Tampilkan postingan dengan label Kematian muslim 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kematian muslim 2. Tampilkan semua postingan

Kematian muslim 2

 


leh penulis : 

ﻦﻳِﺯﺍﻮﻤﹾﻟﺍ ﺐﺼﻨﺘﹶﻓ , ﻋﹶﺃ ﺎﻬِﺑ ﹸﻥﺯﻮﺘﹶﻓ ِﺩﺎﺒِﻌﹾﻟﺍ ﹸﻝﺎﻤ Maka akan ditegakkan timbangan­timbangan, dan akan ditimbang dengannya amalan­amalan hamba. Yang  menegakkan  timbangan­timbangan  tersebut adalah  Allah  I  untuk  ditimbang  dengannya  amalan­ amalan hamba. Dan  penulis  mengatakan  dalam  bentuk  jamak ( ﻣ ﻮ ِﺯﺍ ﹲﻥ )  Padahal  dalam  riwayat  yang  ada  dengan  bentuk tunggal ( ِﻣ ﻴ ﺰ ﹲﻥﺍ ) dan jamak ( ﻣ ﻮ ِﺯﺍ ﹲﻥ ). ·  Contoh  yang  dalam  bentuk  jamak  seperti  pada firman Allah I :  ] ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ِﻡﻮﻴِﻟ ﹶﻂﺴِﻘﹾﻟﺍ ﻦﻳِﺯﺍﻮﻤﹾﻟﺍ ﻊﻀﻧﻭ [

55 

“Dan Kami letakkan timbangan­timbangan dengan adil di hari kiamat.” (QS Al­Anbiya ; 47) Dan firman AllahI :  ] ﻢﻫ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﻪﻨﻳِﺯﺍﻮﻣ ﺖﹶﻠﹸﻘﹶﺛ ﻦﻤﹶﻓ ﻖﺤﹾﻟﺍ ٍﺬِﺌﻣﻮﻳ ﹸﻥﺯﻮﹾﻟﺍﻭ ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ 

. ﻢﻬﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﺍﻭﺮِﺴﺧ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﻪﻨﻳِﺯﺍﻮﻣ ﺖﱠﻔﺧ ﻦﻣﻭ [ ”Dan timbangan amalan pada hari itu adalah haq/benar, maka barangsiapa yang berat timbangan­timbangannya maka mereka adalah orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang ringan timbangan­timbangannya maka mereka adalah orang­orang yang membikin rugi diri­diri mereka sendiri.” (QS. Al­A’raaf ; 8­9) ·  Adapun  contoh  dalam  bentuk  tunggal  (mufrad)  : Rasulullah r bersabda : 

ﹶﻛ ِِﻠ ﻤ ﺘ ِﻥﺎ ﺧ ِﻔ ﻴ ﹶﻔ ﺘ ِﻥﺎ ﻋ ﹶﻠ ﱢﻟﺍ ﻰ ﺴﻠ ِﻥﺎ ﹶﺛ ِﻘ ﻴ ﹶﻠ ﺘ ِﻥﺎ ِﻓ ﹾﺍ ﻲ ِﳌ ﻴ ﺰ ِﻥﺍ ﺣ ِﺒ ﻴ ﺒ ـﺘ ِﻥﺎ ِﺇ ﹶﱃ 

ﺮﻟﺍ ﺣ ﻤ ِﻦ ﺳ ﺒ ﺤ ﹶﻥﺎ ِﷲﺍ ﻭ ِﺑ ﺤ ﻤ ِﺪ ِﻩ ﺳ ﺒ ﺤ ﹶﻥﺎ ِﷲﺍ ﹾﻟﺍ ﻌ ِﻈ ﻴ ِﻢ ) ﻪﻴﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ ( ”Dua kalimat yang dicintai oleh Ar­Rahman yang ringan di lisan tapi keduanya berat dalam timbangan. Yaitu : 

ﺳ ﺒ ﺤ ﹶﻥﺎ ِﷲﺍ ﻭ ِﺑ ﺤ ﻤ ِﺪ ِﻩ ﺳ ﺒ ﺤ ﹶﻥﺎ ِﷲﺍ ﹾﻟﺍ ﻌ ِﻈ ﻴ ِﻢ Maha Suci Allah dan dengan memujiNya, dan Maha suci Allah yang Maha Agung.” (HR  Al­Bukhari  dan  Muslim  dari Abu Hurairah z) 28 v  Bagaimana  cara mengkompromikan  ayat  tadi  dengan hadits­hadits tersebut ? 

28 Riwayat Al­Bukhari (2406), Muslim (2694) dari Abu Hurairah t.

56  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

v  Maka jawabannya adalah : “Sesungguhnya timbangan dalam  bentuk  jamak  kalau  ditinjau  dari  sisi  yang ditimbang,  (yakni  amalan­amalan–red)  yakni  ketika  yang ditimbang  itu berbilang. Sedangkan dalam bentuk mufrad (tunggal) jika ditinjau dari sisi alat timbangnya jumlahnya satu atau timbangan setiap umat (satu buah). Atau  yang  dimaksud  timbangan  dalam  perkataan Rasulullah r  yaitu  : Yang keduanya berat  dalam  ( ِﻣ ﻴ ﺰ ﹲﻥﺍ ) yakni dalam penimbangannya. Akan  tetapi  yang  jelas  (Wallahu  A’lam)  bahwasanya timbangan  tersebut  adalah  satu  dan  dikatakan  dengan bentuk jamak sebab  ditinjau dari sisi yang ditimbang. Berdasarkan dalil dalam firman AllahI :  ] ﻢﻫ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﻪﻨﻳِﺯﺍﻮﻣ ﺖﹶﻠﹸﻘﹶﺛ ﻦﻤﹶﻓ ﻖﺤﹾﻟﺍ ٍﺬِﺌﻣﻮﻳ ﹸﻥﺯﻮﹾﻟﺍﻭ 

ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ [ ”Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang­orang yang beruntung.” (QS. Al­A’raaf ; 8) Akan  tetapi  para  ulama  tawaquf  (tidak berkomentar), apakah timbangannya itu satu untuk seluruh umat  atau  setiap  umat  itu  memiliki  timbangan,  sebab  setiap  umat  itu  sebagaimana  ditunjukan  oleh  nash­nash berbeda­beda dari sisi pahalanya ? Perkataan  penulis v  :  (ditegakkan timbangan­ timbangan)  zhahirnya  menunjukkan  akan  timbangan hissiyah  (benar­benar  nyata­pent)  dan  penimbangan tersebut itu seperti keumumannya ada yang berat ada yang

57 

ringan, yang demikian itu sebab  asal segala kalimat yang ada  dalam Al­Qur’an  dan  As­Sunnah,  kita  membawanya pada  makna  keumuman  yang  ma’ruf,  kecuali  kalau  ada dalil yang menyelisihi hal tersebut. Yang biasa dan ma’ruf dipahami oleh orang  yang diajak  bicara  sejak  diturunkan  Al­Quran  hingga  hari  ini. Yang dimaksud  timbangan di  sini adalah  timbangan hissi (nyata) yang memiliki sisi yang berat dan ringan. Ada beberapa kelompok yang menyelisihi hal ini : 1.  Golongan mu’tazilah berkata : Sesungguhnya  timbangan  di  sana  bukanlah  timbangan nyata  dan  tidaklah  perlu  ada  timbangan  sebab   (menurut mu’tazilah­pent)  Allah I  itu  sungguh  telah  mengetahui amalan­amalan  hamba  dan  telah  menghitungnya  akan tetapi yang dimaksud timbangan (menurut mereka) di sini adalah timbangan maknawi yaitu keadilan. Maka  tidak  ragu  lagi  bahwa perkataan mu’tazilah ini  adalah  batil  sebab   telah  menyelisihi  dzahir  lafadz tersebut  dan  kesepakatan  para  salaf.  sebab   kalau  kita katakan yang dimaksud timbangan adalah keadilan,  maka kita tidak perlu memakai  istilah mizan bahkan cukup kita pakai ungkapan “keadilan” saja sebab  yang demikian  itu lebih  disukai  jiwa  jika  dibandingkan  kata  mizan (timbangan). Oleh sebab  itu AllahI berfirman :  ] ِﻥﺎﺴﺣِﻹﺍﻭ ِﻝﺪﻌﹾﻟﺎِﺑ ﺮﻣﹾﺄﻳ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﱠﻥِﺇ [ “Sesungguhnya Allah U menyuruh kalian untuk berbuat adil dan ihsan.” (QS. An­Nahl ; 90)

58  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

2.  Sebagian ulama mengatakan : Sesungguhnya  sisi  yang  kuat  (dalam  timbangan­ pent) adalah yang naik sebab  tercapai ketinggian di sana. Akan tetapi yang benar adalah kita perlakukan timbangan secara dzahirnya dan kita katakan :  yang kuat adalah yang turun  (sebab   berat­pent)  dan  hal  ini  ditunjukkan  dalam hadits  bithaqah.  Dijelaskan  di  sana  catatan  dosanya  itu lebih  ringan  dan  bithaqahnya  lebih  berat.  Dengan demikian  jelaslah  bahwa  yang  kuat  adalah  yang  turun (berat­pent). Perkataan Beliau v : 

ِﺩﺎﺒِﻌﹾﻟﺍ ﹸﻝﺎﻤﻋﹶﺃ ﺎﻬِﺑ ﹸﻥﺯﻮﺘﹶﻓ Maka ditimbanglah dengannya amalan­amalan hamba. Dari  perkataan  penulis  ini  jelaslah  bahwa  yang ditimbang adalah amalan­amalan hamba. Dan di sana ada dua pembahasan : 1.  Pembahasan pertama : Bagaimana  ditimbangnya  amalan­amalan,  seme­ tara amalan adalah sifat yang berada pada pelakunya dan bukanlah sesuatu yang berwujud? Maka  jawaban  atas  pertanyaan  di  atas  adalah bahwasanya  Allah  I  akan  menjadian  amalan­amalan tersebut berwujud memiliki jasad, yang demikian itu tidak mengherankan atas kekuasaan AllahI. Yang demikian itu ada  permisalannya  yaitu  Al­Maut  (kematian­pent) sesungguhnya  nanti  Al­Maut  itu  akan  dijadikan  seperti

59 

bentuk domba dan disembelih di antara surga dan neraka 29 padahal  sebelumnya  maut  adalah  sekedar  makna  yang tidak berjasad  (berbentuk) dan  bukanlah  yang disembelih adalah malaikat maut, tapi maut itu sendiri, ketika AllahI menjadikan maut tersebut menjadi memiliki jasad dan bisa disaksikan  dan  dilihat.  Demikian  pula  amalan­amalan, Allah I  akan  menjadikannya  memiliki  jasad  yang  bisa ditimbang dalam timbangan yang nyata. 2.  Pembahasan kedua : Jelasnya  perkataan  penulis  bahwasanya  yang ditimbang  adalah  amalannya,  sama  saja  apakah  amalan kebaikan ataukah amalan kejelekan. Dan ini adalah dzahir Al­Quran seperti firman AllahI :  ] ﻢﻬﹶﻟﺎﻤﻋﹶﺃ ﺍﻭﺮﻴِﻟ ﺎﺗﺎﺘﺷﹶﺃ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺭﺪﺼﻳ ٍﺬِﺌﻣﻮﻳ . ﹶﻝﺎﹶﻘﹾﺜِﻣ ﹾﻞﻤﻌﻳ ﻦﻤﹶﻓ 

ﻩﺮﻳ ﺍﺮﻴﺧ ٍﺓﺭﹶﺫ . ﻩﺮﻳ ﺍﺮﺷ ٍﺓﺭﹶﺫ ﹶﻝﺎﹶﻘﹾﺜِﻣ ﹾﻞﻤﻌﻳ ﻦﻣﻭ [ “Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam­macam supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) amalan mereka. Maka barangsiapa yang beramal kebaikan sebiji dzarah maka dia akan melihatnya (balasannya) dan barangsiapa yang beramal sebiji dzarah kejelekan dia akan melihatnya (balasannya)” (QS. Al­Zalzalah ; 6­8) Maka di sini jelaslah bahwa yang ditimbang adalah amalannya,  sama  saja  apakah  amalan  kebaikan  ataupun kejelekan. Dan Rasulullah r bersabda : 

29  Sebagaimana dalam hadits shahih Al­Bukhari (4730) dan Muslim (2849) dari Abu Sa’id Al­Khudryt.

60  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

“Dua kalimat yang dicintai olah Ar­Rahman dan sangat ringan dalam lisan dan sangat berat dalam timbangan”. 30 Dan  hadits  ini  sangat  nyata  bahkan  jelas  sekali, bahwasanya yang ditimbang adalah amalannya dan nash– nash yang menjelaskan demikian itu banyak sekali. Akan  tetapi  di  sana  ada  nash­nash  yang menyeli­ sihi dzahir hadits ini, di antaranya : 1.  Hadits  pemilik  bithaqah  (kartu).  Seorang  laki­laki yang didatangkan di hadapan seluruh makhluk, kemudian dibentangkan atasnya amalan­amalannya dalam lembaran­ lembaran  yang  mencapai  99  lembar,  setiap  lembaran panjangnya mencapai  sejauh  pandangan mata. Kemudian dia  mengakuinya,  kemudian  dikatakan  kepadanya  : “Apakah    engkau  memiliki  udzur  atau  kebaikan?”  Dia berkata  :  “Tidak  wahai  Rabb”!  maka  Allah I  berkata  : “Bahkan  kau  memilikinya,  sesungguhnya  engkau memiliki  kebaikan  di  sisi  Kami.”  Maka  didatangkanlah sebuah kartu kecil, yang di dalamnya tertulis Asyhadu alla ilaaha  illallahu  wa  asyhadu  anna  muhammadan rasuulullah.  Dia  berkata  :  “Wahai  Rabb,  apalah  artinya nilai  kartu  ini  jika  dibandingkan  lembaran­lembaran dosaku?”  Maka  dikatakan  kepadanya  :  “Sesungguhnya engkau  tidak  akan  didzalimi.”  Maka  diletakkanlah lembaran­lembaran  dosanya  pada  daun  timbangan, kemudian  kartu  tersebut  diletakan  pada  daun  timbangan lainnya. Maka terangkatlah lembaran­lembaran amalannya dan lebih berat kartunya. 31 

30 Lihat footnote 28 31  Diriwayatkan  Al­Imam  Ahmad  (2/213)  At­Tirmidzi  (2639)  dan Beliau  menghasankannya,  Ibnu Majah  (4300) Al­Hakim  dalam Al­ Mustadrak (1/529) berkata Beliau : “Sanadnya shahih dengan syarat  =

61 

Dzahir  hadits  ini  menunjukkan  yang  ditimbang adalah lembaran­lembaran amalannya. 2.  Di  sana  juga  ada  nash  lain  yang  menunjukkan bahwasanya  yang  ditimbang  adalah  orangnya,  seperti  : Firman AllahI :  ] ﻢﻬﹸﻟﺎﻤﻋﹶﺃ ﺖﹶﻄِﺒﺤﹶﻓ ِﻪِﺋﺎﹶﻘِﻟﻭ ﻢِﻬﺑﺭ ِﺕﺎﻳَﺂِﺑ ﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺃ 

ﺎﻧﺯﻭ ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻢﻬﹶﻟ ﻢﻴِﻘﻧ ﺎﹶﻠﹶﻓ [ “Mereka itulah orang­orang yang kafir kepada ayat­ayat Rabb mereka dan perjumpaan denganNya, maka terhapuslah amalan­ amalan mereka, maka Kami tidak akan menegakkan timbangan untuk mereka di hari kiamat.” (QS. Al­Kahfi ; 105) Bersamaan  dengan  itu,  terkadang  dibantah pendalilan  dengan  ayat  ini,  dikatakan  :  Sesungguhnya makna firman AllahI : 

ﹰﺎﻧﺯﻭ ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻢﻬﹶﻟ ﻢﻴِﻘﻧ ﺎﹶﻠﹶﻓ “Maka Kami tidak akan menegakkan timbangan untuk mereka di hari kiamat.” Artinya adalah kadar amalannya  (orang kafir yang tidak ditimbang). Seperti apa yang tsabit dari hadits Ibnu Mas’ud t, sesungguhnya  dahulu  Beliau  ketika memetik  kayu  siwak dari pohon Arak, dan Beliau  itu memiliki dua betis  yang kecil.  Ketika  angin  mulai  menyingkap  betisnya,  maka tertawalah para sahabat. Maka Nabir  berkata : 

=  Muslim”  dan  disetujui  Adz­Dzahabi,  dan  dishahihkan  oleh  Al­ Albani  (135)  dan  juga  oleh Al­Hafidz Hamzah Al­Kinani  (Juzul Bithaqah).

62  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

“Apa yang kalian tertawakan? Mereka berkata: (Kami tertawa) sebab  kecilnya dua betisnya. Maka Nabi berkata : Demi Zat yang jiwaku ada ditangannya, kedua betisnya itu di timbangan nanti lebih berat dibandingkan gunung Uhud. 32 Maka  di  sini  ada  tiga  hal  yang  ditimbang  :  amalannya, orangnya, catatan amalnya. Berkata  sebagian  ulama  :  Sesungguhnya  cara mengkompromikan itu semua adalah : “Sesungguhnya ada di  antara  manusia  yang  ditimbang  amalannya,  sebagian lainnya  ada  yang  ditimbang  lembaran  amalannya, sebagian lainnya ada yang ditimbang badannya.“ Berkata sebagian ulama    lainnya :  “Sesungguhnya cara  mengkompromikan  itu  semua  :  Sesungguhnya  yang dimaksud  dengan  timbangan  amalan  adalah  bahwasanya amalan  yang  ditimbang  dalam  keadaan  berada  di  dalam lembaran  amalan.”  Tinggallah  masalah  timbangan orangnya  yang  ditimbang,  ini  terjadi  pada  sebagian manusia saja. Akan  tetapi  jika  kita  cermati,  kita  mendapati kebanyakan  nash  menunjukkan  bahwasanya  yang ditimbang  adalah  amalannya,  dan  dikhususkan  pada sebagian  manusia,  yang  ditimbang  adalah  lembaran amalannya atau orangnya itu sendiri yang ditimbang. Adapun  yang  diriwayatkan  dalam  hadits  Ibnu Mas’ud zdan  hadits  bithaqah  maka  terkadang  ini 

32 Riwayat Al­Imam Ahmad (1/421) dan berkata Al­Haitsami dalam Majmu’zawaid  (9/289)  :  Al­Imam  Ahmad  meriwayatkannya,  Abu Ya’la, Al­Bazar, At­Tabarani dari berbagai jalan, seperti dalam salah satu jalannya ada seorang yang bernama ‘Ashim bin Abin Nujud, dan dia  haditsnya  hasan  atas  kedha’ifannya,  dan  rawinya  Al­Imam Ahmad, Abu Ya’la yang lain adalah rawi yang shahih.

63 

adalah perkara yang Allah I khususkan pada orang­orang yang Dia kehendaki dari para hambaNya saja. Perkataan Beliau v  : 

ِﺯﺍﻮﻣ ﺖﹶﻠﹸﻘﹶﺛ ﻦﻤﹶﻓ ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ ﻢﻫ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﻪﻨﻳ Barangsiapa yang berat timbangan amalannya maka merekalah orang yang beruntung. (QS. Al­Mu’minuun ; 102) 

ﻦﻤﹶﻓ adalah  kata  syarat.  Dan  jawabannya  adalah 

ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ ﻢﻫ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ dan  jumlah  jazaa’iyah  datang  dengan jumlah  ismiyah  dengan  sifat  pembatasan ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ ﻢﻫ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ, dan  jumlah  ismiyah  itu  memberikan  faidah  ats­tsubuut (tetapnya  perkara  tersebut)  dan  al­istimroor  (terus­ menerus).Dan  juga  datang  dengan  sifat  pembatasan  pada perkataanNya : ﻫ ﻢ yaitu dhamir fashal (penyambung­pent) yang  memberikan  faidah  pembatasan  dan  penandasan. Dan menyambung antara khabar dengan sifatnya. 

ﺢِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ adalah  orang  yang  berhasil  meraih  perkara yang dicarinya dan selamat dari perkara yang ditakutinya. Maka  dia  mendapatkan  keselamatan  dari  yang  dia  takuti dan berhasil mencapai apa yang dia sukai. Dan  yang  dimaksud  dengan  diberatkannya timbangan  adalah  dikuatkannya  timbangan  kebaikannya atas kejelekannya.

64  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Pada  firmanNya  : ِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﻪﻨﻳِﺯﺍﻮﻣ ﺖﹶﻠﹸﻘﹶﺛ ﻦﻤﹶﻓ ﻢﻫ ﻚ ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ terdapat  musykilah  dari  sisi  bahasa  arab,  sesungguhnya 

ﻪﻨﻳِﺯﺍﻮﻣ dhamirnya  (kata  ganti)  di  sini  mufrad  (tunggal), sedangkan pada  kalimat ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ ﻢﻫ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ dhamirnya di  sini jamak  (lebih  dari  dua)?  Maka  jawabannya  adalah sesungguhnya ﻦﻣ syarthiyyah  itu cocok untuk mufrad dan jamak, maka berdasarkan dari lafadz yang dhamir kembali kepadanya  adalah  mufrad,  dan  berdasarkan  makna  yang dhamir kembali kepadanya adalah jamak. Dan  setiap  kali  datang ﻦﻣ maka  sesungguhnya boleh  bagimu  untuk  mengembalikannya  kepada  dhamir mufrad atau  jamak. Dan yang demikian  itu banyak dalam Al­Quran, AllahI berfirman :  ] ﻦِﻣ ﻱِﺮﺠﺗ ٍﺕﺎﻨﺟ ﻪﹾﻠِﺧﺪﻳ ﺎﺤِﻟﺎﺻ ﹾﻞﻤﻌﻳﻭ ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ ﻦِﻣﺆﻳ ﻦﻣﻭ 

ﹶﺃ ﺎﻬﻴِﻓ ﻦﻳِﺪِﻟﺎﺧ ﺭﺎﻬﻧﹶﺄﹾﻟﺍ ﺎﻬِﺘﺤﺗ ﺎﹰﻗﺯِﺭ ﻪﹶﻟ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻦﺴﺣﹶﺃ ﺪﹶﻗ ﺍﺪﺑ [ “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan beramal shalih, Allah akan masukkan dia ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai­sungai, mereka kekal di dalamnya. Sungguh Allah telah membaguskan rizqinya.” (QS. Ath­Thalaq ; 11) Maka  engkau  dapatkan  ayat  yang  mulia  ini  di dalamnya  memperhatikan  lafadz,  kemudian  makna kemudian lafadz. Dan firmanNya :  ] ﻲِﻓ ﻢﻬﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﺍﻭﺮِﺴﺧ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﻪﻨﻳِﺯﺍﻮﻣ ﺖﱠﻔﺧ ﻦﻣﻭ 

ﹶﻥﻭﺪِﻟﺎﺧ ﻢﻨﻬﺟ [

65 

“Dan barang siapa yang ringan timbangan amalannya maka mereka itulah yang merugikan diri­diri mereka di jahannam kekal di dalamnya.” (QS. Al­Mu’minuun ; 103) Dan  kata  isyarat  dalam  ayat  ini  kata  isyarat  jauh (ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺃ)  bermakna  akan  rendahnya martabat mereka,  bukan sebab  tingginya martabat mereka (yaitu orang­orang yang ringan timbangannya­pent). Dan perkataanNya : ﻢﻬﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﺍﻭﺮِﺴﺧ (merugikan diri­diri mereka) orang kafir  itu  sungguh telah merugikan dirinya, keluarganya dan hartanya.  ] ﱠﻟﺍ ﻦﻳِﺮِﺳﺎﺨﹾﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ﹾﻞﻗُ ﻡﻮﻳ ﻢِﻬﻴِﻠﻫﹶﺃﻭ ﻢﻬﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﺍﻭﺮِﺴﺧ ﻦﻳِﺬ 

ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ [ “Katakanlah sesungguhnya orang yang merugi (orang kafir) itu adalah yang merugikan diri mereka dan keluarganya pada hari kiamat.” (QS. Az­Zumar ; 15) Ketika  seorang  mukmin  yang  beramal  shalih  itu telah  menguntungkan  dirinya,  keluarganya  dan  hartanya serta mengambil manfaat darinya. Maka orang­orang kafir itu  telah  merugikan  diri­diri  mereka  sebab   mereka  itu sedikitpun tidak mengambil  faidah dari wujudnya mereka di  dunia,  bahkan  tidak  memanfaatkan  dunianya  kecuali untuk  kemudharatan  dan  mereka  telah  merugikan  harta mereka sebab  mereka tidak mengambil manfaat  darinya, sampai­sampai apa yang mereka berikan kepada makhluk (sedekah­pent) untuk mengambil manfaatnya, itupun tidak dapat bermanfaat kepada mereka (orang­orang kafir).

66  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat  ] ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ ﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ ﻢﻬﻧﹶﺃ ﺎﱠﻟِﺇ ﻢﻬﺗﺎﹶﻘﹶﻔﻧ ﻢﻬﻨِﻣ ﹶﻞﺒﹾﻘﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﻢﻬﻌﻨﻣ ﺎﻣﻭ 

ِﻪِﻟﻮﺳﺮِﺑﻭ [ “Dan tidaklah ada yang menghalangi untuk diterimanya sedekah mereka kecuali sebab  mereka kafir kepada Allah dan rasulNya.” (QS. At­Taubah ; 53) Mereka  juga  telah  merugikan  keluarga  mereka, sebab  mereka  ada di  neraka,  dan  penghuni  neraka  tidak akan  beramah­tamah  dengan  keluarganya  bahkan  dia terkunci  di  “peti  mati”  dan  dia  merasa  tidak  ada  orang yang lebih keras siksanya dibandingkan dirinya. Dan  yang  dimaksud  dengan  diringankannya timbangan  (bagi  orang  kafir­pent)  adalah  : dikuatkannya  kejelekan  atas  kebaikannya,  atau  dia kehilangan  kebaikannya  semua,  jika memang orang  kafir itu ditimbang amalan mereka sebagaimana dzahirnya ayat ini dan  lainnya. Dan  ini adalah salah  satu pendapat ahlul ilmi.  Dan pendapat kedua, bahwasanya orang kafir  itu tidak akan ditimbang amalan mereka. Berdasarkan firmanNya :  ] ﺎﹰﻟﺎﻤﻋﹶﺃ ﻦﻳِﺮﺴﺧﹶﺄﹾﻟﺎِﺑ ﻢﹸﻜﹸﺌﺒﻨﻧ ﹾﻞﻫ ﹾﻞﹸﻗ . ﱠﻞﺿ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ِﺓﺎﻴﺤﹾﻟﺍ ﻲِﻓ ﻢﻬﻴﻌﺳ 

ﺎﻌﻨﺻ ﹶﻥﻮﻨِﺴﺤﻳ ﻢﻬﻧﹶﺃ ﹶﻥﻮﺒﺴﺤﻳ ﻢﻫﻭ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ . ﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺃ 

ﺎﻧﺯﻭ ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻢﻬﹶﻟ ﻢﻴِﻘﻧ ﺎﹶﻠﹶﻓ ﻢﻬﹸﻟﺎﻤﻋﹶﺃ ﺖﹶﻄِﺒﺤﹶﻓ ِﻪِﺋﺎﹶﻘِﻟﻭ ﻢِﻬﺑﺭ ِﺕﺎﻳَﺂِﺑ [ “Katakanlah maukah aku kabarkan tentang orang yang paling merugi amalannya? Yaitu orang yang  sesat usahanya di dunia dan

67 

dia menyangka telah beramal dengan sebaik­baiknya. Mereka itu adalah orang­orang kafir dengan ayat­ayat Rabb mereka dan pertemuan denganNya, maka terhapuslah amalan­amalan mereka dan Kami tidak akan menegakkan timbangan untuk mereka.” (QS. Al­Kahfi ; 103­105) Wallahu a’lam F.  Perkara keenam yang akan  terjadi di hari kiamat Adalah  seperti  yang  disebutkan  oleh  penulis v  dengan perkataan Beliau : 

ﻦﻳِﻭﺍﻭﺪﻟﺍ ﺮﺸﻨﺗﻭ Dan akan dibagikan lembaran­lembaran amalan. Tunsyaru di sini bermakna : dibagikan dan di buka untuk  pembacanya.  Ad­Dawawin  adalah  lembaran  yang dituliskan  amalan­amalan  di  sana.  Seperti  istilah  diwan baitul mal dan semisalnya. Berkata  Penulis v:  “lembaran­lembaran amal­ an”  yang  ditulis  oleh  malaikat  yang  ditugaskan  untuk mencatat amalan anak Adam, AllahI berfirman :  ] ِﻦﻳﺪﻟﺎِﺑ ﹶﻥﻮﺑﱢﺬﹶﻜﺗ ﹾﻞﺑ ﺎﱠﻠﹶﻛ . ﲔِﻈِﻓﺎﺤﹶﻟ ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﱠﻥِﺇﻭ . ﺎﻣﺍﺮِﻛ 

ﲔِﺒِﺗﺎﹶﻛ . ﻌﹾﻔﺗ ﺎﻣ ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﻳ ﹶﻥﻮﹸﻠ [ “Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan. Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat­ malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (amalan­amalanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al­Infithor ; 9­12)

68  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Maka  malaikat  tersebut  menulis  amalan­amalan dan hal  ini  terus­menerus dikerjakan di  leher anak Adam, dan  jika  hari kiamat  terjadi maka Allah I mengeluarkan catatan amalannya. AllahI berfirman :  ] ﺰﹾﻟﹶﺃ ٍﻥﺎﺴﻧِﺇ ﱠﻞﹸﻛﻭ ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻪﹶﻟ ﺝِﺮﺨﻧﻭ ِﻪِﻘﻨﻋ ﻲِﻓ ﻩﺮِﺋﺎﹶﻃ ﻩﺎﻨﻣ 

ﺍﺭﻮﺸﻨﻣ ﻩﺎﹶﻘﹾﻠﻳ ﺎﺑﺎﺘِﻛ . ﻚﻴﹶﻠﻋ ﻡﻮﻴﹾﻟﺍ ﻚِﺴﹾﻔﻨِﺑ ﻰﹶﻔﹶﻛ ﻚﺑﺎﺘِﻛ ﹾﺃﺮﹾﻗﺍ 

ﺎﺒﻴِﺴﺣ [ “Dan tiap­tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya dalam keadaan terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (QS. Al­Isra’ ; 13­14) Berkata sebagian salaf : “Sungguh telah berlaku adil kepadamu orang yang telah menjadikan dirimu sebagai penghisab dirimu sendiri.” Dan  catatan  dalam  lembaran  amalan  ini  adalah terhadap amalan kebaikan atau amalan kejelekan. Kebaikan  yang  dicatat  itu  adalah  yang  dikerjakan hamba, yang diniatkan dan yang dia inginkan/cita­citakan, di sini ada perincian : ·  Adapun  yang  dia  kerjakan  maka  dzahirnya  akan dicatat. ·  Adapun  yang dia  niatkan maka  akan  dicatat  baginya, akan  tetapi  dicatat  sekedar  pahala  niat  saja  secara sempurna. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits

69 

sahih tentang kisah seorang yang memiliki harta yang diinfakkan  di  jalan  kebaikan.  Kemudian  berkata temannya  yang  miskin  :  ”Kalau  saya  memiliki  harta niscaya saya akan menginfakan seperti yang dilakukan fulan.  Maka  Nabi  r  berkata: “Dia dari sisi niatnya, pahala keduanya sama.” 33 Hadits  ini menunjukkan  bahwa keduanya  tidak  sama pahalanya dari  sisi  amalannya.  Sesungguhnya orang­ orang  miskin  dari  muhajirin  ketika  datang  kepada Nabi r berkata : “Wahai Rasulullah sesungguhnya orang­orang kaya telah mendahului kami (dari sisi amalan shalih)”. Maka Rasulullah  r  berkata  kepada  mereka  : “Kalian hendaknya mengucapkan Subhaanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar sebanyak tiga puluh tiga kali. Maka ketika orang­orang kaya mendengar  hal  ini, mereka  mengerjakan  seperti  yang  dikerjakan  orang miskin.  Maka  orang­orang  miskin  pun  kembali mengadu  kepada  Rasulullah  r.  Maka  Rasulullah ` berkata kepada mereka:”Ini adalah karunia AllahU yang Allah U berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. 34 Dan  Beliau  r  tidak  mengatakan  sesungguhnya engkau  dengan  niat  kalian  akan  menyamai  pahala amalan­amalan mereka (orang­orang kaya). 

33  Potongan dari hadits yang diriwayatkan Al­Imam Ahmad (4/230) At­Tirmidzi  (2325)  dan  Ibnu Majah  (4228)  dari  Abu  Kabsyah  Al­ Anmaari dan berkata At­Tirmidzi : ini adalah hadits yang hasan sahih. Dan dishahihkan Al­Albani dalam Shahihul Jami’ (3024). 34 Diriwayatkan Al­Bukhari (483) dan Muslim (595) dari hadits Abu Hurairah t.

70  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Dan  sebab   sesungguhnya  merupakan  suatu keadilan,  manakala  seorang  yang  belum  pernah beramal,  tidak  akan  (mendapatkan  pahala)  seperti orang  yang  pernah  beramal,  akan  tetapi  keduanya sama dalam perolehan pahala niatnya saja. ·  Adapun keinginan, maka terbagi menjadi dua : 1.  Yang pertama : Seseorang  yang  berkeinginan  melakukan  sesuatu kebaikan dan berhasil mengerjakan sebagian yang dia mampu,  kemudian  dia  terhalangi  sehingga  tidak menyelesaikan  amalannya  itu.  Maka  akan  dicatat baginya  pahala  amalan  secara  sempurna,  berdasarkan firman AllahI :  ] ﻪﹾﻛِﺭﺪﻳ ﻢﹸﺛ ِﻪِﻟﻮﺳﺭﻭ ِﷲﺍ ﻰﹶﻟِﺇ ﺍﺮِﺟﺎﻬﻣ ِﻪِﺘﻴﺑ ﻦِﻣ ﺝﺮﺨﻳ ﻦﻣﻭ 

ﹶﻗﻭ ﺪﹶﻘﹶﻓ ﺕﻮﻤﹾﻟﺍ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﻩﺮﺟﹶﺃ ﻊ [ “Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul­Nya, kemudian kematian menimpa­ nya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.” (QS. An­Nisaa’ ; 100) Maka  ini  adalah  kabar  gembira  bagi  thalibul  ilmi (para  pencari  ilmu)  :  Jika  manusia  berniat  ingin mencari  ilmu  menginginkan  untuk  memberikan manfaat  kepada manusia, membela Sunnah Ar­Rasul, menyebarkan  agama di  muka  bumi,  kemudian  belum ditakdirkan  yang  demikian  untuknya  sebab   dia “keburu  meninggal”  ketika  sedang  mencari  ilmu, maka dia akan mendapatkan pahala orang yang berniat dan beramal menuju ke sana.

71 

Bahkan  sesungguhnya manusia  itu  jika  dahulunya terbiasa  melakukan  suatu  amalan,  kemudian  dia terhalang  dari  amalannya  tadi  sebab   sebab  tertentu, maka  akan  dicatat  pahala  amalannya  (seperti kebiasaannya dulu­pent). Bersabda Nabi r : 

ﺎﻤﻴِﻘﻣ ﹸﻞﻤﻌﻳ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﺎﻣ ﹸﻞﹾﺜِﻣ ﻪﹶﻟ ﺐِﺘﹸﻛ ﺮﹶﻓﺎﺳ ﻭﹶﺃ ﺪﺒﻌﹾﻟﺍ ﺽِﺮﻣ ﺍﹶﺫِﺇ 

ﺎﺤﻴِﺤﺻ ) ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ( “Jika sakit seorang hamba atau safar, maka akan dicatat baginya pahala seperti pahala yang biasa dia lakukan ketika dia dalam keadaan mukim atau sehat.” (HR.  Al­ Bukhari) 35 2.  Jenis yang kedua : Seseorang  berkeinginan  melakukan  kebaikan kemudian  dia  meninggalkannya  padahal  dia  mampu menyelesaikannya,  maka  dicatat  baginya  kebaikan yang sempurna sebab  niatnya. Adapun amalan kejelekan, maka  yang dicatat atas manusia  adalah  yang  telah  dikerjakannya  saja.  Dan akan dicatat atasnya apa­apa yang dia inginkan dan dia telah  berusaha  melakukannya  akan  tetapi  dia  tidak mampu  melakukannya,  maka  dicatat  atasnya  apa­apa yang dia niatkan dan cita­citakan. Maka masalah yang pertama itu telah jelas. Adapun  yang  kedua  maka  akan  dicatat  atasnya  secara sempurna berdasarkan sabda Nabi r : 

35 Diriwayatkan Al­Bukhari (2996) dari Abu Musa Al­Asy’ari t.

72  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

ﹾﻟﺍ ﺍﹶﺫِﺇ ﺭﺎﻨﻟﺍ ﻲِﻓ ﹸﻝﻮﺘﹾﻘﻤﹾﻟﺍﻭ ﹸﻞِﺗﺎﹶﻘﹾﻟﺎﹶﻓ ﺎﻤِﻬﻴﹶﻔﻴﺴِﺑ ِﻥﺎﻤِﻠﺴﻤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻘﺘ ﺍﻮﻟﺎﻘﻓ 

ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻪﻧِﺇ ﹶﻝﺎﹶﻗ ِﻝﻮﺘﹾﻘﻤﹾﻟﺍ ﹸﻝﺎﺑ ﺎﻤﹶﻓ ﹸﻞِﺗﺎﹶﻘﹾﻟﺍ ﺍﹶﺬﻫ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﹶﻝﻮﺳﺭ ﺎﻳ 

ِﻪِﺒِﺣﺎﺻ ِﻞﺘﹶﻗ ﻰﹶﻠﻋ ﺎﺼﻳِﺮﺣ “Jika dua orang muslim saling berhadapan dengan kedua pedang mereka, maka yang membunuh dan terbunuh ada di neraka. Maka berkata para sahabat : Wahai Rasulullah ini sang pembunuh (memang pantas masuk neraka), kenapa yang terbunuh juga masuk neraka? Berkata Beliau : sebab  sesungguhnya dia juga bersemangat ingin membunuh saudaranya.” (HR.  Al­Bukhari Muslim) 36 Yang  semisal  ini  adalah  :  Orang  yang  hendak minum  khamer  akan  tetapi  dia  terhalangi  darinya,  maka akan  dicatat  dosanya  secara  sempurna  sebab   dia  telah berusaha untuk melakukannya. Yang ketiga : orang­orang yang berkeinginan dan berniat, akan dicatat baginya akan tetapi sekedar ganjaran atas  niatnya  saja.  Di  antaranya  adalah  hadits  yang menjelaskan  bahwa  Nabi  r  mengkabarkan  tentang seorang  yang  Allah I  memberinya  harta  kemudian  dia pakai  untuk  bermaksiat,  maka  berkatalah  seorang  yang miskin  :  “Kalau  saya  memiliki  harta  maka  saya  akan berbuat seperti perbuatan fulan (yang kaya­pent).” Nabi r mengatakan: “Dia dengan niatnya maka dosa keduanya sama.” 37 

36 Diriwayatkan Al­Bukhari (31) dan Muslim (2888) dari Abu Bakrah t. 37 Lihat foot note no 34

73 

Kalau  seseorang  berkeinginan  melakukan kejelekan,  akan  tetapi  dia  meninggalkannya  maka  dalam hal ini ada tiga keadaan : 1.  Jika  dia  meninggalkannya  sebab   tidak  mampu melakukannya,  maka  hukumnya  seperti  orang  yang mengamalkannya,  apalagi  jika  dia  telah  berusaha melakukannya  (telah  melakukan  pendahuluannya­ pent). 2.  Jika  dia  meninggalkannya  sebab   Allah I  maka  dia mendapatkan pahala. 3.  Jika dia meninggalkannya sebab   jiwanya telah bosan darinya atau tidak terbetik sama sekali dalam  jiwanya maka dia tidak ada dosa tidak pula pahala. Allah I akan membalas kebaikan dengan berlipat­ lipat  lebih  banyak  dari  pada  amalannya,  dan  Allah  I tidaklah  membalas  kejelekan  kecuali  dengan  yang semisalnya. AllahI berfirman:  ] ﺎﹶﻠﹶﻓ ِﺔﹶﺌﻴﺴﻟﺎِﺑ َﺀﺎﺟ ﻦﻣﻭ ﺎﻬِﻟﺎﹶﺜﻣﹶﺃ ﺮﺸﻋ ﻪﹶﻠﹶﻓ ِﺔﻨﺴﺤﹾﻟﺎِﺑ َﺀﺎﺟ ﻦﻣ 

ﹾﻈﻳ ﺎﹶﻟ ﻢﻫﻭ ﺎﻬﹶﻠﹾﺜِﻣ ﺎﱠﻟِﺇ ﻯﺰﺠﻳ ﹶﻥﻮﻤﹶﻠ [ “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al­An’am ; 160) Dan  ini  merupakan  karunia  Allah I  dan  sebab  rahmatNya itu mendahului kemurkaanNya. 

***

74  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Cara Menerima Catatan Amalan 

Perkataan penulis v : 

ِﺧﺂﻓ ﹸﺬ ِﻛ ﺘ ِﺑﺎ ِﻪ ِﺑ ﻴ ِﻤ ﻴ ِﻨ ِﻪ Kemudian di antara mereka ada yang mengambil kitabnya dengan tangan kanannya. Maka ـِﺧﺁ ﹸﺬ adalah mubtada, khabarnya makhdzuf (dihilangkan) takdirnya adalah ﺬﺧﺁ ﻢﻬﻨﻤﻓ (di antara mereka ada yang mengambil…) Dan dibolehkan mubtada itu nakiroh sebab  dalam kedudukan  terperinci,  yakni  sesungguhnya  manusia  itu terbagi  menjadi  beberapa  macam,  di  antara  mereka  ada yang  mengambil  kitabnya  dengan  tangan  kanannya. Mereka adalah kaum mukminin. Di sini ada isyarat bahwa ada  kemuliaan  pada  tangan  kanan  sehingga  seorang mukmin  akan  mengambil  kitabnya  dengan  tangan kanannya.  Dan  orang  kafir  akan  mengambil  kitabnya dengan  tangan  kirinya  atau  dari  belakang  punggungnya sebagaimana perkataan penulis : ﻭ ِﺧﺁ ﹸﺬ ِﻛ ﺘ ِﺑﺎ ِﻪ ِﺑ ِﺸ ﻤ ِﻟﺎ ِﻪ artinya : dan di  antara  mereka  ada  yang  mengambil  kitabnya  dengan tangan kirinya. Perkataan  muallif/penulis ﹶﺃ ﻭ ِﻣ ﻦ ﻭ ﺭ ِﺀﺍ ﹶﻇ ﻬ ِﺮ ِﻩ (atau  dari belakang punggungnya). Kata ﹶﺃ ﻭ di sini  bermakna  tanwi` (artinya macam cara mengambilnya) bukan sebab  penulis ragu.

75 

Dzahir perkataan penulis menyatakan  bahwasanya manusia  itu mengambil kitab mereka dalam tiga keadaan, dengan tangan kanan, dengan tangan kiri atau melalui belakang punggungnya. Akan tetapi dzahir perbedaan  ini hanya perbedaan sifat mengambilnya saja. Orang yang mengambil kitabnya dari belakang punggungnya, hakikatnya adalah orang yang mengambil  kitabnya  dengan  tangan  kirinya.  Dia mengambil  dengan  tangan  kirinya  dan  dijadikan  tangan kirinya dari belakangnya. Keadaannya mengambil dengan tangan  kiri  sebab   dia  termasuk  golongan  kiri.  Dan keadaan dia mengambil kitabnya dari belakang punggung­ nya sebab  dia telah berpaling dari Kitabullah dan dia juga memalingkan  punggungnya  dari  Kitabullah  di  dunia. Maka menjadi adillah ketika catatan amalannya dijadikan dari belakang punggungnya di hari kiamat. Maka atas hal ini  dilepaslah  tangan  kirinya  sehingga  berada  di belakangnya. Wallahu a’lam. Perkataan  penulis  v  :  Sebagaimana  Allah  I berfirman :  ] ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻪﹶﻟ ﺝِﺮﺨﻧﻭ ِﻪِﻘﻨﻋ ﻲِﻓ ﻩﺮِﺋﺎﹶﻃ ﻩﺎﻨﻣﺰﹾﻟﹶﺃ ٍﻥﺎﺴﻧِﺇ ﱠﻞﹸﻛﻭ 

ﺍﺭﻮﺸﻨﻣ ﻩﺎﹶﻘﹾﻠﻳ ﺎﺑﺎﺘِﻛ . ﻚﻴﹶﻠﻋ ﻡﻮﻴﹾﻟﺍ ﻚِﺴﹾﻔﻨِﺑ ﻰﹶﻔﹶﻛ ﻚﺑﺎﺘِﻛ ﹾﺃﺮﹾﻗﺍ 

ﺎﺒﻴِﺴﺣ [ "Dan tiap­tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri

76  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (QS. Al­Isra’ ; 13­14) 

ﺎﹶﻃ ﻩﺮِﺋ (Secara  bahasa  artinya:  burungnya)  maksud­ nya  adalah  amalannya,  sebab   terkadang  manusia  itu beranggapan sial atau anggapan baik dengan burung. Dan sesungguhnya  manusia  itu  kadang  ‘terbang’  dengan amalannya  kemudian  ‘meninggi’  atau  ‘terbang’  dengan­ nya kemudian ‘menurun’. 

ِﻪِﻘﻨﻋ ﻲِﻓ maknanya  di  lehernya.  Dan  ini  merupakan sekuat­kuatnya  ikatan  bagi  manusia,  ketika  diikat  di lehernya.  sebab   tidak  akan  bisa  terlepas  kecuali  jika manusia  tersebut  binasa,  maka  demikianlah  konsekuensi amalannya. Jika hari kiamat itu terjadi maka perkaranya seperti yang dikatakan oleh AllahI : 

ﺍﺭﻮﺸﻨﻣ ﻩﺎﹶﻘﹾﻠﻳ ﺎﺑﺎﺘِﻛ ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻪﹶﻟ ﺝِﺮﺨﻧﻭ “Allah U akan mengeluarkan kitab yang dia jumpai dalam keadaan terbuka.” Tidak perlu repot­repot lagi untuk membukanya. Kemudian dikatakan kepadanya : 

ﻚﺑﺎﺘِﻛ ﹾﺃﺮﹾﻗﺍ bacalah  kitabmu,  lihatlah  apa  yang  telah  ditulis atas dirimu di dalamnya. 

ﺎﺒﻴِﺴﺣ ﻚﻴﹶﻠﻋ ﻡﻮﻴﹾﻟﺍ ﻚِﺴﹾﻔﻨِﺑ ﻰﹶﻔﹶﻛ (cukuplah  dirimu  hari  ini  sebagai penghisab  terhadap  dirimu  sendiri).  Dan  ini  adalah termasuk  sempurnanya  keadilan  ketika  diserahkan  hisab tersebut  kepada manusia  itu  sendiri. Maka manusia  yang

77 

berakal  seharusnya  melihat  apa  yang  akan  dicatat  dalam kitabnya  yang  akan  dia  dapati  pada  hari  kiamat  dalam keadaan telah tertulis. Akan  tetapi  di  depan  kita  ada  pintu  yang memungkinkan  untuk  menghapus  segala  kesalahan­ kesalahan  yaitu  pintu  taubat.  Jika  seorang  hamba bertaubat kepada Allah I betapapun besar dosanya maka sesungguhnya Allah I  akan menerima  taubatnya  sampai walaupun  dosanya  berulang  dan  dia  bertaubat,  maka sesungguhnya  Allah  I  menerima  taubatnya.  Selama urusan  ini  ada  di  tangan  kita,  maka  wajib  atas  diri  kita untuk bersemangat agar tidak tercatat dalam kitab tersebut kecuali amalan shalih. G.  Perkara ke tujuh yang terjadi di hari kiamat Seperti yang disebutkan penulis v : 

ﻖِﺋﹶﻼﺨﹾﻟﺍ ُﷲﺍ ﺐِﺳﺎﺤﻳﻭ Dan Allah I akan menghisab para makhluk. Hisab  adalah  ditampakkannya  amalan­amalan hamba kepadanya pada hari kiamat. Dan  sungguh  Al­Qur’an  dan  As­Sunnah,  ijma’  dan  akal telah  menunjukkan hal ini. Adapun dalam Al­Qur’an,  AllahI berfirman : 

ِﻪِﻨﻴِﻤﻴِﺑ ﻪﺑﺎﺘِﻛ ﻲِﺗﻭﹸﺃ ﻦﻣ ﺎﻣﹶﺄﹶﻓ . ﺍﲑِﺴﻳ ﺎﺑﺎﺴِﺣ ﺐﺳﺎﺤﻳ ﻑﻮﺴﹶﻓ .

78  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

“Maka adapun orang yang menerima catatan amalannya dengan tangan kanannya, maka dia akan mendapatkan hisab yang mudah." (QS. Al­Insyiqaq ; 8­9)  ] ﺍﺭﻮﺒﹸﺛ ﻮﻋﺪﻳ ﻑﻮﺴﹶﻓ  ِﻩِﺮﻬﹶﻇ َﺀﺍﺭﻭ ﻪﺑﺎﺘِﻛ ﻲِﺗﻭﹸﺃ ﻦﻣ ﺎﻣﹶﺃﻭ 

ﺍﲑِﻌﺳ ﻰﹶﻠﺼﻳﻭ [ “Dan adapun orang yang menerima catatan amalannya dari belakang punggungnya. maka dia akan berteriak: "Celakalah aku.". Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala­nyala (neraka)”. (QS. Al­Insyiqaq ; 10­12) Adapun  dalam  As­Sunnah,  maka  telah  tetap  dari Nabi  r  bahwasanya  Allah I  itu  akan  menghisab  para makhluk. Adapun  dalam  ijma’  maka  sesungguhnya  telah disepakati di antara semua umat, bahwasanya Allah I  itu akan menghisab para makhluk. Adapun  dalam  akal,  maka  sangat  jelas  sebab  sesungguhnya    kita  itu  telah  diberi  beban  syariat,  apakah berupa amalan yang harus dikerjakan, ataukah yang harus ditinggalkan  atau  yang  harus  dipercayai.  Maka  akal  dan hikmah  itu  menetapkan  bahwa  seseorang  yang  diberi beban  amalan,  maka  sesungguhnya  dia  itu  akan  dihisab dan dimintai pertanggung jawaban. Perkataan penulis ﹶﳋﺍ ﹶﻼ ِﺋ ﻖ adalah jamak dari makhluk, mencakup setiap makhluk. Akan tetapi akan dikecualikan dari makhluk tersebut orang yang masuk surga tanpa hisab tanpa  adzab.  Sebagaimana  hal  ini  tsabit  dalam  Ash­ Shahihain  :  Bahwasanya  Nabi  r  melihat  umatnya  dan bersama mereka  ada  tujuh  puluh  ribu  orang  yang masuk

79 

surga tanpa hisab tanpa adzab. Mereka adalah orang yang tidak pernah minta diruqyah, tidak pernah berobat dengan kay  (besi  dipanaskan),  tidak  pernah  bertathayyur (menganggap  sial  sesuatu)  dan  hanya  kepada  Rabbnya mereka bertawakal. 38 Dan  Al­Imam  Ahmad v  meriwayatkan  dengan sanad yang bagus bahwasanya Rasulullah r bersabda : 

ﻣ ﻊ ﹸﻛ ﱢﻞ ﻭ ِﺣﺍ ٍﺪ ﺳ ﺒ ِﻌ ﻴ ﻦ ﹶﺃ ﹾﻟ ﹰﺎﻔ “Bahwasanya bersama setiap orang tersebut ada tujuh puluh ribu orang yang lainnya.” (yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa) 39 Maka  tujuh  puluh  ribu  dikalikan  tujuh  puluh  ribu dan  ditambah  tujuh  puluh  ribu,  mereka  itu  jumlahnya tujuh  puluh  ribu  dikalikan  tujuh  puluh  ribu  kemudian ditambah  dengan  tujuh  puluh  ribu.  Mereka  semua  yang masuk surga tanpa hisab tanpa adzab. 

38 Diriwayatkan Al­Bukhari (6541) dan Muslim (220) dari Ibnu Abbas c. 39 Diriwayatkan Al­Imam Ahmad (1/5,196) dari Abu Bakrah t dan anaknya  Abdurrahman,  berkata  Al­Haitsami  dalam  Majmu’zawaid (10/410­411) : Al­Imam Ahmad meriwayatkannya dan Al­Bazaar, dan At­Thabarani juga seperti itu. Dalam sanadnya ada seorang bernama Al­Qasim bin Mihran dari Musa bin ‘Ubaid, dan Musa bin ‘Ubaid ini adalah maulanya  (bekas  budaknya) Khalid  bin Abdullah  bin Usaid. Ibnu Hibban menyebutkannya  dalam At­Tsiqaat,  dan Al­Qasim  bin Mihran disebutkan oleh Adz­Dzahabi dalam Al­Mizan, sesungguhnya tidak  ada  yang  meriwayatkan  darinya  kecuali  Salim  bin  Amr  An­ Nakha’i. Tidaklah demikian, sungguh telah meriwayatkan hadits ini Hisyam  bin  Hissan.  Dan  sanad  yang  lainnya  dipakai  dalam  Ash­ Shahih.

80  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Perkataan penulis ﹶﳋﺍ ﹶﻼ ِﺋ ﻖ (makhluk­makhluk) menca­ kup  bangsa  jin  juga,  sebab  mereka  (bangsa  jin)  itu  juga dibebani  syariat. Oleh sebab   itu, orang kafir dari  bangsa jin  juga akan masuk neraka dengan dasar nash dan  ijma’. Seperti firman AllahI :  ] ِﺲﻧِﺈﹾﻟﺍﻭ ﻦِﺠﹾﻟﺍ ﻦِﻣ ﻢﹸﻜِﻠﺒﹶﻗ ﻦِﻣ ﺖﹶﻠﺧ ﺪﹶﻗ ٍﻢﻣﹸﺃ ﻲِﻓ ﺍﻮﹸﻠﺧﺩﺍ ﹶﻝﺎﹶﻗ 

ﻟﺍ ﻲِﻓ ِﺭﺎﻨ [ Allah U berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke neraka bersama umat­umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kalian.” (QS. Al­A’raaf ; 38) Maka  kaum  mukminin  dari  bangsa  jin  juga  akan masuk surga berdasarkan perkataan jumhur ulama dan ini adalah  pendapat  yang  shahih,  sebagaimana  firman  Allah I :  ] ِﻥﺎﺘﻨﺟ ِﻪﺑﺭ ﻡﺎﹶﻘﻣ ﻑﺎﺧ ﻦﻤِﻟﻭ . ِﻥﺎﺑﱢﺬﹶﻜﺗ ﺎﻤﹸﻜﺑﺭ ِﺀﺎﹶﻟَﺁ ﻱﹶﺄِﺒﹶﻓ . 

ٍﻥﺎﻨﹾﻓﹶﺃ ﺎﺗﺍﻭﹶﺫ . ِﻥﺎﺑﱢﺬﹶﻜﺗ ﺎﻤﹸﻜﺑﺭ ِﺀﺎﹶﻟَﺁ ﻱﹶﺄِﺒﹶﻓ . ِﻥﺎﻳِﺮﺠﺗ ِﻥﺎﻨﻴﻋ ﺎﻤِﻬﻴِﻓ . 

ﺎﹶﻟَﺁ ﻱﹶﺄِﺒﹶﻓ ِﻥﺎﺑﱢﺬﹶﻜﺗ ﺎﻤﹸﻜﺑﺭ ِﺀ . ِﻥﺎﺟﻭﺯ ٍﺔﻬِﻛﺎﹶﻓ ﱢﻞﹸﻛ ﻦِﻣ ﺎﻤِﻬﻴِﻓ . 

ِﻥﺎﺑﱢﺬﹶﻜﺗ ﺎﻤﹸﻜﺑﺭ ِﺀﺎﹶﻟَﺁ ﻱﹶﺄِﺒﹶﻓ . ﻦِﻣ ﺎﻬﻨِﺋﺎﹶﻄﺑ ٍﺵﺮﹸﻓ ﻰﹶﻠﻋ ﲔِﺌِﻜﺘﻣ 

ٍﻥﺍﺩ ِﻦﻴﺘﻨﺠﹾﻟﺍ ﻰﻨﺟﻭ ٍﻕﺮﺒﺘﺳِﺇ . ِﻥﺎﺑﱢﺬﹶﻜﺗ ﺎﻤﹸﻜﺑﺭ ِﺀﺎﹶﻟَﺁ ﻱﹶﺄِﺒﹶﻓ . 

ﻦِﻬﻴِﻓ ﹼﻥﺎﺟ ﺎﹶﻟﻭ ﻢﻬﹶﻠﺒﹶﻗ ﺲﻧِﺇ ﻦﻬﹾﺜِﻤﹾﻄﻳ ﻢﹶﻟ ِﻑﺮﱠﻄﻟﺍ ﺕﺍﺮِﺻﺎﹶﻗ [ “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Rabbnya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kalian

81 

dustakan? kedua surga itu mempunyai pohon­pohonan dan buah­ buahan. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan? Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah­ buahan yang berpasangan. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan? Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buah­buahan di kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan? Di dalam surga itu ada bidadari­bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni­ penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar­Rahman ; 46­56) v  Apakah hisab ini juga berlaku kepada binatang? v  Adapun  qishash,  maka  binatang  termasuk  di dalamnya  (pada  binatang  juga  ada  qishash­pent).  sebab  yang demikian itu tsabit dari hadits Rasulullah r : 

ﺎﻬِﻠﻫﹶﺍ ﹶﱃِﺍ ﻕﻮﹸﻘﹸﳊﺍ ﱠﻥﺩﺆﺘﹶﻟ ﻦِﻣ ﺎﺤﻠﹶﳉﺍ ِﺓﺎﺸﻠِﻟ ﺩﺎﹶﻘﻳ ﻰﺘﺣ ِﺔَﻣﺎﻴِﻘﻟﺍ ﻡﻮﻳ 

ﺎﻧﺮﹶﻘﻟﺍ ِﺓﺎﺸﻟﺍ “Bahwasanya akan diqishash untuk kambing yang patah tanduk­ nya menuntut dari kambing yang bertanduk.” 40 Dan  ini  dalam  masalah  qishash,  akan  tetapi binatang  tidak  akan  dihisab  seperti  hisabnya  manusia mukallaf  beserta  konsekuensinya,  sebab   binatang  itu tidak akan mendapatkan pahala dan adzab. 

40 Diriwayatkan Al­Imam Muslim (2587) dari hadits Abu Hurairaht.

82  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Perkataan Penulis v : 

ﻭ ﻳ ﺨ ﹸﻠ ِﺑﻮ ﻌ ﺒ ِﺪ ِﻩ ﹾﻟﺍ ﻤ ﺆ ِﻣ ِﻦ ﹶﻓ ﻴ ﹶﻘ ﺮ ﺭ ﻩ ِﺑ ﹸﺬ ﻧ ﻮ ِﺑ ِﻪ Dan Allah I akan bersendiri dengan hambaNya yang mukmin lalu (Allah) menjadikannya mengakui dosa­dosanya. Maka  ini  adalah  sifat  dari  hisab  kaum mukminin. Allah I  bersendirian  dengan  hambaNya  yang  mukmin tanpa  ada  seorangpun  yang  tahu.  Allah I  mengungkap dosa­dosa  hamba  dengan  berkata  :  “Apakah  engkau melakukan demikian? dan melakukan demikian?” Sampai hamba menyatakan dan mengakuinya. Kemudian Allah I berfirman : 

ﻡﻮﻴﹾﻟﺍ ﻚﹶﻟ ﺎﻫ ﺮِﻔﹾﻏﹶﺃﹶﺎﻧﹶﺃﻭ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﻲِﻓ ﻚﻴﹶﻠﻋ ﺎﻬﺗﺮﺘﺳ ﺪﹶﻗ “Sungguh Aku telah menutupi (dosa­dosamu) di dunia dan hari ini Aku akan mengampuninya untukmu.” 41 Bersama  dengan  itu, Allah I  (ketika menghisab­ pent)  meletakkan  hijab  (penutup)  atas  hamba  tersebut yaitu ketika  tidak ada  seorangpun yang melihatnya,  tidak ada  seorangpun  yang  mendengarnya.  Dan  ini  adalah karunia  dari  Allah  I  kepada  seorang  mukmin.  Maka sesungguhnya  jika  ada  seorang  yang  menanyakan perbuatan  jahatmu  di  hadapan  manusia  dan  jika  mereka mendengar  perbuatan  jahatmu  maka  niscaya  ini merupakan suatu pembongkaran aib­aib.  Akan tetapi  jika 

41 Shahih Muslim (2968)

83 

hanya  engkau  sendiri,  maka  ini  adalah  merupakan penutupan aib bagi dirimu. Perkataan penulis v : 

ِﺔﻨﺴﻟﺍﻭ ِﺏﹶﺎﺘِﻜﻟﹾﺍ ﻲِﻓ ﻚِﻟﹶﺫ ﻒِﺻﻭ ﺎﻤﹶﻛ Sebagaimana yang demikian itu disifatkan dalam Al­ Qur’an dan As­Sunnah. Yakni  seperti  hisab  yang  disifatkan  dalam  Al­ Qur’an  dan  As­Sunnah.  sebab   hal  ini  adalah  termasuk perkara ghaib yang tergantung kepada khabar yang murni, maka wajib kembali kepada apa yang disifatkan  oleh Al­ Qur’an dan As­Sunnah. Perkataan penulis v : 

ﹶﻥﻮﺒﺳﺎﺤﻳﹶﻼﹶﻓ ﺭﺎﱠﻔﹸﻜﻟﹾﺍﺎﻣﹶﺄﹶﻓ ﻪﺗﺎﹶﺌﻴﺳﻭ ﻪﺗﹶﺎﻨﺴﺣ ﹸﻥﺯﻮﺗ ﻦﻣ ﹶﺔﺒﺳﺎﺤﻣ 

ﻰﺼﺤﺘﹶﻓ ﻢﻬﹸﻟﺎﻤﻋﹶﺃ ﺪﻌﺗ ﻦِﻜﹶﻟﻭ ﻢﻬﹶﻟ ِﺕﺎﻨﺴﺣ ﹶﻻ ﻢﻬﻧِﺈﹶﻓ 

ﺎﻬِﺑ ﹶﻥﻭﺰﺠﻳﻭﺎﻬِﺑ ﹶﻥﻭﺭﺮﹶﻘﻳﻭﺎﻬﻴﹶﻠﻋ ﹶﻥﻮﹸﻔﹶﻗﻮﻴﹶﻓ Adapun orang kafir, maka mereka tidak akan dihisab dengan hisab yang ditimbang kebaikan dan kejelekannya, sebab  mereka itu tidak memiliki kebaikan. Akan  tetapi  perbuatan mereka itu akan dihitung, kemudian dikhabarkan tentang amalan mereka (yang kafir), kemudian mereka akan mengakuinya dan mereka akan dibalas atasnya.

84  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Yang  demikian  itu  semakna  dengan  hadits  Ibnu Umar c  dari Nabi r ketika Beliau menyebutkan  hisab Allah  I  atas  hambaNya  yang  mukmin.  Sesungguhnya Allah I akan bersendiri dengannya, dan mengungkapkan dosa­dosa  kepada  hamba  tersebut.  Kemudian  Beliau berkata : “Adapun orang­orang kafir dan munafik, maka mereka akan diseru di segenap makhluk :  mereka itu adalah orang yang mendustakan Rabb mereka. Ketahuilah laknat Allah U itu atas orang­orang yang dzalim.” (Muttafaqun ‘alaih) Dan dalam Shahih Muslim 42  dari Abu Hurairah t dalam hadits yang panjang dari Nabi r berkata : 

ﹶﻓ ﻴ ﹾﻠ ﹶﻘ ﹾﻟﺍ ﻰ ﻌ ﺒ ﺪ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﹸﻝﻮ ﹶﺃ ﻱ ﹸﻓ ﹾﻞ ﹶﺃ ﹶﻟ ﻢ ﹸﺃ ﹾﻛ ِﺮ ﻣ ﻚ ﻭ ﹸﺃ ﺳ ﻮ ﺩ ﻙ ﹸﺃﻭ ﺯ ﻭ ﺟ ﻚ 

ﻭ ﹸﺃ ﺳ ﺨ ﺮ ﹶﻟ ﻚ ﹾﻟﺍ ﺨ ﻴ ﹶﻞ ﻭ ﹾﺍ ِﻹ ِﺑ ﹶﻞ ﻭ ﹶﺃ ﹾﺫ ﺭ ﻙ ﺗ ﺮ ﹶﺃ ﺱ ﻭ ﺗ ﺮ ﺑ ﻊ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﺑ ﻰﻠ ﹶﻗ ﹶﻝﺎ 

ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﺃ ﹶﻓ ﹶﻈ ﻨ ﻨ ﺖ ﹶﺃ ﻧ ﻚ ﻣ ﹶﻼ ِﻗ ﹶﻓ ﻲ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﻻ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﻓ ِﺈ ﻧ ﹶﺃ ﻲ ﻧ ﺴ ﻙﺎ ﹶﻛ ﻤ ﺎ 

ﻧ ِﺴ ﻴ ﺘ ِﻨ ﹸﺛ ﻲ ﻢ ﻳ ﹾﻠ ﹶﻘ ﻟﺍ ﻰ ﱠﺜ ِﻧﺎ ﹶﻓ ﻲ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﺃ ﻱ ﹸﻓ ﹾﻞ ﹶﺃ ﹶﻟ ﻢ ﹸﺃ ﹾﻛ ِﺮ ﻣ ﻚ ﻭ ﹸﺃ ﺳ ﻮ ﺩ ﻙ 

ﻭ ﹸﺃ ﺯ ﻭ ﺟ ﻚ ﻭ ﹸﺃ ﺳ ﺨ ﺮ ﹶﻟ ﻚ ﹾﻟﺍ ﺨ ِﻴ ﹶﻞ ﻭ ﹾﺍ ِﻹ ِﺑ ﹶﻞ ﻭ ﻊﺑﺮﺗﻭ ﺱﺃﺮﺗ ﻙﺭﺫﺃ 

ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﺑ ﻰﻠ ﹶﺃ ﻱ ﺭ ﺏ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﺃ ﹶﻓ ﹶﻈ ﻨ ﻨ ﺖ ﹶﺃ ﻧ ﻚ ﻣ ﹶﻼ ِﻗ ﹶﻓ ﻲ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﻻ 

ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﻓ ِﺈ ﻧ ﹶﺃ ﻲ ﻧ ﺴ ﻙﺎ ﹶﻛ ﻤ ﻧ ﺎ ِﺴ ﻴ ﺘ ِﻨ ﹸﺛ ﻲ ﻢ ﻳ ﹾﻠ ﹶﻘ ﱠﺜﻟﺍ ﻰ ِﻟﺎ ﹶﺚ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹶﻟ ﻪ ِﻣ ﹾﺜ ﹶﻞ 

ﹶﺫ ِﻟ ﻚ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﻳ ﺭ ﺎ ﺏ ﻣﺁ ِْﻨ ﺖ ِﺑ ﻚ ﻭ ِﺑ ِﻜ ﺘ ِﺑﺎ ﻚ ﻭ ِﺑ ﺮ ﺳ ِﻠ ﻚ ﻭ ﺻ ﹶﻠ ﻴ ﺖ 

ﻭ ﺻ ﻤ ﺖ ﻭ ﺗ ﺼ ﺪ ﹾﻗ ﺖ ﻭ ِﺑ ﲎﺜﻳ ﺨ ﻴ ٍﺮ ﻣ ﺳﺍ ﺎ ﺘ ﹶﻄ ﻉﺎ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﻫ ﻬ ﻨ ِﺇ ﺎ ﹰﺫ ﹶﻗ ﺍ ﹶﻝﺎ 

42 Shahih Muslim (2968)

85 

ﹸﺛ ﻢ ﻳ ﹶﻘ ﹸﻝﺎ ﹶﻟ ﻪ ﹶﻥﻵﺍ ﻧ ﺒ ﻌ ﹸﺚ ﺷ ِﻫﺎ ﺪ ﻧ ﻋ ﺎ ﹶﻠ ﻴ ﻚ ﻭ ﻳ ﺘ ﹶﻔ ﱠﻜ ﺮ ِﻓ ﻧ ﻲ ﹾﻔ ِﺴ ِﻪ ﻣ ﻦ ﹶﺫ ﺍ 

ﱠﻟﺍ ِﺬ ﻳ ﻱ ﺸ ﻬ ﺪ ﻋ ﻲﻠ ﹶﻓ ﻴ ﺨ ﺘ ﻢ ﻋ ﹶﻠ ِﻓ ﻰ ﻴ ِﻪ ﻭ ﻳ ﹶﻘ ﹸﻝﺎ ِﻟ ﹶﻔ ِﺨ ِﺬ ِﻩ ﻭ ﹶﻟ ﺤ ِﻤ ِﻪ 

ﻭ ِﻋ ﹶﻈ ِﻣﺎ ِﻪ ﹶﺃ ﻧ ِﻄ ِﻘ ﹶﻓ ﻲ ﺘ ﻨ ِﻄ ﻖ ﹶﻓ ﺨ ﹸﺬ ﻩ ﻭ ﹶﻟ ﺤ ﻤ ﻪ ﻭ ِﻋ ﹶﻈ ﻣﺎ ﻪ ِﺑ ﻌ ﻤ ِﻠ ِﻪ ﻭ ﹶﺫ ِﻟ ﻚ 

ِﻟ ﻴ ﻌ ِﺬ ﺭ ِﻣ ﻦ ﻧ ﹾﻔ ِﺴ ِﻪ ﻭ ﹶﺫ ِﻟ ﻚ ﹾﻟﺍ ﻤ ﻨ ِﻓﺎ ﻖ ﻭ ﹶﺫ ِﻟ ﻚ ﱠﻟﺍ ِﺬ ﻳ ﻱ ﺴ ﺨ ﹸﻂ ُﷲﺍ ﻋ ﹶﻠ ﻴ ِﻪ 

) ﻢﻠﺴﻣ ﻩﺍﻭﺭ ( “Kemudian Allah U menemui hamba tersebut yaitu orang munafik, kemudian Allah U berkata : Wahai fulan, bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikanmu sebagai tuan atas selainmu, memberimu istri, menundukkan untukmu kuda dan unta, dan Aku telah menjadikanmu pemimpin kaum dan pembesarnya, menjadikanmu sebagai pemimpin yang ditaati?” Hamba tersebut menjawab: “Benar.” Kemudian Allah U berfirman : “Apakah engkau yakin kalau engkau akan berjumpa denganKu?” Hamba berkata : “Tidak.” Maka Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku melupakan engkau sebagaimana engkau dahulu melupakan Aku.” Kemudian Allah U menemui hamba yang kedua, kemudian Allah U bertanya kepadanya, maka dia menjawab seperti jawaban orang yang pertama. Kemudian Allah U menemui orang yang ketiga, kemudian berfirman seperti tadi. Maka berkata hamba : “Wahai Rabbku aku beriman kepadaMu dengan kitabMu, dengan para rasulMu, aku shalat, aku berpuasa, aku bersedekah, aku melakukan kebaikan semampuku. Kemudian berkata : “Diamlah engkau di sini kalau demikian.” Kemudian dikatakan: “Sekarang Kami akan bangkitkan saksi­saksi atas dirimu.” Kemudian dia berfikir dalam hatinya siapa yang akan menjadi saksi atas dirinya? Kemudian dikuncilah mulutnya, maka dikatakan kepada pahanya, dagingnya, dan tulangnya :

86  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Berbicaralah kalian. Maka paha, daging dan tulangnya bisa berbicara tentang amalannya (dahulu ketika di dunia­pent) dari dirinya. Demikianlah orang munafik dan demikianlah orang­orang yang AllahU murka kepadanya.” (HR. Muslim) 

Peringatan : Dalam perkataan Penulis v : Penghisaban orang yang ditimbang kebaikan­ kebaikannya dan kejelekannya… Di sini ada isyarat bahwa hisab yang dinafikan dari mereka  (orang  kafir)  adalah  hisab  berupa  penimbangan amalan­amalan  baik  dan  buruk.  Adapun  hisab  berupa pengakuan  dan  gertakan  maka  ini  pasti  terjadi  pada mereka  sebagaimana  ditunjukkan  dalam  hadits  Abu Hurairaht. Faidah : Amalan yang pertama kali dihisab kepada seorang hamba adalah  shalat,  perkara  hubungan  sesama  manusia  yang pertama kali dihisab adalah masalah darah (pembunuhan), sebab  shalat adalah ibadah badan yang paling utama, dan sebab   darah  adalah  sebesar­besarnya  pelanggaran  hak­ hak anak Adam.

87 

H.  Perkara yang kedelapan yang akan terjadi di hari kiamat. Seperti  yang  disebutkan  oleh  penulis  v  dengan perkataannya : 

ﻲِﺒﻨﻠِﻟ ﺩﻭﺭﻮﹶﳌﹾﺍ ﺽﻮﺤﹾﻟﺍ ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ِﺕﺎﺻﺮﻋ ﻲِﻓﻭ Dan dalam ‘Arshaatil qiyamah (padang mahsyar hari kiamat) terdapat Al­Haudh (telaga) milik Nabi r yang akan didatangi manusia. 

ﻌﻟﺍ ﺮ ﺻ ﺕﺎ adalah jamak dari ﻋ ﺮ ﺻ ﹾﺔ , secara bahasa artinya tempat  yang  luas  di  antara  bangunan. Yang  dimaksud  di sini adalah padang mahsyar hari kiamat. 

ﹶﺍ ﹾﻟ ﺤ ﻮ ﺽ makna asalnya adalah kumpulan air, dan yang dimaksud di sini adalah telaga Nabi r. Pembicaraan  tentang  telaga  Nabi  r  ini  ada  beberapa permasalahan : 1)  Al­Haudh  telah  ada  wujudnya  sekarang  ini.  sebab  telah  tsabit  dari  Nabi  r,  Beliau  pernah  berkhotbah kepada para shahabatnya pada suatu hari : 

ﻭ ِﺇ ﻧ ﻭ ﻲ ِﷲﺍ َ َﻷ ﻧ ﹸﻈ ﺮ ِﺇ ﹶﱃ ﺣ ﻮ ِﺿ ﹾﺍ ﻲ ﹶﻥﻵ “Dan sesungguhnya aku demi Allah U telah melihat kepada telagaku sekarang ini”. (HR. Al­Bukhari Muslim) 43 Dan juga telah tsabit dari Nabi r, Beliau berkata : 

43 Diriwayatkan Al­Bukhari (6590) dan Muslim (2296) dari Uqbah bin Amr Al­Anshari t.

88  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

ﻭ ِﻣ ﻨ ﺒ ِﺮ ﻋ ﻱ ﻰﻠ ﺣ ﻮ ِﺿ ﻲ “Dan mimbarku di atas telagaku.” (HR. Al­Bukhari dan Muslim) 44 Dan  kemungkinan  telaga  tersebut  ada  di  tempat tersebut  (di  bawah mimbar  Beliau­pent).  Akan  tetapi kita  tidak  menyaksikannya  sebab   ini  adalah  perkara ghaib.  Atau  kemungkinan  lain  bahwasanya  mimbar Beliau akan diletakkan di atas telaga pada hari kiamat nanti. 2)  Telaga  tersebut  dialiri  oleh  dua  saluran  air  dari  Al­ Kautsar, yaitu sungai yang amat besar yang diberikan kepada  Rasulullah r  di  surga.  Yang  keduanya  turun ke dalam telaga tersebut. 45 3)  Zaman  Al­Haudh  ini  adalah  sebelum  melintas  Ash­ Shirat, sebab  keadaan yang menuntut demikian. Yaitu sesungguhnya  manusia  itu  sangat  membutuhkan kepada  minuman  ketika  di  padang  mahsyar  hari kiamat sebelum melintas di Ash­Shirat. 46 4)  Yang  akan  mendatangi  telaga  tersebut  adalah  orang yang  beriman  kepada  Allah I  dan  RasulNya,  yang 

44  Diriwayatkan  Al­Bukhari  (6589)  dan  Muslim  (1391)  dari  Abu Hurairah t. 45  Berdasarkan  hadits  riwayat Muslim  (2300,2301)  dari Hadits Abu Dzar t dan Tsauban t. 46 Berdasarkan riwayat Abdullah bin Al­Imam Ahmad dalam Ziyadaat ala  Al­Musnad  (3/13)  dalam  hadits  yang  panjang  dari  Abu Rizzin, berkata  Al­Hafidz  dalam  Al­Fath  :  (11/467)  sesudah  menguatkan Ibnu  Abi  Ashim  dalam  As­Sunnah,  At­Thabarani  dan  Al­Hakim berkata  :  dan  ini adalah  jelas bahwasanya  telaga  itu  terjadi  sebelum Ash­Shirat.

89 

mengikuti  syariat  Beliau  r.  Adapun  orang  yang enggan  dan  sombong,  tidak  mau  mengikuti  syariat Beliau r akan ditolak dari telaga tersebut. 47 5)  Tentang sifat air telaga tersebut. Berkata Penulis v : 

ِﻦﺒﱠﻠﻟﺍ ﻦِﻣ ﺎﺿﺎﻴﺑ ﺪﺷﹶﺃ ﻩﺅﺎﻣ Airnya itu lebih putih dari susu.  Ini  dari  segi warnanya. Adapun dari segi rasanya Beliau berkata : 

ِﻞﺴﻌﹾﻟﺍ ﻦِﻣ ﻰﹶﻠﺣﹶﺃﻭ Lebih manis dari madu. Dan  dari  segi  aroma  lebih wangi  dari  harum  misik,  sebagaimana  yang  tsabit hadits dari Nabi r. 48 6)  Tentang  gelas­gelasnya. Berkata  penulis v  :  jumlah gelas­gelasnya adalah sejumlah bilangan bintang di langit. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebagian lafadz hadits, di antara­nya : 

ﺀِﺎﻤﺴﻟﺍ ِﻡﻮﺠﻨﹶﻛ ﻪﺘﻴِﻧﺁ 

47  Telah  tsabit yang  demikian dalam Shahih Al­Bukhari  (6576)  dan Muslim (2297) dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi r bersabda : Aku mendahului  kalian  di  atas Al­Haudh  dan  sekelompok manusia  dari kalian  akan  diangkat  kepada  Al­Haudh,  kemudian mereka  terpisah dariku, maka aku katakan  : “Wahai Rabbku selamatkan sahabatku.” maka dikatakan : “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada­adakan sesudah kematianmu.” 48 Diriwayatkan Al­Bukhari (6579) dan Muslim (2292) dari Abdullah bin Amru t.

90  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

“Gelas­gelasnya seperti bintang­bintang di langit.” (HR. Al­ Bukhari Muslim) Dan lafadz yang ini lebih sempurna, sebab  (gelas­ gelas  tersebut­pent)  seperti  bintang­bintang  di  langit dari segi jumlah dan dari segi sifat yang bercahaya dan berkilau, maka gelas­gelasnya seperti bintang di langit yang sangat berkilau lagi terang. 7)  Pengaruh  bagi  orang  yang  meminumnya.  Berkata Penulis v : 

ﹰﺔﺑﺮﺷ ﻪﻨِﻣ ﺏﺮﺸﻳ ﻦﻣ ; ﺍﺪﺑﹶﺃ ﺎﻫﺪﻌﺑ ﹾﺄﻤﹾﻈﻳ ﺎﹶﻟ “Barang siapa yang meminumnya satu tegukkan, maka dia tidak akan haus selama­lamanya.” Hingga  dia  berada  di  Ash­Shirat  sesudahnya.  Ini adalah  hikmah  Allah  I  sebab   demikianlah, sesungguhnya  orang  yang  telah  ‘meminum’  syariat Beliau r di dunia, dia tidak akan merugi selamanya. 8)  Ukuran Al­Haudh. Berkata Penulis v : 

ﺮﻬﺷ ﻪﹸﻟﻮﹸﻃ , ﺮﻬﺷ ﻪﺿﺮﻋﻭ ”Panjangnya perjalanan sebulan, dan lebarnya perjalanan sebulan.” Yang  demikian  itu  berarti  bentuk  telaga  tersebut adalah  bujur  sangkar,  sebab   tidak  mungkin  berjarak demikian  dari  segala  sisi  kecuali  kalau  bentuknya adalah bujur sangkar. Jarak tersebut berdasarkan yang telah  maklum  di  zaman  Nabi  r  berupa  perjalanan dengan unta umumnya.

91 

9)  Akan tercurah ke telaga tersebut dua buah saluran dari sungai  Al­Kautsar  yang  Allah  I  berikan  kepada Muhammad r. 10) Apakah  para  nabi  juga  memiliki  telaga?  Maka jawabnya adalah : Ya, sebab  telah datang dari hadits riwayat  At­Tirmidzi,  walaupun  hadits  ini  diperbin­ cangkan keshahihannya : 

ﺎﺿﻮﺣ ﻲِﺒﻧ ﱢﻞﹸﻜِﻟ ﱠﻥِﺇ “Sesungguhnya setiap nabi memiliki haudh. 49 Akan tetapi hadits  ini yang menguatkannya adalah maknanya, yaitu bahwasanya Allah I dengan hikmah dan  keadilanNya  telah  menjadikan  telaga  untuk Nabi Muhammad  r, di  mana  kaum  mukminin  dari kalangan umatnya akan mendatanginya, maka AllahI juga  menjadikan  telaga  bagi  setiap  nabi  sehingga kaum  mukminin  terdahulu  akan  mengambil  manfaat dengannya.  Akan  tetapi  telaga  yang  terbesar  adalah telaga Rasulullah r. 

49 Dikeluarkan Al­Imam At­Tirmidzi (2443) Ibnu Abi Ashim dalam As­Sunnah    dan  hadits  ini  diriwayatkan  oleh  Al­Haitsami  dalam Majmu’(10/363)  dengan  lafadz  yang  lain  dan  Beliau  berkata  :  di dalamnya  ada  seorang  rawi bernama Marwan bin Ja’far As­Samiriy dan dia ditsiqahkan oleh Ibnu Abi Hatim. Berkata Al­Azdiy : manusia mengkritiknya.  Dan  rijal  lainnya  adalah  tsiqat.  Berkata  Al­Albani dalam Ash­Shahihah (1589) : Dan kesimpulannya hadits ini dengan semua jalan­jalannya adalah hasan atau shahih, wallahu a’lam. Lihat Fathul bari (11/467).

92  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

I.  Perkara  yang  ke  sembilan  yang  akan  terjadi  di hari kiamat : Ash­Shirat. Dan penulis v telah menyebutkan dengan perkataannya: 

ِﺔﻨﹶﳉﹾﺍ ﻦﻴﺑ ﻱِﺬﱠﻟﺍﺮﺴِﺠﹾﻟﺍﻮﻫﻭ ﻢﻨﻬﺟ ِﻦﺘﻣ ﻰﻠﻋ ﺏﻮﺼﻨﻣ ﹸﻁﺍﺮﺼﻟﺍ 

ِﺭﺎﻨﻟﺍﻭ Ash­Shirat itu dipancangkan di atas jahannam, yaitu berupa jembatan yang terletak di antara surga dan neraka. Terjadi  khilaf  di  kalangan  ulama  tentang bagaimana Ash­Shirat tersebut : Di  antara  mereka  ada  yang  mengatakan  :  Ash­ Shirat adalah jalan luas yang manusia melintasinya sesuai kadar amalannya. sebab  kata ash­shirat itu secara bahasa menunjukkan  makna  demikian,  dan  juga  Rasulullah  r mengkabarkan  bahwasanya  ash­shirat  itu  licin  dan menggelincirkan 50 . Maka  yang  licin dan menggelincirkan itu  tidak  terdapat  kecuali  pada  jalan  yang  luas,  adapun jalan yang sempit maka tidak ada di sana tempat yang licin lagi menggelincirkan. Di  antara  para  ulama  ada  yang  mengatakan  : Bahkan  Ash­Shirat  itu  adalah  jalan  yang  sangat  kecil sekali,  sebagaimana  dalam  hadits  Abi  Sa’id  Al­Khudry 

50 Diriwayatkan Al­Bukhari (7439) dan Muslim (183) dari Abu Sa’id Al­Khudryt.

93 

yang  dikeluarkan  Al­Imam  Muslim. 51  Bahwasanya  Ash­ Shirat    itu  lebih  halus  dari  rambut  dan  lebih  tajam  dari pedang. v  Dengan  demikian  maka  timbul  pertanyaan,  yaitu bagaimana mungkin akan bisa melewati jalan yang seperti itu? v  Maka jawabnya adalah bahwasanya perkara akhirat itu tidak bisa dikiyaskan dengan perkara dunia, maka AllahI itu  Maha  Kuasa  atas  segala  sesuatu.  Dan  kita  tidaklah mengetahui bagaimana cara melintasinya? Apakah manu­ sia berkumpul semua di jalan ini atau satu orang demi satu orang.  Dan  dalam  masalah  ini,  hampir  tidak  ada seorangpun    yang  menetapkan  salah  satu  dari  dua perkataan tadi. Dan  perkataan  penulis v  : Yang dipancangkan di punggung jahannam. Yaitu di atas neraka itu sendiri. Perkataan penulis v: “Manusia akan melewatinya sesuai dengan kadar amalannya, di antara mereka ada yang melewatinya seperti kedipan mata, ada yang melewatinya seperti kilat, ada yang melewatinya seperti angin, ada yang melewatinya seperti kuda yang kencang, ada yang melewatinya seperti menunggang unta, ada yang melewatinya dengan berlari, ada yang melewatinya 

51  Riwayat  Muslim  (183)  berkata  Abu  Sa’id  Al­Khudry t  telah sampai  kepadaku  bahwasanya  jembatan Ash­Shirat  itu  (ukurannya) lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang.

94  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat dengan berjalan, ada yang melewatinya dengan berjalan dengan pantatnya, di antara mereka ada yang disambar sekali sambaran ke neraka jahanam. Sesungguhnya jembatan tersebut memiliki pengait­ pengait yang akan menyambar manusia sebab  sebab amalan­amalan mereka(yang jelek) 52 Perkataan penulis v : Manusia akan melewati ... Yang  dimaksud  manusia  di  sini  adalah  yang  mukmin, sebab  yang kafir itu telah dimasukkan ke neraka sebelum itu.  Maka  manusia  akan  melewatinya  sesuai  kadar amalannya.  Di  antara  mereka  ada  yang  melewati  seperti kedipan mata, di antara mereka ada yang seperti kilat, dan kedipan mata  itu  lebih  cepat  dari  kilat,  di  antara  mereka ada yang melewatinya seperti angin, maka tidak ragu lagi bahwa  angin  itu  sangat  cepat,  lebih­lebih  ketika manusia belum mengetahui  pesawat  terbang. Dan  angin  itu  sudah diketahui, kadang kecepatannya mencapai 140 mil perjam. Di antara  mereka  ada  yang melewatinya  seperti  kuda,  di antara mereka ada yang melewatinya seperti menunggang unta,  yaitu  lebih  lambat  dari  naik  kuda  yang  bagus,  di antara  mereka  ada  yang  melewatinya  dengan  berlari,  di antara mereka  ada  yang melewatinya dengan  berjalan,  di antara  mereka  ada  yang  melewatinya  dengan  berjalan dengan  menyeret  pantatnya.  Semuanya  ingin  melewati jembatan tersebut. 

52 Diriwayatkan Al­Bukhari (7439) dan Muslim (183) dari Abu Sa’id Al­Khudryt.

95 

Dan  dalam  hal  ini  tidak  ada  pilihan/ikhtiar manusia,  kalau  dengan  pilihan/ikhtiar  manusia  niscaya setiap  orang  menginginkan  yang  paling  cepatnya.  Akan tetapi  kecepatan  ketika  itu  tergantung  dengan  cepat tidaknya  seseorang  dalam  menerima  syariat  ini  ketika hidup  di  dunia.  Barang  siapa  yang  bersegera  dalam menerima perkara  yang dibawa oleh Rasulullah r maka dia  akan  bersegera  bisa  melintasi  Ash­Shirat.  Barang siapa  yang  lambat  dalam  menerima  apa  yang  dibawa Rasulullah  r  maka  akan  lambat  pula  dalam  melintasi Ash­Shirat sebagai balasan yang setimpal. Dan balasan itu sesuai dengan jenis amalannya. Dan perkataan Beliau v : 

ﺎﹰﻔﻄﺧ ﻒﹶﻄﺨﻳ ﻦﻣ ﻢﻬﻨِﻣﻭ Dan di antara mereka ada yang disambar dengan sekali sambaran. Yakni  diambil  dengan  cepat.  Yang  demikian  itu dengan pengait­pengait besi di atas neraka Jahanam, yang menyambar  manusia  sebab   sebab  perbuatan  mereka  di dunia. Perkataan Beliau v : 

ﻢﻨﻬﺟ ﻲِﻓ ﻰﹶﻘﻠﻳﻭ dan dilemparkan ke dalam neraka jahanam. Dari sini dipahami bahwa neraka yang ahli maksiat dilemparkan  ke  dalamnya  itu  sama  dengan  neraka  yang

96  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

orang  kafir  dilemparkan  ke  dalamnya.  Akan  tetapi  tidak berupa adzab seperti orang kafir, bahkan berkata sebagian ulama  :  Sesungguhnya  apinya  itu  akan  dingin  sebagai­ mana  api  Nabi  Ibrahim q.  Akan  tetapi  dzahirnya berlawanan  dengan  hal  ini.  Justru  apinya  itu  panas  dan menyakitkan, hanya saja tidak sepanas apinya orang kafir. Kemudian anggota sujud  itu  tidak akan disentuh  oleh api neraka. Sebagaimana telah tsabit hal ini dari Nabi r dalam Ash­Shahihain,  yaitu  dahi,  hidung,  dua  telapak  tangan, dua lutut dan ujung jari jemari kaki. 53 Dan perkataan Beliau v : 

ِﻁﺍﺮﺼﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺮﻣ ﻦﻤﹶﻓ ; ﹶﺔﻨﺠﹾﻟﺍ ﹶﻞﺧﺩ Barang siapa yang bisa melewati Ash­Shirat maka dia masuk surga. Yaitu dia akan selamat. Perkataan Beliau v : 

ﻣ ﻦﻤﹶﻓ ﺮ ﺼﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺮ ﺒﻋ ﺍﹶﺫِﺎﹶﻓ ﹶﺔﻨﺠﹾﻟﺍ ﹶﻞﺧﺩ ِﻁﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﹸﻔِﻗﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﺍﻭﺮ 

ِﺭﺎﻨﻟﺍﻭ ِﺔﻨﺠﹾﻟﺍ ﻦﻴﺑ ٍﺓﺮﹶﻄﻨِﻗ jika telah melewati Ash­Shirat, maka manusia akan diberhentikan di Qintharah (jembatan) yang menghubungkan surga dan neraka. 

53  Riwayat  Al­Bukhari  (7437)  dan  Muslim  (182)  dari  hadits  Abu Hurairah t.

97 

Al­Qintharah di sini adalah jembatan kecil. Makna asalnya  adalah  sesuatu  yang  dipakai  untuk  menyeberang di atas air dalam sungai dan lainnya. Para  ulama  berselisih  pendapat  tentang  Al­ Qintarah  ini,  apakah  merupakan  ujung  jembatan  ash­ shirath  yang  ada  di  atas  jahanam,  ataukah  jembatan tersendiri  yang  lain  lagi? Maka  yang benar dalam hal  ini kita  katakan  :  “Bahwasanya  ­  wallahu  a’lam  ­  bukan maksud  kita  menjelaskan  keadaannya,  akan  tetapi  yang kita  maksud  adalah  manusia  akan  diberhentikan  di atasnya.” Perkataan Beliau v : 

ﻦِﻣ ﻢِﻬِﻀﻌﺒِﻟ ﺺﺘﻘﻴﹶﻓ ٍﺾﻌﺑ Kemudian diqishash antara satu dengan lainnya. Maka qishash di sini berbeda dengan qishash yang pertama yang terjadi di padang mahsyar, sebab  qishash di sini lebih khusus. Yaitu untuk menghilangkan kedengkian, kebencian dan dendam yang ada pada hati manusia. Maka kedudukannya  seperti  pembersihan  dan  penyucian. Yang demikian itu sebab  apa yang ada dalam hati itu tidak akan hilang dengan qishash semata. Jembatan  yang  ada  di  antara  surga dan  neraka  ini untuk  tujuan  pembersihan  apa  yang  ada  dalam  hati, sehingga manusia akan masuk surga dalam keadaan tidak ada  kedengkian,  dendam  dalam  hatinya,  sebagaimana firman AllahI :  ] ِﻠِﺑﺎﹶﻘﺘﻣ ٍﺭﺮﺳ ﻰﹶﻠﻋ ﺎﻧﺍﻮﺧِﺇ ﱟﻞِﻏ ﻦِﻣ ﻢِﻫِﺭﻭﺪﺻ ﻲِﻓ ﺎﻣ ﺎﻨﻋﺰﻧﻭ ﲔ [ 

98  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

“Dan kami akan angkat kedengkian yang ada dalam hati mereka sehingga mereka dalam keadaan bersaudara di atas dipan­dipan sambil berhadapan.” (QS. Al­Hijr ; 47) Perkataan Beliau v : 

ﺍﻮﱡﻘﻧﻭ ﺍﻮﺑﱢﺬﻫ ﺍﹶﺫِﺈﹶﻓ ; ِﺔﻨﺠﹾﻟﺍ ِﻝﻮﺧﺩ ﻲِﻓ ﻢﻬﹶﻟ ﹶﻥِﺫﹸﺃ Jika telah dihilangkan  dan dibersihkan, maka mereka akan diijinkan masuk surga. Demikianlah  seperti  yang  diriwayatkan  Al­Imam Al­Bukhariv dari hadits Abi Sa’id Al­Khudry 54 Jika telah dihilangkan dari hati­hati mereka berupa permusuhan,  kebencian  dan  dibersihkan  darinya,  maka mereka  pun  diijinkan  masuk  ke  surga.  Maka  ketika mereka  telah  diijinkan  masuk  ke  surga,  mereka  tidak mendapati pintu surga dalam keadaan terbuka. Akan tetapi Nabi r meminta syafa’at kepada Allah I agar dibukakan pintu  surga  bagi  mereka,  sebagaimana  akan  datang  pada pembahasan macam­macam syafa’at insya Allah I. J.  Perkara  kesepuluh  dari  perkara­perkara  yang akan terjadi pada hari kiamat : memasuki surga Penulis v mengisyaratkan dengan perkataannya : 

ﹾﺍ ﺏﺎﺑ ﺢِﺘﹾﻔﺘﺴﻳ ﻦﻣ ﹸﻝﻭﹶﺃﻭ ﺪﻤﺤﻣ ِﺔﻨﹶﳉ Orang yang paling pertama meminta dibukakan pintu surga adalah Muhammad r. 

54 Riwayat Al­Bukhari (7439)

99 

Dalilnya  adalah  hadits  yang  diriwayatkan  dalam Shahih Muslim : Bahawasanya Nabi r berkata : 

ﹶﺃ ﻧ ﹶﺃ ﺎ ﻭ ﹸﻝ ﺷ ِﻔ ﻴ ٍﻊ ِﻓ ﻲ ﹾﺍ ِﺔﻨﹶﳉ “Aku adalah orang yang pertama kali memberi syafa’at di surga.” (HR. Muslim) Dalam lafadz lain ; 

ﻭ ﹶﺃ ﻧ ﹶﺃ ﺎ ﻭ ﹸﻝ ﻣ ﻦ ﻳ ﹾﻘ ﺮ ﻉ ﺑ ﺏﺎ ﹾﺍ ﹶﳉ ﻨ ِﺔ “Dan aku adalah orang yang pertama kali mengetuk pintu surga. 55 Dalam lafadz lain : 

ِﺗﺁ ﺑ ﻲ ﺏﺎ ﹾﺍ ﹶﳉ ﻨ ِﺔ ﻳ ﻮ ﻡ ﹾﻟﺍ ِﻘ ﻴ ﻣﺎ ِﺔ ﹶﻓ ﹶﺄ ﺳ ﺘ ﹾﻔ ِﺘ ﺢ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ﹾﻟﺍ ﺨ ِﺯﺎ ﹸﻥ ﻣ ﻦ ﹶﺃ ﻧ ﺖ 

ﹶﻓ َﹶﺄ ﹸﻗ ﻮ ﹸﻝ ﻣ ﺤ ﻤ ﺪ ﹶﻓ ﻴ ﹸﻘ ﻮ ﹸﻝ ِﺑ ﻚ ﹸﺃ ِﻣ ﺮ ﺕ ﹶﻻ ﹶﺃ ﹾﻓ ﺘ ﺢ ِ َﻷ ﺣ ٍﺪ ﹶﻗ ﺒ ﹶﻠ ﻚ “Aku mendatangi pintu surga pada hari kiamat kemudian aku minta dibukakan pintu, maka berkatalah penjaga surga : Siapakah engkau ? Maka aku menjawab : Muhammad r. Maka dia berkata: Denganmu aku diperintahkan (untuk membuka pintu­ pent) aku tidak akan membukakan untuk seorangpun sebelum engkau.” 56Maka  ini adalah termasuk nikmat Allah I kepada Muhammad  r.  Sesungguhnya  syafa’at  yang  pertama adalah  Beliau  r  memberikan  syafa’at  pada  manusia  di padang  Mahsyar  untuk  menghilangkan  kengerian, kesedihan dan kesengsaraan (ketika itu­pent). Dan syafa’at 

55 Riwayat Muslim (196) dari Anas bin Malik t. 56  idem

100  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

kedua  adalah  untuk  mencapai  kebahagiaan  dan kesenangan.  Maka  Beliau  r  menjadi  pemberi  syafa’at untuk  para  makhluk  dalam  mencegah  apa  yang memudharatkan  mereka  dan  dalam  mencapai  apa  yang bermanfaat bagi mereka. Dan  tidaklah  bisa memasuki  surga kecuali  setelah mendapatkan  syafa’at  dari  Rasulullah  r,  sebab   yang demikian  itu  tsabit  dalam  As­Sunnah  sebagaimana  telah lewat.  Dan  Allah  I  juga  berisyarat  demikian  dalam firmanNya :  ] ﺎﻬﺑﺍﻮﺑﹶﺃ ﺖﺤِﺘﹸﻓﻭ ﺎﻫﻭُﺀﺎﺟ ﺍﹶﺫِﺇ ﻰﺘﺣ [ “Sehingga mereka mendatanginya dan dibukakan pintu­pintu surga.” (QS. Az­Zumar ; 73) Sesungguhnya AllahI tidaklah mengatakan : 

ﺟ ﺍﹶﺫِﺇ ﻰﺘﺣ ﺖﺤِﺘﹸﻓ ﺎﻫﻭُﺀﺎ “Hingga mereka mendatanginya dibukakan pintu­pintu surga.” Maka  di  sini  ada  isyarat  akan  adanya  suatu kejadian  sebelum  dibukanya  pintu­pintu  surga,  yaitu kejadian  syafa’at.  Adapun  penduduk  neraka,  maka Allah I berfirman tentang mereka :  ] ﺎﻬﺑﺍﻮﺑﹶﺃ ﺖﺤِﺘﹸﻓ ﺎﻫﻭُﺀﺎﺟ ﺍﹶﺫِﺇ ﻰﺘﺣ [ “Hingga mereka mendatanginya dibukakan pintu­pintu neraka.” (QS. Az­Zumar ; 71) sebab   mereka  itu  mendatanginya  yang  sudah dipersiapkan  dengan  tiba­tiba  sehingga  mengagetkan

101 

mereka. (sebab  mereka langsung mendapati neraka dalam keadaan terbuka­pent) Na’udzu billah. Perkataan Beliau v : 

ﻪﺘﻣﹸﺃ ِﻢﻣﹸﺄﹾﻟﺍ ﻦِﻣ ﹶﺔﻨﺠﹾﻟﺍ ﹸﻞﺧﺪﻳ ﻦﻣ ﹸﻝﻭﹶﺃﻭ Dan umat yang pertama kali masuk ke surga adalah umat Beliau r. Maka  ini  adalah  benar  sebagaimana  telah  tsabit dalam  shahih Al­Bukhari  dan Muslim dari Abu Hurairah t, dia berkata: bersabda Rasulullah r : 

ﻧ ﺤ ﻦ ِﺧﻵﺍ ﺮ ﻭ ﹶﻥ ﹾﺍ َﻷ ﻭ ﹸﻟ ﻮ ﹶﻥ ﻳ ﻮ ﻡ ﹾﻟﺍ ِﻘ ﻴ ﻣﺎ ِﺔ ﻭ ﻧ ﺤ ﻦ ﹶﺃ ﻭ ﹸﻝ ـﻣ ﻦ ـﻳ ﺪ ﺧ ﹸﻞ 

ﹾﻟﺍ ﺠ ﻨ ﹶﺔ “Kita adalah umat yang terakhir dan yang pertama di hari kiamat, dan kita adalah umat yang pertama kali masuk surga.” 57 Dan (dalam lafadz lain) Beliau r bersabda : 

ﻧ ﺤ ﻦ ﹾﺍ ِﺧﻵ ﺮ ﻭ ﹶﻥ ﺴﻟﺍ ِﺑﺎ ﹸﻘ ﻮ ﹶﻥ ﻳ ﻮ ﻡ ﹾﺍ ِﻘﻟ ﻴ ﻣﺎ ِﺔ “Kita adalah yang terakhir dan yang paling dahulu pada hari kiamat.” 58Ini adalah mencakup setiap kejadian di hari kiamat. Lihat kitab Hadil arwah karya Ibnul Qoyyimv. 

57 Riwayat Muslim (855) 58 Riwayat Al­Bukhari (6634) Muslim (855) dari Abu Hurairah t.

102  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Peringatan : Pintu­pintu  surga  tidak  disebutkan  oleh  penulis, akan  tetapi  hal  ini  adalah  sudah  ma’ruf  bahwasanya jumlahnya ada delapan. AllahI berfirman : 

ﺑﹶﺃ ﺖﺤِﺘﹸﻓﻭ ﺎﻫﻭُﺀﺎﺟ ﺍﹶﺫِﺇ ﻰﺘﺣ ﺎﻬﺑﺍﻮ “Hingga jika  mereka mendatangi surga dan dibukakan pintu­ pintu surga.” (QS. Az­Zumar ; 73) Nabi r bersabda tentang orang yang berwudhu dan menyempurnakan  wudhunya  dan  membaca  doa  sesudah wudhu : “Kecuali akan dibukakan baginya pintu­pintu surga yang delapan buah jumlahnya dan dia akan memasukinya dari pintu mana saja yang dia kehendaki.” 59 Dan pintu­pintu  surga  tersebut  jumlahnya delapan buah  tergantung  dengan  jenis  amalannya.  sebab   pada setiap pintu tersebut hanya bisa dimasuki oleh orang­orang yang  memiliki  amalan  tertentu.  Maka  ahli  shalat  akan dipanggil  dari  pintu  shalat.  Dan  ahli  sadaqah  akan dipanggil dari pintu sadaqah, dan ahli jihad akan dipanggil dari pintu  jihad, dan ahli puasa akan dipanggil dari pintu yang bernama Rayyan. Dan terkadang Allah I memberikan taufiq kepada sebagian  manusia  untuk  mengerjakan  semua  amalan shalih,  maka  orang  tersebut  akan  dipanggil  dari  semua jenis  pintu  surga.  Sebagaimana  dalam  Ash­Shahihain 60 dari Abu Hurairaht bahwasanya Nabi r bersabda : 

59 Riwayat Muslim (234) dari Uqbah bin Amir t. 60 Riwayat Al­Bukhari (3666) Muslim (1027).

103 

ﻣ ﻦ ﹶﺃ ﻧ ﹶﻔ ﻖ ﺯ ﻭ ﺟ ﻴ ِﻦ ِﻓ ﺳ ﻲ ِﺒ ِﻞﻴ ِﷲﺍ ﻮﻧ ِﺩ ﻱ ِﻣ ﻦ ﹶﺃ ﺑ ﻮ ِﺏﺍ ﹾﻟﺍ ﺠ ﻨ ِﺔ ﻳ ﻋ ﺎ ﺒ ﺪ 

ِﷲﺍ ﻫ ﹶﺬ ﺧ ﺍ ﻴ ﺮ ﹶﻓ ﻤ ﻦ ﹶﻛ ﹶﻥﺎ ِﻣ ﻦ ﹶﺃ ﻫ ِﻞ ﺼﻟﺍ ﹶﻼ ِﺓ ﺩ ِﻋ ﻲ ِﻣ ﻦ ﺑ ِﺏﺎ ﺼﻟﺍ ﹶﻼ ِﺓ 

ﻭ ﻣ ﻦ ﹶﻛ ﹶﻥﺎ ِﻣ ﻦ ﹶﺃ ﻫ ِﻞ ﹾﻟﺍ ِﺠ ﻬ ِﺩﺎ ﺩ ِﻋ ﻲ ِﻣ ﻦ ﺑ ِﺏﺎ ﹾﻟﺍ ِﺠ ﻬ ِﺩﺎ ﻭ ﻣ ﻦ ـﹶﻛ ﹶﻥﺎ 

ِﻣ ﻦ ﹶﺃ ﻫ ِﻞ ﺼﻟﺍ ﺪ ﹶﻗ ِﺔ ﺩ ِﻋ ﻲ ِﻣ ﻦ ﺑ ِﺏﺎ ﺼﻟﺍ ﺪ ﹶﻗ ِﺔ ﻭ ﻣ ﻦ ﹶﻛ ﹶﻥﺎ ِﻣ ﻦ ﹶﺃ ـﻫ ِﻞ 

ﺼﻟﺍ ﻴ ِﻡﺎ ﺩ ِﻋ ﻲ ِﻣ ﻦ ﺑ ِﺏﺎ ﺼﻟﺍ ﻴ ِﻡﺎ ﻭ ﺑ ِﺏﺎ ﺮﻟﺍ ﻳ ِﻥﺎ ﹶﻓ ﹶﺎﻘ  َﻝ : ﹶﺃ ﺑ ﺑ ﻮ ـﹾﻜ ٍﺮ 

ِﷲﺍ ﹶﻝﻮﺳﺭ َﺎﻳ ﻲﻣﹸﺃﻭ ﺖﻧﹶﺃ ﻲِﺑﹶﺄِﺑ ﻣ ﻋ ﺎ ﻰﻠ ﻦﻣ ﺩ ﻲِﻋ ـِﻣ ﻦ ِﺗ ـﹾﻠ ﻚ 

ﹾﺍ َﻷ ﺑ ﻮ ِﺏﺍ ِﻣ ﻦ ﺿ ﺮ ﻭ ﺭ ٍﺓ ﻭ ﹶﻗ ﹶﻝﺎ ﻫ ﹾﻞ ﻳ ﺪ ﻋ ﹶﺃ ﻰ ﺣ ﺪ ِﻣ ﻦ ِﺗ ﹾﻠ ﻚ ﹾﺍ َﻷ ـﺑ ﻮ ِﺏﺍ 

ﹸﻛ ﱢﻠ ﻬ ﺎ ؟ ﹶﺎﻗ ﹶﻝ ﻧ ﻌ ﻢ ﻭ ﹶﺃ ﺭ ﺟ ﹶﺃ ﻮ ﹾﻥ ﺗ ﹸﻜ ﻮ ﹶﻥ ِﻣ ﻨ ﻬ ﻢ “Barang siapa yang menginfakan barang berharganya di jalan Allah U, dia akan dipanggil dari pintu­pintu surga : Wahai hamba Allah U ini adalah kebaikan. Barang siapa yang dahulu dia adalah ahli shalat, maka akan dipanggil dari pintu shalat. Barang siapa yang dahulu ahli jihad, maka akan dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa yang dahulu ahli sedekah maka akan dipanggil dari pintu sedekah. Barang siapa yang dahulu ahli puasa maka akan dipanggil dari pintu puasa dan pintu Rayyan. Maka berkata Abu Bakar t : Bapak dan Ibuku jadi tebusanmu wahai Rasulullah r. Tidaklah mesti ada orang yang akan dipanggil dari semua pintu itu. Apakah ada orang yang dipanggil dari semua pintu­pintu surga ? Beliau berkata : Ya, dan aku berharap engkau adalah menjadi salah satu dari mereka.” (HR.  Al­Bukhari Muslim). v  jika   engkau  berkata  :  Jika  pintu­pintu  tersebut tergantung  dari  jenis  amalannya,  maka  mengharuskan

104  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

setiap orang akan bisa diseru dari setiap pintu tersebut jika dia  beramal  dengan  amalan  tersebut  ?  Bagaimana  cara menjawabnya? v  Maka  jawabannya  adalah  :  Hendaknya  dikatakan  : akan  dipanggil  dari  pintu  tertentu  orang­orang  yang dahulu ketika di dunia memperbanyak amalan tertentu dan mengkhususkannya.  Seperti  jika  orang  tersebut  memper­ banyak  shalat maka  dia  akan  dipanggil  dari  pintu  shalat. Jika  banyak berpuasa maka dia akan dipanggil dari pintu Rayyan. Dan tidaklah setiap manusia  itu mampu melaku­ kan  setiap  jenis  amalan  shaleh  dengan  banyak.  sebab  engkau  mendapati  dalam  dirimu,  sebagian  jenis  amalan kadang  lebih  banyak  dan  engkau  lebih  bersemangat dibandingkan amalan lainnya. Akan tetapi AllahI kadang memberikan  karunia  kepada  sebagian  manusia  sehingga dia bersemangat dan kuat dalam segala jenis  amal shaleh, sebagaimana kisahnya Abu Bakr t yang telah lalu. K.  Perkara  ke  sebelas  yang  terjadi  di  hari  kiamat  : syafa’at. Dan penulis telah menyebutkan dengan perkataannya : 

ﻪﹶﻟﻭ ) r ( ٍﺕﺎﻋﺎﹶﻔﺷ ﹸﺙﺎﹶﻠﹶﺛ ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﻲِﻓ Dan Nabi r pada hari kiamat memiliki  tiga jenis syafa’at. Syafa’at secara bahasa artinya menjadikan sesuatu itu  menjadi  genap. Menurut  istilah,  arti  syafa’at  adalah  : menjadi perantara bagi orang lain dengan cara mendatang­ kan  manfaat  dan  mencegah  kemudharatan.  Definisi  ini

105 

kesesuaiannya  secara  etimologi  (asal  kata)  sangat  jelas, sebab   jika  engkau  menjadi  perantara  bagi  orang  lain, engkau  akan  menutupi  (kekurangannya)  berarti  engkau telah memberi syafa’at kepadanya. Syafa’at itu dibagi dua : v  syafa’at yang batil, dan v  syafa’at yang benar. Maka syafa’at yang batil adalah berupa ketergan­ tungan  orang­orang  musyrik  dengan  berhala­berhala mereka, ketika mereka menyembah mereka dan menyang­ ka kalau mereka  bisa memberikan  syafa’at untuk mereka di sisi AllahI. Sebagaimana AllahI berfirman :  ] ﹶﻥﻮﹸﻟﻮﹸﻘﻳﻭ ﻢﻬﻌﹶﻔﻨﻳ ﺎﹶﻟﻭ ﻢﻫﺮﻀﻳ ﺎﹶﻟ ﺎﻣ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ِﻥﻭﺩ ﻦِﻣ ﹶﻥﻭﺪﺒﻌﻳﻭ 

ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﺪﻨِﻋ ﺎﻧﺅﺎﻌﹶﻔﺷ ِﺀﺎﹶﻟﺆﻫ [ “Dan mereka menyembah selain Allah U yang tidak mampu memberikan kemudharatan dan tidak mampu memberi manfaat pada mereka dan mereka berkata : Berhala­berhala tersebut sebagai pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (QS. Yunus ; 18) Dan juga perkataan mereka orang­orang musyrik : ) ﻰﹶﻔﹾﻟﺯ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﹶﻟِﺇ ﺎﻧﻮﺑﺮﹶﻘﻴِﻟ ﺎﱠﻟِﺇ ﻢﻫﺪﺒﻌﻧ ﺎﻣ ( “Kami tidak menyembah mereka kecuali agar mereka mendekatkan kami dengan Allah U dengan sedekat­dekatnya.” (QS.  Az­ Zumar ; 3) Akan tetapi syafa’at ini adalah batil dan tidak akan bermanfaat. Sebagaimana firman AllahI :

106  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat  ] ﲔِﻌِﻓﺎﺸﻟﺍ ﹸﺔﻋﺎﹶﻔﺷ ﻢﻬﻌﹶﻔﻨﺗ ﺎﻤﹶﻓ [ “Maka tidak bermanfaat syafa’atnya orang­orang yang memberi syafa’at.” (QS. Al­Muddatstsir ; 48) Syafa’at yang benar, yaitu yang memenuhi tiga syarat : 1.  Keridhaan AllahI kepada yang memberi syafa’at. 2.  Keridhaan  Allah I  kepada  orang  yang mendapatkan syafa’at.  Akan  tetapi  syafa’at  al­‘udzma  (syafa’at kubro  yang  terjadi  di  padang  Mahsyar,  ketika  itu manusia  berbondong­bondong  datang  kepada  para nabi agar memintakan syafa’at kepada Allah,  ternyata mereka  tidak  mampu  sebab   udzur  yang  ada  pada mereka kecuali Rasulullah r, sebagaimana yang akan datang hadits tentangnya­pent) itu berlaku umum bagi segenap  manusia,  apakah  pada  orang  yang  diridhai AllahI ataupun orang yang tidak diridhaiNya. 3.  Izin dariNya untuk memberikan syafa’at. Dan  izin  ini  tidak  akan  ada  kecuali  setelah keridhaanNya  kepada  orang memberi  syafa’at  dan  orang yang mendapatkan syafa’at. Dalil hal ini adalah :  ) ﻦِﻣ ﺎﱠﻟِﺇ ﺎﹰﺌﻴﺷ ﻢﻬﺘﻋﺎﹶﻔﺷ ﻲِﻨﻐﺗ ﺎﹶﻟ ِﺕﺍﻭﺎﻤﺴﻟﺍ ﻲِﻓ ٍﻚﹶﻠﻣ ﻦِﻣ ﻢﹶﻛﻭ 

ﻰﺿﺮﻳﻭ ُﺀﺎﺸﻳ ﻦﻤِﻟ ُﷲﺍﺍ ﹶﻥﹶﺫﹾﺄﻳ ﹾﻥﹶﺃ ِﺪﻌﺑ ( “Betapa banyak malaikat yang di langit, syafa’at mereka tidak bermanfaat sama sekali, kecuali setelah Allah mengizinkannya bagi orang yang dikehendakiNya dan diridhaiNya.” (QS.  An­ Najm ; 26)

107 

Allah  I  tidak  mengatakan  “bagi  orang  yang memberi  syafa’at”  dan  tidak  pula  mengatakan  “bagi orang yang mendapat syafa’at”, agar lebih mencakup. AllahI berfirman :  ] ﻪﹶﻟ ﻲِﺿﺭﻭ ﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﻪﹶﻟ ﹶﻥِﺫﹶﺃ ﻦﻣ ﺎﱠﻟِﺇ ﹸﺔﻋﺎﹶﻔﺸﻟﺍ ﻊﹶﻔﻨﺗ ﺎﹶﻟ ٍﺬِﺌﻣﻮﻳ 

ﺎﹰﻟﻮﹶﻗ [ “Pada hari itu syafa’at sudah tidak berfaidah kecuali orang­orang yang mendapatkan izin dari Dzat yang Maha Pengasih dan Dia telah meridhoi perkataannya.” (QS. Thaha ; 109) Dan AllahI berfirman :  ] ﻰﻀﺗﺭﺍ ِﻦﻤِﻟ ﺎﱠﻟِﺇ ﹶﻥﻮﻌﹶﻔﺸﻳ ﺎﹶﻟﻭ [ “Dan tidak ada yang memberi syafa’at kecuali bagi orang yang diridhai (olehNya)” (QS. Al­Anbiya ; 28) Maka pada ayat yang pertama itu mengandung tiga syarat  syafa’at,  ayat  kedua  mengandung  dua  syarat  dan ayat ketiga mengandung satu syarat. Adapun  Nabi  r,  maka  Beliau  memiliki  tiga syafa’at : 1.  Syafa’at al­‘udzma. 2.  Syafa’at untuk penduduk surga untuk bisa memasuki­ nya. 3.  Syafa’at  bagi  orang  yang  berhak  masuk  neraka sehingga  tidak  jadi  memasukinya,  dan  syafa’at  bagi orang yang telah masuk neraka untuk keluar darinya.

108  Menelusuri Kejadian­kejadian di Hari Kiamat 

Penulis v berkata sambil menjelaskan tiga perkara ini : 

ﻰﹶﻟﻭﹸﺄﹾﻟﺍ ﹸﺔﻋﺎﹶﻔﺸﻟﺍ ﺎﻣﹶﺃ : ﹶﻓ ﻰﺘﺣ ِﻒِﻗﻮﻤﹾﻟﺍ ِﻞﻫﹶﺃ ﻲِﻓ ﻊﹶﻔﺸﻴ 

ﻡﺩﺁ َﺀﺎﻴِﺒﻧﹶﺄﹾﻟﺍ ﻊﺟﺍﺮﺘﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﺪﻌﺑ ﻢﻬﻨﻴﺑ ﻰﻀﹾﻘﻳ , ﺡﻮﻧﻭ , 

ﻢﻴِﻫﺍﺮﺑِﺇﻭ , ﻰﺳﻮﻣﻭ , ﻰﺘﺣ ِﺔﻋﺎﹶﻔﺸﻟﺍ ِﻦﻋ ﻢﻳﺮﻣ ﻦﺑِﺍ ﻰﺴﻴِﻋﻭ 

ِﻪﻴﹶﻟِﺇ ﻲِﻬﺘﻨﺗ Adapun syafa’at yang pertama, maka Rasulullah r memberikan syafa’at untuk ahli mauqif (padang mahsyar). Dengan sebab itu diputuskanlah perkara di antara mereka, setelah mereka berbolak­balik kepada para nabi : Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa bin Maryam untuk meminta syafa’at hingga berakhir kepada Beliau r. Perkataan Beliau ﺣ ﺘ ﻳ ﻰ ﹾﻘ ﻀ ﺑ ﻰ ﻴ ﻨ ﻬ ﻢ (untuk diputuskan perkara di antara mereka) ﺣ 