a melawannya dan menampar
balik dirinya. Maka anaknya itu melakukan apa yang dia perintahkan. Maka 'Amr berkata di
tengah-tengah kaumnya: "Aku tidak akan diam di sebuah negeri di mana anak bungsuku telah
menampar wajahku." lalu Amr menawarkan harta yang dimilikinya untuk dijual. Maka
orang-orang terhormat dan kaya orang Yaman berkata: "Gunakan ke- sempatan marahnya
Amr!" Maka mereka pun membeli harta milik Amr.
Bersama dengan anak dan cucunya dia pindah. Maka orang-orang Azd berkata: Kami tidak
akan diam di sini tanpa Amr! Dan mereka pun menjual barang-barangnya dan pergi keluar
bersamanya hingga akhirnya dia singgah di negeri Akk sesudah melintas beberapa tempat
dengan tujuan untuk mendapatkan tempat tinggal.
Namun kabilah Akk memerangi mereka dan terjadilah kalah menang antara keduanya dalam
peperangan yang berlangsung. Dalam hal inilah Abbas bin Mirdas mengatakannya -dalam
syair- yang telah kami tulis sebelum ini.
lalu Amir dan rombongannya pergi meninggalkan kabilah Akk dengan terpencar- pencar
di berbagai negeri. Keluarga Jafnah bin Amr bin Amr menetap di Syam, Al-Aws dan Khazraj
menetap di Yatsrib (Madinah), Khuza'ah menetap Marra, Azd menetap di As-Sarah, sementara
Azd Amman menetap di Oman.
sesudah itu Allah mengirimkan banjir bandang ke bendungan itu dan menghancurkannya.
Dalam hal ini Allah Yang Maha tinggi telah mengabarkan pada Nabi-Nya dalam Al- Quran:
S
Sebetulnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu
dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) yaitu negeri yang baik dan Tuhanmu yaitu Tuhan Yang Maha
Pengampun." namun mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang
besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon- pohon)
yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. Saba': 15-16)
Yang dimaksud dengan kata al-'arimi da- lam ayat di atas yaitu bendungan, kata tung- galnya
yaitu 'arimah, sebagaimana yang di- tuturkan oleh Abu Ubaidah kepada saya. Dia berkata Al-
A'sya yaitu anak keturunan Qays bin Tsa'labah bin 'Ukabah bin Sha'b bin Ali bin Bakr bin
Wail bin Hinbi bin Aqsha bin Afdha bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad.
Ibnu Hisyam berkata: Disebutkan bahwa Afsha bin Du'mi bin Jadilah. Sedangkan Asya yaitu
Maimun bin Qays bin Jandal bin Syarahbil bin Auf bin Sa'ad bin Dhubai'ah bin Qays bin
Tsa'labah menulis bait syair berikut:
Pada yang demikian ada teladan bagi yang mau meneladani
Banjir bandang telah menghancurkan Ma'rib Yang dibangun orang-orang Himyar Agar kokoh
saat banjir datang menerjang
Yang menyiangi tanaman dan anggur-anggurnya
Di tempat luas tatkala mereka membagi hasilnya
Kini mereka mereka tak berdaya
Tuk hanya memberi minum pada anak-
anak yang baru disapih
Ini yaitu bait syair yang pernah dia tulis kan.
Sementara itu Umayyah bin Abi Shalt al-Tsaqafi —nama Tsaqif yaitu Qasy bin Munabbih
bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashfah bin Qais bin Aylan bin Mudhar
bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan— dia menulis:
Dari Saba' orang-orang tinggal di Ma'rib
Mereka membangun bendungan untuk mela- wan banjir yang ganas
Ini yaitu syair Umayyah bin Shalt. Na-mun ada pula yang mengatakan bahwa syair di atas
yaitu karya milik An-Nabighah al-Ja'di yang namanya yaitu Qays bin Abdul-lah salah
seorang anak keturunan Ja'dah bin Ka’ab bin ‘Amir bin Sha’sha’ah bin Mu'awiyah bin Bakr
bin Hawazin. Masalah ini yaitu masalah yang panjang yang saya cukupkan sampai di sini saja
untuk memper- singkat bahasan sesuai dengan alasan yang saya pernah kemukakan.
Rabi'ah bin Nashr Raja Yaman dan Kisah Syiq dan Sathih Si Dukun
Ibnu Ishaq berkata: Rabi'ah bin Nashr bin Malik merupakan salah seorang di antara raja-raja
Tubba' (Tababi'ah). Suatu saat dia bermimpi sesuatu yang sangat menakutkan dan mengganggu
pikirannya. Maka segera dia memang gil semua dukun, tukang sihir, peramal nasib ahli nujum
yang ada di wilayah kerajaannya untuk datang ke istananya. sesudah mereka berkumpul maka
dia pun berkata: "Aku bermimpi satu hal yang sangat menakutkan dan membuatku gundah.
Maka beritahukanlah padaku apa takwil mimpi itu!" Mereka berkata.- "Kisahkanlah kepada
kami maka kami akan memberitahukan padamu takwilnya!" Maka Rabi'ah berkata: "Jika aku
beritahukan pada kalian, maka aku tidak akan puas dengan takwil kalian. sebab Sebetulnya
ada yang tahu takwilnya kecuali orang yang tahu tentang takwil itu sebelum aku beritahukan
mimpi itu padanya."
Maka salah seorang di antara mereka berkata: Jika raja mengingin hal itu maka hendaknya raja
mengutus seseorang untuk memanggil Sathih dan Syiq sebab Sebetulnya tidak seorang pun
yang lebih mumpuni ilmunya daripada keduanya. Keduanya akan memberitahukan padamu
tentang apa yang engkau tanyakan.
Adapun nama Sathih yaitu Rabi' bin Rabi'ah bin Mas'ud bin Mazin bin Dzi'b bin 'Adi bin
Mazin Ghassan. Sementara Syiq yaitu anak dari Sha’b bin Yasykuri bin Ruhm bin Afraka bin
Qasr, bin ‘Abqara, bin Anmar bin Nizar, Anmar yaitu bapak dari Bajilah dan Khasy’am.
Maka dia pun mengutus utusannya untuk menghadap padanya. Sathih datang lebih awal
daripada Syiq. Maka Rabi'ah berkata padanya: "Sebetulnya aku bermimpi sesuatu yang
sangat mengguncang jiwaku dan menggundahkan pikiranku. Maka beritahukanlah padaku,
sebab Sebetulnya jika benar maka takwilnya juga akan benar!" Sathih berkata: "Aku akan
lakukan! Kau bermimpi melihat api, yang muncul dari laut nan gulita, lalu singgah di tanah
datar dan memakan semua yang yang ada di sana."
Raja berkata: "Apa yang kau katakan tidak ada yang salah sedikit pun, wahai Sathih! Lalu
bagaimana takwilnya?"
Sathih berkata: "Aku bersumpah dengan ular di antara dua tanah datar. Orang-orang Habasya
(Ethiopia) akan menginjak kaki- nya di tanah kalian. Mereka akan menguasai antara Abyan
hingga Jurasy."
Maka sang raja berkata: "Demi ayahmu wahai Sathih! Sebetulnya hal ini yaitu sesuatu
yang sangat kami benci dan sangat menyakitkan. Apakah itu akan terjadi di zamanku atau masa
sesudah ku?"
Sathih menjawab: "Tidak! Dia akan terjadi sesudah masa kekuasaanmu, lebih dari enam puluh
atau tujuh puluh tahun berlalu."
"Apakah kerajaan mereka akan berlangsung terus menerus atau putus?"
Sathih berkata: "Tidak! dia akan terputus selama tujuh puluh tahun lebih, lalu mereka
dibunuh dan mereka diusir darinya sambil melarikan diri."
Raja berkata: "Siapa yang berhasil membunuh dan mengusir keluar mereka?"
Bathih berkata: Urang yang melakukannya yaitu Iram bin Dzi Yazan yang keluar menyerang
mereka dari Aden dan mereka tidak membiarkan satu orang Habasyipun tersisa di Yaman."
Raja menyambung: "Apakah kekuasaan mereka juga akan berlangsung tanpa terputus?"
Sathih menjawab: "Terputus!"
Raja berkata: "Siapa yang memutusnya?"
Sathih menjawab: "Seorang Nabi Suci yang menerima wahyu dari Dzat Yang Mahatinggi."
Raja bertanya: "Dari keturunan siapakah Nabi itu?"
Sathih berkata: "Seorang lelaki dari keturunan Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadhr
kekuasaannya akan berada pada kaumnya hingga akhir zaman."
Sathih menjawab: "Apakah zaman itu ada akhirnya?"
Sathih menjawab: "Ya. Di hari di mana orang-orang terdahulu dan yang belakangan
dikumpulkan. Di mana orang-orang yang berbuat baik akan bahagia dan orang-orang yang
berbuat jahat akan sengsara!"
Raja berkata: "Apakah yang engkau katakan itu benar adanya?"
Sathih berkata: "Ya. Demi Syafaq (cahaya merah di waktu senja), dan demi malam yang gelap
gulita dan demi fajar saat merekah. Se- sungguhnya apa yang aku beritahukan kepadamu itu
benar adanya."
sesudah itu datanglah Syiq. Rajapun mengatakan sebagaimana yang dia katakan kepada Sathih
dan dia rahasiakan apa yang telah dikatakan oleh Sathih untuk melihat apakah yang dia katakan
mirip dengan apa yang dikatakan Sathih atau malah bertentangan.
Maka Syiq pun menjawab: "Benar. Anda bermimpi melihat api, yang muncul dari laut nan
gulita, lalu jatuh di antara taman dan dia menelannya semua yang ada di sana."
Tatkala dia mengatakan itu dan dia sadar bahwa apa yang dikatakan keduanya sama dan ucapan
mereka sama hanya saja Sathih mengatakan jatuh di tanah datar dan memakan semua yang ada
dan Syiq mengatakan jatuh di taman dan memakan semua yang ada, maka raja itu berkata
padanya: "Kau sama sekali tidak salah wahai Syiq! Lalu apa tafsirnya menurutmu?"
Syiq berkata: "Aku bersama dengan manusia yang ada di antara dua tanah datar! Orang- orang
hitam akan menginjakkan kaki mereka di tanah kalian, dan mereka akan melepaskan anak-anak
dari perhatian kalian. Mereka akan berkuasa dari Abyan hingga Najran."
Raja berkata: "Demi ayahmu wahai Syiq. Sebetulnya kabar ini membuat kami marah dan
sungguh sangat menyakitkan! Kapan itu akan terjadi? Apakah itu akan terjadi di zaman saya
atau sesudah zaman saya?"
Syiq menjawab: "Tidak. Bukan pada zamanmu. Ini akan terjadi beberapa tahun sesudah
zamanmu. Lalu akan datang seseorang yang agung akan menyelamatkan kalian dan memberi
pelajaran keras atas mereka."
Raja bertanya: "Siapa yang kau maksud dengan orang yang agung itu?"
Syiq menjawab: "Seorang lelaki yang tidak hina, tidak pula menghinakan. Dia ke-luar pada
mereka dari rumah Dzi Bazan dan dia tidak membiarkan seorangpun dari antara mereka di
Yaman."
Raja berkata: "Apakah kekuasaannya akan abadi?"
Dia menjawab: Tidak, dia akan terputus dengan datangnya seorang nabi yang diutus yang
datang dengan keadilan dan kebenaran di antara orang-orang beragama dan orang- orang yang
memiliki keutamaan. Kerajaan akan berada di tangan kaumnya hingga hari pembalasan
(kiamat)?"
Raja menukas: "Apakah hari pembalasan itu?"
Syiq menjawab: "Hari di mana para pemimpin mendapatkan balasan dan dipanggil dengan
panggilan-panggilan dari langit yang didengar oleh makhluk hidup dan yang telah mati.
Manusia saat itu dikumpulkan di satu tempat yang telah ditetapkan di mana orang-orang yang
bertakwa akan mendapatkan ke- menangan dan kebaikan."
Rabi'ah berkata: "Apakah yang engkau katakan itu benar adanya?"
Syiq menjawab: "Ya, demi Tuhan langit dan bumi dan pengangkatan dan perendahan yang ada
di antara keduanya. Sebetulnya apa yang katakan ada benar adanya dan tidak ada keraguan
di dalamnya."
Ibnu Hisyam berkata: Amdh dalam bahasa Himyar berarti syak ragu. Abu Amr berkata: amdh
artinya batil.
Apa yang dikatakan oleh dua orang ini begitu membekas di hati Rabi'ah bin Nashr. Maka
dia segera mempersiapkan anak- anaknya dan kaum kerabatnya untuk berangkat ke Irak demi
kemaslahatan mereka dengan mengirim surat kepada raja Persia yang bernama Sabur bin
Khurrazadz, dan mereka ditempatkan di Hirah.
Di antara anak-anak Rabi’ah bin Nashr yang tersisa yaitu Nu'man bin Mundzir, dia bernasab
Yaman. Nasab mereka yaitu sebagai berikut: Nu'man bin Mundzir bin Nu'man bin Mundzir
bin Amr bin Adi bin Rabi'ah bin Nashr, sang raja tadi.
Ibnu Hisyam berkata: Nu'man yaitu anak dari Mundzir bin Mundzir, sebagaimana berita yang
sampai pada saya dari Khalaf al- Ahmar.
Penguasaan Abu Karib Tubban As'ad Atas Kerajaan Yaman dan Ekspedisinya ke
Madinah
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rabi'ah bin Nashr meninggal dunia seluruh kerajaan Yaman
kembali ke pangkuan Hassan bin Tubban As'ad Abu Karib. Tubban yaitu raja terakhir dari
Tubba'. Dia yaitu . Dia yaitu Hassan bin Tubban bin As'ad, bin Abi Karib bin Kuly bin Zaid
—Zaid yaitu Tubba pertama—bin Amr Dzul Adz'ar bin Abrahah Dzil Manar bin al-Risy.
Ibnu Hisyam berkata bahwa namanya yaitu Ar-Raisy.
Ibnu Ishaq berkata: Bin Ady bin Shaify bin Saba' al-Ashghar bin Ka'ab —Kahf al- Zhulm—
bin Zayd bin Sahl bin Amr bin Qais bin Mu'awiyah bin Jusyam bin Wail bin al- Ghawts bin
Qathan bin Arib bin Zuhair bin Ayman bin al-Humaysi' al-Aranjaj—Himyar bin Saba' al-Akbar
bin Ya'rub bin Yasyjub bin Qahthan.
Ibnu Hisyam berkata: Yasyjub bin Ya'rub bin Qahthan.
Ibnu Ishaq berkata: Tubban bin As'ad Abu Karib inilah orang yang datang ke Madinah dan
membawa lari dua orang rabbi Yahudi ke Yaman. Dia pulalah yang memakmurkan Inilah yang
disebutkan dalam sebuah syair tentang dirinya:
Andai ku memiliki keberuntungan nasib lak- sana Abu Karib
Kebaikannya menutup kejehatannya
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala dia datang dari Timur melintasi Madinah dia tidak melakukan
kekerasan pada warga nya di awal perjalanannya. Namun demikian dia meninggalkan salah
seorang anaknya di sana yang ternyata lalu dibunuh oleh warga Madinah dengan keji.
Maka datang kembali dengan tujuan utama untuk memporak-porandakan Madinah dan
membasmi habis warga nya, menebang pohon-pohon kurma. Maka kabilah al-Anshar pun
berkumpul di bawah kepemimpinan 'Amr bin Thalia saudara dari Bani Najjar dan salah seorang
dari Bani Amr bin Mabdzul. Nama asli Mabdzul yaitu Amir bin Malik bin Najjar. Sedangkan
nama asli Najjar yaitu Taymullah bin Tsa'kabah bin Amr bin Khazraj bin Haritsah bin
Tsa'labah bin Amr bin Amir.
Ibnu Hisyam berkata: 'Amr bin Thallah ialah 'Amr bin bin Mu'awiyah bin Amr bin Malik bin
bin Najjar, sedangkan Thallah yaitu ibunya. Thallah ada anak perempuan 'Amir bin Zuraiq
bin Abdi Harits bin Malik bin Ghadhb bin Jusyam bin Khazraj.
Ibnu Ishaq berkata: Ada seorang lelaki dari Bani Adi yang bernama Ahmar melakukan tindakan
melampaui batas kepada seorang lelaki dari sahabat-sahabat Tubba tatkala mereka berdiam di
tempat itu. Dia pun dibunuh. Sebabnya yaitu sebab dia didapatkan pada tandan kurma dan
memotongnya, Anhar menusuknya dengan sabitnya dan membuatnya meninggal sesaat itu
juga. Dan dia berkata: "Sebetulnya kurma itu milik orang yang mengolahnya." Peristiwa
ini semakin membuat Tubba semakin geram pada mereka sehingga lalu menimbulkan
peperangan. Orang-orang Anshar menekankan bahwa mereka akan bertempur melawan Tubba'
di siang hari namun di malam hari merreka tetap dijadikan sebagai tamu terhormat. Sikap yang
demikian membuat Tubba' mengagumi mereka seraya berkata: "Sebetulnya bangsa kami
yaitu bangsa yang terhormat."
Tatkala Tubba sibuk berperang melawan mereka tiba-tiba datanglah dua orang pendeta (rahib)
Yahudi Bani Quraizhah menemuinya. Quraizhah dan An-Nadhir dan An-Najjam dan Amr tak
lain yaitu Hadal yang merupakan anak keturunan Khazraj bin Sharih bin Tauamani bin Sabt
bin Al-Yasa' bin Sa'ad bin Lawi bin Khair bin Najjam bin Tanhuma bin Azar bin 'Uzra bin
Harun bin Imran bin Yashar bin Qahits bin Lawai bin Ya'qub. Ya'qub yaitu Israel bin Ishaq
bin Ibrahim Khalilur Rahman, Shallalahu "Alaihim. Dua orang pendeta itu yaitu seorang yang
sangat mumpuni dalam keilmuannya. Tatkala keduanya mendengar Tubba' akan
menghancurkan Madinah dan warga nya maka keduanya berkata: "Wahai raja! Janganlah
engkau lakukan itu. sebab Sebetulnya jika engkau tidak menyukainya dan tetap
memaksakan kecuali apa yang engkau kehendaki maka pasti ada yang memberi
perlindungan padanya dan kami khawatir siksaan segera datang menimpamu!"
Mendengar ucapan kedua pendeta Yahudi itu Tubba berkata: "Kenapa demikian?"
Keduanya berkata: "sebab Madinah ini akan menjadi tempat hijrah seorang Nabi yang muncul
dari tanah haram dari kalangan Quraisy di akhir zaman. Dia akan menjadi negeri tempat
tinggalnya."
Mendengar ucapan kedua pendeta ini Tubba' membatalkan rencananya. Dan dia berpendapat
bahwa keduanya memiliki ilmu yang luas. Dia sangat kagum terhadap apa yang didengarnya
dari keduanya. Maka dia¬pun segera meninggalkan Madinah dan dia¬pun memeluk agama
kedua pendeta Yahudi itu.
Khalid bin Abdul Uzza bin Ghaziyah bin Amr bin Abdu Auf bin Gunm bin Malik bin Najjar
dengan berucap membanggakan ‘Amr bin Thalhah dalam sebuah syair berikut:
Apakah dia telah bangkit atau dia telah menahan kemaluannya
Atau dia telah melepas gairah kenikmatan bio logisnya
Atau ingatkah kau akan masa mudamu Lalu kenangan apakah yang masih melekat dari masa
muda dan masa itu Sebetulnya dia yaitu perang yang berkobar
Yang memberi pengalaman baginya Maka tanyakanlah pada Imran dan Asad Jika dia
datang menyongsong musuh bersama dengan tibanya pagi Abu Karib dengan pasukan yang
besar
Memakai pakaian dengan bau yang tajam
Mereka berkata: Siapakah yang kita serbu Bani 'Auf ataukah Najjar
Target sasaran kita yaitu Bani Najjar, mereka membunuh tentara kita maka kita wajib
membalas dendam
Mereka pun berperang dengan menghunus pedang mereka, kilatan mereka laksana awan yang
mencurahkan hujan
Di tengah mereka ada Amr bin Thallah, semoga Tuhan memanjangkan umurnya di tengah
kaumnya
Peminpin yang mengungguli raja-raja barang siapa yang membidik Amr dia tidak akan punya
daya
Orang-orang suku Anshar yang berada di kawasan itu berkeyakinan bahwa kegeraman Tubba'
yaitu untuk menyerang desa di mana orang-orang Yahudi berada di di antara mereka. Dia
hanya menginginkan menghancurkan mereka lalu mereka cegah melakukan pembantaian
hingga akhirnya dia pulang. Oleh sebab itulah dia berkata dalam syairnya:
Kegeraman atas dua kabilah yang tinggal di Yatsrib lebih pantas bagi mereka dapatkan siksa
hari yang merusak
Ibnu Hisyam berkata: Syair yang ada di bait ini yaitu syair yang dibikin-bikin. sebab
melarang untuk mengakui keabsahannya.
Ibnu Ishaq berkata: Tubba' dan kaumnya yaitu para penyembah berhala, maka dia segera
menuju ke Mekkah saat perjalanan pulang menuju Yaman. Tatkala dia berada di antara 'Usfan
dan Amaj datanglah sekelompok orang dari keturunan Hudzail bin Mudrikah bin Ilyas bin
Mudhar bin Nizar bin Ma'ad.
Mereka berkata padanya: "Wahai raja! Maukah tuan kami tunjukkan pada sebuah baitul maal
(kas Negara) yang ditinggalkan raja-raja sebelum ini? Di dalamnya ada ada mutiara, topaz,
ruby, emas dan perak?"
Tubba menjawab: "Tentu saja!"
Mereka berkata: "Sebuah rumah di Mekkah yang disembah oleh warga nya dan mereka
melakukan shalat di tempat itu."
Orang-orang Hudzail melakukan ini semua untuk membinasakannya sebab mereka tahu
bahwa siapa pun yang bermaksud jahat dari raja-raja maka dia pasti celaka. Tatkala dia yakin
atas apa yang dikatakan oleh mereka dia mengutus utusannya untuk menemui dua orang
pendeta Yahudi dan dia pun menanyakan tentang masalah ini kepada keduanya. Kedua pendeta
itu berkata: "Orang-orang itu tidak menginginkan apapun kecuali kehancuran tuan dan pasukan
tuan. Saya tidak tahu ada satu rumah pun di dunia yang Allah jadikan untuk diri-Nya selain
rumah itu (Baitul- lah). Jika tuan lakukan apa yang mereka katakan tuan dan orang-orang yang
bersama tuan akan binasa!"
Tubba' berkata: "Lalu apa yang mesti saya perbuat saat saya datang ke tempat itu?"
Pendeta itu menjawab: "Lakukan apa di- lakukan oleh orang-orang setempat. Tuan melakukan
thawaf, mengagungkannya dan menghormatinya. Cukurlah rambut tuan, rendahkan diri hingga
tuan keluar darinya."
Tubba berkata: "Kenapa engkau berdua tidak juga mengunjunginya?"
Mereka berkata: "Ketahuilah, demi Allah, Sebetulnya dia yaitu rumah leluhur kami
Ibrahim, dan Sebetulnya dia yaitu sebagaimana yang telah kami beritahukan padamu.
Namun ada penghalang antara dia sebab mereka memancangkan berhala- berhala di
sekitarnya dan aliran darah yang mereka tumpahkan di sana. Mereka yaitu najis dan ahli
syirik!" Atau sebagaimana keduanya katakan padanya. Maka dia pun mengerti nasehatnya dan
kejujuran ucapannya. Dia pun mendekati suku Hudzail lalu memotong tangan dan kaki
mereka, lalu dia beranjak menuju Mekkah. Setibanya di sana dia melakukan thawaf,
menyembelih kurban, mencukur rambut, dan tinggal di Mekkah selama enam hari,
sebagaimana disebutkan. Dia berkurban binatang untuk manusia memberi makan
warga nya, memberi mereka minuman dari madu. Dalam tidurnya dia bermimpi
menyelubungkan kiswah (kain penutup) Baitul Haram. Maka dia pun menyelubunginya
dengan cabang- cabang kurma yang dirangkai. lalu dia diperlihatkan mimpi dalam
tidurnya untuk menyelubungi Ka'bah itu dengan selubung yang lebih baik, maka dia pun
menyelubunginya dengan kain ma'afir (jenis kain asal Yaman), pada mimpinya yang saat dia
melihat dia diperintahkan untuk menutupinya dengan yang lebih bagus lagi. Maka dia pun
menyelubunginya dengan mola' dan washail (kain terbaik berasal dari Yaman). Dengan
demikian, menurut anggapan mereka, Tubba' yaitu orang pertama yang menutupi Ka'bah
dengan kain dan mewasiatkan pada gubernurnya untuk melakukan hal yang sama. Dan
mewaniti-wanti mereka agar tidak ada darah, tidak pula bangkai, tidak pula ada darah haidh di
sana. lalu dia membikin pintu dan kunci Ka'bah.
Subai'ah binti Al-Ahabb bin Zabinah bin Jadzimah bin 'Auf bin Nashr bin Mu'awiyah bin Bakr
bin Hawazin bin Manshur bin Ikri- mah bin Khafashah bin Qais bin Ghaylan. Dia berada di
bawah pemeliharaan Abdu Manaf bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taym bin Murrah bin bin Ka'ab bin
Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin bin Kinanah mengatakan sebuah syair
kepada anaknya yang bernama Khalid yang menggambarkan agungnya kehormatan Mekkah
dan dia melarang anaknya untuk melakukan tindakan-tindakan yang di luar batas, tentang
kerendahan hati di hadapannya dan apa yang seharusnya dilakukan untuk anaknya. Syair
berbunyi sebagai berikut:
Wahai anakku janganlah engkau menganiaya anak kecil dan orang tua di Mekkah Jagalah
kehormatannya anakku, jangan tipuan memperdayakanmu
Barang siapa yang berlaku aniaya di Mekkah,dia akan menelan keburukan
Wahai anakku, dia akan dipukul mukanya dan kedua tulang pipinya dibakar
Wahai anakku aku telah mengalaminya maka aku dapatkan orang zalim selalu binasa
Allah menjadikannya aman walaupun tidak ada istana dibangun di pelatarannya
Allah jaga burung-burungnya dan kambing liarpun aman di gunung Tsabir
Tubba' telah datang tuk menyerangnya, tapi malah dia hiasi bangunannya dengan kain dan
indah
Tuhanku telah menghinakan kerajaannya se- hingga diapun memenuhi nazarnya Dia berjalan
ke sana dengan kaki telanjang dengan membawa dua ribu unta Dia juga menghormatinya
penghuninya de¬ngan suguhan daging mahr (unta) Dia suguhkan pada mereka madu nan
jernih dan gandum kwalitas tinggi Pasukan gajah mereka dihancurkan dengan kerikil-kerikil
yang diturunkan Tuhan telah hancurkan kerajaan mereka nan jauh di sana
Baik yang di Persia ataupun di Khazar Maka dengarkanlah jika ia dituturkan pada kalian dan
pahamilah Bagaimana akhir dari semua yang terjadi
Ibnu Hisyam berkata: Kata-kata dihentikan pada qafiyahnya. (sajak) dan tidak di'irab
(dijelaskan tata bahasanya; subjek, predikat, objek).
lalu dia keluar dari kota Mekkah menuju Yaman bersama dengan pasukannya dan dua
pendeta Yahudi. Tatkala dia memasuki Yaman maka dia menyeru kaumnya untuk masuk
agama baru yang dia telah memasukinya hingga masalahnya bisa diselesaikan dengan
menjadikan api yang ada di Ya-man sebagai hakim.
Ibnu Ishaq berkata: Telah menceritakan pada saya Abu Malik bin Tsa'labah bin Abu Malik Al-
Qurazhi, dia berkata saya mende- ngar Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah bin Ubaidillah
berkata:
Tatkala Tubba' telah dekat ke negeri Yaman untuk memasukinya maka dia dihadang oleh
orang-orang Himyar. Mereka berkata: "Janganlah engkau memasukinya sebab engkau telah
meninggalkan agama kami." Maka dia pun menyeru mereka untuk memeluk agamanya dengan
mengatakan: "Sebetulnya agamaku itu lebih baik dari agama kalian." Maka mereka pun
berkata: "Maka marilah kita selesaikan di depan api!" Dia pun berkata: "Ya!"
Ibnu Ishaq menambahkan: Dalam ke- percayaan orang-orang Yaman, di Yaman ada api
di mana mereka menyelesaikan perkara yang sedang mereka perselisihkan. Api akan
membinasakan orang yang zalim dan membiarkan orang yang dizalimi. Maka kaumnya keluar
dengan membawa berhala- berhala mereka dan benda-benda yang biasa mereka jadikan
sebagai sesajen. Sedangkan pendeta Yahudi membawa dua mushaf yang digantung di leher
mereka. Hingga mereka pun duduk di depan tempat keluarnya api. Maka api pun menyergap
mereka. Tatkala api menyerang mereka orang-orang Yaman pun ngeri dan ketakutan. Namun
orang-orang yang hadir menyemangatinya dan menyuruh mereka sabar atas serangannya.
Mereka pun bersabar hingga api itu pun mengepung mereka dan memakan berhala-berhala itu
dan segala benda-benda yang mereka jadikan sebagai sarana ibadah beserta orang-orang yang
membawa benda-benda itu dari kaum lelaki Himyar. Sementara itu dua pendeta Yahudi itu
keluar dengan membawa mushaf yang te- tap tergantung di lehernya dan dengan dahi
mengucurkan keringat. Sejak saat itu orang- orang Himyar menerima agama raja mereka. Maka
sejak saat itu pula agama Yahudi mulai memasuki Yaman.
Ibnu Ishaq berkata: Seorang informan lain menuturkan kepada saya bahwa kedua pendeta itu
dan orang-orang yang keluar dari warga Himyar mengikuti api dan bermaksud untuk
menolaknya. Dan mereka berkata: Barang siapa yang menolaknya maka orang itulah yang
paling benar. Maka mendekatlah pada api itu beberapa orang lelaki Himyar dengan membawa
berhala-berhala mereka untuk menolak api itu, namun api itu malah mendekati mereka
sehingga membuat mereka gentar ketakutan dan mereka tidak berhasil menolaknya. sesudah itu
kedua pendeta itupun mendekati keduanya seraya membaca Taurat, api itu pun mundur dari
keduanya hingga me-reka berdua berhasil mendorongnya ke tempat awal api itu keluar. Maka
sesudah itu orang- orang Himyar memeluk agama kedua pendeta ini . Wallahu a'lam mana
yang benar dari kedua kisah di atas.
Ibnu Ishaq berkata: Riam yaitu sebuah rumah yang sangat mereka agungkan dan mereka
menyembelih hewan korban di sana dan mereka berbicara sesuai dengan petunjuk yang mereka
dapatkan di tempat itu. Kedua pendeta itu berkata kepada Tubba: "Sebetulnya itu yaitu
setan yang sedang mempermainkan mereka. Maka biarkanlah kami melakukan sesuatu pada
rumah ini!"
Tubba berkata: "Terserah kalian berdua mau diapakan rumah Riam itu!"
Maka keduanya mengeluarkan dari rumah ini —sebagaimana banyak dikatakan orang-orang
Yaman— satu anjing hitam lalu mereka sembelih lalu mereka berdua menghancurkan
rumah itu. Maka sampai saat ini sisa-sisanya -sebagaimana dikatakan kepada saya—yaitu
bercak-bercak bekas darah yang tumpah di atasnya.
Pemerintahan Hassan bin Tubban dan Pembunuhan Saudaranya Amr Atasnya
Tatkala anaknya yang bernama Hassan bin Tubban As'ad Abi Karib berkuasa, dia berangkat
bersama dengan warga Yaman dengan maksud untuk menguasai tanah Arab dan Persia.
Tatkala mereka berada di sebagian negeri Irak Ibrahim bin Hisyam berkata: Tempatnya di
Bahrain sebagaimana dikatakan kepada saya oleh sebagian ahli ilmu—orang-orang Himyar itu
tidak suka untuk melanjutkan perjalanan bersamanya dan mereka mengingatkan untuk kembali
lagi ke negeri Yaman dan menemui warga nya kembali. Maka merekapun berkata kepada
saudara Hassan yang bernama 'Amr yang saat itu bersama dengannya. Mereka berkata:
"Bunuhlah saudaramu Hassan dan akan mengangkatmu sebagai raja kami dan kau kembali ke
negeri kami!" Amr pun merespon ajakan mereka. Lalu mereka sepakat untuk melakukan
rencana ini kecuali seorang yang bernama Dzu Ru'ain al-Himyari dimana dia melarang
Amr untuk melakukan rencana jahat ini . Namun Amr tidak menerima nasehatnya. Maka
berkatalah Dzu Ru'ain al-Himyari:
Ketahuilah wahai orang yang membeli begadang malam dengan tidur
Bahagialah orang yang senantiasa bermalam dengan mata tenang
Adapun orang-orang Himyar mereka ingkar dan khianat
Semoga Tuhan mengampuni Dzu Ru'ain
lalu dia menuliskannya dia atas secarik kertas dan memberi stempel lalu dia
memberi nya kepada Amr seraya berkata: Simpanlah surat ini dari ku bersamamu! Maka
Amr pun melakukan apa yang dia katakan. lalu dia membunuh saudaranya Hassan lalu
dia pun pulang kembali ke Yaman bersama dengan orang-orang yang bersamanya. Maka
berkatalah salah seorang Himyar:
Tak tegalah mata yang melihat orang seperti Hassan terbunuh di negeri-generasi yang lalu
Seorangputra makhota membunuhnya sebab takut dipenjara
Esok harinya mereka berkata: Labab, labab (tidak apa-apa)
Orang yang mati di antara kalian yaitu yang terbaik di antara kita
Dan orang yang hidup di antara kita yaitu pimpinan kita
Dan kalian semua peminpin kami
Ibnu Ishaq berkata: Ucapannya labab labab dalam bahasa Himyar berarti laa ba'sa (tidak apa-
apa). Sedangkan Ibnu Hisyam menyebutkan: Diriwayatkan bahwa bacaannya yaitu libab
bukan labab.
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Amr bin Tubban memasuki Yaman maka dia menderita insomania
sehingga dia tidak bisa memicingkan matanya sedikitpun. Tatkala penyakit itu demikian
memberatkannya maka dia menanyakan pada para dokter, dukun dan tukang ramal apa yang
sebenarnya menimpa dirinya. Maka berkatalah seseorang di antara mereka: "Demi Allah
Sebetulnya tidaklah ada seseorang yang membunuh saudaranya atau keluarga dekatnya
sebab benci sebagaimana yang engkau telah lakukan terhadap saudaramu, kecuali dia akan
menderita penyakit tidak bisa tidur dan dia akan ditimpa penyakit insomania!"
Tatkala ungkapan itu dikatakan padanya, maka dia pun membunuh semua orang yang
menyuruhnya untuk membunuh saudaranya Hassan. Mereka terdiri dari para pemuka dan
pembesar Yaman. Hingga suatu saat tiba waktunya giliran Dzu Ru'ain.
Maka berkatalah Dzu Ru'ain padanya: "Sa- ya punya alasan yang meringankan saya!"
'Amr berkata: "Apa itu?"
Dzu Ru'ain menjawab: "Surat yang dulu aku berikan padamu!" Maka dia pun mengeluarkan
surat itu ternyata dia dapatkan dua bait syair. Dan dia pun meninggalkan Dzu Ru'ain pergi dan
dia berpendapat bahwa orang itu telah memberinya nasehat.
sesudah Amr meninggal kerajaan Yaman menjadi kacau balau dan mereka terpecah menjadi
sekian banyak kelompok.
Lakhni'ah Dzi Syanatir Mencaplok Kerajan Yaman
Seorang dari Himyar yang tidak memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan, yang bernama
Lakhni'ah Yanuf Dzu Syanatir mencaplok tahta kerajaan Yaman dan membunuh para
pembesarnya dan membuat keluarga ke-rajaan nelangsa. Maka seorang Himyar berkata kepada
Lakhni'ah dalam sebuah syair:
Himyar telah bunuh anak-anak dan mengusir putri-putrinya
Melakukan pekerjaan yang melakukan dengan tangan mereka sendiri
Menghancurkan dunianya dengan kekejian mimpi-mimpinya
Sedangkan yang lenyap dari dunia yaitu lebih banyak
Demikianlah kurun-kurun itu telah berlaku kezaliman dan kekejian
Sehingga kejahatan bertumpuk dan dikumpulkan
Lakhni'ah yaitu seorang lelaki fasik yang gemar melakukan perbuatan homoseksual. Dia
sering kali meminta anak-anak muda keturunan raja untuk datang ke istananya lalu dia
melakukan hubungan homoseksual dengannya di sebuah kamar yang sengaja dia bangun untuk
tujuan ini agar mereka tidak menjadi penguasa sesudah nya. sesudah itu dari atas kamar dia
melihat pada para pengawalnya dan pasukannya yang hadir di sana dan dia mengambil siwak
yang dia letakkan di mulutnya untuk memberi tanda pada mereka bahwa dia telah selesai
melampiaskan hasratnya.
Hingga pada suatu waktu dia mengirimkan seseorang untuk memanggil Zur'ah Dzu Nuwas bin
Tubban As'ad saudara Hasaan. Saat Hassan dibunuh dia masih anak-anak. lalu dia
tumbuh menjadi seorang remaja yang ganteng gagah cerdas dan berkarakter budiman. Tatkala
utusan itu datang menemuinya dia pun menyadari apa yang bakal terjadi, maka dia pun
mengambil sebilah pisau tajam kecil yang dia simpan di antara kedua kaki dan sandalnya.
lalu dia mendatanginya dan berdua dengannya. Saat itulah dia melompat dan
menikamnya lalu dia menekuk dan membunuhnya. Lalu dia penggal lalu dia letakkan kepala
itu di di jendela yang menjadi tempat dia melihat pada orang-orangnya di bawah. Dzu Nuwas
meletakkan siwak di mulut orang Lakhni'ah lalu dia keluar ke tengah manusia. Maka
mereka pun berkata padanya: Wahai Dzu Nuwas basah ataukah kering? Maka dia pun
menjawab: Tanyakanlah pada kepala itu. Maka mereka pun melihat ke jendela dan mereka pun
melihat kepala Lakhni'ah telah terputus. Maka mereka pun bergegas menyusul Dzu Nuwas
hingga akhirnya terkejar. Mereka pun berkata: Tidak selayaknya ada orang yang menjadi raja
atas kami sebab engkau telah membebaskan kami dari orang yang sangat bejat ini.
Kekuasaan Dzu Nuwas
Orang-orang Himyar pun mengangkat Dzu Nuwas menjadi raja mereka. Himyar kabilah-
kabilah Yaman bersatu di bawah kekuasaannya. Dia yaitu raja terakhir yang berasal dari
Himyar, dia yaitu Shahibul Ukhdud dan dia menyebut dirinya Yusuf. Dia menjadi raja dalam
kurun waktu sekian lama.
Sementara itu di Najran ada sisa-sisa pemeluk agama Nabi Isa 'Alaihisalam yang berpegang
teguh dengan kitab Injil. Mereka yaitu orang-orang terhormat dan istiqamah dengan agama
mereka. Mereka punya seorang pemimpin yang bernama Abdullah bin Tsamir. Agama Kristen
itu berasal dari Najran sebuah kawasan yang berada di tengah-tengah tanah dan warga Arab
di zaman itu. Sedangkan warga Arab kala itu yaitu para penyembah berhala secara
keseluruhan. Penyebab masuknya agama ini ke Najran yaitu adanya sisa seorang penganut
Kristen yang bernama Faymiyun yang berada di tengah-tengah mereka lalu dia berhasil
menjadikan pemeluknya pindah agama dari paganism (penyembah berhala) menjadi pemeluk
Kristen.
Awal Kemunculan Agama Kristen di Najran
Ibnu Ishaq berkata: Mughirah bin Abi Labid mantan budak Akhnas meriwayatkan dari Wahab
bin Munabbih al-Yamani bahwa Sebetulnya telah mengatakan pada mereka: Awal
kemunculan agama Kristen di Najran yaitu bahwa seorang sisa pengikut Nabi Isa bin Maryam
yang bernama Faymiyun, seorang yang sangat saleh seorang mujtahid yang gigih dan seorang
zahid dari dunia, seorang yang doanya mustajab sedang melakukan pengembaraan dan dia
singgah di berbagai kota dan desa. Dan tidaklah dia mengenal sebuah desa kecuali dia akan
keluar menuju ke desa lain yang dia tidak ketahui. Dia tidak pernah makan apapun kecuali dari
hasil tangannya sendiri. Dia seorang ahli bangunan yang berkubang dengan tanah dan sangat
menghormati hari Ahad. Jika hari Ahad tiba maka dia tidak melakukan pekerjaan apa- pun.
Dia akan keluar ke sebuah tanah lapang lalu melaksanakan salat hingga menjelang malam.
Dia berkata: Dia berada di salah satu desa di Syam dan melakukan pekerjaannya itu secara
sembunyi-sembunyi. Ternyata ada seseorang yang menangkap dengan cermat perilaku
baiknya, orang itu bernama Shaleh. Shaleh sangat mencintainya satu hal yang belum pernah
dia rasakan pada siapa pun sebelum ini. Shaleh pun mengikutinya ke mana pun dia pergi.
Faymiyun tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Shaleh itu. Hingga suatu hari Ahad dia
keluar ke tanah lapang sebagaimana biasa dia lakukan sebelum ini. Shaleh pun mengikutinya,
sementara Faymiyun tidak tahu. Maka Shaleh melihat dengan sembunyi-sembunyi apa yang
dia lakukan di sana sebab dia tidak ingin diketahui tempatnya berada.
Faymiyun berdiri untuk melakukan shalat. Tatkala dia sedang melakukan shalat, tiba-tiba ada
seekor ular berkepala tujuh mendekatinya. Tatkala Faymiyun melihat, maka dia berdoa agar
diselamatkan dari ular itu. Sesaat itu juga ular berbahaya itu mati. Peristiwa itu di- saksikan
oleh Shaleh namun dia tidak menyadari apa yang menimpa ular ganas berkepala tujuh itu. Dia
mengkhawatirkan ada sesuatu yang terjadi atas dirinya sehingga dia tidak mampu
mengendalikan diri, lalu berteriak: Wahai Faymiyun ular besar sedang mendekatimu, namun
dia tidak menoleh dan melanjutkan salatnya hingga selesai. Saat malam menjelang dia pun
pulang.
Faymiyun kini menyadari bahwa dirinya telah dikenal dan Shaleh telah mengenal posisinya.
Maka Shalehpun berkata: "Wahai Faymiyun, Demi Allah, ketahuilah bahwa aku tidak pernah
mencintai sesuatupun sebagaimana aku mencintaimu. Aku ingin senantiasa menemanimu dan
ingin bersamamu kemanapun engkau berada."
Faymiyun berkata: "Terserah, engkau tahu sendiri bagaimana kondisiku, jika kau merasa kuat
untuk menjalaninya, maka ikutilah aku!" Maka Shaleh pun menemaninya di mana pun dia
berada.
Hampir saja orang-orang desa itu mengalami sebuah guncangan menyaksikan beberapa hal
aneh yang muncul darinya. Di mana jika ada seseorang yang dia dapatkan sedang sakit maka
dia pun berdoa dan orang itu pun sembuh. Tapi jika dia dipanggil untuk untuk mendatangi
orang yang sakit dia tidak da- tang. Suatu waktu ada seseorang yang memiliki anak yang buta
dan dia pun menanyakan tentang Faymiyun dan dikatakan kepadanya bahwa dia tidak akan
datang jika dia panggil oleh seseorang, namun dia yaitu seorang pekerja bangunan yang
mendapatkan upah.
Lelaki itu pun datang menemui anaknya dan meletakkannya di sebuah kamar lalu lalu dia
menutupinya dengan kain. lalu lelaki menemuinya dan dia pun berkata: "Wahai
Faymiyun Sebetulnya aku menginginkan sesuatu untuk dikerjakan di rumahku. Maka
berangkatlah bersamaku hingga engkau melihat kondisinya dan aku pun akan memberimu
bayaran atas pekerjaanmu ini ."
Maka dia pun berangkat bersama lelaki itu hingga dia memiliki kamar tempat anaknya
diletakkan. Lalu Faymiyun berkata: Apa yang hendak engkau kerjakan di rumahmu ini? Lelaki
tadi menjawab: "Ini dan ini." Lalu lelaki itu menyingkapkan kain yang menutup sang anak
seraya berkata: "Wahai Faymiyun anakku yaitu salah seorang hamba dari hamba- hamba
Allah dan dia telah ditimpa penyakit sebagaimana yang engkau saksikan. Maka doakanlah agar
dia sembuh!"
Faymiyun pun mendoakan anak itu, maka bangkitlah anak itu seperti seorang yang tidak
menderita mengalami sakit apapun. Tahulah Faymiyun bahwa dirinya kini telah diketahui oleh
banyak orang untuk itulah dia segera ke- luar meninggalkan desa ini yang ditemani oleh
Shaleh. Tatkala dia sedang berjalan di sebagian negeri Syam dia melewati sebuah pohon yang
sangat besar, tiba-tiba seseorang memanggilnya dari arah pohon itu: "Wahai Faymiyun!"
Faymiyun menjawab: "Ya! Aku masih menunggumu dan aku senantiasa berkata kapan dia
akan datang? Hingga aku kini mendengar suaramu maka tahulah bahwa engkau yaitu dia.
Janganlah engkau pergi sebelum mendoakan aku di atas kuburku sebab Sebetulnya aku
akan sekarang!" Dia berkata: Maka lelaki itu pun meninggal dan dia pun berdiri sambil berdoa
hingga orang- orang di sekitarnya menguburkannya. Lalu dia pun pergi dan tetap diikuti oleh
Shaleh hingga akhirnya datang ke sebagian negeri Arab dan warga nya melakukan tindakan
yang keji pada keduanya.
Mereka lalu dibawa oleh sebagian pelancong orang Arab lalu keduanya oleh mereka dan
dijual di Najran. Orang-orang Najran waktu itu menganut agama orang-orang Arab dengan
menyembah sebuah pohon kurma yang sangat tinggi yang berada di tengah- tengah mereka
dan mereka memiliki perayaan hari raya tahunan. Jika hari raya tahunan itu datang maka
mereka menggantungkan setiap baju yang indah dan perhiasan wanita yang mereka dapatkan
lalu keluar ke pohon ini lalu mereka tinggal seharian di sana. Salah seorang yang
sangat terkenal di antara mereka membeli Faymiyun sedangkan yang lain membeli Shaleh.
Faymiyun senantiasa melakukan qiyamullail di tempat orang yang membelinya itu. Dan setiap
kali melakukan shalat malam itu rumah itu menjadi benderang tanpa ada lampu di dalamnya.
Tuannya melihat peristiwa ini dan dia sangat kagum dan takjub. Maka dia pun
menanyakan tentang agamanya dan dia pun memberitahukannya.
Faymiyun berkata padanya: "Sebetulnya kalian berada dalam kebatilan Sebetulnya
pohon kurma ini tidak akan pernah mendatangkan bahaya dan tidak juga bisa mendatangkan
manfaat dan jika aku berdoa kepada Tuhan yang aku sembah untuk membinasakannya pasti
Dia akan menghancurkannya. Dia yaitu Allah yang tidak ada sekutu apapun bagi-Nya."
Maka berkatalah tuannya: "Kerjakanlah sebab Sebetulnya jika engkau mampu melakukan
itu kami akan masuk agamamu dan kami akan meninggalkan agama yang selama ini kami
anut."
Faymiyun bangkit lalu bersuci dan melakukan shalat dua rakaat lalu dia berdoa
kepada Allah untuk membinasakan pohon kurma besar itu. Allah mengirimkan angin kencang
yang membuat pohon itu tercerabut ke akar-akarnya dan lalu tumbang. Maka orang-
orang Najran pun masuk dan memeluk agama yang dia peluk dan Faymiyun membawa mereka
pada syariah Isa bin Maryam "Alaihissalam. sesudah itu terjadilah peristiwa-peristiwa
penyimpangan yang menimpa atas pemeluk agama mereka di berbagai negeri. Maka sejak saat
itulah mun- cul agama Kristen di negeri Najran di negeri Arab.
Ibnu Ishaq berkata: Inilah yang diceritakan oleh Wahb bin Munabbih tentang orang- orang
Najran.
Abdullah bin Tsamir dan Peristiwa Ashabul Ukhdud
Ibnu Ishaq berkata: Telah meriwayatkan ke- padaku Yazid bin Ziyad dari Muhammad bin
Ka'ab al-Qurazhi sebagaimana hal ini juga di- tuturkan oleh warga Najran kepada saya
tentang warga nya: Sebetulnya warga Najran mereka yaitu orang-orang yang
menyembah berhala. Di sebuah desa yang berdekatan dengan Najran —Najran artinya desa
besar di mana warga berpusat di sana— ada seorang ahli sihir yang mengajari sihir pemuda-
pemuda Najran. Tatkala Faymiyun datang ke sana—dia tidak menyebutkan namanya kepada
saya sebagaimana yang dikatakan oleh Wahb bin Munabbih. Mereka berkata: Ada seorang
lelaki singgah di sana dan membangun sebuah kemah antara Najran dan desa dimana seorang
ahli sihir berasal. Orang- orang Najran mengirimkan anak-anak mereka kepada ahli sihir ini
untuk belajar sihir pada mereka. Tsamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah bin
Tsamir, demikian pula halnya dengan warga lainnya. Setiap kali Abdullah melewati orang
yang berada di dalam kemah itu dia sangat kagum terhadap salat dan ibadahnya sehingga
membuatnya mampir di sana dan mendengar nasehat-nasehatnya hingga akhirnya dia masuk
Islam dan mengesakan Allah dan menyembah-Nya. lalu dia menanyakan padanya
tentang syariah-syariah Islam sehingga tatkala dia sudah demikian paham tentang syariah itu
maka dia kini mulai bertanya al-ism al-a'zham (Dzat Maha Agung).
Walaupun dia mengerti akan hal ini dia sengaja merahasiakannya padanya. Dia berkata:
"Wahai sepupuku, kau tidak akan mampu menanggungnya, saya khawatir kau tidak cukup kuat
untuk memikul beban ini."
Sementara Tsamir ayah Abdullah tidak mengira anaknya telah melakukan itu, dia hanya
menyangka bahwa anaknya telah melakukan sesuatu yang lain dia hanya berpikir bahwa
anaknya pergi tukang sihir itu sebagaimana dilakukan oleh anak-anak lainnya. Tatkala
Abdullah menyadari bahwa sahabatnya itu (penghuni kemah) merahasiakan ilmu dan dia
khawatir dirinya tidak sanggup memikul bebannya, maka dia segera mengumpulkan beberapa
tongkat kecil. Lalu dia menuliskan semua nama-nama Allah yang dia ketahui hingga tidak
tersisa satu nama pun. Untuk setiap satu tongkat dia tuliskan satu nama Allah tatkala dia telah
sempurna dia menyalakan api lalu dia mulai melempar tongkat-tongkat itu satu persatu. Hingga
tatkala dia sampai pada Nama Teragung (ismul azham) dia melemparkannya ke dalam api.
Tongkat itupun melayang hingga dia keluar dari api itu tapi bekas apapun. Maka dia pun
mengambil tongkat itu lalu dia datang menemui sahabatnya dan memberitahukan bahwa dia
telah tahu tentang ism al-a'zham yang selama ini dia rahasiakan. Faymiyun berkata: "Apa itu?"
Dia berkata: "Dia yaitu demikian, demikian! Bagaimana cara engkau mengetahuinya?" Maka
diapun memberitahukan tentang apa yang dia lakukan. Faymiyun berkata: "Wahai saudaraku
kau telah mendapatkannya, maka jagalah dia atas dirimu saja, walaupun saya pikir engkau
tidak akan melakukan itu."
Maka setiap kali Abdullah bin Tsamir memasuki Najran dan dia bertemu dengan seseorang
yang sedang sakit, maka dia akan berkata: “wahai hamba Allah, maukah engkau mentauhidkan
Allah dan memasuki agama saya dan aku akan berdoa kepada Allah agar menyembuhkan
penyakit yang engkau derita?"
Orang itu akan menjawab: "Ya!"
Maka dia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, lalu dia mendoakan dan sembuh. Sampai-
sampai tidak ada seorang pun yang sakit di Najran kecuali dengan mendatanginya dan sering
menelusurinya dan mendoakannya dan orang itu pun sembuh. Hingga akhirnya peristiwa itu
dilaporkan kepada raja Najran dan dia pun dipanggil. Raja itu pun berkata: "Kau telah merusak
keadaan warga negeri ini dan kau telah melakukan perbuatan yang berseberangan dengan
agamaku dan agama nenek moyangku, maka aku akan cincang engkau!"
Abdullah bin Tsamir berkata: "Kau tidak akan pernah melakukan hal itu!!"
Ibnu Ishaq berkata: Maka dia pun memerintahkan orang-orangnya untuk membawanya ke
sebuah gunung yang panjang lalu dia dilempar dengan kepala di bawah dan dia pun jatuh
ke bumi tapi tidak mengalami luka apapun. lalu dia dibawa ke perairan Najran. Sebuah
lautan di mana tidak ada sesuatu pun yang jatuh ke dalamnya kecuali akan binasa. Maka dia
pun dilempar ke dalamnya. Namun kembali dia keluar dari laut itu dengan selamat.
Tatkala dia berhasil menang atas raja itu, Abdullah bin Tsamir berkata: "Demi Allah
Sebetulnya engkau tidak akan pernah sanggup untuk membunuhku hingga engkau
mentauhidkan Allah, hendaknya engkau ber- iman dengan apa yang aku imani sebab
Sebetulnya jika engkau melakukan itu maka engkau akan diberi kemampuan untuk
membunuhku."
Ibnu Ishaq berkata: Maka raja itu pun mentauhidkan Allah dan melakukan syahadat
sebgaaimana syahadat Abdullah bin Tsamir. lalu raja itu memukulnya dengan sebuah
tongkat yang ada di tangannya yang lalu membuatnya terluka dengan luka kecil, dan dia
pun terbunuh, lalu raja itupun meninggal dunia. Peristiwa ini telah membuat warga
Najran memeluk agama Abdullah bin Tsamir sesuai dengan ajaran Isa bin Maryam yang ada
di dalam Injil dan hukumnya. lalu terjadi penyimpangan- penyimpangan sebagaimana
penyimpangan sebelumnya. Dari sinilah sebenarnya asal usul agama Kristen di Najran.
Wallahu a'lam.
Ibnu Ishaq berkata: Inilah apa yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi dan
sebagian dari warga Najran tentang Abdullah bin Tsamir. Wallahu a'lam di mana yang
paling benar adanya.
Maka berangkatlah Dzu Nuwas dengan pasukannya dan mengajak mereka untuk memeluk
agama Yahudi dengan memberi dua pilihan pada mereka masuk Yahudi atau di- bunuh.
Mereka pun memilih untuk dibunuh. Maka mereka pun dimasukkan ke dalam parit dan
dibakarlah orang yang dibakar di antara mereka dengan api, ada pula yang dibunuh dengan
pedang lalu mereka dicincang. Hingga jumlah orang yang dibunuh mencapai sekitar dua puluh
ribu. Mengenai Dzu Nuwas dan tentaranya Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya,
junjungan kita semua Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam:
Telah dibinasakan orang-orang yang membuat parit,yang berapi (dinyalakan dengan) kayu
bakar, saat mereka duduk di sekitarnya,sedang mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang
mukmin itu melainkan sebab orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Terpuji (QS. al-Buruj: 4- 8).
Ibnu Hisyam berkata: Al-Ukhdud yaitu lubang yang memanjang di bumi seperti parit atau
anak sungai dan yang serupa dengannya. Sedangkan plural dari kata ukhdud yaitu akhadid.
Dzu Rummah berkata yang namanya yaitu Ghaylan bin 'Uqbah salah seorang Bani Adi bin
Manaf bin Udd bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar.
Dari tanah Irak yang melintang antara po- hon kurma dan padang gersang ada sebuah air
ukhdud.
Arti ukhdud dalam bait di atas diartikan sebagai bekas pedang, atau bekas pisau di kulit atau
bekas cambuk dan jama'nya yaitu akhadid.
Ibnu Ishaq berkata: Dikatakan bahwa di antara orang dibunuh Dzu Nuwas yaitu Abdullah bin
Tsamir, pemimpin dan imam mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Telah berkata kepada saya Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad bin
Amr bin Hazm bahwa Sebetulnya dia telah mendapat kabar bahwa seseorang dari warga
Najran hidup zaman Umar bin Khattab menggali bekas reruntuhan bangunan-bangunan di
Najran untuk sebuah keperluannya. Maka mereka pun mendapatkan Abdullah bin Tsamir
berada di bawah reruntuhan itu dalam keadaan sedang duduk sedang meletakkan tangannya
pada bekas pukulan di kepalanya, dia sedang kepalanya itu. Dan manakala tangan yang
memegangnya itu ditarik maka mengalirlah darah darinya dan tatkala dilepas maka tangan itu
kembali pada posisinya semula dan menahan aliran darahnya. Sementara di tangannya tertulis:
"Rabbi Allah (Tuhanku yaitu Allah)." Maka ditulislah surat kepada Umar mengabarkan
tentang peristiwa ini . Umar membalas surat mereka dan memerintahkan agar dibiarkan
dalam posisi semula. Mereka pun menguburkannya dan mengembalikan dalam posisi semula.
Daus Dzu Tsa'laban dan Awal Pemerintahan Habasyah serta Hayat yang Menguasai
Yaman
Ibnu Ishaq berkata: Ada seorang di antara mereka yang berhasil selamat dari pembunuhan
massal itu. Dia bernama Daus Dzu Tsa'laban. Saat melarikan diri dia menunggang kudanya
dan dia melalui tanah berpasir sehingga mereka tidak mampu untuk mengejarnya. Dia terus
melakukan pelariannya dengan cara ini hingga akhirnya dia menemui Kaisar Romawi. Dia
meminta bantuan Kaisar untuk mengalahkan Dzu Nuwas dan pasukannya dan dia memberi
tahukan apa yang menimpa orang-orang yang dibunuh massal itu.
Kaisar berkata: "Negerimu terlalu dari tempat kami, namun demikian aku akan menuliskan
surat kepada raja Habasyah (kini Ethiopia), sebab Sebetulnya dia beragama sebagaimana
agama kita dan dia lebih dekat ke negerimu." Dia lalu menulis surat pada raja Habasyah
dan memintanya untuk membantunya serta membalas dendam atas perlakukan Dzu Nuwas.
Daus datang menemui raja Najasyi dengan membawa surat Kaisar, dan Najasyipun segera
mengirim pasukannya yang berjumlah tujuh puluh ribu di bawah komando seorang yang
bernama Aryath. Di antara pasukannya ada seorang yang bernama Abrahah al-Asyram. Aryath
bersama pasukannya segera mengarungi lautan hingga dia mendarat di pantai Yaman. Daus
Dzu Tsa'laban juga ikut bersama mereka. Dzu Nuwas bersama dengan orang-orang Himyar
dan orang-orang yang taat dan berada di bahwa kendalinya segera menyambutnya. sesudah
peperangan berlangsung Dzu Nuwas dan pasukannya terpaksa harus mengaku kalah. Tatkala
Dzu Nuwas menyadari apa yang terjadi pada diri dan kaumnya, dia segera mengarahkan
kudanya ke laut lalu dia memacunya dan memasuki lautan itu dan dia memasuki lautan dari
yang dangkal terus pada yang lebih dalam hingga akhirnya dia tenggelam di kedalaman laut
itu. Inilah akhir dari pemerintahannya. Aryathpun memasuki Yaman dan dia menguasainya.
Maka berkatalah seorang warga Yaman saat dia mengatakan apa yang dilakukan Daud
untuk minta bantuan pada orang-orang Habasyah.
Tidaklah seperti Daus tidak pula seperti apa yang dia bawa di perjalanannya
Peribahasa ini berlaku hingga kini di Ya- man. Dzu Jadan al-Himyari berkata:
Tenanglah, air mata tidak bisa mengembalikan apa yang telah berlalu
Janganlah engkau hancur sebab reruntuhan masa lalu
Apakah sesudah Baynun tidak akan ada lagi mata air dan jejak
Dan sesudah Silhin, manusia akan membangun rumah-rumah lagi?
Baynun dan Silhan dan Ghumdan yaitu benteng-benteng di Yaman yang dihancurkan oleh
Aryath dan tidak ada benteng yang sama dengan benteng-benteng itu di tengah manusia.
Dzu Jadan juga berkata:
Biarkalah aku membuatmu tidak punya bapak dan kau tidak akan sanggup
Caci makimu telah mengeringkan air liurku
Aku mendengarkan musik para penyanyi di masa lalu yang demikian merdu
Dan kami disuguhi arak yang murni dan terbaik
Memimun arak tanpa rasa risih
sebab sahabatku tidak pernah mencelaku perbuatan ku
sebab kematian tidak ada yang yang mampu menghadang
Walaupun meminum obat wangi dari para dukun obat
Tidak pula para rahib di puncak biaranya Atau burung heriang yang sedang sedang berputar
di sekitar sarangnya Kau telah dengar tentang menara Ghumdan Yang ada di puncak gunung
menjulang Yang dilukis dengan batu yang indah Bersih, basah dengan tanah Hat yang licin
Lampu-lampu minyak bersinar di dalamnya Kala senja tiba laksana sinar kilat Sedangkan
pohon kurmanya yang di tanam untuknya demikian indahnya Dengan buah yang ranum
hampir doyong dengan tandan kurmanya Kini semua itu telah menjadi abu Dan mengubah
keindahannya menjadi kobaran api
Dzu Nuwas menyerah kalah
Dia peringatkan kaumnya tentang hidup yang sempit
Berdasarkan syair di atas Adz-Dzu'bah Ats-Tsaqafi mengatakan sebuah syair serupa. Menurut
Ibnu Hisyam:Adz-Dzibah bernama Rabiah bin Abdu Yalail bin Salim bin Malik bin Huthaith
bin Jusyam bin Qasiy:
Demi kehidupan ini, tidak ada tempat lari bagi pemuda dan tua bangka dari kematian
Demi kehidupan ini, tak ada tempat yang lapang bagi seorang pemuda
Demi kehidupan ini, tak ada tempat untuk perlindungan
Apakah sesudah kabilah-kabilah Himyar telah dihancurkan
Di sebuah pagi dengan serangan di Dzat al- 'Abar
Dengan sejuta pasukan yang menyerbu
Laksana langit sebelum mencurahkan hujan
Teriakkan mereka membuat tul kudayang terikat di dekat rumah
Angin dan bau badannya mereka melenyapkan
Jumlah mereka laksana pasir yang membuat pepohonan menjadi kering kerontang
Amr bin Ma'di Karib Karib az-Zubaidi mengatakan tentang pertentangan yang terjadi antara
dirinya dengan Qays bin Maksyuh al-Muradi di mana dia mendengar Qays mengancamnya. Ia
mengatakan kepada Qays tentang orang-orang Himyar dan kejayaannya dan kekuasaan yang
senantiasa berada di tangan mereka:
Apakah engkau mengancamku seakan engkau Dzu Ruain
Dengan kehidupan yang lebih baik atau engkau laksana Dzu Nuwas?
Atau siapa pun yang mendapatkan nikmat yang datang sebelum kamu
Dengan kerajaan yang demikian kokoh di tengah manusia
Yang telah lama umurnya laksana zamannya Ad
Yang demikian perkasa, keras dan perkasa
Maka warga nya menjadi hancur dan kekuasaanya beralih tangan
Dari manusia ke manusia yang lain
Ibnu Hisyam berkata: Zubaid bin Sala- mah bin Mazin bin Munabbih bin Sha'b bin Sa'd al-
Asyirah bin Madzhij. Disebutkan pula bahwa namanya yaitu Zubaid bin Sha'ab bin Sa'd al-
'Asyirah, ada pula yang menyebutkan namanya yaitu Zubaid bin Sha'ab. Sedangkan Murad
yaitu Yuhabir bin Madzhij.
Ibnu Hisyam berkata: Telah menuturkan kepada saya Abu Ubaidah dia berkata: Umar bin
Khattab menulis surat pada Salman bin Rabi'ah al-Bahili. Sedangkan Bahilah yaitu anak dari
Ya'shur bin Sa'd bin Qays bin Aylan yang sedang berada di Armenia. Dia memerintahkan agar
dia memberi penghargaan lebih pada orang yang memiliki kuda Arab asli dan memberi
penghargaan lebih sedikit pada siapapun yang memiliki kuda blasteran tatkala ada pembagian
rampasan perang. Maka diapun mengeluarkan kudanya, dan tatkala kuda dikeluarkan 'Amr bin
Ma'di bin Karib. Salmanpun berucap: "Kudamu ini yaitu kuda blasteran (buruk)." Maka 'Amr
marah dan dia melompat ke depan Salman dan mengancamnya, dan 'Amr pun mengucapkan
bait syair di atas.
Inilah yang pernah dikatakan oleh Sathih sang juru ramal dalam ucapannya: "Orang- orang
Habasya (Ethiopia) akan menginjakkan kakinya di tanah kalian, mereka akan menguasai antara
Abyan hingga Jurasy." Atau apa yang dikatakan oleh sang juru ramal Syiq: "Orang- orang
hitam akan menginjakkan kaki mereka di tanah kalian, dan mereka akan melepaskan anak-anak
dari perhatian kalian. Mereka akan berkuasa dari Abyan hingga Najran."
Abrahah Menguasai Yaman dan Terbunuhnya Aryath
Ibnu Ishaq berkata: Aryath berdiam di Yaman dalam beberapa tahun sebagai penguasa untuk
kawasan itu. lalu terjadi persaingan dalam penguasaan Habasyah antara dirinya dengan
Abrahan —salah seorang tentaranya— sehingga Habasyah terpecah menjadi dua. Dan setiap
pihak mendapatkan dukungan dari setiap dari kelompok-kelompok tertentu. lalu kedua
kubu bergerak untuk menyerang kubu lainnya. Tatkala kedua pasukan telah saling mendekat,
Abrahah mengirim surat kepada Aryath: "Sesunggguhnya tidak selayaknya kau mejadikan
orang-orang Habasyah saling bunuh antara mereka sehingga engkau membinasakannya. Maka
majulah kepadaku untuk duel satu lawan satu. Maka siapa yang menjadi pemenangnya dia
kembali pada tentaranya."
Aryath lalu membalas surat itu: "Kau benar!" Maka Abrahah segera keluar untuk
menyongsongnya. Abrahah yaitu seorang laki-laki bertubuh pendek gemuk, seorang
penganut agama Kristen. Aryath pun segera keluar menyongsongnya. Aryath yaitu seorang
lelaki yang tinggi besar dan ganteng dan dia memegang sebilah lembing. Sementara di
belakang Abrahan seorang pelayannya—yang bernama Ataudah untuk melindungi
punggungnya. lalu Aryath mengangkat lembingnya dan dia arahkan ke tengkorak kepala
Abrahah hingga membelah alis matanya, hidungnya, mata dan kedua bibirnya. Oleh sebab
itulah dia disebut Abrahah al-Asyram sebab terbelah (si muka belah). sesudah itu Awtada
melepas diri dari punggung Abrahah dan menikam Aryath dan dia pun berhasil membunuhnya.
Maka pasukan Aryath menyambut Abraham sebagai pemimpin mereka. Sementara Abrahah
membayar diyat (denda uang darah) atas kematian Aryath.
Tatkala berita ini sampai pada Najasyi, dia murka semurka-murkanya. lalu dia berkata:
"Dia telah berlaku di luar batas atas gubernurku dan membunuh tanpa ada perintah dariku."
lalu dia bersumpah untuk tidak membiarkan Abrahah hingga dia menginjakkan kaki di
negerinya lalu dia akan memotong ubun-ubunnya.
Maka Abrahah segera mencukur rambut kepalanya lalu dia memenuhi sebuah kantong
dari kulit dengan tanah Yaman, lalu dia kirimkan kepada Najasyi. Dalam isi surat ini dia
menulis: "Wahai padaku raja, Sebetulnya Aryath yaitu budakmu dan saya yaitu
budakmu. Kami berbeda pendapat dalam memaknai perintahmu, namun semua ketaatan yaitu
untuk paduka. Hanya saja aku lebih kuat untuk mengendalikan orang-orang Habasyah (di
Yaman) lebih teliti dan lebih terampil. Dan aku telah mencukur semua rambut kepalaku tatkala
sampai berita kepadaku tentang sumpah sang raja dan aku mengirimkan kantong kulit berisi
tanahku, untuk di letakkan di bawah kedua kakimu agar sumpah tidak berlaku padaku."
Tatkala hal itu sampai pada Najasyi maka dia pun rela dan membalas suratnya sebagai berikut:
"Hendaklah engkau tetap diam di negeri Yaman sampai datang perintahku. Maka tinggallah
Abrahah di Yaman."
Peristiwa Gajah dan Pembangunan Gereja
lalu Abrahah membangun gereja yang sangat besar dan tinggi yang tidak ada
tandingannya di zaman itu. lalu dia menulis surat kepada Najasyi: Wahai raja
Sebetulnya saya telah membangun sebuah gereja yang demikian besar, yang tidak pernah
dibangun untuk seorang raja pun sebelum engkau. Dan saya tidak akan merasa puas sampai
orang- orang Arab datang untuk melakukan ibadah haji padanya.
Tatkala orang-orang Arab memperbincangkan surat Abrahah kepada Najasyi maka marahlah
seorang lelaki dari Nas'ah, salah seorang Bani Fuqaim bin Adi bin Amir bin Tsa'labah bin al-
Harits bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar. Ada pun
yang dimaksud dengan Nas'ah yaitu orang-orang yang menunda bulan-bulan bagi orang-
orang Arab di masa jahiliyah, mereka menghalalkan beberapa bulan haram dan lalu
mereka mengharamkan bulan-bulan halal dengan cara mengakhirkan bulan ini . Dalam hal
ini Allah menurunkan firman-Nya:
Sebetulnya mengundur-undurkan bulan haram itu yaitu menambah kekafiran, disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada
suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan
dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah, (setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk
itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. at-Taubah: 37).
Ibnu Hisyam berkata: Makna "liyuwathiu" dalam ayat di atas yaitu bermakna "liyufiqu."
Adapun makna muwatha'ah yaitu muwafawaqah. Sebagaimana dikatakan oleh orang-orang
Arab:Watha'thuka li hadza li almari. Artinya aku sepakat denganmu dalam perkara ini. Al-
Iytha' dalam syair yaitu "al-muwafawah", yakni adanya kesamaan dua qafiyah (ujung sajak)
dalam satu langgam. Sebagaimana yang dikatakan oleh 'Ajjaj dalam syairnya. Sedangkan nama
Ajjaj yaitu Ab-dullah bin Ru'bah salah seorang Bani Sa'ad bin Zaid bin Manat bin Tamim bin
Murr bin Udd bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar berikut:
Ibnu Ishaq berkata: Orang pertama yang memperlakukan sistem interkalasi (nasah) ini —yang
menghalalkan bulan haram dan mengharamkan bulan halal— pada orang-orang Arab yaitu
seorang yang bernama Al-Qalam- mas yang nama aslinya yaitu Hudzaifah bin Abdu Fuqaim
bin Adi bin Amir bin Tsa'labah bin Harits bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah. lalu
dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Abbad bin Hudzaifah, sesudah Abbad dilanjutkan Qala'
bin Abbad, lalu dilanjutkan oleh Umayyah bin Qala', lalu oleh Umayyah bin Auf bin
Umayyah, lalu oleh Auf Abu Tsumamah Junadah bin Auf. Inilah orang terakhir yang
memberlakukan sistem ini, dan di zamannya inilah Islam muncul.
Dulu tatkala orang-orang Arab usai menu- naikan ibadah haji, mereka berkumpul menemui Al-
Qallamas. Maka dia mengumumkan keharaman empat bulan: Rajab, Dzul Qa'dah, Dzulhijjah
dan Muharram. Tatkala dia ingin menghalalkan sesuatu maka dia menghalalkan bulan Haram
lalu dia mengharamkan Shafar sebagai gantinya, lalu mereka pun mengharamkannya. Agar
sesuai dengan hitungan bulan- bulan haram yang empat. Tatkala jama'ah haji itu menginginkan
kembali dari Mekkah, dia lalu berdiri dan berkata: "Ya Allah, aku telah menghalalkan
untuk dua Shafar. Shafar pertama dan aku akhirkan Shafar kedua untuk tahun depan."
Tentang hal ini 'Umair bin Qais Jidzl Ath- Tha'an salah seorang Bani Firas bin Ghunm bin Tsa
labah bin Malik bin Kinanah, bersyair membanggakan nas'ah ini atas orang-orang Arab:
Ma’ad telah tahu bahwa kaumku yaitu kaum terhormat dengan nenek moyang terhormat
Siapakah yang bisa lari dari balas dendam kami?
Siapa yang tidak mampu kami beri hukuman
Kami yaitu An-Nasiin atas Ma'ad
Kami jadilah bulan-bulan halal menjadi haram
Ibnu Hisyam berkata: Bulan haram yang pertama yaitu bulan Muharram.
Ibnu berkata: Maka al-Kinani keluar hingga bertemu dengan katedral dan duduk di sana. Ibnu
Hisyam berkata: Dia buang air di sana. Ibnu Ishaq berkata: lalu dia keluar sampai tiba
di negerinya. Maka Abrahah pun diberi tahu tentang peristiwa ini dan berkata: “siapa yang
lancang melakukan ini?” Maka dikatakan padanya: ini dilakukan oleh seorang lelaki warga
Arab dari Ahli Bait tempat di mana orang-orang Arab naik haji di Mekkah tatkala dia
mendengar apa yang engkau katakan: "Palingkan haji orang-orang Arab padanya," dia marah,
lalu duduk di sana dan buang air. Artinya bahwa katedralmu ini tidak layak dijadikan tempat
ibadah haji mereka.
Abrahah murka besar dan dia bersumpah untuk berangkat menuju Baitullah hingga
menghancurkannya. Lalu dia perintahkan pada orang-orang Habasyah berangkat. Mereka
segera bersiaga dan siap-siap. Lalu dia pun berangkat. Dia berangkat dengan menunggang
gajah. Kabar keberangkatan Abrahah sampai ke telinga orang-orang Arab. Mereka pun
mengagungkannya dan merasa sangat ketakutan dan mereka beranggapan bahwa apa yang dia
niatkan yaitu sangat serius tatkala mereka mendengar bahwa dia berencana untuk
menghancurkan Ka bah, Baitullah al-Haram.
Maka salah seorang tokoh dan salah seorang raja di Yaman datang menemuinya. Dia bernama
Dzu Nafar, maka dia pun memanggil kaumnya dan orang-orang yang simpati padanya dari
seluruh Arab untuk memerangi Abrahah dan berjuang untuk melindungi Baitullah al-Haram
dan rencana penghancurannya olehnya dan berusaha untuk mengusirnya. Maka ada orang-
orang yang merespon seruannya dan dia segera menghadapi Abrahah dan memeranginya. Dzu
Nafar dan bala tentaranya kalah dalam peperangan itu. Dzu Nafar ditangkap dan dibawa pada
Abrahah sebagai tawanan perang. Tatkala Abrahah mau membunuhnya, Dzu Nafar berkata ke-
pada Abrahah: Wahai raja, janganlah engkau membunuhku, semoga keberadaanku bersamamu
lebih baik dari pada aku dibunuh! Maka Abrahah membiarkannya hidup. Dia hanya dipenjara
saja dan tetap dibelenggu. Abraham dikenal sebagai seorang yang santun dan sabar.
lalu Abrahah melanjutkan perjalanannya sesuai dengan tujuannya semula.
Tatkala dia sampai di kawasan Khats'am dia dihadang oleh Nufail bin Habib al-Khats'ami
bersama dengan dua kabilah Khats'am Syahran dan Nahis dan orang-orang lainnya yang
mengikutinya. Dia lalu memeranginya namun dikalahkan oleh Abrahah dan dia
dijadikan sebagai tahanan dan dia pun dibawa pada Abrahah. Tatkala Abrahah ingin
membunuhnya, Nufail berkata padanya: "Wahai raja, janganlah engkau membunuhku sebab
aku bisa menjadi petunjuk jalan bagimu di negeri Arab. Inilah kedua tanganku sebagai jaminan
bahwa dua kabilah Khats'am Syahran serta Nahis menyatakan tunduk dan patuh." Maka
Abrahahpun membiarkan dia pergi.
Lalu dia keluar memberi petunjuk. Tatkala melewati Thaif dia segera dihadang oleh Mas'ud
bin Mu'attib bin Malik bin Ka'ab bin Marwi bin Sa'ad bin Auf bin Tsaqif bersama dengan
orang-orang Tsaqif.
Adapun nama Tsaqif yaitu Qasy bin Nabit bin Munabbih bin Manshur bin Yaqdam bin Aqsha
bin Du'mi bin Iyad bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
Umayyah bin Abi Shalt At-Tsaqafi mengatakan:
Kaumku yaitu Iyad, jika mereka dekat
Atau tinggal di tempat mereka pasti membuat
unta menjadi kurus
Kaum yang menguasai wilayah Irak
Jika mereka berjalan semuanya dengan doku-
men dan pena
Umayyah bin Abi Shalt juga berkata:
Jika kau bertanya padaku siapa aku, Lubayna,
dan tentang garis keturunanku
Aku akan kabarkan padamu dengan sangat
meyakinkan
Kami keturunan An-Nabit Abi Qasiy
Ana Manshur bin Yaqdam nenek moyang
kami
Ibnu Hisyam berkata: Tsaqif yaitu Qasiy bin Munabbih bin Bakar bin Hawazin bin Manshur
bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Aylan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
Kedua bait syair pertama dan kedua yaitu karya Umayyah bin Abi Shalt.
Ibnu Ishaq berkata: Mereka berkata kepada Abrahah: Wahai raja: Sebetulnya kami yaitu
hambamu, akan mendengar apa yang engkau katakan dan kami akan senantiasa taat. Kami
tidak akan pernah ada sengketa. Dan rumah kami ini bukanlah rumah yang engkau kehendak
—maksudnya Al-Laata— Sebetulnya engkau menginginkan rumah yang ada di Mekkah.
Kami akan segera berangkat denganmu dan akan memberi petunjuk untukmu." Maka dia pun
mengampuni mereka.
Al-Laata yaitu rumah ibadah mereka di Thaif yang mereka puja dan agungkan laksana
pengagungan mereka terhadap Ka'bah.
Ibnu Hisyam berkata: Pernah Abu Ubaidah An-Nahwi menyenandungkan syair karya Dhirar
bin Khattab al-Fihri sebagai berikut:
Orang-orang Thaif melarikan diri ke rumah Al- Laata mereka
Sebagai orang yang putus asa dan kalah
Syair di atas yaitu salah satu syair panjang Dhirar bin Khattab al-Fihri.
Ibnu Ishaq berkata: Maka mereka mengutus Abu Righal bersama Abrahah sebagai petunjuk
jalan ke Mekkah, hingga keduanya sampai di Al-Mughammis. Di tempat inilah Abu Righal
meninggal dunia. Orang-orang Arab melempari kuburannya. Kuburan inilah dilempari oleh
orang-orang yang sekarang berada di di Al-Mughammis.
Tatkala Abrahah tiba di Al-Mughammis dia mengutus seorang lelaki asal Habasyah yang
bernama Al-Aswad bin Maqsud dengan pasukan berkudanya hingga dia sampai ke Mekkah.
lalu dia merampas. Harta- orang-orang Tihamah diserahkan kepadanya, baik harta orang
Quraisy atau bukan Quraiys. Termasuk dua ratus ekor unta milik Abdul Mutthalib. Abdul
Mutthalib saat itu yaitu pimpinan dan pembesar Quraiys. Peristiwa ini mendorong orang-
orang Quraisy, Kinanah dan Hudzail dan orang-orang yang berada di sekitar Baitul Haram
bermaksud untuk memeranginya. Namun mereka sadar bahwa mereka tidak akan mampu
untuk mengalahkannya. Maka mereka pun membiarkannya.
Abrahah lalu mengutus Hunathah al-Himyari ke Mekkah dan dia berpesan padanya.
"Tanyakan siapakah pemimpin negeri ini dan orang yang paling dihormati di tengah mereka.
lalu katakan padanya: Sebetulnya raja kami mengatakan pada- mu: 'Sebetulnya
aku tidak datang untuk memerangimu, aku datang untuk menghancurkan rumah ini (Ka'bah),
jika kalian tidak menghalangi kami dengan perang maka kami tidak perlu menumpahkan darah
kalian! Jika dia tidak menginginkan perang maka datangkanlah dia padaku!"
Tatkala Hunathah datang ke Mekkah dia bertanya tentang pemimpin Quraisy dan junjungan
mereka. Maka dikatakan padanya: Dia yaitu Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf
bin Qushay. Maka Hunathah pun menemuinya dan dia memberitahukan apa yang
diperintahkan oleh Abrahah.
Abdul Mutthalib berkata: "Demi Allah kami tidak menginginkan perang, kami tidak memiliki
kekuatan untuk melakukan itu semua. Ini yaitu Baitullah al-Haram dan rumah Kekasih-Nya
(Khalilullah) Ibrahim 'Alaihisalam—atau sebagaimana yang dia katakan. Jika dia
melindunginya maka itulah rumah Dia dan haram-Nya, dan jika dia membiarkannya maka
demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk membelanya!"
Hunathah berkata: "Berangkatlah bersamaku untuk menemuinya, sebab Sebetulnya dia
telah memerintahkan aku untuk membawamu padanya."
Maka berangkatlah Abdul Mutthalib bersamanya yang disertai oleh sebagian anaknya hingga
datang ke markaz pasukan Abrahah. lalu dia menanyakan tentang Dzu Nafar yang tak
lain yaitu sahabat dekatnya, hingga lalu dia datang menemuinya dan mendapatkannya
dalam keadaan ditahan. Maka berkatalah Abdul Mutthalib padanya: "Apakah kau memiliki
peluang untuk membantu dalam perkara yang menimpa kami ini?"
Dzu Nafar menjawab: "Apa yang bisa dilakukan oleh seorang tawanan di tangan seorang raja
yang setiap pagi dan petang. Tak ada bantuan yang bisa saya berikan kepadamu dalam perkara
yang menimpa saat ini. Hanya saja Unais pengendali unta yaitu teman dekat saya. Aku akan
kirim surat kepadanya dan aku ceritakan tentang dirimu seraya aku besarkan hakmu. Aku akan
memin