arasi singasana allah 2

 


iceritakan dari

Jahm serta para ateis ekstrem dan serupanya, tentang penafian

nama-nama Allah yang paling baik (Al Asma' Al Husnal, adalah

kekufuran yang nyata, dan menyelisihi apa yang secara pasti

diketahui dari agama aasrr1."69

Bagian kedua, Penafian sifat-sifat, fidak termasuk

nalna-nama

Ini pendapatnya golongan Mu'tazilah, dan mereka

disepakati oleh Ibnu Hazm Azh-ZhahiiTo, Az-Zaidiyah, Rafidhah

Imamiyah, dan lbadhiyah. Mu'tazilah sepakat menamai Allah

dengan nama, namun menafikan sifat dari-Nya.

Ibnu Al Murtadha Al Mu'tazili berkata, "Kalangan

Mu'tazilah telah sepakat, bahwa alam ini memiliki pencipta yang

6 Majmu'Al Fataun 16/135,5/355,13/131); Dar'u Ta'arudh Al Aql m

An-Nasl(3/3671.

67 Mnhai As-Sunnah (2/523, 5241.

68 Syrh Al Aqidah Al Ashfahaniyyah(hal. 67).

6e An-Nubu,nt a/ (hal. 198).

70 Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql(5/249,2501.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

67

dahulu, kuasa, berilmu, hidup, yang tidak memiliki makna-makna

...'71

Bagian ketiga: Penetapan nama-nama dan

sebagian sifat, dan penafian sebagian lainnya

Ini pendapatrya golongan Kilablnh, Asy'ariyah dan

Matr"rridiyah.

Golongan Kilabiyah dan para pendahulu Asy'ariyah

menetapkan nama-nama dan sifat-sifat selain sifat-sifat

ikhtiyariyatlz (yakni yang terkait dengan kehendak dan pilihan-

Nya). Mereka bisa menalnvilkannya atau menetapkannya dengan

anggapan bahwa ifu adalah azali. Itu karena takutnya mereka akan

batasan klaim mereka tentang masuknya hal-hal baru kepada Dzat

A[ah73, atau pun menganggapnya termasuk sifat-sifat perbuatan

yang terpisah dari Allah yang tidak berdiri dengan-Nya-74

Sedangkan kalangan Asy'ariyah Muta'akhkhir bersama

golongan Maturidiyah, mereka menetapkan narna-nama dan tujuh

dari sifat-sifat, yaihr: hidup, ilmu, kuasa, mendengar, melihat,

berkehendak, dan berbicara. Sebagian kalangan Maturidiyah

menambahkan sifat kedelapan, yaifu at-tat<wirls (penciptaan).

Mereka menafikan sifat-sifat lainnya, dan menakwilkan nash-nash

yang ada serta mengalihkan makna-maknanya.

71 Bab dzilaAt Mu'bzilahdari kitab Al Mqah,* 414ma|$al. 6l-

uh. swrh Al ushut At Khamsh (hal. 151); Maqalat Al lslamiSyin (hal. 164,

165l; Majmu'N Fatawa (5/355).

72 Maimu,N Fatawa (13/131).

73 Mauqif lbni Taimiyah min Al Aqa'inh 12/5O6I

74 tbid.lz/*41.

75 L;h. Tuhfat At Mwidlhal. 63); Iqant Al Maram (hal. 107, L74); Kitab Al

Maturidigh dimsah w:a bqwim (hal. 239h Kibb Al Maturidvah wa Mauqifuhum

min Tauhid At Asma' tn Ash-shifatl2/43o1; Manhai Ahlus sunnah wal Jama'ah

vn Manhaj Al Aqa'imh ft Tauhidillah (hal. 401).

68 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Topik Kedua: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Al Asma' AI Husna

Pendapat pertama: Yang mengatakan bahwa

Allah tidak dinamai dengan sesuatu.

Ini pendapatnya golongan Jahmiyah para pengikut Jahm

bin Shafwan, dan para kaum ateis ekstrem, seperti Qaramithah

Bathiniyah, dan para filosof.

Golongan Mu'aththilah ini dalam ta'thil (penafian) nalna-

nama Allah, memiliki empat aliran, yaitu:

Aliran pertama: Cukup dengan menafikan penetapan.

Maka mereka mengatakan, "Dia tidak dinamai dengan

penetapan."

Aliran kedua' Dia tidak dinamai dengan penetapan dan

tidak pula dengan penafian.

Aliran ketiga: Diam dari kedua perkara ifu: penetapan dan

penafian.

Aliran keempat: Membeh.rlkan semua pendapat kendatipun

kontradiktif.

Golongan Mu'aththilah ini sepakat mengingkari semua

nama-nama, namun aliran mereka dalam pengingkamn berbeda-

beda.

1. Para penganut aliran pertama: Membatasi pada

pendapat mereka, bahwa Allah & mat memiliki nama, seperti

Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengetahui, dan serupanlp-

Sytrbhat mereka dalam hal itu:

Al Arasy (Singgasana Allah) 

69

A. Apabila Dia memiliki nama dari nama-nama ini, maka

mestilah Dia menyandang makna nama ifu, seperti hidup dan

ilmu. Lalu bila turunannya benar -yakni fun:nan dari nama, seperti

Al Aliim (Yang Maha Mengetahui)-, maka mengharuskan turunan

darinya -yakni sifatnya, yaitu a/ i/m (ilmu)-. Sedangkan itu adalah

mustahil menurut mereka.

B. Karena bila Dia dinamai dengan nama-nama ini, maka

itu adalah juga yang digunakan nama untuk selain-Nya, sedangkan

Allah Suci dari diserupai oleh selain-Ny6.76

Mereka adalah Mu'aththilah mumi -golongan yang

meniadakan nama-nama Allah-. Mereka menyebut orang yang

menamai Allah dengan nama-nama-Nya yang bagus sebagai

musyabbih (menyerupakan Allah dengan selain-Nya). Maka mereka

mengatakan, "Bila kami mengatakan: "# li tUunu Hidup lagi

Maha Mengetahui), berarti kami telah menyempakan-Nya dengan

selain-Nya yang hidup di alam. Begitu juga bila kami mengatakan:

,o , J o . . t ..

>i."CrJ F (Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat), berarti

kami telah menyempakan-Nya dengan manusia yang dapat

mendengar dan melihat. Bila kami mengatakan: i>3U\3.1 Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang), berarti kami telah

menyerupakannya dengan nabi yang pengasih lagi penyayang."

Bahkan mereka mengatakan, "Bila kami mengatakan:

|'-i'i (ada), berarti kami telah menyempakan-Nya dengan seluruh

yang ada, karena kesamaan dalam sebutan wuiud0<eberadaan)."77

Aliran ini dinisba&an kepada Jahm bin Shafwan.

76 Uh. Majmu'Al Fatawa16/35,3/L00]r' Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql

(3 / 367 | ; dan Kita b Ash -Sh a da lish (7 / 88-89, 9 6'97 l.

77 Mnhaj As-Sunnah (2/523,534).

70 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Jahm mengingkari

nama-nama Allah I$, sehingga ia tidak menamai-Nya dengan

sesuatu pun, tidak dengan hidup, dan tidak pula lainnya, kecuali

dalam bentuk kiasan."78

Ini juga pendapatnya golongan Bathiniyah dari kalangan

para filosof dan Qaramithah, karena mereka mengatakan, "Kami

tidak menamainya: p {Hia"n), tidak pula ifti (Mengetahui), tidak

puh ];ti (Kuasa), dan tidak nda S3J (Berbicara), kecuali kiasan

yang bermakna pasif dan penyandangan: Yakni Dia tidak jahil, dan

tidak lemah."79 Ini juga merupakan pendapatnya hnu Sina dan

yang serupanya.8o

2. Para penganut aliran kedua, Mereka tambah

berlebihan lagi, yaitu mereka mengatakan, "Dia tidak dinamai

dengan penetapan dan tidak pula dengan penafian. Tidak

dikatakan \'i'i (ada) dan tidak pula \*71 Oauf. ada). Tidak

nula p (hidup) dan tidak nda !i I Oa* hidup). Dalam

penetapan terkandung penyerupaan dengNr al maujudat (yang

ada; makhluk), sedangkan di dalam penafian terkandung

penyerupaan dengan al ma'dumat (yang tidak ada). Semua ifu

adalah penyerupaan."

Aliran ini dinisbatkan kepada para Mu'aththilah ekstrem

dari golongan Qaramithah Bathiniyah dan para penganut

filsafat.8l

78 Majmu' Al Fabwa (12/31U.

7e Majmu' Al Fatawa (5/3551.

ao Ash-Shada fitnh (1 / 299-3OOl.

81 Majmu'Al Fatawa 16/35,3/100); Sgrh N,4shfahaniyyh (hal. 76, 80).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 71

3. Para penganut aliran ketiga. Mereka mengatakan,

"Kami tidak mengatakan: Dia ada, tidak pula tidak ada, tidak pula

hidup, tidak pula mati. Maka kami tidak menafikan dua hal yang

berlawanan, tapi kami diam dari ini dan ini, sehingga kami

menolak masing-masing dari keduanya. Kami tidak menghukumi

dengan ini dan f,dak pula dengan ini, sehingga kami tidak

mengatakan: dia ada, tidak pula tidak ada, tapi kami tidak

mengatakan: Dia ada, dan tidak pula kami mengatakan: Dia tidak

ada."

Di antara manusia ada lnng menceritakan ini dari Al Hallaj.

Hakikat pendapat ini adalah kejahilan sederhana dan kekufuran

sederhana, yang intinya adalah berpaling dari mengakui Allah,

mengenal-Nya, mencintai-Nya, menyebut-Nya, menyembah-Nya

dan menyeru-Nyu-82

Para penganut aliran ini adalah orang-orang yang masa

bodoh lagi Udak mau tahu.

Pam penganut aliran kedua adalah orang-orang yang masa

bodoh yang bersikap tawaqquf, yang mengatakan: "Kami tidak

menetapkan dan tidak pula menafikan."

Pam penganut aliran pertama adalah para pendusta lagi

menafikan (meniadakan).

Kesimpulannya, masing-masing golongan itu

menghancurkan apa yang dibangun sebelumnya. lalu ketika para

penganut aliran pertama membatasi pada penafian dan menolak

menetapkan dengan alasan, bahwa didalam penetapan terkandung

penyerupaan-Nya dengan al maujudat (yang ada; para makhluk),

muncul para penganut aliran kedua, lalu menambah sikap

82 Kibb AslTslnda{iwh(l/96-981; S5nrh Al Ashfahaniph (hal. 84).

72 - 

Al Arasy(Singgasana Allah)

berlebihannya, dan menyatakan, bahwa di dalam penafian juga

terkandung penyerupaan-Nya dengan al jamidal ftenda; para

makhluk), sehingga mereka juga menolak penafian. Kemudian

muncul para penganut aliran ketiga, lalu menuduh para penganut

aliran kedua, bahwa mereka menyerupakan-Nya dengan al

mumtani'af (yang tertolak; yakni tidak mungkin), karena pendapat

mereka bertopang pada penafian (peniadaan) dua hal yang

berlawanan, sedangkan ini tertolak (tidak mungkin).

4. Para penganut aliran keempat, yaitu aliran para

penganut paham wihdatul wujud (menyatu dengan makhluk), yang

memberikan nama-nama Allah S kepada sesuatu di alam wujud,

karena menumt mereka, keberadaan segala sesuatu adalah inti

keberadaan-Nya, tidak ada perbedaan kecuali kemutlakan dan

pembatasan.83

Inilah puncak pendapat golongan-golongan Mu'aththilah84

dan puncak paham mereka dalam masalah penetapan, yaitu:

wujud muflak, yakni wujud imajinasi di dalam benak (pikiran), atau

wujud terbatas dengan faktor-faktor ekstemal.85

!

Pendapat kedua, Allah dinamai dengan dua nama

saia, yaitu AI Khaliq (YanS Maha Pencipta) dan AI

Qadir (Yang Maha Kuasa).

Pendapat ini dinisbatkan kepada Jahm bin Sha{ruan.

Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata, "Al Jahm dan yang

senrpanya mengatakan, bahwa Allah bukanlah sesuafu.

8 SSnrh Al Qashidah An-NungnhkaryaAl Hiras (2/726I

84 Ash-shafadiwh ll /98, 991.

s *n-snafaagan 0 /1t6, ttn.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 7l

Diriwayatkan juga darinya, bahwa ia mengatakan, 'Dia tidak

dinamai dengan suafu nama yang disandangkan pula kepada

makhluk'. Maka ia tidak menamai-Nya kecuali dengan Al Khaliq

(Yang Maha Pencipta) dan Al Qadir(Yang Maha Kuasa), karena ia

seorang jabari (penganut paham jabariyah), ia memandang bahwa

hamba tidak memiliki kekuasaan (kemampuan). "85

Beliau #g berkata, "Karena ifu mereka menukil dari Jahm,

bahwa ia tidak menamai Allah dengan sesuatu. Dan mereka juga

menukil darinya, bahwa ia tidak menamai-Nya dengan nama-nama

yang juga disandangkan kepada makhluk, seperti: yang hidup,

yang berilmu, yang mendengar, yang melihat, tapi ia menamainya

dengan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pencipta. Karena

menumtnya, hamba tidak berkuasa, sebab ia adalah pentolannya

kaum Jahmiyah Jabbariysft. "87

Pendapat ketiga: Penetapan nama-nama tanpa

sifat-sifat.

Ini pendapatnya golongan Mu'tazilah, dan mereka

disepakiti oleh Ibnu Hazm Azh-Zhahiri. Dalam hal ini, golongan

Mu'tazilah diikuti oleh golongan Az-7aldiyah, Rafidhah Imamiyah

dan sebagian Khawarij.

Mu'tazilah sepakat menamai Allah dengan nama namun

menafikan sifat dari-Nya.

Ibnu Al Murtadha Al Mu'tazi berkata, "Golongan Mu'tazilah

telah sepakat, bahwa alam ini memiliki Dzat yang mengadakan

tt6 Mnhai As-Sunnah 12/526, 527); Al Ansab kartp As-Sam'ani 12/133).

$t Dar'u Tabrudh Al Aql un An-Naql(LBT; Maimu'Al Fatawa(8/M0l.

74 

Al Arasy (Singgasana Allah)

(pencipta), yang qadim, kuasa, berilmu, hidup, yang tidak memiliki

makna-makna."s

Ibnu Hazm menyepakati golongan Mu'tazilah dalam hal itu,

karena ia memandang, bahwa Al Asma' Al Husna seperti Yang

Maha Hidup, Yang Maha Mengetahui dan Yang Maha Kuasa,

sekedudukan dengan nama-nama alam yang tidak menunjukkan

kepada hidup, ilmu maupun kuasa. Dan ia berkata, "Sama sekali

tidak ada pertedaan antara yang hidup dan yang berilmu dalam

makna."89

Golongan Mu'tazilah dalam hal penafian sifat-sifat memiliki

dua alirant

Aliran pertama: Menjadikan narna-nama seperti simbol-

simbol mumi lang sinonim, lang tdak di sandangkan kepada yang

dinamainya berdasarkan makna png berdiri dengannya. Dengan

begifu mereka menganggap nama-narna ini sebagai simbol-sirnbol

mumi yang tidak menunjukkan kepada suafu sifat. Yang mumi

artinya yang khusus lagi hampa dari menunjukkan kepada sesuafu

yang lain. Maka mereka mengatakan, "sesungguh"yu i$i Uang

Maha Mengetahui) , 'Pii (Yans Maha Mengetahui) , 'e*Ai (Yang

Maha Mendengar) dan sebagainya, adalah simbol-simbol Allah

yang tidak menunjukkan kepada sifat-sifat. Itu bila dikaitkan

dengan penunjukkannya kepada safu dzat, maka itu adalah

sinonim. Yaifu seperti halnya engkau menamai safu dzat dengan:

Zaid, Amr, Muhammad dan Ali. Nama-nama ini adalah nama-

8 Kitab Dzla Al Mu'tazilah (hal. 6); Starh N Ushul Al Khamsh (hal. 151);

Maqalat Al Islamiyyin (hal. 16+165).

se Al Fashl(2/161); $arh N Ashfalnngah (hal. 76h Dar'u Tabrudh Al Aql

un A n - Naq I (5 / 249 -2501.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 75

nama sinonim, dan itu adalah simbol-simbol yang kosong, tidak

menunjukkan kepada sifat dzat yang dinamai dengan itu."90

Aliran keduar Di antara mereka ada yang mengatakan,

bahwa setiap simbol darinya tersendiri. Maka Allah dinamai W

(Maha Mengetahui) dan ;-# (Maha Kuasa), dan nama-nama ini

bukan sinonim, tapi tidak berarti bahwa di sana ada kehidupan

atau kekuaraan.gl Karena itu mereka mengatakanr gj9 LW

(Mengetahui tanpa ilmu), ,)*X.;-* (Kuasa tu.,iu k"k uruur,),

* \."#(Mendengar tanpa pnndungur*), 4. ^)-1 >i

Melihat tanpa penglihatan).

Pendapat keempat: Penetapan AI Asma' AI

Husna disertai dengan penetapan makna-makna

sebagiannya dan menyimpangkan makna-makna

sebagian lainnya.

Ini pendapakrya golongan Kilabiyah, Asy'ariyah dan

Maturidiyah.

Mereka itu walaupun menyepakati Ahlussunnah wal

Jama'ah dalam menetapkan lafazhiafazh nama-nama yang paling

baik lAl Asma' Al Husnal, tapi menyelisihi mereka dalam

menetapkan sebagian dari makna nama-nama tersebut.

Sebagaimana diketahui, bahwa setiap nama dari nama-

nama Allah mengandung sifat. Sementara golongan Kilabiyah,

Asy'ariyah dan Mafuridiyah memiliki pendapat mengenai sifaf-sifat

Snng menyelisihi pendapat Ahlussunnah wal Jama'ah. Golongan

Kilabiyah dan para pendahulu Asy'ariyah menafikan sifat-sfiat

eo at-Tuhfah Al Mahdiwh Snrh Ar-Risalah At-Tadammuriwh(1/46\.

er At-Tuhfah Al Mahditnh(l/461.

76 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

perbuatan ikhtiyanyah (yang berkaitan dengan kehendak), dan

selanjutnya mereka tidak menetapkan sifat-sifat yang dikandung

oleh nama-nama itu bila termasuk kategori ini, seperti ',i.At (Yang

Maha Pencipta), $t\".-)t (Yang Maha Pemberi rezel<rl dan

serupanya, sebagaimana yang nanti akan dijelaskan saat mengulas

tentang sikap mereka terhadap sifat-sifat ini.

Adapun, kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah disertai

golongan Maturidiyah, tidak menetapkan sifat-sifat selain tujuh

sifat, yaitu (ilmu, kuasa, hidup, mendengar, melihat, berkehendak

dan berbicara. Sebagian golongan Maturidiyah menambahkan sifat

kedelapan, yaitu at-takwin (penciptaan). Jadi menunrt mereka,

nama ifu bila menunjukkan kepada sifat-sifat yang mereka

tetapkan, maka mereka menetapkan makna yang difunjukkannya,

dan bila menunjukkan kepada selain apa yang mereka tetapkan,

maka mereka mengalihkannya dari hakikatryra dan mengganti

maknanya.

Sebagaimana diketahui, bahwa tidak ada di dalam masalah

nama-nama dari sifat-sifat yang mereka sebutkan ifu kecuali lima

saja, yaitu' d,-#ji ffang Maha Mengetahui) , ';|jiii (Yang Maha

Kuasa), !.ii lVu"g Maha Hidup), 'd"Ii (Yang Maha Mendengar),

dan '.*l-r.oii Uung Maha Melihat). Kelimanp ini mereka tetapkan

makna-maknanya, walaupun di antara mereka ada yang

mengembalikan sifat 'd..Ii (Yang Maha Mendengar), dan 'bii

Al Arasy (Sing:gasanaAllah) 

- 77

(Yang Maha Melihat) kepada pji 1ifmd, namun mayoritas mereka

menyelisihi itu.92

Nama-nama lainnya yang tidak sesuai dengan sifat-sifat

yang mereka tetapkan, maka mereka tidak menetapkan makna-

makna yang ditunjukkannya, bahkan mereka mengalihkannya,

seperti mereka mengalihkan makna'"*1i (rahmat; kasih sayang) di

dalam nama-Nya |fr,Ji (Yang Maha Pengasih) kepada, kehendak

pahala, atau kehendak memberi nikmat. Dan Sijr (kecintaan) di

dalam t\i.ii (Yang Maha Mencintai) mereka alihkan kepada:

kehendak menyampaikan kebaikan.93

Topik Ketiga: Tingkat Ta'thil Mereka Dalam

Masalah Sifat-Sifat Allah &

Pendapat pertama: Menafikan semua sifat

Ini pendapatnya golongan Mu'athithilah ekstrem, di

antaranya adalah golongan Jahmiyah, para pengikut Jahm, dan

para filosof, baik para penganut paham filsafat mumi seperti Al

Farai, atau pun filsafat Bathiniyah Rafidhah isma'iliyah seperti Ibnu

Sina dan Ikhwan Ash-Shafa, atau pun filsafat sufiyah Ittihadiyah

seperti hnu Arabi dan lbnu Sab'in. Pendapat yang menafikan sifat-

sifat ini adalah juga pendapatnya golongan Mu'tazilah dan yang

e2 Lubb An-Mqull<arVa Al Makalati (hal. 213, 2L4l; SWrh Al Ashfahaniyah

(hal. 445); Al Musapnh karya hnu Al Hammam (hal. 57); Al MatundeiSnh

Dirasah un Taqwim (hal. 264); Al MaturidiJnh wa Mauqifuhum min Tauhid Al

Asma' on Ash-Shifat(2/4731; Manhaj Ahlis Sunnah wa Manhaj N Aqn'irah fi

At-TauhidhaL 409).

e3 Slarh Al,4sma' Al Husnakann fu-Razi hal. 2871.

78 

Al Arasy (Singgasana Allah)

mengikuti mereka, seperti golongan Zaidiyah, Rafidhah Imamiyah,

Khawarij dan lbadhiyah, dan ini juga merupakan pendapakrya An-

Najjariyah dan Adh-Dhirariyah.

Mereka semua tidak menetapkan sifat-sifat bagi Allah &.

Metode dan cara pengingkaran mereka terhadap ifu bermacam-

macam, tapi bisa dikelompokkan menjadi dua jenis, laifu:

1. Para Mu'athithilah ekstrem.

2. Mu'tazilah dan yang menyepakati mereka.

1. Golon gan Mu'athithilah Elrstrem'

Mereka menolak penetapan dengan cara apa pun. Dan

dalam penafian ini ada beberapa tingkatan pada mereka:

Tingkat pertama: Tingkat pendustaan lagi

menafikan (meniadakan).

Ini yang dianut oleh golongan Jahmiyah dan segolongan

filosoP4, dan ini juga merupakan pendapat Ibnu Sina dan yang

serupanya.95

Mereka menyifati Allah dengan sifat-sifat pasif secara detail,

dan tidak menetapkan bagi-Nya kecuali wujud mutlak yang tidak

ada hakikatrya saat terjadinya, tapi kembali kepada wujud

(keberadaan) di dalam pikiran lnng mencegah penghakikatannp

di alam nyata.% Jadi mereka menyifatinya dengan pasif dan

penyandangan-penyandangan tanpa sifat-sifat penetapan, dan

menjadikannya sebagai wujud muflak dengan sSnrat mutlak.

% Majmu' Al Fatavua pn -81.

es Ash -sha fadiph (t /299-wol.

% Maimu'Al Fatava $n\ St/afi Al Ashfalnn$ah(hal. 511; 1521.

AlArasy(SinggasanaAllah) 

79

Sementara telah diketahui dengan akal sehat, bahwa ini tidak

terjadi kecuali di dalam pikiran, tidak pada alam nyata yang keluar

darinya.9T

Tingkat kedua: Tidak peduli (masa bodoh) yang

ber-tawaqquf.

Yaitu mereka yang mengatakan: Kami tidak menetapkan

dan tidak pula menafikan. Tingkat penafian ini dinisbatkan kepada

kalangan Mu'aththilah ekskem dari kalangan qaramithan

Bathiniyah yang berfilsafat. 98

Mereka ini ekstremnya para ekstremis,99 karena mereka

menarik dari-Nya dua hal yang berlawanan, sehingga mereka

mengatakan, "'p\il-ii 13 iti'i f Oiauf mauiud(ada) dan tidak

pula ma dum (frdakad{. tf , t 7 t ffiaa. hidup dan tidak pula

mati). bE li il.ti, I ftidak berilmu dan tidak pula jahil)." Karena

mereka menyatakan, bahwa bila mereka menyifatinya dengan

penetapan, berarti menyempakannya dengan al mauiudal (yang

ada; makhluk), dan bila mereka menyifatinya dengan penafian

(peniadaan) berarti mereka menyenrpakannya dengan al ma'dumat

(yang tidak ada), karena itu mereka meniadakan dua hal yang

berlawanan. Sedangkan ini tertolak di dalam akal. Dan mereka

mengganti apa-apa yang Allah furunkan dari Al Kitab, dan apa-

apa yang dibawakan oleh Rasul is, sehingga mereka terjemmus

ke dalam hal yang lebih buruk daripada apa yang mereka hindari.

Karena mereka menyerupakannya dengan al mumtani'af (yang

tertolak; yakni tidak mungkin) ketika mereka meniadakan dua hal

e7 Maimu' Al Fabwa (3/81.

e8 Swrh Al Aqidah N Ashfahaniyah (hal. 76).

e Majmu' Al Fatawa(3/100).

80 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

yang berlawanan seperti halnya memadukan dua hal yang

berlawanan. Sedangkan keduanlra termasuk al mumtani'at

(tertolak; yakni tidak mungkin). 100

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan

Qaramithah, yaifu orang-orang yang mengatakan, 'Dia tidak

disifati bahwa Dia hidup, tidak pula mati, tidak pula berilmu, tidak

pula jahil, tidak pula kuasa, dan tidak pula lemah'. Bahkan mereka

mengatakan, 'Dia tidak disifati dengan aktif dan tidak pula dengan

pasif (tidak dengan positif dan tidak pula dengan negatif). Sehingga

tidak dikatakan: hidup lagi berilmu, dan tidak pula: tidak hidup lagi

tidak berilmu. Tidak pula dikatakan: Dia Maha Mengetahui lagi

Maha Kuasa, dan tidak pula dikatakant Dia tidak kuasa dan tidak

mengetahui. Tidak pula dikatakan: Dia berticara lagi berkehendak,

dan tidak pula dikatakan: Dia tidak berticara lagi tidak

berkehendak'. Mereka berkata, 'Karena di dalam penetapan

terkandung penyerupaan dengan apa yang ditetapkan baginya

sifat-sifat ini, dan di dalam penafian juga terkandung penyerupaan

dengan apa yang dinafikan darinya sifat-sifat irri'."101

Tingkat ketiga: Tidak peduli lagi tidak mau tahu.

Yaitu orang-orang yang mengatakan, "Kami tidak

mengatakan, cJ l:r'* It pfr li )1'. 

'1o,uJ &ukan yans

ada, dan bukan pula yang tidak ada. Bukan yang hidup dan bukan

pula yang mati). Maka kami tidak menafikan dua sifat yang

berlawanan, tapi kami diam dari ini dan ini. Maka kami menolak

masing-masing dari dua sifat yang berlau/anan. Kami Udak

menghukumi dengan ini dan tidak pula dengan ini, sehingga kami

tN Majmu' Al Fatawa (3/7 -81.

LoL S*rh 4l Aqidah Al Ashfahan$r,h11rat. 76).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 81

tidak mengatakan: ?\:r.ji lj i1.=. 

'1.J lUukan yang ada, dan

bukan pula yang tidak ada), tapi kami juga tidak mengatakan: '$

5:i7 (Dia ada), dan kami juga tidak mengatakan, ijG; 3ra pia

tidak ada).

Di antara manusia ada yang menceritakan ini dari Al Hallaj.

Dan hakikat pendapat ini adalah kejahilan sederhana dan

kekufuran sederhana, yang intinya adalah berpaling dari mengakui

Allah, mengenal-Nya, mencintai-Nya, menyebut-Nya, menyembah-

Nya dan menyeru-Nya.loz

Tingkat keempat: Para penganut wihdaful wujud

(menyatu dengan makhluk).

Yaitu mereka yang membedakan Sang Pencipta dengan

sifat-sifat yang membedakan-Nya dari para makhluk, dan mereka

mengatakan, bahwa keberadaan Pencipta adalah keberadaan

makhluk. Sebagai contoh, mereka mengatakan,bahwa Allah

adalah yang berbicara dengan segala perkataan yang ada. Dan

mengenai ini lbnu Arabi berkata,

'itb.: ;:; ri;r? ir; # [* io[,

,tt

c)eJt)i

'iq);'J'-( i\;* # gf.. lE LA,i ,r'*

" Ketahuilah, bahwa setiap ucapan di alam wujud adalah

perkataan-Nya,

baik ifu kita yang mengirzngnya maupun menryslnnya.

Ifu mencakup segala yang tercipta,

toz Ash-Shada ftyali (1 / 96-981.

82 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

karena dari-Nya permulaan dan kepada-NJn akhirvy,p-"1o3

Mereka menyatakan, bahwa Dia berbicara dengan lisan

setiap yang berbicara. Menurut mereka, tidak ada pertedaan

antara ucapan Fir'aun: Jti '$.t tJ "Akuluh fuhanmu 5nng

paling tinggt." (Qs. An-Naazi'aat l79l:241, dan: llr; n*'*li U

q-j "Aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (Qs. Al

Qashash [28]: 38), dengan ucirp.un yang didengar oleh Musa: 4l

,tf)J.iy'!a *?: r;:*tt6\tatr hr uf "saunssuhnsaAkuini

adalah Allah, tidak ada Tuhan (yan7 haq) selain ,4ku, maka

sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (Qs.

Thaahaa l2Ol: L4l.

Bahkan mereka mengatakan, bahwa Dia mengucapkan

pada segala sesuatu, sehingga tidak ada yang berbicara kectrali

Dia, dan tidak ada yang mendengar kecuali Dia, bahkan termasuk

ucapan Musailamah Al Kadz&ab (sang pendusta), Dajjal, dan

Fir'aun. Mereka menyatakan, bahwa ucapan-ucapan mereka ifu

adalah ucapan-Nya.lo4

Ini pendapatnya para penganut paham wihdatul wufi.d,

seperti Ibnu Arabi, Ibnu Sab'in, Ibnu Al Faridh dan Al AIif At-

Tilmisani.

Asal madzhab mereka adalah masing-masing dari wufud Al

Haq fi<eberadaan Dzat Yang Maha Had dan tsubut al khafu

(tetapnya ciptaan) adalah sama dengan yang lainqp dan

membutuhkan-Nya. Mengenai ini hnu fuabi berkata,

Lo3 Al Futulhat Al MakkiJryh(4/1471i terbitan Dar Shadh Bdrut.

rM kgthut Al Murtad M. 3491.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

A3

l!ze 1z lze zz tt )llolz tto.a

oJ.c+l; ,g.b_) l* oJ--el1 G.4

" Maka Dia menyembahku dan aku menyembah-Nya,

dan Dia memujiku dan aku memuji-Ny2."lo5

Ia juga berkata, "Sesungguhnya Al Haq disifati dengan

semua sifat hamba yang muhdats (yang baru; yang diadakan), dan

yang muhdals disifati dengan semua sifat Rabb, dan keduanya

adalah sesuafu yang satu, karena secara hakikat tidak ada

perbedaan wtjud dan 7tu6u7."lo6

Karena menumt mereka, Dia disifati dengan semua sifat

kekurangan, ketercelaan, kekufuran, kekejian, kedustaan, dan

kejahilan, sebagaimana Dia juga, menumt mereka, disifati dengan

sifat-sifat kemuliaan dan kesempumaan. Maka Dia adalah yang

mengetahui dan juga yang jahil, yang melihat dan juga yang buta,

yang beriman dan juga yang kafir, yang menikahi dan juga yang

dinikahi, yang sehat dan juga yang sakit, yang berdoa dan juga

yang memperkenankan, yang berbicara dan juga yang

mendengarkan. Dan menurut mereka, Dia adalah identitas alam,

tidak ada hakikatnya, terpisah dari alam. Mereka juga kadang

mengatakan, bahwa Dia bukan alam dan bukan yang lainnya.

Mereka juga kadang mengatakan, bahwa Dia alam yang juga

selainnya. Ucapan-ucapan lainnya yang seperti ini, yang

memadukan makna antara dua hal yang berlawanan disertai

penafian dua hal yang berlawanan.loT

Golongan Ittihadiyah memadukan antara penafian umum

dan penetapan umum, sehingga menurut mereka, bahwa Dzat-

ros Fushush Al Hikam (1/83).

106 gun6u1 41 Murtad hal. 397, 398).

ro7 Baghat Al Murtad hal. 4O8).

84 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Nya tidak mungkin terlihat dengan keadaan apa pun, dan Dia tidak

memiliki nama, tidak pula sifat, dan tidak pula ciri, karena Dia

adalah wujud yang mutlak yang tidak dapat dipastikan. Dan dari

sisi ini, maka Dia tidak terlihat dan tidak bemama.

Mereka juga mengatakan, bahwa Dia tampak dalam sama

benfuk. Dan menurut mereka, bahwa ifulah al wujud alismi (wujud

nama), bukan wujud dzati $mtjud dzat). Dari sisi ini, maka Dia

terlihat di segala sesuatu, dan tampak di segala yang maujud (yang

ada), tapi tidak mungkin Dia melihat diri-Nya sendiri. Bahkan

terkadang mereka mengatakan seperti yang dikatakan oleh hnu

Arabi, "Engkau melihat segala sesuatu pada-Nya."

Terkadang mereka mengatakan, "Dia terlihat di dalam

segala sesuafu, dan ifu adalah penampakkan-Nya dalam benfuk."

Terkadang juga mereka mengatakan sebagaimana yang

dikatakan oleh Ibnu Sab'in,

,s; 6 i* ai 'l Lr;t # ,s j V '-ri 6; 6 i*

" Mab tidak melihat dzat 5nng tidak terlihat,

dan dzat yang tidak dilihat mata yang melihat"

Mereka kacau, karena apa yang mereka tetapkan adalah

dzat yang tidak ada mumi, karena yang mutlak tidak ada wujudnya

di luar adalah mutlak tanpa keraguan, maka tidak ada yang tersisa

kecuali apa yang mereka sebut penampakan. Sehingga Sang

Pencipta adalah intinya para makhluk, bukan yang lainnya. Mereka

mengakui kebingungan dan kontradiksi ini kendati mereka tetap

menganut ta'thil (pernfian) dan pengingkaran. 108

108 *nhut a1 Murtad hal. 4731.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

85

Mengenai ini hnu Arabi berkata,

6:$ * t,,Au.'j';tL: # (&'.:k i;iu.'dt'ot)

aaa ara

e rtldr G w1*, # $3* * i;\t'as 

"tl,

&:; ct.r >t;r\i" fi#ky ok Lt,;yr,.i|';t

t:':i * ol ifrir ttll: # til *',;y a51rle-p

araa ///

t:&, €:; :i\i rr e # irli'; uf 'J'; ui a

"Bila engkau mengabl<an dengan penSrucian, maka engkau

membabsi,

dan bila engkau mengatakan dengan penyerupaan maka engkau

membatasi.

Bila engkau mengatakan dengan maka engkau benar,

dan engkau menjadi imam dan pemimpin dalam

pengetahuan.

Maka mengatakan penyertaan, maka ia musyrik,

dan siapa yang mengatakan kesendiian, maka ia muwahhid.

Maka hendaklah engkau menjauhi penyerupaan bila engkau

kdua,

dan hendaHah engkau menjauhi penSrucian bila engkau sendirian.

hgkau bukanlah Dia, tapi engkau adalah Dia, dan engkau

melihat-Nya

.s 9.lJ-,

85 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

di mata perkara-perkara itu secara jelas dan *erbatas."lo9

Ringkasan perkataan para mu'aththil ekstrem:

Perkataan para mu'aththil ekstrem yang telah disebutkan

berporos pada salah satu dari dua asal'

1. Asal pertama:

Penafian dan ta'thil yang berarti ketiadaan. Yaitu

menetapkan Al Haq tidak ada wujud-Nya, sama sekali tidak ada

hakikatnya di luar, dan Dia hanyalah perkara mutlak di dalam

pikiran. Inilah yang dianut para golongan pendusta yang

menafikan, golongan yang tidak peduli lagi ber-fawaqquf, dan

golongan yang tidak peduli yang tidak mau tahu.

2. Asal kedua,

Mereka menetapkan Al Haq adalah inti wujud para

makhluk, maka para makhluk tidak memiliki pencipta selainnya,

dan Dia bukan Rabb segala sesuatu dan bukan pula pemiliknya.

Inilah yang dianut oleh para ahli wihdatul wuiud al lttihadiyah (para

penganut paham menyafunya tuhan dengan makhluk) di salah safu

dari dua keadaan mereka. Jadi inilah hakikat pendapat orang-

orang itu, walaupun sebagian mereka tidak menyadari itu.

Karena itu para ekstremis dari golongan Qaramithah,

Bathiniyah, filosof, dan Ittihadiyah mempakan copian Jahmiyah

yang telah dibicarakan oleh para salaf dan para imam, namun

mereka lebih dekat kepada Islam. Karena perkataan golongan

Jahmiyah juga berotasi pada kedua asal ini, karena mereka

menunjukkan kepada manusia dan masyarakat umum, bahwa

loe Baghat Al Murtad(hal. 5271.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

gz

Allah ada dengan dzat-Nya di segala tempat, atau mereka

meyakini itu.

Dalam kenyataannya, mereka menyifatinya dengan

kepasifan yang berarti meniadakan, seperti ucapan mereka: Tidak

di dalam alam dan tidak pula di luamya. Tidak terpisah dari alam

dan tidak pula bersamanya. Tidak bersatu dengan alam dan tidak

pula terpisah darinya. Dan ucapan-ucapan sempa lainnya.

Perkataan pemula golongan Jahmiyah dan akhir mereka

berputar pada dua asal ini'

1. Penafian dan ta'thil yangmengindikasikan ketiadaannya.

2. Atau: penetapan yang mengindikasikan bahwa Dia

adalah para makhluk, atau bagian darinya, atau sifatnya.

Banyak dari mereka yang memadukan penafian dan

penetapan kedua hal yang berlawanan ini. Bila ditelisik dalam hal

itu, maka akan berkata, "ltu adalah kepasifan berdasarkan teori,

dan ini adalah penetapan berdasarkan realitas dan perasaan."

Sebagaimana diketahui, bahwa akal, dan perasaan, bila keduanya

bertentangan, maka lazimlah kebatalan keduanya atau kebatalan

salah sahrnya.llo

Ini adalah keadaan golongan Jahmiyah, mereka selalu

berbolak-balik antara penafian umum yang mutlak ini dan

penetapan umum yang mutlak. Mereka pada keduanya adalah

orang-orang yang bingung lagi sesat, tidak mengetahui Rabb yang

mana mereka diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. 1 1 1

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Golongan Jahmiyah

adalah golongan yang menafikan sifat-sifat, terkadang mereka

r1o 3rn6u1 41 Murtad hal.410), 411).

tlr Naqdh Ta'sis Al Jahmilryah (2/4671.

88 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

mengatakan apa yang berarti hulul dart ittihad (masuknya Tuhan

ke dalam makhluk dan bersatunya Tuhan dengan makhluk), atau

mereka menyatakan itu. Dan terkadang mengatakan apa yang

berarti juhud dan ta'thil (pengingkaran dan peniadaan). Maka yang

menetapkan di antara mereka tidak menyembah apa pun, dan

yang menetapkan di antara mereka menyembah segala

sesuatu."112

Tidak diragukan lagi, bahwa golongan Mu'aththilah lni,

dengan sikap mereka ini, berarti mereka telah berpaling dari

nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta ayat-ayat-Nya, dan mereka

menjadi orang-orang yang jahil mengenai-Nya, kafir kepada-Nya

dan lalai dari mengingat-Nya, serta hati mereka mati dari

mengenal-Nya, mencintai-Nya dan beribadah kepada-Nya. Ini juga

keadaan golongan Qaramithah Bathiniyah dan Mu'aththilah

dahiyah, karena mereka tetap di dalam gelapnya kejahilan

sesatnya kekufuran, mereka tidak mengenal Allah dan tidak

mengingat-Ny6.1ls

2- Mu'tazilah dan yang Sependapat dengan

Mereka

Golongan Mu'tazilah dan yang bersama mereka: golongan

Najjariyah, Dharariyah, Rafidhah Imamiyah, Zaidiyah, Ibadhiyah

dan lain{ain, adalah golongan yang sama dengan golongan

Jahmiyah dan para filosof dalam menafikan sifat-sifat114,

walaupun ada perbedaanlls antara golongan filosof dan

712 Majmu' Al Fatawa (6/391.

tL3 14ri-r' 41 Fatawa (6/ 481 dengan penyuntingan.

Lr4 Majmu' Al Fatawa (13/131).

rts 14ui-u' 41 Fatawa (6/511.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

89

Mu'tazilah, karena golongan Mu'tazilah bersafu di atas satu hal,

yaitu meniadakan penetapan sifat-sifat secara hakiki pada dzat dan

memisahkan darinya. Namun mereka ada dua aliran dalam sikap

mereka terhadap sifat-sifat:

Aliran pertama; Yang dianut oleh kebanyakan mereka,

yaifu menafikannya secara terang-terangan, sehingga mereka

mengatakan, bahwa Allah berilmu dengan Dzat-Nya tanpa ilmu.

Demikian juga mengenai sifat-sifat lainnya.

Aliran kedua, Yang dianut oleh sebagian mereka, yaitu

menetapkannya sebagai nama dan menafikannya sebagai

pertuatan, sehingga mereka mengatakan, bahwa Allah berilmu

dengan ilmu, dan ilmu-Nya itu adalah Dzat-Nya. Demikian juga

sifat-sifat lainnya. Maka mereka sama dengan pendapat pertama

dalam tujuannya, yaifu menafikan sifat-sifat.

Yang dimaksud dengan menafikan sifat-sifat menurut

persepsi mereka adalah meniadakan penetapannya secarcr hakiki

pada dzat dan memisahkan darinya. Demikian itu, karena mereka

menganggapnya sebagai inti dzat, sehingga Allah ifu berilmu

dengan Dzat-Nya tanpa ilmu, atau berilmu dengan ilmu namun

ilmu-Nya itu adalah Dzat-Ny6.116

Ada pandangan-pandangan lain di kalangan Mu'tazilah, tapi

semuanya satna dalam tujuannya dengan dua pendapat pertama,

yaitu berlepas dari menetapkan sifat-sifat secara hakiki pada dzat

dan memisahkan darinya. 117

tr6 4114r'1uri1u7 wa Ushuluhum Al Khamsah(hal. 100).

rr7 lbid. (hal. 101).

90 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Pandangan-pandangan Mu'tazilah ini dibawakan dari

mereka oleh golongan Zaidiyah, Rafidhah Imamiyah,ll8 lbadhiyah,

Ibnu Tumurt, 119 dan Ibnu 11urrr.12o

Jadi, Mu'tazilah memandang tidak mungkinnya berdirinya

(berlakunya) sifat-sifat pada-Nya, karena mereka meyakini bahwa

sifat-sifat adalah a'radh (bukan inti), sedangkan berdirinya

(berlakunya) a'radh (bukan inti) mengindikasikan hudut*nya (baru),

maka saat itulah mereka mengatakan, bahwa Al Qur'an adalah

makhluk, dan bahrra Allah tidak memiliki kehendak yang berdiri

dengan-Nya, tidak pula cinta, benci dan sebagainya.

Mereka mengembalikan semua yang disandangkan kepada

Allah dalam bentuk penyandangan makhluk, atau penyandangan

sifat tanpa berdirinya makna dengannya.121

An-Najjariyah

Mereka adalah para pengikut Husain bin Muhammad bin

Abdullah An-Najjar, yang meninggal kira-kira pada tahun 220 H.

Ia menyatakan, bahwa Allah S tetap pemurah dengan menafikan

kekikiran dari-Nya, dan Dia tetap berbicara dengan makna bahwa

Dia tidak lemah dari berbicara, dan bahwa perkataan Allah &

adalah muhdats (sesuatu yang baru) lagi makhluk. Ia juga

berpendapat dengan pendapatnya Mu'tazilah dalam masalah

118 p1 kalangan para pendahulu Rafidhah tidak ada yang mengatakan

penafian sifat-sifat (bahkan berlebihan dalam tajsim sangat masyhur dari para guru

mereka (seperti Hisyam bin Al Hakam dan serupanya. lstarh Al Ashfahan|nhh-

68).

119 Abu Abdullah Muhammad bin Tumur menganut madzhab Mu'tazilah

dalam menafikan sifat-sifat. (funrh Al Ashfahangah 6r. 23).

120 Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naqt(5/249,2501.

r2r 14ui-r' 41 Fatawa (6/L47, 148, 359).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

gI

tauhid, kecuali dalam masalah kehendak dan kemurahan, dan ia

menyelisihi mereka dalam masalah takdir, dan berpendapat irja'

(paham Murji'ahl.t2z

Adh-Dhariyah

Mereka adalah para penganut Dharar bin Amr Al

Ghathafani, yang meninggal kira-kira pada tahun 190 H. Ia

menyatakan, makna bahwa Allah berilmu lagi kuasa, bahwa Dia

tidak jahil dan tidak lemah. Begitu juga yang dikatakannya

mengenai semua sifat-sifat Yang Maha Pencipta mengenai diri-

Ny3.1zs

Masing-masing dari golongan Najjariyah dan Dharariyah

mengartikan nash-nash yang tsabit dengan makna-makna pasif,

sebagaimana yang dikatakan Al Baghdadi mengenai mereka,

"tanpa menetapkan makna atau faidah selain penafian penyifatan

dengan kebalikan dari sifat-sifat itu dari-Ny3."124

Golongan Jahmiyah, Mu'tazilah, Najjariyah dan Dharariyah

adalah seterus golongan Ahlussunnah pada masa fitnah pendapat

mengenai masalah bahwa Al Qur'an adalah makhluk.lzs

722 Maqalat Al Islamiyyin (l/341-3421; Ulh. Al Farq baina Al Firaq $al. 2O7l;

dan Al Mlal un An-Nihal(7/89,901.

723 714*u1u7 41 Islamijyin (l/239).

124 Al Farq baina Al firaq (hal. 215).

r25 7,4ui-u' 41 Fatawa (14/35L,352\.

92 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Pendapat Kedua, Menafikan Sifat-Sifat

Il<htiyariyah yang Berkaitan dengan Kehendak

Ini pendapatnya golongan Kilabiyah, para pengikut Abu

Muhammad Abdullah bin Sa'id bin Kilab. Juga pendapatnya Al

Harits Al Muhasibi,lz6 Abu Al Abbas Al Qalanisi, Abu Al Hasan Al

Asy'ari di fase keduanya, para pendahulu golongan Asy'ariyah

seperti Abu Al Hasan Ath-Thabari, Al Baqilani, Ibnu Faurak, Abu

Ja'far As-Samnani, dan yang terpengaruhi oleh mereka dari

kalangan Hanbali seperti Al Qadhi Abu Ya'la, Ibnu Aqil, Abu Al

Hasan bin Az-7aghuni, At-Tamimain dan lain{ain.l?7

Mereka disebut Ash-Shifatilryah, karena mereka

menetapkan sifat-sfiat Allah S dengan menyelisihi Mu'tazilah, tapi

mereka tidak menetapkan bagi Allah perbuatan-perbuatan yang

berdiri dengan-Nya yang berkaitan dengan kehendak-N5ra dan

kekuasaan-Nya, bahkan tidak pula selain perbuatan-perbuatan

yang tidak berkaitan dengan kehendak-Nya dan kelnaasaan-

Nyr6.12a

L26 Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata "Al Harits Al Muhasibi

menyepakatinya -yakni menyepakati lbnu Kilab-, kemudian dikatakan bahun ia

menarik kembali penyepakatannya. Karena Ahmad bin Hambal pernah

memerintahkan untuk mengucilkan Al Harits Al Muhasibi dan lain-lainnya dari

kalangan para sahabat Ibnu Kilabi ketika mereka menampakkan itu. Sebagaimana

png diperintahkan oleh As-Sari As-Saqthi (agar menjauhi sebagian perkataan Al

Harits. lalu mereka menyebutkan (bahwa Al Harits & bertaubat dari itu. Ia

seorang yang memiliki ilmu, keutamaan, kezuhudan dan perkataan mengenai

hakikat-hakikat yang cukup masyhur. Abu Bakar Al Kalabadzi (pengarang M4lat

Ash-Shufiyahl menuturkan ('Sesungguhnya ia mengatakan bahwa Allah berbicara

dengan suara'. Dan ini menyepakati pendapat orang ltang (bahwa ia

menarik diri dari pendapat lbnu Kilab." Majmu'Al Fatam(6/5271; (5221.

127 l42i,7tt' Al Fatawa (5/471\ (6/52 (53 14/1471; Sarn A

(tnl.78).

t28 14ui-u' 41 Fatawa (6/5201.

Al Arasy (SinggasanaAllah) 

93

Asal mereka berpendapat demikian dalam hal ini, bahwa

Allah tidak berdiri dengan-Nya apa-apa yang berkaitan dengan

kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya12e, tidak perbuatan dan tidak

pula selain perbuatan. 130

Perbedaan mereka dengan Mu'tazilah

Mu'tazilah mengatakan, "Al a'radh dan al hawadits tidak

menyafu dengan-Nya."

Golongan Mu'tazilah tidak memaksudkan al a'radh sebagai

penyakit dan cacat saja, tapi mereka memaksudkan itu sebagai

sifat. Mereka tidak memaksudkan al hawadits sebagai para

makhluk, dan tidak pula kejadian-kejadian yang terjadi dengan

tempat dan serupanya, yang biasa dimaksudkart manusia dengan

lafazh al hawadits, tapi yang mereka maksudkan adalah menafikan

apa yang terkait dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya dari

perbuatan-perbuatan dan lainnya. Sehingga mereka tidak

membolehkan berdirinya makhluk dengan-Nya, tidak pula istiwa',

tidak pula kedatangan, tidak pula pembicaraan, tidak pula

penyeman, tidak pula munajat, dan sebagainya dari apa yang

disifatkan bahwa Dia menghendakinya dan kuasa atasnya.

Tapi lbnu Kilab dan yang menyepakatinya menyelisihi

Mu'tazilah dalam pendapat mereka: " al a'radh tidak berdiri

dengan-Nya." Mereka mengatakan, "Sifat-sifat berdiri dengan-Nya,

tapi tidak disebut a'radh."

Mereka juga sependapat dengan Mu'tazilah dalam hal yang

mereka maksudkan dengan perkataan mereka: al hawadits tidak

r2e 114ui-u' 41 Fatawa (6/ 524).

t30 1,4ri*u' 41 Fatawa (6 /5221.

94 - 

Al Arasy (Sin8gasana Allah)

berdiri dengan-Nya, karena tidak ada satu perkara pun yang

berkaitan dengan kehendak-Nya, yang berdiri dengan-Nya. 131

Jadi mereka membedakan antara al a'radh -yakni sifat-

sifat- dengan al hawadits -yakni perkara-perkara yang berkaitan

dengan kehendak- 732 .L33

Golongan Kilabiyah dan yang mengikuti mereka menafikan

sifat-sifat perbuatan-Ny6,134 dan mereka berkata, "Bila itu berdiri

dengan-Nya, maka Dia menjadi tempat bagi al hawadits.

137 14ui.u'41 Fatawa (6/520,5211.

732 14ur'-u'41 Fatauta 16/525il.

133 Sebagai tambahan faidah (perlu disampaikan (bahwa perbedaan pendapat

mmgenai masalah ini ada empat pendapat:

1)- Pendapat golongan Mu'tazilah dan yang menyepakati

merekar Bahwa Allah (tidak ada sifat yang berdiri dengan-Nya (tidak pula perkara

yang berkaitan dengan kehendak-Nya dan pilihan-Nya. Inilah ucapan mereka:

"Tidak halal bagi-Nya al a'radh dan tidak pula al havndits."

2)- Pendapat golongan Kilabiyah dan yang menyepakati mereka'

Membedakan antam sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan ikhtiyanSah (yaitu mereka

menetapkan sifat-sifat dan menolak berdirinya dengan-Nya perkara yang berkaitan

dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya (baik itu perbuatan maupun bukan

perbuatan.

3). Pendapat golongan Kiramiyah dan yang menyepakati

mereka, Mereka menetapkan sifat-sifat, dan menetapkan bahwa perkara-perkara

yang berkaitan dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya berdiri dengan-Nya (tapi

ittr adalah hadits barul setelah sebelumnya tidak ada. Dan bahwa Dia menjadi

disifati dengan sesuatu yang baru dengan kekuasaan-Nya dan kehendak-Nya

setelah sebelumnya tidak demikian. Dan mereka mengatakan (bahwa tidak boleh

bergantiannya hawadits pada-Nya. Karena itu mengenai al hawadits mereka

membedakan antara pembaruannya dan kelazimannya (sehingga mereka

mengatakan dengan menafikan kelazimannya tanpa ke-hudut*annya.

4)- Pendapat Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Mereka menetapkan sifat-

sifat dan perbuatan-perbuatan ikhtiyariyah. dan bahwa Allah disifati dengan itu

sejak azali, dan bahwa sifat-sifat yang muncul dari perbuatan-perbuatan itu, dia

disilati dengan itu sejak qadim (walaupun akibat perbuatan itu muhdatsarh barul.

Dan inilah yang benar. (Majmu' Al Fatawa (6/520,5251.

134 5i1u1*11u1 filign $erbuatan) adalah yang terkait dengan kehendak-N5ra

(atau yang terpisah dari dzat (seperti istiwa' (turun (tertawa, datang (murka

(gembira. (Majmu' Al Fatawa (6/68,5/4L0).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

95

Sedangkan al hadits bila mewajibkan kesempumaan bagi-Nya,

berarti sebelumnya tidak ada, sedangkan itu adalah kekurangan.

Bila tidak mewajibkan kesempumaan bagi-Nya, maka tidak boleh

menyifati-Nya dengan iLr. " 135

Untuk menjelaskan perkataan mereka, kami katakan:

Sesungguhnya hal-hal yang disandangkan kepada Allah €E di

dalam Al Kitab dan As-Sunnah tidak terlepas dari tiga bagian:

Pertama: Menyandangkan sifat kepada yang

disifati.

Seperti firman Allah &,

*';:lorb>J'rr

" Dan mereka tidak mengetahui apa-ap dai ilmu Allah."

(Qs. Al Baqarah 12y 255\

;;.tr e.rar ,i bf;1r;?tr11.

"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi ruel<i Yang

Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Qs. Adz-Dzaariyaat

[51]' 58).

Bagian ini ditetapkan juga oleh golongan Kilabiyah, dan

mereka tidak menyelisihi Ahlussunnah dalam hal ini, sementara

golongan Mu'tazilah mengingkarinya.

Bagtan kedua: Menyandangkan makhluk.

Seperti firman Allah &:

tlrrLt 

"iur 

aiU

r* Maimu' Al Fa ta ua 16 / 691. Lih. sanggahan terhadap sg bt ini (6 / 1051.

95 - Al Arasy (Singgasana Allah)

" (Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya-" (Qs.

Asy-Syams [91]' 13)

Juga firman-Nya:

'#))")),e)*t

" Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang

thawaf." (Qs. Al Hajjl22l:26],.

Bagian ini, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan

kaum muslimin, bahwa yang di sandangkan ifu adalah makhluk.

Bagian ketiga {an ini poin yang dibicarakan di

sini-: Apa yang semakna dengan sifat dan perbuatan.

Seperti firman Allah &,

,r53 ;;\'{',

" Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung-"

(Qs. An-Nisaa' [4]: 164)

i.;vijQ ir i1

" Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menuntt

yang dikehendaki-Nya." (Qs. Al Maa'idah [5]: 1)

f JL,.*rtt'Jtl

"Karena ifu mereka mendapat murka sesudah (mendapaf

kemurkaan " (Qs. Al Baqarah [2]: 90).

Bagian ini tidak ditetapkan oleh golongan Kilabiyah dan

yang menyepakati mereka berdasarkan klaim mereka, bahwa a/

hawadits tidak menyafu dengan dzat-Nya. Maka berdasarkan ini,

Al Arasy (Singgasana Allah) 

97

menurut mereka, Dia berpadu dengan salah safu dari dua bagian

yang sebelumnya, sehingga (al hawadits itu) bisa berstatus:

t. Qadim yang berdiri dengan-Nya,

2. atau makhluk yang terpisah dari-Nya.

Menurut mereka, tidak mungkin ada sifat atau keadaan atau

perbuatan yang tidak qadim yang berdiri dengan-Nyu, dan mereka

menyebut masalah ini: "masalah masuknya al hawadits dengan

dzat-Nya."135 yuiL, seperti sifat kalam (berbicara), ridha, murka,

gembira, datang, tumn dan sebagainya. Kemudian, mereka

menalo,rilkan nash-nash yang ada mengenai ifu dengan salah safu

dari hal-hal berikut:

1. Mengembalikannya kepada sifat-sifat dzat dan

menganggapnya darinya, sehingga mereka menetapkan semua

sifat itu qadim azali. Mereka mengatakan, bahwa tumn-Nya,

datang-Nya, gembira-Nya, murka-Nya, ridha-Nya dan serupanya,

adalah qadim lagi azali.137 Sifat-sifat ini semuanya adalah sifat dzat

bagi Allah, dan bahwa itu adalah qadim lagi azali, tidak berkaitan

dengan kehendak-Nya dan pilihan-Nya. 138

2. Atau mereka menetapkannya termasuk kategoi nisbat

dan idhafah (penyandangan) mumi, yang berarti, bahwa Allah

menciptakan Arsy dengan sifat bawah, sehingga Dia menjadi ber-

istiwa' di atasnya, dan bahwa Dia menyingkapkan hijab-hijab yang

di antara diri-Nya dan para makhluk-Nya, sehingga Dia menjadi

datang kepada mereka, dan sebagainya. Dan bahwa pembicaraan

itu hanyalah memperdengarkan pihak yang diajak 61"*'u.139

136 14ui*u' 41 Fatavn (6/]4y'., 1471.

r37 Majmu' N Fatawa (5/4721.

r38 14ui-r' 41 Fa tatn (5/ 4l0l.

rse 714ui-u' 41 Fatavn (6/1491.

98 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Perkara-perkara dari sifat-sifat perbuatan ini terpisah dari

Allah, dan itu disandangkan kepada-Nya, dan bukannya sifat-sifat

yang berdiri dengan-Nya. Karena itu, banyak dari mereka

mengatakan, bahwa ini adalah ayat-ayat penyandangan dan hadits-

hadits penyandangan. Dan mereka mengingkari orang yang

mengatakan ayat-ayat sifat dan hadits-hadits .1fu1.140

3. Atau mereka menetapkannya sebagai "perbuatan-

perbuatan murni" pada para makhluk tanpa penyandangan dan

penisbatan.l4l

Seperti perkataan mereka mengenai istiwa', bahwa itu

adalah perbuatan yang dilakukan Rabb pada Arsy, yang berarti,

bahwa Dia mengadakan kedekatan pada Arty, sehingga Dia

menjadi ber-istiwa' di atasnya, tanpa berdirinya perbuatan ikhtiyari

dengan 611u1',.142

Seperti perkataan mereka mengenai furun, bahwa Dia

menciptakan a'radh (sifat; hal-hal yang bukan inti) pada sebagian

makhluk yang disebut turun.143

Golongan yang menafikan sifat-sifat ikhtiyariyah

menetapkan sifat-sifat yang mereka sebut aliyah, yaifu hidup, ilmu,

kuasa, kehendak, mendengar, melihat dan berbicara. Mereka

bersilang pendapat mengenai sifat abadi.

Secara umum, mereka menetapkan sifat-sifat khabariyah,

seperti wajah, tangan, dan mata, tapi penetapan mereka ini

terbatas pada sebagian sifat-sifat yang diberitakan Al Qur'an,

L4o 14ui-r' 41 Fatawa (5/471, 4721.

t41 14ui-r' 41 Fatawa (6/1491.

742 7,4ui-u' Al Fabwa (5/4371i Al Asma' wa Ash-Shifaf karlra Al Baihaqi

(hal. 517).

143 tr/12i1vvu' Al Fatawa (5/386).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

gg

karena penetapan sebagian mereka mengenai ifu termasuk

kategori tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah).

Adapun sifat-sifat khabanSnh yang terdapat di dalam As-

Sunnah, seperti tangan kanan, menggenggam, kaki dan jari-jari,

maka mayoritas mereka menalnvilkannya. 1&

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Bahkan para

pemuka ahli kalam (teolog) menetapkan sifat-sifat khabariyah

secara umum, walaupun dalam hal itu mereka berbeda-beda aliran,

seperti Abu Sa'id bin Kilab, Abu Al Hasan Al Asy'ari dan para

pemuka para sahabatnya, seperti Abu Abdullah bin Mujahid, Abu

Al Hasan Al Bahili, Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani, Abu Ishaq Al

Isfaraini, Abu Bakar bin Faurak, Abu Muhammad bin Al-Labban,

Abu Ali bin Syadzan, Abu Al Qasim Al Qusyairi, Abu Bakar Al

Baihaqi dan lain{ain. Tidak seorang pun dari mereka kecuali

menetapkan sifat-sifat khabargnh yang dikehendaki Allah is.

Sandaran madzhab menurut mereka adalah' penetapan setiap sifat

di dalam Al Qur'an.

Adapun sifat-sfiat yang disebutkan di dalam hadits, maka di

antara mereka ada yang menetapkannya, dan ada juga yang tidak

menetapkan[y6."145

14 Maimu' Al Fatavn 16/52l Maqif lbni

l3/7O34,1036).

r45 114ui-u' 41 Fabtn (4/L47, l48ll.

100 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Taimigh min Al Asrlt'irah

Pendapat Ketiga: Pendapat yang Mengatakan

Penetapan Tujuh atau Delapan Sifat Saja, dan

Menafikan yang Lainnya

Ini pendapatnya kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah dan

Maturidiyah yang tidak menetapkan sifat-sifat kecuali apa yang

ditetapkan akal saja. Adapun yang tidak dapat dicema akal

menumt mereka, maka mereka menyikapinya dengan takwil dan

ta'thil(meniadakan).

Dalam menetapkan sifat-sifat ini mereka tidak berdalih

dengan as-sam' (dalil sam'i ayat atau hadits), tapi mereka

membandingkan konotasinya dengan apa yang mereka klaim

sebagai logika.

Pendapat kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah ini mereka

dapatkan dari golonga Mu'tazilah, yaitu ketika cenderung kepada

bentuk tajahhum (paham Jahmiyah), bahkan filsafat. Dan mereka

membedakan pendapat Al Asy'ari dan para pemuka para

sahabatnya, yang tidak mengakui penyelisihan naql (dalll naql) dan

akal. Bahkan mereka mengemukakan dalil-dalil aqliyah (akal)

sesuai dengan as-sam'(dalil sam'i; dalil naql), Karena itu Al Asy'ari

menetapkan sifat-sifat khabariyah dengan as-sam' (dalil sam'i; dalil

naqli, sehingga ia tidak menetapkan dengan akal apa yang

menjadi lapangan as-sami bahkan apa yang ditetapkannya ifu

bertentangan dengan itu, dan ia menetapkan dengan as-sam'u apa

yang akal tidak mampu mencemanya.

Mereka menyelisihinya dan menyelisihi para imam para

sahabatnya dalam hal ini dan ifu, sehingga mereka tidak berdalih

dengan as-satn' (dalil naqn dalam menetapkan sifat-sifat, dan

AlArasy (SingeasanaAllah) 

101

mereka menyandingkan konotasinya dengan apa yang mereka

klaim dari logika.la6

Sifat-sifat tsubutiyah (tetap) menumt kalangan

Muta'akhkhir Asy'ariyah adalah: ,iirilis ,iriiiq ,l#,t ,;ti,ii

ilu3iq ,'':4t5 |$Jlti (hidup, ilmu, kuasa, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicar{.l42 Al Baqilani dan Imam Al

Haramain Al Juwaini menambahkan sifat kedelapan, yaitu 3lrriyi

(mengetahui).148

Sifat-sifat tsubutiyah menunrt golongan Mafuridiyahl49 u6u

delapan, ynitu: ,',-4t3 ,lglStj,iiriyii ,iruirtl ,!#tt ,;r$i

[-j33t2 ,i)(lJrt (hidup, ilmu, kuasu, b"rk"h"rdak, mendengar,

melihat, berticara dan penciptaan).lso Mereka mengkhususkan

penetapan sifat-sifat ini tanpa yang lainnya, karena inilah yang

ditunlukkan oleh akal, menumt persepsi mereka. Adapun sifat-sifat

lainnya, maka menumt mereka, Udak ditunlukkan oleh akal,

karena itu mereka berpendapat dengan menafikannya

(meniadakannyd.lsl

Mereka tidak menjadikan as-sam'u (dalil naqlllsebagai jalan

unhrk menetapkan sifat-sifat. Dan mengenai apa yang tdak

mereka tetapkan, ada dua aliran pada mereka:

7& Dar'u Ta'arudh Al Aql wa,4n-Naql(7/971.

r47 14ui-u'41Fataum (6/358, 359).

1'18 Tuhfat Al Mund (hal. 75). Sebagian Asy'arifnh bersikap tawaqquf

mengenai ini dan sebagian lainnp menafikannya.

Me 1ry*p1 N Mann (hal. 107, l74l; Jami' Al Mutun (1208h Nazhm Al

Famid(hal.24l; Al MaturidiWh Dirasah ua Taqwim (hd. 239).

150 Golongan Mahridiyah menetapkan sitat takwin (penciptaan);, dan itu

dianggap sebagai sifat qadim Srang berdiri dengan dzat Allah. Adapun golongan

As,lr'ariydh mernfikannya. [ih. Tuhfat Al MuridM.75l.

tsr Al Maturidit/ali Diraah un Tagwim(hal. 239).

102 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

1. Di antara mereka ada yang menafikannya.

2. Di antara mereka ada yang bersikap tawaqquf

mengenainya, sehingga tidak menghukumi dengan

penetapan dan tidak pula dengan penafian. Mereka

mengatakan, bahwa akal menunjukkan apa yang kami

tetapkan, dan tidak menunjukkan apa yang kami bersikap

tawaqqufrs2

Sifat-sifat yang tujuh yang mereka tetapkan itu mereka

menyebutkan sifaat al malani (sifaLsifat makna).

Tepatnya dalam istilah mereka adalah apa yang

menunjukkan kepada makna wujud yan$ berd,l 

1"."g*.!zat.,Da3

mereka tidak mengakui kecuali tujuh, yaitu: ,6)Jd, ,U1' cZ.l

i#tt ,l;lr, ,$!;tl.iirilii ftidup, ilmu, kuasa, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicara). Dan mereka menafikan sifat-

sifat makna yang lainnya, seperti: iitli 6.tu, kasih), 't;>:) 

kasih

sayang) dan iijr (kelembutan).

Sebagian mereka menambahkan apa yang termasuk sifat-

sifat hingga mencapai dua puluh sifat yang mereka bagi menjadi

empat bagian:

f . gilil,ir bt;.r, (sifat-sifat makna);

2 UFiJn bGAi (sifat-sifat maknawi);

S i[I.Jn'crtibli (sifat-sifat pasif); dan

+ ai3lt i.'.rl 1ri1u16iri1.

7s2 5*16 Al Ashfahanigh (hal. 9); Majmu'Al Fataon(6/3591.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

103

Sifat-sifat makna tadi telah dikemukakan, yaitu kadar yang

menurut mereka termasuk penetapan. Adapun tiga bagian lainnya,

maka tidak mengandung penetapan secara hakiki.

Bagian kedua: Sifat-sifat maknawi.

Yaitu hukum-hukum yang tetap bagi yang disifati

dengannya, yang disertai cela-cela yang berdiri dengan yang

disifati, yaitu keadaan-Nya: ,t:*i. ,tibi Uii:r ,t:;)i ,(A? ,b

LJ5'f ftridup, berilmu, kuasa, mendengar, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicara).

Anggapan ini tidak ada arahnya, karena secara hakiki

adalah pengulangan sifat-sifat makna yang telah disebutkan.

Kemudian, orang yang menganggapnya dari mereka, menganggap

ini berdasarkan apa yang mereka sebut L:-tXSt JJ6"J1 keadaan

maknawi), yang mereka klaim bahwa ; adalah il-,,t1

(pertengahan; tengah)yang bersifat tetap, yang tidak ?\3ii (tidak

ada) dan tidak pula \?T (add.lss

Intinya, bahwa ini adalah khurafat dan khayalan. Dan

bahwa akal sehat tidak menjadikan ilti (pertengahan; tengah) di

antara sesuatu dan kebalikannya. Karena segala varrs if'gn.'A

(udak ada) maka sudah pasti itu ?j:"i; (tidak ada), dan setiap yang

lt*.rit ttiauf. ada) sudah pasti itu 5:*V (ada). Dan tidak ada

ts3 711751 41 nfidd (hal. 771.

104 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

"+"rt (pertengahannya; tengahnya), sebagaimana hal ifu diketahui

oleh orang-orang yang berakal.1s4

3. Sifat-sifat pasif

Intinya menurut mereka adalah apa yang menunjukkan

kepasifan apa yang tidak layak bagi Allah dari Allah, tanpa

menunjukkan kepada makna wujud yang berdiri dengan dzat-

Orang-orang yang mengatakan ini menjadikan sifat-sifat

pasif ada lima, tidak ada keenamnya,lss yaitu menurut merekat

ii4ri 6iaar< berawal), lu:li luuual, ,2t:tih.'eJeJi (menyelisihi

makhluk), *:nj, (esa) dan ItJr |,|' fl.uru mutlak)yang mereka

sebut {-isli (berdiri sendiri), yaitu yang mereka maksudkan'

tidak membufuhkan pengkhususan dan tempat.ls5

Berdasarkan pengertian yang mereka sebutkan, maka

kelima ini tidak mengandung makna wujud, tapi mengandung

makna pasif, sebagai contoh:

?4i maksudnya adatah p\:*ii'/ (meniadakan

hudutsftidak baru; tidak berawal).

lgii tnuf.*dnya adalah ".' "Aipo, (meniadakan kefanaan;

yakni tidak fana; abadi).

rs4 714un1',2i wa Dinsat li Ajnt Al Asma' wa Ash-Shifalhal. 10).

i55 Sebagian mereka memandang (bahwa itu tidak terbatas hanp pada lirna

ini (hanya saja apa yang selain itu kembali kepada yang lima ini walaupun sebagai

keterkaitan (atau bahwa kelima ini adalah 1nng paling utamanya. W. Tuhfat Al

Mundhal.54l.

L56 14un6ui wa Drasat li Ajnt Al Asma' on Ash-Shifaf(hal. 8).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

l0S

-*:n"1, maksudnya adalah 'i ,S9t ',;;t $3t'4

(meniadakan penyetara yang menyamai-Nya).

{urirgii mar<sudnya adalah g :Wy i,J'bt Jt;,)). g:4\ ?e

+t/ii ,t;l :ue1,a?,i"tl.(Dia tidak membutuhkan tempat, dan tidak

membuhrhkan pengkhusus, yakni yang mengadakan).

4. Sifat diri

Yaitu setiap sifat penetapan bagi diri secara lazim selama

adanSn diri tanpa adanya cacat yang menyertai yang berdiri

dengan yang disifati.

Menurut mereka, ini hanp ada safu sifat, yaitu, i'tj:;i

(ada), yaifu menunrt mereka adalah tidak menunjukkan kepada

sesuafu yang melebihi dzat.

Pensyarah Jauharat At-Tauhidberkata, "Ketahuilah, bahwa

\"*li (ada) adalah sifat diri, dan hanya disifatkan kepada diri,

yakni dzat, karena tidak logis kecuali padanya, sehingga adalah

tidak logis jiwa kecuali dengan keberadaannya. Yang dimaksud

dengan sifat diri adalah o;i grilr ,rr-al ,b er'*lriU*.$ -+

t,,.,#" YI & (sifat tetap yang menuniukkan penyifatan itu pada

diri dzat tanpa makna yang melebihin5a).

Perkataan kami: i4f (rtfuO, adalah seperti jenis.

Perkataan kami: '"1:t (tetap), mengeluarkan yang pasif,

seperti qidam dan baqa'.

106 - 

Al Arasy(SinggasanaAllah)

Perkataan kami: ;:,rLr ; # Q',fui' ii,i gung

menunjukkan penyifatan itu pada diri dzat), urtiniu bahwa itu tidak

menunjukkan kepada sesuatu yang melebihi dzat.

Perkataan kami: t-.,# F.\ ,;6 o\\ (tanpa makna yang

melebihinya), adalah penafsiran maksud perkataan kami: ,ta tV

a

PUJI (pada diri dzat). Dengan begitu mengeluarkan *uk ,u--uk ,u,

karena ifu tidak menunjukkan kepada makna yang melebihi dzat.

Begitu i"g"'4#i (maknawi), karena melazimkan makna-makna,

sehingga menunjukkan kepada makna yang melebihi dzat karena

melazimkan makna-mololu. " 157

Dengan demikian diketahui, bahwa menunrt mereka, tidak

ada penetapan kecuali sifat-sifat yang tuiuh yang mereka sebut

sifat-sifat makna-makna, yaitu: ,6ltJlii ,iriiiq |gj$t ,;r?,ii

il,-A, ,'//lt2 ,$-;t1(hidup, ilmu, lnaasa, berkehendak,

mendengar, melihat dan berbicara), adapun selain ihr yang berupa

sifat-sifat tetap, mereka tidak menetapkannya. Dan mengenai

nash-nashnya, ada dua aliran di kalangan mereka, yaihr dengan

menakwilkannya atau tafwidh (menyerahkan kepada Allah).

Mengenai ini, seseorang dari mereka berkata,

d_F ?:rt'et;')l li'rf # q;3, i"r1 ,-", ,lr,''rnou, 

nash yang meng*arrkan penyerupaan,

maka takwitkannva 

:::.::,!Hy' 

dan insinkantah

penwaen.

157 nrhfat Al Muid Syarh Jauharat At-TauhidM. 541.

r58 tbid. (hat. 91).

AlArasy (Singg;asanaAllah) 

1OZ

Jadi, nash-nash tentang sifat yang menetapkan sifat-sifat

selain kefujuh sifat yang mereka tetapkan, mereka menyebutnya

sebagai nash-nash yang mengesankan penyerupaan. Maka mereka

mengalihkannya dari zhahimya. Namun terkadang mereka

menetapkan maksudnya, seperti perkataan mereka: GP\ adalah

dt-']. (menguasai). 4i maknanya nikmat dan kekuasaan.

Terkadang mereka memasrahkan, sehingga tidak membatasi

makna 5ang dimaksud, dan menyerahkan ilmu tentang itu kepada

Allah @. Tapi mereka sepakat menafikan sifat, karena penya'ir

mereka mengatakan, q-tt iji tau" inginkanlah pengrcian).

Pensyarah N Jauharahberkata, "'e? 1( latau serahkanlah

setelah tal$ril global, yang mana ini mempakan pengalihan lafazh

dari zhahimya. Karena setelah tal$il ini adalah menyerahkan apa

yang dimaksud nash lnng mengandung sangkaan itu kepada

Allah."rsg

Dengan begifu mereka sepakat menafikan sifat-sifat itu, dan

memberikan pilihan dalam membatasi makna yang dimaksud atau

diam dari itu.

Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata, "Abu Al Ma'ali dan

para pengikubrya menafikan sifat-sifat ini -yakni sifat-sifat

khabarijnlr, sepakat dengan golongan Mu'tazilah dan Jahmiyah.

Kemudian mereka memiliki dua pendapat:

Perbma, menakrryilkan nash-nashnya. Ini pendapat

pertama Abu Al Ma'ali, sebagaimana yang disebutkannya di dalam

N hsyad.

rse Tuhfat N Mund tnl. 9],)-

108 - 

AlArasy (Singg;asanaAllah)

Kdua, menyerahkan makna-maknanya kepada Rabb. Ini

pendapat lainnya dari Abu Al Ma'ali, sebagaimana yang

disebutkannya di dalam Ar-Risalah An-Nizhamiyah. la juga

menyebutkan apa yang menunjukkan bahwa para salaf sepakat,

bahwa penah,vilan itu tidak sah dan tidak wajib.

Kemudian di antara mereka ada yang menafikannya dan

berkata, 'Sesungguhnya akal sehat menafikan sifat-sifat ini'. Di

antara mereka ada yang mengatakan, 'Kami tidak punya dalil

sam'i dan tidak pula dalil aqli, baik untuk menetapkan maupun

menafikannya'. Ini jalannya Ar-Razi dan Al6*16i."160

Pasal Ketiga

Golongan Mus5Tabbihah

Mengenai ini ada dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Definisi tamtsil dan tasybih.

Pembahasan kedua: Definisi musyabbihah.

t6o Drr'u Ta'arudh Al &l wa An-Naql(5/2491.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

109

PEMBAHASAN PERTAMA

Definisi Tamtsil dan Tarybih

Secara bahasa, #i adalah l#ijt1'*-3t lp"raing dan

penyetara).

ijttl.lii adalah samanya sesuatu dengan yang lainnya dari

satu sisi.

a4., llii adalah samanya sesuatu dengan yang lainnya dari

banyak sisi.

,):$3t adalah keyakinan mengenai sifat-sifat pencipta

bahwa itu seperti sifat-sifat makhluk.

Yaitu seperti ucapan seorang mumatstsil (orang yang

menyerupakan), "Dia memiliki tangan seperti tanganku, dan

110 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

mendengar seperti pendengaranku." Maha Tinggr Allah dengan

setinggi-tingginya dari ucapan mereka.

.-l-#r dan il-33i di ,ini maknanya sama, walaupun ada

perbedaan antara keduanya dalam segi asal bahasa.l61

Yang dimaksud dengan 1f.ili di sini adalah menyerupakan

pada diri banyak dzat atau dengan sifat-sifat yang berdiri dengan

banyak dzat.

Tasybih ini dinafikan dari Allah, namun golongan

musyabbihah lagi mumatstsilah yang diceritakan dicela oleh para

imam, menyelisihi ini.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad, "Al

Mus5nbbih adalah yang mengatakan: 'Dia melihat seperti

penglihatanku. Tangan seperti tanganku. Kaki seperti kakiku'.

Orang yang mengatakan ini, maka ia telah menyerupakan Allah

dengan makhluk-Nya. " 162

Setiap perkataan yang mengandung penetapan sesuafu dari

kekhususan-kekhususan makhluk kepada Allah, maka ini adalah

tasybih yang mustahil bagi Allah &.153

Perbedaan antara tamtsil dan talgif

Ada yang mengatakan, bahwa b@f adalah menjadikan

sesuatu pada hakikat tertentu tanpa membatasinya dengan yang

senrpa.la

161 Al Qawa'id Al Mutslahal.2Tl.

162 Naqdh Ta'sb Al Jahmgpnh(1/476477\.

163 por.u Tabrudh Al Aql wa An-Naql(4/1461.

164 41 gr*u'id Al Mutsla (hal. 27).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

I l l

Seperti perkataan Al Hasyimiyah, "Panjangnya adalah

sepanjang fujuh jengkal dengan jengkal dirinya." Juga ucapan

mereka: "Panjangnya seperti lebamy3. " 165

Takyif dengan definisi ini tidak mengandung pembatasan

dengan penyempa.

Sedangkan tamtsil adalah keyakinan bahwa itu menyerupai

sifat-sifat para makhluk.

Kemungkinan yang benar bahwa takyif lebih umum

daripada tamtsil, sehingga setiap tamtsil adalah taMf, karena

orang yang menyerupakan sifat-sifat Pencipta dengan sifat-sifat

para makhluk, berarti telah mem-bagaimana-kan sifat tersebut,

yakni menjadikannya memiliki hakikat tertentu yang dapat

disaksikan.

Namun tidak setiap takyif sebagai tamtsil, karena di antara

tal{yif ada yang tidak mengandung tamtsil (penyerupaan) dengan

sifat-sifat para makhluk, seperti ucapan mereka: "Panjangnya

seperti lebamya."

Makna ucap€rn Ahlussunnah: "Tanpa tamtsil dan

tanpa talryif

Yang dimaksud Ahlussunnah dengan menafikan

mumatsalah (penyerupaan) adalah, kekhususan-kekhususan Rabb

tidak disifatkan kepada suatu makhluk pun, dan tidak ada sesuatu

pun dari para makhluk yang menyempai-Nya dalam sesuatu pun

dari sifat-sifat-Nya. Inilah yang ditunjukkan oleh Al Qur'an, yang

mana Allah & berfirman,

t6s 1t4urub1n1 Iskmiyyin (hal. 31).

112 

AlArasy (SinggasanaAllah)

r,<rr, -r$J,$I

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Drb." (Qs.

Asy-Syuuraa [42]: 11).

Ini merupakan sanggahan terhadap golongan musSnbbihah

(golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk).

Siapa yang menganggap sifat-sifat Sang Pencipta seperti

sifat-sifat para makhluk, maka ia adalah musyabbih bathil lagi

tercela, dan siapa yang menganggap sifat-sifat makhluk seperti

sifat-sifat Sang Pencipta, maka ia sekutunya kaum Nashrani dalam

kekufuran mereka.156

Makna ucapan Ahlussunnah: "tanpa talgif adalah, tanpa

"bagaimana" yang dipahami oleh akal manusia- Jadi, ucapan

mereka "tanpa takyif tidak dimaksudkan bahwa mereka

menafikan "bagaimana" secara mutlak, karena segala sesuatu

harus di atas "bagaimana" tertentu, tapi maksudnya adalah mereka

menafikan ilmu mereka tentang "bagaimana" itu, karena

"bagaimana" dzat-Nya dan sifat-sifat-Nya tidak ada yang

mengetahui kecuali Allah &.167

Sebagaimana diketahui, bahwa kita tdak mengetahui

bagaimana sifat-sifat Allah &, karena Allah & mengabarkan

kepada kita tentang sifat-sifat namun tidak mengabarkan kepada

kita tentang bagaimananya. Pendalaman kita mengenai

"bagaimana" ifu adalah mengikuti apa yang kita tidak memiliki

pengetahuan tentangnVd, dan ucapan dengan apa yang tidak

memungkinkan kita mengetahuinya.

16 Syarh Ath-Thahawfiah 6rat. 99).

167 Syarh Al Aqidah Ath-Thahawiwh(hal. 21).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

113

Para ulama dalam masalah ini mengambil perkataan Imam

Malik yang berbunyi, "lstiwa' iba ma'lum ldrketahui), sedangkan

'bagaimana'nya itu majhul (tidak diketahui). Mengimaninya adalah

wajib, dan menanyakannya adalah bid'ah."

Inilah kaidah yang mereka anut dalam masalah ini.

Maksud para penyelisihi dengan menafikan

tasybih

6616 iJtidulu- pengertian para ahli kalam dan lainnya

I .'

adalah Wi (penyerupaan). pQrieiijl adalah ir)t t-:":..'ii ldua hal

yang serupa), yaifu salah satunya menyerupai yang lainnya,

menempati posisinya, dan menggantikan perannya. 168

Maksud para ahli kalam dengan menafikan tasybih adalah

tidak menetapkan bagi Allah sesuatu sifat pun, sehingga tidak

dikatakan: Dia memiliki kekuasaan, tidak pula ilmu, tidak pula

hidup, karena hamba disifati dengan sifat-sifat ini. Konsekuensi

pendapat ini adalah, tidak dikatakan bahwa Dia (Allah) hidup,

berilmu, kuasa, karena hamba disebut dengan sebutan-sebutan ini.

Begitu juga berbicara-Nya, mendengar-Nya, melihat-Nya,

berkehendak-Nya dan sebagainya. 159

Asal kesalahan dan kekeliruan ini adalah asumsi mereka,

bahwa ini adalah nama-nama yang bersifat umum lagi menyeluruh,

dimana yang dinamainya yang bersifat mutlak lagi menyeluruh

adalah dengan sendirinya tertentu di dalam ketentuan ini. Padahal

sebenamya tidak demikian karena apa yang ada di luar tidak

168 Naqdh Ta'sis Al Jahmiyah (L/4761.

r6e Syarh Al Aqidah Ath-Thahawiyah(hal. 99).

114 

Al Arasy (Singgasana Allah)

terdapat secara mutlak lagi menyeluruh, bahkan tidak terdapat

kecuali tertentu lagi khusus. Dan nama-nama ini bila disandangkan

kepada Allah, maka yang disebutnya adalah tertenfu dan khusus

dengannya.

Bila hamba dinamai dengan ini, maka yang dinamainya

menjadi khusus dengannya, sehingga wujudnya Allah dan hidup

Nya tidak disertai oleh selain-Nya. Bahkan wujudnya alam yang

tertentu ini tidak disertai oleh yang lainnya. Maka apalagi wujudnya

Sang Maha Pencipta.

Dengan ini dan yang serupanya jelaslah bagi anda, bahwa

golongan musyabbihah mengambil makna ini, lalu menambahinya

melebihi yang benar sehingga mereka sesat. Dan bahwa golongan

Mu'aththilah mengambil penafian mwnatsalah dari banyak sisi,

dan menambahinya melebihi yang benar hingga mereka sesat-

Sementara Kitabullah menunjukkan kebenaran mumi yang

kaitannya akal yang sehat, dan ifulah kebenaran yang lurus, yang

mengandung penylmpangan. 1 70

Bagian-ba$an tamtsiL,

Ibnul Qa56nm berkata, "Hakikat syirik adalah:

1. Menyerupai Pencipta; dan

2. Menyerupakan makhluk dengan-N5n.

Inilah tasybihyang sebeoamy6. " 171

Bila tasybih adalah hakikat syrik sebagaimana yang

disebutkan hnul QaWim, maka bisa dijelaskan bentuk-bentuknya

t7o -narh Ath-Thahawigh(hd. 104) dengan penyrntingan.

17t N Jaunb Al Kafi(7591.

Al Arasy (Singg;asana Allah) 

115

berdasarkan pembagian tauhid yang tiga yang sudah dikenal, yaitu

sebagai berikut:

Pertama: Tamtsil dalam segi rububiyah.

Ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

Bagian pertama, menyerupakan makhluk dengan-Nya.

Contohnya:

1. Syirik golongan Qadariyah yang mengatakan, bahwa

hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya sendiri, dan

bahwa itu terjadi tanpa kehendak dan kekuasaan Allah.

2. Syirik ektremes para penyembah kuburan yang meyakini

tentang orang-orang yang telah dikubur, bahwa mereka

berperilaku, bisa mendatangkan manfaat dan madharat tanpa

percrn Allah.

ndak diragukan lagi, bahwa kekhususan-kekhususan Rabb

adalah tersendiri dengan kepemilikan madharat, manfaat,

pemberian dan pencegahan, dan itu mewajibkan pengaitan doa,

takut, harap dan tawakkal kepada-Nya saja. Barangsiapa

mengaitkan ifu dengan makhluk, berarti ia telah menyerupakan

dengan Yang Maha Pencipta, dan menetapkan apa yang tidak ia

kuasa unfuk dirinya yang berupa madharat, manfaat, mati, hidup

dan tidak pula pembangkitan kembali -apalagi yang lainnya-,

satna dengan Dzat yang memiliki segala urusan, karena segala

urusan berada di tangan-Nya, dan kembali kepada-Nya. Apa yang

dikehendak-Nya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya

tidak teriadi. ndak ada yang dapat mencegah apa yang Dia

berikan, dan tidak ada yang memberikan apa yang Dia cegah.

116 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Tasybih yang paling buruk adalah menyenrpakan yang

lemah lagi fakir ini secara dzat dengan Yang Maha Kuasa lagi

Maha Kaya secara f,ru1-L72

Bagian kdua, menyerupai Pencipta, di antara contohnya:

1. Orang yang merasa sombong dan sombong, serta

mengajak manusia untuk melebihkannya dalam memuji dan

mengagungkan.lzs

Disebutkan di dalam Ash-Shahih hadits dari Nabi $, beliau

bersabda:

*46 ";* ,G)3t iu-;€lr: ,€:t:L ^*Ai-/-z///

,n'.. ^z lo ^, ,/

.laJeL.{u,l*l_l

" (Allah & ber{irman), 'Kagungan adalah l<ain-Ku, dan

kesombongan adalah sorban-Ku. Bamngsiapa men5ningi-Ku

dengan salah safu dari kduan5n, mal<a Aku akan

mengadzabntn'."

Kedua, Tamtsil dalam segi uluhigh.

Ini terbagi menjadi dua bagian, yaitut:

hgian perbma, menyerupakan makhhrk dengan-Nya.

Contohnya: Sujud kepada selain Allah, menyembelih unhrk selain

Allah, tobat kepada selain Allah, bersumpah dengan selain Allah.

Di antara kekhususan-kekhususan ilahiyah adalah ubudiyah

yang berdiri di atas dua tonggak yang mana ia tidak akan tegak

tanpa keduanya, yaitu:

172 41 su,*6 Al l<afi (159-7601.

173 16i6. (hat. 161).

AlArasy (SinggiasanaAllah) 

717

1. Puncak kecintaan.

2. Disertai puncak menghinakan diri sendiri.

Inilah sempumanya ubudiyah. Perbedaan kedudukan para

makhluk di dalamnya berdasarkan perbedaan mereka dalam kedua

hal dasar ini. Siapa yang memberikan kecintaannya dan

kehinaannya serta kefundukkannya kepada selain Allah, maka ia

telah menyerupakan-Nya dalam kemumian hak-Nya.

Setelah hal ini diketahui, maka di antara kekhususan-

kekhususan ilahiyah adalah sujud. Karena itu, siapa yang bersujud

kepada selain-Nya, maka ia telah menyerupakan makhluk dengan-

Nya.

Begitu juga tawakkal, siapa yang bertawakkal kepada selain

Allah $, maka ia telah menyerupakan sembahannya ifu dengan-

Nya.

Tobat pun demikian, siapa yang bertobat kepada selain

Allah S, maka ia telah menyerupakan sembahannya ifu dengan-

Nya-

Di antaranya juga adalah sumpah dengan nama-Nya

sebagai pengagungan dan pemuliaan bagi Allah S, siapa yang

bersumpah dengan selain-N1n, maka ia telah menyempakannya

dengan-Nya.174

Bagian kdua, menyerupai-Nya.

Contohnya: Orang yang mengajak manusia unfuk

mengaitkan hati kepadanya karena takut, harap, tawakkal,

berlindung dan memohon pertolongan,lTs sebagaimana yang

t74 1Y,1",*6 N Kafi A:rJ.. 160-161).

r7s lbid. (hal. 161).

118 

Al Arasy (Singgasana Allah)

dilakukan oleh sebagian guru-guru tarekat-tarekat sufi kepada

murid-murid mereka.

Bagian-bagian tamtsil dalam masalah nama-nama

dan sifat-sifat

Tamtsil dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat teftaik

menjadi dua bagian:

Bagian pertama, menyerupakan makhluk dengan Pencipta-

Ini yang diklaim oleh kaum Nashrani mengenai perihal Isa

Alaihissalam ketika mereka memberinya kekhususan-kekhususan

Pencipta @ dan menjadikannya sebagai tuhan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kaum Nashrani

menyifati makhluk dengan sifat-sifat Pencipta yang dikhususkan

bagi Nya, dan menyerupakan makhluk dengan Pencipta, yaihr

mereka mengatakan, 'sesungguhnya Allah adalah Al Masih bin

Maryam, dan sesungguhnya Allah adalah yang ketiga dari yang

tiga'. Mereka mengatakaD, 'A Masih putra 611u1','."175

Dari bagian ini juga golongan Saba'iyah777 6*i kalangan

Rafidhah ekstrem, menyerupakan Ali 4$ dengan Allah, dan

menjadikannya sebagai tuhan- Mereka mengatakan, "Engkau

adalah Allah." Hingga Ali membakar mereka, karena pada suafu

hari Ali keluar, lalu mereka bersujud kepadanp.

176 tr'417iui 4s-Sunnah (5/L691.

177 Saba'iyah adalah penisbatan kepada AMullah bin Saba' sang Yahudi

(1nng menampakkan keislaman (namun ia memendam kedengkian terhadap kaum

mwlimin. Dialah yang mengatakan kepada Ali 'Engkau adalah Allah." [jh. /4/

Fary fuLn N Firaq tal. 233); Al Milal vn An-Nihal(1/L741.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

119

Maka Ali berkata kepada mereka, "Apa ini?" Mereka

menjawab, "Engkau adalah Dia." Ali berkata, "Siapa aku?"

Mereka menjawab, "Engkau adalah Allah yang tidak ada

fuhan selain Dia."

Ali berkata, "Celaka kalian, ini kekufuran. Tariklah ucapan

kalian, jika tidak, maka akan kupenggal leher kalian." [-alu mereka

melakukan hal itu lagi terhadapnya di hari kedua, dan juga

ketiganya. lalu AIi memberi mereka tempo tiga hari -karena

orang murtad diberi tempo tiga hari-.Karena mereka tidak mau

menarik kembali, maka Ali memerintahkan dibuatkan parit-parit

dengan dikobarkan api, yang dibuatkan di pintu Kindah, lalu

melemparkan mereka ke dalam api tersebut.

Diriwayatkan dari AIi ;9, bahwa ia berkata,

t?L?;:q6',.xf #t:i;:l $1 ;\i e|a

" Tatkala aku melihat perkan ifu sebagai perkara mungkar,

aku kobarkan apiku, dan aku panggil burung b.rki*u."178

Bagian kdua, menyerupakan Pencipta dengan makhluk.

Ini yang diklaim oleh kaum Yahudi, semoga Allah

membunuh mereka, ketika mereka menyifati Sang Pencipta

dengan sebagian sifat-sifat makhluk, sebagaimana yang diceritakan

Allah & di dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah $ berfirman,

17s Mnhaj As-sunnah 17 /3071.

120 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

'r#i 

irS i,* 

^\ 

iyt:,j1i <r51 3"j,St -di rt

" Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-

orang yang mengatakan, 'sesungguhnya Allah miskin dan kami

kaya'. (Qs. Aali 'lmraan [3], 181)

Allah S berfirman,

" Orang-orang Yahudi berkata, 'Tangan Allah terbelenggu,'

sebenamya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah

yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan rfu." (Qs-

Al Maa'idah [5]: 64).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kaum Yahudi

menyifati Rabb dengan sifat-sifat kekurangan yang biasa

disandangkan kepada makhluk, sebagaimana mereka mengatakan,

bahwa Dia kikir, bahwa Dia fakir, dan bahwa ketika menciptakan

langit dan bumi, Dia kelelah*r."179

Begitu juga bahwa Dia miskin, dan dimusuhi oleh para

malaikat, dan bahwa Dia menangisi topannya Nuh

Alaihissalam.l8o

Termasuk ke dalam bagian ini adalah golongan

musyabbihah yang menetapkan dalil-dalil yang menyebutkan sifat-

sifat Allah @ serupa dan setara dengan sifat-sifat para makhluk,

seperti ucapan mereka: Dia memiliki tangan seperti tanganku, Dia

mendengar seperti pendengaranku, dan Dia melihat seperti

penglihatanku.

t?e P1175si 4s-Sunnah (5/168).

r8o Mnliaj As-sumali (2/6271.

ile qW ;r$ *'tlt ;i X:;{J $\rt

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 121

PEMBAHASAN KEDUA

Definisi Mus5nbbihah

Tauhidul asma' qtash-shifaf (pengesaan nama-nama dan

sifat-sifat) memiliki dua kebalikan, 5nitu:

! . Ta' thil (peniadaanl;

2. Tamtsil (penyerupaan).

Karena ifu para salaf dan para imam mencela golongan

Mu'aththilah yang menafikan sifat-sifat, dan juga mencela

golongan musyabbihah.

Syaikhul lslam hnu Taimiyah berkata, "Sesungguhnya para

salaf dan para imam, membanyakkan perkataan mereka dalam

mencela golongan Jahmiyah yang menafikan sifat-sifat, dan

mereka juga mencela golongan musyabbihah. Dan itu, di dalam

perkataan mereka, jauh lebih sedikit daripada mencela golongan

Jahmiyah, karena penyakit ta'thil lebih besar daripada penyakit

bsybih;'

122 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Akidah para penganut tamtsil berdiri di atas klaim mereka,

bahwa Allah & tidak berbicara kepada kita kecuali dengan apa

yang bisa dicema akal kita. Bila Dia mengabarkan kepada kita

tentang tangan, maka kita tidak memahami kecuali tangan yang

sebagai anggota tubuh ini. Karena ifu mereka menyerupakan sifat-

sifat Pencipta dengan sifat-sifat para makhluk, sehingga mereka

berkata, "Dia memiliki tangan seperti tanganku." Maha Tinggi

Allah dengan setinggi-tingginya dari itr.

Tapi golongan musyabbihah tidak menyerupakan Pencipta

dengan makhluk dari segala sisi, namun mereka mengatakan

dengan penetapan penyerupaan dari safu sisi dan pertedaan dari

sisi lainnp

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kendati ucapan

golongan musSnbbihah yang mengatakan, 'Tangan ifu seperti

tanganku, kaki ifu seperti kakiku, penglihatan ifu seperti

penglihatanku,' adalah ucapan yang sudah dikenal, dan telah

disinggung oleh para imam seperti Zaid bin Hamn, Ahmad bin

Hambal, Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain, dan mereka

mengingkarinya dan mencelanya, serta menisbatkannya kepada

orang-orang yang seperti Daud Al Jawaribi Al Bashri dan yang

serupanya, namun di samping ini, penganut ucapan ini tidak

menyerupakan-Nya dengan segala sesuatu dari hrbuh, tapi dengan

sebagiannya. Dengan begitu mereka menyerupakan penyempaan

dari satu sisi, tapi bila menetapkan dari penyerupaan ynng khusus

bagi para makhluk, mereka serta merta -"-$u6tt-r."181

Kebanyakan yang dikenal dengan ucapan tasybih adalah

para pendahulu golongan Rafidhaht

78r Dur', Ta'arudh N Aql wa An-Nqll4/1451.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 123

Yang pertama kali membicarakan tasybih adalah kelompok-

kelompok Sg'36.taz Sesungguhnya tasybih dan tajsim yang

menyelisihi akal dan naql tidak dikenal di kalangan satu kelompok

pun dari umat ini yang lebih banyak daripada mereka di kalangan

kelompok-kelompok Syi'ah.

Kitab-kitab tentang ucapan-ucapan ini semuanya

mengabarkan dari para imam Syi'ah terdahulu yang berupa

ucapan-ucapan yang menyelisihi akal dan naql dalam tasybih dan

talsim dengan apa yang tidak ada bandingannya dari seorang pun

dari kelompok-kelompok lainnya.

Para pendahulu golongan Imamiyah dan Muta'akhktrir

mereka berseberangan dalam masalah ini, karena para pendahulu

mereka berlebihan dalam tasybih dan tajsim, sedangkan

Muta'akhkhir mereka berlebihan dalam penafian dan /a'71ii1.L83

Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata, "[Jcapan-ucapan ini

yang dinukil mengenai tasybih dan tajsim, kami belum pernah

melihat manusia menukilnya dari segolongan dari kaum muslimin

yang lebih besar daripada apa yang mereka nukil dari pada

pendahulu golongan rafidhah. Kemudian golongan Rafidhah tidak

mencapai kebenaran dalam masalah ini sebagaimana mereka juga

tidak mencapai dalam hal lainnya, sehingga para pendahulu

mereka mengatakan tajsim yang merupakan perkataan golongan

mujassimah ekstrem, sementara Muta'akhkhir mereka

mengatakan ta'thil (peniadaan) sifat-sifat menyepakati golongan

Mu'aththilah ekstrem dari kalangan Mu'tazilah dan serupanya.

Ucapan-ucapan para imam mereka berputar di antara ta'thil dan

r82 Naqdli Ta 'sis Al JahmiSryh (7/541; Minhaj As-Sunnah (2/2171.

183 Mnliaj As-Sunnah (2/l03l.

124 

AI Arasy (Singgasana Allah)

tamtsil, yang tidak diketahui pada mereka ucapan tengahnya

antara ini dan ini."184

Para pendahulu mereka adalah:

1. Al Bayaniyah: dari kalangan Syi'ah radikal, yaitu para

pengikut Bayan bin Sam'an At-Taimi yang pemah mengatakan,

"sesungguhnya Allah itu berbenhrk manusia, dan sesungguhnya

Dia akan binasa seluruh-Nya kecuali wajah-Nya." Bayan

mengklaim, bahwa ia menyeru Az-Zuharah lalu ia memenuhinya,

dan bahwa ia melakukan dengan nama yang paling agung, maka

I(halid bin AMullah AI Qusairi membunuhnya.l8s

2- Al Mughiriyah: Mereka adalah para sahabat Al

Mughirah bin Sa'id. Mereka menyatakan, bahwa ia pernah

berkata, bahwa ia seorang nabi, dan bahwa ia adalah nalna Allah

Yang Maha Besar, dan bahwa sesembahan mereka adalah seorang

lelaki dari cahaya yang di atas kepalanya ada mahkota, dan dia

memiliki anggota tubuh dan benhrk seperti yang dimiliki laki-laki,

dia juga memiliki perut dan hati, yang terpancar hikmah darinya,

dan bahwa huruf-huruf abjad adalah sebanyak anggota

Mereka mengatakan, "Alif adalah letak kakinya karena

kebengkokannya-" Dan ia menyebutkan .6a', lalu berkata, 'Jika

kalian melihat tempatnya darinya, niscaya kalian melihat perkara

yang besar." Ia memperlihatkan aurat kepada mereka, dan bahwa

ia telah melihatnya. Semoga Allah melaknatnln dan

menghinakannya.136

r4 Mnhaj As-grnnah (2/ 242-2431.

185 74unu1r7 41 Islaml4tin (hal. 5); Mnhai As-Sunmh (2/fi21.

L% MuqrlutAl Iskmgryin (hal. 7); Mnhai As-Sunmh(2/503-5041.

AlArasy (Singg;asanaAllah) 

125

3. AI Hislpmiyah: Mereka disebut Hisyamiyah sebagai

penisbatan kepada Hisyam bin Al Hakam fu-Rafidhi, dan

terkadang juga dinisbatkan kepada Hisyam bin Salim Al Jawaliqi.

Keduanya dari golongan Imamiyah musyabbihah. Perlu diketahui,

bahwa Rafidhah Imamiyah, tersebar tasybih di kalangan mereka,

dan ini terjadi di awal-awal mereka.l87

4- Al Jawaribiyah: Para penEkut Daud Al Jawaribi,

yang menyifati sesembahannya, bahwa Dia memiliki semua

anggota fubuh manusia kecrrali kemaluan dan jenggot.l88

Dia berkata, "Maafkanlah aku karena kemaluan dan

jenggot, dan mintalah kepadaku apa yang selain ihr.'189

Al Asy'ari mengatakan di dalam Al Magala{ "Daud Al

Jawaribi berkata, 'Sesungguhnya Allah memiliki tubuh, dan Dia

memiliki badan, dan bahwa Dia bertenhrk manusia, memiliki

daging, darah, rambut dan fulang, serta memiliki anggota tubuh

yang berupa tangan, kaki, lisan, kepala dan dua mata- Namun

demikian Dia tidak menyerupai selain-Nya, dan selain-Nya tidak

menyerupai-Nya-"190

Diceritakan dari Daud Al Jawaribi, bahwa ia berkata,

"Sesungguhnln Dia kosong dari mulut-N5n sampai dada-Nya, dan

selain iL, ["ri.i."191

Abu Al Hasan Al Asy'ari berkata di dalam l<rtab Maqalat Al

Islami5ryin wa ll<htilaf Al Mushallin, "Golongan Rafidhah dan

rq St rh Al Ashfahantsh(hal. 65).

t8 N Fatq bina Al frtq hal. 2281; Maqalat Al Iskmijyin (1/183h Dar'u

Ta'arudh Al Aql m An-Naqll4/1451.

tBe 41 141111 *u An-NihalkaryaAsy-$nhrastani (1/105).

rn AlMasalatll/2@1.

ret MhTliai As-gnnali (2/6181.

126 - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

golongan Imamiyah berbeda paham tentang tajsim, mereka terbagi

menjadi enam kelompok:

Kelompok pertama: Al Hislramilnh, para sahabat

Hisyam bin Al Hakam Ar-Rafidhi.

Mereka menyatakan, bahwa sesembahan mereka adalah

fubuh, dan dia memiliki tapal dan batas, panjang, lebar, dan

dalam. Panjangnya seperti lebamya, lebamln seperti dalamnya,

sebagiannya tidak memenuhi sebagian lainnya. Dan mereka

menyatakan, bahwa Dia adalah cahayra yang memancar, Dia

memiliki salah safu kadar, berada di safu tempat tanpa tempat

lainnya, seperti logam yang bening, berkilauan seperti mutiara

yang bulat dari segala sisinya, memiliki urama, rasa, aroma dan

berfisik, wamanya adalah rasanya, dan rasan5a adalah aromanya.

Begifu setemsnya dikemukakan perkataan yang panjang.

Diceritakan dari Hisyam, bahwa ia berkata mengenai

Rabbnya, dalam setahun ia mengatakan lima perkataan. Ia pernah

menyatakan bahwa Dia seperti laistal, pemah juga menyatakan

bahwa Dia seperti logam, pemah juga menlntakan bahwa Dia

tidak berbenfuk, dan pemah juga menyatakan bahwa Dia tujuh

jengkal dengan jengkalnya sendiri. Kemudian ia menarik kembali

itu dan berkata, "Dia adalah tubuh seperti tubuh-tubuh lainnya."

Kelompok kedua: Dari golongan Rafidhah yans

menyatakan bahwa Rabb mereka bukan benfuk dan tidak seperti

tubuh. Mereka hanya berpendapat, bahwa Dia adalah fisik, hingga

bahwa Dia ada. Dan mereka tidak menetapkan Dzat Yang Maha

Pencipta ifu memiliki bagian-bagian yang tersusun dan bagian-

bagian yang saling menempel. Dan mereka menyatakan bahwa

Allah ber-istium' di atas Arsy tanpa bersenfuhan dan tanpa

bagaimana.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

127

Kelompok ketiga: Dari golongan Rafidhah yang

menyatakan bahwa Rabb mereka berbentuk manusia, dan mereka

menolak Dia berfisik.

Kelompok keempat: Dari golongan Rafidhah

(Hiq/amiyah), para sahabat Hisyam bin Salim Al

Jawaliqi, mereka menyatakan, bahwa Rabb mereka berbentuk

manusia, dan mereka mengingkari memiliki daging dan darah.

Dan mereka mengatakan, bahwa Dia adalah cahaya yang

meman@r berkilauan putih. Dan bahwa Dia memiliki lima indera

seperti indera manusia. Dia memiliki tangan, kaki, hidung, telinga,

mata dan mulut. Dan bahwa Dia mendengar dengan selain apa

png terlihat padanya. Begitu semua indera lainnya adalah berbeda

padanya.

Abu Isa Al Warraq menuturkan, bahwa Hisyam bin Salim

pemah menyatakan, bahwa Rabbnya memiliki fatwahlgz fiambul

atau rambut cuping) hitam, dan bahwa itu adalah cahaya hitam.

Kelompok kelima, Mereka menyatakan bahwa Rabb

seluruh alam memiliki cahaya mumi dan sinar mumi, yaitu seperti

lampu yang darimana pun engkau mendatangi-Nya maka Dia

menemuimu dengan sahr keadaan. Dia tidak memiliki bentuk dan

tidak pula anggota tubuh, serta tidak ada perbedaan pada bagian-

bagian-Nya. Mereka mengingkari Dia berbentuk manusia atau

bertenhrk suatu hewan.

Kelompok keenam' Dari golongan Rafidhah yang

mengatakan bahwa Rabb mereka bukan fisik, bukan bentuk, tidak

menyerupai apa pun, tidak bergerak dan tidak diam, dan tidak

192 Faruahadalahrambut yang berhimpun di atas kepala tambul); (atau yang

menglnns di atas telinga (atau yang meleurati cuping telinga. lAl Qamus Al

tuhitlt.

128 - 

Al Arasy(Singgasana Allah)

pula bersenfuhan. Mereka berkata mengenai tauhid dengan

perkataan Mu'tazilah dan Khawarij. Mereka adalah golongan

Muta'akhkhir mereka, adapun kalangan awal-awal mereka, maka

mereka mengatakan tasybih sebagaimana yang telah kami

kemukakan tentang mereka.

Syailfiul Islam hnu Taimiyah berkata, "Adapun kalangan

Muta'akhkhir mereka dari masa Bani Buwaih dan serupanya, di

awal-awal abad keempat dan sekitamya, ada yang sependapat

dengan Mu'tazilah dalam masalah tauhid dan keadilan mereka."l93

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata, "Kitab-kitab

Syi'ah dipenuhi dengan bersandar kepada itu -yakni masalah-

masalah sifat dan takdir- menurut tare


Related Posts:

  • arasi singasana allah 2 iceritakan dariJahm serta para ateis ekstrem dan serupanya, tentang penafiannama-nama Allah yang paling baik (Al Asma' Al Husnal, adalahkekufuran yang nyata, dan menyelisihi apa yang secara pastidiketahui dari agama aas… Read More
  • arasi singasana allah 1 Barangsiapa menempuh suatu ialanyang dengannya iamenai ilmu, maka Allah memudahkan baginya ialan ke surga."Allah @ berfirman,"sesungguhnjm tnng Akut kepda Allah di antara hamba-hamba-N5n, hanyalah tilama." (Qs. Faathir … Read More