Tampilkan postingan dengan label Biksu Budha 14. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biksu Budha 14. Tampilkan semua postingan

Biksu Budha 14



 epada Bhagavà dan 

lenyap dari sana sesaat   itu juga.

Selanjutnya, saat malam berlalu dan pagi menjelang, Buddha 

berkata kepada para bhikkhu, “Para bhikkhu, tadi malam, sekitar 

jaga pertengahan, satu dewa mendatangi-Ku, bersujud, dan berdiri 

di tempat yang semestinya. lalu   ia mengucapkan syair-syair 

ini. Buddha lalu   mengulangi syair-syair yang diucapkan oleh 

Dewa Anàthapiõóika.

(Buddha tidak menyebutkan nama Anàthapiõóika sebab   Beliau 

ingin agar intuisi ânanda muncul.)

sesudah   Buddha selesai mengucapkan syair itu, Yang Mulia ânanda, 

tanpa membuang-buang waktu, berkata, “Yang Mulia, dewa itu pasti 

2958


Dewa Anàthapiõóika. Yang Mulia, Anàthapiõóika si perumah tangga 

sangat penuh pengabdian terhadap Yang Mulia Sàriputta.”

“Benar, ânanda. ânanda, engkau memiliki intuisi yang benar. 

ânanda, dewa itu memang Dewa Anàthapiõóika.” Demikianlah 

Buddha berkata.

Demikianlah kisah Anàthapiõóika si perumah tangga.

(3) Citta, Seorang Perumah Tangga

(Anàthapiõóika dan Citta disebut gahapati yang artinya perumah 

tangga.)

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal Citta, si perumah tangga, terlahir dalam sebuah kelaurga kaya 

di Kota Haÿsàvatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. 

Sewaktu ia mendengarkan khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang 

siswa yang dinyatakan oleh Buddha sebagai yang terbaik dalam 

membabarkan Dhamma. Orang kaya itu bercita-cita untuk menjadi 

seperti siswa ini  . sesudah   memberi   persembahan besar, ia 

mengungkapkan cita-citanya untuk dapat dinyatakan oleh Buddha 

pada masa depan sebagai siswa terbaik dalam membabarkan 

Dhamma.

Kehidupan Sebagai Putra Seorang Pemburu

Orang kaya itu mengembara di alam dewa dan alam manusia selama 

seratus ribu siklus dunia. Pada masa Buddha Kassapa ia terlahir 

sebagai putra seorang pemburu. saat   ia dewasa, ia juga menjadi 

seorang pemburu. Suatu hari hujan, ia pergi ke hutan untuk berburu, 

membawa sebatang tombak. Sewaktu mencari buruan, ia melihat 

seorang bhikkhu sedang duduk, dengan kepala tertutup jubahnya 

yang terbuat dari kain kotor, di atas batu di dalam sebuah gua alam. 

Ia berpikir bahwa bhikkhu itu tentu sedang bermeditasi. Ia bergegas 

pulang dan memasak dua kendi sekaligus, satu berisi nasi dan yang 

lainnya berisi daging.

2959

Riwayat Para Siswa Awam

saat   nasi dan daging itu telah matang, ia melihat dua bhikkhu 

datang ke rumahnya untuk menerima dàna makanan. Ia 

mengundang mereka untuk masuk ke rumahnya, mengambil 

mangkuk mereka dan memohon agar mereka menerima 

persembahan makanan darinya. sesudah   mempersilakan dua 

bhikkhu itu duduk, ia menyuruh keluarganya untuk melayani 

kedua bhikkhu itu sedangkan ia sendiri bergegas pergi ke hutan 

untuk mempersembahkan makanan kepada bhikkhu yang sedang 

bermeditasi itu. Ia membawa nasi dan daging di dalam kendi 

dan menutupinya dengan daun pisang. Dalam perjalanannya, ia 

mengumpulkan berbagai bunga dan membungkusnya dengan daun. 

Ia mendatangi bhikkhu ini   di dalam gua, mengisi mangkuknya 

dengan makanan, mempersembahkan makanan dan bunga itu 

kepada bhikkhu ini   dengan penuh hormat.

lalu   ia duduk di tempat yang semestinya dan berkata kepada 

bhikkhu ini  , “Bagaikan persembahan makanan lezat dan 

bunga-bunga ini membuatku sangat gembira, semoga aku, dalam 

kehidupanku berikutnya di dalam saÿsàra, terberkahi dengan segala 

jenis pemberian, semoga bunga-bunga lima warna menghujaniku!” 

Bhikkhu itu melihat bahwa si penyumbang mampu mendapatkan 

jasa yang cukup yang mengarah pada pencapaian Magga-Phala dan 

mengajarkan kepadanya secara terperinci cara untuk merenungkan 

tiga puluh dua aspek dari badan jasmani.

Putra pemburu itu melakukan kebajikan seumur hidupnya dan 

saat meninggal dunia, ia terlahir kembali di alam dewa. Di sana ia 

terberkahi dengan hujan bunga-bunga yang turun hingga setinggi 

lutut.

(b) Menjadi siswa dalam kehidupan terakhir

Orang itu mengembara di alam bahagia selama seluruh siklus dunia 

antara munculnya dua Buddha, dan pada masa Buddha Gotama, ia 

terlahir kembali sebagai putra seorang kaya di Kota Macchikàsaõóa 

di Provinsi Magadha. Pada saat kelahirannya, hujan bunga-bunga 

lima warna turun di seluruh kota hingga setinggi lutut. Orangtuanya 

2960


berkata, “Putra kita telah memberi   namanya sendiri. sebab   ia 

telah menggembirakan seluruh kota dengan penghormatan dalam 

bentuk hujan bunga lima warna. Marilah kita memanggilnya 

‘Citta.’”

saat   Citta dewasa, ia menikah dan saat ayahnya meninggal dunia, 

ia mewarisi posisinya ayahnya menjadi orang kaya Macchikàsaõóa. 

Pada saat itu Yang Mulia Mahànàma, satu dari Kelompok Lima 

Petapa datang ke Macchikàsaõóa. Citta si perumah tangga sangat 

menghormati Yang Mulia Mahànàma sebab   ketenangannya. Ia 

mengambil mangkuk Yang Mulia Mahànàma dan mengundangnya 

ke rumahnya untuk menerima persembahan makanan. sesudah   

Yang Mulia Mahànàma selesai makan, Citta si perumah tangga 

mengajaknya ke kebunnya, membangun sebuah vihàra dan 

memohon agar ia menetap di sana serta menerima persembahan 

makanan setiap hari di rumahnya. Yang Mulia Mahànàma 

menyanggupi berkat welas asihnya kepada Citta, dan melihat bahwa 

perumah tangga itu mampu memperoleh jasa yang cukup untuk 

mengantarnya menuju pencapaian Magga-Phala, ia membabarkan 

khotbah kepadanya secara terperinci tentang enam landasan indria 

internal dan enam landasan indria eksternal, yaitu objek-objek 

indria. Topik ini diajarkan kepada Citta sebab   ia yaitu   orang yang 

memiliki kecerdasan menengah, majjhuÿ puggala.

sebab   Citta si perumah tangga, dalam kehidupan lampaunya 

pernah melatih Pandangan Cerah terhadap sifat ketidakkekalan, 

penderitaan (dukkha), dan tanpa-diri dari batin dan jasmani yang 

merupakan fenomena berkondisi, Meditasi Pandangan Cerah 

yang ia lakukan sekarang mengantarkannya menuju pencapaian 

Pencerahan pada tingkat Yang Tak Kembali (Anàgàmã). (Tidak 

disebutkan dalam Kitab dengan metode meditasi apa ia mencapai 

Anàgàmã-Phala. Namun, mempertimbangkan latihan yang ia 

lakukan, dapat disimpulkan bahwa ia mencapai Pengetahuan Jalan 

dengan bermeditasi pada landasan-indria.)

(Perbedaan antara pencapaian Citta dan Anàthapiõóika dapat 

dijelaskan di sini. Anàthapiõóika si perumah tangga, penyumbang 

Vihàra Jetavana di Sàvatthã yaitu   seorang Pemenang Arus yang 

2961

Riwayat Para Siswa Awam

senang memberi dàna, dànàbhirata. Citta si Perumah tangga, 

penyumbang Vihàra Ambàñaka di Macchikàsaõóa, yaitu   seorang 

Yang Tak Kembali yang senang dalam memberi juga senang 

memelajari Dhamma―dànàbhirata Dhammàbhirata.)

Perumah Tangga Citta yang Senang Memberi dan Senang 

Memelajari Dhamma

Beberapa contoh kegembiraan Citta dalam memberi dàna dan dalam 

memelajari Dhamma disebutkan di sini seperti yang tercatat dalam 

Citta Saÿyutta.

Isidatta Sutta Pertama

Pada suatu saat   banyak bhikkhu yang menetap di Vihàra 

Ambàñaka yang disumbangkan oleh Citta si perumah tangga dari 

Macchikàsaõóa. Suatu hari Citta pergi ke vihàra dan sesudah   bersujud 

kepada para bhikkhu, ia mengundang mereka untuk menerima 

persembahan makanan di rumahnya besok. Keesokan harinya, 

sesudah   para bhikkhu duduk di tempat yang telah disediakan, Citta 

si perumah tangga bersujud, duduk di tempat yang semestinya, 

dan berkata kepada Yang Mulia Thera, bhikkhu yang paling senior 

yang hadir di sana, “Yang Mulia, perbedaan unsur-unsur. Perbedaan 

unsur-unsur, Dhàtu ¥Ã Ãµattaÿ, telah dijelaskan. Sampai batas 

manakah perbedaan unsur-unsur diajarkan oleh Bhagavà?”

Yang Mulia Thera mengetahui jawabannya tetapi ia merasa sungkan 

untuk memberi   jawaban, maka Yang Mulia Thera itu hanya 

diam. Hingga ketiga kalinya Yang Mulia Thera itu tetap diam.

lalu   Yang Mulia Isidatta, bhikkhu yang paling junior di 

antara para bhikkhu yang hadir, berpikir, “Bhikkhu Thera itu tidak 

menjawab pertanyaan itu, juga tidak meminta bhikkhu lain untuk 

menjawabnya. Saÿgha yang tidak menjawab pertanyaan Citta, 

akan terkesan seolah-olah menghina. Aku akan menyelamatkan 

situasi ini dengan menjawab pertanyaan si perumah tangga.” Ia 

mendatangi Yang Mulia Thera dan berkata, “Yang Mulia, izinkan 

aku untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Citta.” Yang 

2962


Mulia Thera memberi   izin untuk menjawab. lalu   Yang 

Mulia Isidatta kembali ke tempat duduknya dan berkata kepada 

Citta si perumah tangga, “Perumah tangga, engkau bertanya, ‘Yang 

Mulia Thera, perbedaan unsur-unsur. Perbedaan unsur-unsur, telah 

dijelaskan. Sampai batas manakah perbedaan unsur-unsur diajarkan 

oleh Bhagavà?”

“Ya, Yang Mulia, benar” jawab Citta. “Perumah tangga, seperti yang 

diajarkan oleh Bhagavà, terdapat berbagai unsur seperti: unsur mata 

(Cakkhu Dhàtu), unsur objek bentuk (Råpa Dhàtu), unsur kesadaran-

mata (Cakkhu Vi¤¤Ã Ãµa Dhàtu), unsur telinga (Sota Dhàtu), unsur 

suara (Sadda Dhàtu), unsur kesadaran-telinga, … unsur pikiran 

(Mano Dhàtu), unsur fenomena (Dhammadhàtu), unsur kesadaran-

pikiran (Mano Vi¤¤Ã Ãµa Dhàtu). Perumah tangga, itulah berbagai 

unsur itu, ¥Ã Ãµatta Dhàtu yang diajarkan oleh Bhagavà.”

Citta si perumah tangga puas dengan jawaban yang diberikan oleh 

Yang Mulia Isidatta dan secara pribadi melayani Yang Mulia Isidatta 

dalam persembahan makanan itu. saat   para bhikkhu kembali ke 

vihàra sesudah   selesai makan, Yang Mulia Thera berkata kepada Yang 

Mulia Isidatta, “Teman Isidatta, engkau memahami permasalahan 

itu dengan baik, aku tidak memiliki pemahaman seperti itu. Oleh 

sebab   itu, teman Isidatta, jika ada pertanyaan sejenis yang diajukan 

kepada kita, silakan engkau menjawabnya.”

Isidatta Sutta Kedua

Pada kesempatan lain, saat   Citta si perumah tangga memberi   

persembahan makanan kepada Saÿgha di rumahnya, sebelum 

memberi   makanan ia mengajukan pertanyaan kepada Yang 

Mulia Thera, “Apakah dunia ini kekal atau tidak kekal?” Pertanyaan 

ini yaitu   ciri khas pandangan salah, dan menunjukkan adanya 

pandangan salah. Seperti sebelumnya, Yang Mulia Thera tidak 

menjawabnya meskipun ia mengetahuinya. sebab   ia hanya berdiam 

diri sesudah   ditanya tiga kali oleh si perumah tangga, Yang Mulia 

Isidatta mendapat izin dari Yang Mulia Thera untuk menjawab 

pertanyaan itu, “Jika ada konsep keliru sehubungan dengan jasmani 

ini atau lima kelompok kehidupan, sakkàyadiññhi, pandangan salah 

2963

Riwayat Para Siswa Awam

akan muncul; jika tidak ada konsep keliru sehubungan dengan 

jasmani ini atau lima kelompok kehidupan, pandangan salah tidak 

akan muncul.”

Citta si perumah tangga melanjutkan permasalahan itu dengan 

menanyakan bagaimanakah konsep keliru sehubungan dengan 

jasmani atau lima kelompok kehidupan dapat muncul, dan 

bagaimanakah konsep itu tidak muncul. Yang Mulia Isidatta 

memberi   jawaban analitis yang memuaskan si perumah tangga. 

(Pertanyaan dan jawaban secara lengkap dapat dibaca dalam Isidatta 

Sutta kedua, 1-Citta Saÿyutta, Saëàyatana Saÿyutta.)

sesudah   itu terjadi percakapan antara Citta dan Yang Mulia Isidatta 

sebagai berikut:

(Citta:) “Dari manakah engkau berasal, Yang Mulia?”

(Isidatta:) “Aku berasal dari Negeri Avanti.”

(Citta:) “Yang Mulia, aku mempunyai seorang teman di Avanti 

yang belum pernah kutemui, bernama Isidatta yang telah menjadi 

bhikkhu. Pernahkah engkau bertemu dengannya, Yang Mulia?”

(Isidatta:) “Ya, perumah tangga.”

(Citta:) “Yang Mulia, di manakah bhikkhu itu sekarang?” 

Yang Mulia Isidatta tidak menjawab.

(Citta:) “Yang Mulia, apakah engkau yaitu   temanku yang belum 

pernah kujumpai itu?”

(Isidatta:) “Ya, Perumah tangga.”

(Citta:) “Yang Mulia, sudilah Yang Mulia menetap di Macchikàsaõóa. 

Vihàra Ambàñaka yaitu   tempat tinggal yang menyenangkan. Aku 

akan memenuhi empat kebutuhanmu (jubah, makanan, tempat 

tinggal, obat-obatan).”

2964


(Isidatta:) “Perumah tangga, engkau berbicara dengan baik (engkau 

mengucapkan apa yang baik.)” (Yang Mulia Isidatta berkata begitu 

hanya untuk mengungkapkan penghargaannya atas sumbangan itu, 

tetapi ia tidak bermaksud untuk menerima persembahan itu.)

Citta si perumah tangga gembira dengan jawaban yang diberikan 

oleh Yang Mulia Isidatta dan secara pribadi melayani Yang Mulia 

Isidatta memberi   makanan. saat   para bhikkhu kembali ke 

vihàra, Yang Mulia Thera berkata kepada Yang Mulia Isidatta dengan 

kata-kata yang sama seperti sebelumnya (pada peristiwa Isidatta 

Sutta Pertama.)

lalu   Yang Mulia Isidatta mempertimbangkan bahwa sesudah   

mengungkapkan identitasnya sebagai seorang teman yang belum 

pernah dijumpai oleh Citta si perumah tangga sebelum menjadi 

bhikkhu, tidaklah tepat baginya jika tetap berada di vihàra yang 

disumbangkan oleh si perumah tangga itu. Maka ia merapikan 

kuñã dan vihàra itu, ia membawa mangkuk dan jubahnya dan pergi 

meninggalkan vihàra itu untuk selamanya, tidak pernah kembali 

ke Kota Macchikàsaõóa.

Mahàkapàñihàriya Sutta

Pada suatu saat   banyak bhikkhu yang menetap di Vihàra 

Ambàñaka yang disumbangkan oleh Citta si perumah tangga di 

Macchikàsaõóa. lalu   Citta si perumah tangga pergi ke vihàra 

dan sesudah   memberi hormat kepada Saÿgha, ia mengundang 

mereka untuk datang ke pertaniannya di mana ia memelihara sapi-

sapinya. Keesokan harinya Saÿgha datang ke pertaniannya dan 

duduk di tempat yang telah dipersiapkan bagi mereka. lalu   

si perumah tangga secara pribadi mempersembahkan nasi susu 

kepada mereka.

Ia juga menerima nasi susu dalam kendi emas dari pelayannya 

pada saat yang sama ia melayani Saÿgha, sebab   ia akan menyertai 

Saÿgha kembali ke vihàra sesudah   makan. Ia memerintahkan 

pelayannya agar memberi   sisa nasi susu itu kepada mereka 

2965

Riwayat Para Siswa Awam

yang layak menerimanya. lalu   ia menyertai Saÿgha kembali 

ke vihàra.

Saat itu panas terik saat   Saÿgha meninggalkan pertanian si 

perumah tangga. Berjalan di bawah panas matahari sesudah   makan 

banyak yaitu   hal yang tidak nyaman bagi Saÿgha. lalu   

Yang Mulia Mahaka, bhikkhu yang paling junior, berkata kepada 

Yang Mulia Thera, bhikkhu yang paling senior, “Yang Mulia Thera, 

apakah angin sejuk yang bertiup di bawah langit mendung dengan 

hujan gerimis akan terasa nyaman bagi semua orang?” Dan Yang 

Mulia Thera menjawab, “Teman Mahaka, angin sejuk di bawah langit 

mendung dengan hujan gerimis akan terasa nyaman bagi semua 

orang.” Selanjutnya Yang Mulia Mahaka, dengan kesaktiannya, 

mengubah cuaca, angin sejuk bertiup di bawah langit mendung 

dengan hujan gerimis.

Citta si perumah tangga menganggap kejadian ini sebagai suatu 

kesaktian luar biasa yang dimiliki oleh seorang bhikkhu junior. 

Saat mereka tiba di vihàra, Yang Mulia Mahaka berkata kepada 

Yang Mulia Thera, “Yang Mulia Thera, apakah cukup?” dan Yang 

Mulia Thera menjawab, “Teman Mahaka, sudah cukup. Teman 

Mahaka, engkau melakukannya dengan baik, teman Mahaka, itu 

layak dipuji. sesudah   mengakui kesaktian Yang Mulia Mahaka, 

semua bhikkhu kembali ke tempatnya masing-masing (di dalam 

kompleks vihàra).

lalu   Citta, si perumah tangga, memohon Yang Mulia Mahaka 

memperlihatkan kesaktiannya. Yang Mulia Mahaka menjawab, 

“Kalau begitu, perumah tangga, hamparkanlah mantelmu di 

ambang pintu kutiku. Letakkan sedikit rumput dari tumpukan 

rumput itu di atas mantel itu.” Si perumah tangga melakukan 

sesuai instruksi. lalu   Yang Mulia Mahaka memasuki kutinya, 

mengunci pintunya dari dalam dan mengirimkan api melalui lubang 

kunci dan melalui celah-celah pintu. Api itu membakar rumput 

tetapi jubah itu tidak terbakar. lalu  , Citta si perumah tangga 

mengambil jubahnya dan, dengan terkesima ia duduk di tempat 

yang semestinya.

2966


Selanjutnya, Yang Mulia Mahaka keluar dari kutinya dan berkata 

kepada Citta si perumah tangga, “Perumah tangga, apakah sudah 

cukup?” Citta menjawab, “Yang Mulia Mahaka, sudah cukup. Yang 

Mulia Mahaka, itu yaitu   hal yang luar biasa. Yang Mulia Mahaka, 

itu layak dipuji. Yang Mulia Mahaka, sudilah Yang Mulia Mahaka 

menetap di Macchikàsaõóa. Vihàra Ambàñaka sungguh tempat 

tinggal yang menyenangkan. Aku akan memenuhi empat kebutuhan 

(jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan).”

Yang Mulia Mahaka berkata, “Perumah tangga, engkau mengatakan 

apa yang baik.”

Tetapi, Yang Mulia Mahaka mempertimbangkan bahwa tidaklah 

tepat baginya unttuk menetap di Vihàra Ambàñaka. Maka sesudah   

merapikan kuñã dan vihàra, ia membawa mangkuk dan jubahnya, 

meninggalkan tempat itu untuk selamanya.

(Dalam dua Sutta di atas, Citta si perumah tangga memiliki 

penghormatan terhadap Yang Mulia Isidatta dan Yang Mulia 

Mahaka dengan mempersembahkan kompleks vihàra itu kepada 

kedua bhikkhu ini  . Tetapi, dari sudut pandang kedua bhikkhu 

itu, empat kebutuhan yang dipersembahkan mengandung cacat 

sebab   merupakan hadiah atas perbuatan mereka—Isidatta sebab   

membabarkan Dhamma, dan Mahaka sebab   memperlihatkan 

kesaktian. sebab   itu, demi menghormati peraturan kebhikkhuan, 

mereka meninggalkan tempat itu. (Komentar dan Subkomentar 

tidak menjelaskan hal ini.)

(Kami memilih tiga sutta ini, dua Isidatta Sutta dan Mahàkapàñihàriya 

Sutta sebagai contoh bagaimana Citta si perumah tangga menghargai 

Dhamma. Para pembaca dianjurkan untuk membaca sutta-sutta 

yang terdapat dalam Citta Saÿyutta, Saëàyatana Saÿyutta.)

Kisah Singkat Yang Mulia Sudhamma

Suatu hari kedua Siswa Utama disertai oleh seribu bhikkhu 

berkunjung ke Vihàra Ambàñaka. (Pada waktu itu Yang Mulia 

Sudhamma yaitu   kepala vihàra.) Citta si perumah tangga, 

2967

Riwayat Para Siswa Awam

penyumbang vihàra, melakukan persiapan yang megah untuk 

menyambut kunjungan Saÿgha (tanpa berkonsultasi dengan Yang 

Mulia Sudhamma). Yang Mulia Sudhamma merasa tersinggung 

dan berkata, “Ada yang kurang dari persembahan yang berlimpah 

ini dan itu yaitu   kue wijen.” Kata-kata ini yaitu   sindiran yang 

merendahkan Citta si perumah tangga yang leluhurnya yaitu   

penjual kue wijen.

Citta membalas dengan jawaban yang kasar atas sindiran kepala 

ihara ini   dan melaporkan hal itu kepada Bhagavà. sesudah   

mendengarkan nasihat Bhagavà, kepala vihàra, Yang Mulia 

Sudhamma memohon maaf kepada Citta si perumah tangga. 

lalu  , sambil menetap di Vihàra Ambàñaka, dan mempraktikkan 

Dhamma, Yang Mulia Sudhamma mencapai Pandangan Cerah 

dan mencapai Kearahattaan. (Kisah ini yaitu   seperti apa yang 

terdapat dalam Komentar Aïguttara Nikàya. Untuk lebih jelas, 

baca Komentar Dhammapada, Vol. 1) dan Vinaya Cåëavagga, 4-

Pañisàraõãya kamma.)

Perjalanan Citta Mengunjungi Buddha

(Kisah berikut dikutip dari Komentar Dhammapada.)

sesudah   Yang Mulia Sudhamma mencapai Kearahattaan, Citta 

si perumah tangga merenungkan sebagai berikut, “Aku telah 

menjadi seorang Yang Tak Kembali. Tetapi tahapan Pencerahanku 

dari Sotàpatti-Phala hingga Anàgàmã-Phala dicapai tanpa pernah 

bertemu dengan Bhagavà. Sebaiknya aku pergi dan menjumpai 

Buddha sekarang.” Ia mempersiapkan lima ratus kereta yang penuh 

dengan perbekalan seperti wijen, beras, mentega, gula merah, 

madu, pakaian, dan lain-lain untuk perjalanan panjang menuju 

Sàvatthã. Ia membuat pengumuman yang mengundang warga   

Macchikàsaõóa bahwa siapa pun, bhikkhu, bhikkhunã, umat awam 

laki-laki atau perempuan, jika menginginkan boleh turut dengannya 

pergi mengunjungi Buddha dan bahwa ia akan memenuhi semua 

kebutuhan mereka yang menyertainya. Dan sebagai jawaban atas 

undangan itu, lima ratus bhikkhu, lima ratus bhikkhunã, lima 

ratus umat awam laki-laki dan lima ratus umat awam perempuan 

2968


bergabung dalam perjalanan itu.

Dua ribu pengembara yang menyertai Citta si perumah tangga 

ditambah seribu orang dari rombongannya sendiri, seluruhnya 

berjumlah tiga ribu, dengan perbekalan yang mencukupi untuk 

melakukan perjalanan sejauh tiga puluh yojanà. Namun, pada setiap 

yojanà mereka berkemah dan para dewa menyambut mereka dengan 

menyediakan tempat-tempat peristirahatan dan makanan-makanan 

surgawi seperti bubur, nasi dan makanan lain serta minuman dan 

semua orang terlayani hingga puas.

Dengan menempuh satu yojanà sehari, menerima keramahan para 

dewa di setiap langkah mereka, para pengembara itu sampai di 

Sàvatthã dalam waktu sebulan. Perbekalan yang dibawa dalam 

lima ratus kereta itu tidak berkurang. Mereka bahkan kekenyangan 

dengan makanan yang diberikan oleh para dewa dan manusia 

selama dalam perjalanan.

Pada hari para pengembara itu tiba di Sàvatthã, Buddha berkata 

kepada Yang Mulia ânanda, “ânanda, malam ini Citta si perumah 

tangga disertai oleh lima ratus umat awam akan datang memberi 

hormat kepada-Ku.” ânanda bertanya, “Yang Mulia, apakah akan 

terjadi keajaiban?”

“Ya, ânanda, akan terjadi keajaiban.”

“Bagaimanakah terjadinya, Yang Mulia?”

“ânanda, saat ia datang, akan turun hujan bunga-bungaan lima 

warna hingga setinggi lutut di seluruh kawasan seluas delapan 

karisa (satuan ukuran luas tanah yang setara dengan 1,75 are).”

Percakapan antara Buddha dan Yang Mulia ânanda ini 

membangkitkan rasa ingin tahu para warga   Sàvatthã. Para 

warga   menyebarkan berita kedatangan Citta dengan berkata, 

“Seorang yang memiliki jasa masa lampau yang besar bernama Citta, 

seorang Perumah Tangga, akan datang ke kota ini. Keajaiban akan 

terjadi! Ia akan tiba hari ini! Kita tidak akan melewatkan kesempatan 

2969

Riwayat Para Siswa Awam

untuk melihat orang besar ini  .” Mereka menunggu di kedua 

sisi jalan yang akan dilalui oleh tamu dan teman-temannya itu, siap 

dengan hadiah di tangan.

saat   kelompok pengembara itu mendekati Vihàra Jetavana, lima 

ratus orang dari kelompok bhikkhu datang terlebih dahulu. Citta 

meminta lima ratus orang umat awam perempuan untuk berada di 

belakang, dan menyusul lalu  , ia pergi menghadap Buddha 

disertai oleh lima ratus siswa awam laki-laki. (Harus dimengerti 

bahwa para siswa yang memberi hormat kepada Buddha tidak 

dalam gerombolan yang kasar dan kacau melainkan dengan 

disiplin, apakah duduk atau berdiri, mereka akan menyediakan 

jalan setapak yang dapat dilalui oleh Buddha yang akan berjalan 

menuju mimbar, dan mereka akan diam tidak bergerak di kedua 

sisi jalan setapak itu.)

Citta si perumah tangga sekarang mendekati jalan yang terletak di 

antara kerumunan para umat yang hadir. Ke arah mana pun siswa 

Ariya yang telah mencapai Buah dari tiga Jalan yang lebih rendah 

menatap, orang-orang akan berbisik, “Itu dia Citta si perumah 

tangga!” Ia menjadi objek yang menggetarkan kerumunan besar 

itu. Citta si perumah tangga mendekati Bhagavà dan ia menjadi 

terbungkus oleh enam Sinar Buddha. Ia menepuk pergelangan kaki 

Bhagavà dengan penuh hormat dan lalu   hujan bunga-bunga 

lima warna seperti yang telah dijelaskan sebelumnya turun. Orang-

orang bersorak penuh semangat.

Citta si perumah tangga melewatkan satu bulan penuh melayani 

Buddha. Selama masa itu ia mengajukan permohonan khusus 

kepada Buddha dan Saÿgha agar tidak pergi mengumpulkan dàna 

makanan, tetapi menerima persembahan darinya di vihàra. Semua 

pengembara yang menyertainya juga dilayani semua kebutuhan 

mereka. Selama satu bulan penuh menetap di Vihàra Jetavana, tidak 

ada sedikit pun perbekalan mereka yang digunakan untuk memberi 

makan seorang pun, sebab   para dewa dan manusia memberi   

semua keperluan kepada Citta si Perumah tangga.

Pada akhir satu bulan itu, Citta si perumah tangga bersujud 

2970


kepada Buddha dan berkata, “Yang Mulia, aku datang dengan 

tujuan untuk mempersembahkan milikku sendiri kepada Buddha. 

Aku melewatkan satu bulan dalam perjalanan dan satu bulan 

lagi di Vihàra Jetavana ini. Tetapi aku tetap tidak berkesempatan 

mempersembahkan milikku sendiri, sebab   aku mendapat berkah 

semua kebutuhan dari para dewa dan manusia. Dan sepertinya, 

bahkan jika aku menetap selama satu tahun, aku tetap tidak akan 

mendapat kesempatan untuk mempersembahkan milikku sendiri. 

Aku berkeinginan untuk menyimpan semua milikku yang kubawa 

di vihàra ini agar dapat digunakan oleh Saÿgha. Sudilah Bhagavà 

menunjukkan tempat aku dapat menyimpannya.

Buddha menyuruh Yang Mulia ânanda untuk mencari tempat 

yang cocok untuk menyimpan perbekalan Citta, di sana lima ratus 

kereta perbekalan disimpan dan dipersembahkan kepada Saÿgha. 

lalu   Citta si perumah tangga kembali ke Macchikàsaõóa 

bersama lima ratus kereta kosong. Orang-orang dan para dewa, 

melihat kereta-kereta kosong itu, berkata, “O Citta, apa yang engkau 

lakukan pada masa lampau sehingga engkau harus bepergian 

dengan kereta kosong?” Maka mereka mengisi kereta-kereta kosong 

itu dengan tujuh jenis harta hingga penuh. Citta juga menerima 

segala jenis pemberian yang ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan 

para pengembara hingga mereka sampai di Macchikàsaõóa dengan 

mudah dan nyaman.

Yang Mulia ânanda bersujud kepada Bhagavà dan berkata:

“Yang Mulia, Citta si perumah tangga menghabiskan waktu satu 

bulan untuk datang ke Sàvatthã, dan melewatkan satu bulan lagi 

di Vihàra Jetavana. Selama masa itu ia memberi   persembahan 

besar dengan pemberian yang ia peroleh dari para dewa dan 

manusia. Ia telah mengosongkan lima ratus kereta yang berisi semua 

perbekalannya, dan ia pulang dengan kereta-kereta yang kosong. 

Tetapi, para dewa dan manusia yang melihat kereta-kereta kosong 

itu berkata, ‘Citta, apa yang engkau lakukan pada masa lampau 

sehingga engkau harus bepergian dengan kereta kosong?’ dan 

dikatakan bahwa mereka mengisi lima ratus kereta Citta dengan 

tujuh jenis harta. Dan Citta tiba di rumahnya dengan nyaman, 

2971

Riwayat Para Siswa Awam

memenuhi kebutuhan semua orang yang menyertainya dengan 

pemberian yang diperoleh dari para dewa dan manusia.

“Yang Mulia, izinkan aku bertanya, apakah Citta mendapatkan 

pemberian dan penghormatan itu hanya sebab   ia sedang 

mengunjungi Buddha? Apakah ia akan mendapatkan pemberian 

dan penghormatan yang sama jika ia pergi ke tempat lain?”

Bhagavà berkata kepada Yang Mulia ânanda, “ânanda, Citta si 

perumah tangga akan menerima pemberian dan penghormatan 

yang sama apakah ia mengunjungi-Ku atau pergi ke tempat lain. 

Demikianlah sesungguhnya, ânanda, sebab   Citta si perumah 

tangga yaitu   seorang yang memiliki keyakinan kuat terhadap 

kamma dan akibatnya, baik dalam aspek duniawi maupun aspek 

spiritual. Lebih jauh lagi, ia berkeyakinan kuat terhadap manfaat 

spiritual yang mampu diberikan oleh Tiga Permata. Bagi orang yang 

seperti itu, pemberian dan penghormatan akan menyertainya ke 

mana pun ia pergi.”

Bhagavà selanjutnya mengucapkan syair berikut:

“(ânanda,) Siswa Ariya yang memiliki keyakinan (sehubungan 

dengan aspek duniawi dan aspek spiritual) dari perbuatan dan 

moralitasnya sendiri, akan memiliki pengikut dan kekayaan, akan 

dihormati (oleh para dewa dan manusia) ke mana pun ia pergi.” 

(Dh, v.303).

Pada akhir khotbah itu, banyak pendengar yang mencapai 

Pengetahuan Jalan, seperti Pemenang Arus, dan sebagainya.

(c) Menjadi siswa awam terbaik

Sejak saat itu Citta si perumah tangga bepergian disertai oleh lima 

ratus siswa awam Ariya. Pada suatu kesempatan, saat   Buddha 

menganugerahkan gelar terbaik kepada siswa awam sesuai jasa 

mereka, Beliau menyatakan dengan merujuk pada khotbah yang 

dibabarkan oleh Citta seperti yang tercatat dalam Citta Vagga dari 

Saëàyatana Saÿyutta:

2972


“Para bhikkhu, di antara para siswa awam yang mampu 

membabarkan Dhamma, Citta si perumah tangga yaitu   yang 

terbaik.” (Keterampilan Citta dalam membabarkan Dhamma dapat 

dibaca dalam Saëàyatana Vagga Saÿyutta, 7-Citta Saÿyutta, 1-

Saÿyojana Saÿyutta, dan 5-Pañhàma kàmabhå Sutta).

Gilànadassana Sutta, Contoh Khotbah Citta Si Perumah Tangga 

yang Dibabarkan di Atas Ranjang Kematiannya

Sebagai seorang Ariya Anàgàmã yang menjadi yang terbaik dalam 

hal membabarkan Dhamma di antara para siswa awam lainnya, Citta 

si perumah tangga membabarkan khotbah bahkan saat berada di 

atas ranjang kematiannya. Kisah ini terdapat dalam Gilànadassana 

Saÿyutta dalam Citta Saÿyutta.

Suatu hari Citta si perumah tangga menderita sakit parah. lalu   

banyak dewa yang menjadi pelindung si perumah tangga, para 

dewa hutan, dewa pohon, dan para dewa yang menguasai tanaman-

tanaman dan pohon-pohon besar, berkumpul di hadapannya dan 

berkata kepadanya, “Perumah tangga, sekarang berkehendaklah, 

‘Semoga aku terlahir kembali sebagai seorang raja dunia saat aku 

meninggal dunia.’” Citta si perumah tangga berkata kepada mereka, 

“Menjadi seorang raja dunia yaitu   tidak kekal dan mudah goyah. 

Itu yaitu   suatu hal yang harus ditinggalkan pada akhirnya.”

Sanak saudara dan teman-temannya yang berkumpul di sekeliling 

tempat tidurnya berpikir bahwa ia mengucapkan kata-kata aneh 

sebab   mengigau, mereka berkata kepadanya, “Tuanku, sadarlah. 

Jangan mengucapkan kata-kata secara tidak sadar.”

Citta si perumah tangga berkata kepada mereka, “Kalian berkata, 

‘Tuanku, sadarlah. Jangan mengucapkan kata-kata secara tidak 

sadar.’, apakah yang kukatakan sehingga kalian berkata seperti 

itu?” dan sanak saudara serta teman-temannya berkata, “Tuanku, 

engkau mengatakan, ‘Menjadi seorang raja dunia yaitu   tidak kekal 

dan mudah goyah. Itu yaitu   suatu hal yang harus ditinggalkan 

pada akhirnya.’ 

2973

Riwayat Para Siswa Awam

Citta si perumah tangga berkata kepada mereka, “O teman-temanku, 

para dewa pelindungku, para dewa hutan, dewa pohon, dan 

para dewa yang menguasai tanaman-tanaman dan pohon-pohon 

besar, datang dan berkata kepadaku, ‘Perumah tangga, sekarang 

berkehendaklah, ‘Semoga aku terlahir kembali sebagai seorang raja 

dunia saat aku meninggal dunia.’’ Maka aku berkata kepada mereka, 

‘Menjadi seorang raja dunia yaitu   tidak kekal dan mudah goyah. 

Itu yaitu   suatu hal yang harus ditinggalkan pada akhirnya.’ Aku 

tidak mengucapkan kata-kata secara tidak sadar.”

Selanjutnya teman-teman dan sanak saudara Citta berkata 

kepadanya, “Tuanku, manfaat apakah yang dilihat oleh para dewa 

ini sehingga mereka menasihatimu untuk berkehendak agar engkau 

terlahir kembali sebagai raja dunia?”

Citta menjawab, “O teman-temanku, para dewa itu berpikir bahwa 

‘Citta si perumah tangga ini memiliki moralitas, perbuatan yang 

bersih, jika ia menghendaki sesuatu, kehendaknya pasti akan 

terpenuhi dengan mudah. Seorang yang baik dapat melihat manfaat 

yang tumbuh dalam diri orang yang baik.’ Ini yaitu   manfaat 

yang mereka lihat dalam menasihati aku untuk berkehendak agar 

terlahir kembali sebagai raja dunia. Aku menjawab kepada mereka, 

‘Menjadi seorang raja dunia yaitu   tidak kekal dan mudah goyah. 

Itu yaitu   suatu hal yang harus ditinggalkan pada akhirnya.’ Aku 

tidak mengucapkan kata-kata secara tidak sadar.”

Teman-teman dan sanak saudaranya lalu   memohon 

kepadanya, “Kalau begitu, Tuanku, berikanlah kami nasihat.” Dan 

Citta membabarkan khotbahnya yang terakhir sebagai berikut:

“Kalau begitu, teman-teman dan sanak saudaraku, kalian harus 

mempraktikkan dengan tekad, ‘Kami harus memiliki keyakinan 

sempurna dalam Buddha, dengan merenungkan bahwa:

1. Buddha disebut Arahaÿ sebab   Beliau layak menerima 

penghormatan oleh manusia, dewa, dan brahmà,

2. Buddha disebut Sammàsambuddha sebab   Beliau mengetahui 

2974


segala hal secara mendasar melalui kebijaksanaan-Nya yang 

sempurna,

3. Buddha disebut Vijjàcaraõasampanna sebab   Beliau memiliki 

pengetahuan tertinggi dan praktik moralitas yang sempurna,

4. Buddha disebut Sugata sebab   Beliau hanya mengatakan apa 

yang benar dan bermanfaat.

5. Buddha disebut LokavidÃ¥ sebab   ia mengetahui tiga alam,

6. Buddha disebut Annutaropurisadammasàrathi sebab   Beliau 

tidak ada bandingnya dalam menjinakkan mereka yang layak 

dijinakkan,

7. Buddha disebut Satthàdeva manussàna sebab   Beliau yaitu   

guru para dewa dan manusia,

8. Buddha disebut Buddha sebab   Beliau mengajarkan Empat 

Kebenaran Mulia,

9. Buddha disebut Bhagavà sebab   Beliau memiliki enam kualitas 

agung.’

‘Kami harus memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dengan 

merenungkan bahwa:

1. Dhamma, ajaran Bhagavà telah sempurna dibabarkan,

2. Kebenarannya dapat dilihat,

3. Hasilnya tidak tertunda,

4. Dapat dibuktikan,

5. Layak untuk direnungkan terus-menerus di dalam batin,

6. Kebenarannya dapat dicapai oleh para Ariya melalui usaha dan 

praktik.’

‘Kami harus memiliki keyakinan sempurna dalam Saÿgha, dengan 

merenungkan bahwa:

1. Delapan kelompok para Siswa Ariya Bhagavà, Saÿgha, memiliki 

praktik mulia,

2. Mereka memiliki kejujuran,

3. Mereka memiliki perilaku benar,

4. Mereka memiliki kebenaran dalam praktik yang layak 

dihormati,

2975

Riwayat Para Siswa Awam

(sebab   memiliki empat ciri ini  )

5. Delapan kelompok Siswa Ariya Bhagavà yang terdiri dari empat 

pasang yaitu   layak menerima persembahan yang dibawa dari 

jauh,

6. Mereka layak menerima persembahan yang khusus dipersiapkan 

untuk para tamu,

7. Mereka layak menerima persembahan yang dilakukan demi 

mendapatkan jasa pada kehidupan berikut,

8. Mereka yaitu   lahan subur yang tidak ada bandingnya bagi 

semua makhluk untuk menanam benih jasa.’

Dan kalian juga harus mempraktikkan dengan bertekad, ‘Kami akan 

selalu memberi   segala sesuatu yang layak diberikan kepada para 

penerima yang memiliki moralitas dan berperilaku baik.’

Citta si perumah tangga lalu   menganjurkan agar teman-teman 

dan sanak saudaranya secara rutin memberi penghormatan kepada 

Buddha, Dhamma, dan Saÿgha dan secara rutin memberi dàna. 

Dengan kata-kata terakhir ini, ia meninggal dunia.

(Kitab tidak menyebutkan secara pasti di alam mana Citta terlahir 

kembali, tetapi sebab   ia yaitu   seorang Anàgàmã, ia dianggap 

terlahir kembali di salah satu dari lima belas alam brahmà materi 

halus di luar alam brahmà tanpa materi, kemungkinan besar di 

Alam Suci Brahmà Suddhàvàsa).

Demikianlah kisah Citta si perumah tangga.

(4) Hatthakàëavaka, Penggemar Uposatha

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal Hatthakàëavaka terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota 

Haÿsàvatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat   

mendengarkan khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang siswa 

awam yang dinyatakan sebagai yang terbaik di antara para siswa 

awam yang sempurna dalam praktik empat cara memperlakukan 

2976


orang lain (Saïgahavatthu: kedermawanan, ucapan yang ramah dan 

sopan, perbuatan baik, tidak membeda-bedakan (A. IV, 32: VIII 24)). 

Ia ingin menjadi seperti orang itu pada masa depan, dan sesudah   

memberi   persembahan besar, ia mengungkapkan cita-citanya 

itu. Buddha meramalkan bahwa cita-citanya akan tercapai

(b) Kehidupan terakhir sebagai Pangeran âëavaka

Orang kaya itu mengembara di alam bahagia selama seratus 

ribu siklus dunia. Pada masa Buddha Gotama, ia terlahir sebagai 

Pangeran âëavaka, putra Raja âëavaka di Kota âëavi.

(Sehubungan dengan hal ini, peristiwa yang melatarbelakangi 

dimulai dari perjalanan olahraga Raja âëavaka, hingga Pangeran 

âëavaka menjalani Sãla Uposatha, pencapaian Anàgàmã-Phala, 

dan pengikutnya yang berjumlah lima ratus juga menjalani Sãla 

Uposatha, telah dijelaskan dalam bab-bab terdahulu. Para pembaca 

dianjurkan untuk kembali ke bab terebut.)

(c) Menjadi siswa awam terbaik

Suatu hari Hatthakàëavaka si penggemar-uposatha mengunjungi 

Buddha disertai oleh lima ratus umat awam. sesudah   bersujud 

kepada Bhagavà, ia duduk di tempat yang semestinya. saat   

Bhagavà melihat banyak orang yang begitu tenang dan sabar yang 

datang bersama Hatthakàëavaka, Beliau berkata, “âëavaka, engkau 

memiliki banyak pengikut, perlakuan baik apakah yang engkau 

berikan kepada mereka?” dan Hatthakàëavaka, “Yang Mulia, aku 

mempraktikkan kedermawanan kepada orang-orang yang gembira 

dengan perbuatan kedermawananku (1). Aku mengucapkan kata-

kata ramah kepada mereka yang gembira dengan kata-kata ramah 

(2). Aku memberi   bantuan yag diperlukan kepada mereka yang 

memerlukan bantuan dan gembira dengan bantuanku (3). Dan aku 

memperlakukan setara denganku kepada mereka yang gembira 

dengan perlakukanku itu (4).

Sehubungan dengan percakapan antara Bhagavà dan Hatthakàëavaka 

itu, pada kesempatan lain, saat Bhagavà sedang berada di Vihàra 

2977

Riwayat Para Siswa Awam

Jetavana, dan menganugerahkan gelar siswa awam terbaik, Beliau 

menyatakan:

“Para bhikkhu, di antara para siswa awam-Ku yang dengan baik 

memperlakukan pengikut mereka dalam empat cara, Hatthakàëavaka 

yaitu   yang terbaik.”

Demikianlah kisah Hatthakàëavaka si penggemar uposatha.

(5) Mahànàma, Pangeran Sakya

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal Mahànàma terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota 

Haÿsàvatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat   

mendengarkan khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang siswa 

awam yang dinyatakan sebagai yang terbaik di antara para siswa 

awam yang mempersembahkan makanan-makanan lezat, dan obat-

obatan. Ia ingin menjadi seperti orang itu pada masa depan, dan 

sesudah   memberi   persembahan besar, ia mengungkapkan cita-

citanya itu. Buddha meramalkan bahwa cita-citanya akan tercapai

(b) Kehidupan terakhir sebagai Pangeran Mahànàma, dari suku 

Sakya

Suatu hari, sesudah   menetap di Vera¤jà selama masa vassa, Buddha 

melakukan perjalanan menuju Kapilavatthu, dan menetap di Vihàra 

Nigrodhàràma di Kapilavatthu, bersama banyak bhikkhu.

saat   Mahànàma pangeran Sakya (kakak dari Yang Mulia 

Anuruddhà) mengetahui kedatangan Buddha, ia menghadap 

Bhagavà, bersujud dan duduk di tempat yang semestinya. lalu   

ia berkata kepada Bhagavà, “Yang Mulia, aku diberitahu bahwa 

Saÿgha telah mengalami kesulitan dalam mengumpulkan dàna 

makanan selama berada di Vera¤jà. Sudilah mengizinkan aku untuk 

memberi   persembahan makanan setiap hari kepada Saÿgha 

selama empat bulan sehingga aku dapat memberi   nutrisi yang 

diperlukan (sebagai pengganti kekurangan nutrisi selama tiga bulan 

2978


vassa itu.)” Bhagavà mengizinkan dengan berdiam diri.

Mahànàma si pangeran Sakya, mengetahui bahwa Buddha menerima 

undangannya, mulai keesokan harinya mempersembahkan lima 

jenis makanan-makanan lezat dan empat jenis campuran catumadhu, 

yang memberi   efek pengobatan kepada Buddha dan Saÿgha. 

Pada akhir empat bulan itu, ia mendapatkan izin dari Buddha 

untuk memberi   persembahan yang sama untuk empat bulan 

berikutnya, dan pada akhir empat bulan itu ia mendapatkan izin lagi 

untuk melanjutkan persembahan itu selama empat bulan berikutnya, 

sehingga seluruhnya menjadi dua belas bulan. Pada akhir satu tahun 

itu, ia meminta izin lagi tetapi ditolak oleh Buddha.

(Pada akhir satu tahun itu, Mahànàma si Pangeran Sakya meminta 

izin dan diperbolehkan oleh Buddha untuk mempersembahkan 

kebutuhan obat-obatan kepada Saÿgha seumur hidup. Tetapi kelak, 

sebab   situasi yang mengarah kepada penetapan peraturan Vinaya 

dalam hal ini, Bhagavà tidak mengizinkan periode ini lebih dari satu 

tahun. sesudah   Buddha memperbolehkan Mahànàma menyediakan 

obta-obatan kepada Saÿgha seumur hidup, Kelompok Enam 

Bhikkhu menuduh Pangeran Mahànàma melakukan gangguan. 

saat   Bhagavà mengetahui hal itu, Beliau membatalkan persetujuan-

Nya semula kepada Pangeran Mahànàma dan menetapkan peraturan 

yang dikenal sebagai Mahànàma Sikkhàpada bahwa seorang 

bhikkhu tidak boleh, tanpa diundang, menerima obat-obatan dari 

seorang penyumbang. Pelanggaran terhadap peraturan ini yaitu   

pelanggaran Pàcittiya. (Baca bagian Pàcittiya untuk penjelasan 

lengkap.)

Telah menjadi rutinitas bagi Pangeran Mahànàma untuk 

mempersembahkan lima jenis makanan lezat dan empat jenis 

campuran yang memberi   efek pengobatan kepada setiap bhikkhu 

yang datang ke rumahnya. Cara memberi   dàna makanan dan 

obat-obatan yang lengkap seperti ini menjadi cirinya dan dikenal 

di seluruh Benua Selatan (Jambådãpa).

2979

Riwayat Para Siswa Awam

(c) Menjadi siswa terbaik

Oleh sebab   itu, pada lalu   hari saat   Buddha sedang berada 

di Vihàra Jetavana dalam kesempatan menganugerahkan gelar siswa 

awam terbaik sesuai jasa mereka, Beliau menyatakan,

“Para bhikkhu, di antara para siswa awam yang memiliki kebiasaan 

memberi   persembahan makanan-makanan lezat dan obat-

obatan, Mahànàma, si pangeran Sakya yaitu   yang terbaik.”

Demikianlah kisah Mahànàma, si pangeran Sakya.

(6) Ugga, Si Perumah Tangga

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal Ugga terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota Haÿsàvatã 

pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat   mendengarkan 

khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang siswa awam yang 

dinyatakan sebagai yang terbaik di antara mereka yang memberi   

hadiah yang menggembirakan penerimanya. Ia bercita-cita untuk 

mencapai posisi ini   pada masa depan, dan sesudah   memberi   

persembahan besar, ia mengungkapkan cita-citanya itu di hadapan 

Buddha. Buddha meramalkan bahwa cita-citanya akan tercapai.

(b) Kehidupan terakhir sebagai Ugga, seorang perumah tangga

sesudah   mengembara di alam dewa dan alam manusia selama seratus 

ribu siklus dunia, orang kaya itu terlahir kembali dalam sebuah 

keluarga kaya di Kota Vesàlã pada masa Buddha Gotama.

Nama ‘Ugga’

Putra orang kaya itu tidak diberi nama pada masa kanak-kanaknya. 

saat   ia tumbuh besar, ia memiliki tanda-tanda fisik yang megah 

bagaikan tiang pintu yang dihias, atau kain keemasan yang 

digantungkan sebagai pajangan. Tubuhnya yang indah dan ciri-

cirinya itu menjadi bahan pembicaraan di seluruh kota sehingga 

2980


orang-orang mengenalnya sebagai ‘Ugga si perumah tangga.’

Layak untuk diketahui bahwa Ugga si perumah tangga mencapai 

Pengetahuan Pemenang Arus pada pertemuan pertamanya dengan 

Buddha. Kelak ia juga mencapai tiga Magga dan Phala yang lebih 

rendah (yaitu, menjadi seorang Anàgàmã).

saat   Ugga si perumah tangga telah berusia lanjut, ia mulai 

mengasingkan diri dan pikiran berikut muncul dalam dirinya, 

‘Aku akan mempersembahkan kepada Bhagavà hanya benda-

benda yang kusukai. Aku mengetahui dari Bhagavà ‘Bahwa ia yang 

memberi   benda yang ia sukai akan menghasilkan akibat yang ia 

sukai.’” lalu   ia berkehendak, “O semoga Bhagavà mengetahui 

pikiranku dan muncul di pintu rumahku!”

Buddha mengetahui pikiran Ugga si perumah tangga dan sesaat   

itu juga muncul di pintu rumah perumah tangga itu, disertai oleh 

banyak bhikkhu. Ugga si perumah tangga, mengetahui kedatangan 

Bhagavà, datang menyambut Bhagavà, bersujud dengan lima titik 

menyentuh tanah, mengambil mangkuk dari tangan Bhagavà dan 

mengundang Beliau untuk duduk di tempat yang telah dipersiapkan 

di dalam rumahnya, juga mempersembahkan tempat duduk kepada 

para bhikkhu yang menyertai Bhagavà. Ia melayani Buddha dan 

Saÿgha dengan berbagai makanan lezat, dan sesudah   selesai makan, 

ia duduk di tempat yang semestinya dan berkata kepada Bhagavà 

sebagai berikut:

(1) “Yang Mulia, aku mengetahui dari Bhagavà bahwa siapa yang 

memberi   apa yang ia sukai akan menghasilkan akibat yang ia 

sukai pula. Yang Mulia, kue ini yang menyerupai bunga sal sungguh 

indah. Sudilah Bhagavà, berkat welas asih-Nya, menerima makanan 

ini.” Dan Buddha, berkat welas asih-Nya kepada si penyumbang, 

menerimanya.

lalu   Ugga si perumah tangga berkata,

(2) “Yang Mulia, aku mengetahui dari Bhagavà bahwa siapa yang 

memberi   apa yang ia sukai akan menghasilkan akibat yang ia 

2981

Riwayat Para Siswa Awam

sukai pula. Yang Mulia, makanan daging babi dengan hiasan buah 

ini sungguh indah …, (3) sayur-sayuran berkuah ini yang dimasak 

dengan minyak dan air sungguh indah …, (4) nasi istimewa ini 

yang telah disingkirkan beras-beras hitamnya, …, (5) Yang Mulia, 

kain bagus buatan Provinsi Kàsi ini sungguh indah …, (6) Yang 

Mulia, mimbar ini, karpet dari bulu domba, alas tidur dari wol dan 

hiasan menarik, selimut dari kulit macan kumbang hitam, dipan 

berkanopi merah dan berbantal merah sungguh indah, Yang Mulia, 

aku mengerti bahwa benda-benda mewah ini tidak cocok untuk 

Bhagavà. Yang Mulia, tempat duduk ini yang terbuat dari inti kayu 

cendana bernilai lebih dari satu lakh uang. Sudilah Bhagavà, berkat 

welas asih-Nya, menerima perabot-perabot ini.” Bhagavà, berkat 

welas asih-Nya kepada si penyumbang, menerimanya.

(Catatan: bahwa Ugga si perumah tangga mempersembahkan 

benda-benda ini sesudah   mempersembahkan bubur tetapi sebelum 

mempersembahkan hidangan utama. Persembahan itu bukan 

hanya ditujukan kepada Buddha tetapi juga kepada Saÿgha. 

Dalam (6) di atas, Ugga berkata, “Aku mengerti bahwa benda-

benda mewah ini tidak cocok untuk Bhagavà.” Tetapi juga terdapat 

benda-benda yang layak dipakai oleh Buddha. Ia menumpuknya 

menjadi satu dan memindahkan benda-benda yang tidak layak 

digunakan oleh Buddha ke rumahnya, dan mempersembahkan 

hanya benda-benda yang layak dipakai. Kayu cendana yaitu   

benda yang sangat jarang dan sangat disukai serta bernilai tinggi. 

sesudah   Buddha menerimanya, kayu itu dipotong-potong menjadi 

pontongan-potongan kecil dan dibagikan kepada para bhikkhu 

untuk digunakan sebagai bubuk pelembab mata.)

lalu   Buddha mengucapkan syair berikut sebagai penghargaan 

atas persembahan itu.

“(Ugga,) ia yang memberi   dàna dengan hati gembira akan 

menghasilkan akibat dari perbuatan itu dalam berbagai cara yang 

menggembirakan. Seseorang yang memberi   pakaian, tempat 

tinggal, makanan, dan berbagai benda lainnya, senang dalam 

melakukan kebajikan, para mulia itu yang lurus dalam pikiran, 

perkataan, dan perbuatan (yaitu, Arahanta).”

2982


‘Orang baik itu yang mengetahui bahwa para Arahanta yaitu   lahan 

subur untuk menanam benih jasa dan memberi   benda-benda 

yang disukai yang sulit untuk dilepaskan, mengorbankan mereka, 

memberi   dengan hati gembira, akan menghasilkan akibat dalam 

berbagai cara yang menggembirakan.”

sesudah   mengucapkan syair itu sebagai penghargaan atas 

persembahan yang diberikan oleh si perumah tangga, Buddha 

meninggalkan tempat itu. (Pernyataan-pernyataan ini dikutip dari 

Manàpadàyã Sutta, Aïguttara Nikàya, Vol. 2)

Pada kesempatan itu Ugga si perumah tangga berkata kepada 

Buddha, “Yang Mulia, aku mengetahui dari Bhagavà ‘bahwa siapa 

yang memberi   apa yang ia sukai akan menghasilkan akibat yang 

ia sukai pula.’ Yang Mulia, benda-benda apa pun yang kumiliki 

harap dianggap oleh Bhagavà sebagai telah dipersembahkan kepada 

Bhagavà dan Saÿgha.” Sejak saat itu ia selalu mempersembahkan 

berbagai benda yang menyenangkan kepada Buddha dan 

Saÿgha.

(c) Menjadi siswa awam terbaik

Sehubungan dengan hal ini, saat   Buddha sedang berada di Vihàra 

Jetavana, menganugerahkan gelar terbaik kepada para siswa awam 

sesuai jasa mereka, menyatakan:

“Para bhikkhu, di antara para siswa awam yang memiliki kebiasaan 

memberi   berbagai benda menyenangkan sebagai dàna, Ugga si 

perumah tangga dari Vesàlã yaitu   yang terbaik.”

Alam Kelahiran Kembali Ugga Si Perumah Tangga

Selanjutnya, pada suatu hari, Ugga si perumah Tangga dari Vesàlã 

meninggal dunia dan terlahir kembali di salah satu dari (lima) 

alam brahmà suci. Buddha saat itu sedang berada di Vihàra 

Jetavana. Saat itu yaitu   sekitar tengah malam, Brahmà Ugga, 

dengan tubuh megahnya yang menyinari seluruh kompleks Vihàra 

2983

Riwayat Para Siswa Awam

Jetavana, mendekati Bhagavà, bersujud dan berdiri di tempat yang 

semestinya. Kepada Brahmà Ugga Buddha berkata, “Bagaimana? 

Apakah keinginanmu terpenuhi?” dan Brahmà Ugga menjawab, 

“Yang Mulia, keinginanku telah terpenuhi.”

(Akan muncul pertanyaan, “Apa yang dimaksud oleh Buddha 

dengan ‘keinginan’? Dan apakah yang dimaksudkan oleh jawaban 

brahmà itu?” Jawabannya yaitu  : Yang dimaksudkan oleh Buddha 

yaitu   Arahatta-Phala dan yang dimaksudkan dalam jawaban 

brahmà itu juga Arahatta-Phala. sebab   keinginan utama Ugga 

yaitu   pencapaian Arahatta-Phala.)

lalu   Buddha berkata kepada Brahmà Ugga dalam dua syair 

berikut:

‘Ia yang memberi   benda-benda yang menyenangkan akan 

mendapatkan benda-benda yang menyenangkan. Ia yang 

memberi   yang terbaik akan mendapatkan yang terbaik. Ia yang 

memberi   apa yang ia sukai akan mendapatkan apa yang ia sukai. 

Ia yang memberi   apa yang layak dipuji akan mendapatkan apa 

yang layak dipuji.’

‘Ia yang memiliki kebiasaan memberi   benda-benda yang 

terbaik, benda-benda yang disukai, benda-benda yang layak dipuji, 

akan terlahir kembali sebagai seorang yang berumur panjang dan 

memiliki banyak pengikut.’

Demikianlah kisah Ugga si Perumah tangga.

(7) Uggata, Si Perumah Tangga

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal Uggata terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota Haÿsàvatã 

pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat   mendengarkan 

khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang siswa awam yang 

dinyatakan sebagai yang terbaik dalam melayani Saÿgha tanpa 

membeda-bedakan. Ia bercita-cita untuk mencapai posisi ini   

2984


pada masa depan, dan sesudah   memberi   persembahan besar 

kepada Buddha dan Saÿgha, ia mengungkapkan cita-citanya. 

Buddha meramalkan bahwa cita-citanya akan tercapai.

(b) Kehidupan terakhir sebagai Uggata, seorang perumah 

tangga

Orang baik itu mengembara di alam bahagia selama seratus ribu 

siklus dunia sebelum terlahir kembali dalam sebuah kelaurga kaya 

di Hatthigàma pada masa Buddha Gotama. Ia bernama Uggata. 

sesudah   dewasa ia mewarisi perkebunan ayahnya.

Saat itu, Buddha, sesudah   melakukan perjalanan bersama banyak 

bhikkhu, tiba di Hatthigàma dan menetap di Taman Nàgavana. 

Uggata si perumah tangga sedang minum-minum dan bersenang-

senang dilayani oleh gadis-gadis penari selama tujuh hari di Taman 

Nàgavana. saat   melihat Buddha ia diliputi oleh rasa malu dan 

saat ia berada di hadapan Buddha ia mendadak menjadi tenang. Ia 

bersujud kepada Bhagavà dan duduk di tempat yang semestinya. 

Bhagavà membabarkan khotbah yang mengantarkannya mencapai 

tiga Magga dan Phala yang lebih rendah, (ia menjadi seorang 

Anàgàmã).

Sejak saat itu ia membebaskan para gadis penari dari pekerjaan 

mereka dan mengabdikan dirinya dengan melakukan perbuatan-

perbuatan kedermawanan. Para dewa akan datang kepadanya 

di tengah malam dan melaporkan kepadanya tentang perilaku 

berbagai bhikkhu. Mereka akan berkata, ‘Perumah tangga, bhikkhu 

ini memiliki enam kekuatan batin, bhikkhu itu memiliki moralitas, 

bhikkhu ini tidak bermoral.’ Dan seterusnya. Uggata si perumah 

tangga tidak memedulikan para bhikkhu gagal yang tidak bermoral, 

pengabdiannya kepada Saÿgha sebagai kumpulan para bhikkhu 

yang memiliki moralitas baik, tetap kokoh (suatu teladan yang layak 

ditiru). Oleh sebab   itu dalam memberi   persembahan, ia tidak 

pernah membeda-bedakan bhikkhu yang baik dan yang buruk, 

(pengabdiannya ditujukan kepada Saÿgha secara keseluruhan.) 

Saat ia menghadap Buddha, ia tidak pernah menyebutkan tentang 

bhikkhu yang tidak bermoral tetapi selalu memuji kemuliaan para 

2985

Riwayat Para Siswa Awam

bhikkhu yang baik.

(c) Menjadi siswa awam terbaik

Oleh sebab   itu, pada suatu kesempatan, saat Buddha berada di 

Vihàra Jetavana, Buddha menyatakan,

“Para bhikkhu, di antara siswa awam-Ku yang penuh pengabdian 

melayani Saÿgha tanpa membeda-bedakan, Uggata si perumah 

tangga dari Hatthigàma yaitu   yang terbaik.”

(Tempat tinggal Uggata, Hatthigàma terletak di Negeri Vajjã.)

Perumah tangga Uggata dan Ugga dari Vesàlã, kedua-duanya 

memiliki delapan kualitas menakjubkan.

(Penjelasan singkat mengenai kualitas-kualitas ini   akan 

dijelaskan berikut ini. Untuk penjelasan lengkapnya, pembaca 

dianjurkan untuk membaca Aïguttara Nikàya, Vol. 3, Aññhaka Nipàta, 

Pañhama Paõõàsaka, 3-Gahapati Vagga, dua Sutta pertama.)

Delapan Kualitas Menakjubkan Ugga dari Vesàlã

Pada suatu saat   Buddha sedang berdiam di Vihàra Kåñàgàrasàlà 

di Hutan Mahàvana di dekat Vesàlã, Buddha berkata kepada para 

bhikkhu, “Para bhikkhu, perhatikanlah bahwa Ugga si perumah 

tangga dari Vesàlã memiliki delapan kualitas menakjubkan.” 

lalu   Beliau masuk ke kuñã-Nya.

Pada lalu   hari, seorang bhikkhu datang ke rumah Ugga si 

perumah tangga dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan 

untuk Saÿgha (lima ratus tempat duduk selalu tersedia untuk 

Saÿgha setiap saat). Ugga si perumah tangga menyapanya, memberi 

hormat kepada bhikkhu ini  , dan duduk di tempat yang 

semestinya. Kepada perumah tangga itu, bhikkhu ini   berkata, 

“Perumah tangga, Bhagavà mengatakan bahwa engkau memiliki 

delapan kualitas menakjubkan. Apakah delapan kualitas itu?”

2986


Si perumah tangga menjawab, “Yang Mulia, aku tidak yakin delapan 

kualitas mana yang dilihat oleh Bhagavà dan menganggapnya 

menakjubkan. Sesungguhnya, aku memang memiliki delapan 

kualitas yang agak luar biasa. Sudilah Yang Mulia mendengarkan 

dan mempertimbangkannya.”

“Baiklah, perumah tangga,” bhikkhu ini   berkata. Dan Ugga si 

perumah tangga bercerita,

(1) “Yang Mulia, sejak saat pertama aku melihat Buddha aku 

memiliki keyakinan yang kuat dalam diri-Nya sebagai Buddha, 

tanpa ragu sama sekali. Jadi, Yang Mulia, keyakinanku di dalam 

Buddha pada pandangan pertama yaitu   hal yang luar biasa 

pertama dalam diriku.”

(2) “Yang Mulia, aku mendekati Buddha dengan keyakinan murni. 

Bhagavà membabarkan kepadaku dalam penjelasan yang bertahap 

tentang (a) Jasa dalam memberi dàna, (b) Kemuliaan moralitas, 

(c) Penjelasan tentang alam surga, alam para dewa, (d) Praktik 

Jalan Ariya yang mengarah menuju Magga-Phala-Nibbàna. Hal 

itu membuat batinku siap menerima, lunak, bebas dari rintangan, 

gembira dan bersih. Bhagavà, mengetahui hal ini, membabarkan 

kepadaku Dhamma yang agung, Empat Kebenaran Mulia Tentang 

Dukkha, pemicu   Dukkha, Lenyapnya Dukkha, dan Jalan Menuju 

Lenyapnya Dukkha. Akibatnya, aku mendapatkan mata Dhamma 

dan mencapai Anàgàmã-Phala. Sejak saat aku menjadi seorang 

Anàgàmã Ariya, aku melakukan sumpah Perlindungan Lokuttara 

seumur hidup dan menjalani Lima Sãla dengan kehidupan suci 

Brahmacariya sebagai salah satu peraturan rutin. (Ini yaitu   Lima 

Sãla biasa dengan mengganti sumpah menghindari perilaku seksual 

yang salah.) Ini yaitu   hal yang luar bisa kedua dalam diriku.”

(3) “Yang Mulia, aku memiliki empat istri yang masih remaja. 

saat   aku pulang pada hari aku menjadi seorang Anàgàmã 

Ariya. Aku memanggil empat istriku dan berkata kepada mereka, 

‘Adik-adikku, aku telah bersumpah untuk menjalani hidup suci. 

Kalian boleh tetap menetap di rumahku menikmati kekayaanku 

dan mempraktikkan kedermawanan, atau kalian boleh pulang ke 

2987

Riwayat Para Siswa Awam

rumah orangtua kalian masing-masing dengan membawa harta 

yang cukup bagi kalian untuk menjalani kehidupan yang nyaman. 

Atau jika kalian ingin menikah lagi, katakan saja kepadaku siapa 

yang akan kalian nikahi. Kalian bebas untuk menentukan pilihan 

ini.’ Selanjutnya, Yang Mulia, istri pertamaku mengatakan bahwa 

ia akan menikah lagi dan meyebutkan calon suaminya. lalu   

aku mengundang laki-laki itu untuk datang ke rumahku, dan 

dengan memegang istriku dengan tangan kiriku, dan kendi untuk 

menuang air di tangan kananku, aku menyerahkan istriku kepada 

laki-laki itu dan meresmikan pernikahan mereka. Yang Mulia, dalam 

melepaskan istri pertamaku yang masih muda kepada laki-laki 

lain, aku tidak merasakan apa pun. Yang Mulia, ketidakterikatanku 

dalam menyerahkan istri pertamaku kepada laki-laki lain yaitu   

hal yang luar biasa ketiga dalam diriku.”

(4) “Yang Mulia, benda apa pun yang kumiliki di dalam rumahku, 

aku menganggapnya untuk diserahkan kepada orang yang memiliki 

moralitas. Aku tidak menahan apa pun dari Saÿgha. Seolah-olah 

semuanya yaitu   milik Saÿgha. Yang mulia, kedermawanan 

terhadap Saÿgha, dengan menganggap semua milikku sebagai 

milik para bhikkhu mulia yaitu   hal yang luar biasa keempat dalam 

diriku.”

(5) “Yang Mulia, jika aku melayani seorang bhikkhu, aku 

melakukannya dengan hormat dan secara pribadi, tidak pernah 

dengan cara tidak hormat. Yang Mulia, dengan hormat melayani 

para bhikkhu, yaitu   hal yang luar biasa kelima dalam diriku.”

(6) “Yang Mulia, jika seorang bhikkhu membabarkan khotbah 

kepadaku, aku akan mendengarkan dengan penuh hormat, tidak 

pernah dengan cara tidak hormat. Jika bhikkhu ini   tidak 

membabarkan khotbah kepadaku, aku akan membabarkan khotbah 

kepadanya. Yang Mulia, mendengarkan khotbah dengan hormat 

dari seorang bhikkhu, dan membabarkan khotbah kepada bhikkhu 

yang tidak membabarkan kepadaku yaitu   hal yang luar biasa 

keenam dalam diriku.”

(7) “Yang Mulia, para dewa sering mendatangiku, berkata, ‘Perumah 

2988


tangga, Bhagavà membabarkan Dhamma yang baik pada awal, baik 

pada pertengahan, dan baik pada akhir.’ Aku akan berkata kepada 

para dewa itu, “O Dewa, apakah engkau mengatakannya atau 

tidak, Bhagavà sungguh membabarkan Dhamma yang sungguh 

baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.” 

Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku 

dan mengucapkan kata-kata itu yaitu   hal yang luar biasa. 

Yang Mulia, aku tidak merasa gembira atas kedatangan mereka 

dan atas pengalaman berbicara dengan mereka. Yang Mulia, 

ketidakpedulianku atas kedatangan para dewa dan pengalaman 

berbicara dengan mereka yaitu   hal yang luar biasa ketujuh dalam 

diriku.”

(8) “Yang Mulia, aku tidak melihat satu dari lima belenggu yang 

membawa kepada kelahiran kembali di alam rendah (alam indria) 

yang belum kulenyapkan. (Ini menunjukkan pencapaian Anàgàmã-

Magga). Yang Mulia, pencapaian Anàgàmã-Magga olehku yaitu   

hal yang luar biasa kedelapan dalam diriku.”

“Yang Mulia, aku tahu aku memiliki delapan kualitas luar biasa 

ini. Tetapi aku tidak yakin delapan kualitas mana yang dilihat oleh 

Bhagavà yang Beliau sebut menakjubkan.”

Selanjutnya, bhikkhu ini   meninggalkan tempat itu, sesudah   

menerima dàna makanan dari Ugga si perumah tangga. Ia memakan 

makanannya dan lalu   menghadap Buddha, bersujud kepada 

Beliau, dan duduk di tempat yang semestinya. sesudah   duduk, ia 

menceritakan kepada Buddha tentang percakapan yang terjadi 

antara dirinya dengan Ugga si Perumah tangga.

Bhagavà berkata, “Bagus, bagus, bhikkhu. Seorang yang akan 

menjawab pertanyaanmu dengan baik harus memberi   jawaban 

seperti yang diberikan oleh Ugga si perumah tangga. Bhikkhu, 

aku mengatakan bahwa Ugga si perumah tangga memiliki 

delapan kualitas luar biasa itu yang menakjubkan. Para bhikkhu, 

perhatikanlah bahwa Ugga si perumah tangga memiliki delapan 

kualitas menakjubkan itu yang telah ia beritahukan kepadamu.”

2989

Riwayat Para Siswa Awam

Delapan Kualitas Menakjubkan Uggata dari Hatthigàma

Pada suatu saat   Buddha sedang berada di Hatthigàma di Negeri 

Vajji, Buddha berkata kepada para bhikkhu, “Para bhikkhu, 

perhatikanlah bahwa Uggata si perumah tangga dari Hatthigàma 

memiliki delapan kualitas menakjubkan.” lalu   sesudah   

mengucapkan kalimat singkat ini Beliau masuk ke kuñã-Nya.

Pada lalu   hari, seorang bhikkhu datang ke rumah Uggata 

si perumah tangga dan mengajukan pertanyaan yang sama 

seperti sebelumnya. Uggata si perumah tangga menjawab sebagai 

berikut:

(1) “Yang Mulia, saat aku sedang menikmati kenikmatan indria 

di Taman Nàgavana milikku. Saat melihat Buddha aku memiliki 

keyakinan yang kuat dalam diri-Nya sebagai Buddha, dan bangkit 

pengabdian yang mendalam terhadap Beliau. Aku menjadi sadar 

dari mabukku. Jadi, Yang Mulia, keyakinanku dan pengabdianku 

pada Buddha dan kesadaranku dari mabuk pada pandangan 

pertama yaitu   hal yang luar biasa pertama dalam diriku.”

(2) “Yang Mulia, aku mendekati Buddha dengan keyakinan murni. 

Bhagavà membabarkan kepadaku dalam penjelasan yang bertahap 

tentang (a) Jasa dalam memberi dàna, (b) Kemuliaan moralitas, (c) 

Penjelasan tentang alam para dewa, (d) Praktik Jalan Ariya. Hal 

itu membuat batinku siap menerima, lunak, bebas dari rintangan, 

gembira, dan bersih. Bhagavà, mengetahui hal ini, membabarkan 

kepadaku Dhamma yang agung, Empat Kebenaran Mulia Tentang 

Dukkha, pemicu   Dukkha, Lenyapnya Dukkha, dan Jalan Menuju 

Lenyapnya Dukkha. Akibatnya, aku mendapatkan mata-Dhamma 

dan mencapai Anàgàmã-Phala. Sejak saat aku menjadi seorang 

Anàgàmã Ariya, aku melakukan sumpah Perlindungan Lokuttara 

seumur hidup dan menjalani Lima Sãla dengan kehidupan suci 

Brahmacariya sebagai salah satu peraturan rutin. Yang Mulia, 

pencapaian Anàgàmã-Phala olehku saat pertemuan pertama dengan 

Buddha, menerima Perlindungan Lokuttara dan menjalani lima 

peraturan dengan sumpah menjalani kehidupan suci, yaitu   hal 

yang luar bisa kedua dalam diriku.”

2990


(3) “Yang Mulia, aku memiliki empat istri yang masih remaja. 

saat   aku pulang pada hari aku menjadi seorang Anàgàmã 

Ariya. Aku memanggil empat istriku dan berkata kepada mereka, 

‘Adik-adikku, aku telah bersumpah untuk menjalani hidup suci. 

Kalian boleh tetap menetap di rumahku menikmati kekayaanku 

dan mempraktikkan kedermawanan, atau kalian boleh pulang ke 

rumah orangtua kalian masing-masing dengan membawa harta 

yang cukup bagi kalian untuk menjalani kehidupan yang nyaman. 

Atau jika kalian ingin menikah lagi, katakan saja kepadaku siapa 

yang akan kalian nikahi. Kalian bebas untuk menentukan pilihan 

ini.’ Selanjutnya, Yang Mulia, istri pertamaku mengatakan bahwa 

ia akan menikah lagi dan meyebutkan calon suaminya. lalu   

aku mengundang laki-laki itu untuk datang ke rumahku, dan 

dengan memegang istriku dengan tangan kiriku, dan kendi untuk 

menuang air di tangan kananku, aku menyerahkan istriku kepada 

laki-laki itu dan meresmikan pernikahan mereka. Yang Mulia, dalam 

melepaskan istri pertamaku yang masih muda kepada laki-laki lain, 

aku tidak merasakan apa pun. Yang mulia, ketidak-terikatanku 

dalam menyerahkan istri pertamaku kepada laki-laki lain yaitu   

hal yang luar biasa ketiga dalam diriku.”

(4) “Yang Mulia, benda apa pun yang kumiliki di dalam rumahku, 

aku menganggapnya untuk diserahkan kepada bhikkhu yang 

memiliki moralitas. Aku tidak menahan apa pun dari Saÿgha. 

Yang mulia, kedermawanan terhadap Saÿgha, dengan menganggap 

semua milikku sebagai milik para bhikkhu mulia yaitu   hal yang 

luar biasa keempat dalam diriku.”

(5) “Yang Mulia, jika aku melayani seorang bhikkhu, aku 

melakukannya dengan hormat dan secara pribadi, tidak pernah 

dengan cara tidak hormat. Jika seorang bhikkhu membabarkan 

khotbah kepadaku, aku akan mendengarkan dengan penuh hormat, 

tidak pernah dengan tidak hormat. Jika bhikkhu ini   tidak 

membabarkan khotbah kepadaku, aku akan membabarkan khotbah 

kepadanya.Yang Mulia, dengan hormat aku melayani para bhikkhu, 

mendengarkan khotbah dengan hormat dari seorang bhikkhu, dan 

membabarkan khotbah kepada bhikkhu yang tidak membabarkan 

2991

Riwayat Para Siswa Awam

kepadaku yaitu   hal yang luar biasa kelima dalam diriku.”

 (6) “Yang Mulia, jika aku mengundang Saÿgha ke rumahku, para 

dewa akan mendatangiku dan berkata, ‘Perumah tangga, bhikkhu ini 

telah bebas dari tubuh jasmani, RÃ¥pa Kaya dan tubuh batin, Nàma 

Kàya, yaitu, Ubhatobhàga Vimutta; bhikkhu itu telah mencapai 

Pembebasan melalui pengetahuan penuh, Pandangan Cerah, Pa¤¤Ã  

Vimutta; bhikkhu ini yaitu   seorang yang telah mencapai Nibbàna 

melalui Nàma Kàya, Kàya sakkhã; bhikkhu itu telah mencapai 

tiga Magga dan Phala yang lebih tinggi melalui Pandangan Benar, 

Diññhipatta; bhikkhu ini yaitu   seorang yang mencapai Pembebasan 

melalui keyakinan, Saddhà Vimutta; bhikkhu itu yaitu   seorang 

yang menuruti keyakinan, Saddhànusàrã; bhikkhu ini yaitu   

seorang yang memelajari Dhamma, Dhammànusàrã; bhikkhu itu 

memiliki moralitas dan baik; bhikkhu ini tidak bermoral dan jahat.’ 

Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan 

mengucapkan kata-kata itu yaitu   hal yang luar biasa. Yang Mulia, 

saat   aku melayani Saÿgha, aku tidak pernah berpikir bahwa 

bhikkhu ini tidak bermoral, maka aku hanya akan memberi   

sedikit kepadanya, atau bhikkhu itu mulia, maka aku akan 

memberi   banyak kepadanya. Yang Mulia, aku memberi   

baik kepada bhikkhu yang mulia maupun bhikkhu yang tidak 

bermoral dengan semangat (penghormatan) yang sama. Yang Mulia, 

memberi   persembahan dengan tidak membeda-bedakan baik 

kepada bhikkhu yang baik maupun yang jahat yaitu   hal yang luar 

biasa keenam dalam diriku.”

(7) “Yang Mulia, para dewa sering mendatangiku, berkata, ‘Perumah 

tangga, Bhagavà membabarkan Dhamma yang baik pada awal, baik 

pada pertengahan, dan baik pada akhir.’ Aku akan berkata kepada 

para dewa itu, “O Dewa, apakah engkau mengatakannya atau 

tidak, Bhagavà sungguh membabarkan Dhamma yang sungguh 

baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.” Aku 

tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan 

mengucapkan kata-kata itu yaitu   hal yang luar biasa. Yang Mulia, 

ketidakpedulianku atas kedatangan para dewa dan pengalaman 

berbicara dengan mereka yaitu   hal yang luar biasa ketujuh dalam 

diriku.”

2992


(8) “Yang Mulia, pada kesempatan sebelumnya, Bhagavà mengatakan 

sesuatu tentang diriku seperti, ‘Uggata si perumah tangga dari 

Hatthigàma tidak memiliki belenggu yang dapat membawanya 

menuju kelahiran kembali di alam indria’, pernyataan itu bukanlah 

suatu hal yang luar biasa. (Ini menunjukkan bahwa ia yaitu   seorang 

Anàgàmã Ariya.) Yang Mulia, kenyataan bahwa tidak ada belenggu 

yang dapat membawaku menuju kelahiran kembali di alam indria 

yaitu   hal yang luar biasa kedelapan dalam diriku.”

“Yang Mulia, aku tahu aku memiliki delapan kualitas luar biasa 

ini. Tetapi aku tidak yakin delapan kualitas mana yang dilihat oleh 

Bhagavà yang Beliau sebut menakjubkan.”

(Peristiwa selanjutnya sama seperti kasus sebelumnya. Dalam 

Aïguttara Nikàya, kedua perumah tangga itu sama-sama disebut 

‘Ugga’, tetapi berdasarkan Etadagga Pàëi disebutkan ‘Hatthigàma 

Uggata’ dan ‘Ugga si perumah tangga dari Vesàlã’.

Demikianlah kisah Uggata si perumah tangga.

(8) Sårambaññha, Si Perumah Tangga

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal SÃ¥rambaññha terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota 

Haÿsàvatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat   

mendengarkan khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang siswa 

awam yang dinyatakan sebagai yang terbaik di antara mereka yang 

memiliki keyakinan teguh di dalam Dhamma. Ia bercita-cita untuk 

mencapai posisi ini   pada masa depan, dan sesudah   memberi   

persembahan besar, ia mengungkapkan cita-citanya agar pada masa 

depan cita-citanya itu tercapai.

(b) Kehidupan terakhir sebagai SÃ¥rambaññha, seorang perumah 

tangga

Orang baik itu mengembara selama seratus ribu siklus dunia di 

2993

Riwayat Para Siswa Awam

alam dewa dan alam manusia, sebelum akhirnya dilahirkan dengan 

situasi yang aneh di Kota Ràjagaha, pada masa Buddha Gotama. Ia 

bernama SÃ¥rambaññha. Saat dewasa, ia menikah dan menjadi seorang 

umat penyokong tetap bagi para petapa di luar ajaran Buddha.

SÃ¥rambaññha Si Perumah Tangga Mencapai Pengetahuan 

Pemenang Arus

Suatu pagi, Buddha, dalam rutinitas-Nya, memeriksa dunia 

makhluk-makhluk hidup untuk mencari individu-individu yang 

layak mencapai Pencerahan, ia melihat matangnya jasa lampau 

SÃ¥rambaññha si perumah tangga untuk mencapai Sotàpatti-Magga, 

Beliau datang ke rumah SÃ¥rambaññha untuk menerima dàna 

makanan. SÃ¥rambaññha berpikir, “Samaõa Gotama berasal dari 

keluarga kerajaan dan telah memiliki reputasi yang terkenal di 

dunia. Sebaiknya aku menyambut-Nya.” Dengan pikiran demikian, 

ia menyambut Bhagavà, bersujud di kaki Bhagavà, mengambil 

mangkuk-Nya, dan menuntun-Nya untuk duduk di tempat duduk 

yang dipersiapkan untuk orang-orang mulia. Ia memberi   

persembahan makanan dan sesudah   melayani Bhagavà, ia duduk di 

tempat yang semestinya.

Bhagavà lalu   membabarkan khotbah yang sesuai dengan 

kondisi batin SÃ¥rambaññha si perumah tangga, dan akhirnya si 

perumah tangga itu mencapai Sotàpatti-Phala. sesudah   melimpahkan 

Pengetahuan Pemenang Arus kepada perumah tangga itu, Bhagavà 

kembali ke vihàra.

Màra Menguji Keyakinan Sårambaññha

lalu  , Màra berpikir, “SÃ¥rambaññha, si perumah tangga ini 

yaitu   milikku (sebab   ia yaitu   pengikut para petapa di luar 

ajaran Buddha). Tetapi Buddha telah mengunjungi rumahnya hari 

ini. Bagaimana ini? Apakah ia telah melarikan diri dari kekuasaanku 

dalam nafsu indria? Aku harus mengetahuinya.” lalu   

dengan mengerahkan kekuatan menjelma menjadi orang lain, ia 

menyamar menjadi Buddha lengkap dengan tiga puluh dua tanda-

tanda manusia luar biasa, dalam sosok Buddha yang sempurna, 

2994


memegang mangkuk dan jubah. Dalam samarannya itu, ia berdiri 

di depan pintu rumah Sårambaññha si perumah tangga.

SÃ¥rambaññha heran mengapa Buddha datang untuk kedua kalinya, 

saat   ia diberitahu oleh para pelayannya. “Buddha tidak pernah 

datang tanpa alasan yang tepat,” ia menjawab, dan mendatangi 

Buddha palsu dan menganggap bahwa Màra yaitu   Buddha yang 

sesungguhnya. sesudah   bersujud kepada Buddha palsu itu, ia berdiri 

di tempat yang semestinya, dan berkata, “Yang Mulia, Bhagavà baru 

saja meninggalkan tempat ini sesudah   makan. Ada maksud apakah 

Bhagavà datang lagi?”

Màra berkata, “Umat penyokong SÃ¥rambaññha, aku salah bicara 

dalam khotbahku kepadamu. Aku mengatakan bahwa semua 

kelompok kehidupan yaitu   tidak kekal, tidak memuaskan, dan 

tanpa-diri. Tetapi sebenarnya, lima kelompok kehidupan tidak 

selalu demikian. Ada bagian tertentu dari lima kelompok kehidupan 

yang kekal, tidak berubah dan abadi.’

Keyakinan Teguh Sårambaññha Si Perumah Tangga

SÃ¥rambaññha, seorang Pemenang Arus, kecewa dengan pernyataan 

ini  . Ia merenungkan, “Ini yaitu   pernyataan yang sangat 

serius. Buddha tidak pernah salah bicara, sebab   Beliau tidak akan 

mengucapkan kata-kata tanpa pertimbangan yang saksama. Mereka 

mengatakan bahwa Màra yaitu   musuh Buddha. Pasti dia yaitu   

Màra sendiri.” SÃ¥rambaññha berpikir benar. Ia bertanya dengan 

kasar, “Engkau yaitu   Màra, bukan?” Màra terkejut dan terguncang 

seolah-olah dihantam dengan kapak sebab   ia berhadapan dengan 

seorang Ariya. Penyamarannya terbongkar dan ia mengaku, “Ya, 

SÃ¥rambaññha, aku yaitu   Màra.”

SÃ¥rambaññha si perumah tangga berkata, “Màra jahat, bahkan seribu 

Màra sepertimu tidak akan dapat menggoyahkan keyakinanku. 

Buddha Gotama dalam khotbah-Nya mengatakan, “Semua benda 

yang berkondisi yaitu   tidak kekal.” Dan khotbah Buddha itu telah 

mengantarkan aku hingga mencapai Sotàpatti-Magga. Pergilah dari 

sini!” Ia mengusir Màra dengan menjentikkan jarinya. Màra tidak 

2995

Riwayat Para Siswa Awam

dapat mengucapkan sepatah kata pun untuk menutupi muslihatnya 

dan lenyap dari sana sesaat   itu juga.

Malam harinya, SÃ¥rambaññha mendatangi Buddha dan menceritakan 

kisah kunjungan Màra dan apa yang dikatakan oleh Màra, 

dan bagaimana ia menghadapi Màra. “Yang Mulia,” ia berkata 

kepada Buddha, “demikianlah Màra berusaha menggoyahkan 

keyakinanku.”

(c) Menjadi siswa awam terbaik

Dengan merujuk pada peristiwa ini  , Buddha, saat berada di 

Vihàra Jetavana, pada kesempatan menganugerahkan gelar terbaik 

kepada para siswa awam sesuai jasa mereka, menyatakan, 

“Para bhikkhu, di antara para siswa awam-Ku yang memiliki 

keyakinan yang tidak tergoyahkan di dalam Dhamma, SÃ¥rambaññha 

yaitu   yang terbaik.”

Demikianlah kisah Sårambaññha si perumah tangga.

(9) Jãvaka, Sang Dokter

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal Jãvaka terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota Haÿsàvatã 

pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat   mendengarkan 

khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang siswa awam yang 

dinyatakan sebagai yang terbaik di antara mereka yang penuh 

pengabdian terhadap Buddha. Ia bercita-cita untuk mencapai posisi 

ini   pada masa depan, dan sesudah   memberi   persembahan 

besar, ia mengungkapkan cita-citanya di hadapan Buddha. Buddha 

meramalkan pencapaiannya.

(b) Kehidupan terakhir sebagai Jãvaka

Orang baik itu mengembara selama seratus ribu siklus dunia di 

alam dewa dan alam manusia, sebelum akhirnya dilahirkan dengan 

2996


situasi yang aneh di Kota Ràjagaha, pada masa Buddha Gotama. Ia 

dikandung dalam rahim seorang pelacur bernama Sàlavatã yang 

berasal dari benih Pangeran Abhaya.

Telah menjadi kebiasaan bagi para pelacur hanya membesarkan 

anak perempuan sedangkan anak laki-laki akan dibuang secara 

diam-diam.

Demikianlah Sàlavatã si pelacur meletakkannya bayi yang 

baru dilahirkannya di atas sebuah nampan bambu lalu   

membuangnya di tumpukan sampah tanpa terlihat oleh siapa pun. 

Anak itu terlihat oleh Pangeran Abhaya dari jarak jauh. Saat itu 

Pangeran Abhaya sedang dalam perjalanan mengunjungi ayahnya 

Raja Bimbisàra. Ia menyuruh para pengawalnya memeriksa, “O 

pengawalku, apakah itu yang sedang dikerumuni oleh burung-

burung gagak?” Para pengawal itu mendatangi tumpukan sampah 

itu dan menemukan bayi itu, mereka berkata, “Tuanku, ini yaitu   

bayi laki-laki yang baru lahir!”

“Apakah masih hidup?”

“Ya, Tuanku, masih hidup.”

Pangeran Abhaya membawa anak itu ke istananya dan merawatnya. 

sebab   para pengawalnya menjawab “masih hidup” (jãvati), anak 

itu diberi nama Jãvaka. Dan sejak saat itu, si anak selalu mengikuti 

Pangeran Abhaya, dan sebab   itu ia juga dipanggil ‘Jãvaka, anak 

angkat Pangeran (Abhaya).’

Jãvaka muda, anak angkat Pangeran Abhaya dikirim ke Takkasilà 

untuk bersekolah pada usia enam belas tahun. Ia memelajari ilmu 

kedokteran dan menguasai ilmu itu. Ia menjadi dokter kerajaan. 

Pada suatu hari ia menyembuhkan Raja Caõóapajjota yang 

menderita sakit parah, atas jasanya itu, ia diberi hadiah lima ratus 

kereta beras, enam belas ribu keping uang perak, sepasang kain 

bagus buatan Provinsi Kàsi, dan seribu helai kain tambahan.

Pada waktu itu, Bhagavà sedang menetap di vihàra gunung di 

2997

Riwayat Para Siswa Awam

lerang Bukit Gijjhakåña di dekat Ràjagaha. Jãvaka, dokter kerajaan 

menyembuhkan sembelit yang diderita Bhagavà dengan memberi   

obat pencahar. lalu   Jãvaka berpikir, “Baik sekali jika seluruh 

empat kebutuhan Bhagavà, yaitu   berasal dari sumbanganku,” 

dan sebab   itu ia mengundang Bhagavà untuk menetap di hutan 

mangga miliknya sebagai vihàra. sesudah   menyembuhkan penyakit 

Buddha, ia mempersembahkan kain Kàsi yang bagus kepada 

Buddha; dan seribu helai kain lainnya ia persembahkan kepada 

Saÿgha. (Kisah singkat mengenai Jãvaka ini berdasarkan Komentar 

Aïguttara Nikàya, Vol. 1, Etadagga Vagga. Untuk kisah lengkapnya, 

pembaca dianjurkan untuk membaca Vibaya Mahà Vagga, 8-

Cãvarakkhandhaka.)

(c) Menjadi siswa awam terbaik

Pada lalu   hari, saat   Buddha sedang berada di Vihàra 

Jetavana dan menganugerahkan gelar siswa awam terbaik, Bhagavà 

menyatakan:

“Para bhikkhu, di antara para siswa awam-Ku yang penuh 

pengabdian, Jãvaka, anak angkat Pangeran Abhaya yaitu   yang 

terbaik.”

Demikianlah kisah Jãvaka, sang dokter.

(10) Nakulapitu, Si Perumah Tangga

(a) Cita-cita masa lampau

Bakal Nakulapitu terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota 

Haÿsàvatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat   ia 

mendengarkan khotbah Buddha, ia menyaksikan seorang siswa 

awam dinyatakan oleh Buddha sebagai yang terbaik di antara mereka 

yang akrab dengan Buddha. Ia bercita-cita untuk menjadi seperti 

siswa ini  , dan sebab   itu ia memberi   persembahan besar 

untuk mengungkapkan cita-citanya. Buddha meramalkan bahwa 

cita-citanya akan tercapai.

2998


(b) Kehidupan terakhir sebagai Nakulapitu, seorang perumah 

tangga

Orang baik itu selama seratus ribu siklus dunia mengembara di 

alam dewa dan alam manusia hingga, pada masa Buddha Gotama, 

ia terlahir dalam keluarga seorang kaya di Susumàragira di Provinsi 

Bhagga. saat   ia mewarisi perkebunan keluarga, ia dan istrinya 

dipanggil dengan nama anak mereka, Nakula, sebagai ‘Ayah 

Nakula’ Nakulapitu, dan ‘Ibu Nakula’ Nakulamàta.)

Buddha dalam perjalanan-Nya bersama banyak bhikkhu tiba di 

Susumàragira dan menetap di Hutan Bhesakaëà. (Susumàragira 

‘suara buaya’ yaitu   nama kota itu sebab   pada waktu kota itu 

dibangun, terdengar suara buaya. Hutan itu dikenal dengan nama 

Bhesakaëà sebab   hutan itu yaitu   wilayah kekuasaan siluman 

perempuan bernama Bhesakaëà.)

Nakulapitu, si perumah tangga dan istrinya datang ke Hutan 

Bhesakaëà bersama para warga   kota lainnya untuk bertemu 

dengan Buddha. Saat pertama mereka melihat Buddha, pasangan 

itu menganggap Beliau sebagai anak mereka sendiri dan sambil 

bersujud di hadapan Beliau, mereka berkata, “O Anakku, ke 

manakah Engkau selama ini, meninggalkan kami?”

(Nakulapitu selama lima ratus kehidupan lampaunya, pernah menjadi 

ayah Bakal Buddha; selama lima ratus kehidupan pernah menjadi 

paman dari pihak ayah (adik ayah-Nya); selama lima ratus kehidupan 

pernah menjadi paman dari pihak ayah (kakak ayah-Nya); selama lima 

ratus kehidupan pernah menjadi paman dari pihak ibu. Nakulamàta 

selama lima ratus kehidupan lampaunya, pernah menjadi ibu Bakal 

Buddha; selama lima ratus kehidupan pernah menjadi bibi dari pihak 

ibu (adik ibu-Nya); selama lima ratus kehidupan pernah menjadi bibi 

dari pihak ibu (kakak ibu-Nya); selama lima ratus kehidupan pernah 

menjadi bibi dari pihak ayah. Hubungan darah yang telah berlangsung 

dalam waktu lama meninggalkan perasaan kasih sayang yang kuat 

dalam hati mereka sehingga menganggap Bhagavà seperti anak mereka 

sendiri (yang meninggalkan mereka).)

2999

Riwayat Para Siswa Awam

Buddha membiarkan pasangan itu merangkul kaki-nya selama 

yang mereka inginkan, dan menunggu hingga mereka puas dan 

menatap-Nya kembali. lalu   saat   orangtua masa lampau-

Nya itu kembali pada kondisi batin seimbang, Buddha mengetahui 

kondisi batin mereka, yaitu kecenderungan mereka, membabarkan 

khotbah yang akhirnya mereka mencapai Buah Pengetahuan 

Pemenang Arus.

Pada lalu   hari, saat   pasangan Nakulapitu telah berusia 

lanjut, mereka berkunjung ke Susumàragira. Pasangan tua itu 

mengundang Buddha ke rumah mereka untuk keesokan harinya 

dan mempersembahkan berbagai makanan-makanan lezat. saat   

Buddha telah selesai makan, pasangan tua itu mendekati Bhagavà, 

bersujud dan duduk di tempat yang semestinya. lalu   

Nakulapitu berkata kepada Bhagavà, “Yang Mulia, sejak saat masih 

muda aku menikah dengan istriku, aku tidak pernah berbuat tidak 

setia pada istriku bahkan dalam pikiranku, apalagi tidak setia 

dalam perbuatan. Yang Mulia, kami berharap dapat bertemu lagi 

dalam kehidupan ini, dan kami berharap dapat bertemu lagi dalam 

kehidupan mendatang.”

Nakulamàta juga mengatakan hal yang sama kepada Bhagavà, 

“sejak saat masih muda aku menjadi istri Nakulapitu, aku tidak 

pernah berbuat tidak setia pada suamiku bahkan dalam pikiranku, 

apalagi tidak setia dalam perbuatan. Yang Mulia, kami berharap 

dapat bertemu lagi dalam kehidupan ini, dan kami berharap dapat 

bertemu lagi dalam kehidupan mendatang.” (Komentar Aïguttara 

Nikàya, Vol. 1, hanya memberi   penjelasan singkat yang akan 

ditambahkan berikut ini.)

Selanjutnya Bhagavà berkata kepada mereka:

“Umat penyokong, jika suatu pasangan ingin bertemu lagi dalam 

kehidupan ini juga dalam kehidupan mendatang, keinginan mereka 

akan terpenuhi dalam empat kondisi ini, yaitu, (1) mereka harus 

memiliki tingkat keyakinan yang sama di dalam Dhamma; (2) 

mereka harus memiliki tingkat moralitas yang sama; (3) mereka 

harus memiliki tingkat kedermawanan yang sama; (4) mereka 

3000


harus memiliki tingkat kecerdasan yang sama.” lalu   Bhagavà 

mengucapkan syair berikut:

(1) ‘Bagi pasangan yang keduanya memiliki keyakinan di dalam 

Dhamma yang memiliki pikiran baik terhadap mereka yang datang 

untuk meminta bantuan, yang terkendali (pikiran, perkataan, dan 

perbuatan) yang mengucapkan kata-kata yang ramah terhadap satu 

sama lain, yang menjalani kehidupan yang benar’.

(2) ‘Akan menerima manfaat berlipat ganda, dan mendapatkan 

kehidupan yang mewah dan nyaman. Orang-orang yang tidak baik 

akan menyimpan rasa dengki terhadap pasangan yang memiliki 

moralitas (kebajikan) yang sama itu.

(3)