akidah islam 4 mazab 10


 nyatakan

bahwa di majelisnya dikatakan, tidaklah orang-orang menghindar dari Ali

melainkan karena dia tidak mempedulikan siapa pun. Asy-Syaf i berkata,

"Pada dirinya terdapat empat prilaku yang tidaklah satu perilaku darinya

terdapat pada seseorang melainkan dia layak untuk tidak mempedulikan

siapa pun, yaitu dia seorang yang zuhud lantaran orang yang zuhud tidak

mempedulikan dunia dan penghuninya, dia seorang alim lantaran orang

alim tidak mempedulikan siapa pun, dia seorang pemberani lantaran

pemberani tidak mempedulikan siapa pun, dan sebagai orang terhormat

lantaran orang yang terhormat tidak mempedulikan siapa pun.2

Tentang Imam Ali, Asy-Syaf i berpendapat bahwa dia memiliki

spesialiasi ilmu tentang Al-Qur'an dan fikih, dan permasalahan-per-

masalahannya mengangkat Nabi dan dia pun menerapkannya. Penerapan

fuy-Syaf i terhadap pendapat ImamAIi terkait pembunuhan terhadap kaum

pembangkang merupakan sebab tuduhan sebagian kalangan terhadapnya

sebagai penganut Syiah. Sebagian kalangan memahami dari keselarasan

pandangan ini sebagai tindakan mengikuti Syiah dan sebagai kecintaan tanpa

didasarkan pada pemahaman ilmiah. Akan tetapi Allah telah menetapkan

bagi Asy-Syaf i adanya orang yang menjelaskan sisi kebenaran dalam

masalah ini. Al-Abri menyatakan dalam Manaqibnya, "Dikatakan kepada

Ahmad bin Hambal bahwaYahya bin Main menisba&an Asy-Syaf i kepada

golongan Syiah. Ahmad pun bertanya kepada Yahya bin Main, "Bagaimana

engkau mengetahui itu?" Yahya menjawab, "Aku melihat dalam buku

karyanyaterdapat pembunuhan terhadap orang-orang yang membangkang,

dan aku melihat dari awal sampai akhirnya dia berhujah dengan Ali bin

Abi Thalib. Ahmad berkata, "Engkau sungguh mengherankan. Lantas

I SiyarA'htnAn-Nubala' (10i58).

2 NuZahrah,Asl-$,af i l44.

354 @ eua* Islam Menurut Empat Madzhab

siapa yang dijadikan hujah oleh fuy-Syaf i saat itu terkait pembunuhan

terhadap orang-oran g y{rgmembangkang. Sesungguhnya orang pertama di

antara umat ini yang diuji dengan pembunuhan terhadap orang-orangyeng

membangkang adalah Ali bin Abi Thalib. Ibnu Main pun tersipu mdu."r

Melalui teks-teks yang kami paparkan di atas jelaslah bagi kita

bahwa fuy-Syaf i dituduh menganut Syiah lantaran kecintaannya kepada

keluarga Rasulullah, dan bahwa kekagumannya terhadap ilmu Imam Ali

telah membuat sebagian kalangan menuduhnya sebagai penganut Syiah dan

penolakannya terhadap imam-imam sebelum Imam Ali, sebagaimana yang

cukup jelas bahwa tuduhan ini memiliki aspek-aspek politik dan pemikiran

sebagaiman a. yan1 diungkap ddam riwayat-riwayat tentang ujian tersebut

dan yang telah kami ungkapkan di sini. Tinggallah kita menjelaskan sikap

Imam fuy-Syaf i dalam hal ini:

Pertama; sikapnya adalah sikap seorang muslim yang mengimani

teks-teks syariat dan memupuk perasaan-perasaannya terhadap keluarga

Rasulullah, tanpa berlebihJebihan dalam masalahnya. Sebagaimana sikapnya

terhadap Imam Ali dan kekagumannya terhadapnya sebagai sikap seorang

alim yang mencari kebenaran di mana pun adanya. Maka dari itu fuy-

Syaf i mengambil pendapatnya dalam masalah fikih yang telah disebutkan

di atas. Ini semua bila dicermati menyiratkan bahwa dia menganut akidah

Syiah lantaran terkait penolakan, cacian, atau penuhanan, bahkan yang

diterangkan oleh Asy-Sya6'i menunjukkan pada permusuhannya yang keras

terhadap golongan yangadtpada masanya ini. Telah kami paparkan di atas

bahwa dia berkata, "Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih gemar

bersalsi pdsu daripada golongan Rafidhah."2

Diriwayatkan darinya juga bahwa dia berkata, "Aku tidak pernah

berbicara dengan seorang pun tentang bid'ah kecuali dengan orang yang

menganut Syiah."3

Jika dua pernyataannya tersebut kita tambah lagi dengan pernyatear:l:rya

"Para khdifah itu ada lima; Abu Bakar, Umar, IJtsman, Ali, dan Umar bin

Abdul luiz S."a Jelaslah bagi kita bahwa dia tidak mengatakan sesuatu pun

I Ibid 145.

2 SiyarA'hmAn-Nubah' (10/89).

3 AddbAry-Syaf i186.

4 Ibid 189.

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...Itr 355

yang diyakini oleh Syiah. Adz-Dzehabi menyebut orang yang menuduhkan

ini kepada fuy-Syaf i sebagai orang yang mengadt-eda. Setelah memuat

beberapa bait syair dalam riwayat di atas, dia mengatakan, "Aku berkata;

seandainya dia penganut Syiah -tidak mungkin dia demikian- niscaya

dia tidak mengarakan bahwa para khalifah ada lima, dimulai dengan fuh-

Shiddiq dan diakhiri dengan Umar bin Abdul Aziz."L

Imam Ahmad bin Hambal menolak tuduhan ini saat ditanya rentang

Asy-Syaf i. Imam Ahmad mengatakan, "Allah menganugerahkannya kepada

kita. Kita benar-benar mempelajari perkataan kaum itu, dan kita tulis buku-

buku mereka, hingga begitu dia datang kepada kita dan kita mendengar

perkataannya, kita pun tahu bahwa dia lebih tahu daripada yang lain. Kita

berinteraksi dengannya selama beberapa hari siang dan mdam namun

kita tidak melihat padanya selain semua kebaikan. Dia ditanya, "'W'ahai

Abu Abdillah, Yahya dan Abu ubaid tidak meridhainya." Hal tersebut

mengindikasikan adanya Paham Syiah dan kedua orang ini menisbatkannya

pada penilaian itu. Imam Ahmad bin Hambal menjawab, "Kami tidak tahu

apa yang dikatakan dua orang ini. Demi Allah, kami hanya melihat kebaikan

padanya.,' Aku (Mz-Dzahabi) mengatakan, "Siapa yang menyatakan bahwa

Asy-Syaf i menganur paham Syiah maka dia mengada-adakan kebohongan,

tidak mengerti apa yang dikatakannyt."'

I€bih dari itu, Asy-Syaf i mengetahui keyakinan golongan-golongan

pada masanya, dan berbicara untuk menjelaskan sisi kebenarannya di mana

kondisi saar itu menuntut hal yang demikian. Namun terkait golongan-

golongan ini dia memiliki pendapat-pendapat yang pada intinya menyatakan

bahwa keyakinan-keyakinan mereka menyimpang dari kebenaran serta jauh

dari akidah sdaf ash-shdih sebagai generasi terbaik. Namun di samping

itu keterlibatannya dalam hd ini membuatnya menjadi sasaran tuduhan

sebagai penganur paham Syiah. Ini semua memberikan pencerahan bagi

pemahaman kita bahwa fuy-Syaf i berinteraksi dengan pemikiran pada

masanya secara akidah maupun fikih. Meski fikihnya lebih terkend namun

pengaruh yang ditimbulkan pada ilmu kdam pada masanya dan terhadap

generasi sepeninggalnya, dan sikapnya terhadap ilmu kalam, ini semua

I SiyarA'hmAn-Nubah' (10/58).

2 Ibid, juz dan halaman yang sama.

356 lB eua"l Islam Menurut Empat Madzhab

meniadi berbagai buku tidak dapat menukil kecuali hanya sebagian kecil

saja darinya terkait bahasan akidah.

Asy-Syaf i dan Ilmu Kalam

Diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi'i pendapat-pendapat yang

menggambarkan satu sikap tertentu terhadap ilmu kalam, hingga fu-

Suyuthi menjadikan sikap ini sebagai landasan bagi sikap serupa terhadap

ilmu mantiq (logika) diqiyaskan pada apa yang disampaikan dari fuy-Syaf i

terkait ilmu kalam.t fu-Suyuthi menguatkan kesimpulannya ini dengan

apa yang dipaparkannya dari ulama fikih seperti Abu Hanifah, Malik, dan

Ahmad, akan tetapi banyaknya teks-teks yang dipaparkannya dari fuy-

Sya6'i memperjelas fokus perhatiannya terhadapnya dan menunjukkan

sikap Asy-Syaf i terhadap ilmu kalam secara jelas, terperinci, dan serius di

ruj ukan-ruj ukan lainnya sebagaiman a ytngakan diungkap dalam bahasan-

bahasan berikutnya.

a. Ketidaksnkaan Asy-Syaf i terhadap Ilmu I(alam yang Diangap

Sebagai Bid'ah dan Memperturutkan Hawa Nafsu

fuy-Syafi'i tidak suka menyibukkan diri dengan apa y$g menjadi

kesibukan para ahli kalam sesuai dengan manhaj mereka, karena dia memiliki

kemantapan pendirian bahwa Al-Qur'an dan sunnah telah menjamin

penjelasan perkara-perkara akidah tanpa kerumitan atau kesamaran, dan

karena generasi salaf ash-shalih -di samping kepedulian mereka terhadap

akidah mereka- tidak sibuk dalam memecah-mecah berbagai masalah terkait

akidah tanpa ada manfaat yang didapat sebagaimanayangdilakukan oleh

ahli kalam yang disinggung oleh Imam fuy-Syaf i dalam pernyataannya:

"Tidak ada sesuatu pun yang paling tidak aku sukai daripada ilmu kdam

dan ahli kalam."2

Ketidalcsukaannya untuk berbicara banyak tentang ilmu ini -di

samping pengetahuannya tentang wawasan pada masanya- bukan berarti

ketidakmampuan untuk menyetarai para pakar ilmu kalam pada tataran

yang memenuhi sebab-sebabnya yang sebagiannya telah kami sebutkan.

Mal€ dari itu kita dapati dia mengatakan, "Seandainya aku menghendaki

As-Suyuthi, SbzunAl-Mattbiq uaAl-IGhn'an FannAl-Mantbiq uaAl-Ihhm (19,30-32,62-61).

lbnu lmad,, Sy ad.zarat Adz- D za h a b (2 I 9).

I

2

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 357

unruk menyajikan buku kepada setiap orang yang tidak sependapat niscaya

aku dapat melakukan, akan tetapi ilmu kdam bukanlah hal yang menjadi

fokus perhatianku, dan aku pun ddak suka dinisbatkan pada sesuatu Pun

darinya." Aku (Adz-Dzahabi) mengatakan, "Pandangan yang jernih ini

diriwayatkan secara mutawatir dari fuy-Sya6'i." I

Hd serupa juga disampaikan oleh fu-Suyuthi d*i Az'Zifaran yang

mengatakan, "Asy-Syaf i mengenakan sorban besar sehingga tampak seperti

orang Arab peddaman dan di tangannya dia memegang tongkat besar.

Dia seorang yang memiliki lisan yang tajam, dan jika ada pembicaraan di

majelisnya renrang ilmu kalam maka dia melarangnya, dan berkata, "Kami

bukanlah pakar ilmu kalam." Disampaikan dari Abu Hatim bahwa dia

mengatakan, " Seorang sahabat fuy-Sya6' i berkata, "fu y-Syafi', i hadir lantas

ada seorang yang berbicara dengannya di masjid tentang suatu masdah.

Terjadilah perdebatan panjang dengannya. Begitu orang tersebut berdih

membicarakan suatu hal yang berkaitan dengan ilmu kalam, fuy-Syaf i

berkata kepadanya, 'Tinggalkan ini, karena ini termasuk kdam'"'

Disampaikan dari Rabi', bahwa dia mengatakan, "Asy-Syaf i

melantunkan syair kepada kami terkait kecaman terhadap ilmu kalam:

A ,ii I g\7r, ,.-lt € Ga tr3;*li o; J.tlt c; I

'trlt

\- o a , zg 4.

attl ;{ J**'t O>

orang-orang terus berbuat hingga mengadahan bid'ah-bid'ah dahrn

ogttflra

Lantaran pendzpat ahal yang tidah ada petuniuhnya dai para rasul

Hingga hebanyahan dzri rnereha meremehhan agama Alhh

Dan juga meremehhan qPd lang sernestinla rnereha perltatiharf

Barangkali sikap yang disampaikan oleh fuy-Syaf i secara terbuka

terkait masdah-masalah ilmu kdam initah yang membuatnya berkata, "Aku

I SlarA'hmAn-Nubah' (10/31).

2 As-Suyuthi,ShatnAl-Manthiq66.

,rri'ii* *;4r):;

a

r.5iJl

358 lS aUa*, Islam Menurut Empat Madzhab

tidak pernah berdebat dengan seorang pun terkait ilmu kalam kecuali hanya

sekali dan aku memohon ampun kepada Allah dari itu."r

Sikap Asy-Syaf i ini sudah lazim dikenal darinya sebagaimana

yang dinyatakan oleh Adz-Dzahabi dalam ungkapannya di atas, dan

sebagaimana hal ini pun dipertegas oleh Abdullah bin Ahmad bin Hambal

yang mengatakan; aku mendengar ayahku berkata, "Bagi fuy-Syaf i, iika

menurutnya riwayat itu valid maka dia mengikutinya, dan sikap yang

terbaik padrnya adalah tidak berminat terhadap ilmu kalam, akan tetapi

yang menjadi fokus perhatiannya addah fildh."2 Abdullah bin Ahmad bin

Hambal meriwayatkan yang menguatkan hal ini dari selain ayahnya,, dia

mengatakan, "Aku mendengar Muhammad bin Dawud berkata: Tidak

adayanghafal (ingat) pada masa Asy-Syaf i secara keseluruhan bahwa dia

berbicara terkait suatu hd dengan memperrurutkan hawa nafsu, tidak pula

dinisbatkan padanya, dan tidak pula diketahui bahwa dia terkait dengan

sesuatu itu, di samping ketidaksukaannya terhadap ahli ilmu kalam dan

bid'ah."3

Yang kami paparkan ini menguatkan bahwa fuy-Syaf i memiliki

kajian terhadap ilmu ini dan pengetahuan terkait kecenderungan-

kecenderung nnya. Hal inilah yang membuarnya menyampaikan secara

terbuka dan juga sikapnya yang cukup dikenal bahwa dia tidak suka terlibat

dalam pembicaraan tentang ilmu kalam, atau menyinggungnya.

b. Asy-Syaf i Mengecam AhIi Ilmu IGlam dan Pengusung Hawa

Nafru

Asy-Syaf i pun menghendaki agar orang-orang lain pun mengambil

sikap seperti sikapnya terhadap ilmu kdam, lanraran keyakinannya bahwa

dengan menjauhi ilmu kalam maka itulah segala kebaikan, dan pada ilmu

kalamlah terdapat segda keburukan. Maka dari itu dia mengecam ahli

kalam karena dia menganggap bahwa ilmu kalam hanya memperrurutkan

hawa nafsu, bahkan merupakan sarang hawa nafsu. Sebagaimana sarannya

untuk menjauhi ilmu kalam dan tidak menerima bila ahli kdam disebut

sebagai kalangan yang memiliki kemuliaan, fuy-Syaf i juga mengatakan

Ibid 65.

k -Rezi, Ada b Ar-Syaf i 82.

S iyar A'hm An- Nuba h' (l 0 I 26).

I

)

3

Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... 6 359

dalam pernyataan yang diriwayatkan darinya oleh Rabi', "Sungguh, hamba

menghadap Allah dengan segda dosa selain syirik adalah lebih baik baginya

daripada menghadapnya dengan sesuatu yang berkaitan dengan hawa nafsu." I

Karena dia berpendapat bahwa ilmu kdam diliputi oleh hawa nafsu,

maka dia mengatakan, "seandainya manusia mengetahui hawa nafsu yang

ada pada ilmu kdam, niscaya mereka lari menghindarinya sebagaimana

mereka lari dari singa."2

Maka dari itu Asy-Syaf i marah bila diminta untuk membuat

suatu karya yang berkaitan dengan ilmu kalam. Al-Harawi Al-Anshari

menyampaikan dariAbuTsaur bahwa dia mengatakan, "Aku berkata kepada

Asy-Syaf i: Buatlah sesuatu tentang kalam." Dia menjawab, "Siapa yang

berkecimpung ddam ilmu kdam maka dia tidak beruntung."3 Meskipun

fuy-Syaf i menyukai majelis-majelis ilmu dan menekankannya, yang saat

itu diadakan secara berdekatan di masjid atau di rumah yang dikhususkan

untukitu, aku mengatakan, "Meskipun demikian, namunfuy-Syaf i tidak

dapat menerima bila berdampingan dengan orang-orang yang pembicaraan

mereka berkaitan dengan ilmu kalam. Maka dari itu kita dapati Rabi'

Al-Muradi berkata, "Aku melihat Asy-Sya6'i saat dia turun dari tangga,

sementara orang-orang di majelis berbicara tenmng suatu hal yang berkaitan

dengan ilmu kalam, dia pun berbicara dengan suara yang lantang, 'Kdian

memilih untuk berdekatan dengan kami dengan membicarakan kebaikan

atau kdian bergegas pergi meningg"lL"" kami."4

Dia tidak dapat menerima bila berdampingan dengan ahli kalam

di ma.ielis mereka lebihJebih interaksi mereka dengannya di satu majelis.

Itu ddaklah aneh pada fuy-Syaf i setelah dia menyatakan dengan tegas

bahwa dia tidak suka terlibat ddam pembicaraan tentang masalah-masalah

kalam, dan memperingatkan bahwa ada bahaya pada ilmu kalam, hingga ini

dianggap sebagai madzhabnya 5s$agaiman ey^ngdikatakan oleh Al-Muzani,

"Madzhab fuy-syaf i adalah dia tidak menyukai pembicaraan tenrang

kalam." Dia juga berkata, "Dia melarang kami berbicara tentang kdam."5

l Ibid(10/16).

2 Al-Hibdh (9/l I l).

3 ShaunAl-Manthiq65.

4 rbid65.

5 Ad4bAry-Syafit88,t89.

360 tS efia"i, Islam Menurut Empat Madzhab

Lantaran begitu tegasnya sikap ini, dia menekankan kepada sahabat-

sahabatnya untuk tidak terlibat pembicaraan tentang kalam. Rabi' Al-

Muradi mengatakan, Asy-Syaf i berkata, "Hai Rabi', terimalah dariku

tiga hal; jangan sekdikali engkau terlibat pembicaraan tentang sahabat-

sahabat Rasulullah, karena kelak yang menjadi lawan perkaramu adalah

Nabi Muhammad. Jangan melibatkan diri dalam kegiatan terkait ilmu

kdam karena aku mencermati ahli kdam itu mengabaikan maknt yeng

sebenarnya." Al-Muzani menambahkan, "Dan jangan meliba*an diri dalam

kegiatan terkait nujum (perbintangan)."r

Orang yang berpendapat terkait kalam dan ahli kalam seperti

pendapat tersebut hanya memandang ahli kalam sebagai orang-orangyang

suka berdebat dengan mengabaikan kebenaran dalam perdebatan mereka,

walaupun mereka berusaha untuk menunjukkan diri sebagai orang-orang

yang bertalora dan luhur di hadapan kalangan lain. Maka dari itu, Abu

Muhammad Abdurrahman menyampaikan kepada kami, dia mengatakan,

'Ayahku menyampaikan kepada kami, aku mendengar Yunus bin Abdul

Ala mengarakan, 'Aku bertanya kepadafuy-Syaf i, "Engkau meriwayatkan

-wahai Abu Abdillah- apa yang dikatakan sahabat kita tentang orang itu

(ahli kalam)? Yang dimaksud dengan sahabat kita adalah Laits atau lainnya.

Dia mengatakan, "Seandainya engkau melihatnya (maksudnya ahli kalam)

berjalan di atas air maka jangan percayai dia (atau jangan terperdaya olehnya)

dan jangan berbicara dengannya."

Asy-Sya6'i mengatakan, "Demi Allah, dia benar-benar lalai. Jika

engkau melihamya berjdan di udara maka jangan condong kepadanya."2

Meskipun di sela-sela berbagai tels yang diriwayatkan terdapat penjelasan

tentang sebab-sebab yang membuat fuy-Syaf i bersikap seperti itu, namun

fuy-Syaf i memiliki penilaian terkait ahli kalam dan buku-buku mereka

yang patut kita cermati.

c. Penilaian Asy-Syaf i terhadap Ahli Kalam

Diriwayatkan dari Asy-Syaf i sejumlah penilaian terhadap ahli

kalam yang semuanya dapat dimaknai bahwa dia mengabaikan mereka

dan menistakan ilmu mereka yang membahayakan umat Islam dan jamaah

Slar A'hm An-Nubah' (10 I 28).

lbid (t 0 I 23), Ada b Asy-S1af i 184.

I

2

361Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr

mereka ini sebagaimana pembicaraan tentan g eyat- ayat yang rnutasy a b i h at

membahayakan mereka. Asy-Syaf i mengai*an antara dua hal tersebut saat

mengqiyaskan perkara ahli kalam dengan perkara Shabigh yang diungkap

dalam riwayat-riwayat bahwa Shabigh tiba di Madinah lantas bertanya

tentang tyet- tyat y ang rnatas! a b I h at. Umar b in Al-Khathab pun mengirim

orang untuk mendatangkannya, sementara Umar telah menyiapkan

beberapa tandan mayang korma untuknya. Umar bertanya kepadanya,

"Siapa engkau?" Dia menjawab, "Aku Abdullah Shabigh." Umar langsung

mengambil satu tandan dari tandan-tandan mayang korma itu lantas

memukulnya hingga kepalanya berdarah. Berbagai riwayat menyebutkan

bahwa Umar menulis surat kepada Abu Musa Al-fuy'ari agar tidak ada

seorang pun dari umat Islam yang bergaul dengannya. Akibatnya tidak ada

seorang pun yang mau bergaul dengannya hingga dikatakan dia tampak

seperti keledai yang berkudis.t Maka dari itu dalam riwayat dari fuy-

Syaf i dinyatakan bahwa dia berkata, "Penilaianku terhadap ahli kalam

sebagaimana penilaian Umar terhadap Shabigh."2

Riwayat-riwayat lain menjelaskan penilaiannya ini. Dia berkata,

"Madzhabku terkait ahli kalam adalah menghujani kepala mereka dengan

cambukan dan mengusir mereka dari negeri."3

Sebagaiman a yang dikatakannya dalam riwayat Adz-Dzahabi dari

Az-Zifarani dan lainnya; kami mendengarAsy-Syaf i berkata, "Penilaianku

terkait ahli kalam bahwa mereka dipukul dengan cambuk, dibawa di atas

onta, dibawa keliling di antara berbagai kaum, dan mereka diteriaki inilah

bdasan bagi orang yang meninggdkan Al-Qur'an dan sunnah dan justru

menddami ilmu kalam."a

Dalam paparan sebelum ini fuy-Syafi'i berpendapat bahwa mereka

addah kaum yang mengobarkan berbagai fitnah, dan menjauhkan manusia

dari Al-Qur'an dan sunnah, maka dari itu mereka layak untuk dikucilkan

dan dipandang bukan sebagai ulama agar orang-orang tidak belajar kepada

mereka.

Berangkat dari pemahamannya ini, fuy-Syaf i menilai buku-buku

I ShaunAl-Manthiq17,18.

2 tbid,64.

3 Ibid.

4 SlarA'hmAn-Nubah' (10129).

362 E aUa*r Islam Menurut Empat Madzhab

mereka bukanlah sebagai buku-buku ilmu. Rabi' meriwayatkan, "Aku

mendengar fuy-Syaf i berkata di dalam buku Al-Vashaya, "Seandainya

ada orang yang menyampaikan wasiat tentang ilmu akhirat melalui buku-

bukunya, namun di dalamnya terdapat buku-buku kalam maka itu tidak

termasuk dalam wasiat, karena itu bukan sebagai ilmu."r

Bahkan Asy-Syaf i menilai di antara ahli kalam a,da yrng serupa

dengan kaum atheis, yaitu saatAsy-Sya6'i berkata, 'Jika engkau mendengar

orang yang mengatakan nama itu berbeda dengan yang disebut dengan

nama itu, dan sesuatu berbeda dengan yang dinyatakan sebagai sesuatu itu,

maka nyatakan bahwa dia, zindiq (atheis)."2

Inilah makna yang disampaikannya saat mengingatkan sejumlah

sahabatnya agar tidak melibatkan diri dalam pembahasan ilmu kalam, karena

dia berpendapat bahwa kalam mengarah pada pengabaikan makna yang

sebenarnya dan lainnya yang ddak dibicarakan oleh generasi pendahulu

umat ini yang mengambil akidah mereka dari Al-Qur'an dan sunnah, dan

sebagaiman a yangdiungkap ddam Al-Qur' an dan sunnah tanpa pencerai-

beraian atau pembicaraan panjang lebar yang tidak ada gunanya.

Barangkali sikap fuy-Syaf i sebagaimana yang kami paparkan di

atas terhadap masalah-masalah ilmu kdam dan kecamannya terhadap ahli

kalam serta penilaiannya terhadap mereka, itu menimbulkan pertanyaan-

pertanyaan seperti; apa dasar-dasar yang menjadi landasan sikap fuy-Syaf i

ini? Apakah para imam lainnya juga bersikap serupa dengan sikap ini atau

berbeda darinya? Kemudian bagaimana kita menyelaraskan antara sikap Asy-

Sya6'i ini dengan berbagai perdebatan atau perselisihan yang diriwayatkan

darinya meskipun itu sedikit?

Ini semua merupakan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Kami

berusaha menjawabnya dalam halaman-halaman berikut, insya Alhh.

Dasar-dasar yang Menjadi Landasan Sikap Asy-Syaf i

fuy-Syaf i, bersama orang-orangyang bertanya kepadanya, meng-

alami momentum-momentum yang memperjelas dasar-dasar yang dia

jadikan sebagai landasan sikapnya terhadpa ilmu kalam sebagaimanty{rg

telah kami sinyalir di atas, dan dasar-dasar ini kami rangkum sebagai berikut:

rbid (10/30).

Ibid.

I

)

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikh... e 363

Pertama; bahwasanya ilmu kdam ini tidak ada dalam ketentuan Al-

Q*'* atau sunnah, tidak ada pula bahasan tentangnya yang didapatkan dari

generasi salaf. Sebagaimanayang dikatakan oleh Imam Malik, "Seandainya

kalam itu ilmu niscaya generasi sahabat dan tabi'in pun membicarakannya,

sebagaimana mereka membicarakan tentang ketentuan hukum dan syariat."r

Pernyataan seperti ini j uga didapatkan dari Abu Hanifah sebagaimana yang

kami sinydir di atas.

Diriwayatkan dari Husain bin Ali Al-Karabisi, dia berkata, "Aku

menyaksikan Asy-Syaf i saat ditemui oleh Bisyr Al-Marisi, lalu dia

bertanya kepada Bisyr, 'Beritahukan kepadaku tentang aPayang engkau

serukan itu apakah merupakan ketentuan Al-Qur'an, kewajiban yang

ditetapkan, sunnah yang berlaku, dan engkau menemukan dari generasi

salaf pembahasan tentangnya dan juga Pertanyaan?' Biryr menjawab, 'Tidak,

hanya saja kami tidak dapat meninggalkannya.' Asy-Syaf i berkata, 'Engkau

telah mengakui sendiri kesalahan itu, lantas bagaimana pembenaranmu

terhadap kalam bila dikaitkan dengan 6kih dan hadits? Orang-orang

mengikutimu namun engkau meninggalkan ini?' Dia berkata, 'Kami

memiliki kegemaran terhadapnya.' '

Begitu Bisyr keluar, fuy-Syafi'i berkata, 'Dia tidak beruntung-"'2

fu-Suyuthi mengomentari hal ini dengan mengatakan, "Pernyataan

ini menunjukkan bahwa alasan pelarangan menddami ilmu kalam adalah

lantaran tidak ada ketentuannya ddam At-Qur'an tidak pula sunnah, tidak

pula ada pembahasannya dari generasi salaf."3

Kedua; Asy-Syaf i belpendapat bahwa berkecimpung ddam ilmu ini

berarti diliputi dengan berbagai hal yang dilarang, dan ini menyebabkan

orang meninggalkan Al-Qur'an dan sunnah atau melupakannya, karena

manhajnya bertentangan dengan manhaj Al-Qur'an dan sunnah terkait

masdah-masalah akidah. Ilmu kdam berimplikasi pada masuknya akd

dalam bidang-bidang yang mana penetaPan yang Pasti tidak dapat

diwujudkan padanya, sebagaimana berkecimpung dalam ilmu kalam

merupakan perdebatan tentang agama yang membuat had menjadi keras

I SharnAl-Manthiq33.

2 SlarA'hmAn-Nubah' (l0l27).

3 ShauAl-Manthiq,30.

3& Seua*, Islam Menurut Empat Madzhab

dan menimbulkan kedengkian. Hal ini dapat dipahami dari penilaiannya

terhadap ahli kalam dan menyerupakan mereka dengan orang yang berbicara

tentang ey*-tyat mutasyabihai sebagaiman 

yangtelah kami paparkan.

Pemahaman ini juga diperkuat dengan 

^Paytngdiriwayatkan 

Adz-

Dzahabi dari Al-Muzani, dia berkata, "Jika ada seorang yang mengeluarkan

apayan1ada di dalam sanubariku dan yang terbersit dalam benakku terkait

perkara tauhid, maka dia itu adalah fuy-Syaf i, maka aku menemuinya

saat dia berada di masjid Mesir. Begitu aku bersimpuh di hadapannya, aku

berkata, "Terbersit dalam hatiku suatu masdah terkait tauhid, dan aku pun

tahu bahwa tidak ada seorang pun yang mengerahui ilmumu, lantas apa

yang ada padamu?" Dia marah kemudian bertanya, "Tfiukah engkau di

mana engkau berada?"

"Ya," jawabku.

Dia berkata, "Di temPat inilah Allah menenggelamkan Fir'aun.r

Apakah ada yang memberitahukan kepadamu bahwa Rasulullah pernah

menyuruh menanyakan tenang hal itu (mempermasdahkan tauhid)?"

'Tidak," jawabku.

Dia bertanya, 'hpakah generasi sahabat berbicara tentang hal itu?"

'Tidak," jawabku.

Dia bertanya, "Thhukah engkau berapa bintang di langit?"

'Tidak," jawabku.

Dia bertanya lagi, "Satu bintang saja darinya Bhukah engkau jenisnya,

terbitnya, terbenamnya, dari apa bintang itu diciptakan?"

"Tidak tahu," jawabku.

Dia melanjutkan, "Suatu makhlukyang engkau lihat dengan matamu

tidak engkau ketahui, lantas engkau berbicara tentang ilmu Penciptanya?"

Kemudian dia bertanya kepadaku renrang suatu masalah terkait

wudhu dan aku sdah dalam menjawabnya. Ldu dia membaginya dalam

empat sisi, namun tidak ada satu Pun darinya yang dapat aku jawab

dengan benar. Kemudian dia berkata, "sesuatu yang engkau butuhkan lima

Dalam riwayat lain Al-Muzani menyatakan bahwa dia berada di Masjid Fusthat, Asy-Syaf i berkata

kcpadanya, 

;Engkau 

di Taran." Thran addah dacrah yang berada di taut Qdzam yang nyaris tidak ada

perahu yang dapat selamat di wilayah iru. Lihac.Sryar A'hm An-Nubah' (l0l 2r).

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 365

kali dalam sehari, engkau meninggdkan ilmunya namun engkau justru

membebani diri ilmu Pencipta!Jika hal itu terbersit di dalam hatimu maka

kembalilah kepadaAllah dan kepada 6rman Allah:

* c5L@ E)il$1ri $Y ;:Y S Ui'4K6g

"* 6i qfit i )6G +4( q1{6,-?$ii + 6ai

)r\+16 iY n ;t^i A,irt tju;,i6i cq 4\ o.

€)ii';"iY'Pq 'tr; Alii

6$ ri|*ss e1i5 r1'.t^'t'6.;"A\ ,-,ti.lii

A,g{tv;

{rrr - \1Y:ilt} @

"Dan Tultan engkau adahh Thhan Yang Maha Esa, tidah ada Thhan

sekin Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sesunguhnya

pada penciptaan hngit dan bumi, pergantian mahm dan siang, hapal

yang berhyar di hut dengan (muatan) yang bermanfaat bagr mAnusid,

dpa lang diturunhan Alhh dari hngit berupa air hlu dengan itu

d;hiduphan-Nya bumi setehh mati (hering), dan Dia tebarhan di

dalarnnya bermacam-rndcArn binatang, dan perkisaran angin dan

awan yang dihendtlihan antara hngit dan bumi, (semua itu) sunguh,

merupahan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang ldng

rnengerti. " (Al-Baqarah r 163-164).

Berargumentasilah dengan makhluk atas Pencipta, dan jangan

membebani diri dengan pengetahuan yang tidak mampu dijangkau akalmu.

Dia pun mengatakan, "Lalu aku bertaubat."r

Jika ini kita tambah dengan perkataannya, "Perdebatan tentang agama

membuat hati keras dan menumbuhkan kedengkian,"2 mel<e kita dapat

mengerti bahwafuy-Syaf i berpendapat bahwa muslim tidak membutuhkan

ilmu ini, lantaran ilmu ini mengandung banyak dampak buruk. Ilmu ini

sudah layak dicela hanya lantaran menjauhkan manusia dari AI-Qur'an dan

I SiyarA'hmAn-Nubah' 31,32.

2 rbid(10128).

366 tS etia*, Islam Menurut Empat Madzhab

sunnah, dan memecah belah mereka dalam intrik-intrik perdebatan logika

yang menimbulkan permusuhan, dan pada umum nya yangmendorongnya

adalah keinginan untuk menang dan mengunggulkan pendapat sendiri,

lebih-lebih bila itu dilakukan tanpa ada kelayakan manhaj pembahasannya

terkait akidah menurut ilmu ini bagi tabiat dan kesederhanaan muslim.

Dapat ditegaskan bahwa kita tidak membutuhkan ilmu ini -

sebagaimana menurut pendapat Asy-Syaf i- saat kita mengetahui bahwa

Rasul menyampaikan kepada umat manusia suatu kitab dan yang seruPa

dengannya yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang masalah-masalah

akidah, ibadah, adab, dan semua yang berkaitan dengan kehidupan

muslim hingga membuatnyalayak untuk menjadi khalifah di bumi yang

dikehendaki Allah.

Dalam riwayat dari fuy-Syaf i dinyatakan bahwa dia berkata, "Malik

ditanya tentang kalam dan tauhid. dia menjawab; mustahil engkau dapat

menduga bahwa Nabi yang mengajari umat beliau cara membersihkan

diri dari kotoran namun beliau tidak mengajari mereka tentang tauhid.

tuhid sebagaimanayang dinyatakan dalam sabda Nabi, 'Ahu dipeintah

agdr rilernerangi rnanusia hingga mereka mengacaPkan tidak adi Thhan sekin

All^dh." Dengan demikian, yang membuat darah dan harta dilindungi itu

merupakan hakikat tauhid." I

Sikap fuy-Syaf i itu bukan hanya lantaran bahwa ilmu ini tidak ada

sebelumnya, akan tetapi yang menjadi ketetapan yang tegas dalam masalah

ini adalah ilmu tersebut merupakan ilmu yang diada-adakan tanpa ada

perintahnya dan juga tidak diperlukan, bahkan berkaitan dengan banyak hal

yang membuatnya harus ditolak dan dikecam dan itu menurut Asy-Syaf i

adalah bid'ah dan kesesatan, karena bertentangan dengan Al-Qur'an dan

sunnah serta ijma', sementara tidak ada kebaikan dengan mengada-adakan

ilmu ini, dan tidak ada bahaya apa pun yang berkaitan dengan akidah atau

prilaku manusia bila ilmu ini ditinggdkan.

Ketiga; fuy-Syaf i berpendapat bahwa pembahasan tentang ilmu ini

sarat dengan berbagai dampak buruk terhadap akidah secara khusus, karena

masalah-masalahnya berkaitan dengan Diri Ilahi dan dengan sifat-sifat-Nya

serta semaqunnya. Sementara kesalahan dalam hal ini berarti kesesatan yang

rbid (l0/26).

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr 367

berimplikasi pada kekafiran atau atheisme. "Demi Allah, seorang ulama

menyampaikan fatwa lantas dikatakan dia salah adalah lebih baik baginya

daripada dia berbicara lantas dikamkan dia atheis. Dan tidak ada sesuatu

pun yang lebih aku benci daripada kdam dan ahli kalam."

Adz-Dz-ahtbi mengatakan, "[ni menunjukkan bahwa madzhab Abu

Abdillah bahwa kesdahan terkait hal-hal pokok itu tidak seperti kesdahan

terkait ijdhad ddam hal-hal yang bukan pokok (cabang)."'

Asy-Syaf i fokus -menurut pendapat kami- pada bahaya ilmu kalam

terhadap sahabat-sahabatnya itu sendiri lebihJebih terhadap kdangan lain.

Maka dari itu dia menekankan kepada sahabat-sahabat dan murid-muridnya

untuk tidak bertanya kepadanya tentang suatu hal yang berkaitan dengan

kalam, dan agar mereka tidak melibatkan diri ddam kegiatan yang berkaitan

dengan ilmu kdam.

Asy-Syaf i berkata kepadaAl-Muzani, "Thnyakan kepadaku tentang

suatu hal yau:'g jilca engkau sdah dalam hd itu aku katakan; engkau salah,

dan jangan tanyakan kepadaku tentang suatu hd yang jika engkau salah

dalam hal itu aku katakan, "Engkau kafir."

Dia berkata kepada Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam,

"Hai Muhammad, lika ada orang yang bertanya kepadamu tentang suatu

hal terkait kalam maka jangan menjawabnya. Namun jika dia bertanya

kepadamu tentang denda, lantas engkau menjawab; satu dirham atau satu

daniq (recehan 1/5 dirham), maka dia berkata kepadamu, "Engkau sdah."

Jika dia bertanya kepadamu tentang suatu hd terkait kdam lantas engkau

keliru, maka dia berkata kepadamu, "Engkau kafir."2

Kami dapat mengatakan bahwa Asy-Syaf i membangun sikapnya

terhadap kalam di atas dasar-dasar syariat yang dapat disimpulkan bahwa

itu merupakan ilmu yang di luar wilayah perintah Al-Qur'an dan sunnah,

pemahaman generasi sahabat menguatkan kesimpulan ini, dan bahwasanya

itu addah ilmuyang menjauhkan manusia dari jalanAl-Qur'an dan sunnah

terkait penjelasan masdah-masdah akidah, di mana ilmu ini menjerumuskan

mereka pada perdebatan beserta dampak-dampaknya, dan bahwasanya itu

adalah ilmu tentang masalah-masdah runcing yang menjerumuskan orang

I SiyarA'hmAr-Nubah' (10/18,20).

2 rbid(10/28).

365 O aUa*, Islam Menurut Empat Madzhab

yang menekuninya pada kekafiran jika sdah ddam hal ini. Maka dari itu

tidak aneh bila fuy-Syafi'i melarang sahabat-sahabatnya dan menekankan

kepada mereka untuk menjauhi ilmu ini.

Barangkdi hal ini membuat kita perlu mengetahui lebih lanjut tentang

sikap ulama fikih terhadap masdah ini juga.

Sik"p Tiga LIlama Fikih terhadap Ilmu Kalam

Dalam bahasan di sebelum ini kami telah memaparkan - saat

membicarakan tentangAbu Hanifah dan Malik- sikap sebagian dari mereka

terhadap ilmu kdam, juga terhadap perdebatan secara umum, dan masalah-

masalah yang memecah belah umat Islam secara khusus. Saat kami mengkaji

tentang Imam Ahmad bin Hambd, inrya Allah, kami akan memaparkan

renrang sikapnya juga. Akan tetapi di sini kami hanya mensinydir bahwa

sikap fuy-Syaf iyangkami jelaskan di atas adalah juga sikap emPat imam

baik yang sebelumnya maupun yang sesudahnya.

Abu Hanifah ditanya, 'Apa pendapat engkau tentang kalam yang

diada-adakan orang terkait 'aradh dan jism (materi dan fisik)?" Dia

menjawab, "Perkataan-perkataan ahli filsafat engkau harus mengacu pada

atsar dan tuntunan generasi salaf, dan jauhilah setiaP yang diada-adakan,

karena iru bid'ah." Ini disampaikan oleh Al-Muzhaffar bin Sam'ani dalam

bahasan tentrng Al- Intis h ar. I

Adapun Malik, dalam riwayat yang disampaikan Al-Harawi melalui

Abdurrahman bin Mahdi, dia mengatakan, "Aku menemui Malik saat

bersamanya ade seorang yang bertanya kepadanya. Dia mengatakan,

"Thmpaknya engkau termasuk sahabat Amr bin Ubaid, Allah mengutuk

Amr, karena dia mengadakan bid'ah-bid'ah terkait kalam ini. Seandainya

kalam itu ilmu, niscayagenerasi sahabat dan tabi'in pun membicarakannya,

sebagaimana mereka membicarakan tentang hukum dan syariat."2

Adapun Imam Ahmad; Al-Harawi menyamPaikan dalam bukunya,

Dzamm Al-IQhrn, dari Abdullah bin Ahmad bin Hambd, dia berkata,

'hyahku menulis surat kepada Abdullah bin Yahya bin Khaqan dengan

mengatakan, "Aku bukan ahli kalam, dan menurutku kalam sama sekali

ShauAl-Manthiq32.

Ibid 33.

I

2

Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... lD 369

tidak diperlukan ddam hal ini kecuali yang terdapat ddam Kitab Allah,

atau dalam hadits Rasulullah 6. Adapun yang selain itu maka kalam dalam

hal ini tidak terpuji."t

Barangkali di sini kami perlu mensinyalir kembali apa yang telah

kami paparkan saat membicarakan tentang Abu Hanifah dan Malik.

Kami katakan, perbedaan yang lazim diketahui di anrara ulama fikih dan

Mutazilah secara khusus adalah bersumber dari perbedaan pada manhaj

dalam berargumentasi terhadap berbagai masalah secara umum dan masalah-

masalah akidah secara khusus, karena ulama fikih itu -sebagaimana yang

telah kami paparkan- tidak meninggalkan pembahasan tenrang akidah

secara mudak, dan mereka pun tidak berdiam diri dari penjelasan terhadap

kebenaran yang harus disampaikan lanraran hal-hal terkait yang ada pada

masa mereka. Akan tetapi sebagaimana yang diterapkan bahwa mereka

membahas masalah-masalah akidah dengan manhaj lain yang mereka

terapkan dengan antusias lanraran indikasi ddil dan inspirasinya diilhami

oleh teks Al-Qur'an dan hadits dalam bahasan-bahsan akidah mereka

secara khusus.

Asy-Syaf i; Antara Sikapnya terhadap Ilmu Kalam dan Bahasan-

bahasan Akidah yang Didapatkan darinya

Secara sekilas tampak ada kontradiksi antara sikap fuy-Syaf i terhadap

ilmu kalam sebagaimana yeng telah kami paparkan, dengan beberapa

perdebatan yang diriwayatkan darinya serra apa yang tertulis di dalam

buku-buku darinya berupa pembicaraan terkait bahasan-bahasan akidah,

khususnya lantaran dalam hal ini ada beberapa buku yang dinisbatkan

kepadanya sebagaiman a yangakan dibahas kemudia n, insya Alhh.

Thpi sebenarnya tidak ada kontradiksi. Yang dikecam oleh fuy-Syaf i

dan para imam lainnya itu hanyalah kalam yang jauh dari Al-Qur'an dan

sunnah, serta yang berimplikasi pada dilupakannyaAl-Qur'an dan sunnah.

Itulah ilmu kalam yang digeluti sahabatnya dengan mengutamakan selain

manhaj Al-Qur' an, dan berani menjelaskan masalah-masalah akidah dengan

menempuh selain jalan generasi salaf.

Benarlah orang yang menggambarkan hal ini dengan mengatakan,

I lbid6T,SiyarA'hmAn-Nubala' (111286).

37O lS eUa"f, Islam Menurut Empat Madzhab

"Jika engkau mendengar fuy-Syaf i, Ibnu Hambal, dan lainnya mencela

ilmu, sementara ada orang yang mempelajari ilmu dengan cara ahli kalam,

maka Mutazilah yang menghendaki kecaman mereka, dan cara mereka

yang dinilai palsu."r

Mu'tazilah juga menghadapi serangan dari kalangan lain yang

disebutkan oleh fuy-Syaf i di antara golongan-golongan yang ada pada

saat itu. Sementara yang diterapkannya adalah yang menurutnya sebagai

penjelasan kebenaran, atau sanggahan terhadap orang yang mengklaim.

Akan tetapi itu semua bagi fuy-Syaf i berjdan sesuai dengan manhaj yang

berbeda dengan manhaj ulama kalam.

Riwayat Al-Karabisi dari fuy-Syafi'i mengatakan hal ini. fuy-Syafi'i

berkata, "setiap yang berbicara sesuai Al-Qur'an dan sunnah maka itulah

yang serius, sedangkan yang lainnya hanya ocehan."2

Ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ahmad bin Hambal, "Aku

bukan ahli kalam, dan menurutku kalam sama sekali tidak diperlukan

dalam hal ini kecuali yang terdapat dalam Kitab Allah, atau dalam hadits

Rasulullah ,ffi. Adapun yang selain itu maka kalam dalam hd ini tidak

terpuji."3

Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam meriwayatkan dengan

mengatakan, "Setelah berdebat dengan Hafsh Al-Fard, fuy-Syaf i tidak

menyukai kdam. Dia berkata, "Demi Allah, seorang ulama menyampaikan

fawa lantas dikatakan dia salah addah lebih baik baginya daripada dia

berbicara lantas dikatakan dia atheis. Dan tidak ada sesuatu pun yang lebih

aku benci daripada kalam dan ahli kalam."

Al-Baihaqi mengomentari pernyataan ini dengan mengatakan, yan1

dimaksud oleh fuy-Syaf i dalam pernyataan ini addah Hafsh dan orang-

orang yang seperti dia yang mengadakan bid'ah. Inilah yang dia mal,sud

terkait semuayanB diriwayatkan darinya bahwa dia mengecam kdam serta

mengecam ahli kalam.

Bagaimana mungkin kalam Ahlu Sunnah wal Jamaah menurutnya

dikecam sementara dia pun membicarakannya, berdebat dengan orang yang

Abu Zahrah, Asy-Syof i 725.

Siyar A'hm An- Nub ah' (10 I 20).

ShaunAl-Manthiq 67.

I

)

3

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... 6 37r

menyanggahnya, serta mengungkap kedok kdangan yang mempertururkan

hawa nafsu yang melontarkan pernyataan kepada sejumlah sahabatnya

lantaran arpa, yangmereka dami."r

Berdasarkan paparan di atas, maka kita harus memahami sikap

Asy-Sya6'i terhadap kdam dan ahli kdam sebagaimana kita memahami

ap,- yang disampaikan darinya bahwa dia tidak berdebat dengan seorang

pun yang senantiasa berada dalam bid'ah, hanya berdebat dengan orang

yang berpandangan Syiah, dan tidak berdebat terkait kalam kecuali hanya

sekali namun dia memohon ampun kepadaAllah d*inye.z Demikian pula

berdasarkan 

^peyangtelah 

kami jelaskan, kita dapat memahami apayaJllg

diriwayatkan darinya terkait batasan pengertian iman yang ditetapkannya,

pembicaraannya tentang para khalifah, terkait Al-Qur'an yang dinyatakan

sebagai makhluk, dan lainnya, dan kita dapat memahami terkait buku-buku

tentang akidah -meskipun tidak sampai kepada kita- yang dinisbatkan

kepadanya, malsud saya bahwa ini semua harus dipahami berdasarkan

bahwa yang dikecam oleh Imam Asy-Syaf i terkait kdam itu adalah satu hal,

dan yang dia terima penjelasannya terkait bahasan akidah serta pembelaan

terhadapnya addah hal lain, dia berpegang pada argumentasi logika padanya

berdasarkan teks-teks Al-Qur'an dan sunnah. Jika tidak demikian, maka

semua indikasi mensinyalir bahwa Asy-Sya6' i dan para imam semuanya baik

yang sebelum maupun yang sesudahnya memasuki bidang bahasan tentang

akidah, padahal mereka semestinya tidak melibatkan diri di dalamnya

saat berada pada iklim di mana berbagai pendapat mencuat tanPa arah,

dan banyak manhaj yang memaparkan rentang akidah kepada berbagai

kalangan dengan menjauhi manhaj generasi sdaf terkait bahasan yang sama,

atau terpengaruh oleh sejumlah pemikiran filsafat yang dimunculkan oleh

gerakan terjemah dan kebebasan pemikiran sebagaimana yang tampak pada

ciri-ciri masa hidup empat imam fikih.

Barangkali perlu disampaikan dengan ungkapan Ibnu Taimiyah

yang mengenai hal ini. Dia berkata, "Generasi salaf tidak mengecam jenis

kalam, karena setiap manusia berbicara dengan kalam, tidak pula mengecam

pengambilan hujah, pengamatan, dan debat yang diperintahkan Allah

I A]-Baihaqi (Ahmadbin Hwain),ManaqibAty-Syaf iG13), tahqiqolehUstadzSayyidShaqr, Kairo'

DarutTirraa l39lll97l.

2 tu-Suyuthi, Shaun Al-ManthQ 62-65, Afub Asy-S1af i I 82-l 89.

372 t[aua*,Islam Menurut Empat Ma&hab

dan Rasul-Nya, serra pengambilan hujah dengan apa yang dijelaskan oleh

Allah dan Rasul-Nya, bahkan mereka tidak mengecam kalam yang benar,

akan tetapi mereka mengecam kdam yang batil, yaitu yang bertentangan

dengan Al-Qur'an dan sunnah, yaitu yang bertentangan dengan akd juga

dan itulah kebatilan.

Kdam yang dikecam generasi salaf adalah kalam yang batil, yaitu

yang bertentangan dengan syariat dan akd, akan tetapi banyak kdangan

yang tidak mengetahui kebatilan kdam ini."l

Asy'Syaf i dan Bahasan-bahasan Akidah

Sudah lazim -di antara para ahli sejarah pemikiran- bahwasanya

ddak banyak pembicaraan yang didapatkan dari fuy-Syaf i terkait bahasan

akidah, lantaran sikapnya terhadap kdam dari satu sisi, dan karena itu

tidak sampai kepada kita -hingga sekalipun buku-buku yang dinisbatkan

kepadanya terkait bahasan ini- di sisi lain. Maka dari itu yang kami tulis

dari fuy-Syaf i hanyalah yang didapatkan darinya dan yang sampai kepada

kami. Barangkdi yang kami paparkan sudah cukup untuk menunjukkan

bahwa Asy-Syaf i meniti manhaj generasi salaf terkait bahasan-bahasan

akidah, dan bahasan-bahasan lainnya dapat diqiyaskan dengannya.

Iman

Diketahui dari Asy-Syaf i bahwa pengerdan iman menurutnya adalah

ucapan dan amal, sebagaimanay^lgdikatakan oleh para imam fikih dan

hadits, kecuali Abu Hanifah dan kalangan yang menganut pendapatnya

terkaitbahwa iman addah pembenaran dengan hati dan pengakuan dengan

lisan. Pembenaran ini mengharuskan amal dan mengikutinya. Meski

perbedaan pendapat dalam masalah ini hanya bersifat redaksional (terkait

lafal) sebagaimana yang dinyatakan oleh Ath-Thahawi dan pengikutnya,

IbnuThimiyah,2 namun masalah ini telah menyita banyak bagian bahasan

dari buku-buku akidah. Namun yang terPenting bagi kami di sini addah

menjelaskan hakikat pendapat fuy-Syaf i, karena ada yang mengatakan

bahwaAsy-Syafi'i tidak mengatakan pertambahan dan Pengurangan iman.

Dalam Syarh Ath-Thahawi dil<atal<an, "Terjadi perbedaan pendapat

Al-Furqan baina Al-Haqq wa Al-Bathil ll0.

Ali bin Hana6, s7a rhAth-Thahawi285, tahqiq olehAhmad Muhammad syakir, univcrsitasAlJmam,

tuyadh, I 396 H, Ibnu Gimiyah, Al-Fuqan baina Al- Ha4 q ua Al- Bath il (29).

I

2

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 373

yang sengit di antara berbagai kdangan terkait apa saja yang tercakup

dalam sebutan "iman". Malik, fuy-Syaf i, Ahmad, Al-Auza'i, Ishaq bin

Rahawaih, seluruh ahli hadits, ahli fikih, penduduk Madinah, ahluzh

zhahir, dan sejumlah kalangan dari ahli kdam berpendapat bahwa iman

addah pembenaran dengan hati dan pengamalan dengan anggota badan.

Banyak dari sahabat-sahabat kami (maksudnya Penganut madzhab Hanafi)

berpendapat sebagaima na yan1disebutkan oleh Ath-Thahawi bahwa iman

adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati."t

Setelah menyatakan bahwa Ahlu Sunnah sepakat bahwa Allah

menghendaki ucapan dan amal dari hamba-hambaNya, dan bahwa ucaPan

mencakup pembenaran dengan hati dan pengakuan dengan lisan, setelah

ini semua dia menegaskan bahwaAhlu Sunnah tidak menyatakan mukmin

keluar dari iman lantaran dia meninggalkan amal, "Mereka sepakat bahwa

jika dia membenarkan dengan hatinya dan menyatakan dengan lisannya

namun enggan mengamalkan dengan anggota badan, maka dia durhaka

kepada Allah dan Rasul serta layak mendapatkan ancaman hukuman."2

Yang disebutkan dalam Syarh Ath-Tltahauti renrang Imam Asy-Syaf i

di atas disampaikan secara mutawatir dalam riwayat-riwayat lain. Rabi'

meriwayatkan, "Aku mendengar Asy-Syaf i berkata, 'Iman adalah ucaPan

dan amal, bertambah dan berkur^ng."'3

Riwayat ini menurut penulis Al-Hibah ada tambahannya, yaitu di

dalamnya dinyatakan bahwa ucapan dan amal yang bertambah dengan taat

dan berkurang dengan maksiat. Kemudian dia membace ayat ini, 'Agar

orang ldng beriman b ertarn bah imannya. " (Al-Muddatstsir: 3 l).4

Jika riwayat ini menyatakan bahwa dia mengatakan sebagaimantyeng

disebutkan tentang iman, maka ada riwayat-riwayat lain yang menunjukkan

bahwa dia berdebat terkait masalah ini juga, dan menyaksikan perdebatan-

perdebatan dengan yang lain sementara dia memiliki sikap tersendiri. Dari

Rabi' bin Sulaiman bahwa dia menceritakan, seseorang dari Balkh bertanya

kepada fuy-Syaf i tentang iman. fuy-Syaf i balik bertanya kepadanya,

I SlarhAth-7hahaui283,284.

2 rbid285.

3 SjarA'hnAn-Nubah' (10132).

4 Hi$ahAl-Auliya' 9ltt5,Cer I,Al-Khanii.

374 6 aUa*, Islam Menurut Empat Madzhab

"Namun apayangengkau katakan tentang iman?" Dia menjawab, "Aku

katakan iman addah ucapan."

Asy-Syaf i melanjutkan, "Dari mana engkau mengatakan demikian?"

Dia menjawab, "Dari firman Allah:

{ rvv :;,iJ } @,+;ry$\\Mi t}it; ASiiL

*Sesunguhnya 

ordng-ordng yang beriman dan beramal saleh." (N-

Baqarah: 277). Kata bantu penghubung (dan) menjadi pemisah antara

iman dan amal, maka iman adalah ucapan sedangkan amal adalah syariat-

syariatnya."

Asy-Sya6'i berkata, 'hpakah menurutmu kata bantu penghubung

menurutmu sebagai pemisah?" Dia menjawab, "Ya." fuy-Syaf i berkata

lagi, "Dengan demikian engkau menyembah dua Tuhan, Tuhan di timur

dan Tirhan di barat, karena Allah berfirman,

{rv:iJ.}rr} @ 6Auj#;Au

"Tultan (yang mernelihara) doa timur dzn Tuhan (yang memeliharQ

dua barat. " (Ar-Rahm anz l7).

Orang itu marah dan berkata, "Mahasuci Allah! Apakah engkau

menyatakan aku penyembah berhala?" fuy-Syaf i menjawab, 'Thpi engkau

sendiri yang menyatakan seperti itu."

"Bagaimana bisa?" tanya orang itu penasaran.

Asy-Syaf i menjawab, "Lantaran engkau menyatakan bahwa kata

bantu penghubung sebagai pemisah."

Orang itu pun berkata, "Aku memohon ampun kepadaAllah dari apa

yang aku ucapkan, namun aku tidak menyembah selain Tirhan Yang Esa,

dan aku ddak mengatakan setelah hari ini bahwa kata bantu penghubung

itu pemisah, bahkan aku mengatakan bahwa iman adalah ucapan dan amd

yang dapat bertambah dan berkurang."

Rabi' mengatakan, "Orang itu lantas menginfakkan banyak harta

untuk keperluan Asy-Syaf i, mengumpulkan buku-buku fuy-Syaf i, dan

keluar dari Mesir sebagai penganut Ahlu Sunnah."r

I Al-Hillah (9/110).

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lf 375

Adapun terkait bahwa dia menyaksikan perdebatan, dia memiliki

sikap tersendiri yang menguatkan apa yang didapatkan darinya. Dalam

riwayat yang disampaikan oleh Ar-Razi dengan sanad tePercaya, "Hafsh

Al-Fard dan Mishlaq Al-Ibadhi berkumpul di tempat fuy-Syaf i di Darul

Jarwi (maksudnya Mesir) lalu keduanya berselisih tentang iman. Mishlaq

berargumentasi terkait bertambah dan berkurangnya iman, sementara

Hafsh Al-Fard berhujah terkait bahwa iman addah ucaPan. Hafsh Al-Fard

menyerang Mishlaq dan mampu mengalahkan Mishlaq yang lemah. fuy-

Syaf i geram dan menyimpulkan masdahnya bahwa iman adalah ucaPan

dan amal yang dapat bertambah dan berkurang. Dia Pun menyerang habis-

habisan Hafsh Al-Fard dan mematahkannya."l

Pembelaan Asy-Syaf i terhadap Mishlaq Al-Ibadhi hanyalah

pembelaan terhadap kebenaran yang dikatakan oleh Mishlaq dan diyakini

oleh fuy-Syaf i, jauh dari berbagai perselisihan di antara keduanya terkait

masalah-masalah selain masalah ini.

Akan tetapi fu-Subki dalam Tltabaqat-nya menyampaikan bahwa

menurutnya tidak ada riwayat yang valid yang menyatakan fuy-Syaf i

mengatakan pertambahan dan pengurangan iman, meskipun dia tidak

menafikan perkataan fuy-Syaf i bahwa iman adalah ucapan dan amd

berdasarkan pemahaman generasi sdaf dari segi bahwa amal adalah bagian

dari pengertian iman. Akan tetapi, tidak adanyaamd,tidak mesti ketiadaan

iman. fu-Subki mengatakan, "Pandangan generasi salaf adalah yang dianut

oleh Imam fuy-Syaf i, Malik, Ahmad, Al-Bukhari, kdangan para imam

baik terdahulu maupun yang kemudian, mereka menyatakan bahwa iman

dapat bertambah dan berkurang kecudi Asy-Syaf i dan Malik. Adapun fuy-

Syaf i, tidak ada pernyataan yang dicatat darinya terkait pertambahan dan

pengurangan iman. Beberapa kalangan yang tingkat keutamaannya lemah

menyampaikan darinya bahwa dia mengatakan bahwa iman bertambah dan

berkurang, akan tetapi menurut kami ini tidakvalid sebagaimana kevdidan

pernyataan-pernyataan ny e. y ang terdapat di ddam madzhabnya." 2

Akan tetapi ungkapan fu-Subki -menurut pandangan kami- tidak

cukup kuat untuk membatalkan riwayat-riwayat yang disampaikan oleh

1 AdabAr-Syafit9z.

2 fu-Sabki, TbabaqatA:y-Syaf iylabAl-Kubra 1/66, Darul Ma'rifah, Beirut, tanpa mhun.

376 l& at ia*, Islam Menurut Empat Madzhab

orang-orang tepercaya seperti Ar-Razi, Mz-Dzahtbi, Al-fuhbahani, dan

lainnya, khususnya lantaran tidak ada suatu kendala bagi fuy-Syaf i untuk

mengatakan pertambahan dan pengurangan iman selama dia menerapkan

pemahaman generasi salaf ash-shdih dalam masdah ini. Lazim diketahui

bahwa masalah pertambahan terkait pembenaran dan amal memiliki

dalil pendukungnya dari Al-Qur'an dan sunnah. Penulis Ath-Thahawi

menghimpu n ayat-ayat, hadits-hadits, dan atsar-atsar yang menunj ukkan

pertambahan dan pengurangan iman. Kami sebutkan sebagiannya, yaitu

6rman Allah:

{v:Ju,!}. @ 6-t fri6,K5d"4r:tb

"Dan apabih dibacakan alat-ayat-Nld kepada mereha, bertarnbah

(huat) irnannya. " (Al-AnfaI: 2).

q. v'r : rr ) @ "rgd V'r$\ a-$i {rt i>}

"Dan Alhh ahan menambab petanjuh hepada mereka yang telah

rnmdap at p etunj u h. " (Maryamz 7 6) .

{rr ,;,rr}, @ qf';6-ti;f;j

i4gar orangyang beriman bertambah imannya. "(Al-Muddatstsir: 3l)

"*.t J e-L7l;['urili y3 A' ;{gi ii cit i

{ t 's,irr} @

"Diahh yngtehh rnenurunhan hetenangan he dahrn hati orang-orang

rnuhrnin untuk menambah keimanan atas keirnanan mereha (yanguhh

dla).' (Al-Fath:4)

Kemudian dia mengatakan, "Riwayat shahih dari Ammar bin Yasir,

dia mengatakan, "Siapeyangprda,dirinya terdapat tiga ini maka iman telah

sempurna; berlaku adil terhadap dirinya sendiri, berinfak dalam keadaan

susah, dan menyampaikan salam kepada orang dim." Imam Al-Bukhari

menyebutkan keterangan ini di ddam Shabih-nya."l

SlarhAth-Thahawiyah2g6,hadtts diriwayatkan olehAl-Bukhari dengan lafal seperti itu.

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr 377

Demikian pula, tidak didapatkan dari Asy-Syaf i suatu hal pun

terkait hubungan antara iman dan Islam, akan tetapi pengertian iman

menurutnya -sebagaimana yang telah dipaparkan di atas- menjadikannya

bersama kalangan yang dikatakan oleh As-Subki, "Mereka mengatakan iman

itu di hati dan lisan serta seluruh anggota badan. Mereka addah golongan-

golongan yang pding besar kapasitasnya dan paling banyak jumlahnya serta

kalangan yang paling terhormat, para ulama hadits. Lebih dari itu mereka

tidak membedakan antara iman dan Islam."r

Barangkali yang dimalsud oleh fu-Subki bahwasanya itu terkait

bila iman disebutkan secara terpisah dari Islam. Sebab, bila kedua kata ini

dihimpun maka tampaklah perbedaannya sebagaimana y^ng diungkap

dalam hadits Jibril saat datang menyampaikan penjelasan tentang Islam

yang tidak sama dengan penjelasannya tentang iman, meski ada keterkaitan

dari sisi hakikat masing-masing dari keduanya.

Kesimpulannya bahwa dalam hal Islam didampingkan dengan iman

maka ada perbedaan dengan bila masing-masing dari keduanya disebutkan

secara terpisah dari yang lain. Contoh Islam yang meruPakan iman adalah

seperti dua kalimat syahadat, salah satunya merupakan bagian dari yang

lain. Dengan demikian syahadat kerasulan bukan sebagai syahadat keesaan

Tirhan, karena keduanya merupakan dua hal terkait adanya., namun salah

satu dari keduanya berkaitan dengan yang lain dalam makna dan hukum,

seperti satu hal yang sama. Demikian pula Islam dan iman, tidak ada iman

pada orang yang ddak ada Islam padanya, dan tidak ada Islam pada orang

yang tidak ada iman padanya. Sebab, mukmin tidak lepas dari keislaman

yangpadanya terwujudlah keimanannya. Dan muslim pun ddaklepas dari

iman yang menjadikan keislamannya sah. Dan banyak lagi hal-hal lainnya

dalam kalam Allah dan Rasul-Nya serta dalam kalam manusia. Malsud

saya terkait tdanyasisi perbedaan secra tersendiri dan ada sisi kesertaan. Di

antaranya adalah lafal kafir dan munafik. Lafal kafir jika disebutkan secara

terpisah terkait ancaman akhirat, maka orang-orang munafik pun termasuk

di dalamnya. Seperti dalam firman Allah , "Barangsiapa hafr setehh berirnan

rnaha sunguh sia+ia arnal mereha dan di ahhirat dia termasuk orang'orang

yang rugi. " (Al-Maidah: 5)

I ThabaqatAsy-Syafiy1ah46.

378 @ eua"l Islam Menurut Empat Ma&hab

Dan banyak lagi yang serupa ini. Jika antara keduanya didampingkan,

maka orang kafir adalah orang yang menunjukkan kekafirannya, sementara

orang munafik addah yang beriman dengan lisannya namun hatinya tidak

beriman. Demikian pula dengan lafal bakti dan takwa, lafal dosa dan

permusuhan, lafal taubat dan istighfar, lafal fakir dan miskin, dan lafal-

lafal serupa lainnya. Adanya perbedaan antara Islam dan iman diperkuat

dengan firman Allah,

:.r,al ) GD riff rjj, srlti i skr :.6.1i 46

{rt

"Orang-orangArab Badui berhata, "I(ami tehh beriman." I{atakanlah

(htpfu rnereha), "I{Arnu. belum beriman, tetapi hatahanhh "I{arni tehh

tunduk Qs hm). " (Al-Huiurau 14)

Seandainya mereka munafik niscaya Allah menafikan Islam dari

mereka sebagaimana Allah menafikan iman dari mereka, dan melarang

mereka mengungkit-ungkit keislaman mereka, namun Allah menetapkan

keislaman bagi mereka, namun melarang mereka mengungkit-ungkitnya

kepada Rasul-Nya. Seandainya bukan sebagai keislaman yang sah, niscaya

Allah tidak berfirman kalian belum masuk Islam (tunduk), tapi kalian

berdusta, sebagaimana Allah mendustakan mereka terkait perkataan mereka,

"I{ami mengahai, bahwa enghau adalah Raral Alhh. " (Al-Munafiqun: 1).

Allah lebih mengetahui yangbenar." I

Jelas bahwa yang mengatakan ini menafikan bahwa yang dimaksud

dengan kami masuk Islam (tunduk) adalah kami melakukan hal-hal yang

tampak namun tanpa iman, dan mengambil pendapat yang kuat yaitu

bahwa mereka bukan mukmin dengan iman yang sempurna.

Jika masalah ini pada pokoknya berkaitan dengan pengertian iman

antara menjadikan amd sebagai bagian darinya, atau sesuatu yang terkait

dengannya. Adalah karunia Allah bahwa perbedaan antara Ahlu Sunnah

hanya berkaitan dengan lafd, ymg tidak berimplikasi pada perpecahan

mereka tidak pula membuat mereka dekat dengan golongan Murjiah yang

mengatakan, "Dengan iman maka dosa tidak berpengaruh sebagaimana

I SyarhAth-Thahauiy1ah30l,302.

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 379

dengan kekafiran maka ketaatan tidak berpengaruh." Diriwayatkan dari

Asy-Syaf i, "Tidak ada hujah terhadap mereka (yfui Murjiah) dengan

suanr ayat yang lebih telak daripada firman Allah:

',ji!i i$j li? $i 7't -rg'fi t'a$.

{.:+J}@ 4ibt

'Padahal rnereha hanya diperintah menyembah Alhh, dtngan ihhlae

menaati-Nya semata-matd harena (mmjaknhan) agama, dan juga agar

rnehksanakan shaht dan mmunaihan zahat; danyangdtmihian ituhh

agarna ldng luras (bmar). " (Al-Baryinah: 5)'

Ini tentang pengertian iman menurutAsy-Syaf i.S. Pengertian iman

ini mengandung penjabaran bagi ulama salaf sebelumnya dan tanda yang

cukup jelas bagi generasi yang datang setelahnya dan hendak berkomitmen

terhadap akidah yang jauh dari campuran-campuran perdebatan yang

mengotori.

Sifat-sifat Atlah

Orang yang melarang sahabat-sahabat agar tidak terlibat dalam

pembicaraan tentang kalam karena dia melihat ahli kalam termasuk

golongan yang mengabaikan *sebagaimana yang telah kami paparkan- dan

dialah yang memandang perdebatan hanya yang sesuai dengan tuntunan

dalam At-Qur'an dan sunnah -sebagaimana yang telah disinggung di atas-

maka tidak dapat dibayangkan selain bahwa dia sebagai sosok yang teguh

terhadap manhajnya ini saat berbicara tentang sifat-sifat Allah. Demikian

pula dengan sosok Asy-Syaf i. Dalam riwayat darinya disampaikan

ungkapan-ungkapan yang mengindikasikan sikapnya terkait masdah sifat-

sifat ketuhanan. Hal ini semakin jelas saat dia ditanya rentang hd iru dan

menjawab dengan terperinci dan terang.

Ddam mukadimah bukunya, Ar-Risahh, dia mengatakan, "Orang-

orang yang menungkapkan sifat-sifat tidak akan mencapai inti dari

keagungan-Nya yang sebagaimana dinyaakan-Nya sendiri, dan di atas yang

diungkapkan oleh makhluk-Nya."2

I Bara:Adabfu-$afir9.

2 Asy-Sf6'i,Ar-R*ahhS,tahqiq oleh Ahmad Syakir, 1939, DarAt-Ti.rrats, Mesir.

380 O aUa*r Islam Menurut Empat Madzhab

iY",;j;'7'

'rfj\\;'$di'{'

Rabi' bin Sulaiman meriwayatkan dariAsy-Syaf i, dia berkata, "Siapa

yang bersumpah dengan nama dari nama-namaAllah lantas dia melanggar

sumpahnya maka dia harus menunaikan kafarat, karena namaAllah bukan

makhluk. Dan siapa yang bersumpah dengan Ka'bah, Shafa, dan Marwah,

maka dia tidak perlu menunaikan kafarar, karena ini makhluk, sedangkan

yang itu bukan makhluk."r

Al-Baihaqi mengomentari pernyataan ini dengan mengatakan, "Dia

menetapkan sumpah dengan nama dari nama-nama Allah seperti sumpah

dengan Allah, dan siapa yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah

maka tidak ada kafarat baginya. Dengan demikian kita dapat menjelaskan

bahwasanya tidak dikatakan terkait nama-narna dan sifat-sifat Allah bahwa

itu sesuatu yang lain, akan tetapi dapat dikatakan sesuatu yang lain lantaran

sebagai makhluk."2

Jika dua pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa Asy-Syaf i meng-

ungkapkan rentang sifat Tirhannya dengan ungkapan yang dinyatakan

oleh-Nya sendiri, dan dia menolak penyerupaan sebagaimana dia pun

menolak pengabaian makna sebagaimana menurut pendapat yang dianut

oleh sejumlah golongan, maka jawaban fuy-Syaf i terhadap Pertanyaan

yang ditujukan kepadanya terkait masdah ini memperjelas ma&hab dan

kesalafiyahannya ddam hal ini.

Adz-Dzahabi mengatakan, "syaikhul Islam Ali bin Ahmad bin Yusuf

Al-Hakawi mengatakan di dalam bukunya, Aqidatusy Syaf''i; Abu Ya'la Al-

Khalil binAbdullahAl-Hafizh menyampaikan kepadakami, Abu Qasim bin

Alqamah Al-Abhari menyampaikan kepada kami, Abdurrahman bin Abu

Hatim menyampaikan kepada kami, Yunus bin Abdul Ala menyampaikan

kepada kami, aku mendengar Abu Abdillah fuy-fuy-Syafi'i saat ditanya

rentang sifat-sifat Allah dan yang diimaninya, dia berkata; Allah memiliki

nama-nama dan sifat-sifat sebagaimana yang terdapat dalam Kitab-Nya,

dan disampaikan oleh Nabi-Nya kepada umatnya, tidak ada seorang Pun

dapat berhujah untuk menyanggahnya, karena itu ada saat Al-Qur'an

diturunkan, dan terdapat ddam hadits-hadits shahih dari Rasulullah 6

yang mengucapkannya. Jika bertentangan dengan itu setelah hujahnya

Slnr A'hm An- Nubah' (10 I 19).

Ibid 10, catatan kaki halaman 19.

I

2

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 381

yang kuat disampaikan kepadanya, maka dia kafir. Adapun sebelum ada

hujahnya maka dia dimaklumi karena tidak tahu, lantaran ilmu tentang

hd itu tidak dapat diketahui dengan akal, tidak pula dengan penghayatan

dan pemikiran, sementara kami tidak mengkafirkan seorang pun lantaran

ketidaktahuan terhadapnya kecuali setelah sampainya riwayat kepadanya.

Kami menetapkan sifat-sifat ini dan mena6kan penyerupaan darinya,

sebagaiman a yang dinafikan-Nya sendiri dalam fi rman-Nya,

{rt:a.,,;Jr} @ igt'€ifrfr,:r, +$J4

'Tidik ada sesuatu ?an ldng serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha

Mendengar, Maha Melihat. " (Asy-Syura: 1l)r

Pernyataan di atas mengandung sinyalemen penting yaitu bahwa

sifat-sifat Allah dan penggambarannya tidak dapat dilakukan dengan akd.

Sebab, masuknya akal dalam masalah inilah yang menjerumuskan golongan

Musyabbihah hingga mereka membuat penyerupaan dan personifikasi. Di

mana mereka tidak menggambarkan sifat-sifatAllah seperti bersemayam dan

lainnya kecuali dengan bentuk fisik seperti bersemayamnya manusia sesuai

dengan pemahaman akal mereka. Demikian pula dengan kalangan yang

hendak menjauhi penyerupaan, mereka membangun penyucian mereka

berdasarkan bahwa sifat-sifat itu hanya sebagaiman a yangdigambarkan oleh

akal mereka terhadap makhluk, dan bahwa penyucian dilakukan dengan

takwil. Ini mengabaikan sifat hakiki pada Allah sebagaiman ayan1diungkap

dalam teks-tels Al-Qur'an dan sunnah.

Barangkali makna inilah yang dimaksud oleh Ibnu timiyah ddam

pernyataannya, "Masing-masing dari golongan yang mengabaikan makna

dan golongan yang membuat penyerupaan menghimpun antara pengabaian

makna dan penyerupaan. Adapun kalangan yang mengabaikan makna, yaitu

mereka tidak memahami dari nama-nama dan sifat-sifat Allah kecudi yang

sesuai dengan makhluk, kemudian mereka membuat penafian terhadap

pemahaman-pemahaman itu. Dengan demikian mereka menghimpun

antara penyerupaan dan pengabaian makna. Pada mulanya mereka membuat

penyerupaan namun kemudian akhirnya mereka mengabaikan makna.

I SiyarA'hmAn-Nubah' (10/79,80).

382 @ ef.ia"f, Islam Menurut Empat Madzhab

Ini merupakan penyerupaan dan pengumpamaan oleh mereka terhadap

pemahaman dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana pemahaman

dari nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, serta pengabaian maknayang

layak bagi Allah terkait narna-nama dan sifat-sifat yang sesuai dengan Allah.

Jika adayang mengatakan; seandainyaAllah di atas singgasana, maka tentu

Dia bisa jadi lebih besar dari singgasana, atau lebih kecil, atau sama, padahal

itu semua mustahil. Dan kdam lainnya yang sePerti ini. Sesungguhnya

tidak dapat dipahami terkait keberadaan Allah di atas singgasana selain yang

menetapkan adanya suatu fisik apa pun di atas fisik apa pun itu. Ketentuan

pasti ini mengikuti pengertian tersebut. Adapun bersemayam yang sesuai

dengan keagungan Allah dan khusus bagi-Nya tidak mesti berkaitan dengan

tiga hal yang semestinya tersebut, sebagaimanayang mesti berlaku pada

seluruh fisik.

Dengan demikian ini seperti perkataan orang yang menetapkan

penyerupaan, "Jika alam ini ada yeng membuatnya, maka bisa jadi itu

addah inti atau bukan inti. Sebab, tidak masuk akal ada wujud tanpa dua

hal ini. Atau perkataannya; jika Dia bersemayam di atas singgasana maka

itu serupa dengan bersemayamnya manusia di atas ranjang atau perahu,

karena bersemayam tidak dapat diketahui kecudi dengan sepeni ini. Masing-

masing dari dua pernyataan ini membuat penyerupaan, dan masing-masing

dari keduanya pun mengabaikan hakikat yang diungkap sendiri oleh Allah.

Yang pertama identik dengan pengabaian setiap sebutan bagi bersemayam

yang hakiki, sementara yang kedua identik dengan penetaPan bersemayam

yang merupakan ciri khusus pada makhluk."l

Seakan-akan dengan ungkapannya ini "karena ilmu tentang itu

tidak dapat dijangkau dengan akd, tidak pula dengan penghayatan dan

pemikiran," fuy-Syaf i mensinyalir sebab hakiki yang membuat golongan

yang mengabaikan makna dan golongan yang membuat personifikasi jauh

dari kebenaran terkait masalah sifat-sifat yang tidak diketahui kecuali dari

Allah melalui Rasul-Nya. Kami tidak menutup kemungkinan bahwa fuy-

Sya6'i bermaksud mensinydir bahwa benih-benih sikap terhadap sifat-sifat

ketuhanan ini dibuat dalam pemikiran Yahudi dan Majusi yang merupakan

IbnuTaimiyah,l l-AqidahAl-Hamaulyah Al-Kubra (439), terdapat pada juz pertama dariAr-RzsaiL

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... @ 383

pemikiran manusia dan warisan dari keyakinan-keyakinan yang tidak ada

dasarnya. Benih-benih sikap ini mendapatkan ruang untuk masuk ke

samudera Islam dan ada kalangan yang mengobarkannya serta membelanya.

Maka jadilah 

^payangterjadi 

dengan adanya golonganJahmiyah dan lainnya

yang menetapkan penyerupaan dan pengabaian makna yang sebenarnya.

Orang pertama yang menjadi sumber bahwa dia mengatakan pernyataan

ini, maksud saya pernyataan bahwa Allah tidak berada di atas singgasana

dengan sebenarnya, akan tetapi yang dimalsud bersemayam itu menguasai

dan semacamnya, pernyataan ini muncul pertama kali dariJa'd bin Dirham,

dilanjutkan darinya oleh Jahm bin Shafwan yang lantas memunculkannya,

maka kami nisbatkan pernyataan Jahmiyah kepadanya. Sementara Ja'd

mengambil pernyataannya dari Iban bin Sam'an, dan Iban mengambilnya

dari Thalut bin Akht Labid bin Atham, Thdut mengambilnya dari Labid

bin Asham Al-Yahudi fu -Sahir yang menyihir Nabi. Jad ini menurut riwayat

berasal dari Haran, dan di antara penduduk Haran terdapat banyak orang

dari kalangan Shaibah dan ahli filsafat, sisa-sisa penganut agama Namrudz

dari Kan an yang rahasia mereka diungkap dalam karya tulis di antara

ahli sejarah. Mereka menyembah bintang dan membangunkan gedung

untuknya. Pandangan mereka tentang Tirhan bahwasanya itu hanyalah

sifat-sifat negatif atau tambahan atau kombinasi antara keduanya."r

Jadi, fuy-Syaf i menyerukan untuk berpegang teguh dan mengacu

pada tels-teks Al-Qur'an dan sunnah terkait masdah sifat-sifat, dan sikap

yang diambil terhadap tels-teks ini adalah dengan tetap memberlakukannya

sebagaimana adanya tanpa tahvil atau membuat pemahaman tersendiri,

khusrsnya lantaran Rasul pun memerintahkan demikian sebagaim ene yang

diungkap ddam hadits-hadits, generasi sahabat dan tabi'in sepeninggd beliau

pun sepakat untuk menerapkan prinsip ini. Karena membuka pintu takwil-

takrvil akal berarti memunculkan kerancuan tanpa acuan yang mengaturnya

selama akal dengan berbagai buah pemikiran dan pembentukannya menjadi

penentu dalam masalah. Ini bertentangan dengan konsep dasarnya yang

menetapkan bahwa akal harus mengacu padaAl-Qur'an dan sunnah, bukan

sebaliknya. Allah merahmati Malik yang mengatakan, npakah begitu ada

orang yang datang kepada kita yang lebih unggul dalam berdebat daripada

I lbnuTaimiyeh,Al-A4idah Al-Hatnautiylah Al-Ifubra 435.

384 {E et ia*, Islam Menurut Empat Madzhab

yang lain lantas kita tinggalkan apa yang disampaikan oleh Jibril kepada

Muhammad lantaran perdebatan orang ini."r

fuy-Syaf i hanyalah seorang ulama salaf yang mengemban manhaj

tiga generasi terdahulu terkait ilmu dan pendapatnya. Maka tidaklah aneh

bila sikapnya merupakan perpanjangan dari sikap Malik dan sekaligus

sebagai perpanj angan dari sikap Abu Hanifah An-An-Ntiman sebagaimana

yang diungkap dalam penjelasan akidahnya.

AI-Qur' an Dinyatakan Sebagai Makhlul(

Barangkali di antara sekian banyakhal terkait sikap berbagai golongan

dan Ahlu Sunnah terhadap sifat-siht Allah adalah masalah AI-Qur'an

makhluk, lantaran masalah ini bermula dari pemahaman terhadap sif* kdam

bagi Allah. Terkait masalah kalam, umat terpecah ddam beberapa pendapat

yang dihitung oleh sebagian ulama hingga sembilan pendapat.2 Setiap

pendapat memiliki pandangan tersendiri terkait makna kalam, kemudian

pandangan-pandanga ini semuanya terhimpun dalam dua arah utama.

Pertama mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk yang diciptakan

oleh Allah sebagai makhluk yang terpisah dari-Nya. Pandangan inilah yang

digaungkan oleh golongan Mu'tazilah dan kalangan yang mengikuti mereka

didasarkan pada pemahaman akal terhadap ayat-ty^tyans berbicara tentang

sifat-sifat secara umum dan tentang makhluk secara khusus. Ini tampak pada

dalil-dalil yang mereka sampaikan. Kedua mengatakan bahwa Al-Qur'an

adalah kalam Allah yang sebenarnya bukan makhluk. Kalangan kedua ini

memahami kalam bahwa Allah senantiasa berbicara jika menghendaki dan

k"p* pun Dia menghendaki serta bagaimana pun yang Dia kehendaki, Dia

membicarakannya dengan suara yang terdengar dan jenis kalam tersebut

dahulu, meskipun suara tertentu ddak dahulu.3

Jika golongan Mu'tazilah berupaya untuk mengukuhkan pema-

haman mereka ini dengan kekuatan sebagaimaneyangterjadi terkait ujian

yang menimpa Imam Ahmad, maka pernyataan mereka ini tidak bertahan

lama, karena tidak didasarkan pada pemahaman yang hakiki terhadap

masalah sifat-sifat. Ulama sunnah berupaya memunculkan sikap generasi

Ibid 441.

Slarh Ath-Thahawi, ll3.

Ibid.

I

')

3

Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... g 385

salaf ash-shalih ddam masalah ini. Di antaranya adalah Ath-Thahawiyang

mengatakan dalam akidahnya, "Al-Qur'an adalah kalam Allah, dari-Nya

dimulai tanpa (diketahui) cara pengucaPannya, diturunkan-Nya kepada

Rasul-Nya sebagai wahyu, dan dipercayai oleh orang-orang beriman dengan

sebenar-ben{nya. Dengan demikian, siapa yang menyatakan bahwa AI-

Qur'an adalah kdam manusia maka dia telah kafir. Allah mengecamnya,

menistakannya, dan mengancamnya dengan neraka Saqar. Allah berfirman,

{rr:1,rr} @ ';:"A?L

"Kekk, Ahu ahan rnemasuhkannya he dakm (neraha) Saqar." (Al-

Muddatststuz 26)

Demikianlah Allah mengancam dengan neraka Saqar orang yang

mengatakan, "fni hanyahh perhataan rndnusiA," (Al-Muddaatsir: 25).

Maka kita mengetahui dan meyakini bahwa Al-Qur'an adalah perkataan

Pencipta manusia, dan tidak seruPa dengan perkataan manusia."r

Melalui pernyataan ini penulis Syarh Atb-Thahawi meraguktn

syubhat-syubhat kalangan yang mengatakan bahwa Al-Qur'an makhluk,

dengan pernyataan yang menyanggahnya. Kemudian dia mengatakan,

"Kesimpulannya, Ahlu Sunnah semuanya dari penganut emPat madzhab

maupun lainnya baik generasi terdahulu mauPun kemudian sepakat bahwa

kalam Allah bukan makhluk."

Adapun Ibnu Thimiyah mengatakan saat menjelaskan ahdahfrqah

an-najiyah (golongan yang selamat), "Termasuk mengimani-Nya dan

kitab-kitab-Nya adalah mengimani bahwa Al-Qur'an merupakan kalam

Allah yang diturunkan bukan makhluk, dari-Nya dimulai dan kepada-Nya

kembali, dan bahwaAllah mengucapkannya dengan sebenarnya, dan bahwa

Al-Qur' an yang diturunkan-Nya kepada Muhammad ini addah kalam Allah

yang sebenarnya bukan kalam yang lain. ndak boleh menyatakan secara

mutlak bahwaAl-Qur'an merupakan hikayat (penyampaian kembali) dari

kalam Allah atau sebagai ungkapan, akan tetapi jika manusia membacanya

atau menulisnya dalam mushaf-mushaf maka itu tidak membuatnya keluar

dari keberadaannya sebagai kilam Allah yang sebenarnya. Karena kalam,

I SyarhAth-Thahaui,ll2.

386 @ eua*, Islam Menurut Empat Madzhab

pada hakikatnya, hanya dinisbatkan kepada yang mengatakannya pertama

kali bukan kepada yang mengatakannya sebagai penyampai dan penyalur."r

Sedangkan Asy-Sya6'i, pendapatnya tentang Al-Qur'an makhluk

adalah sebagaimana pendapat para pendahulunya secara khusus Imam Abu

Hanifah dan Imam Malik. Dengan demikian mereka telah mengukuhkan

pendapat Ahlu Sunnah. Kemudian setelah mereka datanglah generasi seperti

Ath-Thahawi, Al-fuy'ari, Ibnu Thimiyah, dan lainnya yang memaparkan

kalam dalam hal ini sebagai perlawanan terhadap pemikiran Mutazilah

dalam masalah ini.

Asy-Syaf i menolak kalangan yang mengatakan bahwa Al-Qur'an

makhluk dengan menyatakan bahwa dia kafir. Rabi' bin Sulaiman

mengatakan, orang yang aku percaya menyampaikan kepadaku dengan

mengatakan, "Aku berada di majelis, lalu Hafsh Al-Fard berkata, 'Al-

Qur'an makhluk. Asy-Syaf i pun berkata, 'Engkau ka6r terhadap Allah

Yang Mahaag,rrg.""

Ketika ditanya tentang Al-Qur'an, Asy-Sya6'i menjawab, "Ufi 

"f

(ungkapan tidak suka), Al-Qur'an kalam Allah, siapa yang mengatakan

makhluk maka dia kafir."3

Al-Baihaqi mengomentari riwayat ini dengan mengatakan, "Setiap

orang di antara sahabat-sahabat kami yang tidak menyatakan kekafiran

golongan yang memperturutkan hawa nafsu di antara umat yang berkiblat

sama ini maka pernyataan generasi salaf terkait pengkafiran mereka dengan

ketentuan kafir tanpa mencapai kekafiran, yaitu yang diriwayatkan dari Ibnu

Abbas terkait tafsir ayat: "Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa lang

diruru.nhan Allah, maha mereha iahh ordng-orang hafir" (N-Mrardrtr M).

Malsudnya l<afir'amali yang tidak membuatnya keluar dari agama Isla.m."a

Thnpa melihat jenis kekafiran yang dinyatakan oleh Asy-Syaf i

terkait penilaian terhadap orang yang mengatakan bahwa Al-Qur'an

makhluk, maka adalah berdosa orang yang berpandangan demikian dan

dianggap termasuk dalam kalangan yang memahami masalah dengan akal

mereka padahal ketentuan pokoknya terkait masalah-masalah akidah harus

I Al-AqidahAl-Vasithiyyah95l,402,tetdapardalamMajmu'Ar-Ras'ail, jr;zpertrma.

2 Adab Ary-Syaf i I (194) , Siyar A'hm An-Nubah' (10 1 30) .

3 Al-Hi$ab (9 I I 13), S4ar A'hm An-Nubah' (l 0/ I 8).

4 Mdifat, s-SunanuaAl-Auar(llll4).

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...Itr 387

mengacu kepada para rasul dan petunjuk yang mereka sampaikan kepada

umat manusia.

Seakan-akan saar Asy-Syaf i mengatakan, "Allah menciptakan

makhluk hanya dengan perkataan iadildh sehingga iika jadihh, adalah

perkataan yang notabene 'makhluk' (ciptaan), maka seakan-akan makhluk

diciptakan dengan makhluk." I

Saya mengatakan, seakan-akan Asy-syaf i menyanggah kdangan yang

berhujah dengan 6rman Allah, 'Alhh Pmcipta segah sesil.dttt.'(.lu'Zuman

62). Al-Qur'an adalah sesuaru, maka dia masuk dalam keumuman segala

sesuatu, sehingga dia merupakan makhluk.

Dia menyanggah mereka untuk menjelaskan kepada mereka bahwa

makhluk terj adi karena perintah Allah, sebagaiman a, yangdapat dipahami

dari firman-Ny", *Ingathh, segah penciptaan dan perintah rneniadi hah-

Nlo.', (Al-Aras 54). Dh membedakan antara penciptaan dan perintah

yang seandainya perintah itu makhluk niscaya dia menjadi makhluk dengan

perintah yang lain, dan yang lain dengan yang lainnya lagi hingga tidak ada

batas akhirnya, namun ini tidak benar.

Ini menunjukkan bahwa Asy-Syafi',i mengatakan apa yang diyakininya

benar dalam masalah rersebut, sebagaimana dia pun menyanggah qmbhat-

syrbhat kalangan yang mengacu kepada yang batil, bahkan lebih dari itu

fuy-Syafi'i terlibat dalam perdebatan terkait masalah yang sama. Adz'

Dzahabi, Abu Nu aim, dan Ar-Razi menyampaikan riwayat yang semakna

dengan ini. Di sini kami paparkan teks Abu Nuaim lantaran lebih memadai

dan adanya tambahan darinya: Hasan bin Said menyampaikan kepada kami,

Zal<aiyaAs-Saji menyampaikan kepada kami, dia berkata, "Aku mendengar

Abu Syuaib Al-Mishri -Rabi' memujinya dengan pujian yang baik- dia

berkata, 'Aku hadir di majelis fuy-Syaf i sementara di sebelah kanannya

adaAbdullah binAbdut Hakam, dan di sebelah kirinya adaYusuf binzaid,

dan Hafsh At-Fard juga hadir.' Lalu dia berkata kepada Ibnu Abdul Hakam,

Apa yang engkau katakan rentang Al-Qur'an?'Aku mengatakan, 'Kalam

Allah.' Dia mempertanyakan, 'Tidak yang lain?'

Kemudian dia bertanya kepada Yusuf bin Amr yang lantas mengatakan

I SiyarA'hmAn'Nubah' (10/88)'

388 l& et ia"l Islam Menurut Empat Madzhab

seperti itu kepadanya. Orang-orang pun memberi isyarat kepadanyaagar dia

bertanya kepada Asy-Syaf i. Hafsh AI-Fard berkata, "'S7'ahai Abu Abdillah,

mereka mengalihkan kepadamu." Dia berkata, "Dia pun mengatakan

tinggalkan pembicaraan mengenai hal ini."

Mereka mengatakan, ldu dia berkata kepada fuy-Syaf i, 'hpa yang

engkau katakan tentang Al-Qur'an wahai Abu Abdillah?" Asy-Syaf i

mengatakan, "Aku katakan Al-Qur'an adalah kdam Allah, bukan makhluk."

Terjadilah perdebatan sengit di antara keduanya hingga Asy-Syaf i

mengkafirkannya. Hafsh Al-Fard bergegas pergi dengan perasaan marah

lantas aku menemuinya pada keesokan harinya di pasar ayam Mesir. Dia

bertanya kepadaku, "Engkau lihat apa yang dilakukan fuy-Syaf i kemarin

kepadaku? Dia mengkafirkanku." Dia mengatakan, kemudian dia bergegas

pergi. Namun setelah itu dia kembali dan mengatakan, namun lantaran ini

aku tidak tahu ada orang yang lebih tahu darinya.

Dalam riwayat Adz-Dzthabi disebutkan bahwa Rabi' mengatakan,

"Lalu aku menemui Hafsh yang lantas berkata, hsy-Syafi'i hendak

membunuhku."'r

Berbagai Perkataan Tercecer yang Diriwayatkan dari Asy-Syaf i dalam

Masalah-masdah La.in Terkait Akidah

Jika yang kami paparkan terkait masalah-masalah iman dan sifat-

sifat serta Al-Qur'an makhluk telah diungkap dengan jelas, maka karena

atsar-atsar dari Asy-Syaf i tentang hal ini sudah relatif cukup sebagai

penjelasannya, akan tetapi ada kutipan yang diriwayatkan darinya terkait

sebagian masalah akidah yang mensinyalir madzhabnya sebagai kesimpulan

bukan sebagai pernyataan. Barangkd i yang telah kami paparkan sebagian

darinya merupakan bagian dari pendapat yang jelas natnun disia-siakan oleh

berbagai kalangan seiring dengan perjalanan waktu dan semisdnya. Kami

akan mensinyalir hal itu dengan apayarng kami sebut sebagai perkataan-

perkataan yang tercecer.

Thkdir

Banyak pembicaraan tentang takdir pada masa fuy-Syaf i. Sebagian

kalangan mengambil sikap mengingkari, sementara sebagian yang lain

I Al-Hillah (9I|l2), SUarA'hmAn-Nubalz' (r0I32),Adzb Ary-Syaf i (r94,195).

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 389

mengambil sikap lain yang berlebihan dengan melepaskan manusia dari

segala kehendak. Tidak diragukan bahwafuy-Syaf i mengetahui pendapat-

pendapat ini. Kami telah memaparkan bahwa dia ditanya tentang orang

yang menganut paham Qadariyah, lantas dia menjawab, "Siapa yang

menetapkan kehendak pada dirinya sendiri maka dia Penganut Qadariyah."l

Rabi' meriwayatkan dari Asy-Syaf i bahwa dia tidak menyukai shdat di

belakang penganut Qadariyah.'? Al-Muzani mengatakan, Asy-Syaf i berkata,

"Kalian tahu siapa penganut Qadariyah? Penganut Q.adariyah adalah

yang mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan keburukan hingga dia

melakukannya."3

Dengan demikian dia juga mensinyalir golongan Mu'tazilah.

Sebab, terkait penisbatan keburukan kepada Allah mereka juga memiliki

pembicaraan tersendiri yang kesimpulannya menyatakan, keburukan tidak

dinisbatkan kepada Allah, karena menurut mereka keburukan addah dosa

dan kejelekan, sementara dosa dan kejelekan tidak dinisbatkan kepada Allah.

Demikian pula mereka berpendapat bahwa keburukan adalah jelek menurut

ketentuan dalam kebijal,rsanaan dan keadilan Allah Dalam hal ini mereka

pun memiliki pembicaraan panjangy{rgbukan di sini pembahasannya.a

Yang kita pahami bahwa fuy-Syaf i menghendaki Mutazilah dari

penyebutan Qadariyah, diperkuat pernyataan Rabi' yang mengatakan,

"Aku mendengar Muhammad bin Idris fuy-fuy-Syaf i berkata, 'Sungguh,

hamba menghadap Allah dengan segala dosa selain syirik addah lebih baik

baginya daripada menghadapnya dengan sesuatu yang berkaitan dengan

hawa nafsu. Ini karena dia melihat ada orang-orang yang terlibat dalam

perdebatan tentang takdir di depannya. fuy-Syafi'i berkata, "Dalam Kitab

Allah kehendak tanpa makhluk-Nya, dan kehendak merupakan keinginan

Allah. Allah berfirman, "Ddn engkau tidah dapat menghendahi (rnenempah

jahn iru) hecuali apablk dihehendahi Alhh, Thhan selurah ahm." (At'

Siyar A'hm An - Nuba h' ll 0 I 32).

Al-Hibah (9ltt4).

Al-Hibah (9ttt3).

Untuk lebih memperjelas terkait masdah baik dan buruk menurut Muktazilah, baca buku karya DR

Muhammad AI-Julainad; M*slkihhAl-KhairuaAsy-Synf Al-FikrAl-Islami (11208-224)'CeL l,

1977.

I

2

3

4

390 t& at ia*, Islam Menurut Empat Madzhab

T:rkn in 29) I Allah memberitahukan kepada makhluk-Nya bahwa kehendak

merupakan kewenangan-Nya, dan itu menetapkan takdir."2

Tentunya fuy-Syaf i tidak menafikan kemampuan dan keinginan

manusia, akan tetapi dia hanya hendak menetapkan bahwa Allah

menciptakan kehendak dan keinginan ini serta setiap perbuatan manusia.

Aku mengatakan, "Tentu, karena Ahlu Sunnah memiliki madzhab

sebagaimanayaLng disebutkan oleh Ibnu timiyah dalam perkataannya

"Hamba addah pelaku yang sebenarnya, dan Allah Pencipta perbuatan-

perbuatan mereka. Hamba ada yang mukmin ada yang kafir, ada yang

berbakti adayarng durhaka, ada yang shdat adayang puasa, dan hamba

memiliki kemampuan untuk melakukan amal-amal mereka dan keinginan

Allah sebagai Pencipta mereka dan Pencipta kemampuan serta keinginan

mereka, sebagaimana 6rman-Nya,

{r, - rr:,,;<,rr} @<"ifi

*(Yairu) bagi siapa di antara enghau yang mengbendaki menempuh

jalan yang lurus. Dan enghau tidah dapat menghendahi (menempuh

jakn itQ hecuali apabih dihehendaki Alkh, Tuhan seluruh Akm."

(At-Thkwirz 28-29).

Tingkat takdir ini didustakan oleh golongan Qadariyah pada

umumnya yang disebut oleh Nabi Majusi umat ini. Sementara kalangan

lain yang menganut penetapan kehendak bersikap berlebihan dengan

merampas kemampuan dan pilihan dari hamba, dan mengeluarkan dari

perbuatan-perbuatan dan hukum-hukum Allah berbagai hikmah dan

kemaslahat annya." Demikian pandangan mereka. Adap un yang ditetapkan

oleh Asy-Syaf i terkait takdir adalah pandangan pertengahan antara

Mutazilah dan Jabariyah sebagaiman e. yangterdapat dalam manhaj generasi

sdaf.

b. Pandangannya tentang Para Khalifah

Sudah lazim bahwa pemikiran Islam mengenal berbagai golongan

Al-Hibah(9lrt2).

Al-Aqidab Al-Vdsi thiyyah 405, jilid I deri Ar- RasaiL

L: Xia1 S i f- i,;6 r; @'#_ rt "{4 ;6 ;A

1

2

Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... tr$ 39r

yang mengingkari sejumlah khalifah yang mendapat petunjuk, sebagaimana

juga mengenal golongan-golongan yang mencaci Imam Abu Bakar dan

Imam Umar. Kami telah mensinyalir hal ini dalam bahasan sebelumnya.

Di sini kami menegaskan apa.yangtelah kami sinyalir saat kami membahas

tentang sikap Asy-Syaf i terhadap paham Syiah yang dituduhkan kepadanya.

Kami mengatakan, yang diriwayatkan dari fuy-Syaf i terkait masalah ini

adalah dia berpendapat bahwa manusia paling utama setelah Rasulullah 6

adalah keempat khalifah pengganti beliau.

Dalam riwayat lain darinya ada tambahan Umar bin Abdul Aziz

termasuk mereka sebagaimana menurut pendapat Sufran Ats-Tsauri. fuy-

Syaf i berkata, "Para khalifah itu lima; Abu Bakar, Umar, I-Itsman, Ali, dan

Umar bin Abdul lwiz."t Sufran Ats-Tsauri berkata, "Para khalifah; Abu

Bakar, Umar, (Jtsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz, sedrngkan yang

lainnya adalah penyerap (hanya mengikuti)."2

Diriwayatkan dari fuy-Syafi'i bahwa dia berkata, "Manusia yang

paling utama setelah Rasulullah adalah Abu Bakar, kemudian lJmar,

kemudian LJtsman, kemudian AIi."3

Bahkan fuy-Syaf i berpendapat bahwa mereka yang mencaci generasi

sahabat tersebut sesungguhnya Allah telah menetapkan mereka bersikap

demikian agar Allah memperbanyak pahala generasi yang mengikuti

petunjuk itu. fuy-Syaf i berkata, "Tidaklah Allah mengarahkan mereka

yang berbincang-bincang tentangAli dan tentangAbu Bakar dan LJmar serta

sahabat-sahabat Nabi yang lainnya melainkan agarAllah tetap mengalirkan

pahala kebaikan bagi mereka sementara mereka sudah wafat."a

Saya tidak perlu menegaskan bahwa sikapnya ini adalah juga sikap

generasi salaf sebelumnya serta Ahlu Sunnah seluruhnya.

c. Tenang MelihatAllah

Meskipun adatyat-ayat dan hadits-hadits yang terkait bahwa orang-

orang beriman pada Hari Kiamat dapat melihat Tuhan mereka, namun

ada kdangan yang memungkirinya, yaitu dari sejumlah golongan karena

AdabAsT-S1af I, t89.

Ibid, 191. Dengan demikian ada keselarasan dengan yang diriwayatkan oleh I'hmaddalam Mwnad-

nyr (41 27 3) dari Hudzaifah

Al-Hibah (9lrt4).

rbid.

I

2

5

4

392 @ eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab

menakwilkan atau memungkiri sebagian dari apayang terdapat dalam teks-

tels syariat dan atsar-atsar didasarkan pada penetapan akal sebagai Penentu

dalam masalah. Kdangan yang mengingkari ru'yah (melihat Allah pada

Hari Kiamat) dengan alasan bahwalogika menilai hal itu mustahil, sehingga

perlu ditakwilkan lebih lanjut. Akal manakah yang dapat dijadikan sebagai

acuan untuk menilai terhadap AI-Qur'an dan sunnah!!"r

Diriwayatkan dari Asy-Syafi'i bahwa dia mengatakan terkait

masalah tersebut yangjugamerupakan bagian dari madzhab Ahlu Sunnah

terkait sanggahan terhadap kalangan yang memungkiri ru'yah. "Al-

Muzani menyampaikan kepada kami dengan mengatakan; Abu Haram

memberitahukan kepada kami, dia berkata, fuy-Syaf i berkata, "Di ddam

Kitab Allah: "sekali-hali tidak. Sesungguhnya rnereka pada hari iru benar-

b enar terhakng dzri (me li hat) Tuhannya, " (Al-Muthaffifin: I 5), merupakan

indikasi bahwa hamba-hamba yang dikasihi-Nya dapat melihat-Nya sesuai

dengan sifat-Nya."2

Lebih dari itu, saya menghendaki pemaparan perkataan-perkataan

yang tercecer ini hanya untuk menegaskan bahwa dalam manhajnya terkait

bahasan-bahasan akidah fuy-Syafi'i membangun garis acuan berdasarkan

pemahaman generasi salaC dan diterapkannya dengan dipandang sebagai

brgr* dari manhajnya seciua umum dalam pengamalan teks-teks syariat dan

pengimplementasiannya. Penerapannya secirra konsisten terhadap manhaj

ini tampak pada riwayat-riwayat yang disampaikan darinya meski dengan

ada perbedaan pada benruknya sebagai jawaban atas pertanyaan, sebagai

sanggahan terhadap lawan debat, atau sebagai nasihat bagi pengikut, baik

atsar ini panjang maupun pendek, global maupun terperinci. Ini merupakan

bukti kepedulian seorang ulama terhadap 

^p^ 

yang diambil dan apa yang

ditinggalkannya. Sungguh, dia benar-benar mewariskan di antara sahabat-

sahabat dan murid-muridnya karya yang bagus dan arahan yang lurus.

Buku-buku Akidah yang Dinisbatkan kepada Asy-Syaf i

Telah masyhur di antara para ulama penisbatan sebuah buku

kepada Asy-Syaf i dengan )udul hs bat An-Nu buwwab wa Ar- Radd'a h Al-

Al-Aqidah Al-Hamawiyyah Al-K*bra 440, jilid, l, Majmu' Ar-Ras' ail.

Al-Hibah (9ttt7).

I

)

Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 393

Barahimah,l meskipun kami tidak menemukan nukilan-nukilan darinya

terkait buku-buku terkini yang ada pada kami dari masaAsy-Syaf i. Namun

penisbatan ini didukung sejumlah buku tentang indek dan ensiklopedia

para penulis buku.

Akan tetapi persoalan janggel adalah adtnya buku cetakan yang

dinisbatkan kepada Asy-Syaf i, namun saya tidak menemukannya di

tempat yang semestinya, setelah lama melakukan pencarian. Buku tersebut

merupakan risalah kecil yang mengandung sebutan Fiqh AlAhbar (frL<rh

besar) karya Imam fuy-Syaf i, dicetak mengiringi Fiqh Al-Ahbar karya

Imam Abu Hanifah, tahun 1324 H di Percetakan fuy-Syarqiyyah Mesir.

Barangkdi ada gunanya bila kami menyampaikan paparan singkat terkait

kandungan risalah ini, kemudian kami menyampaikan pendapat kami

terkait penisbatan ini.

Buku tersebut dimulai dengan kalimat: "Segala puji bagi Allah Tirhan

seluruh alam. Shalawat dan salam-Nya kepada Sayyidina Muhammad,

keluarga beliau." fu-Sayyid Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris

Ary-A"y-Sy"f i (mengatalan), "Di sini adalah bahasan yang di dalamnya kami

paparkan tentang masalah-masalah yang mencuat terkait pokok-pokok agama

yang harus diketahui oleh mukdlaf. Kami menyebutnya Fiqh Al-Akbar,

namun kami tidak membahasnya sesra panjang lebar dengan maksud agar

mudah dipahami oleh kalangan pemula, semoga Allah merestui.

Semoga Allah membahagiakan kalian, ketahuilah bahwa setiaP

mukallaf diperintahkan untuk ma'rifah kepada Allah. Makna ma'rifah

(mengenal) adalah hendaknya dia mengenal yang diketahuinya sebagaimana

ed,anya. tanpa ada sesuatu pun dari sifat-sifat yang diketahui yang

tersembunyi. Dengan dugaan dan taklid tidak akan tercapai pengetahuan

dan ma'rifah, karena makna dugaan adalah memungkinkan dua hal,

sementara makna taklid adalah menerima orang yang tidak mengetahui

apa yang dikatakannya dari mana dia mengatakan, dan itu bukan sebagai

pengetahua


Related Posts:

  • akidah islam 4 mazab 10 nyatakanbahwa di majelisnya dikatakan, tidaklah orang-orang menghindar dari Alimelainkan karena dia tidak mempedulikan siapa pun. Asy-Syaf i berkata,"Pada dirinya terdapat empat prilaku yang tidaklah satu perilaku darin… Read More