Barangsiapa menempuh suatu ialanyang dengannya ia
menai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."
Allah @ berfirman,
"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-
hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir [35]: 28).
Yar,g pertama kali disampaikan kepada Rasulullah $
adalah wahyu Allah kepadanya mengenai ilmu:
" Baalah dengan (mayebu| nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan qolam (pena)- Dia
mengajarkan kepada manusia aPa yang tidak dikebhuinya-" (Qs.
Al Alaq [96]: 1-5).
Al Arasy (Singglasana Allah)
" Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan
UanS Huq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi
dosamu." (Qs. Muhammad l47l: 19)
Allah & jrgu berfirman,
"Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah
ilmu pengetahuan'."(Qs. Thaahaa [20]: 114).
Kehidupan bahagia di dalam kehidupan dunia dan akhirat
tidak akan diraih kecuali dengan ilmu yang bermanfaat.
Karena ifu, pendidikan adalah fujuan terbesar bagi pendiri
Kerajaan Arab Saudi, Sang Raja Abdul Azrz g, dan anak-anaknya,
serta begifu juga yang setelahnya. Maka di masa pelayan kedua
tanah suci nan mulia -mentri pertama di kementrian pendidikan-,
perjalanan pendidikan mencapai tingkat yang tinggi, pendidikan
tinggi pun berkembang pesat dan universitas-universitas juga
meningkat. Di antara universitas-universitas besar ini adalah
Universitas Islam di Al Madinah An-Nabawiyah. Universitas ini
merupakan menara nan tinggi, yang berorientasi untuk menjadi
salah satu lembaga keilmuan dan peradaban, png bergerak di atas
pefunjuk syariat Islam, dan melaksanakan politik pendidikan
dengan memperbanyak pendidikan tingg dan riset tinggi,
membangkitkan penelitian ilmiah dan melakukan kegiatan
penulisan, penerjemahan dan penerbitan, serta melayani
masyarakat dalam bidang-bidang kekhususannya.
Dari sini, dekan penelitian ilmiph di universitas,
menyertakan aktifitas penerbitan penelitian-penelitian ilmiyah di
dalam tugas-fugasnya, yang mencerminkan salah safu poin penting
&a">r;S)
Al Arasy (Singg;asana Allah)
-
di antara poin-poin misi universitas, yaitu membangkitkan
penelitian ilmiah dan melaksanakan kegiatan penulisan,
penerjemahan dan penerbitan.
Di antaranya adalah kitab Al Arty, karya Abu Abdullah
Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, yang dikaji dan
ditahqiq oleh Dr. Muhammad bin Khalifah bin Ali At-Tamimi-
Semoga Allah memberikan manfaat melalui itu, dan kami
memohon kepada Allah S, agar menganugerahi kita ilmu yang
bermanfaat dan amal yang shalih. Semoga shalawat serta salam
dan keberkahan, dilimpahkan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya,
Muhammad bin Abdullah, dan juga kepada keluarga dan para
sahabatnya, serta yang mengikuti jejak langkah mereka dengan
kebaikan hingga hari berbangkit.
Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya,
memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampun
kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
jiwa kami dan dari keburukan pertuatan kami. Barangsiapa
ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan
siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat
menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain
Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya-
"Hai omngiorang yang beiman, bertakwalah kepada Nlah
sebenar-benar talotra kepada-Nya; dan ianganlah sel<ali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam-" (Qs. Aali 'lmraan
[3]: 102).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
"Hai sel<alian manusia, bertals,rnlah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari dirt Snng satu, dan daipdanya Allah
menciptakan istinya; dan daipada keduanya Allah
memperkembang biakkan taki-laki dan perempuan tnng banyak.
Dan bertakontah kepada Atlah yang dengan (mempergwakan)
nama-Nya kamu saling meminb safu sama lain, dan (pefiharalah)
hubungan silafurahmi. sesungguhnya Allah selalu meniaga dan
mengaumsi kamu." (Qs. An-Nisaa' [4]: 1).
)'
"Hai omng-omng yang beiman, bertakunlah kamu kepada
Attah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaSn Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosadosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-N3m,
mal<a saungguhnya ia telah mendapt kemenangan yang besar."
(Qs. Al Ahzaab [33]: 7G71).
Arnma ba'd
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
Sesungguhnya sebenar-benamya perkataan adalah
perkataan Allah, sebaik-baiknya pefunjuk adalah petunjuk
Muhammad #, du., seburuk-buruknya perkara adalah hal-hal yang
diada-adakan. Dan sesungguhnya setiap hal yang diada-adakan
adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan' Wa ba'd
Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah akidah golongan
tersisa yang mendapat pertolongan, sebagaimana yang dikabarkan
Rasulullah ,#, y*g mana beliau bersaMa,
ttlkdn tetap ada sqolongan dari umatku tnng tetap teguh
di ahs kebenamn hngga Hari Kiatnat"l
selamat, yang mengenainya
-
"Kaum Yahudi terpecah menjadi tuiuh puluh safu
kaum Nashrani terpecah meniadi tuiuh puluh dua
dan urnat ini akan terpecah meniadi tuiuh puluh tiga
golongan Wng kesemuanym di neraka keatali satu." Ditanya,
"Siapa ifu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab , li J+ ,* oC J
A);bf , i;t * (t " Yurg benda di atas seperti apa wng aku dan
pn sahabatku sekarang benda di atasn5a."z
Ciri mereka sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi S,
bahwa mereka di atas apa yang Nabi $ dan para sahabatrya
berada di atasnya. Itulah ciri yang membedakan akidah
Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak terdapat pada selain mereka.
Jadi akidah mereka diwamai oleh pokok-pokoknya yang menjadi
sandaran segala masalah dalam ilmu ini.
Al Qur'anul Karim yang merupkaan tali Allah yang kokoh,
yang tidak didatangi kebathilan bagi dari depan maupun dari
belakangnya, adalah pokok pertama dari pokok-pokok
2 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud l5/4lno. 4596 (4597); At-Tirmi&i
(5/25-26 (no.264O (26471; Ibnu Maiah (2/132 (no- 3991-3993); Ahmad 12/332
(3/L2Ol, 745 (4/120\; Al Hakim di dalam N Musbdmk ll/128, dan ia berkata,
"shahih menurut syarat Muslim." dan 2/4801, dan ia berkata, "Sanadnya
stmhih."\; Ad-Darimi (2/158 (no.252ll; Ath-Thabarani di dalam Al Kabir(8/321,
no. 8035 18/327 (no. 8051); (8/178 (no. 759, 10/271-272 (no- 211); 1272);,
dan di dalam Ash-Shaghir (l/2241i Al Aiulri di dalam Ast-Si;ari'ah (1/304-315
(no.21-291; hnu Abi Ashim di dalam As-sunrrah (L/32-351; Al-lalika'i di dalam
Slarh Ushut Al I'tiqad (1/100-102); Ath-Thabari (27/2391 lbnu Baththah di
dalam At lhnah (7/367-175 (no. 263-275); Abu Ya'la di ddam Musnadnya
l6/340-3ill2 (no. 3668); hnu Hibban di dalam Shahihnta(8/48 (no. 5214); Ibnu
Abi sgnibah di dalam Al Musharunf(lsl3o8 (no. 19738); Al Marwazi di dalam
As-SunnahhaL lS (19).
Syaik*rul Islam hnu Taimiyah berkata mengenaiq;a, "ltu hadits shahih lagi
masyhur." l.jh. Al Masail(2/831 dan Al Fatawa(3/345L
AsySyathibi sangat menyoroti di dalam Al I'tislwn Dicantumkan juga oleh
Ibnu Katsir di dalam Tafsimya (7/3901; dan dicanhrmkan juga oleh syaikh Al
Albani di dalam,4s-Silsikh,4slrShahilnh (3/ 480L
-
Al Arasy (Sintgasana Allah)
Ahlussunnah wal Jama'ah. Pokok kedua adalah As-Sunnah An-
Nabawigyah Ash-Shahihah yang valid dari Rasulullah S. Karena
Allah telah mewajibkan atas manusia unhrk mengikuti Rasul-
Nya # dan meniru sunnahnya. Allah S berfirman,
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa gng bagimu maka tinggalkanlah." (Qs. Al
Hasyr [59]: 7)
Allah & jrgu berfirman,
'
"Saungguhnya telah ada pada Hin) Rasulullah itu suri
teladan
'mng
baik bagimu." (Qs. Al Ahzaab [33]: 21).
Ahlussunah wal Jama'ah, pedoman mereka adalah AI Kitab
dan As-Sunnah. "Berbeda dengan ahli bid'ah dan perpecahan,
karena sandaran mereka secara batin bukan Al Qur'an dan As-
Sunnah, tapi di atas dasar-dasar yang diada-adakan oleh para guru
mereka yang dijadikan sandaran dalam tauhid, sifat-sifat, takdir,
iman kepada Rasul dan sebagainya. Kemudian apa yang mereka
kira disepakati Al Qur'an, maka mereka berhujjah dengannya, dan
apa yang menyelisihinya maka mereka menakpilkannya. Karena
itu anda dapati mereka ketika berhujjah dengan Al Qur'an dan Al
Hadits, tidak memperdulikan konotasi pendalilanngn, dan tidak
meneliti apa yang terdapat di dalam Al Qur'an dari makna ifu,
dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menyelisihi mereka, maka
mereka langsung menal$.rilkannya sebagaimana kecepatan orang
yang bermaksud menolaknya dengan cara apa pun yang
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
memungkinkan. Jadi maksud mereka bukan memahami maksud
Allah dan maksud Rasul-Nya, tapi mendebat yang berseberangan
dengannya dari berhujjah dengannya. "3
Ahlussunnah wal Jama'ah, pokok-pokok mereka yang
menjadi sandaran mereka adalah Al Kitab dan As-Sunnah, dan
maksud mereka adalah mengikuti syariat Allah yang disyariatkan-
Nya melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad #.
Imam AsySyafi'i *s berkata, "Aku beriman kepada apa-
apa yang datang dari Allah, dan apa-apa yang datang dari
Rasulullah,$ sesuai maksud Rasulullah."4
Karena ifu, pemahaman mereka tidak berdiri sendiri, akan
tetapi dalam memahami pokok-pokok itu mereka bersandar
kepada apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi $, yang hidup
di masa turunnyra wahw, dan mengetahui maksud Allah dan
maksud Rasul-Nya $. Ini ciri kedua- Karena pokok-pokok
Ahlussunnah adalah sama, yaitu Al Kitab dan As-Sunnah, maka
demikian juga para imam Ahlussunnah, yaifu para salaf shalih dari
kalangan sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin, maka ilmu dan
pemahaman mereka itulah yang mereka anut, dan dari perkataan
mereka itulah mereka berpendapat.
Imam Ahmad &, berkata, "Pokok-pokok As-Sunnah
menunrt kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dianut
oleh para sahabat Rasulullah,#, d* mengikuti mereka dalam
meninggalkan bid'ah-bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan,
serta tidak berdebat dan bergaul dengan para penurut hawa nafsu,
dan meninggalkan percekcokan, pertikaian dan perdebatan dalam
masalah agama.
3 Majmu'Al Fabsn (13l58-59h, dengan penyrntingan.
4 Majmu'AlFabom14/21.
10 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
As-Sunnah menumt kami adalah atsar-atsar Rasulullah $-
As-Sunnah adalah tafsir Al Qur'an, dan As-Sunnah adalah dalil-
dalil Al Qur'an. Di dalam As-sunnah tidak ada qiyas, dan tidak
disandingkan dengan pemmpamaan-pemmpamaan, serta tidak
dapat dijangkau dengan akal dan kecenderungan, akan tetapi As-
Sunnah adalah mengikuti dan meninggalkan kecendemngan."s
Jadi perkara-perkara agama ini dikembalikan kepada
sandaran yang bersambung kepada Nabi $. Karena itu,
Ahlussunnah memiliki sandaran yang bersambung. Dan karena ifu
dikatakan kepada para ahli bid'ah, "lnilah pokok-pokok kami, dan
sanad-sanad kami merujuk kepada Nabi 6S." L-alu merujuk kepada
apa pokok-pokok para ahli bid'ah?
Dari logika ini, maka memperhatikan riwayat yang ma'tsur
dari pada pendahulu umat adalah salah satu ciri yang menonjol di
kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Karena ifu, karangan-
karangan mereka dipenuhi dengan riwayat-riwayat ma'tsur dari
perkataan Allah, perkataan Rasul-Nya #, dut ucapan para salaf
dari kalangan sahabat, tabiin serta orang-orang yang berjalan di
atas manhaj mereka, mengikuti jalan mereka dan menempuh cara
mereka.
Adalah hak bagi setiap Ahlussunnah unfuk bangga dengan
apa yang diwariskan oleh para ulama sunnah yang berupa warisan
peninggalan agung yang berisi manhaj Ahlul Huq, dan
mengandung ucapan para ulama dan para imam yang
menjelaskan jalan petunjuk, melindungi dan membela akidah yang
benar, agar tetap bersih lagi jemih sebagaimana ketika Nabi $
meninggalkannya untuk kita.
s Swh [Jshul I'tiqad Ahlis Sunnah, karya Al-lalika'i (1/156).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
ll
Para imam panutan ifu dibenarkan oleh apa yang
digambarkan oleh Al Imam Ahmad & Ta'ala, yang mana ia
berkata, "segala puji bagi Allah yang menjadikan di setiap masa
jeda tidak adanya para rasul, sisa-sisa dari para ahli ilmu, yang
menyeru orang yang sesat kepada pefunjuk, yang bersabar atas
penderitaan dari mereka, yang menghidupkan yang telah mati
hatinya dengan Kitabullah, dan membuat mereka yang buta dapat
melihat dengan cahaya Allah. Betapa banyak korban iblis yang
telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang sesat lagr
menyimpang yang telah mereka funjuki. Sungguh betapa baiknya
dampak mereka terhadap manusia, namun betapa buruknya
balasan manusia terhadap mereka. Mereka hilangkan dari
Kitabullah perubahan yang dilakukan orang-orang yang berlebihan,
mereka nafikan penyesatan orang-orang yang menyimpangkan,
dan mereka nafikan takwilnya omng-orang iahil, lnng
rnengibarkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan ikatan-ikatan
fitnah. Maka mereka berselisih mengenai Al Kitab lagi menyelisihi
Al Kitab, mereka mma-sama sepakat meninggalkan Al Kitab,
mengatakan terhadap Allah, mengenai Allah dan mengenai
Kitabullah, membicarakan firman-firrnan yang mutasyabih, dan
memperdayai golongan manusia yang jahil dengan apa-apa yang
samar terhadap mereka. Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-
fihah mereka lnng menyesatkan."5
Para imam ifu telah melindungi telaga-telaga agama ini, dan
melindungi jalan Allah yang lurus, serta meninggalkan unhrk kita
peninggalan agung yang di dalamnya mereka telah menuliskan
dengan pena mereka manhaj haq yang lums, dan membatalkan
syrbhat-syubhat golongan syetan yang terkufuk.
6 Ar-Radd ala Az-hnadiqah tn Al Jahnit4nh (hal. 52, di dalam ulasan
akidah para salaf.
12 - Al Arasy (Singgasana Allah)
Maka dari ihr, sudah selayaknya peninggalan itu dirawat,
dikeluarkan dari lemari-lemari perpustakaan dan tempat-tempat
penyimpanan manuskripmanuskrip.
Di antara pemnggalan salaf unfuk kata yang layak
diperhatikan adalah kitab yang masih tersimpan di dalam
manuskrip dalam masa yang cukup lama, yaitu kitab Al Arcy,
karya Imam Adz-Dzahabi. Sebuah kitab berharga pada masalah
ini, di dalamnya pengarang menghimpun puluhan nash dan atsar
yang menjelaskan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai
suatu masalah di antara masalah-masalah besar dalam
mentauhidl<an asma wa sifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah),
yaitu masalah penetapan tingginya Allah di atas para makhluk-
Nya, dan istiwa:nya Allah di atas ArsyNya.
Saya terdorong untuk memelihara kitab ini dan
mengeluarkannya karena mengandung materi ilmiah penting
dalam masalah ini, dan sebagai tambahan kepada manhaj salafi
yang ditempuh oleh imam ini dalam mengakui kebenaran dan
menetapkannya.
Saya telah berusaha mengeluarkan kitab ini dalam benhrk
yang sebaik-baiknya dan penampilan yang menarik. Unfuk itu saya
menempuh metode ilmiah dalam mentahqiq nashnya dan
ketepatannya, serta men-bkhij hadits-hadits dan atsar-atar-nya,
dan biografi para tokoh yang disebutkan di dalamnya, dan juga
menjelaskan kalimat-kalimat gharibnya, serta membuatkan daftar-
daftar klasifikasi kandungannya.
Melihat pentingnya kitab ini dan topik bahasannya, maka
saya berkhidmat untuk kitab ini dengan kajian tematik png
berisikan hal-hal berilart:
Bagian pertama: Kajian tematik
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 13
Bab pertama: pendapat-pendapat manusia mengenai
nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah
mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.
Pembahasan kedua, Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah
mengenai natna-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal kedua' Pendapat-pendapat mutaththilah (golongan
yang meniadakan; mengingkari) tentang nama-nama dan sifat-sifat
Allah.
Pembahasan pertama: Pengertian mutaththilah.
Pengantar.
Topik pertama: Para filosof.
Topik kedua' Para teolog (ahli kalam).
Pembahasan keduar Tingkatan-tingkatan ta'thil (peniadaan;
pengingkaran) mereka.
Topik pertama: Tingkatan-tingkatan ta'thil dalam masalah
narna-nama dan sifat-sifat secara umum.
Topik kedua: Tingkatan-tingkatan ta'thil mereka dalam
masalah Al Asma' Al Husna (nama-nama Allah yang paling baik).
Topik ketiga: Tingkatan-tingkatan b'thil mereka dalam
masalah sifat-sifat Allah &.
Pasal ketiga: MusSnbbihah(golongan yang menyerupakan)
Pernbahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.
Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.
14 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan
istiwa'.
Pasal pertama: pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi.
Pembahasan pedama: Pendapat Ahlussunnah t*al Jama'ah
dan yang menyepakati mereka.
Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi
mereka.
Pasal kedua: Pendapatrpendapat mengenai sifal istium'.
Pembahasan pertama: Madzhab salaf mengerar istiura'.
Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi
mereka.
Golongan pertama: Menafikan istiow'.
Golongan kedua: Pendapat bfiilidh (menyerahkan kepada
Allah).
Golongan ketiga: Pendapat musyabbihah.
Pasal ketiga: Masalah-masalah yang terkait dengan
ketinggian dan istiwa'.
Pembahasan pertama: Apakah Arsy kosong dari-Np ketika
turun-N3a.
Pembahasan keduar Masalah-masalah batas dan
persentuhan.
Topik pertama: Hukum lafazh-lafazh global.
Topik kedua: Masalah batas.
Topik ketiga: masalah persenh.rhan.
Bab ketiga: Definisi Arsy.
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 15
Pembahasan pertama: Makna bahasa untuk kata Arsy.
Pembahasan keduat Ma&hab-madzhab dalam
mendeftnisikan Ars7.
Pasal kedua: Dalildalil yang menetapkan Arsy dari Al Kitab
dan As-Sunnah.
Pembahasan pertama: Dalildalil Al Qur'an yang
menetapkan Arsy.
Pembahasan kedua: Dalildalil dari As-Sunnah yang
menetapkan Ars!,.
Pasal ketiga: Sifat Arsy dan kekhususan-kekhususannya.
Pembahasan pertama: Penciptaan Arsy dan keadaannya-
Pembahasan kedua: TemPat Arslr-
Pembahasan ketiga: Kekhususan-kekhususan Arsy-
Pasal keempat: Pembicaraan mengenai para pemangku
'Aray dan Kursi.
Pembahasan pertama: Pembicaraan mengenai para
pemanglm Arsy.
Pembahasan kedua: Pembicaraan mengenai Kursi.
Bagian keduar Pengenalan pengatang dan kitabnya-
Pasal pertama: Pengenalan pengarang-
Pertama: Nama dan julukannYa-
Kedua: Asalnya.
Ketiga: NasabnYa.
Keempat: Kelahirannp.
16 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Kelima: Keluarganya.
Keenam: Perkembangannya dalam menuntut ilmu.
Ketujuh: Perjalanan-perjalanannya (dalam menunttrt ilmu).
Kedelapan: Guru-gurunya.
Kesembilan: Status keilmuannya dan pujian ulama
terhadapnya.
Kesepuluh: Akidahnya.
Kesebelas : Kamngan-karangannya.
Kedua belas: Murid-muridnya.
Ketiga trelas: Wafatqn.
Pasal kedua: Pengenalan kitabnya.
Pertama: Judul kitab.
Kdua: Kepastian penisbatan kitab ini kepada sang
pengarcmg.
Ketiga: Pe6edaan antara lstab Al,4rcydan kitab Al Uluwur.
Keempat: Sumber*umber l<tab Al r4rcy.
Kelima: Metode pengataqt dalam kitab ini.
Keenam: Urgensi iudul dan ldtab ini.
Ketuluh: lGjian naskah tr.disan tangan.
Kedelapan: Yang sap lakukan pada kitab ini.
Selanjutryra, inilah usaha sederhana yang saya
persembahkan ke hadapan pembaca yang mulia, yang dalam hal
ini saya telah mengerahkan segala daya upaya dan kemampuan
saya, maka apa yang benar di dalamnya, maka segala puji bagi
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 17
Allah atas petunjuk-Nya, dan itu adalah dari fadhilah dan
anugerah-Nya, sedangkan kebodohan, ketergelinciran atau
kesalahan di dalamnya, maka saya memohon ampun kepada Allah
dari segala dosa dan kesalahan.
Saya memohon maaf kepada pembaca yang mulia bila
menemukan kekurangan di dalam pekerjaan saya ini. Ini hanyalah
upaya manusia, maka saya harap dari setiap yang menemukan
kesalahan atau kekurangan, agar segera menyampaikan nasihat
kepada saya, dan unfuk itu saya sampaikan terima kasih, semoga
anda mendapatkan ganjaran pahala.
Hanya kepada Allah saya memohon agar memberikan
manfaat dari perbuatan ini dan memberkahinya, serta
menjadikannya amal shalih yang ikhlas unhrk wajah-Nya. Penutup
doa kami adalah, bahwa segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam-
18 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
BAGI,AN KAJI.AN
Bagian Pertama
Kajian Tematik
Terdiri dari tiga bab:
Bab pertama: Pendapat-pendapat manusia mengenai
nama-narna dan sifat-sifat Allah.
Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan
istiwa'.
Bab ketiga: Arsy dan hal-hal5nng terkait dengannya.
Bab Pertama:
Pendapat-pendapat manusia mengenai natna-nama dan
sifat-sifat Allah.
Terdiri dari tiga pasalt
Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah
mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Al Arasy(SinggasanaAllah)
- 19
Pasal kedua: Pendapat-pendapat Mu'athithilah mengenai
narna-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal ketiga: Pendapat-pendapat musSnbbihah mengenai
nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal pertama:
Ke,yakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-
nama dan sifat-sifat Allah.
Terdiri dari dua pembahasan:
Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.
Pembahasan keduat Kq/akinan Ahlussunnah ural Jama'ah
mengenai narna-narna dan sifat-sifat Allah.
20 - Al Arasy (Singgasana Allah)
PEMBAHASAN PERTAMA: DEFINISI
AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH
Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama'ah adalah:
Para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan orang-orang yang
menempuh jalan mereka, dan meniti manhaj mereka, dari
kalangan para imam petunjuk, dan yang mengikuti mereka dari
seluruh kalangan umat-
Dengan pengertian ini, maka keluarlah setiap golongan
bid'ah para pengikut hawa nafsu.
As-Sunnah di sini adalah kebalikan dari bid'ah, dan al
jama'ah di sini adalah kebalikan dari perpecahan.
Diriwayatkan dari hnu Abbas @ dalam menafsirkan firman
Allah &, t*i i,;*ft er.': |# ?7 " pud, han 5nns di waktu itu
ada muka Wng putih berceri, dan ada pula muka tnng hitam
mumnf'(Qs. Aali 'lmraan [3], 106), ia berkata, "Wajah-wajah para
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 21
Ahlussunnah menjadi putih, sedangkan wajah-wajah para ahli
bid'ah dan perpecahan menjadi hitam."7
Perlu dikemukakan di sini, bahwa kita mengetahui bahwa
ulama menggunakan ungkapan ini untuk dua makna.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, .[-afazh
Ahlussunnah dimaksudkan:
1. Orang yang menetapkan khilafah para khalifah yang
tiga. Maka dalam hal ini semua golongan tercakup kecuali
Rafidhah.s
2. Terlodang juga malsudqn adalah ahli hadits dan
sunnah secara khusus, sehingga tidak mencakup kecuali orang
]rang menetapkan sifat-sifat bagi Allah 8t, dan mengatakan,
'Ses,ngguhn3n Al Q''an bukan makhluk, dan bahwa Alrah akan
dapat dilihat di akhirat,' menetapkan adan5a takdir, dan pokok-
pokok lainnya png diketahui oleh pam ahli hadits dan sunnah."9
Yung kami maksud dengan ungkapan "Ahlussunnah,,
adalah makna kdua png disebutkan oleh $nikhul Islam lbnu
Tairni!,ah. Demikian ifu, karena Ahlussunnah mempunyai pokok-
pokok ket akinan Srang mereka sepakati dan mereka nash-kan di
dalam kitabhtab k€A/akinan png dikenal.
7 Tbfsir tbal lhmrll/gg0l.
8 qnimU Islam berkata, "Tidak lagi (bahua mereka -golongan
Rafidhah- (adalah kelompok ahli bid'ah 5nng paling iauh dari Al Kitab dan As-
smnah. Karena itu mereka dikenal di kalangan urnurn (sebagai kelompok lang
menplisihi As-srnnah. Maka mayoritas rnast/amlot urnurn tidak mengaahui
kebalilon dari golongan sunni kecuali Rafidhah. Bila seseorang berkata] ,.Aku
serrang sunni.' Maka artinya: Aku bukan rafidhi (bukan penganut Rafidhah)."
{ulajmu' Al Fa bwa 13/ 3561 -
9 Minhai As-snmh l2/2211i (terbitan universitas Ar Irnam Muhammad bin
Sa'ud.
22 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Ahlussunnah mempunyai banyak sebutan, di antaran5a:
Ahlus Hadits, Al Firqah An-Najiyah (golongan yang selamatl, N
Jama'ah, dan lain{ain.
Kaidah-kaidah manhaj Ahlussunnah bisa disimpulkan dalam
poin-poin berikut:
Pertama: Berpedoman dengan nash-nash Al Kitab dan As-
Sunnah dan memahami makna-maknanya.
Kedua: Membatasi ifu dengan riwayat-riwayat ma'tsurdai
para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin dalam makna-makna Al
Qur'an dan Al Hadits. Yaitu dengan:
A. Ijtihad dalam membedakan yang shahilnya dari yang
tidaknya.
B. Ijtihad dalam berhenti pada makna-maknanya dan
memahaminya.lo
Ketiga: Mengamalkan ifu dan konsisten di atasnya sebagai
keyakinan, pemikiran, sikap dan perkataan, dan jauh dari segala
yang menyelisihinya dan bertentangan dengannya.
Keempat: Menyeru kepada itu dengan lisan dan perilaku.
Maka dari itu, barangsiapa menerapkan kaidah-kaidah ini
dalam berkeyakinan dan perbuatan, maka ia di atas manhaj
Ahlussunnah, insya Allah.
70 Balnn Fadhl llm As-Salaf ala Al Khalat ka4n hnu Raiab (hal. 15G152h
Ushul I'tiqad,4hlis Sunnah, karya Al-Lalika'i (1/9-10).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
23
PEMBAFI,ASAN KEDUA: KEYAKINAN
AHLUSSUNNAH WAL JAY6'AH
MENGENAI NAMA.NAMA DAN SIFAT.
SIFAT ALIAH
Kq/akinan Atrlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-
nama dan sifat-sifat Allah berdiri di atas dasar iman kepada semua
yang terdapat di dalam nash-nash Al Qur'an dan As-sunnah yang
shahih, dengan penetapan dan penafian. Maka dengan begitu
mereka:
(1) Menamai Allah dengan apa-apa frang Allah menamai
diri-\n di dalam KitabNSn, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa
menambahi ifu dan tanpa menguangrrya.
(2) Menetapkan sifat-sifat bagi A[ah & dan menyifati-Nya
dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya di dalam Kitab-
Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa Ahifl, tanpa ta'thil2,
serta tanpa bl<yifs, dan tanpa tamtsil.La
11 U-r€r s@ata bahasa adalah j*.#ri ';;At (penggantian; perubahan).
Sedangkan Liiri€t dalam masalah nar.-narna dan sifat*ifat adalah merubah
24 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
(3) Mereka menafikan (meniadakan) dari Allah apa yang
Allah nafikan dari diri-Nya di dalam Kitab-Nya, atau melalui lisan
Rasul-Nya, Muhammad #, disertai keyakinan bahwa Allah disifati
dengan kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan itu.
Ahlussunnah dalam masalah ini menempuh manhaj Al
Qur'an dan As-Sunnah yang shahih, sehingga setiap nama atau
sifat bagi Allah & yutg disebutkan di dalam Al Kitab dan As-
Sunnah yang shahih, maka itu diterima penetapannya sehingga
dengan begitu wajib menetapkannya.
Yang dimaksud dengan penafian adalah menafikan dari
Allah S segala yang bertentangan dengan kesempumaan-Nya,
dari berbagai macam aib dan kekurangan, disertai wajibnya
meyakini tetapnya kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan
itu.
Imam Ahmad berkata, "Allah tidak disifati kecuali dengan
apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya atau yang disifatkan oleh
lafazh{afazh nash nama-nama dan sifat-sifat atau makna-maknanya dari yang
dimaksudkan Allah.
rz Wr secam bahasa diambilkan dari jkir yang artinyn ':$r1 !r:;\5'jhl,
kosong; hampa; meninggalkan). Sedangkan.plSr dalam masalah nama-nama dan
sifat-sifat adalah menafikan (meniadakan) narnuHrinra dan sifat-sifat Allah atau
sebagiannya.
13 l,r=,33r secara bahasa adalah menetapkan sesuatu dalam suahr benhfi
tertentu yang diketahui. Sedangkan Ui33r dalam masalah nama-narnzr dan sifat-
sifat adalah membicarakan esensi dan bentuk sifat-siht ynng Allah tetapkan bagi
diri-Nya.
t+ j;Fr secara bahasa berasal dari jgir png artinya '#$ th (bandingan;
tandingan). Sedangkan .1$3r dalam masalah narn-nanra dan siht-sifat adalah
meyakini sifat-sifat Sang Pencipta bahwa itu seperti silatsilat makhluk.
Silakan merujuk makna-makna lahzh-lafuzh yang kami sehrtkan ini di dalam
kitab kami (Mu'taqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Tauhid N,4sma' wa ,4sh-Shifat
(hal.70-81).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
25
Rasul-Nya S kepada-Nya. Kami tidak melampaui Al Qur'an dan
As-Sunnah."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jalan para
pendahulu umat dan para imamnya, bahwa mereka menyifati
Allah dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya, dan dengan
apa yang disifatkan Rasul-Nya $ kepada-Nya, tanpa tahrif
(merubah; mengganti), tanpa ta'thil (meniadakan), tanpa tafuif
(mem-bagaimana-kan) dan tanpa tamtsil (menyerupakan). Yaifu
penetapan tanpa menyempakan, dan mensucikan-Nya tanpa
meniadakan. Penetapan sifat-sifat dan meniadakan penyempaan
dengan para makhluk.
Allah {S berfirman,
r"<r$ -16;4
" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia." (Qs.
Asy-Syt ruraa I42l: tl).
Firman Allah, i":rS -rt5;.1 " Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Dia' (Qs. Asy-Sgruuraa l42l: 11!. ini adalah
sanggahan penyerupaan. Sedangkan Jrj$'d$i '.Ks " dun Diu-
lah Yang Maha Mendengar laqi Maha Melihat' (Qs. Asfsyuuraa
1421: Ltl ini adalah sanggahan peniadaan.
Pendapat mereka mengenai sifat-sifat bertopang pada dua
pokok:
Pertama, Allah S suci dari sifat-sifat kekurangan secara
mutlak, seperti menganfuk, tidur, lemah, jahil dan sebagainya.
26 - Al Arasy (Singgasana Allah)
Kedua, menyandang sifat-sifat kesempurnaan yang tidak
ada kekurangan padanya, yang secara khusus merupakan sifat-
sifat bagi-Nya. Maka dari itu, tidak ada sesuatu pun dari para
makhluk yang menyerupai-Nya dalam sesuatu pun dari sifat-sifat
ifu."15
Dari sini bisa disimpulkan ringkasan keyakinan
Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-nama Allah dalam
poin-poin berikut:
1. Mengimani penetapan narna-nama yang terbaik (Al
Asma' Al Husna) yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-
Sunnah, tanpa menambahi dan tanpa mengurangi.
2. Mengimani bahwa Allah-lah yang menamai diri-Nya, dan
tidak seorang pun dari para makhluk-Nya yang menamai-Nya.
Maka dari ifu, Allah &lah yang berbicara tentang nama-nama ini,
dan nama-nama-Nya itu dari-Nya, bukan hal baru yang diciptakan
seperti yang dinyatakan oleh golongan Jahmiyah, Mu'tazilah,
Kilabiyah, asyairah dan Maturidiyah.
3. Mengimani bahwa nama-nama ini menunjukkan kepada
makna-makna di puncak kesempumaan. Jadi itu dalam figur{igur
dan sifat-sifat, tapi tidak seperti figur{igur kaku yang tidak
diletakkan dengan berdasarkan makna-maknanya seperti yang
dinyatakan oleh golongan Mu'tazilah.
4. Menghormati makna-makna nama-nama tersebut, dan
menjaga kehormatan yang dimilikinya pada sisi ini, serta tidak
menentang makna-makna tersebut dengan merubah/mengganti
dan meniadakan sebagaimana sikap para ahli kalam (teolog).
rs Mnhaj As-Sunnah (2/523).
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 27
5. Mengimani apa yang ditunfut oleh nama-nama tersebut
yang berupa hukum-hukum sebagai dampak-dampak dan
implikasi-implikasi dari nama-nama tersebut. 15
Selain ihr, bisa disimpulkan juga ringkasan keyakinan
Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai sifat-sifat Allah dalam poin-
poin berikut:
1. Menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah fr secara hakiki
dengan bentuk yang layak bagi-Nya, dan tidak diperlakukan
dengan penaftan (peniadaan) dan pengingkaran.
2. Tidak melampaui namanya yang khusus dengan itu,
yang dengan-Nya Allah menamainya, bahkan menghormati nama
sebagaimana menghormati sifat, sehingga tidak meniadakan sifat
serta tidak merubah namanya dan menggantinya dengan nama
lain.
- Seperti golongan Jahmiyah yang meniadakan, menyebut:
mendengar-Nya, melihat-Nya, berkuasa-Nya, hidup-Nya dan
berbicara-Nya: dengart a'radh (yang tidak tetap, yang tidak berdiri
sendiri).
- Mereka menyebut wajah-Nya, tangan-Nya dan kaki-
Nya &, sebagai anggota badan dan bagian. Dan menyebut
hikmah-Nya dan inti perbuatan-Nya yang berupa permintaan
(perintah atau larangan) sebagai sebab dan a'radh.
- Mereka menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang berdiri
sendiri sebagai hal-hal yang baru.
- Mereka menyebut ketinggian-Nya di atas para makhluk-
Nya dan istiwa.Nya di atas Arsy-Nya sebagai pembatasan.
16 Uh. rincian masalah ini di dalarn kitab kami lMu'taqad Ahlis Sunnah wal
Jann'ah fi,4sma'illah Al Husna.
28 -
Al Arasy (Singg;asana Allah)
Mereka saling mewasiatkan makar besar ini unfuk menafikan apa
yang ditunjukkan oleh wahyu, akal dan fithrah, serta dampak-
dampak perbuatan dari sifat-sifat-Nya.
Dengan nama-nama ini, mereka dan nenek moyang
mereka berusaha menafikan sifat-sifat-Nya dan hakikat-hakikat
nama-nama-Nya.
3. Tidak menyerupakannya dengan apa yang ada pada
para makhluk. Karena Allah & tidak ada sesuatu pun yang senrpa
dengan-Nya, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada sifat-sifat-Nya dan
tidak pula para perbuatan-perbuatan-Nya.
4. Berpufus asa dari mengetahui esensi-Nya dan
bagaimana-Nya. Karena akal telah berpufus asa dari mengenali
esensi sifat dan bagaimananya. Karena tidak ada yang mengetahui
bagaimana Allah kecuali Allah. Inilah arti ucapan para salaf,
'r-t
'.i5 (tunpa mempertanyakan bagaimana wujud Allah), yakni tanpa
"bagaimana" yang dapat dicema oleh akal manusia, karena Dzat
yang tidak dapat diketahui hakikat-Nya dan esensi-Nya, bagaimana
bisa diketahui bagaimana ciri-ciri dan sifat-sifat-Nya? Namun hal ini
tidak menodai keimanan terhadapnya, dan mengetahui makna-
maknanya, karena tentang "bagaimananya" ifu hanya di balik
itu.17
5. Mengimani apa yang dituntut sifat-sifat ihr yang berupa
dampak-dampak dan hukum-hukum yang bertopang padanya.
Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-
nama dan sifat-sifat Allah telah di paparkan pada kajian pertama
dari rangkaian Dirasat fi Mabahits Tauhid Al Asma' wa Ash-
17 Madarii As-&tikin (3/358-359).
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 29
Shifat Karena itu, siapa yang ingin mendapatkan tambahan dan
keluasan, silakan merujuk kajian tersebut.
Pasal Kedua
Pendapat Golongan Mu'aththilah (Srang menafikan;
fidak memberlakukan) Nama-Narna dan Sifat-Sifat Allah
Dalam hal ini ada dua pembahasan:
Pernbahasan pertama: Defrnisi Mu bththilah
Pernbahasan kedua: Tingkatan-tingkatan h'thil
Pernbahasan pertama
Definisi Mu'aththilah
Dalam hal ini terdapat pengantar dan dua topik
Topik pertama: Ahli filsafat (filosof/filsufl
Topik kedua, Ahli kalam (teolog)
30 - Al Arasy (Singgasana Allah)
PENGANTAR
Golongan Mu'aththilah dalam masalah narna-nama dan sifat-sifat
terbagi menjadi beberapa kelompok:
Ahli filsafat
(filmf/filsufl
Ahli lolam (teolos)
Frlsatat
mumi
(seperti Al
Farab)
Filsalat
bathin
Jahmi
!,ah
Mu'tazil
ah
Kihbilra
h
AsV'afuah Maturidiph
Ratithah
Isrnaililph
(seperu
Ibnu Sina
dan
ll*rurart s
hshafa)
Shufi
Itthadiy
ah
Feperd
lbnu
Arabi
dan
hnu
Sab'in)
Mutaqad
dim
Muta'alil(
hb
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 3l
Aliran Ta'thil mereka tertagi menjadi:
Tingkat Ta'thil mereka terbagi menjadi:
Penjelasannya akan dipaparkan di dalam pembahasan ini.
Aliran Tabdil
(meng$nti rnakna-
malma)
Alinn Taihil tJahil
mengenii rnakna
rnaknanlra)
Ahan
asurnsi dan
inlaiin6l
(para
fflGo0
Aliran mecubah dan
tal$ril (AhS tal$,il)
Golo,ngan yatrg
nreqntakan batrwa
yarU dlnuftgd adalalt
nrenydisihi apa yang di
tunfukkan olelt
dnhimya, dan
mernfilon ilmrpng
dirnaksd itu dari apa
prqsdahAlhh (aliran
kedua di lolangan
A+,'af6rat0
Gobngan yarE
metlratakan
mernberlahion
zhahimlp, namun
ttdak ada gnng
mengetahui
Ufutiluqn
kdraliAllah
FebagAan lrang
benfnlhsi
kepada pan
irnam yang
ernpaQ
Cotongan
Mubththihlt
el<str€rn @ng
m€nginglod
s€rnua ndna
&nsifaO
Golongan !EIIg
nrenctad<an narna-narra
dan mernffkan semn
silat (rnseka adalah
Mu'tazilali, Ralidhah
hnarnitxah Zaidilrah, dan
tUadttph dat Xhaqratj)
Golongan yang
merrdapkan silat-silat
dzat dan nreraftkan silab
sttat ildzOyatllph
(Kilablrh, pan
p€rdahulu Asy'arilrat$
Golongan grang
menetapkan narna-nama
dan tuluh silat, yaitu
(hirfup, ilrnu, kuasa,
kehendak, merdengar,
melihat dan bicara).
(Mcreka adahh golongan
Asy'ariph Muta' akhkhir
dan Maturidilrah)
Crotonganlpng
rrcndustakan
bgi meralilon.
!ETIg
mengatalon
baf$aAn h
tdd(&ila6
d€ngdr
perrtapan dan
mcdole!ilran
penafian
(latunileh dan
lbruShal
Gotrngan
dilfu-tauaqflul,rrlrg
mengatakan batilra Alah
frdak dbifati dengan
penaapan dan tildak prh
dargan p€nafrart
(Aruffnt0
Golq€anlringm6a
bodoh lagi frdalt rnau
tatq yarq n*ngatalor\
"Kanti dam dali
keauarya(dOaai
pcluapandan
p€naftan).'(A1 l{ala,
Gol{Ean lttihalilnh,
yang mengatakan
penetapan umum dan
penafian umum
32 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Topik Pertama: Ahli Filsafat
Ahli filsafat 1i;-,''l,it) adalah sebutan jenis bagi yang
menyukai hikmah dan lebih cenderung dengan segala sesuatu yang
berbau hikmah.
Sebutan ini telah ada dalam pengetahuan manusia yang
disandangkan secara khusus kepada orang png keluar dari agama
para nabi, dan tidak bermadzhab kecuali dengan apa yang dapat
dicema akal menurut persepsinya.
Lebih khusus dari itu, bahwa dalam persepsi
Muta'akhkhirin, itu adalah sebutan bagi para pengikut fuistoteles,
dan mereka secara khusus adalah al mas5rSm 'un (Peripatetic),18
yaitu yang hnu Sina memumikan jalan mereka, membentangkan-
nya dan menetapkannya. Yaifu yang dikenalnla, bahkan udak
dikenal selainnya oleh golongan Muta'al'hLhirin dari kalangan
para ahli kalam (para teolog)."l9
Keimanan para filosof kepada Allah Yang Maha Suci lagi
Maha Tinggi hampir tidak melebihi keimanan terhadap
keberadaannya yang mutlak -yakni keberadaan-N/a di dalam
benak dan khayalan (imajinasi) tanpa hakikat-. Selain dari itu,
mereka hampir tidak pemah sepakat mengenai sesuafu.
Pembahasan tentang akidah di kalangan mereka termasuk hal
yang paling dungu dan paling merusak di anbra apa 3ang mereka
katakan.
l8 lfir adalah png banyak berialan. gtllir adalatr p€ndlon Aristotdes.
Disebut demikian, karena fuistoteles biasa mengajari muridrnr.uidnya sarnlril
berjalan. (Al Mu'jam Al Falsafr(3731.
re lghut"uh Al-I-ahfan 12 / 2571.
AlArasy(Sing;g;asanaAllah)
- 33
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun kefuhanan,
maka integritas mereka dalam hal ini lebih merusak daripada
integritas karakter. Dan umumnya perkataan mereka mengandung
asumsi-asumsi dusta, jauh dari berupa konsep-konsep yang
benar."2o
Rusaknya keyakinan para filosof mengenai Allah akan
tampak lebih banyak ketika kami memaparkan kepada anda
ucapan-ucapan mereka mengenai Dzat dan sifat-sifat Allah.
Para filosof menyandangkan kepada Allah sebutan "Wajibul
Wujud" wajib ada, dan mengesakan wajib adanya menurut mereka
cukup dengan membayangkan-Nya (mengimajinasikan-Nya) dalam
pengetahuan dasar dengan kerusakannya.
Jadi, tauhid menurut mereka memerlukan penanggalan
segala sifat kesempumaan yang lazim bagi-Nya dari-Nya, maka
Dia tidak memiliki hidup, mati, kekuasaan, perkataan dan sifat-sifat
lainnya. Sebagai gantinya mereka mengatakan, "sesungguhnya
Dia adalah berakal, obyek akal dan akal. Lezat, yang melezatkan
dan kelezatan. Yang berilmu, yang diilmui, dan ilmu." Mereka
menjadikan semua itu sebagai hal-hal ketiadaan.
Yang mendorong mereka kepada hal itu adalah pemyataan
mereka bahwa berbilangnya sifat-sifat mengharuskan ketersusunan
(strukturisasi) pada Allah. Rusaknya pendapat ini sangat jelas.
Karena Allah menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat, dan Rasul-Nya
menyifati-Nya dengan ihr. Hal itu telah ditetapkan di dalam Al
Kitab dan As-Sunnah sebagai dalil naqli.
Sebagaimana juga akal mempersaksikan rusaknya
pendapat mereka, karena berbilangnya sifat, tidak dikatakan oleh
20 Ar-Radd ala Al Manthiqi2ryin(hal. I 14).
34 - Al Arasy (Singgasana Allah)
bahasa, syariat maupun akal yang sehat, bahwa itu menghamskan
bersusunnya hal yang disifati kecuali menurut para filosof.2l
Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah
pemyataan mereka, bahwa Allah tdak mengetahui iuz'i5ryt
(parsial). Menurut mereka, Dia tidak mengetahui hakikat Musa,
tidak pula Isa, dan tidak pula Muhamrnad 'alahimus shalafu was
salam, apalagi peristivOa-peristiwa yang ditufurkan Al Qur'an, dan
perkara-perkara para makhluk lainnya. Rusaknya perkataan ini
sangat jelas menurut dalil nadi dan iuga akal.
Dalil naqlinya adalah, Allah S berfirman,
i6 1$'i Jyli5;-{ #a6 is.;#
e #1;tits-L#3i e W'^6i";{5';s
# #e$yaJ,{'{,i;i;*i6g
"Dia memiliki ilmu gaib tnng frdak ada 5nng mangetahuinya
kecuali Dia. Dia mengetahui apa tang di daratan dan di lautan,
dan tiada sehelai daun pun tnng gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dakm
bumi dan tidak squafu tnng basah atau Snng kering,
melainkan tertulis dalam kiab 5nng nlmb (Iauh Mahfirzh)." (Qs. Al
An'aam [5]: 59).
Begitu juga akal menlnksikan rusaknya kq/akinan ini.
Bagaimana bisa Allah & uaak mengetahui perkara-perkara png
2r er-Radd ala Al Mankiqijryin(hal. 314).
AlArasy(SinttasanaAllah)
- 35
dijalankan-Nya dengan perintah-Nya dan diberlakukan-Nya dengan
ketentuan-Nya, serta diberitakan-Nya di dalam Kitab-Nya. 22
Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah apa
5nng mereka katakan mengenai kekuasaan Allah, yaitu bahwa
Allah adalah Pelalm secara tabiat, bukan karena keinginan sendiri.
Karena pelaku se@ra tabiat pertuatannln tertatas, sedangkan
pelaku dengan keinginan sendiri akan' beragam perbuatannya.
Mereka tidak tahu, bahwa dengan ini berarti mereka menganggap
manusia sebagai pelaku dengan keinginan sendiri lebih sempuma
daripada Allah sebagai pelaku se@ra tabiat karena terbatas
menurut persepsi mereka. Pendapat ini tertolak oleh lirman
Allah &:
ic;;{6-6i1",3,;
"Dan Tuhanmu menciptakan apa tmng Dia kehendaki dan
memilihryn." (Qs. Al Qashash [28]: 68).
Selain itu, pendapat ini iuga ditolak oleh logika, karena
Allah adalah pelaku yang paling sempurna, maka bagaimana bisa
menyerupakan pertuatan-Nya dengan perbuatan makhluk.
Para filosof konsisten dengan ihl, hingga mereka
menetapkan wajib ada, dan di samping mereka menetapkan ifu
bagi-Nya, namun menunrt mereka ihr adalah wujud mutlak, tidak
bersifat dan tidak berciri, serta tanpa perbuatan yang berdiri
sendiri, Dia tidak menciptakan langit dan bumi yang sebelumnya
tidak ada, Dia tidak memiliki kekuasaan atas suatu perbuatan, dan
tidak mengetahui sesuatu pun. Tidak diragukan lagi, bahwa yang
dianut oleh kaum musyrikin fuab dari golongan kafir Quraisy dan
22 tu-Radd ala Al Manthiqiwin(hal. 461).
36 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Iainnya adalah lebih ringan daripada ini. Karena para penyembah
berhala (kaum paganis) menetapkan Rabb sebagai pencipta, yang
berilmu, kuasa dan hidup, walaupun mereka mempersekutukan-
Nya (dengan selain-Nya) dalam ibadah (penyembahan)-
Jadi, rusaknya pendapat para filosof mengenai Allah tidak
tertandingi oleh kerusakan lainnya. Insya Allah nanti akan kami
kemukakan ucapan-ucapan mereka mengenai nalna-nama dan
sifat-sifat Allah.
Ini menumt mereka mengenai khabar iman kepada
Allah &.
"Adapun iman kepada malaikat, maka mereka itu tidak
mengakui malaikat, dan tidak beriman kepada mereka. Menurut
mereka, malaikat adalah yang diimajinasikan oleh Nabi, menurut
persepsi mereka, di dalam dirinya, dari sosok-sosok cahaya, dan
itu menurut mereka adalah akal. Dan ifu hampa, fidak di dalam
alam dan tidak pula di luar, tdak di atas langit dan tidak pula di
bawahnya, juga bukan sebagai sog:ok-sosok yang bergerak, tidak
naik, tidak furun, tidak mengatur sesuaht, tidak berbicara, tidak
mencatat perbuatan-perbuatan pat?t hamba, tidak memiliki
perasaan dan tidak memilih gerakan salna sekali, serta tidak
berpindah dari satu tempat ke ternpat lainnya, tidak berbaris di
hadapan Rabbnya, tidak shalat, tdak mempunyai peran sama
sekali di alam ini, sehingga tidak ada yang namanya malaikat yang
mencabut nyawa hamba, udak pula yang menuliskan rezekinya,
ajalnya dan perbuatannya, dan ada pula yang di sebelah kanan
maupun kiri. Semua ini menurut mereka tidak ada hakikatnya
sama sekali.
Sebagian mereka ada yang lebih dekat kepada Islam, yaitu
dengan mengatakan, 'Malaikat adalah kekuatan baik lagi utama
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 37
pada diri hamba, sedangkan syetan adalah kekuatan jahat lagi
buruk'. Demikian ini bila mereka mendekat kepada Islam dan
kepada para rasul.
Tentang kitab-kitab, menumt mereka, Allah tidak memiliki
perkataan yang diturunkan-Nya ke bumi dengan perantaraan
malaikat. Karena Dia tidak mengatakan sesuafu pun, tidak
berfirman, dan tidak ada kemampuan berbicara pada-Nya.
Sedangkan para filosof yang lebih dekat kepada Islam dan para
rasul, yaitu yang dinisbatkan kepada kaum muslimin, mengatakan,
'Kitab-kitab yang diturunkan itu adalah luapan yang meluap dari
akal yang mempengaruhi jiwa yang siap, berbudi luhur lagi suci,
lalu makna-makna itu pun terbayang dan terbentuk di dalam
jiwanya yang terasumsikan sebagai suara-suara yang berbicara
kepadanya. Bahkan boleh jadi asumsi itu menguat hingga
melihatrya sebagai benfuk-benfuk cahaya yang berbicara
kepadanya dan bisa juga hal itu menguat hingga terbayang oleh
sebagian yang hadir, sehingga mereka bisa melihatnya dan
mendengar pembicaraannya, namun tidak ada hakikatnya bagi
sesuafu dari itu di luamya.
Adapun para rasul dan para nabi, menurut mereka,
kenabian memiliki tiga kekhususan, siapa yang memilikinya secara
sempuma maka ia seorang nabi:
Pertama, kekuatan inhrisi (firasat; perasaan), dapat
mengetahui tapal batas tengah secara cepat.
Kedua, kekuatan imajinasi dan pengimajinasian, yaitu
mengimajinasikan di dalam dirinya bentuk-benfuk cahaya yang
berbicara kepadanya, mendengar perkataan darinya, dan
mengimajinasikannya kepada orang lain.
38 - Al Arasy (Singgasana Allah)
Ketiga, kekuatan mempengaruhi dengan sikap di alam
primer. Menurutnya, ini terjadi dengan mengosongkan jiwa dari
hubungan-hubungan dan mengaitkannya dengan hal-hal yang
terpisah, yang berupa akal dan jiwa yang kosong.
Kekhususan-kekhususan ini dicapai dengan upaya. Karena
itu, mengupayakan kenabian termasuk tasawwuf menurut
madzhab mereka, seperti Ibnu Sab'in, Ibnu Huud dan serupanya.
Kenabian menuntt mereka adalah perbuatan dan yang berbuat,
bahkan merupakan perbuatan yang paling mulia, seperti halnya
politik, bahkan itu merupakan politik umum. Banyak dari mereka
yang tidak meridhainya, dan mengatakan, 'Filsafat adalah kenabian
khusus, sedangkan kenabian adalah filsafat umum'.
Tentang iman kepada hari akhir, mereka tidak mengakui
akan pecahnya langit, berjatuhannya bintang-bintang dan kiamat
tubuh. Mereka juga tidak mengakui bahwa Allah telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan mengadakan
alam ini yang sebelumnya tidak ada.
Jadi menurut mereka, tidak ada permulaan dan tidak
tempat kembali, tidak ada pembuat, tidak ada kenabian, tidak ada
kitab-kitab yang dihrrunkan dari langit yang mana Allah berbicara
dengan ifu (memfirmankannya), dan tidak ada pula malaikat yang
turun membawakan wahyu dari Allah &.
Agama Yahudi dan Nashrani setelah terjadinya
penghapusan dan penggantian (perubahan) masih lebih baik
daripada agama mereka.
Cukuplah bagimu tentang kejahilan terhadap Allah &
beserta nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya, orang
yang mengatakan, bahwa seandainya Allah S mengetahui alam
wujud, maka niscaya Dia mengalami kepenatan dan kelelahan, lalu
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 39
disempumakan oleh yang lainnya. Cukuplah menjadi kenistaan
dan kesesatan serta kebutaan untuk berjalan di belakang mereka
dan berbaik sangka terhadap mereka, dan bahwa mereka adalah
orang-orang yang berakal. "23
Yang perlu diketahui, bahwa para filosof tidak mengimani
keberadaan Allah secara hakiki, tidak pula beriman kepada wahyu,
kenabian dan kerasulan. Dan mereka mengingkari segala yang
ghaib. Dasar-dasar filsafat semuanya bertopang pada dua
landasan, yaitu:
l-andasan pertama: Asal dalam ilmu adalah akal manusia,
dan menurut mereka, ifu adalah sumber ilmu.
landasan kedua: Ilmu ifu terbatas pada hal-hal yang dapat
dirasa dan disaksikan saja.
Berdasarkan landasan pertama, mereka membatalkan
wahyu, dan berdasarkan landasan kedua, mereka membatalkan
perkara-perkara ghaib, termasuk beriman kepada Allah dan hari
akhir.
Jadi, para filosof telah menyoroti masalah-masalah
keyakinan, dan mereka menyatakan, bahwa itu hanyalah ilusi dan
imajinasi yang tidak ada hakikatnya dan tidak ada wujudnya di luar
(di alam nyata). Sehingga Allah tidak benar-benar adanya, tidak
pula kenabian secara hakiki, tidak pula malaikat, tidak pula neraka
dan surga, dan tidak pula pembangkitan kembali.
23 lsha tsah Al-l-ah fan (2 / 261 -262).
40
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
Topik Kedua: Ahli Kalam (Teolog)
Ahli kalam tidak jauh beda dengan para filosof dalam
beberapa pokok-pokok keyakinan mereka, dan mengambil dari
mereka kaidah-kaidah rasionalisme dan metode-motede teologis,
serta terpengaruh oleh itu dalam porsi yang cukup besar. Dalam
masalah-masalah akidah (keyakinan), mereka menempuh teori
rasional menunrt batas asumsi mereka. Jadi, walaupun mereka
menyelisihi pendapat para filosof, bahwa hakikat-hakikat ini hanya
sekadar asumsi dan imajinasi, namun sama dengan mereka dalam
distorsi (memutar balikkan) banyak hakikat ghaib. Di dalam kitab-
kitab para ahli kalam (teolog) dengan beragam kelompok mereka,
tidak akan ditemukan pemyataan tentang masalah-masalah
keyakinan (akidah) sebagaimana yang disebutkan oleh nash-nash
yang shahih. Sebagai ganti kalimat "Allah @ berfirman" atau
"Rasulullah $ bersabda" atau "para sahabat berkata", adalah
Anda hanya menemukan dalam kitab-kitab mereka kalimat "orang-
orang utama berkata" atau "para cendekiawan berkata" atau "para
ahli hikmah berkata". Yang mereka maksudkan itu adalah para
filosof Yunani dari kalangan kaum paganis (para penyembah
berhala). Bagaimana bisa mereka meninggalkan firman Allah dan
sabda Rasul-Nya $, lalu mengambil perkataan orang yang tidak
mengenal Allah dan tidak beriman kepada Rasul-Nya?
Orang yang mengkaji kitab-kitab para ahli kalam akan
mengetahui besarnya mudharat (bahaya) yang ditimbulkan
terhadap umat muslim. Karena kitab-kitab itu menyebabkan
manusia terhalang dari pengetahuan yang benar tentang Allah,
Rasul-Nya dan agama-Nya, sedang sebagai gantinya adalah
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
41
ucapan-ucapan ta'thil (peniadaan sifat-sifat Allah), tajhil
(pembodohan) dan takhyil (imajinasi).
Ahli kalam itu tidak hanya satu golongan (varian) saja,
bahkan mereka itu banyak golongan. Mereka adalah:
1. Jahmiyah;
2. Mu'tazilah;
3. Kilabiyah;
4. Asyairah; dan
5. Maturidiyah.
Masing-masing dari kelima golongan ini mempunyai
pendapat dan pandangan tersendiri sesuai dengan syubhat logika
yang menjadi sandarannya.
Pertama: Golongan Jahmiyah
Mereka adalah para pengikut Jahm bin Shafiuan yang
mengambil pendapat ta'thil dan AI Ja'd bin Dirham ketika
berjumpa dengannya di Kufah.2a Al Jahm menyebarkan pendapat
ta'thil dan melebihi gurunya, Al Ja'd, dengan sangat berlebih
dalam penafian, dan banyak mempopulerkan ifu dan
menyenrkannya, karena ia seorang yang pandai berbicara dan
berdebat.
Di antara keyakinan-keyakinan mereka yang paling
menonjol adalah:
1. Mengingkari semua nama dan sifat, sebagaimana yang
nanti akan dijelaskan.
24 Mul<hashar Taril<h Dimas5q(6/5Ol; Al Bidayah(9/350).
42
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
2. Dalam bab keimanan, mereka adalah Murji'ah. Mereka
mengatakan, bahwa keimanan ifu cukup hanya dengan
pengetahuan hati. Inilah pendapat sekte Murji'ah yang
paling buruk.
3. Dalam masalah takdir, mereka adalah jabariyah. Mereka
mengingkari berkemampuannya hamba dalam memilih
perbuatannya sendiri.
4. Mengingkari bahwa kelak pada Hari Kiamat para makhluk
bisa melihat Allah.
5. Mereka mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.
6. Mereka mengatakan fananya surga dan neraka.
Dan keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang dikatakan
oleh golongan Jahmiyah.
Kedua: Mu'tazilah
Mereka adalah para pengikut Washil bin Atha' dan Amr
bin Ubaid. Mereka adalah kelompok besar yang dihimpun oleh
apa yang mereka sebut pokok-pokok yang lima, yaitu:
1. Tauhid, 2. Keadilan, 3. Janji dan ancaman, 4-
Kedudukan di antara dua kedudukan, dan 5. Amar ma'ntf dan
nahi munkar.
Pada hakikatnya, golongan Mu'tazilah menganut
perpaduan pendapat-pendapat bathil yang ada di masa itu, karena
golongan Mu'tazilah memadukan paham-paham Jahmiyah,
Qadariyah, Khawarij dan Rafidhah.
Mereka sama dengan golongan Jahmiyah dalam sebagian
pokok-pokok keyakinan mereka, yaitu sama dengan mereka dalam
Al Arasy (Sintgasana Allah)
- 43
mengingkari sifat-sifat, sehingga mereka menyatakan, bahwa Dzat
Allah tidak ada sifatnya dan tidak ada perbuatannya, sebagaimana
yang nanti akan dijelaskan. Mereka juga mengingkari bahwa kelak
pada Hari Kiamat Allah dapat dilihat. Mereka juga mengatakan,
bahwa Al Qur'an adalah makhluk, dan lain{ain.
Mereka sama dengan golongan Qadariyah dalam
mengingkari berkuasanya Allah terhadap perbuatan-perbuatan
hamba. Mu'tazilah mengambil paham dari mereka (Qadariyah),
bahwa para hamba menciptakan sendiri perbuatan-perbuatan
mereka.
Mereka sama dengan golongan Khawarij dalam masalah
keimanan, yaitu mereka mengatakan bahwa keimanan adalah
ucapan, keyakinan dan perbuatan, tidak bertambah dan tidak
berkurang. Dan bahwa bila sebagiannya hilang maka hilanglah
semuanla.
Berdasarkan ifu, mereka sama dengan Khawarij mengenai
masalah pelaku dosa besar, dimana Mu'tazilah mengatakan,
bahwa pelalru dosa besar berada di suafu kedudukan di antara dua
kedudukan di dunia. Tapi mereka sepaham dengan Khawarij yang
berpendapat, bahwa pelaku dosa besar di akhirat akan kekal
selamalamanya di neraka.
Mereka juga mengambil pandangan Khawarij dalam amar
ma'ruf nahi mungkar.
Mereka sama dengan golongan Rafidhah dalam hal
menohok para sahabat Nabi $, karena di antara perkataan
Washil bin Atha mengenai orang-orang yang ikut dalam perang
Shiffin, "Ses,rngguhnya keduanya (kedua belah pihak) adalah fasik
fidak secara pasti." Ucapannya mengenai Ali & dan
Muawiyah &, "Seandainya keduanya datang kehadapanku unfuk
44 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
bersaksi mengenai seikat sa! ran, maka aku tidak akan menerima
kesaksian mereka." Sedangkan golongan Mu'tazilah yang
belakangan lebih dekat kepada paham Syi'ah-
Syait<hul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Para pendahulu
Syi',ah menyelisihi Mu'tazilah mengenai itu (yakni masalah-masalah
sifat dan takdir), sedangkan kaum Muta'akhkhir mereka dari masa
Bani Buwaih dan sempanya dari awal-awal abad keempat dan
serupanya, maka sesungguhnya di antara mereka ada yang
menyepakati Mu'tazilah dalam hal tauhid dan keadilan mereka.
Mu'tazilah adalah gum mereka hingga muncul di dalam perkataan
Ibnu An-Nu'man Al Mufid dan dua sahabahya, Abu Ja'far Ath-
Thusi yang diberi gelar Al Murtadha (yang diridhai) dan serupanya,
adalah dari perkataan Mu'tazilah. Saat itu di kalangan Mu'tazilah
ada yang cenderung kepada paham Syi'ah, baik dengan
menyamakan Ali dengan dua khalifah, atau mengutamakannya
atas dua khalifah, atau menohok Utsman, walaupun golongan
Mu'tazilah tidak berselisih mengenai kepemimpinan Abu Bakar
dan Umar. Sementara para pendahulu Mu'tazilah, seperti Amr bin
Ubaid dan kawan-kawannSn, mereka berpaling dari Ali, sampai-
sampai mereka berkata, 'seandainya ia dan salah seorang dari
anggota pasukannya memberikan suatu kesaksian, maka kami
tidak akan menerimanya. Karena salah satunya telah fasik tapi
tidak dapat ditentukan yang mananya'. Inilah yang dianut oleh
Muta'akhkhir Syi'ah dn Mu'tazilah, berteda dengan apa yang
dianut oleh para pemimpin dan para pendahulu kedua golongan
..t2\
% Naqdh Ta'sis Al Jahmgiyahll/*551.
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 45
Mereka juga mengambil dari golongan Syi'ah dan Rafidhah
sebagian besar pandangan-pandangan mereka yang khusus
mengenai imamah (kepemimpinan).
Berdasarkan ini, pemikiran-pemikiran Mu'tazilah adalah
perpaduan dari pandangan-pandangan berbagai kelompok yang
menyelisihi di masa mereka.
Pemikiran-pemikiran Mu'tazilah yang berlaku sekarang
adalah dari: Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, dan lbadhiyah, dan juga
golongan yang mereka sebut Al Aqlaniyyun (kaum rasionalis).
Ketiga: Mutakallimah As-Shi{faf (teolog sifat),
gnitu: Kilablnh, Asgrairah dan Maturidiyah.
1. Kilabiyah
Mereka adalah para pengikut Abu Muhammad Abdullah bin
Sa'id bin Kilab Al Qaththan25 (wafat tahun 2$ H).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Manusia sebelum
Abu Muhammad bin Kilab, ada dua golongan (yaitu)'
Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah yang menetapkan
semua yang berdiri dengan Allah ft& yung berupa sifat-sifat dan
perbuatan-perbutan yang dikehendaki-Nya dan kuasa atasnya; dan
Golongan Jahmiyah dari Mu'tazilah serta lainnya yang
mengingkari ini dan itu.
L-alu Ibnu Kilab menetapkan berlakunya sifat-sifat yang
lazim bagi-Nya, dan menafikan berlakunya perbuatan-perbuatan
dan lainnya yang berkaitan dengan kehendaknya dan kekuasaan-
26 Majmu' N Fabwa(5/555).
46 - AI Arasy (Singgasana Allah)
Nya. Hal ini disepakati oleh Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al
Hasan Al Asy'ari dan lain-lain.
Sedangkan Al Harits Al Muhasibi, tadinya ia bemfiliasi
kepada pendapat ibnu Kilab, dan karena itu Ahmad
memerintahkan untuk mengucilkann5ra, dan Ahmad pemah
memperingatkan mengenai hnu Kilab dan para pengilnrtnya-
Kernudian dikatakan mengenai Al Harits, bahvra ia menarik
kembali pendapafuiya. "27
Paham yang dimunculkan oleh hnu Kilab ini adalah Srang
kemudian dikenal dengan paham Mutakallimah Ash-Shifat[a;ah
(puh* kaum teolog sifat). Karena hnu Kilab, jalannya cendenrng
kepada ma&hab Ahlul Hadits dan Sr.rnnah, tapi di jalannya ada
benhrk bid'ah, karena ia menetapkan berlakunya sifat-sifiat pada
&at Allah, dan tidak menetapkan berlakunlp perkara-perkara
pilihan pada dzat-Nya.
Ia pemah berusaha keras dalam menlnnggah golongan
Jahmiyah28, tapi ia mendebat mereka dengan cara qlns png di
dalamnya membiarkan mereka menganut pokok-pokok lnng
mereka mmuskan, yaitu menolak berbicaranln Allah de.ngan
huruf, menolak berlakunya sifat-sifat pilihan pada &at-Np gang
terkait dengan kehendak dan kekuasaan-N5n dari apa png berupa
perbuatan, perkataan dan sebagainya.2g Setelah ifu ia menjadi
panutan dan imam bagi yang datang setelahnSn dari golongan ini,
yang menetapkan sifat-sifat dan menggugurkan penafiannya, tapi
sama dengan mereka dalam sebagian pokok-pokok rusak mereka
yang berdampak pada rusaknya sebagian apa yang mereka
27 Dar'u Ta'arudhi Al Aql wa An-Naql(2/ll.
% Maimu' Al Fatawa (12/3661.
2e Majmu' Al Fabwa (12/379).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
47
katakan dari segi logika, dan penyelisihannya terhadap Sunnah
Rasul."3o
Jadi, Ibnu Kilab memunculkan madzhab baru, yang di
dalamnya ia menyepakati para salaf, serta di dalamnya ada juga
yang menyepakati Mu'tazilah dan Jahmiyah. Dengan begitu ia
telah merintis madrasah ketiga, yaifu madrasah "Ash-Shifati5iyah"
yang dikenal dengan sebutan madzhab ibbat
(menetapkan/mengakui sifat-sifat), tapi di dalam perkataan mereka
terdapat sesuatu dari pokok-pokok paham Jahmiyah.3l
Paham ini dianut juga oleh Al Qalanisi, Al Asy'ari, Al
Muhasibi dan lain{ain. Mereka adalah para pendahulu Asy'ari dan
golongan Ary' ariyah terdahulu.
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad
bin Kilab adalah ustadz yang diikuti Al Asy'ari dalam pahamnya,
dan juga oleh imam-imam para sahabatnya, seperti Al Harits Al
Muhasibi, Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Sulaiman Ad-Dimasyqi
dan Abu Hatim Al Busti."32
Jadi, hnu Kilab adalah imamnya golongan Asy'ariyah
pertama, dan ifu banyak menyelisihi golongan Jahmiyah, dan lebih
dekat kepada salaf daripada Al Asy'ari.33
Tapi paham Al Kilabi ini mulai menjauh sedikit demi sedikit
dari manhaj salaf, lalu menjadi lebih dekat kepada paham
Mu'tazilah, yaitu melalui paham para parruarisnya dari kalangan
fuyairah.
3o Majmu' Al Fatawa (L2/3661.
3L Majmu' N Fabwa (12/2061.
32 Mnhaj As-gnnah 12/327I
33 Maimu' Al Fabwa ll2/202 l203l.
48 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Jadi Ibnu Kilab, sebagaimana yang telah kami kemukakan,
lebih dekat kepada salaf daripada Abu Al Hasan Al Asy'ari,
sedangkan Abu Al Hasan Al Asy'ari lebih dekat kepada salaf
daripada Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani. Dan Al Qadhi Abu
Bakar dan yang sempanya lebih dekat kepada salaf daripada Abu
Al Ma'ali Al Juwaini dan para pengikutnya.34
Karena itu, di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan
lainnya dari kalangan para filosof, terdapat apa yang tidak terdapat
di dalam perkataan Abu Al Ma'ali Al Juwaini dan kawan-
kawannya. Di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan Al Juwaini
dari kalangan madzhab yang menafikan, terdapat apa yang tidak
terdapat di dalam perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para
pendahulu para sahabatnya. Di dalam perkataan Abu Al Hasan Al
Asy'ari yang berupa penafian yang diambilnya dari golongan
Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat di dalam perkataan
Abu Muhammad bin l(lab yang mana Abu Al Hasan
mengambilnya untuk jalannya.
Di dalam perkataan hnu Kilab mengenai penafian yang di
dalamnya mendekati Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat
di dalam perkataan Ahlul Hadits, As-Sunnah, para salaf dan para
imam. Bila kekeliruan itu sejengkal, maka di kalangan para
pengikut menjadi sehasta, kemudian sedepa, hingga menjauh
sedemikian ilpd, sedangkan yang bahagia adalah yang menetapi
As-Sunnah.35
Golongan Kilabiyah telah lenyap sebagai safu golongan,
tapi pemikiran-pemikirannya dibawakan melalui golongan
Asy'ariyah. Karena Al Asy'ari dan para pendahulu sahabatnya
Y Majmu' Al Fatawa (12/2031.
3s Baghjat Al Murladtal. 4571.
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
49
memelihara pemikiran-pemikiran Kilabiyah dan menyebarkannya.
Dengan begitu madrasah Kilabiyah tercatat dalam sejarah sebagai
yang paling dahulu muncul di kalangan Asy'ariyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Kilabiyah
adalah para gumnya golongan Asy'ariyah. Karena Abu Al Hasan
Al Asy'ari hanya mengikuti paham Abu Muhammad bin Kilab,
sedangkan lbnu Kilab lebih dekat kepada salaf secara masa dan
paham. Abu Bakar bin Faurak (wafat tahun 406 H) telah
menghimpun perkataan Ibnu Kilab dan Al Asy'ari, lalu
menjelaskan kesamaan keduanya dalam masaalah-masalah
pokok."35
Jadi, Kilabiyah lebih dahulu muncul daripada Asy'ariyah
dan Maturidiyah. Golongan Kilabiyah muncul di pertengahan abad
ketiga, yaitu golongan Kilabiyah pertama setelah Jahmiyah dan
Mu'tazilah, karena Ibnu Kilab meninggal pada tahun243 H, dan di
permulaan abad keempat hijriyah, muncul sisa-sisa golongan ahli
kalam (para teolog), yaitu golongan Asy'ariyah yang berafiliasi
kepada Abu Al Hasan Al Asy'ari yang wafat pada tahun 324 H,
dan golongan Al Maturidiyah: para pengikut Abu Manshur Al
Maturidi yang wafat pada tahun 333 H, yaitu golongan yang
masih eksis hingga masa kita sekarang.
2- Aql'ariyah
Abu Al Hasan Al Asy'ari dianggap sebagai perpanjangan
madzhab Al Kilabi, karena Abu Al Hasan Al Asy'ari yang hidup di
masa antara tahun 260 sampai 324 H, tadinya adalah seorang
penganut Mu'tazilah hingga usia 40 tahun, yang mana ia hidup di
36 Al Isthamah (1/105).
50
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
rumah Abu Ali Al Jaba'i, syaikhnya Mu'tazilah di Bashrah.
Kemudian ia menarik diri dari madzhab Mu'tazilah, dan
menempuh jalan Ibnu Kilab. Ia banyak terpengaruh oleh itu dalam
waktu yang cukup lama. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya
adalah, di dalam kitab-kitab Ibnu Kilab dan perkataan-perkataan
terdapat apa yang diinginkannya, yaitu sanggahan terhadap
golongan Mu'tazilah dan menampakkan cela-cela mereka serta
menghancurkan tirai-tirai mereka. Ibnu Kilab telah membuat
banyak karangan yang di dalamnya menyanggah golongan
Jahmiyah, Mu'tazilah dan lain-lain. Tapi Al Asy'ari tidak sadar,
bahwa Ibnu Kilab, walaupun menyanggah golongan Mu'tazilah,
dan menyingkap kebathilan mereka, serta menetapkan sifat-sifat
yang lazim bagi Allah &, namun ia juga menyepakati mereka
dalam mengingkari sifat-sifat pilihan yang terkait dengan kehendak
dan kekuasaan Allah &. Jadi, ia menafikan sebagaimana
Mu'tazilah menafikan, bahwa Allah S berbicara dengan kehendak-
Nya dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana juga ia menafikan sifat-sifat
pilihan lain, seperti ridha, marah, benci, murka dan sebagainya.
Al Asy'ari telah melalui fase ini dengan penuh semangat, ia
mengarang, berdebat dan menyampaikan pengajaran dalam
rangka menyanggah golongan Mu'tazilah, dengan menempuh cara
ini.
Kemudian ia berjumpa dengan Zakaiya bin Yahya As-Saji,
lalu ia mengambil darinya apa yang diambilnya dari pokok-pokok
Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.37 As-Saji adalah Syaikhnya
Bashran dan hafizhnya.3s Kemudian ketika ia datang ke Bagdad,
ia mengambil perkara-perkara lain dari golongan Hambaliyah
Bagdad di akhir usianya.
37 Majmu' Al Fatawa (5/386); Tadzkimt N Huffa* (2/907).
38 Al Uluww(hal. 150); TadzkintAl Huffazh(2/9071.
AI Arasy (Singgasana Allah)
-
Sl
Tapi pengetahuannya tentang teologi adalah pengetahuan
yang terperinci, sedangkan pengetahuan tentang As-Sunnah
adalah pengetahuan yang global. Karena itu ia menyepakati
Mu'tazilah dalam sebagian pokok-pokok mereka yang mereka
anut, yang karenanya menyelisihi As-Sunnah, dan ia berkeyakinan
bahwa memungkinkan unfuk memadukan antar pokok-pokok ifu
dan membela As-Sunnah, sebagaimana yang dilakukannya dalam
masalah melihat (melihat Allah kelak) dan berbicara fterbicaranya
Allah), serta sifat-sifat khabariyah dan lain{ain.39
As-Sajzi berkata mengenainya, "la menarik kembali dalam
masalah-masalah cabang, dan menetapkan dalam masalah-
masalah pokok."4o Yakni pokok-pokok Mu'tazilah yang di atas ifu
mereka menafikan sifat-sifat, seperti dalilbukan inti dan lainnya.4l
Ibnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad Abdullah bin
Sa'id bin Kullab Al Bashri dan Abu Al Hasan Al Asy'ari menyelisihi
Mu'tazilah dan menyepakati Ahlussunnah dalam keglobalan
pokok-pokok As-Sunnah. Tapi karena keterbatasan keduanya
dalam ilmu As-Sunnah, dan kecendemngan keduanya terhadap
pokok-pokok yang rusak, maka di beberapa bagian perkataan
mereka terdapat bagian-bagian dari perkataan Mu'tazilah yang
dengan begihr keduanya menyelisihi As-Sunnah, walaupun
keduanya tidak secara mutlak menyepakati Mu'tazilah."42
Ia juga berkata, "Yang diingkari oleh para imam As-Sunnah
pada hnu Kilab dan Al Asy'ari adalah sisa-sisa paham Jahmiyah
dan Mu'tazilah. Seperti meyakini benamya teori bukan inti dan
tersusunnya fisik-fisik, pengingkaran disifatinya Allah dengan
3e Majmu' Al Fatawa 172/2041.
40 Ar-Radd ala Man Ankan Al Harf wa Ash-Shaut M. 168).
aL Mauqif lbni TaimiSah min Al,4sp'irah(7/367).
42 Al Istiqamah (L /2121.
52 - Al Arasy (Singgasana Allah)
perbuatan-perbuatan yang terjadi dengan kehendak-Nya dan
pilihan-Nya, dan hal-hal sempa lainnya."€
Golongan Asy'ariyah telah melalui fase-fase dan periode-
periode dimana permulaannya merupakan tambahan paham
teologis, kemudian sangat condong kepada paham Mu'tazilah, lalu
menggabungkan akidah ini dengan paham filsafat.
Golongan Asy'ariyah belakangan cendenrng kepada paham
Jahmiyah, bahkan filsafat, dan mereka membedakan pendapat Al
Asy'ari dan para imam para sahabatrya.4
Para pendahulu golongan Asy'ariyah menetapkan sifat-sifat
khabariyah secara global, seperti Abu AI Hasan Al Asy'ari, Abu
Abdullah bin Mujahid, Abu Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu
Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak,
Abu Muhammad bin Al-labban, Abu Ali bin Syadzan, Abu Al
Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al Baihaqi dan lainlain.as
Tapi Muta'akhkhimya dari para pengikut Abu Al Hasan Al
Asy'ari, seperti Abu Al Ma'ali Al Jtrwaini dan lain{ainnya, tidak
menetapkan kecuali sifat-sifat aqliyah. Sedangkan sifat-sifat
khabariyah, di antara mereka ada yang menafikannya, dan ada
yang bersikap tauaqquf dalam hal itu, seperti fu-Razi, Al Amidi
dan lain{ain.
Mereka yang menafikan sifat-sifat khabariyah, di antara
mereka ada yang menal$rilkan nash-nashn1n, dan di antara
mereka yang menyerahkan maknanya (bfudli kepada Allah &.
43 Dar'u Tabrudh NAql mAn-NqlZ/gn.
M Dar'u Tabrudh AlAql wa An-Nal(l/gn.
6 Maimu' Al Fatawa (4/147, l48;l.
Al Arasy(SinggasanaAllah)
-
53
Yang menetapkannya, seperti Al Asy'ari dan para imam
para sahabatnya, mengatakan, "Penakwilannya dengan takrpilan
yang mengindikasikan penafiannya adalah takr,vilan yang bathil."
Mereka tidak berhenti dengan ta{widh (menyerahkan tah,rdlnya
kepada Allah), tapi membatalkan takvilan-talsuilan kalangan yang
menafikan.6
Kesimpang siuran di dalam akidah Asy'ariyah ini antara
para pendahulunya dan kalangan belakangnya (Muta'akhkhimya),
disebabkan oleh apa yang telah kami singgung di muka, yaitu
kecenderungan kaum Asy'ariyah dengan ke-Asy'ariyah-an mereka
kepada paham Mu'tazilah lebih banyak dan lebih banyak lagi,
bahkan mereka mencampur adukkannya dengan filsafat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan
Asy'ariyah, sebagian mereka menyepakati Mu'tazilah mengenai
sifat-sifat khabariyah, dan mayoritas mereka menyepakati
Mu'tazilah dalam masalah sifat-sifat haditsiyah (yang diberitakan
oleh hadits-hadits). Adapun mengenai sifat-sifat qur'aniyah (yang
diberitakan Al Qur'an), mereka memiliki dua pendapat:
AI Asy'ari, Al Baqilani dan para pendahulu mereka
menetapkannya, dan sebagian mereka mengakui sebagiannya,
namun di antara mereka ada yang menganut paham Jahmiyah
dari segi lainnya.
Karena Al Asy'ari mereguk perkataan Al Jaba'i, syaikhnya
Mu'tazilah, dan penisbatannya kepadanya dalam teologi disepakati
oleh para sahabatnya dan lainnya.
Sementara Ibnu Al Baqilani lebih banyak menetapkan
setelah Al Asy'ari, dan setelah hnu Al Baqilani adalah Ibnu
6 Mnhaj *-surnah (2/223, 2241.
54 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Faurak, karena ia menetapkan sebagian yang terdapat di dalam Al
Qur'an.
Adapun Al Juwaini dan yang menempuh jalannya,
cenderung kepada madzhab Mu'tazilah. Karena Abu Al Ma'ali
banyak mengkaji kitab-kitab Abu Hasyim, yang sedikit
pengetahuan tentang atsar, sehingga mengutamakan pemaduan
kedua perkara itu.47
Kemudian muncul Abu Bakar Al Baqilani (wafat tahun 403
FI), lalu mencapai kepemimpinan di jalan ifu, dan ia meringkasnya
dan membuatkan pendahuluan-pendahuluan logis yang bertopang
di atasnya dalil-dalil, dan menjadikan kaidah-kaidah ini sebagai
panduan untuk akidah-akidah keimanan, yaitu mewajibkan
mengimaninya48, dan memberikan konfuibusi besar dalam
menteorikan madzhab Al Asy'ari Al Kalami (asy'ari teologis) dan
menatanya, hingga menyebabkan keserupaan manhaj antara
madzhab Asy'ari dan ma&hab Mu'tazilah. Karena Al Asy'ari
menjadikan nash sebagai dasar, dan akal sebagai pengikutnya.
Sedangkan Al Baqilani, maka akidah ifu selunfinya dengan semua
masalahnya, masuk ke dalam lingkup akal.49 Al Baqilani dianggap
sebagai perintis kedua untuk madzhab Asy'ari.so
Setelahnya muncul Imam Al Haramain Al Juwaini (wafat
tahun 478 Hl, lalu ia menggunakan analogi rasionalisme dalam
mengukuhkan akidah ini. Ia menyelisihi Al Baqilani dalam banyak
kaidah yang dirumuskannya. Walaupun Al Juwaini dalam
keban5rakan paham teologi mengambil dari perkataan Al Baqilani,
47 Minhai As-Sunnah (2/223, 2241.
M Muqaddimah lbni l{haldun(hal. 465); terbitan Mr-rsthafa Muhammad.
ae Muqaddimah At-Tamhid, karya Al Baqilani (hal. 15 (tahqiq Al Khudhairi
dan Abu RaMah.
50 Nasy'atAl As7'ar&nh tn Tathauryuruha(hal. 320).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
55
namun ia menggabungkan Asy'ariyah-nya dengan sesuafu dari
paham Mu'tazilah, yang diambilnya dari perkataan Abu Hasyim Al
Jaba'i Al Mu'tazili berdasarkan pilihan-pilihannya. Dengan begitu
ia keluar dari jalan Al Qadhi dan kawan-kawannya dalam banyak
hal, dan beralih ke jalan Mu'tazilah.
Adapun perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari, tidak
diambilnya sebagai sandaran, namun hanya menukil perkataannya
dari apa yang diceritakan orang-orang darinya.Sl Atas jalan Al
Juwaini inilah kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah bertopang,
seperti Al Ghazali (wafat tahun 505 F0, dan hnu Al Khathib fu-
Razi (wafat tahun 606 I-0. mereka mencampurkan paham
Mu'tazilah yang dimasukkan oleh Al Juwaini dengan paham
filsafat. Dengan begihr, golongan Asy'ariyah semakin jauh dan
menyimpang-
Al Ghazali, paham teologinya dari perkataan gurunya, Al
Juwaini, di dalam Al lrsyad, A4rSyamil, dan lain-lain, digabung
dengan apa yang diterimanya dari Al Qadhi Abu Bakar Al
Baqilani. Sementam paham filsafatnya dari perkataan lbnu Sina-
Karena ihr dikatakan: Abu Hamid disakitkan oleh AsySyifa, dan
perkataan para penulis risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa dan
risalah-risalah Abu Hayyan At-Tauhidi, dan lain-lain.
Adapun Ar-Razi, paham teologinya dari perkataan Abu Al
Ma'ali dan Asy-Syahrastani. Asy-Syahrastani mengambilnya dari Al
Ansari An-Naisaburi dari Abu Al Ma'ali. Ia juga memiliki paham
Mu'tazilah yang kuat dari perkataan Al Hasan Al Bashri (wafat
tahun 436 H). Dalam masalah filsafat, pahamnya dari perkataan
hnu Sina, AsySyahrastani dan lain{ain.s2 Kalangan Asy'ariyah
5r Bughwt Al Murtadhal.448 (451h, dengan penyrntingan.
s2 Bughgt Al Murtad hal. 448);, dengan penyrntingan.
56
-
Al Arasy (Singtasana Allah)
mayoritsnya Murji'ah dalam masalah Al Asma' (nama-nama
Allah) dan hukum-hukum, dan sebagai jabariyah dalam masalah
takdir. Adapun mengenai sifat-sifat, mereka bukan Jahmiyah
mumi, tapi ada paham Jahmiyah pada mereka. Dan mereka tidak
memandang keharusan mengangkat senjata melawan para imam,
karena mereka menyepakati Ahlul Hadits dalam hal ini. Namun
secara global, mereka adalah ahil kalam (kaum teolog) yang paling
dekat kepada Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.s3
Ada banyak faktor yang menyebabkan tersiamya paham
Asy'ariyah dan mempopulerkannya, kemungkinan di antaranya
yang paling dominan adalah,
Pertama, kemunculan madzhab ini di Bagdad yang
merupakan ibukota khilafah Abbasiyah dan pusat perhatian para
penuntut ilmu yang pergi ke sana dari berbagai penjuru. Faktor ini
berperan besar dalam membentuk sebagian dari madzhab Asy'ari
dan upaya penyebarannya ke berbagai penjuru lainnyas4
disebabkan keberadaan banyak tokoh Asy'ari di Bagdad saat itu.
Kedua, kedekatan yang terjadi antara Asy'ariyah dan
Hambaliyah, dan tidaklah golongan Asy'ariyah dikenal dan populer
kecuali karena kebersamaannya dengan Hambaliyah. Seandainya
tidak demikian, niscaya keadaannya akan menjadi seperti
Mu'tazilah, dimana golongan Hambaliyah berperan besar dalam
menghadapi dan menyanggah mereka. Antara Asy'ariyah dan
Hambaliyah adalah suafu bentuk pertauran dan perdamaian, dan
memang dahulunya mereka berdekatan.
Karena Abu Al Hasan Al Asy'ari hanya berafiliasi kepada
madzhab Ahlul Hadits, dan imam mereka menurutnya adalah
53 Majmu' Al Fatawa 16/ 551.
il Mauqif S5aikhul Islam lbnu Taimi5nh min Al,4sg'irah12/4991.
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 57
Ahmad bin Hanbal, dan ia menganggapnya termasuk kalangan
teolog Ahlul Hadits.
Golongan Asy'ariyah dalam hal apa yang mereka tetapkan
dari As-sunnah, adalah cabang dari hambaliyah, sebagaimana
halnya para teolog hambaliyah dalam hal berhujjah dengan analogi
rasionalis adalah cabang dari mereka-
Terjadinya perpecahan disebabkan fitnah Al Qusyairi.S5 Ia
muridnya Ibnu Faurak yang berasal dari Asy'ariyah Khurasan yang
berpaling kepada ta'thil. Ketika Al Qadhi Abu Ya'la Al Hambali
mengarang kitab lbthal At-Ta'wilat, yang mana di dalamnya ia
menyanggah Ibnu Faurak, gurunya Al Qusairi, sementara khalifah
dan lainnya condong kepadanya, tatkala Al Quraisyi memiliki
kekuasaan disebabkan kelompok saljuqiyah, terjadilah fitnah
tersebut.56
Ketiga, berafiliasinya sebagian amir dan menteri kepada
madzhab Asy'ari dan dukungan mereka terhadapnya. Di antara
mereka yang paling menonjol adalah:
A. Menteri Nizhamul Malik yang menjadi menteri untuk
para sultan Saljuq, lalu menjadi menteri unhrk Alb Arsalan dan
Malkasyah selama tiga puluh tahun, yaifu dari tahun 455 sampai
485 H.
Di masanya, dirintis sekolah-sekolah Nizhamiyah,
penisbatan kepadanya, dan ihr di sejumah kota, di antaranya:
Bashrah, Ashfahan, Balkh, Harrah, Marw, Al Maushil, dan
madrasah nizhamiyah yang paling utama dan terbesar adalah yang
di Naisabur dan Bagdad.
55 Majmu' N Fatawa (6/52-531 -
% Majmu' Al Fatawa (6/52-541.
58 -
ll fiP3r (Singgasana Allah)
Nizhamul Malik mengagungkan sufisme dan Asy'ariyah,
maka orang-orang yang menyampaikan pelajaran di sekolah-
sekolah mengajarkan ihr. Maka karena itu ia memiliki peranan
besar dalam menyebabkan pokok-pokok akidah Asy'ariyah.s7
B. Al Mahdi bin Tumurt (meninggal tahun 524 F0,
penguasa Daulah Al Muwahhidin. Namanya Abu AMullah
Muhammad bin Abdullah bin Tumurt, yang digelari Al Mahdi. Ia
telah muncul di Maghrib dari permulaan abad kelima. Ia masuk ke
negeri-negeri lrak, lalu belajar sedikit ilmu, dan ia sedikit menyukai
kezuhudan dan ibadah. lalu ketika kembali ke Maghrib, ia naik ke
pegunungan Maghrib dan menyebarkan dalnuahnya di antara
orang-orang Barbar dan lainnya dari kalangan jahil yang tidak
mengetahui agama Islam kecuali apa yang dikehendaki Allah. [-alu
ia mengajarkan kepada mereka syariaLsyariat Islam, dan ia
meminta perkenan mereka unfuk menampakkan kepada mereka
sebagai macam hal yang luar biasa, yang dengan ifu ia bisa
mengajak mereka kepada agarna- Ia mengaku bahwa dirinya
adalah Al Mahdi yang dikhabarkan oleh Rasulullah #i sebagai
kabar gembira, dan porsi terbesar para pengikukrya adalah
mengenai ini. Disebabkan oleh apa llang mereka ketahui dari
akidah asy'ari dan filsafat, mereka menghalalkan darah ribuan
muallaf dari penduduk Al Maghrib Al Malikiyah, lnng menganut
akidah Ahlussunnah. Mereka menuju para muallaf ifu dengan
kepalsuan dan kebohongan, bahwa mereka adalah kaum
musyabbihah mujassamah, padahal mereka tidak berpendapat
demikian.sS Ibnu Tumurt adalah penyebab dalam memasukkan
akidah Asy'ariyah ke negeri-negeri Maghrib lnng mana
s7 Mauqif Swil<hul Islam lbnu Taimigh ninNAq/a'inhl2/5@l-
58 Majmu' Al Fatawa (Ll/47 51.
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
59
sebelumnya sunni salafi. Maka cukuplah Allah sebagai penolong
kami, dan Dialah sebaik-baik penolong.
C. Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin adalah seorang
penganut Asy'ariyah. Dari sejak masa kecilnya ia telah hafal akidah
yang dikarang untuknya oleh Quthbuddin Abu Al Ma'ali Mas'ud
bin Muhammad bin Mas'ud An-Naisaburi, salah seorang tokoh
Asy'ariyah, lalu dihafal oleh anak-anaknya yang masih kecil.
Karena itu ia dan anak-anaknya tumbuh di atas akidah asy'ari.
L-alu Shalahuddin membawa semuanya kepada akidah Abu Al
Hasan Al Asy'ari, dan keadaan pun terus berlangsung di atas itu di
semua masa para raja Bani Ayyub, kemudian di masa para maula
mereka, yaitu para raja dari Turki.59
Keadaan ini berperan besar dalam penyebaran paham
Asy'ariyah di seluruh pelosok jagat Islam. Mesir yang menrpakan
tempat kekuasaan Ayyubiyah adalah merupakan pusat keilmuan di
masa-masa ifu. Dan Al Azhar memiliki peran besar dalam
menyebarkan akidah Asy'ariyah yang di masukkan oleh
Shalahuddin ke Mesir, setelah ia membungkam kekuasaan Al
Abidiyah Al Ismailiyah. Dan semenjak zaman Shalahuddin dan Al
Azhar, akidah Asy'ariyah diakui hingga masa kita sekarang.
Golongan Asy'ariyah menyelisihi Ahlussunnah dalam
banlnk masalah akidah. Di antaranya sebagai contoh adalah:
1. Bahwa menurut mereka, sumber talaqqi dalam masalah-
masalah ketuhanan (Vakni tauhid) dan kenabian, adalah hanya
akal. Maka mereka membagi bab-bab akidah menjadi tiga bab:
ketuhanan, kenabian dan as-sam'igryat Yang mereka maksudkan
dengan as-sarn'i54nt adalah apa-apa yang berkaitan dengan
5e Al l<huhathkaryaAl Muqrizi (2/3581.
60 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
masalah-masalah hari akhir, gafu berupa pembangkitan kembali,
penghimpunan, surga, neraka dan sebagainya.
Mereka menyebutnya sam'ijryah, karena menumt mereka,
sumbemya adalah nash-nash syar'i. Adapun yang selain ifu, yakni
ketuhanan dan kenabian, maka sumber mereka adalah akal.
2. Mereka menyatakan, bahwa keimanan adalah sekadar
membenarkan. Maka mereka mengeluarkan amal dari sebutan
iman.
3. Berdasarkan definisi mereka tentang keimanan, maka
mereka telah mengeluarkan tauhid uluhiyah dari pembagian
mereka pada tauhid. Karena menumt mereka, tauhid ifu adalah
bahwa Allah itu Esa pada Dzat-Nya, tidak ada bagian pada-Nya,
Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekufu bagi-Nya,
Esa dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada yang menyetarai-Nya. Definisi
ini tidak mengisyaratkan kepada tauhid uluhiyah. Karena ifu, anda
dapati di kalangan masyarakat asy'ari hampa dari tauhid ilahiyah,
sementara pasar kesyirikan dan bid'ah sangat membahana, karena
manusia tidak diajari bahwa Allah itu Esa dalam penyembahan
kepada-Nya, tidak ada sekuhr bagi-Nya.
4. Berdasarkan definisi mereka mengenai keimanan, maka
mereka juga telah mengeluarkan itfrba' Nabi S (mengikuti
Nabi #) dari definisi mereka mengenai keimanan. Karena mereka
membatasi keimanan kepada Nabi dalam perkara-perkara
pembenaran saja. Karena ifulah tersebamya bid'ah-bid'ah di
kalangan masyarakat asy'ari.
5. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah nalna-
nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini nanti akan dijelaskan.
AlArasy(SinggasanaAllah)
-
61
6. Mereka menyelisihi Ashlus Sunnah masalah takdir,
karena pendapat mereka sepaham dengan pendapat jabariyah.
7. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah melihat
allah, karena mereka mengatakan terlihat fidak di suatu tempat.
8. Mereka menyelisihi Ahlussr.mnah dalam masalah kalam
(berbicaran5ra Allah), karena mereka tidak menetapkan sifat kalam
secara hakiki, tapi mereka mengatakan al kalam an-nafsi
(perkataan jiwa). Begitu juga penyelisihan-penyelisihan lainnp-
3. Maturidi5Tah
Golongan Mahridiyah dianggap saudara kandung
Asy'ariph. Demikian ifu, karena di antara keduanya ada
kesamaan dan kesepahaman sampai-sampai seolah-olah keduanya
adalah satu golongan, dan sulit membedakan antara keduanya-
Karena ihr, masing-masing dari golongan Asy'ariyah dan
Maturidiyah menyatakan, bahwa masing-masing dari Abu Al
Hasan Al Asy'ari dan Abu Manshur Al Matrrudi adalah imam
Ahlussunnah menurut anggapan mereka.5o
Kemungkinan kesamaan ini kembali kepada sebab utama,
yaihr kesamaan pemikiran-pemikiran kedua golongan ini, dan
sedikitrya masalah-masalah Lrhilafiyah di antara keduanya,
terutama dengan golongan asy'ari Muta'akhkhir (yang
belakangan). Ada sebab-sebab penting lainnSn yang menjadi
pangkalnya, dan perlu diperhatikan serta dipertimbangkan dalam
memberikan persepsi. Kemungkinan yang paling utamanya adalah
kesamaan masa kemunculan kedua golongan ini, di samping
masing-masing golongan muncul di berbagai tempat tanpa ada
60 Mfbh Dar,4s-&'adah (2/15511i G52) karya Thasy Kubra 7dah.
62 - AI Arasy (Singgasana Allah)
penentangan dari golongan lainnya, yaifu golongan Maturidiyah
tersebar di kalangan para penganut hanafi yang berada di wilayah
Timur dunia Islam dan utaranya, sehingga sedikit sekali anda
dapati orang hanafi yang menganut akidah asy'ari kecuali apa
yang disebutkan, bahwa Abu Ja'far As-Samnani -seorang
penganut madzhab hanafi- adalah seorang asy'ari.
Sementara itu kita mendapat golongan Asy'ariyah tersiar di
kalangan para penganut madzhab syafi'i dan maliki, yang sekarang
mereka berada di wilayah tengah, barat, selatan, dan tenggara
dunia Islam. Maka para penganut madzhab syafi'i dan maliki
menganut paham asy'ari. Saya tidak memaksudkan golongan
awam mereka, tapi
(berpendidikannya).
golongan berperadabannya
Golongan Maturidiyah berafiliasi kepada Abu Manshur
Muhammad bin Muhammad bin Mahmud bin Muhammad Al
Mahridi yang wafat tahun 333 H.51 Ia dianggap termasuk
kalangan ahli fikih hanafi, dan seorang ahli debat dan teolog,
namun ia tidak banyak tahu tentang Sunnah dan atsar.52 Ia
menempuh jalan teolog dalam menetapkan akidah yang sangat
mirip dengan manhaj muta'akhkhir golongan asy'ari. Ia dianggap
termasuk kalangan ahli kalam dalam masalah sifat, seperti hnu
Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan lain{ain. Al Maturidi mengikuti
Ibnu Kilab dalam sejumlah masalah sifat dan yang berkaitan
dengan itu.63
61 I-ih. biografinya di dalam kitab Al Matui4nh wa Mauqilfuhum min Tauhid
Al Asma' um ash-Shifat(L/209, karp Dr. $,amsuddin Al Afghani.
62 Al Aqidah As-SakfrWh fi l{alam Rabbit Bad/tnhA:rrt.279l kann Abdullah
bin Yusuf Al Judai'.
63 Maimu' Al Fabvn 17/4331; Kiab Al Iman 0nl. 414); Mnhai As-Sunnah
(2/362).
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 63
Sebagaimana diketahui, bahwa para penganut madzhab
hanafi dan masyarakat Masyriq secara umum adalah manusia yang
paling dulu terpengaruh ilmu kalam. Permulaan Al Jahm muncul
dari wilayah itu. Mengenai ini, Imam Ahmad berkata ketika
mengemukakan pandangannya mengenai Al Jahm, "Ucapannya
diikuti oleh sejumlah orang dari para sahabat Abu Hanifah dan
para sahabat Amr bin Ubaid di Bashrah ..."64
Bisyr bin Ghiyats Al Muraisi (2281{), Al Qadhi Ahmad bin
Abu Du'ad (240 H) dan lain-lain, adalah dari kalangan hanafi.
Maka dari itu, tidak aneh seorang maturidi-hanafi dari kalangan
mereka yang membela ilmu kalam dan berusaha dalam
merintisnya dan mengeksiskannya, hingga menjadi salah satu
simbolnya dan pemilik salah satu madrasah teologi yang kelak
menjadi dikenal dengan namanya.
Al Maturidi Udak jauh berbeda dengan Abu Al Hasan Al
Asy'ari (pada fase keduanya). Karena ia adalah musuh bebuyutan
Mu'tazilah, hanya saja ia terpengaruh teori teologi yang dianut
hnu Kilab, yang bersandar kepada teori-teori teologi dalam
penetapan masalah-masalah keyakinan, yang perihalnya dalam hal
itu sama dengan Abu Al Hasan Al Asy'ari. Keduanya dianggap
perpanjangan madrasah Ibnu Kilab yang dikenal sebagai madrasah
ketiga setelah terjadinya perselisihan dengan Ahlussunnah wal
Jama'ah dari safu sisi, dan dengan Jahmiyah dan Mu'tazilah dari
sisi lainnya. I-alu muncullah hnu Kilab dan memunculkan manhaj
ketiga, Snng di dalamnya ia berusaha memadukan antara nash-
nash syar'i dengan teori-teori teologi, sebagaimana yang telah
disinggung saat mengulas tentang Kilabiyah.
$ ArRail ala Al Jahniyph(hal. 10&10$.
64 -
Al Arasy (Singg;asana Allah)
Jadi madzhab kilabi berada di lrak, Ar-Rayy dan Khurasan,
dan tersiar di negeri-negeri seberang sungai yang terdiri dari
berbagai kelompok dan golongan.5s
Golongan Maturidiyah tidak berkembang seperti halnya
akidah Asy'ariyah, sebagaimana yang telah dijelaskan saat
mengulas Asy'ariyah. Karena Al Mahrridiyah tetap sebagaimana
mulanya.
65 /fis6p /t-Taqasiml<aryaAl Maqdisi (hal. 323).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
65
PEMBAHASAN KEDUA
Tingkat Ta'thil Mereka
Dalam hal ini ada tiga toPik:
Topik pertama: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah
nama-nama dan sifat-sifat secara umum.
Topik kedua: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah l/
Asma' Al Husna.
Topik ketiga: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah sifat-
sifat Allah &.
Topik Pertama: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam
Masalah Nama-Nama dan Sifat-Sifat Secara Umum
Orang yang meneliti perkataan-perkataan Ahlu Ta'thil
(golongan yang menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah) akan
mendapatinya secara umum terbagi menjadi tiga bagian:
66 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Bagian pertama: Penafian semua nama-nama dan
sifat-sifat
Ini pendapat golongan Jahmiyah para pengikut Jahm bin
Shafwan66, dan para filosof, baik penganut filsafat mumi seperti Al
Farabi57, maupun filsafat Bathiniyah isma'iliyah Qaramithah
seperti Ibnu Sina,68 atau pun filsafat sufi Ittihadiyah seperti Ibnu
fuabi, Ibnu Sab'in dan Ibnu Al Faridh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Yang benar, bahwa
tajahhum mumi (mengikuti paham Al Jahm secara mumi), yaitu
menafikan nama-nama dan sifat-sifat, sebagaimana d
" Barangsiapa menempuh suatu ialan yang dengannya ia
menai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."
Allah @ berfirman,
"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-
hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir [35]: 28).
Yar,g pertama kali disampaikan kepada Rasulullah $
adalah wahyu Allah kepadanya mengenai ilmu:
" Baalah dengan (mayebu| nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan qolam (pena)- Dia
mengajarkan kepada manusia aPa yang tidak dikebhuinya-" (Qs.
Al Alaq [96]: 1-5).
Al Arasy (Singglasana Allah)
" Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan
UanS Huq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi
dosamu." (Qs. Muhammad l47l: 19)
Allah & jrgu berfirman,
"Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah
ilmu pengetahuan'."(Qs. Thaahaa [20]: 114).
Kehidupan bahagia di dalam kehidupan dunia dan akhirat
tidak akan diraih kecuali dengan ilmu yang bermanfaat.
Karena ifu, pendidikan adalah fujuan terbesar bagi pendiri
Kerajaan Arab Saudi, Sang Raja Abdul Azrz g, dan anak-anaknya,
serta begifu juga yang setelahnya. Maka di masa pelayan kedua
tanah suci nan mulia -mentri pertama di kementrian pendidikan-,
perjalanan pendidikan mencapai tingkat yang tinggi, pendidikan
tinggi pun berkembang pesat dan universitas-universitas juga
meningkat. Di antara universitas-universitas besar ini adalah
Universitas Islam di Al Madinah An-Nabawiyah. Universitas ini
merupakan menara nan tinggi, yang berorientasi untuk menjadi
salah satu lembaga keilmuan dan peradaban, png bergerak di atas
pefunjuk syariat Islam, dan melaksanakan politik pendidikan
dengan memperbanyak pendidikan tingg dan riset tinggi,
membangkitkan penelitian ilmiah dan melakukan kegiatan
penulisan, penerjemahan dan penerbitan, serta melayani
masyarakat dalam bidang-bidang kekhususannya.
Dari sini, dekan penelitian ilmiph di universitas,
menyertakan aktifitas penerbitan penelitian-penelitian ilmiyah di
dalam tugas-fugasnya, yang mencerminkan salah safu poin penting
&a">r;S)
Al Arasy (Singg;asana Allah)
-
di antara poin-poin misi universitas, yaitu membangkitkan
penelitian ilmiah dan melaksanakan kegiatan penulisan,
penerjemahan dan penerbitan.
Di antaranya adalah kitab Al Arty, karya Abu Abdullah
Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, yang dikaji dan
ditahqiq oleh Dr. Muhammad bin Khalifah bin Ali At-Tamimi-
Semoga Allah memberikan manfaat melalui itu, dan kami
memohon kepada Allah S, agar menganugerahi kita ilmu yang
bermanfaat dan amal yang shalih. Semoga shalawat serta salam
dan keberkahan, dilimpahkan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya,
Muhammad bin Abdullah, dan juga kepada keluarga dan para
sahabatnya, serta yang mengikuti jejak langkah mereka dengan
kebaikan hingga hari berbangkit.
Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya,
memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampun
kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
jiwa kami dan dari keburukan pertuatan kami. Barangsiapa
ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan
siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat
menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain
Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya-
"Hai omngiorang yang beiman, bertakwalah kepada Nlah
sebenar-benar talotra kepada-Nya; dan ianganlah sel<ali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam-" (Qs. Aali 'lmraan
[3]: 102).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
"Hai sel<alian manusia, bertals,rnlah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari dirt Snng satu, dan daipdanya Allah
menciptakan istinya; dan daipada keduanya Allah
memperkembang biakkan taki-laki dan perempuan tnng banyak.
Dan bertakontah kepada Atlah yang dengan (mempergwakan)
nama-Nya kamu saling meminb safu sama lain, dan (pefiharalah)
hubungan silafurahmi. sesungguhnya Allah selalu meniaga dan
mengaumsi kamu." (Qs. An-Nisaa' [4]: 1).
)'
"Hai omng-omng yang beiman, bertakunlah kamu kepada
Attah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaSn Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosadosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-N3m,
mal<a saungguhnya ia telah mendapt kemenangan yang besar."
(Qs. Al Ahzaab [33]: 7G71).
Arnma ba'd
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
Sesungguhnya sebenar-benamya perkataan adalah
perkataan Allah, sebaik-baiknya pefunjuk adalah petunjuk
Muhammad #, du., seburuk-buruknya perkara adalah hal-hal yang
diada-adakan. Dan sesungguhnya setiap hal yang diada-adakan
adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan' Wa ba'd
Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah akidah golongan
tersisa yang mendapat pertolongan, sebagaimana yang dikabarkan
Rasulullah ,#, y*g mana beliau bersaMa,
ttlkdn tetap ada sqolongan dari umatku tnng tetap teguh
di ahs kebenamn hngga Hari Kiatnat"l
selamat, yang mengenainya
-
"Kaum Yahudi terpecah menjadi tuiuh puluh safu
kaum Nashrani terpecah meniadi tuiuh puluh dua
dan urnat ini akan terpecah meniadi tuiuh puluh tiga
golongan Wng kesemuanym di neraka keatali satu." Ditanya,
"Siapa ifu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab , li J+ ,* oC J
A);bf , i;t * (t " Yurg benda di atas seperti apa wng aku dan
pn sahabatku sekarang benda di atasn5a."z
Ciri mereka sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi S,
bahwa mereka di atas apa yang Nabi $ dan para sahabatrya
berada di atasnya. Itulah ciri yang membedakan akidah
Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak terdapat pada selain mereka.
Jadi akidah mereka diwamai oleh pokok-pokoknya yang menjadi
sandaran segala masalah dalam ilmu ini.
Al Qur'anul Karim yang merupkaan tali Allah yang kokoh,
yang tidak didatangi kebathilan bagi dari depan maupun dari
belakangnya, adalah pokok pertama dari pokok-pokok
2 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud l5/4lno. 4596 (4597); At-Tirmi&i
(5/25-26 (no.264O (26471; Ibnu Maiah (2/132 (no- 3991-3993); Ahmad 12/332
(3/L2Ol, 745 (4/120\; Al Hakim di dalam N Musbdmk ll/128, dan ia berkata,
"shahih menurut syarat Muslim." dan 2/4801, dan ia berkata, "Sanadnya
stmhih."\; Ad-Darimi (2/158 (no.252ll; Ath-Thabarani di dalam Al Kabir(8/321,
no. 8035 18/327 (no. 8051); (8/178 (no. 759, 10/271-272 (no- 211); 1272);,
dan di dalam Ash-Shaghir (l/2241i Al Aiulri di dalam Ast-Si;ari'ah (1/304-315
(no.21-291; hnu Abi Ashim di dalam As-sunrrah (L/32-351; Al-lalika'i di dalam
Slarh Ushut Al I'tiqad (1/100-102); Ath-Thabari (27/2391 lbnu Baththah di
dalam At lhnah (7/367-175 (no. 263-275); Abu Ya'la di ddam Musnadnya
l6/340-3ill2 (no. 3668); hnu Hibban di dalam Shahihnta(8/48 (no. 5214); Ibnu
Abi sgnibah di dalam Al Musharunf(lsl3o8 (no. 19738); Al Marwazi di dalam
As-SunnahhaL lS (19).
Syaik*rul Islam hnu Taimiyah berkata mengenaiq;a, "ltu hadits shahih lagi
masyhur." l.jh. Al Masail(2/831 dan Al Fatawa(3/345L
AsySyathibi sangat menyoroti di dalam Al I'tislwn Dicantumkan juga oleh
Ibnu Katsir di dalam Tafsimya (7/3901; dan dicanhrmkan juga oleh syaikh Al
Albani di dalam,4s-Silsikh,4slrShahilnh (3/ 480L
-
Al Arasy (Sintgasana Allah)
Ahlussunnah wal Jama'ah. Pokok kedua adalah As-Sunnah An-
Nabawigyah Ash-Shahihah yang valid dari Rasulullah S. Karena
Allah telah mewajibkan atas manusia unhrk mengikuti Rasul-
Nya # dan meniru sunnahnya. Allah S berfirman,
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa gng bagimu maka tinggalkanlah." (Qs. Al
Hasyr [59]: 7)
Allah & jrgu berfirman,
'
"Saungguhnya telah ada pada Hin) Rasulullah itu suri
teladan
'mng
baik bagimu." (Qs. Al Ahzaab [33]: 21).
Ahlussunah wal Jama'ah, pedoman mereka adalah AI Kitab
dan As-Sunnah. "Berbeda dengan ahli bid'ah dan perpecahan,
karena sandaran mereka secara batin bukan Al Qur'an dan As-
Sunnah, tapi di atas dasar-dasar yang diada-adakan oleh para guru
mereka yang dijadikan sandaran dalam tauhid, sifat-sifat, takdir,
iman kepada Rasul dan sebagainya. Kemudian apa yang mereka
kira disepakati Al Qur'an, maka mereka berhujjah dengannya, dan
apa yang menyelisihinya maka mereka menakpilkannya. Karena
itu anda dapati mereka ketika berhujjah dengan Al Qur'an dan Al
Hadits, tidak memperdulikan konotasi pendalilanngn, dan tidak
meneliti apa yang terdapat di dalam Al Qur'an dari makna ifu,
dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menyelisihi mereka, maka
mereka langsung menal$.rilkannya sebagaimana kecepatan orang
yang bermaksud menolaknya dengan cara apa pun yang
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
memungkinkan. Jadi maksud mereka bukan memahami maksud
Allah dan maksud Rasul-Nya, tapi mendebat yang berseberangan
dengannya dari berhujjah dengannya. "3
Ahlussunnah wal Jama'ah, pokok-pokok mereka yang
menjadi sandaran mereka adalah Al Kitab dan As-Sunnah, dan
maksud mereka adalah mengikuti syariat Allah yang disyariatkan-
Nya melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad #.
Imam AsySyafi'i *s berkata, "Aku beriman kepada apa-
apa yang datang dari Allah, dan apa-apa yang datang dari
Rasulullah,$ sesuai maksud Rasulullah."4
Karena ifu, pemahaman mereka tidak berdiri sendiri, akan
tetapi dalam memahami pokok-pokok itu mereka bersandar
kepada apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi $, yang hidup
di masa turunnyra wahw, dan mengetahui maksud Allah dan
maksud Rasul-Nya $. Ini ciri kedua- Karena pokok-pokok
Ahlussunnah adalah sama, yaitu Al Kitab dan As-Sunnah, maka
demikian juga para imam Ahlussunnah, yaifu para salaf shalih dari
kalangan sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin, maka ilmu dan
pemahaman mereka itulah yang mereka anut, dan dari perkataan
mereka itulah mereka berpendapat.
Imam Ahmad &, berkata, "Pokok-pokok As-Sunnah
menunrt kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dianut
oleh para sahabat Rasulullah,#, d* mengikuti mereka dalam
meninggalkan bid'ah-bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan,
serta tidak berdebat dan bergaul dengan para penurut hawa nafsu,
dan meninggalkan percekcokan, pertikaian dan perdebatan dalam
masalah agama.
3 Majmu'Al Fabsn (13l58-59h, dengan penyrntingan.
4 Majmu'AlFabom14/21.
10 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
As-Sunnah menumt kami adalah atsar-atsar Rasulullah $-
As-Sunnah adalah tafsir Al Qur'an, dan As-Sunnah adalah dalil-
dalil Al Qur'an. Di dalam As-sunnah tidak ada qiyas, dan tidak
disandingkan dengan pemmpamaan-pemmpamaan, serta tidak
dapat dijangkau dengan akal dan kecenderungan, akan tetapi As-
Sunnah adalah mengikuti dan meninggalkan kecendemngan."s
Jadi perkara-perkara agama ini dikembalikan kepada
sandaran yang bersambung kepada Nabi $. Karena itu,
Ahlussunnah memiliki sandaran yang bersambung. Dan karena ifu
dikatakan kepada para ahli bid'ah, "lnilah pokok-pokok kami, dan
sanad-sanad kami merujuk kepada Nabi 6S." L-alu merujuk kepada
apa pokok-pokok para ahli bid'ah?
Dari logika ini, maka memperhatikan riwayat yang ma'tsur
dari pada pendahulu umat adalah salah satu ciri yang menonjol di
kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Karena ifu, karangan-
karangan mereka dipenuhi dengan riwayat-riwayat ma'tsur dari
perkataan Allah, perkataan Rasul-Nya #, dut ucapan para salaf
dari kalangan sahabat, tabiin serta orang-orang yang berjalan di
atas manhaj mereka, mengikuti jalan mereka dan menempuh cara
mereka.
Adalah hak bagi setiap Ahlussunnah unfuk bangga dengan
apa yang diwariskan oleh para ulama sunnah yang berupa warisan
peninggalan agung yang berisi manhaj Ahlul Huq, dan
mengandung ucapan para ulama dan para imam yang
menjelaskan jalan petunjuk, melindungi dan membela akidah yang
benar, agar tetap bersih lagi jemih sebagaimana ketika Nabi $
meninggalkannya untuk kita.
s Swh [Jshul I'tiqad Ahlis Sunnah, karya Al-lalika'i (1/156).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
ll
Para imam panutan ifu dibenarkan oleh apa yang
digambarkan oleh Al Imam Ahmad & Ta'ala, yang mana ia
berkata, "segala puji bagi Allah yang menjadikan di setiap masa
jeda tidak adanya para rasul, sisa-sisa dari para ahli ilmu, yang
menyeru orang yang sesat kepada pefunjuk, yang bersabar atas
penderitaan dari mereka, yang menghidupkan yang telah mati
hatinya dengan Kitabullah, dan membuat mereka yang buta dapat
melihat dengan cahaya Allah. Betapa banyak korban iblis yang
telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang sesat lagr
menyimpang yang telah mereka funjuki. Sungguh betapa baiknya
dampak mereka terhadap manusia, namun betapa buruknya
balasan manusia terhadap mereka. Mereka hilangkan dari
Kitabullah perubahan yang dilakukan orang-orang yang berlebihan,
mereka nafikan penyesatan orang-orang yang menyimpangkan,
dan mereka nafikan takwilnya omng-orang iahil, lnng
rnengibarkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan ikatan-ikatan
fitnah. Maka mereka berselisih mengenai Al Kitab lagi menyelisihi
Al Kitab, mereka mma-sama sepakat meninggalkan Al Kitab,
mengatakan terhadap Allah, mengenai Allah dan mengenai
Kitabullah, membicarakan firman-firrnan yang mutasyabih, dan
memperdayai golongan manusia yang jahil dengan apa-apa yang
samar terhadap mereka. Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-
fihah mereka lnng menyesatkan."5
Para imam ifu telah melindungi telaga-telaga agama ini, dan
melindungi jalan Allah yang lurus, serta meninggalkan unhrk kita
peninggalan agung yang di dalamnya mereka telah menuliskan
dengan pena mereka manhaj haq yang lums, dan membatalkan
syrbhat-syubhat golongan syetan yang terkufuk.
6 Ar-Radd ala Az-hnadiqah tn Al Jahnit4nh (hal. 52, di dalam ulasan
akidah para salaf.
12 - Al Arasy (Singgasana Allah)
Maka dari ihr, sudah selayaknya peninggalan itu dirawat,
dikeluarkan dari lemari-lemari perpustakaan dan tempat-tempat
penyimpanan manuskripmanuskrip.
Di antara pemnggalan salaf unfuk kata yang layak
diperhatikan adalah kitab yang masih tersimpan di dalam
manuskrip dalam masa yang cukup lama, yaitu kitab Al Arcy,
karya Imam Adz-Dzahabi. Sebuah kitab berharga pada masalah
ini, di dalamnya pengarang menghimpun puluhan nash dan atsar
yang menjelaskan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai
suatu masalah di antara masalah-masalah besar dalam
mentauhidl<an asma wa sifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah),
yaitu masalah penetapan tingginya Allah di atas para makhluk-
Nya, dan istiwa:nya Allah di atas ArsyNya.
Saya terdorong untuk memelihara kitab ini dan
mengeluarkannya karena mengandung materi ilmiah penting
dalam masalah ini, dan sebagai tambahan kepada manhaj salafi
yang ditempuh oleh imam ini dalam mengakui kebenaran dan
menetapkannya.
Saya telah berusaha mengeluarkan kitab ini dalam benhrk
yang sebaik-baiknya dan penampilan yang menarik. Unfuk itu saya
menempuh metode ilmiah dalam mentahqiq nashnya dan
ketepatannya, serta men-bkhij hadits-hadits dan atsar-atar-nya,
dan biografi para tokoh yang disebutkan di dalamnya, dan juga
menjelaskan kalimat-kalimat gharibnya, serta membuatkan daftar-
daftar klasifikasi kandungannya.
Melihat pentingnya kitab ini dan topik bahasannya, maka
saya berkhidmat untuk kitab ini dengan kajian tematik png
berisikan hal-hal berilart:
Bagian pertama: Kajian tematik
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 13
Bab pertama: pendapat-pendapat manusia mengenai
nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah
mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.
Pembahasan kedua, Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah
mengenai natna-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal kedua' Pendapat-pendapat mutaththilah (golongan
yang meniadakan; mengingkari) tentang nama-nama dan sifat-sifat
Allah.
Pembahasan pertama: Pengertian mutaththilah.
Pengantar.
Topik pertama: Para filosof.
Topik kedua' Para teolog (ahli kalam).
Pembahasan keduar Tingkatan-tingkatan ta'thil (peniadaan;
pengingkaran) mereka.
Topik pertama: Tingkatan-tingkatan ta'thil dalam masalah
narna-nama dan sifat-sifat secara umum.
Topik kedua: Tingkatan-tingkatan ta'thil mereka dalam
masalah Al Asma' Al Husna (nama-nama Allah yang paling baik).
Topik ketiga: Tingkatan-tingkatan b'thil mereka dalam
masalah sifat-sifat Allah &.
Pasal ketiga: MusSnbbihah(golongan yang menyerupakan)
Pernbahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.
Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.
14 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan
istiwa'.
Pasal pertama: pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi.
Pembahasan pedama: Pendapat Ahlussunnah t*al Jama'ah
dan yang menyepakati mereka.
Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi
mereka.
Pasal kedua: Pendapatrpendapat mengenai sifal istium'.
Pembahasan pertama: Madzhab salaf mengerar istiura'.
Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi
mereka.
Golongan pertama: Menafikan istiow'.
Golongan kedua: Pendapat bfiilidh (menyerahkan kepada
Allah).
Golongan ketiga: Pendapat musyabbihah.
Pasal ketiga: Masalah-masalah yang terkait dengan
ketinggian dan istiwa'.
Pembahasan pertama: Apakah Arsy kosong dari-Np ketika
turun-N3a.
Pembahasan keduar Masalah-masalah batas dan
persentuhan.
Topik pertama: Hukum lafazh-lafazh global.
Topik kedua: Masalah batas.
Topik ketiga: masalah persenh.rhan.
Bab ketiga: Definisi Arsy.
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 15
Pembahasan pertama: Makna bahasa untuk kata Arsy.
Pembahasan keduat Ma&hab-madzhab dalam
mendeftnisikan Ars7.
Pasal kedua: Dalildalil yang menetapkan Arsy dari Al Kitab
dan As-Sunnah.
Pembahasan pertama: Dalildalil Al Qur'an yang
menetapkan Arsy.
Pembahasan kedua: Dalildalil dari As-Sunnah yang
menetapkan Ars!,.
Pasal ketiga: Sifat Arsy dan kekhususan-kekhususannya.
Pembahasan pertama: Penciptaan Arsy dan keadaannya-
Pembahasan kedua: TemPat Arslr-
Pembahasan ketiga: Kekhususan-kekhususan Arsy-
Pasal keempat: Pembicaraan mengenai para pemangku
'Aray dan Kursi.
Pembahasan pertama: Pembicaraan mengenai para
pemanglm Arsy.
Pembahasan kedua: Pembicaraan mengenai Kursi.
Bagian keduar Pengenalan pengatang dan kitabnya-
Pasal pertama: Pengenalan pengarang-
Pertama: Nama dan julukannYa-
Kedua: Asalnya.
Ketiga: NasabnYa.
Keempat: Kelahirannp.
16 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Kelima: Keluarganya.
Keenam: Perkembangannya dalam menuntut ilmu.
Ketujuh: Perjalanan-perjalanannya (dalam menunttrt ilmu).
Kedelapan: Guru-gurunya.
Kesembilan: Status keilmuannya dan pujian ulama
terhadapnya.
Kesepuluh: Akidahnya.
Kesebelas : Kamngan-karangannya.
Kedua belas: Murid-muridnya.
Ketiga trelas: Wafatqn.
Pasal kedua: Pengenalan kitabnya.
Pertama: Judul kitab.
Kdua: Kepastian penisbatan kitab ini kepada sang
pengarcmg.
Ketiga: Pe6edaan antara lstab Al,4rcydan kitab Al Uluwur.
Keempat: Sumber*umber l<tab Al r4rcy.
Kelima: Metode pengataqt dalam kitab ini.
Keenam: Urgensi iudul dan ldtab ini.
Ketuluh: lGjian naskah tr.disan tangan.
Kedelapan: Yang sap lakukan pada kitab ini.
Selanjutryra, inilah usaha sederhana yang saya
persembahkan ke hadapan pembaca yang mulia, yang dalam hal
ini saya telah mengerahkan segala daya upaya dan kemampuan
saya, maka apa yang benar di dalamnya, maka segala puji bagi
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 17
Allah atas petunjuk-Nya, dan itu adalah dari fadhilah dan
anugerah-Nya, sedangkan kebodohan, ketergelinciran atau
kesalahan di dalamnya, maka saya memohon ampun kepada Allah
dari segala dosa dan kesalahan.
Saya memohon maaf kepada pembaca yang mulia bila
menemukan kekurangan di dalam pekerjaan saya ini. Ini hanyalah
upaya manusia, maka saya harap dari setiap yang menemukan
kesalahan atau kekurangan, agar segera menyampaikan nasihat
kepada saya, dan unfuk itu saya sampaikan terima kasih, semoga
anda mendapatkan ganjaran pahala.
Hanya kepada Allah saya memohon agar memberikan
manfaat dari perbuatan ini dan memberkahinya, serta
menjadikannya amal shalih yang ikhlas unhrk wajah-Nya. Penutup
doa kami adalah, bahwa segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam-
18 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
BAGI,AN KAJI.AN
Bagian Pertama
Kajian Tematik
Terdiri dari tiga bab:
Bab pertama: Pendapat-pendapat manusia mengenai
nama-narna dan sifat-sifat Allah.
Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan
istiwa'.
Bab ketiga: Arsy dan hal-hal5nng terkait dengannya.
Bab Pertama:
Pendapat-pendapat manusia mengenai natna-nama dan
sifat-sifat Allah.
Terdiri dari tiga pasalt
Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah
mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Al Arasy(SinggasanaAllah)
- 19
Pasal kedua: Pendapat-pendapat Mu'athithilah mengenai
narna-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal ketiga: Pendapat-pendapat musSnbbihah mengenai
nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pasal pertama:
Ke,yakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-
nama dan sifat-sifat Allah.
Terdiri dari dua pembahasan:
Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.
Pembahasan keduat Kq/akinan Ahlussunnah ural Jama'ah
mengenai narna-narna dan sifat-sifat Allah.
20 - Al Arasy (Singgasana Allah)
PEMBAHASAN PERTAMA: DEFINISI
AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH
Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama'ah adalah:
Para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan orang-orang yang
menempuh jalan mereka, dan meniti manhaj mereka, dari
kalangan para imam petunjuk, dan yang mengikuti mereka dari
seluruh kalangan umat-
Dengan pengertian ini, maka keluarlah setiap golongan
bid'ah para pengikut hawa nafsu.
As-Sunnah di sini adalah kebalikan dari bid'ah, dan al
jama'ah di sini adalah kebalikan dari perpecahan.
Diriwayatkan dari hnu Abbas @ dalam menafsirkan firman
Allah &, t*i i,;*ft er.': |# ?7 " pud, han 5nns di waktu itu
ada muka Wng putih berceri, dan ada pula muka tnng hitam
mumnf'(Qs. Aali 'lmraan [3], 106), ia berkata, "Wajah-wajah para
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 21
Ahlussunnah menjadi putih, sedangkan wajah-wajah para ahli
bid'ah dan perpecahan menjadi hitam."7
Perlu dikemukakan di sini, bahwa kita mengetahui bahwa
ulama menggunakan ungkapan ini untuk dua makna.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, .[-afazh
Ahlussunnah dimaksudkan:
1. Orang yang menetapkan khilafah para khalifah yang
tiga. Maka dalam hal ini semua golongan tercakup kecuali
Rafidhah.s
2. Terlodang juga malsudqn adalah ahli hadits dan
sunnah secara khusus, sehingga tidak mencakup kecuali orang
]rang menetapkan sifat-sifat bagi Allah 8t, dan mengatakan,
'Ses,ngguhn3n Al Q''an bukan makhluk, dan bahwa Alrah akan
dapat dilihat di akhirat,' menetapkan adan5a takdir, dan pokok-
pokok lainnya png diketahui oleh pam ahli hadits dan sunnah."9
Yung kami maksud dengan ungkapan "Ahlussunnah,,
adalah makna kdua png disebutkan oleh $nikhul Islam lbnu
Tairni!,ah. Demikian ifu, karena Ahlussunnah mempunyai pokok-
pokok ket akinan Srang mereka sepakati dan mereka nash-kan di
dalam kitabhtab k€A/akinan png dikenal.
7 Tbfsir tbal lhmrll/gg0l.
8 qnimU Islam berkata, "Tidak lagi (bahua mereka -golongan
Rafidhah- (adalah kelompok ahli bid'ah 5nng paling iauh dari Al Kitab dan As-
smnah. Karena itu mereka dikenal di kalangan urnurn (sebagai kelompok lang
menplisihi As-srnnah. Maka mayoritas rnast/amlot urnurn tidak mengaahui
kebalilon dari golongan sunni kecuali Rafidhah. Bila seseorang berkata] ,.Aku
serrang sunni.' Maka artinya: Aku bukan rafidhi (bukan penganut Rafidhah)."
{ulajmu' Al Fa bwa 13/ 3561 -
9 Minhai As-snmh l2/2211i (terbitan universitas Ar Irnam Muhammad bin
Sa'ud.
22 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Ahlussunnah mempunyai banyak sebutan, di antaran5a:
Ahlus Hadits, Al Firqah An-Najiyah (golongan yang selamatl, N
Jama'ah, dan lain{ain.
Kaidah-kaidah manhaj Ahlussunnah bisa disimpulkan dalam
poin-poin berikut:
Pertama: Berpedoman dengan nash-nash Al Kitab dan As-
Sunnah dan memahami makna-maknanya.
Kedua: Membatasi ifu dengan riwayat-riwayat ma'tsurdai
para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin dalam makna-makna Al
Qur'an dan Al Hadits. Yaitu dengan:
A. Ijtihad dalam membedakan yang shahilnya dari yang
tidaknya.
B. Ijtihad dalam berhenti pada makna-maknanya dan
memahaminya.lo
Ketiga: Mengamalkan ifu dan konsisten di atasnya sebagai
keyakinan, pemikiran, sikap dan perkataan, dan jauh dari segala
yang menyelisihinya dan bertentangan dengannya.
Keempat: Menyeru kepada itu dengan lisan dan perilaku.
Maka dari itu, barangsiapa menerapkan kaidah-kaidah ini
dalam berkeyakinan dan perbuatan, maka ia di atas manhaj
Ahlussunnah, insya Allah.
70 Balnn Fadhl llm As-Salaf ala Al Khalat ka4n hnu Raiab (hal. 15G152h
Ushul I'tiqad,4hlis Sunnah, karya Al-Lalika'i (1/9-10).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
23
PEMBAFI,ASAN KEDUA: KEYAKINAN
AHLUSSUNNAH WAL JAY6'AH
MENGENAI NAMA.NAMA DAN SIFAT.
SIFAT ALIAH
Kq/akinan Atrlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-
nama dan sifat-sifat Allah berdiri di atas dasar iman kepada semua
yang terdapat di dalam nash-nash Al Qur'an dan As-sunnah yang
shahih, dengan penetapan dan penafian. Maka dengan begitu
mereka:
(1) Menamai Allah dengan apa-apa frang Allah menamai
diri-\n di dalam KitabNSn, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa
menambahi ifu dan tanpa menguangrrya.
(2) Menetapkan sifat-sifat bagi A[ah & dan menyifati-Nya
dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya di dalam Kitab-
Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa Ahifl, tanpa ta'thil2,
serta tanpa bl<yifs, dan tanpa tamtsil.La
11 U-r€r s@ata bahasa adalah j*.#ri ';;At (penggantian; perubahan).
Sedangkan Liiri€t dalam masalah nar.-narna dan sifat*ifat adalah merubah
24 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
(3) Mereka menafikan (meniadakan) dari Allah apa yang
Allah nafikan dari diri-Nya di dalam Kitab-Nya, atau melalui lisan
Rasul-Nya, Muhammad #, disertai keyakinan bahwa Allah disifati
dengan kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan itu.
Ahlussunnah dalam masalah ini menempuh manhaj Al
Qur'an dan As-Sunnah yang shahih, sehingga setiap nama atau
sifat bagi Allah & yutg disebutkan di dalam Al Kitab dan As-
Sunnah yang shahih, maka itu diterima penetapannya sehingga
dengan begitu wajib menetapkannya.
Yang dimaksud dengan penafian adalah menafikan dari
Allah S segala yang bertentangan dengan kesempumaan-Nya,
dari berbagai macam aib dan kekurangan, disertai wajibnya
meyakini tetapnya kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan
itu.
Imam Ahmad berkata, "Allah tidak disifati kecuali dengan
apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya atau yang disifatkan oleh
lafazh{afazh nash nama-nama dan sifat-sifat atau makna-maknanya dari yang
dimaksudkan Allah.
rz Wr secam bahasa diambilkan dari jkir yang artinyn ':$r1 !r:;\5'jhl,
kosong; hampa; meninggalkan). Sedangkan.plSr dalam masalah nama-nama dan
sifat-sifat adalah menafikan (meniadakan) narnuHrinra dan sifat-sifat Allah atau
sebagiannya.
13 l,r=,33r secara bahasa adalah menetapkan sesuatu dalam suahr benhfi
tertentu yang diketahui. Sedangkan Ui33r dalam masalah nama-narnzr dan sifat-
sifat adalah membicarakan esensi dan bentuk sifat-siht ynng Allah tetapkan bagi
diri-Nya.
t+ j;Fr secara bahasa berasal dari jgir png artinya '#$ th (bandingan;
tandingan). Sedangkan .1$3r dalam masalah narn-nanra dan siht-sifat adalah
meyakini sifat-sifat Sang Pencipta bahwa itu seperti silatsilat makhluk.
Silakan merujuk makna-makna lahzh-lafuzh yang kami sehrtkan ini di dalam
kitab kami (Mu'taqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Tauhid N,4sma' wa ,4sh-Shifat
(hal.70-81).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
25
Rasul-Nya S kepada-Nya. Kami tidak melampaui Al Qur'an dan
As-Sunnah."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jalan para
pendahulu umat dan para imamnya, bahwa mereka menyifati
Allah dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya, dan dengan
apa yang disifatkan Rasul-Nya $ kepada-Nya, tanpa tahrif
(merubah; mengganti), tanpa ta'thil (meniadakan), tanpa tafuif
(mem-bagaimana-kan) dan tanpa tamtsil (menyerupakan). Yaifu
penetapan tanpa menyempakan, dan mensucikan-Nya tanpa
meniadakan. Penetapan sifat-sifat dan meniadakan penyempaan
dengan para makhluk.
Allah {S berfirman,
r"<r$ -16;4
" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia." (Qs.
Asy-Syt ruraa I42l: tl).
Firman Allah, i":rS -rt5;.1 " Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Dia' (Qs. Asy-Sgruuraa l42l: 11!. ini adalah
sanggahan penyerupaan. Sedangkan Jrj$'d$i '.Ks " dun Diu-
lah Yang Maha Mendengar laqi Maha Melihat' (Qs. Asfsyuuraa
1421: Ltl ini adalah sanggahan peniadaan.
Pendapat mereka mengenai sifat-sifat bertopang pada dua
pokok:
Pertama, Allah S suci dari sifat-sifat kekurangan secara
mutlak, seperti menganfuk, tidur, lemah, jahil dan sebagainya.
26 - Al Arasy (Singgasana Allah)
Kedua, menyandang sifat-sifat kesempurnaan yang tidak
ada kekurangan padanya, yang secara khusus merupakan sifat-
sifat bagi-Nya. Maka dari itu, tidak ada sesuatu pun dari para
makhluk yang menyerupai-Nya dalam sesuatu pun dari sifat-sifat
ifu."15
Dari sini bisa disimpulkan ringkasan keyakinan
Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-nama Allah dalam
poin-poin berikut:
1. Mengimani penetapan narna-nama yang terbaik (Al
Asma' Al Husna) yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-
Sunnah, tanpa menambahi dan tanpa mengurangi.
2. Mengimani bahwa Allah-lah yang menamai diri-Nya, dan
tidak seorang pun dari para makhluk-Nya yang menamai-Nya.
Maka dari ifu, Allah &lah yang berbicara tentang nama-nama ini,
dan nama-nama-Nya itu dari-Nya, bukan hal baru yang diciptakan
seperti yang dinyatakan oleh golongan Jahmiyah, Mu'tazilah,
Kilabiyah, asyairah dan Maturidiyah.
3. Mengimani bahwa nama-nama ini menunjukkan kepada
makna-makna di puncak kesempumaan. Jadi itu dalam figur{igur
dan sifat-sifat, tapi tidak seperti figur{igur kaku yang tidak
diletakkan dengan berdasarkan makna-maknanya seperti yang
dinyatakan oleh golongan Mu'tazilah.
4. Menghormati makna-makna nama-nama tersebut, dan
menjaga kehormatan yang dimilikinya pada sisi ini, serta tidak
menentang makna-makna tersebut dengan merubah/mengganti
dan meniadakan sebagaimana sikap para ahli kalam (teolog).
rs Mnhaj As-Sunnah (2/523).
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 27
5. Mengimani apa yang ditunfut oleh nama-nama tersebut
yang berupa hukum-hukum sebagai dampak-dampak dan
implikasi-implikasi dari nama-nama tersebut. 15
Selain ihr, bisa disimpulkan juga ringkasan keyakinan
Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai sifat-sifat Allah dalam poin-
poin berikut:
1. Menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah fr secara hakiki
dengan bentuk yang layak bagi-Nya, dan tidak diperlakukan
dengan penaftan (peniadaan) dan pengingkaran.
2. Tidak melampaui namanya yang khusus dengan itu,
yang dengan-Nya Allah menamainya, bahkan menghormati nama
sebagaimana menghormati sifat, sehingga tidak meniadakan sifat
serta tidak merubah namanya dan menggantinya dengan nama
lain.
- Seperti golongan Jahmiyah yang meniadakan, menyebut:
mendengar-Nya, melihat-Nya, berkuasa-Nya, hidup-Nya dan
berbicara-Nya: dengart a'radh (yang tidak tetap, yang tidak berdiri
sendiri).
- Mereka menyebut wajah-Nya, tangan-Nya dan kaki-
Nya &, sebagai anggota badan dan bagian. Dan menyebut
hikmah-Nya dan inti perbuatan-Nya yang berupa permintaan
(perintah atau larangan) sebagai sebab dan a'radh.
- Mereka menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang berdiri
sendiri sebagai hal-hal yang baru.
- Mereka menyebut ketinggian-Nya di atas para makhluk-
Nya dan istiwa.Nya di atas Arsy-Nya sebagai pembatasan.
16 Uh. rincian masalah ini di dalarn kitab kami lMu'taqad Ahlis Sunnah wal
Jann'ah fi,4sma'illah Al Husna.
28 -
Al Arasy (Singg;asana Allah)
Mereka saling mewasiatkan makar besar ini unfuk menafikan apa
yang ditunjukkan oleh wahyu, akal dan fithrah, serta dampak-
dampak perbuatan dari sifat-sifat-Nya.
Dengan nama-nama ini, mereka dan nenek moyang
mereka berusaha menafikan sifat-sifat-Nya dan hakikat-hakikat
nama-nama-Nya.
3. Tidak menyerupakannya dengan apa yang ada pada
para makhluk. Karena Allah & tidak ada sesuatu pun yang senrpa
dengan-Nya, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada sifat-sifat-Nya dan
tidak pula para perbuatan-perbuatan-Nya.
4. Berpufus asa dari mengetahui esensi-Nya dan
bagaimana-Nya. Karena akal telah berpufus asa dari mengenali
esensi sifat dan bagaimananya. Karena tidak ada yang mengetahui
bagaimana Allah kecuali Allah. Inilah arti ucapan para salaf,
'r-t
'.i5 (tunpa mempertanyakan bagaimana wujud Allah), yakni tanpa
"bagaimana" yang dapat dicema oleh akal manusia, karena Dzat
yang tidak dapat diketahui hakikat-Nya dan esensi-Nya, bagaimana
bisa diketahui bagaimana ciri-ciri dan sifat-sifat-Nya? Namun hal ini
tidak menodai keimanan terhadapnya, dan mengetahui makna-
maknanya, karena tentang "bagaimananya" ifu hanya di balik
itu.17
5. Mengimani apa yang dituntut sifat-sifat ihr yang berupa
dampak-dampak dan hukum-hukum yang bertopang padanya.
Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-
nama dan sifat-sifat Allah telah di paparkan pada kajian pertama
dari rangkaian Dirasat fi Mabahits Tauhid Al Asma' wa Ash-
17 Madarii As-&tikin (3/358-359).
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 29
Shifat Karena itu, siapa yang ingin mendapatkan tambahan dan
keluasan, silakan merujuk kajian tersebut.
Pasal Kedua
Pendapat Golongan Mu'aththilah (Srang menafikan;
fidak memberlakukan) Nama-Narna dan Sifat-Sifat Allah
Dalam hal ini ada dua pembahasan:
Pernbahasan pertama: Defrnisi Mu bththilah
Pernbahasan kedua: Tingkatan-tingkatan h'thil
Pernbahasan pertama
Definisi Mu'aththilah
Dalam hal ini terdapat pengantar dan dua topik
Topik pertama: Ahli filsafat (filosof/filsufl
Topik kedua, Ahli kalam (teolog)
30 - Al Arasy (Singgasana Allah)
PENGANTAR
Golongan Mu'aththilah dalam masalah narna-nama dan sifat-sifat
terbagi menjadi beberapa kelompok:
Ahli filsafat
(filmf/filsufl
Ahli lolam (teolos)
Frlsatat
mumi
(seperti Al
Farab)
Filsalat
bathin
Jahmi
!,ah
Mu'tazil
ah
Kihbilra
h
AsV'afuah Maturidiph
Ratithah
Isrnaililph
(seperu
Ibnu Sina
dan
ll*rurart s
hshafa)
Shufi
Itthadiy
ah
Feperd
lbnu
Arabi
dan
hnu
Sab'in)
Mutaqad
dim
Muta'alil(
hb
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 3l
Aliran Ta'thil mereka tertagi menjadi:
Tingkat Ta'thil mereka terbagi menjadi:
Penjelasannya akan dipaparkan di dalam pembahasan ini.
Aliran Tabdil
(meng$nti rnakna-
malma)
Alinn Taihil tJahil
mengenii rnakna
rnaknanlra)
Ahan
asurnsi dan
inlaiin6l
(para
fflGo0
Aliran mecubah dan
tal$ril (AhS tal$,il)
Golo,ngan yatrg
nreqntakan batrwa
yarU dlnuftgd adalalt
nrenydisihi apa yang di
tunfukkan olelt
dnhimya, dan
mernfilon ilmrpng
dirnaksd itu dari apa
prqsdahAlhh (aliran
kedua di lolangan
A+,'af6rat0
Gobngan yarE
metlratakan
mernberlahion
zhahimlp, namun
ttdak ada gnng
mengetahui
Ufutiluqn
kdraliAllah
FebagAan lrang
benfnlhsi
kepada pan
irnam yang
ernpaQ
Cotongan
Mubththihlt
el<str€rn @ng
m€nginglod
s€rnua ndna
&nsifaO
Golongan !EIIg
nrenctad<an narna-narra
dan mernffkan semn
silat (rnseka adalah
Mu'tazilali, Ralidhah
hnarnitxah Zaidilrah, dan
tUadttph dat Xhaqratj)
Golongan yang
merrdapkan silat-silat
dzat dan nreraftkan silab
sttat ildzOyatllph
(Kilablrh, pan
p€rdahulu Asy'arilrat$
Golongan grang
menetapkan narna-nama
dan tuluh silat, yaitu
(hirfup, ilrnu, kuasa,
kehendak, merdengar,
melihat dan bicara).
(Mcreka adahh golongan
Asy'ariph Muta' akhkhir
dan Maturidilrah)
Crotonganlpng
rrcndustakan
bgi meralilon.
!ETIg
mengatalon
baf$aAn h
tdd(&ila6
d€ngdr
perrtapan dan
mcdole!ilran
penafian
(latunileh dan
lbruShal
Gotrngan
dilfu-tauaqflul,rrlrg
mengatakan batilra Alah
frdak dbifati dengan
penaapan dan tildak prh
dargan p€nafrart
(Aruffnt0
Golq€anlringm6a
bodoh lagi frdalt rnau
tatq yarq n*ngatalor\
"Kanti dam dali
keauarya(dOaai
pcluapandan
p€naftan).'(A1 l{ala,
Gol{Ean lttihalilnh,
yang mengatakan
penetapan umum dan
penafian umum
32 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Topik Pertama: Ahli Filsafat
Ahli filsafat 1i;-,''l,it) adalah sebutan jenis bagi yang
menyukai hikmah dan lebih cenderung dengan segala sesuatu yang
berbau hikmah.
Sebutan ini telah ada dalam pengetahuan manusia yang
disandangkan secara khusus kepada orang png keluar dari agama
para nabi, dan tidak bermadzhab kecuali dengan apa yang dapat
dicema akal menurut persepsinya.
Lebih khusus dari itu, bahwa dalam persepsi
Muta'akhkhirin, itu adalah sebutan bagi para pengikut fuistoteles,
dan mereka secara khusus adalah al mas5rSm 'un (Peripatetic),18
yaitu yang hnu Sina memumikan jalan mereka, membentangkan-
nya dan menetapkannya. Yaifu yang dikenalnla, bahkan udak
dikenal selainnya oleh golongan Muta'al'hLhirin dari kalangan
para ahli kalam (para teolog)."l9
Keimanan para filosof kepada Allah Yang Maha Suci lagi
Maha Tinggi hampir tidak melebihi keimanan terhadap
keberadaannya yang mutlak -yakni keberadaan-N/a di dalam
benak dan khayalan (imajinasi) tanpa hakikat-. Selain dari itu,
mereka hampir tidak pemah sepakat mengenai sesuafu.
Pembahasan tentang akidah di kalangan mereka termasuk hal
yang paling dungu dan paling merusak di anbra apa 3ang mereka
katakan.
l8 lfir adalah png banyak berialan. gtllir adalatr p€ndlon Aristotdes.
Disebut demikian, karena fuistoteles biasa mengajari muridrnr.uidnya sarnlril
berjalan. (Al Mu'jam Al Falsafr(3731.
re lghut"uh Al-I-ahfan 12 / 2571.
AlArasy(Sing;g;asanaAllah)
- 33
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun kefuhanan,
maka integritas mereka dalam hal ini lebih merusak daripada
integritas karakter. Dan umumnya perkataan mereka mengandung
asumsi-asumsi dusta, jauh dari berupa konsep-konsep yang
benar."2o
Rusaknya keyakinan para filosof mengenai Allah akan
tampak lebih banyak ketika kami memaparkan kepada anda
ucapan-ucapan mereka mengenai Dzat dan sifat-sifat Allah.
Para filosof menyandangkan kepada Allah sebutan "Wajibul
Wujud" wajib ada, dan mengesakan wajib adanya menurut mereka
cukup dengan membayangkan-Nya (mengimajinasikan-Nya) dalam
pengetahuan dasar dengan kerusakannya.
Jadi, tauhid menurut mereka memerlukan penanggalan
segala sifat kesempumaan yang lazim bagi-Nya dari-Nya, maka
Dia tidak memiliki hidup, mati, kekuasaan, perkataan dan sifat-sifat
lainnya. Sebagai gantinya mereka mengatakan, "sesungguhnya
Dia adalah berakal, obyek akal dan akal. Lezat, yang melezatkan
dan kelezatan. Yang berilmu, yang diilmui, dan ilmu." Mereka
menjadikan semua itu sebagai hal-hal ketiadaan.
Yang mendorong mereka kepada hal itu adalah pemyataan
mereka bahwa berbilangnya sifat-sifat mengharuskan ketersusunan
(strukturisasi) pada Allah. Rusaknya pendapat ini sangat jelas.
Karena Allah menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat, dan Rasul-Nya
menyifati-Nya dengan ihr. Hal itu telah ditetapkan di dalam Al
Kitab dan As-Sunnah sebagai dalil naqli.
Sebagaimana juga akal mempersaksikan rusaknya
pendapat mereka, karena berbilangnya sifat, tidak dikatakan oleh
20 Ar-Radd ala Al Manthiqi2ryin(hal. I 14).
34 - Al Arasy (Singgasana Allah)
bahasa, syariat maupun akal yang sehat, bahwa itu menghamskan
bersusunnya hal yang disifati kecuali menurut para filosof.2l
Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah
pemyataan mereka, bahwa Allah tdak mengetahui iuz'i5ryt
(parsial). Menurut mereka, Dia tidak mengetahui hakikat Musa,
tidak pula Isa, dan tidak pula Muhamrnad 'alahimus shalafu was
salam, apalagi peristivOa-peristiwa yang ditufurkan Al Qur'an, dan
perkara-perkara para makhluk lainnya. Rusaknya perkataan ini
sangat jelas menurut dalil nadi dan iuga akal.
Dalil naqlinya adalah, Allah S berfirman,
i6 1$'i Jyli5;-{ #a6 is.;#
e #1;tits-L#3i e W'^6i";{5';s
# #e$yaJ,{'{,i;i;*i6g
"Dia memiliki ilmu gaib tnng frdak ada 5nng mangetahuinya
kecuali Dia. Dia mengetahui apa tang di daratan dan di lautan,
dan tiada sehelai daun pun tnng gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dakm
bumi dan tidak squafu tnng basah atau Snng kering,
melainkan tertulis dalam kiab 5nng nlmb (Iauh Mahfirzh)." (Qs. Al
An'aam [5]: 59).
Begitu juga akal menlnksikan rusaknya kq/akinan ini.
Bagaimana bisa Allah & uaak mengetahui perkara-perkara png
2r er-Radd ala Al Mankiqijryin(hal. 314).
AlArasy(SinttasanaAllah)
- 35
dijalankan-Nya dengan perintah-Nya dan diberlakukan-Nya dengan
ketentuan-Nya, serta diberitakan-Nya di dalam Kitab-Nya. 22
Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah apa
5nng mereka katakan mengenai kekuasaan Allah, yaitu bahwa
Allah adalah Pelalm secara tabiat, bukan karena keinginan sendiri.
Karena pelaku se@ra tabiat pertuatannln tertatas, sedangkan
pelaku dengan keinginan sendiri akan' beragam perbuatannya.
Mereka tidak tahu, bahwa dengan ini berarti mereka menganggap
manusia sebagai pelaku dengan keinginan sendiri lebih sempuma
daripada Allah sebagai pelaku se@ra tabiat karena terbatas
menurut persepsi mereka. Pendapat ini tertolak oleh lirman
Allah &:
ic;;{6-6i1",3,;
"Dan Tuhanmu menciptakan apa tmng Dia kehendaki dan
memilihryn." (Qs. Al Qashash [28]: 68).
Selain itu, pendapat ini iuga ditolak oleh logika, karena
Allah adalah pelaku yang paling sempurna, maka bagaimana bisa
menyerupakan pertuatan-Nya dengan perbuatan makhluk.
Para filosof konsisten dengan ihl, hingga mereka
menetapkan wajib ada, dan di samping mereka menetapkan ifu
bagi-Nya, namun menunrt mereka ihr adalah wujud mutlak, tidak
bersifat dan tidak berciri, serta tanpa perbuatan yang berdiri
sendiri, Dia tidak menciptakan langit dan bumi yang sebelumnya
tidak ada, Dia tidak memiliki kekuasaan atas suatu perbuatan, dan
tidak mengetahui sesuatu pun. Tidak diragukan lagi, bahwa yang
dianut oleh kaum musyrikin fuab dari golongan kafir Quraisy dan
22 tu-Radd ala Al Manthiqiwin(hal. 461).
36 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Iainnya adalah lebih ringan daripada ini. Karena para penyembah
berhala (kaum paganis) menetapkan Rabb sebagai pencipta, yang
berilmu, kuasa dan hidup, walaupun mereka mempersekutukan-
Nya (dengan selain-Nya) dalam ibadah (penyembahan)-
Jadi, rusaknya pendapat para filosof mengenai Allah tidak
tertandingi oleh kerusakan lainnya. Insya Allah nanti akan kami
kemukakan ucapan-ucapan mereka mengenai nalna-nama dan
sifat-sifat Allah.
Ini menumt mereka mengenai khabar iman kepada
Allah &.
"Adapun iman kepada malaikat, maka mereka itu tidak
mengakui malaikat, dan tidak beriman kepada mereka. Menurut
mereka, malaikat adalah yang diimajinasikan oleh Nabi, menurut
persepsi mereka, di dalam dirinya, dari sosok-sosok cahaya, dan
itu menurut mereka adalah akal. Dan ifu hampa, fidak di dalam
alam dan tidak pula di luar, tdak di atas langit dan tidak pula di
bawahnya, juga bukan sebagai sog:ok-sosok yang bergerak, tidak
naik, tidak furun, tidak mengatur sesuaht, tidak berbicara, tidak
mencatat perbuatan-perbuatan pat?t hamba, tidak memiliki
perasaan dan tidak memilih gerakan salna sekali, serta tidak
berpindah dari satu tempat ke ternpat lainnya, tidak berbaris di
hadapan Rabbnya, tidak shalat, tdak mempunyai peran sama
sekali di alam ini, sehingga tidak ada yang namanya malaikat yang
mencabut nyawa hamba, udak pula yang menuliskan rezekinya,
ajalnya dan perbuatannya, dan ada pula yang di sebelah kanan
maupun kiri. Semua ini menurut mereka tidak ada hakikatnya
sama sekali.
Sebagian mereka ada yang lebih dekat kepada Islam, yaitu
dengan mengatakan, 'Malaikat adalah kekuatan baik lagi utama
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 37
pada diri hamba, sedangkan syetan adalah kekuatan jahat lagi
buruk'. Demikian ini bila mereka mendekat kepada Islam dan
kepada para rasul.
Tentang kitab-kitab, menumt mereka, Allah tidak memiliki
perkataan yang diturunkan-Nya ke bumi dengan perantaraan
malaikat. Karena Dia tidak mengatakan sesuafu pun, tidak
berfirman, dan tidak ada kemampuan berbicara pada-Nya.
Sedangkan para filosof yang lebih dekat kepada Islam dan para
rasul, yaitu yang dinisbatkan kepada kaum muslimin, mengatakan,
'Kitab-kitab yang diturunkan itu adalah luapan yang meluap dari
akal yang mempengaruhi jiwa yang siap, berbudi luhur lagi suci,
lalu makna-makna itu pun terbayang dan terbentuk di dalam
jiwanya yang terasumsikan sebagai suara-suara yang berbicara
kepadanya. Bahkan boleh jadi asumsi itu menguat hingga
melihatrya sebagai benfuk-benfuk cahaya yang berbicara
kepadanya dan bisa juga hal itu menguat hingga terbayang oleh
sebagian yang hadir, sehingga mereka bisa melihatnya dan
mendengar pembicaraannya, namun tidak ada hakikatnya bagi
sesuafu dari itu di luamya.
Adapun para rasul dan para nabi, menurut mereka,
kenabian memiliki tiga kekhususan, siapa yang memilikinya secara
sempuma maka ia seorang nabi:
Pertama, kekuatan inhrisi (firasat; perasaan), dapat
mengetahui tapal batas tengah secara cepat.
Kedua, kekuatan imajinasi dan pengimajinasian, yaitu
mengimajinasikan di dalam dirinya bentuk-benfuk cahaya yang
berbicara kepadanya, mendengar perkataan darinya, dan
mengimajinasikannya kepada orang lain.
38 - Al Arasy (Singgasana Allah)
Ketiga, kekuatan mempengaruhi dengan sikap di alam
primer. Menurutnya, ini terjadi dengan mengosongkan jiwa dari
hubungan-hubungan dan mengaitkannya dengan hal-hal yang
terpisah, yang berupa akal dan jiwa yang kosong.
Kekhususan-kekhususan ini dicapai dengan upaya. Karena
itu, mengupayakan kenabian termasuk tasawwuf menurut
madzhab mereka, seperti Ibnu Sab'in, Ibnu Huud dan serupanya.
Kenabian menuntt mereka adalah perbuatan dan yang berbuat,
bahkan merupakan perbuatan yang paling mulia, seperti halnya
politik, bahkan itu merupakan politik umum. Banyak dari mereka
yang tidak meridhainya, dan mengatakan, 'Filsafat adalah kenabian
khusus, sedangkan kenabian adalah filsafat umum'.
Tentang iman kepada hari akhir, mereka tidak mengakui
akan pecahnya langit, berjatuhannya bintang-bintang dan kiamat
tubuh. Mereka juga tidak mengakui bahwa Allah telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan mengadakan
alam ini yang sebelumnya tidak ada.
Jadi menurut mereka, tidak ada permulaan dan tidak
tempat kembali, tidak ada pembuat, tidak ada kenabian, tidak ada
kitab-kitab yang dihrrunkan dari langit yang mana Allah berbicara
dengan ifu (memfirmankannya), dan tidak ada pula malaikat yang
turun membawakan wahyu dari Allah &.
Agama Yahudi dan Nashrani setelah terjadinya
penghapusan dan penggantian (perubahan) masih lebih baik
daripada agama mereka.
Cukuplah bagimu tentang kejahilan terhadap Allah &
beserta nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya, orang
yang mengatakan, bahwa seandainya Allah S mengetahui alam
wujud, maka niscaya Dia mengalami kepenatan dan kelelahan, lalu
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 39
disempumakan oleh yang lainnya. Cukuplah menjadi kenistaan
dan kesesatan serta kebutaan untuk berjalan di belakang mereka
dan berbaik sangka terhadap mereka, dan bahwa mereka adalah
orang-orang yang berakal. "23
Yang perlu diketahui, bahwa para filosof tidak mengimani
keberadaan Allah secara hakiki, tidak pula beriman kepada wahyu,
kenabian dan kerasulan. Dan mereka mengingkari segala yang
ghaib. Dasar-dasar filsafat semuanya bertopang pada dua
landasan, yaitu:
l-andasan pertama: Asal dalam ilmu adalah akal manusia,
dan menurut mereka, ifu adalah sumber ilmu.
landasan kedua: Ilmu ifu terbatas pada hal-hal yang dapat
dirasa dan disaksikan saja.
Berdasarkan landasan pertama, mereka membatalkan
wahyu, dan berdasarkan landasan kedua, mereka membatalkan
perkara-perkara ghaib, termasuk beriman kepada Allah dan hari
akhir.
Jadi, para filosof telah menyoroti masalah-masalah
keyakinan, dan mereka menyatakan, bahwa itu hanyalah ilusi dan
imajinasi yang tidak ada hakikatnya dan tidak ada wujudnya di luar
(di alam nyata). Sehingga Allah tidak benar-benar adanya, tidak
pula kenabian secara hakiki, tidak pula malaikat, tidak pula neraka
dan surga, dan tidak pula pembangkitan kembali.
23 lsha tsah Al-l-ah fan (2 / 261 -262).
40
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
Topik Kedua: Ahli Kalam (Teolog)
Ahli kalam tidak jauh beda dengan para filosof dalam
beberapa pokok-pokok keyakinan mereka, dan mengambil dari
mereka kaidah-kaidah rasionalisme dan metode-motede teologis,
serta terpengaruh oleh itu dalam porsi yang cukup besar. Dalam
masalah-masalah akidah (keyakinan), mereka menempuh teori
rasional menunrt batas asumsi mereka. Jadi, walaupun mereka
menyelisihi pendapat para filosof, bahwa hakikat-hakikat ini hanya
sekadar asumsi dan imajinasi, namun sama dengan mereka dalam
distorsi (memutar balikkan) banyak hakikat ghaib. Di dalam kitab-
kitab para ahli kalam (teolog) dengan beragam kelompok mereka,
tidak akan ditemukan pemyataan tentang masalah-masalah
keyakinan (akidah) sebagaimana yang disebutkan oleh nash-nash
yang shahih. Sebagai ganti kalimat "Allah @ berfirman" atau
"Rasulullah $ bersabda" atau "para sahabat berkata", adalah
Anda hanya menemukan dalam kitab-kitab mereka kalimat "orang-
orang utama berkata" atau "para cendekiawan berkata" atau "para
ahli hikmah berkata". Yang mereka maksudkan itu adalah para
filosof Yunani dari kalangan kaum paganis (para penyembah
berhala). Bagaimana bisa mereka meninggalkan firman Allah dan
sabda Rasul-Nya $, lalu mengambil perkataan orang yang tidak
mengenal Allah dan tidak beriman kepada Rasul-Nya?
Orang yang mengkaji kitab-kitab para ahli kalam akan
mengetahui besarnya mudharat (bahaya) yang ditimbulkan
terhadap umat muslim. Karena kitab-kitab itu menyebabkan
manusia terhalang dari pengetahuan yang benar tentang Allah,
Rasul-Nya dan agama-Nya, sedang sebagai gantinya adalah
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
41
ucapan-ucapan ta'thil (peniadaan sifat-sifat Allah), tajhil
(pembodohan) dan takhyil (imajinasi).
Ahli kalam itu tidak hanya satu golongan (varian) saja,
bahkan mereka itu banyak golongan. Mereka adalah:
1. Jahmiyah;
2. Mu'tazilah;
3. Kilabiyah;
4. Asyairah; dan
5. Maturidiyah.
Masing-masing dari kelima golongan ini mempunyai
pendapat dan pandangan tersendiri sesuai dengan syubhat logika
yang menjadi sandarannya.
Pertama: Golongan Jahmiyah
Mereka adalah para pengikut Jahm bin Shafiuan yang
mengambil pendapat ta'thil dan AI Ja'd bin Dirham ketika
berjumpa dengannya di Kufah.2a Al Jahm menyebarkan pendapat
ta'thil dan melebihi gurunya, Al Ja'd, dengan sangat berlebih
dalam penafian, dan banyak mempopulerkan ifu dan
menyenrkannya, karena ia seorang yang pandai berbicara dan
berdebat.
Di antara keyakinan-keyakinan mereka yang paling
menonjol adalah:
1. Mengingkari semua nama dan sifat, sebagaimana yang
nanti akan dijelaskan.
24 Mul<hashar Taril<h Dimas5q(6/5Ol; Al Bidayah(9/350).
42
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
2. Dalam bab keimanan, mereka adalah Murji'ah. Mereka
mengatakan, bahwa keimanan ifu cukup hanya dengan
pengetahuan hati. Inilah pendapat sekte Murji'ah yang
paling buruk.
3. Dalam masalah takdir, mereka adalah jabariyah. Mereka
mengingkari berkemampuannya hamba dalam memilih
perbuatannya sendiri.
4. Mengingkari bahwa kelak pada Hari Kiamat para makhluk
bisa melihat Allah.
5. Mereka mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.
6. Mereka mengatakan fananya surga dan neraka.
Dan keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang dikatakan
oleh golongan Jahmiyah.
Kedua: Mu'tazilah
Mereka adalah para pengikut Washil bin Atha' dan Amr
bin Ubaid. Mereka adalah kelompok besar yang dihimpun oleh
apa yang mereka sebut pokok-pokok yang lima, yaitu:
1. Tauhid, 2. Keadilan, 3. Janji dan ancaman, 4-
Kedudukan di antara dua kedudukan, dan 5. Amar ma'ntf dan
nahi munkar.
Pada hakikatnya, golongan Mu'tazilah menganut
perpaduan pendapat-pendapat bathil yang ada di masa itu, karena
golongan Mu'tazilah memadukan paham-paham Jahmiyah,
Qadariyah, Khawarij dan Rafidhah.
Mereka sama dengan golongan Jahmiyah dalam sebagian
pokok-pokok keyakinan mereka, yaitu sama dengan mereka dalam
Al Arasy (Sintgasana Allah)
- 43
mengingkari sifat-sifat, sehingga mereka menyatakan, bahwa Dzat
Allah tidak ada sifatnya dan tidak ada perbuatannya, sebagaimana
yang nanti akan dijelaskan. Mereka juga mengingkari bahwa kelak
pada Hari Kiamat Allah dapat dilihat. Mereka juga mengatakan,
bahwa Al Qur'an adalah makhluk, dan lain{ain.
Mereka sama dengan golongan Qadariyah dalam
mengingkari berkuasanya Allah terhadap perbuatan-perbuatan
hamba. Mu'tazilah mengambil paham dari mereka (Qadariyah),
bahwa para hamba menciptakan sendiri perbuatan-perbuatan
mereka.
Mereka sama dengan golongan Khawarij dalam masalah
keimanan, yaitu mereka mengatakan bahwa keimanan adalah
ucapan, keyakinan dan perbuatan, tidak bertambah dan tidak
berkurang. Dan bahwa bila sebagiannya hilang maka hilanglah
semuanla.
Berdasarkan ifu, mereka sama dengan Khawarij mengenai
masalah pelaku dosa besar, dimana Mu'tazilah mengatakan,
bahwa pelalru dosa besar berada di suafu kedudukan di antara dua
kedudukan di dunia. Tapi mereka sepaham dengan Khawarij yang
berpendapat, bahwa pelaku dosa besar di akhirat akan kekal
selamalamanya di neraka.
Mereka juga mengambil pandangan Khawarij dalam amar
ma'ruf nahi mungkar.
Mereka sama dengan golongan Rafidhah dalam hal
menohok para sahabat Nabi $, karena di antara perkataan
Washil bin Atha mengenai orang-orang yang ikut dalam perang
Shiffin, "Ses,rngguhnya keduanya (kedua belah pihak) adalah fasik
fidak secara pasti." Ucapannya mengenai Ali & dan
Muawiyah &, "Seandainya keduanya datang kehadapanku unfuk
44 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
bersaksi mengenai seikat sa! ran, maka aku tidak akan menerima
kesaksian mereka." Sedangkan golongan Mu'tazilah yang
belakangan lebih dekat kepada paham Syi'ah-
Syait<hul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Para pendahulu
Syi',ah menyelisihi Mu'tazilah mengenai itu (yakni masalah-masalah
sifat dan takdir), sedangkan kaum Muta'akhkhir mereka dari masa
Bani Buwaih dan sempanya dari awal-awal abad keempat dan
serupanya, maka sesungguhnya di antara mereka ada yang
menyepakati Mu'tazilah dalam hal tauhid dan keadilan mereka.
Mu'tazilah adalah gum mereka hingga muncul di dalam perkataan
Ibnu An-Nu'man Al Mufid dan dua sahabahya, Abu Ja'far Ath-
Thusi yang diberi gelar Al Murtadha (yang diridhai) dan serupanya,
adalah dari perkataan Mu'tazilah. Saat itu di kalangan Mu'tazilah
ada yang cenderung kepada paham Syi'ah, baik dengan
menyamakan Ali dengan dua khalifah, atau mengutamakannya
atas dua khalifah, atau menohok Utsman, walaupun golongan
Mu'tazilah tidak berselisih mengenai kepemimpinan Abu Bakar
dan Umar. Sementara para pendahulu Mu'tazilah, seperti Amr bin
Ubaid dan kawan-kawannSn, mereka berpaling dari Ali, sampai-
sampai mereka berkata, 'seandainya ia dan salah seorang dari
anggota pasukannya memberikan suatu kesaksian, maka kami
tidak akan menerimanya. Karena salah satunya telah fasik tapi
tidak dapat ditentukan yang mananya'. Inilah yang dianut oleh
Muta'akhkhir Syi'ah dn Mu'tazilah, berteda dengan apa yang
dianut oleh para pemimpin dan para pendahulu kedua golongan
..t2\
% Naqdh Ta'sis Al Jahmgiyahll/*551.
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 45
Mereka juga mengambil dari golongan Syi'ah dan Rafidhah
sebagian besar pandangan-pandangan mereka yang khusus
mengenai imamah (kepemimpinan).
Berdasarkan ini, pemikiran-pemikiran Mu'tazilah adalah
perpaduan dari pandangan-pandangan berbagai kelompok yang
menyelisihi di masa mereka.
Pemikiran-pemikiran Mu'tazilah yang berlaku sekarang
adalah dari: Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, dan lbadhiyah, dan juga
golongan yang mereka sebut Al Aqlaniyyun (kaum rasionalis).
Ketiga: Mutakallimah As-Shi{faf (teolog sifat),
gnitu: Kilablnh, Asgrairah dan Maturidiyah.
1. Kilabiyah
Mereka adalah para pengikut Abu Muhammad Abdullah bin
Sa'id bin Kilab Al Qaththan25 (wafat tahun 2$ H).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Manusia sebelum
Abu Muhammad bin Kilab, ada dua golongan (yaitu)'
Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah yang menetapkan
semua yang berdiri dengan Allah ft& yung berupa sifat-sifat dan
perbuatan-perbutan yang dikehendaki-Nya dan kuasa atasnya; dan
Golongan Jahmiyah dari Mu'tazilah serta lainnya yang
mengingkari ini dan itu.
L-alu Ibnu Kilab menetapkan berlakunya sifat-sifat yang
lazim bagi-Nya, dan menafikan berlakunya perbuatan-perbuatan
dan lainnya yang berkaitan dengan kehendaknya dan kekuasaan-
26 Majmu' N Fabwa(5/555).
46 - AI Arasy (Singgasana Allah)
Nya. Hal ini disepakati oleh Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al
Hasan Al Asy'ari dan lain-lain.
Sedangkan Al Harits Al Muhasibi, tadinya ia bemfiliasi
kepada pendapat ibnu Kilab, dan karena itu Ahmad
memerintahkan untuk mengucilkann5ra, dan Ahmad pemah
memperingatkan mengenai hnu Kilab dan para pengilnrtnya-
Kernudian dikatakan mengenai Al Harits, bahvra ia menarik
kembali pendapafuiya. "27
Paham yang dimunculkan oleh hnu Kilab ini adalah Srang
kemudian dikenal dengan paham Mutakallimah Ash-Shifat[a;ah
(puh* kaum teolog sifat). Karena hnu Kilab, jalannya cendenrng
kepada ma&hab Ahlul Hadits dan Sr.rnnah, tapi di jalannya ada
benhrk bid'ah, karena ia menetapkan berlakunya sifat-sifiat pada
&at Allah, dan tidak menetapkan berlakunlp perkara-perkara
pilihan pada dzat-Nya.
Ia pemah berusaha keras dalam menlnnggah golongan
Jahmiyah28, tapi ia mendebat mereka dengan cara qlns png di
dalamnya membiarkan mereka menganut pokok-pokok lnng
mereka mmuskan, yaitu menolak berbicaranln Allah de.ngan
huruf, menolak berlakunya sifat-sifat pilihan pada &at-Np gang
terkait dengan kehendak dan kekuasaan-N5n dari apa png berupa
perbuatan, perkataan dan sebagainya.2g Setelah ifu ia menjadi
panutan dan imam bagi yang datang setelahnSn dari golongan ini,
yang menetapkan sifat-sifat dan menggugurkan penafiannya, tapi
sama dengan mereka dalam sebagian pokok-pokok rusak mereka
yang berdampak pada rusaknya sebagian apa yang mereka
27 Dar'u Ta'arudhi Al Aql wa An-Naql(2/ll.
% Maimu' Al Fatawa (12/3661.
2e Majmu' Al Fabwa (12/379).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
47
katakan dari segi logika, dan penyelisihannya terhadap Sunnah
Rasul."3o
Jadi, Ibnu Kilab memunculkan madzhab baru, yang di
dalamnya ia menyepakati para salaf, serta di dalamnya ada juga
yang menyepakati Mu'tazilah dan Jahmiyah. Dengan begitu ia
telah merintis madrasah ketiga, yaifu madrasah "Ash-Shifati5iyah"
yang dikenal dengan sebutan madzhab ibbat
(menetapkan/mengakui sifat-sifat), tapi di dalam perkataan mereka
terdapat sesuatu dari pokok-pokok paham Jahmiyah.3l
Paham ini dianut juga oleh Al Qalanisi, Al Asy'ari, Al
Muhasibi dan lain{ain. Mereka adalah para pendahulu Asy'ari dan
golongan Ary' ariyah terdahulu.
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad
bin Kilab adalah ustadz yang diikuti Al Asy'ari dalam pahamnya,
dan juga oleh imam-imam para sahabatnya, seperti Al Harits Al
Muhasibi, Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Sulaiman Ad-Dimasyqi
dan Abu Hatim Al Busti."32
Jadi, hnu Kilab adalah imamnya golongan Asy'ariyah
pertama, dan ifu banyak menyelisihi golongan Jahmiyah, dan lebih
dekat kepada salaf daripada Al Asy'ari.33
Tapi paham Al Kilabi ini mulai menjauh sedikit demi sedikit
dari manhaj salaf, lalu menjadi lebih dekat kepada paham
Mu'tazilah, yaitu melalui paham para parruarisnya dari kalangan
fuyairah.
3o Majmu' Al Fatawa (L2/3661.
3L Majmu' N Fabwa (12/2061.
32 Mnhaj As-gnnah 12/327I
33 Maimu' Al Fabwa ll2/202 l203l.
48 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Jadi Ibnu Kilab, sebagaimana yang telah kami kemukakan,
lebih dekat kepada salaf daripada Abu Al Hasan Al Asy'ari,
sedangkan Abu Al Hasan Al Asy'ari lebih dekat kepada salaf
daripada Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani. Dan Al Qadhi Abu
Bakar dan yang sempanya lebih dekat kepada salaf daripada Abu
Al Ma'ali Al Juwaini dan para pengikutnya.34
Karena itu, di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan
lainnya dari kalangan para filosof, terdapat apa yang tidak terdapat
di dalam perkataan Abu Al Ma'ali Al Juwaini dan kawan-
kawannya. Di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan Al Juwaini
dari kalangan madzhab yang menafikan, terdapat apa yang tidak
terdapat di dalam perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para
pendahulu para sahabatnya. Di dalam perkataan Abu Al Hasan Al
Asy'ari yang berupa penafian yang diambilnya dari golongan
Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat di dalam perkataan
Abu Muhammad bin l(lab yang mana Abu Al Hasan
mengambilnya untuk jalannya.
Di dalam perkataan hnu Kilab mengenai penafian yang di
dalamnya mendekati Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat
di dalam perkataan Ahlul Hadits, As-Sunnah, para salaf dan para
imam. Bila kekeliruan itu sejengkal, maka di kalangan para
pengikut menjadi sehasta, kemudian sedepa, hingga menjauh
sedemikian ilpd, sedangkan yang bahagia adalah yang menetapi
As-Sunnah.35
Golongan Kilabiyah telah lenyap sebagai safu golongan,
tapi pemikiran-pemikirannya dibawakan melalui golongan
Asy'ariyah. Karena Al Asy'ari dan para pendahulu sahabatnya
Y Majmu' Al Fatawa (12/2031.
3s Baghjat Al Murladtal. 4571.
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
49
memelihara pemikiran-pemikiran Kilabiyah dan menyebarkannya.
Dengan begitu madrasah Kilabiyah tercatat dalam sejarah sebagai
yang paling dahulu muncul di kalangan Asy'ariyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Kilabiyah
adalah para gumnya golongan Asy'ariyah. Karena Abu Al Hasan
Al Asy'ari hanya mengikuti paham Abu Muhammad bin Kilab,
sedangkan lbnu Kilab lebih dekat kepada salaf secara masa dan
paham. Abu Bakar bin Faurak (wafat tahun 406 H) telah
menghimpun perkataan Ibnu Kilab dan Al Asy'ari, lalu
menjelaskan kesamaan keduanya dalam masaalah-masalah
pokok."35
Jadi, Kilabiyah lebih dahulu muncul daripada Asy'ariyah
dan Maturidiyah. Golongan Kilabiyah muncul di pertengahan abad
ketiga, yaitu golongan Kilabiyah pertama setelah Jahmiyah dan
Mu'tazilah, karena Ibnu Kilab meninggal pada tahun243 H, dan di
permulaan abad keempat hijriyah, muncul sisa-sisa golongan ahli
kalam (para teolog), yaitu golongan Asy'ariyah yang berafiliasi
kepada Abu Al Hasan Al Asy'ari yang wafat pada tahun 324 H,
dan golongan Al Maturidiyah: para pengikut Abu Manshur Al
Maturidi yang wafat pada tahun 333 H, yaitu golongan yang
masih eksis hingga masa kita sekarang.
2- Aql'ariyah
Abu Al Hasan Al Asy'ari dianggap sebagai perpanjangan
madzhab Al Kilabi, karena Abu Al Hasan Al Asy'ari yang hidup di
masa antara tahun 260 sampai 324 H, tadinya adalah seorang
penganut Mu'tazilah hingga usia 40 tahun, yang mana ia hidup di
36 Al Isthamah (1/105).
50
-
Al Arasy (Singgasana Allah)
rumah Abu Ali Al Jaba'i, syaikhnya Mu'tazilah di Bashrah.
Kemudian ia menarik diri dari madzhab Mu'tazilah, dan
menempuh jalan Ibnu Kilab. Ia banyak terpengaruh oleh itu dalam
waktu yang cukup lama. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya
adalah, di dalam kitab-kitab Ibnu Kilab dan perkataan-perkataan
terdapat apa yang diinginkannya, yaitu sanggahan terhadap
golongan Mu'tazilah dan menampakkan cela-cela mereka serta
menghancurkan tirai-tirai mereka. Ibnu Kilab telah membuat
banyak karangan yang di dalamnya menyanggah golongan
Jahmiyah, Mu'tazilah dan lain-lain. Tapi Al Asy'ari tidak sadar,
bahwa Ibnu Kilab, walaupun menyanggah golongan Mu'tazilah,
dan menyingkap kebathilan mereka, serta menetapkan sifat-sifat
yang lazim bagi Allah &, namun ia juga menyepakati mereka
dalam mengingkari sifat-sifat pilihan yang terkait dengan kehendak
dan kekuasaan Allah &. Jadi, ia menafikan sebagaimana
Mu'tazilah menafikan, bahwa Allah S berbicara dengan kehendak-
Nya dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana juga ia menafikan sifat-sifat
pilihan lain, seperti ridha, marah, benci, murka dan sebagainya.
Al Asy'ari telah melalui fase ini dengan penuh semangat, ia
mengarang, berdebat dan menyampaikan pengajaran dalam
rangka menyanggah golongan Mu'tazilah, dengan menempuh cara
ini.
Kemudian ia berjumpa dengan Zakaiya bin Yahya As-Saji,
lalu ia mengambil darinya apa yang diambilnya dari pokok-pokok
Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.37 As-Saji adalah Syaikhnya
Bashran dan hafizhnya.3s Kemudian ketika ia datang ke Bagdad,
ia mengambil perkara-perkara lain dari golongan Hambaliyah
Bagdad di akhir usianya.
37 Majmu' Al Fatawa (5/386); Tadzkimt N Huffa* (2/907).
38 Al Uluww(hal. 150); TadzkintAl Huffazh(2/9071.
AI Arasy (Singgasana Allah)
-
Sl
Tapi pengetahuannya tentang teologi adalah pengetahuan
yang terperinci, sedangkan pengetahuan tentang As-Sunnah
adalah pengetahuan yang global. Karena itu ia menyepakati
Mu'tazilah dalam sebagian pokok-pokok mereka yang mereka
anut, yang karenanya menyelisihi As-Sunnah, dan ia berkeyakinan
bahwa memungkinkan unfuk memadukan antar pokok-pokok ifu
dan membela As-Sunnah, sebagaimana yang dilakukannya dalam
masalah melihat (melihat Allah kelak) dan berbicara fterbicaranya
Allah), serta sifat-sifat khabariyah dan lain{ain.39
As-Sajzi berkata mengenainya, "la menarik kembali dalam
masalah-masalah cabang, dan menetapkan dalam masalah-
masalah pokok."4o Yakni pokok-pokok Mu'tazilah yang di atas ifu
mereka menafikan sifat-sifat, seperti dalilbukan inti dan lainnya.4l
Ibnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad Abdullah bin
Sa'id bin Kullab Al Bashri dan Abu Al Hasan Al Asy'ari menyelisihi
Mu'tazilah dan menyepakati Ahlussunnah dalam keglobalan
pokok-pokok As-Sunnah. Tapi karena keterbatasan keduanya
dalam ilmu As-Sunnah, dan kecendemngan keduanya terhadap
pokok-pokok yang rusak, maka di beberapa bagian perkataan
mereka terdapat bagian-bagian dari perkataan Mu'tazilah yang
dengan begihr keduanya menyelisihi As-Sunnah, walaupun
keduanya tidak secara mutlak menyepakati Mu'tazilah."42
Ia juga berkata, "Yang diingkari oleh para imam As-Sunnah
pada hnu Kilab dan Al Asy'ari adalah sisa-sisa paham Jahmiyah
dan Mu'tazilah. Seperti meyakini benamya teori bukan inti dan
tersusunnya fisik-fisik, pengingkaran disifatinya Allah dengan
3e Majmu' Al Fatawa 172/2041.
40 Ar-Radd ala Man Ankan Al Harf wa Ash-Shaut M. 168).
aL Mauqif lbni TaimiSah min Al,4sp'irah(7/367).
42 Al Istiqamah (L /2121.
52 - Al Arasy (Singgasana Allah)
perbuatan-perbuatan yang terjadi dengan kehendak-Nya dan
pilihan-Nya, dan hal-hal sempa lainnya."€
Golongan Asy'ariyah telah melalui fase-fase dan periode-
periode dimana permulaannya merupakan tambahan paham
teologis, kemudian sangat condong kepada paham Mu'tazilah, lalu
menggabungkan akidah ini dengan paham filsafat.
Golongan Asy'ariyah belakangan cendenrng kepada paham
Jahmiyah, bahkan filsafat, dan mereka membedakan pendapat Al
Asy'ari dan para imam para sahabatrya.4
Para pendahulu golongan Asy'ariyah menetapkan sifat-sifat
khabariyah secara global, seperti Abu AI Hasan Al Asy'ari, Abu
Abdullah bin Mujahid, Abu Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu
Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak,
Abu Muhammad bin Al-labban, Abu Ali bin Syadzan, Abu Al
Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al Baihaqi dan lainlain.as
Tapi Muta'akhkhimya dari para pengikut Abu Al Hasan Al
Asy'ari, seperti Abu Al Ma'ali Al Jtrwaini dan lain{ainnya, tidak
menetapkan kecuali sifat-sifat aqliyah. Sedangkan sifat-sifat
khabariyah, di antara mereka ada yang menafikannya, dan ada
yang bersikap tauaqquf dalam hal itu, seperti fu-Razi, Al Amidi
dan lain{ain.
Mereka yang menafikan sifat-sifat khabariyah, di antara
mereka ada yang menal$rilkan nash-nashn1n, dan di antara
mereka yang menyerahkan maknanya (bfudli kepada Allah &.
43 Dar'u Tabrudh NAql mAn-NqlZ/gn.
M Dar'u Tabrudh AlAql wa An-Nal(l/gn.
6 Maimu' Al Fatawa (4/147, l48;l.
Al Arasy(SinggasanaAllah)
-
53
Yang menetapkannya, seperti Al Asy'ari dan para imam
para sahabatnya, mengatakan, "Penakwilannya dengan takrpilan
yang mengindikasikan penafiannya adalah takr,vilan yang bathil."
Mereka tidak berhenti dengan ta{widh (menyerahkan tah,rdlnya
kepada Allah), tapi membatalkan takvilan-talsuilan kalangan yang
menafikan.6
Kesimpang siuran di dalam akidah Asy'ariyah ini antara
para pendahulunya dan kalangan belakangnya (Muta'akhkhimya),
disebabkan oleh apa yang telah kami singgung di muka, yaitu
kecenderungan kaum Asy'ariyah dengan ke-Asy'ariyah-an mereka
kepada paham Mu'tazilah lebih banyak dan lebih banyak lagi,
bahkan mereka mencampur adukkannya dengan filsafat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan
Asy'ariyah, sebagian mereka menyepakati Mu'tazilah mengenai
sifat-sifat khabariyah, dan mayoritas mereka menyepakati
Mu'tazilah dalam masalah sifat-sifat haditsiyah (yang diberitakan
oleh hadits-hadits). Adapun mengenai sifat-sifat qur'aniyah (yang
diberitakan Al Qur'an), mereka memiliki dua pendapat:
AI Asy'ari, Al Baqilani dan para pendahulu mereka
menetapkannya, dan sebagian mereka mengakui sebagiannya,
namun di antara mereka ada yang menganut paham Jahmiyah
dari segi lainnya.
Karena Al Asy'ari mereguk perkataan Al Jaba'i, syaikhnya
Mu'tazilah, dan penisbatannya kepadanya dalam teologi disepakati
oleh para sahabatnya dan lainnya.
Sementara Ibnu Al Baqilani lebih banyak menetapkan
setelah Al Asy'ari, dan setelah hnu Al Baqilani adalah Ibnu
6 Mnhaj *-surnah (2/223, 2241.
54 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Faurak, karena ia menetapkan sebagian yang terdapat di dalam Al
Qur'an.
Adapun Al Juwaini dan yang menempuh jalannya,
cenderung kepada madzhab Mu'tazilah. Karena Abu Al Ma'ali
banyak mengkaji kitab-kitab Abu Hasyim, yang sedikit
pengetahuan tentang atsar, sehingga mengutamakan pemaduan
kedua perkara itu.47
Kemudian muncul Abu Bakar Al Baqilani (wafat tahun 403
FI), lalu mencapai kepemimpinan di jalan ifu, dan ia meringkasnya
dan membuatkan pendahuluan-pendahuluan logis yang bertopang
di atasnya dalil-dalil, dan menjadikan kaidah-kaidah ini sebagai
panduan untuk akidah-akidah keimanan, yaitu mewajibkan
mengimaninya48, dan memberikan konfuibusi besar dalam
menteorikan madzhab Al Asy'ari Al Kalami (asy'ari teologis) dan
menatanya, hingga menyebabkan keserupaan manhaj antara
madzhab Asy'ari dan ma&hab Mu'tazilah. Karena Al Asy'ari
menjadikan nash sebagai dasar, dan akal sebagai pengikutnya.
Sedangkan Al Baqilani, maka akidah ifu selunfinya dengan semua
masalahnya, masuk ke dalam lingkup akal.49 Al Baqilani dianggap
sebagai perintis kedua untuk madzhab Asy'ari.so
Setelahnya muncul Imam Al Haramain Al Juwaini (wafat
tahun 478 Hl, lalu ia menggunakan analogi rasionalisme dalam
mengukuhkan akidah ini. Ia menyelisihi Al Baqilani dalam banyak
kaidah yang dirumuskannya. Walaupun Al Juwaini dalam
keban5rakan paham teologi mengambil dari perkataan Al Baqilani,
47 Minhai As-Sunnah (2/223, 2241.
M Muqaddimah lbni l{haldun(hal. 465); terbitan Mr-rsthafa Muhammad.
ae Muqaddimah At-Tamhid, karya Al Baqilani (hal. 15 (tahqiq Al Khudhairi
dan Abu RaMah.
50 Nasy'atAl As7'ar&nh tn Tathauryuruha(hal. 320).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
55
namun ia menggabungkan Asy'ariyah-nya dengan sesuafu dari
paham Mu'tazilah, yang diambilnya dari perkataan Abu Hasyim Al
Jaba'i Al Mu'tazili berdasarkan pilihan-pilihannya. Dengan begitu
ia keluar dari jalan Al Qadhi dan kawan-kawannya dalam banyak
hal, dan beralih ke jalan Mu'tazilah.
Adapun perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari, tidak
diambilnya sebagai sandaran, namun hanya menukil perkataannya
dari apa yang diceritakan orang-orang darinya.Sl Atas jalan Al
Juwaini inilah kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah bertopang,
seperti Al Ghazali (wafat tahun 505 F0, dan hnu Al Khathib fu-
Razi (wafat tahun 606 I-0. mereka mencampurkan paham
Mu'tazilah yang dimasukkan oleh Al Juwaini dengan paham
filsafat. Dengan begihr, golongan Asy'ariyah semakin jauh dan
menyimpang-
Al Ghazali, paham teologinya dari perkataan gurunya, Al
Juwaini, di dalam Al lrsyad, A4rSyamil, dan lain-lain, digabung
dengan apa yang diterimanya dari Al Qadhi Abu Bakar Al
Baqilani. Sementam paham filsafatnya dari perkataan lbnu Sina-
Karena ihr dikatakan: Abu Hamid disakitkan oleh AsySyifa, dan
perkataan para penulis risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa dan
risalah-risalah Abu Hayyan At-Tauhidi, dan lain-lain.
Adapun Ar-Razi, paham teologinya dari perkataan Abu Al
Ma'ali dan Asy-Syahrastani. Asy-Syahrastani mengambilnya dari Al
Ansari An-Naisaburi dari Abu Al Ma'ali. Ia juga memiliki paham
Mu'tazilah yang kuat dari perkataan Al Hasan Al Bashri (wafat
tahun 436 H). Dalam masalah filsafat, pahamnya dari perkataan
hnu Sina, AsySyahrastani dan lain{ain.s2 Kalangan Asy'ariyah
5r Bughwt Al Murtadhal.448 (451h, dengan penyrntingan.
s2 Bughgt Al Murtad hal. 448);, dengan penyrntingan.
56
-
Al Arasy (Singtasana Allah)
mayoritsnya Murji'ah dalam masalah Al Asma' (nama-nama
Allah) dan hukum-hukum, dan sebagai jabariyah dalam masalah
takdir. Adapun mengenai sifat-sifat, mereka bukan Jahmiyah
mumi, tapi ada paham Jahmiyah pada mereka. Dan mereka tidak
memandang keharusan mengangkat senjata melawan para imam,
karena mereka menyepakati Ahlul Hadits dalam hal ini. Namun
secara global, mereka adalah ahil kalam (kaum teolog) yang paling
dekat kepada Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.s3
Ada banyak faktor yang menyebabkan tersiamya paham
Asy'ariyah dan mempopulerkannya, kemungkinan di antaranya
yang paling dominan adalah,
Pertama, kemunculan madzhab ini di Bagdad yang
merupakan ibukota khilafah Abbasiyah dan pusat perhatian para
penuntut ilmu yang pergi ke sana dari berbagai penjuru. Faktor ini
berperan besar dalam membentuk sebagian dari madzhab Asy'ari
dan upaya penyebarannya ke berbagai penjuru lainnyas4
disebabkan keberadaan banyak tokoh Asy'ari di Bagdad saat itu.
Kedua, kedekatan yang terjadi antara Asy'ariyah dan
Hambaliyah, dan tidaklah golongan Asy'ariyah dikenal dan populer
kecuali karena kebersamaannya dengan Hambaliyah. Seandainya
tidak demikian, niscaya keadaannya akan menjadi seperti
Mu'tazilah, dimana golongan Hambaliyah berperan besar dalam
menghadapi dan menyanggah mereka. Antara Asy'ariyah dan
Hambaliyah adalah suafu bentuk pertauran dan perdamaian, dan
memang dahulunya mereka berdekatan.
Karena Abu Al Hasan Al Asy'ari hanya berafiliasi kepada
madzhab Ahlul Hadits, dan imam mereka menurutnya adalah
53 Majmu' Al Fatawa 16/ 551.
il Mauqif S5aikhul Islam lbnu Taimi5nh min Al,4sg'irah12/4991.
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 57
Ahmad bin Hanbal, dan ia menganggapnya termasuk kalangan
teolog Ahlul Hadits.
Golongan Asy'ariyah dalam hal apa yang mereka tetapkan
dari As-sunnah, adalah cabang dari hambaliyah, sebagaimana
halnya para teolog hambaliyah dalam hal berhujjah dengan analogi
rasionalis adalah cabang dari mereka-
Terjadinya perpecahan disebabkan fitnah Al Qusyairi.S5 Ia
muridnya Ibnu Faurak yang berasal dari Asy'ariyah Khurasan yang
berpaling kepada ta'thil. Ketika Al Qadhi Abu Ya'la Al Hambali
mengarang kitab lbthal At-Ta'wilat, yang mana di dalamnya ia
menyanggah Ibnu Faurak, gurunya Al Qusairi, sementara khalifah
dan lainnya condong kepadanya, tatkala Al Quraisyi memiliki
kekuasaan disebabkan kelompok saljuqiyah, terjadilah fitnah
tersebut.56
Ketiga, berafiliasinya sebagian amir dan menteri kepada
madzhab Asy'ari dan dukungan mereka terhadapnya. Di antara
mereka yang paling menonjol adalah:
A. Menteri Nizhamul Malik yang menjadi menteri untuk
para sultan Saljuq, lalu menjadi menteri unhrk Alb Arsalan dan
Malkasyah selama tiga puluh tahun, yaifu dari tahun 455 sampai
485 H.
Di masanya, dirintis sekolah-sekolah Nizhamiyah,
penisbatan kepadanya, dan ihr di sejumah kota, di antaranya:
Bashrah, Ashfahan, Balkh, Harrah, Marw, Al Maushil, dan
madrasah nizhamiyah yang paling utama dan terbesar adalah yang
di Naisabur dan Bagdad.
55 Majmu' N Fatawa (6/52-531 -
% Majmu' Al Fatawa (6/52-541.
58 -
ll fiP3r (Singgasana Allah)
Nizhamul Malik mengagungkan sufisme dan Asy'ariyah,
maka orang-orang yang menyampaikan pelajaran di sekolah-
sekolah mengajarkan ihr. Maka karena itu ia memiliki peranan
besar dalam menyebabkan pokok-pokok akidah Asy'ariyah.s7
B. Al Mahdi bin Tumurt (meninggal tahun 524 F0,
penguasa Daulah Al Muwahhidin. Namanya Abu AMullah
Muhammad bin Abdullah bin Tumurt, yang digelari Al Mahdi. Ia
telah muncul di Maghrib dari permulaan abad kelima. Ia masuk ke
negeri-negeri lrak, lalu belajar sedikit ilmu, dan ia sedikit menyukai
kezuhudan dan ibadah. lalu ketika kembali ke Maghrib, ia naik ke
pegunungan Maghrib dan menyebarkan dalnuahnya di antara
orang-orang Barbar dan lainnya dari kalangan jahil yang tidak
mengetahui agama Islam kecuali apa yang dikehendaki Allah. [-alu
ia mengajarkan kepada mereka syariaLsyariat Islam, dan ia
meminta perkenan mereka unfuk menampakkan kepada mereka
sebagai macam hal yang luar biasa, yang dengan ifu ia bisa
mengajak mereka kepada agarna- Ia mengaku bahwa dirinya
adalah Al Mahdi yang dikhabarkan oleh Rasulullah #i sebagai
kabar gembira, dan porsi terbesar para pengikukrya adalah
mengenai ini. Disebabkan oleh apa llang mereka ketahui dari
akidah asy'ari dan filsafat, mereka menghalalkan darah ribuan
muallaf dari penduduk Al Maghrib Al Malikiyah, lnng menganut
akidah Ahlussunnah. Mereka menuju para muallaf ifu dengan
kepalsuan dan kebohongan, bahwa mereka adalah kaum
musyabbihah mujassamah, padahal mereka tidak berpendapat
demikian.sS Ibnu Tumurt adalah penyebab dalam memasukkan
akidah Asy'ariyah ke negeri-negeri Maghrib lnng mana
s7 Mauqif Swil<hul Islam lbnu Taimigh ninNAq/a'inhl2/5@l-
58 Majmu' Al Fatawa (Ll/47 51.
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
59
sebelumnya sunni salafi. Maka cukuplah Allah sebagai penolong
kami, dan Dialah sebaik-baik penolong.
C. Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin adalah seorang
penganut Asy'ariyah. Dari sejak masa kecilnya ia telah hafal akidah
yang dikarang untuknya oleh Quthbuddin Abu Al Ma'ali Mas'ud
bin Muhammad bin Mas'ud An-Naisaburi, salah seorang tokoh
Asy'ariyah, lalu dihafal oleh anak-anaknya yang masih kecil.
Karena itu ia dan anak-anaknya tumbuh di atas akidah asy'ari.
L-alu Shalahuddin membawa semuanya kepada akidah Abu Al
Hasan Al Asy'ari, dan keadaan pun terus berlangsung di atas itu di
semua masa para raja Bani Ayyub, kemudian di masa para maula
mereka, yaitu para raja dari Turki.59
Keadaan ini berperan besar dalam penyebaran paham
Asy'ariyah di seluruh pelosok jagat Islam. Mesir yang menrpakan
tempat kekuasaan Ayyubiyah adalah merupakan pusat keilmuan di
masa-masa ifu. Dan Al Azhar memiliki peran besar dalam
menyebarkan akidah Asy'ariyah yang di masukkan oleh
Shalahuddin ke Mesir, setelah ia membungkam kekuasaan Al
Abidiyah Al Ismailiyah. Dan semenjak zaman Shalahuddin dan Al
Azhar, akidah Asy'ariyah diakui hingga masa kita sekarang.
Golongan Asy'ariyah menyelisihi Ahlussunnah dalam
banlnk masalah akidah. Di antaranya sebagai contoh adalah:
1. Bahwa menurut mereka, sumber talaqqi dalam masalah-
masalah ketuhanan (Vakni tauhid) dan kenabian, adalah hanya
akal. Maka mereka membagi bab-bab akidah menjadi tiga bab:
ketuhanan, kenabian dan as-sam'igryat Yang mereka maksudkan
dengan as-sarn'i54nt adalah apa-apa yang berkaitan dengan
5e Al l<huhathkaryaAl Muqrizi (2/3581.
60 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
masalah-masalah hari akhir, gafu berupa pembangkitan kembali,
penghimpunan, surga, neraka dan sebagainya.
Mereka menyebutnya sam'ijryah, karena menumt mereka,
sumbemya adalah nash-nash syar'i. Adapun yang selain ifu, yakni
ketuhanan dan kenabian, maka sumber mereka adalah akal.
2. Mereka menyatakan, bahwa keimanan adalah sekadar
membenarkan. Maka mereka mengeluarkan amal dari sebutan
iman.
3. Berdasarkan definisi mereka tentang keimanan, maka
mereka telah mengeluarkan tauhid uluhiyah dari pembagian
mereka pada tauhid. Karena menumt mereka, tauhid ifu adalah
bahwa Allah itu Esa pada Dzat-Nya, tidak ada bagian pada-Nya,
Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekufu bagi-Nya,
Esa dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada yang menyetarai-Nya. Definisi
ini tidak mengisyaratkan kepada tauhid uluhiyah. Karena ifu, anda
dapati di kalangan masyarakat asy'ari hampa dari tauhid ilahiyah,
sementara pasar kesyirikan dan bid'ah sangat membahana, karena
manusia tidak diajari bahwa Allah itu Esa dalam penyembahan
kepada-Nya, tidak ada sekuhr bagi-Nya.
4. Berdasarkan definisi mereka mengenai keimanan, maka
mereka juga telah mengeluarkan itfrba' Nabi S (mengikuti
Nabi #) dari definisi mereka mengenai keimanan. Karena mereka
membatasi keimanan kepada Nabi dalam perkara-perkara
pembenaran saja. Karena ifulah tersebamya bid'ah-bid'ah di
kalangan masyarakat asy'ari.
5. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah nalna-
nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini nanti akan dijelaskan.
AlArasy(SinggasanaAllah)
-
61
6. Mereka menyelisihi Ashlus Sunnah masalah takdir,
karena pendapat mereka sepaham dengan pendapat jabariyah.
7. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah melihat
allah, karena mereka mengatakan terlihat fidak di suatu tempat.
8. Mereka menyelisihi Ahlussr.mnah dalam masalah kalam
(berbicaran5ra Allah), karena mereka tidak menetapkan sifat kalam
secara hakiki, tapi mereka mengatakan al kalam an-nafsi
(perkataan jiwa). Begitu juga penyelisihan-penyelisihan lainnp-
3. Maturidi5Tah
Golongan Mahridiyah dianggap saudara kandung
Asy'ariph. Demikian ifu, karena di antara keduanya ada
kesamaan dan kesepahaman sampai-sampai seolah-olah keduanya
adalah satu golongan, dan sulit membedakan antara keduanya-
Karena ihr, masing-masing dari golongan Asy'ariyah dan
Maturidiyah menyatakan, bahwa masing-masing dari Abu Al
Hasan Al Asy'ari dan Abu Manshur Al Matrrudi adalah imam
Ahlussunnah menurut anggapan mereka.5o
Kemungkinan kesamaan ini kembali kepada sebab utama,
yaihr kesamaan pemikiran-pemikiran kedua golongan ini, dan
sedikitrya masalah-masalah Lrhilafiyah di antara keduanya,
terutama dengan golongan asy'ari Muta'akhkhir (yang
belakangan). Ada sebab-sebab penting lainnSn yang menjadi
pangkalnya, dan perlu diperhatikan serta dipertimbangkan dalam
memberikan persepsi. Kemungkinan yang paling utamanya adalah
kesamaan masa kemunculan kedua golongan ini, di samping
masing-masing golongan muncul di berbagai tempat tanpa ada
60 Mfbh Dar,4s-&'adah (2/15511i G52) karya Thasy Kubra 7dah.
62 - AI Arasy (Singgasana Allah)
penentangan dari golongan lainnya, yaifu golongan Maturidiyah
tersebar di kalangan para penganut hanafi yang berada di wilayah
Timur dunia Islam dan utaranya, sehingga sedikit sekali anda
dapati orang hanafi yang menganut akidah asy'ari kecuali apa
yang disebutkan, bahwa Abu Ja'far As-Samnani -seorang
penganut madzhab hanafi- adalah seorang asy'ari.
Sementara itu kita mendapat golongan Asy'ariyah tersiar di
kalangan para penganut madzhab syafi'i dan maliki, yang sekarang
mereka berada di wilayah tengah, barat, selatan, dan tenggara
dunia Islam. Maka para penganut madzhab syafi'i dan maliki
menganut paham asy'ari. Saya tidak memaksudkan golongan
awam mereka, tapi
(berpendidikannya).
golongan berperadabannya
Golongan Maturidiyah berafiliasi kepada Abu Manshur
Muhammad bin Muhammad bin Mahmud bin Muhammad Al
Mahridi yang wafat tahun 333 H.51 Ia dianggap termasuk
kalangan ahli fikih hanafi, dan seorang ahli debat dan teolog,
namun ia tidak banyak tahu tentang Sunnah dan atsar.52 Ia
menempuh jalan teolog dalam menetapkan akidah yang sangat
mirip dengan manhaj muta'akhkhir golongan asy'ari. Ia dianggap
termasuk kalangan ahli kalam dalam masalah sifat, seperti hnu
Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan lain{ain. Al Maturidi mengikuti
Ibnu Kilab dalam sejumlah masalah sifat dan yang berkaitan
dengan itu.63
61 I-ih. biografinya di dalam kitab Al Matui4nh wa Mauqilfuhum min Tauhid
Al Asma' um ash-Shifat(L/209, karp Dr. $,amsuddin Al Afghani.
62 Al Aqidah As-SakfrWh fi l{alam Rabbit Bad/tnhA:rrt.279l kann Abdullah
bin Yusuf Al Judai'.
63 Maimu' Al Fabvn 17/4331; Kiab Al Iman 0nl. 414); Mnhai As-Sunnah
(2/362).
Al Arasy (Singgasana Allah)
- 63
Sebagaimana diketahui, bahwa para penganut madzhab
hanafi dan masyarakat Masyriq secara umum adalah manusia yang
paling dulu terpengaruh ilmu kalam. Permulaan Al Jahm muncul
dari wilayah itu. Mengenai ini, Imam Ahmad berkata ketika
mengemukakan pandangannya mengenai Al Jahm, "Ucapannya
diikuti oleh sejumlah orang dari para sahabat Abu Hanifah dan
para sahabat Amr bin Ubaid di Bashrah ..."64
Bisyr bin Ghiyats Al Muraisi (2281{), Al Qadhi Ahmad bin
Abu Du'ad (240 H) dan lain-lain, adalah dari kalangan hanafi.
Maka dari itu, tidak aneh seorang maturidi-hanafi dari kalangan
mereka yang membela ilmu kalam dan berusaha dalam
merintisnya dan mengeksiskannya, hingga menjadi salah satu
simbolnya dan pemilik salah satu madrasah teologi yang kelak
menjadi dikenal dengan namanya.
Al Maturidi Udak jauh berbeda dengan Abu Al Hasan Al
Asy'ari (pada fase keduanya). Karena ia adalah musuh bebuyutan
Mu'tazilah, hanya saja ia terpengaruh teori teologi yang dianut
hnu Kilab, yang bersandar kepada teori-teori teologi dalam
penetapan masalah-masalah keyakinan, yang perihalnya dalam hal
itu sama dengan Abu Al Hasan Al Asy'ari. Keduanya dianggap
perpanjangan madrasah Ibnu Kilab yang dikenal sebagai madrasah
ketiga setelah terjadinya perselisihan dengan Ahlussunnah wal
Jama'ah dari safu sisi, dan dengan Jahmiyah dan Mu'tazilah dari
sisi lainnya. I-alu muncullah hnu Kilab dan memunculkan manhaj
ketiga, Snng di dalamnya ia berusaha memadukan antara nash-
nash syar'i dengan teori-teori teologi, sebagaimana yang telah
disinggung saat mengulas tentang Kilabiyah.
$ ArRail ala Al Jahniyph(hal. 10&10$.
64 -
Al Arasy (Singg;asana Allah)
Jadi madzhab kilabi berada di lrak, Ar-Rayy dan Khurasan,
dan tersiar di negeri-negeri seberang sungai yang terdiri dari
berbagai kelompok dan golongan.5s
Golongan Maturidiyah tidak berkembang seperti halnya
akidah Asy'ariyah, sebagaimana yang telah dijelaskan saat
mengulas Asy'ariyah. Karena Al Mahrridiyah tetap sebagaimana
mulanya.
65 /fis6p /t-Taqasiml<aryaAl Maqdisi (hal. 323).
Al Arasy (Singgasana Allah)
-
65
PEMBAHASAN KEDUA
Tingkat Ta'thil Mereka
Dalam hal ini ada tiga toPik:
Topik pertama: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah
nama-nama dan sifat-sifat secara umum.
Topik kedua: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah l/
Asma' Al Husna.
Topik ketiga: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah sifat-
sifat Allah &.
Topik Pertama: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam
Masalah Nama-Nama dan Sifat-Sifat Secara Umum
Orang yang meneliti perkataan-perkataan Ahlu Ta'thil
(golongan yang menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah) akan
mendapatinya secara umum terbagi menjadi tiga bagian:
66 -
Al Arasy (Singgasana Allah)
Bagian pertama: Penafian semua nama-nama dan
sifat-sifat
Ini pendapat golongan Jahmiyah para pengikut Jahm bin
Shafwan66, dan para filosof, baik penganut filsafat mumi seperti Al
Farabi57, maupun filsafat Bathiniyah isma'iliyah Qaramithah
seperti Ibnu Sina,68 atau pun filsafat sufi Ittihadiyah seperti Ibnu
fuabi, Ibnu Sab'in dan Ibnu Al Faridh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Yang benar, bahwa
tajahhum mumi (mengikuti paham Al Jahm secara mumi), yaitu
menafikan nama-nama dan sifat-sifat, sebagaimana d