arasi singasana allah 3

 


kat-tarekat Mu'tazilah, dan

ini terjadi di akhir-akhir abad ketiga, dan semakin banyak di abad

keempat ketika dikarangkan untuk mereka oleh Al Mufid dan para

pengikukrya seperti Al Musawi dan Ath-Thusi. Sedangkan para

pendahulu Syi'ah, mayoritasnya kebalikan dari pendapat ini,

sebagaimana pendapafu'rya golongan Hisyamiyah dan sempanya.

Jadi, golongan Rafidhah Imamiyah dan juga Zaidiyah menganut

akidah Mu'tazilah dalam masalah-masalah sifat hingga masa kita

sekarang."

Golongan Sufi Elstrem

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Al Asy'ari berkata,

'Di kalangan umat ini ada kaum yang berkedok ibadah, lnng

menyatakan bahwa adalah mungkin bagi Allah & untuk masuk ke

dalam fubuh, dan bila mereka melihat sesuatu yang mereka

te3 Naqdh Ta'sis N Jahmiylah (L/541.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 129

anggap baik, mereka berkata, 'Kami tidak tahu, mungkin, bisa jadi,

itu'.

Di antara mereka ada yang mengatakan, bahwa Allah Sl

dapat dilihat di dunia sesuai dengan kadar perbuatan. Siapa yang

perbuatannya baik, maka ia melihat sesembahannya baik.

Di antara mereka ada yang memungkinkan bagi Allah

untuk berangkulan, bersentuhan dan dudukduduk di dunia. Di

antara mereka ada yang menyatakan bahwa Allah & memiliki

anggota-anggota fubuh dan bagian-bagian: daging dan darah,

dalam benfuk manusia, dan Dia memiliki anggota seperti yang

dimiliki manusia.

Dari kalangan sufi ada seorang lelaki png dikenal dengan

sebutan Abu Syu'aib, ia menyatakan bahwa Allak senang dan

gembira dengan ketaatan para uali-Nya, dan Dia sedih dan

berduka bila mereka durhaka kepada-Np.

Di kalangan para pelaku berkedok ibadah ada kaum yang

menyatakan bahwa ibadah bisa mengantarkan mereka kepada

kedudukan yang menggugurkan ibadah-ibadah dari mereka, dan

segala sesuatu yang terlarang bagi selain mereka -seperti zina dan

sebagain5ra- menjadi hal-hal gnng dibolehkan bagi mereka.

Di antara mereka ada yang menyatakan, bahwa ibadah bisa

mengantarkan mereka kepada keadaan di mana mereka bisa

melihat Allah, makan dari buah-buahan surga, merangkul para

bidadari di dunia, dan memerangi para syretan.

Di antara mereka ada juga yang menyatakan, bahwa ibadah

bisa mengantarkan mereka hingga menjadi lebih utama daripada

para nabi dan para malaikat yang didekatkan.

130 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Saya katakan: Perkataan-perkataan yang diceritakan oleh

Al Asy'ari ini -dan disebutkan bagian pokoknya- sudah ada di

kalangan manusia sejak sebelum masa ini- Di masa ini, di antara

mereka ada yang mengatakan menampaknya Rabb dalam bentuk-

bentuk yang indah, dan ia mengatakan, bahwa Dia berpenampilan

seperti anak muda, ia dapat menyaksikan sesembahannya atau

sifat-sifat sesembahannya atau sisi-sisi keindahannya. Di antara

mereka ada yang bersujud kepada anak muda itu, kemudian di

antara mereka ada yang mengatakan pendapat hulul dan ittihad

umum (masuk kepada makhluk dan menyafu, secaftr umum), tapi

ia beribadah dengan sisi-sisi keindahan, karena dalam hal ifu

terdapat kelezatan baginya, sehingga ia menjadi hawa nafsunya

sebagai tuhannya. Ini banyak terdapat di kalangan mereka yang

berafiliasi kepada kefakiran dan tasawwuf.

Di antara mereka ada yang mengatakan, bahura ia melihat

Allah secara mutlak, namun tidak menetapkan bentuk 1nng indah.

Bahkan mereka mengatakan, bahwa mereka melihat-I$a dalam

berbagai bentuk. Di antara mereka ada yang mengatakan, bahwa

tempat-tempat yang hijau adalah yang dilangkahi-N3a, dan

menghijaunya ifu karena Dia melangkahinya. Mengenai ini ada

beragam cerita yang cukup banyak untuk dikemukakan.

Berkaitan dengan pendapat ibahah wa hillul muhanamat

(pembolehan dan penghalalan yang haram) -atau sebagiannya-

bagi mereka yang sempuma ilmu dan ibadahn3n, maka ini lebih

banyak daripada yang pertama. Karena ini pendapatrya para

pemuka golongan Bathiniyah Qaramithah Ismailiph dan selain

Ismailiyah, serta pendapat banyak filosof. Karena ifu ada

pemmpamaan bagi mereka: "Fulan menghalalkan darahku

sebagaimana para filosof menghalalkan larangan-larangan syariat."

Dan masih banyak perkataan lainnya dari 1lang berafiliasi kepada

AlArasy (Singg;asamAllah) 

131

tasawwuf dan teologi. Begitu juga orang yang lebih mengutamakan

dirinya atau yang diikutinya atas para nabi, ini banyak terdapat di

kalangan Bathiniyah, para ftlosof, para sufi radikal dan lain-lain.

Pemaparan gamblang tentang ini bisa dilakukan di kesempatan

lain.

Ucapan-ucapan ini mungkar menurut kesepakatan ulama

Ahlussunnah wal Jama'ah, dan ifu -dan lebih buruk dari ifu- ada

di kalangan Syi'ah.

Banyak di kalangan para pelaku berkedok ibadah yang

mengira bahwa mereka melihat Allah di dunia dengan mata

mereka. Sebabnya, karena di hati salah seorang mereka karena

berdzikir kepada Allah & dan beribadah kepadanya, terjadi

cahaya-cahaya yang karenanya menghilangkan rasa zhahir,

sampai-sampai ia mengira bahwa bahwa ifu adalah sesuatu yang

dilihaturya dengan mata zhahimya, padahal itu hanya ada di dalam

hatinya.

Di antara mereka ada yang diajak bicara oleh sosok yang

dilihatnya ifu seperti ungkapan rububiyah, dan ia juga berbicara

kepada sosok itu, dan ia mengira bahwa semua itu ada di luamya,

padahal ihr terjadi di dalam dirinya, sebagaimana yang dialami oleh

orang yang sedang tidur ketika ia melihat Rabbnya dalam suatu

benhrk sesuai dengan keadaannya. Perkara-perkara ini banyak

terjadi di masa kita sekarang dan sebelumnya, dan mematahkan

kekeliruan dari mereka, karena mereka mengira bahwa itu

terdapat di luar.

Banyak dari mereka lang syetan menampakkan diri

kepadanya, dan ia melihat caha3a atau singgasana atau cahaya di

atas singgasana, lalu cahaya ihr berkata, "Aku Rabbmu."

132 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Di antara mereka ada juga yang mengatakan, "AkLl

Nabimu." Ini pemah dialami oleh lebih dari safu orang. Di antara

mereka ada yang mendapat bisikan-bisikan seperti lisan ilahiyah

atau lainnya, padahal yang mengajaknya bicara adalah jin,

sebagaimana yang dialami oleh lebih dari safu orang. Tapi untuk

membahas gamblang mengenai apa yang dilihat dan didengar itu,

baik di dalam jiwa maupun di luar, dan membedakan yang

benamya dari yang bathilnyn, bukan di sini tempatuiya. Kami telah

mengulasnya di selain tempat ini.

Banyak dari kalangan;ahil penganut aliran ini dan lainnya

yang mengatakan, bahwa mereka melihat Allah dengan mata

kepala sendiri di dunia, dan bahwa Dia melangkah.l%

Dalam hal ifu mereka memasukkan hal-hal png dinaftkan

Allah dan Rasul-Nya, sampai-sampai mereka mengatakan, bahwa

Dia dapat dilihat di dunia dengan penglihatan mata, di;abat,

dirangkul, furun ke bumi, hrrun di malam Arafah dengan

menunggang seekor unta, meranghrl orang-oremg yang berjalan

dan menyalami orang-orang yang berkendaraan- Sebagian mereka

berkata, bahwa Dia menybsal, menangis dan sedih. Sebagian

mereka mengatakan, bahwa Dia adalah daging dan darah. Dan

perkataan-perkataan lainnya yang mengandung penyifatan Dzat

Yang Maha Pencipta Yang Maha Agung dengan kekhususan-

kekhususan para makhluk.

Padahal Allah & Suci dari disifati sesuatu dari sifat-sifat

yang khusus bagi para makhluk, dan segala yang dikhususkan bagi

makhluk maka itu adalah sifat kekurangan, sedanglon Allah &

Suci dari segala kekurangan, dan berhak atas puncak

kesempumaan, dan tidak ada bandingan-Nya dalam sesuafu pun

1% Mnhai As-Sunnah 12/ 6224251.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

133

dari sifat-sifat kesempumaan, maka Dia Suci dari kekurangan

secara mutlak, Suci dalam kesempumaan dari memiliki yang

menyetarai-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah $i,

34 p @ ii4)i 5i @ 34 {i,i ; S;

Qt'3c$Lrti<ili@ rJiJ'

" Katakanlah, 'Dia-lah Allah, Yang Maha Ba, Allah adalah

Tuhan yang berganfung kepada-Nya segala squatu. Dia tiada

beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun

yang setara dengan Dia'. (Qs. Al lkhlaash [112]: 1-4).

Allah $ menjelaskan bahwa Dia Esa, Iagi Maha Padat,

nama-Nya Al Ahad (Yang Maha Esa) mengandung penafian

penyempa, dan nama-Nya Ash-Shamad (Yang Maha Padat)

mengandung semua sifat kesempurnaan, sebagaimana yang telah

kami jelaskan di dalam kitab yang dikarang mengenai tafsir 36 ,rtr

g-( !,1.rss

Siapa yang Dinisbatkan kepada Tast/bih

Al Kiramiyah

Perbedaan antara taqbih dan tajsim:

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Secara umum,

pembahasan tentang tamtsil dan tasybih serta penafiannya dari

Allah adalah satu hal, sementara pembahasan tentang tajsim

beserta penafiannya adalah hal lainnya."

res 141n1rui 4t-5rrnu1, 12 / 528-530).

134 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Karena yang pertama penafiannya ditunjukkan oleh Al

Kitab, As-Sunnah serta ijma' para salaf dan para imam, dan sudah

sangat banyak tersiar pengingkaran dari mereka terhadap

golongan musyabbihah yang mengatakan, "Tangan seperti

tanganku, penglihatan seperti penglihatanku, dan kaki seperti

kakiku."

Allah @ berfirman,

"';W;t" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia." (Qs-

Asy-Syuuraa [42]: 11)

Allah & jrsu berfirman,

Li(ys f 6i.{,

" Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia'- {Qs.

Al lkhlaash [112]: 1-4)

Allah & jugu berfirman,

u,xi&"b

"Apal<ah kamu mengetahui ada seorang yang salna dengan

Dia (jnng patut disembahn (Qs. Maryam [19]: 65)

Allah & jugu berfirman,

6t;r;l Nt-;r=;)n

"Karena ifu janganlah kamu mengadakan sekufu-sekufu

bagi AIah." (Qs. Al Baqarah l2l:221.

AlAnsy (SinggasanaAllah) 

l3S

Selain itu, penafian itu telah diketahui berdasarkan dalil-dalil

logika yang tidak menerima kontradiksi. Adapun pembicaraan

tentang jism (fisik) dan jauhar (inti) beserta penafian atau

penetapannya, maka itu adalah bid'ah, tidak ada asalnya di dalam

Kitabullah maupun sunnah Rasul-Nya, dan tidak seorang pun dari

kalangan salaf dan para imam yang membicarakan itu, baik

penafian maupun penetapan.

Perdebatan di kalangan mereka yang memperdebatkannya,

sebagiannSn bersifat lafazh dan sebagian lainnya bersifat maknawi.

Yang ini telah salah dari satu sisi, dan yang itu juga salah dari sisi

lainnya.

Bila perdebatan ifu dengan orang lnng mengatakan, "Dia

ihr fisik, atau inti," yaifu bila ia mengatakan, "Tidak seperti ftsik

dan tidak seperti inti," maka itu adalah perdebatan mengenai

lafazh.

Orang yang mengatakan, "Dia seperti fisik dan inti," maka

pembicaraan bersamanya berdasarkan makna penafsirannya.

Bila ia menafsirkan itu dengan tasybih yang mustahil bagi

Allah &, maka perkataann5a tertolak.

Demikian itu, karena perkataannya mengandung penetapan

sesuatu kepada Allah dari kekhususan-kekhususan para makhluk,

karena setiap perkataan yang mengandung ini adalah bathil.

Bila menafsirkan perkataannyar ftsik png tidak seperti fisik-

fisk lainnln, dengan menetapkan makna lain, dengan tetap

mensucikan Rabb dari kekhususan-kekhususan para makhluk,

maka pembicaraan mengenainya dalam menetapkan dan

menafikan makna ifu.

136 - 

AI Arasy(Singgasana Allah)

Terlebih dahulu perlu dicermati dalam penetapan sesuafu

dari kekhkususan-kekhususan para makhluk kepada Rabb, yaitu

misalnya ia mengatakan, "Aku menyifati-Nya dengan kadar yang

sama dengan fisik{isik dan inti-inti lainnya, sebagaimana aku

menyifati-Nya dengan kadar yang sama antara Dia dan seluruh

alam, dan antara semua yang hidup, berilmu, mendengar dan

melihat, tapi aku tidak menyifati-Nya dengan apa yang

dikhususkan bagi para makhluk." Jika fidak, bila seseorang

mengatakan, "Dia hidup tidak seperti mereka yang hidup selain-

Nya, Dia berkuasa tidak seperti mereka yang berkuasa selain-

Nnya, Dia berilmu tidak seperti mereka yang berilmu selain-Nya,

Dia mendengar tidak seperti mereka yang mendengar selain-Nya,

Dia melihat tidak seperti mereka yang melihat selain-Np," dan

sempanya, dan ia memaksudkan ifu menafikan kekhususan-

kekhususan para makhluk, maka ia benar-

Bila ia memaksudkan penafian hakikat bagi hidup, ilmu,

kuasa dan sebagainya, misalnya menetapkan la[azh-lafazh ifu dan

menafikan makna yang ditetapkan Allah bagi diri-Nya bahwa ihr

dari sifat-sifat kesempumaan-Nya, maka ia salah.

Setelah ini jelas, maka perdebatan antara golongan yang

menetapkan jauhar (inti) dan iism (fisik) dengan golongan yang

menafikannya, terjadi dari segi makna yang penafsirannya ada

dua, diantaranya mereka berdebat mengenai penyerupa-penyerupa

fisik dan inti menjadi dua pendapat yang dikenal.

Orang yang mengatakan pendapat penyerupa-

penyerupanya berkata, "Setiap orang yang mengatakan, bahvra

Dia fisik, berarti itu tamtsiL Orang lrang mengatakan bahua Dia

tidak diserupai, maka itu bukan tambil

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 117

Karena itu mereka menyebut golongan yang menetapkan

fisik sebagai musSmbbihah (golongan yang menyenrpakan),

berdasarkan apa yang mereka duga yang lazim bagi mereka,

sebagaimana para penafi sifat menyebut golongan yang

menetapkannya sebagai golongan musyabbihah dan mujassimah,

sampai-sampai mereka menyebut semua golongan yang

menetapkan sifat-sifat sebagai mus5mbbihah, muiassimah,

hasStwiyah, ghatsa', ghatsra dan sebagainya, sesuai dengan apa

yang mereka dua yang lazim bagi mereka.

Tapi bila diketahui bahwa yang mengatakan perkataan ini

tidak melazimkan kelaziman-kelaziman ini, maka Udak boleh

dinisbatkan kepadanya bahwa ih.r adalah pendapatnya, baik itu

lazim pada perkata itu atau pun tidak lazim, bahkan bila ifu lazim

dengan kerusakannya, maka menunjukkan kerusakan

pendapatnya-

Definisi Al Kiramiyah

Al Kiramiyaftl9s adalah para pengikut Muhammad bin

Kiram bin Imk bin Hizbah As-Sijistani, yang wafat pada tahun 255

H.

196 Jurrlah golongan kiramiyah mencapai dua belas kelompok, dan pokok-

pokoknya ada enam (lnitu: 1). Al AbidLah (2). An-Nawawiyah (3). Az-Zariniyah

(4)" Al Ishaqiph (5). Al Wahidi!,ah (6). Al Haishami!/ah. Dalam masalah keimanan

(mereka ih.r Murji'ah. Mereka mengatakan, "Sesungguhnyia keimarnn ifu

hanyalah ucapan. Karena ihr siapa yang telah mengucapkannp maka ia mukmin

llang sempuma imannln. Tapi bila mengakui dengan hatinya maka ia termasuk

ahli surga, dan bila mendustakan dengan hatingra maka ia munafik betman yang

termasuk ahli neraka."

Sebagian orang menceritakan dari mereka (bahwa otitllg yang

mengucapkannya dengan lisannya tanpa disertai hatinya (maka ia termasuk ahli

surga. Ini kekeliruan pada mereka. Bahkan mereka mengatakan (bahwa ia beriman

138 - 

Al Arasy(Singgasana Allah)

Dalam masalah sifat-sifat, mereka menetapkannya, tapi

mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam dua masalah,

Masalah pertama: Mereka berlebihan dalam

menetapkan dan berlebihan dalam masalah kaifiyah

(bagaimananya). Hal itu masuk kepada mereka dari sisi

pemutlakan mereka pada lafazh-lafazh bid'ah, seperti al jism (fisikl

dan al mumasah (persentuhan).

Di antara bid'ah-bid'ah Kiramiyah, bahwa mereka

mengatakan tentang sesembahan, bahwa Dia adalah fisik yang

tidak seperti fisik{isik selain-Nya. 197

Di antara bid'ah-bid'ah mereka juga adalah ucapan mereka

bahwa keazalian Sang Pencipta adalah fisik yang tetap ;11u,r.198

Mereka juga mengatakan, bahwa Allah adalah jism qadim

azali (tisik qadim yang azali), dan Dia tetap diam kemudian

bergerak ketika menciptakan alam. Mereka berdalih dengan

hudut*nya (barunya) fisik-fisik ciptaan, bahwa itu merupakan

susunan dari inti-inti tunggal, jadi itu bisa bersatu dan berpisah,

dan tidak terlepas dari menyafu dan terpisah, dan ifu adalah a'radh

haditsah (bukan inti yang bersifat baru) yang tidak terlepas darinya,

sedangkan yang tidak terlepas dat', hawadits (hal-hal baru) maka ia

hadits (hal yang baru).

Adapun Rabb, maka menurut mereka adalah satu, tidak

bersatu dan tidak berpisah, tapi Dia tetap diam. Diam menurut

dengan keimanan yang sempuma, dan bahwa ia termasuk ahli neraka. (Uh.

Majmu' Al Fatawa (L3 / 56'l,.

Uh. pembahasan mengenai Al Kiramiyah di dalam Al Fashll<arya lbnu Hazm

(4/45 (204-2051; lJsan Al Mizan (5/353-356); Al Farq baina Al Firaq hal. L3O-

t37l; Al Mlal wa An-Mhal (1/180-193).

7e7 Lisan Al Mizan(5/3541.

re8 t>ur'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql13/61.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

139

mereka adalah perihal tidak ada, yaifu tidak ada gerakan mengenai

apa yang dari perihal-Nya unhrk bergerak, sebagaimana lrang

dikatakan oleh segolongan penganut filsafat. Mereka mengatakan,

bahwa Dzat Yang Maha Pencipta tetap hampa dan hawadits lhal-

hal baru) hingga hal itu berdiri dengan-Nya. Beda halnya dengan

fisik-fisik yang tersusun dari inti-inti tunggal, karena tidak terlepas

dari bersatu dan terpisul',.199

Mereka juga mengatakan, "sesungguhnya sifat-sifat dan

perbuatan-perbuatan tidak berdiri kecuali dengan fisik."

Mereka membolehkan wujud ftsik yang terpisah dari

berdirinya hawadits dengannya, kemudian mengadakan, lalu

setelah itu berdiri dengan-Nya.2oo

Ibnu Kiram berkata, "Sesungguhnya Allah bersenfuhan

dengan Arsy dari permukaan 3165."201

Ia juga mengatakan, "Dia memiliki batas dari sisi yang

berakhir pada Arsy, dan tidak ada batas ujung-Nya."202

Para pengikut lbnu Kiram bersikap berlebihan mengenai

perihal kaifiyah (bagaimananya), yang mana sebagian mereka

menyatakan, bahwa Allah Ta'ala di atas sebagian dari bagian-

bagian Arsy.2os

\e Dar'u Tabrudh N Aql vn An-Naql(7/2271.

2o0 1614. (5/2461,.

zot Al Fary fuina Al Finq(h al. 198); Al Mtat m An-Nihal(1,/l}8-109).

2o2 41-7u67i, fr Ad-Din(hal. 112).

203 41 7411u1 *u An-Nkal (l/l}9l.

140 - 

Al Arasy (Sintgasana Allah)

Sebagian mereka menyatakan, bahwa Arsy dipenuhi

dengan-Nya, yaitu Dia tidak melebihi Arsy-Nya dari sisi

persentuhan, dan tidak lebih sedikit pun dari-Nya pada Arsy.zoa

Masalah kedua' Golongan Kiramiyah menetapkan sifat-

sifat yang intinya, bahwa berdiri dengan Allah S perkara-perkara

yang berkaitan dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya. Tapi

menurut mereka, itu adalah hadits (baru) setelah sebelumnya tidak

ada, bahwa Dia menjadi disifati dengan apa yang diadakan dengan

kekuasaan-Nya dan kehendak-Nya setelah sebelumnya tidak

demikian. Mereka juga mengatakan, "Tidak boleh silih

bergantiannya hawadits (hal-hal baru) pada-Nya." Karena ihr

mereka membedakan hawadits (hal-hal baru) antara pembaruannya

dan kelazimannya, sehingga mereka mengatakan dengan

menafikan kelazimannya tanpa hudut*nya.

Menurut mereka, Allah & berbicara dengan suara-suara

yang terkait dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, dan bahwa

hawadits (hal-hal baru) yang berkaitan dengan kehendak-Nya dan

kekuasaan-Nya berdiri dengan-Nya, tapi itu terjadi setelah

sebelumnya tidak ada. Juga bahwa Allah di keazalian fidak

berbicara kecuali dengan makna kuasa untuk berbicara, dan bahwa

Dia menjadi disifati dengan sesuafu yang diadakan dengan

kekuasaan-Nya serta kehendak-Nya setelah sebelumnya tidak

demikian.2o5

Sebagaimana diketahui, bahwa akidah para salaf berdiri

diatas penetapan semua sifat, baik dzatiyah maupun filiyah.

Mereka menetapkan bahwa Allah disifati dengan itu sejak azali,

204 Al Farq bana Al Firaq (hal. 119); ushuluddin karya Al Baghawi (hal. 73

(1L21; Al Mlal wa An-Nhal(7/709).

20s Lih. Majmu' Al Fatawa (6/524-526); dan Dar'u Tabrudh Al Aql on An-

Naqt(2/76).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

141

dan bahwa sifat-sifat yang muncul dari perbuatan maka Dia di sifati

dengan ifu sejak dulu, walaupun perbuatan-perbuatan itu 6urr.r.206

Muqatil bin SulaimilPoT

Muqatil bin Sulaiman sang ahli tafsir dinisbatkan kepada

golongan musyabbihah, dan mereka menyebutkan bahwa dialah

yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, "Telah datang kepada

kami dari Masyriq dua pendapat yang buruk, Jahm sang mu'aththil

dan Muqatil sang musyabbil."Zoa

Ibnu Hibban berkata, "la mengambil dari kaum Yahudi dan

Nashrani dari ilmu Al Qur'an yang menyepakati kitab-.kitab

mereka. Ia menyerupakan Rabb dengan para makhluk, dan

berdusta mengenai 1ru6i1r. "2o9

Abu Al Hasan Al Asy'ari berkata di dalam Al Maqalat,

"Daud Al Jawaribi dan Muqatil bin Sulaiman mengatakan, bahwa

Allah adalah fisik, dan bahwa Dia adalah tubuh dalam bentuk

manusia, daging, darah, rambut dan tulang. Dan Dia memiliki

anggota tubuh yang berupa tangan, kaki, lisan, dan mata. Namun

206 Uh. Majmu'Al Fatawa l5/t49,520-5251.

207 Yaitu Abu Al Hasan Muqatil bin Sulaiman bin Basyir (Al Azdi dengan

wala' (Al Balkhi (Al Khurasi (Al Marwazi. Asalnya dari Balkh (lalu pindah ke

Bashrah dan menyampaikan hadits di sana. Adz-Dzahabi menyebutkan di bagian

akhir biografi lbnu Hayryan (Tadzkint N Huffazlz 17/7741;, dan ia berkata,

"Adapun Muqatil bin Sulaiman sang ahli tafsir di masa kini (hadiSnya ditinggalkan.

la telah dicemari oleh faham tajsim kendah ia termasuk pundi-pundi ilmu dan

lautan dalam bidang tafsir." Ia wafat di Bashrah pada tahun 150 H.

Lih. biografinya di dalam Tahdzib At-Tahdzib (70/279-2851; Mian N I'tidal

(3/196-1971; Tarikh Baghdad 173/160-L691; Wafayat Al A wn (4/341-343).

208 1i"u, 41 Mzan (10/28L1.

zoe Mizan Al I'tidal(4/1751.

142 

Al Arasy (Singgasana Allah)

demikian selain-Nya tidak ada yang menyerupai-Nya dan Dia tidak

menyempai selain-Ny u.'2lo

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Adapun Muqatil,

Allah lebih tahu mengenai hakikatnya, dan Al Asy'ari, menukil

ucapan-ucapan ini dari golongan Mu'tazilah. Dan di kalangan

mereka ada penyimpangan pada Muqatil bin Sulaiman. Mungkin

mereka menambah-nambahi dalam penukilan darinya, atau

memang mereka menukil darinya, atau menukil dari orang yang

tidak tsiqah, karena jika tidak demikian, maka aku tidak

menduganya sampai pada batas ini. Asy-Syafi'i berkata, 'Siapa

yang menginginkan tafsir, maka hendaknya menyambangi Muqatil,

dan siapa yang menginginkan fikih maka hendaknya menyambangi

Abu Hanifah'. Muqatil bin Sulaiman, walaupun tidak termasuk

yang haditsnya bisa dijadikan hujjah -berbeda dengan Muqatil bin

Hayyah, karena ia tsiqaE, tapi tidak diragukan lagi ilmunya dalam

bidang tafsir dan lainnya serta penelaahannya. Sebagaimana

halnya Abu Hanifah, walaupun orang-orang menyelisihinya dalam

banyak hal dan mengingkarinya, namun tidak seorang pun

meragukannya mengenai fikihnya, pemahamannya dan ilmunya.

Mereka telah menukil darinya banyak hal yang mereka maksudkan

unfuk memburukkannya, dan itu jelas kebohongan mengenainya.

Seperti masalah babi darat dan sebagainya. Maka tidak jauh

kemungkinan nukilan dari Muqatil juga seperti iLr."211

Disebutkan di dalam Wafayat Al A yan, biografi Muqatil bin

Sulaiman, "Diceritakan dari Imam Syafi'i, bahwa ia berkata,

'Semua manusia menjadi keluarga pada tiga orang. Pada Muqatil

2ro N Maqalaf(hal. 209).

2r1 Mnliaj As-SuTnah (2/ 6L8S2O\.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

141

bin Sulaiman dalam bidang tafsir, pada Zuhair bin Abu Salma pada

bidang syair, dan pada Abu Hanifah pada bidang Lu1u-'."212

ztz Wafayat Al A't/an (4/3411.

144 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

BAB: KEDUA

Pendapat-Pendapat Mengenai Sifat Tinggi dan

Istiwa'

Mengenai ini ada tiga pasal:

Pasal pertama: pendapat-pendapat mengenai sifat tinggi

Pasal keduar pendapat-pendapat mengenai sifat istiwa'

Pasal ketiga: masalah-masalah yang terkait dengan

ketinggian dan istiwa'

Pasal Pertama

Pendapat-Pendapat Mengenai Sifat Tinggr

Dalam hal ini ada dua pembahasan,

Pembahasan pertama: Pendapat Ahlussunnah wal Jama'ah

dan yang menyepakati mereka

AlArasy (SinggasanaAllah) 

l4S

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi

mereka

145 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN PERTAMA

PENDAPAT AHLUSSUNNAH WAL

JAMA,AH DAN YANG MET.TYEPAKATI

MEREKA

Ahlussunnah mengimani ketinggian Allah di atas para

makhluk-Nya dan istiwa '-Nya di atas 'Arsy-Nya, dan bah'*n Allah

terpisah dari para makhluk-Nya, dan mereka terpisah dari-Nya.

Pendapat mereka yang menetapkan ketinggian ini

disepakati oleh umumnya golongan yang berpendapat mengenai

sifat, seperti Abu Muhammad Abdullah bin Sa'id bin Kilab dan

para pengikutnya, Abu Al Abbas Al Qalanisi2l3, Abu Al Hasan Al

Asy'ari dan para sahabat seniomya.

213 16nu Asakir berkata mengenaingn di dalam Tabyin lhdzib N Muftad(M.

298, "Abu Al Abbas Ahmad bin Abdurmhman bin Khalid Al Qalansi Ar-Rad

(semasa dengan Abu Al Hasan Al Asy'ari xg (tapi tidak ternrasuk muridnya

(sebagaimana yang dikatakan oleh Al Ahwazi, dan ia termasuk tokoh ulama besar

nan teguh. Keyakinannya sama dengan kegrakinannp mengenai penetapan (pkni

sama dengan keyakinan Al Asy'an).".

AlArasy (SinggiasanaAllah) 

747

Ini juga merupakan pendapatrya golongan Al Karamiyah

dan para pendahulu golongan Syi'ah imami5ntt.zla

Ahlussunnah w.dl Jama'ah dalam menetapkan sifat

ketinggian ini berdalih dengan Al Qur'an, As-Sunnah, ijma', akal

dan fithrah (naluri).

A&-Dzahabi A di dalam hbbnya, Al Asy,

mengemukakan baryak dalil dari Al Qur'an, As-Sunnah, ilma'

para salaf umat (para pendahulu umat ini) dan para imamnya,

sehingga tidak perlu diulang, karena sudah mencukupi untuk sisi

ini.

Di sini sagn akan mengiq;aratkan dalil logika dan ftthrah

(naluri).

Dalil-dalil logllra sangat banyak, di sini akan saya

kemukakan tiga di antaranya:

Dalil pertama: Ucapan Imam Ahmad &,, 'Jika engkau

ingin mengetahui bahun pengarnrt faham Jahmiyah adalah orang

yang mendustakan Allah Ta'ala kefika ia merryatakan bahwa Allah

ada di segala tempat dan tidak di safu tempat tanpa tempat

lainnya, maka katakanlah kepadanya: 'Bukankah Allah ada ketika

belum ada sesuafu pun?'

Maka ia akan menjawab, 'Yd.

lalu katakan kepadanp: 'Ketika Allah menciptakan

sesuat4 apakah Dia menciptakannp di dalam diri-Nya, atau di

luar diri-Nya'. Maka ia akan ada tiga kemungkinan jawabannya:

2r4 lvyui-u' 41 Fabm 12/2971; lUdh Ta'sb Al Jahmilryh 11/127 , 2/141.

148 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Pertama, bila ia menyatakan bahwa Allah menciptakan

ciptaan di dalam diri-Nya, maka ia kafir ketika menyatakan bahwa

Allah menciptakan jin dan para syetan serta iblis di dalam diri-Nya.

Kedua, bila ia mengatakan, 'Allah menciptakan mereka di

luar diri-Nya, kemudian Allah masuk kepada mereka'. Maka

dengan ini juga ia menjadi kafir ketika menyatakan bahwa Allah

berada di setiap tempat busuk, kotor dan buruk.

Ketiga, bila ia mengatakan, 'Allah menciptakan mereka di

luar diri-Nya kemudian tidak masuk kepada mereka'. Maka berarti

ia menarik semua perkataannya' -"215

Dalil kedua: Perkataan Ibnul Qayyim, "Sesungguhnya

setiap orang yang mengakui keberadaan Rabb semesta alam,

pengafur alam, diharuskan mengakui keterpisahan-Nya dari para

makhluk-Nya dan ketinggian-Nya di atas mereka.

Orang yang mengakui Rabb ada yang mengakui bahwa Dia

memiliki dzat dan inti khusus, dan tidak mengakui itu. Bila ia tidak

mengakui itu, maka berarti ia tidak mengakui Rabb. Karena Rabb

tidak memiliki dzat dan tidak pula inti, Dia dan ketiadaan adalah

sama. Bila mengakui bahwa Rabb memiliki dzat khusus dan inti,

maka ada mengakui kepastiannya tertenfu, dan ada mengatakan

tidak tertentu.

Bila dikatakan bahwa itu tidak tentu, maka itu adalah

imajinasi di dalam pikiran, bukan di luar. Karena di luar tidak ada

sesuafu pun kecuali tertentu. Apalagi dzat ifu lebih utama daripada

tertenfunya segala yang tertentu, karena adalah mustahil terjadinya

persekufuan di dalamnya, dan adanya pesaing padanya, maka

tertentunya Dzat Allah & adalah wajib.

2rs 4r-pu44 ala,Az-hnadiqah wa Al Jahmijiy;ahfiEl. 95-96).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

149

Bila mengakui bahwa itu dzat tertentu tapi tidak

keseluruhan, sedangkan alam bersaksi bahwa itu tertenfu dan tidak

parsial, maka dipastikan terpisahnya salah satu dari yang tertentu

dari yang lainnya. Karena bila tidak terpisah maka tidak logis

membedakan darinya dan menyatakannya tertentu.

Bila dikatakanr 'Dia tertentu dengan keadaan tidak masuk

ke dalamnya dan tidak pula di luamln'.

Maka dikatakan: lni -unllahu a'lanr hakikat pendapat

kalian, yaitu inti kemustahilan, yaifu pemyataan dari kalian bahwa

tidak ada dzat bagi-Nya dan tidak ada inti yang mengkhususkan-

Nya. Karena bila Dia memiliki inti yang khusus, niscaya tertentulah

intinya dan dzat khususnya. Sedangkan kalian menetapkan

ketertenfuannya adalah ketiadaan mumi, dan peniadaan yang

dialihkan, yaifu keadaan-Nya yang tidak masuk alam dan tidak

pula di luamya. Penentuan ini tidak menunjukkan keberadaannya

dari apa yang bisa disebut tidak ada secara mumi.

Selain itu, ketiadaan secara mumi tidak menentukan yang

tertenfu. Karena itu bukan sesuafu, tapi ditenfukan oleh dzat-Nya

yang khusus dan sifat-sifat-Nya. Maka dari kepastian dzat-Nya

ditenfukan dzat ihr, dan dari penenfuan ifu adalah terpisahnya dari

para makhluk, dan dari keterpisahannya ifu adalah ketinggiannya

di atas para makhluk berdasarkan apa yang telah dikemukakan

66i."215

Dalil ketiga, Telah dipastikan dengan kenyataan logis,

bahwa dua hal yang bertolak belakang adalah bila salah satunya

sifat kesempumaan sedangkan yang lainnya sifat kurang. Karena

Allah & disifati dengan kesempumaan tanpa kekurangan,

sementara mati dan hidup adalah saling bertolak belakang, maka

276 14r1*1i1ut1ru Ash-Shawa'iq (1 /27 9-2801.

150 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Allah disifati dengan hidup tanpa kematian. Juga, karena ilmu dan

kejahilan bertolak belakang, maka Allah disifati dengan ilmu tanpa

kejahilan. Dan karena kekuasaan dan kelemahan bertolak

belakang, maka Allah disifati dengan kekuasaan tanpa kelemahan.

Dan karena terpisah dari alam dan masuk kepada alam saling

bertentangan, maka Allah disifati dengan keterpisahan dari alam

tanpa masuk ke dalam alam. Dan karena keterpisahan itu tidak

terlepas dari kemungkinan tinggi di atas alam atau sejajar, maka

wajib disifati dengan ketinggian tanpa kesejajaran, apalagi di

bawahnya.

Penentang pun menerima bahwa Allah disifati dengan

ketinggian tempat dan ketinggian penguasaan. Ketinggian

penguasaan dan ketinggian tempat artinya bahwa Dia lebih

sempuma daripada alam. Kandungan ketinggian penguasan

bahwa Dia Berkuasa atas alam. Bila Dia terpisah dari alam, maka

dari kesempumaan ketinggian-Nya adalah berada di atas alam,

tidak sejajar dengannya dan tidak pula di bawahnya.

Karena ketinggian adalah sifat kesempumaan, dan itu

termasuk kelaziman Dzat-Nya, maka keberadaan selain-Nya hanya

terjadi dengan keadaan Dia tinggi di atasnya, dan sama sekali tidak

ada yang lebih tinggi dari-Nya.2l7

Dengan contoh-contoh yang kami kemukakan dari dalildalil

logika, jelaslah bagi kita pendalilan logis yang jelas menunjukkan

ketinggian Allah dan keterpisahan-Nya dari para makhluk-Nya.

Selain itu, juga menunjukkan penyelisihan pendapat-pendapat

golongan Mu'aththilah (meniadakan sifat Allah) dan Hululiyah

(menyatunya Allah dengan makhluk) berdasarkan dalil logis dan

nukilan shahih.

217 prt' u Ta'arudh N Aql m An-Naqt (7 /54',.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

1S1

Dalil fithrah (naluri)

Sebagaimana diketahui, bahwa fithrah yang bersih telah

terbentuk dengan pengakuan akan ketinggian Allah &, dan hal ini

tampak ketika manusia mendapati dirinya dalam bahaya hingga

ketika berdoa ia menengadah ke arah atas walaupun dengan hati.

Hal ini tidak bisa ditolak oleh manusia dari dirinya, apalagi

menyangkal orang yang mengatakannya dan mengingkari hal ini

padanya.

Karena itu, Al Juwaini -lmam Al Haramain- tidak

menemukan jawaban ketika Al Hamdani menanyakan kepadanya

dan berhujjah dengan ini kepadanya. Karena Muhammad bin

Thahir Al Maqdisi menyebutkan, bahwa Syaikh Abu Ja'far Al

Hamdani menghadiri majlis Ustadz Abu Al Ma'ali Al Juwaini yang

dikenal dengan sebutan Imam Al Haramain, ia berbicara mengenai

menafikan sifat tinggi, ia berkata, *Allah ada ketika Arsy belum

ada, dan sekarang Dia berada di tempat yang dulunya Dia ada."

[-alu Syaikh Abu Ja'far berkata, "Wahai Ustadz, biarkan kami dari

penyebutan Arsy -yakni karena hal itu hanya dat'. as-sam'u (dalil

naqli-. Kabarkanlah kepada kami tentang keadaan yang kami

dapati di dalam hati kami. Karena tidak seorang pun 1liang bijak

berkata, 'Ya Allah,' kecuali ia mendapati di dalam hatinya keadaan

yang menuju ke atas (ketinggian), tidak menoleh ke kanan dan

tidak pula ke kiri. Bagaimana menghalau keadaan ini dari hati

kami?'

Maka Abu Al Ma'ali menepuk kepalaryn dan berkata, 'Al

Hamdani telah membuatku bingung. Al Hamdani telah

membuatku bingung'. "218

218 14"i-r' Al Fatawa (4/M, 61); Syarh Al Aqidah Ath-Thahawiwh (hal.

325-3251.

152 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "Tingginya Sang

Pencipta di atas para makhluk dan bahwa Dia di atas alam, adalah

perkara yang terpatri di dalam fithrah para hamba, sudah diketahui

oleh mereka secara otomatis, sebagaimana disepakati oleh semua

umat, diakui dan dibenarkan, tanpa menunda-nunda ihr dan tanpa

berkelit-kelit, dan mereka mengabarkan tentang diri mereka,

bahwa mereka mendapati dirinya membenarkan ifu di dalam

fithrah mereka.

Begitu juga ketika mereka memaksudkan Allah dan

menginginkan-Nya, seperti memaksudkan-Nya ketika berdoa dan

meminta, maka secara otomatis hati mereka menghadap ke arah

ketinggian. Maka sebagaimana mereka secara otomatis

mengarahkan hati mereka kepada ketinggian kepada-Nya, maka

mereka tidak menemukan di dalam hati mereka penghadapan ke

arah lainnya. Tidaklah sama semua arah didalam hati mereka, dan

hati pun tidak kosong dari memaksudkan salah satu arah, bahkan

mereka mendapati hati mereka otomatis memaksudkan arah tingE

mereka tanpa arah-arah lainnya.

Ini mengandung penjelasan akan otomatisnya mereka

memaksudkan-Nya di ketinggian, dan menghadapnya mereka ke

arah ketinggian di dalam berdoa. Sebagaimana juga hal ini

mengandung penjelasan bahwa fithrah mereka terpatri mengakui

bahwa Dia di ketinggian dan membenarkan iLr."219

27e Dar'u Tabrudh Al Aql wa An-Naql(7/S) de6an pengnrntingan.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 153

PEMBAI{ASAI{ KEDUA

PENDAPAT-PENDAPAT GOLONGAN

YANG MET.IYEUSIHI

Pendapat Pertama: Pendapat golongan Mu'aththilah

dari kalangan para filosof,22o Jahmiyah,zzl Mu'tazlah,22z

Muta' akhkhir Asy'anyah,2zz dan Qaramithah Bathiniyal-,.zza

Mereka semua menalikan ketinggian Allah dan ketinggian-

Nya di atas para makhluk-Nya. Semua itu di bawah klaim tauhid,

pen5lucian dan penaftan bsyibh, karena mereka menyatakan

bahwa penetapan ketinggian Allah & mengandung penetapan

220 4rr-1yui4i, karya hnu Sina (hal. 34.

22t Maimu' Al Fataut:a 12/297'298, 5/1221.

222 16i4.

223 7u'wil Musykil N Hadia karya lbnu Faurak (hal. 63); N lqtishad fi N

I' tiqad l<art3a Al Ghazali 129, 34l.

224 pur', Tabrudh Al ,4Sl m An-Nat (5/1781. Golongan qaramithah dari

kalangan Bathiniph (mereka dinisba*an kepada Hamdan bin Al Asy'ats yang

digelari =Qarmith karena dalam langlmhnlra. A:h. n Farq baina Al

frne eSll; (2931; Al MunbzJnm karyn Ibnu Al Jauzi 6/Uq, lll).

154 - 

Al Arasy(SinggasanaAllah)

arah, tempat, batas, gerakan, dan perpindahan, sedangkan hal-hal

ini menurut persepsi mereka, melazimkan fisik, sedangkan fisik

adalah hadits (baru), dan Allah Suci dari segala hal yang bam,

karena itulah mereka menafikan ketinggian, dan mereka

menakwilan nash-nash yang pasti mengenai itu, bahwa maksudnya

adalah ketinggian penguasaan dan penundukan.

Golongan Jahmiyah yang menafikan ketinggian Allah

terbagi menjadi dua golongan dalam masalah init

Golongan pertama: Mereka yang mengatakan bahwa

Allah & tidak masuk ke dalam alam dan tidak pula di luamya,

tidak pula di atasnya dan tidak pula di bawahnya, dan Dia tidak

terpisah darinya dan tidak pula bersenfuhan dengannya.

Pendapat ini juga yang dianut oleh para ahli teori dan ahli

kalam dari kalangan Mu'aththilah.2%

Dengan pendapat ini, mereka telah menafikan dua sifat

yang saling berlawanan yang tidak terlepas dari keberadaan

keduanya. Demikian ifu karena kekhawatiran mereka

menyebabl<an tasybih, sehingga mereka mengatakan perkataan ini

untuk menghindari -menunrt asumsi mereka- dari menetapkan

arah, tempat dan tapal, karena di sih,r, sebagaimana yang mereka

katakan, terkandung tajsim, dan ifu adalah tasybih. Maka mereka

mengatakan, "Berlaku pada kita apa yang diberlalmkan kalangan

yang menetapkan sifat-sifat, karena ifu kami menufup seluruh

pinfunya."

Para penganut pendapat ini dalam pendapat mereka ini

bersandar kepada argumen-a4lumen yang mereka klaim sebagai

225 4,'-91*1u1i N Adhhuungh, dinukil dan Mukhbslnr ,4slr&nm k1

(7/237\i Al lqtishad ft N l'uqad (lral, 34h Ta'wil Mrtyil Al Hadits hal. 6364);

Majm u' Al Fa tam (2 / 297 -298, 5 / 122-7241; Naqdh At-Ta' sis lL / G7l.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

155

argumen-argumen logis, mereka memunculkannya, mengada-

adakannya dan menjadikannya pendahuluan setiap nash. Mereka

itu tidak memiliki satu pun dalil dari Al eur'an maupun As-

sunnah yang menunjukkan kebenaran pendapat mereka ini.

Berkenaan dengan itu syaikhul Islam hnu Taimiyah *s berkata,

"Semua ahli bid'ah terkadang berpedoman dengan nash-nash,

seperti Khawarij, syi'ah, Qadariyah, Murji'ah dan lain-lain, kecuari

golongan Jahmiyah, karena mereka tidak memiliki satu kalimat

pun dari para nabi yang sesuai dengan apa yang mereka katakan

mengenai penafan."226

Setelah kami kemukakan pendapat kedua akan kami

kemukakan argumen-argumen yang mereka kemukakan.

Pendapat kedua: Mereka yang mengatakan bahwa Allah

dengan dzat-Nya berada di segala tempat.

Pendapat ini yang dianut oleh golongan Najjariyah22T 6un

banyak dari kalangan Jahmiyah tenrtama para ahli ibadah mereka,

para sufi mereka, golongan awam mereka, serta ahli ma'rifah dan

tahqiq mereha.228

Mereka berdalih dengan sebagian argumen-argumen logika

yang diklaim disandangkan kepada sebagian ayat-ayat Al eur'an

yang menunjukkan kebersamaan dan kedekatan.

226 74ui-u'41 Fabow (S/l2Zl.

227 Merel. adalah para pengikut Husain bin Muhammad bin AMulrah bin

An-Najjar, dan kebanpkan Mu'tazilah Ar-Rary dan sekitamya menganut

madzhabnya. Asy-syahrastani menukildi dalam N Mrar on An-Nihalll/ll3-714)

dari Al Ka'bi ucapannlra: "sesungguhnya An-Najjar pemah berkata,

'Sesungguhnya Dzat Yang Maha Pencipta berada di setiap tempat tanpa makna

ilmu dan kekuasaan'."

l)h. Maqalat Al Islamilyin ll/735-137, 283-2851; Al Farq baina Al Fins

(126-1271; ushuluddin karyu Al Baghawi (hal. 334); At-Tabshir fr Ad-Din (7ol);

(102 (103).

2u, l:h. N4dh At-Ta'sis (l/71.

156 - AlArasY (SinggasanaAllah)

Banyak dari kalangan Mu'aththilahlang memadukan kedua

pendapat ini, sehingga dalam penelitian dan pengkajiannya ia

berpendapat dengan memadukan kedua sifat 5ang berlawanan,

sehingga ia mengatakan, "Dia tidak di dalam alam dan tidak pula

di luamya."

Dalam hal ibadah kepada-Nya dan memperhrhan-Nya, ia

mengatakan bahwa Dia di segala tempat, dan tidak ada sesuatu

pun yang kosong dari-Nya.229

Syubhat golongan Mu'aththilah Aqliyah

Sesungguhnya kebanyakan yang dfiadikan sandaran

golongan Mu'aththilah dalam menafikan sifat tinggi dan sifat-sifat

lainnya hanyalah ungkapan tentang argumen-argumen logika yang

diklaim dan diada-adakan, yang dibangun oleh golongan

Mu'athithilah atas dasar-dasar filsafat yang mana mereka

terpengaruh olehnya, dan golongan Mubththilah ini dalam

penafian mereka tidak memiliki dasar dari Kitabullan maupun

Sunnah Rasulullah S.

Golongan Mu'aththilah ifu menjadikan argumen-argumen

ifu sebagai hukum perkara yang berlaku, lang harus diikuti, dan

diyakini kebenaran serta pasrah kepadanya- Penyucian mereka

terhadap ifu mencapai titik dimana mereka menjadikannya sebagai

pendahuluan atas Al Kitab dan As-Sunnah, sehingga bila ada nash

dari Al Kitab atau As-Sunnah, mereka membandingkannf dengan

dasardasar logika itu, bila sesuai maka mereka berdalih dengan itu

sebagai penguat, bukan sebagai sandaran utama, dan bila

menyelisihinya maka mereka merubah kalimat-kalimatnya dari

22e 1[iJ.

AlArasy (SingeasanaAllah) 

- lS7

tempat-tempatnya lalu menalsr.,ilkan nash-nash Al Qur'an dan

menohok nash-nash As-Sunnah. Semua itu di bawah klaim

penyncian, tauhid dan penafian tasybih.

Golongan Mubththilah di sisi ini -yakni sisi penafian

tasybiE telah berlebihan, karena mereka menjadikan dari firman

Allah &:

r'<r;*6Jl

" Tidak ada sauafu pun yang serup dengan Dia. (Qs. Asy-

Synuraa 1421: LLI

Surga yang dengannya mereka bemlasan unfuk menafikan

tingginya Allah & di atas ArqrNya, berbicara-Nya kepada para

rasul-Nya serta penetapan sifat-sifat kesempumaan-Nya dan

sebagainln yang Allah khabarkan mengenai diri-Nya, atau yang

dikhabarkan oleh Rasul-Nya #, sampai-sampai sebagian golongan

Mu'aththilah itu menafikan dzat-Nya karena takut taqrbih, maka

mereka mengatakan, "Dia adalah wujud mumi yang tidak ada

hakikatnya." Sementara yang lainnSn menaftkan wujud-Nya secara

keseluruhan karena kharrvatir bsybih -menunrt persepsi mereka-,

yang mana mereka mengatakan, "B€rlaku pada kita apa yang

diberlakukan kalangan yang menetapkan sifat-sifat, karena itu kami

menutup seluruh pinfunya. "23o

Nanti akan kami paparkan dalam pembahasan ini sebagian

dari dasar-dasar syubhat logika gnng diklaim itu, lnng dijadikan

oleh golongan Mu'aththilah sebagai sandaran mereka dalam

menafikan sifat tinggi dan sifat-sifat lainnya. Dan akan kami

jelaskan penyelisihannya terhadap Kitabullah dan Sunnah Nabi-

230 74r1r1i 1u"1rt Ash-Slnwn'iq (l /2851.

158 

Al Arasy (SinggasanaAllah)

Nya Muhammad i$, disertai penjelasan dasardasar ifu terkait

dengan kontradiksinya, tenttama dari sisi logika.

Karena banyaknya sekte-sekte Mu'aththilah dan berbedanya

yang safu dari lainnya dalam pendapat dan pandangan, maka kami

akan mengemukakan syrbhat masing-masing golongan dari

golongan-golongan yang telah disebutkan secara rinci. Kami mulai

dengan:

1. Sytrbhat para filosof23l

Para filosof menafikan sifat tinggi dan sifat-sifat lainnya

Dzat Yang Mencipta fr -sebagaimana yang telah kami sebutkan-

di bawah klaim tauhid dan penyucian menyerupai para makhluk.

Karena Ibnu Sina berkata, "Sesungguhnya wajibnya wujud dengan

dzat-Nya adalah satu lagi sederhana, tidak batfk arti dari

berbagai arti, karena Dia bukan fisik, bukan benfuk fisik, bukan

materi yang logis untuk bentuk yang logis, dan bukan bentuk logis

dalam materi yang logis, dan tidak bagian bagi-Nya dalam

pembicaraan dan tidak pula dalam pokok-pokok yang

mendasarinya, tidak pula dalam perkataan penqnrah dan

sebagainya yang menafikan keesaan wajibnya wujud dan

kesederhanaan kemutlakannya. "232

Orang yang mencermati ungkapan yang dikemukakan hnu

Sina ini akan mengetahui, bahwa ifu sekadar istilah-istilah yang

dibuat oleh dan orang-orang serupanya dari kalangan para filosof

yang mengedepankan filsafat grunani, lalu mereka menjadikan

ungkapan-ungkapan bid'ah itu apa yang mereka sebut tauhid, dan

mereka mengklaim bahwa apa yang dikandungnla itu adalah

231 yurln saya maksud adalah para filosof mr:slim seperti lbnu Sina dan Al

Farabi.

232 4,r-1yuiu1ka4n hnu Sina (hal. 37).

AlArasy (SinggiasanaAllah) 

lS9

pen!rucian. Padahal hakikatnya ifu mengandung penafian semua

sifat termasuk sifat ketinggian dan istiwa'. Karena perkataannya:

"Sesungguhnya wajibnya wujud dengan dzat-Nya adalah satu lagi

sederhana, tidak banyak arti dari berbagai arti," maksudnya bahwa

Allah & tidak memiliki sifat dan kekuasaan. Karena hal itu

berdasarkan pandangannya yang melazimkan tajsim (mem-fisik-

kan), tajzi'ah (menganggap terdiri dari bagian-bagian), dan tarkib

(susunan) sehingga melazimkan penafiannya. Karena dari itu

melazimkan huduts (kebaruan) dan ifttiqar (membufuhkan selain-

Nya), sedangkan ifu menafikan wajibnya wujud.

Ibnu Sina para para filosof Iainnya dalam menafikan sifat-

sifat bertopang pada argumen tarkib (susunan), yaitu: "Bahwa bila

itu sifat, berarti Dia adalah susunan, sedangkan yang tersusun itu

membutuhkan kedua bagiannya, dan kedua bagiannya adalah

selainnya, sedangkan yang membufuhkan selainnya maka tidak

wajib dengan dirinya." Dengan perkataan ini, anda mendapati

mereka telah menafikan selumh sifat Dzat Yang Maha Pencipta.

Bila kita cermati ungkapan yang tadi, yaitu: "sesungguhnya

wajibnya wujud dengan dzat-Nya adalah satu lagi sederhana ...',

unfuk menerangkan kandungannya yang menyelisihi Kitabullah

dan sunnah Rasul-Nya,S, dan bahkan penyelisihannya terhadap

akal yang dikedepankan oleh mereka atas segala sesuafu, niscaya

kita dapati ungkapan ini merupakan penafsiran "yang satu,,

dengan apa yang tidak ada asalnya di dalam Al Kitab maupun As-

Sunnah, bahkan ifu merupakan penafsiran bathil secara syar'i,

logika dan akal.

Dari segi bahasa, para ahli bahasa sepakat, bahwa

perkataan ini bukan makna J+lji (yang safu) dalam bahasa,

karena Al Qur'an dan perkataan Arab lainnya sepakat atas apa

160 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

yang diketahui secara otomatis dalam bahasa Arab semua bahasa,

bahwa mereka menyifati banyak makhluk, bahwa itu i-fl1 (satu),

dan itu adalah fisik, karena para makhluk itu bisa sebagai fisik dan

bisa sebagai aradh (bukan inti) bagi yang menetapkannya selain itu

atau melebihinya.

Karena para ahli bahasa sepakat menyebut satu fisik

dengan l|r1 (satu), maka mustahil dalam bahasa ada makna +tji

yang tidak terbagi bila yang dimaksudkan itu bahwa itu bukan fisik

dan bahwa itu tidak ditun;ukkan kepada sesuatu darinya tanpa

sesuafu. Dan tidak ada di dalam bahasa sebutan J€ltli kecuali

terhadap yang memiliki sifat dan kadar, berdasarkan firman

Allah &,

" Yang telah menciptakan kamu dan diri Snng safu. (Qs. An-

Nisaa' [4]' 1).

Sebagaimana diketahui, bahwa jiwa yang satu maksudnya

di sini adalah Adam S, sementara Hawwa diciptakan dari fulang

rusuk Adam, jadi dari jasadnyalah Hawwa diciptakan, bukan dari

ruhnya, sehingga tidak boleh seseorang mengatakan, "i:t-;}i

adalah ungkapan jiwa yang berakal, yang tidak ada susunan

padanya." Bila Hawwa diciptakan dari jasad Adam, sementara

jasad Adam adalah salah satu jasad yang Allah sebut satu diri,

maka diketahuilah bahwa fisik terkadang disifati dengan satu.

Lebih mendalam dari itu adalah apa yang disebutkan oleh Ahmad

dan lainnya mengenai firman Allah &:

,t5,#;'F"&"5i

AlArasy (SinggasanaAllah) 

161

t:4i;Lura)s

" Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang tmng Aku telah

menciptakannya sendirian. (Qs. Al Muddatstsir [74]: 11)

Karena 't+ii adalah bentuk mubalaghah (menunjukkan

hiperbola) dari L-7r1i lsatu) Bila seorang manusia disifati dengan

"J+) pada satu sifat, maka Tatl adalah lebih utama, namun

demikian ia adalah salah satu fisik.

Dari segi akal, sesungguhnya i-7lyt[ 1n"g mereka sifati,

telah berkata mayoritas orang berakal dan para pemilik naluri

sehat, bahwa ifu perkara yang tidak masuk akal, dan tidak ada

arahnya di luar, tapi itu hanyalah perkara yang diperkirakan di

dalam benak, karena di luar fidak ada sesuafu maujud $ang ada)

yang tidak memiliki sifat dan kadar, dan Udak berteda antara

sesuatu dan sesuafu lainnya, padahal memungkinkan dilihat dan

diketahui, namun tidak diketahui, walaupun menyebukrya dengan

sebutan fisik.

Dari segi g;ariat, kami katakan, bahwa yang dimaksud

oleh kaum muslimin, bahwa nama-nama yang disebutkan di dalam

Al Qur'an dan As-Sunnah serta perkataan kaum mukminin yang

disepakati sebagai pujian atau celaan, diketahui hal-hal yang

dinamai dengan nama-natna itu hingga mereka memberi

haknya. Dan sebagaimana diketahui secara dogmatis, bahwa

sebutan ,t+ltti di dalam perkataan Allah tidak memaksudkan

menarik sifat-sifat dan menarik pengetahuannlra dengan perasaan,

162 - AlArasy (SinggasanaAllah)

dan tidak juga menafikan batas, kadar dan makna-makna lain yang

diada-adakan oleh mereka.233

Adapun alasan tarkib (susunan)yang menjadi sandaran para

filosof dalam menafikan sifat-sifat, yaitu perkataan mereka, '-_J'i!

'.;itilri ,'o* l;?3 ,*? jl*--i;i,i ,,k'rl'ot3"^iltg

ryr|tti'$il 9f J\(Sesungguhnya bila itu sifat, niscaya itu

adalah susunan, sedangkan susunan membutuhkan kedua

bagiannya, dan kedua bagiannya adalah selainnya, sedangkan yang

membutuhkan kepada yang lainnya Udak wajib dengan dirinya). Ini

terdiri dari lafazh{afazh globalyang bermakna, bahwa setiap lafazh

darinya mengandung banyak makna, sehingga terlebih dahulu

perlu menjelaskan maksud dari setiap lafazh sebelum diulas.

L-afazh 'J;J $ang tersusun) misalnya, terkadang

dimaksudkan sesuatu yang disusun oleh selainnya, atau yang

membufuhkan lalu bergabung, atau yang bisa terpisah, sedangkan

Allah disepakati Suci dari semua makna ini.

Adapun dzat yang disifati dengan sifat-sifat yang lazim

baginya, bila kalian menyebut ini susunan, maka ifu adalah istilah

kalian, tapi itu yang difahami dari lafazh '3 ir,dan kalian, wahai

para filosof, tidak akan bisa menegakkan dalil untuk menafikannya.

Adapun ucapan mereka: t3; lrLS "niscaya itu adalah

susunan", bila yang mereka maksud adalah niscaya selainnya yang

men!rusunnya, atau niscaya berpadu setelah sebelum4n terpisah,

atau niscaya bisa terpisah, maka ifu kelaziman Sang bathil, karena

233 1Yun46 4t-Ta'sis (l/482, M, 488il.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 163

pembahasannya mengenai sifat-sifat yang lazim bagi yang disifati

yang mustahil wujudnya tanpa ifu.

Bila yang dimakzud dengan susunan yang disifati atau

serupa ifu, lalu mengapa mereka mengatakan bahwa itu tidak

mungkin (mustahil)?

Adapun ucapan mereka: 9f J\W';'tl1 (sedangkan

yang disusun membutuhkan selainnya), bisa dijawab bahwa * i,

dengan penafsiran pertama, maka itu memang membufuhkan

kepada yang memisahkannya, sedangkan ini mustahil bagi

Allah &.

Sedangkan png disifati dengan sifat-sifat kesempumaan

Spng lazim bagi dzat-Nya yang kalian sebut susunan, maka dalam

penyifatan ini bukanlah apa !/ang menjadikanryn membutuhkan

kepada yang memisahkann5a.

Bila mereka berkata, '(Sifat-sifa$ itu adalah selain-Nya, dan

Dia tidak ada kecuali dengannln, dan ini berarti membufuhkan

kepadanya" maka dikatakan kepada mereka: Bila yang mereka

maksudkan dengan ucapan mereka: "(Sifat-sifat) ifu adalah selain-

Nya" adalah bahwa itu terpisah dari-Nya, maka ifu bathil.

Bila mereka maksudkan bahwa ifu bukan Dia, maka

dikatakan kepada mereka: Bila sifat ifu bukan Sang disifati, maka

resiko dalam hal ini.

Bila mereka berkata, "Dia membufuhkannya" maka

dikatakan kepada mereka: Apakah yang kalian maksud dengan

"membufuhkan" itu bahwa Dia membufuhkan kepada pelaku yang

melakukannya, atau tempat yang menerimanya? Ataukah kalian

164 - 

AlArasy (SintgasanaAllah)

memaksudkan bahwa Dia melaziminya sehingga Dia tidak ada

kecuali Dia disifati dengan itu?

Yang kedua maka resiko apa dalam hal itu? Sedangkan

yang pertama itu bathil, karena sifat yang lazim bagi png disifati

tidak menjadi pelakunya.234

Adapun ucapan mereka: * iri ,r5';, ,t SJU oS j 51.

t" -\# 

(sesungguhnya bila itu sifat, niscaln itu adalah

susunan, sedangkan susunan membufuhkan kedua bagiannya).

Perkataan ini tidak tepat kecuali menumt yang menetapl<fi al

jauhar al fard (inti hrnggal), adapun yang menafikannya, maka

menurut mereka, bahwa fisik pada dirinya adalah satu yang

sederhana, bukan susunan dari banyak inti funggal. Masalah ini

adalah perdebatan yang telah berhenti padanya Abu Al Ma'ali Al

;rr*uiri235, orang paling cerdas di kalangan Muta'aktrkhir

Asy'ariyah dan imam mereka, dan juga Abu Al Hasan Al

Bashri236, orang paling cerdas di kalangan Muta'akhkhir

Mu'tazilah, dan juga Ar-R*i.237 Ini adalah pendahuluan mustahil

yang tidak layak menjadi pedoman karena adanya perdebatan di

dalamnya hingga di antara kalangan para filosof sendiri.a

2Y Mnhaj As-Sunnah (1/188-190), dengan penyr.rntingan.

23s Biografinya akan dikemukakan di bagran tahqrq.

236 66, Al Hasan Muhammad bin Ali Ath-Tha!,vib Al Bashri, dari kalangan

muta'akhkhir Mu'tazilah dan kalangan irnam mereka (meninggal pada tahun 435

H. Uh. N Milal wa An-Nihal (7/130-131); Lisn Al Mian (5/59n.

237 Abu Abdullah (Fakhruddin Muhammad bin Umar bin Al Hasan bin Al

Husain At-Taimi Al Bakri Ar-Razi, dan dikenal dengan hnu Al Khatfb, dan lbnu

Khathib Ar-Razi (lahir pada tahun 5214 H (meninggal pada tahrm 606 H, dari

kalangan para imam Asy'ariyah lnng mencampur adukkan madztrab asrT'ari

dengan filsafat dan Mu'tazilah.

Lih. biografinya di dalam Wafa3at Al A'Wn (3/38f-385); Sadant Aclz-

Dzahab(5/21);ThabaqatAs5rSlnfi'ijryhl5/334O1.

238 1Yur46 At-Ta'sis (7/4954961.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

165

2. Syubhat Mu'tazilah

Syubhat Mu'tazilah yang menjadi sandaran mereka dalam

menafikan sifat-sifat Dzat Yang Maha Pencipta fr yang di

antaranya adalah sifat tinggi, adalah apa yang mereka sebut

thariqah al a'radh (teori non inti). Demikian ifu, karena mereka

menyatakan, bahwa sifat-sifat itu adalah a'radh (bukan inti),

sedangkan a'radh tidak berdiri kecuali dengan fisik, dan fisik

adalah hadiaah (baru; makhluk), sedangkan Allah Suci dari

haundits. Karena ihr, perkataan Mu'tazilah mengenai Allah, bahwa

Dia qadim (terdahulu; tidak berawal) lagi Esa, tidak ada selain-Nya

yang menyertain5n dalam k*qadinran itu. Bila berdiri sifat-sifat

bersama-Nya, berarti ada selain-Nya yang bersama-Nya, dan

bemrti Dia adalah fisik, karena berlakunya sifat-sifat

mengindikasikan banyak dan berbilang pada dzat-Nya, dan

mengindikasikan bahwa Dia fisik, sedangkan itu menyelisihi tauhid.

Jadi mereka menyatakan, bahwa tauhidullah (mengesakan

Allah) dan mensucikan-Nya bertopang pada prinsip bahwa Dia

bukan fisik. Status bahwa Dia bukan lisik bertopang pada tidak

berlakunya a'ndh dan hawadits dengan-Nya yang merupakan

sifat-sifat dan pertuatan-perbuatan- Menumt mereka, penafian itu

bertopang pada apa yang menunjukkan hudut*nya fisik, dan yang

menunjukkan kepada mereka tentang hudubnya fisik adalah

bahwa fisik tidak terlepas dari hawmdits (hal-hal baru; makhluk),

sedangkan apa yang tidak terlepas dari haumdits udak

mendahuluinya, dan apa yang tidak mendahului hawadits maka ia

hadib(baru; makhluk).

Mereka juga menyatakan, bahwa fisik Udak terlepas dari

a'radh (non inti), sedangkan a'ndh yang tidak menempati dua

166 - AlArasy (SinggasanaAllarh)

masa maka ia hadits. Bila fisik tidak terlepas darinya, maka

pastilah hudut*nya.

Mereka juga menyatakan, bahwa fisik tersusun dari inti-inti

funggal, sedangkan suafu susunan itu membufuhkan kedua

bagiannya, dan kedua bagiannya adalah selainnya, dan yang

membutuhkan selainnya maka Udak lain kecuali hadits lagi

makhluk. Maka fisik berkeserupaan, karena setiap yang benar

terhadap sebagiannya maka benar terhadap keseluruhannya.

Sementara telah benar terhadap sebagiannya yang berupa tahlil

(masuk), tarkib (susunan), ijtima' (penyatuan) dan iftimq

(pemisahan), maka wajib juga benar terhadap keseluruhanny6.239

Golongan Mu'tazilah mengatakan, bahwa kami dengan

teori ini menetapkan hudut*nya alam dan menafikan Sang

Pencipta sebagai fisik dan kemungkinan pengembalian.

Sanggahan terhadap Mu'tazilah

Dari apa yang telah dikemukakan maka kita tahu bahwa

golongan Mu'tazilah membangun dalil mereka dalam menafikan

sifat-sifat atas dasar bahwa al qadim tidak menjadi tempat untuk

sifat-sifat dan gerakan, sehingga ia bukan fisik dan bukan tempat,

karena sifat-sifat adalah a'radh (bukan inti), dan mereka

melazimkan huduts-nya fisik dengan hudubnya a'radh dan

gerakan. Dan bahwa fisik tidak terlepas darinya, sedangkan yang

tidak terlepas dari hawadits maka ia hadits.

Dengan perkataan ini, mereka menafikan sifat-sifat Dzat

Yang Maha Pencipta yang bertopang padanp bubufnya

(tetapnya) Pencipta dan hudutsnya alam. Bila ada di dalam Al

23e Mulihtashat' Ash-Sham iq (l /2541.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

167

Qur'an dan As-sunnah yang menunjukkan penetapan sifat-sifat,

maka perkataan itu tidak berlaku.

Orang yang mencermati argumen-argumen Mu'tazilah akan

melihat tiga hal berikut:

Pertama: Mereka unfuk perkataan-perkataan mereka itu,

mereka berdalih dengan ungkapan-ungkapan para ahli bid'ah, dan

di dalamnya mengandung banyak kesamaran dan keglobalan.

Yaitu seperti lafazh Arsy, fisik, tempat, susunan dan sebagainya.

Jadi mereka berbicara dengan perkataan yang sarnar unfuk

mengelabui orang-orang yang jahil mengenai apa yang mereka

samarkan. Lafazh-lafazh global ini mengandung makna-makna

bathil dan makna-makna lain yang benar, maka dengan demikian

mereka menafikan kedua makna ifu, yang haq dan yang bathil.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah &, telah menjelaskan lafazh-

lafazh ini dari berbagai makna, serta apa-apa yang difunjukkan dari

ungkapan-trngkapan,24o d*rbagaimana golongan Mubththitah int

menggunakannya dalam menafikan sifat-sifat Dzat yang Maha

Pencipta ft, yang mana mereka mengklaim, bahwa perkara-

perkara ini termasuk kelaziman-kelaziman fisik, sedangkan Allah

suci dari ih.r. syaikhul Islam juga telah menjelaskan, bahwa

penggunaan lafazh-lafazh ini sebagai penafian dan penetapan tidak

pemah ada dari para salaf, dan tidak pemah ada di dalam atsar

shahih, serta tidak pemah digunakan oleh para pendahulu dengan

makna istilah yang mereka sepakati. Bahkan mereka semua

mengakui, bahwa tinggi adalah sifat kesempumaan, sebagaimana

bahwa adalah sifat kekurangan. Dan tinggi yang ditetapkan bagi

Allah adalah tinggi yang sesuai dengan kesempumaan Dzat-Nya

2'10 uh. penjelasan hnr Taimiyah untuk ungkapan-ungkapan ini di dalam

Naqdh Ta'sis Al Jahntgryah (1/504, 511); dan di dalam Majmu, Al Fatava

ls/4784fi).

168 - 

Al Arasy(SinggasanaAllah)

Yang Suci dari ungkapan-ungkapan golongan yang mengada-ada

dan serupanya.

Sebagaimana diketahui, bahwa pendapat yang menyatakan

bahwa tinggi melazimkan makna-makna samar ini, ifu karena

diambil dari mengkiaskan yang ghaib kepada yang hadir, dan

berusaha menyelaraskan ungkapan-ungkapan manusiawi terhadap

sifat-sifat ilahiyah. Ini pengkiasan yang salah, karena makna status-

Nya di langit bukanlah bahwa langit meliputi-Nya, atau langit

sebagai tempat-Nya, bahkan Allah & meliputi segala sesuatu,

Kursi-Nya meliputi langit dan bumi, dan Dia di atas segala sesuafu,

tinggi di atas segala sesuafu.24l

Keduar Apa yang jadikan argumen oleh golongan

Mu'tazilah tidak ada asalnSn dari Al Kitab maupun As-Sunnah, tapi

ifu diambil dari perkataan para filosof yang menyatakan bahwa

alam ini memiliki pencipta yang tidak berilmu, tidak kuasa dan

tidak hidup.2a2

Sebagaimana madzhab Mu'tazilah dalam masalah dzat

diambil dari ma&hab yr:nani yang mengatakan, bahwa dzat Allah

satu, tidak ada banyak padanya dalam bentuk apa pun.243

Ketiga: Asal kaidah ini Snng dijadikan sandaran oleh

golongan Mu'tazilah dalam menaftkan sifat-sifat, diambil dari

perkataan mereka mengenai bukfi hudut*nya alam,zM yang

mereka tetapkan padanya hudubnya alam dengan hudut*nya

zat 14u*i1 Stnikhul Islam lbnu Tainiyah min Qaadhiyah At-Ta'wil (387-

385).

242 Maqalat Al Islamiyyin (2/777); dan iu{auqif Al Mu'bzilah min As-Sunnah

An-Nabawiyyahl\3l.

243 Mauqif Al Mu'tazikh min,4s-Strunh An-Nabwiyyah(531.

2M l-jh. ulasan tentang bukti /rardulrnya alam di dalam Majmu' Al Fatawa

(13/1s3).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

169

fisik. Bukti ini telah dijelaskan Al Asy'ari di dalam risalahnya, Ar-

Risalah ila Ahl Ats-Tsugur, bahwa itu bukti haram di dalam syariat-

syariat para nabi, dan tidak seorang rasul pun dan tidak pula para

pengikut mereka yang berdalih dengan itrr.245 Kaidah ini dengan

jalan ini menyebabkan haramnya jalumya karena mengandung

bahaya dan berkepanjangan serta menyandang kelaziman-

kelaziman yang bathil, karena kaidah ini melazimkan penafian

Pencipta secara keseluruhan, dan juga melazimkan penafian sifat-

sifat-Nya, menafikan perbuatan-perbuatan-Nyu, menafikan

permulaan dan pengembalian (pengulangan). Jadi jalan ini tidak

sempuma kecuali dengan menafikan mendengamya Rabb,

melihat-Nya, kuasa-Nya, hidup-Nya, berkehendak-Nya dan

berbicara-Nya, bahkan menafikan ketinggian-Nya di atas para

makhluk-Nya, dan menafikan sifat-sifat khabariyah dari awal

sampai akhir.

Bila teori ini benar, niscaya menafikan Pencipta beserta

perbuatan-perbuatan-Nyu, sifat-sifat-nya, berbicara-Nya,

penciptaan-Nya pada alam dan pengaturan-Nya pada alam. Apa

yang ditetapkan oleh para penganut teori ini dari itu tidak ada

hakikatnya, bahkan itu hanya lafazh yang tidak ada maknanya, dan

bahwa Allah dengan Dzat-Nya berada di segala tempat. Saudara-

saudara mereka mengatakan, bahwa Dia tidak masuk kepada alam

dan tidak pula di luamya. Dan mereka juga mengatakan bahwa Al

@r'an adalah makhluk, dan konsels,vensi-konsekurensi bathil

lainnya.246

2as Bitu66 ila Ahl Ab-Tsaghr (hal. 16&172) tahqiq Abdullah Syakir Al

Junaidi (tesis doktoral dari jurusan Ad-Dirasat Al Ullla di Universitas Islam.

246 7'4u1t1r7rt1ru, Ash-Shawa'iq (7/256,2571; Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-

Naqlll/3840l,.

17O - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

3. Syubhat Muta'akhkhir Asy'ariyah

Mereka juga menafikan sifat tinggi, karena itu termasuk

sifat-sifat khabariyah.24T 5.6unaimana diketahui, bahwa madzhab

Muta'akhkhir Asy'ariyah dalam masalah sifat, mereka

menetapkan tujuh sifat saja, yaifu apa yang mereka sebut shifaat al

ma'ani(sifat-sifat makna), yaitu: prii 1irr"r), iilr"jjr (kuasa), ilrifi

(kehendak) ,i(,ji, hidup), $,:.^lr (mendengar),'r:it ( melihat), dan

i>U3r &erbicara). Untuk sifat-sifat ini mereka menetapkan empat

hukum, yaitu:

1. Sifat-sifat ini bukan dzat, tapi tambahan atasnya. Karena

menumt mereka, Sang Pencipta alam adalah berilmu dengan ilmu,

hidup dengan kehidupan, kuasa dan setemsn5n.

2. Sifat-sifat ini semuanya berdiri dengan dzat Allah &, dan

tidak boleh sesuatu pun dari itu yang berdiri tanpa dzat-Nya.

Karena dalilnya mentrnjukkan bahwa Dia disifati dengan ifu, dan

tidak ada makna disifati-Nya dengan itu kecuali berdirinya sifat-sifat

itu dengan Dzat-Nya. Bahkan bila kita mengatakan, bahwa Dia

berilmu, maka ilmu ifu adalah Dia, itu pengertian dari ucapan

kami: ilmu berdiri dengan Dzat-Nya, sehingga tidak ada sifat untuk

sesuahr kecuali bila sifat itu berdiri dengannya, bukan dengan

selainnya.

3. Sifat-sifat ini semuanya qadim (terdahulu; tidak berawal),

karena bila sifat-sifat ini hadia (baru), maka yartg qadim menjadi

tempat bagi al hawadib (hal-hal yang baru), dan ini mustahil, atau

247 $if61s1f3t khabarigh disebut juga x-sifat x-arn'iyah (1;aitu yang dalilnya

hanp bempa khabar Rasul tanpa disandarkan kepada teori logika (seperti istiva'

(furun, datang, dan sebagainya.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

121

disifati dengan suatu sifat yang tidak berdiri dengan-Nya,

sedangkan itu sangat mustahil.

4. Nama-nama mus5iaq (yakni yang terbentuk dari kata

sifat) bagi Allah & dari sifat-sifat yang tujuh ini adalah benar pada-

Nya secara azali dan selamanya. Jadi Dia qadim dalam keadaan

hidup, kuasa, berilmu, mendengar, melihat dan berbicara.248

Berdasarkan perkataan mereka ini, maka mereka tidak

menetapkan selain sifat-sifat yang tujuh ini, karena itu qadim.

Sedangkan sifat-sifat lainnya, mereka menyebutnya sifat-sifat

khabai5mh, sehingga mereka menafikan semuanya, dengan alasan

sucinya Dzat Allah dan al hawadits (hal-hal yang baru).

Golongan Muta'akhkhir Asy'ariyah ini, walaupun mereka

menyelisihi Mu'tazilah dalam menetapkan sifat sebagai bukan dzat

sebagaimana pada hukum pertama, namun mereka menetapkan

sifat-sifat qadim dalam masalah ini. Hanya saja mereka

menyepakati Mu'tazilah dalam dalil mereka yang disebut dalil

penafian al hawadits, sehingga mereka menafikan sifat-sifat

lainnya. Demikian ifu, karena perkataan mereka pada hukum

ketiga dari hukum-hukum yang empat itu tadi, bahwa bila sifat-sifat

itu hadits (baru), maka yang qadim menjadi tempat bagi al

hawadits (hal-hal yang baru). Jadi, sama persis dengan yang

dijadikan argumen oleh golongan Mu'tazilah dalam menafikan

sifat-sifat.249

Kalangan Muta'akhkhir Asy'ariyah mengatakan di dalam

dalil aqli (argumen logika) mereka dalam menafikan sifat tinggi,

bahwa menetapkan tinggi berkonsekwensi menetapkan arah,

28 Al lqtishad fi Al I'tiqad, karsra Al Ghazali (hal. 81-101); dengan

penyuntingan.

24e 14u14i7ut6u, Ash-Shawa'iq ll /2551.

172 - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

sedangkan menetapkan arah berkonsekwensi menganggapNya

fisik, dan stafus-Nya sebagai fisik berkonsekwensi bahwa Dia itu

murakkab (susunan), sedangkan susunan membufuhkan dua

bagiannya, dan yang membutuhkan kedua bagiannya tidak lain

kecuali hadits (baru), sedangkan Allah @ suci dan al hawadits $tal-

hal yang baru).250

Berdasarkan perkataan mereka ini, mereka dan Mu'tazilah

menganut dalil yang sarna. Telah kami sebutkan sanggahan

terhadap golongan Mu'tazilah, maka sanggahan terhadap mereka

juga sama. Lebih dari itu, bahwa pendapat mengenai sifat-sifat

yang dinafikan oleh mereka adalah seperti pendapat mengenai

sifat-sifat yang mereka tetapkan, sehingga bila ihr adalah tajsim

dan pendapat yang bathil, maka yang ini juga demikian.

Bila mereka berkata, "Sesungguhnya penetapannya sesuai

dengan yang layak bagi Rabb."

Maka dikatakan kepada mereka: Begitu juga yang ini.

Bila mereka berkata, "Kami menetapkan sifat-sifat ifu dan

menafikan tajsini' maka dikatakan kepada mereka: Yang ini juga

begitu. Jadi kalian tidak membedakan antara dua yang

bermiripan.25l

4- Syrbhat golongan yang menafikan

san'itRnh dalam menafikan sifat tinggi

Telah dikemukakan bahwa golongan Mubththilah

membagi masalah ini menjadi dua kelompok:

250 1Y"r46 4t-Ta'sis (l/fi3).

%r Majmu' Al Fabvn (13 /7651.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

171

Kelompok pertama: Mereka yang mengatakan, bahwa

Allah t$ tiaak masuk di dalam alam dan tidak pula di luamya, tidak

di atasnya dan tidak pula di bawahnya. Mereka itu, sebagaimana

yang telah kami sebutkan, tidak memiliki sahr dalil pun dari Al

Kitab dan As-Sunnah.

Kelompok keduar Mereka yang mengatakan, bahwa

Allah dengan Dzat-Nya berada di setiap tempat. Untuk pendapat

mereka ini, mereka berdalih dengan nash-nash 'L-rii (tentang

kebersamaan) dan Uii(tentang kedekatan)yang ada di dalam Al

Qur'anul Karim, seperti firman Allah &:

JrH'u\!*i oui *gi,t;F-':'fr -l'; {

{; &r,piSyr:L.$;br; it-r,!; ai n

W 6, $.iYsc,tr ;f gfit Ki {; S' n oi

@ ar .,6r,f)'Ktiy-gA

" Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Allah

mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi?

Tiada pembiaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah

Wng keempabtya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang,

melainkan Dia-lah Jnng keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan

antara (jumlah) yang kurang dai itu atau lebih banyak, melainkan

Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian

Dia akan membertbkan kepada mereka pada Hai Kiamat apa

yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al Mujaadilah 1531: 7).

174 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Firman-Nya:

#'$3 iit'e5i';,#-S 5 n6\'u'o3;3-

" Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak

bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka. (Qs. An-

Nisaa' [4]: 108).

Firman-Nya:

L.-9

3*-vre €-v',6ii cUY 7;.W

L;-.'bfiiq$;W,tK;'Aqe

dBi"r

{S'' i r$li a'6i1i o. iai'JL .l,ii ;

" Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam

masa; Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy Dia mengetahui

apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya

dan apa yang furun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan

Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha

Melihat apa yang kamu kerjakan (Qs. Al Hadiid [57]' 4).

Firman-Nya:

d;A i -*>rA!- \fr- ;y r.tasr i- c3 iL

Wrt5t.

"Di wakfu ia berkata kepada temannya, Uanganlah kamu

berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita'. (Qs. At-Taubah [9]:

40).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- l7s

Firman-Nya:

iJySii c, ?,x .*, i;j, Y'E 5giv, i gL iA:

*;5,Fi

"Dan Kami telah menciptakan manusia dan

mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatin5n, dan Kami lebih

dekat kepadanya dai pada urat lehemya. (Os. Qaaf [50]: 16).

Firman-Nya:

'ny $'.ii *'rfit iu31 9,s ii fr

"Dan Dia-lah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan

(Yang disembah) di bumi. (Qs. Az-Zukhruf [43J: 84).

Dan firman-Nya:

b,

,et'li cj +|Ai a'Ai $t

"Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun

di bumi. (Qs. Al An'aam [6]' 3).

Golongan Hululiyah Jahmiyah menyatakan, bahwa yang

dimaksud oleh nash-nash ini adalah kebersamaan dzat dan

kedekatan dzat. Karena itu mereka berkata, "Sesungguhnya Allah

dengan Dzat-Nya di setiap tempat."

Sanggahan terhadap mereka,

Para ulama salaf telah membatalkan klaim golongan

Jahmiyah ihr dan pendalilan mereka dengan ayat-ayat ini. Dan

175 - 

Al Arasr (Singgasana Allah)

mereka menjelaskan, bahwa setiap nash yang mereka gunakan

sebagai hujjah hakikatnya adalah huijah atas mereka. Karena nash-

,,urf, i l;'ii 6entang kebersamaan) yang mereka gunakan tidak

menunjukkan keadaan apa pun dari apa yang mereka klaim.

Demikian itu karena kata ij bersarna) dalam bahasanln orang

Arab tidak berkonseh,ruensi bahwa salah safu dari dua hal itu

berbaur (berbarengan) dengan png satunp lagi- Dan itu bila

digunakan secara mutlak, maka zhahimp dalam bahasa tidak lain

adalah penyertaan mutlak tanpa mesti bersenfuhan atau

berdampingan di sebelah kanan atau kiri. Bila Anda membatasi

dengan satu makna dari makna-maknanp, ifu menunjukkan

penyertaan di dalam makna itu.

Lafazh 4; &ebersamaan) digunakan di dalam Al Kitab

dan As-Sunnah di banpk tempat, dan masingmasing

mengandung arti yang udak dimaksudkan di tempat lainnya, hal itu

sesuai dengan perbedaan korotasinyra di setiap ternpat, dan itu di

dalam Al Qur'an memiliki dua maknat

Makna pertama: Kebersamaan umutn.

Maksudnln, bahwa Allah & be,rsarna kita derrgan ilmu-Nya,

yaifu Dia mengawasi para makhluk-Nya dan menyaksikan mereka,

memelihara mereka dan mengetahui mereka. Kebersamaan inilah

yang dimaksud dengan firman Allah &'

.!u4;>31ii i.u,; *#i a-u#'ifr-l'; {

{; fr:. "p i $ t- i:,L Si ;i4-, ;. *y*,s ai n

Al tuasy (Singgasana Allah) 

- 177

W qH.i'gry,l;r,;JtKi{; g, notr

@ar,6&fiiL#i;_

" Tidakkah karnu perhabkan, bahvn saunggwhrya Alah

mengetahui apa yang ada di langit dan ap gng ada di buni?

Tiada pembiaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah

tnng keempatzSn. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang

melainkan Dia-lah yang . Dan tiada (pula) pembiaraan

antara (iumlah) yang kurang dari ifu atau lebih banyak, melainkan

Dia ada bersama mereka di mana pun mereka bemda. Kemudian

Dia akan memberitakan kepada mereka Fda Hari Kiamat apa

tnng telah mereka kerjakan. saungguhn5n Anah Maha

Mengetahui segala squatu. (Qs. Al Mujaadilah tsgl: 7).

Jadi, Allah @ telah membuka ayat ini dengan ilmu dan

menufupnya dengan ilmu. Karena ifu telah sepakat para ulama

generasi sahabat dan tabiin yang tafsir Al eur'an diambil dari

mereka, bahwa penafsiran ayat ini adalah: bersama mereka

dengan ilmu-Nya. Ijma' ini telah dinukil oleh hnu Abdil Ba.r.,2sz

Abu Umar Ath-Thalamanki, Ibnu Taimiyah,2ss dan Ibnul

Qa5ryim.2s4

Berdasarkan ini, maka tidak ada hujjah bagi golongan yang

menyelisihi ifu mengenai zhahimya ayat ini.

Begitu juga yang disebutkan di dalam firman Allah #t:

2s2 41-7u-1ii4 (7 /L3gl.

%_3. Maimu' N Fa ta ua (5 / 793, S / Stg, lllt (Z4}-2SO).

2rA litima'Al Ju5rusy At IslamiS4nh(hal. 44).

178 

Al Arasy (Singgasana Allah)

{f i rtl* A A;'i't| o.yilti,iL uit(;

)?i'4

" Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enarn

masa; Kemudian Dia bersemayam di atas Arcy Dia mengetahui

apa Wng masuk ke dalam bumi dan apa tnng kelmr daripdanya

dan apa yang turun dart langit dan apa yang naik kepdan5n. Dan

Dia bersama kamu di mana saia kamu berada. Dan Allah Maha

Melihat apa yang kamu kerjakan (Qs. Al Hadiid [57]: 4).

Zhahir ayat ini menunjukkan, bahwa yang dimaksud dengan

'ibii 

k"Vnrsamaan) ini adalah ilmu Allah & dat pengaurasan-Nya

terhadap para makhluk-Nya. Di dalam alnt ini Allah &

mengabarkan, bahwa Dia di atas Arsy, Dia mengetahui segala

sesuatu, dan Dia bersama kita dimana pun kita bemda. Jadi di

dalam ayat ini Allah & memadukan ketinggian dengan

kebersamaan, jadi tidak ada konhadiksi antara keduanya, dan ini

seperti sabda Nabi $ di hadits yang merryinggung tentang

kambing sununs (malaikat): *'iJi 6 $6- Ai, O:iiinr: tO*

Allah di atas Arsy, Dia mengetahui apa Snng l<alian perbwfi-

Makna kedua: Kebersamaan khusus.

Yaifu kebersamaan pengawasan, pertolongan dan

peneguhan. Disebut khusus, karena ini khusus bagi para nabi Allah

dan para wali-Nya, seperti firman Allah &:

3*v'Q €"6' ej<tr cUY Ai"€A,&

@ i;- .'b!;, qWW,t K;'X W-'eY;

AlArasy (SinggasanaAllah) 

1Zg

d#i .e;{)-3}4 ty- r.6iii_c3iL

"6';{,5y

"Di utakfu ia berkab kepada temannSn, Uanganhh kamu

berduka cib, saungguhryn Allah baerta kia'. (Qs. At-Taubah [9]:

40)

Firman-Nya:

5# e irj(: \,ii t ti {^i tL-

" Saungguhn5n Allah beserta orang-orang tnng bertakwa

dan omng-onng Jnng berbuat kebaikan. (Qs. An-Nahl [16]: t28l,.

Jadi, kebersarnaan ini zhahimya dan hukumnya pada ayat-

ayat ini adalah pertolongan dan peneguhan.

l-afazh Ui (kebersamaan) dengan kedua penggunaan itu

bukan berarti bahwa Dzat Rabb fr berbaur dengan makhluk. Jika

makna -4i (kebersamaan) bahwa Dzat-Nya berada di segala

tempat, niscaya khabar umum dan khabar khusus saling

konbadiksi, tapi maknanya bahwa Dia bersama mereka dengan

pertolongan-Nya dan peneguhan-Nya tanpa berbaur dengan

mereka.255

Argumen mereka dengan firman Allah &: ifiY,i 6L ifrS

$ii ,F , At, $i1 a ?^x +, ,);:'Y 1tr5 @an

I{ami telah menciptakan manusia dan mengetahui

%5 Majmu' Al Fatavn 111 /250, 5/1041.

180 

AlArasy (SinggasanaAllah)

apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanjn

dai pada urat lehemyzi' (Qs. Qaaf [50]: 16), telah dijawab oleh

Syaikhul Islam hnu Taimiyah dengan mengatakan,

"sesungguhnya ayat ini tidak terlepas dari memaksudkan dekahya

Allah & atau dekatnya para malaikat-Nya, sebagaimana yang

diperdebatkan manusia mengenai itu."

Bila yang dimaksudkan adalah dekatnya para malaikat,

maka dalilnya dari ayat itu adalah firman-Nyat

o.ffijL,;y itry!;i c'),;5 ,t-,V

@u $lii;*#

"Dan l{ami lebih dekat kepadan5n dari pada urat lehemya,

Aaifu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatanryn,

seonng duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah

kiri. (Qs. Qaaf [50]: 16-171.

Jadi "dekat" itu tafsirkan ketika dua malaikat mencatat,

karena Allah $ telah mengetahui dengan ilmu-Nya mengenai apa

yang di dalam jiwa manusia.

L-i54i;;'11i1i "dan mengetahui apa yang dibisikl<an

oleh hatinyd. Allah @ mengabarkan dekatrya para malaikat yang

mulia kepadanya, *j)i,bl fiylffi "dan Kami lebih det<at

kepdan5n dari pda unt lehemyai'. Dengan penafsiran ini, maka

ayat ini seperti firman Allah &:

AlArasy (SinggasanaAllah) 

18I

c .//a

ffA a3; i[rut&U{$''*5-'t

@6K

"Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar

rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenamya (Kami

mendengar), dan ufusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu

mencatat di sisi mereka. (Qs. Az-Zukhruf [43]: 80).

Bila yang dimaksud dekat di dalam ayat ini adalah dekahrya

Allah S, maka zhahimya redaksi di dalam ayat ini menunjukkan

bahwa yang dimaksud dengan dekat-Nya di sini adalah dekat-Nya

dengan ilmu-Nya. Demikian itu karena adanya lafazh ilmu di dalam

redaksi ayatnya:

b-f5,+irj,v,s;J

" Dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. (Qs.

Qaaf [50]: 161.zso

Argumen mereka dengan firman Allah &, eT31ars.i\ i6

'^ly6'lti.-r'AL"Dan Dia-lah Tuhan (Yang disembah) di langit

dan Tuhan (Yang disembah) di bumi' (Qs. Az-Zukhruf [43]: 84),

maka makna ayat ini adalah Dia adalah Tuhannya siapa-siapa

yang di langit dan Tuhannya siapa-siapa yang di bumi.

Ibnu Abdil Ban berkata, "Maka ayat ini wajib dibawakan

kepada makna yang shahih lagi disepakati. Yaitu bahwa Dia di

langit adalah Tuhan yang disembah oleh para penghuni langit, dan

256 41 Puyr*, (6/1,9-201.

182 

Al Arasy (Singgasana Allah)

di bumi Dia adalah Tuhan yang disembah oleh para penghuni

bumi. Demikian juga yang dikatakan oleh para u1',1i i1*,r."257

Al Ajuni berkata, "Firman Allah ft;: oj +ttAi a$i tfj

b '-.t

,;7--rYl " Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun

di bumi (Qs. Al An'aam [6]: 3), maknanya adalah Dia & adalah

Tuhannya (sesembahannya) siapa-siapa yang di langit dan

Tuhannya (sesembahannya) siapa-siapa yang di bumi. Dan Dia

adalah Tuhan yang disembah di langit, dan Dia adalah Tuhan yang

disembah di bumi. Demikian para ulama menafsirkannya."2s8

Al Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dalam penafsiran

ayat ini, dari Qatadah, perkataannya: 

");iltt 

,tlfrt e &ilt *

f\\i,# (oiutah Tuhan yang disembah di langit, dan Dialah

Tuhan yang disembah di bumi).5e

Adapun argumen mereka dengan firman Allah &r d 5i';t

'n;ii tt +(fii " Dan Dialah Altah (Yang disembah), baik di

langit maupun di bumi' (Qs. Al An'aam [6]: 3), maka para imam

ilmu seperti Ahmad dan lainnya telah menafsirkannya, bahwa

Dialah ,f :\ii r;rttLit ei'.#ijii (yang disembah di langit dan di

bumi).260

%7 At-Tamhid(7/tBl.

%8 *lrSlBrt'ah 13/ Ll04;l.

%e Asysnri'ah ls/l1.04.l 105).

%0 *-Radd ala Az-Zanadiryh ua Al Jahniynh karya Ahmad (hal. 92-93);

Majmu' Al Fabm (Ll/2501.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

183

Al Ajurri berkata, "Menurut para ahli ilmu dari kalangan

ahlul haq, Y'P-t #r{l&'e;,ii oj +yAi C'ii';5

@ ;;=< " Dan Dialah Altah (Yang disembah), baik di kngit

maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan

apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu

usahakan" (Qs. Al An'aam [6]' 3), adalah sebagaimana yang

difirmankan oleh Al Haq, !-- 'Ci;- " Dia mengetahui apa yang

kamu rahasiakari', dan sebagaimana yang disebutkan di dalam

sunnah-sunnah, bahwa Allah fr di atas Arsy-Nya, sementara ilmu-

Nya meliputi seluruh makhluk-Nya, Dia mengetahui apa yang

mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan, dan Dia

mengetahui perkataan yang dinyatakan dan mengetahui apa-apa

yang mereka sembunyi].ur'r. "261

Pendapat Kedua: Pendapatnya orang yang mengatakan,

bahwa Allah dengan Dzat-Nya berada di atas Arsy, dan Dia

dengan Dzat-Nya berada di setiap tempat.

Ini pendapatnya sejumlah ahli kalam dan penganut sufi,

seperti Abu Mu'adz At-Tau^uni262 dan Zuhair Al Atsari263 t"r1u

para sahabat mereka.264 1ni terdapat juga di dalam perkataannya

"' Aut-Sou, bh (3/7704I

262 66u Mu'adz At-Taumani termasuk para imam Murji'ah dan tokoh

golongan Taumaniahnya.

Lih. biografinya dan madzhabnya di dalam Maqalatrrya Al Asy'ari (l/204

(326,2/232); dan Al Mlal wa An-Nhal(7/7281.

263 7,,yrui, Al Atsari (saya belum menemukan biografinya. Al Asy'ari telah

menyinggung pandangan-pandangannya secara rinci di dalam Al Maqalat(l/326).

264 7yun66 Ta'sis Al Jahmiryah (7/6); At Fatawa (2/299); Maqatat Al

(7/3261.

I84 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

golongan salimiyah,265 seperti Abu Thalib Al fvt;[[.i266 beserta

para pengikutrya, seperti Abu Al Hakam Wan267 dan sebagainya,

yang menunjukkan seperti itu. Sebagaimana juga terdapat di dalam

perkataan mereka apa yang bertentangan dengan ti,268 karena

mereka mengatakan, bahwa Allah di setiap tempat, dan di samping

ihr Dia jugaber-istiwa 'di atas Arsy-Nya, dan bahwa Dia dapat dilihat

dengan penglihatan tanpa menyamakan Allah dengan makhluk, dan

bahwa Dia ada secam dzat di setiap tempat, dan bahwa Dia bukan

fisik dan tidak berbatas, dan tidak bagi-Nya masuk dan tidak pula

bersenh.rhan (dengan makhluk). Mereka juga men5ntakan, bahwa Dia

akan datang pada Hari Kiamat nanti, sebagaimana Snng difirmankan

Allah &,

"Dan datanglah Tuhanmu." (Qs. Al Fajr l89l:221.

265 Merel<a adalah para pengikut Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin

Salim (5nng meninggal pada tahun 297 H, dan anaknp (Abu Al Hasan Ahmad bin

Muhammad bin Salim (yang meninggal pada tahun 350 H. Ahmad bin

Muhammad bin Salim b"lajar kepada Sahl bin AMullah At-Tustari. Golongan

salimiyah memadukan perkataan Ahlus Sunnah dan perkataan Mu'tazilah dengan

kecenderungan kepada tasybih dan bentuk aliran sufi ittihadifh. Ljh. Spdarat

Adz-Dahab(3/361; Tabqat Ash-Shuf\nh (hal. 41zt-4161; N Fary bina Al Ftraq

M. ts7-2021.

266 Abu Thalib Muhammad bin Ali bin Atri!,yah Al Haritsi AI Makki (seorang

suft yang tumbuh dan te*enal di Mekah. la pengarang kitab Oul Al Qulub

mengenai tasawwuf, dan ia termanrk tokoh golongan salimiynh. Al Khathib Al

Baghdadi berkata mengenainyn, "D dalamnyia ia menyebutkan sejumlah hal bunrk

mengenai sifat." Ia pada tahn 386 H.

Lih. biografinya di dalam Tarikh &gMad (3/891; Mian Al l'tidal 13/6551;

bsn N Man (5/300).

267 Abu Al Hakam (Abdusalam bin Abdarrahman bin Muhammad Al-lakhmi

Al lsybili (seorang penganut faham sufi (meninggal pada tahun 536 H, di MarakisT.

Lih. biografinya di dalam Zisan Al Mizan (3/13-14); Fawat N Wafa5nt

(L /569\; Al A lam (4/ 1291.

268 14ui-u' 41 Fataqa (2/299I

ji.5,,6

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- lts

Perkataan mereka ini menyerupai perkataan sebagian

golongan yang menetapkan tubuh, yang mengatakan bahwa Dia

tidak ada tapal batasnya.269

Perbedaan antara pendapat ini dan pendapat golongan

Jahmiyah, bahwa Allah S berada di setiap tempat, bahwa mereka

menetapkan ketinggian dan bentuk hulul (masuk kepada alam),

sedangkan golongan Jahmiyah tidak menetapkan ketinggian pada

maksud mereka mengenai istiwa' di atas Arsy dan keterpisahan

(dari makhluk).

Para penganut pendapat ini menyatakan, bahwa dengan

pendapat mereka ini, mereka telah mengikuti nash-nash

semuanya, baik nash-nash tentang ketinggian, kebersamaan

maupun kedekatan.

Sanggahan terhadap mereka

Mereka dengan pendapat mereka ini telah menggabungkan

perkataan Ahlussunnah dan perkataan golongan Jahmiyah, karena

ihr perkataan mereka jelas-jelas salah dan sangat kontradiktif.

Mengenai penjelasan kesalahannya, bisa dikatakan, bahwa

setiap orang yang mengatakan bahwa Allah dengan dzat-Nya

berada di setiap tempat, maka ia menyelisihi AI Kitab dan As-

Sunnah serta ijma' para salaf umat dan para imamnya, di samping

juga menyelisihi apa yang difithrahkan Allah kepada para hamba-

Nya, dan juga menyelisihi akal sehat. Dalil-dalilnya sangat banyak,

karena Al Qur'an dipenuhi dengan ayat-ayat yang mempakan

nash tentang ketinggian Allah dengan Dzat-nya di atas para

makhluk-Nya, ber-istiwa -nya di atas Arsy-Nya, dan terpisah-Nya

26e Nagdli Ta'sis Al Jahmgyah (2/6).

186 

Al Arasy (Singgasana Allah)

dari para makhluk-Nya. Sebagaimana juga As-Sunnah telah

berbicara mengenai makna ini di dalam banyak hadits, seperti

kisah mi'raj, naik dan turunnya para malaikat dari sisi Allah,

naiknya ruh kepada-Nya, istiwa '-Nya di atas ArsyNya, dan hrrun-

Nya ke langit dunia. Semua ini adalah dalildalil yang menjelaskan

bathilnya pendapat itu dan merryelisihinya.

Adapun pendalilan mereka dengan nash-nash z1Ji

(kebersamaan) dan ,'jli &edekatan), karni telah menjelaskan

kesalahan pendalilan ini dan kebathilannp di dalam sanggahan

terhadap dalil{alil as-sam'i16nh png dianut faham Jahrnilnh.

Kami juga telah menjelaskan, bahun golongan penyelisihi itu fidak

memiliki pegangan dalam menetapkanqp sebagai kebersamaan

dzat atau kedekatan dzat.

Sedangkan penjelasan kontradiksinya pendapat ini, sudah

cukup jelas dari perkataan-perkataan mereka, karena mereka

memadukan pendapat-pendapat yang saling kontradiktif, yaifu

terkadang mereka mengatakan bahun Dia dengan Dzat-Nya di

atas Arsy, terkadang mereka mengatakan bahua Dia di atas Arsy

dan bagian Arsy pada-Nln seperti baEan hau orang biiak -

sebagaimana Srang disebutkan Abu Thalib Al Makki dan lainnlra-,

dan sebagaimana diketahui bahua hati orang bijak bagian dari-Nya

adalah ma'rifat dan iman serta haFhal yang mengikutinp. Bila

mereka mengatakan, bahwa Arsy juga demikian, bemrfi mereka

telah bertolak belakang dengan perkataan mqel<a sendiri, bahun

Dia dengan diri-N1n di atas Arst.

Bila mereka mengatakan huful (masulmd dzatNSn ke

dalam hati orang-orang bijak, maka ifu adalah pendapat hulul 1Bng

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- lt7

khusus. Ini juga yang di anut oleh segolongan sufi, di antaranya

adalah pengarang Manazil As Saiin.21o

Pasal Kedua

Pendapat-Pendapat Mengenai Sifat Istiwa'

Dalam hal ini ada dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Madzhab para salaf mengenai

istiwa'.

Pembahasan kedua: Pendapat-pendapat yang menyelisihi.

27 o 14ui-r' 41 Fa tawa (5/L22-1371.

188 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN PERTAMA

MADZHAB PARA SAI.AF MENGENAI

ISTIWA'

Yar,g dimaksud dengan para salaf adalah pam sahabat,

tabiin dan yang mengikuti manhaj mereka.

Pendapat mereka mengenai istiwa' seperti pendapat

mereka mengenai semua sifat-sifat Allah, karena mereka

pertengahan di antara dua golongan: Mubththilah (yang

menafikan) dan musyabbihah (yang menyenrpakan).

Mereka tidak menyempakan sifat-sifat dengan para

makhluk-Nya, tidak pula dzat-Nya dengan dzat para makhluk-Nya

seperti yang dilakr.rkan oleh golonga muqnbbihah.

Mereka tidak menafikan dari Allah apa yang Allah sifatkan

pada Diri-Nya dan disifatkan oleh Rasul-Nya kepada-Nya. Mereka

tidak meniadakan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, fidak

mengalihkan perkataan dari tempat-tempahla, dan tdak

AlArasy (SinggasanaAllah) 

t6g

mengingkari nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta ayat-ayat-Nya

seperti yang dilakukan golongan Mu'aththilah.

Bahkan madzhab mereka mengenai semua sifat -termasuk

di dalamnya istiwa'-, bahwa mereka menyifati Allah dengan apa

yang Allah sifatkan pada Diri-Nya di dalam Kitab-Nya melalui lisan

Nabi-Nya, Muhammad S, baik dalam penafian maupun

penetapan.

Cara mereka dalam penetapan adalah, menetapkan apa

yang Allah tetapkan dari sifat-sifat itu tanpa takyif (menyamakan

Allah dengan makhluk), tanpa tahrif (mengganti; mengalihkan;

menyimpangkan), tanpa tamtsil (menyerupakan), dan tanpa ta'thil

(meniadakan).

Cara mereka dalam penafian (peniadaan) adalah,

menafikan dari Allah apa yang Allah nafikan dari Diri-Nya disertai

penetapan sempuma yang merupakan kebalikan dari penafian itu.

Jadi cara para salaf adalah menetapkan nama-nama Allah

dan sifat-sifat-Nya disertai penafian penyerupaan-Nya dengan para

makhluk-Nya, yaihr penetapan tanpa tasybih dan penyucian-Nya

tanpa ta'thil(peniadaan), sebagaimana yang difirmankan Allah &:

i-Aigi;ri,:s, -16;.4

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-

lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Qs. Asy-S! ruraa

l42l: LU.

Di dalam firman-Nya: f,:.,r, .r$ Jl " Tidak ada

sesuafu pun yang serupa dengan Dia" terkandung sanggahan

terhadap tasybih (penyeruaan) dan tamtsil (penyerupaan), dan di

190 - Al Arasy (Singgasana Allah)

dalam firman-Nya, i6i'd5'.i;s'd* Dia-tah yang Maha

Mendengar lagi Maha Melihaf' terkandung terhadap

pengingkaran dan fa' thil lpqiadaarrl -27 

t

Cara para salaf ini di semua sifat tanpa merrbedakan satu

sifat dengan sifat lainnya. Mengenai ifu Imam Ahmad & berkata,

"Allah tidak disifati kecuali dengan apa ]rang Allah sifatkan pada

Diri-Nya, atau disifatkan oleh Rasul-N/a. Kami Udak melampaui Al

Qur' an dan As-Sun nuYr."27 2

Berdasarkan kaidah ini, madzhab salaf mengenai sifat

istium', bahwa mereka menetapkan isfium:nya Allah di atas Arsy

dengan istiwa' yang sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-

Nya, dan sesuai dengan kebesaran-Nlya, dan Dia terpisah dari para

makhluk-Nya, dan para makhluk-Nya terpisah dari-Nya-

Jadi, istiq,m' adalah sifat Sang ditetapkan di dalam Al

Qur'an dan As-Sunnah, dan para salaf umat 


Related Posts:

  • arasi singasana allah 3 kat-tarekat Mu'tazilah, danini terjadi di akhir-akhir abad ketiga, dan semakin banyak di abadkeempat ketika dikarangkan untuk mereka oleh Al Mufid dan parapengikukrya seperti Al Musawi dan Ath-Thusi. Sedangkan parapenda… Read More