pengkhotbah kidungagung 7


  dijumpai tangan 

kita untuk dikerjakan, yang disediakan oleh kesempatan, 

itulah yang harus dikerjakan. Dan tangan yang giat akan 

selalu menemukan sesuatu untuk dikerjakan, yang akan 

berbuah dalam kebaikan. Walaupun kita melakukan apa 

yang memang harus dilakukan, tangan kita akan menemu-

kan uang di dalamnya sebab  melakukan hal itu (Ams. 

17:16).  

(3) Bila ada kesempatan untuk berbuat baik, haruslah kita la-

kukan selama kita mempunyai kesempatan itu. Dan itu 

harus kita kerjakan sekuat tenaga, dengan penuh perhati-

an, dengan semangat, dan dengan bulat hati, apa pun ke-

sulitan dan kejadian yang mengecilkan hati yang mungkin 

kita hadapi dalam mengerjakannya. Hari-hari panen yaitu  

hari-hari yang sibuk. Dan kita harus mengumpulkan je-

rami selagi matahari bersinar. Melayani Tuhan  dan menger-

jakan keselamatan kita harus dilakukan dengan segenap 

jiwa raga, dan cukuplah itu. 

(4) Ada alasan yang baik mengapa kita harus mengerjakan 

pekerjaan Dia yang mengutus kita selama masih siang, 

sebab  akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun 

yang dapat bekerja (Yoh. 9:4). Kita harus bangun dan ber-

tindak sekarang dengan setekun mungkin, sebab  waktu 

kita untuk bertindak akan segera habis, dan kita tidak 

tahu seberapa cepat. namun  ini kita tahu, bahwa jika peker-

jaan dalam hidup tidak dilakukan saat  waktu kita habis,

 maka kita akan binasa untuk selama-lamanya: “Tak ada 

pekerjaan untuk dilakukan, tak ada pertimbangan untuk

Kitab Pengkhotbah 9:11-12 

 199 

 melakukannya, tak ada pengetahuan untuk menduga-duga 

apa yang harus dilakukan, dan tak ada hikmat untuk mela-

kukan tindakan, dalam dunia orang mati, ke mana engkau 

akan pergi.” Kita semua sedang pergi menuju dunia orang 

mati. Setiap hari membawa kita selangkah lebih dekat ke 

sana. saat  kita berada dalam dunia orang mati, sudah 

terlambat untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam 

hidup, terlambat untuk bertobat dan berdamai dengan 

Tuhan , terlambat untuk membuat persediaan untuk hidup 

kekal. Semuanya itu harus dilakukan sekarang atau tidak 

sama sekali. Dunia orang mati yaitu  negeri segala lupa 

dan keheningan, dan sebab  itu tidak ada apa-apa yang 

bisa dilakukan untuk jiwa kita di sana. Itu harus dilaku-

kan sekarang atau tidak sama sekali (Yoh. 12:35). 

Dikecewakannya Harapan-harapan 

(9:11-12) 

11 Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bu-

kan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, 

juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, 

dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, sebab  waktu dan nasib 

dialami mereka semua. 12 sebab  manusia tidak mengetahui waktunya. 

Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti 

burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat 

pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba. 

Sang pengkhotbah di sini, untuk membuktikan lebih jauh kesia-

siaan dunia, dan untuk meyakinkan kita bahwa semua perbuatan 

kita ada di tangan Tuhan , dan bukan di tangan kita sendiri, menun-

jukkan bahwa peristiwa-peristiwa di masa depan itu tidak pasti dan 

tidak dapat diduga. Dan betapa peristiwa-peristiwa itu sering kali 

bertentangan dengan harapan-harapan kita. Ia sudah menasihati kita 

(ay. 10) untuk melakukan apa yang harus kita lakukan dengan 

sekuat tenaga. namun  di sini ia mengingatkan kita bahwa, sesudah  kita 

melakukan semuanya, kita harus menyerahkan hasilnya kepada 

Tuhan , dan jangan yakin dengan keberhasilannya. 

I. Kita sering kali kecewa sebab  tidak mendapat kebaikan yang kita 

harap-harapkan dengan sangat (ay. 11). Salomo sendiri sudah 

membuat pengamatan, dan demikian pula dengan banyak orang 


 200

sejak itu, bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik itu perkara 

umum atau pribadi, tidak selalu sesuai bahkan dengan harapan-

harapan dan kemungkinan-kemungkinan yang paling masuk akal 

sekalipun. Nulli fortuna tam dedita est ut multa tentanti ubique 

respondeat – Keberuntungan tidak menyerahkan dirinya kepada 

siapa pun untuk memastikan bahwa ia akan berhasil, betapapun 

banyaknya usaha yang dia lakukan (Seneca). Hasil dari berbagai 

perkara sering kali tanpa dapat dijelaskan bertentangan dengan 

harapan semua orang. Ini supaya orang yang paling tinggi tidak 

lancang, dan orang yang paling rendah tidak berputus asa, namun  

supaya semuanya dapat hidup dengan rendah hati dan bergan-

tung pada Tuhan , yang dari-Nya semua orang menerima keadilan. 

1. Salomo memberikan contoh-contoh kekecewaan, bahkan keti-

ka sarana-sarana dan alat-alat yang dipakai memberikan ba-

nyak pengharapan dan menjanjikan keberhasilan.  

(1) Orang akan berpikir bahwa kaki yang paling ringan seharus-

nya, dalam perlombaan lari, memenangkan hadiah. Namun 

demikian, kemenangan perlombaan bukan selalu untuk yang 

cepat. Suatu kecelakaan bisa saja terjadi untuk menghambat 

mereka, atau sebab  terlalu merasa aman, dan orang menjadi 

lengah, sehingga yang lebih lamban mendahului mereka.  

(2) Orang akan berpikir bahwa, dalam pertempuran, tentara 

yang paling banyak dan kuat seharusnya selalu menang. 

Dan, dalam pertarungan satu lawan satu, orang yang berani 

dan perkasa seharusnya memenangkan piala. namun  keung-

gulan perjuangan bukan selalu untuk yang kuat. Segenap 

pasukan Filistin pernah dibuat lari berhamburan oleh Yona-

tan dan orangnya. Satu orang saja dari pada kamu dapat 

mengejar seribu orang. Kebaikan suatu perkara sering kali 

berhasil mengalahkan kekuatan yang paling ditakuti.  

(3) Orang akan berpikir bahwa orang yang berakal budi seharus-

nya selalu menjadi orang yang berpunya, dan bahwa orang-

orang yang tahu bagaimana hidup di dunia tidak hanya 

harus terpelihara secara melimpah, namun  juga memperoleh 

harta benda yang banyak. namun  kenyataannya tidak selalu 

demikian. Bahkan roti bukan selalu untuk yang berhikmat, 

terlebih lagi kekayaan bukan selalu untuk yang cerdas. Ba-

nyak orang yang cerdas, dan yang giat berusaha, yang 

Kitab Pengkhotbah 9:11-12 

 201 

kemungkinan akan berkembang di dunia, secara menghe-

rankan mengalami kemunduran dan tidak menjadi apa-apa.  

(4) Orang akan berpikir bahwa orang-orang yang memahami 

manusia, dan mempunyai keahlian mengelola, seharusnya 

selalu diangkat dan mendapat senyuman dari orang-orang 

besar. namun  banyak orang cerdas telah mengalami keke-

cewaan, dan menghabiskan hari-hari mereka tanpa dikenal 

orang. Bahkan, mereka telah jatuh ke dalam kehinaan, dan 

mungkin menghancurkan diri mereka sendiri justru de-

ngan cara-cara yang melaluinya mereka berharap untuk 

maju. Sebab karunia bukan selalu untuk yang cerdik cen-

dekia, sebaliknya, orang-orang bodoh mendapat perkenan-

an dan orang-orang bijak mendapat kernyit dahi. 

2. Salomo menyerahkan semua kekecewaan ini pada kuasa dan 

penyelenggaraan ilahi yang mengatasi semua tindakan ma-

nusia. Pelaksanaan dari kuasa dan penyelenggaraan ilahi itu 

tampak kebetulan bagi kita, dan kita menyebutnya nasib. 

namun  sebenarnya itu sesuai dengan maksud dan rencana 

Tuhan , yang di sini disebut waktu, dalam bahasa kitab ini (3:1; 

Mzm. 31:16). Waktu dan nasib dialami mereka semua. Penye-

lenggaraan ilahi yang berdaulat mematahkan perhitungan-per-

hitungan manusia, dan memupuskan harapan-harapan mere-

ka, dan mengajar mereka bahwa manusia tidak berkuasa untuk 

menentukan jalannya, namun  tunduk pada kehendak ilahi. Kita 

harus menggunakan sarana-sarana, namun  tidak boleh mengan-

dalkannya. Jika kita berhasil, kita harus memberikan pujian-

nya kepada Tuhan  (Mzm. 44:4). Jika kita mendapat malang, kita 

harus menerima kehendak-Nya dan mengambil bagian kita. 

II. Kita sering kali dikejutkan oleh kejahatan-kejahatan yang tidak 

kita sangka-sangka (ay. 12): Manusia tidak mengetahui waktunya, 

waktu malapetakanya, kejatuhannya, kematiannya, yang, dalam 

Kitab Suci, disebut hari kita dan saat kita.  

1. Kita tidak mengetahui kesusahan-kesusahan apa yang ada di 

depan kita, yang akan mengambil pekerjaan kita dari kita, dan 

mengambil kita dari dunia. Kita tidak mengetahui waktu dan 

nasib apa yang akan kita alami, atau apa yang akan terjadi 

pada satu hari, atau satu malam. Kita tidak perlu mengetahui 


 202

masa dan waktu, tidak, sekalipun itu waktu kita sendiri, kapan 

atau bagaimana kita akan mati. Tuhan , dalam hikmat, membuat 

kita tetap berada dalam kegelapan, supaya kita bisa selalu siap.  

2. Ada kemungkinan kita akan menemui masalah justru dalam hal 

yang kita harapkan akan memberi kita kepuasan dan keun-

tungan terbesar. Ikan-ikan dan burung-burung tertangkap da-

lam jerat dan jala oleh umpan yang sengaja ditaruh untuk memi-

kat mereka, yang mereka makan dengan lahap. Demikian pula 

anak-anak manusia sering kali terjerat pada waktu yang malang, 

saat  waktu yang malang itu menimpa mereka secara tiba-tiba, 

sebelum mereka sadar. Dan hal-hal ini juga sama bagi sekalian. 

Manusia sering kali menemukan kutukan di mana mereka men-

cari berkat, dan tertangkap kematian di mana mereka menyang-

ka akan mendapatkan hadiah. Oleh sebab itu, janganlah kita 

pernah merasa aman, namun  selalu siap untuk menghadapi per-

ubahan, supaya, walaupun perubahan itu mungkin datang se-

cara tiba-tiba, kita tidak terkejut atau ngeri dibuatnya. 

Keuntungan-keuntungan Hikmat 

(9:13-18) 

13 Hal ini juga kupandang sebagai hikmat di bawah matahari dan nampaknya 

besar bagiku; 14 ada sebuah kota yang kecil, penduduknya tidak seberapa; 

seorang raja yang agung menyerang, mengepungnya dan mendirikan tembok-

tembok pengepungan yang besar terhadapnya; 15 di situ ada  seorang 

miskin yang berhikmat, dengan hikmatnya ia menyelamatkan kota itu, namun  

tak ada orang yang mengingat orang yang miskin itu. 16 Kataku: “Hikmat 

lebih baik dari pada keperkasaan, namun  hikmat orang miskin dihina dan 

perkataannya tidak didengar orang.” 17 Perkataan orang berhikmat yang 

didengar dengan tenang, lebih baik dari pada teriakan orang yang berkuasa 

di antara orang bodoh. 18 Hikmat lebih baik dari pada alat-alat perang, namun  

satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal yang baik. 

Salomo masih menganjurkan hikmat kepada kita sebagai hal yang 

penting untuk menjaga kedamaian kita dan menyempurnakan peker-

jaan kita, kendati dengan kesia-siaan dan kemalangan yang terha-

dapnya perkara-perkara manusia tunduk. Ia sudah berkata (ay. 11), 

roti bukan untuk yang berhikmat. Namun ia tidak mau, sebab  itu, 

dianggap meremehkan hikmat, atau mengecilkan hati orang untuk 

memperoleh hikmat. Tidak, ia tetap mempertahankan dasar-dasar 

pegangannya, bahwa hikmat melebihi kebodohan, seperti terang mele-

Kitab Pengkhotbah 9:13-18 

 203 

bihi kegelapan (2:13). Dan kita harus mencintai dan merangkul 

hikmat, dan diatur olehnya, demi nilai hakikinya sendiri, dan 

kemampuan yang diberikannya kepada kita untuk menjadi berguna 

bagi orang lain, meskipun kita sendiri tidak mendapat kekayaan dan 

kedudukan olehnya. Hikmat ini, yaitu, hikmat yang dia gambarkan di 

sini, hikmat inilah yang, menurut Salomo, nampaknya besar baginya 

(ay. 13). Hikmat itu memampukan seseorang untuk berbakti kepada 

negerinya berdasarkan rasa cinta yang murni terhadap kepentingan-

kepentingan negerinya itu, meskipun ia sendiri tidak memperoleh 

keuntungan darinya, walaupun sekadar ucapan terima kasih atas 

jerih payahnya. Dan ia juga tidak memperoleh nama baik dengan 

hikmatnya itu. Semangat untuk mendahulukan kepentingan umum, 

dalam ruang lingkup pribadi, yaitu  hikmat yang tidak bisa tidak 

pasti akan dilihat sebagai sesuatu yang sangat besar oleh orang-

orang yang memahami perbedaan-perbedaan dalam segala sesuatu. 

I. Salomo di sini memberikan sebuah contoh, yang ada kemungkin-

an kisah nyata, di sebuah negeri tetangga, tentang seorang miskin 

yang dengan hikmatnya berjasa besar saat  rakyat dilanda 

kesusahan dan bahaya (ay. 14): Ada sebuah kota yang kecil (tidak 

ada imbalan yang besar, siapa pun yang menjadi penguasanya). 

Penduduknya tidak seberapa, untuk mempertahankannya, dan 

penduduk, jika mereka yaitu  orang-orang yang berani, merupa-

kan benteng terbaik dari sebuah kota. Di sini penduduknya tidak 

seberapa, dan, sebab  tidak seberapa, mereka lemah, penakut, 

dan pasti akan menyerahkan kota mereka sebab  tidak dapat 

dipertahankan. Untuk melawan kota yang kecil ini, seorang raja 

yang agung datang dengan banyak tentara, dan mengepungnya, 

entah dalam kesombongan, atau ketamakan untuk memilikinya, 

atau untuk membalas dendam atas suatu penghinaan yang dila-

kukan kepadanya. sebab  itu ia hendak menghajar dan meng-

hancurkannya. sebab  menyangka bahwa kota itu lebih kuat 

daripada yang sebenarnya, ia mendirikan tembok-tembok penge-

pungan yang besar terhadapnya, supaya ia menggempurnya dari 

situ. Dan ia tidak ragu bahwa hanya dalam waktu singkat ia akan 

menjadikan dirinya penguasa atas kota itu. Betapa besarnya 

amarah tidak wajar dari raja-raja yang berhasrat untuk berkuasa 

terhadap tetangga-tetangga mereka yang tidak berdaya! Raja yang 

agung ini tidak perlu takut terhadap kota yang kecil ini. Lalu 


 204

mengapa ia harus menakut-nakutinya? Kota ini tidak akan begitu 

menguntungkan baginya. Lalu mengapa ia sampai mengeluarkan 

biaya yang sedemikian besar untuk mendapatkannya? Memang 

ada kalanya orang-orang kecil berbuat tidak masuk akal dan 

tamak tanpa terpuaskan, sehingga mereka menyerobot rumah 

demi rumah dan mencekau ladang demi ladang. namun  raja-raja 

besar sering kali menyerobot kota demi kota, dan wilayah demi 

wilayah, sehingga hanya mereka sendiri yang tinggal di dalam 

negeri (Yes. 5:8). Adakah kemenangan dan keberhasilan menyertai 

yang kuat? Tidak. Didapati dalam kota yang kecil ini, di antara 

penduduknya yang tidak seberapa, seorang miskin yang berhik-

mat. Seorang yang berhikmat, dan sekalipun begitu miskin, dan 

tidak diangkat ke tempat yang menguntungkan atau tempat ke-

kuasaan di dalam kota itu. Tempat-tempat kepercayaan tidak 

diberikan kepada orang sesuai dengan jasa mereka, dan kepan-

tasan mereka, sebab seandainya demikian, orang berhikmat 

seperti ini tidak akan menjadi orang miskin. Nah,  

1. sebab  berhikmat, ia melayani kota itu, meskipun ia miskin. 

Dalam kesusahan, mereka mencari dia (Hak. 11:7) dan memo-

hon nasihat dan bantuannya. Dan dengan hikmatnya ia 

menyelamatkan kota itu, yaitu melalui petunjuk-petunjuk yang 

bijak yang diberikannya kepada orang-orang yang terkepung, 

mengarahkan mereka untuk melakukan suatu siasat yang tak 

terpikirkan untuk melindungi diri mereka, atau melalui suatu 

persepakatan yang bijak dengan para pengepung, seperti 

seorang wanita  bijaksana di kota Abel (2Sam. 20:16). Ia 

tidak mencela mereka atas penghinaan yang telah mereka 

perbuat kepadanya, dengan tidak memasukkannya ke dalam 

dewan penasihat mereka. Ia juga tidak berkata kepada mereka 

bahwa ia miskin dan tidak akan menderita kerugian apa-apa, 

dan sebab  itu tidak peduli apa yang terjadi dengan kota itu. 

namun  ia berbuat sebaik-baiknya untuk kota itu, dan diberkati 

dengan keberhasilan. Perhatikanlah, kepentingan-kepentingan 

dan kebencian-kebencian pribadi harus selalu dikorbankan 

demi kebaikan umum, dan harus dilupakan jika  masalah-

nya menyangkut kesejahteraan bersama.  

2. sebab  miskin, ia diremehkan oleh kota itu, meskipun ia ber-

hikmat dan sudah dipakai sebagai alat untuk menyelamatkan 

mereka semua dari kehancuran: Tak ada orang yang meng-

Kitab Pengkhotbah 9:13-18 

 205 

ingat orang yang miskin itu. Jasa-jasanya yang baik tidak 

diperhatikan, tidak ada imbalan yang diberikan kepadanya, 

tidak ada tanda-tanda kehormatan yang disematkan kepada-

nya. Sebaliknya, ia hidup dalam kemiskinan dan tanpa dikenal 

orang sama seperti sebelumnya. Kekayaan bukan untuk orang 

yang cerdas ini, dan karunia bukan untuk orang yang cerdik 

cendekia ini. Banyak orang yang sudah berjasa bagi raja dan 

negeri mereka tidak mendapatkan imbalan yang semestinya. 

Betapa tidak tahu berterima kasih dunia yang di dalamnya 

kita hidup ini. Sungguh baik bahwa orang-orang yang berguna 

mempunyai Tuhan  yang dapat mereka andalkan, yang akan 

memberi mereka upah secara berlimpah. Sebab, di antara 

manusia, jasa-jasa yang besar sering kali menjadi sasaran iri 

hati, dan kebaikan dibalas dengan kejahatan. 

II. Dari contoh ini, Salomo menarik beberapa kesimpulan yang ber-

guna, melihatnya dan mendapat pelajaran darinya.  

1. Dari contoh ini ia mengamati betapa hikmat itu sangat ber-

guna dan unggul, dan betapa hikmat membuat orang menjadi 

berkat bagi negerinya: Hikmat lebih baik dari pada keperkasa-

an (ay. 16). Pikiran yang bijak, yang merupakan kehormatan 

seorang manusia, harus lebih diutamakan daripada tubuh 

yang tegap. Banyak binatang lebih unggul daripada manusia 

dalam hal berbadan tegap. Orang dengan hikmatnya bisa 

mewujudkan apa yang tidak pernah bisa ia raih dengan keper-

kasaannya, dan dapat mengatasi orang-orang yang mampu 

mengalahkannya, dengan cara mengakali mereka. Bahkan, 

hikmat lebih baik dari pada alat-alat perang, untuk menyerang 

ataupun untuk membela diri (ay. 18). Hikmat, yaitu, agama 

dan kesalehan (sebab orang berhikmat di sini dipertentangkan 

dengan orang berdosa), lebih baik daripada semua kecakapan 

atau perlengkapan berperang, sebab hikmat akan membuat 

Tuhan  berperang bagi kita. Dengan demikian, kita aman dalam 

bahaya-bahaya terbesar, dan berhasil dalam usaha-usaha ter-

besar. Jika Tuhan  di pihak kita, siapakah yang akan melawan 

kita atau berdiri menghadang kita?  

2. Dari contoh ini Salomo mengamati kekuatan dan kekuasaan 

hikmat yang berwibawa, meskipun hikmat harus berjerih payah 

di bawah hal-hal lahiriah yang tidak menguntungkan (ay. 17): 


 206

Perkataan orang berhikmat didengar dengan tenang. Apa yang 

mereka katakan, sebab  diucapkan dengan tenang dan dengan 

pertimbangan, akan didengar dan diindahkan, akan dihormati 

(meskipun, sebab  tidak kaya dan berkuasa, mereka tidak 

berani berbicara dengan lantang atau dengan kepercayaan diri). 

Bahkan, apa yang mereka katakan itu akan mencapai 

tujuannya, dan lebih memengaruhi orang lain daripada teriakan 

yang memerintah dari orang yang berkuasa di antara orang 

bodoh, yang, seperti orang bodoh, memilihnya untuk menjadi 

penguasa mereka, sebab  kegaduhannya dan gertakannya. Dan, 

seperti orang bodoh, mereka mengira bahwa dengan cara-cara 

itu ia pasti akan berhasil menguasai siapa saja. Sanggahan yang 

sedikit dan teliti lebih berharga daripada perkataan yang banyak 

dan muluk-muluk. Dan barangsiapa menjawab orang-orang 

yang menggertak dan menghina menurut kebodohan mereka, ia 

tidak sedang bernalar dengan baik. Alangkah kokohnya kata-

kata yang jujur! Apa yang diucapkan dengan bijak harus di-

ucapkan dengan tenang, maka ucapan itu akan didengar 

dengan tenang dan dipertimbangkan dengan tenang. namun  

amarah akan mengurangi kekuatan nalar sekalipun, dan 

bukannya menambahkan kekuatan apa pun kepadanya. 

3. Dari contoh ini Salomo mengamati bahwa orang-orang yang 

bijak dan baik, kendati demikian, harus sering kali berpuas diri 

sebab  sudah melakukan apa yang baik, atau setidak-tidaknya 

sudah mengusahakannya, dan menawarkannya, saat  mereka 

tidak dapat melakukan kebaikan yang ingin mereka lakukan, 

atau mendapatkan pujian yang seharusnya mereka dapatkan. 

Hikmat memampukan orang melayani sesamanya, dan orang 

berhikmat menawarkan pelayanannya. namun , sungguh malang! 

Jika ia miskin, hikmatnya diremehkan dan perkataannya tidak 

didengar orang (ay. 16). Banyak orang dikubur hidup-hidup 

dalam kemiskinan dan tanpa dikenal orang, padahal kalau saja 

ia diberi dorongan yang sepantasnya, ia bisa saja menjadi ber-

kat yang besar bagi dunia. Banyak mutiara hilang dalam cang-

kangnya. namun  suatu hari akan tiba saat  hikmat dan kebaik-

an akan beroleh kehormatan, dan orang-orang benar akan ber-

cahaya. 

4. Dari apa yang sudah dia amati tentang kebaikan besar yang 

dapat dilakukan oleh orang yang berhikmat dan bajik, Salomo 

Kitab Pengkhotbah 9:13-18 

 207 

menyimpulkan betapa besar kejahatan yang dapat dilakukan 

oleh satu orang fasik, dan betapa besar kebaikan yang dapat 

dihalanginya: Satu orang yang keliru dapat merusakkan ba-

nyak hal yang baik (KJV: satu orang yang berdosa).  

(1) Berkenaan dengan dirinya sendiri, keadaan yang berdosa 

yaitu  keadaan yang sia-sia. Berapa banyak pemberian yang 

baik dari alam maupun penyelenggaraan ilahi yang dihan-

curkan dan disia-siakan oleh satu orang berdosa. Akal sehat, 

bagian-bagian yang baik, pembelajaran yang baik, kecende-

rungan yang baik, harta yang baik, makanan yang baik, 

minuman yang baik, dan berlimpahnya makhluk-makhluk 

ciptaan Tuhan  yang baik, semuanya itu digunakan untuk me-

layani dosa, dan dengan demikian dihancurkan dan lenyap, 

dan maksud pemberiannya digagalkan dan diselewengkan! 

Siapa yang menghancurkan jiwanya sendiri, menghancur-

kan banyak kebaikan.  

(2) Berkenaan dengan orang lain, betapa besar kejahatan yang 

dapat dilakukan oleh satu orang fasik dalam sebuah kota 

atau negeri! Satu orang berdosa, yang pekerjaannya mem-

buat bejat orang lain, dapat mengalahkan dan menggagalkan 

maksud-maksud dari banyak hukum yang baik dan banyak 

khotbah yang baik, dan menyeret banyak orang ke dalam 

jalan-jalannya yang merusak. Satu orang berdosa bisa me-

nimbulkan kehancuran bagi sebuah kota, sama seperti se-

orang Akhan menyusahkan seluruh perkemahan Israel. 

Orang berhikmat yang membebaskan kota akan mendapat-

kan penghormatan dan imbalan yang semestinya untuk itu, 

kalau saja seorang pendosa tidak menghalanginya, dan mere-

mehkan jasanya dengan cara yang menyakitkan hati. Dan ba-

nyak rancangan yang baik, yang disusun dengan baik untuk 

kesejahteraan warga , telah dihancurkan oleh seorang 

musuh yang licik. Hikmat sebagian orang akan dapat me-

nyembuhkan bangsa, namun , sebab  kefasikan sedikit orang, 

bangsa itu tidak akan sembuh. Lihatlah siapa yang menjadi 

kawan dan lawan dari suatu kerajaan, jika satu orang kudus 

berbuat banyak kebaikan, dan satu orang berdosa menghan-

curkan banyak kebaikan. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 10  

asal ini tampak lebih seperti amsal-amsal Salomo, kumpulan dari 

perkataan dan pengamatan yang bijak, daripada sebuah bagian 

dari khotbahnya. namun  sang pengkhotbah berusaha untuk berbicara 

dengan singkat dan padat, dan “menyusun banyak amsal,” untuk 

dimasukkan ke dalam khotbahnya. Namun tujuan umum dari semua 

pengamatan dalam pasal ini yaitu  untuk menganjurkan hikmat 

kepada kita, dan ajaran-ajaran serta aturan-aturannya, sebagai hal 

yang sangat bermanfaat untuk mengatur perilaku kita dengan benar 

dan untuk memperingatkan kita terhadap kebodohan.  

I. Salomo menganjurkan hikmat kepada orang-orang tertentu, 

yang berada dalam kedudukan lebih rendah.  

1. Berhikmatlah kita untuk menjaga nama baik kita, dalam 

mengurus urusan-urusan kita dengan tangkas (ay. 1-3).  

2. Untuk tunduk kepada atasan kita sekiranya kita sudah 

menyinggung mereka (ay. 4).  

3. Untuk hidup tenang dan damai, dan tidak ikut campur 

dengan orang-orang yang mementingkan golongan dan 

suka menghasut, dan yang berusaha mengganggu peme-

rintah dan ketenteraman umum. Kebodohan dan bahaya 

dari perbuatan-perubatan yang tidak setia dan mengacau-

kan itu ditunjukkannya dalam ayat 8-11.  

4. Untuk mengendalikan lidah kita dengan baik (ay. 12-15).  

5. Untuk tekun dalam pekerjaan kita dan menyediakan 

kebutuhan keluarga kita dengan baik (ay. 18-19).  

6. Untuk tidak menjelek-jelekkan para pemimpin kita, bah-

kan secara sembunyi-sembunyi sekalipun (ay. 20).  


 210

II. Salomo menganjurkan hikmat kepada para pemimpin. Ja-

nganlah mereka berpikir bahwa, sebab  rakyat mereka harus 

diam di bawah mereka, maka mereka boleh melakukan apa 

saja sesuka mereka. Tidak, sebaliknya,  

1. Hendaklah mereka berhati-hati siapa yang mereka angkat 

ke tempat-tempat untuk diberi kepercayaan dan kekuasa-

an (ay. 5-7).  

2. Hendaklah mereka mengatur diri mereka sendiri dengan 

bijak, bermurah hati dan tidak kekanak-kanakan, seder-

hana dan tidak bermewah-mewahan (ay. 16-17). Berbaha-

gialah bangsa jika  para pemimpin dan rakyat menja-

lankan kewajiban mereka dengan kesadaran hati nurani 

sesuai dengan aturan-atuaran ini. 

Keuntungan-keuntungan Hikmat 

(10:1-3) 

1 Lalat yang mati menyebabkan urapan dari pembuat urapan berbau busuk; 

demikian juga sedikit kebodohan lebih berpengaruh dari pada hikmat dan 

kehormatan. 2 Hati orang berhikmat menuju ke kanan, namun  hati orang bodoh 

ke kiri. 3 Juga kalau ia berjalan di lorong orang bodoh itu tumpul pikirannya, 

dan ia berkata kepada setiap orang: “Orang itu bodoh!”  

Dalam ayat-ayat ini Salomo menunjukkan, 

I. Betapa orang-orang bijak sangat perlu berjaga-jaga supaya tidak 

melakukan kesalahan dengan berbuat bodoh. Sebab sedikit kebo-

dohan yaitu  noda yang besar bagi orang yang terkenal berhikmat 

dan terhormat (KJV). Dan sedikit kebodohan itu merusak nama 

baiknya seperti lalat yang mati merusak minyak wangi, bukan 

hanya merusak kewangiannya, namun  juga membuatnya berbau 

busuk. Perhatikanlah,  

1. Hikmat sejati yaitu  kehormatan yang sejati, dan akan mem-

buat orang memperoleh nama baik, yang seperti botol minyak 

wangi yang mahal, menyenangkan dan sangat berharga.  

2. Nama baik yang diperoleh dengan sulit, dan dengan banyak 

hikmat, dapat hilang dengan mudah, dan dengan sedikit kebo-

dohan, sebab iri hati selalu terarah pada keunggulan, dan 

menjelekkan sejelek-jeleknya berbagai kesalahan dan kegagal-

an orang-orang yang dipuji sebagai orang berhikmat, dan

Kitab Pengkhotbah 10:1-3 

 211 

 memanfaatkannya untuk merugikan mereka. Dengan demi-

kian, sementara kebodohan pada diri orang lain tidak akan 

diperhatikan, kebodohan pada orang berhikmat dicela dengan 

keras. Orang-orang yang mengaku sangat beragama perlu hi-

dup dengan sangat hati-hati, perlu menjauhkan diri dari segala 

jenis kejahatan, dan apa saja yang mengarah padanya, sebab 

banyak mata tertuju kepada mereka, yang mengawasi kalau-

kalau mereka tersandung. Kalau tidak, tabiat mereka akan se-

gera ternoda, dan mereka akan sangat kehilangan nama baik. 

II. Betapa besar keuntungan yang dimiliki orang bijak atas orang 

bodoh dalam mengatur pekerjaan (ay. 2): Hati orang berhikmat 

menuju ke kanan, sehingga ia melakukan pekerjaannya dengan 

tangkas, menggerakkan tangannya dengan terampil untuk itu, 

dan menuntaskannya dengan cepat. Bimbingan dan keberanian-

nya siap sedia untuk dia, setiap kali ia membutuhkannya. namun  

hati orang bodoh menuju ke kiri. Hatinya selalu mencari-cari 

kapan ia mempunyai sesuatu yang penting untuk dikerjakan, dan 

sebab  itu ia melakukannya dengan canggung, seperti orang 

kidal. Ia segera kebingungan dan kehabisan akal. 

III. Betapa mudahnya orang-orang bodoh untuk menyatakan kebo-

dohan mereka sendiri dalam setiap kesempatan, dan membuka-

kan siapa mereka yang sebenarnya. Orang yang dungu atau 

kikuk, yang tolol atau fasik, jika ia tidak diawasi dengan baik, dan 

dibiarkan sendiri, jika ia hanya berjalan di lorong, akan segera 

menunjukkan siapa dia. Orang bodoh itu tumpul pikirannya, dan, 

dengan satu atau lain cara yang tidak pantas, ia berkata kepada 

setiap orang bahwa ia bodoh (ay. 3, KJV). Yaitu, ia menyingkapkan 

kebodohannya dengan jelas seolah-olah ia memberi tahu semua 

orang demikian. Ia tidak bisa menyembunyikannya, dan ia tidak 

malu dengannya. Dosa yaitu  cela bagi para pendosa ke mana 

saja mereka pergi. 


 212

Kewajiban Para Pemimpin dan  

Rakyat Satu terhadap yang Lain  

(10:4-11) 

4 Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempat-

mu, sebab  kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar. 5 Ada suatu 

kejahatan yang kulihat di bawah matahari sebagai kekhilafan yang berasal 

dari seorang penguasa: 6 pada banyak tempat yang tinggi, didudukkan orang 

bodoh, sedangkan tempat yang rendah diduduki orang kaya. 7 Aku melihat 

budak-budak menunggang kuda dan pembesar-pembesar berjalan kaki 

seperti budak-budak. 8 Barangsiapa menggali lobang akan jatuh ke dalam-

nya, dan barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular. 9 Barangsiapa 

memecahkan batu akan dilukainya; barangsiapa membelah kayu akan diba-

hayakannya. 10 Jika besi menjadi tumpul dan tidak diasah, maka orang ha-

rus memperbesar tenaga, namun  yang terpenting untuk berhasil yaitu  hik-

mat. 11 Jika ular memagut sebelum mantera diucapkan, maka tukang man-

tera tidak akan berhasil.  

Maksud dari ayat-ayat ini yaitu  untuk membuat rakyat tetap setia 

dan patuh kepada pemerintah. Semasa pemerintahan Salomo, rakyat 

sangat kaya, dan hidup dalam kemakmuran, yang mungkin mem-

buat mereka congkak dan lekas marah. Dan saat  pajak-pajak naik, 

meskipun mereka mempunyai cukup uang untuk membayarnya, ada 

kemungkinan bahwa banyak orang berperilaku kurang ajar terhadap 

pemerintah dan mengancam untuk memberontak. Kepada orang-

orang seperti itulah Salomo di sini memberikan beberapa peringatan 

yang penting. 

I. Janganlah rakyat meneruskan perseteruan dengan pemimpin 

mereka sebab  suatu kebencian pribadi (ay. 4): “Jika amarah 

penguasa menimpa engkau, jika sebab  ia diberi tahu sesuatu 

yang salah, atau jika engkau salah mengurus sesuatu, ia marah 

terhadapmu, dan mengancammu, janganlah tinggalkan tempatmu. 

Jangan lupakan kewajiban seorang rakyat, jangan memberontak 

dari kesetiaanmu. Janganlah, dalam amarah, meninggalkan 

tempat pelayananmu terhadapnya dan mencampakkan tugasmu, 

sebab  engaku sudah berputus asa akan mendapatkan kembali 

perkenanannya. Jangan, tunggulah sebentar, maka engkau akan 

mendapati bahwa ia bukannya tidak dapat luluh, namun  bahwa 

kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar.” Salomo berbi-

cara untuk dirinya sendiri, dan untuk setiap orang yang bijak dan 

baik yang yaitu  tuan, atau hakim, bahwa ia bisa memaafkan 

mereka dengan mudah, saat  mereka tunduk. namun , saat  

mereka menyulut murkanya, ia menjadi sangat marah terhadap

Kitab Pengkhotbah 10:4-11 

 213 

 mereka. Lebih aman dan lebih baik patuh kepada pemimpin yang 

marah daripada berseteru dengannya. 

II.  Janganlah rakyat memulai perseteruan dengan pemimpin mereka, 

meskipun pelayanan kepada warga  tidak seperti yang 

mereka inginkan dalam segala hal. Salomo mengakui bahwa ada 

suatu kejahatan yang sering dilihat di bawah matahari, dan itu 

yaitu  kejahatan seorang raja, kejahatan yang hanya bisa 

disembuhkan sang raja, sebab itu yaitu  kekhilafan yang berasal 

dari seorang penguasa (ay. 5). Suatu kesalahan yang sudah sering 

dilakukan para penguasa, dengan lebih mendahulukan perasaan-

perasaan pribadi mereka daripada kepentingan umum, yaitu 

bahwa orang tidak diangkat sesuai kelayakan mereka, namun  pada 

banyak tempat yang tinggi, didudukkan orang bodoh. Orang-orang 

yang kacau pikirannya, dan yang buruk peruntungannya, ditem-

patkan di tempat-tempat yang memiliki kuasa dan tugas besar. Di 

lain pihak, orang-orang yang kaya akal sehat dan harta milik, 

yang kepentingannya akan mengharuskan mereka untuk berlaku 

benar kepada orang banyak, dan yang kelimpahannya kemung-

kinan akan memampukan mereka mengatasi godaan-godaan suap 

dan pemerasan, justru duduk di tempat-tempat yang rendah, dan 

tidak diangkat ke kedudukan tinggi (ay. 6). Entah sang penguasa 

tidak tahu bagaimana menghargai mereka atau syarat-syarat 

pengangkatannya sedemikian rupa hingga mereka tidak dapat 

memenuhinya dengan hati nurani. Sungguh buruk bagi rakyat 

jika  orang-orang keji diangkat ke kedudukan tinggi sementara 

orang-orang yang layak dibiarkan di tempat yang rendah. Hal ini 

digambarkan (ay. 7). “Aku melihat budak-budak menunggang kuda, 

orang-orang yang tidak hanya berasal dari keturunan dan pen-

didikan yang rendah (seandainya cuma itu, maka itu bisa lebih 

dimaafkan, bahkan, ada banyak hamba yang bijak yang dengan 

alasan baik berkuasa atas anak yang membuat malu), namun  juga 

yang mempunyai kecenderungan kotor, hina, mata duitan. Aku 

sudah melihat mereka ini menunggang kuda dalam kemegahan 

dan kebesaran seperti para pembesar, sementara para pembesar 

sendiri, orang-orang keturunan bangsawan dan unggul, yang 

pantas untuk memerintah sebuah kerajaan, dipaksa berjalan kaki 

seperti budak-budak, miskin dan terhina.” Demikianlah Tuhan , 

dalam penyelenggaraan-Nya, menghukum orang-orang fasik. 


 214

namun , sejauh itu merupakan tindakan dan perbuatan si pengua-

sa, ini tentu merupakan kekhilafannya, dan kejahatan besar, sua-

tu hal yang menyusahkan rakyat dan sangat menyulut amarah. 

namun  itu yaitu  kekhilafan di bawah matahari, yang pasti akan 

dibetulkan di atas matahari, dan sesudah  ia tidak bersinar lagi, 

sebab di sorga hanya hikmat dan kekudusanlah yang dijunjung 

tinggi. namun , kalaupun sang penguasa bersalah atas kekhilafan-

nya, janganlah rakyat lalu meninggalkan tempat mereka, atau 

bangkit melawan pemerintah, atau membuat rencana apa saja 

untuk mengubahnya. Dan juga janganlah sang penguasa mene-

ruskan keadaan itu terlalu jauh, atau mendudukkan hamba-ham-

ba, dan pengemis-pengemis, di atas kuda, yang akan mengenda-

rainya dengan ganas di luar batas-batas aturan yang sudah dite-

tapkan sejak dulu, dan mengancam akan menjungkirbalikkannya. 

1. Janganlah pemimpin atau rakyat berusaha melakukan per-

ubahan-perubahan apa saja dengan kekerasan, atau dengan 

ganas memicu perseteruan bangsa, sebab mereka akan men-

datangkan akibat yang berbahaya dengan perbuatan mereka 

itu. Hal ini ditunjukkan Salomo di sini dengan empat perum-

pamaan, yang dimaksudkan untuk memberi kita peringatan 

untuk tidak ikut campur dengan suatu urusan hingga merugi-

kan diri kita sendiri. Janganlah para pemimpin menyerang 

hak-hak dan kebebasan rakyat mereka. Janganlah rakyat me-

lawan dan memberontak terhadap para pemimpin mereka. 

Sebab, 

(1) Barangsiapa menggali lobang untuk orang lain, besar ke-

mungkinan bahwa ia sendiri akan jatuh ke dalamnya, dan 

tindakannya yang penuh kekerasan akan kembali menimpa 

dirinya sendiri. Jika para pemimpin menjadi penguasa yang 

lalim, atau rakyat menjadi pemberontak, maka semua seja-

rah akan memberi tahu pemimpin maupun rakyat apa yang 

kemungkinan akan menjadi nasib mereka. Mereka sendiri-

lah yang terancam bahaya paling besar, dan akan lebih 

baik bagi pemimpin maupun rakyat untuk puas dengan 

batasan-batasan mereka sendiri.  

(2) Barangsiapa mendobrak tembok, tembok yang sudah tua, 

yang sudah lama menjadi batas tanah, hendaklah dia me-

nantikan bahwa ular, atau ular tedung, yang suka bersem-

Kitab Pengkhotbah 10:4-11 

 215 

bunyi di pagar-pagar busuk, akan memagutnya. Ular belu-

dak atau ular lain akan melilit tangannya (Kis. 28:3). Tuhan , 

melalui ketetapan-Nya, seperti melalui tembok, telah me-

magari hak-hak istimewa dan kekuasaan-kekuasaan para 

pemimpin. Pribadi mereka berada di bawah perlindungan 

istimewa-Nya. Oleh sebab itu, orang-orang yang membuat 

rencana-rencana apa saja untuk berkhianat terhadap keda-

maian mereka, mahkota mereka, dan martabat mereka, ha-

nyalah memutar tali leher kuda sehingga kuda itu berbalik 

ke arah orang itu sendiri.  

(3) Barangsiapa memecahkan batu, untuk meruntuhkan din-

ding atau bangunan, ia mencungkilnya hanya untuk me-

nimpa dirinya sendiri. Ia akan dilukainya, dan akan menye-

sali diri mengapa ia sampai menyentuhnya. Orang-orang 

yang berusaha mengubah pemerintah yang dibentuk de-

ngan baik dan ditegakkan dengan baik, dengan berdalih 

memperbaiki beberapa masalah dan meluruskan beberapa 

kesalahan di dalamnya, akan segera menyadari bahwa 

bukan hanya lebih mudah untuk menemukan kesalahan 

daripada memperbaikinya, untuk menghancurkan apa 

yang baik daripada membangun apa yang lebih baik, namun  

juga mereka akan memasukkan jari-jari mereka sendiri ke 

dalam api, dan membuat diri mereka sendiri kepayahan 

menghadapi kehancuran yang mereka timbulkan.  

(4) Barangsiapa membelah kayu, dan, seperti yang dikatakan 

selanjutnya, tidak memiliki alat-alat yang baik (ay. 10), 

maka ia akan dibahayakannya. Serpihan-serpihan kayu, 

atau kepala kapaknya sendiri, akan terbang menimpa wa-

jahnya. Jika kita menemui pohon-pohon kayu yang banyak 

bongkahan kerasnya, dan berpikir bisa menguasainya de-

ngan paksaan dan kekerasan, dan bisa menebangnya ber-

potong-potong, kita akan terkecoh bukan saja kayunya 

terlalu keras, namun  juga usaha itu dapat berbalik melukai 

diri kita sendiri. 

2. Sebaliknya, hendaklah pemimpin maupun rakyat bertindak 

satu terhadap yang lain dengan kebijaksanaan, kelembutan, 

dan perangai yang baik: Yang terpenting untuk berhasil yaitu  

hikmat (KJV: Hikmat bermanfaat untuk mengarahkan) penguasa 

untuk bagaimana mengatur rakyat yang cenderung rusuh, 


 216

supaya jangan sampai akibat kelalaian dan kelambanannya, 

rakyat menjadi marah dan berani. Juga untuk berlaku kasar 

dan keras, sehingga membuat mereka geram dan menyulut 

mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan mengacau. 

Hikmat juga bermanfaat untuk mengarahkan rakyat bagai-

mana bertindak terhadap pemimpin yang cenderung berlaku 

keras terhadap mereka. Dengan demikian rakyat tetap mencin-

tai pemimpin mereka.  Rakyat bisa memenangkan dia dengan 

keluhan-keluhan yang disampaikan dengan rendah hati (bu-

kan dengan tuntutan-tuntutan yang kurang ajar, seperti yang 

dilakukan orang terhadap Rehabeam), dengan kepatuhan yang 

disertai kesabaran, dan dengan menempuh cara-cara yang 

penuh damai. Aturan yang sama harus dijalankan dalam 

semua hubungan, untuk memelihara penghiburan yang bisa 

diperoleh dari hubungan yang baik. Hendaklah hikmat me-

mimpin kepada cara-cara yang lembut, dan bersabar menang-

gung cara-cara yang kejam.  

(1) Hikmat akan mengajar kita untuk mengasah alat yang ha-

rus kita gunakan, dan tidak membiarkannya tumpul se-

hingga mengharuskan kita untuk semakin memperbesar 

tenaga (ay. 10) dengan menggunakannya. Kita dapat terhin-

dar dari banyak susah payah, dan mencegah banyak baha-

ya, jika kita benar-benar mengasah sebelum memotong. 

Yaitu, mempertimbangkan dan merenungkan apa yang 

pantas untuk dikatakan dan dilakukan dalam setiap ke-

adaan yang sulit, supaya kita dapat menyesuaikan diri kita 

dengan keadaan itu dan dapat melakukan pekerjaan kita 

dengan lancar dan mudah, baik bagi orang lain maupun 

bagi diri kita sendiri. Hikmat akan mengarahkan bagai-

mana menajamkan dan menguatkan diri kita sendiri mau-

pun orang-orang yang kita pekerjakan, sehingga kita tidak 

menipu (Mzm. 52:4), melainkan bekerja dengan bersih dan 

cerdik. Pemotong rumput tidak akan membuang-buang 

waktu saat  ia sedang mengasah sabitnya.  

(2) Hikmat akan mengajar kita untuk membacakan mantera 

kepada ular yang harus kita lawan, dan bukannya men-

desis-desis lebih keras kepadanya (ay. 11): Ular akan me-

magut jika ia tidak dimanterai dan dipikat oleh nyanyian 

dan musik, yang terhadapnya ia menutup telinganya (Mzm.

Kitab Pengkhotbah 10:12-15 

 217 

 58:5-6). Dan tukang mantera tidak akan berhasil (KJV: 

tukang bicara tidak lebih baik) daripada orang-orang yang 

maju melawan si ular. Oleh sebab  itu, lebih baik ia tidak 

berbicara banyak dengan si ular dengan menggunakan 

kata-kata, namun  mengatur dengan bijak bagaimana me-

manterai dia. Barangsiapa yang menjadi tuan atas lidahnya 

(demikian perkataannya), menjadi seorang penguasa yang 

bebas berbicara dan bisa mengatakan apa saja sesuka 

hatinya, maka berbahaya berurusan dengan dia seperti 

dengan ular yang belum dimanterai. namun  , jika 

engkau menggunakan mantera kepatuhan yang lembut dan 

rendah hati, maka engkau bisa aman dan terhindar dari 

bahaya. Dalam hal ini yang terpenting untuk berhasil ada-

lah hikmat, kelemahlembutan hikmat. Dengan kesabaran 

seorang penguasa dapat diyakinkan (Ams. 25:15). Yakub 

memikat hati Esau dengan sebuah hadiah, dan begitu pula 

yang diperbuat Abigail terhadap Daud. Barang siapa boleh 

berkata-kata apa saja, berhikmatlah bagi dia untuk tidak 

mengatakan apa saja yang menyulut amarah. 

Hinanya Kebodohan 

(10:12-15) 

12 Perkataan mulut orang berhikmat menarik, namun  bibir orang bodoh 

menelan orang itu sendiri. 13 Awal perkataan yang keluar dari mulutnya ada-

lah kebodohan, dan akhir bicaranya yaitu  kebebalan yang mencelakakan.  

14 Orang yang bodoh banyak bicaranya, meskipun orang tidak tahu apa yang 

akan terjadi, dan siapakah yang akan mengatakan kepadanya apa yang akan 

terjadi sesudah dia? 15 Jerih payah orang bodoh melelahkan orang itu sen-

diri, sebab  ia tidak mengetahui jalan ke kota. 

Salomo, sesudah  menunjukkan keuntungan hikmat, dan betapa besar 

keuntungan itu bagi kita dalam mengatur urusan-urusan kita, di sini 

menunjukkan jahatnya kebodohan, dan bagaimana kebodohan mem-

bukakan kepada orang siapa dia sebenarnya. Ini mungkin diselipkan 

di sini sebagai celaan terhadap para penguasa yang mendudukkan 

orang bodoh pada banyak tempat yang tinggi. 

I. Orang-orang bodoh berbicara banyak tanpa tujuan, dan mereka 

menunjukkan kebodohan mereka dengan kata-kata mereka yang 

banyak, kasar, dan jahat, sama seperti halnya perbuatan mereka 


 218

yang lain. Perkataan mulut orang berhikmat menarik, mulia, me-

nyatakan sifat mulia yang ada dalam hatinya dan menyampaikan 

hal mulia kepada para pendengarnya. Perkataannya baik, seperti 

dirinya sendiri baik, dan membawa kebaikan bagi semua orang di 

sekelilingnya. Bibir orang bodoh tidak hanya membukakannya 

pada cela dan membuatnya konyol, namun  juga akan menelan 

orang itu sendiri dan membawanya pada kehancuran, dengan me-

nyulut murka pemerintah untuk mengawasi perkataannya yang 

menghasut dan memanggilnya untuk mempertanggungjawabkan 

perkataannya itu. Adonia dengan bodoh membayarkan nyawanya 

sendiri dengan permintaannya (1Raj. 2:23). Banyak orang sudah 

tenggelam dan tergelincir sebab  lidah mereka (Mzm. 64:9). 

Lihatlah apa perkataan orang bodoh itu.  

1. Perkataan orang bodoh timbul dari kelemahan dan kefasikan-

nya sendiri: Awal perkataan yang keluar dari mulutnya yaitu  

kebodohan, kebodohan yang membelenggu dalam hatinya. Itu-

lah sumber air kotor yang darinya semua sungai yang terce-

mar ini mengalir, perbendaharaan jahat yang darinya hal-hal 

yang jahat dikeluarkan. Begitu ia mulai berbicara, engkau dapat 

melihat kebodohannya. Dari mulai pertama kali, ia berbicara 

dengan sembarangan, dan berapi-api, yang memang menjadi 

sifatnya.  

2. Perkataan orang bodoh naik menjadi kegeraman, dan cende-

rung melukai dan menyakiti orang lain: Akhir bicaranya, akhir 

yang menjadi kesudahannya, yaitu  kebebalan. Ia pertama-

tama akan berbicara dengan berapi-api dan tidak pantas, dan 

kemudian meluap dalam kata-kata yang berlebihan dan liar 

seperti orang yang kacau pikirannya. Tujuan yang ingin di-

capainya yaitu  kejahatan. Sama seperti, pada awalnya, ia 

tampak tidak begitu menguasai dirinya, demikian pula, pada 

akhirnya, tampak bahwa ia memang bermaksud jahat terha-

dap sesamanya. Akar kepahitan itu menghasilkan racun dan 

ipuh. Perhatikanlah, tidak aneh jika orang-orang yang memu-

lai dengan bodoh berakhir dengan gila. Sebab lidah yang tidak 

dikendalikan, semakin diberi kebebasan, bertambah menjadi 

semakin penuh kekerasan.  

3. Semuanya sama saja lagi dan lagi (ay. 14): Orang yang bodoh 

banyak bicaranya, terutama orang bodoh yang berapi-api, 

yang terus mengoceh tanpa akhir dan tidak pernah tahu ka-

Kitab Pengkhotbah 10:12-15 

 219 

pan harus berhenti. Ia ingin menjadi yang terakhir berbicara, 

meskipun itu sama saja dengan apa yang dibicarakan pada 

awalnya. Kata-katanya yang tidak berbobot dan tidak ada 

dayanya berusaha ditutupinya secara sia-sia dengan memper-

banyak kata-katanya. Dan kata-kata itu harus diulang-ulang, 

sebab kalau tidak, tidak ada apa pun di dalamnya yang dapat 

membuat dirinya diperhatikan. Perhatikanlah, banyak orang 

yang hampa pengertian banyak bicaranya. Dan tong kosong 

nyaring bunyinya. Kata-kata berikut ini dapat dipahami,  

(1) Sebagai kata-kata yang menegurnya sebab  sudah meme-

gahkan diri dengan banyaknya kata-kata, mengenai apa 

yang akan ia lakukan dan apa yang akan ia miliki, tanpa 

menimbang apa yang sudah diketahui semua orang, bahwa 

orang tidak tahu apa yang akan terjadi pada waktu nanti 

sementara ia hidup (Ams. 27:1), apalagi dengan apa yang 

akan terjadi sesudah dia, sesudah  ia mati dan tiada. Kalau 

saja kita mau mempertimbangkan dengan semestinya ke-

bodohan kita sendiri, dan ketidakpastian kita tentang 

peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan, maka 

itu akan memotong banyak sekali perkataan sembarangan 

yang dengan bodoh kita perbanyak. Atau,  

(2) Sebagai kata-kata yang mencemoohnya sebab  ia meng-

ulang-ulang perkataannya. Ia banyak bicaranya, sebab 

kalaupun ia hanya membicarakan hal yang paling usang 

dan umum, maka orang tidak tahu apa yang akan terjadi, 

sebab  ia senang mendengar dirinya sendiri berbicara. Ia 

akan mengatakannya lagi, siapakah yang akan mengata-

kan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia? Seperti 

Battus dalam Ovidius (pujangga Romawi abad 1 M – pen): 

–––––– Sub illis  

Montibus (inquit) erant, et erant sub montibus illis – 

–––––– Di bawah gunung-gunung itu mereka berada  

Mereka berada di bawah gunung-gunung itu, aku berkata – 

Dari situlah pengulangan yang sia-sia disebut Batto-

logies (dalam bahasa Inggris – pen.) (Mat. 6:7). 


II.  Orang-orang yang bodoh bekerja sangat keras tanpa tujuan (ay. 

15). Jerih payah orang bodoh, untuk mencapai maksud-maksud 

mereka, melelahkan orang itu sendiri.  

1. Mereka melelahkan diri mereka sendiri dalam jerih payah yang 

sangat bodoh dan tidak masuk akal. Semua jerih payah mere-

ka yaitu  untuk dunia dan tubuh, dan makanan yang binasa, 

dan dalam jerih payah ini mereka menghabiskan kekuatan 

mereka, dan mencurahkan segenap semangat mereka, dan 

berlelah untuk yang sia-sia (Hab. 2:13; Yes. 55:2). Mereka 

memilih pekerjaan yang merupakan pekerjaan banting tulang, 

dan bukan kemerdekaan yang menyenangkan.  

2. Pekerjaan yang penting, dan akan bermanfaat, dan dapat di-

lalui dengan mudah, malah melelahkan mereka, sebab  mere-

ka melakukannya dengan canggung dan bodoh. Dengan begi-

tu, mereka menjadikan pekerjaan mereka sebagai kerja keras 

bagi mereka, sementara kalau saja mereka mau berlaku bijak, 

pekerjaan itu akan menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi 

mereka. Banyak orang mengeluhkan pekerjaan-pekerjaan aga-

ma atau ibadah sebagai sesuatu yang menyusahkan, padahal 

tidak beralasan bagi mereka untuk mengeluhkannya jika per-

buatan-perbuatan kesalehan Kristiani selalu dilakukan di 

bawah bimbingan kebijaksanaan Kristiani. Orang bodoh mele-

lahkan diri mereka sendiri dalam pencarian-pencarian yang 

tanpa akhir, dan tidak pernah mewujudkan apa pun, sebab  

mereka tidak mengetahui jalan ke kota. Yaitu, sebab  mereka 

tidak mempunyai kemampuan untuk memahami hal yang 

paling sederhana, seperti masuk ke kota besar, di mana orang 

akan berpikir bahwa mustahil seseorang akan kehilangan jalan 

ke sana. Tidak bijaknya orang dalam mengatur urusan mereka 

merampas mereka baik dari penghiburan maupun keuntungan-

nya. namun  keunggulan dari jalan ke kota sorgawi yaitu  bahwa 

jalan itu yaitu  jalan raya, di mana para pengembara, meskipun 

bodoh, tidak akan tersesat (Yes. 35:8, KJV). Namun kebodohan 

yang penuh dosa membuat orang kehilangan jalan itu. 

 

Kitab Pengkhotbah 10:16-20 


Kewajiban-kewajiban Para Pemimpin  

dan Rakyat Satu terhadap yang Lain 

(10:16-20) 

16 Wahai engkau tanah, kalau rajamu seorang kanak-kanak, dan pemimpin-

pemimpinmu pagi-pagi sudah makan! 17 Berbahagialah engkau tanah, kalau 

rajamu seorang yang berasal dari kaum pemuka, dan pemimpin-pemimpin-

mu makan pada waktunya dalam keperkasaan dan bukan dalam kemabuk-

an! 18 Oleh sebab  kemalasan runtuhlah atap, dan oleh sebab  kelambanan 

tangan bocorlah rumah. 19 Untuk tertawa orang menghidangkan makanan; 

anggur meriangkan hidup dan uang memungkinkan semuanya itu. 20 Dalam 

pikiranpun janganlah engkau mengutuki raja, dan dalam kamar tidur 

janganlah engkau mengutuki orang kaya, sebab  burung di udara mungkin 

akan menyampaikan ucapanmu, dan segala yang bersayap dapat menyam-

paikan apa yang kauucapkan. 

Salomo di sini mengamati, 

I. Betapa kebahagiaan suatu negeri banyak bergantung pada tabiat 

para pemimpinnya. Baik buruknya rakyat bergantung pada baik 

buruknya para pemimpinnya.  

1. Rakyat tidak bisa bahagia jika  para pemimpin mereka ber-

sifat kekanak-kanakan dan mementingkan kenikmatan badani 

(ay. 16): Wahai engkau tanah! Celakahlah engkau, bahkan 

tanah Kanaan sendiri, meskipun seyogyanya merupakan ke-

muliaan segala negeri, namun kalau rajamu seorang kanak-

kanak, belum dewasa dan tidak berhikmat. Salomo sendiri 

masih muda saat  kerajaannya berbahagia semasa pemerin-

tahannya. jika  sang pemimpin lemah dan bodoh seperti 

anak-anak, plin-plan dan suka berubah-ubah, rewel dan 

inginnya dituruti, mudah tertipu, dan susah dibuat bekerja, 

maka payahlah rakyatnya. Badan sempoyongan jika kepala 

pusing. Mungkin Salomo menulis ini dengan pandangan yang 

tertuju pada perilaku buruk Rehabeam, anaknya (2Taw. 13:7). 

Ia yaitu  seorang anak-anak sepanjang hidupnya, dan keluar-

ga serta kerajaannya bernasib buruk sebab nya. Juga tidak 

jauh lebih baik bagi rakyat jika  para pemimpin mereka 

pagi-pagi sudah makan, yaitu, mendewakan perut mereka dan 

menjadikan diri mereka budak bagi nafsu mereka. Jika raja 

sendiri seorang anak, namun jika  para pemimpin dan dewan 

penasihatnya bijak dan setia, dan sungguh-sungguh bekerja, 

maka negeri itu mungkin akan lebih baik. namun  jika mereka 

membuat diri mereka kecanduan dengan kesenangan-kesenang-

an, dan lebih mengutamakan pemuasan daging daripada melak-

sanakan pekerjaan bagi rakyat, yang dengan makan dan 

minum pagi-pagi mereka menjadikan diri mereka sendiri tidak 

layak untuk bekerja, jika para hakim lebih mementingkan ke-

senangan badani, dan tidak makan untuk hidup, namun  hidup 

untuk makan, maka kebaikan apa yang dapat diharapkan oleh 

sebuah bangsa! 

2. Rakyat tidak bisa tidak berbahagia jika  para pemimpin me-

reka murah hati dan giat, waras dan tenang, dan suka bekerja 

(ay. 17). Negeri itu akan diberkati,  

(1) jika  penguasanya diatur oleh dasar-dasar ajaran kehor-

matan, kalau rajamu seorang yang berasal dari kaum pe-

muka, digerakkan dan dihidupi oleh jiwa yang mulia, yang 

tidak sudi melakukan apa saja yang hina dan tidak pantas 

bagi watak yang begitu luhur, yang giat mengusahakan 

kesejahteraan warga , dan lebih mengutamakannya 

dibandingkan kepentingan-kepentingan pribadi. Hikmat, 

kebajikan, dan takut akan Tuhan , kemurahan hati, dan 

kesiapan untuk berbuat baik kepada umat manusia, hal-

hal inilah yang menjadikan darah rajawi mulia.  

(2) jika  para hakim di tingkat bawah lebih peduli men-

jalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka 

daripada memuaskan hawa nafsu mereka. jika  mereka 

makan pada waktunya (Mzm. 145:15). Janganlah kita ma-

kan sebelum waktunya, supaya kita tidak kehilangan peng-

hiburan melihat Tuhan  memberikan makanan itu kepada 

kita. Para hakim harus makan dalam keperkasaan (KJV: 

makan untuk kuat) supaya tubuh mereka layak untuk 

melayani jiwa mereka saat  sedang melayani Tuhan  dan 

negeri mereka. Hendaklah bukan dalam kemabukan mere-

ka ada, sehingga membuat mereka tidak layak melakukan 

apa saja bagi Tuhan  ataupun manusia, dan khususnya un-

tuk duduk menghakimi. Sebab mereka akan pening sebab  

anggur (Yes. 28:7), akan minum dan melupakan apa yang 

telah ditetapkan (Ams. 31:5). Sungguh baik bagi rakyat 

jika  para pemimpin mereka menjadi teladan pengendali-

an diri, jika  orang-orang yang memiliki paling banyak 

untuk dibelanjakan tahu bagaimana menyangkal diri. 

Kitab Pengkhotbah 10:16-20 

II.  Betapa buruknya akibat kemalasan baik untuk urusan-urusan 

pribadi maupun umum (ay. 18): Oleh sebab  kemalasan, dan oleh 

sebab  kelambanan tangan, sebab  mengabaikan pekerjaan, dan 

menyenangi kenyamanan dan kesenangan, runtuhlah atap, bocor-

lah rumah pada awalnya, dan secara perlahan-lahan ambruk. Jika 

bangunannya tidak ditutup dengan baik, dan tidak ada usaha 

untuk memperbaiki kebocoran-kebocorannya, maka setiap kali itu 

terjadi, hujan akan masuk, dan kayu akan membusuk, dan ru-

mah itu tidak akan layak dihuni. Demikian pula dengan keluarga 

dan urusan-urusannya. Jika orang tidak mau bersusah payah da-

lam panggilan pekerjaan mereka, tidak mau merawat toko mereka 

dan mengurus urusan-urusan mereka sendiri, maka mereka akan 

segera terlilit utang dan tidak sanggup untuk membayarnya. Dan, 

bukannya mereka menambah penghasilan untuk anak-anak 

mereka, penghasilan mereka justru akan berkurang. Demikian 

pula dengan warga . Jika raja yaitu  seorang kanak-kanak 

dan tidak mau ambil peduli, jika pemimpin-pemimpin pagi-pagi su-

dah makan dan tidak mau bersusah payah, maka urusan-urusan 

bangsa akan mengalami kerugian, dan kepentingan-kepentingan-

nya dirusakkan, kehormatannya dinodai, kekuatannya dilemah-

kan. Perbatasan-perbatasannya dilanggar, jalan keadilan diham-

bat, hartanya dikuras habis, dan semua dasarnya berantakan. 

Dan semuanya ini sebab  kemalasan orang-orang yang hanya 

mementingkan diri sendiri, padahal mereka seharusnya menjadi 

yang memperbaiki tembok yang tembus dan yang membetulkan 

jalan supaya tempat itu dapat dihuni (Yes. 58:12). 

III. Betapa tekunnya semua orang pada umumnya, baik para pemim-

pin maupun rakyat, untuk memperoleh uang, sebab  uang ber-

guna untuk semua tujuan (ay. 19). Ia tampak lebih memilih uang 

daripada kegembiraan: Untuk tertawa orang menghidangkan 

makanan, bukan hanya untuk makan, namun  juga terutama untuk 

beramah tamah dan berteman, bukan tertawa orang bodoh, yang 

merupakan kegilaan, melainkan tertawa orang bijak, yang olehnya 

mereka membuat diri mereka layak untuk pekerjaan dan pelajar-

an-pelajaran yang berat. Pesta-pesta rohani diadakan untuk ter-

tawa rohani, sukacita yang kudus di dalam Tuhan . Anggur meriang-

kan hidup, membuat hidup gembira, namun  uang yaitu  pengukur 

segala sesuatu dan memungkinkan semuanya itu (KJV: menjawab 

semua hal). Pecuniæ obediunt omnia – Uang memerintah segala 

sesuatu. Meskipun anggur meriangkan hidup, anggur tidak akan 

memberi kita rumah, atau tempat tidur, atau pakaian, atau per-

bekalan dan bagian untuk anak-anak. namun  uang, jika orang 

cukup memilikinya, akan memberi kita semuanya ini. Pesta tidak 

dapat diadakan tanpa uang, dan, meskipun orang memiliki ang-

gur, mereka tidak akan begitu ingin untuk bergembira kecuali 

mereka memiliki uang untuk menopang kebutuhan hidup. Uang 

itu sendiri tidak menjawab apa-apa. Uang tidak akan memberi 

makan atau pakaian. namun , sebagai alat perdagangan, uang 

memenuhi semua kebutuhan hidup pada saat ini. Apa yang harus 

dimiliki, dapat dimiliki dengan uang. namun  uang tidak menjawab 

apa-apa untuk jiwa. Uang tidak akan memperoleh pengampunan 

dosa, perkenanan Tuhan , dan kedamaian hati nurani. Sama seperti 

jiwa tidak ditebus dengan barang yang fana seperti perak dan 

emas, demikian pula ia tidak dipelihara oleh barang itu. Sebagian 

orang merujuk hal ini pada para pemimpin. Sungguh buruk bagi 

rakyat jika  mereka menyerahkan diri pada kemewahan dan 

kerusuhan, berpesta dan bersukaria, bukan hanya sebab  peker-

jaan mereka diabaikan, melainkan juga sebab  uang harus di-

miliki untuk memungkinkan semuanya ini, dan, supaya itu terjadi, 

rakyat diperas oleh pajak-pajak yang berat. 

IV. Betapa rakyat perlu berhati-hati supaya mereka tidak menyimpan 

tujuan-tujuan yang tidak setia dalam pikiran mereka, tidak pula 

mengikuti suatu persekongkolan atau pertemuan yang hanya me-

mentingkan golongan untuk melawan pemerintah, sebab  besar 

kemungkinan bahwa semuanya itu akan tersingkap dan dibuka-

kan dalam terang (ay. 20). “Meskipun para pemimpin pasti ber-

salah atas beberapa kesalahan, namun janganlah, dalam kesem-

patan apa saja, menyalahkan pemerintahan mereka dan melindas 

mereka, namun  jadikanlah yang terbaik dari semuanya itu.” Di sini,  

1. Perintah itu mengajar kita akan kewajiban kita. “Dalam pikiran 

pun janganlah engkau mengutuki raja, janganlah mengharap-

kan yang buruk bagi pemerintah dalam pikiranmu.” Semua 

dosa dimulai dalam pikiran, dan sebab  itu pikiran berdosa 

yang pertama-tama timbul harus dikekang dan ditekan, dan 

khususnya pikiran tentang pengkhianatan dan pemberontak-

an. “Janganlah engkau mengutuki orang kaya, para pemimpin 

Kitab Pengkhotbah 10:16-20 

dan penguasa, dalam kamar tidur, dalam pertemuan tertutup 

atau dalam kelompok yang tidak puas dengan pemerintah. 

Janganlah berkawan dengan orang-orang seperti itu. Jangan-

lah kiranya turut dalam permufakatan mereka. Janganlah ber-

gabung dengan mereka untuk mengatakan yang buruk-buruk 

tentang pemerintah atau bersekongkol melawannya.”  

2. Alasannya berkaitan dengan keamanan kita. “Meskipun ran-

cangan itu diteruskan dengan begitu tertutup, burung di udara 

akan menyampaikan ucapanmu kepada raja, yang memiliki 

lebih banyak mata-mata di sekitarmu daripada yang engkau 

sadari, dan segala yang bersayap dapat menyampaikan apa 

yang kauucapkan, sehingga mendatangkan rasa malu dan 

kehancuran bagimu.” Tuhan  melihat apa yang dilakukan orang, 

dan mendengar apa yang mereka katakan di tempat yang ter-

sembunyi. Dan, jika  Ia berkehendak, Ia dapat membuka-

kannya dalam terang dengan cara-cara yang mengherankan 

dan tak terduga. Jadi maukah kamu hidup tanpa celaka oleh 

pemerintah, atau takut terhadap mereka? Perbuatlah apa yang 

baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. namun  jika 

engkau berbuat jahat, takutlah akan dia (Rm. 13:3-4). 

 

 

 

PASAL 1 1  

Dalam pasal ini kita mendapati,  

I. Nasihat yang mendesak untuk melakukan perbuatan-perbuat-

an amal dan derma kepada orang miskin, sebagai obat terbaik 

untuk menyembuhkan kesia-siaan yang kepadanya kekayaan 

duniawi kita tunduk, dan satu-satunya cara untuk membuat 

kekayaan itu menjadi kebaikan yang sejati (ay. 1-6).  

II. Peringatan yang sungguh-sungguh untuk bersiap-siap meng-

hadapi kematian dan penghakiman, dan mulai sejak dini, bah-

kan pada masa muda kita, untuk melakukannya (ay. 7-10). 

Kewajiban-kewajiban untuk Bermurah Hati;  

Jawaban-jawaban terhadap Berbagai Keberatan  

untuk Bermurah Hati  

(11:1-6)  

1 Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama 

sesudah  itu. 2 Berikanlah bahagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang,

sebab  engkau tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi di atas bumi.  

3 Bila awan-awan sarat mengandung hujan, maka hujan itu dicurahkannya 

ke atas bumi; dan bila pohon tumbang ke selatan atau ke utara, di tempat 

pohon itu jatuh, di situ ia tinggal terletak. 4 Siapa senantiasa memperhatikan 

angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan 

menuai. 5 Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-

tulang dalam rahim seorang wanita  yang mengandung, demikian juga 

engkau tidak mengetahui pekerjaan Tuhan  yang melakukan segala sesuatu.  

6 Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat 

kepada tanganmu pada petang hari, sebab  engkau tidak mengetahui apakah 

ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik. 

Salomo sudah sering kali, dalam kitab ini, menekankan kepada orang 

kaya untuk mendapatkan penghiburan dari kekayaan mereka 

sendiri. Di sini ia menekankan kepada mereka untuk berbuat baik 

kepada orang lain dengan kekayaan itu, dan untuk bermurah hati 

kepada orang miskin, yang akan, pada suatu saat, membawa 

kelimpahan bagi diri mereka sendiri. Amatilah, 

I.   Bagaimana kewajiban itu sendiri dianjurkan kepada kita (ay. 1).  

1.  Lemparkanlah rotimu ke air, gandummu ke tempat-tempat yang 

rendah (demikian sebagian orang memahaminya), yang me-

rujuk pada petani, yang berjalan maju, sambil menabur benih, 

menyisakan gandum dari keluarganya untuk dipakai sebagai 

benih, sebab  mengetahui bahwa tanpa benih itu ia tidak 

dapat panen tahun depan. Demikianlah orang yang murah 

hati mengambil dari gandumnya untuk dipakai sebagai benih, 

mengurangi makanannya sendiri untuk memberikan persedia-

an kepada orang miskin, supaya ia dapat menabur di segala 

tempat di mana ada  air (Yes. 32:20), sebab sama seperti ia 

menabur, demikian pula ia pasti menuai (Gal. 6:7). Kita mem-

baca tentang panen daerah Nil (Yes. 23:3). Air, dalam Kitab 

Suci, dipahami sebagai orang banyak (Why. 16:5), dan ada 

banyak orang miskin. Kita tidak kekurangan orang-orang yang 

harus diberi amal. Air juga dipahami sebagai orang-orang yang 

berkabung: orang-orang miskin yaitu  orang-orang yang ber-

dukacita. Engkau harus memberikan roti, keperluan hidup se-

hari-hari, tidak hanya memberikan kata-kata yang baik, namun  

juga hal-hal yang baik (Yes. 58:7). Itu harus rotimu, yang 

diperoleh dengan cara yang jujur. Bukan amal, melainkan 

tindakan yang mencelakakan, jika kita memberikan apa yang 

bukan milik kita sendiri. Pertama-tama berlakulah adil, dan 

kemudian cintailah kesetiaan. “Rotimu, yang engkau sediakan 

bagi dirimu sendiri, biarlah orang miskin berbagi itu dengan-

mu, seperti mereka berbagi dengan Ayub (Ayb. 31:17). Berilah 

kepada orang miskin dengan cuma-cuma, seperti apa yang 

dilemparkan ke air. Biarlah apa yang dilemparkan itu menem-

puh perjalanan, biarlah ia berpetualang, seperti para pedagang 

yang berdagang melalui laut. Percayakanlah itu kepada air. Ia 

tidak akan tenggelam.” 

2.  “Berikanlah bahagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan 

orang, yaitu, berbuatlah amal dengan cuma-cuma dan murah 

hati.” 

Kitab Pengkhotbah 11:1-6 

(1) “Berilah banyak jika engkau mempunyai banyak untuk di-

berikan, bukan secuil, melainkan satu bagian, bukan satu 

atau dua potong, melainkan satu wadah, sepiring makan-

an. Berilah sedekah yang besar, dan bukan yang sedikit. 

Berilah dengan takaran yang baik (Luk. 6:38). Bermurah 

hatilah dalam memberi, seperti orang-orang yang, pada 

waktu-waktu perayaan, mengirimkan sebagian kepada me-

reka yang tidak sedia apa-apa (Neh. 8:11), bagian-bagian 

yang layak.”  

(2) “Berilah kepada banyak orang, kepada tujuh, bahkan ke-

pada delapan orang. Jika engkau bertemu dengan tujuh 

orang yang harus diberi amal, berikanlah kepada mereka 

semua. Dan kemudian, jika engkau bertemu dengan orang 

yang kedelapan, berikanlah kepada orang itu, dan jika 

bertemu dengan delapan orang lagi, berikanlah kepada 

mereka semua juga. Jangan berdalih bahwa sebab  engkau 

sudah berbuat kebaikan, maka engkau tidak perlu berbuat 

kebaikan lebih jauh lagi. namun  bertahanlah, dan perbuat-

lah yang lebih baik. Dalam masa-masa sulit, saat  jumlah 

orang miskin bertambah, hendaklah amalmu juga bertam-

bah.” Tuhan  itu kaya akan rahmat kepada semua orang, 

kepada kita, meskipun kita tidak layak. Ia memberikan 

dengan murah hati, dan dengan tidak membangkit-bangkit 

pemberian-pemberian sebelumnya. Jadi kita pun harus 

bermurah hati sama seperti Bapa kita di sorga. 

II. Alasan-alasan mengapa kewajiban itu ditekankan kepada kita. 

Renungkanlah, 

1. Upah kita atas perbuatan baik sangat pasti. “Meskipun engkau 

melemparkannya ke air, dan roti itu tampak hilang, engkau 

menyangka bahwa engkau telah memberikan perkataan baik-

mu dengannya dan kemungkinan tidak akan pernah mende-

ngar tentangnya lagi, namun engkau akan mendapatnya kem-

bali lama sesudah  itu. Seperti petani mendapatkan benihnya 

kembali dalam panen yang berlimpah, dan pedagang men-

dapatkan usahanya kembali dalam keuntungan yang banyak. 

Roti itu tidak hilang, namun  dipersiapkan dengan baik, dan 

disimpan dengan baik. Roti itu mendatangkan kembalian yang 

penuh berupa pemberian-pemberian penyelenggaraan Tuhan  

pada saat ini, dan anugerah-anugerah serta penghiburan-

penghiburan Roh-Nya. Dan keuntungan utamanya pun pasti, 

tersimpan di sorga, sebab hal itu diserahkan kepada Tuhan.” 

Seneca, seorang pemikir kafir, bisa berkata, Nihil magis possi-

dere me credam, quam bene donata – Aku tidak memiliki apa-

apa dengan seutuhnya selain apa yang telah kuberikan. 

Hochabeo quodcunque dedi; hæ sunt divitiæ certæ in quacunque 

sortis humanæ levitate – Apa pun yang telah kuberikan, masih 

aku miliki. Kekayaan ini tetap tinggal bersamaku melewati 

segala perubahan hidup. “Engkau akan mendapatnya kembali, 

mungkin tidak dengan cepat, melainkan lama sesudah  itu. 

Upahnya mungkin datang lambat, namun  pasti, dan akan 

menjadi jauh lebih berlimpah.” Gandum, biji yang paling 

berharga, tergeletak paling lama dalam tanah. Perjalanan yang 

panjang menghasilkan keuntungan-keuntungan terbaik. 

2. Kesempatan kita untuk berbuat baik sangat tidak pasti: 

“Engkau tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi di atas 

bumi, yang bisa saja merampas harta bendamu dari dirimu, 

dan membuatmu tidak mampu berbuat baik. Oleh sebab itu, 

selama harta bendamu masih ada bersamamu, bermurah 

hatilah dengannya, manfaatkanlah saat ini, seperti petani 

menaburi tanahnya sebelum musim dingin datang.” Beralasan 

bagi kita untuk yakin bahwa pasti datang malapetaka di atas 

bumi, sebab kita dilahirkan untuk menghadapi masalah. Mala-

petaka apa gerangan itu, kita tidak tahu, namun  supaya kita 

siap menghadapinya, apa pun itu, berhikmatlah kita jika, pada 

hari mujur, kita berada dalam keadaan baik, sedang berbuat 

baik. Banyak orang memakai ini sebagai alasan untuk tidak 

memberi kepada orang miskin, sebab  mereka tidak tahu 

masa-masa sulit apa yang akan datang saat  mereka sendiri 

berkekurangan. Padahal, justru sebab  itulah kita harus lebih 

beramal, supaya, saat  tiba hari-hari yang malang, kita bisa 

mendapat penghiburan sebab  sudah berbuat baik selagi kita 

mampu. Pada saat itu kita akan berharap mendapat belas 

kasihan dari Tuhan  maupun manusia, dan sebab  itu sekarang 

kita harus menunjukkan belas kasihan. Jika dengan berbuat 

amal kita mempercayakan apa yang kita miliki kepada Tuhan , 

maka kita menyerahkannya ke dalam tangan yang baik untuk 

menghadapi masa-masa yang buruk. 

Kitab Pengkhotbah 11:1-6 

III. Bagaimana Salomo menyingkirkan keberatan-keberatan yang da-

pat dipakai untuk meniadakan kewajiban ini, dan alasan-alasan 

dari orang-orang yang tidak murah hati. 

1.  Sebagian orang akan berkata bahwa apa yang mereka miliki 

yaitu  milik mereka sendiri, dan mereka memilikinya untuk 

keperluan mereka sendiri. Mereka akan bertanya, mengapa 

kami harus melemparkannya seperti itu ke air? Mengapa aku 

harus mengambil rotiku, dan hewan bantaian yang kubantai, 

untuk memberikannya kepada orang-orang yang aku tidak tahu 

siapa? Demikian Nabal membela diri (1Sam. 25:11). “Tengok-

lah ke atas, hai manusia, dan renungkanlah seberapa cepat 

engkau akan kelaparan di tanah yang tandus, bila awan-awan 

di atas kepalamu sampai berseru demikian, bahwa mereka 

memiliki air untuk diri mereka sendiri. namun  engkau lihat, 

jika  awan-awan itu sarat mengandung hujan, maka hujan 

itu dicurahkannya ke atas bumi, untuk membuatnya subur, 

sampai mereka kelelahan dan kehabisan tenaga sebab  menyi-

raminya (Ayb. 37:11). Bukankah langit sedemikian bermurah 

hati kepada bumi yang miskin, yang begitu jauh ada di 

bawahnya? Jadi masakan engkau menggerutu sebab  sudah 

memberi dengan berlimpah kepada saudaramu yang miskin, 

yang yaitu  tulang dari tulangmu? Atau seperti ini: sebagian 

orang akan berkata, meskipun kami hanya memberikan 

sedikit kepada orang miskin, namun, syukur kepada Tuhan , 

kami murah hati seperti orang lain.” Tidak, kata Salomo, bila 

awan-awan sarat mengandung hujan, maka hujan itu dicurah-

kannya. Jika ada kemurahan di dalam hati, maka itu akan 

menunjukkan dirinya (Yak. 2:15-16). Siapa yang menyerahkan 

kepada orang lapar apa yang dia inginkan sendiri, akan meng-

ulurkan tangannya kepada mereka, sesuai dengan kemam-

puannya. 

2. Sebagian orang akan berkata bahwa ruang lingkup keberguna-

an mereka kecil dan sempit. Mereka tidak bisa melakukan 

kebaikan yang mereka lihat bisa dilakukan orang lain, yang 

memiliki kedudukan-kedudukan yang banyak berhadapan 

dengan orang banyak, dan sebab  itu mereka akan duduk 

diam dan tidak melakukan apa-apa. Tidak, kata Salomo, di 

tempat pohon itu jatuh, atau memang ada di situ, di situ ia 

tinggal terletak, bagi keuntungan orang-orang di sekitarnya. 

Setiap orang harus berusaha menjadi berkat bagi tempatnya, 

apa pun tempatnya, di mana penyelenggaraan Tuhan  melem-

parkan dia. Di mana pun kita berada, kita dapat menemukan 

pekerjaan yang baik untuk dilakukan kalau saja kita mem-

punyai hati untuk melakukannya. Atau seperti ini: sebagian 

orang akan berkata, “Banyak orang mengajukan diri sebagai 

orang-orang yang pantas mendapat amal, padahal mereka 

tidak layak untuk itu, dan aku tidak tahu kepada siapa amal 

itu pantas diberikan.” “Jangan resahkan dirimu dengan itu,” 

kata Salomo. “Berilah dengan sehati-hati mungkin, dan ber-

puaslah bahwa, meskipun orang yang bersangkutan ternyata 

tidak pantas mendapatkan amalmu, namun, jika engkau 

memberikannya dengan hati yang tulus, engkau tidak kehi-

langan upahmu. Ke mana saja amal itu ditujukan, ke utara 

atau ke selatan, engkaulah yang akan mendapatkan keun-

tungannya.” Hal ini biasanya diterapkan pada kematian. Oleh 

sebab  itu marilah kita berbuat baik, dan, seperti pohon-pohon 

yang baik, menghasilkan buah-buah kebenaran, sebab kemati-

an akan segera datang dan menebang kita, dan pada saat itu 

kita akan ditetapkan pada keadaan yang tidak dapat diubah, 

bahagia atau sengsara, sesuai dengan apa yang dilakukan 

dalam tubuh. Sebagaimana pohon jatuh pada saat kematian, 

seperti itulah ia akan tergeletak sampai kekekalan. 

3. Sebagian orang akan keberatan dengan banyaknya kejadian 

yang mengecilkan hati yang mereka jumpai dalam berbuat 

amal. Mereka sudah dikecam sebab nya sebagai orang yang 

sombong dan munafik. Mereka hanya mempunyai sedikit un-

tuk diberikan, dan mereka akan dipandang rendah jika mere-

ka tidak memberi seperti orang lain memberi. Mereka tidak 

tahu bahwa bisa jadi anak-anak mereka akan membutuhkan-

nya, dan lebih baik mereka menyimpannya untuk anak-anak 

mereka. Ada pajak-pajak yang harus mereka bayar dan 

barang-barang yang harus mereka beli. Mereka tidak tahu 

untuk keperluan apa amal mereka akan dipakai, atau apa 

yang akan dipikirkan orang tentangnya. Keberatan-keberatan 

ini, dan seribu satu keberatan yang serupa, dijawab Salomo, 

dalam satu kata (ay. 4): Siapa senantiasa memperhatikan angin 

tidak akan menabur, yang berarti berbuat yang baik. Dan 

siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai, yang berarti 

Kitab Pen


Related Posts:

  • pengkhotbah kidungagung 7  dijumpai tangan kita untuk dikerjakan, yang disediakan oleh kesempatan, itulah yang harus dikerjakan. Dan tangan yang giat akan selalu menemukan sesuatu untuk dikerjakan, yang akan berbuah dalam keb… Read More