Tampilkan postingan dengan label Kosmologi Hindu 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kosmologi Hindu 5. Tampilkan semua postingan

Kosmologi Hindu 5

 



Alam semesta merupakan tempat yang sangat luas dan tak seorang pun mengetahui 

dimana ujungnya dan bagaimana rupanya yang sesungguhnya Usaha 

untuk mengetahui seluk beluk alam semesta telah dipikirkan oleh manusia bahkan sejak 

berabad-abad yang lalu. Hingga lahirlah Kosmologi sebagai disiplin ilmu yang senantiasa 

merujuk kepada pengetahuan tentang alam semesta sebagai sebuah sistem yang rasional dan 

sistematis. Istilah Kosmologi dibahas untuk pertama kalinya sebagai sebuah cabang ilmu 

metafisika berdasarkan pada susunan alam semesta, vitalisme, dan kausalitas. Kosmologi 

atau dalam bahasa Inggris disebut cosmology berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 

dua kata yaitu dari kata cosmos (dunia, alam semesta) dan kata logos (ilmu tentang, alasan 

pokok bagi, suatu pertimbangan). Jadi Kosmologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan 

tentang alam semesta sebagai suatu sistem yang rasional dan teratur 

Istilah Kosmologi dalam agama Hindu dapat disejajarkan dengan istilah Virat Vidyā, 

karena virat sama artinya dengan cosmos atau alam semesta, dan vidyā artinya pengetahuan 

(Virat Vidyā dan Kosmologi memiliki perbedaan dalam hal pemahaman 

akan objek yang berada dibalik penciptaan alam semesta. Kosmologi Barat khususnya 

menempatkan penciptaan alam semesta didasarkan pada proses alam secara ilmiah dan 

rasional. Sedangkan Virat Vidyā menjabarkan bahwa penciptaan alam semesta tidak dapat 

dilepaskan dari peran Brahman sebagai causa prima serta Agama Hindu secara tegas 

menjelaskan tentang ajaran Virat Vidyā sebagai sebuah disiplin ilmu yang menjabarkan 

tentang proses penciptaan alam semesta lengkap dengan proses pemeliharaan dan 

peleburannya.

Pendapat ini juga didukung oleh yang menyatakan bahwa terdapat 

perbedaan antara Kosmologi Hindu (Viratvidyā) dengan Kosmologi yang dipelajari 

ilmuwan barat. Bahwa Kosmologi Hindu menempatkan Tuhan pada posisi pertama dan 

utama sebagai causa prima, “cikal-bakal” (sangkan paraning dumadi) dari alam semesta ini. 

Hal ini menyebabkan alam semesta beserta isinya mengalami proses kelahiran, kehidupan, 

dan kematian yang berulang-ulang secara siklik (jantra). 

Ketika membahas Kosmologi Hindu (Virat Vidyā) maka tidak dapat dilepaskan dari 

sastra-sastra Hindu berbasis local genius utamanya yang terdapat di pulau Bali. 

Sebagaimana juga disampaikan oleh  bahwa Ajaran Kosmologi ini tersurat 

dalam teologi lokal. Khususnya lontar-lontar atau teks-teks Siwaistik selalu mengedepankan 

mengenai ajaran atau pengetahuan tentangTuhan (Siwa) dan pengetahuan jalan dalam 

mencapai-Nya serta penciptaan alam semesta, baik itu bhuana agung maupun bhuana alit. 

Umumnya sastra-sastra tersebut ditulis ke dalam bentuk lontar. Kehidupan umat Hindu di 

Bali mengklasifikasikan lontar menjadi tiga jenis di antaranya adalah lontar tattwa, lontar 

susila, dan lontar acara. 

Teks Tutur Bhuwana Mareka tidak hanya menjabarkan proses pembentukan alam 

semesta dari unsur halus menuju unsur yang kasar, akan tetapi lebih dari itu. Teks Tutur Bhuwana Mareka menjabarkan konsep Kosmologi Hindu (Virat Vidyā) secara rinci dan 

sisitematis sampai pada ciptaan yang terkecil dan kompleks. Teks ini juga kental akan ajaran 

teologi lokal di dalamnya, terbukti dari beberapa kata yang merepresentasikan ajaran-ajaran 

lokal, utamanya dalam penyebutan Dewa-Dewi yang menjadi cikal-bakal penciptaan alam 

semesta dan seluruh isinya.

Berdasarkan latar belakang dan previous studies di atas, maka peneliti menjadikan 

hal tersebut sebagai dasar pemikiran untuk mengkaji lebih dalam konsep Kosmologi Hindu 

(Virat Vidyā) yang terdapat di dalam teks Tutur Bhuwana Mareka guna memperkaya 

khazanah pengetahuan dan sebagai literasi kedepan bagi genarasi selanjutnya. Penelitian ini 

juga diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang memiliki 

korelasi dan relevansi yang sepadan. Selain itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah 

untuk menjawab urgensi penelitian yang berkaitan dengan konsep Kosmologi Hindu dalam 

teks Tutur Bhuwana Mareka utamanya yang berkorelasi dengan proses penciptaan, 

pemeliharaan, dan peleburan alam semesta untuk menambah referensi ilmiah ajaran Agama 

Hindu dalam dunia akademis.

II.

2.1 Gambaran Umum Teks Tutur Bhuwana Mareka

Hinduism in most of its literary works describes aspects of divinity. The divine aspect 

in question gave birth to a socio-religious teaching  Teks 

Tutur Bhuwana Mareka merupakan sebuah naskah lontar yang di dalamnya termuat ajaran 

tetang Siwa (Siwaistik). Ketika mengacu pada isi ajaran yang termuat dalam teks ini, dapat 

disimpulkan bahwa penulisan lontar Tutur Bhuwana Mareka ini mengacu kepada teks-teks

tattwa lainnya yang lebih tua seperti Bhuwana Kosa, Wrhspati Tattwa, Tattwa Jnana, Jnana 

Siddhanta, dan Bhuwana Mahbah. Secara spesifik setelah membaca Tutur Bhuwana Mareka

maka akan didapatkan sebuah kesimpulan bahwa lontar ini memiliki keterkaitan yang cukup 

erat dengan lontar Bhuwana Mahbah dan kemungkinan besar lontar Bhuwana Mahbah

merupakan sumber utama dalam penulisan lontar ini. Hal ini didasarkan pada pendapat 

dibawah ini.

Tutur Bhuwana Mareka adalah lontar yang memuat ajaran tentang Siwa. Dilihat dari 

bahasa yang digunakan dan cerita yang ada di dalamnya, begitu juga lingkungan 

geografis, kehidupan sosial dan budaya yang tersurat di dalam lontar ini, maka 

jelaslah bahwa lontar ini ditulis di Bali, namun tidak diketahui sipa penulisnya? Bila 

dirunut dari isi yang termuat di dalamnya, kelihatan bahwa penulis lontar Tutur 

Bhuwana Mareka mengacu kepada teks-teks lontar yang lebih tua seperti Bhuwana 

Kosa, Wrespati Tattwa, Tattwa Jnana, Jnana Siddhanta, dan Bhuwana Mahbah. 

Bahkan lontar yang disebutkan terakhir kemungkinan dijadikan sumber utama di 

dalam penulisan ini : i).

Menurut Tim Penyusun Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, sampai saat ini tidak 

diketahui siapa penulis lontar Tutur Bhuwana Mareka. Akan tetapi, ketika dilihat dari gaya 

bahasa yang digunakan dan juga ulasan yang terdapat dalam lontar ini, begitu juga dengan 

kondisi lingkungan geografis, kehidupan sosial dan budaya yang tersurat di dalam lontar ini, 

maka dapat ditarik sebuah kesepakatan bahwa lontar ini di tulis di Bali. Lontar ini berisi 

ajaran utamanya yaitu tentang “ilmu kadyatmikan” yang sering digunakan oleh para yogi 

atau jnanin untuk mencapai kesempurnaan hidup yaitu kelepasan/mokșa. Ilmu kadyatmikanmerupakan ilmu untuk melepaskan Sang Hyang Urip untuk kembali ke asalnya atau 

kamoksan, kalepasan, kesunyataan 

Teks Tutur Bhuwana Mareka merupakan teks yang kental akan ajaran tattwa

bernuansa siwaistik. Teks ini menggunakan bahasa Kawi dan bahasa Sanskerta dalam 

menguraikan ajaran yang terkandung di dalamnya. Tidak ditemukan dialog dalam teks ini, 

karena pada dasarnya teks ini berbentuk prosa dan disampaikan dalam bentuk naratif. Teks 

Tutur Bhuwana Mareka di awali dengan kalimat “Nyan tutur marekā byam kabhah, nga, 

wangisĕping sakawuwus-wuwusĕn, panĕlasing ganal, mwang alit. Patmona bungkah tke 

tungtung, tuwinya tan kantwaya…” dan di akhiri dengan kalimat “…Iti tutur Sang Hyang 

Bhuwana Marekā, tan wnang wwang sudra ngangge, wesya tan wnang, wnang ngangge

brāmaṇa satriya wnang, tan wnang werakna yaning wera katrepan papa bhruwati dening 

Sang Hyang Bhuwaṇa Mabah.”

Inti ajaran yang terkandung di dalam teks ini menguraikan tentang ajaran 

kadyatmikan dan juga ajaran kamokșan. Kedua ajaran ini merupakan langkah nyata untuk 

mencapai kesadaran Brahman. Dalam perspektif agama Hindu terdapat dua konsepsi besar 

agar dapat memahami esensi Brahman, yaitu konsepsi Saguna dan Nirguna. Konsep Saguna

dan Nirguna merupakan awal dari segala ajaran suci dalam Hindu yang merupakan jalan 

untuk mencapai Brahman (Adnyana, 2021: 65). Akan tetapi, dalam teks ini juga dijabarkan 

dan diuraikan ajaran tentang penciptaan alam semesta sampai dengan peleburan yang akan 

terjadi pada alam semesta (Kosmologi Hindu/Virat Vidyā). Kosmologi Hindu (Virat Vidyā) 

menjadi fokus utama dalam penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana alam semesta di 

ciptakan, di pelihara, dan di lebur oleh Sang Hyang Mareka Jati yang tidak lain merupakan 

perwujudan dari Siwa itu sendiri sebagai entitas yang tertinggi.

2.2 Penciptaan (Uttpti) Alam Semesta dalam Teks Tutur Bhuwana Mareka

Alam semesta adalah sumber teater semua keberadaan; sadar dan non-sadar; 

bergerak dan non-bergerak; nyata dan non-nyata. Manusia tidak bisa membayangkan 

eksistensi di luar alam semesta karena bertentangan dengan definisi alam semesta Jauh sebelum terciptanya Brahmānda atau telur alam semesta keadaan alam 

semesta masih berada dalam Mahat-tattva yang bersifat avyakta yakni tidak berbentuk 

materi di luar persepsi indera-indera (Marselinawati, 2020: 86). Penciptaan alam semesta 

dalam pandangan Hindu secara universal terbentuk berdasarkan pada lima unsur primordial 

yang disebut Panca Maha Bhuta. Salah satu unsur primordial pembentuk alam semesta 

adalah air seperti yang dijelaskan dalam Bṛhad‘Āraṇyaka Upaniṣad yang menyatakan 

bahwa bumi berasal dari busa air yang memadat (Adnyana, 2020: 78). Jika literatur Hindu 

secara universal menyatakan bahwa terciptanya alam semesta bersumber dari lima unsur 

primordial yang disebut Panca Maha Bhuta, salah satunya adalah air atau apah. Maka hal 

serupa juga dijelaskan dalam teks Tutur Bhuwana Mareka berikut ini:

Teks:

Nyan tutur marekā byamkabhah, nga, wangisĕping sakawus-wuwusĕn, panelasing 

ganal. mwang alit, patmona bungkah tke tungtung, tuwinya tan kantwaya, kunan 

rașa uttama lwirnya, kaweruhakna duk tan ana paran-paran, duk tan ana teja bayu 

apah, akașā, duk nora wetan kidul, kulwan huttara, duk nora sor luhur, duk tan ana dewa, mānușā, duk tan bhūta, duk tan ana sakawuswus-wuswusĕn, hana hning śunya 

nirbhaṇa kantĕl, kadi jawwawut pinara pitu, rupanya kadi wintĕn sumunung.

(Tutur Bhuwana Mareka 1a)

Terjemahan:

Ini Tutur Bhuwana Mareka Byam Kabhah, namanya, yaitu tempat terserapnya segala 

ajaran, hakikat dari yang besar dan yang kecil. Pertemuan pangkal sampai dengan 

ujung, sesungguhnya itu tidak ada akhirnya. Diantara yang dimaksud dengan rasa 

utama, ketahuilah, ketika tidak ada apa-apa, ketika tidak ada sinar, energi, air dan 

ether, ketika belum ada timur, selatan, barat, dan utara, ketika belum ada yang disebut 

atas dan bawah, ketika tidak tidak ada Dewa, manusia, ketika tidak ada bhuta, ketika 

tidak ada segala yang dapat disebutkan (yang ada) hanya hning sunya nirbhana (alam 

sunyi), saripati dari sunya nirbhana adalan kantel, kristal, bagaikan biji jawawut

dibagi tujuh, wujudnya bagaikan intan cemerlang. 

Teks:

Ikā Sang Hyang Nora, nga, dewaning adewe, sari-sari tinusuneng sari, mijil rūpa 

kadi, śunya- śunya manarawang, haran Sang Hyang Mareka Jati, sarining nirbhaņa, 

matarana nire, swaranira yeki, Ang, ring gandaning utĕk palingganya, ring 

kukusning wunwunan pasuk wetunya, mayoga Sang Hyang Reka, mijil Sang Hyang 

Tunggal, mayoga Sang Hyang Tunggal, mijil Sang Hyang Parama Wisesa, mayoga 

Sang Hyang Parama Wisesa mijil Sang Hyang Taya, mayoga Sang Hyang Taya, mijil 

Sang Hyang Sang Hyang Acintya, mayoga Sang Hyang Acintya, mijil Sang Hyang 

Siwa,

(Tutur Bhuwana Mareka 2a)

Terjemahan:

Itulah yang disebut Sang Hyang Nora, dewatanya para dewa. Sari-sarinya dari segala 

sari (dari-Nya). Terciptalah “rupa kesunyaan” yang membayang samar-samar. Itu 

disebut Sang Hyang Mareka Jati. Beliau berkedudukan pada bagian saripati dari 

Nirbhana. Suara-Nya adalah Ang. Berkedudukan pada baunya otak. Tempat keluar 

masuknya adalah pada ubun-ubun. Sang Hyang Reka beryoga, lahirlah Sang Hyang 

Tunggal. Sang Hyang Tunggal beryoga, lahirlah Sang Hyang Parama Wisesa. Sang 

Hyang Parama Wisesa beryoga, lahirlah lahirlah Sang Hyang Taya. Sang Hyang 

Taya beryoga lahirlah Sang Hyang Acintya. Sang Hyang Acintya beryoga, lahirlah 

Sang Hyang Siwa,

Teks:

Mayoga Sang Hyang Siwa, mijil dewata kabeh, Sang Hyang Iśwara, Sang Hyang 

Mesora, Sang Hyang Brahma, Ludra, Hyang Mahādewa, Śangkara, Hyang Wișṇu, 

Sāmbu, Sadhaśiwa, mayoga Sang Hyang Iśwara, mijil Bhagawan Mredhu, mayoga 

Bhaṭara Brahma, mijil Bhagawan Mretyukundha, mayoga Bhaṭara Mahādewa, mijil 

Bhagawan Wrȇhaspati, mayoga Bhaṭara Wișṇu, mijil Bhagawan Kasyapa, mayoga 

Sang Hyang Śiwa, mijil kang pretiwi, mayoga Sang Hyang Sadhaśiwa, mijil kang 

akașa, mayoga Sang Hyang Parama Śiwa, mijil kang śūnya,

(Tutur Bhuwana Mareka 2b)

Terjemahan:

Sang Hyang Siwa beryoga, lahirlah para dewata semua; Sang Hyang Iswara; Sang 

Hyang Mesora; Sang Hyang Brahma; Sang Hyang Ludra; Sang Hyang Mahadewa; 

Sang Hyang Sangkara; Sang Hyang Wisnu; Sang Hyang Sambhu; Sang Hyang 

Sadhasiwa. Sang Hyang Iswara beryoga, lahirlah Bhagawan Mredu. Bhatara 

Brahma beryoga, lahirlah Bhagawan Mretyukundha. Bhatara Mahadewa beryoga, 

lahirlah Bhagavan Wrehaspati. Bhatara Wisnu beryoga, lahirlah Bhagawan Kasyapa. Sang Hyang Siwa beryoga, lahirlah akasa. Sang Hyang Sadhasiwa 

beryoga, lahirlah sunya,

Teks:

Mayoga kang Śunya, mijil kang mānușākti, mayoga kang Akașa, mijil mānușa 

lanang, mayoga kang Prethiwi, mijil mānușa wadon, Śiwa dadi guru, mayaga Hyang 

Guru, hana ring prĕthiwi, mantiga, mantaya, maharya, hana maring akașa, surya 

candra, lintang. Hana ring śūnya, gni, banyu angin,. Hana rahina wengi…

(Tutur Bhuwana Mareka 3a)

Terjemahan:

Sang Hyang Sunya beryoga, lahirlah manusia sakti. Sang Hyang Akasa beryoga, 

lahirlah manusia laki-laki. Sang Hyang Prathiwi beryoga, lahirlah manusia 

perempuan. Sang Hyang Siwa menjadi Sang Hyang Guru. Sang Hyang Guru

beryoga: ketika Beliau beryoga di bumi, maka terciptalah: Mantiga, Mantaya, dan 

Maharya. Makhluk hidup yang lahir dari telur, yang beranak dan tumbuh-tumbuhan, 

ketika Beliau beryoga di angkasa, maka terciptalah matahari, bulan dan bintang, 

ketika Beliau beryoga di alam sunyi, maka terciptalah api, air dan angin, ada siang 

dan malam…

Berdasarkan tinjauan melalui teori Hermeneutika maka dapat direpresentasikan 

bahwa konsep uttpti dalam teks Tutur Bhuwana Mareka terjadi secara vertikal yaitu bermula 

dari kekuatan yang begitu besar sebagai pencipta yang menempati posisi teratas sampai pada 

ciptaan terkecil yang menempati posisi paling akhir atau bawah. Sang Hyang Mareka 

Jati/Sang Hyang Reka merupakan entitas utama dalam proses penciptaan alam semesta 

dalam teks Tutur Bhuwana Mareka. Pada saat alam semesta belum terbentuk dengan 

keadaannya yang masih sangat kosong dan sunyi tidak terdapat satu ciptaan pun. Bahkan 

sinar, energi, air dan ether juga belum ada. Arah timur, selatan, barat, dan utara tidak 

tergambarkan dengan jelas, serta yang dimasud dengan atas dan bawah juga belum ada. 

Apalagi yang disebut dengan Dewa, manusia, dan bhuta bahkan juga belum ada atau tercipta 

pada saat itu. Keadaan ini disebut dengan hning sunya nirbhana (alam sunyi). Sang Hyang 

Nora adalah perwujudan dari keadaan hning sunya nirbhana yang merupakan dewatanya 

para dewa. Oleh karena Sang Hyang Nora merupakan entitas tertinggi yang bersifat acetana

maka Beliau harus mengadakan diri-Nya untuk dapat menciptakan alam semesta. 

Kemudian dari Sang Hyang Nora terciptalah “rupa kesunyaan” yang disebut Sang 

Hyang Mareka Jati/Sang Hyang Reka. Setelah Sang Hyang Mareka Jati/Sang Hyang Reka

hadir maka proses penciptaan alam semesta akan segera terjadi melalui wujud personifikasi 

atau manifestasi Beliau. Proses penciptaan alam semesta dilakukan melalui aktivitas yoga 

Beliau yang pada akhirnya nanti akan membentuk unsur-unsur primordial pembentuk alam 

semesta yaitu Panca Maha Bhuta. Sang Hyang Reka beryoga, lahirlah Sang Hyang Tunggal. 

Sang Hyang Tunggal beryoga, lahirlah Sang Hyang Parama Wisesa. Sang Hyang Parama 

Wisesa beryoga, lahirlah Sang Hyang Taya. Sang Hyang Taya beryoga lahirlah Sang Hyang 

Acintya. Sang Hyang Acintya beryoga, lahirlah Sang Hyang Siwa, demikian seterusnya yang 

secara vertikal terus mengalami evolusi sampai pada akhirnya tercipta unsur-unsur 

primordial pembentuk alam semesta yaitu Panca Maha Bhuta. Dalam teks Tutur Bhuwana 

Mareka, unsur-unsur Panca Maha Bhuta diinterpretasikan melalui personifikasi dari para 

dewa atau bhatara. 

Selain itu Sang Hyang Guru juga melakukan yoga di bumi (mayaga Hyang Guru, 

hana ring prĕthiwi, mantiga, mantaya, maharya) sehingga terciptalah mantiga (makhluk hidup bertelur), mantaya (makhluk hidup beranak), dan maharya (tumbuh-tumbuhan) serta 

Sang Hyang Guru juga melakukan yoga di angkasa (hana maring akașa, surya candra, 

lintang) sehingga terciptalah matahari, bulan, dan bintang. Tidak lupa pula Beliau 

melaksanakan yoga di alam sunyi maka terciptalah api, air dan angin, ada siang dan juga 

malam. Kemudian terciptalah bumi yang merupakan penyatuan dari tiga alam menjadi satu 

yang disebut Tri Bhuwana.

2.3 Pemeliharaan (Stiti) Alam Semesta dalam Teks Tutur Bhuwana Mareka

Terdapat satu hal yang sangat membahagiakan bagi manusia yaitu proses dari 

penciptaan menuju peleburan yang disebut pemeliharaan. Suatu hal yang mutlak dan pasti 

terjadi dalam pandangan Agama Hindu bahwa apa pun yang telah tercipta pasti akan

dipelihara. 

Kosmologi Hindu menjelaskan bahwa jagat raya di pelihara selama periode tertentu 

sebelum dilebur. Pada awal setiap siklus penciptaan jagat raya, Dewa Brahma

makhluk hidup kosmis yang pertama tercipta. Satu siang hari Dewa Brahma disebut 

1 kalpa dan 1 kalpa terdiri dari 1000 putaran dari 4 yuga atau zaman yang dikenal 

dengan sebagai Satya, Tretā, Dvāpara, dan Kali yuga. Rentang waktu yang 

membentuk malam hari Dewa Brahma dan ia hidup selama seratus tahun seperti itu 

kemudian meninggal. Satya yuga berlangsung selama 1.728.000 tahun, Tretā yuga

selama 1.296.000 tahun, Dvāpara yuga selama 864.000 tahun dan Kali yuga selama 

432 tahun. Jadi, 100 tahun Dewa Brahma sama dengan 311 trilliun 40 miliar tahun 

bumi. Menurut Kosmologi Hindu, Jagat raya kita dimulai dengan lahirnya Dewa 

Brahma yang sekarang berusia sedikit di atas 50 tahun 

Konsep pemeliharaan atau Stiti alam semesta dalam teks Tutur Bhuwana Mareka

dapat dijelaskan sebagai berikut. 

Teks:

…malih tri sakti ring rat, wnang maka pidhartwanira,

(Tutur Bhuwana Mareka 7b)

Terjemahan:

...lagi mengenai Tri Sakti di dunia, baik sekali jika dijabarkan,

Berdasarkan tinjauan melalui teori Hermeneutika maka dapat direpresentasikan 

bahwa konsep pemeliharaan atau stiti dalam teks Tutur Bhuwana Mareka berawal dari 

penjabaran Tri Sakti yang ada di dunia. Tri Sakti merupakan bagian dari isi alam semesta 

yang ada di dunia. Adapun bagian-bagian dari Tri Sakti tersebut adalah pikiran (idep), napas 

(bayu), dan suara (sabda). Dalam susunan isi alam semesta, matahari merupakan 

pengejawantahan dari idep atau pikiran, bulan adalah pengejawantahan dari bayu atau nafas 

dan bintang adalah pengejawantahan dari sabda atau suara. Selain itu juga ada makhluk 

hidup yang berada di dunia dan menjadi pengisi dunia, diantaranya adalah mantiga yang 

merupakan pengejawantahan dari idep atau pikirin, mantaya adalah pengejawantahan dari 

bayu atau nafas dan maharya merupakan pengejawantahan dari sabda atau suara. Kemudian 

pada dimensi Panca Maha Bhuta yaitu apah, angin merupakan pengejawantahan dari sabda

atau suara, api adalah pengejawantahan dari idep atau pikiran, dan air adalah 

pengejawantahan dari bayu atau nafas.

Pemahaman akan hakikat Tri Sakti di dunia yang menjadi entitas dari seluruh isi alam 

semesta perlu untuk diketahui. Segala ciptaan baik yang hidup maupun yang berwujud benda 

mati, seluruhnya merupakan pengejawantahan dari Tri Sakti sebagai salah satu entitas yang ada di alam semesta. Sehingga terpelihara dan terjaganya kehidupan manusia di dunia juga 

membantu terpelihara dan terjaganya alam semesta sebab manusia merupakan makhluk 

ciptaan Tuhan yang memiliki derajat paling tinggi dibandingkan makhluk hidup lainnya 

(Ambarnuari, 2016: 92). Selain ajaran Tri Sakti yang dapat menjabarkan proses 

pemeliharaan (stiti) alam semesta dalam teks Tutur Bhuwana Mareka. Terdapat juga ajaran 

tentang pengobatan yang menjadi konsep dasar pemeliharaan dalam teks Tutur Bhuwana 

Mareka. 

2.4 Peleburan (Pralina) Alam Semesta dalam Teks Tutur Bhuwana Mareka

Peleburan memang merupakan suatu hal yang mutlak terjadi, akan tetapi hal tersebut 

bukan alasan bagi seluruh makhluk hidup salah satunya manusia untuk takut 

menghadapinya. Dalam kematian mahluk hidup, tidak ada yang benar-benar musnah. 

Semuanya adalah perubahan, seperti aliran air yang berganti secara terus-menerus Sudah menjadi hukum Ṛṭa bahwa segala sesuatu yang tercipta saat ini akan 

kembali ke sumbernya yaitu Tuhan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam teks Tutur 

Bhuwana Mareka sloka 37b dengan sloka 38b berikut ini.

Teks:

…Mangkana twinya, makā harashaning pati, lawan urip, wayanganya apan 

pawrĕtinira Yang Tiga Nyaṇa, ring Bhuwana Mabah, pinaka pacarmmanira Sang 

Hyang Uttamā, titu tiga-tiga mawas, tiga jiwa sakā, bayu, sabdha, idhep, tigā wedha, 

Ang Ung Mang, tiga mantaya, bungkah, madhya, tungtung, tiga rĕșih Śiwa, Saddha 

Śiwa, Prama Śiwa, tiga moksha, Arddha Candra, Windhu Naddha, Sang Hyang tiga 

puput jambe, Sang Hyang tiga tĕtĕp suruh, Sang Hyang Tiga Rasa Hapuh.

(Tutur Bhuwana Mareka 37b)

Terjemahan:

Demikianlah “rasa” dari hidup dan mati itu, sesungguhnya adalah bayangan dari 

Sang Hyang Tiga Nyana di dalam Bhuwana Mabah, itu juga sebagai tempat 

bercerminnya Sang Hyang Utama, semua yang tiga menjadi jelas : tiga tiang jiwa: 

nafas, suara, dan pikiran; tiga bija mantra: Ang, Ung, Mang; tiga mantaya, yang lahir: 

pangkal, tengah, ujung; tiga rsi: Siwa, Sada Siwa, Parama Siwa. Tiga mokșa: 

Ardhacandra, Windu, Nada. Sang Hyang Tiga Puput adalah pinang. Sang Hyang 

Tiga Tetep adalah sirih. Sang Hyang Tiga Rasa adalah kapur. 

Teks:

Tiga śana, Somya, Dhana, Dharmma, tiga mokșah, sadhu, dharma, lega, puputaning 

Sang Hyang Tiga, dadi Sang Hyang Prama Tiga, Sang Hyang Tunggal, dadi Sang 

Hyang Gurureka, hanungku rat, wnang maka pasuk wĕtuning jagat kabeh, ganal-alit 

samaraṇa wnang…

(Tutur Bhuwana Mareka 38b)

Terjemahan:

Tigasana adalah Somya, Dhana, dan Dharma, Tiga Mokșa adalah sadhu, dharma, 

dan lega. Akhir dari Sang Hyang Tiga menjadi Sang Hyang Parama Tiga. Sang 

Hyang Tunggal menjadi Sang Hyang Guru Reka yang menguasai dunia, Beliau 

adalah asal dan tempat kembalinya alam semua Beliau dapat menjadi besar, dapat 

menjadi kecil. 

Berdasarkan tinjauan melalui teori Hermeneutika maka dapat direpresentasikan 

bahwa penjelasan sloka 37b sampai dengan sloka 38b di atas memberikan gambaran bahwa 

pada hakikatnya kehidupan dan kematian sesungguhnya merupakan bayangan atau wujud manifestasi Sang Hyang Tiga Nyana. Seluruh ciptaan di alam semesta ini yaitu Tri Sakti 

(nafas, suara, dan pikiran), Tri Aksara (Ang, Ung, Mang), Mantaya (pangkal, tengah, ujung), 

Tri Ṛși (Siwa, Sada Siwa, Parama Siwa), Tri Mokșa (Ardhacandra, Windu, Nada), Sang 

Hyang Tiga Puput, Sang Hyang Tiga Tetep, Sang Hyang Tiga Rasa, dan Tri Amreta (nasi, 

daging, air), semua itu akan keluar dari sunya dan kembali kepada Sang Hyang Tiga. Pada 

akhirnya nanti Sang Hyang Tiga akan menjadi Sang Hyang Parama Tiga. Sang Hyang 

Tunggal menjadi Sang Hyang Guru Reka yang menguasai dunia, Beliau adalah asal dan 

tempat kembalinya alam semua Beliau dapat menjadi besar, dapat menjadi kecil. 

Seluruh ciptaan akan kembali kepada Beliau yaitu Sang Hyang Guru Reka atau Sang 

Hyang Mareka Jati sebagai entitas tertinggi alam semesta. Sistem peleburan yang terjadi 

dalam teks Tutur Bhuwana Mareka merupakan sebuah sistem yang mengambil konsep Śiwa 

Lingga. Artinya seluruh ciptaan di alam semesta akan kembali kepada penciptanya secara 

vertikal ke atas. Kesimpulan akhir dari seluruh proses penciptaan (Uttpti), pemeliharaan 

(Stiti) dan peleburan (Pralina) alam semesta dalam teks Tutur Bhuwana Mareka merupakan 

sebuah proses yang bersifat siklik.


Konsep Kosmologi Hindu (Virat Vidyā) yang terdapat dalam teks Tutur Bhuwana 

Mareka dapat terbagi menjadi tiga bagian yaitu: Penciptaan (Uttpti), Pemeliharaan (Stiti), 

dan Peleburan (Pralina). Proses Penciptaan (Uttpti) alam semesta dalam teks Tutur 

Bhuwana Mareka adalah sebagai berikut; pada mulanya keadaan alam semesta sangat sunyi 

dan hampa, yang disebut hning sunya nirbhana. Kemudian muncullah Sang Hyang Nora

sebagai esensi dari hning sunya nirbhana. Setelah Sang Hyang Nora hadir maka mulailah 

transformasi atau evolusi penciptaan alam semesta. Berawal dari Sang Hyang Nora lahir 

Sang Hyang Mareka Jati sebagai entitas tertinggi yang menjadi cikal-bakal terjadinya 

penciptaan alam semesta melalui evolusi yoga-Nya. Dari evolusi yoga yang Beliau lakukan 

dengan mempersonifikasikan diri Beliau menjadi berbagai Dewa-Dewi sesuai tugas dan 

fungsinya, maka dari sana terciptalah alam semesta beserta isinya termasuk bumi yang 

merupakan penggabungan dari tiga alam menjadi satu yang disebut Tri Bhuwana. Sementara 

itu dalam teks Tutur Bhuwana Mareka ini juga terdapat proses Pemeliharaan (Stiti) dan 

Peleburan (Pralina) alam semesta


Minimnya penelitian dan pembahasan mendalam mengenai konsep 

Kosmologi 

Hindu menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini 

menggunakan teks Tutur Bhuwana objek kajian penelitiannya. Tujuan dilakukannya 

penelitian ini adalah untuk dapat menganalisis konsep Kosmologi Hindu (Virat Vidyā) dalam 

teks Tutur Bhuwana Mareka, utamanya dalam aspek penciptaan (uttpti), pemeliharaan 

(stiti), dan peleburan (pralina) alam semesta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang 

mengguanakn metode kualitatif dengan melakukan riset atau studi pustaka dan penelusuran 

data online sebagai teknik pengumpulan datanya. Penggunaan metode ini adalah untuk 

menggali informasi sedalam-dalamnya berkaitan dengan konsep Kosmologi Hindu (Virat 

Vidyā) dalam teks Tutur Bhuwana Mareka. Utamanya yang berkaitan dengan proses 

penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan alam semesta. Proses penciptaan (uttpti) alam 

semesta dalam teks Tutur Bhuwana Mareka berawal dalam keadaan alam semesta yang 

sangat sunyi dan hampa (hning sunya nirbhana). Kemudian hadirlah Sang Hyang Nora

sebagai entitas awal munculnya Sang Hyang Mareka Jati sebagai permulaan proses 

penciptaan alam semesta. Kemudian terjadilah proses pemeliharaan (stiti) alam semesta

yang berlandaskan pada konsep dasar Tri Sakti yang meliputi pikiran (idep), nafas (bayu) 

dan suara (sabda). Serta yang terakhir adalah proses peleburan (pralina) alam semesta yang 

menganut konsep Śiwa Lingga. Konsep ini menggambarkan adanya proses penciptaan alam 

semesta oleh Sang Hyang Mareka Jati, yang pada akhirnya akan kembali lagi kepada Beliau 

sebagai entitas tertinggi.