arasi singasana allah 1

 


Barangsiapa menempuh suatu ialanyang dengannya ia

menai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."

Allah @ berfirman,


"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-

hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir [35]: 28).

Yar,g pertama kali disampaikan kepada Rasulullah $

adalah wahyu Allah kepadanya mengenai ilmu:


" Baalah dengan (mayebu| nama Tuhanmu Yang

menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal

darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang

mengajar (manusia) dengan perantaraan qolam (pena)- Dia

mengajarkan kepada manusia aPa yang tidak dikebhuinya-" (Qs.

Al Alaq [96]: 1-5).


Al Arasy (Singglasana Allah)

" Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan

UanS Huq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi

dosamu." (Qs. Muhammad l47l: 19)

Allah & jrgu berfirman,

"Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah

ilmu pengetahuan'."(Qs. Thaahaa [20]: 114).

Kehidupan bahagia di dalam kehidupan dunia dan akhirat

tidak akan diraih kecuali dengan ilmu yang bermanfaat.

Karena ifu, pendidikan adalah fujuan terbesar bagi pendiri

Kerajaan Arab Saudi, Sang Raja Abdul Azrz g, dan anak-anaknya,

serta begifu juga yang setelahnya. Maka di masa pelayan kedua

tanah suci nan mulia -mentri pertama di kementrian pendidikan-,

perjalanan pendidikan mencapai tingkat yang tinggi, pendidikan

tinggi pun berkembang pesat dan universitas-universitas juga

meningkat. Di antara universitas-universitas besar ini adalah

Universitas Islam di Al Madinah An-Nabawiyah. Universitas ini

merupakan menara nan tinggi, yang berorientasi untuk menjadi

salah satu lembaga keilmuan dan peradaban, png bergerak di atas

pefunjuk syariat Islam, dan melaksanakan politik pendidikan

dengan memperbanyak pendidikan tingg dan riset tinggi,

membangkitkan penelitian ilmiah dan melakukan kegiatan

penulisan, penerjemahan dan penerbitan, serta melayani

masyarakat dalam bidang-bidang kekhususannya.

Dari sini, dekan penelitian ilmiph di universitas,

menyertakan aktifitas penerbitan penelitian-penelitian ilmiyah di

dalam tugas-fugasnya, yang mencerminkan salah safu poin penting

&a">r;S)

Al Arasy (Singg;asana Allah) 

-

di antara poin-poin misi universitas, yaitu membangkitkan

penelitian ilmiah dan melaksanakan kegiatan penulisan,

penerjemahan dan penerbitan.

Di antaranya adalah kitab Al Arty, karya Abu Abdullah

Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, yang dikaji dan

ditahqiq oleh Dr. Muhammad bin Khalifah bin Ali At-Tamimi-

Semoga Allah memberikan manfaat melalui itu, dan kami

memohon kepada Allah S, agar menganugerahi kita ilmu yang

bermanfaat dan amal yang shalih. Semoga shalawat serta salam

dan keberkahan, dilimpahkan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya,

Muhammad bin Abdullah, dan juga kepada keluarga dan para

sahabatnya, serta yang mengikuti jejak langkah mereka dengan

kebaikan hingga hari berbangkit.


Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya,

memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampun

kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan

jiwa kami dan dari keburukan pertuatan kami. Barangsiapa

ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan

siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat

menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain

Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa

Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya-


"Hai omngiorang yang beiman, bertakwalah kepada Nlah

sebenar-benar talotra kepada-Nya; dan ianganlah sel<ali-kali kamu

mati melainkan dalam keadaan beragama Islam-" (Qs. Aali 'lmraan

[3]: 102).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-


"Hai sel<alian manusia, bertals,rnlah kepada Tuhanmu yang

telah menciptakan kamu dari dirt Snng satu, dan daipdanya Allah

menciptakan istinya; dan daipada keduanya Allah

memperkembang biakkan taki-laki dan perempuan tnng banyak.

Dan bertakontah kepada Atlah yang dengan (mempergwakan)

nama-Nya kamu saling meminb safu sama lain, dan (pefiharalah)

hubungan silafurahmi. sesungguhnya Allah selalu meniaga dan

mengaumsi kamu." (Qs. An-Nisaa' [4]: 1).

)'

"Hai omng-omng yang beiman, bertakunlah kamu kepada

Attah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaSn Allah

memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu

dosadosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-N3m,

mal<a saungguhnya ia telah mendapt kemenangan yang besar."

(Qs. Al Ahzaab [33]: 7G71).

Arnma ba'd

Al Arasy (Singgasana Allah)

Sesungguhnya sebenar-benamya perkataan adalah

perkataan Allah, sebaik-baiknya pefunjuk adalah petunjuk

Muhammad #, du., seburuk-buruknya perkara adalah hal-hal yang

diada-adakan. Dan sesungguhnya setiap hal yang diada-adakan

adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan' Wa ba'd

Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah akidah golongan

tersisa yang mendapat pertolongan, sebagaimana yang dikabarkan

Rasulullah ,#, y*g mana beliau bersaMa,

ttlkdn tetap ada sqolongan dari umatku tnng tetap teguh

di ahs kebenamn hngga Hari Kiatnat"l


selamat, yang mengenainya



-

"Kaum Yahudi terpecah menjadi tuiuh puluh safu

kaum Nashrani terpecah meniadi tuiuh puluh dua

dan urnat ini akan terpecah meniadi tuiuh puluh tiga

golongan Wng kesemuanym di neraka keatali satu." Ditanya,

"Siapa ifu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab , li J+ ,* oC J

A);bf , i;t * (t " Yurg benda di atas seperti apa wng aku dan

pn sahabatku sekarang benda di atasn5a."z

Ciri mereka sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi S,

bahwa mereka di atas apa yang Nabi $ dan para sahabatrya

berada di atasnya. Itulah ciri yang membedakan akidah

Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak terdapat pada selain mereka.

Jadi akidah mereka diwamai oleh pokok-pokoknya yang menjadi

sandaran segala masalah dalam ilmu ini.

Al Qur'anul Karim yang merupkaan tali Allah yang kokoh,

yang tidak didatangi kebathilan bagi dari depan maupun dari

belakangnya, adalah pokok pertama dari pokok-pokok

2 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud l5/4lno. 4596 (4597); At-Tirmi&i

(5/25-26 (no.264O (26471; Ibnu Maiah (2/132 (no- 3991-3993); Ahmad 12/332

(3/L2Ol, 745 (4/120\; Al Hakim di dalam N Musbdmk ll/128, dan ia berkata,

"shahih menurut syarat Muslim." dan 2/4801, dan ia berkata, "Sanadnya

stmhih."\; Ad-Darimi (2/158 (no.252ll; Ath-Thabarani di dalam Al Kabir(8/321,

no. 8035 18/327 (no. 8051); (8/178 (no. 759, 10/271-272 (no- 211); 1272);,

dan di dalam Ash-Shaghir (l/2241i Al Aiulri di dalam Ast-Si;ari'ah (1/304-315

(no.21-291; hnu Abi Ashim di dalam As-sunrrah (L/32-351; Al-lalika'i di dalam

Slarh Ushut Al I'tiqad (1/100-102); Ath-Thabari (27/2391 lbnu Baththah di

dalam At lhnah (7/367-175 (no. 263-275); Abu Ya'la di ddam Musnadnya

l6/340-3ill2 (no. 3668); hnu Hibban di dalam Shahihnta(8/48 (no. 5214); Ibnu

Abi sgnibah di dalam Al Musharunf(lsl3o8 (no. 19738); Al Marwazi di dalam

As-SunnahhaL lS (19).

Syaik*rul Islam hnu Taimiyah berkata mengenaiq;a, "ltu hadits shahih lagi

masyhur." l.jh. Al Masail(2/831 dan Al Fatawa(3/345L

AsySyathibi sangat menyoroti di dalam Al I'tislwn Dicantumkan juga oleh

Ibnu Katsir di dalam Tafsimya (7/3901; dan dicanhrmkan juga oleh syaikh Al

Albani di dalam,4s-Silsikh,4slrShahilnh (3/ 480L

Al Arasy (Sintgasana Allah)

Ahlussunnah wal Jama'ah. Pokok kedua adalah As-Sunnah An-

Nabawigyah Ash-Shahihah yang valid dari Rasulullah S. Karena

Allah telah mewajibkan atas manusia unhrk mengikuti Rasul-

Nya # dan meniru sunnahnya. Allah S berfirman,


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.

Dan apa gng bagimu maka tinggalkanlah." (Qs. Al

Hasyr [59]: 7)

Allah & jrgu berfirman,

'

"Saungguhnya telah ada pada Hin) Rasulullah itu suri

teladan 

'mng 

baik bagimu." (Qs. Al Ahzaab [33]: 21).

Ahlussunah wal Jama'ah, pedoman mereka adalah AI Kitab

dan As-Sunnah. "Berbeda dengan ahli bid'ah dan perpecahan,

karena sandaran mereka secara batin bukan Al Qur'an dan As-

Sunnah, tapi di atas dasar-dasar yang diada-adakan oleh para guru

mereka yang dijadikan sandaran dalam tauhid, sifat-sifat, takdir,

iman kepada Rasul dan sebagainya. Kemudian apa yang mereka

kira disepakati Al Qur'an, maka mereka berhujjah dengannya, dan

apa yang menyelisihinya maka mereka menakpilkannya. Karena

itu anda dapati mereka ketika berhujjah dengan Al Qur'an dan Al

Hadits, tidak memperdulikan konotasi pendalilanngn, dan tidak

meneliti apa yang terdapat di dalam Al Qur'an dari makna ifu,

dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menyelisihi mereka, maka

mereka langsung menal$.rilkannya sebagaimana kecepatan orang

yang bermaksud menolaknya dengan cara apa pun yang

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-

memungkinkan. Jadi maksud mereka bukan memahami maksud

Allah dan maksud Rasul-Nya, tapi mendebat yang berseberangan

dengannya dari berhujjah dengannya. "3

Ahlussunnah wal Jama'ah, pokok-pokok mereka yang

menjadi sandaran mereka adalah Al Kitab dan As-Sunnah, dan

maksud mereka adalah mengikuti syariat Allah yang disyariatkan-

Nya melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad #.

Imam AsySyafi'i *s berkata, "Aku beriman kepada apa-

apa yang datang dari Allah, dan apa-apa yang datang dari

Rasulullah,$ sesuai maksud Rasulullah."4

Karena ifu, pemahaman mereka tidak berdiri sendiri, akan

tetapi dalam memahami pokok-pokok itu mereka bersandar

kepada apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi $, yang hidup

di masa turunnyra wahw, dan mengetahui maksud Allah dan

maksud Rasul-Nya $. Ini ciri kedua- Karena pokok-pokok

Ahlussunnah adalah sama, yaitu Al Kitab dan As-Sunnah, maka

demikian juga para imam Ahlussunnah, yaifu para salaf shalih dari

kalangan sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin, maka ilmu dan

pemahaman mereka itulah yang mereka anut, dan dari perkataan

mereka itulah mereka berpendapat.

Imam Ahmad &, berkata, "Pokok-pokok As-Sunnah

menunrt kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dianut

oleh para sahabat Rasulullah,#, d* mengikuti mereka dalam

meninggalkan bid'ah-bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan,

serta tidak berdebat dan bergaul dengan para penurut hawa nafsu,

dan meninggalkan percekcokan, pertikaian dan perdebatan dalam

masalah agama.

3 Majmu'Al Fabsn (13l58-59h, dengan penyrntingan.

4 Majmu'AlFabom14/21.

10 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

As-Sunnah menumt kami adalah atsar-atsar Rasulullah $-

As-Sunnah adalah tafsir Al Qur'an, dan As-Sunnah adalah dalil-

dalil Al Qur'an. Di dalam As-sunnah tidak ada qiyas, dan tidak

disandingkan dengan pemmpamaan-pemmpamaan, serta tidak

dapat dijangkau dengan akal dan kecenderungan, akan tetapi As-

Sunnah adalah mengikuti dan meninggalkan kecendemngan."s

Jadi perkara-perkara agama ini dikembalikan kepada

sandaran yang bersambung kepada Nabi $. Karena itu,

Ahlussunnah memiliki sandaran yang bersambung. Dan karena ifu

dikatakan kepada para ahli bid'ah, "lnilah pokok-pokok kami, dan

sanad-sanad kami merujuk kepada Nabi 6S." L-alu merujuk kepada

apa pokok-pokok para ahli bid'ah?

Dari logika ini, maka memperhatikan riwayat yang ma'tsur

dari pada pendahulu umat adalah salah satu ciri yang menonjol di

kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Karena ifu, karangan-

karangan mereka dipenuhi dengan riwayat-riwayat ma'tsur dari

perkataan Allah, perkataan Rasul-Nya #, dut ucapan para salaf

dari kalangan sahabat, tabiin serta orang-orang yang berjalan di

atas manhaj mereka, mengikuti jalan mereka dan menempuh cara

mereka.

Adalah hak bagi setiap Ahlussunnah unfuk bangga dengan

apa yang diwariskan oleh para ulama sunnah yang berupa warisan

peninggalan agung yang berisi manhaj Ahlul Huq, dan

mengandung ucapan para ulama dan para imam yang

menjelaskan jalan petunjuk, melindungi dan membela akidah yang

benar, agar tetap bersih lagi jemih sebagaimana ketika Nabi $

meninggalkannya untuk kita.

s Swh [Jshul I'tiqad Ahlis Sunnah, karya Al-lalika'i (1/156).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

ll

Para imam panutan ifu dibenarkan oleh apa yang

digambarkan oleh Al Imam Ahmad & Ta'ala, yang mana ia

berkata, "segala puji bagi Allah yang menjadikan di setiap masa

jeda tidak adanya para rasul, sisa-sisa dari para ahli ilmu, yang

menyeru orang yang sesat kepada pefunjuk, yang bersabar atas

penderitaan dari mereka, yang menghidupkan yang telah mati

hatinya dengan Kitabullah, dan membuat mereka yang buta dapat

melihat dengan cahaya Allah. Betapa banyak korban iblis yang

telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang sesat lagr

menyimpang yang telah mereka funjuki. Sungguh betapa baiknya

dampak mereka terhadap manusia, namun betapa buruknya

balasan manusia terhadap mereka. Mereka hilangkan dari

Kitabullah perubahan yang dilakukan orang-orang yang berlebihan,

mereka nafikan penyesatan orang-orang yang menyimpangkan,

dan mereka nafikan takwilnya omng-orang iahil, lnng

rnengibarkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan ikatan-ikatan

fitnah. Maka mereka berselisih mengenai Al Kitab lagi menyelisihi

Al Kitab, mereka mma-sama sepakat meninggalkan Al Kitab,

mengatakan terhadap Allah, mengenai Allah dan mengenai

Kitabullah, membicarakan firman-firrnan yang mutasyabih, dan

memperdayai golongan manusia yang jahil dengan apa-apa yang

samar terhadap mereka. Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-

fihah mereka lnng menyesatkan."5

Para imam ifu telah melindungi telaga-telaga agama ini, dan

melindungi jalan Allah yang lurus, serta meninggalkan unhrk kita

peninggalan agung yang di dalamnya mereka telah menuliskan

dengan pena mereka manhaj haq yang lums, dan membatalkan

syrbhat-syubhat golongan syetan yang terkufuk.

6 Ar-Radd ala Az-hnadiqah tn Al Jahnit4nh (hal. 52, di dalam ulasan

akidah para salaf.

12 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Maka dari ihr, sudah selayaknya peninggalan itu dirawat,

dikeluarkan dari lemari-lemari perpustakaan dan tempat-tempat

penyimpanan manuskripmanuskrip.

Di antara pemnggalan salaf unfuk kata yang layak

diperhatikan adalah kitab yang masih tersimpan di dalam

manuskrip dalam masa yang cukup lama, yaitu kitab Al Arcy,

karya Imam Adz-Dzahabi. Sebuah kitab berharga pada masalah

ini, di dalamnya pengarang menghimpun puluhan nash dan atsar

yang menjelaskan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai

suatu masalah di antara masalah-masalah besar dalam

mentauhidl<an asma wa sifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah),

yaitu masalah penetapan tingginya Allah di atas para makhluk-

Nya, dan istiwa:nya Allah di atas ArsyNya.

Saya terdorong untuk memelihara kitab ini dan

mengeluarkannya karena mengandung materi ilmiah penting

dalam masalah ini, dan sebagai tambahan kepada manhaj salafi

yang ditempuh oleh imam ini dalam mengakui kebenaran dan

menetapkannya.

Saya telah berusaha mengeluarkan kitab ini dalam benhrk

yang sebaik-baiknya dan penampilan yang menarik. Unfuk itu saya

menempuh metode ilmiah dalam mentahqiq nashnya dan

ketepatannya, serta men-bkhij hadits-hadits dan atsar-atar-nya,

dan biografi para tokoh yang disebutkan di dalamnya, dan juga

menjelaskan kalimat-kalimat gharibnya, serta membuatkan daftar-

daftar klasifikasi kandungannya.

Melihat pentingnya kitab ini dan topik bahasannya, maka

saya berkhidmat untuk kitab ini dengan kajian tematik png

berisikan hal-hal berilart:

Bagian pertama: Kajian tematik

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 13

Bab pertama: pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan kedua, Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai natna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal kedua' Pendapat-pendapat mutaththilah (golongan

yang meniadakan; mengingkari) tentang nama-nama dan sifat-sifat

Allah.

Pembahasan pertama: Pengertian mutaththilah.

Pengantar.

Topik pertama: Para filosof.

Topik kedua' Para teolog (ahli kalam).

Pembahasan keduar Tingkatan-tingkatan ta'thil (peniadaan;

pengingkaran) mereka.

Topik pertama: Tingkatan-tingkatan ta'thil dalam masalah

narna-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkatan-tingkatan ta'thil mereka dalam

masalah Al Asma' Al Husna (nama-nama Allah yang paling baik).

Topik ketiga: Tingkatan-tingkatan b'thil mereka dalam

masalah sifat-sifat Allah &.

Pasal ketiga: MusSnbbihah(golongan yang menyerupakan)

Pernbahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.

Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.

14 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Pasal pertama: pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi.

Pembahasan pedama: Pendapat Ahlussunnah t*al Jama'ah

dan yang menyepakati mereka.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Pasal kedua: Pendapatrpendapat mengenai sifal istium'.

Pembahasan pertama: Madzhab salaf mengerar istiura'.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Golongan pertama: Menafikan istiow'.

Golongan kedua: Pendapat bfiilidh (menyerahkan kepada

Allah).

Golongan ketiga: Pendapat musyabbihah.

Pasal ketiga: Masalah-masalah yang terkait dengan

ketinggian dan istiwa'.

Pembahasan pertama: Apakah Arsy kosong dari-Np ketika

turun-N3a.

Pembahasan keduar Masalah-masalah batas dan

persentuhan.

Topik pertama: Hukum lafazh-lafazh global.

Topik kedua: Masalah batas.

Topik ketiga: masalah persenh.rhan.

Bab ketiga: Definisi Arsy.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 15

Pembahasan pertama: Makna bahasa untuk kata Arsy.

Pembahasan keduat Ma&hab-madzhab dalam

mendeftnisikan Ars7.

Pasal kedua: Dalildalil yang menetapkan Arsy dari Al Kitab

dan As-Sunnah.

Pembahasan pertama: Dalildalil Al Qur'an yang

menetapkan Arsy.

Pembahasan kedua: Dalildalil dari As-Sunnah yang

menetapkan Ars!,.

Pasal ketiga: Sifat Arsy dan kekhususan-kekhususannya.

Pembahasan pertama: Penciptaan Arsy dan keadaannya-

Pembahasan kedua: TemPat Arslr-

Pembahasan ketiga: Kekhususan-kekhususan Arsy-

Pasal keempat: Pembicaraan mengenai para pemangku

'Aray dan Kursi.

Pembahasan pertama: Pembicaraan mengenai para

pemanglm Arsy.

Pembahasan kedua: Pembicaraan mengenai Kursi.

Bagian keduar Pengenalan pengatang dan kitabnya-

Pasal pertama: Pengenalan pengarang-

Pertama: Nama dan julukannYa-

Kedua: Asalnya.

Ketiga: NasabnYa.

Keempat: Kelahirannp.

16 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Kelima: Keluarganya.

Keenam: Perkembangannya dalam menuntut ilmu.

Ketujuh: Perjalanan-perjalanannya (dalam menunttrt ilmu).

Kedelapan: Guru-gurunya.

Kesembilan: Status keilmuannya dan pujian ulama

terhadapnya.

Kesepuluh: Akidahnya.

Kesebelas : Kamngan-karangannya.

Kedua belas: Murid-muridnya.

Ketiga trelas: Wafatqn.

Pasal kedua: Pengenalan kitabnya.

Pertama: Judul kitab.

Kdua: Kepastian penisbatan kitab ini kepada sang

pengarcmg.

Ketiga: Pe6edaan antara lstab Al,4rcydan kitab Al Uluwur.

Keempat: Sumber*umber l<tab Al r4rcy.

Kelima: Metode pengataqt dalam kitab ini.

Keenam: Urgensi iudul dan ldtab ini.

Ketuluh: lGjian naskah tr.disan tangan.

Kedelapan: Yang sap lakukan pada kitab ini.

Selanjutryra, inilah usaha sederhana yang saya

persembahkan ke hadapan pembaca yang mulia, yang dalam hal

ini saya telah mengerahkan segala daya upaya dan kemampuan

saya, maka apa yang benar di dalamnya, maka segala puji bagi

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 17

Allah atas petunjuk-Nya, dan itu adalah dari fadhilah dan

anugerah-Nya, sedangkan kebodohan, ketergelinciran atau

kesalahan di dalamnya, maka saya memohon ampun kepada Allah

dari segala dosa dan kesalahan.

Saya memohon maaf kepada pembaca yang mulia bila

menemukan kekurangan di dalam pekerjaan saya ini. Ini hanyalah

upaya manusia, maka saya harap dari setiap yang menemukan

kesalahan atau kekurangan, agar segera menyampaikan nasihat

kepada saya, dan unfuk itu saya sampaikan terima kasih, semoga

anda mendapatkan ganjaran pahala.

Hanya kepada Allah saya memohon agar memberikan

manfaat dari perbuatan ini dan memberkahinya, serta

menjadikannya amal shalih yang ikhlas unhrk wajah-Nya. Penutup

doa kami adalah, bahwa segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam-

18 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

BAGI,AN KAJI.AN

Bagian Pertama

Kajian Tematik

Terdiri dari tiga bab:

Bab pertama: Pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-narna dan sifat-sifat Allah.

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Bab ketiga: Arsy dan hal-hal5nng terkait dengannya.

Bab Pertama:

Pendapat-pendapat manusia mengenai natna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Terdiri dari tiga pasalt

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

- 19

Pasal kedua: Pendapat-pendapat Mu'athithilah mengenai

narna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal ketiga: Pendapat-pendapat musSnbbihah mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama:

Ke,yakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah.

Terdiri dari dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan keduat Kq/akinan Ahlussunnah ural Jama'ah

mengenai narna-narna dan sifat-sifat Allah.

20 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN PERTAMA: DEFINISI

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama'ah adalah:

Para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan orang-orang yang

menempuh jalan mereka, dan meniti manhaj mereka, dari

kalangan para imam petunjuk, dan yang mengikuti mereka dari

seluruh kalangan umat-

Dengan pengertian ini, maka keluarlah setiap golongan

bid'ah para pengikut hawa nafsu.

As-Sunnah di sini adalah kebalikan dari bid'ah, dan al

jama'ah di sini adalah kebalikan dari perpecahan.

Diriwayatkan dari hnu Abbas @ dalam menafsirkan firman

Allah &, t*i i,;*ft er.': |# ?7 " pud, han 5nns di waktu itu

ada muka Wng putih berceri, dan ada pula muka tnng hitam

mumnf'(Qs. Aali 'lmraan [3], 106), ia berkata, "Wajah-wajah para

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 21

Ahlussunnah menjadi putih, sedangkan wajah-wajah para ahli

bid'ah dan perpecahan menjadi hitam."7

Perlu dikemukakan di sini, bahwa kita mengetahui bahwa

ulama menggunakan ungkapan ini untuk dua makna.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, .[-afazh

Ahlussunnah dimaksudkan:

1. Orang yang menetapkan khilafah para khalifah yang

tiga. Maka dalam hal ini semua golongan tercakup kecuali

Rafidhah.s

2. Terlodang juga malsudqn adalah ahli hadits dan

sunnah secara khusus, sehingga tidak mencakup kecuali orang

]rang menetapkan sifat-sifat bagi Allah 8t, dan mengatakan,

'Ses,ngguhn3n Al Q''an bukan makhluk, dan bahwa Alrah akan

dapat dilihat di akhirat,' menetapkan adan5a takdir, dan pokok-

pokok lainnya png diketahui oleh pam ahli hadits dan sunnah."9

Yung kami maksud dengan ungkapan "Ahlussunnah,,

adalah makna kdua png disebutkan oleh $nikhul Islam lbnu

Tairni!,ah. Demikian ifu, karena Ahlussunnah mempunyai pokok-

pokok ket akinan Srang mereka sepakati dan mereka nash-kan di

dalam kitabhtab k€A/akinan png dikenal.

7 Tbfsir tbal lhmrll/gg0l.

8 qnimU Islam berkata, "Tidak lagi (bahua mereka -golongan

Rafidhah- (adalah kelompok ahli bid'ah 5nng paling iauh dari Al Kitab dan As-

smnah. Karena itu mereka dikenal di kalangan urnurn (sebagai kelompok lang

menplisihi As-srnnah. Maka mayoritas rnast/amlot urnurn tidak mengaahui

kebalilon dari golongan sunni kecuali Rafidhah. Bila seseorang berkata] ,.Aku

serrang sunni.' Maka artinya: Aku bukan rafidhi (bukan penganut Rafidhah)."

{ulajmu' Al Fa bwa 13/ 3561 -

9 Minhai As-snmh l2/2211i (terbitan universitas Ar Irnam Muhammad bin

Sa'ud.

22 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Ahlussunnah mempunyai banyak sebutan, di antaran5a:

Ahlus Hadits, Al Firqah An-Najiyah (golongan yang selamatl, N

Jama'ah, dan lain{ain.

Kaidah-kaidah manhaj Ahlussunnah bisa disimpulkan dalam

poin-poin berikut:

Pertama: Berpedoman dengan nash-nash Al Kitab dan As-

Sunnah dan memahami makna-maknanya.

Kedua: Membatasi ifu dengan riwayat-riwayat ma'tsurdai

para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin dalam makna-makna Al

Qur'an dan Al Hadits. Yaitu dengan:

A. Ijtihad dalam membedakan yang shahilnya dari yang

tidaknya.

B. Ijtihad dalam berhenti pada makna-maknanya dan

memahaminya.lo

Ketiga: Mengamalkan ifu dan konsisten di atasnya sebagai

keyakinan, pemikiran, sikap dan perkataan, dan jauh dari segala

yang menyelisihinya dan bertentangan dengannya.

Keempat: Menyeru kepada itu dengan lisan dan perilaku.

Maka dari itu, barangsiapa menerapkan kaidah-kaidah ini

dalam berkeyakinan dan perbuatan, maka ia di atas manhaj

Ahlussunnah, insya Allah.

70 Balnn Fadhl llm As-Salaf ala Al Khalat ka4n hnu Raiab (hal. 15G152h

Ushul I'tiqad,4hlis Sunnah, karya Al-Lalika'i (1/9-10).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

23

PEMBAFI,ASAN KEDUA: KEYAKINAN

AHLUSSUNNAH WAL JAY6'AH

MENGENAI NAMA.NAMA DAN SIFAT.

SIFAT ALIAH

Kq/akinan Atrlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah berdiri di atas dasar iman kepada semua

yang terdapat di dalam nash-nash Al Qur'an dan As-sunnah yang

shahih, dengan penetapan dan penafian. Maka dengan begitu

mereka:

(1) Menamai Allah dengan apa-apa frang Allah menamai

diri-\n di dalam KitabNSn, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa

menambahi ifu dan tanpa menguangrrya.

(2) Menetapkan sifat-sifat bagi A[ah & dan menyifati-Nya

dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya di dalam Kitab-

Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa Ahifl, tanpa ta'thil2,

serta tanpa bl<yifs, dan tanpa tamtsil.La

11 U-r€r s@ata bahasa adalah j*.#ri ';;At (penggantian; perubahan).

Sedangkan Liiri€t dalam masalah nar.-narna dan sifat*ifat adalah merubah

24 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

(3) Mereka menafikan (meniadakan) dari Allah apa yang

Allah nafikan dari diri-Nya di dalam Kitab-Nya, atau melalui lisan

Rasul-Nya, Muhammad #, disertai keyakinan bahwa Allah disifati

dengan kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan itu.

Ahlussunnah dalam masalah ini menempuh manhaj Al

Qur'an dan As-Sunnah yang shahih, sehingga setiap nama atau

sifat bagi Allah & yutg disebutkan di dalam Al Kitab dan As-

Sunnah yang shahih, maka itu diterima penetapannya sehingga

dengan begitu wajib menetapkannya.

Yang dimaksud dengan penafian adalah menafikan dari

Allah S segala yang bertentangan dengan kesempumaan-Nya,

dari berbagai macam aib dan kekurangan, disertai wajibnya

meyakini tetapnya kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan

itu.

Imam Ahmad berkata, "Allah tidak disifati kecuali dengan

apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya atau yang disifatkan oleh

lafazh{afazh nash nama-nama dan sifat-sifat atau makna-maknanya dari yang

dimaksudkan Allah.

rz Wr secam bahasa diambilkan dari jkir yang artinyn ':$r1 !r:;\5'jhl,

kosong; hampa; meninggalkan). Sedangkan.plSr dalam masalah nama-nama dan

sifat-sifat adalah menafikan (meniadakan) narnuHrinra dan sifat-sifat Allah atau

sebagiannya.

13 l,r=,33r secara bahasa adalah menetapkan sesuatu dalam suahr benhfi

tertentu yang diketahui. Sedangkan Ui33r dalam masalah nama-narnzr dan sifat-

sifat adalah membicarakan esensi dan bentuk sifat-siht ynng Allah tetapkan bagi

diri-Nya.

t+ j;Fr secara bahasa berasal dari jgir png artinya '#$ th (bandingan;

tandingan). Sedangkan .1$3r dalam masalah narn-nanra dan siht-sifat adalah

meyakini sifat-sifat Sang Pencipta bahwa itu seperti silatsilat makhluk.

Silakan merujuk makna-makna lahzh-lafuzh yang kami sehrtkan ini di dalam

kitab kami (Mu'taqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Tauhid N,4sma' wa ,4sh-Shifat

(hal.70-81).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

25

Rasul-Nya S kepada-Nya. Kami tidak melampaui Al Qur'an dan

As-Sunnah."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jalan para

pendahulu umat dan para imamnya, bahwa mereka menyifati

Allah dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya, dan dengan

apa yang disifatkan Rasul-Nya $ kepada-Nya, tanpa tahrif

(merubah; mengganti), tanpa ta'thil (meniadakan), tanpa tafuif

(mem-bagaimana-kan) dan tanpa tamtsil (menyerupakan). Yaifu

penetapan tanpa menyempakan, dan mensucikan-Nya tanpa

meniadakan. Penetapan sifat-sifat dan meniadakan penyempaan

dengan para makhluk.

Allah {S berfirman,

r"<r$ -16;4

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia." (Qs.

Asy-Syt ruraa I42l: tl).

Firman Allah, i":rS -rt5;.1 " Tidak ada sesuatu pun

yang serupa dengan Dia' (Qs. Asy-Sgruuraa l42l: 11!. ini adalah

sanggahan penyerupaan. Sedangkan Jrj$'d$i '.Ks " dun Diu-

lah Yang Maha Mendengar laqi Maha Melihat' (Qs. Asfsyuuraa

1421: Ltl ini adalah sanggahan peniadaan.

Pendapat mereka mengenai sifat-sifat bertopang pada dua

pokok:

Pertama, Allah S suci dari sifat-sifat kekurangan secara

mutlak, seperti menganfuk, tidur, lemah, jahil dan sebagainya.

26 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Kedua, menyandang sifat-sifat kesempurnaan yang tidak

ada kekurangan padanya, yang secara khusus merupakan sifat-

sifat bagi-Nya. Maka dari itu, tidak ada sesuatu pun dari para

makhluk yang menyerupai-Nya dalam sesuatu pun dari sifat-sifat

ifu."15

Dari sini bisa disimpulkan ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-nama Allah dalam

poin-poin berikut:

1. Mengimani penetapan narna-nama yang terbaik (Al

Asma' Al Husna) yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-

Sunnah, tanpa menambahi dan tanpa mengurangi.

2. Mengimani bahwa Allah-lah yang menamai diri-Nya, dan

tidak seorang pun dari para makhluk-Nya yang menamai-Nya.

Maka dari ifu, Allah &lah yang berbicara tentang nama-nama ini,

dan nama-nama-Nya itu dari-Nya, bukan hal baru yang diciptakan

seperti yang dinyatakan oleh golongan Jahmiyah, Mu'tazilah,

Kilabiyah, asyairah dan Maturidiyah.

3. Mengimani bahwa nama-nama ini menunjukkan kepada

makna-makna di puncak kesempumaan. Jadi itu dalam figur{igur

dan sifat-sifat, tapi tidak seperti figur{igur kaku yang tidak

diletakkan dengan berdasarkan makna-maknanya seperti yang

dinyatakan oleh golongan Mu'tazilah.

4. Menghormati makna-makna nama-nama tersebut, dan

menjaga kehormatan yang dimilikinya pada sisi ini, serta tidak

menentang makna-makna tersebut dengan merubah/mengganti

dan meniadakan sebagaimana sikap para ahli kalam (teolog).

rs Mnhaj As-Sunnah (2/523).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 27

5. Mengimani apa yang ditunfut oleh nama-nama tersebut

yang berupa hukum-hukum sebagai dampak-dampak dan

implikasi-implikasi dari nama-nama tersebut. 15

Selain ihr, bisa disimpulkan juga ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai sifat-sifat Allah dalam poin-

poin berikut:

1. Menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah fr secara hakiki

dengan bentuk yang layak bagi-Nya, dan tidak diperlakukan

dengan penaftan (peniadaan) dan pengingkaran.

2. Tidak melampaui namanya yang khusus dengan itu,

yang dengan-Nya Allah menamainya, bahkan menghormati nama

sebagaimana menghormati sifat, sehingga tidak meniadakan sifat

serta tidak merubah namanya dan menggantinya dengan nama

lain.

- Seperti golongan Jahmiyah yang meniadakan, menyebut:

mendengar-Nya, melihat-Nya, berkuasa-Nya, hidup-Nya dan

berbicara-Nya: dengart a'radh (yang tidak tetap, yang tidak berdiri

sendiri).

- Mereka menyebut wajah-Nya, tangan-Nya dan kaki-

Nya &, sebagai anggota badan dan bagian. Dan menyebut

hikmah-Nya dan inti perbuatan-Nya yang berupa permintaan

(perintah atau larangan) sebagai sebab dan a'radh.

- Mereka menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang berdiri

sendiri sebagai hal-hal yang baru.

- Mereka menyebut ketinggian-Nya di atas para makhluk-

Nya dan istiwa.Nya di atas Arsy-Nya sebagai pembatasan.

16 Uh. rincian masalah ini di dalarn kitab kami lMu'taqad Ahlis Sunnah wal

Jann'ah fi,4sma'illah Al Husna.

28 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Mereka saling mewasiatkan makar besar ini unfuk menafikan apa

yang ditunjukkan oleh wahyu, akal dan fithrah, serta dampak-

dampak perbuatan dari sifat-sifat-Nya.

Dengan nama-nama ini, mereka dan nenek moyang

mereka berusaha menafikan sifat-sifat-Nya dan hakikat-hakikat

nama-nama-Nya.

3. Tidak menyerupakannya dengan apa yang ada pada

para makhluk. Karena Allah & tidak ada sesuatu pun yang senrpa

dengan-Nya, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada sifat-sifat-Nya dan

tidak pula para perbuatan-perbuatan-Nya.

4. Berpufus asa dari mengetahui esensi-Nya dan

bagaimana-Nya. Karena akal telah berpufus asa dari mengenali

esensi sifat dan bagaimananya. Karena tidak ada yang mengetahui

bagaimana Allah kecuali Allah. Inilah arti ucapan para salaf, 

'r-t

'.i5 (tunpa mempertanyakan bagaimana wujud Allah), yakni tanpa

"bagaimana" yang dapat dicema oleh akal manusia, karena Dzat

yang tidak dapat diketahui hakikat-Nya dan esensi-Nya, bagaimana

bisa diketahui bagaimana ciri-ciri dan sifat-sifat-Nya? Namun hal ini

tidak menodai keimanan terhadapnya, dan mengetahui makna-

maknanya, karena tentang "bagaimananya" ifu hanya di balik

itu.17

5. Mengimani apa yang dituntut sifat-sifat ihr yang berupa

dampak-dampak dan hukum-hukum yang bertopang padanya.

Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah telah di paparkan pada kajian pertama

dari rangkaian Dirasat fi Mabahits Tauhid Al Asma' wa Ash-

17 Madarii As-&tikin (3/358-359).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 29

Shifat Karena itu, siapa yang ingin mendapatkan tambahan dan

keluasan, silakan merujuk kajian tersebut.

Pasal Kedua

Pendapat Golongan Mu'aththilah (Srang menafikan;

fidak memberlakukan) Nama-Narna dan Sifat-Sifat Allah

Dalam hal ini ada dua pembahasan:

Pernbahasan pertama: Defrnisi Mu bththilah

Pernbahasan kedua: Tingkatan-tingkatan h'thil

Pernbahasan pertama

Definisi Mu'aththilah

Dalam hal ini terdapat pengantar dan dua topik

Topik pertama: Ahli filsafat (filosof/filsufl

Topik kedua, Ahli kalam (teolog)

30 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PENGANTAR

Golongan Mu'aththilah dalam masalah narna-nama dan sifat-sifat

terbagi menjadi beberapa kelompok:

Ahli filsafat

(filmf/filsufl

Ahli lolam (teolos)

Frlsatat

mumi

(seperti Al

Farab)

Filsalat

bathin

Jahmi

!,ah

Mu'tazil

ah

Kihbilra

h

AsV'afuah Maturidiph

Ratithah

Isrnaililph

(seperu

Ibnu Sina

dan

ll*rurart s

hshafa)

Shufi

Itthadiy

ah

Feperd

lbnu

Arabi

dan

hnu

Sab'in)

Mutaqad

dim

Muta'alil(

hb

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 3l

Aliran Ta'thil mereka tertagi menjadi:

Tingkat Ta'thil mereka terbagi menjadi:

Penjelasannya akan dipaparkan di dalam pembahasan ini.

Aliran Tabdil

(meng$nti rnakna-

malma)

Alinn Taihil tJahil

mengenii rnakna

rnaknanlra)

Ahan

asurnsi dan

inlaiin6l

(para

fflGo0

Aliran mecubah dan

tal$ril (AhS tal$,il)

Golo,ngan yatrg

nreqntakan batrwa

yarU dlnuftgd adalalt

nrenydisihi apa yang di

tunfukkan olelt

dnhimya, dan

mernfilon ilmrpng

dirnaksd itu dari apa

prqsdahAlhh (aliran

kedua di lolangan

A+,'af6rat0

Gobngan yarE

metlratakan

mernberlahion

zhahimlp, namun

ttdak ada gnng

mengetahui

Ufutiluqn

kdraliAllah

FebagAan lrang

benfnlhsi

kepada pan

irnam yang

ernpaQ

Cotongan

Mubththihlt

el<str€rn @ng

m€nginglod

s€rnua ndna

&nsifaO

Golongan !EIIg

nrenctad<an narna-narra

dan mernffkan semn

silat (rnseka adalah

Mu'tazilali, Ralidhah

hnarnitxah Zaidilrah, dan

tUadttph dat Xhaqratj)

Golongan yang

merrdapkan silat-silat

dzat dan nreraftkan silab

sttat ildzOyatllph

(Kilablrh, pan

p€rdahulu Asy'arilrat$

Golongan grang

menetapkan narna-nama

dan tuluh silat, yaitu

(hirfup, ilrnu, kuasa,

kehendak, merdengar,

melihat dan bicara).

(Mcreka adahh golongan

Asy'ariph Muta' akhkhir

dan Maturidilrah)

Crotonganlpng

rrcndustakan

bgi meralilon.

!ETIg

mengatalon

baf$aAn h

tdd(&ila6

d€ngdr

perrtapan dan

mcdole!ilran

penafian

(latunileh dan

lbruShal

Gotrngan

dilfu-tauaqflul,rrlrg

mengatakan batilra Alah

frdak dbifati dengan

penaapan dan tildak prh

dargan p€nafrart

(Aruffnt0

Golq€anlringm6a

bodoh lagi frdalt rnau

tatq yarq n*ngatalor\

"Kanti dam dali

keauarya(dOaai

pcluapandan

p€naftan).'(A1 l{ala,

Gol{Ean lttihalilnh,

yang mengatakan

penetapan umum dan

penafian umum

32 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Pertama: Ahli Filsafat

Ahli filsafat 1i;-,''l,it) adalah sebutan jenis bagi yang

menyukai hikmah dan lebih cenderung dengan segala sesuatu yang

berbau hikmah.

Sebutan ini telah ada dalam pengetahuan manusia yang

disandangkan secara khusus kepada orang png keluar dari agama

para nabi, dan tidak bermadzhab kecuali dengan apa yang dapat

dicema akal menurut persepsinya.

Lebih khusus dari itu, bahwa dalam persepsi

Muta'akhkhirin, itu adalah sebutan bagi para pengikut fuistoteles,

dan mereka secara khusus adalah al mas5rSm 'un (Peripatetic),18

yaitu yang hnu Sina memumikan jalan mereka, membentangkan-

nya dan menetapkannya. Yaifu yang dikenalnla, bahkan udak

dikenal selainnya oleh golongan Muta'al'hLhirin dari kalangan

para ahli kalam (para teolog)."l9

Keimanan para filosof kepada Allah Yang Maha Suci lagi

Maha Tinggi hampir tidak melebihi keimanan terhadap

keberadaannya yang mutlak -yakni keberadaan-N/a di dalam

benak dan khayalan (imajinasi) tanpa hakikat-. Selain dari itu,

mereka hampir tidak pemah sepakat mengenai sesuafu.

Pembahasan tentang akidah di kalangan mereka termasuk hal

yang paling dungu dan paling merusak di anbra apa 3ang mereka

katakan.

l8 lfir adalah png banyak berialan. gtllir adalatr p€ndlon Aristotdes.

Disebut demikian, karena fuistoteles biasa mengajari muridrnr.uidnya sarnlril

berjalan. (Al Mu'jam Al Falsafr(3731.

re lghut"uh Al-I-ahfan 12 / 2571.

AlArasy(Sing;g;asanaAllah) 

- 33

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun kefuhanan,

maka integritas mereka dalam hal ini lebih merusak daripada

integritas karakter. Dan umumnya perkataan mereka mengandung

asumsi-asumsi dusta, jauh dari berupa konsep-konsep yang

benar."2o

Rusaknya keyakinan para filosof mengenai Allah akan

tampak lebih banyak ketika kami memaparkan kepada anda

ucapan-ucapan mereka mengenai Dzat dan sifat-sifat Allah.

Para filosof menyandangkan kepada Allah sebutan "Wajibul

Wujud" wajib ada, dan mengesakan wajib adanya menurut mereka

cukup dengan membayangkan-Nya (mengimajinasikan-Nya) dalam

pengetahuan dasar dengan kerusakannya.

Jadi, tauhid menurut mereka memerlukan penanggalan

segala sifat kesempumaan yang lazim bagi-Nya dari-Nya, maka

Dia tidak memiliki hidup, mati, kekuasaan, perkataan dan sifat-sifat

lainnya. Sebagai gantinya mereka mengatakan, "sesungguhnya

Dia adalah berakal, obyek akal dan akal. Lezat, yang melezatkan

dan kelezatan. Yang berilmu, yang diilmui, dan ilmu." Mereka

menjadikan semua itu sebagai hal-hal ketiadaan.

Yang mendorong mereka kepada hal itu adalah pemyataan

mereka bahwa berbilangnya sifat-sifat mengharuskan ketersusunan

(strukturisasi) pada Allah. Rusaknya pendapat ini sangat jelas.

Karena Allah menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat, dan Rasul-Nya

menyifati-Nya dengan ihr. Hal itu telah ditetapkan di dalam Al

Kitab dan As-Sunnah sebagai dalil naqli.

Sebagaimana juga akal mempersaksikan rusaknya

pendapat mereka, karena berbilangnya sifat, tidak dikatakan oleh

20 Ar-Radd ala Al Manthiqi2ryin(hal. I 14).

34 - Al Arasy (Singgasana Allah)

bahasa, syariat maupun akal yang sehat, bahwa itu menghamskan

bersusunnya hal yang disifati kecuali menurut para filosof.2l

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah

pemyataan mereka, bahwa Allah tdak mengetahui iuz'i5ryt

(parsial). Menurut mereka, Dia tidak mengetahui hakikat Musa,

tidak pula Isa, dan tidak pula Muhamrnad 'alahimus shalafu was

salam, apalagi peristivOa-peristiwa yang ditufurkan Al Qur'an, dan

perkara-perkara para makhluk lainnya. Rusaknya perkataan ini

sangat jelas menurut dalil nadi dan iuga akal.

Dalil naqlinya adalah, Allah S berfirman,

i6 1$'i Jyli5;-{ #a6 is.;#

e #1;tits-L#3i e W'^6i";{5';s

# #e$yaJ,{'{,i;i;*i6g

"Dia memiliki ilmu gaib tnng frdak ada 5nng mangetahuinya

kecuali Dia. Dia mengetahui apa tang di daratan dan di lautan,

dan tiada sehelai daun pun tnng gugur melainkan Dia

mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dakm

bumi dan tidak squafu tnng basah atau Snng kering,

melainkan tertulis dalam kiab 5nng nlmb (Iauh Mahfirzh)." (Qs. Al

An'aam [5]: 59).

Begitu juga akal menlnksikan rusaknya kq/akinan ini.

Bagaimana bisa Allah & uaak mengetahui perkara-perkara png

2r er-Radd ala Al Mankiqijryin(hal. 314).

AlArasy(SinttasanaAllah) 

- 35

dijalankan-Nya dengan perintah-Nya dan diberlakukan-Nya dengan

ketentuan-Nya, serta diberitakan-Nya di dalam Kitab-Nya. 22

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah apa

5nng mereka katakan mengenai kekuasaan Allah, yaitu bahwa

Allah adalah Pelalm secara tabiat, bukan karena keinginan sendiri.

Karena pelaku se@ra tabiat pertuatannln tertatas, sedangkan

pelaku dengan keinginan sendiri akan' beragam perbuatannya.

Mereka tidak tahu, bahwa dengan ini berarti mereka menganggap

manusia sebagai pelaku dengan keinginan sendiri lebih sempuma

daripada Allah sebagai pelaku se@ra tabiat karena terbatas

menurut persepsi mereka. Pendapat ini tertolak oleh lirman

Allah &:

ic;;{6-6i1",3,;

"Dan Tuhanmu menciptakan apa tmng Dia kehendaki dan

memilihryn." (Qs. Al Qashash [28]: 68).

Selain itu, pendapat ini iuga ditolak oleh logika, karena

Allah adalah pelaku yang paling sempurna, maka bagaimana bisa

menyerupakan pertuatan-Nya dengan perbuatan makhluk.

Para filosof konsisten dengan ihl, hingga mereka

menetapkan wajib ada, dan di samping mereka menetapkan ifu

bagi-Nya, namun menunrt mereka ihr adalah wujud mutlak, tidak

bersifat dan tidak berciri, serta tanpa perbuatan yang berdiri

sendiri, Dia tidak menciptakan langit dan bumi yang sebelumnya

tidak ada, Dia tidak memiliki kekuasaan atas suatu perbuatan, dan

tidak mengetahui sesuatu pun. Tidak diragukan lagi, bahwa yang

dianut oleh kaum musyrikin fuab dari golongan kafir Quraisy dan

22 tu-Radd ala Al Manthiqiwin(hal. 461).

36 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Iainnya adalah lebih ringan daripada ini. Karena para penyembah

berhala (kaum paganis) menetapkan Rabb sebagai pencipta, yang

berilmu, kuasa dan hidup, walaupun mereka mempersekutukan-

Nya (dengan selain-Nya) dalam ibadah (penyembahan)-

Jadi, rusaknya pendapat para filosof mengenai Allah tidak

tertandingi oleh kerusakan lainnya. Insya Allah nanti akan kami

kemukakan ucapan-ucapan mereka mengenai nalna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Ini menumt mereka mengenai khabar iman kepada

Allah &.

"Adapun iman kepada malaikat, maka mereka itu tidak

mengakui malaikat, dan tidak beriman kepada mereka. Menurut

mereka, malaikat adalah yang diimajinasikan oleh Nabi, menurut

persepsi mereka, di dalam dirinya, dari sosok-sosok cahaya, dan

itu menurut mereka adalah akal. Dan ifu hampa, fidak di dalam

alam dan tidak pula di luar, tdak di atas langit dan tidak pula di

bawahnya, juga bukan sebagai sog:ok-sosok yang bergerak, tidak

naik, tidak furun, tidak mengatur sesuaht, tidak berbicara, tidak

mencatat perbuatan-perbuatan pat?t hamba, tidak memiliki

perasaan dan tidak memilih gerakan salna sekali, serta tidak

berpindah dari satu tempat ke ternpat lainnya, tidak berbaris di

hadapan Rabbnya, tidak shalat, tdak mempunyai peran sama

sekali di alam ini, sehingga tidak ada yang namanya malaikat yang

mencabut nyawa hamba, udak pula yang menuliskan rezekinya,

ajalnya dan perbuatannya, dan ada pula yang di sebelah kanan

maupun kiri. Semua ini menurut mereka tidak ada hakikatnya

sama sekali.

Sebagian mereka ada yang lebih dekat kepada Islam, yaitu

dengan mengatakan, 'Malaikat adalah kekuatan baik lagi utama

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 37

pada diri hamba, sedangkan syetan adalah kekuatan jahat lagi

buruk'. Demikian ini bila mereka mendekat kepada Islam dan

kepada para rasul.

Tentang kitab-kitab, menumt mereka, Allah tidak memiliki

perkataan yang diturunkan-Nya ke bumi dengan perantaraan

malaikat. Karena Dia tidak mengatakan sesuafu pun, tidak

berfirman, dan tidak ada kemampuan berbicara pada-Nya.

Sedangkan para filosof yang lebih dekat kepada Islam dan para

rasul, yaitu yang dinisbatkan kepada kaum muslimin, mengatakan,

'Kitab-kitab yang diturunkan itu adalah luapan yang meluap dari

akal yang mempengaruhi jiwa yang siap, berbudi luhur lagi suci,

lalu makna-makna itu pun terbayang dan terbentuk di dalam

jiwanya yang terasumsikan sebagai suara-suara yang berbicara

kepadanya. Bahkan boleh jadi asumsi itu menguat hingga

melihatrya sebagai benfuk-benfuk cahaya yang berbicara

kepadanya dan bisa juga hal itu menguat hingga terbayang oleh

sebagian yang hadir, sehingga mereka bisa melihatnya dan

mendengar pembicaraannya, namun tidak ada hakikatnya bagi

sesuafu dari itu di luamya.

Adapun para rasul dan para nabi, menurut mereka,

kenabian memiliki tiga kekhususan, siapa yang memilikinya secara

sempuma maka ia seorang nabi:

Pertama, kekuatan inhrisi (firasat; perasaan), dapat

mengetahui tapal batas tengah secara cepat.

Kedua, kekuatan imajinasi dan pengimajinasian, yaitu

mengimajinasikan di dalam dirinya bentuk-benfuk cahaya yang

berbicara kepadanya, mendengar perkataan darinya, dan

mengimajinasikannya kepada orang lain.

38 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Ketiga, kekuatan mempengaruhi dengan sikap di alam

primer. Menurutnya, ini terjadi dengan mengosongkan jiwa dari

hubungan-hubungan dan mengaitkannya dengan hal-hal yang

terpisah, yang berupa akal dan jiwa yang kosong.

Kekhususan-kekhususan ini dicapai dengan upaya. Karena

itu, mengupayakan kenabian termasuk tasawwuf menurut

madzhab mereka, seperti Ibnu Sab'in, Ibnu Huud dan serupanya.

Kenabian menuntt mereka adalah perbuatan dan yang berbuat,

bahkan merupakan perbuatan yang paling mulia, seperti halnya

politik, bahkan itu merupakan politik umum. Banyak dari mereka

yang tidak meridhainya, dan mengatakan, 'Filsafat adalah kenabian

khusus, sedangkan kenabian adalah filsafat umum'.

Tentang iman kepada hari akhir, mereka tidak mengakui

akan pecahnya langit, berjatuhannya bintang-bintang dan kiamat

tubuh. Mereka juga tidak mengakui bahwa Allah telah

menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan mengadakan

alam ini yang sebelumnya tidak ada.

Jadi menurut mereka, tidak ada permulaan dan tidak

tempat kembali, tidak ada pembuat, tidak ada kenabian, tidak ada

kitab-kitab yang dihrrunkan dari langit yang mana Allah berbicara

dengan ifu (memfirmankannya), dan tidak ada pula malaikat yang

turun membawakan wahyu dari Allah &.

Agama Yahudi dan Nashrani setelah terjadinya

penghapusan dan penggantian (perubahan) masih lebih baik

daripada agama mereka.

Cukuplah bagimu tentang kejahilan terhadap Allah &

beserta nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya, orang

yang mengatakan, bahwa seandainya Allah S mengetahui alam

wujud, maka niscaya Dia mengalami kepenatan dan kelelahan, lalu

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 39

disempumakan oleh yang lainnya. Cukuplah menjadi kenistaan

dan kesesatan serta kebutaan untuk berjalan di belakang mereka

dan berbaik sangka terhadap mereka, dan bahwa mereka adalah

orang-orang yang berakal. "23

Yang perlu diketahui, bahwa para filosof tidak mengimani

keberadaan Allah secara hakiki, tidak pula beriman kepada wahyu,

kenabian dan kerasulan. Dan mereka mengingkari segala yang

ghaib. Dasar-dasar filsafat semuanya bertopang pada dua

landasan, yaitu:

l-andasan pertama: Asal dalam ilmu adalah akal manusia,

dan menurut mereka, ifu adalah sumber ilmu.

landasan kedua: Ilmu ifu terbatas pada hal-hal yang dapat

dirasa dan disaksikan saja.

Berdasarkan landasan pertama, mereka membatalkan

wahyu, dan berdasarkan landasan kedua, mereka membatalkan

perkara-perkara ghaib, termasuk beriman kepada Allah dan hari

akhir.

Jadi, para filosof telah menyoroti masalah-masalah

keyakinan, dan mereka menyatakan, bahwa itu hanyalah ilusi dan

imajinasi yang tidak ada hakikatnya dan tidak ada wujudnya di luar

(di alam nyata). Sehingga Allah tidak benar-benar adanya, tidak

pula kenabian secara hakiki, tidak pula malaikat, tidak pula neraka

dan surga, dan tidak pula pembangkitan kembali.

23 lsha tsah Al-l-ah fan (2 / 261 -262).

40 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Kedua: Ahli Kalam (Teolog)

Ahli kalam tidak jauh beda dengan para filosof dalam

beberapa pokok-pokok keyakinan mereka, dan mengambil dari

mereka kaidah-kaidah rasionalisme dan metode-motede teologis,

serta terpengaruh oleh itu dalam porsi yang cukup besar. Dalam

masalah-masalah akidah (keyakinan), mereka menempuh teori

rasional menunrt batas asumsi mereka. Jadi, walaupun mereka

menyelisihi pendapat para filosof, bahwa hakikat-hakikat ini hanya

sekadar asumsi dan imajinasi, namun sama dengan mereka dalam

distorsi (memutar balikkan) banyak hakikat ghaib. Di dalam kitab-

kitab para ahli kalam (teolog) dengan beragam kelompok mereka,

tidak akan ditemukan pemyataan tentang masalah-masalah

keyakinan (akidah) sebagaimana yang disebutkan oleh nash-nash

yang shahih. Sebagai ganti kalimat "Allah @ berfirman" atau

"Rasulullah $ bersabda" atau "para sahabat berkata", adalah

Anda hanya menemukan dalam kitab-kitab mereka kalimat "orang-

orang utama berkata" atau "para cendekiawan berkata" atau "para

ahli hikmah berkata". Yang mereka maksudkan itu adalah para

filosof Yunani dari kalangan kaum paganis (para penyembah

berhala). Bagaimana bisa mereka meninggalkan firman Allah dan

sabda Rasul-Nya $, lalu mengambil perkataan orang yang tidak

mengenal Allah dan tidak beriman kepada Rasul-Nya?

Orang yang mengkaji kitab-kitab para ahli kalam akan

mengetahui besarnya mudharat (bahaya) yang ditimbulkan

terhadap umat muslim. Karena kitab-kitab itu menyebabkan

manusia terhalang dari pengetahuan yang benar tentang Allah,

Rasul-Nya dan agama-Nya, sedang sebagai gantinya adalah

Al Arasy (Singgasana Allah) 

41

ucapan-ucapan ta'thil (peniadaan sifat-sifat Allah), tajhil

(pembodohan) dan takhyil (imajinasi).

Ahli kalam itu tidak hanya satu golongan (varian) saja,

bahkan mereka itu banyak golongan. Mereka adalah:

1. Jahmiyah;

2. Mu'tazilah;

3. Kilabiyah;

4. Asyairah; dan

5. Maturidiyah.

Masing-masing dari kelima golongan ini mempunyai

pendapat dan pandangan tersendiri sesuai dengan syubhat logika

yang menjadi sandarannya.

Pertama: Golongan Jahmiyah

Mereka adalah para pengikut Jahm bin Shafiuan yang

mengambil pendapat ta'thil dan AI Ja'd bin Dirham ketika

berjumpa dengannya di Kufah.2a Al Jahm menyebarkan pendapat

ta'thil dan melebihi gurunya, Al Ja'd, dengan sangat berlebih

dalam penafian, dan banyak mempopulerkan ifu dan

menyenrkannya, karena ia seorang yang pandai berbicara dan

berdebat.

Di antara keyakinan-keyakinan mereka yang paling

menonjol adalah:

1. Mengingkari semua nama dan sifat, sebagaimana yang

nanti akan dijelaskan.

24 Mul<hashar Taril<h Dimas5q(6/5Ol; Al Bidayah(9/350).

42 

Al Arasy (Singgasana Allah)

2. Dalam bab keimanan, mereka adalah Murji'ah. Mereka

mengatakan, bahwa keimanan ifu cukup hanya dengan

pengetahuan hati. Inilah pendapat sekte Murji'ah yang

paling buruk.

3. Dalam masalah takdir, mereka adalah jabariyah. Mereka

mengingkari berkemampuannya hamba dalam memilih

perbuatannya sendiri.

4. Mengingkari bahwa kelak pada Hari Kiamat para makhluk

bisa melihat Allah.

5. Mereka mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.

6. Mereka mengatakan fananya surga dan neraka.

Dan keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang dikatakan

oleh golongan Jahmiyah.

Kedua: Mu'tazilah

Mereka adalah para pengikut Washil bin Atha' dan Amr

bin Ubaid. Mereka adalah kelompok besar yang dihimpun oleh

apa yang mereka sebut pokok-pokok yang lima, yaitu:

1. Tauhid, 2. Keadilan, 3. Janji dan ancaman, 4-

Kedudukan di antara dua kedudukan, dan 5. Amar ma'ntf dan

nahi munkar.

Pada hakikatnya, golongan Mu'tazilah menganut

perpaduan pendapat-pendapat bathil yang ada di masa itu, karena

golongan Mu'tazilah memadukan paham-paham Jahmiyah,

Qadariyah, Khawarij dan Rafidhah.

Mereka sama dengan golongan Jahmiyah dalam sebagian

pokok-pokok keyakinan mereka, yaitu sama dengan mereka dalam

Al Arasy (Sintgasana Allah) 

- 43

mengingkari sifat-sifat, sehingga mereka menyatakan, bahwa Dzat

Allah tidak ada sifatnya dan tidak ada perbuatannya, sebagaimana

yang nanti akan dijelaskan. Mereka juga mengingkari bahwa kelak

pada Hari Kiamat Allah dapat dilihat. Mereka juga mengatakan,

bahwa Al Qur'an adalah makhluk, dan lain{ain.

Mereka sama dengan golongan Qadariyah dalam

mengingkari berkuasanya Allah terhadap perbuatan-perbuatan

hamba. Mu'tazilah mengambil paham dari mereka (Qadariyah),

bahwa para hamba menciptakan sendiri perbuatan-perbuatan

mereka.

Mereka sama dengan golongan Khawarij dalam masalah

keimanan, yaitu mereka mengatakan bahwa keimanan adalah

ucapan, keyakinan dan perbuatan, tidak bertambah dan tidak

berkurang. Dan bahwa bila sebagiannya hilang maka hilanglah

semuanla.

Berdasarkan ifu, mereka sama dengan Khawarij mengenai

masalah pelaku dosa besar, dimana Mu'tazilah mengatakan,

bahwa pelalru dosa besar berada di suafu kedudukan di antara dua

kedudukan di dunia. Tapi mereka sepaham dengan Khawarij yang

berpendapat, bahwa pelaku dosa besar di akhirat akan kekal

selamalamanya di neraka.

Mereka juga mengambil pandangan Khawarij dalam amar

ma'ruf nahi mungkar.

Mereka sama dengan golongan Rafidhah dalam hal

menohok para sahabat Nabi $, karena di antara perkataan

Washil bin Atha mengenai orang-orang yang ikut dalam perang

Shiffin, "Ses,rngguhnya keduanya (kedua belah pihak) adalah fasik

fidak secara pasti." Ucapannya mengenai Ali & dan

Muawiyah &, "Seandainya keduanya datang kehadapanku unfuk

44 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

bersaksi mengenai seikat sa! ran, maka aku tidak akan menerima

kesaksian mereka." Sedangkan golongan Mu'tazilah yang

belakangan lebih dekat kepada paham Syi'ah-

Syait<hul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Para pendahulu

Syi',ah menyelisihi Mu'tazilah mengenai itu (yakni masalah-masalah

sifat dan takdir), sedangkan kaum Muta'akhkhir mereka dari masa

Bani Buwaih dan sempanya dari awal-awal abad keempat dan

serupanya, maka sesungguhnya di antara mereka ada yang

menyepakati Mu'tazilah dalam hal tauhid dan keadilan mereka.

Mu'tazilah adalah gum mereka hingga muncul di dalam perkataan

Ibnu An-Nu'man Al Mufid dan dua sahabahya, Abu Ja'far Ath-

Thusi yang diberi gelar Al Murtadha (yang diridhai) dan serupanya,

adalah dari perkataan Mu'tazilah. Saat itu di kalangan Mu'tazilah

ada yang cenderung kepada paham Syi'ah, baik dengan

menyamakan Ali dengan dua khalifah, atau mengutamakannya

atas dua khalifah, atau menohok Utsman, walaupun golongan

Mu'tazilah tidak berselisih mengenai kepemimpinan Abu Bakar

dan Umar. Sementara para pendahulu Mu'tazilah, seperti Amr bin

Ubaid dan kawan-kawannSn, mereka berpaling dari Ali, sampai-

sampai mereka berkata, 'seandainya ia dan salah seorang dari

anggota pasukannya memberikan suatu kesaksian, maka kami

tidak akan menerimanya. Karena salah satunya telah fasik tapi

tidak dapat ditentukan yang mananya'. Inilah yang dianut oleh

Muta'akhkhir Syi'ah dn Mu'tazilah, berteda dengan apa yang

dianut oleh para pemimpin dan para pendahulu kedua golongan

..t2\

% Naqdh Ta'sis Al Jahmgiyahll/*551.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 45

Mereka juga mengambil dari golongan Syi'ah dan Rafidhah

sebagian besar pandangan-pandangan mereka yang khusus

mengenai imamah (kepemimpinan).

Berdasarkan ini, pemikiran-pemikiran Mu'tazilah adalah

perpaduan dari pandangan-pandangan berbagai kelompok yang

menyelisihi di masa mereka.

Pemikiran-pemikiran Mu'tazilah yang berlaku sekarang

adalah dari: Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, dan lbadhiyah, dan juga

golongan yang mereka sebut Al Aqlaniyyun (kaum rasionalis).

Ketiga: Mutakallimah As-Shi{faf (teolog sifat),

gnitu: Kilablnh, Asgrairah dan Maturidiyah.

1. Kilabiyah

Mereka adalah para pengikut Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kilab Al Qaththan25 (wafat tahun 2$ H).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Manusia sebelum

Abu Muhammad bin Kilab, ada dua golongan (yaitu)'

Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah yang menetapkan

semua yang berdiri dengan Allah ft& yung berupa sifat-sifat dan

perbuatan-perbutan yang dikehendaki-Nya dan kuasa atasnya; dan

Golongan Jahmiyah dari Mu'tazilah serta lainnya yang

mengingkari ini dan itu.

L-alu Ibnu Kilab menetapkan berlakunya sifat-sifat yang

lazim bagi-Nya, dan menafikan berlakunya perbuatan-perbuatan

dan lainnya yang berkaitan dengan kehendaknya dan kekuasaan-

26 Majmu' N Fabwa(5/555).

46 - AI Arasy (Singgasana Allah)

Nya. Hal ini disepakati oleh Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan lain-lain.

Sedangkan Al Harits Al Muhasibi, tadinya ia bemfiliasi

kepada pendapat ibnu Kilab, dan karena itu Ahmad

memerintahkan untuk mengucilkann5ra, dan Ahmad pemah

memperingatkan mengenai hnu Kilab dan para pengilnrtnya-

Kernudian dikatakan mengenai Al Harits, bahvra ia menarik

kembali pendapafuiya. "27

Paham yang dimunculkan oleh hnu Kilab ini adalah Srang

kemudian dikenal dengan paham Mutakallimah Ash-Shifat[a;ah

(puh* kaum teolog sifat). Karena hnu Kilab, jalannya cendenrng

kepada ma&hab Ahlul Hadits dan Sr.rnnah, tapi di jalannya ada

benhrk bid'ah, karena ia menetapkan berlakunya sifat-sifiat pada

&at Allah, dan tidak menetapkan berlakunlp perkara-perkara

pilihan pada dzat-Nya.

Ia pemah berusaha keras dalam menlnnggah golongan

Jahmiyah28, tapi ia mendebat mereka dengan cara qlns png di

dalamnya membiarkan mereka menganut pokok-pokok lnng

mereka mmuskan, yaitu menolak berbicaranln Allah de.ngan

huruf, menolak berlakunya sifat-sifat pilihan pada &at-Np gang

terkait dengan kehendak dan kekuasaan-N5n dari apa png berupa

perbuatan, perkataan dan sebagainya.2g Setelah ifu ia menjadi

panutan dan imam bagi yang datang setelahnSn dari golongan ini,

yang menetapkan sifat-sifat dan menggugurkan penafiannya, tapi

sama dengan mereka dalam sebagian pokok-pokok rusak mereka

yang berdampak pada rusaknya sebagian apa yang mereka

27 Dar'u Ta'arudhi Al Aql wa An-Naql(2/ll.

% Maimu' Al Fatawa (12/3661.

2e Majmu' Al Fabwa (12/379).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

47

katakan dari segi logika, dan penyelisihannya terhadap Sunnah

Rasul."3o

Jadi, Ibnu Kilab memunculkan madzhab baru, yang di

dalamnya ia menyepakati para salaf, serta di dalamnya ada juga

yang menyepakati Mu'tazilah dan Jahmiyah. Dengan begitu ia

telah merintis madrasah ketiga, yaifu madrasah "Ash-Shifati5iyah"

yang dikenal dengan sebutan madzhab ibbat

(menetapkan/mengakui sifat-sifat), tapi di dalam perkataan mereka

terdapat sesuatu dari pokok-pokok paham Jahmiyah.3l

Paham ini dianut juga oleh Al Qalanisi, Al Asy'ari, Al

Muhasibi dan lain{ain. Mereka adalah para pendahulu Asy'ari dan

golongan Ary' ariyah terdahulu.

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad

bin Kilab adalah ustadz yang diikuti Al Asy'ari dalam pahamnya,

dan juga oleh imam-imam para sahabatnya, seperti Al Harits Al

Muhasibi, Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Sulaiman Ad-Dimasyqi

dan Abu Hatim Al Busti."32

Jadi, hnu Kilab adalah imamnya golongan Asy'ariyah

pertama, dan ifu banyak menyelisihi golongan Jahmiyah, dan lebih

dekat kepada salaf daripada Al Asy'ari.33

Tapi paham Al Kilabi ini mulai menjauh sedikit demi sedikit

dari manhaj salaf, lalu menjadi lebih dekat kepada paham

Mu'tazilah, yaitu melalui paham para parruarisnya dari kalangan

fuyairah.

3o Majmu' Al Fatawa (L2/3661.

3L Majmu' N Fabwa (12/2061.

32 Mnhaj As-gnnah 12/327I

33 Maimu' Al Fabwa ll2/202 l203l.

48 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Jadi Ibnu Kilab, sebagaimana yang telah kami kemukakan,

lebih dekat kepada salaf daripada Abu Al Hasan Al Asy'ari,

sedangkan Abu Al Hasan Al Asy'ari lebih dekat kepada salaf

daripada Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani. Dan Al Qadhi Abu

Bakar dan yang sempanya lebih dekat kepada salaf daripada Abu

Al Ma'ali Al Juwaini dan para pengikutnya.34

Karena itu, di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan

lainnya dari kalangan para filosof, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Abu Al Ma'ali Al Juwaini dan kawan-

kawannya. Di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan Al Juwaini

dari kalangan madzhab yang menafikan, terdapat apa yang tidak

terdapat di dalam perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para

pendahulu para sahabatnya. Di dalam perkataan Abu Al Hasan Al

Asy'ari yang berupa penafian yang diambilnya dari golongan

Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat di dalam perkataan

Abu Muhammad bin l(lab yang mana Abu Al Hasan

mengambilnya untuk jalannya.

Di dalam perkataan hnu Kilab mengenai penafian yang di

dalamnya mendekati Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Ahlul Hadits, As-Sunnah, para salaf dan para

imam. Bila kekeliruan itu sejengkal, maka di kalangan para

pengikut menjadi sehasta, kemudian sedepa, hingga menjauh

sedemikian ilpd, sedangkan yang bahagia adalah yang menetapi

As-Sunnah.35

Golongan Kilabiyah telah lenyap sebagai safu golongan,

tapi pemikiran-pemikirannya dibawakan melalui golongan

Asy'ariyah. Karena Al Asy'ari dan para pendahulu sahabatnya

Y Majmu' Al Fatawa (12/2031.

3s Baghjat Al Murladtal. 4571.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

49

memelihara pemikiran-pemikiran Kilabiyah dan menyebarkannya.

Dengan begitu madrasah Kilabiyah tercatat dalam sejarah sebagai

yang paling dahulu muncul di kalangan Asy'ariyah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Kilabiyah

adalah para gumnya golongan Asy'ariyah. Karena Abu Al Hasan

Al Asy'ari hanya mengikuti paham Abu Muhammad bin Kilab,

sedangkan lbnu Kilab lebih dekat kepada salaf secara masa dan

paham. Abu Bakar bin Faurak (wafat tahun 406 H) telah

menghimpun perkataan Ibnu Kilab dan Al Asy'ari, lalu

menjelaskan kesamaan keduanya dalam masaalah-masalah

pokok."35

Jadi, Kilabiyah lebih dahulu muncul daripada Asy'ariyah

dan Maturidiyah. Golongan Kilabiyah muncul di pertengahan abad

ketiga, yaitu golongan Kilabiyah pertama setelah Jahmiyah dan

Mu'tazilah, karena Ibnu Kilab meninggal pada tahun243 H, dan di

permulaan abad keempat hijriyah, muncul sisa-sisa golongan ahli

kalam (para teolog), yaitu golongan Asy'ariyah yang berafiliasi

kepada Abu Al Hasan Al Asy'ari yang wafat pada tahun 324 H,

dan golongan Al Maturidiyah: para pengikut Abu Manshur Al

Maturidi yang wafat pada tahun 333 H, yaitu golongan yang

masih eksis hingga masa kita sekarang.

2- Aql'ariyah

Abu Al Hasan Al Asy'ari dianggap sebagai perpanjangan

madzhab Al Kilabi, karena Abu Al Hasan Al Asy'ari yang hidup di

masa antara tahun 260 sampai 324 H, tadinya adalah seorang

penganut Mu'tazilah hingga usia 40 tahun, yang mana ia hidup di

36 Al Isthamah (1/105).

50 

Al Arasy (Singgasana Allah)

rumah Abu Ali Al Jaba'i, syaikhnya Mu'tazilah di Bashrah.

Kemudian ia menarik diri dari madzhab Mu'tazilah, dan

menempuh jalan Ibnu Kilab. Ia banyak terpengaruh oleh itu dalam

waktu yang cukup lama. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya

adalah, di dalam kitab-kitab Ibnu Kilab dan perkataan-perkataan

terdapat apa yang diinginkannya, yaitu sanggahan terhadap

golongan Mu'tazilah dan menampakkan cela-cela mereka serta

menghancurkan tirai-tirai mereka. Ibnu Kilab telah membuat

banyak karangan yang di dalamnya menyanggah golongan

Jahmiyah, Mu'tazilah dan lain-lain. Tapi Al Asy'ari tidak sadar,

bahwa Ibnu Kilab, walaupun menyanggah golongan Mu'tazilah,

dan menyingkap kebathilan mereka, serta menetapkan sifat-sifat

yang lazim bagi Allah &, namun ia juga menyepakati mereka

dalam mengingkari sifat-sifat pilihan yang terkait dengan kehendak

dan kekuasaan Allah &. Jadi, ia menafikan sebagaimana

Mu'tazilah menafikan, bahwa Allah S berbicara dengan kehendak-

Nya dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana juga ia menafikan sifat-sifat

pilihan lain, seperti ridha, marah, benci, murka dan sebagainya.

Al Asy'ari telah melalui fase ini dengan penuh semangat, ia

mengarang, berdebat dan menyampaikan pengajaran dalam

rangka menyanggah golongan Mu'tazilah, dengan menempuh cara

ini.

Kemudian ia berjumpa dengan Zakaiya bin Yahya As-Saji,

lalu ia mengambil darinya apa yang diambilnya dari pokok-pokok

Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.37 As-Saji adalah Syaikhnya

Bashran dan hafizhnya.3s Kemudian ketika ia datang ke Bagdad,

ia mengambil perkara-perkara lain dari golongan Hambaliyah

Bagdad di akhir usianya.

37 Majmu' Al Fatawa (5/386); Tadzkimt N Huffa* (2/907).

38 Al Uluww(hal. 150); TadzkintAl Huffazh(2/9071.

AI Arasy (Singgasana Allah) 

Sl

Tapi pengetahuannya tentang teologi adalah pengetahuan

yang terperinci, sedangkan pengetahuan tentang As-Sunnah

adalah pengetahuan yang global. Karena itu ia menyepakati

Mu'tazilah dalam sebagian pokok-pokok mereka yang mereka

anut, yang karenanya menyelisihi As-Sunnah, dan ia berkeyakinan

bahwa memungkinkan unfuk memadukan antar pokok-pokok ifu

dan membela As-Sunnah, sebagaimana yang dilakukannya dalam

masalah melihat (melihat Allah kelak) dan berbicara fterbicaranya

Allah), serta sifat-sifat khabariyah dan lain{ain.39

As-Sajzi berkata mengenainya, "la menarik kembali dalam

masalah-masalah cabang, dan menetapkan dalam masalah-

masalah pokok."4o Yakni pokok-pokok Mu'tazilah yang di atas ifu

mereka menafikan sifat-sifat, seperti dalilbukan inti dan lainnya.4l

Ibnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kullab Al Bashri dan Abu Al Hasan Al Asy'ari menyelisihi

Mu'tazilah dan menyepakati Ahlussunnah dalam keglobalan

pokok-pokok As-Sunnah. Tapi karena keterbatasan keduanya

dalam ilmu As-Sunnah, dan kecendemngan keduanya terhadap

pokok-pokok yang rusak, maka di beberapa bagian perkataan

mereka terdapat bagian-bagian dari perkataan Mu'tazilah yang

dengan begihr keduanya menyelisihi As-Sunnah, walaupun

keduanya tidak secara mutlak menyepakati Mu'tazilah."42

Ia juga berkata, "Yang diingkari oleh para imam As-Sunnah

pada hnu Kilab dan Al Asy'ari adalah sisa-sisa paham Jahmiyah

dan Mu'tazilah. Seperti meyakini benamya teori bukan inti dan

tersusunnya fisik-fisik, pengingkaran disifatinya Allah dengan

3e Majmu' Al Fatawa 172/2041.

40 Ar-Radd ala Man Ankan Al Harf wa Ash-Shaut M. 168).

aL Mauqif lbni TaimiSah min Al,4sp'irah(7/367).

42 Al Istiqamah (L /2121.

52 - Al Arasy (Singgasana Allah)

perbuatan-perbuatan yang terjadi dengan kehendak-Nya dan

pilihan-Nya, dan hal-hal sempa lainnya."€

Golongan Asy'ariyah telah melalui fase-fase dan periode-

periode dimana permulaannya merupakan tambahan paham

teologis, kemudian sangat condong kepada paham Mu'tazilah, lalu

menggabungkan akidah ini dengan paham filsafat.

Golongan Asy'ariyah belakangan cendenrng kepada paham

Jahmiyah, bahkan filsafat, dan mereka membedakan pendapat Al

Asy'ari dan para imam para sahabatrya.4

Para pendahulu golongan Asy'ariyah menetapkan sifat-sifat

khabariyah secara global, seperti Abu AI Hasan Al Asy'ari, Abu

Abdullah bin Mujahid, Abu Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu

Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak,

Abu Muhammad bin Al-labban, Abu Ali bin Syadzan, Abu Al

Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al Baihaqi dan lainlain.as

Tapi Muta'akhkhimya dari para pengikut Abu Al Hasan Al

Asy'ari, seperti Abu Al Ma'ali Al Jtrwaini dan lain{ainnya, tidak

menetapkan kecuali sifat-sifat aqliyah. Sedangkan sifat-sifat

khabariyah, di antara mereka ada yang menafikannya, dan ada

yang bersikap tauaqquf dalam hal itu, seperti fu-Razi, Al Amidi

dan lain{ain.

Mereka yang menafikan sifat-sifat khabariyah, di antara

mereka ada yang menal$rilkan nash-nashn1n, dan di antara

mereka yang menyerahkan maknanya (bfudli kepada Allah &.

43 Dar'u Tabrudh NAql mAn-NqlZ/gn.

M Dar'u Tabrudh AlAql wa An-Nal(l/gn.

6 Maimu' Al Fatawa (4/147, l48;l.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

53

Yang menetapkannya, seperti Al Asy'ari dan para imam

para sahabatnya, mengatakan, "Penakwilannya dengan takrpilan

yang mengindikasikan penafiannya adalah takr,vilan yang bathil."

Mereka tidak berhenti dengan ta{widh (menyerahkan tah,rdlnya

kepada Allah), tapi membatalkan takvilan-talsuilan kalangan yang

menafikan.6

Kesimpang siuran di dalam akidah Asy'ariyah ini antara

para pendahulunya dan kalangan belakangnya (Muta'akhkhimya),

disebabkan oleh apa yang telah kami singgung di muka, yaitu

kecenderungan kaum Asy'ariyah dengan ke-Asy'ariyah-an mereka

kepada paham Mu'tazilah lebih banyak dan lebih banyak lagi,

bahkan mereka mencampur adukkannya dengan filsafat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan

Asy'ariyah, sebagian mereka menyepakati Mu'tazilah mengenai

sifat-sifat khabariyah, dan mayoritas mereka menyepakati

Mu'tazilah dalam masalah sifat-sifat haditsiyah (yang diberitakan

oleh hadits-hadits). Adapun mengenai sifat-sifat qur'aniyah (yang

diberitakan Al Qur'an), mereka memiliki dua pendapat:

AI Asy'ari, Al Baqilani dan para pendahulu mereka

menetapkannya, dan sebagian mereka mengakui sebagiannya,

namun di antara mereka ada yang menganut paham Jahmiyah

dari segi lainnya.

Karena Al Asy'ari mereguk perkataan Al Jaba'i, syaikhnya

Mu'tazilah, dan penisbatannya kepadanya dalam teologi disepakati

oleh para sahabatnya dan lainnya.

Sementara Ibnu Al Baqilani lebih banyak menetapkan

setelah Al Asy'ari, dan setelah hnu Al Baqilani adalah Ibnu

6 Mnhaj *-surnah (2/223, 2241.

54 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Faurak, karena ia menetapkan sebagian yang terdapat di dalam Al

Qur'an.

Adapun Al Juwaini dan yang menempuh jalannya,

cenderung kepada madzhab Mu'tazilah. Karena Abu Al Ma'ali

banyak mengkaji kitab-kitab Abu Hasyim, yang sedikit

pengetahuan tentang atsar, sehingga mengutamakan pemaduan

kedua perkara itu.47

Kemudian muncul Abu Bakar Al Baqilani (wafat tahun 403

FI), lalu mencapai kepemimpinan di jalan ifu, dan ia meringkasnya

dan membuatkan pendahuluan-pendahuluan logis yang bertopang

di atasnya dalil-dalil, dan menjadikan kaidah-kaidah ini sebagai

panduan untuk akidah-akidah keimanan, yaitu mewajibkan

mengimaninya48, dan memberikan konfuibusi besar dalam

menteorikan madzhab Al Asy'ari Al Kalami (asy'ari teologis) dan

menatanya, hingga menyebabkan keserupaan manhaj antara

madzhab Asy'ari dan ma&hab Mu'tazilah. Karena Al Asy'ari

menjadikan nash sebagai dasar, dan akal sebagai pengikutnya.

Sedangkan Al Baqilani, maka akidah ifu selunfinya dengan semua

masalahnya, masuk ke dalam lingkup akal.49 Al Baqilani dianggap

sebagai perintis kedua untuk madzhab Asy'ari.so

Setelahnya muncul Imam Al Haramain Al Juwaini (wafat

tahun 478 Hl, lalu ia menggunakan analogi rasionalisme dalam

mengukuhkan akidah ini. Ia menyelisihi Al Baqilani dalam banyak

kaidah yang dirumuskannya. Walaupun Al Juwaini dalam

keban5rakan paham teologi mengambil dari perkataan Al Baqilani,

47 Minhai As-Sunnah (2/223, 2241.

M Muqaddimah lbni l{haldun(hal. 465); terbitan Mr-rsthafa Muhammad.

ae Muqaddimah At-Tamhid, karya Al Baqilani (hal. 15 (tahqiq Al Khudhairi

dan Abu RaMah.

50 Nasy'atAl As7'ar&nh tn Tathauryuruha(hal. 320).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

55

namun ia menggabungkan Asy'ariyah-nya dengan sesuafu dari

paham Mu'tazilah, yang diambilnya dari perkataan Abu Hasyim Al

Jaba'i Al Mu'tazili berdasarkan pilihan-pilihannya. Dengan begitu

ia keluar dari jalan Al Qadhi dan kawan-kawannya dalam banyak

hal, dan beralih ke jalan Mu'tazilah.

Adapun perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari, tidak

diambilnya sebagai sandaran, namun hanya menukil perkataannya

dari apa yang diceritakan orang-orang darinya.Sl Atas jalan Al

Juwaini inilah kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah bertopang,

seperti Al Ghazali (wafat tahun 505 F0, dan hnu Al Khathib fu-

Razi (wafat tahun 606 I-0. mereka mencampurkan paham

Mu'tazilah yang dimasukkan oleh Al Juwaini dengan paham

filsafat. Dengan begihr, golongan Asy'ariyah semakin jauh dan

menyimpang-

Al Ghazali, paham teologinya dari perkataan gurunya, Al

Juwaini, di dalam Al lrsyad, A4rSyamil, dan lain-lain, digabung

dengan apa yang diterimanya dari Al Qadhi Abu Bakar Al

Baqilani. Sementam paham filsafatnya dari perkataan lbnu Sina-

Karena ihr dikatakan: Abu Hamid disakitkan oleh AsySyifa, dan

perkataan para penulis risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa dan

risalah-risalah Abu Hayyan At-Tauhidi, dan lain-lain.

Adapun Ar-Razi, paham teologinya dari perkataan Abu Al

Ma'ali dan Asy-Syahrastani. Asy-Syahrastani mengambilnya dari Al

Ansari An-Naisaburi dari Abu Al Ma'ali. Ia juga memiliki paham

Mu'tazilah yang kuat dari perkataan Al Hasan Al Bashri (wafat

tahun 436 H). Dalam masalah filsafat, pahamnya dari perkataan

hnu Sina, AsySyahrastani dan lain{ain.s2 Kalangan Asy'ariyah

5r Bughwt Al Murtadhal.448 (451h, dengan penyrntingan.

s2 Bughgt Al Murtad hal. 448);, dengan penyrntingan.

56 

Al Arasy (Singtasana Allah)

mayoritsnya Murji'ah dalam masalah Al Asma' (nama-nama

Allah) dan hukum-hukum, dan sebagai jabariyah dalam masalah

takdir. Adapun mengenai sifat-sifat, mereka bukan Jahmiyah

mumi, tapi ada paham Jahmiyah pada mereka. Dan mereka tidak

memandang keharusan mengangkat senjata melawan para imam,

karena mereka menyepakati Ahlul Hadits dalam hal ini. Namun

secara global, mereka adalah ahil kalam (kaum teolog) yang paling

dekat kepada Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.s3

Ada banyak faktor yang menyebabkan tersiamya paham

Asy'ariyah dan mempopulerkannya, kemungkinan di antaranya

yang paling dominan adalah,

Pertama, kemunculan madzhab ini di Bagdad yang

merupakan ibukota khilafah Abbasiyah dan pusat perhatian para

penuntut ilmu yang pergi ke sana dari berbagai penjuru. Faktor ini

berperan besar dalam membentuk sebagian dari madzhab Asy'ari

dan upaya penyebarannya ke berbagai penjuru lainnyas4

disebabkan keberadaan banyak tokoh Asy'ari di Bagdad saat itu.

Kedua, kedekatan yang terjadi antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah, dan tidaklah golongan Asy'ariyah dikenal dan populer

kecuali karena kebersamaannya dengan Hambaliyah. Seandainya

tidak demikian, niscaya keadaannya akan menjadi seperti

Mu'tazilah, dimana golongan Hambaliyah berperan besar dalam

menghadapi dan menyanggah mereka. Antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah adalah suafu bentuk pertauran dan perdamaian, dan

memang dahulunya mereka berdekatan.

Karena Abu Al Hasan Al Asy'ari hanya berafiliasi kepada

madzhab Ahlul Hadits, dan imam mereka menurutnya adalah

53 Majmu' Al Fatawa 16/ 551.

il Mauqif S5aikhul Islam lbnu Taimi5nh min Al,4sg'irah12/4991.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 57

Ahmad bin Hanbal, dan ia menganggapnya termasuk kalangan

teolog Ahlul Hadits.

Golongan Asy'ariyah dalam hal apa yang mereka tetapkan

dari As-sunnah, adalah cabang dari hambaliyah, sebagaimana

halnya para teolog hambaliyah dalam hal berhujjah dengan analogi

rasionalis adalah cabang dari mereka-

Terjadinya perpecahan disebabkan fitnah Al Qusyairi.S5 Ia

muridnya Ibnu Faurak yang berasal dari Asy'ariyah Khurasan yang

berpaling kepada ta'thil. Ketika Al Qadhi Abu Ya'la Al Hambali

mengarang kitab lbthal At-Ta'wilat, yang mana di dalamnya ia

menyanggah Ibnu Faurak, gurunya Al Qusairi, sementara khalifah

dan lainnya condong kepadanya, tatkala Al Quraisyi memiliki

kekuasaan disebabkan kelompok saljuqiyah, terjadilah fitnah

tersebut.56

Ketiga, berafiliasinya sebagian amir dan menteri kepada

madzhab Asy'ari dan dukungan mereka terhadapnya. Di antara

mereka yang paling menonjol adalah:

A. Menteri Nizhamul Malik yang menjadi menteri untuk

para sultan Saljuq, lalu menjadi menteri unhrk Alb Arsalan dan

Malkasyah selama tiga puluh tahun, yaifu dari tahun 455 sampai

485 H.

Di masanya, dirintis sekolah-sekolah Nizhamiyah,

penisbatan kepadanya, dan ihr di sejumah kota, di antaranya:

Bashrah, Ashfahan, Balkh, Harrah, Marw, Al Maushil, dan

madrasah nizhamiyah yang paling utama dan terbesar adalah yang

di Naisabur dan Bagdad.

55 Majmu' N Fatawa (6/52-531 -

% Majmu' Al Fatawa (6/52-541.

58 - 

ll fiP3r (Singgasana Allah)

Nizhamul Malik mengagungkan sufisme dan Asy'ariyah,

maka orang-orang yang menyampaikan pelajaran di sekolah-

sekolah mengajarkan ihr. Maka karena itu ia memiliki peranan

besar dalam menyebabkan pokok-pokok akidah Asy'ariyah.s7

B. Al Mahdi bin Tumurt (meninggal tahun 524 F0,

penguasa Daulah Al Muwahhidin. Namanya Abu AMullah

Muhammad bin Abdullah bin Tumurt, yang digelari Al Mahdi. Ia

telah muncul di Maghrib dari permulaan abad kelima. Ia masuk ke

negeri-negeri lrak, lalu belajar sedikit ilmu, dan ia sedikit menyukai

kezuhudan dan ibadah. lalu ketika kembali ke Maghrib, ia naik ke

pegunungan Maghrib dan menyebarkan dalnuahnya di antara

orang-orang Barbar dan lainnya dari kalangan jahil yang tidak

mengetahui agama Islam kecuali apa yang dikehendaki Allah. [-alu

ia mengajarkan kepada mereka syariaLsyariat Islam, dan ia

meminta perkenan mereka unfuk menampakkan kepada mereka

sebagai macam hal yang luar biasa, yang dengan ifu ia bisa

mengajak mereka kepada agarna- Ia mengaku bahwa dirinya

adalah Al Mahdi yang dikhabarkan oleh Rasulullah #i sebagai

kabar gembira, dan porsi terbesar para pengikukrya adalah

mengenai ini. Disebabkan oleh apa llang mereka ketahui dari

akidah asy'ari dan filsafat, mereka menghalalkan darah ribuan

muallaf dari penduduk Al Maghrib Al Malikiyah, lnng menganut

akidah Ahlussunnah. Mereka menuju para muallaf ifu dengan

kepalsuan dan kebohongan, bahwa mereka adalah kaum

musyabbihah mujassamah, padahal mereka tidak berpendapat

demikian.sS Ibnu Tumurt adalah penyebab dalam memasukkan

akidah Asy'ariyah ke negeri-negeri Maghrib lnng mana

s7 Mauqif Swil<hul Islam lbnu Taimigh ninNAq/a'inhl2/5@l-

58 Majmu' Al Fatawa (Ll/47 51.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

59

sebelumnya sunni salafi. Maka cukuplah Allah sebagai penolong

kami, dan Dialah sebaik-baik penolong.

C. Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin adalah seorang

penganut Asy'ariyah. Dari sejak masa kecilnya ia telah hafal akidah

yang dikarang untuknya oleh Quthbuddin Abu Al Ma'ali Mas'ud

bin Muhammad bin Mas'ud An-Naisaburi, salah seorang tokoh

Asy'ariyah, lalu dihafal oleh anak-anaknya yang masih kecil.

Karena itu ia dan anak-anaknya tumbuh di atas akidah asy'ari.

L-alu Shalahuddin membawa semuanya kepada akidah Abu Al

Hasan Al Asy'ari, dan keadaan pun terus berlangsung di atas itu di

semua masa para raja Bani Ayyub, kemudian di masa para maula

mereka, yaitu para raja dari Turki.59

Keadaan ini berperan besar dalam penyebaran paham

Asy'ariyah di seluruh pelosok jagat Islam. Mesir yang menrpakan

tempat kekuasaan Ayyubiyah adalah merupakan pusat keilmuan di

masa-masa ifu. Dan Al Azhar memiliki peran besar dalam

menyebarkan akidah Asy'ariyah yang di masukkan oleh

Shalahuddin ke Mesir, setelah ia membungkam kekuasaan Al

Abidiyah Al Ismailiyah. Dan semenjak zaman Shalahuddin dan Al

Azhar, akidah Asy'ariyah diakui hingga masa kita sekarang.

Golongan Asy'ariyah menyelisihi Ahlussunnah dalam

banlnk masalah akidah. Di antaranya sebagai contoh adalah:

1. Bahwa menurut mereka, sumber talaqqi dalam masalah-

masalah ketuhanan (Vakni tauhid) dan kenabian, adalah hanya

akal. Maka mereka membagi bab-bab akidah menjadi tiga bab:

ketuhanan, kenabian dan as-sam'igryat Yang mereka maksudkan

dengan as-sarn'i54nt adalah apa-apa yang berkaitan dengan

5e Al l<huhathkaryaAl Muqrizi (2/3581.

60 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

masalah-masalah hari akhir, gafu berupa pembangkitan kembali,

penghimpunan, surga, neraka dan sebagainya.

Mereka menyebutnya sam'ijryah, karena menumt mereka,

sumbemya adalah nash-nash syar'i. Adapun yang selain ifu, yakni

ketuhanan dan kenabian, maka sumber mereka adalah akal.

2. Mereka menyatakan, bahwa keimanan adalah sekadar

membenarkan. Maka mereka mengeluarkan amal dari sebutan

iman.

3. Berdasarkan definisi mereka tentang keimanan, maka

mereka telah mengeluarkan tauhid uluhiyah dari pembagian

mereka pada tauhid. Karena menumt mereka, tauhid ifu adalah

bahwa Allah itu Esa pada Dzat-Nya, tidak ada bagian pada-Nya,

Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekufu bagi-Nya,

Esa dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada yang menyetarai-Nya. Definisi

ini tidak mengisyaratkan kepada tauhid uluhiyah. Karena ifu, anda

dapati di kalangan masyarakat asy'ari hampa dari tauhid ilahiyah,

sementara pasar kesyirikan dan bid'ah sangat membahana, karena

manusia tidak diajari bahwa Allah itu Esa dalam penyembahan

kepada-Nya, tidak ada sekuhr bagi-Nya.

4. Berdasarkan definisi mereka mengenai keimanan, maka

mereka juga telah mengeluarkan itfrba' Nabi S (mengikuti

Nabi #) dari definisi mereka mengenai keimanan. Karena mereka

membatasi keimanan kepada Nabi dalam perkara-perkara

pembenaran saja. Karena ifulah tersebamya bid'ah-bid'ah di

kalangan masyarakat asy'ari.

5. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah nalna-

nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini nanti akan dijelaskan.

AlArasy(SinggasanaAllah) 

61

6. Mereka menyelisihi Ashlus Sunnah masalah takdir,

karena pendapat mereka sepaham dengan pendapat jabariyah.

7. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah melihat

allah, karena mereka mengatakan terlihat fidak di suatu tempat.

8. Mereka menyelisihi Ahlussr.mnah dalam masalah kalam

(berbicaran5ra Allah), karena mereka tidak menetapkan sifat kalam

secara hakiki, tapi mereka mengatakan al kalam an-nafsi

(perkataan jiwa). Begitu juga penyelisihan-penyelisihan lainnp-

3. Maturidi5Tah

Golongan Mahridiyah dianggap saudara kandung

Asy'ariph. Demikian ifu, karena di antara keduanya ada

kesamaan dan kesepahaman sampai-sampai seolah-olah keduanya

adalah satu golongan, dan sulit membedakan antara keduanya-

Karena ihr, masing-masing dari golongan Asy'ariyah dan

Maturidiyah menyatakan, bahwa masing-masing dari Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan Abu Manshur Al Matrrudi adalah imam

Ahlussunnah menurut anggapan mereka.5o

Kemungkinan kesamaan ini kembali kepada sebab utama,

yaihr kesamaan pemikiran-pemikiran kedua golongan ini, dan

sedikitrya masalah-masalah Lrhilafiyah di antara keduanya,

terutama dengan golongan asy'ari Muta'akhkhir (yang

belakangan). Ada sebab-sebab penting lainnSn yang menjadi

pangkalnya, dan perlu diperhatikan serta dipertimbangkan dalam

memberikan persepsi. Kemungkinan yang paling utamanya adalah

kesamaan masa kemunculan kedua golongan ini, di samping

masing-masing golongan muncul di berbagai tempat tanpa ada

60 Mfbh Dar,4s-&'adah (2/15511i G52) karya Thasy Kubra 7dah.

62 - AI Arasy (Singgasana Allah)

penentangan dari golongan lainnya, yaifu golongan Maturidiyah

tersebar di kalangan para penganut hanafi yang berada di wilayah

Timur dunia Islam dan utaranya, sehingga sedikit sekali anda

dapati orang hanafi yang menganut akidah asy'ari kecuali apa

yang disebutkan, bahwa Abu Ja'far As-Samnani -seorang

penganut madzhab hanafi- adalah seorang asy'ari.

Sementara itu kita mendapat golongan Asy'ariyah tersiar di

kalangan para penganut madzhab syafi'i dan maliki, yang sekarang

mereka berada di wilayah tengah, barat, selatan, dan tenggara

dunia Islam. Maka para penganut madzhab syafi'i dan maliki

menganut paham asy'ari. Saya tidak memaksudkan golongan

awam mereka, tapi

(berpendidikannya).

golongan berperadabannya

Golongan Maturidiyah berafiliasi kepada Abu Manshur

Muhammad bin Muhammad bin Mahmud bin Muhammad Al

Mahridi yang wafat tahun 333 H.51 Ia dianggap termasuk

kalangan ahli fikih hanafi, dan seorang ahli debat dan teolog,

namun ia tidak banyak tahu tentang Sunnah dan atsar.52 Ia

menempuh jalan teolog dalam menetapkan akidah yang sangat

mirip dengan manhaj muta'akhkhir golongan asy'ari. Ia dianggap

termasuk kalangan ahli kalam dalam masalah sifat, seperti hnu

Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan lain{ain. Al Maturidi mengikuti

Ibnu Kilab dalam sejumlah masalah sifat dan yang berkaitan

dengan itu.63

61 I-ih. biografinya di dalam kitab Al Matui4nh wa Mauqilfuhum min Tauhid

Al Asma' um ash-Shifat(L/209, karp Dr. $,amsuddin Al Afghani.

62 Al Aqidah As-SakfrWh fi l{alam Rabbit Bad/tnhA:rrt.279l kann Abdullah

bin Yusuf Al Judai'.

63 Maimu' Al Fabvn 17/4331; Kiab Al Iman 0nl. 414); Mnhai As-Sunnah

(2/362).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 63

Sebagaimana diketahui, bahwa para penganut madzhab

hanafi dan masyarakat Masyriq secara umum adalah manusia yang

paling dulu terpengaruh ilmu kalam. Permulaan Al Jahm muncul

dari wilayah itu. Mengenai ini, Imam Ahmad berkata ketika

mengemukakan pandangannya mengenai Al Jahm, "Ucapannya

diikuti oleh sejumlah orang dari para sahabat Abu Hanifah dan

para sahabat Amr bin Ubaid di Bashrah ..."64

Bisyr bin Ghiyats Al Muraisi (2281{), Al Qadhi Ahmad bin

Abu Du'ad (240 H) dan lain-lain, adalah dari kalangan hanafi.

Maka dari itu, tidak aneh seorang maturidi-hanafi dari kalangan

mereka yang membela ilmu kalam dan berusaha dalam

merintisnya dan mengeksiskannya, hingga menjadi salah satu

simbolnya dan pemilik salah satu madrasah teologi yang kelak

menjadi dikenal dengan namanya.

Al Maturidi Udak jauh berbeda dengan Abu Al Hasan Al

Asy'ari (pada fase keduanya). Karena ia adalah musuh bebuyutan

Mu'tazilah, hanya saja ia terpengaruh teori teologi yang dianut

hnu Kilab, yang bersandar kepada teori-teori teologi dalam

penetapan masalah-masalah keyakinan, yang perihalnya dalam hal

itu sama dengan Abu Al Hasan Al Asy'ari. Keduanya dianggap

perpanjangan madrasah Ibnu Kilab yang dikenal sebagai madrasah

ketiga setelah terjadinya perselisihan dengan Ahlussunnah wal

Jama'ah dari safu sisi, dan dengan Jahmiyah dan Mu'tazilah dari

sisi lainnya. I-alu muncullah hnu Kilab dan memunculkan manhaj

ketiga, Snng di dalamnya ia berusaha memadukan antara nash-

nash syar'i dengan teori-teori teologi, sebagaimana yang telah

disinggung saat mengulas tentang Kilabiyah.

$ ArRail ala Al Jahniyph(hal. 10&10$.

64 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Jadi madzhab kilabi berada di lrak, Ar-Rayy dan Khurasan,

dan tersiar di negeri-negeri seberang sungai yang terdiri dari

berbagai kelompok dan golongan.5s

Golongan Maturidiyah tidak berkembang seperti halnya

akidah Asy'ariyah, sebagaimana yang telah dijelaskan saat

mengulas Asy'ariyah. Karena Al Mahrridiyah tetap sebagaimana

mulanya.

65 /fis6p /t-Taqasiml<aryaAl Maqdisi (hal. 323).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

65

PEMBAHASAN KEDUA

Tingkat Ta'thil Mereka

Dalam hal ini ada tiga toPik:

Topik pertama: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah

nama-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah l/

Asma' Al Husna.

Topik ketiga: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah sifat-

sifat Allah &.

Topik Pertama: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Nama-Nama dan Sifat-Sifat Secara Umum

Orang yang meneliti perkataan-perkataan Ahlu Ta'thil

(golongan yang menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah) akan

mendapatinya secara umum terbagi menjadi tiga bagian:

66 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bagian pertama: Penafian semua nama-nama dan

sifat-sifat

Ini pendapat golongan Jahmiyah para pengikut Jahm bin

Shafwan66, dan para filosof, baik penganut filsafat mumi seperti Al

Farabi57, maupun filsafat Bathiniyah isma'iliyah Qaramithah

seperti Ibnu Sina,68 atau pun filsafat sufi Ittihadiyah seperti Ibnu

fuabi, Ibnu Sab'in dan Ibnu Al Faridh.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Yang benar, bahwa

tajahhum mumi (mengikuti paham Al Jahm secara mumi), yaitu

menafikan nama-nama dan sifat-sifat, sebagaimana d

















" Barangsiapa menempuh suatu ialan yang dengannya ia

menai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."

Allah @ berfirman,


"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-

hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir [35]: 28).

Yar,g pertama kali disampaikan kepada Rasulullah $

adalah wahyu Allah kepadanya mengenai ilmu:


" Baalah dengan (mayebu| nama Tuhanmu Yang

menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal

darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang

mengajar (manusia) dengan perantaraan qolam (pena)- Dia

mengajarkan kepada manusia aPa yang tidak dikebhuinya-" (Qs.

Al Alaq [96]: 1-5).


Al Arasy (Singglasana Allah)

" Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan

UanS Huq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi

dosamu." (Qs. Muhammad l47l: 19)

Allah & jrgu berfirman,

"Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah

ilmu pengetahuan'."(Qs. Thaahaa [20]: 114).

Kehidupan bahagia di dalam kehidupan dunia dan akhirat

tidak akan diraih kecuali dengan ilmu yang bermanfaat.

Karena ifu, pendidikan adalah fujuan terbesar bagi pendiri

Kerajaan Arab Saudi, Sang Raja Abdul Azrz g, dan anak-anaknya,

serta begifu juga yang setelahnya. Maka di masa pelayan kedua

tanah suci nan mulia -mentri pertama di kementrian pendidikan-,

perjalanan pendidikan mencapai tingkat yang tinggi, pendidikan

tinggi pun berkembang pesat dan universitas-universitas juga

meningkat. Di antara universitas-universitas besar ini adalah

Universitas Islam di Al Madinah An-Nabawiyah. Universitas ini

merupakan menara nan tinggi, yang berorientasi untuk menjadi

salah satu lembaga keilmuan dan peradaban, png bergerak di atas

pefunjuk syariat Islam, dan melaksanakan politik pendidikan

dengan memperbanyak pendidikan tingg dan riset tinggi,

membangkitkan penelitian ilmiah dan melakukan kegiatan

penulisan, penerjemahan dan penerbitan, serta melayani

masyarakat dalam bidang-bidang kekhususannya.

Dari sini, dekan penelitian ilmiph di universitas,

menyertakan aktifitas penerbitan penelitian-penelitian ilmiyah di

dalam tugas-fugasnya, yang mencerminkan salah safu poin penting

&a">r;S)

Al Arasy (Singg;asana Allah) 

-

di antara poin-poin misi universitas, yaitu membangkitkan

penelitian ilmiah dan melaksanakan kegiatan penulisan,

penerjemahan dan penerbitan.

Di antaranya adalah kitab Al Arty, karya Abu Abdullah

Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, yang dikaji dan

ditahqiq oleh Dr. Muhammad bin Khalifah bin Ali At-Tamimi-

Semoga Allah memberikan manfaat melalui itu, dan kami

memohon kepada Allah S, agar menganugerahi kita ilmu yang

bermanfaat dan amal yang shalih. Semoga shalawat serta salam

dan keberkahan, dilimpahkan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya,

Muhammad bin Abdullah, dan juga kepada keluarga dan para

sahabatnya, serta yang mengikuti jejak langkah mereka dengan

kebaikan hingga hari berbangkit.


Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya,

memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampun

kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan

jiwa kami dan dari keburukan pertuatan kami. Barangsiapa

ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan

siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat

menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain

Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa

Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya-


"Hai omngiorang yang beiman, bertakwalah kepada Nlah

sebenar-benar talotra kepada-Nya; dan ianganlah sel<ali-kali kamu

mati melainkan dalam keadaan beragama Islam-" (Qs. Aali 'lmraan

[3]: 102).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-


"Hai sel<alian manusia, bertals,rnlah kepada Tuhanmu yang

telah menciptakan kamu dari dirt Snng satu, dan daipdanya Allah

menciptakan istinya; dan daipada keduanya Allah

memperkembang biakkan taki-laki dan perempuan tnng banyak.

Dan bertakontah kepada Atlah yang dengan (mempergwakan)

nama-Nya kamu saling meminb safu sama lain, dan (pefiharalah)

hubungan silafurahmi. sesungguhnya Allah selalu meniaga dan

mengaumsi kamu." (Qs. An-Nisaa' [4]: 1).

)'

"Hai omng-omng yang beiman, bertakunlah kamu kepada

Attah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaSn Allah

memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu

dosadosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-N3m,

mal<a saungguhnya ia telah mendapt kemenangan yang besar."

(Qs. Al Ahzaab [33]: 7G71).

Arnma ba'd

Al Arasy (Singgasana Allah)

Sesungguhnya sebenar-benamya perkataan adalah

perkataan Allah, sebaik-baiknya pefunjuk adalah petunjuk

Muhammad #, du., seburuk-buruknya perkara adalah hal-hal yang

diada-adakan. Dan sesungguhnya setiap hal yang diada-adakan

adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan' Wa ba'd

Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah akidah golongan

tersisa yang mendapat pertolongan, sebagaimana yang dikabarkan

Rasulullah ,#, y*g mana beliau bersaMa,

ttlkdn tetap ada sqolongan dari umatku tnng tetap teguh

di ahs kebenamn hngga Hari Kiatnat"l


selamat, yang mengenainya



-

"Kaum Yahudi terpecah menjadi tuiuh puluh safu

kaum Nashrani terpecah meniadi tuiuh puluh dua

dan urnat ini akan terpecah meniadi tuiuh puluh tiga

golongan Wng kesemuanym di neraka keatali satu." Ditanya,

"Siapa ifu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab , li J+ ,* oC J

A);bf , i;t * (t " Yurg benda di atas seperti apa wng aku dan

pn sahabatku sekarang benda di atasn5a."z

Ciri mereka sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi S,

bahwa mereka di atas apa yang Nabi $ dan para sahabatrya

berada di atasnya. Itulah ciri yang membedakan akidah

Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak terdapat pada selain mereka.

Jadi akidah mereka diwamai oleh pokok-pokoknya yang menjadi

sandaran segala masalah dalam ilmu ini.

Al Qur'anul Karim yang merupkaan tali Allah yang kokoh,

yang tidak didatangi kebathilan bagi dari depan maupun dari

belakangnya, adalah pokok pertama dari pokok-pokok

2 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud l5/4lno. 4596 (4597); At-Tirmi&i

(5/25-26 (no.264O (26471; Ibnu Maiah (2/132 (no- 3991-3993); Ahmad 12/332

(3/L2Ol, 745 (4/120\; Al Hakim di dalam N Musbdmk ll/128, dan ia berkata,

"shahih menurut syarat Muslim." dan 2/4801, dan ia berkata, "Sanadnya

stmhih."\; Ad-Darimi (2/158 (no.252ll; Ath-Thabarani di dalam Al Kabir(8/321,

no. 8035 18/327 (no. 8051); (8/178 (no. 759, 10/271-272 (no- 211); 1272);,

dan di dalam Ash-Shaghir (l/2241i Al Aiulri di dalam Ast-Si;ari'ah (1/304-315

(no.21-291; hnu Abi Ashim di dalam As-sunrrah (L/32-351; Al-lalika'i di dalam

Slarh Ushut Al I'tiqad (1/100-102); Ath-Thabari (27/2391 lbnu Baththah di

dalam At lhnah (7/367-175 (no. 263-275); Abu Ya'la di ddam Musnadnya

l6/340-3ill2 (no. 3668); hnu Hibban di dalam Shahihnta(8/48 (no. 5214); Ibnu

Abi sgnibah di dalam Al Musharunf(lsl3o8 (no. 19738); Al Marwazi di dalam

As-SunnahhaL lS (19).

Syaik*rul Islam hnu Taimiyah berkata mengenaiq;a, "ltu hadits shahih lagi

masyhur." l.jh. Al Masail(2/831 dan Al Fatawa(3/345L

AsySyathibi sangat menyoroti di dalam Al I'tislwn Dicantumkan juga oleh

Ibnu Katsir di dalam Tafsimya (7/3901; dan dicanhrmkan juga oleh syaikh Al

Albani di dalam,4s-Silsikh,4slrShahilnh (3/ 480L

Al Arasy (Sintgasana Allah)

Ahlussunnah wal Jama'ah. Pokok kedua adalah As-Sunnah An-

Nabawigyah Ash-Shahihah yang valid dari Rasulullah S. Karena

Allah telah mewajibkan atas manusia unhrk mengikuti Rasul-

Nya # dan meniru sunnahnya. Allah S berfirman,


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.

Dan apa gng bagimu maka tinggalkanlah." (Qs. Al

Hasyr [59]: 7)

Allah & jrgu berfirman,

'

"Saungguhnya telah ada pada Hin) Rasulullah itu suri

teladan 

'mng 

baik bagimu." (Qs. Al Ahzaab [33]: 21).

Ahlussunah wal Jama'ah, pedoman mereka adalah AI Kitab

dan As-Sunnah. "Berbeda dengan ahli bid'ah dan perpecahan,

karena sandaran mereka secara batin bukan Al Qur'an dan As-

Sunnah, tapi di atas dasar-dasar yang diada-adakan oleh para guru

mereka yang dijadikan sandaran dalam tauhid, sifat-sifat, takdir,

iman kepada Rasul dan sebagainya. Kemudian apa yang mereka

kira disepakati Al Qur'an, maka mereka berhujjah dengannya, dan

apa yang menyelisihinya maka mereka menakpilkannya. Karena

itu anda dapati mereka ketika berhujjah dengan Al Qur'an dan Al

Hadits, tidak memperdulikan konotasi pendalilanngn, dan tidak

meneliti apa yang terdapat di dalam Al Qur'an dari makna ifu,

dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menyelisihi mereka, maka

mereka langsung menal$.rilkannya sebagaimana kecepatan orang

yang bermaksud menolaknya dengan cara apa pun yang

Al Arasy (Singgasana Allah) 

-

memungkinkan. Jadi maksud mereka bukan memahami maksud

Allah dan maksud Rasul-Nya, tapi mendebat yang berseberangan

dengannya dari berhujjah dengannya. "3

Ahlussunnah wal Jama'ah, pokok-pokok mereka yang

menjadi sandaran mereka adalah Al Kitab dan As-Sunnah, dan

maksud mereka adalah mengikuti syariat Allah yang disyariatkan-

Nya melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad #.

Imam AsySyafi'i *s berkata, "Aku beriman kepada apa-

apa yang datang dari Allah, dan apa-apa yang datang dari

Rasulullah,$ sesuai maksud Rasulullah."4

Karena ifu, pemahaman mereka tidak berdiri sendiri, akan

tetapi dalam memahami pokok-pokok itu mereka bersandar

kepada apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi $, yang hidup

di masa turunnyra wahw, dan mengetahui maksud Allah dan

maksud Rasul-Nya $. Ini ciri kedua- Karena pokok-pokok

Ahlussunnah adalah sama, yaitu Al Kitab dan As-Sunnah, maka

demikian juga para imam Ahlussunnah, yaifu para salaf shalih dari

kalangan sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin, maka ilmu dan

pemahaman mereka itulah yang mereka anut, dan dari perkataan

mereka itulah mereka berpendapat.

Imam Ahmad &, berkata, "Pokok-pokok As-Sunnah

menunrt kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dianut

oleh para sahabat Rasulullah,#, d* mengikuti mereka dalam

meninggalkan bid'ah-bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan,

serta tidak berdebat dan bergaul dengan para penurut hawa nafsu,

dan meninggalkan percekcokan, pertikaian dan perdebatan dalam

masalah agama.

3 Majmu'Al Fabsn (13l58-59h, dengan penyrntingan.

4 Majmu'AlFabom14/21.

10 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

As-Sunnah menumt kami adalah atsar-atsar Rasulullah $-

As-Sunnah adalah tafsir Al Qur'an, dan As-Sunnah adalah dalil-

dalil Al Qur'an. Di dalam As-sunnah tidak ada qiyas, dan tidak

disandingkan dengan pemmpamaan-pemmpamaan, serta tidak

dapat dijangkau dengan akal dan kecenderungan, akan tetapi As-

Sunnah adalah mengikuti dan meninggalkan kecendemngan."s

Jadi perkara-perkara agama ini dikembalikan kepada

sandaran yang bersambung kepada Nabi $. Karena itu,

Ahlussunnah memiliki sandaran yang bersambung. Dan karena ifu

dikatakan kepada para ahli bid'ah, "lnilah pokok-pokok kami, dan

sanad-sanad kami merujuk kepada Nabi 6S." L-alu merujuk kepada

apa pokok-pokok para ahli bid'ah?

Dari logika ini, maka memperhatikan riwayat yang ma'tsur

dari pada pendahulu umat adalah salah satu ciri yang menonjol di

kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Karena ifu, karangan-

karangan mereka dipenuhi dengan riwayat-riwayat ma'tsur dari

perkataan Allah, perkataan Rasul-Nya #, dut ucapan para salaf

dari kalangan sahabat, tabiin serta orang-orang yang berjalan di

atas manhaj mereka, mengikuti jalan mereka dan menempuh cara

mereka.

Adalah hak bagi setiap Ahlussunnah unfuk bangga dengan

apa yang diwariskan oleh para ulama sunnah yang berupa warisan

peninggalan agung yang berisi manhaj Ahlul Huq, dan

mengandung ucapan para ulama dan para imam yang

menjelaskan jalan petunjuk, melindungi dan membela akidah yang

benar, agar tetap bersih lagi jemih sebagaimana ketika Nabi $

meninggalkannya untuk kita.

s Swh [Jshul I'tiqad Ahlis Sunnah, karya Al-lalika'i (1/156).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

ll

Para imam panutan ifu dibenarkan oleh apa yang

digambarkan oleh Al Imam Ahmad & Ta'ala, yang mana ia

berkata, "segala puji bagi Allah yang menjadikan di setiap masa

jeda tidak adanya para rasul, sisa-sisa dari para ahli ilmu, yang

menyeru orang yang sesat kepada pefunjuk, yang bersabar atas

penderitaan dari mereka, yang menghidupkan yang telah mati

hatinya dengan Kitabullah, dan membuat mereka yang buta dapat

melihat dengan cahaya Allah. Betapa banyak korban iblis yang

telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang sesat lagr

menyimpang yang telah mereka funjuki. Sungguh betapa baiknya

dampak mereka terhadap manusia, namun betapa buruknya

balasan manusia terhadap mereka. Mereka hilangkan dari

Kitabullah perubahan yang dilakukan orang-orang yang berlebihan,

mereka nafikan penyesatan orang-orang yang menyimpangkan,

dan mereka nafikan takwilnya omng-orang iahil, lnng

rnengibarkan panji-panji bid'ah, dan melepaskan ikatan-ikatan

fitnah. Maka mereka berselisih mengenai Al Kitab lagi menyelisihi

Al Kitab, mereka mma-sama sepakat meninggalkan Al Kitab,

mengatakan terhadap Allah, mengenai Allah dan mengenai

Kitabullah, membicarakan firman-firrnan yang mutasyabih, dan

memperdayai golongan manusia yang jahil dengan apa-apa yang

samar terhadap mereka. Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-

fihah mereka lnng menyesatkan."5

Para imam ifu telah melindungi telaga-telaga agama ini, dan

melindungi jalan Allah yang lurus, serta meninggalkan unhrk kita

peninggalan agung yang di dalamnya mereka telah menuliskan

dengan pena mereka manhaj haq yang lums, dan membatalkan

syrbhat-syubhat golongan syetan yang terkufuk.

6 Ar-Radd ala Az-hnadiqah tn Al Jahnit4nh (hal. 52, di dalam ulasan

akidah para salaf.

12 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Maka dari ihr, sudah selayaknya peninggalan itu dirawat,

dikeluarkan dari lemari-lemari perpustakaan dan tempat-tempat

penyimpanan manuskripmanuskrip.

Di antara pemnggalan salaf unfuk kata yang layak

diperhatikan adalah kitab yang masih tersimpan di dalam

manuskrip dalam masa yang cukup lama, yaitu kitab Al Arcy,

karya Imam Adz-Dzahabi. Sebuah kitab berharga pada masalah

ini, di dalamnya pengarang menghimpun puluhan nash dan atsar

yang menjelaskan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai

suatu masalah di antara masalah-masalah besar dalam

mentauhidl<an asma wa sifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah),

yaitu masalah penetapan tingginya Allah di atas para makhluk-

Nya, dan istiwa:nya Allah di atas ArsyNya.

Saya terdorong untuk memelihara kitab ini dan

mengeluarkannya karena mengandung materi ilmiah penting

dalam masalah ini, dan sebagai tambahan kepada manhaj salafi

yang ditempuh oleh imam ini dalam mengakui kebenaran dan

menetapkannya.

Saya telah berusaha mengeluarkan kitab ini dalam benhrk

yang sebaik-baiknya dan penampilan yang menarik. Unfuk itu saya

menempuh metode ilmiah dalam mentahqiq nashnya dan

ketepatannya, serta men-bkhij hadits-hadits dan atsar-atar-nya,

dan biografi para tokoh yang disebutkan di dalamnya, dan juga

menjelaskan kalimat-kalimat gharibnya, serta membuatkan daftar-

daftar klasifikasi kandungannya.

Melihat pentingnya kitab ini dan topik bahasannya, maka

saya berkhidmat untuk kitab ini dengan kajian tematik png

berisikan hal-hal berilart:

Bagian pertama: Kajian tematik

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 13

Bab pertama: pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan kedua, Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai natna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal kedua' Pendapat-pendapat mutaththilah (golongan

yang meniadakan; mengingkari) tentang nama-nama dan sifat-sifat

Allah.

Pembahasan pertama: Pengertian mutaththilah.

Pengantar.

Topik pertama: Para filosof.

Topik kedua' Para teolog (ahli kalam).

Pembahasan keduar Tingkatan-tingkatan ta'thil (peniadaan;

pengingkaran) mereka.

Topik pertama: Tingkatan-tingkatan ta'thil dalam masalah

narna-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkatan-tingkatan ta'thil mereka dalam

masalah Al Asma' Al Husna (nama-nama Allah yang paling baik).

Topik ketiga: Tingkatan-tingkatan b'thil mereka dalam

masalah sifat-sifat Allah &.

Pasal ketiga: MusSnbbihah(golongan yang menyerupakan)

Pernbahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.

Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.

14 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Pasal pertama: pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi.

Pembahasan pedama: Pendapat Ahlussunnah t*al Jama'ah

dan yang menyepakati mereka.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Pasal kedua: Pendapatrpendapat mengenai sifal istium'.

Pembahasan pertama: Madzhab salaf mengerar istiura'.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka.

Golongan pertama: Menafikan istiow'.

Golongan kedua: Pendapat bfiilidh (menyerahkan kepada

Allah).

Golongan ketiga: Pendapat musyabbihah.

Pasal ketiga: Masalah-masalah yang terkait dengan

ketinggian dan istiwa'.

Pembahasan pertama: Apakah Arsy kosong dari-Np ketika

turun-N3a.

Pembahasan keduar Masalah-masalah batas dan

persentuhan.

Topik pertama: Hukum lafazh-lafazh global.

Topik kedua: Masalah batas.

Topik ketiga: masalah persenh.rhan.

Bab ketiga: Definisi Arsy.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 15

Pembahasan pertama: Makna bahasa untuk kata Arsy.

Pembahasan keduat Ma&hab-madzhab dalam

mendeftnisikan Ars7.

Pasal kedua: Dalildalil yang menetapkan Arsy dari Al Kitab

dan As-Sunnah.

Pembahasan pertama: Dalildalil Al Qur'an yang

menetapkan Arsy.

Pembahasan kedua: Dalildalil dari As-Sunnah yang

menetapkan Ars!,.

Pasal ketiga: Sifat Arsy dan kekhususan-kekhususannya.

Pembahasan pertama: Penciptaan Arsy dan keadaannya-

Pembahasan kedua: TemPat Arslr-

Pembahasan ketiga: Kekhususan-kekhususan Arsy-

Pasal keempat: Pembicaraan mengenai para pemangku

'Aray dan Kursi.

Pembahasan pertama: Pembicaraan mengenai para

pemanglm Arsy.

Pembahasan kedua: Pembicaraan mengenai Kursi.

Bagian keduar Pengenalan pengatang dan kitabnya-

Pasal pertama: Pengenalan pengarang-

Pertama: Nama dan julukannYa-

Kedua: Asalnya.

Ketiga: NasabnYa.

Keempat: Kelahirannp.

16 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Kelima: Keluarganya.

Keenam: Perkembangannya dalam menuntut ilmu.

Ketujuh: Perjalanan-perjalanannya (dalam menunttrt ilmu).

Kedelapan: Guru-gurunya.

Kesembilan: Status keilmuannya dan pujian ulama

terhadapnya.

Kesepuluh: Akidahnya.

Kesebelas : Kamngan-karangannya.

Kedua belas: Murid-muridnya.

Ketiga trelas: Wafatqn.

Pasal kedua: Pengenalan kitabnya.

Pertama: Judul kitab.

Kdua: Kepastian penisbatan kitab ini kepada sang

pengarcmg.

Ketiga: Pe6edaan antara lstab Al,4rcydan kitab Al Uluwur.

Keempat: Sumber*umber l<tab Al r4rcy.

Kelima: Metode pengataqt dalam kitab ini.

Keenam: Urgensi iudul dan ldtab ini.

Ketuluh: lGjian naskah tr.disan tangan.

Kedelapan: Yang sap lakukan pada kitab ini.

Selanjutryra, inilah usaha sederhana yang saya

persembahkan ke hadapan pembaca yang mulia, yang dalam hal

ini saya telah mengerahkan segala daya upaya dan kemampuan

saya, maka apa yang benar di dalamnya, maka segala puji bagi

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 17

Allah atas petunjuk-Nya, dan itu adalah dari fadhilah dan

anugerah-Nya, sedangkan kebodohan, ketergelinciran atau

kesalahan di dalamnya, maka saya memohon ampun kepada Allah

dari segala dosa dan kesalahan.

Saya memohon maaf kepada pembaca yang mulia bila

menemukan kekurangan di dalam pekerjaan saya ini. Ini hanyalah

upaya manusia, maka saya harap dari setiap yang menemukan

kesalahan atau kekurangan, agar segera menyampaikan nasihat

kepada saya, dan unfuk itu saya sampaikan terima kasih, semoga

anda mendapatkan ganjaran pahala.

Hanya kepada Allah saya memohon agar memberikan

manfaat dari perbuatan ini dan memberkahinya, serta

menjadikannya amal shalih yang ikhlas unhrk wajah-Nya. Penutup

doa kami adalah, bahwa segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam-

18 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

BAGI,AN KAJI.AN

Bagian Pertama

Kajian Tematik

Terdiri dari tiga bab:

Bab pertama: Pendapat-pendapat manusia mengenai

nama-narna dan sifat-sifat Allah.

Bab kedua: Pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi dan

istiwa'.

Bab ketiga: Arsy dan hal-hal5nng terkait dengannya.

Bab Pertama:

Pendapat-pendapat manusia mengenai natna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Terdiri dari tiga pasalt

Pasal pertama: Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah

mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

- 19

Pasal kedua: Pendapat-pendapat Mu'athithilah mengenai

narna-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal ketiga: Pendapat-pendapat musSnbbihah mengenai

nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Pasal pertama:

Ke,yakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah.

Terdiri dari dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pembahasan keduat Kq/akinan Ahlussunnah ural Jama'ah

mengenai narna-narna dan sifat-sifat Allah.

20 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN PERTAMA: DEFINISI

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama'ah adalah:

Para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan orang-orang yang

menempuh jalan mereka, dan meniti manhaj mereka, dari

kalangan para imam petunjuk, dan yang mengikuti mereka dari

seluruh kalangan umat-

Dengan pengertian ini, maka keluarlah setiap golongan

bid'ah para pengikut hawa nafsu.

As-Sunnah di sini adalah kebalikan dari bid'ah, dan al

jama'ah di sini adalah kebalikan dari perpecahan.

Diriwayatkan dari hnu Abbas @ dalam menafsirkan firman

Allah &, t*i i,;*ft er.': |# ?7 " pud, han 5nns di waktu itu

ada muka Wng putih berceri, dan ada pula muka tnng hitam

mumnf'(Qs. Aali 'lmraan [3], 106), ia berkata, "Wajah-wajah para

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 21

Ahlussunnah menjadi putih, sedangkan wajah-wajah para ahli

bid'ah dan perpecahan menjadi hitam."7

Perlu dikemukakan di sini, bahwa kita mengetahui bahwa

ulama menggunakan ungkapan ini untuk dua makna.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, .[-afazh

Ahlussunnah dimaksudkan:

1. Orang yang menetapkan khilafah para khalifah yang

tiga. Maka dalam hal ini semua golongan tercakup kecuali

Rafidhah.s

2. Terlodang juga malsudqn adalah ahli hadits dan

sunnah secara khusus, sehingga tidak mencakup kecuali orang

]rang menetapkan sifat-sifat bagi Allah 8t, dan mengatakan,

'Ses,ngguhn3n Al Q''an bukan makhluk, dan bahwa Alrah akan

dapat dilihat di akhirat,' menetapkan adan5a takdir, dan pokok-

pokok lainnya png diketahui oleh pam ahli hadits dan sunnah."9

Yung kami maksud dengan ungkapan "Ahlussunnah,,

adalah makna kdua png disebutkan oleh $nikhul Islam lbnu

Tairni!,ah. Demikian ifu, karena Ahlussunnah mempunyai pokok-

pokok ket akinan Srang mereka sepakati dan mereka nash-kan di

dalam kitabhtab k€A/akinan png dikenal.

7 Tbfsir tbal lhmrll/gg0l.

8 qnimU Islam berkata, "Tidak lagi (bahua mereka -golongan

Rafidhah- (adalah kelompok ahli bid'ah 5nng paling iauh dari Al Kitab dan As-

smnah. Karena itu mereka dikenal di kalangan urnurn (sebagai kelompok lang

menplisihi As-srnnah. Maka mayoritas rnast/amlot urnurn tidak mengaahui

kebalilon dari golongan sunni kecuali Rafidhah. Bila seseorang berkata] ,.Aku

serrang sunni.' Maka artinya: Aku bukan rafidhi (bukan penganut Rafidhah)."

{ulajmu' Al Fa bwa 13/ 3561 -

9 Minhai As-snmh l2/2211i (terbitan universitas Ar Irnam Muhammad bin

Sa'ud.

22 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Ahlussunnah mempunyai banyak sebutan, di antaran5a:

Ahlus Hadits, Al Firqah An-Najiyah (golongan yang selamatl, N

Jama'ah, dan lain{ain.

Kaidah-kaidah manhaj Ahlussunnah bisa disimpulkan dalam

poin-poin berikut:

Pertama: Berpedoman dengan nash-nash Al Kitab dan As-

Sunnah dan memahami makna-maknanya.

Kedua: Membatasi ifu dengan riwayat-riwayat ma'tsurdai

para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabiin dalam makna-makna Al

Qur'an dan Al Hadits. Yaitu dengan:

A. Ijtihad dalam membedakan yang shahilnya dari yang

tidaknya.

B. Ijtihad dalam berhenti pada makna-maknanya dan

memahaminya.lo

Ketiga: Mengamalkan ifu dan konsisten di atasnya sebagai

keyakinan, pemikiran, sikap dan perkataan, dan jauh dari segala

yang menyelisihinya dan bertentangan dengannya.

Keempat: Menyeru kepada itu dengan lisan dan perilaku.

Maka dari itu, barangsiapa menerapkan kaidah-kaidah ini

dalam berkeyakinan dan perbuatan, maka ia di atas manhaj

Ahlussunnah, insya Allah.

70 Balnn Fadhl llm As-Salaf ala Al Khalat ka4n hnu Raiab (hal. 15G152h

Ushul I'tiqad,4hlis Sunnah, karya Al-Lalika'i (1/9-10).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

23

PEMBAFI,ASAN KEDUA: KEYAKINAN

AHLUSSUNNAH WAL JAY6'AH

MENGENAI NAMA.NAMA DAN SIFAT.

SIFAT ALIAH

Kq/akinan Atrlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah berdiri di atas dasar iman kepada semua

yang terdapat di dalam nash-nash Al Qur'an dan As-sunnah yang

shahih, dengan penetapan dan penafian. Maka dengan begitu

mereka:

(1) Menamai Allah dengan apa-apa frang Allah menamai

diri-\n di dalam KitabNSn, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa

menambahi ifu dan tanpa menguangrrya.

(2) Menetapkan sifat-sifat bagi A[ah & dan menyifati-Nya

dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya di dalam Kitab-

Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa Ahifl, tanpa ta'thil2,

serta tanpa bl<yifs, dan tanpa tamtsil.La

11 U-r€r s@ata bahasa adalah j*.#ri ';;At (penggantian; perubahan).

Sedangkan Liiri€t dalam masalah nar.-narna dan sifat*ifat adalah merubah

24 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

(3) Mereka menafikan (meniadakan) dari Allah apa yang

Allah nafikan dari diri-Nya di dalam Kitab-Nya, atau melalui lisan

Rasul-Nya, Muhammad #, disertai keyakinan bahwa Allah disifati

dengan kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan itu.

Ahlussunnah dalam masalah ini menempuh manhaj Al

Qur'an dan As-Sunnah yang shahih, sehingga setiap nama atau

sifat bagi Allah & yutg disebutkan di dalam Al Kitab dan As-

Sunnah yang shahih, maka itu diterima penetapannya sehingga

dengan begitu wajib menetapkannya.

Yang dimaksud dengan penafian adalah menafikan dari

Allah S segala yang bertentangan dengan kesempumaan-Nya,

dari berbagai macam aib dan kekurangan, disertai wajibnya

meyakini tetapnya kesempumaan dari kebalikan hal yang dinafikan

itu.

Imam Ahmad berkata, "Allah tidak disifati kecuali dengan

apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya atau yang disifatkan oleh

lafazh{afazh nash nama-nama dan sifat-sifat atau makna-maknanya dari yang

dimaksudkan Allah.

rz Wr secam bahasa diambilkan dari jkir yang artinyn ':$r1 !r:;\5'jhl,

kosong; hampa; meninggalkan). Sedangkan.plSr dalam masalah nama-nama dan

sifat-sifat adalah menafikan (meniadakan) narnuHrinra dan sifat-sifat Allah atau

sebagiannya.

13 l,r=,33r secara bahasa adalah menetapkan sesuatu dalam suahr benhfi

tertentu yang diketahui. Sedangkan Ui33r dalam masalah nama-narnzr dan sifat-

sifat adalah membicarakan esensi dan bentuk sifat-siht ynng Allah tetapkan bagi

diri-Nya.

t+ j;Fr secara bahasa berasal dari jgir png artinya '#$ th (bandingan;

tandingan). Sedangkan .1$3r dalam masalah narn-nanra dan siht-sifat adalah

meyakini sifat-sifat Sang Pencipta bahwa itu seperti silatsilat makhluk.

Silakan merujuk makna-makna lahzh-lafuzh yang kami sehrtkan ini di dalam

kitab kami (Mu'taqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Tauhid N,4sma' wa ,4sh-Shifat

(hal.70-81).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

25

Rasul-Nya S kepada-Nya. Kami tidak melampaui Al Qur'an dan

As-Sunnah."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jalan para

pendahulu umat dan para imamnya, bahwa mereka menyifati

Allah dengan apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya, dan dengan

apa yang disifatkan Rasul-Nya $ kepada-Nya, tanpa tahrif

(merubah; mengganti), tanpa ta'thil (meniadakan), tanpa tafuif

(mem-bagaimana-kan) dan tanpa tamtsil (menyerupakan). Yaifu

penetapan tanpa menyempakan, dan mensucikan-Nya tanpa

meniadakan. Penetapan sifat-sifat dan meniadakan penyempaan

dengan para makhluk.

Allah {S berfirman,

r"<r$ -16;4

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia." (Qs.

Asy-Syt ruraa I42l: tl).

Firman Allah, i":rS -rt5;.1 " Tidak ada sesuatu pun

yang serupa dengan Dia' (Qs. Asy-Sgruuraa l42l: 11!. ini adalah

sanggahan penyerupaan. Sedangkan Jrj$'d$i '.Ks " dun Diu-

lah Yang Maha Mendengar laqi Maha Melihat' (Qs. Asfsyuuraa

1421: Ltl ini adalah sanggahan peniadaan.

Pendapat mereka mengenai sifat-sifat bertopang pada dua

pokok:

Pertama, Allah S suci dari sifat-sifat kekurangan secara

mutlak, seperti menganfuk, tidur, lemah, jahil dan sebagainya.

26 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Kedua, menyandang sifat-sifat kesempurnaan yang tidak

ada kekurangan padanya, yang secara khusus merupakan sifat-

sifat bagi-Nya. Maka dari itu, tidak ada sesuatu pun dari para

makhluk yang menyerupai-Nya dalam sesuatu pun dari sifat-sifat

ifu."15

Dari sini bisa disimpulkan ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-nama Allah dalam

poin-poin berikut:

1. Mengimani penetapan narna-nama yang terbaik (Al

Asma' Al Husna) yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-

Sunnah, tanpa menambahi dan tanpa mengurangi.

2. Mengimani bahwa Allah-lah yang menamai diri-Nya, dan

tidak seorang pun dari para makhluk-Nya yang menamai-Nya.

Maka dari ifu, Allah &lah yang berbicara tentang nama-nama ini,

dan nama-nama-Nya itu dari-Nya, bukan hal baru yang diciptakan

seperti yang dinyatakan oleh golongan Jahmiyah, Mu'tazilah,

Kilabiyah, asyairah dan Maturidiyah.

3. Mengimani bahwa nama-nama ini menunjukkan kepada

makna-makna di puncak kesempumaan. Jadi itu dalam figur{igur

dan sifat-sifat, tapi tidak seperti figur{igur kaku yang tidak

diletakkan dengan berdasarkan makna-maknanya seperti yang

dinyatakan oleh golongan Mu'tazilah.

4. Menghormati makna-makna nama-nama tersebut, dan

menjaga kehormatan yang dimilikinya pada sisi ini, serta tidak

menentang makna-makna tersebut dengan merubah/mengganti

dan meniadakan sebagaimana sikap para ahli kalam (teolog).

rs Mnhaj As-Sunnah (2/523).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 27

5. Mengimani apa yang ditunfut oleh nama-nama tersebut

yang berupa hukum-hukum sebagai dampak-dampak dan

implikasi-implikasi dari nama-nama tersebut. 15

Selain ihr, bisa disimpulkan juga ringkasan keyakinan

Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai sifat-sifat Allah dalam poin-

poin berikut:

1. Menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah fr secara hakiki

dengan bentuk yang layak bagi-Nya, dan tidak diperlakukan

dengan penaftan (peniadaan) dan pengingkaran.

2. Tidak melampaui namanya yang khusus dengan itu,

yang dengan-Nya Allah menamainya, bahkan menghormati nama

sebagaimana menghormati sifat, sehingga tidak meniadakan sifat

serta tidak merubah namanya dan menggantinya dengan nama

lain.

- Seperti golongan Jahmiyah yang meniadakan, menyebut:

mendengar-Nya, melihat-Nya, berkuasa-Nya, hidup-Nya dan

berbicara-Nya: dengart a'radh (yang tidak tetap, yang tidak berdiri

sendiri).

- Mereka menyebut wajah-Nya, tangan-Nya dan kaki-

Nya &, sebagai anggota badan dan bagian. Dan menyebut

hikmah-Nya dan inti perbuatan-Nya yang berupa permintaan

(perintah atau larangan) sebagai sebab dan a'radh.

- Mereka menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang berdiri

sendiri sebagai hal-hal yang baru.

- Mereka menyebut ketinggian-Nya di atas para makhluk-

Nya dan istiwa.Nya di atas Arsy-Nya sebagai pembatasan.

16 Uh. rincian masalah ini di dalarn kitab kami lMu'taqad Ahlis Sunnah wal

Jann'ah fi,4sma'illah Al Husna.

28 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Mereka saling mewasiatkan makar besar ini unfuk menafikan apa

yang ditunjukkan oleh wahyu, akal dan fithrah, serta dampak-

dampak perbuatan dari sifat-sifat-Nya.

Dengan nama-nama ini, mereka dan nenek moyang

mereka berusaha menafikan sifat-sifat-Nya dan hakikat-hakikat

nama-nama-Nya.

3. Tidak menyerupakannya dengan apa yang ada pada

para makhluk. Karena Allah & tidak ada sesuatu pun yang senrpa

dengan-Nya, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada sifat-sifat-Nya dan

tidak pula para perbuatan-perbuatan-Nya.

4. Berpufus asa dari mengetahui esensi-Nya dan

bagaimana-Nya. Karena akal telah berpufus asa dari mengenali

esensi sifat dan bagaimananya. Karena tidak ada yang mengetahui

bagaimana Allah kecuali Allah. Inilah arti ucapan para salaf, 

'r-t

'.i5 (tunpa mempertanyakan bagaimana wujud Allah), yakni tanpa

"bagaimana" yang dapat dicema oleh akal manusia, karena Dzat

yang tidak dapat diketahui hakikat-Nya dan esensi-Nya, bagaimana

bisa diketahui bagaimana ciri-ciri dan sifat-sifat-Nya? Namun hal ini

tidak menodai keimanan terhadapnya, dan mengetahui makna-

maknanya, karena tentang "bagaimananya" ifu hanya di balik

itu.17

5. Mengimani apa yang dituntut sifat-sifat ihr yang berupa

dampak-dampak dan hukum-hukum yang bertopang padanya.

Keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai nama-

nama dan sifat-sifat Allah telah di paparkan pada kajian pertama

dari rangkaian Dirasat fi Mabahits Tauhid Al Asma' wa Ash-

17 Madarii As-&tikin (3/358-359).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 29

Shifat Karena itu, siapa yang ingin mendapatkan tambahan dan

keluasan, silakan merujuk kajian tersebut.

Pasal Kedua

Pendapat Golongan Mu'aththilah (Srang menafikan;

fidak memberlakukan) Nama-Narna dan Sifat-Sifat Allah

Dalam hal ini ada dua pembahasan:

Pernbahasan pertama: Defrnisi Mu bththilah

Pernbahasan kedua: Tingkatan-tingkatan h'thil

Pernbahasan pertama

Definisi Mu'aththilah

Dalam hal ini terdapat pengantar dan dua topik

Topik pertama: Ahli filsafat (filosof/filsufl

Topik kedua, Ahli kalam (teolog)

30 - Al Arasy (Singgasana Allah)

PENGANTAR

Golongan Mu'aththilah dalam masalah narna-nama dan sifat-sifat

terbagi menjadi beberapa kelompok:

Ahli filsafat

(filmf/filsufl

Ahli lolam (teolos)

Frlsatat

mumi

(seperti Al

Farab)

Filsalat

bathin

Jahmi

!,ah

Mu'tazil

ah

Kihbilra

h

AsV'afuah Maturidiph

Ratithah

Isrnaililph

(seperu

Ibnu Sina

dan

ll*rurart s

hshafa)

Shufi

Itthadiy

ah

Feperd

lbnu

Arabi

dan

hnu

Sab'in)

Mutaqad

dim

Muta'alil(

hb

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 3l

Aliran Ta'thil mereka tertagi menjadi:

Tingkat Ta'thil mereka terbagi menjadi:

Penjelasannya akan dipaparkan di dalam pembahasan ini.

Aliran Tabdil

(meng$nti rnakna-

malma)

Alinn Taihil tJahil

mengenii rnakna

rnaknanlra)

Ahan

asurnsi dan

inlaiin6l

(para

fflGo0

Aliran mecubah dan

tal$ril (AhS tal$,il)

Golo,ngan yatrg

nreqntakan batrwa

yarU dlnuftgd adalalt

nrenydisihi apa yang di

tunfukkan olelt

dnhimya, dan

mernfilon ilmrpng

dirnaksd itu dari apa

prqsdahAlhh (aliran

kedua di lolangan

A+,'af6rat0

Gobngan yarE

metlratakan

mernberlahion

zhahimlp, namun

ttdak ada gnng

mengetahui

Ufutiluqn

kdraliAllah

FebagAan lrang

benfnlhsi

kepada pan

irnam yang

ernpaQ

Cotongan

Mubththihlt

el<str€rn @ng

m€nginglod

s€rnua ndna

&nsifaO

Golongan !EIIg

nrenctad<an narna-narra

dan mernffkan semn

silat (rnseka adalah

Mu'tazilali, Ralidhah

hnarnitxah Zaidilrah, dan

tUadttph dat Xhaqratj)

Golongan yang

merrdapkan silat-silat

dzat dan nreraftkan silab

sttat ildzOyatllph

(Kilablrh, pan

p€rdahulu Asy'arilrat$

Golongan grang

menetapkan narna-nama

dan tuluh silat, yaitu

(hirfup, ilrnu, kuasa,

kehendak, merdengar,

melihat dan bicara).

(Mcreka adahh golongan

Asy'ariph Muta' akhkhir

dan Maturidilrah)

Crotonganlpng

rrcndustakan

bgi meralilon.

!ETIg

mengatalon

baf$aAn h

tdd(&ila6

d€ngdr

perrtapan dan

mcdole!ilran

penafian

(latunileh dan

lbruShal

Gotrngan

dilfu-tauaqflul,rrlrg

mengatakan batilra Alah

frdak dbifati dengan

penaapan dan tildak prh

dargan p€nafrart

(Aruffnt0

Golq€anlringm6a

bodoh lagi frdalt rnau

tatq yarq n*ngatalor\

"Kanti dam dali

keauarya(dOaai

pcluapandan

p€naftan).'(A1 l{ala,

Gol{Ean lttihalilnh,

yang mengatakan

penetapan umum dan

penafian umum

32 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Pertama: Ahli Filsafat

Ahli filsafat 1i;-,''l,it) adalah sebutan jenis bagi yang

menyukai hikmah dan lebih cenderung dengan segala sesuatu yang

berbau hikmah.

Sebutan ini telah ada dalam pengetahuan manusia yang

disandangkan secara khusus kepada orang png keluar dari agama

para nabi, dan tidak bermadzhab kecuali dengan apa yang dapat

dicema akal menurut persepsinya.

Lebih khusus dari itu, bahwa dalam persepsi

Muta'akhkhirin, itu adalah sebutan bagi para pengikut fuistoteles,

dan mereka secara khusus adalah al mas5rSm 'un (Peripatetic),18

yaitu yang hnu Sina memumikan jalan mereka, membentangkan-

nya dan menetapkannya. Yaifu yang dikenalnla, bahkan udak

dikenal selainnya oleh golongan Muta'al'hLhirin dari kalangan

para ahli kalam (para teolog)."l9

Keimanan para filosof kepada Allah Yang Maha Suci lagi

Maha Tinggi hampir tidak melebihi keimanan terhadap

keberadaannya yang mutlak -yakni keberadaan-N/a di dalam

benak dan khayalan (imajinasi) tanpa hakikat-. Selain dari itu,

mereka hampir tidak pemah sepakat mengenai sesuafu.

Pembahasan tentang akidah di kalangan mereka termasuk hal

yang paling dungu dan paling merusak di anbra apa 3ang mereka

katakan.

l8 lfir adalah png banyak berialan. gtllir adalatr p€ndlon Aristotdes.

Disebut demikian, karena fuistoteles biasa mengajari muridrnr.uidnya sarnlril

berjalan. (Al Mu'jam Al Falsafr(3731.

re lghut"uh Al-I-ahfan 12 / 2571.

AlArasy(Sing;g;asanaAllah) 

- 33

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun kefuhanan,

maka integritas mereka dalam hal ini lebih merusak daripada

integritas karakter. Dan umumnya perkataan mereka mengandung

asumsi-asumsi dusta, jauh dari berupa konsep-konsep yang

benar."2o

Rusaknya keyakinan para filosof mengenai Allah akan

tampak lebih banyak ketika kami memaparkan kepada anda

ucapan-ucapan mereka mengenai Dzat dan sifat-sifat Allah.

Para filosof menyandangkan kepada Allah sebutan "Wajibul

Wujud" wajib ada, dan mengesakan wajib adanya menurut mereka

cukup dengan membayangkan-Nya (mengimajinasikan-Nya) dalam

pengetahuan dasar dengan kerusakannya.

Jadi, tauhid menurut mereka memerlukan penanggalan

segala sifat kesempumaan yang lazim bagi-Nya dari-Nya, maka

Dia tidak memiliki hidup, mati, kekuasaan, perkataan dan sifat-sifat

lainnya. Sebagai gantinya mereka mengatakan, "sesungguhnya

Dia adalah berakal, obyek akal dan akal. Lezat, yang melezatkan

dan kelezatan. Yang berilmu, yang diilmui, dan ilmu." Mereka

menjadikan semua itu sebagai hal-hal ketiadaan.

Yang mendorong mereka kepada hal itu adalah pemyataan

mereka bahwa berbilangnya sifat-sifat mengharuskan ketersusunan

(strukturisasi) pada Allah. Rusaknya pendapat ini sangat jelas.

Karena Allah menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat, dan Rasul-Nya

menyifati-Nya dengan ihr. Hal itu telah ditetapkan di dalam Al

Kitab dan As-Sunnah sebagai dalil naqli.

Sebagaimana juga akal mempersaksikan rusaknya

pendapat mereka, karena berbilangnya sifat, tidak dikatakan oleh

20 Ar-Radd ala Al Manthiqi2ryin(hal. I 14).

34 - Al Arasy (Singgasana Allah)

bahasa, syariat maupun akal yang sehat, bahwa itu menghamskan

bersusunnya hal yang disifati kecuali menurut para filosof.2l

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah

pemyataan mereka, bahwa Allah tdak mengetahui iuz'i5ryt

(parsial). Menurut mereka, Dia tidak mengetahui hakikat Musa,

tidak pula Isa, dan tidak pula Muhamrnad 'alahimus shalafu was

salam, apalagi peristivOa-peristiwa yang ditufurkan Al Qur'an, dan

perkara-perkara para makhluk lainnya. Rusaknya perkataan ini

sangat jelas menurut dalil nadi dan iuga akal.

Dalil naqlinya adalah, Allah S berfirman,

i6 1$'i Jyli5;-{ #a6 is.;#

e #1;tits-L#3i e W'^6i";{5';s

# #e$yaJ,{'{,i;i;*i6g

"Dia memiliki ilmu gaib tnng frdak ada 5nng mangetahuinya

kecuali Dia. Dia mengetahui apa tang di daratan dan di lautan,

dan tiada sehelai daun pun tnng gugur melainkan Dia

mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dakm

bumi dan tidak squafu tnng basah atau Snng kering,

melainkan tertulis dalam kiab 5nng nlmb (Iauh Mahfirzh)." (Qs. Al

An'aam [5]: 59).

Begitu juga akal menlnksikan rusaknya kq/akinan ini.

Bagaimana bisa Allah & uaak mengetahui perkara-perkara png

2r er-Radd ala Al Mankiqijryin(hal. 314).

AlArasy(SinttasanaAllah) 

- 35

dijalankan-Nya dengan perintah-Nya dan diberlakukan-Nya dengan

ketentuan-Nya, serta diberitakan-Nya di dalam Kitab-Nya. 22

Di antara keburukan perkataan mereka juga adalah apa

5nng mereka katakan mengenai kekuasaan Allah, yaitu bahwa

Allah adalah Pelalm secara tabiat, bukan karena keinginan sendiri.

Karena pelaku se@ra tabiat pertuatannln tertatas, sedangkan

pelaku dengan keinginan sendiri akan' beragam perbuatannya.

Mereka tidak tahu, bahwa dengan ini berarti mereka menganggap

manusia sebagai pelaku dengan keinginan sendiri lebih sempuma

daripada Allah sebagai pelaku se@ra tabiat karena terbatas

menurut persepsi mereka. Pendapat ini tertolak oleh lirman

Allah &:

ic;;{6-6i1",3,;

"Dan Tuhanmu menciptakan apa tmng Dia kehendaki dan

memilihryn." (Qs. Al Qashash [28]: 68).

Selain itu, pendapat ini iuga ditolak oleh logika, karena

Allah adalah pelaku yang paling sempurna, maka bagaimana bisa

menyerupakan pertuatan-Nya dengan perbuatan makhluk.

Para filosof konsisten dengan ihl, hingga mereka

menetapkan wajib ada, dan di samping mereka menetapkan ifu

bagi-Nya, namun menunrt mereka ihr adalah wujud mutlak, tidak

bersifat dan tidak berciri, serta tanpa perbuatan yang berdiri

sendiri, Dia tidak menciptakan langit dan bumi yang sebelumnya

tidak ada, Dia tidak memiliki kekuasaan atas suatu perbuatan, dan

tidak mengetahui sesuatu pun. Tidak diragukan lagi, bahwa yang

dianut oleh kaum musyrikin fuab dari golongan kafir Quraisy dan

22 tu-Radd ala Al Manthiqiwin(hal. 461).

36 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Iainnya adalah lebih ringan daripada ini. Karena para penyembah

berhala (kaum paganis) menetapkan Rabb sebagai pencipta, yang

berilmu, kuasa dan hidup, walaupun mereka mempersekutukan-

Nya (dengan selain-Nya) dalam ibadah (penyembahan)-

Jadi, rusaknya pendapat para filosof mengenai Allah tidak

tertandingi oleh kerusakan lainnya. Insya Allah nanti akan kami

kemukakan ucapan-ucapan mereka mengenai nalna-nama dan

sifat-sifat Allah.

Ini menumt mereka mengenai khabar iman kepada

Allah &.

"Adapun iman kepada malaikat, maka mereka itu tidak

mengakui malaikat, dan tidak beriman kepada mereka. Menurut

mereka, malaikat adalah yang diimajinasikan oleh Nabi, menurut

persepsi mereka, di dalam dirinya, dari sosok-sosok cahaya, dan

itu menurut mereka adalah akal. Dan ifu hampa, fidak di dalam

alam dan tidak pula di luar, tdak di atas langit dan tidak pula di

bawahnya, juga bukan sebagai sog:ok-sosok yang bergerak, tidak

naik, tidak furun, tidak mengatur sesuaht, tidak berbicara, tidak

mencatat perbuatan-perbuatan pat?t hamba, tidak memiliki

perasaan dan tidak memilih gerakan salna sekali, serta tidak

berpindah dari satu tempat ke ternpat lainnya, tidak berbaris di

hadapan Rabbnya, tidak shalat, tdak mempunyai peran sama

sekali di alam ini, sehingga tidak ada yang namanya malaikat yang

mencabut nyawa hamba, udak pula yang menuliskan rezekinya,

ajalnya dan perbuatannya, dan ada pula yang di sebelah kanan

maupun kiri. Semua ini menurut mereka tidak ada hakikatnya

sama sekali.

Sebagian mereka ada yang lebih dekat kepada Islam, yaitu

dengan mengatakan, 'Malaikat adalah kekuatan baik lagi utama

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 37

pada diri hamba, sedangkan syetan adalah kekuatan jahat lagi

buruk'. Demikian ini bila mereka mendekat kepada Islam dan

kepada para rasul.

Tentang kitab-kitab, menumt mereka, Allah tidak memiliki

perkataan yang diturunkan-Nya ke bumi dengan perantaraan

malaikat. Karena Dia tidak mengatakan sesuafu pun, tidak

berfirman, dan tidak ada kemampuan berbicara pada-Nya.

Sedangkan para filosof yang lebih dekat kepada Islam dan para

rasul, yaitu yang dinisbatkan kepada kaum muslimin, mengatakan,

'Kitab-kitab yang diturunkan itu adalah luapan yang meluap dari

akal yang mempengaruhi jiwa yang siap, berbudi luhur lagi suci,

lalu makna-makna itu pun terbayang dan terbentuk di dalam

jiwanya yang terasumsikan sebagai suara-suara yang berbicara

kepadanya. Bahkan boleh jadi asumsi itu menguat hingga

melihatrya sebagai benfuk-benfuk cahaya yang berbicara

kepadanya dan bisa juga hal itu menguat hingga terbayang oleh

sebagian yang hadir, sehingga mereka bisa melihatnya dan

mendengar pembicaraannya, namun tidak ada hakikatnya bagi

sesuafu dari itu di luamya.

Adapun para rasul dan para nabi, menurut mereka,

kenabian memiliki tiga kekhususan, siapa yang memilikinya secara

sempuma maka ia seorang nabi:

Pertama, kekuatan inhrisi (firasat; perasaan), dapat

mengetahui tapal batas tengah secara cepat.

Kedua, kekuatan imajinasi dan pengimajinasian, yaitu

mengimajinasikan di dalam dirinya bentuk-benfuk cahaya yang

berbicara kepadanya, mendengar perkataan darinya, dan

mengimajinasikannya kepada orang lain.

38 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Ketiga, kekuatan mempengaruhi dengan sikap di alam

primer. Menurutnya, ini terjadi dengan mengosongkan jiwa dari

hubungan-hubungan dan mengaitkannya dengan hal-hal yang

terpisah, yang berupa akal dan jiwa yang kosong.

Kekhususan-kekhususan ini dicapai dengan upaya. Karena

itu, mengupayakan kenabian termasuk tasawwuf menurut

madzhab mereka, seperti Ibnu Sab'in, Ibnu Huud dan serupanya.

Kenabian menuntt mereka adalah perbuatan dan yang berbuat,

bahkan merupakan perbuatan yang paling mulia, seperti halnya

politik, bahkan itu merupakan politik umum. Banyak dari mereka

yang tidak meridhainya, dan mengatakan, 'Filsafat adalah kenabian

khusus, sedangkan kenabian adalah filsafat umum'.

Tentang iman kepada hari akhir, mereka tidak mengakui

akan pecahnya langit, berjatuhannya bintang-bintang dan kiamat

tubuh. Mereka juga tidak mengakui bahwa Allah telah

menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan mengadakan

alam ini yang sebelumnya tidak ada.

Jadi menurut mereka, tidak ada permulaan dan tidak

tempat kembali, tidak ada pembuat, tidak ada kenabian, tidak ada

kitab-kitab yang dihrrunkan dari langit yang mana Allah berbicara

dengan ifu (memfirmankannya), dan tidak ada pula malaikat yang

turun membawakan wahyu dari Allah &.

Agama Yahudi dan Nashrani setelah terjadinya

penghapusan dan penggantian (perubahan) masih lebih baik

daripada agama mereka.

Cukuplah bagimu tentang kejahilan terhadap Allah &

beserta nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya, orang

yang mengatakan, bahwa seandainya Allah S mengetahui alam

wujud, maka niscaya Dia mengalami kepenatan dan kelelahan, lalu

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 39

disempumakan oleh yang lainnya. Cukuplah menjadi kenistaan

dan kesesatan serta kebutaan untuk berjalan di belakang mereka

dan berbaik sangka terhadap mereka, dan bahwa mereka adalah

orang-orang yang berakal. "23

Yang perlu diketahui, bahwa para filosof tidak mengimani

keberadaan Allah secara hakiki, tidak pula beriman kepada wahyu,

kenabian dan kerasulan. Dan mereka mengingkari segala yang

ghaib. Dasar-dasar filsafat semuanya bertopang pada dua

landasan, yaitu:

l-andasan pertama: Asal dalam ilmu adalah akal manusia,

dan menurut mereka, ifu adalah sumber ilmu.

landasan kedua: Ilmu ifu terbatas pada hal-hal yang dapat

dirasa dan disaksikan saja.

Berdasarkan landasan pertama, mereka membatalkan

wahyu, dan berdasarkan landasan kedua, mereka membatalkan

perkara-perkara ghaib, termasuk beriman kepada Allah dan hari

akhir.

Jadi, para filosof telah menyoroti masalah-masalah

keyakinan, dan mereka menyatakan, bahwa itu hanyalah ilusi dan

imajinasi yang tidak ada hakikatnya dan tidak ada wujudnya di luar

(di alam nyata). Sehingga Allah tidak benar-benar adanya, tidak

pula kenabian secara hakiki, tidak pula malaikat, tidak pula neraka

dan surga, dan tidak pula pembangkitan kembali.

23 lsha tsah Al-l-ah fan (2 / 261 -262).

40 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Kedua: Ahli Kalam (Teolog)

Ahli kalam tidak jauh beda dengan para filosof dalam

beberapa pokok-pokok keyakinan mereka, dan mengambil dari

mereka kaidah-kaidah rasionalisme dan metode-motede teologis,

serta terpengaruh oleh itu dalam porsi yang cukup besar. Dalam

masalah-masalah akidah (keyakinan), mereka menempuh teori

rasional menunrt batas asumsi mereka. Jadi, walaupun mereka

menyelisihi pendapat para filosof, bahwa hakikat-hakikat ini hanya

sekadar asumsi dan imajinasi, namun sama dengan mereka dalam

distorsi (memutar balikkan) banyak hakikat ghaib. Di dalam kitab-

kitab para ahli kalam (teolog) dengan beragam kelompok mereka,

tidak akan ditemukan pemyataan tentang masalah-masalah

keyakinan (akidah) sebagaimana yang disebutkan oleh nash-nash

yang shahih. Sebagai ganti kalimat "Allah @ berfirman" atau

"Rasulullah $ bersabda" atau "para sahabat berkata", adalah

Anda hanya menemukan dalam kitab-kitab mereka kalimat "orang-

orang utama berkata" atau "para cendekiawan berkata" atau "para

ahli hikmah berkata". Yang mereka maksudkan itu adalah para

filosof Yunani dari kalangan kaum paganis (para penyembah

berhala). Bagaimana bisa mereka meninggalkan firman Allah dan

sabda Rasul-Nya $, lalu mengambil perkataan orang yang tidak

mengenal Allah dan tidak beriman kepada Rasul-Nya?

Orang yang mengkaji kitab-kitab para ahli kalam akan

mengetahui besarnya mudharat (bahaya) yang ditimbulkan

terhadap umat muslim. Karena kitab-kitab itu menyebabkan

manusia terhalang dari pengetahuan yang benar tentang Allah,

Rasul-Nya dan agama-Nya, sedang sebagai gantinya adalah

Al Arasy (Singgasana Allah) 

41

ucapan-ucapan ta'thil (peniadaan sifat-sifat Allah), tajhil

(pembodohan) dan takhyil (imajinasi).

Ahli kalam itu tidak hanya satu golongan (varian) saja,

bahkan mereka itu banyak golongan. Mereka adalah:

1. Jahmiyah;

2. Mu'tazilah;

3. Kilabiyah;

4. Asyairah; dan

5. Maturidiyah.

Masing-masing dari kelima golongan ini mempunyai

pendapat dan pandangan tersendiri sesuai dengan syubhat logika

yang menjadi sandarannya.

Pertama: Golongan Jahmiyah

Mereka adalah para pengikut Jahm bin Shafiuan yang

mengambil pendapat ta'thil dan AI Ja'd bin Dirham ketika

berjumpa dengannya di Kufah.2a Al Jahm menyebarkan pendapat

ta'thil dan melebihi gurunya, Al Ja'd, dengan sangat berlebih

dalam penafian, dan banyak mempopulerkan ifu dan

menyenrkannya, karena ia seorang yang pandai berbicara dan

berdebat.

Di antara keyakinan-keyakinan mereka yang paling

menonjol adalah:

1. Mengingkari semua nama dan sifat, sebagaimana yang

nanti akan dijelaskan.

24 Mul<hashar Taril<h Dimas5q(6/5Ol; Al Bidayah(9/350).

42 

Al Arasy (Singgasana Allah)

2. Dalam bab keimanan, mereka adalah Murji'ah. Mereka

mengatakan, bahwa keimanan ifu cukup hanya dengan

pengetahuan hati. Inilah pendapat sekte Murji'ah yang

paling buruk.

3. Dalam masalah takdir, mereka adalah jabariyah. Mereka

mengingkari berkemampuannya hamba dalam memilih

perbuatannya sendiri.

4. Mengingkari bahwa kelak pada Hari Kiamat para makhluk

bisa melihat Allah.

5. Mereka mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.

6. Mereka mengatakan fananya surga dan neraka.

Dan keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang dikatakan

oleh golongan Jahmiyah.

Kedua: Mu'tazilah

Mereka adalah para pengikut Washil bin Atha' dan Amr

bin Ubaid. Mereka adalah kelompok besar yang dihimpun oleh

apa yang mereka sebut pokok-pokok yang lima, yaitu:

1. Tauhid, 2. Keadilan, 3. Janji dan ancaman, 4-

Kedudukan di antara dua kedudukan, dan 5. Amar ma'ntf dan

nahi munkar.

Pada hakikatnya, golongan Mu'tazilah menganut

perpaduan pendapat-pendapat bathil yang ada di masa itu, karena

golongan Mu'tazilah memadukan paham-paham Jahmiyah,

Qadariyah, Khawarij dan Rafidhah.

Mereka sama dengan golongan Jahmiyah dalam sebagian

pokok-pokok keyakinan mereka, yaitu sama dengan mereka dalam

Al Arasy (Sintgasana Allah) 

- 43

mengingkari sifat-sifat, sehingga mereka menyatakan, bahwa Dzat

Allah tidak ada sifatnya dan tidak ada perbuatannya, sebagaimana

yang nanti akan dijelaskan. Mereka juga mengingkari bahwa kelak

pada Hari Kiamat Allah dapat dilihat. Mereka juga mengatakan,

bahwa Al Qur'an adalah makhluk, dan lain{ain.

Mereka sama dengan golongan Qadariyah dalam

mengingkari berkuasanya Allah terhadap perbuatan-perbuatan

hamba. Mu'tazilah mengambil paham dari mereka (Qadariyah),

bahwa para hamba menciptakan sendiri perbuatan-perbuatan

mereka.

Mereka sama dengan golongan Khawarij dalam masalah

keimanan, yaitu mereka mengatakan bahwa keimanan adalah

ucapan, keyakinan dan perbuatan, tidak bertambah dan tidak

berkurang. Dan bahwa bila sebagiannya hilang maka hilanglah

semuanla.

Berdasarkan ifu, mereka sama dengan Khawarij mengenai

masalah pelaku dosa besar, dimana Mu'tazilah mengatakan,

bahwa pelalru dosa besar berada di suafu kedudukan di antara dua

kedudukan di dunia. Tapi mereka sepaham dengan Khawarij yang

berpendapat, bahwa pelaku dosa besar di akhirat akan kekal

selamalamanya di neraka.

Mereka juga mengambil pandangan Khawarij dalam amar

ma'ruf nahi mungkar.

Mereka sama dengan golongan Rafidhah dalam hal

menohok para sahabat Nabi $, karena di antara perkataan

Washil bin Atha mengenai orang-orang yang ikut dalam perang

Shiffin, "Ses,rngguhnya keduanya (kedua belah pihak) adalah fasik

fidak secara pasti." Ucapannya mengenai Ali & dan

Muawiyah &, "Seandainya keduanya datang kehadapanku unfuk

44 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

bersaksi mengenai seikat sa! ran, maka aku tidak akan menerima

kesaksian mereka." Sedangkan golongan Mu'tazilah yang

belakangan lebih dekat kepada paham Syi'ah-

Syait<hul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Para pendahulu

Syi',ah menyelisihi Mu'tazilah mengenai itu (yakni masalah-masalah

sifat dan takdir), sedangkan kaum Muta'akhkhir mereka dari masa

Bani Buwaih dan sempanya dari awal-awal abad keempat dan

serupanya, maka sesungguhnya di antara mereka ada yang

menyepakati Mu'tazilah dalam hal tauhid dan keadilan mereka.

Mu'tazilah adalah gum mereka hingga muncul di dalam perkataan

Ibnu An-Nu'man Al Mufid dan dua sahabahya, Abu Ja'far Ath-

Thusi yang diberi gelar Al Murtadha (yang diridhai) dan serupanya,

adalah dari perkataan Mu'tazilah. Saat itu di kalangan Mu'tazilah

ada yang cenderung kepada paham Syi'ah, baik dengan

menyamakan Ali dengan dua khalifah, atau mengutamakannya

atas dua khalifah, atau menohok Utsman, walaupun golongan

Mu'tazilah tidak berselisih mengenai kepemimpinan Abu Bakar

dan Umar. Sementara para pendahulu Mu'tazilah, seperti Amr bin

Ubaid dan kawan-kawannSn, mereka berpaling dari Ali, sampai-

sampai mereka berkata, 'seandainya ia dan salah seorang dari

anggota pasukannya memberikan suatu kesaksian, maka kami

tidak akan menerimanya. Karena salah satunya telah fasik tapi

tidak dapat ditentukan yang mananya'. Inilah yang dianut oleh

Muta'akhkhir Syi'ah dn Mu'tazilah, berteda dengan apa yang

dianut oleh para pemimpin dan para pendahulu kedua golongan

..t2\

% Naqdh Ta'sis Al Jahmgiyahll/*551.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 45

Mereka juga mengambil dari golongan Syi'ah dan Rafidhah

sebagian besar pandangan-pandangan mereka yang khusus

mengenai imamah (kepemimpinan).

Berdasarkan ini, pemikiran-pemikiran Mu'tazilah adalah

perpaduan dari pandangan-pandangan berbagai kelompok yang

menyelisihi di masa mereka.

Pemikiran-pemikiran Mu'tazilah yang berlaku sekarang

adalah dari: Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, dan lbadhiyah, dan juga

golongan yang mereka sebut Al Aqlaniyyun (kaum rasionalis).

Ketiga: Mutakallimah As-Shi{faf (teolog sifat),

gnitu: Kilablnh, Asgrairah dan Maturidiyah.

1. Kilabiyah

Mereka adalah para pengikut Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kilab Al Qaththan25 (wafat tahun 2$ H).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Manusia sebelum

Abu Muhammad bin Kilab, ada dua golongan (yaitu)'

Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah yang menetapkan

semua yang berdiri dengan Allah ft& yung berupa sifat-sifat dan

perbuatan-perbutan yang dikehendaki-Nya dan kuasa atasnya; dan

Golongan Jahmiyah dari Mu'tazilah serta lainnya yang

mengingkari ini dan itu.

L-alu Ibnu Kilab menetapkan berlakunya sifat-sifat yang

lazim bagi-Nya, dan menafikan berlakunya perbuatan-perbuatan

dan lainnya yang berkaitan dengan kehendaknya dan kekuasaan-

26 Majmu' N Fabwa(5/555).

46 - AI Arasy (Singgasana Allah)

Nya. Hal ini disepakati oleh Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan lain-lain.

Sedangkan Al Harits Al Muhasibi, tadinya ia bemfiliasi

kepada pendapat ibnu Kilab, dan karena itu Ahmad

memerintahkan untuk mengucilkann5ra, dan Ahmad pemah

memperingatkan mengenai hnu Kilab dan para pengilnrtnya-

Kernudian dikatakan mengenai Al Harits, bahvra ia menarik

kembali pendapafuiya. "27

Paham yang dimunculkan oleh hnu Kilab ini adalah Srang

kemudian dikenal dengan paham Mutakallimah Ash-Shifat[a;ah

(puh* kaum teolog sifat). Karena hnu Kilab, jalannya cendenrng

kepada ma&hab Ahlul Hadits dan Sr.rnnah, tapi di jalannya ada

benhrk bid'ah, karena ia menetapkan berlakunya sifat-sifiat pada

&at Allah, dan tidak menetapkan berlakunlp perkara-perkara

pilihan pada dzat-Nya.

Ia pemah berusaha keras dalam menlnnggah golongan

Jahmiyah28, tapi ia mendebat mereka dengan cara qlns png di

dalamnya membiarkan mereka menganut pokok-pokok lnng

mereka mmuskan, yaitu menolak berbicaranln Allah de.ngan

huruf, menolak berlakunya sifat-sifat pilihan pada &at-Np gang

terkait dengan kehendak dan kekuasaan-N5n dari apa png berupa

perbuatan, perkataan dan sebagainya.2g Setelah ifu ia menjadi

panutan dan imam bagi yang datang setelahnSn dari golongan ini,

yang menetapkan sifat-sifat dan menggugurkan penafiannya, tapi

sama dengan mereka dalam sebagian pokok-pokok rusak mereka

yang berdampak pada rusaknya sebagian apa yang mereka

27 Dar'u Ta'arudhi Al Aql wa An-Naql(2/ll.

% Maimu' Al Fatawa (12/3661.

2e Majmu' Al Fabwa (12/379).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

47

katakan dari segi logika, dan penyelisihannya terhadap Sunnah

Rasul."3o

Jadi, Ibnu Kilab memunculkan madzhab baru, yang di

dalamnya ia menyepakati para salaf, serta di dalamnya ada juga

yang menyepakati Mu'tazilah dan Jahmiyah. Dengan begitu ia

telah merintis madrasah ketiga, yaifu madrasah "Ash-Shifati5iyah"

yang dikenal dengan sebutan madzhab ibbat

(menetapkan/mengakui sifat-sifat), tapi di dalam perkataan mereka

terdapat sesuatu dari pokok-pokok paham Jahmiyah.3l

Paham ini dianut juga oleh Al Qalanisi, Al Asy'ari, Al

Muhasibi dan lain{ain. Mereka adalah para pendahulu Asy'ari dan

golongan Ary' ariyah terdahulu.

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad

bin Kilab adalah ustadz yang diikuti Al Asy'ari dalam pahamnya,

dan juga oleh imam-imam para sahabatnya, seperti Al Harits Al

Muhasibi, Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Sulaiman Ad-Dimasyqi

dan Abu Hatim Al Busti."32

Jadi, hnu Kilab adalah imamnya golongan Asy'ariyah

pertama, dan ifu banyak menyelisihi golongan Jahmiyah, dan lebih

dekat kepada salaf daripada Al Asy'ari.33

Tapi paham Al Kilabi ini mulai menjauh sedikit demi sedikit

dari manhaj salaf, lalu menjadi lebih dekat kepada paham

Mu'tazilah, yaitu melalui paham para parruarisnya dari kalangan

fuyairah.

3o Majmu' Al Fatawa (L2/3661.

3L Majmu' N Fabwa (12/2061.

32 Mnhaj As-gnnah 12/327I

33 Maimu' Al Fabwa ll2/202 l203l.

48 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Jadi Ibnu Kilab, sebagaimana yang telah kami kemukakan,

lebih dekat kepada salaf daripada Abu Al Hasan Al Asy'ari,

sedangkan Abu Al Hasan Al Asy'ari lebih dekat kepada salaf

daripada Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani. Dan Al Qadhi Abu

Bakar dan yang sempanya lebih dekat kepada salaf daripada Abu

Al Ma'ali Al Juwaini dan para pengikutnya.34

Karena itu, di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan

lainnya dari kalangan para filosof, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Abu Al Ma'ali Al Juwaini dan kawan-

kawannya. Di dalam perkataan Ar-Razi, Al Ghazali dan Al Juwaini

dari kalangan madzhab yang menafikan, terdapat apa yang tidak

terdapat di dalam perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para

pendahulu para sahabatnya. Di dalam perkataan Abu Al Hasan Al

Asy'ari yang berupa penafian yang diambilnya dari golongan

Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat di dalam perkataan

Abu Muhammad bin l(lab yang mana Abu Al Hasan

mengambilnya untuk jalannya.

Di dalam perkataan hnu Kilab mengenai penafian yang di

dalamnya mendekati Mu'tazilah, terdapat apa yang tidak terdapat

di dalam perkataan Ahlul Hadits, As-Sunnah, para salaf dan para

imam. Bila kekeliruan itu sejengkal, maka di kalangan para

pengikut menjadi sehasta, kemudian sedepa, hingga menjauh

sedemikian ilpd, sedangkan yang bahagia adalah yang menetapi

As-Sunnah.35

Golongan Kilabiyah telah lenyap sebagai safu golongan,

tapi pemikiran-pemikirannya dibawakan melalui golongan

Asy'ariyah. Karena Al Asy'ari dan para pendahulu sahabatnya

Y Majmu' Al Fatawa (12/2031.

3s Baghjat Al Murladtal. 4571.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

49

memelihara pemikiran-pemikiran Kilabiyah dan menyebarkannya.

Dengan begitu madrasah Kilabiyah tercatat dalam sejarah sebagai

yang paling dahulu muncul di kalangan Asy'ariyah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Kilabiyah

adalah para gumnya golongan Asy'ariyah. Karena Abu Al Hasan

Al Asy'ari hanya mengikuti paham Abu Muhammad bin Kilab,

sedangkan lbnu Kilab lebih dekat kepada salaf secara masa dan

paham. Abu Bakar bin Faurak (wafat tahun 406 H) telah

menghimpun perkataan Ibnu Kilab dan Al Asy'ari, lalu

menjelaskan kesamaan keduanya dalam masaalah-masalah

pokok."35

Jadi, Kilabiyah lebih dahulu muncul daripada Asy'ariyah

dan Maturidiyah. Golongan Kilabiyah muncul di pertengahan abad

ketiga, yaitu golongan Kilabiyah pertama setelah Jahmiyah dan

Mu'tazilah, karena Ibnu Kilab meninggal pada tahun243 H, dan di

permulaan abad keempat hijriyah, muncul sisa-sisa golongan ahli

kalam (para teolog), yaitu golongan Asy'ariyah yang berafiliasi

kepada Abu Al Hasan Al Asy'ari yang wafat pada tahun 324 H,

dan golongan Al Maturidiyah: para pengikut Abu Manshur Al

Maturidi yang wafat pada tahun 333 H, yaitu golongan yang

masih eksis hingga masa kita sekarang.

2- Aql'ariyah

Abu Al Hasan Al Asy'ari dianggap sebagai perpanjangan

madzhab Al Kilabi, karena Abu Al Hasan Al Asy'ari yang hidup di

masa antara tahun 260 sampai 324 H, tadinya adalah seorang

penganut Mu'tazilah hingga usia 40 tahun, yang mana ia hidup di

36 Al Isthamah (1/105).

50 

Al Arasy (Singgasana Allah)

rumah Abu Ali Al Jaba'i, syaikhnya Mu'tazilah di Bashrah.

Kemudian ia menarik diri dari madzhab Mu'tazilah, dan

menempuh jalan Ibnu Kilab. Ia banyak terpengaruh oleh itu dalam

waktu yang cukup lama. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya

adalah, di dalam kitab-kitab Ibnu Kilab dan perkataan-perkataan

terdapat apa yang diinginkannya, yaitu sanggahan terhadap

golongan Mu'tazilah dan menampakkan cela-cela mereka serta

menghancurkan tirai-tirai mereka. Ibnu Kilab telah membuat

banyak karangan yang di dalamnya menyanggah golongan

Jahmiyah, Mu'tazilah dan lain-lain. Tapi Al Asy'ari tidak sadar,

bahwa Ibnu Kilab, walaupun menyanggah golongan Mu'tazilah,

dan menyingkap kebathilan mereka, serta menetapkan sifat-sifat

yang lazim bagi Allah &, namun ia juga menyepakati mereka

dalam mengingkari sifat-sifat pilihan yang terkait dengan kehendak

dan kekuasaan Allah &. Jadi, ia menafikan sebagaimana

Mu'tazilah menafikan, bahwa Allah S berbicara dengan kehendak-

Nya dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana juga ia menafikan sifat-sifat

pilihan lain, seperti ridha, marah, benci, murka dan sebagainya.

Al Asy'ari telah melalui fase ini dengan penuh semangat, ia

mengarang, berdebat dan menyampaikan pengajaran dalam

rangka menyanggah golongan Mu'tazilah, dengan menempuh cara

ini.

Kemudian ia berjumpa dengan Zakaiya bin Yahya As-Saji,

lalu ia mengambil darinya apa yang diambilnya dari pokok-pokok

Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.37 As-Saji adalah Syaikhnya

Bashran dan hafizhnya.3s Kemudian ketika ia datang ke Bagdad,

ia mengambil perkara-perkara lain dari golongan Hambaliyah

Bagdad di akhir usianya.

37 Majmu' Al Fatawa (5/386); Tadzkimt N Huffa* (2/907).

38 Al Uluww(hal. 150); TadzkintAl Huffazh(2/9071.

AI Arasy (Singgasana Allah) 

Sl

Tapi pengetahuannya tentang teologi adalah pengetahuan

yang terperinci, sedangkan pengetahuan tentang As-Sunnah

adalah pengetahuan yang global. Karena itu ia menyepakati

Mu'tazilah dalam sebagian pokok-pokok mereka yang mereka

anut, yang karenanya menyelisihi As-Sunnah, dan ia berkeyakinan

bahwa memungkinkan unfuk memadukan antar pokok-pokok ifu

dan membela As-Sunnah, sebagaimana yang dilakukannya dalam

masalah melihat (melihat Allah kelak) dan berbicara fterbicaranya

Allah), serta sifat-sifat khabariyah dan lain{ain.39

As-Sajzi berkata mengenainya, "la menarik kembali dalam

masalah-masalah cabang, dan menetapkan dalam masalah-

masalah pokok."4o Yakni pokok-pokok Mu'tazilah yang di atas ifu

mereka menafikan sifat-sifat, seperti dalilbukan inti dan lainnya.4l

Ibnu Taimiyah berkata, "Abu Muhammad Abdullah bin

Sa'id bin Kullab Al Bashri dan Abu Al Hasan Al Asy'ari menyelisihi

Mu'tazilah dan menyepakati Ahlussunnah dalam keglobalan

pokok-pokok As-Sunnah. Tapi karena keterbatasan keduanya

dalam ilmu As-Sunnah, dan kecendemngan keduanya terhadap

pokok-pokok yang rusak, maka di beberapa bagian perkataan

mereka terdapat bagian-bagian dari perkataan Mu'tazilah yang

dengan begihr keduanya menyelisihi As-Sunnah, walaupun

keduanya tidak secara mutlak menyepakati Mu'tazilah."42

Ia juga berkata, "Yang diingkari oleh para imam As-Sunnah

pada hnu Kilab dan Al Asy'ari adalah sisa-sisa paham Jahmiyah

dan Mu'tazilah. Seperti meyakini benamya teori bukan inti dan

tersusunnya fisik-fisik, pengingkaran disifatinya Allah dengan

3e Majmu' Al Fatawa 172/2041.

40 Ar-Radd ala Man Ankan Al Harf wa Ash-Shaut M. 168).

aL Mauqif lbni TaimiSah min Al,4sp'irah(7/367).

42 Al Istiqamah (L /2121.

52 - Al Arasy (Singgasana Allah)

perbuatan-perbuatan yang terjadi dengan kehendak-Nya dan

pilihan-Nya, dan hal-hal sempa lainnya."€

Golongan Asy'ariyah telah melalui fase-fase dan periode-

periode dimana permulaannya merupakan tambahan paham

teologis, kemudian sangat condong kepada paham Mu'tazilah, lalu

menggabungkan akidah ini dengan paham filsafat.

Golongan Asy'ariyah belakangan cendenrng kepada paham

Jahmiyah, bahkan filsafat, dan mereka membedakan pendapat Al

Asy'ari dan para imam para sahabatrya.4

Para pendahulu golongan Asy'ariyah menetapkan sifat-sifat

khabariyah secara global, seperti Abu AI Hasan Al Asy'ari, Abu

Abdullah bin Mujahid, Abu Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu

Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak,

Abu Muhammad bin Al-labban, Abu Ali bin Syadzan, Abu Al

Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al Baihaqi dan lainlain.as

Tapi Muta'akhkhimya dari para pengikut Abu Al Hasan Al

Asy'ari, seperti Abu Al Ma'ali Al Jtrwaini dan lain{ainnya, tidak

menetapkan kecuali sifat-sifat aqliyah. Sedangkan sifat-sifat

khabariyah, di antara mereka ada yang menafikannya, dan ada

yang bersikap tauaqquf dalam hal itu, seperti fu-Razi, Al Amidi

dan lain{ain.

Mereka yang menafikan sifat-sifat khabariyah, di antara

mereka ada yang menal$rilkan nash-nashn1n, dan di antara

mereka yang menyerahkan maknanya (bfudli kepada Allah &.

43 Dar'u Tabrudh NAql mAn-NqlZ/gn.

M Dar'u Tabrudh AlAql wa An-Nal(l/gn.

6 Maimu' Al Fatawa (4/147, l48;l.

Al Arasy(SinggasanaAllah) 

53

Yang menetapkannya, seperti Al Asy'ari dan para imam

para sahabatnya, mengatakan, "Penakwilannya dengan takrpilan

yang mengindikasikan penafiannya adalah takr,vilan yang bathil."

Mereka tidak berhenti dengan ta{widh (menyerahkan tah,rdlnya

kepada Allah), tapi membatalkan takvilan-talsuilan kalangan yang

menafikan.6

Kesimpang siuran di dalam akidah Asy'ariyah ini antara

para pendahulunya dan kalangan belakangnya (Muta'akhkhimya),

disebabkan oleh apa yang telah kami singgung di muka, yaitu

kecenderungan kaum Asy'ariyah dengan ke-Asy'ariyah-an mereka

kepada paham Mu'tazilah lebih banyak dan lebih banyak lagi,

bahkan mereka mencampur adukkannya dengan filsafat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan

Asy'ariyah, sebagian mereka menyepakati Mu'tazilah mengenai

sifat-sifat khabariyah, dan mayoritas mereka menyepakati

Mu'tazilah dalam masalah sifat-sifat haditsiyah (yang diberitakan

oleh hadits-hadits). Adapun mengenai sifat-sifat qur'aniyah (yang

diberitakan Al Qur'an), mereka memiliki dua pendapat:

AI Asy'ari, Al Baqilani dan para pendahulu mereka

menetapkannya, dan sebagian mereka mengakui sebagiannya,

namun di antara mereka ada yang menganut paham Jahmiyah

dari segi lainnya.

Karena Al Asy'ari mereguk perkataan Al Jaba'i, syaikhnya

Mu'tazilah, dan penisbatannya kepadanya dalam teologi disepakati

oleh para sahabatnya dan lainnya.

Sementara Ibnu Al Baqilani lebih banyak menetapkan

setelah Al Asy'ari, dan setelah hnu Al Baqilani adalah Ibnu

6 Mnhaj *-surnah (2/223, 2241.

54 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Faurak, karena ia menetapkan sebagian yang terdapat di dalam Al

Qur'an.

Adapun Al Juwaini dan yang menempuh jalannya,

cenderung kepada madzhab Mu'tazilah. Karena Abu Al Ma'ali

banyak mengkaji kitab-kitab Abu Hasyim, yang sedikit

pengetahuan tentang atsar, sehingga mengutamakan pemaduan

kedua perkara itu.47

Kemudian muncul Abu Bakar Al Baqilani (wafat tahun 403

FI), lalu mencapai kepemimpinan di jalan ifu, dan ia meringkasnya

dan membuatkan pendahuluan-pendahuluan logis yang bertopang

di atasnya dalil-dalil, dan menjadikan kaidah-kaidah ini sebagai

panduan untuk akidah-akidah keimanan, yaitu mewajibkan

mengimaninya48, dan memberikan konfuibusi besar dalam

menteorikan madzhab Al Asy'ari Al Kalami (asy'ari teologis) dan

menatanya, hingga menyebabkan keserupaan manhaj antara

madzhab Asy'ari dan ma&hab Mu'tazilah. Karena Al Asy'ari

menjadikan nash sebagai dasar, dan akal sebagai pengikutnya.

Sedangkan Al Baqilani, maka akidah ifu selunfinya dengan semua

masalahnya, masuk ke dalam lingkup akal.49 Al Baqilani dianggap

sebagai perintis kedua untuk madzhab Asy'ari.so

Setelahnya muncul Imam Al Haramain Al Juwaini (wafat

tahun 478 Hl, lalu ia menggunakan analogi rasionalisme dalam

mengukuhkan akidah ini. Ia menyelisihi Al Baqilani dalam banyak

kaidah yang dirumuskannya. Walaupun Al Juwaini dalam

keban5rakan paham teologi mengambil dari perkataan Al Baqilani,

47 Minhai As-Sunnah (2/223, 2241.

M Muqaddimah lbni l{haldun(hal. 465); terbitan Mr-rsthafa Muhammad.

ae Muqaddimah At-Tamhid, karya Al Baqilani (hal. 15 (tahqiq Al Khudhairi

dan Abu RaMah.

50 Nasy'atAl As7'ar&nh tn Tathauryuruha(hal. 320).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

55

namun ia menggabungkan Asy'ariyah-nya dengan sesuafu dari

paham Mu'tazilah, yang diambilnya dari perkataan Abu Hasyim Al

Jaba'i Al Mu'tazili berdasarkan pilihan-pilihannya. Dengan begitu

ia keluar dari jalan Al Qadhi dan kawan-kawannya dalam banyak

hal, dan beralih ke jalan Mu'tazilah.

Adapun perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari, tidak

diambilnya sebagai sandaran, namun hanya menukil perkataannya

dari apa yang diceritakan orang-orang darinya.Sl Atas jalan Al

Juwaini inilah kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah bertopang,

seperti Al Ghazali (wafat tahun 505 F0, dan hnu Al Khathib fu-

Razi (wafat tahun 606 I-0. mereka mencampurkan paham

Mu'tazilah yang dimasukkan oleh Al Juwaini dengan paham

filsafat. Dengan begihr, golongan Asy'ariyah semakin jauh dan

menyimpang-

Al Ghazali, paham teologinya dari perkataan gurunya, Al

Juwaini, di dalam Al lrsyad, A4rSyamil, dan lain-lain, digabung

dengan apa yang diterimanya dari Al Qadhi Abu Bakar Al

Baqilani. Sementam paham filsafatnya dari perkataan lbnu Sina-

Karena ihr dikatakan: Abu Hamid disakitkan oleh AsySyifa, dan

perkataan para penulis risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa dan

risalah-risalah Abu Hayyan At-Tauhidi, dan lain-lain.

Adapun Ar-Razi, paham teologinya dari perkataan Abu Al

Ma'ali dan Asy-Syahrastani. Asy-Syahrastani mengambilnya dari Al

Ansari An-Naisaburi dari Abu Al Ma'ali. Ia juga memiliki paham

Mu'tazilah yang kuat dari perkataan Al Hasan Al Bashri (wafat

tahun 436 H). Dalam masalah filsafat, pahamnya dari perkataan

hnu Sina, AsySyahrastani dan lain{ain.s2 Kalangan Asy'ariyah

5r Bughwt Al Murtadhal.448 (451h, dengan penyrntingan.

s2 Bughgt Al Murtad hal. 448);, dengan penyrntingan.

56 

Al Arasy (Singtasana Allah)

mayoritsnya Murji'ah dalam masalah Al Asma' (nama-nama

Allah) dan hukum-hukum, dan sebagai jabariyah dalam masalah

takdir. Adapun mengenai sifat-sifat, mereka bukan Jahmiyah

mumi, tapi ada paham Jahmiyah pada mereka. Dan mereka tidak

memandang keharusan mengangkat senjata melawan para imam,

karena mereka menyepakati Ahlul Hadits dalam hal ini. Namun

secara global, mereka adalah ahil kalam (kaum teolog) yang paling

dekat kepada Ahlussunnah dan Ahlul Hadits.s3

Ada banyak faktor yang menyebabkan tersiamya paham

Asy'ariyah dan mempopulerkannya, kemungkinan di antaranya

yang paling dominan adalah,

Pertama, kemunculan madzhab ini di Bagdad yang

merupakan ibukota khilafah Abbasiyah dan pusat perhatian para

penuntut ilmu yang pergi ke sana dari berbagai penjuru. Faktor ini

berperan besar dalam membentuk sebagian dari madzhab Asy'ari

dan upaya penyebarannya ke berbagai penjuru lainnyas4

disebabkan keberadaan banyak tokoh Asy'ari di Bagdad saat itu.

Kedua, kedekatan yang terjadi antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah, dan tidaklah golongan Asy'ariyah dikenal dan populer

kecuali karena kebersamaannya dengan Hambaliyah. Seandainya

tidak demikian, niscaya keadaannya akan menjadi seperti

Mu'tazilah, dimana golongan Hambaliyah berperan besar dalam

menghadapi dan menyanggah mereka. Antara Asy'ariyah dan

Hambaliyah adalah suafu bentuk pertauran dan perdamaian, dan

memang dahulunya mereka berdekatan.

Karena Abu Al Hasan Al Asy'ari hanya berafiliasi kepada

madzhab Ahlul Hadits, dan imam mereka menurutnya adalah

53 Majmu' Al Fatawa 16/ 551.

il Mauqif S5aikhul Islam lbnu Taimi5nh min Al,4sg'irah12/4991.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 57

Ahmad bin Hanbal, dan ia menganggapnya termasuk kalangan

teolog Ahlul Hadits.

Golongan Asy'ariyah dalam hal apa yang mereka tetapkan

dari As-sunnah, adalah cabang dari hambaliyah, sebagaimana

halnya para teolog hambaliyah dalam hal berhujjah dengan analogi

rasionalis adalah cabang dari mereka-

Terjadinya perpecahan disebabkan fitnah Al Qusyairi.S5 Ia

muridnya Ibnu Faurak yang berasal dari Asy'ariyah Khurasan yang

berpaling kepada ta'thil. Ketika Al Qadhi Abu Ya'la Al Hambali

mengarang kitab lbthal At-Ta'wilat, yang mana di dalamnya ia

menyanggah Ibnu Faurak, gurunya Al Qusairi, sementara khalifah

dan lainnya condong kepadanya, tatkala Al Quraisyi memiliki

kekuasaan disebabkan kelompok saljuqiyah, terjadilah fitnah

tersebut.56

Ketiga, berafiliasinya sebagian amir dan menteri kepada

madzhab Asy'ari dan dukungan mereka terhadapnya. Di antara

mereka yang paling menonjol adalah:

A. Menteri Nizhamul Malik yang menjadi menteri untuk

para sultan Saljuq, lalu menjadi menteri unhrk Alb Arsalan dan

Malkasyah selama tiga puluh tahun, yaifu dari tahun 455 sampai

485 H.

Di masanya, dirintis sekolah-sekolah Nizhamiyah,

penisbatan kepadanya, dan ihr di sejumah kota, di antaranya:

Bashrah, Ashfahan, Balkh, Harrah, Marw, Al Maushil, dan

madrasah nizhamiyah yang paling utama dan terbesar adalah yang

di Naisabur dan Bagdad.

55 Majmu' N Fatawa (6/52-531 -

% Majmu' Al Fatawa (6/52-541.

58 - 

ll fiP3r (Singgasana Allah)

Nizhamul Malik mengagungkan sufisme dan Asy'ariyah,

maka orang-orang yang menyampaikan pelajaran di sekolah-

sekolah mengajarkan ihr. Maka karena itu ia memiliki peranan

besar dalam menyebabkan pokok-pokok akidah Asy'ariyah.s7

B. Al Mahdi bin Tumurt (meninggal tahun 524 F0,

penguasa Daulah Al Muwahhidin. Namanya Abu AMullah

Muhammad bin Abdullah bin Tumurt, yang digelari Al Mahdi. Ia

telah muncul di Maghrib dari permulaan abad kelima. Ia masuk ke

negeri-negeri lrak, lalu belajar sedikit ilmu, dan ia sedikit menyukai

kezuhudan dan ibadah. lalu ketika kembali ke Maghrib, ia naik ke

pegunungan Maghrib dan menyebarkan dalnuahnya di antara

orang-orang Barbar dan lainnya dari kalangan jahil yang tidak

mengetahui agama Islam kecuali apa yang dikehendaki Allah. [-alu

ia mengajarkan kepada mereka syariaLsyariat Islam, dan ia

meminta perkenan mereka unfuk menampakkan kepada mereka

sebagai macam hal yang luar biasa, yang dengan ifu ia bisa

mengajak mereka kepada agarna- Ia mengaku bahwa dirinya

adalah Al Mahdi yang dikhabarkan oleh Rasulullah #i sebagai

kabar gembira, dan porsi terbesar para pengikukrya adalah

mengenai ini. Disebabkan oleh apa llang mereka ketahui dari

akidah asy'ari dan filsafat, mereka menghalalkan darah ribuan

muallaf dari penduduk Al Maghrib Al Malikiyah, lnng menganut

akidah Ahlussunnah. Mereka menuju para muallaf ifu dengan

kepalsuan dan kebohongan, bahwa mereka adalah kaum

musyabbihah mujassamah, padahal mereka tidak berpendapat

demikian.sS Ibnu Tumurt adalah penyebab dalam memasukkan

akidah Asy'ariyah ke negeri-negeri Maghrib lnng mana

s7 Mauqif Swil<hul Islam lbnu Taimigh ninNAq/a'inhl2/5@l-

58 Majmu' Al Fatawa (Ll/47 51.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

59

sebelumnya sunni salafi. Maka cukuplah Allah sebagai penolong

kami, dan Dialah sebaik-baik penolong.

C. Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin adalah seorang

penganut Asy'ariyah. Dari sejak masa kecilnya ia telah hafal akidah

yang dikarang untuknya oleh Quthbuddin Abu Al Ma'ali Mas'ud

bin Muhammad bin Mas'ud An-Naisaburi, salah seorang tokoh

Asy'ariyah, lalu dihafal oleh anak-anaknya yang masih kecil.

Karena itu ia dan anak-anaknya tumbuh di atas akidah asy'ari.

L-alu Shalahuddin membawa semuanya kepada akidah Abu Al

Hasan Al Asy'ari, dan keadaan pun terus berlangsung di atas itu di

semua masa para raja Bani Ayyub, kemudian di masa para maula

mereka, yaitu para raja dari Turki.59

Keadaan ini berperan besar dalam penyebaran paham

Asy'ariyah di seluruh pelosok jagat Islam. Mesir yang menrpakan

tempat kekuasaan Ayyubiyah adalah merupakan pusat keilmuan di

masa-masa ifu. Dan Al Azhar memiliki peran besar dalam

menyebarkan akidah Asy'ariyah yang di masukkan oleh

Shalahuddin ke Mesir, setelah ia membungkam kekuasaan Al

Abidiyah Al Ismailiyah. Dan semenjak zaman Shalahuddin dan Al

Azhar, akidah Asy'ariyah diakui hingga masa kita sekarang.

Golongan Asy'ariyah menyelisihi Ahlussunnah dalam

banlnk masalah akidah. Di antaranya sebagai contoh adalah:

1. Bahwa menurut mereka, sumber talaqqi dalam masalah-

masalah ketuhanan (Vakni tauhid) dan kenabian, adalah hanya

akal. Maka mereka membagi bab-bab akidah menjadi tiga bab:

ketuhanan, kenabian dan as-sam'igryat Yang mereka maksudkan

dengan as-sarn'i54nt adalah apa-apa yang berkaitan dengan

5e Al l<huhathkaryaAl Muqrizi (2/3581.

60 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

masalah-masalah hari akhir, gafu berupa pembangkitan kembali,

penghimpunan, surga, neraka dan sebagainya.

Mereka menyebutnya sam'ijryah, karena menumt mereka,

sumbemya adalah nash-nash syar'i. Adapun yang selain ifu, yakni

ketuhanan dan kenabian, maka sumber mereka adalah akal.

2. Mereka menyatakan, bahwa keimanan adalah sekadar

membenarkan. Maka mereka mengeluarkan amal dari sebutan

iman.

3. Berdasarkan definisi mereka tentang keimanan, maka

mereka telah mengeluarkan tauhid uluhiyah dari pembagian

mereka pada tauhid. Karena menumt mereka, tauhid ifu adalah

bahwa Allah itu Esa pada Dzat-Nya, tidak ada bagian pada-Nya,

Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekufu bagi-Nya,

Esa dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada yang menyetarai-Nya. Definisi

ini tidak mengisyaratkan kepada tauhid uluhiyah. Karena ifu, anda

dapati di kalangan masyarakat asy'ari hampa dari tauhid ilahiyah,

sementara pasar kesyirikan dan bid'ah sangat membahana, karena

manusia tidak diajari bahwa Allah itu Esa dalam penyembahan

kepada-Nya, tidak ada sekuhr bagi-Nya.

4. Berdasarkan definisi mereka mengenai keimanan, maka

mereka juga telah mengeluarkan itfrba' Nabi S (mengikuti

Nabi #) dari definisi mereka mengenai keimanan. Karena mereka

membatasi keimanan kepada Nabi dalam perkara-perkara

pembenaran saja. Karena ifulah tersebamya bid'ah-bid'ah di

kalangan masyarakat asy'ari.

5. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah nalna-

nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini nanti akan dijelaskan.

AlArasy(SinggasanaAllah) 

61

6. Mereka menyelisihi Ashlus Sunnah masalah takdir,

karena pendapat mereka sepaham dengan pendapat jabariyah.

7. Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam masalah melihat

allah, karena mereka mengatakan terlihat fidak di suatu tempat.

8. Mereka menyelisihi Ahlussr.mnah dalam masalah kalam

(berbicaran5ra Allah), karena mereka tidak menetapkan sifat kalam

secara hakiki, tapi mereka mengatakan al kalam an-nafsi

(perkataan jiwa). Begitu juga penyelisihan-penyelisihan lainnp-

3. Maturidi5Tah

Golongan Mahridiyah dianggap saudara kandung

Asy'ariph. Demikian ifu, karena di antara keduanya ada

kesamaan dan kesepahaman sampai-sampai seolah-olah keduanya

adalah satu golongan, dan sulit membedakan antara keduanya-

Karena ihr, masing-masing dari golongan Asy'ariyah dan

Maturidiyah menyatakan, bahwa masing-masing dari Abu Al

Hasan Al Asy'ari dan Abu Manshur Al Matrrudi adalah imam

Ahlussunnah menurut anggapan mereka.5o

Kemungkinan kesamaan ini kembali kepada sebab utama,

yaihr kesamaan pemikiran-pemikiran kedua golongan ini, dan

sedikitrya masalah-masalah Lrhilafiyah di antara keduanya,

terutama dengan golongan asy'ari Muta'akhkhir (yang

belakangan). Ada sebab-sebab penting lainnSn yang menjadi

pangkalnya, dan perlu diperhatikan serta dipertimbangkan dalam

memberikan persepsi. Kemungkinan yang paling utamanya adalah

kesamaan masa kemunculan kedua golongan ini, di samping

masing-masing golongan muncul di berbagai tempat tanpa ada

60 Mfbh Dar,4s-&'adah (2/15511i G52) karya Thasy Kubra 7dah.

62 - AI Arasy (Singgasana Allah)

penentangan dari golongan lainnya, yaifu golongan Maturidiyah

tersebar di kalangan para penganut hanafi yang berada di wilayah

Timur dunia Islam dan utaranya, sehingga sedikit sekali anda

dapati orang hanafi yang menganut akidah asy'ari kecuali apa

yang disebutkan, bahwa Abu Ja'far As-Samnani -seorang

penganut madzhab hanafi- adalah seorang asy'ari.

Sementara itu kita mendapat golongan Asy'ariyah tersiar di

kalangan para penganut madzhab syafi'i dan maliki, yang sekarang

mereka berada di wilayah tengah, barat, selatan, dan tenggara

dunia Islam. Maka para penganut madzhab syafi'i dan maliki

menganut paham asy'ari. Saya tidak memaksudkan golongan

awam mereka, tapi

(berpendidikannya).

golongan berperadabannya

Golongan Maturidiyah berafiliasi kepada Abu Manshur

Muhammad bin Muhammad bin Mahmud bin Muhammad Al

Mahridi yang wafat tahun 333 H.51 Ia dianggap termasuk

kalangan ahli fikih hanafi, dan seorang ahli debat dan teolog,

namun ia tidak banyak tahu tentang Sunnah dan atsar.52 Ia

menempuh jalan teolog dalam menetapkan akidah yang sangat

mirip dengan manhaj muta'akhkhir golongan asy'ari. Ia dianggap

termasuk kalangan ahli kalam dalam masalah sifat, seperti hnu

Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan lain{ain. Al Maturidi mengikuti

Ibnu Kilab dalam sejumlah masalah sifat dan yang berkaitan

dengan itu.63

61 I-ih. biografinya di dalam kitab Al Matui4nh wa Mauqilfuhum min Tauhid

Al Asma' um ash-Shifat(L/209, karp Dr. $,amsuddin Al Afghani.

62 Al Aqidah As-SakfrWh fi l{alam Rabbit Bad/tnhA:rrt.279l kann Abdullah

bin Yusuf Al Judai'.

63 Maimu' Al Fabvn 17/4331; Kiab Al Iman 0nl. 414); Mnhai As-Sunnah

(2/362).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 63

Sebagaimana diketahui, bahwa para penganut madzhab

hanafi dan masyarakat Masyriq secara umum adalah manusia yang

paling dulu terpengaruh ilmu kalam. Permulaan Al Jahm muncul

dari wilayah itu. Mengenai ini, Imam Ahmad berkata ketika

mengemukakan pandangannya mengenai Al Jahm, "Ucapannya

diikuti oleh sejumlah orang dari para sahabat Abu Hanifah dan

para sahabat Amr bin Ubaid di Bashrah ..."64

Bisyr bin Ghiyats Al Muraisi (2281{), Al Qadhi Ahmad bin

Abu Du'ad (240 H) dan lain-lain, adalah dari kalangan hanafi.

Maka dari itu, tidak aneh seorang maturidi-hanafi dari kalangan

mereka yang membela ilmu kalam dan berusaha dalam

merintisnya dan mengeksiskannya, hingga menjadi salah satu

simbolnya dan pemilik salah satu madrasah teologi yang kelak

menjadi dikenal dengan namanya.

Al Maturidi Udak jauh berbeda dengan Abu Al Hasan Al

Asy'ari (pada fase keduanya). Karena ia adalah musuh bebuyutan

Mu'tazilah, hanya saja ia terpengaruh teori teologi yang dianut

hnu Kilab, yang bersandar kepada teori-teori teologi dalam

penetapan masalah-masalah keyakinan, yang perihalnya dalam hal

itu sama dengan Abu Al Hasan Al Asy'ari. Keduanya dianggap

perpanjangan madrasah Ibnu Kilab yang dikenal sebagai madrasah

ketiga setelah terjadinya perselisihan dengan Ahlussunnah wal

Jama'ah dari safu sisi, dan dengan Jahmiyah dan Mu'tazilah dari

sisi lainnya. I-alu muncullah hnu Kilab dan memunculkan manhaj

ketiga, Snng di dalamnya ia berusaha memadukan antara nash-

nash syar'i dengan teori-teori teologi, sebagaimana yang telah

disinggung saat mengulas tentang Kilabiyah.

$ ArRail ala Al Jahniyph(hal. 10&10$.

64 - 

Al Arasy (Singg;asana Allah)

Jadi madzhab kilabi berada di lrak, Ar-Rayy dan Khurasan,

dan tersiar di negeri-negeri seberang sungai yang terdiri dari

berbagai kelompok dan golongan.5s

Golongan Maturidiyah tidak berkembang seperti halnya

akidah Asy'ariyah, sebagaimana yang telah dijelaskan saat

mengulas Asy'ariyah. Karena Al Mahrridiyah tetap sebagaimana

mulanya.

65 /fis6p /t-Taqasiml<aryaAl Maqdisi (hal. 323).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

65

PEMBAHASAN KEDUA

Tingkat Ta'thil Mereka

Dalam hal ini ada tiga toPik:

Topik pertama: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah

nama-nama dan sifat-sifat secara umum.

Topik kedua: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah l/

Asma' Al Husna.

Topik ketiga: Tingkat ta'thil mereka dalam masalah sifat-

sifat Allah &.

Topik Pertama: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Nama-Nama dan Sifat-Sifat Secara Umum

Orang yang meneliti perkataan-perkataan Ahlu Ta'thil

(golongan yang menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah) akan

mendapatinya secara umum terbagi menjadi tiga bagian:

66 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Bagian pertama: Penafian semua nama-nama dan

sifat-sifat

Ini pendapat golongan Jahmiyah para pengikut Jahm bin

Shafwan66, dan para filosof, baik penganut filsafat mumi seperti Al

Farabi57, maupun filsafat Bathiniyah isma'iliyah Qaramithah

seperti Ibnu Sina,68 atau pun filsafat sufi Ittihadiyah seperti Ibnu

fuabi, Ibnu Sab'in dan Ibnu Al Faridh.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Yang benar, bahwa

tajahhum mumi (mengikuti paham Al Jahm secara mumi), yaitu

menafikan nama-nama dan sifat-sifat, sebagaimana d


Related Posts:

  • arasi singasana allah 2 iceritakan dariJahm serta para ateis ekstrem dan serupanya, tentang penafiannama-nama Allah yang paling baik (Al Asma' Al Husnal, adalahkekufuran yang nyata, dan menyelisihi apa yang secara pastidiketahui dari agama aas… Read More
  • arasi singasana allah 1 Barangsiapa menempuh suatu ialanyang dengannya iamenai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."Allah @ berfirman,"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir … Read More