n. Dalilnya firman Allah, "Maha hetahuilah, bahwa tidah
ada Tuban (yang patut disembah) sehin Alhh. " (Muhammad: 19). Allah
memerintahkan untuk mengetahui bukan menduga dan taklid."2
1 Ridha Kahalah, Majam Al-Mualltfn Al-Arab (9132).
2 Al-Fiq Al-Akbarkaryalmamfuy-Sya6'i halaman 10, fuy-Syarqiyyah, 1324
394 @ ef.ia*r Islam Menurut Empat Madzhab
Kemudian Imam Asy-Syaf i menjelaskan klasifikasi ilmu yang
dibaginya dalam ilmu aksiomatis dan ilmu yang didapatkan seraya
menjelaskan makna masing-masing dari keduanya, kemudian berbicara
renrang klasifikasi perbuatan mukallaf dan lima hukum syariatnya; wajib,
sunah, haram, malruh, dan mubah.
Kemudian Imam fuy-Syaf i berbicara tentang syarat-syarat yang
harus diketahui hamba yang secara globd terfokus pada tiga; akal, bdigh,
dan mendengar (mengetahui).
Kemudian menegaskan bahwa kewajiban Pertama bagi mukallaf
adalah memperhatikan dan berhujah, dengan menyamPaikan dalilnya
berupa sekian banyak ayat Al-Qur'an AI-Karim.
Kemudian ImamAsy-Syaf i berbicaradalam sejumlah bagian bahasan
tentangAllah. Pada setiap bagian bahasan dia berbicara tentang bahwa Dia
dahulu tanpa permulaan, karena jika Dia baru niscaya Dia membutuhkan
yang mengadakan, demikian seterusnya hingga tanPa ada batas akhirnya.
Dalam satu bagian bahasan Imam fuy-Syaf i berbicara tentang
keesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya dan diri-Nya.
Di bagian bahasan lainnya Imam fuy-Syaf i berbicara tentang ddak
adanya keserupaan Allah dengan makhluk-Nya, dan bahwasanya Dia tidak
berbatas tidak pula diliputi.
Kemudian di bagian akhirnya Imam Asy-Syaf i mengatakan,
"Ketahulah bahwa Allah bukanlah inti, fisik, bukan pula materi. lmam
Asy-Syaf i berhujah dengan carayangberkaitan dengan ilmu kalam yang
agak rumit yang ddak disukai generasi salaf dan tidak mereka terapkan
dalam argumentasi mereka.
Kemudian Imam Asy-Syaf i berbicara tentang ePa yang dinilai
mustahil bagi-Nya terkait bentuk dan susunan, warna dan rasa serta aroma,
dan Dia tidak diwadahi suatu temPat. Dia berpendapat bahwa firman Allah,
"Yang Maha Pengasih, ltang bersemayrn di atds Ars! (singgasana)," (Thaha:
5), termasuk ayat rnutasldbihal (ambigu) yang sebaiknya kita berlakukan
sebagaimana adanya.
Kemudian Imam Asy-Syaf i berbicara tentang sifat-sifat Allah
dan mengatakan, "Ketahuilah bahwa Sang Pencipta hidup dengan suatu
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...6 395
kehidupan; mengetahui dengan suatu pengetahuan; Kuasa dengan suatu
kekuasaan, Mendengar dengan suatu pendengaran; Melihat dengan suatu
penglihatan, Berbicara dengan suatu kalam; Kekal dengan suatu kekekdan.
Ini merupakan sifat-sifat keabadian yang ada dengan diri-Nya yakni bukan
sebagai materi yang baru tidak pula diadakan, Dia tetap dan senantiasa
dengan sifat-sifat ini."
Kemudian Imam Asy-Syaf i berbicara tenrang sifat kalam dan
menyatakan bahwa orang yang mengamkan bahwa kalam allah makhluk
maka dia ka6r.
Imam fuy-Syaf i berbicara dalam suatu bahasan tenrang perbuatan
hamba, "Ketahuilah bahwa Allah Pencipta upaya-upaya hamba dan
mengadakannya dari ketiadaan menjadi ada serta menetapkannya sebagai
upaya mereka. Yaitu Allah menciptakan kemampuan padanya bagi mereka.
Hamba sebagai pengupaya, bukan Pencipta, sedangkan yang mengadakan
adalah Pencipta bukan pengupaya." Ketahuilah bahwa kemampuan hamba
disebut kesanggupan yang menyertai perbuatan bukan sebelumnya bukan
pula setelahnya. Ketahuilah bahwa satu kesanggupan ridak layak untuk
dua hal yang berlawanan. Kesanggupan iman tidak layak untuk kekafiran,
dan kesanggupan kekafiran tidak layak untuk iman. Dengan demikian
kesanggupan iman dan taat merupakan taufik dari Allah, dukungan, dan
pertolongan. Sedangkan kesanggupan kekafi ran merupakan kenistaan dan
keterkucilan. Kesanggupan kedurhakaan yang ridak sampai pada kekafiran
adalah tidak didapatkannya taufik. Dalilnya adalah firman Allah: *Tidak
dapat hgi menemuhan jahn (yang benar)." (AJ-lsra,': 48). Maksudnya
mereka tidak sanggup meniti jalan petunjuk.
Dalam satu bahasan, Imam Asy-Syaf i berbicara renrang bahwa
Allah dalam keadaan apa pun tidak ada sesuatu yang diwajibkan kepada-
Nya, dan Dia tidak menciptakan makhluk dengan maksud untuk
menghindarkan bahaya tidak pula untuk mendapatkan manfaat, akan terapi
Dia menghendaki penciptaan mereka maka Dia pun menciptakan mereka.
Imam fuy-Syaf i berbicara tenrang rempar kembdi di akhirat, yaitu
dengan dikembalikannya makhluk dengan wujudnya bukan dengan yang
menyerupainya sebagaimana yang dikatakan oleh golongan Karamiyah.
Ddam berbagai bahasan lainnya Imam fuy-Syaf i berbicara tenrang
396 lD atia* Islam Menurut Empat Madzhab
kenabian dan dukungan Allah bagi mereka dengan mukjizat, serta berbicara
renrang mukjizat, berbicara juga tentang sifat para nabi seluruhnya, dan
renrang sifat-sifat Nabi Muhammad tanPa menyamPaikan sanggahan
terhadap kdangan yang memungkiri kenabian.
Kemudian Imamfuy-Syafi'i berbicara tentang iman dan bahwasanya
iman merupakan pengerahuan dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan
pengamdan dengan anggota badan. Imam Asy-Syaf i berpendapat bahwa
pertambahan dan pengurangan dalam keimanan dapat terjadi pada cabang-
cabang iman yang berupa amal yang di sini mendekati aPayangdikatakan
oleh Abu Hanifah, karena dia berpendapat bahwa kedurhakaan tidak
membuat mukmin keluar dari iman, bahkan dia tetap sebagai mukmin
dengan imannya namun fmik lantaran kedurhakaannya.
Imam fuy-Syaf i berbicara tentang syafaat Rasul Muhammad dan
menyampaikan dalilnya.
Kemudian Imam fuy-Syaf i berbicara tentang kelangsungan nikmat
penghuni surga, dan kelangsungan adnb penghuni neraka.
Setelah itu Imam Asy-Syaf i berbicara tentang tdzab kubur dan
pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, serta tentang timbangan amal,
titian di Hari Kiamat, dan telaga di surga.
Kemudian Imam fuy-Syafi'i berbicara tentang para imam pemimpin
dan menyatakan urutan para imam setelah Rasulullah, yaitu Abu Bakar,
Umar, LJtsman, lalu Ali.
Imam fuy-Syaf i berbicara tentang syarat-syarat keimaman, "Keta-
huilah bahwa syarar-syarat keimaman ada sepuluh; berakal, baligh,
merdeka, Islam, sebagai laki-laki, berilmu dengan ketentuan layak untuk
menjadi mufti dari kalangan yang melakukan ijtihad, mamPu melakukan
pencermaran, berani, baik agamanya, dan berasal dari Quraisy. Jika syarat-
syarar ini telah terhimpun padanya, maka dia layak untuk menjadi imam
jika dibaiat."
Kemudian Imam fuy-Syaf i berbicara tentang bahwasanya tidak
boleh ada lebih dari satu imam (pemimpin) di satu masa yang sama.
Imam fuy-Syaf i berkata, "Di antara mereka ada'yengmengatakan: Boleh
mengkhususkan setiap wilayah dari negeri-negeri Islam memiliki satu imam.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lD 397
Pendapat ini juga dianut oleh sebagian sahabat kami. Namun pendapat
pertama yang lebih shahih dengan ddil berupa ijmd generasi sahabat atas
hal ini." Imam fuy-Syaf i berhujah dengan kejadian Saqifah.
Kemudian Imam Asy-Syaf i mengakhiri buku ini dengan menya-
takan bahwa generasi sahabat addah orang-orang bertakwa yang adil, dan
tidak patut bagi muslim mengatakan tentang mereka selain kebaikan. Imam
Asy-Syaf i memaparkan sejumlah hadits yang berkaitan dengan keutamaan-
keutamaan generasi sahabat.
Ini merupakan paparan sekilas tentang kandungan risalah yang kami
sampaikan. Mudah-mudahan kami dapat melampirkannya secrra penuh
dalam bahasan tersendiri. Barangkali itu dapat membantu sebagian ulama
dalam penisbatannya kepada penulisnya yang sebenernya.
Pendapat Kami Terkait Penisbatan Buku Tersebut kepada Asy-Syaf i
Pada bagian permulaan kami menyatakan bahwa yang diungkap
dalam buku ini atau matan ini -jika ungkapan ini benar- benar-benar selaras
dengan yang terdapat dalam sejumlah buku Ahlu Sunnah. Bahkan tidak
berlebihan bila kami mengatakan bahwa lafal-lafalnya pun berdekatan antara
yang terdapat dalam risalah ini dengan yang terdapat pada Al-Baghdadi
dalam bukunya Al-Farq baina Al-Firaq, dan Ushuluddin.' Saya tidak
dapat memasdkan bahwa penulis buku tersebut addah seorang penganut
fuy'ariyah, akan tetapi saya berpendapat bahwa penisbatan buku ini kepada
Asy-Syaf i tidak shahih lantaran sebab-sebab berikut:
Prtama, buku tersebut menggunakan lafal-lafal dan cara-caraddam
menyampaikan argumentasi yang ddak dikenal dari fuy-Syaf i, khususnya
terkait paparan kami tentang beberapa perdebatan terkait akidah. Adapun
penggunaan lafal-lafal inti dan materi, juga penggunaan dalil mungkin
dan wajib, ini merupakan manhaj ahli kdam yang tersebar dan populer
beberapa waktu sepeninggal Asy-Syaf i, meskipun di antara kalangan
terdidik sudah dikenal pada masa fuy-Syaf i seiring dengan berakhirnya
abad kedua Hijriyah.
Asy-Syaf i sangat antusias dalam mengikuti manhaj generasi sdaf
I Al-Baghdadi, Ubaluddin(227,228),benyaklagiyangselain ini.BaczAl-Farq bainaAl-Firaq323-363.
398 @ ef.iarf, Islam Menurut Empat Madzhab
dalam membahas masalah-masalah akidah, sementara mereka tidak
menggunakan lafal-lafal tersebut. I
Ihdua, ddam beberapa tema yang dikaitkan dengan kdam pada
masanya, Imam Asy-Syaf i berbicara secara singkat tanPa terperinci
rerkait sisi-sisi masdah ini, sebagaimana terkait masdah kenabian. Padahd
sebenarnya terkait tema ini Asy-Syaf i telah memiliki satu buku yang
sudah dapat diprediksi bahwa dia menyanggah kalangan yang memungkiri
kenabian dan meruntuhkan dalil-dalil mereka. Akan tetapi di sini dia
berbicara secara sederhana dan sekilas, padahal sebenarnya jika fuy-Syaf i
menulis tentang masalah-masalah akidah maka dia menulis dengan
menyanggah qnrbhat, atau menyampaikan kepada umat suatu Pengetahuan
yang penting terkait keyakinan mereka.
Ketiga, pembicaraannya tentang kepemimpinan (imamah) di sini
nyaris berbeda dengan pembicaraannya tentang kepemimpinan dalam
kitabnya, ,4 l-Urnm. Di ddam htab Al-Umm,lmam Asy-Syaf i menyebutkan
keutamaan Quraisy dan keutamaan kaum Anshar, kemudian menyebutkan
urutan imam sebagaimanayangdiriwayatkan darinya di beberapa tempat
lainnya. Sedangkan di sini hanya berupa ungkapan-ungkapan singkat
yang membahas tentang syarat-syarat dan tentang pendapatnya terkait
dibolehkannya ada dua imam di satu masa. Ini merupakan masalah penting
yang tampaknya tidak mungkin fuy-Syaf i melaluinya begitu saja.
Keanpat, ddam beberapa pendapat dia mengatakan; sahabat-sahabat
kami berpendapat, dan sahabat-sahabat kami membolehkan. Ini merupakan
ungkapan yang tidak banyak kami lihat ddam ungkapannya, karena dia
sebagai pemilik madzhab ini, sementara ungkapan ini digunakan oleh
generasi belakangan sebagai penisbatan dari pemilik madzhab.
Kelina,jika sebab-sebab di atas masih dapat diperdebatkan, maka
di sini kami sampaikan satu hujah yang tak terbantahkan bahwa buku ini
bukan karya Imam Asy-Syaf i, yaitu bahwasanya pada halaman 26 dia-
mengatakan, "Ketahuilah bahwa Allah kuasa mengembalikan makhluk
setelah meniadakannya. Golongan Karamiyah menyatakan, mengembalikan
yang serupa dengannya, bukan wujudnya." Pernyataan ini dapat dimaknai
bahwa orang yang membicarakan itu telah ada setelah atau seiring dengan
Slarh Ath-Thahaui, 1 54.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... {tr 399
adanya golongan Karamiyah, padahal lazim diketahui bahwa golongan
Karamiyah dinisbatkan kepada Muhammad bin Karam fu-sajistaniyang
wafat pada tahun 255 Hijriyah,' dan lazim diketahui pula bahwa fuy-
Syaf i wafat pada tahun 204 Hijriyah. Bagaimana mungkin orang yang
mendahului dapat menukil dari orang yang baru ada kemudian dengan
jeda waktu yang cukup lama sebagaimana yarngdapatpembaca lihat.
Dengan demikian kami telah melakukan konfirmasi dengan pendapat
yang memuaskan yang menolak penisbaran risalah tersebut kepada fuy-
syaf i, meskipun masih ada manuskripnya di universiras King saud. patut
diduga kuat bahwa seorang dari penganur Madzhab fuy-syafi'i dari generasi
belakangan menisbatkan diri kepada ImamAsy-Sya6'i lantaran suatu sebab
atau lainnya, dan barangkali pada waktu yang akan datang akan terungkap
bagi kita, inrya Alkh, siapa penulisnya yang sebenarnya. Hanya Allah rempar
memohon pertolongan.
D. Imam Ahmad bin Hambal
Kata Pengantar
Saat kami hendak membicarakan tentang fikih akidah menurur Imam
Ahmad bin Hambal, maka selayaknya kami menyampaikan secara singkat
tiga hal di bawah ini yang berkaitan erat dengan tulisan tenrang Imam
Ahmad dari sudut pandang yang lebih spesifik.
Pertama
Kitab-kitab sejarah umum, kitab-kitab rentang tingkatan para
ulama Qhabaqat), dan kitab-kitab sejarah pemikiran Islam semuanya
memperhatikan biografi dan pembicaraan renrang Imam Ahmad bin
Hambal. Dari sisi seorang tokoh terkemuka dalam pemikiran Islam, dan
dari sisi karya tulisnya dalam berbagai bidang bahasan akidah, sunnah Nabi
Muhammad, dan masalah-masdah fikih yang dinisbatkan kepadanya sebagai
pemilik madzhab (fikih).
Banyaknya sumber rujukan untuk mengenal kehidupan Imam
Ahmad dan pemikirannya membuat penulis dapat menguatkan sisi yang
I BacaAl-MiAuan Nihall0S,Al-Farq bainalFiraq(5121),buhtkerya,Al-Khawarizmi (Muhammad
binAhmadbinYusuf) dengan judul MafatihAl-Uhm(47), Darul KiabAl-ArabiAl-Lubnani, tahqiq
oleh Ibrahim Al-Ibyari, Beirut 14031 1983.
4OO 0 eUa"f, Islam Menurut Empat Madzhab
perlu diperkuat dengan data yang valid. Sebagaimana penulis juga dapat
menyelelsi riwayat-riwayat dan menolak hal-hal yang berlebihan yang
diawali dengan sinyalemen dari suatu sumber atau sekilas dari sumberyaLng
lain, khususnya lantaran sumber-sumber rujukan sejarah ini berbeda-beda
dari segi rentang waktu yang dibahas secara tersendiri oleh sumber rujukan
yang ini atau yang itu terkait biografi imam yang agung ini. Sebagaimana
saat Ibnul Atsir menulis tentangnya dengan kata-kata yang tidak lebih dari
l5 kata. Dia berbicara tentang sejarah pada tahun 241 H: "Imam Ahmad
bin Hambal fuy-Syaibani Al-Faqih Al-Muhaddits wafat pada bulan Rabi'ul
Awwal.t Kami katakan, sebagaimana begitu Ibnul Atsir mempersingkat
perkataannya sedemikian rupa namun kita dapati penulis AlA'hrn berbicara,
lebih luas sedikir dari ini dengan menyebutkan nama Imam Ahmad,
pekerjaan ayahnya, dan karya-karya tulisnya, serta mensinyalir ujian yang
menimpanya dengan sangat singkat."2
Sebagaimana kita tahu bahwa penulis Thrihh Baghdzd fokus pada
biografinya dengan meluruskan nasabnya serta menyebutkan satu sisi dari
kehidupan ilmiahnya, namun tidak menyinggung ujian yang menimpanya,
tidak pula tentang kehidupan keluarganya meskipun dua hal ini juga
penting.3
Terkait sisi yang saya sebutkan itu juga kita dapat sumber-sumber
rujukan penting seperti buku-buku Ibnul Jauzi dan Adz-Dzahabi yang
menjelaskan secara terperinci dan memaparkan detail-detail dari sisi-sisi
kehidupan Imam Ahmad secara lebih terang hingga hal ini membuat
sebagian kalangan bersikap berlebihan dan perlu dikoreksi seperti
penyebutan orang yang masuk Islam pada saat Ahmad bin Hambal wafat,
serra tenrang tempat tidur yang diriwayatkan atau diriwayatkannya sendiri
untuk menjelaskan kedudukannya.a Itu semua membuat penulis perlu
melakukan pencermatan yang lebih intensif dan menanggung beban ddam
memilih serta menimbang-nimbang di antara berbagai sumber rujukan
saat perkaranya sudah menjadi pembahasan khusus terkait bidang tertentu.
I Ibnul Atsi r lzuddin, Al- Ihnil (5 I 297), Darul Kitab Al-Arabi, Beirut.
2 Khairuddin Az-ZeraHi, Al4'hn (l I 2l3),cctakan Dar AI-'Ilm li Al-Ma.layin.
3 Ahmad bin Ali Al-Khathib , nihh Baghdad (4141242r).
4 AbuNuaim,Al-Hillah(91164-233).
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... ltr 40r
Kedua
Perhatian dari kalangan ahli sejarah ini dapat menafsirkan apa
yangrerjrdi pada Ahmad bin Hambal yang mengalami berbagai ujian, di
^nteranya
yang paling menonjol dan pding banyak diungkapkan adalah
u.iian yang dihadapinya pada masa Al-Makmun. Yaitu ujian terkait Al-
Qur'an dinyatakan sebagai makhluk sebagaimanayang disebutkan oleh
sebagian ahli sejarah. Penafsiran ini semakin mengukuhkan bahwa ujian
tersebut merupakan suatu peristiwa yang gaungnya bergema pada saat
itu dan terus berlanjut di antara berbagai kalangan hingga saat sekarang
ini, karena merupakan benturan antara dua manhaj. Satu manhaj meng-
utamakan teks syariat dan menggunakan akal dalam memahaminya sesuai
dengan acuan-acuan yang sistematik, sementara manhaj yang lain juga
mengacu pada teks syariat namun memberikan kepada akal kesempatan
yang lebih luas dari kemampuannya yan1 berimplikasi pada penakwilan
dan kiasan-kiasan lainnya dengan berbagai kandungannya yang berkaitan
dengan perkara-perkara akidah secara khusus.
Akan tetapi kebenaran yang muncul dari kajian terhadap perjalanan
hidup Imam Ahmad dalam perspektif masanya dan kondisi-kondisinya dari
segi pemikiran adalah bahwa perhatian ini mencuat lantaran kedudukan
ilmiah dan faktor-faktor kepribadian yang saling melengkapi yang layak
disandang oleh Ahmad bin Hambal. Demikian yang diterangkan oleh
Ibnul Jauzi, "Ahmad bin Muhammad Al-Khilal menyampaikan kepada
kami dengan mengatakan: 'Aku mendengar Abu Qasim bin Jabali,l
namun cukuplah bagi pembaca bahwa dia mengatakan, kebanyakan
kalangan menduga bahwa Ahmad sering disebut hanya lantaran ujian
yang dihadapinya, padahal tidak demikian adanya. Jika Ahmad bin
Hambal ditanya tentang masalah maka seakan-akan ilmu dunia berada di
hadapannya."2
Saya katakan bahwa kedudukan ilmiahnya serta kepribadiannya
yang multi keahlian menjadikannya layak untuk diangkat reputasinya.
Barangkali sinyalemen-sinyalemen kajian di sini memperjelas kebenaran hd
I lVafatpadatahun2Sl H,Tarikb Baghdad(61378).
2 IbnulJauziAbdurrahman, ManaqibAlJmamAhmadibn Hanbal(}9),tahqigolehAbdullah binAbdul
MuhsinAt-TLrki.
4O2 E ef.ia"f, Islam Menurut Empat Ma&hab
ini, sebagaimanayang diungkap dalam karya Imam Ahmad di antara banyak
ulama dengan berbagai ragam masa serta ciri khas pemikiran mereka.r
Ketiga
Paparan di atas menjadi landasan bagi bahasan yang kami rancang
tentang Imam Ahmad ini. Di tengah banyaknya buku rujukan tersebut kami
memilih yang paling akurat tanpa mengartikan sesuatu apa pun terkait yang
tidak kami pilih. Dan di tengah adanya bahasan yang singkat juga bahasan
yang panjang lebar kami memilih bahasan yang dapat memenuhi apa yang
kami inginkan secara cermat dan tepercaya. Terkait apayan1kami yakini
bahwa ujian tersebut bukan sebagai satu-satunya dasar apresiasi terhadap
Imam Ahmad, maka kami condong untuk menyebutkan faktor-faktor lain
dalam kehidupan Imam Ahmad yang membuatnya layak untuk diangkat
reputasinya. Bahkan barangkali hal itu memiliki keterkaitan dengan
peristiwa-peristiwa ujian itu sendiri baik keterkaitan yang dekat maupun
jauh. IGmi juga condong untuk tidak berbicara lebih jauh terkait pemaparan
setiap detail-detail ujian, akan tetapi kami menyebutkan indikasi-indikasinya
secrra pemikiran dan akidah. Namun tidak luput dari kami -insya Alhh-
bahwa kami akan menuliskan demi menjelaskan sikap dan manhajAhmad
bin Hambal ddam fikih akidah, kelanjutan selengkapnya dari apa. yang
telah kami paparkan tentang tiga imam sebelumnya, namun kami ddak
menulis sejarah secara detail terkait kehidupan Ahmad. Dengan demikian
kami harus fokus pada tpayangmemperjelas hakikat sikap Ahmad terhadap
masalah-masalah akidah, dan manhajnya dalam pembahasannya sebagai
penerapan terhadap manhajnya secara umum.
Ahmad bin Hambal
Barangkali riwayat yang paling shahih terkait nasab Ahmad bin
Hambal adalah riwayat yang disebutkan dari Abdullah putranya bahwa dia
adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin fuad bin ldris
bin Abdullah. Nasabnya sampai pada Syaiban bin Dzuhl bin Tsa'labah.
Karena sebagian riwayat mengalami kesdahan dengan menyebutkan bahwa
Ahmad bin Hambal berasal dari Bani Dzuhl bin Syaiban, kami mendapati
Maksud saya seperti Abul Hasan Al-Asy'ari, IbnulJauzi, Abdul QadirAl-Jailani, Ibnu Taimiyah, dan
lainnya. Baca Najat Al-Khakff I'tiqad As-SahfkaryaUtsmrn An-Najdi, tahun 1097 H, hlm. 68,
tahqiq oleh kami, DaruAsh-Shahwah, Mesir, 1985.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... 6 4O3
Adz-Dzahabi menyatakan keshahihan nasab yang kami sebutkan di atas.
Adz-Dzah$i mengatakan, "Demikianlah nasabnya sebagaimana dipaparkan
oleh putranya, Abdullah, dan dijadikan acuan oleh Abu Bakar Al-Khathib
ddam Thrih h-nya dan lainnYa." t
Adapun tahun kelahirannya dan tahun wafatnya tidak terjadi
perbedaan di antara ahli sejarah sePutar dua hal ini, karena kedua Putranya,
Shalih dan Abdullah, meriwayatkan darinya terkait PenetaPan tahun
kelahirannya. Shalih mengatakan, 'hyahku berkata kepadaku: Aku lahir
pada Rabi'ul Awwal tahun 164H." Dia melanjutkan, "Ayahku dibawa dari
Marv saat masih dalam kandungan." Demikian pula yang disampaikan
oleh Abdullah, dan tidak ada perbedaan seputar tahun kelahiran, kecuali
beberapa riwayat dari Abdullah bin Ahmad dan lainnya; bahwa bulannya
adalah Rabiul Akhir.z Tidak ada perbedaan pula terkait bahwa Imam Ahmad
wafat pada tahun 241lH. Dengan demikian, usianya adalah 77 ahun.
ndak ada yang bertentangan dalam hal ini kecuali yang diungkap
dalam Da'irah Al-Ma'arif Al-Ishmiyab. Dikatakan bahwa Ahmad bin
Hambal wafat pada Rabi'ul Awwal 241|/,, dalam usia 75 tahun setelah
mengalami sakit yang cukup singkat.3 Sedangkan yang disepakati adalah
Imam Ahmad lahir dan wafat di Baghdad.
Keluarganya berasal dari Bashrah, akan tetapi lantaran kondisi
peker.iaan kakeknya yang mengharuskannya meninggalkan Bashrah dan
pergi ke Marv -tempat kakeknya bekerja, kakeknya sebagai gubernur
sarakhs pada masa Dinasti Umawiyah. Akan tetapi dia (kakek Ahmad)
termasuk salah satu yang menyeru kepada Dinasti Abbasiyah. Sedangkan
ayah Ahmad bin Hambal adalah komandan pasukan tentara di Marv, dan
wafat dalam usia 30 tahun. Di sini ada dua riwayat yang disampaikan
yang salah satunya mengatakan bahwa dia wafat saat Ahmad masih kecil.
Sementara riwayat lain mengatakan bahwa dia wafat saat Ahmad berada
dalam kandungan ibunya hingga membuat ibunya pindah dari Marv ke
Baghdad, kemudian berbagai urusannya ditangani.a Namun saya kira
@n-Nubah'(l1/178),MuassasahAr.fusalah,Beirut.At-KhathibAl-
Baghdadi Ahmad bin AIi, Tdnkh Baghdad (41 4r2).
2 Aer-DrAhabi. Mana4ib Al-Imam Ahmad,keryelbnul Jauzi, 36'
3 Abu Nu aim Al-Ashfahan i, Hilyah Al4uliy' (9 I 163) .
4 Dairah Al-Ma'aifAl-Ishmiyyah (21372), cet. Asy-Sva'b, Mesir'
4O4 6 at ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
perbedaannya tidak besar dengan kesimpulan bahwa masa kecilnya dimulai
di Baghdad dan dia yatirh ranpa sempat hidup bersama ayahnyaserta tidak
menikmati kondisi-kondisi tugas ayahnya dengan berbagai suka-dukanya. r
Dalam naungan kondisi-kondisi itulahAhmad bin Hambal tumbuh
sebagai anak yatim. Kondisi kehidupannya seperti kebanyakan orang.
Ayahnya memberikan peninggalan kepadanya sebatas yang mencukupinya,
sehingga tidak meminta-minta kepada orang lain. Ibunya sangat serius
mempersiapkannya dengan persiapan yang sesuai dengan kecerdasan dan
kejeniusannya.yang cukup menonjol padanya, dan dapat mewujudkan
harapan keluarga yaitu keluarge yang tercatat dalam sejarah. Maka dari
itu, ibunya mengirimnya ke tempat pendidikan anak untuk menghafal Al-
Qur'an, mempelajari bahasa, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi
tahapan-tahapan berikumya dalam mencari ilmu. Ahmad bin Hambal
berkata, "Aku secara rutin mendatangi rempar pendidikan anak, kemudian
aku sering pergr ke kantor saat aku berusia 14 hhun."2 Teman-temannya
di tempat pendidikan anak menceritakan renmng kecerdasan dan adabnya.
Al-Marwadzi mengatakan, Abu siraj Ibnu Khuzaimah berkata kepadaku,
"Kami bersama Abu Abdillah di tempat pendidikan anak. Kaum wanita
saat mengutus orang yang lantas berkata kep adapengajar, 'Kirimkan kepada
kami Ibnu Hambal untuk menuliskan buku-buku mereka.' Begitu menemui
kaum wanira, dia tidak mengangkat kepalanya untuk melihat mereka." Abu
Siraj berkata, "Ayahku berkata dan menyebumya lanraran k gr* terhadap
adabnya dan prilakunya rang baik. Pada suatu hari ayahku berkata, 'Aku
mengeluarkan biaya untuk anakku dan mendatangkan para pendidik untuk
mereka agar mereka memiliki adab yang baik, namun hasilnya mereka ddak
demikian, sementara Ahmad bin Hambal anak yatim, perhatikan bagaimana
dia keluar?' Dia terkagum-kagum.
Abu Bakar Al-Marwadzi menyatakan, Abu Abdillah berkata kepadaku,
"saat masih kecil, aku sering datang ke tempar pendidikan anak, kemudian
aku sering pergi ke kantor saat aku berusia 14 tahun."3
Adz-Dzrh$i, ,4s-Si1ar (l I I 179) , den Al-Manaqib (37) .
Adz-Dzalnbi,,4t - S rar (t I I I 7 9).
lbnulJuzi, Al-Manaqib (44). Barangkdi kcpergiannya ke kantor untuk mempelajari scsuatu terkait
urusannya dari seseorangdi sana. Silakan bacabuku karyaAbdul HdimA.l-Jundi,,{ hmadbin Harbal
(40).
I
)
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lb fi5
Kemudian saya mencermati tahapan-tahapan dari kehiduPannya
hingga menjadi tokoh dan salah saru ulama Islam terkemuka hingga
membuat kita akan membicarakannya lagi dalam pembahasan lainnya,
insyaAlhh.
Sumber-sumber PenghiduPan Ahmad
Imam Ahmad memilih yang abadi, maka dia mengarahkan
perhatiannya untuk mencari ilmu dan membekdi diri dengannya hingga
dapat mewujudkan elsistensinya di dunia, dan dengan demikian dia dapat
mencari akhirat. Sesuai dengan pilihan inilah, maka dia lebih menghendaki
kehidupan yang sederhana dan zuhud serta mengatur kehiduPannya
berdasarkan pilihan ini. Dia melakukan pekerjaan sampingan selain yang
diwarisinya dari ayahnya. Buku-buku sejarang mendata jumlah sumber-
sumber penghidupannya yang dapat mencukupi kebutuhannya serta ddak
meminta-minta kepada orang lain dan Penguasa.
Ahmad mendapatkan peninggalan dari ayahnya berupa satu bangunan
dan rumah yang lantas ditempatinya, sementara bangunan disewakannya'
Dia mengukur rumah yang ditempatinya dan mengeluarkan zakttnya
sebagai pengamalan terhadap perkataan Umar bin Al-Khathab terkait
tanah perkampungan, padahal hasil dari penyewaan bangunan itu sedikit,
narnun Ahmad berpendapat bahwa ada suatu hal terkait bangunan itu'
Dia menyatakan, "Ini adalah sesuatu yang aku warisi dari ayahku. Jika ada
orang yang datang kepadaku, lantas disahkan bahwa itu miliknya, maka
aku keluar darinya dan aku serahkan kepadanya."r Demikian pula dia tidak
mau hanya duduk saja sementara temannya memperdagangkan barangnya
lantas dia makan dari keuntungannya, dan dia membiarkan hasil dari
penyewaan bangunan. Al-Marwadzi mengatakan, "Aku mendengar Abu
Abdillah berkata, 'Hasil Penyewaan tidak membuat kita menjadi kuat tapi
justru membuat kita menjadi tidak memiliki apa-apa padanya.'Aku katakan
kepadanya, 'Ada orang yang mengatakan jika Abu Abdillah membiarkan
hasil penyewaan dan remannya yang melakukan pengurusannya maka itu
lebih mengagumkan bagiku.' Dia pun berkata, 'Ini adalah penghasilan yang
buruk. Siapa yang terbiasa dengan ini maka dia tidak sabar terhadapnya.'
Kemudian dia mengatakan, 'Ini lebih mengagumkan bagiku daripadayang
t Al-Manaqib(288).
4OG tE aua*,Islam Menurut Empat Madzhab
lain, malsudnya hasil penyewaan, dan engkau pun tahu bahwa itu tidak
membuat kami bertahan akan retapi aku mengambilnya dengan terpaksa."'r
I-antaran sewa bangunan tidakmencukupiAhmad maka jika memiliki
kebutuhan dia keluar untuk memungut, yaitu memungut tangkai gandum
yang rontok setelah dipanen. Akan terapi dalam hal ini dia memperhatikan
etika syariat dalam berbuat, yaitu dengan meminta izin kepada pemilik
gandum. Abu Bakar Al-Marwadzi mengatakan, Abu Abdillah berkata
kepadaku, "Aku keluar ke daerah perbatasan (Tharsus) dengan berjalan
kaki lalu kami memungut. Aku melihar orang-orang merusak ladang orang
lain. Tidak layak bagi seorang pun memasuki ladang orang kecuali dengan
izinnya."2
Adz-Dzehabi menyebutkan beberapa pekerjaan lain yang dilakukan
oleh ImamAhmad, dengan bercerita, "Barangkali dia juga menulis dengan
upah, mungkin bekerja sebagai pengikat celana, menyewakan dirinya sebagai
kuli angkut, semoga Allah merahmatinya."3
Itu dimaksudkan oleh Adz-Dzahabi untuk mensinyalir apa yang
diriwayatkan bahwa Ahmad mengalami kecurian baju-bajunya saat dia
berada di Yaman. Dia pun duduk di rumahnya dan dia mendapatkannya
kembali. Dia kehilangan sahabat-sahabatnya namun kemudian mereka
datang kepadanya. Mereka bertanya kepadanya dan dia pun memberi-
tahukan keadaannya kepada mereka. Begitu mereka menawarkan emas
kepadanya, ternyata dia tidak menerimanya, dan tidak mengambil dari
mereka selain satu dinar saja namun sebagai upah penulisan untuk
mereka. Dengan demikian dibayar untuk menulis bagi mereka, Allah
merahmatinya."aTerkatt penulisanr4 r-Rasailbag;i kaum wanita tidak terpaut
jauh dengan saar dia berada di tempat pendidikan anak.
Adz-Dzahabi juga mensinyalir ape yang diriwayatkan bahwa saat
Ahmad pergi ke Shana'a untuk menyimak dari syaikhnya, Abdurraziq, dia
kehabisan biaya maka dia merelakan diri berada di antara para kuli angkut
hingga sampai di Shanda. Saat itu sahabat-sahabatnya menawarkan bantuan
simpatik kepadanya narnun dia tidak menerima apa pun dari orang lain, atau
Siyar A'hm An- Nubdlz' (l I I 320).
Al-Manaqib (290).
Siyar A'hm An-Nubah' (l I I 320), Beirw.
lbnu Karsir, Al- Bidayh wan Ni bayah (10 I 37 2), refii:an Dar Al-Ashmu'i.
I
)
3
4
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... Itr 407
tampaknya dia mensinyalir riwayat lain yang menyebutkan bahwa sebelum
keluar dari Yaman dia menggadaikan sandalnya pada tukang roti, dan
merelakan dirinya menjadi kuli angkut, meskipun syaikhnya, Abdurraziq,
menawarkan kepadanya uang beberapa dirham yang dapat digunakannya,
narnun dia tidak menerimanya.r
Perlu disebutkan bahwa Ahmad melakukan itu dengan kesadaran
tinggi, karena dia mengerti bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan
di bawah, dan bahwa orang yang terbiasa menerima maka sulit baginya
untuk memberi. Maka dari itu, sumber penghidupan yang menyenangkan
dia sebut sebagai penghasilan yang buruk. Pemahaman Ahmad ini
berpengaruh pada keseriusannya untuk fokus pada ilmu, dan bersikap
tegas dalam menghindari hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan. Hal
inilah yang membuarnya meniauh semampu mungkin dari apa saja yang
mendatangkan keburukan atau kelalaian baginya, sePerti kekuasaan dan
jabatan lainnya.
Pernikahannya dan Anak-anaknYa
Imam Ahmad bin Hambal menikah setelah menginjak usia 40
tahun. Barangkdi itu disebabkan kesibukannya dengan ilmu dari satu sisi,
dan lantaran kesulitan ekonomi dari sisi lain. Abu Bakar Al-Marwadzi
mengatakan, "Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata, 'Aku baru
menikah setelah berusia40 tahun."'2 Dia menikahi dua istri serta mengambil
satu orang budak. Adapun istri pertama adalah Abasah binti Fadhl yang
melahirkan anaknya bernama Shalih, anak tertua dari seluruh anaknya. Dia
menjadi gubernur fuhbahan dan wafat di sana pada tahun 265 H dalam
usia lebih dari 60 tahun.3
Ketika ibu shalih wa6t, dia menikah dengan Raihanah yang lantas
melahirkan anaknya bernamaAbdullah. Abdullah lebih hafal hadits daripada
Shalih, saudaranya, dan sebagai orang yang paling banyak riwayatnya dari
ayahnytdaripada orang lain. Abdullah memiliki peran yang cukup besar
dalam penghafalan hingga ayahnya mengatakan tentang dia, "Putraku,
1 Al-Manaqib(29r'292).
2 Al-Manaqib(373).
3 Adz-D?Ahabi,SilarA'hmAn-Nubah' (lll333).
4O8 @ eua"l Islam Menurut Empat Madzhab
Abdullah mempunyai kemampuan untuk menguasai ilmu hadits arau
menghafal hadits. Dia wafat pada tahun 260 Hijriyah."l
Abdullah dan Shalih addah sumber penting untuk afirmasi sejarah
kehidupan ayah mereka, sebagaimana hd ini dapat dilihat dalam buku-buku
sejarah umum dan buku-buku biografi serta berbagai tingkatan generasi
tokoh. Bahkan di antara orang-orang yang menulis biografi Imam Ahmad
ada yang berpendapat bahwa riwayat paling shahih terkait ujian yang
menimpah Imam Ahmad adalah riwayat putranya, Shalih.2
Ahmad menjalani kehidupan rumah tangga yang renang. Dia
mengungkapkan hal ini saat menyebutkan keluarganya bahwa dia tinggal
selama 20 tahun dalam riwayat lain selama 30 tahun tanpa ada perselisihan
dan keluarganya berada dalam satu kesatuan.3 Terlepas dari siapa yang
dimalsudkannya dalam pembicaraannya di anrara kedua istrinya, namun
tidak ada riwayat darinya yang menyebutkan adanya keluhan dari yang lain
sehingga dapat menguatkan ketenteramannya dalam kehidupan rumah
tangganya.
Adapun budak yang tinggal bersamanya yaitu Hasna yang melahirkan
untuknya, Zanab serta kedua putra kembar Hasan dan Husain, narnun
keduanya wafat sesaat setelah kelahiran. Kemudian Hasna melahirkan
Hasan dan Muhammad yang hidup hingga usia 40 tahun. Kemudian Hasna
melahirkan Said setelah Hasan dan Muhammad.a
Riwayat paling shahih tentang kehidupan Said; bahwa dia wafat
sebelum saudaranya, Abdullah, dan dia telah mendalami fikih. Adapun
Zainab, Adz-Dzahabi mengatakan bahwa tidak ada hal apa pun yang
diketahui tentang dia. Sementara Ibnul Jauzi mengarakan bahwa ayahnya,
memukulnya lantaran kekeliruan dalam pengucapan, dan menghardiknya.
Namun Hasna tidaklah kurang dukungan dan penghormarannya
terhadap kondisi-kondisi tuannya, bahkan berbagai riwayat menyarakan
bahwa dia setia berada di sisi tuannya dan menawarkan kepada ruannya apa
diperlukannya saat kesulitan ekonomi yang didaminya lantaran kefakiran
tuannya.
Al-Manaqib(381).
Hi$ah Al-Auliya' (9 I 196-204).
Al-Manaqib(285).
tbid(377).
I
)
3
4
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 409
Al-Khilal mengatakan, "Muhammad bin Ali bin Bahr menyampaikan
kepada kami dengan mengatakan, "Aku mendengar Hasna ibu bagi anak
Abu Abdillah berkata, 'Aku berkata kepada tuanku, gunakan saja gelangku
untuk keperluanmu.' Dia bertanya, hpakah engkau melakukan dengan
senang hati?'Aku mengatakan, 'Lalu gelang itu dijual dengan harga 8,5
Dinar dan digunakan untuk berbagai keperluan saat kehamilanku. Begitu
aku melahirkan Hasan, tuanku memberikan santunan satu dirham lantas
berkata; gunakan untuk membeli kepala (dari hewan sembelihan).Aku
pun membawa kepala yang lantas kami santap bersama.' Dia berkata, 'Hai
Hasna, aku tidak punya uang selain I Dirham ini.' Hasna mengatakan,
'Dia itu, jika tidak mempunyai apa-apu maka tetap gembira pada hari
rtu.
Itulah sekilas tentang kehidupan Ahmad bin Hambal dengan bentuk
sosidnya dari satu keluarga dan dalam keluarga. Menurut pendapat kami,
hal ini berpengaruh pada tafsir berbagai momentum Ahmad ddam hal
ilmu dan kegigihan ddam kebenaran, serta kesabaran dalam menghadapi
berbagai ujian, karena jika semangat manusia dilepas tanPa batasan maka
akan menjerumuskan mereka pada kemunduran atau sikap berlebihan, dan
kedua-duanya berdampak buruk terhadap kepribadian yang lurus, hingga
membuatnya dapat menerima apayan1tidak diyakininya, dan mengatakan
a;pa yang tidak diperbuatnya.
Dengan demikian, sisi kehidupan secara khusus pada ulama adalah
penting bagi tujuan hidup, karena itu membentuk kepribadian mereka
secara umum dengan suatu bentuk atau lainnya.
Paparan yang singkat terkait sejarah kehidupan Ahmad bin Hambd
memang sengaja kami persingkat, sehingga tidak keluar dari kerangka
bahasan kami, dari satu sisi. Dan kami cukupkan dengan apa yang telah
dilakukan oleh para ulama terkemuka dalam hal ini (penulisan biografi dan
lainnya), dari sisi lain.2
I Adz-D?ehabi,SiyrA'hmAn-Nubah' (lll332).
2 Di samping adanya sumber-sumber rujukan sejarah lama, kami sebutkan di antaranya karya Syekh
AbtT.ahtah,Ahmadibn Hanbal,Abdul HdimAl-Jundi,Ahmadibn Hambal, Abdul GhaniAd-Daqac
Ahmadibn Hanbal, ttbdulAzizSayyrdN-lthl, SyaihbAl-tlmnahAbmadibn Hambal,dan banyaklagi
yang lain.
4LO iE eka*, Islam Menurut Empat Ma&hab
Ilmu dalam Kehidupan Ahmad bin Hambal
Sejarah kehidupan Imam Ahmad mengandung indikasi-indikasi
yang jelas bahwa dia memberikan sebagian besar hidupnya pada ilmu,
jika tidak seluruhnya, dan bahwa dia memilih ilmu yang bermanfaat agar
dapat menyampaikan kebaikan bagi manusia di dunia, dan terbebas dari
beban pada Hari Kiamat. Fikih Imam Ahmad tidak lain hanyalah sebagai
peqpanjangan dari pemahaman haditsnya. Dan perhatiannya terha&p hadits
tidak lain hanyalah penerapan terhadap persodan-persodan pengajaran.
Berikut kami paparkan indikasi-indikasi tersebut secukupnya.
Perama, Imam Ahmad Mencari Ilmu dan MengembaraMenemui
Syaikh-syaikhnya
Imam Ahmad bin Hambal memulai dengan tahapan pendidikan
kanak-kanak sebagaimana yang telah disampaikan sebelum ini, untuk
mempersiapkan dirinya dalam menghadapi tahapan-tahapan spesifikasi
dan penddaman. Di tempat madrasah anak-anak, dia mulai menghafal
Al-Qur'an, dan tampaknya dia tidak mengkhatamkannya, kemudian
mendalami hadits dengan mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya.
Setelah itu dia beralih pada tahap mengikuti majelis para syaikhnya dan
mengembara untuk menemui mereka semampu dan sesanggupnya.
Imam Ahmad sendiri yang mengatakan tentang awal pencarian
ilmunya, "Aku menghafal Al-Qur'an, namun begitu aku mencari hadits
aku disibukkan (dengan pekerjaan) -aku pun bertanya sampai kapan?!-
maka aku memohon kepada Allah agar menganugerahkan kepadaku
kemampuan untuk menghafal hadits namun aku tidak mengatakan
dalam kondisi sehat wal afiat. Ternyata tidaklah aku dapat menghafalkan
hadits melainkan saat berada di penjara dan terbelenggu. Namun jika
aku memohon suatu kebutuhan kepada Allah maka aku katakan dalam
keadaan sehat wal afiat."r
Ahmad sangat antusias dalam melanjutkan pendidikannya
tanpa merasa puas sama sekdi terhadap ilmu, karena dia memiliki jiwa
keingintahuan yang besar, dan Allah menganugerahinya kecerdasan
dan kejeniusan yang membuatnya leyak untuk melakukan itu. Imam
I Al-Manaqib57.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 4Lr
Ahmad sendiri yang menyampaikan bahwa dia seldu menjaga peralatan
untuk mencari ilmu selama hidupnya. Shalih bin Ahmad bin Hambal
menyampaikan kepada kami dengan mengatakan, "Seseorang melihat
tempat tinta pada ayahku, ldu orang itu berkata kepadanya, 'Vahai Abu
Abdillah, engkau telah meraih pencapaian ini, dan engkau pun sebagai
imam umat Islam.' Dia menjawab, 'Bersama tempat tinta ke pemakaman."'1
Kemudian Imam Ahmad mulai mencari ilmu saat berusia 16
tahun sebagaimanayang diungkap dalam riwayat-riwayat darinya. Dia
menceritakan, "Aku mencari hadits saat aku berusia 16 tahun, dan saat
Hasyim (syaikhnya) wafat, aku berusia 20 tahun. Pertama kali, aku
menyimak dari Hasyim pada tahun 179 H.Ini merupakan tahun pertama
aku mencari hadits. Seorang datang kepada kami lantas berkata, 'Hammad
binZaidwafat, Malik bin Anas wafal"'2
Akan tetapi, sebelum memasuki bidang yang memfokuskan perhatian
pada hadits, dia sering mendatangi Abu Yusuf Al-Qadhi dan Muhammad
bin Hasan serta mengetahui buku-buku mereka berdua dari kedua ulama
ini pula. Saat itu jika ada seorang mengatakan suatu masalah di ddam buku-
buku mereka berdua, padahd masalah tersebut tidak ada di dalamnya, maka
dialah yang menjawab bahwa masalah itu. Jika orang yang bertanya pergi
menemui Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan, maka keduanya berkata
kepada orang itu, "Sahabatmu (Imam Ah-"O lebih mengetahui daripada
kami tentang buku-buku itu."3
Adapun perhatiannyaterhadap hadits sudah cukup jelas bagaimanadia
sangat antusias untuk datang di awal waktu ke rumah para syaikhnya, hingga
ibunya menarik baj unya untuk menghentika nnya ager mengumandangkan
adzan subuh dan agar orang-orang bangun.a
Demikian pula dia sangat antusias dalam menyimak hadits dari
berbagai sisi. Maka dari itu dia menilai adanya kekurangan pada orang yang
meriwayatkan hadits dari satu sisi saja, dan mengatakan, "Kami menulis
hadits dari enam sisi bahkan tujuh namun kami belum juga memastikan
l rbid (55).
2 rbid (46).
3 AAz-D?Ahrbi,SilarA'hmAn-Nubah' (ll/306).
4 Adz-D?ahrbi,SiyarA'kmAn-Nubah' (ll/306).
4r2 lS ef.ia*r Islam Menurut Empat Madzhab
validitasnya, lantas bagaimana dapat ditetapkan kevalidannya oleh orang
yang menulisnya dari satu sisi saja."r
Kepeduliannya terhadap penetapan kevalidan ini mendorongrlya
untuk melakukan pengembaraan ke luar Baghdad demi mencari ilmu
yang menjadi fokus curahan waktu dan tenaganya. Di antara berbagai
pengembaraannya, kami sebutkan salah sarunya dia mengembara ke Kufah,
dia mengembara ke Bashrah, dan pengembaraannya ke Yaman. Kami
lewatkan penyebutan pengembaraan-Pengembaraan lainnya lantaran yang
ini sudah cukup mewakili yang lain.
Adapun pengembaraannya ke Kufah dipaparkan dalam riwayat
darinya yang menyarakan, "Hasyim wafat saat aku berusia 20 tahun.
Kemudian aku keluar bersama orang Arab peddaman, seorang rekan Abu
Abdillah {ia mengatakan: Kami keluar dengan berjalan kaki hingga sampai
Kufah- yaitu pada tahun 183 H. Kami mendatangi Abu Muawiyah yang
saat itu bersama ada sejumlah orang. Orang pedalaman itu menyerahkan 60
Dirham untuk satu anting. Dia pun keluar dan meninggalkan aku sendiri
di rumah. Aku kesepian tanpa adayangmenyertaiku selain kantong berisi
buku-bukuku yang aku letakkan di atas ubin dan letakkan kepalaku di
arasnya. Aku pernah berbincang dengan'W'aki' terkait hadits Ats-Tsauri.
Suatu kali dia menyebutkan sesuatu, lantas bertanya, 'hpakah ini ada pada
Hasyim?"
Tidak, jawabku.
Barangkdi dia pernah menyebutkan sepuluh hadits lalu aku meng-
hafalkannya. Jika mereka menanyakan kepadaku maka aku mendiktekan
kepada mereka.
Abdullah bin Ahmad menyampaikan kepada kami dengan menga-
takan, ayahku berkata kepadaku, "Ambillah buku apa saja yang engkau
kehendaki dari buku-buku'waki' sebagai penulisnya. Jika engkau hendak
benanya kepadaku tentang kalam maka aku dapat memberitahukan
kepadamu isnadnya. Dan jika engkau menghendaki isnad maka aku
beritahukan kepadamu dengan kdam."2
Imam Ahmad pergi ke Bashrah beberapa kali untuk menyimak dari
rbid (1 l/187).
rbid (l 1/186).
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikh... E 413
para ahli hadits Bashrah sebagaimanayarng dipaparkannya sendiri, "Aku
mendengar dari Sulaiman bin Harb di Bashrah pada tahun 194 H, dan
dari Abu An-Nu'man Arim pada tahun itu juga.t
Adapun pengembaraennya. ke Yaman untuk menyimak dari
Abdurraziq merupakan pengembaraan yang berat dan melelahkan, meskipun
dia pernah bertemu dengan Abdurraziq di Makkah pada saat dia menyertai
Yahya bin Main untuk menunaikan kewajiban ibadah haji. Meskipun
demikian dia tidak mau syaikhnya mengadakan majelisnya di Makkah
agar dia menyimak dari syaikhnya itu, akan tetapi dia memilih untuk pergi
menemuinya di Shana'a untuk menyimak darinya, dan menghafal darinya.
Dalam pengembaraannya ini dia menemui banyak kesulitan yang sebagian
darinya dapat digambarkan dengan jelas dalam riwayat berikut darinya:
Abdullah bin Ahmad bin Hambal menyebutkan perkaaan Ahmad bin
Ibrahim Ad-Dauraqiyang mengatakan, "Ketika Ahmad bin Hambd tiba
di Makkah sepulangnya dari tempat Abdurraziq, aku melihat perubahan
badannya yang semakin susut dan kurus, tampak padanya guratan kelelahan
dan kepayahan. Aku berkata: ''Wahai Abu Abdillah, engkau menyusahkan
dirimu sendiri dengan keluar untuk menemui Abdurraziq.' Dia menjawab,
'Betapa ringan kesulitan itu saat kami dapat belajar padaAbdurraziq. Kami
menulis darinya hadits Zrtri dari Salim dari Abdullah dari ayahnya, dan
hadits Zuhri dari Said bin Musayyab dari Abu Hurairah."'2
Keterangan Tlrmbahan
Apa yang kami paparkan di atas hanyalah contoh saja karena sejarah
telah mencatat berbagai pengembaraannyaseperti ke Syam, Makkah, dan
Madinah. Di semua tempat itu dia menyimak dari ulama setempat dan
menulis dari mereka.3 Demikian pula dia mengetahui buku-buku fikih,
karena sebagaiman a yang dipaparkan sebelum ini dia mengetahuinya dari
AbuYusufdan Muhammad bin Hasan. Demikian pula dia bertemu dengan
fuy-Syaf i dan kagum terhadap ilmunya, bahkan dia menyebutkan saat
Ahmad bin Hambal wafat mereka menemukan di antara peninggalannya
terdapat naskah tulisan Ar-Risahh karya fuy-Syaf i versi lama dan versi
I Al-Manaqib(46).
2 Al-Manaqib(57).
3 Abdul Aziz SayyidAl-Ahl, Syaihhul UmmahAbmad ibn Hanbal(t39).
414 tF aUa*t Islam Menurut Empat Madzhab
baru.r Akan tetapi dia dikenal dengan haditsnya dan juga jawaban-
jawabannya terkait berbagai masdah fikih, akidah, dan lainnya.
Demikian pula kami menyebutkan bahwa pengembaraan-Pengem-
baraannya ini meski sudah cukup banyak nalnun itu belum memenuhi
anrusiasme Ahmad, bahkan dia hendak melakukan pengembaraan lagi,
hanya saja kemiskinan membuatnya tidak dapat mewujudkan niatnya
itu. Dalam riwayat yang disampaikan oleh putranya, Shalih. Dia berkata,
.,seandainya aku mempunyai 50 Dirham, maka aku sudah keluar menuju
Riyy untuk menemui Jarir bin Abdul Hamid. Sebagian sahabat kami dapat
keluar namun tidak memungkinkan bagiku untuk keluar, karena aku tidak
mempunyai apa-apa."2
Demikian pula dia hendak pergi ke Mesir unruk menemui fuy-Syafi'i
dan dia telah berjanji untuk itu, namun kesulitan ekonomi membuatnya
ddak dapat mewujudkan keinginannya ini.3
Akan tetapi patut diapresiasi bahwa syaikh-syaikhnya sangat banyak
dari berbagai negeri yang didatanginya.. Lantaran para syaikhnya sangat
banyak hingga membuat para ahli sejarah membuat urutan mereka
berdasarkan huruf-huruf kamus. Kebanyakan yang dibicarakan dari
mereka menurut riwayat darinya adalah menjelaskan tentang adabnya
dan penghormarannya kepada mereka yang membuat kita perlu keluar
dari pentingnya pemaparan yang singkat sesuai dengan rencana kami bagi
bahasan ini.a
Kedua: Murid dan KaryaTirlis
SejakAhmad bin Hambal mulai mengajarkan fikih dan hadits kepada
umar dalam usia 34 tahun, dan itu dilakukan di Masjid Khaif di Mina,
sejak saat itu hingga wafatnya, dia adalah'pemilili majelis yang senantiasa
didatangi oleh murid-murid yang mempelajari fikih dan hadits, meskipun
dia tidak memperkenankan dirinya untuk menyamPaikan famra kecuali
setelah usianya menginjak 40 tahun. Pencapaian itu ditambah dengan
perilaku Ahmad dalam pengajaran seperti keikhlasan, pengorbanan, dan
I Al-Bidayah wan Nihayh (101369).
2 Al-Mana4ib49.
3 Al-Bifu1ah wan Nihayah 101369.
4 SlarA'hnAn-Nubah' l1/186, 187.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikh...If 415
pencermatan terhadap jawaban seriap masalah hingga sekalipun hal ini
membuatnya harus masuk rumahnya dan keluar dengan membawa banyak
jilid dari buku-buku yang beragam.t Syaikh yang memiliki perilaku dan
kecintaan terhadap ilmu seperti ini benar-benar layak untuk menjadi guru
bagi banyak orang, mereka meriwayatkan darinya, dan belajar darinya.
Murid Ahmad sangar banyak hingga membuar buku-buku renrang ururan
generasi para tokoh menyebut mereka dalam beberapa tingkatan generasi,
dan sejumlah buku rujukan mengurutkan mereka berdasarkan huruf-
huruf kamus.2 Maka dari itu kami akan cukupkan pembahasannya dengan
mengalihkan pada kitab-kitab rujukan yang ada. Barangkali ada pujian
di antara mereka kepadanya yang dapat disimpulkan sebagai perbauran
interaksi, hikmah, dan pengormaran. Barangkali kami cukup menukil teks
berikut.
Adz-Dzahabi mengatakan, 'Telah dicatat darinya oleh para muridnya
terkemuka sekian banyak masalah dalam banyak jilid buku. Abu Bakar
Al-Khilal menghimpun seluruh perkataan Ahmad yangadapada mereka,
termasuk fatwa-farwanya, pembi caraannyakoreksi riwayat, para periwayat,
sunnah, dan tentang cabang-cabang masalah, hingga terhimpun padanya
berbagai karya tak terhitung banyaknya. Dia pergi ke berbagai penjuru unruk
mendapatkan itu, serta menulis dari sekitar 100 orang yang merupakan
sahabat-sahabat Imam Ahmad. Kemudian dia membuar susunannya,
pelurusan nya, bab-babnya, dan membuatkan bahasan kitab a l-' i lmu, l<nab
al-ilal, dan kitab as-sunnah. Masing-masing dari tiga kitab ini dibuat dalam
tiga jilid."3
Adapun karya-karya Imam Ahmad -yang juga sebagai murid
dalam bentuk lain dalam penyebaran ilmu- dinyatakan oleh Ibnul Jauzi
dan ditambah dengan yang dinyatakan oleh Adz-Dzahabi. Ibnul Jauzi
menyatakan bahwa Ahmad tidak suka bila dia menjadi rujukan penulisan
tidak pula penulisan buku-buku yang seandainya dia melakukan itu niscaya
dia memiliki banyak karya tulis.
Di antara karya tulis Ahmad adalah Al-Musnad yang memuat tiga
puluh ribu hadits, dan karya inilah yang membuat Ahmad mendapatkan
I Al-Manaqib (246).
2 Abu Ya'la, Tbabaqat Al-Hanabihh (1124), Manaqib Ahmad (125) .
3 SjarA'hmAn-Nubak' (111328).
416 & at ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
apresiasi. Hal ini diungkap dalam perkataannya kepada Puuanya, Abdullah,
,,Jagalah Al-Musnad ini, karena dia akan menjadi imam (penuntun) bagi
manusia." Juga perkataannya kepada saudaranya, shalih dan Hambal, " Buku
ini aku susun dan aku selelsi dari lebih dari 750.000 (hadits)."' Terkait
riwayat darinya yang menyarakan bahwa buku ini merupakan hujah bagi
umat Islam, dikorelsi olehAdz-Dzahabi dan lainnya. Barangkali maksudnya
adalah keseluruhan hadits shahih yang terdapat di dalamnya, dan itu yang
dominan.2
Dinyatakan bahwa dia memiliki karya tulis dengan judulAn-Nasihh
wa Al-Mansuhh, A.t-Thrikh, Hadits syu'bah, Al-Muqadd.am wa Al-Muahh hhar
f At-Qur'an, dan Al-Manasih Al-IQbir wa,4sh-Shaghir'
Adz-Dzahabi menambahkan, "Aku kataka n: Kitab Al-Iman, dan Kitab
Al-Aryribah. Aku meriwayatkan lembaran kertas miliknya bagian dari kitab
faraidh. Akan tetapi Adz-Dzthabi menyatakan bahwa tafsirnya tersebut
sebenarnya tidak ada wujudnya, dan dia berpendapat bahwa jika itu ada
niscaya sudah masyhur di antara para tokoh terkemuka dan niscaya mereka
bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya'
Jika ini kita rambah dengan
^pa,yangdiriwayatkan
oleh Ibnul Jauzi
seperi Ndfru At-Tary b ih, lot?tb Al- Imarnah, hrab Ar- Radd.'a h Az-hnadiqah
dalam tiga jilid, lstab Az-Zuhd datam satu jilid besar, dan Llrtab Fadh'ail
Asb-Shahabah.j
Maka saya mengarakan, melalui ini semua baik berupa murid
maupun karya tulis tampak jelaslah keterkaitan Ahmad dengan ilmu
dan perhatiannya terhadap ilmu serta populeritasnya dalam ilmu yang
membuatnya dihargai dan dipuji oleh para syaikhnya, teman-temannya'
dan juga murid-muridnYa.
Ketiga: Imam Ahmad Mendapat Segudang Apresiasi dan Puiian
Ahmad mendapatkan pujian dari pare syaikhnya, teman-temannya,
dan murid-muridnya serta kdangan yang mengetahui hakikat ilmunya.
Kami tidak bisa menyebutkan semua yang dikatakan terkait pujian terhadap
I
2
3
Ibid (l l/328).
iurru u";r. -*ulis risalah yangdi dalamnyadia memberikan pembelaan terhadap,4l'M*naddengn
iudul AiQaut Al-M*addal fi Adz-Dzabb bn Musnad Ahnad, dicetak di India'
'i-ir"rqabea\),SiyarA'lamAn-Nubalz'(ttl33o),DairahAl-Ma'arifAl-Islamiylah,jilid&n'366,
cetakan Asy-Sya'b Mesir.
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... {P 417
Ahmad dari masing-masing kalangan rersebur, akan tetapi kami cukup
menyebutkan contoh-contohnya.
Syaikhnya bernama Yazid bin Harun menyampaikan apresiasi dan
penghargaan kepadanya. Ahmad bin Syaiban mengarakan, "Aku tidak
pernah melihat Yazid bin Harun menghormari seorang pun yang melebihi
penghormatannya kepada Ahmad bin Hambal. Aku pun tidak pernah
melihatnya memuliakan seseorang melebihi yang dilakukannya terhadap
Ahmad bin Hambal. Dia mempersilakan Ahmad bin Hambal duduk
di sisinya saat dia menyampaikan pembicaraan kepada kami, dan dia
menghormati Ahmad serta ddak bercanda dengannya. Saat Ahmad bin
Hambal sakit, Yazid bin Harun segera bergegas pergi untukmenjenguknya."r
Sebab penghormatan ini adalah Yazid berbicara rentang sesuatu
namun dia ragu terhadap apa- yang dibicarakannya lantas Ahmad melu-
ruskannya. Kemudian Yazid merujuk pada berbagai buku dan ternyata hd
itu sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad, maka dia pun mengubahnya.
Sejak saar itulah dia menempatkan Ahmad bin Hambal di sisinya saat berada
di majelisnya dan menghormatinya.2
Syaikhnya yang bernama Abdurraziq bin Hammam mengatakan
tentang dia, "Empat pemuka hadits pergi menemui kami dari Irak. fuy-
Syadzikuni yang paling hafal hadits di antara mereka, Ibnu Madini yang
paling mengetahui perbedaannya, Yahya bin Main yang paling tahu rentang
para periwayat, dan Ahmad bin Hambal sebagai orang yang menguasai itu
semuanya."3
Abdurraziq adalah imam dalam hadits. Jika dia menyampaikan
kesaksian terkait hal ini maka kesaksiannya benar-benar berbobot.
Barangkali inilah yang membuat Adz-Dzahabi menukil kesaksian seperri
ini darinya kemudian mengomentarinya untuk menunjukkan bobot dan
nilainya.
Abdurraziq mengatakan, "Aku tidak pernah melihat seorang pun
yang lebih menguasai fikih tidak pula lebih bersahaja daripadaAhmad bin
Hambal."
t Al-Manaqib (59).
2 SiyarA'hmAn-Ntbah' (llll94).
3 Al-Manaqib(97),Al-Hibah (91175).
418 € aUarf, Islam Menurut Empat Madzhab
Saya katakan, "Dia mengatakan ini saat dia telah melihat oranB-orang
seperti Tsauri, Malik, dan Ibnu Juraij."r
Syaikhnya yang bernama'waki' bin Al-Jarrah dan syaikhnya yang
bernama Hafsh bin Ghiyats An-Nakha'i mengatakan; tidak ada yang
memasuki Kufah yang lebih baik daripadaAhmad bin Hambal.2 Demikian
pula banyak syaikhnya yang berbicara renrang dia namun yang telah kami
sampaikan ini sudah cukup sebagai penghormatan baginya. Perkataan-
perkataan seperti ini juga banyak ditemui dalam buku-buku sejarah dan
tentang generasi para tokoh.
Di antara reman-reman arau orang-orangyanl sebaya dengannya
banyak yang menyampaikan pujian kepadanya. Barangkali yang paling
senior di antara mereka adalah Asy-Syaf i Muhammad bin Idris yang
mengarakan renrang dia, "Al-Muzani mengatakan, Asy-Syaf i berkata
kepadaku: Di Baghdad aku melihat seorang pemuda yang jika dia
mengatakan disampaikan kepada kami, maka orang-orang semuanya
mengatakan: Dia benar.'Aku bertanya, 'Siapa dia?'fuy-Syaf i menjawab'
'Ahmad bin Hambal.'
Harmalah mengatakan, "Aku mendengar Asy-syaf i berkata, 'r{ku
keluar dari Baghdad, namun aku tidak meninggalkan di sana seorang Pun
yang lebih urama tidak pula lebih alim, lebih menguasai fikih, tidak pula
ada yang lebih bertalnra daripada Ahmad bin Hambal""3
Cukuplah bagi pembaca terkait perkataan seorang teman tentang
temannya saat belajar apa yang dikatakan oleh Ali bin Madini, "Muhammad
bin Nashr bin Ghara' menyampaikan kepada kami dengan mengatakan,
'Ali bin Madini berkata kepadaku; aku menetapkan Ahmad bin Hambal
sebagai imam dalam hal antara aku dan Allah."4
Adapun pengikut-pengikutnya yang menyertainya jumlah mereka
banyak dan terlalu sempit bahasan di sini untuk menyebutkan mereka
semua. Namun cukuplah kami menyebutkan perkataan Abu Dawud As-
sijistani dalam riwayat yang disampaikan oleh purranya yangmenBatakan,
"Jika engkau melihat orang mencintai Ahmad maka ketahuilah bahwa dia
Slar A'hm An- Nuba h' (l I I 19 5).
lbid (t t I r95), Al-M anaq i b (99).
Siyar A' km An- Ntba b' (l I I 19).
rbid (147).
I
2
3
4
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... itr 4L9
pengemban sunnah."l Seakan-akan Ahmad sebagai personifikasi dari sunnah
lantaran hafalan, pengamalan, dan pengajaran sunnah yang dilakukannya
bagi umat.
Ibnul Jauzi menyampaikan riwayat lain dari Abu Dawud yang
menunjukkan penghormatannya kepada syaikhnya, Ahmad, "Aku telah
bertemu dengan 200 syaikh ilmu, namun aku tidak meliher yaLng seperti
Ahmad bin Hambal. Dia tidak terlibat ddam pembicaraan renrang sesuatu
yang banyak dibicarakan oleh orang-orang. Namun jika disebutkan rentang
ilmu maka dia berbicara."2
Saya katakan, ini merupakan sinydemen-sinyalemen yang menun-
jukkan pada keistimewaan yang dimiliki Ahmad terkait akhlak dan ilmunya.
Tidaklah syaikh-syaikhnya, teman-temannya, dan murid-muridnya
menyampaikan pujian kepadanya melainkan karena dia memang layak
untuk itu, meskipun pujian merupakan hal yang tidak disukainya lantaran
dia dikenal tawadhu dan menyukai kesederhanaan.
Jika Ahmad telah mencapai kedudukan ini dalam hal ilmu, maka
kami perlu mensinyalir seputar manhaj ilmiahnya.
Keempat Sekilas tentang Manhaj Imam Ahmad bin Hambal
Setiap ulama memiliki manhaj yang dijadikan acuannya terkait
fikihnya, penyampaian haditsnya, dan fatwanya, juga berkaitan dengan
akidahnya. Ahmad bin Hambal menerapkan suatu manhaj sebagaimana
yang diterapkan oleh generasi sahabat dan tabi'in, dan manhaj ini memiliki
ciri-ciri keistimewa an yang terpenting di antaranya sebagai berikut:
l. Mengutamakan Tels-teks Syariat dari AI-Qur'an dan Sunnah
Imam Ahmad memulai dengan teks syariat, kemudian farwa generasi
sahabat jika tidak ada yang bertentangan dengannya, kemudian memilih di
antara fatwa-fatwa generasi sahabat yang beragam, kemudian hadits mursal
atau dhaie kemudian qiyas. Lima ketentuan pokok inilah yang menjadi
acuan ilmu dan fatwanya serta landasan pemahamannya ddam masdah-
masalah akidah.3 Ahmad berpendapat bahwa muslim tidak menyampaikan
rbid (r8l).
lbid(l8l\,Al-Bidzyah waAn-Nihayah (101374),dan ThabaqatAl-Hanabihh (ll4-75).
Ibnul QalmAl-Jeuziyyah,A'lamAl-Muua4qi'in(1129),AbdulAzizSayytd,N-Ahl,SlaihbAl-Umnah
(320\.
I
2
3
420 & aUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
fatwa dengan ilmu kecuali jika dia memiliki imam dari imam-imam
(ketentuan-ketentuan pokok) ini. Dia juga berpendapat bahwa tels syariat
adalah dasar utamanya yarn1jika tidak ada lantas bagaimana melakukan
qiyas? Apa yang menjadi dasar qiyas? Dengan apa berargumentasi? Abu
Bakar Al-Atsram menyampaikan kepada kami dengan mengatakan, "Aku
mendengarAbu Abdillah Ahmad bin Hambal berkata, 'Sesungguhnya itu
addah sunnah dan peneladanan, sedangkan qiyas hanydah didasarkan
pada landasan pokok. Adapun bila engkau menyampaikan pokoknya lantas
meruntuhkannya, kemudian engkau mengatakan, 'Ini qiyas, lantas atas
dasar apa qiyas ini?! Aku melihat Abu Abdillah terkait masalah-masalah
yang kami dengar darinya bahwa jika dalam masalah terdapat hadits dari
Nabi maka dia tidak mengambil perkataan seorang pun &ri generasi sahabat
terkait masalah tersebut. Dan jika dalam masalah terdapat perkataan yang
berbeda-beda dari generasi sahabat Nabi Muhammad, maka dia memilih
yang terbaik di antara perkataan-perkataan mereka, dan tidak keluar dari
perkataan-perkataan mereka lantas beralih ke perkataan generasi setelah
mereka. Namun jika dalam masalah itu tidak ada hadits dari Nabi tidak
pula perkataan dari sahabat-sahabat beliau, maka dia memilih yang terbaik
di antara perkataan-perkataan generasi tabi'in. Bisa jadi ada hadits dari
Nabi Muhammad, namun pada isnadnya terdapat suatu hal, dia tetap
menerapkannya jika tidak menemukan yang menyelesihinya yang lebih
vdid darinya."r
Pengutamaan teks syariat yang diterapkan Ahmad membuarnya
merubah implementasiannya sesuai dengan teks-tels syariat yang shahih
menurutnya, sebagaimana yang diungkap dalam riwayat darinya, dalam
banyak kesempatan. Demikian pula teks syariat untuk pengamalan
menurutnya. Dia mengarakan, "Tidaklah aku menulis hadits dari Nabi
melainkan aku telah mengamalkannya, hingga dalam hadits aku mengeahui
bahwa Nabi melakukan bekam dan memberikan satu dinar kepada Abu
Thayyibah (tukang bekam), maka aku pun memberikan satu dinar saat
aku bekam."2
Perhatian ini benar-benar membuahkan kecermatan yang tinggi
Al-Manaqib(230).
tbid232.
I
)
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 421
dalam menetapkan kevalidan teks-teks syariat sebelum menyampaikan
farwa terkait subtansinya. Diriwayatkan dari Ibrahim Al-Yusyanji, dia
berkata, "Aku melihat Ahmad bin Hambal saat dia mendektekan kepada
kami. Seorang penduduk Marv -dipanggil dengan kunyah Abu Yaqub-
bertanya kepadanya tentang hadits. Dia menyuruh putranya' Abdullah'
dengan ,rr.ig"t"k"n kepadanya; keluarkan untukku kkab Al'Faw'aid.
Setelah kitab tersebut dikeluarkan, dia mencari hadits dimaksud namun
tidak kunjung menemukannya. Akhirnya dia sendiri yang turun tangan
dengan meninggalkan tempamya di masjid lantas masuk rumahnya. Tidak
lama kemudian dia kembali menemui kami dengan membawa beberapa
juz buku di tangannya. Dia pun duduk sambil mencari hadits dalam
buku-buku tersebut. Setelah dirasa cukup lama, orang yang bertanya tadi
berkata; engkau sudah kelelahan wahai Abu Abditlah, biarkan saja. Dia
pun menjawab; tidak, kami yang membutuhkan. Kami melihat dia masuk
,,r-"h lagi lantas memperhatikan setiap i*yurldiduga ada hadits itu di
dalamnya."r
Terkait hal ini juga, kami telah mensinyalir sebelumnya bahwa dia
melakukan pencarian panjang terhadap hadits Al-Musnad dari sekian
banyak hadits yang dihimpun dan dihafalnya, dan dia sangat peduli dalam
meriwayatkan hadits dari enam atau tujuh sisi'
ftu semua berkaitan dengan pengutamaan teks syariat yang shahih
berupa Al-Qur'an dan sunnah.
2. sikaprya terhadap Buku-buku Rt'yi (Didasarkan padaAkat)
Hal ini membuatnya sangar menghormati Para penghafal sunnah
dan ulama hadits hingga menganggap orang yang mencaci mereka sebagai
orang atheis. Dalam riwayat dinyatakan bahwa mereka disebut sebagai
Ahbar(pengemban ilmu, penyambung lidah) Rasulullah 6'
Dia berpendapat bahwa para wali itu adalah mereka, dan siapa yang
mati dalam Islam dan sunnah, maka dia mati dalam kebaikan seluruhnya'2
Sebagaimana penguram aanfiye terhadap teks-teks syariat .iuga berkaitan
dengan ciri lain manhajnya yairu dilarang membuat buku yang mengandung
ra'yu (logilc.,), dengan malsud agar orang merujuk pada landasan pokok
t Al-Manaqib(246).
2 Al-Manaqib(224).
02 tD eua*r Islam Menurut Empat Madzhab
lantas menukil darinya. Dia berkata kepada Utsman bin Said, "Jangan
memperhatikan buku-buku Abu Ubaid, ddak pula yang dibuar oleh Ishaq,
tidak pula Sufyan, fuy-Syaf i, tidak pula Malik, tapi engkau harus merujuk
pada landasan pokok."r
Bahkan yang lebih tegas indikasinya dari ini yang diungkap ddam
riwayar lain bahwa dia ditanya, 'Apakah aku boleh menulis buku-buku
ra'yi?"
'Tidak," jawabnya.
Orang yang bertanya berkata, "Ibnu Mubarak menulisnya." Dia
mengomentari, "Ibnu Mubarak tidak turun dari langir, akan tetapi
hendaknya kita mengambil ilmu dari aras."2
Hal ini berkaitan dengan yang diriwayatkan darinya bahwa dia
melarangnya menulis pembicaraannya atau sering meriwayatkan darinya.
Tentunya pilihan Ibnu Hambd terhadap sikap ini bukanlah sebagai wujud
kejumudannya tidak pula penolakannya terhadtp ra'lu (logika) dengan
implikasinya yang menerapkan penilaian akal dan penggunaan qiyas-qiyas
serta ddil-dalil lainnya, akan tetapi dia sangat peduli agar orang memulai
dengan teks-tels syariat dari satu sisi, dan dari sisi lain sebagai penolakan
terhadap berbagai kalangan yang semasa dengannya seperri golongan
Mutazilah yang membuat penakwilan hingga tingkar yang tidak dapat
di terima. Maka dari itu dalam riwayat darinya dinyatakan bahwa saat
dikatakan kepadanya, "Tidak layak melakukan qiyas kecudi ulama besar
yang mengetahui bagaimana menyerupakan sesuatu dengan yang lain." Dia
berkata, "Tentu, tidak selayaknya."3
Ini cukup jelas bila kita mengemhui bahwa kesimpulannya berupa
ketentuan-ketentuan hukum dari teks-teks syariat hanya dilakukan dengan
upaya akal, dan saat kita mengetahui bahwa dia mengenal buku-buku
ra'yu drn memahaminya kemudian dia tidak mengabaikannyaa karena
tingkatannya di bawah tingkatan penerapan teks syariat dan pemahaman
terhadap subtansinya sebagaiman a ad,anya.
I rbid(249).
2 rbid(250).
3 rbid(230).
4 Sr4rA'hmAn-Nubah' (11/189).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 03
Bahkan ada yang lebih dari ini indikasinya, yaitu yang dinyatakan
dalam riwayat bahwa Ahmad berdebat dengan Yahya bin Adam sebagaimana
yang diceritakan oleh Al-Khilal dari orang yang saat itu bersama Ahmad.
Mereka berkumpul di tempat Yahya bin Adam, dan mereka sibuk dengan
pembicaraan terkait perdebatan antara Ahmad dan Yahya bin Adam, dan
suara di antara mereka berdua terdengar cukup keras. Yahya bin Adam
adalah sdah satu tokoh fikih pada masanya.r
3. Obyrcktif ddam Menilai
Orang yang menghimpun tels-teks syariat bagi setiap masdah yang
dibahasnya, dan menyimpulkan berbagai hukum darinya sesuai dengan
manhaj ilmiah, tidak ada yang ditunggu darinya selain bahwa ilmu sudah
menjadi ag t\abaginya, dia mencari kebenaran di ddamnya sebagaimana
dia mencarinya di dalam agamanya, dan memang demikianlah adanya.
JikaAhmad ditanya maka dia menjawab sesuai dengan yang diketahuinya.
Jika menyampaikan nasihat maka dia menghindarkan perasaan-Perasaan
dalam nasihat, akan tetapi memperhatikan apa ya;nl mengandung
kebaikan bagi orang yang bertanya hingga sekalipun bukan maksud yang
diinginkannya. Ketika mendapat pertanyaan dari Abu Dawud fu-Sijistani,
aku berkata kepada Abu Abdillah bin Hambd, "Aku melihat seorang dari
Ahlu Sunnah bersama seorang dari ahli bid'ah apakah dia meninggalkan
pembicaraannya?" Dia menjawab, "Tidak, atau engkau memberitahukan
kepadanya bahwa yang engkau lihat bersamanya itu adalah ahli Bid'ah.
Sebaiknya memang dia meninggalkan pembicaraannya, namun jika tidak
maka aku menggabungkan orang itu dengannya."2
Ketidalaukaan Imam Ahmad kepada ahli bid'ah tidak membuamya
tergesa-gesa dalam membuat penilaian, dan itu merupakan ciri ulamayang
mengetahui firman Allah:
{& av ig"'H5;41i';^\b;1\J;st
{,r:;.r:ur}@"&!ifo -3.5
I rbid(ll/l9o).
2 Al-Manaqib(236).
424 lF eua*t Islam Menurut Empat Madzhab
"Dan janganhh hebencianmu terhadap suatu. kaum, rnendarongenghau
untak berhhu tidah adiL Berhha adilhh. I{arma (adil) in hbih dehat
krpofo tahwa." (Al-Maidah: 8).
Dan kedka Ahmad mendapat pertanyaan dari Khdifah Al-Mutawakkil
tentang orang yang diangkat sebagai hakim, dan diajukan beberapa narna
dari ahli bid'ah. Jawaban yang disampaikannya pun mengandung kecaman.
Ddam riwayat dari Ahmad bin Rabbah, dia mengatakan, "Dia penganut
Jahmiyah dan dikenal demikian. Sesungguhnya jil<a dia diberi wewenang
terkait urusan uma Islam maka dia membahayakan umat Islam lantaran
pandangan yang dianutnya dan karena bid'ahnya."
Ketika ditanya tentang Muhammad bin Manshur, hakim Ahwaz,
Ahmad bin Hambal berkata tentang dia, "Sesungguhnya dia bersamaAbu
Duad dan berada di pihaknya serta pekerjeannya. Hanya saja dia termasuk
orang yang serupa dengan mereka, narnun aku tidak tahu pendapatnya."
Dan ketika ditanya tentang Abu Ali bin Ji'ad, dia menjawab, "Dia
dikenal di antara berbagai kalangan sebagai penganut Jahmiyah, dan
memang masyhur demikian. Kemudian sekarang aku diberitahu bahwa
dia telah meninggalkan itu."r
Ceritanya bersarna Ismail bin Ishaqfu-Siraj saat memperkenankannya
untuk menyimak-secara sembunyi-sembunyi- perkataan Harits bin fuad
Al-Muhasibi tentang zuhud dan kesederhanaan. Begitu majelis keilmuan
Al-Muhasibi selesai, Ismail menemui Ahmad bin Hambal dan bertanya
kepadanya tentang pendapatnya terkait apayangdidengarnya dan orang
yang dideng$\ya. Ahmad bin Hambal menjawab, "Aku tidak tahu, aku
tidak pernah melihat yang seperti orang-orang itu, aku juga tidak pernah
mendengar terkait ilmu hakikat yang seperti pembicaraan orang ini,
berdasarkan kondisi mereka yang telah aku paparkan maka menurutku
engkau tidak perlu menyertai mereka."2
Dikatakan bahwa dia melarang menyertai mereka lantaran mereka
tidak mengikuti sunnah terkait sebagian yang dikatakan. Dan ada yang
mengatakan karena Al-Muhasibi berbicara tenmng sesuatu yang berkaitan
dengan kalam lantas Ahmad meninggalkannya. Namun masing-masing dari
Al-Manaqib(238).
As-Subki, 1habaqat Asy-Syaf iylah (l I 4l).
I
a
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 05
kedua arahan tersebut memiliki sebab obyektifyang dapat diterima ddam
manhaj lmam Ahmad.
4. Imam Ahmad Fokus pada Keilmuan
Ahmad berpendapat bahwa ilmu tidak memberimu sebagiannya
hingga engkau memberinya keseluruhan dirimu. Imam Ahmad adalah
orangyang mencintai ilmu, menguasainya, memiliki kesiapan diri untuknya
sejak kanak-kanak dan usia belia, serta merencanakan bagi dirinya suatu
jdan untuk mewujudkan kapasitas dirinya dan kecintaannya kepada ilmu.
Oleh sebab itu Imam Ahmad menunda pernikahan hingga berusia 40
tahun yang merupakan usia ideal bagi penyampaian fatwa, menghimpun
banyak hadits setelah melakukan berbagai pengembaraan, dan mengikuti
majelis para syaikhnya yang sangat banyak sebagaimana yang telah kami
paparkan sebelum ini.
Kemudian Imam Ahmad membiasakan diri untuk hidup zuhud
yang dapat dijalaninya dengan upah bangunan yang diwarisinya dan
disewakannya. Inilah penghidupannya hingga setelah menikah. Dalam
hal ini cukup bagi pembaca dengan mengetahui apa yang dikatakan
oleh putranya, Shalih. Dia menyatakan, "Barangkali aku pernah melihat
ayahku mengambil potongan rod, lantas mengibaskan debu darinya, dan
meletakkannya di atas nampan, ldu menuangkan air padanya kemudian
menyantapnya dengan garam. Aku tidak pernah melihat dia membeli
delima, tidak pula apel, dan tidak pula buah apa pun, kecudi berupa
semangka yang dimakannya dengan roti, mggur, dan kurma. Dia berkata
kepadaku, 'Ibuku menggiling tepung dalam suasana gelap, lalu menjual
makanan seharga 2 Dirham, kurang atau lebih, itulah keadaannya. Jika
kami membeli sesuatu maka kami menutupinya dainya agar dia tidak
melihatnya yang akibatnya dia akan menegur kami."'r
Kezuhudannya dan pandangannya terhadap kehidupan ini agar tidak
menyibukkannya, membuatnya perlu bersikap untuk tidak menerima
pemberian dari siapa pun hingga sekdipun dari syaikh di antara syaikh-
syaikhnya yang terhormat atau teman di antara teman-temannya yang
mulia, yaAllah, kecudi jika itu merupakan hadiah maka dia menerimanya
t SlarA'hmAn-N*bah' (rrl209).
426 t[ eUa"l Islam Menurut Empat Madzhab
namun dia juga membalasnya dengan yang lebih baik darinya. Al-Khilal
meriwayatkan dari Shalih bin Ahmad bahwa seorang memberikan hadiah
buah kepada ayahnya, lalu ayahnya mengirim pakaian kepada orang itu.r
Barangkali manhajnya inilah yang memberi pembenaran kepadanya
untuk enggan memasuki rumah kedua Puranya, Shalih dan Abdullah,
dan rumah pamannya, Ishaq, karena mereka mengambil pemberian dari
penguasa, padahal dia tidak berpendapat bahwa ini haram tapi mengajak
untuk menghinda rinya.z
t"ebih dari itu, Imam Ahmad berpendapat untuk tidak membuka
pintu bagi kesibukan-kesibukan dari luar yang membuamya tersibukkan,
karena hendak fokus padatpeyang menjadi keperluannya dari satu sisi, dan
dari sisi lain untuk menghindari keinginan-keinginan terhadap popularitas
dan kemasyhuran. Dia memiliki pendirian untuk tidak menerima jabatan
kekuasaan. Maka dari itu dalam riwayat dinyatakan bahwa Asy-Syaf i
menawarkan jabatan kepadanya sebagai hakim di Yaman, berdasarkan
perintah dari khalifah kepada Asy-Syaf i untuk memilih seorang yang adil
dan mengemban sunnah. Ahmad pun marah sebagaimaney&gdiungkap
dalam riwayat, dan berkata kepadafuy-Syaf i, "Seandainya bul€n lantaran
hubungan ilmu di antara kita, niscaya aku tidak berbicara denganmu."3
Meskipun riwayat ini masih diperdebatkan hanya saja ada tiwayar-
riwayat lain yang menguatkannya, sebagaimana diperkuat dengan realita.
Sebab, tidak pernah diketahui terkait Ahmad bin Hambal bahwa dia bekerja
unruk penguasa. Bahkan dalam riwayat dinyaakan bahwa Al-Amir Abdullah
bin Thahir berkata, "Aku menyukai Ahmad karena dia tidak berbaur dengan
penguasa, sebagaimana diriwayatkan bahwa Al-Amir Ibnu Thahir meminta
Ahmad untuk berkunjung narnun dia enggan. Ibnul Jauzi berkata, "Aku
mengatakan, Ahmad enggan mengunjungi Ibnu Thahir tidak lain karena
Ibnu Thahir penguasa. Jika tidak demikian, sesungguhnya dia mengunjungi
orang-oran g y$gtaat menjdan agama dan berilmu."a
Itulah -paparan singkat- cara Ahmad bin Hambal untuk mem-
fokuskan diri secara penuh untuk ilmu hingga mendapatkan sebagiannya.
I Al-Manaqi, (308).
2 lbid 465, Al-Bidtjldh wa An-Nihayh (l0l37r).
3 Al-&illayh uaAn-Nihayab (l0l37l), Al-Manaqib (341).
4 Al-Manqib(463).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 427
Itu merupakan bagian penting dalam manhajnya terkait pencarian ilmu
yang mendukungnya untuk fokus, dan juga terkait pengajaran ya"ng
mendukungnya untuk dapat menyampaikan kebenaran, hingga sekalipun
harus dibayar dengan cambukan dan belenggu.
5. Mengenal Pemikiran Masanya
Kecintaan Ahmad kepada ilmu dan kegemarannya terhadap sunnah
secara khusus tidaklah menjadi penghdang baginya untuk mengenali
khazanah pemikiran pada masanya secara keseluruhan, termasuk para
tokohnya sedapat mungkin. Karena dia percaya bahwa orang yang tidak
mengetahui keburukan maka dia sangat rentan terjerumus padanya. Dia
menyadari bahwa oran gyaurtgmembela akidah generasi salaf ash-shdih harus
mengetahui bagaimana musuh-musuh akidah ini mendiskreditkannya?!
Dan dari arah mana mereka masuk.
Abad ke-3 Hijriyah dipenuhi dengan berbagai arus pemikiran yang
beragam. Mutazilah berada pada masa jaya mereka, sementara golongan
Syiah yang dominan melontarkan berbagai Pernyataan mereka sedang
tersebar luas. Kdangan sufi nyaris menjadi golongan tersendiri lantaran ciri
mereka yang berbeda dari yang lain. Dan banyak lagi golongan-golongan
lain seperti Murjiah, Khawarij, dan lainnya.
Ahmad bin Hambal mengenali pemikiran masing-masing dari mereka
hingga dia dapat menyanggah dan mematahkan argumentasi mereka. Hal
ini tampak jelas ddam balasannya terhadap surat Al-Mutawakkil yang
di ddamnya disebutkan beberapa orang yang di antara mereka ada yang
hendak dijadikan sebagai hakim sebagaimanayangkami sinydir sebelum
ini. Di bagian akhir surat balasan ini dinyatakan, "Kesimpulannya,
kdangan yang memperturud€n hawa nafsu dan bid'ah tidak layak untuk
dimintai bantuan terkait sesuatu pun dari urusan umat Islam di samping
pendapatAmirul Mukminin ddam hd ini -semogaAllah memperpanjang
keberadaannya- yaitu berpegang pada sunnah dan menentang orang-orang
yang memperturutkan hawa nafsu dan bid'ah."t Jika dalam surat bdasan ini
dia menyebutkan penilaian keliru atau pelurusannya pada individu-individu
yang perlu diluruskan, maka dalam surat yang lain dia menyebutkan hd
I SiyarA'hmAn-Ntbah' (lll298).
OS tD et ia*r lslam Menurut Empat Madzhab
yang membedakan satu golongan dari golongan lain sebagai bukti bahwa
dia mengetahui pemikiran dan arusnya pada masanya. Penulis Thabaqat
Al-Hanabikh dan penulis Manaqib Ahmad meriwayatkan bahwa ketika
Musaddad bin Musarhid menghadapi masdah terkait fimah dan berbagai
hal yang didami umat berupa perselisihan di antara golongan-golongan
seperti Qadariyah, Rafidhah, Mutazilah, masalah Al-Qur'an makhluk,
dan Murjiah, dia menulis surat kepada Ahmad bin Hambal, "Tirliskan
sunnah Rasulullah 6 untukku." Yang dia malsud adalah penjelasan bagi
perkara-perkara ini. Ahmad bin Hambal menulis surat kePadanye y^ng
isinya menggambarkan dengan jelas bahwa Ahmad mengenal golongan-
golongan pada masa itu dan pendapat-pendapat mereka.
Adapun Jahmiyah, kalangan ulama yang kami temui sepakat
menyatakan: Sesungguhnya Jahmiyah terpecah dalam tiga golongan.
Segolongan dari mereka mengatakan, Al-Qur'an kalam Allah dan ia adalah
makhluk. Kalangan lain mengatakan, Al-Qur'an kalamAllah, lantas diam.
Mereka adalah golongan Al-l7aqifah Al-Mal'unah. Dan segolongan lagi
mengatakan, lafal-lafal kita saat mengucapkan Al-Qur'an adalah makhluk.
Namun mereka semua adalah penganut Jahmiyah yang kafir. Mereka
diminta untuk bertaubat. Jika bertaubat maka mereka diterima, namun
jika tidak bertaubat, maka mereka dihukum mati.
Kalangan ulama yang kami temu sepakat bahwa jika orang tidak
bertaubat dari pernyataan mereka ini maka tidak boleh terjadi pernikahan
dengannya, tidak boleh membuat keputusan, namun sembelihannya dapat
dimakan.
Adapun Mu'tazilah, kalangan ulama yang kami temu sepakat
bahwa mereka mengkafirkan lantaran dosa. Siapa di antara mereka yang
berpandangan demikian, maka dia telah menyatakan bahwaAdam ka6r, dan
saudara-saudara Yusuf saat mendustakan ayah mereka j uga kafi r. Mutazilah
sepakat bahwa siapa yang mencuri sebiji gandum, maka dia kafir. Ddam
pendapat lain dinyatakan bahwa dia ada di neraka, istrinya dipisahkan
darinya, dan memulai kembali ibadah hajinya jika menunaikan ibadah haji.
Mereka yang mengatakan pernyataan ini kafir, dan hukuman bagi mereka
adalah tidak boleh diajak bicara, tidak ada pernikahan di antara mereka,
I Ath-Thabaqat(11342),Manaqib(217).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e 429
sembelihan mereka tidak dimakan, dan kesalaian mereka tidak diterima
sampai mereka bertobat.
Sedangkan Rafidhah, kdangan ulama yang kami temu sepakat bahwa
mereka mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih utama daripada Abu
Bakar fuh-Shiddiq, dan bahwa keislaman AIi lebih dulu daripada keislaman
Abu Bakar. Namun siapa yang menyatakan bahwaAli bin Abi Thalib lebih
utama daripada Abu Bakar maka dia telah menyanggah Al-Qur'an dan
sunnah, berdasarkan firman Allah: "Muharnrnad adahh utasAn Alhh, dzn
orang-orang lang bersama dengan dia.' (N-Fath: 29). Allah mendahulukan
Abu Bakar setelah Nabi dan tidak mendahulukan Ali. Nabi bersabda,
"seandainlta ahu mengambil hhalil (hehasih) niscaya ahu rnenjadihan Abu
Bahar sebagai hhalll, ahan tetapi Alhh tehh rnenjadikan sahabat halian -
rnaksudnya diri beliau sendiri- sebagai hhalil, dan tidak adz nabi setekhhu."t
Siapa yang menyatakan bahwa keislaman Ali lebih dulu daripada keislaman
Abu Bakar, maka dia salah, karenaAbu Bakar masuk Islam di usia 35 tahun,
sedangkan Ali saat itu baru berusia 7 tahun. Dia belum terkena berbagai
hukum, ketentuan, dan kewajiban."2
Itulah sekilas tentang hal-hal yang membedakan manhaj Ahmad
dengan yang lainnyayang semasa dengannya sehingga membuatnya sebagai
pembela sunnah, penopang akidah generasi salaf, sebagaimana hd ini akan
lebih diperjelas lagi saat kita membahas tentang pemahamannya terhadap
akidah, yang merupakan obyek penerapan manhaj ini dalam bentuk yang
jelas dan praktis.
Ahmad bin Hambal dan Fikih Akidah
Tema bahasan kita ini berkaitan dengan paparan yang telah kami
sinyalir sebelumnya terkait pengetahuan Ahmad terhadap berbagai golongan
pada masanya yang membuatnya dapat meluruskan atau mengungkap
kekeliruan, dan membuatnya dapat menyampaikan jawaban dengan fanva-
fawa fikih atau akidah dalam menghadapi mereka. Ini semua semakin
mengerucut dengan peruntuhan sikap mereka terhadap Ahlu Sunnah secra
umum dan ahli fikih dan ahli hadits secara khusus. Maka dari itu kami
HR Muslim dalam bab keutamaan-keutamaan generasi sahabar. Demikian pula Bukhari dengan ada
perbedaan sedikit pada lafal.
Ibnu Badran Ad -Dimasyqi, Al-Madkhal ih Madzhab Ahmad ibn Hanbal (54), tahqiq oleh DR.
Abdullah At-Tirrki, Dar Ar-Risdah I 40 I / I 98 l.
1
)
430 E et ia*r Islam Menurut Empat Madzhab
menjelaskan poin-poin ini bukannya menulis tentang sejarah pemikiran
pada tahapan ini dengan asumsi bahwa itu telah disinyalir sebelumnya,r dan
dengan asumsi bahwa yang kami sampaikan terkait sikap Ahmad terhadap
golongan-golongan ini memperjelas pengetahuannya tentang mereka lebih-
lebih terkait keberadaan mereka dan penyebaran pemikiran mereka.
Sikap Imam Ahmad terhadap Kelompok-kelompok Pemikiran
Keagamaan pada Masanya
u Kecaman terhadap Manhai Mereka dan Fatwa-fatwa untuk
Melawan Pendapat'pendapat Mereka
Diriwayatkan dari Imam Ahmad sejumlah pernyaraan terkair hal
ini, sebagiannya melarang keterlibatan terkait kalam dan manhaj ahli
kdam dalam membahas masalah-masalah akidah. Misalnya: "Siapa yang
menekuni kalam maka dia tidak beruntung, siapa yang menekuni kalam
maka dia tidak luput dari pemahaman Jahmiyah." "Siapa yang menyukai
kalam maka dia tidak beruntung, karena pandangan mereka bermuara pada
kebingungan." "Kalian harus mengacu pada sunnah dan hadits, jauhilah
keterlibatan dalam perdebatan dan perselisihan."
Kami mendapati orang-orang (generasi salaf) namun mereka tidak
mengend pernyataan-pernyataan rersebut. Akhir dari ilmu kalam tidak
mengarah pada kebaikan."2 Contoh lainnya: "Jangan menyertai ahli kdam
meskipun mereka membela sunnah."3
Barangkali inilah yang membuat Imam Ahmad menjauhi Harits Al-
Muhasibi, meskipun dia kagum terhadap pemikirannya. Ini mengingat,
Harits mengambil se.suatu yang berkaitan dengan kalam.a
Pada sisi ini, ada perkataan-perkataannya yang menegaskan bahwa dia
bukan ahli kdam. Dia mengatakan, "Aku bukan ahli kalam, dan menurutku
kalam sama sekali tidak diperlukan dalam hal ini (mensinyalir sejumlah
akidah) kecuali yang terdapat dalam Kitab Allah, atau hadits dari Rasulullah
ffir, atau dari sahabat-sahabat beliau. Adapun yang selain itu maka kalam
dalam hd ini tidak terpuji.
I Bacabuku ini bab pertama, bagiankeduaselengkapnya.
2 SjarA'hmAn-Nubala' (lll29l).
3 Al-Manaqib(205).
4 Al-HiQab (91216),Si1arA'hmAn-Nubah' (111286).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...6 43r
Jelas bahwa kecaman di sini ditujukan kepada manhaj debat yang
digemari oleh ulama kalam. Yang paling terkemuka di antara mereka adalah
golongan Mutazilah hingga di antara para pengamat ada yang berpendapat
bahwa kecaman apa pun yang ditujukan pada kalam maka yang dimaksud
addah Mutazilah sebagai pihak yang paling layak bagi kecaman ini,r dan
mengecam manhaj tersebut -sebagaimana menurut pendapat Ahmad-
lantaran menjurus pada kebingungan, jauh dari teks-teks syariat, dan larut
ddam takuril.2 Maka dari itu dia merasa tidak perlu terlibat ddam perdebatan
dengan mereka kecuali jika sebagai pembelaan dan tidak dapat dihindari.
Seorang menulis surat kepada Ahmad untuk menanyakan kepadanya
tentang perdebatan dengan ahli kalam. Imam Ahmad membdas suratnya
dengan mengatakan, "Semoga. Allah memberimu keselamatan dan kesehatan
terbaik. Yang kami pernah dengar dan yang kami temui di antara mereka
yang kami temu bahwasanya mereka tidak menyukai kdam termasuk duduk
bersama orang-orang sesat. Perkaranya hanyalah dengan pasrah dan merujuk
padatpa.yrng terdapat ddam Kitab Allah, jangan ulangi itu. Orang-orang
tetap tidak menyukai setiap orang yang mengada-eda dengan membuat
buku dan duduk bersama ahli bid'ah, untuk mengembalikan kepadanya
sebagian dari apa yang dia kacaukan terkait agamanya."3
Jika perkaranya adalah perkara penerapan manhaj mereka dan
penentangan mereka melalui pendapat-pendapat terkait masalah-masalah
akidah, maka kita mendapati Imam Ahmad menyampaikan famra tentang
mereka dengan hukum-hukum syariat yang sesuai dengan pernyataan-
pernyataan mereka, dan di sini dia menyebutkan berbagai golongan dengan
narna-nama mereka. Kami menyebutkan sebagian contohnya, "Lafzhiyah
lebih buruk daripada Jahmiyah."
Ahmad bin Hambd ditanya tentang golongan tVaqifah, dia menjawab,
"'Waqifah, Jahmiyah, dan Lafzhiyah, menurut kami sama."4
I AbuZahrah, Tail,h Al.Madzihib Al-khmiyah (ll 137), Tarikh Al-lad4l(208).
2 Abdul GhaniAd-Daqar,lhmad ibn Hanbal (122), DarAl-Qdam, Beirut.
3 MukadimahAl-Munad, tahqiq oleh Muhammad Syakir. Akan tctapi kami memberi catatan bahwa
ungkapan terakhir perlu dikoreksi, karena yang dibicarakan oleh Ahmad terkait masdah-masdah
akidah hanya sebagai penjelasan bagi kebenaran, padahd tidak ada yang menjadi penghalang baginya
untuk mengarahkan penjelasan ini kepada ahli kdam sebagairnalx dilujukan kcpada kalangan lain.
4 Lafzhiyah adalah mereka yang mengatakan, 'Lafalku dalam mengucapkan Al-Qur'an adalah
makhluk." Jahmiyah adalah pengikut Jahm bin Shafivan, dan mcreka mcngatakan, "Al-Qur'an
makhluk." Dua golongan ini berkaitan dengan golongan Vaqifah yang mengatakan, 'Al-Qur'an
432 lD eka*, Islam Menurut Empat Ma&hab
Dia berkata, 'Jik engkau shalat sementara di sampingmu seorang
Jahmiyah, maka ulangi (shalatmu)."
Ahmad ditanya, "'W'aqifah ka6r?"
"Kafir," jawabnya.
Dia juga mengatakan, "Siapa yang mengatakan pelafalanku terhadap
Al-Qur'an adalah makhluk maka diaJahmiyah."
Dia menyatakan, "IJlama Mutazilah atheis."
Shalih bin Ahmad menceritakan, "Ayahku ditanya mengenai orang
menunaikan shalat di belakang penganut Qadariyah (malsudnya Penganut
Mutazilah)?" Dia menjawab, "Jika dia mengatakan bahwa Allah tidak
mengetahui apa yang diperbuat oleh hamba hingga mereka melakukan maka
dia tidak boleh shalat di belakangnya, tidak boleh pula shdat di belakang
penganur Rafidhah jika dia mencela sahabat-sahabar Rasulullah 6.'1
Terkait kecaman dan fawa-fawa ini Ahmad hanyalah mengikuti
acuan yang diterapkan oleh para imam fikih yang mendahuluinya
sebagaiman e yangtelah kami sinyalir, dan sebagaimana yang diceritakan
dalam banyak buku.2
Kami tegaskan sekali lagi bahwa pandangan Rafidhah di sini terkait
manhaj dan penerapannya serta hasil-hasil negatif yang ditimbulkannya,
serra manhaj dan penerapannya berupa pengalihan perkara-perkara
akidah dari sesuatu yang jelas lagi terang menjadi rumit, rancu' dan juga
penyampaian berulang-ulang berbagai istilah yang tidak penting tidak pula
diperlukan oleh umat Islam. Seandainya perkara-perkara terkait berbagai
golongan tersebut dipaparkan hanya sebagai bahan bahasan yang ditujukan
untuk memberitahukan kepada berbagai kdangan dan berhenti pada batas
ini, niscaya perkaranya lain dan tidak ada sikap dari kalangan ulama fikih
dan ulama hadits tersebut.
adalah kalam Allah," namun kemudian mereka diam tanPa menyamPaikan komentar. Sedangkan
Mutazilah sependapat dengan Jahmiyah dalam masalah ini.
Baca tentang pernyataan-pernyaman ini dan banyak lagi yang lain nya dalam Al'Manzqib (205'208) .
As-Suyuthi, S/a*n Al-Manthiq (17 -19, 31, 32).
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lf 433
b. rma'nAhmadMenyangahTirduhanBerbagaiGolonganterhadap
UlamaFildh dan Ulama Hadits
Perbedaan manhaj di antara ahli kalam dan ahli hadits berimplikasi
pada rivalitas yang membuat ahli kalam menuduh ahli hadits, dan ahli
hadits pun menyanggah mereka rerkait kebohongan yang mereka ciptakan.
Barangkali telah disinggung sebelumnya bahwa saya menyebutkan renrang
manhaj umum pada ulama fikih dan ulama hadits terkait larangan
menjadikan kalam sebagai manhaj, dan larangan berbaur dengan ahli kdam,
serta terkait penjelasan kerentuan hukum syariat bagi mereka. Barangkdi ini
memiliki hubungan bagi tersulurnya permusuhan dan kondisi yang terjadi
sesra umum. Bahkan kiranya tidak berlebihan bila saya mengatakan bahwa
ini memiliki hubungan juga dengan ujian-ujian yang menimpa ulama fikih
khususnya ujian yang menimpa Imam Ahmad bin Hambal. Akan tetapi
ada permusuhan yang lebih keras dan lebih sengit anrara ahli hadits dengan
ahli kalam. Sebabnya adalah lantaran perspektif yang digunakan oleh ahli
kalam addah perspektifakd, sementara perspektifyang digunakan oleh ahli
hadits adalah perspektif naqli (tel<s syariat), maka betapa jauh perbedaan
antara kedua manhaj ini. Kalangan yang paling keras permusuhannya di
antara mereka dalam hal ini adalah Mutazilah."r
Setelah Ahmad Amin merangkum -melalui Th'wil Muhhtahf Al-
Hadits k^ry Ibnu Qutaibah- tuduhan masing-masing dari dua kelompok
tersebut terhadap kelompok yang lain, dan memaparkan sanggahan
ahli hadits terhadap tuduhan-tuduhan ahli kalam kepada mereka, dia
mengatakan, "Ini merupakan bentuk kecil terkait perselisihan tajam
yang terjadi antara ahli kalam dengan ahli hadits. Kemenangan diraih
oleh kalangan ahli kalam pada masa Al-Makmun, Al-Mu'tashim, dan AI-
'Wa