gkhotbah 11:1-6
memperoleh kebaikan. Jika kita hanya berdiam diri saja sam-
bil membesar-besarkan setiap kesulitan yang kecil dan mem-
buatnya lebih buruk lagi, merasa berat hati dan membayang-
kan kesusahan dan bahaya padahal itu tidak ada, maka kita
tidak akan pernah maju, apalagi sampai menuntaskan peker-
jaan kita, atau menghasilkan sesuatu. Jika petani sampai
menolak atau meninggalkan pekerjaan menaburnya setiap kali
ada awan datang, dan tidak mau menuai setiap kali ada angin
badai, maka tidak ada yang dilakukannya selain merusakkan
hasil pertaniannya pada akhir tahun. Kewajiban-kewajiban
agama itu penting seperti menabur dan menuai, dan akan
balik memberikan keuntungan yang sama banyaknya bagi diri
kita sendiri. Kejadian-kejadian yang mengecilkan hati yang
kita jumpai dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban ini ha-
nyalah seperti angin dan awan, yang tidak akan membahaya-
kan kita. Dengan sedikit keberanian dan kebulatan hati,
semuanya itu bisa dilewati dengan ringan dan mudah. Perhati-
kanlah, orang-orang yang dihambat dan dihalau oleh kesulit-
an-kesulitan yang sebenarnya kecil saja, hingga tidak mau
melakukan kewajiban-kewajiban yang besar dan nyata, mere-
ka itu tidak akan pernah mewujudkan apa pun dalam ibadah
agamanya. Sebab selalu saja akan muncul angin ini dan itu,
awan ini dan itu, setidak-tidaknya dalam khayalan pikiran
kita, untuk mengecilkan hati kita. Angin dan awan ada di
tangan Tuhan , dirancang untuk menguji kita, dan Kekristenan
kita mewajibkan kita untuk bertahan menanggung kesulitan.
4. Sebagian orang akan berkata, “Kami tidak melihat dengan cara
bagaimana apa yang kami habiskan dalam perbuatan amal
akan benar-benar kembali kepada kami. Kami tidak pernah
mendapati diri kami lebih kaya. Mengapa kami harus bergan-
tung pada janji umum tentang berkat yang akan diterima oleh
orang yang murah hati, kecuali kami bisa melihat caranya
untuk menantikan datangnya berkat itu?” Terhadap pertanya-
an ini Salomo menjawab, “Engkau tidak mengetahui pekerjaan
Tuhan , juga tidak sepatutnya engkau mengetahuinya. Yakinlah
saja bahwa Ia akan menepati janji yang diucapkan-Nya itu,
walaupun Ia tidak memberi tahu engkau bagaimana, atau
dengan jalan mana, dan walaupun Ia hanya bekerja sendiri
melalui suatu cara, sesuai dengan putusan-putusan hikmat-
Nya yang tak terselami. Ia akan bekerja, dan tak seorang pun
akan menghalangi-Nya. namun juga Ia akan bekerja dan tak
seorang pun akan memerintah atau mengatur-Nya. Berkat itu
akan bekerja tanpa terasa dan tak terelakkan. Pekerjaan Tuhan
pasti akan sesuai dengan firman-Nya, apakah kita melihatnya
atau tidak.” Ketidaktahuan kita akan pekerjaan Tuhan ditun-
jukkan Salomo, dalam dua contoh:
(1) Kita tidak mengetahui jalan Roh, jalan angin (demikian me-
nurut sebagian orang). Kita tidak tahu dari mana ia datang
atau ke mana ia pergi, atau kapan ia akan berbalik. Namun
demikian, para pelaut siap sedia menantikannya, sampai
angin itu berputar dengan cara yang menguntungkan me-
reka. Demikian pula kita harus melakukan kewajiban kita,
dengan menantikan waktu yang ditetapkan untuk berkat.
Atau itu bisa dipahami sebagai jiwa manusia. Kita tahu
bahwa Tuhan menciptakan kita, dan memberi kita jiwa ini,
namun bagaimana jiwa itu masuk ke dalam tubuh ini, ber-
satu dengannya, menghidupkannya, dan bekerja atasnya,
kita tidak tahu. Jiwa yaitu misteri bagi dirinya sendiri,
maka tidak heran jika pekerjaan Tuhan yaitu misteri bagi
kita.
(2) Kita tidak tahu bagaimana tulang-tulang dibentuk dalam
rahim seorang wanita yang mengandung. Kita tidak
bisa menggambarkan cara pembentukan tubuh atau
dimasukinya tubuh oleh jiwa. Kedua-duanya, kita tahu,
yaitu pekerjaan Tuhan , dan kita menerima pekerjaan-Nya,
namun kita tidak dapat, dalam kedua hal itu, melacak cara
kerjanya. Kita tidak meragukan kelahiran bayi yang
dikandung, meskipun kita tidak tahu bagaimana bayi itu
dibentuk. Jadi tidaklah perlu kita meragukan penepatan
janji-Nya, meskipun kita tidak memahami bagaimana
segala sesuatu bekerja bagi penggenapannya. Dan kita
dapat memercayai Tuhan dengan baik untuk menyediakan
bagi kita apa yang mencukupi, dan tidak usah khawatir
dan gelisah, sebab Ia akan membalaskan perbuatan amal
kita. Kita sendiri tidaklah tahu atau dapat memperkirakan
bagaimana tubuh kita dijadikan secara menakjubkan di
tempat yang tersembunyi dan jiwa kita menemukan jalan
masuk ke dalamnya. Dan dengan demikian alasannya
Kitab Pengkhotbah 11:1-6
sama, dan ditegaskan untuk maksud yang sama, dengan
alasan yang dipakai Juruselamat kita (Mat. 6:25), bahwa
hidup itu, jiwa yang hidup yang telah diberikan Tuhan
kepada kita, lebih penting dari pada makanan. Dan tubuh
itu, yang telah dijadikan Tuhan untuk kita, lebih penting dari
pada pakaian. Oleh sebab itu, biarlah kita bergantung saja
dengan hati gembira kepada Dia, yang telah melakukan
yang lebih besar untuk kita, untuk berbuat yang lebih
kecil.
5. Sebagian orang berkata, “Kami sudah bermurah hati, sudah
memberikan banyak kepada orang miskin, dan sekalipun
begitu kami belum pernah melihat balasan apa pun untuk itu.
Berhari-hari sudah berlalu, dan kami belum mendapatnya
kembali.” Untuk keberatan ini, Salomo menjawab (ay. 6),
“Walaupun begitu, lanjutkan saja, teruslah bertekun dalam
berbuat baik. Jangan lewatkan satu kesempatan pun. Tabur-
kanlah benihmu pagi-pagi hari, pada orang-orang yang pantas
mendapat amal, yang menunjukkan diri mereka pagi-pagi. Dan
janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang
hari, dengan berdalih bahwa engkau kelelahan. Begitu engkau
mempunyai kesempatan, berbuat baiklah, dengan satu atau
lain cara, sepanjang hari, seperti petani menjaga benihnya dari
pagi sampai malam. Pada pagi hari masa muda, berilah dirimu
untuk berbuat baik. Berikanlah sedikit dari yang engkau miliki
untuk memulai dunia dengannya. Dan pada petang hari masa
tua, janganlah menyerah pada godaan yang biasanya menjerat
orang tua untuk bersifat kikir. Bahkan pada saat tua pun
janganlah memberi istirahat kepada tanganmu, dan jangan
berpikir untuk mundur dari berbuat amal dengan alasan akan
menggantikannya dengan wasiat amal. namun tetaplah berbua-
tlah baik sampai akhir, sebab engkau tidak mengetahui
perbuatan amal dan kesalehan yang mana yang akan berhasil,
baik untuk orang lain maupun untuk dirimu sendiri, apakah
ini atau itu, namun engkau mempunyai alasan untuk berharap
bahwa kedua-duanya sama baik. Janganlah kita jemu-jemu
berbuat baik, sebab jika sudah datang waktunya, pada
waktu Tuhan , dan itu yaitu waktu yang terbaik, kita akan
menuai” (Gal. 6:9). Hal ini dapat diterapkan pada perbuatan
amal rohani, yaitu upaya-upaya kita yang saleh demi kebaikan
jiwa-jiwa lain. Marilah kita meneruskan upaya-upaya itu, se-
bab, meskipun kita sudah lama bekerja dengan sia-sia, kita
bisa melihat keberhasilannya pada akhirnya. Hendaklah ham-
ba-hamba Tuhan, pada masa-masa mereka menabur benih,
menabur pada pagi dan petang hari. Sebab siapa tahu yang
mana yang akan berhasil?
Peringatan kepada Orang Muda;
Nasihat untuk Hidup Saleh Sejak Dini
(11:7-10)
7 Terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata; 8 oleh
sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalam-
nya, namun hendaklah ia ingat akan hari-hari yang gelap, sebab banyak
jumlahnya. Segala sesuatu yang datang yaitu kesia-siaan. 9 Bersukarialah,
hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa
mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, namun
ketahuilah bahwa sebab segala hal ini Tuhan akan membawa engkau ke
pengadilan! 10 Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan
dari tubuhmu, sebab kemudaan dan fajar hidup yaitu kesia-siaan.
Di sini ada peringatan baik kepada orang tua maupun orang muda,
untuk memikirkan kematian, dan bersiap-siap menghadapinya. Sete-
lah mengajar kita melalui banyak ajaran yang unggul tentang bagai-
mana hidup dengan baik, sang pengkhotbah sekarang tiba, di peng-
hujung khotbahnya, untuk mengajar kita bagaimana mati dengan
baik, dan mengingatkan kita akan kesudahan kita.
I. Ia mengarahkan perhatiannya kepada orang-orang yang sudah lan-
jut usia, menulis kepada mereka sebagai para bapak, untuk meng-
gugah mereka supaya memikirkan kematian (ay. 7-8). Di sini ada,
1. Pengakuan yang masuk akal akan manisnya hidup, yang
dialami orang tua dari pengalaman: Terang itu menyenangkan.
Terang matahari demikian. Dan melihat matahari itu baik bagi
mata. Terang yaitu hal pertama yang diciptakan dalam
pembentukan dunia yang besar, seperti halnya mata yaitu
salah satu hal yang pertama diciptakan dalam pembentukan
tubuh, dunia yang kecil. Sungguh menyenangkan melihat
terang. Orang kafir begitu terpesona dengan kesenangannya
hingga mereka menyembah matahari. Sungguh menyenangkan
melihat hal-hal lain melaluinya, banyak pemandangan yang
Kitab Pengkhotbah 11:7-10
menyenangkan yang diberikan dunia ini kepada kita. Terang
hidup itu menyenangkan. Terang dipahami sebagai hidup
(Ayb. 3:20, 23). Tidak dapat dipungkiri bahwa hidup itu manis.
Hidup itu manis bagi orang-orang jahat sebab bagian mereka
yaitu dalam hidup ini. Hidup itu manis bagi orang-orang baik
sebab mereka memiliki kehidupan ini sebagai waktu persiap-
an mereka untuk kehidupan yang lebih baik. Hidup itu manis
bagi semua orang. Alam mengatakannya demikian, dan itu
tidak bisa dibantah. Tidak pula kematian dapat diinginkan un-
tuk kematian itu sendiri, namun ditakuti, kecuali sebagai akhir
dari kejahatan-kejahatan pada saat ini atau jalan menuju
kebaikan di masa depan. Hidup itu manis, dan sebab itu kita
perlu melipatgandakan kewaspadaan kita, supaya kita tidak
terlalu mencintai hidup ini.
2. Peringatan untuk memikirkan kematian, bahkan di tengah-
tengah kehidupan, di saat saat kehidupan itu paling manis
hingga kita teramat cenderung melupakan kematian: Jikalau
orang panjang umurnya, hendaklah ia ingat akan hari-hari
yang gelap yang akan datang. Di sini ada,
(1) Hari musim panas yang harusnya dinikmati. Bahwa kehi-
dupan mungkin terus berjalan untuk waktu yang lama,
bahkan bertahun-tahun, dan bahwa, oleh kebaikan Tuhan ,
kehidupan bisa dibuat menyenangkan dan orang dapat
bersukacita di dalamnya. Ada orang-orang yang panjang
umurnya di dunia ini, terhindar dari banyak bahaya, mene-
rima banyak rahmat, dan sebab itu merasa aman bahwa
mereka tidak akan kekurangan kebaikan, dan bahwa tidak
ada kejahatan yang akan menimpa mereka. Bahwa kendi
yang sudah begitu sering dipakai pulang pergi dari sumur
dengan aman dan utuh tidak akan pernah kembali ke
rumah dengan rusak. namun siapakah orang-orang yang
panjang umur dan bersukacita di dalamnya itu? Sungguh
malang! Tak seorang pun. Kita hanya memiliki berjam-jam
sukacita selama berbulan-bulan dukacita. Namun demi-
kian, sebagian orang bersukacita dalam tahun-tahun mere-
ka, tahun-tahun mereka yang banyak, lebih daripada orang
lain. Jika kedua hal ini bertemu, yaitu keadaan yang mak-
mur dan semangat yang gembira, maka keduanya memang
dapat melakukan banyak hal untuk membuat orang mam-
pu bersukacita di dalamnya. Namun demikian, keadaan
yang paling makmur sekalipun bercampur dengan hal-hal
yang mengurangi kemakmuran itu, dan semangat yang
paling gembira sekalipun ada kesedihannya juga. Orang-
orang berdosa yang riang sekalipun merasakan kecemasan-
kecemasan yang menyedihkan, dan orang-orang kudus
yang ceria merasakan dukacita-dukacita mereka yang penuh
rahmat. Dengan demikian, hanya ada anggapan belaka, dan
bukan kenyataan yang sebenarnya, bahwa orang bisa pan-
jang umur dan bersukacita di dalamnya. namun ,
(2) Di sini malam musim dingin diingatkan untuk dinantikan
sesudah siang musim panas ini: Namun hendaklah orang
tua yang bergembira ini ingat akan hari-hari yang gelap,
sebab banyak jumlahnya. Perhatikanlah,
[1] Ada hari-hari yang gelap yang akan datang, hari-hari di
mana kita terbaring di dalam kubur. Di sana jasad kita
akan terbaring di dalam gelap. Di sana mata tidak meli-
hat, matahari tidak bersinar. Kegelapan maut diperten-
tangkan dengan terang hidup. Kubur yaitu negeri
yang gelap (Ayb. 10:21).
[2] Hari-hari yang gelap itu akan banyak jumlahnya. Hari-
hari di mana kita terbaring di bawah tanah akan lebih
banyak daripada hari-hari kita hidup di atas tanah.
Hari-hari hidup itu banyak jumlahnya, namun bukan tak
terhingga. Sekalipun banyak, hari-hari itu akan ter-
hitung dan berakhir sampai langit hilang lenyap (Ayb.
14:12). Sama seperti siang yang paling panjang akan
berakhir dengan malam, demikian pula malam yang
paling panjang akan berakhir dengan pagi.
[3] yaitu baik bagi kita untuk sering mengingat hari-hari
yang gelap itu, supaya kita tidak meninggikan diri da-
lam kesombongan, atau terlena dalam rasa aman yang
bersifat kedagingan, atau bahkan terhanyut dalam per-
buatan-perbuatan yang tidak senonoh oleh kegembira-
an yang sia-sia.
[4] Kendati dengan berlanjutnya kehidupan untuk waktu
yang lama, dan banyaknya penghiburan darinya, na-
mun kita harus ingat hari-hari yang gelap, sebab hari-
hari itu pasti akan datang, dan hari-hari itu akan
Kitab Pengkhotbah 11:7-10
datang dengan tidak begitu mengerikan jika kita sudah
memikirkannya sebelumnya.
II. Salomo mengarahkan perhatiannya kepada kaum muda, dan me-
nulis kepada mereka sebagai anak-anak, untuk menggugah mereka
supaya memikirkan kematian (ay. 9-10). Di sini kita mendapati,
1. Pengakuan yang disertai sindiran akan kesia-siaan dan kese-
nangan-kesenangan masa muda: Bersukarialah, hai pemuda,
dalam kemudaanmu. Sebagian orang memahami ini sebagai
nasihat yang diberikan kepada para pemuda oleh orang-orang
yang tidak percaya adanya Tuhan dan yang mementingkan
kenikmatan badani. Saran-saran demikian penuh racun, yang
ditentang oleh Salomo dalam penutup ayat ini dengan mem-
berikan obat penawarnya yang ampuh. namun perkataan itu
lebih tegas jika kita pahami, seperti yang pada umumnya
diakui, sebagai suatu sindiran, seperti perkataan Elia kepada
para imam Baal (panggillah lebih keras, bukankah dia Tuhan ?),
atau perkataan Mikha kepada Ahab (pergilah ke Ramot-Gilead,
dan kamu akan beruntung), atau perkataan Kristus kepada
murid-murid-Nya, tidurlah sekarang. “Bersukarialah, hai pe-
muda, dalam kemudaanmu, hiduplah dengan gembira, ikutilah
kesukaan-kesukaanmu, dan nikmatilah kesenangan-kesenang-
anmu. Biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, menggem-
birakanmu dengan angan-angannya dan harapan-harapannya
yang bodoh. Hiburlah dirimu dengan mimpi-mimpimu yang
menyenangkan. Turutilah keinginan hatimu. Lakukanlah apa
saja yang terbersit dalam pikiranmu, dan kerjakan saja apa
yang dapat memuaskan nafsu inderawimu. Quicquid libet, licet
– Jadikanlah kehendakmu sebagai hukummu. Turutilah keingin-
an hatimu, dan biarlah hatimu mengikuti pandangan matamu,
hati yang mengembara mengikuti mata yang berkeliaran. Apa
yang menyenangkan di matamu sendiri, lakukanlah itu, tidak
peduli menyenangkan di mata Tuhan atau tidak.” Salomo ber-
bicara dengan menyindir seperti itu kepada kaum muda untuk
menyiratkan,
(1) Bahwa inilah apa yang akan dia lakukan, dan yang dengan
senang hati akan diperbolehkannya untuk dilakukan, yang
di dalamnya ia menempatkan kebahagiaannya dan yang
kepadanya hatinya terpatri.
(2) Bahwa ia berharap semua orang di sekelilingnya akan mem-
berinya nasihat ini, akan menubuatkan kepadanya hal-hal
yang mulus seperti ini. Ia tidak akan menerima nasihat yang
bertentangan dengan ini, dan menganggap orang-orang yang
memintanya untuk mengendalikan diri dan bersungguh-
sungguh dengan hidup sebagai musuhnya.
(3) Untuk membukakan kebodohannya, dan betapa tidak ma-
suk akalnya jalan hidup yang mementingkan kenikmatan
badani. Gambaran yang lengkap tentang kenikmatan badani
itu, jika orang mau melihat segala sesuatu secara utuh dan
menilainya tanpa memihak, sudah cukup untuk menunjuk-
kan betapa bertentangan dengan akal budi orang-orang yang
hidup seperti itu. Hal ini jelas akan kelihatan tanpa terban-
tahkan, jika perkaranya dibuka sejelas-jelasnya.
(4) Untuk menunjukkan bahwa jika orang menyerahkan diri
mereka ke jalan hidup seperti ini, maka adillah bagi Tuhan
untuk menyerahkan mereka ke dalamnya, untuk meninggal-
kan mereka dalam nafsu hati mereka sendiri, supaya mereka
berjalan mengikuti rencana mereka sendiri (Hos. 4:7).
2. Peringatan keras diberikan atas kesia-siaan dan kesenangan-
kesenangan ini: “Ketahuilah bahwa sebab segala hal ini Tuhan
akan membawa engkau ke pengadilan. Renungkanlah ini
sebagaimana mestinya, dan coba hiduplah dengan bermewah-
mewah seperti itu kalau engkau bisa, kalau engkau berani.”
Ini yaitu kolasterion – pembetulan dari pengakuan sebelum-
nya, dan mencabut kendali yang sudah diletakkan Salomo di
leher nafsu sang pemuda. “Jadi ketahuilah, secara pasti,
bahwa, jika engkau benar-benar mengambil kebebasan seperti
ini, itu akan menjadi kehancuranmu yang kekal. Engkau
harus berhadapan dengan Tuhan yang tidak akan membiarkan
perbuatan ini tanpa dihukum.” Perhatikanlah,
(1) Ada penghakiman yang akan datang.
(2) Tiap-tiap dari kita pasti dibawa ke penghakiman, betapa pun
kita sekarang dapat menjauhkan hari celaka itu dari kita.
Kitab Pengkhotbah 11:7-10
(3) Kita akan dimintai perhitungan atas semua kegembiraan
kita yang bersifat kedagingan dan kesenangan-kesenangan
inderawi kita pada hari penghakiman itu.
(4) yaitu baik untuk semua orang, namun terutama untuk
orang-orang muda, untuk mengetahui dan merenungkan
hal ini, supaya mereka tidak, dengan mengumbar nafsu
masa muda mereka, menimbun murka atas diri mereka
sendiri pada hari murka, murka Anak Domba.
3. Sebuah peringatan dan nasihat disimpulkan dari semuanya ini
(ay. 10). Biarlah orang-orang muda melihat diri mereka sendiri
dan mengatur dengan baik jiwa mereka maupun tubuh mere-
ka, hati mereka maupun daging mereka.
(1) Hendaklah mereka berhati-hati supaya mereka tidak me-
ninggikan diri dengan kesombongan, atau diganggu oleh
kemarahan, atau kegusaran apa saja yang berdosa: Buang-
lah kesedihan, atau kemarahan, dari hatimu. Kata itu
menandakan suatu kekacauan atau gangguan pikiran.
Orang muda cenderung tidak sabar jika ditegur dan diken-
dalikan, kesal dan marah-marah terhadap apa saja yang
merendahkan dan mempermalukan mereka. Hati mereka
yang sombong terangkat melawan segala sesuatu yang
merintangi dan menentang mereka. Hati mereka begitu
tertuju pada apa yang menyenangkan indra hingga tidak
tahan dengan apa saja yang tidak menyenangkan, hingga
mendukakan hati mereka. Kesombongan mereka sering
kali menggelisahkan mereka, dan membuat mereka tidak
tenang. “Buanglah itu, dan buanglah cinta akan dunia, dan
jangan menaruh harapanmu kepada makhluk ciptaan, su-
paya kekecewaan-kekecewaan tidak menimbulkan dukacita
dan kemarahan pada dirimu.” Sebagian orang memahami
dukacita di sini sebagai kegembiraan yang bersifat keda-
gingan yang digambarkan dalam ayat 9, yang kesudah-
annya yaitu kepahitan dan dukacita. Biarlah mereka
menjauhkan diri dari segala sesuatu yang akan menjadi
dukacita saat direnungkan.
(2) Biarlah mereka berhati-hati supaya tubuh mereka tidak di-
cemarkan oleh kemabukan, kenajisan, atau nafsu keda-
gingan apa pun. “Jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu,
dan janganlah anggota-anggota tubuhmu menjadi alat-alat
kejahatan. Jahatnya dosa akan menjadi jahatnya hukum-
an, dan apa yang engkau sukai, sebagai hal yang baik un-
tuk daging, sebab hal itu memuaskan keinginan-keingin-
annya, akan terbukti jahat, dan menyakiti badan jasmani-
mu. sebab itu jauhkanlah semua itu darimu, lebih jauh
lebih baik.”
III. Sang pengkhotbah, untuk menegaskan peringatannya baik kepada
orang tua maupun orang muda, mendesakkan, sebagai alasan yang
kuat, apa yang merupakan alasan besar dari khotbahnya, yaitu
kesia-siaan dari segala sesuatu yang ada pada saat ini, ketidakpas-
tiannya dan ketidakcukupannya.
1. Ia mengingatkan orang tua akan hal ini (ay. 8): Segala sesuatu
yang datang yaitu kesia-siaan. Bahkan, meskipun orang
panjang umurnya dan bersukacita di dalamnya, dalam semua
yang sudah datang, dan dalam semua yang masih akan da-
tang, dan betapa pun banyaknya janji yang diberikannya sen-
diri bagi dirinya dengan semuanya itu, segalanya itu yaitu
sia-sia. Apa yang akan ada, tidak akan membuat orang baha-
gia lebih daripada apa yang sudah ada. Segala sesuatu yang
datang ke dalam dunia yaitu sia-sia. Semuanya demikian
seluruhnya, sebaik apa pun keadaannya.
2. Ia mengingatkan orang-orang muda akan hal ini: Kemudaan
dan fajar hidup yaitu kesia-siaan. Kecenderungan-kecende-
rungan dan tindakan-tindakan di masa kanak-kanak dan
remaja mengandung banyak kekurangajaran dan kejahatan,
kesia-siaan yang berdosa, yang perlu diwaspadai orang-orang
muda dan perlu dipulihkan. Kesenangan-kesenangan dan
keuntungan-keuntungan dari masa kanak-kanak dan remaja
tidak mengandung kepastian, kepuasan, atau keberlanjutan.
Semuanya itu berlalu. Bunga-bunga ini akan segera layu, dan
kembang-kembang yang mekar ini akan berjatuhan. Oleh
sebab itu, hendaklah hidup mereka dirajut menjadi buah yang
baik, yang terus berbuah dan berlimpah dalam kebaikan.
PASAL 12
ang pengkhotbah yang bijaksana dan menyesali dosanya ini
mengakhiri pengajarannya di sini. Ia tidak hanya mengakhirinya
layaknya seorang pembicara ulung, namun juga sebagai seorang
pengkhotbah yang baik. Ia mengakhirinya sedemikian rupa dengan
memberi kesan terdalam yang ia harapkan dapat berpengaruh kuat
untuk waktu yang lama dalam benak pendengarnya. Inilah,
I. Peringatan bagi para orang muda untuk segera beriman dan
tidak menunda melakukannya hingga hari tua (ay. 1). Nasi-
hat ini diperkuat dengan berbagai penjelasan perihal kesu-
sahan yang akan terjadi di hari tua (ay. 1-5), serta perubahan
besar yang akan dikerjakan oleh maut atas kita (ay. 6-7).
II. Pengulangan kembali kebenaran agung yang pengkhotbah
telah buktikan di dalam tulisan ini, yaitu kesia-siaan dunia
(ay. 8).
III. Penegasan dan nasihat mengenai segala sesuatu yang telah
ia tuliskan baik dalam kitab ini maupun kitab-kitab lainnya,
sebagai hal yang patut ditimbang dan dipikirkan, (ay. 9).
IV. Seluruh pembicaraannya dihimpun dan disimpulkan, dengan
seruan agar semua orang beriman dengan sungguh-sungguh,
mengingat penghakiman yang akan datang (ay. 13-14)
Kelemahan di Usia Tua; Dampak Kematian
(12:1-7)
1 Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang
malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak ada kesenangan
bagiku di dalamnya!”, 2 sebelum matahari dan terang, bulan dan bintang-bin-
tang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali sesudah hujan, 3 pada
waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat membungkuk,
dan wanita -wanita penggiling berhenti sebab berkurang jumlah-
nya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur, 4 dan pintu-
pintu di tepi jalan tertutup, dan bunyi penggilingan menjadi lemah, dan
suara menjadi seperti kicauan burung, dan semua penyanyi wanita
tunduk, 5 juga orang menjadi takut tinggi, dan ketakutan ada di jalan, pohon
badam berbunga, belalang menyeret dirinya dengan susah payah dan nafsu
makan tak dapat dibangkitkan lagi – sebab manusia pergi ke rumahnya
yang kekal dan peratap-peratap berkeliaran di jalan, 6 sebelum rantai perak
diputuskan dan pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan
dekat mata air dan roda timba dirusakkan di atas sumur, 7 dan debu kembali
menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Tuhan yang menga-
runiakannya.
Inilah,
I. Seruan bagi kaum muda untuk merenungkan Tuhan dan meng-
ingat tanggung jawab mereka kepada-Nya selagi muda: Ingatlah
akan Penciptamu pada masa mudamu. Ini yaitu ,
1. Penerapan sang pengkhotbah rajawi ini terhadap pengajaran-
nya tentang kesia-siaan dunia dan segala sesuatu di dalam-
nya. “Engkau yang muda membuai dirimu sendiri dengan
harapan-harapan besar yang bisa engkau dapatkan dari dunia
ini, namun percayalah kepada mereka yang sudah melakukan
hal ini sebelumnya, bahwa hal itu tidak membawa kepuasan
penuh bagi jiwa. Oleh sebab itu, supaya engkau tidak terper-
daya oleh kesia-siaan ini, atau terlalu terganggu olehnya,
ingatlah akan Penciptamu, dan jagalah dirimu dari kesusahan
yang timbul dari kesia-siaan makhluk ciptaan.”
2. Penawar racun dari sang tabib rajawi terhadap penyakit-
penyakit khusus orang muda, yaitu cinta akan pesta pora,
dan pemuasan nafsu jasmani, yang yaitu kesia-siaan yang
menghinggapi anak-anak dan orang muda. Untuk mencegah
dan memulihkan semua ini, ingatlah akan Penciptamu. Inilah,
(1) Kewajiban agung yang ditekankan kepada kita, untuk
mengingat Tuhan sebagai Pencipta kita. Dan tidak hanya kita
harus mengingat Tuhan sebagai Pencipta kita, bahwa Dialah
yang menjadikan kita (KJV: dan bukan kita yang menjadikan
diri kita sendiri), sehingga dengan demikian membuat-Nya
layak menjadi Tuhan dan yang empunya kita, melainkan
juga bahwa kita pun harus menyerahkan diri kita kepada-
Nya dengan senantiasa mengingat diri bahwa dengan ke-
beradaan-Nya sebagai Pencipta, maka kita harus tunduk
Kitab Pengkhotbah 12:1-7
kepada-Nya, dan memberi hormat serta melakukan kewa-
jiban kita kepada-Nya sebagai Pencipta kita. Ingatlah akan
Penciptamu. Kata Pencipta di sini bersifat jamak, sama
seperti yang ada pada Kitab Ayub 35:10, Di mana
Tuhan , yang membuat aku? Sebab, Tuhan berfirman, Baiklah
kita menjadikan manusia. Kata “kita” di sini menandakan
Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
(2) Saat yang tepat untuk melaksanakan tanggung jawab ini,
yaitu pada masa mudamu, pada masa saat engkau masih
mampu membuat pilihan, hari-hari yang engkau pilih, hari-
hari pilihanmu. “Mulai dari awal hari-harimu dengan meng-
ingat Dia, dari mana engkau berasal, dan teruslah berjalan
menurut awal yang baik itu. Undanglah Dia masuk ke dalam
pikiranmu sedari engkau muda, dan tetaplah mengingat Dia
di sepanjang masa mudamu, jangan pernah melupakan-Nya.
Berjaga-jagalah terhadap godaan di masa muda, agar masa
mudamu kian berguna.”
II. Alasan untuk menguatkan perintah ini: Sebelum tiba hari-hari
yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak
ada kesenangan bagiku di dalamnya.”
1. Lakukan segera,
(1) “Sebelum tiba kesakitan dan maut. Lakukan itu selama
engkau hidup, sebab nanti akan terlambat waktunya
saat maut telah membawamu keluar dari masa ujian dan
pencobaan ini ke dalam masa pembalasan dan penghu-
kuman.” Hari-hari kesakitan dan maut yaitu hari-hari
yang malang, sangat menakutkan, dan sungguh merupa-
kan hari-hari yang malang bagi orang-orang yang melupa-
kan Pencipta mereka. Hari-hari yang malang ini akan tiba
cepat atau lambat. namun bila saat itu belum tiba, itu ka-
rena Tuhan sabar terhadap kamu dan memberi kita waktu
untuk bertobat. Kelanjutan hidup itu hanyalah penundaan
kematian saja, sehingga saat hidup terus berlanjut dan
kematian tertunda, kita harus bersiap dan berupaya mele-
mahkan sengat maut agar kita dapat meninggal dunia
dengan tenang.
(2) Sebelum tiba hari tua, yang pasti akan tiba bila tidak di-
cegah terlebih dulu oleh kematian, dan hari tua ini akan
menjadi tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak ada kesenang-
an bagiku di dalamnya!”, saat kita tidak lagi menikmati
kesenangan duniawi, seperti Barzilai (2Sam. 19:35), saat
tubuh kita dipenuhi kelemahan, tua dan buta, atau renta
dan layu, saat kita tiada lagi berguna, dan kebanggaan
kita yaitu kesukaran dan penderitaan, saat kita telah
terputus dari semua tali persaudaraan, dan dari seluruh
sahabat lama kita, atau menderita di tengah mereka dan
menyaksikan mereka menjadi jemu terhadap kita, saat
kita merasakan diri kita mati perlahan-lahan. Tahun-tahun
ini mendekat, saat segala sesuatu yaitu sia-sia, saat
bulan-bulan yang tersisa pun menjadi bulan-bulan kesia-
siaan, dan tidak ada kesenangan selain merenungkan
hidup yang benar di bumi dan mengharapkan hidup yang
lebih baik di sorga.
2. Kedua pendapat ini dijelaskan panjang lebar oleh sang
Pengkhotbah di dalam ayat-ayat berikut, hanya saja dengan
urutan terbalik, dan menunjukkan,
(1) Betapa banyaknya kesusahan di hari tua, dan bila kita
memang terus hidup sampai usia tua, hari-hari kita akan
menjadi sedemikian rupa sehingga tak ada kesenangan di
dalamnya. Ini cukup menjadi alasan bagi kita untuk kem-
bali kepada Tuhan dan berdamai dengan-Nya, pada masa
muda kita, dan tidak menunda-nundanya sampai kita men-
jadi tua. Sebab, tidak ada artinya meninggalkan kenikmat-
an dosa saat kenikmatan itu tidak dapat lagi dirasakan,
atau kembali kepada Tuhan sebab kebutuhan mendesak
kita. Menyerahkan kejayaan masa muda kepada iblis dan
menyisakan sekam beserta sampah dan ampasnya kepada
Tuhan yaitu satu tindakan yang paling konyol dan tidak
tahu berterima kasih yang dapat dibayangkan, sebab ini
berarti menyerahkan sesuatu yang dirampas, yang timpang
dan yang sakit sebagai persembahan. Terlebih lagi, sebab
usia tua dipenuhi dengan kelemahan, maka sangatlah
bodoh jika kita menunda-menunda melaksanakan tugas
yang memerlukan kekuatan dan kemampuan terbaik kita,
Kitab Pengkhotbah 12:1-7
apalagi jika kita membuat pekerjaan ini bertambah
sulit lagi dengan berlama-lama berkanjang di dalam dosa
dan menumpuk rasa bersalah di dalam nurani, yang justru
menambah beban usia tua dan membuatnya bertambah
berat. Bila kesusahan di hari tua memang akan terjadi se-
perti yang digambarkan di sini, kita membutuhkan sesuatu
untuk menyokong dan menenangkan kita nanti saat hari
itu tiba, dan tidak ada hal lain yang lebih menolong selain
kesaksian hati nurani kita bahwa kita sedari muda meng-
ingat Pencipta kita dan tak pernah berhenti mengingat-Nya
sejak saat itu. Bagaimana kita dapat berharap Tuhan meno-
long kita sewaktu kita berusia lanjut, bila kita tidak mela-
yani-Nya selagi kita muda? (lihat Mzm. 71:17-18).
[1] Kemerosotan dan kesusahan di masa tua pada bagian
ini diuraikan dengan indah melalui berbagai kiasan
yang sulit dimengerti oleh kita yang hidup di masa kini,
yang tidak terbiasa dengan ungkapan dan kiasan yang
lazim dipergunakan di dalam bahasa pada masa Salo-
mo. Namun, secara garis besar, kiasan ini dipakai
untuk memperlihatkan betapa tidak nyamannya hari-
hari di masa tua pada umumnya. Pertama, matahari
dan terang, bulan dan bintang-bintang, serta cahaya
yang dipancarkannya, akan menjadi gelap. Semuanya
tampak kabur bagi orang lanjut usia sebab penglihat-
an yang telah menurun. Matahari dan terang, bulan
dan bintang-bintang tampak samar, dan keindahan
serta kilaunya pun hilang. Kemampuan berpikir dan
segala kemampuan diri lainnya, yang merupakan ca-
haya jiwa mereka, melemah. Pemahaman dan ingatan
mereka tak lagi tajam, daya tangkap mereka tak lagi
cepat, pula keinginan mereka tak lagi menggebu-gebu
seperti dulu. Hari-hari kegirangan mereka telah usai
(cahaya kerap dipakai untuk melambangkan kegembira-
an dan kemakmuran) dan mereka tak lagi merasakan
kesenangan bergaul di siang hari atau beristirahat di
malam hari, sebab matahari dan bulan menjadi gelap
bagi mereka. Kedua, awan-awan datang kembali sesu-
dah hujan. sebab , sama seperti saat hari akan hujan,
dan awan yang baru saja tertiup angin segera diganti-
kan oleh awan lain, begitu pula dengan orang lanjut
usia, saat mereka baru saja terbebas dari satu kesa-
kitan atau penderitaan, mereka ditimpa kesakitan atau
penderitaan lainnya, sehingga kesengsaraan mereka
serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik
pada waktu hujan. Akhir dari satu masalah di dunia ini
hanyalah awal dari masalah lainnya, laksana samudra
raya berpanggil-panggilan. Orang lanjut usia kerap
menderita pilek atau dahak yang berlebih, seperti hujan
lebat yang turun tiada henti sebab senantiasa dicurah-
kan oleh awan mendung, sehingga keadaannya kian
memburuk dan tubuh lambat laun luluh lantak, kem-
bali ke bentuknya yang semula. Ketiga, penjaga-penjaga
rumah gemetar. Di hadapan tiap serangan bahaya yang
datang tiba-tiba, kepala, yang tak ayalnya menara jaga,
terus gemetar, dan lengan serta tangan, yang seharus-
nya siap untuk melindungi tubuh, pun gemetar dan
melemah. Naluri hewan yang dulu diandalkan untuk
mempertahankan diri kini tidak lagi muncul dan beker-
ja. Akibatnya, orang lanjut usia mudah patah arang dan
putus asa. Keempat, orang-orang kuat membungkuk.
Tungkai dan paha yang dahulu menunjang tubuh dan
menahan bebannya, kini lunglai dan tidak lagi dapat
dipakai berjalan seperti sebelumnya sebab mudah
lelah. Orang tua renta yang dulunya orang-orang kuat,
menjadi lemah dan membungkuk sebab lanjut usia,
Zakaria 8:4. Ia tidak senang kepada kaki laki-laki (Mzm.
147:10) sebab keperkasaannya akan segera lenyap.
namun TUHAN Tuhan yaitu gunung batu yang kekal. Di
dalam-Nya, ada kekuatan abadi. Kelima, wanita -
wanita penggiling berhenti sebab berkurang jumlah-
nya. Gigi geligi, yang dipakai untuk mengunyah daging
agar mudah dicerna, berhenti bertugas sebab berkurang
jumlahnya. Gigi geligi pada orang lanjut usia membusuk
dan patah, mungkin juga dicabut sebab nyeri. Bebe-
rapa orang lanjut usia kehilangan semua gigi mereka,
sementara pada lainnya hanya ada beberapa yang ter-
sisa. Kelemahan ini semakin terasa sebab daging yang
tidak dikunyah dengan baik, akibat berkurangnya jum-
Kitab Pengkhotbah 12:1-7
lah gigi, tidak dicerna pula dengan baik dan menimbul-
kan dampak yang sama buruknya dengan kelemahan
lain yang muncul akibat penuaan. Keenam, yang meli-
hat dari jendela semuanya menjadi kabur. Pandangan
menjadi kabur, seperti yang dialami Ishak (Kej. 27:1)
dan Ahia (1Raj. 14:4). Musa merupakan perkecualian
sebab penglihatannya masih tajam di usia 120 tahun,
namun pada umumnya penglihatan orang lanjut usia
akan menurun sama seperti penurunan di bidang lain.
Beruntunglah orang lanjut usia kini tertolong dengan ter-
ciptanya kacamata. Kita pun perlu memperbaiki peng-
lihatan kita selama kita masih dapat melihat, sebab
cahaya mata akan hilang sebelum cahaya hidup. Ketujuh,
pintu-pintu di tepi jalan tertutup. Orang tua lebih suka
tinggal di dalam rumah dan tidak peduli untuk keluar
rumah guna mencari kesenangan. Bibir, yang yaitu
pintu gerbang mulut, tertutup rapat sewaktu makan,
sebab gigi mereka sudah tidak ada lagi, dan bunyi
penggilingan menjadi lemah, sehingga mereka tidak lagi
berkuasa mengunyah daging di dalam mulut mereka
seperti dahulu. Orang lanjut usia tidak mampu mencer-
na daging yang mereka makan, dan sebab nya, hanya
sedikit hasil tuaian yang dibawa ke kilangan. Kedela-
pan, orang tua terbangun oleh kicauan burung. Orang
lanjut usia tidak lagi tidur dengan nyenyak seperti layak-
nya orang muda, sebab hal-hal kecil dapat mengganggu
mereka, bahkan kicauan burung. Orang lanjut usia pun
juga tidak bisa beristirahat sebab batuk, sehingga
terbangun tepat pada saat ayam berkokok sementara
orang lain masih lelap dalam tidurnya. Selain itu, orang
lanjut usia juga cenderung cemburu, gugup, dan penuh
kekhawatiran, dan semuanya ini memutus tidur mereka
dan membangunkan mereka segera. Orang lanjut usia
cenderung percaya takhayul dan terbangun ketakutan
saat mendengar suara burung (KJV), seperti gagak atau
burung hantu, yang oleh peramal dikatakan merupakan
pertanda buruk. Kesembilan, semua penyanyi perem-
puan tunduk. Orang lanjut usia tidak lagi memiliki
suara untuk bernyanyi atau telinga untuk menikmati
musik, seperti yang dilakukan Salomo sewaktu muda
dalam hal biduan-biduan, biduanita-biduanita, serta alat
musik (KJV), (2:8). Orang lanjut usia semakin sulit
mendengar serta sulit membedakan berbagai bunyi dan
suara. Kesepuluh, mereka menjadi takut tinggi, gentar
bepergian ke tempat-tempat tinggi, entah sebab tidak
dapat mencapainya sebab napas yang pendek, atau
tidak berani sebab kepala mereka menjadi pusing atau
tungkai mereka lelah, atau ketakutan sendiri sebab
percaya bahwa semua yang tinggi akan jatuh menimpa
mereka. Ketakutan ada di jalan, sehingga mereka tidak
lagi bisa berjalan dengan gagah seperti dulu sebab
takut bahwa semua yang ada di jalan akan menjungkir-
balikkan mereka. Kesebelas, pohon badam berbunga.
Rambut orang tua memutih, sehingga kepala mereka
menyerupai pohon badam yang sedang mekar. Pohon
badam mekar sebelum pohon-pohon lainnya, sehingga
tepat untuk menggambarkan betapa cepatnya usia tua
berdampak dalam mengambil alih hidup manusia. Usia
tua menghentikan pengharapan mereka dan tiba lebih
cepat daripada yang diduga. Rambut putih muncul di
sana sini di atas kepala mereka, dan mereka tidak
menyadarinya. Kedua belas, belalang menyeret dirinya
sendiri dengan susah payah dan nafsu makan tak dapat
dibangkitkan lagi. (KJV: Belalang pun menjadi beban dan
nafsu tak lagi memuaskan). Orang lanjut usia tidak
mampu menahan beban seberat apa pun, bahkan beban
yang paling ringan pun terasa berat baik bagi tubuh
maupun pikiran mereka, dan hal yang remeh dapat me-
nenggelamkan dan mematahkan mereka. Belalang dalam
hal ini mungkin merujuk kepada makanan yang diang-
gap sangat mudah dicerna (makanan Yohanes Pembap-
tis yaitu belalang), namun itupun terasa berat bagi pen-
cernaan orang tua, sehingga nafsu makan tak dapat di-
bangkitkan lagi. Ia tak lagi berselera menyantap daging,
dan juga orang-orang wanita tidak akan diindahkan-
nya, seperti sang raja di dalam Kitab Daniel 11:37.
Orang lanjut usia kehilangan akal dan keinginan, se-
Kitab Pengkhotbah 12:1-7
hingga kenikmatan duniawi bagi mereka menjadi ham-
bar dan tidak menarik.
[2] Salomo kemungkinan menulis kitab ini saat dia sendiri
sudah berusia lanjut, sehingga ia dapat menyampaikan
perasaannya akan kelemahan di usia senja, yang mung-
kin lebih cepat terasa baginya sebab semasa mudanya
ia sangat memuaskan diri dalam kenikmatan jasmani.
Beberapa orang lanjut usia lebih dapat berbesar hati
menerima kelemahan di usia senja dibandingkan de-
ngan orang lanjut usia lainnya, namun , sedikit banyak,
hari-hari tua memang dan akan menjadi hari-hari
malang yang hanya berisi sedikit kesenangan. Oleh ka-
rena itu, orang lanjut usia harus diperlakukan dengan
sangat hormat dan mulia, agar mereka mempunyai se-
suatu untuk menyeimbangkan kesusahan hidup mere-
ka dan supaya kesusahan ini tidak bertambah
berat. Melihat semua ini, semakin tepatlah alasan kita
untuk mengingat akan Pencipta kita pada masa muda
kita, agar Ia mengingat budi baik kita saat tiba hari-
hari yang malang, dan penghiburan-Nya akan men-
damaikan jiwa kita saat kesenangan duniawi tiada
lagi kita rasakan.
(2) Pengkhotbah menunjukkan perubahan besar yang dibuat
oleh kematian terhadap kita, yang dapat berarti dicegahnya
atau berhentinya masa-masa kesusahan di usia senja.
Tidak ada yang dapat menghalau kesusahan itu atau me-
nyembuhkannya. “Oleh sebab itu, ingatlah akan Pencipta-
mu pada masa mudamu, sebab kematian jelas mem-
bayangimu, bahkan mungkin sangat dekat denganmu, dan
kematian yaitu sesuatu yang berat, sehingga engkau
harus mempersiapkan diri dengan teliti dan sungguh-
sungguh untuk menghadapinya.”
[1] Kematian akan menempatkan kita ke dalam satu ke-
adaan yang tidak dapat diubah: manusia akan pergi ke
rumahnya yang kekal, dan semua kesakitan dan kele-
mahan usia senja menjadi pembuka, dan berlanjut
pada kepindahan yang pedih ini . Saat mati, manu-
sia pergi dari dunia ini dan dari segala pekerjaan dan
kenikmatan. Manusia pergi selama-lamanya dan me-
ninggalkan semua keadaannya pada saat ini. Ia pergi ke
rumahnya, sebab di dunia ini manusia yaitu seorang
pendatang dan perantau. Baik roh maupun tubuhnya
akan kembali ke tempat asal (ay. 7). Manusia pergi ber-
istirahat ke tempat di mana dia akan menetap. Manusia
pergi ke rumahnya, ke tempat tinggal di dunianya (me-
nurut beberapa penafsir), sebab dunia ini bukan du-
nianya. Ia pergi ke rumahnya yang baka, sebab akan
panjang hari-harinya berbaring di dalam kubur. Ia pergi
ke rumahnya yang kekal, tidak hanya ke rumahnya dari
mana dia tidak akan lagi kembali ke dunia ini, namun
juga ke rumah tempat dia akan tinggal selamanya.
Kenyataan ini seharusnya membuat kita tidak enggan
menghadapi kematian, sebab saat mati, kita kembali
pulang (KJV), dan bukankah kita rindu untuk pulang ke
rumah Bapa? Ditambah lagi, dengan mengetahui bahwa
kita akan pergi ke rumah yang kekal, menuju kemah
abadi, kita seharusnya bergiat dalam mempersiapkan
kematian.
[2] Kematian akan menjadi peristiwa yang menyedihkan
bagi para sahabat yang mengasihi kita. saat manusia
pergi ke rumahnya yang kekal, peratap-peratap ber-
keliaran di jalan (KJV), baik peratap sejati, seperti halnya
kita, yang dibedakan melalui perilaku mereka saat
mereka melintas di jalan, maupun peratap palsu yang
disewa untuk menangisi orang mati guna mengarahkan
dan membakar kesedihan peratap sejati. saat kita
mati, kita tidak hanya berpindah ke rumah duka di
hadapan kita, namun kita meninggalkan rumah duka di
belakang kita. Air mata merupakan persembahan bagi
orang mati, dan air mata, di antara persembahan lain-
nya, menjadikan kematian sebagai sesuatu yang berat.
Bila semuanya ini tidak membuat kita menjadi peratap
yang sejati dan beriman dalam hati, sia-sialah kita pergi
ke rumah yang kekal, dan melihat peratap-peratap
berkeliaran di jalan.
[3] Kematian secara indah digambarkan akan meruntuh-
kan kerangka alam dan merobohkan kemah duniawi
Kitab Pengkhotbah 12:1-7
kita (ay. 6). Rantai perak, yang olehnya jiwa dan raga
manusia disatukan dengan sangat baik, diputuskan, se-
hingga ikatan suci itu pun terlepas dan kedua sahabat
lama itu pun terpaksa berpisah. Lalu mangkuk emas
(KJV), yang menampung air kehidupan bagi kita, dipecah-
kan. Sesudah itu tempayan yang kita pakai untuk
mengambil air yang senantiasa menunjang hidup kita
dan menyembuhkan segala kelemahan yang ada, dihan-
curkan, bahkan di dekat mata air, sehingga tak lagi
dapat dipergunakan. Roda timba (semua organ yang
berperan mengumpulkan dan menyebarkan zat makan-
an) akan dirusakkan sehingga tak lagi berfungsi. Tubuh
menjadi seperti jam yang mengalami kerusakan per.
saat semua roda gigi jam ini berhenti bekerja
dan diam, mesinnya pun dilepas satu demi satu hingga
menjadi bagian-bagian kecil. Jantung tak lagi ber-
denyut, pun darah tak lagi beredar. Beberapa orang me-
nafsirkan bahwa hal ini menyangkut perhiasan dan
peralatan hidup. Sewaktu kematian datang, orang kaya
harus meninggalkan segala pakaian dan perabotan perak
dan emas, orang miskin meninggalkan tempayan tanah
liat, dan roda timba penimba air akan dirusakkan.
[4] Kematian akan mengembalikan kita kepada keadaan
kita yang semula (ay. 7). Manusia yaitu ciptaan yang
unik, perpaduan antara seberkas cahaya sorgawi dan
segumpal tanah. Pada saat kematian, keduanya ter-
pisah, dan masing-masing kembali ke tempat asalnya.
Pertama, tubuh, yang tidak lain yaitu segumpal tanah
liat, kembali menjadi tanah seperti semula. Tubuh ter-
cipta dari tanah. Baik tubuh Adam maupun tubuh kita,
keduanya sama-sama terbuat dari tanah liat. Pada saat
kematian, tubuh dikuburkan di dalam tanah, dan da-
lam waktu singkat akan melebur kembali menjadi
tanah, tidak dapat dibedakan dengan tanah lainnya,
tepat seperti kalimat berikut (Kej. 3:19), engkau debu
dan engkau akan kembali menjadi debu. Oleh sebab
itu, marilah kita tidak memuaskan hawa nafsu tubuh,
atau memanjakannya (yang sesaat lagi akan menjadi
santapan ulat), atau membiarkan dosa berkuasa lagi di
dalam tubuh yang fana, sebab dosa itu mematikan
(Rm. 6:12). Kedua, roh, yaitu seberkas cahaya itu,
kembali kepada Tuhan yang, saat membentuk manusia
dari debu tanah, menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya, sehingga manusia itu menjadi makhluk yang
hidup (Kej. 2:7), dan menciptakan roh di dalam setiap
manusia di dalam diri-Nya. saat api membakar kayu,
nyalanya terus berkobar, meninggalkan abu yang kem-
bali menjadi tanah dari mana kayu itu bertumbuh. Roh
tidaklah ikut mati bersama tubuh, melainkan dibebas-
kan dari cengkeraman dunia orang mati (Mzm. 49:16).
Roh mampu hidup tanpa tubuh dan akan terus hidup
bahkan saat terpisah darinya, sama seperti lilin yang
menyala dan semakin menyala saat dikeluarkan dari
kotak lentera yang gelap. Roh berpindah ke dunia roh,
dan di sanalah roh itu akan bersekutu. Roh pergi ke-
pada Tuhan yang yaitu Hakim, untuk memberi pertang-
gungjawaban atas dirinya sendiri dan untuk ditempat-
kan entah bersama roh-roh yang di dalam penjara (1Ptr.
3:19) atau bersama roh-roh di Firdaus (Luk. 23:43),
menurut apa yang telah dikerjakannya saat berada di
dalam tubuh. Ini membuat kematian begitu menakut-
kan bagi orang fasik, sebab rohnya pergi menghadapi
Tuhan sebagai sang Pembalas, dan begitu nyaman bagi
orang saleh, yang rohnya pergi kepada Tuhan sebagai
Bapa. Ke dalam tangan-Nyalah para orang saleh dengan
gembira memercayakan roh mereka melalui seorang
Perantara, yang tanpa-Nya para pendosa gentar memi-
kirkan untuk pergi menghadap Tuhan .
Kesimpulan dari Semuanya
(12:8-12)
8 Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata Pengkhotbah, segala sesuatu yaitu sia-
sia. 9 Selain Pengkhotbah berhikmat, ia mengajarkan juga kepada umat itu
pengetahuan. Ia menimbang, menguji dan menyusun banyak amsal. 10 Peng-
khotbah berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan dan menulis
kata-kata kebenaran secara jujur. 11 Kata-kata orang berhikmat seperti
kusa dan kumpulan-kumpulannya seperti paku-paku yang tertancap, diberi-
kan oleh satu gembala. 12 Lagipula, anakku, waspyaitu ! Membuat banyak
artikel tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan.
Kitab Pengkhotbah 12:8-12
255
Di sini, Salomo mendekati bagian akhir tulisannya, namun ia enggan
berpisah sampai dia sudah menyampaikan maksudnya dan meyakin-
kan para pendengar serta pembacanya untuk mencari kepuasan
hanya di dalam Tuhan dan di dalam melakukan kewajiban terhadap-
Nya, yang tidak akan didapat dari ciptaan.
I. Ia mengulang kembali pernyataannya (ay. 8),
1. Yang kebenarannya telah dipaparkan Pengkhotbah dengan
utuh. Dengan berpusat pada pernyataan ini , ia menegas-
kan perannya di dalam khotbahnya, dan bahwa berbagai alas-
an beserta penerapan yang telah diuraikannya memang tepat
sesuai tujuan.
2. Yang ingin dia tanamkan baik kepada orang lain maupun
dirinya sendiri agar selalu ada dan siap dipergunakan dalam
segala keadaan. Kita melihat dalam kehidupan sehari-hari
bahwa pernyataan ini memang terbukti. Oleh sebab itu, biar-
lah pernyataan ini semakin nyata setiap hari: Kesia-siaan atas
kesia-siaan, segala sesuatu yaitu sia-sia.
II. Ia menganjurkan kita untuk mempertimbangkan dengan sung-
guh-sungguh segala sesuatu yang telah ditulisnya mengenai hal
ini menurut arahan dan inspirasi ilahi. Tulisan di dalam kitab ini
benar adanya dan patut kita terima, sebab
1. Tulisan ini lahir dari seorang yang menyesali perbuatannya,
seorang petobat, yang mampu berbicara berdasarkan penga-
lamannya yang begitu kaya akan kesia-siaan dunia dan kebo-
dohan mengharapkan hal-hal besar dari dunia. Ia yaitu
Coheleth, seorang yang dipanggil kembali dari pengembaraan-
nya dan berpulang kepada Tuhan yang kepada-Nya ia telah
memberontak. Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata si petobat.
Semua petobat sejati menyadari kesia-siaan dunia, sebab
mereka menemukan bahwa dunia tidak dapat melenyapkan
beban dosa yang menghimpit mereka.
2. Tulisan ini lahir dari seorang yang bijaksana, lebih bijaksana
daripada semua manusia yang pernah ada, seorang yang
dianugerahi hikmat yang luar biasa, termasyhur sebab nya di
antara semua kerajaan tetangga, yang pergi mencarinya untuk
menyaksikan hikmat, sehingga oleh sebab nya ia pantas
menjadi hakim atas hal ini. Ia tidak hanya bijaksana sebagai
seorang raja, namun juga bijaksana sebagai seorang pengkhot-
bah, dan memang pengkhotbah memerlukan hikmat untuk
memenangkan jiwa.
3. Dia yaitu seorang yang selalu berusaha berbuat baik, dengan
dilandasi hikmat. Oleh sebab ia berhikmat dan ia tahu bahwa
hikmatnya tidak hanya untuk dirinya sendiri dan hikmatnya
tidak keluar dari dirinya sendiri, ia mengajarkan juga kepada
umat itu pengetahuan yang ia ketahui berguna bagi dirinya
sendiri, dan berharap itu juga berguna bagi umat. Para raja
menginginkan agar rakyat mereka terdidik baik dalam hal
agama, dan mereka sendiri tanpa malu juga ingin diajari
tentang pengetahuan yang baik akan Tuhan (KJV). sebab itu
raja wajib mengayomi para pelayan Tuhan yang tugasnya
mengajari mereka, dan mengucapkan kata-kata pujian kepada
mereka (2Taw. 30:22). Janganlah rakyat jelata diolok-olok
bahkan oleh orang yang paling bijaksana atau paling hebat
sekalipun, sebab baik orang yang paling bijaksana maupun
paling hebat sekalipun tidak layak atau tidak mampu mengerti
pengetahuan yang baik itu. Bahkan mereka yang terdidik baik
pun masih perlu diajar agar semakin bertumbuh di dalam
pengetahuan.
4. Ia berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk berbuat baik,
berusaha mengajarkan kepada umat pengetahuan. Ia tidak
meremehkan umat dengan pengajaran yang diberikannya. Ia
tidak menganggap mereka orang-orang rendahan sedangkan
dirinya seorang yang sangat berhikmat. Sebaliknya, ia mem-
pertimbangkan harga jiwa-jiwa yang diajarnya dan nilai pokok
bahasan yang dikhotbahkannya. Ia menimbang segala sesuatu
yang ia baca dan dengar dari orang lain, dan, sesudah memper-
siapkan dirinya dengan baik, ia mengeluarkan harta yang baru
dan yang lama dari perbendaharaannya. Ia menimbang ucapan
dan tulisannya sendiri agar tepat dan jelas. Semua yang diker-
jakannya teliti dan terperinci.
(1) Ia memilih cara khotbah yang paling membawa hasil, yaitu
melalui amsal atau kalimat-kalimat pendek, yang akan le-
bih mudah dimengerti dan diingat daripada kalimat yang
panjang dan bertele-tele.
Kitab Pengkhotbah 12:8-12
(2) Ia tidak berpuas diri dengan sedikit perumpamaan atau pe-
patah bijaksana saja dan mengulanginya berkali-kali, namun
ia melengkapi diri dengan banyak amsal, beragam perkataan
bernas, agar ia mampu berbicara di dalam setiap keadaan.
(3) Ia tidak menyajikan pengamatan yang sudah jelas dan
usang, namun ia menguji (KJV: mencari dengan keras) peng-
amatan yang mengejutkan hati dan tidak biasa. Ia menggali
dalam-dalam tambang pengetahuan dan tidak hanya me-
ngais apa yang ada di permukaan.
(4) Ia tidak menyampaikan pokok bahasan dan pengamatan-
nya dengan acak menurut apa yang terlintas di pikirannya,
namun ia mengaturnya sedemikian rupa dan menyusunnya
secara runut agar lebih kuat dan mengena.
5. Ia menuliskan apa yang ingin dia kemukakan dengan cara
yang menurutnya paling dapat diterima. Ia berusaha mendapat
kata-kata yang menyenangkan, kata-kata yang menyukakan
hati (ay. 10). Ia berhati-hati agar perkara yang baik tidak
dirusak oleh gaya yang salah dan oleh ungkapan yang tidak
berkenan dan tidak sesuai. Para hamba Tuhan harus belajar
bertutur tidak dengan kata-kata yang besar atau rumit, namun
dengan kata-kata yang menyenangkan dan sedap didengar
untuk membangun umat (1Kor. 10:33). Mereka yang hendak
memenangkan banyak jiwa harus mengerjakannya melalui
perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya.
6. Apa yang ia tuliskan sebagai pengajaran bagi kita itu, tidak
perlu diragukan lagi sangatlah tepat, dan dapat kita andalkan.
Ia menulis secara jujur dan tulus, menurut perasaannya yang
sesungguhnya, bahkan ia menulis kata-kata kebenaran, per-
nyataan tentang sesuatu yang tepat dan apa adanya. Siapa
saja yang dipandu oleh perkataan pengkhotbah ini pasti tidak
akan kehilangan arah. Apalah arti kata-kata yang menyenang-
kan bagi kita bila kata-kata itu tidak jujur dan tidak mengan-
dung kebenaran? Kebanyakan, kata-kata dipergunakan untuk
hal-hal yang manis, untuk memuji, dan bukan untuk hal-hal
yang benar (Yes. 30:10), namun bagi orang-orang yang mema-
hami diri mereka sendiri beserta kepentingan mereka, kata-
kata kebenaran akan selalu menjadi kata-kata yang menye-
nangkan.
7. Apa yang ia dan para orang kudus lain tuliskan akan sangat
bermanfaat dan menguntungkan kita, terutama sebab me-
makai penjelasan yang terperinci agar tertanam dalam benak
kita (ay. 11). Perhatikan di sini,
(1) Dua manfaat yang kita terima saat kita dengan benar me-
nerapkan dan mengembangkan kebenaran ilahi, yang me-
mang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesa-
lahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik
orang dalam kebenaran. Kebenaran ilahi berguna,
[1] Menyemangati kita di dalam melakukan kewajiban iba-
dah kita. Kebenaran ilahi layaknya kusa (tongkat pemu-
kul) yang dipakai untuk sapi penarik bajak, membuat-
nya berjalan maju saat lesu dan menggerakkannya
agar cepat melangkah. Kebenaran Tuhan membuat hati
manusia sangat terharu (Kis. 2:37) dan membuat mere-
ka merenungkan diri saat mereka lalai dan malas,
dan memberi mereka semangat di dalam melakukan
kewajiban mereka. Oleh sebab perhatian dan perasaan
kita mudah menjadi hambar dan datar, maka kita
memerlukan kusa ini.
[2] Menempa kita untuk terus bertahan di dalam kewajib-
an. Kebenaran ilahi layaknya pasak atau paku bagi
orang yang bimbang dan goyah, untuk menancapkan
mereka kepada kebaikan. Kebenaran ilahi itu layaknya
kusa bagi orang yang lamban dan enggan berkarya, dan
layaknya paku bagi orang yang tidak pasti dan melen-
ceng arah, sebagai alat untuk memantapkan hati dan
membulatkan tekad agar kita tidak alpa mengerjakan
tugas ataupun meninggalkannya. Biarlah apa yang baik
di dalam diri kita ditancapkan dan menetap di tempat-
Nya yang kudus (Ezr. 9:8).
(2) Dua cara menyampaikan kebenaran ilahi, supaya orang
boleh meraih keuntungan darinya:
[1] Melalui Kitab Suci, sebagai pedoman utama yang berisi
kata-kata orang berhikmat, yaitu para nabi yang disebut
orang-orang bijaksana (Mat. 23:34). Perkataan di dalam
Kitab Suci bersifat jelas dan pasti, sehingga kita kapan
saja dapat kembali kepadanya dan menggunakannya se-
Kitab Pengkhotbah 12:8-12
bagai kusa dan paku. Oleh Kitab Suci, kita dapat meng-
ajar diri sendiri. Biarkan firman Tuhan menghampiri jiwa
kita dengan tajam dan penuh kuasa, dan biarkan firman
Tuhan itu meninggalkan kesan yang mendalam dan ber-
tahan lama dalam hati kita sehingga memberi hikmat
kepada kita dan menuntun kita kepada keselamatan.
[2] Melalui penggembalaan. Agar lebih berfaedah bagi kita,
kata-kata orang berhikmat sebaiknya disampaikan dan
disematkan oleh para pemimpin persekutuan (KJV). Per-
sekutuan ibadah guna kebaktian merupakan lembaga
ilahi yang sudah ada sejak lama, yang dimaksudkan
untuk kemuliaan Tuhan dan membangun gereja-Nya.
Persekutuan ini tidak hanya ada untuk melayani umat,
namun memang penting untuk mencapai kedua tujuan
tadi. Persekutuan haruslah memiliki pemimpin, yang
yaitu hamba-hamba Kristus, yang akan memimpin
umat, menjadi penyambung lidah Tuhan bagi umat-Nya
dan penyambung lidah umat bagi Tuhan . Tugas mereka
yaitu menyematkan kata-kata orang berhikmat, dan
menancapkannya seperti paku ke dalam sanubari, su-
paya firman Tuhan menjadi seperti palu (Yer. 23:29).
8. Apa yang tertulis dan dianjurkan bagi kita itu bersumber dari
Tuhan . Meski sampai kepada kita melalui banyak tangan (para
orang berhikmat, para pemimpin persekutuan), namun semua
tulisan itu diberikan oleh satu gembala yang sama, yaitu gem-
bala Israel yang agung, yang menggiring Yusuf sebagai kawan-
an domba (Mzm. 80:1). Tuhan yaitu sang Gembala yang,
dengan Roh-Nya yang mulia, menyusun Kitab Suci, dan mem-
bantu pemimpin persekutuan dalam membuka dan menerap-
kan Kitab Suci. Kata-kata orang berhikmat ini yaitu firman
Tuhan yang sejati, tempat jiwa kita dapat beristirahat. Dari sang
Gembala itulah semua gembala atau hamba Tuhan harus
menerima apa yang akan mereka sampaikan, dan berbicara
menurut cahaya firman yang telah tertulis.
9. Jika kita menggunakannya, tulisan suci yang diilhamkan oleh
Tuhan ini sudah cukup untuk memandu kita di jalan keba-
hagiaan sejati, sehingga kita tidak perlu berlelah-lelah mencari
tulisan lain guna mengejar kebahagiaan (ay. 12): “Lagipula,
tidak ada lagi yang harus disampaikan kepadamu selain bah-
wa membuat banyak artikel tak akan ada akhirnya.” Ini berarti:
(1) Perihal membuat banyak artikel . “Jika apa yang telah kutulis
ini tidak mampu menyakinkanmu akan kesia-siaan dunia
ini dan akan pentingnya kesalehan, maka sebanyak apa-
pun tulisan yang kubuat tidak akan pernah dapat meya-
kinkanmu.” Jika tujuan penulisan segala kitab yang ter-
muat di dalam Kitab Suci yang telah dianugerahkan Tuhan
bagi kita, tidak kita capai, maka kita pun tetap tidak akan
menggapai tujuannya meski kita memiliki Kitab Suci dua
kali lebih banyak daripada yang kita miliki sekarang.
Mustahil adanya, walaupun kita mempunyai sedemikian
banyaknya kitab, hingga dunia ini tidak dapat memuatnya
(Yoh. 21:25), dan mempelajari semuanya dengan keras
hanya akan membingungkan kita dan melelahkan badan
ketimbang menguntungkan bagi jiwa. Kita mempunyai
sebanyak apa yang Tuhan pandang tepat diberikan kepada
kita, sebanyak yang Tuhan pandang tepat untuk kita, dan
yang Tuhan pandang kita pantas menerimanya. Terlebih lagi
mereka yang tidak menjadi sadar oleh segala tulisan ini,
mereka juga tidak akan menjadi sadar oleh tulisan lain.
Biarlah manusia menulis artikel sebanyak-banyaknya untuk
menuntun hidup, menulis sampai mereka kelelahan sendiri
sebab nya, mereka tidak bisa memberi petunjuk yang lebih
baik daripada yang kita terima dari firman Tuhan . Atau,
(2) Perihal membeli banyak artikel dan membuat kita menjadi
tuan atasnya, dan tuan atas apa yang terkandung di da-
lamnya saat kita mempelajarinya dengan seksama. Meski
demikian, keinginan untuk belajar tetap tidaklah terpuas-
kan. artikel jelas akan memberikan kepada seorang manu-
sia hiburan terbaik dan pencapaian terhebat yang dapat di-
berikan dunia, namun bila artikel -artikel ini tidak mem-
buat kita waspada akan kesia-siaan dunia dan kesia-siaan
pembelajaran manusia, di antara sekian macam kesia-
siaan yang ada, dan akan ketidakmampuannya membuat
kita bahagia tanpa ketaatan sejati, maka celakalah kita
sebab tidak ada akhir yang dicapai maupun keuntungan
yang didapat. Semuanya itu melelahkan tubuh namun tidak
pernah memuaskan jiwa. John Selden (filsuf Inggris yang
Kitab Pengkhotbah 12:13-14
hidup di abad ke-16 – pen.) yang hebat itu bahkan mem-
benarkan hal ini saat dia menyadari bahwa di dalam
semua artikel yang pernah dibacanya, ia tidak menemukan
sandaran bagi jiwanya, kecuali di dalam Kitab Suci, khusus-
nya Kitab Titus 2:11-12. Oleh sebab itu, marilah kita selalu
waspada dan siap siaga.
Kesimpulan dari Semuanya
(12:13-14)
13 Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Tuhan dan berpe-
ganglah pada perintah-perintah-Nya, sebab ini yaitu kewajiban setiap orang.
14 sebab Tuhan akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku
atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.
Pertanyaan besar yang diselidiki Salomo di dalam kitab ini yaitu
apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah
langit? (2:3). Apakah jalan yang benar menuju kebahagiaan sejati,
cara yang pasti untuk mencapai tujuan akhir kita yang mulia? Ia
telah menyelidiki dengan sia-sia semua hal yang dikejar sedemikian
rupa oleh kebanyakan orang, namun akhirnya sesudah sekian lama, ia
menemukan jawabannya, dengan bantuan Tuhan yang telah menye-
diakannya sejak dahulu kala bagi manusia (Ayb. 28:28), bahwa ke-
taatan penuh atau kesalehan yaitu satu-satunya cara menuju
kebahagiaan sejati. Marilah kita mendengar akhir kata dari segala
perkara ini (KJV). Jawaban ini laksana suatu hasil penyidikan atas
surat perintah penyelidikan dan buah dari pencarian yang dikerjakan
dengan tekun. Engkau akan memiliki segala sesuatu yang telah ku-
selidiki dalam dua kata. Pengkhotbah tidak berkata, Harap kamu
mendengarnya, namun Marilah kita mendengarnya, sebab para
pengajar sendiri harus turut menjadi pendengar dari firman yang
mereka ajarkan kepada orang lain, dan harus mendengarnya sendiri
seperti dari Tuhan . Mereka yang mengajar orang lain dan tidak diri
mereka sendiri yaitu para pengajar yang setengah-setengah dalam
mengajar (Rm. 2:21). Setiap firman Tuhan itu murni dan tak ternilai
harganya, namun beberapa kata memang perlu mendapat perhatian
khusus, seperti yang dilakukan oleh kaum Masoret (kaum yang mem-
pelajari catatan-catatan Kitab Suci Yahudi yang disusun oleh para
penyalin naskah pada seribu tahun pertama Masehi.) dengan meng-
awali firman Tuhan dengan huruf besar, seperti pada Kitab Ulangan
6:4. Salomo sendiri menaruh nota bene (sebuah kata perhatian) di
awal kalimat agar pembaca memperhatikannya dengan seksama, Ma-
rilah kita mendengar akhir kata dari segala perkara ini (KJV). Perhati-
kan di sini,
I. Simpulan dari agama. Dengan mengesampingkan semua perde-
batan yang meragukan, maka beriman berarti takut akan Tuhan
dan berpegang kepada perintah-perintah-Nya.
1. Akar dari agama yaitu sikap takut akan Tuhan yang bertahta
di dalam hati, memuliakan keagungan-Nya, tunduk kepada
kewenangan-Nya, dan gentar terhadap kemarahan-Nya. Takut
akan Tuhan berarti menyembah Tuhan, memberi-Nya hormat
sebab nama-Nya, di dalam semua bakti kita yang sejati, baik
lahiriah maupun batiniah (lihat Why. 14:7).
2. Peraturan agama yaitu hukum Tuhan yang disampaikan
dalam Kitab Suci. Sikap takut akan Tuhan harus diajarkan
melalui ketetapan-ketetapan-Nya (Yes. 29:13) yang harus kita
pegang dan jalani senantiasa. Di manapun sikap takut akan
Tuhan bertakhta di dalam hati, akan ada rasa hormat kepada
perintah-perintah-Nya dan kepedulian untuk menjaganya. Bila
kita tidak mengerjakan kewajiban kita kepada-Nya, sia-sia saja
kita berpura-pura untuk takut akan Tuhan .
II. Makna besar di baliknya yaitu bahwa ini yaitu kewajiban se-
tiap orang. Takut akan Tuhan dan berpegang kepada perintah-Nya
merupakan tanggung jawab dan kebahagiaan setiap orang. Selu-
ruh amanat yang dipercayakan kepada kita terangkum di sini dan
semua kesejahteraan kita tergantung kepadanya. Ini patut dire-
nungkan semua orang dan harus menjadi senantiasa perhatian
utama. Inilah inti pemikiran semua orang yang harus dipikirkan
setiap waktu. Kaya atau miskin, tinggi atau rendah, semuanya
tidak berarti bagi manusia. namun , masalah pokok yang
patut dikerjakan manusia dalam segala hal yaitu takut akan
Tuhan dan mengerjakan perintah-Nya.
III. Hal yang sangat mendukung pernyataan ini (ay. 14). Kita akan
menyaksikan dampak yang begitu besar dari ketaatan kita. Bila
kita mempertimbangkan ayat ini dengan seksama, setiap
kita harus segera menyerahkan diri masing-masing kepada Tuhan .
Kitab Pengkhotbah 12:13-14
263
Dengan demikian, Pengkhotbah menentang hidup yang menggiur-
kan dan mematikan (11:9). Demi hidup beriman, Tuhan akan mem-
bawa setiap perbuatan ke pengadilan. Perhatikan,
1. Akan datang penghakiman, yang melaluinya tempat di mana
tiap manusia akan tinggal selama-lamanya akan ditentukan
untuk terakhir kalinya.
2. Tuhan sendiri yaitu Hakimnya, antara Tuhan dan manusia,
bukan saja sebab Ia berhak menghakimi, namun juga sebab
secara sempurna pantas untuk menghakimi, dan Ia bijak dan
adil tak terbatas.
3. Setiap perbuatan akan dibawa ke pengadilan, bahkan harus
dibawa ke pengadilan dan diungkap kembali. Pada hari peng-
hakiman itu, segala sesuatu yang dilakukan di dalam hidup
akan disingkap.
4. Hal utama yang diadili dari setiap perbuatan yaitu apakah
perbuatan itu baik atau jahat, sesuai dengan kehendak Tuhan
atau melanggar kehendak Tuhan.
5. Bahkan segala sesuatu yang tersembunyi, baik atau jahat,
akan terkuak dan dihakimi di dalam pengadilan pada hari
penghakiman (Rm. 2:16). Tidak ada perbuatan baik atau jahat
yang tersembunyi, semuanya akan terungkap.
6. Mengingat penghakiman yang akan datang itu, dan betapa ke-
rasnya penghakiman itu, maka kita harus bersungguh-sung-
guh di dalam menjalani hidup bersama Tuhan dan melakukan
tugas panggilan kita dengan gembira.
Tafsiran
Kitab Kidung Agung
egala tulisan dalam Kitab Suci yang, kita yakin, diilhamkan Tuhan
memang bermanfaat untuk menyokong dan memajukan kepen-
tingan-kepentingan kerajaan-Nya di antara manusia. Dan tulisan itu
tidak pernah berkurang manfaatnya walaupun di dalamnya ditemu-
kan beberapa hal yang gelap dan sukar dipahami, sehingga orang-
orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya,
memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri. Dalam
kepercayaan kita bahwa kitab ini mempunyai asal-usul ilahi dan juga
penjelasan rohani, kita diteguhkan oleh kesaksian yang ada sejak
dulu, yang tetap, dan saling bersesuaian baik dari jemaat Yahudi,
yang kepada mereka dipercayakan firman Tuhan , dan yang tidak
pernah meragukan kewenangan artikel ini, maupun dari jemaat Kris-
ten, yang dengan bahagia menggantikan jemaat Yahudi dalam meng-
emban kepercayaan dan kehormatan untuk memelihara firman Tuhan .
I. Harus diakui, pada satu sisi, bahwa jika orang yang jarang mem-
baca Kitab Kidung Agung ini ditanya, seperti yang ditanyakan
kepada sida-sida, mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?, ia
akan mempunyai lebih banyak alasan daripada sida-sida itu un-
tuk berkata, bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada
yang membimbing aku? Kitab-kitab sejarah dan nubuatan dalam
Kitab Suci sangat serupa satu dengan yang lain, namun Kidung
Salomo ini sangat tidak serupa dengan kidung-kidung Daud,
ayahnya. Di sini tidak ada nama Tuhan . Kitab ini tidak pernah
dikutip dalam Perjanjian Baru. Kita tidak menemukan di dalam-
nya ungkapan-ungkapan apa saja tentang agama asali atau iba-
dah yang saleh. Bahkan, kitab ini tidak didahului dengan peng-
lihatan, atau suatu tanda pewahyuan langsung. Tampaknya kitab
ini, seperti bagian mana saja dari Kitab Suci, sulit untuk dijadi-
kan bau kehidupan yang menghidupkan. Bahkan, bagi orang-
orang yang membacanya dengan pikiran yang dipenuhi nafsu
kedagingan dan perasaan-perasaan yang bobrok, ada bahaya
kitab ini dijadikan bau kematian yang mematikan. Ini yaitu
bunga yang darinya mereka mengisap racun. Oleh sebab itu,
para ahli agama Yahudi menasihati kaum muda mereka untuk
tidak membacanya sampai mereka berusia tiga puluh tahun,
supaya jangan sampai dengan menyalahgunakan apa yang paling
murni dan suci (horrendum dictu – ngeri untuk dikatakan!), kobar-
an nafsu dibakar oleh api dari langit, yang sebenarnya dimaksud-
kan untuk membakar mezbah saja. namun ,
II. Harus diakui, pada sisi lain, bahwa dengan bantuan dari banyak
pemandu setia yang kita miliki untuk memahaminya, kitab ini
tampak sebagai pancaran cahaya sorgawi yang sangat terang dan
kuat, yang secara mengagumkan cocok untuk menyemangati
perasaan-perasaan saleh dan taat dalam jiwa-jiwa yang kudus,
untuk menarik keinginan-keinginan mereka terhadap Tuhan , un-
tuk meningkatkan kesukaan mereka di dalam Dia, dan memper-
dalam pengenalan dan persekutuan mereka dengan-Nya. Kitab ini
yaitu sebuah kiasan. Pernyataannya mematikan orang-orang
yang berhenti di situ saja dan tidak melihat lebih jauh, namun
rohnya memberi hidup (2Kor. 3:6; Yoh. 6:63). Kitab ini yaitu
sebuah perumpamaan, yang membuat perkara-perkara ilahi
menjadi lebih sulit bagi orang-orang yang tidak mencintainya,
namun lebih jelas dan menyenangkan bagi orang-orang yang men-
cintainya (Mat. 13:14, 16). Orang-orang Kristen yang berpeng-
alaman mendapati di sini padanan dari pengalaman-pengalaman
mereka, dan bagi mereka kitab ini dapat dimengerti, sementara
orang-orang yang tidak memahami atau menikmatinya, mereka
itu tidak mempunyai bagian atau hak dalam perkara ini. Kitab ini
yaitu sebuah kidung, sebuah epithalamium, atau nyanyian per-
kawinan, yang di dalamnya, melalui ungkapan-ungkapan kasih
antara mempelai laki-laki dan mempelai wanita nya, dikete-
Tafsiran Kitab Kidung Agung Disertai Renungan Praktis
ngahkan dan digambarkan rasa saling menyayangi yang ada di
antara Tuhan dan sisa khusus umat manusia. Kitab ini mengan-
dung ajaran untuk penggembalaan. Mempelai wanita dan
mempelai laki-laki, untuk menggambarkan secara lebih hidup
kerendahan hati dan kemurnian, diketengahkan sebagai gembala
dan gembala wanita . Nah,
1. Kidung ini dapat dengan mudah dipahami dalam pengertian
rohani ditujukan kepada jemaat Yahudi, yang untuk keperlu-
annya kitab ini pertama-tama digubah, dan memang dahulu-
nya dipahami demikian, seperti yang tampak melalui terjemah-
an bahasa Aram dan para penfasir Yahudi yang paling kuno.
Tuhan mempersunting umat Israel bagi diri-Nya sendiri. Ia
mengikat perjanjian dengan mereka, dan itu yaitu perjanjian
pernikahan. Ia sudah memberikan bukti-bukti berlimpah akan
kasih-Nya terhadap mereka, dan menuntut dari mereka su-
paya mereka mengasihi-Nya dengan segenap hati dan jiwa me-
reka. Penyembahan berhala, dan menyayangi berhala-berhala,
sering kali dikatakan sebagai perzinahan rohani, yang untuk
mencegahnya kidung ini dituliskan. Kidung ini menggambar-
kan kepuasan yang dirasakan Tuhan terhadap Israel, dan yang
harus dirasakan Israel terhadap Tuhan . Kidung ini mendorong
mereka untuk terus setia kepada-Nya, meskipun mungkin ada
kalanya Ia tampak menarik diri dan menyembunyikan diri-Nya
dari mereka. Kidung ini juga mendorong mereka untuk me-
nantikan penyataan diri-Nya yang lebih jauh dalam Mesias
yang dijanjikan.
2. Kitab ini dapat dengan lebih mudah dipahami dalam pengerti-
an rohani ditujukan kepada jemaat Kristen, sebab kerendah-
an diri dan penyampaian-penyampaian kasih ilahi tampak le-
bih kaya dan bebas terjadi di bawah Injil daripada di bawah
hukum Taurat, dan hubungan antara sorga dan bumi lebih
akrab. Tuhan kadang-kadang berbicara tentang diri-Nya sebagai
suami dari jemaat Yahudi (Yes. 64:5; Hos