pengkhotbah kidungagung 8

 


gkhotbah 11:1-6 

memperoleh kebaikan. Jika kita hanya berdiam diri saja sam-

bil membesar-besarkan setiap kesulitan yang kecil dan mem-

buatnya lebih buruk lagi, merasa berat hati dan membayang-

kan kesusahan dan bahaya padahal itu tidak ada, maka kita 

tidak akan pernah maju, apalagi sampai menuntaskan peker-

jaan kita, atau menghasilkan sesuatu. Jika petani sampai 

menolak atau meninggalkan pekerjaan menaburnya setiap kali 

ada awan datang, dan tidak mau menuai setiap kali ada angin 

badai, maka tidak ada yang dilakukannya selain merusakkan 

hasil pertaniannya pada akhir tahun. Kewajiban-kewajiban 

agama itu penting seperti menabur dan menuai, dan akan 

balik memberikan keuntungan yang sama banyaknya bagi diri 

kita sendiri. Kejadian-kejadian yang mengecilkan hati yang 

kita jumpai dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban ini ha-

nyalah seperti angin dan awan, yang tidak akan membahaya-

kan kita. Dengan sedikit keberanian dan kebulatan hati, 

semuanya itu bisa dilewati dengan ringan dan mudah. Perhati-

kanlah, orang-orang yang dihambat dan dihalau oleh kesulit-

an-kesulitan yang sebenarnya kecil saja, hingga tidak mau 

melakukan kewajiban-kewajiban yang besar dan nyata, mere-

ka itu tidak akan pernah mewujudkan apa pun dalam ibadah 

agamanya. Sebab selalu saja akan muncul angin ini dan itu, 

awan ini dan itu, setidak-tidaknya dalam khayalan pikiran 

kita, untuk mengecilkan hati kita. Angin dan awan ada di 

tangan Tuhan , dirancang untuk menguji kita, dan Kekristenan 

kita mewajibkan kita untuk bertahan menanggung kesulitan. 

4. Sebagian orang akan berkata, “Kami tidak melihat dengan cara 

bagaimana apa yang kami habiskan dalam perbuatan amal 

akan benar-benar kembali kepada kami. Kami tidak pernah 

mendapati diri kami lebih kaya. Mengapa kami harus bergan-

tung pada janji umum tentang berkat yang akan diterima oleh 

orang yang murah hati, kecuali kami bisa melihat caranya 

untuk menantikan datangnya berkat itu?” Terhadap pertanya-

an ini Salomo menjawab, “Engkau tidak mengetahui pekerjaan 

Tuhan , juga tidak sepatutnya engkau mengetahuinya. Yakinlah 

saja bahwa Ia akan menepati janji yang diucapkan-Nya itu, 

walaupun Ia tidak memberi tahu engkau bagaimana, atau 

dengan jalan mana, dan walaupun Ia hanya bekerja sendiri 

melalui suatu cara, sesuai dengan putusan-putusan hikmat-

Nya yang tak terselami. Ia akan bekerja, dan tak seorang pun 

akan menghalangi-Nya. namun  juga Ia akan bekerja dan tak 

seorang pun akan memerintah atau mengatur-Nya. Berkat itu 

akan bekerja tanpa terasa dan tak terelakkan. Pekerjaan Tuhan  

pasti akan sesuai dengan firman-Nya, apakah kita melihatnya 

atau tidak.” Ketidaktahuan kita akan pekerjaan Tuhan  ditun-

jukkan Salomo, dalam dua contoh:  

(1) Kita tidak mengetahui jalan Roh, jalan angin (demikian me-

nurut sebagian orang). Kita tidak tahu dari mana ia datang 

atau ke mana ia pergi, atau kapan ia akan berbalik. Namun 

demikian, para pelaut siap sedia menantikannya, sampai 

angin itu berputar dengan cara yang menguntungkan me-

reka. Demikian pula kita harus melakukan kewajiban kita, 

dengan menantikan waktu yang ditetapkan untuk berkat. 

Atau itu bisa dipahami sebagai jiwa manusia. Kita tahu 

bahwa Tuhan  menciptakan kita, dan memberi kita jiwa ini, 

namun  bagaimana jiwa itu masuk ke dalam tubuh ini, ber-

satu dengannya, menghidupkannya, dan bekerja atasnya, 

kita tidak tahu. Jiwa yaitu  misteri bagi dirinya sendiri, 

maka tidak heran jika pekerjaan Tuhan  yaitu  misteri bagi 

kita.  

(2) Kita tidak tahu bagaimana tulang-tulang dibentuk dalam 

rahim seorang wanita  yang mengandung. Kita tidak 

bisa menggambarkan cara pembentukan tubuh atau 

dimasukinya tubuh oleh jiwa. Kedua-duanya, kita tahu, 

yaitu  pekerjaan Tuhan , dan kita menerima pekerjaan-Nya, 

namun  kita tidak dapat, dalam kedua hal itu, melacak cara 

kerjanya. Kita tidak meragukan kelahiran bayi yang 

dikandung, meskipun kita tidak tahu bagaimana bayi itu 

dibentuk. Jadi tidaklah perlu kita meragukan penepatan 

janji-Nya, meskipun kita tidak memahami bagaimana 

segala sesuatu bekerja bagi penggenapannya. Dan kita 

dapat memercayai Tuhan  dengan baik untuk menyediakan 

bagi kita apa yang mencukupi, dan tidak usah khawatir 

dan gelisah, sebab  Ia akan membalaskan perbuatan amal 

kita. Kita sendiri tidaklah tahu atau dapat memperkirakan 

bagaimana tubuh kita dijadikan secara menakjubkan di 

tempat yang tersembunyi dan jiwa kita menemukan jalan 

masuk ke dalamnya. Dan dengan demikian alasannya 

Kitab Pengkhotbah 11:1-6 

sama, dan ditegaskan untuk maksud yang sama, dengan 

alasan yang dipakai Juruselamat kita (Mat. 6:25), bahwa 

hidup itu, jiwa yang hidup yang telah diberikan Tuhan  

kepada kita, lebih penting dari pada makanan. Dan tubuh 

itu, yang telah dijadikan Tuhan  untuk kita, lebih penting dari 

pada pakaian. Oleh sebab itu, biarlah kita bergantung saja 

dengan hati gembira kepada Dia, yang telah melakukan 

yang lebih besar untuk kita, untuk berbuat yang lebih 

kecil. 

5. Sebagian orang berkata, “Kami sudah bermurah hati, sudah 

memberikan banyak kepada orang miskin, dan sekalipun 

begitu kami belum pernah melihat balasan apa pun untuk itu. 

Berhari-hari sudah berlalu, dan kami belum mendapatnya 

kembali.” Untuk keberatan ini, Salomo menjawab (ay. 6), 

“Walaupun begitu, lanjutkan saja, teruslah bertekun dalam 

berbuat baik. Jangan lewatkan satu kesempatan pun. Tabur-

kanlah benihmu pagi-pagi hari, pada orang-orang yang pantas 

mendapat amal, yang menunjukkan diri mereka pagi-pagi. Dan 

janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang 

hari, dengan berdalih bahwa engkau kelelahan. Begitu engkau 

mempunyai kesempatan, berbuat baiklah, dengan satu atau 

lain cara, sepanjang hari, seperti petani menjaga benihnya dari 

pagi sampai malam. Pada pagi hari masa muda, berilah dirimu 

untuk berbuat baik. Berikanlah sedikit dari yang engkau miliki 

untuk memulai dunia dengannya. Dan pada petang hari masa 

tua, janganlah menyerah pada godaan yang biasanya menjerat 

orang tua untuk bersifat kikir. Bahkan pada saat tua pun 

janganlah memberi istirahat kepada tanganmu, dan jangan 

berpikir untuk mundur dari berbuat amal dengan alasan akan 

menggantikannya dengan wasiat amal. namun  tetaplah berbua-

tlah baik sampai akhir, sebab  engkau tidak mengetahui 

perbuatan amal dan kesalehan yang mana yang akan berhasil, 

baik untuk orang lain maupun untuk dirimu sendiri, apakah 

ini atau itu, namun  engkau mempunyai alasan untuk berharap 

bahwa kedua-duanya sama baik. Janganlah kita jemu-jemu 

berbuat baik, sebab  jika  sudah datang waktunya, pada 

waktu Tuhan , dan itu yaitu  waktu yang terbaik, kita akan 

menuai”  (Gal. 6:9). Hal ini dapat diterapkan pada perbuatan 

amal rohani, yaitu upaya-upaya kita yang saleh demi kebaikan 

jiwa-jiwa lain. Marilah kita meneruskan upaya-upaya itu, se-

bab, meskipun kita sudah lama bekerja dengan sia-sia, kita 

bisa melihat keberhasilannya pada akhirnya. Hendaklah ham-

ba-hamba Tuhan, pada masa-masa mereka menabur benih, 

menabur pada pagi dan petang hari. Sebab siapa tahu yang 

mana yang akan berhasil? 

Peringatan kepada Orang Muda;  

Nasihat untuk Hidup Saleh Sejak Dini 

(11:7-10) 

7 Terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata; 8 oleh 

sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalam-

nya, namun  hendaklah ia ingat akan hari-hari yang gelap, sebab  banyak 

jumlahnya. Segala sesuatu yang datang yaitu  kesia-siaan. 9 Bersukarialah, 

hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa 

mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, namun  

ketahuilah bahwa sebab  segala hal ini Tuhan  akan membawa engkau ke 

pengadilan! 10 Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan 

dari tubuhmu, sebab  kemudaan dan fajar hidup yaitu  kesia-siaan.  

Di sini ada peringatan baik kepada orang tua maupun orang muda, 

untuk memikirkan kematian, dan bersiap-siap menghadapinya. Sete-

lah mengajar kita melalui banyak ajaran yang unggul tentang bagai-

mana hidup dengan baik, sang pengkhotbah sekarang tiba, di peng-

hujung khotbahnya, untuk mengajar kita bagaimana mati dengan 

baik, dan mengingatkan kita akan kesudahan kita. 

I. Ia mengarahkan perhatiannya kepada orang-orang yang sudah lan-

jut usia, menulis kepada mereka sebagai para bapak, untuk meng-

gugah mereka supaya memikirkan kematian (ay. 7-8). Di sini ada,  

1. Pengakuan yang masuk akal akan manisnya hidup, yang 

dialami orang tua dari pengalaman: Terang itu menyenangkan. 

Terang matahari demikian. Dan melihat matahari itu baik bagi 

mata. Terang yaitu  hal pertama yang diciptakan dalam 

pembentukan dunia yang besar, seperti halnya mata yaitu  

salah satu hal yang pertama diciptakan dalam pembentukan 

tubuh, dunia yang kecil. Sungguh menyenangkan melihat 

terang. Orang kafir begitu terpesona dengan kesenangannya 

hingga mereka menyembah matahari. Sungguh menyenangkan 

melihat hal-hal lain melaluinya, banyak pemandangan yang

Kitab Pengkhotbah 11:7-10 

menyenangkan yang diberikan dunia ini kepada kita. Terang 

hidup itu menyenangkan. Terang dipahami sebagai hidup 

(Ayb. 3:20, 23). Tidak dapat dipungkiri bahwa hidup itu manis. 

Hidup itu manis bagi orang-orang jahat sebab  bagian mereka 

yaitu  dalam hidup ini. Hidup itu manis bagi orang-orang baik 

sebab  mereka memiliki kehidupan ini sebagai waktu persiap-

an mereka untuk kehidupan yang lebih baik. Hidup itu manis 

bagi semua orang. Alam mengatakannya demikian, dan itu 

tidak bisa dibantah. Tidak pula kematian dapat diinginkan un-

tuk kematian itu sendiri, namun  ditakuti, kecuali sebagai akhir 

dari kejahatan-kejahatan pada saat ini atau jalan menuju 

kebaikan di masa depan. Hidup itu manis, dan sebab  itu kita 

perlu melipatgandakan kewaspadaan kita, supaya kita tidak 

terlalu mencintai hidup ini.  

2. Peringatan untuk memikirkan kematian, bahkan di tengah-

tengah kehidupan, di saat saat  kehidupan itu paling manis 

hingga kita teramat cenderung melupakan kematian: Jikalau 

orang panjang umurnya, hendaklah ia ingat akan hari-hari 

yang gelap yang akan datang. Di sini ada,  

(1) Hari musim panas yang harusnya dinikmati. Bahwa kehi-

dupan mungkin terus berjalan untuk waktu yang lama, 

bahkan bertahun-tahun, dan bahwa, oleh kebaikan Tuhan , 

kehidupan bisa dibuat menyenangkan dan orang dapat 

bersukacita di dalamnya. Ada orang-orang yang panjang 

umurnya di dunia ini, terhindar dari banyak bahaya, mene-

rima banyak rahmat, dan sebab  itu merasa aman bahwa 

mereka tidak akan kekurangan kebaikan, dan bahwa tidak 

ada kejahatan yang akan menimpa mereka. Bahwa kendi 

yang sudah begitu sering dipakai pulang pergi dari sumur 

dengan aman dan utuh tidak akan pernah kembali ke 

rumah dengan rusak. namun  siapakah orang-orang yang 

panjang umur dan bersukacita di dalamnya itu? Sungguh 

malang! Tak seorang pun. Kita hanya memiliki berjam-jam 

sukacita selama berbulan-bulan dukacita. Namun demi-

kian, sebagian orang bersukacita dalam tahun-tahun mere-

ka, tahun-tahun mereka yang banyak, lebih daripada orang 

lain. Jika kedua hal ini bertemu, yaitu keadaan yang mak-

mur dan semangat yang gembira, maka keduanya memang 

dapat melakukan banyak hal untuk membuat orang mam-

pu bersukacita di dalamnya. Namun demikian, keadaan 

yang paling makmur sekalipun bercampur dengan hal-hal 

yang mengurangi kemakmuran itu, dan semangat yang 

paling gembira sekalipun ada kesedihannya juga. Orang-

orang berdosa yang riang sekalipun merasakan kecemasan-

kecemasan yang menyedihkan, dan orang-orang kudus 

yang ceria merasakan dukacita-dukacita mereka yang penuh 

rahmat. Dengan demikian, hanya ada anggapan belaka, dan 

bukan kenyataan yang sebenarnya, bahwa orang bisa pan-

jang umur dan bersukacita di dalamnya. namun ,  

(2) Di sini malam musim dingin diingatkan untuk dinantikan 

sesudah  siang musim panas ini: Namun hendaklah orang 

tua yang bergembira ini ingat akan hari-hari yang gelap, 

sebab  banyak jumlahnya. Perhatikanlah,  

[1] Ada hari-hari yang gelap yang akan datang, hari-hari di 

mana kita terbaring di dalam kubur. Di sana jasad kita 

akan terbaring di dalam gelap. Di sana mata tidak meli-

hat, matahari tidak bersinar. Kegelapan maut diperten-

tangkan dengan terang hidup. Kubur yaitu  negeri 

yang gelap (Ayb. 10:21).  

[2] Hari-hari yang gelap itu akan banyak jumlahnya. Hari-

hari di mana kita terbaring di bawah tanah akan lebih 

banyak daripada hari-hari kita hidup di atas tanah. 

Hari-hari hidup itu banyak jumlahnya, namun  bukan tak 

terhingga. Sekalipun banyak, hari-hari itu akan ter-

hitung dan berakhir sampai langit hilang lenyap (Ayb. 

14:12). Sama seperti siang yang paling panjang akan 

berakhir dengan malam, demikian pula malam yang 

paling panjang akan berakhir dengan pagi.  

[3] yaitu  baik bagi kita untuk sering mengingat hari-hari 

yang gelap itu, supaya kita tidak meninggikan diri da-

lam kesombongan, atau terlena dalam rasa aman yang 

bersifat kedagingan, atau bahkan terhanyut dalam per-

buatan-perbuatan yang tidak senonoh oleh kegembira-

an yang sia-sia.  

[4] Kendati dengan berlanjutnya kehidupan untuk waktu 

yang lama, dan banyaknya penghiburan darinya, na-

mun kita harus ingat hari-hari yang gelap, sebab  hari-

hari itu pasti akan datang, dan hari-hari itu akan 

Kitab Pengkhotbah 11:7-10 

datang dengan tidak begitu mengerikan jika kita sudah 

memikirkannya sebelumnya. 

II. Salomo mengarahkan perhatiannya kepada kaum muda, dan me-

nulis kepada mereka sebagai anak-anak, untuk menggugah mereka 

supaya memikirkan kematian (ay. 9-10). Di sini kita mendapati, 

1. Pengakuan yang disertai sindiran akan kesia-siaan dan kese-

nangan-kesenangan masa muda: Bersukarialah, hai pemuda, 

dalam kemudaanmu. Sebagian orang memahami ini sebagai 

nasihat yang diberikan kepada para pemuda oleh orang-orang 

yang tidak percaya adanya Tuhan dan yang mementingkan 

kenikmatan badani. Saran-saran demikian penuh racun, yang 

ditentang oleh Salomo dalam penutup ayat ini dengan mem-

berikan obat penawarnya yang ampuh. namun  perkataan itu 

lebih tegas jika kita pahami, seperti yang pada umumnya 

diakui, sebagai suatu sindiran, seperti perkataan Elia kepada 

para imam Baal (panggillah lebih keras, bukankah dia Tuhan ?), 

atau perkataan Mikha kepada Ahab (pergilah ke Ramot-Gilead, 

dan kamu akan beruntung), atau perkataan Kristus kepada 

murid-murid-Nya, tidurlah sekarang. “Bersukarialah, hai pe-

muda, dalam kemudaanmu, hiduplah dengan gembira, ikutilah 

kesukaan-kesukaanmu, dan nikmatilah kesenangan-kesenang-

anmu. Biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, menggem-

birakanmu dengan angan-angannya dan harapan-harapannya 

yang bodoh. Hiburlah dirimu dengan mimpi-mimpimu yang 

menyenangkan. Turutilah keinginan hatimu. Lakukanlah apa 

saja yang terbersit dalam pikiranmu, dan kerjakan saja apa 

yang dapat memuaskan nafsu inderawimu. Quicquid libet, licet 

– Jadikanlah kehendakmu sebagai hukummu. Turutilah keingin-

an hatimu, dan biarlah hatimu mengikuti pandangan matamu, 

hati yang mengembara mengikuti mata yang berkeliaran. Apa 

yang menyenangkan di matamu sendiri, lakukanlah itu, tidak 

peduli menyenangkan di mata Tuhan  atau tidak.” Salomo ber-

bicara dengan menyindir seperti itu kepada kaum muda untuk 

menyiratkan,  

(1) Bahwa inilah apa yang akan dia lakukan, dan yang dengan 

senang hati akan diperbolehkannya untuk dilakukan, yang 

di dalamnya ia menempatkan kebahagiaannya dan yang 

kepadanya hatinya terpatri. 

(2) Bahwa ia berharap semua orang di sekelilingnya akan mem-

berinya nasihat ini, akan menubuatkan kepadanya hal-hal 

yang mulus seperti ini. Ia tidak akan menerima nasihat yang 

bertentangan dengan ini, dan menganggap orang-orang yang 

memintanya untuk mengendalikan diri dan bersungguh-

sungguh dengan hidup sebagai musuhnya.  

(3) Untuk membukakan kebodohannya, dan betapa tidak ma-

suk akalnya jalan hidup yang mementingkan kenikmatan 

badani. Gambaran yang lengkap tentang kenikmatan badani 

itu, jika orang mau melihat segala sesuatu secara utuh dan 

menilainya tanpa memihak, sudah cukup untuk menunjuk-

kan betapa bertentangan dengan akal budi orang-orang yang 

hidup seperti itu. Hal ini jelas akan kelihatan tanpa terban-

tahkan, jika perkaranya dibuka sejelas-jelasnya.  

(4) Untuk menunjukkan bahwa jika orang menyerahkan diri 

mereka ke jalan hidup seperti ini, maka adillah bagi Tuhan  

untuk menyerahkan mereka ke dalamnya, untuk meninggal-

kan mereka dalam nafsu hati mereka sendiri, supaya mereka 

berjalan mengikuti rencana mereka sendiri  (Hos. 4:7). 

2. Peringatan keras diberikan atas kesia-siaan dan kesenangan-

kesenangan ini: “Ketahuilah bahwa sebab  segala hal ini Tuhan  

akan membawa engkau ke pengadilan. Renungkanlah ini 

sebagaimana mestinya, dan coba hiduplah dengan bermewah-

mewah seperti itu kalau engkau bisa, kalau engkau berani.” 

Ini yaitu  kolasterion – pembetulan dari pengakuan sebelum-

nya, dan mencabut kendali yang sudah diletakkan Salomo di 

leher nafsu sang pemuda. “Jadi ketahuilah, secara pasti, 

bahwa, jika engkau benar-benar mengambil kebebasan seperti 

ini, itu akan menjadi kehancuranmu yang kekal. Engkau 

harus berhadapan dengan Tuhan  yang tidak akan membiarkan 

perbuatan ini tanpa dihukum.” Perhatikanlah,  

(1) Ada penghakiman yang akan datang.  

(2) Tiap-tiap dari kita pasti dibawa ke penghakiman, betapa pun 

kita sekarang dapat menjauhkan hari celaka itu dari kita.  

Kitab Pengkhotbah 11:7-10 

(3) Kita akan dimintai perhitungan atas semua kegembiraan 

kita yang bersifat kedagingan dan kesenangan-kesenangan 

inderawi kita pada hari penghakiman itu. 

(4) yaitu  baik untuk semua orang, namun  terutama untuk 

orang-orang muda, untuk mengetahui dan merenungkan 

hal ini, supaya mereka tidak, dengan mengumbar nafsu 

masa muda mereka, menimbun murka atas diri mereka 

sendiri pada hari murka, murka Anak Domba. 

3. Sebuah peringatan dan nasihat disimpulkan dari semuanya ini 

(ay. 10). Biarlah orang-orang muda melihat diri mereka sendiri 

dan mengatur dengan baik jiwa mereka maupun tubuh mere-

ka, hati mereka maupun daging mereka. 

(1) Hendaklah mereka berhati-hati supaya mereka tidak me-

ninggikan diri dengan kesombongan, atau diganggu oleh 

kemarahan, atau kegusaran apa saja yang berdosa: Buang-

lah kesedihan, atau kemarahan, dari hatimu. Kata itu 

menandakan suatu kekacauan atau gangguan pikiran. 

Orang muda cenderung tidak sabar jika ditegur dan diken-

dalikan, kesal dan marah-marah terhadap apa saja yang 

merendahkan dan mempermalukan mereka. Hati mereka 

yang sombong terangkat melawan segala sesuatu yang 

merintangi dan menentang mereka. Hati mereka begitu 

tertuju pada apa yang menyenangkan indra hingga tidak 

tahan dengan apa saja yang tidak menyenangkan, hingga 

mendukakan hati mereka. Kesombongan mereka sering 

kali menggelisahkan mereka, dan membuat mereka tidak 

tenang. “Buanglah itu, dan buanglah cinta akan dunia, dan 

jangan menaruh harapanmu kepada makhluk ciptaan, su-

paya kekecewaan-kekecewaan tidak menimbulkan dukacita 

dan kemarahan pada dirimu.” Sebagian orang memahami 

dukacita di sini sebagai kegembiraan yang bersifat keda-

gingan yang digambarkan dalam ayat 9, yang kesudah-

annya yaitu  kepahitan dan dukacita. Biarlah mereka 

menjauhkan diri dari segala sesuatu yang akan menjadi 

dukacita saat  direnungkan.  

(2) Biarlah mereka berhati-hati supaya tubuh mereka tidak di-

cemarkan oleh kemabukan, kenajisan, atau nafsu keda-

gingan apa pun. “Jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, 

dan janganlah anggota-anggota tubuhmu menjadi alat-alat 

kejahatan. Jahatnya dosa akan menjadi jahatnya hukum-

an, dan apa yang engkau sukai, sebagai hal yang baik un-

tuk daging, sebab  hal itu memuaskan keinginan-keingin-

annya, akan terbukti jahat, dan menyakiti badan jasmani-

mu. sebab  itu jauhkanlah semua itu darimu, lebih jauh 

lebih baik.” 

III. Sang pengkhotbah, untuk menegaskan peringatannya baik kepada 

orang tua maupun orang muda, mendesakkan, sebagai alasan yang 

kuat, apa yang merupakan alasan besar dari khotbahnya, yaitu 

kesia-siaan dari segala sesuatu yang ada pada saat ini, ketidakpas-

tiannya dan ketidakcukupannya.  

1.  Ia mengingatkan orang tua akan hal ini (ay. 8): Segala sesuatu 

yang datang yaitu  kesia-siaan. Bahkan, meskipun orang 

panjang umurnya dan bersukacita di dalamnya, dalam semua 

yang sudah datang, dan dalam semua yang masih akan da-

tang, dan betapa pun banyaknya janji yang diberikannya sen-

diri bagi dirinya dengan semuanya itu, segalanya itu yaitu  

sia-sia. Apa yang akan ada, tidak akan membuat orang baha-

gia lebih daripada apa yang sudah ada. Segala sesuatu yang 

datang ke dalam dunia yaitu  sia-sia. Semuanya demikian 

seluruhnya, sebaik apa pun keadaannya. 

2. Ia mengingatkan orang-orang muda akan hal ini: Kemudaan 

dan fajar hidup yaitu  kesia-siaan. Kecenderungan-kecende-

rungan dan tindakan-tindakan di masa kanak-kanak dan 

remaja mengandung banyak kekurangajaran dan kejahatan, 

kesia-siaan yang berdosa, yang perlu diwaspadai orang-orang 

muda dan perlu dipulihkan. Kesenangan-kesenangan dan 

keuntungan-keuntungan dari masa kanak-kanak dan remaja 

tidak mengandung kepastian, kepuasan, atau keberlanjutan. 

Semuanya itu berlalu. Bunga-bunga ini akan segera layu, dan 

kembang-kembang yang mekar ini akan berjatuhan. Oleh 

sebab itu, hendaklah hidup mereka dirajut menjadi buah yang 

baik, yang terus berbuah dan berlimpah dalam kebaikan. 

 

 

 

 

PASAL 12  

ang pengkhotbah yang bijaksana dan menyesali dosanya ini 

mengakhiri pengajarannya di sini. Ia tidak hanya mengakhirinya 

layaknya seorang pembicara ulung, namun  juga sebagai seorang 

pengkhotbah yang baik. Ia mengakhirinya sedemikian rupa dengan 

memberi kesan terdalam yang ia harapkan dapat berpengaruh kuat 

untuk waktu yang lama dalam benak pendengarnya. Inilah,  

I. Peringatan bagi para orang muda untuk segera beriman dan 

tidak menunda melakukannya hingga hari tua (ay. 1). Nasi-

hat ini diperkuat dengan berbagai penjelasan perihal kesu-

sahan yang akan terjadi di hari tua (ay. 1-5), serta perubahan 

besar yang akan dikerjakan oleh maut atas kita (ay. 6-7).  

II. Pengulangan kembali kebenaran agung yang pengkhotbah 

telah buktikan di dalam tulisan ini, yaitu  kesia-siaan dunia 

(ay. 8).  

III. Penegasan dan nasihat mengenai segala sesuatu yang telah 

ia tuliskan baik dalam kitab ini maupun kitab-kitab lainnya, 

sebagai hal yang patut ditimbang dan dipikirkan, (ay. 9). 

IV. Seluruh pembicaraannya dihimpun dan disimpulkan, dengan 

seruan agar semua orang beriman dengan sungguh-sungguh, 

mengingat penghakiman yang akan datang (ay. 13-14) 

Kelemahan di Usia Tua; Dampak Kematian 

(12:1-7)  

1 Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang 

malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak ada kesenangan 

bagiku di dalamnya!”, 2 sebelum matahari dan terang, bulan dan bintang-bin-

tang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali sesudah hujan, 3 pada 

waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat membungkuk, 


dan wanita -wanita  penggiling berhenti sebab  berkurang jumlah-

nya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur, 4 dan pintu-

pintu di tepi jalan tertutup, dan bunyi penggilingan menjadi lemah, dan 

suara menjadi seperti kicauan burung, dan semua penyanyi wanita  

tunduk, 5 juga orang menjadi takut tinggi, dan ketakutan ada di jalan, pohon 

badam berbunga, belalang menyeret dirinya dengan susah payah dan nafsu 

makan tak dapat dibangkitkan lagi – sebab  manusia pergi ke rumahnya 

yang kekal dan peratap-peratap berkeliaran di jalan, 6 sebelum rantai perak 

diputuskan dan pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan 

dekat mata air dan roda timba dirusakkan di atas sumur, 7 dan debu kembali 

menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Tuhan  yang menga-

runiakannya. 

Inilah, 

I. Seruan bagi kaum muda untuk merenungkan Tuhan dan meng-

ingat tanggung jawab mereka kepada-Nya selagi muda: Ingatlah 

akan Penciptamu pada masa mudamu. Ini yaitu , 

1. Penerapan sang pengkhotbah rajawi ini terhadap pengajaran-

nya tentang kesia-siaan dunia dan segala sesuatu di dalam-

nya. “Engkau yang muda membuai dirimu sendiri dengan 

harapan-harapan besar yang bisa engkau dapatkan dari dunia 

ini, namun  percayalah kepada mereka yang sudah melakukan 

hal ini sebelumnya, bahwa hal itu tidak membawa kepuasan 

penuh bagi jiwa. Oleh sebab  itu, supaya engkau tidak terper-

daya oleh kesia-siaan ini, atau terlalu terganggu olehnya, 

ingatlah akan Penciptamu, dan jagalah dirimu dari kesusahan 

yang timbul dari kesia-siaan makhluk ciptaan.” 

2. Penawar racun dari sang tabib rajawi terhadap penyakit-

penyakit khusus orang muda, yaitu  cinta akan pesta pora, 

dan pemuasan nafsu jasmani, yang yaitu  kesia-siaan yang 

menghinggapi anak-anak dan orang muda. Untuk mencegah 

dan memulihkan semua ini, ingatlah akan Penciptamu. Inilah, 

(1) Kewajiban agung yang ditekankan kepada kita, untuk 

mengingat Tuhan  sebagai Pencipta kita. Dan tidak hanya kita 

harus mengingat Tuhan  sebagai Pencipta kita, bahwa Dialah 

yang menjadikan kita (KJV: dan bukan kita yang menjadikan 

diri kita sendiri), sehingga dengan demikian membuat-Nya 

layak menjadi Tuhan dan yang empunya kita, melainkan 

juga bahwa kita pun harus menyerahkan diri kita kepada-

Nya dengan senantiasa mengingat diri bahwa dengan ke-

beradaan-Nya sebagai Pencipta, maka kita harus tunduk

Kitab Pengkhotbah 12:1-7 

 kepada-Nya, dan memberi hormat serta melakukan kewa-

jiban kita kepada-Nya sebagai Pencipta kita. Ingatlah akan 

Penciptamu. Kata Pencipta di sini bersifat jamak, sama 

seperti yang ada  pada Kitab Ayub 35:10, Di mana 

Tuhan , yang membuat aku? Sebab, Tuhan  berfirman, Baiklah 

kita menjadikan manusia. Kata “kita” di sini menandakan 

Bapa, Anak, dan Roh Kudus.  

(2) Saat yang tepat untuk melaksanakan tanggung jawab ini, 

yaitu pada masa mudamu, pada masa saat  engkau masih 

mampu membuat pilihan, hari-hari yang engkau pilih, hari-

hari pilihanmu. “Mulai dari awal hari-harimu dengan meng-

ingat Dia, dari mana engkau berasal, dan teruslah berjalan 

menurut awal yang baik itu. Undanglah Dia masuk ke dalam 

pikiranmu sedari engkau muda, dan tetaplah mengingat Dia 

di sepanjang masa mudamu, jangan pernah melupakan-Nya. 

Berjaga-jagalah terhadap godaan di masa muda, agar masa 

mudamu kian berguna.” 

II. Alasan untuk menguatkan perintah ini: Sebelum tiba hari-hari 

yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak 

ada kesenangan bagiku di dalamnya.”  

1. Lakukan segera, 

(1) “Sebelum tiba kesakitan dan maut. Lakukan itu selama 

engkau hidup, sebab  nanti akan terlambat waktunya 

saat  maut telah membawamu keluar dari masa ujian dan 

pencobaan ini ke dalam masa pembalasan dan penghu-

kuman.” Hari-hari kesakitan dan maut yaitu  hari-hari 

yang malang, sangat menakutkan, dan sungguh merupa-

kan hari-hari yang malang bagi orang-orang yang melupa-

kan Pencipta mereka. Hari-hari yang malang ini akan tiba 

cepat atau lambat. namun  bila saat itu belum tiba, itu ka-

rena Tuhan sabar terhadap kamu dan memberi kita waktu 

untuk bertobat. Kelanjutan hidup itu hanyalah penundaan 

kematian saja, sehingga saat  hidup terus berlanjut dan 

kematian tertunda, kita harus bersiap dan berupaya mele-

mahkan sengat maut agar kita dapat meninggal dunia 

dengan tenang. 

(2) Sebelum tiba hari tua, yang pasti akan tiba bila tidak di-

cegah terlebih dulu oleh kematian, dan hari tua ini akan 

menjadi tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak ada kesenang-

an bagiku di dalamnya!”, saat  kita tidak lagi menikmati 

kesenangan duniawi, seperti Barzilai (2Sam. 19:35), saat  

tubuh kita dipenuhi kelemahan, tua dan buta, atau renta 

dan layu, saat  kita tiada lagi berguna, dan kebanggaan 

kita yaitu  kesukaran dan penderitaan, saat  kita telah 

terputus dari semua tali persaudaraan, dan dari seluruh 

sahabat lama kita, atau menderita di tengah mereka dan 

menyaksikan mereka menjadi jemu terhadap kita, saat  

kita merasakan diri kita mati perlahan-lahan. Tahun-tahun 

ini mendekat, saat  segala sesuatu yaitu  sia-sia, saat  

bulan-bulan yang tersisa pun menjadi bulan-bulan kesia-

siaan, dan tidak ada kesenangan selain merenungkan 

hidup yang benar di bumi dan mengharapkan hidup yang 

lebih baik di sorga.  

2. Kedua pendapat ini  dijelaskan panjang lebar oleh sang 

Pengkhotbah di dalam ayat-ayat berikut, hanya saja dengan 

urutan terbalik, dan menunjukkan, 

(1) Betapa banyaknya kesusahan di hari tua, dan bila kita 

memang terus hidup sampai usia tua, hari-hari kita akan 

menjadi sedemikian rupa sehingga tak ada kesenangan di 

dalamnya. Ini cukup menjadi alasan bagi kita untuk kem-

bali kepada Tuhan  dan berdamai dengan-Nya, pada masa 

muda kita, dan tidak menunda-nundanya sampai kita men-

jadi tua. Sebab, tidak ada artinya meninggalkan kenikmat-

an dosa saat  kenikmatan itu tidak dapat lagi dirasakan, 

atau kembali kepada Tuhan  sebab  kebutuhan mendesak 

kita. Menyerahkan kejayaan masa muda kepada iblis dan 

menyisakan sekam beserta sampah dan ampasnya kepada 

Tuhan  yaitu  satu tindakan yang paling konyol dan tidak 

tahu berterima kasih yang dapat dibayangkan, sebab  ini 

berarti menyerahkan sesuatu yang dirampas, yang timpang 

dan yang sakit sebagai persembahan. Terlebih lagi, sebab  

usia tua dipenuhi dengan kelemahan, maka sangatlah 

bodoh jika kita menunda-menunda melaksanakan tugas 

yang memerlukan kekuatan dan kemampuan terbaik kita, 

Kitab Pengkhotbah 12:1-7 

apalagi jika kita membuat pekerjaan ini  bertambah 

sulit lagi dengan berlama-lama berkanjang di dalam dosa 

dan menumpuk rasa bersalah di dalam nurani, yang justru 

menambah beban usia tua dan membuatnya bertambah 

berat. Bila kesusahan di hari tua memang akan terjadi se-

perti yang digambarkan di sini, kita membutuhkan sesuatu 

untuk menyokong dan menenangkan kita nanti saat  hari 

itu tiba, dan tidak ada hal lain yang lebih menolong selain 

kesaksian hati nurani kita bahwa kita sedari muda meng-

ingat Pencipta kita dan tak pernah berhenti mengingat-Nya 

sejak saat itu. Bagaimana kita dapat berharap Tuhan  meno-

long kita sewaktu kita berusia lanjut, bila kita tidak mela-

yani-Nya selagi kita muda? (lihat Mzm. 71:17-18). 

[1] Kemerosotan dan kesusahan di masa tua pada bagian 

ini diuraikan dengan indah melalui berbagai kiasan 

yang sulit dimengerti oleh kita yang hidup di masa kini, 

yang tidak terbiasa dengan ungkapan dan kiasan yang 

lazim dipergunakan di dalam bahasa pada masa Salo-

mo. Namun, secara garis besar, kiasan ini  dipakai 

untuk memperlihatkan betapa tidak nyamannya hari-

hari di masa tua pada umumnya. Pertama, matahari 

dan terang, bulan dan bintang-bintang, serta cahaya 

yang dipancarkannya, akan menjadi gelap. Semuanya 

tampak kabur bagi orang lanjut usia sebab  penglihat-

an yang telah menurun. Matahari dan terang, bulan 

dan bintang-bintang tampak samar, dan keindahan 

serta kilaunya pun hilang. Kemampuan berpikir dan 

segala kemampuan diri lainnya, yang merupakan ca-

haya jiwa mereka, melemah. Pemahaman dan ingatan 

mereka tak lagi tajam, daya tangkap mereka tak lagi 

cepat, pula keinginan mereka tak lagi menggebu-gebu 

seperti dulu. Hari-hari kegirangan mereka telah usai 

(cahaya kerap dipakai untuk melambangkan kegembira-

an dan kemakmuran) dan mereka tak lagi merasakan 

kesenangan bergaul di siang hari atau beristirahat di 

malam hari, sebab  matahari dan bulan menjadi gelap 

bagi mereka. Kedua, awan-awan datang kembali sesu-

dah hujan. sebab , sama seperti saat  hari akan hujan, 

dan awan yang baru saja tertiup angin segera diganti-

kan oleh awan lain, begitu pula dengan orang lanjut 

usia, saat  mereka baru saja terbebas dari satu kesa-

kitan atau penderitaan, mereka ditimpa kesakitan atau 

penderitaan lainnya, sehingga kesengsaraan mereka 

serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik 

pada waktu hujan. Akhir dari satu masalah di dunia ini 

hanyalah awal dari masalah lainnya, laksana samudra 

raya berpanggil-panggilan. Orang lanjut usia kerap 

menderita pilek atau dahak yang berlebih, seperti hujan 

lebat yang turun tiada henti sebab  senantiasa dicurah-

kan oleh awan mendung, sehingga keadaannya kian 

memburuk dan tubuh lambat laun luluh lantak, kem-

bali ke bentuknya yang semula. Ketiga, penjaga-penjaga 

rumah gemetar. Di hadapan tiap serangan bahaya yang 

datang tiba-tiba, kepala, yang tak ayalnya menara jaga, 

terus gemetar, dan lengan serta tangan, yang seharus-

nya siap untuk melindungi tubuh, pun gemetar dan 

melemah. Naluri hewan yang dulu diandalkan untuk 

mempertahankan diri kini tidak lagi muncul dan beker-

ja. Akibatnya, orang lanjut usia mudah patah arang dan 

putus asa. Keempat, orang-orang kuat membungkuk. 

Tungkai dan paha yang dahulu menunjang tubuh dan 

menahan bebannya, kini lunglai dan tidak lagi dapat 

dipakai berjalan seperti sebelumnya sebab  mudah 

lelah. Orang tua renta yang dulunya orang-orang kuat, 

menjadi lemah dan membungkuk sebab  lanjut usia, 

Zakaria 8:4. Ia tidak senang kepada kaki laki-laki (Mzm. 

147:10) sebab  keperkasaannya akan segera lenyap. 

namun  TUHAN Tuhan  yaitu  gunung batu yang kekal. Di 

dalam-Nya, ada kekuatan abadi. Kelima, wanita -

wanita  penggiling berhenti sebab  berkurang jumlah-

nya. Gigi geligi, yang dipakai untuk mengunyah daging 

agar mudah dicerna, berhenti bertugas sebab  berkurang 

jumlahnya. Gigi geligi pada orang lanjut usia membusuk 

dan patah, mungkin juga dicabut sebab  nyeri. Bebe-

rapa orang lanjut usia kehilangan semua gigi mereka, 

sementara pada lainnya hanya ada beberapa yang ter-

sisa. Kelemahan ini semakin terasa sebab  daging yang 

tidak dikunyah dengan baik, akibat berkurangnya jum-

Kitab Pengkhotbah 12:1-7 

lah gigi, tidak dicerna pula dengan baik dan menimbul-

kan dampak yang sama buruknya dengan kelemahan 

lain yang muncul akibat penuaan. Keenam, yang meli-

hat dari jendela semuanya menjadi kabur. Pandangan 

menjadi kabur, seperti yang dialami Ishak (Kej. 27:1) 

dan Ahia (1Raj. 14:4). Musa merupakan perkecualian 

sebab  penglihatannya masih tajam di usia 120 tahun, 

namun  pada umumnya penglihatan orang lanjut usia 

akan menurun sama seperti penurunan di bidang lain. 

Beruntunglah orang lanjut usia kini tertolong dengan ter-

ciptanya kacamata. Kita pun perlu memperbaiki peng-

lihatan kita selama kita masih dapat melihat, sebab  

cahaya mata akan hilang sebelum cahaya hidup. Ketujuh, 

pintu-pintu di tepi jalan tertutup. Orang tua lebih suka 

tinggal di dalam rumah dan tidak peduli untuk keluar 

rumah guna mencari kesenangan. Bibir, yang yaitu  

pintu gerbang mulut, tertutup rapat sewaktu makan, 

sebab  gigi mereka sudah tidak ada lagi, dan bunyi 

penggilingan menjadi lemah, sehingga mereka tidak lagi 

berkuasa mengunyah daging di dalam mulut mereka 

seperti dahulu. Orang lanjut usia tidak mampu mencer-

na daging yang mereka makan, dan sebab nya, hanya 

sedikit hasil tuaian yang dibawa ke kilangan. Kedela-

pan, orang tua terbangun oleh kicauan burung. Orang 

lanjut usia tidak lagi tidur dengan nyenyak seperti layak-

nya orang muda, sebab  hal-hal kecil dapat mengganggu 

mereka, bahkan kicauan burung. Orang lanjut usia pun 

juga tidak bisa beristirahat sebab  batuk, sehingga 

terbangun tepat pada saat ayam berkokok sementara 

orang lain masih lelap dalam tidurnya. Selain itu, orang 

lanjut usia juga cenderung cemburu, gugup, dan penuh 

kekhawatiran, dan semuanya ini memutus tidur mereka 

dan membangunkan mereka segera. Orang lanjut usia 

cenderung percaya takhayul dan terbangun ketakutan 

saat  mendengar suara burung (KJV), seperti gagak atau 

burung hantu, yang oleh peramal dikatakan merupakan 

pertanda buruk. Kesembilan, semua penyanyi perem-

puan tunduk. Orang lanjut usia tidak lagi memiliki 

suara untuk bernyanyi atau telinga untuk menikmati 

musik, seperti yang dilakukan Salomo sewaktu muda 

dalam hal biduan-biduan, biduanita-biduanita, serta alat 

musik (KJV), (2:8). Orang lanjut usia semakin sulit 

mendengar serta sulit membedakan berbagai bunyi dan 

suara. Kesepuluh, mereka menjadi takut tinggi, gentar 

bepergian ke tempat-tempat tinggi, entah sebab  tidak 

dapat mencapainya sebab  napas yang pendek, atau 

tidak berani sebab  kepala mereka menjadi pusing atau 

tungkai mereka lelah, atau ketakutan sendiri sebab  

percaya bahwa semua yang tinggi akan jatuh menimpa 

mereka. Ketakutan ada di jalan, sehingga mereka tidak 

lagi bisa berjalan dengan gagah seperti dulu sebab  

takut bahwa semua yang ada di jalan akan menjungkir-

balikkan mereka. Kesebelas, pohon badam berbunga. 

Rambut orang tua memutih, sehingga kepala mereka 

menyerupai pohon badam yang sedang mekar. Pohon 

badam mekar sebelum pohon-pohon lainnya, sehingga 

tepat untuk menggambarkan betapa cepatnya usia tua 

berdampak dalam mengambil alih hidup manusia. Usia 

tua menghentikan pengharapan mereka dan tiba lebih 

cepat daripada yang diduga. Rambut putih muncul di 

sana sini di atas kepala mereka, dan mereka tidak 

menyadarinya. Kedua belas, belalang menyeret dirinya 

sendiri dengan susah payah dan nafsu makan tak dapat 

dibangkitkan lagi. (KJV: Belalang pun menjadi beban dan 

nafsu tak lagi memuaskan). Orang lanjut usia tidak 

mampu menahan beban seberat apa pun, bahkan beban 

yang paling ringan pun terasa berat baik bagi tubuh 

maupun pikiran mereka, dan hal yang remeh dapat me-

nenggelamkan dan mematahkan mereka. Belalang dalam 

hal ini mungkin merujuk kepada makanan yang diang-

gap sangat mudah dicerna (makanan Yohanes Pembap-

tis yaitu  belalang), namun  itupun terasa berat bagi pen-

cernaan orang tua, sehingga nafsu makan tak dapat di-

bangkitkan lagi. Ia tak lagi berselera menyantap daging, 

dan juga orang-orang wanita  tidak akan diindahkan-

nya, seperti sang raja di dalam Kitab Daniel 11:37. 

Orang lanjut usia kehilangan akal dan keinginan, se-

Kitab Pengkhotbah 12:1-7 

hingga kenikmatan duniawi bagi mereka menjadi ham-

bar dan tidak menarik. 

[2] Salomo kemungkinan menulis kitab ini saat  dia sendiri 

sudah berusia lanjut, sehingga ia dapat menyampaikan 

perasaannya akan kelemahan di usia senja, yang mung-

kin lebih cepat terasa baginya sebab  semasa mudanya 

ia sangat memuaskan diri dalam kenikmatan jasmani. 

Beberapa orang lanjut usia lebih dapat berbesar hati 

menerima kelemahan di usia senja dibandingkan de-

ngan orang lanjut usia lainnya, namun , sedikit banyak, 

hari-hari tua memang dan akan menjadi hari-hari 

malang yang hanya berisi sedikit kesenangan. Oleh ka-

rena itu, orang lanjut usia harus diperlakukan dengan 

sangat hormat dan mulia, agar mereka mempunyai se-

suatu untuk menyeimbangkan kesusahan hidup mere-

ka dan supaya kesusahan ini  tidak bertambah 

berat. Melihat semua ini, semakin tepatlah alasan kita 

untuk mengingat akan Pencipta kita pada masa muda 

kita, agar Ia mengingat budi baik kita saat  tiba hari-

hari yang malang, dan penghiburan-Nya akan men-

damaikan jiwa kita saat  kesenangan duniawi tiada 

lagi kita rasakan.   

(2) Pengkhotbah menunjukkan perubahan besar yang dibuat 

oleh kematian terhadap kita, yang dapat berarti dicegahnya 

atau berhentinya masa-masa kesusahan di usia senja. 

Tidak ada yang dapat menghalau kesusahan itu atau me-

nyembuhkannya. “Oleh sebab  itu, ingatlah akan Pencipta-

mu pada masa mudamu, sebab  kematian jelas mem-

bayangimu, bahkan mungkin sangat dekat denganmu, dan 

kematian yaitu  sesuatu yang berat, sehingga engkau 

harus mempersiapkan diri dengan teliti dan sungguh-

sungguh untuk menghadapinya.” 

[1] Kematian akan menempatkan kita ke dalam satu ke-

adaan yang tidak dapat diubah: manusia akan pergi ke 

rumahnya yang kekal, dan semua kesakitan dan kele-

mahan usia senja menjadi pembuka, dan berlanjut 

pada kepindahan yang pedih ini . Saat mati, manu-

sia pergi dari dunia ini dan dari segala pekerjaan dan 

kenikmatan. Manusia pergi selama-lamanya dan me-

ninggalkan semua keadaannya pada saat ini. Ia pergi ke 

rumahnya, sebab  di dunia ini manusia yaitu  seorang 

pendatang dan perantau. Baik roh maupun tubuhnya 

akan kembali ke tempat asal (ay. 7). Manusia pergi ber-

istirahat ke tempat di mana dia akan menetap. Manusia 

pergi ke rumahnya, ke tempat tinggal di dunianya (me-

nurut beberapa penafsir), sebab  dunia ini bukan du-

nianya. Ia pergi ke rumahnya yang baka, sebab  akan 

panjang hari-harinya berbaring di dalam kubur. Ia pergi 

ke rumahnya yang kekal, tidak hanya ke rumahnya dari 

mana dia tidak akan lagi kembali ke dunia ini, namun  

juga ke rumah tempat dia akan tinggal selamanya. 

Kenyataan ini seharusnya membuat kita tidak enggan 

menghadapi kematian, sebab  saat  mati, kita kembali 

pulang (KJV), dan bukankah kita rindu untuk pulang ke 

rumah Bapa? Ditambah lagi, dengan mengetahui bahwa 

kita akan pergi ke rumah yang kekal, menuju kemah 

abadi, kita seharusnya bergiat dalam mempersiapkan 

kematian.  

[2] Kematian akan menjadi peristiwa yang menyedihkan 

bagi para sahabat yang mengasihi kita. saat  manusia 

pergi ke rumahnya yang kekal, peratap-peratap ber-

keliaran di jalan (KJV), baik peratap sejati, seperti halnya 

kita, yang dibedakan melalui perilaku mereka saat  

mereka melintas di jalan, maupun peratap palsu yang 

disewa untuk menangisi orang mati guna mengarahkan 

dan membakar kesedihan peratap sejati. saat  kita 

mati, kita tidak hanya berpindah ke rumah duka di 

hadapan kita, namun  kita meninggalkan rumah duka di 

belakang kita. Air mata merupakan persembahan bagi 

orang mati, dan air mata, di antara persembahan lain-

nya, menjadikan kematian sebagai sesuatu yang berat. 

Bila semuanya ini tidak membuat kita menjadi peratap 

yang sejati dan beriman dalam hati, sia-sialah kita pergi 

ke rumah yang kekal, dan melihat peratap-peratap 

berkeliaran di jalan.  

[3] Kematian secara indah digambarkan akan meruntuh-

kan kerangka alam dan merobohkan kemah duniawi 

Kitab Pengkhotbah 12:1-7 

kita (ay. 6). Rantai perak, yang olehnya jiwa dan raga 

manusia disatukan dengan sangat baik, diputuskan, se-

hingga ikatan suci itu pun terlepas dan kedua sahabat 

lama itu pun terpaksa berpisah. Lalu mangkuk emas 

(KJV), yang menampung air kehidupan bagi kita, dipecah-

kan. Sesudah itu tempayan yang kita pakai untuk 

mengambil air yang senantiasa menunjang hidup kita 

dan menyembuhkan segala kelemahan yang ada, dihan-

curkan, bahkan di dekat mata air, sehingga tak lagi 

dapat dipergunakan. Roda timba (semua organ yang 

berperan mengumpulkan dan menyebarkan zat makan-

an) akan dirusakkan sehingga tak lagi berfungsi. Tubuh 

menjadi seperti jam yang mengalami kerusakan per. 

saat  semua roda gigi jam ini  berhenti bekerja 

dan diam, mesinnya pun dilepas satu demi satu hingga 

menjadi bagian-bagian kecil. Jantung tak lagi ber-

denyut, pun darah tak lagi beredar. Beberapa orang me-

nafsirkan bahwa hal ini menyangkut perhiasan dan 

peralatan hidup. Sewaktu kematian datang, orang kaya 

harus meninggalkan segala pakaian dan perabotan perak 

dan emas, orang miskin meninggalkan tempayan tanah 

liat, dan roda timba penimba air akan dirusakkan.  

[4] Kematian akan mengembalikan kita kepada keadaan 

kita yang semula (ay. 7). Manusia yaitu  ciptaan yang 

unik, perpaduan antara seberkas cahaya sorgawi dan 

segumpal tanah. Pada saat kematian, keduanya ter-

pisah, dan masing-masing kembali ke tempat asalnya. 

Pertama, tubuh, yang tidak lain yaitu  segumpal tanah 

liat, kembali menjadi tanah seperti semula. Tubuh ter-

cipta dari tanah. Baik tubuh Adam maupun tubuh kita, 

keduanya sama-sama terbuat dari tanah liat. Pada saat 

kematian, tubuh dikuburkan di dalam tanah, dan da-

lam waktu singkat akan melebur kembali menjadi 

tanah, tidak dapat dibedakan dengan tanah lainnya, 

tepat seperti kalimat berikut (Kej. 3:19), engkau debu 

dan engkau akan kembali menjadi debu. Oleh sebab  

itu, marilah kita tidak memuaskan hawa nafsu tubuh, 

atau memanjakannya (yang sesaat lagi akan menjadi 

santapan ulat), atau membiarkan dosa berkuasa lagi di 

dalam tubuh yang fana, sebab  dosa itu mematikan 

(Rm. 6:12). Kedua, roh, yaitu  seberkas cahaya itu, 

kembali kepada Tuhan  yang, saat  membentuk manusia 

dari debu tanah, menghembuskan nafas hidup ke dalam 

hidungnya, sehingga manusia itu menjadi makhluk yang 

hidup (Kej. 2:7), dan menciptakan roh di dalam setiap 

manusia di dalam diri-Nya. saat  api membakar kayu, 

nyalanya terus berkobar, meninggalkan abu yang kem-

bali menjadi tanah dari mana kayu itu bertumbuh. Roh 

tidaklah ikut mati bersama tubuh, melainkan dibebas-

kan dari cengkeraman dunia orang mati (Mzm. 49:16). 

Roh mampu hidup tanpa tubuh dan akan terus hidup 

bahkan saat  terpisah darinya, sama seperti lilin yang 

menyala dan semakin menyala saat  dikeluarkan dari 

kotak lentera yang gelap. Roh berpindah ke dunia roh, 

dan di sanalah roh itu akan bersekutu. Roh pergi ke-

pada Tuhan  yang yaitu  Hakim, untuk memberi pertang-

gungjawaban atas dirinya sendiri dan untuk ditempat-

kan entah bersama roh-roh yang di dalam penjara (1Ptr. 

3:19) atau bersama roh-roh di Firdaus (Luk. 23:43), 

menurut apa yang telah dikerjakannya saat  berada di 

dalam tubuh. Ini membuat kematian begitu menakut-

kan bagi orang fasik, sebab  rohnya pergi menghadapi 

Tuhan  sebagai sang Pembalas, dan begitu nyaman bagi 

orang saleh, yang rohnya pergi kepada Tuhan  sebagai 

Bapa. Ke dalam tangan-Nyalah para orang saleh dengan 

gembira memercayakan roh mereka melalui seorang 

Perantara, yang tanpa-Nya para pendosa gentar memi-

kirkan untuk pergi menghadap Tuhan .  

Kesimpulan dari Semuanya 

(12:8-12) 

8 Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata Pengkhotbah, segala sesuatu yaitu  sia-

sia. 9 Selain Pengkhotbah berhikmat, ia mengajarkan juga kepada umat itu 

pengetahuan. Ia menimbang, menguji dan menyusun banyak amsal. 10 Peng-

khotbah berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan dan menulis 

kata-kata kebenaran secara jujur. 11 Kata-kata orang berhikmat seperti 

kusa dan kumpulan-kumpulannya seperti paku-paku yang tertancap, diberi-

kan oleh satu gembala. 12 Lagipula, anakku, waspyaitu ! Membuat banyak 

artikel  tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan. 

Kitab Pengkhotbah 12:8-12 

 255 

Di sini, Salomo mendekati bagian akhir tulisannya, namun  ia enggan 

berpisah sampai dia sudah menyampaikan maksudnya dan meyakin-

kan para pendengar serta pembacanya untuk mencari kepuasan 

hanya di dalam Tuhan  dan di dalam melakukan kewajiban terhadap-

Nya, yang tidak akan didapat dari ciptaan.  

I. Ia mengulang kembali pernyataannya (ay. 8), 

1. Yang kebenarannya telah dipaparkan Pengkhotbah dengan 

utuh. Dengan berpusat pada pernyataan ini , ia menegas-

kan perannya di dalam khotbahnya, dan bahwa berbagai alas-

an beserta penerapan yang telah diuraikannya memang tepat 

sesuai tujuan.  

2. Yang ingin dia tanamkan baik kepada orang lain maupun 

dirinya sendiri agar selalu ada dan siap dipergunakan dalam 

segala keadaan. Kita melihat dalam kehidupan sehari-hari 

bahwa pernyataan ini memang terbukti. Oleh sebab  itu, biar-

lah pernyataan ini semakin nyata setiap hari: Kesia-siaan atas 

kesia-siaan, segala sesuatu yaitu  sia-sia. 

II. Ia menganjurkan kita untuk mempertimbangkan dengan sung-

guh-sungguh segala sesuatu yang telah ditulisnya mengenai hal 

ini menurut arahan dan inspirasi ilahi. Tulisan di dalam kitab ini 

benar adanya dan patut kita terima, sebab  

1. Tulisan ini lahir dari seorang yang menyesali perbuatannya, 

seorang petobat, yang mampu berbicara berdasarkan penga-

lamannya yang begitu kaya akan kesia-siaan dunia dan kebo-

dohan mengharapkan hal-hal besar dari dunia. Ia yaitu  

Coheleth, seorang yang dipanggil kembali dari pengembaraan-

nya dan berpulang kepada Tuhan  yang kepada-Nya ia telah 

memberontak. Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata si petobat. 

Semua petobat sejati menyadari kesia-siaan dunia, sebab  

mereka menemukan bahwa dunia tidak dapat melenyapkan 

beban dosa yang menghimpit mereka.  

2. Tulisan ini lahir dari seorang yang bijaksana, lebih bijaksana 

daripada semua manusia yang pernah ada, seorang yang 

dianugerahi hikmat yang luar biasa, termasyhur sebab nya di 

antara semua kerajaan tetangga, yang pergi mencarinya untuk 

menyaksikan hikmat, sehingga oleh sebab nya ia pantas 

menjadi hakim atas hal ini. Ia tidak hanya bijaksana sebagai 

seorang raja, namun  juga bijaksana sebagai seorang pengkhot-

bah, dan memang pengkhotbah memerlukan hikmat untuk 

memenangkan jiwa. 

3. Dia yaitu  seorang yang selalu berusaha berbuat baik, dengan 

dilandasi hikmat. Oleh sebab  ia berhikmat dan ia tahu bahwa 

hikmatnya tidak hanya untuk dirinya sendiri dan hikmatnya 

tidak keluar dari dirinya sendiri, ia mengajarkan juga kepada 

umat itu pengetahuan yang ia ketahui berguna bagi dirinya 

sendiri, dan berharap itu juga berguna bagi umat. Para raja 

menginginkan agar rakyat mereka terdidik baik dalam hal 

agama, dan mereka sendiri tanpa malu juga ingin diajari 

tentang pengetahuan yang baik akan Tuhan (KJV). sebab  itu 

raja wajib mengayomi para pelayan Tuhan yang tugasnya 

mengajari mereka, dan mengucapkan kata-kata pujian kepada 

mereka (2Taw. 30:22). Janganlah rakyat jelata diolok-olok 

bahkan oleh orang yang paling bijaksana atau paling hebat 

sekalipun, sebab  baik orang yang paling bijaksana maupun 

paling hebat sekalipun tidak layak atau tidak mampu mengerti 

pengetahuan yang baik itu. Bahkan mereka yang terdidik baik 

pun masih perlu diajar agar semakin bertumbuh di dalam 

pengetahuan.  

4. Ia berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk berbuat baik, 

berusaha mengajarkan kepada umat pengetahuan. Ia tidak 

meremehkan umat dengan pengajaran yang diberikannya. Ia 

tidak menganggap mereka orang-orang rendahan sedangkan 

dirinya seorang yang sangat berhikmat. Sebaliknya, ia mem-

pertimbangkan harga jiwa-jiwa yang diajarnya dan nilai pokok 

bahasan yang dikhotbahkannya. Ia menimbang segala sesuatu 

yang ia baca dan dengar dari orang lain, dan, sesudah  memper-

siapkan dirinya dengan baik, ia mengeluarkan harta yang baru 

dan yang lama dari perbendaharaannya. Ia menimbang ucapan 

dan tulisannya sendiri agar tepat dan jelas. Semua yang diker-

jakannya teliti dan terperinci.  

(1) Ia memilih cara khotbah yang paling membawa hasil, yaitu  

melalui amsal atau kalimat-kalimat pendek, yang akan le-

bih mudah dimengerti dan diingat daripada kalimat yang 

panjang dan bertele-tele. 

Kitab Pengkhotbah 12:8-12 


(2) Ia tidak berpuas diri dengan sedikit perumpamaan atau pe-

patah bijaksana saja dan mengulanginya berkali-kali, namun  

ia melengkapi diri dengan banyak amsal, beragam perkataan 

bernas, agar ia mampu berbicara di dalam setiap keadaan. 

(3) Ia tidak menyajikan pengamatan yang sudah jelas dan 

usang, namun  ia menguji (KJV: mencari dengan keras) peng-

amatan yang mengejutkan hati dan tidak biasa. Ia menggali 

dalam-dalam tambang pengetahuan dan tidak hanya me-

ngais apa yang ada di permukaan. 

(4) Ia tidak menyampaikan pokok bahasan dan pengamatan-

nya dengan acak menurut apa yang terlintas di pikirannya, 

namun  ia mengaturnya sedemikian rupa dan menyusunnya 

secara runut agar lebih kuat dan mengena. 

5. Ia menuliskan apa yang ingin dia kemukakan dengan cara 

yang menurutnya paling dapat diterima. Ia berusaha mendapat 

kata-kata yang menyenangkan, kata-kata yang menyukakan 

hati (ay. 10). Ia berhati-hati agar perkara yang baik tidak 

dirusak oleh gaya yang salah dan oleh ungkapan yang tidak 

berkenan dan tidak sesuai. Para hamba Tuhan  harus belajar 

bertutur tidak dengan kata-kata yang besar atau rumit, namun  

dengan kata-kata yang menyenangkan dan sedap didengar 

untuk membangun umat (1Kor. 10:33). Mereka yang hendak 

memenangkan banyak jiwa harus mengerjakannya melalui 

perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya. 

6. Apa yang ia tuliskan sebagai pengajaran bagi kita itu, tidak 

perlu diragukan lagi sangatlah tepat, dan dapat kita andalkan. 

Ia menulis secara jujur dan tulus, menurut perasaannya yang 

sesungguhnya, bahkan ia menulis kata-kata kebenaran, per-

nyataan tentang sesuatu yang tepat dan apa adanya. Siapa 

saja yang dipandu oleh perkataan pengkhotbah ini pasti tidak 

akan kehilangan arah. Apalah arti kata-kata yang menyenang-

kan bagi kita bila kata-kata itu tidak jujur dan tidak mengan-

dung kebenaran? Kebanyakan, kata-kata dipergunakan untuk 

hal-hal yang manis, untuk memuji, dan bukan untuk hal-hal 

yang benar (Yes. 30:10), namun  bagi orang-orang yang mema-

hami diri mereka sendiri beserta kepentingan mereka, kata-

kata kebenaran akan selalu menjadi kata-kata yang menye-

nangkan.                

7. Apa yang ia dan para orang kudus lain tuliskan akan sangat 

bermanfaat dan menguntungkan kita, terutama sebab  me-

makai penjelasan yang terperinci agar tertanam dalam benak 

kita (ay. 11). Perhatikan di sini,  

(1) Dua manfaat yang kita terima saat  kita dengan benar me-

nerapkan dan mengembangkan kebenaran ilahi, yang me-

mang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesa-

lahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik 

orang dalam kebenaran. Kebenaran ilahi berguna, 

[1] Menyemangati kita di dalam melakukan kewajiban iba-

dah kita. Kebenaran ilahi layaknya kusa (tongkat pemu-

kul) yang dipakai untuk sapi penarik bajak, membuat-

nya berjalan maju saat  lesu dan menggerakkannya 

agar cepat melangkah. Kebenaran Tuhan  membuat hati 

manusia sangat terharu (Kis. 2:37) dan membuat mere-

ka merenungkan diri saat  mereka lalai dan malas, 

dan memberi mereka semangat di dalam melakukan 

kewajiban mereka. Oleh sebab  perhatian dan perasaan 

kita mudah menjadi hambar dan datar, maka kita 

memerlukan kusa ini.  

[2] Menempa kita untuk terus bertahan di dalam kewajib-

an. Kebenaran ilahi layaknya pasak atau paku bagi 

orang yang bimbang dan goyah, untuk menancapkan 

mereka kepada kebaikan. Kebenaran ilahi itu layaknya 

kusa bagi orang yang lamban dan enggan berkarya, dan 

layaknya paku bagi orang yang tidak pasti dan melen-

ceng arah, sebagai alat untuk memantapkan hati dan 

membulatkan tekad agar kita tidak alpa mengerjakan 

tugas ataupun meninggalkannya. Biarlah apa yang baik 

di dalam diri kita ditancapkan dan menetap di tempat-

Nya yang kudus (Ezr. 9:8).  

(2) Dua cara menyampaikan kebenaran ilahi, supaya orang 

boleh meraih keuntungan darinya:  

[1] Melalui Kitab Suci, sebagai pedoman utama yang berisi 

kata-kata orang berhikmat, yaitu  para nabi yang disebut 

orang-orang bijaksana (Mat. 23:34). Perkataan di dalam 

Kitab Suci bersifat jelas dan pasti, sehingga kita kapan 

saja dapat kembali kepadanya dan menggunakannya se-

Kitab Pengkhotbah 12:8-12 


bagai kusa dan paku. Oleh Kitab Suci, kita dapat meng-

ajar diri sendiri. Biarkan firman Tuhan  menghampiri jiwa 

kita dengan tajam dan penuh kuasa, dan biarkan firman 

Tuhan  itu meninggalkan kesan yang mendalam dan ber-

tahan lama dalam hati kita sehingga memberi hikmat 

kepada kita dan menuntun kita kepada keselamatan. 

[2] Melalui penggembalaan. Agar lebih berfaedah bagi kita, 

kata-kata orang berhikmat sebaiknya disampaikan dan 

disematkan oleh para pemimpin persekutuan (KJV). Per-

sekutuan ibadah guna kebaktian merupakan lembaga 

ilahi yang sudah ada sejak lama, yang dimaksudkan 

untuk kemuliaan Tuhan  dan membangun gereja-Nya. 

Persekutuan ini tidak hanya ada untuk melayani umat, 

namun  memang penting untuk mencapai kedua tujuan 

tadi. Persekutuan haruslah memiliki pemimpin, yang 

yaitu  hamba-hamba Kristus, yang akan memimpin 

umat, menjadi penyambung lidah Tuhan  bagi umat-Nya 

dan penyambung lidah umat bagi Tuhan . Tugas mereka 

yaitu  menyematkan kata-kata orang berhikmat, dan 

menancapkannya seperti paku ke dalam sanubari, su-

paya firman Tuhan  menjadi seperti palu (Yer. 23:29).   

8. Apa yang tertulis dan dianjurkan bagi kita itu bersumber dari 

Tuhan . Meski sampai kepada kita melalui banyak tangan (para 

orang berhikmat, para pemimpin persekutuan), namun semua 

tulisan itu diberikan oleh satu gembala yang sama, yaitu  gem-

bala Israel yang agung, yang menggiring Yusuf sebagai kawan-

an domba (Mzm. 80:1). Tuhan  yaitu  sang Gembala yang, 

dengan Roh-Nya yang mulia, menyusun Kitab Suci, dan mem-

bantu pemimpin persekutuan dalam membuka dan menerap-

kan Kitab Suci. Kata-kata orang berhikmat ini yaitu  firman 

Tuhan  yang sejati, tempat jiwa kita dapat beristirahat. Dari sang 

Gembala itulah semua gembala atau hamba Tuhan harus 

menerima apa yang akan mereka sampaikan, dan berbicara 

menurut cahaya firman yang telah tertulis. 

9. Jika kita menggunakannya, tulisan suci yang diilhamkan oleh 

Tuhan  ini sudah cukup untuk memandu kita di jalan keba-

hagiaan sejati, sehingga kita tidak perlu berlelah-lelah mencari 

tulisan lain guna mengejar kebahagiaan (ay. 12): “Lagipula, 

tidak ada lagi yang harus disampaikan kepadamu selain bah-

wa membuat banyak artikel  tak akan ada akhirnya.” Ini berarti: 

(1) Perihal membuat banyak artikel . “Jika apa yang telah kutulis 

ini tidak mampu menyakinkanmu akan kesia-siaan dunia 

ini dan akan pentingnya kesalehan, maka sebanyak apa-

pun tulisan yang kubuat tidak akan pernah dapat meya-

kinkanmu.” Jika tujuan penulisan segala kitab yang ter-

muat di dalam Kitab Suci yang telah dianugerahkan Tuhan  

bagi kita, tidak kita capai, maka kita pun tetap tidak akan 

menggapai tujuannya meski kita memiliki Kitab Suci dua 

kali lebih banyak daripada yang kita miliki sekarang. 

Mustahil adanya, walaupun kita mempunyai sedemikian 

banyaknya kitab, hingga dunia ini tidak dapat memuatnya 

(Yoh. 21:25), dan mempelajari semuanya dengan keras 

hanya akan membingungkan kita dan melelahkan badan 

ketimbang menguntungkan bagi jiwa. Kita mempunyai 

sebanyak apa yang Tuhan  pandang tepat diberikan kepada 

kita, sebanyak yang Tuhan  pandang tepat untuk kita, dan 

yang Tuhan  pandang kita pantas menerimanya. Terlebih lagi 

mereka yang tidak menjadi sadar oleh segala tulisan ini, 

mereka juga tidak akan menjadi sadar oleh tulisan lain. 

Biarlah manusia menulis artikel  sebanyak-banyaknya untuk 

menuntun hidup, menulis sampai mereka kelelahan sendiri 

sebab nya, mereka tidak bisa memberi petunjuk yang lebih 

baik daripada yang kita terima dari firman Tuhan . Atau, 

(2) Perihal membeli banyak artikel  dan membuat kita menjadi 

tuan atasnya, dan tuan atas apa yang terkandung di da-

lamnya saat  kita mempelajarinya dengan seksama. Meski 

demikian, keinginan untuk belajar tetap tidaklah terpuas-

kan. artikel  jelas akan memberikan kepada seorang manu-

sia hiburan terbaik dan pencapaian terhebat yang dapat di-

berikan dunia, namun  bila artikel -artikel  ini  tidak mem-

buat kita waspada akan kesia-siaan dunia dan kesia-siaan 

pembelajaran manusia, di antara sekian macam kesia-

siaan yang ada, dan akan ketidakmampuannya membuat 

kita bahagia tanpa ketaatan sejati, maka celakalah kita 

sebab  tidak ada akhir yang dicapai maupun keuntungan 

yang didapat. Semuanya itu melelahkan tubuh namun  tidak 

pernah memuaskan jiwa. John Selden (filsuf Inggris yang 

Kitab Pengkhotbah 12:13-14 

hidup di abad ke-16 – pen.) yang hebat itu bahkan mem-

benarkan hal ini saat  dia menyadari bahwa di dalam 

semua artikel  yang pernah dibacanya, ia tidak menemukan 

sandaran bagi jiwanya, kecuali di dalam Kitab Suci, khusus-

nya Kitab Titus 2:11-12. Oleh sebab  itu, marilah kita selalu 

waspada dan siap siaga.       

Kesimpulan dari Semuanya 

(12:13-14) 

13 Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Tuhan  dan berpe-

ganglah pada perintah-perintah-Nya, sebab  ini yaitu  kewajiban setiap orang. 

14 sebab  Tuhan  akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku 

atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat. 

Pertanyaan besar yang diselidiki Salomo di dalam kitab ini yaitu  

apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah 

langit? (2:3). Apakah jalan yang benar menuju kebahagiaan sejati, 

cara yang pasti untuk mencapai tujuan akhir kita yang mulia? Ia 

telah menyelidiki dengan sia-sia semua hal yang dikejar sedemikian 

rupa oleh kebanyakan orang, namun  akhirnya sesudah  sekian lama, ia 

menemukan jawabannya, dengan bantuan Tuhan yang telah menye-

diakannya sejak dahulu kala bagi manusia (Ayb. 28:28), bahwa ke-

taatan penuh atau kesalehan yaitu  satu-satunya cara menuju 

kebahagiaan sejati. Marilah kita mendengar akhir kata dari segala 

perkara ini (KJV). Jawaban ini laksana suatu hasil penyidikan atas 

surat perintah penyelidikan dan buah dari pencarian yang dikerjakan 

dengan tekun. Engkau akan memiliki segala sesuatu yang telah ku-

selidiki dalam dua kata. Pengkhotbah tidak berkata, Harap kamu 

mendengarnya, namun  Marilah kita mendengarnya, sebab  para 

pengajar sendiri harus turut menjadi pendengar dari firman yang 

mereka ajarkan kepada orang lain, dan harus mendengarnya sendiri 

seperti dari Tuhan . Mereka yang mengajar orang lain dan tidak diri 

mereka sendiri yaitu  para pengajar yang setengah-setengah dalam 

mengajar (Rm. 2:21). Setiap firman Tuhan itu murni dan tak ternilai 

harganya, namun  beberapa kata memang perlu mendapat perhatian 

khusus, seperti yang dilakukan oleh kaum Masoret (kaum yang mem-

pelajari catatan-catatan Kitab Suci Yahudi yang disusun oleh para 

penyalin naskah pada seribu tahun pertama Masehi.) dengan meng-

awali firman Tuhan dengan huruf besar, seperti pada Kitab Ulangan 

6:4. Salomo sendiri menaruh nota bene (sebuah kata perhatian) di 

awal kalimat agar pembaca memperhatikannya dengan seksama, Ma-

rilah kita mendengar akhir kata dari segala perkara ini (KJV). Perhati-

kan di sini, 

I. Simpulan dari agama. Dengan mengesampingkan semua perde-

batan yang meragukan, maka beriman berarti takut akan Tuhan  

dan berpegang kepada perintah-perintah-Nya.  

1. Akar dari agama yaitu  sikap takut akan Tuhan yang bertahta 

di dalam hati, memuliakan keagungan-Nya, tunduk kepada 

kewenangan-Nya, dan gentar terhadap kemarahan-Nya. Takut 

akan Tuhan berarti menyembah Tuhan, memberi-Nya hormat 

sebab  nama-Nya, di dalam semua bakti kita yang sejati, baik 

lahiriah maupun batiniah (lihat Why. 14:7). 

2. Peraturan agama yaitu  hukum Tuhan yang disampaikan 

dalam Kitab Suci. Sikap takut akan Tuhan harus diajarkan 

melalui ketetapan-ketetapan-Nya (Yes. 29:13) yang harus kita 

pegang dan jalani senantiasa. Di manapun sikap takut akan 

Tuhan bertakhta di dalam hati, akan ada rasa hormat kepada 

perintah-perintah-Nya dan kepedulian untuk menjaganya. Bila 

kita tidak mengerjakan kewajiban kita kepada-Nya, sia-sia saja 

kita berpura-pura untuk takut akan Tuhan . 

II. Makna besar di baliknya yaitu  bahwa ini yaitu  kewajiban se-

tiap orang. Takut akan Tuhan dan berpegang kepada perintah-Nya 

merupakan tanggung jawab dan kebahagiaan setiap orang. Selu-

ruh amanat yang dipercayakan kepada kita terangkum di sini dan 

semua kesejahteraan kita tergantung kepadanya. Ini patut dire-

nungkan semua orang dan harus menjadi senantiasa perhatian 

utama. Inilah inti pemikiran semua orang yang harus dipikirkan 

setiap waktu. Kaya atau miskin, tinggi atau rendah, semuanya 

tidak berarti bagi manusia. namun  , masalah pokok yang 

patut dikerjakan manusia dalam segala hal yaitu  takut akan 

Tuhan dan mengerjakan perintah-Nya.  

III. Hal yang sangat mendukung pernyataan ini (ay. 14). Kita akan 

menyaksikan dampak yang begitu besar dari ketaatan kita. Bila 

kita mempertimbangkan ayat ini  dengan seksama, setiap 

kita harus segera menyerahkan diri masing-masing kepada Tuhan . 

Kitab Pengkhotbah 12:13-14 

 263 

Dengan demikian, Pengkhotbah menentang hidup yang menggiur-

kan dan mematikan (11:9). Demi hidup beriman, Tuhan  akan mem-

bawa setiap perbuatan ke pengadilan. Perhatikan, 

1. Akan datang penghakiman, yang melaluinya tempat di mana 

tiap manusia akan tinggal selama-lamanya akan ditentukan 

untuk terakhir kalinya.  

2. Tuhan  sendiri yaitu  Hakimnya, antara Tuhan  dan manusia, 

bukan saja sebab  Ia berhak menghakimi, namun juga sebab  

secara sempurna pantas untuk menghakimi, dan Ia bijak dan 

adil tak terbatas.  

3. Setiap perbuatan akan dibawa ke pengadilan, bahkan harus 

dibawa ke pengadilan dan diungkap kembali. Pada hari peng-

hakiman itu, segala sesuatu yang dilakukan di dalam hidup 

akan disingkap.  

4. Hal utama yang diadili dari setiap perbuatan yaitu  apakah 

perbuatan itu baik atau jahat, sesuai dengan kehendak Tuhan 

atau melanggar kehendak Tuhan. 

5. Bahkan segala sesuatu yang tersembunyi, baik atau jahat, 

akan terkuak dan dihakimi di dalam pengadilan pada hari 

penghakiman (Rm. 2:16). Tidak ada perbuatan baik atau jahat 

yang tersembunyi, semuanya akan terungkap. 

6. Mengingat penghakiman yang akan datang itu, dan betapa ke-

rasnya penghakiman itu, maka kita harus bersungguh-sung-

guh di dalam menjalani hidup bersama Tuhan  dan melakukan 

tugas panggilan kita dengan gembira.  

 

 

 

 

 

Tafsiran  

Kitab Kidung Agung 


egala tulisan dalam Kitab Suci yang, kita yakin, diilhamkan Tuhan  

memang bermanfaat untuk menyokong dan memajukan kepen-

tingan-kepentingan kerajaan-Nya di antara manusia. Dan tulisan itu 

tidak pernah berkurang manfaatnya walaupun di dalamnya ditemu-

kan beberapa hal yang gelap dan sukar dipahami, sehingga orang-

orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, 

memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri. Dalam 

kepercayaan kita bahwa kitab ini mempunyai asal-usul ilahi dan juga 

penjelasan rohani, kita diteguhkan oleh kesaksian yang ada sejak 

dulu, yang tetap, dan saling bersesuaian baik dari jemaat Yahudi, 

yang kepada mereka dipercayakan firman Tuhan , dan yang tidak 

pernah meragukan kewenangan artikel  ini, maupun dari jemaat Kris-

ten, yang dengan bahagia menggantikan jemaat Yahudi dalam meng-

emban kepercayaan dan kehormatan untuk memelihara firman Tuhan . 

I. Harus diakui, pada satu sisi, bahwa jika orang yang jarang mem-

baca Kitab Kidung Agung ini ditanya, seperti yang ditanyakan 

kepada sida-sida, mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?, ia 

akan mempunyai lebih banyak alasan daripada sida-sida itu un-

tuk berkata, bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada 

yang membimbing aku? Kitab-kitab sejarah dan nubuatan dalam 

Kitab Suci sangat serupa satu dengan yang lain, namun  Kidung 

Salomo ini sangat tidak serupa dengan kidung-kidung Daud, 

ayahnya. Di sini tidak ada nama Tuhan . Kitab ini tidak pernah 


dikutip dalam Perjanjian Baru. Kita tidak menemukan di dalam-

nya ungkapan-ungkapan apa saja tentang agama asali atau iba-

dah yang saleh. Bahkan, kitab ini tidak didahului dengan peng-

lihatan, atau suatu tanda pewahyuan langsung. Tampaknya kitab 

ini, seperti bagian mana saja dari Kitab Suci, sulit untuk dijadi-

kan bau kehidupan yang menghidupkan. Bahkan, bagi orang-

orang yang membacanya dengan pikiran yang dipenuhi nafsu 

kedagingan dan perasaan-perasaan yang bobrok, ada bahaya 

kitab ini dijadikan bau kematian yang mematikan. Ini yaitu  

bunga yang darinya mereka mengisap racun. Oleh sebab  itu, 

para ahli agama Yahudi menasihati kaum muda mereka untuk 

tidak membacanya sampai mereka berusia tiga puluh tahun, 

supaya jangan sampai dengan menyalahgunakan apa yang paling 

murni dan suci (horrendum dictu – ngeri untuk dikatakan!), kobar-

an nafsu dibakar oleh api dari langit, yang sebenarnya dimaksud-

kan untuk membakar mezbah saja. namun ,  

II. Harus diakui, pada sisi lain, bahwa dengan bantuan dari banyak 

pemandu setia yang kita miliki untuk memahaminya, kitab ini 

tampak sebagai pancaran cahaya sorgawi yang sangat terang dan 

kuat, yang secara mengagumkan cocok untuk menyemangati 

perasaan-perasaan saleh dan taat dalam jiwa-jiwa yang kudus, 

untuk menarik keinginan-keinginan mereka terhadap Tuhan , un-

tuk meningkatkan kesukaan mereka di dalam Dia, dan memper-

dalam pengenalan dan persekutuan mereka dengan-Nya. Kitab ini 

yaitu  sebuah kiasan. Pernyataannya mematikan orang-orang 

yang berhenti di situ saja dan tidak melihat lebih jauh, namun  

rohnya memberi hidup (2Kor. 3:6; Yoh. 6:63). Kitab ini yaitu  

sebuah perumpamaan, yang membuat perkara-perkara ilahi 

menjadi lebih sulit bagi orang-orang yang tidak mencintainya, 

namun  lebih jelas dan menyenangkan bagi orang-orang yang men-

cintainya (Mat. 13:14, 16). Orang-orang Kristen yang berpeng-

alaman mendapati di sini padanan dari pengalaman-pengalaman 

mereka, dan bagi mereka kitab ini dapat dimengerti, sementara 

orang-orang yang tidak memahami atau menikmatinya, mereka 

itu tidak mempunyai bagian atau hak dalam perkara ini. Kitab ini 

yaitu  sebuah kidung, sebuah epithalamium, atau nyanyian per-

kawinan, yang di dalamnya, melalui ungkapan-ungkapan kasih 

antara mempelai laki-laki dan mempelai wanita nya, dikete-

 Tafsiran Kitab Kidung Agung Disertai Renungan Praktis 

ngahkan dan digambarkan rasa saling menyayangi yang ada di 

antara Tuhan  dan sisa khusus umat manusia. Kitab ini mengan-

dung ajaran untuk penggembalaan. Mempelai wanita  dan 

mempelai laki-laki, untuk menggambarkan secara lebih hidup 

kerendahan hati dan kemurnian, diketengahkan sebagai gembala 

dan gembala wanita . Nah,  

1. Kidung ini dapat dengan mudah dipahami dalam pengertian 

rohani ditujukan kepada jemaat Yahudi, yang untuk keperlu-

annya kitab ini pertama-tama digubah, dan memang dahulu-

nya dipahami demikian, seperti yang tampak melalui terjemah-

an bahasa Aram dan para penfasir Yahudi yang paling kuno. 

Tuhan  mempersunting umat Israel bagi diri-Nya sendiri. Ia 

mengikat perjanjian dengan mereka, dan itu yaitu  perjanjian 

pernikahan. Ia sudah memberikan bukti-bukti berlimpah akan 

kasih-Nya terhadap mereka, dan menuntut dari mereka su-

paya mereka mengasihi-Nya dengan segenap hati dan jiwa me-

reka. Penyembahan berhala, dan menyayangi berhala-berhala, 

sering kali dikatakan sebagai perzinahan rohani, yang untuk 

mencegahnya kidung ini dituliskan. Kidung ini menggambar-

kan kepuasan yang dirasakan Tuhan  terhadap Israel, dan yang 

harus dirasakan Israel terhadap Tuhan . Kidung ini mendorong 

mereka untuk terus setia kepada-Nya, meskipun mungkin ada 

kalanya Ia tampak menarik diri dan menyembunyikan diri-Nya 

dari mereka. Kidung ini juga mendorong mereka untuk me-

nantikan penyataan diri-Nya yang lebih jauh dalam Mesias 

yang dijanjikan.  

2. Kitab ini dapat dengan lebih mudah dipahami dalam pengerti-

an rohani ditujukan kepada jemaat Kristen, sebab  kerendah-

an diri dan penyampaian-penyampaian kasih ilahi tampak le-

bih kaya dan bebas terjadi di bawah Injil daripada di bawah 

hukum Taurat, dan hubungan antara sorga dan bumi lebih 

akrab. Tuhan  kadang-kadang berbicara tentang diri-Nya sebagai 

suami dari jemaat Yahudi (Yes. 64:5; Hos


Related Posts:

  • pengkhotbah kidungagung 8 gkhotbah 11:1-6 memperoleh kebaikan. Jika kita hanya berdiam diri saja sam-bil membesar-besarkan setiap kesulitan yang kecil dan mem-buatnya lebih buruk lagi, merasa berat hati dan membayang-kan kesusahan dan bahay… Read More