mengalihkan pembicaraan lebih jauh pada
bahasannya, sebagaimana yang kami paparkan terkait manhaj kami pada
permulaan pembicaraan tentang Imam Malik. Adapun kami meringkas
pendapat-pendapatnya terkait akidah, itu merujuk pada dua sebab:
PertamA minimnya hal-hal yang diriwayatkan darinya dalam kontela
ini jika dibanding dengan yang lain, khususnya lantaran bukunya atau
risalahnya terkait hal ini telah hilang sebagaiman ayangtelah kami sebutkan.
Kedua, kami di sini membahas penerapan manhaj Malik yang
cukup jelas melalui rencana-rencana dan langkah-langkahnya yang telah
kami sampaikan. Dengan demikian cukup disinyalir seperlunya tanPa
membahasnya secara panjang lebar. Selama PeneraPan itu berkisar dalam
batas-batas manhaj umum dan sesuai dengan pendapat-pendapat generasi
sdaf terkait masalah-masalah ini. Dengan demikian, peringkasan di sini
memang dimaksudkan, sementara penjelasannya atau bahasan mendasarnya
I Baca buku karyaAbu Zahrah, Malikl56.
'KqEci+i;
314 @ eUa*r Islam Menurut Empat Madzhab
dapat dilihat pada bahasan-bahasan yang telah kami paparkan di atas, serta
sumber-sumber yang menjadi rujukan kami.
Saya tidak menyembunyikan kesulitan dalam meringkas masalah-
masalah yang berkaitan dengan kehidupan Malik, akan tetapi saya pun
mengira bahwa saya memiliki kekurangan dalam mengungkap hakikat-
hakikat kehidupannya dari satu sisi, dan dari sisi lain sebagaimana banyak
bahasan dan kajian lainnya membutuhkan penjelasan pada segi ini.
Saya berharap telah menyampaikan penjelasan yang sebaik-baiknya
terkait kesalafiyahannya dalam manhaj umum dan juga dalam akidah. Itu
karena orang yang menghimpun ini dengan berbagai upaya Imam Abu
Hanifah dan juga yang akan disampaikan terkait Imam fuy-Syaf i dan
Imam Ahmad, maka dia mengetahui tugas yang dilakukan oleh mereka
dalam menjaga akidah salafiyah dalam menghadapi arus-arus perdebatan
dan penyimpangan. Dengan demikian terpenuhilah bagi orang-orang yang
datang setelah mereka untuk mengambil darinya, dan menjadikannya
sebagai rujukan pada waktu-waktu di mana kebutuhan terhadap itu lebih
mendesak daripada waktu yang lain.
C. Imam Asy-Syafi'i
Pertumbuhan dan Perkembangan Kehidupannya
trdapat berbagai sumber sejarah terkait kehidupan Imam Asy-Syaf i,
dan sumber-sumber itu ada yang ringkas dan ada yang cukup terperinci, dan
sebagiannya meskipun ditulis sebagaimana buku-buku tentang keutamaan
dan tingkatan generasi ulama namun kebanyakan dari keseluruhannya
ditulis dengan cermat terkait riwayat dan perhatian terhadap sanad serta
matan yang diriwayatkan sekaligus. Ini karena kebanyakan dari orang-orang
yang menulis tentang fuy-Syafi'i -khususnya mereka yang memfokuskan
diri untuk menulis buku tentang fuy-Syaf i secara khusus- dari kdangan
ulama hadits dan para ahli sejarah yang tepercaya serta ulama fikih, atau
cukup kami sebut nama-nama seperti Abu Abdillah Al-Hakim, Syaikh Abu
Ntiaim Al-fu hbahani, Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu fu akir Ad-Dimasyqi,
Al-Fakhrurrazi, fuy-Syams Adz-Dzahabi, At-Taj fu-Sabki, Ibnu Katsir Al-
Qurasyi, Ibnu Hajar Al-fuyqalani, dan banyak lagiyanglainnya.r
1 Untuk memperjelas tentang buku-buku mereka dan tentang ulama lainnya yang menulis biografi Asy-
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lf 315
Jika mereka dan kalangan lainnya yang damng setelah Ibnu Abi
HatimAr-Razi (tahun 327 H) dijadikan sebagai acuan lantaran datanglebih
dulu, dan karena termasuk ulama hadits yang juga berkecimpung dalam
pengoreksian dan pelurusan riwayat hadits, maka saya mengamkan, jika
perkaranya demikian, maka itu ddak menafikan bahwa mereka dan ulama
tepercaya lainnya telah menyeleksi riwayat-riwayat dan mencermatinya,
dengan demikian kita men-riliki keilmuan mumpuni untuk menukil dari
mereka pendapat-pendapat Imam fuy-Syaf i terkait akidah, lebihJebih
terkait masalah-masalah lainnya.
Kami tidak memiliki agenda unnrk menaruh perhatian pada penulisan
sefiap masalah yang terdapat dalam buku-buku ulama itu yang secara khusus
berkaitan dengan detail-detail kehidupan fuy-Syaf i. Namun kami cukup
mengetahui tentang Asy-Sya6'i secara ringkas yang dapat mengantarkan
pada pengungkapan kami terhadap pembentukan keilmuan, interaksinya
dengan pemikiran pada masanya, dan sikapnya terhadap ilmu kalam saat
itu, kemudian pembicaraannya sendiri tentang akidah, demikian pula karya
tulis ilmiah yang dinisbatkan kepadanya.
Sesuai dengan manhaj yang selaras dengan kajian kami yang
memfokuskan perhatian pada pendapat-pendapatnya terkait akidah
dan manhajnya dalam membahas masalah-masalahnya ini, maka saya
mengatakan, kami akan mengambil pendapat kuat berkaitan dengan nasab
dan perkembangannya, kondisi-kondisi kehiduPannya, dan tahapan-
tahapannya secara umum.
Hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjebak dalam bahasan yang
berlarut-larut terkait masalah-masalah yang tidak terrnasuk dalam agenda
kami dari satu sisi, sebagaimana karena masdah-masdah itu telah dibahas
oleh ulama yang berkompeten di sisi lainnya.r
Nasabnya
Dia adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin
Sya6'i, baca buku karya Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Hatim Ar-Razi (327 H) bcriudul
U"OA"y-Syotri wa Manaqibuhu (l l, l2), pengaruar tahqiq olehSyekhAbdul Ghani Abdul Khaliq,
Cet. l, I 9 53, Maktabah At-Tirras, Alcppo' Suriah.
I Dalam hd ini kami menyebutkan nama Slaikh Abu Zahrah dalam bukunya" Aq-q$i HaYa*hu ua
',4sbruhu, Ara'ubu wa Fiqhufu,1994 Darul Fikr A.l-Arabi, Mcsir. Sebagimura katni menyebutkan
nama Abdul Ghani Ad-Daqar, ,4.r7 -qaf i, D$ul Qalelr.i,. Beirut, Sibihh A'hm Al-Muslimin, 197 5 ,
&n banyak lagi karya tulis ilmiah lainnya di berbagai perguruan tinggi.
316 S eUarn Islarn Menurur Empat Madzhab
Asy-Syaf i bin fu-sa'ib bin Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim bin Abdul
Muththalib bin Abd Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab
bin Luay bin Ghalib.t
Inilah nasab fuy-syaf i menurut mayoritas ulama tePercaya. Sungguh
tidak relevan pendapat kalangan yang mengatakan bahwa dia tidak
bernasab Quraisy, akan tetapi dia bernasab Quraisy lantaran perwalian'
Ini mengingat, kakeknya adalah rnaula (budak) Abu Lahab, namun Umar
tidak mengaitkannya dengan para maula Quraisy, namun kemudian Usman
mengaitkannya dengan mereka.2
Adapun ibunya berasd dari suku Azad, dia berasal dari Yaman, bukan
Quraisy sebagaimana yang diklaim oleh sebagian kalangan dan mereka
fanatik terhadap itu dengan mengatakan, yaitu Fathimah binti Abdullah
bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Pendapat yang kuat adalah bahwa dia
berasal dari suku Azad sebagaimana yang dinyatakan dengan jelas dalam
riwayat yang disampaikan dari fuy-Syaf i sendiri.3
Tempat d"" T""S"l L,ahirnYa
Telah disepakati bahwa kelahiranya adalah pada tahun 150 Hijriyah,
yaitu tahun yang sama wafamya Imam Abu Hanifah An-An-Numan.
Adapun tempat kelahirannl'a menurut sejumlah riwayat yang berbeda-
beda mulai dari Yaman , Ghuzah di Syam, hingga fuqalan. Perbedaan ini
berkaitan dengan kepergian ibunya dengan membawanya ke Makkah
apakah itu terjadi setelah dua tahun (dari kelahirannya) sebagaimana'y^ng
diungkap dalam satu riwayat atau setelah 10 tahun sebagaimana diungkap
dalam riwayat lain, namun kedua-duanya berasal dari fuy-Syaf i sendiri.
Akan tetapi Adz-Dzahabi menghimpun di antara riwayat-riwtyat yanr
ada dan menggabungkan pendapat Ibnu Hajar padanya di mana tampak
bahwa pendapatnya yang menyarakan aku lahir di Yaman maksudnya
ffiuhammadbinAhmadbinUtsman,wafattahun748H),S|ar|,hn
,4n-Nubah' (tOl:), otqiq oleh Muhammad NaimAl-fuaqsusi, Cct. I (1402/1982), MuassasahAr-
Risdah, Bcirut.
Untukmembuktikan klaim ini baca buku karyaAl-Fakhrfu-Razi dengan judulManaqibAry-S7dfi
(87), cet. 1, Kairo. Abu Z ahrah, As\-$af i Ha\a*hu ua
"4shtubu,16,
Darul Fikr Al-fuabi, 1944,
Mesir.
Untuk menambah penielasan mengcnai hal ini baca buku karya Tajuddin As-Sabki, Thzbaqat Asy. '
Slaf iyah I t lo0- foZ, C"t. r , O"r,it Maiifah, Beirut, tanpa tahun. Baca ptio' SilarAhm An'Nubah'
(10/lo).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 3r7
adalah aku tumbuh besar di Yaman. Dengan demikian yang menghimpun
semua pendapat adalah dia lahir di Ghazzah fuqalan, dan begitu berusia 2
tahun ibunya membawanya pergl keHijazdan mempertemukannya dengan
kaumnya yang berasal dari Yaman, karena ibunya berasal dari Azad, lalu
ibunya tinggal di antara mereka. Begitu berusia l0 tahun, ibunya khawatir
terhadap nasabnya yang mulia; jangan sampai terlupakan dan terabaikan,
maka ibunya membawa Asy-Sya6'i ke Makkah.t
Kondisi-kondisi yang Menyertai Perkembangannya
fuy-Syafi'i merasakan pahitnya hidup tanpa seorang ayah saat dia
masih kecil, dan bahwasanya dia tumbuh dalam keluarga yang miskin,
bahkan kemiskinannya ini memiliki keterkaitan dengan pekerjaan yang
dijalaninya dan juga sebagai sebab ujian yang menimpanya.z
Akan tetapi kondisi-kondisi in bukan sebagai halangan bagi fuy-
Syaf i untuk menggapai ilmu sebagaimana bukan pula menjadi titik lemah
baginya, akan tetapi dalam riwayat dari Asy-Sya6'i dinyatakan bahwa dia
berkata, "Aku yatim dalam asuhan ibuku, sementara ibuku tidak memiliki
sesuatu ("p"h) untuk diberikan kepada guru, narnun guru memperkenankan
aku mengikuti pelajarannya saat dia sudah beranjak dari majelisnya. Setelah
aku menamatkan Al-Qur'an, aku masuk masjid dan saat itu aku dapat
berada di majelis-majelis ulama, aku menghafal hadits atau permasalahan
yang dibahas. Rumah kami di Makkah berada di perkampungan Khaif.
Aku memanfaatkan tulang untuk dijadikan sebagai papan tulis. Aku pun
menulis hadits atau permasdahan padanya. Kami mempunyai kantong kulit
yang sudah usang, dan begitu tulang papan tulis itu sudah penuh dengan
tulisan maka aku memasukkannya ke dalam kantong."
Berbagai riwayat yang ada mengungkapkan hal-hal semacarn ini yang
dimuat dalam buk-buku tentang tingkatan generasi ulama dan perjdanan
hidup mereka.3
Thhapan-tahapan Kehidupannya
Kehidupan yang dijalaninya berkisar di antara Makkah, Madinah,
I SiyarA'lamAn-Nubak' (10/10),catatankaki.
2 AbuZahrah,Asl-Syaf iZt.
3 Abu Nuaim,Al-Hibah (9173), IbnulJauzi, Sh;fat,ash-Shaftuah (2ll4l), Ar-Raz|AdabAsl-S1afi(24).
3r8 {& eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
Baghdad, dan Mesir, di mana dia menghadap Tuhannya pada- tahun 204
Hijriyah, dengan sedikit perbedaan di antara para ahli sejarah terkait masa-
masa dia menetap dan pindah dari satu negeri ke negeri lain. Ada kalangan
yang menyatakan bahwa dia datang ke Baghdad dua kali, tahun 195 H dan
198 H. Akan tetapi Adz-Dzahabi dalam ,*-Siyar menyalahkan pendapat
ini dan dia menyatakan bahwa dia datang pada kali pertama pada tahun
80-an Hijriyah.t
Demikian pula terkait keluarnya ke Mesir menurut sejumlah pendapat
yang dinyatakan kuat berkisar di antara tahun 198 H, 199 H, dan 200 H.2
Tidak ada perbedatn yang diungkap terkait keluarnya ke Yaman untuk
bekerja.
Akan tetapi itu semua sebagai berita gembira bahwafuy-Syaf i hidup
di Makkah dan memberi fatwa di sana, dan hidup di Madinah serta belajar
dan menghafal di sana, juga hidup di Baghdad dengan berbagai perdebatan
yang terjadi di sana, dan fuy-Syaf i pun mengetahui arus-arus pemikiran
di majelis-majelis ilmu di sana. Kemudian dia juga menekuni pekerjaan
di Yaman dan berintera}si dengan orang-orang di sana dengan berbagai
pandangan dan pemikiranyangberkembang di antara mereka. Kemudian
dia pindah ke Mesir dan di sana terdapat para ahli fikih dan ulama yang
membuatfuy-Syaf i dapat mengambil pelajaran dari mereka sekaligus dapat
mengamalkan ilmunya kepada orang lain. Tidak salah tentunya bila Asy-
Syaf i mengambil manfaat dari keadaan itu sementara dia sendiri sebagai
orangyang menyukai pembahasan terhadap hakikat dan bersikap tawadhu
dalam ilmu. Di setiap tahapan kehidupannya Asy-Syaf i mempelajari
pelajaran, pengalaman, dan manhaj sebagaimana terungkap dengan jelas
dalam berbagai karya tulisn ya y
^ngterdapat
di Perpustakaan Al-Islamiyy"h.
Dengan demikian, tahapan-tahapan kehidupannya -tanpa masuk
dalam detail-detailnya- secara keseluruhan menggambarkan pencapaiannya
pada tingkat kematangan dan kejeniusan yang sulit dibayangkan bila
pencapaian pada masanya itu tanpa memiliki pandangan dan pendapat
terkait segala permasalahannya yang mencuat.
Siyar A'lam An-Nubah' (10 I 50).
AdabAsy-Syaf i(70),Az-Zaral{i(Khairuddin),ll-A'hn(61241),SiyarA'lamAn-Nubah'(10150).
I
)
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... 6 319
Asy-Syaf i dan Jalan Menuiu Keifmua',
IangkahJangkah orang terdidik ddam meniti jdan ilmu pengetahuan
sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi bimbingan dalam pengajaran
menuju suatu bidang ilmu. Sebagaimana juga dipengaruhi oleh kondisi-
kondisi kesiapan diri penuntut ilmu itu. Jika Allah menganugerahkan
kepadanya kemampuan-kemampuan dan bimbingan yang baikyang dapat
menjamin perkembangannya dan pembawaan dirinya yang mantaP di jdan
ilmu pengetahuan, maka dia pun dapat menggapai ilmu seluas-luasnya, dan
ilmu padanya pun memiliki prospek dan dinamikanya.
Allah telah menganugerahkan Imam fuy-Syaf i bimbingan yang baik,
guru-guru (syaikh) yang memiliki keutamaan, di samping kecerdasan dan
kepekaan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Dengan demikian kesalsian
yang didapatkannya dari ulama pada masanya dan ilmu yang diamalkannya
merupakan suatu bentuk pengukuhan keilmuannya secra fundamental dan
juga terkait bahasan-bahasan yang berkaitan dengannya.
l. I-angkal' Awd Menuiu Keilmuan
Pada masa kecilnya, Imam Asy-Syaf i mempelajari ilmu dengan
beberapa variannya, dan barangkali itu masih ditambah lagi dengan
kelebihan yang dimilikinya secara pribadi pada masanya. Dia menghafal
Al-Qur'anul Karim dan menyelesaikan hafalannya saat masih belia. Lazim
diketahui bahwa Al-Qur'an meluruskan pengucapan lisan dan membuat
penghafalnya paham, lebih-lebih terkait konsistensi perilaku dan stabilitas
kepribadian yang terbentuk oleh Al-Qur'an.
Setelah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an, dia berdih menghafal
hadits-hadits Rasulullah ffi. Dia melakukannya dengan penuh antusiasme
sangat tinggi. Dia mendengar, kemudian mencatat segdayang diperolehnya
di berbagai media, seperti pelepah kurma atau kulit binatang.r
Diriwayatkan dengan valid darinya, dia mengatakan, 'Aku yatim
dalam asuhan ibuku, sementara ibuku tidak memiliki sesuatu (upah)
untuk diberikan kepada guru, namun guru memperkenankan aku
mengikuti pelajarannya saat dia sudah beranjak dari majelisnya. Setelah
aku mengkhatamkan AI-Qur'an, aku masuk masjid dan saat itu aku dapat
I AbuZahrah,Aq-Syf ilS, DarulFikrAl-Arabi, 1978.
32O lD aUa"l Islam Menurut Empat Madzhab
berada di majelis-majelis ulama, aku menghafal hadits atau Permasalahan
yang dibahas. Rumah kami di Makkah berada di perkampungan Khaif,t
Aku memanfaatkan tulang unruk dijadikan sebagai PaPan tulis. Aku pun
menulis hadits atau suatu pembahasan padanya. Kami mempunyai kantong
kulit yang sudah usang, dan begitu tulang papan tulis itu sudah penuh
dengan tulisan maka aku memasukkannya ke dalam kantong."2
Demikian pula, fuy-Syafi'i merasa perlu untuk menguasai bahasa
Arab sebagai bahasa AI-Qur'an dan jalan ilmu. Hal ini didorong oleh
keinginannya untuk menghindari dari apa pun yang berasal dari asing
yang rda pada saat itu, disebabkan perbauran orang-orang asing dengan
orang-orang Arab di berbagai kota dan negeri. Maka dari itu dia pergi
ke daerah peddaman dan tinggal di sana ddam beberapa tahun hingga
lidahnya dapat berbahasa Arab dengan baik dan menghafal banyak ryair.
Bahkan hafalannya terhadap syair-syair Bani Hudzail dan riwayat-tiwayat
tentang mereka hingga membuatnya menePai tingkatan Al-fuhmu i dalam
bahasa. Al-fuhmu i mengarakan, 'Syair-syair Hudzail dikoreksi oleh seorang
pemuda dari Quraisyyangdipanggil dengan narna Muhammad bin Idris."3
Asy-Syaf i menguatkan hal ini dalam perkataannya: "Aku adalah
seorang penulis syair, maka aku pergi ke daerah-daerah pedalaman, aku
mendengar dari mereka, lalu aku datang ke Makkah. Lalu aku keluar
dengan menyampaikan ryair peddaman."a Dalam riwayat yang sama dia
menyatakan bahwa disarankan untuk tidak menddami syair, akan tetapi
beralih ke 6kih lantaran fikih sebagai jalan keluhuran dan ketinggian. Akan
tetapi ini tidak membuatnya tidak pergi ke peddaman unruk memperbagus
penguasaan bahasanya dan menjaga lidahnya dari pengaruh asing yang
telah menyebar sebagaimana yang diungkapkannya dalam perkataannya,
"Tidaklah manusia itu bodoh tidak pula berselisih melainkan lantaran
mereka telah meningg"lk* bahasa Arab dan justru condong ke bahasa
Aristoteles."s
Tempat di Mina.
x-lor;,,e,a"0*ys1otr'iwaManaqibuht24, tahqiqAMul GhaniAbdul Khaliq, MaktabahAt-Tirras
Suriah, 1953.
Abu Zrtr ah, Asy - 51 af i (l 9).
Siyar A' hm An- Nuba h' (l 0 I 85).
fu-Suyuthi, Shaun Al-Manthiq wa Al-I{ahm hn Fazn Al-Manthiq wa Al-IQkn I 5, tahqiq oleh Dr.
Ali Sami An-Nasysyar, 19 47 .
I
)
3
4
,
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr 321
Adapun tentang kebiasaan-kebiasaan yang dipel ajarinya. sebagai
pelengkap kepribadian addah memanah, dan dia sangat bersemangar dalam
belajar memanah sebagaimana semangatnya ddam memahami bahasafuab
di samping memanah juga sebagai tunrutan syariat Islam.
Dia menyatakan, "Kegemaranku ada pada dua hd; memanah dan
mencari ilmu, hingga dalam hal memanah aku dapat membidik 10 sasaran
dari 10 sasaran." Periwayatnya, yaitu Umar bin Sawad, mengatakan, "Dia
tidak berkomentar terkait ilmu, maka aku katakan kepadanya, 'Engkau,
demi Allah, membuat pencapaian dalam ilmu melebihi yang engkau capai
dalam memanah."r
Di dalam berbagai buku disebutkan tentang kepiawaian semacam
ini hingga dinyatakan bahwa dia minum air Zamzam untuk menopang
uptytnye.tersebut, sebagaimana dia pun sering berdiri di panas terik untuk
hal itu hingga tabib mengkhawarirkannya akan terkena penyakit TBC.
Perhatian semacam ini terungkap dengan jelas dalam tulisannya tentang
memanah dalam buku Al-Umm.2
Itulah langkahJangkah pertama yang dilakukan oleh fuy-Syaf i untuk
menggapai ilmu, yaitu pembekalan diri dengan yang pokok (Al-Qur'an dan
sunnah) kemudian antusiasme terhadap bahasa pemahaman dan penjelasan,
tanpa membuamya terpisahkan dari kesiapan ddam menghadapi kehidupan
fuab dengan tradisi-tradisinya yang diakui dan dianjurkan dalam agama
Islam. Akan tetapi kehebatan hasil yang dimunculkan langkah-langkah
pertama ini lebih disebabkan karenaAllah telah menganugerahkan kepada
Asy-Syaf i kecerdasan dan kecerdikan yang membuat permulaan-permulaan
ini menjadi lahan subur yangmenghasilkan kejeniusannya pada usia dini,
dan mengantarkannya hingga pada kedudukan sebagai pemberi fatwa, serta
apresiasi yang didapatkannya dari ulama pada masanya. Barangkali apresiasi
ulama pada masanya dan masa setelahnya terhadapnya ini merupakan
indikasi yang menguatkan apay^ngtelah kami sinyalir di atas. Kita cukup
mengatakan bahwafuy-Syaf i adalah sosokyang cerdik, cerdas, berpikiran
mendalam, wawasannya jauh dan tidakcukup hanya memandang berbagai
Ar-RAzi, Addb AySyaf i wa Manaqibuhu (23).
BacabukukaryaAl-KhathibA.l-Baghdadi, TaihhBagbdad(2|60),AdabAs1-Syaf';(23),catatankaki
2.
I
)
322 E et ia"f, Islam Menurut Empat Madzhab
perkara secara telstual saja. Kajiannya membahas tentang hal-hal yang
komprehensif dan teori-teori umum, bukan kajian parsid saja.t
Demikian pula, Asy-Syaf i adalah sosok yang memiliki penjelasan
yang kuat dan ungkapan jelas, sebagaimana hal ini tampak jelas saat dia
bertemu dengan syaikhnya, Imam Malik yang sangat kagum atas bacaan
muridnya terhadap Al-Muwaththa' mesl<rpun usianya masih belia.
Jika itu kita tambah lagi dengan kemampuannyayang cukup dikenal
terkait ketajaman firasat dan pengetahuannya tentang para tokoh periwayat,
dan kita tambah lagi dengan kezuhudannya di dunia, serta sikapnyayeng
tidak larut dalam kefanaan duniawi, dan itu berpengaruh pada kejernihan
jiwa dan keikhlasannya untuk ilmu meskipun berbagai rintangan berat yang
dihadapi, maka saya katakan, "Jika kita memahami ini semua maka kita
pun dapat mengetahui bahwa langkah-langkah pertamanya di jdan mencari
ilmu disertai dengan berbagai anugerah dan potensi-potensi yang membuat
pemiliknya mampu melangkah yang diikuti dengan langkahJangkah lainnya
yang berpengaruh pada kehidupan ilmu pada masanya dan setelahnya.
2. Syaikh-syaikhnya dan Berbagai Macam Pandangan Pemikiran
Mereka
Jika fuy-Syaf i mampu mendalami Al-Qur'an dan sunnah serta
bahasanya yang merupakan batu loncatan pertama terkait pembentukan
keilmuannya, maka keberadaannya di majelis-majelis para syaikh dan
pencapaian ilmu para syaikh yang majelisnya tidak diikutinya merupakan
penggapaian yang sebenarnya terhadap tonggak-tonggak ini. Allah
telah menganugerahkan kepada fuy-Syaf i kesempatan untuk bertemu
dengan para syaikhnya dengan berbagai macam pandangan pemikiran
mereka. Dengan demikian ini merupakan faktor yang dapat memenuhi
antusiasmenya, menonjolkan kepribadian ilmiahnya, dan mempengaruhi
ilmu yang diwariskannyabagi umat manusia.
fuy-Syaf i telah membayar harga yang mahal untuk mewujudkan
antusiasmenya dengan mengeluarkan harta untuk mendapatkan buku-
buku sejumlah syaikhnya, dan mengerahkan tenaganya untuk menempuh
perjalanannya, sebagaimana dari segi keilmuan dia pun telah mempersiapkan
1 Abu Zahrah , Ary-$af i (37).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... 6 323
diri untuk bertemu dengan syaikh-syaikhnya hingga dia diterima di antara
mereka dan mendapatkan banyak manfaat. Para ahli sejarah mendata para
syaikh fuy-Syaf i dan menggolongkan sebagian dari mereka sesuai dengan
negeri mereka. Kami sampaikan yang dipaparkan oleh Adz-Dzahabi, "Dia
menuntur ilmu di negerinya (Makkah) dari Muslim bin Khalid /tr,-7Anii,
mufti Makkah, Dawud bin Abdurrahman Al-Aththar dan pamannya,
Muhammad bin Ali bin Sy"fi', Sufran bin Uyainah, Abdurrahman bin
Abu Bakar Al-Maliki, Said bin Salim, Fudhail bin Iyadh, dan banyak lagi.
Saat berusia 2}-antahun -ketika dia sudah diberi kepercayaan untuk
menyampaikan fatwa dan menjadi imam- dia pindah ke Madinah. Dia
menyampaikan Al-Muwaththd' karya Malik bin Anas, dan mengajukan
hafalannya kepadanya, menurut riwayat lain hafalannya terhadap sebagian
besarnya.
Menyampaikan dari Ibrahim bin Yahya lebih banyak lagi, juga dari
Abdul Aziz Ad-Darawardi, Aththaf bin IGdid, Ismail bin Ja'far, Ibrahim
bin Sa'd, dan para tokoh satu generasi dengan mereka.
Di Yaman dia belajar pada Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf
AI-Qadhi, dan sejumlah tokoh lainnya.
Di Baghdad dia belajar pada Umar bin Hasan, dan senantiasa
menyerrainya hingga membawa buku seberat bawaan onta, juga Ismail bin
Aliyah, Abdul Vahhab Ats-Tsaqa6, dan sejumlah tokoh lainnya."r
Di samping itu fuy-Syaf i juga menddami ilmu Laits bin Sa'ad di
Mesir setelah dia wafat, karena Asy-Syaf i berharap andai saja dia dapat
berada di majelis Laits bin Sdad, yaitu dalam Pernyataannya, "Tidak ada
kepergian seorang pun -dari kalangan ulama- yang begitu berat bagiku yang
seperti kepergian IbnuAbi Dzuaib dan l,aia bin Sa'd."2 Perkataannya tentang
Laits bin Sa'ad; lebih paham daripada Mdik, hanya saja sahabat-sahabatnya
tidak menerapkannya, tidak ada yang dipublikasikan kecuali tentang k ji*
terhadap ilmunya dan fikihnya yang dapat menjadi pembenaran terhadap
penilaian tersebut.3 Yang menjadi perhatiann kami di sini bahwa keluasan
intelektualitasnya dan kelapangan wawasannya adalah hasil dari kegiatannya
I Adz-Dahabi,SlarA'hmAn-Nubab'(10/6),7, Al-Fakhr Ar'Razi, ManaqibAsl-Syafi(11175)'
2 Ar-Rni, Adab Asy-Syaf i wa Maraqibubu (29), catrtan kaki 3 pada halaman yang sama untuk
memperjelas makna yang menggambarkan kedukaan tersebut.
3 /$uZahrth,Asy-S1af i(47).
324 6 eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
di majelis-majelis para syaikh yang memiliki berbagai macam pandangan,
sehingga dia dapat menghimpun dari mereka ilmu yang diupayakannya
tanpa terkekang pada satu pandangan saja dan pada satu syaikh saja.
Di Madinah, fuy-Syaf i belajar pada Ibrahim bin Y"hy" Al-fuami
tentang fikih dan hadits. Ibrahim ini dikenal sebagai penganur Mutazilah.
Ibnu Hibban menyampaikan pernyataan tentang dia dan mencurigainya
sebagai penganut Qadariyah, berpandangan seperti Jahmiyah, dan berdusm
terkait hadits, serta menyebutkan keterpengaruhan fuy-Sya6'i dengannya
lantaran mengikuti majelisnya saat masih berusia belia.tAkan terapi yang
benar bahwa fuy-Syaf i mengetahui pemikiran Mutazilahnya dan tidak
terpengaruh terkait sisi ini, akan tetapi dia mempelajari fikih darinya
dan meninggalkan pandangan Mutazilah. Syaikh Abu Zahrah menukil
ungkapan yang cukup menarik yang disampaikan oleh Al-Fakhr Ar-Razi
terkait hal ini; karena fuy-Syaf i belajar darinya fikih dan hadits bukan
tentang pokok-pokok agama. Asy-Syaf i mengatakan; aku bekerja di Yaman
dan berusaha dengan sungguh-sungguh ddam kebaikan serta menjauhi
keburukan. Begitu tiba di Madinah aku bertemu dengan Ibnu Abi Yahya,
dan aku berinteralsi dengannya. Dia mengatakan; kalian berselisih dengan
kami namun kalian mendengarkan kami. Jika ada sesuatu yang tampak
janggal bagi seorang dari kalian maka dia pun mempermasalahkannya.z
Di Madinah juga dia mengikuti majelis syaikh yang menggabungkan
6kih dengan hadits sehingga dia memiliki ciri khusus terkait hd ini. Dialah
Imam Malik bin Anas yang dikatakan oleh fuy-Syafi'i terkait hubungannya
dengannya, "Aku menemui Malik -saat aku sudah menghafal r4 l-Muwaththa'
secra lisan- lantas aku berkata, "Aku hendak mendengar Al-Muwaththa'
darimu." Dia menjawab, "Carilah orang yang membacakan kepadamu."
Aku berkata, "Tidakkah engkau berkenan mendengarkan bacaanku. Jika
engkau ddak keberatan aku bacakan sendiri. Dia tetap mengatakan, "Carilah
orang yang membacakan kepadamu. Setelah mengatakan itu berkali-kali,
dia berkata, "Bacalah." Begitu mendengar bacaanku, dia berkata, 'Bacalah."
Aku pun membacakan kepadanya hingga selesai darinya.3
Adz-Dzahabi menambah riwayat ini dengan perkataan fuy-Sya6'i:
Ibnu Hibban, I dh-Dhuhfa' ( I / I 0r).
irbu Tahrah, Ay - Sy af i (4 1) .
Ar-RAzi, Adab Ar,-S1af i (27 ,28) , Siyar A'hm An-Nubah' (10) .
I
2
,
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...6 325
"Kemudian aku bertanya kepadanya tentang suatu masalah yang lantas
dijawabnya. Kemudian masalah lain, dan dia berkata, "Engkau hendak
menjadi hakim."I MeskipunAl-Baihaqi membaca ungkapan yang terakhir
(dengan versi berbeda): "Engkau harus menjadi hakim."2
Saat bertemu dengan Imam Malik, Imamfuy-Syaf i hanyalah seorang
murid yang hendak menggali ilmu dari sumbernya hingga sekalipun dia
memiliki manhaj yang menghimpun anmra pendapat akal dan atsar, atau
hingga sekalipun dia tidak sependapat dengan ryaikhnya selama itu dalam
batas-batas manhajnya dan dia memiliki dalil-dalilnya sendiri. Apapun
masalahnya, namun banyaknya syaikh adalah jalan untuk memperkaya
penguasaan ilmu bagi orang yang mamPu memanfaatkan kesempatan ini
dengan baik.
UpayaAsy-Syaf i untuk belajar pada Malik bukanlah sebagai halangan
baginya untuk menddami fikih dari madrasah yang saat itu dikend dengan
madrasah ar-ra'lu (pendapat akal). Begitu dia ditakdirkan sampai di Irak,
dia pun mendalami fikih madrasah Abu Hanifah melalui Muhammad
bin Hasan Asy-Syaibani. fuy-Syaf i berkata, "Muhammad bin Hasan
memiliki kedudukan yang bagus, maka aku sering mendatanginya. Aku pun
mengatakan, "Ini lebih dekat keserupaannya bagiku dengan jalan untuk
mendapatkan ilmu, maka aku pun senantiasa menyertainya dan menulis
buku-bukunya serra mendalami pendapat mereka. Begitu dia meninggalkan
majelisnya, maka aku berdebat dengan sahabat-sahabatnya."3
lJpayrnya untuk belajar pada Muhammad bin Hasan hanyalah
sebagai satu bagian dari langkahnya untuk mendalami dan mengkaji
ilmu, memahami dan menghayati. "Aku mengeluarkan biaya 40 Dinar
untuk mendapatkan buku-buku Muhammad bin Hasan, kemudian
aku mengh ayaltinya. Lalu aku meletakkan hadits di sisi setiaP masalah."
Maksudnya sebagai sanggahannya.a
fuy-Syaf i tidak membatasi pilihannya terhadap syaikh-syaikhnya
hanyadari kalanganAhlu Sunnah, "Akan tetapifuy-Syaf i pun mempelajari
Siyar A'lam An - Nub a k' (10 I | 2).
Baihaqi, MaildqibAr\-s1af i(lll0l), tahqiq olehAs-sayyid shaqr, Kairo, DarutTurets,l39lll9T l.
Ar-RAzi, Adab Ary-Slaf i (32, 33).
Ar-Rni, Adab Asy-91afi'I (34) , Atu Zrtrah, Abu Hanifah (42) .
I
2
3
4
326 6 eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
pendapat-pendapat kdangan Syiah dan lainnya. Kami temukan pengaruh
itu pada pujiannya terhadap sebagian ulama mereka. Ddam riwayat darinya
dinyatakan bahwa dia berkata sebagaimane yang diungkap dalam Thrikh
Ibnu l(atsin siapa yang menghendaki fikih maka dia mesti belajar pada Abu
Hanifah, siapa yang menghendaki pengetahuan tenrang sirah maka dia mesti
belajar pada Muhammad bin Ishaq, siapa yang menghendaki hadits maka
dia mesti belajar pada Malik, dan siapa yang menghendaki tafsir maka dia
mesti belajar pada Muqatil bin Sulaiman. Muqatil bin Sulaiman inilah yang
dijadikannya sebagai imam dalam tafsir meskipun Muqatil bin Sulaiman
seorang penganut Syiah Zaidiy"h."'
fuy-Syaf i tidak akan menyampaikan penilaian seperti ini melainkan
dia telah memiliki kemantapan setelah melakukan kajian, pendalaman,
dan pengahayaran. Jika dia mengikuti majelis seorang ahli fikih penganut
Mutazilah sementara dia tidak sependapat dengannya terkait masalah-
masalah akidah, maka perkaranya di sini tidak berbeda. dia belajar pada
seorang pakar tafsir Syiah, sementara dia sendiri termasuk orang yang
sangat menjaga sunnah dan mengikuti manhaj sdaf dalam masalah-masalah
akidah sebagaimanayarng akan dipaparkan kemudian insya Alhh. Akan
tetapi mendalami wawasan pada masanya merupakan salah satu sebab dia
dituduh sebagai penganut Syiah dan condong kepada golongan Alawiyah
sebagaiman a yangj uga akan dipaparkan kemudian.
Kesimpulan: keterbukaan Asy-Syaf i dan banyaknya syaikhnya
membuamya dapat mengetahui kecenderungan-kecenderungan wawasan
keislaman pada masanya, sebagaimana membuatnya menjadi sosok yang
menonjol yang menunjukkan orisinalitas pendapatnya di samping sisi
sunnah yang kuat, dan terhimpun pada dirinya sisi 'aqli (logika) dan naqli
(teks) terkait pendapat-pendapatnya dalam masalah-masalah akidah, fikih,
dan lainnyayang membuamya menyusun karya tulis atau memilikperhatian
sepurar hal ini.
Perlu disampaikan bahwa Asy-Syaf i memanfaarkan berbagai
pengembareennya untuk menghimpun buku-buku ilmu pengetahuan
yang hendak dipelajarinya, sebagaimana memanfaatkan pengembaraan-
pengembaraannya untuk mengikuti majelis para syaikh. Barangkali upaya
I Abu Zahrah,Abu Hanifah 48.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... If 327
Asy-Sya6'i menghimpun buku-buku tentang firasat dan mengkajinya
dengan tekun sebagai dalil atas kebenaran sinyalemennya.
Abul Hasan menyamPaikan kepada kami, Abdurrahman menyam-
paikan kepada kami, Ahmad bin Salamah bin Abdullah An-Nisaburi
menyampaikan kepada kami, dari Abu Bakar bin Idris'warraq Al-Humaidi,
dia mengatakan, "Aku mendengar Al-Humaidi berkata: Asy-Syafi'i
mengatakan, 'Aku keluar ke Yaman untuk mencari buku-buku tentang
firasat hingga aku dapat menulis dan menghimpunnya."l
3. Paparan Secara IJmn- tentang Manhainya dalam Ilmu
Semangat fuy-Syafi'i untuk menambah ilmu tidaklah hampa dari
pemahamannya terhadap apa yang diupayakannya dengln semangat itu,
tidak pula hampa dari langkah-langkah yang jelas bagi manhaj tertentu.
Menurut pandangan kami, sisi-sisi yang paling menonjol dalam hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Pertama, keinginan untuk mendalami arah-arah pemikiran yang
paling menonjol pada masanya. Hal ini relah terungkap dengan jelas pada
apa yang baru saja kami paparkan di atas. fuy-Syaf i mendalami fikih
atsar pada Malik sebagaimana mendalami fihih ra'yi di madrasah Abu
Hanifah saar dia mengikui majelis Muhammad bin Hasan fuy-Syaibani,
sebagaimana dia pun mempelajari fikih Al-Auza i melalui sahabatnya, (Jmar
bin Abu salamah, dan dia pun tidak terlepas dari fikih Laits bin Sau, ahli
6kih Mesir. Darena dia mempelajarinya dari sahabatnya, yaitu Yahya bin
Hassan. Terhimpunlah pada fuy-Syaf i sebagaimana yang dikatakan Syaikh
Abu Zahrah, 'Fikih Makkah atau Madinah, Syam, Mesir, dan Irak. Dan
dia tidak mengalami kesulitan dalam mencari fikih pada orang yangyang
dikend sebagai penganut Mutazilah dan dikenal terkait pokok-pokok akidah
dia tidak mengikuti cara Para ahli hadits dan fikh dalam mencarinya. Itu
semua membuat banyak ilmu terhimpun pada diri fuy-Sya6'i. Dengan
demikian dia memiliki berbagai ragam fikih yang valid yang di dalamnya
terjadi pertemuan semua kecenderungan secara selaras dan seimbang."z
Sebagaimana dia pun mendalami ilmu tafsir dengan berbagai macam
sudut pandangnya, hingga dia mampu membedakan siapa yang layak
I /;-Rlzi,AdzbAsy-Syaf i35.
2 AbtZahrah,Asy-Syaf.i40.
328 l& et ia* Islam Menurut Empat Madzhab
unruk menjadi tokoh terkemuka ddam ilmu ini, dan menganjurkan agar
buku-bukunya tentang tafsir dibaca hingga sekalipun dia seorang penganur
Syiah, sebagaiman
^yengtelah
dipaparkan sebelum ini terkait pernyaraannya
tentang Muqadl Sulaiman.
Demikian pula fuy-Syaf i mencari ilmu firasat dan mempelajari
buk-buku ilmu ini hingga dia dikenal terkait ilmu ini dan dia pun
membanggakannya sebagaimana yang dipaparkan dalam riwayat yang
disampaikan darinya tentang hal ini.
"Aku keluar ke Yaman unuk mencari buku-buku firasat, hingga aku
dapat menulis dan menghimpunnya. Kemudian setelah tiba waktunya
bagiku untuk bergegas, aku melewati seorang dalam perjalananku. Orang itu
bersimpuh di halaman rumahnya, kedua matanya biru, dahinya menonjol,
tidak berjenggot, lantas aku bertanya kepadanya, 'Adakah rempat unruk
singgah?" Dia menjawab, "Ya."
fuy-Syaf i mengatakan, "Ini merupakan sifat yang paling buruk
terkait firasat. Dia pun mempersilakanku untuk singgah dan aku melihat
sosok yang sangat mulia. Dia mengantarkan kepadaku makan malam,
minyak wangi, makanan untuk hewan kendaraanku, alas dan selimut.
Akibatnya aku tertidur semalam penuh tanpa melakukan apa-apa pada
buku-buku ini. Tiba-tiba aku melihat sifat ini pada orang tersebut. Aku
melihat orang yang sangat mulia. Aku katakan, "Aku lemparkan buku-buku
ini. Begitu masuk waktu pagi, aku berkata kepada pembantu, "Nyalakan
lampu, nyalakan lampu. Aku pun mengendarai hewan kendaraan dan
melintasinya. Aku berkata kepadanya, "Jika engkau datang ke Makkah
dan melewati daerah Dzi Thuwa, maka tanyalah rumah Muhammad bin
Idris fuy-fuy-Syaf i." Orang itu berkata kepadaku, 'Apakah aku ini maula
(bekas budak) ayahmu?" Aku menjawab, "Bukan."
Dia bertanya, "Apakah engkau mempunyai jasa padaku?" Dia
menjawab, "Tidak."
Dia bertanya, "Mana biayayang telah aku berikan kepadamu tadi
malam?" Aku bertanya, "Apa itu?"
Dia menjawab, "Aku membelikan untukmu makanan seharga dua
dirham, lauk sekian, minyak wangi tiga dirham, pakan ternak untuk hewan
kendaraanmu dua dirham, dan sewa alas tidur serta selimut dua dirham."
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... e 329
Asy-Syaf i mengatakan, "Aku katakan: hai pembantu, berikan
padanya. Apakah masih ada lagi?"
Dia menjawab, "Sewa rumah, karena aku telah memberimu temPat
yang leluasa, sementara engkau menyulitkanku."
fuy-Syaf i mengatakan, "Aku Pun sangat menyayangkan andai aku
tidak melemparkan buku-buku itu."r
Dengan mempertimbangkan bahwa dia mengumpulkan buku-buku
sebagaiman eyangtelah kami paparkan, dan dia mengikuti majelis para syaikh
sebagaimana yang telah kami sinydir, ini semua tidak menghdanginya untuk
dapat mengetahui golongan-golongan yang membanggakan ilmu kalam
pada masan ya, dankecenderungan-kecenderungan prilaku yang didasarkan
pada ilmu kalam sebagaimanay^ngakan dipaparkan kemudim insyaAllah.
Akan tetapi yang penting untuk kami bahas di sini adalah bahwa salah satu
rencana Asy-Syaf i adalah untuk meningkatkan wawasan dirinya dengan
menghimp un berbagai pen getahuan yang orisin il pada masan ya yangdapat
dihimpunnya.
Kedua, pencariannya terhadap kebenaran pada aPa' yang dipela-
ja,rinya,, dan dalam menghimpun ilmu dia tidak bermaksud untuk
mendapatkan kedudukan duniawi atau mengumpulkan harta, akan tetapi
fokus perhatian utamanya adalah mengetahui kebenaran agar umat manusia
dapat mengetahuinya. Oran g yang berilmu menurut pandangannya
bertanya untuk mempelajari atau untuk memantapkan diri, sementata
orang bodoh tidak demikian. "Disampaikan kepada kami dari Al-Karimi,
Al-fuhmu i menyampaikan kepada kami, dia berkata; aku mendengarfuy-
Syaf i berkata; orang berilmu bertanya tentang aPaytngdiketahuinya dan
aipa yeng tidak diketahuinya, lantas memantapkan aPa yang diketahuinya
dan mempelajari apayang tidak diketahuinya. Sementara orang bodoh
tidak suka mempelajari dan enggan terhadap pengajaran."2
fuy-Syafi'i dikenal sebagai orang yang tajam dalam berdebat hingga
IbnuAbdul Hakam mengarakan, 'Tidaklah aku melihatAsy-syaf i berdebat
dengan seorang pun melainkan aku kasihan terhadapnya. Seandainya engkau
melihatfuy-Syaf i berdebat denganmu niscaya engkau mengira bahwa dia
I Ar-R^zi,AdabAsy-Syafi ua Manaqibuhul29, l3O.
2 SiyarA'hmAn-Nubah' (10/41).
330 t& aUa* Islam Menurut Empat Madzhab
hewan buas yang menerkammu. Dialah yang mengajarkan berbagai hujah
kepada orang-orang."r Yang lainnya berkata tentang dia: kegemaran dan
kesukaannya pada debat tidak semata-mata untuk debat, tapi itu ddak dapat
dijelaskan kecuali meldui kecintaannya terhadap kemenangan kebenaran
dan nasihat. Dalam riwayat darinya terkait sumpah dan pernyaraannya:
"Aku tidak berdebat dengan seorang pun melainkan dalam rangka nasihar."
Dia berkata, "Demi Allah, aku tidak berdebat dengan seorang pun lantas
aku senang bila dia melakukan kesalahan."2
Dan karena Asy-Sya6'i mencari kebenaran maka menjadi besarlah
baginya setiap orang yang segera berpihak pada kebenaran, dan menjadi
remehlah baginya setiap yang mendebat dengan kebatilan. "Tidaklah ada
orang yang melawan dan sewenang-wenang terhadapku dalam menentang
kebenaran melainkan jatuhlah kedudukan orang itu di hadapanku, dan
tidaklah dia menerima kebenaran melainkan aku segan kepadanya dan aku
meyakini kecintaannya terhadap kebenaran."3
Demikian pula dia berpendapat bahwa perbedaan pendapat tidak
merusak masalah kasih sayang sebagaimana kata orang. Ini merupakan
ketaj aman intelektualitas sebagaimana yang dikatakan Imam Adz- Dzahabi.
"Yunus Ash-Shadafi berkata, "Aku tidak pernah melihat ada yang lebih
intelek daripada Asy-Sya6'i. Suatu hari aku berdebat dengannya terkait
suatu masalah, kemudian kami berpisah. Begitu dia bertemu denganku,
dia meraih tanganku kemudian berkata, ''Wahai Abu Musa, bukankah kita
tetap bersaudara meskipun kita tidak bersepakat terkait suatu masalah.'
Aku menjawab, 'Ini menunjukkan padakesempurnaan akal Imam ini,
dan pemahamannya sendiri. Sementara orang-orangyang berdebat tetap
berselisih pendapat."a Maka dari itu Asy-Sya6'i berharap andai saja orang-
orang mengetahui ilmu yang ada padanya ranpa ada sesuatu pun darinya
yang dinisbatkan kepad anya.5
Kecintaan fuy-Syaf i kepada kebenaran itulah yang mendorongnya
gemar mendatangi sejumlah syaikhnya saat kebenaran lebih layak untuk
I Ibid(10/49).
2 Adab@-\df i92,93.
3 SiyarA'hmAn-Nubah' (10/33).
4 SralA'hnAn-Nubah' (10/16).
5 tbid(tot76).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 331
diikuti. "Keikhlasannya terhadap Malik tidak menghalanginya untuk
berbeda pendapat dengannya, dan dia mengumumkan perbedaan pendapat
ini saat dia diberitahu bahwa orang-orang di Andalusia melakukan istisqa
dengan pecinya. Mereka mempertenmngkan hadits-hadits Rasulullah
d.rr!* pendapat-pendapatnya. Dan keikhlasannya terhadap Muhammad
bin Hasan tidak menghdanginya untuk berdebat dengannya dan bersikap
tegas kepadanya saat berdebat, serta mengalahkan sahabat-sahabat
Muhammad bin Hasan yang mencapai separuh dari penduduk Hilaz, maka
dia disebut pembela hadits."l
KetigA pengetahuannya terhadaP Parameter-Parameter kebenaran
dalam ilmu dan lainnya. Hd ini tampak pada pengetahuannya bahwa
akal manusia rnemiliki batas yang tidak dapat dilampauinya sebagaimana
kesabaran merniliki batas yang tidak dapat dilampauinya. Adalah salah bila
akal dibebani sesuatu )-ang tidak rnampu ditanggungnya' Asy-Syaf i berkata'
'Akal memiliki batas akhirnya sebagaimana kesabaran pun memiliki batas
akhirnya."2
Riwayat Abu Nuaim dalanAl-Hil\ablebih memperfelas hal ini. "Abu
Ishaq meriwayatkan juga dari Asy-sya6'i bahwa dia mengatakan, Ibnu Abbas
bertanya kepada seseorang, "Apa ini?" Setelah diberitahu oleh orang itu,
Ibnu Abbas rnemperlihatkan kepadanya sesuatu yang lebih jauh darinya,
lantas bertanya '(Apa ini? Pandangan mata tidak dapat meniangkaunya. Dia
berkata, "sebagaimana pandangan matarnu memiliki batas akhirnya maka
demikian pula dengan akalmu pun memiliki batas akhirnya pada dirirnu."3
Asy-Sya6'i berpendapat bahwa pokok-pokok ilmu dan penopang
kebenaran terdapat dalam Al-Q"r'an, arau sunnah, atau qiyas yang
didasarkan pada keduanya. Pokoknya adalah Al-Qur'an, atau sunnah' Jika
tidak ada maka yang digunakan adalah qiyas terhadap keduanya. Jika hadits
terhubung dari Rasulullah dan isnadnya shahih meka itu adalah sunnah'
Dan ijma'lebih besar daripada riwayat hadits munfarid (tunggal)."4
Berangkat dari qiyas ini untuk menjelaskan sisi kebenaran ddam
masalah, kita dapati fuy-Syaf i mencari yang shahih dari hadits Rasulullah
t AbuZahrah,Asy-Syaf i39.
2 AdabAsySyaf i2Tl.
3 AbuNtraim,Al-Hibah(91141).
4 AdabAq-Syafi232.
332 tf eUa*t Isl'zrm Menurut Empat Madzhab
hingga diterapkannya dan dijadikan sebagai landasan. Dia tidak mendapati
suatu kekurangan saat mencari kebenaran dengan meminta kepada Imam
Ahmad bin Hambd untukmembimbingnya agar mendapatkan yangshahih
dari riwayat-riwayat hadits di tempat mana pun. Abdullah bin Ahmad
bin Hambal menceritakan; aku mendengar ayahku berkata; fuy-Syaf i
mengatakan; kalian lebih mengetahui riwayat-riwayat hadits yang shahih
daripada kami. Jika hadits itu shahih maka beritahukan kepadaku hingga
aku dapat mengacu kepadanya, baik dari Kufah, Bashrah, mauPun Syam."l
fuy-Syaf i -berangkat dari qiyas yang sama- mengajari murid-
muridnya untuk tidak taklid kepadanya jika mereka menemukan dari sabda
Rasulullah yang bertentangan dengan pendapatnya. Harmalah mengatakan,
Asy-Syaf i berkata, "setiap yang aku katakan, kemudian ada hadits shahih
dari Rasulullah yang bertentangan dengan pendapatku, maka hadits shahih
itu lebih utama, dan janganlah kalian taklid kepadaku."2
Itu karena dia meyakini bahwa hadits shahih dari Rasulullah adalah
ketenruan yang tidak dibenarkan b"gi
"k"l
untuk berijtihad bersamanya,
lebihlebih bertentangan dengannya. Bahkan dia menilai bahwa orangyang
mendahulukan akdnya daripada hadits shahih dari Rasulullah maka orang
tersebut telah kehilangan akd sehat. Mal<a dari itu ddam fiwayat darinya
dinyamkan bahwa saat ada orang yang bertanya, "Engkau menerapkan
hadits ini wahai AbuAbdillah?" Dia menjawab, "Begitu aku meriwayatkan
hadim shahih dari Rasulullah, namun aku tidak menerapkannya, maka aku
persalsikan kepada kalian bahwa akal sehatku telah hilang."3
Bahkan kaidah urnum baginya adalah: "setiap hadits dari Rasulullah
adalah pendapatku meskipun kdian tidak mendengarkannya dariku."a
Itulah langkah-langkah manhajfuy-Syaf i dalam melakukan k"li*.
Dia menghimpun dari ilmu yang diyakini manfaatnya dengan yang shahih.
Dengan dernikian dia dapat mencari kebenaran unuk diketahuinya dan
diajarkannya. Dalam melakukan ini semua dia mengacu pada pokok-
pokok ilmu tanpa mengabaikan akal dan juga tanPa memPerturutkan
akal selama ddilnya berupa AI-Qur'an atau sunnah atau qiyas terhadap
Siyar A' hm An- Nubalz' (10 I 33).
rbid (10/33).
rbid (r0/34).
rbid (10/35).
I
)
3
4
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr 333
keduanya. Metode ini benar-benar membuahkan hasil hingga membuat
Asy-Syaf i mendapatkan kedudukan ilmiah yang pada gilirannya dia pun
kemudian mendapatkan apresiasi dari umat pada masanya dan generasi
yang lain. Bahkan mereka membelanya dalam menghadapi kalangan yang
tidak menyukainya atau kdangan yang elctrim dalam menilainya. Hal ini
membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
Buah Pengetahuar. brgi Ary,-Syaf i
fuy-Syaf i telah memiliki kesiapan diri untuk menggapai ilmu. Dia
pun mampu menghafal Al-Qur'an dan hadits, menguasai bahasa ilmu
dan pemahaman, berupaya menghimpun Pengetahuan pada masanya
dari sumbernya yaitu majelis para syaikh terkemuka, buku-buku ilmu
dan pengetahuan. Lebih dari itu dia giat memahami dan menghayati
dengan panduan parameter kebenaran dan mengabaikan kepalsuan.
Hal ini memberikan pengaruh padanya bahkan berbagai pengaruh yang
membutuhkan waktu cukup lama untuk dikaji. Akan tetapi kita cukup
mensinyalir sebagian dari fenomena kedudukan Imam Asy-Syaf i dalam
keilmuan dan pengaruhnya pada masanya serta masa setelahnya.
tL Asy-syaf i Diperkenankon Menyampaikan Fatwa Saat Usia Muda
Itu hanya terjadi setelah para syaikhnya yakin bahwa dia memiliki
kapasitas yang memadai dalam pembahasan dan ijtihad dalam berbagai
masalah. Itu sudah dicapai oleh fuy-Syaf i saat usianya 15 tahun' 'hbul
Hasan menyampaikan kepada kami, Abdurrahman menyampaikan kepada
kami, Rabi' bin Sulaiman Al-Muradi menyampaikan kepada kami, dia
berkata; aku mendengar Al-Humaidi berkata, "Aku mendengar Az-Ztryi
bin Khalid (yfui Muslim bin Khalid Az -Zenji) berkata kepada fuy-Sya6'i,
'Engkau, wahai Abu Abdillah, sungguh -demi Allah- dapat menyampaikan
fatwa (saat dia berusia 15 tahun)." Dalam riwayat lain: saat dia berusia 18
tahun."l
b. Kedudukannya dalam Hal Pendapat dan Akal
fuy-Syafi'i menggabungkan pengamatan dengan atsar, dan mamPu
berdebat melawan pengusung logika dengan hujah dalam bentuk baru yang
t AdabAsy-Syafi39,40.
334 I *ia*, Islam Menurur Empat Ma&hab
sulit disanggah oleh lawan debatnya. Pada dirinya terdapat kecerdasan orang
berakd, kekuatan teks, dan kesimpulan yang bagus.
Al-Humaidi mengatakan, "Kami hendak menyanggah kalangan
ahlu ra'yi namun kami tidak tahu bagaimana menyanggah mereka, hingga
datanglah fuy-Syaf i kepada kami yang lantas dia memenangkan kami."r
c. Asy-Syaf i l-ebih Mengutamakan Penghindaran Umat dari Bid'ah
Yaitu dengan mengacu pada Al-Qur'an dan sunnah, dua landasan
untuk menjelaskan kebenaran dalam masalah. "Abu Tsaur mengatakan,
"Aku, Ishaq, Ibnu Rahawaih, Husain Al-Karayisi, (dia menyebutkan
sejumlah orang Irak) tidak meninggdkan bid'ah kami hingga kami melihat
fuy-Syaf i." Dalam riwayat lain dia berkata, "Kedka fuy-Syaf i datang
ke Irak, Husain Al-Karayisi -dia bersamaku sering menemui pengusung
logika- mendatangiku lantas dia berkata, 'Telah datang seorang ahli hadits
yang memahami fikih, mari kita bergegas untuk menemuinya. Aku bangkit
dan kami pun pergi menemuinya.' Hasan bertanya kepadanya tentang suatu
masdah, dan Asy-Syaf i tetap mengatakan, "Allah berfirman, Rasulullah 6
bersabda, hingga suasana di rumah gelap. Kami pun meninggalkan bid'ah
kami, dan mengikutinya."2
Barangkdi lantaran itu dia layak untuk didoakan oleh Yahya bin Said
Al-Qaththan di setiap shalat karenaAllah telah membukakan baginya ilmu
dan merestuinya untuk mendapatkan kemantapan dalam ilmu.3
d. Kesaksian Ulama bagi Asy-Syaf i
Saya tidak hendak membahas hal ini secara menyeluruh, akan tetapi
kita cukup menyebutkan kapasitas fuy-Syaf i menurut Imam Ahmad bin
Hambd. Ishaq bin Rahawaih mengatakan, "Kami berada di Makkah saat
fuy-Syaf i di Mal&ah dan jugaAhmad bin Hambal. Ahmad bin Hambal
berkata kepadaku, "'Wahai Abu Yaqub, duduklah bersama orang ini
(maksudnyaAsy-Syaf i)." Aku bertanya, 'Apa yang aku lakukan dengannya,
sementara usianya sebaya dengan usia kami, aku mesti meninggalkan Ibnu
Uyainah dan Al-Maqburi?"
rbid (42).
rbid (65,66).
rbid4l.
I
2
3
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... E 335
Ahmad bin Hambal berkata, "Celaka engkau, yang itu bisa luput,
sementara yang ini tidak luput. Aku pun berada di majelisnya."r
Sikap [mam Ahmad itu tidaklah aneh, lantaran dialah yang menga-
takan, "Permasalahan-permasdahan kami -ulama hadits- berada di tangan
sahabat-sahabat Abu Hanifah hingga kami melihat fuy-Sya6'i, dia addah
orang yang paling paham tenmng Kitab Allah."2
Imam Ahmad berpendapat bahwa pendapat Asy-Syafi'i adalah
hujah terkait arpeyarng ddak ada teksnya. Humaid bin Ahmad Al-Bashri
menceritakan, "Aku berada di tempat Ahmad bin Hambal, lalu kami
mengkaji suatu masalah. Seorang berkata kepada Ahmad, "'Wahai Abu
Abdillah, tidak ada hadits yang shahih dalam hal ini." Ahmad berkata,
"Jika ddak ada hadits shahih maka ada pendapat fuy-Syaf i dalam hal ini,
hujahnya sangat relevan dalam hal ini."3
Ini bukan pendapat Imam Ahmad saja, akan tetapi merupakan
keseluruhan dari pendapat ulama pada masa itu, hingga kalangan yang
sebelumnya tidak sependapat dengan Asy-Syaf i. Husain Al-Karayisi
bertanya, 'Apa yang engkau katakan tentang fuy-Syaf i?" Dia menjawab,
"Apaytngaku katakan tentang orang yang memulai pembicaraan dengan
orang-orang didasarkan pada Al-Qur'an, sunnah, dan kesepakatan. Dulu
kami tidak tahu apa (dalil) Al-Qur'an dan sunnah - kami tidak pula ribuan
orang *hingga kami mendengar dari Asy-Syaf i Al-Qur'an, sunnah, dan
.. , ,ri
uma.
e. Asy-Syaf i Menghasilk"n Banyak KaryaTirlis
Manhaj fuy-Syaf i membuahkan banyak karya yang sebagiannya
berada di antara murid-muridnya dan sebagian yang lain terdapat di
dalam buku-bukunya, namun sumber-sumber rujukan berselisih terkait
jumlahnya, akan tetapi semuanya sepakat terkait banyaknya karya fuy-
Syaf i, sebagaimana bersepakat pula terkait orisinalitasnya. Ibnu Imad
mengatakan, Ibnu Zaulaqberkata, "fuy-Syaf i menulis sekitar 200 juz dan
dia masih tetap menyebarkan ilmu, senantiasa menyibukkan diri hingga
t AdabAry-Syafi43.
2 tbid56.
3 rbid(86).
4 tbid(57).
336 iDeua* Islam Menurut Empat Ma&hab
dia mengalami pukulan berat yang membuatnya jatuh sakit kemudian
meninggal dunia." Al-Isnawi mengatakan, "fuy-Syaf i adalah orang pertama
yang menulis tentang ushul fikih, menurut ijma', dan orang pertama yang
menetapkan nasihh hadits dari mansuhh-nya,, dan orang pertama yang
menulis ddam banyak bab tentang fikih yang cukup dikenal."r
Layak untuk disebutkan bahwa sekian banyak dari juz-juz itu
tidak sampai kepada kita, seperti y*g dinisbatkan kepadanya, Itsbat An-
Nubuwwah wa Ar-Radd. 'ah Al-Barahimah, dan lainnya, akan tetapi itu
tidak menafikan banyaknya karya tulis fuy-Syaf i. Bahkan tidak menafikan
orisinalitas karya tulisnya, sebagaimana pengakuan yang disampaikan oleh
Imam Ahmad bin Hambal.
Abdullah bin NajiyahAl-Hafizh mengatakan, "Aku mendengar Ibnu
'W'arah berkata, 'Aku datang dari Mesir lantas menemui Ahmad bin Hambd
yang lantas bertanya kepadaku, Apakah engkau menulis buku-buku fuy-
Sya6'i?'Aku menjawab, 'Tidak.'Ahmad bin Hambal berkata, 'Engkau lalai,
kita tidak mengetahui mana yang umum dan mana yang khusus, mana
nasihh hadits dan mana yung rnansuhh-nya, hingga kita berada di majelis
fuy-Syaf i.'
Ibnu'Warah mengatakan, "Hal ini mendorongku untuk kembali ke
Mesir lantas menulisnya."2
Imam Ahmad berpendapat bahwa Imam fuy-Syaf i menyelesaikan
penulisan buku-bukunya di Mesir. Maka dari itu saat Muhammad bin
Muslim bin'Warah bertanya kepadanya; apa pendapatnya tentang buku-
buku Asy-S yaf i ymgberada di Irak, apakah lebih engkau sukai atau yang di
Mesir?" Imam Ahmad berkata, "Engkau mesti merujuk pada buku-bukunya
yang diselesaikannya di Mesir, karena dia memulai penulisan buku-buku ini
di Irak dan belum diselesaikannya, kemudian dia kembali ke Mesir lantas
menyelesaikannya."
Aku bertanya kepada Ahmad, "Menurutmu buku-b uku apa s$a yang
engkau sarankan kepadaku untuk aku telaah terkait pendapat Malik atau
Ats-Tsauri atau Al-Auza'i?" Dia menyampaikan perkataan kepadaku yang
Ibnu Imad Al-Hanbdi (Abdul Hayy), Slad.ztrat Adz-Dzahab f Akhbar nan Dzabab 219-ll, Beirw
t.t, Dzakhair At-Turats. Baca buku karya Yaqut AI -Hrmewi:. Mujam Al-Udaba' (17 l28l).
Slar A'hm An- Nubak' (10 I 55).
I
)
Bab 5r Empat UlamaAhli Fikih... O 337
tidak perlu aku ucapkan lantaran penghormatanku kepada mereka. Dan dia
berkata, "Hendaknya engkau mengacu pada fuy-Syaf i, karena dia lebih
banyak benarnya, dan ikuti mereka karena atsar."l
Barangkali yang kami paparkan dengan didasarkan pada teks-teks
tepercaya cukup untuk menjadi dalil bahwa gambaran tentang manhaj
yang ada padafuy-Syaf i benar-benar tepat, dan selaras dengan kecerdasan
Asy-Syaf i sang pembelajar dan antusiasmenya serta keteguhannya, sehingga
membuahkan bagi Asy-Sya6'i Al-AIim kepercayaan dan layak untuk diikuti."
Paparan kami tentangfuy-Syaf i dan penjelasan tentang manhajnya
secra umum akan tampak jelas keterkaitannya saat kita membicarakan
tentang Asy-Syaf i dan sikapnya terhadap ilmu kalam, sebagaiman yang
akan menunjukkan pengaruh manhaj naqli dan aqli-nya pada pendapat-
pendapatnya atau madzhabnya terkait sisi akidah, yaitu ketika kita
membicarakan itu inya Alhh.
Asy-Syaf i dan Pengaruh-pengaruh Pemikiran pada Masanya
Pada umumnya berbagai kejadian politik, kondisi-kondisi sosial,
dan pergerakan pemikiran turut membentuk karakteristik masa dengan
lebih dominan pada manhaj-manhaj pemikiran dan pergerakan wawasan
saat itu. Akan terapi di sini kami tidak membicarakan sejarah masa
Abbasiyah pertama -yengmerupakan masa hidup tokoh kita ini- terkait
sisi-sisinya yang telah dipaparkan di atas dan hal-hal terkait lainnya,
namun kami cukup mengungkap karakteristik umum pada kurun waktu
ini dengan memfokuskan bahasan pada pengaruh-pengaruh setiap sisi pada
pemikiran, pergerakannya, dan arahnya. Sebab, yang kami maksud dengan
tulisan kami tentang masa tersebut -sebagaimana yang baru saja kami
disebutkan- adalah memperjelas sikap fuy-Syaf i terhadap pemikiran
pada masanya baik berupa pengetahuan, kritik, maupun penerapan. Ini
juga merupakan pendahuluan bagi pembicaraannya tentang akidah dan
sikapnya terhadap ilmu kalam serta kalangan yang memperturutkan hawa
nafsu dan bid'ah.
Orang yang memperhatikan masa ini akan mendapati bahwa masa
ini sarat dengan pergerakan yang meliputi sisi-sisinya secara keseluruhan
I Ibid.
338 @ aLiari, Islam Menurut Empat Madzhab
dan berimplikasi pada gambaran yang barangkali di antaranya yang paling
menonjol adalah:
tL KeberadaanBeragamBangsaSelainAmbyangBerpengaruhdalam
Kehidupan Saat itu
Kondisi itu berpengaruh pada bahasa Arab. Adanya bahasa asing
mendorong kalangan yang peduli terhadap bahasa Al-Qur'an untuk
mendata ilmu-ilmunya dan ilmu-ilmu bahasanya, sebagaimana merupakan
hal yang lazim bagi orangyang hendak menguasai secara khusus ilmu-ilmu
syariah dia mesti menguasai bahasanya dan menjaganya dari kekeliruan
dan kesdahenyengtersebar luas. Inilah yang diriwayatkan dari fuy-Syaf i:
"Orang-orang tidak bodoh tidak pula berselisih melainkan karena mereka
meninggalkan bahasa fuab dan mereka condong kepada bahasa Arisroreles." I
Sebagaimana fenomena sosial ini pun berpengaruh pada pengayaan
pemikiran fikih. Sebab, kehidupan sosial ini dengan fenomena-fenomenanya
yang beragam membutuhkan ketentuan-ketentuan syariat, "Karena syariat
Islam adalah syariat umum yang menetapkan ketentuan pembolehan arau
pelarangan terkait setiap kejadian, yang kecil maupun yang besarnya. Sebagai
kelaziman kajian terhadap kejadian-kejadian ini adalah membuat akal ahli
fikih menjadi luas, dan benak pikirannya menjadi terbuka hingga dapat
menggali berbagai masalah, serta memperluas sisi asumsi dan gambara pada
dirinya, juga membuatnya dapat menetapkan ketetapan-ketetapan umum
bagi ragam cabang-cabang yang berlainan."2
Maka dari itu tidak aneh bila di antara ulama fikih terdapar per-
debatan-perdebatan seputar yang baru dan yang diasumsikan akan terjadi di
antara masalah-masalah yang dibutuhkan kehidupan yang baru ini. Bahkan
barangkali perhatian terhadap ketentuan-ketentuan berbagai masalah itu
hingga pada tingkat adanya surat-menyurat di antara ulama fikih pada masa
itu sebagaimanayang terjadi antara Malik dan Laits bin Sa'ad.3
Jika fenomena sosial ini berpengaruh pada bahasa dan memicu
semangat sisi 6kih Islam, maka fenomena ini juga semakin mengukuhkan
tu-Suyuthi, SDa un Al- M anthiq (l 5).
Abu 7ak ah, Asy - 51 af.' i 5 2.
Ibid 6t.
I
2
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 339
kemunculan sejumlah golongan Islam lebih banyak dari sebelumnyayanr
dapat kita pandang sebagai fenomena dan ciri masa itu'
b. Keberadaan Petgerakan Pemikiran Liberal
Kebebasan pemikiran ini terdapat di banyak sisi kehidupan. Pergerakan
terjemah yang didukung oleh para khalifah Bani Abbasiyah memasukkan ke
dalam umat Islam berbagai pemikiran baru melalui apayangditerjemahkan
dari bahasa Persia atau Yunani, sebagaimana juga memasukkan pemikiran-
pemikiran yang mengandung keyakinan-keyakinan Yahudi dan keyakinan-
Ly"kirr"r, Nasrani. Hal inilah yang memPengaruhi adanyapendapat yang
b.r"g"- bahkan barangkali saling berbenturan sePutar masalah-masalah
yang telah ditetapkan Islam terkait hukum dan penjelasannya, yang mana
,.rt
"i,
masalah akidah dan ketentuan-ketentuan tetaP adayangdikai&an
dengan masalah yang dapat dibahas dengan pendapat akd dan ijtihad.
Kebebasan pemikiran ini benar-benar memiliki bahasa tersendiri
lantaran dimanfaatkan oleh banyak kalangan yang masuk Islam hanya
sebagai siasat untuk melakukan tipu daya terhadapnya' atau masuk Islam
,r"--rrn jiwa mereka belum terbebas dari sisa-sisa pemikiran agama lama
mereka, dan mereka tidak menyesuaikan diri dengan hukum Islam yang
berlaku bagi mereka di pusat-pusat peneraPan hukum Islam. Di antara
mereka itr',
"d"
golongan yang paling berbahaya yaitu yang dikend sebagai
golongan atheis. Mereka menyerukan kebebasan dan keluar dari perintah-
!.rir,t"h syariat Islam. Para khalifah BaniAbbasiyah menghadapi fenomena
ini dengan mendorong golongan yang pernah ada pada masa Bani Umayah'
bahkan di antara para khalifah tersebut ada yang menganggap dirinya
termasuk bagian dari golongan itu. Mereka mendorong Mutazilah untuk
mendebat lawan-lawan Islam, dan menghadapi mereka sesuai dengan
manhajyangdisimpulkan dari landasan naqli dan aqli dalam membelalslam,
dan tidak memperhatikan apa yang terjadi dari sebagian khalifah berupa
tindakan sewenang-wenang dalam membela pendapat-pendapat Mutazilah
dan menetapkan pendapat-pendapat mereka terhadap pemikiran Islam
dengan menggunakan kekuaran. Kemunculan Mutazilah dan tingginya
kedudukan mereka pada masa Dinasti Abbasiyah lahir dari pergerakan
pemikiran yang dimunculkan gerakan penerjemahan dan sejumlah unsur
di pusat-pusat Dinasti Abbasiyah.
34O 6 aua"l Islam Menurut Empat Madzhab
Pada masa Dinasti Abbasiyah pertama, golongan-golongan lainnya
-yan1 sudah ada sebelumnya- dapat melakukan kegiatan-kegiatan
mereka dalam menyebarkan pendapat-pendapat mereka dan mencatat
pemikiran-pemikiran mereka, seperti golongan Syiah, Khawarij, Murjiah,
dan lainnya yang menyingkap suatu ilmu yang sarat dengan perdebatan
dan perselisihan seputar masalah-masalah akidah dengan ilmu-ilmu
sebagaiman^yan1 tertulis dalam buku-buku yang disebut dengan isdlah
ilmu kalam. Orang-orang berselisih pendapat seputar ilmu kalam. Ada
yang mendukung keberadaannya sebagai ilmu ushuluddin (akdah), dan
ada yang memeranginya karena mengira bahwa lantaran mengandung
perdebatan maka akan merusak kalangan awam, dan dikhawatirkan akan
mempengaruhi kalangan terdidik.
c. TersebarnyaPerselisihandanPerdebatan
Fenomena perdebatan dan tersebarnya perselisihan pada masa ini
addah akibat dari kebebasan pemikirar,yarngmuncul dari manhaj-manhaj
pemikiran yang berbeda-beda. Dalam hal fikih, dikenal ada fil<rh ra'yi
(logika) dan 6kih atsar (teks), dan muncul dua madrasrh y"ng saling terlibat
dalam perdebatan seputar banyak masalah seperti relevansi hujah, sunnah
dan ijmd. Pada masa yang subur dengan perdebatan dan perselisihan itu
terdapat golongan yang memungkiri argumentasi berdasarkan sunnah dan
hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Nabi, fuy-Syaf i menyebutkan
tentang mereka di dalam Al-Umm dan juga memaparkan perdebatan-
perdebatannya dengan mereka.'r
Dalam hal akidah, sejarah mencatat sebagian dari apa yang diper-
debatkan oleh golongan Mutazilah dengan rivd-rival mereka dari kalangan
Majusi dan penganut keyakinan animisme juga dari golongan Rafidhah,
sebagaimana adtnya perbedaan manhaj Mu'tazilah dengan manhaj
ulama fikih dalam bahasan-bahasan akidah sebagai pembelaan terhadap
perdebatan-perdebatan di antara ulama fikih dan ulama hadits dari satu sisi,
dan golongan Mu'tazilah dari sisi lain, sebagaimanayan1cukup mencolok
dalam masalah Al-Qur'an yang dirryarakan sebagai makhluk dan sikap
masing-masing dari mereka terhadap masdah ini.2
AbtZrtrah,Ay-qdfi77.
Abu Zahrah, TanhbAl-Jddal340, Darul FikrAl-Arabi, t.t.
I
)
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... tr& 34L
Jika paparan sekilas renrang hal ini kita tambah bahwa para khalifah
Dinasri Abbasiyah tidak begiru jauh dari pemikiran dan berbagai arahnya
yang membuat sebagian dari mereka mendukung satu pendapat bahkan
fanatik terhadapnya, maka saya katakan, jika kita mengerti hal ini maka
kita dapat mengatakan sesungguhnya masaAsy-Syaf i adalah masa gerakan
pemikiran liberal, dan fuy-syafi'i tidak dapat mengabaikan hal-hal yang
mempengaruhi terbentuknya gerakan pemikiran ini, seperti perselisihan
dan perdebatan, demikian pula golongan-golongan yang beragam,
dan muncullah ilmu kalam sebagai buah dari itu semua. Maka dari itu
sepanrasnya kita menelisik sikapnya terhadap faktor-faktor yang membentuk
gerakan pemikiran ini.
Asy-Syaf i dan Perdebatan
fuy-Syaf i dikenal memiliki andil dalam berbagai perdebatan yang
identik dengan masanya, sebagiannya dalam fikih, sebagian lagi dalam
Fiqh Al-Ahbar, dan sebagian yang lain sebagai pembela ustadznya, Malik
di hadapan muridAbu Hanifah dan ustadznyayaitudia sendiri. fuy-Syaf i
diakui memiliki kepiawaian dalam berdebat dan tujuan dari perdebatannya
untuk memperoleh kebenaran bukan untuk menyombongkan diri, bahkan
dia justru segan terhadap orang yang mencari kebenaran namun akan
runtuhlah di hadapannya kewibawaan orang yang menyombongkan diri,
sebagaimana pendapatnya bahwa perbedaan pendapat tidak merusak
kecintaan di antara ulama.r
Perdebatan yang dilakukannya hingga mencapai tingkat sebagaimana
yang digambarkan dalam ungkapan-ungkapan berikut ini disertai dengan
sentuhan pernyataan berlebihan. "Ibnu Abdul Hakam mengatakan; tidaklah
aku melihar fuy-Syaf i berdebat dengan seorang Pun melainkan aku kasihan
terhadapnya. Seandainya engkau melihat fuy-Syaf i berdebat denganmu
niscaya engkau mengira bahwa dia hewan buas yang menerkammu. Dialah
yang mengajarkan berbagai hujah kepada orang-orang.
Diriwayatkan dari Harun bin Said Al-Aili bahwa dia mengatakan;
seandainya fuy-Syaf i berdebat dengan menyatakan bahwa tiang batu ini
I Siyar A'lam An-Nubala' (l0l 16, 33).
342 E eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
adalah kayu niscaya dia tetap menang, anraran kemampuannya dalam
berdebat."r
Jika ungkapan-ungkapan yang menggambarkan kepiawaian Asy-
Syaf i dalam debat-debatnya ini diwarnai dengan beberapa ungkapan
berlebihan, namun ini tetap tidak dapat dilepaskan dari penetapan adanya
sebab kemampuan itu, di mana ungkapan pemama menyatakan bahwa
dia mengajarkan berbagai hujah kepada orang-orang. Ini bukanlah hal
yang asing bagi penulis buku pemama renrang ushul fikih yang juga
mengetahui manhaj-manhaj pembahasan dalam bentuknya yang islami
ini. Sebagaimana ungkapan kedua dengan pernyaraan berlebihannya pun
menetapkan kemampuannya dalam berdebat lantaran memiliki berbagai
faktor pendukungnya dengan pengetahuan terhadap dalil serta kecerdikan
dalam penggunaannya.
Beberapa Contoh Debatnya
1. Asy-Syaf i Berdebat dengan Muhammad bin HasanAsy-Syaibani,
Asy-Sya6'i belajar pada Muhammad bin Hasan dengan membaca
buku-bukunya dan mempelajarinya serta mengapresiasinya sebagai
bentuk apresiasi seorang murid kepada syaikhnya. Akan tetapi itu tidak
menjadi halangan bagi fuy-syaf i untuk berdebat dengan syaikhnya lebih
dari sekdi terkait masalah-masalah yang menurut fuy-Syaf i harus ada
penjelasan terkait sisi kebenarannya. Barangkali debat yang paling populer
antarafuy-Syaf i dan Muhammad bin Hasan adalah perdebatan di antara
mereka berdua seputarAbu Hanifah # dan Malik +&. Perdebatan ini telah
disampaikan dalam bahasan sebelumnya, maka tidak perlu disampaikan
lagi. Akan tetapi ada perdebatan lain lebih dari satu perdebatan hingga
pada tingkat sebagaimana yang diceritakan sendiri oleh fuy-Sya6'i, yaitu
dia mengatakan, "Pada suaru hari aku berdebat dengan Muhammad bin
Hasan. Perdebatanku dengannya semakin sengit, hinggga urat-urar lehernya
membengkak dan kancing-kancing bajunya terlebas saru persaru."3
Berikut ini salah satu perdebarannya dengan Muhammad bin Hasan
fuy-Syaibani.
rbid (lo/49, 5o).
Ar-RAzi, Ad4b Ary-qaf i 160.
Ibid.
I
2
a
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... tp 343
fuy-Syafi'i mengatakan, "Aku menulis buku-buku Muhammad bin
Hasan, dan aku mengetahui pendapat mereka. Jika dia bergergas maka aku
berdebat dengan sahabat-sahabatnya. Pada suatu hari dengan Perasaan marah
dia berkata kepadaku, "Aku diberitahu bahwa engkau tidak sependapat
dengan kami." Aku menjawab, "Itu hanya sesuaru yang aku katakan dalam
perdebatan." Dia berkata, "Namun yang samPai kepadaku tidak demikian."
Dia pun menyanggahku hingga aku berkara, "Aku menghargaimu dan aku
menghindarkanmu dari perdebatan. Dia berkata, "Itu harus disampaikan."
Begitu dia tetap bersikukuh maka aku katakan, "sampaikanlah'"
Dia berkata, "Apa pendapatmu renrang orang yang melakukan
ghasab (mengambil tanpa izin) pohon Sajah dari orang lain.t Kemudian
dia mendirikan bangunan di atasnya dengan biaya 1000 dinar. Pemilik
pohon Sajah mendatangkan dua orang saksi adil untuk menguatkan
klaimnya bahwa orang itu mengambil alih pohon Sajah tanpa seizinnya
dan mendirikan bangunan ini di atasnya. Apa ketentuan hukumnya
menurutmu?"
Aku menjawab, "Aku katakan kepada pemilik pohon Sajah: engkau
harus mengambil ganti senilai pohon Sajah. Jika dia rela maka aku tetapkan
nilainya. Namun jika dia enggan dan hanya menghendaki Sajahnya, maka
aku bongkar bangunan itu dan aku kembalikan Sajah kepadanya'"
Muhammad bin Hasan berkata, '(Apa pendapatmu tentang orang
yang melakukm ghasab benang ibrism dari orang lain. Dia menggunakan
benang itu untuk menjahit Perutnya, apakah engkau mencabut benang
dari perutnya?!"
'Tidak," jawabku.
Dia berkata, "Allah Mahabesar, engkau tinggalkan pendapatmu
sendiri." Sahabat-sahabatnya berkata, "Engkau meninggalkan pendapat-
mu sendiri.
Aku berkata, "Jangan terburu-buru. Bagaimana pendapat kalian
seandainya dia tidak mengambil Sajah tanpa izin dari seorang pun, dan dia
Sejenis pohon besar sebagaimana yang dijelaskan datankanws Al-M;shbah (srtk'tl<eta' sawaja) 'DaJam
..i"r.nri l.l,n ditulis Saihal namun ini iranya penulisan untuk keperluan sastra (160). Baca kamus
yang lain.
3U l& alia"l Islam Menurut Empat Madzhab
hendak membongkar bangunan ini darinya lantas membangun yang lain,
apakah itu mubah baginya? Atau haram baginya?"
Mereka menjawab, "Itu mubah baginya."
Aku berkata, "Bagaimana menurutmu jika benang itu adalah
benangnya sendiri, lantas dia hendak mencabut benang ini dari perurnya,
apakah itu mubah baginya? Ataukah itu haram baginya?"
Mereka menjawab, "Itu haram baginya."
Aku berkata, "Lantas bagaimana engkau mengqiyaskan yang mubah
dengan yang haram?!"
Kemudian dia bertanya, "Bagaimana pendapatmu jika ada orang yang
melakukan ghasab satu papan Sajah dari orang lain yang dimasukkannya ke
dalam perahunya, dan berlayar di laut, lantas pemilik papan menguatkan
klaimnya dengan dua orang saksi adil bahwa orang ini telah mengambil
tanpa izin papan tersebut dan memasukkannya ke dalam perahunya, apakah
engkau hendak mencabut papan dari perahu?!"
"Tidak," jawabku.
Dia berkata, 'Allah Mahabesar, engkau meninggalkan pendapatmu."
Sahabat-sahabatnya pun berkata, "Engkau meninggalkan pendaparmu."
Aku berkata, "Bagaimana menururmu jika papan itu miliknya sendiri
kemudian dia hendak mencabur papan itu dari perahu -saat berlayar di
laut- apakah itu mubah baginya? Ataukah itu haram baginya?"
Dia menjawab, "Haram baginya."
Dia lantas bertanya, "Bagaimana yang dilakukan pemilik perahu?"
Aku menjawab, "Aku menyuruhnya. agar melabuhkan perahunya
ke pelabuhan terdekat dengannya -pelabuhan yang ddak mengakibatkan
dia dan sahabat-sahabatnya celaka- kemudian mencabut papan dan
menyerahkannya kepada pemiliknya, dan aku katakan kepadanya: perbaiki
perahumu dan pergilah."
Muhammad bin Hasan -dalam hyjah yang sampaikan- berkata,
"Bukankah Nabi bersabdr: 1t'r* \'t't'n YTidzh ada bahaya tidah pak
(balasan) yang mem b ahayakan'?
Aku menjawab, "Dia membahayakan dirinya sendiri, dan itu tidak
membahayakan orang lain."
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ID 345
Kemudian aku katakan kepadanya, 'Apa pendaPatmu tentang orang
yang melakukan ghasa& seorang budak PeremPuan dari orang lain yang
lantas melahirkan darinya sepuluh anak -semuanya mamPu membaca Al-
Qur'an, menyampaikan khutbah di atas mimbar, dan memutuskan perkara
di antara kaum muslim- ldu pemilik budak menyatakan diperkuat dua
orang saksi adil bahwa orang ini telah melakukan ghasab terhadap budak
tersebut dan melahirkan darinya anak-anak itu. Aku tekankan kepadamu
dengan nama Allah, apa ketentuan hukum yang engkau tetapkan?"
Dia mengatakan, "Aku menetapkan bahwa anak-anaknya sebagai
budak bagi pemilik budak tersebut dan aku kembalikan budak tersebut
kepadanya?"
Aku katakan, "Allah merahmatimu, mana yang lebih besar bahaya-
nya engkau mengembalikan anak-anaknya sebagai budak, atau engkau
membongkar bangunan di atas Sajah? Dalam sejumlah masalah semacam
lnl. '
Buku-buku seiarah pemikiran Islam memuat dalam jumlah yang
tidak sedikit perdebatan-perdebatan fuy-Syaf i dengan Muhammad bin
Hasan Asy-syaibani, dan semuanya menunjukkan kapasitas fuy-Syaf i
dalam hal ini, pengetahuan tentang pokok-pokok hujah, kecermatan dalam
penggunaan qiyas, dan keluasanwawasan dalam memecahkan masalah serta
pembuatan contoh-contoh untuk dapat mencapai penetapan yang menurut
dugaan kuatnya itu benar. Ini tidak lain disebabkan kemampuannya dalam
berdebat, dan pengetahuannya tentang seni berdebat khususnya lantaran
debat sudah menjadi ciri khas masanya.
2. Perdebatan dengan ImamAhmad bin Hambal
Penulis Tbabaqat Asy'Syaf iyyah memaparkan sejumlah perdebatan
yang terjadi di antara Imam fuy-Syaf i dan Imam Ahmad bin Hambal
sepurar hukum orang yang meninggalkan shalat. Teks yang disampaikan
oleh fu-Subki sebagai berikut: Diceritakan bahwa Ahmad berdebat dengan
Asy-Sya6'i terkait orang yang meninggalkan shalat. Asy-Syaf i berkata
kepadanya, "'Wahai Ahmad, apakah menurutmu dia kafir?"
"Ya," jawabnya.
1 tu-R^zi,IdabAsy-S1af i(159-162).
346 & et ia* Islam Menurut Empat Madzhab
Asy-Sya6'i melanjutkan, "Jika dia kafir, lantas dengan apa dia dapat
masuk Islam?"
Ahmad menjawab, "Tidak ada Tirhan selain Allah Muhammad utusan
Allah."
fuy-Syaf i berkata, "Orang itu terus mengatakan demikian tanpa
meninggalkannya."
Dia menjawab, "Dia masuk Islam dengan menunaikan shalat."
Asy-Syaf i mengatakan, "Shalat orang kafir tidak sah, tidak pula
dinyatakan masuk Islam lantaran shalat itu."
Ahmad pun terhenti berbicara dan diam. Perdebatan ini diceritakan
oleh Abu Ali Hasan bin Ammar seorang sahabatnya, dia dari Mushil yang
di antara muridnya adalah Fakhrul Islam fuy-Syasyi."r
Jika penisbatan debat ini benar, maka ditambah dengan yang
dipaparkan sebelumnya, semua itu menunjukkan kapasitas fuy-Syaf i dan
keterlibatannya dalam debat-debat fikih yang marak terjadi pada masanya.
Ini tidak mengherankan bagi kami lantaran Asy-Syaf i terbentuk dan
terpengaruhi oleh masanya, dan Imam Ahmad2 pun mengakui itu padanya
juga tokoh yang lain pun demikian.
3. Perdebatan dan PerselisihannyaTerkait Masalah Akidah
Seputar masalah-masalah akidah pun ddak luput dari perdebatan-
perdebatan yang dilakukan oleh Asy-Syaf i. Hafsh Al-Fard menyebutkan
di hadapanfuy-Syaf i bahwaAl-Qur'an adalah makhluk. fuy-Syaf i pun
berkata kepadanya, "Engku ingkar kepada Allah Yang Mahaagung."3
Penilaian hukum oleh Asy-Syaf i ini hanya ditetapkan setelah
melakukan perdebatan panjang dengan Hafsh tersebut. Dari Rabi' bin
Sulaiman, dia mengatakan, "Aku menghadiri majelisfuy-Syaf i; Abu Syuaib
menyampaikan kepadaku, hanya saja aku tahu bahwa dia menghadiri majelis
Abdullah bin Abdul Hakam, Yusuf bin Amr bin Yazid, dan Hafsh Al-Fard.
Asy-Syaf i memanggilnya dengan nama HafshAl-Munfarid. Hafsh bertanya
kepadaAbdullah bin Abdul Hakam, "Ap" pendapatmu tentangAl-Qur'an?"
As-Subki (Abdul Vahhab), Tbabaqat Asy-Syaf iyyah Al-Kubra (l 1220), Cet. 2.
fu-R^zi, Adab Ary-S1af i 21, 55, DarAl-Ma'rifah, Beirut, lrbanon.
tu -RAzi, Ad4b Asl -gaf ', hlm. 19 4.
I
2
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... Gf 347
Abdullah bin Abdul Hakam enggan menjawabnya. Lantas dia
pun bertanya kepada Yusuf bin Amr bin Yazid, namun dia juga tidak
menjawabnya. Keduanya memberi isyarat kepada fuy-Syaf i. Dia pun
bertanya kepada fuy-Syafi'i yang lantas menyampaikan hujah kepadanya.
Terj adilah perdebatan panj ang. fuy-Syafi',i menyampaikan huj ah kepadanya
dengan bertanya, "Al-Qur'an itu apa?"
Dia enggan menjawabnya. Ldu dia bertanya kepada Yusuf bin Amr
bin Yazid yang juga tidak menjawabnya. Lalu aku bertemu Hafsh AI-Fard
di majelis setelah itu. Dia berkata, "fuy-Syaf i hendak membunuhku."r
Jika kita tidak berhenti pada teks perdebatan, maka pengakuan Hafsh
Al-Fard nyaris menunjukkan kepada kita bahwa perdebatan itu cukup
panjang dan sengit. Saat itu fuy-Syaf i -meski tidak suka perselisihan-
tidak dapat meninggalkan kejadian seperti ini tanpa mengatakan sePatah
kata kebenaran yang diyakininya dan berpandangan bahwa itu penting
untuk diyakini oleh berbagai kdangan, karena itulah akidah salaf sebagai
generasi terbaik.
Diriwayatkan dari Asy-Sya6'i bahwa dia menggunakan manhaj yang
sama terkait penyampaian dalil atas keberadaan Allah untuk menyanggah
keyakinan-keyakinan atheis pada masanya terkait masalah ini. Lazim
diketahui bahwa masanya dengan berbagai macam suku bangsa dan berbagai
pandangan dikenal pula arus-arus pemikiran yang bertentangan dengan
akidah yang benar.
Imam Al-Mathlabi mengatakan, "Aku dihampiri 17 orangatheis2 di
jalan Ghazzah. Mereka berkata, "Apa ada bukti yang menguatkan?" Aku
katakan kepada mereka, 'Jika aku menyebutkan bukti yang memuaskan
apakah kalian beriman?"
I rbid, 195.
2 Kaum atheis (keum Zindiq) addah golongan Majusi yang oleh Al-Khawarizmi mereka dinisbatkan
kepada Manawiyah dan menetapkan mereka sebagai pengikut Muzdik yang menulis buku yang di
dalamnyadipaparkan tentangakidah-akidah merekayang mereka nisbatkan kepada Zaratustra, seperti
.e-bi"rk". p.ngg.rn""., h"r,a dan wanita karena menurut mereka harta dan wanita itu milik
bersama di antara scmua pihak, di samping pendapat mereka yang menyatakan bahwa ala mini terdiri
dari dua pokok yaitu cahaya dan kegelapan. Buku tersebut d engm judul Zind yang lantas didihkan
ke dalarn-bahasa fuab unruk menyeLut bentuk tu nggalnyr Zindiq &n benruk jam ah$ya hnadiqdh
(atheis). Bacabuku karyaAl-Khawarizmi (Muhammad binAhmadbinYusu0 dengniudulMafatih
Al-'Ulun (56),mhqiq oleh Ibrahim AIJbari, Dar Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, 1984, Asy-Syahrasmni,
Al-Mihl uta An-Nihal (21 54), tahqiqoleh Abdul Aziz Al-\fakil, Al-Halbi.
345 Eeua*, Islam Menurut Empat Madzhab
"Ya," jawab mereka.
Aku mengatakan, "Engkau melihat daun bunga furshad, model dan
warnanya sama, dan juga dahannya. Namun bila dimakan cacing usus
maka yang keluar dari perutnya berupa lendir, dimakan lebah yang keluar
dari perutnya berupa madu, dan dimakan domba lantas yang keluar dari
p.r,r,rry, berupa kotoran. Modelnya sarna, jika menurutmu itu bersifat
pasti maka yang ditimbulkan Pun Pasti sesuatu yang sama, karena hakikat
y*g r*" hanya menetapkan hal yang sama dan tidak menetapkan hd-
hal yang berlawanan dan berlainan, dan siapa yang menyatakan bahwa ini
dapat berlaku maka dia tidak berpikir logis dan mengalami kebingungan.
Perhatikan bagaimana kondisi-kondisi yang terjadi mengalami perubahan'
Dengan demikian dapat diketahui bahwa itu merupakan perbuatan pencipta
alam, mampu mengubah kondisi-kondisi yang ada padanya dan mengubah
kecenderungan-kecenderungan."
Dia mengatakan, "Mereka pun tercengang." Kemudian mereka
berkata, "Engkau benar-benar telah menyamPaikan hal yang sangat
menakjubkan. Mereka pun beriman dan memeluk agama Islam dengan
baik."1
Itulah perdebatan-perdebatan Asy-Syaf i yang kami paparkan terkait
fikih dan akidah sebagai contoh yang mensinyalir sesuatu yang hendak kami
tetapkan, yaitu bahwa fuy-Syaf i tidak menjauhi pemikiran pada masanya,
dan bahwa dia menggunakan metode-metodenya dalam membela kebenaran
sebagaiman tyangdiyakininya. Jika ada riwayat darinya yang menyatakan
bahwa dia mengecam perdebatan, maka itu malaudnya adalah perdebatan
yang tidak memenuhi syarar-syarat Islam baik dari segi cara maupun tujuan,
sebagaiman a yangakan dipaparkan kemudian, insya Alhh'
Asy-Syaf i dan Golongan-golongan pada Masanya
Yang kami paparkan renrang beragamnya syaikh Imam fuy-Syaf i
dalam hal sudut pandang mereka, dan tentang Pengetahuannya terhadap
inti perdebatan pada masanya, ini benar-benar menunjukkan dengan jelas
bah; Imam fuy-Syaf i mengetahui dengan baik berbagai sudut pandang
madzhab pada masanya. Dia mengikuti majelis syaikh yang dikenal sebagai
@ um ua Mu b id Al- Humum 1 2. Baca j uga buku karya Yahya Hasyim
F * ghat, Al- Ilsus Al- M an h aj iyy ah li B ina Al:Aq i dah (4O)'
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 349
pengikut Mu'tazilah, mendalami fikih darinya, sebagaimana dia pun
menyatakan terkait seorang ulama Syiah bahwa dia memiliki pemahaman
yang mendalam tentang tafsir -sebagaimana yang telah kami jelaskan-
demikian pula dia pun berdebat dengan golongan atheis terkait masalah
keberadaan Allah. Dan berbagai ungkapan yang diriwayatkan darinya
mengenai hal ini menguatkan bahwa dia mengenal golongan-golongan umat
Islam pada masanya, meskipun dia ddak menyebutkan seluruh golongan.
Muhammad bin Ibrahim bin Jinad mengatakan bahwa Hasan bin
Abdul Aziz N-Jarawi menyampaikan kepada kami, "Aku mendengar fuy-
Syaf i berkata, 'Aku meninggalkan sesuatuyangdiada-adakan oleh golongan
atheis di Baghdad, mereka menyebutn ya, At- Thgh b ir merel<a. menyibukkan
diri dengannya dengan mengabaikan Al-Qur' an."t
Jika ini kita tambahkan dengan perdebatan mereka seputar keberadaan
Allah dengan kita katakan bahwa fuy-Syaf i mengetahui akidah mereka
tentang Tirhan Yang Maha Esa, dan terkait Al-Qur'an, maka dua hal ini
cukup bagi pembaca untuk mengetahui indikasi akidah golongan apa pun.
Rabi' mengatakan, "Aku mendengar fuy-Syaf i berkata, 'Aku tidak
pernah melihat seorang pun yang lebih gemar bersaksi palsu daripada
golongan Rafidhah."'
Penilaiannya ini didasarkan pada pengetahuannya terhadap akidah
mereka. Ini sudah cukup jelas dipaparkan dalam riwayat dari Asy-Syaf i
di tempat yang lain.
As-Saji mengatakan, Ibrahim bin Ziyad Al-Abli menyampaikan
kepada kami, "Aku mendengarAl-Buwaithi berkata, 'Aku bertanya kepada
Asy-Syaf i: Apakah aku boleh shalat di belakang (menjadi makmum)
penganut Rafidhah?"
fuy-Syaf i menjawab, "Jangan shalat di belakang penganut Rafidhah,
tidak pula penganut Q-adariyah, dan tidak pula penganut Murjiah." Aku
katakan, "Katakan kepada kami tentang mereka."
fuy-Syaf i menjawab, "Orangyang mengatakan bahwa iman adalah
ucapan maka dia penganut Murjiah, orang yang mengatakan bahwa Abu
Siyar A'hm An-Nubah' (10 I 9 l).
rbid (10/89).
I
2
350 6 aUa*r Islam Menurut Empat Madzhab
Bakar dan Umar bukan sebagai imam maka dia Penganut Rafidhah, dan
siapa yang menetapkan kehendak tergantung pada dirinya sendiri maka
dia penganut Qadariyah."
I
Dia menyatakan penganut Rafidhah sebagai pengikut Syiah yang
mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Kalangan ini juga mencakup
golongan yang disebut dengan nama golongan As-Sabbah, yaitu mereka
yang mencaci dua imam yang agung tersebut, Abu Bakar dan Umar.
Adapun golongan Qadariyah yaitu -sebagaimana yang telah
ditetapkan- golongan yang sejak semula mengatakan pengingkaran terhadap
takdir yang terdahulu. Pokok bid'ah mereka adalah lantaran kelemahan akal
mereka dalam memahami iman kepada takdirAllah, iman terhadap perintah
dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya. Mereka mengira bahwa itu tidak
mungkin terjadi, mereka mengimani agama Allah, perintah-Nya, larangan-
Nya, janji-Nya, dan ancaman-Nya. Mereka mengira bahwa jika perkaranya
demikian maka sebelum adanya perintah dia tidak tahu siapa yang taat dan
siapa yang durhaka, karena mereka mengira bahwa orangyangmengetahui
apaytngakan terjadi maka tidak sebaiknya dia memerintahkan sementara
dia mengetahui bahwa yang diperintahkan mendurhakai-Nya dan tidak
menaati-Nya. Mereka mengira bahwa jika dia mengetahui bahwa mereka
berbuat kerusakan maka tidak sebaiknya dia menciptakan orang yang
diketahui berbuat kerusakan. Begitu pandangan mereka yang mengingkari
takdir terdahulu sampai kepada generasi sahabat, maka generasi sahabat
menolak keras pandangan mereka dan berlepas diri dari mereka, sehingga
Abdullah bin Umar berkata, "Beritahu mereka bahwa aku berlepas diri dari
mereka, dan bahwa mereka pun terbebas dariku. Demi yang disebutkan
dalam sumpah Abdullah bin Umar, seandainya seorang di antara mereka
mempunyai emas seperti Gunung Uhud lantas dia menginfakkannya niscaya
Allah tidak menerima infaknya itu darinya hingga dia mengimani takdir."2
Adapun penganut Murjiah yaituyangmengatakan bahwa iman adalah
perkataan dan ucapan dengan lisan. Di antara mereka adayangmengatakan
bahwa iman adalah pembenaran dengan hati saja. Namun pendapat yang
Ibid 31.
IbnuTiimiyah,,{ l-Furqan bainaAl-Haqq waAl-Bathil2T,Juzl dari Majrnu'Ar-Rasa'iL Cet. Shabi
I
)
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... € 35r
paling bagus di antara mereka adalah kalangan yang mengatakan bahwa
iman adalah pembenaran hati dan perkataan lisan.l
Adapun penilaiannya bahwa Rafidhah berdusta ddam kesaksian
mereka, ini merupakan realita pengingkaran mereka terkait penetapan
keutamaan yang diungkap ddam hadits Rasulullah terkait keutamaan dua
imam tersebut. Ibnu Thimiyah mengatakan rentang Syiah sebagai penguar
atas kesimpulan ini, dan barangkali dia menyimpulkannya dari imam kita,
fuy-Syaf i, "Syiah, nyaris tidak ada riwayat seorang pun dari mereka yang
dapat dipercayai dari syaikh-syaikh mereka lantaran banyaknya kebohongan
di antara mereka. Maka dari kalangan yang menghendaki riwayat yang
shahih berpaling dari mereka, sehingga Al-Bukhari dan Muslim tidak
mengakomodir hadits-hadits dari Ali. Kecuali dari keluarganya, seperti
anak-anaknya (Al-Hasan dan Al-Husain), Muhammad bin Hanafiyah,
sekretarisnya (Abdullah bin Abu Rafi'), sahabat-sahabat (Ibnu Mas'ud),
Ubaidah fu-Salmani, Harts At-Tamimi, Qais bin Abbad, dan lainnya
yang seperti mereka, karena mereka itu jujur terkait riwayat yang mereka
sampaikan dari AIi. Maka dari itu kalangan yang menghendaki yang shahih
menyampaikan hadits mereka."2
Asy-Syaf i Dituduh Sebagai Pengansl Syi.h
Asy-Sya6'i mencintai keluarga Rasulullah didasarkan pada apa yang
terungkap ddam Al-Qur'an dan sunnah bahwa kecintaan itu memang
dianjurkan. fuy-Syaf i pun kagum -seqrra obyektif dan dengan alasan-
terhadap kepribadian Ali. Ini semua membuatnya menjadi sasaran uduhan
sebagai penganut Syiah dan disebut sebagai golongan Rafidhah, meskipun
kenyataannya tidak demikian, lebih-lebih bahwa tuduhan yang ditujukan
kepadanya sebagai penganut Alawiyah dan melakukan penentangan bersama
kalangan yang menentangfu-Rasyid merupakan salah satu sebab ujian yang
menimpanya sebagaimanayang telah kami paparkan saat membicarakan
tentang ujian yang dialaminya.
fuar hal ini semakin jelas maka kami sampaikan beberapa teks yang
berkaitan dengan masalah ini.
Adapun tentang tuduhan bahwa dia sebagai penganut Syiah, fu-Rai
tbid42.
tbid23.
I
2
352 lE af.ia.l Islam Menurut Empat Madzhab
mengatakan dalam Al-Manaqib, "Abul Hasan memberitahukan kepada
kami, Abu Muhammad memberitahukan kepada kami, Ahmad bin
Utsman An-Nahwi An-Nasawi (atau Al-Ghawi) menyampaikan kepada
kami, dia mengatakan; aku mendengar Abu Muhammad, kerabat fuy-
Sya6'i, mengatakan, hku mendengar Ibrahim bin Muhammadfuy-Syaf i
berkata, 'Asy-Syaf i ditahan bersama sejumlah orang dari golongan Syiah -
disebabkan menganur Syiah- hingga pada suatu hari dihadapkan kepadaku.
Dia berkata kepadaku, 'Panggilkan fulan, pakar tafsir mimpi" Aku pun
memanggilkan fulan untuknya. Dia bercerita, 'Thdi malam aku bermimpi
seakan-akan aku disdib pada sebuah galah bersama Ali bin Abi Thalib.'
Penafsir mimpi berkata, 'Jika mimpimu benar maka engkau terkenal,
namamu disebut-sebut, dan kabar tentang dirimu tersebar."'
Periwayat mengatakan, kemudian dia dibawa menghadaP At-
Rasyid bersama mereka. Setelah berbicara dengannya tentang hal-hal yang
dialaminya, dia pun dilepaskan."t
Sedangkan tentang kecintaannya kepada keluarga Rasulullah, dalam
riwayat darinya dinyatakan tentang sesuatu yang menguatkan kecintaannya
tersebut dan menegaskan bahwa dia mengetahui tuduhan dan sebabnya
dari sisi lain. Dalam riwayat yang disampaikan oleh A&-Dzahabi terkait
masalah ini, dia mengatakan, Rabi' bin Sulaiman menyamPaikan kepada
kami dengan mengatakan, "Kami menunaikan ibadah haji bersama fuy-
Syaf i. Tidaklah dia menanjaki tempat yang tinggi tidak pula menuruni
lembah melainkan dalam keadaan menangis dan melantunkan syair:
,-,.,i$\ tti; -t-,l\a..f'irl A, :y *aiU 6 q\ (-
, ,.t
,trirr,>tit W A5 ;, e eA ;uiiY t';-"'i .'," ! oi*,ttt ti-Ui 'E1i -; w, os 5t,,f,s *.
Hai pengendara berhcntikh di tetnPdt lempariurnrah di Mina
Dan rurunlah he bagian bauah ltreng dan dengan bergegas
Adahh sihir jiha jarnaah haii bergerah menuju Mina
Gerahan jamaah haii secarut bergelombang lahsana ornbah Efrat Tang
berdzburan
I Ar-R^zi,AdabAry-Slaf i ua Manaqibuhu77,78.
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... lD 353
Jiha yang disebut Rafdhah iru hntaran mencintai heluarga Muhammad
Maha jin dan manusia me:njadi saksi bahwa ahu penganut Rafdhaht
Jika pernyataannya secara terbuka ini dipahami oleh sebagian
kalangan -meski sudah sangat jelas maksudnya- bahwa dia menganut
paham Syiah dan Rafidhah -padahal dia tidak menyatakan demikian- maka
kekagumanfuy-Syaf i terhadap ImamAli semakin memperparah tuduhan
ini bagi orang-oran gyengmenuduhnya. Ddam riwayat darinya di