arasi singasana allah 4

 


sepakat

menetapkannya.

Penyebutan silat istiumterdapat di h{uh tempat di dalam Al

Qur'an, nanti akan disebutkan, sebagaimana iuga As-Sunnah

dipenuhi dengan hadits-hadits valid l$i shahih yang menunjukkan

ketinggian Allah dan istiwa '-NJa di atas Arsyl\;a.

Para salaf mengatakan, bahrara makna istiwa ' yang

disebutkan di dalam Al Kitab dan As-Sunnah sudah diketahui di

dalam bahasa Arab, sebagaimana yang dikatakan Rabi'ah bin

AMurrahman dan Imam Malik, "Istirn' 7t.t ma'lum (diketahu$,

27L 4,'-gi*1u1i At-TadammuriSah(hal. +A terbitan As-salafilrah; Al Fafi,n At

Himawiph Al Kubn (76-17) terbitan As-Salafiyah.

n2 Majmu' Al Fabwa 15/261.

Al Arasy(SinggasanaAlhh) 

- 191

sedangkan bagaimananya majhul (tidak diketahui), dan

mempertanyakannya adalah bid' ah. "

Perkataan mereka: "Istiwa' itu ma'lum (diketahui),"

maksudnya adalah makna istiwa' itu diketahui dalam bahasa, dan

di sini maknanya adalah ketinggian dan keluhuran.

hnul Qayryim **, berkata, "Sesungguhnya lafazh istiwa' di

dalam perkataan orang Arab, yang Allah meng-khitab kita dengan

bahasa mereka dan menurunkan firman-Nya dengan itu, ada dua

macam: mutlak (tidak terikat) dan muqayyad(terikat; terbatas).

Yang mutlak adalah yang menyampaikan maknanya

dengan kata, seperti firman Allah &:

d;Jbifir\aJ

-.r J- (J

"Dan setelah Musa cukup umur dan sempuma akalnya.

(Qs. Al Qashash [281: l4l.

Ini maknanyu,';s.13 1.n-puma). Dikatakan' br;tr cs-y\

(tumbuhan itu sempumal, i6i.lr tsi|t (makanan itu sempuma).

Sedangkan yang muqaryad, ada tiga macam:

Pertama, muqa54nddengan jl, r.pn tr firman Allah &, 'i

1;LJt 

jt Ot;.', "Dan dia berkehendak (menciptakan) langit." (Qs.

Al Baqarah l2): 207, $'ri,sr jr: Pr j1 L>d 6*\(uan naik ke

atap dan ke loteng).

192 - 

Al Arasy (SinggasanaAllah)

Allah @ menyebutkan G:$fii (yang ada subjeknya) dengan

jt ardua tempat, yang pertama di dalam surah Al Baqarah, yaitu

di dalam firman-Nya:

dg\ iq,i,$i O\i, rkiC a5('$

iv/,fr,';r

"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi

untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit (Qs. Al Baqarah

[2j:29)

Sedangkan yang lain di dalam surah Fushshilat:

'ig,Cr-{A\ Jr-dfi,,i

"Kemudian Dia menuju kepada (penciptaan) langit dan

langit itu masih merupakan asap. (Qs. Fushshilat [41]: 11).

Ini bermakna tinggi dan luhur menunrt ijma' para salaf.

Kdua, Muqayyad dengan o*, seperti firman Allah &:

9;* 4;, r1fi (supaya kamu duduk di atas punggungnya. (Qs.

Az-Zukhruf [43]: 13)

Juga firman-Nya:

er*t Ji,r;-:;5

" Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi. (Qs. Huud

[11]:44)

AlArasy (SinggasanaAllah) 

193

Dan firman-Nya:

-{2;tF tfiA

"Dan te7ak lurus di atas pokoknya. (Qs. Al Fath l48l 29l

Ini juga maknanya tinggi, luhur dan tegak menurut

konsensus para ahli bahasa.

Ketiga, dirangkai dengan huruf wawt yang bermakna

bersama dengan itu, yaifu yang fi'lnva (kata kerjanya) memerlukan

maf'ul ma'ahu (obyek pelengkap), seperti ,"0:, ta0)t$t 4;y,t (air

dan kayu itu sejajar), maknanya adalah keduanya sejajar. Makna-

makna istiwa' ini masuk akal di dalam perkataan mereka."273

Di antara yang menegaskan ifu juga, bahwa para salaf

mengajarkan makna istiwa' dengan perkataan Ibnu Abdil Barr:

" Istiwa' ifu ma'lum (drketahui) dalam bahasan dan difahami, yaifu

tinggi dan luhur di atas sesuatu, serta tetap dan menetap

padanya."

Abu Ubaidah berkata mengenai firman-Nya, csp!, ia

berkata: i[i (tinggi). Ia berkata, "Orang Arab berkata: O'p c,..-p{.

{lfur (um duduk di atas tunggangan), gijr O'}'d:*! (aku naik ke

atas mmah)."

Yang lainnya mengatakan, "4;l5ll maksudnya adalah, habis

masa mudanya dan menetap, sehingga tidak ada tambahan masa

mudanya."

273 14u1i67ut6u, Ash-Shawa' iq At Murcalah 12/ 126-7271.

794 - AlArasy (Sing8asanaAllah)

Istiwa' juga berarti menetap di ketinggian, dan dengan

inilah Allah fu meng-khithabklta, yang mana Allah $ berfirman,

"i{r1:i tiL'# {}, Wi'f .r.} * \:frt

" Supaya kamu duduk di atas punggungnlm kemudian kamu

ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya. (Qs.

Az-Zukhruf [43]: 13).

Allah & jusu berfirman,

er{t$5;-:'5

" Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukt Judi." (Qs.

Huud [1U: 44).

Allah & jrgu berfirman,

gtilt&,1:1 66d[r-"uil

"Apabila kamu dan orang-orang Wng bercamamu telah

berada di atas bahtera rtu (Qs. Al Mu'minuun l23l 28).

Seorang penyair berkata,

c?b G.qtpJr ',* $)# g*irzZiv *t;:r"rG

"Iallt air menghampii mereka di tanah Oororn,

sementara bintang yamani melingkar dan meninggi-"

,iL

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- lgs

Tidak boleh seorang pun mengartikannya dengan u!'jJ'y

(menguasai), karena bintang tidak menguasai.

An-Nadhr bin Syrmail -seorang yang tsiqah, terpercaya,

pandai dalam ilmu agama dan bahasa- berkata, "Al Khalil

menceritakan kepadaku -dan cukuplah Al Khalil bagimu-, ia

berkata, 'Aku menemui Abu Rabi'ah Al A'rabi. Ia seorang yang

paling berilmu dari yang pemah kulihat. Saat itu ia naik ke atap,

lalu kami memberi salam kepadanya, maka ia pun menjawab

salam kami dan berkata kepada kami: t2lt: \'y (naiklah). Namun

kami bingung karena tidak mengerti apa yang ia katakan, lalu

seorang badui di sebelahnya berkata kepada kami, 'sesungguhnya

ia men5ruruh kalian untuk naik'. Al Khalil berkata, 'ltu dari firman

Allah *, Lt-;i e) y.lJt jt.urit"f lx.-uaa, Dia menuju

kepada (penciptaan) langit dan langit itu masih merupakan asap.

(Qs. Fushshilat [41]: 11). t^alu kami pun naik kepaddnya'."274

Ibnul Qayyim berkata, "sesungguhnya zhahirnya istiwa'

dan hakikatnya adalah tinggi dan luhur sebagaimana yang di-nash-

kan oleh semua ahli bahasa dan ahli tafsir yang maqbu1."275

Karena ini makna istiwa' dalam bahasanya orang Arab,

maka para salaf dan para mufassir telah mengatakan makna ini

dalam menafsirkan ayat ini. Karena diriwayatkan dari Mujahid

dalam penafsiran firman Allah lS, ,j-;fr e {$? " Kemudian

Dia bersemayam di atas Art!' (Qs. Al A'raaf l7l: 54), ia berkata,

"Maksudnya adalah, Slit Ab \b (meninggi di atas Arsy)."276

27 a 4 7-7ur7i,4 (7 / L3l-tBZl.

27 s Mukh tashar Ash-Sha wa' iq (Z/ L451.

27e> Puy15 Al Bari(L3/4031.

195 - Al Arasy (Singgasana Allah)

Ibnu Abi Hatim meriwa5ntkan di dalam Tafsimp dengan

sanadnya dari Abu Al Aliyah dalam penafsiran ayat tersebut, ia

berkata, "'&r\(meninggi). "277

Diriwayatkan juga seperti itu dari Al Hasan Al Bashri dan

Ar-Rabi g11Porur.278

Al-L-alika'i meriwayatkan dengan sanadnga dari Bisyr bin

Umar, ia berkata: Aku mendengar lebih dari safu orang mufassir

mengatakan , csljiJ.t e:r;lt ,*'i;'rJt 'Ttinn tnng Maha

Pemunh. tnng di abs Arc!' (Qs. Thaahaa [20]: 5), ia

berkata, "6ljrJ"l l"pt * (bersemagm di af,zs Arcil artinya

adalah S?, ,* €:\(meningE di atas 6r*7.'27e

Penafsiran makna istirn' dari para salaf ini adalah

sanggahan terhadap orang Srang menyatakan bahura madzhab salaf

adalah membatasi dengan lafazh disertai menyerahkan kepada

Allah tentang makna yang dimaksud, dan bahrra mereka tidak

menafsirkan makna istium' dan tdak membahasnya- Dari

pendapatrpendapat yang dikemukakan yang dinukil dari para salaf,

jelaslah dustanya mereka dan kelirunya pemyataan mereka.

Yang perlu diketahui, bahun para salaf, kendati mereka

menetapkan makna isfiwa 'dan melpkini bahwa Allah ber-istion'

di atas ArsyNSa dan tinggl di atasnya, narnun mereka

menyerahkan ilmu tentang bagairnananya istiva ifu kepada

Allah S, karena perkara-Nya ih.r termasuk 37ang ilmunya Allah

sembunyikan. Dan mengenai ihr, Al Qurthubi berkata, "Tidak

seorang pun dari kalangan pam salaf shalih lrang mengingkari

277 14ui-r' 41 Fataw (5/5191.

n8 lbid.

27e Syat'h Ushul I'tiqadAhlis gtnmh wlJann'ah(3/397.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

197

bahwa Dia ber-rstiwa'di atas Arsy-Nya secara hakiki, hanya saja

mereka tidak mengetahui bagaimana istiwa' ifu, karena

hakikatnya tidak dapat diketahui, sebagaimana yang dikatakan

oleh Imam Malik, 'Istiwa' ihr ma lum (diketahui) -yakni secara

bahasa-, sedangkan bagaimananya majhul (tidak diketahui), dan

mempertanyakannya adalah !id'ul'r' . "280

Ibnul Qayyim berkata, "Sesungguhnya akal telah putus asa

dari mengetahui hakikat sifat-sifat Allah dan bagaimananya, karena

tidak ada yang mengetahui bagaimananya Allah kecuali Allah.

Inilah makna ucapan para salaf' 'tanpa mem-bagaimana-kan'.

Yakni tanpa bagaimana difahami manusia, karena hakikat dzat-

Nya dan essensi-Nya tidak diketahui, maka bagaimana bisa

diketahui bagaimana ciri dan sifat-sifat-Nya? Namun itu tidak

menodai keimanan terhadap itu dan mengetahui makna-

maknanya, sedangkan bagaimananya adalah hal lain di luar ifu.

Sebagaimana kita mengetahui makna-makna apa yang diberitakan

Allah mengenai hakikat-hakikat pada Hari Kiamat, dan kita tidak

mengetahui bagaimananya kendati pun dekatnya antara makhluk

dengan makhluk lainnya, maka kita tidak mampu mengetahui

bagaimana Sang Pencipta, sementara sifat-sifat-Nya lebih besar

dan lebih besar lagi."281

28o 7u1t1t 41 Qurthubi.

28t 1v1u4u,ii 4s-Salikin (3/359).

198 

Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN KEDUA

PENDAPAT-PENDAPAT YANG

MET.IYELISIHI

Golongan Pertama: Golongan yang Menafikan

Istiwa'

Telah kami kemukakan, bahwa golongan Mu'aththilah

(golongan yang meniadakan/menafikan) dari kalangan para

filosof, Jahmiyah, Asy'ariyah dan Maturidiyah, walaupun masing-

masing mereka menempuh lalan tersendiri dalam masalah sifat-

sifat, namun mereka semua sama dalam mengingkari sifat-sifat

ikhtipriyah yang di antaranya adalah sifat istiwa'. Mereka

berpendapat dengan menakwilkan ayat-ayat Al Qur'an yang

menetapkannya dengan apa yang dijangkau oleh akal mereka

yang berupa makna-makna msak, yang mereka nyatakan bahwa

itu penyucian bagi Allah dari menyerupakan dengan para makhluk.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

1gg

Sebab tal$,il bathil itu adalah keyakinan golongan

Mu'aththilah itu, bahwa dalam hal ini tidak ada sifat yang

ditunjukkan oleh nash-nash, dan itu disebabkan sytbhat-sytbhat

rusak yang mana dalam hal itt-r mereka sama dengan saudara-

saudara mereka dari golongan para filosof. Tatkala mereka

meyakini ketiadaan sifat-sifat dalam hal itu -sementara nash-nash

itu harus memiliki makna- maka mereka bingung antara

mengimani lafazh dan menyerahkan makna, yaitu yang disebutkan

oleh golongan Mubththilah sebagai cara para salaf, dan

mengalihkan lafazh kepada makna-makna png dibuat-buat, yaifu

yang mereka sebut cara khalaf.

Dengan demikian jelaskan bagi kita bahr,rn ini kebathilan

yang dianut oleh golongan Mu'aththilah ifu adalah perpaduan dari

rusaknya akal dan kufur terhadap dalil sam'i (dalil naqli. Demikian

ifu, karena dalam menafikan sifat-silat itu mereka bertopang pada

syubhat-s5ntbhaf akal yang mereka duga jelas, padahal sebenamya

adalah sytbhat-sybhat

Berdasarkan aliran kedua yang dianut oleh golongan

Mu'aththilah yang berupa penalnuilan nash-nash, maka sangat

beragam pendapat mereka dan berbeda-beda pula makna yang

mereka maksudkan dengan lafazh istium 'yang terdapat di dalam

ayat-ayatrya, sehingga menjadi beberapa pendapat:

Pendapat Pertama: Di antara golongan Mu'aththilah

ada yang menal<v,rilkan makna istiow ' di dalam firman Allah &:

@"FiJ.;3:t';1( "Tuhan yans Maha Pemurah. Jrans

bersemayam di abs Arsl' (Qs. Thaahaa [20]: 5), dengan

menguasai, menundukkan dan mengalahkan.

200 - Al Arasf (Singgasana Allah)

Pendapat ini banyak dianut oleh kalangan Jahmiyah,z8z

Mu'tazilah,283 Haruriyah,284 banyak kalangan dari muta'akhkir

Asy'ariyah,28s Kasfuddin Al Amidi,286 Al Ghazali,287 Al

Baghdadi,288 dan lain-lain.

Para Mu'aththilah itu dalam membenarkan klaim mereka

ini, yakni bahwa takwil istiwa' dengan istila' (penguasaan),

berdalih bahwa itu perkara yang masyhur di dalam bahasanya

orang Arab, di antara contohnya:

Seorang penyair berkata,

ot:-#ei Yr * f d# Ot-dt *bk,s:&t rbt / 

* BisStr' telah menundukkan lrak

tanpa pedang dan tanpa darah terfumpah."

Yang lainnya berkata,

itt *lrtlr ,i'-P &#W@6-t-'1,(*

" Keduanya menguasai dengan kelebihan *"a*nyu semua,

atas tahta kemjaan tanpa kelaliman."

Yang lainnya berkata,

,

fk f.,f*k fK; # "d? q&t ) r|'tti a'

"Setelah kami menang dan mengalahkan mereka,

282 tr4ui-r' 41 Fatawa (5/961; Mukhtashar Ash-Shawa'iq (2/1441.

283 Mutasyabih Al Qur 'an karya Al Qadhi Abdul Jabbar (l/73,3571.

284 14ui-r' 41 Fatawa (5/661; Mukhtashar Ash-Shawa'iq l2/LMl.

285 7u61r1 41 Muid ala Syarh Jauharat At-Tauhid hal. 54).

286 Ghayat Al Maram (hal. 141).

287 41 Jrntlrud fi Al I'tiqad(hal. 104).

288 S*rh Al {Jshul Al Khamsah(hd.226).

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 2Ol.

kami tinggalkan mereka bergelimpangan unfuk elang yang

mencabik."

Abu Umar bin Abdil Barr 49 mengatakan, bahwa sebagian

mereka berdalih dengan apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin

Daud Al Wasithi, dari Ibrahim bin Abdushshamad, dari Abdul

Wahhab hnu Mujahid, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas rg6,

mengenai penafsiran firman AIIah t$' @,!iJ J.;3:I";1(

" Tuhan yang Maha Pemurah yang di atas Arsl' (Qs.

Thaahaa [20]: 5), ia berkata, "Maksudnya adalah, Tuhan yang

Menguasai semua daratannya sehingga tidak terluputkan satu

tempat pun dariny u."289

Di antara para Mu'aththilah ifu ada yang membiarkan

kalimat Arsy yang ada di dalam ayat ifu dengan maknanya yang

sebenamya lagi valid, dan berkata, "Dikhususkannya penyebutan

Arsy di antara para makhluk lainnya, karena ia makhluk terbesar,

paling tinggi, dan paling tengah, sehingga dikhususkan

penyebutannya unfuk mengingat apa yang di bawahnya."

Di antara mereka ada yang menal$.rilkan Ar.y yang

disebutkan di dalam ayat itu dengan kerajaan,z9o dan menyatakan

bahwa makna ayat ini adalah: menguasai dan meninggi di atas

kerajaan. Para penganut pendapat ini mengatakan, bahwa Allah

ale At-Tamhid(7/732I

lbnu Abdil Barr telah menjawab pendalilan mereka ini dengan mengatakan,

"Sesungguhnya ini hadits munkar atas nama lbnu Abbas Radhiyallahu Anhu,

dinukil oleh orang-orang yaurg mafiul (tidak dikenal) dan orang-orang dha'if.

Adapun Abdullah bin Daud Al Wasithi dan AMul Wahhab bin Mulahtd, keduanya

dha'if. Sementara lbrahim bin Abdushshamad majhul (hdak dikenal. Mereka tidak

menerima khabar-khabar ahad yang menyimpang (maka bagaimana bisa mereka

berdalih dengan hadits seperti ini bila mereka berakaldan adil."

2e0 Slarh Al Ushul Al l{hamsah (hal. 2261i Tafsir tu-Razi (14/75]t;

Ushuluddin karya Al Baghawi (hd. 112).

2O2 - Al Arasy (Singgasana Allah)

mengungkapkan dengan kata Arsy (singgasana) sebagai kiasan

tentang kerajaan, karena Allah meng-khithab manusia sesuai

dengan apa yang mereka dapati dari kerajaan-kerajaan mereka

dan apa yang mereka fahami di dalam hati mereka. Demikian itu,

karena Arsy di dalam perkataan mereka adalah singgasana tempat

duduknya raja, maka Allah menjadikan kata fusy sebagai kiasan

tentang kerajaan. Mereka berdalih, bahwa ini perkara yang

masyhur di dalam bahasa. Begitu juga mengenai firman Allah & di

dalam surah Yuunus:

)-j.li'i:i,r;3 i"i;,i"i

"Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy unfuk mengafur

segala un)san." (Qs. Yuunus [10]: 3)

Mereka mengatakan, bahwa firman-Nya: 7'liirl-

" mengafur segala urusari' sebagai penafsiran firman-Nya, ,it t;lt

,l;:f " bersemayam di atas Arsii'.zet

Sanggahan terhadap mereka

Para salaf telah sepakat, bahwa takwil ini, yang dianut oleh

golongan Jahmiyah, Mu'tazilah, Khawarij dan Muta'akhkhir

Asy'ariyah, adalah takwil bathil tertolak oleh nash-nash Al Qur'an,

As-Sunnah dan ijma' umat. Ini adalah pendapat yang tidak ada

asalnya di dalam bahasanya orang Arab, bahkan itu adalah

penafsiran Kalam Allah dengan pendapat mumi, tidak ada seorang

zer 7u Sti, A,,-Buri \14 /7151

Al Arasy (Singgasana Allah) 

- 2O3

pun sahabat maupun tabiin yang berpendapat demikian, dan tidak

pemah dikatakan oleh seorang pun dari kalangan para imam

kaum muslimin, dan tidak seorang pun dari kalangan para ahli

tafsir yang menuturkan pendapat para salaf.

Penjelasan rusaknya pendapat ini secara rinci.

Kami katakan:

Pertama: Sudah diketahui, bahwa lafazh istiwa'

disebutkan di dalam Al Qur'an di tujuh tempat. Tempatrtempat ini

semuanya telah menyebutkan lafazh istiwa' tanpa mengandung

arti menguasai. Begitu juga yang disebutkan di dalam As-Sunnah.

Seandainya maknanya menguasai -seperti yang dinyatakan oleh

mereka-, niscaya penggunaannya di banyak tempatrya juga

demikian. Maka bila disebutkan di safu ada dua tempat dengan

lafazh a jt)t yang diartikan jiJ! (menguasai), karena itu yang

dikenaldan diketahui.

Adapun dibawakan kepada lafazh yang penggunaannya

tertolak di semua tempatnSn pada satu makna, lalu diajak

mengalihkannla di semuanya ifu kepada makna yang

penggunaannya tidak dikenal dalam hal itu, maka ini perkara yang

sangat msak, dan tidak memaksudkannln dan tidak melakukannya

dengan tujuan menjelaskan. Demikian ini bila di dalam redaksinya

tidak terdapat apa yang menolak pembawaannya kepada selain

maknanya yang penggunaannya tertolak dalam hal ifu, maka

apalagi di dalam redaksinya terdapat apa yang menolak i7r.292

Keduar Di antara yang menolak tals,il bathil ini, bahwa

l<ata,sjiJ.l dikemukakan setelah |j [."*,raian) yang berfungsi

mengurutkan dan menunda. Bila maknanya menundukkan Arsy

2e2 14u145 5t1ru, Ash-Sha wra'iq Al Mursakh 12/128-1291.

2O4 - 

Al Arusy (Singgasana Allah)

dan menguasainya, maka hal ifu tidak ditangguhkan hingga setelah

penciptaan langit dan bumi. Karena Arsy telah ada lima puluh ribu

tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, sebagaimana

disebutkan di dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi iS bersabda,

'r-X-"J:t'J-i 

6iy,At e6'):i l,r Lt

jll#;"r\i, et',r3:r;"

jJ o z z

+a-fs

.r,11)l

" Sesungguhnya Allah menetapkan kadar*adar para

makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan

bumi, sementara ArsyNya di atas uit."293

Allah S berfirman,

4\4 ), e ,->-iAi '6L ,4li ';t

xrt&,ui 5u5

" Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam

enam masa, dan adalah Arsy-Nya di atas ar. (Qs. Huud [11]: 7).

Disebutkan di dalam Shahih Al Bukhari, dari Imran bin

Hushain, dari Nabi S, beliau bersabda,

293 gu6its ini diriwayatkan

Takdir (8/571.

oleh Muslim dalam Shahih-nya (pembahasan:

il*r)

I

,ri.ii3

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 2eF

tL *,? ok, |il\i;'J .;il; i,' ok

o9

fnla!r

at

,y

g/

,9d

,

i

€. ,*k t ,rrit

.r-"t\?t gtt3tt

"Allah ada dan frdak ada sauafu pun Jnng ada sebelun-

N9n. Dan adalah AryrNln di atas air. Dan Allah menuliskan

segala sesuafu di dalam Adz-Dzikr, kemudian menciptakan langit

dan bumi."2%

Ayat-ayat dan kedua hadits ini menunjukkan dengan sangat

jelas, bahwa Ars,l telah ada semenjak sebelum diciptakannya langit

dan bumi, maka bagaimana bisa Allah tidak kuasa dan tidak

menguasai Arsy hingga menciptakan langit d2n [utni.295

Ketiga' Xata l,>[-L]i, Uuit dengan makna menguasai,

menundukkan ataupun lainnya, adalah bersifat urnum pada para

makhluk seperti rububiph. Sementara Arsy walaupun makhluk

terbesar, dan penisbatan rububiyah kepadanyra tidak menafikan

penisbatannya kepada yang lainnSra, sebagaimana di dalam firman

Allah &'

@,rJir',,;4i €; dai eitdi 6 ;. S

" Kabkanlah: 'Siapakah Yang Empunya langit jang fujuh

dan Yang Empunya Arsy yang bsar?' (Qs. Al Mu'minuun [23J:

86).

M Takhrilnyaakan dikemukakan di bagian tahqiq (no. 120).

2es 14ui-r' 41 Fatatn 15/1451.

206 

AlArasy (SinggasanaAllah)

Seandainya G'..;,1 bermakna ;; ',"y (menguasai;

menundukkan; mengalahkan) sebagaimana itu berlaku umum pada

semua makhluk, niscaya di samping disandangkan kepada Arsy

maka bisa juga dikatakan: 

"t1.-.LJt J G-?r,\(menguasai langit),

:tt{t ,sV 6*\ (menguasai udara), )4t & ,s*y (menguasai

laut), .p11i ,P uO! (menguasai bumi), menguasai itu dan yang

di bawahnya serta yang serupanya karena Dia menguasai Arsy.

Namun karena kaum muslimin sepakat, bahwa dikatakan: ,sp'\

l';j], ,P bn*ittiwa' di atas Arsd dan tidak dikatakan: & st*'l.

,(-bli 9iA Ser-istiwa' di atas hal-hal tadi), sementara bisa

dikatakan: ,r;J'\it l|, ,* Cy\(menguasai Arsy dan hal-hal

lainnya), maka diketahui bahwa makna cf*'\ adalah khusus pada

Arsy, dan tidak umum seperti keumuman hal-hallainnya.296

Keempat: Bila irt;'li ditafsirkan mengalahkan dan

menundukkan, maka makna ayat-ayat itu semuanya kepada

makna, bahwa Allah & memberitahukan kepada para hamba-Nya,

bahwa Dia menciptakan langit dan bumi, kemudian setelah

mengalahkan Arsy, menundukkannya dan menguasainya. Tidak

malukah kepada Allah, orang yang di dalam hatinya tidak ada

kesopanan terhadap Allah dan firman-Nya sehingga menisbatkan

itu kepada-Nya, dan mengartikan firman-Nya,

@ui5,$e';$i

2e6 14ri-u' 41 Fatawa 15 /74/;t.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

2O7

" Tuhan yang Maha Pemurah. yang di atas

Arsy.(Qs. Thaahaa [20]: 5)

Dengan pengertian ketahuilah wahai para hamba-Ku,

bahwa sesungguhnya setelah aku selesai menciptakan langit dan

bumi, aku mengalahkan Arry, menundukkannya dan

menguasainyaTzsz

Kelima: Sesungguhnya apa yang dijadikan sandaran oleh

golongan Mu'aththilah dalam klaim mereka ini adalah dari

perkataan mereka, bahwa menafsirkan ciz-,,t dengan j;;y

(menguasai; menundukkan; mengalahkan) adalah perkara yang

masyhur di dalam bahasa, maka ini adalah perkataan bathil lagi

tertolak, karena tidak ada keterangan dari seorang pun ahli bahasa

yang menyatakan bahwa lafazh Cj-"t bisa digunakan dengan

makna ,)*y(menguasai), bahkan perkataan ini mungkar menumt

para ahli bahasa.

Ibnu Al A'rab, salah seorang ahli bahasa, didatangi oleh

seorang lelaki, lalu ia berkata kepadanya, "Apa makna firman

Allah e, @ aiJt.;-;3&';li " Tuhan yans Maha pemurah.

tnng di atas Ars!' (Qs. Thaahaa 1201 5), ia

menjawab, "Ifu sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah fr."

Lelaki itu berkata, "Wahai Abu Abdullah, bukan ifu maknanya,

tapi maknanya adalan j?t (menguasai)." hnu Al A'rabi berkata,

"Diamlah kau. Kau tidak tahu ini. Tidak dikatakan: ,# jj ',"t

l/:"lt (menguasai; menundukkan; mengalahkan sesuatu) kecuali

sesuafu ifu lawannya, lalu setelah salah safunya mengalahkan,

2e7 114,1145 1u"6* Ash-Sha wa iq (2 / 74O-l 47]l.

208 - Al Arasy (Singgasana Allah)

maka dikatakan: J'-f\(menguasai; menundukkan; mengalahkan).

Tidakkah engkau dengar perkataan An-Nabighah:

,,\i

* ;;t riy',ti4t'Ji # 4, Ui';"ri'ot3s,'ty_

'Kecuali unfuk sepertimu atau siapa yang engkau mendahuluinya,

sang dermawan telah mendahului ketika menundukkan

fujuap'."298

Al Khalil bin Ahmad ditanya, "Apakah engkau temukan di

dalam bahasa, Gp\bermakna j*y(menguasai; menundukkan;

mengalahkan)?"

Ia menjawab, "lni yang tidak dikenal oleh orang Arab, dan

tidak berlalu dalam bahasa mereka."

Al Khalil adalah imam dalam bidang basa sebagaimana

diketahui dari perihalnya. Saat itu, membawakannya kepada apa

tidak kita kenaldalam bahasa adalah perkataan yang bathil.299

Juga telah diriwayatkan dari sejumlah ahli bahasa, bahwa

mereka berkata, "Tidak boleh cfi\dimaknai J*y(menguasai;

menundukkan; mengalahkan), kecuali pada orang yang tadinya

lemah kemudian menang. Sedangkan Allah tidak dilemahkan oleh

sesuatu pun, dan Arsy tidak mengalahkan-Nya pada apa pun,

maka mustahil bermakna uii-&;t."

2e8 Syarh Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah karya Al-Lalika'i (2/3991.

2se 74ui*r' 41 Fatawa 15/744, 1491.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

2Og

Diriwayatkan juga dari Abu Al Abbas Tsa'lab, bahwa ia

berkata, "tl':Lladalah datang kepadanya walaupun tidak belok. p

o3I d\"*t'dan Dia berkehendak menuju langit'. (Qs. Al

Baqarah l2l: 291. Sementara, 'Slt A'-,-i, J c'f-'t'ni

'Kemudian Dia bersemayarn di atas Arsy, (Dialah) yang Maha

(Qs. Al Furqaan l25l:591, artinya adalah i/e (meninggi).

'+j, u*"! artinya adalah.tlaSl lmenyentuh permukaan). csj-"t

]Ait utirrru adalah (ny 6"tu" penuh; pumama). t:P)ii-: a*\

artinya adalah Zaid dan Amr serupa dan sarna perbuatannya

walaupun tidak sama kepribadiannya. Inilah yang kami ketahui dari

perkataan orang 6r.6. "3oo

Dari perkataan para pakar bahasa yang telah kami

kemukakan, jelaslah bagi kita rusaknSn klaim golongan

Mu'aththilah dan dustanya pemSrataan mereka, bahwa perkataan

ini masyhur di dalam bahasa.

Adapun bait-bait syair lpng mereka jadikan landasan,

seperti ucirpan seoftmg penlpir:

!t:;) f 13 *:- :''u# ot;t ,*V6?t F

'Bislr tehh menundukkan Ink

tanp pdanq dan bnp damh terfumph."

Yang lainnya berkata,

.,:: *lrrX' j? Jr#Wt4;"46-&t(*

3N Sgrh Ushul I'tiqad Ahlis Snrnh w;al Jann'ah karya Al-Lalika'i (2/399-

z!0O).

21O - 

AlArasy (SingtasanaAllah)

" Keduanya menguasai dengan kelebihan semua,

atas tahta keniaan tanpa kelaliman."

Kedua bait syair ini tidak dapat dipastikan sebagai nukilan

yang shahih bahwa itu syair Arab, dan lebih dari safu orang pakar

bahasa yang mengingkari keduanya.

Ibnu Faris berkata, "Kedua bait syair ini, kami tidak

mengetahui siapa yang mengucapkannya. "30l

Berdasarkan ini, maka keduanya adalah bait syair buatan,

dan sebagaimana diketahui, bahwa bila berhujjah dengan hadits

Rasulullah,S, tentu membufuhkan ke-shahihannya, maka

bagaimana pula dengan syair yang tidak diketahui sandarannya di

samping disangsikan oleh para pakar bahasa.

Abu Umar bin Abdil Barr berkata, "Adapun klaim mereka

adalah kiasan tentang Lfr;'li, dan perkataan mereka mengenai

penalo,rilan 9Q\adalah S'{;'t, maka ihr tidak ada maknanya,

karena tidak jelas di dalam bahasa, sebab makna 

'rl/!i i di dalam

bahasa adalah 116Ai (mengalahkan), sedangkan Allah tidak

dikalahkan oleh seorang pun dan tidak ada yang lebih tinggi dari-

Nya, dan Dia Maha Esa lagi Maha Padat. Sementara antara hak

perkataan adalah dibawakan kepada hakikatnya hingga umat

sepakat bahwa yang dimaksudkan adalah kiasan, karena tidak ada

jalan untuk mengikuti apa yang diturunkan kepada kita dari Rabb

kita kecuali di atas itu. Dan firman Allah hanya diarahkan kepada

yang paling masyhur dan paling jelas dari arah-arahnya selama hal

itu tidak terhalangi oleh sesuatu yang mengharuskan pemasrahan.

Seandainya dibenarkan klaim kias bagi setiap pengklaim, maka

3oL 7u4 414q*irkarya lbnu Al Jauzi.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

211

tidak ada ungkapan yang pasti, sedangkan Allah fu meng-khithab

hanya dengan apa yang difahami oleh orang Arab sesuai

kebiasaan pembicaraan mereka, yang maknanya benar bagi yang

,c

mendengar. *l'g+)ll itu sudah malum (drketahui) dan mafhum

(difahami) di dalam bahasa, yaitu tinggi dan meninggi di atas

sesuafu serta menetap padanya. Abu Ubaidah berkata mengenai

firman Allah Tabla: cs3:)t, ia berkata, 'Orang Arab berkata:

zl.t3lit'sV tJ-r't (aku duduk di atas tunggangan), +l;jr O;t *-pt

(aku naik ke atas rumah)'. Yang lainnya berkata, 'Cl$t artinya

adalah habis masa mudanya dan menetap, sehingga tidak ada

tambahan masa [rudany6'. "302

Apa yang digunakan oleh golongan Mu'aththilah dari

perkataan lbnu Abbas @, maka Ibnu AMil Barr telah

menjelaskan, bahwa ifu kedustaan atas narrra Ibnu Abbas, dan

para perawinya majhul (udak diketahui perihal mereka) dan lemah,

sebagaimana telah disebutkan di muka.

Pendapat Kedua: Makna cfi"t adalah mendatangi

penciptaan Arsy dan menuju kepada penciptaannya. Seperti

firman Allah 6' Lr-ii 'dt:At jyo;l'r'j "K. udi* Diu

menuju kepda (penciptaan) langit dan langit itu masih merupakan

anp." (Qs. Fushshilat [4U: 11)

Maksudnya adalah ,(Jt * dl * (menuju kepada

penciptaan langit).

302 At-Tamlid(7/131).

212 

Al Arasy (Singgasana Allah)

oG *'-, ttr.: ,il1i";'6;lli ii,l ok

Ini adalah pendapat sebagian golongan Jahmiyah,3o3 6un

juga merupakan pendapatnya Al Farra' ,304 41 Asy'ari, Ibnu Adh-

Dharir, dan yang dipilih oleh Ats-Tru'1u6i.305

Sanggahan terhadap mereka

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "lni pemaknaan

yang paling lemah, karena Allah telah mengabarkan bahwa Arsy di

atas air sebelum diciptakannya langit dan bumi.

Begitu riwayat valid yang disebutkan di dalam Shahih Al

Bukhari, dari Imran, dari Nabi 4s, bahwa beliau bersabda,

:al

" Allah ada dan tidak ada sesuafu pun yang ada sebelum-

Nya. Dan adalah Arsy-Nya di atas air ...."

Bila Arsy telah diciptakan sebelum penciptaan langit dan

bumi, maka bagaimana istiwa.Nya ifu berarti Dia menuju kepada

penciptaannya?!

Ini pun jika dikenal dalam bahasa bahwa tJ-3 J G*\

artinya menuju kepada melakukannya. Apalagi bila sama sekali

tidak dikenal, baik secara hakikat maupun kiasan, tidak pula dalam

syair maupun narasi.

303 Mukhtasha r Ash-Shawa'iq (2 / 126).

304 Biografinya akan dikemukakan di bagian tahqiq.

30s 61,. Al ltqan fi Ulum N Qur 'an karya As-suyuthi (2/908ll.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

213

Orang yang mengatakan cSj-"t bermakna 1-& (menuju)

seperti yang disebutkan dalam firman-Nya , 'r)5 -{i\ J\j;}A|

'ifi " K.-udian Dia menuju kepada (penciptaan) langit dan langit

itu masih merupakan asap." (Qs. Fushshilat [41]: 11) Karena kata

ini muta'addi dengan harful ghayah (yakni ,;l), sebagaimana

dikatakan: (k jtcr'r* (aku menuju kepada anu), dan jy.,tZl

rii laku menuju kepada anu), dan tidak dikatakan, lii & o'*

dan tidak pula li-3 J'cr'ri. Sementara apa yang disebutkan

dalam ayat tersebut penafsirannSra juga tidak dikenal di dalam

bahasa dan tidak pula merupakan seorang pun dari kalangan para

mufassir salaf, bahwa para mufassir menyeliril'ri i1r."305

Ibnul Qalryim #S berkata, "Sesungguhnya perkataan

mereka ini mengandung arti bahwa penciptaannya setelah

penciptaan langit dan bumi, sedangkan ini menyelisihi ijma' umat,

dan menyelisihi apa yang ditunjukkan oleh Al Qur'an dan As-

Sunnah. Bila sebagian kalangan Jahmiyah Muta'akhkhir

menyatakan bahwa Arsy diciptakan setelah penciptaan langit dan

bumi, dan menyatakan bahwa itu ijma', maka tidak heran akan

kejahilannya, bahkan tidak heran akan keberaniannya menyatakan

ijma' atas apa yang tidak pemah dikatakan oleh seorang muslim

Pun-"307

Pendapat Ketiga: ,sft\di dalam ayat ini maknanya lti

(meninggi), tapi maksudnya bukan tingginya jarak dan tempat,

akan tetapi maksudnya adalah tingginya kedudukan dan

306 714ui-u' 41 Fa tawa (5/520-5211.

so7 14r1r1i 1ut6u, Ash-Shaura' iq Al Mursalah (2 / 1431.

214 

Al Arasy (Singgasana Allah)

kekuasaan. Pendapat ini dianut oleh sekelompok dari golongan

Asy'ariyah, di antaranya Abu Bakar bin purrup.3o8 Dengan

perkataan ini, mereka menjadikan istiwa' sebagai sifat dzat, dan

bukan sifat perbuatan.

Sanggahan terhadap mereka

Ayat-ayat dan hadits-hadits telah menetapkan, bahwa

istiwa:nya Allah di atas Arsy adalah hakikat. Bila makna istiwa' d\

sini maknanya adalah ketinggian kedudukan, maka sesungguhnya

Allah tetap tinggi di atas segala sesuafu sejak sebelum penciptaan

Arsy, maka ketika ditambahkan istiwa' di atas Ar.y, maka ifu

mengharuskan adanya faidah dari pengkhususan ini.309

Pendapat Keempat: Pendapat yang menetapkan bahwa

istiwa 'adalah sifat bagi Arsy, dan bukan sifat bagi Allah &i.

Para penganut pendapat ini mengatakan, bahwa istiwa'

adalah perbuatan yang dilakukan oleh Rabb pada Arsy, dengan

makna, bahwa Dia menjadi kedekapan para Arsy sehingga

menjadi dekat kepadanya tanpa adanya perbuatan ikhtiyari yang

berdiri dengan-Nya (yakni dengan Allah).

Pendapat ini adalah yang pemah dikatakan oleh hnu Kilab,

Al Asy'ari3lo 6un tokoh-tokoh para sahabatnya terdahulu, seperti

Al Baqilani dan lain{ain. Ini juga merupakan pendapatnya Al

Qalanisi, serta yang menyepakati mereka dari para pengikut

s08 6166 Musykil Al Haditskarya Ibnu Faurak (hal. 193); Al Asma' un Ash-

Shifatl<arya Al Baihaqi (hal. 518).

30e lJ !v[u't2m2d fi Ushul Ad-Din karya Al Qadhi Abu Ya'la (hal. 54).

310 1,',1 perkataan Abu Al Hasan Al Asy'ari (ia mengatakannya ketika masih

menganut pendapat Ibnu Kilab yang berupa penafian perbuatan-perbuatan

ikhtiyariyah dari Allah &.

Al Arasy (Singgasana Allah) 

215

imam-imam dan lainnya dari para sahabat Imam Ahmad, seperti

Al Qadhi Abu Ya'la, lbnu Az-Zaghawani, dan Ibnu Aqil di dalam

banyak perkataannya. 31 1

Sebab yang menjadikan mereka menolak menetapkan

isfiwa' sebagai sifat bagi Allah & adalah perkataan mereka yang

menafikan berdirinya perbuatan-perbuatan il<htiyari dengan dzat

Allah Si. Karena itu mereka menetapkan perbuatan-perbuatan-

Nya yang lazim bagi Dzat-Nya, seperti furun dan istiwa ', sebagai

perbuatan-perbuatan yang memerlukan obyek, seperti penciptaan

dan perbuatan baik. Pendapat mereka mengenai penafian

perbuatan-perbuatan ikhtiyari kembali kepada pendapat mereka

mengenai sifat-sifat Allah.

Mereka juga mengatakan, "sesungguhnya Allah disifati

dengan sifat-sifat, tapi sifat-sifat ifu bukan a'radh (bukan non inti),

karena sifat-sifat itu qadim lagi azali."3rz

Alasan mereka menolak berdirinya hawadib (hal-hal yang

baru) dengan dzat Allah &, karena mereka mengatakan,

"sesungguhnya segala yang berdirinya sah bersama Dzat Yang

Maha Pencipta Ta'ala, maka bisa sebagai sifat kesempumaan dan

bisa bukan. Bila itu sifat kesempumaan, maka mustahil itu haadits

(hal banr), dan bila tidak, maka Dzat-Nya sebelum disifati dengan

sifat ifu adalah hampa dari sifat kesempumaan, sedangkan yang

hampa dari kesemputnaan yang memungkinkan disilati dengannya

adalah kurang, sedangkan kekurangan adalah mustahil bagi Allah

menuju ijma' umat-

3Lr 14"irn, 41 Fatawa (5/386 (4gT lM6,16/3931; Al ,4sma' wa Ash-Shifat

l5l7\; Ijtima'Al JuyusyAl IslamiS4ah (hal. 64, 55).

312 114ui-r' 41 Fatawa (6/96).

216 - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

Bila bukan sifat kesempumaan, maka mustahil Dzat Yang

Maha Pencipta disifati dengan ifu, karena ijma' umat menyatakan,

bahwa sifat-sifat Dzat Yang Maha pencipta seluruhnya adalah sifat-

sifat kesempumaan. Maka menetapkan suafu sifat yang bukan dari

sifat-sifat kesempumaan adalah menodai ijma', dan itu adalah

perkara yang tidak d1lotutlt u,',."313

Sanggahan terhadap mereka

Para penganut pendapat ini dalam menolak istiwa' sebagai

sifat bagi Allah S, bertopang pada alasan yang menolak berdirinya

hawadits (hal-hal baru) dengan Dzat Allah &, dan itu hujjah yang

lemah.

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah telah menyanggahnya dengan

mengatakan, "Sesungguhnya pendahuluan yang dijadikan

sandaran oleh mereka adalah ucapan mereka: 'Sesungguhnya

yang hampa dari kesempumaan yang memungkinkan disifati

dengannya adalah kurang'. Maka dikatakan kepada mereka:

Sebagaimana diketahui, bahwa hawadits (hal-hal baru) yang silih

berganti tidak mungkin disandang sebagai sifat pada keazalian,

sebagaimana tidak mungkin keberadaan sejak azali. Berdasarkan

ini, maka kehampaan darinya di asali tidak menjadi kehampaan

dari apa yang mungkin bersifat dengannya di azali.

Kemudian, sesungguhnya tidak pasti apa yang disebutkan

sebagai kekurangan itu berdasarkan dalil akal, dan tidak pula nash

dari Al Kitab dan As-Sunnah, bahkan dengan ijma' yang mereka

klaim itu. Jadi diketahui bahwa orang-orang yang menentang

dalam hal penyifatan-Nya dengan itu adalah dari ahli ijma', tapi

3r3 76r, Taimiyah As-&lafi haL 130).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

217

bagaimana bisa berhujjah dengan ijma' dalam masalah yang

diperselisihkan.

Perkataan mereka tentang ijma' umat bahwa sifat-sifat-Nya

adalah sifat-sifat kesempumaan, bila yang dimaksud dengan itu

adalah sifat-sifat-Nya yang lazim, maka dalam hal ini mereka tidak

memiliki hujjah. Bila yang dimaksudkan dengan itu adalah yang

dijadikan dengan kehendak-Nya dan kekuasaan-Nya, maka ini

bukan Uma', karena ahli kalam mengatakan, bahwa sifat perbuatan

bukanlah sifat kesempumaan dan bukan pula kekurangan, dan

Allah disifati dengan itu setelah tidak disifati dengan itu.

Kemudian ijma' yang mereka klaim ini sebenamya adalah

hujjah atas mereka sendiri, karena bila kita gambarkan dua hal

kepada akal: salah safunya memungkinkan berbicara dan berbuat

sekehendaknya berupa perkataan dan perbuatan, sementara yang

lainnya tidak memungkinkan itu, bahkan tidak menjadi

perkataannya kecuali fidak dimampui dan tidak dimaksud, atau

terpisah darinya, niscaya akal menyatakan, bahwa yang pertama

lebih sempuma daripada yang kedua.

Begitu juga bila kita gambarkan kepada akal dua hal yang

ada dari para makhluk atau kemutlakan, yang mana salah safunya

mampu pergi dan datang serta bertindak sendiri, sedangkan yang

lainnya tidak memungkinkan itu, niscaya akal menyatakan, bahwa

yang pertama lebih sempuma.

Dengan apa yang ada padanya diketahui, pada penyifatan-

Nya dengan hidup dan kuasa adalah sifat-sifat kesempurnaan,

dengan itu diketahui, bahwa penyifatannya dengan perbuatan-

perbuatan dan perkataan-perkataan ikhtiyari yang berdiri dengan-

218 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Nya, dan perbuatan-perbuatan yang terpisah dari-Nya yang

dilakukan dengan itu adalah sifat-sifat kesempurnuur',. "314

Begitu juga sanggahan terhadap pendapat ini yang

dikatakan oleh Ibnul Qayyrm, "Sesungguhnya, seandainya istiwa'

itu kembali kepada Arsy, niscaya bacaannya dengan me-rafaLl<an

lafazh b:;ii, dan tidak dengan meng'khafadltkannya. Namun

karena dibaca dengan meng-khafadlrkan lafazh 'ji;ii, maka ini

menunjukkan bahwa istiwa' itu kembali kepada Allah 4P."315

Golongan Kedua: Pendapat Tafwidh

Para penganut pendapat ini berpendapat menetapkan

lafazh istiwa' saja disertai tawaqquf mengenai makna yang

dimaksud. Maka mereka mengatakan, "Sesungguhnya istion' iht

tsabit di dalam Al Qur'an, dan disebutkan di tuiuh tempat, dan

disebutkan juga di dalam khabar-khabar yang shahih.

Menerimanya dengan taowqquf adalah wajib, sedangkan

membahasnya dan mencari tentang bagaimananya adalah tidak

boleh, karena itu adalah istiwa' yang tidak kita ketahui."315

Yang berpendapat dengan pendapat ini adalah Al Baihaqi

di dalam kitabnya, Al I'tiqad,317 dan ini juga merupakan salah satu

dari dua pendapatnyu po'-R*i.318

3L4 41 Muwafaqah bina Sharih At Aql wa

terbitan Darul Kutub.

3rs 1i6-u' a1 Jugsy Al Islatngiyah (hal. 64-65).

316 Al I'tiqadkarya Al Baihaqi (hal. 115).

3r7 16i4.

318 TatHiish Al Mahshal hal. 1 14).

Shahih An-Naql (2/73-7751

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 219

Pada hakikatnya, mereka menafikan sifat istiwa', tapi

mereka ber-tawaqquf mengenai maknanya, yang menurut klaim

mereka, wajib menakwilkan lafazh kepadanya.

Banyak dari kalangan Asy'ariyah yang menyatakan, bahwa

pendapat tafwidh (menyerahkan makna kepada Allah) adalah

pendapat para salaf.319

Dalam penisbatan pendapat ini kepada para salaf, mereka

berdalih dengan ungkapan-ungkapan yang dinukil dari pada salaf,

mereka mengira bahwa itu berarti pendapat ta{widh, seperti

ucapan Al Auza'i, "Kami dan banyak tabiin mengatakan, bahwa

Allah & di atas fusy-Nya, dan kami mengimani apa yang

disebutkan As-Sunnah mengenai sifat-sifat-Nya Yang Maha Mulia

lagi Maha Tinggi."

Begitu juga perkataan Rabi'ah bin AMurrahman dan Imam

Malik, "Istiwa' it.t ma'lum (diketahui), sedangkan bagaimananya

majhul (tidak diketahui), dan mempertanyakannya adalah bid'ah,

sedangkan mengimaninya adalah wajib. "

Pendapat tafwidh itu yang dimaksudkan oleh mereka dalam

ucapan mereka: "Sesungguhnya cara para salaf adalah paling

selamat." Karena mereka mengira, bahwa cara para salaf hanya

mengimani lafazh{afazh Al Qur'an dan hadits tanpa memahami

itu, seperti halnya kaum yang buta huruf yang dikatakan Allah

mengenai mereka,

g\,1 Jy. :Si( 5153_*'b# i|r

3Le Al l'tiqad karya Al Baihaqi (hal. 117); Al ltqan fi Ulum Al Qur'an (2/6]t;

Manhil Al 'lrfan (2/7831; Tuhfat Al Murid (hal. 91-92); 55nrh Al Kharidah Al

Bahitah (hal. 75); Al Asma' wa Ash-Shifal(hal. 517).

22O 

AI Arasy (Singgasana Allah)

" Dan di antara mereka ada yang buta huruf, frdak

mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka."

(Qs. Al Baqarah l2l:78).

Sanggahan terhadap mereka'

Sebagaimana diketahui, bahwa penisbatan pendapat ini

kepada para salaf adalah mumi kedustaan dan mengada-ada.

Orang yang menisbatkan ini kepada para salaf hanyalah orang

yang jahil mengenai cara para salaf yang tidak pemah mengatakan

pendapat ini, dan tidak ada riwayat dari seorang pun dari mereka

bahwa ia menyerahkan makna isfiwa', bahkan riwayat yang ada

dari mereka semuanya, bahwa mereka menafsirkan istiwa 'dengan

makna yang dimaksud, yaitu ketinggian dan keluhuran di atas

Arsy, dan mereka mengimani bahwa Allah ber-istiwa 'di atas fusy

secara hakiki.

Syaikhul Islam berkata, "Perkataan ini secara mutlak adalah

kedustaan yang nyata atas nama para salaf. Adapun mengenai

banyak sifat adalah pasti, seperti bahwa Allah di atas Arsy, karena

orang yang mencermati perkataan para salaf yang di nukil dari

mereka, akan langsung tahu bahwa mereka menyatakan secara

jelas bahwa Allah di atas Arsy secara hakiki, dan bahwa mereka

sama sekali tidak memaksudkan kebalikan dari ini, dan banyak di

antara mereka yang menyatakan secara jelas mengenai banyak

sifat seperti iLr."320

Di bagian lain ia mengatakan, "lmam Ahmad telah

menafsirkan nash-nash yang disebutnya mutasyabihad lalu

menjelaskan makna-maknanya ayat demi ayat, dan hadits demi

320 41Pu1*u N Hinawi5nh (hal. 64).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 221

hadits, dan beliau serta para imam sebelumnya tidak ber-tawaqquf

padanya, yang mana hal ini menunjukkan bahwa bertawaqquf da'i

menjelaskan makna-makna ayat-ayat sifat dan mengalihkan lafazh-

lafahnya dari zhahimya bukanlah madzhab Ahlussunnah, dan

mereka lebih mengetahui madzhab para salaf. Sebenamya

madzhab para salaf adalah memberlakukan makna-makna ayat-

ayat sifat sesuai zhahimya dengan menetapkan sifat-sifat bagi-Nya

secara hakiki, dan bagi mereka, membaca ayat dan hadits adalah

tafsirannya, serta memberlakukan sebagaimana yang ditunlukkan

kepada makna-maknanya, tidak mengganti dan tanpa

mengingkarinya."32l

Ibnul Qayyim *S Ta'ala berkata, "Manusia bersilang

pendapat mengenai banyak hukum, namun mereka tidak bersilang

pendapat mengenai ayat-ayat sifat dan khabar-khabarnya di satu

tempat, bahkan para sahabat dan tabiin sepakat mengakuinya dan

memberlakukannya disertai memahami makna-maknanya dan

menetapkan hakikat-hakikatnya, yakni memahami asal maknanya,

bukan memahami bentuk dan bagaimananya."sz2

Mengenai apa yang digunakan dalil oleh para penganut

pendapat ini, bahwa pendapat tafwidh adalah madzhab salaf, dan

mereka menyebutkan perkataan Imam Malik: "Isfiwa'itu ma'lum

(diketahui), sedangkan bagaimananya majhul (tidak diketahui),

mengimaninya adalah wajib, dan mempertanyakannya adalah

bid'ah."

Maksudnya di sini bukanlah tafwidh (menyerahkankan)

makna istiwa' dan tidak pula menafikan hakikat sifat. Seandainya

yang dimaksudnya hanya mengimani lafazhnya tanpa memahami

321 14ui-r' 41 Fatawa (77 / 4741.

322 lvtukhtashnT Ash-Shawa'iq (L /15).

222 

Al Arasy (Singgasana Allah)

sesuai dengan apa yang layak bagi Allah, niscaya beliau tidak akan

mengatakan, "sedangkan bagaimananya majhul (tidak diketahui),"

karena tidak perlu menafikan ilmu tentang bagaimananya bila tidak

mengerti makna lafazhnya.323

Istiwa' dengan makna ini tidak diketahui, bahkan majhul

(tidak diketahui) seperti huruf-huruf kamus, tapi perkaranya adalah

kebalikan itu. Maka menafikan ilmu tentang bagaimananya adalah

karena lebih menetapkan sifat, dan yang dimaksud dengan

ucapannya, adalah bahwa istiwa' itu diketahui maknanya di

dalam bahwa yang dengannya Al Qur'an diturunkan. Maka

berdasarkan ini menjadi ma'lum (diketahui) di dalam Al Qur'an.

Sebagaimana diketahui, bahwa klaim mereka bahwa

madzhab salaf hanyalah berpendapat dengan tafwidh, sebabnya

adalah keyakinan mereka, bahwa dalam perkara ini tidak ada sifat

yang ditunjukkan oleh nash-nash. Tatkala mereka meyakini tidak

adanya sifat-sifat dalam hal ini -sementara di samping itu nash-

nash itu mesti memiliki makna-, maka mereka menjadi bingung

antara mengimani lafazh sambil menyerahkan maknanya, dan

mengalihkan lafazh kepada makna-makna yang dibuat-buat.

Kebingungan ini yang dialami oleh orang yang berpendapat

dengan tafwidh dari mereka, seperti AI Baihaqi dan Ar-Razi.

Mereka tidak memegang pendapat ini secara mutlak, tapi

terkadang menyelisihinya sebagaimana yang dilakukan oleh fu-

Razi di dalam kitab Ta'si*nya, yang mana ia condong kepada

takwil dan meninggalkan pendapat dengan tafwidh.

323 41Pr1*, Al Himawiph(hal. 25).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

2Z3'

Golongan Ketiga: Pendapat Golongan Musyabbihah

Yang dimaksud dengan golongan musyabbihah (yang

menyerupakan) adalah golongan hisyamiyah324 dari golongan

rafidhah, Kiramiyah325 6ur', lain{ain.

Mereka menetapkan istiwa -nya Allah dan tinggi-Nya di

atas Arsy-Nya, hanya saja mereka menyimpang dalam

pembicaraan kepada mem-bagaimana-kan istiwa' itu.

Golongan Hisyamiyah, misalnya, mereka mengatakan,

"Sesungguhya Allah S bersentuhan dengan Arsy-Nya, tidak tersisa

sedikit pun dari-Nya pada Arsy, dan tidak tersisa sedikit pun tersisa

dari Arsy pada-Ny6. "326

Sementara golongan Kiramiyah, cukup banyak pendapat

mereka mengenai bagaimana istiwa :Nya:

Di antara mereka ada yang mengatakan, bahwa di atas

sebagian dari bagian-bagian Ar.y.

Ada juga yang mengatakan, bahwa Arsy adalah tempat-

Nya, dan bahwa Arsy dipenuhi oleh-Nya.

Ada juga yang mengatakan, bahwa seandainya Dia

menciptakan Arsy-Arsy lain di sekitar Arsy itu, niscaya semua Arsy

itu menjadi tempat-Nya, karena Dia lebih besar dari semua itu.

324 \4"r.1ru adalah para pengikut Hisyam bin Abdul Hakam Ar-Rafidi dari

golongan imamiyah. Golongan ini dinisbatkan kepadanya dan terkadang kepada

Hisyam bin Salim Al Jawaliqi, dari golongan imamiyah yang musyabbihah. Uh. ,4/

Maqalat (1 /37-341; Al Mlal wa An-Nhal (7],.7M-147).

325 Mereka adalah para sahabat Muhammad bin Kiram. Mereka terdiri dari

kelompok-kelompok yang jumlahnya mencapai dua belas kelompok. Asal mereka

ada enam (yaihr: golongan abidiyah, nawawiyah zariniyah, ishaqiyah, wahidiyah,

dan paling dekatnya adalah haishamiyahl. Lih. Al Mlal wa An-Nihal(1/144-7471.

326 Al Mlal wa An-Nihal(2/22).

224 - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

Ada juga yang mengatakan, bahwa jauh dan jarak antara

Dia dan Arsy adalah sesuafu yang seandainya ditetapkan sibuk

dengan inti-inti niscaya bersambung dengann ya.32t

Pendapat golongan musyabbihah inl hanyalah akibat yang

lazim dari perkataan-perkataan mereka mengenai sifat-sifat Allah,

dan perkataan-perkataan mereka mengenai Dzat-Nya.

Golongan hisyamiyah mengatakan, "Sesungguhnya Allah

adalah fisik yang memiliki bagian-bagian, yang memiliki kadar-

kadar, tapi tidak menyenrpai sesuatu pun dari para makhluk, dan

tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya."

Dinukil dari mereka, bahwa mereka mengatakan, bahwa

Dia tujuh jengkal dengan jengkal-Nya sendiri, dan bahwa Dia

memiliki tempat yang dikhususkan dan arah yang di khususkan,

dan bahwa Dia bergerak dan gerakannya adalah perbuatan-Nya,

tapi bukan dari satu tempat ke tempat lain, Dia terbatas secara

Dzat tapi tidak terbatas secara kekuasaan, dan bahwa Dia

bersentuhan dengan Arsy-Nya, tidak ada sedikit pun tersisa dari-

Nya pada Arsy, dan tidak sedikit pun dari Arsy yang tersisa pada-

Np.3za

Adapun golongan Kiramiyah, Ibnu Kiram berkata,

"Sesungguhnya sesembahannya menetap di atas Arsy dengan

suatu cara menetap, dan bahwa Dia di suatu arah di atas secara

dzat, dan bahwa Dia Esa secara dzat, dan esa secara inti, dan

bahwa Dia bersentuhan dengan Arsy dari permukaan atas."

Ada persilangan pendapat di kalangan mereka mengenai

makna agung/besar, yang mana sebagian mereka berkata,

"Sesungguhnya Dia dengan keesaan-Nya di atas semua bagian

327 Al Milal wa An-Mhal(1/144-7471.

328 16i4.lZ/22L

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 225

fu.y, sementara Arsy di bawah-Nya dan Dia di atas-Nya semuanya

dalam bentuk yang mana Dia di atas bagian darinya."

Sebagian lainnya berkata, "Sesungguhnya Dia dengan

keesaan-Nya bersentuhan dengan salah satu arah lebih besar dari

satu, dan Dia bersentuhan dengan semua bagian Ar.y, dan Dia

Maha Tinggi lagi Maha Agung."

Golongan Muajiryah dari kalangan mereka berkata,

"Sesungguhnya Dia tidak melebihi Arsy-Nya dalam benfuk

persentuhan, dan tidak ada yang tersisa dari-Nya pada Arsy." Ini

mengindikasikan bahwa luas-Nya seluas Arsy.

Sementara golongan Muta'akhkhir mereka berpendapat,

bahwa Allah & di arah atas, dan bahwa Dia sejajar dengan

Arsy.3ze

Sanggahan terhadap mereka

Perkataan golongan musyabbihah ini mengandung

kebenaran dan kebathilan.

Yang benar di dalamnya adalah pengakuan mereka akan

ketinggian Allah dan istiwa.Nya di atas Arsy-Nya, dan bahwa Dia

terpisah dari para makhluk-Nya, dan para makhluk-Nya terpisah

dari-Nya.

Sisi kebathilannya adalah perkataan mereka mengenai Dzat

Allah dan menggambarkan bagaimana istiwa '-Nya. Ini adalah

perkataan bathil dan rusak, mereka tidak memiliki dalil mengenai

ini dari Al Qur'an maupun dari As-Sunnah, bahkan ini merupakan

perkataan mengenai Allah tanpa berdasarkan ilmu, karena

Allah 1S tidak memberitahukan kepada kita tentang bagaimana

Dzat-Nya maka bagaimana bisa kita mengetahui bagaimana sifat-

32e At-Tajsirn inda Al Muslimin(hal. 205).

226 

Al Arasy (Singgasana Allah)

sifat-Nya, sementara masalah "bagaimananya" termasuk perkara

yang ilmunya disembunyikan Allah.

Allah S berfirman,

{aQit4* i;u-,,i);4;{;

" Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dai ilmu Allah.

(Qs. Al Baqarah 121: 255),

Di antara yang menunjukkan kepada kita tentang rusaknya

pendapat ini dan tidak adanya dalil bagi para penganutnya yang

menunjukkan apa yang mereka katakan adalah berbeda-bedanya

pandangan-pandangan dan pendapat-pendapat mereka saat

mengulas tentang Dzat Allah dan bagaimana istiwa:Nya. Dari

sela-sela pemaparan perkataan-perkataan mereka tampak jelas

persilangan-persilangan dan kontradiksi-kontradiksi mereka, itu

tidak lain kecuali karena mereka mengada-adakan kedustaan

terhadap Allah.

Allah S berfirman,

@\iI):( );-b3r:) fi|* * b i'V 1;

"Kalau kiranya Al Qur'an ifu bukan dari sisi Allah, tenfulah

mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." (Qs.

An-Nisaa' 141 82).

Pertanyaan yang layak ditujukan kepada golongan

musyabbihai dalam hal ini adalah, Mana dalil dari Al Kitab dan As-

Sunnah atas apa yang kalian nyatakan?

AlArasy (SinggasanaAllah) 

227

@

Jawabannya sudah diketahui, yaifu bahwa mereka tidak

memiliki dalil atas itu, tidak dari Al Qur'an dan tidak pula dari As-

Sunnah.

Yang perlu diketahui, bahwa membicarakan tentang

bagaimana dzat Allah atau bagaimana istiwa.Nya dan sifat-sifat

lainnya adalah perkara yang tidak diperbolehkan menurut para

salaf, dan diharamkan berdebat mengenai ifu, bahwa mereka

membid'ahkan mempertanyakan itu. Karena itu, Imam Malik

membid'ahkan orang yang bertanya, yang bertanya kepadanya

mengenai bagaimana istiwa:nya Dzat Yang Maha Pencipta flft5,

yang mana ia berkata kepadanya, " Istiwa' ifu ma 'lum (diketahui),

sedangkan bagaimananya majhul (tidak diketahui), mempertanya-

kannya adalah bid'ah, dan mengimaninya adalah wajib. Dan

tidaklah aku melihatmu kecuali seorang yang buruk." lalu ia

memerintahkan untuk mengusir orang itu- Apa yang dikatakan

oleh Imam Malik adalah yang berdasarkan nash-nash, dan itulah

yang ditempuh oleh seluruh salaf.

Pasal Ketiga

Masalah-Masalah Yang Terkait Dengan

Ketinggian Dan Istiwa'

Dalam halini ada dua pembahasan:

Pembahasan pertama: Kosongnya Arsy saat furun.

Pembahasan kedua, Masalah-masalah batas dan

bersentuhan.

228 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

PEMBAHASAN PERTAMA

APAKAH ARSY KOSONG DARI-I{YA

SAAT DI,A TURUN

Dalam masalah ini, Ahlussunnah memiliki tiga pendapat:

Pendapat pertama: Dia furun dan Arsy kosong dari-Nya.33o

Ini pendapat segolongan ahli hadits.331

Pendapat kedua: Dia turun namun Arsy tidak kosong dari-

NY6.33z

Ini pendapat jumhur ahli hadits.333

Di antaranya adalah Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih,

Hammad bin Zaid, Utsman bin Sa'id Ad-Darimi dan lain{ui,',.334

330 S*r7 Hadits An-Nuzul (hal. 161); (2071; Mukhtashar Ash-Shawa'iq

(2/2s3).

331 5*r7 Hadits An-Nuzul(hal. 201).

332 5rut6 Hadits An-Nuzul (hal. 161); (2071; Mukhtashar Ash-Shawa'te

(2/253\.

333 Syarh Hadits An-Nuzul(hal. 201); Mnhaj As-Sunnah(2/6381.

334 7'4ui1ns' fll Fatawa (5/375).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 229

Pendapat ketiga: Kami menetapkan furun, namun kami

tidak menjangkau maknanya, apakah itu dengan bergeser atau

tanpa bergeser.

Ini pendapatnya Ibnu Baththah, Al Hafizh Abdul Ghani Al

Maqdisi dan lain{airr.335

Pendapat pertama: Dia furun sementara Arsy kosong

dari-Nya. Yang mengatakan ini adalah Abu Al Qasim

Abdunahman bin Ishaq bin Mandah336.337

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Abu Al Qasim

Abdunahman bin Abu Abdullah bin Muhammad bin Mandah telah

membuat sebuah karangan mengenai pengingkaran terhadap

orang yang mengatakan: Arsy tidak pernah kosong dari-Nya, dan

ia memberinya judul Ar-Radd ala man Za'ama Annallah fi Kulli

Makanan, wa ala Man Za'ama Annallah Laisa Lahu Makan, wa ala

Man Ta'awwala An-Nuzul ala Ghairi An-Nuzul (sanggahan

335 .srurh Hadits An-Nuzut (hal. 161); Mukhtashar Ash-Shawa'iq (2 /2541.

336 AMurrahman bin Muhammad bin Ishaq bin Mandah Al AMi Al

Ashbahani. Adz-Dzahabi berkata mengenainya, "seorang hafizh nan alim serta

muhaddits."

Ismail bin At-Taimi berkata mengenainya sebagaimana disebutkan di dalam

Thabaqat Al Hanabilah. "la menyelisihi aphnya dalam sejumlah masalah, dan

para syaikh saat itu berpaling darinya."

Syaikhul Islam Abdullah bin Muhammad Al Anshari berkata, "Mudharatnya

terhadap Islam lebih banyak daripada manfaatnya."

Ibnu Rajb berkata, "lni bukan cela -bila benar-, karena Al Anshari (At-Taimi

dan yang sempa mereka menodai dengan sesuatu yang ringan lrang mana mereka

mengingkarinya dari tempat-tempat perselisihan pendapat sebagaimana At-Taimi

menghindari Abdul Jalil AI Halizh atas perkataannya: 'Dia turun dengan Dzat'.

Karena secara hakikat ia menyepakatinya di dalam keyakinannya namun

mengingkari kemutlakan lafazh karena tidak terdapat atsar yang

menyebutkannya."

Ia wafat pada tahun 470 H. Uh. Tadzkirat N Huf{azh (3/77561; Dzail

Thabaqat Al Hanabilah (7 /261.

337 Sgarh Hadits An-Nuzut(hal. 201).

23O 

Al Arasy (Singgasana Allah)

terhadap orang yang menyatakan bahwa Allah berada di setiap

tempat, dan terhadap orang yang menyatakan bahwa Allah tidak

memiliki tempat, serta terhadap orang yang menalnpilkan turun

dengan selain hlrun). "33s

Syaikhul Islam telah meringkas sejumlah apa yang dijadikan

hujjah oleh Abu Al Qasim Ibnu Mandah, dan menjelaskan bahwa

ia berhujjah dengan hadits-hadits nuzul (tentang turunnya Allah),

dan dengan sebagian perkataan para salaf secara umum, seperti

ucapan mereka: "Dia melakukan apa yang Dia kehendaki." Serta

menyebutkan kontradiksinya dengan sebagian nukilan dari para

i,,u*.339

Syaikhul Islam hnu Taimiyah menjelaskan, bahwa tidak ada

nukilan dari seorang imam pun yang dikenal dengan imam As-

Sunnah dengan sanad yang shahih maupun dha'if, bahwa Arsy

kosong dari-Ny6.340

Ia juga menyebutkan, bahwa perkataan Abu Al Qasim bin

Mandah termasuk jenis perkataan golongan yang menduga bahwa

tidak mungkin kecuali salah satu dari dua pendapat, yaifu:

1. Pendapatnya orang yang mengatakan, bahwa Dia turun

dengan furun yang mana Arsy kosong dari-Nya.

2. Pendapat orang yang mengatakan, bahwa di sana tidak

terjadi turun dengan sebenamya. Seperti ucapan orang yang

mengatakan, "Dia tidak memiliki perbuatan yang berdiri dengan

Dzat-nya dan pilihan-Nya."

338 .Starh Hadits An-Nuzul(hal. 161-162).

33e Syarh Hadits An-Nuzul(hal. 161-201).

Y0 Syarh Hadits An-Nuzul (hal. 201).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

231

Menurut kedua golongan ini, tidak ada furun kecuali turun

yang disifatkan kepada tubuh para hamba yang mengindikasikan

kosongnya tempat dan sibuk dengan hal lain.

Kemudian di antara mereka ada yang menafikan furun dari-

Nya, dan mensucikan-Nya dari yang seperti ifu.

Di antara mereka ada yang menetapkan tumn bagi-Nya

dengan jenis ini, yang mengindikasikan kosongnya tempat dan

sibuk dengan hal lain.3al

Pendapat yang menyatakan kosongnya Arsy saat turun-Nya

terkait342 dengan masalah: Apakah dikatakan turun dan datang ifu

dengan gerakan dan perpindahan?

Para sahabat Imam Ahmad dan lainnya yang berafiliasi

kepada As-Sunnah dan Al Hadits berbeda pendapat mengenai

masalah ini menjadi tiga pendapat yang disebutkan oleh Al Qadhi

Abu Ya'la dalam kitab lkhtitaf Ar-Riwayatain wa Al Wajhain,sa3

pendapat-pendapat tersebut adalah:

1. Itu adalah turun berpindah. Ini pendapatnya Abu

Abdullah bin Hamid.

Yt Slnrh Hadits An-Nuzul (hal. 201).

342 Sru11d'rrl Islam mengaitkan antara kedua masalah ini di dalam Syarh

Hadits An-Nuzul hal. 210-2111; Begitu juga Ibnul Qayyrm sebagaimana

dikemukakan di dalam Mukhtashar Ash-Shawa1q 12/253),.il3 Dr. Sa'ud bin AMul Aziz Al Khalaf telah mentahqiq bagian yang

berkaitan dengan masalah-masalah pokok-pokok agama dari kitab Ar-Riwayatian

wa Al Wajhain, dan di terbitkan oleh Maktabah Adhwa' As-Salaf. Lih. masalahnya

pada hal. 52-57 dan kitab tersebut.

232 

AlArasy (SinggasanaAllah)

2. ltu adalah tumn tanpa berpindah. Ini pendapatnya Abu

Al Hasan At-Tamimi dan ahli baitnya, dan bahwa maknanya

adalah: kekuasaan-Np.3++

3. Menahan diri dari berpendapat mengenai masalah ini. Ini

pendapatnya Abu Abdullah bin Baththah3as dan lainnya.

Kemudian di antara mereka ada yang bersikap tawaqquf dari

menetapkan lafazh disertai menyepakati maknanya. Ini merupakan

pendapat mayoritas mereka. Di antara mereka ada juga yang

menahan diri dari menetapkan makna dan lafazhnya.345

Yang mengkhususkan kami dari ketiga pendapat ini adalah

pendapat Ibnu Hamid yang berpendapat, bahwa itu adalah turun

berpindah, dan ia berkata, "Karena ini adalah hakikat tumn

menurut orang Arab." Ini serupa dengan pendapatnya mengenai

istiwa' yang bermakna duduk.

Al Qadhi Abu Ya'la berkata, "Guru kami, Abu Abdullah -

yakni hnu Hamid- berpendapat, bahwa iiu adalah furun

berpindah, dan ia berkata, 'Karena ini adalah hakikat furun

menumt orang Arab'. Ini serupa dengan pendapatnya mengenai

istiwa', yakni duduk. Ini berdasarkan zhahimya hadits Ubadah bin

s44 Uh. sanggahan terhadap pendapat ini di dalam Mukhtashar Ash-Shaum'iq

(2/2se-262).

345 Ibnu Baththah berkata, "Maka kami katakan sebagaimana yang

beliau katakan, 'Jri * d;',Sf- (Rabb kita Aza wa Jatla turur). lhmi tidak

mengatakan bahwa Dia bergeser tapi furun sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.

Dan kami tidak menyifati turun-Nya, dan tidak pula membatasinya serta tidak

mengatakan bahwa turun-Nya adalah bergeser-Nya." (Uh. Al Mukhtar min Al

lbnah(hal.240).

346 Syarh Hadits An-Nuzul t:nl. 2L0-27L); Mukhtashar Ash-Shawa'iq

(2/2ss-254).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

233

Ash-Shamit.347 Juga karena mayoritas apa yang terdapat dalam

hal ini, bahwa itu dari sifat-sifat hadats (baru) bagi kita, namun

bagFNya ini tidak mesti muhdats (baru), sebagaimana halnya

istiwa' di atas Arsy. Dia disifati dengannya dengan perbedaan dari

kita dalam sifat-Nya, walaupun istiwa' ini tidak disandang sebagai

sifat-Nya secara qadim. Begitu juga yang kami katakan mengenai

berbicara dengan huruf dan suara, walaupun ini mengharuskan

hadats (baru) bagi kita, narnun bagi-Nya ini tidak mengharuskan

demikian bagFNya. Begitu juga turun."348

hnul QaWim #S berkata, "Adapun pendapat Ibnu Hamid,

bahwa itu turun berpindah, maka pendapat itu sesuai dengan

pendapatnya orang yang mengatakan kosongnya Arsy dari-Nya,

dan yang membawanya kepada ini adalah penetapan furun secara

hakiki, dan bahwa hakikatnya tidak ditetapkan kecuali dengan

pindah. Ia memandang, bahwa di dalam akal dan juga naql (dalil)

tidak ada yang menghalangi perpindahan pada-Nya, karena itu

seperti halnya datang, pergi dan turun, sedangkan ini adalah

bentuk-bentuk perbuatan lazim yang berdiri dengan-Nya,

sebagaimana halnya penciptaan, pemberian rezeki, mematikan,

menghidupkan, menggenggam dan melapangkan adalah bentuk-

bentuk perbuatan yang berobyek (membutuhkan obyek;

muta'addl, dan Allah & disifati dengan kedua macam sifat itu, dan

Allah telah menghimpunkan penyebutan keduanya, seperti firman-

Nya:

347 Yang dimaksud dengan hadits Ubadah bin Ash-Shamit adalah yang di

datamnya disebutkan: *i ,* ir;si'tt$ fu- f, kemudian Altah Yang Maha Suci

lagi Maha Tinggi meninggi di atas Kusi'N3n.

348 lkhulaf Ar-Rium5mtain vn Al Wajhain Masail min Ushul Ad-Dipnat (hal.

55).

234 - AlArasy (SinggasanaAllah)

,, ,t;;Sfi qiAi,iA 

"5\5i'9, 5y

"sesungguhnya Tuhanmu adalah Dzat yang Menciptakan

langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemaSnm di atas

Arsy." (Qs.Al A'raaf [7]: 54).

Sedangkan pindah adalah jenis untuk bentuk datang, turun,

naik, mendekat dan serupanya. Penetapan benfuk disertai

penafian jenisnya berarti memadukan dua hal yang bertolak

belakang.

Mereka mengatakan, 'Pendapat yang melazimkan turun,

datang, istiwa' dan naik sama sekali tidak mengandung hal buruk

dan ifu tidak melazimkan kekurangan, dan tidak pula menodai

kesempumaan, bahkan itu adalah kesempumaan ifu sendiri.

Perbuatan-perbuatan ini adalah kesempumaan dan pujian. Maka

itu adalah kebenaran yang ditunjukkan oleh naql (dalil), sedangkan

lazimnya kebenaran adalah 6n'rut'."349

Pendapat kedua' Dia turun sedangkan fusy tidak kosong

dari-Nya.

Pendapat ini disebutkan oleh Syaikhul Islam lbnu Taimiyah,

bahwa ini pendapatnya jumhur ahli hadits.3so

Ia berkata, "ltu dinukil dari Imam Ahmad bin Hambal di

dalam risalahnya kepada Musaddad, dan juga dari Ishaq bin

Ae Mukh tashar Ash-Sha oua'iq (2 / 2il-2551.

3s0 5rur6 Hadits An-Nuzul (hal. 201); Mnhaj As-Sunnah (2/6381.

,tfi'e{$?16

AlArasy (SinggasanaAllah) 

23,S

Rahawaih, Hammad bin Zaid, utsaman bin Sa'id Ad-Darimi dan

lulr',-lu1r',. "351

Al Qadhi Abu Ya'la berkata, "Ahmad mengatakan di dalam

risalahnya kepada Musaddad, 'Sesungguhnya Allah & turun di

setiap malam ke langit dunia, sementara Arsy tidak kosong dari-

Nya'. Ahmad telah menyatakan pendapat bahwa Arsy tidak

kosong dari-Ny6."352

Bisyr bin As-Sari bertanya kepada Hammad bin Zaid, ia

berkata, "Wahai Abu Ismail, hadits yang di dalamnya dicanfumkan:

$L.lr {"1,5r 

jtti:tii"nuOO kita turun ke langit dunia",apakah

Dia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya?" Hammad bin

Zaid diam, kemudian berkata, "Dia di tempat-Nya, Dia mendekat

kepada para makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya. "353

Ishaq bin Rahawaih berkata, "Aku masuk ke tempat

Abdullah bin Thahir, lalu ia berkata, 'Apa ini hadits-hadits yang

engkau riwayatkan itu?'

Aku berkata, 'Apa ifu, semoga Allah membaikan keadaan

AlAmir?'

Ia berkata, 'Engkau meriwayatkan bahwa Allah turun ke

langit dunia'.

Aku menjawab, 'Benar, ifu diriwayatkan oleh orang-orang

tsiqah yang meriwayatkan hukum-hukum'.

3sL lbid.

3s2 1615u1 4y-Ta' wilat (7 /2671.

353 pinrL11 oleh Al Uqaili di dalam Adh-Dhu'afa'(7/743); Ibnu Baththah di

dalam Al lbanah sebagaimana disebutkan di dalam Al Mukhtar min Al lbanah (hal.

203-204 (no. 158); Ibnu Taimiyah di dalam Syarh Hadits An-Nuzulgal. 150-151),

di dalam Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql (2/24); dan di dalam Al

,4shfahanigh hal. 25, dan disandarkan kepada Al Khallal di dalam As-Sunnah

serta juga Ibnu Baththal di dalam N lfunah.

236 

AlArasy (SinggasanaAllah)

Ia berkata, 'Apakah Dia furun dan meninggalkan Arsy-

Nya?'

Aku berkata, 'Apakah Dia kuasa untuk tumn tanpa

mengosongkan Arsy dari-Nya?'

Ia menjawab, 'Ya'.

Aku berkata, '[alu mengapa engkau membicarakan

i6i?"'354

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata mengenai perkataan

Ishaq dan perkatan Hammad bin Zaid, "lni dan yang sebelumnya

adalah dua cerita shahih yang para perawinya adalah orang-orang

tsiqah. Jadi Hammad bin Zaid berkata, 'Dia di suatu tempat, Dia

mendekat kepada para makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya'. Jadi ia

menetapkan dekat-Nya dengan status-Nya di atas Arsy-Nya.

Abdullah bin Thahir termasuk kalangan wali amr yang baik

di Khurasan, ia tahu bahwa Allah di atas Arsy, namun ia merasa

kesulitan memahami bahwa Dia furun, karena ia berasumsi bahwa

itu mengindikasikan kosongnya Arsy dari-Nya, lalui Imam Ishaq

menegaskannya, bahwa Dia di atas Arsy, lalu berkata kepadanya,

'Dia kuasa unfuk turun tanpa mengosongkan Arsy dari-Nya?' [-alu

sang Amir berkata kepadanya, 'Ya'. Maka Ishaq berkata

kepadanya, 'Mengapa pula engkau membicarakan ini?'

Ia berkata, 'Karena Dia kuasa atas ifu, maka furun-Nya

tidak melazimkan kosongnya Arsy dari-Nya. Maka tidak boleh

menyangkal turun dengan alasan bahwa itu melazimkan

kosongnya Arsy. Ini lebih ringan daripada sangkalan terhadap

354 Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di dalam Al Asma' wa Ash-shifat

(2/386 (secara ringkas; Al-lalika'i di dalam Sgrh Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah wal

Jama'ah (3/ 4521; dan dikemukakan oleh lbnu Taimiyah di dalam Sprh Hadits

An-Nuzul hal L25, dan men- shahih*an sanadnya.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

237

orang yang mengatakan, 'Tidak ada sesuafu pun di atas Arsy'.

Karena ia mengingkari ini d6n i,'ri'."355

Pendapat ketiga' Kelompok yang mengatakan, "Kami

menetapkan tumn, namun kami tidak menjangkau maknanya,

apakah ifu dengan bergeser atau tanpa bergeser."

Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Baththah,3s5 Abdul

Ghani AI Maqdisi,3s7 dan lainnya.

Ibnu Baththah berkata, "Maka kami katakan sebagaimana

yang beliau katakan: }*j"* drii Wroo kita & turun\. Kami

tidak mengatakan, bahwa Dia bergeser, tapi turun sesuai dengan

yang dikehendaki-Nya. Dan kami tidak menyifati turun-Nya, dan

tidak pula membatasinya, serta tidak mengatakan, bahwa turun-

Nya adalah bergeser-Nya. "

Ia meriwayatkan dengan sanadnya dari Hambal bin Ishaq,

ia berkata, "Aku berkata kepada Abu Abdullah, 'Allah & turun ke

langit dunia?'

Ia menjawab, 'Ya'.

Aku berkata, 'Tumn-Nya dengan ilmunya atau dengan apa?'

Ia berkata kepadaku, 'Diamlah dari hal ini'. Dan ia pun

sangat marah dan berkata, 'Ada apa denganmu? Unfuk ini,

berlakukanlah haditsnya sebagaimana yang diriwayatkan, tanpa

mem-bagai-utlu-Lurr' . " 

358

Al Qadhi Abu Ya'la berkata, "Guru kami -yakni Ibnu

Hamid- menuturkan dari kelompok lainnya dari kalangan para

35s Swrh Hadits An-Nuzul (hal. 153).

3sG 41114uk1',tar min N lbanah (hal. 240); Majmu'N Fataqn(5/4021.

3s7 Syarh Hadits An-Nwul (hal. 161).

3s8 .41 MuHitar min N lfunahhal.240-242).

238 

Al Arasy (Singgasana Allah)

sahabat kami, bahwa mereka berkata, 'Kami tumn yang kami tidak

menjangkau maknanya, apakah itu bergeser atau tanpa bergeser,

sebagiamana disebutkan di dalam khabar'. Hal seperti ini tidak

memustahilkan pada sifat-sifat-Nya, sebagaimana ditetapkan Dzat

bagi-Nya dengan menafikan bentuknya. Dan cara ini adalah

madzhab kami. Ahmad telah mencatatkan itu di beberapa

tempat."3s9 Lah ia menyebutkan atsaryang disebutkan oleh lbnu

Baththah dari Hambal.

Ibnul Qayryim e berkata, "Adapun orang-orang yang

menahan diri dari kedua perkara itu dan mengatakan, 'Kami tidak

mengatakan bergerak dan berpindah, tapi juga tidak menafikan itu

dari-Nya'. Maka mereka adalah yang paling bahagia dengan

kebenaran dan pengikutan, karena mereka berbicara dengan apa

yang dikatakan oleh nash, dan mereka diam mengenai apa yang

didiamkan nash. Kebenaran cara ini tampak sangat jelas manakala

lafazh-lafazh yang mereka diam darinya berupa nash yang global,

yang mengandung dua makna yartg shahih dan yang rusak, seperti

t2 .. I z . , .

lafazh i5yJt (gerakan), Jt }l)t @erpindahanl, ct2(j-all ftal-hal

baru), iiJr lulurun\,'$$ (perubahanl,i.$ j)t (susunan)dan lafazh-

lafazh lainnya yang mengandung haq dan bathil.

Ini tidak diterima secara mutlak dan tidak ditolak secara

mutlak, karena Allah $ tidak menetapkan sebutan-sebutan ini bagi

diri-Nya, dan juga tidak menafikannya dari-Nya. Karena itu, orang

yang menetapkannya secara mutlak maka ia salah, dan orang yang

menafikannya secara mutlak maka ia juga salah. Karena makna-

maknanya terbagi menjadi yang memustahilkan penetapkannya

bagi Allah, dan yang mewajibkan penetapannya bagi-Nya.

#e Ktab Ar-Riwayatain wa Al Wajhain (hal. 56-57).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

23,g

Karena perpindahan, maksudnya adalah:

1. Berpindahnya fisik dan non inti dari satu tempat yang

dibutuhkannya ke tempat lain yang dibutuhkannya. Ini mustahil

penetapannya bagi Rabb Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.

Begifu juga gerakan bila yang dimaksudnya makna ini, maka

mustahil penetapannya bagi Allah &.

2. Yang dimaksudkan dengan gerakan dan perpindahan

adalah gerakan pelaku dari stafusnya bukan pelaku kepada

statusnya sebagai pelaku, dan perpindahannya juga dari statusnya

bukan pelaku kepada statusnya pelaku. Makna ini adalah benar

pada dirinya yang tidak terjangkau status pelaku sebagai pelaku

kecuali dengannya, maka menafikannya dari pelaku adalah

penafian untuk hakikat perbuatan dan menaikannya.

3. Terkadang yang dimaksud dengan gerakan dan

perpindahan adalah yang lebih umum dari itu, yaitu perbuatan

yang berdiri dengan dzat pelaku, yang terkait dengan tempat yang

ditulu, dan hendak menerapkan perbuatan itu dengan dirinya pada

tempat ifu.

Al Qur'an, As-Sunnah dan ijma' telah menunjukkan,

bahwa Allah & akan datang pada Hari Kiamat, tumn untuk

memberi kepufusan di antara para hamba-Nya, datang di dalam

naungan awan dan para malaikat, turun setiap malam ke langit

dunia, turun di malam Arafah, furun ke bumi sebelum Hari

Kiamat, dan turun kepada para ahli surga. Semua perbuatan ini

dilakukan dengan diri-Nya di tempat-tempat ini, sehingga tidak

boleh menafikannya (meniadakannya) dari-Nya dengan menafikan

gerakan dan perpindahan yang khusus bagi para makhluk, karena

ifu bukan kelaziman-kelaziman perbuatan-perbuatan yang khsusus

bagi-Nya. Karena apa yang merupakan kelaziman-kelaziman

24O - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

perbuatan-perbuatan-Nya tidak boleh dinafikan dari-Nya, dan apa

yang merupakan kekhususan-kekhususan para makhluk maka

tidak boleh ditetapkan bagi-Nya.

Gerakan hidup termasuk kelaziman-kelaziman Dzat-Nya,

sementara tidak ada perbedaan antara hidup dan mati kecuali

dengan gerakan dan rasa, karena setiap yang hidup adalah

bergerak dengan kehendak, serta memiliki perasaan, maka

menafikan gerakan dari-Nya seperti halnya menafikan perasaan,

dan itu melazimkan penafian hidup."36o

%0 Mukhtashar Ash-Shawa'iq (2 /257 -258).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

241

PEMBAHASAN KEDUA

MASAI.AH-MASALAH BATAS DAN

BERSENTUHAN

Dalam hal ini ada tiga topik:

Topik pertama: Hukum lafazh-lalazh global.

Topik kedua: Masalah batas.

Topik ketiga: Masalah bersentuhan.

Topik Pertama

Hukum Laf azh-L^a fazh Global

Sebelum membicarakan masalah-masalah yang berkaitan

dengan batas, bersentuhan, keterpisahan dan lafazhlafazh global

242 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

lainnya, ada baiknya menjelaskan sebagian kaidah yang berkaitan

dengan itu, yaitu sebagai berikut:

Pertama: Perlu diketahui, bahwa tauhid al asma' wa ash-

shifat(pengesaan nama-nama dan sifat-sifat) mencakup tiga bab:

Bab pertama: Bab nama-nama.

Bab kedua: Bab sifat-sifat.

Bab ketiga: Bab Pengabaran.35l

Kedua, Sesungguhnya bab nama-nama merupakan bab

paling khususnya maka apa yang shahih sebagai nama maka sah

sebagai sifat dan sah sebagai khabar, dan tidak sebaliknya.

Bab-bab sifat lebih luas daripada bab nama-nama, dan lebih

khusus dari pada bab pengabaran. Apa yang sah sebagai sifat

bukanlah syarat untuk sah sebagai nama, karena terkadang sah

dan terkadang tidak sah, kendati semua nama merupakan kata

turunan dari sifat-sifat-Nya, dan setiap sifat yang sah

pengabarannya, dan tidak sebaliknya.

Bab pengabaran lebih luas lagi daripada bab sifat-sifat dan

bab nama-nama, karena Allah mengabarkan mengenai-Nya

dengan nama dan sifat, dan dengan apa yang bukan nama dan

bukan pula sifat, seperti lafazh{afazh' ;;3i (sesuatu), i'-i|'pi

(ada), *puii lU"rairi sendiri), 'it-jiJri (yang diketahui). Karena

Dia mengabarkan dengan lafazh-lafazh ini mengenai-Nya, namun

itu tidak termasuk di dalam nama-nama-Nya yang paling baik dan

sl Mengenai masalah ini (silakan lihat apa yang telah saya tulis di dalam

kitab Mu'taqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Asma'ilkh N Husna (hal. 5564).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

243

silat-sifat-Nya yang tinggi. Tapi disyaratkan di dalam lafazh, yaitu

maknanya tidak buru1*.362

Ketiga' Bab-bab nama-nama dan sifat-sifat adalah taufiqi

(sesuai dalil).

Dasar dalam menetapkan nama-nama dan sifat-sifat atau

menafikannya dari Allah {& adalah Kitabullah dan Sunnah Nabi-

Nya #, maka apa yang disebutkan penetapannya dari nama-nama

dan sifat-sifat di dalam Al Qur'an dan As-Sunnah yang shahih,

maka wajib menetapkannya, dan apa yang dinafikan di dalam

keduanya maka wajib menafikannya.

Sedangkan yang tidak disebutkan penetapannya dan tidak

pula penafiannya, maka secara mutlak tidak sah penggunaannya di

dalam bab nama-nama dan sifat-s1fu1.363

Imam Ahmad *$ berkata, "Allah tidak disifati kecuali

dengan apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya atau disifatkan oleh

Rasul-Nya S kepada-Nya. Kami tidak melampaui Al Qur'an dan

As-Sunnah."

Syaikhul Islam hnu Taimiyah berkata, "Jalan para salaf

umat dan para imamnya, bahwa mereka menyifati Allah dengan

apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya, dan dengan apa yang

disifatkan Rasul-Nya .ps kepada-Ny6."364

Keempat: Mengenai bab pengabaran, para salaf memiliki

dua pendapat mengenai ini:

362 7'4ui^ r' 41 Fa tawa (6 / 742-7431i Ba dai' Al Fawaid (1 / 76L1.

363 gitululi fr Al Aql wa Ar-Ruh, karya Syaiktrul Islam lbnu Taimiyah,

diterbitkan di dalam Majmu'ah Ar-Rasail N MuninSah(2/4647l,.

xd Mnhaj As-Sunnah 12/5231.

244 - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

Pendapat pertama: Bab pengabaran adalah tauqifi (sesuai

dalil), karena Allah {s tidak mengabarkan mengenai-Nya kecuali

dengan apa yang disebutkan nash, dan ini mencakup nama-nama

dan sifat-sifat serta yang bukan nama dan sifat yang disebutkan

nash, seperti: ;,r;ri (sesuatu), '€Jii (ciptaan) dan serupanya.

Adapun yang tidak disebutkan nash, maka mereka

melarang penggunaannya. 365

Pendapat kedua: Bab pengabaran tidak disyaratkan tauqif

padanya, sehingga apa yang termasuk kategori pengabaran

mengenai Allah & lebih luas daripada apa yang termasuk kategori

bab nama-nama dan sifat-sifat-Nya, seperti: L:"-U; (sesuatu),

i'-i'-f,i (ada), *?.uii (berdiri sendiri), karena mengabarkan itu

mengenai-Nya, dan ifu tidak termasuk ke dalam nama-nama-Nya

yang paling baik dan sifat-silat-Nya yang tinggi. Jadi pengabaran

mengenai-Nya terkadang dengan nama yang baik. atau nama yang

bukan nama buruk, atau nama yang tidak menafikan kebaikan,

dan tidak hams baik, serta tidak boleh mengabarkan tentang Allah

dengan nama buruk365, yaitu mengabarkan tentang Allah dengan

apa yang tidak disebutkan penetapannya dan penafiannya dengan

syafat merincikan maksud yang berbicara mengenainya. Bila yang

dimaksudkannya benar, layak bagi Allah S, maka itu diterima, dan

bila yang dimaksudkannya makna yang tidak layak bagi Allah Sg,

maka wajib ditolak.357

365 Bitu1u1l fi Al Aql wa Ar-Ruh(2/46-47\.

366 Badai' N Fawaid (1/16L1; Majmu' N Fatawa (6/142-1431.

367 3i5212fi fi Al Aql w Ar-Ruh(2/46471.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

245

Berdasarkan apa yang

global -yakni yang disebutkan

menjadi sebagai berikut:

telah dikemukakan, lafazhlafazh

di dalam nash-nash- bisa dibagi

1- Lafazh{afazh yang penggunaan bermula

disebutkan di dalam sebagian perkataan para salaf.

Di antara contohnya adalah lafazh, i:rrLi(dzat) dan lafazh

!( (terpisah).

l-afazh-lafazh ini mengandung makna-mal<na shahih yang

ditunjukkan oleh nash-nash.

Jenis ini, dari jenis-jenis lafazh, dibolehkan penggunaannya

oleh jumhur Ahlussunnah.

Namun di sana ada juga yang melarang ifu dengan alasan,

bahwa bab pengabaran bersifat tauqifi (harus berdasarkan dalil)

seperti bab-bab lainnya.

Yang benar adalah selama makna yang dimaksud dari itu

adalah lafazh yang sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh nash-

nash, dan penggunaan lafazhnya itu unfuk menegaskan ifu, maka

tidak terlarang.

Seperti perkataan Ahlussunn ah: alt* f';irt ,* a*yli,r 31

(Sesungguhnya Allah ber-istiwa' di atas Arsy dengan Dzat-Nya).

Lafazh F.lJt) (dengan Dzat-Nya) maksudnya, bahwa Allah

ber-istiwa' di atas Arsy secara hakiki, dan bahwa istiwa' itu sifat

bagi-Nya.

246 - 

AlArasy (SinggasanaAllah)

Juga seperti perkataan mereka: ggil.S. ri'; ,t".1f lirr !1

(Sesungguhnya Allah tinggi di atas para makhluk-Nya, tnrpiruf, auri

mereka).

Lafazh U.U. (terpisah) maksudnya adalah penetapan tinggi

secara hakiki, dan sanggahan terhadap pemyataan orang yang

mengatakan bahwa Allah ada di setiap tempat dengan Dzat-Nya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Maksudnya -di

sini-, bahwa para imam besar melarang menggunakan lafazh-

lafazh bid'ah yang global, karena mengandung kesamaran haq dan

bathil, di samping mengesankan kesamaran, persilangan pendapat

dan fitnah. Beda halnya dengan lafazh-lafazh yang ma'tsur, dan

lafazhlafazh yang dijelaskan makna-maknanya, karena yang

ma'tsur bisa tercapai keseragaman dengannya, dan yang dikenal

bisa tercapai pengetahuan dengannya. "368

Ia juga berkata, "Maka jalan para salaf dan para imam,

bahwa mereka menjaga makna-makna shahih yang dikecauli

secara sya'ri dan akal.

Mereka juga memelihara lafazh-lafazh syar'i, lalu mereka

mengungkapkan dengannya selama mereka menemukan jalan

unfuk itu.

Orang yang berbicara dengan apa yang mengandung

makna bathil yang menyelisihi Al Kitab dan As-Sunnah, maka

mereka menyangkalnya.

Orang yang berbicara dengan lafazh bid'ah yang

mengandung haq dan bathil, maka mereka menisbatkannya

368 Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql(L/27L1.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

247

kepada bid'ah, dan mereka berkata, 'Bid'ah dihadapi dengan

bid'ah, dan menyangga kebathilan dengan kebathilan' ."359

Dari perkataan Syaikhul Islam tadi dapat disimpulkan,

bahwa lafazh-lafazh itu ada empat jenis:

Pertama: Lafazhlafazh yang ma'tsur, yaitu yang

disebutkan di dalam nash-nash.

Kedua: Lafazh{afazh yang dikenal, yaitu yang diielaskan

makna-maknanya.

Ketiga: Lafazh{afazh bid'ah yang menunjukkan kepada

makna yang bathil.

Keempat: Lafazh{afazh bida'ah yang mengandung

kebenaran dan kebathilan.

Jadi lafazh irrLi (dzat) dan !t-j (terpisah) termasuk jenis

yang kedua.

l-afazh{afazh ini -sebagaimana yang telah kami

kemukakan- hanya di gunakan pada bab pengabaran, dan tidak

digunakan pada bab nama-nama dan sifat-sifat. Karena itu, ketika

Al Khaththabi menyangkal penggunaannya dengan mengatakan,

"sebagian mereka menyatakan bahwa boleh dikatakan Allah &

memiliki batas yang tidak seperti batas-batas lainnya, sebagaimana

kita mengatakan: tangan yang tidak seperti tangan-tangan lainnya.

Maka dikatakan kepadanyar Kami dibuat membutuhkan untuk

mengatakan tangan yang tidak seperti tangan-tangannya, karena

lafazh tangan disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-Sunnah,

sehingga harus menerimanya dan tidak boleh menolaknya. lalu

dimana penyebutan batas di dalam Al Kitab dan As-Sunnah

36e Dar'u Tabrudh Al Aql wa An-Naql(1/2541.

248 

Al Aras,, (Singgasana Allah)

sehingga kita mengatakan: batas yang tidak seperti batas-batas

lainnya, sebagaimana kita mengatakan: tangan yang tidak seperti

tangan-tangan lainny a? " 37 o

Syaikhul Islam hnu Taimiyah menyanggah perkataan Al

I(haththabi dari beberapa sisi, di antaranya:

"Bahwa perkataan yang disebutkannya ini berindikasi, bila

mereka mengatakan, 'sesungguhnya Dia memiliki sifat, yaifu

batas'. Sebagaimana yang dikesankan oleh yang menyanggah

mereka. Padahal ini tidak pernah dikatakan oleh seorang pun, dan

tidak dikatakan oleh orang yang berakal. Karena perkataan ini

tidak ada hakikatnya, karena di dalam sifat-sifat yang disifatkan

kepada sesuafu yang disifati -sebagaimana disifati dengan tangan

dan ilmu- adalah sifat tertentu yang dikatakan batasnya, dan batas

ifu hanya yang dengannya membedakan sesuatu dari yang lainnya

dari sifatnya dan kadamya."371

Ahlussunnah tidak menetapkan lafazh-lafazh ini sebagai

sifat tambahan atas apa yang terdapat di dalam Al Kitab dan As-

Sunnah, tapi mereka menjelaskan dengannya apa yang dinafikan

oleh kaum yang menafikan wujud Rabb Ta'ala dan keterpisahan-

Nya dari para makhluk-Nya serta tetapnya hakikat-Ny6.372

2. Lafazh{afazh yang p€nggunaannya di dalam

perkataan para salaf terlradang unfuk menetapkannp

dan terkadang unfuk menafikannya.

370 Naqdh Ta'sis N Jahmilyah (7/4421.

37r Naqdh Ta'sis Al Jahmijyah(1/4424431.

372 Naqdh Ta'sis Al Jahmilyah(l/445).

AlArasy (SinggasanaAllah) 

249

Di antara contohnya adalah lafazh 'Jiii (batas), dan lafazh

'e-rili (bersentuhan). Penjelasan hukumnya akan dikemukakan

secara rinci.

3. Lafazh{afazh yang penggunaannya terdapat di

dalam perkataan sebagian salaf dan di dalam perkataan

seteru mereka.

Di antara contohnya adalah lafazh' iiajilarah).

4- l-afazh-lafazh yang penggunaannya terdapat di

dalam perkataan para setem dan tidak terdapat di

dalam perkataan para salaf.

Di antara contohnya adalah lafazh: ;i-*ii (fisik/tubuh),

I;ii tU**1, )-rlt +b(wajib ada),'1'fii ti.,tit, ?,-.jijibukan

inti).

Adapun jenis ketiga dan keempat, jawaban tentang ifu

adalah kami katakan: asalnya dalam masalah ini, bahwa lafazh-

lafazh ada dua macam:

Macam pertama: Macam yang disebutkan di dalam

Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta perkataan ahli ilma'.

Ini yang wajib diterima maknanya, dan mengaitkan hukum

dengannya. Bila yang disebutkan dengannya itu sebagai pujian,

maka penyandangnya berhak atas pujian, dan bila sebagai celaan

maka penyandangnya berhak atas celaan. Bila menetapkan

sesuatu maka wajib menetapkannya, dan bila menafikan sesuafu

250 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

; Jy-'ny{ -titili,f ,i @

maka wajib menafikannya. Karena perkataan Allah adalah haq

(benar), perkataan Rasul-Nya jtga haq, dan perkataan ahli ijma'

juga haq.

Ini seperti firman Allah &:

W J @ ii4si 5i @ 

"4 

{i'i';^ S

@laiG,LrtKiili@ rJil,

"Katakanlah: 'Dialah Allah, Yang Maha ka. Allah adalah

Tuhan yang berganfug kepda-Nya sqala sesuatu. Dia tida

beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pcat

yang setara dengan Dia'. (Qs. Al Ikhlaash [112]: 1-4).

Firman-Nya:

t;;iLili';"

Ur${ai,irfrri:gr

"Dia-lah Yang Maha Pqnurah lagi Maha Penyayang. Dia-

lah Allah Yang tida Tuhan (yang brhak disembah) selain Dia,

Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang

Mengaruniakan kamanan (Qs. Al Hasyr l59l:22'231,

Dan, ayat yang sama tentang nama-nama Allah dan sifat-

sifat-Nya.

Begitu juga firman Allah &'

Z:A -r$;5

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 251

" Tidak ada sesuafu pun yang serupa dengan Drb. (Qs. Asy-

Syuuraa 142\ ll)

b,. 

.z -7 l+ 2 e.l zt z . - -!e ..+, .) t) 7

,i;:Si {r-i ij :ii:li t>r-t i

" Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia

dapat melihat segala penglihatan rtu (Qs. AI An'aam [6]: 103)

@i;rqjJr@'*cr;i.U

" Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari ifu berseri-

sei. Kepada Tuhann5mlah mereka melihat (Qs. Al Qiyaamah [75]:

22-23)

Dan ayat-ayat lainnya yang disebutkan Allah & dan Rasul-

Nyu #. Itu semua adalah haq (benar).

Macam kedua: l-afazh-lafazh yang tidak ada asalnya di

dalam syariat.

l-afazhlafazh itu tidak boleh dikaitkan dengan pujian,

celaan, penetapan dan penafian atas makna-maknanya, kecuali

dijelaskan bahwa itu sesuai syariat. L-afazh-lafazh yang dengannya

menyangkal nash-nash adalah termasuk jenis ini, seperti lafazh

'J-,e;i (fisik/tubu1,';;i (batas), Ai (arah), ";'fri tintfi, rp:r.-di

(bukan inti).37s Karena lafazh{afazh ini, mereka masukkan ke

dalam sebutannya yang mereka nafikan hal-hal dari apa-apa yang

Allah sifatkan kepada Diri-Nya dan disifatkan oleh Rasul-Nya

kepada-Nya. Sehingga ke dalamnya mereka masukkan penafian

ilmu-Nya, kuasa-Nya dan berbicara-Nya. Mereka berkata,

373 Dar'u Ta'arudh Al Aql wa An-Naql(7/2411.

Al Arasy (Singgasana Allah)252

"Sesungguhnya Al Qur'an adalah makhluk, dan Allah tidak

pemah bebicara dengan itu."

Mereka juga menafikan dapat melihat-Nya, karena melihat-

Nya dalam istilah mereka, tidak akan terjadi kecuali memiliki batas

di suatu arah, dan itu adalah fisik. Kemudian mereka berkata,

"Sedangkan Allah Suci dari itu, maka tidak mungkin melihat-Nya."

Mereka juga mengatakan, "sesungguhnya yang berbicara

tidak mungkin kecuali sebagai fisik yang memiliki batas, sedangkan

Allah bukan fisik yang memiliki batas, sehingga Dia tidak

berbicara." Mereka juga berkata, "S@ndainya Dia di atas Arsy,

niscaya Dia sebagai fisik yang memiliki batas, sedangkan Allah

bukan fisik yang memiliki batas, maka Dia tidak berbicara, tidak di

atas Arsy, dan serupanya."374

Sikap terhadap rlacarl ini:

Bila lafazhJafazh ini global -sebagaimana disebutkan-,

maka yang diajak bicara oleh mereka, kemungkinan:

1. Meminta penjelasan kepada mereka dan berkata, "Apa

yang kalian maksud dengan lafazh-lafazh ini?"

Bila mereka menafsirkannya dengan makna yang sesuai

dengan Al Qur'an, maka diterima, dan bila mereka

menafsirkannya menyelisihi ifu, maka ditolak.

2. Menolak menyepakati mereka dalam berbicara dengan

lafazh-lafazh ini baik sebagai penafian maupun penetapan. Tapi

bila dicermati, bahwa manusia itu ketika menolak berbicara dengan

374 Dur'u Tabrudh N Aql wa An-Naql(l/2281.

AlArasy (SinggasanaAllah) 

- 253

lafazh-lafazh ifu dengan mereka, berarti telah menisbatkannya

kepada kejahilan dan keterputusan.

Apabila seseorang berbicara menggunakan ini bersama

mereka, maka mereka menisbatkannya kepada keadaan bahwa ia

melontarkan lafazh-lafazh itu yang mengandung kebenaran dan

kebathilan, dan menyamarkan bagi orang-orang jahil dengan istilah

mereka, bahwa menggunakan lafazh{afazh ifu mencakup makna-

makna bathilyang mensucikan Allah darinya.

Kemungkinan yang tepat dalam masalah ini, bahwa

perkaranya berbeda sesuai dengan kemasalahatannya.

1. Bila lawan bicara dalam posisi mengajak manusia kepada

pendapatnya dan melazimkan manusia dengan ihr, maka bisa

dikatakan kepadanya: Tidak wajib bagi seorang pun menerima

seorang da'i (penyeru) kecuali kepada apa yang Rasulullah S

menyerLl kepadanya. Selama tidak ada kepastian bahwa Rasul

menyeru manusia kepadanya, maka tidal< diharuskan manusia

memenuhi orang yang mengajak kepadanya, dan ia juga tidak

harus mengajak manusia kepada itu. Itu bila makna ifu dianggap

benar.

Cara ini lebih maslahat bila ada yang menyamarkan dari

mereka kepada para penguasa, dan memasukkannya ke

dalam bid'ah mereka, sebagaimana yang di lakukan golongan

Jahmiyah terhadap orang-orang yang mereka samarkan dari

kalangan para khalifah, sehingga mereka memasukkannya ke

dalam bid'ah mereka yang berupa pendapat makhluknya Al

Qur'an (Al Qur'an adalah makhluk) dan sebagainya. cara terbaik

mendebat mereka adalah dikatakan: "Bawakan kepada kami Al

Kitab atau As-sunnah, hingga kami memenuhi kalian kepada itu.

254 - 

Al Arasy (Singgasana Allah)

Jika tidak, maka kami tidak akan memenuhi kalian kepada apa

yang tidak dituniukkan oleh Al Kitab dan As-Sunnah."

Demikian ini, karena manusia tidak dapat dipisahkan dalam

perselisihan kecuali oleh Kitab yang diturunkan dari langit. Bila

mereka mengembalikan kepada akal mereka, maka masing-masing

mereka memiliki akal, dan mereka yang berselisih itu, saling

mengklaim bahwa akal mengantarkannya kepada ilmu pasti yang

dengannya ia mendebat yang lainnya. Karena itu, tidak boleh

menjadikan 


Related Posts:

  • arasi singasana allah 4 sepakatmenetapkannya.Penyebutan silat istiumterdapat di h{uh tempat di dalam AlQur'an, nanti akan disebutkan, sebagaimana iuga As-Sunnahdipenuhi dengan hadits-hadits valid l$i shahih yang menunjukkanketinggian Allah dan… Read More