Abdurrahman segera menemui
Aisyah dan berkata: “Saksikanlah olehmu wahai Ummul Mukminin, bahwa
kafilah ini dengan seluruh isi dan petugasnya aku berikan di jalan Allah.”
Do’a Rasulullah Saw kepada Abdurrahman bin Auf agar Allah berkenan
memberkahi dirinya selagi hidup terus saja berlangsung, sehingga ia
menjadi sahabat Rasul Saw yang paling kaya dan yang paling banyak
memiliki harta… namun Abdurrahman bin Auf menjadikan seluruh
harta tadi demi mencari keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Ia senantiasa
berinfaq dengan kedua tangannya baik yang kanan maupun kiri, dengan
sembunyi ataupun terang-terangan… sebagaimana ia pernah bersedekah
dengan 40 ribu dirham perak, kemudian ia bersedekah lagi dengan 40 ribu
dinar emas. Kemudian ia bersedekah lagi dengan 100 auqiyah emas. Ia
juga membawa para mujahidin dengan 500 kuda yang ia berikan.
Kemudian ia membekali 1500 mujahidin lainnya dengan kendaraan.
Saat Abdurrahman bin Auf menjelang wafat, ia membebaskan banyak
sekali budak-budaknya.
Ia berpesan untuk memberikan 400 dinar emas kepada Ahlu Badr yang
masih hidup. Maka mereka pun mengambil pemberian Abdurrahman ini
dan jumlah mereka saat itu mencapai 100 orang.
Ia juga berpesan untuk memberikan setiap Ummul Mukminin harta
yang banyak; sehingga Ummul Mukminin Aisyah ra seringkali berdo’a
untuk Abdurrahman yang berbunyi: “Semoga Allah Swt memberikannya
minuman dari air salsabil.”
Kemudian ia meninggalkan untuk ahli warisnya harta yang barangkali
tidak bisa terhitung lagi… sebab ia mewariskan 1000 unta, 100 kuda dan
3000 domba. Istrinya berjumlah 4 orang sehingga mereka mendapatkan
seperempat dari seperdelapan85 yang masing-masing mereka mendapatkan
80 ribu.
Ia meninggalkan emas dan perak yang bertumpuk-tumpuk dan
dibagikan kepada seluruh ahli warisnya dengan cara memukulkannya
dengan kapak sehingga tangan orang-orang yang memotongnya kelelahan.
Semua itu terjadi sebab do’a Rasulullah Saw agar Allah berkenan
memberkahi harta Abdurrahman bin Auf.
namun harta yang ia miliki tidak membuat dirinya tergoda bahkan
tidak membuatnya berubah. Sehingga kebanyakan orang jika melihat
Abdurrahman bin Auf sedang bersama para budaknya, mereka tidak dapat
membedakan mana Abdurrahman dan mana para budaknya.
Suatu saat ia sedang mendapatkan makanan -padahal saat itu ia sedang
berpuasa- ia lalu melihat orang yang membawakan makanan tadi sambil
berkata: “Mus’ab bin Umair –yang lebih baik dariku- terbunuh, kami
mendapatinya tidak memiliki apa-apa selain kain kafan yang menutupi
Pent. Tirkah (harta warisan untuk istri bila terdapat anak yaitu seperdelapan. sebab istri
beliau berjumlah 4 orang, maka masing-masing mendapatkan seperempat dari seperdelapan bagian
mereka dari harta waris.)
kepalanya namun kakinya terlihat. Jika kedua kakinya ditutup, maka
kepalanya akan muncul. Lalu Allah Swt membentangkan dunia kepadaku
sehingga seperti ini. Aku khawatir bila pahalaku sudah didahulukan
(diberikan di dunia).” Kemudian ia menangis dengan tersedu-sedu
sehingga makanan ini basi.
Beruntung sekali Abdurrahman bin Auf… Sebab Rasulullah Saw telah
menjaminnya masuk ke dalam surga. Pembawa jenazahnya hingga ke
peristirahatan terakhir yaitu paman Rasul Saw yang bernama Sa’d bin Abi
Waqash. Dzu Nuraini Ustman Bin Affan juga turut mensholatkan
jenazahnya. Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib turut mengiringi
jenazahnya sambil berkata: “Pergilah! Engkau telah menemukan
kebenarannya dan engkau telah meninggalkan tipu dayanya. Semoga Allah
merahmatimu!”
Ja’far bin Abi Thalib
“Aku Melihat Ja’far di Surga. Ia memiliki 2 Sayap yang Berlumuran
Darah dan Bulu yang Diberi Warna.” (Hadits Al Syarif)
Di Bani Manaf86 ada 5 orang yang amat mirip dengan Rasulullah Saw
sehingga orang yang lemah pandangannya sering keliru membedakan
Rasul Saw dengan mereka.
Tidak dipungkiri bahwa Anda ingin mengetahui siapa saja kelima orang
ini yang begitu mirip dengan Nabi Saw.
Maka marilah kita berkenalan dengan mereka semua.
Mereka yaitu : Abu Sufyan bin Al Harits bin Abdul Muthalib, Beliau ini
yaitu sepupu Rasulullah Saw dan saudara sesusuan dengan Nabi Saw.
Kemudian Futsam bin Al Abbas bin Abdul Muthalib, dan dia juga
merupakan sepupu Nabi Saw. Al Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim
kakeknya Imam Syafi’I ra. Al Hasan bin Ali, cucu Rasulullah Saw dan ia
merupakan orang yang paling mirip dengan Nabi Saw dibandingkan
dengan yang lain. Dan Ja’far bin Abu Thalib, dia yaitu saudara Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Kami akan memaparkan sebuah episode dari kisah hidup Ja’far bin Abi
Thalib ra…
Abu Thalib -meski dia yaitu orang yang terpandang di kalangan
bangsa Quraisy, dan memiliki posisi penting di kaumnya- namun ia yaitu
orang yang amat sulit hidupnya dan banyak anggota keluarganya.
Kondisi ini semakin bertambah sulit dengan datangnya tahun
paceklik yang terjadi pada bangsa Quraisy sehingga membuat semua
panenan menjadi gagal dan hewan-hewan ternakpun tidak dapat
mengeluarkan susu. Ini semua membuat manusia hanya mampu
mengkonsumsi tulang-tulang basah saja.
Di kalangan Bani Hasyim –saat itu- tidak ada orang yang berkeluasan
kecuali Muhammad bin Abdullah dan pamannya Al Abbas.
Muhammad lalu berkata kepada Abbas: “Wahai paman, saudaramu
Abu Thalib banyak sekali keluarganya. Engkau tahu sendiri bahwa banyak
86
Abdi Manaf yaitu nenek moyang Rasulullah saw. dan keteurunannya yaitu kabilah yang
paling dekat dengan Nabi Saw.
manusia yang berkesusahan sebab kemarau yang panjang serta wabah
kelaparan. Marilah kita ke rumahnya untuk menanggung sebagian
keluarganya. Aku akan menanggung seorang anaknya dan engkaupun
menanggung seorang lagi dari anaknya, sehingga keduanya kita cukupi
kebutuhannya.”
Abbas berkata: “Engkau telah mengajak kepada hal kebaikan dan
engkau menyeru kepada kebajikan.”
Kemudian keduanya berangkat dan bertemu dengan Abu Thalib.
Keduanya berkata: “Kami datang berniat untuk meringankan beban
keluargamu sehingga kesulitan dan penderitaan ini sirna dari diri
manusia.” Abu Thalib berkata: “Kalian boleh untuk mengambil siapa saja,
selain Aqil.”
Maka Muhammad mengajak Ali dan menjadikan keluarganya.
Sedangkan Abbas mengajak Ja’far dan menjadikannya sebagai keluarga.
Ali terus tinggal bersama Muhammad hingga saat Allah Swt
mengutusnya sebagai seorang Nabi yang membawa agama petunjuk dan
kebenaran. Dialah yang menjadi orang pertama yang memeluk Islam dari
kalangan pemuda.
Ja’far pun terus tinggal dengan pamannya sehingga ia tumbuh dewasa,
masuk Islam dan berkecukupan bersamanya.
Ja’far bin Abi Thalib beserta istrinya Asma binti Umais bergabung
dengan rombongan ‘cahaya’ sejak perjalanan pertama.
Keduanya masuk Islam berkat ajakan Abu Bakar As Shiddiq ra sebelum
Rasulullah Saw masuk ke Darul Al Arqam.87
Pemuda AlHasyimi ini bersama istrinya merasakan siksaan bangsa
Quraisy sebagaimana yang dirasakan oleh muslimin yang lain. Keduanya
mampu bersabar atas siksaan ini sebab keduanya menyadari bahwa jalan
menuju surga dipenuhi dengan duri dan sarat dengan hal yang
menyakitkan. namun yang membuat mereka jengkel sebagaimana yang
dirasakan oleh sahabat mereka dari kaum muslimin yaitu bahwa bangsa
Quraisy menghalangi mereka untuk melakukan ibadah dan menghalangi
mereka untuk merasakan lezatnya ibadah. Bangsa Quraisy bahkan
senantiasa mengawasi setiap hembusan nafas mereka.
Pada saat itulah Ja’far bin Abi Thalib meminta izin kepada Rasulullah
saw untuk berhijrah bersama istri dan beberapa orang sahabat lainnya ke
negeri Habasyah. Rasul pun mengizinkan dengan hati yang sedih.
87
Darul Arqam yaitu sebuah rumah di Mekkah yang dikenal dengan Darus Salam. Rumah ini
milik Al Arqam bin Abdu Manaf Al Makhzumy. Dalam rumah ini Rasulullah Saw mengajak
manusia untuk memeluk agama Islam. Sudah sering disebut kisah Darul Arqam ini sebelumnya
200
Yang membuat Rasul bersedih atas para sahabatnya yang suci dan baik
itu yaitu sebab mereka akan meninggalkan kampung mereka. Mereka
bersedia meninggalkan tempat di mana mereka bermain di waktu kecil,
tanah air dimana mereka tumbuh menjadi remaja. Mereka tinggalkan
kampungnya tanpa kesalahan yang mereka perbuat kecuali bahwa mereka
mengatakan bahwa: “Tuhan kami yaitu Allah!”
namun Beliau tidak memiliki daya dan kekuatan untuk menolak
siksaan bangsa Quraisy.
Berangkatlah rombongan kaum muhajirin pertama ke Habasyah dan
salah satu dari mereka yaitu Ja’far bin Abi Thalib. Mereka tinggal di sana
dengan jaminan keamanan An Najasy yang merupakan pemimpin
Habasyah yang dikenal adil dan shaleh.
Akhirnya, pertama kali mereka mendapatkan rasa aman –sejak mereka
masuk Islam- dan mereka merasakan nikmatnya ibadah tanpa ada yang
mengganggu kenikmatan ibadah mereka, ataupun yang mengacaukannya.
namun begitu suku Quraisy mengetahui keberangkatan
rombongan muslimin ini menuju Habasyah untuk mendapatkan
perlindungan raja Habasyah demi ketenangan beribadah mereka dan
keamanan akidah, mereka pun berencana untuk membunuh rombongan
muslimin ini atau menggiring mereka masuk ke dalam sebuah penjara
besar.
Sekarang, kita akan mempersilahkan Ummu Salamah88 ra untuk
menceritakan kisah yang ia dengar dan saksikan.
Ummu Salamah berkata: “Begitu kami tiba di negeri Habasyah, kami
menemukan perlindungan yang amat baik bagi diri kami sehingga kami
merasa aman dalam menjalankan agama. Kami dapat beribadah kepada
Allah tanpa ada siksaan atau ucapan yang menyakitkan kami. Begitu
Quraisy mendengar kabar ini, mereka segera mengirimkan dua orang yang
paling gagah diantara mereka kepada An Najasy. Keduanya yaitu : Amr
bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Mereka berdua dibekali hadiah yang
akan diberikan kepada An Najasy dan para pemuka agama di sana. Hadiah
ini yaitu barang-barang yang disukai oleh penduduk Habasyah dari
negeri Hijaz. Suku Quraisy juga berpesan kepada kedua utusan ini agar
memberikan hadiah kepada para pemuka agama terlebih dahulu sebelum
mereka menghadap An Najasy untuk membicarakan urusan kami.”
Ummu Salamah: Lihat dalam kitab Shuwar min Hayatis Shahabiyat karya penulis.
Begitu keduanya tiba di Habasyah maka mereka menemui para pemuka
agama dan memberikan kepada masing-masing pemuka agama hadiah.
Tidak ada seorang pun dari para pemuka agama tadi yang tidak
mendapatkan hadiah dari keduanya. Kedua utusan ini berkata kepada
pemuka agama:
“Ada beberapa budak bodoh kami yang berlindung di negara raja.
Mereka telah keluar dari agama bapak dan kakek moyang mereka dan
keluar dari kaumnya. Jika kami berbicara kepada raja kalian tentang para
budak ini, maka beritahukanlah raja kalian untuk menyerahkan budak-
budak ini kepada kami tanpa perlu menanyakan agama mereka. sebab
para pemimpin suku mereka amat mengerti tentang kondisi para budak ini
dan paham apa yang sedang mereka anut.” Para pemuka agama tadi pun
mengatakan: “Ya.”
Ummu Salamah berkata: “Tidak ada yang lebih kami benci dari Amr
dan sahabatnya daripada saat An Najasy memanggil salah seorang dari
kami untuk mendengarkan pembicaraannya.
Kemudian keduanya menghadap An Najasy dan memberikan hadiah
kepadanya. An Najasy amat senang dengan hadiah itu. Keduanya lalu
berbincang dengan An Najasy seraya mengatakan:
“Wahai raja, di negeri telah berlindung beberapa budak-budak negeri
kami yang amat nakal. Mereka datang ke sini membawa agama yang tidak
kami ketahui sebagaimana engkau tidak mengetahuinya. Mereka
meninggalkan agama kami namun tidak masuk ke dalam agamamu…
Kami di utus untuk menghadapmu oleh orang tua mereka, paman mereka,
keluarga mereka agar engkau berkenan memulangkan budak-budak ini
kepada mereka, dan mereka yaitu manusia yang paling tahu akan fitnah
yang telah dibuat oleh budak-budak ini.”
An Najasy lalu melihat ke arah para pemuka agama, dan para pemuka
agama itu mengatakan: “Keduanya benar, wahai raja! Kaum mereka lebih
tahu dan paham akan apa yang telahg di perbuat oleh para budak ini.
Maka kembalikanlah para budak ini kepada mereka biar mereka sendiri
yang memutuskannya!” Lalu murkalah sang raja dengan ucapan para
pemuka agama ini, ia berkata kepada mereka: “Tidak, demi Allah. Aku
tidak akan menyerahkan mereka kepada siapapun sehingga aku memanggil
mereka semua, dan menanyakan kepada mereka apa yang dituduhkan
kepada mereka. Jika mereka benar, seperti apa yang dikatakan oleh kedua
orang ini, maka aku akan menyerahkannya. Jika mereka tidak demikian,
maka aku akan memberi perlindungan bagi mereka dengan sebaik-
baiknya.
Ummu Salamah mengisahkan: “Kemudian An Najasy mengutus
seseorang untuk memanggil kami dan menghadapnya. Lalu kami
berkumpul sebentar sebelum berangkat menghadapnya. Sebagian dari kami
ada yang berkata: “Raja akan menanyakan agama kalian, maka katakanlah
terus terang apa yang kalian anut. Biarkan yang menjadi juru bicaranya
yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan jangan ada yang bicara selainnya.”
Ummu Salamah mengisahkan: “Kemudian kami berangkat untuk
menghadap An Najasy dan kami dapati bahwa ia juga telah mengundang
para pemuka agama. Mereka semua duduk di samping kanan dan kiri An
Najasy. Mereka semua mengenakan Tayalisah89 dan menghiasi kepala
mereka dengan peci. Mereka pun tak lupa membuka kitab dihadapan
mereka. Kami juga melihat ada Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah
di dekat raja.”
Begitu kami sudah ada di majlis, An Najasy melihat ke arah kami dan
bertanya: “Apakah agama yang baru kalian anut sehingga kalian
meninggalkan agama kaum kalian juga tidak membuat kalian masuk ke
dalam agamaku, juga tidak masuk suatu agama pun yang diketahui
manusia?”
Lalu majulah beberapa langkah ke arah An Najasy, seseorang yang
bernama Ja’far bin Abi Thalib yang berkata: “Wahai raja, Kami dulunya
yaitu kaum jahiliah yang menyembah berhala dan memakan bangkai.
Kami melakukan perbuatan keji dan memutuskan tali silaturahmi. Kami
yaitu kaum yang suka mengganggu tetangga. Yang kuat diantara kami
akan memangsa mereka yang lemah. Kami hidup terus-menerus seperti itu
sehingga Allah Swt mengutus seorang Rasul kepada kami yang kami kenal
nasab, kejujuran, amanah dan harga dirinya…
Ia mengajak kami untuk kembali ke jalan Allah; agar kami mau
mengesakan dan menyembah-Nya dan meninggalkan apa yang pernah
kami dan kakek moyang kami sembah selain Allah dari bebatuan dan
berhala…
Rasul ini memerintahkan kami untuk berkata jujur dan menunaikan
amanat. Ia juga menyuruh kami untuk menghubungkan silaturahmu dan
bertetangga dengan baik. Menolak diri dari perbuatan haram dan
pertumpahan darah. Ia juga melarang kami untuk mengerjakan perbuatan
keji dan ucapan dosa. Memakan harta anak yatim dan menuduh wanita
yang terhormat.
Rasul tadi memerintahkan kami untuk beribadah kepada Allah Swt dan
agar kami tidak melakukan kemusyrikan terhadap-Nya. Kami juga
diperintahkan untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat dan berpuasa
Ramadhan… kami meyakininya dan kami beriman kepadanya. Kami
mengikuti Rasul tadi dengan apa yang diwahyukan kepadanya dari sisi
Allah. Maka kami menjalankan apa yang halal, dan kami menolak apa yang
haram.
Kain hijau yang dikenakan oleh para pemuka agama
Maka tidak ada lain yang dilakukan oleh kaum kami sendiri kecuali
melakukan penyiksaan terhadap kami. Mereka menyiksa kami dengan
begitu sadis agar mereka dapat menguji kesetiaan kami kepada agama ini
dan mengembalikan kami kepada penyembahan berhala.
Saat mereka semakin aniaya dan menindas kami. Mereka juga
mempersempit ruang gerak kami. Mereka juga menghalangi kami untuk
melakukan ibadah agama ini. Maka kamipun keluar dari tanah air menuju
negeri mu, dan kami berharap perlindunganmu serta tidak akan dianiaya
di bawah kekuasaanmu.”
Ummu Salamah berkata: “An Najasy melihat Ja’far bin Abi Thalib dan
bertanya: “Apakah ada yang kalian bawa dari apa yang disampaikan oleh
Nabi kalian dari sisi Allah?” Ja’far menjawab: “Ya.” An Najasy berkata:
“Bacakanlah kepadaku!” Maka Ja’far pun membacakan:
“Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad. (Yang dibacakan ini yaitu ) penjelasan
tetang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya zakariya. yaitu
tatkala ia berdo'a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia
berkata:"Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan
kepalalu telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam
berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku…” (QS. Mayram [19] :1-4)
sehingga Ja’far membaca hingga bagian tertentu dari surat ini .
Ummu Salamah berkisah: “Maka menangislah An Najasy sehingga
janggutnya basah oleh air mata. Dan para pemuka agama juga menangis
sehingga kitab-kitab mereka pun basah dibuatnya. Mereka semua
menangis begitu mendengarkan Kalamullah ini.
Pada saat itulah An Najasy berkata kepada kami: “Apa yang dibawa oleh
Nabi kalian dan apa yang telah dibawa oleh Isa yaitu berasal dari sumber
cahaya yang sama!” Kemudian An Najasy menoleh ke arah Amr dan
sahabatnya lalu berkata kepada mereka berdua: “Pergilah kalian berdua!
Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua
untuk selamanya!”
204
Ummu Salamah berkata: “Begitu kami keluar dari ruangan An Najasy,
Amr bin Ash berkata kepada sahabatnya dengan mengancam kami:
“DemiAllah, aku akan datang kepada Raja esok hari. Aku akan
menceritakan kepadanya tentang mereka yang dapat menimbulkan
kebencian raja kepada mereka. Aku akan membuat raja membabat mereka
dari akarnya!”
Maka berkatalah Abdullah bin Abi Rabi’ah kepadanya: “Jangan kau
lakukan itu, wahai Amr! Mereka semua berasal dari keluarga kita,
meskipun mereka saat ini telah meninggalkan kita!”
Amr menjawab: “Tidak usah ikut campur! Demi Allah, aku akan
menceritakan kepada raja apa yang dapat membuat mereka semua resah.
Demi Allah, aku akan menceritakannya kepada raja bahwa mereka
menganggap bahwa Isa bin Maryam yaitu seorang hamba!!!”
Keesokan harinya, datanglah Amr menghadap Raja An Najasy dan
berkata kepadanya: “Wahai raja, orang-orang yang engkau beri
perlindungan itu mengatakan suatu perkataan keji tentang Isa bin Maryam.
Kalau tidak percaya, panggilah mereka dan tanyakan sendiri apa yang
mereka katakan terhadap Isa bin Maryam!”
Ummu Salamah berkata: “Begitu kami mengetahui hal ini, kami merasa
amat khawatir dan kami belum pernah merasakan hal seperti ini
sebelumnya… Sebagian kami berkata: “Apa yang kalian katakan tentang
Isa bin Maryam jika raja menanyakannya?” Kami pun menjawab: “Demi
Allah, kami tidak akan menjawab kecuali seperti apa yang telah Allah
firmankan. Kami tidak akan keluar dari perintah-Nya meski hanya seujung
jari sebagaimana yang telah disampaikan oleh Nabi kita. Meski apapun
yang menjadi konsekuensinya!”
Kemudian kami sepakat bahwa yang akan menjadi juru bicaranya
yaitu Ja’far bin Abi Thalib.
Begitu An Najasy memanggil, maka kami pun datang menghadapnya,
lalu kami melihat adanya beberapa orang pemuka agama dengan pakaian
seperti yang telah kami lihat sebelumnya.
Kami juga melihat Amr bin Ash dan sahabatnya berada di dekat raja.
Begitu kami tiba di hadapannya, An Najasy bertanya: “Apa yang kalian
katakan tentang Isa bin Maryam?” Ja’far bin Abi Thalib mengatakan: “Kami
mengatakan tentang Isa bin Maryam sebagaimana yang disampaikan
kepada Nabi kami!”
An Najasy bertanya: “Apa pendapat Nabi kalian tentang Isa bin
Maryam?”
Ja’far pun menjawab: “Nabi berkata tentang Isa bahwa dia yaitu
hamba Allah sekaligus Rasul-Nya. Ia juga ruh dan kalimat Allah yang
diberikan pada diri Maryam yang suci dan perawan.”
205
Begitu An Najasy mendengar ucapan Ja’far ia langsung memukul tanah
dengan tangannya dan berkata: “Demi Allah, Isa bin Maryam tidak keluar
dari apa yang diceritakan oleh Nabi kalian meski seujung rambut!”
Maka para pemuka agama menghembuskan nafas keras dari hidung
mereka pertanda tidak setuju begitu mereka mendengar ucapan An Najasy.
An Najasy berkata: “Meski kalian menghembuskan nafas dengan
kesal!” Kemudian An Najasy menoleh dan berkata: “Keluarlah, kalian
semua aman! Siapa yang mencaci kalian akan terkena denda. Siapa yang
menyerang kalian akan dihukum! Demi Allah aku tidak lebih menyukai
apabila aku mendapatkan segunung emas daripada salah seorang dari
kalian diganggu!
Kemudian An Najasy melihat ke arah Amr dan sahabatnya sambil
berkata: “Kembalikan hadiah kedua orang ini, aku tidak
membutuhkannya!”
Ummu Salamah berkata: “Maka keluarlah Amr dan sahabatnya dengan
putus asa dan merasa kesal… sedangkan kami terus tinggal di wilayah An
Najasy di wilayah yang paling baik dan perlindungan yang paling mulia.”
Ja’far bersama istrinya menghabiskan 10 tahun dalam perlindungan
keamanan An Najasy.
Pada tahun 7 H, mereka berdua meninggalkan negeri Habasyah
bersama rombongan kaum muslimin lainnya untuk berhijrah ke Yatsrib.
Saat mereka tiba di sana, Rasulullah Saw baru saja kembali dari Khaibar90,
sesudah Allah menaklukan daerah ini untuk Beliau.
Begitu berjumpa Ja’far, Rasulullah Saw amat bergembira dan bersabda:
“Aku tidak mengerti, mengapa aku begitu gembira. Apakah sebab Khaibar
telah ditaklukan atau sebab datangnya Ja’far?”
Kaum muslimin semuanya, apalagi mereka yang faqir tidak mau kalah
gembiranya dari Rasulullah Saw dengan kedatangan Ja’far. Ja’far begitu
peduli dan sayang terhadap kaum fakir. Sehingga ia dijuluki dengan Abul
Masakin (Ayahnya orang-orang miskin).
Abu Hurairah menceritakan tentang pribadi Ja’far dengan ucapannya:
“Ja’far yaitu orang yang paling baik kepada kami –orang miskin-. Ia
sering mengajak kami ke rumahnya dan memberi kami makan dengan apa
yang ada di rumahnya. Sehingga bila semua makanan di rumahnya telah
habis, maka ia akan memberikan kami bejana tempat minyak yang sama
sekali sudah kosong. Bejana ini lalu kami belah dan kami jilati apa
yang menempel dan tersisa di dalamnya.”
Khaibar yaitu benteng-benteng Yahudi yang berhasil ditaklukan oleh Rasulullah Saw pada
tahun 7 H. Rasul Saw dalam perang ini mendapatkan banyak sekali ghaniman (harta rampasan perang)
Ja’far tidak tinggal lama di Madinah. Pada tahun 8 hirjriyah, Rasul Saw
mempersiapkan pasukan untuk menghadapi pasukan Romawi yang berada
di negeri Syam. Rasul menunjuk Zaid bin Haritsah untuk memimpin
pasukan ini. Rasul berpesan: “Jika Zaid terbunuh atau tewas maka yang
menjadi amir dalam pasukan ini yaitu Ja’far bin Abi Thalib. Jika Ja’far
terbunuh atau tewas maka yang akan menjadi amirnya yaitu Abdullah
bin Rawahah. Jika Abdullah bin Rawahah terbunuh atau tewas maka
pasukan muslimin dipersilahkan menunjuk amir bagi mereka!”
Saat pasukan muslimin tiba di Mu’tah, yaitu sebuah desa yang terletak
di pinggir negeri Syam di daerah Yordania, mereka mendapati bahwa
pasukan Romawi telah menyiapkan 100 ribu prajurit yang didukung oleh
100 ribu lainnya dari penganut Nashrani bangsa Arab dari kabilah Lakhm,
Judzam, Qudha’ah dan lain-lain.
Pasukan muslimin saat itu hanya berjumlah 3000 prajurit.
Begitu kedua pasukan sudah bertemu dan peperangan berlangsung
dengan sengit sehingga Zaid bin Haritsah tersungkur jatuh dan tewas
hingga tak tertolong.
Serta-merta Ja’far melompat dari punggung kudanya yang berwarna
pirang. Kemudian Ja’far menebas kaki-kaki kuda tadi dengan pedangnya
sendiri agar pihak musuh tidak menggunakannya lagi.
Ia lalu mengambil panji dan merangsek masuk ke barisan musuh
sambil bersenandung:
Alangkah dekatnya surga
Ia amat indah dan sejuk airnya
Romawi, bangsa Romawi sudah tiba adzab baginya
Sebab ia yaitu bangsa yang kafir dan jauh dari agama leluhurnya
Jika aku berjumpa dengan mereka, maka aku pasti akan menebasnya
Dia terus merangsek masuk ke barisan musuh dengan pedang terhunus
sehingga ia mendapat sebuah sabetan pedang yang memutuskan tangan
kanannya. Lalu ia mempertahankan panji dengan tangan kirinya. Tidak
berlangsung lama, tangan kirinya pun putus disabet musuh. Lalu ia
mempertahankan panji ini dengan dada dan kedua lengan atasnya.
Tidak berlangsung lama, maka akhirnya ia terkena sabetan yang ketiga
sehingga tubuhnya terbelah dua. Maka panji kemudian direbut oleh
Abdullah bin rawahah. Ia pun terus berjuang sehingga ia menyusul kedua
sahabatnya.
Rasulullah mendengar berita gugurnya ketiga panglima perang Beliau.
Maka Rasul langsung amat bersedih begitu mendengarnya, lalu ia
berangkat menuju rumah sepepupunya Ja’far bin Abi Thalib. Beliau
mendapati istrinya Asma binti Umais yang bersiap-siap menyambut
suaminya yang sudah tiada.
Asma telah menumbukkan gandum, memandikan anak, memakaikan
wewangian kepada mereka kemudian memakaikan mereka baju.
Asma berkata: “Saat Rasul Saw datang ke rumah kami, aku melihat ada
raut kesedihan yang menyelimuti wajahnya yang mulia. Maka aku mulai
merasa khawatir, namun aku tidak mau bertanya kepada Beliau tentang
ja’far sebab aku takut mendengar berita yang menyedihkan.”
Rasul lalu memberikan salam dan berkata: “Bawa kesini, anak-anak
Ja’far!” Maka akupun memanggilkan mereka.
Maka anak-anakku berlarian ke arah Rasul dengan gembira. Mereka
berebutan untuk dapat berada di pangkuan Rasulullah Saw.
Rasul Saw merangkul mereka dan menciuminya. Mata Beliau penuh
dengan air mata.
Aku bertanya: “Ya Rasulullah, demi ibu dan bapakku, apa yang
membuatmu menangis?! Apakah engkau telah menerima kabar tentang
Ja’far dan kedua sahabatnya?” Beliau menjawab: “Ya, mereka semua sudah
menjadi syahid pada hari ini.”
Pada saat itu, sirnalah senyum dari wajah anak-anak Ja’far yang masih
kecil saat mereka mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka
diam tak bergeming seolah di kepala mereka sedang bersarang seekor
burung.
Sedangkan Rasulullah Saw pergi ke luar sambil mengusap air matanya
sambil berdo’a: “Ya Allah, gantikan Ja’far bagi anak-anaknya. Ya Allah,
gantikan Ja’far bagi keluarganya.”
Kemudian Rasul bersabda: “Aku melihat Ja’far di surga. Ia memiliki 2
sayap yang berlumuran darah dan bulu-bulunya diberi warna.”
Abu Sufyan bin Al Harits
“Abu Sufyan bin Al Harits yaitu Pemimpin Para Pemuda di Surga”
(Muhammad Rasulullah)
Jarang sekali 2 orang ini berhubungan dan berkomunikasi sebagaimana
Muhammad bin Abdullah Saw dengan Abu Sufyan bin Al Harits…
Abu Sufyan yaitu orang yang sebaya dengan Rasul Saw. Ia lahir tidak
jauh berselang dengan kelahiran Nabi Saw. Dan ia juga tumbuh di
keluarga yang sama.
Dia yaitu sepupu dekat Nabi Saw. Ayahnya bernama Al Harits,
sedangkan Abdullah, ayah Nabi Saw yaitu saudara kandung dari Al Harits
dari keturunan Abdul Muthalib.
Abu Sufyan juga merupakan saudara sesusuan Nabi Saw, sebab sama-
sama disusui oleh Sayyidah Halimah As Sa’diyah.
Lebih dari itu, dia yaitu sahabat kental Nabi yang amat mirip dengan
Beliau.
Apakah Anda pernah mendapatkan kerabat yang lebih akrab daripada
Muhammad bin Abdullah dengan Abu Sufyan bin Al Harits?
Oleh sebab nya, banyak orang mengira bahwa Abu Sufyan lebih pantas
untuk menjadi orang yang pertama menyambut seruan Rasulullah Saw dan
menjadi orang pertama yang mengikuti jejak langkah Beliau. namun ,
hal yang terjadi sebenarnya berbeda dari kebanyakan dugaan orang.
sebab pada saat Rasulullah Saw melakukan dakwahnya secara terang-
terangan dan memberi peringatan kepada keluarga besarnya, maka
timbulah api kebencian di hati Abu Sufyan terhadap Rasulullah Saw.
Maka berubahlah persahabatn menjadi permusuhan. Hubungan
keluarga menjadi terputus. Dan persaudaraan menjadi penolakan dan
berpalingan.
Pada saat Rasulullah Saw melakukan dakwah secara terang-terangan,
Abu Sufyan saat itu yaitu seorang penunggang kuda terkenal di kalangan
bangsa Quraisy, dan ia juga merupakan salah seorang penyair Quraisy
yang ternama. Oleh sebab nya, pedang dan lisannya ia jadikan senjata
210
untuk menyerang Rasulullah Saw dan dakwahnya. Ia juga menggunakan
segala kemampuannya untuk melakukan penindasan kepada Rasulullah
Saw dan kaum muslimin.
Tidak ada peperangan yang dilakukan oleh bangsa Quraisy terhadap
Nabi Saw kecuali, Abu Sufyan yang menjadi penyulutnya. Tidak ada
penyiksaan yang dilakukan terhadap kaum muslimin kecuali, Abu Sufyan
memiliki peran penting dalam hal ini .
Abu Sufyan telah menggunakan kemampuan syairnya. Lewat lisannya
ia menghina Rasulullah Saw. Ia mengatakan tentang diri Nabi Saw sebuah
ucapan yang amat keji dan menyakitkan.
Permusuhan Abu Sufyan kepada Nabi Saw berlangsung lama hingga
mencapai 20 tahun lamanya. Selama masa itu, ia tidak pernah ketinggalan
dalam melakukan makar terhadap Rasulullah Saw, dan ia juga tidak pernah
ketinggalan dalam melakukan kejahatan terhadap kaum muslimin, dan ia
bangga dengan perbuatan dosa yang ia lakukan.
Sebelum terjadinya penaklukan kota Mekkah, Abu Sufyan menerima
surat dari Rasulullah Saw agar ia mau masuk Islam. Kisah masuknya Abu
Sufyan ke dalam Islam merupakan sebuah kisah menarik yang sering
terdapat dalam kitab-kitab sirah dan buku-buku sejarah.
Kita akan mempersilahkan Abu Sufyan untuk menceritakan hal ini
sendiri, sebab perasaan yang dimilikinya lebih dapat menjiwai. Dan ia
lebih kompeten dalam menuturkannya.
Abu Sufyan berkata: “Saat Islam sudah berjaya dan mantap, dan banyak
kabar berita yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw sedang menuju
Mekkah untuk menaklukkannya. Maka aku merasa bumi menjadi sempit
bagi diriku. Aku bertanya dalam diri: Hendak kemana aku pergi?! Dan
siapa yang akan menemani?! Kepada siapa aku akan berlindung?!
Lalu aku mendatangi istri dan anak-anakku. Aku katakan kepada
mereka: “Bersiaplah kalian untuk pergi dari Mekkah sebab Muhammad
sebentar lagi akan tiba. Aku pasti akan terbunuh jika kaum muslimin
menjumpaiku.”
Keluargaku berkata: “Sudah saatnya engkau menyadari bahwa bangsa
Arab dan Ajam sudah tunduk kepada Muhammad Saw dan memeluk
agamanya. Sedangkan engkau masih saja berkeras untuk terus
memusuhinya padahal engkau yaitu orang yang paling layak untuk
mendukung serta menolongnya?!”
211
Mereka terus-menerus membujukku untuk mau memeluk agama
Muhammad sehingga Allah Swt berkenan untuk melapangkan dadaku agar
dapat menerima Islam.
Sejurus kemudian aku berkata kepada budakku yang bernama
Madzkur untuk mempersiapkan unta serta kuda. Aku ajak anakku yang
bernama Ja’far untuk turut serta. Lalu kami menuju ke arah daerah Abwa
yaitu sebuah tempat yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Ada orang
yang menyampaikan kepadaku bahwa Muhammad sedang bermukim di
sanan.
Saat aku sudah hampir tiba di Abwa, maka aku menyamar agar tidak
ada orang yang mengenaliku lalu membunuhku sebelum aku menjumpai
Nabi Saw dan menyatakan keislamanku dihadapannya.
Aku lalu berjalan kaki kira-kira satu mil sedangkan rombongan kaum
muslimin berjalan bergerombolan menuju Makkah. Aku menyisih dari
jalan mereka sebab khawatir ada yang salah seorang sahabat Muhammad
yang mengenaliku.
Dalam kondisi ini , lalu aku melihat Rasulullah Saw dalam
tunggangannya. Maka aku mencegatnya dan aku berdiri di hadapannya.
Aku pun membuka tutup wajahku. Begitu kedua matanya melihatku dan
mengenaliku, lalu Rasulullah Saw berpaling menuju sisi lain jalan. Aku pun
mengejarnya ke tempat ia berada. Lagi-lagi Rasulullah Saw berpaling ke sisi
jala lain dan akupun mengejarnya lagi. Ia melakukan hal itu berkali-kali.
Tadinya aku tidak ragu –saat aku menghadap Rasulullah- bahwa Beliau
dan para sahabatnya akan bergembira dengan keislamanku.
namun kaum muslimin saat melihat Rasulullah Saw yang berpaling
dari diriku mereka juga ikut berpaling:
Abu Bakar menjumpaiku, ia juga berpaling dariku. Aku lalu melihat
Umar bin Khattab dengan tatapan memelas agar hatinya luluh, namun ia
juga lebih keras lagi berpalingnya ketimbang Abu Bakar…
Bahkan ada seorang dari suku Anshar yang mencomoohku dan berkata:
“Wahai musuh Allah, engkau yaitu orang yang pernah menyiksa
Muhammad dan para sahabatnya. Engkau sudah memusuhi Nabi dari
timur hingga barat dunia…
Orang Anshar tadi terus menerus mencercaku dan melakukannya
dengan suara keras sehingga kaum muslimin memandangku dengan sinis,
dan senang dengan apa yang aku rasakan.
212
Pada saat itu, lalu aku mendapati pamanku Abbas, dan aku berlindung
kepadanya. Aku berkata: “Wahai paman, aku tadinya berharap bahwa
Rasulullah Saw akan senang dengan keislamanku sebab aku yaitu
kerabatnya dan sebab aku orang terkemuka di kaumku. Engkau sudah
tahu apa sikap Beliau terhadapku. Tolonglah, engkau berbicara kepada
Beliau, agar Beliau ridha kepadaku!”
Lalu pamanku berkata: “Tidak, demi Allah! Aku tidak akan berbicara
kepadanya tentangmu meski satu kata sesudah aku melihat Beliau telah
berpaling dari dirimu, kecuali bila ada kesempatan untuk melakukannya
maka aku akan menghadap Beliau Saw.”
Aku lalu bertanya: “Wahai paman, lalu kepada siapa engkau hendak
menyerahkanku?!”
Beliau menjawab: “Aku tidak bisa memberikan apa-apa untukmu selain
apa yang telah kau baru saja dengar!”
Aku serta-merta menjadi panik dan sedih. Tidak lama sesudah itu, aku
melihat sepupuku Ali bin Abi Thalib dan akupun mengadukan
permasalahanku kepadanya. Iapun mengatakan hal yang sama
sebagaimana yang telah dikatakan pamanku Abbas.
Pada saat itu, aku kembali kepada pamanku Abbas dan berkata: “Wahai
paman, jika engkau tidak mampu untuk membujuk Rasulullah Saw untuk
diriku, maka dapatkan engkau menghentikan orang yang terus-menerus
mencerca dan menghinaku serta mengajak orang untuk melakukan hal
yang sama!” Abbas berkata: “Tunjukkan ciri-cirinya!” Aku pun
menunjukkannya. Abbas berkata: “Dia yaitu Nu’aiman bin Al Harits An
Najari.” Ia pun menemui Nu’aiman dan berkata: “Wahai Nu’aiman, Abu
Sufyan yaitu sepupu Rasulullah Saw dan keponakanku. Meskipun hari ini
Rasulullah Saw benci terhadapnya, namun Beliau suatu hari akan ridha
kepadanya. Maka hentikanlah cacianmu terhadapnya!”
Abbas terus membujuknya sehingga Nu’aiman rela untuk
menghentikan caciannya kepadaku. Dan akhirnya ia berkata: “sesudah ini,
aku tidak akan menyerangnya lagi.”
Begitu Rasulullah Saw singgah di Juhfah91, aku pun duduk di depan
pintu rumahnya. Aku disertai putraku Ja’far yangberdiri. Saat Beliau
melihatku –saat Beliau keluar dari rumah- Beliau memalingkan
wajahnya dariku. Namun aku tidak berputus asa untuk membuat Beliau
ridha kepadaku. Aku berusaha agar dapat bisa duduk di depan pintu
rumahnya di setiap tempat dimana Beliau singgah. Dan aku menyuruh
Ja’far berdiri di sampingku. Setiap kali Rasulullah Saw melihatku, ia
langsung berpaling dariku.
Juhfah yaitu sebuah tempat yang terletak di sepanjang jalan antara Madinah dan Mekkah.
Jaraknya dari Mekkah yaitu 4 marhalah.
Aku terus menerus melakukan hal itu dalam masa yang lama. Begitu
aku sudah tidak sanggup lagi, aku berkata kepada istriku: “Demi Allah
Rasulullah Saw akan ridha kepada ku, atau aku akan mengajak anakku ini
untuk berjalan di muka bumi sehingga kami mati kelaparan atau kehausan.
Saat hal itu terdengar oleh Rasulullah Saw pasti ia akan kasihan
kepadaku…” Saat Rasulullah Saw keluar dari kubahnya, Beliau
memandangku dengan pandangan yang lebih lembut dari sebelumnya, aku
berharap Beliau akan tersenyum.
Kemudian Rasulullah Saw masuk ke Mekkah dan aku berada dalam
rombongannya. Beliau kemudian menuju Masjidil Haram, dan aku pun
berlari di hadapannya agar tidak tertinggal.
Pada peristiwa Hunainin, bangsa Arab berkumpul dengan jumlah
pasukan yang amat besar untuk memerangi Rasulullah Saw dan belum
pernah mereka sedemikian banyaknya. Mereka mempersiapkan
persenjataan yang belum pernah selengkap saat itu. Mereka bertekad untuk
mengalahkan Islam dan kaum muslimin.
Rasulullah Saw lalu berangkat dengan serombongan para sahabatnya,
dan akupun ikut serta dalam rombongan itu. Saat aku melihat pasukan
musyrikin yang sedemikian banyaknya, aku berkata: “Demi Allah, aku akan
menebus segala kesalahanku dalam memusuhi Rasulullah Saw, dan Beliau
pasti akan melihat perjuanganku yang akan membuat Allah dan Beliau
ridha.”
Saat kedua pasukan bertemu, kaum musyrikin sepertinya unggul
terhadap pasukan muslimin. Maka merasuklah rasa khawatir dan putus asa
pada pasukan muslimin. Banyak orang yang berpisah dari komando
Rasulullah Saw. Hampir saja kami mengalami kekalahan telak.
Lalu tiba-tiba Rasulullah Saw tetap tegar di tengah medan laga di atas
bighalnya seolah gunung kokoh. Dengan pedang di tangan, ia
mempertahankan dirinya dan orang yang ada di sekelilingnya seperti singa
yang menerkam.
Pada saat itu, aku melompat dari kudaku. Aku pecahkan sarung pedang
dan Allah Swt mengetahui bahwa aku rela mati demi Rasulullah Saw.
Pamanku Abbas menarik tali bighal Nabi Saw dan berdiri di sampingnya.
Dan aku berdiri di sisi sebelahnya. Di tangan kananku terdapat pedang
untuk melindungi Rasulullah Saw. Sedangkan tangan kiriku memegang
hewan tunggangan Beliau.
Saat Nabi Saw melihat kegigihan perjuanganku, Beliau bertanya kepada
pamanku Abbas: “Siapakah ini?” Abbas menjawab: “Dia yaitu saudaramu
dan sepupumu, Abu Sufyan bin Al Harits. Ridhailah dirinya, ya Rasulullah!”
Rasul bersabda: “Aku telah ridha kepadanya. Dan Allah telah mengampuni
permusuhan yang telah ia lakukan kepadaku!”
Maka hati ku langsung gembira mendengar Rasulullah Saw telah ridha
kepadaku. Aku mencium kakinya yang berada di atas tunggangan.
Kemudian ia menoleh ke arahku sambil bersabda: “Wahai saudaraku,
majulah dan bunuhlah!”
Ucapan Rasulullah Saw mengobarkan semangatku. Maka aku
menyerang kaum musyrikin yang menggoncangkan posisi mereka. Kamu
muslimin kemudian mengikutiku menyerang mereka sehingga kami
mampu mengusir mereka kira-kira sejauh 1 farsakh92. Dan kami mampu
membuat mereka kocar-kacir.
Sejak peristiwa Hunainin, Abu Sufyan merasakan indahnya keridhaan
Rasulullah Saw dan ia bahagia dengan persahabatan Beliau. Namun Abu
Sufyan tidak pernah mengangkat pandangannya dihadapan Beliau, dan
tidak pernah pandangannya tertuju pada wajah Beliau sebab merasa malu
dengan masa lalunya.
Abu Sufyan selalu menyesali masa-masa kelam yang ia gunakan pada
masa jahiliah sebab telah terhalang dari cahaya Allah, terhalang dari
kitab-Nya. Oleh sebab nya, ia senantiasa menghabiskan waktu siang dan
malamnya bersama Al Qur’an, mempelajari hukum-hukumnya dan
menyerap segala nasehat yang ada di dalamnya.
Dia benar-benar telah meninggalkan dunia dan menghadap Allah Swt
dengan seluruh anggota badannya. Sehingga pada suatu kesempatan
Rasulullah Saw melihat Abu Sufyan masuk ke dalam masjid. Rasulullah Saw
lalu bertanya kepada Aisyah ra: “Tahukah kamu siapakah orang itu, ya
Aisyah?” Aisyah menjawab: “Tidak tahu, ya Rasulullah!” Rasul bersabda:
“Dia yaitu sepupuku, Abu Sufyan bin Al Harits. Perhatikanlah, dia yaitu
orang yang pertama masuk ke dalam masjid dan dialah orang yang
terakhir keluar. Pandangannya tidak akan berpaling dari gerak langkah
sendalnya.”
Saat Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya. Abu Sufyan
bersedih atas kematian Beliau seperti seorang ibu yang menangisi anak
tunggalnya yang meninggal. Ia menangisi Rasulullah seperti seorang yang
ditinggal mati oleh kekasihnya. Abu Sufyan membuat sebuah kasidah yang
menggambarkan kesedihan dan kenestapaan. Ia berkata:
Tak dapat aku tidur, dan malam terasa panjang bagiku… Malam
musibah bagi saudaraku begitu panjang
1 farsakh = 3 mil. 1 mil = 1000 hasta. 1 hasta = 4 depa
Aku bahagia sebab derita ku tidak terlalu panjang… Sepanjang
musibah yang dirasakan oleh kaum muslimun
Musibah terasa berat bagi kami… Apalagi di saat Rasul diambil ruhnya
sebab musibah ini… Semua sisi bumi terasa sempit
Kami kehilangan wahyu dan orang yang senantiasa dihampiri oleh
Jibril
Dan itulah yang lebih pantang menjadi perjalanan jiwa manusia
Dialah seorang Nabi yang telah melenyapkan keraguan diri kamu…
dengan apa yang diwahyukan kepadanya dan dengan apa yang ia sabdakan
IA telah memberi kami petunjuk dan kami tidak khawatir tersesat…
sebab Rasul menjadi petunjuk bagi kami
Berpisahlah jika engkau ragu dan itu merupakan kekuarangan… Jika
kau tak ragu maka inilah jalan sebenarnya
Maka kubur bapakmu yaitu pemuka semua kubur… dan di dalamnya
terdapat panghulu manusia yaitu Rasul
Pada masa kekhalifahan Umar Al Faruq, Abu Sufyan merasakan ajalnya
telah tiba lalu ia menggali kubur dengan tangannya sendiri.
Tiga hari sesudah itu, maka datanglah kematian untuk menjemputnya,
seolah seperti sebuah agenda yang telah dijanjikan. Ia kemudian menatap
istri, anak dan seluruh keluarganya lalu berkata: “Janganlah kalian
menangisiku. Demi Allah, aku tidak pernah berhubungan lagi dengan
kesalahan sejak aku masuk Islam.
Kemudian pergilah ruhnya yang suci. Umar Al Faruq melakukan shalat
untuknya dan bersedih sebab kepergiannya. Dan ini dirasakan oleh para
sahabat yang mulia. Mereka semua menganggap kematian Abu Sufyan
merupakan sebuah musibah yang terjadi bagi Islam dan muslimin.
Sa’d bin Abi Waqash
“Panah Mereka, ya Sa’d… Panah Mereka…, Demi Ayah dan Ibumu!”
(Muhammad Rasulullah Memberi Semangat kepada Saat pada
Perang Uhud)
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman [31] : 14-15)
Ada kisah menarik tentang ayat-ayat ini. Dimana kelompok pemilik
sifat yang bertentangan menjadi tunduk di hadapan jiwa seorang pemuda.
Maka kemenangan berada di pihak kebaikan atas keburukan. Keimanan
atas kekufuran.
Sedangkah tokoh kisah ini yaitu seorang pemuda Mekkah terhormat
dari garis nasab, yang memiliki ayah dan ibu yang terhormat.
Sa’d saat cahaya kenabian sedang bersinar di kota Mekkah sedang
menjelang usia muda. Ia memiliki perasaan yang lembut dan amat berbakti
kepada kedua orang tuanya, wa bil khusus kepada ibunya.
Meski pada saat itu Sa’d akan berusia 17 tahun. Namun ia sudah
berpikiran dewasa dan bijak layaknya orang tua.
Ia tidak pernah –misalnya- senang dengan senda gurau yang biasa
dilakukan anak seumurannya. namun ia malah tertarik dengan
mempersiapkan anak panah. Memperbaiki busur panah. Dan berlatih
memanah seolah ia tengah mempersiapkan diri untuk sebuah masalah
besar.
Ia juga tidak pernah senang dengan apa yang ia lihat pada kaumnya
yang memiliki akidah yang rusak dan kondisi yang buruk. Sehingga seolah
ia sedang menunggu sebuah tangan kuat yang dapat menghancurkan
mereka dan menyingisngkan kedzaliman yang mereka perbuat.
Dalam kondisi sedemikian, Allah Swt berkehendak untuk memulyakan
semua manusia dengan tangan yang lembut ini. Dan ternyata tangan
ini yaitu tangan penghulu semua makhluk yaitu Muhammad bin
Abdullah Saw. dan ditangannya yaitu sebuah bintang Allah yang tidak
pernah redup: yaitu Kitabullah…
Maka segeralah Sa’d bin Abi Waqash memenuhi panggilan petunjuk
dan kebenaran, sehingga ia menjadi orang ketiga atau keempat yang masuk
Islam.
Oleh sebab nya, sering kali ia berucap dengan perasaan bangga:
“Hanya menunggu selama 7 hari, aku menjadi orang ketiga yang masuk
dalam Islam.”
Rasulullah Saw amat bergembira dengan Islamnya Sa’d. sebab dalam
diri Sa’d ada tanda-tanda kecerdasan dan kegagahan yang menandakan
bahwa bulan sabit ini sebentar lagi akan menjadi purnama.
Sa’d juga memiliki garis keturunan yang mulia, dan juga posisi
terhormat yang dapat membuat semua pemuda Mekkah akan mengikuti
jejaknya.
Lebih dari itu, Sa’d yaitu kerabat Rasulullah Saw. Sebab ia berasal dari
Bani Zuhrah. Sedangkan Bani Zuhrah yaitu keluarga Aminah binti Wahb,
ibunda Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw amat bangga dengan hubungan kerabat ini.
Diriwayatkan bahwa Nabi Saw saat itu sedang duduk bersama beberapa
orang dari sahabatnya, lalu Beliau melihat Sa’d bin Abi Waqash datang.
219
Rasul Saw bersabda kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: “Inilah
pamanku… maka setiap orang, perlihatkanlah kepadaku pamannya!”
namun keislaman Sa’d bin Abi Waqash tidaklah berjalan dengan
mudah dan tenang. Pemuda yang beriman ini merasakan ujian terberat dan
paling keras. Sehingga sebab terlalu kerasnya, Allah Swt menurunkan
sebuah ayat Al Qur’an tentang dirinya…
Sekarang kita akan memberikan kesempatan kepada Sa’d untuk
mencerikatakn kisah ujiannya ini.
Sa’d mengatakan: 3 hari sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi
seolah aku tenggelam dalam kegelapan yang bertingkat-tingkat. Saat aku
sedang berusaha selamat dari gelombang kegelapan ini , lalu ada
sebuah bulan yang menerangiku dan aku mengikutinya. Aku melihat ada
segerombolan orang yang telah mendahuluiku jalan menuju bulan
ini . Aku melihat Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar
Shiddiq. Aku bertanya kepada mereka: ‘Sejak kapan kalian berada di sini?!
Mereka menjawab: ‘Sejak 1 jam.’
Begitu siangb menjelang,aku mendengar bahwa Rasulullah Saw telah
melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi untuk masuk Islam. Aku
mengerti bahwa Allah Swt menghendaki kebaikan atas diriku. Dengan
sebab ini , Ia hendak mengeluarkan aku dari kegelapan menuju
cahaya.
Lalu aku mendatanginya segera, dan aku menjumpai Beliau di Syi’b
Jiyad93. Beliau saat itu sedang melakukan shalat Ashar. Aku pun masuk
Islam, dan tidak ada yang mendahuluiku mauk Islam selain orang-orang
yang aku lihat dalam mimpiku.
Kemudian Sa’d melanjutkan kisah keislamannya. Ia berkata: “Begitu
ibuku mendengar bahwa aku telah masuk Islam. Ia langsung marah, dan
aku yaitu anak yang amat berbakti kepadanya dan amat mencintainya.
Ibuku datang menemuiku dan berkata: “Wahai Sa’d, agama apakah yang
telah kau anut dan telah memalingkan kamu dari agama ibu dan
bapakmu? Demi Allah, jika engkau tidak meninggalkan agama barumu itu
maka aku tidak akan makan dan minum sehingga aku mati. Sehingga
hatimu akan bersedih sebab ku, dan engkau akan menyesali tindakanmu
itu. Dan manusia sebab nya akan mencibirmu untuk selamanya.”
Aku lalu berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, Bunda! Aku tidak
akan meninggalkan agamaku sebab alasan apapun.”
Ia pun lalu melakukan janjinya. Ia tidak mau makan dan minum. Ia
terus melakukan hal itu berhari-hari tidak makan dan tidak minum.
Syi’b Jiyad yaitu sebuah jalan berbukit di Mekkah
220
Badannya menjadi kurus, tulang punggungnya menjadi bengkok dan
kekuatannya menurun drastis.
Aku selalu mendatanginya dari waktu ke waktu untuk memintanya
agar mau memakan sedikit makanan atau meminum sedikit minuman. Ia
menolak permintaanku dengan keras. Ia masih bersumpah untuk tidak
makan dan minum hingga mati atau aku harus meninggalkan agamaku.
Pada saat itu aku katakan kepadanya: “Wahai bunda, meski aku begitu
mencintaimu, namun cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar lagi.
Demi Allah, jika engkau memiliki 1000 nyawa, lalu satu per satu nyawamu
itu keluar dari tubuhmu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan
agamaku ini demi apapun juga!”
Begitu ia melihat kesungguhanku, ia mau makan dan minum dengan
hati yang kesal. Lalu turunlah firman Allah Swt:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] :15)
Hari di mana Sa;d bin Abi Waqash masuk Islam yaitu hari dimana
kaum muslimin merasakan adanya kebaikan terbanyak pada Islam:
Pada perang Badr, Sa’d dan saudaranya yang bernama Umair memiliki
kisah tersendiri. Umair pada saat itu yaitu seorang pemuda yang baru saja
baligh. Begitu Rasulullah Saw memperhatikan barisan pasukan muslimin
sebelum berangkat ke medang perang, Umair saudara Sa’d mundur
kebelakang sebab khawatir Rasulullah Saw akan melihatnya sehingga
akan menolaknya sebab usianya yang masih kecil. Benar saja Rasulullah
Saw melihatnya lalu menolaknya yang membuat Umair menangis.
Tangisannya membuat hati Rasulullah Saw luluh sehingga Beliau
membolehkan Umair turut-serta.
Pada saat itu Sa’d menjadi gembira. Ia mengikatkan tali sarungnya pada
diri Umair sebab ia masih kecil. Dan berangkatlah kedua bersaudara tadi
untuk berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh.
Begitu peperangan usai, Sa’d kembali ke Madinah sendirian. Sedangkan
Umair telah gugur menjadi seorang syahid di medan Badr, dan Sa’d
memohon kepada Allah agar saudaranya diberikan pahala seperti yang
telah dijanjikan.
221
Pada perang Uhud. Saat pendirian pasukan muslimin mulai goyah dan
berpisah dari barisan Nabi Saw sehingga tersisa sedikit saja yang bersama
Beliau yang berjumlah tidak lebih dari 10 orang. Sat itu Sa’d bin Abi
Waqash berdiri membela Rasulullah Saw dengan busur panahnya. Tidak
satupun anak panah yang dilesatkan kecuali memakan seorang korban dari
pihak kamu musyrikin.
Saat Rasulullah Saw melihat Sa’d melesatkan anak panahnya dengan
cara ini, Rasulullah lalu memberikan semangat kepadanya dengan
bersabda: “Panah mereka ya Sa’d, panah mereka demi ayah dan ibumu!”
Maka dengan motivasi Rasulullah Saw, Sa’d berbangga hati selama
hidupnya seraya berkata: “Rasulullah Saw tidak pernah menggabungkan
kedua orang tua dari seseorang saat bersumpah kecuali kepadaku saja.”
Dan itu terjadi saat Rasululullah Saw bersumpah demi ayah dan ibunya
secara bersamaan.
namun Sa’d baru meraskan kebahagiaannya saat Umar Al Faruq
bertekad untuk mengalahkan bangsa Persia lewat perang yang dapat
membuat negeri mereka hancur, istana mereka roboh dan untuk mencabut
akar penyembahan berhala dari muka bumi. Maka Umar mengirimkan
surat kepada seluruh pegawainya yang ada di semua daerah yang berbunyi:
“Kirimkanlah kepadaku semua orang yang memiliki senjata atau kuda,
pertolongan atau pendapat, atau kemampuan dalam bersyair atau
beretorika dan lainnya yang dapat membantu kami dalam peperangan!”
Maka datanglah gelombang para mujahidin ke Madinah dari setiap
penjuru.Begitu semuanya telah terpenuhi, Umar Al Faruq meminta
pendapat kepada Ashabul Halli wal Aqdi94 tentang orang yang dapat
memimpin pasukan yang amat besar ini sehingga Umar dapat memberikan
mandat kepadanya. Mereka semua berpendapat orang ini yaitu : Si
singa menerkam yaitu Sa’d bin Abi Waqash. Maka Umar memanggil Sa’d ra
dan memberikan panji komando kepadanya.
Begitu pasukan yang besar ini hendak meninggalkan Madinah, Umar
bin Khattab memberikan wasiat dan pesannya kepada panglima pasukan
ini:
“Ya Sa’d, Janganlah engkau terpedaya dari jalan Allah jika ada yang
mengatakan: Dia yaitu paman Rasulullah dan sahabat Rasulullah. Sebab
94
Ashabul Halli wal Aqdi yaitu mereka yang ditunjuk untuk melakukan musyawarah dan
orang-orang yang memiliki pendapat serta jabatan
222
Allah Swt tidak akan menghapuskan keburukan dengan keburukan. Akan
tetapi Ia akan menghapuskan keburukan dengan kebaikan.
Ya Sa’d, Tidak ada nasab di antara Allah dan seseorang selain ketaatan.
Manusia yang tinggi dan rendah dihadapan Allah yaitu sama. Allah
yaitu Tuhan mereka, dan mereka yaitu para hamba-Nya. Mereka akan
mulia sebab taqwa dan mereka akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah
dengan ketaatan. Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh Nabi sebab itulah
perintah yang sebenarnya.”
Berangkatlah pasukan yang penuh berkah ini. Dalam pasukan ini
terdapat 99 orang yang pernah ikut dalam perang Badr. Ada 310 lebih
orang yang pernah melakukan Bai’at Ridwan. 300 orang yang turut dalam
Fathu Makkah bersama Rasulullah dan 700 orang anak-anak para sahabat.
Berangkatlah Sa’da dan pasukannya menuju Al Qadisiyah95. Pada hari
Harir96, pasukan muslimin bertekad untuk mengalahkan Persia. Kaum
muslimin mengepung musuh mereka dengan begitu ketatnya. Mereka
menyerang dan merangsek barisan musuh dari segala penjuru dengan
bertahlil dan bertakbir.
Maka kepala Rustum panglima pasukan Persia sudah diangkat dengan
tombak-tombak pasukan muslimin. Maka merasuklah ketakutan dan
kepanikan dalam setiap hati musuh Allah, sehingga bila ada seorang
muslim yang menunjuk seorang dari pasukan Persia maka ia bisa mati, atau
muslim tadi membunuhnya dengan senjata dengan amat mudah.
Sedangkan ghanimah tidak usah dibayangkan. Adapun yang menjadi
korban,cukuplah Anda ketahui bahwa yang mati hanya sebab tenggelam
mencapai jumlah 3000 orang.
Sa’d dianugerahi umur panjang dan harta yang banyak. namun
saat ia menjelang wafat, ia meminta sebuah jubah yang terbuat dari shuf
(wol) tebal. Ia berkata: “Kafankan aku dengan shuf itu, sebab aku
menghadapi pasukan musyrikin dalam perang Badr dengan mengenakan
baju itu. Aku berharap dapat berjumpa dengan Allah sambil mengenakan
shuf itu.
95
Al Qadisiyah yaitu sebuah tempat yang berjarak 15 farsakh dari Kufah. Di tempat ini pernah
terjadi peperangan yang menentukan antara pasukan muslimin dan Persia pada tahun 16 H. Kaum
muslimin berhasil meraih kemenangan telak sehingga bangsa Persia tidak mampu lagi memberikan
perlawanan
96
Hari Harir yaitu hari terakhir dari peperangan Al Qadisiyah. Dinamakan demikian sebab
tidak ada suara yang terdengar dari seorang pejuang kecuali suara desingan senjata sebab hebatnya
peperangan
Hudzaifah bin Yaman
Orang yang Mengetahui Rahasia Rasulullah Saw
“Apa yang Diceritakan Hudzaifah kepada Kalian, Percayailah! Apa
yang Dibacakan Abdullah bin Mas’ud kepada Kalian, Maka Bacalah!”
(Hadits Rasulullah)
“Jika engkau menjadi seorang muhajirin atau mau menjadi salah
seorang suku Anshar, maka pilihlah salah satunya untuk dirimu!”
Begitulah kalimat yang diucapkan Rasulullah Saw kepada Hudzaifah
bin Yaman saat Beliau berjumpa dengannya pertama kali di Mekkah.
Ada kisah menarik mengapa Hudzaifah diberi pilihan untuk memilih
antara 2 golongan terhormat dikalangan muslimin ini:
Al Yaman, ayah Hudzaifah yaitu orang asli Mekkah dari Bani Absin
namun ia pernah membunuh salah seorang kaumnya. Maka ia
melarikan diri dari Mekkah menuju Yatsrib. Di sana ia bergabung dengan
Bani Abd Al Asyhal dan menikah dengan salah satu anggotanya. Dan
lahirlah anaknya yang bernama Hudzaifah.
Lalu hilanglah penghalang antara Al Yaman dengan Mekkah dan ia
mulai ragu untuk memilih Mekkah atau Yatsrib. namun ia lebih lama
tinggal dan sudah lebih akrab dengan Madinah.
Begitu Islam muncul membawa cahayanya bagi jazirah Arab, Al Yaman
ayah Hudzaifah yaitu salah satu dari sepuluh orang Bani Absin yang
datang menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka
dihadapan Beliau. Peristiwa itu terjadi sebelum Beliau hijrah ke Madinah.
Oleh sebab itu, Hudzaifah yaitu orang Mekkah asli, namun besar di
Madinah.
Hudzaifah bin Yaman tumbuh di keluarga muslim. Ia di asuh oleh
kedua orang tua yang termasuk pendahulu dalam agama Allah. Ia sudah
masuk Islam sebelum masuk usia dewasa.
Ras rindu Hudzaifah untuk bertemu Rasulullah Saw memenuhi seluruh
relung hatinya. Sejak ia masuk Islam, ia selalu mencari tahu informasi
tentang diri Rasul. Ia juga senantiasa bertanya tentang ciri-ciri Beliau.
Semakin ia tahu, maka semakin bertambah kerinduannya kepada Beliau.
Maka berangkatlah Hudzaifah ke Mekkah untuk berjumpa denga Nabi.
Begitu ia berjumpa dengan Beliau, ia langsung menanyakan: “Apakah saya
225
ini termasuk kaum Muhajirin atau Anshar, ya Rasulullah?” Rasul langsung
menjawab: “Jika engkau berkenan, engkau dapat bergabung dengan kaum
muhajirin. Jika kau mau menjadi Anshar, silahkan saja. Pilihlah sesukamu!”
Maka ia menjawab: “Saya yaitu termasuk suku Anshar, ya
Rasulullah!”
Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu
mendampingi Beliau bagaikan sepasang mata. Ia juga ikut serta bersama
Rasul dalam setiap jihad yang Beliau lakukan.
Mengapa Hudzaifah tidak ikut serta dalam perang Badr, ada sebuah
kisah yang akan diceritakan olehnya sendiri:
Aku tidak bisa turut serta dalam perang Badr sebab aku pada saat itu
sedang di luar Madinah bersama ayahku. Lalu para kafir Quraisy
menangkap kami dan bertanya: “Hendak kemana kalian?” Kami menjawab:
“Hendak ke Madinah!” Mereka bertanya: “Apakah kalian hendak
menjumpai Muhammad?” Kami menjawab: “Tidak ada tujuan kami selain
Madinah.” Mereka masih saja tidak mau melepaskan kami kecuali sesudah
membuat perjanjian dengan kami agar kami tidak akan membantu
Muhammad untuk memerangi mereka dan juga agar kami tidak turut
berjuang bersamanya. Akhirnya, merekapun melepaskan kami.
Begitu kami menghadap Rasulullah Saw kami menceritakan perjanjian
yang kami buat dengan suku Quraisy dan kami bertanya kepada Beliau apa
yang mesti kami perbuat?
Rasul Saw menjawab: “Kita harus menepati janji dengan mereka, dan
kita memohon pertolongan Allah untuk menghadapi mereka.”
Pada perang Uhud, Hudzaifah bersama ayahnya Al Yaman turut
berperang. Hudzaifah mendapatkan ujian yang amat berat pada peristiwa
itu, dan ia dapat keluar dari peperangan dalam kondisi selamat. Sedangkan
ayahnya telah gugur sebagai syahid dalam perang ini . namun ia
gugur bukan sebab sabetan pedang musyrikin namun sebab sabetan
pedang muslimin. Ini menjadi sebuah kisah yang akan kami angkat pada
bagian berikut:
Pada perang Uhud, Rasulullah Saw menempatkan Al Yaman dan Tsabit
bin Waqsyin di dalam benteng bersama para wanita dan anak-anak sebab
keduanya yaitu orang tua yang sudah lanjut usia. Begitu peperangan
berkecamuk, Al Yaman berkata kepada sahabatnya:
226
“Mengapa kita berpangku tangan saja?! Tidak ada seseorang yang
tersisa dari umurnya kecuali seperti seekor keledai yang kehausan97. Usia
kita tinggal hari ini saja atau besok98. Mengapa kita tidak mengambil
pedang dan bergabung dengan Rasulullah Saw. Semoga Allah
menganugerahi kita syahadah bersama Nabi-Nya.” Kemudian keduanya
mengambil pedang dan bergabung bersama manusia yang lainnya dan
berkecamuk dalam gelombang perang.
Tsabit bin Waqsyin mendapatkan kemuliaan Allah dengan gugur
sebagai syahid di tangan kaum musyrikin. Sedangkan Al Yaman, ayah dari
Hudzaifah mati tersabet oleh pedang pasukan muslimin namun mereka
tidak menyadarinya. Hudzaifah berteriak-teriak menyebut: “Ayahku…
ayahku!” Namun tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Akhirnya,
tersungkurlah orang tua tadi akibat sabetan pedang para sahabatnya
sendiri. Tidak ada yang dapat dikatakan oleh Hudzaifah kepada pasukan
muslimin selain: “Semoga Allah mengampuni kalian, dan Ia yaitu Dzat
Yang Amat Pengasih.”
Kemudian Rasulullah Saw berniat untuk memberikan kepada
Hudzaifah diyat99 ayahnya. Hudzaifah lalu berkata: “Dia sebenarnya hanya
mencari syahadah, dan ia telah mendapatkannya. Ya Allah, saksikanlah
bahwa aku mensedekahkan diyatnya kepada kaum muslimin!” Maka hal
itu menambahkan kemuliaan dirinya di sisi Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw menyelami rahasia diri Hudzaifah bin Yaman, dan
Beliau menemukan 3 buah tanda: Kecerdasan yang unggul membuatnya
dapat menyelesaikan segala permasalahan. Pehamaman yang cepat dan
patuh yang menyambut setiap seruan Beliau. Serta mampu menjaga rahasia
sehingga tidak ada orang yang mampu mengetahui isi hatinya.
Strategi Rasulullah Saw berdasarkan pada mengetahui potensi para
sahabatnya, dan memanfaatkan potensi mereka yang tersembunyi. Hal itu
dengan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat.
Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh kaum muslimin di Madinah
yaitu adanya kaum munafikin dari bangsa Yahudi dan pendukungnya
yang sering membuat makar terhadap Nabi dan para sahabatnya.
Maka Nabi Saw menceritakan kepada Hudzaifah bin Yaman beberapa
nama orang munafik –dan ini merupakan rahasia yang tidak ia ceritakan
97
Merupakan perumpamaan pendeknya masa sebab keledai tidak dapat bersabar bila sudah
merasa haus
98
Perumpamaan bahwa mereka akan mati segera
99
Harta yang diberikan kepada keluarga korban pembunuhan.
227
kepada salah seorang sahabatnya yang lain- Rasul memerintahkan
kepadanya untuk mengawasi gerak-gerik dan aktivitas mereka, serta
menolak bahaya mereka dari Islam dan kaum muslimin.
Sejak saat itu, Hudzaifah bin Yaman mulai disebut sebagai Shahib Sirri
Rasulillah Saw (Pemilik rahasia Rasulullah Saw).
Rasul Saw memanfaatkan bakat Hudzaifah dalam sebuah kesempatan
yang amat berbahaya dan amat membutuhkan kecerdasan dan pemahaman
yang tinggi. Hal itu terjadi pada perang Khandaq100 dimana kaum
muslimin sudah dikepung oleh musuh dari atas dan bawah mereka.
Pengepungan terhadap muslimin berlangsung lama. Mereka semakin
tersiksa. Mereka sudah kesusahan dan kesulitan. Sehingga pandangan
sudah lamur dan hati sudah naik ke kerongkongan101, dan sebagian kaum
muslimin sudah berprasangka sesuatu kepada Allah Swt.
Suku Quraisy serta para pendukungnya dari kaum musyrikin juga
mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dari kaum muslimin.
Murka Allah Swt telah tertumpah kepada mereka sehingga
melemahkan kekuatan mereka dan menggoyahkan pilar-pilar mereka.
Allah mengirimkan angin yang kencang kepada mereka sehinga kemah-
kemah mereka terhempas, tungku makanan mereka terbalik, api tungku
mereka menjadi padam. Wajah mereka tersiram dengn kerikil dan mata
serta lobang hidung mereka tertutup oleh debu.
Pada kondisi yang amat menentukan dalam sejarah peperangan ini;
pasukan yang kalah mengerang terlebih dahulu, sedangkan pasukan yang
menang yaitu yang mampu bertahan sesudah pasukan musuh menarik
diri.
Dalam masa-masa yang menentukan jalannya peperangan ini; intelijen
dalam pasukan memiliki peran penting dalam menentukan sikap dan
memberikan pandangan.
Pada kesempatan ini Rasulullah Saw membutuhkan bakat dan
pengalaman yang dimiliki Hudzaifah bin Al Yaman, dan bertekad untuk
mengutusnya berangkat menyusup dalam barisan musuh di kegelapan
malam, untuk dapat memberikan informasi sebelum diambil keputusan.
Kita akan memberikan kesempatan kepada Hudzaifah untuk
menceritakan sendiri kisah perjalanannya yang berbahaya ini.
Hudzaifah berkisah:
100
Perang Khandaq terjadi pada tahun 5 H dan ia merupakan perang Al Ahzab
101
Perumpamaan tentang sulitnya keadaan
228
Pada malam itu kami duduk berjejer. Abu Sufyan dan rekan-rekannya
para musyrikin Mekkah berada di atas kami. Sedangkan Bani Quraidzah
suku Yahudi berada di bawah kami dan kami khawatir apabila mereka
mengganggu para wanitadan anak-anak kami. Tidak pernah kami rasakan
malam yang amat gelap seperti ini. Dan angin pada malam itu amat
kencang bertiup. Suara angin bagaikan petir. Kegelapan malam membuat
kami tidak mampu melihat jari tangan kami sendiri.
Kemudian para munafikin meminta izin kepada Rasulullah Saw dengan
berkata: “Rumah-rumah kami terbuka (mudah diserang) bagi musuh –
sebenarnya rumah mereka tidak terbuka- padahal tidak ada seorangpun
yang meminta izin kepada Beliau, pasti Beliau mengizinkannya. Padahal
mereka menyusup ke barisan musuh dan tinggallah kami dengan pasukan
yang berjumlah sekitar 300 orang saja.
Pada saat itu, berdirilah Nabi Saw dan Beliau memeriksa kondisi kami
satu per satu hingga Beliau menghampiriku dan mendapati bahwa aku
tidak memiliki apa-apa untuk berlindung selain dengan mirth102 miliki
istriku yang hanya sebatas lutut saja.
Kemudian Beliau mendekat ke arahku sedangkan aku bersimpuh
bertekuk diri di tanah. Beliau berkata: “Siapakah ini?” Aku menjawab:
“Saya Hudzaifah.” Ia bertanya lagi: “Hudzaifah?” Aku semakin meringkuk
ke tanah sebab aku malas berdiri sebab lapar dan dingin yang aku
rasakan. Aku katakan: “Benar, ya Rasulullah!” Ia bersabda: “Ada sebuah
informasi di pihak musuh. Mnyusuplah pada barisan mereka dan berikan
informasi ini kepadaku!”
Berangkatlah aku padahal aku yaitu orang yang paling merasa takut
dan merasa amat dingin. Kemudian Rasulullah Saw berdo’a: “Ya Allah
jagalah ia dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawahnya!”
Demi Allah, belum lagi do’a Rasul Saw selesai sehingga Allah Swt
menghilangkan dari diriku segala rasa takut serta rasa dingin.
Begitu aku hendak berangkat, Rasulullah Saw memanggilku seraya
bersabda: “Ya Hudzaifah, janganlah kau melakukan apapun juga terhadap
kaum ini sebelum kau datang kepadaku!” Kemudian aku menjawab:
“Ya.” Kemudian aku mulai menyusup di tengah kegelapan malam
sehingga aku masuk dalam barisan kaum musyrikin dan aku berpura-pura
menjadi salah seorang dari mereka.
Tidak lama aku di sana, kemudian Abu Sufyan berdiri sambil
berkhutbah:
“Wahai bangsa Quraisy, aku akan menyampaikan sebuah informasi
yang aku khawatir akan didengar oleh Muhammad. Maka perhatikanlah
102
Pakaian tak berjahit seperti sarung
229
oleh masing-masing kalian siapa yang duduk disampingnya.” Maka
akupun kemudian menarik tangan o