teladan sahabat nabi 7

 


Abdurrahman segera menemui 

Aisyah dan berkata: “Saksikanlah olehmu wahai Ummul Mukminin, bahwa 

kafilah ini dengan seluruh isi dan petugasnya aku berikan di jalan Allah.” 

Do’a Rasulullah Saw kepada Abdurrahman bin Auf agar Allah berkenan 

memberkahi dirinya selagi hidup terus saja berlangsung, sehingga ia 

menjadi sahabat Rasul Saw yang paling kaya dan yang paling banyak 

memiliki harta… namun  Abdurrahman bin Auf menjadikan seluruh 

harta tadi demi mencari keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Ia senantiasa 

berinfaq dengan kedua tangannya baik yang kanan maupun kiri, dengan 

sembunyi ataupun terang-terangan… sebagaimana ia pernah bersedekah 

dengan 40 ribu dirham perak, kemudian ia bersedekah lagi dengan 40 ribu 

dinar emas. Kemudian ia bersedekah lagi dengan 100 auqiyah emas. Ia 

juga membawa para mujahidin dengan 500 kuda yang ia berikan. 

Kemudian ia membekali 1500 mujahidin lainnya dengan kendaraan. 

Saat Abdurrahman bin Auf menjelang wafat, ia membebaskan banyak 

sekali budak-budaknya. 

Ia berpesan untuk memberikan 400 dinar emas kepada Ahlu Badr yang 

masih hidup. Maka mereka pun mengambil pemberian Abdurrahman ini 

dan jumlah mereka saat itu mencapai 100 orang. 

Ia juga berpesan untuk memberikan setiap Ummul Mukminin harta 

yang banyak; sehingga Ummul Mukminin Aisyah ra seringkali berdo’a 

untuk Abdurrahman yang berbunyi: “Semoga Allah Swt memberikannya 

minuman dari air salsabil.” 

Kemudian ia meninggalkan untuk ahli warisnya harta yang barangkali 

tidak bisa terhitung lagi… sebab  ia mewariskan 1000 unta, 100 kuda dan 

3000 domba. Istrinya berjumlah 4 orang sehingga mereka mendapatkan 

seperempat dari seperdelapan85 yang masing-masing mereka mendapatkan 

80 ribu. 

Ia meninggalkan emas dan perak yang bertumpuk-tumpuk dan 

dibagikan kepada seluruh ahli warisnya dengan cara memukulkannya 

dengan kapak sehingga tangan orang-orang yang memotongnya kelelahan. 

Semua itu terjadi sebab  do’a Rasulullah Saw agar Allah berkenan 

memberkahi harta Abdurrahman bin Auf. 


namun  harta yang ia miliki tidak membuat dirinya tergoda bahkan 

tidak membuatnya berubah. Sehingga kebanyakan orang jika melihat 

Abdurrahman bin Auf sedang bersama para budaknya, mereka tidak dapat 

membedakan mana Abdurrahman dan mana para budaknya. 

Suatu saat ia sedang mendapatkan makanan -padahal saat itu ia sedang 

berpuasa- ia lalu melihat orang yang membawakan makanan tadi sambil 

berkata: “Mus’ab bin Umair –yang lebih baik dariku- terbunuh, kami 

mendapatinya tidak memiliki apa-apa selain kain kafan yang menutupi 

                                                    

 Pent. Tirkah (harta warisan untuk istri bila terdapat anak yaitu  seperdelapan. sebab  istri 

beliau berjumlah 4 orang, maka masing-masing mendapatkan seperempat dari seperdelapan bagian 

mereka dari harta waris.) 

 

kepalanya namun kakinya terlihat. Jika kedua kakinya ditutup, maka 

kepalanya akan muncul. Lalu Allah Swt membentangkan dunia kepadaku 

sehingga seperti ini. Aku khawatir bila pahalaku sudah didahulukan 

(diberikan di dunia).” Kemudian ia menangis dengan tersedu-sedu 

sehingga makanan ini  basi. 


Beruntung sekali Abdurrahman bin Auf… Sebab Rasulullah Saw telah 

menjaminnya masuk ke dalam surga. Pembawa jenazahnya hingga ke 

peristirahatan terakhir yaitu  paman Rasul Saw yang bernama Sa’d bin Abi 

Waqash. Dzu Nuraini Ustman Bin Affan juga turut mensholatkan 

jenazahnya. Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib turut mengiringi 

jenazahnya sambil berkata: “Pergilah! Engkau telah menemukan 

kebenarannya dan engkau telah meninggalkan tipu dayanya. Semoga Allah 

merahmatimu!” 


Ja’far bin Abi Thalib 

“Aku Melihat Ja’far di Surga. Ia memiliki 2 Sayap yang Berlumuran 

Darah dan Bulu yang Diberi Warna.” (Hadits Al Syarif) 

 

Di Bani Manaf86 ada 5 orang yang amat mirip dengan Rasulullah Saw 

sehingga orang yang lemah pandangannya sering keliru membedakan 

Rasul Saw dengan mereka. 

Tidak dipungkiri bahwa Anda ingin mengetahui siapa saja kelima orang 

ini  yang begitu mirip dengan Nabi Saw. 

Maka marilah kita berkenalan dengan mereka semua.  

Mereka yaitu : Abu Sufyan bin Al Harits bin Abdul Muthalib, Beliau ini 

yaitu  sepupu Rasulullah Saw dan saudara sesusuan dengan Nabi Saw. 

Kemudian Futsam bin Al Abbas bin Abdul Muthalib, dan dia juga 

merupakan sepupu Nabi Saw. Al Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim 

kakeknya Imam Syafi’I ra. Al Hasan bin Ali, cucu Rasulullah Saw dan ia 

merupakan orang yang paling mirip dengan Nabi Saw dibandingkan 

dengan yang lain. Dan Ja’far bin Abu Thalib, dia yaitu  saudara Amirul 

Mukminin Ali bin Abi Thalib. 

Kami akan memaparkan sebuah episode dari kisah hidup Ja’far bin Abi 

Thalib ra… 


Abu Thalib -meski dia yaitu  orang yang terpandang di kalangan 

bangsa Quraisy, dan memiliki posisi penting di kaumnya- namun ia yaitu  

orang yang amat sulit hidupnya dan banyak anggota keluarganya. 

Kondisi ini  semakin bertambah sulit dengan datangnya tahun 

paceklik yang terjadi pada bangsa Quraisy sehingga membuat semua 

panenan menjadi gagal dan hewan-hewan ternakpun tidak dapat 

mengeluarkan susu. Ini semua membuat manusia hanya mampu 

mengkonsumsi tulang-tulang basah saja. 

Di kalangan Bani Hasyim –saat itu- tidak ada orang yang berkeluasan 

kecuali Muhammad bin Abdullah dan pamannya Al Abbas. 

Muhammad lalu berkata kepada Abbas: “Wahai paman, saudaramu 

Abu Thalib banyak sekali keluarganya. Engkau tahu sendiri bahwa banyak 

                                                     

86

 Abdi Manaf yaitu  nenek moyang Rasulullah saw. dan keteurunannya yaitu  kabilah yang 

paling dekat dengan Nabi Saw. 

 

manusia yang berkesusahan sebab  kemarau yang panjang serta wabah 

kelaparan. Marilah kita ke rumahnya untuk menanggung sebagian 

keluarganya. Aku akan menanggung seorang anaknya dan engkaupun 

menanggung seorang lagi dari anaknya, sehingga keduanya kita cukupi 

kebutuhannya.” 

Abbas berkata: “Engkau telah mengajak kepada hal kebaikan dan 

engkau menyeru kepada kebajikan.” 

Kemudian keduanya berangkat dan bertemu dengan Abu Thalib. 

Keduanya berkata: “Kami datang berniat untuk meringankan beban 

keluargamu sehingga kesulitan dan penderitaan ini sirna dari diri 

manusia.” Abu Thalib berkata: “Kalian boleh untuk mengambil siapa saja, 

selain Aqil.”  

Maka Muhammad mengajak Ali dan menjadikan keluarganya. 

Sedangkan Abbas mengajak Ja’far dan menjadikannya sebagai keluarga. 

Ali terus tinggal bersama Muhammad hingga saat Allah Swt 

mengutusnya sebagai seorang Nabi yang membawa agama petunjuk dan 

kebenaran. Dialah yang menjadi orang pertama yang memeluk Islam dari 

kalangan pemuda. 

Ja’far pun terus tinggal dengan pamannya sehingga ia tumbuh dewasa, 

masuk Islam dan berkecukupan bersamanya. 


Ja’far bin Abi Thalib beserta istrinya Asma binti Umais bergabung 

dengan rombongan ‘cahaya’ sejak perjalanan pertama.  

Keduanya masuk Islam berkat ajakan Abu Bakar As Shiddiq ra sebelum 

Rasulullah Saw masuk ke Darul Al Arqam.87 

Pemuda AlHasyimi ini bersama istrinya merasakan siksaan bangsa 

Quraisy sebagaimana yang dirasakan oleh muslimin yang lain. Keduanya 

mampu bersabar atas siksaan ini sebab  keduanya menyadari bahwa jalan 

menuju surga dipenuhi dengan duri dan sarat dengan hal yang 

menyakitkan. namun  yang membuat mereka jengkel sebagaimana yang 

dirasakan oleh sahabat mereka dari kaum muslimin yaitu  bahwa bangsa 

Quraisy menghalangi mereka untuk melakukan ibadah dan menghalangi 

mereka untuk merasakan lezatnya ibadah. Bangsa Quraisy bahkan 

senantiasa mengawasi setiap hembusan nafas mereka. 

Pada saat itulah Ja’far bin Abi Thalib meminta izin kepada Rasulullah 

saw untuk berhijrah bersama istri dan beberapa orang sahabat lainnya ke 

negeri Habasyah. Rasul pun mengizinkan dengan hati yang sedih. 

                                                     

87

 Darul Arqam yaitu  sebuah rumah di Mekkah yang dikenal dengan Darus Salam. Rumah ini 

milik Al Arqam bin Abdu Manaf Al Makhzumy. Dalam rumah ini  Rasulullah Saw mengajak 

manusia untuk memeluk agama Islam. Sudah sering disebut kisah Darul Arqam ini sebelumnya 

 200

Yang membuat Rasul bersedih atas para sahabatnya yang suci dan baik 

itu yaitu  sebab  mereka akan meninggalkan kampung mereka. Mereka 

bersedia meninggalkan tempat di mana mereka bermain di waktu kecil, 

tanah air dimana mereka tumbuh menjadi remaja. Mereka tinggalkan 

kampungnya tanpa kesalahan yang mereka perbuat kecuali bahwa mereka 

mengatakan bahwa: “Tuhan kami yaitu  Allah!” 

namun  Beliau tidak memiliki daya dan kekuatan untuk menolak 

siksaan bangsa Quraisy. 


Berangkatlah rombongan kaum muhajirin pertama ke Habasyah dan 

salah satu dari mereka yaitu  Ja’far bin Abi Thalib. Mereka tinggal di sana 

dengan jaminan keamanan An Najasy yang merupakan pemimpin 

Habasyah yang dikenal adil dan shaleh. 

Akhirnya, pertama kali mereka mendapatkan rasa aman –sejak mereka 

masuk Islam- dan mereka merasakan nikmatnya ibadah tanpa ada yang 

mengganggu kenikmatan ibadah mereka, ataupun yang mengacaukannya. 

namun  begitu suku Quraisy mengetahui keberangkatan 

rombongan muslimin ini menuju Habasyah untuk mendapatkan 

perlindungan raja Habasyah demi ketenangan beribadah mereka dan 

keamanan akidah, mereka pun berencana untuk membunuh rombongan 

muslimin ini atau menggiring mereka masuk ke dalam sebuah penjara 

besar. 

Sekarang, kita akan mempersilahkan Ummu Salamah88 ra untuk 

menceritakan kisah yang ia dengar dan saksikan. 


Ummu Salamah berkata: “Begitu kami tiba di negeri Habasyah, kami 

menemukan perlindungan yang amat baik bagi diri kami sehingga kami 

merasa aman dalam menjalankan agama. Kami dapat beribadah kepada 

Allah tanpa ada siksaan atau ucapan yang menyakitkan kami. Begitu 

Quraisy mendengar kabar ini, mereka segera mengirimkan dua orang yang 

paling gagah diantara mereka kepada An Najasy. Keduanya yaitu : Amr 

bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Mereka berdua dibekali hadiah yang 

akan diberikan kepada An Najasy dan para pemuka agama di sana. Hadiah 

ini  yaitu  barang-barang yang disukai oleh penduduk Habasyah dari 

negeri Hijaz. Suku Quraisy juga berpesan kepada kedua utusan ini agar 

memberikan hadiah kepada para pemuka agama terlebih dahulu sebelum 

mereka menghadap An Najasy untuk membicarakan urusan kami.” 


                                                  

 Ummu Salamah: Lihat dalam kitab Shuwar min Hayatis Shahabiyat karya penulis. 

 

Begitu keduanya tiba di Habasyah maka mereka menemui para pemuka 

agama dan memberikan kepada masing-masing pemuka agama hadiah. 

Tidak ada seorang pun dari para pemuka agama tadi yang tidak 

mendapatkan hadiah dari keduanya. Kedua utusan ini  berkata kepada 

pemuka agama: 

“Ada beberapa budak bodoh kami yang berlindung di negara raja. 

Mereka telah keluar dari agama bapak dan kakek moyang mereka dan 

keluar dari kaumnya. Jika kami berbicara kepada raja kalian tentang para 

budak ini, maka beritahukanlah raja kalian untuk menyerahkan budak-

budak ini kepada kami tanpa perlu menanyakan agama mereka. sebab  

para pemimpin suku mereka amat mengerti tentang kondisi para budak ini 

dan paham apa yang sedang mereka anut.” Para pemuka agama tadi pun 

mengatakan: “Ya.” 

Ummu Salamah berkata: “Tidak ada yang lebih kami benci dari Amr 

dan sahabatnya daripada saat An Najasy memanggil salah seorang dari 

kami untuk mendengarkan pembicaraannya. 


Kemudian keduanya menghadap An Najasy dan memberikan hadiah 

kepadanya. An Najasy amat senang dengan hadiah itu. Keduanya lalu 

berbincang dengan An Najasy seraya mengatakan: 

“Wahai raja, di negeri telah berlindung beberapa budak-budak negeri 

kami yang amat nakal. Mereka datang ke sini membawa agama yang tidak 

kami ketahui sebagaimana engkau tidak mengetahuinya. Mereka 

meninggalkan agama kami namun tidak masuk ke dalam agamamu… 

Kami di utus untuk menghadapmu oleh orang tua mereka, paman mereka, 

keluarga mereka agar engkau berkenan memulangkan budak-budak ini 

kepada mereka, dan mereka yaitu  manusia yang paling tahu akan fitnah 

yang telah dibuat oleh budak-budak ini.” 

An Najasy lalu melihat ke arah para pemuka agama, dan para pemuka 

agama itu mengatakan: “Keduanya benar, wahai raja! Kaum mereka lebih 

tahu dan paham akan apa yang telahg di perbuat oleh para budak ini. 

Maka kembalikanlah para budak ini kepada mereka biar mereka sendiri 

yang memutuskannya!” Lalu murkalah sang raja dengan ucapan para 

pemuka agama ini, ia berkata kepada mereka: “Tidak, demi Allah. Aku 

tidak akan menyerahkan mereka kepada siapapun sehingga aku memanggil 

mereka semua, dan menanyakan kepada mereka apa yang dituduhkan 

kepada mereka. Jika mereka benar, seperti apa yang dikatakan oleh kedua 

orang ini, maka aku akan menyerahkannya. Jika mereka tidak demikian, 

maka aku akan memberi perlindungan bagi mereka dengan sebaik-

baiknya. 



Ummu Salamah mengisahkan: “Kemudian An Najasy mengutus 

seseorang untuk memanggil kami dan menghadapnya. Lalu kami 

berkumpul sebentar sebelum berangkat menghadapnya. Sebagian dari kami 

ada yang berkata: “Raja akan menanyakan agama kalian, maka katakanlah 

terus terang apa yang kalian anut. Biarkan yang menjadi juru bicaranya 

yaitu  Ja’far bin Abi Thalib, dan jangan ada yang bicara selainnya.” 

Ummu Salamah mengisahkan: “Kemudian kami berangkat untuk 

menghadap An Najasy dan kami dapati bahwa ia juga telah mengundang 

para pemuka agama. Mereka semua duduk di samping kanan dan kiri An 

Najasy. Mereka semua mengenakan Tayalisah89 dan menghiasi kepala 

mereka dengan peci. Mereka pun tak lupa membuka kitab dihadapan 

mereka. Kami juga melihat ada Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah 

di dekat raja.” 

Begitu kami sudah ada di majlis, An Najasy melihat ke arah kami dan 

bertanya: “Apakah agama yang baru kalian anut sehingga kalian 

meninggalkan agama kaum kalian juga tidak membuat kalian masuk ke 

dalam agamaku, juga tidak masuk suatu agama pun yang diketahui 

manusia?” 

Lalu majulah beberapa langkah ke arah An Najasy, seseorang yang 

bernama Ja’far bin Abi Thalib yang berkata: “Wahai raja, Kami dulunya 

yaitu  kaum jahiliah yang menyembah berhala dan memakan bangkai. 

Kami melakukan perbuatan keji dan memutuskan tali silaturahmi. Kami 

yaitu  kaum yang suka mengganggu tetangga. Yang kuat diantara kami 

akan memangsa mereka yang lemah. Kami hidup terus-menerus seperti itu 

sehingga Allah Swt mengutus seorang Rasul kepada kami yang kami kenal 

nasab, kejujuran, amanah dan harga dirinya… 

Ia mengajak kami untuk kembali ke jalan Allah; agar kami mau 

mengesakan dan menyembah-Nya dan meninggalkan apa yang pernah 

kami dan kakek moyang kami sembah selain Allah dari bebatuan dan 

berhala… 

Rasul ini memerintahkan kami untuk berkata jujur dan menunaikan 

amanat. Ia juga menyuruh kami untuk menghubungkan silaturahmu dan 

bertetangga dengan baik. Menolak diri dari perbuatan haram dan 

pertumpahan darah. Ia juga melarang kami untuk mengerjakan perbuatan 

keji dan ucapan dosa. Memakan harta anak yatim dan menuduh wanita 

yang terhormat. 

Rasul tadi memerintahkan kami untuk beribadah kepada Allah Swt dan 

agar kami tidak melakukan kemusyrikan terhadap-Nya. Kami juga 

diperintahkan untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat dan berpuasa 

Ramadhan… kami meyakininya dan kami beriman kepadanya. Kami 

mengikuti Rasul tadi dengan apa yang diwahyukan kepadanya dari sisi 

Allah. Maka kami menjalankan apa yang halal, dan kami menolak apa yang 

haram. 

                                                    

 Kain hijau yang dikenakan oleh para pemuka agama 

 

Maka tidak ada lain yang dilakukan oleh kaum kami sendiri kecuali 

melakukan penyiksaan terhadap kami. Mereka menyiksa kami dengan 

begitu sadis agar mereka dapat menguji kesetiaan kami kepada agama ini 

dan mengembalikan kami kepada penyembahan berhala. 

Saat mereka semakin aniaya dan menindas kami. Mereka juga 

mempersempit ruang gerak kami. Mereka juga menghalangi kami untuk 

melakukan ibadah agama ini. Maka kamipun keluar dari tanah air menuju 

negeri mu, dan kami berharap perlindunganmu serta tidak akan dianiaya 

di bawah kekuasaanmu.” 


Ummu Salamah berkata: “An Najasy melihat Ja’far bin Abi Thalib dan 

bertanya: “Apakah ada yang kalian bawa dari apa yang disampaikan oleh 

Nabi kalian dari sisi Allah?” Ja’far menjawab: “Ya.” An Najasy berkata: 

“Bacakanlah kepadaku!” Maka Ja’far pun membacakan:  

“Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad. (Yang dibacakan ini yaitu ) penjelasan 

tetang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya zakariya. yaitu 

tatkala ia berdo'a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia 

berkata:"Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan 

kepalalu telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam 

berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku…” (QS. Mayram [19] :1-4)  

sehingga Ja’far membaca hingga bagian tertentu dari surat ini . 

Ummu Salamah berkisah: “Maka menangislah An Najasy sehingga 

janggutnya basah oleh air mata. Dan para pemuka agama juga menangis 

sehingga kitab-kitab mereka pun basah dibuatnya. Mereka semua 

menangis begitu mendengarkan Kalamullah ini. 

Pada saat itulah An Najasy berkata kepada kami: “Apa yang dibawa oleh 

Nabi kalian dan apa yang telah dibawa oleh Isa yaitu  berasal dari sumber 

cahaya yang sama!” Kemudian An Najasy menoleh ke arah Amr dan 

sahabatnya lalu berkata kepada mereka berdua: “Pergilah kalian berdua! 

Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua 

untuk selamanya!” 


 204

Ummu Salamah berkata: “Begitu kami keluar dari ruangan An Najasy, 

Amr bin Ash berkata kepada sahabatnya dengan mengancam kami: 

“DemiAllah, aku akan datang kepada Raja esok hari. Aku akan 

menceritakan kepadanya tentang mereka yang dapat menimbulkan 

kebencian raja kepada mereka. Aku akan membuat raja membabat mereka 

dari akarnya!” 

Maka berkatalah Abdullah bin Abi Rabi’ah kepadanya: “Jangan kau 

lakukan itu, wahai Amr! Mereka semua berasal dari keluarga kita, 

meskipun mereka saat ini telah meninggalkan kita!” 

Amr menjawab: “Tidak usah ikut campur! Demi Allah, aku akan 

menceritakan kepada raja apa yang dapat membuat mereka semua resah. 

Demi Allah, aku akan menceritakannya kepada raja bahwa mereka 

menganggap bahwa Isa bin Maryam yaitu  seorang hamba!!!” 


Keesokan harinya, datanglah Amr menghadap Raja An Najasy dan 

berkata kepadanya: “Wahai raja, orang-orang yang engkau beri 

perlindungan itu mengatakan suatu perkataan keji tentang Isa bin Maryam. 

Kalau tidak percaya, panggilah mereka dan tanyakan sendiri apa yang 

mereka katakan terhadap Isa bin Maryam!” 

Ummu Salamah berkata: “Begitu kami mengetahui hal ini, kami merasa 

amat khawatir dan kami belum pernah merasakan hal seperti ini 

sebelumnya… Sebagian kami berkata: “Apa yang kalian katakan tentang 

Isa bin Maryam jika raja menanyakannya?” Kami pun menjawab: “Demi 

Allah, kami tidak akan menjawab kecuali seperti apa yang telah Allah 

firmankan. Kami tidak akan keluar dari perintah-Nya meski hanya seujung 

jari sebagaimana yang telah disampaikan oleh Nabi kita. Meski apapun 

yang menjadi konsekuensinya!” 

Kemudian kami sepakat bahwa yang akan menjadi juru bicaranya 

yaitu  Ja’far bin Abi Thalib. 

Begitu An Najasy memanggil, maka kami pun datang menghadapnya, 

lalu kami melihat adanya beberapa orang pemuka agama dengan pakaian 

seperti yang telah kami lihat sebelumnya. 

Kami juga melihat Amr bin Ash dan sahabatnya berada di dekat raja. 

Begitu kami tiba di hadapannya, An Najasy bertanya: “Apa yang kalian 

katakan tentang Isa bin Maryam?” Ja’far bin Abi Thalib mengatakan: “Kami 

mengatakan tentang Isa bin Maryam sebagaimana yang disampaikan 

kepada Nabi kami!” 

An Najasy bertanya: “Apa pendapat Nabi kalian tentang Isa bin 

Maryam?” 

Ja’far pun menjawab: “Nabi berkata tentang Isa bahwa dia yaitu  

hamba Allah sekaligus Rasul-Nya. Ia juga ruh dan kalimat Allah yang 

diberikan pada diri Maryam yang suci dan perawan.” 

  205

Begitu An Najasy mendengar ucapan Ja’far ia langsung memukul tanah 

dengan tangannya dan berkata: “Demi Allah, Isa bin Maryam tidak keluar 

dari apa yang diceritakan oleh Nabi kalian meski seujung rambut!” 

Maka para pemuka agama menghembuskan nafas keras dari hidung 

mereka pertanda tidak setuju begitu mereka mendengar ucapan An Najasy. 

An Najasy berkata: “Meski kalian menghembuskan nafas dengan 

kesal!” Kemudian An Najasy menoleh dan berkata: “Keluarlah, kalian 

semua aman! Siapa yang mencaci kalian akan terkena denda. Siapa yang 

menyerang kalian akan dihukum! Demi Allah aku tidak lebih menyukai 

apabila aku mendapatkan segunung emas daripada salah seorang dari 

kalian diganggu! 

Kemudian An Najasy melihat ke arah Amr dan sahabatnya sambil 

berkata: “Kembalikan hadiah kedua orang ini, aku tidak 

membutuhkannya!” 

Ummu Salamah berkata: “Maka keluarlah Amr dan sahabatnya dengan 

putus asa dan merasa kesal… sedangkan kami terus tinggal di wilayah An 

Najasy di wilayah yang paling baik dan perlindungan yang paling mulia.” 


Ja’far bersama istrinya menghabiskan 10 tahun dalam perlindungan 

keamanan An Najasy. 

Pada tahun 7 H, mereka berdua meninggalkan negeri Habasyah 

bersama rombongan kaum muslimin lainnya untuk berhijrah ke Yatsrib. 

Saat mereka tiba di sana, Rasulullah Saw baru saja kembali dari Khaibar90, 

sesudah  Allah menaklukan daerah ini  untuk Beliau.  

Begitu berjumpa Ja’far, Rasulullah Saw amat bergembira dan bersabda: 

“Aku tidak mengerti, mengapa aku begitu gembira. Apakah sebab  Khaibar 

telah ditaklukan atau sebab  datangnya Ja’far?” 

Kaum muslimin semuanya, apalagi mereka yang faqir tidak mau kalah 

gembiranya dari Rasulullah Saw dengan kedatangan Ja’far. Ja’far begitu 

peduli dan sayang terhadap kaum fakir. Sehingga ia dijuluki dengan Abul 

Masakin (Ayahnya orang-orang miskin). 

Abu Hurairah menceritakan tentang pribadi Ja’far dengan ucapannya: 

“Ja’far yaitu  orang yang paling baik kepada kami –orang miskin-. Ia 

sering mengajak kami ke rumahnya dan memberi kami makan dengan apa 

yang ada di rumahnya. Sehingga bila semua makanan di rumahnya telah 

habis, maka ia akan memberikan kami bejana tempat minyak yang sama 

sekali sudah kosong. Bejana ini  lalu kami belah dan kami jilati apa 

yang menempel dan tersisa di dalamnya.” 

                                                    

 Khaibar yaitu  benteng-benteng Yahudi yang berhasil ditaklukan oleh Rasulullah Saw pada 

tahun 7 H. Rasul Saw dalam perang ini mendapatkan banyak sekali ghaniman (harta rampasan perang) 



Ja’far tidak tinggal lama di Madinah. Pada tahun 8 hirjriyah, Rasul Saw 

mempersiapkan pasukan untuk menghadapi pasukan Romawi yang berada 

di negeri Syam. Rasul menunjuk Zaid bin Haritsah untuk memimpin 

pasukan ini. Rasul berpesan: “Jika Zaid terbunuh atau tewas maka yang 

menjadi amir dalam pasukan ini yaitu  Ja’far bin Abi Thalib. Jika Ja’far 

terbunuh atau tewas maka yang akan menjadi amirnya yaitu  Abdullah 

bin Rawahah. Jika Abdullah bin Rawahah terbunuh atau tewas maka 

pasukan muslimin dipersilahkan menunjuk amir bagi mereka!” 

Saat pasukan muslimin tiba di Mu’tah, yaitu sebuah desa yang terletak 

di pinggir negeri Syam di daerah Yordania, mereka mendapati bahwa 

pasukan Romawi telah menyiapkan 100 ribu prajurit yang didukung oleh 

100 ribu lainnya dari penganut Nashrani bangsa Arab dari kabilah Lakhm, 

Judzam, Qudha’ah dan lain-lain. 

Pasukan muslimin saat itu hanya berjumlah 3000 prajurit. 

Begitu kedua pasukan sudah bertemu dan peperangan berlangsung 

dengan sengit sehingga Zaid bin Haritsah tersungkur jatuh dan tewas 

hingga tak tertolong.  

Serta-merta Ja’far melompat dari punggung kudanya yang berwarna 

pirang. Kemudian Ja’far menebas kaki-kaki kuda tadi dengan pedangnya 

sendiri agar pihak musuh tidak menggunakannya lagi. 

Ia lalu mengambil panji dan merangsek masuk ke barisan musuh 

sambil bersenandung: 

Alangkah dekatnya surga 

Ia amat indah dan sejuk airnya 

Romawi, bangsa Romawi sudah tiba adzab baginya 

Sebab ia yaitu  bangsa yang kafir dan jauh dari agama leluhurnya 

Jika aku berjumpa dengan mereka, maka aku pasti akan menebasnya 

Dia terus merangsek masuk ke barisan musuh dengan pedang terhunus 

sehingga ia mendapat sebuah sabetan pedang yang memutuskan tangan 

kanannya. Lalu ia mempertahankan panji dengan tangan kirinya. Tidak 

berlangsung lama, tangan kirinya pun putus disabet musuh. Lalu ia 

mempertahankan panji ini  dengan dada dan kedua lengan atasnya. 

Tidak berlangsung lama, maka akhirnya ia terkena sabetan yang ketiga 

sehingga tubuhnya terbelah dua. Maka panji kemudian direbut oleh 

Abdullah bin rawahah. Ia pun terus berjuang sehingga ia menyusul kedua 

sahabatnya. 

Rasulullah mendengar berita gugurnya ketiga panglima perang Beliau. 

Maka Rasul langsung amat bersedih begitu mendengarnya, lalu ia 

berangkat menuju rumah sepepupunya Ja’far bin Abi Thalib. Beliau 

mendapati istrinya Asma binti Umais yang bersiap-siap menyambut 

suaminya yang sudah tiada. 

Asma telah menumbukkan gandum, memandikan anak, memakaikan 

wewangian kepada mereka kemudian memakaikan mereka baju. 


Asma berkata: “Saat Rasul Saw datang ke rumah kami, aku melihat ada 

raut kesedihan yang menyelimuti wajahnya yang mulia. Maka aku mulai 

merasa khawatir, namun aku tidak mau bertanya kepada Beliau tentang 

ja’far sebab  aku takut mendengar berita yang menyedihkan.” 

Rasul lalu memberikan salam dan berkata: “Bawa kesini, anak-anak 

Ja’far!” Maka akupun memanggilkan mereka. 

Maka anak-anakku berlarian ke arah Rasul dengan gembira. Mereka 

berebutan untuk dapat berada di pangkuan Rasulullah Saw. 

Rasul Saw merangkul mereka dan menciuminya. Mata Beliau penuh 

dengan air mata. 

Aku bertanya: “Ya Rasulullah, demi ibu dan bapakku, apa yang 

membuatmu menangis?! Apakah engkau telah menerima kabar tentang 

Ja’far dan kedua sahabatnya?” Beliau menjawab: “Ya, mereka semua sudah 

menjadi syahid pada hari ini.” 

Pada saat itu, sirnalah senyum dari wajah anak-anak Ja’far yang masih 

kecil saat mereka mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka 

diam tak bergeming seolah di kepala mereka sedang bersarang seekor 

burung. 

Sedangkan Rasulullah Saw pergi ke luar sambil mengusap air matanya 

sambil berdo’a: “Ya Allah, gantikan Ja’far bagi anak-anaknya. Ya Allah, 

gantikan Ja’far bagi keluarganya.” 

Kemudian Rasul bersabda: “Aku melihat Ja’far di surga. Ia memiliki 2 

sayap yang berlumuran darah dan bulu-bulunya diberi warna.” 


Abu Sufyan bin Al Harits 

“Abu Sufyan bin Al Harits yaitu  Pemimpin Para Pemuda di Surga” 

(Muhammad Rasulullah) 

 

Jarang sekali 2 orang ini berhubungan dan berkomunikasi sebagaimana 

Muhammad bin Abdullah Saw dengan Abu Sufyan bin Al Harits… 

Abu Sufyan yaitu  orang yang sebaya dengan Rasul Saw. Ia lahir tidak 

jauh berselang dengan kelahiran Nabi Saw. Dan ia juga tumbuh di 

keluarga yang sama.  

Dia yaitu  sepupu dekat Nabi Saw. Ayahnya bernama Al Harits, 

sedangkan Abdullah, ayah Nabi Saw yaitu  saudara kandung dari Al Harits 

dari keturunan Abdul Muthalib. 

Abu Sufyan juga merupakan saudara sesusuan Nabi Saw, sebab  sama-

sama disusui oleh Sayyidah Halimah As Sa’diyah. 

Lebih dari itu, dia yaitu  sahabat kental Nabi yang amat mirip dengan 

Beliau. 


Apakah Anda pernah mendapatkan kerabat yang lebih akrab daripada 

Muhammad bin Abdullah dengan Abu Sufyan bin Al Harits? 

Oleh sebab nya, banyak orang mengira bahwa Abu Sufyan lebih pantas 

untuk menjadi orang yang pertama menyambut seruan Rasulullah Saw dan 

menjadi orang pertama yang mengikuti jejak langkah Beliau. namun , 

hal yang terjadi sebenarnya berbeda dari kebanyakan dugaan orang. 

sebab  pada saat Rasulullah Saw melakukan dakwahnya secara terang-

terangan dan memberi peringatan kepada keluarga besarnya, maka 

timbulah api kebencian di hati Abu Sufyan terhadap Rasulullah Saw. 

Maka berubahlah persahabatn menjadi permusuhan. Hubungan 

keluarga menjadi terputus. Dan persaudaraan menjadi penolakan dan 

berpalingan. 


Pada saat Rasulullah Saw melakukan dakwah secara terang-terangan, 

Abu Sufyan saat itu yaitu  seorang penunggang kuda terkenal di kalangan 

bangsa Quraisy, dan ia juga merupakan salah seorang penyair Quraisy 

yang ternama. Oleh sebab nya, pedang dan lisannya ia jadikan senjata 

 

 

 210

untuk menyerang Rasulullah Saw dan dakwahnya. Ia juga menggunakan 

segala kemampuannya untuk melakukan penindasan kepada Rasulullah 

Saw dan kaum muslimin. 

Tidak ada peperangan yang dilakukan oleh bangsa Quraisy terhadap 

Nabi Saw kecuali, Abu Sufyan yang menjadi penyulutnya. Tidak ada 

penyiksaan yang dilakukan terhadap kaum muslimin kecuali, Abu Sufyan 

memiliki peran penting dalam hal ini . 


Abu Sufyan telah menggunakan kemampuan syairnya. Lewat lisannya 

ia menghina Rasulullah Saw. Ia mengatakan tentang diri Nabi Saw sebuah 

ucapan yang amat keji dan menyakitkan. 


Permusuhan Abu Sufyan kepada Nabi Saw berlangsung lama hingga 

mencapai 20 tahun lamanya. Selama masa itu, ia tidak pernah ketinggalan 

dalam melakukan makar terhadap Rasulullah Saw, dan ia juga tidak pernah 

ketinggalan dalam melakukan kejahatan terhadap kaum muslimin, dan ia 

bangga dengan perbuatan dosa yang ia lakukan. 


Sebelum terjadinya penaklukan kota Mekkah, Abu Sufyan menerima 

surat dari Rasulullah Saw agar ia mau masuk Islam. Kisah masuknya Abu 

Sufyan ke dalam Islam merupakan sebuah kisah menarik yang sering 

terdapat dalam kitab-kitab sirah dan buku-buku sejarah. 

Kita akan mempersilahkan Abu Sufyan untuk menceritakan hal ini 

sendiri, sebab  perasaan yang dimilikinya lebih dapat menjiwai. Dan ia 

lebih kompeten dalam menuturkannya. 

Abu Sufyan berkata: “Saat Islam sudah berjaya dan mantap, dan banyak 

kabar berita yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw sedang menuju 

Mekkah untuk menaklukkannya. Maka aku merasa bumi menjadi sempit 

bagi diriku. Aku bertanya dalam diri: Hendak kemana aku pergi?! Dan 

siapa yang akan menemani?! Kepada siapa aku akan berlindung?! 

Lalu aku mendatangi istri dan anak-anakku. Aku katakan kepada 

mereka: “Bersiaplah kalian untuk pergi dari Mekkah sebab  Muhammad 

sebentar lagi akan tiba. Aku pasti akan terbunuh jika kaum muslimin 

menjumpaiku.” 

Keluargaku berkata: “Sudah saatnya engkau menyadari bahwa bangsa 

Arab dan Ajam sudah tunduk kepada Muhammad Saw dan memeluk 

agamanya. Sedangkan engkau masih saja berkeras untuk terus 

memusuhinya padahal engkau yaitu  orang yang paling layak untuk 

mendukung serta menolongnya?!” 

  211

Mereka terus-menerus membujukku untuk mau memeluk agama 

Muhammad sehingga Allah Swt berkenan untuk melapangkan dadaku agar 

dapat menerima Islam. 


Sejurus kemudian aku berkata kepada budakku yang bernama 

Madzkur untuk mempersiapkan unta serta kuda. Aku ajak anakku yang 

bernama Ja’far untuk turut serta. Lalu kami menuju ke arah daerah Abwa 

yaitu sebuah tempat yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Ada orang 

yang menyampaikan kepadaku bahwa Muhammad sedang bermukim di 

sanan. 

Saat aku sudah hampir tiba di Abwa, maka aku menyamar agar tidak 

ada orang yang mengenaliku lalu membunuhku sebelum aku menjumpai 

Nabi Saw dan menyatakan keislamanku dihadapannya. 

Aku lalu berjalan kaki kira-kira satu mil sedangkan rombongan kaum 

muslimin berjalan bergerombolan menuju Makkah. Aku menyisih dari 

jalan mereka sebab  khawatir ada yang salah seorang sahabat Muhammad 

yang mengenaliku. 


Dalam kondisi ini , lalu aku melihat Rasulullah Saw dalam 

tunggangannya. Maka aku mencegatnya dan aku berdiri di hadapannya. 

Aku pun membuka tutup wajahku. Begitu kedua matanya melihatku dan 

mengenaliku, lalu Rasulullah Saw berpaling menuju sisi lain jalan. Aku pun 

mengejarnya ke tempat ia berada. Lagi-lagi Rasulullah Saw berpaling ke sisi 

jala lain dan akupun mengejarnya lagi. Ia melakukan hal itu berkali-kali. 


Tadinya aku tidak ragu –saat aku menghadap Rasulullah- bahwa Beliau 

dan para sahabatnya akan bergembira dengan keislamanku. 

namun  kaum muslimin saat melihat Rasulullah Saw yang berpaling 

dari diriku mereka juga ikut berpaling: 

Abu Bakar menjumpaiku, ia juga berpaling dariku. Aku lalu melihat 

Umar bin Khattab dengan tatapan memelas agar hatinya luluh, namun ia 

juga lebih keras lagi berpalingnya ketimbang Abu Bakar… 

Bahkan ada seorang dari suku Anshar yang mencomoohku dan berkata: 

“Wahai musuh Allah, engkau yaitu  orang yang pernah menyiksa 

Muhammad dan para sahabatnya. Engkau sudah memusuhi Nabi dari 

timur hingga barat dunia… 

Orang Anshar tadi terus menerus mencercaku dan melakukannya 

dengan suara keras sehingga kaum muslimin memandangku dengan sinis, 

dan senang dengan apa yang aku rasakan. 

 212

Pada saat itu, lalu aku mendapati pamanku Abbas, dan aku berlindung 

kepadanya. Aku berkata: “Wahai paman, aku tadinya berharap bahwa 

Rasulullah Saw akan senang dengan keislamanku sebab  aku yaitu  

kerabatnya dan sebab  aku orang terkemuka di kaumku. Engkau sudah 

tahu apa sikap Beliau terhadapku. Tolonglah, engkau berbicara kepada  

Beliau, agar Beliau ridha kepadaku!” 

Lalu pamanku berkata: “Tidak, demi Allah! Aku tidak akan berbicara 

kepadanya tentangmu meski satu kata sesudah  aku melihat Beliau telah 

berpaling dari dirimu, kecuali bila ada kesempatan untuk melakukannya 

maka aku akan menghadap Beliau Saw.” 

Aku lalu bertanya: “Wahai paman, lalu kepada siapa engkau hendak 

menyerahkanku?!” 

Beliau menjawab: “Aku tidak bisa memberikan apa-apa untukmu selain 

apa yang telah kau baru saja dengar!” 

Aku serta-merta menjadi panik dan sedih. Tidak lama sesudah  itu, aku 

melihat sepupuku Ali bin Abi Thalib dan akupun mengadukan 

permasalahanku kepadanya. Iapun mengatakan hal yang sama 

sebagaimana yang telah dikatakan pamanku Abbas. 

Pada saat itu, aku kembali kepada pamanku Abbas dan berkata: “Wahai 

paman, jika engkau tidak mampu untuk membujuk Rasulullah Saw untuk 

diriku, maka dapatkan engkau menghentikan orang yang terus-menerus 

mencerca dan menghinaku serta mengajak orang untuk melakukan hal 

yang sama!” Abbas berkata: “Tunjukkan ciri-cirinya!” Aku pun 

menunjukkannya. Abbas berkata: “Dia yaitu  Nu’aiman bin Al Harits An 

Najari.” Ia pun menemui Nu’aiman dan berkata: “Wahai Nu’aiman, Abu 

Sufyan yaitu  sepupu Rasulullah Saw dan keponakanku. Meskipun hari ini 

Rasulullah Saw benci terhadapnya, namun Beliau suatu hari akan ridha 

kepadanya. Maka hentikanlah cacianmu terhadapnya!” 

Abbas terus membujuknya sehingga Nu’aiman rela untuk 

menghentikan caciannya kepadaku. Dan akhirnya ia berkata: “sesudah  ini, 

aku tidak akan menyerangnya lagi.” 


Begitu Rasulullah Saw singgah di Juhfah91, aku pun duduk di depan 

pintu rumahnya. Aku disertai putraku Ja’far yangberdiri. Saat Beliau 

melihatku –saat  Beliau keluar dari rumah- Beliau memalingkan 

wajahnya dariku. Namun aku tidak berputus asa untuk membuat Beliau 

ridha kepadaku. Aku berusaha agar dapat bisa duduk di depan pintu 

rumahnya di setiap tempat dimana Beliau singgah. Dan aku menyuruh 

Ja’far berdiri di sampingku. Setiap kali Rasulullah Saw melihatku, ia 

langsung berpaling dariku. 

                                                   

 Juhfah yaitu  sebuah tempat yang terletak di sepanjang jalan antara Madinah dan Mekkah. 

Jaraknya dari Mekkah yaitu  4 marhalah. 

  

Aku terus menerus melakukan hal itu dalam masa yang lama. Begitu 

aku sudah tidak sanggup lagi, aku berkata kepada istriku: “Demi Allah 

Rasulullah Saw akan ridha kepada ku, atau aku akan mengajak anakku ini 

untuk berjalan di muka bumi sehingga kami mati kelaparan atau kehausan. 

Saat hal itu terdengar oleh Rasulullah Saw pasti ia akan kasihan 

kepadaku…” Saat Rasulullah Saw keluar dari kubahnya, Beliau 

memandangku dengan pandangan yang lebih lembut dari sebelumnya, aku 

berharap Beliau akan tersenyum. 


Kemudian Rasulullah Saw masuk ke Mekkah dan aku berada dalam 

rombongannya. Beliau kemudian menuju Masjidil Haram, dan aku pun 

berlari di hadapannya agar tidak tertinggal. 

Pada peristiwa Hunainin, bangsa Arab berkumpul dengan jumlah 

pasukan yang amat besar untuk memerangi Rasulullah Saw  dan belum 

pernah mereka sedemikian banyaknya. Mereka mempersiapkan 

persenjataan yang belum pernah selengkap saat itu. Mereka bertekad untuk 

mengalahkan Islam dan kaum muslimin. 

Rasulullah Saw lalu berangkat dengan serombongan para sahabatnya, 

dan akupun ikut serta dalam rombongan itu.  Saat aku melihat pasukan 

musyrikin yang sedemikian banyaknya, aku berkata: “Demi Allah, aku akan 

menebus segala kesalahanku dalam memusuhi Rasulullah Saw, dan Beliau 

pasti akan melihat perjuanganku yang akan membuat Allah dan Beliau 

ridha.” 

Saat kedua pasukan bertemu, kaum musyrikin sepertinya unggul 

terhadap pasukan muslimin. Maka merasuklah rasa khawatir dan putus asa 

pada pasukan muslimin. Banyak orang yang berpisah dari komando 

Rasulullah Saw. Hampir saja kami mengalami kekalahan telak. 

Lalu tiba-tiba Rasulullah Saw tetap tegar di tengah medan laga di atas 

bighalnya seolah gunung kokoh. Dengan pedang di tangan, ia 

mempertahankan dirinya dan orang yang ada di sekelilingnya seperti singa 

yang menerkam. 

Pada saat itu, aku melompat dari kudaku. Aku pecahkan sarung pedang 

dan Allah Swt mengetahui bahwa aku rela mati demi Rasulullah Saw. 

Pamanku Abbas menarik tali bighal Nabi Saw dan berdiri di sampingnya. 

Dan aku berdiri di sisi sebelahnya. Di tangan kananku terdapat pedang 

untuk melindungi Rasulullah Saw. Sedangkan tangan kiriku memegang 

hewan tunggangan Beliau. 

Saat Nabi Saw melihat kegigihan perjuanganku, Beliau bertanya kepada 

pamanku Abbas: “Siapakah ini?” Abbas menjawab: “Dia yaitu  saudaramu 

dan sepupumu, Abu Sufyan bin Al Harits. Ridhailah dirinya, ya Rasulullah!” 

Rasul bersabda: “Aku telah ridha kepadanya. Dan Allah telah mengampuni 

permusuhan yang telah ia lakukan kepadaku!” 

Maka hati ku langsung gembira mendengar Rasulullah Saw telah ridha 

kepadaku. Aku mencium kakinya yang berada di atas tunggangan. 

Kemudian ia menoleh ke arahku sambil bersabda: “Wahai saudaraku, 

majulah dan bunuhlah!” 

Ucapan Rasulullah Saw mengobarkan semangatku. Maka aku 

menyerang kaum musyrikin yang menggoncangkan posisi mereka. Kamu 

muslimin kemudian mengikutiku menyerang mereka sehingga kami 

mampu mengusir mereka kira-kira sejauh 1 farsakh92. Dan kami mampu 

membuat mereka kocar-kacir. 


Sejak peristiwa Hunainin, Abu Sufyan merasakan indahnya keridhaan 

Rasulullah Saw dan ia bahagia dengan persahabatan Beliau. Namun Abu 

Sufyan tidak pernah mengangkat pandangannya dihadapan Beliau, dan 

tidak pernah pandangannya tertuju pada wajah Beliau sebab  merasa malu 

dengan masa lalunya. 


Abu Sufyan selalu menyesali masa-masa kelam yang ia gunakan pada 

masa jahiliah sebab  telah terhalang dari cahaya Allah, terhalang dari 

kitab-Nya. Oleh sebab nya, ia senantiasa menghabiskan waktu siang dan 

malamnya bersama Al Qur’an, mempelajari hukum-hukumnya dan 

menyerap segala nasehat yang ada di dalamnya. 

Dia benar-benar telah meninggalkan dunia dan menghadap Allah Swt 

dengan seluruh anggota badannya. Sehingga pada suatu kesempatan 

Rasulullah Saw melihat Abu Sufyan masuk ke dalam masjid. Rasulullah Saw 

lalu bertanya kepada Aisyah ra: “Tahukah kamu siapakah orang itu, ya 

Aisyah?” Aisyah menjawab: “Tidak tahu, ya Rasulullah!” Rasul bersabda: 

“Dia yaitu  sepupuku, Abu Sufyan bin Al Harits. Perhatikanlah, dia yaitu  

orang yang pertama masuk ke dalam masjid dan dialah orang yang 

terakhir keluar. Pandangannya tidak akan berpaling dari gerak langkah 

sendalnya.” 


Saat Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya. Abu Sufyan 

bersedih atas kematian Beliau seperti seorang ibu yang menangisi anak 

tunggalnya yang meninggal. Ia menangisi Rasulullah seperti seorang yang 

ditinggal mati oleh kekasihnya. Abu Sufyan membuat sebuah kasidah yang 

menggambarkan kesedihan dan kenestapaan. Ia berkata:  

Tak dapat aku tidur, dan malam terasa panjang bagiku… Malam 

musibah bagi saudaraku begitu panjang 

                                                    

 1 farsakh = 3 mil. 1 mil = 1000 hasta. 1 hasta = 4 depa 

 

Aku bahagia sebab  derita ku tidak terlalu panjang… Sepanjang 

musibah yang dirasakan oleh kaum muslimun 

Musibah terasa berat bagi kami… Apalagi di saat Rasul diambil ruhnya 

sebab  musibah ini… Semua sisi bumi terasa  sempit 

Kami kehilangan wahyu dan orang yang senantiasa dihampiri oleh 

Jibril 

Dan itulah yang lebih pantang menjadi perjalanan jiwa manusia 

Dialah seorang Nabi yang telah melenyapkan keraguan diri kamu… 

dengan apa yang diwahyukan kepadanya dan dengan apa yang ia sabdakan 

IA telah memberi kami petunjuk dan kami tidak khawatir tersesat… 

sebab Rasul menjadi petunjuk bagi kami 

Berpisahlah jika engkau ragu dan itu merupakan kekuarangan… Jika 

kau tak ragu maka inilah jalan sebenarnya 

Maka kubur bapakmu yaitu  pemuka semua kubur… dan di dalamnya 

terdapat panghulu manusia yaitu Rasul 


Pada masa kekhalifahan Umar Al Faruq, Abu Sufyan merasakan ajalnya 

telah tiba lalu ia menggali kubur dengan tangannya sendiri. 

Tiga hari sesudah  itu, maka datanglah kematian untuk menjemputnya, 

seolah seperti sebuah agenda yang telah dijanjikan. Ia kemudian menatap 

istri, anak dan seluruh keluarganya lalu berkata: “Janganlah kalian 

menangisiku. Demi Allah, aku tidak pernah berhubungan lagi dengan 

kesalahan sejak aku masuk Islam. 

Kemudian pergilah ruhnya yang suci. Umar Al Faruq melakukan shalat 

untuknya dan bersedih sebab  kepergiannya. Dan ini dirasakan oleh para 

sahabat yang mulia. Mereka semua menganggap kematian Abu Sufyan 

merupakan sebuah musibah yang terjadi bagi Islam dan muslimin. 


Sa’d bin Abi Waqash 

“Panah Mereka, ya Sa’d… Panah Mereka…, Demi Ayah dan Ibumu!” 

(Muhammad Rasulullah Memberi Semangat kepada Saat pada 

Perang Uhud) 


 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua 

orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan 

lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua 

tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, 

hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu 

untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada 

pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti 

keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan 

ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya 

kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang 

telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman [31] : 14-15) 

Ada kisah menarik tentang ayat-ayat ini. Dimana kelompok pemilik 

sifat yang bertentangan menjadi tunduk di hadapan jiwa seorang pemuda. 

Maka kemenangan berada di pihak kebaikan atas keburukan. Keimanan 

atas kekufuran. 

Sedangkah tokoh kisah ini yaitu  seorang pemuda Mekkah terhormat 

dari garis nasab, yang memiliki ayah dan ibu yang terhormat.

Sa’d saat cahaya kenabian sedang bersinar di kota Mekkah sedang 

menjelang usia muda. Ia memiliki perasaan yang lembut dan amat berbakti 

kepada kedua orang tuanya, wa bil khusus kepada ibunya. 

Meski pada saat itu Sa’d akan berusia 17 tahun. Namun ia sudah 

berpikiran dewasa dan bijak layaknya orang tua. 

Ia tidak pernah –misalnya- senang dengan senda gurau yang biasa 

dilakukan anak seumurannya. namun  ia malah tertarik dengan 

mempersiapkan anak panah. Memperbaiki busur panah. Dan berlatih 

memanah seolah ia tengah mempersiapkan diri untuk sebuah masalah 

besar. 

Ia juga tidak pernah senang dengan apa yang ia lihat pada kaumnya 

yang memiliki akidah yang rusak dan kondisi yang buruk. Sehingga seolah 

ia sedang menunggu sebuah tangan kuat yang dapat menghancurkan 

mereka dan menyingisngkan kedzaliman yang mereka perbuat. 


Dalam kondisi sedemikian, Allah Swt berkehendak untuk memulyakan 

semua manusia dengan tangan yang lembut ini. Dan ternyata tangan 

ini  yaitu  tangan penghulu semua makhluk yaitu Muhammad bin 

Abdullah Saw. dan ditangannya yaitu  sebuah bintang Allah yang tidak 

pernah redup: yaitu Kitabullah… 

Maka segeralah Sa’d bin Abi Waqash memenuhi panggilan petunjuk 

dan kebenaran, sehingga ia menjadi orang ketiga atau keempat yang masuk 

Islam. 

Oleh sebab nya, sering kali ia berucap dengan perasaan bangga: 

“Hanya menunggu selama 7 hari, aku menjadi orang ketiga yang masuk 

dalam Islam.” 


Rasulullah Saw amat bergembira dengan Islamnya Sa’d. sebab  dalam 

diri Sa’d ada tanda-tanda kecerdasan dan kegagahan yang menandakan 

bahwa bulan sabit ini sebentar lagi akan menjadi purnama. 

Sa’d juga memiliki garis keturunan yang mulia, dan juga posisi 

terhormat yang dapat membuat semua pemuda Mekkah akan mengikuti 

jejaknya. 

Lebih dari itu, Sa’d yaitu  kerabat Rasulullah Saw. Sebab ia berasal dari 

Bani Zuhrah. Sedangkan Bani Zuhrah yaitu  keluarga Aminah binti Wahb, 

ibunda Rasulullah Saw. 

Rasulullah Saw amat bangga dengan hubungan kerabat ini. 

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw saat itu sedang duduk bersama beberapa 

orang dari sahabatnya, lalu Beliau melihat Sa’d bin Abi Waqash datang. 

  219

Rasul Saw bersabda kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: “Inilah 

pamanku… maka setiap orang, perlihatkanlah kepadaku pamannya!” 


namun  keislaman Sa’d bin Abi Waqash tidaklah berjalan dengan 

mudah dan tenang. Pemuda yang beriman ini merasakan ujian terberat dan 

paling keras. Sehingga sebab  terlalu kerasnya, Allah Swt menurunkan 

sebuah ayat Al Qur’an tentang dirinya… 

Sekarang kita akan memberikan kesempatan kepada Sa’d untuk 

mencerikatakn kisah ujiannya ini. 

Sa’d mengatakan: 3 hari sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi 

seolah aku tenggelam dalam kegelapan yang bertingkat-tingkat. Saat aku 

sedang berusaha selamat dari gelombang kegelapan ini , lalu ada 

sebuah bulan yang menerangiku dan aku mengikutinya. Aku melihat ada 

segerombolan orang yang telah mendahuluiku jalan menuju bulan 

ini . Aku melihat Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar 

Shiddiq. Aku bertanya kepada mereka: ‘Sejak kapan kalian berada di sini?! 

Mereka menjawab: ‘Sejak 1 jam.’ 

Begitu siangb menjelang,aku mendengar bahwa Rasulullah Saw telah 

melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi untuk masuk Islam. Aku 

mengerti bahwa Allah Swt menghendaki kebaikan atas diriku. Dengan 

sebab ini , Ia hendak mengeluarkan aku dari kegelapan menuju 

cahaya. 

Lalu aku mendatanginya segera, dan aku menjumpai Beliau di Syi’b 

Jiyad93. Beliau saat itu sedang melakukan shalat Ashar. Aku pun masuk 

Islam, dan tidak ada yang mendahuluiku mauk Islam selain orang-orang 

yang aku lihat dalam mimpiku. 

Kemudian Sa’d melanjutkan kisah keislamannya. Ia berkata: “Begitu 

ibuku mendengar bahwa aku telah masuk Islam. Ia langsung marah, dan 

aku yaitu  anak yang amat berbakti kepadanya dan amat mencintainya. 

Ibuku datang menemuiku dan berkata: “Wahai Sa’d, agama apakah yang 

telah kau anut dan telah memalingkan kamu dari agama ibu dan 

bapakmu? Demi Allah, jika engkau tidak meninggalkan agama barumu itu 

maka aku tidak akan makan dan minum sehingga aku mati. Sehingga 

hatimu akan bersedih sebab ku, dan engkau akan menyesali tindakanmu 

itu. Dan manusia sebab nya akan mencibirmu untuk selamanya.” 

Aku lalu berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, Bunda! Aku tidak 

akan meninggalkan agamaku sebab  alasan apapun.” 

Ia pun lalu melakukan janjinya. Ia tidak mau makan dan minum. Ia 

terus melakukan hal itu berhari-hari tidak makan dan tidak minum. 

                                                     

 Syi’b Jiyad yaitu  sebuah jalan berbukit di Mekkah 

 220

Badannya menjadi kurus, tulang punggungnya menjadi bengkok dan 

kekuatannya menurun drastis. 

Aku selalu mendatanginya dari waktu ke waktu untuk memintanya 

agar mau memakan sedikit makanan atau meminum sedikit minuman. Ia 

menolak permintaanku dengan keras. Ia masih bersumpah untuk tidak 

makan dan minum hingga mati atau aku harus meninggalkan agamaku. 

Pada saat itu aku katakan kepadanya: “Wahai bunda, meski aku begitu 

mencintaimu, namun cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar lagi. 

Demi Allah, jika engkau memiliki 1000 nyawa, lalu satu per satu nyawamu 

itu keluar dari tubuhmu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan 

agamaku ini demi apapun juga!” 

Begitu ia melihat kesungguhanku, ia mau makan dan minum dengan 

hati yang kesal. Lalu turunlah firman Allah Swt: 

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan 

Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka 

janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di 

dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] :15) 


Hari di mana Sa;d bin Abi Waqash masuk Islam yaitu  hari dimana 

kaum muslimin merasakan adanya kebaikan terbanyak pada Islam: 

Pada perang Badr, Sa’d dan saudaranya yang bernama Umair memiliki 

kisah tersendiri. Umair pada saat itu yaitu  seorang pemuda yang baru saja 

baligh. Begitu Rasulullah Saw memperhatikan barisan pasukan muslimin 

sebelum berangkat ke medang perang, Umair saudara Sa’d mundur 

kebelakang sebab  khawatir Rasulullah Saw akan melihatnya sehingga 

akan menolaknya sebab  usianya yang masih kecil. Benar saja Rasulullah 

Saw melihatnya lalu menolaknya yang membuat Umair menangis. 

Tangisannya membuat hati Rasulullah Saw luluh sehingga Beliau 

membolehkan Umair turut-serta. 

Pada saat itu Sa’d menjadi gembira. Ia mengikatkan tali sarungnya pada 

diri Umair sebab  ia masih kecil. Dan berangkatlah kedua bersaudara tadi 

untuk berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh. 

Begitu peperangan usai, Sa’d kembali ke Madinah sendirian. Sedangkan 

Umair telah gugur menjadi seorang syahid di medan Badr, dan Sa’d 

memohon kepada Allah agar saudaranya diberikan pahala seperti yang 

telah dijanjikan. 

  221


Pada perang Uhud. Saat pendirian pasukan muslimin mulai goyah dan 

berpisah dari barisan Nabi Saw sehingga tersisa sedikit saja yang bersama 

Beliau yang berjumlah tidak lebih dari 10 orang. Sat itu Sa’d bin Abi 

Waqash berdiri membela Rasulullah Saw dengan busur panahnya. Tidak 

satupun anak panah yang dilesatkan kecuali memakan seorang korban dari 

pihak kamu musyrikin. 

Saat Rasulullah Saw melihat Sa’d melesatkan anak panahnya dengan 

cara ini, Rasulullah lalu memberikan semangat kepadanya dengan 

bersabda: “Panah mereka ya Sa’d, panah mereka demi ayah dan ibumu!” 

Maka dengan motivasi Rasulullah Saw, Sa’d berbangga hati selama 

hidupnya seraya berkata: “Rasulullah Saw tidak pernah menggabungkan 

kedua orang tua dari seseorang saat bersumpah kecuali kepadaku saja.” 

Dan itu terjadi saat Rasululullah Saw bersumpah demi ayah dan ibunya 

secara bersamaan. 


namun  Sa’d baru meraskan kebahagiaannya saat Umar Al Faruq 

bertekad untuk mengalahkan bangsa Persia lewat perang yang dapat 

membuat negeri mereka hancur, istana mereka roboh dan untuk mencabut 

akar penyembahan berhala dari muka bumi. Maka Umar mengirimkan 

surat kepada seluruh pegawainya yang ada di semua daerah yang berbunyi: 

“Kirimkanlah kepadaku semua orang yang memiliki senjata atau kuda, 

pertolongan atau pendapat, atau kemampuan dalam bersyair atau 

beretorika dan lainnya yang dapat membantu kami dalam peperangan!” 

Maka datanglah gelombang para mujahidin ke Madinah dari setiap 

penjuru.Begitu semuanya telah terpenuhi, Umar Al Faruq meminta 

pendapat kepada Ashabul Halli wal Aqdi94 tentang orang yang dapat 

memimpin pasukan yang amat besar ini sehingga Umar dapat memberikan 

mandat kepadanya. Mereka semua berpendapat orang ini  yaitu : Si 

singa menerkam yaitu Sa’d bin Abi Waqash. Maka Umar memanggil Sa’d ra 

dan memberikan panji komando kepadanya. 


Begitu pasukan yang besar ini hendak meninggalkan Madinah, Umar 

bin Khattab memberikan wasiat dan pesannya kepada panglima pasukan 

ini: 

“Ya Sa’d, Janganlah engkau terpedaya dari jalan Allah jika ada yang 

mengatakan: Dia yaitu  paman Rasulullah dan sahabat Rasulullah. Sebab 

                                                     

94

 Ashabul Halli wal Aqdi yaitu  mereka yang ditunjuk untuk melakukan musyawarah dan 

orang-orang yang memiliki pendapat serta jabatan 

 222

Allah Swt tidak akan menghapuskan keburukan dengan keburukan. Akan 

tetapi Ia akan menghapuskan keburukan dengan kebaikan. 

Ya Sa’d, Tidak ada nasab di antara Allah dan seseorang selain ketaatan. 

Manusia yang tinggi dan rendah dihadapan Allah yaitu  sama. Allah 

yaitu  Tuhan mereka, dan mereka yaitu  para hamba-Nya. Mereka akan 

mulia sebab  taqwa dan mereka akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah 

dengan ketaatan. Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh Nabi sebab  itulah 

perintah yang sebenarnya.” 

Berangkatlah pasukan yang penuh berkah ini. Dalam pasukan ini 

terdapat 99 orang yang pernah ikut dalam perang Badr. Ada 310 lebih 

orang yang pernah melakukan Bai’at Ridwan. 300 orang yang turut dalam 

Fathu Makkah bersama Rasulullah dan 700 orang anak-anak para sahabat. 


Berangkatlah Sa’da dan pasukannya menuju Al Qadisiyah95. Pada hari 

Harir96, pasukan muslimin bertekad untuk mengalahkan Persia. Kaum 

muslimin mengepung musuh mereka dengan begitu ketatnya. Mereka 

menyerang dan merangsek barisan musuh dari segala penjuru dengan 

bertahlil dan bertakbir. 

Maka kepala Rustum panglima pasukan Persia sudah diangkat dengan 

tombak-tombak pasukan muslimin. Maka merasuklah ketakutan dan 

kepanikan dalam setiap hati musuh Allah, sehingga bila ada seorang 

muslim yang menunjuk seorang dari pasukan Persia maka ia bisa mati, atau 

muslim tadi membunuhnya dengan senjata dengan amat mudah. 

Sedangkan ghanimah tidak usah dibayangkan. Adapun yang menjadi 

korban,cukuplah Anda ketahui bahwa yang mati hanya sebab  tenggelam 

mencapai jumlah 3000 orang. 


Sa’d dianugerahi umur panjang dan harta yang banyak. namun  

saat ia menjelang wafat, ia meminta sebuah jubah yang terbuat dari shuf 

(wol) tebal. Ia berkata: “Kafankan aku dengan shuf itu, sebab aku 

menghadapi pasukan musyrikin dalam perang Badr dengan mengenakan 

baju itu. Aku berharap dapat berjumpa dengan Allah sambil mengenakan 

shuf itu. 

                                                     

95

 Al Qadisiyah yaitu  sebuah tempat yang berjarak 15 farsakh dari Kufah. Di tempat ini pernah 

terjadi peperangan yang menentukan antara pasukan muslimin dan Persia pada tahun 16 H. Kaum 

muslimin berhasil meraih kemenangan telak sehingga bangsa Persia tidak mampu lagi memberikan 

perlawanan 

96

 Hari Harir yaitu  hari terakhir dari peperangan Al Qadisiyah. Dinamakan demikian sebab  

tidak ada suara yang terdengar dari seorang pejuang kecuali suara desingan senjata sebab  hebatnya 

peperangan 

  

Hudzaifah bin Yaman 

Orang yang Mengetahui Rahasia Rasulullah Saw 

“Apa yang Diceritakan Hudzaifah kepada Kalian, Percayailah! Apa 

yang Dibacakan Abdullah bin Mas’ud kepada Kalian, Maka Bacalah!” 

(Hadits Rasulullah) 

 

“Jika engkau menjadi seorang muhajirin atau mau menjadi salah 

seorang suku Anshar, maka pilihlah salah satunya untuk dirimu!” 

Begitulah kalimat yang diucapkan Rasulullah Saw kepada Hudzaifah 

bin Yaman saat Beliau berjumpa dengannya pertama kali di Mekkah. 

Ada kisah menarik mengapa Hudzaifah diberi pilihan untuk memilih 

antara 2 golongan terhormat dikalangan muslimin ini: 

Al Yaman, ayah Hudzaifah yaitu  orang asli Mekkah dari Bani Absin 

namun  ia pernah membunuh salah seorang kaumnya. Maka ia 

melarikan diri dari Mekkah menuju Yatsrib. Di sana ia bergabung dengan 

Bani Abd Al Asyhal dan menikah dengan salah satu anggotanya. Dan 

lahirlah anaknya yang bernama Hudzaifah. 

Lalu hilanglah penghalang antara Al Yaman dengan Mekkah dan ia 

mulai ragu untuk memilih Mekkah atau Yatsrib. namun  ia lebih lama 

tinggal dan sudah lebih akrab dengan Madinah. 

Begitu Islam muncul membawa cahayanya bagi jazirah Arab, Al Yaman 

ayah Hudzaifah yaitu  salah satu dari sepuluh orang Bani Absin yang 

datang menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka 

dihadapan Beliau. Peristiwa itu terjadi sebelum Beliau hijrah ke Madinah. 

Oleh sebab  itu, Hudzaifah yaitu  orang Mekkah asli, namun besar di 

Madinah. 

Hudzaifah bin Yaman tumbuh di keluarga muslim. Ia di asuh oleh 

kedua orang tua yang termasuk pendahulu dalam agama Allah. Ia sudah 

masuk Islam sebelum masuk usia dewasa. 


Ras rindu Hudzaifah untuk bertemu Rasulullah Saw memenuhi seluruh 

relung hatinya. Sejak ia masuk Islam, ia selalu mencari tahu informasi 

tentang diri Rasul. Ia juga senantiasa bertanya tentang ciri-ciri Beliau. 

Semakin ia tahu, maka semakin bertambah kerinduannya kepada Beliau. 

Maka berangkatlah Hudzaifah ke Mekkah untuk berjumpa denga Nabi. 

Begitu ia berjumpa dengan Beliau, ia langsung menanyakan: “Apakah saya 

 

 

  225

ini termasuk kaum Muhajirin atau Anshar, ya Rasulullah?” Rasul langsung 

menjawab: “Jika engkau berkenan, engkau dapat bergabung dengan kaum 

muhajirin. Jika kau mau menjadi Anshar, silahkan saja. Pilihlah sesukamu!” 

Maka ia menjawab: “Saya yaitu  termasuk suku Anshar, ya 

Rasulullah!” 


Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu 

mendampingi Beliau bagaikan sepasang mata. Ia juga ikut serta bersama 

Rasul dalam setiap jihad yang Beliau lakukan. 

Mengapa Hudzaifah tidak ikut serta dalam perang Badr, ada sebuah 

kisah yang akan diceritakan olehnya sendiri: 

Aku tidak bisa turut serta dalam perang Badr sebab  aku pada saat itu 

sedang di luar Madinah bersama ayahku. Lalu para kafir Quraisy 

menangkap kami dan bertanya: “Hendak kemana kalian?” Kami menjawab: 

“Hendak ke Madinah!” Mereka bertanya: “Apakah kalian hendak 

menjumpai Muhammad?” Kami menjawab: “Tidak ada tujuan kami selain 

Madinah.” Mereka masih saja tidak mau melepaskan kami kecuali sesudah  

membuat perjanjian dengan kami agar kami tidak akan membantu 

Muhammad untuk memerangi mereka dan juga agar kami tidak turut 

berjuang bersamanya. Akhirnya, merekapun melepaskan kami. 

Begitu kami menghadap Rasulullah Saw kami menceritakan perjanjian 

yang kami buat dengan suku Quraisy dan kami bertanya kepada Beliau apa 

yang mesti kami perbuat? 

Rasul Saw menjawab: “Kita harus menepati janji dengan mereka, dan 

kita memohon pertolongan Allah untuk menghadapi mereka.” 


Pada perang Uhud, Hudzaifah bersama ayahnya Al Yaman turut 

berperang. Hudzaifah mendapatkan ujian yang amat berat pada peristiwa 

itu, dan ia dapat keluar dari peperangan dalam kondisi selamat. Sedangkan 

ayahnya telah gugur sebagai syahid dalam perang ini . namun  ia 

gugur bukan sebab  sabetan pedang musyrikin namun  sebab  sabetan 

pedang muslimin. Ini menjadi sebuah kisah yang akan kami angkat pada 

bagian berikut: 

Pada perang Uhud, Rasulullah Saw menempatkan Al Yaman dan Tsabit 

bin Waqsyin di dalam benteng bersama para wanita dan anak-anak sebab  

keduanya yaitu  orang tua yang sudah lanjut usia. Begitu peperangan 

berkecamuk, Al Yaman berkata kepada sahabatnya: 

 226

“Mengapa kita berpangku tangan saja?! Tidak ada seseorang yang 

tersisa dari umurnya kecuali seperti seekor keledai yang kehausan97. Usia 

kita tinggal hari ini saja atau besok98. Mengapa kita tidak mengambil 

pedang dan bergabung dengan Rasulullah Saw. Semoga Allah 

menganugerahi kita syahadah bersama Nabi-Nya.” Kemudian keduanya 

mengambil pedang dan bergabung bersama manusia yang lainnya dan 

berkecamuk dalam gelombang perang. 

Tsabit bin Waqsyin mendapatkan kemuliaan Allah dengan gugur 

sebagai syahid di tangan kaum musyrikin. Sedangkan Al Yaman, ayah dari 

Hudzaifah mati tersabet oleh pedang pasukan muslimin namun mereka 

tidak menyadarinya. Hudzaifah berteriak-teriak menyebut: “Ayahku… 

ayahku!” Namun tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Akhirnya, 

tersungkurlah orang tua tadi akibat sabetan pedang para sahabatnya 

sendiri. Tidak ada yang dapat dikatakan oleh Hudzaifah kepada pasukan 

muslimin selain: “Semoga Allah mengampuni kalian, dan Ia yaitu  Dzat 

Yang Amat Pengasih.” 

Kemudian Rasulullah Saw berniat untuk memberikan kepada 

Hudzaifah diyat99 ayahnya. Hudzaifah lalu berkata: “Dia sebenarnya hanya 

mencari syahadah, dan ia telah mendapatkannya. Ya Allah, saksikanlah 

bahwa aku mensedekahkan diyatnya kepada kaum muslimin!” Maka hal 

itu menambahkan kemuliaan dirinya di sisi Rasulullah Saw. 


Rasulullah Saw menyelami rahasia diri Hudzaifah bin Yaman, dan 

Beliau menemukan 3 buah tanda: Kecerdasan yang unggul membuatnya 

dapat menyelesaikan segala permasalahan. Pehamaman yang cepat dan 

patuh yang menyambut setiap seruan Beliau. Serta mampu menjaga rahasia 

sehingga tidak ada orang yang mampu mengetahui isi hatinya. 

Strategi Rasulullah Saw berdasarkan pada mengetahui potensi para 

sahabatnya, dan memanfaatkan potensi mereka yang tersembunyi. Hal itu 

dengan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. 


Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh kaum muslimin di Madinah 

yaitu  adanya kaum munafikin dari bangsa Yahudi dan pendukungnya 

yang sering membuat makar terhadap Nabi dan para sahabatnya. 

Maka Nabi Saw menceritakan kepada Hudzaifah bin Yaman beberapa 

nama orang munafik –dan ini merupakan rahasia yang tidak ia ceritakan 

                                                     

97

 Merupakan perumpamaan pendeknya masa sebab  keledai tidak dapat bersabar bila sudah 

merasa haus 

98

 Perumpamaan bahwa mereka akan mati segera 

99

 Harta yang diberikan kepada keluarga korban pembunuhan. 

  227

kepada salah seorang sahabatnya yang lain- Rasul memerintahkan 

kepadanya untuk mengawasi gerak-gerik dan aktivitas mereka, serta 

menolak bahaya mereka dari Islam dan kaum muslimin. 

Sejak saat itu, Hudzaifah bin Yaman mulai disebut sebagai Shahib Sirri 

Rasulillah Saw (Pemilik rahasia Rasulullah Saw). 


Rasul Saw memanfaatkan bakat Hudzaifah dalam sebuah kesempatan 

yang amat berbahaya dan amat membutuhkan kecerdasan dan pemahaman 

yang tinggi. Hal itu terjadi pada perang Khandaq100 dimana kaum 

muslimin sudah dikepung oleh musuh dari atas dan bawah mereka. 

Pengepungan terhadap muslimin berlangsung lama. Mereka semakin 

tersiksa. Mereka sudah kesusahan dan kesulitan. Sehingga pandangan 

sudah lamur dan hati sudah naik ke kerongkongan101, dan sebagian kaum 

muslimin sudah berprasangka sesuatu kepada Allah Swt. 

Suku Quraisy serta para pendukungnya dari kaum musyrikin  juga 

mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dari kaum muslimin. 

Murka Allah Swt telah tertumpah kepada mereka sehingga 

melemahkan kekuatan mereka dan menggoyahkan pilar-pilar mereka. 

Allah mengirimkan angin yang kencang kepada mereka sehinga kemah-

kemah mereka terhempas, tungku makanan mereka terbalik, api tungku 

mereka menjadi padam. Wajah mereka tersiram dengn kerikil dan mata 

serta lobang hidung mereka tertutup oleh debu.  


Pada kondisi yang amat menentukan dalam sejarah peperangan ini; 

pasukan yang kalah mengerang terlebih dahulu, sedangkan pasukan yang 

menang yaitu  yang mampu bertahan sesudah  pasukan musuh menarik 

diri. 

Dalam masa-masa yang menentukan jalannya peperangan ini; intelijen 

dalam pasukan memiliki peran penting dalam menentukan sikap dan 

memberikan pandangan.  

Pada kesempatan ini Rasulullah Saw membutuhkan bakat dan 

pengalaman yang dimiliki Hudzaifah bin Al Yaman, dan bertekad untuk 

mengutusnya berangkat menyusup dalam barisan musuh di kegelapan 

malam, untuk dapat memberikan informasi sebelum diambil keputusan. 

Kita akan memberikan kesempatan kepada Hudzaifah untuk 

menceritakan sendiri kisah perjalanannya yang berbahaya ini. 

Hudzaifah berkisah: 

                                                     

100

 Perang Khandaq terjadi pada tahun 5 H dan ia merupakan perang Al Ahzab  

101

 Perumpamaan tentang sulitnya keadaan 

 228

Pada malam itu kami duduk berjejer. Abu Sufyan dan rekan-rekannya 

para musyrikin Mekkah berada di atas kami. Sedangkan Bani Quraidzah 

suku Yahudi berada di bawah kami dan kami khawatir apabila mereka 

mengganggu para wanitadan anak-anak kami. Tidak pernah kami rasakan 

malam yang amat gelap seperti ini. Dan angin pada malam itu amat 

kencang bertiup. Suara angin bagaikan petir. Kegelapan malam membuat 

kami tidak mampu melihat jari tangan kami sendiri. 

Kemudian para munafikin meminta izin kepada Rasulullah Saw dengan 

berkata: “Rumah-rumah kami terbuka (mudah diserang) bagi musuh –

sebenarnya rumah mereka tidak terbuka- padahal tidak ada seorangpun 

yang meminta izin kepada Beliau, pasti Beliau mengizinkannya. Padahal 

mereka menyusup ke barisan musuh dan tinggallah kami dengan pasukan 

yang berjumlah sekitar 300 orang saja. 


Pada saat itu, berdirilah Nabi Saw dan Beliau memeriksa kondisi kami 

satu per satu hingga Beliau menghampiriku dan mendapati bahwa aku 

tidak memiliki apa-apa untuk berlindung selain dengan mirth102 miliki 

istriku yang hanya sebatas lutut saja. 

Kemudian Beliau mendekat ke arahku sedangkan aku bersimpuh 

bertekuk diri di tanah. Beliau berkata: “Siapakah ini?” Aku menjawab: 

“Saya Hudzaifah.” Ia bertanya lagi: “Hudzaifah?” Aku semakin meringkuk 

ke tanah sebab  aku malas berdiri sebab lapar dan dingin yang aku 

rasakan. Aku katakan: “Benar, ya Rasulullah!” Ia bersabda: “Ada sebuah 

informasi di pihak musuh. Mnyusuplah pada barisan mereka dan berikan 

informasi ini  kepadaku!” 

Berangkatlah aku padahal aku yaitu  orang yang paling merasa takut 

dan merasa amat dingin. Kemudian Rasulullah Saw berdo’a: “Ya Allah 

jagalah ia dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawahnya!” 

Demi Allah, belum lagi do’a Rasul Saw selesai sehingga Allah Swt 

menghilangkan dari diriku segala rasa takut serta rasa dingin. 

Begitu aku hendak berangkat, Rasulullah Saw memanggilku seraya 

bersabda: “Ya Hudzaifah, janganlah kau melakukan apapun juga terhadap 

kaum ini  sebelum kau datang kepadaku!” Kemudian aku menjawab: 

“Ya.”  Kemudian aku mulai menyusup di tengah kegelapan malam 

sehingga aku masuk dalam barisan kaum musyrikin dan aku berpura-pura 

menjadi salah seorang dari mereka. 

Tidak lama aku di sana, kemudian Abu Sufyan berdiri sambil 

berkhutbah:  

“Wahai bangsa Quraisy, aku akan menyampaikan sebuah informasi 

yang aku khawatir akan didengar oleh Muhammad. Maka perhatikanlah 

                                                     

102

 Pakaian tak berjahit seperti sarung 

  229

oleh masing-masing kalian siapa yang duduk disampingnya.” Maka 

akupun kemudian menarik tangan o


Related Posts:

  • teladan sahabat nabi 7  Abdurrahman segera menemui Aisyah dan berkata: “Saksikanlah olehmu wahai Ummul Mukminin, bahwa kafilah ini dengan seluruh isi dan petugasnya aku berikan di jalan Allah.” Do’a Rasulullah Saw kepada Abdurr… Read More