ar bin Makhzum, Auf bin Abdu Auf
bin Abdul Harits bin Zuhrah, dan Affan bin Abu Al-Ash bin Umaiyyah bin Abdu Syams pergi untuk
berniaga ke Yaman. Affan membawa putranya, Utsman, dan Auf pun membawa putranya,
Abdurrahman. saat mereka kembali dari Yaman, mereka membawa harta salah seorang dari Bani
Jadzimah yang wafat di Yaman untuk diserahkan kepada ahli warisnya. Harta ini diakui oleh
salah seorang Bani Jadzimah bernama Khalid bin Hisyam dan ia menemui orang-orang Quraisy
ini di sebuah daerah di Bani Jadzimah sebelum mereka tiba di keluarga mayit, akan namun
mereka menolak memberi harta ini kepada Khalid bin Hisyam. lalu Khalid bin Hisyam
bersa- ma beberapa orang dari kaumnya menyerang orang-orang Quraisy ini untuk merebut
harta itu dan kejadian ini menewaskan Auf bin Abdu Auf dan Al-Fakih bin Al-Mughirah, adapun Affan
bin Abu Al-Ash beserta anaknya selamat.
Orang-orang Bani Jadzimah merampas harta Al-Fakih bin Al-Mughirah dan harta Auf bin Abdu Auf lalu
membawanya pergi. lalu Abdurahman bin Auf membunuh Khalid bin Hisyam yang telah
membunuh ayahnya. sesudah itu, orang-orang Quraisy hendak menyerang Bani Jadzimah, namun
orang-orang Bani Jadzimah berkata kepada mereka: "Mereka tidak dibunuh oleh orang-orang kami,
namun mereka dibunuh oleh salah satu kaum sebab mereka tidak tahu. lalu mereka
membunuhnya tanpa sepengetahuan kami. Kami akan membayar diyat (ganti rugi) darah dan harta
kalian." Akhirnya, orang-orang Quraisy pun menerima tawaran ini dari Bani Jadzimah dan
mengurungkan niat perangnya.
Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas meriwayatkan kepadaku dari Az-
Zuhri dari Ibnu Abu Hadrad Al-Aslami, ia berkata: Waktu itu aku ikut bersama pasukan berkuda Khalid
bin Walid. Salah seorang pemuda dari Bani Jadzimah yang seusia denganku berkata kepadaku -saat
itu kedua tangannya diikat ke tengkuk dengan tali dan wanita-wanita berkumpul tidak jauh darinya:
"Wahai anak muda." "Ya, ada apa?" jawabku. Ia berkata: "Sudikah engkau mengambil tali dari leherku
lalu menuntunku kepada wanita-wanita itu untuk memenuhi kebutuhanku lalu engkau
mengembalikanku ke tempat semula dan engkau dapat melakukan apa saja kepadaku?" Aku berkata:
"Ya! demi Allah, betapa remeh permintaanmu itu." lalu , aku mengambil talinya lalu menuntun
dan membawanya kepada para wanita itu. Ia berkata: "Tenanglah wahai Hubaisy walau kehidupan
akan berakhir."
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian besar pakar syair berpendapat bahwa dua bait syair terakhir bukan
milik orang ini .
Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas meriwayatkan kepadaku dari Az-
Zuhri dari Ibnu Abu Hadrad Al-Aslami, ia berkata: Wanita ini bertutur: "Dan engkau semoga
mendapat tambahan umur tujuh belas ganjil atau delapan belas genap." lalu aku pergi bersama
pemuda ini lalu lehernya dipancung.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Firas bin Abu Sunbulah Al-Aslami meriwayatkan kepadaku dari orang-orang
tua mereka dari orang-orang yang menyaksikan peristiwa di atas, ia berkata: saat kepala pemuda
tadi dipenggal, wanita itu mendekat dan menindihnya. Ia terus menerus mencium pemuda ini
hingga wanita itu pun meninggal di sisinya.
Perjalanan Khalid bin Walid untuk Menghancurkan Berhala Al-Uzza
Ibnu Ishaq berkata: sesudah itu, Rasulullah mengirim Khalid bin Walid ke lokasi berhala Al-Uzza yang
terletak di daerah Nakhlah. Al-Uzza yaitu rumah yang di agung-agungkan oleh warga setempat, yaitu
orang-orang Quraisy, Kinanah, dan Mudhar. Kuncen Al-Uzza yaitu Bani Syaiban dari Bani Sulaim
sekutu Bani Hasyim. saat pemilik Al-Uzza dari Bani Sulaim mengetahui keberangkatan Khalid bin
Walid ke Al-Uzza, ia menggantungkan pedangnya ke atas Al-Uzza dan ia naik ke puncak gunung dimana
Al-Uzza berada. saat Khalid bin Walid tiba di sana, ia menghancurkan berhala Al-Uzza, lalu beliau
kembali ke menghadap Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Ubaidillah bin Abdullah bin
Utbah bin Mas'ud, ia berkata: sesudah pembebasan Makkah, Rasulullah menetap di Makkah selama
lima belas malam. Dan selama masa itu, beliau mengqashar shalat.194
Ibnu Ishaq berkata: Pembebasan Makkah terjadi pada tanggal 20 Ramadhan tahun ke delapan
Hijriyah.
Perang Hunain Tahun Kedelapan Hijriyah Pasca Pembebasan Kota Makkah
Ibnu Ishaq berkata: saat kabilah Hawazin mendengar berita tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa
Sallam dan pembebasan Makkah yang dianugerahkan Allah kepada beliau, mereka segera disatukan
Malik bin Auf An-Nashri. Selain Kabilah Hawazin bergabung pula seluruh warga kabilah Tsaqif
dengannya. Demikian pula seluruh warga kabilah Nashr, kabilah Jusyam, Sa'ad bin Bakr, dan
beberapa orang dari Bani Hilal walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Dari Qais Ailan tidak ada
yang ikut serta pada Perang Hunain kecuali orang-orang tadi. Orang-orang kabilah Hawazin yang tidak
ikut serta pada perang Hunain ialah kabilah Ka'ab dan Kilab serta tak seorang pun dari mereka yang
namanya diketahui ikut serta di perang ini. Dari Bani Jusyam ada Duraid bin Ash-Shimmah, Ia
seorang yang sudah tua namun pendapatnya brilian, ahli perang, dan sangat berpengalaman. Dari
kabilah Tsaqif ada dua tokoh mereka. Dari Ahlaf ialah Qarib bin Al-Aswad bin Mas'ud bin Muattib.
Dari Bani Malik ada Dzu Al-Khimar yang tidak lain yaitu Subay'i bin Al-Harits bin Malik dan
saudaranya bernama Ahmar bin Al-Harits. Pusat komando ada pada Malik bin Auf An-Nashri. saat
Malik bin Auf An-Nashri telah bertekad bulat untuk menyerang Rasulullah, ia berangkat bersama
pasukannya lengkap dengan harta, istri, dan anak-anak mereka.
Pada saat ia tiba di Lembah Authas, orang-orang berkumpul di tempat Malik bin Auf An-Nashri,
termasuk Duraid bin Ash-Shimmah yang berangkat dalam sekedup khusus. Saat Duraid bin Ash-
Shimmah turun dari sekedupnya, ia bertanya: "Di lembah manakah kalian berhenti?" Orang-orang
menjawab: "Di Lembah Authas." Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Tempat ini merupakan tempat
terbaik untuk kuda. Tidak terlalu berbatu dan tidak pula terlalu banyak debu. Namun mengapa aku
mendengar suara erang an unta, ringkik keledai, tangisan anak kecil, dan kambing mengembik?"
Mereka menjawab: "Malik bin Auf An-Nashri berangkat bersama orang-orang dengan membawa serta
seluruh harta, istri, dan anak mereka." Duraid bin Ash-Shimmah bertanya: "Dimanakah Malik?" Malik
bin Auf An-Nashri pun dipanggil. Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Wahai Malik, kini engkau telah
menjadi pemimpin kaummu dan Sebetulnya hari perang itu akan terjadi dan tidak akan terjadi lagi
sesudah nya. Namun mengapa mengapa aku mendengar suara unta, ringkik keledai, tangisan anak kecil,
dan kambing mengembik?" Malik bin Auf An-Nashri menjawab, "Aku membawa orang-orang dengan
mengikut sertakan seluruh harta, istri-istri, dan anak-anak mereka." Duraid bin Ash-Shimmah
bertanya: "Mengapa?" Malik bin Auf An-Nashri menjawab: "Aku ingin menempatkan istri dan harta di
belakang setiap orang, agar ia berperang membela mereka." Duraid bin Ash-Shimmah menghardik
keras Malik bin Auf An-Nashri, lalu Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Demi Allah, strategi ini
laksana penggembala kambing. Adakah sesuatu yang dapat menahan mundurnya seseorang yang lari
dari medan laga? Jika engkau memperoleh kemenangan maka Sebetulnya yang bermanfaat
bagimu hanyalah seseorang dengan pedang dan tombaknya. Jika kamu mengalami kekalahan, maka
keluargamu akan mendapat malu pada keluarga dan hartamu." Duraid bin Ash-Shimmah bertanya
lagi: "Apa yang dilakukan kabilah Ka'ab dan kabilah Kilab?" Orang- orang menjawab: "Tak seorangpun
di antara mereka yang ikut serta." Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Kekuatan dan keberanian telah
sirna. Bila yang akan terjadi yaitu kejayaan, pasti tidak ada seorangpun yang tidak ikut serta dari
kabilah Ka'ab dan kabilah Kilab.
Sungguh aku menginginkan kalian berbuat seperti apa yang dilakukan oleh kabilah Ka'ab dan Kilab.
Lalu siapa saja yang ikut serta di antara kalian?" Orang-orang menjawab: "Amr bin Amir dan Auf bin
Amir." Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Dua orang itu anak muda yang tidak memiliki strategi
perang yang tidak memberi manfaat dan bahaya. Wahai Malik, engkau sedikit pun tidak mendekatkan
para pemuka Hawazin ke leher kuda. Tempatkan mereka dan harta di tempat yang sulit dijangkau dan
mudah dipertahankan di tanah mereka, lalu hadapilah orang-orang yang keluar dari agama nenek
moyang itu (ummat Islam) di atas punggung kuda. Jika kemenangan berpihak padamu, maka orang-
orang yang ada di belakangmu pasti menyusulmu. jika engkau menderita kekalahan, aku bisa
menemuimu di tempat itu, sungguh engkau telah melindungi keluarga dan hartamu."
Malik bin Auf An-Nashri berkata: "Itu semua takkan aku lakukan. Wahai Duraid bin Ash-Shimah,
engkau seorang yang sepuh dan akalmu juga telah menua. Demi Allah, kalian harus taat kepadaku
wahai orang-orang Hawazin. Jika tidak, aku akan bersandar di atas pedang ini hingga menembus keluar
dari punggungku." Malik bin Auf An-Nashri tidak ingin Duraid bin Ash-Shimah memiliki kontribusi
atau ide dalam persoalan ini. Orang-orang kabilah Hawazin pun berkata: "Kami akan menta'atimu."
Duraid bin Ash-Shimmah betutur: "Inilah hari yang tidak akan aku saksikan dan tidak akan aku biarkan,
lalu ia melantunkan syair:
Andai saja pada perang ini aku seorang pemuda
Yang berjalan menyelinap dan berjalan di dalamnya
Aku tuntun kuda yang berambutpanjang menjulur di kakinya
Laksana kijang muda yang berlari cepat
Ibnu Hisyam berkata: Tidak sedikit orang yang meriwayatkan bait syair: Andai saja pada perang ini aku
seorang pemuda.
Ibnu Ishaq berkata: "sesudah itu, Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannya: "jika kalian
melihat mereka, patahkan sarung pedang kalian, lalu seranglah mereka ibarat serangan satu orang."
Ibnu Ishaq berkata: Umaiyyah bin Abdullah bin Amr bin Utsman meriwayatkan kepadaku ia diberitahu
bahwa Malik bin Auf An-Nashri mengirim beberapa orang dari pasukannya untuk menjadi mata-mata.
Tak lama lalu , mereka menemui Malik bin Auf An-Nashri dalam keadaan ketakutan. Malik bin
An-Nashri berkata kepada mereka: "Celaka kalian, apa yang terjadi ?" Mata-mata ini berkata:
"Kami melihat orang-orang putih mengendarai kuda belang. Demi Allah, tiba-tiba kami diguncang
ketakutan luar biasa seperti yang kini engkau lihat." Demi Allah, kejadian itu tidak menyurutkan tekad
Malik bin Auf An-Nashri merealisasikan niatnya.
Ibnu Ishaq berkata: saat Rasulullah mendapat berita tentang Malik bin Auf An- Nashri dan
pasukannya, beliau mengutus Abdullah bin Abu Hadrad Al-Aslami dan menyuruhnya untuk
menyelinap ke tempat mereka untuk mengetahui kondisi mereka. lalu kembali kepada beliau
dengan membawa informasi. Abdullah bin Abu Hadrad pun berangkat, menyelinap ke tempat mereka.
Ia berada di sana hingga mengetahui bahwa orang-orang kabilah Hawazin telah bersatu dengan Malik
bin Auf An-Nashri untuk memerangi beliau. Ia juga mendengar perbincangan Malik bin Auf An-Nashri
dan kondisi terakhir orang-orang kabilah Hawazin. sesudah mendapatkan semua informasi itu,
Abdullah bin Abu Hadrad segera pulang menemui Rasulullah. Ia melaporkan hasil temuannya. sesudah
itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memanggil Umar bin Khaththab dan menyampaikan tentang
berita itu kepadanya. Umar bin Khaththab berkata: "Abdullah bin Abu Hadrad berkata dusta."
Abdullah bin Abu Hadrad berkata: "jika engkau tidak mempercayaiku, mungkin engkau tidak
mempercayai kebenaran wahai Umar. Sungguh engkau tidak mempercayai orang yang lebih baik
dariku." Rasulullah bersabda: "Wahai Umar, sesungguh engkau dahulu dalam keadaan tersesat, lalu
Allah memberimu petunjuk."
Rasulullah Shallallahu Alaih wa Sallam Meminjam Baju Besi Milik Shafwan bin Umayyah dan
Senjatanya
Ibnu Ishaq berkata: Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memutuskan untuk pergi ke tempat
orang-orang Hawazin untuk menghadapi mereka, beliau mendapat kabar bahwa Shafwan bin
Umayyah memiliki baju besi dan senjata. Sebab itu, beliau pergi menemui Shafwan bin Umayyah yang
pada saat itu masih dalam keadaan musyrik lalu bersabda: "Hai Abu Umayyah, pinjamkanlah kepada
kami senjatamu untuk menghadapi musuh kami esok pagi." Shafwan bin Umaiyah bertanya: "Apakah
ini merupakan perampasan, wahai Muhammad?" Rasulullah menjawab: "Tidak, ini yaitu pinjaman
yang diberi jaminan dan akan aku serahkan kembali kepadamu." Shafwan bin Umayyah berkata: "Bila
demikian adanya, maka tidak apa-apa." Shafwan bin Umayyah pun memberi seratus baju besi yang
cukup sebagai senjata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Pendapat lain mengatakan
bahwa Rasulullah meminta Shafwan bin Umayyah membantu kaum Muslimin dengan membawa baju
besi ini dan ia pun menyepakatinya.
lalu Rasulullah berangkat bersama dua ribu warga Makkah dan sepuluh ribu sahabat yang ikut
berangkat bersama beliau dalam pembebasan Makkah. Jadi jumlah keseluruhan pasukan Islam pada
perang kali ini yaitu dua belas ribu tentara.
Rasulullah memilih Attab bin Usaid bin Abu Al-Ish bin Umayyah bin Abdu Syams sebagai pemimpin
Makkah bagi orang-orang yang tidak bisa berangkat perang bersama beliau.
lalu Rasulullah berangkat untuk menghadapi orang-orang kabilah Hawazin.
Pohon Dzatu Anwath
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Sinan bin Abu Sinan Ad-Duali
dari Abu Waqid Al-Laitsi bahwa Al-Harits bin Malik berkata: Kami berangkat ke Hunain bersama
Rasulullah, saat itu kami baru saja lepas dari telikungan jahiliyah. Orang-orang kafir Quraisy dan
orang-orang Arab memiliki pohon besar yang rindang nan hijau di sekitar mereka bernama Dzatu
Anwath. Mereka rutin datang ke pohon ini setiap tahun lalu menggantungkan senjata
padanya, menyembelih hewan di sekitarnya, dan tinggal di bawahnya selama sehari. saat kami
berjalan bersama Rasulullah, kami melihat pohon hijau dan besar ini . Kami saling berseru dari
samping jalan: "Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami pohon Dzatu Anwath seperti yang mereka
miliki." Rasulullah bersabda: "Allahu Akbar, demi Dzat dimana jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
sungguh kalian telah berkata seperti yang pernah dikatakan kaum Nabi Musa kepada Nabinya: Hai
Musa, buatkanlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka memiliki beberapa
tuhan (berhala)." Musa menjawab: "Sebetulnya kalian ini yaitu kaum yang bodoh." (Al-A'raaf:
138). Sebetulnya ini merupakan salah satu tradisi dan sungguh kalian akan mengerjakan tradisi-
tradisi orang-orang sebelum kalian.” 195
Ketegaran Rasulullah dan para Sahabatnya
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Jabir
dari ayahnya, Jabir bin Abdullah, ia berkata: saat kami berjalan menuju Hunain, kami turun di salah
satu lembah Tihamah yang luas, saat itu seharusnya kami singgah dengan santai, namun kami singgah
dengan tergesa-gesa. Ini terjadi pada tengah malam yang gelap gulita. Sementara itu kabilah Hawazin
telah tiba lebih awal mendahului kami di lembah ini . lalu mereka bersembunyi dari
penglihatan kami di salah satu jalan. Mereka telah bertekad bulat dan siap tempur. Demi Allah, tidak
ada yang membuat kami saat kami singgah, selain pasukan mereka yang menyerang kami dengan
serentak ibarat serangan satu orang. Kami lari kocar-kacir sehingga tak seorang pun yang
memperdulikan orang lain.
Rasulullah bergeser ke sebelah kanan, lalu berseru lantang: "Wahai manusia mendekatlah
kepadaku, aku yaitu Rasu lullah. Aku Muhammad bin Abdullah." Namun tidak ada respon, sebagian
unta pergi meninggalkan unta lain dan seluruh orang berlarian. Hanya beberapa orang dari kaum
Muhajirin, kaum Anshar, dan ahlul bait yang tetap bertahan bersama Rasulullah. Di antara para
sahabat yang tetap setia bertahan bersama beliau dari kalangan kaum Mujahirin ialah Abu Bakar dan
Umar bin Khathathab. Adapun yang tetap bertahan bersama beliau dari ahlul bait ialah Ali bin Abu
Thalib, Al-Abbas bin Abdul Muthalib, Abu Sufyan bin Al-Harits beserta putranya, Al-Fadhl bin Al-Abbas,
Rabi'ah bin Al-Harits, Usamah bin Zaid, dan Aiman bin Ummu Aiman bin Ubaid yang saat itu gugur
sebagai syahid.
Ibnu Hisyam berkata: Nama putra Abu Sufyan bin Al-Harits ialah Ja'far dan nama Abu Sufyan sendiri
ialah Al-Mughirah. Sebagian ulama memasukkan nama Qutsam bin Al-Abbas ke dalam daftar orang-
orang yang tetap bertahan bersama Rasulullah dan tidak mencantumkan nama Abu Sufyan bin Al-
Harits.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Jabir
dari ayahnya, Jabir bin Abdullah, ia berkata: Seseorang dari kabilah Hawazin mengendarai unta merah
dengan memegang panji perang berwama hitam di ujung tombaknya yang panjang, ia berjalan di
depan orang-orang Hawazin, sementara itu orang-orang Hawazin berjalan di belakangnya. Jika ia
melihat sesuatu, ia menghunjamkan tombaknya ke tanah. Dan tatkala ia tidak melihat apa-apa, ia
mengangkat tombak dan mengarahkannya kepada orang-orang yang ada di belakangnya, lalu
mereka ber-jalan mengikutinya.
Ibnu Ishaq berkata: saat orang-orang kalah dan lari dari medan Perang Hunain dan salah seorang
yang bersama Rasulullah melihat kekalahan ini , berkatalah beberapa orang dari mereka yang
menyimpan dendam di dalam hatinya. Abu Sufyan bin Harb berkata: "Pelarian mereka tidak akan
berakhir hingga mereka sampai di laut. Panah undian pasti berada di busur panahnya."
Jabalah bin AI-Hanbal, (Ibnu Hisyam mengatakan Kaladah bin Al-Hanbal) dan saudaranya Shafwan bin
Umayyah -seorang yang masih musyrik dalam kurun waktu yang telah ditentukan oleh Rasulullah-
berteriak kencang: "Ketahuilah, pada hari ini sihir telah kalah." Shafwan bin Umayyah berkata kepada
Jabalah atau Kaladah bin Al-Hanbal: "Diamlah kamu, semoga Allah memecahkan gigimu. Demi Allah,
jika aku dipimpin seseorang dari Quraisy, itu lebih aku sukai ketimbang dipimpin seseorang yang
berasal dari kabilah Hawazin."
Ibnu Hisyam berkata: Hassan bin Tsabit mencibir Kaladah atau Jabalah bin Al-Hanbal:
Kulihat orang hitam dari jauh dan aku pun takut olehnya
Abu Hanbal menggauli Ummu Hanbal Orang yang berada di atas perut Ummu Hanbal
Bagaikan lengan-lengan unta muda hasil perbuatan Ibnu 'Izhil
Bait-bait syair ini dibacakan kepadaku oleh Abu Zaid. Selain itu, dikatakan kepadaku bahwa
Hassan bin Tsabit menujukan bait-bait syair tadi kepada Shafwan bin Umayyah yang merupakan
saudara seibu Kaladah (atau Jabalah).
Kegagalan Rencana Syaibah bin Utsman Membunuh Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Syaibah bin Utsman bin Abu Thalhah dari Bani Abduddar berkata: "Pada hari ini,
aku bisa melampiaskan dendamku -sebab ayahnya terbunuh di Perang Uhud-. Hari ini, aku akan
membunuh Muhammad. Aku mengitarinya untuk membunuhnya, namun tiba-tiba ada sesuatu
datang menutup hatiku yang membuat aku sama sekali tidak berdaya. Akhirnya aku sadar bahwa
beliau terlindungi dariku."
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang warga Makkah meriwayat kepadaku bahwa Rasulullah bersabda
-pada saat berangkat dari Makkah menuju Hunain dan melihat ada banyak tentara-tentara Allah
yang ikut serta bersamanya-: "Pada hari ini, kita tidak akan dikalahkan sebab jumlah yang sedikit."
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama mengingatkan bahwa ucapan di atas merupakan ucapan
seseorang yang berasal dari kabilah Bani Bakr.
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Katsir bin Al-Abbas dari
ayahnya, Al-Abbas bin Abdul Muthalib, ia berkata: "Aku bersama Rasulullah memegang tali kekang
bighal (binatang hasil perkawinan antara kuda dan keledai) beliau yang berwarna putih. Aku letakkan
tali kekang bighal ini di antara dagunya. Aku yaitu orang dengan perawakan besar dan memiliki
suara keras. saat melihat orang-orang lari dari medan perang Rasulullah bersabda: "Pada pergi
kemana orang-orang?" Aku tidak melihat orang-orang menoleh kepada sesuatu apa pun. sebab itu,
Rasulullah bersabda: "Wahai Abbas, katakanlah dengan lantang: "Wahai sekalian orang-orang Anshar,
wahai seluruh orang-orang pemilik samurah." Mereka menjawab: "Labbaika, labbaika (kami
memenuhi panggilanmu)." lalu ada seseorang yang berusaha untuk membelokkan untanya,
namun ia tidak kuasa. lalu ia memakai baju besinya dan melemparkan dirinyaa dari atas unta.
Lalu ia mengambil pedang dan tameng, lalu berjalan tanpa mengendarai untanya menuju
suaraku hingga ia tiba di sisi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallatn.
saat seratus orang telah berkumpul di tempat Rasulullah, mereka maju menghadapi musuh dan
bertempur melawan mereka. Panggilan pertama dikumandangkan kepada orang anshar: "Hai orang-
orang Anshar!" lalu ditujukan kepada orang Al-Khajraj: "Wahai orang-orang Al-Khazraj." Orang-
orang Al-Khazraj dari kalangan Anshar merupakan orang-orang yang paling sabar dalam peperangan.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat medan perang dari atas hewan kendaraannya saat
kedua belah pihak saling bertempur, lalu bersabda: "Saat ini perang telah berkecamuk."196
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Jabir
dari ayahnya, Jabir bin Abdullah, ia berkata: Pada saat kabilah Hawazin pemegang panji perang tengah
berada di atas unta melakukan apa yang biasa dilakukan, tiba-tiba Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu
Anhu dan seseorang dari Anshar menghampirinya. Ali bin Abu Thalib datang kepada pemegang panji
perang kabilah Hawazin ini dari arah belakang lalu memukul dua urat tumit untanya
dengan pedang hingga ia pun jatuh tersungkur. Pada saat yang bersamaan, sahabat dari kaum Anshar
melompat ke arah pemegang panji kabilah Hawazin ini , lalu memukulinya dengan pedang
hingga kakinya terputus. Pemegang panji perang kabilah Hawazin ini pun tersungkur. Kedua
belah pihak terus bertempur. Demi Allah, para sahabat yang semula lari dari perangan, kini mereka
melihat para tawanan dalam keadaan terikat berada di samping Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa
Sallam.
Rasulullah melirik ke arah Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib ia termasuk salah seorang yang
bersabar bersama beliau di perang ini , Saat ia masuk Islam, keislamannya baik. Dia yaitu orang
yang memegang tali belakang pelana bighal Rasulullah. Beliau bertanya: "Siapakah orang ini?'"Abu
Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib menjawab: "Aku anak pamanmu, wahai Rasulullah."
Tentang Ummu Sulaim
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah menoleh dan
melihat Ummu Sulaim binti Milhan yang pada saat itu ikut terjun ke medan perang bersama suaminya,
Abu Thalhah. Ummu Sulaim mengikat pinggangnya dengan kain burdah sebab sedang mengandung
Abdullah bin Abu Thalhah, dan menaiki unta milik suaminya, ia khawatir terlempar dari untanya. Oleh
sebab itu ia mendekatkan kepala unta kepadanya dan menggulungkan tali kendali unta ini di
tangannya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Ummu Sulaim: "Apakah engkau
Ummu Sulaim?" Ummu Sulaim menjawab: "Benar! wahai Rasulullah. Bagaimana kalau engkau
membunuh mereka yang melarikan diri darimu sebagaimana engkau membunuh orang-orang yang
memerangimu, sebab mereka layak diperlakukan demikian." Rasulullah bersabda: "Cukuplah Allah
bagiku, wahai Ummu Sulaim?" Pada saat itu, Ummu Sulaim membawa pisau. Abu Thalhah bertanya
kepada Ummu Sulaim: "Mengapa engkau membawa pisau, wahai Ummu Sulaim?" Ummu Sulaim
menjawab: "Pisau ini sengaja aku bawa. Dan jika ada salah seorang dari kaum musyrikin mendekat
padaku, aku akan menikamnya dengan pisau ini." Abu Thalhah berkata: "Wahai Rasulullah, tidakkah
engkau mendengar apa yang dikatakan oleh Ummu Sulaim Ar-Rumaisha?"
Ibnu Ishaq berkata: "saat Rasulullah berangkat menuju Hunain, Bani Salim bersatu dengan Adh-
Dhahhak bin Sufyan Al- Kilabi. Pada saat orang-orang melarikan diri, Malik bin Auf An-Nashri bertutur
kepada kudanya:
Majulah hai Muhaj, mereka yaitu peminpin perang yang baik
Janganlah engkau tertipu bahwa musuh sudah berlalu
Ibnu Hisyam berkata: Kedua bait di atas bukanlah syair Malik bin Auf An-Nashri dan dilantunkan bukan
pada Perang Hunain.
Abu Qatadah dan Hasil Rampasannya
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa ia diberitahu dari Abu
Qatadah Al-Anshari. Aku juga diberitahu orang yang tidak aku ragukan integritasnya dari Nafi' mantan
budak Bani Ghifar Abu Muhammad dari Abu Qatadah, ia berkata: "Pada Perang Hunain, aku melihat
dua orang; muslim dan kafir sedang bertempur. Tiba-tiba salah seorang dari kaum musyrikin ingin
membantu temannya untuk menghadapi lawannya yang muslim. Aku hampiri orang itu dan aku tebas
tangannya hingga terputus. Lalu ia merangkulku dengan tangan kirinya. Demi Allah, ia tidak
membiarkanku hingga aku mencium aroma darah. Menurut Ibnu Hisyam, aroma kematian, dan
hampir saja ia membunuhku andai ia tidak kehabisan darah. Lalu ia terjatuh, lalu aku
menyerangnya kembali hingga ia pun tewas. Perang membuatku menjauh dari orang ini , tiba-
tiba seseorang dari warga Makkah melewati orang tadi lalu mengambil barang yang ada pada
tubuhnya. sesudah perang berakhir dan kami berhasil mengalahkan musuh, Rasulullah Shallalahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa membunuh salah seorang korban, ia berhak atas salab (harta
kekayaan) korban itu." Aku berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku telah membunuh salah
seorang musuh yang memiliki salab (kekayaan) lalu kecamuk perang memisahkanku dari
orang ini sehingga aku tidak tahu siapa yang mengambilnya." Seseorang dari warga Makkah
berkata: "Ia (Abu Qatadah) berkata benar, wahai Rasulullah. Harta orang yang ia bunuh kini ada
padaku." Mintakanlah untukku agar ia (Abu Qatadah) merelakannya untuk aku miliki." Abu Bakar Ash-
Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata kepada orang Makkah ini : "Tidak, Allah tidak meridhai hal
ini. Engkau sengaja mendekat kepada salah seorang singa Allah yang berperang sebab Allah sebab
maksud agar dapat berbagi rampasan dengannya. Kembalikanlah barang itu kepada pemiliknya."
Rasulullah bersabda kepada orang Makkah ini : "Abu Bakar berkata benar, kembalikanlah salab
itu kepada pemiliknya." Aku pun segera mengambil salab dari orang itu lalu menjualnya.
Uang dari hasil penjualannya, aku gunakan untuk membeli sebuah kebun kurma dan itulah kekayaan
pertama yang aku miliki.197
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya meriwayatkan kepadaku dari Abu
Salamah dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik, ia berkata: Abu Qatadah sendiri
berhasil mendapatkan rampasan (salab) dari dua puluh orang di Perang Hunain.
Kekalahan Orang-orang Khawazin dan Kehadiran Malaikat di Medan Perang
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar meriwayatkan kepadaku dari Jubair bin Muth'im, ia berkata:
Sebelum kekalahan musuh dan saat kedua belah pihak bertempur, aku melihat seperti gumpalan
hitam turun dari langit di tempat antara kami dan musuh. Aku perhatikan, ternyata gumpalan hitam
itu yaitu semut yang berserakan dan memenuhi lembah. Aku yakin bahwa itu yaitu para malaikat,
sebab yang terjadi sesudah itu yaitu kekalahan musuh.
Ibnu Ishaq berkata: Saat Allah Ta'ala mengalahkan orang-orang musyrikin pada Perang Hunain dan
memberi kemenangan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, seorang wanita dari kaum
Muslimin melantunkan syair:
Kuda Allah telah mengalahkan kuda Al-Lata
Dan Allah lebih Perkasa
Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang pakar syair membacakan kepadaku syair berikut:
Sungguh kuda Allah telah mengalahkan kuda Al-Lata
Dan kuda-Nya itu lebih perkasa
Ibnu Ishaq berkata: saat orang-orang kabilah Hawazin menyerah, ada banyak korban di pihak
Tsaqif Bani Malik; tujuh puluh orang dari mereka terbunuh, termasuk di dalamnya Utsman bin
Abdullah bin Rabi'ah bin Al-Harits bin Habib. Pada awalnya panji perang mereka dipegang oleh Dzu Al-
Khimar. sesudah Dzu Al-Khimar tewas, panji perang itu diambil-alih oleh Utsman bin Abdullah yang
lalu bertempur dengan panji itu hingga tewas.
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu Amir bin Wahb bin Al-Aswad, ia mengatakan: saat Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengetahui tewasnya Utsman bin Abdullah, beliau bersabda: "Semoga
Allah melaknatnya, sebab dulu ia membenci orang-orang Quraisy."
Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas meriwayatkan kepadaku bahwa
koraban yang lainnya yang tewas terbunuh selain Utsman bin Abdullah ialah budak Kristennya.
Al-Mughirah bin Syu'bah berkata: Tatkala salah seorang dari kaum Anshar mengambil salab (harta
rampasan) dari para korban Tsaqif, ia mendapati budak ini tidak dikhitan. lalu ia berteriak:
"Wahai orang-orang Arab, Allah mengetahui bahwa orang-orang Tsaqif tidak dikhitan." Aku pegang
tangan orang Anshar ini , sebab aku khawatir ia bercerita tentang kami kepada orang-orang
Arab. Aku berkata padanya: "janganlah engkau berkata seperti itu. Sebetulnya orang ini
yaitu budak kami yang beragama Kristen." Lalu aku memperlihatkan korban lain kepada orang
Anshar ini dan aku berkata: "Tidak engkau melihat mereka dikhitan?"
Ibnu Ishaq berkata: Panji perang Al-Ahlaf ada pada Qarib bin Al-Aswad. saat orang-orang kabilah
Hawazin kalah, ia sandarkan panji perangnya pada sebuah pohon, lalu ia bersama anak-anak paman
dan kaumnya dari Al-Ahlaf melarikan diri. Dengan demikian, yang terbunuh dari orang-orang Al-Ahlaf
hanyalah dua orang; seorang dari Bani Ghiyarah bernama Wahb dan yang lain berasal dari Bani Kabbah
bernama Al-Julah.
saat Rasulullah mendengar kabar tewasnya Al-Julah, beliau bersabda: "Hari ini, pemuda terbaik
Tsaqif telah terbunuh, kecuali apa yang terjadi pada Ibnu Hunaidah." -Yang dimaksud dengan Ibnu
Hunaidah ialah Al- Harits bin Uwais-.
Terbunuhnya Duraid bin Ash-Shimah
Ibnu Ishaq berkata: Saat kaum musyrik kalah di Perang Hunain, mereka pergi ke Thaif bersama Malik
bin Auf An-Nashri, sebagian dari mereka berkemah di Lembah Authas dan sebagian lainnya pergi ke
Nakhlah, dan hanya Bani Ghiyarah dari Tsaqif saja yang pergi ke Nakhlah. Pasukan berkuda Rasulullah
membuntuti orang-orang yang melintasi Nakhlah namun tidak membuntuti orang-orang yang
melewati perbatasan.
Rabi'ah bin Rufay'i bin Uhban bin Tsa'labah bin Rabi'ah bin Yarbu' bin Sammal bin Auf bin Umru'ul Qais
-Rabi'ah yang dikenal dengan panggilan Ibnu Ad-Dughunah dan Ad-Dughunah yaitu ibunya. Ia lebih
dikenal dengan sebutan ini. Pendapat lain mengatakan Ibnu Ladz'ah, ia menemukan Duraid bin Ash-
Shimmah, lalu Rabi'ah bin Rufay'i memegang untanya sebab Rabi'ah bin Rufay'i mengira bahwa
Duraid bin Ash-Shimmah seroang wanita, sebab saat itu Duraid bin Ash-Shimmah berada di dalam
sekedup, tapi ternyata Duraid bin Ash-Shimmah yaitu seorang lelaki. Rabi'ah bin Rufay'i
mendudukkan unta Duraid bin Ash-Shimmah, dan didapatinya ia telah tua, namun Rabi'ah bin Rufay'i
tidak mengenalnya.
Duraid bin Ash-Shimmah berkata kepada Rabi'ah bin Rufay'i: "Apa yang engkau inginkan dariku?"
Rabi'ah bin Rufay'i menjawab: "Aku ingin membunuhmu." Duraid bin Ash-Shimmah berkata:
"Siapakah dirimu?" Rabi'ah bin Rufay'i menjawab: "Aku yaitu Rabi'ah bin Rufay'i As-Sulami."
lalu Rabi'ah bin Rufay'i menebas Duraid bin Ash-Shimmah dengan pedangnya, namun tebasan
pedang- nya tidak menyebabkan pengaruh apapun. Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Alangkah
jeleknya senjata yang diberikan ibumu. Ambillah pedangku di belakang pelana yang terletak di
sekedup, lalu tebaslah aku dengan pedang ini seperti itulah dahulu aku biasa menyerang
orang. sesudah itu, temui ibumu dan katakan padanya bahwa engkau telah berhasil membunuh Duraid
bin Ash-Shimmah. Demi Allah, aku banyak menyelamatkan wanita-wanitamu." Orang-orang Bani
Sulaim meriwayatkan bahwa Rabi'ah bin Rufay'i berkata: "saat aku memukul Duraid bin Ash-
Shimmah dengan pedangnya, ia terjatuh dan pakaiannya tersingkap, ternyata pantat dan pahanya
bagaikan kertas sebab ia sering mengendarai kuda tanpa mengenakan pelana." saat Rabi'ah bin
Rufay'i pulang menemui ibunya dan bercerita tentang pembunuhannya terhadap Duraid bin Ash-
Shimmah di tangannya, ibunya berkata: "Demi Allah, ia telah memerdekakan tiga orang ibu dari
keluargamu."
Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain mengatakan bahwa orang yang membunuh Duraid bin Ash-
Shimmah yaitu Abdullah bin Qunay'i bin Ahban bin Tsa'labah bin Rabi'ah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah memerintahkan Abu Amir Al-Asy'ri untuk menelusuri jejak-jejak kaum
musyrikin yang pergi ke arah Lembah Authas. Abu Amir Al-Asy'ari menemukan sebagian orang
musyrikin yang kalah, lalu perang terjadi di antara ke dua belah pihak. Pada perang ini ,
Abu Amir Al-Asy'ari terkena panah hingga gugur, lalu panji perang diambil alih oleh Abu Musa
Al-Asy'ari yang merupakan anak paman Abu Amir Al-Asy'ari. Abu Musa Al-Asy'ari bertempur melawan
orang-orang musyrikin, hingga akhirnya Allah memberi kemenangan.
Para ulama berkata bahwa Salamah bin Duraid bin Ash-Shimmah yaitu orang yang melempar Abu
Amir Al-Asy'ari dengan panah yang mengenai lututnya dan menyebabkannya gugur.
Samadir yaitu ibu Salamah bin Duraid bin Ash-Shimmah.
Korban tewas terbanyak yaitu dari Bani Nashr tepatnya dari Bani Riab. Para ulama meriwayatkan
bahwa Abdullah bin Qais yang terkenal dengan panggilan Ibnu Al-Aura' yang juga merupakan salah
seorang anak keturunan Wahb bin Riab berkata: "Wahai Rasulullah, banyak orang yang meninggal
dunia dari Bani Riab." Mereka mengatakan bahwa Rasulullah berdoa: "Ya Allah, berilah ganti atas
musibah mereka."
Saat orang-orang kabilah Hawazin menderita kekalahan, Malik bin Auf An-Nashri pergi lalu berhenti
di tengah-tengah pasukan berkuda kaumnya di jalan sempit di sebuah gunung. Ia berkata kepada para
pengikutnya: "Berhentilah hingga orang-orang lemah dari kalian dapat berjalan di depan dan teman-
teman kalian di belakang dapat menyusul."
Di sana, Malik bin Aur An-Nashri dan para pengikutnya berhenti hingga orang-orang musyrikin yang
kalah bisa menyusul mereka.
Ibnu Hisyam berkata: Sebuah riwayat sampai padaku bahwa pasukan berkuda muncul saat Malik bin
Auf An-Nashri berada di jalan sempit. Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannya: "Apa yang
kalian saksikan?" Pasukannya menjawab: "Kami melihat sebuah kaum yang meletakkan tombak-
tombak di antara telinga kuda mereka dan bagian dalam paha mereka." Malik bin Auf An-Nashri
berkata: "Mereka Bani Sulaim, kalian tidak perlu khawatir bertemu dengan mereka." saat pasukan
berkuda ini semakin dekat, mereka berjalan melintasi bagian bawah lembah. Tiba-tiba pasukan
berkuda lain datang. Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannnya: "Apa yang kalian
saksikan?" Anak buahnya menjawab: "Kami melihat kaum yang mengangkat tombak-tombak dalam
kondisi lalai di atas kuda-kuda mereka." Malik bin Auf An-Nashri berkata: "Mereka yaitu orang-orang
dari Aus dan Khazraj. Kalian tidak perlu khawatir dari mereka." saat pasukan berkuda ini tiba
di jalan itu, mereka berjalan melintasi jalan Bani Sulaim. Namun tak lama lalu , muncullah
penunggang kuda, lalu Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannya: "Apa yang kalian
saksikan?" pasukannya menjawab: "Kami melihat seorang penunggang kuda yang pahanya panjang,
meletakkan tombak di atas pundaknya, dan mengikat kepalanya dengan kain berwarna merah." Malik
bin Auf An-Nashri berkata: "Dia yaitu Zubair bin Awwam. Aku bersumpah dengan Al-Lata, ia pasti
akan menghancurkan barisan kalian, maka hendaklah kalian tetap tegar saat menghadapinya."
saat Zubair bin Awwam tiba di ujung jalan itu, ia memperhatikan Malik bin Auf An-Nashri dan
pasukannya, lalu berjalan menuju mereka dan ia terus mengganggu mereka hingga berhasil
mengusir mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Salamah bin Duraid bin Ash-Shimmah bersenandung sambil menuntun istrinya
hingga membuat semangat orang-orang musyrikin lemah:
Engkau melupakanku, padahal engkau tidak terluka
Walaupun kau tahu di hari itu di kaki Al-Adhrub
Bahwa aku telah melindungimu, sementara para tentara melarikan diri
Aku berjalan di belakangmu laksana jalannya orang yang miring salah satu pundaknya
Kala orang-orang terlatih dengan kepala tertutup melarikan diri
Dari ibunya dan tak akan pernah lagi kembali pada temannya
Ibnu Hisyam berkata: Seorang ulama pakar syair yang tidak aku ragukan integritasnya menuturkan
kepadaku bahwa Abu Amir Al-Asy'ari bertemu dengan sepuluh bersaudara dari kaum musyrikin di
perang Authas. Salah seorang dari kesepuluh bersaudara ini menyerang Abu Amir Al-Asy'ari dan
beliau menghadapinya dengan mengajaknya masuk Islam, ia kepadanya: "Ya Allah, saksikanlah."
lalu orang ini dibunuh oleh Abu Amir Al-Asy'ari. lalu satu demi satu dari kesepuluh
bersaudara ini menyerang Abu Amir Al-Asy'ari dan Abu Amir Al-Asy'ari menghadapinya sambil
mengajaknya masuk Islam seraya berkata: "Ya Allah, saksikanlah dia." lalu orang ini
dibunuh oleh Abu Amir Al-Asy'ari. Kejadian seperti itu terus terulang hingga tersisa satu orang dari
mereka. Orang terakhir dari sepuluh bersaudara ini menyerang Abu Amir Al-Asy'ari, lalu Abu
Amir Al-Asy'ari menghadapinya dengan berkata kepadanya: "Ya Allah, saksikanlah dia." Orang
ini berkata: "Ya Allah, janganlah Engkau bersaksi terhadapku." Abu Amir Al-Asy'ari menahan
dirinya, lalu orang itu melarikan diri. sesudah itu, orang ini masuk Islam dan keislamannya
baik. Setiap kali Rasulullah melihat orang itu, beliau bersabda: "Orang ini yaitu orang yang lari dari
Abu Amir." sesudah itu, Abu Amir diserang oleh dua orang; Al-Ala' dan Aufa, keduanya merupakan anak
Al-Harits dari Bani Jusyam bin Muawiyah. Serangan salah seorang dari keduanya mengenai ulu hati
Abu Amir Al-Asy'ari sedang serangan yang lainnya mengenai lutut. lalu Abu Amir Al-Asy'ari
meninggal akibat serangan kedua orang ini .
sesudah itu, komando kaum Muslimin diambil alih oleh Abu Musa Al-Asy'ari yang lalu menyerang
kedua orang yang telah membunuh Abu Amir Al-Asy'ari dan beliau berhasil membunuh mereka
berdua
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa ulama meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah berjalan melintasi
wanita yang dibunuh oleh Khalid bin Walid yang sedang dikerumuni oleh banyak orang. Beliau
bertanya: "Ada apa ini?" Orang-orang menjawab: "Ada mayat wanita yang dibunuh Khalid bin Walid."
Rasulullah bersabda kepada seorang sahabat yang saat itu bersama beliau: "Carilah Khalid dan
katakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarangmu membunuh anak-
anak, wanita dan budak sewaan."
Bijad dan Syaima' Saudari Sesusuan Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang dari Bani Sa'ad bin Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa pada saat
itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "jika kalian berhasil menangkap Bijad,
seorang berasal dari Bani Sa'ad bin Bakr, maka jangan biarkan dia lepas dari kalian." Sebelumnya, Bijad
membuat ulah. Pada saat kaum Muslimin berhasil menangkapnya, mereka menggiring Bijad bersama
keluarganya, termasuk Syaima' binti Al-Harits bin Abdul Uzza yang merupakan saudari sesusuan
Rasulullah. Saat itu kaum Muslimin berprilaku kasar terhadap Syaima' binti Al-Harits. sebab nya
Syaima' binti Al-Harits berkata kepada mereka: "Ketahuilah, aku yaitu saudari sesusuan sahabat
(Nabi) kalian." Kaum Muslimin tidak mempercayai pengakuan Syaima' itu hingga mereka
membawanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ubaid As-Sa'adi meriwayatkan kepadaku bahwa pada saat kaum
Muslimin datang kepada Rasulullah dengan membawa Syaima', Syaima' binti Al-Harits berkata kepada
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, aku yaitu saudari sesusuanmu."
Rasulullah bertanya: "Apa buktinya?" Syaima' binti Al-Harits menjawab: "Bekas gigitan. Engkau pernah
menggigit punggungku saat aku menggendongmu." Rasulullah pun mengenali bukti ini ,
lalu beliau menggelar burdahnya untuk Syaima' binti Al-Harits lalu menyuruhnya duduk di atas
kain burdah ini , serta mengajukan beberapa tawaran baginya. Rasulullah bersabda kepada
Syaima' binti Al-Harits: "jika engkau mau tinggal bersamaku, maka Sebetulnya engkau akan
dicintai dan dimuliakan. Namun jika engkau menginginkanku memberimu sesuatu dan kembali kepada
kaummu, itu juga akan aku penuhi." Syaima' binti Al-Harits berkata: "Aku menginginkanmu memberi
sesuatu kepadaku dan memulangkan aku kepada kaumku." Ke mudian Rasulullah memberi
sesuatu kepada Syaima binti Al-Harits dan memulangkannya kepada kaumnya. Bani Sa'ad mengatakan
bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi seorang budak laki-laki yang bernama Makhul
dan seorang budak wanita Syaima binti Al-Harits. lalu kedua budak itu menikah satu sama
lainnya dan anak keturunannya masih ada hingga saat ini.
Ibnu Hisyam berkata: Allah menurunkan firman-Nya tentang perang Hunain:
Sebetulnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di tnedan peperangan yang banyak,
dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak sebab banyaknya
jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan
bumiyangluas itu telah terasa sempit olehmu, lalu kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.
lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman,
dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana
kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (QS. at-
Taubah: 25-26).
Ibnu Ishaq berkata: Berikut ini yaitu daftar nama para syuhada' kaum Muslimin pada Perang Hunain:
Dari Quraisy lalu lebih pasnya dari Bani Hasyam ialah Aiman bin Ubaid.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza, Yazid bin Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad. Ia gugur
sebab kudanya yang bernama Al-Janah enggan berlari.
Dari kaum Anshar ialah Suraqah bin Al-Harits bin Adi.
Dari Bani Al-Ajlan dari orang-orang Al- Asy'ari ialah Abu Amir Al-Asy'ari-
Seluruh tawanan dan harta rampasan dari Perang Hunain diserahkan kepada Rasulullah. Harta
rampasan itu lalu dijaga oleh Mas'ud bin Amr Al-Ghifari. Rasulullah memerintahkan para
tawanan dan harta rampasan agar dibawa ke Al-Ji'ranah dan disimpan di sana.
Perang Thaif sesudah Perang Hunain Tahun Kedelapan Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala orang-orang Tsaqif yang kalah perang tiba di Thaif, mereka menutup
seluruh pintu gerbang dan membuat sejumlah persiapan untuk kembali melancarkan perang. Urwah
bin Mas'ud dan Ghailan bin Salamah tidak ikut serta pada Perang Hunain dan pengepungan Thaif,
sebab saat itu keduanya sedang berada di Jurasy tengah mempelajari pembuatan dabbabah
(testudo, tank kayu), manjaniq (ketapel besar berfungsi laksana meriam) dan dhabur (kulit pelapis
kayu).
Ibnu Ishaq berkata: sesudah Perang Hunain usai, Rasulullah berangkat ke Thaif.
Perjalanan Menuju Thaif
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah berangkat melalui jalur Nakhlah Al-Yamaniyah, Qarn, Al-Mulaih, dan
Bahrah Ar-Rugha' dari Liyyah. Di sana, Rasulullah membangun sebuah masjid dan mendirikan shalat.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Syua'ib meri- wayatkan kepadaku, pada saat Rasulullah singgah di Bahrah
Ar-Rugha beliau melaksanakan hukuman qishas atas kasus pembunuhan dan itulah qishas
pembunuhan pertama kali terjadi dalam Islam. Ini terjadi sebab seorang warga Bani Laits membunuh
seorang warga Hudzail. Maka orang Bani Laits itu dibunuh sebagai qishas atasnya.
Rasulullah memerintahkan penghancuran benteng Malik bin Auf di Liyyah, maka benteng ini
pun dihancurkan.
sesudah itu Rasulullah melanjutkan perjalanan melalui jalan yang disebut Adh-Dhayqah. Saat
Rasulullah berjalan menuju jalan ini , beliau bertanya tentang namanya: "Apakah nama jalan
ini?" Para sahabat menjawab: "Jalan ini bernama Adh-Dhayqah." Rasulullah bersabda: "Gantilah
namanya menjadi Al-Yusra." sesudah itu, Rasulullah keluar dari jalan Adh-Dhayqah (AI-Yusra) melintasi
Nakhab dan berhenti di bawah sebuah pohon bidara bernama Ash-Shadirah yang terletak di dekat
kebun milik salah seorang dari Tsaqif.
Rasulullah pergi menemui pemilik kebun ini lalu berkata kepadanya: "Engkau harus pergi dari
sini. Jika tidak, kami akan merusak kebun milikmu." Orang dari Tsaqif ini menolak untuk pergi,
lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar kebun orang Tsaqif itu dirusak.
lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meneruskan perjalanan hingga tiba di daerah dekat
Thaif dan di sana beliau berkemah. Namun di tempat ini beberapa sahabat Rasulullah terkena
lemparan anak panah, sebab markas beliau berdekatan dengan benteng Thaif. Sehingga tidak aneh
bila ada anak panah mengenai kaum Muslimin. Mereka tidak dapat menembus benteng orang-orang
Thaif lantaran mereka menutup gerbangnya. Tatkala beberapa sahabat terkena serangan anak panah,
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memindahkan kemahnya ke sebuah tempat yang saat ini
tempat ini menjadi masjid rasulullah yang ada di Thaif. lalu melakukan pengepungan
terhadap orang-orang Thaif selama dua puluh malam lebih.
Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain mengatakan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
mengepung orang-orang Thaif selama tujuh belas malam.
Ibnu Ishaq berkata: Saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ditemani dua orang istrinya,
diantaranya ialah Ummu Salamah binti Abu Umayyah. sebab itulah, dua tenda untuk keduanya
dipasang dan Rasulullah mendirikan shalat di antara kedua kemah ini . Pada saat orang-orang
Tsaqif masuk Islam, Amr bin Umayyah bin Wahb bin Muattib bin Malik membangun masjid di tempat
yang dipakai shalat oleh Rasulullah ini . Di masjid ini ada pilar, jika terkena sinar
matahari, maka akan terdengar jeritan dari pilar ini . Rasulullah mengepung orang-orang Thaif,
lalu memerangi mereka dan terjadilah saling lempar anak panah antara kedua belah pihak.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melempar orang-orang Thaif dengan
senjata manjaniq. Orang yang aku percayai meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah merupakan
orang yang pertama kali melempar dengan senjata manjaniq dalam sejarah Islam, yaitu pada saat
beliau melempar orang-orang Thaif.
Ibnu Ishaq berkata: Hingga pada pertempuran Syadkhah di samping tembok Thaif, beberapa sahabat
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masuk ke bawah dabbabah (tank kayu), lalu dengan
dabbabah ini , mereka mendekat ke benteng Thaif agar melubanginya. Pada saat itulah orang-
orang Tsaqif melepaskan besi panas ke arah kaum Muslimin. Dan kaum muslimin menyelamatkan diri
darinya. Pada saat yang sama, mereka juga menghujani kaum Muslimin dengan anak panah, sehingga
kaum muslimin banyak yang gugur.
Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kaum Muslimin memotong pohon-pohon
anggur milik orang-orang Tsaqif dan kaum Muslimin pun segera melaksanakan perintah rasulnya.
Perundingan Bersama Orang- orang Tsaqif
Ibnu Ishaq berkata: Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu'bah berjalan mendekat ke Thaif lalu
keduanya memanggil orang-orang Thaif: "Berilah jaminan keamanan kepada kami agar kami bisa
berunding dengan kalian." Orang-orang Thaif pun memberi jaminan keamanan kepada kedua
sahabat ini .
Lalu keduanya memanggil wanita-wanita Quraisy dan wanita-wanita Bani Kinanah agar mereka keluar
menemui keduanya sebab keduanya khawatir jika wanita-wanita ini menjadi tawanan perang,
namun para wanita itu menolak memenuhi panggilan mereka berdua. Di antara para wanita yang
menolak panggilan keduanya ialah Aminah binti Abu
Sufyan yang diperistri Urwah bin Mas'ud dan dari keduanya lahir Daud bin Urwah.
Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan bahwa ibu Daud ialah Maimunah binti Abu Sufyan
yang diperistri oleh Abu Murrah bin Urwah bin Mas'ud, dari pernikahannya lahirlah Daud bin Abu
Murrah. Al-Firasiyyah binti Suwaid bin Amr bin Tsa'labah, ia memiliki anak bernama Abdurrahman bin
Qarib, dan Al-Fuqaimiyyah binti An-Nasi' bin Qala.
Saat para wanita ini menolak memenuhi panggilan Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu'bah,
maka Ibnu Al-Aswad bin Mas'ud berkata kepada keduanya: "Wahai Abu Sufyan dan Al-Mughirah,
maukah engkau berdua aku tunjukkan pada sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian
inginkan? Sebetulnya kalian telah mengetahui kebun Bani Al-Aswad bin Mas'ud. Saat itu Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam singgah di lembah benama Al-Aqiq dan di Thaif tidak ada harta yang
lebih panjang talinya, lebih dibutuhkan, dan lebih luas bangunannya daripada kebun milik Bani Al-
Aswad bin Mas'ud. Dan jika Muhammad telah menebangnya, maka kebun itu tidak akan ditanami
kembali untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu, maka sampaikanlah kepada beliau, agar beliau
mengambil kebun itu untuk beliau sendiri atau membiarkannya untuk Allah dan sanak kerabatnya.
sebab seperti diketahui banyak orang bahwa kami memiliki hubungan kekerabatan dengan beliau."
Para ulama berpendapat mengenai kebun ini apakah Rasulullah membiarkan kebun ini
untuk Bani Al-Aswad bin Mas'ud.
Ibnu Ishaq berkata: Diriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah bersabda kepada Abu Bakar saat beliau
mengepung orang-orang Tsaqif: "Wahai Abu Bakar, aku bermimpi diberi hadiah mangkuk yang berisi
penuh mentega, lalu mangkuk itu dipatuk ayam jago hingga isinya pun tertumpah." Abu Bakar
berkata: "Aku mengira engkau tidak dapat menaklukkan mereka pada hari ini sebagaimana yang
engkau harapkan." Rasulullah bersabda: "Tapi aku tidak berkesimpulan seperti itu."
Keberangkatan Kaum Muslimin dan Penyebabnya
Ibnu Ishaq berkata: Khuwailah binti Hakim bin Umaiyyah bin Haritsah bin Al-Auqash As-Sulami, istri
Utsman bin Mazh'un berkata: "Wahai Rasulullah, jika Allah menaklukkan Thaif untukmu, maka
berikanlah kepadaku perhiasan Badiyah binti Ghailan bin Salamah atau perhiasan Al-Fari'ah binti Aqil."
Khuwailah mengatakan seperti itu sebab keduanya merupakan wanita Tsaqif yang memiliki perhiasan
paling banyak. Dituturkan kepadaku bahwa saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda
kepada Khuwailah binti Hakim, "Wahai Khuwailah, bagaimana bila aku tidak diberi izin atas orang-
orang Tsaqif?" Khuwailah binti Hakim pergi dari hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu
menceritakan ucapan Rasulullah ini kepada Umar bin Khaththab. lalu Umar bin Khaththab
menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah yang telah
engkau sampaikan kepada Khuwailah? Sebab ia bercerita bahwa engkau mengatakan sesuatu?"
Rasulullah menjawab: "Ya, aku memang telah mengatakan demikian." Umar bin Khaththab bertanya:
"Apakah engkau tidak diizinkan atas mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Tidak." Umar
bin Khaththab berkata: "Bagaimana jika aku mengumumkan kepada orang-orang untuk berangkat?"
Rasulullah bersabda: "Silahkan." Umar bin Khaththab mengumumkan kepada kaum muslimin agar
mereka berangkat.
sesudah mereka berangkat, Sa'id bin Ubaid bin Usaid bin Abu Amr bin Allaj menyeru: "Ketahuilah,
Sebetulnya warga kampung itu tidak ikut berangkat." Uyainah bin Hishn berkata: "Tentu saja,
demi Allah, ini merupakan sebuah kemuliaan." Salah seorang dari kaum Muslimin berkata kepada
Uyainah bin Hishn: "Semoga Allah membunuhmu wahai Uyainah. Layakkah engkau memuji orang-
orang musyrikin yang telah menghadang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, padahal engkau
datang ke tempat ini untuk menolongnya?" Uyainah bin Hishn berkata: "Demi Allah, aku datang ke
tempat ini bukan untuk memerangi orang-orang Tsaqif bersama kalian, namun aku berharap
Muhammad dapat membuka benteng Thaif, lalu aku mendapatkan salah seorang gadis Tsaqif,
lalu aku mengawinya dan semoga lahir darinya anak laki-laki untukku, sebab orang-orang Tsaqif itu
jenius."
Beberapa orang budak di antara orang- orang yang terkepung di Thaif menemui Rasulullah Shallalahu
alaihi wa Sallam untuk masuk Islam, lalu beliau memerdekakan mereka.
Hamba-hamba Sahaya di Thaif Menemui Kaum Muslimin
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya meriwayatkan kepadaku dari Abdullah
bin Mukaddam dari beberapa orang Tsaqif, ia berkata: Pada saat orang-orang Thaif masuk Islam,
beberapa orang dari mereka berbicara jelek tentang budak-budak ini , lalu Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak, mereka yaitu orang-orang yang telah dimerdekakan
oleh Allah." Di antara orang yang membicarakan tentang budak-budak ini yaitu Al-Harits bin
Kaladah.
Ibnu Hisyam berkata bahwa Ibnu Ishaq telah menyebutkan nama-nama para budak yang menemui
Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Tsaqif menangkap keluarga Marwan bin Qais Ad- Dausi. Marwan bin
Qais Ad-Dausi telah masuk Islam dan membantu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat
menghadapi orang-orang Tsaqif. Orang-orang Tsaqif yang mengaku berasal dari Qais meyakini bahwa
Rasulullah bersabda kepada Marwan bin Qais Ad-Dausi: "Wahai Marwan, sebagai ganti keluargamu,
tangkaplah orang Qais yang pertama kali engkau jumpai." Lalu Marwan bin Qais Ad-Dausi bertemu
Ubay bin Malik Al-Qusyairi, dan Marwan bin Qais Ad-Dausi pun menangkapnya dengan harapan agar
orang-orang Tsaqif membebaskan keluarganya. Sebab itulah Adh-Dhahhak bin Sufyan Al-Kilabi berdiri
lalu berdialog dengan orang-orang Tsaqif yang pada akhirnya bersedia memembebaskan keluarga
Marwan bin Qais Ad-Dausi, dan sebagai gantinya Marwan bin Qais Ad-Dausi juga membebaskan Ubay
bin Malik Al-Qusyairi.
Kaum Muslimin Yang Gugur pada Perang Thaif
Ibnu Ishaq berkata: berikut ini yaitu nama-nama kaum Muslimin yang gugur sebagai syuhada di
Perang Thaif:
Dari Quraisy, lalu dari Bani Umaiy sementara Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain yang
mengatakan Ibnu Hubab.
Dari Bani Taym bin Murrah: Abdullah bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. la terkena panah dan sebab nya ia
meninggal dunia di Madinah sesudah Rasulullah wafat.
Dari Bani Makhzum: Abdullah bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah yang gugur sebab terkena lemparan
panah.
Dari Bani Adi bin Ka'ab: Abdullah bin Amir bin Rabi'ah, sekutu mereka.
Dari Bani Sahm bin Amr: As-Saib bin Al-Harits bin Qais bin Adi dan saudaranya bernama Abdullah bin
Al-Harits.
Dari Bani Sa'ad bin Laits: Julaihah bin Abdullah.
Syuhada' kaum Muslimin dari kaum Anshar, lalu dari Bani Salamah: Tsabit bin Al-Jidz'i.
Dari Bani Mazin bin An-Najjar: Al-Harits bin Sahl bin Abu Sha'sha'ah.
Dari Bani Saidah: Al-Mundzir bin Abdullah.
Dari Al-Aus: Ruqaim bin Tsabit bin Tsa'labah bin Zaid bin Laudzan bin Muawiyah.
Dengan demikian jumlah sahabat Rasulullah yang gugur sebagai syuhada' Perang Thaif ialah dua belas
orang. Tujuh diantaranya berasal dari Quraisy sementara empat orang lainnya dari kaum Anshar, dan
satu orang dari Bani Laits.
Harta Dan Tawanan Hawazin Dan Jatah Para Muallaf Serta Pemberian Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Sekembalinya dari Thaif, Rasulullah berjalan melintas di daerah Duhna lalu
singgah di Ji’ranah bersama para sahabatnya dan membawa tawanan dari kabilah Hawazin dalam
jumlah besar. Salah seorang sahabat berkata kepada Rasulullah pada saat meninggalkan Tsaqif:
"Wahai Rasulullah, doakan orang-orang Tsaqif agar mendapatkan kebinasaan." Rasulullah bersabda:
"Ya Allah, berilah petunjuk kepada orang-orang Tsaqif dan bawalah mereka ke dalam Islam."
Utusan dari kabilah Hawazin datang kepada Rasulullah saat beliau berada di Al-Ji'ranah. Pada saat itu,
Rasulullah membawa enam ribu orang tawanan kabilah Hawazin, anak-anak dan para wanita, serta
unta dan kambing yang berjumlah banyak.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Syuaib meriwayatkan kepadaku dari ayahnya dari kakeknya, Abdullah bin
Amr, yang berkata bahwa utusan kabilah Hawazin datang kepada Rasulullah dan mereka telah masuk
Islam. Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, Sebetulnya kita berasal dari satu keturunan dan
keluarga besar. Kami telah ditimpa petaka sebagaimana engkau ketahui. Oleh sebab itu, berilah kami
pertolongan, semoga Allah memberimu pertolongan."
Salah seorang utusan kabilah Hawazin dari Bani Sa'ad bin Bakr bernama Zuhair yang biasa dipanggil
Abu Shurad berdiri seraya berkata: "Wahai Rasulullah, di tempat penampungan para tawanan
ada bibi-bibimu dari jalur ayah, bibi-bibimu dari jalur ibu, dan wanita-wanita yang biasa menyusui
yang dahulu pernah mengasuhmu. Jika kami (istri-istri atau orang tua kami perempuan) menyusui Al-
Harits bin Abu Syamr atau An-Nu'man bin Al-Mundzir, lalu kami ditimpa petaka sebagaimana
yang menimpanya, maka kami mengharapkan belas kasihan dan pertologannya kepada kami. Dan
kami tahu bahwa engkau merupakan anak asuh yang paling baik."
Ibnu Hisyam mengatakan: dalam riwayat lain dikatakan, Andaikata kami menyusui Al-Harits bin
Syamir atau An-Nu'man bin al-Mundzir.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Syuaib meriwayatkan kepadaku dari ayahnya dari kakeknya, Abdullah bin
Amr, ia berkata: lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada utusan kabilah
Hawazin: "Manakah yang lebih kalian cintai; anak-anak dan para wanita, atau harta benda kalian?"
Utusan kabliah Hawazin berkata: "Wahai Rasulullah, engkau menyuruh kami memilih antara anak
keturunan dengan harta kami? Kembalikanlah para wanita dan anak-anak kami, sebab mereka lebih
kami cintai dari pada yang lain." Rasulullah bersabda kepada utusan kabilah Hawazin: "Jatahku dan
jatah Bani Abdul Muthalib menjadi milik kalian. sesudah aku mengerjakan shalat Zhuhur ber- sama
kaum Muslimin, maka berdirilah dan katakan: "Kami meminta pembelaan kepada Rasulullah dalam
menghadapi kaum Muslimin dan meminta pembelaan kaum Muslimin dalam menghadapi Rasulullah
dalam urusan wanita dan anak-anak kami.' Niscaya saat itu permintaan kalian akan aku kabulkan dan
aku akan meminta untuk kalian."
Seusai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunaikan shalat Zhuhur bersama kaum Muslimin,
utusan Hawazin itu berdiri dan berkata sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kaum Muhajirin
berkata: "Jatah kami menjadi milik Rasulullah." Kaum Anshar berkata: "Jatah kami juga menjadi milik
Rasulullah." Al-Aqra' bin Habis berkata: "Adapun jatahku dan jatah Bani Tamim tidak menjadi milik
Rasulullah." Uyainah bin Hishn berkata: "Jatahku dan jatah Bani Fazarah juga tidak menjadi milik
Rasulullah." Abbas bin Mirdas berkata: "Jatahku dan jatah Bani Sulaim tidak menjadi milik Rasulullah.”
Bani Sulaim berkata: "Oh, tidak demikian, jatah kami menjadi milik Rasulullah." Abbas bin Mirdas
berkata kepada Bani Sulaim: "Kalian telah melemahkan posisiku."
Rasulullah bersabda: "jika salah seorang dari kalian tetap mempertahankan haknya atas tawanan
ini, maka ia berhak atas enam bagian dari setiap tawanan; mulai dari tawanan yang pertama kali aku
dapatkan." Orang-orang pun menyerahkan para tawanan anak dan wanita kepada utusan kabilah
Hawazin.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Wajzah bin Yazid bin Ubaid As-Sa'di meriwayatkan kepadaku bahwa
Rasulullah memberi hadiah kepada Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu seorang budak wanita
bernama Raithah binti Hilal bin Hayyan bin Umairah bin Hilal bin Nashirah bin Qushaiyyah bin Nashr
bin Sa'ad bin Bakr, dan memberi Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu seorang seorang budak wanita
bernama Zainab binti Hayyan bin Amr bin Hayyan, serta memberi Umar bin Khaththab Radhiyallahu
Anhu seorang budak wanita yang lalu diberikan kepada putranya, Abdullah bin Umar.
Ibnu Ishaq berkata: Nafi' mantan budak Abdullah bin Umar meriwayatkan kepadaku dari Abdullah bin
Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: Aku pergi membawa budak wanita hadiah ini kepada
paman-pamanku dari jalur ibu di Bani Jumah, agar mereka mendandaninya untukku, sebab saat itu
aku hendak melakukan thawaf dan sesudahnya aku kembali kepada mereka. Aku ingin menggauli
budak wanita itu sesudah aku melaksanakan thawaf. Seusai thawaf, aku keluar dari Masjidil Haram dan
orang-orang berlarian. Aku bertanya kepada mereka: “Apa yang terjadi dengan kalian." Mereka
menjawab: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan para wanita dan anak-anak
kepada kami." Aku berkata: "Salah seorang budak wanita kalian kini berada di Bani Jumah, maka
pergilah kepada mereka dan ambillah dia." Mereka pun pergi ke Bani Jumah dan mengambil budak
wanita ini .
Ibnu Ishaq berkata: Adapun Uyainah bin Hishn, ia mengambil wanita tua dari kabilah Hawazin. Pada
saat mengambil wanita itu, Uyainah binti Hishn berkata: "Aku menyakiskan wanita ini sudah tua dan
aku berharap ia memiliki keluarga. Semoga uang tebusannya besar." Pada waktu Rasulullah Shallalahu
'alaihi wa Sallam mengembalikan para tawanan wanita dengan memberi ganti enam bagian kepada
orang yang berhak mendapatkannya, Uyainah bin Hishn menolak mengembalikan wanita tua itu. Lalu
Zuhair Abu Shurad berkata kepada Uyainah bin Hishn: "Ambillah wanita ini . Demi Allah,
mulutnya tidak lagi dingin, payudaranya sudah tidak lagi berisi, perutnya tidak lagi bisa mengandung,
suaminya sudah tidak sedih berpisah dengannya dan air susunya tidak banyak." Uyainah bin Hishn pun
mengembalikan wanita tua ini saat Zuhair Abu Shurad mengatakan itu kepadanya dan
mendapat ganti enam bagian.
Para ulama berpendapat bahwa Uyainah bin Hishn bertemu Al-Aqra' bin Habis dan mengadukan
masalah ini . Lalu Al-Aqra' bin Habis berkata kepada Uyainah bin Hishn: "Demi Allah, mengapa
engkau tidak mengambil wanita yang putih, muda belia, dan montok?."
Malik bin Auf An-Nashri Masuk Islam
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah bersabda kepada utusan suku Hawazin dan bertanya kepada mereka
mengenai keberadaan Malik bin Auf An-Nashri? Utusan suku Hawazin menjawab: "Malik bin Auf An-
Nashri sedang berada di Thaif." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sampaikan kepada
Malik bahwa jika ia masuk Islam, maka keluarga dan hartanya akan aku kembalikan kepadanya,
bahkan aku hadiahi seratus unta." Berita itu disampaikan kepada Malik bin Auf, lalu ia keluar
dari Thaif bermaksud menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Malik bin Auf An-Nashri
khawatir kalau orang-orang Tsaqif mengetahui tawaran Rasulullah untuknya, sebab jika diketahui,
mereka pasti menahannya. Oleh sebab itulah, ia keluar dari Thaif pada malam hari. Ia menaiki kudanya
lalu memacunya sekencang-kencangnya hingga tiba di tempat untanya yang disiapkan. Lalu ia menaiki
unta ini mengejar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan bertemu beliau di Ji'ranah atau
Makkah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan keluarga dan hartanya kepadanya,
serta memberinya seratus unta. Ia memeluk Islam dan keislamannya baik. Malik bin Auf An-Nashri
berkata tatkala masuk Islam:
Tak pernah aku mendapati manusia seperti Muhammad di seluruh dunia
Menepati janji dan ringan memberi jika di minta
Kapan saja kau minta, ia jelaskan padamu apa yang terjadi di besok hari
Jika satu pasukan tempur telah memperlihatkan senjata pembunuhnya
Dengan tombak dan tebasan seluruh pedang India
Beliau laksana singa terhadap anak-anak singa
Di tengah debu yang menderu dan bagaikan singa yang sedang mengintai
Rasulullah menunjuk Malik bin Auf An-Nashri sebagai komandan membawahi orang-orang dari
kaumnya yang telah memeluk Islam. Suku-suku dari kaumnya yang memeluk Islam ialah Tsumalah,
Salamah, dan Fahm. Bersama suku-suku inilah, Malik bin Auf An-Nashri memerangi orang-orang
Tsaqif.
Pembagian Fa'i Suku Hawazin
Ibnu Ishaq berkata: Usai mengembalikan para tawanan Perang Hunain kepada keluarganya, Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam naik kendaraannya dan diikuti kaum muslimin, sambil yang berkata:
"Wahai Rasulullah, bagikan fa'i unta dan kambing kepada kami. Mereka terus mendesak Rasulullah
hingga beliau bersabda: "Wahai manusia, demi Allah! Seandainya hewan ternak sebanyak pohon-
pohon di Tihamah itu yaitu hak kalian, aku pasti membagi-bagikannya, sebab aku bukanlah orang
bakhil, pengecut dan pendusta." Sesaat sesudah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di
samping unta, mengambil bulunya yang paling halus, dan mengangkatnya seraya bersabda: "Wahai
manusia, demi Allah, fa'i kalian tidak halal bagiku dan tidak pula atas harta sebesar bulu ini melainkan
seperlimanya saja dan seperlimanya dibagi-bagikan kepada kalian. Oleh sebab itu, kembalikan
benang dan jarum, sebab Sebetulnya ghulul (mengambil sendiri harta rampasan perang sebelum
dibagi) yaitu aib, dan noda buruk di Hari Kiamat."
Seorang laki-laki Anshar datang dengan membawa gulungan benang dari rambut dan berkata: "Wahai
Rasulullah, aku mengambil gulungan benang dari rambut ini dan memanfaatkannya sebagai alas
pelana kendaraanku yang telah rusak." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika ini
bagianku dari rampasan perang maka kau tetap bisa saja menyimpannya bersamamu." Orang dari
kaum Anshar ini berkata: "Kalau hanya ini, aku tidak membutuhkannya." Orang ini pun
lalu membuangnya.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah membagikan jatah kepada para muallaf, khususnya para tokoh
terpandang setiap kaum yang diharapkan dapat menaklukkan dan meluluhkan hati kaum mereka.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menganugrahi Abu Sufyan bin Harb seratus unta, Muawiyah
bin Abu Sufyan bin Harb sebanyak seratus unta, Hakim bin Hizam sebanyak seratus unta. Al-Harits bin
Al-Harits bin Kaldah saudara Bani Abdduddar seratus unta.
Ibnu Hisyam berkata: la yaitu Nushair bin Al-Harits bin Kaladah, Suhail bin Amr seratus unta,
Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais seratus unta, Al-Ala' bin Jariyah Ats-Tsaqafi sekutu Bani Zuhrah
seratus unta, Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr seratus unta, Al-Aqra' bin Habis At-Tamimi
seratus unta, Malik bin Auf An-Nashri seratus unta, dan Shafwan bin Umayyah seratus unta. Semua
mendapatkan seratus unta.
Selain itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga memberi sejumlah orang-orang Quraisy unta di
bawah jumlah seratus ekor. Mereka yaitu Makhramah bin Naufal Az-Zuhri, Umair bin Wahb Al-
Jumahi, dan Hisyam bin Amr saudara Bani Amir bin Luay.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menghadiahi Sa'id bin Yarbu' bin Ankatsah bin Amir bin
Makhzum lima puluh unta, As-Sahmi -Ibnu Hisyam berkata: nama aslinya Adi bin Qais- lima puluh
unta. Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang ulama yang tidak aku ragukan kejujurannya bercerita
kepadaku dalam sanadnyz. dari Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membaiat orang-
orang Quraisy dan yang lain. lalu pada Perang Ji'ranah beliau membagi jatah kepada mereka
dari ghanimah Perang Hunain.
Dari Bani Umayyah bin Abdu Syams, mereka yaitu : Abu Sufyan bin Harb bin Umaiyah, Thaliq bin
Sufyan bin Umayyah, Khalid bin Usaid bin Abu Al-Ish bin Umayyah.
Dari Bani Abduddar bin Qushai mereka yaitu : Syaibah bin Utsman bin Abu Thalhah bin Abdul Uzza
bin Utsman bin Abduddar, Abu As-Sanabil bin Ba'kak bin Al-Harits bin Umailah bin As-Sabbaq bin
Abduddar, Ikrimah bin Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar.
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah, mereka yaitu : Zuhair bin Abu Umaiyah bin Al-Mughirah, Al-Harits
bin Hisyam bin Al-Mughirah, Khalid bin Hisyam bin Al-Mughirah, Hisyam bin Al-Walid bin Al-Mughirah,
Sufyan bin Abdul Asad bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, As-Saib bin Abu As-Saib bin Aidz bin
Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Dari Bani Adi bin Ka'ab, mereka yaitu : Muthi' bin Al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah, Abu Jahm bin
Hudzaifah bin Ghanim.
Dari Bani Jumah bin Amr, mereka yaitu : Shafwan bin Umaiyah bin Khalaf, Uhaihah bin Umaiyah bin
Khalaf, Umair bin Wahb bin Khalaf.
Dari Bani Sahm ialah Adi bin Qais bin Hudzafah.
Dari Bani Amir bin Luay, mereka yaitu : Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd,
Hisyam bin Amr bin Rabi'ah bin Al-Harits bin Hubaib.
Orang-orang dari suku selain Quraisy yang memperoleh ghanimah (harta rampasan) Perang Hunain,
mereka yaitu sebagai berikut:
Dari Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah ialah Naufal bin Muawiyah bin Urwah bin Shakhr bin Razn
bin Ya'mar bin Nufatsah bin Adi bin Ad-Dail.
Dari Bani Qais lalu dari Bani Amir bin Shasha'ah lalu dari Bani Kilab bin Rabi'ah bin Amir
bin Shasha'ah: Alqamah bin Ulatsah bin Auf bin Al-Ahwash bin Ja'far bin Kilab, Labid bin Rabi'ah bin
Malik bin Ja'far bin Kilab.
Dari Bani Amir bin Rabi'ah: Khalid bin Haudzah bin Rabi'ah bin Amr bin Amir bin Rabi'ah bin Amir bin
Shasha'ah, Harmalah bin Haudzah bin Rabi'ah bin Amr.
Dari Bani Nashr bin Muawiyah yaitu Malik bin Auf bin Sa'id bin Yarbu'. Dari Bani Sulaim bin Manshur
yaitu Abbas bin Mirdas bin Abu Amir, dari Bani Al-Harts bin Buhtsah bin Sulaim.
Dari Bani Ghathafan lalu dari Bani Fazarah ialah Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr.
Dari Bani Tamim lalu Bani Handzalah ialah Al-Aqra' bin Habis bin Iqal dari Bani Mujasyi.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harts At-Tamimi bercerita kepadaku bahwa
seseorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, kenapa
engkau memberi Uyainah bin Hishn dan Al-Aqra' bin Habis masing-masing seratus unta, Ju'ail bin
Suraqah Adh-Dhamri tidak diberi sedikitpun?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi
Allah, asal kau tahu saja Juail bin Suraqah itu yaitu manusia terbaik. Hanya saja aku memberi
Uyainah bin Hishn dan Al-Aqra' bin Habis berharap agar hati keduanya luluh sehingga masuk Islam."
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ubaidah bin Muhammad bin Ammar bin Yasir bercerita kepadaku dari
Miqsam Abu Al-Qasim mantan budak Abdullah bin Al-Harits bin Naufal, ia bercerita: Aku bersama Talid
bin Kilab Al-Laitsi bertanya kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash: "Apakah engkau menyaksikan
langsung saat At-Tamimi mengkritik Rasulullah di Perang Hunain?" Abdullah bin Amr bin Al-Ash
berkata: "Ya, Dzu Al-Khuwaishirah yang berasal dari Bani Tamim mendatangi Rasulullah saat beliau
membagi-bagi rampasan perang kepada manusia. Dzu Al-Khuwaishirah berkata: "Wahai Muhammad,
aku sudah melihat sendiri apa yang engkau perbuat pada hari ini." Rasulullah bersabda: "Lalu
bagaimana pendapatmu?" Dzu AI-