tsiq.
Sementara uj ian terkait AI-Qur' an makhluk merupakan fenomena
terbesar dari fenomena-fenomena permusuhan antara ahli hadits dengan
ahli kalam."2
Yang terpenting bagi saya adalah bahwa keadaan saar iru meng-
haruskan Ahmad bin Hambal untuk mengetahui golongan-golongan
ini dengan mencermati pendapar-pendapat mereka sebagaiman^ yang
I AhmadAmin,DhthaAl-khn(21135).
2 tbid(2n36).
434 @ ef.ia*, Islam Menurur Empat Madzhab
diungkap dalam berbagai sumber rujukan yang repercaya. dxinya. Dalam
pernyaraan yang dinukil darinya oleh salah satu muridnyar -setelah
menjelaskan madzhab Ahlu Sunnah terkait banyak masalah yang mencuat
saar iru- dia menyarakan, "Ahli bid'ah memiliki julukan dan nama yang
tidak mengindikasikan nama orang-orang saleh bukan pula ulama dari
umat Nabi Muhammad. Di antara nama-nama mereka adalah Murjiah,
mereka adal"h y*g mengatakan bahwa iman adalah uslPan tanpa amal, dan
Qadariyah, yaitu mereka yang menyatakan bahwa kesanggupan, kehendak,
dan kemampuan tergantung pada mereka. Dia juga menyebutkan nama
beberapa golongan beserta keyakinan-keyakinan mereka, yaitu Mutazilah,
Jahmiyah, Nashriyah,'Waqifah, Sab' iyah, Khasybiyah, dan Khawarij' Semua
yang disebutkan oleh Imam Ahmad dipaparkan melalui pendapat-pendapat
dan keyakinan-keyakinannya, dan juga menjelaskan dengan sangat singkat
kesalahan-kesalahan mereka terkait dalil-dalil mereka dan sikap mereka
secara umum.
Kemudian dia menyampaikan sanggahan terhadap berbagai tuduhan
yang dilontarkan oleh sebagian dari mereka terhadap ahli hadits, dia
mengarakan, "Aku melihat kalangan yang memperturutkan hawa nafsu
dan bid'ah serta perselisihan memiliki narna-nama yang buruk. Mereka
menyebutkan nama-nama itu pada Ahlu Sunnah dengan maksud sebagai
celaan dan kecaman bagi mereka, serta sebagai serangan dan pelecehan
terhadap mereka menurut orang-orang dungu dan bodoh'"
Adapun Murjiah, mereka menyebut Ahlu Sunnah dengan nama
?eragu. Murjiah bohong, justru mereka yang layak disebut peragu dan
pendusta.
sedangkan Qadariyah, mereka menyebut Ahlu Sunnah wal Itsbat
sebagai orang-oran g yangterpaksa. Qadariyah boho n g, j ustru mereka yang
lebih layak disebut pendusta dan suka berselisih. Mereka menghilangkan
kuasa Allah dari makhluk-Nya dan mengatakan; Allah tidak memiliki
kewenangan untuk itu.
I Saya mensinyalir dia adalah Ahmad bin Jdfal Al-Ashthakhri. Jika Adz-Dzahabi melihat sesuatu pada
,-"drry", namun Ibnul Jauzi, Abu Ya'la, dan lainnya meriwayatkan keduanya dengn menegaskan
pcnisbatannya. Saya lebiir condong pada pendapat ini. Sebab, kata-kata yang tidak dapat diterima di
Ld"-rry" r"rrg"t r.dikir, dan dimungkin-kan itu sebagai kesalahan juru ulis.Baca: Al-Madbhal ih
Madzhab Al- Inan Ahmad (9 6).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih..' {tr 435
Jahmiyah adalah mereka yang menyebut Ahlu Sunnah sebagai orang-
orang yang menetapkan keserupaan (antara Allah dengan makhluk-Ny").
Jahmiyah musuh Allah itu pembohong. Justru mereka yang lebih layak
disebut sebagai orang-oran g yang menetapkan keserupaan dan kedustaan.
Mereka mengada-adakan kebohongan terhadap Allah dan mengarakan
kedustaan serta kepalsuan, dan mereka kafir lantaran pernyataan mereka.
Sedangkan Rafidhah adalah mereka yang menyebut Ahlu Sunnah
sebagai golongan Nashibah. Rafidhah pembohong, justru mereka yang
lebih tepat disebut Nashibah yang melontarkan cacian dan kecaman
kepada sahabat-sahabat Rasulullah ffi dan mereka mengatakan yang tidak
benar terkait para sahabat itu, serta menyebut mereka tidak adil. Rafidhah
melakukan ini lantaran kekafiran dan kezhaliman, serta kelancangan
terhadap Allah serta melecehkan Rasulullah 6. Mereka lebih layak disebut
demikian dan pantas mendapatkan balasan. Allah merahmati hamba yang
menyampaikan kebenaran dan mengikuti arsar serta berpegang pada sunnah
dan meneladani orang-orangyeng saleh. Semoga Allah melimpahkan
taufik-Nya.
Ya Allah, runtuhkanlah kebatilan Murjiah, lemahkanlah tipu daya
Qadariyah, nistakan Dinasti Rafi dhah, dan lenyapkanlah syubhat-syubhat
ahlur ra'yi, serta cukupkanlah kami dari ulah Khawarij, dan segerakan
balasan terhadap Jahmiyah.
t
Itulah tabiat hubungan antara Ahmad dengan golongan-golongan
pada masanya. Tidaklah Ahmad mengecam kalam tidak pula mencela ahli
kalam melainkan setelah mengenali mereka dan mengetahui kerusakan
tuntunan mereka, serta mengerti bahwa orang yang hendak menjelaskan
kebenaran terkait suatu perkara dari perkara-perkara akidah atau lainnya
maka dia cukup mengacu pada Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya serta
atsar dari generasi sahabat beliau yang mulia.
Saya mengatakan, Ahmad benar-benar mengerahui mereka karena dia
memiliki berbagai sarana ilmu yang shahih berupa ilmu debat berdasarkan
Al-Qur' an, sunnah, dan dalil-ddil dalam jawaban-jawabannya sequa cermar
dan jelas. Ahmad pernah terlibat perdebatan terkait masalah-masalah fikih,
I AbuYa'la, ThabaqatAl-Hanabihh (1136),Al-Madkhal(98).
436 6 ef.ia"f, Islam Menurut Empat Madzhab
berdebat dengan fuy-Syaf i,' dan berdebat Yahya bin Adam,2 padahal
keduanya merupakan rckoh fikih terkemuka. Akan tetapi perdebatan-
perdebatannya ini mengacu pada manhajnya adalah untuk menjelaskan
kebenaran dan membelanya. Perdebatan ulama fikih sangat jauh berbeda
dengan perdebatan dan perselisihan yang dipandang oleh Ahmad sebagai
sifat yang identik dengan perdebatan yang dilakukan oleh ahli kalam. Ddam
riwayat dari Ahmad dinyatakan bahwa dia berdebat terkait masalah-masalah
akidah narnun itu dilakukannya lantaran terpaksa dan tidak dapat dielakkan,
dan juga sesuai dengan manhajnya bahwa dia tidak berbicara kecuali dari
AI-Qur'an dan sunnah serta dimalsudkan unruk membela kebenaran
meskipun itu membebaninya.
Sebagaimana yang diceritakan oleh putranya, Shalih; ayahku
mengatakan, "Saat itu setiap hari ada dua orang yang dihadapkan kepadaku,
sdah satunya bernama Ahmad bin Rebbah, sementara yang lain Abu Syuaib
Al-Hajjam. Keduanya terus berdebat denganku. Begitu dia bergegas, ada
panggilan untuk mengambilkan belenggu, dan bertambahlah tali yang
membelengguku, hingga di kakiku terdapat empat belenggu."3
Di antara riwayat-riwryat yang mengungkap rentang ujian yang
menimpa Imam Ahmad terdapat banyak hal yang dapat kita sebut sebagai
perdebatan-perdebatan yang sebagiannya dengan Al-Mutashim sendiri,
dan sebagian lagi dengan lainnya seperti IbnuAbi Duad, namun semuanya
membuktikan bahwa dia berada pada batas teks-teks Al-Qur'an dan sunnah
serta indikasi masing-masing dari keduanya tanpa takrvil atau mengada-ada,a
dan ini yang menjadi landasan sikapnya terkait masdah Al-Qur' an makhluk
Ini diceritakan dalam buku-buku sejarah dan sejarah pemikiran, bahkan
buku-buku Mutazilah dan kalangan yang mengobarkan pemdsuan hakikat
ini. Sebab, Al-Jahizh memuat tiga contoh dari perdebatan-perdebatan
Ahmad terkait ujian yang menimpanya, namun dalam hal ini Ahmad
bersikap diam saat sampai pada kesimpulan hasil logika yang bertenrangan
keyakinannya, etaru mengatakan: "Aku tidak punya pengetahuan tenrang
7b a baq at AySyaf ill a h (l I 22O).
Silar A'hm An-Nabah' (l L I 189).
tbid(ru243).
Thabaqo Al-Hanabihh (l I | 64).
I
2
3
4
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 437
kalam."l Ini tidak ada seorang pun yang mengatakannya selain Al-Jahizh
dan orang-orang yang mengikuti madzhabnya.
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa penolakan yang
dilakukan oleh Ahmad tersebut adalah penolakan berdasarkan manhaj yang
memiliki maksud-maksudnya tersendiri terkait ujian yang menimpanya,
sebagaiman a y^ngakan dipaparkan kemu diain, insya Allah.
Akidah Imam Ahmad
Agar kita dapat mengetahui dengan jelas akidah Imam Ahmad yang
merupakan perpanjangan dari akidah para imam generasi sdafsebelumnya
yang mempengaruhi generasi setelahnya di antara ulamaAhlu Sunnah lintas
masa, maka metode penulisan mengharuskan adanya pembahasan tentang
poin-poin berikut:
PertarnA, sumber-sumber yang kami jadikan sebagai rujukan
akidahnya atau pendapat-pendapatnya terkait akidah.
Kedua,perspektifnya sec:lra umum sebagaimana yang diungkap ddam
pendapat-pendapat yang diriwayatkan darinya.
Ketiga, contoh-contoh dari akidah Imam Ahmad.
Keempat, peneraPan manhaj dalam hal akidah.
1. Str.r.ber-sumber Ruj"kan
Tidak ada seorang ulama pun yang memiliki kapasitas yang sePerti
kapasiras Imam Ahmad bin Hambal terkait jumlah sumber rujukan yang
memuar biografinya, dan riwayat-riwayat tentang dia beserta pendapat-
pendapatnya disampaikan dengan sangat mendetail di banyak buku. Hal
inilah yang membuat penetaPan kevalidan suatu berita pendapat menjadi
hal yang mudah bagi para pengamar. Di samping sumber rujukan yang
banyak ini, kita dapati adanya keragaman para penulis sumber-sumber
rujukan tersebut, dan sumber-sumber riwayat mereka, turut menjadi faktor
yang memperkuat dan meluruskan. Abu Nuaim Al-fuhbahani, Al-Khathib
Al-Baghdadi, IbnulJauzi, Adz-Dzahabi, dan Ibnu Katsir adalah tokoh-tokoh
hadits yang memiliki kapasitas yang memadai terkait sanad dan mereka kritis
terkait maran. Sedangkan Al-Qadhi Abu Husain Muhammad bin Abu Ya'la
@ikitab.kitabAl.JahizhyangdisusunolehAbdullahbinHassan,pada
aratankahAl-Karnil,karyaN-Mr$arrid.(21143),Kiro,lg06,ZuhdiJartllah,Al-Mu'uzihh (176).
435 i& aua"n Ishm Menurut Empat Madzhab
dan Thjuddin As-Subki termasuk rokoh fikih dan usul fikih dengan manhaj
masing-masing dari keduanya yang identik dengan kecermatan.
Jika itu kita tambah dengan akidah Imam Ahmad -yangmerupakan
akidah Ahlu Sunnah - yangperiwayatannya benar-benar diperhatikan oleh
ulama yang memiliki kapasitas dalam hal ini, seperti Al-Khilal Abul Hasan
Al-Asy'ari dalam buku-bukunya khususnya Al-Ibanah, Abdul Qadir Al-
Jailani dalam Al-Ghunyah,Ibnu Taimiyah dalam banyak risalahnya, lbnu
Badran Ad-Dimasyqi dalamAl-Madhhal, dan banyak lagi lainnya yang kami
sebutkan dalam bahasan-bahasan terdahulu, dari kalangan yang melakukan
k4i* modern seperti Abu Zahrah, Abdul Halim Al-Jundi, Abdul Ghani Ad-
Daqar, SayyidAI-Ahl, dan lainnya, serta lcrab Dairah Ma'arifAl-kkmiyyah.
Kebanyakan dari mereka yang menulis biografi imam kita ini dan
meriwayatkan darinya risalah-risalah tentang akidah, mereka meriwa-
yatkannya dari murid-muridnya dengan sanad murid-murid mereka, dan
mereka tidak menerima riwayat kecuali yang telah memenuhi syarar-syarar
riwayat menurut ahli hadits. Bahkan di antara mereka adayangmenolak
sebagian risalah lantaran di dalamnya terdapat beberapa kata dan bentuk
ungkapan secara umum yang ddak sesuai dengan madzhab Imam Ahmad
sebagai salah satu tokoh terkemuka Ahlu Sunnah sebagaimana yang telah
kami sinyalir.
Ada sumber-sumber lain terkait akidah Ahmad bin Hambal, yairu
buku-buku yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad sebagaimana yan1
terdapat dalam karya-karya tulisnya, seperti Ar-Radd 'ah Allahrniyyah,
dan kitab r4 s-Sunnah.t Jika ada yang diperselisihkan di anrara ulama sepurar
penisbatannya, maka sebagian dari mereka telah menegaskan penisbatannya
kepada Ahmad bin Hambal tidak shahih,2 semenrara sebagian yang lain
bimbang dalam hal ini.3
Saya mengatakan, hingga sekalipun hal itu terjadi, namun masalah-
masdah yang dimuat dalam dua risalah tersebut mendapatkan hal-hal yang
Keduanya telah dicerak di Mesir tanpa tanggal.
SepeniAdz-DzahebidiltmSiyrAhmAn-Nubah' (ll1294),dimanadiamempermasalahkan risalah
Ar- Radd bh Al-Jah miylah.
Seperti Dr. Ali SamiAn-NasysyarBaca: Nary'ahAl-FihrAl-Fakaf (11247) danAqa'id,as-Sahf.
I
)
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... IP 439
menguatkannya terkait riwayat-riwayat yang shahih y*g telah diseleksi
dalam sumber-sumber yang lain.
Sumber-sumber yang valid dan banyak ini mendukung perhatian
ulama kita terhadap masdah-masalah akidah salafiyah dan penjagaan mereka
terhadapnya lintas masa, sebagaimana juga menunjukkan kapasitas Peran
yang ditunaikan oleh Imam Ahmad bagi akidah Ahlu sunnah, bulsn karena
dia sebagai orang pertama yang membicarakannya lantaran sebelumnya
sudah ada ulama dari generasi sahabat dan tabi'in serta generasi setelah
mereka dari kalangan ulama fikih sebagaimana yang kami sinyalir, akan
tetapi karena kondisi permusuhan yang terjadi antara berbagai golongan
-yang semakin sengit- dengan Ahlu Sunnah yang diwakili oleh ulama
fikih dan ahli hadits, tidak mencapai titik klimaknya sebagaimana yang
terjadi pada masa Ahmad bin Hambal yang telah mencapai klimaksnya.
Perkataan-perkataannya dan perdebatan-perdebatannya disampaikan unruk
mengingatkan Ahlu sunnah pada bahaya mendiamkan golongan-golongan
tersebut dan juga bahaya membiarkan keyakinan-keyakinan mereka tersebar
di antara berbagai kdangan. Hal inilah yang mendorong banyak ulama
kita untuk menetapkan akidah Ahlu Sunnah terkait masalah-masalah
yang mencuat pada masa Ahmad dan setelahnya. Ini juga yang menjadi
sebab hakiki terkait sikap keras Ahmad terhadap golongan-golongan pada
masanya. I Abul Hasan Al-Asy'ari menyatakan, jika ada yang berkata, "Kalian
telah memungkiri perkataan Mutazilah, Qadariyah, Jahmiyah, Haruriyah,
Rafidhah, dan Murjiah, maka sampaikan kepada kami pendapat kdian yang
kalian katakan dan keyakinan kalian yang kdian yakini, maka dikatakan
kepada mereka: Pendapat kami yang kami katakan dan keyakinan kami
yangkami yakini adalah berpegang pada KitabAllah dan sunnah Nabi kami
Muhammad 6 serta yang diriwayatkan dari generasi sahabat dan tabi'in,
dan para imam hadits, kami berpegang teguh pada itu dan sependapat
dengan yang dikatakan oleh Abdullah Ahmad bin Hambal -semoga Allah
mencerahkan wajahnya dan meninggikan derajatnya serta melimpahkan
pahalanya- dan kami menjauhi orang yang ddak sependapat dengannya,
karena dialah imam yang mulia dan pemimpin yang sempurna yang
melalui dialah Allah menj elaskan kebenaran dan menghilangkan kesesatan,
I AMulGhaniM-Daqar,Ahmadibn Hanbal(t22).
UO 6aUa*, Islam Menurut Empat Ma&hab
menerangkan manhaj, menghancurkan bid'ah yang dilakukan para ahli
bid'ah, menyesatkan orang-orangyang sesat, dan membuat ragu orang-
orang yang ragu, Allah merahmatinya sebagai imam yang terkemuka dan
agung serta dihormati dan dimuliakan, juga seluruh imam umat Islam."r
Al-Asy'ari menyebutkan akidah Ahlu Sunnah terkait masdah-masalah
Dzat (diri Allah), sifat-sifat, melihat Allah, syafaaq surga, neraka, dan
lainnya.
Perspektif ini pula yang kami temukan pada Abdul Qadir Al-Jailani saat
menyampaikan tentang akidah Ahlu Sunnah, meskipun dia sebagai tokoh
fikih ma&hab Hambali y"ng sering berhujah dengan pendapat-pendapat
Imam Ahmad dan jawaban-jawabannya terkait masalah-masalahnya yang
di riwayatkan dariny a.2
Tidak jauh dari ini sebagaimana yang dilakukan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Thimiyah dalam banyak risalahnya,3 dan yang dilakukan oleh
Al-Baghdadi ddam penutup bukunya, Al-Farq bainal Firaq, di mana dia
membuat satu bahasan dengan judul Al-Uhul alkti ljtama'a 'ahiha Ahlu
,*-Sunnah (pokok-pokok yang disepakati Ahlu Sunnah).4
2. Perspektif [f6rrm BahasanAkidah Menurut Riwayat dari Imam
Ahmad
Dalam riwayat-riwayat dari Imam Ahmad yang memaparkan tentang
akidah-akidah Islam, dia tidak mengungkap ijtihadnya sebagai individu,
akan tetapi dia mengungkap tentang pendapat Ahlu Sunnah seluruhnya
dengan mengacu pada sumber-sumber dan manhaj yang sama. Sebagian
dari orang-orang yang bertanya kepadanya pun mengetahui hal ini, maka
mereka bertanya kepadanya tentang sunnah terkait suatu perkara, atau
tentang pendapat Ahlu Sunnah terkait perkara lainnya. Maka dari itu
dalam jawaban-jawabannya banyak terdapat kata "menurut kami" "sunnah
menurut kami" dan "sifat mukmin dari Ahlu Sunnah wal Jamaah" dan
lainnya yang dipaparkan dalam bahasannya. Berikut ini merupakan contoh-
contoh yang diriwayatkan darinya:
Abul Hasan Al-fut'*i, Al-Ibanah (15), cetakan Universitas Al-Imam Muhammad bin Su'ud Al-
Islamiyyah.
Abdul QadirAl-Jalani,Al-Gburyah li Thal;bi Ihaiqil Haqq (1139-68).
lbnuTimiyah, Majmuhnr Rasail Al-IQbra | , dabmbanyak risalah darinya.
Al-Baghdadi, ,{ l-Farq bainal Firaq (323), tahqiq oleh Muhyiddin Abdul Hamid, Dar Al-Ma'rifah,
lrbanon.
I
.,
3
4
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... lP MI
Abdus bin Malik Al-Athar -seorang murid yang dekat dengan Imam
Ahmad- mengatakan, "Aku mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hambal
berkata, 'Pokok-pokok sunnah menurut kami adalah berpegang pada apa
yang diterapkan oleh sahabat-sahabat Rasulullah ffi, dan meneladani mereka,
meninggdkan bid'ah. Karena setiap bid'ah adalah kesesatan, meninggalkan
permusuhan, tidak duduk bersama kdangan yang memPerturutkan hawa
nafsu, dan meninggalkan perdebatan, perselisihan, dan permusuhan
terkait agama. Sunnah menurut kami addah amar-atsar Rasulullah, sunnah
menafsirkan Al-Qur'an yang juga sebagai indikasi-indikasi petunjuk Al-
Qur'an, dalam sunnah tidak ada qiyas, tidak dapat dibua*an PerumPamaan
baginya, tidak dapat dijangkau dengan akd tidak pula hawa nafsu, akan
tetapi hanya dengan peneladanan dan meninggalkan kemauan hawa nafsu."r
Jelas bahwa pengguna;rn istilah'pokok-pokok sunnah menurut karni"
dan "sunnah menurut kami" oleh Imam Ahmad tidak berarti bahwa dia
berbicara atas nama dirinya sendiri dengan bentuk ungkapan penghormatan,
karena ketawadhuan, kezuhudan, dan kecintaannya terhadap ketiadaan
popularitas sebagaiman ayangmenjadi sifat yang lazim dikenal pada dirinya
menafikan pengatasnamaan dirinya sendiri tersebut. Demikian pula dia
tidak mau dikatakan bahwa dia berbicara atas nama Para penganut madzhab
Hambali, karena ini merupakan masalah yang ddak menjadi perhatiannya,
dan tidak ada sesuatu yang dikend dengan nama madzhab Hambali pada
masanya, dia juga tidak menyerukannya. Dengan demikian, yang kami
sinyalir di atas hanyalah dimalsudkannya sebagai ungkapan madzhab Ahlu
Sunnah, khususnya jika kami memaparkan tentang kondisi-kondisi sejarah
dan pemikiran pada masa Imam Ahmad bin Hambal.
Imam Ahmad mengungkapkan tentang hal ini dengan lebih tegas
dalam perkataannya, 'hdalah sifat mukmin dari Ahlu Sunnah wal Jamaah
menyerahkan perkara-perkara yang tidak dapat dijangkaunya kepada Allah,
sebagaiman a yangdiungkap dalam hadits-hadits dari Nabi:
6 ra. I c...6.t oSt_
1 AbuYa'la, ThabaqatAl-Hanabihh(ll24l).
ry*2 Ip eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
o -o. ' oi o
i;Jl J"a,l 0!
"sesungguhnya penghuni sarga rnelihat Tuhan mereka,"maka dia pun
membenarkannya dan tidak membuatkan perumPamaan-PerumPamaan
baginya. Inilah yang disepakati ulama di berbagai penjuru."r
Tidak jauh dari ini yang diriwayatkan seorang muridnya, Muhammad
bin Habib Al-Andarani, dia mengatakan, "Aku mendengar Ahmad bin
Hambal berkata, 'Sifat mukmin dari Ahlu Sunnah wal Jamaah bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan
bahwa Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya, mengakui semua
yang disampaikan oleh para nabi dan rasul, berkomitmen pada apa yang
dinyatakannya, tidak ragu pada imannya, tidak mengkafirkan seseorang dari
penganut tauhid lantaran dosa, pasrah kepadaAllah terkait perkara-perkara
yang tidak dapat dijangkaunya, dan menyerahkan urusannya kepadaAllah."2
Saya katakan, Ahmad bin Hambal mengungkapkan tentang pendapat
Ahlu Sunnah walJamaah ptdarpayang dikatakannya, dan orang-orang pada
masanya pun mengerti hd itu. Maka dari itu seorang dari mereka meminta
kepadanya untuk menuliskan tentang sunnah untuknya lantaran Percaya
kepadanya bahwa Ahmad benar-benar mengetahuinya. Dalam riwayat
dinyatakan bahwa ketika Musaddad bin Musarhid menghadapi masalah
terkait fitnah dan berbagai hal yang dialami umat berupa perselisihan di
antara golongan-golongan seperti Qadariyah, Ra6dhah, Mutazilah, masalah
Al-Qur'an makhluk, dan Murjiah, dia menulis surat kepada Ahmad bin
Hambal yang isinya, "Tiliskan sunnah Rasulullah ffi untukku."
Begitu menerima suratnya, Ahmad bin Hambal menangis dan
mengucapkan, "sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kita
kembali kepada-Nya. Orang Bashrah ini menduga bahwa dia telah
mengeluarkan biaya yang banyak untuk ilmu namun dia masih belum
mengerti sunnah Rasulullah 6." Ahmad bin Hambal pun menulis surat
jawaban untuknya:
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Segda
puji bagi Allah yang menetapkan di setiap masa ada orang-orang berilmu
yang menyerukan dari kesesatan kepada petunjuk, mencegahnya dari
keterpurukan, menghidupkan orang-orang mati dengan Kitab Allah, dan
lb nul Juni, A l- M a n a q i b (20 4).
Thaba4 at Al- Hanab i hh (l I 29 4).
I
2
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikh... E u3
dengan sunnah Rasulullah mereka menghidupkan orang-orang bodoh
dan terpuruk. Berapa banyak orang terbunuh lantaran iblis yang mereka
hidupkan, dan berapa ban)rak orang sesat kebingungan yang mereka bimbing
unrukmengikuti petunjuk. Betapa bagus jasa mereka bagi manusia. Mereka
menjaga agama Allah agar terhindar dari penyimpangan orang-oran g y{tg
ekstrim dan pelecehan orang-oran gy{tglalai serta talcrvil orang-oran gyau,:tg
sesat, yang memancangkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan kendali
6tnah, mereka mengatakan terhadap Allah dan tentangAllah -Mahatinggi
Allah setinggi-tingginya dari apa yang mereka katakan- serta tentang Kitab-
Nya tanpa ilmu. Kami berlindung kepada Allah dari setiap fitnah, Allah
sampaikan shdawat kepada Muhammad."r
Dalam surat ini juga dia berbicara tentang golongan-golongan
sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya, dan sebelum
memberikan penilaian terhadap golongan apa pun dari golongan-
golongan itu. Dia mengatakan, "Kalangan ulama yang kami temui sepakat
menyatakan dcmikian dan demihian....Hal ini berarti bahwaAhmad bin
Hambal merepresentasikan Ahlu Sunnah dan berbicara atas nama ulama
mereka dari kalangan generasi salaf ash-shalih yaitu generasi sahabat, tabi'in,
dan generasi setelah mereka yang merupakan generasi terbaik.
Dengan demikian, perspektif umum pada pendapat-pendapat Ahmad
serta fikihnya terkait akidah addah sebagaimana yang diterapkan oleh
generasi sahabat dan tabi'in serta generasi setelah mereka, dan orang-orang
yang mengikuti manhaj mereka yang mereka pelajari dari Kitab Allah dan
sunnah Nabi-Nya terkait masalah-masalah akidah dan lainnya.
Inilah yang membuat banyak ulama selain Al-fuy'ari dan Al-Jailani,
seperti Ibnu timiyah, Ibnul Jauzi, madrasah masing-masing dari mereka
berdua, Ibnu Abdul Vahhab dari generasi belakangan dengan syaikh-
syaikhnya sebelumnya juga murid-muridnya setelahnya, mereka semua
berbicara tentang akidah mereka dan mengukuhkannya sebagai akidah
Ahlu Sunnah wal Jamaah. Mereka menyampaikan banyak argumentasi
pendukung berupa pendapat-pendapat Ahmad tentang akidah, bahkan
di antara mereka tday*tgmenegaskan bahwa dia akan menulis demikian
pada madzhab Imam Ahmad. Utsman bin Qaid An-Najdi (1097 H) -
t rbid(il342).
444 e eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
sebagaimana.yang telah kami sinydir- mengatakan dalam mukadimah
risdahnya, Naj at Al- Kh ahff f 'tQad,*'Sahf.
Ini merupakan paparan singkat yang mencakup sejumlah masalah
seperti pokok-pokok agama yang -inrya Alhh- bermanfaat bagi banyak
kalangan pemula maupun tingkat lanjut, berdasarkan madzhab Imam
Al-Mubajjd Al-Habr Al-Mufadhdhal Al-Imam Ar-Rabbani tuh-Shiddiq
Ats-Tsani Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal fu y-Syaibani,
semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha, dan menjadikan surga
sebagai tempat kembali dan kesudahannya."r
Selama perkaranya demikian, maka saya akan memilih beberapa
contoh dari pendapat-pendapatnya terkait masalah-masdah akidah agar
kita dapat menelisik penerapannya terhadap manhajnya terkait akidah,
serta dapat menunjukkan sikapnya yang kami sinyalir berkdi-kali di tempat
yang berbeda-beda, namun saya tidak melihat itu selalu dibahas karena
memang perkataan yang pding sederhana adalah terkait penjelasan setiap
keyakinannya, karena itu - sebagaimana yang saya katakan - addah akidah
Ahlu Sunnah yang juga memenuhi buku-buku tentang kepercayaan dan
keyakinan sebagaiman e. yaLng saya sinyalir tadi.
Perlu dipaparkan bahwa penganut madzhab Hambali yang menulis
tentang akidah sangat antusias dalam berhujah dengan pendapat-pendapat
Imam Ahmad dan ijtihad-ijtihadnya dalam masalah ini. Barangkali orang
pertamayang menulis buku secara khusus tentang pokok-pokok agama dari
kalangan penganur madzhab Hambali addah Abu Ydla, penulis ..{ l-Mu mnad
f Uhuliddin.Delam buku ini dia berbicara tenmng setiap masalah akidah
yang mencuat pada saat itu dengan bahasa yang menggabungkan antara
penjabaran-penjabaran terkait yang mesti disampaikan untuk menyanggah
berbagai golongan terkait sebagian pendapat mereka, dan komitmen
terhadap manhaj salafi dalam membahas masalah-masalah akidah.'z
3. Akidah Ahmad bin Hambal
Pada bahasan terdahulu kami telah mensinydir bahwa Ahmad bin
IbnuQaidAn-NajdiUtsmanbin Ahmad,NajatAl-Khahff Itiqad,as-Sahf6s,tahqiqolehkami'Dar
Ash-Shahwah, 1985.
AbuYa'la (tahun 458 H) Al-Ma'unadf Ilshuliddin44,86,90, ll2, ditahqiq oleh oleh Dr. Vadi'
Zaidan Haddad, terbitan Dar A.l-Masyriq, Beirut.
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...lp U5
Hambal berbicara sesuai dengan keyakinan-keyakinan yang dianut oleh
Ahlu Sunnah, dan dia membela itu dalam menghadapi kalangan yang
menentangAhlu Sunnah, dan hal ini sudah lazim diketahui di antara ulama
pada masanya.
Jika perkaranya demikian, maka seperti sering diungkapkan bahwa
akidahnya memaparkan masalah demi masalah. Dalam buku ini kiranya kita
cukupkan dengan melampirkan satu risalah dari risalah-risalah yang menjadi
acuan dan yang menjelaskan sebagian besar perkataan yang diriwayatkan
darinya terkait masalah-masalah akidah. Akan tetapi kami akan mensinyalir
sejumlah masalah dan melakukan pencermatan yang relatif mendetail terkait
pendapatnya dalam masalah Al-Qur'an makhluk.
Kami mengatakan, tentang iman, Ahmad mengatakan dengan lafal
serupa dengan yang dikatakan oleh Asy-Syaf i dan Malik sebelumnya
bahwa iman adalah ucapan dan amal yang dapat bertambah dan berkurang.
Dia mengatakan bahwa iman bertambah, dan membaca firman Allah:
'Agar orang yang beriman bertambah imannya. " (Al-Muddarctsir: 31),
'Adzpun orang-orang yang beriman, maha surah ini menambah imannlta,
dan mereha merasa gembira." (At-Taubahz 124). Apa yang dapat mengalami
pertambahan maka dapat pula mengalami pengurangan.r
Ini mengingat, iman adalah ucapan dan amal serta niat dan berpegang
padasunnah, dengan demikian iman dapat bertambah dan berkurang.z Iman
menurutnya berbeda dengan Islam. Dia mengatakan ini berdasarkan dalil
hadits Jibril yang shahih, ayat-aytt, dan hadits-hadits lainnya. Dia tidak
mengkafirkan muslim lantaran dosa kecuali orangyang meninggalkan shalat
maka dia mengkafirkannya dan layak untuk dihukum mati.3
Akan tetapi dia seperti Ahlu Sunnah ddak berpendapat bahwa pelaku
dosa besar sebagai kafir sebagaimana yang dikatakan oleh Khawarij, tidak
pula berada di satu tempat di antara dua tempat (antara surga dan neraka)
sebagaimana yang dikatakan oleh Mutazilah, akan tetapi menurutnya pelaku
dosa besar tersebut sebagai orang yang durhaka lantaran dosanya.
Akan tetapi meski meyakini demikian, dia mengkafirkan orangyang
1 ThabaqatAl-Hanabikh(21302).
2 Ahmad bin Hanbal,,4s--lznnah (34).
3 IhabaqatAl-HunabikhQl303).
MG S af.ia"f, Islam Menurut Empat Madzhab
mengatakan orang-oran gy^ngberiman tidak dapat melihat Tirhan mereka,
sebagaiman a jugamengkafirkan orang yang mengarakan Al-Qur'an adalah
makhluk, juga mengkafirkan orang yang mengarakan bahwa perbuatan
hamba ciptaan mereka bukan Tirhan mereka. Itu karena orang-orangyang
mengatakan demikian dan yang seruPa dengan mereka memungkiri perkara
alrsiomatis yanglazim diketahui dalam agama.
Masalah Dzat dan sifat-sifat menurutnya seperri pendapat Ahlu
Sunnah bermuara dari teks-teks syariat. Ahlu Sunnah menolak pendapat
Jahmiyah dan Mutazilah terkait penafian sifat-sifat, dan takwil sebagian
dari mereka, sebagaimana mereka pun menolak penyerupaan kalangan
yang menerapkan penyerupaan yang dinyatakan olehAhmad bahwa mereka
membuat penyeruPaan tanPa mereka sadari.
Dalam riwayat dinyatakan bahwa dia berkata, "Sesungguhnya
Allah Esa tak berbilang dan tidak boleh tdanya keterbagian tidak pula
pengklasifikasian. Sesungguhnya Allah tidak terdeskripsikan hingga ada
kalangan yang mendeskripsikan-Nya yang dengan demikian mereka keluar
dari agama."r
Ketika ditanya apakah yang dideslcipsikan dan sifat-Nya dahulu?
Dia menjawab, "Ini perranyaan yang salah, Tirhan Yang Mahabenar tidak
boleh terpisah dari sifat-sifat-Nya. Allah adalah sebagaiman a y
^ngdiungkap
dalam Al-Qur'an, dan keyakinan kepada Allah adalah keyakinan kepada
sifat-sifat-Nya yang dinyatakan oleh-Nya sendiri dalam Kitab-Nya. Dengan
demikian, kita harus menerima bahwa sifat-sifat-Nya; Maha Mendengar,
Maha Melihat, berbicara, kuasa, berkehendak, Mahabijaftsana, dan lainnya,
adalah benar.2
Imam Ahmad berpendapat bahwa yang terdapat dalam AI-Qur'an
berupa sifat-sifat lain bagi Allah yang terdapat dalam cakupan keserupaan
seperri ayat-tytty^ng menetapkan bahwaAllah memiliki tangan, wajah, dan
mara, dan lainnya, dia berpendapat bahwa mukmin harus mengimani sifat-
sifat yang diungkapkan oleh Allah ini, akan tetapi dia menahan diri dengan
tidak terlibat dalam pembicaraan untuk membahas tenmng hakikatnya juga
tata caranya. Dia pun menolak takwilnya, karena kalam Allah jelas dan
rbid(2t293).
Ahmad bin HanbaJ,, As - Sunnah (37).
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... E u7
wajib dipahami sebagaimana edenya. Dia lebih antusias dalam penolakan
terhadap tahril ini bila yang ditalnvilkan diperselisihkan di antara kdangan
yang menakwilkan.t
Ini terus menjadi akidah yang diyakini Imam Ahmad hingga
akhir hayatnya. Sehari sebelum wafat, dia ditanya tentang hadits-hadits
yang berkaitan dengan sifat-sifat. Jawabannya; hendaknya diberlakukan
sebagaimana adanya, diimani, dan tidak ada satu pun darinya yang disanggah
jika memang isnad-isnadnya shahih. Allah tidak boleh dinyatakan melebihi
yang dinyatakan-Nya sendiri tanpa batas tanpa akhir, "Tidih ada sesuatu
?an lang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha
Melihat." (Asy-Sprra: 1l). Siapa yang berbicara terkait maknanya maka
dia mengade-ade."2
Inilah sikap ulama Ahlu Sunnah yang dikatakan oleh seorang murid
penganut madzhab Ahmad, yaitu Abu Muhammad Rizqullah bin Abdul
\Tahhab At-Thmimi, "Aku kira tidak ada seorang pun dari ahli atsar (Ahlu
Sunnah) yang menentang ini, kecudi yang dikehendaki oleh Allah tidak
mendapat petunjuk."3
Terkait masalah perbuatan hamba, dia menegaskan apa yeng
sebelumnya telah dinyatakan para imam generasi sdaf bahwa perbuatan
hamba diciptakan oleh Allah, dan tidak boleh ada sesuatu pun dari
perbuatan-perbuatan mereka yang keluar dari keberadaannya sebagai
ciptaan Allah, berdasarkan firman Allah, 'Alhh Pencipta segah sesu.atu.'
(lu-Zwt: 52). Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib terkait jawabannya
atas pertanyaan yang disampaikan kepadanya tentang perbuatan hamba
yang menyebabkan murka atau ridha dari Allah? Dia menjawab, "Itu dari
hamba berupa perbuatan, dan dari Allah berupa penciptaan."
Imam Ahmad berpendapat bahwa kesanggupan menyertai perbuatan.a
Semua yrngadaddam wujud terjadi dengan qadha (ketentuan) dan qadar
(takdir) dari Allah. Qadha tidak hanya bermakna keniscayaan saja, akan
tetapi juga memiliki sejumlah makna yang dipaparkan dalam Al-Qur'an.
Q_adha bermakna perintah dalam firman Allah: "Dan Tuhanmu tekh
I AbdulGhaniAd-Daqar,,{hnadibnHanbal(t?9).
2 Tltabaqdt Al-Hanabihh 21307 , AbtYdla, AI-M* unadf Uhuliilin 461.
3 tbid2l26r.
4 rbid(2t299).
MS lD eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
nemerintah han agar enghau j angan rnmyembah sehin Dia.' (AJ.-lste' 2 23).
Qadha bermakna menciptakan dalam firman Allah: "Lalu diciptahan-
Nla atjah hngtt dahrn dua masa." (Fushshilatz l2). Qdh" bermakna
memberitahukan dalam ftrman Allah: "Dan tehh Karni beritahuhan
hepadanya (Luth) pokara iru." (N-Hiin 66). Dan qadha bermakna kehendak
dalam firman Allah: 'Apablh Dia menghendzhi sesu.ttta, Dia hanya berhau
hepadarya, "Jddihh," rnaka jadihh sesaata iru." (N-Baq*ahzll7).
Qadha terkait kedurhakaan berarti penciptaan gerak-gerak yang
dengannya terjadi kedurhakaan dan keinginan yang rusak, bukan berarti
memerintahkannya dan meniscayakannya. Dia berpendapat bahwa
kebutuhan manusia kepada Allah dalam doa menegaskan makna ini.'
Ahmad berpendapat sebagaimana pendapat Ahlu Sunnah terkait
melihatAllah pada Hari Kiamat sebagaimanayang diungkap dalam tels-teks
syariat. Diriwayatkan darinya juga bahwa dia mengatakan surga dan neraka
telah diciptakan, serta terkait urutan para sahabat atau para khalifah; Abu
Bakar, lantas Umaf lantas LJtsman, kemudian Ali. Adapun terkait konfik
yang terjadi di antara generasi sahabat, maka dia tidak mengatakan tentang
hal ini selain kebaikan.2
Kesimpulannya, Imam Ahmad memiliki akidahnya yang jelas terkait
setiap masalah yang mencuat pada masanya, sebagaimana yang akan
diterangkan dalam bahasan selanjutnya dalam buku ini, insya Alkh.
Masdah Al-Qur' an adalah Makhluk
Sejenak kita cermati masalah ini karena merupakan masalah yang
dampak-dampaknya secara pemikiran terjadi sepeninggal Imam Ahmad,
dan karena masalah ini memiliki karakteristik khusus dari segi keterlibatan
pemikiran dan politik pada posisi tertentu. Bahkan kami katakan bahwa
ujian dan cobaan yang terjadi disebabkan Pernyataan ini menimbulkan sisi
yang tidak sedikit dari penjernihan perhitungan-perhitungan lama antara
Mutazilah dan ahli fikih dan hadits.
Akan tetapi ini semua tidak menafikan bahwa sikap Imam Ahmad
terkait masdah ini addah sikapAhlu Sunnah terkait masalah akidah, terlepas
dari adanya hal-hal terkait yang menyertainya.
Thaba4at Al- Hanabi hh (2 I 304).
Al-Manaqib(2ll).
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... E u9
Demikian pula kami memperhatikan sikap Imam Ahmad dalam
masalah ini, karena ada sejumlah riwayat yang disampaikan darinya yang
nyaris berjauhan dengan sebagiannya, namun pada hakikatnya merupakan
saru perspektif namun dari sisi yang berbeda-beda. Ini merupakan perkara
yang menuntut kita untuk menerangkannya dan kami membahas masalah
ini sebagai berikut:
Pertama, ini merupakan masal.h y*g tercatat dalam sejarah.
Orang pertama yang membicarakannya adalah Ja'ad bin Dirham, yang
mana dia ini sebagaimanayeng dikatakan oleh Adz-Dzahabi; ahli bid'ah
sesat yang menyatakan bahwaAllah tidak menjadikan Ibrahim sebagai khdil
(kekasih, hamba yang dekat), dan Allah tidak berbicara dengan Musa.r
Dia menyebarkan banyak pendapat sesat yang menyebabkan dia sendiri
terbunuh oleh Khalid Al-Qusari, gubernur lrak pada masa Hisyam bin
Abdul Malik, yaitu setelah dia menyebarkan pernyataan bahwaAl-Qur'an
makhluk.
Kemudian pernyataan ini disampaikan oleh Jahm bin Shafivan
dan juga kemungkaran-kemungkaran lainnya, seperti penafian sifat-sifat
dari Sang Pencipta, Allah {k. Kemudian Mutazilah menganut pendapat
ini dan membuat sejumlah orang terkenal, seperti Bisyr Al-Marisi yang
menyembu"yrka" pendapatnya ini pada masafu-Rasyid karena adaancunan
yang ditujukan kepadanya, kemudian setelah itu dia menyampaikannya
kembali.2
Di sini kami hendak mensinyalir bahwa masalah ini cukup terkenal
pada masa Abu Hanifah. Dalam riwayar darinya dinyatakan bahwa dia
menyampaikan pendap arnya yangtidak membuamya keluar dari ma&hab
Ahlu Sunnah. Masalah ini juga mencuat dalam suatu bentuk pada masa
Malik dan masa fuy-Syaf i, dan masing-masing dari mereka terlibat di
dalamnya3 sebagaiman a yang telah kami sinyalir.
Kami juga mensinyalir bahwa Muktazaliah mendasarkan pernyataan
mereka bahwaAl-Qur'an makhluksesuai madzhab mereka terkait penafian
sifat-sifat. Mereka mengatakan bahwa sifat-sifat-Nya adalah wujud diri-Nya,
Adz-Dza\abi, Al-Miz.an (l 1399).
Ibnu Khalkan, \Vafayt Al-Alan (l / I I 3), cemkan Al-Amiriyyah.
Terkait Abu Hanifah dan Malik, baca buku bab kedua buku ini.
I
2
3
450 E ef.A*, Islam Menurut Empar Madzhab
sehingga yang terdahulu tidak berbilang sebagaimana yang mereka katakan.
Maka dari itu semua yang selain Dzat (diri Allah) adalah makhluk, dan dia
sajalah yang dahulu.
Al-Baghdadi mengatakan, semuanya -yakni golongan-golongan
Mu'razilah- disatukan perkara-perkara yang di antaranya; mereka semua
menafikan dari Allah sifat-sifat azali-Nya (dahulu, kekal), dan mereka
mengarakan bahwa Allah tidak memiliki ilmu, kekuasaan, kehidupan,
penglihatan, sifat azali. Mereka menambah ini dengan mengatakan;
sesungguhnyaAllah tidak memiliki nama tidak pula sifat dalam keazalian.t
Hal lainnya adalah mereka sepakat untuk mengatakan bahwa kalam Allah
adalah baru, dan baru pula perintah-Nya, larangan-Nya, dan berita-Nya.
Kebanyakan dari mereka menyebut kalam Allah sebagai makhluk. Ini semua
mengikuti apa yang mereka sebut dengan tauhid yang di antara keniscayaan-
keniscayaannya adalah menafikan sifat-sifat. Dan di antara sifat-sifat itu
mereka menafikan bahwa dia berbicara, sesuai dengan madzhab yang mereka
anut. Dari sini maka Mutazilah mengatakan; Al-Qur'an makhluk'
Kami mensinyalir juga bahwa Mutazilah dalam hal ini menyam-
paikan dalil-dalil mereka yang diperbincangkan dan disanggah oleh ulama
Ahlu Sunnah.2 Akan tetapi yang kami maksudkan adalah bahwa Mutazilah
memunculkannya menjadi masalah yang lantas ditanggapi oleh banyak
golongan masa itu.3
Kedua, masalahnya tetap berada dalam ranah pembahasan dan
pengamatan, serta dalam wilayah iitihad terkait masalah alddah, hingga
Mutazilah memasukkannya pada tahapan yang lain yang mana mereka
berupaya untuk mendapatkan pengaruh dari kalangan ahli fikih dan hadits
yang saat itu dihormati oleh mayoritas umat Islam, dan dalam hal ini mereka
meminta dukungan kepada Penguasa dengan memanfaatkan kesempatan
cintanya kepada ilmu, dan pengetahuannya tentang debat sebagaimana
yang dikenal padaAl-Makmun. Mereka pun mengarahkannya pada prinsip-
prinsip mereka yang mereka anur dan membuatnya dapat meyakininya.
Mereka membuatnya tertarik untuk menetapkan pernyataan tersebut kepada
berbagai kalangan dengan menggunakan kekuatan dan memaksa ulama
Al-Baghdadi,l/- Farq baina Al-Firaq (113),tahqiqoleh Muhyiddin Abdul Hamid'
Seperti AI-Asy'ari, Ibnu Hazm, Asy-Syahrastani, dan lainnya.
N-Ast' ari, Mdqakt Al-kkrniyin (203) '
1
2
3
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... & 45L
unruk menganurnya, maka terjadilah apayangterjadi berupa petaka ujian
pada masaAl-Makmun, Al-Mu'tashim, dan Al-\fatsiq, dan 6tnah ini baru
mereda pada masa Al-Mutawakkil.t
Para pendukung pemikiran Mutazilah menydahkan mereka terkait
upaya penetapan pendapat-pendapat mereka dengan menggunakan
kekuatan, karena itu berarti menunjukkan kelemahan akal dan pemikiran
mereka di antara mayoritas umat Islam. Akan tetapi penilaian sdah mereka
ini bukan karenaAhlu Sunnah berada ddam kebenaran, akan tetapi karena
Mutazilah kehilangan kedudukan yang sebelumnya telah mereka dapatkan
dengan bentuk tertenru atau lainnya.
Kekeliruan mencolok apa pun yang dilakukan oleh Mu'tazilah
lantaran mereka mengumumkan petaka ujian dan penindasan mereka
terhadap ulama umat, itu berarti bahwa mereka menghancurkan dengan
tangan mereka sendiri dalam beberapa tahun apayengtelah mereka bangun
dalam satu kurun waktu, dan mereka memperluas celah antara mereka
dengan Ahlu Sunnah hingga tampak mustahil dapat dipulihkan, dan juga
berarti bahwa mereka memberikan kepada mtrsuh mereka dari kalangan
penganut ma&hab Hambali senjata untuk melawan mereka sendiri."2
Meskipun ddam riwayat dinyatakan bahwa seorang khalifah (AI-
\Tatsiq) mengalami kebimbangan terkait pendapat yang menyatakan bahwa
Al-Qur'an makhluk, dan tampaknya dia condong pada pendapat yang
dianut olehAhmad bin Hambal, makaAhmad binAbi Duad membujuknya
terkait hd ini dan membuatnya rerap menerapkan ujian terhadap para ulama
serta memaksa mereka untuk berdebat agar mereka mengatakan bahwaAl-
Qur' an adalah makhluk.3
Terlepas dari detail-detail ujian dan hal-hd yang berkaitan dengan
bahaya yang dilancarkan oleh Mutazilah sebagai penyeru kebebasan
dengan memaksa berbagai kdangan terkait keyakinan-keyakinan mereka,
sesungguhnya Imam Ahmad mengalami ujian bersama banyak ulama.
Ujian dan cobaan tersebut membuat sebagian dari mereka lemah, hingga
mau menuruti permintaan para penguasa, dan tidak tda,yang bertahan
I Al-BidayahwaAn-Nihayh(l0l37}).
2 ZuhdiJdullah,Al-Mu'uzihh(252).
3 SilarA'hmAn-Nabah' (lll293).
452 t0 af.ia"f, Islam Menurut Empat Madzhab
kecuali empat orang yang semuanya dari Marv. Keempatnya adalah Ahmad
bin Hambd, Ahmad bin Nashr, Muhammad bin Nuh, dan Nuaim bin
Hammad."r
trsingkaplah awan kegelapan iru dan kebenaran yang dibelanya pun
tetap elsis, dan Imam Ahmad tetap menyampaikan kebenaran itu juga
banyak ulamaAhlu Sunnah sebelum dan sesudahnya.
Perlu disampaikan bahwa Imam Ahmad bersikukuh pada pen-
diriannya bukan untuk memuaskan berbagai kalangan, atau untuk
memenangkan penentangan terhadap Mutazilah, namun teguh ddam
kebenaran yang diyakininya. Mal<a dari itu saat mendapat kesempaan untuk
membalas Ibnu Abi Duad, dia diam dan tidak mengatakan sesuatu pun
yang memperburuk. Setelah memaafkan, dia dipanggil oleh Al-Mutawakkil
untuk mengunjunginya namun dia tidak berkenan lantaran kelemahannya.
Akan tetapi di hadapan desakanAl-Mutawakkil untuk mengunjunginyadi
Samira, dia pun keluar. Ketika dia berada di pinggiran Madinah, seorang
penunggang kuda menghadangnya lantas berkata kepadanya, "'W'ahai Abu
Abdillah, Al-Amin'Washif menyampaikan salam kepadamu dan mengaakan
kepadamu: Allah telah membuatmu dapat membdas musuhmu-maksudnya
IbnuAbi Duad- danAmirul Mukminin memperkenankanmu, maka jangan
tinggd sesuatu pun melainkan engkau bicarakan." Namun Abu Abdillah
tidak menjawabnya sama sekdi.2
Jika ini merupakan sikap Imam Ahmad bin Hambal, maka A&-
Dzahabi meriwayatkan, seorang dari ahli bid'ah melaporkan kepada
Al-Mutawakkil bahwa Ahmad menyembunyikan penganut Alawiyah di
rumahnya dengan maksud agar orang itu membaiatnya. Begitu utusan Al-
Mutawakkil datang dan memberitahukan kepada Imam Ahmad tentang
hal itu, Imam Ahmad pun tidak mempercayainya. Utusan menggeledah
rumahnya juga buku-bukunya yang terkait, bahkan menggeledah istri-
istrinya. Kemudian utusan khalifah keluar dan terbuktilah kebenaran
Ahmad dan kebohongan orang yang menyampaikan berita tersebut arau
yang mengklaimnya. Adz-Dz,ahabi meriwayatkan bahwa Al-Mutawakkil
mengirim utusan kepadanya untuk menyampaikan bahwa orang yang
Al-Manaqib(393).
Silar A'hm An-Nubah' (l I I 269).
I
2
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikh... O 453
melecehkanmu ini berada di tempat kami, dan keterbebasanmu telah
ditetapkan, maka perinmhlah unruk menindaknya dengan dndakan apa
pun yang engkau kehendaki. Namun ternyaraAhmad justru memintanya
untuk melepaskannya.r
Dengan demikian, masdah Al-Qur'an adalah makhluk atau yang
sering diungkap dalam buku-buku dengan sebutan ujian Al-Qur'an
makhluk memiliki indikasi-indikasi yang sisinya berbeda-beda. Dari sisi
Mutazilah, adalah upaya untuk memenangkan pendapat mereka dan
hawa nafsu, dan ujian itu merupakan penjernihan bagi perhirungan lama
yang tidak pernah didami oleh umat Islam pada satu hari pun melainkan
sebagai pembelaan atas kebenaran, dan hasilnya adalah kerugian di pihak
Mu'tazilah serta konfik di antara mereka sendiri. Sebab, mereka sebagaimana
yang mereka sebut sendiri sebagai kdangan yang adil dan bertauhid, dan
sebagaimana yang disebut oleh orang-orang yang kagum terhadap mereka
pada masa kini sebagai pembela kebebasan berpendapar, namun apa daya
semua ini terkait sikap mereka yang dikend sejarah dalam perkara ujian
Al-Qur' an dinyatakan sebagai makhluk?!
Akan retapi ujian atau masdahAl-Qur'an makhlukbagiAhlu Sunnah
termasuk Imam Ahmad adalah masalah akidah yang mereka kehendaki sisi
kebenarannya dapat diketahui oleh berbagai kdangan, kemudian mereka
tidakpeduli apayang terjadi setelah itu. Ahmad telah melakukan ini dengan
menjelaskan -sebagaimana yang telah dijelaskan oleh pendahulunya-
keyakinan Ahlu Sunnah terkait masalah sifat-sifat dan ini merupakan
bagian darinya.
Hasilnya tidak seperti yang dikira Mutazilah. Imam, Ahmad tetap
eksis dan kebenaran pun berjaya serta ujian sirna, dan itu sebagaimana
dikatakan Ibnu Thimiyah2 baik bagi umat Islam, karena mengingatkan
mereka pada bahaya ahli bid'ah dan kdangan yang lebih mengutamakan
akal daripada teks syariat, sebagaimana ujian itu pun memicu banyak tulisan
untuk menjelaskan akidah sdaf terkait masdah ini dan masalah-masalah
akidah lainnya.
I Ibid(ll/266,279).
2 MinhajuS*nnah(11257).
454 Oeua*t lslam Menurut Empac Madzhab
Ketige Riwayat dari Ahmad Terkait Al-Q*'"r. Mal$luk
Diriwayatkan dari Ahmad banyak perkataan terkait masalah Al-
Qur'an makhluk, yang diungkap dalam bentuk risalah-risalah yang
menukil keyakinannya saat dia menulis surar kepada orang yang bertanya
kepadanya sebagai penjelasan yang mengeluarkannya dari 6tnah pada
masa itu, dan diungkap pula dalam bentuk yang berbeda-beda. Kadang
dia mengatakan keyakinannya ranpa mengaitkannya dengan hal lain, dan
kadang mendampingkan ini dengan penilaian rerhadap kalangan yang
menyatakan bahwa Al-Qur'an makhluk dengan beragam benruknya
menurut sebagian dari mereka.
Misdnya dia mengatakan, "Al-Qur'an kalam Allah dan firman-Nya
yang diturunkan bukan makhluk."r Dia berdih ke masdah akidah yang
lain. Dia mengatakan di tempat lain, "Al-Qur'an kalam Allah dan bukan
makhluk. Dia juga tidak surut untuk mengatakan, "Al-Qur'an bukan
makhluk, karena kdam Allah tidak terpisah dari-Nya, dan tidak ada sesuaru
pun dari-Nya yang merupakan makhluk. Hindarilah berdebat dengan orang
yang mengada-ada dalam hal ini, orang yang mengatakan lafalnya dan lainya,
serta orang yang tidak berkomenrar ddam hd ini dengan mengarakan: Aku
ddak tahu apa makhluk atau bukan makhluk, padahal sesungguhnya die
kalam Allah, orang itu ahli bid'ah, seperti orang yang mengarakan: Dia
makhluk, padahal dia kalam Allah dan bukan makhluk."2
Yang seperti yang kami nukil di sini cukup banyak dalam sumber-
sumber rujukan biografinya yaitu buku-buku sejarah umum.3
Yang kami nukil di atas mensinyalir bahwa ada tiga pendapat yang
disanggah oleh Imam Ahmad ddam masalah ini.
Pertama: pendapat kalangan yang mengatakan bahwa Al-Qur'an
makhluk, mereka adalah golongan Jahmiyah dan Mutazilah serta orang-
orang yang menganut pandangan mereka.
Kedua: pendapat kalangan yang mengatakan, "Lafalku terhadap Al-
Qur'an makhluk. Jumlah mereka banyak, yang paling terkemuka di antara
mereka addah Husain bin Ali Al-Karabisi.
Al-Mad&hal(68).
Ath-Thabaqat(ll l4l).
Seperti buku-buku Adz-Dzahabi, dan Al-Bidayb ua An-Nihayah.
I
)
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...lE 455
Ketiga: pendapat kalangan yang mengatakan, "Al-Qur'an kalam
Allah," namun mereka tidak berkomentar lagi. Mereka addah golongan
'waqifah, mereka banyak, karena sebagian dari mereka mengambil sikap
ini lantaran takut kepada Penguasa, dan sebagian lagi mengambil sikap ini
karena sesuatu terkait dirinya sendiri.
Adapun kdangan yang mengatakan bahwa Al-Qur'an makhluk,
maka pendapamya terkait mereka sudah jelas, karena dengan demikian
mereka memungkiri keterdahuluan sifat dari sifat-sifat Allah yaitu kalam
arau mengabaikannya dengan tals ril. Maka dari itu mereka memungkiri
aksioma yang sudah lazim diketahui dalam ilgarna, karena Allah meng-
ungkapkan sifat-Nya sendiri bahwa dia berbicara, dan memungkiri itu itu
berarti menyanggah ayat dari kitab yang berbunyi,
{tr :au} @.'gii b.{ini6b'Jt$*&J
*(YanP tidah ahan didatangi olzh hebatikn baik dari dzpan rnduPun
dai behhang (pada masa hla dzn yng akan datang). " (Fushshilat 42)
Maka dari itu, dalam sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal,
dia mengatakan, "siap,-y{rgmengatakan Al-Qur'an makhluk maka dia
kafir."r
Demikian pula, dia pernah menegaskan, "Siapa yang mengatakan
Al-Qur'an baru diadakan maka dia kafir."2
Ketika ditanya tentang orang yang mengatakan Al-Qur'an makhluk,
dia menjawab orang itu kafir, bahkan kadang mengkafirkan orang yang
tidak mengkafirkan.
Adapun kalangan yang mengatakan, "Lafalku terhadap Al-Qur'an
makhluk," Ahmad berpendapat bahwa kalangan Lafzhiyah itu seperti
Jahmiyah, karena ini merupakan siasat yang diada-adakan oleh ahli kdam,
padahal yang mereka maksudkan hanya kerancuan dan kekacauan. Maka
dari itu Ahmad membedakan antara orang yang mengatakan ini dari
kalangan awam, yang menghendaki malsudnya berupa gerakan-gerakan,
perbuatan orang yang membaca dan yang melafdkan, maka yang ini adalah
I Adz-Dzah$\Si1arA'hmAn-Nubzh' (ll/288).
2 Al-Madkhal(93\.
456 O eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
ahli bid'ah, karena dia mengada-adakan sesuatu yang tidak ada pada masa
Rasul dan masa generasi rerbaik, juga lantaran itu ddak diperlukan.
Akan tempi mereka yang mengatakan ini dari kalangan ahli kdam,
maka Ahmad berpendapat bahwa mereka seperti Jahmiyah bahkan sama
saja. Maka dari itu dalam riwayat darinya dinyatakan bahwa dia mengatakan
mereka seperti Jahmiyah, kadang menyatakan bahwa mereka lebih jahat dari
Jahmiyah, dan di saat yang lain menyatakan mereka adalah ahli bid'ah. Jika
ada ungkapan-ungkapannya yang mengkafirkan golongan Lafzhiyah itu,
maka ungkapan-ungkapan itu dimaknai sebagai keseluruhan pendapatnya
terkait mereka sebagaimanayangkami jelaskan, dan dia sebagaimana yang
dinyatakan olehA&-Dzahabi melakukan ini sebagai langkah antisipasi agar
tidak menimbulkan dampak buruk.
Kepiawaian pembedaan yang dilakukan oleh Ahmad anrara golongan
Lekhiyah dari kalangan awam dan ahli kalam, akan semakin jelas bila
pembaca mengetahui bahwa Ahmad bin Hambd telah memperingatkan
berbagai kalangan terhadap ulah Husain bin Ali Al-Karabisi, karena dia
merekayasa hadits-hadi$ untuk mendukung Rafidhah. Begitu diberitahu,
Al-Karabisi geram, dan berkata, "sesungguhnya aku benar-benar akan
menyampaikan pernyataan hingga Ahmad bin Hambal mengatakan
sanggahannya lantas dia mengkafirkan." Dia berkata, "Lafalku terhadap
Al-Qur'an adalah makhluk." Dalam bukt Al-Qashash, Al-Marwadzi
mengatakan, "Lalu aku menyampaikan itu kepada Abu Abdillah, bahwa
Al-Karabisi berkata: Lafalku terhadap AI-Qur'an adalah makhluk, dan dia
mengatakan: Aku berkata bahwa Al-Qur'an kalam Allah bukan makhluk
dari semua sisi hanya saja lafalku padanya addah makhluk. Siapa yang
tidak mengatakan; lafalku terhadap Al-Qur'an adalah makhluk, maka dia
ka6r.'AbuAbdillah berkata, Justru dialah yang kafir, Allah memeranginya,
adakah sesuatu selain ini yang dikatakan Jahmiyah? Tidak ada gunanya,
perkataannya, yeng terakhir justru meruntuhkan perkataannya. yeng
pertama?!"r
Jika saya meletakkan di samping teks ini apa yang diriwayatkan sebagai
penguat dari Imam Ahmad saat ditanya, "Golongan LaEhiyah engkau
I SiyarAhnAn-N*bah' (lll289).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...lE 457
anggap rermasuk kalangan Jahmiyah, wahai Abu Abdillah?" Dia menjawab,
"Tidak, Jahmiyah adalah yang mengatakan: Al-Qur'an makhluk'"r
Saya katakan, dua teks di aras menunjukkan bahwa dia menilai
masing-masing dari kedua kdangan tersebut sesuai dengan kondisi dan
maksud mereka ylngny*a.dari pernyataan mereka, namun hanya dengan
perkataan sajaAl-Karabisi dapat membuat siasat yang dimanfaatkan untuk
dapat menyampaikan perkataan yang bentuknya dapat diterima, akan tetapi
terkait dengan lainnya.
Adapun Imam Ahmad, dia tidak menggunakan tPe.yangmenurutnya
sebagai bid'ah. Maka dari itu dia marah terhadap orang yang menukil
perkataannya darinya: "L,afdku terhadap AI-Qur'an bukan makhluk," lantas
dia memunculkannya dan mendiskusikannya hingga menghapusnya dari
bukunya dan menyampaikan hd itu kepada berbagai kalangan.2 Setelah
memuat perkataan-perkataan Imam Ahmad terkait golongan Lafzhiyah
dengan berbagai :trrg?|Innya, Adz-Dzahtbi menjelaskan sudut pandangnya
dalam hal ini, dan bahwa sikap kerasnya terhadaP ahli kdam di antara
mereka adalah sebagai antisiPasi dampak buruk dan lantaran khawatir hal
itu akan tersebar luas. Saya mengatakan, "Hd yang sudah lazim adalah
bahwa Abu Abdillah mengatakan, 'Siapa yang berkata: Lafalku terhadap
Al-Qur'an bukan makhluk, maka dia ahli bid'ah. Dan dia mengatakan,
.Siapa yang berkata: Lafalku terhadap Al-Qur'an makhluk, maka dia
penganur Jahmiyah. Padahd Imam Ahmad tidak mengatakan yang ini,
tidak pula yang itu. Barangkali sebagai penjelasannya dia mengatakan:
Siapa yang mengarakan: Lafalku terhadap Al-Qur'an makhluk, namun
yang dimalsudkannya addah Al-Qur'an, maka dia PenganutJahmiyah."3
Penetapan makna bahwa yang dimaksudkannya addah AI-Qur'an
diperjelas dengan apayangtelah kami paparkan sebelumnya dan diperjelas
bahwa Imam Ahmad sangat mengerti bahwa perbuatan-perbuatan kita
pada Al-Qur'an berupa bacaan dan tulisan adalah makhluk, karena itu
merupakan perbuatan manusia, akan tetapi itu semua tidak mengubah
bahwa apa y^ng engkau baca dan yang engkau lafalkan adalah kalam
Allah. Maka dari itu dalam riwayat darinya dinyatakan bahwa dia berkata,
I Ibid(1/291),Al-Muunadf Usbuliilin(89).
2 Ibid.
3 SilarA'hmAn-Nubah' (l l/288).
455 6 eua"l Islam Menurut Empat Ma&hab
'Al-Qur'an bagaimana pun tindakan yang dilakukan terhadap perkataan-
perkataannnya dan perbuatan-perbuatannya maka dia bukan makhluk.
Adapun perbuatan-perbuatan kita addah makhluk." I
A&-Dzahabi memandang baik apay nB dilakukan Imam Ahmad
ini sebagai antisipasi dampak buruk, dan mengarakan, "Imam Ahmad
melakukan hal yang baik dengan melarang pembicaraan rentang masalah
tersebut dari kedua pihak, karena masing-masing dari penetapan sebagai
makhluk seqra mudak dan bukan sebagai makhluk pada lafalnya addah
hal yang sarnar, dan tidak dipaparkan dalam kitab tidak pula sunnah. Akan
tetapi hd yang tidak diragukan adalah bahwaAl-Qur'an kalam Allah yang
diturunkan bukan makhluk, Valhhu A'hrn."z
Adapun golongan'Waqifiyah, ddam riwayat dari Ahmad bin Hambal
dinyatakan bahwa dia menggabungkannya dengan golongan Lafzhiyah dan
Jahmiyah. Dia berkata, "'Waqifiyah, Lafzhiyah, dan Jahmiyah menurut
kami sama."3
Al-Asy'ari meriwayatkan dalam Al-Ibanah bahwa ketika Imam
Ahmad ditanya dan dikatakan kepadanya, "Ada orang-orang di sini yang
menyampaikan dengan berkata: Al-Qur'an bukan makhluk, tapi tidakpula
bukan makhluk,' Dia pun menjawab, "Mereka lebih berbahaya terhadap
berbagai kalangan daripada Jahmiyah. Celaka kalian, jika kdian tidak
mengatakan bukan makhluk, maka katakan: makhluk."a
Dalam riwayat darinya dinyatakan bahwa ketentuan hukumnya tidak
boleh shalat di belakang penganut Rafidhah tidak pula \7aqifiyah.
Jika Ahmad telah menetapkan mereka seperti Jahmiyah dan I-aEhiyah
yang dikafirkannya, maka ini berarti bahwa Vaqifiyah ka6r. Mereka
menurut pandangannya lebih berbahaya terhadap berbagai kalangan
daripada Jahmiyah.
Jika kita telah menemukan dalam pembicaraannya rentang l^afzhiyah
yang membenarkan sikap keras terhadap orang-orangyan1 berkedok di
antara mereka, dan kita dapati yang membedakan antara mereka dengan
I Ibid (l l/289),Al-Bidalah uan Nihayah(lDl327).
2 rbid(ll/290).
3 Al-Manaqib(20),Al-Mu'unadf Uhulrldin(88).
4 Al-Ibanah(41).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 459
kalangan yang menghendaki maksudnya selain Al-Qur'an berupa gerak-
gerik manusia.
Maka saya katakan, jika ini diterima terkait dua golongan sebelumnya,
maka penilaian hukum kafir golongan \7aqifiyah addah hal yang hanya
dianut oleh Imam Ahmad dan sebagian sahabatnya, narnun dimungkinkan
bahwa mereka termasuk yang dibedakan yang berkaitan dengan golongan
Lafzhiyah sebagaiman a y{tg telah kami sinyalir sebelumnya. 1
Kami mengatakan ini, yaAllah, kecudi jikayang dia maksud addah
kafir yang tidak sampai pada kekafiran (terkait agama), karena orang yang
menukil akidah Imam Ahmad dengan periwayatan dari orang-orang
teperqrya mengatakan; dia seperti Ahlu Sunnah tidak mengkafirkan muslim
lantaran dosa. Dia mengkafirkan orang yang keyakinannya menyebabkan
dia mendustakan Allah terkait berita-Nya, itu merupakan kebodohan, dan
mereka adalah Qadariyah yang mengatakan Al-Qur'an makhluk.2
Kami dapat memaknai sikap kerasnya itu barangkali sesuai dengan
kondisi-kondisi pemikiran pada masanya, dan barangkdi lantran kondisi-
kondisi ujian itu sendiri, meskipun kami tidak menerima pengkafiran
kecuali dalam batas-batas ketentuan yang disepakati oleh Ahlu Sunnah
secara keseluruhan. Ahlu Sunnah tidak mengkafirkan secara terang-terangan
kecuali orang-oran gy{t1mengatakan bahwa Al-Qur' an rnakhluk, lantaran
penafian mereka terhadap aksioma yang lazim diketahui dari agama.
Meskipun Imam Ahmad memandang \7aqifiyah sebagi kdangan yang ragu
ddam agama, sesuai dengan riwayat yang disampaikan darinya.3
Sebaiknya kami pastikan alenia ini dengan aPay^ngdijelaskan oleh
Ibnu Thimiyah dalam akidah Ahlu Sunnah terkait masalah AI-Qur'an:
"Termasuk iman kepada-Nya dan kepada kitab-kitab-Nya bahwa Al-
Qur'an addah kdam Allah yang diturunkan bukan makhluk, dari-Nya
dimulai dan kepada-Nya kembali, dan bahwa Allah membicarakannya
dengan sebenarnya, serta bahwa Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepada
Muhammad ini adalah kalam Atlah yang sebenarnya bukan kdan png lain,
dan tidak boleh menyatakan secara mutlak bahwa dia merupakan hikayat
I AbdulGharnitd,-Daqar,Ahmdibn Hanbal(224).
2 Atb-Tbabaqat(21267).
3 tbid.(Ut72).
460 Oet ia*,Islam Menurut Empat Madzhab
dari kalam Allah atau ungkapan, akan tetapi jika manusia membacanya
atau menulisnya dalam mushaf-mushaf maka dengan demikian tidak
membuatnya keluar dari status sebagai kalam Allah yang sebenarnya, karena
kalam hanya dinisbatkan kepada yang mengatakan pada permulaannya
bukan kepada yang mengatakan sebagai yang menyampaikan dan
menunaikan."r
Ulasan
l,antaran mempertahankan keyakinan yang kokoh ini Ahmad masuk
dalam ujian dan menulis arpa ytngditulisnya sebagai sanggahan terhadap
golongan Zindiq(atheis) dan Jahmiyah. Dalam riwayat darinya diungkap
berbagai perdebatan yang sebagi annyadengan Al-Mutashim dan sebagian
lagi dengan Ahmad bin Abi Duad, namun semuanya mengungkap bahwa
dia menguasai hal-hal yang diperlukan dalam perdebatan sePerti permulaan
yang bagus, argumenrasi yang kuat, dan mampu menunjukkan dalil-dalil
serta menyatakan kebenaran yang diyakininya. Sebagaimana perdebatan-
perdebatan ini bahkan kejadian ujian secara umum menguatkan keteguhan
Ahmad dalam kebenaran, hingga musuh-musuh Ahlu Sunnah mendesak
Al-Mu'tashim untuk membunuhnya saat mereka melihatnya menamPakkan
kekaguman terhadap logika dan argumentasi Ahmad sampai Al-Mutashim
berkata, "Ahmad membuat kita tak melemahkan kita, Ahmad melemahkan
kita." Begitu mengerahui Al-Mutashim tidak menerima akhir yang dicapai
oleh Ahmad bin Hambal ini, maka Ibnu Abi Duad berupaya untuk
membuat siasat.
Dia berkata kepadaAhmad bin Hambd, "Bisikkan di telingaku bahwa
Al-Qur'an makhluk hingga aku dapat membebaskanmu dari hukuman Al-
Mu'tashim." Ahmad bin Hambal berkata kepadanya, "Bisikkan di telingaku
bahwaAl-Qur'an bukan makhluk hingga aku dapat membebaskanmu dari
tdz-ab Allah."2
Ahmad bersikap logis terhadap dirinya, karena dia mengungkap
tentang suatu akidah dan bukan untuk mencari kedudukan atau popularitas
atau harta, maka dari itu orang yang paling condong pada paham Mutazilah
I
2
IbnuThimiyah,l lhqidahAl-lvasnhiyah(4ol),Mainubr Ra.sail,ivpertama, cetakan shabih, t.t.
Atb-Thabaqat (l I | 64- | 6r.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... ltr 46L
seperti Al-Jahizh misdnya tidak mengatakan bahwa Ahmad memberikan
jawaban saat menghadapi ujian dan bahwa dia mengatakan Al-Qur'an
makhluk, akan tetapi semua yang dikatakannya adalah bahwa dia diam
ddam sebagian perdebatan.
Akan tetapi yang benar-benar mengherankan, kita dapat ada orang
yang menilai bahwa ijma' (konsensus) ini menyimpang, dan menc:rtar bahwa
Ahmad mengatakan: Al-Qur'an makhluk. Al-Ya'qubi mengatakan, "Al-
Mutashim menguji Ahmad bin Hambd terkaitAl-Qur'an makhluk. Ahmad
berkata, Aku seorangyang mengetahui ilmu, dan aku tidak mengetahui
ada hal ini padanya.' Kemudian dihadapkan kepadanya para ulama 6kih
lantas dia terlibat perdebatan dengan Abdurrahman bin Ishaq dan lainya.
Dia tetap tidak mau mengatakan bahwaAl-Qur'an makhluk. Akibatnya dia
dicambuk beberapa kali. Ishaq bin Ibrahim berkata, "Berikan kesempatan
kepadaku, wahai Amirul Mukminin, untuk berdebat dengannya." Al-
Mutashim menjawab, "Silakan engkau menghadap inya.)'
Ishaq berkata, "Ilmu yang engkau ketahui ini diturunkan kepadamu
oleh malaikat atau engkau mengetahuinya dari seseorang?" Ahmad
menjawab, "Aku mengetahuinya dari para tokoh."
Ishaq bertanya, "Sedikit demi sedikit atau sekaligus?"
"Aku mengetahuinya sedikit demi sedikir," jawabnya.
Ishaq melanjutkan, 'Adakah sesuatu yang masih belum engkau
ketahui?"
"Masih ada," jawabnya.
Ishaq mengatakan, "Maka ini termasukyang belum engkau ketahui,
padahal Amirul Mukminin telah mengajarkannya kepadamu." Dia
menjawab, "Sesungguhnya aku mengatakan sebagaiman t yeng dikatakan
Amirul Mukmin." Ishaq menanyakan, "Terkait Al-Qur'an makhluk?"
Dia mengatakan, "Terkait Al-Qur'an makhluk."
Dia menyatakan kesaksiannya, membebaskannya, dan melepasnya
pulang ke rumahnya."r
Saya katakan, ini termasuk yang tidak pernah dikatakan oleh seorang
I AhmadbinAbiYa'qub, TankhAl-Yaqubi (21472),Dar Shadir, Beirut.
462 l& eUa"n Islam Menurut Empat Madzhab
pun dari kaangan ahli sejarah atau penulis tingkatan generasi tokoh, hanya
kepada Allah aku memohon pertolongan.
4. Penerapan Manhai ddam FikihAkidah
Di bagian permulaan dinyatakan bahwaAhmad bin Hambal terkait
fikih akidahnya berpegang pada manhajnya secara umum yang telah kami
sinyalir sebelum ini, dan bahwa ini merupakan manhaj Ahlu Sunnah dan
dianut oleh ulama generasi salaf sebelum Ahmad. Akan tetapi itu tidak
menjadi penghdang bagi Ahmad untuk fokus pada fikih akidah berdasarkan
pada poin-poin rertentu yang sesuai dengan tabiat tema fikih ini. Kita dapat
menelisiknya pada poin-poin berikut:
Perama, Sumber-sumber Rui"kannya Terkait Akidahnya
Sumber-sumber ini -seb agalimaLnayang diungkap dalam teks-teksnya
insya Alhh akan kami nukil di sini- Al-Qur'an, sunnah, pemahaman
generasi sahabat dan tabi'in, ulama tePercaya yang mengacu pada sumber-
sumber rujukan ini. sumber-sumber rujukan ini diungkap dalam tulisan-
tulisan yang didektekannya dan risalah-risalahnya bagi orang yang bertanya
kepadanya sebagai penjelasan bagi akidah yang benar. Seorang muridnya
meriwayatkan darinya, dia berkata, "fugama itu tidak lain hanyalah Kitab
Allah, atsar-atsar dan sunnah-sunnah, serta riwayat-riwayat shahih dari
orang-orang repercaya, riwayat-riwayx yang shahih, kuat, dan terkenal
saling membenarkan antara yang satu dengan yang lain, hingga itu berakhir
pada Rasulullah ffi dan sahabat-sahabat beliau, generasi tabi'in, dan generasi
setelah mereka, serta Para imam terkenal yang diteladani setelah mereka,
yang berpegang teguh pada sunnah, mengacu pada atsar, ddak mengenal
bid'ah, tidak dinilai memiliki kekurangan berupa dusta, tidak dituduh
menenrang, dan bukan sebagai kalangan yang membuat qiyas tidak pula
ra'ryu (logil<a), karena qiyas terkait agama adalah batil, dan ra'yu demil<ran
juga bahkan lebih batil darinya. Ahli qiyas dan ra'yi dalam agama adalah
ahli bid'ah yang sesat, kecuali bila itu ada atsarnya dari para imam tePercaya
dari generasi terdahulu."I
Tokoh lainnya pun menyeru pada manhaj ini. Ketika dia diminta
I Ath-Thaba4ar (t/31). Jelas bahwa malaud Imam Ahmad bukan ra'yi secara mutlak, akan rctapi ra'yi
yang tidak didasarkan pada sumber-sumber yang tePercaya.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... 6 463
oleh Musaddad bin Musarhid Al-Bashri untuk menuliskan sunnah yang
jelas baginya yang dapat menunjukkan indikasi-indikasi kebenaran di
tengah fitnah-fitnah pada masa itu, Ahmad bin Hambal menulis surat
bdasan kepadanya dengan mengatakan, "Aku berwasiat kepada kalian
dan juga aku sendiri untuk bertakwa kepada Allah Yang Mahaagung, dan
senantiasa berpegang pada sunnah. Kalian telah mengetahui a;pa y{tg
menimpa orang yang menentang sunnah, dan apa yang didapatkan oleh
orang yang mengikutinya. Aku perintahkan kepada kdian untuk tidak
mengutamakan sesuatu pun atasAl-Qur'an, karena dia adalah kdamAllah
dan yang dibicarakan oleh Allah bukanlah makhluk, dan yang diberitakan-
Nya tentang umat-umat pada masa ldu bukanlah makhluk, a;pe yang
terdapat pada Al-[,auh Al-Mahfuzh, apa yangterdapat pada mushaf-mushaf
dan bacaan manusia, bagaimana pun dia dibaca, dan bagaimana pun dia
dinyatakan, maka dia adalah kalam Allah bukan makhluk. Siapa yang
mengatakan makhluk maka dia ka6r. Dan siapa yang tidak mengkafirkannya
maka dia ka6r. Kemudian setelah Kitab Allah addah sunnah Nabi serta
hadits dari beliau, dan dari sahabat-sahabat Nabi yang mendapat petunjuk,
membenarkan apa yang disampaikan oleh para rasul, mengikuti runrunan
keselamatan yaitu yang disampaikan oleh ulama, dari ulama terkemuka
kepada ulama terkemuka."t
Urutan dalil-dalil ini menurutnya didasarkan pada bahwaAl-Qur'an
merupakan petunjuk terbaik, sunnah menafirkan dan menetapkannya,
sahabat-sahabat Rasul yang mulia adalah generasi terbaik yang diberi
kesempatan menyertai sumber penuntun umat, di samping berbagai
kapasitas dan kemampuan yang dianugerahkan kepada mereka, kefokusan
pada ilmu, dan kezuhudan mereka di dunia, kemudian ulama tepercaya
yaitu mereka yang mencari kebenaran dari sumber-sumbernya yang telah
dipaparkan di atas, dan senantiasa menghendaki kejujuran terkait
^peyang
mereka katakan karena ilmu adalah kepatuhan (pada agama), dan terkait
perkara akidah maka kepedulian lebih ditekankan dan perlu lebih cermat,
karena akidah memiliki cabang-cabang berupa sisi-sisi agama sepemi ibadah,
muamalah, dan akhlak, dan karena itu merupakan jalan kebahagiaan ddam
kehidupan setelah kehidupan dunia.
1 Ibid(l/342),danAl-Madhhal(93).
& fB eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
Kedua, Kehati-hatian dan Tindaka" Antisipasi
Jika debat dibolehkan terkait perkara-perkara dunia dengan berbagai
dampak buruk yang ada padanya, maka terkair perkara-perkara agama tidak
dapat diterima khususnya jika tampak padanya keinginan hawa nafsu, dan
didominasi ambisi untuk memenangkan pendapat terlepas aPa Pun posisi
pendapat itu dari dalil-dalil. Ahmad bin Hambal sangat mengerti hal ini.
Buktinya adalah sikapnya terhadap ahli kalam, dan kepeduliannya dalam
menghindarkan diri dari sebutan sebagai ahli kdam (kecudi kalam yang
matan dan sanadnya kitab dan sunnah). Imam Ahmad berpendapat bahwa
perbincangan ulama tentang masalah-masdah yang tidak diperlukan amal
untuk dunia dan akhirat bahayanya lebih banyak daripada manfaatnya,
karena itu tidak meyakinkan, dan bisa jadi dipahami oleh kdangan awam
narnun justru berakibat pada keraguan mereka terhadap hakikat-hakikat
agama. Maka dari iru kita dapati Imam Ahmad tidak suka berbincang
dan membahas masalah sifat-sifat secara umum, dan tentang Al-Qur'an
makhluk secara khusus. Imam ini berpendapat untuk tidak terlibat ddam
perbicaraan yang membahas hal ini, karena khawatir akan mengantarkannya
padapernyataanAl-Qur'an makhluk, dan menahan diri dari hal ini adalah
lebih utama.t
Barangkdi inilah yang membuar Imam Ahmad berkata, "Janganlah
kalian berinteraksi dengan ahli kalam meskipun mereka membela sunnah."2
Dengan sikap hati-hati ini, Imam Ahmad berarti mengambil sikap
sebagaimanayang diterapkan oleh ulama pendahulunya. Ddam riwayat
dinyatakan bahwa Abu Hanifah melarang shalat di belakang dua orang
yang terlibat dalam perdebatan. salah satunya mengarakan: Al-Qur'an
makhluk, sementarayang lain berkata: Al-Qur'an bukan makhluk. Begitu
ditanya rentang tafsir larangan ini bagi orang yang mengatakan: Al-Qur'an
bukan mahluk, dia berkata, "Keduanya berselisih tentang a5arn , padahal
perselisihan tentang agaime addah bid'ah-"3
Kehati-hatian y^ng dilakukan oleh Imam Ahmad ini merupakan
manhajAhlu Sunnah di mana mereka menolaksetiap perkataan yang ddak
Siyar A'hm An-Nu bah' (1 | I 290).
Al-Manaqib (205).
Abdul Ghani Ad -Dtqer,Ahmadibn Hanbal(169), As-Suyuthi, S,aanAl-Manthiq (19,3l).
I
2
3
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikh... g 65
berorientasi pada amal. l,azim diketahui bahwa perdebatan yang tercela di
sini tidak menghasilkan amal, lebihJebih justru merusak akidah manusia.
Kami sampaikan kembali di sini perkataan Imam Ahmad: "Siapa yang
menyukai kalam maka dia tidak berunrung, karena pandangan mereka
bermuara pada kebingungan. Kalian harus mengacu pada sunnah dan hadits,
jauhilah keterlibaran dalam perdebatan dan perselisihan. Kami mendapati
orang-orang (generasi salaf) namun mereka tidak mengenal kalam ini.
Kesudahan kalam tidak mengarah pada kebaikan."r
Barangkali inilah yang dominan disampaikannya saat menghadapi
ujian. Kedka itu jika Mu'tazilah hendak mengarahkannya pada ranah
perselisihan dan perdebaran, maka dia mengatakan apa yang diyakininya
kemudian berkata; aku bukan ahli kalam. Dalam risdahnya yang diminta
oleh Al-Mutawakkil melalui Yahya bin Khaqan untuk menanyakan
kepadanya pendapatnya renrang Al-Qur'an jauh dari ujian, akan tetapi
hanya untuk mempelajarinya, dalam risalahnya ini tepatnya di bagian
akhirnya terdapat ungkapan sebagaimane yang telah kami sampaikan,
namun di sini kami sampaikan kembali lantaran adanya,keterkaimn: "Aku
bukan ahli kalam, dan menurutku kalam sama sekali tidak diperlukan dalam
hal ini kecuali yang terdapat ddam Kitab Allah, atau dalam hadits Rasulullah
6. Adapun yang selain itu maka kalam dalam hal ini tidak terpuji."2
Ketiga, Sikapnya terhadap Thtcsril
Imam Ahmad -seperti seluruh Ahlu Sunnah- berpendapat bahwa
mereka tidak menakwilkan kecuali yang berupa arahan dan pemaharnan
yang menghilangkan kerancuan sebagaimana terkait ayet-ayat yang
mengungkat tenrang melihat Allah misalnya. Landasan mereka dalam
hal ini bahwa Allah lebih mengetahui apa- yang diturunkan-Nya dan
mengharuskan kita untuk mengimaninya. Termasuk mengimani sifat-sifat
yang dinyatakan-Nya sendiri dalam Kitab-Nya, sifat-sifat yang dinyatakan
Rasul-Nya Muhammad, tanpa penyimpangan tidak pula pengabaian,
dan tanpa penetapan tata cara tidak pula penyerupaan, bahkan mereka
(Ahlu Sunnah wal Jamaah) mengimani bahwa Allah tidak ada sesuatu pun
yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar Maha Melihat. Dengan
I SilarA'hmAn-Nubah'(l1l29l).
2 lbid(67),SiyarA'hm An-Nubah' (ll1286).
466 tS er.ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
demikian mereka tidak menafikan dari-Nya sifat-sifat yang dinyatakan-
Nya sendiri, dan tidak menyimpangkan kata-kata dari posisinya tidak pula
membuat kekeliruan terkait nalna-narnaAllah dan ayat-ayat-Nya, dan tidak
membuat penyerupaan bagi sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluk-Nya,
karena tidak ada yang menyetarai-Nya, tidak ada yang seruPa dengan-Nya,
ddak ada sekutu bagi-Nya. Allah tidak dapat diqiyaskan dengan makhluk-
Nya, sesungguhnya Dia lebih mengetahui terkait diri-Nya dan juga yang
lain, pding benar firman-Nya, dan paling baik pembicaraan-Nya daripada
makhluk-Nya."t
Madzhab Imam Ahmad menyatakan bahwa hadits-hadits yang
mataryab ih at dan ty*-ayat rnutaya b i h ar diberlakukan sebagaiman a adanya'.
Hd ini telah kami sinyalir, dan kami pun telah menegaskan bahwa ini
merupakan manhaj yang jelas baginya hingga sehari sebelum wafatnya
pun dia sempat mengarakan, "Diberlakukan sebagaimana adarryajika itu
dengan isnad-isnad yang shahih, dan sifar Allah tidak dinyatakan lebih
dari yang dinyatakan-Nya sendiri, tanpa batas tanpa akhir. "Tidth ada
sesuttupunymgserilpa dtngan Dia. Dan DiaYangMaha Mendzngar Maha
Melihat." (Asy-Syura: ll). Siapa yang berbicara tenrang maknanya maka
dia mengada-eda."2
Akan tetapi Imam Ahmad dapat menerima takwil yang meng-
hilangkan kerancuan dan mengacu pada pokok-pokok pemahaman
dan kesimpulan. Maka dari itu dia -seperti Ahlu Sunnah- memandang
pentingnya mengimani bahwa mukmin dapat melihat Allah di akhirat
dengan penglihatan mereka, dan tidak sependapat dengan Mutazilah
terkait pernyataan yang mereka sampaikan bahwa ada kontradiksi antara
firman Allah: "Dia tidah dapat dicapai olzb penglihatan rnatA, sedang Dia
dapat rnelibat segdla penglihatan itu." (fJ.'Atlam: 103), dengan firman-
Ny.l: "W'ajah-wajah (orang muhrnin) pada hari in berseri+eri, memandang
Tuhannya." (Al-Qiyan rtz 22,23). Mereka memaknai melihat di sini secara
kontradiktif berdasarkan pandangan mereka.
Akan tetapi Imam Ahmad memungkiri bahwa melihat di sini
bermakna rahmat, karena makhluk tidak merahmati Allah Juga memungkiri
Ibnu Thimiyah,l l-Aqidah Al-lVasithlylah (393)
'
Maimu'Ar'Rasa' il, iuz I .
Thaba4at Al-Hanabihh (21 307) , dan Al-Manaqib (204) .
I
2
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... lD 67
bahwa maknanya menunggu, karena melihat tersebut disertai dengan kata
wajah, dan karena disertai kata bantu ih (ke, kepada) yang jila ada kata
bantu ini maka tidak dapat dipahami dengan makna menunggu, dengan
dalil firman Allah: *Mereka
hanya rnenungga sant teriakan.'(yasimz 49).
Lantaran dalam ayat ini yang dimaksud adalah menunggu maka tidak ada
kata bantu ih. Dalam riwayat hadits juga diungkap rentang melihat Allah
sebagaiman a yeng terdapat pada riwayat Bukhari dan lainnya. I
Diriwayatkan darinya tafsir lain yang tidak jauh dari ini sebagaimana
diungkap dalam risalah yang dinisbatkan kepadanya terkait sanggahan
terhadap kaum Zindiqdan Jahmiyah. Adapun firman-Nya : "\Vajah-wajah
(orang rnuhmin) pada hari itu berseri-seri, mernandang Tuhannya.'(Al-
Qiyamah: 22-23). Dan firman-Nya dalam ayat lain: qDia tidah dapat
dicapai oleh penglihatan matA, sedang Dia dapat melihat segah penglihatan
itu." (AJ-Atam: 103). Mereka (yakni Jahmiyah) mempertanyakan;
bagaimana ini terjadi? Menyatakan bahwa mereka melihat Tirhan mereka,
namun mengaakan dalam ayat lain: "Dia tidah dapat dicapai oltb penglihaun
mata, sedang Dia dapat rnelihat segalz penglihatan itu." (Al-An am: 103).
Mereka meragukan Al-Qur'an dan menyatakan bahwa itu mengurangi
antara yang saru dengan yang lain. Adapun firman-Nya; "Vajah-utajah
(orang mukmin) pada hari itu berseri-seri." (AI-Qiyam ahz 22). Malaudnya
keindahan dan putih.'Memandang Thhannya. " (AI-Qiyam ahr 2l), yakni
keberadaan Tirhannya di surga.
Adapun: *Dia
tidah dapat dicapai ohh penglihatdn rilata." (Al-An am:
103), yakni di dunia bukan di akhirat. Lanraran orang-orang yahudi
berkata kepada Musa, "Perlihathanhh Alkh hepada hami secara nyatd."
Maka rnereha disarnbar petir." (An-Nisa': 153). Mereka pun mati dan
mendapatkan hukuman lanraran perkataan mereka: "Perlihathanhh Alhh
hepadz hami secara nlata. "(An-Nisa': f 53). Orang-orang musyrik Qurairy
meminta kepada Nabi dengan mengatakan,'Atau enghau datanghanAlhh
dan para mahihat berhadapan muha dengan harni." (Al-Isra': 92). Ketika
mereka menyampaikan permintaan ini kepada Nabi, makaAllah berfirman,
'Ataahah enghau hendak rneminta htpofo Rasulrnu (Muhammad) se?erti
halnya Musa (pernab) diminta (Bani Israil) dahulu." (Al-Baqarah: 108).
I ThabaqztAl-Hanabihh(21298).
K8 t& ana*, Islam Menurut Empat Ma&hab
Ketika mereka berkata, "Pcrlihatkanhh Alhh hEofu hami sccara nyata."
Maha mercka disanbar p6tir. " (An-Nisa' : f 53) . Allah pun menurunkan ayat
untuk memberitahu mereka bahwa dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, yakni Dia tidak dapat dilihat oleh seorang pun di dunia, bukan di
akhirat. Allah berfirma.r., "Dia tidak dapat dicapai oleh pnglihatan matA.'
(Al-An'am: 103), yakni di dunia. Adapun di akhirat maka mereka dapat
melihat-Nya. Inilah tafsir bagi
^pa.yangdiragukan
oleh kaum Zanadiqah
(atheis).t
Itulah poin-poin yang paling menonjol yang menjadi perhatian
Ahmad bin Hambal ddam penerapan manhajnya terkait fikih alddah.
Jelas bahwa manhaj itu baginya cukup jelas. Ddil-ddil diterapkan secara
berurutan sesuai dengan ketentuan ryariat, dan sesuai dengan kesepakatan
ulama sunnah dari ulama terkemuka kepada ulama terkemuka. Masdah
dan tujuannya pun jelas. Maka dari itu harus ada tindakan menghindari
pengabaian waktu umat Islam ddam perdebaan-perdebatan yang sama sekali
tidak berguna bagi mereka, tidak pula dengan membuat-buat penafsiran
terhadap KitabAllah dan sunnah Rasul-Nya, kecudi sebagai penjelasanyang
diperlukan untuk memahami dan menghilangkan kerancuan sebagaimana
yang telah kami paparkan pada beberapa riwayat yang disampaikan dari
Ahmad bin Hambal terkait hal ini.
Sikap hati-hati menurut Ahmad dan menolak talcnil menururnya
dan menurut Ahlu Sunnah tidak berarti mengabaikan kecerdasan dan
kemampuan untuk menyimpulkan, akan tetapi maksudnya adalah
menggunakan akal dalafi perspektif teks syariat sebagai landasannya agar
tidak didasarkan pada keinginan hawa nafsu, dan merujuk pada teks qrariat
agar tidak mengantarkannya pada perselisihan yang menjangkau bidang-
bidangyang memudarkan keterkaitannya dengan teks syariat lantaran dalil
yang dibahas secara tidak terkenddi dan semaunya. Perpudaran inilah yang
menjadi permulaan pemborosan tenaga ddam hd yang tidak ada amal
di baliknya, tidak pula manfaat. Ini benar-benar ditolak oleh ulama yang
berkompeten yang mengerti misi mereka pada masa mereka dan masa
setelah mereka. Ahmad bin Hambd telah menerapkan manhaj ini ddam
perdebatan-perdebatannya dan jawaban-jawabannya atas pertanyaan-
I AhmadbinHnbal,Ar-Rail ah,t*bMdiqahunAl-Jahniyh(59),tendapatddaniAqa'illAt-Sll4
Bab 5: EmpatUlamaAhli Fikih... O 69
peftanyaan yang ditujukan kepadanya. Saya memandang perlu menyajikan
kepada pelajar muslim rels yang merupakan risdah yang dikirimkan oleh
Ahmad sebagai jawaban atas Pertanyaan dari Khalifah Al-Mutawakkil,
yang mana dalam risalah ini tampak jelaslah PeneraPan Ahmad terhadap
manhajnya tersebut, dia menyampaika" pendapatnya dan memberitahu
orang lain apa yang harus dilakukan terkait perkara akidah'
Adz-Dzahtbi mengatakan, Abu Nuaimr memberitahukan kepada
kami, Sulaiman bin Ahmad menyampaikan kepada kami, Abdullah
bin Ahmad menyampaikan kepada kami, dia berkata, "Ubaidullah bin
Yahya bin Khalafan menulis surat kePada ayahku untuk memberitahukan
kepadanya bahwaAmirul Mukminin menyuruhku agar aku menulis surat
kepadaku dengan tujuan menanyakan kepadamu tentang Al-Qur'an,
bul€n masalah cobaan, akan tetapi masa Pengetahuan dan pengamatan'
Ayahku pun mendektekan kepadaku. 'Kepada Ubaidullah bin Yahya,
dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, semoga Allah
memberimu kesudahan yang baik, Abul Hasan, dalam segala hal, dan
menghindarkanmu dengan rahmat-Nya dari hd-hal yang tidak engkau
sukai. Aku menulis surat kepadamu, semogaAllah meridhaimu, terkait apa
yang ditanyakan oleh Amirul Mukminin tentang perkara AI-Qur'an sesuai
dengan yang aku pahami. Aku memohon kepadaAllah agar tetap menjaga
taufik bagi Amirul Mukminin. Orang-orang terlibat dalam pembicaraan
tentang kebatilan, dan mereka larut ddam perselisihan yang sengit, hingga
pemerintahan diamanatkan kepada Amirul Mukminin, lalu lantaran Allah
menghilangkan setiap bid'ah, dan tersingkaplah dari mereka kenistaan dan
kesulitan bertindak yang pernah mereka alami,2 lalu Allah menghindarkan
itu semua, dan menyingkirkannya dari Amirul Mukminin' Hal itu
dipandang sebagai pencapaian yang besar menurut umat Islam, dan mereka
pun berdoa kepada Allah bagi Amirul Mukminin (aku memohon kepada
Allah agar memperkenankan doa yang baik pada Amriul Mukminin, dan
memenuhi itu bagiAmirul Mukminin)3 menambahkan pada niatnya, dan
@ ALAuliTa., riwayacnyadalam buku ini disenai dengn rclcnya, (g/216,
ifSl. Diri*"y".kan olch IbnulJ awidaltmAl-i4ana4ib,halanen3TT dm379 dengnisnadnya pada
Abu Nuaim, akan tetapi dia meringkasnya dur tidakmenyampaikan teksnya secara penuh.';i;i-itbrh,;ki'
,!;;t.ii,* majelis, namun tiks di ams lebih sesuai dengan yang ada
padalbnulJauzi. -'
3 iang berada dalam kurung dikutip dari Taihh Al-Ishm dan Al-Hifah'
47O t$eua*,Islam Mcnurut Empat Ma&hab
membanmnya dalam menghadapi apa yang dihadapinya. Disebutkan dari
Ibnu Abbas bahwa dia berkata, 'Jangan membenturkan Kitab Allah antara
yang satu dengan lainnya, karena itu menimbulkan keraguan di hati kalian."
Disebutkan dari Abdullah bin Umar, bahwa ada beberapa orang
yang duduk di depan pintu Nabi. Di antara mereka ada yang bertanya,
"Bukankah Allah mengatakan begini?" Yang lain bertanya, "Bukankah
Allah mengatakan demikian?" Begitu mendengar hal itu, Rasulullah 6
keluar dengan raut seakan-akan biji delima menyembul di wajah beliau,
lantas bersabda, 'Apahah halian diperintahhan antuk membenturhan Kiub
Alkh antara lang sdtu dengan hinnya? Sesungguhnya umat-ilmat sebelam
halian tersesdt hntaran hal seperti ini (padahal dl sln; kalian sama sekali
tidak rnemerluhannya). Perhatihan a?a lang diperintahhan kepada halian
hntas herjakanhh, dan perhatihan d?a yang dilzrang pada kalian kntas
tinggalhanhh.'1
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi bahwa beliau bersabda,
" Perdz batan tentang Al- Quf an adahh ke hafran. 2
Isnadnya hasan, hadits ini terdapatdalanAl-Musnad(21117,195,196) dan Ibnu Majah (85).
HRAhmad (2/286,300,424,471,503,528),danAbuDawud (4603) dalam,4s-S*nnah,bablarangn
debat tentangA.l-Qur'an, sanadnyahasan, dinilai shahih oleh Ibnu Hibban (73),Al-Haklurl.(2t223),
disetuj ui oleh Ad z-Dzahabif .
Mereka berselisih terkait takwil hadits ini. A& yang mengatakan; makna perdebatan (dari kata rl.f
) seperd firmanAllah*i, "IGrena itu janganhh enghauragu (dcbat) terhadapAl-Qur'an."(Hud:17).
Yakni: dalam keraguan. Ada yang mengataftan bahwa sl./ adalah perdebatan yang meragukan. Ini
karena jika orang memperdebatkanAl-Qur'an yang membuatnya meragukan ayat-ayat mutasyabihat
maka itu berakibat pada pengingkaran, maka disebut kekaGran sebagai sebutan lanaran kekhawatiran
terhadap akibat dari perdebatan, kecuali orang yang dilindungi oleh A.lla Memang semestinya orang
yang mengemati Al-Qur'an bersungguh-sungguh dalam menyelaraskan di antara ayat-ayat dengan
mengaitkan yang mutasyabihat dengan yang muhkamat (jelas maknanya), dan mencari dtik temu
di antara yang berselisihan secara tekstual sedapat mungkin, karena Al-Qur'an itu sebagiannya
membenarnya sebagian yang lain. Jika ada sesuatu darinya yang sulir dipahaminya, dan dia tidak dapat
menyelaraskan, maka yakinilah bahwa iru lantaran pemahamannya yang buruk, dan serahkan kepada
yang mengetahuinya, yaitu Allah dan Rasul-Nya. Di anara mereka ada yang membuat penakwilan
cl7 terkait bacaannya, yaitu dengan memungkiri sebagian bacaan yang diriwayatkan, karena Allah
menurunkan Al-Qur'an dengan rujuh tipikal (bacaan). Maka dari itu mereka diancam sebag.ai ka6r
agar mereka berhenti memperdebatkannya dan pendusaannya. Sebab, semuanya adalah Al-Qur'an
yang diturunkan dan harus diimani. Thfsir ini didukung hadits Abu Juhaim berikutnya. Dikatakan;
ini hanya berkaitan dengan memperdebatkan Al-Qur'an terkait ayat yang di dalamnya terdapat akdir
dan ancaman serta yang semakna dengannya berdasarkan madzhab ahli kdam dan ahli jadal, bukan
ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, perkara-perkara rerkait ketentuan mubah dan haram, karena
sahabat-sahabat Rasulullah pun berselisih terkait hal-hal ini di antara mereka, dan mereka pun saling
menyampaikan hujahnya saat mereka berselisih tentang hukum. Tafsir ini diperkuat dengan hadits
Abdullahbin umardiatas. DdamriwayatAhmad (21296),danrbnuMajah (85), dinyatakan bahwa
perselisihan mereka berkaitan dengan takdir.
I
.,
Bab 5: Empat UlamaAhli fikih... {f Ot
Diriwayatkan dari Abu Juhaim dari Nabi bahwa beliau bersabda,
'langankh halian berdzbat tenung Al-Qur' an, karena perdzbatan tentungnld
merupahan hehafran.'a
Ibnu Abbas mencerirakan, seseorang datang menemui Umar.
Kemudian Umar bertanya kepadanya tentang orang-orang. Dia menjawab,
"\rahai Amirul Mukminin, di antara mereka ada yang membaca Al-Qur'an
begini dan begitu. IbnuAbbas mengatakan, "Aku pun berkata, demiAllah,
aku tidak ingin mereka terburu-buru semacam ini saat mereka membaca
Al-Qur'an. Umar menegurku, seraya berkata, "Diam." Kemudian aku
bergegas ke rumahku dengan Perasaan gundah gulana. Ketika aku dalam
keadaan seperti itu, tiba-tiba seorang datang kepadaku lantas berkata,
.,Berilah jawaban kepadaAmirul Mukminin." Aku pun keluar, dan ternyata
dia sudah berada di depan pintu menungguku. Setelah meraih tanganku
dia mengajakku berbicara berdua saja dengannya. Umar bertanya, 'Apa
yang tidak engkau sukai?" Aku menjawab, "'Wahai Amirul Mukminin,
begitu mereka saling terburu-buru beradu cePat sePerti ini maka akibatnya
mereka saling membenarkan diri.2 Dan begitu mereka saling membenarkan
diri maka terjadilah perkara di antara mereka, dan begitu terjadi perkara
di antara mereka maka terjadi perselisihan di antara mereka, dan begitu
mereka berselisih maka akibatnya mereka terlibat dalam Pertikaian disertai
pembunuhan."
Umar berkata, "Demi Allah, ayahmu sebagai.iaminan' Demi Allah,
jika demikian menurutmu, niscaya aku buat mereka diam agar engkau
dapat menyamPaikannya."
Diriwayatkan dariJabir bahwa dia mengatakan, Nabi menghadapkan
dirinya bagi orang-orang di tempat. Beliau bersabda, 'Adapaan oraTrg
HRAhmad (4/t70) melaluiAbuSalamahAl-Khuza'i, Sulaimanbin Bilal menyampaikankcPadakami,
yazid bin Khushaifah menyampaikan kepadaku, Yusr bin said memberitahukan kepadaku dengan
mengatakan: Abu Juhaim mcnyampaikantpadaku bahwa dua orang berselisih tenung ayat-ayat dari
el-{,ri-. Y-g ini b"rkata, AL, menerimanya dari Rasulullah Sementarayanglain pun bcrketa: Aku
-".iri-ny" drli Rasulullah. Kemudian mcreka bcmanya kepada Rasulullah yang lantas bersaMa:
Al-Qur. an dibaca d.cngan *jil diahg maka janganhb kalian bctdrbat tmung Al-@r' an, harcna
pnfu-bou, t*tongat-Qn 'ai a*tai trtatrro". "Isnadnya shahih. Dan terkait hal ini pula ter&pat
riwayat dari Amr bin Ash padaAhma,d' 412O4.
Maksudnya masing-masing dari mereka berkata, 'Yang benar ada di sisiku dan di pihakku."
4zz 6 etia*, Islam Menurut Empat Ma&hab
lang rnembdwahu hepada kaumnya, karena Quraisy mehrangha untuh
menyampaihan hakrn Thhanhu. 4
Diriwayatkan dari Jubair bin Nufair, Rasulullah 6 bersabda:
'sesunguhnya halian tidah ahan kernbali kepadz Alhh dengan sesadtu lang
hbih atama dari apa yng heluar dai-Nya, yahni; Al-Qur'an.a
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, dia berkata, "Murnikanlah Al-
Qur'an, janganlah kdian menulis padanya sesuatu pun selain kalam Allah."
Diriwayatkan dari Umar, dia berkata, "Al-Qur'an ini kdam Allah,
maka posisikan pada posisi-posisinya."
Seorang berkata kepada Hasan, "'Wahai Abu Said, jika aku membaca
Al-Qur'an dan menghayatinya maka aku nyaris putus asa3 dan sirna
harapanku." Dia berkata, "Sesungguhnya Al-Qur'an addah kalam Allah,
sementara perbuatan-perbuatan manusia berkaitan erat dengan kelemahan
dan keldaian, maka berbuatlah dan bergembiralah."
Farwah bin Naufal Al-Asyja'i mengatakan, "Aku adalah tetangga
Khabbab. Pada suatu hari aku keluar ke masjid bersamanya dan dia
menggandeng tanganku. Dia berkata, 'Hai Hanah, dekatkan dirimu
kepadaAllah semampumu, karena sesungguhnya engkau tidak akan dekat
kepada-Nya dengan sesuatu pun yang lebih disukai-Nya daripada dengan
kdam-Nya."'a
Seorang bertanya kepada Hakam, 'Apa beban kalangan yang
mengikuti keinginan hawa nafsu terkait hal ini?" Hakam menjawab,
"Permusuhan."
Muawiyah bin Qurrah mengatakan, 'Jauhilah oleh kalian permu-
suhan-permusuhan ini, karena itu menggugurkan amd."
HR Abu Dawtd (4734), diltm,*-Sunnah, bab tentang Al-Qur'an. At-Tirmidzi (2926), renteng
pahda Al-Qur' an, bab kepedulian Nabi ddam penyampaian A.l-Qur'an. Ibnu Majah (201), ddam
mukadimah, bab tenhngapafaogdipungkiriolehJahmiyah, semuanyadari hadia Israil, dari Usman
bin Mughirah Ats-taqafi, dari Salim bin Abu Ja'd, dari Jabir, dan isnadnya shahih. At-Tirmidzi
mengaukan, 'Hadia ini gharib shahih."
HRTirmidzi (2912) melalui Ishaq bin Manshur, dariAbdurrahman bin Mahdi, dari Muawiyah, dari
AIa' bin Harits, dari Zaid bin futha'ah, dari Jubair bin Nufair, Para periwayamya tep€rcirya.
DalanlisanAt-Amb,N7Juilps,-.ng"*lorr, (U A1 L 4l impri*"r"a"rinya,satudialek
bahasa yang asalny".{V- .:,,U1 L.i.i{ asd katan/a safu. Juga dirrukil dari Ibnu Sayyidah, dia
mengatakan; :dl .f '" g_l adrlah krta yang dibdik lafalnya dari c...4 , namun bukan sebagai
saru dideg baliasa padinya.
Disampaikanoleh N-AlindalmAa-$ai'ah,lim.TT,melaluiAbuQasimAbdullahbinMuhammad
bin Abdul Aziz Al-Baghawi, sanadnya shahih.
2
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... lD 473
Abu Qilabah berkata, "Janganlah kalian bergaul dengan orang-orang
yang mengikuti keinginan hawa nafsu." Dia juga mengatakan, "Orang-
orang yang terlibat dalam permusuhan, aku tidak dapat menjamin mereka
tidak menjerumuskan kalian dalam kesesatan mereka dan membuat rancu
sebagian dari apa yang engkau ketahui."
Dua orang dari kalangan yang memperturutkan hawa nafsu menemui
Muhammad bin Sirin, lantas mereka berkata, "'Wahai Abu Bakar, bolehkah
kami menyampaikan suatu pembicaraan kepadamu? "
"Tidak," jawab Muhammad bin Sirin.
Mereka bertanya, "Bolehkah kami membacakan ayat kepadamu?"
Muhammad bin Sirin menjawab, "Tidak, kdian bergegas meninggalkan
aku, atau aku yang bergegas pergl?" Keduanya pun pergi (lalu di antara
orang-oran g ada yang berkata, "'Wahai Abu Bakar, mengapa engkau tidak
berkenan dibacakan ayat?)" Dia menjawab, "Aku khawatir bila dibacakan
ayat, maka dua orang itu menyelewengkannya, lantas itu berkesan di hatiku."
Seorang dari ahli bidah berkata kepada Aynrb, ''W'ahai Abu Bakar,
bolehkah aku bertanya kepadamu tentang satu kata?" Ayy"b pun berpaling
dan berkata sambil memberi isyarat dengan tangannya, "Tidak, tidak juga
setengah kata sekalipun."
Ibnu Thawus berkata kepada seorang putranya yang diajak bicara
oleh seorang ahli bid'ah, "Hai putraku, masukkan jarimu ke telingamu agar
engkau tidak mendengar apa. yangdikatakannya." Kemudian dia berkata.
"Aku tegaskan, aku tegaskan."
Umar bin Abdul Aziz berlata, "Siapa yang menjadikan agamanya
sebagai sasaran bagi permusuhan, maka dia sering bersikap tidak konsisten."
Ibrahim An-Nakha'i berkata, "Sesungguhnya tidak ada sesuatu
tersembunyi yang tersimpan dari mereka terhadap kalian lantaran
keutamaan yang adt pada kalian."
Hasan berkata, "Penyakit terburuk adalah yang berbaur dengan hati.
Yakni hawa nafsu."
Hudzaifah berkata, "Bertahvalah kepada Allah, dan ikutilah jalan
orang-orang sebelum kalian. Demi Allah, seandainya kdian istiqamah,
maka kdian benar-benar mencapai keunggulan yang jauh. Namun jika
474 @ eUa"l Islam Menurut Empat Madzhab
kalian meninggalkannya dengan tertarik ke kanan dan kiri, sungguh kdian
telah tersesat sejauh-jauhnya. Atau mengatakan; kesesatan yang nyata."
Ubay mengatakan, "sesungguhnya aku meninggalkan isnad-isnad
lantaran sumpah terdahulu yang aku pelajari dari apa yang diajarkan oleh
Amirul Mukminin. Seandainya bukan lantaran itu maka aku menyebutkann)ra
dengan isnad-isnadnya. Allah berfirman, "Dan jiha di antara haurn rnusyrihin
ada yang rneminta perlindungan hepadannu, mahd lindungihh agar dia dapat
mendengar f.rtnan Allzh." (At-Thubah: O. Dan firman-Nya : "Ingatlzh, segah
penciptazn dan perintah menjadi hak-Nya. " (Al-Arafi 54) . Allah menyatakan
bahwa perintah bukan makhluk. Firman-Nya: "(Alhh) YangMaha Pengasih,
Yang tehh rnengajarhan Al-Qur'an. Dia rnenciptahan manoria, nengajamya
pandai berbicara. " (Ar-Rahman: I 4). Allah menyatakan bahwa Al-Qur' an
termasuk yang diajarkan-Nya. Allah berfirman, "Dan orang-orangYalrudi dan
Nasrani tidah akan rela hepadamu (Muhammad) sebelurn engkau rnmgihuti
agdma mercha. I{atahankh, "Sesunguhnln perunjah Alhh iruhh penniuh
(yangsebenamya)." Dan jiha enghau mmgihuti heinginan rnereha setelah ilmu
( h e b maran) s amp ai h ep adamu t'tda h a h an ada b agi mu p e lindung dan p mo lo ng
dari Allah. " (Al-Baqarah: 120).
Allah berfirman, "Ddn wahupun enghau (Muhamrnad) rnemberihan
seTnua alat (keterangan) hepada orang-orang yng diberi hitab iru, rnereha
tidah ahan rnengikuti hlbladnu." (Al-Baqarahr 145). Firman Nlah: "Dan
jiha enghau mengihuti heinginan mereha setehh sampai ilrnu hepadama,
niscaya enghau terrnasuh orang-orang zhalim. " (N-Baqarahz 145) . Al-Qur' an
termasuk ilmu Allah, dan dalam ayat-ayat tersebut terkandung dalil bahwa
yang disampaikan-Nya adalah Al-Qur'an. Dalam riwayat dari generasi salaf
bahwa mereka mengatakan, "Al-Qur'an kalam Allah bukan makhluk, dan
inilah pandangan yang aku anut, aku bukan ahli kalam, dan menurutku
kdam sama sekali tidak diperlukan ddam hd ini kecuali yang terdapat
ddam Kitab Allah, atau dalam hadits dari Rasulullah i6, atau dari generasi
sahabat beliau, atau dari generasi tabi'in. Adapun yang selain itu maka kalam
dalam hal ini tidak terpuji."
Risalah Imam Ahmad berakhir. Adz-Dzahabi menyampaikan
komentar yang mendukungnya, "Risalah ini isnadnya seperti matahari
(sangat jelas)."1
I Adz-Dzahrbi,SlarA'hmAn-Ntbah' (11128l-286).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... O 475
Barangkali saya sudah membuat keputusan yang tePat terkait
pemilihan contoh terapan yang menggambarkan dengan jelas kepedulian
Imam Ahmad dalam menerapkan manhajnya terkait fikih akidah yang
telah disebu*an di atas dengan berbagai langkahJangkahnya dan poin-
poinnya, disertai keterangan yang diperlukan untuk melengkapi dan
menyempurnakannya. Kami memohon pertolongan kepada Allah, dan
Dialah yang mencukupi kami serta sebaik-baik pelindung bagi kami.O
476 O eUa"l Islam Menurut Empat Madzhab
Penutup
QAYA telah menetapkan untuk saya sendiri suatu tujuan yang hendak
U)dicapA sa:rrsayamemulai k4i* semaqun ini padabuku kami ini.Tirjuan
itu addah untuk mewujudkan asumsi ilmiah yang telah saya tetapkan, dan
dapat disimpulkan bahwa fikih yang berkaitan dengan hukum-hukum tidak
terlepas dari fikih akidah menurut ulama kami. Jika perkaranya demikian,
maka mereka pasti memiliki mempunyai Peran di tengah-tengah pergolakan
pemikiran yang disaksikan pemikiran Islam pada abad ke-2 dan ke-3
Hijriyah yang dibayang-bayangi dengan munculnya golongan-golongan
yang sebagiannya menqrpai kejayaannya, serta keterbukaan masyarakat bagi
berbagai golongan dan madzhab yang berbeda-beda. saya menduga bahwa
peran ini memiliki pengaruh terhadap generasi setelah mereka.
Dengan perspektif asumsi-asumsi yangtelah ditetapkan ini saya mulai
melakukan pembahasan ini. Saya mengkaji kondisi-kondisi pemikiran pada
masa-masa rerkait, dan saya mempelajari pengertian fikih menurut emPat
imam kita, saya pun mengkaji sikap dan manhaj mereka terkait fikih akdah.
Kemudian saya mengkaji hubungan mereka dengan perdebatan-perdebatan
pada masa mereka, khususnya terkait masdah-masdah akidah. Hasil yang
ditetapkan dalam bahasan benar-benar dapat terwujud lantaran asumsi-
asumsi yang saya tetapkan. Saya sebutkan di antaranya sebagai berikut:
Pertama
Jelas bahwa pengertian fikih menurut mereka lebih luas daripada
fikih terkait hukum-hukum dan cabang-cabangnya, dan bahwa fikih akidah
serta pemahaman terhadap pokok-pokok ajaran agama adalah yang disebut
dengan istilah fikih akbar sebagaimaneytngdijelaskan oleh sebagian dari
mereka, sementara yang lain mensinydirnya.
Kedua
Mereka menyadari bahaya perdebatan yang berkembang pada saat itu
Penutup $ 477
khususnya terkait masalah-masalah akidah. Mereka mengecam perdebatan
ini dan mencegah umar untuk tidak terlibat di ddamnya, dan mereka
menjelaskan bahaya perdebatan ini terhadap kesatuan umat secara pemikiran
maupun sosid. Maka dari itu dalam riwayat dari mereka diungkapkan bahwa
mereka mengecam kalam dan ahli kalam, serra menyebut kalam dengan
sebutan-sebutan yang tajam, serta menilai ahli kalam dengan penilaian-
penilaian yang pedas, akan tetapi mereka pun memiliki pembenaran unruk
melakukan itu agar umat terhindar dari perdebatan semacam ini.
Ketiga
Kecaman mereka terhadap perdebatan bukanlah karena kejumudan,
bukan pula sebagai kritikan terhadap sarana-sarana perdebatan dan
pembahasan terkait masalah-masalah akidah. Maka dari itu, ketika mereka
mendapati kondisi di mana mereka tidak bisa mengelak dari perdebatan
dengan golongan tersebut (ahli kal"-), dan menjelaskan kerusakan pendapat
mereka serta takwil-talcwil mereka, maka mereka pun berdebat dengan
golongan tersebut. Mereka tidak memandang tindakan itu mengandung
kontradiksi, karena ketika mereka mengecam maka itu karena mereka
mengecam manhaj tertenru pada perdebaran, dan ketika mereka terlibat
dalam perdebatan maka mereka pun menerapkan manhaj tertentu bagi
perdebatan dan adu argumentasi.
Keempat
Manhaj mereka jelas dan mereka selalu mengaitkannya dengan
sumber-sumber tepercaya. Al-Qur'an adalah yang sumber pertama, sunnah
setelahnya, kemudian pemahaman generasi sahabat dan tabi'in sertagenerasi
setelah mereka, kemudian ijdhad-ijtihad ulama tepercaya yang tidak ada
riwayat tentang mereka yang menyatakan bahwa mereka larut dalam
kehidupan dunia tidak pula yang menyatakan mereka berusaha keras untuk
mendapatkan tempat di sisi penguasa.
Kelima
Melalui kajian secara berimbang dapat kami tegaskan bahwa empat
imam tersebut, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syaf i, Ahmad, memiliki
pendapat-pendapat nyaris bersesuaian terkait masalah-masalah yang
dihadapkan kepada mereka semua meskipun masing-masing hidup di
475 E eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
kurun waktu yang berbeda dari yang lain. Saya katakan "nyaris" karena
perbedaan pendapat yang bisa muncul terkait suatu masalah seperti iman
menurutAbu Hanifah dan menurutyang lainnya, sertaAl-Qur'an makhluk
dan pelafalannya, hanya merupakan perbedaan yang berkaitan dengan
lafal, sebagaimana yang telah saya jelaskan melalui teks-teks seorang imam
yang berkompeten dalam menulis sejarah madzhab generasi salaf (Ibnu
Thimiyah). Dengan demikian mereka semua menjaga akidah yang benar
yang diterapkan oleh Rasul dan sahabat-sahabat beliau serta generasi terbaik,
dan demikian mereka adalah para Penyampai riwayat yang tePercaya, dan
penjaga yang kuat terhadap akidah generasi sdaf ash-shdih.
Keenam
Melalui kajian dapat diketahui dengan jelas bahwa mereka benar-
benar berpengaruh dalam bentuk yang efektif terhadap generasi ulama
setelah mereka. Di mana generasi tersebut menukil pendapat-pendapat
mereka -karena itu merupakan pendapat-pendapat Ahlu Sunnah wal
Jamaah- dalam buku-buku mereka yang di antaranya terkait seruan untuk
menganut akidah generasi salafash-shalih. Di antara generasi tersebut kami
sebutkan misalnya Al-fuy'ari, Ath-Thahawi, Ibnul Jauzi, Al-Jailani, Ibnu
Thimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Abdul \Wahhab, dan banyak lagi selain ini.
Ketuiuh
Dari sikap ulama fikih terkait penjelasan akidah yang benar bagi umat
dan pengajarannya oleh mereka bagi murid-murid mereka, jelaslah bahwa
manhaj-manhaj mereka yang sangat mendasar ini dapat disimpulkan terkait
kajian akidah, dan hendaknya generasi penerus kita mengetahui ilmu kalam
dari segi kritik sejarah, karena terdapat sejumlah kesalahan padanya. Di
samping kita kembangkan sisi-sisinya yang positif melalui kajian intensif
terhadap contoh-contoh manhaj ulamayang berdebat sesuai dengan manhaj
dan visi rertentu tanpa menyimpang darinya tidak pula terlibat dalam
perdebatan-perdebatan yang rancu, dan sisi-sisi perdebatan tidak kondusif
yarghanyadidasari ambisi untuk menang dan mencari keunggulan.
Paparan di atas dan ada lagi yang lainnya meruPakan hasil kesimpulan
yang dapat dipetik oleh pencari ilmu dan pembaca. Kami berharap k{i*
kami ini dan kajian sebelumnya menjadi satu langkah untuk melanjutkan
Penutup & 479
k"ji* terhadap manhaj-manhaj ulama dan pemikir demi memperkokoh
kajian fundamental kami dan memperddaman pemahaman landansan-
landasan pokok kami, sebagaimana kami pun berharap bahwa dengan
demikian kami telah memberi kontribusi ddam menjelaskan kepada kita
semua tentang ulama kita. IGmi memohon pertolongan kepadaAllah.O
g ef.ia*, Islam Mcnurut Empat Ma&hab
Appendix
Pertama
saya memandang perlu untuk melampirkan beberapa teks pada kajian
ini, yaitu tels dari buku yang dinisbatkan kepada Imam Asy-syaf i yang
disebut dengan Fiqh Al-Ahbar, dantelah kami sinyalir dalam k"ii* bahwa
penisbatan ini tidak shahih. Saya melampirkan teks ini pada kajian saya
dengan Erget untuk mewujudkan dua hal:
Pertama, menjadi semacam Penegasan bagi apa yang telah kami
simpulkan agar pembaca dapat melihat hal ini dengan lebih jelas, khususnya
lantaran buku tersebut pada awdnya dicetak bersama Fiqh Al-Ahbarl<arya'
Abu Hanifah, namun tidak sempat beredar di kalangan masyarakat.
Kedua, penyampaikan teks barangkali dapat berguna bagi upaya
untuk mengenal lebih jauh penulisnya yang sebenarnya. Sebab, dimung-
kinkan bahwa sdah satu dari para Pengamat telah membaca tels ini di satu
sumber namun belum pernah kita lihat, maka dia pun dapat menetapkan
penisbatannya yang sebenarnya. Dengan demikian hilanglah kerancuannya
dan menjadi jelaslah
^pa
y^nB sebelumnya dipandang rumit. Kami
memohon pertolongan kepada Allah.
Kedua
Teks yang diriwayatkan oleh salah satu murid Imam Ahmad
sebagaimantyarng dipaparkan dalam Ath-Thabaqat, darn yang didengar
oleh murid ini, yaitu tentang akidah Imam Ahmad yang berkaitan dengan
masalah-masdah yang diungkaP.
Ketiga
Teks lain yangdidengar oleh muridyanglain dan di ddamnya terdapat
sinyalemen singkat tentang beberapa masalah akidah dengan PaParan
pendapat Imam Ahmad di dalamnya sebagaimana pendapat yang dianut
Ahlu Sunnah, sebagaimana yang telah kami sinyalir sebelum ini.
Appendix$ 481
Keempat
Jawaban dari Imam Ahmad atas perranyaan yang ditujukan kepadanya
dari seorangyang semasa dengannya yang dimaksudkan untuk meminta
pendapat yang jelas dari imam terkait ape.yurgharus diyakininya di tengah-
tengah berbagai fitnah pada masa ini dan beragam golongan.
Saya menduga kuat bahwa teks-reks ini meski terdapat di dalam
Thabaqat Al-Hanabikh, namun ddak masyhur di antara kalangan orang-
orang yang mencari ilmu yang memfokuskan perhatian mereka pada
umumnya pada sosok yang menjadi obyek kajian, dan mereka mencermari
biografinya secara terperinci di sumber-sumber rujukannya. Tels-teks ini
menguatkan apa yang telah kami sinydir dalam kajian kami tentang Imam
Ahmad, dan memperjelas apa y:rng kami paparkan secara global dalam
kajian ini. Saya tidak menukil keyakinan-keyakinannya dari buku-buku
yang dinisbatkan kepadanya, karena buku-buku tersebut banyak tersebar
di antara para pembaca. Dengan demikian teks-teks yang kami nukil di
sini dapat digunakan unruk mengoreksi penisbatan arau tidak adanya
penisbatan terkait risalah-risalrh y*g dinisbarkan kepada Imam Ahmad
dalam masalah-masalah akidah. Ini merupakan perkara yang memburuhkan
pekerjaan tersendiri dalam memeriksa seluruh tets terkait seriap masalah
dibandingkan dengan yang serupa dengannya di dalam berbagai sumber
rujukan. Namun ini tidak termasuk dalam kerangka bahasan kami yang
kami fokuskan padapenjelasan sikap dan manhaj masing-masingdari empar
ulama fikih terkait masalah-masalah akidah, agar mereka berada pada posisi
mereka yang semestinya dalam sejarah ilmu tentang landasan-landasan
pokok agama, sebagaimana mereka telah meraih kapasitas mereka dalam
ilmu fikih, serta agar peran mereka diketahui dengan jelas dalam menjaga
akidah yang shahih, dan penyampaiannya kepada berbagai generasi setelah
mereka, sebagai representasi dari pendapat Ahlu Sunnah wal Jamaah. Kami
niatkan ini semua karena Allah.O
482 & aUa*r Islam Menurut Empat Madzhab
Lampiran Pertama
Dengan NarnaAlkh YangMaha Pengasih Maha Peryayang
EGALA puji bagi Allah Tirhan seluruh alam, serta shalat dan salam
Allah curahkan kepada Sayyidina Muhammad serta keluarga beliau.
fu-Sayyid Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris fuy-fuy-Syaf i
(berkata): (di sini adatah bahasan yang di dalamnya kami paparkan tentang
masalah-masalah yang mencuat terkait pokok-pokok agama yang harus
dikeahui oleh mukallaf. Kami menyebutnya FikihAkbar, namun kami tidak
membahasnya secara panjang lebar dengan maksud agar mudah dipahami
oleh kalangan pemula, semoga Allah merestui.
Semoga Allah membahagiakan kalian, ketahuilah bahwa setiap
mukallaf diperintahkan untuk rua'rifth kepada Allah Makna ma'rifah
(mengenal) adalah hendaknya dia mengenal, yang diketahuinya sebagai-
mana adanya tanpa ada sesuatu pun dari sifat-sifat yang diketahui yang
tersembunyi. Dengan dugaan dan taklid tidak akan tercapai Pengetahuan
dan ma'rifah, karena makna dugaan adalah memungkinkan dua hal,
sementara makna taklid adalah menerima orang yang tidak mengetahui
apa yang dikatakannya dari mana dia mengatakan, dan itu bukan sebagai
pengetahuan. Dalilnya firman Allah: 'Maka ketahuikh, bahwa tidah
ada Tiuhan (yang pant disernbah) sekin Alhh. " (Muhammad: l9). Allah
memerintahkan untuk mengetahui, bukan menduga dan taklid.
(Bahasan) ketahuilah bahwa ilmu-ilmu makhluk ada dua macam;
ilmu yang lazim adanya(dharuri) dan ilmu yang diupayakan. Makna ilmu
yanglazim tdanyaadalah setiap ilmu yang keberadaannya berkaitan dengan
kemampuan selain dam. Yaitu seperti ilmu yang terjadi dari panca indera
yaitu hal-hd yang terjadi seqra lazim (pasti) tanpa inisiatif. Sedangkan
makna ilmu yang diupayakan adalah setiaP ilmu yang keberadaannya
berkaitan dengan kemampuan alam, yaitu seperti ilmu yang didapat dari
pengamatan dan pencermatan.
Iampiran I $ 483
(Bahasan) ketahuilah bahwa pembebanan kewajiban adalah yang
penentangan terhadapnya layak dikenai hukuman. Dengan demikian
ini mencakup seluruh bentuk perbuatan mukallaf, yaitu ada lima; wajib,
haram, sunah, ma}ruh, dan mubah. Makna wajib dan fardhu sama, yaitu
yang meninggalkannya layak untuk dikenai hukuman. Makna haram
adalah yang melakukannya layak untuk mendapat hukuman. Makna
sunah, mustahab, nafilah, dan tathawu pada hakikatnya sama, yaitu; yang
berpahala bila dilakukan namun tidak dikenai hukuman bila ditinggdkan.
Makna malruh; yang berpahda bila ditinggalkan namun tidak dikenai
hukuman bila dilakukan. Mubah, yaitu yang sama saja bagi mukallaf antara
melakukannya dan tidak melakukannya. Dengan demikian mukallafharus
meyakini pada masing-masing dari macam-macam pembebanan ini sesuai
dengan beban yang ditanggungnya. Yaitu terkait kewajiban maka dia harus
meyakini wajibnya, terkait yang haram maka dia harus meyakini larangannya
sesuai dengan tuntutan syariat padanya. Demikian seterusnya sampai bentuk
pembebanan yang terakhiryang seandainya dia meyakini yang bertentangan
dengan itu maka dia layak mendapat hukuman.
(Bahasan) ketahuilah bahwa mengenal Allah adalah wajib bagi
hamba-Nya jika dia telah memenuhi tiga syarat. Pertama; akal, ilmu, dan
kemampuan syarat inilah yang membuat penyampaian ketentuan ryariat
kepadanya menjadi sah dan dia dinilai sebagai orang yang berakal jika di
samping mengetahui dia juga memiliki kemampuan untuk membedakan
antara yang mungkin dan yang musmhil. Dengan demikian dia dapat
mengenali dengan bukti atas yang tidak ada dengan y^ig nyarte, adanya.
Kedua; bdigh, yaitu kadang ditetapkan menurut usia, yaitu jika telah
mencapai usia 15 tahun atau telah bermimpi bagi anak laki-lak dan anak
perempuan pun seperti itu atau mengalami haid, Ketiga: mendengar,
yaitu ada perintah dari Allah dengan membebankan kepadanya untuk
mengetahuinya. Jika tidak terpenuh satu syarat dari syarat-syarat ini maka
tidak ada satu kewajiban pun yang harus kita laksanakan, berdasarkan firman
Allah: "Ihrni tidah ahan rnenyihsa sebelum l{arni meflgutus seordng rasul,'
(Al-Isra': 15) Hadits yang masyhur dari Nabi: "Ketentudn ditiadakan dai
tiga orang dzri anah hecil sampai dia baligh, dari oranggih sampai dia sadar,
dan dari orang tidur sarnpai dia bangun."
484 l& eua*, Islam Menurut Empat Madzhab
(Bahasan) ketahuilah bahwa Allah kuasa untuk melenyapkan
seluruh makhluk satu demi satu dari mereka sebagaimana dia kuasa untuk
menciptakan mereka satu demi satu. Yaitu dengan meniadakan yang
pertama dan menetapkan yang kedua, dan meniadakan yang kedua serta
menetapkan yang pertama sebagaimana yang dia inginkan. Pemusnahan
yang dilakukan oleh Allah tidak lain adalah dengan tidak menciptakan
keabadian baginya. Dengan demikian yang dikehendaki itu lenyap. Ini
berbeda dengan pendapat Mutazilah yang mengatakan; sesungguhnya Allah
tidak kuasa melenyapkan satu orang dari dam, akan tetapi hanya kuasa
melenyapkan seluruh alam sekaligus. Ini benar-benar sangat rusak. Ddil
untuk menyanggahnya adalah bahwa seandainya Allah hanya menciptakan
satu orang saja niscaya Dia kuasa untuk melenyapkannya, menurut pendapat
yang disepakati. Dan jika Dia menciptakan yang lain bersama orang itu,
maka mustahil dikatakan; Dia tidak kuasa untuk melenyapkannya sendiri,
karena itu berarti bahwa yang kuasa untuk dilakukan-Nya keluar menjadi
tidak kuasa untuk dilakukan-Nya lantaran Dia menciptakan yang lain. Ini
benar-benar sangat batil. Allah berfirman, *Sungguh, Alhh Mahahuaslr ttttts
scgah sesufiit. " (Al-Baqarah: 20).
(Bahasan) ketahuilah bahwa Allah kuasa untuk mengembalikan
makhluk setelah melenyapkannya. Golongan Karamiyah mengatakan,
mengembalikan yang serupa dengannya, bukan wujudnya. Ddil untuk
menyanggahnya adalah bahwa mengembalikan adalah hal yang baru
diadakan dari ketiadaan setelah sudah lama adanya. Tiada setelah ada
dan tiada sebelum ada itu tidak mengdami pertambahan. Seandainya
mustahil Allah menciptakan kembdi setelah tiada niscaya mustahil pula
Dia menciptakan pada mulanya. Lantaran itu batil dan benar bahwa
Dia kuasa untuk menciptakan pada permulaan maka demikian pula Dia
kuasa untuk mengembalikannya lagi, karcna kuasa Allah kekal sernentara
halangan-hdangan untuk mengembalikan hilang, maka benarlah bahwa
Dia kuasa untuk mengadakannya lagi sebagaimana mengadakannya
pada permulaan. Allah berfirman, "Dan Diahh yng mcmuhi pcnciptaan,
hcmudian nenguhnginya hen bali. " (Ar-Rum: 27).
(Bahasan) ketahuilah bahwa kezhdiman dan kesewenang-wenangan
mustahil terjadi pada Tirhan, dengan catatan adanya yang zhalim dan
Iampiran I | 485
sewenang-wenang pada-Nya tanpa zhdim dengan perbuatan tidak pula
sewenang-wenang dengan keputusan, karena makna sewenang-wenang dan
zhdim adalah melarnpaui batas yang ditetapkan dan gambar yang dibuat,
dan mustahil di bawah perintah eda.ytng memerintah, atau di bawah
larangan ada yang melarang hingga dikatakan: melampui perintahnya dan
gambarannya. Maka dari itu tidak shahih ada kezhaliman dan kesewenang-
wenangan dari-Nya dengan caraytngtelah kami paparkan. Benda mati
bisa disebut zhalim dan sewenang-wenang dengan sebenarnya. Dikatakan:
air lembah itu zhdim, jika melampui batas dan gambar. I^angit itu zhdim
jika hujan bukan padawaktunya. Panah itu sewenang-wenang jika meleset
dari sasarannya yang dituju, meskipun bukan sebagai pelaku kezhaliman
dan kesewenang-wenangan. Dengan demikian dapat dinyatakan. bahwa
kezhaliman adalah yang pendapatnya sampai pada kezhaliman dan
melampaui gambar yang diteapkan, dan itu pada siftt-Nya adalah musahil.
(Bahasan) ketahuilah bahwa Allah dapat membuat bayi kesakitan,
menundukkan binatang tanpa ada hdangan yang merintangi mereka dan
manfaat yang mereka dapatkan dengan segera mauPun ditangguhkan
kemudian. Dan itu dipandang baik pada-Nya serta sebagai keadilan, karena
Dia sebagai pemilik benda-benda maka pemilikan-Nya mencakup seluruh
yang dimiliki dengan segala bentuk pemilikan-Nya. Pemilik pun dapat
menggunakan miliknya bagaimana pun yang dikehendakinya tanpa ada
halangan dari seorang pun dalam kewenangannya, dan dia tidak ditanya
tentang perbuatannya tidak pula dinilai penetaPannya terhadap perinmh
yang diperintahkannya dan ketentuan yang ditetapkannya.' O
I Teks-rels i nidaribuktAl-FiqbAl-Akbaryangdinisbatkan kepadaAsy-Syaf i, cetakanAl-Mathba'ah
tuy-Syarqiyyah, 1324
456 lD eua*r lslam Menurut Empat Madzhab
Lampiran Kedua
A BDUS bin Malik Abu Muhammad AI-Athar, disebutkan oleh Abu
,( \BakarAl-Khilal, dia mengatakan, "Dia memiliki kedudukan tersendiri
di sisi Abu Abdillah terkait hadiah-hadiah dan lainnya, dia mendapatkan
kenyamanan yang mengesankan padanya, dia datang menemuinya, dia pun
memiliki riwayat-riwayat yang cukup panjang untuk dijelaskan. Ddam
riwayat dari Abu Abdillah masalah-masalah yang tidak diriwayatkan oleh
yang lain, dan seluruhnya tidak sampai kepada kita. Dia wafat namun
riwayat-riwayat tersebut belum sempat didapatkan darinya meskipun ada
sedikit yang sampai kepada kita, disampaikan oleh Abu Abdillah dalam
keseluruhan bab sunnah yang seandainya seorang pergi ke China untuk
mencarinya, niscaya yang ada hanya sedikit, disampaikan oleh Abu Abdillah,
dia menyerahkannya kepadanya.
Aku membacakan kepada Mubarak. Aku katakan kepadanya;
Abdul Aziz N-Azji memberitahukan kepadamu, Ali bin Bisyr mem-
beritahukan kepada kami, Utsman yang dikenal dengan nama Ibnu Sammak
memberitahukan kepada kami, Hasan bin Abdul Vahhab menyampaikan
kepada kami, Sulaiman bin MuhammadAl-Minqari menyampaikan kepada
kami, Abdus bin Malik Al-Athar menyampaikan kepadaku, dia berkata,
"Aku mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hambal berkata,'Pokok-pokok
sunnah menurut kami adalah berpegang pada apa yang diterapkan oleh
sahabat-sahabat Rasulullah 6, meninggdkan bid'ah. Setiap bid'ah adalah
kesesatan, meninggalkan permusuhan, tidak duduk bersama orang-orang
yang memperturutkan hawa nafsu, meninggalkan perdebatan, perselisihan,
dan permusuhan tentangagama. Sunnah menurut kami adalah arsar-atsar
Rasulullah 6, sunnah menafsirkan AI-Qur'an, yaitu indikasi-indikasi
dalil Al-Qur'an, dalam sunnah tidak ada qiyas, tidak ada perumpamaan
bagi sunnah, tidak dijangkau dengan akal ddak pula hawa nafsu, akan
tetapi dengan peneladanan, dan meninggalkan hawa nafsu. Merupakan
Lampiran 2 S 487
sunnah yang mengikat yang siapa meninggalkan satu bagian darinya tanpa
menerimanya dan mengimaninya maka dia tidak termasuk kalangannya;
yaitu mengimani takdir baik dan buruknya, membenarkan hadits-hadits
tentang takdir, dan mengimaninya. Tidak dikatakan: Kenapa?Tidak pula
bagairnana? Akan tetapi hanya membenarkan dan mengimaninya. Siapa
yang tidak mengetahui tafsir hadits namun dia menyampaikan hadits maka
itu cukup baginya dan ditetapkan baginya. Dengan demikian dia harus
mengimaninya dan menerimanya. Seperti hadits ash+hadiq Al-Mashduql
dan yang semisalnya terkait takdir, dan seperti seluruh hadits tentang melihat
Allah, meskipun ditangkap melalui pendengaran dan tidak lazim bagi
yang mendengarkan, namun dia harus mengimaninya, tidak menolaknya
meskipun satu huruf,, dan hadits-hadits lainnya yang diriwayatkan dari
orang-orang tepercaya, tidak memusuhi seorang Pun, tidak berdebat, tidak
mempelajari debat, karena pembicaraan terkait takdir, melihat Allah, Al-
Qur'an, dan sunnah-sunnah lainnya adalah malruh terlarang, orang yang
melakukannya -meski perkataannya sesuai dengan sunnah- tidak termasuk
Ahlu Sunnah, sampai dia meninggalkan perdebatan dan menerima serta
mempercryai atsar. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk.
Kalam Allah tidak terpisah dari-Nya, dan tidak ada sesuatu pun dari-
Nya yang merupakan makhluk. Jauhilah orang yang mengada-ada dalam
hal ini, dan dia mengatakan pelafalan AI-Qur'an serta lainnya. Siapa yang
tidak memberikan penilaian padanya dengan mengatakan, "Aku tidak tahu
makhluk atau bukan makhluk?" Namun dia kalam Allah, maka dia ahli
bid'ah, seperti orang yang mengatakan, "Dia makhluk." Sesungguhnya
Al-Qur'an adalah kalam Allah dan bukan makhluk. Mengimani dapat
melihat Allah pada Hari Kiamat, sebagaiman a y{rgdiriwayatkan dari Nabi
dalam hadits-hadits shahih, dan bahwa Nabi telah melihat Tirhannya, hal
ini diriwayatkan dari Nabi dalam hadits shahih. Qatadah meriwayatkannya
dari Ikrimah dari IbnuAbbas, dan diriwayatkan oleh Hakam binAbban dari
Ilaimah dari Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh AIi bin Zaid dari Yusuf biin
Mahran dari IbnuAbbas. Hadits ini dimaknai menurut kami sesuai dengan
zhahirnya (tekstud), sebagaiman a yeng diungkap dari Nabi Muhammad,
membahasnya adalah bid'ah, akan tetapi kami mengimaninya sebagaimana
1 Hadia Abdullah bin Mas'ud terkait penciptaan air mani, mutafaq 'daihi.
488 lD aua* Islam Menurut Empat Madzhab
zhahirnya, kami tidak berdebat dengan seorang pun ddam hal ini. Dan
mengimani timbangan pada Hari Kiamat, sebagaiman a ytngdisampaikan:
:ti)u ,yqt l'; "t:t'o;j
"seorang hamba ditirnbang pada Hari Kiamat, maha jangan sarnpai
bobot tinbangannla (banya seberat) saldP nlarnuk." Amal-amal hamba
ditimbang, sebagaimana.y^nB diungkap dalam atsar, mengimani dan
membenarkannya, dan berpaling dari orang yang menolaknya, dan
meninggalkan perdebatan dengannya. Sesungguhnya Allah berbicara dengan
hamba pada Hari Kiamat, antara dia dengannya ddak ada penerjemah,
mengimaninya, membenarkannya, dan mengimani adalah telaga di surga,
dan bahwa Rasulullah ffi memiliki telaga pada Hari Kiamat yang didatangi
umat beliau, luasnya seperti panjangnya, sejauh jarak perjalanan satu bulan,
bejananya sebanyak bintang di langit, berdasarkan hadits-hadits shahih dari
beberapa sisi, mengimani adanya adzab kubur, dan bahwa umat ini diuji
di kubur mereka, ditanya tentang iman dan Islam, dan siapa Tuhannya?
Siapa nabinya? Dia didatangi Malaikat Munkar dan Nakir, bagaimana
pun yang dikehendaki Allah dan bagaimana pun yang diinginkan-Nya,
mengimaninya, membenarkannya, dan mengimani ryafaatNabi, dan kaum
yang keluar dari neraka setelah terbakar dan menjadi abu. Lalu mereka
disuruh ke sungai di depan pintu surga, sebagaimanayangdiungkap ddam
atsar, bagaimana pun yang dikehendaki Allah, dan sebagaimana yang Dia
kehendaki, sesungguhnya itu mengimaninya dan membenarkannya, dan
mengimani bahwa AI-Masih Dajjil keluar dan tertulis di antara kedua
matanya "kafir" dan juga mengimani hadits-hadits yang mengungkapnya,
mengimani bahwa itu terjadi, Isa turun lantas membunuhnya di pintu Ludd.
Iman adalah perkataan dan amal, bertambah dan berkurang, sebagaimana
yang diungkap dalam atsar:
"Muhrnin yang paling senpurna imannya adalah yng paling baih
akhhhnla." Dan keterangan:
*Siapd
yang mmingalhan shaht maha dia kafir. "Tidak ada amal yang
bila sebagian darinya ditinggalkan maka yang meninggalkan kafir, selain
daripada shalat. Siapa yang meninggalkan shalat maka dia kafir, Allah rclah
memperkenankan dia dibunuh. Yang terbaik di antara umat ini -setelah nabi
mereka- addah Abu Bakar fuh-Shiddiq, kemudian Umar bin Al-Khathab,
kemudian Utsman bin Affan, kami mendahulukan tiga sahabat tersebut
sebagaimana sahabat-sahabat Rasulullah 6 pun mendahulukan mereka,
mereka tidak berselisih dalam hal itu. Kemudian setelah tiga orang tersebut
addah orang-orangyangterlibat dalam musyawarah yang terdiri dari lima
orang; Ali bin Abi Thalib, Zubeir, Thalhah, Abdurrahman bin Au[, dan
Sa'ad bin Abi Vaqqash. Mereka semua layak menjadi khafiAh, dan mereka
semua adalah imam. Dalam hal ini kami berpandangan sebagaiman^y{rg
diungkap dalam hadits Ibnu Umar, "Kami menghitung-saat Rasulullah ffi
hidup dan sahabat-sahabat beliau pun melimpah- Abu Bakar, kemudian
Umar, kemudian tltsman, kemudian kami diam.
Kemudian setelah mereka yang terlibat dalam musyawarah addah
mereka yang terlibat dalam Perang Badar dari kaum Muhajirin, kemudian
mereka yang terlibat dalam Perang Badar dari kaum Anshar dari sahabat-
sahabat Rasulullah ffi, generasi pada masa saat beliau diutus di antara
mereka, setiap orang yang menyertai beliau setahun, atau sebulan, atau
sehari, atau sesaat, atau melihat beliau, maka dia termasuk sebagai sahabat
beliau, dia mendapatkan dari kesahabatan sesuai dengan kadar kesertaannya
dan yang mendahuluinya bersamanya, mendengar darinya dan melihatnya.
Tingkatan terendah kesahabatan di antara mereka adalah addah lebih utama
daripada generasi yang tidak melihat beliau, wdaupun mereka menghadap
Allah dengan segala amal, sebagaimana mereka yang menyertai Nabi dan
melihat beliau serta mendengar dari beliau.
Siapa yang melihat beliau dengan matanya dan mengimani beliau
walaupun sesaat maka dia lebih utama lantaran statusnya sebagai sahabat
beliau daripada generasi tabi'in, walaupun mereka melakukan semua
amal kebaikan, mendengar dan taat kepada para imam, dan Amirul
Mukminin, yang berbakti maupun yang durhaka yang memegang kekuasaan
pemerintahan, orang-orang sepakat mendukung dan meridhainya, siapa
yang menentang mereka dengan mengangkat pedang agar menjadi khalifah
490 tD eUa*, Islam Menurut Empat Ma&hab
dan disebut Amirul Mukminin, maka perang dengan Para Penguasa terus
berlangsung hingga Hari Kiamat, yang berbakti dan yang durhaka, tidak
dibiarkan. Pembagian harta fai' dan penerapan sanksi hukum tetap menjadi
wewenang para pemimpin.
Tidak ada seorang pun yang boleh mencederai mereka tidak pula
menentang mereka, zakat ditunaikan kepada mereka, boleh dan terlahsana,
siapa yang menunaikannya kepada mereka maka itu sudah sah, berbakti
maupun durhaka, shalat Jumat di belakangnya dan di belakang orang yang
berkuasa adalah boleh sepenuhnya dua rakaat, siapa yang mengulanginya,
maka dia ahli bid'ah yang mengabaikan atsar, bertentangan dengan sunnah.
Dia sama sekali tidak mendapatkan keutamaan Jumatnya, jika dia tidak
melihat shalat di belakang para imam, siapa pun mereka, yang berbakti
maupun yang durhaka, sunnahnya adalah shalat bersama mereka dua rakaat,
dan itu dianggap telah sempurna, jangan sampai di hatimu ada keraguan
terhadap itu.
Siapa yang menentang imam dari imam-imam umat Islam -padahal
umat telah mendukungnya dan mengakui pemerintahannya dengan suatu
bentuk ridha dan kemenangan- maka penentang ini telah mencederai
mandat umat Islam, bertentangan dengan atsar dari Rasulullah W. Jik^
penentang penguasa mati maka dia mati ddam kematian jahiliyah, tidak
boleh membunuh penguasa, tidak pula menentangnya oleh siapa pun,
siapa yang melakukan itu maka dia ahli bid'ah tidak berada dalam sunnah
dan tuntunan yang benar, memerangi pencuri dan penentang Penguasa
dibolehkan, jika mereka mengganggu jiwa dan harta orang, maka orang itu
boleh memerangi untuk membela diri dan hartanya, dan mempertahankan
jiwa dan hartanya dengan segda kemampuannya, namun jika mereka
telah meninggalkannya maka dia ddak boleh mencari mereka, tidak pula
menelisik jejak mereka, tidak seorang pun yang berwenang dalam hal ini
selain imam atau penguasa umat Islam, dia hanya boleh membela dirinya di
tempatnya itu, dan meniatkan dengan upayanya itu untuk ddak membunuh
seorang pun.
Jika fisiknya diserang saat dia membela dirinya ddam pergulatan,
maka semoga Allah menjauhkan yang terbunuh, dan jika orang ini terbunuh
pada saat itu ketika dia membela diri dan hartanya, maka aku berharap
Lampiran 2 $ 49r
dia mati syahid sebagaimanayang diungkap dalam hadits. Seluruh atsar
terkait hd ini hanya menyuruh memeranginya dan tidak menyuruh untuk
membunuhnya tidak pula menelisiknya, dan tidak menyerangnya jika
dia terkapar atau terluka. Jika dia menangkapnya sebagai tawanan maka
dia tidak boleh membunuhnya, tidak pula menjatuhkan sanksi hukum
kepadanya, akan tetapi melaporkannya kepada orang yang diberi wewenang
oleh Allah, lantas dia menetapkan hukumnya.
Kami tidak menyatakan pada seorang pun dari kalangan yang
sekiblat terkait suatu amal yang dilakukannya bahwa itu membuatnya
masuk surga, tidak pula menyatakan masuk neraka, kami mengharapkan
kebaikan, dan kami khawatir padanya, kami menentang orang yang
berbuat buruk dan berdosa, namun kami dia mendapatkan rahmat Allah.
Siapa yang menghadap Allah dengan dosa yang berakibat masuk neraka
namun dia bertobat tanpa mengulanginya lagi, maka Allah menerima
taubatnya. Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya, dan memaafkan
kesalahan. Dan siapa yang menghadap Allah sedang dia sudah menerima
sanlsi hukum di dunia atas dosa itu maka sanlsi itu merupakan kafaratnya,
sebagaimana yang diungkap ddam hadits dari Rasulullah 6. Siapa yang
menghadap Allah dalam keadaan terus berbuat dosa tanpa bertobat dari
dosa-dosa yang membuatnya layak dikenai hukuman, maka perkaranya
terserah pada Allah Jika mau maka Allah dapat menyiksanya, dan jika
mau makaAllah dapat mengampuninya. Dan siapa yang menghadap Allah
dalam keadaan kafir makaAllah menyiksanya, tidak mengampuninya, dan
rajam addah ketentuan yang dikenakan pada orang yang berzina padahal
dia sudah berkeluarga, jika dia mengakui atau ada buktinya. Rasulullah
6 pernah menjatuhkan hukuman rajam, dan para imam yang mendapat
petunjuk pun pernah menjatuhkan rajam. Siapa yang melecehkan seorang
pun dari sahabat-sahabat Rasulullah 6 atau membencinya lantaran suatu
pembicaraan darinya atau menyebutkan keburukan-keburukannya, maka
dia ahli bid'ah, hingga dia benar-benar menyayangi mereka semua, dan
hatinya jernih terhadap mereka.
Kemunafikan adalah kekafirin, ka6r kepada Allah dan menyembah
selain Dia, dan menunjukkan Islam saat kondisi terang-termgan, seperti
kaum munafik pada masa Rasulullah ffi. Sabda Rasulullah 6:
492 tD eUa*r Islam Menurut Empat Madzhab
.bc i +,f ,y ux
'Tiga halyangrnana tadapat dahm dii seseorang maha dia munaf.h.'
Ini disampaikan dalam bentuk penegasan yang keras, kami meriwayatkannya
sebagaimana adanya tanpa menafsirkannya. Sabda beliau:
4 ,.i\ fix JA ,t'rtr Ls,rx t';*'i I
Janganhh halian hembali nenjadi hafr sepeninggalha, yng saat di
AntarA halian rnenebas bher yng hin.'
Sabda lainnya:
.)6t e,I;Att,y,66W,9 , gttti1
Jiha dua orang muslim bentroh dengan pedang rnasing-masing naha
yng membunuh dan yang terbunuh di neraha.'
Beliau juga bersabda:
g irt:t'i;4-Jr Ju
'M encaci mus lim ada.hb h{ai han dan memeranginla adahh ke hafran. "
Dan sabda lainnya:
.Lj *i yar;t:. r;i ,js t-:j1\,io ;
"Siapa yang berhata hepada saadaranya; hai hafir maha iru hembali
pada salah saru dari heduanlu."
Beliau juga bersabda:
.is; itt:t ,,=i ,,iF i au. F
'IGf, hepada Alhh orang yoog trrt p^'d.ir; drri nasab,'*rrffr*
hecil.'Dan hadits-hadits lain yang seperti ini yang dinyatakan shahih
serta dihafal maka kami menerimanya, meskipun kami tidak mengetahui
tafsirnya, kami tidak membahasnya tidak pula memperdebatkannya, dan
kami tidak menafsirkan hadits-hadits ini kecuali seperti apa adanya, kami
l,ampiran 2 | 493
tidak menolaknya kecudi dengan yang lebih bagus darinya. Surga dan
neraka addah makhluk dan telah diciptakan, sebagaimana yang diungkap
dari Rasulullah
'Ahu memasuhi surga dan aku melihat istanA."
*Dan ahu nelihat (tekga) Al-I{ail.tsar.'
%hu mchngoh ke dahm neraha dan ahu pun tnelihat hebanyahan
penghaninla uAnitA."
'Dan ahu melongok he dahm neraha dan aha pun melihat begin; dan
brSrt r. "Siapa yang menyatakan bahwa surga dan neraka belum diciptakan
maka dia mendustakan Al-Qur'an, serta hadits-hadits Rasulullah 6, dan
aku kira dia tidak mengimani adanya surga dan neraka. Siapa di antara
kalangan sekiblat yang mati dengan bertauhid maka dia dishalatkan dan
dimohonkan ampunan baginya, isdghfar tidak dihindarkan darinya, dan
kami tidak meninggalkan untuk menshalatkannya lantaran dosa yang
dilakukannya baik dosa kecil maupun dosa besar, perkaranya diserahkan
kepada Allah
Muhammad bin Habib N-Andarani
Ada hal-hal yang dinukil dari imam kita.
Di antaranya risalah tentang sunnah, dia mengatakan, "Aku mendengar
Ahmad bin Hambal berkata, 'Sifat mukmin dari kdangan Ahlu Sunnah
wd Jamaah yang bersalsi bahwa tidak ada Tirhan selain Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya, mengakui semua yang disampaikan oleh para nabi
dan rasul, mengukuhkannya sebagaimana zhahirnya, tidak ragu dalam
imannya, tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan yang bertauhid
lantaran dosa, pasrah dalam perkara-perkara yang tidak diketahuinya
kepada Allah, menyerahkan urusannya kepada Allah, tidak memutuskan
lanmran dosa-dosa perlindungan dari sisi Allah. Dia mengetahui bahwa
segda sesuatu dengan qadha dan mkdir Allah, yang baik dan yang buruk
semuanya, berharap bagi yang berbuat baik di antara umat Muhammad,
mengkhawatirkan yang berbuat buruk di antara mereka, tidak menempatkan
seorang pun dari umat Muhammad di surga tidak pula neraka lantaran
kebaikan yang dilakukannya, tidak pula lantaran dosa yang diperbuatnya,
hingga Allah yang menempatkan makhluk-Nya di mana pun yang Dia
kehendaki.
Dia menyadari betul jasa generasi sdafyang dipilih oleh Allah untuk
menyertai Nabi-Nya, mendahulukan Abu Bakar, lJmar, dan Utsman, dan
mengetahui jasa AIi bin Abi Thalib, Thalhah, Zubeir, Abdurrahman bin
Au(, Sa'ad bin Abi'Waqqash, dan Sa'd bin 7-aid bin Amr bin Nufail atas
seluruh generasi sahabat, karena sembilan orang itu adalah yang bersama
Nabi itu di atas gunung Hira.
Nabi bersabda:
of*v;6t7 P,i
,^ . oi to. oi ,..-q{i )t ,i-La j e
L^ampiran 3 g 495
"Tinggalhh di Hira', lnflgrnenlertaimu hanla nabi ataa shiddiq aua
syahid." Nabi berinteraksi dengan mereka, mengerti kedudukan seluruh
sahabat Muhammad yang kecil maupun yang besar di antara mereka,
membicarakan keutamaan-keutamaan mereka dan menahan diri untuk
tidak berbicara tentang apa yang diperselisihkan di antara mereka, shalat
dua hari raya dan khauf serta jamaah bersama setiap penguasa yang baik
maupun yang durhaka, mengusap sepatu saat bepergian dan mukim,
meringkas shdat saat bepergian. Al-Qur'an adalah kalam Allah dan firman-
Nyayang diturunkan, bukan makhluk, iman adalah ucapan dan amal; bisa
bertambah dan berkurang. Jihad tetap berlaku sejak pengutusan Rasulullah
6 sampai kelompok terakhir yang memerangi Dajjal, tidak berpengaruh
pada mereka kelaliman orang yang sewenang-wenang, jud-beli dihalalkan
sampai Hari Kiamat, berdasarkan hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah,
takbir atas jenazah empat kali, doa bagi para imam umat Islam yang saleh,
jangan menentang mereka dengan pedangmu, jrngan turut berperang saat
terjadi fitnah, tetaplah berada di rumahmu, mengimani adzab kubur, iman
terhadap rdanya Malaikat Munkar dan Nakir, mengimani adtrya, telaga
dan syafaat, mengimani bahwa penghuni surga melihat Tirhan mereka,
Allah, mengimani bahwa orang-orangyang bertauhid keluar dari neraka
setelah mereka mengalami penyucian diri dengan adzrb, sebagaimana
yang diungkap dalam hadits-hadits terkait hal-hal ini dari Nabi 6,
kami mengimani pembenarannya, dan tidak membuat perumpamaan-
perumpamaan baginya. Inilah yang disepakati ulama di seluruh penjuru.tO
I ThabaqatAl-Hanabihh(11294).
496 tD aUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
Lampiran Keempat
Shadad bin Musarhid bin Musarbil Al-Bashri
Abdussalam Al-Anshari -dengan dibacakan- memberitahukan
kepada kami, Abu Fath bin Abu Fawaris memberitahukan kepada kami,
Ahmad memberitahukan kepada kami, Muhammad bin Ismail Al-Bukhari
memberitahukan kepada kami, Musaddad menyampaikan kepada kami,
Yahya menyampaikan kepada kami dari Ismail, Qais bin Abi Hazim
menyampaikan kepadaku dari Harir bin Abdullah, dia berkata, "Aku
berbaiat kepada Rasulullah 6 untuk menunaikan shalat, menunaikan zal<aL
dan berlaku tulus kepada setiap muslim."
Ali memberitahukan kepadakami dari Ibnu Baththah,Ali binAhmad
Al-Maqarri Al-Maraghi menyampaikan kepada kami -di Maraghah-
Muhammad bin Jdfar bin Muhammad As-Sundini menyampaikan kepada
kami, Ali bin Muhammad bin Musa Al-Hafizh -dikenal dengan nama
Ibnu Muaddil- menyampaikan kepada kami, Ahmad bin Muhammad
At-Thmimi ltz-Z*andi menyampaikan kepada kami dengan mengatakan:
ketika Musaddad bin Musarhid menghadapi masalah terkait fitnah dan
berbagai hal yang dialami umat berupa perselisihan di antara golongan-
golongan seperti Qadariyah, Ra6dhah, Mutazilah, masalah Al-Qur'an
makhluk, dan Murjiah, dia menulis surat kepadaAhmad bin Hambd yang
isinya: "Tirliskan sunnah Rasulullah 6 untukku." Begitu menerimasuratnya,
Ahmad bin Hambal menangis dan mengucapkan, "Sesungguhnya kita
milik Allah dan sesungguhnya kita kembali kepada-Nya. Orang Bashrah
ini menduga bahwa dia telah mengeluarkan biaya yang banyak untuk ilmu
namun dia masih belum mengerti sunnah Rasulullah ffi. Ahmad bin Hambal
pun menulis surat kepadanya:
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Segala
puji bagi Allah yang menetapkan di setiap masa ada orang-orang berilmu
Lampiran 4 $ 4Y/
yang menyerukan dari kesesatan kepada petunjuk, mencegahnya dari
keterpurukan, menghidupkan orang-orang mati dengan Kitab Allah, dan
dengan sunnah Rasulullah mereka menghidupkan orang-orang bodoh
dan terpuruk. Berapa banyak orang terbunuh lantaran iblis yang mereka
hidupkan, dan berapa banyak orang sesat kebingungan yang mereka bimbing
untuk mengikuti petunjuk. Betapa bagus jasa mereka bagi manusia. Mereka
menjaga agama Allah agar terhindar dari penyimpangan orang-orangyan9
ekstrim dan pelecehan orang-orang yang lalai serta takrvil orang-orangy{rg
sesat, yang memancangkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan kendali
fitnah, mereka mengatakan terhadap Allah dan tentangAllah -Mahatinggi
Allah setinggi-tingginya dari apa yang dikatakan orang-orang zhalim- serta
tentang Kitab-Nya tanpa ilmu. Kami berlindung kepada Allah dari setiap
6tnah yang menyesatkan, Allah sampaikan shalawat kepada Muhammad.
Arnrna baAu, semoea Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kami dan
kalian pada apa yang disukai-Nya, dan menjauhkan kami juga kdian dari
apayangdimurkai-Nya, serta memberikan kemampuan kepada kami dan
kalian untuk berbuat sebagaimana amal orang-orang yang arif kepada-Nya,
takut kepada-Ny", sesungguhnya Dialah yang diminta untuk itu.
Aku berwasiat kepada kdian juga diriku sendiri untuk bertakwa
kepadaAllah Yang Mahaagung serta senantiasa menerapkan sunnah. Kalian
telah mengetahui apa yang menimpa orang yang menentang sunnah, dan
apa datang kepada orang yang mengikuti sunnah. Disampaikan kepada
kami dari Nabi bahwa beliau bersabda:
"SesunguhnyaAllah benar-benar memasuhhan hamba he surga karena
sunnab yang dipegangnya dzngan teguh."Beliru memerintahkan kalian untuk
tidak mengutamakan sesuatu pun atas Al-Qur'an, karena dia kalam Allah,
dan yang dibicarakan oleh Allah bukanlah makhluk, dan yang diberitakan-
Nya tentang umat-umat terdahulu bukan makhluk, dan yang terdapat dalam
Al-t^auh Al-Mahfuzh, dan yang terdapat ddam mushaf-mushafserta bacaan
manusia dan bagaimana pun dibaca, dan bagaimana pun dinyatakan sifatnya
sesungguhnya. dia kalam Allah bukan makhluk. Siapa yang mengatakan
Al-Qur'an makhluk, maka dia kafir kepadaAllah Yang Mahaagung. Siapa
yang ddak mengkafirkannya maka dia pun kafir. Kemudian setelah Kitab
Allah adalah sunnah Nabi dan hadits dari beliau, dari sahabat-sahabat Nab
yang mendapat petunjuk, membenarkan aptytngdisampaikan oleh para
rasul, mengikuti tuntunan keselamatan, yaitu yang dinukil oleh ulama yang
terkemuka dari yang terkemuka, waspadailah pendapat J"h*, karena dia
adalah ahli kalam dan ra'yu serta menyukai permusuhan.
Kalangan ulama yang kami temui sepakat mengatakan, sesung-
guhnyaJahmiyah terpecah dalam tiga golongan; satu kalangan dari mereka
mengatakan; AI-Qur'an kalam Allah dan dia makhluk. Kalangan lain
mengatakan; Al-Qur'an kalam Allah, lantas diam. Yaitu golongan Al-
'\tr7aqifah Al-Mal'unah. Dan satu kalangan lagi dari mereka mengatakan;
lafalJafal kita saat mengucapkan Al-Qur'an adalah makhluk. Namun
mereka semua adalah penganut Jahmiyah yang kafir. Mereka diminta
untuk bertaubat. Jika bertaubat, maka mereka diterima. Namun jika tidak
bertaubat, maka mereka dihukum mati.
Kalangan ulama yang kami temui sepakat bahwa orang yang
mengatakan ini jika tidak bertobat maka tidak ada pernikahan baginya,
tidak boleh memberikan keputusan, sembelihannya tidak dimakan. Iman
adalah uczrpan dan amal yang bertambah dan berkurang, pertambahan
iman jika engkau berbuat baik, dan berkurangnya iman jika engkau berbuat
buruk. Orang dapat keluar dari iman kepada Islam, namun tidak ada
yang mengeluarkannya dari Islam sama sekdi kecuali syirik kepada Allah
Yang Mahaagung, atau lantaran menolak satu kewajiban dari kewajiban-
kewajiban Allah karena mengingkarinya. Namun jika dia meninggalkannya
lantaran mdas atau meremehkan maka dia tergantung pada kehendak
Allah, jika mau menyilaanya maka Allah dapat melakukannya. Dan jika
mau memaafkannya, maka Allah dapat melakukannya.
Adapun Mu'tazilah; kalangan ulama yang kami temu sepakat
bahwa mereka mengkafirkan lantaran dosa. Siapa di antara mereka yang
berpandangan demikian maka dia telah menyatakan bahwaAdam ka6r, dan
saudara-saudara Yusuf saat mendustakan ayah mereka, maka mereka kafir.
Mutazilah sepakat bahwa siapa yang mencuri satu biji maka dia kafir, dalam
lafal lain di neraka, istrinya dipisahkan darinya, dan memulai kembali ibadah
hajinya jika menunaikan ibadah haji. Merekayang mengatakan pernyataan
Lampiran 4 $ 499
ini kafir, dan hukuman bagi mereka adalah tidak boleh diajak bicara, tidak
ada pernikahan di antara mereka, sembelihan mereka tidak dimakan, dan
kesaksian mereka tidak diterima.
Sedangkan Rafidhah; kdangan ulama yang kami temu sepakat bahwa
mereka mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih utama daripada Abu
Bakarfuh-Shiddiq, dan bahwa keislamanAli lebih dulu daripada keislaman
Abu Bakar. Namun siapa yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih
utama daripada Abu Bakar maka dia telah menyanggah Al-Qur'an dan
sunnah, berdasarkan firman Allah: "Muhamrnad adahh utusdn Alhh, dzn
oranf ordng yang b ersama dengan dia. " (N-F*hz 29) .
Allah mendahulukan Abu Bakar setelah Nabi dan tidak menda-
hulukan Ali. Nabi bersabda, "seandainya ahu rnengambil hhalil (hehasih)
niscalra ahu menjadihan Abu Bahar sebagai khalll, ahan tetapi Alkh tehh
nenjadihan sahabat halian - mahsudnya dirl bel;au sendiri - sebagai hbalil
dan tidzh ada nabi setehhhu."/ Siapa yang menyatakan bahwa keislaman
Ali lebih dulu daripada keislaman Abu Bakar maka dia bohong, karena
orang pertama yang masuk Islam adalah Abdullah bin Utsman budak
yang dimerdekakan Ibnu Abi Quhafah, saat itu dia berusia 35 tahun,
sedangkan AIi saat itu berusia 7 tahun, belum berlaku padanya berbagai
hukum, ketentuan, dan kewajiban. Kami mempercayai qadha dan qadar
yang baiknya maupun yang buruhy", yang manisnya mauPun yang
pahitnya, dan bahwaAllah menciptakan surga sebelum makhluk (manusia),
dan menciptakan penghuninya, serta kenikmatan yang abadi. Siapa yang
menyatakan bahwa ada sesuatu dari surga yang sirna maka dia kafir. Dan
Dia menciptakan neraka sebelum menciptakan makhluk, serta menciptakan
penghuninya, serta adztbnya yang abadi. Penghuni surga melihat Tuhan
mereka bukan mustahil, dan bahwa Allah mengeluarkan orang-orang dari
neraka lantaran syafaat Muhammad,dan bahwa Allah benar-benar berbicara
dengan Musa, menjadikan Ibrahim sebagai khalil. Timbangan adatah benar
dan para nabi adalah benar, juga Isa putra Maryam utusan dan kalimat-Nya,
mengimani adanya telaga di surga dan syafaat, mengimani Malaikat Munkar
dan Nakir, dan adzab kubur, mengimani mdaikat maut yang mencabut
I HR Muslim dalam bab keuramaan-keutamaan generasi sahabat. Demikian pula Bukhari dengan ada
perbedaan sedikit pada lafal.
500 6 eUa*r Islam Menurut Empat Madzhab
nya\Ma, kemudian mengembalikan ke jasad di dalam kubur, lalu mereka
ditanya tentang iman dan tauhid. Mengimani adanya tiupan terompet,
terompet itu berupa tanduk yang ditiup oleh Malaikat Israfil, dan bahwa
makamyang ada di Madinah addah makam Muhammad besemaAbu Bakar
dan Umar. Hati hamba-hamba berada di antara dua jari dari iari-iari Allah.
Dajjal tidak mustahil akan keluar di antara umat ini, dan Isa putra Maryam
turun lantas membunuh Dajjal di pintu Ludd. Syubhat yang dipungkiri
oleh ulama adalah mungkar, dan waspadailah bid'ah seluruhnya. Tidak ada
mata yang melihat orang yang lebih baik setelah Nabi daripada Abu Bakar
fuh-Shiddiq, tidak pula setelah Abu Bakar ada mata yang melihat sosok
yang lebih baik daripada Umar, tidak pula setelah Umar ada mata yang
melihat sosok yang lebih baik daripada [.Jtsman, dan tidak pula ada mata
yang melihat sosok yang lebih baik setelah Utsman bin Affan daripada Ali
bin Abi Thalib -Allah meridhai mereka. Ahmad mengatakan, "Demi Allah
merekalah para khalifah yang mendapat petunjuk, dan kami bersaksi bahwa
sepuluh generasi sahabat dijamin masuk surga, mereka adalah Abu Bala,
Umar, LJtsman, Ali, Thalhah, Zubair,Sad, Said, Abdurrahman bin Auf Az-
Zthri, dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Siapa yang dinyatakan oleh Nabi bahwa
dia dijamin masuk surga, maka kami pun menyatakan bahwa dia dijamin
masuk surga. Mengangkat kedua tangan dalam shalat adalah tambahan
dalam kebaikan, dan memperdengarkan amin saat imam mengucapkan
wahdh-dhallin, menshalatkan siapa yang mati di antara umat sekiblat ini
dan perhitungan amal mereka pada Allah, keluar bersama setiap imam
dalam perang dan haji, shdat di belakang mereka shalat Jumat dan dua
hari raya, menahan diri dari pembicaraan tentang keburukan-keburukan
generasi sahabat Rasulullah i6, berbicaralah tentang keutamaan-keutamaan
mereka dan tahan dirilah dari apa yang diperselisihkan di antara mereka,
j"rga, bermusyawarah dengan seorang pun dari kalangan ahli bid'ah tentang
agamamu, jangan menyertainya dalam bepergianmu, tidak ada pernikahan
kecudi dengan wali, mempelai lakiJaki, dan dua orang salci adil, mut'ah
haram sampai Hari Kiamat, siapa yang menjatuhkan tdak tiga dalam satu
lafal maka dia tidak mengerti, dan istrinya haram baginya, serta tidak halal
baginya selamanya hingga istri yang ditalak tersebut menikah dengan
suami lainnya, takbir terhadap jenaz,ah empat kali, jika dia bertakbir lima
kali maka bertakbirlah bersamanya. Ibnu Mas'ud berkata, "Bertakbirlah
Lampiran 4 $ 50r
sebagaimana imammu bertakbir." Ahmad mengatakan, "fuy-Sya6'i tidak
sependapat denganku dan berkata, 'Jik" dia menambah lebih dari empat
takbir maka dia mesti mengulang shalat. dia menyampaikan hujahnya
kepadaku bahwa Nabi menyalatkan Najasyi dengan bertakbir padanya
empat takbir." Mengusap sepatu bagi musafir tiga hari dua malam, dan bagi
orang yang mukim satu hari siang dan malam. Jika engkau masuk masjid
maka jangan duduk hingga engkau menunaikan shalat dua rakaat shalat
tahiyatul masjid, witir satu rakaat, iqamah sendiri-sendiri.
Cintailah Ahlu Sunnah apa adanya. Semoga Allah mewafatkan
kami dan kdian dalam sunnah dan jamaah, dan mudah-mudahan Allah
menganugerahkan kepada kami dan kalian peneladanan terhadap ilmu, sefta
memberi kami dan kalian taufik pada apa yang disukai dan diridhai-Nya.