un Allah tidak melihat dia mampu,
dengan kasih karunia-Nya, Allah akan memampukannya,
untuk menghadapi kesulitan-kesulitan besar. Perhati-
kanlah, semakin keras kepala orang jahat menentang
agama, semakin terang-terangan dan tegas seharusnya
umat Allah tampil untuk menjalankan agama dan mem-
belanya. Biarlah orang yang tidak bersalah naik pitam
terhadap orang fasik (Ayb. 17:8). Saat kelemahan moral
merajalela janganlah nilai-nilai kebenaran mundur
menyembunyikan diri. Dan pastilah, saat Allah memiliki
pekerjaan yang harus dilakukan, Ia akan membangkit-
kan manusia untuk itu dan memberinya kekuatan yang
diperlukan untuk tugas itu. Jika memang perlu, Allah
bisa dan mau, melalui kasih karunia-Nya, meneguhkan
hati pelayannya yang setia seperti batu intan sehingga
kuasa yang paling mengancam sekalipun tidak meng-
hancurkannya sampai menjadi tersipu-sipu. namun
Tuhan ALLAH menolong aku, sebab itu aku meneguhkan
hatiku seperti keteguhan gunung batu (Yes. 50:7).
[2] Oleh sebab itu, ia diperintahkan untuk memiliki hati
yang benar mengenai tugas itu, dan mengerjakan tugas
itu dengan rasa aman yang kudus, jangan merasa kalah
oleh kecaman atau ancaman para musuhnya: “Jangan-
lah takut kepada mereka dan janganlah gentar melihat
mukanya. Jangan biarkan niat jahat mereka yang tidak
Kitab Yehezkiel 3:1-15
ada apa-apanya itu membuat engkau hilang nyali atau
jatuh tersandung.” Pendosa yang nekat harus dihardik
oleh penegur yang berani. Binatang buas harus ditegor
dengan pedas (Tit. 1:12-13), harus diselamatkan dengan
membangkitkan rasa takut (Yud. 1:23, KJV). Orang-orang
yang tetap melayani Allah boleh yakin akan pertolongan
Allah, dan mereka tak perlu merasa takut dan gelisah
hati dengan tatapan sombong manusia. Jangan biarkan
muka marah, yang mengusir lidah penggunjing, meng-
hentikan lidah penegur.
(5) Ia harus terus mendesak maju menghadapi mereka dan
menyampaikan firman Tuhan, apa pun hasilnya (ay. 11). Ia
harus pergi menemui orang-orang buangan, yang, sebab
sedang mengalami penderitaan, diharapkan mau menerima
petunjuk Allah. Ia harus melihat mereka sebagai teman
sebangsanya, yang dengan mereka ia bersekutu dekat, dan
yang sebab itu sepantasnya mendapat perhatian penuh
darinya, seperti Paulus sangat mengasihi kaum sebangsa-
nya (Rm 9:3). Dan, ia harus mengatakan kepada mereka
bukan hanya apa yang Tuhan katakan, namun juga bahwa
Tuhan-lah yang mengatakannya. Biarlah ia berkata-kata
dalam nama Allah, dan mendukung perkataannya dengan
otoritas-Nya: Beginilah firman Tuhan ALLAH, katakanlah
kepada mereka, baik mereka mau mendengarkan atau
tidak. Bukan berarti bahwa tidak ada bedanya bagi kita
apa pun yang dihasilkan pelayanan kita, namun , apa pun
hasilnya, kita harus tetap melanjutkan tugas kita dan
menyerahkan perkaranya kepada Allah. Kita tidak boleh
berkata: “Kelompok ini yaitu sebagian yang sudah terlalu
baik maka kita tidak perlu berbicara kepada mereka lagi,”
atau, “Kelompok ini yaitu sebagian lain yang terlalu jahat
sehingga tidak ada gunanya berbicara kepada mereka.”
Sebaliknya, apa pun hasilnya, sampaikanlah pesanmu de-
ngan setia, katakanlah kepada mereka: Beginilah firman
Tuhan ALLAH, dan kalau mereka menolaknya, mereka sen-
diri yang menanggung akibatnya.
2. Petunjuk lengkap yang diberikan kepada sang nabi, berkaitan
dengan penugasannya, diceritakan di sini,
(1) Dengan penuh sorak-sorai tugasnya ini disambut oleh
malaikat-malaikat kudus, yang sangat bersukacita melihat
seorang makhluk ciptaan yang lebih rendah dari mereka
sedemikian dipakai dan dipercaya. Ia mendengar di bela-
kangnya suatu suara gemuruh yang besar (ay. 12), seolah-
olah para malaikat itu berjejalan dan berdesakan hendak
melihat pelantikan seorang nabi. Sebab kepada mereka
oleh jemaat diberitahukan (yaitu, bila direnungkan, dari
jemaat) pelbagai ragam hikmat Allah (Ef. 3:10). Mereka
seakan berebutan untuk dekat-dekat melihat hal yang luar
biasa ini. Ia mendengar suara dari sayap-sayap makhluk-
makhluk hidup yang menggesek satu sama lain, atau
(seperti kata asalnya) bercium-ciuman satu sama lain, yang
menggambarkan perasaan saling mengasihi dan saling
tolong di antara para malaikat. Ia juga mendengar suara
gemertak dari roda-roda Sang Pemelihara bergerak berha-
dapan dengan para malaikat dalam satu irama dengan me-
reka. Semua ini bertujuan untuk menarik perhatian sang
nabi dan meyakinkannya bahwa Allah-lah yang mengutus-
nya, yang memiliki begitu banyak pengiring yang mulia
seperti itu, sehingga tidak diragukan lagi Ia memiliki kuasa
yang cukup untuk menopangnya dalam tugasnya. Akan
namun , semua keramaian ini berakhir dengan ucapan syu-
kur. Ia mendengar mereka berkata, Terpujilah kemuliaan
Tuhan di tempat-Nya (KJV).
[1] Dari sorga, tempat-Nya di atas, dari mana kemuliaan-
Nya sekarang turun dalam penglihatan, atau ke mana
kemuliaan itu, mungkin, sekarang kembali. Biarlah
kumpulan malaikat di sorga yang tidak terhitung jum-
lahnya bergabung dengan malaikat-malaikat yang dipa-
kai dalam penglihatan ini dan berseru, Terpujilah kemu-
liaan Tuhan. Pujilah TUHAN di sorga. Pujilah Dia, hai
segala malaikat-Nya (Mzm. 148:1-2).
[2] Dari Bait Allah, tempat-Nya di bumi, dari mana kemu-
liaan-Nya sekarang beranjak. Mereka meratapi kepergi-
an kemuliaan-Nya, namun memuja kebenaran Allah
dalam peristiwa ini: apa pun yang terjadi, Allah tetap
terpuji dan mulia, dan selamanya tetap demikian. Nabi
Yesaya mendengar Allah dipuji sedemikian saat ia
Kitab Yehezkiel 3:1-15
menerima penugasannya (Yes. 6:3). Sungguh menjadi
penghiburan bagi semua hamba Allah yang setia untuk
memandang betapa Dia dipuja dan dimuliakan di dunia
yang di atas sekalipun mereka melihat betapa Allah
direndahkan di dunia yang di bawah ini. Kemuliaan
Tuhan mendapat banyak penolakan dari tempat kita,
namun mendapat banyak pujian dari tempat-Nya.
(2) Dengan keengganan besar dalam rohnya sendiri, namun
dengan pengaruh Roh Allah yang perkasa, sang nabi pun
dibawa menyelesaikan tugasnya. Kasih karunia yang diteri-
manya tidak sia-sia, sebab,
[1] Roh menuntun dia dengan tangan yang kuat. Allah me-
nyuruhnya pergi, namun hatinya tetap bergeming sampai
Roh mengangkatnya. Roh makhluk-makhluk hidup itu
yang berada di dalam roda-rodanya kini juga ada dalam
diri sang nabi, dan mengangkatnya, mula-mula untuk
mendengar eluan para malaikat dengan lebih jelas (ay.
12), namun sesudahnya (ay. 14) mengangkat dan mem-
bawanya pada tugasnya. Tugas yang membuatnya
berat hati entah sebab ia sangat enggan membawa ma-
salah pada dirinya sendiri atau enggan menyampaikan
nubuat tentang masalah itu pada bangsanya. Ia akan
sangat senang jika dibebaskan, namun ia harus melaku-
kannya, seperti juga seorang nabi yang lain (Yer. 20:7),
Engkau terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan
aku. Yehezkiel lebih suka menyimpan semua yang ia
dengar dan lihat bagi dirinya sendiri, supaya semuanya
itu tidak perlu disebarluaskan. Namun, kekuasaan
TUHAN memaksanya dengan sangat dan menguasainya.
Ia digerakkan berlawanan dengan keinginannya sendiri
oleh dorongan kenabian, sehingga ia tidak bisa tidak
berkata-kata tentang apa yang telah ia lihat dan yang
telah ia dengar, sama seperti para rasul (Kis. 4:20). Per-
hatikanlah, orang-orang yang dipanggil Allah ke dalam
pelayanan, Allah bukan hanya memperlengkapi kepala
mereka untuk itu, namun Ia juga menundukkan hati
mereka untuk itu.
[2] Sang nabi mengikuti dengan hati sedih: Roh itu mem-
bawa aku, katanya, dan lalu aku pergi, namun dengan
perasaan pahit, dengan hati panas. Ia mungkin telah
melihat betapa berat tugas yang diemban Yeremia di
Yerusalem saat ia muncul sebagai nabi, nyeri yang di-
tanggungnya, penentangan yang dihadapinya, bagai-
mana dia disiksa baik dengan perbuatan maupun de-
ngan kata-kata, juga perlakuan buruk yang dijumpai-
nya, dan semua itu tanpa ada tujuan. “Dan lagi” (pikir
Yehezkiel) “haruskah aku dibuat menjadi tanda seperti
dirinya?” Kehidupan seorang buangan saja sudah cu-
kup buruk, bagaimana lagi dengan kehidupan nabi da-
lam pembuangan? Oleh sebab itu, ia pergi dalam kere-
sahan dan kegelisahan ini. Perhatikanlah, terkadang
ada keengganan besar sebab adanya kecemaran dalam
diri kita bahkan saat sedang mengalami kasih karunia
besar. “Aku pergi, bukan dengan tidak taat kepada
penglihatan yang dari sorga, atau mengundurkan diri
dari tugas, seperti Yunus, namun aku pergi dengan
perasaan pahit, sama sekali tidak senang dengan tugas
ini.” saat ia menerima pewahyuan ilahi itu, baginya
pewahyuan itu manis seperti madu (ay. 3). Dengan rasa
senang yang melimpah ia dapat menghabiskan seluruh
hari-harinya merenungkan penglihatan itu. Namun, saat
ia harus memberitakannya kepada orang lain, yang, ia
duga, akan mengeraskan hati dan jengkel sebab peng-
lihatan itu, serta akan sangat mengutukinya, maka ia
pun pergi dengan perasaan pahit. Perhatikanlah, suatu
kepedihan besar bagi para hamba Tuhan yang setia,
dan membuat mereka melakukan tugas dengan hati
berat, saat mereka melihat umat tidak taat dan tidak
mau berubah. Ia pergi dengan hati panas, sebab keke-
cewaan yang ia perkirakan akan dijumpainya. Akan
namun , kekuasaan TUHAN memaksanya dengan sangat,
bukan hanya memaksanya untuk tugasnya, namun juga
melayakkan dia bagi tugas itu, memampukannya men-
jalani tugas itu, dan memberinya kekuatan melawan ke-
sulitan yang akan dihadapinya (demikianlah kita dapat
memahaminya). Lalu, saat ia mendapatinya demikian,
Kitab Yehezkiel 3:16-21
ia merasa lebih damai dengan tugasnya dan menyesuai-
kan dirinya untuk tugas itu: Demikianlah ia datang
kepada orang-orang buangan (ay. 15). Ia datang ke
tempat banyak orang buangan berkumpul. Di sana ia
duduk, di tempat mereka duduk, bekerja, membaca,
atau berbicara. Ia terus berada di tengah-tengah mereka
selama tujuh hari untuk mendengar apa yang mereka
katakan dan mengamati apa yang mereka lakukan.
Sepanjang waktu itu, ia menantikan Firman Tuhan
datang kepadanya. Perhatikanlah, orang yang ingin
berbicara supaya didengar dan menyentuh hati orang
lain tentang jiwanya, ia harus mendekatkan diri dengan
mereka dan mengenal perkara mereka, harus melaku-
kan seperti yang Yehezkiel lakukan di sini, harus duduk
di tengah-tengah mereka, dan berbicara dengan akrab
kepada mereka mengenai perkara-perkara Allah, dan
menempatkan dirinya dalam kondisi mereka, ya, sekali-
pun mereka duduk di tepi sungai-sungai Babel. Namun,
amatilah, Ia di sana duduk tertegun, susah hati oleh
kesedihan atas dosa-dosa dan penderitaan bangsanya
dan tertekan oleh kemegahan penglihatan yang dilihat-
nya. Ia duduk di sana menyendiri (begitulah beberapa
orang menafsirkannya). Allah tidak memberinya peng-
lihatan, manusia tidak mengindahkannya. Demikianlah,
ia dibiarkan mencerna kepedihannya, sampai ia memiliki
sikap hati yang lebih baik, sebelum Firman Tuhan bisa
datang kepadanya. Perhatikanlah, orang-orang yang di-
rancangkan Allah untuk diangkat-Nya dan dibuat-Nya
menjadi besar, pertama direndahkan-Nya dan dikecilkan-
Nya dahulu untuk sedikit waktu.
Tugas Seorang Penjaga
(3:16-21)
16 Sesudah tujuh hari datanglah firman TUHAN kepadaku: 17 “Hai anak
manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel.
Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkan-
lah mereka atas nama-Ku. 18 Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Eng-
kau pasti dihukum mati! – dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak
berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang
jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya,
namun Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari pada-
mu. 19 namun jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak
berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam
kesalahannya, namun engkau telah menyelamatkan nyawamu. 20 Jikalau
seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan
Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh sebab
engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuat-
an-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, namun
Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.
21 namun jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu supaya ia
jangan berbuat dosa dan memang tidak berbuat dosa, ia akan tetap hidup,
sebab ia mau menerima peringatan, dan engkau telah menyelamatkan nya-
wamu.”
Petunjuk-petunjuk lanjutan di atas diberikan Allah kepada sang nabi
sesudah tujuh hari, yaitu, pada hari ketujuh sesudah penglihatan yang
diperolehnya. Sangat mungkin, penglihatan itu dan Firman yang
berisi petunjuk ini datang pada hari Sabat, hari yang oleh kaum
Israel, bahkan dalam masa pembuangan, masih mereka jalankan
sebaik mungkin dalam kondisi mereka saat itu. Kita tidak melihat
para penakluk dan penindas mereka mengekang mereka supaya
tidak melakukan acara-acara ibadah, seperti yang dilakukan kepala-
kepala rodi Mesir dahulu, sebaliknya dalam pembuangan itu mereka
boleh menjalankan hari perhentian Sabat sebagai tanda yang mem-
bedakan antara mereka dan bangsa-bangsa sekitar. Namun, untuk
beribadah pada hari Sabat, mereka tidak memiliki tempat yang
sesuai seperti bait Allah atau sinagoga. Tampaknya, mereka hanya
memiliki tempat di tepi sungai, tempat di mana sembahyang biasa
dilakukan (seperti Kis. 16:13). Di sanalah, mereka berkumpul pada
hari Sabat. Di sanalah, para musuh mereka mencela mereka dengan
nyanyian dari Sion (Mzm. 137:1, 3). Di sanalah, Yehezkiel menjumpai
mereka, dan barulah pada saat itu dan di tempat itu Firman Tuhan
datang kepadanya. Ia yang telah memikirkan dan merenungkan
perkara-perkara Allah sepanjang minggu itu pantas berbicara dengan
bangsa itu dalam nama Allah pada hari Sabat, dan siap mendengar
Allah berbicara kepadanya. Pada hari Sabat kali ini Yehezkiel tidak
begitu ditinggikan dengan penglihatan akan kemuliaan Allah seperti
yang ia alami pada Sabat sebelumnya. Namun, dengan jelas, dan
dengan suatu kiasan perbandingan yang biasa, ia diberi tahu tentang
tugasnya, yang harus disampaikannya kepada bangsa itu. Perhati-
kanlah, pengalaman pengangkatan dan sukacita mendalam bukanlah
makanan sehari-hari anak-anak Allah, sekalipun pada kesempatan-
kesempatan khusus mereka pernah menikmatinya. Kita tidak boleh
Kitab Yehezkiel 3:16-21
menyangkal bahwa kita tidak memiliki persekutuan sejati dengan
Allah (1Yoh. 1:3), walaupun kita tidak selalu bisa merasakannya
dengan jelas seperti pada waktu-waktu tertentu. Dan, sekalipun
misteri kerajaan sorga sesekali bisa diintip ke dalam, biasanya kera-
jaan sorga dikenal melalui khotbah biasa yang terutama ditujukan
untuk meneguhkan iman. Allah di sini memberi tahu sang nabi apa
yang menjadi tugasnya, dan apa kewajiban dari tugas itu. Pastilah
hal ini yang harus ia sampaikan kepada bangsa itu, agar mereka
memperhatikan apa yang ia katakan dan memperbaiki diri seturut
dengan itu. Perhatikanlah, umat Tuhan perlu mengetahui dan memi-
kirkan tugas apa yang diemban para pelayan Tuhan atas mereka dan
pertanggungjawaban apa yang harus segera mereka berikan untuk
tugas itu. Amatilah,
I. Tugas apa yang menjadi panggilan sang nabi: Hai anak manusia,
Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel (ay.
17). Penglihatan yang dilihatnya membuatnya tertegun. Ia tidak
tahu apa yang harus diperbuatnya dengan penglihatan itu. Oleh
sebab itu, Allah memakai kiasan yang sederhana ini, yang dapat
menuntunnya dengan lebih baik dalam memahami tugasnya dan
dengan demikian membuatnya merasa damai dalam menerima
tugas itu. Ia duduk di antara orang-orang buangan, dan tidak
bicara banyak, namun Allah datang kepadanya, dan memberitahu-
nya bahwa tidak ada guna berbuat seperti itu. Ia yaitu seorang
penjaga, ia harus berbicara kepada mereka. Ia ditunjuk menjadi
penjaga di dalam kota, menjaga terhadap kebakaran, pencurian,
dan pengganggu keamanan. Ia ditunjuk sebagai penjaga kawan-
an, menjaga terhadap pencuri dan binatang buas pemangsa. Akan
namun , ia terutama ditunjuk sebagai penjaga perkemahan, di
negeri yang sedang diserang atau kota yang dikepung, yaitu
untuk mengamati pergerakan musuh, dan membunyikan tanda
peringatan saat bahaya mendekat, bahkan, saat ada tanda-tanda
pertama bahaya bisa muncul. Ini mengartikan bahwa kaum Israel
sedang ada dalam keadaan darurat militer, dan sedang berjaga-
jaga terhadap musuh, yang cerdik dan tidak kenal lelah dalam
usaha menyerang Israel. Memang benarlah demikian, setiap ang-
gota kaum itu ada dalam bahaya dan harus berjaga-jaga. Perhati-
kanlah, para pelayan Tuhan yaitu penjaga di atas tembok-
tembok jemaat (Yes. 62:6), penjaga yang berkeliling kota (Kid. 3:3,
KJV). Tugas ini yaitu tugas yang berat. Penjaga harus tetap ter-
jaga, meskipun mereka sangat mengantuk, harus selalu ada di
luar, sekalipun cuaca sangat dingin. Mereka harus bertahan
dalam segala cuaca di tempat peninjauan (Yes. 21:8; Kej. 31:40).
Tugas ini yaitu tugas yang berbahaya. Adakalanya mereka tidak
bisa mempertahankan tempat penjagaannya, dan berada dalam
bahaya binasa oleh musuh, yang akan mendapatkan kemenangan
jika mereka membunuh prajurit-prajuritnya. Namun, mereka
tidak berani meninggalkan tempat penjagaannya sebab takut
mati dihukum panglima perang. Keadaan serba salah seperti
inilah yang dihadapi para penjaga jemaat. Manusia akan mengu-
tuk mereka jika mereka setia, dan Allah akan mengutuk mereka
jika mereka mungkir. namun , tugas ini yaitu tugas yang
penting. Kaum Israel tidak bisa aman tanpa para penjaga. Meski-
pun demikian, jikalau bukan TUHAN yang mengawal, sia-sialah
pengawal berjaga-jaga (Mzm. 127:1-2).
II. Apakah kewajiban dari tugas ini. Pekerjaan seorang penjaga ada-
lah memperhatikan dan memberi peringatan.
1. Sang nabi, sebagai seorang penjaga, harus memperhatikan
apa yang Allah katakan mengenai umatnya, bukan hanya
mengenai keseluruhan tubuh umat, yang sering kali menjadi
sasaran nubuat Yeremia dan nabi-nabi lain, namun juga
mengenai orang-orang tertentu, sesuai dengan wataknya. Ia
tidak boleh, seperti penjaga-penjaga lain, melihat ke sekeliling
untuk mengintai bahaya dan mencari tahu, melainkan ia
harus melihat ke atas kepada Allah. Selain Allah, ia tidak perlu
melihat ke arah yang lain: Dengarkan sesuatu firman dari
pada-Ku (ay. 17). Perhatikanlah, mereka yang mau memberita-
kan Firman, harus mendengarkan Firman terlebih dahulu.
Sebab, bagaimana mungkin orang dapat mengajar orang lain
kalau mereka sendiri tidak belajar terlebih dahulu?
2. Ia harus memperhatikan apa yang ia dengar. Seperti seorang
penjaga harus memiliki mata di kepalanya, demikian pula ia
harus memiliki lidah di kepalanya. Jika ia bisu, sama buruk-
nya dengan jika ia buta (Yes. 56:10). Engkau harus memperi-
ngatkan mereka atas nama-Ku, bunyikan tanda peringatan di
gunung kudus. Bukan dalam namanya sendiri, sebagai datang
dari dirinya sendiri, namun dalam nama Allah, dan dari Allah.
Kitab Yehezkiel 3:16-21
Para pelayan Tuhan yaitu mulut Allah bagi anak-anak ma-
nusia. Kitab Suci ditulis untuk menjadi peringatan bagi kita.
Hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu (Mzm. 19:12, KJV:
Oleh Kitab Suci hamba-Mu diperingatkan). Namun, sebab yang
disampaikan vivâ voce – dengan suara yang hidup, biasanya
membuat tampak paling berkesan, maka Allah senang meng-
gunakan manusia, seperti kita sendiri, yang sama-sama harus
diperingatkan, untuk menekankan kepada kita hal-hal yang
diperingatkan dalam Firman yang tertulis. Nah, sang nabi,
dalam pemberitaannya, harus membedakan antara orang
jahat dan orang benar, orang berharga dan orang keji. Selain
itu, dalam penerapannya, sang nabi harus menyesuaikan peri-
ngatannya kepada masing-masing orang, memberi peri-
ngatan kepada setiap orang sesuai dengan bagiannya. Jika
sang nabi melakukan hal ini, ia akan merasakan ketenangan,
apa pun hasilnya, namun , jika ia tidak melakukannya, ia akan
dimintai pertanggungan jawab.
(1) Sebagian orang yang harus dihadapinya yaitu orang
jahat, dan ia harus memperingatkan mereka untuk tidak
terus hidup dalam kejahatannya, namun berbalik daripada-
nya (ay. 18-19). Kita amati di sini,
[1] Bahwa Allah semesta langit telah mengatakannya, dan
memang mengatakannya, kepada setiap orang jahat,
bahwa jika ia tetap hidup dalam pelanggaran-pelanggar-
annya, ia pasti dihukum mati. Kesalahannya tidak di-
ragukan lagi pasti menjadi kehancurannya. Kesalahan-
nya mendorongnya pada kehancuran dan akan berakhir
dalam kehancuran. Engkau akan sekarat, engkau akan
mati. Engkau akan mati dalam kematian yang mengeri-
kan, akan mati selamanya, selalu sekarat, namun tidak
pernah mati. Orang jahat itu akan mati dalam kesalah-
annya, akan mati sebab perasaan bersalah, mati kare-
na dikuasai oleh kesalahannya.
[2] Bahwa jika seorang jahat berbalik dari kejahatannya,
dan dari hidupnya yang jahat, ia akan tetap hidup, dan
kehancuran yang diancamkan kepadanya akan dicegah.
supaya ia dapat berbuat demikian, ia diperingatkan
akan bahaya yang dihadapinya. Orang jahat akan mati
jika ia tetap dalam kejahatannya, namun akan hidup jika
ia bertobat. Amatilah, ia harus berbalik dari kejahatan-
nya dan dari hidupnya yang jahat. Tidak cukup orang
hanya berbalik dari hidupnya yang jahat melalui per-
ubahan di luar saja, yang bisa saja akibat dosanya
meninggalkan dia, dan bukan ia meninggalkan dosanya.
Namun, ia harus berbalik dari kejahatannya, dari cinta-
nya pada kejahatan itu serta kecenderungan hatinya
untuk kejahatan itu, melalui pembaruan dari dalam.
Jika ia tidak sampai berbalik dari hidupnya yang jahat,
kecil harapan bahwa ia akan berbalik dari kejahatan-
nya.
[3] Bahwa tugas para pelayan Tuhanlah untuk memperi-
ngatkan orang berdosa akan bahaya dosa sekaligus me-
yakinkan mereka akan manfaat pertobatan, untuk mem-
perhadapkan kepada mereka betapa menyedihkannya
nasib mereka jika mereka tetap dalam dosa, dan betapa
bahagianya mereka jika saja mereka mau bertobat dan
berubah. Perhatikanlah, pelayanan Firman yaitu me-
ngenai perkara kehidupan dan kematian, sebab per-
kara-perkara inilah yang diperhadapkan kepada kita,
berkat dan kutuk, agar kita dapat selamat dari kutuk
dan mewarisi berkat.
[4] Bahwa, sekalipun para pelayan tidak memperingati orang
jahat seperti seharusnya mengenai penderitaan dan ba-
haya yang akan mereka hadapi, hal itu tidaklah menjadi
alasan bagi orang jahat untuk tetap hidup dalam pelang-
garan. sebab , sekalipun sang penjaga tidak memperi-
ngatkan mereka, mereka akan mati dalam kesalahannya,
sebab mereka sudah cukup mendapat peringatan melalui
segala bentuk pemeliharaan Allah dan melalui hati
nurani mereka sendiri. sebab itu, jika mereka meng-
indahkan peringatan itu, mereka pasti tetap hidup.
[5] Bahwa, jika pelayan Tuhan tidak setia terhadap tugas
yang dipercayakan kepada mereka, jika mereka tidak
memperingatkan orang berdosa akan akibat mematikan
dari dosa, namun membiarkan mereka tetap hidup dalam
dosa tanpa ditegur, maka nyawa orang yang binasa
akibat kelalaian mereka itu akan dituntut daripadanya.
Kitab Yehezkiel 3:16-21
Kelalaian itu akan dituntut dari mereka pada hari per-
tanggungan jawab bahwa, akibat ketidaksetiaan mere-
ka, jiwa berharga orang ini dan yang lainnya binasa
dalam dosa. Sebab siapa yang bisa tahu akibatnya jika
ia tidak mendapat peringatan yang adil sehingga bisa
sempat lari dari murka yang akan datang? Dan, kalau
terlibat dalam membantu membunuh tubuh yang dapat
mati saja sudah merupakan kesalahan yang sangat keji,
maka bagaimana jadinya bila orang terlibat dalam mem-
bantu menghancurkan jiwa yang tidak dapat mati?
[6] Bahwa jika pelayan Tuhan melakukan tugasnya mem-
peringatkan orang berdosa, sekalipun peringatan itu
tidak diindahkan, mereka akan mendapat kepuasan ini,
bahwa mereka bersih dari tuntutan nyawa orang ber-
dosa itu, dan telah menyelamatkan nyawanya sendiri,
sekalipun mereka tidak berhasil menyelamatkan nyawa
orang berdosa itu. Orang-orang yang setia akan men-
dapat upahnya, sekalipun mereka tidak berhasil.
(2) Sebagian orang yang harus dihadapinya yaitu orang be-
nar, setidaknya ia punya alasan untuk berpikir, dan meni-
lai dalam kemurahan hati, bahwa mereka yaitu orang
benar. Ia harus memperingatkan mereka agar tidak murtad
dan berbalik dari kebenarannya (ay. 20-21). Kita meng-
amati di sini,
[1] Orang paling benar di dunia sekalipun perlu diingatkan
terhadap kesesatan, dan diberi tahu bahayanya jika
mereka sesat atau disesatkan. Hamba-hamba Allah ha-
rus diperingatkan (Mzm. 19:12) agar tidak melalaikan
tugasnya dan menghentikan pelayanannya. Salah satu
cara yang baik untuk menjaga kita dari kejatuhan ada-
lah terus memiliki rasa takut yang kudus akan kejatuh-
an (Ibr. 4:1). Biarlah kita merasa takut (KJV). Bahkan,
dalam Roma 11:20 dikatakan bahwa orang-orang yang
tercacak tegak dalam iman tidak boleh sombong, namun
takutlah, dan dengan demikian menjadi waspada.
[2] Ada kebenaran yang orang bisa berbalik darinya, yaitu
kebenaran yang palsu, dan, jika manusia berbalik dari
kebenaran ini, maka nyata bahwa kebenaran itu tidak
pernah tulus, betapapun baiknya, bahkan, betapapun
pantasnya kebenaran itu kelihatannya. Sebab, jika
mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya
mereka tetap bersama-sama dengan kita (1Yoh. 2:19).
Ada banyak orang yang mulai dengan Roh, namun meng-
akhirinya di dalam daging, yang menghadapkan muka-
nya ke langit, namun menoleh ke belakang. Ada banyak
orang yang memiliki kasih yang mula-mula, namun
kehilangan kasih itu, dan berbalik dari perintah kudus.
[3] saat orang berbalik dari kebenarannya, mereka segera
belajar berbuat kesalahan. saat mereka mulai ceroboh
dan lalai dalam tugasnya menyembah Allah, mengabai-
kannya, atau sembrono dalam melakukannya, mereka
menjadi mangsa empuk bagi si pencoba. Kelalaian
membuka jalan untuk kejahatan.
[4] saat orang berbalik dari kebenarannya, dan berbuat
curang, maka adillah bagi Allah untuk meletakkan batu
sandungan di hadapannya, agar mereka bertambah
buruk dan semakin buruk, sampai mereka siap dituai
untuk kehancuran. saat Firaun mengeraskan hati-
nya, Allah mengeraskan hatinya. saat orang berdosa
berbalik dari Allah, meninggalkan tugasnya, dan dengan
demikian mengaibkannya, Allah, dalam cara pengha-
kiman-Nya yang benar, bukan hanya menarik kasih
karunianya yang melindungi mereka dan menyerahkan
mereka pada keinginan hatinya, namun juga menyeret
mereka, dalam penyelenggaraan-Nya, ke dalam keadaan
yang mendorong mereka untuk melakukan dosa dan
mempercepat kehancuran mereka. Bagi orang-orang ini
Kristus menjadi batu yang membuat orang terantuk,
batu yang membuat mereka jatuh (1Ptr. 2:8, KJV).
[5] Kebenaran yang dilepaskan orang tidak akan diingat
lagi sebagai kehormatan atau kebahagiaannya. Kebe-
naran itu tidak akan berguna apa-apa bagi mereka baik
di dunia ini maupun di dunia yang akan datang. Orang
murtad kehilangan semua yang dikerjakannya. Segala
pelayanan dan pengorbanan mereka semua sia-sia, dan
tidak akan pernah diperhitungkan, sebab mereka tidak
bertekun di dalamnya. Ada suatu aturan dalam hukum,
Kitab Yehezkiel 3:22-27
Factum non dicitur, quod non perseverat – Kita diakui
melakukan sesuatu hanya jika kita melakukannya de-
ngan tekun (Gal. 3:3-4).
[6] jika pelayan Tuhan tidak memperingatkan dengan
adil sebagaimana seharusnya terhadap orang-orang
benar akan kelemahannya, akan kemungkinan mereka
untuk tersandung dan jatuh, akan pencobaan tertentu
yang dihadapi mereka, dan akan akibat mematikan dari
kemurtadan, maka kehancuran orang-orang yang mur-
tad akan memanggil dari depan pintu para pelayan
Tuhan, dan mereka harus menjawabnya. Bukan berarti
bahwa orang-orang yang diperingatkan di sini akan
melawan, dan berbalik dari kebenarannya. Sebaliknya,
berbeda dengan orang jahat, orang yang benar, sesudah
diperingatkan, mengindahkan peringatan itu dan tidak
berbuat dosa (ay. 21). Sebab, jika engkau memberi orang
bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak. Kita
bukan hanya tidak boleh membuai orang jahat, bahkan
orang benar pun tidak boleh dibuai, bahwa mereka
seratus persen aman-aman saja di mana pun di sisi
sebelah sorga ini.
[7] Jika pelayan Tuhan memberi peringatan, dan umat
mengindahkannya, hal itu baik bagi keduanya. Tidak
ada yang lebih indah daripada teguran orang yang bijak
untuk telinga yang mendengar. Yang satu akan tetap
hidup, sebab ia mau menerima peringatan, dan yang
lainnya telah menyelamatkan nyawanya. Apa lagi yang
lebih diinginkan seorang pelayan Tuhan selain menyela-
matkan dirinya dan semua orang yang mendengarnya?
(1Tim. 4:16)
Kedegilan Bangsa Itu Dinubuatkan
(3:22-27)
22 Maka di sana kekuasaan TUHAN meliputi aku dan Ia berfirman kepadaku:
“Bangunlah dan pergilah ke lembah, di sana Aku akan berbicara dengan
engkau.” 23 Aku bangun dan pergi ke lembah; sesungguhnya di sana kelihat-
an kemuliaan TUHAN seperti kemuliaan yang telah kulihat di tepi sungai Kebar,
dan aku sujud. 24 namun masuklah Roh ke dalam aku dan ditegakkannya aku,
lalu Ia berbicara dengan aku, kata-Nya: “Pergilah pulang, kurunglah dirimu di
dalam rumahmu. 25 Dan engkau, anak manusia, sesungguhnya, engkau akan
diikat dengan tali dan akan dibelenggu, sehingga engkau tidak bisa keluar
masuk di tengah-tengah mereka. 26 Dan Aku akan membuat lidahmu melekat
pada langit-langitmu, sehingga engkau menjadi bisu dan tidak akan menem-
pelak mereka, sebab mereka yaitu kaum pemberontak. 27 namun kalau Aku
berbicara dengan engkau, Aku akan membuka mulutmu dan engkau akan
mengatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH. Orang yang
mau mendengar, biarlah ia mendengar; dan orang yang mau membiarkan,
baiklah membiarkan, sebab mereka yaitu kaum pemberontak.”
sesudah dengan semua cara yang besar dan megah ini Allah membiar-
kan dirinya ditemukan oleh sang nabi, dan sesudah petunjuk lengkap
yang Allah berikan kepadanya dalam menghadapi orang-orang ke-
pada siapa Allah mengutusnya dengan penugasan yang jelas, kita
tentunya mengira sekarang kita akan melihat sang nabi memberita-
kan Firman Allah kepada jemaat Israel yang besar. Namun, di sini
kita jumpai kebalikannya. Pekerjaannya di sini, mula-mula, tampak
tidak sebanding dengan kemegahan panggilannya.
I. Kita menjumpai sang nabi di sini undur diri dan tidak mau belajar
lebih lanjut. Melihat keengganannya untuk pergi, tampaknya
seolah-olah sang nabi belum sepenuhnya yakin, seperti seharus-
nya, akan kesanggupan Dia yang mengutusnya dalam mendu-
kungnya. Oleh sebab itu, untuk menguatkannya menghadapi
semua kesulitan yang dilihatnya di depan, Allah akan menganu-
gerahkannya penglihatan lain akan kemuliaan-Nya, yang akan
menghidupkan dan membangkitkan dia untuk melakukan tugas-
nya. Untuk ini, Allah menyuruh dia pergi ke lembah (ay. 22) dan
di sana Allah akan berbicara dengan dia. Lihatlah dan kagumilah
kerendahan hati Allah yang mau bercakap-cakap sedemikian
akrabnya dengan manusia, seorang anak manusia, seorang
buangan yang malang, bahkan, seorang berdosa, yang saat Allah
mengutusnya, ia pergi dengan perasaan pahit, dan pada saat ini
sedang berkecil hati dengan tugasnya. Oleh sebab itu, marilah
kita akui bahwa kita berutang budi pada perantaraan Kristus
yang membawa hubungan dan persekutuan yang indah antara
Allah dan manusia, antara langit dan bumi. Lihatlah di sini man-
faat kesendirian, dan bagaimana kesendirian sering kali ditemani
oleh perenungan. Sendirian dengan Allah sangatlah menghibur
hati, yaitu menarik diri dari dunia ini untuk bercakap-cakap
dengan-Nya, untuk mendengarkan Dia berbicara, dan untuk ber-
bicara kepada-Nya. Dan, orang benar pun akan berkata bahwa ia
tidak pernah merasa sendirian saat sedang sendirian. Yehezkiel
Kitab Yehezkiel 3:22-27
pergi ke lembah dengan hati rela lebih daripada saat dia harus
pergi ke tengah-tengah orang-orang buangan (ay. 15). Sebab orang
yang mengerti apa artinya bersekutu dengan Allah, tidak bisa
tidak, pasti memilih persekutuan itu di atas semua percakapan
dengan dunia ini, terutama percakapan yang biasa ditemuinya. Ia
pergi ke lembah, dan di sana ia melihat penglihatan yang sama
dengan yang dilihatnya di tepi sungai Kebar, sebab Allah tidak
dibatasi oleh tempat. Perhatikanlah, mereka yang mengikut Allah
akan berjumpa dengan penghiburan-Nya, ke mana pun mereka
pergi. Allah memanggilnya untuk berbicara dengannya, namun Dia
melakukan jauh lebih banyak: Allah menunjukkan kemuliaan-Nya
kepadanya (ay. 23). Sekarang ini kita tidak perlu mengharapkan
penglihatan-penglihatan seperti ini, namun kita harus mengakui
bahwa kita mendapat perkenanan yang tidak lebih rendah saat
kita dengan iman mencerminkan kemuliaan Tuhan seiring dengan
kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, yang datangnya
dari Tuhan yang yaitu Roh (2Kor 3:18). Itulah semarak bagi
semua orang yang dikasihi-Nya. Haleluya!
II. Kita melihat di sini bahwa sang nabi ditahan dan tidak mendapat
pengajaran lebih lanjut untuk saat ini. saat ia melihat kemulia-
an Tuhan, ia sujud, sebab merasa kagum akan keagungan Allah
dan takut pada kemarahan-Nya. namun , masuklah Roh ke
dalam dirinya untuk membangunkannya, lalu ia menjadi pulih
dan berdiri di atas kakinya (KJV). Kemudian, ia mendengarkan apa
yang dibisikkan Roh kepadanya, dan perintah Roh ini sangat
mengejutkan. Orang pasti berpikir sekarang Allah akan langsung
mengutusnya ke pusat tempat orang berkumpul, akan memberi-
nya kasih karunia di mata saudara-saudaranya, dan membuat dia
serta pesannya diterima oleh mereka. Juga, pikir orang, pastilah
pintu kesempatan terbuka lebih lebar untuknya dan Allah akan
membuka pintu pemberitaan untuk membuka mulutnya dengan
berani. Namun, apa yang di sini dikatakan kepadanya bertolak
belakang dengan semua ini.
1. Bukannya mengirim dia ke tengah-tengah perkumpulan orang
banyak, Allah malah menyuruh dia untuk mengurung diri di
tempat tumpangannya: Pergilah pulang, kurunglah dirimu di
dalam rumahmu (ay. 24). Ia tidak bersedia tampil di depan
umum, dan, saat ia tampil, bangsa itu tidak mengacuhkan-
nya, ataupun menunjukkan rasa hormat yang layak diterima-
nya. Oleh sebab itu, sebagai teguran yang adil, baik kepadanya
maupun bangsa itu, kepada dia, sebab rasa enggannya
terhadap mereka, dan kepada bangsa itu, sebab sikap dingin
mereka terhadap dia, Allah melarang dia untuk muncul di
depan umum. Perhatikanlah, keputusan kita sering kali dibuat
Allah menjadi penghukuman kita. sebab itu, benarlah tindak-
an Allah itu dalam menyingkirkan para pengajar saat mereka,
atau umatnya, atau keduanya, tidak peduli lagi untuk ber-
ibadah bersama. Yehezkiel harus mengurung dirinya, sebab ,
menurut sebagian penafsir, untuk memberi tanda akan penge-
pungan Yerusalem, yaitu saat bangsa itu harus mengurung
diri rapat-rapat, sama seperti Yehezkiel, di dalam rumahnya.
Pengepungan ini dibicarakan Yehezkiel di pasal berikutnya. Ia
harus mengurung dirinya di dalam rumahnya, agar ia dapat
lebih lagi menerima pengungkapan pikiran Allah dan memper-
lengkapi dirinya sepenuhnya dengan perkataaan yang akan ia
katakan kepada bangsa itu saat ia keluar menampilkan diri-
nya. Kita mendapati bahwa tua-tua Yehuda mengunjunginya
dan duduk berhadap-hadapan dengan dia di rumahnya (8:1),
menjadi saksi akan pengalaman perjumpaannya dengan Allah.
Namun, nanti baru di ayat 11:25 Yehezkiel menyampaikan
kepada para buangan itu segala sesuatu yang diperlihatkan
TUHAN kepadanya. Perhatikanlah, mereka yang dipanggil
untuk memberitakan Firman harus menyediakan waktu untuk
belajar, bahkan sering kali harus menyediakan banyak waktu
untuk mengurung diri di rumah, agar dapat sepenuhnya mem-
baca firman dan merenungkannya, sehingga nyatalah man-
faatnya yang mereka dapatkan di mata semua orang.
2. Bukannya menjadikan Yehezkiel dihormati dan disayangi oleh
orang-orang yang kepadanya ia diutus, Allah malah memberi
tahu dia bahwa dia akan diikat dengan tali dan akan dibeleng-
gu (ay. 25), entah
(1) Sebagai penjahat. Mereka akan mengikatnya untuk meng-
hukumnya lagi sebagai pengganggu keamanan. Meskipun
mereka sendiri dikirim sebagai tawanan ke Babel sebab
menganiaya para nabi, di sana mereka malah terus meng-
aniaya para nabi. Atau lebih tepat,
Kitab Yehezkiel 3:22-27
(2) Sebagai orang yang terganggu jiwanya. Mereka akan meng-
ikat dia sebagai orang gila. Mereka menggambarkan tindak-
an-tindakan kasarnya saat rohnya terangkat. Panglima-
panglima bertanya kepada raja Yehu, Mengapa orang gila
itu datang kepadamu? Festus berkata kepada Paulus,
Engkau gila, Paulus! Demikian pula sebutan orang Yahudi
tentang Tuhan Yesus kita (Mrk. 3:21). Mungkin inilah alas-
an mengapa ia harus tetap di dalam rumah, sebab jika
tidak, mereka akan mengikatnya, di bawah tuduhan palsu
bahwa dia gila, dan itulah sebabnya ia tidak boleh keluar
masuk di tengah-tengah mereka. Tepatlah jika para nabi
dilarang pergi kepada orang-orang yang akan menyiksa
mereka.
3. Bukannya membuka mulut Yehezkiel supaya mulutnya dapat
menyuarakan pujian kepada Allah, Allah malah membung-
kamnya, membuat lidahnya melekat pada langit-langitnya,
sehingga ia bisu untuk sementara waktu (ay. 26). Orang-orang
buangan yang saleh di Babel menggunakan kutukan ini pada
diri mereka, bahwa, jika mereka tidak mengingat Yerusalem,
biarlah lidah mereka melekat pada langit-langit mereka (Mzm.
137:6). Yehezkiel mengingat Yerusalem lebih dari mereka
semua, namun lidahnya melekat pada langit-langitnya. Dia
yang paling bisa berbicara dengan baik dilarang berbicara
sama sekali. Dan alasan yang diberikan yaitu sebab mereka
yaitu kaum pemberontak, yaitu orang-orang yang kepada
mereka ia diutus. Mereka tidak layak menerima Yehezkiel
sebagai penempelak. Ia tidak akan memberi mereka petunjuk
dan peringatan, sebab itu semua akan hilang dan sia-sia bagi
mereka. Ia sebelumnya diperintahkan untuk berbicara dengan
berani kepada mereka sebab mereka yaitu pemberontak (2:7).
namun , sebab teguran itu terbukti tidak berguna, ia kini,
sebab alasan itu, diperintahkan diam dan tidak boleh ber-
bicara sama sekali kepada mereka. Perhatikanlah, orang yang
membatu hatinya terhadap teguran, sudah selayaknya tidak
diberikan lagi segala sarana teguran. Mengapa penegur tidak
boleh menjadi bisu, jika, sesudah ia lama berusaha, ternyata
orang yang ditegur malah menjadi tuli? Jika Efraim mau ber-
sekutu dengan berhala-berhala, biarkanlah dia! Engkau akan
menjadi bisu dan tidak akan menempelak mereka. Ayat ini
menyiratkan bahwa jika ia tidak bisu ia akan menempelak. Jika
ia dapat berbicara sedikit saja, ia akan bersaksi menyatakan
kejahatan orang jahat. namun kalau Allah berbicara dengan dia,
dan merancangkan untuk berbicara melalui dia, Allah akan
membuka mulutnya (ay. 27). Perhatikanlah, meskipun nabi
Allah dibuat menjadi bisu untuk sementara waktu, akan
datang waktunya saat Allah akan membuka mulutnya lagi.
Dan, saat Allah berbicara kepada para pelayan-Nya, Dia bukan
hanya akan membuka telinga mereka untuk mendengar apa
yang Dia katakan, namun juga membuka mulut mereka untuk
memberi jawaban. Musa, yang wajahnya tertutup selubung
saat ia turun dari gunung menemui bangsa itu, menanggalkan
selubung itu saat ia menghadap Allah kembali (Kel. 34:34).
4. Bukannya memberi Yehezkiel jaminan keberhasilan bila ia
sewaktu-waktu harus berbicara kepada bangsa itu, Allah
malah membiarkan perkaranya menjadi sangat tidak menentu,
dan Yehezkiel tidak boleh membingungkan dan meresahkan
dirinya dengan perkara itu, namun ia harus membiarkan saja
apa yang terjadi. Orang yang mau mendengar, biarlah ia men-
dengar, dan hatinya akan menjadi tenang. Biarlah ia men-
dengar, maka ia akan hidup. namun , orang yang mau
membiarkan, baiklah membiarkan dengan menanggung sendiri
akibatnya, dan menerima apa yang akan terjadi. Jikalau eng-
kau mencemooh, engkau sendirilah orang yang akan menang-
gungnya. Allah ataupun nabi-Nya tidak akan merugi sebab
itu. namun , sang nabi akan diberi upah untuk kesetiaan-
nya menegur orang berdosa, dan Allah akan mendapat kemu-
liaan sebab keadilan-Nya menghakimi orang yang tidak mau
mengindahkan teguran.
PASAL 4
ehezkiel tengah berada di antara orang-orang buangan di Babel,
namun di sana mereka masih menyimpan Yerusalem dalam hati
mereka. Orang-orang buangan yang saleh melihat ke arah Yerusalem
dengan mata iman (seperti Dan. 6:11), sementara orang-orang yang
congkak melihat ke sana dengan mata yang sombong, dan membuai
diri dengan keangkuhan bahwa mereka akan segera kembali ke sana.
Orang-orang yang tetap tinggal di Yerusalem menjalin hubungan
dengan orang-orang buangan, dan, ada kemungkinan, membuai me-
reka dengan harapan-harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja,
selama Yerusalem masih berdiri dalam kekuatannya, dan mungkin
mencela orang-orang yang sudah menyerah sejak awal sebab kebo-
dohan mereka. Oleh sebab itu, untuk menjatuhkan keangkuhan ini,
Allah memberi kepada sang nabi, dalam pasal ini, suatu peng-
lihatan yang sangat jelas dan menyentuh hati tentang pengepungan
Yerusalem oleh tentara Kasdim, dan malapetaka-malapetaka yang
akan menyertai pengepungan itu. Ada dua hal yang digambarkan
kepadanya di sini dalam penglihatan itu:
I. Benteng-benteng yang akan didirikan untuk mengepung kota
itu. Ini dilambangkan dengan sang nabi yang mengepung
ukiran Yerusalem (ay. 1-3) dan dengan berbaring pertama-
tama pada satu sisi, dan kemudian pada sisi lain di hadapan
ukiran itu (ay. 4-8).
II. Kelaparan yang akan mengamuk di dalam kota itu. Ini dilam-
bangkan dengan sang nabi yang memakan makanan yang
sangat menjijikkan, dan membatasi diri untuk makan sedikit
saja darinya selama perlambangan ini berlangsung (ay. 9-17).
Y
Gambaran tentang Sebuah Pengepungan
(4:1-8)
1 “Engkau, anak manusia, ambillah sebuah batu bata, letakkan di hadapan-
mu dan ukirlah di atasnya sebuah kota, yaitu Yerusalem. 2 Ukirlah kota itu
dalam keadaan terkepung: dirikan sebuah benteng pengepungan, timbun
pula tanah menjadi tembok pengepungan, tempatkan perkemahan tentara
dan susun alat-alat pendobrak sekeliling kota itu. 3 Lalu ambillah sebidang
besi dan dirikanlah itu di antaramu dengan kota itu menjadi dinding besi,
kemudian tujukanlah wajahmu ke arah kota itu, sehingga kota itu dalam
keadaan terkepung, dan engkaulah yang mengepung dia. Inilah menjadi
lambang bagi kaum Israel. 4 Berbaringlah engkau pada sisi kirimu dan Aku
akan menanggungkan hukuman kaum Israel atasmu. Berapa hari engkau
berbaring demikian, selama itulah engkau menanggung hukuman mereka.
5 Beginilah Aku tentukan bagimu: Berapa tahun hukuman kaum Israel,
sekian harilah engkau menanggung hukuman mereka, yaitu tiga ratus sem-
bilan puluh hari. 6 Kalau engkau sudah mengakhiri waktu ini, berbaringlah
engkau untuk kedua kalinya, namun pada sisi kananmu dan tanggunglah hu-
kuman kaum Yehuda empat puluh hari lamanya; Aku menentukan bagimu
satu hari untuk satu tahun. 7 Tujukanlah wajahmu kepada pengepungan
Yerusalem dan kepalkanlah tinjumu kepadanya dan bernubuatlah melawan
kota itu. 8 Lihat, Aku akan mengikat engkau dengan tali, sehingga engkau
tidak dapat berbalik dari sisi yang satu ke sisi yang lain sampai engkau
mengakhiri waktu pengepunganmu itu.
Sang nabi di sini diperintahkan untuk menggambarkan pengepungan
Yerusalem bagi dirinya sendiri dan orang-orang lain, dengan tanda-
tanda yang akan sesuai dan punya kekuatan untuk menghantam
khayalan dan memengaruhi pikiran. Dan ini merupakan sebuah
nubuat.
I. Ia diperintahkan untuk membuat ukiran yang menggambarkan
Yerusalem pada sebuah batu bata (ay. 1). Suatu kehormatan bagi
Yerusalem bahwa selama ia menjaga kesetiaannya, Allah telah
melukiskannya di telapak tangan-Nya (Yes. 49:16), dan nama-
nama kedua belas suku terukir dalam batu-batu mulia pada tutup
dada imam besar. namun , sebab kota yang dahulu setia
sekarang sudah menjadi sundal, maka ubin atau batu bata yang
tak berharga dan rapuh dianggap cukup baik untuk mengukirnya
di atasnya. Ukiran ini harus diletakkan sang nabi di hadapannya,
supaya apa yang dilihat mata dapat memengaruhi hati.
II. Ia diperintahkan untuk membangun benteng-benteng kecil yang
mengepung ukiran kota ini, yang menyerupai alat-alat pendobrak
yang ditegakkan oleh para pengepung (ay. 2). Di antara kota yang
dikepung dan dirinya sendiri sebagai pengepung ia harus mendiri-
Kitab Yehezkiel 4:1-8
kan sebidang besi, sebagai dinding besi (ay. 3). Hal ini menggam-
barkan tekad baja dari kedua belah pihak. Tentara Kasdim
bertekad, apa pun risikonya, bahwa mereka akan menjadikan diri
mereka tuan atas kota itu dan tidak akan pernah berhenti sampai
mereka menaklukkannya. Di sisi lain, orang-orang Yahudi ber-
tekad untuk tidak pernah menyerah, namun akan bertahan sampai
titik darah penghabisan.
III. Ia diperintahkan untuk berbaring pada sisinya di hadapan ukiran
kota itu, seolah-olah untuk mengelilinginya, yang menggambar-
kan tentara Kasdim yang berbaris di hadapan kota itu untuk
menghadangnya, supaya makanan tidak masuk dan mulut-mulut
tidak keluar. Ia harus berbaring pada sisi kirinya selama 390 hari
(ay. 5), sekitar tiga belas bulan. Pengepungan Yerusalem dihitung
berlangsung selama delapan belas bulan (Yer. 52:4-6), namun jika
kita menguranginya dengan waktu selang selama lima bulan,
saat para pengepung menarik diri saat tentara Firaun datang
mendekat (Yer. 37:5-8), maka lamanya pengepungan itu yaitu
390 hari. Namun hal itu juga memiliki makna lain. Tiga ratus
sembilan puluh hari itu, menurut bahasa nubuat, berarti 390
tahun. Dan, saat sang nabi berbaring sekian hari lamanya pada
sisinya, ia menanggung kesalahan yang telah diperbuat kaum
Israel, yaitu kesepuluh suku, selama 390 tahun, terhitung dari
kemurtadan mereka yang pertama di bawah pemerintahan Yero-
beam sampai pada kehancuran Yerusalem, yang melengkapi
kehancuran sisa-sisa mereka yang sedikit yang telah bergabung
dengan Yehuda. Lalu ia harus berbaring selama empat puluh hari
pada sisi kanannya, dan berbaring selama itu untuk menanggung
hukuman kaum Yehuda, yaitu kerajaan dua suku, sebab dosa-
dosa kaum itu yang sudah memenuhi takaran yaitu dosa-dosa
yang menjadi kesalahan mereka selama empat puluh tahun
terakhir sebelum pembuangan mereka, sejak tahun ketiga belas
pemerintahan Yosia, saat Yeremia mulai bernubuat (Yer. 1:1-2).
Atau, seperti sebagian orang menghitungnya, sejak tahun kede-
lapan belas, saat kitab Taurat ditemukan dan bangsa itu mem-
perbaharui perjanjian mereka dengan Allah. jika mereka tetap
bersikeras dalam kedurhakaan dan penyembahan berhala mere-
ka, sekalipun mereka memiliki nabi dan raja yang hebat seperti
itu, dan dibawa ke dalam ikatan perjanjian luar biasa seperti itu,
maka apa yang bisa dinantikan selain kehancuran tanpa ampun?
Yehuda, yang mendapat pertolongan-pertolongan dan keuntung-
an-keuntungan seperti itu untuk memperbaharui diri, memenuhi
takaran kejahatannya dalam waktu yang kurang daripada Israel.
Nah, kita tidak harus beranggapan bahwa sang nabi terus ber-
baring pada sisinya siang dan malam. namun setiap hari, berhari-
hari lamanya jika digabungkan, pada waktu-waktu tertentu dalam
hari yang sama, saat ia menerima kunjungan, dan saat
teman-teman datang, ia didapati telah berbaring selama 390 hari
pada sisi kirinya dan empat puluh hari pada sisi kanannya di
hadapan ukiran Yerusalem yang dibuatnya. Semua orang yang
melihat dapat dengan mudah memahami bahwa itu berarti kota
itu akan dikepung dari dekat. Dan orang banyak akan datang
berbondong-bondong setiap hari, sebagian sebab penasaran dan
sebagian lagi sebab panggilan hati nurani, pada jam-jam yang
ditentukan, untuk melihat pemandangan itu dan memberi
pernyataan-pernyataan mereka yang bermacam-macam tentang-
nya. Ia terus-menerus didapati berbaring pada sisi yang sama,
seolah-olah ia diikat dengan tali (yang memang demikian oleh
perintah ilahi), sehingga ia tidak bisa berbalik dari sisi yang satu
ke sisi yang lain sampai ia mengakhiri waktu pengepungan itu. Hal
ini jelas menggambarkan para pengepung yang mengepung kota
itu dari dekat dan terus-menerus selama sekian hari lamanya,
sampai mereka berhasil mencapai tujuan mereka.
IV. Ia diperintahkan untuk menjalankan pengepungan itu dengan
sekuat tenaga (ay. 7): Tujukanlah wajahmu kepada pengepungan
Yerusalem, seperti orang yang sepenuhnya berniat untuk menge-
pungnya dan bertekad untuk menjalankannya. Demikianlah yang
akan dilakukan tentara Kasdim, dan mereka tidak akan bisa
disuap atau dipaksa untuk mundur darinya. Kemarahan Nebu-
kadnezar terhadap pengkhianatan Zedekia dalam memutuskan
persekutuan Zedekia dengannya membuat dia sangat bengis
dalam menggencarkan pengepungan ini, supaya dia dapat meng-
hukum penghinaan dari raja dan bangsa yang tidak setia itu. Dan
tentaranya banyak berharap akan mendapat jarahan yang berlim-
pah dari kota yang megah itu. Sehingga baik dia maupun tentara-
nya mengarahkan wajah mereka untuk melawannya, sebab tekad
mereka sudah bulat. Mereka juga tidak kurang giat dan tekun,
Kitab Yehezkiel 4:1-8
justru mereka mengerahkan tenaga sekuat-kuatnya dalam melan-
carkan pengepungan itu. Sang nabi harus menggambarkan hal ini
dengan mengepalkan tinjunya, atau, seperti sebagian orang mem-
bacanya, mengacungkan tangannya, seolah-olah hendak memukul
tanpa ampun. saat Allah hendak melakukan suatu pekerjaan
yang besar, Ia dikatakan menunjukkan tangan-Nya (Yes. 52:10).
Singkatnya, tentara Kasdim akan melakukan pekerjaan mereka,
dan terus melakukannya, seperti orang yang bersungguh-sung-
guh, dan yang bertekad untuk menuntaskannya. Nah,
1. Hal ini dimaksudkan sebagai lambang bagi kaum Israel (ay. 3),
baik bagi mereka yang ada di Babel, yang menjadi saksi mata
dari apa yang dilakukan sang nabi, maupun bagi mereka yang
tetap tinggal di negeri mereka sendiri, yang akan mendengar
kabar tentangnya. Sang nabi menjadi bisu dan tidak bisa ber-
bicara (3:26). namun sama seperti kebungkamannya memiliki
suara, dan menegur orang banyak atas ketulian mereka, demi-
kian pula bahkan pada saat itu Allah bukan tidak menyatakan
diri-Nya tanpa saksi, namun memerintahkan sang nabi untuk
membuat tanda-tanda, seperti yang biasa dilakukan orang
bisu, dan seperti yang dilakukan Zakharia saat ia menjadi
bisu, dan melalui tanda-tanda itu memberitahukan pikiran-Nya
(yaitu pikiran Allah) kepada orang banyak. Demikian pula
orang banyak ditegur atas kebodohan dan kedunguan mereka,
bahwa mereka tidak dapat diajar seperti orang dewasa, dengan
kata-kata, namun harus diajar seperti anak-anak, dengan gam-
bar-gambar, atau seperti orang tuli, dengan tanda-tanda. Atau
mungkin, mereka dengan ini ditegur atas kebencian mereka
terhadap sang nabi. Seandainya ia secara panjang lebar meng-
utarakan dengan kata-kata apa yang diartikan dari lambang-
lambang ini, maka mereka pasti akan menjeratnya dalam per-
kataannya, akan mendakwanya telah mengeluarkan ungkap-
an-ungkapan khianat, sebab mereka tahu bagaimana menya-
takan begitu saja seseorang berdosa di dalam suatu perkara
(Yes. 29:21), yang untuk menghindarinya sang nabi diperin-
tahkan untuk memakai tanda-tanda. Atau sang nabi memakai
tanda-tanda untuk alasan yang sama seperti Kristus memakai
perumpamaan, supaya mereka akan mendengar dan men-
dengar, namun tidak mengerti, dan mereka akan melihat dan
melihat, namun tidak menanggap (Mat. 13:14-15). Mereka tidak
mau mengerti apa yang sudah jelas, dan sebab itu akan di-
ajarkan dengan apa yang sulit. Dan dalam hal ini Tuhan ber-
buat benar.
2. Demikianlah sang nabi bernubuat melawan Yerusalem (ay. 7).
Dan ada sementara orang yang tidak saja memahaminya demi-
kian, namun juga lebih tergerak hatinya oleh nubuat yang
digambarkan seperti itu, sebab gambar-gambar yang tampak
di mata biasanya meninggalkan kesan-kesan yang lebih men-
dalam pada pikiran daripada kata-kata. Untuk alasan itulah
sakramen-sakramen ditetapkan untuk menggambarkan per-
kara-perkara ilahi, supaya kita dapat melihat dan percaya,
melihat dan tergerak oleh perkara-perkara ilahi itu. Kita dapat
mengharapkan keuntungan ini dari tanda-tanda itu, dan
berkat untuk menyertai tanda-tanda itu, selama kita (seperti
sang nabi di sini) hanya memakai tanda-tanda yang sudah
ditentukan dengan jelas oleh Allah sendiri, yang, harus kita
simpulkan, paling sesuai. Perhatikanlah, daya imajinasi jika
digunakan dengan benar, dan ditundukkan di bawah pimpin-
an dan bimbingan akal budi dan iman, bisa bermanfaat untuk
menyalakan dan menggugah perasaan-perasaan yang saleh
dan taat, seperti di sini pada diri Yehezkiel dan orang-orang
yang memperhatikannya. “Tampak bahwa aku melihat ini dan
itu, aku sendiri sekarat, waktu akan segera berakhir, dunia
terbakar api, orang-orang mati bangkit, pengadilan besar
ditegakkan, dan hal-hal semacamnya. Dan yang tampak itu
bisa memberi pengaruh yang luar biasa baik kepada kita.
Sebab imajinasi itu seperti api, hamba yang baik, namun tuan
yang buruk.”
3. Dalam seluruh perilaku ini, ada sesuatu yang membuat sang
nabi, dengan alasan yang baik, ragu-ragu dan keberatan.
Namun demikian, dalam ketaatan terhadap perintah Allah,
dan dalam menjalankan jabatannya, ia melakukannya sesuai
perintah.
(1) Perilaku itu tampak kekanak-kanakan dan menggelikan,
dan menjatuhkan martabatnya, dan akan ada orang-orang
yang mengolok-oloknya sebab itu. namun ia tahu bahwa
ketetapan ilahi memberi cukup kehormatan pada suatu
hal yang sebenarnya tampak hina, sehingga dengan mela-
kukan hal itu reputasinya terselamatkan.
Kitab Yehezkiel 4:1-8
(2) Sungguh melelahkan dan meletihkan berbuat seperti yang
diperbuat sang nabi. namun kenyamanan kita serta nama
baik kita haruslah dikorbankan demi kewajiban kita, dan
kita tidak boleh menyebut pelayanan apa saja terhadap
Allah sebagai pelayanan yang berat.
(3) Tidak bisa tidak, pasti sangat berlawanan dengan wataknya
untuk tampil demikian melawan Yerusalem, kota Allah,
kota suci, untuk bertindak sebagai musuh bagi tempat
yang sudah menjadi teman baiknya. namun ia seorang nabi,
dan harus mengikuti perintah-perintah yang diberikan ke-
padanya, bukan perasaan-perasaannya sendiri, dan harus
terang-terangan memberitakan kehancuran tempat yang
berdosa, meskipun kesejahteraannya sangat diinginkannya
dan didoakannya dengan sungguh-sungguh.
4. Semua yang dihadapkan sang nabi kepada anak-anak bangsa-
nya tentang kehancuran Yerusalem ini dimaksudkan untuk
membuat mereka bertobat, dengan menunjukkan dosa kepada
mereka, yaitu penyebab yang menyulut kehancuran ini, dosa
yang menyebabkan kehancuran kota yang dulu berkembang
itu. Pasti tidak ada hal lain selain kehancuran kota itu yang
dapat membuat mereka betul-betul membenci dosa dan berpa-
ling darinya. saat sang nabi, dengan warna-warni yang
hidup seperti itu, menggambarkan malapetaka dengan hati
yang amat sakit dan tidak nyaman, ia sedang menanggung
hukuman kaum Israel dan Yehuda. “Marilah ke sini” (katanya)
“dan lihatlah pekerjaan apa yang diperbuat dosa, betapa jahat
dan pedihnya meninggalkan TUHAN Allah. Hal ini timbul
sebab dosa, dosa-dosamu dan dosa nenek moyangmu. Oleh
sebab itu, hendaklah itu membuatmu bersedih dan malu
setiap hari dalam pembuanganmu sekarang, supaya kamu da-
pat berdamai dengan Allah dan Ia dapat kembali dalam rah-
mat kepadamu.” namun cermatilah, ini yaitu satu hari hu-
kuman untuk satu tahun dosa: Aku menentukan bagimu satu
hari untuk satu tahun. Pengepungan itu yaitu malapetaka se-
lama 390 hari, yang di dalamnya Allah mengadakan perhi-
tungan atas pelanggaran selama 390 tahun. Oleh sebab itu,
wajar kalau mereka mengakui bahwa Allah tidak menghukum
setimpal dengan dosa mereka (Ezr. 9:13). namun hendaklah
orang-orang berdosa yang tidak mau bertobat tahu bahwa,
meskipun sekarang Allah panjang sabar terhadap mereka, di
dunia lain ada hukuman yang kekal. saat Allah mengikatkan
tali kepada sang nabi, hal itu untuk menunjukkan kepada me-
reka bagaimana mereka terjerat dalam tali kesalahan mereka
sendiri (Rat. 1:14), dan sebab itu mereka sekarang tertangkap
dalam tali kesengsaraan. namun kita bisa juga memandang
keadaan sang nabi dengan penuh kasih sayang, sebab Allah
mengikatkan tali kewajiban kepadanya, seperti yang dilaku-
kan-Nya kepada semua hamba-Nya (1Kor. 9:16, itu yaitu
keharusan bagiku, dan celakalah aku, jika aku tidak mem-
beritakan Injil). Namun demikian, orang-orang mengikatnya
dengan tali-tali belenggu (3:25). namun kedua peristiwa itu
cukup bisa melayani kepentingan-kepentingan kerajaan Allah
di antara manusia.
Gambaran tentang Sebuah Kelaparan
(4:9-17)
9 Selanjutnya ambillah gandum, jelai, kacang merah besar, kacang merah
kecil, jawan dan sekoi dan taruhlah dalam satu periuk dan masaklah itu
menjadi roti bagimu. Itulah makananmu selama engkau berbaring pada
sisimu, yaitu tiga ratus sembilan puluh hari. 10 Dan makananmu yang harus
kaumakan akan ditentukan timbangannya, yakni dua puluh syikal satu hari;
makanlah itu pada waktu-waktu tertentu. 11 Air minum pun bagimu akan
ditentukan, seperenam hin banyaknya; minumlah itu pada waktu-waktu
tertentu. 12 Makanlah roti itu seperti roti jelai yang bundar dan engkau harus
membakarnya di atas kotoran manusia yang sudah kering di hadapan
mereka.” 13 Selanjutnya TUHAN berfirman: “Aku akan membuang orang
Israel ke tengah-tengah bangsa-bangsa dan demikianlah mereka akan mema-
kan rotinya najis di sana.” 14 Maka kujawab: “Aduh, Tuhan ALLAH, sesung-
guhnya, aku tak pernah dinajiskan dan dari masa mudaku sampai sekarang
tak pernah kumakan bangkai atau sisa mangsa binatang buas; lagipula tak
pernah masuk ke mulutku ini daging yang sudah basi.” 15 Lalu firman-Nya
kepadaku: “Lihat, kalau begitu Aku mengizinkan engkau memakai kotoran
lembu ganti kotoran manusia dan bakarlah rotimu di atasnya.” 16 Sesudah
itu Ia berfirman kepadaku: “Hai, anak manusia, sesungguhnya, Aku akan
memusnahkan persediaan makanan di Yerusalem – dan mereka akan mema-
kan roti yang tertentu timbangannya dengan hati yang cemas; juga mereka
akan meminum air dalam ukuran terbatas dengan hati yang gundah gulana –
17 dengan maksud, supaya mereka kekurangan makanan dan minuman dan
mereka semuanya menjadi gundah gulana, sehingga mereka hancur di dalam
hukumannya.
Penjelasan terbaik untuk bagian nubuat Yehezkiel tentang kehan-
curan Yerusalem ini yaitu ratapan Yeremia atas kehancuran itu
(Rat. 4:3-4, dst., dan 10), di mana ia dengan sedih menggambarkan
Kitab Yehezkiel 4:9-17
kelaparan yang mengerikan yang terjadi di Yerusalem selama penge-
pungan, dan dampak-dampaknya yang memilukan.
I. Sang nabi di sini, untuk menggerakkan hati orang banyak dengan
penglihatan tentangnya, harus membatasi diri selama 390 hari
untuk memakan makanan yang menjijikkan dan berkekurangan,
dan yang tidak dimasak dengan baik, sebab mereka akan keku-
rangan baik makanan maupun bahan bakar.
1. Makanannya, dari mutunya, yaitu roti yang terburuk, yang
hanya terbuat dari sedikit gandum dan jelai, dan sisanya dari
kacang merah besar, kacang merah kecil, jawan, dan sekoi,
seperti yang kita pakai untuk memberi makan kuda atau babi
peliharaan. Dan semuanya ini dicampur, seperti bubur gan-
dum, atau seperti makanan dalam piring pengemis, yang berisi
satu hidangan dari satu rumah dengan satu jenis gandum,
dan satu hidangan lagi dari rumah lain dengan jenis gandum
lain. Dari gandum semacam inilah roti sang nabi harus dibuat
selama ia dengan kelelahan berbaring pada sisinya, dan
membutuhkan sesuatu yang lebih baik untuk menopangnya
(ay. 9). Perhatikanlah, kita berhikmat jika kita tidak tergila-gila
dengan hidangan yang lezat-lezat dan roti yang enak-enak,
sebab kita tidak tahu makanan keras apa yang mungkin
nanti menjadi satu-satunya makanan yang harus kita makan,
dan yang terpaksa kita makan saja, sebelum kita mati. Jenis
makanan yang paling hina lebih baik daripada yang layak kita
dapatkan, dan sebab itu tidak boleh diremehkan atau
dibuang-buang, dan juga orang-orang yang memakannya tidak
boleh dipandang hina, sebab kita tidak tahu bagaimana nasib
kita sendiri nanti.
2. Untuk jumlahnya, makanannya hanya sesedikit yang cukup
untuk membuat orang bertahan hidup, untuk melambangkan
bahwa pengepungan itu akan membuat persediaan makanan
sangat kurang dan akan terus berlangsung sampai pada
waktu segala roti habis di kota itu (Yer. 37:21). Sang nabi
harus makan roti hanya seberat dua puluh syikal sehari (ay.
10), sekitar sepuluh ons. Dan ia harus minum air hanya seper-
enam hin banyaknya, yaitu seperempat liter, sekitar delapan
ons (ay. 11). Cara berhemat makan menurut “pola makan
Lessius” yang sangat berat yaitu hanya makan empat belas
ons makanan dan minum enam belas ons minuman sehari.
Sang nabi di Babel memiliki cukup banyak roti dengan
masih ada sisa, dan tinggal di tepi sungai, di mana ada banyak
air. Namun demikian, supaya ia dapat meneguhkan nubuat-
nya sendiri dan menjadi suatu tanda bagi orang Israel, Allah
mengharuskan dia untuk hidup berhemat-hemat seperti itu,
dan ia mematuhinya. Perhatikanlah, hamba-hamba Allah ha-
rus belajar untuk bertahan menanggung kesusahan, dan me-
nyangkal diri dari kenikmatan-kenikmatan yang diperboleh-
kan, jika dengan itu mereka dapat mendatangkan kemu-
liaan bagi Allah, membuktikan ketulusan iman mereka, dan
mengungkapkan bela rasa mereka terhadap saudara-saudara
mereka yang sedang menderita. Tubuh harus dikendalikan
dan ditundukkan. Alam puas dengan sedikit, anugerah dengan
lebih sedikit lagi, namun hawa nafsu tidak akan puas dengan
apa pun. Sungguh baik jika kita membatasi diri dalam hal
pilihan, supaya kita bisa menanggung penderitaan dengan
lebih baik kalau kita sampai dibatasi oleh kekurangan. Dan
pada masa-masa yang sulit dan saat terjadi bencana, tidak
sepatutnya kita memanjakan diri secara berlebihan, seperti
orang-orang yang minum anggur dari bokor dan tidak berduka
sebab hancurnya keturunan Yusuf (Am. 6:4-6).
3. Untuk memasak makanan, ia harus membakarnya di atas
kotoran manusia (ay. 12). Kotoran itu harus dikeringkan, dan
dipakai sebagai bahan bakar untuk memanaskan tungkunya.
Membayangkannya saja sudah membuat kita jijik. namun roti
yang menjijikkan itu, yang dibakar seperti itu, harus dimakan-
nya seperti roti jelai yang bundar, tanpa beban, seolah-olah itu
yaitu roti yang sama yang biasa dimakannya. Cara memasak
yang menjijikkan ini harus ditunjukkannya secara terbuka di
hadapan mereka, supaya hati mereka semakin tergerak oleh
malapetaka yang semakin dekat, yang dilambangkan olehnya,
bahwa di dalam kelaparan yang luar biasa parah, mereka
bukan saja tidak akan memperoleh makanan yang lezat-lezat,
namun juga tidak akan memperoleh makanan yang bersih.
Mereka harus mencukupkan diri dengan apa yang bisa mereka
peroleh. Bagi orang yang lapar segala yang pahit dirasakan
manis. Keadaan di seputar tanda ini, yaitu membakar roti
dengan kotoran manusia, dimohonkan sang nabi dengan hati
Kitab Yehezkiel 4:9-17
yang tunduk dan merendah supaya ditiadakan saja (ay. 14).
Tampaknya dengan melakukan itu orang akan dipandang
najis menurut hukum keupacaraan, sebab ada hukum yang
menyatakan bahwa kotoran manusia harus ditimbun dengan
tanah, supaya Allah tidak melihat sesuatu yang tidak senonoh
di perkemahan mereka (Ul. 23:13-14). Jadi haruskah ia pergi
dan mengumpulkan sesuatu yang begitu menjijikkan, dan
menggunakannya untuk memasak makanannya di hadapan
orang-orang? “Aduh, Tuhan ALLAH,” katanya, “sesungguhnya,
aku tak pernah dinajiskan, dan aku takut jangan-jangan aku
menjadi najis sebab hal ini.” Perhatikanlah, najisnya jiwa oleh
dosa yaitu apa yang ditakutkan orang baik lebih daripada
apa pun. Namun demikian, kadang-kadang orang yang berhati
lembut takut menjadi najis tanpa alasan, dan menyusahkan
diri sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan apakah ini boleh
atau tidak, seperti sang nabi di sini, yang belum belajar bahwa
bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang
(Mat. 15:11). namun cermatilah, ia tidak berseru, “Tuhan, dari
masa mudaku aku telah dibesarkan dengan kemewahan dan
tidak terbiasa dengan hal-hal lain selain apa yang bersih dan
bagus” (dan ada orang-orang yang terbiasa hidup mewah
begitu akhirnya dalam pengepungan Yerusalem betul-betul ter-
baring di timbunan sampah [Rat. 4:5]). Sebaliknya, ia berseru
bahwa ia dibesarkan dengan kesadaran hati nurani, dan tidak
pernah makan apa pun yang dilarang oleh hukum Taurat,
bangkai atau sisa mangsa binatang buas. Oleh sebab itu,
“Tuhan, janganlah suruh aku memakannya sekarang.” Demi-
kian pula Petrus memohon (Kis. 10:14), Tuhan, aku belum per-
nah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir. Per-
hatikanlah, kita akan terhibur, saat ditindih kesusahan, jika
hati kita dapat bersaksi bagi kita bahwa kita selalu berhati-
hati dalam menjauhkan diri dari dosa, bahkan dari dosa-dosa
kecil, dan dari segala jenis kejahatan. Apa saja yang diperin-
tahkan Allah kepada kita, kita yakin, yaitu baik. namun , jika
kita disuruh melakukan apa saja yang kita tahu sebagai keja-
hatan, kita harus menentangnya, berdasar pertimbangan
ini, bahwa sampai saat ini kita sudah menjaga kemurnian kita
– jadi apakah kita akan kehilangan kemurnian itu sekarang?
Nah, sebab Yehezkiel dengan kelembutan hati nurani yang
nyata mengajukan keberatan akan hal ini, maka Allah menia-
dakan itu untuknya. Perhatikanlah, orang-orang yang mempu-
nyai kuasa di tangan mereka tidak boleh mendesakkan
perintah-perintah mereka secara ketat kepada orang lain yang
tidak puas menerimanya, sekalipun ketidakpuasan mereka itu
tidak beralasan atau timbul dari ajaran dan kebiasaan lama.
Sebaliknya, mereka harus mengurungkan perintah-perintah
itu daripada mendukakan atau menyinggung orang-orang
yang lemah, atau menaruh batu sandungan di depan mereka,
mengikuti teladan Allah yang sudah merendah kepada Yehez-
kiel, meskipun kita yakin bahwa wewenang-Nya tak dapat di-
sanggah dan semua perintah-Nya bijak dan baik. Allah meng-
izinkan Yehezkiel untuk menggunakan kotoran lembu ganti
kotoran manusia (ay. 15). Ini merupakan celaan secara diam-
diam terhadap manusia, dengan mengisyaratkan bahwa kare-
na manusia tercemar oleh dosa, maka kotorannya lebih me-
muakkan dan menjijikkan daripada kotoran makhluk-makh-
luk lain. Jauh lebih keji dan kotor lagi manusia (Ayb. 15:16,
KJV).
II. Nah, tanda ini secara khusus dijelaskan di sini. Perilaku sang
nabi itu menandakan,
1. Bahwa orang-orang yang tetap tinggal di Yerusalem akan di-
timpa kesengsaraan yang luar biasa sebab kekurangan ma-
kanan pokok. sebab semua persediaan diputus oleh para
pengepung, maka kota itu akan segera mengalami kekurangan
yang dialami seluruh negeri, sebab raja sendiri dipenuhi kebu-
tuhannya dari hasil ladang. Dan dengan demikian persediaan
makanan akan dimusnahkan di Yerusalem (ay. 16). Allah tidak
hanya akan mengambil dari makanan kekuatannya untuk me-
nyehatkan, sehingga mereka akan makan, namun tidak menjadi
kenyang (Im. 26:26), namun juga akan mengambil makanan itu
sendiri (Yes. 3:1), sehingga sedikit yang tersisa pun akan
dimakan menurut timbangan, sehari sebanyak ini, untuk orang
sebanyak ini, supaya mereka semua mendapat bagian yang
sama dan bisa membuat makanan itu bertahan selama mung-
kin. namun apa gunanya itu, jika akhirnya persediaan akan
habis juga, dan orang-orang yang dikepung pasti akan menjadi
kelelahan sendiri di hadapan para pengepung? Mereka akan
Kitab Yehezkiel 4:9-17
makan dan minum dengan hati yang cemas, supaya persedia-
an tetap bisa bertahan selama mungkin, dan dengan hati yang
gundah gulana, saat mereka melihatnya hampir habis dan
tidak tahu ke mana harus mencari makanan lagi. Mereka
semuanya akan menjadi gundah gulana. Kalau biasanya
malapetaka akan terasa lebih ringan jika ada orang lain yang
ikut berbagi dengan kita di dalamnya (Solamen miseris socios
habuisse doloris), dan jiwa akan terasa lebih lega jika kita
mengeluhkan beban yang kita rasakan kepada orang lain,
maka dalam hal ini kesengsaraan justru akan menjadi sema-
kin hebat sebab terjadi di mana-mana dan menimpa semua
orang, dan dengan mengeluh satu terhadap yang lain, mereka
semua malah semakin tidak tenang dan kegundahan mereka
semakin bertambah. Dan peristiwa yang terjadi akan seburuk
seperti yang mereka takutkan. Mereka tidak dapat membuat-
nya lebih buruk lagi, sebab mereka akan hancur sebab keja-
hatan mereka. Banyak orang dari antara mereka akan mati
kelaparan, suatu kematian yang tak kunjung datang, lebih
buruk daripada kematian sebab pedang (Rat. 4:9). Mereka
akan mati dengan sedemikian rupa sehingga mereka merasa-
kan diri mereka sendiri mati. Dan dosalah yang mendatangkan
semua kesengsaraan ini atas mereka: Mereka akan hancur di
dalam kejahatan mereka (demikian ayat itu dapat dibaca).
Mereka akan terus berkeras dan tidak mau bertobat, dan akan
mati dalam dosa-dosa mereka, yang lebih menyengsarakan
daripada mati di timbunan sampah. Sekarang,
(1) Mari kita lihat di sini pekerjaan terkutuk apa yang diper-
buat dosa terhadap sebuah bangsa, dan marilah kita meng-
akui kebenaran Allah di dalamnya. Dulu Yerusalem ke-
nyang dengan gandum yang terbaik (Mzm. 147:14), namun
sekarang ia akan senang kalau bisa mendapat makanan
yang paling menjijikkan, dan tidak bisa mendapatkannya.
Seperti halnya makanan yang berlimpah-limpah merupakan
salah satu rahmat bagi Yerusalem, demikian pula hal itu
telah menjadi salah satu dosanya (16:49). Kelimpahan itu
disalahgunakan menjadi kemewahan yang berlebih-lebih-
an, yang sebab itu dihukum secara adil seperti itu dengan
kelaparan. Suatu perbuatan yang benar bagi Allah untuk
merampas dari kita kenikmatan-kenikmatan yang sudah
kita jadikan sebagai makanan dan bah