putusan hikmat Tuhan . Oleh kehendak dan putusan
hikmat Tuhan ini, apa yang tampak paling gigih melawan mereka,
diubah menjadi mendukung mereka. Hendaklah hal ini membuat
kita tenang, apa pun yang terjadi, bahwa semua orang kudus
milik Tuhan ada di tangan-Nya (Ul. 33:3; Yoh. 10:29; Mzm. 31:16).
II. Salomo meletakkan hal ini sebagai pedoman, bahwa kasih dan
murka Tuhan tidak dapat diukur dan dihakimi melalui keadaan
orang secara lahiriah. Jika kemakmuran yaitu tanda yang pasti
dari kasih Tuhan , dan penderitaan yaitu tanda yang pasti dari
murka-Nya, maka sudah sewajarnya hal ini membuat kita
marah melihat orang fasik dan orang saleh bernasib sama. namun
perkaranya tidak demikian: Manusia tidak mengetahui apapun
yang dihadapinya di dunia ini, baik kasih maupun kebencian,
melalui hal-hal yang dapat disaksikan dan dirasakan oleh indra
jasmani. Kasih dan kebencian ini dapat kita ketahui melalui apa
yang ada dalam diri kita. Jika kita mengasihi Tuhan dengan
segenap hati, maka dengan begitu kita dapat mengetahui bahwa
Ia mengasihi kita. Seperti halnya kita dapat mengetahui bahwa
188
kita berada di bawah murka-Nya jika kita dikuasai oleh nafsu
kedagingan, yang merupakan permusuhan terhadap-Nya. Kasih
dan kebencian ini akan diketahui melalui apa yang akan terjadi di
dunia nanti, melalui keadaan yang dialami orang secara kekal.
Sudah pasti bahwa manusia bahagia atau sengsara sejalan dengan
apakah mereka berada di bawah kasih atau murka Tuhan , namun
bukan sebagaimana mereka mendapat senyuman atau kernyit dahi
dunia. Dan sebab itu, jika Tuhan mengasihi orang benar (seperti
yang pasti demikian adanya), maka orang itu bahagia, meskipun
dunia tidak senang kepadanya. Dan jika Tuhan membenci orang
fasik (seperti yang pasti demikian), maka orang itu sengsara,
meskipun dunia tersenyum kepadanya. Dengan demikian, peris-
tiwa-peristiwa yang menimpa orang tanpa membeda-bedakan ini
tidak lagi menjadi batu sandungan.
III. sesudah meletakkan dasar-dasar pegangan ini, Salomo mengakui
bahwa segala sesuatu sama bagi sekalian. Demikianlah keadaan-
nya sejak dulu, dan sebab itu janganlah kita memandangnya
aneh jika keadaannya demikian sekarang, jika keadaannya demi-
kian dengan kita dan keluarga kita. Sebagian orang memandang
perkataan ini, dan semua perkataan yang mengikutinya sampai
ayat 13, sebagai penalaran yang sesat dari orang-orang yang tidak
percaya akan adanya Tuhan untuk melawan ajaran tentang
penyelenggaraan Tuhan . namun saya lebih memandangnya sebagai
pengakuan Salomo, yang dapat dibuatnya dengan lebih bebas
saat ia sudah meneguhkan kebenaran-kebenaran yang cukup
untuk mencegahnya melakukan kesesatan di luar kebenaran yang
ia sudah letakkan itu. Amatilah di sini (ay. 2),
1. Perbedaan yang besar antara tabiat orang benar dan tabiat
orang fasik, yang, dalam sejumlah contoh, dipertentangkan
satu dengan yang lain. Hal ini untuk menunjukkan bahwa,
walaupun segala sesuatu sama bagi sekalian, namun hal itu
tidak mengacaukan sedikit pun perbedaan kekal antara
kebaikan dan keburukan perilaku. Sebaliknya, perbedaan itu
tetap tak dapat diubah.
(1) Orang benar itu tahir, bersih tangannya dan murni hatinya.
Orang fasik itu najis, berada di bawah kuasa hawa nafsu
yang najis. Ia mungkin menganggap dirinya tahir, namun
Kitab Pengkhotbah 9:1-3
189
tidak ditahirkan dari kenajisannya. Tuhan pasti akan mem-
buat perbedaan antara yang tahir dan yang najis, yang ber-
harga dan yang hina, di dunia lain, meskipun Ia tidak
tampak membuat perbedaan itu di dunia ini.
(2) Orang benar mempersembahkan korban, yaitu, mereka me-
nyembah Tuhan dengan kesadaran hati nurani dan sesuai
dengan kehendak-Nya, baik penyembahan lahiriah mau-
pun batiniah. Orang fasik tidak mempersembahkan korban,
yaitu, mereka hidup dengan mengabaikan penyembahan
terhadap Tuhan dan menggerutu jika harus melepaskan apa
saja demi kehormatan-Nya. Yang Mahakuasa itu apa, se-
hingga kami harus beribadah kepada-Nya?
(3) Orang benar itu baik, baik dalam pandangan Tuhan . Mereka
berbuat kebaikan di dunia. Orang fasik yaitu orang yang
berdosa, melanggar hukum Tuhan dan hukum manusia, dan
menyulut murka Tuhan dan manusia.
(4) Orang fasik bersumpah, tidak menghormati nama Tuhan ,
namun mencemarkannya dengan bersumpah secara gegabah
dan palsu. namun orang benar takut untuk bersumpah,
tidak bersumpah, namun disumpahi, dan itu dengan peng-
hormatan yang besar. Ia takut untuk bersumpah, sebab
sumpah yaitu seruan yang khidmat kepada Tuhan sebagai
saksi dan hakim. Ia takut, jika ia sudah bersumpah,
lalu melanggarnya, sebab Dia yang menuntut pembalasan
yaitu Tuhan yang benar.
2. Sedikitnya perbedaan antara keadaan orang benar dan keada-
an orang fasik di dunia ini: Nasib keduanya sama. Adakah
Daud kaya? Demikian pula Nabal. Adakah Yusuf berkenan di
hati rajanya? Demikian pula Haman. Adakah Ahab terbunuh
dalam pertempuran? Demikian pula Yosia. Adakah buah ara
yang jelek dibawa ke Babel? Demikian pula buah ara yang baik
(Yer. 24:1). Ada perbedaan yang besar antara sumber, maksud,
dan hakikat dari peristiwa yang sama untuk sebagian orang
dan untuk sebagian yang lain. Dampak-dampak dan hasil-
hasilnya juga jauh berbeda. Penyelenggaraan ilahi yang sama
bagi sebagian orang menjadi bau kehidupan yang menghidup-
kan, dan bagi sebagian yang lain bau kematian yang memati-
kan, meskipun, dari yang terlihat secara lahiriah, penyelengga-
raan itu sama.
190
IV. Salomo mengakui hal ini sebagai penderitaan yang sangat besar
bagi orang-orang yang bijak dan baik: “Inilah yang celaka, yang
paling membingungkan, dalam segala sesuatu yang terjadi di
bawah matahari (ay. 3). Tak ada hal lain yang sudah menggang-
guku lebih daripada ini, bahwa nasib semua orang sama.” Hal ini
mengeraskan hati orang-orang yang tidak percaya akan adanya
Tuhan, dan menguatkan tangan para pembuat kejahatan. Itulah
alasan mengapa hati manusia penuh kejahatan dan penuh niat
untuk berbuat jahat (8:11). saat mereka melihat bahwa nasib
orang sama: baik orang yang benar maupun orang yang fasik,
mereka secara fasik menyimpulkan dari sini bahwa tidak ada
bedanya bagi Tuhan apakah mereka benar atau fasik. Dan sebab
itu mereka tidak mau dikekang oleh apa pun untuk memuaskan
hawa nafsu mereka.
V. Untuk menjernihkan lebih jauh kesulitan yang besar ini, sama
seperti ia memulai perkataan ini dengan ajaran tentang keba-
hagiaan orang benar, demikian pula ia mengakhirinya dengan
ajaran tentang kesengsaraan orang fasik. Apa pun yang diderita
orang benar, mereka dan perbuatan-perbuatan mereka ada di
tangan Tuhan , dan sebab itu ada di tangan yang baik. Tidak ada
tangan yang lebih baik dari tangan-Nya. Betapapun makmurnya
orang fasik, kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan
kemudian mereka menuju alam orang mati. Janganlah iri hati
terhadap kemakmuran para pembuat kejahatan, sebab,
1. Mereka sekarang yaitu orang bebal, dan semua kenikmatan
yang dengannya mereka tampak diberkati hanyalah seperti
mimpi-mimpi dan khayalan-khayalan yang indah dari orang
yang kacau pikirannya. Mereka menjadi gila oleh berhala-ber-
hala mereka (Yer. 50:38), mereka marah terhadap umat Tuhan
(Kis. 26:11). saat si anak hilang bertobat, dikatakan bahwa
ia menyadari keadaannya (Luk. 15:17), yang menyiratkan
bahwa sebelumnya ia tidak sadar.
2. Mereka akan segera menjadi orang mati. Mereka membuat
banyak keributan dan kesibukan sewaktu mereka hidup, namun
sesudah beberapa waktu lamanya, mereka menuju alam orang
mati, dan di situlah akhir dari segala kemegahan dan kekuat-
an mereka. Pada saat itu akan diadakan perhitungan dengan
mereka atas segala kebebalan dan kebiadaban mereka dalam
Kitab Pengkhotbah 9:4-10
191
dosa. Walaupun, di seberang maut sini, orang benar dan orang
fasik tampak sama, namun di seberang maut sana akan ada
perbedaan yang besar di antara mereka.
Akibat-akibat Kematian; Menikmati Hidup dengan Benar
(9:4-10)
4 namun siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, sebab
anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati. 5 sebab orang-orang
yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, namun orang yang mati tak tahu
apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka
sudah lenyap. 6 Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan
mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian
mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari. 7 Mari, makan-
lah rotimu dengan sukaria, dan minumlah anggurmu dengan hati yang
senang, sebab Tuhan sudah lama berkenan akan perbuatanmu. 8 Biarlah
selalu putih pakaianmu dan jangan tidak ada minyak di atas kepalamu.
9 Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-
sia, yang dikaruniakan TUHAN kepadamu di bawah matahari, sebab itulah
bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang engkau lakukan dengan
jerih payah di bawah matahari. 10 Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu
untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, sebab tak ada pekerjaan,
pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana
engkau akan pergi.
Salomo, dalam keresahan, sudah menganggap orang-orang mati lebih
bahagia dari pada orang-orang hidup (4:2). namun di sini, saat mem-
pertimbangkan keuntungan-keuntungan hidup, bahwa orang hidup
dapat bersiap-siap menghadapi kematian dan memastikan harapan
akan kehidupan yang lebih baik, ia tampak berpikiran lain.
I. Ia menunjukkan keuntungan-keuntungan yang dimiliki orang-
orang hidup melebihi orang-orang mati (ay. 4-6).
1. Selama ada hidup, ada harapan. Dum spiro, spero – Selama
aku bernapas, aku berharap. yaitu hak istimewa orang hidup
bahwa mereka termasuk orang hidup, mereka berhubungan,
bekerja, dan bergaul dengan orang hidup, dan, selama mereka
hidup, ada harapan. Kalaupun keadaan seseorang buruk dari
segala segi, ada harapan bahwa keadaan itu akan menjadi
lebih baik. Walaupun hati penuh dengan kejahatan, dan kebe-
balan ada di dalamnya, namun selama ada hidup ada harapan
bahwa dengan anugerah Tuhan bisa saja terjadi perubahan
yang penuh berkat. namun sesudah orang pergi menuju alam
orang mati (ay. 3), semuanya sudah terlambat. Orang yang
192
cemar pada waktu mati, akan tetap cemar, selama-lamanya
cemar. Walaupun orang disingkirkan sebab tidak berguna,
namun, selama mereka termasuk orang hidup, ada harapan
bahwa mereka akan kembali berakar dan berbuah. Orang yang
hidup melakukan, atau dapat melakukan, suatu kebaikan,
namun orang yang mati, dalam kaitannya dengan dunia ini,
tidak dapat berguna lagi. Oleh sebab itu anjing yang hidup
lebih baik dari pada singa yang mati. Pengemis yang paling
hina, jika ia hidup, mendapat penghiburan dari dunia ini dan
memberikan pelayanan kepadanya, yang sama sekali tidak
dapat dialami oleh raja yang paling agung, saat ia mati.
2. Selama ada hidup, ada kesempatan untuk bersiap-siap meng-
hadapi kematian: Orang-orang yang hidup mengetahui apa
yang tidak diketahui oleh orang mati. Secara khusus mereka
tahu bahwa mereka akan mati, dan dengan demikian mereka
tergerak, atau bisa tergerak, untuk bersiap-siap menghadapi
perubahan yang besar itu, yang pasti akan datang, dan mung-
kin datang secara tiba-tiba. Perhatikanlah, orang-orang yang
hidup tidak bisa tidak pasti tahu bahwa mereka akan mati,
bahwa mereka pasti akan mati. Mereka tahu bahwa mereka
berada di bawah hukuman mati. Mereka sudah dibawa ke
dalam tahanan oleh utusan-utusan maut, dan merasa bahwa
semakin hari mereka semakin merosot. Ini yaitu pengetahu-
an yang berguna dan bermanfaat. Sebab apa yang harus kita
perhatikan, selama kita hidup, selain daripada bersiap-siap
untuk mati. Orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan
mati. Kematian yaitu sesuatu yang belum datang, dan
sebab itu persiapan dapat dibuat untuknya. Orang mati tahu
bahwa mereka mati, dan itu sudah terlambat. Mereka berada
di dunia seberang yang dipisahkan oleh jurang yang lebar.
3. saat hidup lenyap, seluruh dunia ini lenyap bersamanya,
dalam kaitannya dengan diri kita.
(1) Segala sesuatu yang kita kenal tentang dunia ini dan per-
kara-perkara di dalamnya akan berakhir: Orang yang mati
tak tahu apa-apa tentang hal yang, sewaktu mereka hidup,
mereka kenal dengan baik. Tidak tampak bahwa mereka
mengetahui sesuatu yang dilakukan oleh orang-orang yang
mereka tinggalkan. Abraham tidak tahu apa-apa tentang
kita. Mereka dipindahkan ke dalam kegelapan (Ayb. 10:22).
Kitab Pengkhotbah 9:4-10
193
(2) Segala kesukaan kita di dunia ini akan berakhir: Tak ada
upah lagi bagi mereka atas kerja keras mereka di dunia,
sebaliknya, semua yang mereka peroleh harus ditinggalkan
kepada orang lain. Mereka mendapat upah untuk perbuat-
an-perbuatan kudus mereka, namun tidak untuk perbuatan-
perbuatan duniawi mereka. Makanan dan perut akan di-
binasakan bersama-sama (Yoh. 6:27; 1Kor. 6:13). Hal ini
dijelaskan dalam ayat 6. Untuk selama-lamanya tak ada lagi
bahagian mereka, tak satu pun dari apa yang mereka ba-
yangkan akan menjadi bahagian untuk selama-lamanya,
tak satu pun dari apa yang dilakukan dan diperoleh di
bawah matahari. Perkara-perkara dunia ini tidak akan
menjadi bagian untuk jiwa, sebab perkara-perkara itu
tidak akan menjadi bagian untuk selama-lamanya. Orang-
orang yang memilihnya, dan memilikinya sebagai kebaha-
giaan mereka, hanya mempunyai bagian dalam hidup ini
(Mzm. 17:14). Dunia hanya bisa menjadi tunjangan selama
hidup, bukan bagian untuk selama-lamanya.
(3) Nama mereka akan berakhir. Hanya ada sedikit orang yang
namanya bertahan lama sesudah mereka mati. Kuburan
yaitu negeri segala lupa, sebab kenangan kepada mereka
yang terbaring di sana segera lenyap. Mereka tidak dikenal
lagi oleh tempat tinggalnya, tidak pula oleh negeri yang
mereka sebut dengan nama mereka sendiri.
(4) Kasih sayang mereka, persahabatan dan permusuhan me-
reka, akan berakhir: Baik kasih mereka, maupun kebencian
dan kecemburuan mereka sudah lama hilang. Hal-hal baik
yang mereka cintai, hal-hal jahat yang mereka benci, kemak-
muran orang lain, yang membuat mereka iri hati, semuanya
berakhir sekarang bersama mereka. Kematian memisahkan
orang-orang yang saling mencintai, dan mengakhiri persaha-
batan mereka, dan juga memisahkan orang-orang yang
saling membenci, dan mengakhiri perseteruan mereka. Actio
moritur cum personâ – Orang dan perbuatan-perbuatannya
mati bersama-sama. Di sana kita tidak akan menjadi lebih
baik sebab teman kita (kasih sayang mereka tidak bisa
memberi kita kebaikan). Dan di sana juga kita tidak akan
menjadi lebih buruk sebab musuh-musuh kita, kebencian
dan iri hati mereka tidak dapat menyakiti kita. Di sana
194
orang fasik berhenti menimbulkan huru-hara. Hal-hal yang
sekarang begitu memengaruhi kita dan memenuhi hati
kita, yang begitu kita pedulikan dan membuat kita begitu
cemburu, akan berakhir di sana.
II. Maka dari itu Salomo menyimpulkan bahwa berhikmatlah kita
untuk memanfaatkan kehidupan dengan sebaik-baiknya selama
kehidupan masih berlangsung, dan mengurus dengan bijak apa
yang tersisa darinya.
1. Marilah kita menikmati penghiburan-penghiburan hidup sela-
ma kita hidup, dan dengan riang hati mengambil bagian kita
dalam kesukaan-kesukaannya. Salomo, sebab ia sendiri ter-
jerat oleh penyalahgunaan kenikmatan-kenikmatan inderawi,
memperingatkan orang lain akan bahayanya, bukan dengan
melarangnya sama sekali, melainkan dengan mengarahkan
supaya kita menggunakannya dengan penguasaan diri dan
tidak berlebihan. Kita boleh menggunakan dunia, namun tidak
boleh menyalahgunakannya. Ambillah apa yang harus dimiliki
dari dunia, dan jangan mengharapkan yang lebih. Di sini kita
mendapati,
(1) Contoh-contoh khusus dari keriangan hati ini: “Jika eng-
kau murung dan bermuram durja, pergilah, engkau ini
seperti orang bodoh, dan perbaikilah suasana hatimu.”
[1] “Hendaklah rohmu tenang dan senang. Kemudian hen-
daklah ada sukaria dan hati yang senang dalam batin-
mu.” Hati yang baik (demikian kata yang dipakai), yang
membedakan ini dari kegembiraan duniawi dan kenik-
matan inderawi, yang merupakan kejahatan hati, yang
yaitu gejala maupun penyebab dari banyak kejahatan
di dalam hati. Kita harus menikmati diri kita sendiri,
menikmati teman-teman kita, menikmati Tuhan kita, dan
berhati-hati menjaga keutuhan hati nurani, supaya tak
ada yang dapat mengganggu kita dalam kenikmatan-ke-
nikmatan ini. Kita harus melayani Tuhan dengan gem-
bira, dalam menggunakan apa yang Dia berikan kepada
kita, dan bermurah hati dalam menyampaikannya ke-
pada orang lain. Dan kita tidak boleh membiarkan diri
kita ditindas oleh kekhawatiran dan kesedihan yang
Kitab Pengkhotbah 9:4-10
195
berlebihan tentang dunia. Kita harus makan roti kita se-
perti orang-orang Israel, bukan pada waktu kita berka-
bung (Ul. 26:14), dan seperti orang-orang Kristen, dengan
gembira dan dengan tulus hati (Kis. 2:46; Ul. 28:47).
[2] “Manfaatkanlah penghiburan-penghiburan dan kesuka-
an-kesukaan yang telah diberikan Tuhan kepadamu: Ma-
kanlah rotimu, minumlah anggurmu, milikmu, bukan
milik orang lain, bukan roti hasil tipuan, atau anggur
kelaliman, melainkan apa yang diperoleh dengan jujur,
sebab jika tidak, engkau tidak dapat memakannya de-
ngan nyaman atau mengharapkan berkat atasnya. Roti-
mu dan anggurmu, yang sesuai dengan tempat dan kedu-
dukanmu, tidak di atasnya secara berlebihan, tidak juga
di ada bawahnya secara hina. Gunakanlah apa yang te-
lah diberikan Tuhan kepadamu untuk tujuan-tujuan yang
dirancangkan bagimu, yaitu sebagai seorang pengurus.”
[3] “Buktikanlah keriangan hatimu itu (ay. 8): Biarlah selalu
putih pakaianmu. Seimbangkanlah pengeluaran-penge-
luaranmu. Jangan kurangi makananmu demi memuas-
kan kesombonganmu, atau pakaianmu demi memuaskan
kesenangan badani. Rapilah dalam berpakaian, kenakan-
lah pakaian yang bersih, dan jangan jorok.” Atau, “Biar-
lah selalu putih pakaianmu sebagai tanda sukacita dan
hati yang riang,” yang diungkapkan dengan pakaian
putih (Why. 3:4). “Dan sebagai tanda sukacita yang lebih
jauh, jangan tidak ada minyak di atas kepalamu yang
cocok untuknya.” Juruselamat kita memperbolehkan
satu contoh kesenangan ini pada sebuah perayaan (Mat.
26:7), dan Daud menyebutnya di antara pemberian-
pemberian dari kemurahan Tuhan kepadanya. Engkau
mengurapi kepalaku dengan minyak (Mzm. 23:5). Bukan
berarti bahwa kita harus menempatkan kebahagiaan kita
pada suatu kenikmatan inderawi, atau mengarahkan hati
kita kepadanya. namun bahwa apa yang telah diberikan
Tuhan kepada kita haruslah kita gunakan dengan se-
nyaman mungkin, dalam batasan-batasan penguasaan
diri dan hikmat, dan tidak melupakan kaum miskin.
[4] “Buatlah dirimu menyenangkan bagi saudara-saudara-
mu: Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi.
196
Jangan larut dalam kesenangan-kesenanganmu, dengan
hanya memanjakan dirimu sendiri, dan tidak peduli apa
yang terjadi dengan orang-orang di sekitarmu. namun
biarlah mereka berbagi denganmu, dan buatlah mereka
tenang juga. Ambillah seorang istri, sebab bahkan di
dalam firdaus tidak baik kalau manusia itu seorang diri
saja. Setialah kepada istrimu, kepada satu orang istri,
dan janganlah beristri banyak” (Salomo sudah menya-
dari kejahatan dari memiliki istri banyak). “Setialah
kepadanya saja, dan jangan berurusan dengan yang
lain.” Bagaimana orang bisa menikmati hidup dengan
orang lain, jika ia tidak hidup jujur dengannya? “Kasihi-
lah istrimu. Dan isetri yang kaukasihi kemungkinan
akan membuatmu menikmati hidup dengannya.” Bila
kita melakukan kewajiban terhadap saudara-saudara
kita, kita dapat mengharapkan penghiburan dari mere-
ka. Lihat Amsal 5:19. “Hiduplah dengan istrimu, dan
bersukalah dalam kehadirannya. Nikmatilah hidup ber-
samanya, dan hendaklah hatimu riang seriang mungkin
saat engkau bersamanya. Bersukalah dalam keluarga-
mu, pohon anggurmu dan tunas pohon zaitunmu.”
(2) Syarat-syarat yang diperlukan untuk memiliki keriangan
hati ini: “Bersukacitalah dan hendaklah hatimu senang,
sebab Tuhan sudah lama berkenan akan perbuatanmu. Jika
engkau berdamai dengan Tuhan , dan mendapat perkenan-
an-Nya, maka beralasan bagimu untuk riang hati, jika
tidak, maka tidak ada alasan untuk itu.” Janganlah bersu-
kacita, hai Israel! Janganlah bersorak-sorak seperti bangsa-
bangsa! Sebab engkau telah berzinah dengan meninggalkan
Tuhan mu (Hos. 9:1). Yang pertama-tama harus kita peduli-
kan yaitu berdamai dengan Tuhan , dan mendapatkan per-
kenanan-Nya, melakukan apa yang akan diterima-Nya, dan
kemudian, mari, makanlah rotimu dengan sukaria. Perhati-
kanlah, orang-orang yang pekerjaannya telah diterima Tuhan
mempunyai alasan untuk beriang hati, dan harus demikian.
sebab sekarang engkau makan roti dari korban-korban per-
sembahanmu dengan sukaria, dan ambil bagian dalam
anggur dari korban-korban curahanmu dengan hati yang
senang, maka Tuhan berkenan akan perbuatanmu. Kegiatan-
Kitab Pengkhotbah 9:4-10
197
kegiatan ibadahmu, bila dijalankan dengan sukacita yang ku-
dus, berkenan kepada Tuhan . Ia senang melihat hamba-ham-
ba-Nya bernyanyi saat sedang melakukan pekerjaan mereka,
sebab hal itu menyatakan Dia sebagai Tuan yang baik.
(3) Alasan-alasan untuk riang hati. “Nikmatilah hidup, sebab,”
[1] “Tidaklah susah untuk membuat perjalananmu mele-
wati dunia ini menjadi mudah dan nyaman: Seumur
hidupmu yaitu hidup yang sia-sia. Tidak ada apa-apa
di sini selain kesusahan, dan kekecewaan. Engkau akan
mempunyai cukup waktu untuk berduka dan bersedih
saat engkau sudah tidak tahan lagi, dan sebab itu
nikmatilah hidup selagi engkau bisa, dan jangan gelisah-
kan dirimu dengan pikiran-pikiran dan kekhawatiran-
kekhawatiran tentang hari esok. Kesusahan sehari
cukuplah untuk sehari. Hendaklah pikiran yang tenang
dan penuh rahmat menjadi obat penawar yang kuat
melawan kesia-siaan dunia.”
[2] “Nikmatilah hidup, sebab itu sajalah yang bisa engkau
dapatkan dari dunia ini: Itulah bahagianmu dalam per-
kara-perkara hidup ini. Di dalam Tuhan , dan dalam kehi-
dupan lain, engkau akan mendapatkan bagian yang
lebih baik, dan imbalan yang lebih baik untuk jerih
payahmu dalam beribadah. namun untuk usaha yang
engkau lakukan dengan jerih payah tentang perkara-
perkara di bawah matahari, ini sajalah yang dapat
engkau harapkan, dan sebab itu jangan menyangkal
dirimu dari kenikmatan hidup.”
2. Marilah kita curahkan perhatian pada urusan hidup selama
hidup masih berlangsung, dan dengan demikian memanfaat-
kan kesukaan-kesukaannya dengan begitu rupa sehingga
olehnya kita dilayakkan untuk melakukan pekerjaan-pekerja-
an dalam hidup: “sebab itu makanlah dengan sukaria dan
dengan hati yang senang, bukan supaya jiwamu dapat beristi-
rahat (seperti dalam Luk. 12:19), melainkan supaya jiwamu
dapat menanggung lebih banyak penderitaan, dan supaya
sukacita Tuhan dapat menjadi kekuatannya dan minyak bagi
roda-rodanya” (ay. 10). Segala sesuatu yang dijumpai tangan-
198
mu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga. Cermati-
lah di sini,
(1) Dalam hidup ini, bukan hanya ada sesuatu untuk diper-
oleh, melainkan juga ada sesuatu untuk dilakukan, dan
kebaikan utama yang harus kita cari tahu yaitu apa yang
baik untuk kita lakukan (2:3). Dunia ini yaitu dunia pela-
yanan. Dunia yang akan datang yaitu dunia pemberian
upah. Ini yaitu dunia percobaan dan persiapan untuk
hidup kekal. Kita ada di sini untuk bekerja, dan untuk ber-
perilaku baik.
(2) Kesempatan disediakan untuk mengarahkan dan menye-
mangati pelaksanaan kewajiban. Apa yang