Tampilkan postingan dengan label Kematian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kematian. Tampilkan semua postingan

Kematian

 



Perkiraan saat kematian pada kematian 

yang bukan akibat kejahatan hampir selalu 

tidak merupakan masalah penting. Umum-

nya hal ini hanya untuk kepentingan 

keluarga dan kepentingan sejarah.  

Dalam kasus kematian yang merupa-

kan kejahatan, perkiraan saat kematian 

yang mendekati saat kejadian atau kemati-

an sangat penting, khususnya bila dikaitkan 

dengan proses penyidikan; dengan 

demikian penyidik dapat lebih terarah dan 

selektif dalam melakukan pemeriksaan 

terhadap para tersangka pelaku tindak 

pidana. Benar tidaknya alibi seseorang 

yang diduga mempunyai hubungan dengan 

sebab kematian korban dapat diketahui dari 

perkiraan sebab kematian.1 

Semua makhluk hidup termasuk 

manusia mengalami siklus kehidupan, yaitu 

berawal dari proses pembuahan, kelahiran, 

kehidupan didunia, dan diakhiri dengan 

kematian. Kematian dianggap sebagai 

peristiwa luar biasa yang membatasi 

kehidupan manusia, dan dapat berpengaruh 

besar terhadap individu ini . Dari 

berbagai siklus kehidupan di atas, kematian 

merupakan salah satu yang masih 

mengandung misteri yang sangat besar.1 

Untuk dapat memperkirakan saat 

kematian perlu diketahui perubahan-

perubahan yang terjadi pada tubuh sese-

orang yang meninggal dunia (jenazah), dan 

juga faktor-faktor yang turut berperan 

dalam terjadinya  perubahan ini . Mati 

merupakan masalah yang sudah pasti 

terjadi pada setiap mahluk hidup, tetapi saat 

terjadinya tidak pernah diketahui dengan 

tepat.2 

Pengertian tentang kematian itu sendiri 

mengalami perkembangan dari waktu ke 

waktu sejalan dengan perkembangan ilmu 

pengetahuan dan penggunaan alat-alat yang 

mutakhir.  

Kematian dapat dibagi menjadi dua 

fase, yaitu: somatic death (kematian 

somatik) dan biological death (kematian 

biologik). Kematian somatik merupakan 

fase kematian dimana tidak didapati tanda-

tanda kehidupan lagi, seperti denyut 

jantung dan gerakan pernapasan, suhu 

badan menurun, dan tidak adanya aktivitas 

listrik otak pada rekaman EEG. Setelah dua 

jam, kematian somatik akan diikuti 

kematian biologik yang ditandai dengan 

kematian sel.2  

Dengan adanya kemajuan ilmu penge-

tahuan seperti penggunaan alat respirator 

(alat bantu nafas), seorang yang dikatakan 

mati batang otak (yang ditandai dengan 

rekaman EEG yang datar) masih bisa 

menunjukkan aktivitas denyut jantung, 

suhu badan yang hangat, dan berfungsinya 

alat-alat tubuh lainnya (sebagai contoh: 

ginjal) selama terdapat bantuan alat 

respirator ini . Bila alat respirator 

dihentikan, maka dalam beberapa menit 

akan muncul tanda kematian somatik 

lainnya. Hal-hal demikian menyebabkan 

terjadinya  kesulitan dan ketidakseragaman 

penentuan terjadinya kematian.1 

 

BATASAN DARI ‘KEMATIAN’  

 Dengan perkembangan ilmu penge-

tahuan maka definisi kematian berubah 

mengikuti ilmu pengetahuan yang berlaku. 

Umumnya, mati dapat didefinisikan secara 

sederhana sebagai berikut: berhentinya tiga 

penunjang kehidupan yaitu sistem saraf 

pusat, jantung, dan pernapasan secara per-

manen, yang disebut sebagai mati klinis 

atau mati somatik.2 

 Pernyataan IDI tentang mati mencakup 

hal-hal sebagai berikut:1 

1. Mati adalah suatu proses yang 

berangsur-angsur. Tiap sel dalam tubuh 

manusia mempunyai daya tahan yang 

berbeda-beda terhadap tidak adanya 

oksigen dan oleh karenanya mempu-

nyai saat kematian yang berbeda pula. 

2. Bagi dokter, kepentingan bukan terletak 

pada tiap butir sel ini , tetapi pada 

kepentingan manusia itu sebagai suatu 

kesatuan yang utuh. 

3. Dalam tubuh manusia ada tiga organ 

tubuh yang penting yang selalu dilihat 

dalam penentuan kematian seseorang, 

yaitu jantung, paru-paru, dan otak 

(khususnya batang otak). 

4. Di antara ketiga organ ini , 

kerusakan permanen pada batang otak 

merupakan tanda bahwa manusia itu 

secara keseluruhan tidak dapat dinyata-

kan hidup lagi. 

5. Oleh karena itu, setelah mendengar 

pertimbangan dari para ahli kedokteran, 

agama, hukum, dan sosiologi, IDI 

berpendapat bahwa manusia dinyatakan 

mati jika batang otak tidak berfungsi 

lagi. 

6. Sadar bahwa pernyataan tentang 

kematian ini akan mempunyai implikasi 

teknis dilapangan, dengan ini IDI 

mengajukan usulan perubahan terhadap 

PP No. 18, tahun 1981, terutama yang 

berkenaan dengan definisi mati seperti 

yang tercantum dalam pasal 1 ayat g 

dari peraturan ini . 

7. Perlu diingatkan sekali lagi kepada 

setiap dokter bahwa pada dasarnya 

tugas dokter adalah untuk mengurangi 

penderitaan pasien dan jika mungkin 

menyembuhkan kembali secara sem-

purna dan bertindak demi kepentingan 

pasien ini . Meskipun dokter 

Senduk, Mallo, Tomuka; Tinjauan Medikolegal Perkiraan Saat Kematian   S39 

menghadapi penyakit-penyakit yang 

belum dapat disembuhkan atau adanya 

cacat yang tidak dapat dipulihkan, 

dokter tetap harus bertindak demi 

kebaikan pasiennya, sampai saat 

pasiennya dapat kembali ke keluarga-

nya atau dinyatakan mati. 

 

 Tanatologi merupakan bagian dari 

Ilmu Kedokteran Forensik yang mem-

pelajari kematian dan perubahan yang 

terjadi setelah kematian serta faktor-faktor 

yang mempengaruhi perubahan ini . 

Seorang dokter tidak jarang menemui 

kesulitan untuk mendiagnosis apakah pada 

seseorang sudah terjadi kematian atau 

belum.1,2  

 Tanatologi berasal dari kata thanatos 

(yang berhubungan dengan kematian) dan 

logos (ilmu). Dalam tanatologi dikenal 

beberapa istilah tentang mati, yaitu mati 

somatik (mati klinis), mati suri, mati 

seluler, mati serebral dan mati otak (mati 

batang otak).1,2  

Mati somatik (mati klinis) terjadi 

akibat terhentinya fungsi ketiga sistem 

penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf 

pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem 

pernapasan yang menetap. Secara klinis 

tidak ditemukannya refleks-refleks, EEG 

mendatar, nadi tak teraba, denyut jantung 

tidak terdengar, tidak ada gerak per-

napasan, dan suara pernapasan tidak 

terdengar pada auskultasi.  

Pada mati batang otak, telah terjadi 

kerusakan seluruh isi neuronal intra-kranial 

yang ireversibel, termasuk batang otak dan 

serebelum. Dengan diketahuinya mati otak 

atau batang otak maka dapat dikatakan 

seseorang secara keseluruhan tidak dapat 

dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu 

dapat dihentikan. 

Mati suri (mati semu) yaitu terhentinya 

tiga sistem kehidupan (susunan saraf pusat, 

sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan) 

yang ditentukan dengan alat kedokteran 

sederhana. Dengan peralatan kedokteran 

yang canggih masih dapat dibuktikan 

ketiga sistem ini  masih berfungsi. 

Mati suri sering ditemukan pada kasus 

keracunan obat tidur, tersengat aliran 

listrik, dan tenggelam.  

Mati seluler (mati molekuler) 

merupakan kematian organ atau jaringan 

tubuh yang timbul beberapa saat setelah 

kematian somatik.  

Pada mati serebral, kerusakan kedua 

hemisfer otak yang ireversibel kecuali 

batang otak dan serebelum, sedangkan 

kedua sistem lainnya yaitu sistem 

pernapasan dan kardiovaskular masih 

berfungsi dengan bantuan alat.1,2 

 

BAHASAN 

Kematian pada saat ini tidak hanya 

merupakan masalah di dalam kedokteran 

saja, akan tetapi juga mempunyai aspek 

legal. Seseorang dinyatakan mati baik 

dilihat dari kedokteran  maupun dari segi 

hukum bila dokter atas dasar pengetahuan 

kedokteran yang sesuai dengan standar 

profesi tidak lagi menemukan adanya tanda 

kehidupan yang spontan. Konsep mati dan 

berhentinya darah mengalir seperti dianut 

selama ini dan juga diatur dalam PP. 18 

thun 1981 yang menyatakan bahwa mati 

adalah berhentinya fungsi jantung, paru-

paru, tidak bisa diperguna-kan. Hal ini 

disebabkan karena teknologi resusitasi 

telah memungkinan jantung dapat dipacu 

untuk berdenyut kembali dan paru-paru 

dapat dipompa untuk kembang-kempis 

kembali.3 

Walaupun tanda-tanda kematian 

somatik sudah tampak, sebelum terjadi 

kematian biologik masih dapat dilakukan 

berbagai macam tindakan seperti pemin-

dahan organ tubuh untuk transplantasi, 

kultur sel, jaringan dan organ atau jaringan 

tubuh individu ini  masih dapat di-

pertahankan hidup terus walaupun berada 

pada tempat yang berbeda selama men-

dapat perawatan yang memadai. 

Kecenderungan dunia kedokteran pada 

saat ini menempatkan otak (dalam hal ini 

batang otak) sebagai kriteria yang paling 

menentukan dalam hal memastikan adanya 

kematian seseorang, sebagaimana kriteria 

yang diajukan oleh Harvard Medical 

School, dimana salah satu tes yang 

terpenting ialah pemeriksaan aktivitas otak 

dengan elektroensefalograf (EEG).2,4 

Dengan demikian seseorang akan dinyata-

kan mati bila pada pemeriksaan tidak 

ditemukan adanya aktivitas otak yang 

tampak dari hasil pemeriksaan EEG yang 

mendatar. Pendapat lain mengatakan bahwa 

tidak pada tempatnya jika dokter memutus-

kan bahwa seorang telah mati walaupun 

EEG telah membuktikan hal ini , tetapi 

masih terlihat adanya pernapasan spontan. 

Penentuan kematian ini  amat penting 

artinya bila dikaitkan dengan kemungkinan 

untuk dilakukannya tindakan transplantasi.4 

Dengan demikian makin sulit seorang 

ilmuwan medis menentukan terjadinya 

kematian pada manusia, apakah kematian 

somatik secara lengkap harus terlihat se-

bagai tanda penentu adanya kematian, atau 

cukup bila didapati salah satu dari tanda 

kematian somatik, seperti kematian batang 

otak saja, henti nafas saja, atau  henti detak 

jantung saja sudah dapat dipakai sebagai 

patokan penentuan kematian manusia. Per-

masalahan penentuan kematian ini sangat 

penting dalam pengambilan keputusan baik 

oleh dokter maupun keluarganya. 

Dalam peraturan perundang-undangan 

di Indonesia, batasan mati telah diangkat 

dalam peraturan pemerintah yaitu pada PP 

no. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat 

Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta 

transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh 

manusia. Pada Bab 1 Pasal 1 tentang 

Ketentuan Umum Ayat g, dijelaskan bahwa 

“Meninggal dunia adalah insani yang 

diyakini oleh ahli kedokteran yang 

berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan 

dan atau denyut jantung seseorang  telah 

berhenti”. Ayat g diatas mengenai definisi 

meninggal dunia kurang jelas; oleh karena 

itu IDI dalam seminar nasionalnya telah 

mencetuskan fatwa tentang masalah mati 

yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 

336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 

yang disusul dengan SK PB IDI No. 

231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa ini  

dinyatakan bahwa seseorang dinyatakan 

mati bila fungsi spontan pernafasan dan 

jantung telah berhenti secara pasti atau 

ireversibel, atau bukti telah terjadi 

kematian batang otak.4  

Hukum tidak memberikan rumusan 

yang tegas mengenai kematian seseorang, 

dan hanya menyebutkan bahwa kematian 

adalah hilangnya nyawa seseorang tanpa 

penjelasan lebih lanjut. Kenyataannya, 

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan 

teknologi (iptek) kedokteran masa kini 

detak jantung dan napas seseorang dapat 

terus dipertahankan karena fungsi otonom-

nya dengan bantuan alat medis tertentu 

walaupun sebenarnya otak atau batang otak 

telah berhenti berfungsi.1 

Dengan adanya alat respirator maka 

disusunlah kriteria diagnostik baru untuk 

kematian yang berdasarkan konsep brain 

death is death. Kemudian dengan ber-bagai 

dasar pemikiran, konsep ini diperbaharui 

menjadi brain stem death is death. Dunia 

cenderung menempatkan otak sebagai 

kriteria yang paling menentukan untuk 

memastikan adanya kematian pada sese-

orang melalui pemeriksaan aktivitas otak 

dengan elektroensefalograf (EEG). Sese-

orang akan dinyatakan mati bila pada 

pemeriksaan tidak ditemukan adanya 

aktivitas otak sebagaimana dilihat dari hasil 

pemeriksaan EEG yang mendatar. Tetapi 

masih ada yang berpendapat tidak pada 

tempatnya diputuskan mati walaupun EEG 

telah membuktikan hal ini , karena 

masih terlihat adanya pernapasan. Adanya 

perubahan-perubahan yang terjadi setelah 

kematian, yang menurut kenyataannya me-

miliki pola tertentu, memungkinkan untuk 

dapat memperkirakan kematian seseorang.2  

Kematian merupakan suatu keadaan 

yang tidak dapat dihindari oleh manusia. 

Seseorang dinyatakan mati baik dilihat dari 

segi kedokteran maupun dari segi hukum 

bila dokter atas dasar pengetahuan kedok-

teran yang sesuai dengan standar profesi 

tidak lagi menemukan adanya tanda kehi-

dupan spontan, yang ditandai oleh tidak 

berfungsinya batang otak dan telah ter-

hentinya peredaran darah dan pernapasan.