yang menghembuskan isu ini
adalah Labid bin Asham, musuh Nabi yang menyatakan bahwa turat
adalah makhluk. Selanj utnya keponakannya, Thalut menganut pandangan
ini dan menyatakan Al-Qur'an adalah makhluk. Dialah orang Peftam^y{rg
menyatakan seperti itu dalam sejarah islam. Thalut ini adalah orang atheis
dan penyebar paham atheisme.2 Khathib Al-Baghdadi menyebutkan, ayah
Biryr Al-Marrisi addah orang Yahudi pembohong di Kufah'3
Di samping itu masih ada lagi pengaruh yang ditimbulkan oleh kaum
Nasrani melalui Yahya Ad-Dimasyqi, selanj utnya pandangan ini dianut oleh
Mutazilah seperti pandangan rentang mana yang baik dan yang terbaik
bagi Allah, pandangan menafikan sifat-sifat azali, pandangan menalnrvilkan
U.iU"g"i nash secara luas, pandangan kebebasan kehendak yang jauh dari
batasan Al-Qur'an dan sunnah.
Ahmad Amin, D, uba Is hm (l I 337), Dar Al-Kitab Al-'Arabi, Bcirut' Cet' I 0'
IbnulAtsir (7/49).
Taikh BaghM(7161).
I
2
3
154 O eua*t Islam Menurut Empat Madzhab
Karena semua pengaruh tersebut, kita tahu sejauh mana pengaruh
para pemeluk €ama-agama lain terhadap Mu'tazilah ddam menghembuskan
berbagai permasalah^n ya,ng mereka nukil begitu saja, atau terlalu
memperluas berbagai permasalahan yang membuat mereka menyimpang
dari pemahaman Islam yang seharusnya. Pengaruh ini membuat Mu'tazilah
dan kelompok-kelompok lain yang sehafam terlihat aneh jika dibandingkan
dengan kaum muslimin pada umumnya dalam masalah memperkuat
dan mengajarkan akidah, di samping pengaruh ini membuat mereka
menyimpang jauh dari rujuan utama saat membela Islam melawan para
musuh.l
Komentar
Pertama; kita tidak memungkiri jerih payah Mu'tazilah dalam
membantah kaum Yahudi dan Nasrani, tapi yang kita pungkiri adalah sikap
berlebihan mereka dalam menghargai akal. Sikap berlebihan ini membuat
mereka jatuh dalam berbagai aib. Mereka mencela banyak sekdi hadits-
hadits shahih saat dengan lancang mengemukakan pandangan mana yang
baik dan mana yang terbaik bagi Allah Singkat kata, kita tidak memungkiri
jerih payah Mutazilah, yang kita pungkiri adalah sikap berlebihan yang
membuat mereka sampai pada titik membantah pandangan mereka
sendiri terkait kontroversi seputarAl-Qur'an makhluk seperti yang banyak
diketahui. Melalui pernyataan mereka tersebut jelas, mereka menyamakan
sahabat dengan orang biasa, mereka nyatakan salah atau benar, para sahabat
bisa melakukan hal-hal terpuji ataupun tercela. Mutazilah bersikap lancang
terhadap para sahabat Rasulullah 6, sama seperti kelompok lain, hingga
mencela para sahabat dan tokoh tabi'in.2
Kedua; kita tidak memungkiri ilmu kalam sebagai disiplin ilmu untuk
membela akidah dari serangan para musuh, kita tidak memungkiri ulama
dan fuqaha kita memiliki pandangan sepurar masalah-masdah akidah,
kita juga tidak memungkiri AI-Qur'an mendorong kaum muslimin untuk
fokus merenung dan berpikir, namun ada satu hd yang harus ditegaskan,
yaitu disiplin ilmu ini bisa digunakan untuk membahas masdah-masalah
ZuhdiJadullah, Al-Mu'tazihh,hlm.27-29,Keko, 1947, BuletinAn-NadiAl-'Arabi,Yafa.
AhmadAmin, D/thalshm(317il, DarAl-KitabAl-'fuabi, Beirut, Cet. 10. SepertinyaAhmadAmin
memilikikeccnderungan paham Mu'tazilah, sepeni terlihat jelas meldui scjumlah tulisan-nrlisannya.
I
2
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... O r55
akidah dan membantah kalangan yang ddak sependapat dengan metode
yang menilai nash sebagai sesuatu yang bersiht absolut dan titik puncak
untuk menilai mana yang benar dan mana yang salah seperti yang diterapkan
oleh fuqaha dan ulama hadits, bersumber dari dorongan Al-Qur'an untuk
menggunakan akal, merenungkan keberadaan diri, mendebat kalangan
atheis dan lainnya tanpa perlu jauh dalam kesalahan-kesalahan yang
dialami oleh para ahli kalam, sePerti menakwilkan nash secara tidak benar,
menyamakan Allah dengan makhluk, mengikud para guru entah benar
entah salah, merasa golongan sendiri yang benar, dan lain sebagainya.
Penjelasan tentang perbedaan Pandangan sePutar ilmu kalam akan dibahas
selanjumya.
Menurut hemat kami tidak bisa diterima jika dinyamkan Mu'tazilah
rerpal$a menempuh cara tersebut karena adanya kubu-kubu lain yang
mendebat atau karena adanya wawasan tertentu di masa mereka, sebab
fuqaha -seperri akan dijelaskan selanjurnya- juga hidup di era yang sama.
Fuqaha juga mendebat musuh-musuh Islam tanpa jauh pada kesalahan-
kesalahan seperti yang disebut sebelumnya. Inilah yang mendorong kita
untuk mempelajari seperti metode mereka agar bisa kita manfaatkan di masa
kita sekarang ini, menjauhi dampak negatif menuruti akal dan hawa nafsu.
Para Filosof Muslim
Thnpa membahas kontroversi apakah ada filsafat Islam atau ddak,
tanpa membahas sejauh mana Pengaruh filsafatYunani terhadaP Parafilosof
muslim, yang perlu kami tegaskan adalah ilmu-ilmu keislaman mengenal
salah satu disiplin ilmu yang disebut filsafat, dan berbagai usaha banyak
kalangan untuk mengomPromikan antara agama dan filsafat secara jelas
mengisyaratkan kondisi sulit yang mereka hadapi. Satu sisi mereka ingin
menjaga keislaman mereka ddam rentang waktu saat wawasan paganisme
menyebar luas yang membuat mereka berbenturan dengan prinsip dan
konsep-konsep Islam tentang keuhanan dan kemanusiaan. Hal berikut
yang perlu kami tegaskan adalah jika ilmu kalam telah melalui berbagai
tahap hingga mencapai kesempurnaan di tangan Mutazilah atau kelompok
lain dan semua itu terjadi di tengah-tengah lingkungan islam, maka filsafat
Islam sepert i yangdikatakan Ahmad Amin, tumbuh berkembang di tengah-
L56 t& efia*, Islam Menurut Empat Madzhab
tengah bangsa Yunani kemudian beralih ke tangan kita dalam bentuk
hampir sempurna.r
Perlu disampaikan, para filosof mengemukakan dalil-dalil yang
berbeda satu sama lain atas keberadaan Allah. Al-Kindi memiliki ddil-
dalil tersendiri, seperti itu juga dengan Ibnu Sina. Secara garis besar bisa
kita meraba sisi perbedaan antara filosof dengan ahli ilmu kalam. Para ahli
ilmu kalam mempercayai kebenaran kaidah-kaidah keimanan yang mereka
buktikan dengan akal dan logika. Sementara filosof membahas berbagai
permasalahan berdasarkan riset semata, mempersepsikan akd steril dari
segala pengaruh dan keyakinan, setelah itu memulai perenungan seraya
menantikan kesimpulan.
Karena itu Ibnu Khaldun menjelaskan dalam Mukadimah-nya,
pandangan fi losof tentang ketuhanan merupakan pandangan eksistensidisme
murni dan pandangan berdasarkan esensi segala sesuatu, sementara ahli ilmu
kalam menilai semua yang ada ini menunjukkan keberadaan Sang Pencipta.
Secara garis besar, topik ilmu kalam menurut ahlinya hanya sepurar akidah-
akidah keimanan setelah berlaku secara sah berdasarkan syariat dan bisa
dibuktikan dengan dalil-dalil akal.
Ini menunjukkan pengaruh Yunani terhadap para filosof muslim
yang jareng menggunakan istilah-istilah islami bahkan nash-nash islami di
berbagai tulisan mereka.
DR. Abu Raidah menjelaskan renrang Al-Kindi dan dalil-ddil yang
dia kemukakan tentang keberadaan Allah ;
Ddil utamayang menunjukkan keberadaan Allah adalah apayang
bisa kita sebut sebagai dalil puncak, karena dalil ini menegaskan puncak
alam dari sisi tempat, waktu dan pergerakan.
Al-Kindi mengaitkan anrara mareri, waktu dan pergerakan seperti
pandangan Aristoteles, hanya saja Aristoteles menyatakan semua itu abadi
dengan dalil-dalil yang tidak memadai, berbeda dengan AI-Kindi yang
menyebutkan dalil puncak materi, waktu dan pergerakan, Al-Kindi juga
membuktikan semua itu ada awalnya dan diciptakan. Alam bersifat baru
dan ada yang menciptakan. Dalilnya bersumber pada pemikiran yang ada
I AhmadAmin, Dhuha Ishm (3/20), DarAl-KitabAl-'Arabi, Beirut, Cet. 10.
Bab 4: Permasa.lahan Manhaj antara Salaf,.. @ r57
sejakmasaAristoteles, yaitu semua yangadadan muncul di alam nyatayang
muncul secara berselang dalam bentuk satu kesatuan atau bagian-bagian
yang sding berhubungan pasti memiliki batas puncak dari awal hingga
akhir, jika tidak seperti iru akan memicu kontradiksi.t
Dari sisi lain, semua kejadian yang berujung pada satu kejadian
yang sampai ke kita -baik berupa benda ataupun waktu- disebabkan oleh
rangkaian kejadian sebelumnya secara berselang dan memiliki puncak.
Mengingat waktu dan pergerakan memiliki puncak dari sisi permulaan
pada masa lalu, dengan demikian alam bersifat baru dan a.da yang
menciptakannya'.z
Ini bukanlah satu-satunya Dalil Al-Kindi yang menunjukkan
keberadaan Allah, tapi masih banyak lagi dalil-dalil lain, di antaranya;
l. Segala sesuatu yang terlihat dan mengalami perubahan, seperti satu
menjadi banyak, tersusun menjadi terpisah dan lainnya membuktikan
bahwa semua kondisi tersebut bukanlah karakter dasar segda sesuatu.
Semua itu pasti merujuk pada sumber lain di luar segala sesuatu
tersebut.
2. Dalil logika yang menegaskan bahwa makhluk mustahil memiliki
alasan muncul dengan sendirinya karena hd itu bersifat kontradiktif.
Karena keberadaan makhluk memerlukan sesuatu yang menciptakan,
maka mustahil makhluk bisa menciptakan dirinya sendiri.
Al-Kindi juga menyatakan, perhatian Ilahi terhadap alam jagad ini
menunjukkan keberadaan Allah segala hal yang terlihat jelas merupakan
dalil pding jelas atas keberadaan aturan Yang Maha Mengatur Pertama,
maksudnya yang mengatur segda sesuatu, pelaku semua yang berbuat,
pencipta semua ytng ada, yang paling pertama di antara semua yang
bermula, alasan segala sesuatu bagi yang inderanya terhubung dengan akal.
Dengan demikian, alam yang begitu tertata dan teratur rapi, sding berpadu
satu sama lain, menundukkan satu sama lain, memiliki bentuk semPurna
seperti yang seharusnya dalam segala hal, setiap kerusakan yang terjadi,
apapun yang tumbuh dan lenyap, semua itu merupakan bukti tersebar
kesempurnaan pengaturan dan setiap pengaturan pasti ada yang mengatur,
ttbuRaideh, Al-Iman bilhhi f ,*hr Al-'Ilmi,hlm. 170, AIam Al-Fikr, Jilid t.
Rasa'ilAl-KindiAl-Falsafylah (l/70), Diterbitkan oleh DR Abu Raidah, 1950.
I
1
r58 fE aUa*, Islam Menurut Empar Ma&hab
juga menunjukkan kebijakan paling ari[, dan setiap kebijakan itu pasti ada
yang bijaksana karena semua itu hanya sandaran.r
Adanya beberapa kerumitan filsafat yang kita temukan dalam dalil
yang dikemukakan Al-Kindi, jika kita baca sebagian dalil-ddil Al-Farabi,
kita akan tahu pengaruhnya dalam merenungkan konsep wujud dan cara
menjelaskan konsep tersebut.
Al-Farabi menyatakan, saat menyaksikan alam makhluk, Anda akan
melihat adanya tanda-tanda penciptaan. Saat menyaksikan alam wujud,
Anda akan tahu esensi wujud perlu ada, Anda akan tahu wujud yangada
seharusnya seperti apa. Jika Anda hanya mengetahui alam wujud semata,
berarti Anda berada di bawah, saat itu Anda tahu seharusnya tidak berada
di bawah, tapi di atas.
;t'6{, 6 e' *1 -q,$1*i i o- W): 4 ;J-
, ..i ) @ 4 ri$,9 ip,*\ q; *K {j':g
{r
"I{nrni ahan rnemperlihathan hEofu rnereka tanda-tanda (hehuanan)
IOmi di segak wihyah bumi dan pada dlrl mereha sendii, hingga
jelas bagi mereha bahuaAl-Qur'an ita ddzhh benar. Tiadzhah cuhup
bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi sahsi atas segah sesudta?"
(Fushshilar 53)
Al-Farabi menyatakan dalam Nushush Al-Huhm, jika Anda sudah
tahu yang benar sebelumnya, Anda tahu mana yang benar dan mana yang
tidak benar, jika Anda sudah tahu yang batil sebelumnya, Anda tahu mana
yang badl narnun Anda tidak tahu kebenaran yang semestinya. Setelah itu
silakan Anda merenungkan yang benar karena Anda tentu tidak menyukai
orang-orangyangberpaling, hadapkan wajah Anda ke wajah Dzat abadi di
mana yang akan tetap abadi hanyalah Dia.2
Melalui uraian di atas jelas bahwaAl-Farabi enggan membahaswujud
yangwajib ada dan wujud yang mungkin ada, atau yang biasa disebut oleh
Rzsd'ilAl-KindiAl-Fakafylah(ll2l4-215),direrbitkanolehDRAbuRaidah, 1950.
N-F arrbi, Nus h us h Al- H ukm, hlm. 7 5.
i1
4-il
I
2
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... $ r59
sebagian peneliti sebagai dalil kemungkinan, karena seperti yang terlihat,
pemahaman seperti ini tidak mudah bagi semua orang. Dalil lain yang
dikemukakan Al-Farabi menunjukkan, istilah filsafat sangat banyak karena
hakikat segala sesuatu dibedakan secra rinci, seperti; manusia terkait dengan
individu, manusia terkait dengan kepribadiannya. Esensi dan kepribadian
adalah dua hal berbeda. Yang pertama tidak termasuk pada bagian kedua,
yang kedua juga tidak termasuk pada bagian pertama. Salah satunya
tidak mengharuskan yang lain ada, dan juga sebaliknya. Ketika keduanya
menyatu, masing-masing pasti memiliki prinsip berbeda karena perbedaan
esensi dan pribadi.
Metode yang sama digunakan Ibnu Sina meski masalah ibadah
menurutnya jauh lebih jelas, seperti yang disampaikan oleh DR Abu Raidah.
Dalil-dalil sebagian filosof muslim yang kami sebut di atas bisa
menjelaskan apa yang telah kami isyaratkan dan jugayang diiryaratkan
oleh Ibnu Khaldun yang fokus pada sisi akal dan terlalu tenggelam dalam
menggunakan istilah disertai kerumitan yang membuat metode filosof
terlalu berat dan sulit dalam menjelaskan masalah-masalah akidah karena
tidak terjangkau oleh daya nalar kaum muslimin pada umumnya, terlebih
metode ini jauh dari spirit perasaan yang bisa menghembuskan perasaan
keimanan.
Jika metode para ahli kalam membuat mereka menyimpang jauh dari
tujuan dan metode para filosofkurang bermanfaat, selanjutnya apakah para
ahli kalam dan para filosof sama? Apakah itu berarti ilmu kalam saudara
kembar ilmu filsafat? Jawabannya, sebagian peneliti menyebutkan sejumlah
perbedaan antara ahli ilmu kalam dengan filosof. Ciri utama perbedaan
di antara keduanya dari sisi metode adalah seperti yang disampaikan oleh
Ahmad Amin dan sebelumnya telah disampaikan Ibnu Khaldun berikut;
Para ahli ilmu kalam meyakini kaidah-kaidah keimanan, mengakui
dan mempercayai kaidah-kaidah tersebut, selanjutnya menggunakan
dalil-dalil akal untuk membuktikan kaidah-kaidah tersebut. Para ahli
ilmu kalam membuktikan keimanan dengan dalil-dalil akal, seperti halnya
membuktikan Al-Qur' an dengan dalil-dalil emosi.
Berbeda dengan filosof, kalangan ini membahas berbagai masalah
dengan riset murni, mempersepsikan akal mereka steril dari berbagai
160 @ ef.iari, Islam Menurut Empat Madzhab
pengaruh dan keyakinan, setelah itu memulai perenungan seraya menantikan
dalil, dilakukan secara bertahap hingga sampai pada kesimpulan yang seolah
belum ada sebelumnya.
Ahli ilmu kalam lebih banyak membela keyakinan yang dianut dan
membantah dalil-dalil kubu lawan baik dari kalangan muslim ataupun
nonmuslim. Ahli ilmu kalam lebih banyak menyampaikan pendapat-
pendapat selanjutnya mereka bantah. Berbeda dengan filosof yang lebih
banyak menegaskan hakikat dan buktinya tanpe menuturkan berbagai
macam pendapat dan bantahannya.r
Kedua disiplin ilmu ini berbeda seperti yang ditegaskan oleh sejarah
ilmu-ilmu keislaman dari satu sisi yang menyebutkan setiap disiplin ilmu
dan para pakarnya secara tersendiri. Sebagian peneliti menyebutkan,
perbedaan antara disiplin ilmu kalam dengan ilmu filsafat membuktikan
bahwa ilmu kalam tumbuh secara islami dan memiliki tujuan mulia, berbeda
dengan ilmu filsafat yang menyandang nama-narna nonislami pada sebagian
besar istilah yang digunakan.
Para ahli di kedua bidang tersebut juga berbeda, mengingat topik
bahasan filsafat adalah semesta, manusia, prinsip dan alasan-alasan wujud
dan berujung pada penegasan alasan pertama alam, yaitu Allah bagi kaum
muslimin atau nama-nama lain menurut Yunani. Sementara topik ilmu
kalam adalah asas-asas agama dan cakupannya seperti masalah ketuhanan,
kenabian, nash dan lainnya.
Metode kedua disiplin ilmu ini juga berbeda seperti yang telah
disinggung sebelumnya.2
Seperti itulah sisi kesamaan filsafat dengan ilmu kalam meski terlihat
sejumlah perbedaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Meski sebelumnya disebutkan adanya perbedaan antara para ahli
ilmu kalam dengan filosof, namun perbedaan ini tidak berlangsung lama,
karena para ahli ilmu kalam terpengaruh oleh sebagian istilah filsafat,
seperti esensi, sifat dan istilah-istilah lain, seperti halnya para filosof
juga menggunakan istilah para ahli ilmu kalam. Bahkan sebagian filosof
menerima nash-nash agamayang tidak mungkin bisa dibuktikan salah dan
AhmadAmin, D/uha Ishm (31 l8-19), DarAl-KitabAl-'fuabi, Beirut, Cet. 10.
DR. Muhammad Anwar As-Sanhwi, Madkhal ih 'Iln Al-IQhn,hlm. 29, Dar Al-'Ulum, 1980.
1
)
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Sala[.. @ 16r
benarnya oleh akal, seperti yang dilakukan Ibnu Sina. Kebangkit* materi
dan semua kondisi ddak bisa dibuktikan dengan dalil akal. Syariat Islam
sudah menjelaskan hal tersebut seqrra panjang lebar, silakan merujuk ke
sana.r Meski sebagian peneliti terkait masalah kebangkitan menilai bahwa
Ibnu Sina mengemukakan hal itu terkait keyakinan kaum muslimin secara
umum, karena Ibnu Sina berkeyakinan bahwa yang akan dibangkitkan
hanya ruh saja.2
Pada mulanye, pere.ahli ilmu kdam tergerak untuk membela akidah
dan membantah lawan, sementara para filosof lebih banyak menegaskan
berbagai kenyataan yang selanjutnya mereka bukdkan tanpa berkecimpung
ddam perdebatan dengan lawan. Karena itu para ahli ilmu kalam adalah
para ahli debat dan permainan kata (sophis).
Abu Hayyan At-Tauhidi menuturkan, "Saya bertanya kepada Abu
Sulaiman, Apa bedany^ entere metode ahli ilmu kalam dengan metode
filsafat?' Abu Sulaiman menjawab, Jawabannya jelas bagi siapapun yang
memiliki akal dan pemahaman. Metode para ahli ilmu kalam didasarkan
pada permainan kata, menganalogikan sesuatu dengan sesuatu dan bernrmpu
pada perdebatan. Semua itu bergantung pada sikap keras, pembelaan dan
kemampuan untuk membuat lawan terdiam'."3
Komentar
Perbedaan antara para ahli ilmu kalam dan filosof seperti yang kami
sampaikan di atas tidak mengalihkan pada apa yang telah disinggung
sebelumnya, yaitu mereka tetap disebut sebagai generasi khalafl, seperti itu
juga dengan siapapun yang mengikuti metode mereka, di samping pula
tidak membantah sisi kesamaan yang ada pada keduanya, yaitu sama-
sarna mempersempit yang luas, mempersulit yang mudah, melenyapkan
kenikmatan iman dan keluhuran sifat-sifat llahi dari hati kaum mukminin
disebabkan karena jauh dari manhaj AI-Qur'an dan sunnah dengan klaim
mereka terldu pintar untuk menimba ilmu dari salaf umat ini, padahd
konselnvensi beriman kepada tjaranyang disampaikan Muhammad adalah
Ibnu Khddun, Mukadimah, hlm.457.
DR Abdul Fattah AI-Fawi, Qadhiyyat Al-MuUiyiz Al-Fabafah wa Ad-Din,hlm. I I I , Ccc I , hlm.
3 l, DarAl-'Urubah, Kuwait.
3 At-TiuhidiAbu Hayyan,ll-Muqayrat,hlm.223,Mesir.
I
2
162 lS akia*, Islam Menurut Empat Ma&hab
menimba ilmu dari generasi yang ada di masa-masa terbaik, mereka addah
manusia terbaik dari sisi agama dan akal.
Inilah alasan kami menyamakan antara para ahli ilmu kalam dengan
para filosof.
Terkait para ahli tasawue,r mereka hidup di era perbedaan orientasi
pemikiran dan mengenal sikap setiap pemikiran terhadap masalah-masalah
akidah. Mengingat akidah merupakan asas yang dibutuhkan oleh setiap
mukmin, para sufi memiliki penjelasan seputar masalah-masalah akidah
meski karakter keilmuan yang ada pada masa itu tercermin jelas pada
kehidupan mereka secara umum. Perhatian terhadap masalah ini tidak bisa
mereka lalaikan karena perilaku mereka -sama seperti perilaku kelompok
lain- didasarkan pada keyakinan, di mana saat itu tengah muncul banyak
sekali perdebatan seputar masalah akdah. Fokus di bidang akidah terlihat
jelas seperti yang dipaparkan dalam buku-buku sejarah pemikiran seputar
pendapat para sufi di bidang akidah. Berikut kami pilih beberapa pandangan
dan keyakinan para sufi seputar kebebasan akal dan topik manusia tidak
memiliki hak pilih dalam melakukan semua perbuatan karena sudah
ditetapkan takdir, meski berdasarkan pengamatan kami sebagian di antara
buku-buku sufi ini mengemukakan pandangan-pandangan mereka yang
terlihat terpengaruh oleh metode ilmu kalam.
Al-Kalabadzi menyatakan, ulama sufi sepakat bahwa Allah
menciptakan perbuatan manusia secara keseluruhan sebagaimana
Allah menciptakan kondisi mereka. Apapun yang dilakukan manusia,
baik perbuatan baik atau buruk berdasarkan putusan dan takdir Allah,
berdasarkan kehendak-Nya. Andai tidak seperti itu berarti manusia bukan
hamba dan makhluk. Allah ber6r man, " Alkh adahh Pencipta segak sesuata. "
(Ar-RCd: t6) Mengingat perbuatan manusia adalah sesuatu, berarti yang
menciptakannya adalah Allah Andai perbuatan manusia tidak diciptakan,
berarti Allah menciptakan sebagian sesuatu saja, tidak menciptakan sesuatu
secara keseluruhan, dan tentu firman-Nya, "Alhh adahh Pencipu segah
sesilatu." (Ar-RCd: 16) dusta belaka. Mahatinggi Allah atas hd itu.
Yang kami maksud para ahli tasawufdi sini adalah sekelompok orang-orang zuhud yang ada di
permulaan abad ke-3 Hijriyah dan sesaat setelahnya sebelum pengaruh filsafut muncul dalam msawuf
secara jelas, seperti yang terlihat jelas dalam Ibnu Arabi, Ibnu Sab'in dan lainnya.
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... @ 163
Seperti yang diketahui, perbuatan lebih banyak dari esensi sesuatu,
andai Allah yang menciptakan esensi segala sesuatu sedangkan manusia yang
menciptakan amd perbuatan, tentu makhluk lebih berhak dipuji melebihi
Allah, dan tentu ciptaan manusia lebih banyak dari ciptaan Allah Andai
seperti itu berarti manusia lebih kuasa melebihi Allah dan lebih banyak
memiliki ciptaan melebihi Allah padahd Allah berfirman,
,Ia+tfr )tW itrt"iii .63 w'J?;, ;t\f;-'r
{r.r:.rr)r} @ 'r6f3r$i ftr,
"Apahah rnereka menjadikan beberapa sekutu bagi Alkh yang dzpat
menciptahan se?erti ciptaan-N1a sehinga hedua ciptaan itu serupa
ruenurat pandangan mereha?' Katakanlah: Allah adalah Pencipta
segah sesilatu dan Dia-hh Thhan yang Maha Esa hgi Mahaperhasa."
(Ar-Ra'd: f6)
Allah menafikan adanya pencipta selain-Nya. Juga disepakati, gerakan
gemetar tubuh adalah ciptaan Allah, seperti itu juga gerakan lain. Bedanya
gemetar tubuh adalah gerakan yang diciptakan Allah tanpa hak pilih
manusia sementara gerakan lain pada umumnya diciptakan Allah dengan
hak pilih manusia.
Ulama sufi juga sepakat, tidaklah manusia menghembuskan satu nafas
pun, berkedip ataupun bergerak sekalipun melainkan karena kekuatan yang
diciptakan Allah, kemampuan yang diciptakan Allah bersamaan dengan
perbuatan manusia, kemampuan manusia tidak mendahului atauPun
terlambat dari kekuatan yang diciptakan Allah, tanpa kekuatan itu manusia
tidak mampu berbuat apapun. Andai kemampuan laksana anggota badan
yang sehat, tentu perbuatan setiap orang yang memiliki anggota badan
sehat sama semua. Karena kita melihat anggota-anggota badan namun kita
tidak melihat adanya pergerakan, dengan demikian jelas bahwa kemampuan
adalah kekuatan yang dimiliki anggota-anggota badan. Itulah kekuatan yang
berbeda dari sisi peningkatan dan penurunan pada waktu tertentu. Ini bisa
disaksikan oleh setiap orang pada dirinya sendiri.r
I Al-Kalabadzi, At-Taiif li Madzhab AhlAt-Tashawwuf,,hlm.44-45, tahqigoleh DR. Abdul Halim
Muhammad dan Thaha Surur, 1960, Mesir.
r64 I aUa*r Islam Menurut Empat Madzhab
Melalui penjelasan Kalabadzi di atas dapat diketahui orientasi
keyakinan para ahli tasawuf di bidang akidah memiliki kesamaan dengan
ahli ilmu kalam. Mereka sepakat, manusia memiliki perbuatan dan daya
cipta dengan sebenarnya, karena itulah manusia mendapat pahala dan siksa,
karena itu pula perintah dan larangan datang, dan karena itu juga janji dan
ancaman disampaikan.
Ihtisab artinya berbuat dengan kekuatan yang diciptakan. Ada juga
yang mengartikan melakukan sesuatu untuk mendapat manfaat atau
menolak bda berdasarkan firman Allah,
{ r,rr :;rr } @ "i.3K c W ;4KYt1l
"Ia mendapat pahah (dzri hebajihan) yang diusahakannya dan dia
mendapat siksa (dari hejahatan) yng diherjakannya." (Al-Baqarah:
286)
Mereka juga sepakat, manusia memilih hak pilih penuh dan
berkehendak atas tindakan yang dilakukan, bukan dipaksa untuk itu.
Manusia memiliki hak pilih untuk berbuat artinyaAllah menciptakan
hak pilih untuk kita dan tidak memaksa, meski bukan pula berarti Allah
menyerahkan penuh pada manusia. Hasan bin Ali bin Abi Thalib berkata,
"Allah tidak disembah dan tidak pula didurhakai dengan palsaan."
Sahal bin Abdullah berkata, "Allah tidak menguarkan orang-orang
baik dengan paksaan, Allah hanya menguatkan mereka dengan keyakinan."
Seorang tokoh berkata, "Siapa yang tidak beriman pada takdir, dia ka6r dan
siapa yang mengalihkan kemaksiatan pada Allah, ia telah berbuat keji."t
Dari uraian di atas kita bisa mengetahui adanya kemiripan antara
pandangan sufi dengan fuy-fuy'irah terkait perbuatan manusia, mereka
berusaha sebisa mungkin untuk menyamai akidah salaf dalam masalahiabr
(manusia tidak memiliki hak pilih dalam apapun yang dilakukan, semuanya
telah ditentukan takdir, penerj.) dan ihhtiyar (kebalikan sebelumnya). Kita
juga bisa mengetahui adanya,kesamaan antara manhaj sufi dengan manhaj
para ahli ilmu kalam ddam memaparkan pendapat serta ddil penguatnya,
N-Kalebada,At-Ta'rif li MadzhabAhlAt-Tashauuuf hlm.47-48,ehqiqoleh DR. Abdul Halim
Muhammad dan Thaha Surur, I 960, Mesir.
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... $ 165
meski seperri dijelaskan sebelumnya, para sufi dituduh berpaham jabr,
namun tuduhan ini tidak rerbukti dalam ranah perdebatan ilmiah.t
Pertanyaan yang mengemuka di sini adalah apakah para sufi meng-
gunakan metode ahli ilmu kalam dalam masalah-masalah akidah? Sebagian
peneliti barat menilai, ada perbedaan mencolok antara sikap sufi dengan
sikap ahli ilmu kalam terhadap berbagai masalah akidah secara umum
dan masalah takdir secara khusus. Para sufi tidak bersandar pada hujah-
hujah logika dalam memaparkan pandangan rentang takdir, mereka hanya
membatasi diri pada sisi ilmiah agama. Karena itu mereka selamat dari
berbagai kerancuan akal dan pandangan ekstrim.2 Meski demikian, sebagian
kalangan sufi menggunakan dalil-dalil ilmu kalam dalam masalah yang sarna,
karena mereka juga hidup di era wawasan dan ilmu, di samping mereka
juga hidup berdampingan dengan para ahli ilmu kalam serta membantah
pernyataan-pernyataan kalangan tersebut. Ini bisa diketahui dengan jelas
melalui jawaban yang dikemukakan Sahal At-Tustari -sufi abad ke-3
Hijriyah- atas muridnya saar menyatakan, '.Ada orang menyatakan, segala
sesuatu telah ditentukan takdir ilahi, ada juga yang menyatakan, benar,
segala sesuatu telah ditakdirkan kecuali kemaksiatan."
At-Tustari menjawab, "Kemaksiatan adalah sesuatu, segala sesuatu itu
terbatas, setiap yang terbatas telah ditakdirkan, maka kemalsiatan adalah
sesuatu yang telah ditakdirkan dan ditentukan."3
Juga terlihat jelas dalam perdebatan At-Tirstari bersama seorang
berpaham Qadariyah yang berkata dengan lantang di hadapannya, "Kau
penuhi dua tepi SungaiTigris dengan peraka dan kegamangan." Maksudnya
At-Tirstari terlalu sering membahas masalah takdir.
At-Tustari menjawab seraya menghina, "Kawan, saat kita taat pada
Allah apakah berarti kita tidak memerlukan-Nya?' 'Tidak,' jawab orang
itu. At-Tustari melanjurkan, 'Saat kita mendurhakai-Nya, apakah kita
mengalahkan-Nya?''Tidak,' jawabnya. saat itu At-Tirstari mengakhiri
pembicaraannya dengan berkata, 'Kalian sendiri yang sesat dan bingung,
kenyataan lepas tangan dari kalian'."4
Ahmadshubhi, Al-FalsafahAlahhlaqiy\ahfAl-FihrAl-Ishmi,hlm.26,DarN-Mdairif, 1961.
Adam Mates,,{ l-Hadb)rah Al-tsta-;yail,at-Qarn Ar-Rabi'Al-Hijri (2132), tahqiq oleh DR.
Muhammad Abdul Hadi Abu Raidah, I 921 , Mesir.
Tiurats At-Titstai,4sh-Shuf., ll262,Tahgi9oleh DR. Muhammad Kamd Jdfar' Cet' I '
Ibid.
I
2
3
4
r66 & afia*, Islam Menurut Empat Madzhab
Ada sebuah buku berisi bantahan terhadap Mutazilah' yang disebut-
sebut sebagai karya Al-Muhasibi -sufi abad ke-3 Hijriyah. Berdasarkan
hd itu kita tahu, sebagian kalangan sufi menggunakan dalil-dalil ilmu
kalam karena kondisi yangada saat iru, karena metode sufi -meski kadang
menggunakan dalil ilmu kalam- namun pada dasarnya berbeda dengan
metode para ahli ilmu kdam.
Ciri yang membedakan metode sufi dengan yang lain secara garis
besar adalah mereka mengacu dari tuntutan-tunruran keimanan, di
samping mengacu pada tujuan-tujuan ilmiah dalam membahas sebagian
masalah akidah. Sebagai contohnya, dalam masalah takdir mereka tidak
mengacu pada dalil-dalil seperti yang dikemukakan Mutazilah araupun
kelompok lain. Artinya para sufi tidak menyibukkan diri dengan perranyaan-
peftanyaan seperri apakah manusia memiliki kebebasan ataukah dipaksa?
Apakah manusia memiliki kemampuan untuk berbuat ataukah tidak? apa
makna berserah diri? Apa hubungan antara kebebasan dan beribadah untuk
Allah? Serta pertanyaan-pertanyaan serupa lainnya.
Karena metode inilah kalangan sufi menyampaikan jawaban-jawaban
seputar permasalahan tersebut secara singkat dan praktis. Sebagai conrohnya,
Al-Hafid bin Muhammad Al-Baghdadi -sufi abad ke-3 Hijriyah- ditanya
tentang apa itu tauhid, dia menjawab, "Thuhid adalah yakin."
Ia ditanya tentang apa itu yakin, dia menjawab, "Yakin adalah tahu
bahwa gerak ataupun diamnya makhluk adalah perbuatan Allah semara
yang tidak memiliki sekutu. Jika kau meyakini seperti itu, berarti kau telah
mengesakan-Ny"."'
Kalangan sufi lebih condong ke sisi ilmiah, berusaha sekuat renaga
untuk menjauhkan diri dari perdebaan kata-kata yang mendominasi sekolah-
sekolah ilmu kalam saar iru, di samping para sufi -sebagian besar di anrara
mereka adalah fuqaha- lebih condong untuk mengacu pada akidah salaf
meski kadang menggunakan dalil-dalil ilmu kalam dalam menegaskan akidah.
Terkait para sufi yang melampaui batas, mereka adalah hal lain di luar
yang telah kami jelaskan di aras. Sufi-sufi seperti ini adalah filosof atau ahli
ilmu kalam. Terkait metode masing-masing telah dijelaskan sebelumnya.
As-Subki, ThabaqatAsySyaf iyyahAl-Kubra(1/41),Al-MaktabahAt-Tijariyah.
Al-Qusyairi, lr- Nsahh Al-Qyryairiyyah, hlm. 5, Shubai.
1
)
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... @ 167
Satu hal yang perlu diingat demi kebenaran, yaitu kalangan sufi
membagi manusia menjadi tiga golongan; umum, khusus dan paling khusus.
Klasifikasi inilah yang membuat mereka sangat jauh dari pemahaman
salaf tentang akidah.r Sebagai contohnya, mereka menyatakan, Allah
memperkendkan diri kepada kalangan awam dengan tanda-tanda kebesaran
dan makhluk, memperkendkan diri kepada kalangan khusus dengan kalam,
dan memperkenalkan diri kepada para nabi dengan diri-Nya'2
Meski klasifikasi ini sedikit ada benarnya, hanya saja tidak laik untuk
dijadikan metode umum dalam masalah-masalah akidah karena ketiga
klasifikasi tersebut bisa saja dilakukan orang awam, khusus ataupun yang
paling khusus.
Seperti itulah ciri umum metode pembahasan masalah-masalah akidah
dalam pemikiran Islam yang menjadi tolak ukur berbagai permasalahan
lain, meski metode ahli ilmu kalam berbeda dengan metode salaf. Inilah
dua metode pemikiran paling menonjol dan di antara kedua metode inilah
terjadi banyak sekali bahasan dan menyita banyak perhatian. Lebih dari
itu, perbedaan pandangan di antara kedua kubu ini paling menonjol jika
dibandingkan dengan yang lain, meski para filosof dan kalangan sufi tidak
terlepas dari kritikan para pengikut orientasi pemikiran salafdalam masalah
akidah.
Secara umum bisa dikatakan, para ahli ilmu kalam hanyut dalam
perdebatan hebat dengan semua orientasi pemikiran yang ada, sePerti
perdebatan mereka dengan fuqaha dan ahli hadits yang lazim kita
ketahui,3 debat dengan para filosofdalam berbagai hal, debat dengan sufi
yang sebagian di entaranya telah disinggung sebelumnya. Inilah yang
menimbulkan kritik dan bantahan terhadap ilmu kalam itu sendiri. Lantas
apa sebenarnya ilmu kalam?
Hakikat Kontroversi Seputar Ilmu Kalam
Sejarah pemikiran Islam menyebutkan, sebagian besar karya tulis
ulama di abad ke-3 Hijriyah tidak sampai ke tangan kita karena sejumlah
NajmuddinAl-Kairi,FautatihwaNawatibAl-Jahl,hlm. ll,MaktabahAl-Qahirah'
At-Ta'r$hlm.62.
Abu Zahrah, Thikh Al-Mddzahib As-Siyasiylah, Aqa' id,4s-Sahf.
I
)
3
168 6 et ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
faktor. Sejarah juga menyebutkan, karya-karya tulis yang sampai ke tangan
kita di bidang akidah atau fikih terbesar mencerminkan berbagai macam
orientasi pemikiran kaum muslimin sepanjang sejarah dari dulu hingga
sekarang. Permasalahan utama yang dibahas oleh sejumlah buku adalah
masalah perbedaan metode pembahasan masalah-masalah akidah antar
kelompok secara umum dan di antara satu kelompok sendiri -dimotori
oleh Mu'tazilah- serta antara berbagai kelompok dengan sdaf secara khusus.
Perdebatan seputar masalah ini sampai memunculkan banyak sekali karya
tulis dengan inti pujian terhadap ilmu kdam dan ahli ilmu kalam, sebagian
lainnya mencela ilmu kalam, peringatan agar ddak menggunakan metode
ilmu kalam dan dikaitkan dengan syariat. Gerakan penulis buku yang
muncul dengan motif dan dorongan seperti apapun, yang jelas era-era
belakangan menanggung kegamangan ddam masalah yang sama. Lantas
apakah celaan ini tertuju pada ilmu kalamnya ataukah para ahlinya?
Bagaimana cara mengompromikan antara celaan sebagian ulama terhadap
ilmu kalam dan sebagian ulama lain yang memakai ilmu kalam? Dan
masih banyak pertanyaan-pertanyaan serupa lainnya. Pemahaman dini
terhadap masalah-masdah ini membuat sebagian sekolah yangadasaat itu
memutuskan untuk menerima sec:rra mudak atau menolak secara mutlak.
Sebenarnya masalah ini memerlukan pemikiran dan pemahaman mendalam
di sela pandangan jauh ke depan hingga masalah ini terlihat sempurna
atau hampir sempurna. Atau bisa dikatakan bahwa perbedaan yang terjadi
hanyalah perbedaan kata-kata saja, seperti kata sebagian orang.
Petunjuk Definisi-deflnisi Ilmu l(alam
Sejumlah definisi ilmu kalam sampai ke kita berdasarkan perbedaan
para pencetusnya dari sisi sejarah, tempat atau orientasi pemikiran yang
dimiliki. Meski seperti itu definisi-definisi yang mereka kemukakan hampir
memiliki petunjuk sama, yaitu kedudukan dan urgensi disiplin ilmu ini.
Berikut kami paparkan sebagian di antara definisi ilmu kalam;
Pertama; Definisi Al-Farabi (w. 339 H)
Permainan kata bisa dilakukan orang untuk membela pandangan dan
perbuatan-perbuatan baik yang secara tegas disampaikan oleh pemberlaku
syariat -maksudnya Rasulullah ffi- dan memalsukan apapun yang
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... $ r69
berseberangan dengan kata-kata. Cara ini terbagi menjadi dua; sebagian di
antaranya terdapat dalam pendapat dan sebagian lainnya terdapat dalam
tindakan. Bagian ini di luar fikih, karena fikih memerlukan pendapat,
sementara perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh pemberlaku syariat
diterima, selanjutnya menjadi asas dan dari asas itulah sejumlah hal diambil.
Ahli ilmu kalam membela sejumlah hal yang digunakan sebagai asas oleh
ahli fikih tanpa memedk dalil lain dari asas tersebut'r
Sepertinya penjelasan Al-Farabi rentang hubungan anrara 6kih dan
ilmu kdam tersebut didasarkan pada pemahaman yang telah didahului
oleh Abu Hanifah dalam metodenya yang menyebut 6kih sebagai fikih
kecil sementara ilmu kalam dia sebut sebagai 6kih besar. Syaikh Musthafa
Abdur Razzaqjugamenyatakan, yang dimaksud Al-Farabi bukan hanya ilmu
kalam islami saja, tapi semua disiplin ilmu di agama manapun yang muncul
sama seperti munculnya ilmu kalam bagi kalangan muslimin.2 Namun
meski demikian, definisi ini tetap memberikan indikasi akan urgensi dan
kedudukan ilmu kalam dalam membela berbagai permasalahannya melawan
siapa pun yang menebar keraguan dan Para atheis.
Kedua; Definisi Al-Ghazali (w. 505 H)
Al-Ghazali tidak mendefinisikan ilmu kdam secara spesifik, dia hanya
membahas di sela-sela penjelasannya berikut;
Ilmu kalam dimalsudkan untuk menjaga akidah Ahlu Sunnah dari
gangguan para ahli bid'ah. Allah meldui lisan Rasul-Nya menyampaikan
akidah yang benar kepada para hamba-Nya, di sana terdapat kebaikan
mereka baik dalam agem mauPun dunia, setelah itu setan membisikkan
berbagai hal berseberangan dengan sunnah kepada para ahli bid'ah, mereka
pun menyampaikan bisikan itu dan hampir mengotori akidah yang benar
bagi para pemeluknya, kemudian Allah memunculkan kelompok ahli ilmu
kalam dan menggerakkan motif mereka untuk membela sunnah dengan
kata-kata yang tersusun rapi, mengungkap berbagai kerancuan para ahli
bid'ah yang menyalahi sunnah. Dari sanalah ilmu kalam dan ahlinya
tumbuh berkembang.3
I
2
3
N-Farrbi, Ihsha' Al-'Ilm,hlm.107, tahqiq oleh Utsman Amin.
MusthafaAbdu rrazzag, Tamhidf TarihhAl-Falsafah Al-Ishmiy1ah,hlm.257-258.
Al-Munq id.z min Adh - D h a lz t, hlm. 6, tahqiq oleh DR. Abdul Halim Mahmud.
170 S et ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
Jika dicermati, penjelasan Al-Ghazali di atas berkesimpulan
bahwa ilmu kdam muncul karena dorongan Ahlu Sunnah saja, padahal
kenyataannya tidak seperti itu. Ilmu kalam pada mulanya -berdasarkan fakta
sejarah- berisi berbagaikaryatulis dan perdebatan Mutazilah, Abu Hanifah
dan lainnya, semuanya dengan tujuan untuk membela dan memperkokoh
akidah Islam.
Ketige; Definisi Ibnu Khaldun (w.806 H)
Ilmu kalam adalah ilmu yang berisi hujah-hujah rentang akidah
keimanan dengan dalil-dalil akal, bantahan terhadap para ahli bid'ah yang
menyimpang akidah tidak sesuai dengan madzhab salaf dan Ahlu Sunnah.'
Ibnu Khaldun membicarakan tentang kondisi pendorong para ahli ilmu
kalam memilih metode logika ddam memperkuat masalah-masalah akidah
sebagai berikut, para ahli ilmu kalam menggunakan metode tersebut tidak
lain bermaksud untuk membantah pernyataan-pernyataan kaum atheis
dengan cara yang sama. Cara ini tentu saja memerlukan hujah-hujah teoritis
demi membela akidah salaf2
Ibnu Khaldun sepaham denganAl-Ghazali yang menilai ilmu kalam
sebagai pembelaan yang dilakukan Ahlu Sunnah saja. Ibnu Khaldun
membahas tentang ilmu kalam yang baik menurutnya, selain itu berarti
menyimpang.3
Keempat; Definisi Lain
Definisi Adhuddin Al-Aiji (w.756 H) berikut mirip dengan definisi
Ibnu Khaldun dengan pemahaman akidah yang lebih luas;
Kalam adalah ilmu untuk memperkuat akidah-akidah agama dengan
menyebutkan hujah dan menangkal syubhat. Yang dimalsud akidah adalah
keyakinan tanpa disertai amal, semenrara agama di sini dinisbatkan pada
agama Muhammad. Kubu lawan -meski kami nyatakan salah- tetap tidak
kami nilai keluar dari koridor ulama ilmu kalam.a
Beralih abad ke-10 Hijriyah, Ath-Thabari mendefinisikan ilmu kdam
Ibnu Khaldun, I l-Mukadimah, Asy-Syib.
Ibid, hlm.466.
DR. Muhammad Anwar As-Sanfixi, M adk hal ; h' I lm Al- Ka lam, hlm. 4- 5, I 980.
Adhuddin AI-Ai ji, Al-Mawaq $ hlm. 34, Cer. Tah tn I 325, tu-Sa'adah.
I
)
3
4
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... @ 17r
sebagai berikut, ilmu tentang akidah dengan menyebutkan hujah dan
menangkal syubhat berdasarkan dalil-dalil Pasd'
I
Muhammad Abduh (w. 1905 M.t 1323 H) mendefinisikan ilmu
kalam dan topik bahasannya sebagai berikut, ilmu yang membahas
keberadaan Allah, sifat-sifat yang wajib ditegaskan bagi Allah, sifat-sifat
yang bisa disebut untuk Allah, sifar-sifat yang wajib dinafikan dari Allah
dan para rasul untuk menegaskan risalah yang mereka emban dan apa yang
wajib bagi mereka, apa saja yang bisa dikaitkan dengan mereka dan apa saja
yang tidak boleh dikaitkan dengan mereka'z
Meski definisi Muhammad Abduh menyeluruh, hanya saja tidak
disebutkan adanyadalil, padahal dalil-dalil ddam ilmu ini sangat penting
sekali.
Definisi-definisi di atas dan definisi serupa lainnya yang tidak bisa
kami sebutkan, meski memiliki perbedaan pandangan oleh masing-masing
pencerusnya di samping perbedaan zemun, namun disiplin ilmu ini
menegaskan bahwa ilmu ini dibutuhkan sejak saat Peftama kali muncul
meski dengan nama atau definisi berbeda terkait sebagian permasalahan
yang eda di dalamnya, karena definisi-definisi sebelumnya terkait erat
dengan pangkal ?tg?lma(akidah); untuk menjelaskan dan membela agalna,
serta dikaitkan dengan tujuan agama. Inilah alasan kenapa ilmu kalam tetap
diperlukan sepanjang zaman.
Petunjuk Istilah'istilah Ilmu Kalam
Disiplin ilmu ini disebut dengan berbagai nama yang -di samping
sejumlah definisi- memberikan petunjuk bahwa ilmu ini bisa diterima
karena dinilai sebagai salah satu ilmu Islami asli, terlebih nama-nama
yang disebut ulama untuk disiplin ilmu ini bersumber pada pemahaman
menddam terhadaP misi ilmu ini.
Ilmu kalam disebut sebagai fikih terbesar, sebagai petunjuk bahwa
ilmu ini membahas masalah akidah yang merupakan ilmu terbesar, kebalikan
dari fikih tenrang hukum yang disebut fikih kecil. Abu Hanifah memberi
ffi d Husaini Ath-Th rb.r.i,' [Jyn Al-M as a' i I Ar- Rasa' il, hlm.
Tahun l316
2 Muhammad l$duh, Risalah At-Tduiih,hlm. 5'
172 E eUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
196, Cct.
judul buku yang berisi tentang keyakinan-keyakinannya dengan nama
Al-Fiqh Al-Ahbar.Istilah ini diterima oleh kalangan luas, bahkan fuqaha
Asy-Sya6' iyah -setahu kami- menyebut-nyebut buku berjudul Al- Fi q h Al-
Ahbar sebagai karya Imam fuy-Sya6'i, buku ini berisi akidah Imam Syaf i,
meski penelitian menunjukkan tidak benar jika buku itu disebut sebagai
karya Imam fuy-Syaf i.'
Ilmu kalam juga disebut ilmu tauhid karena tauhid merupakan
masalah agama yang paling utama dan inti akidah, meski sebagian besar
bahasan disiplin ilmu ini berkisar seputar masalah ini dengan kadar tertentu.
Salah seorang peneliti menyebut siapa orang pertama yang menggunakan
istilah ilmu tauhid sebagai berikut;
Syaikh Abu Jdfar Al-Qummi (w. 381 H) -salah seorang ahli ilmu
kalam Syiah- dinilai sebagai ulama paling dahulu yang menggunakan isdlah
ini karena dia menyebut karya-karya tulis dalam masalah akidahnya dengan
nama kitab tauhid.2
Namun Ibnu Khuzaimah (w. 311 H) satu abad sebelumnya telah
mendahului Abu Ja'far Al-Qummi melalui salah sau karya tulisnya yang
dia beri judul; Kitab At-Thuhid ua ltsbat Shifat Ar-Rabb Jalh wa Ak.3
Namaini banyakdisebu*an dalam sejumlah karya tulis kontemporer.
Syaikh Muhammad Abduh memiliki tulisan berjudul Risahh At-Thuhid,
karya Jamaluddin Al-Qasimi berjudul Dahil At-Thuhid dan karya ulama
lain dengan narna yang sama.
Ilmu kdam juga disebut ilmu ushuluddin karena topik ilmu ini -
akidah- merupakan asas dan inti agama, selain itu hanya cabangan. Tidak
sedikit judul buku yang menyandang nama ini, seperti Al-Ibanah f Uhul
Ad-Diyanah l<arya Abul Hasan Al-fuy'ari, Uhuluddin karya Al-Bazdawi,
U h u luddin karya Al- Baghdadi, Asy - Syami I f U h u li ddi n karya Al-Juwaini,
Al-Arba'inf Uhuliddin karya Fakhrur Razi.
Nama lain untuk disiplin ilmu ini adalah ilmu akidah karena
membahas masalah-masalah akidah. Ada sejumlah buku akidah yang
menyandang nama ini.
Penjelasan tentangfuy-Syafi'i secara rinci terkait masalah tersebut akan disebutkan dalam buku ini.
DR. Muhammad AnwarAs-Sanhuti, Madkhal ih'Ilm Al-IQhm, hlm. 9, 1980.
Buku ini dimhqiq oleh Muhammad Khdil Haras, diterbi&an oleh DarAl-Kutub A1-'Ilmiyah, 1978.
I
2
3
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... S 173
Juga disebut ilmu Perenungan dan penarikan dalil mengacu pada
metode yang membedakan disiplin ilmu ini dengan yang lain.
Hanya saja nama yang paling tenar adalah ilmu kalam. Ulama
menyebutkan, tenarnya nama disebabkan oleh sejumlah hal terkait sejarah
berdiri atau topik bahasannya, atau karena pengaruhnya terhadap siapapun
yang menggunakan ilmu ini sebagai metode pembahasan, atau karena
disiplin ilmu ini muncul setelah sebelumnya tidak ada.
Thpi perlu diingatkan, nama ini sudah disebutkan oleh keempat imam
madzhab, dimulai dari Abu Hanifah ketika mencela ilmu kalam. Ini tidak
berarti keempat fuqaha mencela ilmu ini yang baru memiliki nama jauh
serelah permulaan abad ke-2 Hijriyah, yang mereka cela hanyalah metode
yang digunakan oleh berbagai kelompokyang ada saat itu dalam membahas
masalah-masalah akidah melalui sejumlah tulisan dan perdebatan, meski
ini semua yang melatarbelakangi munculnya nama ilmu kalam. Terkait
hal tersebut kami sepakat dengan guru kami Musthafa .Abdurrazztq yang
menyarakan, pembahasan dalam masalah-masalah akidah sebelum disiplin
ilmu ini dikodifikasi disebut kalam, dan pakar di bidang ilmu ini disebut
ahli kalam. Kemudian setelah ilmu ini dikodifikasi dan terdapat sejumlah
karya tulis di bidang ini, nama ilmu kalam baru disebut untuk pembahasan-
pembahasan masalah akidah, di samping sebagai tanda bagi kalangan yang
menentang.l
Istilah-istilah ilmu ini -di samping definisi-definisinya-menun-
jukkan kemuliaan dan kedudukannya, karena mengaitkan ilmu tersebut
dengan topik dan permasalahan-permasalahannya. Dari sini kita bisa
melihat tujuannya dan kita tahu kenapa ilmu ini diperlukan. Ini semua
menunjukkan ilmu ini asli dan tumbuh berkembang secara islami seperti
yang kami singgung sebelumnya, seperri yang diisyaratkan oleh Al-
Khawarizmi saat menyebut ushuluddin yang dibahas oleh para ahli ilmu
kalam; pada mulanya ilmu ini membahas bahwa semua materi bersifat
baru (diciptakan), juga membanrah kalangan atheisme yang menyatakan
masa sudah ada sejak dulu kala, berisi petunjuk bahwa alam ini ada yang
menciptakan, yaitu Allah, membantah paham dualisme yang dianut Majusi
dan kaum atheis, paham trinitas Nasrani dan umat lainnya yang berpaham
I MusthafaAbdurRazzaq, Tanhidf TarihhAl-Falsafah Al'hlzmiyyah'hlm'265'
174 E at ia*, Islam Menurut Empat Madzhab
politheisme, membantah Yahudi dan kalangan lain yang menyamakan Allah
dengan makhluk.
Berisi petunjuk tentang kenabian, sebagai bantahan terhadap
Barahimah dan lainnya yang tidak mengakui kenabian, berisi petunjuk
tentang kenabian Muhammad,berisi penjelasan renrang kepemimpinan
dan siapa yang laik sebagai pemimpin.
Seperti itulah asas-asas agama yang dibahas dan diperdebatkan oleh
para ahli ilmu kalam, selain iru adalah cabangan dari asas-asas tersebut
sebagai mukadimah atau pendahuluannya. I
Petunjuk Para Ulama Tepercaya Menggunakan Metode Ilmu
Kalam
Hampir semua definisi yang kami sebutkan sebelumnya sepakat
menjelaskan metode ilmu kalam dalam menggunakan akal untuk
menjelaskan dan membela akidah dari serangan musuh-musuh yang
menebarkan keraguan dan para atheis. Pemahaman ini diperkuat oleh nama-
nama disiplin ilmu ini yang mengisyaratkan topik bahasan dan kondisi saat
ilmu muncul serta tujuannya. Pemahaman ini tercermin pada sosok para
ulama pendahulu kita meski madzhab dan ciri pemikiran mereka berbeda
seperti yang dijelaskan oleh buku-buku tenrang tingkatan ulama. Pemilik
Al-Fahrasat juga menyebut sejumlah karya tulis Mu'tazilah, Syiah dan
Khawarij, seperti riwayat yang menyebutkan bahwa Amr bin Abdu seorang
Mutaizlah (w. 144 H) menulis sebuah buku berisi bantahan terhadap
Qadariyah, Hisyam bin Hakam seorang Syiah menulis sebuah buku berisi
bantahan terhadap Mutazilah dan lainnya, para ahli ilmu kalam Jabariyeh
dan Khawarij memiliki sejumlah buku berisi pembelaan terhadap madzhab
mereka dan bantahan terhadap kubu lawan.2
Meski demikian terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ulama
kontemporer dari kdangan fuqaha dan ahli hadits menyusun banyak sekali
buku berisi bantahan terhadap para ahli bid'ah dengan menggunakan metode
logika dan diperkuat nash seperti yang telah kami singgung sebelumnya.s
I Al-Khawarizmi Muhammad,bin lthmad,,MafatihAl-'Ulum,hlm. 58, DarAl-KitabAI-'Arabi, Beirut,
1984.
2 DR. Muhammad Anwar As -Sanhuti, Madkhal ih 'Iln Al-IGhm,hlm. 39, 198O.
3 SilakanAndabacaperhatianulamaterhadapakida
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... @ 175
Jika Mutazilah pada mulanya sibuk membela Islam dari serangan
kaum atheis dan musuh-musuh yang menebarkan keraguan, berbeda dengan
kalangan lain seperti Ahlu Sunnah dan golongan yang memiliki orientasi
logika sibuk membantah ahli bid'ah dari berbagai kelompoky*g muncul
pada permulaan abad ke-2 Hijriyah, memunculkan berbagai perdebatan
sebagai bantahan dari kubu ulama. Hasan Al-Bashri berkata, "Tidak ada
seorang salaf pun sebelumnya yang menyebut ataupun berdebat karena
ilmu kdam karena mereka semua selaras dan sepaham. Kami baru mulai
membahas masdah tersebut saat orang-orang membuat kemungkaran ddam
ilmu kalam. Ketika orang-orang mulai membuat hal baru yang belum ada
sebelumnya, Allah pun membuatkan bantahan bagi mereka yang berpegang
teguh dengan kitab-Nya untuk meruntuhkan hal-hal baru yang mereka
buat dan mengingatkan dari berbagai kehancuran."r
Konon, Ja'far fuh-Shadiq mendorong untuk mempelajari ilmu kalam
jika digunakan untuk membela kebenaran dan meruntuhkan bid'ah dalam
agama. Bahkan ada beberapa buku berisi bantahan terhadap ahli bid'ah yang
disebut-sebut ditulis oleh Jdfar fuh-Shadiq, buku yang dima}sud berjudul
Ar-Radd. 'ak Al-Qadariyah, Ar-Radd 'ala Al-Khawarij dan Ar-Radd. 'ak Al-
Ghuht rninAr-Rau,afdh. Meski buku-buku ini tidak sampai ke tangan kita,
hanya saja keberadaan dan nisbat buku-buku tersebut -yang menguatkan
keberadaan sebagian di antaranya- menunjukkan sejumlah ulama tePercaya
menggunakan metode ilmu kalam sebagai ilmu islami murni sebelum
terkontaminasi oleh berbagai hd yang menimpa para ahlinya.
Dengan demikian bisa dikatakan, ilmu kalam seqra esensi merupakan
ilmu yang bisa diterima bagi ulama, seperti yang ditunjukkan melalui
definisi, isdlah dan peran yang dilakukan ulama. Ilmu kalam ddak ubahnya
seperti disiplin ilmu islami lain, muncul saat kelemahan dan kevakuman
merebak, juga muncul pada saat kebangkitan menyebar. Kedua hal tersebut
dikaitkan dengan disiplin ilmu ini secara nyata atau meiaz, hanya saja pada
hakikatnya kondisi tersebut dikaitkan dengan ulama.
Terkait hal itu kita perlu mencermati celaan atau penolakan terhadap
ilmu kdam.
I Al-Mumadhe,Al-ManiylahwaAl-Amd,hlm. 12-14.
176 IF eUari, Islam Menurut Empat Madzhab
Arahan lbpat untuk Mengoreksi Ilmu Kalam
Abu Hanifah (w. 150 H), Malik (w.179 H), fuy-Syaf i (w. 204H),
Ibnu Hambal (w.241 H), seperti yang disampaikan sebelumnya mereka
adalah para imam yangdikend mencela ilmu kalam dan ahlinya-di samping
penjelasan tentang kedudukan disiplin ilmu ini. Bahkan celaan rerhadap
ilmu kalam sampai pada tingkat munculnya fanva tertentu terhadap para
ahli ilmu kalam. Keempat imam inilah kalangan paling menonjol yang
mencela ilmu kalam dan ahli yang berkecimpung di sana. Imam-imam ini
memiliki sejumlah karya tulis berisi pelajaran di bidang akidah dan bantahan
terhadap Jahmiyah dan kelompok lain seperti yang akan dibahas berikutnya.
Pertanyaannya, apa maksud celaan dan bantahan ini?
Pertama; kita perlu tahu, Mutazilah di era empat fuqaha adalah
kelompok pding menonjol yang menebarkan perdebatan ddam masalah
akidah. Mereka memperlihatkan keyakinan yang berbeda dengan kaum
muslimin pada umumnyayangmereka pelajari dariAl-Qur'an dan sunnah.
Saat itu terjadi pergolakan pemikiran akibat perilaku Mu'tazilah.
Kedua; sebagai akibatnya, terjadi permusuhan antara Mutazilah
dengan sebagian besar orientasi pemikiran Islam yang lurus khususnya
kalangan fuqaha dan ahli hadits sebagai akibat penolakan Mu'tazilah
terhadap hadits dengan tingkatan yang lazimnya bisa diterima, celaan yang
mereka lancarkan terhadap para ahli hadits, sikap lancang terhadap para
sahabat Rasulullah ffi dengan mencela, menolak pendapat sahabat dengan
tegas dan sejumlah aib lain yang tidak bisa dipungkiri oleh buku-buku yang
loyal terhadap mereka. 1
Ketiga; orientasi-orientasi pemikiran kalangan berlebihan dari
berbagai kelompok menyebar seperti dari kdangan Syiah, Khawarij dan
lainnya yang menimbulkan petaka dan harus disikapi.
Dengan demikian kita tahu, bantahan yang ditujukan kepada ilmu
kdam oleh para imam tepercaya sebenarnya ditujukan pada oknum-oknum
tertentu yang menyebabkan penyimpangan terhadap disiplin ilmu kalam
ke ranah perdebatan yang sama sekali tidak berguna bagi akidah, dan
1 Untuk lebih jelas silakan Anda merujuk; Ah mad. Amin, Fajr Al-Iskm, hlm. 301, Cet. 10, 1969, Dar
Al-KurubAl-'fuabi,kbanon, Dhuhalshm(zll3r),DarAl-KitabA]-'fuabi,Beirut,Cet. l0,Zuhdi
Jadtilah,Al-Mu'uzihh,hlm.l86-189, Kairo,Tahun 1947, Buletin An-NadiAl-'fuabi, Ya6.
Bab 4: Permasalahan Manhaj antara Salaf... $ t77
bahkan berguna bagi para musuh akidah Islam karena menjelaskan masalah
akidah dengan cara rumit akan meminimalisir keyakinan kalangan awam,
masalah-masalah agama terasa sulit bagi mereka, terlebih kegamangan dan
pergolakan yang terjadi.
Thas Kubra z?Lda menyarakan, pembahasan yang tersebar di masa
para imam ahli ijtihad adalah pembahasan para pengikut paham Mutazilah,
Murjiah dan semacamnya. Masa hidup para imam besar belum mencapai
era saat ilmu kalam tersebar luas, bahkan masa mereka sudah berakhir sejak
munculnya paham Mu'tazilah.r
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan, celaan tertuju pada
ilmu kalam dan para ahlinya secara umum. Anda juga perlu tahu, generasi
yang datang setelah para imam fuqaha juga menempuh jalan yang sama
dan dengan pemahaman serupa, sebagai buktinya celaan tidak ditujukan
pada sebagian besar kalangan ahli fikih dan hadits yang menulis di bidang
akidah seperti yang disebutkan sebelumnya.
Melalui penjelasan di atas kita tahu bahwa ilmu kalam pada dasarnya
ilmu islami dari sisi kemunculan, tujuan dan topiknya, terkait dengan
disiplin-disiplin ilmu Islam lain seperti ushul, hadits, tafsir, fikih dan lainnya.
Hanya saja terjadi sejumlah hal pada sebagian oknum yang mengaku
terkait dengan ilmu ini hingga menyimpang di masanya, sehingga mereka
laik mendapat celaan ulama salaf untuk menjelaskan kebenaran dan demi
kepentingan akidah.
Jika kita hidup di era yang penuh dengan serangan-seranSan pemikiran
para musuh kebenaran, toh pemll<tran Islam tidak berpangku tangan meski
yang diharapkan jauh lebih dari itu, karena sudah ada banyak sekdi buku
yang membela akidah dan menangkal syubhat dengan metode ilmiah yang
sesuai bahasa sekarang, sesuai pemahaman syar'i terhadap nash.2
Melalui lembaran-lembaran berikutnya, kami akan sampaikan
penerapan terhadap pemahaman yang kami singgung sebelumnya dalam
masalah akidah sesuai manhaj salafyang menyatukan antara nash dan akal,
menolak berbagai penyimpangan para ahli bid'ah dan para atheis.o
Thas Kubra Zada,, MirtahAs'Sa'alzh (21160' 168\
Terkait hal ini silakan Anda baca buku karya An-Nadawi, Al-Maududi, Muhammad Asad Morees
Bokai, Al-Jarudi, vahiduddin Khan. Buku-buku ini perlu ditelaah secara tersendiri.
I
2
178 & aUa*, Islam Menurut Empat Madzhab
Bab V
Empat Ulama Ahli Fikih
dalam Akidah Islam
A. Imam Abu Hanifah An-An-Nu'man
Pendahuluan
Pembahasan tentangAbu HanifahAn-An-Numan (w. 150 H) dengan
mencermati setiap fase perjalanan hidupnya merupakan pembahasan yang
panjang. Sudah ada sejumlah karya tulis yang membahas masalah ini secara
khususr sehingga kita tidak perlu bersusah payah untuk itu dari saru sisi,
namun dari sisi lain kita perlu menentukan kerangka pemikiran agar bisa
mewujudkan hal tersebut dengan keyakinan penjelasan tenrang kehidupan
Imam Abu Hanifah ini memberi sumbangsih terhadap keilmuan yang sesuai
dengan posisinya.
Kita cukup membahas sebagian kecil dari kehidupan imam agung
ini yang menjelaskan sikapnya terhadap perdebatan agame yang terjadi
di masanya, seperti apa sumbangsih yang diberikan dalam pembahasan-
pembahasan terkait akidah sesuai manhaj yang dia anut dan yang dia
serukan, sejauh mana pengaruhnya terhadap ulama besar yang meninggalkan
warisan ilmiah di bidang akidah yang disepakati oleh kaum muslimin
karena sesuai dengan manhaj salaf ash-shalih, mengacu pada ijtihad dan
pemahaman Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Jika hal tersebut bisa diterima secara ilmiah, tujuan kami dalam
menyuguhkan jerih payah fuqaha di bidang akidah adalah untuk
menunjukkan bahwa akar manhaj salaf telah mengakar dalam pemikiran
I Setelah sejumlah tulisan Adz-Dzahabi dan Ibnu Katsir, tulisan yang paling dahulu dan paling
menyeluruh tentangAbu Hanifah adalah buku karyaAbu Zahrah berj udulAbu Hanifah,1947.
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikih... €p 179
empar ulama ahli fikih, dimulai dari Abu Hanifah dan berakhir pada Imam
Ahlu Sunnah, Ahmad bin Hambd (w' 241H)'
Topik-topikyangakandibahasdalampasalinisebagaiberikut;
l. Penjelasan singkat kehidupan dan pengetahuan Abu Hanifah'
2.KonstrulrsiilmiahdansikapAbuHanifahterhadappemikirandi
masanya.
3. Abu Hanifah dan fikih akidah (pandangan dan metode)'
4. Pengaruh Abu Hanifah terhadap ulama'
perkembangan, Kecakapan dan Sifat-sifat Pribadi Abu Hanifah
Al-HafizhAdz-DzlhabimenuturkantentangAbuHanifah;dia
seorang imam, ilmu agamanya mendalam' guru Irak' Abu Hanifah An-
An-Nu,man bin Tsabit bin Zauthi At-Thimi Al-Kufi, hamba sahaya Bani
Taimullah bin Tsdlabah. salah satu sumber menyebutkan, dia berasal dari
keturunan Persia, lahir tahun 80 Hijriyah pada masa para sahabat kecil dan
melihat Anas bin Malik saat dba di Kufah't
Ulama membahas secara panjang lebar tentang siapa keluarga Abu
HanifahyangmenjadimaulaBaniTamim,darimanaasalusulnya,temPat
kelahirannyrserta hal lain yang terkait. Dan penjelasan Adz-Dzahabi yang
kami sebut di atas dalam hal ini merupakan pendapat paling kuat'2
AbuHanifahtumbuhberkembangdiKufahdanmenghabiskan
sebagian besar masa hidup di sana, hidup di tengah lingkungan keluargayang
oleh-berbagaisumber*.,,y.b.,tkeluargamuslimyangberkecukupan.Ayah
AbuHanifahadalahseorangpedagangyangmenghidupikeluargadarihasil
berdagang kain sutera, ,ep.iti yang ditekuni Abu Hanifah An-An-Nu man'
Al-HafizhAdz-DzahabimenyebutkanriwayatyangmengisyaratkansePerti
itu;diriwayatkandariMakrambinAhmadAl.Qadhi;AhmadbinAbdullah
bin Syadzan Al-Marwazi memberitahukan kepada kami, dari ayahnya dari
kakeknya,sayamendengarlsmailberkata;IsmailbinHammadbinAbu
I Muhamm"aUinenIlI-UnutsmanAdz-Dzah^bi(m.748),SrarA'hmAn-Nubah'(61390)'C'et'r'
1401 , Muassasah er-nu,J'f', Beirut' A&-Dzah $i' Mana4ib Al-Inam Ab': !{l/,tfah
t:'j! Sllahilailii'
hlm.T,TahqiqolehMuhammadZahirAl-Kautsari'AbuVafaAl-Afghani'HyderabadRakan'India'
1366.
2AbuT.ahrah,AbuHanifah'hlm.14,DarAI-Fi|<rN.,luebi,ManaqibAl.ImamAbuHdnifab,h|m,|5'
Si\ar A' hm An- Nub ah' (6 I 39 4)'
180 {& efia"f, Islam Menurut Empat Madzhab
Hanifah An-An-Nu'man bin Tsabit bin Marzaban salah satu kerurunan
Persia berstatus merdeka bercerita kepada kami, "Demi Allah, kami tidak
pernah menjadi budak sekalipun, kakekku lahir pada tahun 80 Hijriyah,
Tsabit pergi menemui Ali bin Abi Thalib saat masih kecil kemudian Ali
mendoakan berkah untuknya dan juga keturunannya, kami berharap
semoga Allah mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami.' Dia berkata,
'An-An-Numan bin Marzaban, ayah Tsabit addah orang yang memberi
agar-agar kepada Ali bin Abi Thalib pada hari raya Nairuz, kemudian Ali
menyatakan, 'Nairuz kami setiap hari.'Ada yang menyatakan, itu terjadi
pada hari Mihrajan lalu Ali menyatakan, 'Mihrajan kami setiap hari'."r
Realita keluarga dan hubungannya dengan Islam mengharuskan Abu
Hanifah kecil sudah diarahkan unruk menghafalkan Al-Qur'an sebagai
persiapan unruk konsen di bidang ilmu. Ini sejalur dengan riwayat yang
menyebutkan Abu Hanifah sering membaca dan menghatamkan Al-Qur' an
seperti disebutkan dalam sejumlah riwayat yang kadang sampai pada tingkat
dilebihlebihkan, di samping sisi sifat zuhud, wara' dan banyak ibadah
sebagai efek dari hafalan dan renungan makna-makna Al-Qur'an.2
Para mulanya, Abu Hanifah berdagang dan sering bolak-balik ke
pasar dan sesekali ke majelis ilmu. Seperti irulah rudnitas awalAbu Hanifah
hinggaAsy-Sya'bi menyarankannya^gil konsen di bidang ilmu dan tidak
mondar-mandir ke pasar kecuali untuk keperluan saja. PemilikAl-Manaqib
meriwayatkan dari Abu Hanifah, dia berkata, "Suatu ketika aku melintas di
hadapan Asy-Sya'bi yang tengah duduk, dia memanggilku lalu menyatakan,
'Siapa yang hendak kau temui?' 'Aku mau ke pasar,' jawabku.
Dia menyatakan, 'Maksudku bukan ke pasar, tapi ulama mana yang
hendak kau temui.' 'Aku jarang menemui ulama,' jawabku. Setelah itu dia
menyatakan, 'Jangan lalai, kau harus terus belajar ilmu dan berteman dengan
ulama, karena aku melihat kau cerdas dan aktifl'
Abu Hanifah berkata, 'Kata-kata itu lantas membekas di benakku,
sejaksaat itu aku pun tidak lagi mondar-mandir ke pasar, aku mulai belajar
ilmu. Kata-kata fuy-Sya'bi itu berguna bagiku'."3
Siyar A'hm An-Nuba h' (6 I 39 5).
Abu Hanifah,hlm. 20, Ibnu Katsir, Al-Bidayah ua An-Mhzyah (10 I 124).
Muwaffiq AI-M alr;Jrl., Manaqib Abu Hanifah (1159) .
I
)
3
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr 18r
Abu Hanifah tidak berhenti total berdagang,
waktunya digunakan untuk belajar, hanya sesekali
bersama temannya.l
sebagian
pergi ke
Terkait akhlak dan sifat wara" banyak sekdi riwayat yang menyebutkan
Abu Hanifah memiliki akhlak mulia dan ahli ibadah melebihi kemampuan
manusia pada umumnya. Suatu ketika lfiafiAh Ar-Rasyid bertanya kepada
Abu Yusuf tentang akhlak Abu Hanifah, Abu Yusuf menjawab, "Demi Allah,
Abu Hanifah sangat menjauhi laranganJaranganAllah, menjauhi ahli dunia,
sering diam, terus berpikir, tidak pernah bercanda, jika ditanya tentang
sesuatu dan dia memiliki jawabannya, dia akan menjawab. Setahu saya
wahai Amirul Mukminin, dia menjaga diri dan agamanya, sibuk mengurus
diri sendiri sehingga tidak ada waktu unuk membicarakan orang lain dan
selalu menyebut siapa pun dengan baik.' Khalifah fu-Rasyid menyatakan,
'Itu akhlak orang salelt'."2
Sifat sabar di tengah-tengah masyarakat dengan gonjang-ganjing
pemikiran dan aliran keagamaan seperti di Kufah temPat Abu Hanifah
tumbuh berkembang, merupakan sifm terbaik di tengah-tengah situasi
emosional seperri itu. Abu Hanifah adalah salah satu sosok yang paling
berilmu, suatu ketika seseorang menanyakan sesuatu yang dalil-dalilnya
diketahui Abu Hanifah, kemudian si penanya menyatakan, "Hasan
Al-Bashri memfatwakan sePerti ini dan iru (tidak sePerti jawaban Abu
Hanifah).'Abu Hanifah berkata, 'Hasan salah.' orang itu berkata seraya
menutup kepala, 'Kau bilang Hasan sdah!' oranSorangyang hadir pun
hendak menyerang si penanya itu lalu Abu Hanifah dengan sabar dan
santun menyatakan, 'Aku menyarakan, 'Hasan salah, Ibnu Mas'ud benar'."3
Bahkan ketika ada seseorang mencela dan bilang padanya, 'Hai
kafir, atheis,' Abu Hanifah membalas, 'semoga Allah memaafkanmu, dia
mengetahui kebalikan dari kata-katamu'."4
Abu Hanifah memiliki sikap tegas, tidak gentar menghadapi resiko
apapun. Ujian yang dihadapi Abu Hanifah -sePerti telah disinggung
sebelumnya- tidak lain karena sikap tegasnya saat khalifah atau Penguasa
I Abr Hanifah, hlm' 21.
2 Adz-Dz^hrbi,ManaqibAbu Hanifah,hlm.9.
3 lbid,hlm. 15.
4 Adz-Dz:hebi,ManaqibAbu Hanifah,hlm' 15.
besar
Pasar
tapi
saja
182 l0 eha*, Islam Menurut Empat Madzhab
memintanya unruk menjabat sebagai hakim namun dia tolak dengan tegas
berkali-kali. Menurut saya, bukan berarti Abu Hanifah tidak mau bekerja
sama dengan para penguasa, narnun Abu Hanifah lebih memilih untuk
berada jauh dari titik-titikpenyulut fitnah sejauh mungkin, jika tidakseperti
itu berard harus terus berjihad dan menjaga diri agar tidak terpeleset arau
condong pada keinginan hati.
Abu Yusuf meriwayatkan, suatu ketika dia bersama beberapa murid
Abu Hanifah berada di dekatAbu Hanifah, Abu Yusuf menuturkan, 'hbu
Hanifah menghadapkan wajah ke arah kami dan menyatakan, 'Kalian
adalah penyenang hatiku, pelenyap kesedihanku, aku sulutkan obor fikih
untuk kalian, aku tinggalkan orang-orang menjadi tanggung jawab di
pundak kalian, mereka meniti kata-kata yang kalian ucapkan, seriap kalian
memiliki kelaikan untuk menjabat sebagai hakim, karena itu aku meminra
kalian atas namaAllah dan aras narna keluhuran ilmu yang diberikan pada
kalian agar kalian j aga dari hinanya pekerjaan. Jika ada di antara kalian yang
menjabat sebagai hakim lalu dia mengetahui adanya kesalahan pada dirinya
yang ditutupi Allah dan tidak dibeberkan di hadapan para hamba-Nya, dia
tidak boleh memutuskan hukum apapun, dia tidak boleh meminta upah,
jika pun terpaksa untuk masuk sebagai hakim, jangan pernah menghalangi
diri dari orang biasa, harus shalat lima waktu di masjid dan setiap kali
usai shalat harus bertanya, 'Ada yang punya keperluan?' Dan setiap kali
usai shalat Isya'harus bertanya dengan suara keras sebanyak tiga kali, Ada
yang punya keperluan?' Setelah itu ia baru masuk ke rumah. Jika terserang
penyakit hingga tidak bisa duduk, upahnya dikurangi seukuran penyakit
yang diderita. Siapa pun pemimpin yang bersikap curang atau lalim dalam
memutuskan hukum, kepemimpinannya batal dan putusannya tidak
berlaku'."r
Karena pendidikan dan konsistensi dalam berakhlak mulia, kecerdasan
yang dimiliki dan kegemarannya terhadap ilmu, Abu Hanifah memiliki
segudang ilmu yang membuatnya menjadi imam, mendapat pujian banyak
ulama yang tidak bisa disebutkan di sini. Berikut cukup kami sampaikan
sebagian dari gambaran tentang Abu Hanifah:
Abu Hanifah memiliki minat mencari atsar (riwayat) dan banyak
Adz-Dzahabi, Manaqib Abu Hanifah, hlm. 17.
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih...ltr r83
melakukan perjalanan panjang unruk itu. Di bidang fikih dan pandangan
yang jeli dan rumit, Abu Hanifah adalah iawartnya dan semua orang
bergantung padanya. Tidak sedikit yang mengatakan seperti itu.r
Muhammad bin Sa'id Al-Aufi berkata, "Aku mendengar Yahya bin
Ma'in berkata, Abu Hanifah adalah perawi tePeraya,hanya menyampaikan
hadits yang dia hafal, tidak pernah menyampaikan hadits yang tidak dia
hafal. Abu Hanifah rcpercaytddam hadits. Bagi kami, dia jujur dan tidak
tertuduh berdustd."2
Abu Hanifah mempunyai metode: tidak layak bagi siapa pun untuk
menyampaikan suatu hadits selain yang dihapal sejak didengar'3
Abu Hanifah memberi manfaat bagi banyak sekali kalangan karena
kegigihannya dalam berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah. Abu
Hanifah senang pada orang yang mengingatkan akan perlunya bertalnva
kepada Allah. Suatu ketika seseorang berkata kepadanya, "Bertalnvalah
kepada Allah.' Abu Hanifah terhenyak, mukanya menguning dan diam
sesaat, setelah itu berkata, 'semoga Allah berkenan memberi balasan baik
padamu. Kita sangat memerlukan orang yang mengatakan sePerti itu setiap
saat'."4
Inilah yang membuat Abdullah bin Mubarak berkata, "Andai Allah
tidak membantuku dengan perantara Abu Hanifah dan Abu Yusufl, pasti
aku sama seperti orang biasa pada umumnya."5 Dia juga menyatakan, "Aku
tidak pernah melihat orang yang sangat wara' seperti Abu Hanifah."6
Juga diriwayatkan dari Ibnu Mubarak, 'Andai Allah tidak
memperremukanku dengan Abu Hanifah dan Sufran, pasti aku akan
menjadi ahli bid'ah."7
Jejak-jejak baik itu tidak akan ditinggalkan Abu Hanifah andai
saja dia tidak menyatukan antara akidah bersih, perilaku konsisten, ilmu
Muhammad bin Ahmad bin utsman A&-Dzahabi , siYar A'hm An-Nubdk' (61 392-393) , cet. I ' I 40 I
, Muassasah fu-Risalah, Beirut.
2 Muhammad bin Ahmad bin uamanAdz-Dzahabi (m.748 ), siyarA',lamAn-Nubah' ,(61395)'c*t'
1, 1401 , Muassasah fu-Risalah, Beirut.
3 Ibid(6/40l).
4 rbid(6/400).
5 rbid,6l398.
6 Adz-Dz^abi, Mana4ib Abu Hanifab,hlm. 14'
7 lbidhlm.lT.
184 {E et ia*r Islam Menurut Empat Madzhab
bermanfaat, dan tidak tunduk pada dunia. Saat kita teringat perkembangan
dan pekerjaan Abu Hanifah yang terkait dengan harta dan kekayaan yang
diiringi oleh berbagai macam fitnah dan pergolakan, setelah itu kita teringat
akan pengakuan ulama tepereya akan ilmu, keutamaan dan pembelaan
Abu Hanifah terhadap laranganJarangan Allah, jika kita tahu semua itu
kita akan tahu sejauh mana jihad Imam Abu Hanifah demi akidah dan
ilmu yang dimiliki. Inilah yang menyebabkan berbagai macarn ujian dan
cobaan menjadi ciri utama kehidupannya. Bahkan menurut berbagai
sumber riwayat, kematian Abu Hanifah juga terkait erat dengan ujian
yang dihadapi Abu Hanifah dengan tetap berada di atas kebenaran hingga
menghembuskan nyalwa.
Demikian seperti yang dituturkan oleh Adz-Dzahrbi; Abu Hanifah
meninggal dunia sebagai syahid pada tahun 150 Hijriyah.
Konstrulci Pemikiran dan Sik"p Abu Hanifah Terhadap E *y.
Allah memberi sejumlah sifat dan kondisi untukAbu Hanifah yang
membuatnya mencapai tingkat keilmuan, sehingga diakui ulama dan para
ahli sejarah yang semasa maupun setelahnya. Allah menganugerahkan sifat-
sifat tertentu yang membuat Abu Hanifah mampu mencapai keunggulan
dalam ilmu setelah disarankan oleh Asy-Sya'bi -seperti telah disinggung
sebelumnya- setelah melihat adxrya kecerdasan dan kemampuan untuk
mengetahui hakikat berbagai hd yang ada pada diri Abu Hanifah. Seperti
itulah riwayat mutawatir para ahli sejarah menyebutkan.r Abu Hanifah
menyandang sifat-sifat orang berilmu dengan sebenarnya, teguh, tepercaya,
memiliki visi jauh kedepan, mampu mengetahui hakikat berbagai hd,
cerdas dan jenius.2
Sifat-sifat tersebut menemukan suasana kekeluargaan yang sesuai
untuk tumbuh berkembang. Kecenderungan-kecenderungan tidak islami
di tengah keluarga tidak menghalangi Abu Hanifah untuk menuntut ilmu.
Tentu tidak bermasdah bagi seseorang untuk fokus menuntut ilmu selama
tuntutan dan beban hidup hanya memerlukan sedikit usaha.
Allah juga mempersiapkan majlis-majlis ulama dari berbagai diran
Silakan merujuk: N-Mal&\ ManaqibAbi Hanifah(2136), Tdihh Bdshdat(131352), SiyrA'hmAn-
Nu bah' (6 I 19 il, Abu 7-ahr ah, Ab a Han ifa h, hlm. 4 5 -80.
Aba Hanifah,hlm.58.
I
)
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... e r85
dan kelompok. Abu Hanifah berguru pada ulama hadits, berguru pada
seorang tabi'in yang pernah bertemu dengan Abdullah bin Abbas. Abu
Hanifah juga berteman dengan sejumlah ulama berbagai kelompok di
Irak yang ada saat itu, seperti Syiah dan lainnya. Semua kondisi tersebut
mendatangkan hasil baik bagiAbu Hanifah; ciri pemikiran baru bersumber
pada referensi dengan orientasi moderat.
Suatu ketika Abu Hanifah berkunjung ke kediaman Khalifah Al-
Manshur saat itu di dekatnya ada Isa bin Musa. Al-Manshur menyatakan,
"Inilah orang paling berilmu di dunia saat ini.' Dia bertanya kepada Abu
Hanifah, ''Wahai An-Nu'man, dari mana kau menimba ilmu?'Abu Hanifah
menjawab, 'Dari murid-murid Umar dari Umar, dari murid-murid Ali dari
Ali, dari murid-murid Abdullah dari Abdullah, di masa Ibnu Abbas tidak
ada yanglebih berilmu melebihi dia.' Al-Manshur menyatakan,'Sungguh
kau telah menguatkan diri (dengan ilmu)'."l
Abu Hanifah menyatukan semua keistimewaan itu, meski dia berada
di Irak, negara yang menyaukan berbagai unsur dari berbagai kalangan
dengan beragam aliran keagamaan yang ada seperti telah disinggung
sebelumnya, seperti Syiah, Mu'tazilah, Jahmiyah, Murjiah dan lain
sebagainya yang terpengaruh oleh paham dan aliran kuno serta keyakinan-
keyakinan tidak islami lain.
Jika seperti itu garis besar sifat dan kondisi Abu Hanifah di mana sisi
yang pding masyhur dari sosokAbu Hanifah addah fikih kemudian hadits,
lantas apakah ini menjadi awal mulaperbedaan pendapatAbu Hanifahyang
kemudian terus berlanjut di majlis-majlis fikih, hadits ataukah ada disiplin
ilmu lain yang sudah ada sebelumnya? Dengan kata lain, jika majlis-majlis
ilmu yang ada saat itu adalah majlis asas-asas akidah dengan beragam
perdebatan berbagai macam kelompok keagamaan, majlis hadits-hadits
Rasulullah dan periwayatannya, serta majlis penarikan hukum bersumber
dari Al-Qur'an dan sunnah. Lantas dari manakah perbedaan pendapat Abu
Hanifah dan ketenarannya di bidang 6kih bermula?
Adz-Dzahebi memiliki riwayat terkait masalah ini sekaligus memiliki
beberapa catatan. Kami akan menyebut dua riwayat untuk menjelaskan
duduk perkara masalah ini, salah satu di antaranya riwayat Adz-Dzahabi
t TdnkhBaghdad(r41334).
r86 {S eua*r Islam Menurut Empat Madzhab
dan riwayat lain berasal dari sumber berbeda seperti yang akan disebut
berikutnya, insya Allah.
Adz-Dzahabi meriwayatkan dari Abu Yusuf, dia berkata, "Abu Hanifah
bercerita, 'Saat hendak menuntut ilmu, aku bingung ilmu mana yang akan
aku pilih dan aku tanyakan hasilnya.'Ada yang menyatakan, 'Belajarlah
Al-Qur'an.'Aku pun bertanya, Jika aku sudah hafal, apa hasilnya?' Mereka
menjawab, 'Kau duduk di masjid dan mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-
anak. Setelah itu kau berhasil mencetak lulusan-lulusannya, di antara mereka
mungkin adayanglebih kuat hafalannya melebihimu atau setara dengan
tingkat hafalanmu ldu jabatanmu pun lenyap.'Aku kembali bertanya, 'Jika
aku mendengar hadits lalu aku tulis hingga di dunia ini tidak ada yang lebih
hafal hadits dariku?' mereka menjawab, 'Kala kau sudah tua dan hafalanmu
melemah, para pemuda dan anak-anak berkumpul di dekatmu lalu kau
sampaikan hadits kepada mereka, tidak dipastikan kau tidak keliru ldu
murid-muridmu akan menuduhmu berdusta dan hal itu akan menjadi aib
bagimu.'Aku menyatakan, 'Aku tidak memerlukan ilmu itu.'
Aku berkata, 'Aku akan belajar ilmu nahwu, setelah aku hafal nahwu
dan kaidah bahasa, apa hasilnya?'Mereka menjawab, 'Kau akan menjadi
guru lalu kau akan mendapat banyak upah; dua atau tiga dinar.'Aku
menjawab, 'Ini bukan hasil yang baik.'
Aku menyatakan, 'Jika aku mempelajari syair hingga tidak ada yang
lebih pandai bersyair selainku?' Mereka menjawab, 'Kau bisa memuji
seseorang lalu dia pun segan padamu atau tidak akan mengganggumu,
jika dia tidak memberimu apa-apa, kau bisa mencelanya lewat syair.'Aku
menyatakan,'Itu tidak diperlukan.'
Aku menyatakan, Jika aku mempelajari ilmu kdam, apa hasilnya?'
Mereka menjawab, 'Orang yang mempelajui ilmu kalam tidak dipasdkan
bisa terlepas dari kejelekan-kejelekan ilmu kalam, selanjutnya dia pun dituduh
atheis lalu diel,sekusi mati, atau menyerahkan diri ddam keadaan hina.'
Aku kembali bertanya, 'Jika aku belajar fikih?' Mereka menjawab,
'Orang akan bertanya dan meminta fatwa padamu, kau bisa menjabat
hakim meski masih muda.'Aku pun menyatakan, 'Tidak ada ilmu yang
lebih berguna melebihi fikih.'Aku pun menekuni dan mempelajari fikili."r
Slar A'hm An- Nu bah' (6 I 39 5 -397).
Bab 5: Empat UlamaAhli Fikih... Itr t87
Adz-Dzahebi menolak keabsahan riwayat ini seraya mengingkari
kdau Abu Hanifah mempelajari ilmu demi jabatan atau jika Abu Hanifah
tidak mengetahui nilai mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an padahal
ddam hal ini ada hadits shahih. Adz'Dzahabi menegaskan alasan kenapa
menolak riwayat ini, karena semua sanad riwayat ini tidak tepercaya. Adz-
Dzahabi juga mengingkari jika Abu Hanifah menerima anak-anak kecil
untuk mempelajari hadits, karena kebiasaan yang berlaku bukan sePerti
itu. Yang mempelajari hadits hanydah ulama, Abu Hanifah tahu hal itu.
Lebih dari itu, para ahli fikih di masa itu tidak memiliki ilmu lain setelah
Al-Qur'an selain hadits, terlebih buku-buku 6kih kda itu belum dikodifikasi
sama sekali.
Kridk terakhir yang disampaikan Adz-Dzahabi terhadap riwayat ini
sebagai berikut; semoga Allah melaknat pemalsu riwayat ini, memangnya
di masa itu sudah ada ilmu kalam?lr
Adz-Dzahabi menyebut riwayat lain dari Zufar, "Aku mendengar
Abu Hanifah berkata, 'Aku mempelajari ilmu kalam hingga mencapai
tingkat yang diperhitungkan. Kami pernah duduk di dekat mailis Hammad
bin Abu Sulaiman, tiba-tiba s€orang wanita datang menghampiriku, dia
berkata, 'Saya mempunyai suami yang memiliki istri budak. Suami saya
ingin menceraikannya sesuai sunnah, berapa kali suami saya menjatuhkan
talak?'Aku tidak tahu jawabannya lalu aku suruh wanita itu unruk bemanya
kepada Hammad, selanjutnya kembali kepadaku dan memberitahukan
jawabannya.'Wanita itu datang dan memberitahukan kepadaku, aku pun
menyatakan, 'Aku tidak membutuhkan ilmu kalam'."
Adz-Dzahabi menjelaskan, riwayat ini juga h*y" Allah yang tahu
keabsahannya. Setahu kami di masa itu ilmu kalam belum ada.2
Jelas bahwa Adz-Dz.ahabi mengingkari riwayat yang menyebutkan
Abu Hanifah lebih memilih fildh daripada disiplin ilmu lain. Sikap yang
sama juga terlihat pada sebagian ahli sejarah yang membahas masdah ini.
Hanya saja pengaburan terkait keabsahan riwayat ini secara keseluruhan
perlu dikaji lebih lanjut, karena riwayat pertama yang diingkari Adz-Dzahabi
diriwayatkan melalui sejumlah sanaddengan redalai yang berbeda, sebagian
Silar A'hm An-Ntbah' (61 39 5-397).
rbid(6t398).
I
1
188 O eHa*, Islam Menurut Empat Madzhab
berbentuk ringkas dan yang lain berbentuk panjang lebar. Banyaknya sanad
memperkuat keberadaan dan keabsahan riwayat.r
Di samping itu, usaha Adz-Dzahabi dalam menyampaikan riwayat
yang menafikan pengetahuan atau kecenderungan Abu Hanifah terhadap
ilmu kdam di masa perlu dikaji lebih dalam, sebab riwayat-riwayar yang
telah kami sebut sebelumnya dan juga riwayat-riwayat lain yang akan kami
sebutkan berikutnya mengisyaratkan ilmu kalam yrngadasaat itu berupa
perdebatan antara berbagai kelompok aliran keagamaan, seperti Syiah,
Khawarij, Mutazilah dan lainnya yang berhadapan dengan Ahlu Sunnah
wal Jamaah.
Keberadaan ilmu kalam dalam pengertian seperti ini, dari sisi
sejarah tidak diragukan, karena seperti yang diketahui,'Washil bin Atha'
meninggalkan majlis Hasan Al-Bashri disebabkan suatu kejadian. Yaitu
ketika Hasan Al-Bashri sendiri meninggal dunia pada tahun 110 H. Saat
itu Abu Hanifah menginjak usia 30 tahun, dengan demikian bisa dipastikan
Abu Hanifah hidup di tengah berbagai aliran pemikiran saat itu dengan
kecerdasan dan kemampuan yang dia miliki. Bahkan sejarah mengabadikan
berbagai aliran pemikiran dan perdebatan antar kelompok keagamaan. Inilah
yang disebut era terakhir sahabat.2 Jika yang dimalaud Adz-Dzahabi adalah
ilmu kdam dalam pengertian sebagai diran pemikiran dengan sekolah-
sekolah atau buku-buku khusus untuk itu, keberadaannya baru ada setelah
masa yang tengah kita bahas ini, dan itu bukan yang dimaksud oleh kedua
riwayat di atas, yang dimaksud hanyalah majlis-majis perdebatan yang ada
pada saat itu.
Pemahaman terhadap riwayat ketiga selanjutnya berikut mem-
perkuat hal tersebut yang menegaskan Abu Hanifah memiliki andil dan
kecenderungan dalam berdebat sebelum menekuni bidang 6kih. Riwayar
ini juga dikuatkan oleh metode Abu Hanifah dalam menulis dan membahas
masalah-masalah akidah seperti yang akan kami jelaskan selanjutnya.
Diriwayatkan dari Yahya bin Syaiban, Abu Hanifah berkata, "Aku
memiliki kemampuan berdebat, selang berapa lama aku habiskan usiaku
Riwayat pertama disampaikan oleh pcrnilik Tdilh Bdghdad,Al-Makki dalam Al-Manaqib, N-Bnzazi
dalam Al-Manaqlb dan lainnya. Silakan baca; Abu Zrtrt, Abu Hanifah,hlm. 22.
Asy-Syahantani,Al-MihluaAn-Nihal(1133),lbnuTimiVh,Al-Furqat bairuAl-HaqgunAl-futhil,
hlm.l55.
I
)
Bab 5: Empat LllamaAhli Fikih... I 189
unftk berdebat. Sebagian besar orang-orang yang pandai berdebat berada
di Bashrah. Aku berkunjung ke sana sebanyak duapuluh sekian kali, kadang
tinggal di sana selama serahun, kadang kurang dan kadang lebih. Aku
b.rd.b"t dengan berbagai tingkatan kelompok Khawarij seperti kelompok
Ibadhiyah, shufriyah dan lainnya. Pada mulanya aku mengira ilmu kdam
adalah ilmu terbaik. Aku juga pernah menyatakan bahwa ilmu kalam
merupakan asas agama. Setelah itu aku mengevaluasi diri dan merenung
,.t"I*h usiaku beranjak, aku berkata datam hati, 'Para sahabat Nabi dulu
dan juga tabi'in tidak melewatkan suatu ilmu yang kami jumpai saat ini,
mereka lebih mampu untuk itu, dengan ilmu itu aku bisa mengetahui
hakikat segala sesuatu, bedanya para sahabat dan tabi'in tidak bertikai dan
berdebat dengan ilmu ini, mereka juga tidak mendalaminya, mereka justru
menahan diri dan melarang keras untuk itu'
Yang mereka perdalam adalah syariat dan fikih. Aku mengetahui
pandangan mereka terkait fikih, mereka saling duduk untuk itu, dan karena
hkih p,rl" mereka datang, mereka mengajar dan menyeru orang lain untuk
belajar, mendorong untuk belajar, memberi fatwa dan meminta fawa'
Kondisi seperti itulah yang terjadi pada periode Pertama para pendahulu
umat yang kemudian diteladani oleh generasi tabi'in'
Setelah mengetahui sifat-sifat mereka sePerti yang kami sebut ini,
kami akhirnya meninggalkan perdebatan dalam ilmu kalam, cukup tahu
saja, kami kembali ke manhaj salaf, kami terapkan teladan mereka dan
kami takukan apa yang mereka kerjakan, kami berteman dengan para ahli
di bidang itu. Kami tahu, siapa pun yang mendalami ilmu kalam adalah
mereka yang ddak memiliki ciri seperti salaf, tidak menempuh manhaj
orang-orang shalih, mereka adalah orang-orangy^ngberhati keras, tidak
p.rd,rli menyalahi Al-Qur'an, sunnah dan salaf ash-shalih, mereka tidak
memiliki sifat ward atauPun ketahvaan."r
Jika riwayat ini valid berarti telah menemPatkan ilmu kalam sesuai
posisinya dalam pengertian sebagai perdebatan antar kelompok-kelompok
keagamaan pada era di mana kerugian disiplin ilmu ini belum terlihat
jelas bagi Abu Hanifah jika dibandingkan manfaat yang didapatkan untuk
membela akidah. Karena itu setelah permasalahan ini jelas, Abu Hanifah
xuz*r^t ,,ltu Hanifah,hlm.24, penulis menukil riwayat ini dati Tatikh Baghfud(13133r.
190 t& eUa* Islam Menurut Empat Madzhab
segera beralih dan meninggalkan metode rersebur, meninggalkan disiplin
ilmu ini untuk mereka yang rela menghabiskan umur ranpa guna, seperti
dikuatkan oleh riwayat Adz-Dzahabi tentang sikap Abu Hanifah terhadap
berbagai kelompok keagamaan dan terhadap sejumlah permasalahan terkait
masalah ini. Adz-Dzahabi meriwayarkan dari Abu Yusuf, "Aku mendengar
Abu Hanifah berkata, Ada dua kelompok -dari Khurasan- yang mendatangi
kami karena ilmu ini; Jahmiyah dan Musyabbihah'."
Nadhr bin Muhammad meriwayatkan dari Abu Hanifah, dia berkata,
'J"h- dan Muqatil adalah orang fasik. Jahm terlalu berlebihan dalam
menyerupakan Allah dengan makhluk, sementara Muqaril terlalu berlebihan
ddam menafikan sifat-sifat Allah 't
Adz-Dzahabi meriwayatkan dari Hasan bin Ziyad Al-Lu'lu'i, dia
berkata, "Aku bersama Hammad bin Abu Hanifah mendatangi Dawud
Ath-Tha'i, saat itu terjadi suatu percakapan lalu Dawud berkata kepada
Hammad, Abu Ismail, apapun yang dikatakan oleh ahli ilmu kalam dengan
harapan bisa selamat, jangan sampai membicarakan tentang AI-Qur'an
selain yang disampaikan Allah terkait itu, karena aku pernah mendengar
ayahmu menyatakan, Allah memberitahukan kepada kita, Al-Qur'an
adalah kalam-Nya. Karena itu, barangsiapa yang mengamalkannya sepemi
yang Allah ajarkan padanya, berarti dia telah berpegangan pada tali yang
kuat. Tidak ada lagi hal lain setelah berpegangan pada tali erat selain jatuh
dalam kebinasaan.' Hammad berkata,'semoga Allah berkenan memberikan
balasan baik padamu, bagus sekdi penjelasanmu'."2
Adz-Dzehabi juga meriwayatkan dari Abu Bakar Al-Marwazi, "Aku
mendengar Abu Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata, 'Tidak benar
bagi kami jika Abu Hanifah menyatakan Al-Qur'an makhluk.' Aku
menyatal€n, 'Alharndulilhh Abu Abdullah, Abu Hanifah itu memiliki
kedudukan di bidang ilmu.' Dia berkata,'Subhanalhh, bukan hanya di
bidang ilmu, tapi juga dalam sifat wara', zuhud, dan lebih mementingkan
negeri akhirat, kedudukan Abu Hanifah dalam semua itu tidak bisa dicapai
oleh Ahmad. Dia dihukum cambuk agar mau menjabat hakim unruk
khalifah Abu Ja'far tapi dia tolak'."3
Adz-Dza\abi, Al - M a naq i b, hlm. 22.
Ibid,hlm.23.
Ibid,hlm.27.
I
2
3
Bab 5: Empat Ulama Ahli Fikh... ltr r9r
Sosok yang diliputi pengakuan ulama tepercaya seperti itu tidaklah
bermasalah jika ada yang menenrang di masanya. Dan ketika lini jihad
yang lebih bermanfaat terlihat jelas baginya, tidaklah bermasalah jika dia
berdih ke ranah tersebut.
Berdasarkan semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan sePerti
yang disampaikan oleh seorang peneliti di bidang ini sebagai berikuc Abu
Hanifah memiliki keahlian debat di bidang fondasi agama hingga memiliki
metode tersendiri dalam memahami masdah-masalah pokok agama dengan
kryakinan langkah tersebut dilakukan demi kepentingan akidah, membela
akidah di tengah-tengah perdebatan seputar masalah akidah di masa
itu. Abu Hanifah dalam berdebat menggunakan metode logika dari sisi
konstrulsi pemikiran dan kondisi y"ng ada di masanya. Perdebatan yang
dilakukan Abu Hanifah tidak sekedar untuk mencari kemenangan atas
pen&pat yang dikemukakan, tapi hakikat agenaiuayangmeniadi tujuan
utama. Karena itu saat Abu Hanifah menilai kebenaran tidak seperti yang
diduga sebelumnya, dia pun mengingatkan murid-muridnya agar menjauhi
perdebatan demi menyelamatkan agama dari pertarungan tersebut. Sdah
satu riwayat menyebutkan, Abu Hanifah melarang Putranya, Hammad,
saat terlihat tengah memperdebatkan ilmu kalam, murid-murid Abu
Hanifah pun berkata, "Dulu kami melihatmu berdebat, tapi sekarang kau
melarang berdebat.' Abu Hanifah berkata, 'Dulu kami berdebat namun kami
bingung karena khawatir kawan kami tergelincir, berbeda dengan kalian
yang berdebat dengan tujuan untuk lebih menggelincirkan kawan. Siapa
pun yang ingin menggelincirkan kawan, berarti menginginkan kawannya
kafir, dan siapa pun yang menginginkan kawannya kafir, berarti dia telah
kafir sebelum kawannya kafir'."r
Setelah itu Abu Hanifah berdih ke bidang fikih dan hadits hingga
ahli dan terkend di samping bidang akidah. Hanya sajaAbu Hanifah tidak
berhenti totd untuk berdebat di bidang masalah-masalah pokok agarna
saar diperlukan demi membela egar a,seperti perdebatan yang dia lakukan
dengan kdangan Ad-Dahriyah ddam menegaskan keberadaan Allah,
perdebatan dengan Khawarij yang mengkafrkan pelaku dosa besar. Riwayat
menyebutkan, utusan &tang menemui Abu Hanifah, mereka berkata, "Ada
I ManqibAbi Hanifah,lbnrtlBr,,^ti (lll2l).
192 e et ia*, Islam Mcnurut Ernpat Madzhab
dua jenazah di pintu masjid, sdah satunya jenazah peminum khamr yang
tersendak hingga mati, yang lainnya jenazah seorang wanita yang berzina,
setelah yakin hamil, dia bunuh diri.'Abu Hanifah bertanya, Apa agama
kedua jenazah itu, Yahudi?'
Mereka menjawab, 'Tidak.'Abu Hanifah menjawab, 'Atau Nasrani?'
Mereka menjawab, 'Tidak.'Abu Hanifah bertanya lagi, 'Majusi?' Mereka
menimpali, 'Tidak.'
Abu Hanifah bertanya keheranan,'Lantas apa- egememereka?' Mereka
menjawab, Agama yang bersaksi bahwa tidak ada Tirhan (y"rg berhak
disembah) selain Allah dan Muhammad addah hamba serta utusan-Ny".'
Abu Hanifah meneruskan pertanyaannya, 'Jelaskan kesalaian apa
itu, apakah nilainya sepertiga, seperempat atau seperlima dari keimanan?'
Mereka menjawab, 'Iman itu tidak ada yang sepertiga, seperempar ataupun
seperlima.'Abu Hanifah melanjutkan, 'Lalu berapa nilai imannya?' 'Iman
penuh,' jawab mereka pada akhirnya. Abu Hanifah menyatakan, 'Lalu
apa malsud pertanyaan kdian tentang orang-orangya;ng kalian pastikan
beriman?'
Mereka menyahut, 'Kami tidak akan mempedulikan hal itu.
Pertanyaan kami, apakah jenazah itu termasuk penghuni surga ataukah
penghuni neraka?'Abu Hanifah menjawab, 'Jika kdian tetap enggan,