rang yang berada di sampingku dan
aku bertanya kepadanya: “Siapa kamu?” Ia menjawab: “Fulan bin Fulan.”
Kemudian Abu Sufyan meneruskan: “Wahai bangsa Quraisy, Demi
Allah kalian memiliki posisi yang tidak stabil. Kendaraan milik kita telah
rusak. Bani Quraidzah telah meninggalkan kita. Dan kita telah diserang
oleh angin yang begitu kencang seperti yang kalian lihat sendiri.
Berangkatlah kalian, sebab aku akan berangkat.” Kemudian ia naik ke
punggung unta, kemudiania melepaskan talinya. Ia lalu duduk di atas unta
ini , kemudian menghentakkannya… Kalau saja Rasulullah Saw tidak
menyuruhku agar aku tidak melakukan apapun juga sehingga aku kembali
kepadanya, pasti aku sudah dapat membunuhnya dengan panah.
Kemudian aku kembali menghadap kepada Nabi Saw dan aku dapati
Beliau sedang berdiri melakukan shalat di atas sebuah mirth milik salah
seorang istrinya. Begitu Beliau melihatku kemudian ia mendekatkan aku ke
arah kakinya dan melemparkan ujung mirth kepadaku dan akupun
menceritakan informasi yang baru aku ketahui. Kemudian Beliau begitu
senang saat mendengarnya lalu memuji Allah Swt.
Hudzaifah bin Al Yaman menjadi orang yang dipercaya untuk
mengetahui rahasia orang-orang munafik selagi ia hidup. Para khalifah
pun selalu berkonsultasi kepadanya. Bahkan Umar bin Khattab ra bila ada
salah seorang muslim yang meninggal ia akan bertanya: “Apakah
Hudzaifah turut hadir untuk shalat jenazah?” Kalau kaum muslimin
menjawab ya, maka ia pun akan turut shalat. Jika mereka menjawab tidak,
maka khalifah akan ragu dan lebih memilih untuk tidak melakukan shalat
jenazah.
Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah suatu saat: “Adakah salah
seorang dari para petugasku yang termasuk kaum munafikin?” Hudzaifah
menjawab: “Ada, satu orang!” Umar berkata: “Tunjukkan kepadaku siapa
orangnya!” Hudzaifah menjawab: “Aku tidak akan melakukannya.”
Hudzaifah berkata: namun tidak lama kemudian Umar
melengserkannya seolah Umar telah diberi petunjuk.
Barangkali hanya sedikit kaum muslimin yang mengetahui bahwa
hudzaifah bin al Yaman yaitu orang yang telah berjasa kepada kaum
muslimin dalam menaklukan Nahawand, Dinawar, Hamadzan dan Ray103.
Dia juga yang menjadi tokoh dalam menyatukan muslimin untuk
menggunakan satu mushaf Al Qur’an sesudah hampir mereka berseteru
tentang Kitabullah.
103
Kesemuanya ini yaitu kota-kota besar di negeri Persia.
230
Meski demikian Hudzaifah bin Al Yaman amat takut kepada Allah akan
dirinya sendiri, dan amat khawatir akan hukuman-Nya.
Saat ia menderita mati menjelang ajal. Beberapa orang sahabat
mendatanginya di tengah malam. Hudzaifah bertanya kepada mereka: “Jam
berapa sekarang?” Mereka menjawab: “Sudah hampir Shubuh.” Ia lalu
berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari waktu pagi yang akan
mengantarkan aku ke dalam neraka… Aku berlindung kepada Allah dari
waktu pagi yang akan mengantarkan aku ke dalam neraka.” Kemudian ia
bertanya: “Apakah kalian sudah membawa kafan?” Kemudian ia berkata
lagi: “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam kain kafan! Jika aku
memiliki kebaikan di sisi Allah, maka aku akan menggantikan kafan
ini dengan sebuah kebaikan lagi, Meskipun kebaikan yang lain telah
diambil dari diriku.”
Kemudian ia berdo’a: “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku
lebih memilih hidup miskin daripada kaya. Aku lebih memilih hidup hina
daripada terhormat. Dan aku lebih memilih kematian daripada hidup.”
Kemudian ia berkata sambil melepaskan nafas terakhirnya: “Seorang
kekasih datang untuk menemui yang dirindukannya. Tidak akan beruntung
orang yang menyesal…”
Semoga Allah merahmati Hudzaifah bin Yaman. Dia telah menjadi
tipologi manusia yang jarang terdapat di muka bumi ini.
Uqbah bin Amir Al Juhany
“Uqbah bin Amir telah Menggantungkan Cita-Citanya pada Dua Hal:
Ilmu & Jihad.”
Rasulullah Saw hampir tiba di Yatsrib, sesudah lama berharap dan
menantikannya…
Disana sudah menunggu para penduduk Madinah yang baik hati.
Mereka berkerumun dengan memukulkan genderang serta
mengumandangkan tahlil serta takbir sebab gembira menyambut
datangnya Nabi yang penuh kasih dan sahabatnya As Shiddiq.
Terlihat juga di sana ada wanita-wanita yang berada di atas atap rumah
mereka bersama anak-anaknya. Mereka mencoba menyisir pandangan
sambil bertanya: “Yang mana orangnya… Yang mana orangnya?”
Terlihatlah kendaraan Rasulullah Saw yang berjalan tenang di antara
barisan orang-orang. Yang diiringi dengan hati yang gembira dan air mata
kebahagiaan serta senyuman ceria.
namun Uqbah bin Amir Al Juhany tidak melihat iringan kendaraan
Rasulullah saw dan tidak senang menyambut Beliau seperti orang-orang
lain.
Hal itu disebab kan ia tengah keluar menuju daerah pedalaman
dengan membawa domba-dombanya yang ia dapat supaya ia bisa
menggembalakannya. sesudah sekian lama ia merasakan kelaparan dan
takut mati sebab nya. Hanya domba-domba itulah yang ia miliki dari
kehidupan dunia ini.
namun kebahagiaan yang merebak di Madinah Al Munawarah
dengan cepat tersiar hingga desa-desa yang dekat dengannya atau yang
jauh. Kabar gembira itu akhirnya sampai ke telinga Uqbah bin Amir Al
Juhany yang sedang mengurusi domba-dombanya di pedalaman kampung.
Kita akan beri kesempatan kepada Uqbah bin Amir untuk menceritakan
sendiri kisah perjumpaannya dengan Nabi Saw. Uqbah berkata:
“Rasulullah Saw tiba di Madinah dan pada saat itu aku sedang
mengurus domba milikku. Begitu aku mendengar berita kedatangan Beliau,
aku segera meninggalkan hartaku dan segera pergi untuk menemuinya
tanpa sempat berpikir apapun. Begitu aku berjumpa dengan Beliau, aku
bertanya: “Apakah engkau mau membai’atku, ya Rasulullah?” Beliau
232
bertanya: “Siapakah engkau?” Aku menjawab: “Saya yaitu Uqbah bin
Amir Al Juhany.” Rasul bertanya: “Mana yang lebih kau sukai: apakah kau
akan berbai’at kepadaku sebagai seorang Arab, atau kau berbai’at kepadaku
sebab telah berhijrah?” Aku menjawab: “Aku lebih memilih bai’at hijrah.”
Maka Rasulullah Saw membai’atku sebagaimana Beliau membai’at para
muhajirin. Kemudian aku menginap semalam bersama Beliau lalu aku
kembali untuk mengurusi domba-dombaku.”
Kami saat itu berjumlah 12 orang yang telah menyatakan masuk Islam
dan tinggal jauh dari Madinah untuk menggembalakan domba-domba
milik kami di pedalaman.
Salah seorang dari kami berkata: “Tidak akan bermanfaat besar bagi
kita, bila kita tidak datang menghadap Rasulullah Saw setiap hari agar kita
dapat mempelajari agama, dan mendengarkan wahyu langit yang
diturunkan kepadanya. Maka baiknya setiap hari salah seorang di antara
kita ada yang berangkat ke Yatsrib, biar dombanya kita yang
menguruskannya.”
Kemudian aku berkata: “Berangkatlah kalian menghadap Rasulullah
satu demi satu. Orang yang pergi boleh menitipkan dombanya kepadaku.
Sebab aku amat khawatir kepada domba-dombaku untuk aku titipkan
kepada orang lain.”
Kemudian para sahabatku berangkat menghadap Rasulullah Saw satu
per satu, dan mereka menitipkan dombanya untuk aku gembalakan. Jika ia
sudah kembali, aku mendengarkan apa yang telah ia dengar. Aku menimba
apa yang telah ia dapatkan. Aku terus melakukan hal itu hingga aku
bertanya kepada diri sendiri dan akhirnya aku berkata: “Celaka! Apakah
sebab hanya alasan domba yang tidak gemuk dan membuat kaya engkau
akan kehilangan kesempatan bersahabat dengan Rasul Saw dan kehilangan
perjumpaan langsung tanpa perantara lagi?!… Kemudian aku biarkan
domba-dombaku, dan akupun berangkat ke Madinah agar aku dapat
tinggal di Masjid Rasulullah Saw di samping Beliau.
Tidak pernah terbayangkan oleh Uqbah bin Amir Al Juhany –sejak ia
mengambil keputusan yang amat menentukan ini- bahwa ia akan menjadi
pada beberapa lama kemudian salah seorang dari para sahabat yang
berilmu. Ahli dalam bidang ilmu Al Qur’an. Salah seorang panglima perang
yang ternama dan salah seorang dari para wali (gubernur) Islam.
Ia pun tidak pernah membayangkan –sekedar berkhayal- saat ia
meninggalkan dombanya dan berangkat menuju Allah dan Rasul-Nya
233
bahwa dirinya akan berada di barisan terdepan pasukan dan menaklukan
Damaskus yang menjadi pusat dunia dan membuat bagi dirinya rumah di
tengah tamannya yang indah di daerah gerbang Tuma104.
Ia juga tidak pernah berkhayal bahwa dirinya akan menjadi salah
seorang panglima perang yang menaklukkan Mesir dan bahwa dirinya
akan menjadi wali di sana. Lalu membangun sebuah rumah untuk dirinya
di tepi gunungnya yang bernama Al Muqattam105. Semua ini yaitu hal-hal
yang tidak pernah terduga dan hanya diketahui oleh Allah saja.
Uqbah bin Amir selalu mendampingi Rasulullah ibarat sebuah
bayangan. Uqbah selalu memegang tali kekang bighal106 Rasul, kemana
saja Beliau pergi. Sehingga ia dikenal dengan radif Rasulillah (Pembonceng
Rasulullah). Terkadang Rasul Saw turun dari bighalnya supaya Uqbah yang
menungganginya, sedang Nabi Saw berjalan kaki.
Uqbah mengisahkan: “Aku pernah memegang kendali bighal
Rasulullah Saw di sebuah hutan Madinah107 kemudian Beliau bertanya
kepadaku: “Wahai Uqbah, apakah engkau tidak mau naik?!” Aku tadinya
hendak mengatakan tidak, namun aku khawatir itu akan menjadi
sebuah pembangkangan terhadap perintah Rasulullah. Lalu aku menjawab:
“Baik, ya Nabi Allah!” Maka Rasulullah Saw turun dari bighalnya dan aku
pun naik ke atasnya untuk memenuhi permintaannya… dan Beliau pun
berjalan kaki. Tidak lama kemudian aku turun dan Nabi Saw pun kembali
naik ke atas bighal. Kemudian Beliau bersabda kepada ku: “Wahai Uqbah,
maukah engkau jika aku ajarkan 2 surat yang tidak ada bandingannya?”
Aku menjawab: “Tentu aku mau, ya Rasulullah!” Kemudian Beliau
membacakan untukku: “Qul Audzu birabbil falaq dan Qul Audzu birabbin
naas.” Kemudian tibalah waktu shalat. Kemudian Rasul Saw menjadi imam
dan membaca kedua surat ini . Lalu Beliau bersabda: “Bacalah kedua
surat ini setiap kali engkau tidur dan terbangun.”
Uqbah berkata: Aku senantiasa membaca kedua surat ini
sepanjang hidupku.
Uqbah bin Amir Al Juhany menjadikan cita-citanya hanya terpaut pada
dua hal saja, yaitu: ilmu pengetahuan dan jihad. Ia berusaha untuk
mendapatkan keduanya dengan ruh dan jasadnya. Ia rela mengeluarkan
apa saja untuk mendapatkannya.
104
Salah satu gerbang Damaskus kuno
105
Sebuah gunung yang membentang di sekeliling Cairo di sebelah Selatan sedikit naik ke atas.
106
Pent. Bighal yaitu hewan peranakan antara kuda dan keledai. Besarnya dibawah kuda dan
lebih tinggi dari keledai.
107
Hutan Madinah: Daerah yang lebat dengan pepohonan di Madinah.
234
Dalam masalah ilmu pengetahuan, Uqbah telah menyerap dari sumber
telaga Rasulullah Saw yang begitu banyak sehingga ia telah menjadi ahli
dalam ilmu Al Qur’an, hadits, fikih, ilmu waris, sastra dan syair.
Dia termasuk orang yang memiliki suara terbagus dalam membacakan
Al Qur’an. Jika malam sudah menjelang dan alam semesta sudah menjadi
tenang, maka Uqbah akan membaca beberapa ayat dari Al Qur’an.
Bacaannya yang begitu indah telah membuat hati para sahabat tercenung
mendengarkannya. Sehingga hati mereka menjadi khusyuk dan mata
mereka menitikkan air mata sebab merasa takut kepada Allah.
Suatu hari Umar bin Khattab pernah memanggilnya dan berkata:
“Bacakan kepadaku sesuatu dari Al Qur’an, wahai Uqbah!” Lalu Uqbah
berkata: “Baik, ya Amirul Mukminin.” Kemudian Uqbah mulai
membacakan beberapa ayat Al Qur’an dan Umar pun menangis sehingga
air matanya membasahi janggut.
Uqbah meninggalkan sebuah mushaf Al Qur’an yang dituliskan oleh
tangannya sendiri. Mushaf ini beberapa tahun lalu masih terdapat di
Mesir di Masjid Jami’ yang dikenal dengan Masjid Jami Uqbah bin Amir.
Pada bagian belakangnya tertulis: “Dituliskan oleh Uqbah bin Amir Al
Juhany.”
Mushaf Uqbah bin Amir ini termasuk mushaf tertua yang masih
ditemukan di muka bumi ini, namun kini sudah hilang seperti banyak
peninggalan berharga yang juga lenyap, sebab sebab kelalaian kita.
Pada bidang jihad, kita dapat mengetahuinya bahwa Uqbah bin Amir Al
Juhany turut serta bersama Rasulullah Saw dalam perang Uhud dan
beberapa peperangan sesudahnya. Dia termasuk salah seorang prajurit
yang gagah berani yang pernah berjuang dengan susah payah dalam
perang penaklukan Damaskus. Maka Abu Ubaidah Al Jarrah memberikan
sebuah kehormatan kepadanya dengan mengutusnya sebagai delegasi
pembawa kabar kemenangan ini kepada Khalifah Umar bin Khattab di
Madinah. Maka ia pun selama 8 hari dan 8 malam dari hari Jum’at hingga
Jum’at kemudian menempuh perjalanan ke Madinah tanpa henti sehingga
ia menyampaikan kabar gembira kepada Umar Al Faruq atas keberhasilan
kaum muslimin melakukan penaklukan yang besar terhadap Damaskus.
Dia juga yaitu salah seorang panglima pasukan muslimin yang
berhasil menaklukan Mesir. Sehingga Amirul Mukminin Mu’awiyah bin
Abi Sufyan108 memberikan anugerah kepadanya dengan mengangkat
dirinya sebagai wali (gubernur) di sana selama 3 tahun lamanya.
Kemudian Amirul Mukminin menginstruksikan padanya untuk berperang
melawan Kepulauan Rudus di Mediterania.
108
Mu’awiyah bin Abi Sufyan: Shakr bin Harb Al Qurasy Al Umawy. Ia masuk Islam pada tahun
Fathu Makkah, dan dia termasuk orang yang bertugas untuk menuliskan wahyu. Dialah yang
mendirikan Daulah Umawiyyah di Syam dan wafat pada tahun 60 H.
235
sebab begitu cintanya dengan jihad, ia menghapalkan banyak hadits
jihad di hatinya. Secara khusus ia meriwayatkan hadits-hadits tentang jihad
ini kepada kaum muslimin. Dia seringkali melatih ketangkasan
memanahnya, sehingga bila ia ingin mendapatkan hiburan bagi dirinya
maka ia akan melakukan olah raga memanah.
Begitu Uqbah bin Amir Al Juhany sakit menjelang wafat –saat itu ia
berada di Mesir-, ia mengumpulkan anak-anaknya dan berwasiat kepada
mereka seraya berkata: “Wahai anak-anakku, aku melarang 3 hal kepada
kalian maka jagalah larangan ini dengan baik: “Janganlah kalian menerima
hadits Rasulullah Saw kecuali dari orang yang tsiqah (terpercaya),
Janganlah kalian berhutang meski kalian hanya berpakaian Aba’109, dan
janganlah kalian menulis syair sehingga membuat hati kalian lalai dari Al
Qur’an!”
Begitu ia meninggal, keluarganya menguburkan jasadnya di kaki
gunung Al Muqattam. Kemudian keluarganya mencari-cari apa saja
peninggalan Uqbah. Rupanya ia meninggalkan lebih dari 70 busur panah.
Setiap busur disertai sebuah tanduk dan beberapa anak panah. Uqbah
berpesan, peninggalannya ini harus digunakan untuk berjuang di jalan
Allah.
Semoga Allah Swt menjadikan wajah seorang qari, alim dan pejuang
yang bernama Uqbah bin Amir Al Juhany ini bersinar. Semoga Ia berkenan
memberikan balasan terbaik baginya atas jasa yang pernah ia lakukan
terhadap Islam dan muslimin.
Bilal bin Rabah
Muadzin Rasulullah
“Abu Bakar yaitu Pemimpin Kami yang telah Membebaskan
Pemimpin Kami (Maksudnya Bilal)” (Umar Al Faruq ra)
Bilal bin Rabah sang Muadzin Rasulullah Saw memiliki sejarah hidup
yang amat hebat dalam perjuangan akidah, sebuah kisah yang senantiasa
diulang oleh zaman dan tidak membuat telinga manusia bosan untuk
mendengarkannya.
Bilal dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari
seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya
dikenal dengan Hamamah. Hamamah ini yaitu seorang budak wanita
yang berkulit hitam yang tinggal di Mekkah. Oleh sebab nya, sebagian
orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam).
Bilal tumbuh di Mekkah dan ia yaitu budak milik anak-anak yatim
dari Bani Abdid Daar dimana ayah mereka mewasiatkan mereka kepada
Umayyah bin Khalaf yang merupakan salah seorang pemuka kafir Quraisy.
Begitu muncul sinar agama baru di Mekkah, dan Rasulullah Saw
mengumandangkan kalimat tauhid. Bilal yaitu salah seorang yang paling
dahulu masuk dalam agama Islam.
Dia telah masuk Islam dan pada saat itu tidak ada orang lain yang
masuk Islam selain dia dan beberapa orang lagi yang termasuk As Sabiquna
Al Awwalun.
Yang pertama yaitu Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mukminin.
Lalu Abu Bakar As Shiddiq. Ali bin Abi Thalib. Ammar bin Yasir dan ibunya
Sumayyah. Shuhaib Ar Rumy. Dan Miqdad bin Al Aswad.
Bilal merasakan penderitaan yang ia rasakan akibat dari ulah kejahatan
dan aniaya kafir Quraisy yang tidak dirasakan oleh orang lain. Ia namun
mampu bersabar seperti para sahabat Rasul lainnya.
Adapun Abu Bakar As Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib memiliki keluarga
dan kaum yang dapat melindungi mereka berdua. Sedangkan para budak
yang termasuk mustad’afin (orang-orang lemah), maka bangsa Quraisy
dapat menyiksa mereka dengan begitu kejamnya.
Kafir Quraisy hendak menjadikan para orang-orang lemah tadi sebagai
pelajaran bagi orang yang berani mengaku untuk menyingkirkan para
238
tuhan dan berhala mereka dan menyatakan diri sebagai pengikut
Muhammad.
Para mustad’afin ini merasakan penyiksaan yang begitu hebat dari kafir
Quraisy. Abu Jahal –Allah menghinakannya- telah berlaku keji kepada
Sumayyah. Abu Jahal berdiri di atas tubuh Sumayyah dengan mengucapkan
sumpah serapah lalu membunuhnya dengan menancapkan tombak pada
tubuhnya yang masuk dari bagian bawah perutnya hingga tembus di
punggungnya. Sumayyah menjadi wanita syahid pertama dalam Islam.
Sedangkan para saudaranya yang lain, termasuk Bilal bin Rabah terus
menerus mendapatkan penyiksaan dari bangsa Quraisy.
Mereka bangsa Quraisy jika matahari sudah berada pada puncaknya,
langit terasa panas, dan pasir kota Mekkah sudah terasa melepuh… para
kafir Quraisy ini melepaskan baju kaum muslimin mustad’afin tadi, lalu
memakaikan kepada mereka pakaian besi lalu membakar mereka dengan
sinar matahari yang begitu terik.
Mereka juga mencambuk punggung kaum mustad’afin tadi dengan
cambuk, serta menyuruh mereka untuk menghina Muhammad.
Mereka kaum mustad’afin jika penyiksaan terhadap diri mereka
semakin menggila, dan mereka sudah merasa tidak kuat lagi untuk
menerimanya. Maka mereka akan menuruti kehendak kafir Quraisy,
namun hati mereka senantiasa terpaut kepada Allah dan Rasulnya, kecuali
Bilal ra. Dia mampu menahan dirinya dalam mempertahankan Allah Swt.
Yang menjadi penyiksa diri Bilal yaitu Umayyah bin Khalaf dan para
algojonya. Mereka mendera punggung Bilal dengan cambuk, namun tetap
saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Mereka menimpakan batu-batu besar pada dada Bilal, namun tetap saja
Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Meski mereka sudah menyiksa dengan sekeras mungkin, namun tetap
saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Mereka berusaha mengingatkan Bilal kepada Lata wal Uzza, namun
Bilal malah menyebut Allah dan Rasul-Nya.
Mereka berkata kepada Bilal: “Katakan apa yang kami ucapkan!”
Malah Bilal menjawab: “Lisanku tidak dapat mengucapkannya.”
Maka sontak mereka menambahkan penyiksaannya dan semakin gila
dalam penganiayaannya.
Umayyah bin Khalaf yang keterlaluan ini bila hendak menyiksa Bilal,
maka ia akan mengikatkan sebuah tali besar di leher Bilal lalu
menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak. Umayyah
menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal ke seluruh
perkampungan Mekkah serta menariknya ke seluruh dataran yang ada di
kota ini .
239
Bilal ra merasakan penyiksaan di jalan Allah dan Rasul-Nya, dan ia
selalu mendendangkan ucapannya yang berbunyi: “Ahad, Ahad, Ahad,
Ahad!” Dia tidak pernah bosan mengulanginya, dan tidak pernah berhenti
mengucapkannya.
Abu Bakar ra pernah berniat untuk membeli Bilal dari Umayyah bin
Khalaf. Lalu Umayyah meninggikan harganya dan ia menduga bahwa Abu
Bakar tidak mampu untuk membayarnya.
Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas.
Umayyah berkata kepada Abu Bakar sesudah perjanjian jual-beli ini usai:
“Kalau engkau tidak mau mengambil Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas
saja, pasti sudah aku jual juga.” Abu Bakar menjawab: “Jika engkau tidak
mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan tetap
membelinya!”
Begitu Abu Bakar As Shiddiq memberitahukan Rasulullah Saw bahwa
dia telah membeli Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa, maka
Nabi Saw bersabda: “Libatkan aku dalam pembebasannya, wahai Abu
Bakar!” As Shidiq lalu menjawab: “Aku telah membebaskannya, ya
Rasulullah.”
Begitu Allah Swt memberikan izin kepada Nabi-Nya untuk berhijrah ke
Madinah. Bilal pun termasuk orang yang turut berhijrah ke sana.
Bilal, Abu Bakar dan Amir bin fihr tinggal di Madinah dalam satu
rumah. Mereka semua terkena penyakit demam. Kebiasaan Bilal bila sudah
terbebas dari penyakit demam, maka ia akan mengangkat suaranya dan
mulai menyenandungkan bait puisi dengan suaranya yang merdu. Ia
mengalunkan:
Bukan sebab syairku, aku tidak bisa tidur malam ini
Di Fakh110 sementara di sekelilingku terdapat Ikhir dan Jalil111
Apakah suatu hari aku akan dapat mendatangi sumber air Mijannah112
Dan apakah aku masih dapat melihat Syamah dan Thafil113
Tidak heran bila Bilal merindukan Mekkah dan setiap sudutnya.
Sebagaimana ia merindukan semua lembah dan pegunungannya. Sebab
110
Fakh yaitu sebuah tempat di luar Mekkah.
111
Tumbubuhan yang harum wanginya
112
Mijannah yaitu nama sebuah pasar Arab di masa Jahiliyah yang cukup berjarak dari
Mekkah
113
Syamah dan Thafil yaitu nama dua gunung di Mekkah.
240
disanalah ia merasakan nikmatnya iman. Disanalah ia merasakan
penyiksaan manusia hanya demi mencari keridhaan Allah. Dan disana pula
ia mampu mengalahkan dirinya dan mengalahkan setan.
Bilal akhirnya menetap di Yatsrib yang jauh dari penyiksaan bangsa
Quraisy. Ia mendedikasikan usianya kepada Nabi dan kekasihnya yaitu
Muhammad Saw.
Bilal senantiasa turut serta jika Rasulullah Saw melakukan perjalanan.
Dan ia pun juga bersama Rasul, tatkala Beliau pulang.
Ia melakukan shalat bersama Rasul, melaksanakan perang jika Rasul
melakukannya. Sehingga Bilal seolah menjadi bayang diri Rasulullah Saw.
Saat Rasulullah Saw membangun masjidnya di Madinah, dan adzan
mulai disyariatkan, maka Bilal yaitu orang pertama yang menjadi
muadzin dalam Islam.
Jika ia selesai mengumandangkan adzan, maka ia akan berdiri di depan
pintu rumah Rasulullah Saw dan berkata: “Hayya alas shalah… Hayya alal
falah…”
Jika Rasulullah Saw telah keluar dari kamarnya dan Bilal telah melihat
Beliau datang, maka Bilal akan mengumandangkan iqamat.
An Najasy raja Habasyah pernah memberikan hadiah kepada
Rasulullah Saw dengan 3 tombak pendek yang merupakan barang berharga
yang dimiliki oleh para raja. Rasul lalu mengambil salah satu dari tombak
tadi, kemudian satunya lagi ia berikan kepada Ali bin Abi Thalib dan
satunya lagi ia berikan kepada Umar bin Khattab. Kemudian tombak yang
diambil oleh Rasul untuk dirinya diberikan kepada Bilal. Maka tombak
ini senantiasa dibawa oleh Bilal sepanjang hidupnya.
Bilal selalu membawa tombak tadi pada setiap hari Iedul Fitri dan Iedul
Adha. Ia juga membawanya saat shalat Istisqa’. Ia menempatkan tombak
ini dihadapannya, jika shalat tidak dilaksanakan di masjid.
Bilal turut serta bersama Rasulullah Saw dalam perang Badr. Ia
menyaksikan sendiri dengan dua mata kepalanya bagaimana Allah
membuktikan janji-Nya, menolong tentara-Nya. Dan ia menyaksikan
banyak para kafir Quraisy tewas menemui ajalnya padahal mereka dulu
pernah menyiksa Bilal dengan amat keji.
Ia juga melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf mati tertebas pedang
kaum muslimin, dan darah mereka mengucur sebab tusukan tombak
kaum muslimin.
Saat Rasulullah Saw memasuki kota Mekkah untuk menaklukkannya,
Beliau didampingi oleh Bilal bin Rabah.
Saat Rasulullah Saw memasuki Ka’bah, Beliau hanya didampingi oleh 3
orang saja, mereka yaitu : Utsman bin Thalhah114 sang pemegang kunci
Ka’bah, Usamah bin Zaid orang kesayangan Rasulullah dan anak dari
orang kesayangan Beliau, serta Bilal bin Rabah sang muadzin Rasulullah.
Tatkala waktu Zhuhur telah tiba, banyak sekali manusia yang berada di
sekeliling Rasulullah Saw. Dan orang-orang kafir Quraisy yang baru masuk
Islam secara sukarela atau terpaksa menyaksikan jumlah manusia yang
sedemikian banyaknya.
Pada saat itu, Rasulullah Saw memanggil Bilal bin Rabah. Beliau
memerintahkan Bilal untuk naik ke atas Ka’bah untuk mengumumkan
kalimat tauhid. Maka Bilal pun melakukan perintah ini .
Ia mengalunkan Adzan dengan suaranya yang keras.
Maka ribuan leher manusia melihat ke arah Bilal. Ribuan lisan manusia
yang mengikuti ucapan Bilal dengan hati yang khusyuk.
Sedangkan mereka yang di dalam hatinya terdapat penyakit merasakan
adanya kedengkian dan kebencian yang membuat hati mereka menjadi
tercabik-cabik.
Begitu Bilal mengucapkan kalimat berikut dalam Adzannya: “Asyhadu
Anna Muhammadan Rasulullah” Berkatalah Juwairiyah binti Abu Jahal:
“Demi umurku, sungguh Allah Swt telah meninggikan sebutan namamu.
Adapun shalat, maka kami akan melakukannya, namun demi Allah,
kami tidak menyukai manusia yang pernah membunuh orang-orang yang
kami cintai.” Ayahnya Juwairiyah terbunuh pada perang Badr.
Khalid bin Usaid berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi
kemurahan kepada bapakku sehingga ia tidak turut menyaksikan kejadian
hari ini.” Bapaknya Khalid telah mati satu hari sebelum terjadinya
penaklukan Mekkah.
AlHarits bin Hisyam berkata: “Celaka, andaikan aku sudah wafat
sebelum aku melihat Bilal berada di atas Ka’bah.”
Utsman bin Thalhah yaitu pemelihara Ka’bah. Ia masuk Islam pada saat perundingan
Hudaibiyah. Ia berhijrah ke Madinah bersama Khalid bin Walid. Ia pernah menemani Ummu Salamah
saat berhijrah ke Madinah sebelum Utsman masuk Islam.
Al Hakim bin Abi Al Ash berkata: “Demi Allah, ini yaitu musibah
besar jika seorang budak Bani Jumah bersuara dari atas bangunan115 ini.”
Dan bersama mereka terdapat Abu Sufyan bin Harb yang berkata: “Aku
tidak akan mengatakan apapun… Sebab kalau aku mengeluarkan satu kata
saja dari mulutku, debu-debu ini akan menyampaikan ucapanku ini
kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal terus menjadi muadzin Rasulullah Saw selama hidupnya.
DanRasul Saw menjadi cinta kepada suara ini yang dahulunya pernah
disiksa namun selalu mengatakan: “Ahad… Ahad”
Begitu Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya. Saat itu waktu
shalat telah tiba. Maka berdirilah Bilal untuk mengumandangkan adzan
kepada manusia –saat itu Nabi Saw sudah dikafankan namun belum
dikubur-, saat ia hendak mengucapkan Asyhadu Anna Muhammadan
Rasulullah… ia serasa tercekik, dan suaranya tidak keluar dari
kerongkongan. Maka sontak, semua kaum muslimin yang ada pada saat itu
menangis, dan mereka semua tenggelam dalam kesedihan.
Kemudian sesudah tiga hari sejak hari itu, Bilal kembali
mengumandangkan adzan. Namun setiap kali ia sampai pada kalimat
Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah, ia menangis dan menangislah
semua orang yang mendengarnya.
Pada saat itu, Bilal meminta kepada Khalifah Abu Bakar untuk
mengizinkannya agar tidak mengumandangkan adzan terlebih dahulu
sebab ia merasa tidak sanggup untuk melakukannya.
Bilal meminta izin kepada Khalifah Abu Bakar untuk turut dalam jihad
di jalan Allah dan tinggal di negeri Syam untuk menghadapi musuh.
Abu Bakar menjadi ragu dalam memberikan izin kepada Bilal. Maka
Bilal pun berkata kepada khalifah: “Jika engkau telah membeliku untuk
kepentingan dirimu, maka tahanlah aku. Jika engkau telah memerdekakan
aku, maka biarkanlah aku sesuai kehendak Allah Yang telah membuatmu
memerdekakan aku.”
Abu Bakar menjawab: “Demi Allah, aku tidak berniat membelimu,
kecuali sebab Allah! Aku tidak memerdekakan mu kecuali di jalan-Nya.”
Kemudian Bilal berkata: “Aku tidak akan mengumandangkan adzan untuk
siapapun sesudah Rasulullah wafat.” Abu Bakar berkata: “Engkau berhak
untuk itu.”
Yang dimaksud dengan bangunan di sini yaitu Ka’bah
Bilal berangkat dari Madinah Al Munawarah bersama utusan pertama
pasukan muslimin. Dan ia tinggal di Daraya dekat dari Damaskus.
Bilal masih tidak mau mengumandangkan adzan sehingga Umar bin
Khattab datang ke negeri Syam yang menjumpai Bilal sesudah sekian lama
tidak berjumpa.
Umar amat rindu kepada Bilal dan amat hormat kepadanya. Sehingga
jika nama Abu Bakar disebut didepannya, maka Umar akan berkata: “Abu
Bakar yaitu pemimpin kami dan dialah yang telah memerdekakan
pemimpin kami (maksudnya yaitu Bilal).”
Pada saat itulah para sahabat mendesak Bilal untuk mengumandangkan
adzan dihadapan Umar Al Faruq.
Begitu suara Bilal berkumandang, Umar serta-merta meneteskan air
mata, dan semua sahabat yang ada pada saat itu turut menangis, sehingga
bulu janggut menjadi basah oleh air mata.
Bilal telah berhasil membangkitkan kerinduan mereka kepada
Madinah.
Sang pengumandang adzan ini terus tinggal di Damaskus sehingga
menjumpai ajalnya di sana. Istrinya setia mendampingi Bilal saat menjelang
maut sambil berkata: “Duh, kasihannya!” Dan Bilal membuka kedua
matanya setiap kali istrinya berkata demikian, dan ia berkata: “Alangkah
gembiranya!”
Kemudian Bilal melepaskan nafas terakhirnya sambil melantunkan:
“Besok kita akan berjumpa dengan para kekasih, yaitu Muhammad dan
para sahabatnya… Besok kita akan berjumpa dengan para kekasih, yaitu
Muhammad dan para sahabatnya.”
Habib Bin Zaid Al Anshary
“Keberkahan Allah atas Kalian Wahai Penghuni Rumah. Rahmat
Allah atas Kalian Wahai Penghuni Rumah.” (Pujian Rasulullah Saw
Terhadap Habib & Keluarganya)
Di sebuah rumah dimana semerbak iman meliputi setiap penjuru.
Diiringi dengan rasa pengorbanan dari masing-masing anggota keluarga.
Disanalah tumbuh Habib Bin Zaid Al Anshary.
Ayahnya bernama Zaid bin A’shim salah seorang pemuka kaum
muslimin di Yatsrib. Dia juga termasuk salah seorang dari 70 orang yang
melakukan turut serta di Aqabah116 untuk menyatakan bai’at kepada
Rasulullah. Dan Zaid saat itu ditemani oleh istri dan dua anaknya.
Ibunya yaitu Ummu Umarah yang bernasab kepada bani Al
Maziniyah117. Dialah wanita pertama yang mengangkat senjata demi
membela agama Allah Swt dan Muhammad Rasulullah Saw.
Saudaranya yaitu Abdullah bin Zaid yang berani mati membela
Rasulullah Saw dalam peristiwa Uhud.
Rasulullah Saw pernah bersabda tentang keluarga ini: “Keberkahan
Allah atas kalian wahai penghuni rumah. Rahmat Allah atas kalian wahai
penghuni rumah.”
Cahaya ilahi menembus relung hati Habib bin Zaid saat ia masih
berusia muda, dan ia merasakan adanya kenyamanan dalam agama ini.
Ia mendapatkan surat perintah untuk turut serta bersama ibu, bapak,
bibi dan saudaranya pergi ke Mekkah untuk bergabung bersama 70 orang
mulia dalam membuat catatan sejarah; dimana ia akan menjulurkan
tangannya yang kecil untuk berbaiat kepada Rasulullah Saw ditengah
kegelepan Bai’at Aqabah.
Sejak saat itu, Rasulullah Saw bagi Habib yaitu orang yang paling ia
cintai melebihi ibu dan bapaknya. Dan Islam baginya, kini lebih mahal
daripada dirinya sendiri.
Aqabah yaitu sebuah tempat di Mina, dimana para orang-orang Anshar pertama
menyatakan berbai’at kepada Nabi Saw
Profilnya dapat dilihat dalam buku Shuwar min Hayatis Shahabiyat karya penulis.
Habib tidak ikut serta dalam perang Badr, sebab pada saat itu ia masih
berusia belia.
Ia juga tidak berpartisipasi dalam perang Uhud, sebab pada saat itu ia
belum mampu untuk mengangkat senjata. namun sesudah itu ia
mengikuti semua peperangan yang dilakukan Rasulullah Saw, dan pada
setiap peperangan yang ia ikuti ia memiliki peran yang penting,
perjuangan yang luar biasa dan pengorbanan yang tiada tara.
Disamping bahwa semua pertempuran dan peperangan ini amat hebat
dan ganas yang pada hakikatnya yaitu hiperbolik atas sebuah peristiwa
besar yang akan kami paparkan selanjutnya bagi Anda. Sebuah kisah yang
akan menyentuh dan mengguncangkan perasaanmu sebagiaman telah
mengguncang perasaan jutaan orang; sejka zaman kenabian hingga saat
kini. Kisah ini akan membuatmu kagum, sebagaimana ia telah memberikan
kekaguman kepada banyak orang sepanjang zaman.
Marilah kita dengarkan kisah yang memukau ini dari bagian awalnya.
Pada tahun 9 Hijriyah. Islam pada waktu itu sudah kuat, kokoh dan
mengakar. Pada saat itulah banyak delegasi bangsa Arab berdatangan dari
daerah yang jauh untuk menjumpai Rasulullah Saw di Yatsrib serta untuk
menyatakan keislaman mereka di hadapan Beliau saw lalu berbai’at untuk
senantiasa patuh dan setia kepada Beliau Saw.
Salah satu dari delegasi ini yaitu utusan dari Bani Haifah yang datang
dari daerah dataran tinggi Najd.
Para delegasi itu mengikatkan unta-unta mereka di pinggiran kota
Madinah. Dan mereka menitipkan barang-barang mereka kepada seorang
pria yang dikenal dengan Musailamah bin Khabib Al Hanafi. Kemudian
delegasi ini lalu berjalan untuk menemui Nabi Saw dan menyatakan
keislaman mereka dan kaumnya dihadapan Nabi Saw. Lalu Rasulullah Saw
menerima kedatangan mereka dengan hangat dan memerintahkan agar
masing-masing mereka diberikan hadiah, termasuk hadiah bagi teman
mereka yang mereka titipkan barang.
Delegasi ini belum lagi sampai ke tanah air mereka di Najd, sewaktu
Musailamah bin Habib menyatakan murtad (keluar dari Islam) dan berkata
di hadapan mereka: “Bahwa dirinya yaitu seorang Nabi yang diutus Allah
kepada Bani Hanifah sebagaimana Allah telah mengutus Muhammad bin
Abdullah kepada Quraisy.”
Maka serentaklah kaumnya mendatangi Musailamah dengan berbagai
macam motivasi yang terpentingnya yaitu sebab fanatisme kesukuan,
sehingga ada salah seorang di antara mereka mengatakan: “Aku bersaksi
bahwa Muhammad yaitu orang yang jujur dan Musailamah yaitu
pendusta. namun seorang pendusta dari Rabiah118 lebih aku sukai
daripada orang yang jujur dari Mudhar.119
Saat Musailamah semakin kokoh dan banyak mendapatkan dukungan,
ia menuliskan sebuah surat kepada Rasulullah Saw yang berbunyi: “Dari
Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah. Semoga
kesejahteraan bagimu. Amma Ba’du… Aku telah berbagi urusan dengan
mu. Bagi kami yaitu separuh bumi, dan bagi Quraisy separuhnya lagi.
namun Quraisy yaitu kaum yang melewati batas.”
Musailamah mengirimkan surat ini lewat dua orang dari
kaumnya. Saat surat ini dibacakan kepada Nabi Saw, lalu Beliau
bertanya kepada kedua utusan tadi: “Apa pendapat kalian berdua?” Mereka
menjawab: “Kami berpendapat sebagaimana yang ia katakan.” Kemudian
Rasulullah bersabda kepada keduanya: “Demi Allah, kalau saja para Rasul
tidak dibunuh, maka pasti sudah aku tebas leher kalian berdua!” Kemudian
Rasul mengirimkan surat kepada Musailamah yang berbunyi:
“Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada
Musailamah sang pendusta. Kesejahteraan kepada mereka yang mengikuti
petunjuk. Amma Ba’du… Bumi yaitu milik Allah yang Ia wariskan kepada
siapa saja dari hamba-Nya yang Ia kehendaki, dan akibat yang baik
hanyalah bagi orang yang bertaqwa.”
Kemudian Rasulullah Saw menitipkan surat ini kepada kedua
orang tadi.
Kejahatan yang dilakukan oleh Musailamah semakin merebak dan
merajalela. Lalu Rasulullah Saw mengambil keputusan untuk mengirimkan
sebuah surat kepadanya yang berisikan ancaman untuk menghentikan
kesesatan dirinya. Kemudian Rasulullah Saw menyuruh tokoh cerita kita ini
yang bernama Habib bin Zaid untuk membawa surat ini kepada
Musailamah.
Pada hari itu, Habib bin Zaid hanyalah seorang pemuda yang baru
menginjak usia remaja. Namun ia yaitu seorang pemuda yang teguh
beriman dengan menjaga keimanannya dari ujung rambut hingga ujung
kakinya.
Rabiah yaitu sebuah kabilah besar di Arab yang menjadi kabilah bagi Musailamah
Mudhar yaitu kabilah Rasulullah Saw
Berangkatlah Habib bin Zaid untuk menjalankan perintah Rasulullah
Saw tanpa merasa ragu dan khawatir. Ia melewati bukit dan lereng
sehingga ia tiba di perkampungan Bani Hanifah di dataran tinggi Najd.
Kemudian ia menyerahkan surat Rasulullah Saw kepada Musailamah.
Begitu Musailamah membaca apa yang tertuliskan dalam surat ini ,
maka terpancarlah rona kemarahan dan kedengkian dari dalam dadanya.
Dari roman mukanya yang berwarna merah terlihat adanya kejahatan dan
pengkhianatan. Musailamah lalu memerintahkan pembantunya untuk
mengikat Habib bin Zaid dan membawanya pada esok hari di waktu
Dhuha.
Keesokan harinya Musailamah membuka majlisnya. Disekelilingnya
ada para pemuka kaum yang menjadi pengikut dirinya yang terbesar.
Musailamah juga mengizinkan kalangan umum untuk hadir. Kemudian ia
memerintahkan agar Habib bin Zaid di bawa masuk, dan masuklah ia
dengan tangan dan kaki terikat.
Habib bin Zaid berdiri di tengah kerumunan yang ramai ini. Ia
mendapati bahwa orang yang ada semuanya penuh dengan kedengkian
dan kebencian. Mereka semua terlihat emosi dan selalu mendenguskan
hidung mereka sebagai tanda kekesalan.
Kemudian Musailamah melihat ke arah Habib dan bertanya: “Apakah
engkau bersaksi bahwa Muhammad yaitu Rasulullah?” Ia menjawab: “Ya.
Aku bersaksi bahwa Muhammad yaitu utusan Allah.” Maka Musailamah
berdiam sejenak tanda marah lalu bertanya: “Apakah engkau bersaksi
bahwa aku yaitu Rasulullah?” Maka Habib menjawab dengan nada sinis:
“Telingaku sedikit tuli sehingga tidak bisa mendengar apa yang kau
katakan.”
Maka berubahlah rona wajah Musailamah dan ia mulai menggigit
bibirnya tanda marah dan ia berkata kepada para algojonya: “Potonglah
sebuah anggota dari tubuhnya!”
Lalu datanglah para algojo menghampiri Habib. Mereka memotong
salah satu anggota tubuhnya sehingga bagian yang terpotong ini
menggelinding di atas tanah…
Kemudian Musailamah mengulangi pertanyaan yang sama kepadanya:
“Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad yaitu Rasulullah?” Ia
menjawab: “Ya. Aku bersaksi bahwa Muhammad yaitu Rasulullah.”
Musailamah bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa aku yaitu
Rasulullah?” Habib menjawab: “Aku telah katakan kepadamu, bahwa
telingaku sedikit tuli sehingga tidak bisa mendengarkan apa yang kau
katakan.”
249
Kemudian Musailamah memerintahkan para algojonya untuk
memotong anggota tubuh Habib yang lain. Maka dipotonglah salah satu
anggota tubuh yang lain dari diri Habib sehingga anggota tubuh ini
jatuh menggelinding di tanah dan berkumpul dengan anggota tubuh yang
terpotong lebih dahulu. Para manusia yang hadir pada saat itu
menyaksikan dengan mata kepala mereka dengan keheranan atas
keteguhan dan penolakan Habib kepada Musailamah.
Terus saja Musailamah bertanya, para algojo memotong bagian
tubuhnya, namun Habib tetap menjawab: “Aku bersaksi bahwa
Muhammad yaitu Rasulullah.”
Sehingga hampir separuh tubuhnya telah terpotong dan berceceran di
atas tanah… sementara separuhnya lagi yaitu merupakan tumpukan yang
berbicara. Akhirnya, ruhnya pun meninggalkan jasad, sementara kedua
bibirnya yang suci terus menyebut nama Nabi Saw yang telah ia bai’at pada
malam Aqabah… yaitu nama Muhammad sebagai Rasulullah.
Kisah tewasnya Habib terdengar oleh ibunya yang bernama Nasibah Al
Maziniah. Ia mampu menerimanya dan dapat menguasai kesedihannya. Ia
berharap anaknya akan mendapatkan balasan terbaik dari Allah.
Pada peristiwa Yamamah. Abu Bakar As Shiddiq menyiapkan sebuah
pasukan untuk memerangi Musailamah Al Kadzzab. Dan Abu Bakar
menjadikan panglima atas pasukan ini yaitu Khalid bin Walid ra.
Maka bergabunglah dalam pasukan pejuang yang gagah berani ini
Nasibah Al Maziniah dan putranya yang bernama Abdullah. Keduanya
berniat untuk berjihad di jalan Allah sekaligus menuntut balas atas Habib
dari orang yang telah membunuhnya.
Pada perang Yamamah yang sengit, terlihatlah Nasibah yang
menerobos pasukan musuh dengan semangat bagaikan seekor singa betina
yang menerkam, dan ia berkata: “Mana musuh Allah? Tunjukan kepadaku,
mana musuh Allah?”
Saat ia menemukan Musailamah telah terjerembab di atas tanah dengan
pedang kaum muslimin yang berlumuran darahnya, maka tenang dan
puaslah jiwa Nasibah. Mengapa tidak?… Bukankah Allah Swt telah
membalaskan hal yang setimpal kepada orang celaka yang telah
membunuh putranya yang berbakti lagi bertaqwa?
Benar. Keduanya telah kembali kepada Tuhannya. namun salah
seorang kembali ke surga, dan yang satunya lagi kembali ke neraka.
Abu Thalhah Al Anshary
(Zaid Bin Sahl)
“Abu Thalhah Menjalani Hidupnya dengan Berpuasa & Berjihad. Ia
Juga Mati dalam Kondisi Berpuasa dan Berjihad…”
Zaid bin Sahl yang dijuluki dengan Abu Thalhah mengetahui bahwa Al
Rumaisha binti Milhan An Najariyah120 yang dikenal dengan nama Ummu
Salim sudah tidak bersuami lagi sesudah suaminya meninggal dunia. Maka
gembiralah hati Abu Thalhah mendengarnya.
Tidak mengherankan, sebab Ummu Salim yaitu seorang wanita yang
amat menjaga harga diri dan terkenal kecerdasan akalnya.
Maka Abu Thalhah berniat untuk meminangnya sebelum ia kedahuluan
oleh orang lain yang berminat untuk mengkhitbah wanita seperti Ummu
Salim ini… Abu Thalhah begitu percaya diri bahwa Ummu Salim tidak
akan menolak pinangannya dan menerima pinangan pria lain. Sebab dia
yaitu seorang pria dewasa yang berusia matang. Memiliki status
terhormat. Dan memiliki harta yang banyak.
Ditambah lagi, ia yaitu salah seorang patriot Bani Najjar, dan salah
seorang pemanah Yatsrib yang terkenal.
Berangkatlah Abu Thalhah ke rumah Ummu Salim…
Saat di tengah jalan, Abu Thalhah teringat bahwa Ummu Salim telah
mendengarkan dakwah yang disampaikan oleh seorang Da’I dari Mekkah
yang bernama Mus’ab bin Umair. Ia tahu bahwa Ummu Salim telah
beriman kepada Muhammad dan masuk ke dalam agamanya.
namun masih saja Abu Thalhah berkata dalam dirinya:
“Memangnya kenapa? Bukankah suami Ummu Salim yang telah meninggal
pun masih berpegang teguh dengan agama kakek moyangnya, dan
berpaling dari agama dan dakwah Muhammad?!”
Ada yang mengatakan bahwa namanya yaitu Al Rumaisha atau Al Ghumaisha. Yang paling
benar yaitu bahwa nama ini yaitu hanyalah sifat dari dirinya saja. Lihatlah profilnya dalam
buku Shuwar min Hayatis Shahabiyat karya penulis.
Abu Thalhah sampai di rumah Ummu Salim dan ia meminta agar
diizinkan masuk. Ummu Salim pun memberinya izin. Saat itu, anak Ummu
Salim yang bernama Anas turut mendampinginya. Lalu Abu Thalhah
mengutarakan maksudnya dan Ummu Salim menjawab: “Orang sepertimu,
ya Abu Thalhah tidak akan ditolak. namun aku tidak akan menikah
denganmu sebab engkau yaitu orang kafir.” Maka Abu Thalhah segera
menduga bahwa Ummu Salim telah berdalih dan ia telah memilih orang
lain yang lebih banyak hartanya dan lebih mulya kedudukannya.
Kemudian ia bertanya: “Demi Allah, Siapakah orangnya yang telah
membuatmu menolak ku, wahai Ummu Salim?”
Ummu Salim balik bertanya: “Lalu apa yang menghalangiku?!”
Abu Thalhah menjawab: “Benda yang kuning dan putih, yaitu emas dan
perak mungkin?”
Ummu Salim bertanya keheranan: “Emas dan perak?!”
Abu Thalhah menjawab dengan dugaan: “Ya.”
Ummu Salim berkata: “Aku bersaksi kepadamu, wahai Abu Thalhah.
Dan aku bersaksi kepada Allah dan Rasul-Nya bahwa jika engkau masuk
Islam maka aku akan menerimamu sebagai suami tanpa perlu diberi emas
dan perak. Dan aku akan menjadikan keislamanmu sebagai maharnya!”
Begitu Abu Thalhah mendengar ucapan Ummu Salim, maka pikirannya
melayang kepada berhala yang ia buat dari kayu terbaik. Ia membayangkan
berhala yang selalu ia sembah sebagaimana yang sering dilakukan oleh
para pembesar kaumnya.
namun Ummu Salim tidak memberinya kesempatan dan langsung
bertanya: “Apakah engkau tidak tahu, wahai Abu Thalhah bahwa tuhan
yang kau sembah selain Allah yaitu tumbuh dan berasal dari tanah?!”
Abu Thalhah menjawab: “Benar.” Ummu Salim mengejar: “Apakah
engkau tidak merasa malu jika engkau menyembah bagian dari pohon yang
separuhnya engkau sembah dan pada saat yang sama ada orang lain yang
menjadikannya sebagai kayu bakar. Orang ini memanfaatkan api dari
kayu tadi atau membuat roti dari tepung dengan api tadi… Jika engkau
masuk Islam, wahai Abu Thalhah maka aku akan menerimamu sebagai
suami, dan aku tidak meminta mahar apapun selain Islam.
Abu Thalhah bertanya: “Siapa yang dapat membuatku masuk Islam?”
Ummu Salim menjawab: “Aku yang akan melakukannya untukmu.” Abu
Thalhah bertanya: “Bagaimana caranya?” Ummu Salim menjawab:
“Ucapkanlah kalimat haq dan kau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bahwa Muhammad yaitu Rasulullah.” Lalu akhirnya, Abu Thalhah
dapat menikahi Ummu Salim.
253
Kaum muslimin berkata: “Kami tidak pernah mendengar mahar yang
lebih mulya daripada mahar Ummu Salim. Ia telah menjadikan mahar
untuknya yaitu Islam.”
Sejak saat itu Abu Thalhah bergabung di bawah panji Islam, dan ia
mendedikasikan semua potensinya untuk berkhidmat di dalamnya.
Abu Thalhah lalu menjadi salah seorang dari 70 manusia yang berbaiat
kepada Rasul pada peristiwa Aqabah. Dan ia ditemani oleh istrinya yang
bernama Ummu Salim.
Dia juga salah seorang dari 12 pimpinan yang ditunjuk oleh Rasulullah
Saw pada malam itu untuk memimpin kaum muslimin Yatsrib.
Lalu Abu Thalhah turut serta dalam seluruh pertempuran yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw, dan ia melewatinya dengan begitu tegar
dan gagah berani.
namun perjuangan yang diberikan Abu Thalhah dalam membela
Rasulullah Saw yaitu pada peristiwa Uhud. Dan Anda sesaat lagi akan
mendengarkan kisah peristiwa ini .
Abu Thalhah begitu mencintai Rasulullah Saw sehingga mengisi relung
hati terdalamnya. Kecintaan ini hingga memenuhi setiap ruang aliran
darahnya. Ia tidak pernah bosan memandang Rasulullah. Ia tidak pernah
merasa jemu mendengarkan pembicaraan dan sabda Beliau… Jika Abu
Thalhah sedang berada bersama Rasulullah Saw, ia akan bertekuk lutut
dihadapan Beliau dan berkata: “Jiwaku yaitu taruhan atas jiwamu.
Wajahku akan senantiasa menjadi pelindung wajahmu.”
Pada saat perang Uhud, pasukan muslimin kocar-kacir sehingga
meninggalkan Rasulullah Saw dan membuat pihak musyrikin dapat
menyerang Rasulullah Saw dari semua penjuru. Pasukan musyrikin
berhasil membuat gigi geraham Rasul tanggal. Mereka dapat melukai
kening Beliau dan melukai bibirnya. Dan darah mengalir deras dari wajah
Rasulullah…
Bahkan para pendusta meneriakkan bahwa Muhammad telah
terbunuh, sehingga pasukan muslimin bertambah lemah dan akhirnya
menyerah dihadapan para musuh Allah.
Pada saat itu, hanya tersisa sedikit orang saja yang bersama Rasulullah
Saw dan salah satunya yaitu Abu Thalhah.
254
Abu Thalhah berdiri di depan Rasulullah Saw bagaikan gunung yang
kokoh, dimana Rasulullah Saw berdiri melindungi diri dibelakang
tubuhnya.
Lalu Abu Thalhah menggenggam erat busur panahnya. Kemudian ia
meletakkan anak panah yang tidak pernah meleset. Ia lalu membela
Rasulullah Saw mati-matian dengan mengarahkan kepada pasukan
musyrikin satu demi satu.
Nabi Saw mengintip dari balik tubuh Abu Thalhah untuk melihat
sasaran anak panahnya. Lalu Abu Thalhah berkata dengan nada khawatir
kepada Beliau: “Demi, ayah dan ibuku, janganlah engkau memunculkan
kepala kepada mereka sebab itu dapat membuatmu terkena panah mereka.
Leherku akan menjadi pelindung lehermu. Dadaku akan menjadi tameng
bagi dadamu. Aku akan berkorban untukmu…
Lalu ada seorang pria dari pasukan muslimin yang melintasi lari
dihadapan Rasulullah Saw dan ia membawa sebuah kantung berisi anak
panah. Maka Rasulullah memanggilnya dan berkata: “Hamburkan anak-
anak panahmu dihadapan Abu Thalhah dan janganlah kau bawa lari!”
Abu Thalhah terus melindungi Rasulullah Saw sehingga ia telah
mematahkan 3 buah busur panah. Ia telah berhasil dengan izin Allah
membunuh beberapa orang dari pasukan musyrikin. Lalu, berakhirlah
peperangan dan Allah berkenan menyelamatkan Nabi-Nya dengan
perlindungan yang telah Ia berikan kepadanya.
Bila Abu Thalhah mampu berderma di jalan Allah pada saat-saat sulit,
maka ia akan lebih dermawan lagi pada saat-saat lapang.
Yang membuktikan hal ini yaitu bahwa dirinya memiliki sebuah
kebun kurma dan anggur yang tidak ditemukan di kota Yatsrib kebun yang
lebih besar pohonnya, lebih bagus buahnya dan lebih jernih airnya.
Saat Abu Thalhah sedang melakukan shalat dibawa daun-daun pohon
yang lebat, perhatiannya tertarik dengan seekor burunng yang bernyanyi,
berwarna hijau dan memiliki paruh berwarna merah. Kedua kakinya pun
berwarna.
Burung tadi melompat-lompat di dahan pohon sambil bernyanyi dan
menari. Abu Thalhah menjadi kagum dengan pemandangan ini,lalu
mengiringi pemikirannya dengan bertasbih.
Tak lama kemudian, Abu Thalhah sadarkan diri. Ia dapati bahwa
dirinya sudah tidak ingat lagi akan bilangan rakaat shalatnya? Apakah
dua… tiga? Ia sendiri tidak tahu.
Begitu ia usai melaksanakan shalat, ia mendatangi Rasulullah Saw dan
menyampaikan keluhan bahwa dirinya telah diperdaya oleh kebunnya
sendiri,dengan pohon yang rindang dan burung yang berkicau, sehingga
membuatnya lalai dari shalat.
255
Kemudian Abu Thalhah berkata kepada Rasulullah Saw: “Saksikanlah,
ya Rasulullah! Aku jadikan kebun ini sebagai sedekah di jalan Allah Swt.
Gunakanlah sekehendak Allah dan Rasul-Nya!”
Abu Thalhah menjalani hidupnya dengan senantiasa berpuasa dan
berjihad. Dan ia pun mati saat berpuasa dan berjihad.
Telah diriwayatkan dalam sebuah atsar bahwa Abu Thalhah masih
terus hidup sekitar 30 tahun sesudah wafatnya Rasulullah Saw dengan terus
berpuasa kecuali pada hari-hari besar dimana puasa diharamkan.
Ia terus hidup sehingga menjadi seorang tua-renta. namun
ketuaannya tidak menjadikan dirinya terhalang dari berjihad di jalan Allah
Swt, dan mengarungi bumi untuk menegakkan kalimat Allah dan
memuliakan agama-Nya.
Salah satunya yaitu saat n pasukan muslimin berniat untuk
melakukan sebuah peperangan di lautan pada masa khalifah Utsman bin
Affan.
Abu Thalhah bersiap-siap untuk berangkat bersama pasukan muslimin,
namun anak-anaknya berkata: “Semoga Allah merahmatimu, wahai ayah
kami. Engkau kini sudah amat tua. Engkau telah berjuang bersama
Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Umar. Mengapa kini engkau tidak
beristirahat saja dan membiarkan kami yang melakukan jihad?”
Abu Thalhah menjawab: “Allah Swt berfirman:
“Berangkatlah dalam kondisi ringan maupun berat.” (QS. At-Taubah
[9] : 41)
Ia telah menyeru kita semua untuk berangkat… baik tua ataupun
muda, dan ia tidak pernah memberikan batasan umur.”
Kemudian ia pergi ke luar untuk berangkat…
Saat Abu Thalhah yang sudah tua itu berada di atas kapal di tengah laut
bersama pasukan muslimin yang lain, ia lalu jatuh sakit sehingga wafat.
Maka pasukan muslimin mencoba untuk mencari sebuah pulau untuk
menguburkan jasad Abu Thalhah, namun mereka tidak menemukan
satu pulau pun kecuali sesudah 7 hari. Abu Thalhah selama masa itu
ditutupi oleh mereka namun jasadnya tidak berubah sedikitpun seolah dia
hanya tertidur saja.
256
Di tengah lautan, jauh dari keluarga dan rumah, disanalah Abu
Thalhah dimakamkan.
Jauhnya ia dikuburkan dari manusia tidak akan menyebabkan
kemudharatan bagi dirinya, selagi ia senantiasa dekat kepada Allah Swt.
Wahsy Bin Harb
“Ia telah Membunuh Orang Terbaik sesudah Muhammad… Ia Juga
Telah Membunuh Orang Terjahat.” (Para Ahli Sejarah)
Siapakah orang yang telah melukai hati Rasulullah Saw, yang telah
membunuh paman Beliau bernama Hamzah bin Abdul Muthalib pada
perang Uhud?!
Kemudian menyembuhkan hati kaum muslimin saat ia berhasil
membunuh Musailamah Al Kadzzab pada perang Yamamah?
Dialah Wahsy bin Harb Al Habasy yang dikenal dengan Abu Dasmah.
Ia memiliki sebuah kisah sedih yang berdarah dan begitu keras.
Dengarkanlah dengan baik tragedi yang ia rasakan.
Wahsy berkata: “Aku yaitu seorang budak milik Jubair bin Muth’im
salah seorang pemuka Quraisy. Pamannya bernama Thu’aimah yang telah
terbunuh oleh Hamzah bin Abdul Muthalib, sehingga hal itu mebuat ia
amat bersedih. Jubair bersumpah demi Lata dan Uzza untuk menuntut
balas atas kematian pamannya, dan akan membunuh si pembunuh
pamannya. Dan ia sejak itu selalu menanti kesempatan untuk membunuh
Hamzah.”
Tidak berselang lama sejka itu, maka bangsa Quraisy memutuskan
untuk berangkat ke Uhud demi mengalahkan Muhammad bin Abdullah
dan menuntut balas dendam atas korban perang Badr. Maka disiapkanlah
pasukan dan dikumpulkanlah semua sekutu mereka. Pasukan itu dipimpin
oleh Abu Sufyan bin Harb.
Abu Sufyan memiliki strategi dengan membuat dalam barisan
pasukannya beberapa orang wanita Quraisy dari kelompok orang yang
bapak, anak, saudara atau salah seorang anggota keluarganya yang
terbunuh pada perang Badr. Mereka digunakan untuk memberikan
semangat kepada pasukan agar terus semangat berjuang dan menghalangi
para prajurit untuk lari dari medan perang. Salah seorang dari para wanita
tadi yaitu istrinya sendiri yang bernama Hindun binti Utbah. Ayah,
paman dan saudara Hindun telah terbunuh pada perang Badr.
Begitu pasukan hendak berangkat. Jubair bin Muth’im menoleh ke
arahku dan bertanya: “Apakah engkau wahai Abu Dasmah hendak
membebaskan dirimu dari perbudakan?” Aku bertanya: “Siapa yang dapat
258
melakukannya?” Ia menjawab: “Aku yang akan melakukannya demi
dirimu.” Aku bertanya: “Bagaimana caranya?!” Ia menjawab: “Jika engkau
dapat membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, pamannya Muhammad
sebagai balas dendam atas pamanku Thu’aimah bin Ady, maka engkau
akan bebas.”
Aku bertanya: “Siapa yang akan menjamin hal ini buatku?” Ia
berkata: “Siapa saja, aku akan mempersaksikan kepada semua manusia hal
ini.” Aku pun berkata: “Baik, aku akan melakukannya.”
Wahsy berkata:
Aku yaitu seorang Habasyah yang dapat melemparkan alat perang
sebagaimana orang Habasyah kebanyakan, aku tidak akan meleset dari
target yang aku lempar.
Lalu aku mengambil alat perangku dan berangkat bersama pasukan.
Aku berjalan di barisan belakang dekat dengan barisan wanita. sebab aku
yaitu harapan dalam peperangan ini. Maka setiap kali aku berpapasan
dengan Hindun,istri Abu Sufyan dan ia melihat ada senjata perang yang
berkilat dalam genggamanku di bawah terik matahari, maka ia akan
berkata: “Sembuhkanlah kemarahan hati kami dengan membunuh
Hamzah, dan penuhilah kesembuhan hati kami!”
Begitu kami tiba di Uhud dan kedua pasukan pun telah bertemu, maka
aku langsung mencari Hamzah bin Abdul Muthalib dan aku pernah
mengenal dia sebelumnya. Hamzah begitu mudah dikenali oleh siapapun,
sebab ia menaruh sehelai bulu lembut di kepalanya agar dapat memberikan
petunjuk kepada para sahabatnya sebagaimana kebiasaan para patriot dan
pejuang gagah berani bangsa Arab lainnya.
Tidak membutuhkan waktu lama, maka aku langsung dapat melihat
Hamzah yang merobek lapisan manusia bagaikan seekor unta abu-abu
yang begitu kuat. Dia menebaskan pedangnya pada leher setiap musuh.
Tidak ada musuh yang dapat tegak berdiri di hadapannya.
Begitu aku bersiap untuk membunuhnya, dan saat itu aku berlindung
pada sebuah pohon atau batu sambil menunggu ia mendekat ke arahku.
Saat seorang penunggang kuda yang dikenal dengan Siba’ bin Abdil Uzza
mendekat kepada Hamzah sambil berkata: “Hadapi aku, ya Hamzah…
Hadapi aku!”
Maka Hamzah menghadapinya sambil mengatakan: “Kemarilah, wahai
musyrik!… kemarilah!”
Begitu cepat Hamzah melibasnya dengan sebuah sabetan pedang. Maka
jatuhlah Siba’ dengan darah berlumuran dihadapan Hamzah.
Pada saat itulah aku memiliki posisi yang aku nanti-nanti di depan
Hamzah. Aku menggenggam senjataku sehingga aku begitu yakin. Aku
lemparkan ke arah tubuh Hamzah, dan tertancaplah senjataku ini di
bawah perutnya hingga tembus di antara kedua kakinya.
259
Kemudian ia melangkah dua langkah dengan langkah yang berat ke
arahku. Tidak lama kemudian ia terjerembab. Senjataku masih tertancap di
tubuhnya. Aku membiarkan senjata ini bersarang di tubuhnya
sehingga aku benar-benar yakin bahwa ia telah mati. Kemudian aku
menghampirinya dan aku mencabut senjataku dari tubuhnya. Kemudian
aku kembali ke kemah lalu duduk berdiam di sana sebab aku tidak
memiliki kepentingan apa-apa dalam perang itu kecuali hanya membunuh
Hamzah sehingga diriku akan terbebas dan merdeka.
Kemudian peperangan berlangsung semakin sengit dan banyak sekali
korban yang berjatuhan. namun kepanikan menyelimuti hati para
sahabat Muhammad, dan banyak sekali korban yang berjatuhan di pihak
mereka.
Pada saat itu, Hindun binti Utbah dan beberapa wanita lainnya
menghampiri bangkai pasukan muslimin untuk memotong-motong bagian
tubuh mereka: perut mereka dikoyak, mata mereka dicungkil, hidung
mereka dipotong dan telinga mereka diputus.
Kemudian Hindun membuat sebuah kalung dan untaian dari hidung
dan telinga yang ia jadikan hiasan. Kemudian ia memberikan kalung dan
untaian ini kepadaku sambil berkata: “Keduanya untukmu, wahai Abu
Dasmah… Keduanya untukmu! Simpanlah keduanya sebab berharga.”
Begitu Perang Uhud sudah selesai, aku kembali bersama pasukan ke
Mekkah. Jubair bin Muth’im lalu menetapi janjinya kepadaku dengan
membebaskan aku dari belenggu perbudakan, dan akupun merdeka.
namun persoalan tentang Muhammad setiap hari semakin
berkembang. Kaum muslimin setiap saat semakin terus bertambah. Setiap
kali urusan tentang Muhammad semakin membesar, maka semakin besar
juga kegalauanku. Dan muncullah rasa panik dan takut dalam diriku.
Aku terus saja merasakan hal itu, sehingga saat Muhammad bersama
pasukannya yang amat besar datang untuk menaklukkan kota Mekkah.
Pada saat itu, aku melarikan diri ke Thaif untuk mencari keamanan.
namun para penduduk Tha’if tidak menunggu lama untuk
akhirnya tunduk kepada Islam. Mereka telah mempersiapkan utusan untuk
menjumpai Muhammad dan menyatakan bahwa mereka semua akan
masuk ke dalam agamanya.
121
Lihat Keislaman Bani Tsaqif dalam buku Hadatsa fi Ramadhan karya penulis
260
Pada saat itu, aku bertambah panik dan bumi terasa begitu sempit, dan
jalan terasa buntu bagiku. Kemudian aku berkata pada diri sendiri: “Aku
akan pergi ke Syam, atau ke Yaman, atau ke negeri lain.”
Demi Allah, aku saat itu sedang dalam kondisi yang amat kalut, tatkala
ada seorang pria yang memberikan nasehatnya dengan begitu lembut
berkata: “Celaka kamu, ya Wahsy! Demi Allah, Muhammad tidak akan
membunuh siapapun dari manusia yang masuk ke dalam agamanya, dan
bersaksi dengan kesaksian yang sesungguhnya.122”
Begitu aku mendengar ucapannya, maka aku langsung berangkat
menuju Yatsrib untuk mencari Muhammad. Begitu aku tiba di sana, aku
mencari informasi tentangnya dan akhirnya aku tahu bahwa ia sedang
berada di Masjid.
Kemudian aku menghampirinya dengan perlahan dan hati-hati. Aku
terus berjalan ke arahnya sehingga aku berdiri di belakang kepalanya dan
aku pun berkata: “Asyhadu an La ilaha illa-Llahu wa Anna Muhammadan
Abduhu wa Rasuluhu.”
Begitu ia mendengar dua kalimat syahadat, kemudian ia mengangkat
pandangannya. Begitu ia mengenaliku, ia lalu mengalihkan pandangannya
dari diriku dan bertanya: “Apakah engkau Wahsy?” Aku Menjawab:
“Benar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Duduklah, dan ceritakan
kepadaku bagaimana engkau membunuh Hamzah!” Maka aku duduk dan
menceritakan kisah pembunuhan Hamzah.
Begitu aku selesai menceritakan kisahku, kemudian Beliau
memalingkan wajahnya dari ku sambil bersabda: “Celaka engkau, ya
Wahsy! Jauhkanlah wajahmu dariku. Aku tidak mau melihatmu lagi sesudah
hari ini!”
Sejak saat itu aku selalu menghindari agar pandangan Rasulullah Saw
melihat ke arahku. Jika para sahabat duduk dihadapan Beliau, maka aku
akan mengambil tempat di belakangnya.
Aku terus melakukan hal itu, sehingga Rasulullah Saw dipanggil untuk
datang keharibaan Tuhannya.
Kemudian Wahsy menambahkan: “Meski aku tahu bahwa Islam akan
menghapus segala kesalahan yang dilakukan sebelumnya, namun aku
terus merasakan kekejian tindakan yang pernah aku lakukan. Dan aku
merasakan kejahatan yang amat hebat yang pernah aku timpakan kepada
Islam dan kaum muslimin. Aku terus mencari kesempatan untuk membayar
segala kesalahan yang pernah aku perbuat.”
Maksudnya yaitu kesaksian bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu
Rasulullah
Begitu Rasulullah berpulang keharibaan Tuhannya, dan kekhalifahan
berpindah ke tangan Abu Bakar. Dan Banu Hanifah pendukung
Musailamah Al Kadzzab mulai kembali murtad. Khalifah Abu Bakar
menyiapkan sebuah pasukan untuk menghadapi Musailamah dan
mengembalikan kaumnya, yaitu Bani Hanifah kepada agama Allah.
Pada saat itu aku berkata pada diriku sendiri: “Demi Allah, inilah
kesempatanmu wahai Wahsy. Manfaatkanlah dengan baik, dan jangan
biarkan ia terlepas dari genggamanmu.
Lalu akupun berangkat bersama pasukan muslimin. Aku membawa alat
perangku yang telah membunuh Hamzah bin Abdil Muthalib. Aku
bersumpah dalam hati bahwa aku akan membunuh Musailamah dengan
senjataku ini, atau aku akan mendapatkan kesyahidan.
Begitu pasukan muslimin mendesak Musailamah dan pasukannya di
Hadiqatul Maut (Taman Kematian)123 dan mengejar para musuh Allah. Aku
lalu mencari-cari Musailamah dan aku mendapatinya sedang berdiri
sambil menggenggam sebilah pedang di tangannya. Aku pun melihat
seorang pria dari Anshar yang sedang mengintai untuk membunuhnya
seperti yang aku lakukan: rupanya kami berdua telah berniat untuk
membunuhnya…
Begitu aku telah mendapatkan posisi yang tepat ke arahnya. Mak aku
langsung mengarahkan senjatanku sehingga ia stabil di tanganku dan
kemudian aku lemparkan ke tubuhnya. Dan akhirnya senjataku pun
bersarang di tubuhnya.
Begitu aku sudah melemparkan senjataku ke tubuh Musailamah, maka
orang dari suku Anshar124 tadi langsung melompat ke arahnya dan
menebaskan pedangnya dengan sebuah sabetan.
Maka hanya Tuhanlah yang tahu siapa di antara kami yang telah
berhasil membunuhnya.
Jika ternyata aku yang telah berhasil membunuhnya; maka aku telah
menjadi orang yang telah membuhuh orang terbaik sesudah Muhammad
sAw, dan aku juga yang telah berhasil membunuh orang terjahat.
Hakim Bin Hazam
“Ada 4 Orang di Mekkah yang Amat Menjauhi Kemusyrikan & Amat
Cinta Kepada Islam… Salah Satunya yaitu Hakim Bin Hazam.”
(Muhammad Rasulullah)
Apakah anda pernah mendengar kisah seorang sahabat Nabi ini?!
Sejarah telah mencatat bahwa dialah bayi satu-satunya yang terlahir di
dalam Ka’bah.
Adapun kisah kelahirannya ini, ringkasnya yaitu bahwa ibunya
masuk ke dalam Ka’bah bersama teman-temannya untuk melihat-lihat.
Dan pada hari itu, Ka’bah di buka sehubungan dengan sebuah acara atau
kegiatan.
Pada saat itu, ibunya sedang mengandungnya. Lalu tiba-tiba ia ingin
segera melahirkan dan saat itu ia sedang berada di dalam Ka’bah dan tidak
mampu untuk pergi dari sana.
Kemudian dibawakanlah untuknya sebuah potongan kulit, sehingga ia
melahirkan anaknya di dalam Ka’bah. Dan anak yang dilahirkan itu yaitu
Hakim bin Hazam bin Khuwailid. Dan dia yaitu keponakan ummul
mukminin Sayyidah Khadijah ra.
Hakim bin Hazam tumbuh dalam sebuah keluarga yang terhormat,
memiliki kedudukan dan banyak harta.
Disamping itu ia dikenal sebagai orang yang cerdas, mulya dan
terhormat. Itulah yang membuat kaumnya menjadikan dirinya sebagai
pemimpin mereka dan memulangkan segala permasalahan mereka
kepadanya khususnya dalam hal rifadah.125
Hakim sering kali mengeluarkan harta dari koceknya sendiri untuk
memberikan bekal bagi para haji yang datang ke rumah Allah dan
kehabisan bekal pada masa jahiliah.
Hakim yaitu seorang sahabat akrab Rasulullah Saw sebelum Beliau
diutus sebagai seorang Nabi.
Meskipun ia lebih tua 5 tahun dari Nabi Saw, namun ia senang
bergaul dan bermain dengan Nabi saw. Dan Rasul pun juga membalas
kecintaan dan persahabatan Hakim dengan hal yang setimpal.
Rifadah yaitu salah satu jabatan dalam bangsa Quraisy zaman Jahiliyah dimana pemilik
jabatan ini harus membantu orang-orang yang membutuhkan dan kekurangan bekal.
Lalu tibalah hubungan kerabat sehingga semakin mempererat
hubungan keduanya. Hal itu terjadi saat Nabi Saw menikahi bibinya yang
bernama Khadijah binti Khuwailid ra.
Mungkin Anda akan kaget sesudah penjelasan yang telah kami paparkan
tentang hubungan Hakim dengan Rasulullah Saw jika Anda mengetahui
bahwa Hakim tidak masuk Islam kecuali sesudah Fathu (Penaklukan)
Makkah. sesudah lebih dari dua puluh tahun Rasulullah Saw di utus sebagai
seorang Nabi!!
Yang mungkin diduga oleh kebanyakan orang dari seorang pria seperti
Hakim bin Hazam yang telah diberikan Allah akal yang cerdas, diberikan
hubungan kekerabatan yang dekat kepada Nabi Saw, semestinya ia menjadi
orang yang pertama kali beriman kepadanya, membenarkan dakwahnya
dan menerima petunjuknya.
namun , inilah kehendak Allah! Apa saja yang Allah inginkan, maka
pasti akan terjadi.
Sebagaimana kita terheran dengan terlambatnya Hakim bin Hazam,
maka ia pun merasakan keheranan yang sama akan hal itu.
Ia hampir saja masuk Islam dan merasakan manisnya iman, sehingga ia
terus menyesali setiap saat dari umur yang ia habiskan sebagai orang
musyrik yang menyekutukan Allah dan mendustakan agamanya.
Suatu saat anaknya mendapati Hakim sesu