Khuwaishirah berkata: "Menurutku apa yang kau lakukan ini tidak
adil." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam marah lalu bersabda: "Parah sekali kau ini, jika aku
saja dianggap tidak adil lalu siapa lagikah yang bisa berbuat adil?" Umar bin Khaththab berkata:
"Wahai Rasulullah, izinkan aku menghabisi orang ini." Rasulullah bersabda: "Jangan. Abaikan saja ia
sebab nanti ia akan pengikut yang ahli dalam agama, namun sayangnya mereka keluar dari agama,
seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Ia terlihat di pedang, namun tak ada apapun di dalamnya.
Ia terlihat di panah, tidak ada apapun di dalamnya. Ia terlihat di belahan ujung anak panah,
ternyata tetap sama, tak ada apa-apa juga. Kotoran dan darah telah lebih dahulu berlalu."198
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ali bin Al-Husain Abu Ja'far bercerita kepadaku seperti cerita Abu
Ubaidah di atas dan ia menamakan orang yang bersangkutan Dzu Al-Khuwaishirah.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Naji menceritakan kisah yang sama kepadaku dari ayahnya.
Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah bercerita kepadaku, Ibnu Ishaq bercerita kepadaku, Ashim
bin Umar bin Qatadah bercerita kepadaku dari Mahmud bin Labid dari Abu Sa id Al-Khudri
Radhiyallahu Anhu yang berkata: Pada saat Rasulullah membagi-bagi rampasan perang kepada orang-
orang Quraisy, suku-suku Arab, dan tidak memberi sedikit pun kepada kaum Anshar, maka kaum
Anshar bersedih hati dan merasa tidak diang- gap sama sekali sampai-sampai Sa'ad bin Ubadah
menemui Rasulullah dan menyampaikan keberatan mereka. Rasulullah lalu menyuruh Sa'ad bin
Ubadah mengumpulkan kaum Anshar di tempat penginapan unta. Tatkala kaum Anshar telah
berkumpul, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka: "Wahai seluruh kaum
Anshar, keluhan kalian telah aku terima? Apa kalian tidak puas dengan yang kulakukan? Bukankah aku
datang kepada kalian yang dulu tersesat sesudah itu Allah memberi petunjuk pada kalian, yang dulunya
miskin sesudah itu Allah mengkayakan kalian, dan yang dulunya bermusuhan sesudah itu Allah
menyatukan hati kalian?" Kaum Anshar menjawab: "Benar. Allah dan Rasul-Nya yang lebih utama."
Rasulullah melanjutkan sabdanya: "Mengapa kalian diam saja dan tidak menanggapi ucapanku, hai
kaum Anshar?" Kaum Anshar berkata: "Apa yang harus kami tanggapi, wahai Rasulullah? Karunia dan
keutamaan hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda lagi:
"Demi Allah, jika kalian mau, kalian pasti berbicara, kalian berkata benar, dan dibenarkan. Kalian akan
mengatakan, begitu pun denganmu, datang kepada kami saat kau didustakan lalu kami
membenarkanmu, engkau terlantar lalu kami menolongmu, engkau terusir lalu kami
menyambutmu dan menerimamu di tengah kami, dan engkau miskin lalu kami
mengkayakanmu. Hai kaum Anshar, secuil dunia inikah yang kalian persoalkan, padahal itu hanya
untuk meluluhkan hati mereka agar masuk Islam, sedang aku menyerahkan kalian kepada keislaman
kalian? Hai kaum Anshar, apa kalian tidak bahagia sekiranya orang-orang itu pulang membawa
kambing-kambing dan unta-unta, sedang kalian pulang membawa Rasulullah ke tempat kalian? Demi
Dzat yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, kalaulah tidak sebab peristiwa hijrah, pastilah aku
menjadi salah seorang dari kaum Anshar. Jika manusia dan kaum Anshar melewati dua jalan berbeda,
aku pasti berjalan di jalan yang dilewati kaum Anshar. Ya Allah, sayangilah dan kasihilah kaum Anshar,
anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar." Kaum Anshar pun luluh, air mata mereka
berderai hingga jenggot mereka basah sebab nya. Mereka berkata: "Kami sangat bahagia Rasulullah-
menjadi bagian kami." sesudah itu, Rasulullah pergi dan kaum Anshar pun berpencar.199
Umrah Rasulullah dari Ji'ranah dan Penunjukan Attab bin Usaid Sebagai Wakilnya di Mekkah
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah meninggalkan Ji'ranah menuju Makkah untuk berumrah dan
memerintahkan sisa-sisa fa'i untuk disimpan di Majannah, salah satu daerah di Marr Adh-Dhahran.
Sesudah berumrah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang ke Madinah dan menunjuk Attab
bin Usaid sebagai wakil beliau di Makkah, dan menunjuk Muadz bin Jabal di Makkah untuk
mengajarkan perkara-perkara agama dan Al-Qur'an kepada kaum Muslimin. Rasulullah kembali ke
Madinah dengan membawa sisa-sisa fa'i.
Ibnu Hisyam berkata: Diberitakan kepadaku dari Zaid bin Aslam bahwa ia berkata: Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengamanahi Attab bin Usaid sebagai pejabat beliau di Makkah, beliau
mengupahnya satu dirham per hari. Attab bin Usaid berdiri dan berkhutbah kepada manusia: "Hai
manusia, kenapa kalian mengeluh kelaparan dengan dengan uang satu dirham. Sungguh Rasulullah
mengupahku satu dirham per hari. Bahkan dengan jumlah ini , aku sudah tidak lagi
membutuhkan siapa pun."
Ibnu Ishaq berkata: Umrah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di atas terjadipada bulan
Dzulqa'dah. Rasulullah kembali pulang ke Madinah pada akhir bulan Dzulqadah atau di awal bulan
Dzulhijjah.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di Madinah pada tanggal dua
puluh empat bulan Dzulqa'dah seperti dikatakan Abu Amr Al-Madani.
Ibnu Ishaq berkata: Pada tahun itu, orang-orang Arab menunaikan ibadah haji sebagaimana biasanya.
Pada tahun itu juga, Attab bin Usaid menunaikan ibadah haji bersama kaum Muslimin pada tahun
kedelapan hijriyah. Pada tahun itu juga, orang-orang Thaif masih belum bisa meninggalkan
kemusyrikan mereka antara bulan Dzulqa'dah sejak Rasulullah pulang ke Madinah hingga bulan
Ramadhan tahun ke sembilan Hijriyah.
Perang Tabuk Bulan Rajab Tahun Kesembilan Hijriyah
Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai bercerita kepadaku
dari Muhammad bin Ishaq Al-Muthalibi yang berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal
di Madinah antara bulan Dzulhijjah hingga Rajab, dalam rentang waktu ini beliau menyiapkan
pasukan perang kaum muslimin untuk menyerbu Romawi.
Ibnu Hisyam berkata: Az-Zuhri, Yazid bin Ruman, Abdullah bin Abu Bakr, Ashim bin Umar bin Qatadah,
dan ulama-ulama kami lainnya, semuanya bercerita kepadaku. Mereka berkata: Saat akan terjadinya
Perang Tabuk kaum Muslimin mengalami masa-masa sulit, cuaca panas membakar, sedang musim
panas, buah-buahan mulai ranum, orang-orang lebih menyukai berada di buah-buahan mereka dan
tempat tempat bernaung mereka, serta tidak suka berangkat dalam kondisi seperti itu sebab
perjalanannya sangat jauh dan banyaknya musuh yang ingin beliau tuju. Dan pada saat beliau tengah
bersiap-siap untuk perang, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Al-Jadd bin Qais,
salah seorang dari Bani Salamah: "Hai Al-Jadd, apa kau akan ikut memerangi orang-orang berkulit
pucat (bangsa Romawi)?" Al-Jadd bin Qais berkata: "Wahai Rasulullah, berilah aku izin untuk tidak ikut
dan janganlah engkau libatkan aku ke dalam fitnah wanita, sebab aku yaitu laki-laki yang lebih
gampang tertarik kepada perempuan daripada aku. Oleh sebab itu, aku khawatir jika aku melihat
wanita-wanita berkulit pucat, aku tidak mampu sabar. Rasulullah memalingkan muka dari Al-Jadd bin
Qais dan bersabda: "Aku memberimu izin." Tentang Al-Jadd bin Qais ini, turunlah wahyu Allah:
Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah
kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke
dalam fitnah. Dan Sebetulnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orangyang kafir. (QS. at-
Taubah: 49). Maksudnya yaitu seandainya saja Al-Jadd bin Qais benar-benar kuatir tergoda wanita-
wanita Romawi, dan mengharapkan itu tidak akan terjadi padanya. Harusnya fitnah yang ia telah jatuh
ke dalamnya itu, yaitu tidak ikut berangkat perang bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
dan lebih mencintai dirinya daripada diri beliau lebih ia khawatirkan lagi sebab fitnah itu lebih besar
dari wanita. Oleh sebab itulah, Allah Taala berfirman: Sebetulnya Jahannam benar-benar ada di
belakangnya.
Orang-orang Munafik
Orang-orang munafik saling berkata-kata: "Musim panas terik seperti ini sebaiknya kita tetap di sini
saja dan tidak ikut berangkat." sesudah itu Allah Tabaraka wa Taala menurunkan ayat tentang mereka:
Orang-orangyang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka
di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini."
Katakanlah: "Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas (nya)",jika mereka mengetahui. Maka
hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu
mereka kerjakan. (QS. at-Taubah: 81-82).
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku percaya bercerita kepadaku dari seseorang yang berkata
kepadanya dari Muhammad bin Thalhah bin Abdurrahman dari Ishaq bin Ibrahim bin Abdullah bin
Haritsah dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: Orang-orang munafik berkumpul di rumah Suwailim
seorang Yahudi yang terletak di Jasum. Orang-orang munafik mengompori manusia agar mereka tidak
berangkat bersama Rasulullah di Perang Tabuk. Mengetahui kondisi itu Rasulullah lalu mengutus
Thalhah bin Ubaidillah beserta sejumlah sahabat dan memerintahkan mereka membakar rumah
Suwailim. Thalhah bin Ubaidillah dan anak buahnya melaksanakan perintah Rasulullah. Adh-Dhahhak
bin Khalifah meloncat dari atas rumah Suwailim hingga kakinya patah dan sahabat-sahabatnya
menyerbu, sementara mereka melarikan diri.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah tetap bergairah untuk berangkat, memerintahkan manusia bersiap-siap
dan menyeru orang-orang kaya supaya berinfak dan membiayai jihad di menyumbang dalam jumlah
yang banyak sekali.
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku percayai bercerita kepadaku bahwa Utsman bin Affan
Radhiyallahu Anhu berinfak sebanyak seribu dinar untuk membantu para tentara yang mengalami
kesulitan (Jaisy al-'usrah) di Perang Tabuk. Rasulullah bersabda: "Ya Allah, ridhailah Utsman,
sebagaimana aku ridha padanya."
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah telah menentukan waktu pemberangkatan. Namun di lain pihak,
beberapa orang dari para sahabat kurang mempersiapkan diri dengan baik hingga mereka tertinggal
dari beliau bukan sebab mereka munafik, di antara mereka yaitu Ka'ab bin Malik bin Abu Ka'ab
saudara Bani Salamah, Murarah bin Rabi' saudara Bani Amr bin Auf, Hilal bin Umayyah saudara Bani
Waqif, dan Abu Khaitsamah saudara Bani Salim bin Auf. Mereka yaitu orang-orang jujur dan dengan
keislaman yang meyakinkan. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat, beliau
membuat tenda di Tsaniyyatul Wada'.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah menunjuk Muhammad bin Maslamah Al-Anshari sebagai wakil beliau
di Madinah. Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi berkata dari ayahnya dari Rasulullah bahwa
tatkala beliau berangkat ke Tabuk, beliau menunjuk Siba' bin Urfuthah sebagai wakil sementara beliau
di Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Ubay bin Salul memancangkan tendanya menyendiri di bawah
Rasulullah menghadap ke Gunung Dzubab. Para ulama berkata bahwa tenda Abdullah bin Ubay bin
Salul bukan kemah yang kecil. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meneruskan perjalanan,
Abdullah bin Ubay bin Salul bersama orang-orang munafik dan orang-orang yang hati mereka diliputi
keraguan tidak ikut berangkat bersama Sang Nabi.
Kondisi Ali Pada Perang Tabuk
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah mempercayakan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu untuk menjaga
keluarga beliau dan tak disangka hal ini dijadikan isu panas oleh orang-orang munafik. Tak tinggal
diam, Ali bin Abu Thalib mengambil senjata dan cepat-cepat berangkat hingga berhasil menyusul
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang tatkala itu berhenti di Al-Jurf. Ali bin Abu Thalib berkata:
"Wahai Nabi Allah, orang-orang munafik menebarkan isu bahwa engkau meninggalkanku di Madinah
sebab aku dianggap memberatkanmu dan agar engkau menjadi ringan tanpa aku." Rasulullah
bersabda: "Mereka dusta. Aku meninggalkanmu di Madinah untuk menjaga keluargaku, oleh sebab
itu, pulanglah dan jagalah keluargaku dan keluargamu. Wahai Ali, apakah engkau tidak rela jika
kedudukanmu di sisiku itu bagaikan kedudukan Nabi Harun di sisi Nabi Musa? Namun tidak ada nabi
sesudah ku."200 Ali bin Abu Thalib pun kembali ke Madinah, sementara Rasulullah melanjutkan
perjalanan.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukanah bercerita kepadaku dari Ibrahim
bin Sa'ad bin Abu Waqqash dari ayahnya, Sa'ad bin Abu Waqqash, bahwa ia mendengar Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda demikian sebagaimana disebutkan di atas kepada Ali bin Abu
Thalib Radhiyallahu Anhu.
Nabi dan Kaum Muslimin di Hijr
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah Shal- lalahu 'alaihi wa Sallam berjalan menyusuri Al-Hijr, beliau
beristirahat di sana dan para sahabat mengambil air dari sumurnya. Para sahabat mentaati perintah
Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam ini , kecuali dua orang dari Bani Saidah. Salah seorang dari
mereka berdua keluar untuk buang hajat, sedang yang satu lagi keluar mencari untanya. Orang yang
keluar untuk buang hajat tercekik di tempat buang hajatnya. Sementara temannya yang mencari
untanya, terbawa angin hingga terlempar di dua gunung Thayyi'. Peristiwa ini dilaporkan kepada
Rasulullah lalu beliau mendoakan orang yang tercekik di tempat buang hajat lalu ia
sembuh. Adapun orang satunya terlempar angin di dua gunung Thayyi', orang-orang Thayyi'
menyerahkannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tatkala beliau kembali ke Madinah.
Ibnu Hisyam berkata: Disampaikan kepadaku dari Az-Zuhri yang berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu
'alaihi wa Sallam berjalan menyusuri Al-Hijr sembari bersabda: "Rumah orang-orang yang berbuat
zalim tidak boleh kalian masuki, kecuali kalian dalam keadaan menangis sebab khawatir tertimpa
musibah seperti yang mereka alami."201
Ibnu Ishaq berkata: Keesokan harinya, kaum Muslimin mencari-cari air namun mereka tidak
menemukannya, lalu hal ini dilaporkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang
lalu berdoa. Tak lama berselang, Allah mengirim awan yang menurunkan air hujan hingga kaum
Muslimin tidak lagi kehausan dan bisa membawa perbekalan air sesuai kebutuhan mereka.
Abu Dzar al-Ghifari
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah lalu melanjutkan perjalanannya. Namun tak disangka salah seorang
sahabatnya, yaitu Abu Dzar tertinggal sebab untanya berjalan lamban. Abu Dzar mencela untanya
yang berjalan seperti siput. sebab untanya tetap berjalan lamban, Abu Dzar lalu meninggalkannya
lalu mengejar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Di saat yang sama, Rasulullah berhenti di salah
satu jalan, tiba-tiba salah seorang dari kaum Muslimin melihat bayangan hitam lalu ia berkata:
"Wahai Rasulullah, ada orang berjalan kaki sendirian." Rasulullah bersabda: "Dialah Abu Dzar." Tatkala
orang-orang melihatnya, mereka berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah, betul sekali dia itu Abu
Dzar." Rasulullah bersabda: "Semoga Allah merahmati Abu Dzar yang berjalan sendirian, meninggal
sendirian, dan dibangkitkan di hari kiamat sendirian."
Ibnu Ishaq berkata: Buraidah bin Sufyan Al-Aslami bercerita kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab Al-
Quradhi dari Abdullah bin Mas'ud yang berkata: Tatkala Utsman bin Affan mengisolir Abu Dzar ke Ar-
Rabadzah dan ia menemui takdirnya, ia hanya bersama dengan istri dan budaknya.
Ibnu Ishaq berkata: Di tengah perjalanan menuju Tabuk Rasulullah dibuntuti beberapa orang munafik,
seperti Wadi'ah bin Tsabit saudara Bani Amr bin Auf dan salah seorang dari Asyja sekutu Bani Salamah
yang bernama Mukhasysyin bin Humayyir. Mereka mengeluarkan ucapan yang menakut-nakuti dan
menggoyahkan sikap kaum Muslimin. Rasulullah mendengar hal ini dan marah kepada mereka,
lalu mereka mendatangi Rasulullah guna meminta maaf kepada beliau. Wadi'ah bin Tsabit
berkata dengan memegang tali kekang unta Rasulullah yang saat berada di atas unta: "Wahai
Rasulullah, kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja." sesudah itu Allah menurunkan firman-
Nya:
Danjika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan
menjawab: "Sebetulnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah:
"Apakah dengan Allah, ayat- ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (QS. at-Taubah: 65)
Di antara orang yang dimaafkan di ayat tadi ialah Mukhasysyin bin Humayyir yang merubah namanya
menjadi Abdurrahman. Ia memohon kepada Allah agar dirinya gugur sebagai syahid yang tempat
syahidnya tidak diketahui manusia. lalu ia gugur di Perang Yamamah tanpa diketahui tempat
syahidnya.
Surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Pada Johannes
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah tiba di Tabuk, beliau didatangi Johannes bin Ru'bah, penguasa
Aylah, yang lalu berdamai dengan beliau dan dia bersedia membayar jizyah. Begitupula dengan
warga Jarba' dan Adzruh yang lalu membayar jizyah pula. Rasulullah menulis surat
perjanjian untuk mereka dan sampai sekarang surat perjanjian ini masih berada di tangan
mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menulis surat perjanjian untuk Johannes bin Ru'bah
seperti berikut:
Bismillahirrahmanirrahim. Ini yaitu jaminan keamanan dari Allah dan Muhammad, Nabi dan
Rasulullah, untuk Johannes bin Ru'bah dan warga Aylah yang mencakup kapal-kapal dan
kendaraan-kendaraan bisnis mereka di darat dan laut. Mereka berhak mendapatkan jaminan Allah
dan jaminan Muhammad, termasuk warga Syam, Yaman, dan Al-Bahr. Barangsiapa di antara
mereka membangkang dan membuat ulah, harta tidak terlindungi lagi dan menjadi halal bagi siapa
saja di antara manusia yang menemukannya. Orang-orang selain mereka pun berhak mendatangi
mata air dan berjalan di salah satu jalan yang mereka inginkan; di daratan maupun di lautan.
Penawanan Ukaidir dan Perdamaian Dengannya
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah memanggil Khalid bin Walid untuk menaklukan Ukaidir Dawmah bin
Abdul Malik. Ia yaitu Raja Kristen yang berasal dari Kindah. lalu Khalid bin Walid datang
membawa Ukaidir Dawmah kepada RasululhhShallalahu 'alaihi wa Sallam. Ia pun berdamai dan mau
membayar jizyah, sesudah itu ia dibebaskan. Ukaidir Dawmah lalu pulang kepada kerabatnya.
Ulah Kaum Munafik
Ibnu Ishaq berkata: Di tengah perjalanan pulang dari Tabuk, beliau melewati air yang keluar dari sela-
sela batu di Lembah Al-Musyaqqaq dimana air ini hanya cukup untuk satu, dua, atau tiga orang
saja. Rasulullah bersabda: "Bila ada di antara kalian yang sampai ke sana lebih awal, maka janganlah
ia mengambil sedikit pun airnya hingga kita tiba di sana." Ternyata orang-orang munafik diam-diam
bergerak lebih awal menuju ke sana lalu mereka mengambil seluruh air yang berada di tempat
ini . Tatkala Rasulullah tiba di tempat ini , beliau tidak melihat air ini . Rasulullah
bersabda: "Siapa yang pertama kali tiba di sini dan mengambil air ini dari kami?" Diberitahukan kepada
beliau: "Wahai Rasulullah, yang pertama kali tiba di air ini yaitu si fulan dan si fulan." Rasulullah
mengutuk mereka dan mendoakan keburukan untuk mereka. sesudah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi
wa Sallam menyentuh air ini dengan tangannya, dan berdoa dengan doa tertentu, tiba-tiba
terdengar suara gemuruh dari air ini dan suara ini didengar semua orang yang
mendengarnya, lalu mereka meminum air ini .
Masjid Dhirar Sepulangnya Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam dari Perang Tabuk
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersiap-siap untuk berangkat ke
Tabuk, para pemilik masjid Dhirar datang menemui beliau dan meminta doa restu beliau. Tatkala
Rasulullah berhenti di Dzu Awan, beliau mendapat kabar tentang masjid ini , lalu beliau
memanggil Malik bin Ad-Dukhsyum saudara Bani Salim bin Auf dan Ma'na bin Adi atau saudaranya
yang bernama Ashim bin Adi untuk menghancurkan dan membakar masjid ini . Mereka berdua
membakar dan meruntuhkan masjid itu hingga para penghuninya lari tunggang-langgang sehingga
turunlah ayat:
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan
kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-
orang mukmin (QS. at-Taubah: 107), hingga akhir kisah.
Orang-orang yang membangun masjid Dhirar ada dua belas orang. Nama-nama mereka yaitu
sebagai berikut:
Khidam bin Khalid dari Bani Zaid, salah seorang warga Bani Amr bin Auf. Dari perkampungannya,
masjid Asy-Syaqqaq dibangun, Tsa'labah bin Hathib dari Bani Umaiyah bin Zaid, Muattib bin Qusyair
dari Bani Dzubai'ah bin Zaid, Abu Habibah bin Al-Az'ur dari Bani Dzubai'ah bin Zaid, Abbad bin Hunaif
saudara Sahl bin Hunaif dari Bani Amr bin Auf, Jariyah bin Amir, dan kedua anaknya Mujammi' bin
Jariyah dan Zaid bin Jariyah, Nabtal bin Al-Harits dari Bani Dhubai'ah bin Zaid, Bahzaj dari Bani
Dhubai'ah bin Zaid, Bijad bin Utsman dari Bani Dhubai'ah bin Zaid. dan Wadi'ah bin Tsabit dari Bani
Umaiyah bin Zaid yang merupakan warga Abu Lubabah bin Al-Mundzir.
Ibnu Ishaq berkata: Masjid-masjid Rasu- lullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di antara Madinah dengan
Tabuk yaitu sebagai berikut: Masjid di Tabuk, Masjid di Tsaniyyah Midran, Masjid di Dzatu Az-Zirab,
Masjid di Al-Akhdhar, Masjid di Dzatu Al-Khith- mi, Masjid di Ala', Masjid di Tharf Al-Batra', Masjid di
jalan menuju Tara, Masjid di Dzi Al-Jifah, Masjid di Shadr Haudha, Masjid di Al-Hijr, Masjid di Al-Wadi
yang sekarang dikenal dengan nama Wadi Al-Qura, Masjid di Ar-Ruq'ah dari arah Bani Udzrah, Masjid
di Dzu Al-Marwah, Masjid di Al-Faifa', Masjid di Dzu Khusyub.
Tentang Tiga Sahabat yang Tidak Ikut Berangkat ke Tabuk dan Orang-orang yang Diizinkan untuk
Tidak Ikut Berangkat
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang yang tidak berangkat bersama beliau ke Tabuk terdiri atas sejumlah
orang munafik dan tiga orang dari kaum Muslimin yang lurus hatinya namun dihalangi oleh udzur.
Ketiga orang ini yaitu Ka'ab bin Malik, Murarah bin Ar-Rabi', dan Hilal bin Umayyah. Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabat: "Janganlah kalian sekali-kali berbicara
dengan salah seorang dari ketiga orang ini ." Orang-orang munafik yang tidak ikut berangkat ke
Tabuk datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu bersumpah kepada beliau,
meminta ijin dan maaf, dan beliau memaafkan mereka. Namun Allah dan Rasul-Nya sebenarnya tidak
memberi maaf kepada mereka. lalu para sahabat mengucilkan ketiga sahabat dari kaum
Muslimin."202 Namun sesudah itu Allah menerima taubat mereka sebab penangguhan taubat mereka
hanya untuk melihat ketulusan mereka dibanding orang-orang munafik yang suka bersandiwara.
Hadis Ka'ab bin Malik, ia bercerita, aku belum pernah tertinggal dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam dalam peperangan apapun yang beliau lakukan, kecuali dalam perang Tabuk. Memang aku
tertinggal dalam perang Badar. namun tidak seorang pun dicela lantaran tidak ikut perang Badar
ini . Sebab, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersama kaum muslimin keluar pada waktu
itu hanyalah bermaksud menghadang kafilah dagang milik kaum Quraisy, lalu tanpa terduga Allah
mempertemukan mereka dengan musuh. Sungguh, aku pernah mengikuti pertemuan bersama
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada malam hari di dekat Jumrah Aqabah, saat kami
mengokohkan janji memeluk agama Islam. Tidak lah aku merasa lebih senang seandainya aku bisa
mengikuti perang Badar, meskipun tidak mengikuti bai'at di Jumrah Aqabah, walaupun perang Badar
disebut-sebut dikalangan manusia itu lebih utama daripada bai'at Jumrah Aqabah. Di antara ceritaku
pada waktu tertinggal dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam pertempuran Tabuk, yaitu
sebagai berikut, "Aku sama sekali tidak pernah merasa lebih kuat dan lebih mudah (mencari
perlengkapan perang), daripada saat aku tertinggal dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
dalam perang Tabuk ini . Demi Allah, sebelumnya aku tidak dapat mengumpulkan dua kendaraan
sekaligus. Namun pada waktu perang Tabuk itu, kalau mau aku bisa melakukannya. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam berangkat ke pertempuran Tabuk pada hari yang sangat panas dan
menempuh perjalanan yang cukup jauh dan sulit. Musuh yang akan dihadapi berjumlah sangat besar.
sebab itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam merasa perlu menjelaskan kepada kaum muslimin
tentang kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi, agar mereka membuat persiapan-persiapan yang
cukup. Beliau menjelaskan tentang tujuan mereka. Pada saat itu kaum muslimin yang ikut berangkat
bersama beliau berjumlah cukup banyak. namun nama-nama mereka tidak tercatat dalam sebuah
buku. Sedikit sekali kaum laki-laki yang ingin absen. Orang yang absen mengira kalau Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam tidak akan mengetahuinya, selama wahyu Allah Ta'ala mengenai hal itu
tidak turun. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berangkat ke pertempuran Tabuk bertepatan
dengan masa buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan kelihatan bagus. sebab itu, hatiku lebih condong
kesana. saat beliau dan kaum muslimin yang hendak berangkat bersama beliau sedang
mempersiapkan segala sesuatunya, aku pun bergegas keluar guna mempersiapkan diri bersama
mereka. Namun lalu aku kembali tanpa menghasilkan apa-apa. Padahal dalam hati aku berkata,
"Aku mampu mengadakan perlengkapan, kalau aku benar-benar mau." Yang demikian terus
berlangsung, sampai lalu kesibukan kaum muslimin semakin memuncak dan akhirnya pagi-pagi
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beserta kaum muslimin berangkat. Sementara aku belum
mengadakan persiapan sedikit pun. Lalu aku keluar (untuk mencari perlengkapan), namun aku kembali
dengan tangan hampa. Begitulah, aku terus menunda-nunda, sehingga kaum muslimim sudah
bertambah jauh dan pertempuran menjadi semakin dekat. lalu aku bertekad hendak berangkat
menyusul kaum muslimin. Namun ternyata takdir menentukan lain bagi diriku. Akibatnya, jika aku
keluar bergaul dengan masyarakat sesudah keberangkatan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, aku
merasa sedih. Soalnya aku melihat diriku tidak lebih hanyalah seorang lelaki yang bisa disebut
munafik, atau orang yang diberi keringanan oleh Allah sebab dianggap lemah. Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam tidak pernah menyebut-nyebutku sampai beliau tiba di Tabuk. Dan saat tiba di
Tabuk, barulah beliau bertanya, "Apa sebenarnya yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang
sahabat dari Bani Salamah menjawab, "Wahai Rasulullah, ia terhalang oleh selendangnya dan sedang
asyik memandang kedua pinggangnya." Mu'adz bin Jabal membentak orang itu, "Buruk sekali
ucapanmu itu. Demi Allah, wahai Rasulullah, setahu kami Ka'ab yaitu orang yang baik." Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam pun terdiam tanpa berkata apa-apa. Pada saat itulah beliau melihat
seseorang lelaki berpakaian putih sedang berjalan dari kejauhan. Beliau bersabda, "Mudah-mudahan
saja itu yaitu Abu Khaitsamah." Ternyata benar, orang itu yaitu Abu Khaitsamah Al Anshari. Dialah
orang yang bersedekah segantang kurma, saat diolok-olok oleh orang-orang munafik.
saat aku mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah berada dalam perjalanan
pulang dari Tabuk, aku semakin merasa gelisah. Aku mulai mereka-reka kebohongan yang sekiranya
mungkin bisa menyelamatkan aku dari kekecewaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam besok. Oleh
sebab itu, aku juga meminta bantuan kepada keluargaku yang memiliki pendapat bagus. namun
saat dikabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah semakin dekat, hilanglah dari
hatiku segala macam kebohongan yang telah aku reka-reka, sehingga aku yakin bahwa tidak ada
sesuatupun yang dapat menyelamatkan aku dari kegusaran beliau. sebab itu aku bermaksud untuk
mengatakan yang sebenarnya kepada beliau.
Keesokan harinya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun tiba di Madinah. Dan biasanya setiap
baru datang dari bepergian, tempat yang pertama kali beliau tuju ialah masjid. sesudah melakukan
shalat dua raka'at, beliau duduk menunggu kaum muslimin. Pada saat itulah orang-orang yang tidak
ikut ke Tabuk berdatangan menemui beliau. Mereka mengemukakan alasan masing-masing kepada
beliau disertai dengan sumpah-sumpah. Mereka yang tertinggal ada delapan-puluh orang lebih.
Secara lahiriah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menerima alasan mereka. Beliau mem-
perkenankan mereka memperbaharui bai'at dan memehonkan ampun bagi mereka, sedangkan
urusan batin mereka beliau serahkan pada Allah Ta'ala. Tibalah giliranku menghadap. saat aku
mengucapkan salam, beliau malah tersenyum sinis", lalu bersabda, "Kemarilah." Aku berjalan
menghampiri beliau, lalu duduk dihadapannya. Lalu beliau mulai bertanya, "Kenapa kamu tidak ikut
berangkat? Bukankah kamu sudah membeli kendaraan (untuk berperang)?" Aku menjawab, "Wahai
Rasulullah, demi Allah, seandainya aku duduk dihadapan orang selain Anda, tentu aku yakin akan
bebas dari kemarahanya dengan mengemukakan alasan yang bisa diterima. Aku memang pandai
berbicara. Namun, demi Allah aku benar-benar yakin, seandainya hari ini aku memberi jawaban
yang bohong kepada Anda, lalu Anda percaya, namun aku yakin tidak lama sesudah itu Allah pasti
menggerakan hati Anda untuk murka kepadaku. Sebaliknya kalau aku memberi jawaban jujur yang
membuat Anda murka kepadaku, maka setidaknya aku dapat mengharapkan penyelesaian yang baik
dari Allah. Demi Allah, aku tidak memiliki uzur. Demi Allah, aku sama sekali tidak pernah merasa
lebih kuat dan lebih mudah daripada saat aku tidak mengikuti Anda." Beliau bersabda, "Orang ini
sudah berkata benar. Sekarang pulanglah. Tunggu saja keputusan Allah terhadapmu." Aku pun berdiri
dan berlalu. Beberapa orang dari Bani Salimah berloncatan mengejarku. Mereka berkata kepadaku,
"Demi Allah! Kami belum pernah melihat kamu melakukan kesalahan sebelum ini. Kamu benar-benar
tidak mampu mengemukakan alasan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, seperti yang
dilakukan oleh orang-orang lain yang tidak ikut ke Tabuk. Mestinya kamu merasa cukup kalau
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah memaafkanmu dan memohon ampunan kepada Allah
untukmu." Kata Ka'ab lebih lanjut, "Demi Allah, orang-orang Bani Salimah itu terus menerus
menyalahkan aku, sehingga ingin rasanya aku kembali kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
untuk meralat ucapanku. lalu aku bertanya kepada orang-orang Bani Salimah itu, "Adakah
orang lain yang mengalami seperti yang aku alami ini?" Mereka menjawab, "Tentu. Ada dua orang
yang mengatakan seperti yang kamu katakan tadi, dan mereka pun mendapat jawaban yang sama
seperti jawaban yang kamu terima." Aku bertanya, "Siapa mereka itu?" Mereka menjawab, "Murarah
bin Rabi'ah Al Amiri dan Hilal bin Umayyah Al Waqifi." Mereka menyebutkan kepadaku dua orang
saleh veteran perang Badar yang aku ikuti. Aku lalu pulang, sesudah mereka menyebutkan kedua nama
orang tesebut. Sejak saat itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang kaum muslimin
berbicara dengan kami bertiga yang sama-sama absen dalam perang Tabuk. Kaum muslimin mulai
menjauhi kami, sehingga bumi terasa asing bagiku. Seolah-olah bumi yang aku pijak ini bukan bumi
yang sudah sangat aku kenal. Kami mengalami keadaan demikian selama lima puluh malam. Dua orang
temanku sengaja menyembunyikan diri, dan memilih berdiam di rumah masing-masing sambil terus
menerus menangis. Sementara aku yaitu yang paling muda dan kuat di antara kami bertiga. Aku
tetap keluar rumah untuk menunaikan shalat jamaah bersama kaum muslimin. Aku juga tetap pergi
ke pasar. namun , tidak ada seorang pun yang sudi berbicara kepadaku. Aku lalu menemui Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam untuk sekedar mengucapkan salam kepada beliau yang masih berada di
tempat duduk beliau sesudah shalat. Aku berkata dalam batin, "Apakah Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam berkenan menjawabi salamku atau tidak ya?" Aku sengaja shalat di tempat yang dekat
dengan beliau, supaya bisa melirik beliau. Saat aku menghadap ke shalatku, beliau memandangku.
dan kalau aku menengok ke arah beliau, beliau berpaling dariku. Peristiwa kaum muslimin
mendiamkan aku ini terus berlarut-larut, dan aku tetap menahan diri, sampai akhirnya pada suatu
saat aku berjalan-jalan, lalu melompati pagar pekarangan Abu Qatadah, sepupuku yang sangat aku
sayangi. Aku mengucapkan salam kepadanya. namun demi Allah, ia juga tidak mau menjawab salamku.
lalu aku bertanya kepadanya, "Wahai Abu Qatadah, aku ingin bertanya kepadamu, demi Allah,
tahukah kamu kalau aku ini mencintai Allah dan Rasul-Nya?" namun ia tetap diam saja. Aku bertanya
lagi kepadanya. dan ia juga tetap diam saja. dan sesudah aku tanya untuk yang ketiga kalinya, ia baru
mau menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."
Sesaat itu mengalir air mataku. Aku langsung berbalik dengan melompati pagar untuk pulang. Pada
suatu hari saat aku sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, tiba- tiba ada seorang petani beragama
Nashrani dari Syam datang ke Madinah untuk menjual bahan makanan. Petani itu bertanya (kepada
orang-orang yang berada di pasar), "Siapa yang bisa menolong menunjukan aku pada Ka'ab bin
Malik?" Orang-orang memberi isyarat kepada petani itu ke arahku. Ia menghampiri aku dan
menyerahkan sepucuk surat kepadaku dari raja Ghassan. Aku membacanya. Isinya sebagai berikut,
"Selanjutnya. Sungguh kami sudah mendengar bahwa temanmu itu (Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam) mendiamkanmu. Padahal Allah sendiri tidak menjadikan kamu untuk tinggal di
tempat hina dan tersia-sia. Oleh sebab itu datanglah ke negeri kami. Kami pasti menolongmu." Selesai
membaca surat itu, aku berkata pada diriku sendiri, "Ini juga merupakan cobaan." Aku bawa surat itu
ke dapur lalu membakarnya. Waktu sudah berlalu selama empat puluh hari dari yang lima puluh hari.
Namun wahyu dari Allah belum juga kunjung turun. Tiba-tiba seorang kurir Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam datang menemuiku dan berkata, "Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh
kamu agar menjauhi isterimu." Aku bertanya, "Apakah aku harus menceraikanya atau bagaimana?" Ia
menjawab: "Tidak, namun hindarilah dia, kedatanganku, Thalhah bin Ubaidillah segera berdiri
menyongsongku, menjabat tanganku, dan juga memberi ucapan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak
ada seorang pun di antara mereka yang berdiri kecuali dia. saat aku mengucapkan salam kepada
Rasulullah Shal- lallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda dengan wajah berseri-seri sebab gembira,
"Bergembiralah, sebab hari ini merupakan hari paling baik yang kamu lewati sejak kamu dilahirkan
ibumu." Aku bertanya, "Apakah itu dari Anda sendiri, wahai Rasulullah, atau dari sisi Allah?" Beliau
bersabda, "Bukan dariku, melainkan dari sisi Allah yang Maha Agung lagi Maha Tinggi." yaitu
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam jika sedang merasa gembira, wajahnya bersinar terang laksana
potongan rembulan. Dan aku tahu saat itu beliau benar-benar sedang merasa senang hatinya. saat
sudah berada di hadapan beliau, aku berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh sebagai rasa syukur sebab
Allah telah berkenan menerima taubatku, aku bermaksud menyerahkan harta-bendaku sebagai
sedekah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, "Simpan sebagiannya, dan jangan kamu serahkan seluruhnya. Itu lebih baik." Aku berkata,
"Aku masih memiliki tanah yang menjadi bagianku dari rampasan perang di Khaibar." Lebih lanjut
aku berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh Allah telah menyelamatkan aku juga sebab aku telah
mengatakan yang sebenarnya. dan aku nyatakan dengan Sebetulnya , bahwa termasuk taubatku
ialah, aku tidak akan berbicara selain yang benar, selama hidupku. Demi Allah, aku tidak pernah
melihat seorang pun di antara kaum muslimin yang diuji oleh Allah Ta'ala dalam hal benarnya
pembicaraan -sejak aku berjanji di depart Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sampai hari ini- yang
lebih baik caranya menghadapi ujian ini daripada diriku. Demi Allah, sejak aku berjanji di depan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hingga kini, aku tidak pernah sengaja berbohong. dan aku
berharap semoga Allah menjagaku dalam sisa hidupku. Selanjutnya Alah menurunkan ayat,
"Sebetulnya Allah benar-benar telah menerima taubat Nabi, shahabat-shahabat Muhajirin dan
sahabat-sahabat Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, sesudah hati segolongan dari
para shahabat ini hampir saja berpaling, sesudah itu Allah menerima taubat mereka itu.
Sebetulnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap mereka dan juga terhadap tiga
orang yang ditangguhkan taubat mereka, sehingga saat bumi telah menjadi sempit bagi mereka,
padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit oleh mereka, serta mereka tahu bahwa tidak
ada tempat lari dari siksa Allah melainkan kepada-Nya saja. sesudah itu Allah menerima taubat
mereka, agar mereka tetap dalam taubatnya. Sebetulnya Allah yaitu Zat Yang Maha Penerima
taubat dan Maha Penyayang. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah kalian berkumpul dengan orang-orang yang benar." (QS. at- Taubah:117-119)
Demi Allah, belum pernah sama sekali Allah memberiku nikmat -sesudah Dia memberiku petunjuk
memeluk islam- yang melebih ucapan benarku kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Sebab,
seandainya aku berkata bohong kapada beliau, tentu bencana akan menimpaku, sebagaimana yang
dialami oleh orang-orang munafik yang berdusta kepada beliau. Sungguh, Allah telah berfirman untuk
orang-orang yang mendustai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan firman yang
menunjukkan betapa jelek dan jahat mereka itu, yakni firman-Nya,
"Orang-orang munafik itu akan bersumpah dengan nama Allah kepada kalian, jika kalian kembali
kepada mereka, agar kalian berpaling dari mereka. Maka berpalinglah kalian dari mereka, sebab
Sebetulnya mereka itu najis dan tempat mereka yaitu jahannam, sebagai balasan atas apayang
mereka perbuat. Mereka akan bersumpah kepada kaliam, supaya kalian ridha terhadap mereka.
namun jika sekiranya kalian ridha terhadap mereka, maka ketahuilah Sebetulnya Allah tidak ridha
terhadap orang-orang yang fasik." (QS. at-Taubah: 95-96)
Urusan kami bertiga ditunda dari urusan orang-orang munafik, saat mereka bersumpah kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau mnerima bai at mereka dan memintakan ampun
kepada Allah bagi mereka. namun persoalan kami ditunda oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
sampai Allah memutuskan menerima taubat kami. Oleh sebab Allah Ta'ala berfirman,
"Dan kepada tiga orangyang tertinggal..." (QS. at-Taubah: 118) Firman Allah ini bukan berarti kami
bertiga ketinggalan dari perang Tabuk. namun persoalan kami bertiga diundurkan dari orang-orang
munafik yang bersumpah kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan menyampaikan
bermacam-macam alasan, dan beliau pun menerimanya."203
Utusan Tsaqif dan Keislaman Mereka Pada Bulan Ramadhan Tahun Ke sembilan Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Sesampainya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah dari Tabuk pada
bulan Ramadhan beliau didatangi utusan Tsaqif. Ia yaitu Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi. lalu
Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi memeluk Islam dan meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada
kaumnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi
seperti dikatakan kaumnya: "Sebetulnya mereka akan membunuhmu."204
Dan memang benar bahwa sepulangnya dari kaumnya ia tewas terbunuh sebab mengajak kaumnya
masuk Islam. Kematian Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi membuat orang-orang Tsaqif ketakutan bilaman
nantinya orang-orang Arab yang ada di sekitar mereka yang telah berbai'at dan telah memeluk Islam
akan memrangi mereka sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali masuk islam. Tatkala
orang-orang Tsaqif memeluk Islam dan Rasulullah membuat surat perjanjian untuk mereka, beliau
mengangkat Utsman bin Abu Al-Ash sebagai pemimpin mereka. Utsman bin Abu Al-Ash yaitu orang
termuda diantara mereka, orang yang paling bersemangat untuk mendalami agama, dan mempelajari
Al-Qur'an. Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah, aku lihat anak muda ini yaitu orang Tsaqif yang
paling bersemangat untuk mendalami agama dan mempelajari Al-Qur'an."
Ibnu Ishaq berkata: Isa bin Abdullah bercerita kepad&ku dari Athiyah bin Sufyan bin Rabi'ah Ats-
Tsaqafi dari salah seorang utusan Tsaqif yang berkata: Tatkala kami telah memeluk Islam dan berpuasa
bersama Rasulullah di sisa bulan Ramadhan, Bilal bin Rabah datang membawa makanan untuk
berbuka puasa dan sahur untuk kami dari Rasulullah. Kami berkata: "Kami melihat fajar telah terbit"
Bilal bin Rabah berkata: "Aku meninggalkan Rasulullah yang sekarang sedang sahur, sebab beliau
menunda sahur." Pada saat berbuka puasa, Bilal bin Rabah datang lagi kepada kami dengan membawa
makanan buka. Kami berkata: "Kami belum melihat matahari telah terbenam seluruhnya." Bilal bin
Rabah berkata: "Aku tidak datang kepada kalian hingga Rasulullah makan lalu meletakkan
tangannya di mangkuk dan mengambil sedikit makanan daripadanya."
Ibnu Hisyam berkata: Dengan makanan buka kami dan sahur kami.
Ibnu Ishaq berkata: Said bin Abu Hindun berkata kepada kami dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy-
Syikhkhir dari Utsman bin Abu Al-Ash yang berkata: "Tatkala Rasulullah menyuruhku kembali ke Tsaqif,
sesuatu yang paling akhir yang beliau pesankan padaku ialah: "Wahai Utsman, jangan mengimami
shalat terlalu lama dan perhatikanlah kondisi mereka sebab di antara para makmum ada orang yang
lanjut usia, anak kecil, orang lemah, dan orang yang memiliki keperluan."205
Penghancuran Berhala Al-Lata
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala orang-orang Thaif memeluk Islam dan Rasulullah mengirim Abu Sufyan bin
Harb dan Al-Mughirah bin Syu'bah untuk membumihancurkan berhala Al-Lata. Tatkala Al-Mughirah
bin Syu'bah telah mengumpulkan kekayaan berhala Al- Lata, ia berkata kepada Abu Sufyan bin Harb:
"Sebetulnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kepadamu untuk
membayarkan hutang Urwah bin Mas'ud dan Al-Aswad." Maka Abu Sufyan bin Harb membayar hutang
mereka.
Surat Rasulullah kepada warga Tsaqif
Ibnu Ishaq berkata: Surat Rasulullah untuk warga Thaif ialah sebagai berikut:
Bismiiiahirrahmanirrahim, dari Muhammad; Nabi dan utusan Allah kepada kaum Mukminin,
Sebetulnya pohon Idhah Lembah Wajj tidak boleh ditebang dan hewannya tidak boleh diburu.
Barangsiapa yang kedapatan melakukan salah satu dari hal ini , ia dicambuk dan pakaiannya
dilucuti. Jika ia bertindak melampaui itu, ia diambil lalu dibawa kepada Nabi Muhammad. Ini
perintah Nabi Muhammad Rasulullah.
Khalid bin Sa'id atas menuliskan ini atas perintah Rasulullah Muhammad bin Abdullah. Maka jangan
sampai ada orang menentang surat ini , sebab jika ia menentangnya, berarti telah menzalimi
dirinya sendiri terhadap apa yang telah diperintahkan Rasulullah atasnya.
Abu Bakar Bakar Menunaikan Haji Bersama Manusia Tahun Sembilan Hijriyah Pengkhususan Ali bin
Abi Thalib untuk Menyampaikan "Baraah" darinya dan Penyebutan Surat Bara'ah Serta Kisah
Penafsirannya
Ibnu lshaq berkata: Rasulullah mengutus Abu Bakar sebagai Amirul Hajj pada tahun kesembilan untuk
meluruskan tata cara haji kaum Muslimin, sebab orang-orang musyrikin melaksanakan ibadah haji
menurut cara mereka. Tatkala Abu Bakar akan berangkat tiba-tiba turunlah surat Al-Bara'ah tentang
pembatalan perjanjian yang pernah diadakan Rasulullah dengan kaum musyrikin. sesudah pembatalan
ini , siapa pun tidak boleh dilarang dan dihentikan perjalanannya untuk datang ke Baitullah dan
siapa pun tidak boleh diintimidasi pada bulan-bulan haram. Perjanjian bersifat umum antara
Rasulullah dengan kaum musyrikin. Di antara perjanjian ini ada perjanjian antara Rasulullah
dengan beberapa suku Arab hingga waktu tertentu, lalu turunlah ayat tentang perjanjian
ini , orang-orang munafik yang tidak ikut berangkat bersama Rasulullah ke Tabuk, dan ucapan
salah seorang dari mereka. Dengan turunnya ayat tentang hal-hal ini , Allah menyingkap seluruh
isi jiwa orang-orang munafik yang selama ini mereka sembunyikan. Di antara nama orang-orang
munafik ini , ada yang disebutkan kepada kami dan ada yang tidak disebutkan. Allah berfirman:
(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan daripada Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada
orang-orang musyrikin yang kamu (kaum Muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka).
(QS. At-Taubah: 1). Yakni, bagi mereka yang mengadakan perjanjian umum dari orang-orang yang
musyrik. Selanjutnya Allah berfirman:
Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa
Sebetulnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan Sebetulnya Allah menghinakan
orang-orang kafir, dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia
pada hari haji akbar, bahwa Sebetulnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang
musyrikin. Yakni sesudah haji ini lalu jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertobat itu
lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa Sebetulnya kamu tidak dapat
melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yangpedih. (QS. at-Taubah: 2-3).
sesudah itu Allah berfirman:
Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) (QS. At-
Taubah: 4). Yakni, kecuali orang-orang musyrikin dimana kalian telah mengadakan perjanjian dengan
mereka dengan perjanjian khusus sampai batas waktu tertentu.
Lalu Allah berfirman:
Dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu
seseorangyang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas
waktunya. Sebetulnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. jika sudah habis bulan-
bulan Haram itu (QS. at- Taubah: 4-5) yakni empat bulan yang telah ditetapkan bagi mereka.
Lalu Allah berfirman:
Maka perangilah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamujumpai mereka, dan tangkaplah
mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sebetulnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu
meminta perlindungan kepadamu (QS. at-Taubah: 5-6), yakni orang-orang yang kamu perintahkan
untuk dibunuh.
Lalu Allah berfirman:
Maka lindungilah ia supaya ia sempat men- dengar firman Allah, lalu antarkanlah ia ke
tempatyang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (QS. at-
Taubah: 6).
Lalu Allah berfirman:
Bagaimana bisa ada perjanjian (aman ) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin,
(QS. at-Taubah: 7), yakni orang-orang yang kalian adakan perjanjian umum dengan mereka dimana
mereka tidak boleh mengintimidasi kalian dan kalian tidak boleh mengintimidasi mereka di tanah
haram dan bulan haram.
Lalu Allah berfirman:
Kecuali dengan orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat
Masjidil haram? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula)
terhadap mereka. Sebetulnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. at-Taubah: 7).
Mereka yang dimaksud yaitu suku-suku Arab yang terikat dengan perjanjian Quraisy di Perdamaian
Hudaibiyah sampai batas waktu yang telah ditentukan Rasulullah Shallalahu 'alaihi Kwa Sallam
bersama orang-orang Quraisy. Tidak ada yang membatalkan perjanjian ini kecuali orang-orang
Quraisy dan Bani Ad- Dail dari Bani Bakr bin Wail yang masuk ke dalam perjanjian orang-orang Quraisy.
Allah memerintahkan Rasulullah menyempurnakan batas waktu perjanjian kepada orang-orang yang
tidak melanggarnya yaitu Bani Bakr.
Lalu Allah berfirman:
Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal
jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu,yakni orang-orang musyrik yang tidak ada
perjanjian dengan mereka dalam batas waktu tertentu dari orang musyrik yang umum, mereka tidak
memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian.
Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka
yaitu orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian). Mereka menukarkan ayat-ayat Allah
dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (ma nusia) dari jalan Allah. Sebetulnya amat
buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap
orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas. fika mereka bertobat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu)
yaitu saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui. (QS. at-Taubah: 8-11).
Ibnu Ishaq berkata: Hakim bin Hakim bin Abbad bin Hunaif bercerita kepadaku dari Abu Ja'far
Muhammad bin Ali Radhiyallahu Anhu yang berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
mengutus Abu Bakar sebagai Amirul Hajj untuk meluruskan tata cara haji kaum Muslimin turunlah
surat Al-Bara'ah lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana kalau surat Al-Bara'ah ini engkau
kirim kepada Abu Bakar yang sedang dalam perjalanan ke sana?" Rasulullah bersabda: "Tidak, tugas
ini hanya boleh dijalankan seseorang dari ahli baitku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
memanggil Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan mengutusnya ke Mekah." Maka Alipun keluar
dengan menunggang unta Rasulullah, yang bernama al-Adhba' hingga berhasil mengejar Abu Bakar di
jalan. Tatkala Abu Bakar melihat Ali di jalan dia berkata: Apakah engkau menjadi amir (peminpin) atau
ma'mur (menjadi yang dipimpin). Ali bin Abu Thalib berkata: Saya diperintah (ma'mur)! lalu
keduanya melanjutkan perjalanan. Maka Abu Bakar menunaikan ibadah haji, sedangkan orang- orang
Arab berada di tempat masing-masing dan menunaikan haji sebagaimana yang mereka lakukan di
masa jahiliyah. Sampai pada saat hari Qurban Ali berdiri dan mengumumkan di tengah-tengah
manusia apa yang Rasulullah perintahkan padanya dengan berkata: "Hai manusia, Sebetulnya
orang kafir tidak masuk surga, orang musyrik tidak boleh melakukan ibadah haji sesudah tahun ini,
orang telanjang tidak boleh melakukan thawaf di Baitullah, siapa saja yang memiliki perjanjian
dengan Rasulullah maka perjanjian ini berlaku hingga waktunya, dan tenggang waktu bagi
manusia yaitu empat bulan sejak pengumuman ini diberikan kepada mereka. sesudah itu, hendaklah
setiap kaum pulang ke tempat mereka yang aman atau negeri mereka, sebab sesudah itu tidak ada
perjanjian bagi orang musyrik, kecuali orang yang memiliki perjanjian dengan Rasulullah hingga
waktu tertentu maka perjanjian ini berlaku hingga waktunya." lalu keduanya mendatangi
Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Pembatalan perjanjian ini berlaku bagi orang-orang musyrikin yang memiliki
perjanjian umum dan orang- orang yang memiliki perjanjian hingga waktu tertentu.
Ayat yang Turun Mengenai Jihad Melawan Orang-orang Musyrik
Ibnu Ishaq berkata: sesudah itu Allah memerintahkan Rasulullah memerangi orang-orang musyrikin
baik yang terikat perjanjian khusus maupun yang umum sesudah empat bulan yang telah ditentukan
untuk mereka. Kecuali jika pada masa empat bulan ini ada orang yang berbuat zalim maka
ia harus dihabisi sebab kezalimannya.
Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orangyang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka
telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi
kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti,
jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka
dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu
terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati
orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah: 13-15). Yakni, Allah menerima taubat sesudah itu.
sesudah itu Allah berfirman:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui
(dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman
yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. at-Taubah: 16).
Ibnu Ishaq berkata: sesudah itu Allah menceritakan ucapan orang-orang Quraisy, Sebetulnya kami
yaitu warga tanah haram, pemberi minuman kepada orang-orang yang berhaji, dan yang
memakmurkan Baitullah. Jadi, tidak ada orang yang lebih baik daripada kami. Allah berfirman:
Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
lalu (QS. At-Taubah: 18)
Yakni, pemakmuran yang kalian lakukan terhadap Baitullah itu tidaklah benar, namun yang dimaksud
yaitu orang-orang yang memakmurkannya sesuai dengan haknya ialah:
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari lalu , serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, (QS. at-Taubah: 18):
merekalah orang yang memakmurkannya,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk (QS. at-Taubah: 18).
sesudah itu Allah berfirman:
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan
mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
lalu serta ber jihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS. at-Taubah: 19).
lalu kisah ini berlanjut hingga berakhir sampai Perang Hunain; apa saja yang terjadi di dalamnya,
mundurnya kaum Muslimin serta pertolongan yang diturunkan Allah kepada mereka.
Allah berfirman:
Sebetulnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil
haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, (QS. at- Taubah: 28). Allah Ta'ala
berfirman demikian, sebab manusia banyak berkata: "Pasar-pasar pasti akan disegel, sehingga
mengakibatkan perdagangan kami rusak dan hilanglah apa yang biasa kami dapatkan dari para rekan
bisnis kami." Oleh sebab itulah, Allah Ta'ala berfirman:
Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadamu dari
karunia-Nya. (QS. at-Taubah: 28). Yakni, dan jika kalian khawatir menjadi miskin, Allah akan
memberi kekayaan kepada kalian dari jalur yang lain, jika Dia menghendaki.
Sebetulnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari lalu dan mereka tidak mengharamkan apa
yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar
(agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. at-Taubah: 29). Yakni, pembayaran
jizyah oleh mereka yaitu pengganti dari ditutupnya pasar untuk kalian. Maka Allah gantikan bagi
mereka dari apa yang apa yang Allah putus dari kemusyrikan dan apa yang Allah Allah berikan dari
leher ahli Kitab dan jizyah.
sesudah itu Allah Ta'ala menyebutkan tentang dua Ahli Kitab dan kejahatan dan dusta yang ada pada
mereka, hingga ayat:
Sebetulnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (QS.
at- Taubah: 34).
Ayat yang Turun tentang An-Nasi'u
Ibnu Ishaq berkata: sesudah itu Allah menyebutkan tentang an-nasi'u dan bid'ah-bid'ah baru yang
diadakan orang-orang Arab di dalamnya. An-Nasi'u ialah menghalalkan bulan-bulan yang diharamkan
Allah dan mengharamkan bulan-bulan yang dihalalkan Allah.
Allah berfirman:
Sebetulnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu
Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, (QS. at-Taubah: 36),
janganlah kalian mengharamkan bulan-bulan yang halal dan jangan pula menghalalkan bulan-bulan
yang haram sebagaimana dikerjakan orang-orang musyrik.
Lalu Allah berfirman:
Sebetulnya mengundur-undurkan bulan haram itu, yang mereka lakukan, yaitu menambah
kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka
menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah, (setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. at-Taubah: 37).
sesudah itu Allah berfirman tentang Perang Tabuk, ketidak seriusan kaum Muslimin di dalamnya,
keengganan mereka untuk berperang bersama Rasulullah Shaallallahu 'Alaihi wa Sallam memerangi
bangsa Romawi, dan kemunafikan kaum munafik tatkala mereka diajak untuk berjihad, sesudah itu
Allah mengecam orang-orang munafik atas tingkah mereka dalam Islam.
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya jika dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah
(untuk berperang) padajalan Allah kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu
puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di
dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS. at-Taubah: 38),
Kisah dilanjutkan pada lanjutan ayat:
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih
dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudaratan
kepada-Nya sedikit pun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) maka Sebetulnya Allah telah menolongnya (yaitu) tatkala orang-orang kafir
(musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang tatkala
keduanya berada dalam gua (QS. at-Taubah: 39-40).
Ayat yang Turun tentang Orang-orang Munafik
Ibnu Ishaq berkata: Sesudah itu Allah tentang sikap orang-orang munafik:
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang
tidak berapajauh, pastilah mereka mengikutimu, namun tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh
mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jika kami sanggup tentulah kami berangkat
bersamamu."
Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa Sebetulnya mereka
benar-benar orang-orangyang berdusta. (QS. at-Taubah: 42), yakni bahwa Sebetulnya mereka itu
bisa.
Lalu Allah berfirman:
Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi
berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keudzurannya) dan sebelum kamu
ketahui orang-orang yang berdusta ? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari lalu ,
tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah
mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sebetulnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari lalu , dan hati mereka ragu-ragu, sebab
itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah
mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, namun Allah tidak menyukai keberangkatan
mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu
bersama orang-orang yang tinggal itu." Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka
akan terus menambah kerusakan, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-
celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada orang-
orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang
zalim. (QS. at-Taubah: 43-47).
Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang yang meminta izin Rasulullah untuk tidak ikut berangkat ke Tabuk
berasal dari kalangan terhormat sebagaimana disampaikan kepadaku. Mereka antara lain, Abdullah
bin Ubay bin Salul dan Al Jadd bin Qais. Mereka yaitu orang-orang terhormat di kaumnya. sebab nya,
Allah melemahkan keinginan mereka untuk ikut perang, sebab Allah mengetahui bahwa jika
mereka ikut berangkat bersama Rasulullah, mereka merusak pasukan Islam, sebab di tubuh pasukan
Islam ada orang-orang yang mencintai dan mentaati apa yang mereka serukan sebab kedudukan
tinggi mereka di kalangan kaumnya. sesudah itu Allah Ta'ala berfirman:
Sedang di antara kalian ada orang-orang yangamatsuka mendengarkan perkataan mereka dan
Allah mengetahui orang-orang yang zalim. Sebetulnya dari dahulu pun mereka telah mencari-cari
kekacauan (QS. at-Taubah: 47-48), yakni sebelum meminta izin kepadamu.
Dan mereka mengatur berbagai macam tipu-daya untuk (merusakkan) kalian. (QS. at-Taubah: 48),
untuk memperdaya sahabat-sahabatmu darimu dan agar mereka menolak perintahmu.
Hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah), dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak
menyukainya. Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya izin (tidak pergi berperang)
dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah
terjerumus ke dalam fitnah. (QS. at-Taubah: 48-49). Orang yang mengatakan ini -seperti dituturkan
kepada kami- yaitu Al-Jadd bin Qais saudara Bani Salamah tatkala Rasulullah Shaallallahu Alaihi wa
Sallam mengajaknya berjihad melawan bangsa Romawi.
Kisah dilanjutkan dengan firman Allah:
Jikalau mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lobang-lobang (dalam tanah)
niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya. Dan di antara mereka ada orang yang
mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka
bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka
menjadi marah. (QS. at-Taubah: 57-58), yakni Sebetulnya niat, keridhaan, dan kemarahan mereka
hanya untuk dunia mereka.
Ayat Al-Qur'an Yang Turun tentang Penerima Zakat
Ibnu Ishaq berkata: sesudah itu Allah Ta'ala menjelaskan tentang zakat; kepada siapakah zakat ini
disalurkan? Allah juga menyebutkan para penerimanya dalam firman-Nya:
Sebetulnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah:
60).
sesudah itu Allah menyebutkan tipu daya dan kekerasan orang-orang munafik terhadap Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Allah berfirman:
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi
mempercayai semua apa yang didengarnya." Katakanlah: "la mempercayai semua yang baik bagi
kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-
orang yang beriman di antara kamu." Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka
azab yang pedih. (QS. at-Taubah: 61).
Orang munafik yang melontarkan perkataan di atas, seperti yang sampai pada saya yaitu Nabtal bin
Al-Harits dari Bani Amr bin Auf. Ayat ini turun tentang dirinya, sebab ia pernah berkata:
"Sebetulnya Muhammad mendengarkan semua yang dikatakan kepadanya lalu
mempercayainya." sesudah itu Allah Ta'ala berfirman: Katakanlah, 'Ia mempercayai semua yang baik
bagi kalian', yakni, ia mendengarkan sesuatu yang baik dan membenarkannya.
sesudah itu Allah berfirman:
Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridaanmu, padahal Allah dan
Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridaannya jika mereka yaitu orang-orang yang
mukmin. (QS. at- Taubah: 62).
sesudah itu Allah berfirman:
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan
menjawab: "Sebetulnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu
minta maaf, sebab kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu
(lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka
yaitu orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. at-Taubah: 65-66). Orang yang melontarkan
ungkapan di atas yaitu Wadi'ah bin Tsabit saudara Bani Umayyah bin Zaid dari Bani Amr bin Auf -
orang yang dimaafkan Rasulullah seperti sampai kepadaku, dan Mukhasysyin bin Humayyir Al-Asyja'i
sekutu Bani Salamah.
Ayat ini turun, sebab Mukhasysyin bin Humayyir tidak mengingkari perkataan yang didengar
dari sebagian orang-orang munafik itu.
lalu kisah tentang orang-orang munafik dilanjutkan dengan pemaparan sifat-sifat mereka
hingga firman-Nya:
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap
keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang
seburuk-buruknya. Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa
mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sebetulnya mereka telah mengucapkan
perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak
dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali sebab Allah dan Rasul-
Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu yaitu lebih baik
bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka dengan azab
yangpedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak memiliki pelindung dan tidak (pula)
penolong di muka bumi. (QS. at-Taubah: 73-74).
Orang yang melontarkan penyataan yang disebutkan ayat di atas ialah Al-Julas bin Suwaid bin Shamit.
Ucapannya ini dilaporkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam oleh seseorang yang
berada dalam asuhannya bernama Umair bin Sa'ad, namun Al-Julas bin Suwaid bin Shamit tidak meng-
akui telah berkata seperti itu dan ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia betul-betul tidak
mengatakan itu. Tatkala ayat-ayat Al- Qur'an turun tentang orang-orang munafik, Al-Julas bin Suwaid
bin Shamit pun bertaubat dengan taubat yang baik, seperti yang sampai kepadaku.
sesudah itu Allah berfirman:
Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sebetulnya jika Allah
memberi sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami
termasuk orang-orang yang shaleh." (QS. at-Taubah: 75). Di antara orang-orang munafik yang
berikrar kepada Allah ialah Tsa'labah bin Hathib dan Mu'attib bin Qusyair, mereka berdua berasal dari
Bani Amr bin Auf.
sesudah itu Allah berfirman:
(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah
dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain
sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas
penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (QS. at-Taubah: 79). Di antara kaum
Mukminin yang bersedekah secara sukarela ialah Abdurrahman bin Auf dan Ashim bin Adi saudara
Bani Al-Ajlan. Kisahnya yaitu bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memotivasi kaum
Mukminin bersedekah, lalu Abdurrahman bin Auf berdiri dan bersedekah dengan empat ratus
dirham. Ashim bin Adi juga berdiri lalu bersedekah dengan seratus wasaq kurma, lalu orang-
orang munafik menghina kedua sahabat ini . Mereka berkata: "Sedekah ini tidak lain yaitu
riya." Sahabat yang bersedekah sesuai dengan kesanggupannya ialah Abu Aqil saudara Bani Unaif yang
datang dengan membawa satu sha' kurma dan menyedekahkannya. Orang-orang munafik
mentertawakan sedekah Abu Aqil dan berkata: "Sebetulnya Allah tidak membutuhkan sedekah
satu sha' kurma Abu Aqil."
sesudah itu Allah Ta'ala menyebutkan beberapa celotehan orang-orang munafik tatkala Rasulullah
memerintahkan kaum Muslimin berjihad dan berangkat ke Tabuk dalam cuaca yang demikian terik
dan musim paceklik.
Allah berfirman:
Dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini. Katakanlah:
"Api neraka Jahanam itu lebih sangatpanas (nya)",jika mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka
tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.
Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, lalu mereka minta izin
kepadamu untuk ke luar (pergi berperang), maka katakanlah: "Kamu tidak boleh ke luar bersamaku
selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sebetulnya kamu telah rela tidak
pergi berperang kali yang pertama. sebab itu duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak
ikut berperang" Dan janganlah kamu sekali-kali men-shalat-kan (jenazah